Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DENGAN PENILAIAN PORTOFOLIO Arnasari MH. Abstrak: Pendidikan pada dasarnya adalah upaya mewujudkan sebuah masyarakat yang ditandai adanya keluhuran budi dalam individu, keadilan dalam negara, dan sebuah kehidupan yang lebih bahagia dari setiap individunya. Untuk mencapai itu semua, guru mempunyai peran yang sangat penting terhadap keberhasilan anak didiknya. Metode pembelajaran snowball throwing dengan penilaian portofolio adalah suatu metode pembelajaran yang terdiri dari beberapa kelompok yang masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola lalu dilempar ke siswa lain untuk dijawabnya, kemudian diakhiri dengan menuliskan laporan dari pembelajaran tersebut, kemudian mengumpulkannya ke dalam suatu map yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi untuk memantau perkembangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap siswa dalam suatu mata pelajaran. Kata Kunci: Snowball Throwing, Portofolio Pendahuluan Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan perkembangan individu dan perkembangan masyarakat suatu bangsa. Kemajuan masyarakat suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 (Citra Umbara, 2003:7) menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan pada akhirnya harus diajukan pada upaya mewujudkan sebuah masyarakat yang ditandai adanya keluhuran budi dalam individu, keadilan dalam negara, dan sebuah kehidupan yang lebih bahagia dari setiap individunya (Sagala, 2005:3). Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang tentu sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka diasumsikan semakin tinggi pula pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya. Hal ini menggambarkan bahwa fungsi pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan, karena orang yang berpendidikan dapat terhindar dari kebodohan maupun kemiskinan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang dinilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu. Niko (Jawa Pos, 3 Mei 2008:3) menyatakan, dari data yang diperoleh, Indonesia menduduki posisi ke 110 dari 179 negara dalam Human Development Index. Jawa Pos (2008:3) juga menuliskan bahwa Malaysia yang pada tahun 1970 dan 1980-an mengirimkan banyak pelajar ke Indonesia kini menempati posisi ke Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 52 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 61. Bahkan, Singapura jauh meninggalkan Indonesia dengan menduduki peringkat ke-25. Semua itu menunjukkan bahwa tingkat pendidikan negara ini masih jauh dari tujuan yang diharapkan serta sangat rendah jika dibandingkan dengan negaranegara maju khususnya dalam bidang IPTEK, sehingga memerlukan pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain pembenahan kurikulum yang terus dilakukan, salah satu usaha yang harus dioptimalkan adalah peningkatan profesionalisme guru sebagai subyek dari pendidikan. Sagala (2005:149) mengemukakan bahwa guru dikatakan kompeten jika ia menguasai dan memiliki kecakapan profesional keguruan, ditandai dengan keahliannya selaras dengan tuntutan bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya. Atas dasar kedudukan itu guru mempunyai wewenang dalam pelayanan belajar dan pelayanan sosial di masyarakat. Standar kinerja guru menurut Gaffar (dalam Sagala, 2005:149) ada tiga bidang, yakni: (1) content knowledge; (2) behavior skills; dan (3) human relation skills. Sementara itu Rochman dan Sanusi (dalam Sagala, 2005:149) menyebutkan tugas dan kinerja guru mencakup aspek: (1) kemampuan professional, yang meliputi penguasaan materi ajar dari hulu hingga hilir, dari filosofi, konsep dasar, landasan keilmuan, keguruan, dan proses pembelajaran; (2) kemampuan sosial, meliputi kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan menyesuaikan diri dengannya; dan (3) kemampuan individual, yang meliputi sikap, penampilan, pemahaman, dan penghayatan terhadap materi ajar, serta kesediaan menjadi teladan atau panutan bagi para siswanya. Guru merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Guru selalu menginginkan bahwa tujuan pengajarannya berhasil. Maksudnya bahwa materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima bahkan dipahami oleh siswanya. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai kemampuan mengajar yaitu kemampuan yang tidak hanya menyampaikan materi kepada siswanya saja, tetapi bagaimana agar siswa dapat tertarik, aktif dan semangat dalam memahami materi yang diajarkan dalam proses belajar mengajar. Dalam konteks itulah guru perlu menentukan metode pembelajaran yang tepat agar mencapai hasil yang diharapkan. Metode pembelajaran yang tepat adalah metode yang sesuai dan dapat diterapkan pada siswa, sehingga siswa mampu menerima pelajaran dengan baik, khususnya dalam bidang matematika. Karena semua tahu bahwa matematika sering dikeluhkan sebagai bidang studi yang sulit dan membosankan, sehingga tak heran apabila nilai matematika siswa rendah dibanding nilai pelajaran lain dan penguasaan terhadap matematika juga kurang. Salah satu metode pembelajaran yang tepat adalah metode pembelajaran snowball throwing dengan penilaian portofolio. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 53 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 Snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Kisworo, 2008:11), dan penilaian portofolio adalah suatu teknik penilaian berbasis kelas terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu (Surapranata dan Hatta, 2004:21). Hakekat Pembelajaran Matematika Belajar merupakan kegiatan yang sangat penting bagi setiap manusia. Pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk dan berkembang melalui belajar. Oleh karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Mustangin, 2002:1).Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada pokoknya didapatkan kecakapan baru, dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja (Sagala, 2005:37). Belajar menurut teori psikologi asosiasi (dalam Sagala, 2005:53) adalah proses pembentukan asosiasi atau hubungan antara stimulus (perangsang) yang mengenai individu melalui penginderaan dan response (reaksi) yang diberikan individu terhadap rangsangan tadi, dan proses memperkuat hubungan tersebut. Hilgard (dalam Sanjaya, 2006:89) mengungkapkan bahwa learning is the process by which an activity originates or changed through training procedurs (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributabel to training, yang artinya belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah dengan mengabaikan perubahan selain dari faktor-faktor latihan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera atau pengalamannya. Oleh karena itu, apabila setelah belajar seseorang tidak ada perubahan tingkah laku yang positif, dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 54 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Dalam proses belajar pasti ada faktor yang mempengaruhi dan menentukan tercapainya suatu proses tersebut. Menurut Slameto (2002:54-71) ada dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1. Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar. Adapun faktor-faktor intern tersebut adalah sebagai berikut: a. Faktor Jasmaniyah Faktor jasmaniyah yaitu faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan cacat tubuh. b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yaitu faktor yang berhubungan dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. c. Faktor Kelelahan Faktor kelelahan yaitu faktor yang berhubungan dengan kelelahan jasmani dan rohani. 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar. Adapun faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut: a. Faktor Keluarga Faktor keluarga diantaranya yaitu cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi dan lain-lain. b. Faktor Sekolah Faktor sekolah diantaranya yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, dan lain-lain. c. Faktor Masyarkat Faktor masyarakat diantaranya yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul dan lain-lain. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2005:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dalam pendidikan. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2005:62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 55 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 aktif, yang menekankan pada sumber belajar. Kemudian, Sagala (2005:63) menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu; (1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir, (2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa, serta kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan atau pemahaman yang baik terhadap materi pelajaran. Pengertian Matematika Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. Hal ini terbukti adanya puluhan definisi matematika yang belum mendapatkan kesepakatan diantara para matematikawan. Mereka saling berbeda dalam mendefinisikan matematika. Namun yang jelas, hakekat matematika dapat diketahui, karena obyek penelaahan matematika yaitu sasarannya telah diketahui sehingga dapat diketahui pula bagaimana cara berpikir matematika itu. Menurut Tinggih (dalam Hudojo, 2005:35) matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasioperasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Namun penunjukan kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu yang ditujukan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Begle (dalam Hudojo, 2005:36) menyatakan bahwa sasaran atau obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip. Obyek penelaahan tersebut menggunkan simbol-simbol yang kosong, dalam arti ciri ini yang memungkinkan dapat memasuki wilayah bidang studi atau cabang lain. Hudojo (2005:35) mengartikan matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK. Namun, matematika yang ada pada hakekatnya merupakan suatu ilmu yang cara bernalarnya deduktif, formal dan abstrak, harus diberikan kepada anak-anak SD yang cara berfikirnya masih pada tahap operasi konkret. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 56 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 Dari uraian tersebut, jelas bahwa penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, struktur, fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Sasaran kuantitas tidak banyak artinya dalam matematika. Hal ini berarti bahwa matematika itu berkenaan dengan gagasan yang berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis, dimana konsepkonsepnya abstrak dan penalarannya deduktif. Pengertian Pembelajaran Matematika Bruner (dalam Mustangin, 2002:37) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan strukturstruktur abstrak yang terdapat di dalam matematika serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Siswa akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui siswa tersebut. Karena untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari siswa itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut. Di dalam proses belajar matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab siswa dikatakan berpikir bila siswa itu melakukan kegiatan mental. Seperti yang diungkapkan Mustangin (2002:3) bahwa belajar matematika merupakan kegiatan mental yang sangat tinggi. Karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Oleh karena itu guru perlu melatih cara-cara penalaran atau berfikir siswa melalui jalan memberi latihan-latihan dari konsep-konsep matematika yang diajarkan. Pembelajaran merupakan proses membantu siswa untuk membangun konsep/prinsip dengan kemampuan siswa sendiri melalui internalisasi sehingga konsep/prinsip tersebut terbentuk. Dengan proses internalisasi itu terjadilah transformasi informasi sehingga informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru. Transformasi tersebut mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya jaringan konsep/prinsip dalam benak siswa. Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivistik (Nikson dalam Hudojo, 2005:20) adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan oleh guru kepada siswa untuk membangun pemahaman terhadap matematika. Proses pembangunan pemahaman inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar sebab pemahaman akan lebih bermakna kepada materi yang dipelajari. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 57 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika Menurut Mustangin (2002:7) mengajar harus diarahkan agar peristiwa belajar terjadi. Belajar matematika akan berhasil bila proses belajarnya baik yaitu melibatkan intelektual siswa secara optimal. Peristiwa belajar yang dikehendaki bisa tercapai bila faktorfaktor berikut ini dapat dikelola sebaik-baiknya. 1) Siswa Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung kepada siswa. Misalnya saja, bagaimana kemampuan dan kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana sikap dan minat siswa terhadap matematika. Di samping jasmaninya siswa sehat atau tidak. Kondisi psikologinya, seperti perhatian, pengamatan, ingatan berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Intelegensi siswa juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya. 2) Guru Kemampuan guru dalam menyampaikan matematika dan sekaligus menguasai materi yang telah diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses belajar. Kepribadian, pengalaman dan motivasi guru dalam mengajar matematika juga mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara penyampaiannya merupakan syarat yang tidak dapat ditawar lagi bagi guru matematika. 3) Prasarana dan Sarana Prasarana yang mapan seperti ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih memperlancar terjadinya proses belajar. Demikian pula sarana buku teks dan alat bantu belajar merupakan fasilitas belajar yang penting. Majalah tentang pengajaran matematika, labolatorium matematika dan lainlain akan meningkatkan kualitas belajar siswa. 4) Penilaian Penilaian di samping digunakan untuk melihat bagaimana suatu hasil belajar, juga untuk melihat bagaimana berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa. Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan memperbaiki hasil belajar. Pemahaman Belajar Matematika Bloom (dalam Abidin, 2004:57) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari. Hiebert (dalam Usman, 2001:11) juga mengartikan pemahaman adalah keadaan pengetahuan ketika informasi matematika baru dihubungkan tepat dengan pengetahuan yang telah ada. Dalam belajar matematika, untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, diperlukan pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural dalam diri siswa. Kedua pengetahuan Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 58 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 tersebut saling berhubungan, hal ini didukung oleh pendapat Hiebert dan Levefre (dalam Abidin, 2004:63) yang menyatakan bahwa jika pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural tidak saling terkait maka salah satu dari kemungkinan akan terjadi yaitu siswa mempunyai pemahaman intuitif yang baik terhadap matematika tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah, atau siswa dapat memberikan jawaban tetapi tidak memahami apa yang mereka lakukan. Perlunya pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural juga didukung oleh Eisenhart (dalam Abidin, 2004:63) yang menyatakan bahwa pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural merupakan aspek penting pada pemahaman matematika, maka dari itu mengajar untuk memahami matematika harus menerapkan kedua pengetahuan tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman belajar matematika adalah kemampuan seseorang untuk menterjemahkan, mengubah, mengidentifikasi, atau memahami tentang pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, pemahaman yang digunakan sebagai dasar untuk memahami materi bangun datar segitiga adalah pemahaman konseptual dan pemahaman prosedural. Jika siswa sudah paham tentang konsepkonsep segitiga, maka dipastikan akan lebih mudah memahami prosedurnya, sehingga hasil belajar lebih maksimal. Adapun indikator pemahaman yang digunakan dalam pokok bahasan bangun datar segitiga adalah: 1. Mampu menjelaskan pengertian, jenis-jenis dan sifat-sifat segitiga. 0 2. Mampu menunjukkan bahwa jumlah sudut segitiga adalah 180 dan menyelesaikan soal-soalnya. 3. Mampu menggunakan hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga dalam pemecahan masalah. 4. Mampu menghitung keliling dan luas segitiga. Pemahaman Konsep (Pengetahuan Konseptual) Menurut Hiebert dan Wearne (dalam Abidin, 2004:61) pengetahuan konseptual dalam matematika merupakan pengetahuan dasar yang menghubungkan antara potonganpotongan informasi yang berupa fakta, skill (ketrampilan), konsep atau prinsip. Konsep merupakan dasar bagi proses-proses untuk memecahkan masalah. Konsep dalam matematika biasanya dijelaskan melalui definisi atau contoh-contoh. Tidak semua siswa memahami konsep langsung melalui definisi. Menurut Hudojo (2005:101) pemahaman konseptual ditunjukkan dengan kejelasan bahwa pengetahuan yang kaya akan hubunganhubungan. Semua unit informasi tersebut terkait kedalam jaringan kerja. Dengan demikian suatu unit pengetahuan konseptual tidak terisolasi dengan informasi lain. Pengetahuan konseptual tercapai Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 59 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 dengan mengkonstruksi hubungan antara potongan-potongan informasi. Proses keterhubungan dapat terjadi antara dua informasi bila sudah tersimpan dalam memori atau antara pengetahuan yang sudah ada dengan informasi baru yang telah dipelajari. Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan yang memiliki banyak keterhubungan antara obyek matematika (seperti fakta, skill, konsep dan prinsip). Pemahaman Prosedur (Pengetahuan Prosedural) Pengetahuan prosedural digambarkan Hiebert dan Lefevre (dalam Abidin, 2004:61) sebagai pengetahuan tentang prosedur baku yang dapat diaplikasikan jika beberapa isyarat tertentu disajikan. Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang kaidahkaidah, prosedur-prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Prosedur ini dilakukan secara bertahap dari pernyataan yang ada pada soal menuju pada tahap selesaiannya. Salah satu ciri pengetahuan prosedural adalah urutan langkah yang akan ditempuh ”sesudah suatu langkah akan diikuti langkah berikutnya” (Abidin, 2004:61). Pengetahuan prosedural juga cenderung pada pengusaan tentang langkah-langkah untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah. Menurut Hudojo (2005:101) pemahaman prosedural ditunjukkan dua bagian yang berbeda. Pertama, tersusun sebagai bahasan formal atau sistem representasi simbol matematika. Kedua, terdiri dari algoritma atau aturan untuk menyelesaikan tugas. Pemahaman prosedural ditunjukkan dengan keterampilan prosedural secara fleksibel, akurat, efisien dan benar. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang banyak dengan langkah-langkah dan teknik yang membentuk suatu algoritma atau prosedur yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Metode Pembelajaran Snowball Throwing Metode pembelajaran snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masingmasing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Kisworo, 2008:11). Menurut Kisworo (2008:11) langkah-langkah metode pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan, 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masingmasing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi, 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 60 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok, 5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit, 6. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian, 7. Guru memberikan kesimpulan, 8. Evaluasi, 9. Penutup. Penilaian Portofolio Penilaian portofolio menurut Sanjaya (2006:194) adalah penilaian terhadap karya-karya siswa selama proses pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang dikumpulkan selama periode tertentu dan digunakan untuk memantau perkembangan siswa baik mengenai pengetahuan, keterampilan, maupun sikap siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan. Sedangkan menurut Surapranata dan Hatta (2004:21) menjelaskan bahwa penilaian portofolio adalah penilaian berbasis kelas terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Dari pengertian-pengertian di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan secara terus-menerus terhadap karya-karya siswa selama proses pembelajaran dan digunakan untuk melihat perkembangan kemampuan siswa secara utuh. Nitko (dalam Majid, 2008:202) mengatakan secara umum penilaian portofolio dapat dibedakan menjadi lima bentuk, yaitu portofolio ideal (ideal portfolio), portofolio penampilan (show portfolio), portofolio dokumentasi (documentary portfolio), portofolio evaluasi (evaluation portfolio) dan portofolio kelas (classroom portfolio). Cole, Ryan dan Kick (dalam Surapranata dan Hatta, 2004:46) mengatakan bahwa pada hakekatnya terdapat dua bentuk portofolio, yaitu portofolio produk dan portofolio proses. Portofolio produk adalah portofolio yang menekankan pada tinjauan hasil terbaik yang telah dilakukan peserta didik, tanpa memperhatikan bagaimana proses untuk mencapai evidence itu terjadi. Portofolio tampilan (show portfolio) dan portofolio dokumentasi (documentary portfolio) merupakan contoh portofolio produk (Surapranata dan Hatta, 2004:61). Sedangkan portofolio proses adalah portofolio yang Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 61 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 lebih menunjukkan tahapan belajar dan menyajikan catatan perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu. Dari uraian di atas, peneliti memilih untuk menggunakan bentuk portofolio proses, sebab bentuk tersebut adalah yang paling ideal untuk melihat tahap perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu. Proses ini akan membuat semua pihak, guru maupun peserta didik bisa mengenal kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik. Dengan demikian guru dapat menolong peserta didik untuk mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pekerjaan yang telah dilakukannya. Menurut Majid (2008:202) portofolio dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain: 1. Menghargai perkembangan yang dialami siswa. 2. Mendokumentasikanproses pembelajaran yang berlangsung. 3. Memberi perhatian pada prestasi kerja siswa yang terbaik. 4. Merefleksikankesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimentasi. 5. Meningkatkanefektifitas pembelajaran. 6. Bertukar informasi dengan orang tua/wali peserta didik dan guru lain. 7. Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa. 8. Melakukan kemampuan refleski diri, dan membantu siswa dalam merumuskan tujuan. Selanjutnya, menurut Muslich (2008:119) tujuan dilakukan penilaian portofolio bagi siswa antara lain sebagai berikut: 1. Untuk penilaian formatif dan diagnostik siswa. 2. Untuk memonitor perkembangan siswa dari hari ke hari, yang berfokus pada proses perkembangan siswa. 3. Untuk memberikan evidence (bukti) penilaian formal. 4. Untuk mengikuti perkembangan pekerjaan siswa, yang berfokus pada proses dan hasil. 5. Untuk mengoleksi hasil pekerjaan yang telah selesai, yang berfokus pada penilaian sumatif. Apapun tujuannya, semua portofolio berisi evidence sebagai bukti yang dapat digunakan untuk menyimpulkan tingkat pencapaian peserta didik pada kompetensi dasar dan indikator dalam bidang pelajaran tertentu. Oleh karena itu, bukti-bukti evidence yang telah dikumpulkan itu harus relevan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dimiliki peserta didik sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang terdapat dalam kurikulum. Majid (2008:202) menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam menggunakan portofolio di sekolah, antara lain; (1) saling percaya (mutual trust) antar siswa dan guru, (2) kerahasiaan bersama (confidentiality) antara guru dan siswa, (3) milik bersama (join ownership) antara Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 62 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 guru dan siswa, (4) kepuasaan (satisfaction), (5) kesesuaian (relevance), dan (6) penilaian proses dan hasil. Sanjaya (2006:198-200) juga menjelaskan bahwa dalam proses pelaksanaan evaluasi dengan sistem penilaian portofolio terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1) Saling Percaya Penilaian portofolio adalah penilaian yang melibatkan siswa secara aktif sebagai pihak yang dievaluasi. Antara guru sebagai evaluator dan siswa sebagai pihak yang dievaluasi harus saling percaya. Siswa harus memiliki kepercayaan bahwa evaluasi yang dilakukan guru bukan semata-mata untuk menilai hasil pekerjaannya, akan tetapi sebagai upaya pemberian umpan balik untuk meningkatkan hasil belajar. 2) Keterbukaan Portofolio adalah penilaian yang dilaksanakan secara terbuka, artinya guru sebagai evaluator bukan hanya berperan sebagai orang yang memberikan nilai atau kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu memahami mengapa kritik itu muncul, oleh sebab itu guru harus terbuka melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberikan penilaian. Untuk menciptakan keterbukaan, dalam setiap proses pembelajaran guru harus menciptakan iklim belajar yang menyenangkan, sehingga setiap siswa dapat menunjukkan kemampuannya tanpa ada perasaan takut atau malu. 3) Kerahasiaan Sebelum dilaksanakan pameran, kerahasiaan dokumen setiap siswa perlu dijaga. Hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan setiap siswa. 4) Milik Bersama Guru dan peserta didik harus merasa bahwa evidence portofolio adalah milik bersama, oleh sebab itu semua pihak harus menjaganya secara baik. Guru dan siswa perlu sepakat dimana evidence itu disimpan. Hal ini akan mempermudah manakala siswa atau guru memerlukannya. 5) Kepuasan dan Kesesuaian Hasil akhir dari penilaian portofolio adalah ketercapaian kompetensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. Ketercapaian itu selanjutnya dapat dilihat dari evidence yang diorganisasikan oleh guru dan siswa. Guru dan siswa akan merasa puas manakala kompetensi itu telah tercapai. Oleh karena itu, terkumpulnya evidence merupakan kepuasan baik bagi guru maupun bagi siswa. 6) Budaya Pembelajaran Penilaian portofolio harus dapat mengembangkan budaya belajar. Sebab penilaian portofolio itu sendiri pada dasarnya mengandung proses pembelajaran. Bukankah untuk kerja yang menggambarkan Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 63 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 pada setiap evidence pada dasarnya adalah proses pembelajaran. Oleh sebab itu melalui penilaian portofolio, dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal sejumlah fakta. 7) Refleksi Penilaian portofolio harus memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk melakukan refleksi tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi, siswa dapat menghayati tetang proses berfikir mereka sendiri, kemampuan yang telah mereka peroleh, serta pemahaman mereka tentang kompetensi yang telah dimilikinya. 8) Berorientasi Pada Proses dan Hasil Belajar Penilaian portofolio bertumpu pada dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan hasil belajar secara seimbang. Penilaian portofolio mengikuti setiap aspek perkembangan siswa, bagaimana motivasi belajar, sikap, minat, kebiasaan, dan lain sebagainya dan pada akhirnya bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa. Terdapat sejumlah tahapan yang harus dilakukan dalam melaksanakan penilaian portofolio (Sanjaya, 2006:202-207). Tahapan tersebut antara lain: 1) Menentukan Tujuan Portofolio Pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Apa yang dilakukan guru dan siswa diarahkan untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itulah tahapan pertama dalam pelaksanaan penilaian portofolio adalah merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Dengan tujuan yang jelas dan terarah, akan memudahkan bagi guru untuk mengelola pembelajaran. 2) Menentukan Isi Portofolio Isi dan bahan portofolio merupakan tahapan berikutnya setelah menentukan tujuan. Isi dalam portofolio harus dapat menggambarkan perkembangan kemampuan siswa yang sesuai dengan standar kompetensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. 3) Menentukan Kriteria dan Format Penilaian Kriteria penilaian disusun sebagai standar patokan untuk guru dalam menentukan keberhasilan proses dan hasil pembelajaran pada setiap aspek yang akan dinilai. Adapun aspek-aspek yang dinilai tersebut sangat tergantung pada jenis kompetensi yang diharapkan. Selanjutnya kriteria itu disusun dalam sebuah format penilaian yang jelas. 4) Pengamatan dan Penentuan Bahan Portofolio Pengamatan dan penentuan evidence sebaiknya dilakukan oleh guru dan siswa secara bersama-sama. Siswa perlu dimintai pertimbangan-pertimbangan serta alasan-alasannya evidence mana yang harus dimasukkan. Hal ini penting untuk menjamin objektivitas penilaian portofolio. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 64 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 5) Menyusun Dokumen Portofolio Manakala bahan-bahan portofolio telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menyusun bahan itu dalam dokumen portofolio, misalnya dalam bentuk folder. Folder itu sendiri perlu dilengkapi dengan identitas siswa, mata pelajaran, dan isi dokumen beserta komentar-komentar dari guru. Adapun dokumen yang akan dimasukkan untuk bahan portofolio dalam penelitian ini adalah (1) LKS, (2) jurnal belajar siswa, dan (3) PR. Implementasi portofolio sebagai format baru dalam evaluasi, memungkinkan guru untuk mengembangkan profil komprehensif tentang kemajuan dan perkembangan ide-ide pada diri setiap siswa. Adapun salah satu tujuan penting yang disajikan dalam suatu penilaian portofolio adalah dapat dijadikan alat untuk memvalidasi informasi tentang pemahaman siswa mengenai suatu konsep (Rusoni, 2008:12) Portofolio dapat memberikan masukan yang efektif pada guru tentang kualitas dan kuantitas pemahaman siswa mengenai materi pelajaran yang disajikan. Seperti yang dijelaskan Karim (dalam Kristina, 2006:19) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penting yang disajikan dalam suatu portofolio adalah portofolio dapat memungkinkan guru untuk mengakses perkembangan pemahaman siswa terhadap suatu pelajaran. Penilaian portofolio sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa, memberikan gambaran otentik kepada guru tentang apa yang telah dipelajari siswa, kesulitan dan kendala siswa yang dialami dalam belajar, dan jenis bantuan yang diharapkan siswa. Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Penilaian portofolio dapat menilai kemampuan siswa secara menyeluruh.Penilaian portofolio, melalui pengumpulan evidence dapat menilai kemampuan siswa secara utuh, yang tidak hanya menilai kemampuan unjuk kerja akan tetapi termasuk sikap dan motivasi belajar. Di samping itu penilaian portofolio menilai dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi proses dan hasil belajar. 2. Penilaian portofolio dapat menjamin akuntabilitas. Akuntabilitas (pertanggung jawaban) sekolah terhadap siswa, orang tua dan masyarakat, melalui penilaian portofolio dapat lebih terjamin. 3. Penilaian portofolio merupakan penilaian yang bersifat individual. Kekhasan penilaian portofolio adalah memungkinkan guru untuk melihat peserta didik sebagai individu yang masingmasing memiliki perbedaan, baik perbedaan dalam segi kemampuan, minat ataupun bakat termasuk perbedaan cara belajar. Dengan perbedaan itu, guru dapat menyesuaikan diri dalam mengelola proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 65 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 4. Penilaian portofolio merupakan penilaian yang terbuka. Melalui dokumentasi evidence yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi, setiap pihak yang berkepentingan seperti orang tua, kepala sekolah, komite sekolah dan lain sebagainya dapat menguji kemampuan siswa. Oleh sebab itu, penilaian portofolio merupakan penilaian yang terbuka. Hal ini merupakan kelebihan yang memiliki arti yang sangat penting, yang tidak dimiliki oleh jenis penilaian lainnya. 5. Penilaian portofolio bersifat self evaluation. Melalui self evaluation setiap siswa dapat menilai dirinya sendiri dan dapat melakukan refleksi sehingga mereka dapat menentukan kompetensi mana yang belum tercapai atau perlu penyempurnaan dan kompetensi mana yang sudah tercapai. Melalui self evaluation dapat menumbuhkan tanggung jawab bagi dirinya sendiri. Daftar Pustaka Abin, Syamsudin Makmun. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta Bahri, Djamarah S dan Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Barnawi . (2012). Be A Great Teacher : 46 Rahasia Sukses Menjadi Guru Hebat. Jakarta: Ar-Ruzz Medi Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Djamarah, Syaiful Bahri. (2008).Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, O. (2010). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa. Muhibin, Syah. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers Permana. Ajeng Perdani, 2013 Pengaruh Metode Snowball Throwing Dan Pemberian Tugas Terhadap Motivasi Belajar Universitas Pendidikan Indonesia Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung: Alfabeta Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Sanjaya, Wina (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Predana Media Grup Sardiman, A.M. (2012). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sardiman. (2008). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 66 Volume 8 Nomor 1-Pebruari 2017 ISSN: 20864248 Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Slameto. (2010). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Wacana Prima Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung:JICA UPI Bandung. Sukmadinata ,Nana Syaodih. (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima 67