SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan SEKRETARIAT PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN PMD Direkorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jl. Raya Pasar Minggu Km. 9, Jakarta 12510 Tel: (6221) 791-91684 Fax: (6221) 791-96118 E-mail: [email protected] REGIONAL MANAGEMENT UNIT (RMU) PPK di ACEH Jl. T. Iskandar No. 46 Desa Lamteh Ulee Kareng Banda Aceh 23118 Tel: (0651) 27997 Fax: (0651) 32283 E-mail: [email protected] THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA Gd. Bursa Efek Jakarta Tower II/lt. 12 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 Website: http;//www.worldbank.org/id Cetakan Maret, 2007 Survei Desa Aceh 2006: Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 PRAKATA Tahun 2007 menandai masa dua tahun setelah tsunami dan gempa yang menghancurkan Aceh dan satu tahun setelah Helsinki Memorandum of Understanding (MoU) ditandatangani, yang mengisyaratkan awal dari proses perdamaian di Aceh. Banyak kemajuan yang telah dicapai Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan rakyat Aceh dalam proses rekonstruksi dan reintegrasi pasca tsunami dan pasca konflik. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi rakyat dalam membangun kembali kehidupan yang normal dan produktif setelah dua bencana berupa konflik dan tsunami tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan prasarana dan keadaan sosial di Aceh dua tahun setelah tsunami dan satu tahun setelah penandatanganan Helsinki MoU, Pemerintah Indonesia melalui Program Pembangunan Kecamatan (PPK) di Aceh, dan dengan dukungan Bank Dunia, Multi-Donor Fund for Aceh and Nias, dan Decentralization Support Facility, mengadakan Survei Desa Aceh pada tahun 2006. Laporan survei itu berisi informasi mengenai keadaan prasarana dan sosial desa-desa di Aceh, termasuk keadaan pengungsi, kebutuhan informasi dan pembangunan desa, dinamika sosial, serta kondisi pendidikan. Pemerintah berharap informasi ini dapat digunakan sebagai masukan untuk perencanaan program-program rekonstruksi dan reintegrasi, dan juga untuk merumuskan visi desa program PPK. Laporan ini hanyalah salah satu dari sekian banyak langkah yang perlu diambil pemerintah dan rakyat Aceh untuk membangun Aceh kembali dalam suasana damai yang berkelanjutan. Hasil survei ini dan informasi yang kaya yang dikandungnya dapat digunakan pemerintah dan rakyat Aceh, dengan dukungan berbagai lembaga dan donor internasional, untuk memastikan bahwa program-program pembangunan dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar memenuhi kebutuhan nyata rakyat Aceh. Menggunakan informasi yang demikian kaya itu merupakan langkah penting menuju perdamaian berkelanjutan di Aceh, dan membantu meningkatkan kehidupan, peluang dan kemakmuran bagi rakyat Aceh. Maret 2007 Irwandi Yusuf Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Ayip Muflich Direktor Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri Scott E. Guggenheim Koordinator Sektor Bank Dunia Indonesia UCAPAN TERIMA KASIH Survei Desa Aceh 2006 ini adalah karya bersama Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Departemen Dalam Negeri, Tim Fasilitator PPK di Aceh, Tunas Aceh Research Institute (TARI) dan Unit Pembangunan Sosial Bank Dunia. Tim inti dipimpin oleh Susan Wong dan Lily Hoo (Bank Dunia). Tim ini terdiri dari: Richard Gnagey (Konsultan PMD), Taufiq Dawood dan Jeliteng Pribadi (TARI), dan Steven Shewfelt, Patrick Barron, Ambar Mawardi, Wawan Setiono, Ellen Tan, dan Sandra Usmany Tjan (Bank Dunia). Tim ini ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak berikut yang telah memberikan masukan yang tidak ternilai untuk survei dan laporan ini: PMD : Ayip Muflich, Arwan Surbakti, Eko Sri Haryanto, Bito Wikantosa, Prabawa Eka Sutanta, Tommy Aryanto dan Titik Mulyani Tim PPK di Aceh : M. Rusli, Ramli, Alfian, Fachri, Hamir, Rizky dan Satria (RMU Aceh), KM Kab, FK, FD, dan TPK Kelompok pelatih : Chamiatus (NMC Jakarta), Azhari, Alfian, Mirdas (RMU Aceh), Yanis Rinaldi, Nasrillah Anis, Miftachuddin (TARI), Fauzi Mohammad, Sadwanto Purnomo, Suyatno, M. Yusuf (Bank Dunia) Staf Bank Dunia : Andy Yogatama, Surya Windu, Samuel Clark, Matthew Zurstrassen, Arya B. Gaduh GARANSI : H. Syafruddin Budiman, Mohamad Ali, M. Rizal, Fadhil, dan Iqbal Terima kasih khususnya kepada Ari Siregar dan Camilla Holmemo atas sumbangan yang tidak ternilai bagi persiapan survei ini. John Victor Bottini, Joel Hellman, Scott Guggenheim, dan Wolfgang Fengler dari Bank Dunia memberikan saransaran membangun bagi tim. Editor laporan ini, Peter Milne, juga telah memberikan saran-saran penting mengenai isi laporan ini. Foto disediakan oleh konsultan PPK, TARI, dan Bank Dunia. Peta disiapkan oleh Zejd Mohammad dan Doddy Prima Kusumadhynata (Bank Dunia). Dukungan dana untuk survei ini diberikan oleh Pemerintah Indonesia, Bank Dunia, Multi-Donor Trust Fund for Aceh and Nias, dan Decentralization Support Facility. Kepada semua pihak ini yang telah memberikan dukungan, tim ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya. Jika ada pertanyaan atau permintaan untuk informasi tambahan, silakan menghubungi Susan Wong (swong1@ worldbank.org) atau Lily Hoo ([email protected]). PETA ACEH Legenda Lokasi survey Bukan lokasi survey SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 i DAFTAR ISI Daftar Kotak ii Daftar Gambar iii Daftar Tabel iv Daftar Peta v Daftar Lampiran v Kosakata 1 RINGKASAN EKSEKUTIF 3 BAB 1: PENDAHULUAN 11 1.1 Latar Belakang 12 1.2 Tujuan Survei Desa Aceh 13 1.3 Komponen Utama Survei 14 BAB 2: METODOLOGI SURVEI 17 BAB 3: INFORMASI UMUM DESA 21 BAB 4: STATUS PRASARANA 27 BAB 5: KEADAAN SOSIAL 43 5.1 Pengungsi 44 5.2 Informasi yang Dibutuhkan 60 5.3 Kebutuhan Desa 69 5.4 Modal Sosial 74 5.5 Keadaan Pendidikan 84 BAB 6: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 91 LAMPIRAN 97 DAFTAR PUSTAKA 132 Daftar Kotak ii Kotak 1.1 Apa itu Program Pembangunan Kecamatan? 13 Kotak 2.1 Siapa itu Fasilitator Desa (FD)? 19 Kotak 4.1 Penjelasan tentang pelaporan kerusakan 31 Kotak 4.2 Indeks kerusakan tingkat kabupaten 32 Kotak 5.1 Catatan tentang data 44 Kotak 5.2 Metodologi menghitung nilai eksklusi dan tingkat eksklusi 77 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 Daftar Gambar Gambar 3.1 Penduduk kabupaten menurut gender 22 Gambar 3.2 Jenis pekerjaan berdasarkan penduduk yang bekerja 25 Gambar 4.1 Tingkat rata-rata kerusakan prasarana menurut penyebab kerusakan 33 Gambar 4.2 Proporsi biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki/mengganti prasarana menurut kabupaten 40 Gambar 5.1 Jumlah pengungsi tsunami dan konflik yang belum kembali menurut kabupaten 45 Gambar 5.2 Tempat tinggal pengungsi tsunami saat ini (sudah kembali dan dari desa lain) 52 Gambar 5.3 Tempat tinggal pengungsi konflik saat ini (sudah kembali dan dari desa lain) 53 Gambar 5.4 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami saat ini dibandingkan dengan sebelum tsunami menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) 55 Gambar 5.5 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain dibandingkan dengan warga lainnya menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan 56 Gambar 5.6 Keadaan ekonomi pengungsi konflik dari desa lain dibandingkan dengan warga lainnya menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) 56 Gambar 5.7 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain dibandingkan dengan warga lainnya menurut responden 57 Gambar 5.8 Informasi yang dibutuhkan masyarakat 61 Gambar 5.9 Jenis informasi yang diberikan pemimpin setempat kepada warga masyarakat 64 Gambar 5.10 Persentase kepala desa, ketua pemuda dan tokoh perempuan yang mendapat cukup informasi tentang persoalan pasca-konflik 67 Gambar 5.11 Persentase responden yang mendapat cukup informasi menurut wilayah intensitas konflik 67 Gambar 5.12 Sumber informasi tentang MoU 68 Gambar 5.13 Prioritas kebutuhan desa 70 Gambar 5.14 Persentase jawaban tentang proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik 72 Gambar 5.15 Persentase responden yang memilih jalan dan perekonomian sebagai kebutuhan prioritas pertama ketika proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik meningkat 74 Gambar 5.16 Persentase tingkat eksklusi di Aceh 77 Gambar 5.17 Persentase jawaban tentang warga desa yang kesulitan berpartisipasi dalam musyawarah/ kegiatan sosial desa 78 Gambar 5.18 Persentase jawaban tentang proporsi warga desa yang kesulitan untuk menghadiri rapat desa dan kegiatan sosial 78 Gambar 5.19 Persentase jawaban tentang penyebab utama kesulitan memperoleh layanan publik dan berpartisipasi dalam kegiatan desa 79 Gambar 5.20 Mekanisme utama pemecahan masalah 80 Gambar 5.21 Persentase jawaban tentang peserta rapat desa berdasarkan gender 80 Gambar 5.22 Tingkat kepercayaan kepada anggota GAM yang kembali 81 Gambar 5.23 Tingkat solidaritas antara warga desa 82 Gambar 5.24 Tingkat solidaritas pasca MoU Helsinki 82 Gambar 5.25 Pendapat tentang berbagai pernyataan kepercayaan 83 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 iii Gambar 5.26 Kategori sekolah 85 Gambar 5.27 Jumlah rata-rata guru per sekolah dan rasio murid-guru 87 Gambar 5.28 Komposisi murid putus sekolah menurut gender 88 Gambar 5.29 Kebutuhan prioritas sekolah 89 Daftar Tabel iv Tabel 1.1 Tinjauan pertanyaan survei dan responden 15 Tabel 2.1 Jadwal survei desa Aceh 18 Tabel 3.1 Informasi KK menurut kabupaten 24 Tabel 4.1 Indeks kerusakan untuk semua penyebab kerusakan menurut kategori prasarana dan menurut kabupaten 29 Tabel 4.2 Jenis prasarana dengan persentase kerusakan tinggi 32 Tabel 4.3 Jenis prasarana dengan proporsi tertinggi kerusakan akibat konflik 34 Tabel 4.4 Jenis prasarana dengan proporsi terendah kerusakan akibat konflik 34 Tabel 4.5 Jenis prasarana dengan persentase tertinggi kerusakan akibat bencana alam 34 Tabel 4.6 Proporsi kerusakan prasarana akibat bencana menurut kategori prasarana 35 Tabel 4.7 Jenis prasarana dengan persentase tertinggi kerusakan akibat kurang pemeliharaan 35 Tabel 4.8 Jenis prasarana dengan persentase terendah kerusakan akibat kurang pemeliharaan 35 Tabel 4.9 Indeks kerusakan akibat konflik dan bencana alam menurut kabupaten 36 Tabel 4.10 Persentase prasarana yang rusak akibat konflik dan bencana alam menurut kategori prasarana dan menurut kabupaten 37 Tabel 4.11 Persentase prasarana rusak yang diganti atau diperbaiki menurut kabupaten 38 Tabel 4.12 Tingkat perbaikan rata-rata prasarana yang rusak akibat konflik dan bencana alam menurut kategori 38 Tabel 4.13 Jenis prasarana dengan tingkat tertinggi penggantian atau perbaikan 39 Tabel 5.1 Jumlah KK yang meninggalkan desa mereka menurut penyebab 45 Tabel 5.2 Keluarga yang terpaksa mengungsi dari desa mereka akibat tsunami 46 Tabel 5.3 Keluarga yang terpaksa mengungsi dari desa mereka akibat konflik 48 Tabel 5.4 Jumlah pengungsi dari desa lain yang saat ini ditampung menurut kabupaten 50 Tabel 5.5 Keadaan ekonomi pengungsi 54 Tabel 5.6 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dan konflik di desa yang menampung pengungsi tsunami dan konflik 54 Tabel 5.7 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dan konflik menurut kabupaten 58 Tabel 5.8 Persentase responden yang memprioritaskan informasi tentang program tsunami menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) 62 Tabel 5.9 Persentase responden yang memprioritaskan informasi program reintegrasi menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) 63 Tabel 5.10 Sejauh mana responden memberikan informasi tentang tsunami menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) 65 Tabel 5.11 Sejauh mana responden memberikan informasi tentang MoU menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) 65 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 Tabel 5.12 Sejauh mana responden memberikan informasi tentang program reintegrasi menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) 65 Tabel 5.13 Persentase pemimpin setempat yang mendapat cukup informasi tentang persoalanpersoalan pasca konflik 66 Tabel 5.14 Ketersediaan layanan publik 71 Tabel 5.15 Proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik angkutan umum tidak tersedia 71 Tabel 5.16 Hubungan antara peluang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi dan ketersediaan layanan publik 73 Tabel 5.17 Prioritas kebutuhan pertama menurut indeks tingkat kemiskinan 75 Tabel 5.18 Rasio murid per sekolah 86 Daftar Peta Peta 1 Peta Aceh i Peta 5.1 Peta yang menunjukkan jumlah total KK pengungsi karena tsunami yang belum kembali (distribusi di tingkat kecamatan) 47 Peta 5.2 Peta yang menunjukkan jumlah total KK yang pengungsi karena konflik yang belum kembali (distribusi di tingkat kecamatan) 49 Peta 5.3 Peta yang menunjukkan wilayah dengan jumlah total pengungsi konflik dan tsunami dari desa lain yang saat ini ditampung (distribusi di tingkat kecamatan) 51 Daftar Lampiran Lampiran 1 Instrumen Survei Lampiran 1.1 Kuesioner Sosial 99 Lampiran 1.2 Formulir Survei Prasarana 116 Lampiran 2 Data Prasarana Lampiran 2.1 Kerusakan Prasarana menurut Jenis Prasarana, Tingkat Kerusakan, Penyebab Kerusakan, 120 dan Status Perbaikan Lampiran 2.2 Persentase Prasarana menurut Tingkat Kerusakan, Penyebab Kerusakan, dan Status 122 Perbaikan Lampiran 2.3 Indeks Kerusakan Sektor menurut Kabupaten dan Sumber Kerusakan Lampiran 2.4 Tingkat Kerusakan dan Status Perbaikan Prasarana Rusak Akibat Konflik dan Bencana 125 Alam Lampiran 2.5 Biaya Memperbaiki atau Mengganti Prasarana Rusak Akibat Konflik dan Bencana Alam 129 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 124 v vi SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 KOSAKATA KOSAKATA AMM APEA BRA BRR BPS CDD Dikdasmen EMIS FD FK FT Garansi GAM GDS ICG IDP KK KM Kab Komnas-Perempuan KPA LSM LoGA MI MoU PMD PNS Podes PPK PREM Pustu RMU SD Susenas TNI TPK UNDP UNICEF UNIMS USAID WB SURVEI DESA ACEH 2006 Misi Pemantauan Aceh (Aceh Monitoring Mission) Analisis Pengeluaran Pemerintah Aceh (Aceh Public Expenditure Analysis) Badan Reintegrasi-Damai Aceh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias Badan Pusat Statistik Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community-Driven Development) Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Sistem Informasi Pengelolaan Pendidikan (Education Management Information System Fasilitator Desa PPK Fasilitator Kecamatan PPK Fasilitator Teknik PPK Gerakan Aman Adil Sejahtera untuk Indonesia Gerakan Aceh Merdeka Survei Tata Pemerintahan dan Desentralisasi (Governance and Decentralization Survey) Kelompok Krisis Internasional (International Crisis Group) Pengungsi (Internally Displaced People) Kepala Keluarga Konsultan Manajemen Kabupaten Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komisi Pemantauan Aceh Lembaga Swadaya Masyarakat Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh (Law on Governing Aceh) Madrasah Ibtidayah Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pegawai Negeri Sipil Survei Potensi Desa Program Pengembangan Kecamatan Poverty Reduction and Economic Management Puskesmas Pembantu (di tingkat desa) Regional Management Unit PPK Sekolah Dasar Survei Sosial dan Ekonomi Nasional Tentara Nasional Indonesia Tim Pelaksana Kegiatan United Nations Development Program United Nations Children’s Fund United Nations Information and Management System United States Agency for International Development Bank Dunia (World Bank) Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 1 2 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Gempa dan tsunami tanggal 26 Desember 2004, yang datang di atas konflik kekerasan selama tiga puluh tahun yang masih berlangsung, menyebabkan prasarana dan dinamika sosial di Aceh porak poranda. Konflik antara Pemerintah Indonesia (GoI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sudah berlangsung selama hampir tiga puluh tahun yang mengakibatkan sekitar 15.000 kematian dan lebih dari 35.000 KK mengungsi. Di seluruh propinsi itu, dan terutama di pedesaan, prasarana mengalami kerusakan berat yang semakin diperparah karena situasi keamanan yang menyebabkan sulit atau tidak mungkin dilakukannya pemeliharaan. Di samping kerusakan fisik, konflik yang sudah berjalan bertahun-tahun itu juga membawa dampak pada kehidupan sosial di propinsi itu, seperti keluarga-keluarga yang terpisah satu sama lain atau terpaksa mengungsi, dampak psiko-sosial pada perorangan dan masyarakat, dan ketegangan antara masyarakat, negara, dan GAM. Gempa dan tsunami 2004 karenanya terjadi di propinsi yang sudah lama dilanda bencana dan kerusakan besar. Bencana gempa dan tsunami mengakibatkan sekitar 130.000 kematian, dan 37.000 orang masih belum diketahui nasibnya. Wilayah-wilayah dengan kerusakan paling parah adalah Banda Aceh, pantai barat laut, dan pulau-pulau di pesisir di mana beratus-ratus desa putus hubungan dengan pengangkutan dan komunikasi. Selain itu, kerusakan meluas hingga ujung utara Aceh, dan kabupaten-kabupaten di sepanjang pantai timur juga mengalami kerusakan yang parah. Banyak bangunan dan prasarana runtuh akibat gempa, dan di wilayah pantai terjadi penyurutan luas tanah. Tsunami membawa kepingan-kepingan reruntuhan dan air laut ke rumah-rumah dan gedung-gedung sampai lima kilometer ke daratan, menghancur-leburkan rumah-rumah dan gedunggedung tersebut dan selanjutnya merusak jalan, jembatan, telekomunikasi, air dan jaringan listrik, tanaman, sistem irigasi, dan fasilitas ekonomi lainnya. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan desa-desa Aceh saat ini, Program Pengembangan Kecamatan (PPK)—program pembangunan masyarakat pemerintah yang terbesar di Aceh—melakukan evaluasi atas keadaan prasarana dan sosial di seluruh Aceh. PPK adalah program nasional yang dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. Menggunakan fasilitator PPK di desa, kecamatan dan kabupaten, evaluasi dilakukan di hampir semua desa di Aceh, mencakup 5.698 desa, 221 kecamatan dan 18 kabupaten (17 kabupaten dan 1 kota). Diharapkan informasi yang terkumpul dari survei ini dapat dimasukkan langsung ke dalam visi dan perencanaan desa PPK agar dapat menjadi pedoman bagi warga desa dalam perencanaan dan penentuan alokasi sumberdaya. Data yang dihasilkan evaluasi ini dapat berfungsi sebagai sumberdaya bagi pelaku pembangunan, kalangan perguruan tinggi, pejabat pemerintah dan rakyat Aceh. Informasi ini juga akan disebarkan seluas-luasnya dengan tujuan agar dapat menjadi penuntun dalam perencanaan dan alokasi sumberdaya bagi kegiatan-kegiatan pada masa mendatang di seluruh propinsi tersebut. Laporan ini terdiri dari enam bagian. Dua bagian pertama merupakan pendahuluan yang menyajikan latar belakang tentang tujuan survei, rancangan survei, dan metodologi. Bagian ketiga menyajikan informasi umum mengenai desa. Bagian keempat memaparkan hasil-hasil evaluasi prasarana. Bagian kelima membahas hasilhasil survei sosial, dan mencakup pula sub-bagian tentang pengungsi, informasi yang dibutuhkan desa dan kebutuhan-kebutuhan pembangunan desa, modal sosial, dan pendidikan. Bagian keenam dan kesimpulan meninjau ulang temuan-temuan survei dan membahas rekomendasi yang muncul dari temuan-temuan ini. METODOLOGI dan RANCANGAN SURVEI Komponen Utama Survei Survei Desa Aceh ini terdiri dari dua komponen: evaluasi prasarana dan evaluasi sosial. Kedua komponen ini dilaksanakan di semua desa PPK di Aceh. Evaluasi prasarana memetakan prasarana di hampir semua desa, lengkap dengan tingkat kerusakan dan penyebab kerusakan (bencana alam, konflik, atau kurang pemeliharaan). Evaluasi ini juga melihat kebutuhan rekonstruksi atau penggantian prasarana yang rusak dan hancur dan, jika ada, SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 3 RINGKASAN EKSEKUTIF tingkat rekonstruksi saat ini. Evaluasi sosial terdiri dari empat kuesioner informan kunci yang ditujukan kepada: kepala desa, ketua pemuda, tokoh perempuan, dan kepala sekolah dasar. Ada sekitar 22.300 responden desa yang diwawancarai untuk survei ini. Data dikumpulkan mengenai ciri-ciri umum desa, pengungsi, informasi yang dibutuhkan desa dan kebutuhan pembangunan desa, modal sosial, dan pendidikan. Metodologi Survei Kegiatan lapangan untuk Survei Desa Aceh dilakukan pada bulan Agustus dan September 2006 oleh tim desa PPK, setelah masa persiapan yang intensif untuk menyusun sistem pelaksanaan, dan untuk mengembangkan dan mengadakan uji coba kuesioner di lapangan. Tim lapangan PPK terdiri dari: Unit Pengelolaan Wilayah PPK (RMU), fasilitator kabupaten PPK, fasilitator kecamatan, fasilitator desa, dan Tim Pelaksana Teknis Desa. Tim Bank Dunia Indonesia memberikan tuntunan secara keseluruhan, pengawasan, dan analisis penelitian untuk survei ini. Rancangan survei disusun bersama-sama oleh Departemen Dalam Negeri dan Bank Dunia. INFORMASI UMUM tentang DESA di ACEH Berbagai indikator menunjukkan bahwa kemiskinan tersebar luas di seluruh propinsi Aceh. Beberapa tolok ukur digunakan untuk mengevaluasi tingkat kemiskinan dan bentuk serta cakupan kegiatan perekonomian di propinsi itu. Dari jumlah total sekitar 5.200 desa yang melaporkan tentang penduduk (sebesar 3,41 juta jiwa), sekitar 26 persen atau 207.594 KK dicatat oleh kepala desa sebagai “KK miskin”. Sekitar 18.818 KK (2,4 persen dari total) dilaporkan makan hanya sekali sehari. Sekitar 190.000 KK, atau 23,8 persen, dilaporkan mendapat zakat. Selain itu, survei mencatat adanya 107.635 anak yatim. Dilihat dari sisi jumlah orang miskin dan indikatorindikator kemiskinan, kabupaten Pidie, Aceh Utara dan Bireuen paling membutuhkan perhatian khusus. KEADAAN PRASARANA di ACEH Survei menemukan bahwa prasarana mengalami kerusakan yang amat parah; lebih dari 50 persen dari jenis-jenis prasarana utama rusak parah. Survei memeriksa 57 jenis prasarana tingkat desa yang dikelompokkan ke dalam sembilan kategori utama: jalan; jembatan; air dan sanitasi; listrik; irigasi; fasilitas desa; fasilitas ekonomi; pemukiman; dan lahan produktif. Dari kategori prasarana ini, lebih dari 50 persen dilaporkan rusak berat. Dari jenis prasarana individu, banyak yang dilaporkan rusak sebesar lebih dari 80 persen. Jenis-jenis prasarana yang paling banyak mengalami kerusakan adalah jembatan, sistem drainase, MCK dan jalan desa, terutama yang ada di dusun. Rata-rata, konflik menimbulkan 19,5 persen kerusakan, bencana alam 38,6 persen, dan kurang pemeliharaan 41,9 persen dari seluruh kerusakan yang dilaporkan (rasio sekitar 1:2:2). Kategori yang digunakan untuk penyebab kerusakan prasarana adalah: konflik; bencana alam; dan kurang pemeliharaan. Kerusakan akibat konflik tampaknya banyak menimpa fasilitas ekonomi produktif, dengan tambak ikan atau udang, generator, dan lahan pertanian atau perkebunan lainnya sebagai jenis prasarana dengan kemungkinan tertinggi mengalami kerusakan. Sebaliknya, tembok penahan, bendungan kecil, dan jembatan kayu adalah tiga jenis prasarana yang paling mungkin dilaporkan rusak akibat bencana alam. Kurang pemeliharaan juga menjadi penyebab kerusakan prasarana propinsi, dengan generator, MCK, dan TK/TPA paling sering dilaporkan rusak. Upaya perbaikan prasarana terfokus pada wilayah-wilayah yang dilanda tsunami. Di antara jenis-jenis prasarana yang paling sering dilaporkan telah diperbaiki atau sedang diperbaiki adalah sarana kesehatan, jalan kabupaten, dan jembatan yang lebih kompleks. Selain itu, beberapa jenis prasarana yang diprioritaskan oleh masyarakat kemungkinan besar dilaporkan telah diperbaiki atau sedang diperbaiki, termasuk rumah ibadah, sekolah, dan lahan kebun. 4 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 RINGKASAN EKSEKUTIF Beberapa kabupaten melaporkan tingkat kerusakan prasarana yang tinggi. Wilayah-wilayah yang melaporkan tingkat kerusakan prasarana tertinggi akibat konflik adalah Aceh Timur, Bener Meriah, dan Nagan Raya. Wilayah-wilayah yang melaporkan tingkat kerusakan akibat bencana alam tertinggi adalah Aceh Jaya, Simeulue dan Bireuen. Dengan pengecualian di beberapa area, bencana alam dilaporkan lebih banyak menimbulkan kerusakan daripada konflik. Berdasarkan biaya umum untuk membangun prasarana PPK akhir-akhir ini, perkiraan biaya total untuk memperbaiki atau mengganti prasarana yang rusak mencapai hampir Rp 12 trilyun, atau US$1,3 milyar. Hampir separuh dari jumlah ini diperlukan untuk memperbaiki atau mengganti rumah. Jumlah terbesar berikutnya diperlukan untuk memulihkan lahan agar kembali produktif, dan berikutnya lagi untuk memperbaiki atau mengganti jalan. Aceh Utara, Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Aceh Besar merupakan kabupaten dengan total biaya untuk rekonstruksi/mengganti prasarana yang tertinggi. KEADAAN SOSIAL di ACEH Keadaan sosial di Aceh pada umumnya baik; kesulitan mendapatkan layanan publik relatif sedikit, dan hampir semua indikator hubungan sosial cukup bagus. Namun, jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan mengenai hubungan sosial juga menunjukkan adanya persoalan-persoalan penting yang perlu diatasi, termasuk perlunya memperluas fokus upaya pemulihan ke wilayah-wilayah lain selain dari wilayah-wilayah yang dilanda tsunami dan pentingnya memastikan partisipasi penuh masyarakat dalam proyek-proyek pembangunan. Pengungsi Laporan ini menyoroti pengungsi akibat tsunami dan konflik berdasarkan tiga kategori di bawah ini: • Pengungsi yang sudah kembali ke desa responden; • Pengungsi yang tetap berada di luar desa responden; • Pengungsi dari tempat-tempat lain yang saat ini tinggal di desa responden. Lebih banyak KK yang dilaporkan terpaksa mengungsi dari desa mereka akibat konflik (103.453 KK) daripada akibat tsunami (66.893 KK). Kabupaten Pidie, Bireuen, dan Aceh Besar melaporkan jumlah terbesar pengungsi akibat tsunami, termasuk di antara kabupaten dengan jumlah terbesar pengungsi akibat konflik, dan di antara kabupaten dengan jumlah terbesar KK dari desa lain yang saat ini tinggal di desa responden. Tingkat pengungsi yang tinggi di kabupaten-kabupaten timur ini mungkin ada kaitannya dengan kenyataan bahwa pantai barat lebih cepat mendapat bantuan dan karena itu tidak banyak warga masyarakat di kabupatenkabupaten barat yang harus meninggalkan desa mereka setelah bencana terjadi. Pengungsi akibat konflik dilaporkan kembali ke desa mereka pada tingkat yang lebih rendah (64,6 persen) daripada pengungsi akibat tsunami (85,2 persen). Tingkat kembali ini merata di semua kabupaten. Tidak ada kabupaten yang menunjukkan persentase pengungsi akibat konflik yang sudah kembali yang lebih tinggi daripada persentase rata-rata pengungsi tsunami yang sudah kembali. Sama halnya, tidak ada kabupaten yang menunjukkan persentase pengungsi akibat tsunami yang sudah kembali yang lebih rendah daripada persentase rata-rata pengungsi akibat konflik yang sudah kembali. Pengungsi akibat tsunami yang kembali lebih besar kemungkinannya tinggal di rumah sendiri daripada pengungsi akibat konflik yang kembali. Sejalan dengan upaya besar yang telah dilakukan untuk membangun kembali perumahan untuk pengungsi akibat tsunami, sejauh ini bagian terbesar dari pengungsi akibat tsunami yang kembali dilaporkan tinggal di rumah sendiri (59,9 persen). Jumlah pengungsi akibat konflik yang kembali dan dilaporkan tinggal di rumah sendiri (26,7 persen) lebih rendah sedikit daripada jumlah yang dilaporkan tinggal di rumah sewa (29,5 persen) dan tempat tinggal lainnya (28,1 persen). Ini mungkin dikarenakan tidak banyaknya rumah yang dibangun untuk pengungsi akibat konflik, tetapi ini juga konsisten dengan kemungkinan bahwa pengungsi akibat konflik lebih sulit berintegrasi kembali dengan desa asal mereka. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 5 RINGKASAN EKSEKUTIF Pengungsi konflik dari desa-desa lain lebih besar kemungkinannya tinggal di rumah sendiri daripada pengungsi tsunami dari desa-desa lain. Pengungsi tsunami yang dilaporkan datang dari desa-desa lain umumnya tinggal di barak (19,7 persen), tenda (8,0 persen), dengan keluarga (14,0 persen), dengan saudara (10,8 persen), di rumah sewa (10,3 persen), di rumah sendiri (13,1 persen), atau tempat tinggal yang lain (24,1 persen). Sebaliknya, separuh dari semua pengungsi konflik yang datang dari tempat-tempat lain saat ini dilaporkan tinggal di rumah sendiri (50,5 persen); ini menunjukkan bahwa pengungsi konflik dari tempat lain telah lebih banyak mengambil langkah-langkah untuk berintegrasi sepenuhnya di desa yang mereka tumpangi. Di desa-desa yang menampung pengungsi konflik dan pengungsi tsunami, keadaan ekonomi pengungsi konflik dinilai jauh lebih buruk daripada pengungsi tsunami. Keadaan ekonomi pengungsi konflik dari luar desa responden dilaporkan agak lebih buruk daripada keadaan ekonomi warga lainnya di desa responden. Hal ini ditemukan di semua kabupaten dan agak berbeda menurut intensitas konflik di kecamatan tempat responden tinggal. Perbedaan antara pengungsi dan warga lainnya di desa responden lebih kecil bagi pengungsi tsunami daripada pengungsi konflik. Selain itu, responden di kecamatan yang sangat parah dilanda tsunami lebih mungkin percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari tempat lain saat ini lebih baik daripada keadaan ekonomi warga yang lain di desa responden. Pola yang sama ditemukan ketika responden diminta untuk membandingkan keadaan ekonomi pengungsi tsunami yang kembali dengan keadaan ekonomi mereka pada masa pra-tsunami. Temuan-temuan ini konsisten dengan pandangan umum bahwa pengungsi konflik tertinggal di belakang pengungsi tsunami dari segi sampai sejauh mana mereka telah berhasil memulihkan kehidupan normal dan produktif mereka. Ini juga menunjukkan bahwa mereka yang tidak mendapat manfaat yang sama besarnya dengan yang diperoleh pengungsi tsunami merasa agak ditinggalkan. Informasi yang Dibutuhkan Responden melaporkan bahwa informasi yang paling dibutuhkan penduduk desa adalah informasi tentang Helsinki Memorandum of Understanding (MoU), yang ditandatangani pemerintah dan GAM pada Agustus 2005 (22,9 persen), serta penggunaan anggaran desa (21,7 persen). Namun, jika fokus diperluas hingga mencakup tiga pilihan informasi utama yang dibutuhkan, maka tampak bahwa informasi tentang program pembangunan (52,5 persen) dan kesempatan kerja (49,8 persen) juga penting. Informasi tentang program tsunami dan program reintegrasi pasca konflik saja menempati prioritas yang lebih rendah, dan juga tidak banyak permintaan akan informasi tentang akses kepada tanah, pelayanan keuangan, dan trauma psikologis dan konseling kejiwaan. Sedikit sekali perbedaan antara jawaban-jawaban ketiga kategori responden (kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda) atau di antara wilayah-wilayah yang kena dampak tsunami dan konflik pada tingkat berbeda-beda. Data menunjukkan bahwa investasi untuk strategi informasi tentang kegiatan-kegiatan pembangunan pemerintah sehari-hari sama pentingnya dengan informasi tentang manfaat dan program-program pasca konflik dan tsunami di Aceh. Tidak mengherankan bahwa berdasarkan identifikasi jenis-jenis informasi yang dibutuhkan, pemimpin setempat lebih mungkin memberikan informasi secara teratur tentang pembangunan desa dan anggaran belanja desa. Meski tidak umum, mereka juga berbagi informasi tentang tsunami dan program reintegrasi, atau tentang MoU Helsinki. Pola ini juga konsisten dengan jawaban semua kategori responden dan semua wilayah yang kena dampak tsunami dan konflik pada kadar yang berbeda. Banyak pemimpin setempat merasa mereka tidak memiliki informasi yang cukup tentang persoalanpersoalan pasca konflik, termasuk dana reintegrasi. Dari sisi sumber informasi bagi warga desa, televisi merupakan sumber informasi terpenting tentang MoU; 92,8 persen dari responden melaporkan televisi sebagai satu dari tiga sumber utama mereka. Sumber terpenting berikutnya suratkabar (81,2 persen) dan radio (57,2 persen). Dari ketiga kategori responden, kepala desa paling merasa tidak memiliki informasi yang memadai tentang persoalan-persoalan pasca konflik, tetapi sejarah konflik tidak banyak berdampak pada apakah pemimpin setempat merasa memperoleh informasi yang memadai tentang persoalan-persoalan pasca konflik. 6 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 RINGKASAN EKSEKUTIF Kebutuhan Desa Konsisten dengan temuan-temuan tentang keadaan prasarana dan temuan-temuan dari studi-studi yang lain, kebutuhan utama desa yang diidentifikasi responden di Aceh adalah jalan; 59,8 persen responden melaporkan jalan sebagai salah satu dari tiga prioritas utama mereka. Perekonomian (50 persen), peluang kerja (39,6 persen), dan pendidikan (37,7 persen) adalah prioritas tertinggi berikutnya yang diidentifikasi. Tidak banyak perbedaan antara ketiga kategori responden di setiap desa tentang kebutuhan prioritas desa di tingkat propinsi dan kabupaten, meski ada perbedaan yang cukup besar di tingkat desa. Tidak ada korelasi antara kebutuhan desa dan tingkat intensitas konflik atau tingkat kerusakan akibat tsunami. Kebutuhan desa tidak selalu konsisten dengan akses kepada layanan publik. Survei juga mencantumkan pertanyaan-pertanyaan mengenai jumlah warga desa yang mengalami kesulitan memperoleh empat jenis layanan publik: angkutan umum, air bersih dan sanitasi, pendidikan dan kesehatan. Data menunjukkan bahwa kesulitan mendapat pelayanan tidak berarti bahwa responden lalu memilih pelayanan-pelayanan ini sebagai kebutuhan utama mereka. Misalnya, meski tidak banyak warga desa yang kesulitan memperoleh pendidikan dasar, namun hampir 40 persen dari mereka memilih pendidikan sebagai kebutuhan prioritas. Ada korelasi yang cukup tinggi dalam jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai akses ini, yang menunjukkan bahwa masalah kesulitan mendapat pelayanan ini terkonsentrasi; jika di sebuah desa sebagian besar warga kesulitan memperoleh salah satu layanan publik, maka kemungkinan ada lebih banyak lagi warga yang kesulitan mendapat semua layanan publik di desa tersebut. Modal Sosial Survei mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai ikatan sosial dan partisipasi, mekanisme pengambilan keputusan, dan kepercayaan dan solidaritas. Modal sosial di Aceh cukup kuat. Tingkat tidak-ada-partisipasi (eksklusi) rendah dan tidak banyak warga desa yang kesulitan menghadiri rapat desa dan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial seperti kenduri, pemakaman, dan upacara agama. Lebih banyak warga desa yang kesulitan menghadiri rapat desa daripada mengikuti kegiatan sosial, yang menunjukkan bahwa warga desa lebih mampu mengikuti kegiatan-kegiatan sosial informal yang menyangkut interaksi dengan sanak keluarga, teman dan tetangga. Sekitar 77 persen responden memilih kemiskinan sebagai penyebab utama warga desa mengalami kesulitan memperoleh layanan publik atau ikut hadir dalam rapat desa dan mengikuti kegiatan sosial desa. Rendahnya pendidikan dan pekerjaan juga diindentifikasi sebagai penyebab warga sulit berpartisipasi, tetapi kurang dari 10 persen responden memilih faktor-faktor yang berhubungan dengan indentitas seperti agama dan suku/ras sebagai penyebab tidak ada atau sulitnya partisipasi. Namun, sekitar 20 persen dari responden memilih “korban konflik” sebagai salah satu penyebab utama warga tidak berpartisipasi, yang menunjukkan bahwa korban konflik masih menghadapi kesulitan berintegrasi kembali di desa mereka. Secara keseluruhan, rapat desa dilihat sebagai mekanisme utama pemecahan masalah. Meski meminta bantuan dari keluarga, teman dan tetangga merupakan mekanisme yang disukai (32 persen) untuk memecahkan masalah bersama, jika dilihat ketiga pilihan mekanisme utama maka berpaling kepada keluarga, teman dan tetangga adalah mekanisme urutan ketiga (45,8 persen) setelah musyawarah desa (80,3 persen) dan organisasi masyarakat (69,4 persen). Mengingat pentingnya musyawarah desa, patut dicatat bahwa 52 persen dari responden melaporkan bahwa rapat desa ini biasanya dihadiri laki-laki dengan hanya sedikit perempuan. Ini menunjukkan pentingnya memastikan adanya mekanisme untuk membahas dan menyelesaikan persoalanpersoalan perempuan. Ketika diminta untuk menilai tingkat kepercayaan antara “mereka yang baru saja turun gunung” dan warga desa yang lain, sebagian besar memilih bersikap netral, 61 persen menjawab tingkat kepercayaan tidak rendah dan tidak pula tinggi, dan sekitar 25 persen mengatakan bahwa tingkat kepercayaan SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 7 RINGKASAN EKSEKUTIF tinggi atau sangat tinggi. Sebaliknya, sekitar 50 persen dari responden memilih tidak rendah atau tinggi ketika diminta menilai tingkat solidaritas di desa; sekitar 40 persen mengatakan tinggi atau sangat tinggi. Tingkat kepercayaan tampaknya lebih tinggi jika kepada responden diajukan pertanyaan-pertanyaan umum mengenai kepercayaan di desa; 49 persen setuju atau sangat setuju dengan pernyataan bahwa sebagian besar warga desa dapat dipercaya. Bahkan lebih banyak lagi yang setuju atau sangat setuju dengan pernyataan bahwa warga desa biasanya saling membantu dan mau menolong orang lain (58 persen dan 76 persen). Kedua temuan ini menunjukkan bahwa meski tingkat kepercayaan pada umumnya baik, namun sisa-sisa konflik belum hilang dan kegiatan membangun perdamaian dengan anggota GAM yang sudah kembali harus diteruskan. Adalah menarik bahwa tidak terdapat korelasi antara jawaban pada pertanyaan mengenai kepercayaan dan solidaritas dengan intensitas konflik. Kondisi Pendidikan Rasio murid-guru rendah di sekolah-sekolah yang disurvei. Di sekolah-sekolah yang disurvei, rata-rata ada 12,6 guru per sekolah, dan dari ini 52 persen adalah pegawai negeri sipil (PNS), 20 persen guru honor, 18 persen guru bakti, dan 10 persen guru kontrak. Rasio murid-guru adalah 14,6; rasio ini jauh lebih rendah daripada ratarata nasional. Selain itu, distribusi guru tidak merata, lebih banyak guru terpusat di perkotaan daripada di daerah terpencil. Menurut kepala sekolah—responden utama untuk bidang pendidikan—kebutuhan prioritas tertinggi di bidang pendidikan adalah guru yang lebih berpengalaman dan berkualitas (35,8 persen), ruang kelas yang lebih baik (17,9 persen), dan lebih banyak guru (16,7 persen). Dilihat dari ketiga kebutuhan yang dipilih responden, lebih banyak buku pelajaran (62,1 persen), guru yang lebih berpengalaman dan berkualitas (53,6 persen), dan ruang kelas yang lebih baik (47,2 persen) diidentifikasi sebagai kebutuhan paling penting. KESIMPULAN dan REKOMENDASI Investasi Besar Masih Dibutuhkan Tema besar yang muncul dalam laporan ini adalah meski sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam membantu Aceh memulihkan diri dari tsunami dan konflik, masih ada tantangan–tantangan besar yang membutuhkan investasi tambahan dalam jumlah besar di tingkat desa. Biaya memperbaiki prasarana diperkirakan sebesar Rp 12 trilyun, atau US$1,3 milyar. Namun, ini hanya untuk menutup biaya perbaikan sekitar 60 persen dari total prasarana yang rusak di propinsi; 40 persen lagi dari prasarana yang diidentifikasikan rusak sebagai akibat dari kurang pemeliharaan belum diperhitungkan. Dengan demikian, biaya total perbaikan prasarana dapat mencapai Rp 20 trilyun, atau US$ 2,2 milyar. Pemulihan sebesar ini dapat diwujudkan hanya jika semua pihak yang berkepentingan bekerja bahu membahu dalam upaya ini. Meski kemungkinan timbulnya kembali konflik sangat kecil, namun sisa-sisa konflik dan potensi bagi timbulnya konflik kembali tetap ada. Meski dilihat dari berbagai segi keadaan sosial di Aceh cukup bagus, adalah penting bahwa perkembangan-perkembangan positif ini jangan sampai mengaburkan kenyataan bahwa sisa-sisa konflik masih berpotensi menghambat proses perdamaian dan upaya pemulihan. Berbagai indikator menunjukkan adanya berbagai permasalahan yang tersembunyi. Warga masyarakat menyadari bahwa berhasilnya pelaksanaan MoU Helsinki sangat penting bagi kehidupan dan kemakmuran mereka pada tahun-tahun yang akan datang. Karena itu, upaya-upaya yang ada untuk mendukung proses pembangunan perdamaian pasca konflik harus diteruskan. Upaya-upaya semacam itu mencakup penyebaran informasi yang sudah berjalan mengenai perkembangan proses perdamaian, perbaikan layanan publik dan penjelasan tentang bagaimana semua ini membawa manfaat bagi warga masyarakat, membekali para pemimpin setempat dengan informasi yang akurat dan terkini tentang program reintegrasi, dan meningkatkan upaya-upaya yang sedang berjalan untuk meningkatkan keamanan. 8 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 RINGKASAN EKSEKUTIF Upaya pemulihan di Aceh hendaknya berpijak pada kekuatan propinsi dan kemajuan yang cukup besar yang telah berhasil dicapai. Laporan ini menunjukkan bahwa keadaan di beberapa wilayah telah jauh lebih baik. Sebagian besar pengungsi konflik dan pengungsi tsunami sudah kembali ke daerah asal masingmasing, dan banyak dari para pengungsi ini yang tinggal di rumah sendiri. Sebagian besar indikator modal sosial menunjukkan bahwa keadaan cukup baik: kesulitan memperoleh layanan publik jarang terjadi, responden melaporkan tingkat kepercayaan yang tinggi di desa mereka, dan berbagai mekanisme digunakan untuk mengatasi pelbagai masalah setempat. Upaya-upaya pemulihan berkelanjutan harus berpijak pada kekuatankekuatan ini. Untuk pendidikan, dengan telah tersedianya guru di sekolah, investasi pendidikan sebaiknya terfokus pada tiga prioritas yang telah diidentifikasi: memperbaiki mutu dan pengalaman guru; menyediakan lebih banyak buku pelajaran; dan memperbaiki sarana sekolah. Pemulihan di Aceh adalah Proses Yang Mencakup Seluruh Propinsi Upaya membantu dan memulihkan kehidupan penduduk yang kena dampak tsunami jangan sampai menutupi kebutuhan akan bantuan bagi daerah-daerah lain di propinsi Aceh. Wilayah-wilayah dan penduduk yang kena dampak tsunami berada di barisan depan dalam proses pemulihan dan rehabilitasi. Namun, kerusakan prasarana dan sosial yang dialami Aceh tidak terbatas pada wilayah-wilayah yang dilanda tsunami, dan upaya pemulihan harus merupakan proses yang mencakup seluruh Aceh. Kemiskinan masih tersebar luas dan wilayah-wilayah dan penduduk yang kena dampak konflik masih tetap tertinggal di belakang wilayah-wilayah dan penduduk yang kena tsunami dalam berbagai segi. Mengingat sisa-sisa konflik dan potensi munculnya masalah-masalah di masa datang, upaya pemulihan di wilayah yang terkena dampak konflik dan wilayah-wilayah yang terkena dampak selain tsunami perlu terus didorong. Proses Berbasis Masyarakat Paling Efektif untuk Menetapkan Sasaran Investasi Meski pola-pola yang muncul di tingkat propinsi dan kabupaten dapat membantu mengarahkan kebijakan secara keseluruhan, namun karena banyaknya perbedaan pendapat di tingkat desa, maka proses pembangunan berbasis masyarakat merupakan cara yang paling efektif untuk memenuhi kebutuhan desa. Manfaat pendekatan ini tampak paling jelas jika dilihat dari perbedaan yang cukup besar di tingkat desa antara responden mengenai berbagai persoalan dalam laporan ini. Selain itu, karena kaum perempuan sebagian besar masih belum terwakili secara memadai dalam proses pengambilan keputusan di Aceh—lebih dari separuh responden mengatakan rapat desa dihadiri sebagian besar oleh laki-laki, perempuan yang hadir sangat sedikit—maka perlu diberikan perhatian khusus kepada upaya-upaya untuk memastikan bahwa semua warga masyarakat mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam, dan memberikan sumbangan kepada, proses-proses pembangunan desa. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 9 10 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 1 Pendahuluan 01 BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi dan tsunami, yang datang melanda di atas konflik yang telah berlangsung selama tiga puluh tahun, membawa dampak yang menghancurkan bagi prasarana dan dinamika sosial di Aceh. Konflik antara Pemerintah Indonesia (GoI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berlangsung hampir tiga puluh tahun dan mengakibatkan hampir 15.000 kematian dan sekitar 35.000 KK pengungsi. Di seluruh propinsi itu, dan terutama di pedesaan, prasarana rusak parah dan semakin rusak karena situasi keamanan menyebabkan sulit atau tidak mungkinnya perawatan dilakukan. Selain kerusakan fisik, tahuntahun konflik juga membawa dampak pada kehidupan sosial di propinsi itu—keluarga-keluarga yang terpisah satu sama lain atau harus mengungsi, dampak sosial dan psikologi pada perorangan dan masyarakat, dan ketegangan antara masyarakat, negara, dan GAM. Gempa dan tsunami 2004 dengan demikian terjadi di sebuah propinsi yang sebelumnya sudah dilanda bencana dan kerusakan yang luas. Gempa bumi dan tsunami itu menimbulkan sekitar 130.000 kematian, dan 37.000 lainnya masih belum diketahui nasibnya. Wilayah yang paling parah terkena dampak adalah Banda Aceh, pantai barat laut, dan pulau-pulau di pesisir, dengan beratus-ratus desa putus hubungan dengan angkutan dan komunikasi. Banyak bangunan dan prasarana runtuh akibat gempa, dan terjadi penyurutan luas tanah di wilayah pantai. Tsunami membawa sampah reruntuhan dan air laut ke rumah-rumah dan gedung-gedung sepanjang lima kilometer ke daratan, menghancurkan rumah-rumah dan gedung-gedung tersebut dan selanjutnya merusak jalan, jembatan, telekomunikasi, air, jaringan listrik, tanaman, sistem irigasi, prasarana perikanan, dan pangkalan-pangkalan bahan makanan dan bahan bakar. Setelah tsunami, pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia (GoI) dan GAM menandatangani Helsinki Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengakhiri konflik yang sudah lama berlangsung itu. Respons yang tidak ada bandingannya di tingkat nasional dan internasional pada bencana tsunami itu menciptakan jendela peluang yang unik bagi suatu jalan alternatif untuk keluar dari konflik di Aceh. Satu tahun setelah MoU ditandatangani, masih ada peluang yang sangat besar bagi berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan membangun kembali Aceh untuk membawa dampak positif bagi proses perdamaian. Desa-desa di wilayah konflik sedikit sekali mendapat bantuan pembangunan selama konflik; perjanjian perdamaian ini membuka peluang untuk membawa pembangunan yang sangat dibutuhkan ke desa-desa yang sebelumnya tertutup bagi pelaku pembangunan. Meski sudah banyak kemajuan yang dicapai, tantangan-tantangan rekonstruksi dan pembangunan kembali di Aceh pasca tsunami dan konflik masih tetap besar. Juga terdapat keyakinan yang semakin besar bahwa salah satu cara terbaik untuk mengatasi masalah prasarana desa dan memenuhi kebutuhan KK adalah memberdayakan dan memberikan sumberdaya kepada warga desa, membiarkan mereka menentukan sendiri prioritas kebutuhan mereka dan mengelola sendiri kegiatan-kegiatan mereka melalui pendekatan-pendekatan pembangunan masyarakat. Pembangunan berbasis masyarakat (community-driven development, CDD) adalah sebuah pendekatan yang memungkinkan mansyarakat mengendalikan perencanaan, pengambilan keputusan, pengelolaan dan penggunaan dana pembangunan. Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang keadaan desa-desa Aceh saat ini, Program Pembangunan Kecamatan (PPK)—program pembangunan masyarakat terbesar pemerintah di Aceh—melakukan evaluasi tentang status prasarana dan keadaan sosial di seluruh propinsi Aceh. PPK adalah program nasional pemerintah Indonesia, yang dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. PPK sudah aktif di Aceh sejak 1998 dan telah memberikan bantuan kepada setiap desa di Aceh pasca tsunami 2004. Menggunakan fasilitator PPK di setiap desa, kecamatan, dan kabupaten, evaluasi diselenggarakan di semua desa PPK di Aceh, mencakup 5.698 desa, 221 kecamatan dan 18 kabupaten (17 kabupaten dan 1 kota).1 Informasi yang terkumpul dari survei ini akan langsung dimasukkan ke dalam proses penetapan visi desa dan perencanaan PPK, untuk membantu membimbing desa-desa dalam perencanaan dan 1 12 Jumlah desa PPK di Aceh berdasarkan perkiraan Unit Pengelolaan Daerah (RMU) pada September 2006. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 1: PENDAHULUAN penetapan peruntukan sumberdaya masing-masing. Selain itu, data yang terkumpul sebagai hasil evaluasi akan disampaikan kepada lembaga pemerintah, donor, LSM, peneliti, warga masyarakat dan lain-lain, dan akan digunakan sebagai salah satu pedoman dalam perencanaan dan alokasi sumberdaya untuk berbagai kegiatan di propinsi Aceh. 1.2 TUJUAN SURVEI DESA ACEH Tujuan utama Survei Desa Aceh adalah memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang apa yang dibutuhkan masyarakat Aceh untuk pembangunan. Ini akan menjadi masukan langsung bagi perencanaan desa dan pelaksanaannya dalam rangka PPK, dan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dalam perencanaan, penyusunan dan penggunaan anggaran masing-masing. Survei ini: • Berisi data menyeluruh mengenai prasarana desa yang rusak dan kebutuhan desa yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan program-program rekonstruksi 2007 dan tahun-tahun berikutnya; dan • Memberikan gambaran mengenai dinamika sosial di setiap desa, yang dapat digunakan sebagai bahan untuk merancang program-program untuk masa mendatang. Kotak 1.1 Apa itu Program Pembangunan Kecamatan? Program Pembangunan Kecamatan (PPK) adalah program nasional Pemerintah Indonesia yang bertujuan memberantas kemiskinan, memperkuat pemerintahan setempat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan memperbaiki tata pemerintahan setempat. PPK dilaksanakan oleh Kantor Pengembangan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri. Program ini didanai dengan anggaran pemerintah, hibah dari donor dan pinjaman dari Bank Dunia. Tujuan utama Survei Desa Aceh adalah mendukung pembangunan masyarakat di Aceh dan menyediakan informasi yang relevan bagi donor dan lembaga-lembaga pemerintah untuk program-program jangka menengah donor dan lembaga pemerintah terkait untuk mendorong proses perdamaian dan rekonstruksi di propinsi tersebut. Banyak LSM, lembaga, dan donor yang melakukan evaluasi dan survei di Aceh, mengumpulkan informasi mengenai konflik, tsunami, dan keadaan umum di seluruh propinsi itu. Survei Desa Aceh akan melengkapi upaya-upaya yang telah dijalankan pada masa lalu dan tengah dijalankan saat ini. Namun, Survei Desa Aceh berbeda dari sisi tiga hal yang penting: • Survei Desa Aceh dilaksanakan hampir di semua desa di Aceh. PPK melakukan kegiatan di 221 dari • • SURVEI DESA ACEH 2006 226 kecamatan di Aceh atau di 5.698 desa. Survei Desa Aceh adalah satu-satunya survei atau evaluasi yang dilaksanakan saat ini yang mengumpulkan informasi mengenai indikator-indikator prasarana dan sosial dengan cakupan yang demikian luas di propinsi Aceh. Ini akan memungkinkan perbandinganperbandingan yang akurat antara desa, kecamatan dan kebupaten satu sama lain. Data menjadi milik desa. Selain dimasukkan ke dalam pangkalan data pusat, informasi yang terkumpul akan melengkapi informasi yang ada di tingkat desa. Karena data ini milik desa, maka data ini bermanfaat sebagai alat yang penting untuk perencanaan desa dan alokasi sumberdaya. Evaluasi menggunakan ahli setempat untuk mengumpulkan informasi. Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme PPK. Fasilitator desa PPK, yang adalah tenaga sukarela setempat yang tinggal di desa, berperan sebagai petugas pencacah untuk survei ini, didukung oleh konsultan di tingkat kecamatan. Fasilitator desa memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai keadaan terkini daripada petugas pencacah dari luar, dan mereka kenal tokoh dan narasumber di desa mereka. Diharapkan ini akan memungkinkan terkumpulkannya data yang lebih akurat dan yang digali dari sumber-sumber setempat. Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 13 BAB 1: PENDAHULUAN 1.3 KOMPONEN UTAMA SURVEI Survei Desa Aceh terdiri dari dua komponen: evaluasi sosial dan evaluasi prasarana. Kedua komponen ini dilaksanakan di semua desa PPK di Aceh. Evaluasi Sosial Program-program reintegrasi dan rekonstruksi harus memenuhi kebutuhan material dan sosial. Memahami hubungan sosial di tingkat setempat dan bagaimana hubungan sosial ini dipengaruhi oleh kembalinya bekas pejuang, tawanan, dan kelompok-kelompok lainnya penting sekali untuk mengatasi berbagai persoalan menyangkut penyaluran bantuan ke lingkungan pasca konflik. Evaluasi sosial terdiri dari empat kuesioner informan kunci untuk diisi oleh kepala desa, ketua pemuda, tokoh perempuan, dan kepala sekolah dasar. Seluruhnya, ada 22.300 responden desa yang diwawancarai untuk survei ini. Informasi yang dikumpulkan adalah: • Informasi umum desa: Komponen ini mencakup data penduduk, kemiskinan dan lapangan kerja. • Pengungsi: Komponen ini memberikan tinjauan mengenai pengungsi tsunami dan konflik, yakni mengenai jumlah pengungsi, kondisi kehidupan, dan keadaan ekonomi. • Informasi: Komponen ini mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan dan kesenjangan antara permintaan dan persediaan informasi. • Kebutuhan desa: Komponen ini menyajikan gambaran tentang apa yang dibutuhkan masyarakat untuk pembangunan. • Modal sosial: Komponen ini mencakup inklusi/eksklusi, tindakan kolektif, partisipasi, dan kepercayaan. • Pendidikan: Modul pendidikan didasarkan pada wawancara dengan kepala sekolah dan memberikan informasi dasar mengenai sekolah, seperti jumlah guru dan murid dan kebutuhan-kebutuhan utama di sektor pendidikan. Seleksi Responden Untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan akan data lintas desa yang rinci serta kapasitas dan waktu yang tersedia bagi petugas pencacah, komponen sosial dilaksanakan dengan menggunakan survei responden kunci, bukan menggunakan sampel yang lebih luas di tingkat KK. Responden dipilih untuk memastikan terwakilinya pimpinan desa, pemuda, dan perempuan. Juga, untuk memastikan agar pelaksanaan di lapangan lebih mudah, maka diputuskan untuk menggunakan kuesioner yang sama untuk ketiga kategori responden ini dengan tambahan modul tentang karakteristik desa yang pertanyaannya diajukan hanya kepada kepala desa. Meski ini berarti ada kehilangan dari segi kekayaan data, hal ini dipandang perlu untuk memastikan bahwa data yang terkumpul bermutu tinggi dan dapat dikelola dengan baik. Selain ketiga responden kunci survei ini, sebuah modul singkat dan terpisah digunakan untuk wawancara dengan kepala sekolah dan untuk mengevaluasi keadaan sekolah dasar pada saat ini. Kepala desa Pemimpin masyarakat setempat adalah pelaku kunci penyelesaian perselisihan. Bahkan untuk konflik-konflik yang terkait dengan GAM-GoI sekalipun, kepala desa sering memainkan peranan penting, misalnya dalam merundingkan kasus-kasus penculikan dan penyelesaian perselisihan yang terkait dengan pemerasan. Peran serta kepala desa dalam menyebarkan dan memantau proses perdamaian dan meningkatkan kepercayaan yang diperlukan untuk proyek-proyek pembangunan, sangat penting. Ketua pemuda Ketua pemuda memberikan perspektif penduduk usia muda di Aceh. Peran serta kaum muda dalam proses pembangunan masyarakat sangat penting, karena sebagian besar kelompok penduduk ini kena dampak proses reintegrasi dan juga akan menjadi pemimpin masa depan di propinsi itu. 14 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 1: PENDAHULUAN Tokoh perempuan Perempuan sering dipinggirkan dalam proses pembangunan di Aceh. Mereka juga kelompok yang menggunakan sebagian besar waktunya untuk kegiatan rumah tangga di desa sehingga mereka memahami dengan baik dinamika sosial di desanya. Pandangan kaum perempuan memberikan wawasan yang penting bagi perencanaan pembangunan desa dan kebutuhan masyarakat. Seluruhnya ada 22.300 responden (kepala desa, tokoh perempuan, ketua pemuda, dan kepala sekolah) di 5.587 desa di Aceh yang diwawancarai untuk survei ini.2 Instrumen penelitian Tabel di bawah ini menyajikan tinjauan atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada berbagai responden. Kuesioner bagi responden kunci disajikan dalam Lampiran 1. Tabel 1.1 Tinjauan pertanyaan survei dan responden Responden Survei Topik dan pertanyaan penelitian Kepala desa Ketua pemuda Tokoh perempuan Informasi umum desa Data penduduk Data kemiskinan Data pekerjaan √ Pengungsi Pengungsi akibat tsunami, cara hidup saat ini dan keadaan ekonomi Pengungsi akibat konflik, cara hidup saat ini dan keadaan ekonomi √ √ √ Informasi Informasi yang dibutuhkan masyarakat Sumber informasi √ √ √ Identifikasi kebutuhan desa √ √ √ Dinamika Sosial Akses kepada pelayanan, inklusi Tindakan kolektif Partisipasi Kepercayaan √ √ √ Pendidikan Jenis dan kategori sekolah Jumlah murid Jumlah dan jenis guru Kebutuhan sektor pendidikan Kepala sekolah dasar √ Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. 2 Kalkulasi ini didasarkan pada jumlah total kuesioner yang dikembalikan oleh fasilitator desa. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 15 Evaluasi Prasarana Evaluasi prasarana Survei Desa Aceh memetakan semua jenis prasarana di desa (tidak hanya prasarana yang dibangun oleh PPK) dan memberikan informasi rinci tentang: • Jalan • Jembatan • Air dan sanitasi • Listrik • Irigasi • Fasilitas desa, termasuk kesehatan dan pendidikan, rumah ibadah, dan balai pertemuan • Fasilitas ekonomi • Pemukiman • Lahan produktif Survei mencatat semua prasarana yang ada di desa, tingkat kerusakan dan penyebab kerusakan (bencana alam, konflik, atau kurang pemeliharaan). Survei juga mempelajari apa yang dibutuhkan untuk rekonstruksi atau mengganti prasarana yang rusak dan, jika ada, tingkat rekonstruksi hingga saat ini. Formulir evaluasi prasarana dapat dilihat dalam Lampiran 1. 16 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 2 Metodologi Survei 02 BAB 2: METODOLOGI SURVEI Kegiatan lapangan Survei Desa Aceh dilakukan pada bulan Agustus dan September 2006, setelah melalui masa persiapan yang intensif untuk menyusun sistem pelaksanaan, dan menyusun serta menguji coba kuesioner di lapangan. Karena Survei Desa Aceh dilaksanakan dengan menggunakan sistem PPK yang ada dan personil PPK, berbagai penyesuaian dilakukan untuk mengakomodasi beban tugas dan jadwal staf lapangan. PPK mencakup semua desa di Aceh, sekitar 5.698 desa di 221 kecamatan dan 18 kabupaten. Tingkat pengembalian kuesioner untuk survei ini sangat tinggi: 98 persen atau 5.587 desa mengembalikan kuesioner sosial; dan 94 persen atau 5.356 desa mengembalikan kuesioner prasarana. Namun, seperti yang dijelaskan di bawah ini, ada informasi yang hilang pada berbagai bagian survei, mis., tidak semua pertanyaan dijawab atau diisi lengkap. Kekurangan-kekurangan ini dicatat dengan seksama dalam berkas data. Pelaksana Survei Survei ini adalah kerjasama antara Departemen Dalam Negeri, tim lapangan PPK di Aceh, dan anggota tim dari kantor Bank Dunia Indonesia. Tim lapangan PPK terdiri dari: Unit Pengelolaan Daerah PPK (RMU) Didukung oleh Bank Dunia, Unit Pengelolaan Daerah PPK (RMU) di Aceh memberikan dukungan umum dan melakukan koordinasi untuk evaluasi ini. Tim Pelatihan Mengingat luasnya cakupan survei ini, sekitar 18.000 fasilitator kecamatan (FK) dan fasilitator desa (FD) dilatih untuk melaksanakan survei. Pelatihan diselenggarakan secara bertahap. Pertama, empat tim pelatih dikumpulkan, masing-masing terdiri dari sub-tim prasarana dan sub-tim sosial dan berada di bawah pengawasan koordinator kepala prasarana PPK dan koordinator kepala sosial PPK. Para pelatih itu adalah personil PPK, baik dari konsultan pengelolaan nasional PPK (NMC) ataupun dari RMU PPK, bersama staf dan konsultan Bank Dunia. Total 12 kali pelatihan diselenggarakan secara berkelompok di tingkat kabupaten (beberapa kabupaten disatukan untuk mengurangi waktu pelatihan yang diperlukan untuk pelaksanaan seluruh pelatihan), semuanya dijadwalkan bertepatan dengan rapat bulanan FK PPK. Setiap pelatihan mencakup tiga kelompok (clusters) pelatihan. Pelatihan Fasilitator Desa di Kec. Batee, Kab. Pidie. Fasilitator Kecamatan sedang memberikan arahan bagaimana mewawancarai informan kunci. Tabel 2.1 Jadwal Survei Desa Aceh Tugas Mei 06 Jun 06 Jul 06 Agu 06 Sep 06 Okt 06 Nov 06 Des 06 Jan 07 Feb 07 Menyiapkan instrumen survei dan logistik Uji lapangan Melatih staf lapangan Mengumpulkan data lapangan Mengembalikan formulir ke Banda Aceh Memeriksa data Memasukkan dan memproses data Menulis laporan Penyelesaian laporan Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. 18 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 2: METODOLOGI SURVEI Fasilitator Kabupaten PPK (KM Kab) Fasilitator kabupaten adalah pengelola PPK tingkat kabupaten. Mereka melakukan koordinasi dan pengawasan atas Survei Desa Aceh di tingkat kabupaten. Mereka bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan dukungan bagi pelatihan fasilitator kabupaten dan atas koordinasi dengan tim pelatih PPK dan Unit Pengelolaan Daerah (RMU) menyangkut pelaksanaan keseluruhan evaluasi ini. Fasilitator kabupaten juga bertanggung jawab mengumpulkan semua kuesioner dari FK dan melakukan kajian acak sebelum menyerahkan kuesioner pada rapat RMU pada September 2006 di Banda Aceh. Fasilitator Kecamatan PPK (FK) FK adalah fasilitator kecamatan PPK dan di setiap kecamatan ada fasilitator sosial (FD) dan satu atau dua fasilitator kecamatan teknik (FT), tergantung pada besarnya kecamatan dan jangkauannya. FT dan FK adalah pelatih utama untuk evaluasi. FT bertanggung jawab bagi pelatihan satu FD dan satu tim pelaksanaan kegiatan (TPK) dari setiap desa tentang prosedur pelaksanaan evaluasi prasarana. FK bertanggung jawab melatih satu FD dari setiap desa mengenai pelaksanaan evaluasi sosial. FK/FT mendapat “Pelatihan Pelatih” dari kelompok pelatih. Setelah ini, mereka bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan tingkat desa, memberikan dukungan menyeluruh dan koordinasi selama pelaksanaan survei, melakukan kajian acak di desa-desa, dan mengumpulkan kuesioner dari responden tingkat desa, dan menyerahkannya kepada KM Kab pada rapat bulanan di tingkat kabupaten. Fasilitator Desa PPK (FD) dan Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPK) Metodologi dan metode pengumpulan data sengaja dibuat sederhana agar warga desa dapat menjadi petugas pencacah. Satu fasililator desa PPK (FD) bersama dengan satu Tim Pelaksana Kecamatan (TPK), bertanggungjawab melaksanakan komponen prasarana. Seorang FD lagi bertanggung jawab melaksanakan komponen sosial dan mewawancarai responden kunci. Fasilitator Kecamatan PPK melatih FD dan TPK mengenai prosedur survei. Pelatihan diberikan di tingkat kecamatan dan diadakan bertepatan dengan rapat bulanan FD. Setelah pelatihan, FD diberi waktu untuk melakukan praktek dan melaksanakan survei. Mereka juga bertanggung jawab membawa semua kuesioner yang telah diisi kepada FK/FT masing-masing sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Memasukkan dan membersihkan data Setelah FD-PPK selesai melaksanakan survei, formulir survei dikirimkan melalui FK kepada KM Kab dan RMU di Banda Aceh. Sebuah tim data kemudian menghitung jumlah formulir survei dan melakukan tinjauan acak atas sekitar 30 persen dari formulir survei, untuk memeriksa lengkap-tidaknya isi formulirformulir tersebut. Kotak 2.1 Siapa itu Fasilitator Desa (FD)? Warga desa memilih FD, atau fasilitator desa (satu laki-laki, satu perempuan), yang bertugas membantu sosialisasi PPK dan proses perencanaan PPK. FD memfasilitasi pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus untuk perempuan, untuk membahas kebutuhan desa dan prioritas-prioritas pembangunannya. Formulir kemudian diserahkan kepada organisasi pengelolaan data Aceh, GARANSI, yang memasukkan data, membersihkan data, dan menyiapkan tabulasi yang diminta. Data lengkap dan tabulasi diserahkan kepada tim laporan survei Bank Dunia untuk dianalisis dan dilaporkan. Bank Dunia Indonesia Tim Bank Dunia Indonesia memberikan tuntunan menyeluruh, pengawasan, dan analisis penelitian untuk survei ini. Tim Bank Dunia untuk survei ini terdiri dari staf dan konsultan dari unit-unit Social Development dan Poverty Reduction and Economics Management (PREM) dari kantor Bank Dunia di Indonesia. Rancangan survei disusun bersama-sama oleh Departemen Dalam Negeri dan Bank Dunia. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 19 BAB 2: METODOLOGI SURVEI Beberapa Persoalan dalam Pembersihan Data Tim survei menghadapi sejumlah persoalan menyangkut pembersihan data sebelum analisis. Persoalanpersoalan yang paling umum adalah: • Harus diperhatikan betul agar “0” dan “nilai yang hilang” tidak tercampur aduk. • Dalam hal jawaban tidak lengkap, tim analisis survei mencatat dengan seksama jumlah responden untuk setiap variabel. • Untuk sejumlah kategori dengan “fakta” numerik, misalnya, persentase penduduk miskin, dilakukan • • • • pemeriksaan yang teliti untuk memastikan tidak ada kesenjangan dalam informasi itu. Untuk data dengan kesenjangan yang sangat besar, mis., jumlah KK miskin dilaporkan jauh lebih banyak daripada jumlah KK di desa bersangkutan, data ini dianggap “data yang hilang” dan dikesampingkan dalam kalkulasi. Sejumlah data ganda dan kosong ditemukan dan kemudian dikesampingkan. Untuk data prasarana, tim analisis memeriksa masuk akal tidaknya data yang terkait dengan unit-unit pengukuran. Meski unit pengukur seharusnya dimasukkan secara otomatis, kadang-kadang pekerja lapangan menggunakan unit pengukur yang berbeda. Misalnya, unit untuk mencatat klinik kesehatan adalah jumlah klinik. Namun, ada kalanya klinik dicatat dalam meter persegi. Kesalahan-kesalahan data seperti ini pada umumnya dapat dikonversi karena tim analisis memahami keadaan yang sama di lapangan. Pengukuran status prasarana dipecah ke dalam kategori tidak-rusak, empat derajat kerusakan, dan tiga penyebab kerusakan. Jumlah total prasarana yang rusak yang didasarkan pada keempat derajat kerusakan itu harus sama dengan jumlah total kerusakan berdasarkan ketiga penyebab kerusakan. Jika tidak sama, ini harus diperbaiki, meskipun formulir asli lapangan sudah tidak ada. Ini membutuhkan latar belakang pengetahuan mengenai kemungkinan kadar kerusakan bagi setiap potensi penyebab kerusakan. Setiap catatan prasarana yang rusak dalam berkas data harus disertai data tentang statusnya saat ini. Prasarana yang rusak memiliki dua kemungkinan: belum pernah diperbaiki atau diganti, atau sedang diperbaiki atau diganti. Jika telah diperbaiki, prasarana itu tidak termasuk prasarana yang rusak, tetapi termasuk prasarana yang telah diperbaiki. Ini kadang-kadang tidak dituliskan dengan benar, sehingga angka kerusakan harus dikurangi dengan angka prasarana yang telah diperbaiki oleh tim analisis, dan jumlah total prasarana yang tidak rusak harus dinaikkan sebesar angka yang sama. Pada umumnya, tim analisis survei berusaha memeriksa ulang dengan seksama semua data lapangan untuk survei ini. Pertimbangan-pertimbangan lain tentang Data Seperti disebutkan di atas, fasilitator desa PPK dan tim pelaksana bertugas sebagai petugas pencacah dalam survei ini. Mereka adalah warga desa dan dipilih oleh warga desa untuk menjadi bagian tim PPK. Karena itu, ada potensi bias dalam jawabanjawaban dari responden survei, terutama dalam pertanyaan tentang pendapat pribadi, sebagai akibat dari penggunaan petugas pencacah setempat yang berhubungan dengan PPK. Meski para petugas PPK ini memiliki kelebihan dalam arti lebih mengenal keadaan setempat, terdapat kemungkinan bahwa peranan mereka sebagai petugas PPK di desa dapat mempengaruhi jawaban responden. Meski tim survei tidak memiliki bukti bahwa bias ini benar-benar ada dan terjadi, namun tim ingin menyatakan secara eksplisit di sini bahwa bias ini kemungkinan ada. 20 Fasilitator Kecamatan Teknis dan Sosial di Kec. Jangka, Kab. Biruen sedang memeriksa dan memverifikasi kuesioner yang diserahkan oleh Fasilitator Desa dan Tim Pelaksana Kegiatan sebelum mengirimkannya kepada Konsultan Manajemen Kabupaten (KM-Kab.). SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 3 Informasi Umum Tentang Desa 03 BAB 3: INFORMASI UMUM DESA Modul pertama dalam survei ini mengajukan 11 pertanyaan kepada kepala desa mengenai karakteristik umum sosial-ekonomi desanya masing-masing. Modul ini juga menggali tingkat ketergantungan setiap desa (mis., KK gantung, anak yatim, anak-anak tidak sekolah), dan masalah-masalah lapangan kerja dan pekerjaan. Variabel-variabel modul ini adalah: Penduduk desa (laki-laki, perempuan) Jumlah KK di desa Rumah tangga yang tinggal bersama orang tua/keluarganya (KK gantung) Rumah tangga yang makan hanya sekali sehari Rumah tangga yang menerima zakat Rumah tangga miskin Anak yatim Anak-anak usia sekolah yang belum terdaftar sebagai murid sekolah atau tidak bersekolah Pekerjaan Warga usia 15 ke atas yang tidak bekerja saat ini Warga usia produktif (antara 15 dan 55 tahun) Kepala Desa bertindak sebagai responden untuk modul Informasi Umum Desa. Dari sekitar 5.200 desa yang memasukkan laporan, ada 32 Kepala Desa perempuan; selebihnya Kepala Desa laki-laki. Penduduk Desa Dari total sekitar 5.200 desa yang memasukkan laporan jumlah penduduk, survei melaporkan jumlah penduduk sebesar 3,41 juta orang; 1,75 juta atau 51 persen terdiri dari perempuan. Kabupaten-kabupaten terbesar menurut jumlah penduduk adalah Aceh Utara, Pidie dan Bireuen. Jumlah penduduk terkecil terdapat di kabupaten Aceh Jaya, Gayo Lues, dan Simeulue. Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei (yi. kecamatan Muara Dua) karena dua kecamatan yang lain tidak termasuk lokasi PPK. Perbedaan gender terbesar terdapat di Kabupaten Gayo Lues, dengan 54 persen perempuan, dan kabupaten Simeulue, dengan hanya 48 persen perempuan. Gambar 3.1 Penduduk kabupaten menurut gender Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. 22 Data untuk dua variabel terakhir (yi. “Warga usia 15 ke atas yang tidak bekerja saat ini” dan “Warga usia produktif (antara 15-55 tahun))” tidak digunakan dalam analisis untuk laporan ini karena banyaknya data yang meragukan (mis. jumlah warga usia produktif > 80 persen dari total penduduk, jumlah warga usia produktif < 20 persen dari total penduduk). Bandingkan dengan jumlah penduduk propinsi Aceh sebesar 4,1 juta menurut Podes 2005 BPS. Perbedaan angka sebagian dapat dijelaskan oleh kenyataan bahwa dalam survei ini desa-desa yang melapor berjumlah 5.200, sedangkan angka Podes 2005 berasal dari 5.968 desa yang melapor, termasuk desa dan kampungkota (kelurahan). SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 3: INFORMASI UMUM DESA Jumlah KK yang tinggal dengan orang tua/kerabat (KK gantung) Jumlah KK yang tinggal dengan orang tua/kerabat sebesar 111.145, atau sekitar 14 persen dari jumlah total. Jumlah tertinggi KK gantung terdapat di Pidie (25.007 keluarga); Aceh Utara (15.534 keluarga); dan Bireuen (11.082 keluarga). Persentase tertinggi KK gantung terdapat di Pidie (21,7 persen), Aceh Barat Daya (17,6 persen), dan Aceh Selatan (16,6 persen) Rumah tangga yang makan hanya sekali sehari Jumlah KK yang makan hanya sekali sehari sebesar 18.818, atau sekitar 2,4 persen dari jumlah total. Dari 4.530 desa yang melapor, 1.055 desa atau 23 persen melaporkan kasus KK yang makan hanya sekali sehari. Konsentrasi terbesar terdapat di Pidie (3.250 KK), diikuti Aceh Utara (2.259 KK), Bireuen (2.221 KK) dan Aceh Timur (1.926 KK). Sebagai persentase dari besar penduduk kabupaten, persentase tertinggi adalah di Gayo Lues (5,1 persen dari penduduk kabupaten), diikuti Aceh Barat (3,1 persen) dan Bener Meriah (3,0 persen). Rumah tangga yang mendapat zakat Survei menanyakan berapa banyak KK yang mendapat zakat. Zakat biasanya diberikan kepada orang miskin. Rata-rata, sekitar 190.000 KK, atau sekitar 23,8 persen5 dari propinsi, mendapat zakat. Jumlah tertinggi KK penerima zakat terdapat di Pidie (30.489), Aceh Utara (25.359), dan Aceh Besar (17.561). Persentase tertinggi KK penerima zakat adalah di Aceh Barat (63,2 persen), Aceh Tengah (28,3 persen), Nagan Raya (26,9 persen) dan Pidie (26,4 persen). Jumlah KK miskin Dua puluh enam persen atau 207.594 KK6 dimasukkan kepala desa ke dalam kategori “KK miskin”. Tiga kabupaten dengan jumlah KK miskin terbesar adalah Pidie (34.759 keluarga); Aceh Utara (29.555 keluarga) dan Bireuen (19.777 keluarga).7 Dari sisi persentase berdasarkan jumlah penduduk, hampir semua kabupaten melaporkan bahwa 25 - 30 persen dari penduduknya miskin, dengan jumlah persentase tertinggi di kabupaten Nagan Raya dan Gayo Lues (30,5 persen) dan Pidie (30,1 persen). Pidie, Aceh Utara dan Bireuen termasuk dalam lima kabupaten dengan intensitas konflik tertinggi.8 Namun, dari ketiga kabupaten ini, hanya Bireuen yang paling parah menderita dampak tsunami.9 Berdasarkan sejumlah indikator kemiskinan yang relevan, kabupaten Pidie, Aceh Utara dan Bireuen adalah kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbesar.10 5 6 7 Dari 3.966 desa yang melapor. 3.610 desa yang melapor Data BPS dari Susenas 2004 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Aceh 28,5 persen; Aceh Utara, Pidie dan Bireuen adalah tiga kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi menurut jumlah orang miskin. 8 Indeks intensitas konflik membagi kecamatan ke dalam tiga kategori intensitas konflik: rendah, menengah, dan tinggi. Indeks untuk kabupaten dihitung menggunakan rata-rata tertimbang nilai indeks semua kecamatan di kabupaten (rendah = 1, menengah = 2, tinggi = 3). 9 Indeks dampak tsunami membagi kecamatan di Aceh ke dalam empat kategori dampak tsunami: normal, ringan, menengah, dan berat. Indeks kabupaten dihitung menggunakan rata-rata tertimbang nilai indeks semua kecamatan di kabupaten (normal = 0, ringan = 1, menengah = 2, berat = 3). 10 Data dari PODES 2005 juga menunjukkan bahwa Aceh Utara, Pidie dan Bireuen termasuk kabupaten dengan jumlah KK miskin terbesar di Aceh. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 23 24 SURVEI DESA ACEH 2006 23.636 26.309 70.526 13.468 44.253 33.266 49.477 32.654 35.516 70.806 114.144 23.757 77.678 9.465 20.139 20.729 115.476 13.708 795.007 Aceh Barat Aceh Barat Daya Aceh Besar Aceh Jaya Aceh Selatan Aceh Singkil Aceh Tamiang Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Bener Meriah Bireuen Gayo Lues Lhokseumawe Nagan Raya Pidie Simeulue TOTAL 111.145 1.540 7.333 3.567 3.637 2.617 3.629 9.517 15.534 2.233 11.082 1.493 1.612 3.211 25.007 1.544 9.756 3.205 4.628 14,0 11,4 16,6 10,7 7,4 8,0 10,2 13,4 13,6 9,4 14,3 15,8 8,0 15,5 21,7 11,3 13,8 13,6 17,6 % KK gantung 18.818 375 1.037 677 822 835 676 1.926 2.259 711 2.221 478 67 211 3.250 277 1.864 729 403 2,4 2,8 2,3 2,0 1,7 2,6 1,9 2,7 2,0 3,0 2,9 5,1 0,3 1,0 2,8 2,0 2,6 3,1 1,5 % KK Jumlah makan KK makan sekali sekali sehari sehari Source : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. Total KK Kabupaten Jumlah KK gantung Tabel 3.1 Informasi KK menurut kabupaten 189.482 2.811 8.846 7.043 9.536 9.245 8.443 16.143 25.359 4.999 16.811 2.189 1.729 5.568 30.489 3.150 17.561 14.944 4.616 Jumlah KK penerima zakat 23,8 20,9 20,0 21,2 19,3 28,3 23,8 22,8 22,2 21,0 21,6 23,1 8,6 26,9 26,4 23,0 24,9 63,2 17,5 207.594 3.097 9.850 8.519 10.925 9.188 10.545 18.208 29.555 6.531 19.777 2.886 2.204 6.324 34.759 3.783 18.368 6.768 6.307 26,1 23,0 22,3 25,6 22,1 28,1 29,7 25,7 25,9 27,5 25,5 30,5 10,9 30,5 30,1 27,6 26,0 28,6 24,0 % KK Jumlah KK % KK penerima miskin miskin zakat 107.635 1.970 5.738 4.066 4.360 4.441 4.785 9.081 15.804 3.712 11.783 1.248 608 2.799 17.338 1.911 11.129 4.578 2.284 Jumlah anak yatim 60.313 908 3.448 2.282 2.125 2.792 2.478 5.321 8.935 2.303 6.384 756 462 1.556 10.371 1.011 5.320 2.213 1.648 Jumlah anak usia sekolah yang saat ini tidak terdaftar atau tidak sekolah BAB 3: INFORMASI UMUM DESA Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 3: INFORMASI UMUM DESA Jumlah anak yatim Survei mencatat ada 107.635 anak yatim11 di propinsi ini; jumlah anak yatim terbesar terdapat di Pidie (17.338), Aceh Utara (15.804) dan Bireuen (11.783). Anak-anak usia sekolah yang tidak terdaftar saat ini atau tidak bersekolah Anak-anak tidak sekolah mencapai 60.313 orang. Jumlah tertinggi anak tidak bersekolah terdapat di Pidie (10.371), Aceh Utara (8.935), dan Bireun (6.384). Jenis pekerjaan Pertanian sejauh ini merupakan jenis pekerjaan yang paling umum ditemukan dari antara jenis pekerjaan yang dicatat dalam survei ini. Lima puluh tujuh persen responden adalah petani, diikuti oleh pekerja/buruh musiman (17,0 persen), pekerjaan lain (8,0 persen), dan saudagar atau pedagang (6,0 persen).12 Gambar 3.2 Jenis Pekerjaan berdasarkan Penduduk yang Bekerja 1% 3% 1% 1% 3% 4% Petani Pekerja tidak tetap 6% Lain-lain Pedagang Nelayan 8% 57 % PNS Guru Tenaga medis TNI Polri 17 % Pengusaha Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. KESIMPULAN Kabupaten Pidie, Aceh Utara, dan Bireuen adalah kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar dan jumlah KK miskin terbesar berdasarkan “indikator kemiskinan” yang diamati dalam survei ini: jumlah KK miskin; KK yang makan hanya sekali sehari; KK yang menerima zakat; anak yatim; anak-anak usia sekolah yang tidak terdaftar sebagai murid atau tidak bersekolah; dan warga yang menganggur. Menarik bahwa ketiga kabupaten ini terletak di pantai timur dan, kecuali Bireuen, tidak langsung dilanda tsunami 2004. Tetapi ketigatiganya mengalami konflik tingkat tinggi selama bertahun-tahun. Ketiganya juga termasuk yang paling banyak menampung pengungsi (lihat butir 5.1). 11 5.079 desa melapor tentang anak yatim. 12 Responden mungkin melaporkan lebih dari satu pekerjaan untuk setiap warga desa. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 25 26 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4 Status Prasarana 04 BAB 4: STATUS PRASARANA Evaluasi keadaan prasarana di tingkat desa di Aceh merekam status kerusakan saat ini, penyebab kerusakan, dan status perbaikan/rekonstruksi. Survei menyelidiki 57 jenis prasarana yang dikelompokkan ke dalam sembilan kategori utama: jalan/transportasi; jembatan; air dan sanitasi; listrik; irigasi; fasilitas desa; fasilitas ekonomi; perumahan; dan lahan produktif. Survei ini didasarkan pada survei sebelumnya yang lebih sederhana dan dilakukan oleh PPK pada Maret 2005 mengenai prasarana yang rusak akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Nias. Meski hasil survei pada waktu itu - tiga bulan setelah tsunami terjadi - memadai dan banyak informasi yang diperoleh, survei tersebut tidak dapat mencakup semua daerah yang rusak pada waktu itu berhubung keterbatasan cakupan dan sumberdaya manusia PPK saat itu. Untuk Survei Desa Aceh 2006 ini, instrumen dan metodologi sudah diperbaiki. Instrumen-instrumen survei yang lama ditinjau ulang dan metodologi diperbaiki agar lebih akurat dan lengkap. Salah satu instrumen yang ditinjau ulang adalah laporan pengumpulan data dasar dan formulir ringkasan. Disepakati untuk menambahkan beberapa jenis prasarana yang lain, sehingga jumlah total jenis prasarana menjadi 57. Formulir ringkasan juga diubah agar terekam tiga faktor lain yang mungkin menjadi penyebab—bukan hanya tsunami seperti pada waktu lalu. Ketiga faktor yang mungkin menjadi penyebab ini adalah konflik, bencana alam (termasuk tsunami dan gempa), dan kurang pemeliharaan. Formulir ringkasan juga diubah agar mencakup informasi tentang nasib prasarana yang rusak, khususnya apakah telah diperbaiki atau diganti pada waktu survei ini diadakan. Buku pedoman juga diubah agar mencerminkan instrumen dan formulir yang baru ini. Penjelasan mengenai instrumen dan formulir ini diberikan dalam Kotak 4.1. Apa yang rusak dan di mana? Survei menemukan bahwa kerusakan prasarana desa sangat meluas; lebih dari 50 persen dari kategori utama prasarana mengalami kerusakan. Untuk menentukan penyebab kerusakan di setiap kabupaten, disusun indeks kerusakan tingkat kabupaten. Metodologi yang digunakan untuk menyusun indeks ini dijelaskan dalam Kotak 4.2. Dari Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa keadaan prasarana di seluruh kabupaten pada umumnya parah sekali. Tidak ada kabupaten dengan tingkat kerusakan di bawah 50 persen. Misalnya, Aceh Tamiang memiliki indeks 5,52, yang berarti lebih dari 55 persen dari prasarananya dalam keadaan rusak, dan ini dapat diakibatkan oleh konflik, bencana alam, maupun kurang pemeliharaan. Indeks rata-rata dari semua kabupaten adalah 6,82. Aceh Jaya menduduki tempat tertinggi dengan indeks sebesar 8,88; yang berarti lebih dari 80 persen dari prasarananya rusak. Data rinci prasarana yang rusak menurut jenis prasarana, Tim Pelaksana Kegiatan sedang mengukur jembatan kayu di Ds. Uning Pune, menurut besar kerusakan, menurut penyebab Kec. Putri Betung Kab. Gayo Lues kerusakan, dan menurut tingkat perbaikan dapat dilihat dalam Lampiran 3.1 dan 3.2.13 Rata-rata, lebih dari 50 persen prasarana dari semua kategori rusak. Jika dilihat Tabel 4.1 untuk kesembilan kategori utama prasarana, tampak bahwa hanya tiga kategori (yi. lahan produktif, perumahan, dan listrik) yang mengalami kerusakan di bawah 40 persen di kabupaten mana saja (yi. indeks di bawah 4), dan ini ditemukan hanya di 5 dari 18 kabupaten. Sebaliknya, lebih dari 50 persen dari sistem air bersih, sistem irigasi, angkutan dan jembatan mengalami kerusakan di semua kabupaten. Indeks tingkat propinsi untuk enam dari sembilan 13 Survei ini diadakan enam bulan sebelum banjir bandang melanda tujuh kabupaten di Aceh pada Desember 2006 (Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tengah). Karena itu, status kerusakan prasarana di kabupaten-kabupaten itu kemungkinan besar bahkan lebih buruk lagi dari apa yang dilaporkan di sini. 28 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA kategori prasarana ini (yakni angkutan, jembatan, sistem air bersih dan sanitasi, listrik, sistem irigasi, dan fasilitas desa) adalah 7, yang berarti bahwa lebih dari 70 persen dari prasarana dalam kategori ini dalam keadaan rusak. Hanya indeks perumahan, lahan produktif, dan kegiatan ekonomi yang agak lebih rendah (di bawah 70 persen). Air dan sanitasi Listrik Irigasi Fasilitas desa Fasilitas ekonomi Perumahan Lahan Produktif Rata-rata Aceh Barat Jembatan Kabupaten Transportasi Tabel 4.1 Indeks kerusakan untuk semua penyebab kerusakan menurut kategori prasarana dan menurut kabupaten 7 7 8 9 7 6 7 5 6 7,40 Aceh Barat Daya 6 6 7 6 7 6 4 4 4 5,97 Aceh Besar 7 6 6 7 7 6 5 4 3 6,04 Aceh Jaya 9 8 8 9 9 9 9 8 8 8,88 Pidie 7 6 6 4 7 7 4 5 5 6,24 Nagan Raya 8 7 6 8 8 8 4 6 8 7,50 Lhokseumawe 6 5 6 10 9 7 4 5 7 6,96 Aceh Utara 7 6 7 8 7 7 6 6 4 6,74 Aceh Selatan 8 7 7 9 8 7 6 4 8 7,55 Aceh Tenggara 8 9 8 7 8 7 6 4 3 7,09 Aceh Timur 7 7 7 6 8 8 6 5 5 7,31 Gayo Lues 8 8 6 6 8 9 6 7 7 7,73 Aceh Tamiang 5 6 6 4 7 6 4 3 2 5,52 Aceh Tengah 6 7 7 3 7 7 5 3 5 6,12 Bener Meriah 7 8 7 9 6 8 9 5 6 7,73 Bireuen 7 7 7 8 8 8 6 6 6 7,32 Aceh Singkil 6 7 8 3 8 7 6 5 7 6,77 Simeulue 7 7 7 6 8 8 7 8 7 7,66 Propinsi 7 7 7 7 7 7 6 5 5 6,82 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 29 BAB 4: STATUS PRASARANA Contoh peta desa yang dibuat oleh Tim Pelaksana Kegiatan di Ds. Jangka Ule, Kecamatan Jangka, Kab. Bireuen 30 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA Kotak 4.1 Penjelasan tentang pelaporan kerusakan Penjelasan tentang tingkat kerusakan Setiap prasarana dicatat tingkat kerusakannya, dengan catatan bahwa beberapa prasarana dapat dipecah ke dalam beberapa bagian dengan tingkat kerusakan yang berbeda. Misalnya, jalan sepanjang 500 meter dapat terdiri dari ruas tidak rusak sepanjang 100 meter, ruas agak rusak sepanjang 100 meter, dan ruas rusak berat sepanjang 300 meter. Bila sebuah volume dicatat sebagai satu unit, maka volume itu hanya dapat muncul dalam satu kategori. Tidak rusak Rusak ringan Rusak berat Perlu diganti Terbengkalai Masih bekerja sepenuhnya atau sudah diperbaiki Rusak, tetapi masih dapat digunakan sambil menunggu perbaikan Rusak berat sehingga tidak dapat atau hampir tidak dapat digunakan, tetapi dapat diperbaiki Rusak berat tidak dapat diperbaiki, karena itu harus diganti Tidak dapat digunakan, barangkali karena ditelantarkan sebelum selesai. Penelantaran mungkin dikarenakan alasan keamanan atau ketakutan. Keterangan tentang penyebab kerusakan Survei ini melihat tiga penyebab kerusakan, dan fasilitator desa dan tim pelaksanan teknis diminta memilih satu penyebab untuk setiap bagian atau porsi prasarana yang diamati. Sering terjadi bahwa sebuah prasarana rusak akibat berbagai penyebab, tetapi fasilitator hanya merekam penyebab yang dominan. Misalnya, sebuah prasarana agak rusak karena kurang pemeliharaan, dan kemudian ditutup karena konflik. Kemudian tsunami menghantamnya. Dalam hal ini, konflik seharusnya yang dipilih sebagai penyebab utama. Ketiga penyebab kerusakan itu sebagai berikut: Konflik Bencana Alam Kurang pemeliharaan Pertempuran antara GAM dan TNI sering melumpuhkan sebuah wilayah dan kedua belah pihak sering menekan warga masyarakat setempat. Banyak prasarana dirusak untuk memutuskan hubungan dengan daerah-daerah terpencil yang dijadikan basis oleh GAM. Sarana-sarana yang lain dirusak untuk menghambat musuh. Tsunami 2004 membawa dampak pada 13 dari 17 kabupaten di Aceh, dan juga pada keempat kotamadya (Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, dan Langsa). Di samping tsunami dan gempa yang mendahuluinya, gempa susulan dan bencana alam lainnya juga terjadi di Aceh, termasuk banjir di Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara. Prasarana membutuhkan pemeliharaan, tetapi kegiatan-kegiatan pemeliharran sulit dijamin karena kendala sumberdaya dan keuangan. Keadaan beberapa prasarana menjadi buruk akibat penggunaan berlebih dan kurangnya pemeliharaan. Penjelasan tentang status saat ini Untuk tujuan survei ini, prasarana rusak dapat dalam keadaan salah satu dari tiga keadaan ini pada waktu survei dilakukan: Belum diperbaiki Sedang diperbaiki Sudah diperbaiki Sampai saat survei, tidak tampak ada upaya memperbaiki prasarana yang rusak. Atau, barangkali baru sebagian kecil saja yang selesai diperbaiki tetapi sasaran perbaikan yang dilaporkan tidak tercapai. Pada saat survei, sasaran perbaikan yang dilaporkan sedang dikerjakan tetapi belum selesai. Pada saat survei, kerusakan sudah diperbaiki atau prasarana diganti. Prasarana ini tidak termasuk prasarana rusak karena pada waktu survei dilaksanakan tidak lagi dalam keadaan rusak. Banyak prasarana yang mengalami kerusakan lebih dari 80 persen. Tabel 4.2 menunjukkan beberapa jenis prasarana yang mengalami lebih dari 75 persen kerusakan. Tabel ini membedakan antara jenis-jenis prasarana yang dapat ditemui di banyak desa yang melapor (lebih dari 20 persen dari desa yang melapor memiliki jenisjenis prasarana ini) dan jenis-jenis prasarana yang ditemukan hanya di kurang dari 20 persen dari desa yang melapor.14 Prasarana dengan tingkat kerusakan tinggi mencakup jembatan kayu, selokan, MCK dan berbagai jenis jalan desa, terutama jalan dusun, jalan setempat, dan jalan kebun. Jalan kabupaten dan jalan poros desa lebih tahan terhadap kerusakan meskipun jalan-jalan ini juga cukup rusak (60-70 persen rusak). Tabel 4.2 mencakup kerusakan akibat konflik, bencana alam, dan kurang pemeliharaan. 14 Pembedaan ini penting agar diperoleh ukuran yang cermat mengenai besarnya tingkat kerusakan. Beberapa jenis prasarana mungkin menderita persentase kerusakan yang tinggi, tetapi karena tidak banyak terdapat di desa, jumlah absolutnya relatif kecil. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 31 BAB 4: STATUS PRASARANA Tabel 4.2 Jenis prasarana dengan persentase kerusakan tinggi Jenis prasarana yang ditemukan di > 20 persen desa Jenis prasarana Jenis prasarana yang ditemukan di < 20 persen desa Persentase kerusakan Jenis prasarana Persentase kerusakan Jembatan kayu 88,2 Generator 98,9 Saluran drainase 82,7 Tambatan perahu 95,2 MCK 81,5 Jembatan gantung 87,3 Jalan poros dusun (tanah) 81,3 Jalan lingkungan (tanah) 82,9 Jalan poros desa (tanah) 80,7 Jalan kebun (tanah) 82,8 Balai desa 79,9 Tempat pelelangan ikan 81,8 Polindes 78,7 Jalan lingkungan (diperkeras) 78,5 Kantor desa 78,2 Posyandu 77,3 Saluran irigasi 77,9 Tambak ikan atau udang 75,7 Tembok penahan tanah 76,6 Bangunan irigasi 75,6 Source: Survei Desa Aceh, 2006. Apa yang menjadi penyebab kerusakan? Rata-rata, konflik menimbulkan 19,5 persen kerusakan, bencana alam 38,6 persen kerusakan, dan kurang pemeliharaan 41,9 persen kerusakan, rasio sekitar 1:2:2. Survei merekam kerusak prasarana oleh tiga penyebab yang mungkin: konflik, bencana alam, dan kurang pemeliharaan. Lampiran 3.2 menunjukkan, rata-rata konflik merusak antara 1130 persen prasarana, sedangkan bencana alam dan kurang pemeliharaan merusak antara 30-50 persen.15 Tingginya persentase kerusakan akibat bencana alam mempertegas parahnya tingkat bencana yang melanda Aceh pada saat terjadi gempa dan tsunami. Tingkat kerusakan yang tinggi akibat kurang pemeliharaan sesuai dengan temuan-temuan dalam laporan APEA bahwa investasi pemerintah dan swasta dalam prasarana di Aceh sudah rendah sebelum terjadi tsunami.16 Jalan rusak di Kec. Longkip, Kab. Aceh Singkil Kotak 4.2: Indeks kerusakan tingkat kabupaten Metode yang digunakan untuk menghitung indeks sederhana saja. Rata-rata kerusakan dari semua jenis prasarana dihitung untuk kategori utama prasarana (angkutan, jembatan, air bersih dan sanitasi, listrik, irigasi, sarana masyarakat, fasilitas ekonomi, perumbahan, dan lahan), ditimbang dengan persentase desa-desa yang melaporkan memiliki setiap jenis prasarana dalam sebuah kategori. Persentase kerusakan dikonversi menjadi indeks dengan cara mengambil nilai integer yang ditemukan dengan membagi persentase itu dengan 10. Indeks tertinggi yang dimungkinkan adalah 10, yang tercapai bila 100 persen dari prasarana rusak; sedangkan indeks terendah yang dimungkinkan adalah 0 (yi. di bawah 10 persen dari prasarana yang rusak). Indeks keseluruhan untuk kabupaten dihitung dengan mengkonversi rata-rata persentase tidak tertimbang dari ke sembilan kategori menjadi sebuah indeks. Indeks untuk seluruh propinsi dihitung dari data ringkas propinsi, bukan dari rata-rata indeks kabupaten. 15 Persentase kerusakan menurut penyebab untuk Lampiran 3.2 dihitung dari volume total prasarana, tidak hanya bagian yang rusak. Ini dilakukan agar diperoleh ukuran yang lebih cermat untuk besarnya tingkat kerusakan bagi setiap jenis prasarana. 16 World Bank (2006a), hal. 82. 32 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA Persentase kerusakan akibat konflik dan bencana alam terkait erat dengan indeks intensitas konflik dan indeks dampak tsunami. Ketika menghitung korelasi persentase kerusakan akibat konflik dengan indeks intensitas konflik, hasilnya menunjukkan bahwa persentase kerusakan berkolerasi positif dengan intensitas konflik: semakin tinggi intensitas konflik di sebuah wilayah, semakin tinggi persentase kerusakan prasarana akibat konflik. Hal yang sama ditemukan ketika menghitung korelasi persentase kerusakan akibat bencana alam dengan indeks dampak tsunami. Korelasi ditemukan lebih besar untuk kerusakan akibat bencana alam.17 Ini tidak mengherankan karena lebih banyak prasarana yang dilaporkan rusak akibat bencana alam daripada akibat konflik. Gambar 4.1 Tingkat rata-rata kerusakan prasarana menurut penyebab kerusakan 100% 80% 60% 40% 20% 0% Konflik Rusak Ringan Rusak Berat Perlu Diganti 24,1% 37,1% 21,1% Bencana Alam 24,9% 38,6% 20,5% Kurang Pemeliharaan 36,3% 29,2% 12,4% Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Tingkat kerusakan akibat kurang pemeliharaan lebih rendah daripada tingkat kerusakan akibat konflik atau bencana alam. Perbandingan tingkat rata-rata kerusakan untuk masing-masing dari ketiga penyebab utama ini menunjukkan bahwa konflik dan bencana alam memiliki tingkat kerusakan yang rata-rata sama (Gambar 4.1). Namun, kerusakan akibat kurang pemeliharaan umumnya 15 persen lebih rendah. Angka-angka ini dihitung dengan mengambil rata-rata kerusakan dari 20.000 kasus di lima kabupaten di mana kerusakan disebabkan oleh hanya salah satu dari ketiga penyebab ini.18 Prasarana jenis apa yang paling parah kerusakannya akibat konflik, bencana alam atau kurang pemeliharaan? Prasarana ekonomi mengalami kerusakan paling parah akibat konflik. Tabel 4.3 di bawah menunjukkan lima jenis prasarana dengan tingkat kerusakan tertinggi akibat konflik. Aset ekonomi seperti tambak ikan/udang dan lahan pertanian termasuk prasarana dengan tingkat kerusakan paling tinggi akibat konflik (26,6 dan 23 persen). Tabel 4.4 menunjukkan jenis-jenis prasarana dengan tingkat kerusakan terendah akibat konflik. Jenis-jenis ini umumnya dari kategori air dan sanitasi. Kerusakan dapat diakibatkan oleh GAM atau TNI, akibat pertempuran atau ditinggalkan. Walaupun kerusakan gedung sekolah di Aceh sering dikaitkan dengan konflik, lebih banyak gedung sekolah dilaporkan rusak akibat bencana alam dan kurang pemeliharaan dibandingkan dengan akibat konflik. Dari sekitar 2.000 desa yang menjawab, hanya 12-18 persen yang melaporkan kerusakan gedung sekolah akibat konflik.19 Sekitar 20-24 persen dari gedung sekolah rusak akibat bencana alam, sedangkan 25-30 persen dilaporkan rusak akibat kurang pemeliharaan. 17 Korelasi kerusakan akibat konflik dengan indeks intensitas konflik adalah 0,47, sedangkan korelasi kerusakan akibat bencana alam dengan indeks dampak adalah 0.56. Kedua analisis korelasi ini dilakukan di tingkat kecamatan dan signifikan pada tingkat 0,01. Juga di sini, persentase kerusakan menurut penyebab dihitung sebagai bagian dari total volume prasarana. 18 Hanya penyebab kerusakan karena konflik = 9.687 kasus; hanya bencana alam = 21.270 kasus; hanya kurang pemeliharaan = 25.531 kasus. 19 Ada empat jenis sekolah yang dicacah dalam survei ini: dasar, menengah, atas, dan pra-sekolah. Dari semua ini, sekolah dasar menurut laporan menunjukkan persentase kerusakan tertinggi akibat konflik (18,1persen), sedangkan sekolah menengah menunjukkan persentase terendah (12,7persen). SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 33 BAB 4: STATUS PRASARANA Tabel 4.3 Jenis prasarana dengan proporsi tertinggi kerusakan akibat konfllik Jenis prasarana Proporsi kerusakan akibat konflik (persen) Tambak ikan atau udang 26,6 Generator 23,5 Lahan pertanian lain atau kebun 23,3 Jaringan listrik 21,7 Polindes 21,6 Tambatan perahu 21,0 Jalan kebun (tanah) 20,5 Jalan kebun (diperkeras) 20,4 Jembatan gelagar besi 20,1 Posyandu 20,1 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Tabel 4.4 Jenis prasarana dengan proporsi terendah kerusakan akibat konflik Jenis prasarana Proporsi kerusakan akibat konflik (persen) Air dan sanitasi 0,8 – 9,1 Gardu listrik 7,4 Tembok penahan tanah 7,5 Bangunan irigasi 8,9 Saluran drainase 9,0 Jembatan beton 9,6 Sawah 9,7 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Tembok penahan, bendungan kecil dan jembatan kayu mengalami kerusakan paling parah akibat bencana alam. Tabel 4.5 menunjukkan jenis-jenis prasarana dengan tingkat kerusakan tertinggi akibat bencana alam. Dari jenis-jenis prasarana yang rusak berat ini banyak yang berasal dari kategori transportasi, air dan sanitasi, dan jembatan. Sedikit sekali jenis-jenis prasarana yang kebal terhadap kerusakan akibat bencana alam. Tabel 4.6 menunjukkan, sebagian besar kategori prasarana mengalami kerusakan di atas 20 persen akibat bencana alam. Beberapa prasarana seperti pelindung mata air dan turbin, tidak mengalami kerusakan yang terlalu besar akibat bencana alam. Tabel 4.5 Jenis prasarana dengan persentase tertinggi kerusakan akibat bencana alam Jenis prasarana Tembok penahan tanah Proporsi kerusakan akibat bencana alam (persen) 46,4 Bendungan kecil 44,9 Jembatan gelagar kayu 44,0 Tambatan perahu 39,2 Jembatan gantung 38,4 Tempat pelelangan ikan 38,2 Jaringan listrik 35,7 Sumur gali 34,3 Saluran drainase 34,2 Bangunan irigasi 34,2 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. 34 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA Tabel 4.6 Proporsi kerusakan prasarana akibat bencana menurut kategori prasarana Kategori Persentase kerusakan Transportasi > 25 Jembatan > 30 Air dan sanitasi > 25 Irigasi > 30 Listrik > 24 Fasilitas desa > 18 Fasilitas ekonomi > 15 Pemukiman >18 Lahan produktif > 18 Jenis prasarana dengan persentase terendah kerusakan untuk setiap kategori Pelindung mata air (4,5 persen) Turbin (14,3 persen) Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Generator, MCK dan TK/TPA adalah jenis-jenis prasarana dengan persentase tertinggi kerusakan akibat kurang pemeliharaan. Tabel 4.7 menunjukkan prasarana dengan tingkat kerusakan tertinggi akibat kurang pemeliharaan. Kurang pemeliharaan mungkin terjadi akibat penggunaan berlebihan, mutu rendah atau kurangnya pengetahuan mengenai cara menggunakan prasarana secara benar. Sebaliknya, Tabel 4.8 menunjukkan jenis-jenis prasarana dengan tingkat kerusakan terendah akibat kurang pemeliharaan. Dari ini, turbin, gardu listrik, dan jembatan beton paling sedikit mengalami kerusakan akibat kurang pemeliharaan. Tabel 4.7 Jenis prasarana dengan persentase tertinggi kerusakan akibat kurang pemeliharaan Jenis prasarana Proporsi kerusakan akibat kurang pemeliharaan (persen) Generator 48,6 MCK 45,1 TK/TPA 40,7 Sumur pompa tangan 39,6 Saluran drainase 39,6 Balai desa 38,9 Polindes 38,7 Jalan lingkungan (tanah) 38,6 Hidran umum 37,9 Saluran irigasi 37,5 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Tabel 4.8 Jenis prasarana dengan persentase terendah kerusakan akibat kurang pemeliharaan Jenis prasarana Proporsi kerusakan akibat kurang pemeliharaan (persen) Turbin 14,3 Sambungan ke gardu listrik (PLN) 16,2 Jembatan beton 16,2 Tambak ikan atau udang 16,5 Rumah semi-permanen 16,6 Pelindung mata air 16,7 Jaringan listrik 18,0 Rumah permanen 18,5 Toko atau warung 19,5 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 35 BAB 4: STATUS PRASARANA Kabupaten mana yang lebih terkena dampak konflik atau bencana alam? Aceh Timur, Bener Meriah, dan Nagan Raya menunjukkan tingkat tertinggi kerusakan akibat konflik, sedangkan Aceh Jaya, Simeulue dan Bireuen menunjukkan tingkat tertinggi kerusakan akibat bencana alam. Sebagian besar kabupaten di Aceh melaporkan kerusakan cukup besar, tetapi penyebab kerusakan berbeda-beda. Menggunakan metodologi indeks bencana yang sama yang disebutkan dalam Kotak 4.2, juga disusun indeks untuk kerusakan akibat konflik dan bencana alam. Tabel 4.9 menunjukkan indeks konflik dan kerusakan menurut kabupaten (indeks rinci menurut kategori prasarana dan kabupaten diberikan dalam Lampiran 3.3). Tabel ini menunjukkan bahwa indeks konflik jauh lebih tinggi di Aceh Timur, Bener Meriah, dan Nagan Raya, diikuti oleh lima kabupaten yang lain, dengan nilai 1,5 atau lebih: Aceh Jaya, Pidie, Aceh Utara, Aceh Selatan, dan Gayo Lues. Nilai untuk kabupaten-kabupaten yang lain di bawah 1,5. Sebaliknya, nilai indeks bencana jauh lebih tinggi. Lima belas kabupaten indeksnya di atas 1,5, sedangkan 11 lagi indeksnya di atas 2,5. Indeks Aceh Jaya adalah yang tertinggi, yakni sebesar 5,46; atau lebih dari 50 persen kerusakan prasarana akibat bencana, diikuti Simeulue dan Bireuen (4,93 dan 3,74). Kabupaten-kabupaten di daerah pedalaman indeksnya lebih rendah, dan demikian pula kabupaten-kabupaten di pesisir utara yang jauh jaraknya dari Banda Aceh, seperti Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Tabel 4.9 Indeks kerusakan akibat konflik dan bencana alam menurut kabupaten Kabupaten Indeks konflik Kabupaten Indeks bencana alam Aceh Timur 3,63 Aceh Jaya 5,46 Bener Meriah 3,34 Simeulue 4,93 Nagan Raya 2,11 Bireuen 3,74 Aceh Jaya 1,75 Aceh Barat 3,38 Pidie 1,65 Aceh Besar 3,17 Aceh Utara 1,64 Aceh Singkil 3,15 Aceh Selatan 1,56 Aceh Selatan 3,00 Gayo Lues 1,50 Aceh Barat Daya 2,79 Aceh Barat 1,49 Gayo Lues 2,75 Lhokseumawe 1,35 Aceh Tenggara 2,67 Bireuen 1,04 Pidie 2,65 Aceh Tenggara 0,87 Aceh Utara 2,35 Aceh Singkil 0,80 Nagan Raya 2,01 Aceh Besar 0,74 Aceh Tengah 1,85 Aceh Tamiang 0,69 Aceh Tamiang 1,76 Aceh Barat Daya 0,56 Aceh Timur 1,47 Aceh Tengah 0,46 Lhokseumawe 1,11 Simeulue 0,22 Bener Meriah 0,81 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei Sebagian besar kabupaten memasukkan jembatan dan lahan produktif ke dalam daftar kategori prasarana yang rusak parah akibat konflik dan bencana alam. Tabel 4.10 menunjukkan bahwa jembatan dan lahan produktif adalah dua jenis prasarana yang paling rusak di sebagian besar kabupaten, baik akibat konflik ataupun bencana alam. Delapan dari 18 kabupaten menunjukkan bahwa jembatan adalah jenis prasarana yang paling parah rusaknya, sedangkan lima kabupaten menunjukkan bahwa lahan produktiflah jenis prasarana yang mengalami kerusakan paling parah. Prasarana lain mencakup sistem irigasi (tiga kabupaten), perumahan dan listrik (masing-masing satu kabupaten). 36 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA Tabel 4.10 Persentase prasarana yang rusak akibat konflik dan bencana alam menurut kategori prasarana dan menurut kabupaten Fasilitas ekonomi Perumahan Lahan produktif 34,19 24,24 32,39 52,56 Lahan Jembatan 32,60 26,09 30,40 35,58 Jembatan Listrik 75,64 74,14 Listrik Perumahan 32,53 64,04 Lahan Jembatan 45,95 25,15 Irigasi Perumahan 13,02 14,55 25,38 Irigasi Jembatan 12,95 12,42 33,74 Jembatan Lahan 19,44 24,58 23,12 Irigasi Jembatan 53,94 43,78 44,15 Jembatan Jalan 51,95 64,58 35,81 32,69 41,67 Aceh Barat Daya 30,05 47,19 22,33 15,67 43,42 Aceh Besar 43,41 56,49 28,84 56,37 42,11 Aceh Jaya 65,26 74,41 68,94 91,89 65,58 65,34 67,40 Aceh Selatan 50,79 53,48 41,71 39,02 49,04 42,84 36,71 Aceh Singkil 36,17 44,74 41,30 21,05 57,23 44,58 38,99 Aceh Tamiang 25,65 35,82 31,08 15,86 38,21 20,28 Aceh Tengah 26,79 47,04 22,35 15,17 20,66 16,72 Aceh Tenggara 44,11 52,92 38,69 24,27 62,03 29,18 Aceh Timur 58,70 65,10 31,09 53,28 57,17 51,23 Paling rusak Fasilitas desa Ekonomi Irigasi Jembatan Listrik 43,16 Air dan sanitasi 54,24 Jembatan 63,81 Transportasi 50,62 Aceh Barat Kabupaten Kedua paling rusak Kategori prasarana Aceh Utara 41,52 49,19 38,11 18,29 40,52 38,96 44,44 40,56 47,89 Jembatan Lahan Bener Meriah 36,05 50,64 29,58 47,46 44,53 42,53 41,97 25,38 54,80 Lahan Jembatan Bireuen 51,17 66,88 56,15 34,90 52,83 50,53 40,98 45,67 31,61 Jembatan Air Gayo Lues 21,48 51,48 1,91 46,44 59,38 35,58 45,18 60,22 61,00 Lahan Perumahan Lhokseumawe 22,90 27,20 10,00 9,38 28,88 30,57 15,46 26,86 50,64 Lahan F. Desa Nagan Raya 42,77 62,00 31,43 40,55 43,61 41,04 22,62 41,83 44,33 Jembatan Lahan Pidie 40,75 51,88 36,62 18,03 47,80 30,92 27,61 28,17 50,74 Jembatan Lahan Simeulue 55,89 63,11 37,99 28,17 22,22 73,86 57,77 80,99 43,50 Perumahan F. Desa Note: Lebih dari separuh prasarana rusak 25 persen – 50 persen prasarana rusak Kurang dari 25 persen prasarana rusak Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. Bagaimana tingkat perbaikan prasarana yang rusak? Secara keseluruhan, sekitar 11 persen dari prasarana yang rusak sudah diperbaiki atau saat ini sedang diperbaiki. Kecepatan melakukan perbaikan berkorelasi tinggi dengan penyebab kerusakan. Kabupatenkabupaten dengan tingkat kerusakan tinggi akibat bencana, seperti Simeulue (19,6 persen kerusakan sedang diperbaiki atau sudah diperbaiki), Aceh Besar, Bireuen dan Aceh Jaya (lebih dari 10 persen) lebih cepat melakukan perbaikan, sedangkan kabupaten-kabupaten dengan tingkat kerusakan yang rendah akibat bencana jauh lebih lambat. Kabupaten yang paling lambat adalah Bener Meriah, yang baru melakukan perbaikan sebesar 4,3 persen (Tabel 4.11). Ini mungkin dikarenakan lebih menyeluruh dan terarahnya program-program rekonstruksi untuk kerusakan akibat tsunami yang dijalankan pemerintah dan para pelaku pembangunan di wilayah-wilayah ini. Perbandingan juga diadakan antara tingkat perbaikan di wilayah dampak konflik dan wilayah dampak bencana alam. Karena untuk perbandingan ini tidak dapat digunakan seluruh data, maka disiapkan sub-set data khusus yang berisi wilayah-wilayah yang hanya kena dampak konflik atau hanya kena dampak bencana alam. Sekitar 30.000 dari 80.000 kasus yang ada memenuhi kriteria ini; sekitar 70 persen dari wilayah bencana alam. Hasilnya dapat dilihat dalam tabel “Persentase Kadar Kerusakan dan Status Perbaikan Kerusakan Prasarana Akibat Konflik dan Bencana Alam” dalam Lampiran 3.4. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 37 BAB 4: STATUS PRASARANA Tabel 4.11 Persentase prasarana rusak yang diganti atau diperbaiki menurut kabupaten Kabupaten Simeulue Aceh Besar Bireuen Nagan Raya Aceh Jaya Aceh Tengah Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Timur Pidie Aceh Utara Aceh Tenggara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Aceh Singkil Lhokseumawe Bener Meriah Persentase prasarana yang diperbaiki atau diganti 19,6 13,2 12,7 12,2 10,9 10,9 10,6 10,2 10,1 9,8 9,5 7,8 7,5 7,5 7,2 6,4 5,6 4,3 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. Prasarana yang rusak akibat bencana alam rata-rata diperbaiki sekitar 50 persen lebih cepat daripada prasarana yang rusak akibat konflik. Rata-rata, hanya 6,5 persen dari prasarana yang rusak akibat konflik yang sudah diperbaiki atau sedang diperbaiki, dibandingkan dengan 10,2 persen untuk prasarana yang rusak akibat bencana alam (Tabel 4.12). Lampiran 3.4 juga menunjukkan bahwa prasarana yang rusak akibat konflik tiga kali lipat lebih mungkin ditelantarkan daripada prasarana yang rusak akibat bencana alam (7,4 persen vs 2,4 persen). Ini mungkin karena lebih besar upaya yang diberikan kepada rekonstruksi kerusakan pasca tsunami. Juga ada perbedaan dalam jenis-jenis prasarana yang paling mungkin diperbaiki di antara wilayah-wilayah yang kena dampak konflik dan bencana alam. Lahan produktif dan sistem irigasi agak lebih cepat diperbaiki bila rusak akibat konflik, sedangkan perumahan dan listrik lebih besar kemungkinannya diperbaiki bila rusak akibat bencana alam (masing-masing 7,6 persen vs 19,0 persen dan 4,2 persen vs 13,1 persen). Tabel 4.12 Tingkat perbaikan rata-rata prasarana yang rusak akibat konflik dan bencana alam menurut kategori Persentase sedang diperbaiki Konflik Bencana 4,1 7,2 6,4 9,5 7,0 10,1 4,2 13,1 2,6 2,2 9,6 12,2 5,0 10,3 7,6 19,0 14,9 12,6 6,8 10,7 Kategori Transportasi Jembatan Air dan Sanitasi Listrik Irigasi Fasilitas desa Fasilitas ekonomi Pemukiman Lahan Produktif Rata-rata Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. 38 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA Menurut jenis prasarana, Puskesmas Pembantu menempati tempat teratas dalam daftar prasarana yang paling cepat diganti atau diperbaiki. Penting untuk ditentukan prasarana jenis apa yang telah diperbaiki atau dibangun kembali paling cepat oleh warga masyarakat, organisasi, dan pemerintah. Tabel 4.13 menunjukkan persentase prasarana yang telah diperbaiki atau sedang diperbaiki pada saat survei, dengan sekitar 25 persen dari Puskesmas Pembantu sudah diganti atau sedang diperbaiki. Prasarana yang telah diperbaiki tidak lagi dianggap prasarana yang rusak. Dari Tabel 4.13 juga dapat dilihat bahwa perbaikan beberapa jenis prasarana sudah lebih maju daripada prasarana yang lain. Perbaikan yang paling maju mencakup perbaikan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku pembangunan yang lain atau dengan upaya khusus, seperti sarana kesehatan, jalan kabupaten, dan jembatan yang lebih rumit. Ini juga mencakup jenis-jenis prasarana yang diprioritaskan warga masyarakat dan yang dapat diperbaiki sendiri oleh warga masyarakat, seperti rumah ibadah, gedung sekolah, dan lahan kebun. Tabel 4.13 Jenis prasarana dengan tingkat tertinggi penggantian atau perbaikan Jenis prasarana Persentase prasarana diganti atau sedang diperbaiki Puskesmas pembantu 25,0 Generator 23,8 Rumah ibadah Sekolah 22,0 16,1-20,6 Lahan lain/kebun 18,8 Hidran umum 18,3 Sawah 18,0 Tambak ikan atau udang 17,0 Balai desa 16,6 Jalan kabupaten 16,6 Perumahan 10,8 – 18,6 Jembatan beton 14,6 Jembatan gelagar besi 12,4 Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Kisaran menunjukkan adanya beberapa jenis sekolah dan perumahan. Berapa perkiraan biaya untuk memperbaiki/mengganti prasarana? Perkiraan biaya total untuk memperbaiki atau mengganti prasarana yang rusak mencapai hampir Rp 12 trilyun, atau US$1,3 milyar. Ini tidak mencakup kerusakan prasarana akibat kurang pemeliharaan. Hampir setengah dari jumlah ini adalah untuk memperbaiki atau mengganti rumah. Jumlah biaya terbesar berikutnya ialah biaya memperbaiki lahan produktif, diikuti biaya memperbaiki atau mengganti jalan. Data biaya tidak dikumpulkan pada waktu survei, karena akan membuat rumit kegiatan pengumpulan data dan juga karena keterbatasan waktu. Namun, perkiraan biaya disusun berdasarkan biaya umum untuk membangun prasarana PPK belakangan ini.20 Biaya total yang dihitung untuk setiap jenis prasarana dikurangi dengan jumlah biaya yang setara dengan persentase prasarana yang rusak akibat kurang pemeliharaan. Hasil perhitungan ini diakui memang agak kasar, tetapi dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan per jenis prasarana dan kebutuhan keseluruhan (kalkulasi rinci dapat dilihat dalam Lampiran 3.5). 20 Konsultasi dan rapat teknis diadakan beberapa kali dengan Fasilitator Teknik PPK (KM Teknik) untuk menentukan biaya satuan yang paling masuk akal untuk biaya pembangunan prasarana umumnya di Aceh. Untuk prasarana jenis-jenis tertentu seperti perumahan, biaya satuan mengikuti rekomendasi dari hasil evaluasi yang dilakukan BRR. Biaya satuan ini juga digunakan dalam Aceh Flood Damage Assessment yang dilakukan World Bank baru-baru ini setelah banjir pada Desember 2006. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 39 BAB 4: STATUS PRASARANA Aceh Utara, Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Aceh Besar membutuhkan porsi biaya yang paling tinggi dari biaya total untuk memperbaiki atau mengganti prasarana. Menggunakan satuan biaya yang sama dan metode kalkulasi di atas, perkiraan biaya total untuk memperbaiki prasarana dihitung untuk setiap kabupaten, untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kerusakan prasarana menurut kabupaten. Hasil dalam Gambar 4.2 menunjukkan bahwa Aceh Utara, Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Aceh Besar paling tinggi kebutuhan biayanya, yang menunjukkan bahwa kabupaten-kabupaten ini menderita kerusakan yang paling parah dan membutuhkan rekonstruksi atau penggantian. Gambar 4.2 Proporsi biaya yang diperlukan untuk memperbaiki/mengganti prasarana menurut kabupaten Aceh Singkil 4% Aceh Barat 4% Aceh Jaya 5% Aceh Selatan5% Simeulue 4% Aceh Tamiang 3% Aceh Besar10% Aceh Tengah3% Bener Meriah3% Nagan Raya 2% Aceh Tenggara 2% Aceh Barat Daya 1% Aceh Timur 11% Gayo Lues1% Lhokseumawe1% Aceh Utara 15% Bireuen 12% Pidie 13% Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan diikutkan dalam survei ini. KESIMPULAN dan REKOMENDASI Beberapa kesimpulan dapat ditarik berdasarkan hasil-hasil evaluasi prasarana. • Upaya menyeluruh masih diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah prasarana di Aceh. • • 40 Hanya sedikit wilayah yang luput dari konflik dan bencana alam. Beberapa wilayah yang tidak kena dampak tsunami kemudian dilanda banjir bandang yang besar. Beberapa wilayah yang tidak kena dampak konflik, seperti Simeulue, kemudian rusak parah akibat tsunami. Beberapa wilayah konflik, seperti Aceh Timur, hanya sedikit saja kena dampak bencana alam. Beberapa wilayah sangat menderita akibat kedua bencana itu, seperti Aceh Jaya, yang menderita kerusakan terparah dari sisi bencana alam dan keempat terparah dari sisi konflik. Hampir semua jenis prasarana mengalami kerusakan, dengan lebih dari 50 persen prasarana dari semua kategori mengalami kerusakan. Meski perhatian perlu dicurahkan kepada jembatan, irigasi, dan jalan, namun sebenarnya semua kategori prasarana mengalami kerusakan yang parah. Perlu ditegaskan kembali bahwa diperlukan rencana rekonstruksi yang menyeluruh untuk memperbaiki atau membangun kembali prasarana yang rusak baik di wilayah konflik maupun tsunami. Meskipun perbaikan telah dilakukan pada saat survei ini berlangsung pada bulan Agustus dan September 2006, hanya 11 persen dari prasarana yang rusak yang telah diperbaiki. Perbaikan umumnya merupakan tanggung jawab dari dinas-dinas pemerintah atau warga desa sendiri, tetapi biasanya tidak mencakup kategori-kategori prasarana yang lazimnya dibiayai dari dana bantuan, seperti jalan desa, jembatan, dan sistem irigasi. Perbaikan pasar, toko, gudang, kincir padi, dsb., oleh sektor swasta juga berjalan lambat. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 4: STATUS PRASARANA • Rencana perbaikan dan rekonstruksi perlu difokuskan pada wilayah-wilayah yang kena dampak tsunami maupun konflik. Secara keseluruhan, sekitar 40 persen dari kerusakan disebabkan oleh bencana alam, 40 persen karena kurang pemeliharaan, dan 20 persen oleh konflik. Prasarana yang rusak akibat bencana alam rata-rata diperbaiki sekitar 50 persen lebih cepat daripada prasarana yang rusak akibat konflik. Karena prasarana rusak berat akibat bencana alam maupun konflik, perlu upaya yang lebih besar untuk memastikan bahwa kerusakan akibat konflik juga mendapat perhatian yang semestinya. Pada umumnya, data dan hasil analisis ini sebaiknya digunakan sebagai pedoman oleh perencana dalam merancang program-program untuk membantu masyarakat memulihkan diri setelah mengalami dua bencana berupa konflik dan bencana alam itu. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 41 42 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5 Keadaan Sosial 05 BAB 5: KEADAAN SOSIAL 5.1 PENGUNGSI Gabungan konflik dan bencana alam di Aceh tahun-tahun terakhir ini menyebabkan banyak warga desa terpaksa mengungsi. Pengungsi sering tidak saja terpaksa mengungsi tetapi juga mengalami tekanan jiwa karena harus kehilangan atau terpaksa meninggalkan rumah dan lingkungan masyarakat mereka, dan umumnya mereka termasuk kelompok masyarakat yang paling membutuhkan pertolongan dan paling lemah di Aceh. Namun, karena mereka terpencar, sangat sulit menelusuri mereka dalam kaitan dengan pemberian bantuan. Dalam bagian ini dibahas situasi pengungsi di Aceh saat ini seperti tercermin dalam survei ini berikut beberapa temuan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Kotak 5.1 Catatan tentang data Salah satu tantangan yang paling sulit dalam pengumpulan data yang akurat tentang pengungsi ialah definisi pengungsi yang tidak baku. Gambaran umum tentang seorang pengungsi ialah seseorang yang terpaksa keluar dari rumah dan lingkungan masyarakatnya dan sekarang tinggal untuk sementara di tempat penampungan di tempat lain. Namun, bisa saja terjadi orang yang terpaksa keluar dari desanya kemudian kembali ke desa asalnya dan tinggal di situ di tempat penampungan sementara atau bahkan di rumah permanen. Atau ia sudah lama hidup di luar desanya dan telah mendapat rumah, pekerjaan, dan menjalani hidup yang tampaknya normal di sebuah lokasi baru. Tidak mudah, terutama bagi orang luar, untuk menentukan kapan seseorang tidak lagi termasuk pengungsi. Dan kalaupun jelas seseorang adalah pengungsi, sulit membedakan antara pengungsi akibat tsunami dan pengungsi akibat konflik. Banyak warga dari dataran tinggi Aceh tengah yang terpaksa mengungsi akibat konflik ke wilayah pesisir dan kemudian terpaksa mengungsi lagi untuk kedua kalinya akibat tsunami. Untuk mengatasi sebagian dari kesulitan-kesulitan ini, Survei Desa Aceh ini mencantumkan pertanyaan-pertanyaan tentang pengungsi tsunami dan pengungsi konflik dalam tiga kategori pengungsi berikut ini: Pengungsi yang sudah kembali ke desa responden; Pengungsi yang tetap di luar desa responden; dan Pengungsi dari desa lain yang saat ini tinggal di desa responden Survei ini tidak menentukan cara mengidentifikasi pengungsi atau membedakan asal pengungsi satu sama lain. Karena pengungsi melapor kepada kepala desa ketika mereka tiba di sebuah desa, maka kepala desa diasumsikan paling tahu jumlah dan rincian pengungsi di desanya. Karena itu, walaupun semua pertanyaan diajukan kepada ketiga kategori responden (kepala desa, tokoh perempuan, dan pemimpin pemuda), jumlah pengungsi di bagian ini berpijak pada jawaban kepala desa semata-mata, kecuali jika dikatakan lain. Jumlah Total Pengungsi Di wilayah-wilayah yang dicakup survei ini, lebih banyak KK yang terpaksa meninggalkan desa akibat konflik daripada akibat tsunami. Bantuan untuk pengungsi di Aceh terfokus pada korban tsunami, sebagian karena dipercaya bahwa pengungsi tsunami lebih banyak daripada pengungsi konflik. Namun, data dalam Tabel 5.1 menunjukkan bahwa lebih banyak KK yang mengungsi dari desa mereka karena konflik (103.453) daripada karena tsunami (66.893). Selain itu, persentase pengungsi konflik yang kembali lebih kecil (64,6 persen) daripada persentase pengungsi tsunami (85,2 persen). Salah satu penjelasan untuk angka-angka ini ialah banyak keluarga yang terpaksa pindah karena tsunami masih dapat bertahan di desa mereka, karena banyak rumah baru dibangun, atau karena mereka dapat tinggal dengan teman atau saudara mereka, atau karena seluruh isi desa secara fisik pindah bersama-sama ke lokasi baru. Karena itu, KK yang harus pindah tidak terlalu banyak menghadapi kendala sosial untuk kembali. Selain itu, fokus program-program bantuan pada KK yang kena dampak tsunami kemungkinan dapat menjelaskan tingginya tingkat kembali pengungsi tsunami. Sebaliknya, keluarga yang mengungsi karena konflik lebih besar kemungkinannya meninggalkan desa dan struktur pendukung sosial mereka sendiri saja atau dalam kelompok kecil. Ketegangan mungkin tetap ada antara keluarga yang mengungsi dan warga lain di desa, sehingga tetap ada kendala sosial yang besar untuk kembali. Dilihat bersama-sama, angka-angka ini menunjukkan pentingnya menyusun program-program pulang-kampung untuk pengungsi 44 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL karena konflik, yang disertai dengan langkah-langkah untuk membantu pembentukan ikatan sosial.21 Tabel 5.1 Jumlah KK yang meninggalkan desa mereka menurut penyebab Pengungsi Tsunami (KK) Pengungsi Konflik (KK) Total (KK) Belum kembali 9.922 (14,8 persen) 1.791 pengamatan 36.634 (35,4 persen) 4.175 pengamatan 46.556 (27,3 persen) Sudah kembali 56.971 (85,2 persen) 1.513 pengamatan 66.819 (64,6 persen) 5.050 pengamatan 123.790 (72,7 persen) TOTAL 66.893 (100 persen) 103.453 (100 persen) 170.346 (100 persen) Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Berdasarkan laporan kepala desa. Dari Mana Pengungsi Datang dan Di Mana Mereka Sekarang Dari mana pengungsi datang? Di setiap kabupaten, lebih banyak pengungsi konflik yang tetap di pengungsian daripada pengungsi tsunami. Kabupaten yang melaporkan jumlah terbesar pengungsi karena konflik adalah Aceh Utara (6.744) dan Pidie (5.464) (Gambar 5.1). Dari sisi jumlah KK yang terpaksa mengungsi, kabupaten yang paling besar kena dampak konflik adalah Aceh Utara (16.995), Pidie (13.451), dan Aceh Timur (11.963). Juga di sini, angka-angka ini mencerminkan distribusi penduduk secara keseluruhan. Dari sisi penduduk setiap kabupaten, penduduk yang paling banyak terpaksa mengungsi akibat konflik adalah penduduk Aceh Barat (5,6 persen), Bener Meriah (5,4 persen), dan Simeulue (5,1 persen).22 Gambar 5.1 Jumlah pengungsi tsunami dan konflik yang belum kembali menurut kabupaten 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 Aceh Jaya Gayo Lues Aceh Barat Daya 134 85 154 9 872 720 567 161 155 1.666 1.548 245 97 698 342 3.787 3.580 2.693 2.053 1.766 1.728 1.584 1.510 Lhokseu mawe 207 1.006 660 5.464 Nagan Raya 294 1.015 1.960 Aceh Singkil Aceh Selatan 568 1.229 706 6.744 Simeulue Aceh Tenggara Aceh Tamiang Aceh Barat Bener Meriah Aceh Tengah Bireuen 414 Pidie 135 Aceh Utara Pengungsi tsunami (belum kembali) Pengungsi konflik (belum kembali) Aceh Timur - Aceh Besar 1.000 Di desa ini, ada berapa KK yang pergi mengungsi karena tsunami/konflik dan sampai sekarang belum kembali? Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. 21 Seperti dijelaskan dalam Bab 1 dan 2, kerja lapangan untuk survei ini dilakukan pada Agustus-September 2006. Sejak itu, jumlah pengungsi mungkin telah berubah karena relokasi atau pemukiman kembali ke desa-desa penampung. Juga, banjir bandang pada Desember 2006 menyebabkan sejumlah warga di tujuh kabupaten terpaksa mengungsi, dan ini mengakibatkan perubahan pada jumlah pengungsi di wilayah-wilayah itu. 22 Angka-angka ini berdasarkan laporan jumlah pengungsi tingkat kabupaten dan laporan jumlah total penduduk. Namun, kuesioner tidak menentukan apakah perkiraan jumlah total penduduk yang dilaporkan kepala desa harus mencakup pengungsi yang tinggal di desanya atau tidak. Karena itu, perkiraan-perkiraan ini didasarkan pada asumsi bahwa kepala desa tidak memasukkan jumlah pengungsi ke dalam laporannya. Bila perkiraan-perkiraan itu didasarkan pada asumsi bahwa kepala desa memasukkan jumlah pengungsi ke dalam laporannya tentang jumlah total penduduk, persentase jelas akan turun, tetapi sedikit, sedangkan peringkat sama sekali tidak berubah. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 45 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tingkat kembali pengungsi tsunami dan konflik konsisten dari kabupaten ke kabupaten, tetapi berbeda satu sama lain. Rata-rata, 85,2 persen dari warga yang mengungsi akibat tsunami telah kembali, sedangkan hanya 64,6 persen dari warga yang mengungsi akibat konflik yang telah kembali (Tabel 5.3). Tidak ada kabupaten yang menunjukkan persentase pengungsi konflik yang telah kembali lebih tinggi daripada persentase rata-rata dari pengungsi tsunami yang sudah kembali. Sama halnya, tidak ada kabupaten yang menunjukkan persentase pengungsi tsunami yang sudah kembali lebih rendah daripada persentase rata-rata pengungsi konflik yang telah kembali. Konsistensi distribusi warga yang kembali di tingkat kabupaten di antara pengungsi tsunami dan pengungsi konflik memperkuat pandangan bahwa faktor-faktor sistematis seperti dislokasi sosial dan ketimpangan sosial dalam pemberian bantuan dapat menjelaskan rendahnya tingkat kembali pengungsi karena konflik. Kabupaten yang melaporkan jumlah terbesar KK yang masih mengungsi karena tsunami adalah Pidie (1.960), Bireuen (1.666), dan Aceh Besar (1.548). Barangkali tidak mengherankan bahwa kabupatenkabupaten ini juga merupakan kabupaten-kabupaten dengan jumlah terbesar KK yang terpaksa mengungsi akibat tsunami: Pidie (12.499), Bireuen (7.512), dan Aceh Besar (10.002) (Tabel 5.2). Kabupaten-kabupaten ini termasuk wilayah pedesaan dengan jumlah penduduk terbesar yang disurvei dalam studi ini. Namun, selain itu, ada kemungkinan besar angka-angka ini berkaitan dengan kenyataan bahwa wilayah pantai barat lebih cepat mendapat bantuan, yang berarti bahwa meski kerusakan fisik di pantai barat sangat parah, namun tidak banyak warga kabupaten-kabupaten ini yang harus meninggalkan desa setelah tsunami. Sebagai bagian dari jumlah penduduk yang dilaporkan setiap kabupaten, sebagian besar keluarga yang mengungsi akibat tsunami berasal dari Simeulue (6,5 persen), Aceh Barat (5,2 persen), Aceh Besar (4,1 persen), dan Aceh Jaya (4,1 persen).23 Tabel 5.2 Keluarga yang terpaksa mengungsi dari desa mereka akibat tsunami Kabupaten Mengungsi belum kembali (KK) (32 persen dari desa melapor) Sudah kembali (KK) (27 persen dari desa melapor) Total KK Persentase pengungsi yang sudah kembali Pidie Bireuen Aceh Besar Aceh Utara Aceh Barat Aceh Timur Simeulue Aceh Selatan Aceh Tamiang Aceh Singkil Aceh Tengah Aceh Barat Daya Aceh Jaya Aceh Tenggara Nagan Raya Bener Meriah Gayo Lues Lhokseumawe TOTAL 1.960 1.666 1.548 706 698 660 568 414 342 294 245 207 154 135 134 97 85 9 9.922 10.539 5.846 8.454 6.102 3.939 3.731 3.552 2.026 723 1.252 2.438 958 1.461 1.973 794 1.982 584 617 56.971 12.499 7.512 10.002 6.808 4.637 4.391 4.120 2.440 1.065 1.546 2.683 1.165 1.615 2.108 928 2.079 669 626 66.893 84,3 77,8 84,5 89,6 84,9 85,0 86,2 83,0 67,9 81,0 90,9 82,2 90,5 93,6 85,6 95,3 87,3 98,6 85,2 (Rata-rata) Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Simelue paling banyak melaporkan jawaban per desa untuk kedua pertanyaan itu (62 persen menjawab “mengungsi belum kembali”, 67 persen menjawab “sudah kembali”). Lhokseumawe paling rendah melaporkan jawaban “mengungsi belum kembali” (17 persen) sedangkan Bener Meriah paling rendah melaporkan jawaban “sudah kembali” (14 persen). Perlu dicatat bahwa angkaangka dari Lhokseumawe berasal dari hanya satu kecamatan di kabupaten itu. 23 46 Angka–angka ini berdasarkan laporan jumlah pengungsi tingkat kabupaten dan jumlah total penduduk desa. Namun, tidak jelas dari kuesioner apakah jumlah total penduduk yang dilaporkan kepala desa harus mencakup jumlah pengungsi yang tinggal di desanya. Karena itu, angka-angka ini didasarkan pada asumsi bahwa kepala desa tidak memasukkan jumlah pengungsi ke dalam jumlah total penduduk desanya. Bila angka-angka ini didasarkan pada asumsi bahwa kepala dasar memasukkan jumlah pengungsi ke dalam jumlah total penduduk desanya, jelas persentase agak turun, tetapi peringkat sama sekali tidak berubah. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Peta 5.1 Peta yang menunjukkan jumlah total pengungsi tsunami yang belum kembali (distribusi di tingkat kecamatan) Catatan: Banda Aceh, Sabang, dan Lhangsa tidak ikut dalam survei. Untuk Lhokseumawe, hanya satu kecamatan dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 47 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tabel 5.3 Keluarga yang terpaksa mengungsi dari desa mereka karena konflik Mengungsi belum kembali (KK) (75 persen dari desa melapor) Kembali (KK) (91 persen dari desa melapor) Total KK Persentase KK yang kembali Aceh Utara 6.744 10.251 16.995 60,3 Pidie 5.464 7.987 13.451 59,4 Aceh Timur 3.787 8.176 11.963 68,3 Kabupaten Bireuen 3.583 5.994 9.577 62,6 Aceh Besar 2.693 4.687 7.380 63,5 Bener Meriah 1.766 3.737 5.503 67,9 Aceh Tenggara 1.510 3.882 5.392 72,0 Aceh Barat 1.728 3.213 4.941 65,0 Aceh Tengah 2.053 2.884 4.937 58,4 Aceh Selatan 1.229 3.488 4.717 73,9 Aceh Singkil 1.006 3.401 4.407 77,2 Aceh Tamiang 1.584 2.508 4.092 61,3 Simeuleu 1.015 2.237 3.252 68,8 720 1.834 2.554 71,8 Nagan Raya Aceh Barat Daya 872 933 1.805 51,7 Gayo Lues 567 490 1.057 46,4 Aceh Jaya 161 881 1.042 84,5 Lhokseumawe 155 236 391 60,4 36.637 66.819 103.456 64,6 (Rata-rata) TOTAL Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Lhokseumawe paling banyak memberikan laporan jawaban per desa untuk kedua pertanyaan itu (97 persen menjawab “mengungsi belum kembali”, 100 persen menjawab “sudah kembali”). Aceh Barat dan Aceh Besar paling rendah melaporkan jawaban “pengungsi belum kembali” (63 persen) sedangkan Aceh Barat paling rendah memberikan laporan jawaban “sudah kembali” (76 persen). Perlu dicatat, angka-angka dari Lhokseumawe berasal dari hanya satu kecamatan di kabupaten itu. 48 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Peta 5.2 Peta yang menunjukkan jumlah total pengungsi karena konflik yang belum kembali (distribusi di tingkat kecamatan) Catatan: Banda Aceh, Sabang, dan Lhangsa tidak ikut dalam survei. Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 49 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Di Mana Mereka Sekarang? Kabupaten yang banyak kehilangan warga karena mengungsi juga kemungkinan besar melaporkan diri sebagai penampung terbesar pengungsi dari desa lain. Ini mungkin menunjukkan bahwa warga yang terpaksa mengungsi cenderung berusaha tinggal sedekat mungkin dengan desa asalnya. Kabupaten yang banyak menampung pengungsi dari desa lain saat ini, termasuk pengungsi tsunami dan konflik, adalah Pidie (6.739), Aceh Besar (6.221), Bener Meriah (5.753), dan Aceh Utara (4.392) (Tabel 5.4). Dari sisi jumlah total penduduk, kabupaten Bener Meriah adalah penampung pengungsi terbesar dibandingkan dengan kabupatenkabupaten yang lain (5,6 persen); Aceh Besar dan Gayo Lues masing-masing menampung 2,3 persen dan 2,1 persen, dari jumlah total penduduk masing-masing.24 Tabel 5.4 Jumlah pengungsi dari desa lain yang saat ini ditampung menurut kabupaten Pengungsi tsunami (KK) (51 persen dari desa melapor) Pengungsi konflik (KK) (50 persen dari desa melapor) Total KK Persentase pengungsi menurut total penduduk Pidie 4.098 2.641 6.739 1,4 Aceh Besar 5.024 1.197 6.221 2,3 256 5.497 5.753 5,6 Kabupaten Bener Meriah Aceh Utara 2.463 1.929 4.392 0,9 Bireuen 1.940 1.606 3.546 1,0 Aceh Tengah 2.002 716 2.718 2,0 Aceh Timur 1.621 796 2.417 0,7 Aceh Barat Daya 1.775 126 1.901 1,7 Aceh Tamiang 1.095 762 1.857 0,8 Aceh Barat 1.023 745 1.768 2,0 Simeulue 619 627 1.246 2,0 Aceh Tenggara 355 884 1.239 0,8 Aceh Selatan 847 349 1.196 0,6 Aceh Singkil 557 489 1.046 0,7 Gayo Lues 715 178 893 2,1 Nagan Raya 648 163 811 1,0 Aceh Jaya 335 184 519 1,3 Lhokseumawe 144 16 160 0,2 25.517 18.905 44.422 1,3 (Rata-rata) TOTAL Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Aceh Barat Daya paling banyak memberikan jawaban per desa tentang pengungsi tsunami (90 persen) sedangkan Aceh Tamiang paling banyak memberikan jawaban untuk pengungsi konflik (65 persen). Aceh Tenggara paling sedikit memberikan laporan tentang pengungsi tsunami (25 persen), sedangkan Aceh Barat paling sedikit memberikan laporan tentang pengungsi konflik (35 persen). Perlu dicatat, angka-angka untuk Lhokseumawe berasal hanya dari satu kecamatan di kabupaten itu. 24 Angka-angka ini berdasarkan jumlah pengungsi yang dilaporkan di tingkat kabupaten dan jumlah total penduduk yang dilaporkan. Namun, kuesioner tidak menentukan apakah perkiraan total penduduk dari kepala desa harus termasuk pengungsi yang bermukim di desanya atau tidak. Karena itu, perkiraan-perkiraan ini didasarkan pada asumsi bahwa kepala desa tidak memasukkan jumlah pengungsi ke dalam jumlah total penduduk desa yang dilaporkannya. Bila perkiraan-perkiraan itu didasarkan pada asumsi bahwa kepala desa memasukkan jumlah pengungsi ke dalam jumlah total penduduk desa yang dilaporkannya, persentase jelas agak turun, tetapi peringkat tidak berubah. 50 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Peta 5.3 Peta yang menunjukkan wilayah dengan jumlah total pengungsi konflik dan tsunami dari desa lain yang saat ini ditampung (distribusi di tingkat kecamatan) Catatan: Banda Aceh, Sabang, dan Lhangsa tidak diikutkan dalam survei. Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 51 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Pola pengungsian dan kembali tingkat kabupaten sering tidak sama dengan pola pengungsian dan kembali tingkat desa. Ini berarti bahwa diperlukan program bantuan yang fleksibel dan responsif pada keadaan setempat. Data di atas menunjukkan bahwa kabupaten yang menurut laporan kepala desa menampung pengungsi dari desa lain dalam jumlah besar juga kabupaten yang menampung sebagian besar pengungsi konflik dan tsunami; ini menunjukkan bahwa warga pengungsi terkonsentrasi. Namun, pola ini tidak ditemukan di tingkat desa; di sini jumlah pengungsi dari desa lain tampaknya tidak ada kaitannya dengan jumlah pengungsi konflik atau pengungsi tsunami dari desa itu.25 Pola pengungsian di tingkat kabupaten dapat menunjukkan di mana sumberdaya paling dibutuhkan, tetapi bagaimana dan untuk apa sumberdaya ini berbeda sekali dari desa ke desa. Di Mana Pengungsi Tinggal? Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai tantangan yang dihadapi pengungsi konflik dan tsunami, responden diminta merekam secara rinci jenis tempat tinggal pengungsi yang sudah kembali dan pengungsi dari desa lain. Jawaban atas pertanyaan ini memberikan gambaran tambahan mengenai berbagai tantangan yang dihadapi pengungsi konflik dan tsunami. Sebagian besar pengungsi tsunami yang sudah kembali sekarang tinggal di rumah sendiri, sedangkan pengungsi tsunami dari desa lain tinggal di berbagai jenis tempat tinggal. Sejalan dengan upaya besar yang telah dilakukan untuk membangun kembali rumah bagi pengungsi tsunami, sejauh ini sebagian besar pengungsi tsunami yang sudah kembali dilaporkan tinggal di rumah sendiri (34.117 KK, atau 59,9 persen dari pengungsi tsunami) (Gambar 5.2). Sebagian lagi, sebesar 17,9 persen, tinggal di barak pengungsi. Sebaliknya, pengungsi tsunami yang dilaporkan berasal dari desa lain tersebar secara lebih merata di antara berbagai jenis tempat tinggal yang disebutkan dalam survei, yakni barak pengungsi (19,7 persen), tenda (8,0 persen), dengan keluarga (14,0 persen), dengan saudara yang lain (10,8 persen), rumah sewa (10,3 persen), rumah sendiri (13,1 persen), dan tempat tinggal lainnya (24,1 persen).26 Gambar 5.2 Tempat tinggal pengungsi tsunami saat ini (sudah kembali dan dari desa lain) 40.000 35.000 30.000 Jumlah KK 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 Dari desa lain Telah kembali Barak pengungsi Tenda 5.021 10.209 2.042 1.438 Tinggal dengan Tinggal dengan keluarga keluarga mereka yang lain di desa anda 3.591 2.760 3.741 1.779 Di rumah sewa Rumah sendiri Lain-lain 2.633 1.881 3.336 34.117 6.149 3.806 Dimana pengungsi tsunami tinggal pada saat ini? Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Berdasarkan hitungan kepala desa. 25 Korelasi antara jumlah total KK yang terpaksa mengungsi (pengungsi yang sudah kembali plus pengungsi yang belum kembali) karena tsunami dan jumlah total pengungsi karena konflik adalah 0,047 (939 pengamatan). Korelasi antara jumlah total pengungsi dan jumlah pengungsi yang ditampung sebuah desa adalah 0,022 (728 pengamatan) untuk pengungsi tsunami dan 0,183 (2.172 pengamatan) untuk pengungsi konflik. 26 Beberapa dari “lokasi-lokasi yang lain” yang disebutkan kepala desa adalah rumah dinas (biasanya pegawai negeri), toko, rumah majikan dan balai desa. Juga ada kemungkinan kepala desa memilih “lokasi-lokasi yang lain” bila ia tidak tahu pasti di mana pengungsi tinggal karena dalam kuesioner tidak tercantum pilihan jawaban “tidak tahu” untuk tempat tinggal. 52 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Pengungsi konflik yang sudah kembali sama besar kemungkinannya tinggal di rumah sewa, rumah sendiri, atau tempat tinggal jenis-jenis yang lain. Jumlah pengungsi konflik yang sudah kembali dan dilaporkan tinggal di rumah sendiri (17.843 KK, atau 26,7 persen) sedikit di bawah jumlah yang dilaporkan tinggal di rumah sewa (19.720 KK, atau 29,5 persen) dan tempat tinggal yang lain (18.746 KK, atau 28,1 persen) (Gambar 5.3). Distribusi tempat tinggal pengungsi konflik yang lebih luas ini, dibandingkan dengan pengungsi tsunami, mungkin semata-mata akibat dari kenyataan bahwa lebih banyak rumah yang dibangun untuk pengungsi tsunami daripada untuk pengungsi konflik, atau mungkin juga mencerminkan kesulitan yang dihadapi pengungsi konflik melakukan reintegrasi di desa asal mereka. Apapun penyebabnya, program-program kembali-pulang bagi pengungsi konflik sebaiknya mencakup pula langkah-langkah untuk memperkuat ikatan sosial. Pengungsi konflik dari desa lain paling besar kemungkinannya tinggal di rumah sendiri. Bahwa sebagian besar (9.556 KK, atau 50,5 persen) dari kelompok ini tinggal di rumah sendiri mungkin menunjukkan bahwa pengungsi konflik, yang umumnya sudah lebih lama menjadi pengungsi daripada pengungsi tsunami, sudah lebih banyak mengambil langkah-langkah untuk berintegrasi dengan masyarakat desa yang menampung mereka, paling tidak dari sisi perumahan. Jika benar demikian halnya, maka ada implikasi-implikasi yang penting bagi program-program bagi pengungsi konflik, dalam arti program-program itu hendaknya dirancang untuk memungkinkan pengungsi konflik memilih antara pulang kampung, bermukim di tempat lain, atau diberdayakan di desa yang menampung mereka. Gambar 5.3 Tempat tinggal pengungsi konflik saat ini (sudah kembali dan dari desa lain) 30.000 25.000 Jumlah KK 20.000 15.000 10.000 5.000 0 Barak pengungsi Dari desa lain Telah kembali 652 1.485 Tenda 609 1.952 Tinggal dengan Tinggal dengan keluarga keluarga mereka yang lain di desa anda 2.666 3.871 Di rumah sewa Rumah sendiri Lain-lain 2.862 19.720 9.556 17.843 897 18.746 1.668 3.202 Dimana pengungsi konflik tinggal pada saat ini? Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Berdasarkan hitungan kepala desa. Keadaan Ekonomi Pengungsi Sebagian besar responden percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami yang sudah kembali agak lebih buruk daripada keadaan ekonomi mereka pada masa pra-tsunami. Di setiap desa, kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda diminta membandingkan keadaan ekonomi pengungsi tsunami saat ini dengan keadaan ekonomi mereka pada masa pra-tsunami. Angka rata-rata bagi semua responden (2,5) terletak di antara angka “agak buruk” (2) dan angka “sama” (3); ini menunjukkan bahwa, terlepas dari kemajuan-kemajuan yang telah dicapai di Aceh, dampak ekonomi tsunami masih terasa di tingkat desa, bahkan di kalangan pengungsi tsunami yang sudah kembali. Sebagian besar responden percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi dari desa lain agak lebih buruk daripada keadaan ekonomi warga lainnya di desa responden, terutama dari kalangan pengungsi karena konflik. Di setiap desa, kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda diminta membandingkan keadaan SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 53 BAB 5: KEADAAN SOSIAL ekonomi pengungsi (baik konflik maupun tsunami) dari desa lain yang ditampung desa responden saat ini dengan keadaan ekonomi warga lain di situ. Tabel 5.5 menunjukkan bahwa jawaban rata-rata untuk pertanyaan ini bagi pengungsi tsunami sama dengan jawaban rata-rata untuk pertanyaan bagi warga desa yang lain (2,5); ini menunjukkan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami agak lebih buruk daripada keadaan ekonomi warga lain di desa yang menampung mereka. Perbedaan antara pengungsi dari desa lain dan desa penampung jauh lebih besar bagi pengungsi konflik; nilai rata-rata 2,3 bagi pengungsi konflik lebih dekat pada kategori “agak lebih buruk”. Tabel 5.5 Keadaan ekonomi pengungsi Rata-rata Jumlah jawaban 2,5 4.489 Keadaan pengungsi tsunami yang sudah kembali sekarang dibandingkan dengan pada masa pra-tsunami Keadaan pengungsi tsunami dibandingkan dengan keadaaan warga lain 2,5 2.981 Keadaan pengungsi konflik dibandingkan dengan warga lain 2,3 4.720 Skala: 1 – Buruk 4 – Agak baik 2 – Agak buruk 5 – Lebih baik 3 – Sama Sumber: Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Angka-angka tersebut merupakan angka rata-rata jawaban kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda. Di desa yang menampung pengungsi konflik dan tsunami, keadaan ekonomi pengungsi konflik dinilai jauh lebih buruk daripada keadaan ekonomi pengungsi tsunami. Dengan fokus pada desa yang menampung mengungsi konflik dan tsunami, nilai rata-rata untuk keadaan ekonomi pengungsi tsunami dibandingkan dengan keadaan ekonomi warga lain lebih tinggi (3,0) daripada nilai rata-rata untuk pertanyaan yang sama untuk semua desa yang menampung pengungsi tsunami (2,5) (Tabel 5.6). Sebaliknya, nilai rata-rata keadaan ekonomi pengungsi konflik dibandingkan dengan keadaan ekonomi warga lain di desa responden persis sama (2,3) seperti halnya untuk pertanyaan yang sama untuk semua desa penampung pengungsi konflik. Tabel 5.6 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dan konflik di desa yang menampung pengungsi tsunami dan konflik Rata-rata Jumlah jawaban Tsunami dibandingkan warga lain 3,0 788 Konflik dibandingkan warga lain 2,3 10.985 Skala: 1 – Buruk 4 – Agak baik 2 – Agak buruk 5 – Lebih baik 3 – Sama Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Angka-angka di atas adalah angka rata-rata jawaban kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda. Barangkali tidak mengherankan bahwa karena tingkat pembangunan yang rendah di sebagian besar Aceh dan jumlah bantuan yang telah diberikan kepada korban tsunami khususnya, sebagian kecil tetapi cukup signifikan dari responden percaya bahwa keadaan pengungsi lebih baik daripada warga lain desa responden, meski ini tidak sepenuhnya benar bagi pengungsi konflik. Secara keseluruhan, 21 persen responden melaporkan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain lebih baik atau agak lebih baik daripada keadaan ekonomi warga lain di desa responden. Angka untuk pengungsi konflik adalah 17,7 persen. Dilihat bersama-sama dengan responden yang percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi sama dengan keadaan ekonomi warga lain, persepsi-persepsi ini menunjukkan bahwa lebih diperlukan programprogram yang menawarkan sejumlah manfaat bagi desa yang menampung pengungsi daripada fokus kepada pengungsi semata-mata. 54 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Keadaan ekonomi pengungsi di wilayah tsunami Dibandingkan dengan responden di kecamatan yang tidak kena dampak tsunami, responden di kecamatan yang kena dampak besar tsunami lebih besar kemungkinannya percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami yang sudah kembali lebih baik saat ini daripada sebelum tsunami. Dari warga yang tinggal di kecamatan yang tidak kena dampak tsunami, 60,5 persen percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami buruk atau agak buruk dibandingkan dengan sebelum tsunami dan 20,2 persen percaya bahwa keadaan ekonomi mereka lebih baik atau agak lebih baik (Gambar 5.4). Sebaliknya, di kecamatan yang kena dampak besar tsunami, hanya 42,8 persen yang percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi buruk atau agak buruk daripada sebelum tsunami, sedangkan 37,2 persen percaya bahwa keadaan ekonomi mereka lebih baik atau agak lebih baik. Gambar 5.4 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami saat ini dibandingkan dengan sebelum tsunami menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Normal Ringan Sedang Berat Jauh lebih buruk atau sedikit lebih buruk 60,5% 60,0% 51,8% 42,8% Sama 19,3% 18,7% 23,5% 20,0% Sedikit lebih baik atau jauh lebih baik 20,2% 21,3% 24,6% 37,2% Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi (pekerjaan, pendapatan) pengungsi tsunami yang sudah kembali ke desa, dibandingkan dengan keadaan mereka sebelum tsunami? Sumber : Survey desa Aceh, 2006. Catatan: Responden terdiri dari kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda. Dibandingkan dengan responden di kecamatan yang tidak kena dampak tsunami, responden di kecamatan yang kena dampak besar tsunami lebih besar kemungkinannya percaya bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain lebih baik daripada keadaan ekonomi warga yang lain. Pola jawaban untuk pertanyaan ini sama, tetapi tidak sepenuhnya, dengan pola jawaban ketika responden diminta membandingkan keadaan ekonomi pengungsi tsunami saat ini dan keadaan ekonomi mereka pada masa pra tsunami. Di kecamatan yang tidak kena tsunami, 56,8 persen dari responden mengatakan bahwa keadaan pengungsi tsunami buruk atau agak buruk dibandingkan dengan warga lain di desa responden (Gambar 5.5). Angka ini turun menjadi 47,6 persen dari responden di kecamatan yang kena dampak sangat besar tsunami. Sebaliknya, 19,3 persen dari responden di kecamatan yang tidak kena dampak tsunami mengatakan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami lebih baik atau agak lebih baik daripada keadaan ekonomi warga lain di desa responden. Angka ini naik menjadi 26,4 persen di kecamatan yang kena dampak besar tsunami. Polapola simpati yang makin menurun terhadap keadaan ekonomi pengungsi tsunami di wilayah-wilayah yang kena dampak lebih berat tsunami, di satu sisi merupakan bukti keberhasilan program-program bantuan untuk pengungsi tsunami selama ini. Meski pengungsi jelas bukan satu-satunya kelompok yang menderita kerugian ekonomi dan kehilangan anggota keluarga akibat tsunami, program-program bantuan sebagian besar difokuskan kepada pengungsi. Program-program semacam itu paling kasat mata bagi warga yang tinggal di wilayah yang kena dampak besar tsunami; jadi pola-pola itu di sini menunjukkan bahwa program-program bantuan bagi pengungsi tsunami membawa dampak sedemikian rupa sehingga menarik perhatian warga lain. Risiko meletakkan fokus pada pengungsi tsunami tentu saja adalah bahwa warga lain yang juga mengalami trauma yang serupa tetapi tidak termasuk kategori pengungsi dapat merasa dianaktirikan sepanjang menyangkut bantuan. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 55 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.5 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain dibandingkan dengan keadaan warga lainnya menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Jauh lebih buruk atau sedikit lebih buruk Sama Sedikit lebih baik atau jauh lebih baik Normal 56,8% 23,9% 19,3% Ringan 54,7% 24,4% 20,9% Sedang 52,9% 23,4% 23,7% Berat 47,6% 25,9% 26,4% Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi pengungsi korban tsunami yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan penduduk desa ini? Sumber : Survey desa Aceh, 2006. Catatan: Responden terdiri dari kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda. Keadaan ekonomi pengungsi di wilayah yang terkena dampak konflik Persepsi responden tentang keadaan ekonomi pengungsi konflik dibandingkan dengan warga lain tidak banyak berbeda berdasarkan intensitas konflik di kecamatan tempat responden tinggal. Temuan ini berbeda dengan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tentang pengungsi tsunami, yang menunjukkan pola yang jelas tentang keadaan ekonomi yang lebih baik di kecamatan yang kena Gambar 5.6 Keadaan ekonomi pengungsi konflik dari dampak besar tsunami. Jumlah responden desa lain dibandingkan dengan warga yang berpendapat bahwa pengungsi konflik lainnya menurut intensitas konflik (tingkat lebih buruk atau agak lebih buruk keadaan kecamatan) ekonominya daripada warga lain di desa 70% tempat tinggal mereka sebesar sekitar 60 60% persen, terlepas dari tingkat konflik (Gambar 5.6). Sama halnya, jumlah responden yang 50% berpendapat bahwa pengungsi konflik 40% lebih baik atau agak lebih baik keadaannya 30% daripada warga lain di desa itu sebesar sekitar 18 persen, terlepas dari intensitas konflik di 20% kecamatan responden. Pembahasan di atas 10% menunjukkan bahwa pola jawaban pada 0% pertanyaan-pertanyaan tentang keadaan Sedikit lebih baik atau Jauh lebih buruk atau Sama sedikit lebih buruk jauh lebih baik ekonomi pengungsi tsunami kemungkinan Rendah 60,6% 21,1% 18,3% besar adalah akibat dari efektifnya programSedang 61,1% 22,5% 16,4% program bantuan untuk pengungsi di Tinggi 59,6% 22,5% 17,9% wilayah-wilayah yang rusak parah karena Secara umum, bagaimana kondisi ekonomi pengungsi korban konflik yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan tsunami. Sama halnya, temuan di sini bahwa penduduk desa ini? tidak ada pola dalam jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan mengenai keadaan Sumber : Survey desa Aceh, 2006. ekonomi pengungsi konflik kemungkinan Catatan: Responden terdiri dari kepala desa, tokoh perempuan, dan pemimpin pemuda. besar mencerminkan kurangnya programprogram untuk pengungsi konflik. 56 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Keadaan ekonomi pengungsi menurut responden Jawaban kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda untuk pertanyaan-pertanyaan tentang keadaan ekonomi pengungsi konflik dibandingkan dengan warga lain sangat serupa. Sekitar 60 persen dari setiap kategori responden mengatakan bahwa keadaan pengungsi konflik lebih buruk atau agak lebih buruk daripada keadaan warga lain di desa mereka, sedangkan sekitar 17,5 persen mengatakan bahwa keadaan pengungsi lebih baik atau agak lebih baik. Tokoh perempuan lebih besar kemungkinannya mengatakan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami buruk, daripada kepala desa atau ketua pemuda. Ketika diminta membandingkan keadaan ekonomi pengungsi tsunami yang sudah kembali, dengan keadaan mereka sebelum tsunami, 59,8 persen dari responden tokoh perempuan mengatakan bahwa keadaan mereka lebih buruk atau agak lebih buruk. Hanya 53 persen dari kepala desa dan 57,2 persen dari wakil kelompok pemuda yang berpendapat seperti ini. Perbedaan ini bahkan lebih tajam lagi dalam hal pertanyaan tentang keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain dibandingkan dengan keadaan ekonomi warga lain di desa responden. Dalam hal ini, 65,9 persen dari responden perempuan mengatakan bahwa keadaan ekonomi pengungsi lebih buruk atau agak lebih buruk, sedangkan hanya 49,5 persen dari kepala desa dan 44,7 persen dari wakil pemuda yang berpendapat seperti ini (Gambar 5.7). Ini kemungkinan besar akibat diskriminasi yang dirasakan kaum perempuan di wilayah-wilayah yang paling parah kena dampak tsunami mengenai peluang memperoleh bantuan tsunami. Sebuah laporan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pengungsi perempuan kesulitan memperoleh bantuan tsunami karena pembagian dan penggunaan bantuan biasanya ditentukan oleh laki-laki. Dan kalaupun perempuan mendapat bantuan, jumlah bantuan sering lebih kecil dibandingkan dengan jumlah bantuan untuk laki-laki atau kelompok perempuan yang lain.27 Diskriminasi semacam ini dapat membuat kaum perempuan lebih pesimis daripada kaum laki-laki dalam menilai keadaan ekonomi pengungsi tsunami di desa mereka. Juga menarik untuk dicatat bahwa perbedaan dalam jawaban ini tidak ditemukan dalam evaluasi keadaan ekonomi pengungsi konflik. Ini barangkali karena sejauh ini tidak ada program bantuan besar-besaran atau terorganisir untuk pengungsi konflik yang menjangkau sampai ke tingkat desa. Gambar 5.7 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dari desa lain dibandingkan dengan warga lainnya menurut responden 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Jauh lebih buruk atau sedikit lebih buruk Sama Sedikit lebih baik atau jauh lebih baik 66% 50% 45% 23% 23% 27% 11% 28% 28% Tokoh perempuan Kepala Desa Tokoh pemuda Secara umum, bagaimana kondisi ekonomi pengungsi korban konflik yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan penduduk desa ini? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. 27 Komnas Perempuan (2006), hal. 19. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 57 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Di tingkat desa, sedikit sekali persamaan pendapat antara responden tentang keadaan ekonomi pengungsi. Jawaban kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda, tidak erat terkait satu sama lain di tingkat desa.28 Jawaban yang tidak konsisten antara responden di tingkat desa kembali mencerminkan bahwa diperlukan program-program yang fleksibel, menyeluruh, dan responsif pada kebutuhan setempat. Keadaan ekonomi pengungsi menurut kabupaten Sebagian besar nilai di tingkat kabupaten untuk pertanyaan tentang ekonomi mendekati nilai rata-rata tingkat propinsi. Menarik untuk dicatat bahwa nilai yang paling berbeda dengan nilai rata-rata keseluruhan, kecuali satu, tidak mencakup kabupaten dengan jumlah pengungsi terbesar (Aceh Besar, Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie) (Tabel 5.7). Tabel 5.7 Keadaan ekonomi pengungsi tsunami dan konflik menurut kabupaten Tsunami dibandingkan sebelumnya Tsunami dibandingkan warga lainnya Konflik dibandingkan warga lainnya Aceh Barat 2,4 2,6 2,3 Aceh Barat Daya 2,4 2,7 2,3 Aceh Besar 2,8 2,5 2,4 Aceh Jaya 2,8 2,3 2,2 Aceh Selatan 2,4 2,6 2,3 Aceh Singkil 2,4 2,4 2,5 Aceh Tamiang 2,3 2,2 2,3 Aceh Tengah 2,7 2,5 2,3 Aceh Tenggara 2,5 2,5 2,3 Aceh Timur 2,1 2,3 2,4 Aceh Utara 2,4 2,4 2,3 Bener Meriah 2,2 2,3 2,4 Bireuen 2,4 2,4 2,4 Gayo Lues 2,3 2,5 2,2 Lhokseumawe 2,5 2,1 2,1 Nagan Raya 2,4 2,5 2,3 Pidie 2,5 2,6 2,3 Simeulue 3,3 3,0 2,5 Skala: 1 – Buruk 4 – Agak lebih baik 2 – Agak buruk 5 – Lebih baik 3 – Sama Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Nilai-nilai di atas adalah rata-rata dari jawaban kepala desa, tokoh perempuan, dan wakil kelompok pemuda. Kesimpulan dan Rekomendasi: Pengungsi Situasi pengungsi di Aceh tetap serius dan rumit. Seperti ditunjukkan laporan ini, perkiraan konservatif mengenai KK pengungsi yang dilaporkan belum kembali ke tempat asal mereka sebesar hampir 50.000. Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari laporan ini: 28 Dari semua perbandingan antara ketiga kategori responden untuk ketiga pertanyaan tentang ekonomi itu, hanya satu yang menunjukkan korelasi dengan nilai absolut lebih besar dari 0,1 (0,15), yakni jawaban kepala desa dan tokoh perempuan untuk pertanyaan tentang keadaan ekonomi pengungsi tsunami yang sudah kembali, dibandingkan dengan keadaan ekonomi sebelum tsunami. 58 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL • Jauh lebih banyak KK yang terpaksa mengungsi dari desa mereka karena konflik daripada karena • • • • • • • SURVEI DESA ACEH 2006 tsunami (103.456 dibandingkan dengan 66.893). Temuan ini mengandung implikasi-implikasi penting bagi keputusan-keputusan pasca MoU Aceh tentang bagaimana sebaiknya menentukan sasaran bantuan bagi kelompok-kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan ini. Pengungsi konflik tampaknya lebih lama mengalami dampak berkepanjangan pengungsian daripada pengungsi tsunami. Ini dapat dilihat dalam temuan bahwa pengungsi konflik yang kembali ke desa asal mereka lebih kecil jumlahnya daripada pengungsi tsunami (64,6 persen dibandingkan dengan 85,2 persen). Hal ini juga tampak jelas dalam temuan-temuan bahwa ada persepsi bahwa dibandingkan dengan warga desa yang lain, keadaan ekonomi pengungsi konflik lebih buruk daripada keadaan ekonomi pengungsi tsunami. Mencerminkan sukses upaya membangun rumah kembali setelah tsunami, bagian terbesar dari pengungsi tsunami yang sudah kembali ke desa asal mereka tinggal di rumah sendiri (59,9 persen). Tempat tinggal kedua paling umum bagi pengungsi tsunami yang sudah kembali adalah barak pengungsi (17,9 persen). Sebaliknya, pengungsi tsunami yang tinggal di desa lain paling besar kemungkinannya tinggal di barak pengungsi (19,7 persen) atau tempat tinggal jenis lain (24,1 persen), tetapi juga kemungkinan besar tinggal dengan saudara atau di rumah sewa. Pengungsi konflik yang sudah kembali ke tempat asal mereka hampir sama kemungkinannya tinggal di rumah sewa (29,5 persen), rumah sendiri (26,7 persen), atau tempat tinggal jenis lain (28,1 persen). Mereka kecil kemungkinannya tinggal di barak pengungsi (2,2 persen). Pengungsi konflik yang dilaporkan datang dari desa lain sejauh ini kemungkinan besar tinggal di rumah sendiri di desa baru mereka (50,5 persen). Ini mungkin mencerminkan sifat jangka panjang kebanyakan pengungsi konflik. Responden umumnya melaporkan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami lebih buruk, tetapi kondisi ini berkurang parahnya jika responden tinggal di kecamatan yang kena dampak berat tsunami. Pengungsi tsunami dari desa lain lebih besar kemungkinannya dinilai lebih baik keadaan ekonominya daripada warga lain di desa mereka tinggal jika responden melaporkan dari kecamatan yang kena dampak besar tsunami. Pola yang sama ditemukan ketika responden ditanya tentang keadaan ekonomi pengungsi tsunami yang sudah kembali dibandingkan dengan keadaan ekonomi mereka pada masa pra-tsunami. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa program bantuan untuk pengungsi tsunami berhasil, tetapi pada waktu bersamaan mengingatkan pentingnya memastikan bahwa bantuan tidak hanya terbatas bagi pengungsi. Responden melaporkan bahwa keadaan ekonomi pengungsi konflik tidak baik. Terlepas dari intensitas konflik di kecamatan tempat responden bermukim, pengungsi konflik dari desa lain umumnya dinilai dalam keadaan yang lebih buruk atau agak lebih buruk keadaan ekonominya, dibandingkan dengan warga lain di desa responden. Persepsi tentang keadaan ekonomi pengungsi konflik konsisten di antara ketiga kategori responden yang diwawancarai, dengan mayoritas melaporkan bahwa keadaan ekonomi pengungsi dari desa lain buruk atau agak lebih buruk daripada keadaan ekonomi warga lain di desa responden. Tokoh perempuan paling besar kemungkinannya melaporkan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami buruk. Ini terlihat ketika diadakan perbandingan keadaan ekonomi pengungsi yang sudah kembali dengan keadaan ekonomi pra-tsunami. Demikian pula halnya ketika responden diminta membandingkan keadaan ekonomi pengungsi dari desa lain dengan keadaan ekonomi warga lain di desa responden. Di sini, 66 persen dari tokoh perempuan mengatakan bahwa keadaan ekonomi pengungsi tsunami lebih buruk, tetapi hanya 50 persen dari kepala desa dan 45 persen dari ketua pemuda yang mengatakan keadaan ekonomi pengungsi tsunami lebih buruk. Sedikit sekali pola-pola di tingkat kabupaten atau kecamatan yang ditemukan di tingkat desa. Di tingkat desa, tidak ada kaitan antara kehadiran pengungsi konflik dan pengungsi tsunami; ada perbedaan pendapat yang signifikan antara responden di setiap desa mengenai keadaan ekonomi pengungsi; dan tidak ada kaitan antara tingkat kembali bagi pengungsi konflik dan pengungsi tsunami. Perbedaan setempat ini mencerminkan pentingnya program-program yang fleksibel dan responsif pada keadaan setempat. Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 59 BAB 5: KEADAAN SOSIAL 5.2. INFORMASI YANG DIBUTUHKAN Kepada kepala desa, tokoh perempuan dan ketua pemuda diajukan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan informasi. Ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih baik tentang informasi apa yang dibutuhkan warga desa di Aceh dan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana warga desa memperoleh informasi. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan juga memungkinkan analisis tentang apakah ada perbedaan geografis yang signifikan dalam jawaban-jawaban responden, terutama dalam kaitan dengan warga yang kena dampak konflik dan tsunami. Informasi Apa Yang Dibutuhkan Warga Desa? Prioritas kebutuhan informasi Warga desa mencari informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan proses perdamaian, proyek dan anggaran pembangunan, peluang kerja, dan pendidikan dan peluang pelatihan. Gambar 5.6 menunjukkan prioritas kebutuhan informasi warga desa, menurut persepsi kepala desa, tokoh perempuan dan ketua pemuda.29 Juga ditunjukkannya bahwa informasi tentang program pembangunan (52,5 persen), peluang kerja (49,8 persen), dan penggunaan anggaran desa (46,5 persen) merupakan tiga prioritas informasi tertinggi bagi warga desa. Jawaban yang paling sering dipilih untuk prioritas pertama (22,9 persen) ialah informasi tentang Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, yang ditandatangani pemerintah dan GAM pada Agustus 2005. Hampir 40 persen dari responden menjawab bahwa informasi tentang MoU Helsinki adalah salah satu dari tiga jenis informasi prioritas tertinggi bagi mereka. Ini menarik, karena sudah setahun berlalu antara penandatanganan MoU dan pelaksanaan survei. Ini menunjukkan betapa warga desa tetap menganggap penting kesepakatan tersebut. Bahkan setelah penarikan pasukan pemerintah dan perluncutan senjata GAM, dan ketika situasi keamanan masih sangat bagus, warga desa menyadari bahwa pelaksanaan MoU tetap sangat penting bagi perdamaian untuk jangka panjang, dan mereka menginginkan informasi mengenai pelaksanaannya. Fasilitator Desa sedang mewawancarai tokoh perempuan di Ds. Cinta Maju, Kec. Blang Pegayon, Kab. Gayo Lues. Perlu didukung penyebaran informasi yang sudah berjalan selama ini tentang perkembangan proses perdamaian kepada warga desa. Sama halnya, informasi tentang program-program pasca konflik dianggap lebih prioritas daripada informasi tentang program-program tsunami. Saat ini, ada kesenjangan informasi dalam bidang ini, informasi yang disampaikan ke warga desa lebih banyak mengenai kegiatan-kegiatan tsunami.30 29 Jawaban dari ketiga kategori responden dijumlahkan. N = 16.758 (5.586 kepala desa, 5.586 tokoh perempuan, dan 5.586 pemimpin pemuda). 30 Umumnya, ini karena sumberdaya yang disediakan untuk bantuan tsunami demikian besar dibandingkan dengan sumberdaya bagi kegiatan-kegiatan pasca konflik. Akibatnya, BRR dan para pelaku besar lainnya memiliki unit-unit informasi untuk masyarakat luas, menerbitkan buletin tentang kemajuan yang dicapai, dan mendukung acara-acara radio and televisi. Sebaliknya, BRA yang hanya memiliki satu orang yang bertanggung jawab atas informasi bagi masyarakat luas. 60 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.8 Informasi yang dibutuhkan masyarakat 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Penggunaan MoU perdamaian anggaran desa Program tsunami Program pembangunan Program Kesempatan Kesempatan reintegrasi memperoleh Kerja pasca konflik pendidikan Akses kepada tanah Pelatihan mengenai keahlian Pelayanan keuangan Trauma/ konseling psikologi Lain-lain Ketiga Kedua 5,5% 8,8% 4,1% 15,5% 22,0% 6,5% 16,9% 3,4% 10,3% 4,3% 2,1% 0,6% 12,8% 16,0% 2,7% 23,4% 17,1% 10,5% 8,8% 3,7% 3,3% 1,2% 0,4% 0,1% Pertama 22,9% 21,7% 15,9% 13,6% 10,7% 8,5% 2,3% 1,8% 1,3% 0,8% 0,3% 0,3% Di desa ini, jenis informasi apa saja yang umumnya ditanyakan oleh penduduk desa? (pilih 3 jenis informasi yang paling banyak diminta) Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Informasi tentang proyek pembangunan dan penggunaan anggaran desa dianggap lebih penting daripada informasi tentang program tsunami atau pasca konflik. Ini mungkin karena program-program tsunami dan pasca konflik hanya berlaku di wilayah-wilayah Aceh tertentu saja. Namun, seperti dibahas di bawah, warga desa memberikan prioritas pada informasi tentang proyek pembangunan, bantuan tsunami dan bantuan pasca konflik, di wilayah-wilayah dengan intensitas konflik yang tinggi, medium dan rendah, maupun di wilayah-wilayah kena dampak besar, sedang dan rendah tsunami. Data menunjukkan bahwa investasi dalam strategi informasi tentang kegiatan pembangunan pemerintah sama pentingnya dengan informasi tentang manfaat dan program pasca konflik dan tsunami. Informasi tentang peluang kerja juga dipilih sebagai prioritas kebutuhan masyarakat oleh hampir 49,8 persen dari responden. Ini tidak mengherankan mengingat tingkat pengangguran yang tinggi saat ini di Aceh. Namun, tidak banyak responden yang mengatakan peluang kerja merupakan priortas pertama bagi mereka (10,7 persen). Informasi tentang peluang pendidikan lebih diprioritaskan daripada informasi tentang pelatihan ketrampilan-ketrampilan tertentu, meski sangat sedikit responden yang memilih informasi tentang pendidikan dan pelatihan ketrampilan sebagai priotas pertama mereka (hanya 2,3 persen dan 1,3 persen). Juga sama menariknya, bidang-bidang informasi yang tidak diprioritaskan oleh warga masyarakat. Paling mencolok adalah tidak ada permintaan untuk informasi tentang akses kepada tanah dan pelayanan keuangan. Hanya 8,9 persen dari responden yang mengatakan bahwa warga masyarakat memberikan prioritas kepada informasi tentang peluang mendapat tanah, dan kurang dari 1,8 persen yang mengatakan informasi ini merupakan prioritas pertama bagi warga masyarakat. Mengingat temuan-temuan sebelumnya, bahwa warga masyarakat di Aceh yang ingin menjadi petani pada umumnya sudah memiliki akses kepada tanah, hasil survei menunjukkan bahwa redistribusi tanah dan hak atas tanah barangkali menempati prioritas yang lebih rendah bagi pembangunan pasca tsunami dan pasca konflik daripada dianggap orang selama ini.31 Sama halnya, informasi tentang pelayanan keuangan dipilih sebagai prioritas warga masyarakat hanya oleh kurang dari 6,3 persen dari responden, dan kurang dari 0,8 persen memilihnya sebagai informasi prioritas tertinggi. 31 World Bank (2006b), hal. 56. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 61 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Informasi tentang pelayanan trauma psikologis dan pemberian nasihat dianggap prioritas warga masyarakat hanya oleh 2,8 persen dari responden. Hanya 0,3 persen yang mengatakan informasi ini prioritas tertinggi bagi mereka. Mengingat hasil-hasil studi sebelumnya yang menunjukkan tingkat trauma pasca konflik dan pasca tsunami yang sangat tinggi,32 angka ini menunjukkan bahwa warga desa kemungkinan: (a) tidak tahu bahwa pelayanan semacam itu tersedia di tempat-tempat tertentu; atau (b) tidak tahu bahwa gejala-gejala seperti depresi dan rasa khawatir yang mereka alami merupakan akibat dari peristiwa-peristiwa yang baru lalu. Untuk ini, pendekatan-pendekatan untuk membangun kembali ikatan sosial Aceh sebaiknya memasukkan pula unsur-unsur pendidikan untuk meningkatkan kesadaran tentang perlunya kesehatan mental, jasa-jasa yang tersedia, dan bagaimana semua ini bermanfaat bagi masyarakat luas. Perbedaan antara responden Pertanyaan tentang informasi apa yang dibutuhkan warga desa diajukan kepada tiga kelompok responden di setiap desa: kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda. Sedikit sekali terdapat perbedaan pendapat di antara ketiga responden ini. Pemimpin kaum perempuan agak lebih besar kemungkinannya mengatakan bahwa warga desa ingin tahu tentang MoU Helsinki dibandingkan dengan responden yang lain (25,9 persen memilih ini sebagai prioritas warga desa, dibandingkan dengan 23,9 persen dari ketua pemuda dan 21,3 persen dari kepala desa). Tetapi, secara keseluruhan pendapat ketiga responden ini sama mengenai informasi apa yang dibutuhkan warga desa. Ini menunjukkan bahwa sampai batas-batas tertentu ada keseragaman menyangkut jenis informasi yang dibutuhkan warga desa, karena ketiga responden itu kemungkinan besar mewakili, dan kenal baik, berbagai kelompok warga di desa mereka. Wilayah-wilayah tsunami dan konflik Hanya sedikit perbedaan sistematik yang terdapat antara jenis informasi yang dibutuhkan di wilayahwilayah yang kena dampak tsunami dan konflik pada berbagai tingkat. Desa-desa yang kena dampak tinggi, sedang, rendah dan tidak kena dampak, tsunami, memberikan prioritas kepada jenis-jenis informasi yang sama. Demikian pula desa-desa di wilayah-wilayah dengan intensitas konflik tinggi, medium dan rendah memberikan prioritas yang sama kepada jenis-jenis informasi yang sama. Menarik bahwa hal ini juga berlaku bagi informasi tentang program tsunami dan reintegrasi pasca konflik. Tabel 5.8 menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang tidak kena dampak tsunami juga sama berminatnya untuk mendapat informasi tentang program tsunami dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang kena dampak besar tsunami. Sama halnya, desa-desa di kecamatan dengan intensitas konflik rendah juga memberikan prioritas tinggi kepada informasi tentang program reintegrasi seperti halnya desa-desa di wilayah dengan intensitas konflik tinggi (Tabel 5.9). . Tabel 5.8 Persentase responden yang memprioritaskan informasi tentang program tsunami menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) Dampak tsunami (n=3585) Prioritas kebutuhan informasi 1 2 3 TOTAL Berat Sedang Ringan Normal 15,5 2,8 3,6 22,0 15,4 2,8 4,7 22,9 15,2 3,3 3,7 22,2 16,3 2,6 4,2 23,1 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. 32 IOM/Harvard Medical School (2006). 62 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tabel 5.9 Persentase responden yang memprioritaskan informasi tentang program reintegrasi menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) Intensitas konflik (n=3994) Prioritas kebutuhan informasi 1 2 3 TOTAL Tinggi Sedang Rendah 9,1 9,8 6,6 25,5 8,7 10,8 6,2 25,7 8,1 10,8 6,7 25,5 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa rekonstruksi tsunami dan reintegrasi pasca konflik merupakan proses yang menyangkut seluruh propinsi Aceh. Skala tsunami dan dampak konflik adalah sedemikian rupa sehingga setiap orang di Aceh merasakan dampaknya, langsung atau tidak langsung. Bahkan wilayah-wilayah yang tidak langsung kena dampak tsunami merasakan pengaruhnya: dari sisi pergerakan penduduk; dari segi perubahan struktur ekonomi; dan sebagainya. Wilayah-wilayah yang tidak langsung kena dampak konflik juga merasakan pengaruhnya, terutama ketika undang-undang darurat militer berlaku. Ada pembatasan perjalanan, terutama pembatasan kartu tanda penduduk dan penggunaan telpon genggam, dan pembatasan kebebasan mengeluarkan pendapat dan berkumpul. Warga masyarakat paham betul bahwa proses kembar pasca tsunami dan pemulihan pasca konflik akan mengubah wajah Aceh dan karena itu mereka membutuhkan informasi mengenai proses kembar itu. Ini berarti diperlukan strategi informasi yang mencakup seluruh propinsi itu. Informasi Apa Yang Diberikan Kepala Desa, Tokoh Perempuan dan Ketua pemuda kepada Warga Desa? Pemimpin setempat paling besar kemungkinannya memberikan informasi tentang pembangunan desa dan anggaran desa secara teratur kepada warga desa. Gambar 5.9 menunjukkan bahwa 17,9 persen dari pemimpin setempat mengatakan bahwa mereka selalu memberikan informasi tentang pembangunan desa, dan 46,3 persen mengatakan bahwa mereka sering memberikan informasi. Sementara itu, 11,1 persen mengatakan bahwa mereka selalu memberikan informasi tentang anggaran desa, dan 46,7 persen mengatakan bahwa mereka sering memberikan informasi. Ini tidak mengherankan, mengingat besarnya minat warga masyarakat pada jenis-jenis informasi ini (lihat atas). SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 63 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.9 Jenis informasi yang diberikan pemimpin setempat kepada warga masyarakat 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Selalu Sering Kadangkadang Jarang Tidak pernah Program tsunami MoU perdamaian 3,1% 22,9% 4,0% 29,6% Program reintegrasi pasca konflik 4,4% 24,7% 24,1% 28,6% 22,3% 27,5% Penggunaan anggaran desa Program pembangunan Lain-lain 11,1% 46,7% 17,9% 46,3% 12,5% 50,5% 28,2% 22,4% 19,5% 10,8% 21,6% 20,3% 11,5% 8,9% 7,7% 16,2% 22,4% 8,3% 7,4% 18,5% Sebagai kepala desa/ketua pemuda/tokoh perempuan apakah Bapak/Ibu merasa telah memperoleh cukup informasi tentang hal-hal berikut? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Pemimpin setempat biasanya tidak memberikan informasi tentang tsunami dan program reintegrasi atau informasi tentang MoU Helsinki. Ini mungkin karena tsunami hanya berdampak pada beberapa wilayah saja di Aceh, dan karena dampak konflik serta kebutuhan reintegrasi tidak tersebar merata di wilayah Aceh. Namun, seperti yang ditunjukkan analisis di atas, warga masyarakat di seluruh Aceh ingin memperoleh lebih banyak informasi tentang topik ini. Ada kemungkinan, warga masyarakat mendapat informasi dari sumbersumber lain mengenai topik-topik ini. Analisis di bawah ini menunjukkan, misalnya, televisi, radio dan suratkabar umumnya merupakan sumber utama bagi informasi tentang MoU dibandingkan dengan pemimpin setempat. Namun, mengingat manfaat sampingan dari informasi yang disampaikan langsung, dengan berhadapan muka, maka sebaiknya diadakan upaya-upaya yang lebih besar untuk memberikan informasi tentang hal-hal ini kepada pemimpin setempat, dan untuk membangun kapasitas mereka untuk menyampaikan informasi ini kepada warga masyarakat yang mereka wakili. Kepala desa, tokoh perempuan dan ketua pemuda semuanya memberikan jenis-jenis informasi yang sama kepada warga masyarakat. Agak mengherankan bahwa pemimpin kaum perempuan dan ketua pemuda sama besar kemungkinannya untuk memberikan informasi tentang hal-hal ini kepada warga desa seperti halnya dengan kepala desa. Berbagi informasi seperti itu merupakan tugas resmi kepala desa. Namun, 63,9 persen dari kepala desa mengatakan bahwa mereka selalu atau sering memberikan informasi tentang pembangunan desa, dibandingkan dengan 64,3 persen dari pemimpin kaum perempuan dan 64,3 persen dari ketua pemuda. Sementara itu, 57,1 persen dari kepala desa mengatakan bahwa mereka selalu atau sering menyampaikan informasi tentang anggaran pembangunan, dibandingkan dengan 57,3 persen dari tokoh perempuan dan 57,9 persen dari ketua pemuda.33 Jelas bahwa beberapa kategori wakil setempat merupakan sumber informasi yang penting tentang pembangunan desa bagi warga masyarakat. Wilayah konflik dan tsunami Tidak ada perbedaan sistematik mengenai sejauh apa pemimpin setempat memberikan informasi tentang tsunami dan program reintegrasi atau MoU berdasarkan sejarah konflik dan tsunami di wilayah bersangkutan. Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pemimpin setempat sama besar kemungkinannya memberikan 33 64 Untuk informasi tentang pembangunan desa: kepala desa (n= 5.049); tokoh perempuan (n=5.278); ketua pemuda (n=5.289). Untuk anggaran pembangunan: kepala desa (n=5.124); tokoh perempuan (n=5.331); ketua pemuda (n=5.341). SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL informasi tentang program tsunami di wilayah yang tidak kena dampak langsung dan di wilayah yang menderita kerusakan terparah. Sama halnya, Tabel 5.11 dan 5.12 menunjukkan bahwa tingkat intensitas konflik hampir tidak ada dampaknya atas kemungkinan pemimpin setempat memberikan informasi secara teratur tentang program reintegrasi atau MoU Helsinki. Tabel 5.10 Sejauh mana responden memberikan informasi tentang tsunami menurut dampak tsunami (tingkat kecamatan) Sejauh apa memberikan informasi Selalu (persen) Sering (persen) Kadang-kadang (persen) Jarang (persen) Tidak pernah (persen) Berat 3,3 21,8 23,3 22,4 29,2 Dampak tsunami (n=15814) Sedang Ringan 3,2 2,3 23,6 23,9 23,0 24,7 22,2 23,6 28,1 25,5 Normal 3,2 22,8 24,4 22,1 27,5 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Tabel 5.11 Sejauh mana responden memberikan informasi tentang MoU menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) Sejauh apa memberikan informasi Selalu (persen) Sering (persen) Kadang-kadang (persen) Jarang (persen) Tidak pernah (persen) Tinggi 4,3 30,5 29,0 21,0 15,3 Intensitas konflik (n=15714) Sedang 4,2 29,6 27,8 21,8 16,7 Rendah 3,8 29,0 28,9 21,9 16,5 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Tabel 5.12 Sejauh mana responden memberikan informasi tentang program reintegrasi menurut intensitas konflik (tingkat kecamatan) Sejauh apa memberikan informasi Selalu (persen) Sering (persen) Kadang-kadang (persen) Jarang (persen) Tidak pernah (persen) Tinggi 4,7 24,4 28,5 20,4 22,0 Intensitas Konflik (n=15682) Sedang 4,7 25,6 27,0 19,9 22,8 Rendah 4,0 24,5 28,6 20,5 22,5 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Sejauh Apa Pemimpin Setempat Memiliki Cukup Informasi tentang Persoalan Utama Pasca Konflik? Sebagian besar pemimpin setempat mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup informasi tentang persoalan pasca konflik. Hal ini terlihat dalam Tabel 5.13, terutama yang berkaitan dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan pembentukan partai politik baru. Bahwa informasi mengenai ini tidak ada tidak mengherankan. Sedikit sekali perhatian yang dicurahkan sejauh ini oleh pemerintah, GAM atau donor kepada persoalan-persoalan kebenaran dan rekonsiliasi, karena ada konsensus bahwa persoalan-persoalan ini sebaiknya menunggu sampai bagian-bagian yang lain dari MoU (seperti pelaksanaan manfaat reintegrasi) telah selesai dilaksanakan. Sama halnya, meski Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh (LoGA) mengizinkan SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 65 BAB 5: KEADAAN SOSIAL pembentukan partai politik lokal, jadwal yang ketat menyebabkan belum satupun partai yang terbentuk sejauh ini. Dalam pemilihan umum Desember 2006, calon peroranganlah yang muncul. Barangkali lebih mengkhawatirkan, sebagian besar pemimpin setempat merasa mereka tidak memiliki cukup informasi mengenai dana reintegrasi.34 Diskusi-diskusi mengenai persoalan reintegrasi banyak bermunculan dalam tahun terakhir ini dan keberhasilan melaksanakan program reintegrasi umumnya dianggap sebagai kunci untuk mewujudkan perdamaian di Aceh.35 Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya ketegangan yang meningkat di lapangan dalam kaitan dengan tidak adanya pemahaman mengenai program reintegrasi. Membekali pemimpin setempat dengan informasi yang akurat dan terkini tentang program reintegrasi adalah kunci. Tabel 5.13 Persentase pemimpin setempat yang mendapat cukup informasi tentang persoalanpersoalan pasca konflik Jenis informasi Persentase yang mendapat cukup informasi Penarikan pasukan dan penyerahan senjata 67,0 Dana reintegrasi 38,0 Rancangan undang-undang tentang pemerintah Aceh 53,7 Partai politik baru 28,0 Peranan AMM 53,7 Komisi pencari fakta 24,7 Penyelesaian konflik 34,5 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Kepala desa paling kecil kemungkinannya merasa mendapat cukup informasi mengenai persoalanpersoalan pasca konflik. Seperti tampak dalam Gambar 5.10, untuk semua persoalan ini, ketua pemuda besar kemungkinannya merasa memiliki cukup informasi, sedangkan tokoh perempuan bahkan lebih besar lagi kemungkinannya merasa memiliki cukup informasi. Ini barangkali bukan indikator berbedanya tingkat pengetahuan yang dimiliki kepala desa, tokoh perempuan dan ketua pemuda. Ini barangkali menunjukkan bahwa ada harapan yang lebih tinggi di kalangan kepala desa, yang mungkin melihat diri mereka sebagai sumber utama informasi untuk persoalan-persoalan semacam itu, bahkan walaupun warga masyarakat tidak melihatnya seperti itu. 34 Pembentukan Dana Reintegrasi di bawah pihak berwenang di Aceh ditetapkan dalam Bagian 3.2 MoU. Sebagai jawaban, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA), yang telah menyusun program-program ekonomi dan sosial dengan sasaran kelompok-kelompok kunci penduduk, termasuk prajurit GAM, anggota sipil GAM, GAM yang menyerah sebelum MoU, anggota front anti-separatis dan warga korban konflik. Program-program juga disusun untuk pembangunan rumah yang hancur atau rusak akibat konflik, untuk pemberian kompensasi diyat kepada keluarga yang kehilangan anggota dalam konflik, dan pelayanan kesehatan dan psikologis-sosial bagi mereka yang membutuhkan. 35 Lihat, misalnya: World Bank (2006b), hal. 2-73 dan ICG (2006). 66 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.10 Persentase kepala desa, ketua pemuda dan tokoh perempuan yang mendapat cukup informasi tentang persoalan pasca konflik % Pendapat responden 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kepala desa Tokoh pemuda Tokoh perempuan Penarikan pasukan dan pemusnahan senjata Dana reintegrasi bagi Rancangan Undangsaudara-saudara kita Undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) yang baru turun gunung Pembentukan partai politik baru Peran AMM (Aceh Monitoring M ission) Pembentukan komisi pencari fakta dan rekonsiliasi Resolusi masalah konflik 64,2% 67,0% 36,4% 38,1% 52,1% 52,8% 27,1% 27,5% 50,8% 54,2% 23,6% 25,4% 33,0% 35,2% 69,7% 39,4% 56,2% 29,2% 55,9% 25,1% 35,2% Sebagai kepala desa/ketua pemuda/tokoh perempuan apakah Bapak/Ibu merasa telah memperoleh cukup informasi tentang hal-hal berikut? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Dampak menurut intensitas konflik Sejarah konflik tidak banyak berpengaruh pada apakah wakil setempat merasa mendapat cukup informasi tentang persoalan-persoalan pasca konflik (Gambar 5.11). Gambar 5.11 Persentase responden yang mendapat cukup informasi menurut wilayah intensitas konflik 80% 70% 60% % Pendapat responden 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tinggi Sedang Rendah Penarikan pasukan dan pemusnahan senjata Dana reintegrasi bagi saudara-saudara kita yang baru turun gunung 68,0% 67,4% 66,1% Rancangan UndangUndang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) Pembentukan partai politik baru Peran AMM (Aceh Monitoring Mission) Pembentukan komisi pencari fakta dan rekonsiliasi 36,7% 53,5% 28,2% 54,0% 39,2% 53,8% 28,7% 53,5% 38,0% 53,7% 27,4% 53,6% Sebagai kepala desa/ketua pemuda/tokoh perempuan apakah Bapak/Ibu merasa telah memperoleh cukup informasi tentang hal-hal berikut? 24,7% 25,1% 24,6% Resolusi masalah konflik 33,9% 35,0% 34,5% Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Apa Sumber Informasi Warga Desa tentang MoU? Sejauh ini televisi merupakan sumber informasi terpenting tentang MoU, diikuti oleh suratkabar dan radio. Dari warga desa yang ditanya, 92,8 persen mengatakan televisi merupakan salah satu dari sumber informasi utama bagi mereka, dan 81,7 persen mengatakan televisi merupakan sumber utama.36 Selain itu, 81,2 36 Jawaban kepala desa, tokoh perempuan dan pemimpin pemuda digabung. Total n= 14.778 (sepertiga bagi setiap kategori responden). SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 67 BAB 5: KEADAAN SOSIAL persen mengatakan suratkabar merupakan salah satu sumber informasi terpenting tentang MoU, sedangkan 57,2 persen menyebutkan radio, meski hanya 7,9 persen dan 5,4 persen (masing-masing) yang mengatakan suratkabar dan radio merupakan sumber informasi utama. Ini tidak mengherankan karena luasnya cakupan semua media ini. Sebuah survei baru-baru ini di 410 desa Aceh di 98 kecamatan menemukan bahwa semua desa itu dapat menangkap siaran televisi, 81 persen mendapat suratkabar (biasanya harian) dan 88 persen dapat menerima siaran radio.37 Sumber-sumber lain tidak terlalu berperan; hanya poster/selebaran yang cukup tersebar luas sebagai sumber informasi mengenai MoU (31,3 persen). Studi-studi yang lain menunjukkan bahwa 80 persen dari desa-desa itu mendapat poster berisi pokok-pokok kesepakatan perdamaian itu.38 Namun, karena hal yang dapat disampaikan dengan poster terbatas, sementara liputan media yang lain lebih luas, tidak mengherankan jika responden umumnya tidak menganggap poster sebagai salah satu sumber utama informasi tentang MoU. Pemimpin setempat (15,7 persen) dan Aceh Monitoring Mission (8,6 persen) bukan sumber penting untuk informasi. Gambar 5.12 Sumber informasi tentang MoU 100% 90% % Pendapat responden 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Poster Dari AMM & selebaran 3,7% 40,5% 7,5% 23,0% 4,8% 7,8% 33,4% 46,1% 6,0% 2,6% 81,7% 7,7% 5,3% 2,1% 1,2% Dari mana Bapak/Ibu memperoleh informasi mengenai MoU antara pemerintah RI-GAM ? (Sebutkan 3 sumber informasi utama) TV Ketiga Kedua Pertama Surat kabar Radio Dari pejabat daerah 13,1% 1,6% 1,0% Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Jaringan GAM sangat efektif ketika menyebarkan isi MoU kepada anggota GAM, tetapi kurang efektif ketika mencoba menjangkau warga desa. Evaluasi kebutuhan GAM menemukan bahwa 84,3 persen dari anggota GAM mendapat informasi tentang kesepakatan perdamaian dari pemimpin mereka.39 Namun, hanya 10,8 persen dari responden dalam survei ini yang mengatakan GAM atau KPA (organisasi beranggotakan mantan anggota GAM yang mengawasi transformasi GAM menjadi sebuah partai politik) merupakan sumber utama informasi tentang proses perdamaian. Juga, tidak ada perbedaan besar antara jawaban-jawaban kepala desa, tokoh perempuan, dan ketua pemuda. 37 Sharpe and Wall (2007). 38 Sharpe et al. (akan terbit). 39 World Bank (2006b), p35. 68 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Wilayah konflik Sejarah konflik di sebuah wilayah tidak berkorelasi dengan perbedaan tingkat pentingnya berbagai sumber informasi tentang MoU. Ini konsisten dengan temuan-temuan sebuah studi lain yang memetakan peluang mendapat informasi dari berbagai media di 410 desa.40 Distribusi dan cakupan sebagian besar media massa tidak banyak berbeda antara desa-desa di kecamatan-kecamatan konflik tinggi dan rendah, dengan liputan suratkabar, radio dan televisi sama. Menarik bahwa sama kecil kemungkinannya responden mengatakan bahwa mereka mendapat informasi dari GAM di wilayah-wilayah konflik tinggi dibandingkan dengan wilayahwilayah dengan intensitas konflik sedang atau rendah. Kesimpulan dan Rekomendasi: Informasi yang Dibutuhkan Dari hasil-hasil survei dapat ditarik beberapa kesimpulan dan rekomendasi tentang bagaimana memfokuskan upaya-upaya infomasi. • Warga masyarakat membutuhkan informasi tentang berbagai masalah yang mempengaruhi • • kehidupan mereka sehari-hari. Tidak mengherankan jika warga desa menetapkan prioritas informasi yang mereka anggap berguna bagi mereka. Ini mencakup informasi tentang program pembangunan dan peluang ekonomi. Ada kesenjangan antara kepentingan warga desa di Aceh dalam proses perdamaian di Aceh dengan sejauh mana pemimpin setempat merasa memiliki cukup informasi untuk disampaikan kepada warga masyarakat. Lebih dari setahun setelah kesepakatan Helsinki, warga masyarakat masih tetap memberikan prioritas kepada informasi tentang MoU, karena jika kesepakatan itu berhasil dilaksanakan, ini akan banyak berpengaruh pada kehidupan mereka pada tahun-tahun yang akan datang. Namun, kepala desa merasa tidak memiliki informasi yang cukup mengenai MoU dan program reintegrasi sehingga tidak dapat menyampaikan informasi itu kepada warga desanya. Meski sebelumnya sudah ada program-program penyebaran informasi pasca MoU, semua ini mengalami kekurangan dana anggaran dari pemerintah dan dari donor, sehingga tidak ada kepastian bahwa informasi tentang proses perdamaian sampai ke tangan warga masyarakat. Perlu digunakan berbagai kelompok di desa untuk menyampaikan informasi. Pemimpin kelompok perempuan dan ketua pemuda sama besar kemungkinannya memberikan informasi tentang persoalan-persoalan seperti pembangunan desa, seperti halnya kepala desa. Namun, di desa tampaknya ada perbedaan pendapat mengenai siapa memberikan informasi apa. Karena itu, memberikan secara sistematis informasi tentang berbagai persoalan penting kepada para pemimpin setempat akan dapat meningkatkan arus informasi kepada warga masyarakat. 5.3. KEBUTUHAN DESA Bagian dari Survei Desa Aceh ini mengevaluasi kebutuhan utama desa di Aceh. Tim survei juga menganalisis apakah kebutuhan yang dilaporkan konsisten dengan bagian-bagian lain dari survei ini, termasuk peluang memperoleh layanan publik (yakni pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, air dan sanitasi, dan angkutan umum) dan dengan laporan status prasarana. Kebutuhan Warga Desa di Aceh Kebutuhan utama desa adalah jalan. Dari semua responden yang diwawancarai dalam survei ini, hampir separuh (48,4 persen, atau 7.701 dari 15.911 responden) memilih jalan sebagai kebutuhan prioritas desa.41 Jika dilihat angka kumulatif kebutuhan prioritas satu, dua dan tiga dalam Gambar 5.13, tampak bahwa jalan 40 Sharpe and Wall (2007). 41 Total jawaban untuk prioritas pertama sebesar 15.911, prioritas kedua 15,901 dan prioritas ketiga 15.615. Tingkat tidak menjawab untuk semua kebutuhan prioritas sekitar 5 persen dari total responden. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 69 BAB 5: KEADAAN SOSIAL menduduki tempat tertinggi sebagai kebutuhan prioritas desa yang paling sering disebut.42 Kebutuhan jalan tampaknya konsisten dengan temuan dalam Bab 4 (Status Prasarana) yang melaporkan bahwa kerusakan jalan mencapai lebih dari 70 persen. Juga, sekitar 90 persen dari jalan yang rusak belum diperbaiki. Temuan tentang kebutuhan jalan juga konsisten dengan temuan studi kebutuhan reintegrasi GAM yang menunjukkan bahwa rekonstruksi prasarana (termasuk jalan desa) adalah kebutuhan prioritas dari desa yang menampung bekas anggota GAM.43 Gambar 5.13 Prioritas kebutuhan desa 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Prioritas ketiga Prioritas kedua Prioritas pertama Perumahan Keamanan dan keteraturan Kegiatan keagamaan Kesehatan dan gisi Listrik 12,4% 12,9% 4,8% 11,1% 6,5% 2,3% 13,7% 18,0% 13,5% 3,9% 2,7% 6,1% 7,7% 7,3% 6,9% 2,2% 2,0% 2,0% Jalan Kesempatan kerja Air dan sanitasi 5,0% 10,1% 3,4% 28,7% 6,0% 17,7% 14,9% 48,4% 11,7% 10,0% Perekonomian Pendidikan Pelayanan konseling psikologi/ trauma Lain-lain Informasi umum 1,2% 0,5% 1,1% 2,7% 0,5% 0,0% 0,2% 1,1% 0,4% 0,2% 0,1% Dalam pandangan Bapak/Ibu, kebutuhan apa yang merupakan prioritas utama di desa ini? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Kebutuhan akan jalan mungkin berkaitan dengan keinginan untuk mengurangi kemiskinan. Kemiskinan adalah masalah serius di Aceh: Aceh adalah propinsi termiskin keempat di Indonesia sebelum tsunami dan tingkat kemiskinannya diperkirakan bertambah parah setelah tsunami.44 Sejumlah studi menunjukkan bahwa sarana angkutan pedesaan, yang mengandalkan jalan dan kemudahan akses, dapat membawa dampak jangka pendek dan jangka panjang pada kemiskinan.45 Potensi dampak termasuk lapangan kerja di luar sektor pertanian bagi warga desa, yi. penghasilan langsung warga desa dari pekerjaan di proyek. Selain dari dampak langsung jangka pendek pada kemiskinan, sarana angkutan pedesaan dapat membawa dampak tidak langsung, dan dampak yang agak lama baru terasa pengaruhnya tetapi lebih bertahan pada kemiskinan, dibandingkan dengan dampak langsung. Dampak tidak langsung ini muncul akibat menurunnya biaya angkutan untuk membawa hasil pertanian dari lapangan ke pasar dan untuk mengangkut sarana pertanian. Selain itu, sarana angkutan yang lebih baik berarti peluang yang lebih besar untuk memperoleh informasi dan teknologi baru di bidang pertanian. Sarana angkutan yang lebih baik juga memudahkan warga memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan, yang berpotensi meningkatkan modal sosial warga miskin. Ini karena tersedianya sarana angkutan dapat mendorong penyediaan layanan angkutan umum. Data survei menunjukkan, menurut kepala desa, angkutan umum adalah pelayanan yang paling tidak tersedia di desa (Tabel 5.14). Data juga menunjukkan, bila angkutan umum tidak tersedia, proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik lebih besar daripada ketika angkutan umum tersedia (Tabel 5.15). 42 Perlu dicatat bahwa survei ini dilakukan oleh fasilitator desa PPK dan pada tahun 2005, 67 persen dari proyek PPK adalah proyek prasarana dan bagian terbesar dari ini (34 persen) adalah proyek pembangunan jalan desa. Selain itu, dari jumlah total dana untuk kegiatan PPK, 83 persen digunakan untuk prasarana, dan dari pengeluaran untuk prasarana, bagian terbesar (33,87 persen) adalah untuk membangun jalan desa. Angka-angka ini menunjukkan kemungkinan adanya bias dalam jawaban responden yang lebih memberatkan jalan. Namun, argumen-argumen berikut dapat menunjukkan bahwa jawaban-jawaban responden itu amat mungkin mencerminkan kebutuhan warga desa yang sebenarnya. 43 World Bank (2006b), hal. 61-62. 44 World Bank (2006a), p xiv. 45 Asian Development Bank (2003), Kfw (2004), Kwon (2000), dan Gannon et.al. (1997) 70 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tabel 5.14 Ketersediaan layanan publik Layanan publik Pendidikan dasar (%) Sarana kesehatan (%) Air bersih (%) Angkutan (%) Ya 58,6 46,8 56,3 42,8 Tidak 41,4 53,2 43,7 57,2 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Jawaban dari kepala desa. Tabel 5.15 Proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik ketika angkutan umum tidak tersedia Proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh pelayanan (persentase) Layanan publik Pendidikan dasar Pelayanan kesehatan Air bersih Ketersediaan angkutan umum Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Nihil Hanya beberapa Kurang dari setengah populasi desa Lebih dari setengah populasi desa 35,5 28,3 46,5 38,5 36,7 35,4 48,7 47,2 34,1 31,6 32,5 25,8 11,2 15,2 11,9 14,1 15,1 16,7 4,6 9,3 7,6 15,8 15,7 22,1 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Perekonomian dan peluang kerja juga dipilih sebagai kebutuhan utama prioritas. Perekonomian di sini berarti penghasilan yang lebih baik tetapi tidak harus berarti mendapat pekerjaan baru, sedangkan peluang kerja jelas mencerminkan kebutuhan mencari pekerjaan baru. Secara keseluruhan, 50 persen dari responden memilih perekonomian sebagai prioritas kebutuhan mereka, sedangkan 39,6 persen memilih peluang kerja. Ini diikuti oleh pendidikan, perumahan, dan air bersih, sebesar masing-masing 37,7, 33,4 dan 28,3 persen. Kebutuhan-kebutuhan yang lain seperti listrik dan konseling psikologi/trauma jarang sekali disebut-sebut responden. Persentase kebutuhan akan perekonomian dan peluang kerja yang tinggi tidak mengherankan mengingat keadaan ekonomi yang sulit yang dihadapi banyak rakyat Aceh setelah tsunami dan konflik yang berlarut-larut. Laporan Aceh and Nias One Year after the Tsunami misalnya, mengatakan bahwa sebagian besar warga Aceh yang selamat dari tsunami mengatakan pemulihan perekonomian adalah kebutuhan utama bagi mereka setelah bencana itu.46 Dalam evaluasi mengenai kebutuhan reintegrasi GAM, sebagian besar anggota GAM yang kembali juga menyatakan keinginan mereka untuk mewujudkan perbaikan perekonomian seperti tercermin dalam permintaan mereka agar diberi bantuan modal untuk digunakan untuk kegiatan produktif.47 Hanya sedikit perbedaan kebutuhan di tingkat kabupaten dan di antara responden di tingkat propinsi dan kabupaten. Semua kabupaten menunjukkan pola kebutuhan yang sama dengan perbedaan persentase jawaban yang kecil. Pola serupa juga ditemukan di wilayah-wiayah konflik dan tsunami. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan dari desa-desa di Aceh pada umumnya konsisten. Hampir tidak terdapat perbedaan jawaban di antara ketiga kelompok responden mengenai kebutuhan prioritas desa di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Namun, perbedaan-perbedaan jawaban yang signifikan ditemukan di tingkat desa, yang menunjukkan bahwa perlu ada proses musyawarah di tingkat desa dalam perencanaan pembangunan. 46 BRR and International Partners (2005). “Aceh and Nias One Year after the Tsunami: The Recovery Effort and Way Forward.” hal. 52. 47 World Bank (2006). “GAM Reintergration Needs Assessment: Enhancing Peace through Community-level Development Programming”. Jakarta: World Bank. Hal. 40-41. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 71 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Kebutuhan Desa dan Akses kepada Layanan publik Sekitar 20 persen responden mengatakan, lebih dari setengah warga di desa mereka tidak dapat, atau kesulitan, memperoleh layanan publik. Dalam bagian mengenai modal sosial survei ini, responden ditanya apakah ada warga desa yang tidak dapat atau kesulitan memperoleh empat macam layanan publik (yi. pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, air bersih dan angkutan umum).48 Gambar 5.14 menunjukkan, sekitar 30-50 persen dari responden mengatakan bahwa hanya beberapa orang saja dari warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik. Gambar 5.14 juga menunjukkan, air minum dan angkutan umum lebih sulit diperoleh daripada pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan. Kesulitan memperoleh layanan publik terkonsentrasi dan terkait dengan ketersediaan pelayananpelayanan itu. Meski ada kemungkinan warga desa di wilayah-wilayah yang tidak memiliki layanan publik untuk memperoleh layanan dari desa-desa di sekitarnya, persediaan layanan publik jelas mempengaruhi kemudahan memperoleh pelayanan bersangkutan. Seperti dapat dilihat dalam Tabel 5.15, bila layanan publik tertentu tidak tersedia, persentase responden yang mengatakan kurang dari setengah atau lebih dari setengah warga di desa mereka kesulitan mendapat pelayanan, meningkat.49 Jawaban-jawaban tentang kesulitan memperoleh keempat layanan publik itu sangat kuat korelasinya satu sama lain; ini menunjukkan bahwa masalah kesulitan memperoleh pelayanan terkonsentrasi: bila sebuah desa menghadapi kesulitan memperoleh salah satu layanan publik, maka kemungkinan besar desa itu juga menghadapi kesulitan memperoleh ketiga pelayanan yang lainnya. 50 Namun, tidak ada perbedaan berarti antara wilayah tsunami dengan wilayah konflik sepanjang menyangkut persediaan layanan publik dan kesulitan memperoleh pelayanan.51 Gambar 5.14 Persentase jawaban tentang proporsi warga desa yang kesulitan memperoleh layanan publik 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pendidikan dasar Pelayanan kesehatan Air bersih Angkutan umum Tidak ada Ada, hanya beberapa orang 31,5% 42,0% 36,0% 39,4% 47,9% 32,7% 28,7% 26,7% Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 13,4% 13,2% 15,9% 15,4% Banyak, lebih dari separuh warga desa 7,2% 12,2% 19,3% 18,5% Apakah ada warga desa yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pelayanan umum? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. 48 Penting dicatat bahwa pertanyaan-pertanyaan di sini adalah alat yang diciptakan untuk mengukur peranserta sosial dan tidak dimaksudkan untuk menilai mutu pelayanan yang mungkin turut mempengaruhi perolehan pelayanan. 49 Situasi ini lebih menonjol dalam pelayanan tertentu seperti air bersih dan angkutan umum. Untuk pelayanan sekolah dasar dan kesehatan, warga desa biasanya pergi ke desa tetangga yang memiliki pelayanan ini (lihat misalnya, World Bank (2006a) hal. 62 tentang pelayanan kesehatan). 50 Korelasi antara jawaban-jawaban tentang kesulitan memperoleh keempat layanan publik itu berkisar antara 0,3 dan 0,4; semua signifikan pada tingkat 0,01. 51 Tidak ditemukan pola tertentu ketika disusun tabulasi silang indeks dampak tsunami dan dampak konflik, dengan persediaan dan kemudahan memperoleh empat layanan publik itu. 72 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tabel 5.16 Hubungan antara peluang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi dengan ketersediaan layanan publik Proporsi warga kesulitan memperoleh pelayanan Layanan publik Pendidikan Dasar Kesehatan Air bersih Angkutan umum Ketersediaan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak ada Total 3.099 1.709 3.769 2.589 3.893 1.588 3.616 2.297 Persen 33,8 27,8 51,8 32,8 43,9 25,0 54,2 27,6 Hanya beberapa Kurang dari setengah populasi desa Total 4.489 2.839 2.419 2.532 3.118 1.249 2.144 1.856 Total 1.097 958 662 1.332 1.122 1.296 619 1.696 Persen 49,0 46,2 33,3 32,1 35,2 19,7 32,1 22,3 Persen 12,0 15,6 9,1 16,9 12,7 20,4 9,3 20,4 Lebih dari setengah populasi desa Total 472 635 420 1.429 729 2.219 295 2.476 Persen 5,2 10,3 5,8 18,1 8,2 34,9 4,4 29,7 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Kebutuhan prioritas desa tidak selalu konsisten dengan akses kepada layanan publik. Sekitar 20 persen dari responden mengatakan, lebih dari setengah warga desa mereka kesulitan mendapat air bersih (Gambar 5.14). 52 Namun, kurang dari 30 persen dari semua responden memilih air sebagai kebutuhan prioritas. Dari responden yang mengatakan bahwa lebih dari separuh warga desa kesulitan mendapat air bersih, hanya 11 persen yang memilih air sebagai kebutuhan prioritas. Sebaliknya, sementara kurang dari 10 persen responden mengatakan bahwa lebih dari separuh warga desa kesulitan memperoleh pelayanan pendidikan dasar, pendidikan dipilih oleh hampir 40 persen dari responden sebagai kebutuhan prioritas. Untuk listrik, walaupun sekitar 27 persen dari KK di Aceh tidak memperoleh aliran listrik menurut laporan APEA,53 hanya 6 persen dari responden yang memilih listrik sebagai kebutuhan prioritas. Ini menunjukkan bahwa persoalan perolehan pelayanan bukanlah satu-satunya pertimbangan di balik pandangan warga desa mengenai kebutuhan mereka. Karena itu, untuk tujuan perencanaan pembangunan, disamping melihat masalah perolehan pelayanan, para perencana juga perlu menggali kebutuhan-kebutuhan menurut persepsi warga masyarakat. Masyarakat mungkin memiliki pertimbangan-pertimbangan yang lebih mendesak untuk memilih kebutuhan-kebutuhan tertentu, meski jelasjelas ada masalah kesulitan memperoleh layanan publik. Kebutuhan Desa dan Kemiskinan Kemiskinan adalah penyebab utama di balik kesulitan memperoleh layanan publik tetapi tidak berkaitan langsung dengan pilihan responden mengenai prioritas kebutuhan desa. Ketika ditanya mengenai sebab-sebab warga di desa mereka kesulitan mendapat layanan publik dan mengikuti kegiatan, 77 persen dari responden mengatakan kemiskinan sebagai sebab utama di balik kesulitan itu (Gambar 5.19). Tabulasi silang antara kebutuhan prioritas desa dan peluang memperoleh keempat layanan publik menunjukkan pola yang menarik: semakin besar proporsi warga yang kesulitan mendapat layanan Fasilitator Desa mewawancarai kepala desa di Ds. Lancang, Kec. Bandar Baru, Kab. Pidie 52 Untuk pendidikan dasar, 79 persen dari responden memilih tidak ada atau hanya beberapa (12.155 dari 15.,324); untuk pelayanan kesehatan 75 persen (11.348 dari 15.201); air bersih 65 persen (9.886 dari 15.274); dan angkutan 66 persen (9.937 dari 15.037). Tidak menjawab sekitar 9 persen. Semua responden diikutkan dalam analisis ini. 53 World Bank (2006a), hal. 83. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 73 BAB 5: KEADAAN SOSIAL publik, semakin kecil kemungkinan responden memilih jalan sebagai kebutuhan prioritas pertama dan semakin besar kemungkinan mereka memilih perekonomian (Gambar 5.15). Ini tampaknya menunjukkan bahwa semakin sulit memperoleh layanan publik – dimana penyebab utamanya adalah kemiskinan - semakin tinggi kemungkinan responden memilih perekonomian sebagai prioritas kebutuhan utama. Namun, ketika tabulasi silang dilakukan dengan menggunakan indeks tingkat kemiskinan, tidak ditemukan korelasi antara tingkat kemiskinan di suatu wilayah dengan pilihan prioritas kebutuhan utama desa dari pihak responden (Tabel 5.17).54 Juga, ketika dihitung korelasi antara indeks kemiskinan dengan jawaban bagi kesulitan memperoleh keempat layanan publik itu, tidak ditemukan kaitan antara kesulitan memperoleh pelayanan dengan tingkat kemiskinan di suatu wilayah. Ini tampaknya menunjukkan bahwa meski banyak pemimpin di desa (yi. responden) yang mengaitkan kesulitan mendepat layanan publik dengan kemiskinan dan sangat paham mengenai situasi kemiskinan di desa mereka masing-masing, besarnya kemiskinan itu sendiri tidak berpengaruh secara langsung terhadap pendapat mereka mengenai kebutuhan prioritas desa. Tampaknya, terlepas dari jumlah keluarga miskin di desa mereka, pemimpin setempat cenderung melihat kemiskinan sebagai masalah serius bagi desa mereka masing-masing. Gambar 5.15 Persentase responden yang memilih jalan dan perekonomian sebagai kebutuhan prioritas pertama ketika proporsi warga yang kesulitan mendapat layanan publik meningkat 25% 20% 15% 10% 5% 0% Tidak ada Ada, hanya beberapa orang Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa Banyak, lebih dari separuh warga desa 56,4% 44,7% 41,0% 53,9% 45,0% 43,0% 55,3% 45,7% 42,9% 54,8% 49,9% 47,4% Persentasi responden yang memilih jalan sebagai prioritas pertama Pendidikan dasar Pelayanan kesehatan Air bersih Transportasi 40,3% 37,4% 39,2% 25,7% Tidak ada Pendidikan dasar Pelayanan kesehatan Air bersih Transportasi 6,1% 6,2% 5,4% 5,3% Ada, hanya beberapa orang Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa Banyak, lebih dari separuh warga desa 7,2% 6,8% 6,3% 4,1% 11,0% 9,4% 9,3% 4,0% 13,8% 14,6% 13,2% 22,0% Persentasi responden yang memilih perekonomian sebagai prioritas pertama Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. 54 74 Indeks tingkat kemiskinan dengan empat kategori kemiskinan—tidak miskin, agak miskin, miskin dan sangat miskin —disusun untuk membantu analisis ini. Indeks tingkat kemiskinan ini disusun dengan menggunakan data persentase KK miskin di setiap desa (jumlah KK miskin dibagi jumlah total KK). Indeks ini dikelompokkan ke dalam empat kategori: Tidak miskin : % miskin > 1 standard deviasi di bawah rata-rata Agak miskin : 1 standard deviasi di bawah rata-rata > % miskin < rata-rata Miskin : rata-rata < % miskin < 1 standard deviasi di atas rata-rata Sangat miskin : % miskin > 1 standard deviasi di atas rata-rata SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tabel 5.17 Prioritas kebutuhan pertama menurut indeks tingkat kemiskinan Kebutuhan Prioritas Pertama Jalan Air dan Sanitasi Peluang Kerja Pendidikan Listrik Kesehatan dan Gizi Keamanan dan Ketertiban Perumahan Perekonomian Konseling Kegiatan Keagamaan Informasi umum Lain-lain TOTAL Persentase Jawaban menurut indeks tingkat kemiskinan Tidak Miskin Agak Miskin Miskin Sangat Miskin Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen 917 47,5 1.781 48,4 1.247 47,5 957 47,5 173 9,0 379 10,3 252 9,6 220 10,9 237 12,3 428 11,6 321 12,2 235 11,7 142 7,3 272 7,4 216 8,2 136 6,7 27 1,4 32 0,9 21 0,8 26 1,3 41 2,1 78 2,1 49 1,9 46 2,3 41 2,1 69 1,9 63 2,4 50 2,5 147 7,6 248 6,7 180 6,9 144 7,1 144 7,5 305 8,3 198 7,5 148 7,3 9 0,5 11 0,3 9 0,3 10 0,5 46 2,4 66 1,8 65 2,5 37 1,8 4 0,2 5 0,1 3 0,1 3 0,1 4 0,2 8 0,2 3 0,1 4 0,2 1.932 100 3.682 100 2.627 100 2.016 100 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Kesimpulan dan Rekomendasi: Kebutuhan Desa • Jalan, perekonomian, dan peluang kerja dilaporkan sebagai prioritas kebutuhan warga • SURVEI DESA ACEH 2006 desa. Perencana hendaknya mencurahkan perhatian kepada bidang-bidang ini ketika membahas pembangunan di tingkat desa. Kebutuhan-kebutuhan ini konsisten dari kabupaten ke kabupaten dan tidak berhubungan dengan dampak tsunami atau konflik. Karena itu, perencanaan pembangunan hendaknya menargetkan baik wilayah tsunami maupun konflik untuk memastikan bahwa semua desa mendapat manfaat yang sama dari usaha-usaha pembangunan. Penting untuk mengadakan musyawarah desa dalam proses perencanaan pembangunan. Karena kebutuhan prioritas desa tidak selalu sama dengan perolehan layanan publik, perencana perlu bermusyawarah dengan warga masyarakat tentang kebutuhan mereka dan tidak semata-mata mengandalkan laporan-laporan tentang ketersediaan dan akses kepada layanan publik. Selain itu, karena ada perbedaan pendapat tentang prioritas kebutuhan di antara responden di tingkat desa, perencana juga perlu memastikan bahwa proses musyawarah melibatkan sebanyak mungkin unsur warga masyarakat. Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 75 BAB 5: KEADAAN SOSIAL 5.4. MODAL SOSIAL Dalam bagian ini, Survei Desa Aceh menelaah modal sosial di Aceh hampir dua tahun setelah tsunami dan satu tahun setelah MoU Helsinki.55 Aspek-aspek yang dilihat dalam survei ini adalah ikatan sosial (social cohesion) dan partisipasi, mekanisme pengambilan keputusan, dan kepercayaan dan solidaritas. Studi-studi Bank Dunia sebelumnya tentang pemulihan pasca tsunami dan reintegrasi GAM menunjukkan bahwa modal sosial di tingkat desa di Aceh sangat kuat.56 Modal sosial sudah umum diterima sebagai salah satu sendi untuk pemberdayaan di tingkat desa dan sebagai salah satu persyaratan bagi program pembangunan berbasis masyarakat. Karena itu, sangatlah penting Fasilitator Desa mewawancarai tokoh pemuda di Ds. Rantau Panjang, Kec. untuk memahami modal sosial Aceh saat ini, Longkip, Kab. Aceh Singkil untuk membantu menentukan bagaimana program-program pembangunan—termasuk rekonstruksi pasca tsunami dan rekonsiliasi pasca konflik—dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat Aceh. Modal sosial sangat kuat di Aceh, terutama dalam kalangan kelompok dengan latar belakang dan ciri-ciri yang sama seperti keluarga, teman dekat, tetangga dan rekan sekerja. Tingkat non-partisipasi (eksklusi) rendah dan sebagian besar disebabkan faktor-faktor ekonomi seperti kemiskinan. Tingkat kepercayaan dan solidaritas di antara warga desa tetap kokoh dan tingkat solidaritas umumnya lebih tinggi sejak MoU Helsinki ditandatangani. Namun, ada beberapa persoalan yang mungkin berpotensi menjadi masalah bagi rekonstruksi tsunami dan rekonsiliasi konflik. Pertama, rakyat Aceh masih merasa gamang mengenai masa depan proses perdamaian. Kedua, korban konflik masih mengalami semacam hambatan untuk memperoleh layanan publik dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Ketiga, dalam proses pengambilan keputusan, kaum perempuan umumnya tetap kurang terwakili. Karena adanya perbedaan pendapat antara kepala desa, ketua pemuda dan tokoh perempuan di tingkat desa, menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa kaum perempuan dapat mengeluarkan suara mereka dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan. Hal ini menjadi prasyarat agar kebutuhan-kebutuhan khusus mereka dapat ditangani dan untuk memastikan bahwa hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati bersama baik oleh kaum perempuan maupun laki-laki. 55 Modal sosial biasanya berarti organisasi dan jaringan serta norma-norma dan nilai-nilai yang melandasi interaksi antara anggota masyarakat (Grootaert dan van Bastelaer, 2002, hal. 2). 56 BRR and International Partners (2005), hal. 45 dan World Bank (2006b), hal. 23. 76 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Ikatan Sosial dan Partisipasi57 Partisipasi sosial umumnya kuat di Aceh. Ini diukur dengan nilai ekslusi (non-partisipasi) yang disusun dengan menggabungkan jawaban mengenai kesulitan memperoleh empat jenis layanan publik yang telah disebutkan di atas dalam Gambar 5.14 Bagian 5.3. Nilai eksklusi selanjutnya di kelompokkan ke dalam tingkat eksklusi – rendah, sedang dan tinggi. (Untuk metode kalkulasi, lihat Kotak 5.4.) Semua kabupaten memperlihatkan pola eksklusi yang sama; sekitar 60 persen dari jawaban masuk ke dalam kategori eksklusi rendah (Gambar 5.16). Juga, tidak ditemukan pola eksklusi spesifik ketika diadakan perbandingan tingkat eksklusi antar-wilayah dengan berbagai intensitas dampak tsunami ataupun konflik.58 Ini menunjukkan bahwa ikatan sosial pada umumnya kuat di semua pelosok Aceh. Gambar 5.16 Persentase tingkat eksklusi di Aceh 70% 58,3% 60% 50% 40% 32,1% 30% 20% 9,6% 10% 0% Rendah Sedang Tinggi Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Kotak 5.2 Metodologi menghitung nilai eksklusi dan tingkat eksklusi Sebuah variabel yang dinamakan “Nilai Eksklusi” diciptakan dengan menggabungkan jawaban-jawaban untuk pertanyaan tentang apakah ada warga desa yang kesulitan mendapat empat jenis layanan publik (pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, air bersih dan angkutan umum). Jawaban yang sah untuk pertanyaan ini adalah: 1 = Nihil 2 = Hanya beberapa 3 = Kurang dari setengah penduduk 4 = Lebih dari setengah penduduk Jadi, nilai eksklusi paling rendah adalah 4, sedangkan yang tertinggi adalah 16. Dari nilai ini, disusun variabel tingkat eksklusi sbb.: nilai eksklusi 4-8 adalah kategori “Rendah”, nilai 9-12 adalah kategori “Sedang”, dan nilai di atas 13 adalah “Tinggi”. 57 Analisis untuk bab ini sebagian besar mengikuti pedoman dalam World Bank Working Series Paper No. 18 “Measuring Social Capital: An Integrated Questionnaire” (Grootaert et al, 2004). 58 Tabulasi silang tingkat eksklusi dengan tsunami dan intensitas konflik menunjukkan bahwa tidak ada pola eksklusi tertentu. Korelasi antara indeks tingkat eksklusi dengan indeks dampak tsunami dan indeks intensitas konflik juga tidak signifikan, yang berarti tidak ada kaitan antara eksklusi baik dengan dampak tsunami maupun dengan intensitas konflik. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 77 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Beberapa warga masyarakat kesulitan untuk menghadiri musyawarah desa dan kegiatan sosial. Meski hanya 38 persen responden yang mengatakan bahwa ada warga desa yang tidak dapat, atau yang kesulitan, mengikuti kegiatan sosial seperti kenduri, pemakaman, dan upacara agama, 48 persen mengatakan bahwa ada warga yang sulit atau tidak dapat menghadiri musyawarah desa (Gambar 5.17).59 Dari persentase ini, sekitar 70 persen mengatakan bahwa kurang dari setengah penduduk desa mengalami kesulitan-kesulitan ini, yang menunjukkan adanya ikatan sosial yang erat di antara warga desa (Gambar 5.17).60 Pengamatan bahwa tingkat partisipasi lebih tinggi untuk kegiatan sosial daripada untuk musyawarah desa tampaknya menunjukkan bahwa lebih mudah bagi warga desa untuk ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial yang tidak terlalu resmi dan melibatkan interaksi antara sanak saudara, teman-teman dan/atau tetangga, dibandingkan dengan kegiatan yang lebih formal seperti musyawarah desa. Ini menunjukkan bahwa modal sosial “perekat” (ikatan antar warga dengan ciri-ciri demografi yang sama, seperti anggota keluarga, tetangga dan teman karib) sangat kuat di desa. Gambar 5.17 Persentase jawaban tentang warga desa yang kesulitan berpartisipasi dalam musyawarah/kegiatan sosial desa 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Dengan kesulitan Tanpa kesullitan Pertemuan desa 47,9% 52,1% 38,3% Kegiatan sosial 61,7% Apakah ada warga desa yang mengalami kesulitan dalam berpartisipasi di pertemuan desa/kegiatan sosial? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Pandangan responden tentang tingkat eksklusi konsisten di tingkat propinsi dan kabupaten, tetapi tidak pada tingkat desa. Ada korelasi yang tinggi antara ketiga kelompok responden di tingkat propinsi dan kabupaten (korelasi = 0.99). Namun, korelasi sangat rendah (hampir 0) di tingkat desa.61 Ini menunjukkan bahwa meskipun secara agregat jawaban dari ketiga kategori responden itu konsisten satu sama lain, tidaklah demikian halnya di tingkat desa. Sama dengan temuan-temuan di bagian-bagian lain dari Bab Keadaan Sosial, pengamatan ini menegaskan kembali pentingnya bagi para perencana pembangunan untuk mempertimbangkan pandangan atau masukan dari sebanyak mungkin kelompok masyarakat. Faktor-faktor ekonomi lebih banyak berperan dalam hal warga desa kesulitan memperoleh layanan publik dan ikutserta dalam musyawarah desa/kegiatan sosial. Ketika ditanya mengenai sebab utama di balik kesulitan warga desa memperoleh layanan publik atau menghadiri musyarawarah desa/ ikutserta dalam kegiatan sosial, 89 persen dari responden memilih kemiskinan sebagai penyebab, diikuti oleh kurangnya pengetahuan/pendidikan (58,7 persen) dan pekerjaan (52,7 persen) (Gambar 5.19). Ini masuk akal mengingat tingkat kemiskinan yang tinggi di Aceh. Kurang dari 10 persen dari responden memilih faktorfaktor identitas, seperti agama dan suku/ras sebagai alasan sulit berpartisipasi itu. Ini Gambar 5.18 Persentase jawaban tentang banyaknya warga desa yang kesulitan menghadiri rapat desa dan kegiatan sosial 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pertemuan desa Kegiatan sosial Ada, hanya beberapa orang Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa Banyak, lebih dari separuh warga desa 13,2% 12,2% 72,5% 71,1% 14,3% 16,7% Apakah ada warga desa yang mengalami kesulitan dalam berpartisipasi di pertemuan desa/kegiatan sosial? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006 59 Untuk kegiatan sosial, 6.053 dari 15.814 responden mengatakan ada warga desa yang kesulitan atau tidak dapat menghadiri kegiatankegiatan sosial (tidak ada jawaban: 5,6 persen). Untuk musyawarah desa, 7.578 dari 15,809 respondenmengatakan ada kesulitan (tidak ada jawaban: sama dengan kegiatan sosial, 5,6 persen). 60 5.345 dari 7.578 responden untuk musyawarah desa dan 4.126 dari 6.053 untuk kegiatan sosial. 61 Pengamatan yang sama juga diperoleh untuk semua jawaban dalam bagian ini. 78 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL konsisten dengan kenyataan bahwa konflik di Aceh umumnya tidak didasarkan pada persoalan-persoalan yang menyangkut identitas.62 Gambar 5.19 Persentase jawaban tentang penyebab utama kesulitan memperoleh layanan publik dan berpartisipasi dalam kegiatan desa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pilihan ketiga Pilihan kedua Pilihan pertama Kemiskinan Kurang ilmu pengetahuan/ pendidikan 4,9% 7,3% 77,2% 33,0% 20,3% 5,5% Pekerjaan Jauh lokasinya Umur Korban konflik Agama Lain-lain Korban tsunami 14,4% 24,1% 5,5% 7,7% 1,3% 0,8% 3,7% 33,8% 5,7% 6,9% 11,1% 5,1% 2,7% 2,7% 4,6% 2,6% 2,5% 2,4% 1,9% 1,4% 1,0% Sebutkan 3 alasan utama, kenapa warga sulit mendapatkan pelayanan umum atau berpartisipasi dalam pertemuan desa/kegiatan sosial Gender Suku/ perbedaan bahasa/ras/ 2,6% 2,0% 0,5% 2,0% 2,4% 0,5% Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Sekitar 20 persen responden memilih “korban konflik” sebagai salah satu penyebab eksklusi. Hampir 20 persen dari responden mengatakan bahwa menjadi korban konflik dapat menyebabkan warga sulit mendapat layanan publik atau mengikuti musyawarah/kegiatan desa, sedangkan hanya 7 persen yang mengatakan bahwa korban tsunami mungkin salah satu sebab eksklusi. Ini menunjukkan bahwa sampai batas tertentu, korban konflik masih menghadapi kesulitan untuk berintegrasi sepenuhnya dengan lingkungan masyarakatnya meskipun proses reintegrasi dan rekonsiliasi pada awalnya berjalan dengan lancar. Ini juga menunjukkan bahwa penting untuk memastikan bahwa korban konflik dapat memperoleh dana reintegrasi yang disalurkan melalui BRA, yang selanjutnya menyalurkan dana ke desa dan kemudian dana dibagi berdasarkan keputusan yang diambil dalam musyawarah desa. Meskipun misi pengawasan menemukan bahwa umumnya musyarah desa dihadiri oleh sebagian besar warga, namun temuan survei menunjukkan bahwa ada resiko bahwa korban yang terpinggirkan dapat terkucil sama sekali jika mereka mengalami kesulitan untuk menghadiri musyawarah desa. Pengambilan-Keputusan Musyawarah desa adalah mekanisme yang paling lazim untuk memecahkan masalah. Meski pertemuan dengan keluarga, teman dan tetangga dipilih oleh 32 persen dari responden sebagai pilihan pertama untuk memecahkan persoalan bersama, secara keseluruhan pertemuan semacan itu hanya menempati peringkat ketiga (45,8 persen) setelah musyawarah desa (80,3 persen) dan organisasi kemasyarakatan (69,4 persen) (Gambar 5.20).63 Pilihan keluarga, teman dan tetangga sebagai pilihan pertama untuk memecahkan masalah tampaknya konsisten dengan pengamatan yang telah disebutkan sebelumnya tentang modal sosial “perekat” yang kuat di Aceh. Namun, dalam hal mengatasi persoalan-persoalan umum di desa, musyawarah desa tetapi merupakan mekanisme yang paling lumrah untuk mengatasi masalah. Namun demikian, karena 48 persen dari responden mengatakan bahwa ada warga yang kesulitan menghadiri, atau tidak dapat menghadiri, musyawarah desa, maka sangatlah penting untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan melalui musyawarah desa melibatkan sebanyak mungkin kelompok masyarakat. 62 Lihat World Bank (2006b), hal. 23. 63 Total jawaban untuk pilihan pertama 15.870, tidak ada jawaban 5,2 persen (total 16.755 pengamatan), dan pilihan kedua 15.796, tidak ada jawaban 5,7 persen, dan pilihan ketiga 15.735, tidak ada jawaban 6 persen SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 79 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.20 Mekanisme utama pemecahan masalah 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10,1% 30,2% 29,1% 22,8% 4,8% 2,0% 11,2% 6,0% 1,3% 1,4% 0,6% 0,5% 4,5% 2,3% 0,4% 0,0% 0,3% 0,3% Tidak Tahu 2,1% 0,9% 0,4% Lain-lain Masalah dibiarkan saja tidak selesai Musrenbang kecamatan mendiskusikan pemercahan masalah 13,1% 18,5% 8,9% Mekanisme PPK membantu pemecahan masalah 25,2% 30,5% 24,6% Pemerintah kecamatan yang menangani Pilihan pertama 7,6% 5,7% 32,5% Pemerintah kabupaten yang menangani Pilihan kedua Kepala desa mencari jalan keluar Pilihan ketiga Musyawarah desa untuk memecahkan masalah Keluarga, tetangga dan kawan-kawan berkumpul untuk memecahkan masalah 0% Lembaga masyarakat di desa mencari jalan keluar 10% 2,0% 0,0% 0,0% Jika ada masalah yang terjadi dan mempengaruhi seluruh desa, misalnya tidak adanya air bersih, atau saluran air bersih rusak, biasanya bagaimana cara menyelesaikannya? (sebutkan 3 hal yang umumnya dilakukan) Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Lebih banyak laki-laki daripada perempuan Gambar 5.21 Persentase jawaban tentang peserta rapat yang hadir dalam musyawarah desa. Menurut desa berdasarkan gender kepala desa, musyawarah desa diadakan rata60% 52,3% rata 10 kali setahun. Selanjutnya, 52 persen dari 50% responden mengatakan bahwa musyarawarah desa biasanya dihadiri oleh kaum laki-laki dengan 40% sedikit kaum perempuan (Gambar 5.21).64 Karena 29,0% 30% musyarwarah desa merupakan mekanisme paling lazim untuk mengatasi masalah-masalah umum 20% 12,3% di desa, seperti telah dibahas di atas, penting bagi 10% 4,5% pemerintah dan pelaku pembangunan untuk 2,0% mempertimbangkan penggunaan mekanisme 0% Kebanyakan lakiPerempuan Hanya Kebanyakan Hanya khusus, seperti rapat khusus kaum perempuan, laki, dan bedan laki-laki, laki-laki saja perempuan, perempuan berapa peremdalam jumlah untuk memastikan bahwa persoalan-persoalan dengan besaja puan saja yang hampir seimbang berapa laki-laki khusus perempuan dapat dibahas dan dicarikan Siapa yang umumnya ikut datang/berpartisipasi dalam musyawarah desa? jalan keluar yang semestinya. Mengakui dan memecahkan kebutuhan-kebutuhan khusus Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. penting karena banyak perempuan yang menjadi korban tsunami dan konflik. Hal ini mungkin bahkan lebih penting lagi mengingat adanya perbedaan pendapat antara ketiga kategori reponden di tingkat desa, yang menunjukkan kemungkinan adanya kebutuhan perempuan yang berbeda di tingkat desa.65 Lembaga adat tetap penting di Aceh untuk mengambil keputusan. Organisasi kemasyarakatan dipilih oleh 63 persen dari responden (secara kumulatif ) sebagai salah satu mekanisme penyelesaian persoalan-persoalan umum. Di Aceh, organisasi kemasyarakatan biasanya berkaitan dengan lembaga adat seperti tuha lapan/ tuha peut (hukum adat), keujruen blang (kelompok petani), dan panglima laot (kelompok nelayan). Lembagalembaga ini adalah organisasi-organisasi tradisional yang dibentuk untuk mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum adat dan kebiasaan setempat lainnya. Pentingnya lembaga-lembaga ini sudah diakui oleh pemerintah propinsi dengan disahkannya peraturan daerah tentang pelaksanaan kehidupan adat pada 64 8.273 dari 15.829 responden (tidak ada jawaban: 5.5 persen).. 65 Korelasi antara jawaban tokoh perempuan dengan jawaban pemimpin pemuda atau kepala desa di tingkat desa mendekati 0. 80 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL 2001, yang mencakup definisi dan fungsi lembaga-lembaga adat.66 Karena sekitar 60 persen dari responden juga sependapat bahwa lembaga-lembaga ini adalah salah satu dari mekanisme-mekanisme yang paling banyak digunakan untuk memecahkan masalah, pemerintah dan pelaku pembangunan hendaknya menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga ini dalam pelaksanaan program-program pembangunan di Aceh. Mekanisme PPK juga salah satu pilihan mekanisme untuk mengatasi masalah di Aceh. Mekanisme PPK dipilih oleh 30 persen dari responden sebagai pilihan ketiga untuk mengatasi masalah. Secara kumulatif, 37 persen dari responden memilih mekanisme PPK untuk mengatasi masalah bersama. Meski ada kemungkinan bias karena petugas pencacah survei ini merupakan fasilitator desa PPK (FD), juga ada kemungkinan bahwa responden memilih mekanisme PPK karena kesamaannya dengan mekanisme musyawarah desa di Aceh yang mengambil tempat di meunasah (masjid) dimana warga membahas masalah-masalah bersama dan mengambil keputusan untuk memecahkan masalah. Ini menunjukkan bahwa mekanisme PPK dapat dengan mudah diterima oleh rakyat Aceh sebagai cara alternatif untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial dan ekonomi. Modal sosial yang kuat di tingkat desa di Aceh juga mempermudah warga masyarakat untuk menerima program-program pembangunan seperti PPK. Ini dapat dilihat, misalnya, dalam upaya-upaya pemulihan pasca tsunami dimana pemulihan berbasis masyarakat diakui sebagai “ciri utama” dalam program-program rekonstruksi.67 Peran kepala desa dalam pemecahan masalah juga sangat penting. Data menunjukkan bawah kepala desa tetap memainkan peranan yang penting dalam pengambilan keputusan di desa (44 persen dari responden memilih kepala desa sebagai mekanisme pemecahan masalah mereka). Kepala desa juga dilihat sebagai pihak yang lebih penting dalam penetapan keputusan-keputusan desa dibandingkan dengan pejabat kecamatan atau kabupaten. Kepala desa memang merupakan tokoh penting dalam penyelesaian konflik dan rekonstruksi pasca tsunami. Karena itu, adalah penting untuk melibatkan kepala desa dalam program-program pembangunan yang baru untuk memastikan agar program-program dapat diterima dengan cepat dan mendapat dukungan kerjasama di tingkat desa. Kepercayaan dan Solidaritas Sebagian besar responden bersikap netral mengenai kepercayaan sosial antara warga desa dengan anggota GAM yang kembali, serta tingkat solidaritas antara warga desa. Sebagian besar responden mengatakan bahwa tingkat kepercayaan sosial antara warga desa dengan anggota GAM yang turun gunung tidak tinggi dan tidak rendah (61 persen). Sekitar 7 persen menjawab “tidak tahu” dan 6 persen tidak memberikan jawaban (Gambar 5.22).68 Hal yang sama juga ditemukan untuk pertanyaanpertanyaan tentang solidaritas sosial antara warga desa (Gambar 5.23). Sekitar 50 persen dari responden memilih tidak tinggi dan tidak rendah, sedangkan 3 persen menjawab “tidak tahu” dan 5 Gambar 5.22 Tingkat kepercayaan kepada anggota GAM yang kembali 70% 60 ,7 % 60% 50% 40% 30% 20 ,1 % 20% 10% 0% 3,2% 4,2% 4,7% 7,1% Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Tidak tahu rendah tinggi Di desa ini, bagaimana Bapak/Ibu menilai tingkat rasa saling percaya antara saudara-saudara yang baru turun dari gunung dengan anggota masyarakat yang lain? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. 66 Peraturan Daerah Aceh No. 7/2000 tentang Penyelenggaraan Adat. 67 BRR and International Partners (2005), hal. 45. 68 9.531 dari 15.712 responden memilih bersikap netral, 3.907 memilih tinggi atau sangat tinggi, 1.160 memilih rendah atau sangat rendah, 1.114 menjawab tidak tahu. Tidak menjawab sekitar 6 persen. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 81 BAB 5: KEADAAN SOSIAL persen tidak menjawab.69 Ini mungkin menunjukkan bahwa responden masih merasa gamang mengenai masa depan proses perdamaian. Ini dapat juga berarti bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut GAM masih dianggap sensitif dan karena itu responden, yang sebagian besar terdiri dari tokoh-tokoh setempat yang mudah dikenal, memilih bersikap netral untuk menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah. Gambar 5.23 Tingkat solidaritas antara warga desa 60% 50,2% 50% 40% 27,8% 30% 20% 12,5% 10% 2,3% 0% Sangat rendah 4,5% Rendah 2,7% Sedang Tinggi Sangat tinggi Tidak tahu Secara keseluruhan, bagaimana menurut Bapak/Ibu kebersamaan/solidaritas sosial di desa ini? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Responden cenderung memberikan jawaban positif tentang kepercayaan dan solidaritas daripada jawaban negatif. Data juga menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mengatakan bahwa tingkat kepercayaan dan solidaritas tinggi atau sangat tinggi (25 persen untuk tingkat kepercayaan dan 40 persen untuk solidaritas) dibandingkan dengan rendah atau sangat rendah (7 persen untuk kepercayaan dan solidaritas). Meskipun ada kemungkinan bias karena adanya kecenderungan memberikan jawaban positif untuk menghindari ketegangan, ini mungkin menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan antara warga desa dan bekas anggota GAM dan solidaritas antara warga desa sebenarnya sudah semakin baik. Pengamatan ini konsisten dengan jawaban-jawaban tentang tingkat solidaritas setelah MoU Helsinki ditandatangani—sebagian besar dari responden (61 persen) menjawab bahwa tingkat solidaritas lebih baik atau jauh lebih baik (Gambar 5.24).70 Gambar 5.24 Tingkat solidaritas pasca MoU Helsinki 50% 47,6% 45% 40% 35% 29,0% 30% 25% 20% 13,7% 15% 10% 5% 6,3% 3,4% 0% Berkurang Berkurang Sama saja Sedikit Sangat banyak sedikit membaik membaik Dibandingkan dengan sebelum penandatanganan MoU, menurut Bapak/Ibu kebersamaan/solidaritas di desa ini bisa dikatakan? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006.. Pada umumnya, rasa saling percaya di antara warga desa masih kuat. Ketika dimintai pendapat tentang berbagai pernyataan mengenai kepercayaan, sebagian besar dari responden sependapat bahwa warga desa 69 7.977 dari 15.879 responden memilih netral, 6.399 memilih tinggi atau sangat tinggi, 1.076 memilih rendah atau sangat rendah, 427 menjawab tidak tahu. Tidak menjawab sekitar 5 persen. 70 9.679 dari 15.792 responden memilih lebih baik atau jauh lebih baik; 4.584 memilih sama, 1.529 memilih lebih rendah atau jauh lebih rendah. Tidak ada jawaban sekitar 6 persen. 82 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL dapat dipercaya, mereka biasanya saling membantu dan bersedia membantu orang lain (Gambar 5.25). Persentase menjadi lebih tinggi untuk pernyataan bahwa warga desa biasanya saling membantu dan bersedia membantu orang lain (58 persen dan 76 persen). Pada kenyataannya, rasa kebersamaan dan solidaritas yang kuat ini merupakan salah satu pendorong utama yang membantu proses pemulihan pasca tsunami di Aceh. Meski kehilangan banyak modal sosial akibat tsunami, masyarakat Aceh dengan sigap segera membenahi diri dan menjadi pemimpin dalam upaya pemulihan diri mereka sendiri.71 Namun, sangatlah penting baik bagi GAM maupun pemerintah untuk menunjukkan tekad yang kuat terhadap proses perdamaian guna meyakinkan rakyat Aceh bahwa proses perdamaian akan dilaksanakan sepenuhnya hingga berhasil. Gambar 5.25 Pendapat tentang berbagai pernyataan kepercayaan 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kebanyakan orang di desa ini dapat dipercaya Di desa ini masyarakat saling menolong dan bekerjasama tanpa mengharapkan imbalan/pamrih Kebanyakan orang di desa ini akan bersedia membantu jika Bapak/Ibu membutuhkan bantuan Di desa ini, orang pada umumnya saling percaya dalam hal pinjam-meminjamkan uang Sangat tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju 4,3% 14,4% 32,6% 41,4% 7,4% 2,3% 13,0% 26,8% 45,9% 12,0% 1,3% 3,6% 18,9% 56,4% 19,8% 4,9% 18,7% 33,8% 33,3% 9,3% Secara umum, apakah Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan pernyataan berikut? Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Kesimpulan dan Rekomendasi: Modal Sosial • Modal sosial masih tetap kuat dalam masyarakat Aceh. Ini dapat dilihat dari ikatan sosial dan • tingkat partisipasi yang tinggi (70 persen dari desa yang diamati masuk kategori eksklusi rendah) dan dari indikator-indikator positif mengenai tingkat kepercayaan dan solidaritas. Karena itu, badanbadan pembangunan dan pemerintah hendaknya memelihara dan meningkatkan prakarsa-prakarsa pembangunan yang bersumber dari masyarakat, baik untuk rekonstruksi pasca tsunami maupun untuk program reintegrasi pasca konflik. Kaum perempuan dan kelompok-kelompok tersisih sebagian besar masih kurang terwakili dalam proses pengambilan keputusan di Aceh. Sekitar 52 persen dari responden mengatakan bahwa sebagian besar musyawarah desa (dipilih sebagai mekanisme paling penting untuk mengatasi persoalanpersoalan bersama di desa) dihadiri laki-laki dan hanya segelintir perempuan, sedangkan 20 persen mengatakan bahwa keadaan warga sebagai korban konflik merupakan penyebab mereka kesulitan mendapat layanan publik dan ikutserta dalam musyawarah/kegiatan desa. Karena itu, diperlukan upayaupaya untuk meningkatkan partisipasi dan kemampuan kaum perempuan dan kelompok tersisih untuk mengambil keputusan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Ini sangat penting terutama karena adanya perbedaan pendapat yang besar di antara responden di tingkat desa. 71 BRR and International Partners (2005), hal. 45-47. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 83 BAB 5: KEADAAN SOSIAL • Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan konflik masih berpotensi memperlemah modal sosial. Sekitar 20 persen dari responden mengatakan bahwa menjadi korban konflik adalah salah satu sebab utama mengapa warga tidak dapat memperoleh layanan publik atau ikutserta dalam musyawarah/ kegiatan sosial desa. Rasa tidak pasti mengenai masa depan proses perdamaian (dilihat dari besarnya jumlah jawaban “netral”) dan kesulitan yang dihadapi korban konflik memperoleh layanan publik dan ikutserta dalam musyawarah desa atau kegiatan-kegiatan sosial desa menunjukkan bahwa masih sangat diperlukan upaya-upaya untuk reintegrasi lebih lanjut anggota GAM yang turun gunung dan korban konflik ke dalam masyarakat serta mengatasi perbedaan-perbedaan yang masih ada. Pemerintah perlu terus meningkatkan keamanan dan membangun kepercayaan di antara rakyat Aceh bahwa perdamaian akan berlanjut untuk selamanya. 5.5. KONDISI PENDIDIKAN Survei Desa Aceh melakukan evaluasi mengenai keadaan sekolah dasar di 18 kabupaten.72 Fasilitator desa PPK mengumpulkan informasi dengan cara mewawancarai kepala sekolah menggunakan kuesioner terstruktur. Terlepas dari jumlah total sekolah di setiap desa, hanya satu sekolah dasar per desa yang disurvei. Prioritas pertama diberikan kepada sekolah dasar negeri (SDN). Jika tidak ada SDN di desa tersebut, dipilih sekolah jenis lain menurut urutan prioritas sebagai berikut: sekolah dasar swasta, Madrasah Ibtidayah, dan pesantren. Karena itu, jumlah total sekolah yang dipilih dalam survei ini tidak mewakili total populasi sekolah di wilayah survei atau di Aceh. Sekolah sampel kemudian dikelompokkan sebagai berikut:73 1) 2) 3) Sekolah dasar (SD), Madrasah Ibtidayah (MI), dan Pesantren . Survei mengumpulkan data dari total 2.910 sekolah dasar, dan sebagian besar adalah SDN (81,2 persen), diikuti oleh MI (11,8 persen) dan pesantren (6,9 persen). Dengan demikian, survei ini memberikan lebih banyak data tentang sekolah dasar negeri daripada sekolah swasta. Kondisi Sekolah Survei menunjukkan, sebagian besar sekolah yang disurvei tidak kena dampak tsunami maupun konflik. Sekitar 19 persen dari 2.910 sekolah yang disurvei dilaporkan kena dampak konflik, sedangkan 7 persen kena dampak tsunami/gempa.74 Dari total SD yang disurvei, sekitar 20 persen kena dampak konflik, 7 persen kena dampak tsunami, sedangkan 59 persen tidak kena dampak sama sekali. Untuk pesantren, sekitar 11 persen kena dampak konflik, 2 persen kena dampak tsunami dan 66 persen tidak kena dampak sama sekali. Untuk MI, sekitar 20 persen kena dampak konflik, 8 persen kena dampak tsunami dan 61 persen tidak kena dampak sama sekali (Gambar 5.26). Kegiatan belajar di Ds. Buket Teukuh, Kec. Idi Tunong, Kab. Aceh Timur 72 Evaluasi mencakup 5.579 desa dan 2.910 sekolah rendah di 18 kabupaten: Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Bireuen, Gayo Lues, Nagan Raya, Pidie, Simeulu, dan Lhokseumawe. 73 Dinas Pendidikan NAD mengelompokkan SD dan MI ke dalam kategori sekolah dasar formal, sedangkan pesantren masuk kategori sekolah dasar informal. 74 60 persen dari sekolah yang disurvei dilaporkan tidak kena dampak tsunami maupun konflik. Tidak menjawab = 15 persen. 84 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.26 Kategori Sekolah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tidak terkena dampak apapun Terkena dampak tsunami Terkena dampak konflik MI Pesantren SD 61,1% 7,6% 19,6% 66,0% 2,0% 10,5% 58,9% 7,2% 19,5% Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Survei menemukan, rata-rata ada 12,6 guru per sekolah. Di antara guru yang ada, 52 persen adalah pegawai negeri sipil (PNS), 20 persen guru honorer, 18 persen guru sukarela (guru bakti), dan 10 persen guru kontrak. Namun, jumah rata-rata guru per sekolah berbeda dari kabupaten ke kabupaten. Ada tiga kabupaten dengan jumlah guru yang terbatas dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yakni Gayo Lues, Simeulue dan Singkil (kurang dari sembilan guru per sekolah). Sebaliknya, Lhokseumawe memiliki 18,3 guru per school.75 Bireuen dan Aceh Besar memiliki guru dalam jumlah terbesar kedua per sekolah (masing-masing 14,9 dan 14,7) (Gambar 5.27). Di sekolah yang disurvei, jumlah murid per kelas rendah. Survei menemukan bahwa total ada 482.704 murid atau, rata-rata, 166 murid per sekolah. Menggunakan angka perkiraan dari Departemen Pendidikan Nasional bahwa ada enam ruang kelas per sekolah di Aceh, maka total murid per kelas adalah 27,6.76 Jumlah murid terbesar per sekolah ditemukan di Lhokseumawe, dengan rata-rata 293 murid per sekolah atau 49 murid per kelas. Kepadatan murid per kelas tertinggi kedua dan ketiga ditemukan di Aceh Utara dan Aceh Tamiang (Tabel 5.18). Di sebagian besar wilayah survei, jumlah total murid laki-laki sedikit lebih tinggi daripada jumlah murid perempuan. Rata-rata, 51 persen dari jumlah total murid terdiri dari laki-laki dan 49 persen perempuan. Hanya di Gayo Lues dan Bener Meriah terdapat rasio murid laki-laki terhadap murid perempuan yang lebih rendah. 75 Hanya satu kecamatan dari tiga di Lhokseumawe yang disurvei dalam evaluasi ini. 76 An Aceh Education Data Pack (UNIMS, 2005) yang diterbitkan Education Management Information System (EMIS/ School Mapping), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Republik Indonesia, bekerja sama dengan UNICEF menunjukkan bahwa jumlah ruang kelas di sekolah dasar berkisar antara 1 dan 8 per sekolah. Namun, wawancara dengan staf Biro Pendidikan Propinsi menunjukkan bahwa umumnya, sebagian besar sekolah terdiri dari enam ruang kelas dan satu giliran belajar per hari. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 85 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Tabel 5.18 Rasio murid per sekolah Kecamatan Lhokseumawe Aceh Utara Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Tenggara Bireuen Aceh Singkil Aceh Barat Daya Nagan Raya Pidie Aceh Besar Bener Meriah Aceh Selatan Aceh Tengah Aceh Barat Gayo Lues Simeulue Aceh Jaya Rata-rata Komposisi Murid rata-rata per sekolah Murid rata-rata per kelas*) 293,3 213 191,7 187,4 178,4 178,1 174,7 170 169,5 163,2 153,1 152,7 147,3 135,3 129,5 118,7 112,4 92 166 48,9 35,5 32 31,2 29,7 29,7 29,1 28,3 28,3 27,2 25,5 25,4 24,5 22,6 21,6 19,8 18,7 15,3 27,6 Laki-laki Perempuan 0,51 0,51 0,52 0,52 0,51 0,51 0,51 0,52 0,53 0,50 0,51 0,51 0,51 0,49 0,52 0,53 0,51 0,48 0,51 0,49 0,49 0,48 0,48 0,49 0,49 0,49 0,48 0,47 0,50 0,49 0,49 0,49 0,51 0,48 0,47 0,49 0,52 0,49 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Dengan asumsi enam kelas per sekolah dan satu giliran belajar per hari. Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survey Di wilayah survei, rasio murid-guru rendah, hanya 14,6. Aceh Tengah dan Aceh Jaya memiliki rasio muridguru terendah, hanya 11,3, diikuti oleh Aceh Jaya (11,5). Sebaliknya, Aceh Singkil memiliki rasio tertinggi, sebesar 21,4, diikuti oleh Lhokseumawe, sebesar 17.8, sedangkan Aceh Timur dan Aceh Tamiang menduduki tempat ketiga, sebesar 16.9 (Gambar 5.22). Gambar 5.27 juga menunjukkan bahwa di Aceh Singkil, jumlah rata-rata guru yang rendah per sekolah mungkin ikut menyebabkan rasio murid-guru yang tinggi. Dengan kata lain, di Aceh Singkil jumlah guru tampaknya lebih terbatas dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Sebaliknya, jumlah guru di Bireuen dan Aceh Besar tampaknya cukup. Dengan rata-rata hampir 15 guru per sekolah, rasio murid-guru masing-masing hanya 13 dan 12,4 dan masih di bawah rasio murid-guru rata-rata tingkat propinsi Aceh (14.6). 86 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.27 Jumlah rata-rata guru per sekolah dan rasio murid-guru 25,0 Rasio 20,0 15,0 10,0 Aceh Tengah 12,3 13,6 11,9 12,5 8,7 16,6 12,8 8,9 13,5 14,9 7,8 14,7 9,7 12,8 16,7 16,6 15,7 14,7 14,6 14,3 13,8 13,5 13,1 13,0 12,5 12,4 11,5 11,3 Aceh Jaya 11,6 16,9 Bireuen 11,7 16,9 Pidie 18,3 17,8 Simeulue 8,9 21,4 Gayo Lues Aceh Besar Aceh Selatan Aceh Tenggara Bener Meriah Aceh Utara Nagan Raya Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Barat Rata-rata jumlah guru per sekolah Rasio murid-guru Lhokseumawe Aceh Singkil 0,0 Aceh Barat Daya 5,0 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. Jumlah guru per sekolah yang rendah di Aceh Singkil, Simeulue dan Gayo Lues (Gambar 5.22) menunjukkan bahwa guru lebih terkonsentrasi di perkotaan daripada di pedesaan. Singkil misalnya, terletak di sebelah tenggara propinsi, 710 km dari kota Banda Aceh. Perlu 14 jam dengan mobil dari Banda Aceh untuk mencapai Singkil. Pulau Simeulue terletak di bagian barat propinsi dan perlu 10 jam untuk mencapai pulau itu dengan feri atau satu jam dengan pesawat terbang dari Meulaboh di Aceh Barat. Pengamatan ini konsisten dengan temuan studi APEA bahwa, berdasarkan data dari Biro Pendidikan Propinsi, terdapat lebih banyak guru di perkotaan daripada di pedesaan di Aceh. 77 Jumlah murid laki-laki yang putus sekolah agak lebih tinggi daripada murid perempuan. Rata-rata, 53 persen dari murid putus sekolah adalah laki-laki dan hanya 47 persen perempuan (Gambar 5.28). Di Pidie, dengan jumlah murid putus sekolah tertinggi, jumlah murid putus sekolah sama antara murid laki-laki dan murid perempuan. Untuk Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Besar, Aceh Tamiang, dan Aceh Barat, jumlah rata-rata murid putus sekolah laki-laki agak lebih tinggi daripada murid perempuan.78 77 World Bank (2006a), p74. 78 Jumlah murid putus sekolah pada tahun ajaran 2004/2005. Tingkat murid putus sekolah tidak mungkin dihitung karena survei tidak berisi data jumlah murid pada tahun ajaran 2004/2005. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 87 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.28 Komposisi murid putus sekolah menurut gender 80.000 70.000 Jumlah Murid 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 Aceh Tenggara Aceh Tamiang Aceh Tengah 3.004 2.810 Aceh Jaya 3.208 3.230 Pidie 3.053 3.400 34.263 33.403 21.475 20.852 15.389 15.092 13.093 11.731 11.279 9.948 Gayo Lues 5.549 5.807 Aceh Utara Nagan Raya Aceh Barat Daya Bener Meriah Lhokseumawe 6.848 7.391 Aceh Besar 8.115 7.765 Aceh Barat 8.757 Aceh Timur 9.877 35.729 35.183 22.760 22.256 16.863 15.995 13.747 12.373 11.515 10.751 10.422 9.771 Bireuen Simeulue Murid perempuan Murid Laki-laki Aceh Singkil Aceh Selatan 0 Jumlah anak putus sekolah pada tahun ajaran 2004-2005 Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. Kebutuhan Sekolah Dasar Menurut para kepala sekolah dasar, kebutuhan terpenting di bidang pendidikan adalah guru yang lebih berpengalaman dan berkualitas, lebih banyak buku pelajaran, dan ruang kelas dan perabot sekolah yang lebih baik (Gambar 5.29). Tidak ada perbedaan besar sepanjang menyangkut kebutuhan antara wilayah dengan intensitas konflik tinggi, sedang dan rendah. Juga tidak ada perbedaan yang menyolok sepanjang menyangkut kebutuhan sekolah antara sekolah di wilayah dengan dampak tsunami ringan, sedang, dan tinggi. Bahkan data menunjukkan bahwa kebutuhan sekolah dasar sama saja baik di wilayah konflik maupun di wilayah tsunami. Lebih dari 35 persen responden mengatakan bahwa “guru yang lebih berpengalaman dan berkualitas” adalah kebutuhan utama untuk meningkatkan mutu pelayanan. Sampai batas tertentu, ini menunjukkan bahwa mutu guru SD di desa masih rendah. Studi APEA juga menemukan bahwa mutu guru SD di pedesaan relatif rendah. Studi ini mengatakan ada beberapa penyebab masalah mutu ini. Pertama, kualifikasi guru di Aceh (meski ini bukan alat ukur yang sempurna) rendah jika dibandingkan dengan kualifikasi nasional rata-rata. Studi ini juga menunjukkan bahwa kualifikasi rata-rata guru SD adalah paling rendah dibandingkan dengan sekolah lanjutan. Kedua, berdasarkan Governance and Decentralization Survey 2 (GDS2) yang juga dilakukan pada 2006, 30 persen dari guru tidak hadir pada waktu jam pelajaran. Ketiga, ada masalah yang selalu muncul pada tahuntahun terakhir ini, yakni guru lebih suka mengajar di sekolah di perkotaan. Ini berarti bahwa guru yang memenuhi syarat lebih cenderung mencari kerja di perkotaan sehingga di pedesaan yang tersisa hanya guru-guru dengan kualifikasi lebih rendah. Lebih dari 25 persen responden mengatakan bahwa buku pelajaran merupakan kebutuhan prioritas kedua. Di samping buku pelajaran, hampir 23 persen memilih perabot sekolah dan 20 persen memilih ruang kelas yang lebih baik sebagai kebutuhan prioritas kedua. Semua kebutuhan ini konsisten dengan temuan APEA, yang mengatakan bahwa sekitar seperempat (23 persen) dari ruang kelas SD rusak parah dan membutuhkan perbaikan besar-besaran. Hanya 44 persen dari ruang sekolah SD yang dinilai dalam keadaan baik. Selain tentang keadaan ruang sekolah, studi APEA juga mengatakan bahwa ada kelangkaan buku pelajaran dan sarana sekolah. Secara kumulatif, “lebih banyak buku pelajaran” merupakan prioritas tertinggi kebutuhan sekolah menurut lebih dari 60 persen dari kepala sekolah dasar. 88 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 5: KEADAAN SOSIAL Gambar 5.29 Kebutuhan prioritas sekolah 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Prioritas 3 Prioritas 2 Prioritas 1 Guru yang lebih Ruang kelas yang Lebih banyak berpengalaman lebih baik guru dan bagus 4,2% 13,7% 35,8% 9,0% 20,3% 17,9% 2,7% 2,3% 16,7% Mobiler sekolah Buku-buku sekolah Pagar sekolah Toilet Lebih banyak informasi bagi orang tua murid Lain-lain 11,9% 22,9% 11,9% 27,9% 25,3% 9,0% 19,9% 9,1% 5,9% 14,0% 3,8% 1,6% 6,9% 2,7% 0,6% 3,6% 0,0% 0,6% Sebutkan 3 prioritas utama yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ini Sumber : Survei Desa Aceh, 2006. Catatan: Untuk Lhokseumawe, hanya satu dari tiga kecamatan yang diikutkan dalam survei. Kesimpulan dan Rekomendasi : Kondisi Pendidikan • Pemerintah dan masyarakat pembangunan perlu mempercepat upaya meningkatkan mutu • SURVEI DESA ACEH 2006 pengajaran dan sarana, terutama bagi warga yang paling banyak kena dampak konflik dan tsunami. Sekolah dasar (SD) menduduki tempat teratas untuk perbaikan, karena sebagian besar murid adalah murid SD. Rehabilitasi hendaknya mencakup mekanisme untuk menarik murid putus sekolah untuk kembali ke bangku sekolah, misalnya dengan membentuk program beasiswa khusus. Mutu pendidikan harus menjadi prioritas dalam bantuan pembangunan pendidikan. Studi ini menemukan, rasio murid-guru rendah (terutama di Aceh Jaya, Simeulue, Gayo Lues, Aceh Barat dan Aceh Tengah) dan jumlah guru (terutama di Aceh Tengah, Aceh Besar, Bireuen, dan Pidie) sudah cukup. Para kepala sekolah sependapat, daripada membangun lebih banyak gedung sekolah atau mengeluarkan dana untuk kontrak/honor guru, adalah lebih penting untuk menyediakan guru-guru yang lebih berpengalaman, buku pelajaran dan perabot sekolah, dan juga memperbaiki ruang kelas yang ada. Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 89 90 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 6 Kesimpulan Dan Rekomendasi 06 BAB 6: KESIMPULAN dan REKOMENDASI Studi ini melakukan evaluasi mengenai keadaan prasarana fisik dan keadaan sosial di Aceh pada paruh kedua tahun 2006 saat propinsi itu memulihkan diri setelah mengalami konflik hampir 30 tahun lamanya dan bencana alam tsunami. Berdasarkan survei yang disebarkan melalui Program Pembangunan Kecamatan (PPK) pemerintah hampir ke seluruh desa di Aceh, laporan ini mencakup pertanyaan tentang keadaan prasarana propinsi, pengungsi, kebutuhan informasi dan prioritas pembangunan desa, modal sosial, dan pendidikan saat ini. Bagian kesimpulan ini membahas prioritas-prioritas yang muncul dari temuan-temuan survei ini dan cara-cara terbaik bagi program dan mekanisme pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi. Rekomendasi dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama berikut ini: 1 2 3 Investasi besar masih diperlukan sebelum pemulihan fisik dan sosial di Aceh dapat dinyatakan telah terwujud. Perhatian khusus perlu dicurahkan untuk memastikan bahwa upaya-upaya pemulihan ini benar-benar memenuhi kebutuhan korban konflik dan tidak terfokus hanya pada pemulihan pasca tsunami atau bencana alam yang lain. Temuan-temuan di sini menekankan perlunya masukan dari bawah untuk proses pemulihan dan pembangunan, dan ini menggarisbawahi pentingnya proses pembangunan yang berpijak pada partisipasi masyarakat. Investasi Besar Masih Dibutuhkan Tema utama yang muncul dari laporan ini adalah bahwa, walaupun sudah banyak kemajuan yang telah dicapai dalam upaya membantu Aceh memulihkan diri dari tsunami dan konflik, masih banyak tantangan besar yang membutuhkan tambahan investasi dalam jumlah besar. Banyak temuan dalam laporan ini yang mengungkapkan betapa luasnya kerusakan yang dialami Aceh dan banyaknya tugas-tugas besar yang masih harus dilaksanakan sebelum pemulihan benar-benar dapat dikatakan telah terwujud. Baik tsunami maupun konflik, secara sendiri-sendiri atau bersama, merusak lebih dari 50 persen dari semua jenis prasarana di propinsi, serta lebih dari 25 persen SD yang disurvei. Sedikit sekali wilayah yang lolos tanpa cacat. Disamping dan di atas angka perkiraan sebesar 130.000 orang yang tewas akibat tsunami dan 15.000 orang yang terbunuh karena konflik, lebih dari 170.000 KK terpaksa pindah karena tsunami atau konflik. Kerusakan prasarana sosial di propinsi itu besar sekali dan tidaklah wajar untuk mengharapkan bahwa pemulihan akan berjalan dengan cepat atau tanpa kendala. Masalah yang dihadapi masih banyak. Jumlah KK miskin di wilayah yang dicakup laporan ini tetap besar, dan hampir 24 persen dari rakyat dilaporkan cukup miskin hingga patut mendapat zakat dari mesjid dan 26 persen dimasukkan kepala desa ke dalam kelompok “KK miskin”. Proses perbaikan prasarana juga jauh dari selesai. Hanya sekitar 11 persen dari prasarana yang rusak telah diperbaiki atau sedang diperbaiki, dengan tingkat perbaikan yang rendah baik dalam hal prasarana yang biasanya menjadi tanggung jawab desa atau pemerintah, maupun prasarana yang menjadi tanggung jawab sektor swasta, seperti pasar, toko, gudang, dan kincir padi. Jumlah murid putus sekolah cukup besar di wilayah yang kena dampak tsunami dan konflik, dan ada permintaan yang tinggi agar mutu guru ditingkatkan. Partisipasi sosial masih tetap perlu ditingkatkan, dan partisipasi kaum perempuan dalam proses pengambilan keputusan desa masih terbatas. Data dalam laporan ini menunjukkan, biaya total untuk memperbaiki prasarana yang rusak akibat konflik atau tsunami mencapai Rp 12 trilyun, atau US$1,3 milyar. Lagipula, ini hanya cukup untuk memperbaiki sekitar 60 persen dari total prasarana yang rusak di propinsi itu; sisa yang 40 persen dari prasarana yang rusak adalah karena kurang pemeliharaan. Terlepas dari apakah kurangnya pemeliharaan ini memang karena tidak dilakukan atau karena konflik atau tsunami, angka-angka ini menunjukkan bahwa biaya total untuk memperbaiki prasarana dapat mencapai Rp 20 trilyun atau US$2,2 milyar. 92 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 6: KESIMPULAN dan REKOMENDASI Pemulihan dengan biaya sebesar ini dapat berhasil hanya jika semua pihak yang berkepentingan ikutserta dalam upaya pemulihan. Masyarakat internasional hendaknya terus memainkan peranan positif dengan memberikan bantuan keuangan, logistik dan teknik yang diperlukan untuk pemulihan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Aceh hendaknya, berlandaskan hasil-hasil yang telah dicapai hingga saat ini, memperbaiki prasarana dan memusyawarahkan jalan keluar dari ranjau politik pasca konflik. Tetapi, yang lebih penting lagi, rakyat Aceh harus terus mendukung pemulihan fisik, ekonomi, dan sosial-politik dengan secara aktif melibatkan diri dalam proses tersebut. Meski kecil kemungkinannya bahwa konflik akan timbul kembali, namun sisa-sisa dampak dari konflik masa lalu dan potensi bagi konflik pada masa mendatang tetap ada. Dilihat dari berbagai segi, keadaan sosial di Aceh, diluar perkiraan, cukup bagus. Modal sosial umumnya kuat, khususnya dalam kalangan kelompok-kelompok seperti keluarga, teman dekat, tetangga, dan rekan sekerja. Indikator-indikator eksklusi yang dilaporkan dalam survei rendah dan umumnya berkaitan dengan faktor-faktor ekonomi seperti kemiskinan. Selain itu, tingkat kepercayaan dan solidaritas di antara warga desa cukup kuat dan tingkat solidaritas tampaknya bertambah tinggi sejak MoU Helsinki ditandatangani. Namun, penting untuk memastikan bahwa semua perkembangan positif ini tidak dibiarkan mengaburkan sisa-sisa konflik yang masih tetap ada dan berpotensi mengganggu proses perdamaian dan upaya pemulihan. Misalnya, sebagian besar pemimpin setempat merasa bahwa mereka tidak mendapat cukup informasi mengenai persoalan-persoalan pasca konflik atau tentang dana reintegrasi, sedangkan kegiatan lapangan menemukan bahwa ketegangan yang semakin meningkat di desa ada kaitannya dengan kurangnya pemahaman mengenai program reintegrasi. Paling tidak 20 persen dari responden mengatakan bahwa menjadi korban konflik merupakan salah satu sebab mengapa warga desa kesulitan memperoleh layanan publik atau ikutserta dalam musyawarah desa dan kegiatan sosial desa. Responden pada pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut kepercayaan sosial dan solidaritas sosial dengan anggota GAM yang turun gunung tampak enggan mengeluarkan pendapat dibandingkan dengan jawaban mereka yang lebih positif pada pertanyaan-pertanyaan serupa tentang warga desa yang tidak ada sangkut pautnya dengan GAM atau MoU Helsinki. Seperti tampak dari temuan bahwa prioritas informasi tertinggi adalah informasi yang menyangkut MoU Helsinki, warga desa menyadari bahwa keberhasilan pelaksanaan perjanjian politik itu sangat penting dalam membentuk kehidupan dan kesejahteraan mereka dalam tahun-tahun yang akan datang. Jelas bahwa upaya-upaya yang sudah berjalan selama ini untuk mendukung proses perdamaian pasca konflik harus tetap dilanjutkan. Namun, upaya-upaya semacam itu hendaknya juga mencurahkan perhatian pada sosialisasi perkembangan proses perdamaian; pembekalan pemimpin setempat dengan informasi yang akurat dan terkini tentang program reintegrasi; dan upaya-upaya yang sedang berjalan untuk meningkatkan keamanan. Upaya pemulihan di Aceh hendaknya dibangun di atas kekuatan propinsi dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam upaya pemulihan. Kebutuhan akan investasi yang berkelanjutan tidaklah mengherankan, dan hendaknya dilakukan berdasarkan kemajuan luar biasa yang telah dicapai oleh rakyat Aceh, pemerintah pusat dan daerah, dan masyarakat internasional. Laporan ini menunjukkan bahwa keadaan di sejumlah wilayah sudah jauh lebih baik. Sebagian besar pengungsi konflik and pengungsi tsunami sudah kembali ke desa asal mereka masingmasing, dan banyak yang tinggal di rumah sendiri sekarang. Sebagian besar indikator modal sosial menunjukkan bahwa keadaan sosial cukup bagus. Kesulitan memperoleh layanan publik jarang terjadi, responden melaporkan ada kepercayaan yang tinggi di desa mereka, dan berbagai mekanisme digunakan untuk mengatasi persoalanpersoalan setempat. Upaya pemulihan berkelanjutan harus berpijak pada kekuatan-kekuatan ini. Indikator-indikator yang bagus mengenai modal sosial dan partisipasi menunjukkan bahwa proses berlandaskan partisipasi masyarakat adalah proses yang paling menjanjikan untuk mewujudkan rencana-rencana pembangunan yang paling responsif terhadap kebutuhan desa. Oleh karena itu, badan-badan pembangunan dan pemerintah sebaiknya SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 93 BAB 6: KESIMPULAN dan REKOMENDASI mempertahankan dan meningkatkan prakarsa pembangunan berbasis partisipasi masyarakat desa baik untuk rekonstruksi pasca tsunami maupun reintegrasi pasca konflik. Pemimpin setempat tetap merupakan sumber informasi yang penting bagi rakyat Aceh. Mengingat manfaat tambahan dari informasi yang disampaikan melalui tatap muka, hendaknya dilakukan upaya-upaya yang lebih besar untuk memberikan informasi kepada para pemimpin setempat tentang program-program reintegrasi tsunami dan program-program yang berkaitan dengan MoU, untuk membangun kapasitas mereka meneruskan informasi ini kepada warga masyarakat yang mereka wakili. Di sekolah dasar, rasio murid-guru tampaknya cukup memadai. Namun, investasi dalam pendidikan sekarang sebaiknya difokuskan pada prioritas yang telah diidentifikasi di sini: meningkatkan mutu dan pengalaman guru secara menyeluruh; menyediakan lebih banyak buku pelajaran; dan memperbaiki ruang kelas dan sarana. Pemulihan di Aceh adalah Proses yang Mencakup Seluruh Propinsi Upaya-upaya bantuan dan pemulihan untuk penduduk yang kena dampak tsunami jangan sampai mengabaikan kebutuhan bantuan di wilayah-wilayah lain propinsi ini. Wilayah dan penduduk yang kena dampak tsunami mendahului dalam proses pemulihan dan rehabilitasi. Laporan ini menunjukkan, misalnya, bahwa prasarana yang rusak akibat bencana alam rata-rata diperbaiki sekitar 50 persen lebih cepat daripada prasarana yang rusak akibat konflik. Demikian pula, pengungsi konflik yang sudah kembali lebih kecil kemungkinannya tinggal di rumah sendiri dibandingkan dengan pengungsi tsunami; ini menunjukkan bahwa keluarga yang terkena dampak konflik tidak hanya tertinggal dalam upaya rekonstruksi fisik yang semata-mata terbatas pada pekerjaan umum. Kerusakan prasarana dan sosial yang dialami Aceh tidak hanya menimpa wilayah yang kena dampak tsunami, dan karenanya, upaya pemulihan perlu dijadikan proses yang mencakup seluruh propinsi. Hampir setiap kabupaten di Aceh melaporkan bahwa rata-rata lebih dari 22 persen dari keluarga di sana termasuk golongan miskin, terlepas dari apakah kabubaten itu kena dampak langsung tsunami atau tidak. Laporan ini juga menunjukkan bahwa dari berbagai segi, wilayah konflik mengalami kerusakan lebih berat dibandingkan dengan wilayah tsunami. Lebih banyak keluarga yang terpaksa pindah dari desa mereka akibat konflik daripada tsunami (103.456 banding 69.389), dan jumlah pengungsi konflik yang sudah kembali lebih rendah daripada pengungsi tsunami yang sudah kembali (64,6 persen banding 82,1 persen). Meskipun data ini tidak mengherankan mengingat lebih mendesaknya kebutuhan rekonsiliasi warga di wilayah konflik daripada di wilayah tsunami, laporan ini juga menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak luput dari pengamatan warga di tingkat lokal. Responden di wilayah yang lebih parah kena dampak tsunami lebih mungkin percaya bahwa keadaan pengungsi tsunami lebih baik daripada keadaan warga lain di desa mereka dan lebih baik daripada sebelum tsunami. Ketika kepada mereka diajukan pertanyaan serupa mengenai keadaan pengungsi konflik sekarang ini dibandingkan dengan keadaan warga lain di desanya, mereka memberikan jawaban yang berbeda. Keadaan pengungsi konflik menurut persepsi mereka lebih buruk daripada keadaan warga lain dibandingkan dengan pengungsi tsunami. Pendapat ini didukung oleh warga di wilayah dengan intensitas konflik yang berat maupun ringan. Akhirnya, prioritas yang diberikan responden akan kebutuhan informasi yang lebih lengkap tentang MoU Helsinki dan program pasca konflik, khususnya jika dibandingkan dengan rendahnya prioritas yang mereka berikan pada informasi tentang program tsunami, menunjukkan bahwa perhatian yang lebih besar perlu dicurahkan untuk informasi tentang MoU Helsinki dan program pasca konflik. Sebagian besar rakyat Aceh tampaknya memandang keberhasilan pelaksanaan MoU sebagai faktor yang paling mendasar bagi kemakmuran dan keamanan mereka pada masa mendatang. Mengingat sisa-sisa dampak konflik yang masih berkepanjangan dan berpotensi menjadi masalah di kemudian hari, perlu ditekankan kembali pentingnya upaya pemulihan di wilayah yang kena dampak konflik. Penekanan ini mencakup: upaya yang lebih baik untuk menyampaikan informasi tentang MoU dan program pasca koflik; upaya terus-menerus untuk memberikan dukungan yang diperlukan pengungsi konflik untuk kembali ke desa asal mereka, atau bermukim untuk seterusnya di tempat lain; serta upaya perbaikan prasarana di wilayah konflik. 94 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 BAB 6: KESIMPULAN dan REKOMENDASI Proses Berbasis Partisipasi Masyarakat Paling Efektif untuk Menentukan Sasaran Investasi Walaupun pola-pola yang muncul di tingkat propinsi dan kabupaten dapat membantu memberikan arah pada kebijakan keseluruhan, perbedaan-perbedaan yang ada di tingkat desa menjadikan proses pembangunan berbasis musyawarah masyarakat cara yang paling efektif untuk memenuhi kebutuhan desa. Untuk menggali kebutuhan berbagai kelompok yang ada di tingkat desa, adalah penting untuk memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk lebih terlibat dalam kegiatan pembangunan dan proses perencanaan. Meskipun sedikit sekali terdapat perbedaan pendapat antara responden di tingkat propinsi dan kabupaten, ada perbedaan-perbedaan besar di tingkat desa, yang menunjukkan bahwa diperlukan mekanisme untuk menggali berbagai kebutuhan masyarakat dalam proses pembangunan. Pendapat kepala desa tidak harus sama dengan pendapat ketua pemuda atau tokoh perempuan di desa yang sama. Karena survei ini menunjukkan bahwa hampir 50 persen dari warga desa kesulitan menghadiri musyawarah desa—yang merupakan mekanisme utama untuk memecahkan masalah di desa—maka sangat penting untuk meningkatkan peranserta warga desa dalam proses pengambilan keputusan, untuk memastikan bahwa perbedaan pendapat ini dapat diatasi. Selain itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa kaum perempuan dan kelompok-kelompok tersisih lainnya seperti korban konflik, kemungkinan besar tidak ikut berpartisipasi dalam musyawarah desa. Karena kebutuhan kelompok-kelompok ini mungkin berbeda dengan kebutuhan pihak-pihak lain di desa, adalah penting untuk menggunakan mekanisme yang memungkinkan mereka mengeluarkan pendapat mereka. Akhirnya, keinginan warga desa untuk mendapat lebih banyak informasi tentang program pembangunan desa dan penggunaan anggaran desa tampaknya mencerminkan minat mreka untuk lebih banyak terlibat dalam kegiatan pembangunan dan proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan pribadi mereka. Perhatian khusus perlu diberikan untuk memastikan bahwa semua anggota masyarakat mendapat kesempatan untuk ikutserta dalam, dan memberikan sumbangan kepada, proses pembangunan desa Kaum perempuan sebagian besar masih tetap belum terwakili dalam proses pengambilan keputusan di Aceh. Lebih dari separuh responden mengatakan bahwa sebagian besar musyawarah desa—yang dipilih sebagai mekanisme paling populer untuk menyelesaikan persoalan-persoalan desa—dihadiri umumnya oleh laki-laki dan sedikit sekali perempuan. Hal ini saja sudah cukup mencemaskan. Namun, yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah hasil survei yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan pendapat yang besar di tingkat desa antara ketiga kategori responden yang diwawancarai dalam survei ini mengenai berbagai macam persoalan. Bila pendapat kepala desa tentang desanya atau informasi apa yang dibutuhkan desa berbeda dengan pendapat tokoh perempuan, maka sangatlah penting untuk memastikan bahwa kedua pendapat ini dapat disuarakan dalam rapat desa yang mengambil keputusan mengenai pembangunan dan investasi. Juga mengkhawatirkan bahwa 48 persen dari responden mengatakan sulit bagi beberapa warga desa untuk menghadiri rapat desa. Meski proses musyawarah di tingkat desa dapat menjawab secara efektif kebutuhan desa, namun hal ini kemungkinan besar tidak akan terwujud jika ada sejumlah besar warga yang tidak berpeluang untuk berpartisipasi dalam musyawarah desa. SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 95 96 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Instrumen Survei 98 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN LAMPIRAN 1.1 Kuesioner Sosial SURVEY DESA PPK Juli 2006 SURVEY SOSIAL UNTUK KEPALA/SEKRETARIS DESA Tanggal/Bulan/Tahun / /2 0 0 6 Nama Fasilitator Desa/Petugas Survei yang mengisi formulir ini: Nama Desa : ______________________________________ Kode: Nama Kecamatan : ______________________________________ Kode: Nama Kabupaten : ______________________________________ Kode: Nama Responden : ______________________________________ Jenis Kelamin 1. Laki-laki 1. Informasi Umum Tentang Desa 1.1 Berapa orang jumlah penduduk desa ini? 2. Perempuan Laki-laki Perempuan Total 1.2 a. Berapa jumlah Kepala Keluarga (KK)? KK b. Berapa jumlah Kepala Keluarga gantung? KK 1.3 Kira-kira, ada berapa banyak KK yang hanya makan satu kali sehari? KK 1.4 Ada berapa banyak KK yang menerima zakat di desa ini? KK 1.5 Ada berapa banyak KK miskin yang ada di desa ini? KK 1.6 Ada berapa banyak jumlah anak yatim di desa ini? Anak 1.7 Ada berapa banyak anak usia sekolah yang belum terdaftar atau tidak sekolah, padahal harusnya mereka bersekolah? anak/murid 1.8 Berapa jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian berikut ini? Petani Tenaga Medis Nelayan TNI/Polri Pedagang Pengusaha PNS Pekerja Tidak Tetap Guru Lain-lain 1.9 Berapa jumlah penduduk berusia di atas 15 tahun (tidak sedang bersekolah) yang belum memiliki pekerjaan/mata pencaharian? Jiwa 1.10 Berapa jumlah penduduk dalam usia kerja (antara 15 – 55 tahun) di desa ini? Laki-laki Perempuan Total SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 99 LAMPIRAN 2. PENGUNGSI INTERNAL 2.1 Pengungsi Korban Tsunami 2.1.1 Di desa ini, ada berapa KK yang pergi mengungsi karena tsunami dan sampai saat ini belum kembali? KK 2.1.2 a. Di desa ini, ada berapa KK yang pergi karena tsunami dan sudah kembali? (jika tidak ada lanjutkan ke no. 2.1.3) KK b. Dimana mereka tinggal saat ini? 1. Barak pengungsian 2. Tenda KK 2. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 3. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 4. KK 5. Di rumah sewa 5. KK 6. Rumah sendiri 6. KK 7. KK 7. Lain-lain, sebutkan................... 2.1.3 1. a. Apakah ada pengungsi korban tsunami dari desa lain ke desa ini? 1. Ada 2. Tidak (jika tidak, lanjutkan ke no.2.2) b. Ada Berapa KK jumlahnya ? c. Dimana mereka tinggal saat ini? KK 1. Barak pengungsian 2. Tenda 1. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 2. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 3. KK 4. KK 5. KK 6. KK 7. KK 5. Di rumah sewa 6. Rumah sendiri 7. Lain-lain, sebutkan................... 2.1.4 Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi (pekerjaan, pendapatan) pengungsi tsunami yang sudah kembali ke desa, dibandingkan dengan keadaan mereka sebelum tsunami? 1. Jauh Lebih Buruk 4. Sedikit Lebih Baik 2. Sedikit Lebih Buruk 5. Jauh Lebih Baik (isikan berdasarkan no.pilihan disebelah) 3. Sama 2.1.5 Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi pengungsi korban tsunami yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan penduduk desa ini? 1. Jauh Lebih Buruk 4. Sedikit Lebih Baik 2. Sedikit Lebih Buruk 5. Jauh Lebih Baik (isikan berdasarkan no.pilihan disebelah) 3. Sama 100 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN 2.2 Pengungsi Korban Konflik 2.2.1 Di desa Anda, ada berapa KK yang pergi mengungsi karena konflik dan belum kembali? KK 2.2.2 a. Di desa Anda, ada berapa KK yang pergi karena konflik dan sudah kembali? KK b. Di mana mereka tinggal saat ini? 1. Barak pengungsian 1. KK 2. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 3. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 4. KK 5. Di rumah sewa 5. KK 6. Rumah sendiri 6. KK 7. KK 2. Tenda 7. Lain-lain, sebutkan................... 2.2.3 a. Apakah ada pengungsi korban konflik dari desa lain ke desa ini? 1. Ada 2. Tidak (jika tidak, lanjut ke No.3) b. Ada berapa KK jumlahnya ? c. Dimana mereka tinggal saat ini? KK 1. Barak pengungsian 2. Tenda 1. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 2. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 3. KK 4. KK 5. KK 6. KK 7. KK 5. Di rumah sewa 6. Rumah sendiri 7. Lain-lain, sebutkan................... 2.2.4 Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi pengungsi korban konflik yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan penduduk desa ini? 1. Jauh Lebih Buruk 4. Sedikit Lebih Baik 2. Sedikit Lebih Buruk 5. Jauh Lebih Baik (isikan berdasarkan no.pilihan disebelah) 3. Sama SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 101 LAMPIRAN 3. Informasi 3.1 Di desa ini, jenis informasi apa saja yang umumnya ditanyakan oleh penduduk desa? (pilih 3 jenis informasi yang paling banyak diminta) 1. Program Tsunami 7. Kesempatan kerja 1. 2. Helsinki MoU 8. Kesempatan memperoleh pendidikan 2. 3. Program reintegrasi pasca konflik 4. Penggunaan anggaran desa 5. Program pembangunan (sesuai dengan prog. perencanaan di desa 6. Akses kepada tanah (surat tanah, batas tanah,kepemilikannya dll) 3.2 3. 9. Pelatihan mengenai keahlian tertentu (jawaban no.1 diatas adalah informasi yang paling sering diminta oleh masyarakat, dst...) 10. Pelayanan keuangan 11. Trauma/konseling psikologi 12. Lain-lain, sebutkan_____ _____ Sebagai Kepala Desa, seberapa sering Bapak /Ibu menyampaikan informasi-informasi di bawah ini kepada masyarakat? Tidak Pernah Jarang 1 2 kadangsering kadang 3 4 selalu 5 1. Program Tsunami 2. MoU Perdamaian 3. Program reintegrasi pasca konflik 4. Penggunaan anggaran desa 5. Program pembangunan . ............................................................................................ 6. Lain-lain, sebutkan 3.3 102 Sebagai Kepala Desa, apakah Bapak/Ibu merasa telah memperoleh cukup informasi tentang hal-hal berikut? (ya atau tidak) 1. Penarikan pasukan dan pemusnahan senjata 1. Ya Tidak 2. Dana reintegrasi bagi saudara-saudara kita yang baru turun gunung (eks GAM) dan korban konflik? 2. Ya Tidak 3. Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) 3. Ya Tidak 4. Pembentukan partai politik baru 4. Ya Tidak 5. Peran AMM (Aceh Monitoring Mission) 5. Ya Tidak 6. Pembentukan komisi pencari fakta dan rekonsiliasi 6. Ya Tidak 7. Resolusi Masalah Konflik 7. Ya Tidak SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN 3.4 Dari mana Anda memperoleh informasi tentang perjanjian perdamaian RI-GAM (MoU)? (Urutkan 3 sumber informasi utama) (jawaban no.1 di atas adalah sumber informasi yang paling sering diterima, dst...) 1. TV 5. Dari AMM 1. 2. Radio 6. Dari GAM/KPA 2. 3. Surat Kabar 7. Dari Pejabat Daerah 4. Poster dan Selebaran 8. Lainnya... (Sebutkan) 3. 4. Kebutuhan Desa 4.1 Dalam pandangan Bapak/Ibu, kebutuhan apa yang merupakan prioritas utama di desa ini? (jawaban dari mulai yang paling penting/ ranking 1 sampai 3) 1. Jalan 8. Perumahan 1. 2. Air dan sanitasi 9. Perekonomian 3. Kesempatan kerja 10. Pelayanan konseling psikologi/ trauma 4. Pendidikan 5. Listrik 6. Kesehatan dan Gizi 7. Keamanan dan keteraturan 5. Dinamika Sosial 5.1 A. Pendidikan/sekolah 2. 3. 11. Kegiatan Keagamaan 12. Informasi Umum (koran, radio,TV dll) 13. Lain-lain sebutkan............................ a. Apakah di desa ini ada lembaga pendidikan dasar (SD/ MIN/Pesantren)? b. Apakah ada warga desa yang sulit untuk bersekolah? Berikan tanda yang dipilih Ya untuk jawaban Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa B. Sarana kesehatan/puskesmas/pustu/polindes a. Apakah di desa ini terdapat puskesmas/pustu/polindes? b. Apakah ada warga desa yang sulit mendapatkan layanan di puskesmas/pustu/polindes? Ya Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 103 LAMPIRAN C. Air Bersih a. Apakah di desa ini terdapat sarana/fasilitas air bersih? (PAM/mata air/sumur bor/sumur cincin) b. Apakah ada warga yang sulit mendapatkan air bersih? Ya Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa D. Partisipasi dalam pertemuan desa a. Apakah ada orang dewasa di desa ini yang tidak bisa /sulit untuk mengikuti pertemuan-pertemuan desa? b. Jika ya, berapa orang? Ya Tidak (lanjutkan ke no. E) 1. Hanya beberapa orang 2. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 3. Banyak, lebih dari separuh warga desa E. Transportasi a. Apakah di desa ini terdapat transportasi umum? b. Apakah ada warga yang sulit mendapatkan pelayanan transportasi umum? Ya Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa F. Kegiatan sosial kampung (kenduri kampung, peringatan maulid,kematian dll) a. Apakah ada warga di desa ini yang tidak bisa/sulit untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial? b. Jika ya, berapa orang? Ya Tidak (lanjutkan ke no. 5.2) 1. Hanya Beberapa orang 2. Banyak orang, tapi kurang dari separuh warga desa 3. Lebih dari separuh warga desa 104 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN 5.2 Sebutkan 3 alasan utama kenapa warga sulit mendapatkan pelayanan pada No. 5.1 point A – F di atas? 1. Kemiskinan 7. Korban konflik 2. Agama 8. Korban Tsunami (jawaban no. 1 dibawah ini adalah permasalahan utama, dst...) 3. Suku/Perbedaan bahasa/ Ras/golongan 9. Kurang ilmu pengetahuan/ pendidikan 1. 4. Pekerjaan 10. Jauh lokasinya 2. 5. Gender 11. Lain-lain, sebutkan ............. 3. 6. Umur Kegiatan/Tindakan Sosial Bersama 5.3 Jika ada masalah yang terjadi dan mempengaruhi seluruh desa, misalnya tidak adanya air bersih, atau saluran air bersih rusak, biasanya bagaimana cara menyelesaikannya? (sebutkan 3 hal yang umumnya dilakukan) 1. Keluarga, tetangga dan kawan-kawan berkumpul bersama untuk mencari pemecahan masalah 2. Lembaga Masyarakat di desa mencari pemecahan masalah 3. Kepala Desa yang mencari jalan keluar 4. Musyawarah desa untuk memecahkan masalah 5. Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Kecamatan mendiskusikan pemecahan masalah 6. Pemerintahan kabupaten yang menangani 7. Pemerintahan kecamatan yang menangani 8. Mekanisme PPK membantu penyelesaian masalah 9. Masalah dibiarkan saja tidak terpecahkan 1. 2. 3. 10. Lain-lain, sebutkan........... 11. Tidak tahu Partisipasi 5.4 a. Selama satu tahun terakhir, ada berapa kali musyawarah desa dilakukan di desa ini? Kali b. Siapa yang umumnya ikut datang/berpartisipasi dalam musyawarah desa tersebut? 1. Perempuan dan laki-laki, dalam jumlah yang hampir seimbang 2. Hanya laki-laki saja 3. Kebanyakan laki-laki, dan beberapa orang perempuan 4. Kebanyakan perempuan, dengan beberapa orang laki-laki 5. Hanya perempuan saja SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 105 LAMPIRAN Tingkat Kepercayaan dan Kebersamaan/Solidaritas Sosial di Masyarakat 5.5 Di desa ini, bagaimana Bapak/Ibu menilai tingkat rasa saling percaya antara saudara-saudara yang baru turun dari gunung dengan anggota masyarakat yang lain? 1 Sangat rendah 2 Rendah 3 Tidak rendah dan juga tidak tinggi 4 Tinggi 5 Sangat tinggi 6 Tidak tahu 5.6 a. Secara keseluruhan, bagaimana menurut Bapak/Ibu kebersamaan / solidaritas sosial di desa ini? 1 Sangat rendah 2 Rendah 3 Tidak rendah dan juga tidak tinggi 4 Tinggi 5 Sangat tinggi 6 Tidak tahu b. Dibandingkan dengan sebelum penandatanganan MoU, menurut Bapak/Ibu kebersamaan/solidaritas sosial di desa ini bisa dikatakan.. 1. Berkurang banyak 2. Berkurang sedikit 3. Sama saja 4. Sedikit membaik 5. Sangat membaik 5.7 Secara umum, apakah Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan pernyataan berikut ini? Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju 1 2 3 4 5 a. Kebanyakan orang di desa ini dapat dipercaya b. Di desa ini masyarakat saling menolong dan bekerjasama tanpa mengharap imbalan/ pamrih...... tidak ada kemungkinan orang mengambil keuntungan dari anda c. Kebanyakan orang di desa ini akan bersedia membantu jika Bapak/Ibu membutuhkan bantuan. d. Di desa ini, orang pada umumnya saling percaya dalam hal pinjam-meminjamkan uang 106 SURVEI DESA ACEH 2006 . Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN SURVEY DESA PPK Juli 2006 SURVEY SOSIAL UNTUK KETUA PEMUDA/TOKOH PEREMPUAN Tanggal/Bulan/Tahun / /2 0 0 6 Nama Fasilitator Desa/Petugas Survei yang mengisi formulir ini: Nama Desa : ______________________________________ Kode: Nama Kecamatan : ______________________________________ Kode: Nama Kabupaten : ______________________________________ Kode: Nama Responden : ______________________________________ Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 2. PENGUNGSI INTERNAL 2.1 Pengungsi Korban Tsunami 2.1.1 Di desa ini, ada berapa KK yang pergi mengungsi karena tsunami dan sampai saat ini belum kembali? KK 2.1.2 a. Di desa ini, ada berapa KK yang pergi karena tsunami dan sudah kembali? (jika tidak ada lanjutkan ke no. 2.1.3) KK b. Dimana mereka tinggal saat ini? 1. Barak pengungsian 2. Tenda KK 2. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 3. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 4. KK 5. Di rumah sewa 5. KK 6. Rumah sendiri 6. KK 7. KK 7. Lain-lain, sebutkan................... 2.1.3 1. a. Apakah ada pengungsi korban tsunami dari desa lain ke desa ini? 1. Ada 2. Tidak (jika tidak, lanjutkan ke no.2.2) b. Ada Berapa KK jumlahnya ? c. Dimana mereka tinggal saat ini? KK 1. Barak pengungsian 2. Tenda 1. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 2. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 3. KK 4. KK 5. KK 6. KK 7. KK 5. Di rumah sewa 6. Rumah sendiri 7. Lain-lain, sebutkan................... SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 107 LAMPIRAN 2.1.4 Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi (pekerjaan, pendapatan) pengungsi tsunami yang sudah kembali ke desa, dibandingkan dengan keadaan mereka sebelum tsunami? 1. Jauh Lebih Buruk 4. Sedikit Lebih Baik 2. Sedikit Lebih Buruk 5. Jauh Lebih Baik (isikan berdasarkan no.pilihan disebelah) 3. Sama 2.1.5 Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi pengungsi korban tsunami yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan penduduk desa ini? 1. Jauh Lebih Buruk 4. Sedikit Lebih Baik 2. Sedikit Lebih Buruk 5. Jauh Lebih Baik (isikan berdasarkan no.pilihan disebelah) 3. Sama 2.2 Pengungsi Korban Konflik 2.2.1 Di desa Anda, ada berapa KK yang pergi mengungsi karena konflik dan belum kembali? KK 2.2.2 a. Di desa Anda, ada berapa KK yang pergi karena konflik dan sudah kembali? KK b. Di mana mereka tinggal saat ini? 1. Barak pengungsian 2. Tenda KK 2. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 3. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 4. KK 5. Di rumah sewa 5. KK 6. Rumah sendiri 6. KK 7. KK 7. Lain-lain, sebutkan................... 2.2.3 1. a. Apakah ada pengungsi korban konflik dari desa lain ke desa ini? 1. Ada 2. Tidak (jika tidak, lanjut ke No.3) b. Ada berapa KK jumlahnya ? c. Dimana mereka tinggal saat ini? KK 1. Barak pengungsian 2. Tenda 1. KK 3. Tinggal dengan keluarga mereka di desa Anda 2. KK 4. Tinggal dengan saudara yang lain 3. KK 4. KK 5. KK 6. KK 7. KK 5. Di rumah sewa 6. Rumah sendiri 7. Lain-lain, sebutkan................... 108 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN 2.2.4 Secara umum, bagaimana keadaan ekonomi pengungsi korban konflik yang datang dari desa lain ke desa ini, bila dibandingkan dengan penduduk desa ini? 1. Jauh Lebih Buruk 4. Sedikit Lebih Baik 2. Sedikit Lebih Buruk 5. Jauh Lebih Baik (isikan berdasarkan no.pilihan disebelah) 3. Sama 3. Informasi 3.1 Di desa ini, jenis informasi apa saja yang umumnya ditanyakan oleh penduduk desa? (pilih 3 jenis informasi yang paling banyak diminta) 1. Program Tsunami 7. Kesempatan kerja 1. 2. Helsinki MoU 8. Kesempatan memperoleh pendidikan 2. 3. Program reintegrasi pasca konflik 4. Penggunaan anggaran desa 5. Program pembangunan (sesuai dengan prog. perencanaan di desa 6. Akses kepada tanah (surat tanah, batas tanah,kepemilikannya dll) 3.2 3. 9. Pelatihan mengenai keahlian tertentu (jawaban no.1 diatas adalah informasi yang paling sering diminta oleh masyarakat, dst...) 10. Pelayanan keuangan 11. Trauma/konseling psikologi 12. Lain-lain, sebutkan_____ _____ Sebagai Kepala Desa, seberapa sering Bapak /Ibu menyampaikan informasi-informasi di bawah ini kepada masyarakat? Tidak Pernah Jarang 1 2 kadangsering kadang 3 4 selalu 5 1. Program Tsunami 2. MoU Perdamaian 3. Program reintegrasi pasca konflik 4. Penggunaan anggaran desa 5. Program pembangunan 6. Lain-lain, sebutkan SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 . ............................................................................................ 109 LAMPIRAN 3.3 Sebagai Kepala Desa, apakah Bapak/Ibu merasa telah memperoleh cukup informasi tentang hal-hal berikut? (ya atau tidak) 1. Ya Tidak 2. Ya Tidak 3. Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) 3. Ya Tidak 4. Pembentukan partai politik baru 4. Ya Tidak 5. Peran AMM (Aceh Monitoring Mission) 5. Ya Tidak 6. Pembentukan komisi pencari fakta dan rekonsiliasi 6. Ya Tidak 7. Resolusi Masalah Konflik 7. Ya Tidak Dari mana Anda memperoleh informasi tentang perjanjian perdamaian RI-GAM (MoU)? (Urutkan 3 sumber informasi utama) (jawaban no.1 di atas adalah sumber informasi yang paling sering diterima, dst...) 1. Penarikan pasukan dan pemusnahan senjata 2. Dana reintegrasi bagi saudara-saudara kita yang baru turun gunung (eks GAM) dan korban konflik? 3.4 1. TV 5. Dari AMM 1. 2. Radio 6. Dari GAM/KPA 2. 3. Surat Kabar 7. Dari Pejabat Daerah 4. Poster dan Selebaran 8. Lainnya... (Sebutkan) 4. Kebutuhan Desa 4.1 Dalam pandangan Bapak/Ibu, kebutuhan apa yang merupakan prioritas utama di desa ini? (jawaban dari mulai yang paling penting/ ranking 1 sampai 3) 1. Jalan 8. Perumahan 1. 2. Air dan sanitasi 9. Perekonomian 3. Kesempatan kerja 10. Pelayanan konseling psikologi/ trauma 4. Pendidikan 5. Listrik 6. Kesehatan dan Gizi 7. Keamanan dan keteraturan 110 3. 2. 3. 11. Kegiatan Keagamaan 12. Informasi Umum (koran, radio,TV dll) 13. Lain-lain sebutkan............................ SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN 5. Dinamika Sosial 5.1 A. Pendidikan/sekolah a. Apakah di desa ini ada lembaga pendidikan dasar (SD/ MIN/Pesantren)? b. Apakah ada warga desa yang sulit untuk bersekolah? Berikan tanda yang dipilih Ya untuk jawaban Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa B. Sarana kesehatan/puskesmas/pustu/polindes a. Apakah di desa ini terdapat puskesmas/pustu/polindes? b. Apakah ada warga desa yang sulit mendapatkan layanan di puskesmas/pustu/polindes? Ya Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa C. Air Bersih a. Apakah di desa ini terdapat sarana/fasilitas air bersih? (PAM/mata air/sumur bor/sumur cincin) b. Apakah ada warga yang sulit mendapatkan air bersih? Ya Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa D. Partisipasi dalam pertemuan desa a. Apakah ada orang dewasa di desa ini yang tidak bisa /sulit untuk mengikuti pertemuan-pertemuan desa? b. Jika ya, berapa orang? Ya Tidak (lanjutkan ke no. E) 1. Hanya beberapa orang 2. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 3. Banyak, lebih dari separuh warga desa SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 111 LAMPIRAN E. Transportasi a. Apakah di desa ini terdapat transportasi umum? b. Apakah ada warga yang sulit mendapatkan pelayanan transportasi umum? Ya Tidak 1. Tidak ada 2. Ada, hanya beberapa orang 3. Banyak, tapi kurang dari separuh warga desa 4. Banyak, lebih dari separuh warga desa F. Kegiatan sosial kampung (kenduri kampung, peringatan maulid,kematian dll) a. Apakah ada warga di desa ini yang tidak bisa/sulit untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial? b. Jika ya, berapa orang? Ya Tidak (lanjutkan ke no. 5.2) 1. Hanya Beberapa orang 2. Banyak orang, tapi kurang dari separuh warga desa 3. Lebih dari separuh warga desa 5.2 Sebutkan 3 alasan utama kenapa warga sulit mendapatkan pelayanan pada No. 5.1 point A – F di atas? 1. Kemiskinan 7. Korban konflik 2. Agama 8. Korban Tsunami (jawaban no. 1 dibawah ini adalah permasalahan utama, dst...) 3. Suku/Perbedaan bahasa/ Ras/golongan 9. Kurang ilmu pengetahuan/ pendidikan 1. 4. Pekerjaan 10. Jauh lokasinya 2. 5. Gender 11. Lain-lain, sebutkan ............. 3. 6. Umur 112 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN Kegiatan/Tindakan Sosial Bersama 5.3 Jika ada masalah yang terjadi dan mempengaruhi seluruh desa, misalnya tidak adanya air bersih, atau saluran air bersih rusak, biasanya bagaimana cara menyelesaikannya? (sebutkan 3 hal yang umumnya dilakukan) 1. Keluarga, tetangga dan kawan-kawan berkumpul bersama untuk mencari pemecahan masalah 2. Lembaga Masyarakat di desa mencari pemecahan masalah 3. Kepala Desa yang mencari jalan keluar 4. Musyawarah desa untuk memecahkan masalah 5. Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Kecamatan mendiskusikan pemecahan masalah 6. Pemerintahan kabupaten yang menangani 7. Pemerintahan kecamatan yang menangani 8. Mekanisme PPK membantu penyelesaian masalah 9. Masalah dibiarkan saja tidak terpecahkan 1. 2. 3. 10. Lain-lain, sebutkan........... 11. Tidak tahu Partisipasi 5.4 a. Selama satu tahun terakhir, ada berapa kali musyawarah desa dilakukan di desa ini? Kali b. Siapa yang umumnya ikut datang/berpartisipasi dalam musyawarah desa tersebut? 1. Perempuan dan laki-laki, dalam jumlah yang hampir seimbang 2. Hanya laki-laki saja 3. Kebanyakan laki-laki, dan beberapa orang perempuan 4. Kebanyakan perempuan, dengan beberapa orang laki-laki 5. Hanya perempuan saja Tingkat Kepercayaan dan Kebersamaan/Solidaritas Sosial di Masyarakat 5.5 Di desa ini, bagaimana Bapak/Ibu menilai tingkat rasa saling percaya antara saudara-saudara yang baru turun dari gunung dengan anggota masyarakat yang lain? 1 Sangat rendah 2 Rendah 3 Tidak rendah dan juga tidak tinggi 4 Tinggi 5 Sangat tinggi 6 Tidak tahu SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 113 LAMPIRAN 5.6 a. Secara keseluruhan, bagaimana menurut Bapak/Ibu kebersamaan / solidaritas sosial di desa ini? 1 Sangat rendah 2 Rendah 3 Tidak rendah dan juga tidak tinggi 4 Tinggi 5 Sangat tinggi 6 Tidak tahu b. Dibandingkan dengan sebelum penandatanganan MoU, menurut Bapak/Ibu kebersamaan/solidaritas sosial di desa ini bisa dikatakan.. 1. Berkurang banyak 2. Berkurang sedikit 3. Sama saja 4. Sedikit membaik 5. Sangat membaik 5.7 Secara umum, apakah Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan pernyataan berikut ini? Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju 1 2 3 4 5 a. Kebanyakan orang di desa ini dapat dipercaya b. Di desa ini masyarakat saling menolong dan bekerjasama tanpa mengharap imbalan/ pamrih...... tidak ada kemungkinan orang mengambil keuntungan dari anda c. Kebanyakan orang di desa ini akan bersedia membantu jika Bapak/Ibu membutuhkan bantuan. d. Di desa ini, orang pada umumnya saling percaya dalam hal pinjam-meminjamkan uang 114 SURVEI DESA ACEH 2006 . Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN Pertanyaan untuk Kepala Sekolah (SD) Tanggal/Bulan/Tahun / /2 0 0 6 Nama Fasilitator Desa/Petugas Survei yang mengisi formulir ini: Nama Desa : ______________________________________ Kode: Nama Kecamatan : ______________________________________ Kode: Nama Kabupaten : ______________________________________ Kode: Nama Responden: ________________________________________________________ Nama Sekolah 1. Laki-laki Jenis Sekolah: ________________________________________________________ Katagori Sekolah 1. SD umum (Negeri/Swasta) Nomor Identifikasi Sekolah 1. Sekolah korban tsunami masalah 2. Perempuan 2. MIN 3. Pesantren 2. Sekolah korban konflik 3. Tidak ada Nomor Identifikasi Sekolah: 1 Pendidikan 1.1 Ada berapa banyak murid sekolah ini pada tahun ajaran 2005-2006? Laki-laki Perempuan Total murid 1.2 Ada berapa banyak guru di sekolah ini pada tahun ajaran 2005-2006? guru PNS guru Honor guru Kontrak guru Bakti Total Guru 1.3 Berapa jumlah siswa yang terdaftar namun akhirnya berhenti (putus sekolah) di tengah jalan pada tahun ajaran yang lalu (2004-2005)? Laki-laki Perempuan Total murid 1.4 SURVEI DESA ACEH 2006 Apa saja 3 prioritas utama yang perlu dilakukan 1. untuk memperbaiki pendidikan di sekolah ini? 2. 1. Lebih banyak guru 3. 2. Guru yang lebih berpengalaman dan bagus 3. Ruang kelas yang lebih baik 4. Mobiler sekolah 5. Buku-buku sekolah 6. Lebih banyak informasi untuk orang tua murid 7. Pengurangan biaya yang harus dibayar orang tua 8. Pagar Sekolah 9. Toilet 10. Lain-lain, sebutkan___________ Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 115 116 II.1.2 II.1.1 No. SURVEI DESA ACEH 2006 meter unit Drainase/saluran Tambatan perahu unit unit unit Gelagar kayu Gantung unit Gelagar besi Beton Jembatan unit meter meter Jalan kebun (tanah) Tembok Penahan Tanah meter Jalan kebun (diperkeras) Gorong-gorong meter meter Lingkungan (tanah) Poros dusun (tanah) Lingkungan (diperkeras) meter meter Poros dusun (diperkeras) meter meter Poros desa (tanah) meter Satuan Poros desa (diperkeras) Jalan kabupaten Jalan Jenis Prasarana Volume Tidak rusak Perlu perbaikan ringan II Perlu perbaikan berat III Perlu diganti IV Ter bengkalai V Bencana II Kurang dipelihara III Jumlah menurut alasan rusak Konflik I : ………………. : ………………. : ………………. Belum diperbaiki I Sedang diperbaiki II Sudah selesai diperbaiki III Jumlah menurut Status Perbaikan/ Rekonstruksi Halaman Desa Jumlah menurut tingkat kerusakan Tanggal Kecamatan I Tim Kabupaten REKAPITULASI STATUS KERUSAKAN PRASARANA DESA LAMPIRAN 1.2 Formulir Survei Prasarana LAMPIRAN Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 II.1.6 II.1.5 II.1.4 II.1.3 No. unit meter unit unit unit Perpipaan Perlindungan mata air Sistim penjernihan Penampungan air hujan MCK unit unit unit Turbin air (micro-hydro) PLN Jaringan unit unit Bangunan irigasi Saluran meter unit unit unit unit unit unit unit unit Kantor desa Sekolah Dasar/ Madrasah SMP/Madrasah Tsanawiyah SMU/Madrasah Aliyah TK/TPA Puskesmas pembantu Posyandu Polindes Tempat ibadah Fasilitas desa meter Bendungan Irigasi unit Genset Listrik unit unit Hidran umum unit Sumur pompa mesin unit Sumur pompa tangan Satuan Sumur gali Air Bersih Jenis Prasarana Volume Tidak rusak I Perlu perbaikan ringan II Perlu perbaikan berat III Perlu diganti IV Jumlah menurut tingkat kerusakan Ter bengkalai V Bencana II Kurang dipelihara III Jumlah menurut alasan rusak Konflik I Belum diperbaiki I Sedang diperbaiki II Sudah selesai diperbaiki III Jumlah menurut Status Perbaikan/ Rekonstruksi LAMPIRAN 117 118 SURVEI DESA ACEH 2006 II.1.9 II.1.8 II.1.7 No. unit unit unit unit unit unit unit Penggilingan padi Pabrik lain Bengkel Gudang beras Gudang Toko KK Semi permanen Barak (sementara) Ha Ha Ha Segala jenis sawah Segala jenis kebun Tambak Lahan produktif unit unit Permanen Pemukiman unit Tempat pelelangan ikan unit Satuan Pasar desa Fasilitas ekonomi Meunasah / Balai Desa Jenis Prasarana Volume Tidak rusak I Perlu perbaikan ringan II Perlu perbaikan berat III Perlu diganti IV Jumlah menurut tingkat kerusakan Ter bengkalai V Bencana II Kurang dipelihara III Jumlah menurut alasan rusak Konflik I Belum diperbaiki I Sedang diperbaiki II Sudah selesai diperbaiki III Jumlah menurut Status Perbaikan/ Rekonstruksi LAMPIRAN Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN LAMPIRAN 2 Data Prasarana SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 119 120 meter meter meter Poros dusun (tanah) Jalan lingkungan (diperkeras) Jalan lingkungan (tanah) meter unit Tembok penahan tanah Drainase/saluran Tambatan perahu SURVEI DESA ACEH 2006 unit unit Gelagar besi Gelagar kayu Gantung 3.082 unit unit unit Sistem penjernihan Penampungan air hujan unit unit unit meter Genset Turbin air (micro-hydro) PLN Jaringan Listrik MCK 164 unit Perlindungan mata air 1.216 361 101 375 69 209 531 230 unit 612 meter unit Sumur pompa mesin 231 2.043 Perpipaan unit Sumur pompa tangan 375 1.224 728 2.584 174 1.839 1.277 2.920 1.004 404 734 575 1.966 2.277 1.830 3.415 2.232 Jumlah Desa Hidran umum unit Sumur gali Air Bersih dan Sanitasi unit unit Beton Jembatan unit meter Gorong-gorong meter meter Poros dusun (diperkeras) meter meter Poros desa (tanah) Jalan kebun (tanah) meter Jalan kebun (diperkeras) meter Poros desa (diperkeras) Unit Jalan kabupaten Transportasi Jenis Prasaran 608.868 512 126 1.606 24.159 2.055 363 4.357 1.013.796 965 8.483 2.206 155.355 544 4.369 1.734 8.562 806 3.985.422 1.097.972 26.638 1.736.992 717.233 883.182 648.601 2.884.586 3.296.009 2.980.274 6.107.918 3.862.088 Volume 149.827 267 76 17 4.475 278 40 3.402 318.121 268 3.330 715 57.890 69 516 442 3.580 39 687.428 257.266 8.062 295.376 141.240 154.546 139.129 538.201 913.658 576.560 1.782.414 1.560.386 Tidak Rusak 100.305 56 7 314 3.957 565 51 587 142.881 184 1.348 268 34.473 125 703 379 1.708 135 676.697 130.282 3.870 417.638 141.310 243.374 162.391 689.888 858.616 726.365 1.635.148 780.893 Rusak Ringan 146.058 77 21 427 6.143 459 95 241 269.999 325 2.109 854 37.631 198 1.448 547 1.911 268 1.864.103 426.854 6.634 841.416 346.771 360.464 285.502 1.310.886 1.257.623 1.371.231 2.279.606 1.281.868 Rusak Berat 199.012 100 21 810 5.480 625 155 82 224.546 164 1.627 350 23.536 141 1.585 339 1.185 291 517.938 241.183 7.541 88.564 42.211 43.550 36.352 154.655 147.178 128.731 231.371 135.271 13.666 12 1 38 4.104 128 22 45 58.249 24 69 19 1.825 11 117 28 178 73 238.634 42.387 531 93.998 45.701 81.248 25.227 190.956 118.934 177.387 179.379 103.670 Perlu Terbengkalai Perbaikan 131.906 38 14 377 1.455 188 7 34 83.268 35 412 52 6.520 100 817 349 823 169 357.449 82.513 3.332 355.775 146.430 165.120 98.385 539.872 491.307 569.219 934.372 429.934 Konflik 217.646 124 18 431 7.330 766 190 194 265.544 296 2.451 566 53.305 209 1.924 578 2.773 316 1.363.640 508.953 8.623 440.669 217.026 222.250 184.389 737.528 888.176 757.472 1.643.920 981.753 Bencana 109.489 83 18 781 10.899 823 126 727 346.863 366 2.290 873 37.640 166 1.112 365 1.386 282 1.576.283 249.240 6.621 645.172 212.537 341.266 226.698 1.068.985 1.002.868 1.077.023 1.747.212 890.015 433.991 236 46 1.217 18.450 1.527 316 938 624.661 621 4.849 1.365 93.009 458 3.755 1.188 4.719 723 3.211.994 814.238 18.156 1.396.096 550.006 720.546 496.639 2.295.848 2.301.047 2.343.888 4.122.631 2.097.367 25.050 9 4 372 1.234 250 7 17 71.014 76 304 126 4.456 17 98 104 263 44 85.378 26.468 420 45.520 25.987 8.090 12.833 50.537 81.304 59.826 202.873 204.335 Kurang Belum Dalam Pemeliharaan Diperbaiki Perbaikan 16.122 9 3 9 301 19 3 58 38.005 63 326 75 7.549 12 66 64 543 7 141.219 27.758 1.524 21.398 14.396 10.912 21.935 55.442 160.749 59.820 264.907 214.541 Sudah Diperbaiki LAMPIRAN 2.1: Kerusakan Prasarana menurut Jenis Prasarana, Tingkat Kerusakan, Penyebab Kerusakan, dan Status Perbaikan LAMPIRAN Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 SURVEI DESA ACEH 2006 meter unit unit unit unit Posyandu Polindesa Tempat ibadah Meunasah/balai desa Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 unit unit unit unit unit unit Tempat pelelangan ikan Penggilingan padi Pabrik lain Bengkel Gudang beras Gudang Toko/warung unit KK Rumah semi-permanen Barak sementara Ha Segala jenis kebun Tambak ikan atau udang 692 3.213 3.412 1.062 3.740 4.220 1.476 572 154 748 448 1.405 268 549 3.901 2.703 1.658 769 698 2.250 298 488 2.060 103.033 761.499 422.434 64.072 214.604 344.791 21.554 1.790 341 1.875 2.745 2.146 395 3.136 6.286 4.425 1.811 866 810 4.099 416 707 3.024 2.582 5.304.949 3.077 1.025 Volume 25.009 293.878 214.212 26.099 101.874 160.904 10.984 665 157 812 898 794 72 959 1.262 1.115 386 197 289 794 143 278 987 564 1.173.264 750 167 Tidak Rusak Catatan: Total jumlah desa = 5.229; total jumlah kecamatan = 218 Ha Ha Segala jenis sawah Lahan Produktif unit Rumah permanen Pemukiman unit unit Pasar desa Fasilitas Ekonomi unit SMU/Madrasah Aliyah unit unit SMP/Madrasah Tsanawiyah Puskesmas pembantu unit SD/Madrasah TK/TPA unit unit Kantor desa Fasilitas Desa 2.356 2.843 unit Saluran 802 unit 605 Jumlah Desa Bangunan irigasi Unit Bendungan Irigasi Jenis Prasaran 14.263 125.007 66.859 12.369 52.420 79.365 5.090 457 76 567 778 638 61 1.088 2.171 1.324 436 182 212 1.194 130 213 940 628 1.086.206 463 199 Rusak Ringan 43.000 181.282 70.917 12.022 35.028 56.350 3.203 289 47 273 668 402 118 596 1.840 1.339 420 181 153 1.125 73 123 618 575 2.236.358 1.344 415 Rusak Berat 9.586 26.817 11.237 12.533 20.431 41.521 1.643 273 56 168 238 220 125 382 789 496 489 269 124 854 62 75 416 716 546.828 331 188 11.174 134.515 59.210 1.049 4.851 6.652 634 106 5 55 163 92 19 111 224 151 80 37 32 132 8 18 63 99 257.044 189 57 Perlu Terbengkalai Perbaikan 27.442 177.540 41.049 9.401 23.968 41.633 2.820 246 44 247 406 308 52 581 961 521 392 174 120 718 61 90 547 500 476.900 274 112 Konflik 33.626 137.816 78.692 12.085 53.122 78.541 3.541 393 62 285 612 381 151 727 1.620 1.250 333 200 194 919 80 147 733 642 1.659.495 1.052 460 Bencana 16.956 152.266 88.481 16.487 35.640 63.714 4.209 486 78 531 829 663 120 869 2.443 1.539 700 295 207 1.668 132 192 757 876 1.990.041 1.001 287 68.072 417.428 196.203 35.605 105.182 166.333 10.005 1.037 175 1.014 1.691 1.286 310 1.992 4.381 2.751 1.292 614 419 2.901 227 356 1.728 1.835 4.015.946 2.275 838 9.952 50.193 12.019 2.368 7.548 17.555 565 88 9 49 156 66 13 185 643 559 133 55 102 404 46 73 309 183 110.490 52 21 Kurang Belum Dalam Pemeliharaan Diperbaiki Perbaikan 3.960 46.464 30.915 1.949 10.828 20.545 201 22 1 21 42 10 4 19 230 216 74 44 38 151 13 14 82 109 26.258 3 8 Sudah Diperbaiki LAMPIRAN 121 122 37,6% Poros dusun (tanah) SURVEI DESA ACEH 2006 55,8% 24,4% 35,2% 3,3% Jalan kebun (tanah) Gorong-gorong Tembok penahan tanah Drainase/saluran Tambatan perahu 23,4% 7,2% Gelagar besi Gelagar kayu Gantung 4,4% 11,7% 4,4% 10,2% 4,0% 1,3% 3,1% 58,9% Sumur pompa tangan Sumur pompa mesin Hidran umum Perpipaan Perlindungan mata air Sistem penjernihan Penampungan air hujan MCK 7,2% 1,9% 6,9% 23,3% Genset Turbin air (micro-hydro) PLN Jaringan Listrik 39,1% Sumur gali Air Bersih dan Sanitasi 49,4% 13,9% Beton Jembatan 7,7% 19,2% Jalan kebun (diperkeras) 11,0% 43,5% Poros dusun (diperkeras) 14,0% 35,0% Poros desa (tanah) Jalan lingkungan (tanah) 65,3% Poros desa (diperkeras) Jalan lingkungan (diperkeras) 42,7% Jalan kabupaten Transportasi Tipe % Desa yang melapor 24,6% 52,1% 60,3% 1,1% 18,5% 13,5% 11,0% 78,1% 31,4% 27,8% 39,3% 32,4% 37,3% 12,7% 11,8% 25,5% 41,8% 4,8% 17,2% 23,4% 30,3% 17,0% 19,7% 17,5% 21,5% 18,7% 27,7% 19,3% 29,2% 40,4% Tidak rusak 75,4% 47,9% 39,7% 98,9% 81,5% 86,5% 89,0% 21,9% 68,6% 72,2% 60,7% 67,6% 62,7% 87,3% 88,2% 74,5% 58,2% 95,2% 82,7% 76,6% 69,7% 83,0% 80,3% 82,5% 78,5% 81,3% 72,3% 80,7% 70,8% 59,6% Dengan kerasakan 16,5% 10,9% 5,6% 19,6% 16,4% 27,5% 14,0% 13,5% 14,1% 19,1% 15,9% 12,1% 22,2% 23,0% 16,1% 21,9% 19,9% 16,7% 17,0% 11,9% 14,5% 24,0% 19,7% 27,6% 25,0% 23,9% 26,1% 24,4% 26,8% 20,2% Rusak ringan 24,0% 15,0% 16,7% 26,6% 25,4% 22,3% 26,2% 5,5% 26,6% 33,7% 24,9% 38,7% 24,2% 36,4% 33,1% 31,5% 22,3% 33,3% 46,8% 38,9% 24,9% 48,4% 48,3% 40,8% 44,0% 45,4% 38,2% 46,0% 37,3% 33,2% Rusak berat Persentasi volume 32,7% 19,5% 16,7% 50,4% 22,7% 30,4% 42,7% 1,9% 22,1% 17,0% 19,2% 15,9% 15,1% 25,9% 36,3% 19,5% 13,8% 36,1% 13,0% 22,0% 28,3% 5,1% 5,9% 4,9% 5,6% 5,4% 4,5% 4,3% 3,8% 3,5% Perlu perbaikan 2,2% 2,3% 0,8% 2,4% 17,0% 6,2% 6,1% 1,0% 5,7% 2,5% 0,8% 0,9% 1,2% 2,0% 2,7% 1,6% 2,1% 9,1% 6,0% 3,9% 2,0% 5,4% 6,4% 9,2% 3,9% 6,6% 3,6% 6,0% 2,9% 2,7% Terbengkalai 21,7% 7,4% 11,1% 23,5% 6,0% 9,1% 1,9% 0,8% 8,2% 3,6% 4,9% 2,4% 4,2% 18,4% 18,7% 20,1% 9,6% 21,0% 9,0% 7,5% 12,5% 20,5% 20,4% 18,7% 15,2% 18,7% 14,9% 19,1% 15,3% 11,1% Konflik 35,7% 24,2% 14,3% 26,8% 30,3% 37,3% 52,3% 4,5% 26,2% 30,7% 28,9% 25,7% 34,3% 38,4% 44,0% 33,3% 32,4% 39,2% 34,2% 46,4% 32,4% 25,4% 30,3% 25,2% 28,4% 25,6% 26,9% 25,4% 26,9% 25,4% Bencana 18,0% 16,2% 14,3% 48,6% 45,1% 40,0% 34,7% 16,7% 34,2% 37,9% 27,0% 39,6% 24,2% 30,5% 25,5% 21,0% 16,2% 35,0% 39,6% 22,7% 24,9% 37,1% 29,6% 38,6% 35,0% 37,1% 30,4% 36,1% 28,6% 23,0% Kurang pemeliharaan Persentasi volumen 91,3% 92,9% 86,8% 76,2% 92,3% 85,0% 96,9% 92,6% 85,1% 81,7% 88,5% 87,2% 88,6% 94,0% 95,8% 87,6% 85,4% 93,4% 93,4% 93,8% 90,3% 95,4% 93,2% 97,4% 93,5% 95,6% 90,5% 95,1% 89,8% 83,4% Pebaikan belum dilakukan 5,3% 3,5% 7,5% 23,3% 6,2% 13,9% 2,1% 1,7% 9,7% 10,0% 5,5% 8,0% 4,2% 3,5% 2,5% 7,7% 4,8% 5,7% 2,5% 3,0% 2,1% 3,1% 4,4% 1,1% 2,4% 2,1% 3,2% 2,4% 4,4% 8,1% Sedang diperbaiki 3,4% 3,5% 5,7% 0,6% 1,5% 1,1% 0,9% 5,7% 5,2% 8,3% 5,9% 4,8% 7,2% 2,5% 1,7% 4,7% 9,8% 0,9% 4,1% 3,2% 7,6% 1,5% 2,4% 1,5% 4,1% 2,3% 6,3% 2,4% 5,8% 8,5% Sudah selesai diperbaiki 8,7% 7,1% 13,2% 23,8% 7,7% 15,0% 3,1% 7,4% 14,9% 18,3% 11,5% 12,8% 11,4% 6,0% 4,2% 12,4% 14,6% 6,6% 6,6% 6,2% 9,7% 4,6% 6,8% 2,6% 6,5% 4,4% 9,5% 4,9% 10,2% 16,6% Sedang dalam perbaiki + telah selesai diperbaiki Persentasi yang rusak dan yang diperbaiki LAMPIRAN 2.2: Persentase Prasarana menurut Tingkat Kerusakan, Penyebab Kerusakan, dan Status Perbaikan LAMPIRAN Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 SURVEI DESA ACEH 2006 15,3% 54,4% Bangunan irigasi Saluran 39,4% 9,3% 5,7% 43,0% 13,3% 14,7% 31,7% 51,7% 74,6% SD/Madrasah SMP/Madrasah Tsanawiyah SMU/Madrasah Aliyah TK/TPA Puskesmas pembantu Posyandu Polindesa Tempat ibadah Meunasah/balai desa Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 5,1% 26,9% 8,6% 14,3% 2,9% 10,9% 28,2% Tempat pelelangan ikan Penggilingan padi Pabrik lain Bengkel Gudang beras Gudang Toko/warung 20,3% Rumah semi-permanen Barak sementara 65,3% 61,4% 13,2% Segala jenis sawah Segala jenis kebun Tambak ikan atau udang Lahan Produktif 80,7% 71,5% Rumah permanen Pemukiman 10,5% Pasar desa Fasilitas Ekonomi 45,1% Kantor desa Fasilitas Desa 11,6% Bendungan Irigasi Tipe % Desa yang melapor 24,3% 38,6% 50,7% 40,7% 47,5% 46,7% 51,0% 37,2% 46,0% 43,3% 32,7% 37,0% 18,2% 30,6% 20,1% 25,2% 21,3% 22,7% 35,7% 19,4% 34,4% 39,3% 32,6% 21,8% 22,1% 24,4% 16,3% Tidak rusak 75,7% 61,4% 49,3% 59,3% 52,5% 53,3% 49,0% 62,8% 54,0% 56,7% 67,3% 63,0% 81,8% 69,4% 79,9% 74,8% 78,7% 77,3% 64,3% 80,6% 65,6% 60,7% 67,4% 78,2% 77,8% 75,6% 83,8% Dengan kerasakan 13,8% 16,4% 15,8% 19,3% 24,4% 23,0% 23,6% 25,5% 22,3% 30,2% 28,3% 29,7% 15,4% 34,7% 34,5% 29,9% 24,1% 21,0% 26,2% 29,1% 31,3% 30,1% 31,1% 24,3% 20,5% 15,0% 19,4% Rusak ringan 41,7% 23,8% 16,8% 18,8% 16,3% 16,3% 14,9% 16,1% 13,8% 14,6% 24,3% 18,7% 29,9% 19,0% 29,3% 30,3% 23,2% 20,9% 18,9% 27,4% 17,5% 17,4% 20,4% 22,3% 42,2% 43,7% 40,5% Rusak berat Persentasi volume 9,3% 3,5% 2,7% 19,6% 9,5% 12,0% 7,6% 15,3% 16,4% 9,0% 8,7% 10,3% 31,6% 12,2% 12,6% 11,2% 27,0% 31,1% 15,3% 20,8% 14,9% 10,6% 13,8% 27,7% 10,3% 10,8% 18,3% Perlu perbaikan 10,8% 17,7% 14,0% 1,6% 2,3% 1,9% 2,9% 5,9% 1,5% 2,9% 5,9% 4,3% 4,8% 3,5% 3,6% 3,4% 4,4% 4,3% 4,0% 3,2% 1,9% 2,5% 2,1% 3,8% 4,8% 6,1% 5,6% Terbengkalai 26,6% 23,3% 9,7% 14,7% 11,2% 12,1% 13,1% 13,7% 12,9% 13,2% 14,8% 14,4% 13,2% 18,5% 15,3% 11,8% 21,6% 20,1% 14,8% 17,5% 14,7% 12,7% 18,1% 19,4% 9,0% 8,9% 10,9% Konflik 32,6% 18,1% 18,6% 18,9% 24,8% 22,8% 16,4% 22,0% 18,2% 15,2% 22,3% 17,8% 38,2% 23,2% 25,8% 28,2% 18,4% 23,1% 24,0% 22,4% 19,2% 20,8% 24,2% 24,9% 31,3% 34,2% 44,9% Bencana 16,5% 20,0% 20,9% 25,7% 16,6% 18,5% 19,5% 27,2% 22,9% 28,3% 30,2% 30,9% 30,4% 27,7% 38,9% 34,8% 38,7% 34,1% 25,6% 40,7% 31,7% 27,2% 25,0% 33,9% 37,5% 32,5% 28,0% Kurang pemeliharaan Persentasi volumen 83,0% 81,2% 82,0% 89,2% 85,1% 81,4% 92,9% 90,4% 94,6% 93,5% 89,5% 94,4% 94,8% 90,7% 83,4% 78,0% 86,2% 86,1% 75,0% 83,9% 79,4% 80,4% 81,5% 86,3% 96,7% 97,6% 96,7% Pebaikan belum dilakukan 12,1% 9,8% 5,0% 5,9% 6,1% 8,6% 5,2% 7,7% 4,9% 4,5% 8,3% 4,8% 4,0% 8,4% 12,2% 15,9% 8,9% 7,7% 18,2% 11,7% 16,1% 16,5% 14,6% 8,6% 2,7% 2,2% 2,4% Sedang diperbaiki 4,8% 9,0% 12,9% 4,9% 8,8% 10,0% 1,9% 1,9% 0,5% 1,9% 2,2% 0,7% 1,2% 0,9% 4,4% 6,1% 4,9% 6,2% 6,8% 4,4% 4,5% 3,2% 3,9% 5,1% 0,6% 0,1% 0,9% Sudah selesai diperbaiki 17,0% 18,8% 18,0% 10,8% 14,9% 18,6% 7,1% 9,6% 5,4% 6,5% 10,5% 5,6% 5,2% 9,3% 16,6% 22,0% 13,8% 13,9% 25,0% 16,1% 20,6% 19,6% 18,5% 13,7% 3,3% 2,4% 3,3% Sedang dalam perbaiki + telah selesai diperbaiki Persentasi yang rusak dan yang diperbaiki LAMPIRAN 123 LAMPIRAN Air Bersih dan Sanitasi Listrik Irigasi Fasilitas Desa Kegiatan ekonomi Perumahan Lahan Produktif Rata-rata Aceh Barat Jembatan Rusak karena konflik Transportasi LAMPIRAN 2.3: Indeks Kerusakan Sektor menurut Kabupaten dan Sumber Kerusakan 1 1 1 1 1 1 2 1 - 1,49 Aceh Barat Daya - - - - - - - - 1 0,56 Aceh Besar - 1 - - 1 - - - 1 0,74 Aceh Jaya - 2 1 3 - 1 1 1 2 1,75 Pidie 1 1 - - 1 1 1 - 1 1,65 Nagan Raya 1 3 - 3 - 2 1 2 3 2,11 Lhokseumawe 1 - - - 2 1 1 - 3 1,35 Aceh Utara 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1,64 Aceh Selatan 1 - 1 - 1 - 3 1,56 Aceh Tenggara - - - 1 1 1 - - 0,87 Aceh Timur 4 4 1 4 2 4 4 3 3 3,63 Gayo Lues - 2 - 1 - 1 1 5 - 1,50 Aceh Tamiang - - 1 - 1 - - - 1 0,69 Aceh Tengah - - - - - - - - - 0,46 Bener Meriah 2 3 2 3 2 3 3 2 5 3,34 Bireuen 1 1 - - - 1 1 1 - 1,04 Aceh Singkil - - - - 1 - - - 1 0,80 Simeulue - - - - - - - - - 0,22 1 1 - 1 - 1 1 1 1 1,40 3 4 2 2 2 3 3 4 3 3,38 Propinsi - Rusak karena bencana alam Aceh Barat Aceh Barat Daya 2 3 1 1 4 2 2 2 4 2,79 Aceh Besar 3 4 2 5 2 2 2 2 2 3,17 Aceh Jaya 5 4 5 5 6 5 5 6 4 5,46 Pidie 2 4 3 1 3 1 1 1 4 2,65 Nagan Raya 3 2 2 - 3 1 - 1 1 2,01 Lhokseumawe - 2 - - - 1 - 2 1 1,11 Aceh Utara 2 3 2 - 2 1 2 2 2 2,35 Aceh Selatan 3 4 2 1 4 2 1 2 2 3,00 Aceh Tenggara 3 4 3 - 4 1 1 1 2 2,67 Aceh Timur 1 1 1 - 3 - - - 1 1,47 Gayo Lues 1 3 - 3 4 1 3 - 5 2,75 Aceh Tamiang 2 3 1 1 2 1 - - - 1,76 Aceh Tengah 2 3 2 1 1 1 - - 2 1,85 Bener Meriah - 1 - - 2 - 1 - - 0,81 Bireuen 3 5 5 2 4 3 3 3 2 3,74 Aceh Singkil 3 3 3 1 4 3 3 4 1 3,15 Simeulue 5 5 3 2 2 5 4 5 4 4,93 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2,77 Propinsi 124 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN LAMPIRAN 2.4: Tingkat Kerusakan dan Status Perbaikan Prasarana Rusak Akibat Konflik dan Bencana Alam Hanya Disebabkan oleh Konflik Tingkat Kerusakan Tipe Unit Jumlah yang rusak Ringan 261.034 24,5% Berat Status Perbaikan Pada Saat ini Perlu Diganti Terbengkalai 5,8% 7,2% Dalam Perbaikan Telah Selesai Diperbaiki Persentasi yang masih dalam perbaikan 247.984 13.050 13.620 9,7% 6,2% Belum Diperbaiki Transportasi Jalan kabupaten meter 62,5% Poros desa (diperkeras) meter 622.493 26,3% 64,5% 6,3% 2,9% 606.550 15.943 24.155 Poros desa (tanah) meter 406.775 25,8% 61,7% 5,2% 7,3% 394.675 12.100 12.090 5,8% Poros dusun (diperkeras) meter 366.239 26,5% 66,4% 5,0% 2,1% 355.419 10.820 8.180 5,1% Poros dusun (tanah) meter 360.336 15,8% 71,3% 4,1% 8,8% 355.906 4.430 6.730 3,0% Jalan lingkungan (diperkeras) meter 99.650 17,8% 68,2% 3,4% 10,5% 97.337 2.313 5.475 7,4% Jalan lingkungan (tanah) meter 126.710 8,5% 72,9% 9,0% 9,5% 126.710 0 2.500 1,9% Jalan kebun (diperkeras) meter 88.875 8,8% 64,7% 2,5% 24,1% 88.475 400 2.600 3,3% Jalan kebun (tanah) meter 251.048 17,4% 71,5% 5,5% 5,6% 246.148 4.900 2.200 2,8% Gorong-gorong unit 39.293 7,6% 86,1% 4,6% 1,7% 39.234 59 199 0,7% Tembok penahan tanah meter 49.324 16,9% 60,0% 16,2% 6,9% 48.902 422 350 1,6% Drainase/saluran meter 213.056 11,0% 56,6% 22,8% 9,6% 210.226 2.830 8.211 5,0% Tambatan perahu unit 6.037 3,4% 57,9% 22,1% 16,6% 6.009 28 0 0,5% 12,3% Jembatan Beton unit 549 39,3% 33,7% 23,1% 3,8% 535 14 61 Gelagar besi unit 355 24,2% 47,2% 26,6% 2,0% 333 22 12 9,3% Gelagar kayu unit 538 7,4% 39,6% 50,9% 2,0% 535 3 4 1,3% Gantung unit 171 24,6% 42,7% 31,0% 1,8% 166 5 0 2,9% Sumur gali unit 3.474 20,6% 39,6% 39,1% 0,6% 3.402 72 6 2,2% Sumur pompa tangan unit 306 22,5% 45,4% 32,0% 0,0% 298 8 0 2,6% Sumur pompa mesin unit 309 12,6% 15,5% 70,6% 1,3% 307 2 0 0,6% Air Bersih dan Sanitasi Hidran umum 87 9,2% 51,7% 37,9% 1,1% 86 1 0 1,1% meter 59.022 15,6% 36,5% 42,3% 5,7% 58.982 40 3.248 5,3% Perlindungan mata air unit 2.032 0,2% 1,1% 98,6% 0,0% 2.032 0 2 0,1% Sistem penjernihan unit 4 0,0% 0,0% 100,0% 0,0% 4 0 0 0,0% Penampungan air hujan unit 160 54,4% 7,5% 36,3% 1,9% 80 80 0 50,0% MCK unit 638 12,9% 44,5% 31,7% 11,0% 633 5 0 0,8% Genset unit 309 9,1% 33,3% 53,4% 4,2% 293 16 0 5,2% Turbin air (micro-hydro) unit 27 11,1% 33,3% 48,1% 7,4% 27 0 3 10,0% Perpipaan unit Listrik PLN unit Jaringan SURVEI DESA ACEH 2006 meter 34 23,5% 14,7% 47,1% 14,7% 34 0 0 0,0% 95.374 15,0% 38,6% 42,5% 3,9% 95.171 203 1.462 1,7% Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 125 LAMPIRAN Hanya Disebabkan oleh Konflik Tingkat Kerusakan Tipe Unit Jumlah yang rusak Ringan Berat Perlu Diganti Terbengkalai Status Perbaikan Pada Saat ini PersenTelah tasi Belum Dalam Seyang DiperPerbailesai masih baiki kan Diperdalam baiki perbaikan Irigasi Bendungan unit 90 8,9% 54,4% 30,0% 6,7% 87 3 0 3,3% Bangunan irigasi unit 219 7,8% 77,2% 9,6% 5,5% 218 1 0 0,5% 295.468 24,4% 54,3% 12,1% 9,1% 283.247 12.221 0 4,1% Saluran meter Fasilitas Desa Kantor desa unit 424 18,6% 31,8% 45,5% 4,0% 403 21 0 5,0% SD/Madrasah unit 520 37,7% 33,7% 25,4% 3,3% 457 63 1 12,3% SMP/Madrasah Tsanawiyah unit 120 37,5% 40,0% 18,3% 4,2% 99 21 0 17,5% SMU/Madrasah Aliyah unit 61 45,9% 26,2% 21,3% 6,6% 57 4 0 6,6% TK/TPA unit 561 26,6% 39,4% 30,7% 3,4% 524 37 4 7,3% Puskesmas pembantu unit 135 22,2% 37,8% 34,1% 5,9% 121 14 3 12,3% Posyandu unit 165 18,8% 35,2% 40,6% 5,5% 155 10 4 8,3% Polindesa unit 372 16,4% 29,3% 48,9% 5,4% 355 17 4 5,6% Tempat ibadah unit 430 27,0% 48,4% 21,4% 3,3% 383 47 10 13,0% Meunasah/balai desa unit 820 36,5% 42,0% 17,2% 4,4% 755 65 6 8,6% 9,8% Fasilitas Ekonomi Pasar desa unit 371 28,0% 38,5% 29,1% 4,3% 340 31 6 Tempat pelelangan ikan unit 114 12,3% 36,0% 49,1% 2,6% 114 0 0 0,0% Penggilingan padi unit 251 30,7% 45,0% 18,3% 6,0% 242 9 1 4,0% Pabrik lain unit 266 13,9% 71,1% 9,8% 5,3% 263 3 0 1,1% Bengkel unit 206 35,4% 36,4% 22,8% 5,3% 182 24 0 11,7% Gudang beras unit 56 21,4% 42,9% 33,9% 1,8% 54 2 0 3,6% Gudang unit 210 23,8% 29,0% 41,4% 5,7% 199 11 0 5,2% Toko/warung unit 1.903 37,2% 36,2% 23,5% 3,2% 1.851 52 37 4,6% Pemukiman Rumah permanen unit 23.129 34,3% 35,6% 23,3% 6,8% 22.597 532 1.119 6,8% Rumah semi-permanen unit 15.946 26,7% 36,9% 21,8% 14,7% 15.573 373 613 6,0% Barak sementara KK 7.036 22,6% 33,7% 43,3% 0,4% 6.789 247 498 9,9% Segala jenis sawah Ha 21.276 36,2% 33,8% 1,3% 28,7% 20.268 1.008 1.902 12,6% Segala jenis kebun Ha 108.092 19,1% 39,3% 2,9% 38,7% 86.414 21.678 1.605 21,2% Tambak ikan atau udang Ha 51.981 10,1% 24,4% 9,2% 56,4% 46.558 5.423 283 10,9% Lahan Produktif Catatan: Jumlah kasus yang hanya berhubungan dengan kerusakan karena konflik = 9.687 126 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 LAMPIRAN Hanya Disebabkan oleh Bencana Alam Tingkat Kerusakan Tipe Unit Jumlah yang Rusak Ringan Berat Perlu Diganti Status Perbaikan Pada Saat Ini Terbengkalai Belum Diperbaiki Dalam Perbaikan Persentasi yang masih dalam perbaikan Telah Selesai Diperbaiki Transportasi Jalan kabupaten meter 1.046.337 28,9% 60,8% 9,0% 1,3% 653.846 98.253 39.953 17,4% Poros desa (diperkeras) meter 1.498.625 30,1% 62,2% 6,3% 1,4% 1.098.950 62.457 44.457 8,9% Poros desa (tanah) meter 627.510 23,7% 66,8% 5,3% 4,1% 491.286 17.740 16.474 6,5% Poros dusun (diperkeras) meter 767.459 30,9% 57,7% 9,7% 1,8% 590.503 29.234 23.089 8,1% Poros dusun (tanah) meter 607.644 21,7% 63,7% 11,4% 3,2% 506.571 13.612 14.902 5,3% Jalan lingkungan (diperkeras) meter 197.944 32,5% 51,3% 14,7% 1,4% 154.688 4.365 2.601 4,3% Jalan lingkungan (tanah) meter 189.651 34,8% 50,2% 12,3% 2,7% 158.013 1.973 1.350 2,1% Jalan kebun (diperkeras) meter 214.293 26,5% 59,8% 12,9% 0,8% 166.373 8.875 3.220 6,8% Jalan kebun (tanah) meter 382.024 22,2% 66,9% 8,1% 2,9% 311.865 14.980 8.816 7,1% 9,8% Gorong-gorong 8.593 15,9% 38,1% 44,8% 1,2% 6.372 111 579 Tembok penahan tanah meter unit 533.926 9,6% 54,6% 33,3% 2,4% 404.856 15.432 14.611 6,9% Drainase/saluran meter 1.232.145 14,9% 63,1% 19,0% 2,9% 1.039.116 26.024 31.105 5,2% Tambatan perahu unit 286 7,8% 45,4% 38,3% 8,6% 263 6 7 4,7% Beton unit 3.240 26,7% 43,9% 26,4% 2,9% 2.242 168 162 12,8% Gelagar besi unit 617 22,1% 44,1% 30,2% 3,6% 462 64 5 13,0% Gelagar kayu unit 1.728 18,7% 41,6% 37,3% 2,5% 1.495 43 39 5,2% Gantung unit 206 21,6% 41,2% 33,0% 4,1% 185 9 5 7,0% Sumur gali unit 60.449 29,4% 39,6% 30,3% 0,7% 41.550 1.913 3.481 11,5% Sumur pompa tangan unit 639 10,7% 65,8% 23,5% 0,0% 384 46 43 18,8% Sumur pompa mesin unit 2.584 12,4% 41,1% 45,8% 0,6% 1.986 223 68 12,8% Jembatan Air Bersih dan Sanitasi Hidran umum Perpipaan unit meter 328 18,3% 57,1% 24,2% 0,4% 243 9 19 10,3% 266.636 10,2% 41,1% 40,6% 8,1% 200.791 16.996 8.800 11,4% 3,1% Perlindungan mata air unit 168 14,8% 55,6% 17,3% 12,3% 157 5 0 Sistem penjernihan unit 147 15,8% 25,3% 58,9% 0,0% 140 6 0 4,1% Penampungan air hujan unit 728 18,2% 24,3% 57,5% 0,0% 670 38 19 7,8% MCK unit 6.186 19,8% 41,2% 37,9% 1,1% 4.698 479 89 10,8% unit 384 19,7% 37,1% 42,4% 0,8% 366 14 4 4,7% 26,3% Listrik Genset Turbin air (micro-hydro) unit 19 0,0% 47,1% 47,1% 5,9% 14 3 2 PLN unit 119 18,3% 28,7% 50,4% 2,6% 107 8 3 9,3% 223.352 13,1% 31,3% 54,1% 1,6% 184.075 23.376 2.183 12,2% Jaringan SURVEI DESA ACEH 2006 meter Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 127 LAMPIRAN Hanya Disebabkan oleh Bencana Alam Tingkat Kerusakan Tipe Unit Jumlah yang Rusak Ringan Berat Perlu Diganti Status Perbaikan Pada Saat Ini Terbengkalai Belum Diperbaiki Dalam Perbaikan Telah Selesai Diperbaiki Persentasi yang masih dalam perbaikan Irigasi Bendungan unit 468 21,7% 50,5% 23,1% 4,7% 421 7 3 2,3% Bangunan irigasi unit 1.088 19,0% 61,3% 18,7% 1,0% 906 19 1 2,2% 1.471.607 19,5% 61,9% 16,1% 2,5% 1.220.189 21.779 4.830 2,1% Saluran meter Fasilitas Desa Kantor desa unit 651 28,2% 32,2% 38,2% 1,4% 580 51 10 9,5% SD/Madrasah SMP/Madrasah Tsanawiyah SMU/Madrasah Aliyah unit 725 41,9% 31,9% 25,7% 0,5% 561 100 3 15,5% unit 141 40,8% 31,5% 26,2% 1,5% 107 23 1 18,3% unit 72 35,7% 25,7% 37,1% 1,4% 60 10 1 15,5% TK/TPA unit 846 34,3% 31,5% 33,4% 0,8% 716 68 10 9,8% Puskesmas pembantu unit 189 37,9% 28,6% 32,4% 1,1% 160 22 0 12,1% Posyandu unit 198 20,1% 29,9% 47,4% 2,6% 187 7 1 4,1% Polindesa unit 339 28,7% 33,3% 36,7% 1,2% 303 21 12 9,8% Tempat ibadah unit 1.208 38,3% 44,6% 16,0% 1,1% 969 148 20 14,8% Meunasah/balai desa unit 1.602 36,4% 42,3% 19,6% 1,7% 1.290 169 13 12,4% Fasilitas Ekonomi Pasar desa unit 766 57,1% 27,3% 14,9% 0,6% 583 54 2 8,8% Tempat pelelangan ikan unit 151 19,0% 35,4% 43,5% 2,0% 136 11 0 7,5% Penggilingan padi unit 387 45,2% 29,7% 23,1% 2,0% 324 23 2 7,2% Pabrik lain unit 545 52,9% 34,0% 12,3% 0,8% 340 51 15 16,3% Bengkel unit 332 46,9% 25,4% 25,0% 2,7% 245 11 0 4,3% Gudang beras unit 93 44,1% 30,5% 25,4% 0,0% 53 6 0 10,2% Gudang unit 388 50,7% 26,8% 20,9% 1,6% 267 39 5 14,1% Toko/warung unit 3.362 31,3% 39,3% 27,0% 2,4% 2.066 304 27 13,8% Rumah permanen unit 89.162 30,7% 31,6% 36,1% 1,5% 48.332 11.617 4.360 24,8% Rumah semi-permanen unit 54.918 39,6% 31,6% 28,1% 0,8% 32.157 3.883 2.530 16,6% Barak sementara KK 14.397 21,4% 29,3% 45,8% 3,5% 8.005 1.182 290 15,5% Pemukiman Lahan Produktif Segala jenis sawah Ha 87.056 40,4% 47,7% 4,3% 7,6% 57.330 4.157 1.932 9,6% Segala jenis kebun Ha 149.200 26,6% 59,3% 7,1% 7,0% 94.186 7.538 2.307 9,5% Tambak ikan atau udang Ha 34.659 17,7% 71,2% 10,2% 0,8% 24.746 3.314 2.386 18,7% Catatan: Jumlah kasus yang hanya berhubungan dengan kerusakan karena bencana = 21,270 128 SURVEI DESA ACEH 2006 Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 SURVEI DESA ACEH 2006 meter unit Tembok penahan tanah Drainase Tambatan perahu Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 unit unit Gelagar besi Gelagar kayu Gantung unit unit unit meter unit unit unit unit Sumur pompa tangan Sumur pompa mesin Hidran umum Perpipaan Perlindungan mata air Sistem penjernihan Penampungan air hujan MCK unit unit unit meter Generator Turbin air 9micro-hydro) PLN Jaringan Listrik unit Sumur gali Air Bersih dan Sanitasi unit unit Beton Jembatan unit meter Gorong-gorong meter meter Jalan kebun (tanah) Lingkungan (tanah) Jalan kebun (diperkeras) meter meter Lingkungan (diperkeras) meter meter meter Poros desa (tanah) Poros dusun (tanah) meter Poros dusun (diperkeras) meter Poros desa (diperkeras) Unit Jalan kabupaten Transportasi Tipe 100.305 56 7 314 3.957 565 51 587 142.881 184 1.348 268 34.473 125 703 379 1.708 135 676.697 130.282 3.870 417.638 141.310 243.374 162.391 689.888 858.616 726.365 1.635.148 780.893 Rusak Ringan 146.058 77 21 427 6.143 459 95 241 269.999 325 2.109 854 37.631 198 1.448 547 1.911 268 1.864.103 426.854 6.634 841.416 346.771 360.464 285.502 1.310.886 1.257.623 1.371.231 2.279.606 1.281.868 Rusak Bereat 199.012 100 21 810 5.480 625 155 82 224.546 164 1.627 350 23.536 141 1.585 339 1.185 291 517.938 241.183 7.541 88.564 42.211 43.550 36.352 154.655 147.178 128.731 231.371 135.271 Perlu Diperbaiki Jumlah yang Rusak 13.666 12 1 38 4.104 128 22 45 58.249 24 69 19 1.825 11 117 28 178 73 238.634 42.387 531 93.998 45.701 81.248 25.227 190.956 118.934 177.387 179.379 103.670 Terbengkalai 8.100 40.000.000 25.000.000 2.000.000 4.200.000 3.000.000 5.000.000 8.000.000 20.000 1.000.000 2.000.000 1.800.000 1.000.000 120.000.000 9.000.000 15.000.000 16.000.000 15.000.000 2.500 60.000 2.400.000 27.000 62.500 22.000 50.000 27.000 62.500 32.500 75.000 100.000 Rusak Ringan 20.250 100.000.000 60.000.000 4.800.000 33.600.000 7.500.000 15.000.000 20.000.000 40.000 4.000.000 4.000.000 3.800.000 3.000.000 240.000.000 41.600.000 65.000.000 96.000.000 30.000.000 6.000 120.000 4.800.000 42.000 100.000 34.000 80.000 42.000 100.000 50.000 120.000 250.000 Rusak Berat 40.500 200.000.000 100.000.000 8.000.000 42.000.000 15.000.000 30.000.000 25.000.000 50.000 5.000.000 7.000.000 6.800.000 6.000.000 300.000.000 52.000.000 78.000.000 120.000.000 75.000.000 10.000 150.000 6.000.000 54.000 112.500 43.000 90.000 54.000 112.500 65.000 135.000 500.000 Diganti Unit Pembiayaan 30.375 150.000.000 75.000.000 6.000.000 31.500.000 11.250.000 22.500.000 18.750.000 37.500 3.750.000 5.250.000 5.100.000 4.500.000 225.000.000 39.000.000 58.500.000 90.000.000 56.250.000 7.500 112.500 4.500.000 40.500 84.375 32.250 67.500 40.500 84.375 48.750 101.250 375.000 Terbengkalai 10.043 26.595 3.094 4.821 319.691 9.564 4.456 10.339 17.808 1.486 16.706 3.749 224.886 74.554 114.466 54.672 309.270 23.402 11.996 77.289 66.703 34.700 36.671 13.562 23.375 56.502 143.334 69.726 318.123 388.676 Total Biaya (Rp ‘000.000) 18,0% 16,2% 14,3% 48,6% 45,1% 40,0% 34,7% 16,7% 34,2% 37,9% 27,0% 39,6% 24,2% 30,5% 25,5% 21,0% 16,2% 35,0% 39,6% 22,7% 24,9% 37,1% 29,6% 38,6% 35,0% 37,1% 30,4% 36,1% 28,6% 23,0% Kurang Perawatan LAMPIRAN 2.5: Biaya Memperbaiki atau Mengganti Prasarana Rusak Akibat Konflik dan Bencana Alam LAMPIRAN 129 130 unit meter Saluran unit Posyandu SURVEI DESA ACEH 2006 unit unit unit unit unit Bengkel Gudang beras Gudang Warung/toko unit KK Rumah semi-permanen Barak sementara Ha Segala jenis kebun Tambak ikan atau udang 14.263 125.007 66.859 12.369 52.420 79.365 5.090 457 76 567 778 638 61 1.088 2.171 1.324 436 182 212 1.194 130 213 940 628 1.086.206 463 199 Rusak Ringan 43.000 181.282 70.917 12.022 35.028 56.350 3.203 289 47 273 668 402 118 596 1.840 1.339 420 181 153 1.125 73 123 618 575 2.236.358 1.344 415 Rusak Bereat 9.586 26.817 11.237 12.533 20.431 41.521 1.643 273 56 168 238 220 125 382 789 496 489 269 124 854 62 75 416 716 546.828 331 188 Perlu Diperbaiki Jumlah yang Rusak 11.174 134.515 59.210 1.049 4.851 6.652 634 106 5 55 163 92 19 111 224 151 80 37 32 132 8 18 63 99 257.044 189 57 Terbengkalai 3.000.000 837.931 4.376.415 480.000 3.000.000 5.760.000 20.000.000 15.000.000 15.000.000 20.000.000 10.000.000 20.000.000 45.000.000 45.000.000 15.000.000 60.000.000 12.500.000 5.760.000 7.000.000 15.000.000 45.000.000 45.000.000 45.000.000 12.500.000 45.000 3.000.000 5.000.000 Rusak Ringan TOTAL 7.200.000 1.396.552 8.752.830 2.400.000 15.000.000 28.800.000 75.000.000 36.000.000 50.000.000 75.000.000 24.000.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 60.000.000 240.000.000 30.000.000 28.800.000 70.000.000 60.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 30.000.000 100.000 7.000.000 10.000.000 $ Rp 12.000.000 2.793.103 8.752.830 4.800.000 30.000.000 57.600.000 150.000.000 60.000.000 75.000.000 150.000.000 40.000.000 150.000.000 225.000.000 225.000.000 75.000.000 300.000.000 50.000.000 57.600.000 140.000.000 75.000.000 225.000.000 225.000.000 225.000.000 50.000.000 125.000 15.000.000 25.000.000 Diganti Unit Pembiayaan Rusak Berat Catatan: Unit pembiayaan untuk prasarana yang terbengkalai = 75% dari unit pembiayaan untuk prasarana yang perlu diganti. Ha Ha Segala jenis sawah Lahan Produktif unit Rumah permanen Perumahan unit Pabrik lainnya unit Tempat pelelangan ikan Penggilingan padi unit Pasar desa Fasilitas Ekonomi unit unit Pustu Meunasah/balai desa unit TK/TPA unit unit SMU/Madrasah Aliyah unit unit SMP/ Madrasah Tsanawiyah Tempat ibadah unit SD/Madrasah Polindes unit Kantor desa Fasilitas Desa unit Bangunan irigasi Unit Bendungan Irigasi Tipe 9.000.000 2.094.827 6.564.623 3.600.000 22.500.000 43.200.000 112.500.000 45.000.000 56.250.000 112.500.000 30.000.000 112.500.000 168.750.000 168.750.000 56.250.000 225.000.000 37.500.000 43.200.000 105.000.000 56.250.000 168.750.000 168.750.000 168.750.000 37.500.000 93.750 11.250.000 18.750.000 Terbengkalai 1.321.044.570 11.889.401 474.516 571.716 1.107.052 73.321 1.171.465 3.879.570 530.956 27.981 6.148 45.304 26.679 59.610 38.511 188.619 131.283 380.610 27.913 15.398 24.503 93.044 23.410 37.614 193.243 42.691 228.057 12.069 7.858 Total Biaya (Rp ‘000.000) 16,5% (1$ = Rp 9.000) million 20,0% 20,9% 25,7% 16,6% 18,5% 19,5% 27,2% 22,9% 28,3% 30,2% 30,9% 30,4% 27,7% 38,9% 34,8% 38,7% 34,1% 25,6% 40,7% 31,7% 27,2% 25,0% 33,9% 37,5% 32,5% 28,0% Kurang Perawatan LAMPIRAN Evaluasi Keadaan Prasarana dan Sosial Desa oleh Program Pengembangan Kecamatan Maret 2007 DAFTAR PUSTAKA ADB. 2003. Infrastructure and Poverty Reduction: What is the connection? ERD Policy Briefs series No.13. Manila, Philippines. BRR and International Partners. 2005. Aceh and Nias One Year after the Tsunami: The Recovery Effort and Way Forward. Banda Aceh. Gannon, Collin and Zhi Liu. 1997. Poverty and Transport. World Bank. Grootaert, C.D. and T. van Bastelaer (ed). 2002. Understanding and Measuring Social Capital: A Multidisciplinary Tool for Practitioners. World Bank. Grootaert, C, D. Narayan, V.N. Jones, and M. Woolcock. 2004. Measuring Social Capital: An Integrated Questionnaire. World Bank. ICG. 2006. Aceh: Now For the Hard Part, 29 March 2006; No. 44. IOM/Harvard Medical School. 2006. Psychosocial Needs Assessment of Communities Affected by the Conflict in the Districts of Pidie, Bireuen Aceh Utara; WHO Recommendations for Mental Health in Aceh, available at http://www.who.or.id/eng/contents/aceh/WHO_Recommendations_Mental_Health_Aceh.pdf Kfw. 2004. Transport and Poverty: The direct contribution of transport infrastructures to poverty reduction. Komnas Perempuan. 2006. As Victims, Also Survivors: A Collection of Women IDPs’ Experiences and Voices of Violence and Discrimination in Aceh. Kwon, Eunkyung. 2000. Infrastructures Growth, and Poverty in Indonesia, A cross sectional Analysis. Asian Development Bank, Manila, Philippines. Ministry of Home Affairs. 2006. Kecamatan Development Program (KDP) Annual Report 2005. Jakarta. Posko Aceh Dikdasmen. 2005. “Data Kondisi Guru Pra dan Pasca Gempa Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara (Nias dan Nias Selatan)”. 27 April 27 2005. Sharpe, J. and I. Wall. 2007. “Mapping Media: Understanding Communication Environments in Aceh”. Indonesian Social Development Paper No. 9. Banda Aceh/Jakarta: World Bank/DSF. Sharpe, J. , P. Barron and A. Sim. (forthcoming). “Promoting Peace: Public Outreach and ‘Socialization’ of the Peace Process in Post-Conflict Aceh.” Banda Aceh: World Bank/DSF. Subhan, Muhammad. 2005. “Proses Pendidikan Dasar Menengah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Pasca Tsunami”. Implementation Coordination Unit (Satkorlak) NAD Province, Banda Aceh. United Nation Information Management Services for Sumaterat (UNIMS). 2005. “An Aceh Education Data Pack”. Education Management Information System (EMIS/ School Mapping), Ministry of National Education (MoNE), Republic of Indonesia, in cooperation with UNICEF. Jakarta. World Bank. 2003. “Aceh Regional Public Expenditure Review: Human Development”. Education section. Unpublished joint paper: The World Bank, UNDP and USAID. Banda Aceh. World Bank. 2005. Conflict and Recovery in Aceh. World Bank Jakarta. World Bank. 2006a. Aceh Public Expenditures Analysis: Spending for Reconstruction and Poverty Reduction. World Bank, Banda Aceh/Jakarta. World Bank. 2006b. GAM Reintegration Needs Assessment: Enhancing Peace through Community-Level Development Programming. Banda Aceh: World Bank/DSF.