obligasi syariah (sukuk)

advertisement
OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) DAN INDIKATOR
MAKROEKONOMI INDONESIA :
SEBUAH ANALISIS VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)
OLEH
MUSTIKA RINI
H14080070
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
MUSTIKA RINI. Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi
Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models (VECM).
(dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK)
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk
beragama islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang
besar bagi industri perbankan ataupun lembaga keuangan syariah lainnya,
termasuk di dalamnya pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang
dihadapi oleh industri perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya
karena istrumen profit bunganya yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi
juga seharusnya menambah minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri
keuangan yang bersifat syariah dengan istrumen profit-loss sharing yang
menimbulkan cost yang relatif lebih rendah. Selain itu keuangan yang bersifat
syariah juga menerapkan prinsip-prinsip yang adil dan melarang terhadap praktik
yang mengandung riba, gharar, dan maysir sehingga lebih jelas kehalalannya bagi
penduduk muslim.
Salah satu industri keuangan yang bersifat syariah yang sudah berkembang
cukup lama yaitu industri pasar modal syariah. Pasar modal syariah ini
mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham
syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi
syariah (sukuk).
Sejak awal diterbitkannya pada tahun 2002, penerbitan sukuk selalu
mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Terlebih ketika diterbitkannya
sukuk global (SBSN) pada tahun 2008. Pada awal penerbitan sukuk pada tahun
2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai
175 miliar. Pada tahun 2011, total emiten sukuk korporasi berjumlah 48 dengan
nilai emisi total 70.686,4 milyar rupiah.
Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk diantaranya yaitu sebagai
diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi
negara dan perluasan usaha bagi korporasi. Selain itu, sukuk juga sangat berperan
dalam pertumbuhan sektor ril.
Penelitian ini menganalisis hubungan sukuk dengan indikator
makroekonomi Indonesia menggunakan data sekunder deret waktu dari Mei 2006
- Desember 2010. Alat analisis yang digunakan yaitu VECM. Berdasarkan hasil
pembahasan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada jangka pendek
penerbitan sukuk tidak dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang
diamati. Pada jangka panjang penerbitan sukuk di Indonesia dipengaruhi oleh
indikator makroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar,
pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Hal ini dikarenakan ketika
perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi
makroekonomi yang ada di Indonesia.
Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerbitan sukuk juga akan
mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan
baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka
penerbitan sukuk akan mengalami penurunan yang diakibatkan kondisi
makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan
pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah
sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi
peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar
hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik
akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi)
maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar
keuangan domestikpun akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan pada jumlah
uang beredar di masyarakat, pemerintah akan menerbitan sukuk sebagai salah satu
instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Ketika terjadi penurunan
bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah akan mamanfaatkan
hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya
bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return obligasi syariah
akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah.
Berdasarkan hasil Uji FEDV dan Uji Kausalitas Granger, pada masa yang
akan datang penerbitan sukuk juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan
ekonomi, dan pengangguran dengan porsi kontribusi masing-masing sepuluh
persen dan lima persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi
yang diperuntukkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor ril sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Penerbitan sukuk
tidak memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi karena sukuk merupakan
surat berharga yang tidak dijadikan instumen pada operasi pasar tebuka oleh
pemerintah untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun
penerbitan sukuk tetap berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan
inflasi jika pemerintah menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan
sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka. Hasil FEDV ini juga menunjukkan
butuh waktu yang cukup panjang bagi suatu variabel mikro yang baru tumbuh
selama sepuluh tahun untuk dapat memengaruhi variable makro.
Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan
korporasi tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif
dirasakan seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator
makroekonomi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali
stabil. Ketika terjadi guncangan pada kondisi makroekonomi di Indonesia,
penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan terhadap goncangan.
Pada akhirnya kebijakan yang harus diambil pemerintah tentang
penerbitan sukuk adalah pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi
makroekonomi Indonesia, khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat
pengangguran terbuka karena kedua variabel inilah yang memiliki pengaruh
paling besar terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan penerbitan sukuk
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah tingkat
pengangguran sehingga pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk
dan menjaga stabilitasnya.
Pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada
operasi pasar terbuka guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat yang
pada akhirnya akan mengurangi inflasi. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil
FEDV justru variabel jumlah uang beredarlah yang merasakan dampak paling
besar akibat penerbitan sukuk.
OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) DAN INDIKATOR
MAKROEKONOMI INDONESIA :
SEBUAH ANALISIS VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)
OLEH
MUSTIKA RINI
H14080070
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Skripsi : Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi
Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models
(VECM)
Nama
: Mustika Rini
NIM
: H14080070
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Irfan Syauqi Beik, Ph.D
NIP. 19790422 200604 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Mustika Rini
H14080070
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mustika Rini lahir di Tangerang pada tanggal 23 Juli
1990. Penulis merupakan anak pertama dari empar bersudara pasangan Asbullah
dan Sri Mulyati. Penulis mengawali pendidikan di TK Islam Al-Kautsar
Tangerang (1994-1996), dilanjutkan ke SDN Karawaci Baru 1 Tangerang (19962002). Setelah lulus sekolah dasar penulis melanjutkan studi ke Pondok Pesantren
Al-Masthuriyah selama tiga tahun dengan pendidikan formal di MTs AlMasthuriyah Sukabumi (2002-2005). Setelah lulus penulis melanjutkan ke SMA
Negeri 5 Bogor (2005-2008).
Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor
dengan jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan melalui jalur Undangan
Saringan Masuk IPB (USMI). Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan
penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan
pola pikir yang jauh lebih baik.
Selama menyelesaikan masa studinya penulis aktif di beberapa organisasi
dan kepanitian kemahasiswaan IPB. Diantaranya yaitu penulis menjadi anggota
aktif selama berkuliah di IPB dan staf adimistrasi keuangan Koperasi Mahasiswa
IPB (2009-2010), staf pendidikan pada HIPOTESA (Himpunan Profesi dan
Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) tahun 2010-2011. Penulis juga
aktif dalam kepanitiaan Hipotex-R (2009), Masa Perkenalan Departemen Ilmu
Ekonomi – Masa Perkenalan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (2010), FEMily
Day (2010), Etools (2011), dan kegiatan kepanitiaan lainnya. Selain itu penulis
juga aktif sebagai tutor matematika SMA pada lembaga pendidikan Vision
(Education and Personality Consultancy) Bogor dari Oktober 2010 sampai
sekarang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan Kehadirat Allah SWT karena telah
melimpahkan
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator
Makroekonomi Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models
(VECM)”. Shalawat serta salam selau tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW karena berkat perjuangannya kita dapat sampai pada dunia yang penuh
dengan cahaya ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Dasar penulisan skripsi karena perkembangan obligasi syariah saat ini memiliki
potensi yang besar sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan
makroekonomi yang terjadi di Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Kedua orang tua dan keluarga inti penulis, yakni Bapak Asbullah dan Sri
Mulyati beserta adik-adik, Hakim Setiadji, M.Rezha Fauzi, dan Kurnia
Rizky Saputra atas segala limpahan kasih sayang, segenap doa, dan
dukungan baik moril maupun materil selama ini. Terima kasih pula untuk
Ervin Eriansyah atas segala dukungan, motivasi, perhatian, dan segenap
doa kepada penulis.
2. Bapak Irfan Sauqi Beik, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi. Terima
kasih atas waktu yang diluangkan di sela-sela kesibukan yang padat, ilmu
dan pemahaman, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai pada
waktunya.
3. Ibu Dr. Yeti Lies Purnama selaku dosen penguji utama dalam sidang
skripsi. Terima kasih atas ilmu, koreksi, kritik dan saran yang sangat
berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Deniey Adi Purwanto, M.SE selaku dosen penguji dari komisi
pendidikan. Terima kasih atas informasi mengenai tata cara penulisan
skripsi yang baik, serta atas kritik dan saran yang sangat berharga bagi
penyempurnaan skripsi ini.
5. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi, khususnya dan seluruh dosen
IPB, umumnya atas ilmu yang telah diberikan sebagai bekal kehidupan
penulis.
6. Segenap staf tata usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas kesabarannya
dalam mengurusi segala administrasi yang terkait.
7. Teman-teman satu bimbingan, Masyitha Mutiara, Sylviana Dewi H,
Istiqomah, dan Kasyfurrahman Ali atas segala dukungan, doa, dan
kekompakannya sehingga kita bisa lulus tepat waktu bersama.
8. Sahabat-sahabat ilmu ekonomi 45, Ario Seto, Cynthia Eka S, Maria Ulfah,
dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, atas doa dan
dukungannya.
9. Keluarga besar Vision (Education and Personality Consultancy) atas
keceriaan dan ilmu kehidupan yang selalu diberikan.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis sangat terbuka atas kritik, saran, dan pertanyaan-pertanyaan
mengenai skripsi ini. Besar harapan penulis, adanya skripsi ini akan bermanfaat
bagi keberlanjutan studi pasar modal syariah, khususnya dan pengembangan
aplikasi ekonomi syariah di Indonesia, umumnya. Skripsi ini dapat disalin oleh
siapapun dengan atau tanpa seijin penulis dengan memperhatikan kaidah-kaidah
akademik.
Bogor, Mei 2012
Mustika Rini
H14080070
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 9
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 10
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN ......................... 12
2.1. Tinjauan Konsep ............................................................................... 12
2.1.1. Konsep Ekonomi Islam ........................................................... 12
2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah ............................... 13
2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir ........................................... 14
2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga ........................ 14
2.1.2. Konsep Obligasi Syariah (Sukuk) ........................................... 15
2.1.2.1. Pengertian Sukuk ....................................................... 15
2.1.2.2. Karakteristik Sukuk ................................................... 17
2.1.2.3. Jenis Sukuk ................................................................ 19
2.1.3. Konsep Indikator Makroekonomi ........................................... 22
2.1.3.1. Pertumbuhan Ekonomi............................................... 22
2.1.3.2. Jumlah Uang Beredar ................................................. 24
2.1.3.3. Inflasi .......................................................................... 27
2.1.3.4. Pengangguran Terbuka ............................................... 30
2.1.3.5. Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) .... 32
2.2. Tinjauan Teori ................................................................................... 33
2.2.1. Teori Investasi ...................................................................... 33
2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 33
2.2.3. Teori Kuantitas Uang ........................................................... 34
2.2.4. Hubungan antara Penerbitan Sukuk dan Indikator
Makroekonomi Indonesia ................................................... 35
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................ 36
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... 38
2.5. Hipotesis .......................................................................................... 39
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 40
3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 40
3.2. Metode Analisis................................................................................. 41
3.2.1. Metode Vector Error Correction Model (VECM) .................. 43
3.2.2. Pengujian Sebelum Estimasi ................................................... 44
3.3. Model Penelitian ............................................................................... 46
3.4. Definisi Operasional .......................................................................... 47
IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 50
4.1. Gambaran Umum Obligasi Syariah (Sukuk) .................................... 50
4.1.1. Sejarah Sukuk dan Perkembangan Sukuk Dunia .................... 50
4.1.2. Kondisi dan Perkembangan Sukuk di Indonesia .................... 54
4.2. Kondisi Makroekonomi Indonesia Setelah Penerbitan Obligasi
Syariah (2006-2011) ......................................................................... 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 60
5.1. Uji Stasioneritas ................................................................................ 60
5.2. Uji Lag Optimum .............................................................................. 61
5.3. Uji Stabilitas VAR ............................................................................ 62
5.4. Uji Kausalitas Granger ...................................................................... 63
5.5. Uji Kointegrasi Johansen .................................................................. 63
5.6. Hasil Estimasi VECM Sukuk dan Indikator Makroekonomi
Indonesia .......................................................................................... 65
5.7. Impulse Response Function (IRF) .................................................... 69
5.8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ........................... 72
5.8. Pembahasan Keseluruhan .................................................................. 76
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 80
6.1. Kesimpulan....................................................................................... 80
6.2. Saran ................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83
LAMPIRAN .................................................................................................... 85
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1 Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia Tahun 2002 – 2011 ................... 4
1.2. Indikator Makroekonomi Indonesia dalam Angka Tahun 2008-2010 .......... 7
2.1. Perbedaan antara Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional ................... 13
2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil ...................................................... 15
2.3. Perbandingan Sukuk dan Obligasi .............................................................. 18
3.1. Variabel, Notasi, dan Sumber Data .............................................................. 40
4.1. Perkembangan Sukuk Global Internasional Tahun 2002-2007 ................... 52
4.2. Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia Tahun 2002 – 2011 ................. 54
4.3. Indikator Makroekonomi Indonesia (2006-2011) ........................................ 58
5.1. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data Level ....................................... 61
5.2. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data First Difference ....................... 51
5.3. Hasil Uji Lag Optimum untuk Model Sukuk ............................................... 62
5.4. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen ............................................... 64
5.5. Hasil Estimasi Model VECM Penerbitan Sukuk ......................................... 66
5.6. Hasil FEDV LnSukuk .................................................................................. 72
5.7. Hasil FEDV Ln PDB ................................................................................... 74
5.8. Hasil FEDV Ln PT....................................................................................... 75
5.9. Hasil FEDV Ln IHK .................................................................................... 75
5.10. Hasil FEDV Ln M2 .................................................................................... 77
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Grafik Perkembangan Penerbitan Sukuk di Indonesia (2002-2011) ............ 5
2.1. Skema Sukuk Ijarah ..................................................................................... 19
2.2. Skema Sukuk Mudharabah .......................................................................... 21
2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................. 38
3.1. Proses Analisis VAR dan VECM ................................................................ 42
5.1. Respon PDB, M2, IHK, PT, dan SBIS Ketika Terjadi Guncangan pada
Penerbitan Sukuk (Periode Bulanan) ............................................................ 70
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Teori Transmisi Dampak Penerbitan Sukuk terhadap Indikator Makroekonomi
Indonesia......................................................................................................... 86
2. Uji Stasioneritas .............................................................................................. 87
3. Uji Lag Optimum dan Uji Stabilitas VAR ...................................................... 91
4. Uji Kointegrasi Johansen ................................................................................ 92
5. Uji Kausalitas Granger .................................................................................... 93
6. Hasil Estimasi Model VECM ......................................................................... 94
7. Hasil Impuls Response Function ..................................................................... 97
8. Hasil Forecast Error Decomposition Variance .............................................. 99
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama
Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi
industri perbankan ataupun lembaga keuangan syariah lainnya, termasuk di dalamnya
pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri
perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya karena istrumen profit
bunganya yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi juga seharusnya menambah
minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri keuangan yang bersifat syariah
dengan instrumen profit-loss sharing yang menimbulkan cost yang relatif lebih
rendah. Keuangan yang bersifat syariah juga menerapkan prinsip-prinsip yang adil
dan melarang terhadap praktik yang mengandung riba, gharar dan maysir sehingga
lebih jelas kehalalannya bagi penduduk muslim.
Salah satu industri keuangan yang bersifat syariah yang sudah berkembang
cukup lama yaitu industri pasar modal syariah. Pasar modal syariah merupakan pasar
modal yang menerapkan prinsip-prinsip islami dalam setiap kegiatan dan sistemnya
yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh DSN-MUI.1 Peran pasar modal syariah
sebagai lembaga intermediasi dalam perekonomian suatu negarapun tidak dapat
diabaikan.
1
Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal
Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
2
Melalui pasar modal syariah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis
dengan memperoleh bagian keuntungan dan risikonya. Selain itu, dengan adanya
pasar modal syariah dapat memberikan alternatif instrumen investasi halal yang lebih
beragam untuk masyarakat. Untuk pihak yang memerlukan dana dapat menerbitkan
sekuritas sesuai kebutuhannya dengan waktu pengembalian yang relatif lama dan
menghindari fluktuasi jangka pendek yang terdapat pada pasar modal konvensional.
Dalam perkembangannya, pasar modal syariah telah mengalami banyak
kemajuan. Salah satunya dengan diterbitkannya enam fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal.
Keenam fatwa tersebut yaitu :
1. No. 05/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang Jual Beli Saham
2. No. 20/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk
Reksa Dana Syariah
3. No. 32/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah
4. No. 33/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
5. No. 40/ DSN-MUI/ IX/ 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
6. No. 41/ DSN-MUI/ III/ 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Selain itu, telah diterbitkan pula paket peraturan Bapepam-LK terkait Pasar Modal
Syariah, yaitu peraturan tentang Penerbitan Efek Syariah dan Akad-akad yang
digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, serta tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dengan dikeluarkannya fatwa dan peraturanperaturan
tersebut, diharapkan dapat merangsang masyarakat untuk lebih aktif
3
berpartisipasi dalam kegiatan yang terjadi di pasar modal karena keragaman
instrumen investasi yang halal.2
Di Indonesia, sejarah industri ini dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana
Syariah oleh PT Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Tak lama
setelah itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2000 diterbitkan pula Jakarta Islamic Index
(JII).
Dari
sisi
institusional,
sejarah
pasar
modal
ini
ditandai
dengan
ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bappepam LK dan DSN-MUI pada
tanggal 14 Maret 2003 (Bappepam-LK, 2011). Pasar modal syariah ini mempunyai
tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham syariah yang
lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah (sukuk).
Istilah sukuk sendiri berasal dari bahasa Arab “Sakk” yang berarti sertifikat.
Secara terminologi, sukuk berarti surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah, yang dikeluarka emiten kepada pemegang obligasi syariah (sukuk), yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo (Fatwa DSN MUI). Menurut sumber yang menerbitkan, sukuk terbagi menjadi
dua jenis, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan sukuk yang diterbitkan
oleh negara yang lebih dikenal Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk
global.
Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk yaitu untuk mendorong
perkembangan industri pasar modal syariah, sebagai diversifikasi sumber pendanaan
untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi
2
Agustianto, 2011. Pasar Modal Syariah.
4
korporasi serta sebagai diversifikasi berbasis investor. Selain itu, sukuk juga sangat
berperan dalam pertumbuhan sektor ril. Sukuk juga memiliki kelebihan yang unik
jika dibandingkan produk investasi yang ada di pasar modal, yaitu risiko yang rendah
atau relatif lebih aman karena memiliki underlying asset3.
Tabel 1.1. Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia 2002 - 2011
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sukuk Korporasi
Total Nilai
(Rp Milyar)
Total Jumlah
Emiten
Sukuk Global
(SBSN)
Total Nilai
(Rp Milyar)
175,0
740,0
1394,0
1979,4
2179,4
3204,4
5498,4
7015,4
7815,4
7915,4
1
6
13
16
17
21
29
43
47
48
4699,7
14218,9
38500,0
62771,0
Total Nilai
Emisi Sukuk
Korporasi dan
Negara
(Rp Milyar)
175,0
740,0
1394,0
1979,4
2179,4
3204,4
10198,1
21234,3
46315,4
70686,4
Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah
Penerbitan sukuk yang pertama kali dilakukan oleh PT Indosat TBK pada
Oktober 2002 merupakan sukuk korporasi dengan akad mudharabah dengan nilai
nominal 175 miliar rupiah. Untuk sukuk global sendiri, pertama kali diterbitkan oleh
pemerintah melalui tiga agen, yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Securities
dan PT Danareksa Sekuritas pada Agustus 2008 dengan akad ijarah dengan nilai
nominal 4.699,7 miliar rupiah.
3
Underlying asset merupakan aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dapat berupa
Barang Milik Negara/ barang milik perusahaan atau objek pembiayaan sukuk.
5
Terhitung sampai Desember 2011, total emisi sukuk yang diterbitkan oleh korporasi
dan negara mencapai nilai masing-masing 7.915,4 miliar rupiah dan 6.2771 milyar
rupiah. Sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 1.1 di atas.
Dari gambar 1.1 di bawah dapat dilihat perkembangan sukuk mengalami tren
yang meningkat. Hal ini dikarenakan sejak awal diterbitkannya pada tahun 2002
sampai dengan tahun 2011 penerbitan sukuk selalu mengalami pertumbuhan dari
tahun ke tahun. Terlebih ketika diterbitkannya sukuk global (SBSN) pada tahun 2008.
Pada awal penerbitan sukuk pada tahun 2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai
emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai 175 miliar. Sampai tahun 2011, total emiten
sukuk korporasi berjumlah 48 dengan nilai emisi total 70.686,4 milyar rupiah.
Pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2011 sebesar 2 persen untuk emiten sukuk
korporasi dan pada tahun 2006 sebesar 10,10 persen untuk total nilai emisi sukuk.
Sukuk yang telah dilunasi per 30 Desember 2011 sebesar 2.039,4 milyar rupiah. Hal
total nilai emisi sukuk
(Milyar Rupiah)
ini tentu mencerminkan potensi penerbitan sukuk yang sangat besar.
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
total nilai emisi
sukuk korporasi
total nilai emisi
sukuk negara
total nilai emisi
sukuk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah
Gambar 1.1. Grafik Perkembangan Penerbitan Sukuk di Indonesia (2002-2011)
6
Dari awal penerbitannya sampai Mei 2011, tipe emiten sukuk korporasi
didominasi emiten infrastruktur, utility dan transportasi sebanyak 25 persen. Sisanya
adalah emiten jasa keuangan 18 persen, emiten perdagangan, jasa, dan investasi
masing-masing 14 persen, emiten industri kimia dasar, dan pertanian masing-masing
11 persen, lalu emiten pertambangan, industri dan barang konsumsi masing-masing
tiga persen (Republika.co.id, 2011).
Para investor sukuk mayoritas berasal dari lembaga keuangan yang ada di
Indonesia. Masing-masing memiliki porsi tersendiri dari yang paling besar hingga
yang paling kecil porsinya, yaitu asuransi konvensional sebesar 29 persen, bank
syariah sebesar 27 persen, dana pensiun konvensional 12 persen, perusahan sekuritas
sembilan persen, asuransi syariah lima persen, bank konvensional dan reksadana
syariah masing-masing empat persen, reksadana konvensional dan dana pensiun
syariah masing-masing 1 persen dan 0,1 persen (Republika.co.id, 2011).
Penerbitan sukuk yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi
beberapa kali mengalami oversubscribe. Seperti yang terjadi pada penerbitan sukuk
negara seri IFR 0001 dan IFR 0002 yang mengalami oversubscribe 1,6 kali dimana
total pemintaan mencapai 8,07 triliun rupiah dari target indikatif sebesar lima trilliun
rupiah. Porsi permintaan dari investor domestik cukup tinggi yakni kurang lebih 7,1
triliun rupiah atau 88 persen dari total permintaan. Hal ini mengindikasikan minat dan
kepercayaan pasar serta permintaan terhadap sukuk di Indonesia relatif tinggi.
(backup.majalahekonomisyariah.com).
Dari potensi yang besar ini pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan dengan
sebaik mungkin untuk mengatasi permasalah ekonomi makro yang ada di Indonesia
7
saat ini, seperti pengangguran, inflasi, jumlah uang beredar yang terlalu banyak, dan
pertumbuhan ekonomi yang negatif.
Pengangguran selalu menjadi masalah utama bagi negara berkembang, seperti
yang terjadi di Indonesia. Sedikitnya lapangan pekerjaan disebabkan oleh kelangkaan
investasi yang ada di Indonesia. Inflasi merupakan indikator pergerakan harga barang
dan jasa yang juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi akan menjadi
masalah jika kenaikan harga barang-barang dan jasa tidak diikuti oleh kenaikan upah
ril. Pertumbuhan ekonomi sendiri dapat dikatagorikan baik jika mengalami
pertumbuhan yang positif.
Pada tahun 2010, jumlah pengangguran terbuka Indonesia sampai bulan
Agustus mencapai angka 8,32 juta jiwa (BPS, 2012) dengan penurunan tingkat
pengangguran sebesar 7,17 persen dibanding Agustus 2010 (year-on-year) dan untuk
tingkat inflasi berada pada angka 6,96 persen. Seperti yang terlihat pada tabel 1.2
berikut ini.
Tabel 1.2. Indikator Makroekonomi Indonesia dalam Angka Tahun 2006-2010
Indikator Makroekonomi
2006
2007
2008
2009
2010
Tingkat
Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Tingkat Inflasi (%)
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (%)
Tingkat Jumlah Uang
Beredar Luas (%)
Bonus SBIS (%)
6
6
5
5
7
6
-13
6
6
11
6
3
-5
7
-7
15
19
15
13
15
8
7
10
6
6
Sumber : SEKI-BI dan BPS (2012), diolah
8
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sejak tahun 2006 pertumbuhan ekonomi,
laju pengangguran, inflasi, jumlah uang beredar, dan bonus SBIS di Indonesia
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Laju pengangguran dan bonus SBIS mengalami
tren yang menurun pada tahun 2009 dan 2010. Pertumbuhan ekonomi sempat
menurun, tingkat inflasi dan tingkat jumlah uang beredar yang mengalami
peningkatan pada tahun 2007 dan 2008 akibat adanya krisis subprime mortage di
Amerika yang juga menjadi krisis keuangan dunia. Mulai tahun 2009 ketiga indikator
makroekonomi tersebut mengalami perbaikan. tingkat inflasi terkendali di angka 3
persen dan jumlah uang beredar di angka 13 persen walau pertumbuhan ekonomi
masih berada di angka 5 persen. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi meningkat
menjadi 7 persen. Hal ini menandakan Indonesia merupakan negara yang mampu
bangkit setelah dilanda krisis.
Kestabilan kondisi makroekonomi Indonesia sangat mutlak diperlukan bagi
perkembangan pasar modal di Indonesia umumnya dan penerbitan sukuk khususnya.
Hal ini akan memengaruhi kondisi pasar uang yang terdapat di Indonesia. Pasar uang
yang kondusif akan memengaruhi keputusan penerbitan sukuk yang dilakukan baik
oleh pemerintah maupun oleh korporasi.
Oleh sebab itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai
hubungan penerbitan sukuk dengan indikator makroekonomi di Indonesia, dalam hal
ini inflasi, pengangguran, jumlah uang beredar, pertumbuhan ekonomi, dan bonus
SBIS. Penulis juga berharap dengan adanya penerbitan sukuk ini dapat mengatasi
permasalahan makroekonomi yang terjadi di Indonesia, yaitu tingkat pengangguran
9
dan tingkat inflasi yang tinggi, jumlah uang beredar yang terlalu banyak, dan
pertumbuhan ekonomi yang negatif.
1.2.
Perumusan Masalah
Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi syariah bagi masyarakat
dengan risiko yang kecil dan sebagai instrumen penghimpun dana bagi para korporasi
serta
pemerintah
untuk
membiayai
segala
proyek
pembangunannya.
Perkembangannya pun sangat luar biasa. Pertama kali diterbitkan dengan total nilai
emisi 175 milyar hingga sampai Desember 2011 mampu menghasilkan total nilai
emisi sebanyak 70.686 milyar rupiah. Total nilai emisi sukuk yang telah dilunasi
sebanyak 2.039,4 milyar rupiah sedangkan yang masih beredar di masyarakat
sebanyak 68.647 milyar rupiah. Potensi ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk mengurangi masalah makroekonomi Indonesia, yaitu inflasi, dan
pengangguran. Sukuk juga diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pengendalian jumlah uang beredar. Penerbitan
sukuk di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi makroekonomi yang ada di negara
ini. Ketika kondisi makroekonomi stabil maka hal ini akan memengaruhi keputusan
para emiten untuk menerbitkan sukuk. Namun pada kenyataanya, porsi penerbitan
sukuk sampai bulan September 2011 hanya sebesar 9,52 persen jauh di bawah
obligasi konvensional yang sebesar 90,48 persen. Sehingga penulis merasa perlu
untuk meneliti hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi. Pada
akhirnya rumusan masalah pada penelitian penulis adalah :
10
1. Faktor makroekonomi apa saja yang mempengaruhi penerbitan Obligasi
Syariah (sukuk) di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) terhadap
indikator
makroekonomi
di
Indonesia,
dalam
hal
ini
inflasi,
pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah uang beredar?
3. Bagaimana implikasi kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait
hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi penerbitan
Obligasi Syariah (sukuk) di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) terhadap
indikator makroekonomi di Indonesia, yaitu inflasi, pengangguran,
pertumbuhan ekonomi, dan jumlah uang beredar.
3. Menganalisis implikasi kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait
hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam
mengambil keputusan mengenai sumber pembiayaan yang efektif untuk
mengatasi masalah makroekonomi Indonesia, yaitu pengangguran, inflasi,
serta pertumbuhan ekonomi.
11
2. Bagi akademisi, penelitian ini bisa dijadikan bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini.
3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang hal
terkait lebih dalam lagi dan sebagai wadah dalam mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh.
4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat
untuk
meguntungkan,
berinvestasi
berisiko
rendah,
pada
dan
instrument
dapat
yang
“halal”,
membantu
program
pembangunan pemerintah yang didasari pada tujuan penerbitan sukuk.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup data penerbitan sukuk yang dapat dilihat dari total
nilai emisi sukuk korporasi dan sukuk Negara (SBSN). Nilai emisi sukuk korporasi
merupakan total penjumlahan antara emisi sukuk yang masih beredar (outstanding)
dan nilai emisi sukuk yang sudah dilunasi. Untuk nilai emisi sukuk negara (SBSN)
merupakan nilai emisi sukuk yang masih beredar (outstanding) di pasar. Indikator
makroekonomi Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu inflasi yang
dapat dilihat dari Indeks Harga Konsumen (IHK), pengangguran yang dapat dilihat
dari pengangguran terbuka, dan pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari PDB
menurut lapangan usaha atas tahun konstan, dan bonus Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS). Data penelitian ini juga dibatasi dari Mei tahun 2006 sampai dengan
Desember tahun 2010
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Konsep
2.1.1. Konsep Ekonomi Islam
“Dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan.” (Q.S
Al-Najm [53] : 48)
Dalam ekonomi Konvensional, motif aktivitas ekonomi mengarah pada
pemenuhan keinginan individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan
factor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah yang dihadapinya adalah
kelangkaan dan pilihan.
Dalam ekonomi Islam, aktivitas ekonomi diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan dasar yang ada batasnya dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang
tak terbatas (lihat surat Q.S Lukman [31] : 20). Prinsip-prinsip ekonomi islam yaitu,
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan
2. Menjalankan usaha-usaha yang halal
3. Implementasi zakat
4. Penghapusan/pelarangan riba
5. Pelarangan maysir
Perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi konvensional dapat dilihat pada tabel
2.1 berikut ini.
13
Tabel 2.1. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Isu
Sumber
Motif
Paradigma
Pondasi Dasar
Landasan
Filosofi
Harta
Investasi
Distribusi
Kekayaan
KonsumsiProduksi
Mekanisme
Pasar
Pengawas Pasar
Fungsi Negara
Bangunan
Ekonomi
Ekonomi Islam
Al-Qur‟an dan Al-Hadist
Ibadah
Shariah
Muslim
Falah
Ekonomi Konvensional
Daya pikir manusia
Rasional materialism
Pasar
Manusia Ekonomi
Utilitarian Individualism
Pokok Kehidupan
Bagi Hasil
Zakat,
Infaq,
Shadaqah,
Hibah, Hadiah, Wakaf, dan
Warisan
Mashlahah, Kebutuhan, dan
Kewajiban
Bebas dan dalam pengawasan
Asset
Bunga
Pajak dan Tunjangan
Al-Hisbah
Penjamin Kebutuhan Minimal
dan Pendidikan- pembinaan
melalui Baitul Mal
Bercorak perekonomian ril
NA
Penentu Kebijakan melalui
departemen
Egoisme, Materialisme, dan
Rasionalisme
Bebas
Dikotomi Sektoral yang
Sejajar Ekonomi Riil dan
Moneter
Sumber : Ascarya, 2006
2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah
Uang merupakan alat tukar atau transaksi dan pengukur nilai barang dan jasa
untuk memperlancar perekonomian. Uang bukan komoditi. Oleh karena itu motif
memegang uang dalam islam adalah untuk bertransaksi dan berjaga-jaga bukan untuk
spekulasi (Ascarya, 2006).
Dalam sejarah islam, bentuk uang yang biasa digunakan adalah full bodied
money atau uang instrinsik dan nilai instrinsiknya sama dengan nilai ekstrinsiknya
(harga uang sama dengan nilainya). Pada masa ini jenis uang yang umum digunakan
14
adalah dinar emas seberat 4,25 gram dan dirham perak seberat 2,975 gram (Ascarya,
2006).
2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir
Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara bathil (Saed, 1996 dalam Ascarya, 2006). Riba dapat timbul dalam pinjaman
(riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri
dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak
seimbang (riba fadl) dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya
dilebihkan karena melihat jangka waktu (riba nasiah). Riba dayn berarti „tambahan‟,
yaitu pembayaran “premi” atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi utang-piutang
maupun perdagangan yang harusnya dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi
pinjaman di samping pengembalian pokok yang ditetapkan sebelumnya (Ascarya,
2006).
Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa
kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam islam, maysir yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau
permainan berisiko (Ascarya, 2006).
2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga
Dalam islam tidak dikenal adanya bunga karena hal tersebut merupakan
bentuk riba yang diharamkan. Dalam islam yang ada hanyalah sistem bagi hasil
(profit-loss sharing) yang merupakan bentuk kerja sama untuk melakukan kegiatan
usaha antara pemilik modal yang memiliki kelebihan dana dengan pengusaha yang
mengalami kekurangan dana. Sistem bagi hasil ini berbentuk mudharabah dan
15
musyarakah yang masing-masing beragam jenisnya (Ascarya, 2006). Perbedaan
antara sistem bunga dan bagi hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
No.
1.
Bunga
Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi usaha akan
selalu menghasilkan keuntungan.
Besarnya presentase didasarkan pada
dana/modal yang dipinjamkan.
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi
hasil disepakati pada waktu akad sesuai
dengan kemungkinan untung rugi.
2.
Besarnya rasio bagi hasil didasarkan
pada
jumlah
keuntungan
yang
diperoleh.
3.
Bunga dapat mengambang dan Rasio bagi hasil tetap tidak berubah
besarnya berfluktuatif sesuai dengan selama akad masih berlaku, kecuali
fluktuatif bunga patokan atau kondisi diubah atas kesepakatan bersama.
ekonomi
4.
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada keuntungan
dijanjikan
tanpa
pertimbangan dan kerugian usaha yang dijalankan.
keuntungan / kerugian dari usaha
yang dijalankan
5.
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat
meningkat sekalipun keuntungan naik sesuai peningkatan keuntungan
berlipat ganda.
6.
Eksistensi bunga diragukan atau Tidak ada yang meragukan keabsahan
dikecam oleh semua agama
bagi hasil
Sumber : Antonio, 2001 dalam Ascarya, 2006 ; diolah
2.1.2. Konsep Obligasi Syariah (SUKUK)
2.1.2.1.Pengertian SUKUK
Menurut tim studi minat emiten di pasar modal Bapepam-LK (2009), pada
dasarnya definisi sukuk yang berasal dari berbagai sumber literatur dapat dibagi
menjadi dua, yaitu definisi secara etimologi dan definisi secara terminologi. Secara
etimologi (bahasa), sukuk berasal dari bentuk jamak bahasa Arab dari kata “sakk”
yang berarti sertifikat, perjanjian, atau instrumen hukum. Secara terminologi, sukuk
dapat didefinisikan sebagai suatu sertifikat kepercayaan atas kepemilikan atau
16
sertifikat investasi atas kepemilikan sesuatu, dengan masing-masing sakk
menunjukkan kepentingan kepemilikan yang proporsional dan tidak dapat dipisahkan
dalam suatu aset atau kumpulan aset. Berikut ini akan dijelaskan definisi sukuk
secara terminologi menurut AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for
Islamic Financial Institutions), DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia), dan Bapepam-LK.
AAOIFI dalam Shari‟a Standard No.17 mendefinisikan sukuk sebagai berikut
“Investment Sukuk are certificates of equal value representing undivided
share in ownership of tangible assets, usufructs and services, or (in the
ownership of) the assets of particular projects or special investment
activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the
closing of subscription and the employment of funds received for the
purpose for which the sukuk were issued”.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa sukuk merupakan sertifikat bernilai sama
yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat,
dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
DSN-MUI
dalam
Fatwa
DSN-MUI
Nomor
32/DN-MUI/IX/2002,
mendefinisikan obligasi syariah (sukuk) sebagai berikut
“….suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan
emiten
untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
17
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.”
Selanjutnya, menurut Bapepam-LK dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai berikut
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama
dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak
terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
1. Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat);
2. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang
sudah ada maupun yang akan ada;
3. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada;
4. Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan/atau
5. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin
khashah)”.
2.1.2.2. Karakteristik SUKUK
Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, sukuk pada
prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain
berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya
suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset
yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian antara para
pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus
distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba,
gharar dan maysir.
18
Berikut akan dijabarkan secara rinci karakteristik sukuk:
1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat
(beneficial title)
2. Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai
jenis akad yang digunakan
3. Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir
4. Penerbitannya melalui special purpose vehicle (SPV)
5. Memerlukan underlying asset
6. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah
Perbedaan sukuk dengan obligasi konvensional akan ditunjukkan oleh tabel 2.3
berikut ini.
Tabel 2.3. Perbandingan Sukuk dan Obligasi
Deskripsi
Penerbit
Sifat Instrumen
Penghasilan
Jangka waktu
Underlying asset
Pihak yang terkait
Price
Investor
Pembayaran pokok
Penggunaan hasil
penerbitan
Sukuk
Pemerintah, Korporasi
Sertifikat
kepemilikan/penyertaan atas
suatu aset
Imbalan, bagi hasil, margin
Pendek – menengah
Perlu
Obligor, SPV, investor, Trustee
Market Price
Islami, konvensional
Bullet atau amortisasi
Harus sesuai syariah
Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Obligasi
Pemerintah, Korporasi
Instrumen pengakuan utang
Bunga/kupon, capital gain
Pendek - menengah
Tidak perlu
Obligor/issuer, investor
Market Price
Konvensional
Bullet atau amortisasi
Bebas
19
2.1.2.3. Jenis SUKUK
Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, jenis-jenis Sukuk
yang telah mendapatkan endorsement dari AAOIFI yaitu:
1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
Ijarah di mana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau
menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga
dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset
itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale
and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease. Gambar 2.1 berikut
menunjukkan ringkasan sederhana skema struktur generik sukuk ijarah.
Penyewaan kembali asset
3
Penerbitan Sukuk
2
Penjualan aset
1
Emiten /Obligor
SPV (Penerbit)
Investor
Purchase and Sale Undertaking
4
5
Sumber : Direktorat Jendral Pembiayaan Utang, 2012 (diolah)
Gambar 2.1. Skema Sukuk Ijarah
Keterangan :
1. SPV dan Obligor melakukan transaksi jual-beli aset, disertai dengan Purchase
and Sale Undertaking di mana obligor menjamin untuk membeli kembali aset
20
dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset kepada obligor, pada saat
sukuk jatuh tempo atau dalam hal terjadi default.
2. SPV mendistribusikan penerbitan sukuk kepada investor untuk membiayai
pembelian aset.
3. Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa (Ijara
Agreement) dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor sukuk yang
diterbitkan.
Berdasarkan servicing agency agreement, Obligor ditunjuk
sebagai agen yang bertanggung jawab atas perawatan aset
4. Obligor membayar sewa (Imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa
sewa.
5. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada para
investor.
6. Pada saat jatuh tempo, SPV melakukan penjualan kembali aset kepada obligor
senilai nominal sukuk. Kemudian hasil penjualan aset tersebut digunakan SPV
untuk melunasi sukuk kepada investor.
2. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau
akad Musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan
modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada,
atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul
ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing
pihak.
3. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau
akad Mudharabah di mana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan
21
pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari
kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui
sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang
menjadi penyedia modal. Gambar 2.2 menunjukkan skema struktur sukuk
mudharabah.
1
Investor / Pemodal /
Shahib Al-Maal
2
Emiten / Korporasi /
Mudharib
Kegiatan
Usaha
Nisbah
Nisbah
Bagi Hasil
Pendapatan
Modal
Sumber : Huda, Nurul dan Mustafa Edwin, 2008
Gambar 2.2. Skema Sukuk Mudharabah
Keterangan :
1. Investor menyerahkan modal untuk kegiatan usaha
2. Emiten menyerahkan keterampilan melakukan operasional dalam kegiatan
usaha
3. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut akan dibagi sesuai
nisbah masing-masing yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian yang
terjadi sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemilik modal, dalam hal ini
investor.
4. Pada saat jatuh tempo, modal pokok akan dikembalikan ke para investor.
22
4. Istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna‟ di
mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu
proyek/barang sehingga barang yang akan diproduksi tersebut menjadi milik
pemegang sukuk. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek
ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Dari awal penerbitannya pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2010, jenis
akad sukuk yang diterbitkan di Indonesia hanya terdiri dari sukuk mudharabah dan
sukuk ijarah (sale and lease back) dengan presentase masing-masing 2 persen dan 98
persen. Dalam penelitian ini juga hanya terbatas pada analisis mengenai sukuk
mudharabah dan sukuk ijarah karena disesuaikan oleh data yang tersedia.
2.1.3. Konsep Indikator Makroekonomi
2.1.3.1. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan ekonomi
untuk penduduknya, dimana kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya
kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologi
terhadap berbagai tuntutan keadaan ekonomi yang ada. Konsep pertumbuhan
ekonomi masih digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemajuan ekonomi suatu
negara. Adapun indikator yang umum digunakan untuk mengukur petumbuhan
ekonomi suatu negara adalah pendapatan nasional.
23
Menurut Huda et al (2008), secara sederhana pendapatan nasional dapat
diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode
tertentu, biasanya satu tahun.
Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang
dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Produksi (Gross Domestic Product/ GDP)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh
dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua
sector produksi. Penggunaan konsep nilai tambah dilakukan guna
menghindari terjadinya perhitungan ganda.
b. Pendekatan Pengeluaran (Gross National Product/ GNP)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran
dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi,
yaitu rumah tangga berupa konsumsi, perusahaan berupa investasi,
pengeluaran pemerintah, serta pengeluaran ekspor dan impor.
c. Pendekatan Pendapatan (Net National Product/ NNP)
Perhitungan
pendapatan
nasional
dengan
pendekatan
pendapatan
merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal yang ada selama
periode tertentu.
Pendapatan nasional juga terbagi ke dalam dua hal, yaitu:
a. GDP Nominal: mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam
suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada periode
tersebut (current price).
24
b.
GDP Ril : mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu
periode tertentu menurut harga pasar yang ditentukan (harga pada tahun
dasar/ harga konstan)
Semua pendekatan pendapatan nasional di atas merupakan pendekatan
ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa pendapatan nasional dapat dijadikan
sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara.
Namun pada kenyataannya GDP merupakan
ukuran kesejahteraan yang tidak
sempurna karena tidak menghitung produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri
(tidak masuk ke pasar), nilai waktu istirahat, bencana alam, serta polusi. Berbeda
dengan ekonomi konvensional, ekonomi islam menggunakan parameter falah dalam
tujuan kegiatan perekonomiannya. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki,
kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen ruhaniah masuk
ke dalamnya. Ekonomi islam harus menyediakan suatu cara untuk mengukur
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sistem
islam (Mannan, 1984 dalam Huda et al, 2008). Setidaknya ada empat hal yang
semestinya bisa diukur dengan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam, yaitu
penyebaran pendapatan individu rumah tangga, produksi di sektor pedesaan,
kesejahteraan ekonomi islami, dan perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran
dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan
sedekah.
2.1.3.2.Jumlah Uang Beredar
Menurut teori ekonomi klasik, penawaran uang merupakan persediaan uang
total dalam ekonomi yang terdiri dari mata uang dalam peredaran dan deposito dalam
25
perkiraan tabungan dan giro. Penawaran uang yang terlalu banyak dibandingkan
keluaran atau output barang yang dihasilkan akan cenderung mendorong naiknya
suku bunga, naiknya harga, dan berkurangnya produksi serta menyebabkan
pengangguran tenaga kerja dan penggunaan kapasitas pabrik (Huda, et al ; 2008).
Dalam perekonomian modern, jumlah uang beredar dikendalikan oleh Bank
Sentral selaku pemegang otoritas moneter. Penciptaan uang beredar ini merupakan
suatu mekanisme pasar, yakni merupakan suatu proses hasil interaksi antara
permintaan dan peawaran uang, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu
keputusan pemerintah belaka (Boediono, 1985 dalam Vimala, 2005). Komposisi
jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat kita bedakan menjadi dua bagian.
Pertama adalah uang beredar dalam pengertian sempit, yang digunakan untuk
transaksi yaitu M1 (narrow money). Kedua adalah uang beredar dalam arti luas yang
biasa disebut dengan M2 (broad money). Persamaan yang menunjukkan jumlah uang
beredar ini adalah :
M1 = C + DD
……………………………………………………. ( 2.1 )
M2 = M1 + QM ..….……………………………………………….. ( 2.2 )
QM=SD+TD
..…………………………………………………... ( 2.3 )
M1 meliputi uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang
kartal (C) merupakan jumlah semua uang yang beredar di luar bank sentral, baik uang
kertas maupun uang logam. Uang giral (DD) merupakan saldo rekening koran (giro)
milik masyarakat yang disimpan di perbankan. M2 merupakan jumlah M1 dengan
uang kuasi (quasy money), yang bentuknya adalah simpanan tabungan (saving
deposit) dan deposito berjangka (time deposit). Menurut teori kuantitas uang, jika
26
jumlah uang yang beredar melebihi permintaannya maka salah satunya akan
menyebabkan inflasi. Pada akhirnya perlu suatu instrumen yang dapat mengatur
jumlah uang beredar.
Instrumen yang digunakan oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang
beredar di antaranya yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (open market operation)
Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank
Sental menjual surat berharga pasar uang (SPBU), begitu juga sebaliknya.
b. Cadangan Minimum (reserve requirement)
Cadangan minimum yang dimaksud di sini adalah cadangan minimum yang
dimiliki oleh bank umum. Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang
beredar berkurang maka Bank Sentral dapat membuat kebijakan menambah
besaran cadangan minimum yang dimiliki bank umum, begitu juga
sebaliknya.
c. Discount Rate
Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank
Sentral harus meningkatkan suku bunga Bank Indonesia (SBI)
d. Moral Situation
Merupakan kebijakan yang bersifat sugesti yang dilakukan oleh Bank Sentral
pada bank umum untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga guna
menambah atau menurunkan jumlah uang beredar.
Dari instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk mengatasi jumlah uang
beredar tersebut, salah satunya dapat menggunakan sukuk. Sukuk merupakan surat
27
berharga alat yang dapat digunakan dalam operasi pasar terbuka. Diterbitkannya
sukuk oleh pemerintah dan korporasi dapat menarik jumlah uang beredar pada
masyarakat.
2.1.3.3. Inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga barangbarang secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu cukup
lama. Seiring dengan kenaikan harga barang-barang tersebut, nilai uang turun secara
tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut (Boediono, 1985).
Menurut Friedman dalam Mankiw (2002), inflasi selalu dan dimanapun merupakan
suatu fenomena moneter dan terjadi apabila kenaikan jumlah uang yang beredar lebih
cepat dari output.
Menurut Huda et all (2008) inflasi biasanya diekspresikan sebagai perubahan
angka indeks. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan,
sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di
bawah angka sepuluh persen setahun; inflasi sedang antara sepuluh persen s.d. tiga
puluh persen setahun; berat antara tiga puluh persen s.d. seratus persen setahun; dan
hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas
seratus persen setahun. Tingkat harga yang melambung sampai seratus persen atau
lebih dalam setahun (hiperinflasi) menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap mata uang, sehingga mereka cenderung menyimpan aktivanya dalam bentuk
lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya nilainya bertahan di masa-masa
inflasi.
Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur inflasi, yaitu :
28
a. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Customer Price Index (CPI) merupakan
indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga.
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang
menggambarkan
pergerakan
harga
dari
komoditi-komoditi
yang
diperdagangkan di suatu daerah.
c. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga
barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi
(negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga.
Terdapat berbagai macam jenis inflasi. Beberapa kelompok besar dari inflasi
adalah :
a. Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa
merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.
b. Cost-push inflation, disebabkan oleh adanya kelangkaan produksi dan/atau
juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum
tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari
rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan
berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya
posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau
skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat
berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik,
29
perkebunan), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga
memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal
yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya
produksi dapat disebabkan dua hal, yaitu (1) kenaikan harga, misalnya bahan
baku dan (2) kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan
mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
c. Demand-pull inflation, disebabkan oleh adanya permintaan total yang
berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar
sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan
permintaan terhadap
permintaan
terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya
faktor-faktor
produksi tersebut.
Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh
banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam
mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai
dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan
d. Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai
kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan
tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah maka
kenaikan inflasi akan terus berlanjut.
30
Dari faktor penyebab inflasi yang telah diuraikan di atas, sukuk sebagai surat
berharga yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun korporasi dapat berpengaruh
dalam penarikan jumlah uang beredar di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan
penawaran uang lebih kecil dari permintaannya, sehingga secara tidak langsung
penerbitan sukuk dapat mengatasi inflasi yang terjadi.
Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara inflasi dan penerbitan
sukuk. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi Sumatera Utara,
inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah
Provinsi Sumatera Utara.
2.1.3.4.Pengangguran Terbuka
Menurut BPS, mulai tahun 2000 definisi penduduk usia kerja merupakan
penduduk berumur 15 tahun dan lebih. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua
kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, yaitu angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan penduduk usia kerja (15
tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja
dan yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran). Pengangguran terbuka (open
unemployment) terdari dari : (1) angkatan kerja yang mencari pekerjaan, (2) angkatan
kerja yang mempersiapkan usaha, (3) angkatan kerja yang tidak mencari pekerjaan
karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, (4) angkatan kerja yang sudah
punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.
Menurut Lipsey (1997), bila pendapatan nasional berubah, volume
kesempatan kerja (employment) dan volume pengangguran (unemployment) juga
berubah. Pengangguran mengikuti jalur siklis, naik selama periode resesi dan turun
31
dalam periode ekspansi bisnis. Berdasarkan alasannya, pengangguran dibedakan
menjadi pengangguran siklis, friksional, dan struktural. Pengangguran friksional, dan
struktural terjadi pada kondisi NAIRU (NonAccelerating Inflationary Rate of
Unemployment) atau biasa disebut angka pengangguran alamiah.
Pengangguran siklis merupakan pengangguran yang disebabkan tidak
tersedianya lapangan pekerjaan meskipun para pekerja dibayar dengan tingkat upah
yang berlaku. Pengangguran ini terjadi pada senjang resesi. Pengangguran jenis ini
dapat dikendalikan dengan kebijakan stabilisasi melalui ekspansi kebijakan fiskal dan
moneter.
Pengangguran friksional merupakan pengangguran yang diakibatkan oleh
perputaran (turnover) normal tenaga kerja. Orang-orang yang menganggur sambil
mencari pekerjaan termasuk jenis pengangguran friksional. Cara mengendalikan
pengangguran jenis ini yaitu dengan meningkatkan pengetahuan pekerja tentang
peluang-peluang pasar.
Pengangguran struktural merupakan pengangguran yang terjadi karena
ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja dan struktur permintaan akan tenaga
kerja. Pengangguran ini dapat dikendalikan dengan cara menahan perubahan yang
menyertai pertumbuhan dan menerima perubahan itu serta mencoba mempercepat
langkah penyesuaian.
Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara penerbitan sukuk dengan
tingkat pengangguran. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi
terhadap penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara.
32
2.1.3.5.Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menurut peraturan Bank
Indonesia No 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat
berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dikeluarkannya peraturan Bank
Indonesia tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini ditujukan sebagai salah satu
instrument operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah. Perhitungan besar bonus yang diberikan pada SBIS
maengacu pada tingkat diskonto hasil lelang SBI berjangka waktu sama yang
diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS.
Suku bunga mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai
investasi yang dilakukan masa kini dengan hasil yang diperoleh pada masa yang akan
datang (Mankiw, 2006). Suku bunga terbagi menjadi dua, yaitu suku bunga nominal
dan suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang
dibayar bank atau investor. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang
diukur dengan kenaikan daya beli atau sudah memperhatikan nilai inflasi.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh
mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan
mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga
SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini
kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti
pelelangan.
33
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011), tingkat suku
bunga yang cenderung menurun akan menjadi momentum bagi para emiten, baik
korporasi BUMN dan swasta maupun pemerintah untuk menerbitkan obligasi.
Dengan turunya tingkat suku bunga, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk
membayar bunga atau kupon menjadi lebih rendah sehingga obligasi yang diterbitkan
menjadi bertambah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan
antara tingkat suku bunga Bank Indonesia dengan penerbitan obligasi pemerintah
adalah negatif.
2.2.
Tinjauan Teori
2.2.1.
Teori Investasi
Menurut Mankiw (2006) investasi adalah barang-barang yang dibeli oleh
individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Menurut Lipsey
(1997) investasi adalah pengeluaran barang yang tidak dikonsumsi saat ini, dimana
berdasarkan periode waktunya investasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan investasi jangka panjang.
Tujuan individu atau perusahaan yang melakukan investasi adalah untuk memperoleh
kesejahteraan bagi dirinya atau perusahaan tersebut.
2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan endogen merupakan kritik dari model pertumbuhan solow
yang menunjukkan bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan
kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan memengaruhi
output barang dan jasa suatu negara. Pertumbuhan persediaan modal memengaruhi
34
output secara positif, pertumbuhan angkatan kerja memengaruhi secara negatif, dan
kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen yang diasumsikan tetap. Sedangkan
untuk teori pertumbuhan endogen menjelaskan tingkat kemajuan teknologi yang
memengaruhi output nasional secara positif. Jika output dan barang suatu negara
tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa
perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan yang positif.
2.2.3. Teori Kuantitas Uang
Teori ini merupakan teori ekonomi klasik yang berasal dari salah satu ahli
moneter pertama, yaitu David Hume (1711-1776). Teori ini dapat dijadikan alat
utama untuk menjelaskan pengaruh uang terhadap ekonomi dalam jangka panjang.
Hubungan antara transaksi dan uang ditunjukkan oleh persamaan yang disebut
persamaan kuantitas, sebagai berikut :
MxV=PxT
...............................................................................
(2.4)
Sisi kanan persamaan kuantitas menyatakan transaksi. T menunjukkan total jumlah
transaksi selama periode waktu tertentu. P adalah harga dari suatu transaksi. Sisi kiri
persamaan kuantitas menyatakan uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. M
adalah kuantitas uang. V adalah perputaran uang.
Persamaan ini menunjukkan jika kuantitas uang meningkat dan perputaran
uang tidak berubah, dalam hal ini jumlah uang beredar meningkat maka akan
menyebabkan harga atau output nasional meningkat. Penerbitan sukuk khususnya
sukuk negara dapat dijadikan pemerintah sebagai instrumen dalam operasi pasar
terbuka untuk mengurangi jumlah uang beredar.
35
Sampai saat ini, untuk mengurangi jumlah uang beredar melalui operasi pasar
terbuka pemerintah hanya menggunakan instrument Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Standing Facility yang terdiri atas Fasilitas
Simpanan Bank Indonesia, Fasilitas Pembiayaan, dan SBI Repo baik yang bersifat
konvensional maupun yang bersifat syariah, serta Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
baik yang bersifat syariah dan konvensional. Hal ini menyebabkan penerbitan sukuk
belum memberikan dampak terhadap jumlah uang beredar di Indonesia.
2.2.4. Hubungan antara Penerbitan Sukuk dan Indikator Makroekonomi
Sukuk merupakan surat berharga syariah yang dapat menjadi arus sumbersumber keuangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai emiten untuk
memperluas usaha (membangun pabrik) dan negara untuk pembangunan suatu
proyek, serta dapat menjadi tujuan investasi bagi para investor sukuk (masyarakat).
Hal ini tentu akan berdampak pada perekonomian Indonesia.
Menurut Keynes dalam The General Theory, investasi (I) merupakan salah
satu faktor yang dapat menentukan pengeluaran nasional (Mankiw, 2007). Karena
sukuk merupakan instrumen investasi pada sektor ril, maka ketika penerbitan sukuk
diperbanya akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya akan menyebabkan
kurva output nasional (AE0) bergeser ke atas
(AE1). Hal ini kemudian akan
ditransmisikan ke kurva keseimbangan pasar uang (LM) dan pasar barang (IS).
Pergeseran kurva output nasional ke atas (AE0 ke AE1) menyebabkan
pergeseran kurva pada pasar barang (IS) ke kanan (IS0 ke IS1). Pergeseran kurva IS
ini akan menggeser keseimbangan pasar uang dan pasar barang (Y0* ke Y1*) sehingga
36
ketika IS bergeser ke kanan maka akan menyebabkan naiknya tingkat bunga (ro ke
r1).
Hal ini ditransmisikan kembali ke kurva keseimbangan agregat supply (AS)
dan agregat demand (AD). Pergesaran kurva IS ke kanan (IS0 ke IS1) menyebabkan
bergesernya kurva AD ke kanan (AD0 ke AD1) sehingga menyebabkan harga (P0*)
dan output (Y0*) keseimbangan meningkat (P0* ke P1*) yang berarti terjadi inflasi dan
pertumbuhan pendapatan nasional. Meningkatnya AD ditansmisikan ke kurva philiph
sehingga menyebabkan menurunnya jumlah pengangguran (U0 ke U1). Transmisi
kurva ini dapat dilihat pada lampiran 1.
2.3.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai perekonomian syariah, mulai banyak diminati. Mulai dari
industri perbankan syariah beserta produknya sampai dengan lembaga keuangan
lainnya beserta produknya. Walaupun yang secara khusus membahas tentang
hubungan obligasi syariah (sukuk) dengan indikator makroekonomi masih sangat
jarang, namun penulis tetap berusaha untuk melakukan penelitian ini dengan tetap
mengacu pada penelitian sebelumnya. Penulis mengacu pada penelitian tentang
obligasi konvensional yang kemudian diaplikasikan ke obligasi syariah (sukuk).
Berikut adalah beberapa penelitian tentang obligasi syariah (sukuk) dan hubungannya
dengan perekonomian.
Engen dan Skiner (1992), melakukan penelitian dengan menggunakan data
cross section dari 107 negara pada periode 1970-1985 yang mengembangkan sebuah
general model kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menyimpulkan
bahwa
penerapan
anggaran
berimbang
dengan
meningkatkan
Pengeluaran
37
Pemerintah dan Penerimaan Pajak, diprediksi akan mengurangi pertumbuhan
ekonomi.
Litbang Provinsi Sumatera Utara pada tahun (2005) melakukan penelitian
dengan judul “Kajian Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Salah Satu Sumber
Pembiayaan
Pembangunan”
menggunakan
regresi
berganda.
Penelitian
ini
menunjukkan bahwa hasil variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah
berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat
kepercayaan 95 persen. Variabel pendapatan perkapita, tingkat ekspor, dan variabel
inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah
pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variable pengangguran tidak berpengaruh nyata
secara negatif Kinerja ekonomi Pempropsu memberi dorongan peluang positif
terhadap penerbitan Obligasi daerah.
Lubis (2009), meneliti tentang pengaruh nilai kurs, tingkat suku bunga SBI,
dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP berpengaruh
simultan dan signifikan terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia.
Siahaan (2006), menganalisis pengaruh inflasi dan suku bunga SBI terhadap
penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka Rekapitalisasi perbankan. Dengan
menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square pada periode 1989-2005,
menyimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif
terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011) menggunakan
Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang
38
memengaruhi obligasi pemerintah di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
Variabel penerimaan negara tahun sebelumnya, pengeluaran pemerintah, pinjaman
luar negeri pemerintah dan suku bunga SBI secara bersama-sama mampu
memengaruhi penerbitan obligasi pemerintah Indonesia, signifikan pada α = 1%.
Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap penerbitan
obligasi pemerintah, sedangkan penerimaan negara tahun sebelumnya, pinjaman luar
negeri pemerintah dan suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
penerbitan obligasi pemerintah Indonesia.
2.4.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Perkembangan Pesat
Obligasi Syariah (SUKUK)
di Indonesia
Sukuk Global (SBSN)
Sukuk Korporasi
Model VAR/VECM
Masalah
Makroekonomi
Inflasi
Penganggura
n
Jumlah Uang
Beredar
Pertumbuhan
Ekonomi
Sumber : Penulis, 2012
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual
Bonus SBIS
39
2.5.
Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan dirumuskan
beberapa hipotesia. Adapun hipotesis pada penelitian ini yaitu :
1. Variabel penerbitan sukuk dipengaruhi oleh variabel GDP, jumlah uang
beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS.
2. Variabel GDP berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk.
3. Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk.
4. Variabel pengangguran terbuka tidak berpengaruh secara negatif terhadap
penerbitan sukuk.
5. Variable inflasi tidak berpengaruh secara positif terhadap penerbitan sukuk.
6. Sukuk berdampak pada GDP yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi,
pengangguran,
CPI
yang
menggambarkan
menggambarkan jumlah uang beredar.
inflasi,
dan
M2
yang
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data
Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan
Mei 2006 – Desember 2010 yang merupakan data jumlah total nilai emisi sukuk,
Indeks Harga Konsumen (IHK), jumlah pengangguran terbuka, Produk Domestik
Bruto (PDB), jumlah uang beredar (M2), dan bonus Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS). Semua data ini diperoleh yang di peroleh dari instansi-instansi
terkait, yaitu Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI),
Badan Pusan Statistik (BPS), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK), dan sumber lainnya.
Table 3.1. Variabel, Notasi, dan Sumber Data
Variabel
Total Nilai Emisi Sukuk
Notasi
Satuan
LnSukuk Milyar Rupiah
Sumber Data
Bapepam-LK dan
Direktorat Utang Kemenkeu
Indeks Harga Konsumen LnIHK
Indeks
SEKI-BI
Pengangguran Terbuka
LnPT
Jiwa
BPS
Gross Domestic Product
LnPDB
Milyar Rupiah
SEKI-BI
Jumlah Uang Beredar
LnM2
Milyar Rupiah
SEKI-BI
Bonus SBIS
LnSBIS
Persen
SEKI-BI
41
3.2.
Metode Analisis
Penelitian ini terdiri dari metode kuantitatif dan metode analisis deskriptif.
Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan kondisi perkembangan
sukuk di Indonesia dan kondisi makroekonomi di Indonesia sebelum diterbitkannya
sukuk. Metode kuantitatif digunakan untuk pengujian model Vector Autoregressive
(VAR) yang akan dipakai untuk menganalisis dampak penerbitan sukuk terhadap
indicator makroekonomi Indonesia. Jika variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini stasioner pada first difference-nya maka akan menggunakan metode
kuantitatif Vector Error Correction Model (VECM).
Menurut Arsana (2005) dalam Firdaus (2011), alat analisa yang disediakan
oleh VAR/VECM dilakukan melalui empat macam penggunaannya, yakni :
1. Forecasting : ekstrapolasi nilai saat ini dan nilai masa depan seluruh
variable dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu dari variable
tersebut.
2. Impulse Respons Function (IRF) : melacak respon saat ini dan masa depan
dari setiap variable akibat shock atau perubahan suatu variable tertentu.
3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) : sebagai prediksi
kontribusi persentase varians setiap variable terhadap perubahan suatu
variable tertentu.
4. Granger Causality Test : untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar
variable.
Untuk melihat tahapan proses pengolahan data dengan menggunakan
VAR/VECM dapat dilihat dari gambar di bawah ini :
42
Sumber : Azam Noer Achsani (2011)
Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan data yang akan
digunakan dalam penelitian. Adapun data yang dikumpulkan adalah data-data yang
secara umum dianggap relevan dan mempunyai hubungan dengan penelitian yang
akan dilakukan.
Langkah kedua adalah pengujian akar unit dari seluruh data yang sudah
terkumpul. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengujian akar unit ini biasannya
dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Adapun tujuan dari pengujian
akar unit ini adalah untuk menguji stasioneritas dan derajat integritas dari variabel
tersebut. Jika seluruh data bersifat stasioner pada level, maka kita bisa langsung
melakukan estimasi VAR terhadap data tersebut. Apabila data yang ada tidak
stasioner pada level maka akan dilakukan uji kointegrasi pada level dan apabila
43
hasilnya terkointegrasi, maka dapat dilakukan estimasi terhadap data menggunakan
estimasi VECM. Karena pada penelitian ini hampir semua data tidak stasioner pada
data levelnya maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah estimasi pada model
VECM. Model VAR hanya digunakan untuk pengujian FEDV dan IRF.
3.2.1. Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Vector Error Correction Model (VECM) adalah VAR terestriksi yang digunakan
untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Setelah
dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan maka dianjurkan untuk
memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Pada data time
series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada first difference atau I(1). VECM
kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya.
Oleh karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang
memiliki hubungan kointegrasi. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of
adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang.
Adapun spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut :
Δyt = µ0x + µ1xt + πxyt-1 +
Δyt-I +
t ……………………………………
di mana :
yt = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
µ0x = vector intercept
µ1x = vector koefisien regresi
t = time trend
πx = αx βy di mana b‟ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
yt-1 = variabel in-level
( 3.2 )
44
Γix = matriks koefisien regresi
k -1 = ordo VECM dari VAR
εt = error term
3.2.2. Pengujian Sebelum Estimasi
Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM terlebih dahulu harus
dilakukan beberapa pengujian. Berikut ini adalah beberapa pengujian yang harus
dilakukan:
1.
Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan metode Augmented Dickey Fuller
(ADF) sesuai dengan bentuk tren deterministik yang dikandung oleh setiap variabel.
Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari
nilai mutlak MacKinnon critical values-nya maka data telah stasioner pada taraf
nyata sebesar lima persen atau satu persen. Dapat juga dilihat pada nilai
probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari taraf satu persen, lima
persen, dan sepuluh persen maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut.
Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode
standar. Sementara series non stasioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR,
yaitu VAR dalam bentuk first difference atau VECM. Keberadaan variabel non
stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar
variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan
hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data
stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan
pengujian unit root terkait dengan the power of test.
45
Penentuan Lag Optimal
2.
Untuk memperoleh panjang selang yang tepat, maka perlu dilakukan tiga
bentuk pengujian secara bertahap. Pada tahap pertama akan dilihat panjang selang
maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inverse
roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil atau
stasioner jika seluruh akar unitnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan
semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991).
Pada tahap kedua, panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan
kriteria informasi yang tersedia. Kandidat selang yang terpilih adalah panjang selang
menurut kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information
Criterion (SC). Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang,
maka kandidat selang tersebut optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka
pemilihan dilanjutkan pada tahap ketiga. Selain melalui kriteria AIC, pemillihan lag
optimum juga dapat dilakukan berdasarkan Schwarz Information Criterion (SC).
Pada tahap terakhir, nilai Adjusted R2 variabel VAR dari setiap kandidat
selang dibandingkan dengan penekanan pada variabel-variabel penting dalam model
VAR tersebut. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu
yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting dalam
sistem.
3.
Pengujian Hubungan Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel
yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara
variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Salah satu syarat agar
46
tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi
di sekitar nol. Dengan kata lain, error term harus menjadi sebuah data time series
yang stasioner. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji
kointegrasi, seperti Eagle-Granger Cointegration Test, Johansen Cointegration Test,
dan Cointegration Regression Durbin-Watson Test. Suatu data time series dikatakan
terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat
stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali.
4.
Uji Stabilitas Model VAR
Dalam prakteknya, stabilitas sistem VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots
karakteristik AR polinomialnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR
roots-nya, jika seluruh nilai AR roots-nya di bawah satu, maka sistem tersebut stabil.
5.
Bentuk Urutan Variabel (ordering)
Kebutuhan bentuk urutan variabel sesuai dengan uji kausalitas hanya terjadi
jika nilai korelasi residual antar variabel di dalam sistem secara mayoritas (lebih dari
50 persen) menjadi 0,2. Jika mayoritas nilai korelasi antar variabelnya bernilai di atas
0,2 maka spesifikasi urutan variabel sesuai dengan teori ekonomi atau uji kausalitas
perlu dilakukan. Jika hasilnya yang ditemukan kontradiktif atau sebaliknya, maka
bentuk urutan yang tepat tidak perlu dipermasalahkan.
3.3.
Model Penelitian
Dalam penelitian ini akan mengkaji hubungan antara sukuk dengan indikator
makroekonomi Indonesia baik hubungan jangka pendek maupun hubungan jangka
panjang sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut :
47
LnSukukt =
LnSukukt-i +
LnIHKt-i +
t-i + +
LnPDBt-i
LnSBISt-i
+
+
LnM2t-i
+
t
di mana :
Ln Sukuk = Total Nilai Emisi Penerbitan Sukuk
Ln PDB = Gross Domestic Product
Ln M2
= Jumlah Uang Beredar Luas
Ln IHK
= Indeks Harga Konsumen
Ln PT
= Pengangguran Terbuka
Ln SBIS = Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah
3.4.
Definisi Operasional
Dalam penelitian ini defisnisi operasional dari setiap variabel yang dipakai,
yaitu :
1.
Penawaran Sukuk
Variabel penawaran sukuk yang dipakai dalam penelitian ini merupakan total
jumlah nilai emisi sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan sukuk negara yang
masih beredar (outstanding). Total nilai emisi sukuk korporasi terdiri dari sukuk yang
sudah dilunasi dan sukuk yang masih beredar di pasar (outstanding). Total nilai emisi
sukuk Negara (SBSN) hanya terdiri dari total sukuk yang masih beredar di pasar
(outstanding) karena diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 dan memiliki waktu
jatuh tempo pada tahun 2015.
48
2.
Inflasi
Variabel inflasi yang dipakai dalam penelitian ini merupakan indeks harga
konsumen (IHK) gabungan di 66 kota di Indonesia. Sejak tahun 2004, IHK
dihitung berdasarkan tahun dasar 2002 (2002 = 100) di 45 kota. Sejak bulan
Juni 2008, IHK dihitung berdasarkan tahun dasar 2007 (2007 = 100) di 66
kota.
3.
Pengangguran Terbuka
Setelah tahun 2000, yang dimaksud jumlah pengangguran terbuka merupakan
angkatan kerja yang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang
sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Angkatan kerja mulai tahun 2000
dihitung berdasarkan penduduk usia kerja 15 tahun atau lebih. Data pengangguran
terbuka dalam penelitian ini pun mendapatkan perlakuan karena data yang diterbitkan
oleh BPS merupakan data semesteran. Perlakuan yang dilakukan untuk data
semesteran tersebut menggunakan metode Qubic’s Plien pada software e-views,
sehingga data semesteran tersebut menjadi data bulanan dan memudahkan dalam
melakukan estimasi.
4.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dipakai dalam penelitian ini merupakan indikasi
dari pendapatan nasional yang mengalami peningkatan atau penurunan yang dapat
dilihat dari jumlah total GDP menurut lapangan usaha atas harga konstan 2000. Data
GDP dalam penelitian ini pun mendapatkan perlakuan karena data yang diterbitkan
oleh BPS merupakan data kuartalan. Perlakuan yang dilakukan untuk data kuartalan
49
tersebut menggunakan metode Qubic’s Plien pada software e-views, sehingga data
kuartalan tersebut menjadi data bulanan dan memudahkan dalam melakukan estimasi.
5.
Jumlah Uang Beredar
Variabel jumlah uang beredar yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data
bulanan uang beredar luas (M2) yang merupakan penjumlahan antara uang beredar
sempit (M1) dengan uang kuasi. Uang beredar sempit (M1) terdiri dari Uang Kartal
di Luar Bank Umum dan BPR serta Simpanan Giro Rupiah.
6.
Bonus SBIS
Variable Bonus SBIS yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
bulanan dan dinyatakan dalam satuan persen.
50
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1.
Gambaran Umum Obligasi Syariah (Sukuk) di Indonesia
4.1.1. Sejarah Sukuk dan Perkembangan Sukuk Dunia
Sukuk pertama kali diperkenalkan di daerah Timur Tengah pada abad
pertengahan yang dipergunakan dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk
berasal dari bentuk jamak “Sakk” dalam Bahasa Arab yang berarti sertifikat atau surat
kepemilikan. Kata tersebut kemudian menjadi asal dari kata “Cheque” dalam Bahasa
Eropa yang berarti dokumen yang merepresentasikan sebuah kontrak (contracts) atau
pengalihan kepemilikan (conveyance of rights), obligasi (obligations) atau kewajiban
yang harus dipenuhi (monies done) berdasarkan prinsip syari‟ah. Sukuk digunakan
secara luas oleh masyarakat pada zaman itu dalam bentuk surat berharga yang
mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan
komersil.4
Dalam perkembangannya, upaya mengembangkan dan meluncurkan kembali
surat berharga yang serupa obligasi syari‟ah dilakukan di Negara Yordania pada
tahun 1978. Pemerintah setempat memberikan izin kepada Bank Islam Jordan untuk
menerbitkan obligasi islam yang dikenal dengan obligasi mukharadah. Hal ini
menjadi inspirasi bagi Negara Pakistan yang pada akhirnya menerbitkan undangundang (UU) khusus yang disebut Peraturan tentang Perusahaan Mudarabah dan
Aturan Pengembangan dan Kontrol Mudarabah 1980.
4
Nur Kholis, 2011. SUKUK : Instrument yang Halal dan Menjanjikan
51
Sayangnya kedua upaya ini tidak diikuti oleh infrastruktur yang sesuai dan
transparansi di dalam pasar sehingga tidak menghasilkan aktivitas yang berarti.
Penerbitan obligasi Islam yang pertama kali sukses adalah Government Investment
Issues (GII) –sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate (GIC)–
yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada 1983. Namun lagi-lagi pasar bagi
sekuritas ini tidak berkembang karena inovasi yang lamban dan tidak adanya
dukungan dari institusi finansial islami.
Dalam perkembangannya, The Islamic Jurisprudence Council (IJC) kemudian
mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut
mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA - Bahrain Monetary Agency) untuk
meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS
pada tahun 2001, kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global
Corporate Sukuk si pasar keuangan Islam internasional. Hal ini menambah jumlah
total nilai emisi sukuk pada tahun 2001 menjadi 250 juta dolar AS. Inilah sukuk
global yang pertama kali muncul di pasar internasional. Struktur ini dianggap
menarik oleh para investor dan peminjam karena merupakan kendaraan yang
potensial untuk mengembangkan pasar modal syari‟ah. Hal ini menjadi pionir bagi
penerbitan sukuk selanjutnya di pasar internasional yang terus bermunculan. Pada
akhirnya perkembangan sukuk global internasional mengalami perkembangan yang
sangat menggembirakan. Hal ini ditunjukkan oleh tabel 4.1 di bawah ini.
52
Tabel 4.1. Perkembangan Sukuk Global Internasional tahun 2002-2007
Total Sukuk Issues (in USD mio)
2002
2003
By Currency
MYR
3,974.69
2,839.18
USD
750.00
1,350.00
Other
167.58
91.74
Total
4,892.27
4,280.92
# of issues
MYR
120
101
USD
2
3
Other
13
9
Total
135
113
Avg size
MYR
33.12
28.11
USD
375.00
450.00
Other
12.89
10.19
Total
36.24
37.88
2004
2005
2006
2007
Total
3,744.93
1,700.00
324.38
5,769.31
5,005.72
2,465.00
123.39
7,594.11
7,015.00
10,155.00
955.00
18,125.00
11,239.00
8,780.00
10,784.00
30,803.00
33,818.52
25,200.00
12,446.09
71,464.61
190
4
11
205
275
9
4
288
260
13
3
276
211
17
24
252
1,157
48
64
1,269
19.71
425.00
29.49
28.14
18.20
273.89
30.85
26.37
26.98
781.15
318.33
65.67
53.27
516.47
449.33
122.23
29.23
525.00
194.47
56.32
%
47%
35%
17%
100%
Source: Bloomberg, Dec-07
Pada tahun 2002 tercatat penerbitan sukuk dunia bernilai 4,9 milyar dolar AS.
Total perkembangan yang terjadi sampai tahun 2007 menjadi senilai 71,5 milyar
dolar AS meningkat sebanyak 14 kali lipat dari tahun 2002. Namun pada tahun 2008
terjadi penurunan yang drastis pada penerbitan sukuk global dunia yang hanya
mencatat angka penjualan sebesar 14,1 milyar dolar AS. Pada tahun ini penjualan
sukuk berkurang sebesar 54 persen jika dibandingkan dengan penjualan sukuk pada
tahun 2007. Penjualan sukuk meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi senilai
20,2 milyar dolar AS. Kembali mengalami penurunan, pada 2010 penjualan sukuk
global internasional tercatat hanya mencapai angka 17,1 milyar dolar AS menurun
sebesar 15 persen dari penjualan di tahun 2009. Tercatat sampai Februari tahun 2011
total seluruh penerbitan sukuk global dunia dari tahun ke tahun mencapai angka
125,7 milyar dolar AS. Meningkat hampir dua kali lipatnya hanya dalam kurun waktu
kurang dari empat tahun.
53
Perkembangan sukuk global ini didukung oleh regulator di kawasan Teluk
dan Asia yang semakin kuat. Kini, makin banyak negara yang telah menerbitkan
sukuk sebagai instrumen pembiayaan. Pada tahun 2007, ada sepuluh negara penerbit
sukuk, padahal pada tahun 2001 baru ada dua negara.
Negara penerbit sukuk dengan pangsa pasar terbesar di dunia ialah Malaysia
dengan pangsa pasar sebesar 60 persen. Sementara Uni Emirat Arab menjadi
pemimpin penerbit sukuk di Gulf Cooperation Countries (GCC) dengan total 26,8
miliar dolar AS dari 34 penerbitan antara 2000-2008. Diikuti dengan Bahrain yang
mencatat 89 penerbitan sukuk senilai 4,5 miliar dolar AS di kurun waktu yang sama
(Irawan Febrianto).
Selain dukungan yang kuat dari pemerintah setempat, perkembangan pesat
sukuk juga tidak terlepas dari kinerja sukuk itu sendiri. Perkembangan indeks surat
berharga yang berbasis syariah (saham dan sukuk), kinerjanya lebih baik
dibandingkan indeks surat berharga konvensional. Nilai nominal rata-ratanya juga
terus meningkat, dari US$375 juta pada tahun 2002 menjadi US$516,47 juta pada
2007. Fenomena ini mencerminkan semakin pentingnya sukuk sebagai sumber
pendanaan berskala besar dan semakin diterimanya sukuk sebagai alternatif investasi
para investor global (Abida Muttaqiena, 2009).
Anjloknya penerbitan sukuk global internasional pada tahun 2008 disebabkan
oleh krisis ekonomi dan keuangan dunia serta pernyataan dari ulama fiqh, Maulana
Taqi Usmani bahwa 85 persen penerbitan sukuk tidak sesuai syariah2.
4
Irfan Sauqi Beik, 2011. Memperkuat Peran Sukuk Negara dalam Pembangunan Ekomomi
Indonesia dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/art4.pdf
54
Untuk tahun 2010, anjloknya penjualan sukuk disebabkan oleh kekacauan politik
yang menyebabkan krisis di Timur Tengah sehingga orang-orang menjauh dari pasar
sukuk Timur Tengah. Selain itu anjloknya penjualan sukuk pada tahun 2010 juga
dikarenakan para investor lebih selektif memilih instrument investasi akibat gagal
bayar Dubai World atas sebagian obligasinya pada tahun 2009 lalu (Sumber :
Republika).
4.1.2. Kondisi dan Perkembangan Sukuk di Indonesia
Tidak mau menyia-nyiakan potensi sukuk yang telah diterbitkan oleh negara
tetangga Malaysia, Indonesia pun mulai melirik untuk turut serta menerbitkan sumber
pendanaan dengan risiko yang rendah namun berpotensi besar tersebut. Diawali oleh
PT Indosat Tbk yang menerbitkan sukuk korporasi pada 30 Oktober 2002 dengan
akad mudharabah senilai 175 milyar rupiah. Namun pada saat itu belum ada regulasi
yang memadai. Kerangka peraturan masih menggunakan Peraturan Penerbitan Efek
Konvensional, dengan tambahan dokumen pernyataan kesesuaian syariah dari DSN
MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia). Pada akhirnya
diterbitkanlah Fatwa DSN MUI No.32 dan No.33 pada tahun 2002 sebagai basis
penerbitan obligasi syariah. Sejak saat itu, penerbitan sukuk korporasi di Indonesia
kian berkembang pesat.
Berselang agak lama dengan penerbitan sukuk korporasi pertama, sukuk
Negara (SBSN) seri IFR0001dan IFR0002 pun diterbitkan oleh pemerintah sebagai
instrument pendanaan yang digunakan untuk membiayai defisit anggaran.
Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan UU Nomor 19 tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008 sebagai dasar
55
hukum atas penerbitan SBSN. Sukuk ini diterbitkan pada 27 Agustus 2008 dengan
akad akad ijarah senilai 2.714,7 dan 1.985 miliar rupiah. Sukuk seri IFR merupakan
sukuk yang diterbitkan untuk investor institusi yang umumnya memiliki dana yang
sukuk banyak untuk membeli sukuk.
Selain untuk institusi, pemerintah juga menerbitkan sukuk untuk investor
individual, yakni sukuk negara ritel. Sukuk jenis ini yang pertama terbit adalah
SR001 yang diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009 senilai 5.556,29 milyar
rupiah. Berikut akan disajikan penerbitan sukuk selanjutnya sampai tahun 2011.
Tabel 4.2 Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia Tahun 2002 - 2011
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sukuk Korporasi
Total Nilai
(Rp Milyar)
Total Jumlah
Emiten
Sukuk Global
(SBSN)
Total Nilai
(Rp Milyar)
175,0
740,0
1394,0
1979,4
2179,4
3204,4
5498,4
7015,4
7815,4
7915,4
1
6
13
16
17
21
29
43
47
48
4699,7
14218,9
38500,0
62771,0
Total Nilai
Emisi Sukuk
Korporasi dan
Negara
(Rp Milyar)
175,0
740,0
1394,0
1979,4
2179,4
3204,4
10198,1
21234,3
46315,4
70686,4
Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sejak pertama kali diterbitkan pada tahun
2002 hingga tahun 2011, penerbitan sukuk mengalami perkembangan yang sangat
menggembirakan sebesar 40292 persen. Sukuk korporasi yang semula hanya
diterbitkan oleh satu emiten senilai 175 milyar rupiah, pada tahun 2011 telah
diterbitkan oleh 48 emiten dengan total nilai 7915,4 milyar rupiah. Jumlah nilainya
56
meningkat sepuluh kali lipat hanya dalam selang waktu tujuh tahun. Selain itu
tercatat pula sukuk yang telah dilunasi senilai 2.039,4 oleh 17 emiten. Perkembangan
yang lebih menggembirakan terjadi pada sukuk negara. Hal ini dikarenakan sukuk
negara menghasilkan nilai multiplier yang sama dengan sukuk korporsi namun
dengan waktu yang relatif lebih singkat. Sukuk negara yang semula hanya bernilai
4699,7 milyar rupiah menjadi 62.771 milyar rupiah pada tahun 2011. Karena baru
berselang waktu empat tahun dari pertama kali diterbitkan dan baru jatuh tempo pada
tahun 2015, sukuk ini belum ada yang dilunasi.
Perkembangan penerbitan yang sangat menggembirakan ini tidak lepas dari
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Tim Studi Minat Emiten di Pasar
Modal faktor yang mempengaruhi penerbitan sukuk bagi para emiten sukuk korporasi
dapat dikelompokan menjadi tiga faktor, dari yang paling kuat pengaruhnya, yaitu
faktor eksternal, faktor internal ,dan faktor peraturan.
Pertama, ditinjau dari faktor eksternal, faktor yang sangat berpengaruh bagi
emiten sukuk dalam menerbitkan sukuk dipasar modal yaitu adanya kelebihan
likuiditas pasar, ketersediaan informasi mengenai pasar modal syariah dan faktor
benchmark risk free rate (SUN/SBSN), dan cost of fund.
Kedua, ditinjau dari faktor internal, faktor yang sangat berpengaruh bagi
emiten sukuk dalam menerbitkan sukuk dipasar modal yaitu faktor penerbitan sukuk
dilakukan ketika industri keuangan syariah berkembang pesat. Hal ini berdasarkan
karakteristik sektor industri, total aset, presentase saham publik, presentase
kepemilikan asing dan debt to equity ratio.
57
Ketiga, faktor yang berkaitan dengan peraturan yaitu faktor adanya ketentuan
bahwa aset/kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak bertentangan
dengan prinsip syariah, faktor perlakuan perpajakan atas sukuk dan faktor kebijakan
perusahaan dalam pendanaan (financing).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerbitan sukuk negara oleh pemerintah
Indonesia yaitu faktor pendanaan stimulus fiskal yang dibutuhkan oleh pemerintah
untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan untuk membiayai defisit APBN.
Penawaran sukuk yang dilakukan oleh korporasi dan perusahaan juga dipengaruhi
oleh permintaan pasar.
Menurut Achsein (2004) dalam Huda, et al (2008), selain mengalami
perkembangan yang terus meningkat, sukuk di Indonesia juga tidak luput dari
tantangan dan kekurangan yang tak sedikit, diantarnya yaitu sosialisasi yang masih
kurang, opportunity cost yang secara sederhana diterjemahkan sebagai “second best
choice”, perdagangan obligasi syariah di pasar sekunder yang kurang likuid karena
merupakan investasi jangka panjang. Hal ini dibuktikan oleh porsi sukuk yang
diterbitakan di Indonesia sampai September 2011 hanya sebesar 9,52 persen jika
dibandingkan dengan obligasi konvesional yang total nilai emisi penerbitannya sudah
mencapai 90,48 persen.
4.2.
Kondisi Makroekonomi Indonesia Setelah Penerbitan Obligasi Syariah
(2006-2011)
Pada selang waktu ini kondisi makroekonomi bersifat fluktuatif. Ada kalanya
mengalami pertumbuhan positif namun ada kalanya pula mengalami pertumbuhan
58
negatif. Kondisi perekonomian ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal ikut mempengaruhi karena Indonesia merupakan negara
dengan perekonomian terbuka dan mengalami arus globalisasi sehingga tidak dapat
lepas dari perekonomian dunia. Salah satu faktor tersebut adalah guncangan ekonomi
dunia seperti krisis subprime mortage pada tahun 2007, krisis keuangan Eropa, serta
krisis Timur Tengah yang mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia. Faktor
internal sendiri berasal dari dalam negeri, seperti guncangan pada kondisi
makroekonomi itu sendiri, guncangan pada harga-harga dalam negeri serta situasi
politik. Gambaran kondisi makroekonomi Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Indikator Makroekonomi Indonesia 2006-2011
Tahun
Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Tingkat
Inflasi (%)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
6.05
5.84
5.28
5.38
6.95
6.50
6.60
6.59
11.06
2.78
6.96
7.03
Tingkat
Pengangguran
(%)
-13.44
5.84
6.16
-4.59
-7.17
-7.45
Jumlah
Uang
Beredar (%)
14.94
19.32
14.92
12.95
15.40
2.97
Bonus
SBIS (%)
8.62
6.8
10.49
6.46
6.26
6.41
Sumber : BPS (2012), diolah
Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi berada di angka 6,05 persen dengan
tingkat inflasi 6,6 persen, tingkat jumlah uang beredar yang tinggi di 14,94 persen,
dan tingkat pengangguran terbuka turun sebesar 13,44 persen dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi memburuk pada rentang waktu tahun 2007-2009 yang
hanya mencapai rata-rata pertumbuhan 5 persen. Tingkat inflasi meningkat di angka
11,06 persen pada tahun 2008 namun kembali terkendali menjadi 2,78 persen pada
tahun 2009. Tingkat pengangguran berada di angka 6 persen pada tahun 2007 dan
59
2008 dan mengalami pertumbuhan yang negative menjadi -4,59 persen pada tahun
2009. Hal ini menunjukkan perekonomian Indonesia yang memburuk akibat dampak
krisis subprime mortage di AS dan kenaikan harga minyak dunia serta komoditas
internasional lainnya pada tahun 2007, namun mampu kembali bangkit dan stabil
akibat adanya pemilihan umum di tahun 2009.
Pengangguran
terbuka
dalam
rentang
tahun
2009-2011
mengalami
pertumbuhan yang negatif. Hal ini disebabkan kondisi keamanan dan sosial di dalam
negeri yang relatif stabil serta terjadinya pemilihan umum di tahun 2009. Selain itu
juga pada tahun 2010 terjadi sensus penduduk di seluruh Indonesia sehingga
memerlukan banyak tenaga kerja untuk melakukan sensus tersebut.
Kondisi perekonomian mempunyai hubungan dengan pasar modal. Jika
perekonomian membaik maka pasar modal akan berkembang dan mampu
merangsang penerbitan sukuk. Jika kondisi perekonomian Indonesia mengalami
penurunan maka pasar modal pun akan terkena imbasnya
60
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Uji Stasioneritas
Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan didasarkan pada langkah-
langkah yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab III. Langkah pertama merupakan
langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang
digunakan mengandung kemungkinan memiliki akar unit yang menyebabkan data
menjadi tidak stasioner pada level. Data yang memiliki akar unit, mungkin saja hasil
regresinya kelihatan bagus ternyata hasil tersebut menjadi tidak valid dan tidak
mampu menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi. Dalam penelitian ini
akan digunakan uji stasioneritas Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila hasil dari
pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai mutlak
MacKinnon critical values-nya maka data telah stasioner pada taraf nyata sebesar
lima persen atau satu persen. Dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila
nilai probabilitasnya kurang dari taraf satu persen, lima persen, dan sepuluh persen
maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut.
Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, hanya ada satu data yang stasioner pada
level, yaitu data Ln SBIS. Lima data lainnya tidak stasioner pada level sehingga perlu
pengujian stasioneritas pada first difference-nya. Hasil pengujian tersebut dapat
dilihat dalam tabel 5.1 dan 5.2 berikut.
Dari tabel 5.2 dapat terlihat bahwa Uji ADF pada level First Difference yang
dilakukan menunjukkan semua data telah stasioner pada taraf nyata lima persen.
61
Setelah semua data dinyatakan stasioner
maka data dapat diproses ketahapan
selanjutnya.
Tabel 5.1. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data Level
Variabel
Ln
Sukuk
Ln PDB
ADF
Statistic
MacKinnon Critical Value
1%
5%
10 %
P-value Keterangan*
0.153060
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.9670
0.253341
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.9732
-1.569005
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.4915
-0.011105
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.9532
Ln IHK
Ln M2
Ln PT
-0.389633 -3.560019 -2.917650 -2.596689 0.9032
Ln SBIS -3.391339 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.0155
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan
persen
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Stasioner
taraf nyata 5
Tabel 5.2. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data First Difference
Variabel
ADF
Statistic
Ln Sukuk -8.019771
Ln PDB -8.587465
Ln IHK
-7.646825
Ln M2
-8.406952
Ln PT
-3.774054
Catatan : tanda asterik
persen
5.2.
MacKinnon Critical Value
P-value Keterangan*
1%
5%
10 %
-3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000
Stasioner
-3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0000
Stasioner
-3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000
Stasioner
-3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000
Stasioner
-3.562669 -2.918778 -2.597285 0.0056
Stasioner
(*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan taraf nyata 5
Uji Lag Optimum
Langkah selanjutnya dalam melakukan estimasi terhadap model ini yaitu
menentukan panjang lag optimum. Kandidat selang yang akan dicari dengan
menggunakan kriteria informasi yang tersedia, yaitu criteria Likehood Ratio (LR),
Final Prediction Error (FPE), Akaike Infformation Criterion (AIC), Shwarz
62
Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ). Apabila kriteria
informasi merujuk pada sebuah kandidat selang, maka lag tersebut yang akan dipilih
untuk melanjutkan estimasi pada tahanapan berikutnya. Hasil Uji lag optimum pada
kelima model akan ditunjukkan pada beberapa tabel di bawah ini.
Tabel 5.3. Hasil Uji Lag Optimum untuk Model Sukuk
Lag
LR
FPE
AIC
SC
0
NA
1.29e-14
-14.95537
-14.73023
1
630.8633
4.24e-20
-27.58994
-26.01394
2
199.0757
1.09e-21
-31.30983
-28.38296
3
93.86085*
2.92e-22
-32.76948
-28.49176*
4
48.00876
2.68e-22*
-33.16297*
-27.53438
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih
HQ
-14.86906
-26.98574
-30.18774
-31.12950*
-31.00510
Berdasarkan tabel 5.3, model sukuk lag optimumnya berada pada lag tiga.
Setelah pengujian lag telah mendapatkan hasil maka dilakukan langkah selanjutnya,
yaitu uji stabilitas model VAR.
5.3.
Uji Stabilitas VAR
Panjang selang optimal telah diperoleh dari pengujian sebelumnya. Setelah
itu, panjang selang optimal yang dipilih perlu diuji, apakah selang tersebut
merupakan panjang selang maksimum VAR yang stabil. Stabilitas model VAR dapat
dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR
dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari
satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991).
Nilai modulus untuk model sukuk berkisar antara 0.492261 - 0.999496.
Berdasarkan hasil tersebut menyatakan nilai modulus yang diperoleh tidak ada yang
melebihi satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR stabil pada panjang
63
selangnya masing-masing sehingga bisa dilakukan uji FEDV pada model ini yang
menghasilkan output yang valid. Untuk lebih jelasnya, hasil pengujian stabilitas
model VAR dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.4.
Uji Kausalitas Granger
Setelah didapatkan lag yang optimum dalam pengujian model dan model yang
stabil maka selanjutnya dilakukan pengujian kausalitas granger. Hal ini dilakukan
untuk melihat pengaruh sukuk terhadap indiktor makroekonomi dan sebaliknya.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada taraf nyata sebesar lima persen,
penerbitan sukuk berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran
terbuka. Penerbitan sukuk dipengaruhi oleh jumlah uang beredar. Hal ini dikarenakan
korporasi dan negara yang menerbitkan sukuk bertujuan memperoleh dana dari
masyarakat untuk melakukan perluasan usaha dan pembangunan infrastruktur yang
pada akhirnya membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja
dan mengurangi angka pengangguran sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Penerbitan sukuk juga dapat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar karena
penerbitan sukuk oleh negara dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam
operasi pasar terbuka yang dapat menarik peredaran uang di masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa sukuk memang merupakan instrumen moneter yang
diperuntukkan ke pembangunan sektor ril.
5.5.
Uji Kointegrasi Johansen
Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan
jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika
64
dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi
stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai
galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh
tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi dengan
menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi
terlebih dahulu.
Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace
statistic. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari
nilai critical value 5 persen. Hasil uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada tabel
5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen
Hipotesa
None *
At most 1 *
At most 2 *
At most 3
At most 4
Trace statistic
154.4522
82.46204
48.60636
19.64638
8.486034
5 persen critical value
95.75366
69.81889
47.85613
29.79707
15.49471
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pada model sukuk terdapat
minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat
minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan masingmasing model tersebut. Hal ini berarti terdapat hubungan jangka panjang antara
penerbitaan sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia, dalam hal ini
pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam PDB, inflasi yang tercermin dalam IHK,
jumlah uang beredar luas, pengangguran ekonomi, dan bonus SBIS yang hasilnya
65
akan diperjelas pada estimasi VECM dan uji Forecast Error Decomposition
Variance.
5.6.
Hasil Estimasi VECM Sukuk dan Indikator Makroekonomi Indonesia
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini
dilakukan karena adanya data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM
mampu melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen
ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi
jangka pendek. Model VECM yang dipilih merupakan model terbaik berdasarkan
kriteria goodness of fit yang harus dimiliki model. Hasil estimasi model secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Model ini diharapakan lebih mampu
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dibandingkan dengan menggunakan
model VAR in difference. Sims (1980) dan Doan (1992) menentang penggunaan
variable difference, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root (tidak
stasioner pada level). Kedua pakar ini berargumen bahwa differencing akan
membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data. VAR in
difference digunakan bagi data yang tidak stasioner pada level dan tidak
terkointegrasi. Dalam penelitian ini hampir semua data tidak stasioner pada level,
namun semua data memiliki hubungan kointegrasi, sehingga digunakan model
VECM.
Tabel 5.5 merupakan hasil estimsi VECM penerbitan sukuk dan indikator
makroekonomi Indonesia yang memperlihatkan hubungan antar variable pada jangka
panjang. Dapat dilihat bahwa pada pada jangka pendek tidak ada satu pun variabel
yang signifikan terhadap sukuk. Hal ini terjadi karena suatu variable bereaksi
66
terhadap variable lainnya membutuhkan waktu (lag) dan pada umumnya reaksi suatu
variabel terhadap variable lainnya terjadi dalam jangka panjang. Pada penerbitan
sukuk terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek menuju jangka
panjang yang ditunjukkan dengan kesalahan kointegrasi yang signifikan dan bernilai
negative (CointEq1 : -0.031376). Hasil estimasi VECM pada jangka pendek lebih
jelasnya bisa dilihat di lampiran 7.
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Model VECM Penerbitan Sukuk
Variable
T-Statistic
Koefisien
LNPDB(-1)
9.07089
1.088*
LNM2(-1)
-2.97913
0.242*
LNIHK(-1)
4.88420
-0.091*
LNPT(-1)
4.98985
-0.772*
LNSBIS(-1)
5.13682
-0.045*
Catatan : Tanda asterisk (*) menunjukkan koefisien signifikan pada taraf nyata 5
persen
Berdasarkan tabel 5.5 di atas, pada jangka panjang hampir semua variabel
yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Hubungan variabel
inflasi, tingkat pengangguran, dan bonus SBIS bepengaruh signifikan secara negatif
terhadap penerbitan sukuk. Variabel jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi
yang berpengaruh signifikan secara positif terhadap penerbitan sukuk. Hal ini
dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan
dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia.
Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif secara signifikan
terhadap penerbitan sukuk, yakni ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada
pertumbuhan ekonomi maka akan menaikkan penerbitan sukuk sebesar 1.088 persen.
67
Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika pertumbuhan ekonomi mengalami
peningkatan akan menyebabkan penerbitan sukuk mengalami peningkatan pula
karena kondisi makroekonomi Indonesia yang baik. Hal ini dikarenakan pemerintah
dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang
diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika pertumbuhan ekonomi
meningkat maka kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia meningkat sehingga
kondisi ini dapat merangsang para emiten untuk menerbitkan sukuk sesuai tujuannya
masing-masing.
Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif secara signifikan terhadap
penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi
kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan
bertambah sebanyak 0.242 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika
terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan
mengalami kenaikan karena selain sebagai sumber dana untuk menutupi defisit
anggaran pemerintah dan sebagai dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur,
penerbitan sukuk juga dapat digunakan sebagai salah satu instrument dalam operasi
pasar terbuka. Operasi pasar terbuka ini salah satu cara untuk mengendalikan jumlah
uang yang beredar.
Variabel pengangguran terbuka pun berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika
terjadi kenaikan satu persen pada tingkat pengangguran maka penerbitan sukuk akan
berkurang sebanyak 0.772 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika
pengangguran terbuka mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami
68
penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik. Hal ini
dikarenakan pemerintah dan korporasi selalu emiten akan melihat dan menyesuaikan
jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi
peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar
hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan
memburuk.
Begitu pula yang terjadi pada variable IHK yang mencerminkan inflasi
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya
dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada inflasi maka
penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.091 persen. Hal ini sesuai dengan
hipotesis bahwa ketika inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan
mengalami penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik.
Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli
masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan
memburuk.
Selanjutnya variebel yang berpengaruh signifikan secara negatif terhadap
penerbitan sukuk yaitu bonus SBIS. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa
ketika terjadi kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk
akan berkurang sebanyak 0.054 persen. Hal ini terjadi karena ketika terjadi
penurunan bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah
mamanfaatkan hal ini
akan
untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan
dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return
69
obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi
bertambah.
5.7.
Impuls Response Function (IRF)
VAR merupakan suatu metode yang akan menentukan sendiri struktur
dinamisnya dari suatu model. Setelah dilakukan uji VAR, maka diperlukan adanya
metode yang dapat mencirikan struktur dinamis VAR secara jelas. Impuls Response
Function (IRF) digunakan untuk mengidentifikasi suatu kejutan pada satu variabel
endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak
diharapkan dalam variable mempengaruhi variabel lain.
Impuls Response Function (IRF) digunakan untuk melihat pengaruh
kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau
inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF terhadap
seluruh variabel makroekonomi dapat dilihat pada lampiran 7. Berikut adalah
gambaran simulasi response seluruh variable makroekonomi yang dikibatkan oleh
guncangan pada penerbitan sukuk.
Berdasarkan analisis gambar 5.1 di bawah ini, ketika terjadi guncangan pada
sukuk dalam hal ini korporasi dan pemerintah tidak lagi menerbitkan sukuk maka
akan memengaruhi seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Hal ini dikarenakan
ketika korporasi dan negara tidak menerbitkan sukuk maka pada awalnya PDB akan
mengalami penurunan sampai delapan bulan kedepan. Hal ini dikarenakan tidak
adanya sumber dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan memperluas
usaha korporasi yang dapat meningkatkan produktivitas kegiatan perekonomian yang
dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk korporasi. Pada akhirnya
70
aktivitas perekonomian berkurang yang berarti pula berkurangnya pendapatan
nasional. Setelah mengalami penurunan selama 8 bulan, PDB meningkat kembali ke
posisi semula karena sudah mampu menyesuaikan diri. Namun pada bulan ke-13
kembali turun dan kembali naik begitu seterusnya sampai pada akhirnya akan stabil
di bulan ke 35.
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of LNSBIS to LNSUKUK
Response of LNPT to LNSUKUK
.05
.0012
.04
.0008
.03
.0004
.02
.0000
.01
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of LNPDB to LNSUKUK
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNM2 to LNSUKUK
-.0004
.008
-.0008
.007
-.0012
-.0016
.006
-.0020
.005
-.0024
-.0028
.004
-.0032
-.0036
.003
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNIHK to LNSUKUK
-.010
-.012
-.014
-.016
-.018
-.020
-.022
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Gambar 5.1 Respon PDB, M2, IHK, PT, dan SBIS Ketika Terjadi Guncangan
pada Penerbitan Sukuk (Periode Bulanan)
71
Hal yang sama terjadi pada jumlah keempat variabel makroekonomi lainnya,
yaitu jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS. Mereka
mengalami fluktuatif sampai akhirnya akan stabil pada selang periode 20 sampai 35
bulan. Ketika terjadi guncangan sukuk dari segi permintaan yang berarti masyarakat
tidak membeli sukuk dan pada akhirnya para emiten menyesuaikan jumlah emisi
sukuk yang diterbitkan terhadap permintaannya, maka pada periode awal jumlah
uang beredar akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan sukuk yang
diterbitkan oleh pemerintah dan korporasi tidak diserap oleh masyarakat sehingga
jumlah uang yang beredar tidak mampu diserap oleh masyarakat yang berarti terjadi
peningkatan jumlah uang beredar di pasar. Pada akhirnya hal ini akan berdampak
terhadap peningkatan inflasi. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan
pengangguran karena tidak tersedianya dana untuk membuka lapangan kerja yang
dapat menyerap tingkat pengangguran ketika penerbitan sukuk dihentikan
Namun ketika terjadi guncangan pada variable makroekonomi di Indonesia,
penerbitan sukuk tidak terlalu mengalami fluktuasi (tahan terhadap goncangan) dan
mampu kembali stabil relatif lebih cepat di periode antara 10 sampai 20 bulan. Hal ini
dapat dilihat di lampiran 7 untuk lebih jelasnya.
Hasil IRF ini menunjukkan bahwa penerbitan sukuk sangat direkomendasikan
untuk dilakukan oleh pemerintah dan korporassi karena tahan terhadap goncangan
kondisi makroekonomi. Pemerintah juga harus menjaga stabilitas penerbitan sukuk
karena dapat mengguncang stabilitas seluruh variabel makroekonomi yang diamati,
yaitu pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka, inflasi, dan jumlah uang beredar.
72
5.8.
Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
FEDV merupakan metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana
perubahan suatu variable yang ditunjukkan oleh perubahan error variance yang
dipengaruhi oleh variabel lainnya sehingga bisa dilihat dampak penerbitan sukuk
terhadap masing-masing variabel makroekonomi tersebut. Metode ini mencirikan
suatu struktur dinamis dalam model VAR. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan
dan kelemahan masing-masing variable mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun
waktu yang panjang. Melalui FEDV dapat diketahui secara pasti faktor -faktor yang
mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu (Firdaus, 2011).
1.
Hasil Analisis FEDV Penerbitan Sukuk Indonesia
Tabel 5.6. Hasil FEDV LnSukuk
Periode
(Bulan)
LNSUKUK LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
LNIHK
1
100
0
0
0
0
0
5 53.44732 0.939638
2.518906
1.920559
1.738227
39.43535
10 51.01347 2.595355
1.429027
0.95931
3.38666
40.61618
15 50.25724 2.927119
0.968588
0.610487
3.175505
42.06106
20 49.73214 3.196593
0.891625
0.464708
3.235204
42.47973
25 49.46536 3.346961
0.809889
0.369291
3.200209
42.80829
30 49.25627 3.445914
0.771933
0.31249
3.204183
43.00921
35 49.12885 3.518196
0.742657
0.271489
3.19805
43.14076
40 49.02513 3.569263
0.721175
0.241648
3.195984
43.2468
45 48.95011 3.610071
0.705453
0.218798
3.194224
43.32134
50 48.88874
3.64143
0.692327
0.200613
3.19243
43.38446
Berdasarkan hasil FEDV terhadap variabel penerbitan sukuk pda tabel 5.6 di
atas diprediksikan pada waktu yang akan datang penerbitan sukuk dipengaruhi oleh
seluruh variabel makroekonomi yang diamati, yaitu petumbuhan ekonomi, jumlah
73
uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Pada periode pertama,
penerbitan sukuk hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Seiring berjalannya waktu,
variabel makroekonomi yang diamati mulai memberikan pengaruhnya terhadap
penerbitan sukuk di Indonesia. penerbitan sukuk paling dipengaruhi oleh tingkat
inflasi dengan porsi pengaruh antara 39-43 persen.
Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi dalam menerbitkan sukuk akan
sangat melihat kondisi perekonomian domestik. Ketika terjadi kenaikan harga barang
dan jasa (inflasi) tentu hal ini akan mengganggu stabilitas pasar keuangan domestik
yang pada akhirnya akan memengaruhi keputusan pemerintah dan korporasi dalam
menerbitkan sukuk.
2.
Hasil Analisis FEDV Makroekonomi Indonesia
Berdasarkan hasil FEDV terhadap variabel makroekonomi yaitu pertumbuhan
ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, dan pengangguran terbuka maka didapatkan
hasil bahwa keempat variable makroekonomi tersebut dipengaruhi oleh penerbitan
sukuk walau pengaruhnya masih kecil. Pengaruh penerbitan sukuk terbesar terdapat
pada jumlah uang beredar.
Dari tabel 5.7 di bawah ditunjukkan bahwa pada awal periode pertumbuhan
ekonomi hanya dipengaruhi oleh semua variabel kecuali inflasi dan jumlah uang
beredar. Seiring berjalannya waktu, penerbitan sukuk semakin mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia walau pengaruhnya di bawah sepuluh persen. Hal
ini berarti penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi halal dengan underlying
asset sehingga memiliki risiko yang lebih rendah pada akhirnya diminati oleh
74
masyarakat. Sukuk juga digunakan pemerintah dan korporasi sebagai diversifikasi
sumber pendanaan yang diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur dan
ekspansi usaha.
Tabel 5.7. Hasil FEDV Ln PDB
Periode
(Bulan) LNSUKUK LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
LNIHK
1
1.99504
20.63837
12.56362
64.80297
0
0
5 1.271213
9.525426
33.95923
38.78944
11.56381
4.890886
10 7.234616
14.80327
30.28379
33.89612
9.373487
4.408715
15 6.854482
15.62716
30.33562
34.93401
8.544773
3.703955
20 8.144033
17.26016
29.84761
33.94463
7.628846
3.174722
25 8.493098
18.05737
29.51854
33.94594
7.176308
2.808742
30 8.887105
18.71784
29.36869
33.70999
6.780558
2.535814
35 9.182653
19.23829
29.16143
33.60139
6.494378
2.321859
40 9.387908
19.61708
29.06058
33.50717
6.269622
2.157645
45
9.58119
19.94965
28.94124
33.42273
6.083628
2.021555
50 9.721186
20.20649
28.86329
33.36329
5.934329
1.911407
Dari tabel 5.8 di bawah ini ditunjukkan bahwa pada awal periode
pengangguran terbuka hanya dipengaruhi oleh pengangguran itu sendiri, penerbitan
sukuk, dan bonus SBIS. Seiring berjalannya waktu, penerbitan sukuk semakin
memengaruhi pengangguran terbuka walau pengaruhnya di bawah 10 persen. Hal ini
berarti penerbitan sukuk berdampak pada tingkat pengangguran suatu negara. Hal ini
dikarenakan sukuk merupakan instrumen diversifikasi sumber pendanaan yang
diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur dan ekspansi usaha. Pembangunan
infrastruktur memerlukan tenaga kerja yang banyak. Perluasan usaha bertujuan untuk
meningkatkan output dan produktivitas sehingga memerlukan tenaga kerja yang lebih
banyak. Kedua hal ini juga dapat menyerap angka pengangguran.
75
Tabel 5.8. Hasil FEDV LnPT
Periode
(Bulan) LNSUKUK LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
LNIHK
1
0.9604
1.809624
97.22998
0
0
0
10 3.047618
4.861352
74.66919
11.11991
1.022299
5.27963
15 4.233739
5.987098
68.13226
14.26395
0.441999
6.940947
20 4.874902
6.480372
65.60768
14.78981
0.287915
7.959327
25 5.098509
6.683004
64.48788
15.138
0.213378
8.379232
30 5.256141
6.814726
63.81906
15.3095
0.171831
8.628747
35 5.348885
6.894124
63.38827
15.4274
0.145051
8.796273
40 5.416365
6.951934
63.08899
15.50925
0.12632
8.907135
45 5.465466
6.993515
62.86749
15.56797
0.112669
8.992893
50 5.502904
7.025657
62.69894
15.61434
0.102132
9.056033
Berdasarkan tabel 5.9 pada masa yang akan datang penerbitan sukuk
berpengaruh terhadap inflasi. Pengaruh penerbitan sukuk ini terhadap inflasi
menunjukkan tren yang menurun. Variabel yang mempunyai pengaruh paling besar
terhadap inflasi justru variabel SBI sebagai instrumen yang paling utama dalam
operasi pasar terbuka guna mengendalikan jumlah uang beredar yang pada akhirnya
berpengaruh pada kenaikan atau penurunan inflasi.
Tabel 5.9. Hasil FEDV LnIHK
Periode
(Bulan)
LNSUKUK LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
LNIHK
1 10.93822
1.121842
1.446926
5.869115
0.442185
80.18171
10 6.014656
2.735415
5.259047
8.228232
0.275354
77.4873
15 5.930898
3.006964
4.725316
7.545221
0.267867
78.52373
20 5.653564
2.950121
4.756539
7.401189
0.223515
79.01507
25 5.573898
3.018511
4.568007
7.131851
0.21426
79.49347
30 5.493516
3.020669
4.536533
7.03571
0.196026
79.71755
35 5.441009
3.040446
4.466912
6.919156
0.18836
79.94412
40 5.402053
3.048443
4.4343
6.852947
0.179725
80.08253
45 5.369444
3.056854
4.400534
6.791073
0.174192
80.2079
50 5.344926
3.063235
4.376153
6.745298
0.169222
80.30117
76
Berdasarkan tabel 5.10 di bawah ini, di masa yang akan datang penerbitan
sukuk berpengaruh terhadap jumlah uang beredar dengan porsi di bawah 30 persen.
Pengaruh ini merupakan pengaruh yang terbesar di antara variabel makroekonomi
lainnya. Pada awal periode pengaruh penerbitan sukuk hanya mencapai angka 4
persen namun mulai periode ke-5 porsi penerbitan sukuk terhadap jumlah uang
beredar sebanyak 26 persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen surat
berharga yang menjadi salah satu bagian dari jumlah uang beredar di masyarakat.
Penerbitan sukuk juga dapat digunakan digunakan oleh pemerintah dalam operasi
pasar terbuka guna mengendalikan jumlah uang beredar pada masyarakat.
Tabel 5.10. Hasil FEDV LnM2
Period
1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5.9.
LNSUKUK
4.238884
25.94036
21.78175
24.45792
24.40165
24.86718
25.07395
25.22523
25.36601
25.45235
25.53928
LNSBIS
0.38445
2.372321
1.299151
1.015863
0.83093
0.730216
0.649005
0.596564
0.552472
0.519893
0.492423
LNPT
6.893495
8.524277
16.91574
15.95301
16.91466
16.96555
17.14946
17.2571
17.32905
17.40092
17.447
LNPDB
1.099903
6.107232
12.12488
11.14023
11.75478
11.61301
11.70505
11.70577
11.72432
11.73788
11.74555
LNM2
87.38327
53.5949
44.00536
44.24642
43.22969
43.21938
42.98098
42.89751
42.8058
42.74
42.68779
LNIHK
0
3.460912
3.873111
3.186547
2.868292
2.604655
2.441559
2.317825
2.222346
2.148955
2.087951
Pembahasan Keseluruhan
Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada
jangka pendek penerbitan sukuk tidak dipengaruhi oleh seluruh variabel
makroekonomi yang diamati. Pada jangka panjang penerbitan sukuk di Indonesia
77
dipengaruhi oleh indikator makroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang
beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Hal ini dikarenakan ketika
perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi
makroekonomi yang ada di Indonesia.
Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerbitan sukuk juga akan
mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan
baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka
penerbitan
sukuk
akan
mengalami
penurunan
yang
diakibatkan
kondisi
makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah
dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang
diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka
pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli.
Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Ketika
terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat
berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk.
Ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar di masyarakat, pemerintah akan
menerbitan sukuk sebagai salah satu instrumen yang digunakan dalam operasi pasar
terbuka. Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten, baik korporasi
maupun pemerintah akan mamanfaatkan hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah.
Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk
membayar return obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang
diterbitkan menjadi bertambah.
78
Berdasarkan hasil Uji FEDV dan Uji Kausalitas Granger, pada masa yang
akan datang penerbitan sukuk juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi,
dan pengangguran dengan porsi kontribusi masing-masing sepuluh persen dan lima
persen. Hal ini dikarenakan
sukuk merupakan instrumen investasi
yang
diperuntukkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor ril sehingga berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Penerbitan sukuk tidak
memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi karena sukuk merupakan surat
berharga yang tidak dijadikan instumen pada operasi pasar tebuka oleh pemerintah
untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun penerbitan sukuk
tetap berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi jika pemerintah
menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan sebagai instrumen pada
operasi pasar terbuka. Hasil FEDV ini juga menunjukkan butuh waktu yang cukup
panjang bagi suatu variabel mikro yang baru tumbuh selama sepuluh tahun untuk
dapat memengaruhi variable makro.
Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan
korporasi tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif
dirasakan seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator
makroekonomi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali stabil.
Berbanding terbalik dengan hal tersebut, ketika terjadi guncangan pada kondisi
makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan
terhadap goncangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 7.
Pada akhirnya kebijakan yang harus diambil pemerintah tentang penerbitan
sukuk adalah pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia,
79
khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka karena kedua
variabel inilah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap penerbitan sukuk. Hal
ini dikarenakan penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
mengurangi jumlah tingkat pengangguran sehingga pemerintah juga harus
memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga stabilitasnya.
Pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi
pasar terbuka guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat yang pada
akhirnya akan mengurangi inflasi. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil FEDV justru
variabel jumlah uang beredarlah yang merasakan dampak paling besar akibat
penerbitan sukuk.
80
BAB VI
PENUTUP
6.1.
Kesimpulan
1. Dalam jangka pendek penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi
Indonesia yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi,
pengangguran terbuka, dan bonus SBIS tidak saling memengaruhi.
2. Dalam jangka panjang penerbitan sukuk dipengaruhi secara positif oleh
pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar. Penerbitan sukuk juga
dipengaruhi secara negatif oleh inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus
SBIS. Berdasarkan uji FEDV, penerbitan sukuk juga memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, dan pengangguran
terbuka dengan porsi kontribusi antara lima persen sampai 26 persen.
Kontribusi terbesar sukuk terdapat pada jumlah uang beredar.
3. Ketika terjadi guncangan pada penerbitan sukuk maka pengaruhnya dirasakan
oleh pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran
terbuka, suku bunga SBI, dan bonus SBIS. Butuh waktu antara 20 sampai 35
bulan bagi seluruh variabel makroekonomi Indonesia yang diamati untuk
kembali stabil.
4. Ketika terjadi goncangan terhadap indikator makroekonomi di Indonesia,
penerbitan sukuk relatif lebih tahan terhadap goncangan dan relatif lebih cepat
kembali stabil pada periode 10 sampai 20 bulan.
81
5. Pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia,
khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka.
Pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga
stabilitas penerbitan sukuk. Selain itu pemerintah juga sebaiknya menjadikan
sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka.
82
6.2.
Saran
1. Para Emiten (pemerintah dan korporasi) sebaiknya menambahkan nilai emisi
penerbitan sukuk serta menjaga stabilitas nilai emisi sukuk agar Indonesia
dapat menjadi pusat pasar terbesar penerbitan sukuk di seluruh dunia. Pada
akhirnya dapat memperbaiki kondisi makroekonomi Indonesia.
2. Para Investor (masyarakat dan lembaga keuangan) diharapkan lebih bijak
dalam memilih instrumen investasi yang terjamin kehalalannya dan memiliki
risiko yang lebih rendah. Obligasi Syariah (sukuk) dapat dijadikan pilihan
intrumen untuk berinvestasi.
3. Pemerintah harus menjaga stabilitas variabel makroekonomi Indonesia,
khususnya pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terbuka karena kedua
variabel ini yang paling besar pengaruhnya terhadap penerbitan sukuk di
Indonesia.
4. Pemerintah sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi
pasar terbuka untuk menarik jumlah uang beredar yang pada akhirnya akan
menurunkan inflasi.
5. Bapepam-LK sebaiknya mensosialisasikan faktor-faktor internal dan eksternal
yang dapat memengaruhi penerbitan sukuk dan dampaknya terhadap indikator
makroekonomi Indonesia, baik kepada para investor maupun para emiten.
6. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menambah periode analisis agar
memperoleh hasil yang lebih akurat dan menambah jumlah variabel
makroekonomi lainnya.
83
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Badan Pengawas Pasar Modal. 2011. Stasistik Sukuk Desember. BAPEPAM-LK :
Jakarta.
Bank Indonesia. 2011. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia :
Jakarta.
Beiq, Irfan.S. 2011. Memperkuat Peran Sukuk Negara dalam Pembangunan Ekonomi
Indonesia [Jurnal]. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/art4.pdf diakses pada
01 Maret 2012.
Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Colander, David. 2010. Economics. Eighth Edition. United States of America :
McGraw-Hill Irwin.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah. 2011. Mengenal Sukuk Instrumen
Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah. Departemen Keuangan : Jakarta.
. 2011. Sukuk Ritel : Surat Berharga
Syariah Negara Ritel. Departemen Keuangan : Jakarta.
Enders, Walter. 2004. Applied Econometric Time Series. Second Edition. United
States of America : John Wiley & Sons.
Firdaus, Muhammad. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time
Series. Bogor : IPB Press.
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fouth Edition. Singapore : Mc
Graw-Hill.
Huda, Nurul, et all. 2008. Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta :
Kencana Prenada Media Grup.
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. 2008. Investasi pada Pasar Modal
Syariah. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.
Irfan, Ali. 2009. Tinjauan Pasar Modal Syariah dan Obligasi Syariah serta Perannya
terhadap
Pembangunan
Nasional
[Artikel].
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PsrMdlSya-Badilag.pdf diakses pada 28
Februari 2012
84
Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Edisi kedua.
Bogor : IPB Press.
Karim, Adiwarman. 2006. Ekonomi Makro Islami, Edisi Kedua. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi, Edisi
Kesepuluh, Jilid Dua. Agus Maulana [Penerjemah]. Jakarta : Binarupa Aksara
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi, Edisi Keenam. Fitria Liza dan Imam
Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.
Sarip, Ahmadi. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerbitan Obligasi
Pemerintah di Indonesia [Tesis]. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : Bina Grafika.
Syukma, Novia H. 2011. Analisis Faktor-Faktor Makroekonomi yang Mempengaruhi
Return Saham Batubara dalam Kelompok Jakarta Islamic Index (JII)
[Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tim Studi Minat Emiten di Pasar Modal. 2009. Studi Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Minat Emiten dalam Menerbitkan Sukuk di Pasar Modal.
Departemen Keuangan : Jakarta
http://www.bapepam.go.id/syariah/index.html diakses Jum‟at, 03 Juni 2011
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Obligasi+Negara/ diakses Jum‟at, 03
Juni 2011
85
86
LAMPIRAN 1. TEORI TRANSMISI DAMPAK PENERBITAN SUKUK
TERHADAP INDIKATOR MAKROEKONOMI INDONESIA
87
LAMPIRAN 2. UJI STASIONERITAS
Null Hypothesis: LNIHK has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.569005
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.4915
t-Statistic
Prob.*
-7.646825
-3.557472
-2.916566
-2.596116
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.011105
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.9532
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNIHK) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNM2 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
88
Null Hypothesis: D(LNM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.406952
-3.557472
-2.916566
-2.596116
0.0000
t-Statistic
Prob.*
0.253341
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.9732
t-Statistic
Prob.*
-8.587465
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.389633
-3.560019
-2.917650
-2.596689
0.9032
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNPDB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 7 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNPT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
89
Null Hypothesis: D(LNPT) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.774054
-3.562669
-2.918778
-2.597285
0.0056
t-Statistic
Prob.*
-3.391339
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.0155
t-Statistic
Prob.*
-6.586515
-3.560019
-2.917650
-2.596689
0.0000
t-Statistic
Prob.*
0.153060
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.9670
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNSBIS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNSBIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNSUKUK has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
90
Null Hypothesis: D(LNSUKUK) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.019771
-3.557472
-2.916566
-2.596116
0.0000
91
LAMPIRAN 3. UJI LAG OPTIMUM DAN UJI STABILITAS VAR
 UJI LAG OPTIMUM
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK
Exogenous variables: C
Date: 05/03/12 Time: 10:31
Sample: 2006M05 2010M12
Included observations: 52
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
394.8397
759.3384
892.0556
966.0065
1012.237
NA
630.8633
199.0757
93.86085*
48.00876
1.29e-14
4.24e-20
1.09e-21
2.92e-22
2.68e-22*
-14.95537
-27.58994
-31.30983
-32.76948
-33.16297*
-14.73023
-26.01394
-28.38296
-28.49176*
-27.53438
-14.86906
-26.98574
-30.18774
-31.12950*
-31.00510
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion

UJI STABILITAS VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB
LNM2 LNIHK
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 3
Date: 05/03/12 Time: 10:30
Root
0.999496
0.912250 - 0.136152i
0.912250 + 0.136152i
0.762786 - 0.450414i
0.762786 + 0.450414i
0.819695 - 0.250407i
0.819695 + 0.250407i
0.416301 + 0.662253i
0.416301 - 0.662253i
0.064740 - 0.623267i
0.064740 + 0.623267i
-0.595515
-0.199948 - 0.532836i
-0.199948 + 0.532836i
-0.501071 + 0.238153i
-0.501071 - 0.238153i
0.295737 - 0.393523i
0.295737 + 0.393523i
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Modulus
0.999496
0.922354
0.922354
0.885841
0.885841
0.857090
0.857090
0.782231
0.782231
0.626620
0.626620
0.595515
0.569116
0.569116
0.554787
0.554787
0.492261
0.492261
92
LAMPIRAN 4. UJI KOINTEGRASI JOHANSEN
Date: 05/03/12 Time: 10:33
Sample (adjusted): 2006M09 2010M12
Included observations: 52 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK
Lags interval (in first differences): 1 to 3
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
None *
At most 1 *
At most 2 *
At most 3
At most 4
At most 5
0.749533
0.478513
0.427030
0.193154
0.132915
0.020365
154.4522
82.46204
48.60636
19.64638
8.486034
1.069893
95.75366
69.81889
47.85613
29.79707
15.49471
3.841466
0.0000
0.0035
0.0424
0.4471
0.4150
0.3010
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
93
LAMPIRAN 5. UJI KAUSALITAS GRANGER
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/03/12 Time: 10:39
Sample: 2006M05 2010M12
Lags: 2
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
LNSBIS does not Granger Cause LNSUKUK
LNSUKUK does not Granger Cause LNSBIS
54
1.18243
0.01790
0.3151
0.9823
LNPT does not Granger Cause LNSUKUK
LNSUKUK does not Granger Cause LNPT
54
2.10157
12.9882
0.1332
3.E-05
LNPDB does not Granger Cause LNSUKUK
LNSUKUK does not Granger Cause LNPDB
54
1.13026
4.06151
0.3312
0.0233
LNM2 does not Granger Cause LNSUKUK
LNSUKUK does not Granger Cause LNM2
54
6.64814
2.62307
0.0028
0.0827
LNIHK does not Granger Cause LNSUKUK
LNSUKUK does not Granger Cause LNIHK
54
2.61148
0.54307
0.0836
0.5844
LNPT does not Granger Cause LNSBIS
LNSBIS does not Granger Cause LNPT
54
0.03055
4.47103
0.9699
0.0165
LNPDB does not Granger Cause LNSBIS
LNSBIS does not Granger Cause LNPDB
54
2.27547
0.96020
0.1135
0.3899
LNM2 does not Granger Cause LNSBIS
LNSBIS does not Granger Cause LNM2
54
0.77608
0.67851
0.4658
0.5121
LNIHK does not Granger Cause LNSBIS
LNSBIS does not Granger Cause LNIHK
54
0.49256
1.15536
0.6141
0.3234
LNPDB does not Granger Cause LNPT
LNPT does not Granger Cause LNPDB
54
12.8862
10.0721
3.E-05
0.0002
LNM2 does not Granger Cause LNPT
LNPT does not Granger Cause LNM2
54
16.6147
2.32567
3.E-06
0.1084
LNIHK does not Granger Cause LNPT
LNPT does not Granger Cause LNIHK
54
0.75734
0.91580
0.4743
0.4069
LNM2 does not Granger Cause LNPDB
LNPDB does not Granger Cause LNM2
54
18.3548
12.2022
1.E-06
5.E-05
LNIHK does not Granger Cause LNPDB
LNPDB does not Granger Cause LNIHK
54
0.51174
0.80043
0.6026
0.4549
LNIHK does not Granger Cause LNM2
LNM2 does not Granger Cause LNIHK
54
0.37110
0.82057
0.6919
0.4461
94
LAMPIRAN 6. HASIL ESTIMASI VECM MODEL SUKUK
Vector Error Correction Estimates
Date: 05/03/12 Time: 10:34
Sample (adjusted): 2006M09 2010M12
Included observations: 52 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq:
CointEq1
LNSUKUK(-1)
1.000000
LNSBIS(-1)
1.459928
(0.28421)
[ 5.13682]
LNPT(-1)
24.59954
(4.92992)
[ 4.98985]
LNPDB(-1)
-34.70220
(3.82567)
[ 9.07089]
LNM2(-1)
-7.733899
(2.59603)
[-2.97913]
LNIHK(-1)
2.907054
(0.59520)
[ 4.88420]
C
-706.1560
Error Correction:
D(LNSUKUK)
D(LNSBIS)
D(LNPT)
D(LNPDB)
D(LNM2)
D(LNIHK)
CointEq1
-0.031376
(0.05248)
[-0.59782]
-0.226601
(0.05740)
[-3.94749]
-0.000853
(0.00031)
[-2.73787]
-0.010665
(0.00192)
[-5.55045]
0.016131
(0.00940)
[ 1.71515]
-0.006536
(0.04148)
[-0.15756]
D(LNSUKUK(-1))
-0.229186
(0.18320)
[-1.25104]
0.148280
(0.20037)
[ 0.74003]
0.000723
(0.00109)
[ 0.66472]
0.002864
(0.00671)
[ 0.42705]
0.062673
(0.03283)
[ 1.90915]
0.003337
(0.14480)
[ 0.02304]
D(LNSUKUK(-2))
0.057722
(0.12269)
[ 0.47046]
0.212881
(0.13419)
[ 1.58636]
0.000821
(0.00073)
[ 1.12832]
-0.008564
(0.00449)
[-1.90636]
0.032968
(0.02199)
[ 1.49952]
0.054133
(0.09698)
[ 0.55821]
D(LNSUKUK(-3))
0.109689
(0.12247)
[ 0.89563]
-0.341974
(0.13395)
[-2.55296]
0.000552
(0.00073)
[ 0.75975]
0.005455
(0.00448)
[ 1.21654]
0.021384
(0.02195)
[ 0.97437]
-0.097352
(0.09680)
[-1.00571]
D(LNSBIS(-1))
-0.011520
0.030099
0.001713
0.014317
-0.028886
0.003414
95
(0.13209)
[-0.08721]
(0.14448)
[ 0.20833]
(0.00078)
[ 2.18551]
(0.00484)
[ 2.96038]
(0.02367)
[-1.22037]
(0.10440)
[ 0.03270]
D(LNSBIS(-2))
0.095878
(0.10425)
[ 0.91967]
0.025344
(0.11403)
[ 0.22226]
0.002969
(0.00062)
[ 4.80053]
0.019765
(0.00382)
[ 5.17824]
0.017114
(0.01868)
[ 0.91610]
-0.109198
(0.08240)
[-1.32521]
D(LNSBIS(-3))
-0.075997
(0.09749)
[-0.77954]
0.048821
(0.10663)
[ 0.45786]
0.001611
(0.00058)
[ 2.78544]
0.009701
(0.00357)
[ 2.71783]
0.019720
(0.01747)
[ 1.12880]
-0.080937
(0.07705)
[-1.05038]
D(LNPT(-1))
-10.01242
(31.4207)
[-0.31866]
-73.81593
(34.3663)
[-2.14791]
0.866448
(0.18643)
[ 4.64759]
-8.883795
(1.15039)
[-7.72242]
-6.561756
(5.63042)
[-1.16541]
27.64169
(24.8347)
[ 1.11303]
D(LNPT(-2))
8.017504
(60.8530)
[ 0.13175]
33.21094
(66.5577)
[ 0.49898]
0.431510
(0.36106)
[ 1.19512]
13.23141
(2.22798)
[ 5.93875]
16.39458
(10.9045)
[ 1.50347]
-55.06863
(48.0977)
[-1.14493]
D(LNPT(-3))
1.992600
(32.3814)
[ 0.06154]
13.42540
(35.4171)
[ 0.37907]
-0.470956
(0.19213)
[-2.45124]
-5.659395
(1.18556)
[-4.77359]
-9.156802
(5.80257)
[-1.57806]
26.95408
(25.5940)
[ 1.05314]
D(LNPDB(-1))
3.003934
(3.31227)
[ 0.90691]
-9.447225
(3.62278)
[-2.60773]
0.034114
(0.01965)
[ 1.73583]
1.601393
(0.12127)
[ 13.2052]
0.220489
(0.59354)
[ 0.37148]
-3.542795
(2.61799)
[-1.35325]
D(LNPDB(-2))
-3.960206
(5.61771)
[-0.70495]
21.17805
(6.14435)
[ 3.44675]
-0.018825
(0.03333)
[-0.56477]
-0.733527
(0.20568)
[-3.56638]
-2.041762
(1.00666)
[-2.02825]
4.848874
(4.44019)
[ 1.09204]
D(LNPDB(-3))
-0.076566
(3.65766)
[-0.02093]
3.949441
(4.00055)
[ 0.98722]
0.050051
(0.02170)
[ 2.30628]
0.401993
(0.13392)
[ 3.00183]
1.977694
(0.65543)
[ 3.01739]
-3.045617
(2.89099)
[-1.05349]
D(LNM2(-1))
-1.443061
(0.89378)
[-1.61456]
-0.031137
(0.97757)
[-0.03185]
-0.004683
(0.00530)
[-0.88308]
0.086629
(0.03272)
[ 2.64732]
-0.585372
(0.16016)
[-3.65492]
0.111408
(0.70644)
[ 0.15770]
D(LNM2(-2))
-1.087119
(1.06416)
[-1.02158]
2.261906
(1.16392)
[ 1.94335]
-0.004835
(0.00631)
[-0.76582]
-0.051760
(0.03896)
[-1.32849]
-0.415691
(0.19069)
[-2.17992]
0.953497
(0.84110)
[ 1.13363]
D(LNM2(-3))
0.341085
(0.83618)
[ 0.40791]
2.432616
(0.91456)
[ 2.65986]
0.006527
(0.00496)
[ 1.31563]
0.031291
(0.03061)
[ 1.02211]
0.057738
(0.14984)
[ 0.38534]
0.683029
(0.66091)
[ 1.03347]
D(LNIHK(-1))
-0.045985
(0.26574)
[-0.17304]
0.466666
(0.29065)
[ 1.60557]
0.002662
(0.00158)
[ 1.68827]
0.025058
(0.00973)
[ 2.57544]
0.006457
(0.04762)
[ 0.13561]
-0.097703
(0.21004)
[-0.46516]
D(LNIHK(-2))
-1.511206
(0.24248)
[-6.23230]
0.371319
(0.26521)
[ 1.40009]
0.001511
(0.00144)
[ 1.05058]
0.001105
(0.00888)
[ 0.12449]
0.019024
(0.04345)
[ 0.43783]
0.009834
(0.19165)
[ 0.05131]
96
D(LNIHK(-3))
-0.216334
(0.36121)
[-0.59891]
-0.249019
(0.39508)
[-0.63031]
0.001209
(0.00214)
[ 0.56430]
0.007756
(0.01322)
[ 0.58648]
0.064054
(0.06473)
[ 0.98960]
-0.127170
(0.28550)
[-0.44543]
C
0.091560
(0.06935)
[ 1.32031]
-0.310146
(0.07585)
[-4.08902]
-0.001465
(0.00041)
[-3.56141]
-0.010837
(0.00254)
[-4.26812]
0.020909
(0.01243)
[ 1.68257]
-0.017147
(0.05481)
[-0.31283]
0.721249
0.555741
0.217678
0.082477
4.357785
68.59069
-1.868873
-1.118394
0.058777
0.123741
0.749181
0.600257
0.260405
0.090209
5.030626
63.93102
-1.689655
-0.939176
0.001501
0.142679
0.988934
0.982363
7.66E-06
0.000489
150.5072
335.2035
-12.12321
-11.37273
-0.006606
0.003685
0.929762
0.888058
0.000292
0.003020
22.29436
240.5738
-8.483607
-7.733128
0.004169
0.009025
0.596147
0.356360
0.006990
0.014779
2.486147
157.9935
-5.307442
-4.556964
0.012740
0.018422
0.156674
-0.344050
0.135988
0.065189
0.312895
80.82247
-2.339326
-1.588847
-0.002410
0.056230
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.)
Determinant resid covariance
Log likelihood
Akaike information criterion
Schwarz criterion
4.48E-23
2.43E-24
971.0062
-32.50024
-27.77222
97
LAMPIRAN 7. HASIL IMPULS RESPONSE FUNCTION
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of LNSUKUK to LNSBIS
Response of LNSUKUK to LNPT
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08
-.12
-.12
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of LNSUKUK to LNPDB
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNSUKUK to LNM2
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08
-.12
-.12
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNSUKUK to LNIHK
.04
.00
-.04
-.08
-.12
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
98
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of LNSBIS to LNSUKUK
Response of LNPT to LNSUKUK
.05
.0012
.04
.0008
.03
.0004
.02
.0000
.01
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of LNPDB to LNSUKUK
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNM2 to LNSUKUK
-.0004
.008
-.0008
.007
-.0012
-.0016
.006
-.0020
.005
-.0024
-.0028
.004
-.0032
-.0036
.003
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNIHK to LNSUKUK
-.010
-.012
-.014
-.016
-.018
-.020
-.022
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
99
LAMPIRAN 8. HASIL FORECAST ERROR DECOMPOSITION VARIANCE
Variance Decomposition of LNSUKUK:
Period LNSUKUK LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
LNIHK
1
100
0
0
0
0
0
2 96.52606 0.216528 0.001734 0.232688 2.41673 0.606263
3 61.84054 0.992051 1.392887 1.998471 0.811706 32.96434
4 56.34526 0.633842 3.238011 2.346648 0.515854 36.92038
5 53.44732 0.939638 2.518906 1.920559 1.738227 39.43535
6 51.55581 1.82449 2.061133 1.57541 2.952568 40.03059
7 51.20098 2.135874 1.946054 1.420363 3.378153 39.91858
8 51.20878 2.217324 1.829361 1.232716 3.471639 40.04018
9 51.09639 2.368364 1.611388 1.083172 3.456445 40.38424
10 51.01347 2.595355 1.429027 0.95931 3.38666 40.61618
11 50.90479 2.736443 1.290729 0.859121 3.31628 40.89263
12 50.76262 2.781485 1.189169 0.77855 3.272737 41.21544
13 50.58381 2.808754 1.104717 0.715181 3.226358 41.56118
14 50.41019 2.859627 1.027488 0.659281 3.19273 41.85068
15 50.25724 2.927119 0.968588 0.610487 3.175505 42.06106
16 50.10147 2.985801 0.934792 0.571894 3.175724 42.23032
17
49.9738 3.030895 0.919834 0.540496 3.194648 42.34033
18 49.86912 3.082504 0.91437 0.512953 3.219448 42.40161
19 49.78943 3.142468 0.90488 0.487803 3.233584 42.44184
20 49.73214 3.196593 0.891625 0.464708 3.235204 42.47973
21 49.67835 3.238225 0.876627 0.442652 3.22882 42.53533
22 49.62473 3.269884 0.859424 0.421655 3.220926 42.60338
23 49.57139 3.297999 0.841766 0.402338 3.213389 42.67312
24 49.51738 3.324233 0.824784 0.384873 3.205959 42.74277
25 49.46536 3.346961 0.809889 0.369291 3.200209 42.80829
26 49.41466 3.367113 0.798241 0.355432 3.197535 42.86702
27 49.36707 3.386736 0.789326 0.343057 3.19812 42.91569
28 49.32499 3.406926 0.782561 0.331997 3.200575 42.95295
29 49.28816 3.427092 0.777088 0.321926 3.202885 42.98285
30 49.25627 3.445914 0.771933 0.31249 3.204183 43.00921
31 49.22786 3.463114 0.766626 0.303477 3.204331 43.03459
32 49.20151 3.478912 0.760848 0.294827 3.203443 43.06046
33 49.17666 3.493336 0.75471 0.286589 3.201833 43.08687
34 49.15252 3.506388 0.74856 0.278804 3.199869 43.11386
35 49.12885 3.518196 0.742657 0.271489 3.19805 43.14076
36 49.10582 3.529169 0.73725 0.264658 3.196754 43.16635
100
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
49.08364
49.06273
49.04322
49.02513
49.00837
48.99271
48.97792
48.96377
48.95011
48.93688
48.92409
48.91178
48.89999
48.88874
3.539698
3.549897
3.559764
3.569263
3.578366
3.587035
3.595207
3.602869
3.610071
3.616884
3.623383
3.629618
3.635625
3.64143
0.732448
0.728241
0.724543
0.721175
0.717969
0.714816
0.711665
0.70853
0.705453
0.702487
0.699681
0.697057
0.694614
0.692327
0.258305
0.252395
0.246868
0.241648
0.23668
0.231926
0.227364
0.222988
0.218798
0.214798
0.210989
0.207364
0.203911
0.200613
3.196049
3.195825
3.195874
3.195984
3.195995
3.1958
3.195388
3.194831
3.194224
3.193661
3.193196
3.192848
3.192605
3.19243
43.18986
43.21092
43.22973
43.2468
43.26262
43.27771
43.29246
43.30701
43.32134
43.33529
43.34866
43.36133
43.37326
43.38446
120
100
LNIHK
80
LNM2
60
LNPDB
LNPT
40
LNSBIS
LNSUKUK
20
0
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
101
Variance Decomposition of LNPT:
Period
LNSUKUK LNSBIS
1
0.9604 1.809624
2 0.929322 1.19732
3 0.387272 0.650727
4 0.291791 1.775761
5
0.70158 2.733415
6 1.171152 3.235019
7 1.701455 3.623761
8 2.226285 4.051204
9 2.665892 4.499784
10 3.047618 4.861352
11 3.342662 5.128487
12 3.588911 5.369588
13 3.819487 5.601721
14 4.032953 5.812024
15 4.233739 5.987098
16 4.413624 6.127642
17 4.566865 6.244644
18 4.694924 6.341733
19 4.796345 6.419215
20 4.874902 6.480372
21
4.93586
6.5302
22 4.983984 6.573728
23 5.025074 6.613296
24 5.062567 6.649463
25 5.098509 6.683004
26 5.133866 6.71437
27 5.168049 6.743515
28 5.200325 6.770066
29 5.229876 6.793725
30 5.256141 6.814726
31 5.279196 6.833516
32 5.299372
6.8505
33 5.317277 6.866056
34 5.333603 6.880505
35 5.348885 6.894124
36 5.363514 6.907071
37 5.377639 6.919356
38 5.391229 6.930943
LNPT
97.22998
97.78809
98.39867
94.99901
90.43396
86.53191
83.13634
80.01679
77.15077
74.66919
72.74411
71.23135
69.99262
68.97572
68.13226
67.43949
66.86217
66.37018
65.95585
65.60768
65.31479
65.06607
64.8496
64.65888
64.48788
64.3315
64.18735
64.05397
63.93124
63.81906
63.71667
63.62344
63.53839
63.46037
63.38827
63.32098
63.25778
63.19821
LNPDB
LNM2
LNIHK
0
0.011704
0.250095
1.532475
3.648814
5.621517
7.133584
8.530967
9.880197
11.11991
12.15958
12.95303
13.54935
13.97812
14.26395
14.44556
14.56043
14.64433
14.71816
14.78981
14.86357
14.93883
15.01238
15.08002
15.138
15.18572
15.22452
15.25653
15.28419
15.3095
15.33395
15.35828
15.38233
15.40557
15.4274
15.44737
15.46534
15.48142
0
0.062606
0.25848
1.071358
1.563284
1.731442
1.655054
1.459677
1.236778
1.022299
0.837428
0.692107
0.583251
0.502427
0.441999
0.396058
0.360416
0.331937
0.308329
0.287915
0.269663
0.253189
0.238366
0.225125
0.213378
0.203
0.193842
0.185727
0.178452
0.171831
0.165718
0.16002
0.154689
0.149702
0.145051
0.140728
0.13672
0.133003
0
0.010954
0.054758
0.32961
0.918947
1.708957
2.749805
3.715078
4.566577
5.27963
5.787733
6.165012
6.45357
6.69876
6.940947
7.177627
7.405472
7.616891
7.802102
7.959327
8.085911
8.184195
8.261287
8.32395
8.379232
8.431545
8.48272
8.53338
8.582513
8.628747
8.670945
8.708389
8.741265
8.770249
8.796273
8.820333
8.843158
8.865191
102
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
5.404181
5.416365
5.427703
5.438195
5.447904
5.456951
5.465466
5.473565
5.481333
5.488809
5.496003
5.502904
6.941802
6.951934
6.961372
6.970167
6.978398
6.986155
6.993515
7.000536
7.007249
7.013671
7.019806
7.025657
63.142
63.08899
63.03909
62.99218
62.9481
62.90663
62.86749
62.83043
62.7952
62.76163
62.72958
62.69894
15.49592
15.50925
15.52182
15.53391
15.54563
15.55701
15.56797
15.57841
15.58828
15.59752
15.60619
15.61434
0.129548
0.12632
0.123288
0.120423
0.117706
0.115124
0.112669
0.110336
0.108122
0.106022
0.104027
0.102132
8.886558
8.907135
8.926723
8.945129
8.962256
8.978136
8.992893
9.006719
9.019815
9.03234
9.044399
9.056033
120
100
LNIHK
80
LNM2
60
LNPDB
LNPT
40
LNSBIS
LNSUKUK
20
0
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
103
Variance Decomposition of LNPDB:
Period LNSUKUK LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
LNIHK
1
1.99504 20.63837 12.56362 64.80297
0
0
2
0.76485 14.35487 13.59807 62.25575 8.835609 0.190849
3 0.420268 9.521858 24.79005 51.88402 11.26316 2.120648
4 0.535649 8.217993 32.07178 42.87108 12.30932 3.994174
5 1.271213 9.525426 33.95923 38.78944 11.56381 4.890886
6 2.926424 11.51084 33.24413 36.78499 10.63165 4.901967
7 4.745728 12.96633 32.0555 35.51456 10.04031 4.677573
8 6.091433 13.78927 31.19631 34.64194 9.733256 4.547783
9 6.872141 14.32158 30.65521 34.12783 9.53395 4.489294
10 7.234616 14.80327 30.28379 33.89612 9.373487 4.408715
11 7.361648 15.21729 29.95799 33.97395 9.204874 4.284252
12 7.296294 15.43748 29.77567 34.34471 9.022316 4.123527
13 7.103238 15.48076 29.85558 34.74646 8.857345 3.956618
14 6.916501 15.49646 30.09941 34.95389 8.716894 3.81684
15 6.854482 15.62716 30.33562 34.93401 8.544773 3.703955
16 6.980611 15.89823
30.432 34.76605 8.333805 3.589304
17 7.255329 16.24372 30.37778 34.53243 8.118846 3.471893
18 7.585809 16.60895 30.22838 34.28922 7.926691 3.360956
19 7.897952 16.95634 30.03471 34.08351 7.764984 3.262503
20 8.144033 17.26016 29.84761 33.94463 7.628846 3.174722
21 8.312026 17.50846 29.69593 33.87811 7.51294 3.092544
22 8.410496 17.6987 29.59082 33.87161 7.414543 3.013832
23 8.455963 17.84135 29.53464 33.89887 7.329562 2.939616
24 8.474719 17.95465 29.5161 33.93105 7.252295 2.871189
25 8.493098 18.05737 29.51854 33.94594 7.176308 2.808742
26 8.530936 18.16658
29.523 33.93156 7.097614 2.75031
27 8.596964 18.29116 29.51198 33.88951 7.016366 2.694029
28
8.68634 18.43006 29.47937 33.83024 6.93462 2.639364
29 8.787383 18.57563 29.4286 33.76676 6.855185 2.586444
30 8.887105 18.71784 29.36869 33.70999 6.780558 2.535814
31 8.975327 18.84939 29.30937 33.66604 6.712105 2.487765
32 9.047391 18.96664 29.25698 33.63647 6.650177 2.44234
33
9.10324 19.06893 29.21495 33.61916 6.594127 2.399597
34 9.146459 19.15823 29.18383 33.60931 6.542673 2.359494
35 9.182653 19.23829 29.16143 33.60139 6.494378 2.321859
36 9.217301 19.31364 29.14401 33.59082 6.447884 2.286345
37 9.254494 19.38814 29.12735 33.57528 6.402262 2.252472
104
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
9.295961
9.341109
9.387908
9.433815
9.476735
9.515534
9.550102
9.58119
9.609991
9.637724
9.6653
9.69314
9.721186
19.46375
19.54048
19.61708
19.69177
19.763
19.82977
19.89183
19.94965
20.00417
20.05644
20.10732
20.1573
20.20649
29.10837
29.08596
29.06058
29.03374
29.00723
28.98251
28.96048
28.94124
28.92428
28.90875
28.89377
28.87872
28.86329
33.5549
33.5314
33.50717
33.48439
33.46451
33.44799
33.43441
33.42273
33.4118
33.40068
33.38886
33.37629
33.36329
6.35717
6.312786
6.269622
6.228204
6.188886
6.151788
6.116795
6.083628
6.051925
6.021332
5.991596
5.962596
5.934329
2.219851
2.188259
2.157645
2.128078
2.09964
2.072401
2.046384
2.021555
1.997827
1.975072
1.953153
1.931956
1.911407
120
100
LNIHK
80
LNM2
60
LNPDB
LNPT
40
LNSBIS
LNSUKUK
20
0
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
105
Variance Decomposition of LNM2
Period LNSUKUK
LNSBIS
LNPT
LNPDB
LNM2
1
4.238884
0.38445 6.893495 1.099903 87.38327
2
15.66536
1.34222 7.921333 1.594947 70.15884
3
18.59634 2.586313 6.985202 1.777027 63.68675
4
24.0432 2.576823 5.332268 2.547693 60.48148
5
25.94036 2.372321 8.524277 6.107232
53.5949
6
24.46215 1.825448 10.09731 10.46413 50.01902
7
22.43267 1.355563 14.81046 11.97668 45.44323
8
22.09751 1.285196 16.48265 12.05663 44.20634
9
21.57002
1.3009 16.68622 12.16331 44.41689
10
21.78175 1.299151 16.91574 12.12488 44.00536
11
22.09824 1.253626 16.81233 11.88772 44.24993
12
22.66818 1.192777 16.57775 11.58939 44.39405
13
23.43196 1.133579
16.3486 11.26807 44.38486
14
24.00184 1.077822 16.03559 11.11457 44.47567
15
24.45792 1.015863 15.95301 11.14023 44.24642
16
24.68769 0.956936 16.05045 11.24839 43.98492
17
24.67244 0.903829 16.24859 11.41143 43.75974
18
24.58641
0.87026 16.53955 11.56385 43.47929
19
24.46871 0.850742 16.75258 11.68615 43.33151
20
24.40165
0.83093 16.91466 11.75478 43.22969
21
24.42041
0.81221 17.01222
11.7521
43.1893
22
24.49004 0.792425 17.02729 11.71624 43.21576
23
24.60971
0.77216 17.01517 11.67101 43.22587
24
24.74456 0.751645 16.98685 11.63286 43.23158
25
24.86718 0.730216 16.96555 11.61301 43.21938
26
24.96738
0.70976
16.971 11.61005 43.17983
27
25.02801 0.691335 16.99517 11.62559 43.13515
28
25.05732 0.675144 17.04107 11.65381 43.07797
29
25.06893
0.66132 17.09735 11.68261 43.02264
30
25.07395 0.649005 17.14946 11.70505 42.98098
31
25.08585 0.637865 17.19318 11.71702 42.94928
32
25.10812 0.627435 17.22252 11.71979 42.93068
33
25.14089 0.617092 17.24005 11.71692 42.91857
34
25.18203 0.606786 17.25058 11.71106 42.90781
35
25.22523 0.596564
17.2571 11.70577 42.89751
36
25.26607 0.586622 17.26472 11.70348 42.88354
37
25.30094 0.577188 17.27571
11.7051 42.86617
LNIHK
0
3.317293
6.368366
5.018542
3.460912
3.131951
3.981402
3.871676
3.862652
3.873111
3.698154
3.577856
3.43293
3.294505
3.186547
3.071617
3.003975
2.960649
2.910305
2.868292
2.81377
2.758243
2.706074
2.65249
2.604655
2.561977
2.524751
2.494684
2.467148
2.441559
2.4168
2.391451
2.366473
2.34173
2.317825
2.295568
2.274887
106
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
25.32824
25.34929
25.36601
25.38099
25.39648
25.41351
25.43235
25.45235
25.47245
25.4917
25.50934
25.52514
25.53928
0.568317
0.560083
0.552472
0.545377
0.53868
0.532241
0.525985
0.519893
0.513965
0.508229
0.502715
0.497443
0.492423
17.29067
17.30926
17.32905
17.34819
17.3653
17.37953
17.3912
17.40092
17.40961
17.41823
17.42725
17.4369
17.447
11.71027
11.71723
11.72432
11.73031
11.73446
11.73676
11.73766
11.73788
11.7382
11.73908
11.7407
11.74295
11.74555
42.84651
42.82549
42.8058
42.78823
42.77318
42.76074
42.7499
42.74
42.73024
42.72007
42.7095
42.69863
42.68779
2.255997
2.238637
2.222346
2.206896
2.1919
2.177228
2.162905
2.148955
2.135526
2.122697
2.1105
2.098944
2.087951
120
100
LNIHK
80
LNM2
60
LNPDB
LNPT
40
LNSBIS
LNSUKUK
20
0
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
107
Variance Decomposition of LNIHK:
Period
LNSUKUK LNSBIS
LNPT
1
10.93822 1.121842 1.446926
2
10.13493 0.738051 3.764226
3
8.534105 1.997005 4.390588
4
8.302246 3.260073
4.64829
5
7.706789 3.136994 5.029768
6
7.173235 2.741817
5.14298
7
6.652326 2.495951 5.746698
8
6.331083 2.576768 5.728052
9
6.122052 2.688896 5.571772
10
6.014656 2.735415 5.259047
11
5.933883 2.788345 4.997603
12
5.935144 2.886547
4.827
13
5.951452 2.989043 4.746284
14
5.955032 3.027406 4.711866
15
5.930898 3.006964 4.725316
16
5.873715 2.979711
4.75586
17
5.811746
2.96395 4.799974
18
5.752203 2.955474 4.817199
19
5.697045 2.949849 4.797682
20
5.653564 2.950121 4.756539
21
5.621729 2.962822 4.705129
22
5.602591 2.982994 4.656243
23
5.592251
3.00083 4.615692
24
5.583509 3.012441 4.585397
25
5.573898 3.018511 4.568007
26
5.561375 3.021442 4.560125
27
5.545848 3.022099
4.55683
28
5.528587 3.020944 4.553633
29
5.510506
3.01993 4.546977
30
5.493516 3.020669 4.536533
31
5.478828
3.02352 4.522882
32
5.466639 3.027765 4.507349
33
5.456792 3.032344 4.491977
34
5.448494 3.036691 4.478194
35
5.441009 3.040446 4.466912
36
5.433741 3.043297 4.458189
37
5.426185 3.045212 4.451342
38
5.418265 3.046432 4.445592
LNPDB
LNM2
LNIHK
5.869115 0.442185
80.18171
9.608486 0.265371
75.48894
10.16416 0.213014
74.70113
9.488096 0.243109
74.05819
9.129769 0.256475
74.7402
9.384422 0.239426
75.31812
9.505682
0.20877
75.39057
9.161245
0.21132
75.99153
8.656145 0.226258
76.73488
8.228232 0.275354
77.4873
7.953099 0.300117
78.02695
7.767097 0.312789
78.27142
7.629265
0.30218
78.38178
7.551416 0.284847
78.46943
7.545221 0.267867
78.52373
7.574095 0.253056
78.56356
7.577464 0.240615
78.60625
7.537833 0.231197
78.70609
7.473652 0.225216
78.85655
7.401189 0.223515
79.01507
7.328147 0.223965
79.15821
7.259055 0.223778
79.27534
7.200673
0.22188
79.36867
7.158802
0.21845
79.4414
7.131851
0.21426
79.49347
7.113286 0.209786
79.53399
7.096963 0.205376
79.57288
7.079331 0.201474
79.61603
7.059072 0.198341
79.66517
7.03571 0.196026
79.71755
7.009911 0.194328
79.77053
6.983654 0.192909
79.82168
6.959061
0.19153
79.8683
6.937478 0.190035
79.90911
6.919156
0.18836
79.94412
6.903593 0.186543
79.97464
6.890026 0.184674
80.00256
6.877567 0.182864
80.02928
108
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
5.410127
5.402053
5.394364
5.387235
5.380745
5.374861
5.369444
5.36434
5.359398
5.354524
5.349694
5.344926
3.047388
3.048443
3.049746
3.051325
3.05312
3.05501
3.056854
3.058522
3.059959
3.061182
3.06225
3.063235
4.440111
4.4343
4.427927
4.421037
4.413941
4.407012
4.400534
4.394674
4.38944
4.384724
4.380355
4.376153
6.865384
6.852947
6.840138
6.827198
6.814502
6.802385
6.791073
6.780646
6.771041
6.762087
6.753567
6.745298
0.181203
0.179725
0.178428
0.177276
0.176218
0.175203
0.174192
0.173171
0.172146
0.171133
0.170153
0.169222
80.05579
80.08253
80.1094
80.13593
80.16147
80.18553
80.2079
80.22865
80.24802
80.26635
80.28398
80.30117
120
100
LNIHK
80
LNM2
60
LNPDB
LNPT
40
LNSBIS
LNSUKUK
20
0
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Download