II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
dan sasaran yang diharapkan. Rivai (2008) mengatakan pencapaian tujuan pembelajaran berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan
sikap melalui proses pembelajaran yang meliputi beberapa aspek antara lain
peningkatan pengetahuan, keterampilan, integrasi, partisipasi, dan perubahan
sikap kemampuan beradaptasi.
Aspek-aspek tersebut merupakan aspek yang
menunjukkan terjadinya pembelajaran efektif.
Hamalik (2004) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas
seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran yang akan memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk
mendapatkan pengetahuan baru pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trianto
(2009) bahwa belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat
pada siswa. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luanya
diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari sehingga memperoleh hasil yang baik.
9
Lebih lanjut Trianto (2009) menyatakan bahwa hasil yang diperoleh setelah
pelaksanaan proses pembelajaran dapat diketahui dengan memberikan tes, sebab
hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran
adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang menyediakan kesempatan belajar sendiri kepada siswa dalam kegiatan
pembelajaran yang akan memberikan pengalaman baru dan pengetahuan baru bagi
siswa. Sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi yang sedang
dipelajari sehingga memperoleh hasil yang baik.
2.
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
cooperative
sama-
sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu tim. Jadi, Cooperative
learning menurut Salvin (Isjoni, 2010) merupakan model pembelajaran, di mana
guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan
tertentu seperti diskusi atau pembelajaran oleh teman sebaya (peer teaching).
Dalam melakukan proses pembelajaran guru tidak lagi mendominasi seperti
lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan
siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Menurut Johnson & Johnson (dalam Isjoni, 2010) cooperative learning adalah
mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam satu kelompok kecil agar siswa
dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan saling
berbagi informasi serta mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
10
Isjoni (2010) ciri-ciri dari cooperative learning
adalah; (a) setiap anggota
memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan.
Nasution (dalam Isjoni, 2010) menyatakan belajar kelompok itu
efektif bila setiap individu merasa bertanggung jawab terhadap kelompok, siswa
turut berpartisipasi dan bekerja sama dengan siswa lain secara efektif, menimbulkan perubahan yang konstruktif pada perilaku seseorang dan setiap anggota
aman dan puas di dalam kelas.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerja sama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan
dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa.
Ada berbagai tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah think pair share
(TPS). Think pair share dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari
Universitas Maryland pada tahun 1981. Model ini memberi waktu kepada para
siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Trianto (2009) mengungkapkan bahwa:
TPS untuk membandingkan tanya jawab kelompok
keseluruhan. Guru menggunakan langkah-langkah (fase) berikut:
11
a. Langkah 1 : Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah.
b. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh.
c. Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan
keseluruhan kel
Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif TPS (Fogarty dan Robin, 1996)
adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yaitu
think (berpikir secara individual), pair (berpasangan dengan teman sebangku), dan
share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas).
1. Think (berpikir secara individual)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang
dikaitkan dengan pelajaran, dan siswa diminta untuk berpikir secara mandiri
mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pada tahapan ini, siswa
sebaiknya menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat
mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir
pembelajaran. Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru harus
mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang diberikan, serta jadwal
pembelajaran untuk setiap kali pertemuan.
12
think time
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir mengenai jawaban
mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain
itu, guru dapat mengurangi masalah dari adanya siswa yang mengobrol,
karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
2. Pair (berpasangan dengan teman sebangku)
Langkah kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini
dapat menghasilkan jawaban bersama.
Biasanya guru mengizinkan tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Setiap pasangan siswa saling
berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil akhir
yang didapat menjadi lebih baik, karena siswa mendapat tambahan informasi
dan pemecahan masalah yang lain.
3. Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk
berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh
kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari
pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari
pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah sebelumnya, dalam arti
bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami
mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan
kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika
guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.
13
Kagan (dalam Widiarti, 2007) menyatakan manfaat TPS sebagai berikut:
1. Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan
tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain, ketika mereka terlibat
dalam kegiatan TPS lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka
untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin
mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas
jawaban mungkin menjadi lebih baik.
2. Para guru juga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika
menggunakan TPS. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban
siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.
Fogarty dan Robin (1996) menyatakan bahwa teknik pembelajaran TPS
mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar,
2. Memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran,
3. Memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat
sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan.
Dengan teknik pembelajaran TPS yang disebutkan Fogarty dan Robin siswa
dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman
sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar ranah kognitif siswa karena siswa dituntut untuk mengikuti proses
pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan berdiskusi.
Dari uraian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah
pembelajaran yang terdiri dari tiga tahap kegiatan pembelajaran yaitu berpikir
(think), berpasangan (pair), dan berbagi (share). Pembelajaran TPS ini meng-
14
utamakan adanya kerja sama antar siswa yang berpasangan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
4.
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud disini adalah suatu pembelajaran yang
biasa digunakan oleh guru di kelas, yaitu pembelajaran dengan menggunakan
metode ceramah. Seperti halnya yang dikemukakan Sinarno Surakhmad M. Ed
(dalam Suryosubroto, 2009), yang dimaksud dengan metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Selama proses
pembelajaran peranan murid adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat
yang pokok-pokok yang dikemukakan oleh guru.
Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs; 2009) menyebutnya
.
Dijelaskannya bahwa pembelajaran
tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pembelajaran yang paling
umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini
dipandang efektif, terutama untuk:
a.
Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
b.
Menyampaikan informasi dengan cepat.
c.
Membangkitkan minat akan informasi.
d.
Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa
kelemahan sebagai berikut:
a.
Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
b.
Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari.
15
c.
Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
d.
Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama
dan tidak bersifat pribadi.
Burrowes (dalam Juliantara, 2009) menyampaikan bahwa pembelajaran
konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang
cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang telah dipresentasikan,
kemudian menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.
Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat
pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4)
tidak ada kelompok-kelompok kooperatif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah atau memberi penjelasan
materi secara lisan kepada siswa, dan pembelajaran ini adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru. Dalam penelitian ini pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran melalui ceramah atau memberikan langsung
penjelasan materi kepada siswa, memberikan beberapa pertanyaan, latihan soal
serta pemberian tugas.
5.
Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman konsep adalah kemampuan dalam memahami konsep yang dipelajari.
Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan
pembelajaran. Ranah kognitif ini meliputi berbagai tingkah laku dari tingkatan
terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
16
sintesis, dan penilaian (evaluasi). Pemahaman konsep akan memberikan suatu
pemahaman dan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep yang telah dikuasai.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang meliputi fakta, konsep, operasi atau
relasi dan prinsip. Menurut pendapat Soedjadi (2000) terdapat beberapa definisi
matematika yaitu:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik.
2. Matematika adalah pengetahun tentang bilangan dan kalkulasi.
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Matematika memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan disiplin ilmu
yang lain. Soedjadi (2000) mengemukakan karakteristik matematika, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Memiliki objek kajian abstrak.
Bertumpu pada kesepakatan.
Berpola pikir deduktif.
Memiliki simbol yang kosong dari arti.
Memperhatikan semesta pembicaraan.
Konsisten dalam sistemnya.
Pemahaman akan karakteristik-karakteristik matematika dapat membantu siswa
dalam mempelajari matematika yang sedang dipelajari.
Pemahaman ini di-
maksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan.
Pembentukan konsep menurut Gagne (dalam Suherman, 2003) disebut juga tipe
belajar mengelompokan, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit
atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Tipe belajar ini mengharapkan
siswa untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan.
Sedangkan Dienes (Suherman, 2003) mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkrit akan dapat di-
17
pahami dengan baik. Pemahaman konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil
belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Keller (dalam Hamalik, 2004) menyata-
sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas
Ini berarti bahwa besarnya usaha adalah indikator dari adanya motivasi,
sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh
anak.
Menurut Depdiknas (dalam Jannah , 2007) Untuk menilai pemahaman konsep
matematika dapat dilakukan dengan memperhatikan indikator-indikator dari
pemahaman konsep matematika. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Menyatakan ulang suatu konsep.
Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi
tertentu.
g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan
kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran yang terlihat dari hasil
belajar. Dalam penelitian ini, hasil belajar tersebut berupa nilai yang diperoleh
siswa berdasarkan hasil tes berbentuk uraian yang dibuat sesuai indikator
pemahaman konsep yang diteliti yaitu menyatakan ulang konsep, menggunakan,
memanfaatkan atau memilih prosedur operasi tertentu dan mengaplikasikan
konsep. Kriteria penilaian pemahaman konsep, disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Skoring Tes Pemahaman Konsep
No.
Indikator
1.
Menyatakan ulang
suatu konsep
2.
Mengklarifikasikan
Jawaban
Tidak menjawab
Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah
Menyatakan ulang suatu konsep dengan benar
Tidak menjawab
Skor
0
1
2
0
18
objek-objek
menurut sifat-sifat
tertentu.
3.
4.
5.
6.
7.
Memberi contoh
dan non-contoh dari
konsep.
Menyajikan konsep
dalam berbagai
bentuk representasi
matematika.
Mengembangkan
syarat perlu dan
syarat cukup suatu
konsep.
Menggunakan,
memanfaatkan dan
memilih prosedur
atau operasi
tertentu.
Mengaplikasikan
konsep atau
pemecahan
masalah.
Mengklarifikasikan objek-objek menurut
sifat-sifat tertentu tetapi salah.
Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat
tertentu dengan benar.
Tidak menjawab.
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep tetapi
salah.
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep dengan
benar.
Tidak menjawab
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika tetapi salah.
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika dengan benar.
Tidak menjawab.
Mengembangkan syarat perlu dan syarat
cukup suatu konsep tetapi salah.
Mengembangkan syarat perlu dan syarat
cukup suatu konsep dengan benar.
Tidak menjawab.
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur
atau operasi tertentu tetapi salah.
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih
Prosedur atau operasi tertentu dengan benr.
Tidak menjawab.
Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah
tetapi salah.
Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah
dengan benar.
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
(Noer, 2010)
B. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian Septriana (2006) diketahui bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe TPS pada MA Negeri 1 Malang dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan TPS dapat meningkatkan
partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat diingat oleh siswa. Sebab siswa saling belajar satu sama lain dan berupaya
bertukar ide dengan pasangannya sebelum mengemukakan idenya ke
kelompok yang lebih besar. Serta meningkatkan rasa percaya diri siswa
karena semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas.
19
2. Hasil penelitian Dewi (2011) diketahui bahwa pembelajaran kooperatif
tipe TPS efektif diterapkan pada siswa kelas XI IPA semester genap SMA
Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal ini disebabkan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan, karena setiap siswa dapat berdiskusi dan
saling berbagi ide dengan pasangannya untuk mendapatkan jawaban yang
tepat sehingga model pembelajaran ini efektif diterapkan pada pembelajaran matematika.
3. Hasil penelitian Wenangsari (2011) menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model think pair share dapat meningkatkan hasil
belajar siswa SMAN 1 Lawang. Hal ini terlihat dari meningkatnya hasil
belajar jika dan hanya jika siswa memberikan respon yang positif.
C. Kerangka Pikir
Pemahaman konsep siswa yang rendah disebabkan oleh ketidaksesuaian dalam
menggunakan model pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan
salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk membantu siswa dalam
memahami konsep materi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe TPS mempunyai tiga tahap kegiatan pembelajaran, yaitu thinking, pairing, dan sharing.
Pada tahap thinking guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir
secara aktif dan mandiri dalam mencari pengalaman belajar dan memperoleh
pengetahuan baru, sehingga konsep yang ditemukan oleh siswa dapat bertahan
lebih lama pada diri siswa. Kemudian pairing yaitu siswa berpasangan kemudian
berdiskusi dengan pasangannya saling bertukar pikiran untuk memecahkan
20
permasalahan yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini siswa akan saling bekerja
sama, menjelaskan satu sama lain dalam memahami materi sehingga lebih mudah
memahami konsep dari materi yang diberikan. Selanjutnya yaitu tahap sharing,
pada tahap ini siswa berbagi hasil diskusi dengan pasangannya kepada kelompok
lain.
Pada saat berdiskusi, berbagi informasi, bertanya, atau mengungkapkan pendapat
akan melatih siswa berkomunikasi di depan kelas. Dalam perkembangannya guru
hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing, sedangkan siswa dituntut
untuk lebih mandiri dalam proses pembelajaran. Siswa aktif selama proses pembelajaran dalam mencari pengalaman dan pengetahuan sendiri sehingga mempermudah siswa dalam memahami konsep materi yang dipelajari dan pemahaman
konsep matematika yang dimiliki oleh siswa akan semakin membaik.
Berbeda dengan pembelajaran konvensional, karena pembelajaran konvensional
adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Pada pembelajaran ini guru memberikan penjelasan materi langsung kepada siswa secara lisan dan memberikan
beberapa pertanyaan, latihan soal kemudian pemberian tugas. Selama proses
pembelajaran sebagian besar siswa hanya memperhatikan, menjawab, mendengarkan penjelasan guru dan mencatat materi bila ada yang perlu dicatat. Hal
ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan mengalami kesulitan dalam memahami konsep dari materi yang dipelajari, karena siswa tidak secara aktif dan
mandiri dalam menemukan konsep dari materi pembelajaran melainkan menerimanya langsung dari guru. Sehingga pemahaman konsep matematika yang dimiliki oleh siswa rendah.
21
Dari uraian di atas terilihat bahwa pemahaman konsep matematika siswa dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS akan lebih baik dari pemahaman
konsep matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Pemahaman konsep matematika siswa dapat dilihat dari hasil tes yang diperoleh
siswa di akhir pembelajaran.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe
TPS lebih efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa daripada
pembelajaran konvensional.
Download