ABSTRAK ANALISIS STRUKTUR DAN ASPEK SOSIOLOGIS GEGURITAN MASA SUARA KARYA JYESTAPATRA Geguritan Masa Suara karya Jyestapatra dipilih sebagai objek dalam penelitian ini, karena beberapa alasan. Pertama, gagasan-gagasan yang terkandung di dalamnya, merepresentasikan permasalahan sosial yang relevan dengan kondisi sosial yang terjadi saat karya ini ditulis pada era tahun 1950-an. Gagasan tersebut tidak hanya sesuai dengan kondisi sosial kala itu, namun juga masih aktual dengan kondisi masa kini. Kedua, gagasan tersebut dituangkan dalam bentuk sastra geguritan. Perpaduan antara isinya yang bersifat aktual dan bentuknya yang yang tradisional menjadikan karya ini menarik untuk dikaji. Ada dua masalah yang dibicarakan dalam penelitian ini, yaitu struktur dan aspek sosial yang terkandung dalam GMS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktur dan teori sosiologi sastra. Metode dan teknik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) Tahap pengumpulan data dengan menggunakan metode membaca teks GMS. Metode tersebut dibantu dengan teknik catat dan teknik terjemahan. (2) Tahap analisis data menggunakan metode deskripsi analisis dengan cara mendeskripsikan fakta yang kemudian disusul dengan analisis; (3) Penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dan metode formal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa struktur GMS terdiri dari sejumlah unsur, meliputi: metrum, penggunaan bahasa (diksi, sandi asma, sangkalan), permainan dan pengulangan bunyi (kakofoni, onomatope, aliterasi), gaya bahasa (paralelisme,anafora, perbandingan, hiperbola, sinisme), serta satuan naratif. Aspek-aspek sosial yang terkandung dalam GMS, meliputi : kritik terhadap kaum intelektual, kritik terhadap gaya hidup hedonis (carpe diem), kritik terhadap sikap apriori akan nilai dan pengetahuan tradisional, kritik terhadap propaganda, serta masalah kriminalitas. Kata Kunci : Geguritan, Struktur, Sosiologi Sastra, Era 1950-an xii ABSTRAK ANALISIS STRUKTUR DAN ASPEK SOSIOLOGIS GEGURITAN MASA SUARA KARYA JYESTAPATRA Geguritan Masa Suara sané kasurat olih Jyéstapatra, kasudi pinaka objek ring panyelehan puniki, santukan : Sané kapartama, dagingipun nyantenang indik pikobet sosial sané manut sareng pikobet daweg geguritanne puniki kasurat, ring warsa1950-an. Pikobet punika boya ja wantah manut ring warsané punika kémaon, sakéwanten kantun karasayang ring galah sané mangkin. Kaping kalih, daging ipun kasurat antuk wangun sastra geguritan. Dagingnyané sané kekinian lan wangunnyané sané tradisional manadosang geguritan puniki becik manados objék panyelehan. Wénten kalih pikobet sane jagi katuréksa ring panyelehan puniki, inggih punika : struktur lan aspek sosial GMS. Teori sané jagi kaanggén inggih punika teori struktur lan teori sosiologi sastra. Metode lan tekniksané kaanggén ri sajroning panyelehan puniki kepah dados tiga, inggih punika (1) Paletan milpilang data antuk metode ngawacén teks GMS sane kawantu antuk teknik catat lan teknik terjemahan. (2) Paletan analisis data antuk metode deskripsi analisis; lan (3) Pakebat pikolih panyelehan data antuk metode informal lan metode formal. Panyelehan puniki mapikolih inggih punika struktur GMS madaging makudang-kudang unsur, inggih punika : metrum, penggunaan bahasa (diksi, sandi asma, sangkalan), permainan dan pengulangan bunyi (kakofoni, onomatope, aliterasi), gaya bahasa (paralelisme,anafora, perbandingan, hiperbola, sinisme), lan satuan naratif. Aspek-aspek sosial sané munggah ring GMS, inggih punika : kritik terhadap kaum intelektual, kritik terhadap gaya hidup hedonis (carpe diem), kritik terhadap sikap apriori akan nilai dan pengetahuan tradisional, kritik terhadap propaganda, lan masalah kriminalitas. Bantang Kruna: Geguritan, Struktur, Sosiologi sastra, Warsa 1950-an xiii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN i PRASYARAT GELAR ii LEMBAR PENGESAHAN iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv KATA PENGANTAR v ABSTRAK xiii DAFTAR ISI xiv DAFTAR TABEL xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.2 Rumusan Masalah 6 1.3 Tujuan Penelitian 6 1.3.1 Tujuan Umum 6 1.3.2 Tujuan Khusus 6 1.4 Manfaat Penelitian 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 8 2.2 Konsep 12 2.2.1 Masa Suara 12 2.2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra 12 2.3 Landasan Teori 14 xiv BAB III METODE DAN TEKNIK, SUMBER DATA, DAN SISTEMATIKA PENYAJIAN 3.1 Metode dan Teknik 16 3.1.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 16 3.1.2 Metode dan Teknik Analisis Data 17 3.1.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Data 17 3.2 Data dan Sumber Data 18 3.3 Sistematika Penyajian 18 BAB IV STRUKTURGEGURITAN MASA SUARA 4.1 Analisis Bentuk 20 4.1.1 Metrum 20 4.1.2 Penggunaan Bahasa 30 4.1.2.1 Pilihan Kata (Diksi) 30 4.1.2.2 Sandi Asma 33 4.1.2.3 Sangkalan 34 4.1.3 35 Aspek Permainan Bunyi dan Pengulangan Bunyi 4.1.3.1 Kakofoni 35 4.1.3.2 Onomatope 36 4.1.3.3 Aliterasi dan Asonansi 37 4.1.4 39 Gaya Bahasa 4.1.4.1 Paralelisme 39 4.1.4.2 Anafora 40 4.1.4.3 Perbandingan 41 4.1.4.4 Hiperbola 43 4.1.4.5 Sinisme 44 4.2 45 Satuan Naratif GMS BAB V ASPEK-ASPEK SOSIOLOGIS DALAM GEGURITAN MASA SUARA xv 5.1 Riwayat Singkat Jyestapatra (Ida Bagus Putu Maron) 54 5.2 Aspek-Aspek Sosiologis dalam GMS 58 5.2.1 Kritik terhadap Kaum Intelektual 58 5.2.2 Kritik terhadap Sikap apriori akan Nilai dan Pengetahuan Tradisional 61 5.2.3 Kritik terhadap Gaya Hidup Hedonis (Carpe Diem) 65 5.2.4 Kritik terhadap Propaganda 68 5.2.5 Masalah Kriminalitas 73 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan 77 6.2 Saran 78 DAFTAR PUSTAKA 79 LAMPIRAN-LAMPIRAN xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini mengkaji sebuah karya sastra Bali berbentuk geguritan, yaitu “Geguritan Masa Suara” (selanjutnya disingkat GMS). GMS ditulis oleh seorang pengarang yang bernama Jyestapatra, di Mangasrami Usadi, pada tahun Saka 1877 atau 1955 Masehi. Informasi mengenai nama pengarang, tempat, dan tahun penulisan karya tersebut, tertera dalam kolofon pada dua bait terakhir teks GMS, yang berbunyi sebagai berikut. Sampuniku/ugi titiang sang manurun/ngaran Jyestapatra/ring mangasrami usadi/sok mangetul/kotaman kahyun sang wikua// Kala tahun/saka mimiting angapus/welulas atus warsa/pitung puluh pitu luwih/swastyastu/moga manggih pariprna// ( Pupuh Pucung, bait 4 dan 5) Terjemahan: Demikianlah/ketahuilah diri saya yang menyadur/bernama Jyestapatra/di Mangasrami Usadi/berlagak meniru/kehebatan mengarang seorang wiku// Ditulis kala tahun/saka seribu delapan ratus/tujuh puluh tujuh/Swastyastu/ semoga menemui kesempurnaan// Nama Jyestapatra yang tercantum dalam kolofon tersebut bukanlah nama asli pengarang, melainkan sebuah pseudonim atau nama samaran dari Ida Bagus Putu Maron. Hal ini diketahui dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Ida Bagus Gede Agastia1. Ida Bagus Putu Maron bertempat tinggal di griya 1 Wawancara dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016. 1 2 Mangasrami. Menurut Agastia (1984: 4), griya Mangasrami terletak di Ubud, Gianyar. Ida Bagus Putu Maron merupakan sosok pengarang (pangawi) yang mengarang sejumlah karya sastra, seperti Geguritan Kopasaman, Geguritan Silagama, Geguritan Satyabrata, Geguritan Gita Rasmi Sancaya, Geguritan Gita Rasmi Sancaya Edan Lalangon Potraka, Geguritan Bali Tattwa, Geguritan Nala Damayanti, Geguritan Putra Sasana, Cecangkriman Rare Tua, dan Geguritan Masa Suara (Agastia, 1984: 4). Dari sembilan buah karya Ida Bagus Putu Maron tersebut, GMS merupakan salah satu karyanya yang sangat menarik untuk diteliti. Ada sejumlah permasalahan menarik yang terkandung dalam GMS, yang menjadikannya layak digunakan sebagai bahan penelitian, baik dilihat dari segi bentuk maupun isinya. Ditinjau dari segi bentuk, GMS ditulis dalam bentuk tembang macapat. Adapun tembang yang digunakan, adalah sinom, ginanti, ginada, dangdang, semarandana, durma, dan pucung. Dalam GMS, ketujuh jenis metrum tersebut diaplikasikan dengan baik. Gagasan-gagasan yang dikemukakan dalam GMS disesuaikan dengan ketentuan metrum (padalingsa) yang berlaku pada tiap-tiap jenis tembang. Hal itu dikombinasikan dengan pemilihan kata yang selaras, penggunaan gaya bahasa yang tepat, serta permainan bunyi-bunyi bahasa yang kian memperjelas gagasan yang dikemukakan sekaligus berkontribusi terhadap efek estetis GMS. Walaupun bentuknya singkat, yaitu terdiri dari lima puluh dua bait, namun bila dilihat dari segi isinya, di dalam GMS tertera sejumlah permasalahan yang menarik sekaligus aktual. GMS merepresentasikan suatu fenomena yang erat 3 kaitannya dengan sisi-sisi kehidupan manusia, yaitu berbicara tentang aspek-aspek dasar atau fitrah hidup manusia. Gagasan itulah yang diusung dalam untaianuntaian bait GMS. Sesuai dengan judulnya, GMS melukiskan tanda-tanda suatu masa atau zaman tatkala tiap-tiap orang begitu lihainya berbicara. Zaman tersebut diistilahkan oleh pengarang sebagai “Masa Suara”. Hal tersebut dituangkan pada bait kelima pupuh sinom, yang berbunyi sebagai berikut: …masa suara kaadanin/pan keh wong pada pawikan masabda// „masa suara namanya, sebab banyak orang hanya pintar bicara‟. Zaman masa suara ini, sebagaimana diuraikan oleh pengarangnya, diwarnai oleh banyaknya perselisihan, perdebatan, hujatmenghujat, ingin saling mengungguli satu dengan yang lainnya dalam kehidupan masyarakat. Selain itu dalam zaman yang disebut “masa suara” itu juga terkandung adanya isu atau rumor simpang siur, yang menimbulkan kecemasan. Pada zaman “masa suara” itu banyak orang berlagak pintar, seolah-olah mengetahui berbagai jenis ilmu pengetahuan, namun semua itu hanya sebatas dalam ucapan, tanpa didukung oleh bukti-bukti atau tindakan yang nyata. Selain itu dalam zaman “masa suara” sejumlah ide dipaparkan serta janji-janji manis ditebarkan untuk meraup dukungan serta menuai simpati banyak orang. Apa yang digambarkan dalam GMS agaknya merupakan representasi situasi kehidupan sosial yang terjadi di Bali saat karya tersebut ditulis, yaitu pada era tahun 1950-an. Asumsi tersebut didasarkan atas sejumlah tulisan-tulisan yang menggambarkan situasi sosial di Bali pada era tahun 1950-an, seperti diungkapkan oleh Ngurah Bagus dalam tulisannya yang berjudul “Masalah 4 Demokrasi Kekuasaan dan Konflik Sosial: Kajian Pendahuluan tentang Peranan Pemuda Pejuang dalam Tahun Lima Puluhan di Bali” (Ngurah Bagus, 1987). Dalam tulisan tersebut dipaparkan bahwa situasi sosial-politik di Bali era tahun 1950-an begitu bergejolak. Gejolak tersebut kian memanas pada tahun 1955, menjelang terselenggaranya pemilihan umum. Partai-partai yang secara garis besar condong kepada dua kekuatan yaitu Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI), saling berebut simpati dan meraup dukungan sebanyak-banyaknya. Hal ini menimbulkan persaingan dan perselisihan yang tak dapat dielakkan (1987: 2). Uraian-uraian yang dipaparkan dalam tulisan Ngurah Bagus tersebut, bila dikaitkan dengan gambaran dalam GMS menunjukkan adanya suatu kesesuaian. Meskipun dalam GMS tidak disebutkan secara spesifik seperti dalam uraian Ngurah Bagus, namun gambaran tentang adanya perselisihan, adanya pihak-pihak berebut simpati dan sejenisnya, terepresentasikan dalam untaian bait-bait GMS. Situasi ini tidak saja sesuai dengan kondisi sosial saat GMS ini ditulis, tetapi juga sangat relevan dengan kondisi sosial dan politik yang terjadi saat ini. Sebagaimana sering terlihat di media masa maupun masyarakat, banyak orang tampak hanya pintar bicara, menyampaikan kritik, tetapi tidak bisa memberikan solusi. Berdasarkan atas penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa karya ini tetap kontekstual dengan situasi dan kondisi yang terjadi di masa kini. Dalam menggubah karyanya ini Jyestapatra atau Ida Bagus Putu Maron rupanya diilhami 5 oleh karya Ranggawarsita2 untuk melukiskan situasi sosial yang terjadi di Bali pada era 1950-an. Agaknya situasi seperti yang digambarkan dalam GMS bisa terjadi pada tiap zaman.Setidak-tidaknya pada masa Ranggawarsita, pada zaman karya GMS ditulis, dan pada zaman sekarang ini peristiwa yang digambarkan dalam zaman “masa suara” terulang kembali. Keadaan yang seperti berulang tersebut oleh Kuntowijoyo (2006: 13) diistilahkan sebagai paralelisme historis. Berdasarkan latar belakang tersebut GMS sangat menarik untuk dikaji dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan tersebut digunakan untuk memahami latar belakang kehidupan sosial, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat karya sastra itu diwujudkan (Aminnudin, 2011: 46). Pendekatan sosiologi sastra sangatlah relevan digunakan untuk menelusuri aspek sosial yang melatarbelakangi penciptaan GMS. Gambaran sosiologis masyarakat Bali yang hidup pada zaman modern tersebut dituangkan oleh pengarang dalam suatu bentuk karya sastra tradisional berupa geguritan. Perpaduan antara bentuknya yang tradisional dengan isinya yang bersifat kekinian merupakan satu kesatuan yang membuat GMS sangat menarik untuk diteliti. Pada prinsipnya suatu karya sastra merupakan perpaduan yang selaras antara bentuk dan isi (Teeuw, 2013: 106). 2 Dalam GMS disebutkan bahwa Jyestapatra (Ida Putu Maron) menggubah karyanya ini berdasarkan karya Ranggawarsita, akan tetapi tidak dijelaskannya sumber karya Ranggwarsita tersebut. Usaha penelitian yang dilakukan belum berhasil menemukan karya Ranggawarsita dimaksud. 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam dua bentuk pertanyaan. 1. Bagaimanakah struktur yang membangun GMS? 2. Aspek-aspek sosiologis apa sajakah yang melatarbelakangi dan yang terepresentasikan dalam GMS? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat, salah satu karya sastra geguritan yang berjudul “Geguritan Masa Suara”gubahan Jyestapatra (Ida Bagus Putu Maron). Karya tersebut merupakan salah satu karya dalam khazanah sastra geguritan di Bali. Penelitian terhadap karya ini juga bertujuan untuk lebih memahami khazanah sastra tradisional Bali. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur yang membangun GMS. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji representasi sosial yang terjadi di Bali pada era tahun 1950-an, yang terkandung dalam GMS. Serta, melihat aktualisasinya dalam kondisi yang terjadi di masa sekarang. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca dalam upaya memahami karya sastra geguritan pada umunya dan GMS pada 7 khusunya. Pada tahapan selanjutnya, penelitian ini diharapkan mampu menambah minat terhadap karya-karya sastra Bali tradisional, khusunya geguritan.Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya kajian teoritis terhadap sastra geguritan, dalam rangka pengembangan ilmu sastra Bali.