JRL Vol 5-1 rev.18.06-09.indd

advertisement
JRL
Vol. 5
No.1
Hal 13-23
Jakarta, Januari 2009
ISSN : 2085-3866
PEMANFAATAN KULIT BUAH PISANG NANGKA
SEBAGAI SUBSTRAT FERMENTASI PADAT
PADA PRODUKSI XILANASE
Trismilah *), Mahyudin A.R*)
*Bidang Teknologi Biokatalis, Pusat Teknologi Bioindustri, TAB (BPPT)
Gedung II, Lt 15, Jln. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta,
Telepon [021]3169509 & Faks.[021]3169510
Lab Teknologi Bioindustri, LAPTIAB, PUSPIPTEK,
Serpong, 15314 Telp./Faks. [021]7560536
Abstract
Jackfruit skin bananas (Musa sp.) one of the agricultural waste that is rich nutrients for the growth of microorganisms,
can be used as a substrate of xilan for the production xilanase. The research aims to know the optimum conditions
of solid fermentation for production xilanase Bacillus licheniformis I-5 using a jackfruit skin banana as substrate.
Optimization includes the incubation time for 72 hours with the interval measurement activities every six hours, the
moisture content variation on the 1: 1.0 (55%); 1: 1.5 (65%); 1: 2.0 (70%); 1 : 2.5 (74%) (w / v), incubation temperature
variation in the 40 °, 45 °, 50 °, 55 °, 60 ° C and the addition of carbon and nitrogen source on the concentration of 1, 2,
3, 4, and 5% (w / w). Fermentation carried out in erlenmeyer 250 ml, containing 10 g cod banana jackfruit, 0.4 K2HPO4,
and 0.2 MgSO4 (g / l). Results of research shows that the optimum activity xilanase to 48 hours of fermentation,
moisture content 1: 1.5 (65%) and incubation temperature 50 ° C with the activity of 0410 ± 0102 U / ml. The addition
of glucose and prevent xilosa activities to be 0032 ± 0007 U / ml and 0053 ± 0025 U / ml concentration in 5%. Pepton
addition of 4% increased the activity is not significant to control the 0487 ± 0073 U / ml.
1.
Pendahuluan
Salah satu substrat yang digunakan untuk
produksi xilanase yaitu xilan. Xilan dapat diperoleh
dari limbah industri kertas dan limbah pertanian
seperti jerami, sekam padi, bagas tebu, serta kulit
buah pisang. Substrat tersebut tersedia di alam
dalam jumlah besar, dengan harga murah dan kaya
nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme (Richana
2002: 31; Seyis & Aksoz 2005: 37 & 39). Xilan adalah
komponen terbesar penyusun hemiselulosa pada
dinding sel tanaman yaitu sekitar 30--35%. Xilan
berupa heteropolisakarida dengan rantai utama
gugus xilosil (b-1,4-xilopiranosa) dan mempunyai
rantai samping berupa gugus asetil, arabinosil,
dan glukorosil (Beg dkk. 2001: 327; Subramaniyan
13
& Prema 2002: 1). Xilan merupakan salah satu
substrat yang dapat digunakan untuk produksi
xilanase oleh mikroorganisme. Xilan murni seperti
xilan oat spelt dan xilan birchwood sangat mahal
maka perlu digunakan sumber bahan baku xilan
yang potensial dan mempunyai nilai ekonomis.
Enzim xilanolitik merupakan enzim ekstraselular yang berperan dalam hidrolisis xilan. Enzim
xilanolitik di antaranya yaitu endo-b-1,4-xilanase
(EC 3.2.1.8) dan b-xilosidase. Endo-b-1,4-xilanase
memutuskan ikatan xilan melalui hidrolisis secara acak ikatan backbone b-1,4 menjadi
xilooligosakarida.
b-xilosidase
menghidrolisis
xilooligosakarida dari ujung non pereduksi untuk
membebaskan xilosa (Beg dkk. 2001: 328; Kiss
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
2002: 1).
Xilanase dapat dimanfaatkan untuk industri
makanan sebagai bahan tambahan pembuatan
roti. Enzim tersebut juga dapat digunakan untuk
menghidrolisis xilan menjadi gula xilosa untuk
konsumsi penderita diabetes dan campuran
pasta gigi. Xilanase untuk campuran pakan
ternak dapat memperbaiki efisiensi penggunaan
pakan sehingga meningkatkan berat ternak
(Richana 2002: 32; Howard dkk. 2003: 605; Seyis
& Aksoz 2005: 37). Xilanase juga dimanfaatkan
dalam industri pulp dan kertas pada proses
pemutihan (bleaching) dengan cara mengurangi
penggunaan klorin. Keuntungan penggunaan
xilanase yaitu limbah industri yang dihasilkan
bersifat ramah lingkungan, memperbaiki
kelenturan dan sifat permukaan kertas serta
meningkatkan kecerahan kertas (Howard dkk.
2003: 605).
Mikroorganisme pada substrat fermentasi
padat tumbuh pada kondisi mendekati habitat
alaminya, sehingga mikroorganisme tersebut
dapat menghasilkan produk enzim lebih tinggi.
Pertumbuhan mikroorganisme pada substrat
fermentasi padat untuk produksi xilanase
dipengaruhi oleh jenis substrat, waktu inkubasi,
moisture content (kadar air), aerasi, suhu, pH,
dan penambahan sumber karbon serta nitrogen
(Archana & Satyanarayana 1997 : 12). Fadel
(2001: 62) melaporkan bahwa substrat fermentasi
padat Trichoderma harzianum F-416 dengan
substrat tepung jagung dapat meningkatkan
produksi xilanase.
Xilosa merupakan gula terbanyak di
alam setelah glukosa. Xilosa dimetabolisme
melalui jalur metabolisme gula pentosa. Xilosa
diubah menjadi xilulosa kemudian dengan enzim
xilulokinase, xilulosa diubah menjadi xilulosa-5fosfat. Xilulosa-5-fosfat selanjutnya masuk ke
jalur glikolisis diubah menjadi piruvat (Brock
dkk. 1994: 606; Bremmon 2000: 1). Archana &
Satyanarayana (1997: 16) melaporkan bahwa
aktivitas xilanase Bacillus licheniformis A99
menurun pada penambahan glukosa diatas 6%
(w/w) dan penambahan pepton 4% (w/w).
Lopez dkk. (1998) melaporkan bahwa
14
xilanase dari Bacillus sp. BP-7 diinduksi oleh xilosa
dan dihambat oleh glukosa. Kulkarni dkk. (1999:
418) melaporkan bahwa Bacillus circulans WL-12
tidak menghasilkan xilanase ketika ditumbuhkan
pada medium yang mengandung glukosa.
Sumber nitrogen yang umum digunakan
untuk produksi xilanase adalah pepton. Pepton
adalah sumber utama nitrogen organik serta
mengandung vitamin dan sedikit karbohidrat.
Nitrogen merupakan unsur utama dalam protein,
sedangkan protein merupakan bahan utama dalam
mendukung aktivitas biokimia mikroorganisme.
Penambahan konsentrasi sumber nitrogen dalam
media kultivasi dapat meningkatkan produktivitas
mikroorganisme (Brock dkk. 1994: 119; Seyis
& Aksoz 2005: 39). Kheng & Omar (2005: 334)
melaporkan bahwa penambahan pepton 0,075%
(w/w) dapat meningkatkan aktivitas xilanase
Aspergillus niger USM A1 I.
Xilanase dapat diisolasi dari fungi dan
bakteri. Fungi penghasil xilanase antara lain
genus Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, dan
Trichoderma serta bakteri dari genus Bacillus
dan Clostridium (Seyis & Aksoz 2005: 39). Isolat
Bacillus licheniformis I-5 yang diisolasi dari
sumber air panas Ciseeng (Bogor), mempunyai
aktivitas xilanolitik tertinggi di antara dua isolat
Bacillus lainnya yaitu isolat I-3 dan I-6. Hasil
karakterisasi xilanase Bacillus licheniformis I-5
menunjukkan bahwa aktivitas xilanase optimum
pada pH 7 dan suhu 50° C (Siahaan 2003: 4;
Firdaus 2006: 27).
Xilanase
dapat
dihasilkan
oleh
mikroorganisme dengan substrat fermentasi
padat. Fermentasi padat telah digunakan dalam
produksi enzim skala industri, karena prosesnya
sederhana, substrat lebih mudah diperoleh, biaya
operasional relatif murah, dan produk enzim yang
dihasilkan lebih tinggi (Howard dkk. 2003: 607).
Bacillus licheniformis I-5 telah diketahui dapat
menghasilkan xilanase pada proses fermentasi
cair. Produksi xilanase B. licheniformis I-5 yang
diperoleh dari fermentasi cair optimum pada pH 7
dan suhu 50° C. Proses fermentasi cair yang telah
dilakukan menggunakan medium sintetik dan
medium kulit buah pisang menghasilkan aktivitas
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
xilanase sebesar 0,194 U/ml dan 0,072 U/ml
(Siahaan 2003: 5; Rahman 2005: 16).
Kemampuan
produksi
xilanase
Bacillus licheniformis I-5 belum diketahui pada
fermentasi padat. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui kondisi optimum produksi xilanase
Bacillus licheniformis I-5 pada fermentasi padat
dengan substrat kulit buah pisang nangka.
Kondisi optimum meliputi waktu inkubasi,
moisture content (kadar air), suhu inkubasi, dan
penambahan sumber karbon serta nitrogen.
Optimasi kondisi dalam fermentasi padat
diharapkan dapat meningkatkan produksi
xilanase.
2.
Metodologi Dan Metode
2.1
Bahan dan Alat
Mikroorganisme yang digunakan yaitu
Bacillus licheniformis I-5 koleksi BPP Teknologi
Culture Collection, Serpong. Medium yang
digunakan yaitu medium pertumbuhan menurut
Richana dkk. (2000: 55) dan medium produksi
xilanase menurut Archana & Satyanarayana
(1997: 13) yang dimodifikasi dengan substrat
kulit buah pisang nangka.
Bahan kimia yang digunakan yaitu pepton
[BD], ekstrak khamir [Scharlau], glukosa [Merck],
xilosa [Merck], HCl [Merck], K2HPO4 [Merck],
KH2PO4 [Merck], MgSO4.7H2O [Merck], Na2HPO4
[Merck], NaCl [Merck], kulit buah pisang nangka
(Musa AAB), akuades, larutan dinitro asam
salisilat (3,5 Dinitro Salicylic acid), xilan oat spelt
[Roth], dapar fosfat pH 7, larutan Bradford, BSA
[Fluka].
Alat-alat yang digunakan yaitu jarum
ose, autoklaf [Iwaki], oven [Memmert], cold
chamber 4°C, hot-plate magnetic stirrer [Bibby],
laminar airflow [Babcock BSH], neraca teknis
[Sartorius], penangas air [Memmert], pH meter
[Knick], pipet mikro [BioRad], spektrofotometer
[Parmacia], kuvet, mesin sentrifus [Himac CR
21G], inkubator shaker [Memmert], inkubator
statis [Memmert], termometer, vortex mixer
[Sargen Welch], blender [Panasonic], ayakan
30 mesh [Pup], kertas saring Whatman no.40
15
dan peralatan gelas yang biasa digunakan
dalam laboratorium.
2.2
Metode
Medium pertumbuhan Richana dibuat
dengan melarutkan 0,02 g ekstrak khamir,
0,015 g K2HPO4, 0,0025 g MgSO4. 7H2O, 0,023
g NaCl, 0,025 g Na2HPO4, 0,05 g xilan, dan
0,05 g pepton dalam 10 ml akuades. Medium
dipanaskan pada hot plate magnetic stirer hingga
homogen. Medium kemudian didinginkan dan pH
ditetapkan menjadi pH 7 dengan penambahan
HCl 10%. Medium disterilisasi dalam autoklaf
pada suhu 121°C, 2 atm, selama 15 menit.
(Richana dkk. 2000)
Pembuatan substrat: Substrat yang
digunakan pada penelitian yaitu kulit buah pisang
nangka (Musa AAB), diperoleh dari pabrik keripik
pisang di Serpong. Kulit buah pisang nangka dicuci
kemudian dipotong ± 2 cm, dikeringkan pada suhu
60 °C selama 48 jam. Kulit buah pisang yang
telah kering diblender dan diayak pada ayakan
berukuran 30 mesh (Hotmayanti 1999: 27).
Pembuatan medium produksi xilanase
(Archana & Satyanarayana 1997). Sebanyak 25
ml larutan garam mineral (g/l: MgSO4.7H2O 0,2;
K2HPO4 0,4; pH 7) dicampur dengan 10 g substrat
kulit buah pisang nangka dalam Erlenmeyer 250
ml. Medium kemudian disterilisasi dalam autoklaf
pada suhu 121° C, 2 atm, selama 15 menit.
Pemeliharaan kultur : Biakan Bacillus
licheniformis I-5 diinokulasikan ke dalam medium
(Richana dkk. 2000) agar miring dengan metode
gores. Kultur tersebut diinkubasi pada suhu 50°
C selama 24 jam kemudian disimpan dalam cold
chamber 4°C sebagai biakan stok, diremajakan
3--4 minggu sekali.
Persiapan inokulum. Sebanyak 2--3 lup
bakteri Bacillus licheniformis I-5 berumur 24 jam
diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer 100 ml yang
berisi 10 ml medium pertumbuhan (Richana dkk.
2000). Isolat diinkubasi pada inkubator shaker
150 rpm, suhu 50°C selama enam jam sampai
jumlah sel mencapai ± 109 sel/ml (Siahaan
2003: 2).Produksi xilanase dilakukan dengan
menginokulasikan 15% (v/w) inokulum Bacillus
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
licheniformis I-5 ke dalam Erlenmeyer 250 ml
yang berisi 10 g medium produksi.
Penentuan waktu inkubasi optimum:
sebanyak 15% (v/w) inokulum Bacillus licheniformis
I-5 diinokulasikan ke dalam medium produksi yang
telah disterilisasi, terdiri dari 10 g substrat kulit buah
pisang nangka yang mengandung larutan garam
mineral dengan perbandingan (w/v) 1: 1,5. Kultur
kemudian diinkubasi pada interval waktu enam
jam selama 72 jam pada suhu 50° C (Archana &
Satyanarayana 1997: 13). Pengukuran aktivitas
xilanase menurut Bailey (1992) dan kadar protein
menurut Bradford (1976).
Penentuan moisture content optimum:
sebanyak 15% (v/w) inokulum Bacillus
licheniformis I-5 diinokulasikan ke dalam medium
produksi, terdiri dari 10 g substrat kulit buah
pisang nangka yang mengandung larutan garam
mineral dengan perbandingan (w/v) 1: 1,0; 1: 1,5;
1: 2,0; dan 1: 2,5. Kultur kemudian diinkubasi
selama waktu inkubasi optimum pada suhu 50°C
(Archana & Satyanarayana 1997: 13).
Penentuan suhu inkubasi optimum:
sebanyak 15% (v/w) inokulum Bacillus
licheniformis I-5 diinokulasikan ke dalam medium
produksi yang telah disterilisasi, terdiri dari 10
g substrat kulit buah pisang nangka dengan
moisture content optimum. Kultur kemudian
diinkubasi pada variasi suhu 40, 45, 50, 55, dan
60° C selama waktu inkubasi optimum.
Pengaruh zat tambahan : sebanyak 15%
inokulum (v/w) B. licheniformis I-5 diinokulasikan
ke dalam medium produksi yang telah
disterilisasi, terdiri dari 10 g substrat kulit buah
pisang nangka dan 1, 2, 3, 4, dan 5% (w/w) zat
tambahan masing-masing yaitu glukosa, xilosa,
dan pepton. Kultur diinkubasi pada waktu, suhu
inkubasi, dan moisture content optimum.
Ekstraksi enzim : enzim diekstraksi
dari substrat yang telah difermentasi dengan
menambahkan 50 mM dapar fosfat pH 7
(100 ml/10 g substrat) kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman no. 40.
Ekstrak enzim kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 4000g selama 30 menit pada suhu
4° C. Supernatan dipisahkan dari peletnya.
16
Supernatan digunakan untuk pengujian aktivitas
xilanase dan pengukuran kadar protein (Archana
& Satyanarayana 1997: 13).
Penentuan aktivitas xilanase : aktivitas
xilanase ditentukan dengan metode Bailey (1992:
267) yang telah dimodifikasi. Uji dilakukan dengan
mencampurkan 0,2 ml filtrat enzim ke dalam 0,8
ml larutan substrat xilan oat spelt 1% dalam 50 mM
dapar fosfat pH 7. Campuran kemudian diinkubasi
pada suhu 50° C dalam penangas air selama 5
menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan
1,5 ml dinitro salicylic acid (DNS). Campuran
larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 5
menit dan didinginkan sampai suhu kamar (27--29°
C). Pengukuran absorbansi dilakukan pada λ 540
nm. Besar kadar gula pereduksi dihitung sebagai
xilosa berdasarkan kurva standar hubungan antara
absorbansi dan kadar larutan xilosa standar.
Pembuatan kontrol enzim dilakukan
dengan menginkubasi 0,8 ml larutan substrat
xilan oat spelt 1% dalam 50 mM dapar fosfat pH 7
dan diinkubasi pada suhu 50° C dalam penangas
air selama 5 menit. Larutan substrat ditambahkan
1,5 ml DNS, kemudian ditambahkan 0,2 ml filtrat
enzim. Campuran larutan dipanaskan dalam
air mendidih selama 5 menit dan didinginkan
sampai suhu kamar (27--29° C). Pengukuran
absorbansi dilakukan pada λ 540 nm.
Pembuatan kontrol substrat dilakukan
dengan menginkubasi 0,8 ml larutan substrat xilan
oat spelt 1% dalam 50 mM dapar fosfat pH 7 dan
diinkubasi pada suhu 50° C dalam penangas air
selama 5 menit. Larutan substrat ditambahkan
1,5 ml DNS, kemudian ditambahkan 0,2 ml 50 mM
dapar fosfat pH 7. Campuran larutan dipanaskan
dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan
sampai suhu kamar (27--29° C). Pengukuran
absorbansi dilakukan pada λ 540 nm.
2.3
Analisis data
Besar
[xilosa]
diperoleh
dengan
memasukkan absorbansi sampel dan kontrol
dalam persamaan kurva standar xilosa Y =
0,5438 X + 0,0084. Aktivitas xilanase (U/ml)
didapatkan dengan memasukkan besar [xilosa]
pada persamaan:
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
Aktivitas enzim (U/ml) =
[xilosa] x 1000 x Fp
151 x t x V
Keterangan:
[Xilosa] : Jumlah total xilosa yang dilepaskan
dari xilan, ([S]-[K])
1000 : Faktor konversi dalam µmol.
Fp
: Faktor pengenceran.
151
: Berat molekul xilosa.
t
: Waktu inkubasi pada suhu optimum
(menit).
V
: Jumlah (volume) enzim yang dipakai
dalam analisis (ml).
[S]
: Konsentrasi sampel.
[K]
: Konsentrasi kontrol.
Kadar
protein
diperoleh
dengan
memasukkan absorbansi pada kurva standar
protein Y = 0,3906 X + 0,0995. Aktivitas spesifik
diperoleh dengan rumus:
Aktivitas spesifik (U/mg) =
3.
Aktivitas enzim (U/ml)
Kadar protein (mg/ml)
Hasil Dan Pembahasan
Waktu inkubasi berhubungan dengan
pertumbuhan mikroorganisme. Waktu inkubasi
optimum ditentukan dengan menginkubasi B.
licheniformis I-5 pada substrat kulit buah pisang
nangka, moisture content 1: 1,5 dan suhu 50°
C. Waktu inkubasi yang digunakan selama 72
jam dengan interval pengukuran aktivitas setiap
enam jam.
Gambar 1. Optimasi waktu inkubasi Bacillus
licheniformis I-5 pada fermentasi padat dengan
kulit buah pisang nangka, moisture content
65% dan suhu 50° C
17
Aktivitas xilanase pada waktu inkubasi
fermentasi 0--12 jam tidak menunjukkan
peningkatan (Gambar 1). Hal tersebut
kemungkinan disebabkan bakteri masih berada
dalam fase lag. Fase lag merupakan fase adaptasi
sel pada medium atau kondisi lingkungan
baru sehingga pertumbuhan sel masih lambat
(Pumphrey & Julien 1996: 5). Pelczar & Chan
(1986: 152) melaporkan bahwa pada fase lag,
sel mengalami perubahan komposisi kimiawi
dan penambahan ukuran. Substrat padat
merupakan medium yang kaya nutrisi namun
struktur substrat berupa makromolekul sehingga
sulit untuk dimetabolisme oleh bakteri secara
langsung. Bakteri membutuhkan waktu untuk
mensintesis enzim guna menghidrolisis substrat
ke dalam bentuk lebih sederhana sehingga
dapat digunakan untuk metabolisme (Mitchell
dkk. 1992: 30; Toha 2001: 11). Hal tersebut
menunjukkan bahwa fase lag yang panjang
dari B. licheniformis I-5 terjadi karena bakteri
tersebut membutuhkan waktu untuk mensintesis
enzim guna menghidrolisis substrat kulit buah
pisang . Substrat kulit buah pisang mengandung
xilan yang berupa heteropolisakarida sehingga
sulit untuk dimetabolisme oleh bakteri secara
langsung (Richana 2002: 31; Subramaniyan &
Prema 2002: 1).
Aktivitas xilanase setelah 12 jam mengalami
peningkatan sampai titik optimum yaitu pada
waktu inkubasi 48 jam sebesar 0,410 ± 0,012 U/
ml. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri
berada dalam fase log. Fase log merupakan fase
saat bakteri mulai memperbanyak diri (Brock
dkk. 1994: 328 & 364). Fase log ditandai dengan
laju pertumbuhan dan aktivitas metabolik terjadi
secara konstan (Pelczar & Chan 1986: 152).
Aktivitas xilanase setelah 48 jam mengalami
penurunan menjadi 0,211 ± 0,037 U/ml pada jam
ke-72. Hal tersebut kemungkinan disebabkan
nutrisi dalam medium mulai berkurang karena
sistem fermentasi yang digunakan adalah
batch culture. Nutrisi yang berkurang tidak lagi
mendukung
pertumbuhan
mikroorganisme
sehingga menyebabkan mikroorganisme berada
dalam fase stasioner. Fase stasioner merupakan
fase saat jumlah mikroorganisme dalam keadaan
tetap (Brock dkk. 1994: 328).
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
Produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada sistem fermentasi batch culture
juga terakumulasi dalam medium sehingga
kemungkinan dapat menghambat dihasilkannya
xilanase. Kulkarni dkk. (1999: 417) menyatakan
bahwa produk akhir dapat berperan positif
sebagai induser xilanase tetapi juga dapat
berperan sebagai inhibitor pada konsentrasi
tinggi. Waktu inkubasi yang dibutuhkan untuk
produksi xilanase optimum B. licheniformis
I-5 pada fermentasi cair yaitu selama 20 jam,
dengan aktivitas xilanase pada medium sintetik
dan medium filtrat kulit buah pisang sebesar
0,194 U/ml dan 0,072 U/ml (Siahaan 2003: 5;
Rahman 2005: 16). Fermentasi padat substrat
B. licheniformis I-5 memerlukan waktu inkubasi
48 jam dengan aktivitas sebesar 0,410 ± 0,102
U/ml. Fermentasi padat substrat B. licheniformis
I-5 dapat menghasilkan xilanase lebih tinggi
daripada fermentasi cair walaupun memerlukan
waktu inkubasi yang lebih lama. Proses fermentasi
padat substrat untuk produksi xilanase skala
industri dapat dikatakan lebih menguntungkan
jika dibandingkan dengan fermentasi cair,
walaupun waktu yang diperlukan untuk panen
enzim lebih lama. Hal tersebut karena substrat
yang digunakan tersedia di alam dalam jumlah
besar dan dengan harga murah, selain itu
produksi enzim yang dihasilkan juga lebih tinggi.
Seyis & Aksoz (2005: 37) melaporkan bahwa
produksi xilanase untuk industri harus dihasilkan
dalam jumlah besar dengan menggunakan
substrat sederhana dan bernilai ekonomis.
Gambar 2. Optimasi moisture content (kadar
air) substrat kulit buah pisang nangka pada
fermentasi padat Bacillus licheniformis I-5, suhu
50° C selama 48 jam
18
Hasil penelitian diperoleh bahwa aktivitas
xilanase B. licheniformis I-5 pada fermentasi
padat substrat kulit buah pisang nangka optimum
pada moisture content 1:1,5 (65%) yaitu sebesar
0,414 ± 0,061 U/ml ( Gambar 2 ). Moisture
content optimum menunjukkan bahwa air yang
terdapat dalam substrat cukup untuk kelarutan
nutrien sehingga dapat digunakan oleh bakteri
untuk metabolisme. Transfer oksigen ke dalam
substrat juga tidak terganggu pada moisture
content optimum (Kheng & Omar 2005: 330). Air
yang terkandung pada substrat dengan moisture
content 65% diduga cukup untuk mengkatalisis
reaksi xilanase dalam menghidrolisis substrat
menjadi bentuk molekul sederhana seperti xilosa.
Reaksi hidrolisis membutuhkan molekul air untuk
membantu pemecahan molekul kompleks menjadi
molekul lebih sederhana (Sarles dkk. 1956: 71).
Molekul sederhana hasil hidrolisis seperti xilosa
akan masuk ke dalam sel dan dapat menginduksi
dihasilkannya xilanase (Kulkarni dkk. 1999: 417).
Moisture
content
1:
1,0
(55%)
menghasilkan xilanase sebesar 0,199 ± 0,025
U/ml. Moisture content lebih rendah daripada
moisture content optimum kemungkinan tidak
menghambat transfer oksigen dalam substrat
tetapi berpengaruh terhadap kelarutan nutrien.
Kelarutan nutrien dalam substrat berkurang
sehingga mengganggu absorbsi nutrien oleh
bakteri. Air merupakan medium untuk transpor
nutrien dan pereaksi pada proses metabolisme
organisme (Prior dkk. 1992: 66; Kheng & Omar
2005: 330). Moisture content 1: 2,0 (70%) dan
1: 2,5 (74%) menghasilkan aktivitas xilanase
sebesar 0,118 ± 0,058 U/ml dan 0,110 ± 0,032
U/ml. Aktivitas xilanase pada moisture content
70% dan 74% lebih rendah daripada aktivitas
xilanase pada moisture content 65%. Air pada
moisture content yang tinggi diduga cukup untuk
kelarutan nutrien tetapi membatasi pertukaran
oksigen dalam substrat. Prior dkk. (1992: 62)
menyatakan bahwa moisture content yang
tinggi menyebabkan ruang di antara partikel
diisi oleh air sehingga membatasi pertukaran
oksigen. Tingkat pertukaran oksigen yang
rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri
aerob. Siahaan (2003: 4) melaporkan bahwa
B. licheniformis I-5 merupakan bakteri aerob
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
sehingga oksigen merupakan faktor penting
untuk pertumbuhan.
Suhu inkubasi merupakan salah satu
parameter penting dalam fermentasi padat
substrat. Suhu inkubasi optimum ditentukan
dengan menginkubasi B. licheniformis I-5 pada
substrat kulit buah pisang nangka, moisture
content 65% selama 48 jam. Variasi suhu yang
digunakan dalam penelitian yaitu 40, 45, 50, 55,
dan 60° C. Hal tersebut karena B. licheniformis
I-5 merupakan bakteri moderat termofilik.
Gambar 3. Optimasi suhu inkubasi fermentasi
padat B.licheniformis I-5 dengan substrat
kulit buah pisang nangka kadar air (moisture
content) 65% selama 48 jam
Hasil penelitian diperoleh bahwa aktivitas
xilanase B. licheniformis I-5 pada fermentasi
padat substrat kulit buah pisang nangka optimum
pada suhu 50° C sebesar 0,402 ± 0,095 U/ml
(Gambar 3). Hal tersebut terlihat dari produksi
xilanase yang dihasilkan. Siahaan (2003: 5)
melaporkan bahwa suhu optimum pertumbuhan
B. licheniformis I-5 pada fermentasi cair adalah
50° C. Berdasarkan penelitian suhu optimum
produksi xilanase B. licheniformis I-5 pada
fermentasi padat substrat kulit buah pisang
nangka adalah 50° C. Hal tersebut menunjukkan
bahwa suhu 50° C merupakan suhu yang sesuai
untuk pertumbuhan dan produksi xilanase B.
licheniformis I-5. Aktivitas xilanase pada suhu
40° C dan 45° C sebesar 0,020 ± 0,014 U/ml dan
0,073 ± 0,037 U/ml. Aktivitas tersebut lebih rendah
jika dibandingkan dengan aktivitas xilanase
pada suhu 50° C. Suhu di bawah suhu optimum
19
menyebabkan laju reaksi kimiawi berlangsung
lambat, selain itu juga mempengaruhi struktur
membran sel bakteri sehingga mengganggu
proses transpor nutrien. Transpor nutrien
akan berjalan lambat sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri
yang terhambat menghasilkan produksi enzim
yang rendah (Brock dkk. 1994: 333). Aktivitas
xilanase pada suhu 55° C dan 60° C sebesar
0,073 ± 0,049 U/ml dan 0,024 ± 0,021 U/ml.
Aktivitas xilanase dihasilkan lebih rendah pada
suhu lebih tinggi dari suhu 50° C. Suhu yang
lebih tinggi dari suhu optimum menyebabkan
proses metabolisme bakteri terganggu. Proses
metabolisme bakteri yang tidak optimal akan
mempengaruhi produksi enzim (Brock dkk.
1994: 333; Starr & Taggart 2004: 108).
Aktivitas xilanase B. licheniformis I-5
pada fermentasi padat substrat dengan substrat
kulit buah pisang nangka tidak menunjukkan
peningkatan setelah dilakukan penambahan
glukosa konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 % (w/w).
Aktivitas xilanase tanpa penambahan glukosa
sebesar 0,414 ± 0,061 U/ml.
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi glukosa
terhadap produksi xilanase B. licheniformis I-5
pada fermentasi padat dengan substrat kulit
pisang nangka, moisture content 65%, suhu
50° C selama 48 jam
Penambahan glukosa 1% menurunkan
aktivitas xilanase menjadi 0,244 ± 0,074 U/
ml. Semakin tinggi konsentrasi glukosa yang
digunakan, aktivitas xilanase semakin rendah
(Gambar 4).
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 25-33
Aktivitas xilanase B. licheniformis I-5 pada
fermentasi padat substrat dengan substrat kulit
buah pisang nangka juga tidak menunjukkan
peningkatan setelah penambahan xilosa
konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5% (w/w). Aktivitas
xilanase pada penambahan xilosa 1% turun
menjadi 0,244 ± 0,074 U/ml. Semakin tinggi
konsentrasi xilosa yang digunakan, aktivitas
xilanase semakin rendah (Gambar 5).
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi glukosa
terhadap produksi xilanase B. licheniformis I-5
pada fermentasi padat dengan substrat kulit
pisang nangka, moisture content 65%, suhu
50° C selama 48 jam.
Aktivitas xilanase terhambat setelah
penambahan glukosa maupun xilosa. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan adanya
mekanisme represi katabolit. Represi katabolit
terjadi apabila bakteri ditumbuhkan pada
medium yang mengandung dua sumber karbon.
Bakteri akan terlebih dahulu memetabolisme
gula sederhana sehingga biosintesis enzim
untuk metabolisme gula yang lebih kompleks
akan terhambat (Brock dkk. 1994: 176--177).
Penambahan glukosa pada medium
produksi kulit buah pisang nangka kemungkinan
menyebabkan B. licheniformis I-5 menggunakan
glukosa terlebih dahulu sehingga sintesis xilanase
untuk menghidrolisis xilan terhambat. Kulkarni
dkk. (1999: 418) melaporkan bahwa represi
katabolit oleh glukosa merupakan fenomena
yang umum pada biosintesis xilanase. Hal
yang sama juga terjadi saat xilosa ditambahkan
pada medium produksi kulit buah pisang
nangka. Bacillus licheniformis I-5 kemungkinan
menggunakan xilosa terlebih dahulu sebelum
20
memanfaatkan sumber karbon lain yang lebih
kompleks. Beg dkk. (2001: 328) melaporkan
bahwa gula yang mudah dimetabolisme seperti
glukosa atau xilosa merupakan represor untuk
sintesis xilanase. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa penambahan glukosa dan
xilosa pada konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5% (w/w)
berpengaruh terhadap penurunan aktivitas
xilanase B. licheniformis I-5. Penambahan
glukosa dan xilosa pada konsentrasi tersebut
diduga digunakan oleh B. licheniformis I-5
sebagai sumber karbon. Kheng & Omar (2005:
331) melaporkan bahwa penambahan gula dapat
berfungsi sebagai sumber karbon atau induser.
Aktivitas xilanase B. licheniformis I-5 pada
fermentasi padat substrat dengan substrat kulit
buah pisang nangka pada penambahan pepton
konsentrasi 1, 2, dan 3% (w/w) adalah 0,097 ± 0,092
U/ml, 0,146 ± 0,068 U/ml dan 0,162 ± 0,051U/ml.
Aktivitas tersebut lebih rendah jika dibandingkan
dengan aktivitas xilanase tanpa penambahan
pepton yaitu sebesar 0,414 ± 0,061 U/ml. Hal
tersebut kemungkinan terjadi karena penambahan
pepton sebagai sumber nitrogen mengubah rasio
karbon dan nitrogen yang terdapat dalam medium.
Perubahan tersebut diduga berpengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri dan enzim yang dihasilkan.
Bertolin dkk. (2003: 708 & 710) melaporkan bahwa
pada proses fermentasi, perubahan kecil pada
rasio karbon dan nitrogen dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme.
Gambar 6. Pengaruh konsentrasi pepton
terhadap produksi xilanase B. licheniformis I-5
pada fermentasi padat dengan substrat kulit
pisang nangka, moisture content 65%, suhu
50° C selama 48 jam.
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa aktivitas
xilanase B. licheniformis I-5 meningkat menjadi
0,487 ± 0,073 U/ml pada penambahan pepton
konsentrasi 4% (w/w). Hal tersebut kemungkinan
disebabkan rasio karbon dan nitrogen dalam
medium terdapat pada rasio yang tepat sehingga
mendukung pertumbuhan bakteri dan enzim yang
dihasilkan. Bertolin dkk. (2003: 708) melaporkan
bahwa sintesis enzim tergantung pada jenis
nutrisi yang tersedia untuk mikroorganisme, selain
sumber karbon yang cukup, nutrisi lain seperti
sumber nitrogen juga penting pada suatu komposisi
medium. Aktivitas xilanase B. licheniformis I-5
kembali menurun menjadi 0,248 ± 0,086 U/ml pada
penambahan pepton 5% (w/w). Penambahan
pepton 5% (w/w) diduga mengubah kembali
rasio karbon dan nitrogen sehingga kemungkinan
mempengaruhi aktivitas xilanase yang dihasilkan.
Nitrogen dalam medium diduga berada pada
konsentrasi tinggi pada penambahan pepton
5% (w/w). Haq dkk. (2002: 1310) melaporkan
bahwa sumber nitrogen yang terlalu tinggi dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
produksi xilanase.
4.
Kesimpulan
1.
Produksi xilanase Bacillus licheniformis I-5
pada fermentasi padat dengan substrat
kulit buah pisang nangka optimum selama
waktu inkubasi 48 jam, moisture content 1:
1,5 (65%) (w/v) dan suhu inkubasi 50° C.
2.
Produksi xilanase Bacillus licheniformis I-5
pada fermentasi substrat padat terhambat
pada penambahan glukosa dan xilosa
konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5% (w/w).
3.
Produksi xilanase Bacillus licheniformis I-5
pada fermentasi substrat padat menurun
pada penambahan pepton konsentrasi
1, 2, 3, dan 5% (w/w) dan meningkat
pada konsentrasi 4% (w/w) namun tidak
signifikan.
Hasil penelitian pengaruh penambahan
pepton terhadap aktivitas xilanase B. licheniformis I-5
secara umum memperlihatkan adanya penurunan
atau kenaikan aktivitas yang tidak signifikan terhadap
kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa nitrogen
dalam kulit buah pisang nangka sudah cukup untuk
mendukung pertumbuhan dan produksi enzim.
Nitrogen merupakan unsur utama dalam protein,
Rahman (2005: 10) melaporkan bahwa kandungan
protein kulit buah pisang nangka sebesar 14,61%.
21
MTL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 13-23
Daftar Pustaka
1.
Archana, A. & T. Satyanarayana. 1997.
Xylanase Production by thermophilic
Bacillus licheniformis A99 in Solid-state
Fermentation. Enzyme Microb. Technol.
21: 12--17.
10.
Haq, I., A. Ehsan., W.A.Butt & S. Ali. 2002.
Studies on the Biosynthesis of Enzyme
Xylanase by Submerged Fermentation
from Aspergillus Niger GCBMX-45. Pak.
J. Bio. Sci. 5 (12): 1309--1310.
11.
Hotmayanti, E., 1999. Pemanfaatan Kulit
Buah Pisang sebagai Media Fermentasi
untuk Produksi Xilanase dan α-amilase
dari Bacillus Sterothermophilus DSM 22.
Skripsi S1 Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, Jakarta: xii + 82 hlm.
2.
Bailey, M.J., 1992. Interlaboratory Testing
of Methods for Assay of Xylanase Activity.
J. Biotechnol. 23: 257--270.
3.
Beg, Q.K., M. Kapoor, L. Mahajan & G.S.
Hoondal. 2001. Microbial Xylanases and
Their Industrial Applications: a review.
App. Microbiol. Biotechnol. 56: 326--338.
12.
Bertolin, T.E., W. Schmidell, A.E.Maiorano,
J.Casara & J.A.V.Costa. 2003. Influence of
Carbon, Nitrogen and Phosphorous Sources
on Glucoamylase Production by Aspergillus
Awamori in Solid State Fermentation. Z.
Naturforsch. 58: 708--712.
Howard,
R.L.,
E. Abotsi,
E.L.J.
Van Rensburg & S. Howard. 2003.
Lignocellulose Biotechnology: Issues of
Bioconversion and Enzyme Production.
Afr. J. Biotechnol. 2 (12): 602--619.
13.
Kheng, P.P. & I.C. Omar. 2005. Xylanase
Production by a Local Fungalisolate,
Aspergillus Niger USM AI 1 via Solid State
Fermentation using
Palm
Kernel
Cuke (PKC) as substrate. Songklanakarin
J. Sci.Technol. 27 (2): 325--336.
14.
Kiss, T., 2002. Investigation of and
Extracellular
β-D-xylosidase
from
Aspergillus Carbonarius. Ph.D. Theses
Faculty of Science Institute of Biochemistry,
Debrecen: 11 hlm.
15.
Kulkarni, N., A. Shendye & M. Rao. 1999.
Molecular and Biotechnological Aspects
of Xylanases. FEMS Microbiol. Rev. 23:
411--456.
16.
Michaelis, C., 2004. Enzyme Information
Sheet.6
hlm.http://biologie.upol.cz/
english/Enzymes.doc., 14 Januari 2006
pk. 15.05.
17.
Mitchell, D.A., Z. Targonski, J. Rogalski
& A. Leonowicz. 1992. Substrats for
Processes. Dalam: Doelle, H.W., D.A.
Mitchell, & C.E. Rolz (eds.).Solid substrate
cultivation. Elsevier Applied Science,
London: 29--51.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
22
Bradford, M.M., 1976. A Rapid and
Sensitive Method for the Quantitation on
Microgram Quantities of Protein in Utilizing
the Principle of Protein Dye Binding. Anal.
Biochem. 72: 248--254.
Bremmon, C., 2000. A 40 Liter Enzyme
Column for Xylose to Xylulose Conversion.
1hlm. http://www.cebtechservices.com/
biomassB.htm. 21 Juni 2006.,pk 10.00
Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko &
J.Parker. 1994. Biology of Microorganism.
7th ed. Prentice Hall, Inc., New Jersey:
xvii + 909 hlm.
Fadel, M., 2001. High-level Xylanase
Production from Sorghum Flour by a
Newly Isolate of Trichoderma Harzianum
Cultivated Under Solid State Fermentation.
Ann. Microbiol. 51: 61--78.
Firdaus, R.A., 2006. Karakterisasi Xilanase
Bacillus Licheniformis I-5. Skripsi S1 Dep.
Biologi Universitas Indonesia, Depok: xi +
65 hlm.
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 25-33
18.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1986. Dasardasar Mikrobiologi. Terj. dari Element of
Microbiology, oleh Hadioetomo, R.S.,
T. Imas, S.S. Tjitrosomo & S.L. Angka.
Universitas Indonesia-Press, Jakarta: viii
+ 442 hlm.
19.
Pumphrey, B. & C. Julien. 1996. An
Introduction to Fermentation. New
Brunswick
Scientific
Benelux
BV,
Netherlands: 24 hlm.
20.
Prior, B.A., J.C. Du Preez & P.W. Rein.
1992. Environmental Parameters. Dalam:
Doelle, H.W., D.A. Mitchell & C.E. Rolz
(eds.). Solid Substrate cultivation. Elsevier
Applied Science, London: 65--85.
21.
22.
23.
23
Rahman, T., 2005. Karakterisasi Enzim
Xylanase dari Bakteri Termofilik Isolat
Lokal dan Bacillus Stearothermophilus
DSM 22. Skripsi S1 Jurusan
Biologi
FMIPA IPB, Bogor: viii + 46 hlm.
Richana, N., P. Lestari, A. Thontowi &
Rosmimik. 2000. Catatan Penelitian
Sseleksi Isolat Bakteri Lokal Penghasil
Xilanase. J. Mikrobiol. Indo. 5 (2): 54--56.
Richana, N., 2002. Produksi dan Prospek
Enzim Xilanase dalam Pengembangan
Bioindustri di Indonesia. Buletin AgroBio 5
(1): 29--36.
24.
Sarles, W.B., W.C. Frazier, J.B. Wilson &
S.G. Knight. 1956. Microbiology General
and applied. 2nd ed. Harper & Brothers,
New York: xiii + 491 hlm.
25.
Seyis, I. & N. Aksoz. 2005. Xylanase
Production from Trichoderma Harzianum
1073 D3 with Alternative Carbon and
Nitrogen
sources.
Food
Technol.
Biotechnol. 43 (1): 37--40.
26.
Siahaan, H. M., 2003. Karakterisasi
Xilanase Termostabil dari Isolat Bacillus
spp. Skripsi S1 Jurusan Biologi FMIPA
IPB, Bogor: vii + 13 hlm.
27.
Starr, C. & R. Taggart. 2004. Biology
the Unity and Diversity of Life. 10th ed.
Thomson Learning, Inc., Belmont: xxv +
933 hlm.
28.
Subramaniyan, S. & P. Prema. 2002.
Biotechnology of Microbial Xylanase:
Enzymology, Molecular Biology and
Application. Crit. Rev. Biotechnol. 22 (1):
1--23.
29.
Toha, A.H.A., 2001. Biokimia: Metabolisme
Biomolekul. Alfabeta, Bandung: xiii
+
149 hlm.
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 25-33
Download