OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) DAN INDIKATOR MAKROEKONOMI INDONESIA : SEBUAH ANALISIS VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM) OLEH MUSTIKA RINI H14080070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN MUSTIKA RINI. Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models (VECM). (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK) Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan ataupun lembaga keuangan syariah lainnya, termasuk di dalamnya pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya karena istrumen profit bunganya yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi juga seharusnya menambah minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri keuangan yang bersifat syariah dengan istrumen profit-loss sharing yang menimbulkan cost yang relatif lebih rendah. Selain itu keuangan yang bersifat syariah juga menerapkan prinsip-prinsip yang adil dan melarang terhadap praktik yang mengandung riba, gharar, dan maysir sehingga lebih jelas kehalalannya bagi penduduk muslim. Salah satu industri keuangan yang bersifat syariah yang sudah berkembang cukup lama yaitu industri pasar modal syariah. Pasar modal syariah ini mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah (sukuk). Sejak awal diterbitkannya pada tahun 2002, penerbitan sukuk selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Terlebih ketika diterbitkannya sukuk global (SBSN) pada tahun 2008. Pada awal penerbitan sukuk pada tahun 2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai 175 miliar. Pada tahun 2011, total emiten sukuk korporasi berjumlah 48 dengan nilai emisi total 70.686,4 milyar rupiah. Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk diantaranya yaitu sebagai diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi korporasi. Selain itu, sukuk juga sangat berperan dalam pertumbuhan sektor ril. Penelitian ini menganalisis hubungan sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia menggunakan data sekunder deret waktu dari Mei 2006 - Desember 2010. Alat analisis yang digunakan yaitu VECM. Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada jangka pendek penerbitan sukuk tidak dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Pada jangka panjang penerbitan sukuk di Indonesia dipengaruhi oleh indikator makroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerbitan sukuk juga akan mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami penurunan yang diakibatkan kondisi makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar di masyarakat, pemerintah akan menerbitan sukuk sebagai salah satu instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah akan mamanfaatkan hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah. Berdasarkan hasil Uji FEDV dan Uji Kausalitas Granger, pada masa yang akan datang penerbitan sukuk juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran dengan porsi kontribusi masing-masing sepuluh persen dan lima persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi yang diperuntukkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor ril sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Penerbitan sukuk tidak memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi karena sukuk merupakan surat berharga yang tidak dijadikan instumen pada operasi pasar tebuka oleh pemerintah untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun penerbitan sukuk tetap berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi jika pemerintah menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka. Hasil FEDV ini juga menunjukkan butuh waktu yang cukup panjang bagi suatu variabel mikro yang baru tumbuh selama sepuluh tahun untuk dapat memengaruhi variable makro. Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan korporasi tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif dirasakan seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator makroekonomi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali stabil. Ketika terjadi guncangan pada kondisi makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan terhadap goncangan. Pada akhirnya kebijakan yang harus diambil pemerintah tentang penerbitan sukuk adalah pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia, khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka karena kedua variabel inilah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah tingkat pengangguran sehingga pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga stabilitasnya. Pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi inflasi. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil FEDV justru variabel jumlah uang beredarlah yang merasakan dampak paling besar akibat penerbitan sukuk. OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) DAN INDIKATOR MAKROEKONOMI INDONESIA : SEBUAH ANALISIS VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM) OLEH MUSTIKA RINI H14080070 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Judul Skripsi : Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models (VECM) Nama : Mustika Rini NIM : H14080070 Menyetujui, Dosen Pembimbing Irfan Syauqi Beik, Ph.D NIP. 19790422 200604 1 002 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan: PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Mei 2012 Mustika Rini H14080070 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Mustika Rini lahir di Tangerang pada tanggal 23 Juli 1990. Penulis merupakan anak pertama dari empar bersudara pasangan Asbullah dan Sri Mulyati. Penulis mengawali pendidikan di TK Islam Al-Kautsar Tangerang (1994-1996), dilanjutkan ke SDN Karawaci Baru 1 Tangerang (19962002). Setelah lulus sekolah dasar penulis melanjutkan studi ke Pondok Pesantren Al-Masthuriyah selama tiga tahun dengan pendidikan formal di MTs AlMasthuriyah Sukabumi (2002-2005). Setelah lulus penulis melanjutkan ke SMA Negeri 5 Bogor (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir yang jauh lebih baik. Selama menyelesaikan masa studinya penulis aktif di beberapa organisasi dan kepanitian kemahasiswaan IPB. Diantaranya yaitu penulis menjadi anggota aktif selama berkuliah di IPB dan staf adimistrasi keuangan Koperasi Mahasiswa IPB (2009-2010), staf pendidikan pada HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) tahun 2010-2011. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan Hipotex-R (2009), Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi – Masa Perkenalan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (2010), FEMily Day (2010), Etools (2011), dan kegiatan kepanitiaan lainnya. Selain itu penulis juga aktif sebagai tutor matematika SMA pada lembaga pendidikan Vision (Education and Personality Consultancy) Bogor dari Oktober 2010 sampai sekarang. KATA PENGANTAR Puji syukur marilah kita panjatkan Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models (VECM)”. Shalawat serta salam selau tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW karena berkat perjuangannya kita dapat sampai pada dunia yang penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dasar penulisan skripsi karena perkembangan obligasi syariah saat ini memiliki potensi yang besar sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan makroekonomi yang terjadi di Indonesia. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Kedua orang tua dan keluarga inti penulis, yakni Bapak Asbullah dan Sri Mulyati beserta adik-adik, Hakim Setiadji, M.Rezha Fauzi, dan Kurnia Rizky Saputra atas segala limpahan kasih sayang, segenap doa, dan dukungan baik moril maupun materil selama ini. Terima kasih pula untuk Ervin Eriansyah atas segala dukungan, motivasi, perhatian, dan segenap doa kepada penulis. 2. Bapak Irfan Sauqi Beik, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas waktu yang diluangkan di sela-sela kesibukan yang padat, ilmu dan pemahaman, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai pada waktunya. 3. Ibu Dr. Yeti Lies Purnama selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi. Terima kasih atas ilmu, koreksi, kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Deniey Adi Purwanto, M.SE selaku dosen penguji dari komisi pendidikan. Terima kasih atas informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik, serta atas kritik dan saran yang sangat berharga bagi penyempurnaan skripsi ini. 5. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi, khususnya dan seluruh dosen IPB, umumnya atas ilmu yang telah diberikan sebagai bekal kehidupan penulis. 6. Segenap staf tata usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas kesabarannya dalam mengurusi segala administrasi yang terkait. 7. Teman-teman satu bimbingan, Masyitha Mutiara, Sylviana Dewi H, Istiqomah, dan Kasyfurrahman Ali atas segala dukungan, doa, dan kekompakannya sehingga kita bisa lulus tepat waktu bersama. 8. Sahabat-sahabat ilmu ekonomi 45, Ario Seto, Cynthia Eka S, Maria Ulfah, dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, atas doa dan dukungannya. 9. Keluarga besar Vision (Education and Personality Consultancy) atas keceriaan dan ilmu kehidupan yang selalu diberikan. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis sangat terbuka atas kritik, saran, dan pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini. Besar harapan penulis, adanya skripsi ini akan bermanfaat bagi keberlanjutan studi pasar modal syariah, khususnya dan pengembangan aplikasi ekonomi syariah di Indonesia, umumnya. Skripsi ini dapat disalin oleh siapapun dengan atau tanpa seijin penulis dengan memperhatikan kaidah-kaidah akademik. Bogor, Mei 2012 Mustika Rini H14080070 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 10 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 10 1.5. Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN ......................... 12 2.1. Tinjauan Konsep ............................................................................... 12 2.1.1. Konsep Ekonomi Islam ........................................................... 12 2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah ............................... 13 2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir ........................................... 14 2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga ........................ 14 2.1.2. Konsep Obligasi Syariah (Sukuk) ........................................... 15 2.1.2.1. Pengertian Sukuk ....................................................... 15 2.1.2.2. Karakteristik Sukuk ................................................... 17 2.1.2.3. Jenis Sukuk ................................................................ 19 2.1.3. Konsep Indikator Makroekonomi ........................................... 22 2.1.3.1. Pertumbuhan Ekonomi............................................... 22 2.1.3.2. Jumlah Uang Beredar ................................................. 24 2.1.3.3. Inflasi .......................................................................... 27 2.1.3.4. Pengangguran Terbuka ............................................... 30 2.1.3.5. Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) .... 32 2.2. Tinjauan Teori ................................................................................... 33 2.2.1. Teori Investasi ...................................................................... 33 2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 33 2.2.3. Teori Kuantitas Uang ........................................................... 34 2.2.4. Hubungan antara Penerbitan Sukuk dan Indikator Makroekonomi Indonesia ................................................... 35 2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................ 36 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... 38 2.5. Hipotesis .......................................................................................... 39 III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 40 3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 40 3.2. Metode Analisis................................................................................. 41 3.2.1. Metode Vector Error Correction Model (VECM) .................. 43 3.2.2. Pengujian Sebelum Estimasi ................................................... 44 3.3. Model Penelitian ............................................................................... 46 3.4. Definisi Operasional .......................................................................... 47 IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 50 4.1. Gambaran Umum Obligasi Syariah (Sukuk) .................................... 50 4.1.1. Sejarah Sukuk dan Perkembangan Sukuk Dunia .................... 50 4.1.2. Kondisi dan Perkembangan Sukuk di Indonesia .................... 54 4.2. Kondisi Makroekonomi Indonesia Setelah Penerbitan Obligasi Syariah (2006-2011) ......................................................................... 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 60 5.1. Uji Stasioneritas ................................................................................ 60 5.2. Uji Lag Optimum .............................................................................. 61 5.3. Uji Stabilitas VAR ............................................................................ 62 5.4. Uji Kausalitas Granger ...................................................................... 63 5.5. Uji Kointegrasi Johansen .................................................................. 63 5.6. Hasil Estimasi VECM Sukuk dan Indikator Makroekonomi Indonesia .......................................................................................... 65 5.7. Impulse Response Function (IRF) .................................................... 69 5.8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ........................... 72 5.8. Pembahasan Keseluruhan .................................................................. 76 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 80 6.1. Kesimpulan....................................................................................... 80 6.2. Saran ................................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83 LAMPIRAN .................................................................................................... 85 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia Tahun 2002 – 2011 ................... 4 1.2. Indikator Makroekonomi Indonesia dalam Angka Tahun 2008-2010 .......... 7 2.1. Perbedaan antara Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional ................... 13 2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil ...................................................... 15 2.3. Perbandingan Sukuk dan Obligasi .............................................................. 18 3.1. Variabel, Notasi, dan Sumber Data .............................................................. 40 4.1. Perkembangan Sukuk Global Internasional Tahun 2002-2007 ................... 52 4.2. Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia Tahun 2002 – 2011 ................. 54 4.3. Indikator Makroekonomi Indonesia (2006-2011) ........................................ 58 5.1. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data Level ....................................... 61 5.2. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data First Difference ....................... 51 5.3. Hasil Uji Lag Optimum untuk Model Sukuk ............................................... 62 5.4. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen ............................................... 64 5.5. Hasil Estimasi Model VECM Penerbitan Sukuk ......................................... 66 5.6. Hasil FEDV LnSukuk .................................................................................. 72 5.7. Hasil FEDV Ln PDB ................................................................................... 74 5.8. Hasil FEDV Ln PT....................................................................................... 75 5.9. Hasil FEDV Ln IHK .................................................................................... 75 5.10. Hasil FEDV Ln M2 .................................................................................... 77 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Grafik Perkembangan Penerbitan Sukuk di Indonesia (2002-2011) ............ 5 2.1. Skema Sukuk Ijarah ..................................................................................... 19 2.2. Skema Sukuk Mudharabah .......................................................................... 21 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................. 38 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM ................................................................ 42 5.1. Respon PDB, M2, IHK, PT, dan SBIS Ketika Terjadi Guncangan pada Penerbitan Sukuk (Periode Bulanan) ............................................................ 70 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Teori Transmisi Dampak Penerbitan Sukuk terhadap Indikator Makroekonomi Indonesia......................................................................................................... 86 2. Uji Stasioneritas .............................................................................................. 87 3. Uji Lag Optimum dan Uji Stabilitas VAR ...................................................... 91 4. Uji Kointegrasi Johansen ................................................................................ 92 5. Uji Kausalitas Granger .................................................................................... 93 6. Hasil Estimasi Model VECM ......................................................................... 94 7. Hasil Impuls Response Function ..................................................................... 97 8. Hasil Forecast Error Decomposition Variance .............................................. 99 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan ataupun lembaga keuangan syariah lainnya, termasuk di dalamnya pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya karena istrumen profit bunganya yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi juga seharusnya menambah minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri keuangan yang bersifat syariah dengan instrumen profit-loss sharing yang menimbulkan cost yang relatif lebih rendah. Keuangan yang bersifat syariah juga menerapkan prinsip-prinsip yang adil dan melarang terhadap praktik yang mengandung riba, gharar dan maysir sehingga lebih jelas kehalalannya bagi penduduk muslim. Salah satu industri keuangan yang bersifat syariah yang sudah berkembang cukup lama yaitu industri pasar modal syariah. Pasar modal syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip islami dalam setiap kegiatan dan sistemnya yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh DSN-MUI.1 Peran pasar modal syariah sebagai lembaga intermediasi dalam perekonomian suatu negarapun tidak dapat diabaikan. 1 Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. 2 Melalui pasar modal syariah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian keuntungan dan risikonya. Selain itu, dengan adanya pasar modal syariah dapat memberikan alternatif instrumen investasi halal yang lebih beragam untuk masyarakat. Untuk pihak yang memerlukan dana dapat menerbitkan sekuritas sesuai kebutuhannya dengan waktu pengembalian yang relatif lama dan menghindari fluktuasi jangka pendek yang terdapat pada pasar modal konvensional. Dalam perkembangannya, pasar modal syariah telah mengalami banyak kemajuan. Salah satunya dengan diterbitkannya enam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Keenam fatwa tersebut yaitu : 1. No. 05/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang Jual Beli Saham 2. No. 20/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah 3. No. 32/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah 4. No. 33/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah 5. No. 40/ DSN-MUI/ IX/ 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal 6. No. 41/ DSN-MUI/ III/ 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Selain itu, telah diterbitkan pula paket peraturan Bapepam-LK terkait Pasar Modal Syariah, yaitu peraturan tentang Penerbitan Efek Syariah dan Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, serta tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dengan dikeluarkannya fatwa dan peraturanperaturan tersebut, diharapkan dapat merangsang masyarakat untuk lebih aktif 3 berpartisipasi dalam kegiatan yang terjadi di pasar modal karena keragaman instrumen investasi yang halal.2 Di Indonesia, sejarah industri ini dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Tak lama setelah itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2000 diterbitkan pula Jakarta Islamic Index (JII). Dari sisi institusional, sejarah pasar modal ini ditandai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bappepam LK dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003 (Bappepam-LK, 2011). Pasar modal syariah ini mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah (sukuk). Istilah sukuk sendiri berasal dari bahasa Arab “Sakk” yang berarti sertifikat. Secara terminologi, sukuk berarti surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, yang dikeluarka emiten kepada pemegang obligasi syariah (sukuk), yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN MUI). Menurut sumber yang menerbitkan, sukuk terbagi menjadi dua jenis, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan sukuk yang diterbitkan oleh negara yang lebih dikenal Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk global. Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk yaitu untuk mendorong perkembangan industri pasar modal syariah, sebagai diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi 2 Agustianto, 2011. Pasar Modal Syariah. 4 korporasi serta sebagai diversifikasi berbasis investor. Selain itu, sukuk juga sangat berperan dalam pertumbuhan sektor ril. Sukuk juga memiliki kelebihan yang unik jika dibandingkan produk investasi yang ada di pasar modal, yaitu risiko yang rendah atau relatif lebih aman karena memiliki underlying asset3. Tabel 1.1. Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia 2002 - 2011 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sukuk Korporasi Total Nilai (Rp Milyar) Total Jumlah Emiten Sukuk Global (SBSN) Total Nilai (Rp Milyar) 175,0 740,0 1394,0 1979,4 2179,4 3204,4 5498,4 7015,4 7815,4 7915,4 1 6 13 16 17 21 29 43 47 48 4699,7 14218,9 38500,0 62771,0 Total Nilai Emisi Sukuk Korporasi dan Negara (Rp Milyar) 175,0 740,0 1394,0 1979,4 2179,4 3204,4 10198,1 21234,3 46315,4 70686,4 Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah Penerbitan sukuk yang pertama kali dilakukan oleh PT Indosat TBK pada Oktober 2002 merupakan sukuk korporasi dengan akad mudharabah dengan nilai nominal 175 miliar rupiah. Untuk sukuk global sendiri, pertama kali diterbitkan oleh pemerintah melalui tiga agen, yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Securities dan PT Danareksa Sekuritas pada Agustus 2008 dengan akad ijarah dengan nilai nominal 4.699,7 miliar rupiah. 3 Underlying asset merupakan aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dapat berupa Barang Milik Negara/ barang milik perusahaan atau objek pembiayaan sukuk. 5 Terhitung sampai Desember 2011, total emisi sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan negara mencapai nilai masing-masing 7.915,4 miliar rupiah dan 6.2771 milyar rupiah. Sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 1.1 di atas. Dari gambar 1.1 di bawah dapat dilihat perkembangan sukuk mengalami tren yang meningkat. Hal ini dikarenakan sejak awal diterbitkannya pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 penerbitan sukuk selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Terlebih ketika diterbitkannya sukuk global (SBSN) pada tahun 2008. Pada awal penerbitan sukuk pada tahun 2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai 175 miliar. Sampai tahun 2011, total emiten sukuk korporasi berjumlah 48 dengan nilai emisi total 70.686,4 milyar rupiah. Pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2011 sebesar 2 persen untuk emiten sukuk korporasi dan pada tahun 2006 sebesar 10,10 persen untuk total nilai emisi sukuk. Sukuk yang telah dilunasi per 30 Desember 2011 sebesar 2.039,4 milyar rupiah. Hal total nilai emisi sukuk (Milyar Rupiah) ini tentu mencerminkan potensi penerbitan sukuk yang sangat besar. 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 total nilai emisi sukuk korporasi total nilai emisi sukuk negara total nilai emisi sukuk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah Gambar 1.1. Grafik Perkembangan Penerbitan Sukuk di Indonesia (2002-2011) 6 Dari awal penerbitannya sampai Mei 2011, tipe emiten sukuk korporasi didominasi emiten infrastruktur, utility dan transportasi sebanyak 25 persen. Sisanya adalah emiten jasa keuangan 18 persen, emiten perdagangan, jasa, dan investasi masing-masing 14 persen, emiten industri kimia dasar, dan pertanian masing-masing 11 persen, lalu emiten pertambangan, industri dan barang konsumsi masing-masing tiga persen (Republika.co.id, 2011). Para investor sukuk mayoritas berasal dari lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Masing-masing memiliki porsi tersendiri dari yang paling besar hingga yang paling kecil porsinya, yaitu asuransi konvensional sebesar 29 persen, bank syariah sebesar 27 persen, dana pensiun konvensional 12 persen, perusahan sekuritas sembilan persen, asuransi syariah lima persen, bank konvensional dan reksadana syariah masing-masing empat persen, reksadana konvensional dan dana pensiun syariah masing-masing 1 persen dan 0,1 persen (Republika.co.id, 2011). Penerbitan sukuk yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi beberapa kali mengalami oversubscribe. Seperti yang terjadi pada penerbitan sukuk negara seri IFR 0001 dan IFR 0002 yang mengalami oversubscribe 1,6 kali dimana total pemintaan mencapai 8,07 triliun rupiah dari target indikatif sebesar lima trilliun rupiah. Porsi permintaan dari investor domestik cukup tinggi yakni kurang lebih 7,1 triliun rupiah atau 88 persen dari total permintaan. Hal ini mengindikasikan minat dan kepercayaan pasar serta permintaan terhadap sukuk di Indonesia relatif tinggi. (backup.majalahekonomisyariah.com). Dari potensi yang besar ini pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk mengatasi permasalah ekonomi makro yang ada di Indonesia 7 saat ini, seperti pengangguran, inflasi, jumlah uang beredar yang terlalu banyak, dan pertumbuhan ekonomi yang negatif. Pengangguran selalu menjadi masalah utama bagi negara berkembang, seperti yang terjadi di Indonesia. Sedikitnya lapangan pekerjaan disebabkan oleh kelangkaan investasi yang ada di Indonesia. Inflasi merupakan indikator pergerakan harga barang dan jasa yang juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi akan menjadi masalah jika kenaikan harga barang-barang dan jasa tidak diikuti oleh kenaikan upah ril. Pertumbuhan ekonomi sendiri dapat dikatagorikan baik jika mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2010, jumlah pengangguran terbuka Indonesia sampai bulan Agustus mencapai angka 8,32 juta jiwa (BPS, 2012) dengan penurunan tingkat pengangguran sebesar 7,17 persen dibanding Agustus 2010 (year-on-year) dan untuk tingkat inflasi berada pada angka 6,96 persen. Seperti yang terlihat pada tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2. Indikator Makroekonomi Indonesia dalam Angka Tahun 2006-2010 Indikator Makroekonomi 2006 2007 2008 2009 2010 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%) Tingkat Inflasi (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tingkat Jumlah Uang Beredar Luas (%) Bonus SBIS (%) 6 6 5 5 7 6 -13 6 6 11 6 3 -5 7 -7 15 19 15 13 15 8 7 10 6 6 Sumber : SEKI-BI dan BPS (2012), diolah 8 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sejak tahun 2006 pertumbuhan ekonomi, laju pengangguran, inflasi, jumlah uang beredar, dan bonus SBIS di Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Laju pengangguran dan bonus SBIS mengalami tren yang menurun pada tahun 2009 dan 2010. Pertumbuhan ekonomi sempat menurun, tingkat inflasi dan tingkat jumlah uang beredar yang mengalami peningkatan pada tahun 2007 dan 2008 akibat adanya krisis subprime mortage di Amerika yang juga menjadi krisis keuangan dunia. Mulai tahun 2009 ketiga indikator makroekonomi tersebut mengalami perbaikan. tingkat inflasi terkendali di angka 3 persen dan jumlah uang beredar di angka 13 persen walau pertumbuhan ekonomi masih berada di angka 5 persen. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 7 persen. Hal ini menandakan Indonesia merupakan negara yang mampu bangkit setelah dilanda krisis. Kestabilan kondisi makroekonomi Indonesia sangat mutlak diperlukan bagi perkembangan pasar modal di Indonesia umumnya dan penerbitan sukuk khususnya. Hal ini akan memengaruhi kondisi pasar uang yang terdapat di Indonesia. Pasar uang yang kondusif akan memengaruhi keputusan penerbitan sukuk yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh korporasi. Oleh sebab itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai hubungan penerbitan sukuk dengan indikator makroekonomi di Indonesia, dalam hal ini inflasi, pengangguran, jumlah uang beredar, pertumbuhan ekonomi, dan bonus SBIS. Penulis juga berharap dengan adanya penerbitan sukuk ini dapat mengatasi permasalahan makroekonomi yang terjadi di Indonesia, yaitu tingkat pengangguran 9 dan tingkat inflasi yang tinggi, jumlah uang beredar yang terlalu banyak, dan pertumbuhan ekonomi yang negatif. 1.2. Perumusan Masalah Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi syariah bagi masyarakat dengan risiko yang kecil dan sebagai instrumen penghimpun dana bagi para korporasi serta pemerintah untuk membiayai segala proyek pembangunannya. Perkembangannya pun sangat luar biasa. Pertama kali diterbitkan dengan total nilai emisi 175 milyar hingga sampai Desember 2011 mampu menghasilkan total nilai emisi sebanyak 70.686 milyar rupiah. Total nilai emisi sukuk yang telah dilunasi sebanyak 2.039,4 milyar rupiah sedangkan yang masih beredar di masyarakat sebanyak 68.647 milyar rupiah. Potensi ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi masalah makroekonomi Indonesia, yaitu inflasi, dan pengangguran. Sukuk juga diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pengendalian jumlah uang beredar. Penerbitan sukuk di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi makroekonomi yang ada di negara ini. Ketika kondisi makroekonomi stabil maka hal ini akan memengaruhi keputusan para emiten untuk menerbitkan sukuk. Namun pada kenyataanya, porsi penerbitan sukuk sampai bulan September 2011 hanya sebesar 9,52 persen jauh di bawah obligasi konvensional yang sebesar 90,48 persen. Sehingga penulis merasa perlu untuk meneliti hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi. Pada akhirnya rumusan masalah pada penelitian penulis adalah : 10 1. Faktor makroekonomi apa saja yang mempengaruhi penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) terhadap indikator makroekonomi di Indonesia, dalam hal ini inflasi, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah uang beredar? 3. Bagaimana implikasi kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) di Indonesia. 2. Menganalisis pengaruh penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) terhadap indikator makroekonomi di Indonesia, yaitu inflasi, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah uang beredar. 3. Menganalisis implikasi kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan mengenai sumber pembiayaan yang efektif untuk mengatasi masalah makroekonomi Indonesia, yaitu pengangguran, inflasi, serta pertumbuhan ekonomi. 11 2. Bagi akademisi, penelitian ini bisa dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang hal terkait lebih dalam lagi dan sebagai wadah dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meguntungkan, berinvestasi berisiko rendah, pada dan instrument dapat yang “halal”, membantu program pembangunan pemerintah yang didasari pada tujuan penerbitan sukuk. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup data penerbitan sukuk yang dapat dilihat dari total nilai emisi sukuk korporasi dan sukuk Negara (SBSN). Nilai emisi sukuk korporasi merupakan total penjumlahan antara emisi sukuk yang masih beredar (outstanding) dan nilai emisi sukuk yang sudah dilunasi. Untuk nilai emisi sukuk negara (SBSN) merupakan nilai emisi sukuk yang masih beredar (outstanding) di pasar. Indikator makroekonomi Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu inflasi yang dapat dilihat dari Indeks Harga Konsumen (IHK), pengangguran yang dapat dilihat dari pengangguran terbuka, dan pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari PDB menurut lapangan usaha atas tahun konstan, dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Data penelitian ini juga dibatasi dari Mei tahun 2006 sampai dengan Desember tahun 2010 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Konsep 2.1.1. Konsep Ekonomi Islam “Dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan.” (Q.S Al-Najm [53] : 48) Dalam ekonomi Konvensional, motif aktivitas ekonomi mengarah pada pemenuhan keinginan individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan factor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah yang dihadapinya adalah kelangkaan dan pilihan. Dalam ekonomi Islam, aktivitas ekonomi diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar yang ada batasnya dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang tak terbatas (lihat surat Q.S Lukman [31] : 20). Prinsip-prinsip ekonomi islam yaitu, 1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan 2. Menjalankan usaha-usaha yang halal 3. Implementasi zakat 4. Penghapusan/pelarangan riba 5. Pelarangan maysir Perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi konvensional dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini. 13 Tabel 2.1. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Isu Sumber Motif Paradigma Pondasi Dasar Landasan Filosofi Harta Investasi Distribusi Kekayaan KonsumsiProduksi Mekanisme Pasar Pengawas Pasar Fungsi Negara Bangunan Ekonomi Ekonomi Islam Al-Qur‟an dan Al-Hadist Ibadah Shariah Muslim Falah Ekonomi Konvensional Daya pikir manusia Rasional materialism Pasar Manusia Ekonomi Utilitarian Individualism Pokok Kehidupan Bagi Hasil Zakat, Infaq, Shadaqah, Hibah, Hadiah, Wakaf, dan Warisan Mashlahah, Kebutuhan, dan Kewajiban Bebas dan dalam pengawasan Asset Bunga Pajak dan Tunjangan Al-Hisbah Penjamin Kebutuhan Minimal dan Pendidikan- pembinaan melalui Baitul Mal Bercorak perekonomian ril NA Penentu Kebijakan melalui departemen Egoisme, Materialisme, dan Rasionalisme Bebas Dikotomi Sektoral yang Sejajar Ekonomi Riil dan Moneter Sumber : Ascarya, 2006 2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah Uang merupakan alat tukar atau transaksi dan pengukur nilai barang dan jasa untuk memperlancar perekonomian. Uang bukan komoditi. Oleh karena itu motif memegang uang dalam islam adalah untuk bertransaksi dan berjaga-jaga bukan untuk spekulasi (Ascarya, 2006). Dalam sejarah islam, bentuk uang yang biasa digunakan adalah full bodied money atau uang instrinsik dan nilai instrinsiknya sama dengan nilai ekstrinsiknya (harga uang sama dengan nilainya). Pada masa ini jenis uang yang umum digunakan 14 adalah dinar emas seberat 4,25 gram dan dirham perak seberat 2,975 gram (Ascarya, 2006). 2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Saed, 1996 dalam Ascarya, 2006). Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadl) dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melihat jangka waktu (riba nasiah). Riba dayn berarti „tambahan‟, yaitu pembayaran “premi” atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan yang harusnya dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pengembalian pokok yang ditetapkan sebelumnya (Ascarya, 2006). Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam islam, maysir yang dimaksud adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berisiko (Ascarya, 2006). 2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga Dalam islam tidak dikenal adanya bunga karena hal tersebut merupakan bentuk riba yang diharamkan. Dalam islam yang ada hanyalah sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang merupakan bentuk kerja sama untuk melakukan kegiatan usaha antara pemilik modal yang memiliki kelebihan dana dengan pengusaha yang mengalami kekurangan dana. Sistem bagi hasil ini berbentuk mudharabah dan 15 musyarakah yang masing-masing beragam jenisnya (Ascarya, 2006). Perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil No. 1. Bunga Bagi Hasil Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan. Besarnya presentase didasarkan pada dana/modal yang dipinjamkan. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad sesuai dengan kemungkinan untung rugi. 2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Bunga dapat mengambang dan Rasio bagi hasil tetap tidak berubah besarnya berfluktuatif sesuai dengan selama akad masih berlaku, kecuali fluktuatif bunga patokan atau kondisi diubah atas kesepakatan bersama. ekonomi 4. Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada keuntungan dijanjikan tanpa pertimbangan dan kerugian usaha yang dijalankan. keuntungan / kerugian dari usaha yang dijalankan 5. Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat meningkat sekalipun keuntungan naik sesuai peningkatan keuntungan berlipat ganda. 6. Eksistensi bunga diragukan atau Tidak ada yang meragukan keabsahan dikecam oleh semua agama bagi hasil Sumber : Antonio, 2001 dalam Ascarya, 2006 ; diolah 2.1.2. Konsep Obligasi Syariah (SUKUK) 2.1.2.1.Pengertian SUKUK Menurut tim studi minat emiten di pasar modal Bapepam-LK (2009), pada dasarnya definisi sukuk yang berasal dari berbagai sumber literatur dapat dibagi menjadi dua, yaitu definisi secara etimologi dan definisi secara terminologi. Secara etimologi (bahasa), sukuk berasal dari bentuk jamak bahasa Arab dari kata “sakk” yang berarti sertifikat, perjanjian, atau instrumen hukum. Secara terminologi, sukuk dapat didefinisikan sebagai suatu sertifikat kepercayaan atas kepemilikan atau 16 sertifikat investasi atas kepemilikan sesuatu, dengan masing-masing sakk menunjukkan kepentingan kepemilikan yang proporsional dan tidak dapat dipisahkan dalam suatu aset atau kumpulan aset. Berikut ini akan dijelaskan definisi sukuk secara terminologi menurut AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions), DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia), dan Bapepam-LK. AAOIFI dalam Shari‟a Standard No.17 mendefinisikan sukuk sebagai berikut “Investment Sukuk are certificates of equal value representing undivided share in ownership of tangible assets, usufructs and services, or (in the ownership of) the assets of particular projects or special investment activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the closing of subscription and the employment of funds received for the purpose for which the sukuk were issued”. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa sukuk merupakan sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu. DSN-MUI dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-MUI/IX/2002, mendefinisikan obligasi syariah (sukuk) sebagai berikut “….suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi 17 hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.” Selanjutnya, menurut Bapepam-LK dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai berikut “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas: 1. Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat); 2. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada; 3. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada; 4. Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan/atau 5. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”. 2.1.2.2. Karakteristik SUKUK Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir. 18 Berikut akan dijabarkan secara rinci karakteristik sukuk: 1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title) 2. Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan 3. Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir 4. Penerbitannya melalui special purpose vehicle (SPV) 5. Memerlukan underlying asset 6. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah Perbedaan sukuk dengan obligasi konvensional akan ditunjukkan oleh tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3. Perbandingan Sukuk dan Obligasi Deskripsi Penerbit Sifat Instrumen Penghasilan Jangka waktu Underlying asset Pihak yang terkait Price Investor Pembayaran pokok Penggunaan hasil penerbitan Sukuk Pemerintah, Korporasi Sertifikat kepemilikan/penyertaan atas suatu aset Imbalan, bagi hasil, margin Pendek – menengah Perlu Obligor, SPV, investor, Trustee Market Price Islami, konvensional Bullet atau amortisasi Harus sesuai syariah Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia Obligasi Pemerintah, Korporasi Instrumen pengakuan utang Bunga/kupon, capital gain Pendek - menengah Tidak perlu Obligor/issuer, investor Market Price Konvensional Bullet atau amortisasi Bebas 19 2.1.2.3. Jenis SUKUK Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, jenis-jenis Sukuk yang telah mendapatkan endorsement dari AAOIFI yaitu: 1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah di mana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease. Gambar 2.1 berikut menunjukkan ringkasan sederhana skema struktur generik sukuk ijarah. Penyewaan kembali asset 3 Penerbitan Sukuk 2 Penjualan aset 1 Emiten /Obligor SPV (Penerbit) Investor Purchase and Sale Undertaking 4 5 Sumber : Direktorat Jendral Pembiayaan Utang, 2012 (diolah) Gambar 2.1. Skema Sukuk Ijarah Keterangan : 1. SPV dan Obligor melakukan transaksi jual-beli aset, disertai dengan Purchase and Sale Undertaking di mana obligor menjamin untuk membeli kembali aset 20 dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset kepada obligor, pada saat sukuk jatuh tempo atau dalam hal terjadi default. 2. SPV mendistribusikan penerbitan sukuk kepada investor untuk membiayai pembelian aset. 3. Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa (Ijara Agreement) dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor sukuk yang diterbitkan. Berdasarkan servicing agency agreement, Obligor ditunjuk sebagai agen yang bertanggung jawab atas perawatan aset 4. Obligor membayar sewa (Imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa sewa. 5. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada para investor. 6. Pada saat jatuh tempo, SPV melakukan penjualan kembali aset kepada obligor senilai nominal sukuk. Kemudian hasil penjualan aset tersebut digunakan SPV untuk melunasi sukuk kepada investor. 2. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak. 3. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah di mana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan 21 pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal. Gambar 2.2 menunjukkan skema struktur sukuk mudharabah. 1 Investor / Pemodal / Shahib Al-Maal 2 Emiten / Korporasi / Mudharib Kegiatan Usaha Nisbah Nisbah Bagi Hasil Pendapatan Modal Sumber : Huda, Nurul dan Mustafa Edwin, 2008 Gambar 2.2. Skema Sukuk Mudharabah Keterangan : 1. Investor menyerahkan modal untuk kegiatan usaha 2. Emiten menyerahkan keterampilan melakukan operasional dalam kegiatan usaha 3. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut akan dibagi sesuai nisbah masing-masing yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian yang terjadi sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemilik modal, dalam hal ini investor. 4. Pada saat jatuh tempo, modal pokok akan dikembalikan ke para investor. 22 4. Istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna‟ di mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang sehingga barang yang akan diproduksi tersebut menjadi milik pemegang sukuk. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan. Dari awal penerbitannya pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2010, jenis akad sukuk yang diterbitkan di Indonesia hanya terdiri dari sukuk mudharabah dan sukuk ijarah (sale and lease back) dengan presentase masing-masing 2 persen dan 98 persen. Dalam penelitian ini juga hanya terbatas pada analisis mengenai sukuk mudharabah dan sukuk ijarah karena disesuaikan oleh data yang tersedia. 2.1.3. Konsep Indikator Makroekonomi 2.1.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan ekonomi untuk penduduknya, dimana kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan ekonomi yang ada. Konsep pertumbuhan ekonomi masih digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemajuan ekonomi suatu negara. Adapun indikator yang umum digunakan untuk mengukur petumbuhan ekonomi suatu negara adalah pendapatan nasional. 23 Menurut Huda et al (2008), secara sederhana pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu, biasanya satu tahun. Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu : a. Pendekatan Produksi (Gross Domestic Product/ GDP) Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua sector produksi. Penggunaan konsep nilai tambah dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda. b. Pendekatan Pengeluaran (Gross National Product/ GNP) Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi, yaitu rumah tangga berupa konsumsi, perusahaan berupa investasi, pengeluaran pemerintah, serta pengeluaran ekspor dan impor. c. Pendekatan Pendapatan (Net National Product/ NNP) Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal yang ada selama periode tertentu. Pendapatan nasional juga terbagi ke dalam dua hal, yaitu: a. GDP Nominal: mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada periode tersebut (current price). 24 b. GDP Ril : mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang ditentukan (harga pada tahun dasar/ harga konstan) Semua pendekatan pendapatan nasional di atas merupakan pendekatan ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa pendapatan nasional dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara. Namun pada kenyataannya GDP merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna karena tidak menghitung produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri (tidak masuk ke pasar), nilai waktu istirahat, bencana alam, serta polusi. Berbeda dengan ekonomi konvensional, ekonomi islam menggunakan parameter falah dalam tujuan kegiatan perekonomiannya. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen ruhaniah masuk ke dalamnya. Ekonomi islam harus menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sistem islam (Mannan, 1984 dalam Huda et al, 2008). Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam, yaitu penyebaran pendapatan individu rumah tangga, produksi di sektor pedesaan, kesejahteraan ekonomi islami, dan perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah. 2.1.3.2.Jumlah Uang Beredar Menurut teori ekonomi klasik, penawaran uang merupakan persediaan uang total dalam ekonomi yang terdiri dari mata uang dalam peredaran dan deposito dalam 25 perkiraan tabungan dan giro. Penawaran uang yang terlalu banyak dibandingkan keluaran atau output barang yang dihasilkan akan cenderung mendorong naiknya suku bunga, naiknya harga, dan berkurangnya produksi serta menyebabkan pengangguran tenaga kerja dan penggunaan kapasitas pabrik (Huda, et al ; 2008). Dalam perekonomian modern, jumlah uang beredar dikendalikan oleh Bank Sentral selaku pemegang otoritas moneter. Penciptaan uang beredar ini merupakan suatu mekanisme pasar, yakni merupakan suatu proses hasil interaksi antara permintaan dan peawaran uang, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu keputusan pemerintah belaka (Boediono, 1985 dalam Vimala, 2005). Komposisi jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat kita bedakan menjadi dua bagian. Pertama adalah uang beredar dalam pengertian sempit, yang digunakan untuk transaksi yaitu M1 (narrow money). Kedua adalah uang beredar dalam arti luas yang biasa disebut dengan M2 (broad money). Persamaan yang menunjukkan jumlah uang beredar ini adalah : M1 = C + DD ……………………………………………………. ( 2.1 ) M2 = M1 + QM ..….……………………………………………….. ( 2.2 ) QM=SD+TD ..…………………………………………………... ( 2.3 ) M1 meliputi uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang kartal (C) merupakan jumlah semua uang yang beredar di luar bank sentral, baik uang kertas maupun uang logam. Uang giral (DD) merupakan saldo rekening koran (giro) milik masyarakat yang disimpan di perbankan. M2 merupakan jumlah M1 dengan uang kuasi (quasy money), yang bentuknya adalah simpanan tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit). Menurut teori kuantitas uang, jika 26 jumlah uang yang beredar melebihi permintaannya maka salah satunya akan menyebabkan inflasi. Pada akhirnya perlu suatu instrumen yang dapat mengatur jumlah uang beredar. Instrumen yang digunakan oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang beredar di antaranya yaitu: a. Operasi Pasar Terbuka (open market operation) Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sental menjual surat berharga pasar uang (SPBU), begitu juga sebaliknya. b. Cadangan Minimum (reserve requirement) Cadangan minimum yang dimaksud di sini adalah cadangan minimum yang dimiliki oleh bank umum. Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sentral dapat membuat kebijakan menambah besaran cadangan minimum yang dimiliki bank umum, begitu juga sebaliknya. c. Discount Rate Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sentral harus meningkatkan suku bunga Bank Indonesia (SBI) d. Moral Situation Merupakan kebijakan yang bersifat sugesti yang dilakukan oleh Bank Sentral pada bank umum untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga guna menambah atau menurunkan jumlah uang beredar. Dari instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk mengatasi jumlah uang beredar tersebut, salah satunya dapat menggunakan sukuk. Sukuk merupakan surat 27 berharga alat yang dapat digunakan dalam operasi pasar terbuka. Diterbitkannya sukuk oleh pemerintah dan korporasi dapat menarik jumlah uang beredar pada masyarakat. 2.1.3.3. Inflasi Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga barangbarang secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu cukup lama. Seiring dengan kenaikan harga barang-barang tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut (Boediono, 1985). Menurut Friedman dalam Mankiw (2002), inflasi selalu dan dimanapun merupakan suatu fenomena moneter dan terjadi apabila kenaikan jumlah uang yang beredar lebih cepat dari output. Menurut Huda et all (2008) inflasi biasanya diekspresikan sebagai perubahan angka indeks. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka sepuluh persen setahun; inflasi sedang antara sepuluh persen s.d. tiga puluh persen setahun; berat antara tiga puluh persen s.d. seratus persen setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas seratus persen setahun. Tingkat harga yang melambung sampai seratus persen atau lebih dalam setahun (hiperinflasi) menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga mereka cenderung menyimpan aktivanya dalam bentuk lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya nilainya bertahan di masa-masa inflasi. Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur inflasi, yaitu : 28 a. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Customer Price Index (CPI) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. c. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga. Terdapat berbagai macam jenis inflasi. Beberapa kelompok besar dari inflasi adalah : a. Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya. b. Cost-push inflation, disebabkan oleh adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, 29 perkebunan), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan dua hal, yaitu (1) kenaikan harga, misalnya bahan baku dan (2) kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang. c. Demand-pull inflation, disebabkan oleh adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan d. Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah maka kenaikan inflasi akan terus berlanjut. 30 Dari faktor penyebab inflasi yang telah diuraikan di atas, sukuk sebagai surat berharga yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun korporasi dapat berpengaruh dalam penarikan jumlah uang beredar di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan penawaran uang lebih kecil dari permintaannya, sehingga secara tidak langsung penerbitan sukuk dapat mengatasi inflasi yang terjadi. Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara inflasi dan penerbitan sukuk. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi Sumatera Utara, inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara. 2.1.3.4.Pengangguran Terbuka Menurut BPS, mulai tahun 2000 definisi penduduk usia kerja merupakan penduduk berumur 15 tahun dan lebih. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran). Pengangguran terbuka (open unemployment) terdari dari : (1) angkatan kerja yang mencari pekerjaan, (2) angkatan kerja yang mempersiapkan usaha, (3) angkatan kerja yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, (4) angkatan kerja yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Menurut Lipsey (1997), bila pendapatan nasional berubah, volume kesempatan kerja (employment) dan volume pengangguran (unemployment) juga berubah. Pengangguran mengikuti jalur siklis, naik selama periode resesi dan turun 31 dalam periode ekspansi bisnis. Berdasarkan alasannya, pengangguran dibedakan menjadi pengangguran siklis, friksional, dan struktural. Pengangguran friksional, dan struktural terjadi pada kondisi NAIRU (NonAccelerating Inflationary Rate of Unemployment) atau biasa disebut angka pengangguran alamiah. Pengangguran siklis merupakan pengangguran yang disebabkan tidak tersedianya lapangan pekerjaan meskipun para pekerja dibayar dengan tingkat upah yang berlaku. Pengangguran ini terjadi pada senjang resesi. Pengangguran jenis ini dapat dikendalikan dengan kebijakan stabilisasi melalui ekspansi kebijakan fiskal dan moneter. Pengangguran friksional merupakan pengangguran yang diakibatkan oleh perputaran (turnover) normal tenaga kerja. Orang-orang yang menganggur sambil mencari pekerjaan termasuk jenis pengangguran friksional. Cara mengendalikan pengangguran jenis ini yaitu dengan meningkatkan pengetahuan pekerja tentang peluang-peluang pasar. Pengangguran struktural merupakan pengangguran yang terjadi karena ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja dan struktur permintaan akan tenaga kerja. Pengangguran ini dapat dikendalikan dengan cara menahan perubahan yang menyertai pertumbuhan dan menerima perubahan itu serta mencoba mempercepat langkah penyesuaian. Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara penerbitan sukuk dengan tingkat pengangguran. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi terhadap penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara. 32 2.1.3.5.Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menurut peraturan Bank Indonesia No 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dikeluarkannya peraturan Bank Indonesia tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini ditujukan sebagai salah satu instrument operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Perhitungan besar bonus yang diberikan pada SBIS maengacu pada tingkat diskonto hasil lelang SBI berjangka waktu sama yang diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS. Suku bunga mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi yang dilakukan masa kini dengan hasil yang diperoleh pada masa yang akan datang (Mankiw, 2006). Suku bunga terbagi menjadi dua, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang dibayar bank atau investor. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang diukur dengan kenaikan daya beli atau sudah memperhatikan nilai inflasi. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. 33 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011), tingkat suku bunga yang cenderung menurun akan menjadi momentum bagi para emiten, baik korporasi BUMN dan swasta maupun pemerintah untuk menerbitkan obligasi. Dengan turunya tingkat suku bunga, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga atau kupon menjadi lebih rendah sehingga obligasi yang diterbitkan menjadi bertambah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara tingkat suku bunga Bank Indonesia dengan penerbitan obligasi pemerintah adalah negatif. 2.2. Tinjauan Teori 2.2.1. Teori Investasi Menurut Mankiw (2006) investasi adalah barang-barang yang dibeli oleh individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Menurut Lipsey (1997) investasi adalah pengeluaran barang yang tidak dikonsumsi saat ini, dimana berdasarkan periode waktunya investasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan investasi jangka panjang. Tujuan individu atau perusahaan yang melakukan investasi adalah untuk memperoleh kesejahteraan bagi dirinya atau perusahaan tersebut. 2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan endogen merupakan kritik dari model pertumbuhan solow yang menunjukkan bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan memengaruhi output barang dan jasa suatu negara. Pertumbuhan persediaan modal memengaruhi 34 output secara positif, pertumbuhan angkatan kerja memengaruhi secara negatif, dan kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen yang diasumsikan tetap. Sedangkan untuk teori pertumbuhan endogen menjelaskan tingkat kemajuan teknologi yang memengaruhi output nasional secara positif. Jika output dan barang suatu negara tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan yang positif. 2.2.3. Teori Kuantitas Uang Teori ini merupakan teori ekonomi klasik yang berasal dari salah satu ahli moneter pertama, yaitu David Hume (1711-1776). Teori ini dapat dijadikan alat utama untuk menjelaskan pengaruh uang terhadap ekonomi dalam jangka panjang. Hubungan antara transaksi dan uang ditunjukkan oleh persamaan yang disebut persamaan kuantitas, sebagai berikut : MxV=PxT ............................................................................... (2.4) Sisi kanan persamaan kuantitas menyatakan transaksi. T menunjukkan total jumlah transaksi selama periode waktu tertentu. P adalah harga dari suatu transaksi. Sisi kiri persamaan kuantitas menyatakan uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. M adalah kuantitas uang. V adalah perputaran uang. Persamaan ini menunjukkan jika kuantitas uang meningkat dan perputaran uang tidak berubah, dalam hal ini jumlah uang beredar meningkat maka akan menyebabkan harga atau output nasional meningkat. Penerbitan sukuk khususnya sukuk negara dapat dijadikan pemerintah sebagai instrumen dalam operasi pasar terbuka untuk mengurangi jumlah uang beredar. 35 Sampai saat ini, untuk mengurangi jumlah uang beredar melalui operasi pasar terbuka pemerintah hanya menggunakan instrument Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Standing Facility yang terdiri atas Fasilitas Simpanan Bank Indonesia, Fasilitas Pembiayaan, dan SBI Repo baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat syariah, serta Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik yang bersifat syariah dan konvensional. Hal ini menyebabkan penerbitan sukuk belum memberikan dampak terhadap jumlah uang beredar di Indonesia. 2.2.4. Hubungan antara Penerbitan Sukuk dan Indikator Makroekonomi Sukuk merupakan surat berharga syariah yang dapat menjadi arus sumbersumber keuangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai emiten untuk memperluas usaha (membangun pabrik) dan negara untuk pembangunan suatu proyek, serta dapat menjadi tujuan investasi bagi para investor sukuk (masyarakat). Hal ini tentu akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Menurut Keynes dalam The General Theory, investasi (I) merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pengeluaran nasional (Mankiw, 2007). Karena sukuk merupakan instrumen investasi pada sektor ril, maka ketika penerbitan sukuk diperbanya akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya akan menyebabkan kurva output nasional (AE0) bergeser ke atas (AE1). Hal ini kemudian akan ditransmisikan ke kurva keseimbangan pasar uang (LM) dan pasar barang (IS). Pergeseran kurva output nasional ke atas (AE0 ke AE1) menyebabkan pergeseran kurva pada pasar barang (IS) ke kanan (IS0 ke IS1). Pergeseran kurva IS ini akan menggeser keseimbangan pasar uang dan pasar barang (Y0* ke Y1*) sehingga 36 ketika IS bergeser ke kanan maka akan menyebabkan naiknya tingkat bunga (ro ke r1). Hal ini ditransmisikan kembali ke kurva keseimbangan agregat supply (AS) dan agregat demand (AD). Pergesaran kurva IS ke kanan (IS0 ke IS1) menyebabkan bergesernya kurva AD ke kanan (AD0 ke AD1) sehingga menyebabkan harga (P0*) dan output (Y0*) keseimbangan meningkat (P0* ke P1*) yang berarti terjadi inflasi dan pertumbuhan pendapatan nasional. Meningkatnya AD ditansmisikan ke kurva philiph sehingga menyebabkan menurunnya jumlah pengangguran (U0 ke U1). Transmisi kurva ini dapat dilihat pada lampiran 1. 2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai perekonomian syariah, mulai banyak diminati. Mulai dari industri perbankan syariah beserta produknya sampai dengan lembaga keuangan lainnya beserta produknya. Walaupun yang secara khusus membahas tentang hubungan obligasi syariah (sukuk) dengan indikator makroekonomi masih sangat jarang, namun penulis tetap berusaha untuk melakukan penelitian ini dengan tetap mengacu pada penelitian sebelumnya. Penulis mengacu pada penelitian tentang obligasi konvensional yang kemudian diaplikasikan ke obligasi syariah (sukuk). Berikut adalah beberapa penelitian tentang obligasi syariah (sukuk) dan hubungannya dengan perekonomian. Engen dan Skiner (1992), melakukan penelitian dengan menggunakan data cross section dari 107 negara pada periode 1970-1985 yang mengembangkan sebuah general model kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menyimpulkan bahwa penerapan anggaran berimbang dengan meningkatkan Pengeluaran 37 Pemerintah dan Penerimaan Pajak, diprediksi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Litbang Provinsi Sumatera Utara pada tahun (2005) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan Pembangunan” menggunakan regresi berganda. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel pendapatan perkapita, tingkat ekspor, dan variabel inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variable pengangguran tidak berpengaruh nyata secara negatif Kinerja ekonomi Pempropsu memberi dorongan peluang positif terhadap penerbitan Obligasi daerah. Lubis (2009), meneliti tentang pengaruh nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP berpengaruh simultan dan signifikan terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Siahaan (2006), menganalisis pengaruh inflasi dan suku bunga SBI terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka Rekapitalisasi perbankan. Dengan menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square pada periode 1989-2005, menyimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011) menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang 38 memengaruhi obligasi pemerintah di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Variabel penerimaan negara tahun sebelumnya, pengeluaran pemerintah, pinjaman luar negeri pemerintah dan suku bunga SBI secara bersama-sama mampu memengaruhi penerbitan obligasi pemerintah Indonesia, signifikan pada α = 1%. Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap penerbitan obligasi pemerintah, sedangkan penerimaan negara tahun sebelumnya, pinjaman luar negeri pemerintah dan suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap penerbitan obligasi pemerintah Indonesia. 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual Perkembangan Pesat Obligasi Syariah (SUKUK) di Indonesia Sukuk Global (SBSN) Sukuk Korporasi Model VAR/VECM Masalah Makroekonomi Inflasi Penganggura n Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan Ekonomi Sumber : Penulis, 2012 Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual Bonus SBIS 39 2.5. Hipotesis Berdasarkan penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan dirumuskan beberapa hipotesia. Adapun hipotesis pada penelitian ini yaitu : 1. Variabel penerbitan sukuk dipengaruhi oleh variabel GDP, jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS. 2. Variabel GDP berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk. 3. Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk. 4. Variabel pengangguran terbuka tidak berpengaruh secara negatif terhadap penerbitan sukuk. 5. Variable inflasi tidak berpengaruh secara positif terhadap penerbitan sukuk. 6. Sukuk berdampak pada GDP yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, pengangguran, CPI yang menggambarkan menggambarkan jumlah uang beredar. inflasi, dan M2 yang 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan Mei 2006 – Desember 2010 yang merupakan data jumlah total nilai emisi sukuk, Indeks Harga Konsumen (IHK), jumlah pengangguran terbuka, Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah uang beredar (M2), dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Semua data ini diperoleh yang di peroleh dari instansi-instansi terkait, yaitu Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Pusan Statistik (BPS), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), dan sumber lainnya. Table 3.1. Variabel, Notasi, dan Sumber Data Variabel Total Nilai Emisi Sukuk Notasi Satuan LnSukuk Milyar Rupiah Sumber Data Bapepam-LK dan Direktorat Utang Kemenkeu Indeks Harga Konsumen LnIHK Indeks SEKI-BI Pengangguran Terbuka LnPT Jiwa BPS Gross Domestic Product LnPDB Milyar Rupiah SEKI-BI Jumlah Uang Beredar LnM2 Milyar Rupiah SEKI-BI Bonus SBIS LnSBIS Persen SEKI-BI 41 3.2. Metode Analisis Penelitian ini terdiri dari metode kuantitatif dan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan kondisi perkembangan sukuk di Indonesia dan kondisi makroekonomi di Indonesia sebelum diterbitkannya sukuk. Metode kuantitatif digunakan untuk pengujian model Vector Autoregressive (VAR) yang akan dipakai untuk menganalisis dampak penerbitan sukuk terhadap indicator makroekonomi Indonesia. Jika variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada first difference-nya maka akan menggunakan metode kuantitatif Vector Error Correction Model (VECM). Menurut Arsana (2005) dalam Firdaus (2011), alat analisa yang disediakan oleh VAR/VECM dilakukan melalui empat macam penggunaannya, yakni : 1. Forecasting : ekstrapolasi nilai saat ini dan nilai masa depan seluruh variable dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu dari variable tersebut. 2. Impulse Respons Function (IRF) : melacak respon saat ini dan masa depan dari setiap variable akibat shock atau perubahan suatu variable tertentu. 3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) : sebagai prediksi kontribusi persentase varians setiap variable terhadap perubahan suatu variable tertentu. 4. Granger Causality Test : untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variable. Untuk melihat tahapan proses pengolahan data dengan menggunakan VAR/VECM dapat dilihat dari gambar di bawah ini : 42 Sumber : Azam Noer Achsani (2011) Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun data yang dikumpulkan adalah data-data yang secara umum dianggap relevan dan mempunyai hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Langkah kedua adalah pengujian akar unit dari seluruh data yang sudah terkumpul. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengujian akar unit ini biasannya dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Adapun tujuan dari pengujian akar unit ini adalah untuk menguji stasioneritas dan derajat integritas dari variabel tersebut. Jika seluruh data bersifat stasioner pada level, maka kita bisa langsung melakukan estimasi VAR terhadap data tersebut. Apabila data yang ada tidak stasioner pada level maka akan dilakukan uji kointegrasi pada level dan apabila 43 hasilnya terkointegrasi, maka dapat dilakukan estimasi terhadap data menggunakan estimasi VECM. Karena pada penelitian ini hampir semua data tidak stasioner pada data levelnya maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah estimasi pada model VECM. Model VAR hanya digunakan untuk pengujian FEDV dan IRF. 3.2.1. Metode Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model (VECM) adalah VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada first difference atau I(1). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Oleh karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang. Adapun spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut : Δyt = µ0x + µ1xt + πxyt-1 + Δyt-I + t …………………………………… di mana : yt = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian µ0x = vector intercept µ1x = vector koefisien regresi t = time trend πx = αx βy di mana b‟ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang yt-1 = variabel in-level ( 3.2 ) 44 Γix = matriks koefisien regresi k -1 = ordo VECM dari VAR εt = error term 3.2.2. Pengujian Sebelum Estimasi Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM terlebih dahulu harus dilakukan beberapa pengujian. Berikut ini adalah beberapa pengujian yang harus dilakukan: 1. Uji Stasioneritas Data Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan metode Augmented Dickey Fuller (ADF) sesuai dengan bentuk tren deterministik yang dikandung oleh setiap variabel. Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon critical values-nya maka data telah stasioner pada taraf nyata sebesar lima persen atau satu persen. Dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari taraf satu persen, lima persen, dan sepuluh persen maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series non stasioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk first difference atau VECM. Keberadaan variabel non stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan pengujian unit root terkait dengan the power of test. 45 Penentuan Lag Optimal 2. Untuk memperoleh panjang selang yang tepat, maka perlu dilakukan tiga bentuk pengujian secara bertahap. Pada tahap pertama akan dilihat panjang selang maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil atau stasioner jika seluruh akar unitnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991). Pada tahap kedua, panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat selang yang terpilih adalah panjang selang menurut kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SC). Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat selang tersebut optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka pemilihan dilanjutkan pada tahap ketiga. Selain melalui kriteria AIC, pemillihan lag optimum juga dapat dilakukan berdasarkan Schwarz Information Criterion (SC). Pada tahap terakhir, nilai Adjusted R2 variabel VAR dari setiap kandidat selang dibandingkan dengan penekanan pada variabel-variabel penting dalam model VAR tersebut. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting dalam sistem. 3. Pengujian Hubungan Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Salah satu syarat agar 46 tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi di sekitar nol. Dengan kata lain, error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi, seperti Eagle-Granger Cointegration Test, Johansen Cointegration Test, dan Cointegration Regression Durbin-Watson Test. Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. 4. Uji Stabilitas Model VAR Dalam prakteknya, stabilitas sistem VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR roots-nya, jika seluruh nilai AR roots-nya di bawah satu, maka sistem tersebut stabil. 5. Bentuk Urutan Variabel (ordering) Kebutuhan bentuk urutan variabel sesuai dengan uji kausalitas hanya terjadi jika nilai korelasi residual antar variabel di dalam sistem secara mayoritas (lebih dari 50 persen) menjadi 0,2. Jika mayoritas nilai korelasi antar variabelnya bernilai di atas 0,2 maka spesifikasi urutan variabel sesuai dengan teori ekonomi atau uji kausalitas perlu dilakukan. Jika hasilnya yang ditemukan kontradiktif atau sebaliknya, maka bentuk urutan yang tepat tidak perlu dipermasalahkan. 3.3. Model Penelitian Dalam penelitian ini akan mengkaji hubungan antara sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia baik hubungan jangka pendek maupun hubungan jangka panjang sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut : 47 LnSukukt = LnSukukt-i + LnIHKt-i + t-i + + LnPDBt-i LnSBISt-i + + LnM2t-i + t di mana : Ln Sukuk = Total Nilai Emisi Penerbitan Sukuk Ln PDB = Gross Domestic Product Ln M2 = Jumlah Uang Beredar Luas Ln IHK = Indeks Harga Konsumen Ln PT = Pengangguran Terbuka Ln SBIS = Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah 3.4. Definisi Operasional Dalam penelitian ini defisnisi operasional dari setiap variabel yang dipakai, yaitu : 1. Penawaran Sukuk Variabel penawaran sukuk yang dipakai dalam penelitian ini merupakan total jumlah nilai emisi sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan sukuk negara yang masih beredar (outstanding). Total nilai emisi sukuk korporasi terdiri dari sukuk yang sudah dilunasi dan sukuk yang masih beredar di pasar (outstanding). Total nilai emisi sukuk Negara (SBSN) hanya terdiri dari total sukuk yang masih beredar di pasar (outstanding) karena diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 dan memiliki waktu jatuh tempo pada tahun 2015. 48 2. Inflasi Variabel inflasi yang dipakai dalam penelitian ini merupakan indeks harga konsumen (IHK) gabungan di 66 kota di Indonesia. Sejak tahun 2004, IHK dihitung berdasarkan tahun dasar 2002 (2002 = 100) di 45 kota. Sejak bulan Juni 2008, IHK dihitung berdasarkan tahun dasar 2007 (2007 = 100) di 66 kota. 3. Pengangguran Terbuka Setelah tahun 2000, yang dimaksud jumlah pengangguran terbuka merupakan angkatan kerja yang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Angkatan kerja mulai tahun 2000 dihitung berdasarkan penduduk usia kerja 15 tahun atau lebih. Data pengangguran terbuka dalam penelitian ini pun mendapatkan perlakuan karena data yang diterbitkan oleh BPS merupakan data semesteran. Perlakuan yang dilakukan untuk data semesteran tersebut menggunakan metode Qubic’s Plien pada software e-views, sehingga data semesteran tersebut menjadi data bulanan dan memudahkan dalam melakukan estimasi. 4. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang dipakai dalam penelitian ini merupakan indikasi dari pendapatan nasional yang mengalami peningkatan atau penurunan yang dapat dilihat dari jumlah total GDP menurut lapangan usaha atas harga konstan 2000. Data GDP dalam penelitian ini pun mendapatkan perlakuan karena data yang diterbitkan oleh BPS merupakan data kuartalan. Perlakuan yang dilakukan untuk data kuartalan 49 tersebut menggunakan metode Qubic’s Plien pada software e-views, sehingga data kuartalan tersebut menjadi data bulanan dan memudahkan dalam melakukan estimasi. 5. Jumlah Uang Beredar Variabel jumlah uang beredar yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data bulanan uang beredar luas (M2) yang merupakan penjumlahan antara uang beredar sempit (M1) dengan uang kuasi. Uang beredar sempit (M1) terdiri dari Uang Kartal di Luar Bank Umum dan BPR serta Simpanan Giro Rupiah. 6. Bonus SBIS Variable Bonus SBIS yang digunakan dalam penelitian ini berupa data bulanan dan dinyatakan dalam satuan persen. 50 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Obligasi Syariah (Sukuk) di Indonesia 4.1.1. Sejarah Sukuk dan Perkembangan Sukuk Dunia Sukuk pertama kali diperkenalkan di daerah Timur Tengah pada abad pertengahan yang dipergunakan dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk berasal dari bentuk jamak “Sakk” dalam Bahasa Arab yang berarti sertifikat atau surat kepemilikan. Kata tersebut kemudian menjadi asal dari kata “Cheque” dalam Bahasa Eropa yang berarti dokumen yang merepresentasikan sebuah kontrak (contracts) atau pengalihan kepemilikan (conveyance of rights), obligasi (obligations) atau kewajiban yang harus dipenuhi (monies done) berdasarkan prinsip syari‟ah. Sukuk digunakan secara luas oleh masyarakat pada zaman itu dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersil.4 Dalam perkembangannya, upaya mengembangkan dan meluncurkan kembali surat berharga yang serupa obligasi syari‟ah dilakukan di Negara Yordania pada tahun 1978. Pemerintah setempat memberikan izin kepada Bank Islam Jordan untuk menerbitkan obligasi islam yang dikenal dengan obligasi mukharadah. Hal ini menjadi inspirasi bagi Negara Pakistan yang pada akhirnya menerbitkan undangundang (UU) khusus yang disebut Peraturan tentang Perusahaan Mudarabah dan Aturan Pengembangan dan Kontrol Mudarabah 1980. 4 Nur Kholis, 2011. SUKUK : Instrument yang Halal dan Menjanjikan 51 Sayangnya kedua upaya ini tidak diikuti oleh infrastruktur yang sesuai dan transparansi di dalam pasar sehingga tidak menghasilkan aktivitas yang berarti. Penerbitan obligasi Islam yang pertama kali sukses adalah Government Investment Issues (GII) –sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate (GIC)– yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada 1983. Namun lagi-lagi pasar bagi sekuritas ini tidak berkembang karena inovasi yang lamban dan tidak adanya dukungan dari institusi finansial islami. Dalam perkembangannya, The Islamic Jurisprudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA - Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001, kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk si pasar keuangan Islam internasional. Hal ini menambah jumlah total nilai emisi sukuk pada tahun 2001 menjadi 250 juta dolar AS. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional. Struktur ini dianggap menarik oleh para investor dan peminjam karena merupakan kendaraan yang potensial untuk mengembangkan pasar modal syari‟ah. Hal ini menjadi pionir bagi penerbitan sukuk selanjutnya di pasar internasional yang terus bermunculan. Pada akhirnya perkembangan sukuk global internasional mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan. Hal ini ditunjukkan oleh tabel 4.1 di bawah ini. 52 Tabel 4.1. Perkembangan Sukuk Global Internasional tahun 2002-2007 Total Sukuk Issues (in USD mio) 2002 2003 By Currency MYR 3,974.69 2,839.18 USD 750.00 1,350.00 Other 167.58 91.74 Total 4,892.27 4,280.92 # of issues MYR 120 101 USD 2 3 Other 13 9 Total 135 113 Avg size MYR 33.12 28.11 USD 375.00 450.00 Other 12.89 10.19 Total 36.24 37.88 2004 2005 2006 2007 Total 3,744.93 1,700.00 324.38 5,769.31 5,005.72 2,465.00 123.39 7,594.11 7,015.00 10,155.00 955.00 18,125.00 11,239.00 8,780.00 10,784.00 30,803.00 33,818.52 25,200.00 12,446.09 71,464.61 190 4 11 205 275 9 4 288 260 13 3 276 211 17 24 252 1,157 48 64 1,269 19.71 425.00 29.49 28.14 18.20 273.89 30.85 26.37 26.98 781.15 318.33 65.67 53.27 516.47 449.33 122.23 29.23 525.00 194.47 56.32 % 47% 35% 17% 100% Source: Bloomberg, Dec-07 Pada tahun 2002 tercatat penerbitan sukuk dunia bernilai 4,9 milyar dolar AS. Total perkembangan yang terjadi sampai tahun 2007 menjadi senilai 71,5 milyar dolar AS meningkat sebanyak 14 kali lipat dari tahun 2002. Namun pada tahun 2008 terjadi penurunan yang drastis pada penerbitan sukuk global dunia yang hanya mencatat angka penjualan sebesar 14,1 milyar dolar AS. Pada tahun ini penjualan sukuk berkurang sebesar 54 persen jika dibandingkan dengan penjualan sukuk pada tahun 2007. Penjualan sukuk meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi senilai 20,2 milyar dolar AS. Kembali mengalami penurunan, pada 2010 penjualan sukuk global internasional tercatat hanya mencapai angka 17,1 milyar dolar AS menurun sebesar 15 persen dari penjualan di tahun 2009. Tercatat sampai Februari tahun 2011 total seluruh penerbitan sukuk global dunia dari tahun ke tahun mencapai angka 125,7 milyar dolar AS. Meningkat hampir dua kali lipatnya hanya dalam kurun waktu kurang dari empat tahun. 53 Perkembangan sukuk global ini didukung oleh regulator di kawasan Teluk dan Asia yang semakin kuat. Kini, makin banyak negara yang telah menerbitkan sukuk sebagai instrumen pembiayaan. Pada tahun 2007, ada sepuluh negara penerbit sukuk, padahal pada tahun 2001 baru ada dua negara. Negara penerbit sukuk dengan pangsa pasar terbesar di dunia ialah Malaysia dengan pangsa pasar sebesar 60 persen. Sementara Uni Emirat Arab menjadi pemimpin penerbit sukuk di Gulf Cooperation Countries (GCC) dengan total 26,8 miliar dolar AS dari 34 penerbitan antara 2000-2008. Diikuti dengan Bahrain yang mencatat 89 penerbitan sukuk senilai 4,5 miliar dolar AS di kurun waktu yang sama (Irawan Febrianto). Selain dukungan yang kuat dari pemerintah setempat, perkembangan pesat sukuk juga tidak terlepas dari kinerja sukuk itu sendiri. Perkembangan indeks surat berharga yang berbasis syariah (saham dan sukuk), kinerjanya lebih baik dibandingkan indeks surat berharga konvensional. Nilai nominal rata-ratanya juga terus meningkat, dari US$375 juta pada tahun 2002 menjadi US$516,47 juta pada 2007. Fenomena ini mencerminkan semakin pentingnya sukuk sebagai sumber pendanaan berskala besar dan semakin diterimanya sukuk sebagai alternatif investasi para investor global (Abida Muttaqiena, 2009). Anjloknya penerbitan sukuk global internasional pada tahun 2008 disebabkan oleh krisis ekonomi dan keuangan dunia serta pernyataan dari ulama fiqh, Maulana Taqi Usmani bahwa 85 persen penerbitan sukuk tidak sesuai syariah2. 4 Irfan Sauqi Beik, 2011. Memperkuat Peran Sukuk Negara dalam Pembangunan Ekomomi Indonesia dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/art4.pdf 54 Untuk tahun 2010, anjloknya penjualan sukuk disebabkan oleh kekacauan politik yang menyebabkan krisis di Timur Tengah sehingga orang-orang menjauh dari pasar sukuk Timur Tengah. Selain itu anjloknya penjualan sukuk pada tahun 2010 juga dikarenakan para investor lebih selektif memilih instrument investasi akibat gagal bayar Dubai World atas sebagian obligasinya pada tahun 2009 lalu (Sumber : Republika). 4.1.2. Kondisi dan Perkembangan Sukuk di Indonesia Tidak mau menyia-nyiakan potensi sukuk yang telah diterbitkan oleh negara tetangga Malaysia, Indonesia pun mulai melirik untuk turut serta menerbitkan sumber pendanaan dengan risiko yang rendah namun berpotensi besar tersebut. Diawali oleh PT Indosat Tbk yang menerbitkan sukuk korporasi pada 30 Oktober 2002 dengan akad mudharabah senilai 175 milyar rupiah. Namun pada saat itu belum ada regulasi yang memadai. Kerangka peraturan masih menggunakan Peraturan Penerbitan Efek Konvensional, dengan tambahan dokumen pernyataan kesesuaian syariah dari DSN MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia). Pada akhirnya diterbitkanlah Fatwa DSN MUI No.32 dan No.33 pada tahun 2002 sebagai basis penerbitan obligasi syariah. Sejak saat itu, penerbitan sukuk korporasi di Indonesia kian berkembang pesat. Berselang agak lama dengan penerbitan sukuk korporasi pertama, sukuk Negara (SBSN) seri IFR0001dan IFR0002 pun diterbitkan oleh pemerintah sebagai instrument pendanaan yang digunakan untuk membiayai defisit anggaran. Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008 sebagai dasar 55 hukum atas penerbitan SBSN. Sukuk ini diterbitkan pada 27 Agustus 2008 dengan akad akad ijarah senilai 2.714,7 dan 1.985 miliar rupiah. Sukuk seri IFR merupakan sukuk yang diterbitkan untuk investor institusi yang umumnya memiliki dana yang sukuk banyak untuk membeli sukuk. Selain untuk institusi, pemerintah juga menerbitkan sukuk untuk investor individual, yakni sukuk negara ritel. Sukuk jenis ini yang pertama terbit adalah SR001 yang diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009 senilai 5.556,29 milyar rupiah. Berikut akan disajikan penerbitan sukuk selanjutnya sampai tahun 2011. Tabel 4.2 Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia Tahun 2002 - 2011 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sukuk Korporasi Total Nilai (Rp Milyar) Total Jumlah Emiten Sukuk Global (SBSN) Total Nilai (Rp Milyar) 175,0 740,0 1394,0 1979,4 2179,4 3204,4 5498,4 7015,4 7815,4 7915,4 1 6 13 16 17 21 29 43 47 48 4699,7 14218,9 38500,0 62771,0 Total Nilai Emisi Sukuk Korporasi dan Negara (Rp Milyar) 175,0 740,0 1394,0 1979,4 2179,4 3204,4 10198,1 21234,3 46315,4 70686,4 Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2002 hingga tahun 2011, penerbitan sukuk mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan sebesar 40292 persen. Sukuk korporasi yang semula hanya diterbitkan oleh satu emiten senilai 175 milyar rupiah, pada tahun 2011 telah diterbitkan oleh 48 emiten dengan total nilai 7915,4 milyar rupiah. Jumlah nilainya 56 meningkat sepuluh kali lipat hanya dalam selang waktu tujuh tahun. Selain itu tercatat pula sukuk yang telah dilunasi senilai 2.039,4 oleh 17 emiten. Perkembangan yang lebih menggembirakan terjadi pada sukuk negara. Hal ini dikarenakan sukuk negara menghasilkan nilai multiplier yang sama dengan sukuk korporsi namun dengan waktu yang relatif lebih singkat. Sukuk negara yang semula hanya bernilai 4699,7 milyar rupiah menjadi 62.771 milyar rupiah pada tahun 2011. Karena baru berselang waktu empat tahun dari pertama kali diterbitkan dan baru jatuh tempo pada tahun 2015, sukuk ini belum ada yang dilunasi. Perkembangan penerbitan yang sangat menggembirakan ini tidak lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Tim Studi Minat Emiten di Pasar Modal faktor yang mempengaruhi penerbitan sukuk bagi para emiten sukuk korporasi dapat dikelompokan menjadi tiga faktor, dari yang paling kuat pengaruhnya, yaitu faktor eksternal, faktor internal ,dan faktor peraturan. Pertama, ditinjau dari faktor eksternal, faktor yang sangat berpengaruh bagi emiten sukuk dalam menerbitkan sukuk dipasar modal yaitu adanya kelebihan likuiditas pasar, ketersediaan informasi mengenai pasar modal syariah dan faktor benchmark risk free rate (SUN/SBSN), dan cost of fund. Kedua, ditinjau dari faktor internal, faktor yang sangat berpengaruh bagi emiten sukuk dalam menerbitkan sukuk dipasar modal yaitu faktor penerbitan sukuk dilakukan ketika industri keuangan syariah berkembang pesat. Hal ini berdasarkan karakteristik sektor industri, total aset, presentase saham publik, presentase kepemilikan asing dan debt to equity ratio. 57 Ketiga, faktor yang berkaitan dengan peraturan yaitu faktor adanya ketentuan bahwa aset/kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak bertentangan dengan prinsip syariah, faktor perlakuan perpajakan atas sukuk dan faktor kebijakan perusahaan dalam pendanaan (financing). Faktor-faktor yang mempengaruhi penerbitan sukuk negara oleh pemerintah Indonesia yaitu faktor pendanaan stimulus fiskal yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan untuk membiayai defisit APBN. Penawaran sukuk yang dilakukan oleh korporasi dan perusahaan juga dipengaruhi oleh permintaan pasar. Menurut Achsein (2004) dalam Huda, et al (2008), selain mengalami perkembangan yang terus meningkat, sukuk di Indonesia juga tidak luput dari tantangan dan kekurangan yang tak sedikit, diantarnya yaitu sosialisasi yang masih kurang, opportunity cost yang secara sederhana diterjemahkan sebagai “second best choice”, perdagangan obligasi syariah di pasar sekunder yang kurang likuid karena merupakan investasi jangka panjang. Hal ini dibuktikan oleh porsi sukuk yang diterbitakan di Indonesia sampai September 2011 hanya sebesar 9,52 persen jika dibandingkan dengan obligasi konvesional yang total nilai emisi penerbitannya sudah mencapai 90,48 persen. 4.2. Kondisi Makroekonomi Indonesia Setelah Penerbitan Obligasi Syariah (2006-2011) Pada selang waktu ini kondisi makroekonomi bersifat fluktuatif. Ada kalanya mengalami pertumbuhan positif namun ada kalanya pula mengalami pertumbuhan 58 negatif. Kondisi perekonomian ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal ikut mempengaruhi karena Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka dan mengalami arus globalisasi sehingga tidak dapat lepas dari perekonomian dunia. Salah satu faktor tersebut adalah guncangan ekonomi dunia seperti krisis subprime mortage pada tahun 2007, krisis keuangan Eropa, serta krisis Timur Tengah yang mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia. Faktor internal sendiri berasal dari dalam negeri, seperti guncangan pada kondisi makroekonomi itu sendiri, guncangan pada harga-harga dalam negeri serta situasi politik. Gambaran kondisi makroekonomi Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3. Indikator Makroekonomi Indonesia 2006-2011 Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Tingkat Inflasi (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 6.05 5.84 5.28 5.38 6.95 6.50 6.60 6.59 11.06 2.78 6.96 7.03 Tingkat Pengangguran (%) -13.44 5.84 6.16 -4.59 -7.17 -7.45 Jumlah Uang Beredar (%) 14.94 19.32 14.92 12.95 15.40 2.97 Bonus SBIS (%) 8.62 6.8 10.49 6.46 6.26 6.41 Sumber : BPS (2012), diolah Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi berada di angka 6,05 persen dengan tingkat inflasi 6,6 persen, tingkat jumlah uang beredar yang tinggi di 14,94 persen, dan tingkat pengangguran terbuka turun sebesar 13,44 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi memburuk pada rentang waktu tahun 2007-2009 yang hanya mencapai rata-rata pertumbuhan 5 persen. Tingkat inflasi meningkat di angka 11,06 persen pada tahun 2008 namun kembali terkendali menjadi 2,78 persen pada tahun 2009. Tingkat pengangguran berada di angka 6 persen pada tahun 2007 dan 59 2008 dan mengalami pertumbuhan yang negative menjadi -4,59 persen pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan perekonomian Indonesia yang memburuk akibat dampak krisis subprime mortage di AS dan kenaikan harga minyak dunia serta komoditas internasional lainnya pada tahun 2007, namun mampu kembali bangkit dan stabil akibat adanya pemilihan umum di tahun 2009. Pengangguran terbuka dalam rentang tahun 2009-2011 mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal ini disebabkan kondisi keamanan dan sosial di dalam negeri yang relatif stabil serta terjadinya pemilihan umum di tahun 2009. Selain itu juga pada tahun 2010 terjadi sensus penduduk di seluruh Indonesia sehingga memerlukan banyak tenaga kerja untuk melakukan sensus tersebut. Kondisi perekonomian mempunyai hubungan dengan pasar modal. Jika perekonomian membaik maka pasar modal akan berkembang dan mampu merangsang penerbitan sukuk. Jika kondisi perekonomian Indonesia mengalami penurunan maka pasar modal pun akan terkena imbasnya 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Stasioneritas Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan didasarkan pada langkah- langkah yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab III. Langkah pertama merupakan langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang digunakan mengandung kemungkinan memiliki akar unit yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner pada level. Data yang memiliki akar unit, mungkin saja hasil regresinya kelihatan bagus ternyata hasil tersebut menjadi tidak valid dan tidak mampu menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi. Dalam penelitian ini akan digunakan uji stasioneritas Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon critical values-nya maka data telah stasioner pada taraf nyata sebesar lima persen atau satu persen. Dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari taraf satu persen, lima persen, dan sepuluh persen maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, hanya ada satu data yang stasioner pada level, yaitu data Ln SBIS. Lima data lainnya tidak stasioner pada level sehingga perlu pengujian stasioneritas pada first difference-nya. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dalam tabel 5.1 dan 5.2 berikut. Dari tabel 5.2 dapat terlihat bahwa Uji ADF pada level First Difference yang dilakukan menunjukkan semua data telah stasioner pada taraf nyata lima persen. 61 Setelah semua data dinyatakan stasioner maka data dapat diproses ketahapan selanjutnya. Tabel 5.1. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data Level Variabel Ln Sukuk Ln PDB ADF Statistic MacKinnon Critical Value 1% 5% 10 % P-value Keterangan* 0.153060 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.9670 0.253341 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.9732 -1.569005 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.4915 -0.011105 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.9532 Ln IHK Ln M2 Ln PT -0.389633 -3.560019 -2.917650 -2.596689 0.9032 Ln SBIS -3.391339 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.0155 Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan persen Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner taraf nyata 5 Tabel 5.2. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data First Difference Variabel ADF Statistic Ln Sukuk -8.019771 Ln PDB -8.587465 Ln IHK -7.646825 Ln M2 -8.406952 Ln PT -3.774054 Catatan : tanda asterik persen 5.2. MacKinnon Critical Value P-value Keterangan* 1% 5% 10 % -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 Stasioner -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0000 Stasioner -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 Stasioner -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 Stasioner -3.562669 -2.918778 -2.597285 0.0056 Stasioner (*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan taraf nyata 5 Uji Lag Optimum Langkah selanjutnya dalam melakukan estimasi terhadap model ini yaitu menentukan panjang lag optimum. Kandidat selang yang akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia, yaitu criteria Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Infformation Criterion (AIC), Shwarz 62 Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ). Apabila kriteria informasi merujuk pada sebuah kandidat selang, maka lag tersebut yang akan dipilih untuk melanjutkan estimasi pada tahanapan berikutnya. Hasil Uji lag optimum pada kelima model akan ditunjukkan pada beberapa tabel di bawah ini. Tabel 5.3. Hasil Uji Lag Optimum untuk Model Sukuk Lag LR FPE AIC SC 0 NA 1.29e-14 -14.95537 -14.73023 1 630.8633 4.24e-20 -27.58994 -26.01394 2 199.0757 1.09e-21 -31.30983 -28.38296 3 93.86085* 2.92e-22 -32.76948 -28.49176* 4 48.00876 2.68e-22* -33.16297* -27.53438 Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih HQ -14.86906 -26.98574 -30.18774 -31.12950* -31.00510 Berdasarkan tabel 5.3, model sukuk lag optimumnya berada pada lag tiga. Setelah pengujian lag telah mendapatkan hasil maka dilakukan langkah selanjutnya, yaitu uji stabilitas model VAR. 5.3. Uji Stabilitas VAR Panjang selang optimal telah diperoleh dari pengujian sebelumnya. Setelah itu, panjang selang optimal yang dipilih perlu diuji, apakah selang tersebut merupakan panjang selang maksimum VAR yang stabil. Stabilitas model VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991). Nilai modulus untuk model sukuk berkisar antara 0.492261 - 0.999496. Berdasarkan hasil tersebut menyatakan nilai modulus yang diperoleh tidak ada yang melebihi satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR stabil pada panjang 63 selangnya masing-masing sehingga bisa dilakukan uji FEDV pada model ini yang menghasilkan output yang valid. Untuk lebih jelasnya, hasil pengujian stabilitas model VAR dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.4. Uji Kausalitas Granger Setelah didapatkan lag yang optimum dalam pengujian model dan model yang stabil maka selanjutnya dilakukan pengujian kausalitas granger. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh sukuk terhadap indiktor makroekonomi dan sebaliknya. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada taraf nyata sebesar lima persen, penerbitan sukuk berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terbuka. Penerbitan sukuk dipengaruhi oleh jumlah uang beredar. Hal ini dikarenakan korporasi dan negara yang menerbitkan sukuk bertujuan memperoleh dana dari masyarakat untuk melakukan perluasan usaha dan pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penerbitan sukuk juga dapat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar karena penerbitan sukuk oleh negara dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam operasi pasar terbuka yang dapat menarik peredaran uang di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa sukuk memang merupakan instrumen moneter yang diperuntukkan ke pembangunan sektor ril. 5.5. Uji Kointegrasi Johansen Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika 64 dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi dengan menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi terlebih dahulu. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Hasil uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini. Tabel 5.4. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen Hipotesa None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 Trace statistic 154.4522 82.46204 48.60636 19.64638 8.486034 5 persen critical value 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pada model sukuk terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan masingmasing model tersebut. Hal ini berarti terdapat hubungan jangka panjang antara penerbitaan sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia, dalam hal ini pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam PDB, inflasi yang tercermin dalam IHK, jumlah uang beredar luas, pengangguran ekonomi, dan bonus SBIS yang hasilnya 65 akan diperjelas pada estimasi VECM dan uji Forecast Error Decomposition Variance. 5.6. Hasil Estimasi VECM Sukuk dan Indikator Makroekonomi Indonesia VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini dilakukan karena adanya data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM mampu melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Model VECM yang dipilih merupakan model terbaik berdasarkan kriteria goodness of fit yang harus dimiliki model. Hasil estimasi model secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Model ini diharapakan lebih mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dibandingkan dengan menggunakan model VAR in difference. Sims (1980) dan Doan (1992) menentang penggunaan variable difference, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root (tidak stasioner pada level). Kedua pakar ini berargumen bahwa differencing akan membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data. VAR in difference digunakan bagi data yang tidak stasioner pada level dan tidak terkointegrasi. Dalam penelitian ini hampir semua data tidak stasioner pada level, namun semua data memiliki hubungan kointegrasi, sehingga digunakan model VECM. Tabel 5.5 merupakan hasil estimsi VECM penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia yang memperlihatkan hubungan antar variable pada jangka panjang. Dapat dilihat bahwa pada pada jangka pendek tidak ada satu pun variabel yang signifikan terhadap sukuk. Hal ini terjadi karena suatu variable bereaksi 66 terhadap variable lainnya membutuhkan waktu (lag) dan pada umumnya reaksi suatu variabel terhadap variable lainnya terjadi dalam jangka panjang. Pada penerbitan sukuk terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek menuju jangka panjang yang ditunjukkan dengan kesalahan kointegrasi yang signifikan dan bernilai negative (CointEq1 : -0.031376). Hasil estimasi VECM pada jangka pendek lebih jelasnya bisa dilihat di lampiran 7. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Model VECM Penerbitan Sukuk Variable T-Statistic Koefisien LNPDB(-1) 9.07089 1.088* LNM2(-1) -2.97913 0.242* LNIHK(-1) 4.88420 -0.091* LNPT(-1) 4.98985 -0.772* LNSBIS(-1) 5.13682 -0.045* Catatan : Tanda asterisk (*) menunjukkan koefisien signifikan pada taraf nyata 5 persen Berdasarkan tabel 5.5 di atas, pada jangka panjang hampir semua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Hubungan variabel inflasi, tingkat pengangguran, dan bonus SBIS bepengaruh signifikan secara negatif terhadap penerbitan sukuk. Variabel jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh signifikan secara positif terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk, yakni ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada pertumbuhan ekonomi maka akan menaikkan penerbitan sukuk sebesar 1.088 persen. 67 Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan akan menyebabkan penerbitan sukuk mengalami peningkatan pula karena kondisi makroekonomi Indonesia yang baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia meningkat sehingga kondisi ini dapat merangsang para emiten untuk menerbitkan sukuk sesuai tujuannya masing-masing. Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan bertambah sebanyak 0.242 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan mengalami kenaikan karena selain sebagai sumber dana untuk menutupi defisit anggaran pemerintah dan sebagai dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur, penerbitan sukuk juga dapat digunakan sebagai salah satu instrument dalam operasi pasar terbuka. Operasi pasar terbuka ini salah satu cara untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Variabel pengangguran terbuka pun berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada tingkat pengangguran maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.772 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika pengangguran terbuka mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami 68 penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selalu emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Begitu pula yang terjadi pada variable IHK yang mencerminkan inflasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada inflasi maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.091 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk. Selanjutnya variebel yang berpengaruh signifikan secara negatif terhadap penerbitan sukuk yaitu bonus SBIS. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.054 persen. Hal ini terjadi karena ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah mamanfaatkan hal ini akan untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return 69 obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah. 5.7. Impuls Response Function (IRF) VAR merupakan suatu metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari suatu model. Setelah dilakukan uji VAR, maka diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis VAR secara jelas. Impuls Response Function (IRF) digunakan untuk mengidentifikasi suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variable mempengaruhi variabel lain. Impuls Response Function (IRF) digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF terhadap seluruh variabel makroekonomi dapat dilihat pada lampiran 7. Berikut adalah gambaran simulasi response seluruh variable makroekonomi yang dikibatkan oleh guncangan pada penerbitan sukuk. Berdasarkan analisis gambar 5.1 di bawah ini, ketika terjadi guncangan pada sukuk dalam hal ini korporasi dan pemerintah tidak lagi menerbitkan sukuk maka akan memengaruhi seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Hal ini dikarenakan ketika korporasi dan negara tidak menerbitkan sukuk maka pada awalnya PDB akan mengalami penurunan sampai delapan bulan kedepan. Hal ini dikarenakan tidak adanya sumber dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan memperluas usaha korporasi yang dapat meningkatkan produktivitas kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk korporasi. Pada akhirnya 70 aktivitas perekonomian berkurang yang berarti pula berkurangnya pendapatan nasional. Setelah mengalami penurunan selama 8 bulan, PDB meningkat kembali ke posisi semula karena sudah mampu menyesuaikan diri. Namun pada bulan ke-13 kembali turun dan kembali naik begitu seterusnya sampai pada akhirnya akan stabil di bulan ke 35. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNSBIS to LNSUKUK Response of LNPT to LNSUKUK .05 .0012 .04 .0008 .03 .0004 .02 .0000 .01 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5 50 Response of LNPDB to LNSUKUK 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of LNM2 to LNSUKUK -.0004 .008 -.0008 .007 -.0012 -.0016 .006 -.0020 .005 -.0024 -.0028 .004 -.0032 -.0036 .003 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of LNIHK to LNSUKUK -.010 -.012 -.014 -.016 -.018 -.020 -.022 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Gambar 5.1 Respon PDB, M2, IHK, PT, dan SBIS Ketika Terjadi Guncangan pada Penerbitan Sukuk (Periode Bulanan) 71 Hal yang sama terjadi pada jumlah keempat variabel makroekonomi lainnya, yaitu jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS. Mereka mengalami fluktuatif sampai akhirnya akan stabil pada selang periode 20 sampai 35 bulan. Ketika terjadi guncangan sukuk dari segi permintaan yang berarti masyarakat tidak membeli sukuk dan pada akhirnya para emiten menyesuaikan jumlah emisi sukuk yang diterbitkan terhadap permintaannya, maka pada periode awal jumlah uang beredar akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah dan korporasi tidak diserap oleh masyarakat sehingga jumlah uang yang beredar tidak mampu diserap oleh masyarakat yang berarti terjadi peningkatan jumlah uang beredar di pasar. Pada akhirnya hal ini akan berdampak terhadap peningkatan inflasi. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan pengangguran karena tidak tersedianya dana untuk membuka lapangan kerja yang dapat menyerap tingkat pengangguran ketika penerbitan sukuk dihentikan Namun ketika terjadi guncangan pada variable makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk tidak terlalu mengalami fluktuasi (tahan terhadap goncangan) dan mampu kembali stabil relatif lebih cepat di periode antara 10 sampai 20 bulan. Hal ini dapat dilihat di lampiran 7 untuk lebih jelasnya. Hasil IRF ini menunjukkan bahwa penerbitan sukuk sangat direkomendasikan untuk dilakukan oleh pemerintah dan korporassi karena tahan terhadap goncangan kondisi makroekonomi. Pemerintah juga harus menjaga stabilitas penerbitan sukuk karena dapat mengguncang stabilitas seluruh variabel makroekonomi yang diamati, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka, inflasi, dan jumlah uang beredar. 72 5.8. Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) FEDV merupakan metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variable yang ditunjukkan oleh perubahan error variance yang dipengaruhi oleh variabel lainnya sehingga bisa dilihat dampak penerbitan sukuk terhadap masing-masing variabel makroekonomi tersebut. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variable mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Melalui FEDV dapat diketahui secara pasti faktor -faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu (Firdaus, 2011). 1. Hasil Analisis FEDV Penerbitan Sukuk Indonesia Tabel 5.6. Hasil FEDV LnSukuk Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 100 0 0 0 0 0 5 53.44732 0.939638 2.518906 1.920559 1.738227 39.43535 10 51.01347 2.595355 1.429027 0.95931 3.38666 40.61618 15 50.25724 2.927119 0.968588 0.610487 3.175505 42.06106 20 49.73214 3.196593 0.891625 0.464708 3.235204 42.47973 25 49.46536 3.346961 0.809889 0.369291 3.200209 42.80829 30 49.25627 3.445914 0.771933 0.31249 3.204183 43.00921 35 49.12885 3.518196 0.742657 0.271489 3.19805 43.14076 40 49.02513 3.569263 0.721175 0.241648 3.195984 43.2468 45 48.95011 3.610071 0.705453 0.218798 3.194224 43.32134 50 48.88874 3.64143 0.692327 0.200613 3.19243 43.38446 Berdasarkan hasil FEDV terhadap variabel penerbitan sukuk pda tabel 5.6 di atas diprediksikan pada waktu yang akan datang penerbitan sukuk dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang diamati, yaitu petumbuhan ekonomi, jumlah 73 uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Pada periode pertama, penerbitan sukuk hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Seiring berjalannya waktu, variabel makroekonomi yang diamati mulai memberikan pengaruhnya terhadap penerbitan sukuk di Indonesia. penerbitan sukuk paling dipengaruhi oleh tingkat inflasi dengan porsi pengaruh antara 39-43 persen. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi dalam menerbitkan sukuk akan sangat melihat kondisi perekonomian domestik. Ketika terjadi kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) tentu hal ini akan mengganggu stabilitas pasar keuangan domestik yang pada akhirnya akan memengaruhi keputusan pemerintah dan korporasi dalam menerbitkan sukuk. 2. Hasil Analisis FEDV Makroekonomi Indonesia Berdasarkan hasil FEDV terhadap variabel makroekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, dan pengangguran terbuka maka didapatkan hasil bahwa keempat variable makroekonomi tersebut dipengaruhi oleh penerbitan sukuk walau pengaruhnya masih kecil. Pengaruh penerbitan sukuk terbesar terdapat pada jumlah uang beredar. Dari tabel 5.7 di bawah ditunjukkan bahwa pada awal periode pertumbuhan ekonomi hanya dipengaruhi oleh semua variabel kecuali inflasi dan jumlah uang beredar. Seiring berjalannya waktu, penerbitan sukuk semakin mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia walau pengaruhnya di bawah sepuluh persen. Hal ini berarti penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi halal dengan underlying asset sehingga memiliki risiko yang lebih rendah pada akhirnya diminati oleh 74 masyarakat. Sukuk juga digunakan pemerintah dan korporasi sebagai diversifikasi sumber pendanaan yang diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur dan ekspansi usaha. Tabel 5.7. Hasil FEDV Ln PDB Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 1.99504 20.63837 12.56362 64.80297 0 0 5 1.271213 9.525426 33.95923 38.78944 11.56381 4.890886 10 7.234616 14.80327 30.28379 33.89612 9.373487 4.408715 15 6.854482 15.62716 30.33562 34.93401 8.544773 3.703955 20 8.144033 17.26016 29.84761 33.94463 7.628846 3.174722 25 8.493098 18.05737 29.51854 33.94594 7.176308 2.808742 30 8.887105 18.71784 29.36869 33.70999 6.780558 2.535814 35 9.182653 19.23829 29.16143 33.60139 6.494378 2.321859 40 9.387908 19.61708 29.06058 33.50717 6.269622 2.157645 45 9.58119 19.94965 28.94124 33.42273 6.083628 2.021555 50 9.721186 20.20649 28.86329 33.36329 5.934329 1.911407 Dari tabel 5.8 di bawah ini ditunjukkan bahwa pada awal periode pengangguran terbuka hanya dipengaruhi oleh pengangguran itu sendiri, penerbitan sukuk, dan bonus SBIS. Seiring berjalannya waktu, penerbitan sukuk semakin memengaruhi pengangguran terbuka walau pengaruhnya di bawah 10 persen. Hal ini berarti penerbitan sukuk berdampak pada tingkat pengangguran suatu negara. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen diversifikasi sumber pendanaan yang diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur dan ekspansi usaha. Pembangunan infrastruktur memerlukan tenaga kerja yang banyak. Perluasan usaha bertujuan untuk meningkatkan output dan produktivitas sehingga memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Kedua hal ini juga dapat menyerap angka pengangguran. 75 Tabel 5.8. Hasil FEDV LnPT Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 0.9604 1.809624 97.22998 0 0 0 10 3.047618 4.861352 74.66919 11.11991 1.022299 5.27963 15 4.233739 5.987098 68.13226 14.26395 0.441999 6.940947 20 4.874902 6.480372 65.60768 14.78981 0.287915 7.959327 25 5.098509 6.683004 64.48788 15.138 0.213378 8.379232 30 5.256141 6.814726 63.81906 15.3095 0.171831 8.628747 35 5.348885 6.894124 63.38827 15.4274 0.145051 8.796273 40 5.416365 6.951934 63.08899 15.50925 0.12632 8.907135 45 5.465466 6.993515 62.86749 15.56797 0.112669 8.992893 50 5.502904 7.025657 62.69894 15.61434 0.102132 9.056033 Berdasarkan tabel 5.9 pada masa yang akan datang penerbitan sukuk berpengaruh terhadap inflasi. Pengaruh penerbitan sukuk ini terhadap inflasi menunjukkan tren yang menurun. Variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap inflasi justru variabel SBI sebagai instrumen yang paling utama dalam operasi pasar terbuka guna mengendalikan jumlah uang beredar yang pada akhirnya berpengaruh pada kenaikan atau penurunan inflasi. Tabel 5.9. Hasil FEDV LnIHK Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 10.93822 1.121842 1.446926 5.869115 0.442185 80.18171 10 6.014656 2.735415 5.259047 8.228232 0.275354 77.4873 15 5.930898 3.006964 4.725316 7.545221 0.267867 78.52373 20 5.653564 2.950121 4.756539 7.401189 0.223515 79.01507 25 5.573898 3.018511 4.568007 7.131851 0.21426 79.49347 30 5.493516 3.020669 4.536533 7.03571 0.196026 79.71755 35 5.441009 3.040446 4.466912 6.919156 0.18836 79.94412 40 5.402053 3.048443 4.4343 6.852947 0.179725 80.08253 45 5.369444 3.056854 4.400534 6.791073 0.174192 80.2079 50 5.344926 3.063235 4.376153 6.745298 0.169222 80.30117 76 Berdasarkan tabel 5.10 di bawah ini, di masa yang akan datang penerbitan sukuk berpengaruh terhadap jumlah uang beredar dengan porsi di bawah 30 persen. Pengaruh ini merupakan pengaruh yang terbesar di antara variabel makroekonomi lainnya. Pada awal periode pengaruh penerbitan sukuk hanya mencapai angka 4 persen namun mulai periode ke-5 porsi penerbitan sukuk terhadap jumlah uang beredar sebanyak 26 persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen surat berharga yang menjadi salah satu bagian dari jumlah uang beredar di masyarakat. Penerbitan sukuk juga dapat digunakan digunakan oleh pemerintah dalam operasi pasar terbuka guna mengendalikan jumlah uang beredar pada masyarakat. Tabel 5.10. Hasil FEDV LnM2 Period 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5.9. LNSUKUK 4.238884 25.94036 21.78175 24.45792 24.40165 24.86718 25.07395 25.22523 25.36601 25.45235 25.53928 LNSBIS 0.38445 2.372321 1.299151 1.015863 0.83093 0.730216 0.649005 0.596564 0.552472 0.519893 0.492423 LNPT 6.893495 8.524277 16.91574 15.95301 16.91466 16.96555 17.14946 17.2571 17.32905 17.40092 17.447 LNPDB 1.099903 6.107232 12.12488 11.14023 11.75478 11.61301 11.70505 11.70577 11.72432 11.73788 11.74555 LNM2 87.38327 53.5949 44.00536 44.24642 43.22969 43.21938 42.98098 42.89751 42.8058 42.74 42.68779 LNIHK 0 3.460912 3.873111 3.186547 2.868292 2.604655 2.441559 2.317825 2.222346 2.148955 2.087951 Pembahasan Keseluruhan Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada jangka pendek penerbitan sukuk tidak dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Pada jangka panjang penerbitan sukuk di Indonesia 77 dipengaruhi oleh indikator makroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerbitan sukuk juga akan mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami penurunan yang diakibatkan kondisi makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar di masyarakat, pemerintah akan menerbitan sukuk sebagai salah satu instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten, baik korporasi maupun pemerintah akan mamanfaatkan hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah. 78 Berdasarkan hasil Uji FEDV dan Uji Kausalitas Granger, pada masa yang akan datang penerbitan sukuk juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran dengan porsi kontribusi masing-masing sepuluh persen dan lima persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi yang diperuntukkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor ril sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Penerbitan sukuk tidak memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi karena sukuk merupakan surat berharga yang tidak dijadikan instumen pada operasi pasar tebuka oleh pemerintah untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun penerbitan sukuk tetap berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi jika pemerintah menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka. Hasil FEDV ini juga menunjukkan butuh waktu yang cukup panjang bagi suatu variabel mikro yang baru tumbuh selama sepuluh tahun untuk dapat memengaruhi variable makro. Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan korporasi tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif dirasakan seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator makroekonomi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali stabil. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, ketika terjadi guncangan pada kondisi makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan terhadap goncangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 7. Pada akhirnya kebijakan yang harus diambil pemerintah tentang penerbitan sukuk adalah pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia, 79 khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka karena kedua variabel inilah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah tingkat pengangguran sehingga pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga stabilitasnya. Pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi inflasi. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil FEDV justru variabel jumlah uang beredarlah yang merasakan dampak paling besar akibat penerbitan sukuk. 80 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS tidak saling memengaruhi. 2. Dalam jangka panjang penerbitan sukuk dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar. Penerbitan sukuk juga dipengaruhi secara negatif oleh inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS. Berdasarkan uji FEDV, penerbitan sukuk juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, dan pengangguran terbuka dengan porsi kontribusi antara lima persen sampai 26 persen. Kontribusi terbesar sukuk terdapat pada jumlah uang beredar. 3. Ketika terjadi guncangan pada penerbitan sukuk maka pengaruhnya dirasakan oleh pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, suku bunga SBI, dan bonus SBIS. Butuh waktu antara 20 sampai 35 bulan bagi seluruh variabel makroekonomi Indonesia yang diamati untuk kembali stabil. 4. Ketika terjadi goncangan terhadap indikator makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih tahan terhadap goncangan dan relatif lebih cepat kembali stabil pada periode 10 sampai 20 bulan. 81 5. Pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia, khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka. Pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga stabilitas penerbitan sukuk. Selain itu pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka. 82 6.2. Saran 1. Para Emiten (pemerintah dan korporasi) sebaiknya menambahkan nilai emisi penerbitan sukuk serta menjaga stabilitas nilai emisi sukuk agar Indonesia dapat menjadi pusat pasar terbesar penerbitan sukuk di seluruh dunia. Pada akhirnya dapat memperbaiki kondisi makroekonomi Indonesia. 2. Para Investor (masyarakat dan lembaga keuangan) diharapkan lebih bijak dalam memilih instrumen investasi yang terjamin kehalalannya dan memiliki risiko yang lebih rendah. Obligasi Syariah (sukuk) dapat dijadikan pilihan intrumen untuk berinvestasi. 3. Pemerintah harus menjaga stabilitas variabel makroekonomi Indonesia, khususnya pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terbuka karena kedua variabel ini yang paling besar pengaruhnya terhadap penerbitan sukuk di Indonesia. 4. Pemerintah sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka untuk menarik jumlah uang beredar yang pada akhirnya akan menurunkan inflasi. 5. Bapepam-LK sebaiknya mensosialisasikan faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat memengaruhi penerbitan sukuk dan dampaknya terhadap indikator makroekonomi Indonesia, baik kepada para investor maupun para emiten. 6. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menambah periode analisis agar memperoleh hasil yang lebih akurat dan menambah jumlah variabel makroekonomi lainnya. 83 DAFTAR PUSTAKA Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Badan Pengawas Pasar Modal. 2011. Stasistik Sukuk Desember. BAPEPAM-LK : Jakarta. Bank Indonesia. 2011. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia : Jakarta. Beiq, Irfan.S. 2011. Memperkuat Peran Sukuk Negara dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia [Jurnal]. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/art4.pdf diakses pada 01 Maret 2012. Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta : Graha Ilmu. Colander, David. 2010. Economics. Eighth Edition. United States of America : McGraw-Hill Irwin. Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah. 2011. Mengenal Sukuk Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah. Departemen Keuangan : Jakarta. . 2011. Sukuk Ritel : Surat Berharga Syariah Negara Ritel. Departemen Keuangan : Jakarta. Enders, Walter. 2004. Applied Econometric Time Series. Second Edition. United States of America : John Wiley & Sons. Firdaus, Muhammad. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor : IPB Press. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fouth Edition. Singapore : Mc Graw-Hill. Huda, Nurul, et all. 2008. Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. 2008. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. Irfan, Ali. 2009. Tinjauan Pasar Modal Syariah dan Obligasi Syariah serta Perannya terhadap Pembangunan Nasional [Artikel]. http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PsrMdlSya-Badilag.pdf diakses pada 28 Februari 2012 84 Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Edisi kedua. Bogor : IPB Press. Karim, Adiwarman. 2006. Ekonomi Makro Islami, Edisi Kedua. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi, Edisi Kesepuluh, Jilid Dua. Agus Maulana [Penerjemah]. Jakarta : Binarupa Aksara Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi, Edisi Keenam. Fitria Liza dan Imam Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Sarip, Ahmadi. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerbitan Obligasi Pemerintah di Indonesia [Tesis]. Medan : Universitas Sumatera Utara. Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : Bina Grafika. Syukma, Novia H. 2011. Analisis Faktor-Faktor Makroekonomi yang Mempengaruhi Return Saham Batubara dalam Kelompok Jakarta Islamic Index (JII) [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Tim Studi Minat Emiten di Pasar Modal. 2009. Studi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Emiten dalam Menerbitkan Sukuk di Pasar Modal. Departemen Keuangan : Jakarta http://www.bapepam.go.id/syariah/index.html diakses Jum‟at, 03 Juni 2011 http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Obligasi+Negara/ diakses Jum‟at, 03 Juni 2011 85 86 LAMPIRAN 1. TEORI TRANSMISI DAMPAK PENERBITAN SUKUK TERHADAP INDIKATOR MAKROEKONOMI INDONESIA 87 LAMPIRAN 2. UJI STASIONERITAS Null Hypothesis: LNIHK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.569005 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.4915 t-Statistic Prob.* -7.646825 -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 t-Statistic Prob.* -0.011105 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.9532 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNIHK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNM2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 88 Null Hypothesis: D(LNM2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.406952 -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 t-Statistic Prob.* 0.253341 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.9732 t-Statistic Prob.* -8.587465 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0000 t-Statistic Prob.* -0.389633 -3.560019 -2.917650 -2.596689 0.9032 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 7 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 89 Null Hypothesis: D(LNPT) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.774054 -3.562669 -2.918778 -2.597285 0.0056 t-Statistic Prob.* -3.391339 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.0155 t-Statistic Prob.* -6.586515 -3.560019 -2.917650 -2.596689 0.0000 t-Statistic Prob.* 0.153060 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.9670 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNSBIS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNSBIS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNSUKUK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 90 Null Hypothesis: D(LNSUKUK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. t-Statistic Prob.* -8.019771 -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 91 LAMPIRAN 3. UJI LAG OPTIMUM DAN UJI STABILITAS VAR UJI LAG OPTIMUM VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK Exogenous variables: C Date: 05/03/12 Time: 10:31 Sample: 2006M05 2010M12 Included observations: 52 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 394.8397 759.3384 892.0556 966.0065 1012.237 NA 630.8633 199.0757 93.86085* 48.00876 1.29e-14 4.24e-20 1.09e-21 2.92e-22 2.68e-22* -14.95537 -27.58994 -31.30983 -32.76948 -33.16297* -14.73023 -26.01394 -28.38296 -28.49176* -27.53438 -14.86906 -26.98574 -30.18774 -31.12950* -31.00510 * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion UJI STABILITAS VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK Exogenous variables: C Lag specification: 1 3 Date: 05/03/12 Time: 10:30 Root 0.999496 0.912250 - 0.136152i 0.912250 + 0.136152i 0.762786 - 0.450414i 0.762786 + 0.450414i 0.819695 - 0.250407i 0.819695 + 0.250407i 0.416301 + 0.662253i 0.416301 - 0.662253i 0.064740 - 0.623267i 0.064740 + 0.623267i -0.595515 -0.199948 - 0.532836i -0.199948 + 0.532836i -0.501071 + 0.238153i -0.501071 - 0.238153i 0.295737 - 0.393523i 0.295737 + 0.393523i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. Modulus 0.999496 0.922354 0.922354 0.885841 0.885841 0.857090 0.857090 0.782231 0.782231 0.626620 0.626620 0.595515 0.569116 0.569116 0.554787 0.554787 0.492261 0.492261 92 LAMPIRAN 4. UJI KOINTEGRASI JOHANSEN Date: 05/03/12 Time: 10:33 Sample (adjusted): 2006M09 2010M12 Included observations: 52 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK Lags interval (in first differences): 1 to 3 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5 0.749533 0.478513 0.427030 0.193154 0.132915 0.020365 154.4522 82.46204 48.60636 19.64638 8.486034 1.069893 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466 0.0000 0.0035 0.0424 0.4471 0.4150 0.3010 Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values 93 LAMPIRAN 5. UJI KAUSALITAS GRANGER Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/03/12 Time: 10:39 Sample: 2006M05 2010M12 Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LNSBIS does not Granger Cause LNSUKUK LNSUKUK does not Granger Cause LNSBIS 54 1.18243 0.01790 0.3151 0.9823 LNPT does not Granger Cause LNSUKUK LNSUKUK does not Granger Cause LNPT 54 2.10157 12.9882 0.1332 3.E-05 LNPDB does not Granger Cause LNSUKUK LNSUKUK does not Granger Cause LNPDB 54 1.13026 4.06151 0.3312 0.0233 LNM2 does not Granger Cause LNSUKUK LNSUKUK does not Granger Cause LNM2 54 6.64814 2.62307 0.0028 0.0827 LNIHK does not Granger Cause LNSUKUK LNSUKUK does not Granger Cause LNIHK 54 2.61148 0.54307 0.0836 0.5844 LNPT does not Granger Cause LNSBIS LNSBIS does not Granger Cause LNPT 54 0.03055 4.47103 0.9699 0.0165 LNPDB does not Granger Cause LNSBIS LNSBIS does not Granger Cause LNPDB 54 2.27547 0.96020 0.1135 0.3899 LNM2 does not Granger Cause LNSBIS LNSBIS does not Granger Cause LNM2 54 0.77608 0.67851 0.4658 0.5121 LNIHK does not Granger Cause LNSBIS LNSBIS does not Granger Cause LNIHK 54 0.49256 1.15536 0.6141 0.3234 LNPDB does not Granger Cause LNPT LNPT does not Granger Cause LNPDB 54 12.8862 10.0721 3.E-05 0.0002 LNM2 does not Granger Cause LNPT LNPT does not Granger Cause LNM2 54 16.6147 2.32567 3.E-06 0.1084 LNIHK does not Granger Cause LNPT LNPT does not Granger Cause LNIHK 54 0.75734 0.91580 0.4743 0.4069 LNM2 does not Granger Cause LNPDB LNPDB does not Granger Cause LNM2 54 18.3548 12.2022 1.E-06 5.E-05 LNIHK does not Granger Cause LNPDB LNPDB does not Granger Cause LNIHK 54 0.51174 0.80043 0.6026 0.4549 LNIHK does not Granger Cause LNM2 LNM2 does not Granger Cause LNIHK 54 0.37110 0.82057 0.6919 0.4461 94 LAMPIRAN 6. HASIL ESTIMASI VECM MODEL SUKUK Vector Error Correction Estimates Date: 05/03/12 Time: 10:34 Sample (adjusted): 2006M09 2010M12 Included observations: 52 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LNSUKUK(-1) 1.000000 LNSBIS(-1) 1.459928 (0.28421) [ 5.13682] LNPT(-1) 24.59954 (4.92992) [ 4.98985] LNPDB(-1) -34.70220 (3.82567) [ 9.07089] LNM2(-1) -7.733899 (2.59603) [-2.97913] LNIHK(-1) 2.907054 (0.59520) [ 4.88420] C -706.1560 Error Correction: D(LNSUKUK) D(LNSBIS) D(LNPT) D(LNPDB) D(LNM2) D(LNIHK) CointEq1 -0.031376 (0.05248) [-0.59782] -0.226601 (0.05740) [-3.94749] -0.000853 (0.00031) [-2.73787] -0.010665 (0.00192) [-5.55045] 0.016131 (0.00940) [ 1.71515] -0.006536 (0.04148) [-0.15756] D(LNSUKUK(-1)) -0.229186 (0.18320) [-1.25104] 0.148280 (0.20037) [ 0.74003] 0.000723 (0.00109) [ 0.66472] 0.002864 (0.00671) [ 0.42705] 0.062673 (0.03283) [ 1.90915] 0.003337 (0.14480) [ 0.02304] D(LNSUKUK(-2)) 0.057722 (0.12269) [ 0.47046] 0.212881 (0.13419) [ 1.58636] 0.000821 (0.00073) [ 1.12832] -0.008564 (0.00449) [-1.90636] 0.032968 (0.02199) [ 1.49952] 0.054133 (0.09698) [ 0.55821] D(LNSUKUK(-3)) 0.109689 (0.12247) [ 0.89563] -0.341974 (0.13395) [-2.55296] 0.000552 (0.00073) [ 0.75975] 0.005455 (0.00448) [ 1.21654] 0.021384 (0.02195) [ 0.97437] -0.097352 (0.09680) [-1.00571] D(LNSBIS(-1)) -0.011520 0.030099 0.001713 0.014317 -0.028886 0.003414 95 (0.13209) [-0.08721] (0.14448) [ 0.20833] (0.00078) [ 2.18551] (0.00484) [ 2.96038] (0.02367) [-1.22037] (0.10440) [ 0.03270] D(LNSBIS(-2)) 0.095878 (0.10425) [ 0.91967] 0.025344 (0.11403) [ 0.22226] 0.002969 (0.00062) [ 4.80053] 0.019765 (0.00382) [ 5.17824] 0.017114 (0.01868) [ 0.91610] -0.109198 (0.08240) [-1.32521] D(LNSBIS(-3)) -0.075997 (0.09749) [-0.77954] 0.048821 (0.10663) [ 0.45786] 0.001611 (0.00058) [ 2.78544] 0.009701 (0.00357) [ 2.71783] 0.019720 (0.01747) [ 1.12880] -0.080937 (0.07705) [-1.05038] D(LNPT(-1)) -10.01242 (31.4207) [-0.31866] -73.81593 (34.3663) [-2.14791] 0.866448 (0.18643) [ 4.64759] -8.883795 (1.15039) [-7.72242] -6.561756 (5.63042) [-1.16541] 27.64169 (24.8347) [ 1.11303] D(LNPT(-2)) 8.017504 (60.8530) [ 0.13175] 33.21094 (66.5577) [ 0.49898] 0.431510 (0.36106) [ 1.19512] 13.23141 (2.22798) [ 5.93875] 16.39458 (10.9045) [ 1.50347] -55.06863 (48.0977) [-1.14493] D(LNPT(-3)) 1.992600 (32.3814) [ 0.06154] 13.42540 (35.4171) [ 0.37907] -0.470956 (0.19213) [-2.45124] -5.659395 (1.18556) [-4.77359] -9.156802 (5.80257) [-1.57806] 26.95408 (25.5940) [ 1.05314] D(LNPDB(-1)) 3.003934 (3.31227) [ 0.90691] -9.447225 (3.62278) [-2.60773] 0.034114 (0.01965) [ 1.73583] 1.601393 (0.12127) [ 13.2052] 0.220489 (0.59354) [ 0.37148] -3.542795 (2.61799) [-1.35325] D(LNPDB(-2)) -3.960206 (5.61771) [-0.70495] 21.17805 (6.14435) [ 3.44675] -0.018825 (0.03333) [-0.56477] -0.733527 (0.20568) [-3.56638] -2.041762 (1.00666) [-2.02825] 4.848874 (4.44019) [ 1.09204] D(LNPDB(-3)) -0.076566 (3.65766) [-0.02093] 3.949441 (4.00055) [ 0.98722] 0.050051 (0.02170) [ 2.30628] 0.401993 (0.13392) [ 3.00183] 1.977694 (0.65543) [ 3.01739] -3.045617 (2.89099) [-1.05349] D(LNM2(-1)) -1.443061 (0.89378) [-1.61456] -0.031137 (0.97757) [-0.03185] -0.004683 (0.00530) [-0.88308] 0.086629 (0.03272) [ 2.64732] -0.585372 (0.16016) [-3.65492] 0.111408 (0.70644) [ 0.15770] D(LNM2(-2)) -1.087119 (1.06416) [-1.02158] 2.261906 (1.16392) [ 1.94335] -0.004835 (0.00631) [-0.76582] -0.051760 (0.03896) [-1.32849] -0.415691 (0.19069) [-2.17992] 0.953497 (0.84110) [ 1.13363] D(LNM2(-3)) 0.341085 (0.83618) [ 0.40791] 2.432616 (0.91456) [ 2.65986] 0.006527 (0.00496) [ 1.31563] 0.031291 (0.03061) [ 1.02211] 0.057738 (0.14984) [ 0.38534] 0.683029 (0.66091) [ 1.03347] D(LNIHK(-1)) -0.045985 (0.26574) [-0.17304] 0.466666 (0.29065) [ 1.60557] 0.002662 (0.00158) [ 1.68827] 0.025058 (0.00973) [ 2.57544] 0.006457 (0.04762) [ 0.13561] -0.097703 (0.21004) [-0.46516] D(LNIHK(-2)) -1.511206 (0.24248) [-6.23230] 0.371319 (0.26521) [ 1.40009] 0.001511 (0.00144) [ 1.05058] 0.001105 (0.00888) [ 0.12449] 0.019024 (0.04345) [ 0.43783] 0.009834 (0.19165) [ 0.05131] 96 D(LNIHK(-3)) -0.216334 (0.36121) [-0.59891] -0.249019 (0.39508) [-0.63031] 0.001209 (0.00214) [ 0.56430] 0.007756 (0.01322) [ 0.58648] 0.064054 (0.06473) [ 0.98960] -0.127170 (0.28550) [-0.44543] C 0.091560 (0.06935) [ 1.32031] -0.310146 (0.07585) [-4.08902] -0.001465 (0.00041) [-3.56141] -0.010837 (0.00254) [-4.26812] 0.020909 (0.01243) [ 1.68257] -0.017147 (0.05481) [-0.31283] 0.721249 0.555741 0.217678 0.082477 4.357785 68.59069 -1.868873 -1.118394 0.058777 0.123741 0.749181 0.600257 0.260405 0.090209 5.030626 63.93102 -1.689655 -0.939176 0.001501 0.142679 0.988934 0.982363 7.66E-06 0.000489 150.5072 335.2035 -12.12321 -11.37273 -0.006606 0.003685 0.929762 0.888058 0.000292 0.003020 22.29436 240.5738 -8.483607 -7.733128 0.004169 0.009025 0.596147 0.356360 0.006990 0.014779 2.486147 157.9935 -5.307442 -4.556964 0.012740 0.018422 0.156674 -0.344050 0.135988 0.065189 0.312895 80.82247 -2.339326 -1.588847 -0.002410 0.056230 R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion 4.48E-23 2.43E-24 971.0062 -32.50024 -27.77222 97 LAMPIRAN 7. HASIL IMPULS RESPONSE FUNCTION Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNSUKUK to LNSBIS Response of LNSUKUK to LNPT .04 .04 .00 .00 -.04 -.04 -.08 -.08 -.12 -.12 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5 50 Response of LNSUKUK to LNPDB 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of LNSUKUK to LNM2 .04 .04 .00 .00 -.04 -.04 -.08 -.08 -.12 -.12 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of LNSUKUK to LNIHK .04 .00 -.04 -.08 -.12 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 98 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNSBIS to LNSUKUK Response of LNPT to LNSUKUK .05 .0012 .04 .0008 .03 .0004 .02 .0000 .01 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5 50 Response of LNPDB to LNSUKUK 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of LNM2 to LNSUKUK -.0004 .008 -.0008 .007 -.0012 -.0016 .006 -.0020 .005 -.0024 -.0028 .004 -.0032 -.0036 .003 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of LNIHK to LNSUKUK -.010 -.012 -.014 -.016 -.018 -.020 -.022 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 99 LAMPIRAN 8. HASIL FORECAST ERROR DECOMPOSITION VARIANCE Variance Decomposition of LNSUKUK: Period LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 100 0 0 0 0 0 2 96.52606 0.216528 0.001734 0.232688 2.41673 0.606263 3 61.84054 0.992051 1.392887 1.998471 0.811706 32.96434 4 56.34526 0.633842 3.238011 2.346648 0.515854 36.92038 5 53.44732 0.939638 2.518906 1.920559 1.738227 39.43535 6 51.55581 1.82449 2.061133 1.57541 2.952568 40.03059 7 51.20098 2.135874 1.946054 1.420363 3.378153 39.91858 8 51.20878 2.217324 1.829361 1.232716 3.471639 40.04018 9 51.09639 2.368364 1.611388 1.083172 3.456445 40.38424 10 51.01347 2.595355 1.429027 0.95931 3.38666 40.61618 11 50.90479 2.736443 1.290729 0.859121 3.31628 40.89263 12 50.76262 2.781485 1.189169 0.77855 3.272737 41.21544 13 50.58381 2.808754 1.104717 0.715181 3.226358 41.56118 14 50.41019 2.859627 1.027488 0.659281 3.19273 41.85068 15 50.25724 2.927119 0.968588 0.610487 3.175505 42.06106 16 50.10147 2.985801 0.934792 0.571894 3.175724 42.23032 17 49.9738 3.030895 0.919834 0.540496 3.194648 42.34033 18 49.86912 3.082504 0.91437 0.512953 3.219448 42.40161 19 49.78943 3.142468 0.90488 0.487803 3.233584 42.44184 20 49.73214 3.196593 0.891625 0.464708 3.235204 42.47973 21 49.67835 3.238225 0.876627 0.442652 3.22882 42.53533 22 49.62473 3.269884 0.859424 0.421655 3.220926 42.60338 23 49.57139 3.297999 0.841766 0.402338 3.213389 42.67312 24 49.51738 3.324233 0.824784 0.384873 3.205959 42.74277 25 49.46536 3.346961 0.809889 0.369291 3.200209 42.80829 26 49.41466 3.367113 0.798241 0.355432 3.197535 42.86702 27 49.36707 3.386736 0.789326 0.343057 3.19812 42.91569 28 49.32499 3.406926 0.782561 0.331997 3.200575 42.95295 29 49.28816 3.427092 0.777088 0.321926 3.202885 42.98285 30 49.25627 3.445914 0.771933 0.31249 3.204183 43.00921 31 49.22786 3.463114 0.766626 0.303477 3.204331 43.03459 32 49.20151 3.478912 0.760848 0.294827 3.203443 43.06046 33 49.17666 3.493336 0.75471 0.286589 3.201833 43.08687 34 49.15252 3.506388 0.74856 0.278804 3.199869 43.11386 35 49.12885 3.518196 0.742657 0.271489 3.19805 43.14076 36 49.10582 3.529169 0.73725 0.264658 3.196754 43.16635 100 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 49.08364 49.06273 49.04322 49.02513 49.00837 48.99271 48.97792 48.96377 48.95011 48.93688 48.92409 48.91178 48.89999 48.88874 3.539698 3.549897 3.559764 3.569263 3.578366 3.587035 3.595207 3.602869 3.610071 3.616884 3.623383 3.629618 3.635625 3.64143 0.732448 0.728241 0.724543 0.721175 0.717969 0.714816 0.711665 0.70853 0.705453 0.702487 0.699681 0.697057 0.694614 0.692327 0.258305 0.252395 0.246868 0.241648 0.23668 0.231926 0.227364 0.222988 0.218798 0.214798 0.210989 0.207364 0.203911 0.200613 3.196049 3.195825 3.195874 3.195984 3.195995 3.1958 3.195388 3.194831 3.194224 3.193661 3.193196 3.192848 3.192605 3.19243 43.18986 43.21092 43.22973 43.2468 43.26262 43.27771 43.29246 43.30701 43.32134 43.33529 43.34866 43.36133 43.37326 43.38446 120 100 LNIHK 80 LNM2 60 LNPDB LNPT 40 LNSBIS LNSUKUK 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 101 Variance Decomposition of LNPT: Period LNSUKUK LNSBIS 1 0.9604 1.809624 2 0.929322 1.19732 3 0.387272 0.650727 4 0.291791 1.775761 5 0.70158 2.733415 6 1.171152 3.235019 7 1.701455 3.623761 8 2.226285 4.051204 9 2.665892 4.499784 10 3.047618 4.861352 11 3.342662 5.128487 12 3.588911 5.369588 13 3.819487 5.601721 14 4.032953 5.812024 15 4.233739 5.987098 16 4.413624 6.127642 17 4.566865 6.244644 18 4.694924 6.341733 19 4.796345 6.419215 20 4.874902 6.480372 21 4.93586 6.5302 22 4.983984 6.573728 23 5.025074 6.613296 24 5.062567 6.649463 25 5.098509 6.683004 26 5.133866 6.71437 27 5.168049 6.743515 28 5.200325 6.770066 29 5.229876 6.793725 30 5.256141 6.814726 31 5.279196 6.833516 32 5.299372 6.8505 33 5.317277 6.866056 34 5.333603 6.880505 35 5.348885 6.894124 36 5.363514 6.907071 37 5.377639 6.919356 38 5.391229 6.930943 LNPT 97.22998 97.78809 98.39867 94.99901 90.43396 86.53191 83.13634 80.01679 77.15077 74.66919 72.74411 71.23135 69.99262 68.97572 68.13226 67.43949 66.86217 66.37018 65.95585 65.60768 65.31479 65.06607 64.8496 64.65888 64.48788 64.3315 64.18735 64.05397 63.93124 63.81906 63.71667 63.62344 63.53839 63.46037 63.38827 63.32098 63.25778 63.19821 LNPDB LNM2 LNIHK 0 0.011704 0.250095 1.532475 3.648814 5.621517 7.133584 8.530967 9.880197 11.11991 12.15958 12.95303 13.54935 13.97812 14.26395 14.44556 14.56043 14.64433 14.71816 14.78981 14.86357 14.93883 15.01238 15.08002 15.138 15.18572 15.22452 15.25653 15.28419 15.3095 15.33395 15.35828 15.38233 15.40557 15.4274 15.44737 15.46534 15.48142 0 0.062606 0.25848 1.071358 1.563284 1.731442 1.655054 1.459677 1.236778 1.022299 0.837428 0.692107 0.583251 0.502427 0.441999 0.396058 0.360416 0.331937 0.308329 0.287915 0.269663 0.253189 0.238366 0.225125 0.213378 0.203 0.193842 0.185727 0.178452 0.171831 0.165718 0.16002 0.154689 0.149702 0.145051 0.140728 0.13672 0.133003 0 0.010954 0.054758 0.32961 0.918947 1.708957 2.749805 3.715078 4.566577 5.27963 5.787733 6.165012 6.45357 6.69876 6.940947 7.177627 7.405472 7.616891 7.802102 7.959327 8.085911 8.184195 8.261287 8.32395 8.379232 8.431545 8.48272 8.53338 8.582513 8.628747 8.670945 8.708389 8.741265 8.770249 8.796273 8.820333 8.843158 8.865191 102 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 5.404181 5.416365 5.427703 5.438195 5.447904 5.456951 5.465466 5.473565 5.481333 5.488809 5.496003 5.502904 6.941802 6.951934 6.961372 6.970167 6.978398 6.986155 6.993515 7.000536 7.007249 7.013671 7.019806 7.025657 63.142 63.08899 63.03909 62.99218 62.9481 62.90663 62.86749 62.83043 62.7952 62.76163 62.72958 62.69894 15.49592 15.50925 15.52182 15.53391 15.54563 15.55701 15.56797 15.57841 15.58828 15.59752 15.60619 15.61434 0.129548 0.12632 0.123288 0.120423 0.117706 0.115124 0.112669 0.110336 0.108122 0.106022 0.104027 0.102132 8.886558 8.907135 8.926723 8.945129 8.962256 8.978136 8.992893 9.006719 9.019815 9.03234 9.044399 9.056033 120 100 LNIHK 80 LNM2 60 LNPDB LNPT 40 LNSBIS LNSUKUK 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 103 Variance Decomposition of LNPDB: Period LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 1.99504 20.63837 12.56362 64.80297 0 0 2 0.76485 14.35487 13.59807 62.25575 8.835609 0.190849 3 0.420268 9.521858 24.79005 51.88402 11.26316 2.120648 4 0.535649 8.217993 32.07178 42.87108 12.30932 3.994174 5 1.271213 9.525426 33.95923 38.78944 11.56381 4.890886 6 2.926424 11.51084 33.24413 36.78499 10.63165 4.901967 7 4.745728 12.96633 32.0555 35.51456 10.04031 4.677573 8 6.091433 13.78927 31.19631 34.64194 9.733256 4.547783 9 6.872141 14.32158 30.65521 34.12783 9.53395 4.489294 10 7.234616 14.80327 30.28379 33.89612 9.373487 4.408715 11 7.361648 15.21729 29.95799 33.97395 9.204874 4.284252 12 7.296294 15.43748 29.77567 34.34471 9.022316 4.123527 13 7.103238 15.48076 29.85558 34.74646 8.857345 3.956618 14 6.916501 15.49646 30.09941 34.95389 8.716894 3.81684 15 6.854482 15.62716 30.33562 34.93401 8.544773 3.703955 16 6.980611 15.89823 30.432 34.76605 8.333805 3.589304 17 7.255329 16.24372 30.37778 34.53243 8.118846 3.471893 18 7.585809 16.60895 30.22838 34.28922 7.926691 3.360956 19 7.897952 16.95634 30.03471 34.08351 7.764984 3.262503 20 8.144033 17.26016 29.84761 33.94463 7.628846 3.174722 21 8.312026 17.50846 29.69593 33.87811 7.51294 3.092544 22 8.410496 17.6987 29.59082 33.87161 7.414543 3.013832 23 8.455963 17.84135 29.53464 33.89887 7.329562 2.939616 24 8.474719 17.95465 29.5161 33.93105 7.252295 2.871189 25 8.493098 18.05737 29.51854 33.94594 7.176308 2.808742 26 8.530936 18.16658 29.523 33.93156 7.097614 2.75031 27 8.596964 18.29116 29.51198 33.88951 7.016366 2.694029 28 8.68634 18.43006 29.47937 33.83024 6.93462 2.639364 29 8.787383 18.57563 29.4286 33.76676 6.855185 2.586444 30 8.887105 18.71784 29.36869 33.70999 6.780558 2.535814 31 8.975327 18.84939 29.30937 33.66604 6.712105 2.487765 32 9.047391 18.96664 29.25698 33.63647 6.650177 2.44234 33 9.10324 19.06893 29.21495 33.61916 6.594127 2.399597 34 9.146459 19.15823 29.18383 33.60931 6.542673 2.359494 35 9.182653 19.23829 29.16143 33.60139 6.494378 2.321859 36 9.217301 19.31364 29.14401 33.59082 6.447884 2.286345 37 9.254494 19.38814 29.12735 33.57528 6.402262 2.252472 104 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 9.295961 9.341109 9.387908 9.433815 9.476735 9.515534 9.550102 9.58119 9.609991 9.637724 9.6653 9.69314 9.721186 19.46375 19.54048 19.61708 19.69177 19.763 19.82977 19.89183 19.94965 20.00417 20.05644 20.10732 20.1573 20.20649 29.10837 29.08596 29.06058 29.03374 29.00723 28.98251 28.96048 28.94124 28.92428 28.90875 28.89377 28.87872 28.86329 33.5549 33.5314 33.50717 33.48439 33.46451 33.44799 33.43441 33.42273 33.4118 33.40068 33.38886 33.37629 33.36329 6.35717 6.312786 6.269622 6.228204 6.188886 6.151788 6.116795 6.083628 6.051925 6.021332 5.991596 5.962596 5.934329 2.219851 2.188259 2.157645 2.128078 2.09964 2.072401 2.046384 2.021555 1.997827 1.975072 1.953153 1.931956 1.911407 120 100 LNIHK 80 LNM2 60 LNPDB LNPT 40 LNSBIS LNSUKUK 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 105 Variance Decomposition of LNM2 Period LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 1 4.238884 0.38445 6.893495 1.099903 87.38327 2 15.66536 1.34222 7.921333 1.594947 70.15884 3 18.59634 2.586313 6.985202 1.777027 63.68675 4 24.0432 2.576823 5.332268 2.547693 60.48148 5 25.94036 2.372321 8.524277 6.107232 53.5949 6 24.46215 1.825448 10.09731 10.46413 50.01902 7 22.43267 1.355563 14.81046 11.97668 45.44323 8 22.09751 1.285196 16.48265 12.05663 44.20634 9 21.57002 1.3009 16.68622 12.16331 44.41689 10 21.78175 1.299151 16.91574 12.12488 44.00536 11 22.09824 1.253626 16.81233 11.88772 44.24993 12 22.66818 1.192777 16.57775 11.58939 44.39405 13 23.43196 1.133579 16.3486 11.26807 44.38486 14 24.00184 1.077822 16.03559 11.11457 44.47567 15 24.45792 1.015863 15.95301 11.14023 44.24642 16 24.68769 0.956936 16.05045 11.24839 43.98492 17 24.67244 0.903829 16.24859 11.41143 43.75974 18 24.58641 0.87026 16.53955 11.56385 43.47929 19 24.46871 0.850742 16.75258 11.68615 43.33151 20 24.40165 0.83093 16.91466 11.75478 43.22969 21 24.42041 0.81221 17.01222 11.7521 43.1893 22 24.49004 0.792425 17.02729 11.71624 43.21576 23 24.60971 0.77216 17.01517 11.67101 43.22587 24 24.74456 0.751645 16.98685 11.63286 43.23158 25 24.86718 0.730216 16.96555 11.61301 43.21938 26 24.96738 0.70976 16.971 11.61005 43.17983 27 25.02801 0.691335 16.99517 11.62559 43.13515 28 25.05732 0.675144 17.04107 11.65381 43.07797 29 25.06893 0.66132 17.09735 11.68261 43.02264 30 25.07395 0.649005 17.14946 11.70505 42.98098 31 25.08585 0.637865 17.19318 11.71702 42.94928 32 25.10812 0.627435 17.22252 11.71979 42.93068 33 25.14089 0.617092 17.24005 11.71692 42.91857 34 25.18203 0.606786 17.25058 11.71106 42.90781 35 25.22523 0.596564 17.2571 11.70577 42.89751 36 25.26607 0.586622 17.26472 11.70348 42.88354 37 25.30094 0.577188 17.27571 11.7051 42.86617 LNIHK 0 3.317293 6.368366 5.018542 3.460912 3.131951 3.981402 3.871676 3.862652 3.873111 3.698154 3.577856 3.43293 3.294505 3.186547 3.071617 3.003975 2.960649 2.910305 2.868292 2.81377 2.758243 2.706074 2.65249 2.604655 2.561977 2.524751 2.494684 2.467148 2.441559 2.4168 2.391451 2.366473 2.34173 2.317825 2.295568 2.274887 106 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 25.32824 25.34929 25.36601 25.38099 25.39648 25.41351 25.43235 25.45235 25.47245 25.4917 25.50934 25.52514 25.53928 0.568317 0.560083 0.552472 0.545377 0.53868 0.532241 0.525985 0.519893 0.513965 0.508229 0.502715 0.497443 0.492423 17.29067 17.30926 17.32905 17.34819 17.3653 17.37953 17.3912 17.40092 17.40961 17.41823 17.42725 17.4369 17.447 11.71027 11.71723 11.72432 11.73031 11.73446 11.73676 11.73766 11.73788 11.7382 11.73908 11.7407 11.74295 11.74555 42.84651 42.82549 42.8058 42.78823 42.77318 42.76074 42.7499 42.74 42.73024 42.72007 42.7095 42.69863 42.68779 2.255997 2.238637 2.222346 2.206896 2.1919 2.177228 2.162905 2.148955 2.135526 2.122697 2.1105 2.098944 2.087951 120 100 LNIHK 80 LNM2 60 LNPDB LNPT 40 LNSBIS LNSUKUK 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 107 Variance Decomposition of LNIHK: Period LNSUKUK LNSBIS LNPT 1 10.93822 1.121842 1.446926 2 10.13493 0.738051 3.764226 3 8.534105 1.997005 4.390588 4 8.302246 3.260073 4.64829 5 7.706789 3.136994 5.029768 6 7.173235 2.741817 5.14298 7 6.652326 2.495951 5.746698 8 6.331083 2.576768 5.728052 9 6.122052 2.688896 5.571772 10 6.014656 2.735415 5.259047 11 5.933883 2.788345 4.997603 12 5.935144 2.886547 4.827 13 5.951452 2.989043 4.746284 14 5.955032 3.027406 4.711866 15 5.930898 3.006964 4.725316 16 5.873715 2.979711 4.75586 17 5.811746 2.96395 4.799974 18 5.752203 2.955474 4.817199 19 5.697045 2.949849 4.797682 20 5.653564 2.950121 4.756539 21 5.621729 2.962822 4.705129 22 5.602591 2.982994 4.656243 23 5.592251 3.00083 4.615692 24 5.583509 3.012441 4.585397 25 5.573898 3.018511 4.568007 26 5.561375 3.021442 4.560125 27 5.545848 3.022099 4.55683 28 5.528587 3.020944 4.553633 29 5.510506 3.01993 4.546977 30 5.493516 3.020669 4.536533 31 5.478828 3.02352 4.522882 32 5.466639 3.027765 4.507349 33 5.456792 3.032344 4.491977 34 5.448494 3.036691 4.478194 35 5.441009 3.040446 4.466912 36 5.433741 3.043297 4.458189 37 5.426185 3.045212 4.451342 38 5.418265 3.046432 4.445592 LNPDB LNM2 LNIHK 5.869115 0.442185 80.18171 9.608486 0.265371 75.48894 10.16416 0.213014 74.70113 9.488096 0.243109 74.05819 9.129769 0.256475 74.7402 9.384422 0.239426 75.31812 9.505682 0.20877 75.39057 9.161245 0.21132 75.99153 8.656145 0.226258 76.73488 8.228232 0.275354 77.4873 7.953099 0.300117 78.02695 7.767097 0.312789 78.27142 7.629265 0.30218 78.38178 7.551416 0.284847 78.46943 7.545221 0.267867 78.52373 7.574095 0.253056 78.56356 7.577464 0.240615 78.60625 7.537833 0.231197 78.70609 7.473652 0.225216 78.85655 7.401189 0.223515 79.01507 7.328147 0.223965 79.15821 7.259055 0.223778 79.27534 7.200673 0.22188 79.36867 7.158802 0.21845 79.4414 7.131851 0.21426 79.49347 7.113286 0.209786 79.53399 7.096963 0.205376 79.57288 7.079331 0.201474 79.61603 7.059072 0.198341 79.66517 7.03571 0.196026 79.71755 7.009911 0.194328 79.77053 6.983654 0.192909 79.82168 6.959061 0.19153 79.8683 6.937478 0.190035 79.90911 6.919156 0.18836 79.94412 6.903593 0.186543 79.97464 6.890026 0.184674 80.00256 6.877567 0.182864 80.02928 108 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 5.410127 5.402053 5.394364 5.387235 5.380745 5.374861 5.369444 5.36434 5.359398 5.354524 5.349694 5.344926 3.047388 3.048443 3.049746 3.051325 3.05312 3.05501 3.056854 3.058522 3.059959 3.061182 3.06225 3.063235 4.440111 4.4343 4.427927 4.421037 4.413941 4.407012 4.400534 4.394674 4.38944 4.384724 4.380355 4.376153 6.865384 6.852947 6.840138 6.827198 6.814502 6.802385 6.791073 6.780646 6.771041 6.762087 6.753567 6.745298 0.181203 0.179725 0.178428 0.177276 0.176218 0.175203 0.174192 0.173171 0.172146 0.171133 0.170153 0.169222 80.05579 80.08253 80.1094 80.13593 80.16147 80.18553 80.2079 80.22865 80.24802 80.26635 80.28398 80.30117 120 100 LNIHK 80 LNM2 60 LNPDB LNPT 40 LNSBIS LNSUKUK 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49