INVENTARISASI MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI KABUPATEN WONOGIRI PROPINSI JAWATENGAH Oleh : Sukmana Sub Dit. Mineral Logam S A R I Hasil penyelidikan regional di Pegunungan Selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral kerjasama dengan (JICA/MMAJ) tahun 2002, menemukan anomali geokimia sedimen sungai unsur Au, Cu, Pb, Zn, Ag dan Hg, yaitu di daerah Wonogiri Barat, Punung timur dan Kali Wedi, Kabupaten Wonogiri. Geologi daerah keterdapatan mineralisasi logam ditempati satuan litologi intrusi diorit G. Tenong yang berpengaruh sebagai sumber panas dan endapan batuan gunungapi Formasi Mandalika yang kerap merupakan tempat kedudukan mineralisasi. Indikasi mineralisasi ditemukan berupa urat-urat kuarsa dalam zona sesar mengandung galena, kalkopirit, sfalerit dan pirit serta serta arsenopirit. Endapan bahan galian logam di daerah anomali Wonogiri Barat di Selogiri mineralisasi ditemukan berupa tipe urat yang dikontrol oleh zona sesar. Mineralisasi emas di lokasi G. Tumbu dicirikan dengan kekerabatan dengan tembaga yang ditunjukkan dengan keterdapatan kalkopirit dan malahit, tercermin pula dari hasil analisis contoh batuan yang mengandung kadar Cu sebesar 12.090 ppm dan emas = 10.960 ppb sedang dari analisis unsur tanah mengandung kadar Cu sebesar 4.940 ppm dan emas sebesar 931 ppb. Mineralisasi emas di Janglengan lebih menunjukkan kekerabatan dengan seng (sfalerit) dan Pb (galena), hal ini tercermin dari konsentrasi analisis contoh tanah dengan kadar 1.920 ppm Zn dan 663 ppb Au dan dari batuan sebesar 3.184 ppm Pb, 3.999 ppm Zn dan 2.600 ppb Au. Indikasi kekerabatan unsur yang menujukkan bahwa semakin ke arah selatan (Keloran) mineralisasi emasnya berasosiasi dengan Pb-Zn. didukung dengan terdapatnya urat kuarsa termineralisasi galena dan sfalerit di sungai Ketandan dengan kadar 34.794 ppm Pb, 24.504 ppm Zn dan 10.950 ppb Au. Keterdapatan endapan bahan galian logam di daerah anomali Punung Timur ditunjukkan dengan nilai-nilai analisis contoh yang umumnya relatif rendah dibandingkan daerah Selogiri, demikian pula sebarannya hanya setempat. Di hulu sungai Tiran terdapat indikasi butiran emas dalam konsentrat dulang yang didukung oleh adanya batuan termineralisasi dalam urat kuarsa silisifikasi dengan kadar 6.365 ppb Au dengan kandungan unsur Pb dan Zn tinggi (75.912 p p m dan 9 . 8 4 5 p p m ) . Indikasi mineralisasi di punggungan Kajuran didapati dari sebaran anomali unsur Zu, Pb, Zn dan emas dalam contoh tanah sedang yang ditunjukkan oleh cntoh batuan hanya sebesar 1.040 ppm Cu, 1.968 ppm Pb dan 63 ppb Au. Indikasi mineralisasi di hulu S. Dengangu ditemukan berupa longsoran zona sesar dengan konsentrasi sulfida tinggi sebagian masif dalam fragmen breksi, dengan kadar yang diperoleh sebesar 105.000 ppm Cu, 739 ppm Pb, 9.963 ppm Zn dengan kadar emas 922 ppb. Untuk daerah penambangan emas Selogiri, dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi adanya sumberdaya tambahan.. Temuan singkapan urat kuarsa-silisifikasi dengan mineralisasi galena dan sfalerit dalam batuan terobosan mikrodiorit. di S. Ketandan, dengan hasil analisis 84.794 ppm Pb, 24.504 ppm Zn dan 800 ppm As dengan kadar emas sebesar 10.950 ppb Au. dan urat termineralisasi serupa di lembah punggungan Cangkol (Jepang/ JICA-MMAJ, 2002) dengan kandungan emas lebih dari 21 gr/ton. Dapat dikembangkan. PENDAHULUAN Hasil penyelidikan regional di daerah Pegunungan Selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan dalam rangka kerjasama antara Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dengan (JICA/MMAJ) tahun 2002 menunjukkan adanya anomali geokimia sedimen sungai unsur Au, Cu, Pb, Zn, Ag dan Hg di beberapa daerah termasuk di Kabupaten Wonogiri, yaitu daerah Wonogiri Barat, Punung Timur dan Kali Wedi. Di daerah Selogiri, Wonogiri Barat selain berupa anomali juga dijumpai adanya butiran emas dari hasil pendulangan mineral berat pasir sungai di daerah Keloran. Lokasi-lokasi anomali Au, Cu, Pb dan Zn ini telah dilakukan penambangan oleh masyarakat dengan cara tradisional, menggunakan gelundung (amalgamasi) dan dulang yang dikelola oleh Koperasi Unit Desa Selogiri. Lokasi mineralisasi emas terdapat di Desa Jendi dan Keloran, Kecamatan Selogiri dan di Desa Boto, Kecamatan Jatiroto. Potensi sumber daya bahan galian emas ini nampaknya kurang prospek untuk ditambang berskala besar. Endapan bahan galian emas dan mineralisasi logam dasar tembaga dan galena telah ditemukan sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang, yaitu di daerah Tirtomoyo dengan dijumpainya beberapa terowongan yang diperkirakan telah melakukan kegiatan penambangan. Dari hasil penyelidik terdahulu diharapkan di masa datang komoditi tembaga bisa dicadangkan untuk penambangan skala besar. GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN Geologi Daerah Anomali Wonogiri Barat Mengacu pada peta geologi yang telah ada susunan litologi daerah ini dapat dikelompokkan menjadi 3 formasi batuan; yang terdiri atas : Formasi Mandalika dan Semilir serta terobosan Diorit –Mikrodiorit. Formasi Mandalika menyebar di hulu Sungai Geritan dan Geran serta di bagian bawah aliran Sungai Ketandan dan Bralit. Ubahan mineral umumnya sangat kuat sehingga sudah tidak nampak lagi tekstur dan komposisi mineral batuan asalnya, Posisi batuan ini diperkirakan berupa “roof pendant” di atas terobosan diorit. Singkapan kecil dari interbeding tufa dan breksi tufa. Breksi tufa ukurannya dari sedang sampai halus umumnya polimik, sebagian dari singkapan menunjukkan seperti tufa felsik dan andesit terubah. tampak pengisian dalam masadasar oleh karbonat, plagioklas sebagai fenokris, bentuknya masih dapat dikenali, telah terubah menjadi lempung, serisit, karbonat Masadasar umumnya telah terubah menjadi lempung, serisit, klorit disertai dengan epidot. Formasi Semilir terdiri atas batupasir selang seling batulanau, batulempung, endapan piroklastik sisipan batugamping. Dari lintasan sungai dan lintasan di punggungan batuan ini menyebar di hulu Sungai Ketandan dan Sungai Bralit. Singkapan satuan batuan ini tersebar setempat-setempat yang bergantian dengan singkapan diorit –mikrodiorit. Semakin ke hulu selingan batuan piroklastik makin bertambah dengan tebal beragam, setempat terpropilitkan dan piritisasi. Struktur pelapisan jelas umumnya mempunyai kemiringan lapisan tajam 70°-60°, sisipan batugamping berwarna abu keunguan tebalnya kurang lebih 40 cm, sebagian dari rongganya terdapat kristal kasit. Hubungan dengan formasi di bawahnya adalah selaras meskipun ada kecenderungan berubah secara berangsur. Batuan Terobosan Diorit - Mikrodiorit Di beberapa lintasan sungai dominan ditempati batuan terobosan diorit. Singkapan batuan ini terutama dijumpai di Gunung Tenong dengan kenampakan bentang alam berupa bukit kerucut terisolir, ciri diorit ini bertekstur porfiritik terdiri atas fenokris, plagioklas berukuran butir kasar hingga sedang, mengandung kuarsa dengan mineral mafik yang prosentase kandungannya beragam. Singkapan yang menarik terdapat di hulu S. Geran dan di Kali Bralit yang menunjukkan bahwa dalam zona kontak terjadi pengaruh yang jelas dari munculnya silika yang kuat, sebagian mengandung kuarsa dan serisit, pirit tersebar hampir merata baik di tubuh intrusi maupun batuan samping. juga berkembang urat-urat halus kuarsa. pola sebaran diorit di lapangan menunjukkan, bahwa tubuh batuan terobosan ini berbentuk seperti kubah berupa stok besar, menerobos satuan batuan tufa breksi gunung api andesitik dan batuan metasedimen, mungkin dapat dikorelasikan dengan Diorit Pendul berumur Pliosen. Geologi Daerah Anomali Punung Timur Susunan litologi daerah anomali Punung Timur terdiri dari beberapa satuan batuan yang dapat dikelompokan menjadi 4 formasi; Formasi Mandalika, Watupatok, Formasi Semilir dan Formasi Nampol. Bagian utara daerah penyelidikan ditempati aliran S. Tiran, ditempati bervariasi batuan yang terdiri atas breksi gunungapi yang komposisi fragmen terdiri basal dan andesit, setempat terdapat sisipan dari andesit berupa retas yang arahnya hampir parallel N. 120° E, mengikuti arah umum struktur lapisan berupa sill. Ubahan mineral yang dijumpai adanya kloritisasi setempat – bersama pirit. Satu lokasi terdapat urat kuarsa. Nampaknya batuan ini Masa dasarnya sebagian telah terubah menjadi lempung-serisit. Karena endapan batuan gunungapi mengandung komponen basaltik, menurut hasil penyelidikan terdahulu menyebutnya sebagai Formasi Watupatok dan berhubungan secara lateral dengan Formasi Mandalika secara “interfingering”. Aliran sungai anomali logam emas yang terletak di S. Kajura, ditempati bervariasi batuan yang sangat beragam, cabang aliran sungai yang mengarah ke utara ditempati batuan yang terdiri atas breksi gunungapi yang komposisi fragmen terdiri basal dan andesit yang merupakan lanjutan sebaran dari S. Tiran. Cabang sungai yang mengalir ke arah timur terdiri atas andesit dan basaltic lava dan batuan piroklastik, umumnya massif tanpa pelapisan, setempat terdapat mikrodiorit sebagai retas lokal berupa apophisa. Endapan batuan ini disebut Formasi Mandalika. Ubahan mineral relatif menarik, karena banyak yang terpropilitkan dan terkersikkan bersama piritisasi setempat terdapat urat kalsit. Aliran sungai yang mengarah ke selatan ditempati batuan yang terdiri atas tufa dan breksi tufa polimik mengandung batuapung, batupasir serta mudstone. Komposisi tufa breksi bisa bervariasi dari dasitik, andesitik hingga basaltic dengan pelapisan yang jelas. Batuan telah mengalami ubahan sedang, ditandai dengan terdapatnya mineral sekunder, penyelidikan terdahulu menyebutnya sebagai Formasi Semilir. Satuan batuan ini menerus ke aliran sungai anomali logam Dengangu yang letaknya di selatan. Ubahan mineral relatif menarik, karena banyak yang terpropilitkan, kloritisasi dan terkersikan setempat-setempat bersama pirit. Pada aliran sungai yang kearah selatan terdapat batuan terobosan dasit kemungkinan sebagai retas. Pada aliran sungai bagian hilir ditempati batuan sedimen yang terdiri atas batufasir tufaan, batulanau dan konglomerat, berlapis baik dengan kemiringan umumnya tajam dari Formasi Nampol (Foto 3). Ubahan mineral kurang berkembang, hanya setempat terkloritisasi dan terkersikan bersama pirit limonitisasi. Geologi Daerah Anomali Kedung Wedi. Susunan litologi daerah anomali Kedung Wedi terdiri dari beberapa satuan batuan yang dapat dikelompokkan menjadi 2 formasi batuan; yang terdiri atas : Satuan batuan gunungapi Lawu dan Formasi Nglanggran. Sepanjang aliran sungai Kali Wates menempati morfologi lereng landai, dari muara Kali Wates di Jatiroto hingga ke Jatipurno di utara, sejauh kurang lebih 15 kilometer. Singkapan batuan sering ditemukan sepanjang aliran sungai dengan tingkat pelapukan beragam. Umumnya berupa endapan gunung api piroklastik terdiri atas tufa, tufalapili, tufalitik andesitik, breksi gunung api aglomeratan dengan ukuran fragmen berbagai ukuran, setempatsetempat bisa berukuran lebih dari 1 m, dalam fragmen umumnya mengandung gelas. Bidang perlapisan tidak menunjukkan lapisan yang jelas kadang seperti horizontal, demikian pula dari komposisi fragmen selain andesit terdapat pula mikrodiorit dan dasitik. Lintasan sungai dan punggungan di cabang Kali Wedi ke arah selatan umumnya pendek dan tidak berair dengan morfologi terjal singkapan hampir sepanjang lintasan. Batuan yang menempatinya berupa endapan gunungapi andesitik terdiri atas fragmen breksi yang berukuran rata-rata 35 cm dengan masa dasar tufa yang sebagian terubahkan berwarna kehijauan dari klorit, setempat-setempat mengandung pirit halus. Di lintasan punggungan terdapat serpihan silika amorf berupa kalsedon berwarna putih susu, kemungkinan berasal dari urat halus yang berkembang dalam batuan itu. Dalam sayatan tipis menunjukkan adanya gelas dan fragmen pumis dan mineral hornblende dalam masa dasar debu vulkanik. Satuan batuan ini dari peneliti terdahulu dikorelasikan dengan Formasi Nglanggran yang berumur Miosen AwalTengah. Struktur Gejala struktur geologi yang berkembang di daerah Kabupaten Wonogiri, tidak terlepas dari tatanan tektonik global untuk wilayah Indonesia Barat. Dampak pergerakan lempeng dalam kurun geologi yang panjang itu telah menimbulkan terjadinya banyak sesar. Berdasarkan pengamatan hampir di seluruh lintasan pengamatan lapangan terutama batuan tua, seperti komplek batuan gunungapi Formasi Mandalika dan Formasi Semilir berkembang kekar/retakan yang sangat intensif, sehingga mempunyai kerapatan frakture yang tinggi dan sebagian kecil diisi pirit. Sedang satuan endapan Gunungapi Lawu tidak banyak dijumpai. Dipadukan dengan citra satelit dan adanya lineasi morfologi dari peta topografi dan kelurusan-kelurusan yang terekam. Daerah mineralisasi Selogiri menmpati diantara dua jalur kelurusan berupa struktur sesar berarah baratlaut - tenggara. Struktur sesar ini sebagian merupakan batas antar satuan batuan. Jalur lineasi yang sama juga memotong ke arah aliran S. Tiran di Tirtomoyo. Selain itu untuk daerah anomali Punung Timur dari peta terdahulu, berkembang struktur sesar dengan arah timurlaut – baratdaya dikenal dengan nama Sesar Rohtawu. Indikasi/Temuan Endapan Bahan Galian Daerah sebaran anomali geokimia sedimen sungai umumnya selalu bertepatan dengan lokasi sebaran alterasi batuan dan batuan termineralisasi. Hal ini bisa dilihat dari temuan tim Jepang sebanyak 16 daerah anomali di Jawa Timur kerap menempati zona ubahan yang cukup signifikan. Data yang diperoleh memberikan gambaran bahwa dari ketiga daerah anomali geokimia menunjukkan bahwa daerah anomali Wonogiri Barat merupakan daerah mineralisasi logam paling menarik, karena keterdapatannya telah diekploitasi oleh penambang setempat dalam koordinasi KUD. Endapan bahan galian logam emas ini temuan lama dan hingga saat ini masih aktif beroperasi. Contoh batu termineralisasi menarik yang pernah diambil tim Jepang di anak Sungai Cangkol dengan kadar sebesar 21,15 gr/ton, di lapangan nampak berasal dari urat silisifikasi-argilik yang bagian dalamnya dari pinggiran kekar ada pervasive silika. Di tempat berdekatan juga ditemukan urat kuarsa halus kurang dari dua cm, barrent, telah diambil contoh. Perangkap mineralisasi umumnya berupa urat yang mengisi rekahan/kekar atau pola retakan yang diakibatkan adanya zona sesar sehingga sebarannya memanjang sepanjang kelurusan sesar, setempat berasosiasi dengan terdapatnya urat kuarsa dan indikasi sesar berupa slicken side. Mineralisasi emas di Selogiri bercampur dengan mineral logam sulfida lainnya yaitu tembaga dan timah hitam, dari batuan termineralisasi terdapat kalkopirit yang karena leaching sebagian terubah jadi malahit, mengisi bidang pecah, galena dijumpai hanya sedikit berupa urat halus dalam kuarsa terkersikan, masing-masing tersingkap di S. Ketandan dan Kali Bralit, di sekitar kontak diorit-mikrodiorit. Temuan adanya keterdapatan endapan mineral logam di Selogiri, diantaranya ditemukan adanya urat-urat termineralisasi. Pengamatan mikroskopik dari conto urat tersebut menunjukkan bahwa mineralisasi logam yang teridentifikasi adalah pirit, sfalerit, kalkopirit dan galena. Sebagian tampak telah teroksidasi menjadi oksida besi. Pirit, berbutir halus + 2 mm, bentuk subhedral-anhedral, sebagian berbentuk kubik, terdapat baik pada fragmen batuan maupun pada urat kuarsa, mengelompok maupun sebagai individu. Sebagian telah mengalami oksidasi menjadi oksida besi. Kalkopirit, berwarna kuning, tersebar tidak merata pada urat kuarsa, sebagian mengelompok bersama galena dan sfalerit. Sfalerit, berwarna abu-abu, berbutir halus, sughedral-anhedral, tersebar tidak merata dalam urat kuarsa. Galena, berwarna putih, berbutir halus hingga + 2 mm, bentuk subhedral-anhedral, beberapa menunjukkan bentuk kubik, terdapat bersama pirit, kalkopirit dan sfalerit di dalam urat kuarsa. Adapun paragenesa dari mineralisasi logam tersebut diawali oleh pirit selanjutnya secara berurutan terjadi sfalerit, kalkopirit selanjutnya terbentuk galena dan terakhir oksida besi karena pelapukan. Selain itu disebutkan pula bahwa bijih emas di lokasi Janglengan dominan didapat dalam urat sulfida/pirit masif, sedang urat kuarsa umumnya berkadar emas relatif rendah. Hal serupa juga terdapat di terowongan Geritan (Puri), terowongan/tunnel berarah N 290° E sejauh kurang lebih 35 m, belok ke arah N330°E sejauh 25 m, sehingga panjang total terowongan 60 m, di ujung terowongan persis menempati posisi urat yang berarah N160°E/68. Bijih yang diambil para penambang adalah urat sulfida (pirit masif), kuarsa sugary hanya terdapat dalam bidang gerus menempati bidang slicken side. Selanjutnya bijih ini oleh penambang diproses dengan cara digelundung menggunakan tenaga diesel di pinggiran pemukiman sehingga tidak mengakibatkan adanya pencemaran Hg pada aliran sungai yang airnya dikonsumsi masyarakat untuk berbagai keperluan. Hasil analisis kimia unsur logam dari conto batuan terubahkan dan termineralisasi ini, menunjukkan kadar logam yang cukup menarik, dari 27 conto yang dianalisis 12 diantaranya mengandung kadar logam dasar lebih dari 1000 ppm dan 7 conto kadar emasnya lebih dari 2 gr/ton. Batuan termineralisasi yang bisa dijadikan sebagai indikasi keterdapatan endapan bahan galian logam ini, ditunjukkan oleh kandungan kadar Cu tertinggi sebesar 12.090 ppm, Pb = 84.794 ppm, Zn = 27.504 ppm dan Au sebesar 10.960 ppb. Indikasi mineralisasi logam di Karangtengah, Punung Timur ditunjukkan adanya konsentrasi sulfida dalam zona sesar dengan pengersikan dan urat kuarsa. Pengamatan mikroskopik dari conto tersebut menunjukkan bahwa mineralisasi logam yang teridentifikasi adalah pirit, kalkopirit, sfalerit, kovelit/kalkosit, sebagian telah teroksidasi menjadi oksida besi. Pirit, berbutir sangat halus hingga + 2 mm, granular dengan bentuk subhedral-anhedral, sebagian tampak dengan bentuk kubik. Tersebar sebagai individu maupun sebagai kelompok, sebagian tampak dalam massa kalkopirit. Beberapa bagian telah mengalami oksidasi. Kalkopirit, berwarna kuning, berbutir halus, terdapat mengelompok sebagian menggantikan pirit, bentuk anhedral-subhedral, pada beberapa tempat tampak sfalerit terkungkung dalam kalkopirit. Kalkopirit telah mengalami ubahan menjadi kovelit/kalkosit pada beberapa spot. Kovelit/kalkosit berwarna biru/biru muda, bersifat anisotrop, menggantikan kalkopirit. Adapun paragenesa dari mineralisasi logam tersebut diawali oleh pirit selanjutnya secara berurutan terjadi sfalerit, kalkopirit selanjutnya terbentuk kovelit/kalkosit dan terakhir oksida besi karena pelapukan. Hasil analisis kimia unsur logam dari conto batuan terubahkan dan termineralisasi ini, menunjukkan kadar logam yang cukup menarik, dari 12 conto yang dianalisis 4 diantaranya mengandung kadar logam dasar lebih dari 1.000 ppm dan 1 conto kadar emasnya lebih dari 5 gr/ton. Batuan termineralisasi yang bisa dijadikan sebagai indikasi keterdapatan endapan bahan galian logam ini, ditunjukkan oleh kandungan kadar Cu tertinggi sebesar 105.000 ppm, Pb = 75.912 ppm, Zn = 9.845 ppm dan Au sebesar 6.365 ppb. Selain itu indikasi adanya keterdapatan endapan bahan galian mineral logam di Karangtengah, Punung Timur ditunjukkan adanya butiran emas dalam konsentrat dulang, dari hasil pengamatan mineralogi butir ditemukan beberapa mineral logam berat rombakan, seperti pada no. contoh KT . 05/ 09/ P diidentifikasi ada butiran Emas, berwarna kuning metalik khas emas, bentuk batas tepi menyudut tumpul tak beraturan, permukaan halus, ukuran butir 1 MC (450 mikron). Mineral serupa juga terdapat pada contoh : KT.05/ 06/ P, bentuk butir menyudut membulat padat berisi ukuran butir 100 mikron VFC. Selain itu ditemukan pula Pirit, berwarna kuning kecoklatan kilap metalik, kubik-menyudut tanggung. dan Kalkopirit, berwarna kuning kemerahan metalik, kubik-menyudutmembulat tanggung. Di daerah anomali geokimia Kedung Wedi tanda adanya mineralisasi tidak dijumpai di sepanjang Kali Wates hanya ditemukan beberapa fragmen breksi gunungapi itu mengandung mineral pirit, sehingga bisa disimpulkan anomali di Kedung Wedi sebagai “False anomaly”. Demikian pula dari pengamatan mineralogi butir tidak dijumpai mineral berat menarik kecuali, magnetit, Hematit/ Oksida besi, berwarna coklat kehitaman, membulat tanggung. Adanya anomali di Kedung Wedi, kemungkinan lain adalah pengaruh dari aliran sungai besar, karena lokasi pengambilan conto walaupun jauhnya dari muara lebih dari 50 meter, maka limbah banjir bisa masuk ke Kali Wates sehingga ada kontaminasi. lokasi penyontohan pada endapan aluvial yang relatif rata, atau mungkin juga pengaruh dari banyaknya permukiman sepanjang sungai, karena alirannya berpotongan dengan tiga kota kecamatan. Anomali Kedung Wedi kemungkinan pengaruh mineralisasi emas di Desa Boto yang menempati daerah punggungan gunung mas letaknya di hulu Kali Wedi berjarak lebih dari 8 km di hulu Muara Kali Wates dengan koordinat 519692 mE, 9126530 mN. Adanya kegiatan disini mempunyai potensi untuk tersebarnya konsentrasi unsur Au di sepanjang sungai Kali Wedi, sehingga anomali di daerah Jatiroto bukan hal yang tidak mungkin berasal dari keterdapatan mineralisasi emas di Desa Boto. Salah satu terowongan/tunnel berarah N110°EN125°E sepanjang kurang lebih 50 m, milik Sukran (Foto 12) sudah memotong urat kuarsa halus dengan arah N165°E, N195°E. Indikasi adanya keterdapatan endapan mineral logam di Desa Boto, aliran S. Kali Wedi ditunjukkan adanya konsentrasi sulfida bersama urat-urat halus kuarsa dengan pengersikan. Pengamatan mikroskopik dari conto tersebut menunjukkan bahwa mineralisasi logam yang teridentifikasi adalah pirit, sfalerit, galena dan kalkopirit. Sebagian tampak telah teroksidasi menjadi oksida besi. Pirit, granular, subhedralanhedral, terdapat tersebar, baik secara mengelompok maupun sebagai individu, terdapat baik pada fragmen maupun urat kuarsa. Sebagian telah teroksidasi menjadi oksida besi, tertanam di sekitar retakan. Pirit lebih dominan terdapat pada urat. Galena, berwarna putih, granular, subhedral-anhedral, terdapat dalam fragmen bersama sfalerit dan kalkopirit. Sfalerit, berwarna abu-abu, berbutir halus, granular. Terdapat bersama kalkopirit, galena dan fragmen batuan. Kalkopirit, berwarna kuning, berbutir halus, anhedralsubhedral, terdapat dalam fragmen. Adapun paragenesa dari mineralisasi logam tersebut diawali oleh pirit selanjutnya secara berurutan terjadi sfalerit, kalkopirit selanjutnya terbentuk galena dan pirit berupa urat serta terakhir oksida besi karena pelapukan. Hasil analisis kimia unsur logam dari conto batuan terubahkan dan termineralisasi yang berasal dari G. Mas desa Boto, Jatiroto, menunjukkan kadar logam yang cukup menarik, dari 2 conto yang dianalisis mengandung kadar Pb sebesar 2896 ppm dan kadar emasnya masing-masing 3010 dan 3820 ppb Au. HASIL PENYELIDIKAN Penyelidikan lapangan meliputi kegiatan pengambilan conto geokimia tanah di punggungan dan pengamatan geologi sepanjang lintasan aliran sungai yang diperkirakan mempunyai pengaruh adanya anomali di daerah tersebut. Daerah pnyelidikan di Selogiri merupakan bagian dari daerah anomali Wonogiri Barat yang menurut hasil penyelidikan DIMJICA/MMAJ diidentifikasikan sebagai tempat sebaran dari anomali geokimia endapan sungai. Nilai-nilai anomali logam emas yang didapat di Selogiri ini, merupakan angka-angka cerminan dari suatu endapan bijih, karena kadarnya cukup signifikan bila dibandingkan dengan daerah anomali lainnya. Daerah penyelidikan di Karang Tengah merupakan bagian dari daerah anomali Punung Barat yang diidentifikasikan sebagai tempat sebaran dari anomali geokimia endapan sungai, ada 9 conto terkonsentrasi di Punung Timur ini yang merupakan anomali unsur logam mulia dan logam dasar. Dari ke-9 lokasi anomali di Karang Tengah sebarannya berjauhan dan diantaranya ada 4 lokasi yang jaraknya tidak lebih dari 5 km dari F 089 S, masing-masing di bagian utara adalah aliran Sungai Tiran dan di bagian selatan Sungai Dengangu. Daerah penyelidikan di Jatiroto merupakan bagian dari daerah anomali Kedung Wedi yang menurut hasil penyelidikan sebelumnya diidentifikasikan sebagai tempat sebaran dari anomali geokimia endapan sungai, ada 2 conto anomali terkonsentrasi di Kedung Wedi ini yang merupakan anomali unsur logam mulia dan logam dasar. Dari penyelidikan lapangan terkumpul conto hasil seleksi dengan jumlah total 490 conto tanah, 21 conto endapan sungai dan 51 conto batuan, untuk laboratorium kimia mineral, Untuk laboratorium fisika mineral dikirimkan sebanyak 46 conto batuan dan 21 conto konsentrat dulang, untuk analisis mikroskopik petrografi, mineragrafi dan mineralogi butir. dari daerah anomali Wonogiri Barat di Selogiri telah dianalisis kimia sebanyak 322 conto tanah, 3 sedimen sungai dan 27 batuan untuk unsur Cu, Pb, Zn, Au, Ag, As dan Sb. Hasil analisis unsur emas, tembaga dan seng dari laboratorium menunjukan angka yang cukup berarti di daerah ini. Kisaran nilai analisis unsur umumnya berdistribusi tidak normal ada 4 conto bernilai terlalu tinggi, sehingga dalam populasi conto ini termasuk harga eratik. Untuk nilai analisis unsur logam dasar seluruhnya diatas limit deteksi dan yang eratik berkadar antara 856 - 4940 ppm Cu dan 6196 ppm Pb. Sedang untuk Au antara 760 – 967 ppm Au. Pengolahan statistik dari nilai analisis contoh tanah dari masing-masing unsur Cu, Pb, Zn, Au, Ag, As dan Sb dengan menggunakan formula yang tersedia dalam komputer SPSS 13 For Window, maka dapat diperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi serta nilai anomali seperti di dalam tabel 1 di bawah ini. UNS. ST. ANOM. ANOM. DEV I 2 MEAN Cu 28.50 20.36 48.86 >69.2294 Pb 12.06 3.49 15.56 >19.0474 Zn 56.76 24.47 81.23 >105.702 Au 3.72 3.055 6.77 >9.826 Ag 1.73 3.637 5.37 >9.004 Hg 36,36 16,22 52,58 >68,80 Tabel 1. Deskripsi statistik Wonogiri BaratDari ketujuh unsur yang dianalisis menunjukkan ada tiga unsur yang menarik yaitu Cu, Zn dan Au. Nilai analisis unsur logam lainnya umumnya kecil sehingga nilai anomali yang diperoleh dari perhitungan statistik nilainya tidak mempunyai arti, nilai anomali unsur emas merupakan dasar patokan dari suatu daerah yang mempunyai nilai prospek untuk endapan mineral logam emas, karena daerah ini sudah jelas merupakan kegiatan penambangan emas yang menguntungkan bagi masyarakat. Conto dari Karangtengah sebanyak 112 conto tanah, 10 sedimen sungai dan 12 batuan dianalisis kimia untuk unsur Cu, Pb, Zn, Au, Ag, Hg, As dan Sb. Adanya pola sebaran anomali dan besaran kadar unsur logamnya merupakan angka yang bisa dijadikan salah satu patokan untuk memprediksi kemungkinan adanya batuan yang berperanan sebagai batuan pembawa mineralisasi. Hasil analisis unsur emas, tembaga dan seng dari laboratorium menunjukan angka yang cukup berarti di daerah ini. Kisaran nilai analisis unsur umumnya berdistribusi tidak normal ada 3 conto bernilai terlalu tinggi, sehingga dalam populasi conto ini termasuk harga eratik. Untuk nilai analisis unsur logam dasar seluruhnya diatas limit deteksi dan yang eratik berkadar sebesar 145 ppm Cu, 226 ppm Pb dan 349 ppm Zn. Sedang untuk logam mulia Au dan Ag banyak conto yang kadarnya dibawah limit deteksi, untuk Au sebanyak 25 conto dibawah limit deteksi dengan harga eratik berkadar sebesar 59 ppm Au. Pengolahan statistik dari nilai analisis contoh tanah dari masing-masing unsur Cu, Pb, Zn, Au, Ag, As dan Sb dengan menggunakan formula yang tersedia dalam komputer, maka dapat diperoleh nilai ratarata dan standar deviasi serta nilai anomali seperti di dalam tabel di bawah ini. Tabel 4. Deskripsi statistik Punung Timur Dari kedelapan unsur yang dianalisis menunjukkan ada tiga unsur yang menarik yaitu Cu, Zn dan Au. Nilai analisis unsur logam lainnya umumnya kecil sehingga nilai anomali yang diperoleh dari perhitungan statistik nilainya tidak mempunyai arti, dalam hal menilai prospek tidaknya suatu daerah. Dalam tabel deskripsi statistik geokimia tanah di daerah ini, nilai-nilai kadar unsur logam relatif lebih kecil dibandingkan nilai statistik daerah Selogiri, sehingga belum tentu merupakan suatu daerah yang mempunyai nilai prospek untuk endapan bahan galian mineral logam. Walaupun demikian adanya konsentrasi conto tanah yang bernilai eratik di Punggungan Kajura, ini merupakan suatu indikasi kemungkinan adanya endapan mineral logam yang didukung oleh keterdapatan mineralisasi kalkopirit, galena dan sfalerit di hulu S. Tiran dan hulu S. Dengangu. Conto daerah anomali Kedung Wedi telah dianalisis sebanyak 56 conto tanah, 8 sedimen sungai dan 12 batuan dianalisis kimia untuk unsur Cu, Pb, Zn, Au, Ag, As dan Sb. dengan metoda yang sama. Pola sebaran anomali dan besaran kadar unsur logamnya untuk daerah Kedung Wedi, tidak bisa diprediksi kemungkinan adanya batuan yang berperanan sebagai pembawa mineralisasi, karena jumlah cotohnya terbatas dan hasil analisis unsur emas, tembaga dan seng dari laboratorium tidak menunjukan angka yang berarti. Nilai analisis unsur logam dasar kadarnya kurang dari 100 ppm, demikian pula untuk logam mulia nilai maksimalnya hanya 32 ppb Au dan 3 ppm Ag. dan untuk unsur Au hampir setengahnya dibawah limit deteksi. Sedang untuk logam As lebih banyak conto yang kadarnya dibawah limit deteksi, demikian pula untuk unsur Sb. Geologi Endapan Bahan Galian Keadaan geologi daerah yang berhubungan dengan keterdapatan mineralisasi logam, seperti tercantum dalam peta sebaran anomali geokimia sedimen sungai di Pegunungan Selatan Jawa Tengah - Jawa Timur. Pada peta tersebut ditunjukkan, bahwa lokasinya menempati satuan litologi intrusi diorit-granodiorit dan endapan batuan gunungapi yang berperanan sebagai tempat kedudukan mineralisasi (hosted rock) ataupun litologi pembawa mineralisasi yang berpengaruh sebagai sumber panas (heat UNS. ST. ANOM. ANOM. DEV I 2 MEAN Cu 48,13 52,77 100,90 >153,68 Pb 26,13 38,89 65,02 >103,92 Zn 165,27 262,58 427,85 >690,43 Au 29,45 67,66 97,11 >164,77 As 5,58 7,58 13,16 >20,74 Sb 3,48 3,37 6,86 >10,23 source). Bertepatan dengan itu daerah penyelidikan terletak di dalam jalur SundaBanda (jalur magmatik) yang dikenal sebagai tempat kedudukan sebaran mineral logam (Au, Mo, Cu di dalam batuan gunungapi tua dan batuan granitik). Formasi lain yang berpotensi sebagai perangkap mineralisasi logam di daerah ini adalah kelompok batuan metamorfik berumur Kapur yang diterobos oleh diorit Eosen. Lokasi sebarannya dapat dijumpai di daerah Klaten, Jawa Tengah. Demikian pula kelompok batuan yang lebih muda, yaitu batuan sedimen (Eosen, Oligo-Miosen) dan batuan gunungapi (Oligo-Miosen) yang diterobos oleh batuan andesit, dasit, dioritgranodiorit serta kelompok batuan sedimen dan batuan gunungapi (Miosen–Pliosen) yang diterobos oleh batuan andesit (Pliosen). Kontrol litologi bertalian dengan keterdapatan temuan indikasi mineralisasi logam di ketiga daerah anomali, telah dilakukan pengamatan dari sejumlah lintasan dan conto-conto yang diperoleh dilapangan, menunjukkan, bahwa Lingkungan geologi wilayahnya banyak dijumpai sebaran endapan batuan gunungapi yang lazim sebagai “host rock” yang biasa merupakan tempat kedudukan mineralisasi bahan galian logam, sehingga menarik untuk di eksplorasi lebih lanjut, demikian pula batuan terobosan diorit menyebar menempati pegunungan di daerah ini. Peranan batuan endapan gunungapi Oligo-Miosen lebih dominan dan kemungkinan keterdapatan diorit dan granodiorit di sekitar daerah ini mempunyai peranan yang sama dalam proses mineralisasi logam. Hal tersebut berhubungan erat dengan temuan sebelumnya, seperti tersingkapnya urat-urat kuarsa mengandung galena, kalkopirit, spalerit dan pirit di daerah Kali Ploso, Kecamatan Punung (Kabupaten Pacitan), Kali Senepo, Kecamatan Slahung (Kabupaten Ponorogo). Adanya indikasi keterdapatan endapan bahan galian logam dari sebaran anomali geokimia, sedikit memberikan harapan akan adanya cebakan endapan mineral logam baru di daerah ini. Endapan Bahan Galian Logam Pengumpulan data dan informasi sekunder mengenai potensi sumber daya mineral di daerah Kabupaten Wonogiri, baik yang telah diketahui cadangannya maupun yang masih berupa indikasi, serta jejak bekas penambangan yang pernah dilakukan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang telah dilaporkan dalam buku yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi ini. Indikasi adanya endapan bahan galian logam di daerah anomali Wonogiri Barat di Selogiri dicirikan dengan mineralisasi tipe urat yang dikontrol oleh zona sesar. Mineralisasi emas di lokasi G. Tumbu mempunyai kekerabatan dengan tembaga, hal ini ditunjukkan dengan keterdapatan kalkopirit dan malahit dan tercermin pula dari hasil analisis contoh batuan yang mengandung kadar Cu sebesar 12.090 ppm dan emas = 10.960 ppb sedang dari analisis unsur tanah mengandung kadar Cu sebesar 4.940 ppm dan emas sebesar 931 ppb. Keterdapatan endapan bahan galian emas ini lebih terkonsentrasi wilayah desa Jendi. Sementara mineralisasi emas di Janglengan lebih menunjukkan kekerabatan dengan seng (sfalerit) dan Pb (galena), hal ini tercermin dari konsentrasi analisis contoh tanah dengan kadar 1.920 ppm Zn dan 663 ppb Au dan dari batuan sebesar 3.184 ppm Pb, 3.999 ppm Zn dan 2.600 ppb Au. Indikasi kekerabatan unsur yang menujukkan bahwa semakin ke arah selatan (Keloran) mineralisasi emasnya berasosiasi dengan Pb-Zn. didukung dengan terdapatnya urat kuarsa termineralisasi galena dan sfalerit di sungai Ketandan dengan kadar 34.794 ppm Pb, 24.504 ppm Zn dan 10.950 ppb Au. Selain itu ada satu contoh tanah SGR 05/67/T dengan kadar 6.196 ppm Pb, 2.170 ppm Zn dan 967 ppb Au. Keterdapatan endapan bahan galian logam di daerah anomali Punung Timur di Karang Tengah ditunjukkan dengan nilainilai analisis contoh yang umumnya relatif rendah dibandingkan daerah Selogiri, demikian pula sebarannya hanya setempat. Di hulu sungai Tiran terdapat indikasi butiran emas dalam konsentrat dulang yang didukung oleh adanya batuan termineralisasi dalam urat kuarsa silisifikasi dengan kadar 6.365 ppb Au dengan kandungan unsur Pb dan Zn tinggi (75.912 p p m dan 9 . 8 4 5 p p m ) . Indikasi mineralisasi di punggungan Kajuran didapati dari sebaran anomali unsur Zu, Pb, Zn dan emas dalam contoh tanah sedang yang ditunjukkan oleh cntoh batuan hanya sebesar 1.040 ppm Cu, 1.968 ppm Pb dan 63 ppb Au. Indikasi mineralisasi di hulu sungai Dengangu ditemukan berupa longsoran suatu zona sesar dengan konsentrasi sulfida tinggi sebagian masif dalam fragmen breksi. Kadar yang diperoleh dari batuan termineralisasi ini sebesar 105.000 ppm Cu, 739 ppm Pb, 9.963 ppm Zn dengan kadar emas 922 ppb. Dalam penyelidikan yang dilakukan ini diharapkan bisa memberikan data dan informasi tambahan tentang keterdapatan indikasi mineralisasi logam walaupun sifatnya masih berupa eksplorasi geokimia tindak lanjut. Untuk sementara yang jelas dari kenampakan megaskopik dari hasil pengamatan lapangan daerah sebaran mineral ubahan luasnya terbatas dan gejala pemineralan logam juga setempat-setempat. Sumberdaya Bahan Galian Dari data dan informasi sekunder tidak diperoleh data tentang sumberdaya komoditi endapan bahan galian mineral logam di kabupaten ini, baik yang tergolong logam mulia, logam dasar, logam besi dan paduannya. Namun demikian untuk logam emas, tembaga dan galena dianggap masih mempunyai nilai strategis untuk dikembangkan, sedang untuk mangan karena lokasinya terpencil dan sulit dijangkau, maka masih sulit dikembangkan. Hingga saat ini tahapan eksplorasi yang dilakukan di daerah ini belum pernah ada yang tuntas hingga ke tahap penghitungan cadangan secara menyeluruh. Data dan informasi tentang hasil pemboran dalam yang pernah dilakukan perusahaan juga tidak bisa kita peroleh. Keterdapatan endapan bahan galian logam emas di Selogiri masih belum ada data berapa besarnya cadangan atau sumberdaya yang bisa ditambang. Melihat luas daerah sebaran batuan terubah dan kerapatan urat bijih yang mengandung emas dengan kadar yang sangat beragam, maka depositnya diperkirakan tidak terlalu besar dan disarankan untuk dijadikan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang bisa diusahakan dalam bentuk koperasi. Menurut laporan diperoleh bahwa jumlah produksi pertahun kegiatan penambangan emas di desa Jendi sebesar + 1350 gram, sedang di desa Keloran sebesar + 270 gram emas. Demikian pula dalam kegiatan inventarisasi mineral logam di 3 daerah anomali geokimia ini adalah eksplorasi geokimia tindak lanjut atas temuan adanya daerah anomali geokimia hasil kerjasama teknik pemerintah Indonesia/ DJGSM dengan pemerintah Jepang/ JICA-MMAJ. Dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar kadar emas yang bisa dideteksi dalam tanah dan bagaimana pengembangan berikutnya, masih sulit untuk mendapatkan berapa sumberdaya walaupun baru tingkat hipotetik. Untuk daerah Karang tengah yang kemungkinan dapat memberikan rekomendasi mempunyai nilai sumberdaya adalah daerah yang ditempati oleh 3 conto tanah, yaitu KJ 05/09/T, KJ 05/12-13/T, di punggungan Kajura yang kearah utaranya berhubungan dengan zona sesar yang fragmennya mengandung mineralisasi logam dasar, demikian pula kearah selatannya diperkirakan berhubungan dengan urat kuarsa yang yang termineralisasi logam logam dasar dan emas yang butirannya dapat diidentifikasi dalam konsentrat dulang. Untuk daerah Selogiri yang sudah merupakan daerah kegiatan usaha penambangan emas, Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi adanya indikasi mineralisasi logam baru yang bisa menjadi sumberdaya tambahan. Temuan singkapan di S. Ketandan di lokasi conto batu SG 05/1O/R yang berupa urat kuarsa-silisifikasi dengan mineralisasi galena dan sfalerit dalam batuan terobosan mikrodiorit. Hasil analisis laboratorium Kadar kandungan logamnya cukup menarik sebesar 84.794 ppm Pb, 24.504 ppm Zn dan 800 ppm As dengan kadar emas sebesar 10.950 ppb Au. Selain itu urat termineralisasi serupa juga terdapat di lembah punggungan Cangkol dengan kandungan emas lebih dari 21 gr/ton (Jepang/ JICA-MMAJ, 2002). Prospek dan Kendala Pemanfaatannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa hasil penyelidikan ini diperoleh gambaran kemungkinan keterdapatan endapan bahan galian mineral logam yang ekonomis dan dapat dilakukan dengan penambangan skala besar tidak optimis, karena sebaran zona ubahan mineral menarik hanya pada wilayah terbatas dan ciri-ciri keterdapatan zona mineralisasi yang prospek tidak dijumpai di lapangan. Pemanfaatan bahan galian logam tidak terlepas dari kualitas, kuantitas dan aksesibilitas serta faktor lain seperti kondisi lingkungan. Hal ini menjadi perhatian penting apabila bahan galian tersebut nantinya akan dieksploitasi. Untuk komoditi logam hanya emas yang telah dimanfaatkan masyarakat dengan cara berkelompok terdiri dari 5 sampai 8 orang, penambangannya dilakukan secara tradisional menggunakan gelundung. Di Janglengan ada juga yang mengolah emas dengan menggunakan handuk yang dihamparkan diatas meja miring bertangga (sluice box) DAFTAR PUSTAKA Danny Z. Herman, Rudy G., Syahya S. 1996, Laporan Eksplorasi Mineral Logam Mulia, di daerah Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah, Tahun Anggaran 1995 /1996 KMPC, 1993, Report on The Joint Mineral Exploration in The Pacitan Ponorogo Area, East Java Ratman, N., Suwarti T. dan Samodra, H, 1998, Peta Geologi Indonesia Lembar Surabaya, sekala 1 : 1.000.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sunuhadi, D. N., dkk., 2001, Laporan Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di daerah Pegunungan Selatan Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo dan KabupatenTrenggalek, Jawa Timur Tahun Anggaran 2001 Samodra, H, Gafoer, S, Tjokrosapoetro, S, 1992, Geologi Lembar Pacitan, Jawa, sekala 1 : 1.00.000, lembar 1507 – 4, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Timah Investasi Mineral, 1999, Executive summary Eksplorasi Emas Primer KW.96MEP071 Jawa Timur. Widodo, W., dkk. 2002, Laporan Inventarisasi dan evaluasi Mineral Logam di Pegunungan Selatan Jawa Timur (Kabupaten Pacitan, dll.), Jawa Timur, (Kerjasama teknik pemerintah Indonesia/ DJGSM dengan pemerintah Jepang/ JICA-MMAJ fase II), TA. 2002. Widodo, W., dkk. 2003, Laporan Inventarisasi dan eksplorasi Mineral Logam di Pegunungan Selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur (Kabupaten Malang, dll.), Jawa Timur, (Kerjasama teknik pemerintah Indonesia/ DJGSM dengan pemerintah Jepang/ JICA-MMAJ fase III), TA. 2003. ............................., 2004, Laporan Akhir Inventarisasi Potensi Bahan Galian di Kabupaten Wonogiri. Swakelola Dinas L H K P, Kabupaten Wonogiri dan P 3 G., Balitbang Energi dan Sumber Daya Mineral. Gambar 1. Peta Lokasi daerah Penyelidikan Gbr 2. Peta Geologi daerah Selogiri, Wonogiri Barat Gbr 3. Peta Geologi daerah Karangtengah, Punung Timur, Kabupaten Wonogiri GB. 4. PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Cu. DAERAH WONOGIRI BARAT GB. 6. PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Zn. DAERAH WONOGIRI BARAT GB. 5. PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Pb. DAERAH WONOGIRI BARAT GB. 7. PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Au. DAERAH WONOGIRI BARAT GB. 8 PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Cu. DAERAH PUNUNG TIMUR GB. 10 PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Zn. DAERAH PUNUNG TIMUR GB. 9. PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Pb. DAERAH PUNUNG TIMUR GB. 11. PETA SEBARAN ANOMALI UNSUR Au - As DAERAH PUNUNG TIMUR