TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo Gatot A. Susilo Sejarah dan Teori Arsitektur, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang. Abstrak Rumah tradisional Ponorogo tersusun dari beberapa gugus masa berdasarkan fungsi bangunan. Tipe bangunan yang berada di rumah tradisional Ponorogo terdiri dari tipe bucu, sinom, dorogepak dan srotongan. Sejauh mana penggunaan tipe bangunan untuk masing-masing fungsi bangunan, dan bagaimana variasinya adalah merupakan pertanyaan dalam penelitian ini. Berdasarkan kecenderungan data lapangan bahwa ternyata varian penggunaan tipe dengan fungsi bangunan dapat diidentifikasi. Dengan membandingkan apa yang telah diutarakan dari beberapa pendapat terkait dengan tipe bangunan arsitektur Jawa, dapat ditetapkan bahwa asal penamaan tipe bangunan yang berada di Ponorogo adalah merupakan bagian dari penamaan tipe bangunan pada arsitektur Jawa adalah merupakan variasi tipe dari tipe arsitektur Jawa. Namun demikian tipe bangunan yang berada di Ponorogo mampu menunjukkan ciri khasnya sebagai arsitektur Ponorogo. Kata-kunci: jawa, model, tipe bangunan, ponorogo PENDAHULUAN Peninggalan obyek arsitektur tradisional yang ada di wilayah Indonesia sangat banyak jumlah ragamnya, dimulai dari daerah Aceh hingga ke daerah Papua. Di wilayah inilah pengetahuan arsitektur tradisional tersebar dalam bentuk peninggalan sejarah berupa obyek arsitektur. Arsitektur tradisional Ponorogo adalah bagian dari arsitektur tradisional Jawa, peninggalan yang berupa obyek arsitektur tradisional masih ada. Perlu kiranya bahwa obyek arsitektur tradisional yang berada di Ponorogo ini digali lebih jauh lagi pengetahuannya. Penelitian Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo (2015) adalah merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yaitu; Model Proporsi Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo (2013), Model Ragam Hias Joglo Ponorogo (2014), dan Model Tata Masa Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo (2015). Dalam proses penelitian pendahuluan dijumpai bahwa rumah tradisional Ponorogo itu wujudnya terdiri dari beberapa susunan gugus masa bangunan. Temuan macam tipe bangunan yang digunakan dalam gugus rumah tradisional Ponorogo, tidak menunjukkan adanya keter- kaitan dengan fungsi bangunan. Namun demikian menjadi sebuah pertanyaan, sejauh mana keterkaitan antara tipe bangunan dan fungsi bangunan menjadi dasar pertanyaan awal untuk diadakan penelitian ini. Tujuan penelitian Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo adalah untuk menentukan pola model tipe bangunan berdasarkan kecenderungan yang dijumpai di beberapa rumah tradisional Ponorogo di wilayah Ponorogo. Mengingat bahwa rumah tradisional Ponorogo ini adalah merupakan bagian dari rumah tradisional Jawa, maka dalam penelitian ini juga dilakukan pembandingan dengan tipe bangunan arsitektur tradisional Jawa. Pada mulanya macam tipe bangunan Jawa disampaikan oleh Ismunandar (1997) dan oleh Prijotomo (1995) adalah Tipe tajug, joglo, limasan, kampung dan panggang-pe. Namun dalam perkembangan pengetahuan arsitektur nusantara, dengan diijinkannya naskah sebagai sumber ekploras ipengetahuan, disebutkan di dalam naskah Kawruh Kalang R. Sasrawiryatma bahwa, tipe bangunan dalam arsitektur Jawaa dalah: tajug, joglo, limasan, dan kampung, hal ini juga dipertegas oleh Prijotomo (2006). Dan melalui proses transformasi berdasarkan analisa ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 | E 137 Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo naskah Kawruh Kalang R. Sasrawiryatmaoleh Susilo (2009) tipe bangunan Jawa diuraikan seperti gambar1. TAJUG JOGLO LIMASAN adalah tipe bucu, tipe sinom, tipe srotongan dan tipe dorogepak, seperti terlihat pada gambar3. KAMPUNG Gambar1: Tipe bangunan Jawa dalam proses transformasi penarikan di sektor gajah dengan berpusat pada molo- nya. (sumber: Analisa penulis, 2009) Menurut Ismunandar (1997) tipe tajug dikhususkan untuk bangunan masjid, namun di dalam naskah Kawruh Kalang R. Sasrawiryatma hal ini tidak disebutkan tentang penggunaan tipe dikaitkan dengan fungsi bangunan. Bahkan setiap tipe bangunan dapat digunakan untuk fungsi bangunan apapun, namun hal ini menjadi tidak lazim. Penggunaan tipe tajug, tipe joglo, tipe limasan, dan tipe kampung dalam bangunan selalu dilengkapai dengan penambahan atap pananggap, sehingga memunculkan sektor yang terbagi menjadi beberapa sektor, sepertigambar2: SINOM BUCU DOROGEPAK Gambar3: Tipe bangunan arsitektur tradisional Ponorogo adalah tipe bucu, sinom, dorogepak, srotongan (Sumber: Analisapenulis, 2013) 8 U 11 7 4 3 1 9 5 2 13 7 12 8 6 10 menghadap ke selatan 11 U 9 5 A B C A B C A B C KAMPUNG JOGLO LIMASAN TAJUG Gambar2: Pembagian sektor pada masing-masing tipe arsitektur tradisional jawa. A=sektor kandang tengah, B=sektor panirat, C=sektor penerus/emper. (Sumber: Analisa Penulis. 2009) Menurut Susilo (2009) dengan adanya pembagian sektor pada arsitektur Jawa disebabkan karena adanya penambahan pananggap. Penambahan dapat dilakukan secara utuh maupun sebagian. Dan bisa juga kemungkinan hilangnya sektor secara utuh maupun sebagian. Tidak adanya sebagian, atau bagian sektor ini akan menjadi varian pada setiap tipe bangunan, seperti pembagian variasi yang dilakukan oleh Ismunandar (1997). Tipe bangunan yang ada dalam gugusan rumah tradisional Ponorogo menurut Susilo (2013) E 138 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 7 8 3 4 13 A B C SROTONGAN 2 1 7 8 6 10 12 menghadap ke utara KETERANGAN: (1) regol; (2) latar; (3) griyo ngajeng; (4) pringgitan; (5) griyo wingking; (6) pawon; (7) sumur; (8) blandongan; (9) kakus; (10) gandri; (11) langgar; (12) kandang; (13) tegalan Gambar4: Reka model tatanan masa rumah tradisional Ponorogo yang menghadap keselatan dan menghadap ke utara (Sumber: Analisapenulis, 2014) Rumah tradisional Ponorogo terdiri dari gugusan masa bangunan tersusun berdasarkan fungsi tertentu, menurut Susilo (2014) jumlah minimal fungsi bangunan pada rumah tradisional Ponorogo adalah griyo ngajeng, griyo wingking, pawon dan sumur. Adapun secara lengkap tergambarkan dalam model tatanan masa rumah tradisional Ponorogo terlihat pada gambar 4. Gatot Adi Susilo Pertanyaannya adalah bagaiman avariasi penggunaan tipe bangunan di rumah tradisional Ponorogo? Bagaimana dengan tipe bangunan yang terdapat pada arsitektur Ponorogo dibandingkan dengan tipe bangunan pada arsitektur tradisional Jawa, apakah bagian dari variasi tipologi arsitektur tradisional Jawa atau merupakan tipe khas arsitektur tradisional Ponorogo. METODE Rumah tradisional Ponorogo yang berada di wilayah kabupaten Ponorogo adalah sebagai sampel penelitian. Jumlah dan tempat pengambilan sampel ditetapkan berdasarkan bagian barat, dan Kecamatan Jetis mewakili Ponorogo bagian timur. Bila sekiranya diperlukaan karena ditemukannya obyek yang memenuhi isyarat, jumlah sampel dapat ditambah. Adapun syarat sampel untuk data tatanan ruang dan masa adalah : (1) Obyek bangunan berusia lebih dari 100 tahun. (2) Fungsi ruang minimal adalah: latar, griyo ngajeng, griyo wingking (ada sentong-nya), pawon, dan sumur. (3) Memiliki orisinalitas. (4) Kemudahan dalam pengambilan data. Dari sembilan belas sampel penelitian dapat menunjukkan keterwakilan gugusan masa pada Tabel 1:Tatanam masa rumah tradisional Ponorogo menghadap utara (Sumber: data survey penulis, 2014). penetapan sampel penelitian sebelum, yaitu di Kecamatan Kauman yang mewakili Ponorogo rumah tradisional Ponorogo. Data yang berupa foto dan grafis disusun dalam bentuk tabel, ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 | E139 Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo tabel ada dua macam yaitu yang pertama untuk rumah menghadap ke utara (tabel 1), dan yang kedua untuk rumah menghadap ke selatan (tabel 2). Dengan adanya pengelompokan ini diharapkan akan memudahkan dalam melihat kecenderungan kesamaan penggunaan tipe bangunannya pada tiap masa bangunan. Dari sini dapat disimpulkan tentang penggunaan tipe bangunan dikaitkan dengan fungsi bangunan. Untuk menetapkan model tipe banguanan arsitektur Ponorogo, selain mengidentifikasi berdasarkan data lapangan juga dilakukan dengan pembandingan apa yang disampaikan oleh Prijotomo (2006); Susilo (2009); Ismunandar (1997). Apakah tipe yang ada di rumah tradisional Ponorogo ini merupakan tipe baru atau bagian dari pengelompokan tipe arsitektur Jawa. PEMBAHASAN Tabel1. menunjukkan susunan masa rumah tradisional Ponorogo yang menghadap ke utara. Data diambil berdasarkan situasi di lapangan dan berdasarkan hasil wawancara yang dituangkan dalam bentuk grafis. Dari sepuluh sampel tipe bangunan yang digunakan pada griyo ngejeng beraneka macam, untuk sampel 1,2, 4, 8 dan 9 menggunakan tipe sinom, sedang sampel 3, 5, 6, 7, dan 10 menggunakan tipe bucu. Pawon posisinya semuanya di sebelah Tabel 2:Tatanam masa rumah tradisional Ponorogo menghadap selatan (Sumber: data survey penulis, 2014). E 140 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 Gatot Adi Susilo timur, tipe bangunan yang digunakan sebagian besar menggunakaan tipe srotongan, sedangkan untuk sampe 6 menggunakan tipe sinom, sampel 7 menggunakan tipe limas, dan sampel8 menggunakan tipe dorogepak. Untuk griyo wingking semuanya menggunakan tipe sinom, sedang untuk pringgitan selalu menggunakan tipe limas, ini terlihat pada sampel 1, 4 dan 10. Tabel2. menunjukkan susunan gugus masa bangunan rumah tradisional Ponorogo yang menghadap ke selatan. Ketika bangunan menghadap keselatan, ternyata seluruh sampel menunjukkan bahwa posisi pawon selalu terletak di sebelah timur griyo wingking, atau di sebelah kanan bangunan inti, berlawanan dengan yang menghadap ke utara, selalu terletak disebelah kiri bangunan inti. Masa bangunan pawon semuanya menggunakan tipe srotongan, sedangkan untuk sampel 19 tidak diketahui tipenya. Griyowingking sebagian besar menggunakan tipe sinom, untuk sampel 11 menggunakan tipe dorogepak, dan sampel19 menggunakan tipe bucu. Untuk pringgitan yang ada di sampel11, 13, 16, 17, 18 dan 19 selalu menggunakan tipe limas. Untuk griyongajeng tipe bangunannya bisa bermacam-macam, sampel 12, 14, 15, dan 16,menggunakan tipe sinom, sampel11, 13, 17, 18, dan 19,menggunakan tipe bucu. Selain fungsi bangunan untuk griyo ngajeng, griyo wingking dan pawon, juga dijumpai dalam survey adalah langgar berbentuk rumah panggung, terdapat pada sampel 12 dan 19. Tipe bangunan untuk langgar di sampel 12 menggunakan tipe bucu tanpa penanggap, sedangkan sampel 19 menggunakan tipe limas dengan satu pananggap, hal ini dapat dilihat pada gambar 4. Gapuro dijumpai pada sampel1 dan 19, menggunakan tipe bangunan kampung dan limas. Selain itu pada sampel19 juga dijumpai bangunan pesucen dengan tipe bangunan limas satu pananggap, bangunan kakus dengan tipe bangunan srotongan. Juga dijumpai blandongan dan sumur, tanpa menggunakan atap. Pada sampel 17 dijumpai bangunan kuncung menggunakan tipe srotongan, yang posisinya berhimpit dengan griyo ngajeng di depan tepat dibagian tengah. Pada sampel 11 dan 18 dijumpai kandang, yang terletak di depanp awon, sebelah timur. Dari hasil wawancara, sampel 13, 16, 19 posisi kandang terletak di depan selatan timur. Tipe bangunan yang digunakan oleh kandang adalah tipe srotongan. 1 4 7 2 3 5 6 8 Gambar 4: adalah bebeberapa gugus fungsi bangunan yang hanya ada pada bebera sampel, (1) langgar pada sampel 12; (2) langgar pada sampel 19; (3) regol pada sampel 19; (4) regol pada sampel 1; (5) lumbung pada sampel18; (6) sesucen pada sampel 19; (7) kandang pada sampel 18; kuncung pada sampel 17. (Sumber: koleksi pribadi, 2014) Gambar 5 adalah sampel yang tidak termasuk dalam 19 sampel, hal ini dibahas terpisah karena dijumpai dalam proses penelitian, namun tidak masuk kriteria sebagai sampel. Terlihat bahwa tipe dorogepak dapat digunakan untuk griyo ngajeng juga. Gambar 5:Rumah mbah Kaban, griyo ngajeng dan griyo wingking menggunakan tipe dorogepak (Sumber: koleksi pribadi, 2014) ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 | E141 Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo DISKUSI Gugusan masa bangunan yang paling sederhana pada rumah tradisional Ponorogo adalah untuk griyo ngajeng, griyo wingking dan pawon. Adapun tipe bangunan yang dipakai untuk griyon gajeng dan griyo wingking dapat menggunakan tipe bucu, sinom atau dorogepak. Untuk pawon sebagian besar sampel menggunakan tipe srotongan. Dari sini terlihat bahwa pemilihan tipe bangunan tidak ada tata atur yang pasti, pemilik rumah dibiarkan untuk menentukan pilihannya. Bagian depan griyongajeng ditambah sektoremper, yang dilanjutkan ke arah samping untuk menghu-bungkan dengan pawon atau gandri. Adapun untuk tipe bangunan yang lain misalnya, bangunan pringgitan selalu menggunakan tipe limas, bangunan regol dari dua sampel yang dijumpai menggunakan tipe srotongan dan sinom. Bangunan langgar dari dua sampel yang dijumpai menggunakan tipe yang berbeda bahkan lebih variatif. Yang pertama menggunakan tipe bucu, tanpa pananggap namun diberi emper, yang kedua menggunakan tipe limas dengan menggunakan satu pananggap, dapat dilihat pada gambar 4. Tabel3: Alternatif pemilihan tipe bangunan pada fungsi bangunan. (Sumber: Analisa penulis, 2015) No Fungsi Bang. Alt. 1 1 2 3 4 5 Bucu Bucu 6 Griyo Ngajeng Griyo Wingking Pawon Pringgitan Gandri Kandang 7 8 9 10 Regol Langgar Kakus Kuncung Alt. 2 Alt. 3 Alt. 4 Bucu Bucu Sinom Sinom dorogepak Sinom Srotongan sinom Limas Srotongan sinom Alt. 5 Dorogepak Dorogepak dorogepak dorogepak Srotongan limas Bucu kampung Limas satu pananggap Srotongan Srotongan Pemilihan tipe bangunan untuk tiap masa bangunan bervariasi, ini dapat dilihat pada tabel 3. griyongajeng, griyowingking ada lima alternatif variasi tipe yaitu bucu-bucu, bucusinom, bucu-dorogepak, sinom-sinom, dorogepak-dorogepak. Untuk pawon sebagian besar menggunakan tipe srotongan, ada dua sampel menggunakan tipe sinom dan dorogepak. Pringgitan selalu menggunakan tipe limas, gandri disesuaikan dengan tipe pawonnya. Kandang, kakus dan kuncung selalu menggunakan tipe srotongan. Regol menggunakan E 142 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 tipe limas atau kampung, dan menggunakan tipe bucu atau limas. langgar Dari sembilan belas sampel yang baku penggunaan tipenya adalah pringgitan yaitu menggunakan tipe limas. Sedangkan kandang, kakus dan kuncung menggunakan tipe srotongan. Untuk pawon dari sembilan belas sampel, tujuh belas sampel menggunakan tipe srotongan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tipe bangunan yang digunakan untuk pawon menggunakan tipe srotongan, hal ini akan berakibat ke gandriyang merupakan kelanjutan dari pawonjuga harus menggunakan tipe srotongan. 1 2 3 4 5 Gambar 6: Variasi tipe bangunan griyo ngajeng dan griyo wingking tatanan masa rumah tradisional Ponorogo. 1= bucu-bucu; 2= bucu-sinom; 3= bucu-dorogepak; 4= sinom-sinom; 5= dorogepakdorogepak (sumber: analisa penulis 2015). Gambar 6 adalah menggambarkan variasi penggunaan tipe bangunan untuk griyo ngajeng dengan griyo wingking, bahwa bila griyo ngajeng menggunakan tipe bucu, maka pilihan tipe bangunan yang digunakan untuk griyo wingking bisa lebih banyak. Bila griyo ngajeng menggunakan tipe sinom maka griyo wingking-nya harus sinom, dan bila griyo ngajeng menggunakan dorogepak maka griyo wingking harus menggunakan dorogepak. Tidak dijumpai bahwa griyo ngajeng menggunakan tipe sinom dan griyo wingking menggunakan tipe bucu. Dari sini terlihat bahwa adanya tingkatan herarkhi, dimana tipe bucu posisinya lebih tinggi, baru tipe sinom dan dorogepak. Variasi pemilihan tipe bangunan untuk griyo ngajeng dan griyo wingking akan mempengaruhi besar kecilnya rumah, rumah terbesar apabila menggunakan tipe bucu dipasangkan dengan bucu, bila menggunakan tipe bucu dipasangkan dengan sinom besarnya akan berkurang dua sap pananggap arah pamanjang. Gatot Adi Susilo Bila menggunakan tipe sinom dipasangkan dengan sinom maka besarnya akan berkurang empat sap pananggap arah pamanjang. Yang paling kecil adalah apabila menggunakan tipe dorogepak dipasangkan dengan dorogepak, akan berkurang empat sap pananggap arah pamanjang, sedangkan yang di arah panyelak berkurang 2 sap pananggap. Bucu dipasangkan dengan dorogepak ini juga merupakan bentuk yang terkecil pula, pemilihan tipe bucu untuk griyo ngajengdalam kasus ini bertujuan untuk memberikan nilai herarkhi yang lebih. Tipe bucubila dipasangkan dengan tipe dorogepak maka menghilangkan dua pananggap yang ke arah pamanjang dan dua pananggap arah panyelak. Tipe bangunan yang digunakan untuk pringgitan selalu menggunakan tipe limas. Bila semula penulis menyimpulkan bahwa tipe bangunan yang ada pada arsitektur Ponorogo adalah tipe bucu, sinom, dorogepak dan srotongan, maka dengan sebutan tipe limas yang digunakan untuk pringgitan mengingatkan tentang bentuk dasar tipe arsitektur Jawa yaitu tajug, juglo, limasan dan kampung, apakah akan menambah jenis tipenya, atau menganggap penetapan tentang tipe diawal adalah merupakankesalahan. A A+1/2A A+A (A + A) + X (A + A) + X tajug jogo var1 jogo var2 limas var1 limas var2 kampung A A Gambar 7: Proses transformasi tipe bangunan arsitektur Jawa yang ada di Ponorogo (sumber: analisa penulis 2015). Gambar 7 terlihat adanya proses transformasi perubahan tipe, sebagai dasar/awal adalah tipe tajug, dimana panjang blandar sama dengan meret. Kemudian diberi molo sepanjang ½ meret terbentuklah tipe joglo/ bucu variasi 1, bila panjang blandar ditambah dengan panjang ½ meret maka terbentuk tipe joglo/ bucu variasi 2. Bila panjang blandar dua kali panjang meret dan molo-nya sama dengan meret maka akan menghasilkan tipe limas variasi 1. Bila panjang blandar dua kali meret ditambah dengan panjang tertentu, demikian juga dengan molonya, maka akan menghasikan tipe limas variasi 2. Bila panjang molo sama dengan panjang blandar maka akan menghasilkan tipe kampung. Selanjutnya dapat digambarkan pula proses munculnya tipe srotongan, dorogepak dan sinom yang ada di Ponorogo terlihat pada gambar 8 bahwa untuk menciptakan tipe baru yaitu dengan menambah pananggap. Tipe limas bila diberi pananggap mengelilingi limas akan menghasilkan tipe sinom, bila pananggap-nya terletak hanya arah pamanjang di kedua sisinya maka akan menghasilkan tipe dorogepak. Untuk tipe kampung, bila diberi pananggap arah pamanjang di kedua sisinya akan menghasilkan tipe srotongan. srotongan kampung dorogepak limas sinom Gambar8: Proses transformasi tipe bangunan untuk menghasilkan tipe srotongan, tipe dorogepak dan tipe sinom (sumber: analisa penulis 2015). Dari sampel nomer19 ditemukan juga ketidak beradaan pananggap untuk tipe bucu, hal ini menunjukkan bahwa tipe bucu-pun pananggapnya boleh dikurangi. Bila seluruh sektor pananggap dikurangi maka bentuk tipe dasarnya adalah joglo. Berarti ini mengakui adanya tipe dasar yaitu tipe tajug, joglo, limasan dan kampung, pengembangan selanjutnya hanya dengan menambah pananggap. Dengan kata lain bahwa tipe dorogepak, sinom dan srotongan adalah merupakan pengembangan dari tipe dasar. Perbedaan penyebutan istilah dari limasan pada arsitektur Jawa dan limas pada arsitektur Ponorogo tidak menjadi permasalahan, artinya limas yang dimaksud adalah limasan. KESIMPULAN 1. Bahwa tipe bangunan yang digunakan di rumah tradisional Ponoroga yaitu tipe bucu, sinom, dorogepak dan srotongan adalah merupakan pengembangan tipe dasar dari ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 | E143 Model Tipe Bangunan Rumah Tradisional Ponorogo 2. 3. 4. 5. arsitektur Jawa yaitu tipe tajug, juglo, limasan dan kampung, yaitu dengan mengolah sektor pananggap-nya. Pemilihan tipe banguan untuk griyo ngajeng dan griyo wingking akan menentukan besar kecilnya rumah dan tingkat herarkhi rumah, yaitu dengan urutan herarkhi fungsi griyo ngajeng kemudian griyo wingking, dan herarkhi tipe bangunan yaitu: bucu, sinom dan dorogepak. Adapun variasi pemilihan tipenya tergantung dari pemilik rumah. Tipe baku yang digunakan adalah untuk untuk pringgitan menggunakan tipe limas, pawon menggunakan tipe srotongan, gandri menggunakan tipe srotongan, kandang dan kakus menggunakan tipe srotongan. Untuk langgar dan regol tidak ada pembakuan tipe, namun dalam pengolahan tipe yang dipilih dibuat semenarik mungkin dengan penambahan pananggap-nya atau tambahan yang lain. Dari penggunaan tipe bangunan di rumah tradisional Ponorogo dapat dikatakan bahwa rumah tradisional Ponorogo adalah merupakan sebuah varian dari arsitektur Jawa, bukan arsitektur tradisional tersendiri atau baru. DAFTAR PUSTAKA ___________, Naskah: Serat Cariyos Bab Kawruh Kalang; Sasrawiryatma, R (1858-1928), tidak dipublikasikan. Ismunandar, R.(1997); Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, Semarang: Dahara Prize. Prijotomo, Josef (1995); Petungan: Sistem Ukuran dalam Arsitektur Jawa; Gadjahmada University Press; Yogyakarta. Prijotomo, Josef (2006); (Re-) Konstruksi Arsitektur Jawa; PT. Wastu Lanas Grafika; Surabaya. Susilo, GA.(2000); Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo , Tesis tidak dipublikasikan. PPS Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Susilo, GA. (2009); Transformasi Bentuk Arsitektur Jawa; Proseding Seminar Nasional Universitas Merdeka Malang, pp. II127 – II136. Susilo, GA. (2009); Joglo Ponoragan (Pembakuan Proporsi Joglo Ponorogo); Laporan Penelitian Dosen Muda, Dana DP2M. Susilo, GA. (2013); Model Rumah Tradisional Arsitektur Ponorogo (tahun I); Laporan Penelitian Hibah Bersaing 2013. E 144 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2015 Susilo, GA. (2014); Model Rumah Tradisional Arsitektur Ponorogo (tahun II); Laporan Penelitian Hibah Bersaing 2014. Susilo, GA. (2013); Model Rumah Tradisional Arsitektur Ponorogo (tahun III); Laporan Penelitian Hibah Bersaing 2013.