TINJAUAN PUSTAKA Biologi Komodo Naga komodo

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Komodo
Naga komodo (bahasa Inggris : Komodo dragon) secara fisik tampak
seperti hewan naga dalam berbagai mitologi bangsa seperti Cina dan Barat. Masih
banyak nama lain yang dimiliki komodo misalnya komodo monitor. Hal ini karena
komodo termasuk dalam famili kadal monitor Varanidae dan genus Varanus.
Beberapa masyarakat lokal di pulau Komodo, Rinca, dan Flores, menyebutnya
sebagai buaya darat, sedangkan yang lain menyebutnya biawak raksasa. Namun,
umumnya orang secara sederhana menyebutnya komodo (Ciofi 1999). Komodo
merupakan satwa purba, jenis kadal tertua yang masih hidup, dan diduga
merupakan keturunan dari kadal yang lebih besar Megalania presca dari Jawa
atau Australia yang hidup 30.000 tahun lalu (Erdmann 2004).
Menurut Hutchins et al. (2003), klasifikasi komodo dalam taksonomi
adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Kelas
: Reptilia
Ordo
: Squamata
Famili
: Varanidae
Subfamili
: Varanine
Genus
: Varanus
Spesies
: Varanus komodoensis (Ouwens 1912)
Gambar 1 Naga komodo Varanus
komodoensis (Anonim 2012).
4
Taman Nasional Komodo berada di antara Pulau Sumbawa dan Pulau
Flores di Kepulauan Sunda Kecil, Wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten
Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Erdmann 2004). Secara
alami, komodo hanya ditemukan di beberapa pulau-pulau kecil beriklim arid
dalam kawasan Taman Nasional Komodo antara lain pulau Komodo, Rinca, Gili
Motang, Padar, dan Flores (O’Shea & Halliday 2001). Komodo memiliki ukuran
tubuh raksasa, kaki yang kokoh, dan kepala yang lebar dan kuat. Rata-rata
panjang tubuhnya dapat mencapai 2,5-3,1 m (O’Shea & Halliday 2001). Bobot
badan dewasa berkisar antara 45-140 kg dan pertumbuhan tubuhnya terus
bertambah seiring bertambahnya umur dengan jangka hidup mencapai 50 tahun
(Welsbacher 2002). Komodo dewasa berwarna abu-abu, sedangkan anakannya
mempunyai pola tubuh lebih terang dan hidup arboreal (di atas pohon) demi
keamanan. Komodo adalah pemangsa, ia memangsa mamalia besar (babi, rusa,
kuda, kerbau), burung, reptil (temasuk komodo yang lebih kecil), bahkan manusia
dan bangkai (O’Shea & Halliday 2001). Meskipun komodo dapat berlari sampai
kecepatan 20 km/jam, ia lebih suka berburu dengan bersembunyi dan menunggu
mangsanya selama berjam-jam pada satu titik (Ciofi 1999). Hewan yang berhasil
kabur namun sempat tergigit dan terluka akan diintai sampai mati lalu dimangsa.
Kematian mangsanya disebabkan infeksi bakteri virulen pada air ludah komodo
yang dengan cepat menyebabkan kelemahan (O’Shea & Halliday 2001). Komodo
melakukan perkawinan antara bulan Mei sampai Agustus. Komodo betina
kemudian bertelur pada bulan September (Ciofi 1999) dengan jumlah telur
berkisar antara 8-27 butir. Komodo aktif pada siang hari dan sering berada di
savana dan hutan (O’Shea & Halliday 2001) sedangkan pada malam hari satwa ini
tidak aktif dan biasanya menghabiskan waktu di dalam liang, cekungan, lereng
berbatu, atau semak belukar yang menjalar (Lutz & Lutz 1997).
Fisiologi Darah
Total volume darah reptil adalah sebanyak 5-8 % dari bobot badan dan
sebanyak 10 % dari volume tersebut dapat diambil untuk pemeriksaan darah
(Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Menurut Rastogi (2007), darah adalah
5
cairan yang beredar melalui saluran-saluran tertutup yang membentuk jejaring.
Darah umumnya berwarna merah karena mengandung hemoglobin, yaitu zat
pigmen merah di dalam sel darah. Darah vena berwarna lebih gelap dan kebiruan
jika dibandingkan dengan darah arteri karena pengaruh oksigenasi. Tekanan
osmotik darah kurang lebih sebesar 28 mmHg. Tekanan osmotik dipengaruhi oleh
jumlah garam, sisa metabolit, protein, dan gula yang terlarut dalam plasma darah.
Darah memiliki pH sekitar 7,35 dan mempunyai kemampuan sebagai penyangga
(buffer) sehingga pH dapat dipertahankan dalam batasan tertentu. Akibat fatal
dapat dialami individu jika terjadi peningkatan pH sampai 8 atau penurunan jauh
dibawah 7. Hampir semua organ memerlukan darah untuk menjalankan fungsi
penting tubuh yaitu :

Respirasi : transportasi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan dan
karbon dioksida dari berbagai jaringan ke paru-paru.

Transpor zat-zat makanan : darah adalah satu-satunya medium pembawa zatzat makanan yang ke berbagai jaringan tubuh.

Ekskresi : sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatin, air, karbon
dioksida, dll. dibawa darah ke ginjal, paru-paru, kulit, dan usus untuk dibuang.

Pengaturan suhu tubuh : darah berperan penting dalam menyalurkan panas
tubuh yang dihasilkan oleh otot melalui oksidasi karbohidrat dan lemak.

Menjaga keseimbangan asam basa : darah mempunyai daya penyangga
(buffer) dan mampu menjaga keseimbangan normal asam basa tubuh.

Pengaturan keseimbangan cairan : keseimbangan cairan tubuh dijaga dengan
pertukaran dengan cairan pada jaringan.

Pertahanan : darah mampu melindungi tubuh terhadap infeksi dengan sistem
imun.

Transpor hormon : darah adalah satu-satunya medium pembawa hormon ke
bagian tubuh yang berjauhan.

Penggumpalan : mekanisme penggumpalan dilakukan trombosit untuk
mencegah kehilangan darah karena cedera.

Transpor metabolit : darah menyediakan zat kimia dan metabolit penting bagi
tubuh.
6
Hematologi
Pemeriksaan hematologi dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan
darah seperti anemia, peradangan, parasitemia, gangguan hematopoetik,
hemostatik, dll. Nilai normal hematologi reptil dari berbagai laboratorium dan
referensi berbeda-beda. Hal ini disebabkan sel darah reptil sangat peka terhadap
berbagai perbedaan perlakuan (cara pengambilan, penanganan, teknik analisis
darah, dan penggunaan anasthesia) dan lingkungan (habitat, status fisiologi, umur,
dan jenis kelamin). Pemeriksaan hemotologi reptil meliputi pemeriksaan terhadap
total eritrosit, hematokrit, total leukosit, dan diferensial leukosit (Campbell 2006).
Sebagian besar darah tersusun dari plasma dan sel-sel darah. Jika darah
disentrifugasi, akan terlihat dua bagian terpisah yang jelas yaitu sekitar 2/3 bagian
plasma dan 1/3 sisanya sel-sel darah (Rastogi 2007). Volume plasma pada
kebanyakan jenis reptil berkisar antara 60-75 mL/kg bobot badan sedangkan
volume eritrosit berkisar antara 10-14 mL/kg bobot badan (Dessauer 1970).
Plasma adalah bagian darah yang berwujud cair (Rogers 2011). Plasma darah
pada kebanyakan reptil tidak berwarna (Campbell 2006). Plasma darah terdiri dari
90 % air dan 10 % zat-zat terlarut. Kandungan utama zat terlarut dalam plasma
adalah protein yaitu mencapai 70 % (Nelson & Cox 2004). Selain itu, dalam
jumlah kecil, plasma juga mengandung karbohidrat, lemak, ion-ion anorganik,
nitrogen, gas, hormon, enzim, dan vitamin. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (sel
darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (platelet) (Rastogi 2007).
Eritrosit
Eritrosit reptil berbentuk lonjong dan melengkuk dengan penonjolan di
sekitar inti sel. Sitoplasmanya berwarna kekuningan atau merah bata. Inti selnya
sangat tidak beraturan dengan kromatin yang
kasar dan padat (Frye 1991).
Kromatin intinya akan semakin padat dan gelap seiring pertambahan umur sel
(Gambar 2) (Irizarry-Rovira 2010).
Ada beberapa parameter untuk evaluasi eritrosit antara lain jumlah
eritrosit, hematokrit (Hct) atau packed cell volume (PCV), kadar hemoglobin
(Hb), mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH),
7
mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC), dan laju endap darah
(LED).
Eritrosit reptil berukuran lebih besar (MCV 200-1200 fL) dan berjumlah
lebih sedikit (0,3-2,5 × 106/mm3) dibandingkan eritrosit burung dan mamalia.
Jumlah eritrosit pada reptil berbanding terbalik dengan ukuran selnya. Bangsa
kadal cenderung memiliki ukuran eritrosit paling kecil (MCV di bawah 300 fL)
namun jumlah eritrositnya paling banyak (1-1,5 × 106/mm3). Reptil jantan
cenderung memiliki jumlah eritrosit lebih tinggi daripada betina (Campbell 2006).
Eritrosit reptil mempunyai jangka hidup rata-rata (600-800 hari) lebih lama
dibandingkan eritrosit mamalia karena laju metaboliknya yang lebih lambat
(Irizarry-Rovira 2010).
Hematokrit adalah persentase volume eritrosit dalam darah utuh setelah
proses sentrifugasi (Rastogi 2007). Hematokrit digunakan untuk memeriksa
kesehatan umum dan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl
2006). Selang Hct normal reptil adalah sekitar 20-40 % dengan rata-rata 30 %
(Campbell 2006).
Hemoglobin adalah protein mengandung besi yang ada dalam sel darah
merah. Sebagian besar (95 %) berat kering dari eritrosit adalah Hb. Hemoglobin
berfungsi untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Hampir semua jaringan tubuh
memerlukan oksigen sehingga Hb sangat penting untuk mempertahankan fungsi
fisiologis normal tubuh. Hemoglobin yang teroksigenasi berwarna merah terang
dan disebut oksihemoglobin, sedangkan Hb yang tereduksi berwarna kebiruan dan
disebut deoksihemoglobin (Rogers 2011). Selang nilai kadar hemoglobin darah
reptil berkisar antara 6-10 g/dL (Campbell 2006). Hasil pemeriksaan kadar Hb
tergantung pada banyaknya jumlah eritrosit dan jumlah Hb per setiap eritrosit
(Rastogi 2007).
Nilai total eritrosit, Hct, dan Hb pada setiap individu reptil dapat sangat
berbeda karena pengaruh berbagai faktor meliputi musim, temperatur lingkungan,
jenis kelamin, status nutrisi, dan faktor-faktor lain (Irizarry-Rovira 2010). Setelah
mengetahui nilai total eritrosit, Hct, dan Hb, maka nilai indeks eritrosit (MCV,
MCHC, MCHC) dapat dihitung dengan rumus (Rastogi 2007). Nilai MCV
menentukan volume rata-rata dari setiap butir eritrosit, MCH menentukan jumlah
8
hemoglobin rata-rata pada setiap butir eritrosit dan MCHC menentukan
konsentrasi hemoglobin rata-rata pada setiap butir eritrosit (Rosenfeld & Dial
2010). Selang normal MCHC reptil adalah sekitar 22-41 g/dL dengan rata-rata 30
g/dL (Campbell 2006).
Laju endap darah (LED) didapatkan dari lamanya waktu pengendapan
eritrosit dalam darah utuh dan tidak menggumpal. LED berguna untuk
menandakan adanya penyakit organ yang belum diketahui (Rastogi 2007).
Gambar 2 Eritrosit kura-kura Rusia
(Agrionemys horsfieldii), diamati dengan
pewarnaan Pappenheim dan perbesaran
mikroskop 10 × 100 (Knotkova et al. 2002).
Leukosit
Leukosit umumnya berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit, tidak
berwarna/transparan, dan dapat didiferensiasi dengan mudah pada sediaan ulas
darah di bawah pengamatan mikroskop. Leukosit dapat berinti satu, dua, atau
lebih (Rastogi 2007). Leukosit reptil memiliki variasi morfologi yang tinggi antar
spesies sehingga dapat terjadi kesalahan pengenalan jenis sel. Leukosit reptil
digolongkan menjadi heterofil, limfosit, monosit, azurofil, eosinofil, dan basofil
(Irizarry-Rovira 2010). Leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil adalah
heterofil dan limfosit, sedangkan pada beberapa spesies tertentu seperti kura-kura
dan penyu didominasi oleh basofil (Fry 2009).
Heterofil adalah leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil (Slomka
2005). Heterofil berbentuk sel bulat dan sitoplasmanya tidak berwarna namun
9
memiliki granul-granul kemerahan (eosinofilik) berbentuk batang pendek
(Gambar 3a) (Campbell 2006). Warna dan morfologi granul berbeda-beda antar
spesies reptil, namun umumnya berbentuk lonjong dan berwarna merah jingga
atau coklat (Irizarry-Rovira 2010). Inti heterofil berbentuk bulat atau lonjong,
berada di tengah, dan kromatinnya padat. Beberapa jenis kadal memiliki inti
heterofil yang bergelambir (Campbell 2006). Fungsi heterofil reptil diduga sama
dengan neutrofil mamalia. Bersama monosit, ia merespon peradangan akut dan
berperan penting untuk fagositosis. Jumlahnya dipengaruhi oleh banyak faktor
salah satunya musim. Seperti neutrofil mamalia, heterofil reptil juga menunjukkan
perubahan morfologi saat peradangan seperti left shift dan bentuk toksik
(Irizarry-Rovira 2010).
Limfosit juga merupakan leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil
(Slomka 2005). Fungsi limfosit reptil sama dengan limfosit mamalia (Redrobe
dan MacDonald 1999; Stahl 2006). Secara morfologi, limfosit reptil terlihat mirip
dengan limfosit mamalia. Bentuknya bulat dengan sedikit sitoplasma berwarna
kebiruan (Irizarry-Rovira 2010) dan tidak memiliki granul maupun vakuola
(Campbell 2006). Inti selnya dapat berbentuk bulat atau sedikit melekuk, terletak
di tengah, dan kromatin intinya sangat padat pada sel dewasa (Campbell 2006).
Reptil biasanya mempunyai limfosit besar dan kecil (Gambar 3b) (Irizarry-Rovira
2010). Volume sitoplasma limfosit besar lebih banyak dan berwarna pucat
sedangkan sitoplasma limfosit kecil lebih sedikit dan warnanya agak kebiruan
(Campbell 2006). Limfosit kecil terkadang sulit dibedakan dengan trombosit
karena bentuknya mirip (Irizarry-Rovira 2010). Trombosit biasanya terlihat
bergerombol (Campbell 2006) dan sitoplasmanya tidak berwarna (Fry 2009).
Selain itu, tepi inti sel dan sitoplasma pada limfosit mempunyai tepi yang jelas
dan rapi sedangkan pada trombosit tidak beraturan (Redrobe & MacDonald 1999;
Stahl 2006). Jumlah limfosit reptil dapat berbeda-beda sesuai musim dan berbagai
faktor lain (Irizarry-Rovira 2010).
Monosit adalah leukosit dengan ukuran terbesar (Campbell 2006). Bentuk
dan fungsi monosit reptil mirip dengan monosit mamalia (Fry 2009). Inti selnya
dapat berbentuk bulat, oval, atau menekuk. Kromatin inti selnya kurang padat dan
biasanya berwarna lebih pucat dibandingkan inti sel limfosit (Campbell 2006).
10
Sitoplasmanya berwarna kebiruan atau keabuan, dengan atau tanpa vakuola
(Gambar 3c). Selain itu, terdapat juga monosit dengan granulasi halus seperti debu
dan berwarna merah muda (azurofilik) yang disebut azurofil (Irizarry-Rovira
2010). Azurofil adalah sel turunan monosit yang fungsinya belum diketahui (Fry
2009). Monosit berperan dalam respon peradangan kronis (Redrobe &
MacDonald 1999; Stahl 2006).
Eosinofil mempunyai sitoplasma dan granul-granul yang berbentuk bulat.
Inti selnya berbentuk bulat atau bergelambir (Gambar 3d). Ukuran, warna granul,
bentuk inti sel, dan jumlah eosinofil reptil berbeda-beda antar spesies. Umumnya,
granulnya berwarna merah terang atau jingga. Perbedaan jumlah eosinofil
dipengaruhi berbagai faktor antara lain spesies, musim, dan infestasi parasit
(Irizarry-Rovira 2010). Bangsa kadal biasanya mempunyai ukuran eosinofil yang
paling kecil (Campbell 2006) dan jumlahnya sangat sedikit. Fungsi eosinofil reptil
diduga sama dengan eosinofil mamalia (Fry 2009).
Basofil berbentuk bulat dan kecil (Campbell 2006). Inti selnya bulat atau
lonjong dan terletak di tengah. Sitoplasmanya memiliki granul-granul bulat dan
padat berwarna ungu gelap hingga menutupi inti sel (Gambar 3e) (Irizarry-Rovira
2010). Jika terlihat, inti selnya berbentuk bulat tidak bergelambir. Ukuran dan
jumlah basofil reptil berbeda-beda antar spesies. Ukuran basofil kadal cenderung
lebih kecil daripada kura-kura dan buaya (Campbell 2006). Jumlah basofil
dipengaruhi spesies, infestasi parasit, dan faktor-faktor lain (Irizarry-Rovira
2010). Fungsi basofil reptil diduga sama dengan basofil mamalia (Fry 2009).
Gambar 3 Morfologi dan ukuran relatif sel-sel leukosit normal bangsa kadal, (a) heterofil,
(b) limfosit kecil dan besar, (c) monosit, (d) eosinofil, (e) basofil (Reagan et al. 2008).
Trombosit
Trombosit reptil berbentuk lonjong atau fusiform. Intinya berada di
tengah, dengan kromatin inti padat dan berwarna ungu. Sitoplasmanya tidak
11
berwarna atau biru sangat pucat dan terkadang terdapat granul-granul azurofilik.
Trombosit aktif sering ditemukan dan membentuk gerombol dalam sediaan ulas
darah (Gambar 4). Tepi dan vakuola sitoplasmanya tidak beraturan. Trombosit
tanpa sitoplasma sama sekali tampak saat bergerombol. Trombosit berperan
penting dalam pembentukan trombus dan fungsinya sama dengan platelet mamalia
dan burung (Campbell 2006). Reptil normal mempunyai 25-350 trombosit/100
leukosit (Slomka 2005). Trombosit berbentuk mirip dengan limfosit kecuali
trombosit tepi inti selnya dan sitoplasmanya yang tidak beraturan, sedangkan
limfosit mempunyai tepi yang jelas dan rapi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl
2006).
Gambar 4 Trombosit yang bergerombol pada kura-kura
Rusia (Agrionemys horsfieldii), diamati dengan
pewarnaan Pappenheim dan perbesaran mikroskop
10 × 100 (Knotkova et al. 2002).
Biokimia darah
Secara umum, interpretasi hasil biokimiawi darah pada reptil dan hewan
domestik dianggap sama, namun interpretasi pada reptil memerlukan lebih banyak
pertimbangan. Hal ini disebabkan darah reptil sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain kondisi lingkungan, spesies, umur, jenis kelamin, status nutrisi,
musim, dan status fisiologi. Uji biokimiawi darah reptil yang paling berguna
untuk diagnostik meliputi total protein, albumin, glukosa, asam urat, aspartate
aminotransferase (AST), kreatinin kinase (CK), kalsium, dan fosfor (Campbell
2006). Namun, uji-uji yang dilakukan pada penelitian ini adalah total protein,
albumin, globulin, AST/SGOT, ALT/SGPT, urea, dan kreatinin.
12
Total Protein
Kandungan utama plasma darah sebagian besar, yaitu mencapai 70%,
adalah protein. Protein darah terutama terdiri dari albumin dan globulin. Protein
plasma lainnya antara lain fibrinogen, haptoglobin, apolipoprotein, transferin, dan
prothrombin (Rastogi 2007). Protein darah memiliki banyak peranan penting bagi
tubuh antara lain mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma, melakukan
reaksi imunitas, mencegah defisiensi protein, dan menggumpalkan darah pada
luka dengan fibrinogen (Rastogi 2007). Total protein plasma normal reptil
berkisar antara 3-7 g/dL (Campbell 2006).
Albumin
Albumin adalah salah satu dari protein darah utama selain globulin.
Setengah bagian dari total protein darah adalah albumin. Albumin menjalankan
banyak fungsi penting bagi tubuh antara lain membantu penggunaan asam lemak
bebas, menjaga osmolalitas plasma darah dan cairan interstisial, dan membantu
ekskresi bilirubin (Nelson & Cox 2004). Albumin dibentuk di hati dan dilepaskan
ke darah. Selain mendeteksi penyakit hati, kadar albumin juga dapat digunakan
untuk mendeteksi penyakit ginjal (Rosenfeld & Dial 2010).
Globulin
Globulin adalah salah satu dari protein darah utama selain albumin
(Nelson & Cox 2004). Globulin terbagi menjadi tiga subfraksi yaitu -, -, dan
-globulin, - dan -globulin melaksanakan tugas pengangkutan fraksi lemak
dalam protein, sedangkan -globulin mengandung antibodi untuk respon imun.
Globulin dibentuk di sistem retikuloendotelial, makrofag, dan limfosit (Rastogi
2007).
AST/SGOT
Aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT) merupakan uji yang sangat sensitif terhadap kerusakan
hepatoseluler dibandingkan uji alanin aminotransferase (ALT) (Fry 2009). Hal ini
disebabkan aktivitas AST tinggi di jaringan hati reptil. Secara umum, karakteristik
13
enzim hati pada reptil mirip dengan enzim mamalia dan burung (Campbell 2006).
Meskipun sangat sensitif, AST bersifat tidak spesifik karena aktivitas enzim ini
dapat ditemukan pada banyak jaringan selain hati seperti otot, paru-paru, dan
ginjal (Reavill 2005). Umumnya, nilai normal AST pada reptil berada di bawah
250 IU/L (Campbell 2006).
ALT/SGPT
Alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamic pyruvic transaminase
(SGPT) adalah enzim yang dihasilkan oleh hati. Enzim ALT reptil bersifat tidak
spesifik terhadap organ tertentu karena aktivitas ALT juga tinggi pada ginjal
reptil. Meskipun demikian, uji ALT pada reptil tidak sensitif untuk mendeteksi
penyakit ginjal karena kebanyakan enzim ini terbuang di urin dan sedikit yang
masuk ke darah. Uji ALT juga kurang sensitif untuk mendeteksi penyakit
hepatoseluler dibandingkan AST. Umumnya, nilai normal ALT pada reptil berada
di bawah 20 IU/L (Campbell 2006).
Urea
Urea pada darah adalah hasil metabolit hati yang dilepaskan ke darah
untuk diekskresikan melalui ginjal (Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap
urea dapat digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal. Namun, fisiologi ginjal
reptil berbeda dengan ginjal mamalia. Zat yang diekskresikan oleh ginjal reptil
meliputi asam urat, urea, dan ammonia. Kebanyakan protein diubah oleh ginjal
reptil menjadi asam urat namun yang menjadi urea sedikit. Oleh karena itu, uji
urea untuk mendeteksi penyakit ginjal lebih baik menggunakan uji plasma urea
nitrogen (PUN) daripada blood urea nitrogen (BUN). Nilai BUN tidak akan
meningkat banyak pada reptil dengan penyakit ginjal. Nilai normal BUN pada
kebanyakan reptil berada dibawah 10 mg/dL. Kadar urea normal pada reptil
berada dibawah 15 mg/dL. Nilai PUN dapat mencapai 30-100 mg/dL pada spesies
reptil yang tinggal di daerah kering. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mengurangi kehilangan cairan tubuh dengan meningkatkan osmolalitas plasma
(Campbell 2006).
14
Kreatinin
Kreatinin adalah asam amino hasil metabolisme otot. Peningkatan kadar
kreantinin disebabkan langsung oleh penurunan fungsi filtrasi glomerulus
(Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap kreatinin dapat digunakan untuk
memeriksa fungsi ginjal. Namun fisiologi ginjal reptil berbeda dengan ginjal
mamalia sehingga uji ini tidak dapat menjadi indikator penyakit ginjal yang baik
pada reptil. Hal ini karena kadar kreatinin yang dibentuk dalam tubuh reptil
sangatlah sedikit yaitu dibawah 1 mg/dL (Campbell 2006). Kadar kreatinin
berbeda-beda antar spesies reptil. Kreatinin pada reptil karnivora cenderung lebih
tinggi (Reavill 2005).
Download