TINJAUAN PUSTAKA Biologi Komodo Naga komodo (bahasa Inggris : Komodo dragon) secara fisik tampak seperti hewan naga dalam berbagai mitologi bangsa seperti Cina dan Barat. Masih banyak nama lain yang dimiliki komodo misalnya komodo monitor. Hal ini karena komodo termasuk dalam famili kadal monitor Varanidae dan genus Varanus. Beberapa masyarakat lokal di pulau Komodo, Rinca, dan Flores, menyebutnya sebagai buaya darat, sedangkan yang lain menyebutnya biawak raksasa. Namun, umumnya orang secara sederhana menyebutnya komodo (Ciofi 1999). Komodo merupakan satwa purba, jenis kadal tertua yang masih hidup, dan diduga merupakan keturunan dari kadal yang lebih besar Megalania presca dari Jawa atau Australia yang hidup 30.000 tahun lalu (Erdmann 2004). Menurut Hutchins et al. (2003), klasifikasi komodo dalam taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Famili : Varanidae Subfamili : Varanine Genus : Varanus Spesies : Varanus komodoensis (Ouwens 1912) Gambar 1 Naga komodo Varanus komodoensis (Anonim 2012). 4 Taman Nasional Komodo berada di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Flores di Kepulauan Sunda Kecil, Wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Erdmann 2004). Secara alami, komodo hanya ditemukan di beberapa pulau-pulau kecil beriklim arid dalam kawasan Taman Nasional Komodo antara lain pulau Komodo, Rinca, Gili Motang, Padar, dan Flores (O’Shea & Halliday 2001). Komodo memiliki ukuran tubuh raksasa, kaki yang kokoh, dan kepala yang lebar dan kuat. Rata-rata panjang tubuhnya dapat mencapai 2,5-3,1 m (O’Shea & Halliday 2001). Bobot badan dewasa berkisar antara 45-140 kg dan pertumbuhan tubuhnya terus bertambah seiring bertambahnya umur dengan jangka hidup mencapai 50 tahun (Welsbacher 2002). Komodo dewasa berwarna abu-abu, sedangkan anakannya mempunyai pola tubuh lebih terang dan hidup arboreal (di atas pohon) demi keamanan. Komodo adalah pemangsa, ia memangsa mamalia besar (babi, rusa, kuda, kerbau), burung, reptil (temasuk komodo yang lebih kecil), bahkan manusia dan bangkai (O’Shea & Halliday 2001). Meskipun komodo dapat berlari sampai kecepatan 20 km/jam, ia lebih suka berburu dengan bersembunyi dan menunggu mangsanya selama berjam-jam pada satu titik (Ciofi 1999). Hewan yang berhasil kabur namun sempat tergigit dan terluka akan diintai sampai mati lalu dimangsa. Kematian mangsanya disebabkan infeksi bakteri virulen pada air ludah komodo yang dengan cepat menyebabkan kelemahan (O’Shea & Halliday 2001). Komodo melakukan perkawinan antara bulan Mei sampai Agustus. Komodo betina kemudian bertelur pada bulan September (Ciofi 1999) dengan jumlah telur berkisar antara 8-27 butir. Komodo aktif pada siang hari dan sering berada di savana dan hutan (O’Shea & Halliday 2001) sedangkan pada malam hari satwa ini tidak aktif dan biasanya menghabiskan waktu di dalam liang, cekungan, lereng berbatu, atau semak belukar yang menjalar (Lutz & Lutz 1997). Fisiologi Darah Total volume darah reptil adalah sebanyak 5-8 % dari bobot badan dan sebanyak 10 % dari volume tersebut dapat diambil untuk pemeriksaan darah (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Menurut Rastogi (2007), darah adalah 5 cairan yang beredar melalui saluran-saluran tertutup yang membentuk jejaring. Darah umumnya berwarna merah karena mengandung hemoglobin, yaitu zat pigmen merah di dalam sel darah. Darah vena berwarna lebih gelap dan kebiruan jika dibandingkan dengan darah arteri karena pengaruh oksigenasi. Tekanan osmotik darah kurang lebih sebesar 28 mmHg. Tekanan osmotik dipengaruhi oleh jumlah garam, sisa metabolit, protein, dan gula yang terlarut dalam plasma darah. Darah memiliki pH sekitar 7,35 dan mempunyai kemampuan sebagai penyangga (buffer) sehingga pH dapat dipertahankan dalam batasan tertentu. Akibat fatal dapat dialami individu jika terjadi peningkatan pH sampai 8 atau penurunan jauh dibawah 7. Hampir semua organ memerlukan darah untuk menjalankan fungsi penting tubuh yaitu : Respirasi : transportasi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan dan karbon dioksida dari berbagai jaringan ke paru-paru. Transpor zat-zat makanan : darah adalah satu-satunya medium pembawa zatzat makanan yang ke berbagai jaringan tubuh. Ekskresi : sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatin, air, karbon dioksida, dll. dibawa darah ke ginjal, paru-paru, kulit, dan usus untuk dibuang. Pengaturan suhu tubuh : darah berperan penting dalam menyalurkan panas tubuh yang dihasilkan oleh otot melalui oksidasi karbohidrat dan lemak. Menjaga keseimbangan asam basa : darah mempunyai daya penyangga (buffer) dan mampu menjaga keseimbangan normal asam basa tubuh. Pengaturan keseimbangan cairan : keseimbangan cairan tubuh dijaga dengan pertukaran dengan cairan pada jaringan. Pertahanan : darah mampu melindungi tubuh terhadap infeksi dengan sistem imun. Transpor hormon : darah adalah satu-satunya medium pembawa hormon ke bagian tubuh yang berjauhan. Penggumpalan : mekanisme penggumpalan dilakukan trombosit untuk mencegah kehilangan darah karena cedera. Transpor metabolit : darah menyediakan zat kimia dan metabolit penting bagi tubuh. 6 Hematologi Pemeriksaan hematologi dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan darah seperti anemia, peradangan, parasitemia, gangguan hematopoetik, hemostatik, dll. Nilai normal hematologi reptil dari berbagai laboratorium dan referensi berbeda-beda. Hal ini disebabkan sel darah reptil sangat peka terhadap berbagai perbedaan perlakuan (cara pengambilan, penanganan, teknik analisis darah, dan penggunaan anasthesia) dan lingkungan (habitat, status fisiologi, umur, dan jenis kelamin). Pemeriksaan hemotologi reptil meliputi pemeriksaan terhadap total eritrosit, hematokrit, total leukosit, dan diferensial leukosit (Campbell 2006). Sebagian besar darah tersusun dari plasma dan sel-sel darah. Jika darah disentrifugasi, akan terlihat dua bagian terpisah yang jelas yaitu sekitar 2/3 bagian plasma dan 1/3 sisanya sel-sel darah (Rastogi 2007). Volume plasma pada kebanyakan jenis reptil berkisar antara 60-75 mL/kg bobot badan sedangkan volume eritrosit berkisar antara 10-14 mL/kg bobot badan (Dessauer 1970). Plasma adalah bagian darah yang berwujud cair (Rogers 2011). Plasma darah pada kebanyakan reptil tidak berwarna (Campbell 2006). Plasma darah terdiri dari 90 % air dan 10 % zat-zat terlarut. Kandungan utama zat terlarut dalam plasma adalah protein yaitu mencapai 70 % (Nelson & Cox 2004). Selain itu, dalam jumlah kecil, plasma juga mengandung karbohidrat, lemak, ion-ion anorganik, nitrogen, gas, hormon, enzim, dan vitamin. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (platelet) (Rastogi 2007). Eritrosit Eritrosit reptil berbentuk lonjong dan melengkuk dengan penonjolan di sekitar inti sel. Sitoplasmanya berwarna kekuningan atau merah bata. Inti selnya sangat tidak beraturan dengan kromatin yang kasar dan padat (Frye 1991). Kromatin intinya akan semakin padat dan gelap seiring pertambahan umur sel (Gambar 2) (Irizarry-Rovira 2010). Ada beberapa parameter untuk evaluasi eritrosit antara lain jumlah eritrosit, hematokrit (Hct) atau packed cell volume (PCV), kadar hemoglobin (Hb), mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), 7 mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC), dan laju endap darah (LED). Eritrosit reptil berukuran lebih besar (MCV 200-1200 fL) dan berjumlah lebih sedikit (0,3-2,5 × 106/mm3) dibandingkan eritrosit burung dan mamalia. Jumlah eritrosit pada reptil berbanding terbalik dengan ukuran selnya. Bangsa kadal cenderung memiliki ukuran eritrosit paling kecil (MCV di bawah 300 fL) namun jumlah eritrositnya paling banyak (1-1,5 × 106/mm3). Reptil jantan cenderung memiliki jumlah eritrosit lebih tinggi daripada betina (Campbell 2006). Eritrosit reptil mempunyai jangka hidup rata-rata (600-800 hari) lebih lama dibandingkan eritrosit mamalia karena laju metaboliknya yang lebih lambat (Irizarry-Rovira 2010). Hematokrit adalah persentase volume eritrosit dalam darah utuh setelah proses sentrifugasi (Rastogi 2007). Hematokrit digunakan untuk memeriksa kesehatan umum dan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Selang Hct normal reptil adalah sekitar 20-40 % dengan rata-rata 30 % (Campbell 2006). Hemoglobin adalah protein mengandung besi yang ada dalam sel darah merah. Sebagian besar (95 %) berat kering dari eritrosit adalah Hb. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Hampir semua jaringan tubuh memerlukan oksigen sehingga Hb sangat penting untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal tubuh. Hemoglobin yang teroksigenasi berwarna merah terang dan disebut oksihemoglobin, sedangkan Hb yang tereduksi berwarna kebiruan dan disebut deoksihemoglobin (Rogers 2011). Selang nilai kadar hemoglobin darah reptil berkisar antara 6-10 g/dL (Campbell 2006). Hasil pemeriksaan kadar Hb tergantung pada banyaknya jumlah eritrosit dan jumlah Hb per setiap eritrosit (Rastogi 2007). Nilai total eritrosit, Hct, dan Hb pada setiap individu reptil dapat sangat berbeda karena pengaruh berbagai faktor meliputi musim, temperatur lingkungan, jenis kelamin, status nutrisi, dan faktor-faktor lain (Irizarry-Rovira 2010). Setelah mengetahui nilai total eritrosit, Hct, dan Hb, maka nilai indeks eritrosit (MCV, MCHC, MCHC) dapat dihitung dengan rumus (Rastogi 2007). Nilai MCV menentukan volume rata-rata dari setiap butir eritrosit, MCH menentukan jumlah 8 hemoglobin rata-rata pada setiap butir eritrosit dan MCHC menentukan konsentrasi hemoglobin rata-rata pada setiap butir eritrosit (Rosenfeld & Dial 2010). Selang normal MCHC reptil adalah sekitar 22-41 g/dL dengan rata-rata 30 g/dL (Campbell 2006). Laju endap darah (LED) didapatkan dari lamanya waktu pengendapan eritrosit dalam darah utuh dan tidak menggumpal. LED berguna untuk menandakan adanya penyakit organ yang belum diketahui (Rastogi 2007). Gambar 2 Eritrosit kura-kura Rusia (Agrionemys horsfieldii), diamati dengan pewarnaan Pappenheim dan perbesaran mikroskop 10 × 100 (Knotkova et al. 2002). Leukosit Leukosit umumnya berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit, tidak berwarna/transparan, dan dapat didiferensiasi dengan mudah pada sediaan ulas darah di bawah pengamatan mikroskop. Leukosit dapat berinti satu, dua, atau lebih (Rastogi 2007). Leukosit reptil memiliki variasi morfologi yang tinggi antar spesies sehingga dapat terjadi kesalahan pengenalan jenis sel. Leukosit reptil digolongkan menjadi heterofil, limfosit, monosit, azurofil, eosinofil, dan basofil (Irizarry-Rovira 2010). Leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil adalah heterofil dan limfosit, sedangkan pada beberapa spesies tertentu seperti kura-kura dan penyu didominasi oleh basofil (Fry 2009). Heterofil adalah leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil (Slomka 2005). Heterofil berbentuk sel bulat dan sitoplasmanya tidak berwarna namun 9 memiliki granul-granul kemerahan (eosinofilik) berbentuk batang pendek (Gambar 3a) (Campbell 2006). Warna dan morfologi granul berbeda-beda antar spesies reptil, namun umumnya berbentuk lonjong dan berwarna merah jingga atau coklat (Irizarry-Rovira 2010). Inti heterofil berbentuk bulat atau lonjong, berada di tengah, dan kromatinnya padat. Beberapa jenis kadal memiliki inti heterofil yang bergelambir (Campbell 2006). Fungsi heterofil reptil diduga sama dengan neutrofil mamalia. Bersama monosit, ia merespon peradangan akut dan berperan penting untuk fagositosis. Jumlahnya dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya musim. Seperti neutrofil mamalia, heterofil reptil juga menunjukkan perubahan morfologi saat peradangan seperti left shift dan bentuk toksik (Irizarry-Rovira 2010). Limfosit juga merupakan leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil (Slomka 2005). Fungsi limfosit reptil sama dengan limfosit mamalia (Redrobe dan MacDonald 1999; Stahl 2006). Secara morfologi, limfosit reptil terlihat mirip dengan limfosit mamalia. Bentuknya bulat dengan sedikit sitoplasma berwarna kebiruan (Irizarry-Rovira 2010) dan tidak memiliki granul maupun vakuola (Campbell 2006). Inti selnya dapat berbentuk bulat atau sedikit melekuk, terletak di tengah, dan kromatin intinya sangat padat pada sel dewasa (Campbell 2006). Reptil biasanya mempunyai limfosit besar dan kecil (Gambar 3b) (Irizarry-Rovira 2010). Volume sitoplasma limfosit besar lebih banyak dan berwarna pucat sedangkan sitoplasma limfosit kecil lebih sedikit dan warnanya agak kebiruan (Campbell 2006). Limfosit kecil terkadang sulit dibedakan dengan trombosit karena bentuknya mirip (Irizarry-Rovira 2010). Trombosit biasanya terlihat bergerombol (Campbell 2006) dan sitoplasmanya tidak berwarna (Fry 2009). Selain itu, tepi inti sel dan sitoplasma pada limfosit mempunyai tepi yang jelas dan rapi sedangkan pada trombosit tidak beraturan (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Jumlah limfosit reptil dapat berbeda-beda sesuai musim dan berbagai faktor lain (Irizarry-Rovira 2010). Monosit adalah leukosit dengan ukuran terbesar (Campbell 2006). Bentuk dan fungsi monosit reptil mirip dengan monosit mamalia (Fry 2009). Inti selnya dapat berbentuk bulat, oval, atau menekuk. Kromatin inti selnya kurang padat dan biasanya berwarna lebih pucat dibandingkan inti sel limfosit (Campbell 2006). 10 Sitoplasmanya berwarna kebiruan atau keabuan, dengan atau tanpa vakuola (Gambar 3c). Selain itu, terdapat juga monosit dengan granulasi halus seperti debu dan berwarna merah muda (azurofilik) yang disebut azurofil (Irizarry-Rovira 2010). Azurofil adalah sel turunan monosit yang fungsinya belum diketahui (Fry 2009). Monosit berperan dalam respon peradangan kronis (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Eosinofil mempunyai sitoplasma dan granul-granul yang berbentuk bulat. Inti selnya berbentuk bulat atau bergelambir (Gambar 3d). Ukuran, warna granul, bentuk inti sel, dan jumlah eosinofil reptil berbeda-beda antar spesies. Umumnya, granulnya berwarna merah terang atau jingga. Perbedaan jumlah eosinofil dipengaruhi berbagai faktor antara lain spesies, musim, dan infestasi parasit (Irizarry-Rovira 2010). Bangsa kadal biasanya mempunyai ukuran eosinofil yang paling kecil (Campbell 2006) dan jumlahnya sangat sedikit. Fungsi eosinofil reptil diduga sama dengan eosinofil mamalia (Fry 2009). Basofil berbentuk bulat dan kecil (Campbell 2006). Inti selnya bulat atau lonjong dan terletak di tengah. Sitoplasmanya memiliki granul-granul bulat dan padat berwarna ungu gelap hingga menutupi inti sel (Gambar 3e) (Irizarry-Rovira 2010). Jika terlihat, inti selnya berbentuk bulat tidak bergelambir. Ukuran dan jumlah basofil reptil berbeda-beda antar spesies. Ukuran basofil kadal cenderung lebih kecil daripada kura-kura dan buaya (Campbell 2006). Jumlah basofil dipengaruhi spesies, infestasi parasit, dan faktor-faktor lain (Irizarry-Rovira 2010). Fungsi basofil reptil diduga sama dengan basofil mamalia (Fry 2009). Gambar 3 Morfologi dan ukuran relatif sel-sel leukosit normal bangsa kadal, (a) heterofil, (b) limfosit kecil dan besar, (c) monosit, (d) eosinofil, (e) basofil (Reagan et al. 2008). Trombosit Trombosit reptil berbentuk lonjong atau fusiform. Intinya berada di tengah, dengan kromatin inti padat dan berwarna ungu. Sitoplasmanya tidak 11 berwarna atau biru sangat pucat dan terkadang terdapat granul-granul azurofilik. Trombosit aktif sering ditemukan dan membentuk gerombol dalam sediaan ulas darah (Gambar 4). Tepi dan vakuola sitoplasmanya tidak beraturan. Trombosit tanpa sitoplasma sama sekali tampak saat bergerombol. Trombosit berperan penting dalam pembentukan trombus dan fungsinya sama dengan platelet mamalia dan burung (Campbell 2006). Reptil normal mempunyai 25-350 trombosit/100 leukosit (Slomka 2005). Trombosit berbentuk mirip dengan limfosit kecuali trombosit tepi inti selnya dan sitoplasmanya yang tidak beraturan, sedangkan limfosit mempunyai tepi yang jelas dan rapi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Gambar 4 Trombosit yang bergerombol pada kura-kura Rusia (Agrionemys horsfieldii), diamati dengan pewarnaan Pappenheim dan perbesaran mikroskop 10 × 100 (Knotkova et al. 2002). Biokimia darah Secara umum, interpretasi hasil biokimiawi darah pada reptil dan hewan domestik dianggap sama, namun interpretasi pada reptil memerlukan lebih banyak pertimbangan. Hal ini disebabkan darah reptil sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi lingkungan, spesies, umur, jenis kelamin, status nutrisi, musim, dan status fisiologi. Uji biokimiawi darah reptil yang paling berguna untuk diagnostik meliputi total protein, albumin, glukosa, asam urat, aspartate aminotransferase (AST), kreatinin kinase (CK), kalsium, dan fosfor (Campbell 2006). Namun, uji-uji yang dilakukan pada penelitian ini adalah total protein, albumin, globulin, AST/SGOT, ALT/SGPT, urea, dan kreatinin. 12 Total Protein Kandungan utama plasma darah sebagian besar, yaitu mencapai 70%, adalah protein. Protein darah terutama terdiri dari albumin dan globulin. Protein plasma lainnya antara lain fibrinogen, haptoglobin, apolipoprotein, transferin, dan prothrombin (Rastogi 2007). Protein darah memiliki banyak peranan penting bagi tubuh antara lain mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma, melakukan reaksi imunitas, mencegah defisiensi protein, dan menggumpalkan darah pada luka dengan fibrinogen (Rastogi 2007). Total protein plasma normal reptil berkisar antara 3-7 g/dL (Campbell 2006). Albumin Albumin adalah salah satu dari protein darah utama selain globulin. Setengah bagian dari total protein darah adalah albumin. Albumin menjalankan banyak fungsi penting bagi tubuh antara lain membantu penggunaan asam lemak bebas, menjaga osmolalitas plasma darah dan cairan interstisial, dan membantu ekskresi bilirubin (Nelson & Cox 2004). Albumin dibentuk di hati dan dilepaskan ke darah. Selain mendeteksi penyakit hati, kadar albumin juga dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit ginjal (Rosenfeld & Dial 2010). Globulin Globulin adalah salah satu dari protein darah utama selain albumin (Nelson & Cox 2004). Globulin terbagi menjadi tiga subfraksi yaitu -, -, dan -globulin, - dan -globulin melaksanakan tugas pengangkutan fraksi lemak dalam protein, sedangkan -globulin mengandung antibodi untuk respon imun. Globulin dibentuk di sistem retikuloendotelial, makrofag, dan limfosit (Rastogi 2007). AST/SGOT Aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) merupakan uji yang sangat sensitif terhadap kerusakan hepatoseluler dibandingkan uji alanin aminotransferase (ALT) (Fry 2009). Hal ini disebabkan aktivitas AST tinggi di jaringan hati reptil. Secara umum, karakteristik 13 enzim hati pada reptil mirip dengan enzim mamalia dan burung (Campbell 2006). Meskipun sangat sensitif, AST bersifat tidak spesifik karena aktivitas enzim ini dapat ditemukan pada banyak jaringan selain hati seperti otot, paru-paru, dan ginjal (Reavill 2005). Umumnya, nilai normal AST pada reptil berada di bawah 250 IU/L (Campbell 2006). ALT/SGPT Alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) adalah enzim yang dihasilkan oleh hati. Enzim ALT reptil bersifat tidak spesifik terhadap organ tertentu karena aktivitas ALT juga tinggi pada ginjal reptil. Meskipun demikian, uji ALT pada reptil tidak sensitif untuk mendeteksi penyakit ginjal karena kebanyakan enzim ini terbuang di urin dan sedikit yang masuk ke darah. Uji ALT juga kurang sensitif untuk mendeteksi penyakit hepatoseluler dibandingkan AST. Umumnya, nilai normal ALT pada reptil berada di bawah 20 IU/L (Campbell 2006). Urea Urea pada darah adalah hasil metabolit hati yang dilepaskan ke darah untuk diekskresikan melalui ginjal (Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap urea dapat digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal. Namun, fisiologi ginjal reptil berbeda dengan ginjal mamalia. Zat yang diekskresikan oleh ginjal reptil meliputi asam urat, urea, dan ammonia. Kebanyakan protein diubah oleh ginjal reptil menjadi asam urat namun yang menjadi urea sedikit. Oleh karena itu, uji urea untuk mendeteksi penyakit ginjal lebih baik menggunakan uji plasma urea nitrogen (PUN) daripada blood urea nitrogen (BUN). Nilai BUN tidak akan meningkat banyak pada reptil dengan penyakit ginjal. Nilai normal BUN pada kebanyakan reptil berada dibawah 10 mg/dL. Kadar urea normal pada reptil berada dibawah 15 mg/dL. Nilai PUN dapat mencapai 30-100 mg/dL pada spesies reptil yang tinggal di daerah kering. Hal ini merupakan mekanisme untuk mengurangi kehilangan cairan tubuh dengan meningkatkan osmolalitas plasma (Campbell 2006). 14 Kreatinin Kreatinin adalah asam amino hasil metabolisme otot. Peningkatan kadar kreantinin disebabkan langsung oleh penurunan fungsi filtrasi glomerulus (Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap kreatinin dapat digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal. Namun fisiologi ginjal reptil berbeda dengan ginjal mamalia sehingga uji ini tidak dapat menjadi indikator penyakit ginjal yang baik pada reptil. Hal ini karena kadar kreatinin yang dibentuk dalam tubuh reptil sangatlah sedikit yaitu dibawah 1 mg/dL (Campbell 2006). Kadar kreatinin berbeda-beda antar spesies reptil. Kreatinin pada reptil karnivora cenderung lebih tinggi (Reavill 2005).