9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi konten
dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. Film kemudian berubah menjadi
alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua, menawarkan
cerita, panggung, musik, drama, humor, dan trik teknis bagi konsumsi populer.
Film juga hampir menjadi media massa yang sesungguhnya dalam artian bahwa
film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan cepat, bahkan di
wilayah pedesaan.
Sebagai media massa, film merupakan bagian dari respons terhadap
penemuan ruang waktu luang, waktu libur dari kerja dan sebuah jawaban atas
tuntutan untuk cara menghabiskan waktu luang keluarga yang sifatnya terjangkau
dan (biasanya) terhormat. Film memberikan keuntungan budaya bagi kelas
pekerja yang telah dinikmati oleh kehidupan sosial mereka yang cukup baik.9
Industri film adalah industri yang tidak ada habisnya. Sebagai media
massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan
membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk fiksi
atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam
9
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika. 2011, hal
35
9
10
karena film adalah media audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang
karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi.
Teknologi film memiliki karakter yang spesial karena bersifat audio dan
visual. Karakter ini menjadikan film sebagai cool media yang artinya film
merupakan media yang dalam penggunaannya menggunakan lebih dari satu
indera. Film pun menjadi media yang sangat unik karena dengan karakter yang
audio-visual film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang spesial
kepada para penonton/khalayak. Para penonton dapat merasakan ilusi dimensi
parasosial yang lebih ketika menyaksikan gambar-gambar bergerak, berwarna,
dan bersuara. Dengan karakter audio-visual ini juga film dapat menjadi media
yang mampu menembus batas-batas kultural dan sosial.
2.1.1
Definisi Komunikasi Massa
Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa inggris, mass
communication, sebagai kependekan dari mass media communication.
Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang
mass mediated. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak
harus berada dilokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau
terpencar diberbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir
bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunkasi yang sama. Dan pada
intinya, komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat
dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
11
Organisasi-organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat,
lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang
beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang
kuat di masyarakat. Dalam komunikasi massa, media massa menjadi otoritas
tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada
khalayak.
Ada satu definisi komunikasi massa yang dikemukakan Michael W.
Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) akan semakin memperjelas apa itu
komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai
komunikasi massa bila mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern
untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada
khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media
modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan
diantara media tersebut.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesanpesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang
yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anominitas
audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan
jenis komunikasi lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling
mengenal satu sama lain.
12
3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan itu bisa di dapatkan dan
diterima oleh banyak orang. Karena itu diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya
tidak berasal dari seseorang tetapi lembaga. Lembaga inipun biasanya
berorientasi pada keuntungan, bukan organisasi sukarela atau nirlaba.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya,
pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah
individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini
berbeda dengan komunikasi antarpribadi, kelompok atau publik dimana
yang mengontrol bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam
komunikasi massa itu ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan
yang disiarkan. Contohnya adalah seorang reporter, editor film, penjaga
rubric, dan lembaga sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai
gatekeeper.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam
jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya,
dalam komunikasi antarpersonal. Dalam komunikasi ini umpan balik
langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar
tidak bisa langsung dilakukan atau tertunda (delayed).10
10
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers. 2007, hal 8
13
2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa
Berikut ini adalah karakteristik komunikasi massa:
1. Komunikator lembaga
Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya.
Komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media cetak
maupun media elektronik. Dengan mengingat kembali pendapat
Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga dan
komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks.
2. Pesan bersifat umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan oleh semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok
orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat
umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau
opini, namun tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi disekeliling
kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang
dikemas dalam bentuk apapun harus memenuhi kriteria penting atau
menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian besar
komunikan.
3. Komunikannya anonim dan heterogen
Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen.
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal (anonim),
karena komunikasi menggunakan media dan tidak tatap muka.
Disamping anonim, komunikan komunkasi massa adalah heterogen,
14
karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda dapat
dikelompokkan berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan tingkat ekonomi.
4. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi
lainnya adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikator yang
dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu
komunikator yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang
bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.
5. Komunikasi massa mengutamakan isi ketimbang hubungan
Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan
sekaligus. Pada komunikasi antarpersonal unsur hubungan sangat
penting, sebaliknya pada komunikasi massa yang penting adalah isi.
Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa
berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik
media massa yang akan digunakan.
6. Komunikasi massa bersifat satu arah
Selain ada ciri yang merupakan keunggulan komunikasi massa
dibandingkan dengan komunikasi lainnya, ada juga ciri komunikasi
massa yang merupakan kelemahannya. Secara singkat, komunikasi
massa itu adalah komunikasi dengan menggunakan atau melalui
media massa. Karena melalui media massa maka komunikator dan
komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung komunikator
15
aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan,
namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana
halnya terjadi dalam komunikasi massa antarpersonal, dengan
demikian komunikasi massa itu bersifat satu arah.
7. Stimulasi alat indera “terbatas”
Ciri
komunikasi
massa
lainnya
yang
dianggap
salah
satu
kelemahannya adalah stimulasi alat indera yang “terbatas”. Dalam
komunikasi massa, stimulasi alat indera bergantung pada jenis media
massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada
radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar,
sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indera
penglihatan dan pendengaran.
8. Umpan balik tertunda
Komponen umpan balik atau yang lebih popular dengan sebutan
feedback merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi apapun.
Efektivitas komunikasi sering dapat dilihat dari feedback yang
disampaikan oleh komunikan. 11
2.1.3
Proses Komunikasi Massa
Istilah komunikasi massa mulai digunakan pada akhir tahun 1930-an,
tetapi ciri-ciri utamanya telah dikenal sebelumnya dan tidak berubah sejak
11
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi
Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007, hal 7-11
16
saat itu, bahkan jika media itu sendiri telah menjadi tidak terlalu massal.
Media massa awal cukup beragam dalam jumlah dan cara beroperasi,
misalnya film populer dapat dilihat sebagai gambaran rumah di pedesaan,
seperti gedung metropolitan. Pers surat kabar bervariasi dari mulai harian
perkotaan yang populer hingga mingguan di kota kecil.
Ciri paling utama dari media massa adalah bahwa mereka dirancang
untuk menjangkau banyak orang. Khalayak potensial dipandang sebagai
sekumpulan besar dari konsumen yang kurang lebih anonim, dan hubungan
antara pengirim dan penerima dipengaruhi olehnya. Hubungan tersebut secara
tidak terhindarkan bersifat satu arah, satu sisi, dan tidak personal dan terdapat
jarak sosial dan fisik antarpengirim dan penerima. Pengirim biasanya
memiliki kekuasaan yang lebih besar, kehormatan, atau keahlian daripada
penerima. Hubungan ini tidak hanya asimetris, tetapi juga tujuannya sudah
diperhitungkan dan manipulatif. 12
2.2 Film
2.2.1
Definisi Film
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi
massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton
film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Di
12
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika. 2011, hal
61
17
Amerika Serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap
tahunnya (Agee, et. al., 2001: 364).
Film Amerika diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat disini
membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orangorang di belahan dunia. Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding
radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas
populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser
anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang
diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan
memperoleh
estetika
(keindahan)
yang
sempurna.
Meskipun
pada
kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang
memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin
uang yang
seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri. (Dominick.
2000: 306). 13
Film pertama kali lahir di pertengahan kedua abad 19, dibuat dengan
bahan dasar seluloid yang sangat mudah terbakar bahkan oleh percikan abu
rokok sekalipun. Sejalan dengan waktu, para ahli berlomba-lomba untuk
menyempurnakan film agar lebih aman, lebih mudah di produksi dan enak
ditonton.
13
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Op.cit., hal 143
18
Saat ini setidaknya ada tiga macam jenis film yang di produksi secara
massal yaitu 35 mm, 16 mm, dan 8 mm. Angka-angka tersebut menunjukkan
lebarnya pita seluloid. Semakin lebar pita seluloid, semakin baik pula kualitas
gambar yang dihasilkan. Untuk keperluan khusus, film 65 mm dan 70 mm
bisa digunakan. Film yang ditayangkan di Teater IMAX Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) adalah contoh film yang diproduksi dan ditayangkan
dalam format 65 mm yang telah disempurnakan (IMAX). Hamlet (1996)
karya sutradara Kenneth Branagh diproduksi dengan film format 65 mm.
Kualitas gambar yang dihasilkan lebih baik ketimbang format 35 mm yang
lazim ditayangkan di gedung bioskop.
Namun semakin lebar pita seluloid, semakin langka pula alat perekam
dan alat proyeksi yang tersedia. Kamera dan proyektor untuk ukuran 65 mm
dan 70 mm bukanlah jenis yang banyak tersedia di pasaran, yang berarti juga
biayanya semakin mahal. Alat editing untuk format tersebut pun berbeda.14
Tiga kategori utama film adalah film fitur, dokumentasi, dan film
animasi yang secara umum dikenal sebagai ‘film kartun’. Film fitur
merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa narasi, yang dibuat
dalam tiga tahap. Tahap praproduksi merupakan periode ketika skenario
diperoleh. Skenario ini bisa berupa adaptasi dari novel, atau cerita pendek,
atau karya cetakan lainnya, bisa juga yang ditulis secara khusus untuk dibuat
filmnya. Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya pembuatan film
14
Heru Effendy. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
2009, hal 10
19
berdasarkan skenario itu. Tahap terakhir, post-produksi (editing) ketika semua
bagian film yang pengambilan gambarnya tidak sesuai urutan cerita, disusun
menjadi suatu kisah yang menyatu.15
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial,
lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi
khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak
melihat dampak film terhadap masyarakat. Film selalu mempengaruhi dan
membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya,
pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini
didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana
film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat,
dan kemudian
memproyeksikannya
keatas
layar
(Irawanto, 1999: 13).16
2.2.2
Fungsi Film
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama
adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung
fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan
dengan misi perfilman nasional sejak 1979, bahwa selain sebagai media
hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk
15
16
Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra. 2010, hal 134
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003, hal 127
20
pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character builiding
(Effendy, 1981: 212).
Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi
film-film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat
dari kehidupan sehari-hari yang berimbang. 17
Dari semua cabang seni, film dapat dikatakan paling banyak
mempengaruhi kehidupan manusia modern. Seorang kritikus film pernah
berpendapat bahwa film dapat membawa kita “closer to heaven or closer to
hell, lebih dekat dengan surga atau lebih dekat dengan neraka” yang
dimaksud ialah bahwa film yang baik dapat mempunyai pengaruh yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Umpamanya di bidang
pendidikan, penerangan, dan hiburan yang sehat, juga seni. Sebaliknya film
buruk, misalnya film-film yang menonjolkan porno dan kekerasan, dapat
merangsang nafsu-nafsu kebinatangan dan membawa kita kejalan yang
sesat.18
Film sudah menjadi bagian dari kehidupan modern, yang tidak dapat
dielakan dan harus diterima. Maka sebagai suatu kenyataan, kehidupan film
harus kita terima dengan sikap positif. Film sebagai alat hiburan yang paling
murah harus kita sadari juga dan menerima konsekuensinya. Maka karena
massa yang menjadi konsumen terbesar, bukan kaum elit, maka dia menjadi
17
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi
Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007, hal 145
18
Gayus Siagian. Sejarah Film Indonesia. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenia n
Jakarta. 2010, hal 1
21
barang yang di produksi sebagai barang industri, implikasinya, dari dagang
dan industri adalah untung rugi. 19
Monaco mengartikan film secara luas, yaitu yang direkam dalam
media yang tergolong rumpun cerita bergerak (moving image) yang meliputi
ditayangkan di bioskop, rekaman pada pita video, piringan laser, serta siaran
televisi. Selain itu Monaco juga memberikan pengertian lain. Menurutnya
film adalah medium komunikasi massa yaitu alat penyampaian berbagai jenis
pesan dalam peradaban modern. Film merupakan medium ekspresi artistik
bagi para seniman film untuk menyampaikan gagasan, ide, lewat suatu
wawasan keindahan.20
2.2.3
Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah:
a. Layar yang Luas/Lebar
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan
media film adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini ada layar
televisi yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada saat-saat
khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan
musik dan sejenisnya.
19
Asrul Sani. Cara Membuat Sebuah Film. Jakarta: Yayasan Citra. 1988, hal 12
Marseli Sumarno. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
1996, hal 27
20
22
b. Pengambilan Gambar
Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot
dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long
shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan
menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan
suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik.
c. Konsentrasi Penuh
Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton film di
bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba,
pintu-pintu ditutup, lampu dimatikan, tampak didepan kita layar luas
dengan gambar-gambar cerita film tersebut. Dalam keadaan demikian
emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak
manakala adegan film lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila ada
adegan yang menggelitik. Namun dapat pula kita menjerit ketakutan
bila adegan menyeramkan dan bahkan menangis melihat adegan
menyedihkan.
d. Identifikasi Psikologis
Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu
atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang
cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model
rambut. Hal ini disebut imitasi. Kategori penonton yang mudah
23
terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda, meski
kadang-kadang orang dewasa pun ada.21
2.2.4
Jenis-Jenis Film
Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film
dokumenter, dan film kartun.
a. Film Cerita
Film cerita (story film), adalah jenis film yang mengandung suatu cerita
yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang
film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita
yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau
berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik,
baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya.
b. Film Berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang
benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan
kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Film berita
dapat langsung terekam dengan suaranya, atau film beritanya bisu,
pembaca berita yang membacakan narasinya.
21
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi
Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007, hal 145-147
24
c. Film Dokumenter
Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty
sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment of
actuality). Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman
kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi
(pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.
d. Film Kartun
Film kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian
besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa
karena kelucuan para tokohnya. Namun ada juga film kartun yang
membuat iba penontonnya karena penderitaan tokohnya. Sekalipun tujuan
utamanya menghibur, film kartun bisa juga mengandung unsur
pendidikan. 22
2.3 Genre Film
Film mengadopsi genre dari karya cetak, dan dari domain hiburan yang
ada sebelumnya. Disini termasuk komedi, Western, misteri, horror, roman,
melodrama, dan cerita perang. Sinema datang dengan berbagai variasi dan
kombinasi, seperti drama-komedi. Faktor utama genre awal sinematik adalah
22
Ibid., hal 148-149
25
kedekatannya dengan penonton-penonton akan mengidentifikasi genre dengan
mudah karena cerita, tata letak, dan konvensi busananya mudah sekali ditebak.23
Berikut adalah beberapa genre film:
1. Action: adalah jenis film yang mengandung banyak gerakan dinamis
para aktor dan aktris dalam sebagian besar adegan film, seperti halnya
adegan baku tembak, perkelahian, kejar mengejar, ledakan, perang dan
lainnya.
2. Adventure: adalah jenis film yang menitikberatkan pada sebuah alur
petualangan yang sarat akan teka teki dan tantangan dalam berbagai
adegan film.
3. Animation: adalah jenis film kartun animasi dengan berbagai alur
cerita. Biasanya genre film ini memiliki sub genre hampir sama
dengan genre utama film non animasi.
4. Biography: adalah jenis film yang mengulas sejarah, perjalanan hidup
atau karir seorang tokoh, ras dan kebudayaan ataupun kelompok.
5. Comedy: adalah jenis film yang dipenuhi oleh adegan komedi dan
lelucon sebagai benang merah alur cerita film.
6. Crime: adalah jenis film yang menampilkan skenario kejahatan
kriminal sebagai inti dari keseluruhan film.
7. Drama/Romance: adalah jenis film yang mengandung sebuah alur
yang memiliki sebuah tema tertentu seperti halnya percintaan,
kehidupan, sosial, dan lainnya.
23
Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra. 2010, hal 140
26
8. History: adalah jenis film yang mengandung cerita masa lalu sesuai
dengan kejadian dan peristiwa yang telah menjadi sebuah sejarah.
9. Horror: adalah jenis film yang berisi tentang kejadian mistis dan
berhubungan dengan sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan
sebagai nyawa dari film tersebut.
10. Mystery: adalah jenis film yang mengandung alur cerita yang penuh
akan teka-teki untuk mengungkap inti dari film tersebut.
11. Sci-Fi: adalah jenis film fantasi imajinasi pengetahuan khususnya yang
bersifat
exact
yang dikembangkan
untuk
mendapatkan
dasar
pembuatan alur film yang menitikberatkan pada penelitian dan
penemuan-penemuan teknologi.
12. Thriller: adalah jenis film yang penuh dengan aksi menegangkan dan
mendebarkan dan biasanya tipe alur ceritanya berupa para jagoan yang
berpacu dengan waktu, penuh aksi menantang, dan mendapatkan
berbagai bantuan yang kebetulan sangat dibutuhkan yang harus
menggagalkan rencana-rencana kejam para penjahat yang lebih kuat
dan lebih lengkap persenjataannya.
13. War: adalah jenis film yang sesuai dengan kategorinya yaitu memiliki
inti cerita dan latar belakang peperangan.
14. Western: adalah jenis film yang berkaitan dengan suku di Amerika dan
kehidupan pada zaman kebudayaan suku indian masih ada yang
27
biasanya memiliki tokoh koboi berkuda, sherif dan aksi khas duel
menembak.24
2.4 Pemaknaan
Menurut Kincaid dan Schram yang dikutip oleh Sobur mengemukakan
bahwa makna kadang-kadang berupa jalinan asosiasi, pikiran yang berkaitan serta
perasaan yang melengkapi konsep yang diterapkan.
Dengan begitu, jelas bahwa kata “kaya” hanya berarti bila ada kata
“miskin” dan kata “besar” hanya berarti bila ada kata “kecil”. Sebagai contoh,
sebuah objek dikatakan relatif besar bila dibandingkan dengan objek lain. Seekor
anak kucing disebut “besar” hanya bila dibandingkan dengan jangkrik atau kodok
namun disebut “kecil” bila pembandingnya seekor harimau tua.25
Makna menurut Shimp adalah tanggapan internal yang dimiliki atau diacu
seseorang terhadap rangsangan dari luar. Makna hadir akibat adanya suatu
rangsang dari luar diri manusia. Pesan dalam komunikasi merupakan suatu
rangsangan luar. Pesan-pesan tersebut terdiri dari seperangkat tanda-tanda dan
tanda-tanda ini kemudian ditanggapi didalam diri manusia dan menghasilkan
suatu pemaknaan. Pemaknaan humanisme yang akan dipersempit mengenai
karakteristik seorang hero (pahlawan) yang memiliki keberanian, tanggung jawab,
24
Iful. (2014, 13 Februari). Mengenal Jenis-Jenis Genre Film. Diakses pada tanggal 10 Maret
2015 dari http://moviezone.heck.in/mengenal-jenis-jenis-genre-film.xhtml
25
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003, hal 244
28
kerelaan berkorban, kesediaan mengambil resiko, melindungi kaum lemah dan
membela kebenaran.
Menurut
Brown
makna
merupakan
kecenderungan
total
untuk
menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Hampir sama dengan
Shimp, Brown menganggap makna sebagai suatu bentuk kecenderungan yang ada
didalam diri manusia untuk menanggapi suatu rangsangan, namun Brown
mempersempitnya dengan memasukkan bahasa sebagai bentuk rangsangan. 26
Wendell Johnsons memberikan suatu asumsi tentang pemaknaan dalam
komunikasi antar manusia, yaitu:
a.
Makna ada dalam diri manusia
Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia. Kita
menggunakan
kata-kata
untuk
mendekati
makna
yang
ingin
kita
komunikasikan. Makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan kita akan
sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan.
b.
Makna terus berubah
Banyak kata yang maknanya terus berubah tergantung segala pengalaman dan
kejadian yang bergulir seiring dengan waktu.
c.
Makna butuh acuan
Komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia
atau lingkungan eksternal.
26
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan
Skripsi Komunikasi, Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2013, hal 145
29
d.
Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna
Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam
dunia nyata.
e.
Makna tidak terbatas jumlahnya
Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi
maknanya tidak terbatas. Satu kata bisa memiliki ribuan makna.
f.
Makna dikomunikasikan hanya sebagian
Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat
kompleks, hanya sebagian saja dari makna-makna tersebut yang benar-benar
dapat dijelaskan.27
2.5 Humanisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, humanisme adalah aliran yang
bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan
hidup yang lebih baik, dapat juga diartikan sebagai paham yang menganggap
manusia sebagai objek studi terpenting. 28 Menurut Maslow dan Rogers, psikologi
humanistik menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengontrol
hidupnya dan tidak dimanipulasi oleh lingkungan. Manusia memiliki potensi yang
sangat besar untuk memahami diri secara sadar.29
27
Ibid., hal 146-147
Diakses pada tanggal 29 Juni 2015 dari kamus (online) http://kbbi.web.id/
29
Nina W. Syam. Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
2011, hal 99
28
30
Frankl menyimpulkan asumsi-asumsi Psikologi Humanistik: keunikan
manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk
mengembangkan dirinya. Sebagai penjelasan, kita akan menyajikan penjabaran
asumsi-asumsi ini dalam pandangan Carl Rogers. Carl Rogers menggarisbesarkan
pandangan humanisme sebagai berikut:
1.
Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana
the I, me, or myself menjadi pusat. Perilaku manusia berpusat pada konsep
diri, yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel
dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal berupa
pengalaman subjektif.
2.
Manusia
berperilaku
untuk
mempertahankan,
meningkatkan,
dan
mengaktualisasikan diri.
3.
Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan
dunianya. Ia bereaksi pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dan
dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4.
Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri
berupa penyempitan dan pengakuan (rigidification) persepsi dan perilaku
penyesuaian
rasionalisasi.
serta
penggunaan
mekanisme
pertahanan
ego
seperti
31
5.
Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan kebutuhan diri.
Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional, konstruktif, serta memilih
jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri. 30
Kata humanisme adalah salah satu istilah dalam sejarah intelektual yang
sering digunakan dalam berbagai bidang, khususnya filsafat, pendidikan, dan
literatur. Keadaan ini menjelaskan berbagai macam makna yang dimiliki oleh,
atau diberikan kepada istilah ini. Meskipun berbagai pandangan mengenai
humanisme memang memiliki unsur-unsur kesamaan yang berkaitan dengan nilainilai kemanusiaan dan yang biasanya dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia.31
Humanisme berasal dari bahasa latin, humanis yang berarti manusia, dan
isme berarti paham atau aliran. Mangun Harjana mengatakan, pengertian
humanisme adalah pandangan yang menekankan martabat manusia dan
kemampuannya. Menurut pandangan ini manusia bermartabat luhur, mampu
menentukan nasib dengan kekuatan sendiri, mampu mengembangkan diri dan
memenuhi kepatuhan sendiri, serta mampu mengembangkan diri dan memenuhi
kepenuhan eksistensinya. Semula humanisme adalah gerakan dengan tujuan untuk
mempromosikan harkat dan martabat manusia, sebagai pemikiran etis yang
menjunjung tinggi manusia. Humanisme menekankan harkat, peran, tanggung
jawab menurut manusia. Menurut humanisme manusia mempunyai kedudukan
yang istimewa dan berkemampuan lebih dari mahluk lainya karena mempunyai
30
31
Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011, hal 31-32
Thomas Hidya Tjaya. Humanisme dan Skolatisisme. Yogyakarta: Kanisius. 2004, hal 17
32
rohani. Pandangan humanisme membuat manusia sadar kembali tentang harkat
dan martabat manusia sebagai mahluk rohani. Etika rohani mendasari manusia
untuk bertangung jawab dalam kehidupan di dunia.
Humanisme juga dapat dikatakan gerakan filosofis yang menekankan nilai
pribadi individu dan sentralitas nilai manusia pada umumnya. Pendekatan
humanistik terhadap kepribadian juga memperhatikan tentang permasalahan etika
dan nilai pribadi. Sifat-sifat dasar manusia sebagai unsur-unsur humanisme
tentunya dapat dikaji lebih mendalam dengan meminjam ilmu-ilmu kepribadian.
Dalam pengertian umum, humanisme adalah keyakinan bahwa martabat
manusia terletak pada kebebasan dan rasionalitas yang inheren pada setiap
individu. Kesimpulan yang dapat ditarik dari keterangan diatas, humanisme
adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat dasar manusia serta peran dan
nilai-nilai kemanusiaannya dalam dunia. Maka dapat disimpulkan bahwa sisi
humanisme seseorang adalah ketika dia mampu berbuat baik untuk orang lain dan
mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukannya. Mampu menjadi
pemimpin yang bijaksana serta menjadi panutan bagi semua orang. Sebagai sosok
hero yang di elu-elukan, seseorang harus memiliki sifat humanisme yang dapat
menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
2.6 Hero dan Heroisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hero berarti orang yang
dihormati karena keberanian (pribadi yang mulia), atau bisa disebut sebagai
33
pahlawan dan orang yang dikagumi karena kecakapan dan prestasinya. Pahlawan
adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam
membela kebenaran, atau dapat diartikan pula sebagai pejuang yang gagah berani.
Sedangkan yang disebut dengan kepahlawanan adalah perihal sifat pahlawan itu
seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan.32
Heroisme secara etimologis berasal dari kata hero (dalam bahasa Inggris)
yang artinya pahlawan, pejuang, atau pembela. Sedangkan isme (dalam bahasa
Indonesia) yang artinya paham, ideologi, atau keyakinan. Sehingga heroisme
dapat diartikan keyakinan untuk memperjuangkan. Heroisme juga didefinisikan
sebagai sosok yang memiliki keyakinan, dan dengan keyakinan itu seseorang akan
terdorong untuk memperjuangkan sesuatu. Karena heroisme identik dengan nilai
positif, maka sesuatu yang diperjuangkan pasti suatu hal yang positif.33
Dahulu gelar pahlawan atau disebut juga hero diberikan kepada siapa saja
yang mati di medan pertempuran, baik mati karena membela bangsa dan
negaranya maupun agamanya. Namun di era modern ini julukan heroisme
menjadi lebih luas dan tidak ada batasan yang jelas. Secara umum pahlawan dapat
diartikan seseorang yang telah mengorbankan waktu, materi, jasa, bahkan nyawa
untuk kebaikan sesama.34
Membicarakan heroisme berarti membicarakan kualitas seorang pahlawan.
Menurut Andrew Bernstein konsep heroisme adalah sebuah tingkat abstraksi
32
Diakses pada tanggal 24 Maret 2015 dari kamus (online) http://kbbi.web.id/
Nugroho Tejo Mukti. Heroisme Kehidupan. Artikel (online). Diakses pada tanggal 19 April
2015 dari http://www.scribd.com/doc/22531631/Heroisme-Kehidupan#scribd
34
Diakses pada tanggal 22 Maret 2015 dari http://edukasi.kompasiana.com/2012/11/09/memaknaiarti-kepahlawanan-507829.html
33
34
tinggi, terutama konsep moral dan membutuhkan sistem filosofi yang rasional,
termasuk prinsip dasar integrasi pikiran dan fisik. Heroisme atau kepahlawanan
menurut Bernstein adalah individu dengan ketinggian moral dan kemampuan
superior guna mengejar tujuan tanpa mengenal lelah dalam menghadapi lawan
yang kuat.
Heroisme diukur dari beberapa hal antara lain, komitmen terhadap moral
yang juga merupakan dasar heroisme. Karakteristik kedua adalah kecakapan atau
kemampuan mempertahankan kebaikan melawan kejahatan. Kemampuan yang
dimaksud Bernstein tidak hanya kemampuan fisik tetapi juga intelektual.
Karakteristik ketiga adalah komitmen yang kuat, dengan tujuan yang hendak
diraihnya meski harus memberikan perlawanan terhadap lawan yang kuat.
Karakteristik moral lain yang menonjol adalah keberanian, jika seorang pahlawan
memiliki karakteristik tersebut maka pada akhirnya ia akan memperoleh hasil
yang ia harapkan berupa kemenangan spiritual. 35
Heroisme merupakan tindakan seseorang yang mempunyai keberanian
yang sangat luar biasa, perjuangan dalam membela kebenaran dan keadilan. Di
Indonesia ada banyak sosok yang melakukan tindakan heroisme. Pattimura adalah
sosok yang melakukan tindakan heroisme, keberaniannya rela mengorbankan jiwa
dan raganya hanya untuk membebaskan bangsa Indonesia dari para penjajah.36
35
Dr. Andrew Bernstein. The Philosophical Foundations of Heroism. Artikel (online). Diakses
pada tanggal 22 Maret 2015 dari http://www.mikementzer.com/heroism.html
36
Minawati. Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap. Jakarta: Penebar Swadaya Group. 2012,
hal 11
35
Orientasi yang konsisten dari seorang pahlawan sejati adalah kepentingan
bersama diatas segala-galanya. Nilai kepahlawanan itu sendiri sebenarnya tidak
terbatas pada suatu masa atau suatu bidang kehidupan tertentu saja. Potensi dan
intuisi kepahlawanan itu sendiri akan selalu ada dan hidup didalam diri orang
yang memiliki bakat untuk itu, dan ini akan selalu ada disegala zaman dan
disegala bidang kehidupan.
2.6.1
Nilai-Nilai Kepahlawanan
Nilai-nilai kepahlawanan adalah keberanian, bertanggung jawab, dan
kesediaan berkorban. Kepahlawanan melibatkan kesediaan untuk mengambil
resiko, melindungi kaum yang lemah maupun membela kebenaran. Pahlawan
merasakan kewajiban terhadap sesuatu yang lebih daripada sekadar mengejar
kebahagiaan diri sendiri. 37 Kepahlawanan versi barat menampilkan kualitas
serupa kemandirian, meskipun memiliki asal yang berbeda. Pahlawan versi
barat adalah orang yang termotivasi oleh keinginannya untuk melakukan hal
yang benar.
Dari ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan nilai-nilai kepahlawanan adalah keberanian, kerelaan berkorban,
kesediaan melindungi orang lain, bertanggung jawab, kesediaan mengambil
resiko, membela kebenaran, dan termotivasi melakukan hal yang benar, lebih
banyak bertindak dibandingkan bicara.
37
Simon Sebag Montefiore. Pahlawan Dalam Sejarah Dunia. Jakarta: Erlangga. 2008, hal 6
36
2.7 Semiotika
Terma semiotika bukanlah istilah baru. Istilah ini berasal dari kata Yunani,
semeion, yang berarti tanda atau dari kata semeiotikos, yang berarti teori tanda.
Menurut Paul Colbey, kata dasar semiotika dapat pula diambil dari kata seme
(Yunani) yang berarti “penafsir tanda”. Akan tetapi, meskipun semiotika sudah
dikenal sejak masa Yunani, sebagai salah satu cabang keilmuan, semiotika baru
berkembang sekitar tahun 1900-an. Istilah semiotika pun baru digunakan pada
abad ke-18 oleh Lambert, seorang filsuf Jerman. Selain Lambert, menurut R.H.
Robin (1995: 258) terdapat beberapa ahli yang mempersoalkan tanda, yaitu
Wilhelm von Humbolt dan Schliercher.
Perbincangan sistematis semiotika menempati posisi signifikan dalam
khazanah ilmu pada abad ke-20, yaitu ketika logosentrisme menempati posisi
penting dalam filsafat. Arus wacananya digulirkan dua tokoh founding father
semiotika, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce melalui karya
anumerta. Kedua orang ini tidak saling mengenal karena tempat tinggal mereka
berjauhan. Saussure berada di daratan Eropa, sedangkan Peirce berada di daratan
Amerika. Disiplin ilmu yang mereka tekuni berbeda, Peirce seorang pakar bidang
linguistik dan logika, sedangkan Saussure seorang pakar linguistik modern, ada
perbedaan mendasar dalam penerapan konsep-konsep semiotika sekarang ini. 38
Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
38
Dadan Rusmana. Filsafat Semiotika Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari
Semiotika Struktural Hingga Dekonstruksi Praktis. Bandung: Pustaka Setia. 2014, hal 19-20
37
sebagai tanda (Eco, 1979: 6). Van Zoest (1996: 5) mengartikan semiotika sebagai
“ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya,
hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka
yang mempergunakannya”.39
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes,
1988: 179; Kurniawan, 2001: 53).
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna
(meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda
(Littlejohn, 1996: 64). Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang
amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk
nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan
maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda
merujuk kepada semiotika.
Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti
kata Lechte (2001: 191), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya
39
Alex Sobur. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009, hal 95-96
38
lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi
yang terjadi dengan sarana signs ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system
(code) ‘sistem tanda’ (Segers, 2000: 4). 40
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami
dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan ‘tanda’.
Maka dari itu semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli
semiotika, Umberto Eco menyebut tanda sebagai suatu ‘kebohongan’ dan dalam
Tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan Tanda itu
sendiri. 41
2.8 Semiotika Charles Sanders Peirce
Charles Sanders Peirce lahir pada tahun 1839 dan meninggal pada tahun
1914. Dalam konteks semiotika, ia dikenal sebagai seorang filsuf yang
mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotika.42 Peirce terkenal
karena teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Peirce, sebagaimana
dipaparkan Lechte (2001: 227), seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum
tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. 43
Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika. Menurut
Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu,
40
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003, hal 15-16
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan
Skripsi Komunikasi, Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2013, hal 9
42
Dadan Rusmana. Filsafat Semiotika Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari
Semiotika Struktural Hingga Dekonstruksi Praktis. Bandung: Pustaka Setia. 2014, hal 106
43
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003, hal 40
41
39
menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda.44
Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu di dalam
beberapa hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada seseorang, artinya,
menciptakan di dalam benak orang tersebut tanda yang sepadan, atau mungkin
juga tanda yang lebih sempurna.45
Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan sebagai tampak
dalam gambar berikut ini:46
Sign
Interpretant
Object
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Bagi Peirce (Pateda, 2001: 44), tanda “is something which stands to somebody for
something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa
berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau
representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan
44
Alex Sobur. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009, hal 110
45
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers. 2012, hal 70
46
Alex Sobur. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009, hal 114-115
40
interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda
yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.
1.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Kata-kata kasar, keras, lemah,
lembut, merdu. Kata keras menunjukkan kualitas tanda. Misalnya, suaranya
keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2.
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh
yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai.
3.
Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu
lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan
manusia. 47
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol).
1.
Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda itu
mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara
representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa
kualitas. Contohnya sebagian besar rambu lalu lintas merupakan tanda yang
ikonik karena ‘menggambarkan’ bentuk yang memiliki kesamaan dengan
objek yang sebenarnya.
2.
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda
47
Alex Sobur. Op.cit., hal 41
41
dengan objeknya bersifat kongkret, aktual, dan biasanya melalui suatu cara
yang sekuensial atau kausal. Contoh ketukan pintu merupakan indeks dari
kehadiran seorang ‘tamu’ di rumah kita.
3.
Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat abriter dan konvensional sesuai
kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda-tanda
kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Tak sedikit dari rambu lalu
lintas yang bersifat simbolik. Salah satu contohnya adalah rambu lalu lintas
yang sangat sederhana ini.48
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme,
dicent sign, atau dicisign, dan argument.
1.
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa
orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata.
2.
Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada
suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu
lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan.
3.
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Misalnya, seseorang berkata gelap, orang itu berkata gelap sebab ia menilai
ruang itu cocok dikatakan gelap. 49
48
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan
Skripsi Komunikasi, Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2013, hal 18
49
Alex Sobur. Op.cit., hal 42
42
Peirce memaknai semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengan tanda. Melalui tanda, manusia mampu memaknai kehidupan
dengan realitas. Bagi Peirce, prinsip mendasar sifat tanda adalah sifat representatif
dan sifat interpretatif. Sifat representatif tanda berarti tanda merupakan sesuatu
yang mewakili sesuatu yang lain, sedangkan sifat interpretatif artinya tanda
tersebut memberikan peluang bagi interpretasi bergantung pada pemakai dan
penerimanya. Dalam konteks ini, Peirce memandang bahwa proses pemaknaan
(signifikasi) menjadi penting karena manusia memberi makna pada realitas yang
ditemuinya. Bagi Peirce, tanda beranjak dari kognisi manusia secara dinamis.50
50
Dadan Rusmana. Filsafat Semiotika Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari
Semiotika Struktural Hingga Dekonstruksi Praktis. Bandung: Pustaka Setia. 2014, hal 107
Download