1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan sebagai suatu bentuk organisasi yang melakukan aktivitas
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Murni, 2001). Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan
selalu berinteraksi dengan lingkungannya sebab lingkungan memberikan andil
dan kontribusi bagi perusahaan (Rosmasita, 2007). Seiring dengan perkembangan,
telah terjadi pergeseran tujuan perusahaan. Pertama, pandangan konvensional
dimana menggunakan laba sebagai ukuran kinerja perusahaan. Perusahaan dengan
kinerja yang baik adalah perusahaan yang mampu memperoleh laba maksimal
untuk kesejahteraan pemangku kepentingan. Kedua, pandangan modern dimana
tujuan perusahaan tidak hanya mencapai laba maksimal tetapi juga kesejahteraan
sosial dan lingkungannya.
Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga
yang dapat
memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat sekitar dan masyarakat pada
umumnya. Keberadaan perusahaan dianggap mampu menyediakan kebutuhan
masyarakat untuk konsumsi maupun penyedia lapangan pekerjaan. Perusahaan
didalam lingkungan masyarakat memiliki sebuah legitimasi untuk bergerak
leluasa melaksanakan kegiatannya. Namun lama-kelamaan karena posisi
perusahaan menjadi amat vital dalam kehidupan masyarakat maka dampak yang
ditimbulkan juga akan menjadi sangat besar. Dampak yang muncul dalam setiap
1
2
kegiatan operasional perusahaan ini dipastikan akan membawa akibat kepada
lingkungan di sekitar perusahan itu menjalankan usahanya. Dampak negatif yang
paling sering muncul ditemukan dalam setiap adanya penyelenggaraan
operasional usaha perusahaan adalah polusi suara, limbah produksi, kesenjangan,
dan lain sebagainya dan dampak semacam inilah yang dinamakan eksternalitas
(Harahap, 2003). Begitu pula dengan eksploitasi-eksploitasi terhadap sumber daya
alam yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pun semakin marak bahkan
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang cukup parah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, perusahaan sebagai salah satu pelaku
ekonomi
tentunya
mempunyai
peranan
yang
sangat
penting
terhadap
kelangsungan hidup perekonomian dan masyarakat luas. Dalam menghadapi era
globalisasi sekarang ini, kemajuan di bidang informasi dan teknologi serta adanya
keterbukaan
pasar
menjadikan
perusahaan-perusahaan
yang
ada
harus
memperhatikan secara serius dan terbuka mengenai dampak-dampak atau tingkah
laku perusahaan itu sendiri terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Beberapa fenomena di Indonesia mengenai kerusakan lingkungan
sehubungan dengan adanya aktivitas industri cukup banyak dan berdampak tidak
hanya pada kerusakan lingkungan semata, tetapi juga pada aspek-aspek lain dalam
kehidupan manusia. Sebagai bukti nyata mengenai kerusakan lingkungan dapat
dilihat dari beberapa kasus yang terkait dengan ketidakpuasan publik atas aktivitas
perusahaan di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di Sidoarjo
Jawa Timur, Newmont Minahasa Raya di Buyat Sulawesi dan Freeport di Irian
Jaya.
3
Kasus-kasus yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan-perusahaan
tersebut telah memunculkan banyaknya tuntutan pada perusahaan untuk lebih
memperhatikan sektor-sektor yang mendukung kinerja perusahaan dalam kegiatan
operasinya. Tuntutan tersebut dikarenakan pengakomodasian unsur tanggung
jawab sosial yang belum dijalankan oleh perusahaan dengan baik dan wajar dalam
proses penilaian dampak sosial maupun dalam pelaporan. Ini dibuktikan dengan
begitu banyak timbul konflik dan masalah pada industrial seperti demonstrasi dan
protes yang menyiratkan ketidakpuasan. Berbagai elemen masyarakat disekitar
lokasi perusahaan merasa terganggu akibat limbah atau polusi yang timbul
sehingga memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh sebab itu sudah
menjadi keharusan bagi setiap perusahaan untuk memberikan informasi yang
transparan, organisasi yang akuntabel dan tata kelola perusahaan serta penjelasan
yang berkaitan dengan aktivitas lingkungannya sebagai dampak negatif dari
aktivitas kegiatan perusahaannya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada saat sekarang ini perusahaan
atau tepatnya dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan
perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga aspek sosial dan
lingkungan yang biasa disebut triple bottom line. Sinergis dari tiga elemen ini
merupakan
kunci
dari
konsep
pembangunan
berlanjutan
(sustainable
development) (Wibisono, 2007). Seiring dengan itu, berbagai kalangan swasta,
pemerintah, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan
dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya
dengan masyarakat dan lingkungan.
4
Terkait dengan adanya tuntutan-tuntutan yang muncul dalam masyarakat
berkaitan dengan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, maka
perusahaan di tuntut untuk memiliki laporan tentang lingkungan hidup, disamping
laporan keuangan perusahaan yang di keluarkan setiap tahun. Laporan tentang
lingkungan
hidup
tersebut
merupakan
salah
satu
bentuk
informasi
pertanggungjawaban perusahaan di bidang lingkungan dan sekaligus sosial yang
dapat dijadikan alat kontrol bagi perusahaan untuk mengetahui seberapa besar
tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebenarnya isu tanggung jawab sosial
perusahaan (TJS) atau yang biasa dikenal dengan istilah corporate social
responsibility (CSR) sudah lama muncul di berbagai negara, hal ini terlihat dari
praktik pengungkapan TJS yang mengacu pada aspek lingkungan dan sosial, yang
semakin meningkat. Bahkan berbagai hasil studi telah dilakukan di berbagai
negara dan dimuat di berbagai jurnal internasional. Namun di Indonesia TJS barubaru saja menjadi perhatian di berbagai kalangan baik perusahaan, pemerintah dan
akademisi. Pemerintah Indonesia memberikan respon yang baik terhadap
pelaksanaan TJS dengan menganjurkan praktik tanggung jawab sosial
sebagaimana dimuat dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Bab IV pasal 66 ayat 2b dan Bab V pasal 74. Kedua pasal tersebut
menjelaskan bahwa laporan tahunan perusahaan harus mencerminkan tanggung
jawab sosial, bahkan perusahaan yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau
berkaitan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab sosial. Menteri
Badan Usaha Milik Negara melalui Keputusan Nomor KEP- 04/MBU/2007 yang
5
merupakan penyempurnaan dari surat Keputusan Menteri BUMN Nomor
236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, memberikan arahan secara lebih
operasional tentang praktik tanggung jawab sosial (social responsibility). Namun
demikian pelaksanaan TJS masih belum maksimal. Secara khusus Sudibyo dalam
IAI (1999) menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kendala sulitnya
penerapan akuntansi sosial di Indonesia yaitu lemahnya tekanan sosial yang
menghendaki pertanggungjawaban sosial perusahaan dan rendahnya kesadaran
perusahaan di Indonesia tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan.
Sehubungan dengan tanggung jawab perusahaan di bidang lingkungan,
maka pengungkapan kinerja lingkungan di dalam laporan tahunan atau laporan
terpisah
sangat
diperlukan
untuk
mencerminkan
tingkat
akuntabilitas,
responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor maupun masyarakat.
Pengungkapan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik
dan efektif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan tentang bagaimana
perusahaan telah mengintegrasikan TJS: -lingkungan dan sosial- dalam setiap
aspek kegiatan operasinya (Darwin, 2004).
Selain itu, sebagai bagian dalam tatanan sosial, perusahaan seharusnya
melaporkan pengelolaan lingkungan perusahaannya dalam laporan tahunan. Hal
ini karena terkait dengan tiga aspek persoalan penting yaitu: keberlanjutan aspek
ekonomi, lingkungan dan kinerja (Dwi & Maksum, 2009). Akuntansi sebagai alat
pertanggungjawaban memiliki fungsi sebagai pengendali terhadap aktivitas setiap
unit usaha. Tanggung jawab manajemen tidak terbatas pada pengelolaan dana
6
dalam perusahaan, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan
terhadap lingkungan sosialnya. Bentuk pertanggungjawaban akuntansi ini tentu
saja harus diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan dengan menyajikan dan
mengungkapkan setiap materi akuntansi informasi yang dibutuhkan, oleh karena
itu prinsip pengungkapan yang lengkap (full disclosure) dalam laporan keuangan
memegang peranan penting.
Secara teori dalam kaitannya dengan TJS, perusahaan mewujudkan
tanggung jawab sosialnya sebagai bentuk kompensasi kepada masyarakat atas
biaya lingkungan yang diakibatkan olehnya dalam bentuk biaya lingkungan dan
ganti rugi sosial/kontijensi dengan mengembangkan etika bisnis yang jujur, untuk
menghindari konflik di kemudian hari dengan masyarakat, dan dengan
mengadakan pos biaya lingkungan dalam biaya tahunan perusahaan yang
kemudian dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan.
Biaya/kos lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan
berhubungan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan perlindungan
yang dilakukan. Biaya lingkungan mencakup baik biaya internal (berhubungan
dengan pengurangan proses produksi untuk mengurangi dampak lingkungan)
maupun eksternal (berhubungan dengan perbaikan kerusakan akibat limbah yang
ditimbulkan) (Susenohaji, 2003). Hansen dan Mowen (2005) mengkategorikan
kos lingkungan dalam: prevention costs, detection costs, internal failure costs,
and external failure costs. Kategori external failure costs (kos kegagalan
eksternal) dibagi ke dalam biaya realisasi (realized cost) dan kos tidak terealisasi
(unrealized cost). Kos realisasian adalah kos eksternal yang harus dibayar
7
perusahaan. Sedangkan societal cost adalah kos tidak terealisasi atau kos yang
disebabkan oleh perusahaan tetapi ditanggung oleh masyarakat. Hansen dan
Mowen (2007) mengungkapkan bahwa dalam pelaporan keuangan tahunan,
penting bagi perusahaan untuk mengungkap kos tersebut dan dengan hal ini pula
berarti perusahaan memiliki kesempatan untuk mengurangi kos lingkungan
dengan meningkatkan kinerja lingkungannya.
Pada saat sekarang ini, pengambilan keputusan ekonomi yang hanya
melihat kinerja keuangan suatu perusahaan saat ini sudah tidak relevan lagi.
Eipstein dan Freedman dalam Anggraini (2006), menemukan bahwa investor
individual tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan
tahunan perusahaan. Untuk itu dibutuhkan suatu sarana yang dapat memberikan
informasi mengenai aspek sosial, lingkungan dan keuangan secara sekaligus.
Sarana tersebut dikenal dengan nama laporan keberlanjutan (sustainability
report). Selain itu, keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh
manajemen untuk menilai kinerja perusahaan perlu melibatkan analisis dampak
keuangan dan ekonomi.
Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan
efektivitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang
tepat atau alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja keuangan
suatu perusahaan juga dapat digunakan sebagai media pengukuran subjektif yang
menggambarkan efektifitas penggunaan aset oleh sebuah perusahaan dalam
menjalankan bisnis utamanya dan meningkatkan kemampuan pendapatan dan
8
keuntungan. Selain itu kinerja keuangan perusahaan juga diperlukan sebagai alat
untuk mengukur financial health (kesehatan keuangan) perusahaan.
Penelitian empiris mengenai hubungan antara kinerja lingkungan dan
pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja ekonomi perusahaan yang
dilakukan oleh Dwi dan Maksum (2009) secara umum telah mempertimbangkan
kekuatan hubungan di antara variabel-variabel tersebut. Dwi dan Maksum (2009)
menemukan bahwa antara kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi
lingkungan memiliki kemampuan mempengaruhi kinerja ekonomi perusahaan
manufaktur. Dalam penelitian ini, kinerja lingkungan diukur dengan hasil
penilaian PROPER yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan
dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Adapun
pengungkapan informasi lingkungan diukur dari laporan tahunan yang
mengungkapan mengenai informasi lingkungan yang berhubungan dengan
kebijakan lingkungan yang diambil perusahaan. Adapun kinerja ekonomi dilihat
atau diukur dari kinerja perusahaan-perusahaan secara relatif dalam suatu industri
yang sama yang ditandai dengan return tahunan industri yang bersangkutan.
Penelitian ini dilakukan pada perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta selama tahun 2006-2007. Perbedaan dengan penelitian yang penulis
lakukan adalah pada variabel bebasnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Dwi dan Maksum (2009), variabel bebas hanya terdiri dari dua variabel
sedangkan yang penulis lakukan terdiri dari 3 variabel yaitu dengan
menambahkan variabel pelaporan biaya lingkungan. Pada variabel terikat juga
9
terdapat perbedaan, dimana penulis menggunakan kinerja keuangan sedangkan
yang dilakukan Dwi dan Maksum (2009) menggunakan kinerja ekonomi sebagai
variabel terikatnya. Keunggulan dari penelitian yang penulis lakukan, ditinjau dari
variabel terikatnya, kinerja keuangan memiliki jangkauan atau aspek yang lebih
luas dibandingkan kinerja ekonomi. Hal tersebut karena kinerja keuangan dapat
memberikan gambaran secara lebih luas setiap hasil ekonomi yang mampu diraih
oleh perusahaan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, sedangkan kinerja ekonomi
hanya menunjukkan kinerja perusahaan-perusahaan secara relatif dalam suatu
industri yang sama yang ditandai dengan return tahunan industri yang
bersangkutan. Penambahan variabel pengungkapan biaya lingkungan pada
penelitian yang penulis lakukan secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjelaskan kepada masyarakat mengenai besaran biaya lingkungan yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk kegiatan yang berkaitan aktivitas lingkungan
oleh perusahaan.
Penelitian lain dilakukan oleh Fitriani (2013) mengenai pengaruh kinerja
lingkungan dan biaya lingkungan terhadap kinerja keuangan pada BUMN
menunjukan bahwa kinerja lingkungan dan biaya lingkungan memiliki pengaruh
positif dan simultan terhadap kinerja keuangan. Sama seperti penelitian yang
dilakukan oleh Dwi dan Maksum (2009), Fitriani (2013) mengukur kinerja
lingkungan diukur dengan hasil penilaian PROPER yang merupakan salah satu
upaya yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk
mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui
10
instrumen informasi. Biaya lingkungan pada BUMN diukur dari alokasi dana
untuk Program Bina Lingkungan meliputi alokasi dana untuk bantuan bencana
alam, pendidikan dan atau pelatihan kesehatan, sarana dan prasarana umum,
sarana ibadah dan pelestarian alam. Kinerja keuangan diukur dari Market Value
Added (MVA). Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah pada
variabel bebas, dimana variabel bebas yang penulis lakukan terdiri dari 3 variabel
yaitu dengam menambahkan variabel pengungkapan informasi lingkungan dan
objek penelitian, dimana penulis menggunakan objek penelitian pada perusahaan
manufaktur, sedangkan penelitian Anis menggunakan perusahaan BUMN sebagai
objek penelitian. Keunggulan dari penambahan variabel bebas pada penelitian
yang penulis lakukan yaitu variabel pengungkapan informasi biaya lingkungan
karena pengungkapan biaya lingkungan dapat membantu perusahaan untuk dapat
memahami pentingnya mendefinisikan, mengukur, dan melaporkan kos
lingkungan dan memikirkan apa dampak yang ditimbulkan dari daur hidup produk
(product life-cycle) yang diproduksinya dari awal material diperoleh, proses
produksi, pengiriman, energi tambahan yang dibutuhkan saat penggunaan produk
dan apa dampak yang ditimbulkan saat produk telah selesai digunakan (disposed).
Penelitian lain dilakukan oleh Prihadianti (2013) mengenai pengaruh
kinerja lingkungan terhadap return on assets dan return on sales perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011. Hasil penilaian PROPER
yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan
lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Berbeda dengan penelitian yang
11
penulis lakukan, dimana variabel bebas terdiri dari 1 variabel yaitu kinerja
lingkungan sedang penulis menggunakan 3 variabel yaitu kinerja lingkungan,
pengungkapan informasi lingkungan dan pengungkapan biaya lingkungan
sedangkan variabel terikat memiliki perbedaan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah kinerja lingkungan, pengungkapan informasi lingkungan, dan
pengungkapan biaya lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk menemukan bukti
dan menguji secara empiris pengaruh kinerja lingkungan, pengungkapan
informasi lingkungan, dan pengungkapan biaya lingkungan terhadap kinerja
keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini diharapakan dapat
bermanfaat untuk berbagai pihak, yaitu:
12
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perusahaan akan
pentingnya melaksanakan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya
karena hal tersebut akan mempengaruhi nilai dan performance perusahaan.
2. Bagi pengambil kebijakan
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan tentang
kebijakan/pengaturan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial didalam
laporan keuangan perusahaan.
Download