BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori penawaran, teori ekspor dan teori perdagangan internasional. 3.1.1 Teori Penawaran Banyaknya komoditi yang akan dijual oleh produsen disebut sebagai jumlah yang ditawarkan. Jumlah komoditi yang ditawarkan tidak harus selalu sama dengan jumlah yang berhasil dijual oleh produsen tersebut (Lipsey,1995). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh produsen, yaitu : 1. Harga komoditi itu sendiri Hipotesis ekonomi menyatakan bahwa antara harga komoditi dengan jumlah yang ditawarkan terjadi hubungan positif, artinya semakin tinggi harga komoditi tersebut maka akan semakin besar jumlah yang ditawarkan, ceteris paribus. Bila harga komoditi tersebut meningkat maka keuntungannya akan bertambah. Itu sebabnya produsen akan menambah jumlah komoditi yang akan ditawarkan untuk memperbesar keuntungan yang diperoleh. Hubungan yang positif antara harga komoditi dengan jumlah yang ditawarkan akan membentuk suatu kurva yang dinamakan kurva penawaran. Kurva tersebut memiliki kemiringan positif karena antara harga dan jumlah yang ditawarkan juga terjadi hubungan yang positif. Bila terjadi perubahan pada harga komoditi, maka akan mengakibatkan pergerakan sepanjang kurva penawaran komoditi tersebut, seperti pada Gambar 3. Kurva Penawaran 140 120 z 100 y 80 x 60 w 40 v 20 u 0 0 20 40 60 80 100 120 140 Gambar 3. Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran Sumber : Lipsey, 1995 2. Harga faktor-faktor produksi Semakin tinggi harga faktor-faktor produksinya maka semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan, ceteris paribus. Perubahan pada harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran komoditi tersebut. Kenaikan harga faktor produksi menggeser kurva penawaran ke kiri, artinya semakin sedikit jumlah yang ditawarkan. Sebaliknya, turunnya harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran ke kanan dimana jumlah yang ditawarkan semakin besar. 3. Tujuan produsen Produsen diasumsikan memiliki satu tujuan yaitu memaksimalkan keuntungan. Untuk mencapainya, produsen akan memperbesar jumlah produksi dan jumlah yang ditawarkan sehingga kurva penawaran akan bergeser ke kanan. 4. Perkembangan teknologi Teknologi yang digunakan oleh produsen akan untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Artinya, semakin berkembang teknologi yang digunakan dalam suatu proses produksi maka semakin besar kemampuan memproduksi dan menawarkan komoditi tersebut, ceteris paribus. Perkembangan teknologi akan menggeser kurva penawaran ke arah kanan dimana jumlah yang ditawarkan semakin besar. Perubahan faktor-faktor lain di luar harga komoditi itu sendiri akan menyebabkan pergeseran kuva penawaran ke kanan atau ke kiri, tergantung pada faktor apa yang mempengaruhi volume penawaran tersebut. Proses pergeseran kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : Lipsey, 1995 3.1.2 Teori Ekspor Pada awalnya, komoditi yang dihasilkan oleh produsen hanya ditawarkan di dalam negeri. Tapi seiring meningkatnya kebutuhan dunia akan barang dan jasa, dan ada negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, maka negara yang dapat menghasilkan suatu komoditi dalam jumlah besar akan mengekspornya. Menurut Amir (1989) ada tiga hal yang menjadi landasan dalam melakukan ekspor suatu komoditi, yaitu : 1. Komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam biaya produksi dibandingkan dengan biaya produksi komoditi yang sama di negara lain. Suatu komoditi yang biaya produksinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dapat dikatakan memiliki potensi untuk diekspor ke negara-negara yang biaya produksinya lebih tinggi. 2. Komoditi tersebut sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen di luar negeri. 3. Komoditi tersebut diekspor dalam rangka pengamanan cadangan strategis nasional. Misalnya, suatu negara mengalami kekurangan beras, maka untuk menutupi kekurangannya negara tersebut mengekspor besar yang berkualitas tinggi dengan harga mahal dan pada saat yang bersamaan mengimpor beras dengan mutu lebih rendah dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Saat aktivitas ekspor sudah berjalan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh negara pengekspor ,yaitu : 1. Persaingan dengan negara produsen yang lain, yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produk serta mutu dari komoditi. 2. Taktik yang sering dilakukan oleh negara konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta suplai yang berkesinambungan. 3. Campur tangan pemerintah di negara konsumen maupun pemerintah negara pesaing yang bersifat proteksionis. 4. Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang subtitusi atau perkembangan teknologi di negara pesaing yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi. 3.1.3 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan antar negara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, dimana masing-masing negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan negara mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumberdaya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan maka terjadilah proses pertukaran yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional (Halwani, 2002). Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang (saat terjadinya transaksi) dengan kompensasi barang dan jasa di kemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antar negara/internasional dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham, valuta asing dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak bahkan semua negara yang terkait didalamnya sehingga memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka (Halwani, 2002). Menurut Nopirin (1991), perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaan harga barang atau jasa di berbagai negara. Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi, yang terdiri dari upah, biaya modal, sewa tanah, biaya bahan mentah serta efisiensi dalam proses produksi. Untuk menghasilkan suatu jenis barang tertentu, antara satu negara dengan negara lain akan berbeda ongkos produksinya dan dengan demikian harga hasil produksinya. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas serta cara-cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut di dalam proses produksi. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya perdagangan antar negara. Perbedaan harga bukanlah hanya ditimbulkan oleh karena adanya perbedaan ongkos produksi, tetapi juga karena perbedaan dalam pendapatan serta selera. Untuk suatu barang tertentu, faktor selera dapat memegang peranan penting. Misalnya mobil dan pakaian, meskipun suatu negara tertentu telah dapat menghasilkan barang-barang tersebut, namun kemungkinan besar impor dari negara lain dapat terjadi. Hal ini dikarenakan faktor selera, dimana penduduk negara tersebut lebih menyukai barang-barang buatan negara lain (Nopirin, 1991). Selain selera, permintaan akan suatu barang ditentukan oleh pendapatan. Ada hubungan antara pendapatan suatu negara dengan pembelian barang luar negeri (impor), jika pendapatan naik, maka pembelian barang-barang dan jasa (dari dalam negeri ataupun impor) dapat mengalami kenaikan (Nopirin, 1991). 3.1.3.1 Analisis Keseimbangan Internasional Parsial Terjadinya Perdagangan Proses terjadinya perdagangan internasional dapat dilihat dari pada Gambar 5. Asumsi yang digunakan adalah : hanya ada dua negara yaitu negara 1 dan 2 dan hanya ada satu jenis komoditi yaitu komoditi X. Oleh karena itu analisis ini bersifat parsial (Salvatore, 1993). Kurva DX dan SX masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran komoditi X di negara 1 dan 2. Sumbu Y menunjukkan harga komoditi X (PX), sedangkan sumbu X mengukur kuantitas komoditi tersebut. PX PX Pw Sx A” P3 A’ Sx S E’ ekspor B,’ P2 E B B* E’ Impor D DX P1 A* A Dx X X 0 Gambar i 0 Gambar ii X 0 Gambar iii Gambar 5. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1993 Gambar i memperlihatkan bahwa berdasarkan harga P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSX) sama dengan kuantitas yang diminta (QDX) oleh konsumen negara 1, jadi negara ini tidak akan mengekspor komoditi tersebut sama sekali. Hal ini memunculkan titik A* pada kurva S di Gambar ii (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Bila Px bergerak naik ke P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran bila dibandingkan dengan permintaannya, dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE itu merupakan jumlah komoditi yang akan diekspor negara 1 pada tingkat harga P2. BE sama dengan B*E* pada Gambar ii, dan disitulah terletak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1. Gambar iii memperlihatkan bahwa pada saat harga P3, maka penawaran dan permintaan komoditi X di negara 2 akan sama besarnya (QDX=QSX) sehingga tidak akan mengimpor komoditi tersebut sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A” yang terletak pada kurva permintaan impor negara 2 (kurva D) yang ada pada Gambar ii. Bila harga bergerak turun ke P2, maka akan terjadi kelebihan permintaan sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2. Jumlah B’E’ sama dengan B*E* pada Gambar 3 dimana titik E* berada. Gambar ii menunjukkan bahwa berdasarkan harga P2, jumlah impor komoditi X yang diminta negara 2 sama dengan jumlah ekspor yang ditawarkan negara 1. Hal ini diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan antara dua negara. Apabila PX lebih besar dari P2, maka jumlah ekspor yang ditawarkan akan melebihi jumlah permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi itu akan turun sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Sedangkan bila PX lebih kecil dari P2, jumlah impor yang diminta akan lebih besar dari jumlah ekspor yang ditawarkan sehingga Px akan naik dan pada akhirnya sama dengan P2. Jadi P2 merupakan harga ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Bila harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memproduksi lebih banyak komoditi X daripada tingkat permintaan domestiknya. Kelebihan produksi ini selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Dilain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan yang lebih tinggi daripada produksi dalam negerinya. Hal ini akan mendorong negara 2 mengimpor kekurangan kebutuhannya dari negara 1. 3.1.3.2 Analisis Keseimbangan Internasional Umum Terjadinya Perdagangan Analisis keseimbangan umum terjadinya perdagangan internasional menelaah semua pasar secara bersamaan bukan hanya pasar untuk komoditi X. Hal ini memang perlu dilakukan karena perubahan-perubahan dalam pasar untuk komoditi X pada kenyataannya senantiasa memberikan pengaruh terhadap pasarpasar yang lain. Demikian pula sebaliknya, pasar komoditi X tersebut juga dipengaruhi oleh apa yang terjadi di pasar-pasar lain (Salvatore, 1993). A. Ekuilibrium dalam Kondisi Isolasi Tanpa adanya perdagangan internasional (kondisi isolasi), suatu negara akan mencapai kondisi ekuilibrium apabila dapat menjangkau kurva indiferen yang tertinggi yang dimungkinkan oleh kurva batas kemungkinan produksi serta kurva indiferennya. Kondisi itu akan tercipta disuatu titik dimana kurva indiferen masyarakat menjadi tangen dari kurva batas kemungkinan produksi. Besaran sudut yang persis sama dari kedua kurva tersebut pada titik tangen menunjukkan posisi harga relatif ekuilibrium internal yang bersangkutan, dan sekaligus mencerminkan letak keunggulan komparatif yang selanjutnya akan menjadi landasan baginya dalam melakukan perdagangan internasional. Gambar 6 merupakan ilustrasi ekuilibrium dua negara (negara 1 dan negara 2) yang berada dalam kondisi isolasi. Gambar 6. Ilustrasi Ekuilibrium dalam Kondisi Isolasi Sumber : Salvatore, 1993 Negara 1 akan mencapai posisi ekuilibrium, pada kondisi isolasi, dengan melakukan produksi dan konsumsi di titik A, yakni dimana kurva batas kemungkinan produksinya menjadi tangen terhadap kurva indiferen I yang merupakan kurva indiferen tertinggi bagi negara tersebut. Sedangkan negara 2 akan berada dalam kondisi ekuilibrium jika ia dapat menjangkau titik A’, dimana kurva batas kemungkinan produksinya menjadi tangen terhadap kurva indiferen I’. Harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X di negara 1 dapat dihitung berdasarkan besaran sudut dari titik tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi dan kurva indiferen I yang sama-sama terletak di titik A. Adapun harga relatif ekuilibrium tersebut dapat disimbolkan sebagai PA = ¼. Sementara itu bagi negara 2, tingkat harga yang menjadi harga relatif ekuilibrium internalnya adalah PA’ = 4. Karena harga relatif komoditi X di negara 1 lebih rendah daripada yang berlaku di negara 2, maka negara 1 memiliki keuntungan komparatif dalam produksi komoditi X, sedangkan sebaliknya keuntungan komparatif bagi negara 2 ada pada produksi komoditi Y (Salvatore, 1993). B. Keuntungan Perdagangan Internasional dalam Kondisi Peningkatan Biaya Pada saat negara 1 dan 2 melakukan hubungan dagang, maka negara 1 akan berspesialisasi pada komoditi X karena punya keunggulan komparatif, sedangkan negara 2 akan berspesialisasi pada komoditi Y. Jumlah barang yang diproduksi di dalam negeri dibuat melebihi kebutuhan domestik dan sebagian diantaranya akan ditukarkan dengan komoditi dari negara tetangga (Gambar 7). Gambar 7. Keuntungan Perdagangan Internasional dalam Kondisi Peningkatan Biaya Sumber : Salvatore, 1993 Berlangsungnya hubungan dagang antar negara, menyebabkan produksi negara 1 akan bergerak ke bawah di sepanjang kurva batas kemungkinan produksinya, dari titik A ke titik B. Sedikit demi sedikit negara 1 mengalami peningkatan biaya oportunitas dalam produksi komoditi X. Hal tersebut dicerminkan oleh meningkatnya besaran sudut dari kurva batas kemungkinan produksinya. Di titik B, negara 1 akan menukarkan 60 unit komoditi X untuk memperoleh 60 unit komoditi Y dari negara 2 (segitiga BCE), sehingga pada akhirnya negara 1 akan berkonsumsi di titik E yang terletak pada kurva indiferen III. Dengan demikian, negara 1 memperoleh keuntungan berupa tambahan 20 unit komoditi X dan 20 unit komoditi Y dari perdagangannya dengan negara 2. Demikian pula, negara 2 akan bergerak dari titik A’ menuju titik B’ dalam produksi. Itu berarti negara 2 dapat menukarkan 60 unit komoditi Y untuk memperoleh 60 unit komoditi X dari negara 1 (segitiga B’ C’ E’), sehingga pada akhirnya negara 2 dapat berkonsumsi di titik E’ dan memperoleh keuntungan tambahan dari perdagangan itu sebesar 20 X dan 20 Y. Proses spesialisasi dalam produksi pada salah satu jenis komoditi di kedua negara tersebut akan terus berlangsung sampai harga-harga relatif komoditi yang diperdagangkan (besaran sudut kurva-kurva batas kemungkinan produksi) menjadi sama besarnya di negara 1 dan negara 2. Harga relatif yang akan dihadapi oleh kedua negara tersebut (yakni yang diukur berdasarkan besaran sudut kurva kemungkinan produksi masing-masing) setelah terjadinya perdagangan akan berkisar antara dua harga relatif sebelum perdagangan itu terjadi yang berlaku di masing-masing negara, yakni antara ¼ hingga 4. Tercapainya harga relatif bersama itu merupakan elemen penentu dalam kesinambungan perdagangan internasional. Artinya hubungan dagang akan terus-menerus meningkat sampai tercapainya harga relatif yang sama diantara negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang tersebut. Adapun harga relatif ekuilibrium, yakni harga yang akan menyeimbangkan perdagangan antara negara 1 dan negara 2 itu adalah PB = PB’ = 1 (Salvatore, 1993). C. Harga Relatif Komoditi dalam Berlangsungnya Perdagangan Kondisi Ekuilibrium Setelah Kurva tawar-menawar suatu negara menunjukkan sejauh mana kesediaan negara itu mengimpor dan mengekspor pada berbagai tingkat harga relatif yang berlaku. Kurva tawar-menawar negara 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Analisis Keseimbangan Umum Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1993 Kurva tawar-menawar kedua negara tersebut berpotongan di titik E, dan titik itulah yang menunjukkan posisi harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium PB=1. Berdasarkan harga relatif tersebut, perdagangan antara negara 1 dan 2 akan mencapai posisi ekuilibrium karena negara 1 menghendaki penukaran 60X untuk 60Y, sedangkan negara 2 juga menghendaki penukaran 60Y untuk 60X. Namun jika harga relatif lebih kecil dari 1 atau lebih rendah dari harga ekuilibrium, maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 2 akan lebih kecil daripada jumlah impor yang diminta negara 2. Pada akhirnya hal ini akan mendorong naiknya harga relatif komoditi itu mendekati atau persis sama dengan tingkat ekuilibriumnya. Hal sebaliknya akan terjadi seandainya harga relatif yang berlaku lebih besar dari 1 (Salvatore, 1993). 3.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam 1. Volume produksi karet alam domestik Pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang ekspor produk-produk perkebunan Indnesia, ada satu faktor yang selalu memberi pengaruh signifikan yaitu volume produksi dalam negeri. Hal ini terjadi karena ekspor baru dapat dilakukan bila ada komoditi yang diproduksi. Bila produksi karet alam domestik meningkat, maka semakin besar volume ekspornya, ceteris paribus. Sebaliknya bila produksi turun maka volume ekspor juga akan turun. 2. Konsumsi karet alam domestik Konsumsi karet alam domestik beberapa tahun belakangan ini mengalami pertumbuhan walaupun masih dalam jumlah kecil. Untuk memenuhi kebutuhannya, industri dalam negeri mendapat pasokan bahan baku berupa karet alam yang dihasilkan sendiri oleh Indonesia. Peningkatan konsumsi domestik ini akan mengurangi volume ekspor karena produsen akan memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, ceteris paribus. 3. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Ketika nilai tukar mata Rupiah mengalami pelemahan terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat, maka harga barang di dalam negeri relatif lebih murah dibanding harga di negara lain, sehingga lebih banyak barang yang akan diekspor ke luar negeri. Hal ini terjadi karena harga jual di luar negeri lebih tinggi daripada harga domestik. Komoditi karet alam juga mengalami hal yang sama, akan lebih banyak karet alam yang diekspor bila nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan terhadap Dollar Amerika Serikat, ceteris paribus. Sebaliknya bila nilai tukar mengalami penguatan maka volume ekspor akan berkurang. 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya (lag ekspor) Berkembangnya industri berbasis karet alam di negara tujuan menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap bahan baku karet alam yang pada akhirnya akan menambah volume ekspor dari Indonesia. Bila volume ekspor bulan sebelumnya besar maka volume bulan berikutnya juga akan besar, ceteris paribus. 5. Harga karet alam domestik Sesuai dengan teori perdagangan internasional, bila harga karet alam domestik meningkat maka volume ekspornya akan berkurang, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena produsen berharap akan memperoleh laba yang lebih besar. Sebaliknya, bila harga karet domestik lebih rendah dari harga dunia, maka Indonesia akan mengurangi penawaran di dalam negeri dan mengekspor karet alamnya dalam jumlah lebih besar. 6. Harga karet alam dunia Suatu hipotesis penawaran menyatakan bahwa harga komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara positif, dengan faktor lain tetap (ceteris paribus). Artinya, semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah yang ditawarkan untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin rendah harga maka semakin rendah jumlah yang ditawarkan (Lipsey, 1995). Bila teori tersebut diaplikasikan pada penelitian ini, maka bila harga karet alam dunia mengalami kenaikan maka jumlah karet yang ditawarkan untuk diekspor akan bertambah. Begitu juga sebaliknya, bila harga karet alam dunia turun maka jumlah penawaran ekspor akan berkurang 7. Harga karet sintetis dunia Kenaikan harga barang substitusi akan menggeser kurva penawaran komoditi itu ke kanan artinya lebih banyak yang akan ditawarkan pada setiap tingkat harga. Barang substitusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karet sintetis yang sifatnya dapat saling menggantikan dengan karet alam. Bila harga karet sintetis naik, maka penawaran terhadap karet alam juga meningkat, ceteris paribus. Hal ini disebabkan karena konsumen akan mencari produk substitusi dari karet sintetis yang harganya lebih murah dan pilihannya adalah karet alam. Kenaikan dan penurunan harga karet sintetis biasanya mengikuti perubahan pada harga minyak dunia. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai produsen dan pengekspor karet alam terbesar kedua di dunia, Indonesia menjadikan karet alam sebagai penghasil devisa terbesar kedua dari sektor perkebunan. Tapi ternyata produksi karet alamnya belum menyentuh angka optimal karena proses peremajaan yang kurang baik, belum banyak ditanam bibit karet dengan kualitas unggul serta ekstensifikasi yang belum maksimal. Bila peremajaan dilakukan dengan baik, dipilih bibit unggul untuk tanaman karet yang baru dan ekstensifikasi lahan maka diprediksi Indonesia akan menjadi pengekspor karet terbesar di dunia. Walaupun menjadi pengekspor karet alam terbesar kedua, Indonesia ternyata mengalami fluktuasi volume ekspor yang disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Menurut Mamlukat (2005), ada dua faktor yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia secara signifikan yaitu volume produksi dan krisis moneter. Disisi lain, konsumsi karet alam dunia mengalami peningkatan terutama selama periode 2003 sampai 2007. Sebelum tahun 2000, Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah konsumsi terbesar. Tapi sesudahnya, Cina menjadi konsumen terbesar diikuti Amerika Serikat, Jepang, India dan Korea Selatan. Dari lima negara konsumen terbesar karet alam dunia, empat diantaranya berada di kawasan Asia. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang pesat di negara-negara kawasan Asia serta adanya relokasi industri berbasis karet alam khususnya industri ban, dari kawasan Amerika-Eropa ke Asia-Pasifik. Peningkatan konsumsi karet alam dunia tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia dengan cara memperbesar volume ekspornya. Karena ekspor Indonesia mengalami fluktuasi, terlebih dahulu perlu dilakukan analisis tentang faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alamnya, meliputi : volume produksi karet alam domestik, konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor karet alam tahun sebelumnya, harga karet alam dunia, dan harga karet sintetis dunia. Bagan kerangka pemikiran penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 9. Produsen dan eksportir karet alam terbesar kedua di dunia Konsumsinya cenderung meningkat Ekspor karet alam Indonesia Negara-negara tujuan ekspor Volume ekspornya berfluktuasi Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor : 1. Volume produksi karet alam domestik 2. Konsumsi karet alam domestik 3. Nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya 5. Harga karet alam domestik 6. Harga karet alam dunia 7. Harga karet sintetis dunia Rekomendasi berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan Gambar 9. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional 3.3 Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bahwa volume ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi oleh : 1. Volume produksi karet alam domestik Besarnya produksi karet alam Indonesia akan mempengaruhi volume ekspornya. Volume produksi diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Semakin besar produksi maka semakin besar volume ekspor sedangkan bila produksi turun maka volume ekspor juga akan turun. 2. Konsumsi karet alam domestik Konsumsi karet alam domestik diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila konsumsi karet alam domestik meningkat, maka volume ekspor akan berkurang. Sebaliknya, bila konsumsi karet alam domestik berkurang maka volume ekspor akan bertambah. 3. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Nilai tukar diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila nilai tukar mengalami penguatan maka volume ekspor akan berkurang. Sebaliknya bila nilai tukar mengalami penurunan/pelemahan maka volume ekspor akan bertambah . 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya Volume ekspor bulan sebelumnya diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia bulan ini. Bila volume ekspor bulan sebelumnya tinggi, maka volume ekspor bulan ini juga meningkat. Demikian sebaliknya bila volume ekspor bulan sebelumnya rendah maka volume ekspor bulan ini juga akan turun. 5. Harga karet alam domestik Hipotesis yang dibangun untuk variabel ini adalah harga karet alam domestik diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila harga karet alam meningkat maka volume ekspor akan berkurang, sebaliknya bila harga karet alam turun maka volume ekspor akan bertambah. 6. Harga karet alam dunia Dilihat dari sisi penawaran, harga karet alam dunia diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila harga karet alam dunia naik, maka volume ekspor juga meningkat. Sebaliknya bila harga karet alam dunia turun, volume ekspor juga turun. 7. Harga karet sintetis dunia Sebagai substitusi dari karet alam, harga karet sintetis diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam. Bila harga karet sintetis naik, maka volume ekspor karet alam akan meningkat. Sebaliknya bila harga karet sintetis turun maka volume ekspor akan berkurang.