BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah kepesisiran didefinisikan oleh Kay dan Alder (1999) sebagai wilayah pertemuan darat dan laut dengan proses-proses alam yang bervariasi dan dinamis dalam membentuk wilayah tersebut. Hal yang serupa diungkapkan oleh Mardiatno dan Shafarani (2014) bahwa wilayah kepesisiran merupakan wilayah transisi antara darat dan laut yang memiliki sumberdaya yang potensial, baik sumberdaya hayati maupun non hayati. Hal tersebut dapat menjadi nilai strategis dalam pengembangan wilayah. Pengembangan suatu wilayah tidak dapat terlepas dari upaya pengelolaan sumberdaya secara tepat. Salah satu ciri dari wilayah yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk. Kay dan Alder (1999) menambahkan bahwa pertumbuhan penduduk di wilayah kepesisiran berbanding lurus dengan tingkat percepatan urbanisasi. Hal ini memicu perkembangan permukiman dan transportasi di wilayah kepesisiran. Bertambahnya jumlah penduduk dan merebaknya permukiman di wilayah kepesisiran akan berdampak lanjutan pada kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih dapat terpenuhi dengan memanfaatkan airtanah. Airtanah merupakan sumber air bersih yang paling banyak digunakan oleh penduduk dalam beraktivitas (Santosa dan Adji, 2014). Berkembangnya aktivitas manusia di suatu wilayah mendorong terjadinya eksploitasi airtanah (GimenezForcada, 2014). Hal yang serupa diungkapkan sebelumnya oleh Cheng dan Ouazar (2003) bahwa eksploitasi airtanah di wilayah kepesisiran disebabkan oleh pertumbuhan penduduk serta perkembangan industri dan pertanian. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan muka airtanah hingga ke bawah permukaan laut, sehingga memberikan peluang kepada air laut untuk masuk ke dalam sistem akuifer atau dikenal dengan istilah intrusi air laut. Bagian dari wilayah kepesisiran yang relatif memiliki pertumbuhan yang cepat adalah wilayah pantai dan pesisir. Salah satu wilayah yang berkembang cepat adalah wilayah pantai dan pesisir Sanden. 1 Wilayah pantai dan pesisir Sanden mulai berkembang menjadi kawasan pariwisata, pertanian, dan perikanan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 yang menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai dan pesisir Kecamatan Sanden. Perkembangan wilayah kepesisiran semakin didukung oleh adanya aksesibilitas yang memadai, yaitu tersedianya fasilitas jalan yang memadai pada tahun 2014. Gambar 1.1. Perubahan Penggunaan Lahan di Wilayah Pantai dan Pesisir Kecamatan Sanden Tahun 2006 – 2015 (Sumber: Google Earth, 2015) Perkembangan aktivitas manusia di wilayah pantai dan pesisir berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas airtanah dimana airtanah berperan sebagai sumber air utama di wilayah tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiridjati (2014), airtanah di sebagian wilayah kepesisiran di Desa Srigading memiliki kadar klorida dan nitrat yang tinggi karena adanya aktivitas manusia, seperti kegiatan tambak udang, pertanian, dan limbah septiktank. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rakhman (2014) bahwa daerah kajian belum mengalami intrusi air laut, tetapi terindikasi adanya peningkatan kadar garam terlarut pada airtanah. Pemodelan airtanah di Kecamatan Sanden, seperti yang dilakukan oleh Kabahari (2014) menunjukkan bahwa wilayah pantai dan pesisir daerah kajian memiliki risiko tinggi untuk terjadi intrusi air laut. Hal ini disebabkan oleh letak interface yang berada pada kedalaman 48 m. 2 Kajian terkait keasinan airtanah di wilayah pantai dan pesisir menjadi penting karena dampak yang diterima oleh masyarakat akan sangat besar, terlebih di wilayah tersebut sudah mulai berkembang dan populasi penduduk di wilayah tersebut semakin meningkat. Sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rentang empat tahun, yaitu antara tahun 2010 hingga 2013, terjadi peningkatan jumlah penduduk pada Desa Srigading, Gadingharjo, dan Gadingsari, Kecamatan Sanden. Hal ini akan berpengaruh terhadap kepadatan penduduk di ketiga desa tersebut (Gambar 1.2). Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada berkembangnya aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan ruang yang tersedia di wilayah kepesisiran (Marfai, dkk., 2011). Dampak selanjutnya berkaitan dengan kebutuhan air yang semakin meningkat. Hal ini pula yang berpotensi menimbulkan intrusi air asin sebagai akibat dari pemompaan airtanah, baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk kebutuhan air irigasi. Kualitas airtanah di wilayah pantai dan pesisir dapat dipertahankan agar tidak terjadi proses intrusi air asin ke dalam akuifer dengan Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) melakukan pengukuran dan analisis terkait dengan hidrogeokimia airtanah. 1240 1220 1200 1180 1160 1140 1120 1100 1080 1060 2010 2011 Desa Gadingsari 2012 2013 Tahun Desa Gadingharjo 2014 2015 Desa Srigading Gambar 1.2. Grafik Kepadatan Penduduk Desa Gadingsari, Gadingharjo, dan Srigading Tahun 2010 – 2015 (Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2011 – 2016) Identifikasi airtanah tawar dan airtanah asin dapat dilakukan dengan data komposisi kimia airtanah. Hal ini dibuktikan oleh Ebraheem et al. (1997) yang 3 telah melakukan penelitian terkait dengan pencemaran airtanah karena intrusi air asin dengan mengombinasikan data hidrogeologi dan geofisik dengan data komposisi kimia airtanah melalui pemantauan banyak sumur. Hidrogeokimia pun dapat digunakan dalam mengidentifikasi intrusi air asin dalam perspektif ruang dan waktu seperti penelitian yang dilakukan oleh Gimenez-Forcada (2014). Dengan demikian, konsep hidrogeokimia untuk mengkaji keasinan airtanah dapat diterapkan pada daerah kajian. 1.2. Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan menimbulkan berbagai aktivitas perekonomian dengan memanfaatkan lahan di wilayah pantai dan pesisir, seperti pembukaan lahan untuk perikanan, pertanian, dan pariwisata. Perkembangan suatu wilayah sebagai sebagai bentuk dari aktivitas manusia memiliki dampak bagi lingkungan, baik dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang dihasilkan cenderung ke arah perekonomian masyarakat yang mengalami peningkatan. Misalnya perubahan penggunaan lahan yang semula lahan kosong menjadi lahan perikanan dan pertanian, serta wisata alam yang sedang populer di kalangan masyarakat. Hal ini akan mendorong perekonomian masyarakat setempat, mulai dari kegiatan tambak hingga pembukaan warung makan dan toilet umum di pesisir. Meskipun demikian, ketika aktivitas manusia telah mendominasi, maka keseimbangan alam akan terganggu. Salah satu bentuk dari ketidakseimbangan alam adalah adanya proses intrusi air asin ke dalam akuifer. Penelitian yang dilakukan oleh Kabahari (2014) menunjukkan bahwa letak interface berada pada kedalaman 48 m. Berdasarkan hasil pemodelan, sejauh 400 m ke utara dari pantai merupakan daerah yang sangat rawan terjadi intrusi air laut jika terdapat aktivitas pemompaan airtanah yang berlebihan. Wiridjati (2014) menunjukkan bahwa kandungan nitrat dan klorida di dalam airtanah tergolong tinggi karena aktivitas tambak udang dan permukiman yang padat. Sama halnya dengan Rakhman (2014) yang mengemukakan bahwa di wilayah pantai dan pesisir Kecamatan Sanden terdapat peningkatan kadar garam terlarut pada 4 airtanah. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti antara lain sebagai berikut. (1) Bagaimana pola aliran airtanah (flownet) di wilayah pantai dan pesisir Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul? (2) Bagaimana karakteristik hidrogeokimia airtanah di daerah penelitian? (3) Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat keasinan airtanah di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis pola aliran airtanah (flownet) di daerah penelitian; (2) menganalisis karakteristik hidrogeokimia airtanah di daerah penelitian; dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keasinan airtanah di daerah kajian ditinjau dari pola aliran airtanah (flownet), hidrogeokimia, dan daya hantar listrik. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut. (1) Penelitian ini diharapkan dapat bemanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan geografi fisik dan lingkungan, khususnya pada bidang ilmu geohidrologi. (2) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai keasinan airtanah di wilayah pantai dan pesisir Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. (3) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam mengelola sumberdaya airtanah di daerah kajian agar dapat meminimalkan pencemaran airtanah asin. 1.5. Telaah Pustaka 1.5.1. Wilayah kepesisiran Wilayah kepesisiran didefinisikan oleh Kay dan Alder (1999) sebagai wilayah pertemuan darat dan laut dengan proses-proses alam yang bervariasi dan 5 dinamis dalam membentuk wilayah tersebut. Mardiatno dan Shafarani (2014) menambahkan bahwa wilayah kepesisiran merupakan wilayah transisi antara darat dan laut yang memiliki potensi sumberdaya yang besar, baik sumberdaya hayati maupun non-hayati. Snead (1982), CERC (1984), Selby (1985), serta Cookie dan Doomkamp (1994) dalam Sunarto (2001) membagi wilayah kepesisiran menjadi tiga bagian, yaitu perairan laut dekat pantai, pantai, dan pesisir. Bird (2008) mengemukakan hal yang sama bahwa wilayah kepesisiran terbagi menjadi tiga bagian, yaitu zona pecah gelombang yang termasuk dalam perairan dekat pantai, pantai, dan pesisir (Gambar 1.3). Gambar 1.3. Pembagian Wilayah Kepesisiran (Bird, 2008 dalam Sunarto, 2001) CERC (1984, dalam Sunarto, 2001), mendefinisikan pantai sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut yang ditandai dengan air laut pasang tertinggi dan air laut surut terendah. Bird (2008) mengungkapkan hal yang sama bahwa pantai merupakan zona antara batas air surut dan pasang yang dapat memperluas ke dasar tebing. Zona ini mencakup depan pantai, dekat pantai dan belakang pantai. Pesisir merupakan daerah yang membentang di darat yang tidak mencapai laut. Pesisir dan laut dibatasi oleh suatu jalur yang disebut pantai (Sunarto, 2001). Menurut Snead (1982, dalam Sunarto, 2001) pesisir merupakan daerah yang 6 membentang yang ditandai dengan perubahan topografi pertama di permukaan daratan. Marfai, dkk (2011) menambahkan bahwa pesisir merupakan suatu ekosistem yang memiliki potensi sumberdaya alam, baik di daratan maupun di perairan. Hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir memiliki fungsi ekonomis yang disertai dengan efek pengganda, yaitu berkembangnya kegiatan yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan kegiatan ekonomi utama. 1.5.2. Airtanah dan pola aliran airtanah (Flownet) Airtanah merupakan air yang berada pada berbagai formasi batuan, tepatnya pada zona jenuh air yang memiliki tekanan hidrostatis yang sama atau lebih besar daripada tekanan udara (Todd, 1980). Hal yang sama diungkapkan oleh Bisri (2012) bahwa airtanah berada pada rongga-rongga lapisan geologi dalam keadaan jenuh. Sumber utama yang mengisi airtanah adalah air hujan yang meresap ke dalam tanah. Air hujan tersebut kemudian mengalami suatu proses, yaitu daur hidrologi (Todd, 1980; Fetter, 1988; dan Bisri, 2012). Bisri (2012) mengemukakan bahwa daur hidrologi merupakan rangkaian proses sirkulasi air, mulai dari penguapan, hujan, aliran permukaan, aliran airtanah hingga menuju ke laut, dan menguap kembali. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Todd (1980) dan Fetter (1988) yang mengemukakan bahwa daur hidrologi merupakan proses perjalanan air dari laut ke udara, sungai, danau, dan kembali ke laut. Proses yang terjadi antara lain evaporasi, transpirasi, hujan, dan limpasan permukaan. Gambaran mengenai daur hidrologi ditunjukkan melalui Gambar 1.4. Gambar 1.4. Daur Hidrologi (Fetter, 1988) 7 Mintakat airtanah terbagi menjadi dua bagian, yaitu mintakat aerasi dan saturasi. Rongga-rongga tanah pada mintakat aerasi terisi oleh air vadose dan udara, sedangkan rongga pada mintakat saturasi terisi oleh air dan memiliki tekanan hidrostatis. Kedua mintakat ini dibatasi oleh bidang muka airtanah (water table). Pembagian mintakat airtanah dapat dilihat pada Gambar 1.5. Zona lengas tanah Air vadose Zona aerasi Permukaan tanah Zona vadose tengah Zona kapiler Airtanah Zona saturasi Muka airtanah Batuan kedap Gambar 1.5. Agihan Vertikal Airtanah (Todd, 1980) Airtanah bergerak atau mengalir di dalam akuifer dimana konduktivitas hidrolik sangat berpengaruh terhadap arah aliran airtanah (Todd, 1980). Akuifer itu sendiri merupakan perlapisan batuan yang jenuh air (saturated zone). Zona saturasi dan aerasi dibatasi oleh bidang muka airtanah. Sama halnya dengan elevasi di suatu wilayah, tiga buah titik tinggi dapat diolah menjadi kontur ketinggian. Dengan demikian, tiga buah sumur yang menunjukkan tinggi muka airtanah pun dapat diolah menjadi kontur airtanah. Garis kontur airtanah atau dapat disebut sebagai garis ekuipotensial digunakan sebagai acuan dalam menentukan arah aliran airtanah. Penentuan arah aliran airtanah dilakukan dengan menarik garis aliran tegak lurus dengan garis kontur airtanah (Todd, 1980). 1.5.3. Airtanah asin Airtanah asin adalah airtanah yang telah mengalami perubahan komposisi kimia airtanah akibat proses-proses alamiah, sehingga airtanah tersebut memiliki 8 kandungan salinitas yang tinggi (Saeni, 1989). Hal ini ditandai dengan unsur Clyang tinggi (Octonovrilna dan Pudja, 2009). Air asin dalam akuifer dapat berasal dari: (a) air laut di daerah pantai; (b) air laut yang terperangkap dalam lapisan batuan dan diendapkan selama proses geologi (connate water); (c) garam di dalam kubah garam, lapisan tipis atau tersebar dalam batuan; (d) air yang terkumpul oleh penguapan di laguna, empang, atau tempat yang terisolasi; (e) aliran balik ke sungai dari lahan irigasi; dan (f) limbah asin dari manusia. Todd (1980) menyebutkan bahwa intrusi air asin merupakan fenomena yang terjadi ketika air asin berpindah tempat atau ketika air asin bercampur dengan air tawar yang ada di dalam akuifer. Istilah intrusi air asin mencakup hal yang lebih luas dari intrusi air laut karena air asin tidak hanya berasal dari air laut. Air asin yang berasal dari laut lebih banyak dikenal sebagai proses intrusi air laut. Proses terjadinya intrusi air laut sangat berkaitan dengan proses perubahan interface. Interface merupakan wilayah pertemuan antara air laut dengan air tawar. Interface dapat menjorok ke arah laut, namun juga dapat menjorok ke arah darat. Hal ini dipengaruhi oleh besar kecilnya imbuhan air hujan. Jika imbuhan air hujan sangat besar, maka interface akan menjorok ke arah laut. Sebaliknya, jika imbuhan air hujan sedikit atau tidak ada sama sekali, maka interface akan menjorok ke arah darat. Pada saat terjadi pemompaan airtanah yang berlebihan sementara imbuhan air hujan terbatas yang menyebabkan interface menjorok ke arah darat, sehingga air laut menyusup masuk ke dalam akuifer dan mengakibatkan airtanah berasa asin (Ashriyati, 2011). Karakteristik pantai dan material penyusun, kekuatan aliran aitanah ke laut, dan fluktuasi muka airtanah di daerah pantai akan mempengaruhi tingkat kemudahan terjadinya proses intrusi air laut (Todd, 1980). Fetter (1988) mengemukakan bahwa air tawar dapat lolos dari akuifer pesisir melalui salah satu mekanisme alami, yaitu bercampurnya air tawar tersebut dengan air asin di zona difusi (Gambar 1.6). Faktor penyebab terbentuknya airtanah asin tidak hanya dari proses intrusi air laut, tetapi juga dari air laut yang terperangkap dalam lapisan batuan dan diendapkan selama proses geologi (connate water) ataupun dari proses evaporasi di laguna. Connate water terbentuk pada masa lampau berupa jebakan air laut 9 yang terperangkap ketika terjadi proses pembentukan daratan (Latifah, 2014). Berbeda dengan air asin yang terbentuk dari proses evaporasi dimana kadar Cltinggi disebabkan oleh pengendapan kristal garam yang tertinggal saat proses evaporasi kemudian terlarut bersama aitanah tawar, sehingga airtanah menjadi asin. Permukaan tanah Muka airtanah Air tawar Laut Air asin Gambar 1.6. Sirkulasi air tawar dan air asin pada zona difusi (Cooper, 1964 dalam Fetter, 1988) 1.5.4. Hidrogeokimia airtanah Appelo dan Postma (2005) menyatakan bahwa hidrogeokimia merupakan suatu studi untuk menjelaskan karakteristrik airtanah di suatu wilayah sebagai akibat dari adanya proses alam yang mempengaruhinya. Hal yang sama dikemukakan oleh Santosa (2010) yang menjelaskan bahwa hidrogeokimia merupakan salah satu metode analisis dalam mengkaji evolusi airtanah yang dipengaruhi oleh genesis bentukahan atau berbagai proses geomorfologi masa lalu. Airtanah bergerak atau mengalir di dalam akuifer dimana konduktivitas hidrolik sangat berpengaruh terhadap arah aliran airtanah (Todd, 1980). Akuifer itu sendiri merupakan perlapisan batuan yang jenuh air (saturated zone). Ketika airtanah bergerak, maka akan terjadi kontak antara airtanah dengan mineralmineral yang terkandung dalam suatu lapisan batuan. Hal ini berpengaruh 10 terhadap komposisi kimia airtanah dimana unsur kimia airtanah dapat berubah sesuai dengan jenis batuan dalam akuifer. Airtanah yang mengalir dalam akuifer akan mengalami proses-proses yang menyebabkan komposisi kimia berubah (Appelo dan Postma, 2005). Hem (1971) berpendapat sama bahwa perjalanan airtanah dari daerah tangkapan (recharge area) menuju daerah pemanfaatan (discharge area) mengalami proses yang bervariasi dalam waktu yang lama, sehingga terjadi kontak dengan material penyusun akuifer. Proses terjadinya kontak dengan material penyusun akan mempengaruhi komposisi kimia dan kualitas airtanah. Proses yang menyebabkan komposisi kimia airtanah berubah antara lain: (a) pelarutan, (b) pengendapan, (c) reduksi-oksidasi, (d) pertukaran ion, (e) percampuran, (f) difusi, (g) penyerapan, dan (h) dispersi (Appelo dan Postma, 2005). Unsur utama yang terdapat dalam airtanah antara lain Natrium (Na+), Kalium/Potasium (K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+), Klorida (Cl-), Sulfat (SO42-), Bikarbonat (HCO3-), dan Karbonat (CO3-). Perubahan kualitas airtanah terjadi ketika unsur-unsur tersebut bereaksi bersama dengan unsur minor lainnya (Fetter, 1988). 1.6. Telaah Penelitian Sebelumnya Penelitian terkait dengan hidrogeokimia airtanah telah banyak dilakukan di berbagai kondisi geomorfologi, seperti pada bentanglahan hasil proses denudasional, fluvial, aeolian, dan marin. Hidrogeokimia ini berfungsi untuk mengetahui karakteristik kimia airtanah, baik dalam penentuan tipologi airtanah maupun dalam pengkajian proses pembentukan airtanah tersebut. Widiatma (2005) melakukan penelitian terkait dengan hidrogeokimia airtanah bebas di sebagian wilayah Kecamatan Temon, Kulonprogo. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui sistem aliran airtanah, dan menentukan karakteristik hidrogeokimia airtanah bebas beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengacu pada variasi satuan geomorfologi daerah kajian dalam pembuatan flownet dan pengambilan sampel airtanah. Penelitian tersebut membutuhkan data geolistrik yang diolah 11 menggunakan software IPI2Win 2.1 untuk mengetahui kondisi hidrostratigrafi daerah kajian, sedangkan untuk pengolahan data hidrogeokimia airtanah dengan metode Saturation Index, diagram piper segiempat, dan grafis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa airtanah bebas mengalir searah dengan topografi menghasilkan sistem aliran dari perbukitan hingga dataran dan sistem gumuk pasir. Komposisi kimia airtanah di sebagian wilayah Kecamatan Temon didominasi oleh unsur HCO3- dan (Ca2+ + Mg2+). Hal ini dipengaruhi oleh faktor geomorfologi wilayah sehingga terjadi evolusi tipe kimia sesuai dengan perubahan satuan geomorfologi. Herdinalsky (2009) meneliti hal yang sama dengan lokasi yang berbeda, yaitu hidrogeokimia airtanah bebas di Kecamatan Nanggulan, Kulonprogo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah aliran airtanah dan karakteristik hidrogeokimia pada setiap unit bentuklahan. Penelitian ini pun mengacu pada berbagai bentuklahan di daerah kajian dalam pembuatan flownet dan pengambilan sampel airtanah. Analisis sampel airtanah dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Kloosterman, yaitu diagram piper segiempat. Penelitian ini juga mengevaluasi airtanah menggunakan klasifikasi Szczukariew – Priklonski, sementara untuk analisis indeks kejenuhan airtanah dilakukan dengan mamanfaatkan software PHREEQ 2.1.1. Hasil analisis komposisi kimia airtanah berdasarkan klasifikasi Szczukariew – Priklonski menunjukkan bahwa airtanah di Kecamatan Nanggulan bertipe HCO3-, Ca2+, dan Mg2+ yang dipengaruhi oleh mineral Plagioklas/feldspar, Hornblende, Opak, dan Kuarsa. Analisis dari diagram piper segiempat menunjukkan bahwa airtanah termasuk tipe I dimana unsur bikarbonat menjadi unsur yang dominan. Riesdiyanto (2009) melakukan penelitian terkait dengan hidrogeokimia airtanah bebas di Kecamatan Imogiri, Bantul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hidrostratigrafi airtanah beserta jaring airtanah, menentukan karakteristik tipe hidrogeokimia airtanah dan persebarannya dalam akuifer, serta menentukan arahan pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan air minum. Analisis indeks kejenuhan airtanah dilakukan dengan software Aquachen 4.0, sedangkan untuk analisis hidrostratigrafi dilakukan dengan menggunakan software IPI2Win 12 berdasarkan data geolistrik. Analisis hidrogeokimia airtanah dalam penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode diagram piper segiempat. Analisis hidrostratigrafi menunjukkan bahwa di Kecamatan Imogiri, Bantul terdapat akuifer bebas dan semi tertekan. Bentuklahan di daerah tersebut meliputi dataran aluvial, dataran koluvial, lembah antarperbukitan, dan lereng kaki perbukitan. Airtanah mengalir dari Perbukitan Baturagung dan Gunungapi Merapi menuju lembah antarperbukitan. Airtanah pada sistem akuifer bebas mengalami proses reduksi dan pertukaran kation yang kemudian dikelompokkan sebagai airtanah Va yang masih dapat dikonsumsi sebagai sumber air minum. Kabahari (2014) melalukan penelitian di daerah yang sama dengan daerah kajian, yaitu di Daerah Samas. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian terdiri atas tiga lapisan batuan sebagai akuifer bebas dan satu lapisan batuan sebagai batuan induk. Hasil pemodelan airtanah menunjukkan bahwa Daerah Samas memiliki risiko tinggi terjadi intrusi air laut. Interface berada pada kedalaman 48 m. Skenario yang dijalankan menunjukkan bahwa 400 meter ke utara dari pantai merupakan daerah yang sangat rawan intrusi air laut jika pemompaan berlebihan pada sumur. Rakhman (2014) meneliti tentang intrusi air laut di Daerah Samas. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui kondisi geologi dan hidrogeologi, serta salt water interface di daerah kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi geomorfologi di daerah kajian dibagi menjadi dataran aluvial dengan litologi berupa pasir kasar dan menengah; dataran banjir dengan litologi pasir halus; dan gumuk pasir dengan litologi pasir lepas. Airtanah di daerah tersebut mengalir dari utara ke selatan dan tenggara yang menuju pantai dan sungai dengan koefisien hidrolika rata-rata 5,036 x 10-3 m. Kecepatan aliran airtanah rata-rata sebesar 0,059 m/hari pada gumuk pasir dan 0,036 m/hari pada dataran aluvial. Penelitian ini menerapkan rumus Ghyben-Herzberg dalam meneliti interface di daerah kajian. Hasil uji pompa menunjukkan bahwa ada indikasi peningkatan kadar garam terlarut (TDS) di daerah kajian. Wiridjati (2014) meneliti terkait dengan tipe kimia airtanah di Daerah Samas yang dikorelasikan dengan kondisi geologi dan tataguna lahan. Metode 13 analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode analisis klasifikasi Kurlov yang dikorelasikan dengan diagram Stiff dan Trilinier Piper, sedangkan untuk analisis kandungan mineral batuan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kimia airtanah Daerah Samas dapat dibagi menjadi empat zona, yaitu zona Alkali Bikarbonat, Alkali Bikarbonat Klorida, Alkali Kalsium Bikarbonat, dan Kalsium Alkali Bikarbonat. Kadar nitrat yang tinggi terdapat pada daerah sekitar aktivitas tambak udang, sedangkan kadar klorida yang tinggi terdapat pada daerah yang padat permukiman. Kondisi kimia airtanah di Daerah Samas dipengaruhi oleh kondisi geologi dan tataguna lahan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, daerah kajian memiliki airtanah yang mudah terpengaruh oleh proses intrusi air asin. Hal ini yang menjadikan dasar untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keasinan airtanah di daerah kajian, yaitu di wilayah pantai dan pesisir Kecamatan Sanden. Airtanah asin di daerah kajian perlu dikaji lagi apakah airtanah asin tersebut berasal dari proses intrusi air laut, mengingat daerah kajian sangat dekat dengan laut, atau dari proses yang lainnya. Airtanah bukanlah suatu benda yang menetap, melainkan suatu benda yang dapat mengalir. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa ada perubahan sifat kimia airtanah di daerah kajian. Teknik analisis data yang akan digunakan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teknik analisis tipe hidrogeokimia airtanah dari Stuyfzand (1991) dan genesis airtanah dari metode diagram piper segiempat. Teknik analisis data yang berbeda akan mempengaruhi hasil penelitian. 1.7. Kerangka Teori Wilayah pantai dan pesisir merupakan wilayah yang dapat berkembang secara pesat. Pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya dapat mempengaruhi kondisi wilayah, terutama yang terkait dengan perubahan kuantitas dan kualitas airtanah. Peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kebutuhan air dimana airtanah berperan sebagai sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 14 Peningkatan jumlah penduduk berdampak pula pada perubahan penggunaan lahan dimana lahan permukiman semakin meluas. Selain lahan permukiman yang meluas, sektor-sektor ekonomi yang mulai dikembangkan di wilayah tersebut pun semakin meluas, seperti di sektor pertanian ataupun perikanan. Perubahan penggunaan lahan yang semula bersifat alami menjadi terpengaruh oleh aktivitas manusia. Pemanfaatan airtanah yang berlebihan dapat menimbulkan pola kontur airtanah yang berbeda dari daerah sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan interface. Apabila pengambilan airtanah sudah melebihi batas interface, maka air laut akan menyusup ke dalam akuifer airtanah tawar. Pendugaan adanya aitanah asin dapat dilakukan dengan cara memantau kualitas airtanah di daerah kajian. Hidrogeokimia digunakan untuk mengetahui komposisi unsur kimia yang ada dalam airtanah. Metode analisis hidrogeokimia dilakukan dengan metode diagram piper segiempat oleh Kloosterman dan metode Stuyfzand. Kedua metode ini berbeda dalam menganalisis unsur kimia airtanah. Metode diagram piper segiempat dilakukan untuk menganalisis karakteristik kimia airtanah berdasarkan genesis airtanah, sedangkan metode Stuyfzand akan menunjukkan tipe-tipe airtanah. Pengaruh intrusi air laut diidentifikasi melalui integrasi antara pola aliran airtanah (flownet) dengan hidrogeokimia airtanah. Flownet akan menunjukkan di titik mana terjadi pemompaan airtanah berlebihan kemudian di titik tersebut dilakukan analisis hidrogeokimia. Analisis tingkat keasinan airtanah dilakukan dengan menggunakan metode Stuyfzand akan dikontrol oleh ion Cl-, sedangkan dari metode diagram piper segiempat akan merujuk pada kelompok III, IV, V, dan VI. Kerangka pemikiran ditunjukkan oleh Gambar 1.7. 15 Wilayah pantai dan pesisir Perkembangan Wilayah Pertumbuhan Penduduk Perubahan Penggunaan Lahan Penurapan Airtanah Karakteristik Airtanah Upconning Air Laut Hidrogeokimia Airtanah Pola Aliran Airtanah Metode Diagram Piper Segiempat Metode Klasifikasi Stuyfzand Genesis airtanah Tipe airtanah Tingkat keasinan airtanah Gambar 1.7. Diagram Kerangka Pemikiran 1.8. Batasan Istilah Airtanah adalah air yang berada pada berbagai formasi batuan, tepatnya pada zona jenuh air yang memiliki tekanan hidrostatis yang sama atau lebih besar daripada tekanan udara (Todd, 1980). Airtanah asin adalah airtanah yang telah mengalami perubahan komposisi kimia airtanah akibat proses-proses alamiah, sehingga airtanah tersebut memiliki kandungan salinitas yang tinggi (Saeni, 1989). 16 Akuifer adalah formasi batuan yang jenuh air (saturated zone) yang mampu menyimpan dan meloloskan airtanah pada suatu kondisi gradien potensial (Todd, 1980). Daya Hantar Listrik adalah ukuran kemampuan suatu zat menghantarkan arus listrik dalam temperatur tertentu (Irawan dan Puradimaja, 2015). Flownet adalah jaring airtanah yang menunjukkan arah aliran dan ketinggian muka airtanah dimana arah aliran selalu tegak lurus terhadap garis ketinggian airtanah (Todd, 1980). Hidrogeokimia adalah studi untuk menjelaskan karakteristrik airtanah di suatu wilayah sebagai akibat dari proses alam yang mempengaruhinya (Appelo dan Postma, 2005). Intrusi Air Asin adalah fenomena yang terjadi ketika air asin berpindah tempat atau ketika air asin bercampur dengan air tawar yang ada di dalam akuifer (Todd, 1980). Pantai adalah daerah pertemuan antara darat dan laut yang ditandai dengan air laut pasang tertinggi dan air laut surut terendah (CERC, 1984 dalam Sunarto, 2001). Pesisir adalah daerah yang ke arah darat dibatasi oleh batas terluar bentuklahan kepesisiran, serta ke arah laut dibatasi oleh garis pesisir (Sunarto, 2001). 17