PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK, ANORGANIK DAN

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK, ANORGANIK DAN
KOMBINASINYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL SAWI
HIJAU (Brassica juncea L. Var. Kumala)
SKRIPSI
Oleh :
Khairunisa
NIM. 11620002
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK, ANORGANIK DAN
KOMBINASINYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL SAWI
HIJAU (Brassica juncea L. Var. Kumala)
SKRIPSI
Diajukan Kepada:
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
Khairunisa
NIM. 11620002
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Khairunisa
Nim
: 11620002
Fakultas / Jurusan
: Sains dan Teknologi / Biologi
Judul Penelitian
: Pengaruh
Pemberian
Pupuk
Organik,
Anorganik
dan
Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau
(Brassica juncea L. Var.Kumala).
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian ini tidak terdapat unsur-unsur
penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang pernah dilakukan atau di buat oleh orang
lain, kecuali secara tertulis diikuti oleh naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan
daftar pustaka. Apabila pernyataan hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur jiplakan, maka
saya bersedia untuk mempertanggungjawabkan, serta diproses sesuai peraturan berlaku.
Malang,
2015
Khairunisa
NIM 11620002
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
 Kedua orang tuaku tercinta (Abi Mahruji dan Mama Salima)
 Adik ku tersayang (Saiyyidah tus Zuhroh)
 Seluruh keluarga besar ku, dan Almamater ku
Terima kasih kepada:
 Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang atas segala nikmat yang
diberikan untuk penulis. Sehingga tiada alasan bagi penulis untuk berhenti
bersyukur.”Alhamdulillah”.
 Nabi Muhammad SAW yang memberikan teladan kepada seluruh umatnya. Termasuk
penulis, dimana mendorong penulis untuk selalu ingin menjadi orang yang lebih baik
lagi.
 Orang tuaku tercinta, Abi (Mahruji): Abi terbaik sedunia. Abi yang tidak pernah
berhenti mendoakan anaknya.
 Dan Mama (Salima): Mama paling hebat dan terbaik didunia yang selalu sabar, terima
kasih atas segala cinta, kasih sayang yang amat tulus untukku. Doa yang selalu Mama
panjatkan untuk kebaikan dan kebahagiannku. Mama inspirasiku, motivasi, dan guru
terbaikku. Mama terimah kasih atas segala usaha dan kerja keras mu selama ini, dari
hati ku yg paling dalam aku hidup hanya ingin melihat mu bahagia. I love You Mama.
Doa yang tak pernah henti untukmu Ma agar selalu diberi kesehatan, kebaikan,
kebahagiaan dan kelancaran rezeki amin.
 Adik terbaikku yang menjadi (Saiyyadah tus Zuhroh), pelindungku, penyemangatku,
pengganti Abi dan Mama ketika di malang. dan yang pasti pembawa keceriaan dan
penolong dalam hidup ku.
 Bapak Eko Budi Minarno, M.Pd yang selalu sabar dalam membimbing atas
penyelesaian skripsi ini. Bapak yang senantiasa menolong ku dari keterpurukan dan
kesedihan. Bapak bukan hanya sebagai dosen melainkan orang tua yang terbaik. Doa
yang tak pernah henti untuk bapak agar selalu diberi kesehatan, kebaikan,
kebahagiaan dan kelancaran rezeki amin.
 Seluruh dosen Biologi UIN atas segala ilmu yang sangat bermanfaat untuk penulis.
 Teman-teman tercinta (Yudrik, Sari, Alik, dia, Nita, Dyah, Weny, Yogi, Romi dan
seluruh teman-teman biologi angkatan 2011), terima kasih sudah menjadi teman
terbaik untukku. Suka duka yang kita alami bersama akan tersimpan rapi dimemoriku.
 Keluarga
kos (Reti, Ira, Canggih, Putri, Heni, dkk.), dan teman-teman qw di
Sumenep yaitu Hasan, Beny, Maman dkk.
 Seluruh teman-teman Biologi angkatan 2011 yang selalu berbagi ilmu yang
bermanfaat.
 Dan terakhir untuk “ ALMAMATER” kebanggaanku.
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Taufiq dan Hidayah-Nya tiada henti dan tiada batas kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk Organik, Anorganik dan
Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau (Brassica juncea L. Var.Kumala)”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si). Sholawat dan salam
semoga senantiasa mengalun indah dan tulus terucap kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan para umat serta pengikutnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa setiap hal yang tertuang dalam penulisan
skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan materil, moril, dan spiritual dari banyak
pihak. Untuk itu penulis hanya bisa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr.H. Mudjia Rahardjo, M.Si, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang.
2. Dr.drh. Hj. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Dr. Evika Sandi Savitri, M.P selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sain dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Dr. H. Eko Budi Minarno, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Biologi, karena atas
bimbingan, pengarahan, waktu dan kesabarannya penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Ach. Nasichuddin, M.Ag selaku Dosen pembimbing Agama yang telah sabar
memberikan bimbingan, arahan-arahan dan meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Dosen Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah mengajarkan banyak hal
dan memberikan pengetahuan yang luas kepada penulis.
7. Ayah dan Bunda (Mahruji dan Salima) tersayang, yang selalu memberikan do’a,
materil, motivasi dan nasehat-nasehat dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan
kasih sayang.
8. Seluruh keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan semangat sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang yang telah memberikan kenangan indah.
10. Teman-teman seperjuangan Biologi 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, semoga Allah SWT selalu menuntun dan menyertai setiap langkah kita
semua.
Tiada kata yang patut terucap selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
do’a semoga amal baik mereka mendapat Ridha dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi diri penulis dan semua pembaca. Amin .
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Malang, 23 November 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ABSTRAK....................................................................................................
ABSTRACT............................................................................................. ........
‫ مستخلص البحث‬..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 10
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 10
1.4 Hipotesis ................................................................................................. 10
1.5 Manfaat ................................................................................................... 11
1.6 Batasan Masalah...................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 12
2.1 Botani Tanaman Sawi.............................................................................. 12
2.1.1 Morfologi Tanaman Sawi .............................................................. 13
2.1.2 Syarat Tumbuh .............................................................................. 14
2.1.3 Kandungan Gizi pada Sawi serta Manfaatnya ................................ 16
2.2 Pupuk ...................................................................................................... 17
2.2.1 Pupuk Organik............................................................................... 18
2.2.1.1 Mikronutrien............................................................................... 24
2.2.1.2 Makronutrien .............................................................................. 28
2.2.2 Pupuk Anorganik ........................................................................... 34
2.2.3 Pemupukan dan Dosis Pupuk ......................................................... 40
2.3 Tanah yang Subur dalam Al-Qur’an ........................................................ 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 49
i
ii
iii
iv
v
vi
ix
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 49
3.2 Waktu dan Tempat .................................................................................. 50
3.3 Alat dan Bahan ........................................................................................ 50
3.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 50
3.5 Prosedur Penelitian .................................................................................. 51
3.6 Variabel Pengamatan ............................................................................... 54
3.7 Analisis Data ........................................................................................... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 57
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 57
4.1.1 Tinggi Tanaman ............................................................................ 57
4.1.2 Jumlah daun .................................................................................. 59
4.1.3 Luas Daun ..................................................................................... 61
4.1.4 Berat Basah Tanaman .................................................................... 63
4.1.5 Kadar Klorofil ............................................................................... 64
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 66
4.3 Pemberian Pupuk pada Tanaman Menurut Perspektif Islam ..................... 71
BAB V PENUTUP........................................................................................ 75
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 75
5.2 Saran ................................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 76
LAMPIRAN ................................................................................................. 82
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi sawi hijau .................................................................
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan gizi sawi hijau setiap 100g ..........................................
16
Tabel 4.1 Tinggi tanaman (cm)......................................................................
57
Tabel 4.2 Jumlah daun ..................................................................................
59
Tabel 4.3 Luas daun (cm2).............................................................................
61
Tabel 4.4 Berat basah tanaman (g).................................................................
63
Tabel 4.5 Kadar klorofil (mg/l)......................................................................
64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Penelitian ......................................................................
i
Lampiran 2 Tabel Penelitian..........................................................................
ii
Lampiran 3 Hasil analisis Uji Ducan taraf 5% Tinggi tanaman (cm) ..............
iii
Lampiran 4 Hasil analisis Uji Ducan taraf 5% Jumlah daun...........................
iv
Lampiran 5 Hasil analisis Uji Ducan taraf 5% Luas daun (cm2) .....................
v
Lampiran 6 Hasil analisis Uji Ducan taraf 5% Berat basah tanaman (g) .........
vi
Lampiran 7 Hasil analisis Uji Ducan taraf 5% Kadar klorofil (mg/l) ..............
vii
Lampiran 8 Perhitungan Pupuk organik dan anorganik per polybag...............
viii
ABSTRAK
Khairunisa, 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik, Anorganik dan Kombinasinya
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala).
Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing I: Dr Eko Budi Minarno, M.Pd. Pembimbing II
: Ach. Nasichuddin, M.Ag.
Kata Kunci: pupuk organik, pupuk anorganik, dosis pupuk, sawi hijau (Brassica juncea L.)
Sawi hijau mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C, mengandung mineral,
kalsium, kalium, zat besi, fosfor, asam oksalat, asam nikotinik, dan serat, manfaatnya sebagai
antikanker, mencegah konstipasi, mencegah dan mengobati penyakit pelagra. Tumbuhan
memiliki kebutuhan unsur hara seperti pupuk organik, anorganik dan kombinasinya dalam
jumlah tertentu agar menunjang pertumbuhan dan perkembangan serta hasil yang optimal,
tidak semua dosis bersifat positif bagi tumbuhan, kelebihan pupuk dapat bersifat toksik bagi
tumbuhan, sedangkan kekurangan pupuk atau unsur hara dapat menyebabkan penyakit
defisiensi tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk
organik, anorganik dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica
juncea L. Var. Kumala) dan dosis pupuk yang paling optimal untuk pertumbuhan dan hasil
sawi hijau.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 – Juni 2015, di lahan Desa Gentong,
Kecamatan Krocok, Kabupaten Bondowoso dan di Laboratorium genetik Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Malang, jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimental untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik menggunakan pupuk
kandang sapi (A) dan pupuk anorganik atau NPK 25:7:7 (B) dan kombinasinya terhadap
pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala). Rancangan penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan.
Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik dan
kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala)
berpengaruh nyata pada semua parameter yang diamati, perlakuan pupuk organik dengan
menggunakan pupuk kandang sapi secara terpisah tidak berbeda nyata dengan perlakuan
kombinasi, dosis pupuk yang paling optimal yaitu pupuk organik dengan dosis 280 g/polibag
adalah perlakuan yang memberikan berat basah tanaman 44,00 gram/tanaman.
ABSTRACT
Khairunisa, 2015. Effect of Organic Fertilizer, Inorganic and The combination of the
Growth and Yield of green mustard (Brassica juncea L. Var. Kumala). Essay. Biology
majors. Faculty of Science and Technology. State Islamic University (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang. Supervisor I: Dr Eko Budi Minarno, M.Pd. Supervisor II: Ach.
Nasichuddin,M.Ag.
Keywords: organic fertilizer, inorganic fertilizer, fertilizer, green mustard.
Green cabbage contains vitamin A, vitamin B, and vitamin C, minerals, calcium,
potassium, iron, phosphorus, oxalic acid, nicotinic acid, and fiber, useful as anti-cancer,
prevent constipation, prevent and treat disease pellagra. Plants need nutrients such as organic
fertilizers, inorganic and combinations thereof in a certain amount in order to support growth
and development and optimal results, not all of the dose is positive for plants, excess fertilizer
can be toxic to plants, while the lack of fertilizer or nutrient can cause plants disease
deficient. This study aimed to determine the effect of organic fertilizers, inorganic and
combinations on the growth and yield of green mustard (Brassica juncea L. Var. Kumala)
and fertilizers are the most optimal for the growth and yield of green cabbage.
This research was conducted in April 2015 - June 2015, in the land Village Gentong,
District Krocok, Bondowoso and in the laboratory of genetics Faculty of Science and
Technology, Islamic University of Malang, this type of research is experimental research to
determine the effect of organic manure using cow manure (A) and inorganic fertilizer or NPK
25: 7: 7 (B) and their combination on the growth and yield of green mustard (Brassica juncea
L.Var. Kumala). The study design used Completely Randomized Design (CRD) with 15
treatments and 3 replications.
Based on this research, the effect of organic fertilizers, inorganic and combinations on
the growth and yield of green mustard (Brassica juncea L. Var. Kumala) has significant
effect on all parameters observed, treatment using the organic fertilizer of cow manure
separately are not significantly different with treatment combinations, the most optimal dose
of fertilizer is organic fertilizer with a dose of 280 g/polybag is a treatment that gives the
plant a wet weight of 44.00 grams/plant.
‫مستخلص البحث‬
‫خير النساء‪ ،5102،‬أثر إعطاء المزيج من األسمدة العضوية وغير العضوية بالجرعة المتنوعة إلى نمو وانتاج‬
‫الخردل األخضر (‪ ،)Brassica juncea L. Var. Kumala‬البحث‪ .‬كلية العلوم التكنولوجيا‪ ،‬شعبة العلم الطبيعي‪.‬‬
‫جامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية الحكومية بماالنق‪ .‬المشرف األول ‪ :‬د‪ .‬إيكو بودي مينارنو الماجستير‪ .‬المشرف‬
‫الثاني ‪ :‬أحمد نصيح الدين الماجستير‪.‬‬
‫الكلمات المفتاحية ‪ :‬األسمدة العضوية وغير العضوية ‪ ،‬جرعة األسمدة‪ ،‬الخردل األخضر‪.‬‬
‫الخردل األحضر يحتوي على فيتامين أ‪ ،‬فيتامين ب و فيتامين ج‪ .‬ويتحي أيضا على المعدن‪ ،‬الكلسيوم‪ ،‬بوتاسيوم‪،‬‬
‫الفسفور‪ ،‬الحمض األكساليكي ‪ ،‬الحمض النيكوتينيكي و الليف‪.‬وفائدته مضاد السرطان‪ ،‬ومضاد اإلمساك‪ ،‬والعناية‬
‫والمعالجة مرض اليالغرا‪ .‬تحتاج النباتات إلى المواد الغدائية مثل األسمدة العضوية وغير العضوية في مقدار معيّن لدعم‬
‫النمو‪ ،‬التنمية وتحقيق االنتاجات األفضل‪ .‬وليس كل جرعة إيجابيا للنباتات‪ ،‬وزيادة جرعة األسمدة تكون سامة للنباتات‪.‬‬
‫وأ ّما نقص جرعة األسمدة أو المواد الغدائية يسبب أمراض النباتات‪ .‬يهدف هذا البحث إلى أثر إعطاء المزيج من األسمدة‬
‫العضوية وغير العض وية بالجرعة المتنوعة إلى نمو وانتاج الخردل األخضر (‪)Brassica juncea L. Var. Kumala‬‬
‫و أفضل جرعة األسمدة في نمو وانتاج الخردل األخضر‪.‬‬
‫أجري هذا البحث في الشهر أبريل ‪ 5102‬إلى الشهر يونيو ‪ ،5102‬في مزرعة القرية غنتونج‪ ،‬كروجوك‪،‬‬
‫محافظة بوندووصو‪ .‬نوع هذا البحث هو البحث التجريبي لمعرفة أثر إعطاء المزيج من األسمدة أ أي األسمدة العضوية‬
‫(أسمدة روثة البقرة) واألسمدة ب أي األسمدة غير العضوية (ن ف ك ‪ ) 52:2:2‬إلى نمو وانتاج الخردل األخضر‬
‫(‪ .)Brassica juncea L. Var. Kumala‬يستخدم تصميم البحث دراسة التصميم العشوائي الكامل بخمسة عشر معالجة‬
‫وثالثة إعادات‪.‬‬
‫بناءا على تنائج البحث فإن له أثر كبير في إعطاء المزيج من األسمدة العضوية وغير العضوية بالجرعة‬
‫المتنوعة إلى نمو وانتاج الخردل األخضر (‪ )Brassica juncea L. Var. Kumala‬في جميع العالمات الذي تمت‬
‫مالحظته‪ .‬إعطاء أسمدة عضوية باستخد ام السماد من روشة البقرة التختلف كثيرا مع إعطاء أسمدة مخلطة في تأثير على‬
‫نمو الخردل األحضر‪ .‬الجرعة األفضل هي جرعة ‪ 581‬جرام لكل بوليباع‪ .‬وهي تعطي الوزن الرطبي ‪ 44‬جرام لكل‬
‫الخردل األحضر ‪.‬‬
ABSTRAK
Khairunisa, 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik, Anorganik dan Kombinasinya
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala).
Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing I: Dr Eko Budi Minarno, M.Pd. Pembimbing II
: Ach. Nasichuddin, M.Ag.
Kata Kunci: pupuk organik, pupuk anorganik, dosis pupuk, sawi hijau (Brassica juncea L.)
Sawi hijau mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C, mengandung mineral,
kalsium, kalium, zat besi, fosfor, asam oksalat, asam nikotinik, dan serat, manfaatnya sebagai
antikanker, mencegah konstipasi, mencegah dan mengobati penyakit pelagra. Tumbuhan
memiliki kebutuhan unsur hara seperti pupuk organik, anorganik dan kombinasinya dalam
jumlah tertentu agar menunjang pertumbuhan dan perkembangan serta hasil yang optimal,
tidak semua dosis bersifat positif bagi tumbuhan, kelebihan pupuk dapat bersifat toksik bagi
tumbuhan, sedangkan kekurangan pupuk atau unsur hara dapat menyebabkan penyakit
defisiensi tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk
organik, anorganik dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica
juncea L. Var. Kumala) dan dosis pupuk yang paling optimal untuk pertumbuhan dan hasil
sawi hijau.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 – Juni 2015, di lahan Desa Gentong,
Kecamatan Krocok, Kabupaten Bondowoso dan di Laboratorium genetik Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Malang, jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimental untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik menggunakan pupuk
kandang sapi (A) dan pupuk anorganik atau NPK 25:7:7 (B) dan kombinasinya terhadap
pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala). Rancangan penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan.
Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik dan
kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala)
berpengaruh nyata pada semua parameter yang diamati, perlakuan pupuk organik dengan
menggunakan pupuk kandang sapi secara terpisah tidak berbeda nyata dengan perlakuan
kombinasi, dosis pupuk yang paling optimal yaitu pupuk organik dengan dosis 280 g/polibag
adalah perlakuan yang memberikan berat basah tanaman 44,00 gram/tanaman.
ABSTRACT
Khairunisa, 2015. Effect of Organic Fertilizer, Inorganic and The combination of the
Growth and Yield of green mustard (Brassica juncea L. Var. Kumala). Essay. Biology
majors. Faculty of Science and Technology. State Islamic University (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang. Supervisor I: Dr Eko Budi Minarno, M.Pd. Supervisor II: Ach.
Nasichuddin,M.Ag.
Keywords: organic fertilizer, inorganic fertilizer, fertilizer, green mustard.
Green cabbage contains vitamin A, vitamin B, and vitamin C, minerals, calcium,
potassium, iron, phosphorus, oxalic acid, nicotinic acid, and fiber, useful as anti-cancer,
prevent constipation, prevent and treat disease pellagra. Plants need nutrients such as organic
fertilizers, inorganic and combinations thereof in a certain amount in order to support growth
and development and optimal results, not all of the dose is positive for plants, excess fertilizer
can be toxic to plants, while the lack of fertilizer or nutrient can cause plants disease
deficient. This study aimed to determine the effect of organic fertilizers, inorganic and
combinations on the growth and yield of green mustard (Brassica juncea L. Var. Kumala)
and fertilizers are the most optimal for the growth and yield of green cabbage.
This research was conducted in April 2015 - June 2015, in the land Village Gentong,
District Krocok, Bondowoso and in the laboratory of genetics Faculty of Science and
Technology, Islamic University of Malang, this type of research is experimental research to
determine the effect of organic manure using cow manure (A) and inorganic fertilizer or NPK
25: 7: 7 (B) and their combination on the growth and yield of green mustard (Brassica juncea
L.Var. Kumala). The study design used Completely Randomized Design (CRD) with 15
treatments and 3 replications.
Based on this research, the effect of organic fertilizers, inorganic and combinations on
the growth and yield of green mustard (Brassica juncea L. Var. Kumala) has significant
effect on all parameters observed, treatment using the organic fertilizer of cow manure
separately are not significantly different with treatment combinations, the most optimal dose
of fertilizer is organic fertilizer with a dose of 280 g/polybag is a treatment that gives the
plant a wet weight of 44.00 grams/plant.
‫مستخلص البحث‬
‫خير النساء‪ ،2510،‬أثر إعطاء المزيج من األسمدة العضوية وغير العضوية بالجرعة المتنوعة إلى‬
‫نمو وانتاج الخردل األخضر (‪ ،)Brassica juncea L. Var. Kumala‬البحث‪ .‬كلية العلوم التكنولوجيا‪،‬‬
‫شعبة العلم الطبيعي‪ .‬جامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية الحكومية بماالنق‪ .‬المشرف األول ‪ :‬د‪ .‬إيكو‬
‫بودي مينارنو الماجستير‪ .‬المشرف الثاني ‪ :‬أحمد نصيح الدين الماجستير‪.‬‬
‫الكلمات المفتاحية ‪ :‬األسمدة العضوية وغير العضوية ‪ ،‬جرعة األسمدة‪ ،‬الخردل األخضر‪.‬‬
‫الخردل األحضر يحتوي على فيتامين أ‪ ،‬فيتامين ب و فيتامين ج‪ .‬ويتحي أيضا على المعدن‪،‬‬
‫الكلسيوم‪ ،‬بوتاسيوم‪ ،‬الفسفور‪ ،‬الحمض األكساليكي ‪ ،‬الحمض النيكوتينيكي و الليف‪.‬وفائدته مضاد السرطان‪،‬‬
‫ومضاد اإلمساك‪ ،‬والعناية والمعالجة مرض اليالغرا‪ .‬تحتاج النباتات إلى المواد الغدائية مثل األسمدة‬
‫العضوية وغير العضوية في مقدار معيّن لدعم النمو‪ ،‬التنمية وتحقيق االنتاجات األفضل‪ .‬وليس كل جرعة‬
‫إيجابيا للنباتات‪ ،‬وزيادة جرعة األسمدة تكون سامة للنباتات‪ .‬وأ ّما نقص جرعة األسمدة أو المواد الغدائية‬
‫يسبب أمراض النباتات‪ .‬يهدف هذا البحث إلى أثر إعطاء المزيج من األسمدة العضوية وغير العضوية‬
‫بالجرعة المتنوعة إلى نمو وانتاج الخردل األخضر (‪ )Brassica juncea L. Var. Kumala‬و أفضل‬
‫جرعة األسمدة في نمو وانتاج الخردل األخضر‪.‬‬
‫أجري هذا البحث في الشهر أبريل ‪ 2510‬إلى الشهر يونيو ‪ ،2510‬في مزرعة القرية غنتونج‪،‬‬
‫كروجوك‪ ،‬محافظة بوندووصو‪ .‬نوع هذا البحث هو البحث التجريبي لمعرفة أثر إعطاء المزيج من األسمدة‬
‫أ أي األسمدة العضوية (أسمدة روثة البقرة) واألسمدة ب أي األسمدة غير العضوية (ن ف ك ‪ ) 20:2:2‬إلى‬
‫نمو وانتاج الخردل األخضر (‪ .)Brassica juncea L. Var. Kumala‬يستخدم تصميم البحث دراسة‬
‫التصميم العشوائي الكامل بخمسة عشر معالجة وثالثة إعادات‪.‬‬
‫بناءا على تنائج البحث فإن له أثر كبير في إعطاء المزيج من األسمدة العضوية وغير العضوية‬
‫بالجرعة المتنوعة إلى نمو وانتاج الخردل األخضر (‪ )Brassica juncea L. Var. Kumala‬في جميع‬
‫العالمات الذي تمت مالحظته‪ .‬إعطاء أسمدة عضوية باستخدام السماد من روشة البقرة التختلف كثيرا مع‬
‫إعطاء أسمدة مخلطة في تأثير على نمو الخردل األحضر‪ .‬الجرعة األفضل هي جرعة ‪ 285‬جرام لكل‬
‫بوليباع‪ .‬وهي تعطي الوزن الرطبي ‪ 44‬جرام لكل الخردل األحضر‪.‬‬
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah S.W.T menciptakan alam dan isinya antara lain hewan dan tumbuhtumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia‐sia
dalam ciptaan‐Nya. Manusia diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengambil manfaat dari hewan dan tumbuhan (Ahmad, 2005). Allah S.W.T
berfirman dalam Al‐Qu’ran surat Qaaf ayat 7-8:
                
  
Artinya : 7. dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gununggunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan di atasnya tanaman-tanaman yang
indah,8. untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang
kembali (mengingat Allah). (Qaaf.50 ; 7‐8).
Firman Allah Ta’ala, “Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami
pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh,” Kenapa mereka tidak
memperhatikan bumi yang telah dihamparkan dan dipancangkan di atasnya
gunung-gunung supaya tidak menggoncang mereka?. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami tumbuhkan di atasnya tanaman-tanaman yang indah.”Allah telah
menumbuhkan segala jenis tumbuh-tumbuhan yang indah di bumi (Al-Jazairi,
2009).
Ayat di atas berisi penjelasan bahwa Allah S.W.T menciptakan bumi yang
didalamnya terdapat gunung-gunung yang kokoh dan ditumbuhkannya pula
tanaman yang indah di bumi, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiaptiap hamba yang kembali (mengingat Allah), arti kata sebagai pelajaran yaitu ilmu
pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan sehingga sebagai peneliti muslim wajib
memperdalam ilmu tentang tanaman, sedangkan arti kata peringatan adalah
sebagai umat muslim wajib bersyukur karena Allah S.W.T menciptakan
tumbuhan di bumi yang banyak sekali manfaatnya, dari rasa syukur umat muslim
akan selalu mengingat Allah S.W.T .
Allah memberi pelajaran dan peringatan untuk dijadikan sebagai peringatan
(bagi tiap-tiap hamba yang kembali) untuk taat kepada Allah, dan Allah
mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu dan memerintahkan untuk
mempergunakan pikiran kita untuk merenungkan alam, langit dan bumi.
Dalam Surat dalam Al-Qur’an surat Ali-‘Imran: 190-191 Allah berfirman yaitu:
 
   
    
    
     
        
      
   
     
Artinya : 190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
siksa neraka. (QS. Ali-‘Imran. 3; 190-191).
Tafsir ayat di atas menurut Al Maraghi dalam tafsir Al Maraghi yakni
sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan perkiraan dan
keajaiban ciptaan-Nya juga dalam silih bergantinya siang dan malam secara
teratur sepanjang tahun dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada tubuh kita
dan cara berpikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan
pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna, dan sebagainya merupakan
tanda dan bukti yang menunjukkan keesahan Allah, kesempurnaan pengetahuan
dan kekuasaan-Nya (Al-Maraghi, 1993: 288).
Ayat di atas berisi penjelasan bahwa setiap ciptaan Allah S.W.T
mengandung kemanfaatan, satu diantara ciptaan Allah S.W.T adalah sawi hijau
(Brassica juncea L. Var. Kumala) yang bermanfaat sebagai bahan makanan, sawi
hijau tersebut mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap (Fahrudin, 2009,
Susianto, 2008) yakni sawi hijau mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin
C, mengandung mineral, kalsium, kalium, zat besi, fosfor, asam oksalat, asam
nikotinik, dan serat, manfaatnya sebagai antikanker, mencegah konstipasi,
mencegah dan mengobati penyakit pelagra. Selain memiliki kandungan vitamin
dan zat gizi yang penting bagi kesehatan, sawi dipercaya dapat menghilangkan
rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Sawi yang dikonsumsi berfungsi
pula sebagai penyembuh sakit kepala dan juga dapat membersihkan darah kotor
(blood letting) (Haryanto, dkk, 2003).
Tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura sayuran daun yang banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya
enak, mudah didapat, dan budidayanya tidak terlalu sulit. Tanaman sawi banyak
mengandung vitamin dan gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Dalam
setiap 100 gram bobot segar sawi mengandung 2,3 g protein; 0,3 g lemak; 4,0 g
karbohidrat; 220 mg Ca; 38 mg P; 6,4 g vitamin A; 0,09 mg vitamin B; 102 mg
vitamin C; serta 92 g air (Direktorat Tanaman Sayuran dan Tanaman Hias, 2012).
Dalam kurun waktu tahun 2007 - 2011 rata-rata konsumsi sayuran sawi naik
sebesar 2,19% (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2012)
Mengingat nilai ekonomi dan manfaatnya bagi kesehatan, maka wajar
apabila upaya untuk meningkatkan produksi sawi terus dilakukan. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian No.511/Kpts/PD.310/9/2006, sawi juga termasuk
komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura (Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor: 48 Permentan/OT.140/10/2009). Sayuran sawi bisa
ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi, cukup cahaya matahari, aerasi tanah
baik dan pH tanah 5,5-6 (Endrizal et al., 2010). Produksi tanaman sawi di Jawa
Timur pada tahun 2007 adalah sebesar 42.851 ton atau setara dengan
produktivitas 9,245 ton/ha, sedangkan produksi petani tanaman sawi di Kabupaten
Jember sendiri pada tahun 2007 adalah 1.628 ton (Dinas Pertanian Jawa Timur,
2008), rata-rata hasil tersebut masih lebih rendah dibandingkan pada skala
nasional yaitu 9,44 ton ha-1 (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2012 dan
Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB, 2012). Untuk meningkatkan keuntungan
dapat dicapai antara lain melalui peningkatan produksi dengan biaya produksi
yang lebih rendah, peningkatan produksi dapat dicapai melalui pemupukan.
Satu diantara usaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
serta kualitas hasil adalah dengan memberikan suplai hara yang cukup dan
seimbang melalui pemupukan, unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang cukup besar yaitu unsur hara Nitrogen, Fospor, dan Kalium.
Sebagaimana dikemukakan oleh Bahri (2006) bahwa sumber pupuk berpengaruh
terhadap tinggi tanaman, lebar daun, panjang daun, diameter daun dan hasil
tanaman selada. Hasil tertinggi didapat pada pemberian pupuk NPK Mutiara (1616-16)+ ZA dan hasil terendah pada perlakuan pemberian pupuk NPK Mutiara
(16-16-16)+ZA+EM-4.
Pupuk merupakan kunci kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur
untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk berarti
menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun).
Secara umum pupuk hanya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan asalnya,
yaitu pupuk anorganik seperti urea (pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P), KCL
(pupuk K), dan pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk
hijau (Lingga, 2008).
Menurut Hadisuwito (2012), kelebihan pupuk organik adalah mengandung
unsur hara makro dan mikro lengkap, tetapi jumlahnya sedikit, dapat memperbaiki
struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur, memiliki daya simpan air ( water
holding capasity) yang tinggi, tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan, memiliki
residual effect yang positif, sehingga tanaman yang ditanam pada musim
berikutnya tetap bagus pertumbuhan dan produktivitasnya.
Menurut Parnata (2010) kelemahan pupuk organik yang berupa padatan
memiliki kuantitas yang besar, sehingga biaya pengangkutannya lebih mahal,
kecepatan penyerapan unsur hara oleh tanaman lebih lama dibandingkan dengan
penyerapan unsur hara dari pupuk anorganik.
Keunggulan pupuk anorganik yaitu mengandung unsur hara tertentu,
misalnya nitrogen (N) saja, NPK atau mengandung semua unsur sehingga
penggunaannya dapat sesuaikan dengan kebutuhan tanaman, pupuk anorganik
biasanya mudah larut sehingga bisa lebih cepat dimanfaatkan tanaman,
pemakaiannya dan pengangkutannya lebih praktis, sedangkan kelemahan pupuk
anorganik mudah tercuci ke lapisan tanah bawah sehingga tidak terjangkau air,
beberapa jenis pupuk anorganik bisa menurunkan pH tanah atau berpengaruh
terhadap kemasaman tanah, penggunaan yang berlebihan dan terus-menerus,
tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk organik, akan merubah struktur,
kimiawi, maupun biologis tanah.
Satu diantara pupuk organik adalah pupuk kandang. Pupuk kandang adalah
salah satu pupuk organik yang memiliki kandungan hara yang dapat mendukung
kesuburan tanah dan pertumbuhan mikroorganisme dalam tanah. Pemberian
pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat
mendukung pertumbuhan mikroorganisme, serta mampu memperbaiki struktur
tanah (Mayadewi, 2007). Pupuk kandang menyediakan unsur hara mikro ( besi,
seng, boron, kobalt, dan molibdenium) (Mayadewi, 2007 ; Nasahi, 2010). Pupuk
kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah (dapat memperbaiki
sifat tanah), menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan
belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium) (Syekhfani,
2000).
Jenis pupuk kandang berdasarkan jenis ternak atau hewan yang
menghasilkan kotoran antara lain adalah pupuk kandang sapi, pupuk kandang
kuda, pupuk kandang kambing atau domba, pupuk kandang babi, dan pupuk
kandang unggas (Hasibuan, 2006). Pupuk kandang sapi memiliki keunggulan
dibanding pupuk kandang lainnya yaitu mempunyai kadar serat yang tinggi
seperti selulosa, menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, serta
memperbaiki daya serap air pada tanah (Hartatik dan Widowati, 2010).
Satu diantara pupuk anorganik adalah pupuk NPK. Pupuk NPK
merupakan pupuk majemuk yang memberikan unsur N, P, K bagi tanaman, jenis
pupuk NPK cukup banyak dipasaran dengan beragam kadar unsur yang
dikandungnya (Marsono dan Lingga, 1999). Pupuk NPK merupakan pupuk
majemuk bebentuk butiran yang mengandung unsur hara, nitrogen, fospor dan
kalium. Pupuk ini sangat baik untuk mendukung masa pertumbuhan tanaman.
Selain itu keuntungannya adalah unsur hara makro yang disumbangkan dapat
memenuhi kebutuhan hara tanaman. (Rinsema, 1989). Sebagai contoh nitrogen
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya
sangat diperlukan untuk pembentukan/ pertumbuhan bagian-bagian vegetatif
tanaman seperti daun, batang dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat
menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman (Sutedjo, 2002).
Menurut Buckman dan Brady, (1982) Fosfor berpengaruh pada pembuahan,
termasuk pembuahan biji dan apabila tanaman berbuah, pengaruh akibat
pemberian nitrogen yang berlebihan akan hilang. Sedangkan fungsi kalium yaitu
membantu perkembangan akar sehingga dapat meningkatkan serapan unsur hara
oleh tanaman (Sutedjo, 2002).
Hasil penelitian Diana (2011) tentang penggunaan pupuk anorganik
menghasilkan kesimpulan bahwa perlakuan D3 (Urea 1.8 g/tanaman, SP36 3.3
g/tanaman,
KCl
1.5
g/tanaman)
merupakan
perlakuan
terbaik
dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang daun.
Hasil penelitian Arinong, dkk. (2011) tentang penggunaan pupuk organik
menghasilkan kesimpulan bahwa pupuk organik cair kotoran sapi berpengaruh
bagi pertumbuhan, tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun dan produksi
tanaman sawi dan perlakuan terbaik adalah dengan menggunakan 75 ml pupuk
organik cair kotoran sapi yang dicampurkan dengan 1 liter air atau setara 180 liter
pupuk organik cair kotoran sapi ha.-1 ,
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pupuk organik serta anorganik,
maka perlu dilakukan kombinasi anorganik dengan organik karena penggunaan
pupuk anorganik yang secara terus menerus tanpa diikuti pemberian pupuk
organik dapat menurunkan kualitas sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Penambahan bahan organik khususnya pada tanah sawah sangat diperlukan
karena 95% lahan-lahan pertanian di Indonesia mengandung bahan organik
kurang dari 1%, padahal batas minimal kandungan bahan organik yang dianggap
layak untuk lahan pertanian adalah 4 - 5% (Musnamar, 2006).
Penelitian kombinasi pupuk organik dan anorganik yang dilakukan
Prasetya (2014) dihasilkan pemupukan pupuk NPK Mutiara dengan dosis 450
kg/ha (4,5 g/polibag) dan pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/ha (100
g/polibag) merupakan takaran yang tepat dan dapat meningkatkan hasil cabai
merah keriting varietas arimbi dengan rata-rata berat buah 104,00 gram
dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan pupuk kandang sapi saja.
Dengan demikian kombinasi pupuk organik dan anorganik memberikan hasil
yang lebih baik dari pada yang menggunakan pupuk organik saja.
Penelitian pupuk kandang yang dilakukan Sahari (2005) Dosis pupuk
kandang 20 ton/ha mampu meningkatkan jumlah daun, berat segar daun, berat
segar brangkasan dan berat kering brangkasan tanaman krokot landa hingga umur
10 MST. Sedangkan penelitian tentang kombinasi pupuk organik dan anorganik
yang dilakukan Hayati (2010). Terdapat interaksi yang nyata di antara kedua
faktor yang dicoba terhadap berat berangkasan basah tanaman selada, yang
menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik 1000 kg/ha, memberikan berat
berangkasan basah tanaman selada lebih baik jika diikuti dengan pemberian
pupuk organik kandang 15 ton/ha.
Dosis perlu diteliti karena tumbuhan memiliki kebutuhan unsur hara dalam
jumlah tertentu agar menunjang pertumbuhan dan perkembangan serta hasil yang
optimal, tidak semua dosis bersifat positif bagi tumbuhan, kelebihan pupuk dapat
bersifat toksik bagi tumbuhan, sedangkan kekurangan pupuk atau unsur hara
dapat menyebabkan penyakit defisiensi tumbuhan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian yang berjudul
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik, Anorganik dan Kombinasinya terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala) ini penting
untuk dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik, dan
kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea
L. Var. Kumala)?
2. Berapa dosis pupuk yang paling optimal terhadap pertumbuhan dan hasil
sawi hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala)?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik, dan
kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea
L. Var. Kumala).
2. Mengetahui pupuk yang paling optimal terhadap pertumbuhan dan hasil
sawi hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala).
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik, dan kombinasinya
terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L. Var.
Kumala).
2. Ada pupuk yang paling optimal terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau
(Brassica juncea L. Var. Kumala).
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Memberikan informasi kepada petani tentang pemberian dosis pupuk
organik dan anorganik yang tepat untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau
(Brassica juncea L. Var. Kumala).
2. Dapat meningkatkan produktifitas sawi hijau (Brassica juncea L. Var.
Kumala).
1.6 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Benih sawi hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala) diperoleh dari Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
(BPSBTPH) Jl. Gayung Kebonsari No. 175 A Wonocolo, Surabaya 60231,
Jawa Timur.
2. Polibag yang digunakan ukuran 35 cm x 40 cm atau berdiameter 35 cm.
3. Media tanam yang digunakan adalah tanah top soil (lapisan olah) yang
telah dibersihkan dari kotoran seperti gulma, akar, dan lain-lain.
4. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang sapi dengan sistem
terbuka (sistem pembuatan pupuk kandang secara terbuka, kotoran ternak
sapi di timbun di permukaan tanah secara terbuka, sehingga proses
dekomposisi atau penguraian terjadi di udara bebas) sehingga matang
umur ±3 bulan.
5. Pupuk anorganik yang digunakan yaitu pupuk NPK 25 : 7: 7.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Sawi
Sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis - krop, kubis
bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh
karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem
perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya (Cahyono,
2003). Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang
mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi
masyarakat, sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan
maupun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan, selain itu berguna
untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003), contoh
dapat menyembuhkan sakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi
ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan.
Klasifikasi tanaman sawi adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L. Var. Kumala (Haryanto, dkk., 2003).
12
2.1.1 Morfologi Tanaman Sawi
Tanaman sawi hijau sebagaimana gambar 2.1 yaitu berakar serabut yang
tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah di sekitar permukaan
tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi
hijau tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah
menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam (Cahyono, 2003). Batang
(caulis) sawi pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan,
batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana,
2007).
Gambar 2.1 Sawi hijau (Brassica juncea L.)(Gilang, 2014)
Daun tanaman sawi berbentuk bulat dan lonjong, lebar dan sempit, ada
yang berkerut-kerut (keriting), tidak berbulu, berwarna hijau muda, hijau keputihputihan sampai hijau tua. Daun memiliki tangkai daun panjang dan pendek,
sempit atau lebar berwarna putih sampai hijau, bersifat kuat dan halus. Pelepah
daun tersusun saling membungkus dengan pelepah-pelepah daun yang lebih muda
tetapi tetap membuka. Daun memiliki tulang-tulang daun yang menyirip dan
bercabang-cabang. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop.
Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar
membentuk krop (Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi umumnya mudah berbunga secara alami, baik didataran
tinggi maupun dataran rendah, struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga
(inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak, tiap
kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota
bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang
berongga dua (Rukmana, 2007).
Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan
berongga, tiap buah (polong ) berisi 2-8 butir biji (Rukmana, 2007). Biji sawi
hijau berbentuk bulat, berukuran kecil, permukaannya licin dan mengkilap, agak
keras, dan berwarna coklat kehitaman (Cahyono, 2003).
2.1.2 Syarat Tumbuh
Daerah penanaman yang cocok untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1200 meter dpl. Namun, biasanya tanaman
ini dibudidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 m dpl. Sebagian besar
daerah-daerah
di
Indonesia
memenuhi
syarat
ketinggian
tersebut
(Haryanto,dkk.,2003).
Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan energi
yang cukup, cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman
untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan
tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350-400 cal/cm2 setiap
hari, sawi hijau memerlukan cahaya matahari tinggi (Cahyono, 2003).
a. Iklim
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6°C dan siang harinya 21,1°C serta
penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa
varietas sawi yang tahan (toleran) terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di daerah yang suhunya antara 27°-32°C (Rukmana,
2007).
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau
yang optimal berkisar antara 80%-90%, tanaman sawi hijau tergolong tanaman
yang tahan terhadap hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik, curah hujan yang sesuai untuk
pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Daerah yang
memiliki curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun dapat dijumpai di dataran
tinggi pada ketinggian 1000-1500 m dpl, akan tetapi tanaman sawi tidak tahan
terhadap air yang menggenang (Cahyono,2003).
b. Tanah
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah yang gembur, banyak
mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman
(pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7
(Haryanto, dkk., 2003).
Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah
jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung
liat perlu pengolahan tanah secara sempurna, antara lain pengolahan tanah yang
cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis) tinggi
(Rukmana, 2007).
Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam
unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat
jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan
demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Cahyono, 2003).
2.1.3 Kandungan Gizi pada Sawi serta Manfaatnya
Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat - zat gizi
yang cukup lengkap, sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk
mempertahankan kesehatan tubuh (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI,
1981). :
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Sawi Hijau (Brassica juncea L.) setiap 100 g :
No
Komposisi
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Kalsium (CA)
Fosfor (P)
Besi (FE)
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin B3
Vitamin C
22,00 k
2,30 g
0,30 g
4,00 g
1,20 g
220,50 mg
38,40 mg
2,90 mg
969,00 SI
0,09 mg
0,10 mg
0,70 mg
102,00 mg
(Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan
pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah,
memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan.
Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak,
karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C (Sumber: Direktorat
Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Sawi hijau mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C.
Mengandung mineral, kalsium, kalium, zat besi, fosfor, asam oksalat, asam
nikotinik, dan serat. Manfaatnya sebagai antikanker, mencegah konstipasi,
mencegah dan mengobati penyakit pelagra (Susianto, dkk., 2008).
2.2 Pupuk
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk
berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk
daun) (Lingga, dkk., 2007).
Pupuk mengenal istilah makro dan mikro. Meskipun jumlah pupuk
semakin beragam dengan berbagai produk, serta nama kemasan dan berbagai
Negara yang memproduksinya , dari segi unsur yang dikandungnya tetap saja
hanya ada dua golongan pupuk, yaitu pupuk makro dan pupuk mikro. Sebagai
patokan dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, dkk.,
2007).
Jenis-jenis pupuk dikelompok–kelompokkan terlebih dahulu, hal ini
dikarenakan jenis pupuk yang beredar di pasaran sudah sangat banyak. Secara
umum pupuk hanya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan asalnya yaitu pupuk
anorganik seperti urea (pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P), KCl (pupuk K),
serta dan pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk hijau.
(Lingga, dkk., 2007).
Pupuk produk baru yang cara pemberiannya lain dari biasanya, maka
pupukpun dibagi lagi berdasarkan cara pemberiannya yaitu pupuk akar ialah
segala jenis pupuk yang diberikan lewat akar. Misalnya, TSP, ZA, KCl, kompos,
pupuk kandang, dan Dekaform dan pupuk daun ialah segala macam pupuk yang
diberikan lewat daun dengan cara penyemprotan, sampai saat ini diperkirakan ada
banyak jenis pupuk daun yang beredar di pasaran (Lingga, dkk., 2007).
Kecuali pembagian di atas, masih ada lagi pembagian lain dari pupuk ini,
yaitu berdasarkan unsur hara yang dikandungnya. Ada tiga kelompok pupuk
berdasarkan kandungan unsure yaitu pupuk tunggal ialah pupuk yang hanya
mengandung satu jenis unsur, misalnya urea, sedangkan pupuk majemuk ialah
pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur, misalnya NPK, beberapa
jenis pupuk daun, dan kompos dan pupuk lengkap ialah pupuk yang mengandung
unsur secara lengkap (keseluruhan) baik unsur makro dan mikro (Lingga, dkk.,
2007).
2.2.1 Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari hewan (pupuk kandang)
dan tumbuhan hijau (kompos). Menurut Rismunandar (2003), pupuk kandang
merupakan jenis pupuk organik yang paling baik. Pemberian pupuk pada tanah
pertanian baik berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik adalah untuk
menambah unsur hara yang hilang akibat erosi dan diambil saat panen
(Sulistyowati, 1982).
Tujuan dari pemberian pupuk organik adalah untuk mempertinggi
kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik tersebut akan
mempengaruhi dan menambah kebaikan dari sifat fisik, biologi dan kimiawi
tanah, pada waktu penguraian bahan organik oleh mikroorganisme tanah maka
dibentuk produk yang berfungsi sebagai pengikat butir-butir tanah atau granulasi,
butir-butir tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur. Bahan organik tersebut
juga berfungsi sebagai sumber utama fosfor,sulfur dan nitrogen ( Soepardi, 1979).
Menurut Soepardi (1979), manfaat pupuk organik terhadap tanah adalah :
memperbaiki sifat fisik tanah seperti, meningkatkan kemampuan memegang air,
aerasi, resistensi terhadap erosi air, penetrasi akar dan menstabilkan suhu tanah,
memperbaiki sifat kimia tanah seperti, meningkatkan ketersediaan mineral,
stabilitas pH, nutrient reservoir, meningkatkan sifat biologi tanah, seperti
merangsang aktifitas mikrobia yang berguna, mereduksi parasit.
Penggunaan pupuk organik juga bermanfaat terhadap lingkungan dan
ekonomi yaitu : mengurangi penggunaan pupuk anorganik, menciptakan
lingkungan kaya
bahan organik,
meningkatkan aktivitas mikrobia dan
meningkatkan agregasi tanah agar ketahanan terhadap bahaya erosi meningkat
(Soepardi,1979).
Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas
dari proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan
bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral -mineral hara
tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S sebagai hara makro dan Zn, Cu, Bo, Mn
sebagai hara mikro. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak
dilepas dan dapat digunakan tanaman. Bahan organik sumber nitrogen (protein)
pertama-tama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal
dengan proses aminisasi, selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrof
mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi.
Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga
amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama
dalam tanah (Syarief, 1986).
Menurut Sutejo (2004) Dalam Mayadewi (2007), yang dimaksud dengan
pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari ternak yang terdiri dari
kotoran padat dan cair yang bercampur dengan sisa-sisa makanan dan alas
kandang misalnya jerami, sekam, seresah daun dan sebagainya. Dari kondisi
tersebut pupuk kandang dibedakan menjadi pupuk kandang segar yaitu kotorankotoran yang baru diturunkan dari hewannya yang kadang-kadang masih
bercampur dengan sisa-sisa makanan dan alas kandang.
Jenis kedua adalah pupuk kandang busuk yaitu pupuk kandang yang telah
mengalami pembusukan (Soepardi, 1979). Tanda-tanda pupuk kandang yang
sudah masak antara lain, tidak panas, suhunya sama dengan tanah sekitarnya,
sudah tidak jelas kotoran aslinya ketika masih basah, warna kehitaman.
menyerupai tanah dan gembur, remah dan mudah ditabur (Hardjowigeno,1995
Dalam Mayadewi (2007)).
Pupuk kandang selain mengandung unsur-unsur makro seperti, N, P, K ,Ca
dan Mg, juga mengandung unsur mikro seperti Cu, Mn, Bo dan Si, sehingga
pupuk kandang dianggap sebagai pupuk lengkap (Syarief, 1986). Menurut
Rismunandar (2003), susunan kimiawi berbagai pupuk kandang adalah sebagai
berikut : pupuk kandang sapi N (1,57 -1,72 %), P2O5 (1,27-1,79%), K2O (1,25 1,95 %), pupuk kandang ayam N (2,49%), P2O5(3,10 %), K2O (2,09%) dan
pupuk kandang kambing N (1,75%), P2O5(0,89%), K2O (1,26%).
Menurut Samadi, dkk. (2005) pupuk kandang memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan pupuk anorganik, yaitu (1) dapat memperbaiki struktur
tanah, (2) menambah unsur hara, (3) menambah kandungan humus atau bahan
organik dan (4) memperbaiki kehidupan jasad renik yang hidup dalam tanah.
Selain itu, kandungan nitrogen di dalamnya pun dilepas secara pelan-pelan
sehingga sangat menguntungkan pertumbuhan tanaman (Samadi, dkk., 2005).
Pupuk kandang sapi berasal dari kotoran padat dan cair (urin) ternak sapi
yang telah bercampur dengan sisa-sisa makanan dan material alas kandang
(Musnamar, 2004). Pupuk kandang sapi dapat memperbaiki sifat kimia tanah
mengandung unsur hara makro maupun unsur hara mikro walaupun jumlahnya
lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik.
Penambahan pupuk kandang sapi pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik
tanah seperti kemampuan mengikat air, porositas dan berat volume tanah.
Interaksi antara pupuk kandang sapi dan mikroorganisme tanah dapat
memperbaiki agreat dan struktur tanah. Hal ini dapat terjadi karena hasil
dekomposisi oleh mikroorganisme tanah seperti polisakarida dapat berfungsi
sebagai lem atau perekat antar partikel tanah. Keadaan ini berpengaruh langsung
terhadap porositas tanah. Tanah berpasir, pupuk kandang sapi dapat berperan
sebagai pemantap agregat yang lebih besar daripada tanah liat (Hartanik
dkk.,2002).
Pupuk kandang sapi sebagai sumber bahan organik memiliki kelebihan
jika dibandingkan dengan pupuk anorganik seperti (1) pupuk kandang sapi dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah, (2) meningkatkan nilai tukar kation, (3)
memperbaiki struktur tanah, (4) meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah
dalam memegang air dan (5) menyediakan lebih banyak macam unsur hara seperti
nitrogen, fosfor, kalium dan unsur mikro lainnya (Tisdale dan Nelson, 1991
Dalam Hartatik (2002)) serta (6) penggunaannya tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan (Donahue, dkk., 1997 Dalam Hartatik (2002)). Selain
kelebihan tersebut pupuk kandang sapi juga memiliki kekurangan antara lain : (1)
kandungan unsur haranya yang rendah, (2) tersedia bagi tanaman secara perlahanlahan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama, (3) membutuhkan biaya
transportasi yang besar (Sarief, 1986 ).
Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang sapi sangat bervariasi
tergantung pada jenis pakan sapi dan cara penyimpanan pupuk kandang tersebut.
Pada umumnya pupuk kandang sapi mengandung nitrogen (N) 2-8 %, fosfor (P2O5) 0,2-1 %, kalium (K2O) 1-3 %, magnesium (Mg) 1,0-1,5 % dan unsur mikro
(Donahuedkk., 1997 Dalam Hartatik (2002)). Boa (2008) menyatakan bahwa
pupuk kandang sapi mengandung unsur mikro yang diperlukan tanaman seperti
Bo, Cu, Fe, Mo dan Zn. Secara umum rata-rata pupuk kandang sapi yang sudah
siap diberikan pada tanah mengandung 0,5 % nitrogen, 0,25 % asam fosfat, 0,5 %
kalium dan unsur mikro lainnya.
Menurut Sumadi (2009) menyatakan bahwa selain mengandung unsur hara
tersebut, pupuk kandang juga mempunyai efek lain terhadap tanah yaitu
kandungan bahan organik yang tinggi dapat menekan terjadinya erosi, sedangkan
pada tanah yang berpasir sangat cocok karena mempunyai kemampuan dalam
menahan air dan dapat mengurangi hilangnya unsur hara karena pencucian.
Pupuk kandang yang matang bercirikan : tidak berbau kotoran , dingin,
telah mengalami proses fermentasi kurang lebih 2 bulan dan selalu dibolak balik,
suhunya stabil berwarna gelap dan kadar airnya relatif rendah serta rasio antara C
dan N rendah (Marsono dan Sigit, 2005). Selain itu juga dikatakan bahwa pupuk
kandang yang baik adalah mengandung bahan organik 60 -70 %, nitrogen 1,5 2%, fosfat 0,5 - 1 %, kalium 0,5 - 1 % dengan kadar air 30 - 40 %. Hadisumitro
(2002), menyatakan bahwa pupuk kandang matang dicirikan oleh sifat kimia
diantaranya mengandung hara karbon (C) lebih dari 10 %, nisbah C/N dibawah 20
%, pH sekitar netral (6 - 8) dan tidak mengandung garam serta kandungan unsur
mikro dalam jumlah yang berlebihan.
Dosis pupuk kandang sapi yang dianjurkan khususnya pada tanah yang
kandungan unsur haranya sangat rendah dan strukur padat berkisar antara 20 - 30
tha-1 (Marsono dan Sigit, 2005). Sutanto (2006) merekomendasikan untuk
penggunaan pupuk kandang dengan dosis yang bervariasi antara 20 - 60 t ha-1,
tergantung pada jenis komoditi yang diusahakan seperti untuk tanaman padi 20 30 t ha-1, jagung 20 - 25 t ha -1, kedele 20 - 30 t ha-1, dan tebu 40 – 60 t ha1.
Menurut Harsono dkk. (1995), pemberian pupuk kandang sapi 10 t ha -1 di Jepara
(tanah latosol) dan Tuban ( tanah mediteran) belum meningkatkan hasil kacang
tanah pada musim tanam pertama. Selanjutnya Lana (2007) melaporkan bahwa
dengan pemakaian pupuk kandang sapi 15 t ha -1dan 150 kg ha-1 mikoriza
menghasilkan biji kacang tanah sebesar 3,664 t ha -1. Menurut Sine (2006)
pemberian pupuk kandang sapi 10 t ha -1 dan 160 kg dolomit menghasikan biji
kacang tanah. 12 % sebesar 1,92 t ha-1.
2.2.1.1 Mikronutrien
Mikronutrien dalam tumbuhan biasanya berperan katalitik dan diperlukan
dalam jumlah sangat sedikit. Meskipun mereka tersebar secara luas dalam tanah,
mikronutrien tertentu tidak ada atau tersedia sangat sedikit di beberapa tempat di
dunia ini, karena memang tidak ada dari batuan induknya. Kondisi pH tanah,
adanya zat terlarut lain, dan kadar oksigen dalam tanah, dapat mempengaruhi daya
larut atatu kemampuan tumbuhan untuk menyerapnya, sehingga defisiensi sering
juga terjadi (Sasmitamihardja, 1990).
Besi (Fe). Besi lebih banyak dibutuhkan dibanding dengan mikronutrien
lainnya, sehingga besi sering dianggap sebagai makronutrian atau sebagai satu
kategori sendiri. Tingginya kebutuhan akan besi ini mungkin ada hubungannya
dengan kuatnya kecenderungan besi membentuk bermacam-macam senyawa yang
tidak larut dalam tanah dan dalam tumbuhan, sehingga menjadi sukar diperoleh
atau menjadi tidak bermanfaat. Tanah berkapur atau basa sering menghasilkan
tumbuhan yang defisiensi besi, meskipun besi dalam tanah berlimpah, hanya saja
berada dalam bentuk tidak terlarut berupa oksida atau hidroksida besi.
Berlebihnya beberapa mineral dapat pula menyebabkan gejala defisiensi besi
sebagai akibat pengendapan besi kedalam bentuk yang sukar diambil. Disamping
itu toksisitas terhadap besi dapat juga terjadi apabila tanah mengandung kadar
besi yang tinggi (Sasmitamihardja, 1990).
Beberapa peran besi yang sangat penting dalam kehidupan tumbuhan yaitu
(1) besi merupakan bagian proses katalisis dari banyak enzim oksidasi-reduksi,
(2) penting dalam pembentukan klorofil, meskipun bukan dari bagian dari
molekul klorofil tersebut, (3) besi penting dalam protein heme (sitokrom dan
sitokrom oksidase) rangkaian pemindahan elektron, dengan cara menambah dan
melepaskan elektron pada proses oksidasi dan reduksi, (4) besi didapatkan pada
sejumlah enzim oksidasi yang penting (katalase dan peroksidase), (5) besi
dijumpai pada flavoprotein, feredoksin, kadar besi yang tinggi pada nutrisi, sangat
diperlukan
untuk
proses
pembelahan
sel
dari
pada
untuk
respirasi
(Sasmitamihardja, 1990).
Gejala defisiensi besi mudah dikenali, karena memperlihatkan klorosis
yang sangat spesifik terjadi pada daun muda pada tumbuhan yang sedang tumbuh
tanpa terjadinya pemendekan atau nekrosis. Defisiensi mudah ditanggulangi
dengan menyemprotkan larutan besi (biasanya dalam bentuk kompleks besi
dengan EDTA) (Sasmitamihardja, 1990).
Mangan (Mn). Berbagai bentuk mangan dijumpai dalam tanah, tetapi yang
paling banyak diserap dalam bentuk ion mangan (Mn2+). Seperti halnya besi,
defisiensi mangan dapat terjadi pada tanah alkali, karena berubah ke dalam bentuk
yang sukar diambil. Mangan terlibat luas dalam proses katalitik pada tumbuhan,
sebagai aktivator beberapa enzim respirasi, dalam reaksi metabolisme nitrogen
dan fotosintesis. Mangan diperlukan untuk mengaktifkan nitrat reduktase,
sehingga tumbuhan yang mengalami kekurangan Mn, memerlukan sumber N
dalam bentuk NH4. Peran mangan dalam fotosintesis adalah dalam urutan reaksi
yang berkaitan dengan pelepasan elektron dari air dalam pemecahannya menjadi
hidrogen dan oksigen (Sasmitamihardja, 1990).
Gejala defisiensi mangan memperlihatkan bintik nekrotik pada daun.
Mobilitas mangan adalah kompleks dan tergantung pada spesies dan umur
tumbuhan, sehingga awal gejalanya dapat terlihat pada daun muda atau daun yang
lebih tua (Sasmitamihardja, 1990).
Boron (B) Pada umumnya boron didapatkan dalam jumlah sedikit dalam
tanah, dan kemudahan untuk memperolehnya sangat rendah karena berada dalam
bentuk kompleks yang kuat pada struktur tanah. Tanah yang berkabur cenderung
mengurangi penyerapan boron, karena diduga kalsium menyebabkan boron
membentuk kompleks atau terendapkan dalam tanah, sehingga mengurangi
kemampuan akar untuk menyerapnya. Perannya dalam metabolisme tumbuhan
masih belum jelas, meskipun dari hasil percobaan menunjukkan bahwa boron
penting untuk pertumbuhan. Pada tumbuhan yang kekurangan boron, translokasi
dan penyerapan gula banyak berkurang, sehingga diduga gula diangkut dalam
bentuk kompleks borat (Sasmitamihardja, 1990).
Defisiensi boron biasanya menyebabkan matinya maristem dan gagalnya
perbungaan, dan hal ini mungkin diakibatkan berkurangnya translokasi gula ke
daerah tersebut, dan hal ini mungkin diakibatkan berkurangnya translokasi gula ke
daerah tersebut. Boron dapat berfungsi sebagai inhibitor yang mengatur aktivitas
enzim-enzim yang mengarah kepada pembentukan zat-zat fenolik yang toksik.
Gejala lain dari defisiensi boron adalah daun cenderung menjadi tebal, bewarna
lebih gelap dan kerdil (Sasmitamihardja, 1990).
Tembaga (Cu) hampir merata dijumpai dalam jumlah sedikit di dalam
tanah, sehingga defisiensi tembaga di alam jarang terjadi. Pemupukan fosfat yang
berlebihan dapat mengurangi kemudahan untuk memperoleh tembaga oleh
tumbuhan karena terbentuk endapan yang tidak larut. Tembaga berperan katalitik
khusus dalam tumbuhan, merupakan bagian dari enzim-enzim penting seperti
polifenol oksidase dan asam askorbat oksidase. Tembaga dijumpai pada
plastosianin yang penting dalam fotosintesis. Defisiensi tembaga menyebabkan
nekrosis pada ujung daun, daun menjadi layu dan kelihatan berwarna lebih gelap
(Sasmitamihardja, 1990).
Seng (Zn) tersebar luas dalam tanah, tetapi menjadi sukar diperoleh oleh
tumbuhan apabila pH-nya meningkat. Zn secara langsung terlibat dalam sintesis
hormon asam aindol asetat (IAA), dan defisiensi Zn dapat mengakibatkan
perubahan dalam bentuk dan peertumbuhan beberapa spesies, menghasilkan
tumbuhan lebih pendek, kerdil dan apikal dominan sangat tidak berkembang.
Disamping itu Zn bertindak sebagai aktivator obligat dari sejumlah enzim penting,
seperti enzim-enzim dehidrogenase asam laktat, asam glutamat, alkohol dan
piridin nukleotida. Zn rupanya terlibat juga dalam sintesis protein. Defisiensi Zn
mengakibatkan tumbuhan menjadi kerdil, ukuran daun berkurang sehingga daun
menjadi kecil-kecil dan membentuk roset, timbul klorosis antara tulang daun
(Sasmitamihardja, 1990).
Molibdenum (Mo) dijumpai dalam jumlah kecil dalam tanah. Unsur ini
lebih mudah diserap dari tanah yang pH-nya tinggi dan oleh karenanya cenderung
berkurang pada tanah asam. Peran yang sangat penting dari Mo ini adalah dalam
reduksi nitrat dan fiksasi nitrogen. Gejala defisiensi molibdenum, daunnya
menjadi burik dan layunya pinggiran daun. Klorosis diawali pada daun yang lebih
dewasa, tetapi kotiledon tetap kelihatan sehat dan hijau (Sasmitamihardja, 1990).
Klor (Cl) diserap dan tetap sebagai ion klorida di dalam tumbuhan.
Meskipun defisiensi di alam tidak pernah terjadi, dari hasil percobaan
menunjukkan bahwa defisiensi klor pada tanamn tomat, menyebabkan layu,
akarnya memendek dan pembentukan buah berkurang. D.I. Arnon menemukan
bahwa ion klor mutlak diperlukan dalam fotosintesis (Sasmitamihardja, 1990).
2.2.1.2 Makronutrien
Berikut ini adalah fungsi masing-masing nutrien dan gejalanya apabila
mengalami defisiensi. perlu diketahui bahwa penampilan gejala defisiensi
terhadap satu elemen oleh tumbuhan, sering berbeda untuk tumbuhan yang
berlainan. Demikian pula kadar elemen yang dapat menimbulkan defisiensi ini,
mungkin berbeda pula untuk spesies yang berbeda (Sasmitamihardja, 1990).
Elemen dapat melakukan tiga fungsi yang jelas didalam tumbuhan yaitu
elektrokimia, struktur dan katalitik. Peranan elektrokimia meliputi proses
menyeimbangkan konsentrasi ion, stabilisasi makromolekul, stabilisasi koloida,
netralisasi muatan dan lain lain. Peranan struktur dilakukan oleh elemen dalam
keterlibatannya pada struktur kimia molekul biologi atau digunakan dalam
membentuk polimer struktural (misal kalsium dalam pektin, fosfor dalam
fosfolipida). Peranan elemen dalam fungsi katalitik yaitu terlibat pada bagian aktif
(active site) suatu enzim. Beberapa makronutrien memiliki ketiga peranan
tersebut,
sedangkan
mikronutrien
hanya
melakukan
fungsi
katalitik
(Sasmitamihardja, 1990).
Kalsium (Ca). Elemen ini banyak didapatkan di dalam
tanah, dan
tumbuhan pada kondisi alami jarang mengalami defisiensi terhadap elemen ini.
Kadar kalsium yang tinggi ada kecenderungan akan mengendapkan banyak zat,
tetapi dari segi lain mungkin penting untuk mencegah kesan toksis garam-garam
lain yang berlebihan (Sasmitamihardja, 1990).
Kalsium penting dalam sintesis pektin pada lamela tengah. Elemen ini
juga terlibat dalam metabolisme atau pembentukan inti sel dan mitokondria.
Kalsium sangat penting bagi kebanyakan tumbuhan, dan kekurangan Ca yang
parah dapat mengakibatkan kurasakan dan kematian tumbuhan. Daerah
maristemstik merupakan daerah yang paling menderita, karena kekurangan Ca
akan menghambat pembentukan dinding-dinding sel baru, sehingga pembelahan
sel pun akan dihambat. Pembelahan sel yang tidak sempurna atau mitosis tanpa
pembentukan dinding sel baru, akan menghasilkan sel sel yang multinukleat dan
merupakan gejala khas pada defisiensi kalsium. Dinding sel, terutama dalam
menyokong struktur batang dan petiol akan menjadi rapuh, dan perluasan sel
dihambat. Terjadi klorosis sepanjang tepi daun yang muda, ujung daun
membengkok, pembentukan akar yang tertahan, merupakan gejala karakteristik
defisiensi kalsium. Karena kalsium dalam tumbuhan tidak mobil, defisiensi
kalsium sering menyerang jaringan muda, sedangkan jaringan dewasa tidak
terpengaruh. Kalsium hanya sedikit berperan katalitik, yaitu sebagai aktivator
beberapa enzim seperti fosfolipase. Disamping itu kalsium berperan dalam
detoksifikasi asam oksalat, membentuk kristal Ca-oksalat yang sering dijumpai
dalam vakuola sel tumbuhan (Sasmitamihardja, 1990).
Magnesium (Mg). Elemen ini diperlukan tumbuhan dalam jumlah cukup
besar. Magnesium memiliki beberapa peranan penting dalam tumbuhan,
diantaranya dalam stabilisasi partikel-partikel ribosom. Magnesium terlibat dalam
sejumlah reaksi enzimatik dengan kapasitas yang bervariasi, pertama dalam reaksi
yang menyangkut pemindahan fosfat dari ATP, magnesium bertindak sebagai
penghubung enzim terhadap subtratnya. Kedua itu magnesium berfungsi dalam
mengubah konstanta keseimbangan reaksi dengan cara berikatan dengan produk,
misal pada reaksi – reaksi kinase tertentu. Ketiga, bekerja membentuk kompleks
dengan suatu inhibitor enzim. Magnesium merupakan aktivator enzim-enzim pada
reaksi pemindahan fosfat (kecuali fosforilase), sintesis asam nukleat, karboksilasi
dan dekarboksilasi. Magnesium penting untuk reaksi-reaksi metabolisme energi
seperti sintesis inti, kloroplas dan unsur-unsur ribosom. Disamping itu magnesium
merupakan komponen molekul klorofil yang penting untuk fotosintesis
(Sasmitamihardja, 1990).
Gejala defisiensi magnesium sangat karakteristik. Terjadi klorosis diantara
tulang daun, dapat timbul warna cerah dari pigmen merah, jingga, kuning atau
merah ungu, dan pada defisiensi yang parah timbul daerah atau bintik nekrosis.
Karena magnesium sangat mudah larut dan mudah diangkut ke seluruh tubuh,
gejala
defisiensi
biasanya
timbul
pertama
kali
pada
daun
dewasa
(Sasmitamihardja, 1990).
Kalium (K). Tumbuhan memerlukan kalium dalam jumlah banyak, dan
defisiensi terhadap elemen sering terjadi pada tanah pasir atau berpasir, karena
tingkat kelarutannya yang tinggi sehingga mudah hilang karena tercuci. Kalium
merupakan kation yang umum pada tumbuhan dan terlibat dalam menjaga
keseimbangan ion di dalam sel. Kalium tidak memiliki peran dalam menunjang
struktur tumbuhan, tetapi dia banyak berperan sebagai katalisator. Banyak enzim
yang terlibat dalam sintesis protein, tidak bekerja efisien apabila tidak ada kalium.
Kalium diperlukan dalam jumlah banyak, melebihi kebutuhan magnesium, dan
berperan untuk mengaktivasi enzim-enzim bebas. Kalium terikat dalam bentuk
ion pada enzim piruvat kinase, yang penting dalam respirasi dan metabolisme
karbohidrat, sehingga kalium menjadi sangat penting untuk keseluruhan
metabolisme di dalam tumbuhan (Sasmitamihardja, 1990).
Defisiensi kalium biasanya dimulai dengan memperlihatkan bintik klorosis
yang khas pada daun dewasa, kemudian merambat ke daun yang lebih muda.
Kalium termasuk salah satu unsur yang sangat mobil pada tumbuhan. Daerahdaerah nekrotik berkembang sepanjang pinggiran daun sampai ke ujung daun, dan
dapat menyebabkan daun menjadi keriting, berkembang menjadi hitam atau
angus. Defisiensi kalium sering memperlihatkan perumbuhan roset atau seperti
semak. Pertumbuhan batang tereduksi, menjadi lemah, dan resistensi terhadap
patogen menurun, sehingga terserang penyakit. Gejala biokimia akibat defisiensi
kalium adalah tereduksinya protein dan karbohidrat, sedangkan moleul-molekul
yang
berat
molekulnya kecil seperti asam
amino,
akan terakumulasi
(Sasmitamihardja, 1990).
Nitrogen (N) Nitrogen mendapat tempat khusus dalam nutrisi tumbuhan,
bukan karena diperlukan tumbuhan dalam jumlah banyak, tetapi nitrogen ini
hampir tidak dijumpai pada batuan induk dari mana tanah berasal. Kehadiran
nitrogen dalam tanah hampir seluruhnya hasil kerja biologi, pengayaan secara
artifisial atau pemupukan secara alami (hasil dari kilat pada waktu hujan).
Nitrogen sangat penting dalam tumbuhan karena merupakan komponen protein,
asam nukleat dan banyak bahan lainnya yang penting (Sasmitamihardja, 1990).
Defisiensi nitrogen hampir selalu memperlihatkan klorosis pada daun
dewasa secara perlahan-lahan, yang kemudian berubah menjadi kuning dan
akhirnya rontok. Biasanya tidak terjadi klorosis (jaringan menjadi mati). Klorosis
menyebar dari daun dewasa ke daun yang lebih muda. Karakteristika gejala
defisiensi adalah terbentuknya antosianin pada batang, tulang daun, tangkai daun
sehingga berwarna merah atau merah ungu. Daun muda pada tumbuhan yang
mengalami defisiensi nitrogen kadang-kadang lebih kaku, kurang berkembang
dibanding daun normal, percabangan tertahankan karena dormansi tunas lateral
yang berkepanjangan. Nitrogen yang berlebihan sering menyebabkan timbulnya
proliferasi batang dan daun, sedangkan buah menjadi berkurang. Pengurangan
pemberian nitrogen ( tetapi tidak sampai kritis), yang dikaitkan dengan pemberian
kalium dan fosfor, biasanya menghasilkan biji dan produksi buah yang lebih
efektif pada tanaman budidaya pertanian (Sasmitamihardja, 1990).
Fosfor (P) diserap tumbuhan dalam bentuk ion mono dan divalen. Banyak
fosfat hadir pada tumbuhan dalam bentuk organik, tetapi pengangkutannya
sebagian besar dalam bentuk anorganik. Fosfat dalam tanah terikat kuat dalam
suatu kompleks mineral seperti kalium, dan penyerapannya oleh tumbuhan
diantagonis oleh kelebihan kalium. Seperti halnya nitrogen, fosfor sangat penting
sebagai bagian dari banyak senyawa yang membangun tumbuhan, diantaranya
asam nukleat dan fosfolipida. Sebagai tambahan fosfor memegang peran penting
dalam energi metabolism (Sasmitamihardja, 1990).
Defisiensi fosfor berpengaruh pada semua aspek metabolisme dan
pertumbuhan. Gejala defisiensi fosfor ditandai dengan hilangnya daun-daun yang
lebih tua, pembentukan antosianin pada batang, tulang daun, dan dalam keadaan
yang parah timbul daerah nekrotik pada berbagai bagian tumbuhan. Tumbuhan
yang mengalami defisiensi fosfor, pertumbuhannya lambat dan sering tumbuhnya
menjadi kerdil. Gejala mula-mula timbul pada daun yang dewasa karena tingkat
mobilitas fosfor yang tinggi, dan berbeda dengan defisiensi nitrogen, tumbuhan
cenderung berwarna hijau gelap atau klorosis yang menyebar ke tulang daun.
Karbohidrat terlarut dapat terakumulasi pada kekurangan fosfor. Salah satu
karakteristika kekurangan fosfor adalah terjadinya peningkatan aktivitas enzim
fosfatase, dan hal ini ada kaitannya dengan mobilitas dan penggunaan kembali
fosfat yang diperoleh untuk pengganti yang hilang (Sasmitamihardja, 1990).
Sulfur (S) Sulfur dalam tanah berbentuk sulfat, tetapi sering juga dalam
bentuk sulfur atau besu sulfida (Fe, FeS2) yang sukar diserap oleh tumbuhan.
Sejumlah mikroorganisme mampu mengoksidasi sulfur dan sulfida ke dalam
bentuk sulfat, dan merombak senyawa – senyawa sulfur organik sehingga dapat
memperkaya kandungan sulfur di dalam tanah (Sasmitamihardja, 1990).
Sulfur merupakan bagian dari asam amino sistein, sistin dan metionin,
yang merupakan komponen protein dan beberapa senyawa aktif seperti glutation,
biotin, tiamin dan koenzim A. Sulfur sering dalam bentuk gugus sulfuhidril (-SH),
yang membentuk bagian aktif dari agen redoks dan pemindahan elektron. Sulfur
dikonversi ke dalam senyawa organik oleh suatu turunan adenosin, 3fosfoadenosin – S- fosfosulfat (PAPS). Gugus sulfat pada PAPS selanjutnya
direduksi (mungkin oleh feredoksin) dan bergabung ke dalam molekul organik
melalui jalur yang belum diketahui dengan jelas (Sasmitamihardja, 1990).
Defisiensi sulfur jarang terjadi di alam. Apabila terjadi defisiensi sulfur,
gejalanya
dikarakterisik
dengan timbulnya
klorosis
secara
umum
dan
menguningnya daun, biasanya diawali pada daun yang lebih muda, karena
mobilitas sulfur rendah. Gangguan metabolisme yang mengikuti defisiensi sulfur
sangat besar, karena tumbuhan tidak dapat membuat protein sebagai akibat
hilangnya asam-asam amino yang mengandung sulfur. Nitrogen terlarut ada
kecenderungan terakumulasi, dan asam-asam amino yang kaya akan nitrogen
seperti glutamin dan arigin akan meningkat mencapai konsentrasi yang tinggi.
Dalam defisiensi sulfur yang parah, terjadi perombakan arginin menghasilkan
urea dan amoniak (Sasmitamihardja, 1990).
2.2.2 Pupuk Anorganik
Menurut Prihmantoro (2007) pupuk buatan merupakan pupuk yang dibuat
di dalam pabrik. Bahannya dari bahan anorganik dan dibentuk dengan proses
kimia sehingga pupuk ini lebih dikenal dengan nama pupuk anorganik. Pupuk
anorganik umumnya diberi kandungan zat hara tinggi. Pupuk ini tidak diperoleh
di alam, tetapi merupakan hasil ramuan dipabrik. Oleh karena pupuk anorganik
dibuat manusia maka kandungan haranya dapat beragam dan disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman. Dibandingkan dengan pupuk organik, pupuk anorganik
mempunyai keunggulan sebagai berikut (1) kandungan zat hara dalam pupuk
anorganik dibuat secara tepat (2) pemberiannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman (3) pupuk anorganik mudah dijumpai karena tersedia dalam
jumlah banyak (4) praktis dalam transportasi dan menghemat ongkos angkut (5)
beberapa jenis pupuk anorganik langsung dapat diaplikasikan sehingga
menghemat waktu.
Di samping ada keuntungannya, pupuk ini juga mempunyai kelemahan,
yaitu tidak semua pupuk anorganik mengandung unsur yang lengkap (makro dan
mikro). Bahkan, ada yang hanya mengandung satu unsur saja. Oleh karenanya,
pemberiannya harus dibarengi dengan pupuk mikro dan pupuk kandang atau
kompos. Selain itu, pemakaian pupuk anorganik harus sesuai dengan yang
dianjurkan
karena
bila
berlebihan
dapat
menyebabkan
tanaman
mati
(Prihmantoro, 2007).
Selain pupuk organik untuk mempengaruhi N penulis juga menggunakan
pupuk NPK. Pupuk NPK di sebut sebagai “pupuk majemuk lengkap” atau
Complate Fertilizer dan kenyataannya belum biasa di indonesia, baik dipertanian
kecil maupun di perkebunan-perkebunan, namun mengetahui kandungan kandungan yang terdapat di dalam pupuk ini adalah perlu. pada permulaan
dikenalnya (Sebelum Perang Dunia ke II), pupuk NPK kenyataan berkadar
rendah, jumlah kadar ketiga unsur itu hanya sekitar 20 %. Perbaikan - perbaikan
dalam arti kegunaannya telah di lakukan oleh pabrik pembuatnya sehingga pupuk
majemuk lengkap yang di perdagangkan kini mempunyai jumlah kadar ketiga
unsurnya lebih tinggi, sekitar 30 % sampai 60 %, dan untuk memenuhi kebutuhan
pupuk yang berkaitan dengan berbagai jenis tanaman (Sutedjo, 2008).
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang memberikan unsur N, P, K
bagi tanaman. Jenis pupuk NPK cukup banyak dipasaran dengan beragam kadar
unsur yang dikandungnya, salah satunya adalah pupuk NPK majemuk (Marsono
dan Lingga, 1986).
Pupuk yang termasuk sumber nitrogen, antara lain amonium nitrat,
amonium sulfat (NH4)2 SO4 atau ZA, dan urea CO(NH2)2. Pupuk yang termasuk
sumber fosfor adalah SP36 dan amonium fosfat. Pupuk yang termasuk sumber
kalium adalah kalium klorida (KCL), kalium sulfat (K2SO4), dan kalium nitrat
(KNO3). Pupuk-pupuk tersebut termasuk jenis pupuk tunggal. Meskipun
demikian, unsur nitrogen, fosfor, dan kalium juga terdapat pada pupuk majemuk
NPK dengan komposisi tertentu, misalnya NPK 15:15:15, NPK 25:7:7, atau NPK
25:7:7 plus, yakni pupuk NPK yang telah ditambah dengan unsur hara mikro.
Pupuk majemuk lainnya adalah pupuk daun (Indah, dkk., 2002 Dalam
Padmanabha, 2014).
Rinsema (1989), berpendapat bahwa tujuan pemupukan ada dua yaitu
menyediakan unsur hara yang cukup, dan memperbaiki serta memelihara kondisi
tanah dalam hal struktur, kondisi derajat kemasaman, potensi pengikat terhadap
zat makanan tanaman. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk bebentuk butiran
yang mengandung unsur hara, nitrogen, fospor dan kalium, pupuk ini sangat baik
untuk mendukung masa pertumbuhan tanaman, selain itu keuntungannya adalah
unsur hara makro yang di sumbangkan dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Unsur N dan P, merupakan penyusun komponen sel dan cenderung terdapat pada
biji dan berbagai titik tumbuh tanaman lainnya.
NPK merupakan pupuk majemuk yang sangat baik untuk pertumbuhan,
dan produksi tanaman serta meningkatkan panen dan memberikan keseimbangan
unsur nitrogen, fosfor dan kalium, pupuk ini mudah diaplikasikan serta mudah
diserap oleh tanaman dan dalam pemakaiannya lebih efisien (Pahala, 1992).
Pupuk NPK mengandung unsur hara makro yang secara umum dibutuhkan
oleh tanaman, dan dapat memberikan keseimbangan hara yang baik untuk
pertumbuhan produksi tanaman (Lingga, 1986 ). Menurut Sugeng (1983) Dalam
Ariman (1998) mengatakan bahwa nitrogen berpengaruh dalam memacu tinggi
tanaman serta memberi warna hijau pada daun dan memperbesar ukuran buah.
Tanaman yang kekurangan tumbuh kerdil dan mempunyai perangkalan dangkal,
dan berwarna kuning dan mudah rontok. Posfor sangat diperlukan tanaman dalam
pembentukan bunga yang memperkuat tubuh tanaman sehingga tanah terhadap
kekeringan. Unsur posfor dalam tanaman berperan dalam proses respirasi,
fotosintesis dan laju pertumbuhan tanaman. Menurut Lingga (1986), kalium
mempunyai peranan utama dalam pembentukan protein dan karbohidrat dan juga
untuk memperkuat jaringan tumbuh tanaman agar daun lebih tahan terhadap stres
air serta gangguan hama dan penyakit.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2003) dalam Munthe
(1991) dengan pelakuan pemberian dosis NPK 400 kg/ha ternyata memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman semangka
begitu juga pada pertumbuhan bibit api-api ternyata pemberian NPK dengan dosis
2 g/ tanaman memberikan pengaruh yang baik.
Hasil penelitian Tuherkih,dkk. (2008) tentang penggunaan pupuk anorganik
menghasilkan kesimpulan bahwa pupuk majemuk NPK efektif meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan hasil jagung BISI -16. Dosis optimum dicapai pada
dosis 450 kg ha-1 menghasilkan biji kering 9,0 ton ha -1 dengan RAE 95,12%
setara dengan pupuk N, P, K standar.
Peranan unsur hara N, P dan K, nitrogen merupakan unsur hara utama bagi
pertumbuhan
tanaman
yang
pada
umumnya
sangat
diperlukan
untuk
pembentukan/ pertumbuhan bagian - bagian vegetatif tanaman seperti daun,
batang dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanaman (Sutedjo, 2002).
Fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut :(1)
Untuk menyehatkan pertumbuhan tanaman, (2) dapat menyehatkan pertumbuhan
daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, kekurangan N
menyebabkan khlorosis (pada daun muda berwarna kuning),(3) meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman, (4) meningkatkan berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam tanah(Sutedjo, 2002).
Tanaman yang kekurangan urea (zat hara N) tumbuhnya kerdil, anakan
sedikit dan daunnya berwarna kuning pucat, terutama daun tua. sebaliknya
tanaman yang dipupuk urea berlebihan, tumbuhnya subur, daun hijau, mudah
rebah dan pemasakan lambat. Tanaman yang kekurangan zat hara fosfat (P)
tumbuhnya kerdil, daun berwarna hijau tua, anakan sedikit. Sedangkan tanaman
yang kekurangan kalium (K), batangnya tidak kuat, daun terkulai dan cepat
menua, mudah terserang hama dan penyakit, mudah rebah (Pusri, 2007 Dalam
Padmanabha, 2014).
Fosfor berpengaruh menguntungkan pada hal - hal sebagai berikut : (1)
pembelahan sel dan pembentukan lemak serta albumin, (2) pembangunan dan
pembuahan, termasuk pembuahan biji, (3) apabila tanaman berbuah, pengaruh
akibat pemberian nitrogen yang berlebihan akan hilang, (4) perkembangan akar,
khusus lateral dan akar halus berserabut, (5) membantu menghindari tumbangnya
tanaman, (6) mutu tanaman, khusus rumput untuk makanan ternak dan sayuran,
(7) kekebalan terhadap penyakit tertentu (Buckman dan Brady, 1982).
Pada garis besarnya fungsi kalium antara lain sebagai berikut: (1)
membantu perkembangan akar sehingga dapat meningkatkan serapan unsur hara
oleh tanaman, (2) membantu dalam pembentukan biji tanaman menjadi lebih
berisi dan padat, (3) membantu pembentukan protein dan karbohidrat (4) secara
tidak langsung membantu mengaktifkan enzim (Sutedjo, 2002).
Tanaman kekurangan K menunjukkan pertumbuhan yang terhambat.
Sistem perakaran tanaman jelek/ terhambat, batang tanaman menjadi lemah. Biji
dan buah kecil dan mempunyai bentuk tidak normal. Hal ini disebabkan tanaman
mudah terserang penyakit. Dalam hubungannya dengan proses - proses fisiologi
tanaman, kekurangan K dapat menyebabkan: akumulasi karbohidrat dapat larut
dan gula reduksi, sintesa protein terhambat, pemanfaatan substrat respirasi
terhambat, kecepatan oksidasi fosforilasi dan fotofosforilasi menurun. Sehingga
apabila disimpulkan bahwa defisiensi K dalam tanaman erat hubungannya dengan
metabolisme N dan karbohidrat (Winarso, 2005).
2.2.3 Pemupukan dan Dosis Pupuk
Allah S.W.T menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, semua yang
ditentukan oleh Allah S.W.T tidak ada yang sia‐sia dalam ciptaan‐Nya, manusia
diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengambil manfaat dari segala
sesuatu yang diciptakan Nya. Allah S.W.T berfirman dalam Al-Qur’an surat Al –
Qamar (54) ayat 49
  
    
3
49. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
(Al – Qamar. 54: 49)
Ayat di atas berisi penjelasan bahwa Allah S.W.T yang menciptakan
segala sesuatu menurut ukuran, seperti dalam pemakaian pupuk diperlukan ukuran
yang sesuai serta tidak berlebihan, karena pemakaian yang berlebihan tidak baik.
Sehingga pemupukan dengan dosis pupuk yang sesuai akan mendapatkan hasil
yang lebih baik lagi untuk kesuburan tanah.
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk memasok hara pada
tanaman dalam jumlah yang seimbang. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kesuburan tanah adalah cadangan hara, ketersediaan besarnya pasokan, tidak
adanya bahan racun maupun bahan yang menghambat penyerapan hara oleh
tanaman (Sutanto, 2002).
Pemupukan
dengan
pupuk
tertentu
(terutama
pupuk
anorganik)
mengakibatkan tanah menjadi asam. Pemberian pupuk anorganik di tanah
pertanian akan mengakibatkan konsentrasi kadar garam dalam larutan tanah. Hal
ini karena meningkatnya tekanan osmosis larutan tanah sehingga berpengaruh
pada penyerapan unsur hara. Tekanan osmosis yang tinggi dapat menyebabkan
tanaman mengalami plasmolisis, unsur hara tidak terserap tanaman (Isnaini,
2006).
Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka panjang menyebabkan kadar
bahan organik tanah menurun, struktur tanah rusak dan pencemaran lingkungan.
Hal ini jika terus berlanjut akan menurunkan kualitas tanah dan kesehatan
lingkungan, untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah, diperlukan
kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik yang tepat. Penggunaan pupuk
bernitrogen yang berlebihan juga mengakibatkan kadar nitrat dalam hasil
pertanian juga meningkat karena terjadinya akumulasi nitrat dalam jaringan
tanaman. Dampak negatif ini akan berkurang jika penggunaan pupuknya
seimbang (Isnaini, 2006).
Pemupukan adalah pengaplikasian bahan/unsur – unsur kimia organik
maupun anorganik yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kimia tanah dan
mengganti kehilangan unsur hara dalam tanah serta bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara bagi tanaman sehingga dapat meningkatkan produktifitas
tanaman (Riskananda, 2011).
Ketentuan pemupukan yang tepat ada 5 yaitu (1) tepat jenis yaitu jenis
pupuk disesuaikan dengan unsur hara yang dibutuhkan tanaman,(2) tepat dosis
yaitu pemberian pupuk harus tepat takarannya, disesuaikan dengan jumlah unsur
hara yang dibutuhkan tanaman pada setiap fase pertumbuhan tanaman,(3) tepat
waktu yaitu harus sesuai dengan masa kebutuhan hara pada setiap fase/umur
tanaman, dan kondisi iklim/cuaca (misal: (a) pemupukan yang baik jika dilakukan
di awal musim penghujan atau akhir musim kemarau, (b) pengaplikasian
pemupukan sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam 11 siang,(4) tepat
cara yaitu cara pengaplikasian pupuk disesuaikan dengan bentuk fisik pupuk, pola
tanam, kondisi lahan dan sifat – sifat fisik, kimia tanah dan biologi tanah, (5)
tepat sasaran yaitu Pemupukan harus tepat pada sasaran yang ingin di pupuk,
misal: (a) Jika yang ingin dipupuk adalah tanaman, maka pemberian pupuk harus
berada di dalam radius daerah perakaran tanaman, dan sebelum dilakukan
pemupukan maka areal pertanaman harus bersih dari gulma - gulma pengganggu.
(b) Jika pemupukan ditujukan untuk tanah, maka aplikasinya dilakukan pada saat
pengolahan tanah, dan berdasarkan pada hasil analisa kondisi fisik dan kimia
tanah (Riskananda, 2011).
Pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai
produktivitas yang standar sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya (Sutarta
dkk.,2003). Dosis pupuk ditentukan berdasarkan umur tanaman, jenis tanah,
kondisi penutup tanah, kondisi visual tanaman. Rekomendasi pemupukan yang
diberikan oleh lembaga penelitian selalu mengacu pada konsep 4T yaitu: tepat
jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu pemupukan. Pemupukan yang efektif
dan efisien dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa hal yaitu: jenis dan
dosis pupuk, cara pemberian pupuk, waktu pemupukan, tempat dan aplikasi serta
pengawasan dalam pelaksanaan pemupukan (Poeloengan dkk., 2003 Dalam
Padmanabha, 2014).
Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman dipengaruhi oleh jenis/varietas,
umur, hasil atau biomasa yang dihasilkan tanaman, dan faktor lingkungan. Ada
beberapa pendekatan untuk menentukan dosis pupuk, yaitu analisis tanah atau
daun, percobaan lapangan pada berbagai umur tanaman, penggantian hara yang
hilang untuk pertumbuhan dan hasil panen, dan gejala kasat mata. Bagi petani
yang jauh dari laboratorium ilmu tanah dan lahannya sempit serta terpencar,
pendekatan paling mudah dan sederhana adalah berdasarkan umur tanaman dan
hasil panen dikombinasi dengan analisis tanah (Sutopo, 2011).
Berdasarkan hukum minimum Liebig, unsur hara dalam kondisi dibawah
optimal akan memberikan peningkatan pertumbuhan seiring dengan penambahan
dosis pupuk yang diberikan sampai optimal, setelah itu akan konstan atau
menurun meskipun dosisnya ditingkatkan (Salisbury, 1999).
Pada dasarnya konsep hukum minimum dikembangkan untuk tanaman
pertanian guna meningkatkan hasil panen. Liebig merumuskan hukum ini hanya
terhadap nutrisi tanaman yang diantaranya yaitu (1) pertumbuhan dibatasi oleh
sumberdaya yang disediakan, setidaknya cukup bagi yang dibutuhkan oleh
tanaman,(2) pertumbuhan sebanding dengan ketersediaan sumberdaya yang
terbatas,(3)
pertumbuhan tidak dapat
ditingkatkan melalui penambahan
sumberdaya lain yang bukan merupakan faktor pembatas (Jerz 2013).
Hukum Minimum Justus von Liebig ini
dapat diilustrasikan sebagai
gentong yang tidak akan dapat terisi penuh apabila terdapat lubang dan lubang
yang menentukan tingginya permukaan air dalam gentong adalah lubang pada sisi
terbawah. Dengan demikian, status hara yang terendah akan mengendalikan
proses pertumbuhan tanaman. Ketidakseimbangan hara ini menyebabkan
terjadinya “gentong bocor”. Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimal,
sseluruh unsur hara harus berada pada kondisi yang setimbang. Artinya, tidak
boleh ada satu unsur harapan yang menjadi faktor pembatas (Hadisuwito, 2012.
Untuk mencapai produksi yang diinginkan, jumlah hara yang dibutuhkan
tanaman dan yang harus ditambahkan dalam bentuk pupuk (organik dan/atau
anorganik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya. Dengan kata lain,
pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah
yang dapat diserap tanaman. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan metode
diagnosis (analisis jaringan tanaman) (Hadisuwito, 2012).
Pada keadaan yang kritis, bahan - bahan pendukung kehidupan suatu
organisme yang tersedia dalam jumlah minimum bertindak sebagai faktor
pembatas. Justus Liebig 1840 menemukan hasil tanaman tidak ditentukan oleh
unsur hara N, P, K yang diperlukan dalam jumlah banyak tetapi oleh mineral
seperti magnesium yang diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tanaman. Temuan
ini dikenal sebagai Hukum Minimum Liebig, bukan hanya unsur hara N, P, K
yang dapat bertindak sebagai faktor pembatas, tetapi materi kimiawi lainnya
seperti oksigen, fosfor untuk proses pertumbuhan dan reproduksi (Rohmani,
2013).
2.3 Tanah yang subur dalam Al-Qur’an
Penelitian kombinasi pupuk organik dan anorganik selain menyediakan
unsur hara esensial bagi tanaman juga mempengaruhi kesuburan tanah. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 58 sebagai berikut:
                
 
     
58. dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin
Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.
Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang
yang bersyukur.
Kemudian firman Allah Ta’ala, “Dan tanah yang baik, tanamantanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah...” yaitu setelah Allah menurunkan
air padanya. Ini adalah perumpamaan bagi orang mukmin yang hatinya hidup lagi
baik, apabila mendengar tentang ayat yang diturunkan, imannya bertambah dan
amal shalihnya semakin baik”... Dan tanah yang tidak tidak subur...” yaitu tanah
yang buruk dan berkerikil. Ketika hujan turun tanaman-tanamannya hanya
tumbuh tidak terawat, merana, tidak subur, susah dan tidak bagus. “Demikianlah
Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)...” yaitu menjelaskan tentang
kekuasaan, ilmu dan kebijaksanaan-Nya serta berbagai macam contoh yang telah
Dia berikan, semuanya itu sebagai pelajaran”...Bagi orang-orang yang bersyukur”
sebab merekalah yang bisa mengambil manfaat dari semua itu. Adapun orangorang kafir yang keras kepala mereka tidak mengambil manfaat dari semua itu,
sebab mereka tidak mengindahkannya yang baik dan tidak mengingkari yang
buruk (Al-Jazairi, 2007).
Tempat yang baik, tanah yang subur, cocok untuk budidaya tanaman,
tumbuhannya tumbuh-atas izin Allah-dengan baik, sempurna, dan indah. Ini
adalah perumpamaan hati orang-orang yang beriman, yang menerima petunjuk
Allah S. W.T., mengikuti rasul-Nya, mengambil manfaat dari hikmah dan zikir.
Sedangkan tempat yang jelek dan rusak tanahnya seperti bumi yang beragam,
tumbuh-tumbuhan sangat sulit untuk tumbuh berkembang, serta tidak memiliki
nilai keindahan dan tidak cocok untuk budidaya tanaman, adalah perumpamaan
orang-orang yang berpaling dari petunjuk, yakni orang-orang kafir, tidak
menerima risalah, tidak beriman pada cahaya yang dibawa oleh Muhammad
S.A.W.(Qarni, 2007).
Allah S. W.T. menjelaskan dengan berbagai argumentasi dan dalil,
membuat perumpamaan-perumpamaan, menceritakan kisah-kisah kepada siapa
saja yang mau mengambil manfaat, supaya kalian bersyukur kepada Allah S.W.T.
atas segala nikmat-Nya, memuji-Nya, takut kepada-Nya dan mengharapkan-Nya
(Qarni, 2007).
Menurut Ash-Shiddieqy (2000) dari arti ayat berikut “Dan di tempat yang
subur tumbuhlah pepohonan dengan izin Tuhannya, sedangkan di tempat yang
tidak subur tidak tumbuh tanaman, kecuali sedikit”. Pada tanah yang subur
tentulah bersemi tumbuh-tumbuhan dengan mudah dan cepat. Hasilnya pun sangat
bagus, dengan kualitas yang baik. Sebaliknya, di bumi yang berbau dan gersang,
tanaman dan buah-buahan tentulah sukar bisa tumbuh dengan baik. “Demikianlah
Kami menjelaskan ayat-ayat Kami bagi kaum yang suka bersyukur”. Demikianlah
Kami menjelaskan ayat-ayat (fenomena, tanda-tanda alam) yang menunjukkan
adanya kekuasaan yang mengagumkan, dan itu Kami nyatakan kepada kaum yang
mau mensyukuri nikmat yang diterimanya.
Ayat ini ditutup dengan bersyukur, karena pokok persoalannya adalah
mengambil petunjuk, ilmu, amal, dan tuntunan. Ayat sebelumnya ditutup dengan
harapan supaya manusia mengambil pelajaran, karena pokok persoalannya adalah
pelukisan masalah dan pemberian bukti (Ash-Shiddieqy, 2000).
Hati yang baik diserupakan dengan negeri yang baik dan tanah yang subur.
Dan hati yang buruk diserupakan dengan negeri yang buruk dan tanah yang
tandus. Keduanya, hati dan tanah, merupakan tempat tumbuhnya tanaman dan
penghasil buah. Hati menumbuhkan niat dan perasaan, kesan dan tanggapan, arah
dan tekad. Sesudah itu menimbulkan perbuatan dan bekas dalam kehidupan nyata.
Tanah juga menumbuhkan tanaman-tanaman yang menghasilkan buah-buahan
yang bermacam-macam rasa, warna, dan jenisnya (Quthb, 2002).
Sedangkan menurut Quthb (2002) pada firman Allah Ta’ala, “Dan tanah
yang baik, tanam-tanamnnya tumbuh subur dengan seizin Allah...”, Subur dan
baik, mudah dan gampang. “Dan tanah yang tidak subur, tanam-tanamannya
hanya tumbuh merana...”, mengganggu, kasar, menyulitkan, dan merepotkan, Jika
hati itu baik bagaikan tanah yang subur, niscaya ia akan terbuka dan menerima,
tumbuh dan berkembanglah kebaikan di dalamnya. Dan jika hati itu rusak dan
buruk seperti tanah yang tandus, maka ia tertutup dan keras. Ia hanya berisi
keburukan, kemungkaran, kerusakan, dan bencana. Ia menumbuhkan duri dan
pohon-pohon yang mengganggu, sebagaimana halnya tanah yang tandus.
“Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda (kebesaran) Kami bagi
orang-orang yang bersyukur”. Syukur ini hanya tumbuh dari hati yang baik, dan
menunjukkan respons dan kesan yang baik. Orang-orang yang bersyukur yang
menerima dan menyambut pengulangan pemaparan tanda-tanda kekuasaan Allah
itu, maka merekalah yang dapat mengambil manfaatnya, menjadi baik karenanya,
dan melakukan perbaikan dengannya (Quthb, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental untuk mengetahui
pengaruh pemberian pupuk organik menggunakan pupuk kandang sapi, pupuk
anorganik (NPK 25:7:7) dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi
hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala). Rancangan penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan.
Kriteria dari 15 perlakuan sebagai berikut yaitu:
A1: pemberian pupuk organik 14,5 ton/ha (140 g/polybag)
A2: pemberian pupuk organik 21,8 ton/ha (210 g/polybag)
A3: pemberian pupuk organik 29 ton/ha (280 g/polibag)
B1: pemberian pupuk anorganik 730 kg/ha (7 g/polibag)
B2: pemberian pupuk anorganik 1500 kg/ha (14 g/polibag)
B3: pemberian pupuk anorganik 2200 kg/ha (21 g/polibag)
A1B1: kombinasi pupuk organik (140 g) dan anorganik (7 g)
A1B2: kombinasi pupuk organik (140 g) dan anorganik (14g)
A1B3: kombinasi pupuk organik (140 g) dan anorganik (21g)
A2B1: kombinasi pupuk organik (210 g) dan anorganik (7 g)
A2B2: kombinasi pupuk organik (210 g) dan anorganik (14 g)
A2B3: kombinasi pupuk organik (210 g) dan anorganik (21g)
49
A3B1: kombinasi pupuk organik (280 g) dan anorganik (7 g)
A3B2: kombinasi pupuk organik (280 g) dan anorganik (14 g)
A3B3: kombinasi pupuk organik (280 g) dan anorganik (21 g)
3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukankan pada bulan April 2015 – Juni 2015, di lahan
Desa Gentong, Kecamatan Krocok, Kabupaten Bondowoso dan di laboratorium
genetik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sabit, sprayer,
ember, meteran, alat tulis, kamera, timbangan digital, neraca analitik,
spektrofotometer, kuvet, mortal martil, gunting, tabung reaksi, mikropipet, dan
corong bucner.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan benih sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumla),
pupuk kandang sapi, pupuk NPK 25:7:7, tali rafia, polybag ukuran 35 cm x 40
cm, dithane M-45, alcohol 95%, tissue, daun sawi hijau, kertas saring dan air.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. Variabel Bebas : Pupuk organik (pupuk kandang sapi), pupuk anorganik
(NPK 25:7:7) dan kombinasinya.
2. Variabel Terikat : Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala)
meliputi tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, kadar klorofil dan berat
basah sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1. Persiapan Media Semai
Tanah yang digunakan untuk media persemaian diambil dari lahan Desa
Gentong Kecamatan Krocok Kabupaten Bondowoso, yang berupa tanah top soil
(lapisan olah yang telah dibersihkan dari kotoran seperti gulma, akar, dan
dedaunan kering.
3.5.2. Persemaian
Benih direndam dengan air selama satu malam, kemudian ditanam di
tempat penyemaian dengan ukuran 1m x 1m. Perawatan pada benih tanaman sawi
dilakukan sampai bibit berumur ±2 minggu (bibit siap dipindahkan ke polybag
ukuran 35 x 40 cm). Bibit tanaman sawi dapat dipindahkan ke polybag jika telah
memiliki 3-4 helai daun.
3.5.3. Persiapan dan pengisian pupuk organik di polybag.
Persiapan dan pengisian media tanam dilakukan pada polybag ukuran 35 x
40 cm sebanyak 45 polybag, tanah yang digunakan adalah tanah top soil (lapisan
olah yang telah dibersihkan dari kotoran seperti gulma, akar, dan dedaunan
kering), adapun jarak antar polybag adalah 30 cm dan jarak antar barisan yaitu 30
cm dan aplikasi pemberian pupuk kandang sapi bersamaan dengan pengisian
tanah pada polybag, jadi pupuk kandang sapi diaduk dengan tanah yang ada
didalam polybag agar pupuk dan tanah tercampur rata, akan tetapi yang diberi
pupuk kandang sapi disesuaikan dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan, dosis pupuk
kandang sapi (A) yaitu :(A1) dosis pupuk kandang sapi 14,5 ton/ha (140
g/polybag), (A2) dosis pupuk kandang sapi 21,8 ton/ha (210 g/polybag) dan (A3)
dosis pupuk kandang sapi 29 ton/ha (280 g/polibag), kemudian dilakukan undian
pada polybag tentang perlakuan dan ulangan.
3.5.4. Pemberian label
Pemberian label pada polybag dilakukan satu hari sebelum pemberian
perlakuan. pemberian label bertujuan untuk membedakan perlakuan yang akan
diberikan pada masing-masing tanaman sawi.
3.5.5 Penanaman
Penanaman dilakukan pada saat bibit memiliki 3-4 helai daun, bibit yang
ditanam merupakan bibit yang sehat dan berukuran seragam, yang mempunyai 34 helai daun, bibit ditanam sebatas leher akar, lalu tanah pada sekitar bibit
dipadatkan dengan cara sedikit ditekan.
3.5.6 Pemberian Pupuk NPK 25 : 7 : 7
Setelah 8 hst lalu pemberian pupuk NPK 25 :7 :7 sesuai dengan dosis
perlakuan, yaitu : pemberian dosis pupuk 730 kg/ha atau 7 g/polibag (B1), dosis
pupuk 1500 kg/ha atau 14 g/polibag (B2), dan dosis pupuk 2200 kg/ha atau 21
g/polibag (B3). Pupuk NPK 25 :7 :7 diberikan setelah tanaman dipindah ke
polibag, dengan cara di sebar disekitar bibit tanaman sawi hijau (Brassica juncea
L. Var. Kumala) dengan jarak 2 cm dari batang tanaman.
3.5.7 Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari,
penyiraman tidak dilakukan apabila hujan turun, dan dilakukan dengan
menggunakan sprayer.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan umur 10 hari setelah tanam dan pelaksanaannya
dilakukan secara manual yaitu mencabut rumput/gulma dengan menggunakan
tangan, sedangkan penyiangan diluar polybag dilakukan dengan cangkul.
c. Pengendalian Hama Penyakit
Hama : a.Ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis Zell), b. Ulat tritip
(Plutella maculipennis) dilakukan pengendalian secara mekanis yaitu mencari
ulat dan membunuhnya.
Penyakit utama : a. Penyakit busuk hitam (Xanthomonas campestris), b.
Bercak daun (Alternaria brassicae) dilakukan penyemprotan fungisida dithane
M-45 dengan konsentrasi anjuran 2,5 g/l air.
3.5.8 Panen
Pemanenan dilakukan pada umur 24-30 hari setelah tanam. Kriteria panen
tinggi tanaman ± 30 cm, lalu dipanen dengan cara tanah dibasahi dulu sehingga
tanaman mudah dicabut secara hati-hati.
3.5.9 Pengukuran Kadar Klorofil Menggunakan Spektrofotometer
Ditimbang masing-masing daun sebanyak 0,5 gram dengan neraca analitik,
dimasukkan masing- masing daun sebanyak 0,5 gram ke dalam mortal lalu
digerus sampai benar-benar halus, lalu ditambah alcohol 95% sebanyak 5 ml
dengan menggunakan mikropipet, kemudian disaring ekstrak klorofil dengan
saringan Buchner dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi melalui corong, dan
dihomogenkan supaya terurai semua, setelah itu dimasukkan secukupnya masingmasing ekstrak ke dalam kuvet, ekstrak siap diuji dengan spektrofotometer, dan
dinyalakan spektrofotometer, lalu dimasukkan kuvet di dalamnya, kemudian
dihitung kadar klorofil dengan menggunakan panjang gelombang 649 dan 665 dan
diperoleh hasil dan dicatat masing-masing bahan yang digunakan dengan panjang
gelombang tertentu.
3.6 Variabel Pengamatan
Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini, yaitu:
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur 3 kali yaitu pada 8, 16 dan 24 hari setelah tanamn
(HST) selama penelitian yang diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung
tanaman tertinggi.
2. Luas Daun (cm)
Luas daun diukur dengan percobaan dengan metode gravimetri yang pada
prinsipnya luas daun ditaksir melalu perbandingan berat. Langkah - langkah yang
dilakukan adalah menggambar daun yang akan ditaksir pada sehelai kertas yang
menghasilkan replika daun (tiruan daun). Replika daun tersebut digunting
kemudian luas daun ditaksir berdasar persamaan:
LD =
Wr X LK
Wt
LD = Luas daun
Wr = Berat kertas replika daun
Wt = Berat total kertas
LK = Luas total kertas (Sitompul dan Guritno, 1995).
3. Jumlah Daun (helai)
Pengamatan jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka
sempurna dan daun yang masih kuncup tidak dihitung.
4. Kadar Klorofil
Data yang didapat dihitung menggunakan spektrofotometer dengan rumus dari
Wintermans dan de Mots yang tercantum dalam Ariyanti dkk. (2015), sebagai
berikut:
Klorofil Total : 20,0 x OD649 + 6,1 OD665 (mg/L)
5. Berat Basah Tanaman (g/tanaman)
Penimbangan berat basah tanaman dilakukan setelah panen yaitu
mencabut tanaman secara hati-hati agar tanaman tidak rusak dan akar tidak putus.
Tanaman dibersihkan dengan air dari tanah-tanah yang menempel, setelah itu
tanaman di keringkan selama ± 15 menit. Tanaman ditimbang dengan
menggunakan alat ukur timbangan digital dalam satuan (g).
3.7 Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh pupuk organik (pupuk kandang sapi), pupuk
anorganik (pupuk NPK 25: 7: 7) dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan
hasil sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala) dilakukan dengan menganalisis
data hasil pengamatan dengan ANAVA satu jalur (one way ANAVA):
Bila diketahui F hitung ≥ F tabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5%.
Bila F hitung < F tabel tidak perlu dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5% karena
tidak ada pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik dan kombinasinya
terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumla).
2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Tinggi tanaman (cm)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk
organik, anorganik dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau
(Brassica juncea L. Var. Kumala) berpengaruh nyata pada tinggi tanaman pada
pengamatan 16 dan 24 hst, sedangkan pada pengamatan 8 hst tidak berpengaruh
nyata (lampiran 3). Rata-rata tinggi tanaman akibat pemberian dosis kombinasi
pupuk organik dan anorganik disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 menunjukkan data hasil pengamatan tinggi tanaman umur 8 hst
dimana pada umur tanaman 16 dan 24 hst terjadi pengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman sawi hijau. Tabel 4.1 menyatakan bahwa pada umur 16 hst, perlakuan A3
adalah perlakuan yang memberikan tinggi tanaman tertinggi meskipun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, A2B2, A1B3, A2, A2B1, A2B3, dan A1.
Sedangkan perlakuan B1 ialah perlakuan yang menunjukkan tinggi tanaman
terpendek meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B2, B3, A1B1, A3B1,
A3B2, dan A3B3.
Pada umur 24 hst, perlakuan A1 adalah perlakuan yang memberikan
panjang tanaman tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1,
B3, A1B2, A1B1, A1B3, A2, A2B1, A2B2, A2B3, A3, dan A3B1. Sedangkan
perlakuan A3B3 ialah perlakuan yang menunjukkan tinggi tanaman terpendek
meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B2 dan A3B2.
57
3
Tabel 4.1.
Tinggi Tanaman(cm) Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Kode
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
NPK 7 gr
NPK 14 gr
NPK 21 gr
PK 140 gr
PK 140 + NPK 7 gr
PK 140 + NPK 14 gr
PK 140 + NPK 21 gr
PK 210 gr
PK 210 + NPK 7 gr
PK 210 + NPK 14 gr
PK 210 + NPK 21 gr
PK 280 gr
PK 280 + NPK 7 gr
PK 280 + NPK 14 gr
PK 280 + NPK 21 gr
Duncan 5%
Tinggi tanaman (cm) pada umur
Pengamatan HST
8 HST
16 HST
24 HST
9.65
12.81 a
19.61 abcd
8.72
13.19 ab
18.83 abc
8.93
14.00 abc
19.33 abcd
9.81
16.19 abcd 22.11 abcd
9.0
13.68 abc
20.33 abcd
10.89
17.50 abcd 26.67 d
9.81
18.33 bcd
22.67 bcd
9.50
15.00 abcd 25.50 cd
11.33
18.67 cd
26.33 cd
9.75
19.33 d
23.17 bcd
8.89
14.44 abcd 22.00 abcd
9.58
17.25 abcd 23.50 bcd
8.97
13.72 abc
20.78 abcd
12.7
13.83 abc
17.67 ab
9.50
13.58 abc
14.83 a
tn
*
*
Keterangan: a.) Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%, * = nyata, HST
= Hari Setelah Tanam
4
4.1.2 Jumlah daun
Hasil Analisis ragam pada lampiran 4 menunjukkan bahwa pengaruh
berbagai macam pupuk organik dan anorganik berpengaruh nyata pada
pengamatan 24 HST. Sedangkan pupuk organik dan anorganik belum
memberikan pengaruh nyata pada pengamatan 8 dan 16 HST. Rata-rata jumlah
daun akibat pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik disajikan pada Tabel
4.2 sebagai berikut.
Data hasil analisis uji Duncan 5% pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa
pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik tidak berbeda nyata
pada jumlah daun 8 dan 16 HST, namun memberikan perbedaan yang nyata pada
jumlah daun 24 HST. Perlakuan A2 memberikan jumlah daun terbanyak, namun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, A1B3, A2B2, A2B1, A3, A3B3, dan
B3, Sedangkan perlakuan B2 ialah perlakuan yang menunjukkan jumlah daun
terpendek meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1, A1, A1B1, A2B3,
A3B1 dan A3B2.
Jumlah daun, daun sendiri merupakan komponen pertumbuhan tanaman
yang berfungsi untuk menerima cahaya dan bagian tanaman yang melakukan
fotosintesis sehingga daun merupakan indikator penting dalam pertumbuhan
tanaman, jumlah daun paling banyak adalah dengan perlakuan A2 yaitu
pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 210 g yang menghasilkan rata-rata
14,00.
5
Tabel 4.2.
Jumlah Daun Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Kode
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
NPK 7 gr
NPK 14 gr
NPK 21 gr
PK 140 gr
PK 140 + NPK 7 gr
PK 140 + NPK 14 gr
PK 140 + NPK 21 gr
PK 210 gr
PK 210 + NPK 7 gr
PK 210 + NPK 14 gr
PK 210 + NPK 21 gr
PK 280 gr
PK 280 + NPK 7 gr
PK 280 + NPK 14 gr
PK 280 + NPK 21 gr
Duncan 5%
Jumlah Daun (helai) pada umur
Pengamatan HST
8 HST
16 HST
24 HST
4.85
6.17
10.89 a
5.83
5.93
10.5 a
5.67
8.17
18.67 bc
5.83
7.17
10.78 a
6.17
8.17
12.33 ab
7
8.67
16.67 abc
5.67
6.67
13.83 abc
5.67
7.83
14 abc
6.17
8.33
18.33 bc
6
10.17
20.83 c
5.43
8.67
11 a
6.25
9.33
19 bc
5.17
8.17
12.17 ab
5.17
8.67
12.67 ab
5.5
7.33
15.83 abc
tn
tn
*
6
Keterangan: a.) Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%, * = nyata, HST = Hari Setelah Tanam
4.1.3 Luas daun
Hasil Analisis ragam pada lampiran 5 menunjukkan bahwa pengaruh
berbagai macam pupuk organik dan anorganik berpengaruh nyata pada
pengamatan 8, 16, dan 24 HST. Rata-rata luas daun akibat pemberian pupuk
organik dan pupuk anorganik dijelaskan pada Tabel 4.3 sebagai berikut.
Data hasil analisis uji Duncan 5% pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa
pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik memberikan perbedaan
luas daun yang nyata pada 8, 16, 24 HST. Pada 8 HST, Perlakuan A3 memberikan
luas daun terluas, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, dan A2B1,
sedangkan perlakuan A3B2 ialah perlakuan yang menunjukkan luas daun
terpendek meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1, B2, B3, A1,
A1B1, A1B3, A2, A2B2, A2B3, A3B1, dan A3B3.
Pada 16 HST, Perlakuan A2 memberikan luas daun terluas, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, dan A3,
sedangkan perlakuan B2 ialah perlakuan yang menunjukkan luas daun terpendek
meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1, B3, A1, A1B1, A3B1, A3B2
dan A3B3.
Pada 24 HST, Perlakuan A2 memberikan luas daun terluas, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, dan A3, sedangkan
perlakuan A3B3 ialah perlakuan yang menunjukkan luas daun terpendek
meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1, B2, B3, A1, A1B1, A2B3,
A3B1, dan A3B2.
7
Tabel 4.3.
Luas Daun Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Kode
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
NPK 7 gr
NPK 14 gr
NPK 21 gr
PK 140 gr
PK 140 + NPK 7 gr
PK 140 + NPK 14 gr
PK 140 + NPK 21 gr
PK 210 gr
PK 210 + NPK 7 gr
PK 210 + NPK 14 gr
PK 210 + NPK 21 gr
PK 280 gr
PK 280 + NPK 7 gr
PK 280 + NPK 14 gr
PK 280 + NPK 21 gr
Duncan 5%
Luas Daun (cm2) pada umur Pengamatan
HST
8 HST
16 HST
24 HST
45.35 a
54.19 ab
59.3 a
38.52 a
49.31 a
59.41 a
44.97 a
50.5 a
60.35 a
53 ab
66.08 abc
76.69 ab
54.09 ab
64.6 abc
71.58 ab
93.85 bc 107.96 cd
116.36 bc
68.9 ab
85.17 abcd 102.54 abc
61.96 ab
86.96 abcd
98.29 abc
115.5 c
121.85 d
133.84 c
62.99 ab
76.82 abcd
93.41 abc
58.48 ab
73.8 abcd
81.8 ab
77.03 abc 101.99 bcd
107.8 bc
63.91 ab
71.18 abc
79.72 ab
35.98 a
50.45 a
58.92 a
38.74 a
51.43 a
55.72 a
*
*
*
Keterangan: a.) Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%, * = nyata, HST
= Hari Setelah Tanam
8
4.1.4 Berat Basah Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik dan kombinasinya terhadap
pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala) berpengaruh nyata pada berat basah tanaman (lampiran 6).
Tabel 4.4.
Berat Basah Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Kode
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
NPK 7 gr
NPK 14 gr
NPK 21 gr
PK 140 gr
PK 140 + NPK 7 gr
PK 140 + NPK 14 gr
PK 140 + NPK 21 gr
PK 210 gr
PK 210 + NPK 7 gr
PK 210 + NPK 14 gr
PK 210 + NPK 21 gr
PK 280 gr
PK 280 + NPK 7 gr
PK 280 + NPK 14 gr
PK 280 + NPK 21 gr
Duncan 5%
Berat Basah
Tanaman (g)
15.60 a
14.00 a
35.33 ab
27.22 a
18.17 a
72.00 c
33.67 ab
40.00 ab
61.167 bc
29.167 ab
27.00 a
44.00 abc
40.76 ab
20.50 a
18.67 a
*
9
Keterangan: a.) Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%, * = nyata, HST = Hari Setelah
Tanam
Tabel 4.4. Menunjukkan data hasil pengamatan berat basah tanaman,
dimana terjadi pengaruh nyata terhadap berat basah sawi akibat pemberian pupuk
organik, anorganik dan kombinasinya. Tabel 4.4 menyatakan bahwa pada
perlakuan A3 adalah perlakuan yang memberikan berat basah tertinggi pada
tanaman meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B1 dan A1B2.
Sedangkan perlakuan B2 ialah perlakuan yang menunjukkan berat basah
terpendek pada tanaman meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1, B3,
A1, A1B1, A1B3, A2, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2, dan A3B3.
4.1.5 Kadar Klorofil pada Daun Sawi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk
organik, anorganik dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau
(Brassica juncea L. Var. Kumala) berpengaruh nyata pada kadar klorofil daun
sawi (lampiran 7). Rata-rata kadar klorofil daun sawi akibat pemberian dosis
pupuk organik, anorganik dan kombinasinya disajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 menunjukkan data hasil pengamatan kadar klorofil daun sawi,
dimana terjadi pengaruh nyata terhadap klorofil daun sawi akibat pemberian
pupuk organik, anorganik dan kombinasinya. Tabel 4.5 menyatakan bahwa pada
perlakuan A1 adalah perlakuan yang memberikan kadar klorofil tertinggi pada
daun sawi meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1, B2, B3, A3,
A1B1, A1B2, A1B3, A2B2, A2B3 dan A3B1. Sedangkan perlakuan A2 dan
10
A2B1 ialah perlakuan yang menunjukkan kadar klorofil terpendek pada tanaman meskipun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan A3B2, dan A3B3.
Tabel 4.5.
Kadar Klorofil Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Kode
Perlakuan
Klorofil Daun (mg/l)
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
NPK 7 gr
NPK 14 gr
NPK 21 gr
PK 140 gr
PK 140 + NPK 7 gr
PK 140 + NPK 14 gr
PK 140 + NPK 21 gr
PK 210 gr
PK 210 + NPK 7 gr
PK 210 + NPK 14 gr
PK 210 + NPK 21 gr
PK 280 gr
PK 280 + NPK 7 gr
PK 280 + NPK 14 gr
PK 280 + NPK 21 gr
9.53 abc
8.91 abc
9.74 bc
8.93 abc
10.33 bc
11.29 c
9.07 abc
6.40 a
6.40 a
8.84 abc
8.98 abc
11.36 c
10.33 bc
7.02 ab
7.86 ab
Duncan 5%
*
Keterangan: a.) Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%, * = nyata, HST =
Hari Setelah Tanam.
11
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik dan kombinasinya
terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L. Var.
Kumala).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk
organik, anorganik dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau
(Brassica juncea L. Var. Kumala) berpengaruh nyata pada semua parameter yang
diamati dengan hasil yang signifikan, komponen pertumbuhan dan hasil tanaman
yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat basah tanaman
dan kadar klorofil daun.
Pengamatan tinggi tanaman 8 hst tidak berpengaruh nyata sedangkan 16
dan 24 hst berpengaruh nyata dengan hasil yang signifikan (lampiran 3),
kemudian pada jumlah daun 8 dan 16 hst tidak berpengaruh nyata sedangkan 24
hst berpengaruh nyata dengan hasil yang signifikan (lampiran 4), dan pengamatan
pada luas daun 8, 16, dan 24 HST berpengaruh nyata dengan hasil yang signifikan
(lampiran 5), kemudian pengamatan pada berat basah berpengaruh nyata
(lampiran 6), dan kadar klorofil berpengaruh nyata dengan hasil yang signifikan
(lampiran 7). Pada penelitian ini yang berpengaruh nyata pada akhir penelitian
dikarenakan menurut Dwidjoseputro (1990), yang menjelaskan bahwa suatu
tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur yang dibutuhkan tersedia
cukup, dan unsur tersebut mempunyai bentuk yang sesuai untuk diserap oleh
tanaman, sedangkan yang tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman 8 hst dan
jumlah daun 8 serta 16 hst, hal ini karena penyerapan hara yang tidak sempurna
12
karena pemberian pupuk yang awal sehingga tanaman tidak menyerap
keseluruhan menurut Sutedjo (2002) membutuhkan waktu yang berbeda dan
jumlah dosis yang berbeda untuk kebutuhan tanaman sehingga pertumbuhan
tanaman berbeda-beda.
4.2.2 Dosis pupuk yang paling optimal terhadap pertumbuhan dan hasil sawi
hijau (Brassica juncea L. Var. Kumala).
Berat basah tanaman sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal,
karena tanaman memperoleh hara yang dibutuhkan sehingga peningkatan jumlah
maupun ukuran sel dapat mencapai optimal serta memungkinkan adanya
peningkatan kandungan air tanaman yang optimal pula, berdasarkan hasil
penelitian diketahui perlakuan A3 adalah perlakuan terbaik pada berat basah
tanaman yaitu dengan pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 280 g yang
menghasilkan berat tanaman 44,00 gram/tanaman, meskipun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A2B1 dan A1B2. Menurut Loveless (1987) sebagian besar
berat basah tumbuhan disebabkan oleh kandungan air. Sedangkan menurut Jumin
(2002) menjelaskan bahwa besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan
berhubungan langsung dengan proses fisiologi, morfologi serta faktor lingkungan.
Perlakuan pupuk kandang terpisah tidak berbeda nyata dengan perlakuan
kombinasi karena bahan organik tanah dapat memberikan produktivitas yang
optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Hartatik dan
Widowati (2010) Penambahan bahan organik sebagai teknologi produksi pada
tanaman tidak hanya untuk meningkatkan hasil tanaman, tetapi juga memperbaiki
kesuburan tanah serta mengarahkan pada sistem pertanian berkelanjutan yang
13
dapat menjamin kelestarian usaha tani. Tanah yang subur dan banyak
mengandung bahan organik tanah dapat memberikan produktivitas yang optimal
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu bahan organik yang
baik berasal dari pupuk kandang yang didefinisikan sebagai semua produk
buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara,
memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah.
Pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau (Brassica juncea L. Var.
Kumala), pemupukan sangat penting dilakukan dalam kaitannya dengan
penyediaan nutrisi yang diperlukan selama proses pertumbuhan dan hasil
tanaman. Pemupukan secara langsung dapat meningkatkan hasil dan pertumbuhan
tanaman, pada komponen pengamatan tinggi tanaman, tinggi tanaman tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 yaitu pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis
140 gram memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman yaitu 22,11 cm adalah
perlakuan yang memberikan tinggi tanaman tertinggi meskipun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan B1, B3, A1B2, A1B1, A1B3, A2, A2B1, A2B2, A2B3,
A3, dan A3B1. Menurut Dwidjoseputro (1990) yang menjelaskan bahwa suatu
tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur yang dibutuhkan tersedia
cukup, dan unsur tersebut mempunyai bentuk yang sesuai untuk diserap oleh
tanaman.
Jumlah daun, daun sendiri merupakan komponen pertumbuhan tanaman
yang berfungsi untuk menerima cahaya dan bagian tanaman yang melakukan
fotosintesis sehingga daun merupakan indikator penting dalam pertumbuhan
tanaman, jumlah daun paling banyak adalah dengan perlakuan A2 yaitu
14
pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 210 g yang menghasilkan rata-rata
14,00, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, A1B3, A2B2, A2B1,
A3, A3B3, dan B3, Menurut Sitompul dan Guritno (1995), yang menyatakan
bahwa perkembangan pada fase vegetatif, fotosintat banyak diakumulasikan pada
organ vegetatif yakni daun, batang dan anakan.
Luas
daun,
daun
merupakan
organ
terpenting
sebagai
tempat
berlangsungnya fotosintesis yang hasilnya akan disalurkan ke seluruh tanaman
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman yang memiliki ukuran
daun lebih luas dan jumlah lebih banyak seharusnya menghasilkan asimilat lebih
banyak. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang dapat dijadikan
sumber energi bagi tanaman. Semakin banyak energi yang diperoleh semakin
besar kemampuan tanaman menyerap unsur hara. Berdasarkan hasil penelitian
luas daun paling luas adalah dengan perlakuan A2 yaitu pemberian pupuk
kandang sapi dengan dosis 210 g memberikan luas daun terluas dengan hasil
98,29 cm2, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B2, A1B3, A2B1,
A2B2, dan A3. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), daun berfungsi sebagai
penerima dan alat fotosintesis, semakin besar luas daun maka sinar matahari dapat
diserap secara optimal untuk meningkatkan laju fotosintesis, luas daun merupakan
parameter utama untuk menentukan laju fotosinteis. Luas daun terluas terdapat
pada pupuk organik pada perlakuan A2, semakin luas daun maka semakin cepat
terjadi penguapan dan laju fotosintesis semakin cepat pula tanaman untuk tumbuh
dan berkembang.
15
Kadar klorofil daun, daun yang memproduksi klorofil lebih banyak yang
nantinya akan berpengaruh terhadap kecepatan laju fotosintesis, karena semakin
banyak jumlah klorofil yang terdapat di dalam daun maka semakin cepat laju
fotosintesis, proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang dapat dijadikan
sumber energi bagi tanaman. Semakin banyak energi yang diperoleh semakin
besar kemampuan tanaman menyerap unsur hara, menurut Wijaya (2012)
kandungan klorofil yang lebih tinggi mampu menghasilkan karbohidrat/asimilat
dalam jumlah yang tinggi untuk menopang pertumbuhan vegetatif. Berdasarkan
hasil penelitian perlakuan terbaik adalah A1 dengan menggunakan pupuk kandang
sapi dosis 140 g/polibag adalah perlakuan yang memberikan kadar klorofil
tertinggi yaitu 8,93 mg/l pada daun sawi, meskipun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan B1, B2, B3, A3, A1B1, A1B2, A1B3, A2B2, A2B3 dan A3B1.
Hasil tertinggi dari kadar klorofil pada perlakuan A1, hal ini dikarenakan
unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang sapi A1 menurut
Poerwowidodo (2007) Dalam Ohorella, (2011) Unsur hara mikro tersebut
berperan sebagai katalisator dalam proses sintesis protein dan pembentukan
klorofil.
Menurut Dwidjoseputro (1994) ada faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan klorofil yaitu,1) Pembawa faktor, dimana pembentukan klorofil
misalnya pada pembentukan pigmen pigmen lain seperti hewan dan manusia yang
dibawa oleh suatu gen tertentu di dalam kromosom. Begitu pula dengan tanaman,
jika tidak ada klorofil maka tanaman tersebut akan tampak putih (albino), contoh
seperti tanaman jagung,2) Sinar matahari, dimana klorofil dapat terbentuk dengan
16
adanya sinar matahari yang mengenai langsung ketanaman, 3) Oksigen, pada
tanaman yang dihasilkan dalam keadaan gelap meskipun diberikan sinar matahari
tidak dapat membentuk klorofil, jika tidak diberikan oksigen,4) Karbohidrat
ternyata dapat membantu pembentukan klorofil dalam daun-daun yang mengalami
pertumbuhan. Tanpa adanya karbohidrat, maka daun-daun tersebut tidak mampu
mengahasilkan klorofil,5) Nitrogen, Magnesium, dan Besi merupakan suatu
keharusan dalam pembentukan klorofil, jika kekurangan salah satu dari zat-zat
tersebut akan mengakibatkan klorosis pada tumbuhan,6) Unsur Mn, Cu, dan Zn
meskipun jumlah yang dibutuhkan hanya sedikit dalam pembentukan klorofil.
Namun, jika tidak ada unsur-unsur tersebut maka tanaman akan mengalami
klorosis juga,7) Air, kekurangan air pada tumbuhan mengakibatkan desintegrasi
dari klorofil seperti terjadi pada rumput dan pohon-pohon dimusim kering.
4.3 Pemberian Pupuk pada Tanaman Menurut Perspektif Islam
Pengembaraan di kawasan alam semesta dan rahasia alam wujud ini
diakhiri dengan membuat perumpamaan bagi hati yang baik dan yang buruk, yang
tidak terlepas dari suasana pemandangan yang ditampilkan. Tujuannya untuk
menjaga keharmonisan pandangan dan pemandangan, pada tabi’at dan hakikat
(Quthb, 2002).
Pemandangan seperti tumbuhan dan hewan di alam ini, akan lebih baik
dilestarikan atau dijaga dan dimanfaatkan sebaik mungkin serta tidak merusak
alam seperti merusak tanah yang merupakan unsur penting pada tanaman,
pemupukan sangat penting dilakukan dalam kaitannya dengan penyediaan nutrisi
yang diperlukan selama proses pertumbuhan dan hasil tanaman, dari hasil
17
penelitian pengaruh pemberian kombinasi pupuk organik dan anorganik dengan
dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea
L. Var. Kumala) menghasilkan analisis ragam yang berpengaruh nyata pada
semua parameter yang diamati dengan hasil yang signifikan (lampiran 3),
komponen pertumbuhan dan hasil tanaman yang diamati yaitu tinggi tanaman,
jumlah daun, luas daun, berat basah tanaman dan klorofil daun.
Pengamatan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan perlakuan
A1 yaitu pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 140 gram memberikan
hasil terbaik pada tinggi tanaman yaitu 22,11 cm, kemudian jumlah daun paling
banyak adalah dengan perlakuan A2 yaitu pemberian pupuk kandang sapi dengan
dosis 210 g yang menghasilkan rata-rata 14,00, luas daun paling luas adalah
dengan perlakuan perlakuan A2 yaitu pemberian pupuk kandang sapi dengan
dosis 210 g memberikan luas daun terluas dengan hasil 98,29 cm2.
Perlakuan terbaik pada berat basah tanaman yaitu perlakuan A3 adalah
perlakuan terbaik pada berat basah tanaman yaitu dengan pemberian pupuk
kandang sapi dengan dosis 280 g yang menghasilkan berat tanaman 44,00
gram/tanaman, dan perlakuan terbaik pada kadar klorofil adalah A1 dengan
menggunakan pupuk kandang sapi dosis 140 g/polibag adalah perlakuan yang
memberikan jumlah klorofil tertinggi yaitu 8,93 mg/l pada daun sawi. Dosis
pupuk yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, dikarenakan tanaman sangat membutuhkan ketersediaan nutrisi yang
seimbang dalam tanah.
18
Tanah yang subur akan mempunyai aspek kimia, fisika, dan biologi yang
sesuai dengan keperluan tanaman. Aspek kimia berhubungan dengan persediaan
unsur hara bagi tanaman. Aspek fisika berhubungan dengan kesesuaian bentuk
fisik media tumbuh (tanah) yang berkaitan dengan kemampuan menahan air,
mampu membentuk pori-pori udara dan mudah ditembus akar. Untuk aspek
biologi berhubungan erat dengan tersedianya organisme tanah yang berupa fauna
tanah, mikroorganisme dan jamur yang senantiasa menguraikan bagian makhluk
hidup yang telah mati menjadi unsur-unsur (unsur esensial) yang diperlukan
tanaman, sehingga bisa menjadi tanaman yang baik yaitu tanaman yang subur dan
bermanfaat
Allah S.W.T menjelaskan dalam surat Asy Syu’ara ayat 7 sebagai berikut:
            
7. dan Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kata karim antara lain digunakan untuk
menggambarkan segala sesuatu yang baik setiap obyek yang disifatinya.
Tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan bermanfaat (Shihab,2002).
Tumbuhan merupakan salah satu ciptaan Allah S.W.T yang banyak
manfaat bagi manusia. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang diciptakan Oleh
Allah S.W.T dan tersiratdalam surah Al-An’am[6] ayat 95.
19
Surah Al-An’am[6] ayat 95 sebagai berikut:
  
                   
  
95. Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buahbuahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka
mengapa kamu masih berpaling?
Allah S.W.T, menjelaskan bahwa semua kehidupan terjadi karena adanya
pencipta kehidupan itu, yaitu Allah S.W.T. Allah S.W.T, mengembang biakkan
segala macam tumbuh-tumbuhan dari benih-benih kehidupan, baik yang
berbentuk butiran-butiran ataupun biji-bijian. Diwujudkan demikian adalah
dengan maksud supaya mudah dipahami oleh manusia, sesuai dengan
pengetahuan mereka secara umum; termasuk pula segala jenis kehidupan yang
oleh ilmu pengetahuan digolongkan pada tumbuh-tumbuhan yang berkembang
biak dengan spora atau dengan pembelahan sel yang hanya dapat diketahui oleh
orang-orang tertentu. Kesemuanya itu berkembang biak menurut hukum sebab
dan akibat yang telah ditentukan Allah S.W.T. Dari pada itu Allah, menjelaskan
kelangsungan hidup serta perputarannya secara umum, yaitu bahwa Allah
menciptakan segala macam kehidupan dari benda yang tidak bergerak, seperti
menciptakan binatang dan manusia dari nuftah. Selanjutkan Allah menciptakan
benda-benda yang tidak bergerak dan mahkluk hidup seperti menciptakan benih
dari tumbuh-tumbuhan dan nuftah dari manusia dan binatang (Raina, 2011).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pemberian pupuk organik, anorganik dan kombinasinya terhadap
pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea L.Var. Kumala)
berpengaruh nyata pada semua parameter yang diamati yaitu pada tinggi
tanaman, jumlah daun, luas daun, kadar klorofil dan berat basah tanaman.
2. Dosis pupuk yang paling optimal adalah perlakuan dengan pemberian
pupuk kandang sapi dengan dosis 280 g yang menghasilkan berat tanaman
44,00 gram/tanaman.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil sawi hijau dapat digunakan
pupuk organik yaitu pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 280
g/polybag. Pupuk kandang sapi sudah mencukupi untuk pertumbuhan dan
hasil sawi hijau, hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
pupuk organik yang berbeda terhadap sawi atau sayuran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A., 2005. Buah Penuh Hikmah yang Disebut di Dalam AlQur`an,
(Online), (http://www.sasak.net.), diakses tanggal 10 Februari 2015.
Al-Jazairi, J.& S. Abu Bakar. 2007. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar. Jakarta: Darus
Sunnah.
Al-Jazairi, J.& S. Abu Bakar. 2009. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar. Jakarta: Darus
Sunnah.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al Maraghi, Juz XIX. Penj. Bahrun
Abubakar, Hery Noer Aly, dan K. Anshori Umar Sitanggal. Semarang:
Penerbit Toha Putra Semarang.
Al-Qarni, Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi.
Ariman, 1998. Petanian. Angkasa: Bandung.
Arinong, AR., Lasiwa, C.D. 2011. Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi. Jurnal Agrisistem. 7 (1): 47-54.
Ariyanti, Dita. Budiono J. D., dan Rachmadiarti, F., 2015. Analisis Struktur Daun
Sawi Hijau (Brassica rapa var. Parachinensis) yang dipapar dengan Logam
Berat Pb(Timbal). Jurnal LateraBio. Vol. 3. No.1 Hal: 37-42.
Ash-Shiddieqy, M., Hasbi.Teungku. 2000. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2012. Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta 10710
Indonesia, Mailbox : [email protected]. diakses pada tanggal 16 Oktober
2015.
Bahri. 2006. Pengaruh Sumber Pupuk Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Selada. Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Boa, 2008. Pertanian Organik Penyelamat Ibu Pertiwi. Denpasar: Bali Organik
Association.
Buckman, H.O. and N. C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Bharatana
Karya Aksara.
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusantara.
Dinas Pertanian Jawa Timur. 2008. Rekapitulasi Luas Areal Tanam, Panen,
Produksi, Produktivitas Dan Harga Tanaman Sayuran Dan Buah-Buahan
Semusim Di Jawa Timur Tahun 2007 (online) http://www.jatimprov.go.id,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2015.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Direktorat Tanaman Sayuran dan Tanaman Hias. 2012. Jakarta: Direktorat Jendral
Hortikultura dan Aneka Tanaman.
Dwidjoseputro. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Dwidjoseputro. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Endrizal, Yanti L, Susilawati E, Salvia E, Murni WS, Firdaus. 2010. Budidaya
Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.
Fahrudin, 2009.Bioteknologi Lingkungan. Alfabeta : Bandung.
Gilang. 2014. 4 Manfaat Sawi Hijau Untuk Kesehatan.
(www.gamadesa.com). diakses tanggal 5 Oktober 2015.
(Online).
Hadisumitro, L.M. 2002. Membuat Pupuk kascing. Jakarta : Penebar Swadaya.
Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Jakarta : AgroMedia
Harsono. 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Yogyakarta: FP. UGM.
Hartanik, W., Suriadikarta, D.A., Prihati, T. 2002. Teknologi Pengelolaan Bahan
Organik Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Jurnal Litbang Pertanian. 27 (2): 43.
Hartatik, W. dan L.R. Widowati, 2010. Pupuk Kandang. (Online),
(http://www.balittanah litbang.deptan.go.id.), Diakses tanggal 31 Januari
2015.
Haryanto, W. T. Suhartini dan E. Rahayu. 2003. Sawi dan Selada. Edisi Revisi
(Hal: 5-26 ). Jakarta: Penebar Swadaya.
Hasibuan, B, E., 2006. Pupuk dan Pemupukan. Medan: Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Hayati, Erita. 2010. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap
Kandungan logam Berat Tanah dan Jaringan Tanaman Selada. Jurnal
Floratek. No. 5.Hal :113 – 12.
Irianto, Andri H. P., dan Mukhsin. 2014. Respons Tanaman Sawi terhadap Pupuk
Organik Cair Limbah Sayuran pada Lahan Kering Ultisol. Jurusan
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian-Universitas Jambi.
Isnaini, M., 2006. Pertanian Organik Cetakan Pertama. Yogyakarta : Penerbit
Kreasi Wacana.
Jerz
JL.
2013.
Liebig’s
Law
of
The
Minimum.
(Online)
(http://en.wikipedia.org/wiki/Liebig%27s_law_of_the_minimum),
diaksespadatanggal 5 april 2015.
Jumin, H.B, 2002. Agroekologi. Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada,
Kartikawati, L.D. 2011. Pengaruh Aplikasi Pupuk Kandang dan Tanaman
Sela(Crotalaria juncea L.) pada Gulma dan Pertanaman Jagung (Zea
mays L.). (Skripsi tidak diterbitkan). Malang: Universitas Brawijaya.
Lana, W. 2007. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Mikoriza Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) di
Lahan Kering. (Tesis tidak diterbitkan). Denpasar : Universitas Udayana.
Lingga & Marsono. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Lingga & Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Lingga, P. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
Loveless, A.R., 1987. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Jakarta. Penerbit PT. Gramedia.
Marisson, D.J. 1961. The Nutritive Value of Tropical Pastures. J. Aust. Inst.
Agric. Sci. 37 : 255.
Marsono & Lingga, 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar.
Lingga, & Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk Edisi Revisi. Jakarta:
Penebar.
Marsono , Sigit, P. 2005. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
Mayadewi. 2007. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam terhadap
Pertumbuhan Gulma Hasil Jagung Manis. Jurnal Agritrop, 26 (4) : 153-159
ISN : 02158620.
Musnamar, E.I. 2004. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Musnamar, E.I. 2006. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Bogor: Seri
Agro Tekno Penebar Swadaya.
Nasahi, Ceppy, M.S. 2010. Peran Mikrobia dalam Pertanian Organik. Bandung:
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.
Ohorella, Zainuddin .2011. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair (POC) Kotoran
Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Hijau (Brassica
sinensis L.). Sorong. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah.
Padmanabha, G., Dewa, M.A., Nyoman, D. 2014. Pengaruh Dosis pupuk Organik
dan anorganik terhadap hasil tanaman padi sawah dan Sifat Kimia Tanah
Pada Inceptisol Kerambitan Tabanan. Jurnal Agroekoteknologi Tropika.Vol.
3. No.1, hal: 41-50.
Pahala. 1992. Pupuk NPK. Jakarta: PT. Maroke Tetap Jaya. Indonesia.
Parnata, Ayub. 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Peraturan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor:
48
Permentan/OT.140/10/2009. Tanggal 21 Oktober 2009. Tentang pedoman
budidaya buah dan sayur yang baik (good agriculture practices for fruits
and vegetables).
Prasetya, M., E., 2014. Pengaruh Pupuk NPK Mutiara dan Pupuk Kandang Sapi
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah Keriting Varietas
Arimbi (Capsium annum L.). Jurnal Agrifor. Vo.XIII.No.2 Hal: 191-198.
Prihmantoro, heru. 2007. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pustaka.
Putra, S. 2012. Pengaruh Pupuk NPK Tunggal, Majemuk, dan Pupuk Daun
terhadap Peningkatan Produksi Padi Gogo Varietas Situ Patenggang. Jurnal
Agrotrop. Vol.2. No.1. Hal: 55-61.
Quthb, Sayyid. 2002. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.
Raina, M.H. 2011. Ensiklopedia Tanaman Obat untuk Keseharan. Yogyakarta:
Absolut.
Rinsema, W.T. 1989. Pupuk dan Cara Pemupukan Brahtama. Jakarta: Karya
Aksara.
Rismunandar. 2003. Pengetahuan dasar tentang perabukan. Bandung: Sinar
Baru.
Rizkananda, F., R. 2011. Makalah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman.
(Online), (https://ml.scribd.com), diakses 8 april 2015.
Rohmani, Y. M., 2013. Faktor Pembatas. Jurnal Faktor Pembatas. Volume 1, No.
1, hal:1-6.
Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi (Hal: 11-35). Yogyakarta:
Kanisius.
Sahari, Panut, 2005. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Kandang Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Krokot landa (Talinum triangulare
Willd.). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Salisbury, F.B. and Ross, C.W. 1999. FisiologiTumbuhan . Bandung: ITB.
Samadi, B. & Cahyono, B. 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani.
Yogyakarta: Kanisius.
Sarief. S. 1986. Kesuburan Tanah dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung:
Pustaka Buana.
Sasmitamihardja, Dardjat. 1990. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
ITB Press.
Shihab, M. Q. 2002. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an). Jakarta: Lentera Hati
Simanjuntak, D.U. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Soil Treatmen
(OST) dan Pupuk Semangka(Citrulus vulgaris L). Yogyakarta: UGM Press.
Sine, H.M. 2006. Pengaruh Pemberian Dosis Dolomit dan Dosis Pupuk Kandang
Sapi terhadap Sifat Fisik, Kimia Tanah dan Hasil Kacang Tanah ( Arachis
hypogaea L.) di Lahan Kering. Pascasarjana Universitas UdayanaDenpasa. (
Tesis tidak diterbitkan).
Sitompul,S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta: UGM Press.
Soepardi,G. 1979. Masalah Kesuburan Tanah di Indonesia. Departemen Ilmu
Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.
Sulistyowati, E.S. 1982. Air Mati Akibat Pupuk. Trubus. (Hal. 60). No. 148,
Tahun XIV, Januari 1982, Jakarta.
Sumadi, I Nyoman. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis
Hypogea L.) di Lahan Kering Pertanian Lahan Pertanian. (Tesis) Program
Pascasarjana. Denpasar : Universitas Udayana.
Sunarjono, H.H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Susianto. 2008. Tips Cara Manfaat - Kesehatan dan Gaya Hidup.
http://www.tipscaramanfaat.com. Diakses pada tanggal 10 juli 2015.
Sutanto, R. 2006 Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Yogyakarta : Kanisus.
Sutanto, R., 2002. Penerapan pertanian organik: pemasyarakatan dan
pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius.
Sutedjo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutedjo, M.M. dan Kartasapoetra, A.G.
2008. Pengantar Imu Tanah
Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Jakarta. Rineka Cipta.
Sutopo, 2011. Rekomendasi Pemupukan untuk Tanaman Jeruk, (Online),
(https://kpricitrus.wordpress.com/2011/06/14/rekomendasi-pemupukanuntuk-tanaman-jeruk/), diakses pada tanggal 19 April 2015.
Syarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka
Buana.
Syekhfani, 2000. Arti Penting Bahan Organik bagi Kesuburan Tanah. Kongres I
dan Semiloka Nasional. Hlm:1-8. Batu Malang: Maporina.
Tuherkih, E. & I.A. Sipahutar. 2008. Pengaruh Pupuk NPK Majemuk (16:16:15)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.) di Tanah
Inceptisols. Bogor: Balai Penelitian Tanah.
Wijaya, Ketut Anom. 2012. Interval Aplikasi Pupuk Si Melalui Daun Pada
Tanaman Sawi Pahit. Jember. Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Winarso, S. 2005. Kesuburan tanah. Yogyakarta: Gava Media.
81
LAMPIRAN 1
Persiapan Tanam
UkuranPolybag 35 x 40
NPK 25-7-7
Hasil Tanam
Polybag
Pupuk Kandang
Sapi
Hasil Tanam
Pupuk Kandang Sapi
Proses Ekstrak Daun Sawi
Hijau
Proses Ekstrak Sawi Hijau
Hasil Ekstrak Daun Sawi
Perhitungan dengan
Spektrofotometer
Hasil Luas Daun
Perhitungan Luas Daun
LAMPIRAN 2
8 Hari Setelah Perlakuan(Tinggi Tanaman)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
10,83
7,16
9,75
10,67
9,0
11,5
10,17
10,5
11,25
7,75
9,16
8,75
10,25
9,75
11,25
Ulangan
U2
8,63
10,0
8,25
9,0
10,0
13,0
8,5
8,75
12,5
12,25
9,5
8,5
7,9
14,75
8,0
Rata-rata
U3
9,5
9,0
8,8
9,75
8,0
8,16
10,75
9,25
10,25
9,25
8,0
11,5
8,75
12,0
9,25
9,65
8,72
8,93
9,81
9,0
10,89
9,81
9,5
11,33
9,75
8,89
9,59
8,97
12,17
9,5
16 Hari Setelah Perlakuan(Tinggi Tanaman)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
13,67
12,33
16,5
18,83
15,5
17,0
18,50
19,5
20,0
21,0
10,83
13,75
16,5
13,75
14,0
Ulangan
U2
11,0
15,0
13,5
14,25
14,25
22,0
20,0
14,5
19,5
19,25
16,5
22,5
12,15
14,0
14,25
Rata-rata
U3
13,75
12,25
12,0
15,5
11,25
13,5
16,5
11,0
16,5
17,75
16,0
15,5
12,5
13,75
12,5
12,81
13,19
14,00
16,19
13,67
17,50
18,33
15,00
18,67
19,33
14,44
17,25
13,72
13,83
13,58
24 Hari Setelah Perlakuan(Tinggi Tanaman)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
21,5
22,5
21,0
25,33
22,0
24,0
26,5
31,5
23,5
23,0
20,0
21,0
23,5
20,5
11,5
Ulangan
U2
16,33
17,5
22,0
21,5
20,0
32,0
24,0
22,5
27,5
28,5
24,0
19,5
16,33
13,0
16,0
Rata-rata
U3
21,0
16,5
15,0
19,5
19,0
24,0
17,5
22,5
28,0
18,0
22,0
30,0
22,5
19,5
17,0
19,61
18,83
19,33
22,11
20,33
26,67
22,67
25,5
26,33
23,17
22
23,5
20,78
17,67
14,83
8 Hari Setelah Tanam (Jumlah daun)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
U1
5,3
4,25
5,5
6,0
6,5
7,0
4,5
6,5
5,5
6,0
5,3
6,5
6,0
4,5
6,0
Rata-rata
U2
4,25
4,5
5,5
5,5
7,5
9,0
5,5
5,0
7,5
6,5
6,0
5,0
4,0
6,0
6,0
U3
5,0
4,0
6,0
5,0
4,5
5,0
5,5
5,5
5,5
5,0
5,0
7,25
5,5
5,0
4,5
4,85
5,83
5,67
5,83
6,17
7,00
5,67
5,67
6,17
6,00
5,43
6,25
5,17
5,17
5,5
16 Hari Setelah Tanam (Jumlah daun)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
U1
6,0
6,3
9,0
7,0
8,0
8,0
6,0
9,0
8,0
9,0
8,0
10,0
8,0
10,0
7,5
Rata-rata
U2
6,0
6,0
7,5
7,0
8,5
10,0
8,0
7,0
8,0
15,0
10,0
10,0
9,5
9,0
7,0
U3
6,5
5,5
8,0
7,5
8,0
8,0
6,0
7,5
9,0
6,5
8,0
8,0
7,0
7,0
7,5
6,17
5,93
8,17
7,17
8,17
8,67
6,67
7,83
8,33
10,17
8,67
9,33
8,17
8,67
7,33
24 Hari Setelah Tanam (Jumlah daun)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
13,0
13,5
21,0
11,33
13,0
17,0
13,5
15,0
13,0
14,0
11,0
15,0
14,0
15,0
21,5
Ulangan
U2
8,67
9,0
20,0
11,5
14,0
20,0
13,0
16,0
20,0
28,5
11,0
15,0
12,0
11,0
15,0
Rata-rata
U3
11,0
9,0
15,0
9,5
10,0
13,0
15,0
11,0
22,0
20,0
11,0
27,0
10,5
12,0
11,0
10,89
10,5
18,67
10,78
12,33
16,67
13,83
14,00
18,33
20,83
11,00
19,00
12,17
12,67
15,83
8 Hari Setelah Tanam (Luas daun)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
42,3
40,69
42,96
52,08
54,85
109,04
89,51
48,50
105,78
74,22
27,34
96,02
96,02
47,20
44,27
Ulangan
U2
38,41
45,57
74,05
67,05
65,1
110,67
76,49
96,84
103,997
84,63
102,53
32,55
27,99
19,53
42,64
Rata-rata
U3
55,34
29,30
17,90
39,87
42,32
61,85
40,69
40,53
136,71
30,11
45,57
102,53
67,71
41,21
29,30
45,35
38,52
44,97
53
54,09
93,85
68,90
61,96
115,50
62,99
58,48
77,03
63,91
35,98
38,74
16 Hari Setelah Tanam (Luas daun)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
U1
47,19
43,29
47,2
73,23
62,66
115,55
96,02
103,83
118,32
78,61
49,38
104,16
107,42
60,22
55,66
Rata-rata
U2
47,36
56,63
76,01
80,73
78,12
126,95
107,42
111,97
105,63
113,11
118,81
78,12
27,99
26,04
51,27
U3
68,03
48,01
28,3
44,27
53,02
81,38
52,08
45,08
141,6
38,74
53,22
123,69
78,12
65,1
47,36
54,19
49,31
50,50
66,08
64,60
107,96
85,17
86,96
121,85
76,82
73,80
101,99
71,18
50,45
51,43
24 Hari Setelah Tanam (Luas daun)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
56,63
65,4
51,52
81,67
78,83
122,52
99,6
106,86
122,23
80,83
53,02
109,7
111,55
65,76
57,32
Ulangan
U2
49,38
60,38
95,02
88,05
79,95
137,69
108,36
130,95
126,95
117,74
126,62
88,05
32,16
32,86
55,96
Rata-rata
U3
71,88
52,44
34,51
60,35
55,96
88,87
99,65
57,06
152,34
81,67
65,76
125,64
95,44
78,13
53,87
59,30
59,41
60,35
76,69
71,58
116,36
102,54
98,29
133,84
93,41
81,80
107,80
79,72
58,92
55,72
Berat Basah Tanaman (g)
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
19,0
18,0
27,0
36,67
23,0
75,5
28,0
52,0
23,5
33,0
21,0
47,0
37,0
23,0
20,0
Ulangan
U2
9,30
12,0
23,5
20,0
19,5
75,0
37,5
50,0
80,0
44,5
38,0
11,0
65,78
17,0
23,0
Rata-rata
U3
18,5
12,0
55,5
25,0
12,0
65,5
35,5
18,0
80,0
10,0
22,0
74,0
19,5
21,5
13,0
15,60
14,00
35,33
27,22
18,17
72,00
33,67
40,00
61,17
29,17
27,00
44,00
40,76
20,50
18,67
Hasil Analisis Klorofil dengan Spektrofotometer
Perlakuan
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
U1
13,4876
9,4837
9,5379
10,6327
9,4837
11,477
7,7561
6,5427
5,6682
10,91
8,7919
13,7618
9,3244
8,0212
9,1695
Ulangan
U2
7,4636
8,8631
9,4691
10,1816
9,985
11,4662
10,9266
4,9554
7,8141
9,9979
8,4666
10,1145
9,9223
6,1461
6,1312
Rata-rata
U3
7,6392
8,3896
10,1985
5,9787
10,6754
10,933
8,5411
7,6883
5,7035
5,6228
9,6779
10,1985
11,7414
6,9047
8,2723
9,53
8,91
9,74
8,93
10,05
11,29
9,07
6,40
6,40
8,84
8,98
11,36
10,33
7,03
7,86
LAMPIRAN 3
Tinggi Tanaman 8 HST
Oneway
Descriptives
Tinggi
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
9.6533
1.10799
.63970
6.9009
12.4057
8.63
10.83
B2
3
8.7200
1.44056
.83171
5.1415
12.2985
7.16
10.00
B3
3
8.9333
.75884
.43811
7.0483
10.8184
8.25
9.75
A1
3
9.8067
.83644
.48292
7.7288
11.8845
9.00
10.67
A1B1
3
9.0000
1.00000
.57735
6.5159
11.4841
8.00
10.00
A1B2
3
10.8867
2.47761
1.43045
4.7320
17.0414
8.16
13.00
A1B3
3
9.8067
1.16818
.67445
6.9048
12.7086
8.50
10.75
A2
3
9.5000
.90139
.52042
7.2608
11.7392
8.75
10.50
A2B1
3
11.3333
1.12731
.65085
8.5329
14.1337
10.25
12.50
A2B2
3
9.7500
2.29129
1.32288
4.0581
15.4419
7.75
12.25
A2B3
3
8.8867
.78647
.45407
6.9330
10.8404
8.00
9.50
A3
3
9.5833
1.66458
.96105
5.4483
13.7184
8.50
11.50
A3B1
3
8.9667
1.18989
.68698
6.0108
11.9225
7.90
10.25
A3B2
3
12.1667
2.50416
1.44578
5.9460
18.3874
9.75
14.75
A3B3
3
9.5000
1.63936
.94648
5.4276
13.5724
8.00
11.25
Total
45
9.7662
1.57188
.23432
9.2940
10.2385
7.16
14.75
ANOVA
Tinggi
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
40.359
14
2.883
Within Groups
68.357
30
2.279
Total
108.716
44
F
Sig.
1.265
.284
Tinggi tanaman 16 HST
Oneway
Descriptives
Tinggitanaman
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
12.8067
1.56513
.90363
8.9187
16.6947
11.00
13.75
B2
3
13.1933
1.56513
.90363
9.3053
17.0813
12.25
15.00
B3
3
14.0000
2.29129
1.32288
8.3081
19.6919
12.00
16.50
A1
3
16.1933
2.36741
1.36683
10.3124
22.0743
14.25
18.83
A1B1
3
13.6667
2.18422
1.26106
8.2408
19.0926
11.25
15.50
A1B2
3
17.5000
4.27200
2.46644
6.8878
28.1122
13.50
22.00
A1B3
3
18.3333
1.75594
1.01379
13.9713
22.6953
16.50
20.00
A2
3
15.0000
4.27200
2.46644
4.3878
25.6122
11.00
19.50
A2B1
3
18.6667
1.89297
1.09291
13.9643
23.3691
16.50
20.00
A2B2
3
19.3333
1.62660
.93912
15.2926
23.3740
17.75
21.00
A2B3
3
14.4433
3.13921
1.81242
6.6451
22.2416
10.83
16.50
A3
3
17.2500
4.63006
2.67317
5.7483
28.7517
13.75
22.50
A3B1
3
13.7167
2.41678
1.39533
7.7130
19.7203
12.15
16.50
A3B2
3
13.8333
.14434
.08333
13.4748
14.1919
13.75
14.00
A3B3
3
13.5833
.94648
.54645
11.2321
15.9345
12.50
14.25
Total
45
15.4347
3.07857
.45893
14.5098
16.3596
10.83
22.50
ANOVA
Tinggitanaman
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
208.240
14
14.874
Within Groups
208.774
30
6.959
Total
417.014
44
F
Sig.
2.137
.040
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Tinggitanaman
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua
n
N
1
2
3
4
B1
3
12.8067
B2
3
13.1933
13.1933
A3B3
3
13.5833
13.5833
13.5833
A1B1
3
13.6667
13.6667
13.6667
A3B1
3
13.7167
13.7167
13.7167
A3B2
3
13.8333
13.8333
13.8333
B3
3
14.0000
14.0000
14.0000
A2B3
3
14.4433
14.4433
14.4433
14.4433
A2
3
15.0000
15.0000
15.0000
15.0000
A1
3
16.1933
16.1933
16.1933
16.1933
A3
3
17.2500
17.2500
17.2500
17.2500
A1B2
3
17.5000
17.5000
17.5000
17.5000
A1B3
3
18.3333
18.3333
18.3333
A2B1
3
18.6667
18.6667
A2B2
3
Sig.
19.3333
.075
.052
.055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.058
Tinggitanaman
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua
n
N
1
2
3
4
B1
3
12.8067
B2
3
13.1933
13.1933
A3B3
3
13.5833
13.5833
13.5833
A1B1
3
13.6667
13.6667
13.6667
A3B1
3
13.7167
13.7167
13.7167
A3B2
3
13.8333
13.8333
13.8333
B3
3
14.0000
14.0000
14.0000
A2B3
3
14.4433
14.4433
14.4433
14.4433
A2
3
15.0000
15.0000
15.0000
15.0000
A1
3
16.1933
16.1933
16.1933
16.1933
A3
3
17.2500
17.2500
17.2500
17.2500
A1B2
3
17.5000
17.5000
17.5000
17.5000
A1B3
3
18.3333
18.3333
18.3333
A2B1
3
18.6667
18.6667
A2B2
3
Sig.
19.3333
.075
.052
.055
.058
Tinggi tanaman 24 HST
Descriptives
Tinggitanaman
Tinggitanaman
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua
n
N
1
2
3
4
B1
3
12.8067
B2
3
13.1933
13.1933
A3B3
3
13.5833
13.5833
13.5833
A1B1
3
13.6667
13.6667
13.6667
A3B1
3
13.7167
13.7167
13.7167
A3B2
3
13.8333
13.8333
13.8333
B3
3
14.0000
14.0000
14.0000
A2B3
3
14.4433
14.4433
14.4433
14.4433
A2
3
15.0000
15.0000
15.0000
15.0000
A1
3
16.1933
16.1933
16.1933
16.1933
A3
3
17.2500
17.2500
17.2500
17.2500
A1B2
3
17.5000
17.5000
17.5000
17.5000
A1B3
3
18.3333
18.3333
18.3333
A2B1
3
18.6667
18.6667
A2B2
3
Sig.
19.3333
.075
.052
.055
.058
Tinggi tanaman 24 HST
Descriptives
Tinggitanaman
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Minimu
Upper Bound
m
Maximum
B1
3
19.6100
2.85154
1.64634
12.5264
26.6936
16.33
21.50
B2
3
18.8333
3.21455
1.85592
10.8479
26.8187
16.50
22.50
B3
3
19.3333
3.78594
2.18581
9.9285
28.7381
15.00
22.00
A1
3
22.1100
2.96248
1.71039
14.7508
29.4692
19.50
25.33
A1B1
3
20.3333
1.52753
.88192
16.5388
24.1279
19.00
22.00
A1B2
3
26.6667
4.61880
2.66667
15.1929
38.1404
24.00
32.00
A1B3
3
22.6667
4.64579
2.68225
11.1259
34.2074
17.50
26.50
A2
3
25.5000
5.19615
3.00000
12.5920
38.4080
22.50
31.50
A2B1
3
26.3333
2.46644
1.42400
20.2064
32.4603
23.50
28.00
A2B2
3
23.1667
5.25198
3.03223
10.1200
36.2133
18.00
28.50
A2B3
3
22.0000
2.00000
1.15470
17.0317
26.9683
20.00
24.00
A3
3
23.5000
5.67891
3.27872
9.3928
37.6072
19.50
30.00
A3B1
3
20.7767
3.88325
2.24200
11.1301
30.4232
16.33
23.50
A3B2
3
17.6667
4.07226
2.35112
7.5506
27.7827
13.00
20.50
A3B3
3
14.8333
2.92973
1.69148
7.5555
22.1112
11.50
17.00
Total
45
21.5553
4.52641
.67476
20.1954
22.9152
11.50
32.00
ANOVA
Tinggitanaman
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
453.514
14
32.394
Within Groups
447.974
30
14.932
Total
901.489
44
F
Sig.
2.169
.037
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Tinggitanaman
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua
n
N
1
2
3
4
A3B3
3
14.8333
A3B2
3
17.6667
17.6667
B2
3
18.8333
18.8333
18.8333
B3
3
19.3333
19.3333
19.3333
19.3333
B1
3
19.6100
19.6100
19.6100
19.6100
A1B1
3
20.3333
20.3333
20.3333
20.3333
A3B1
3
20.7767
20.7767
20.7767
20.7767
A2B3
3
22.0000
22.0000
22.0000
22.0000
A1
3
22.1100
22.1100
22.1100
22.1100
A1B3
3
22.6667
22.6667
22.6667
A2B2
3
23.1667
23.1667
23.1667
A3
3
23.5000
23.5000
23.5000
A2
3
25.5000
25.5000
A2B1
3
26.3333
26.3333
A1B2
3
Sig.
26.6667
.056
.127
.053
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.058
LAMPIRAN 4
Jumlah Daun 8 HST
Oneway
Descriptives
Jumlah Daun 8 HST
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
4.8500
.54083
.31225
3.5065
6.1935
4.25
5.30
B2
3
4.2500
.25000
.14434
3.6290
4.8710
4.00
4.50
B3
3
5.6667
.28868
.16667
4.9496
6.3838
5.50
6.00
A1
3
5.5000
.50000
.28868
4.2579
6.7421
5.00
6.00
A1B1
3
6.1667
1.52753
.88192
2.3721
9.9612
4.50
7.50
A1B2
3
7.0000
2.00000
1.15470
2.0317
11.9683
5.00
9.00
A1B3
3
5.1667
.57735
.33333
3.7324
6.6009
4.50
5.50
A2
3
5.6667
.76376
.44096
3.7694
7.5640
5.00
6.50
A2B1
3
6.1667
1.15470
.66667
3.2982
9.0351
5.50
7.50
A2B2
3
5.8333
.76376
.44096
3.9360
7.7306
5.00
6.50
A2B3
3
5.4333
.51316
.29627
4.1586
6.7081
5.00
6.00
A3
3
6.2500
1.14564
.66144
3.4041
9.0959
5.00
7.25
A3B1
3
5.1667
1.04083
.60093
2.5811
7.7522
4.00
6.00
A3B2
3
5.1667
.76376
.44096
3.2694
7.0640
4.50
6.00
A3B3
3
5.5000
.86603
.50000
3.3487
7.6513
4.50
6.00
Total
45
5.5856
1.02179
.15232
5.2786
5.8925
4.00
9.00
ANOVA
Jumlah Daun 8 HST
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
18.243
14
1.303
Within Groups
27.695
30
.923
Total
45.938
44
F
Sig.
1.412
.208
Oneway
Descriptives
Jumlah Daun 16 HST
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
6.1667
.28868
.16667
5.4496
6.8838
6.00
6.50
B2
3
5.9333
.40415
.23333
4.9294
6.9373
5.50
6.30
B3
3
8.1667
.76376
.44096
6.2694
10.0640
7.50
9.00
A1
3
7.1667
.28868
.16667
6.4496
7.8838
7.00
7.50
A1B1
3
8.1667
.28868
.16667
7.4496
8.8838
8.00
8.50
A1B2
3
8.6667
1.15470
.66667
5.7982
11.5351
8.00
10.00
A1B3
3
6.6667
1.15470
.66667
3.7982
9.5351
6.00
8.00
A2
3
7.8333
1.04083
.60093
5.2478
10.4189
7.00
9.00
A2B1
3
8.3333
.57735
.33333
6.8991
9.7676
8.00
9.00
A2B2
3
10.1667
4.36845
2.52212
-.6852
21.0185
6.50
15.00
A2B3
3
8.6667
1.15470
.66667
5.7982
11.5351
8.00
10.00
A3
3
9.3333
1.15470
.66667
6.4649
12.2018
8.00
10.00
A3B1
3
8.1667
1.25831
.72648
5.0409
11.2925
7.00
9.50
A3B2
3
8.6667
1.52753
.88192
4.8721
12.4612
7.00
10.00
A3B3
3
7.3333
.28868
.16667
6.6162
8.0504
7.00
7.50
Total
45
7.9622
1.63294
.24342
7.4716
8.4528
5.50
15.00
ANOVA
Jumlah Daun 16 HST
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
55.666
14
3.976
Within Groups
61.660
30
2.055
117.326
44
Total
Jumlah Daun 24 HST
F
Sig.
1.935
.063
Oneway
Descriptives
Jumlah Daun 24 HST
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
10.8900
2.16709
1.25117
5.5066
16.2734
8.67
13.00
B2
3
10.5000
2.59808
1.50000
4.0460
16.9540
9.00
13.50
B3
3
18.6667
3.21455
1.85592
10.6813
26.6521
15.00
21.00
A1
3
10.7767
1.10889
.64022
8.0220
13.5313
9.50
11.50
A1B1
3
12.3333
2.08167
1.20185
7.1622
17.5045
10.00
14.00
A1B2
3
16.6667
3.51188
2.02759
7.9427
25.3907
13.00
20.00
A1B3
3
13.8333
1.04083
.60093
11.2478
16.4189
13.00
15.00
A2
3
14.0000
2.64575
1.52753
7.4276
20.5724
11.00
16.00
A2B1
3
18.3333
4.72582
2.72845
6.5938
30.0729
13.00
22.00
A2B2
3
20.8333
7.28583
4.20648
2.7343
38.9323
14.00
28.50
A2B3
3
11.0000
.00000
.00000
11.0000
11.0000
11.00
11.00
A3
3
19.0000
6.92820
4.00000
1.7894
36.2106
15.00
27.00
A3B1
3
12.1667
1.75594
1.01379
7.8047
16.5287
10.50
14.00
A3B2
3
12.6667
2.08167
1.20185
7.4955
17.8378
11.00
15.00
A3B3
3
15.8333
5.29937
3.05959
2.6690
28.9977
11.00
21.50
Total
45
14.5000
4.56777
.68092
13.1277
15.8723
8.67
28.50
ANOVA
Jumlah Daun 24 HST
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
504.686
14
36.049
Within Groups
413.352
30
13.778
Total
918.038
44
F
Sig.
2.616
.013
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Jumlah Daun 24 HST
Duncan
Subset for alpha = .05
Perlakua
n
N
1
2
3
B2
3
10.5000
A1
3
10.7767
B1
3
10.8900
A2B3
3
11.0000
A3B1
3
12.1667
12.1667
A1B1
3
12.3333
12.3333
A3B2
3
12.6667
12.6667
A1B3
3
13.8333
13.8333
13.8333
A2
3
14.0000
14.0000
14.0000
A3B3
3
15.8333
15.8333
15.8333
A1B2
3
16.6667
16.6667
16.6667
A2B1
3
18.3333
18.3333
B3
3
18.6667
18.6667
A3
3
19.0000
19.0000
A2B2
3
Sig.
20.8333
.094
.063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.054
LAMPIRAN 5
Luas Daun 8 HST
Oneway
Descriptives
Luas Daun 8 HST
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
45.3500
8.86753
5.11967
23.3218
67.3782
38.41
55.34
B2
3
38.5200
8.34925
4.82044
17.7793
59.2607
29.30
45.57
B3
3
44.9700
28.12891
16.24024
-24.9061
114.8461
17.90
74.05
A1
3
53.0000
13.61334
7.85966
19.1826
86.8174
39.87
67.05
A1B1
3
54.0900
11.40900
6.58699
25.7485
82.4315
42.32
65.10
A1B2
3
93.8533
27.72768
16.00858
24.9740
162.7327
61.85
110.67
A1B3
3
68.8967
25.28027
14.59557
6.0970
131.6963
40.69
89.51
A2
3
61.9567
30.47155
17.59276
-13.7389
137.6522
40.53
96.84
A2B1
3 1.1550E2
18.39377
10.61965
69.8030
161.1883
104.00
136.71
A2B2
3
62.9867
28.94388
16.71076
-8.9139
134.8873
30.11
84.63
A2B3
3
58.4800
39.22225
22.64498
-38.9535
155.9135
27.34
102.53
A3
3
77.0333
38.66097
22.32092
-19.0058
173.0725
32.55
102.53
A3B1
3
63.9067
34.17410
19.73043
-20.9865
148.7998
27.99
96.02
A3B2
3
35.9800
14.55754
8.40480
-.1829
72.1429
19.53
47.20
A3B3
3
38.7367
8.21293
4.74174
18.3346
59.1387
29.30
44.27
Total
45
60.8837
29.53491
4.40280
52.0104
69.7570
17.90
136.71
ANOVA
Luas Daun 8 HST
Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups
19885.923
14
1420.423
Within Groups
18495.753
30
616.525
Total
38381.676
44
F
Sig.
2.304
.027
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Luas Daun 8 HST
Duncan
Subset for alpha = .05
Perlakua
n
N
1
2
3
A3B2
3
35.9800
B2
3
38.5200
A3B3
3
38.7367
B3
3
44.9700
B1
3
45.3500
A1
3
53.0000
53.0000
A1B1
3
54.0900
54.0900
A2B3
3
58.4800
58.4800
A2
3
61.9567
61.9567
A2B2
3
62.9867
62.9867
A3B1
3
63.9067
63.9067
A1B3
3
68.8967
68.8967
A3
3
77.0333
77.0333
77.0333
A1B2
3
93.8533
93.8533
A2B1
3
Sig.
115.4957
.098
.094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.082
Luas Daun 16 HST
Oneway
Descriptives
Luas Daun 16 HST
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
54.1933
11.98321
6.91851
24.4254
83.9613
47.19
68.03
B2
3
49.3100
6.76435
3.90540
32.5064
66.1136
43.29
56.63
B3
3
50.5033
24.02592
13.87137
-9.1804
110.1870
28.30
76.01
A1
3
66.0767
19.25384
11.11621
18.2475
113.9059
44.27
80.73
A1B1
3
64.6000
12.66196
7.31039
33.1460
96.0540
53.02
78.12
A1B2
3 1.0796E2
23.71418
13.69139
49.0507
166.8693
81.38
126.95
A1B3
3
85.1733
29.22099
16.87075
12.5844
157.7623
52.08
107.42
A2
3
86.9600
36.49679
21.07143
-3.7031
177.6231
45.08
111.97
A2B1
3 1.2185E2
18.24297
10.53258
76.5320
167.1680
105.63
141.60
A2B2
3
76.8200
37.21730
21.48742
-15.6329
169.2729
38.74
113.11
A2B3
3
73.8033
39.02418
22.53062
-23.1381
170.7448
49.38
118.81
A3
3 1.0199E2
22.86237
13.19959
45.1967
158.7833
78.12
123.69
A3B1
3
71.1767
40.16763
23.19079
-28.6053
170.9586
27.99
107.42
A3B2
3
50.4533
21.28290
12.28769
-2.4163
103.3230
26.04
65.10
A3B3
3
51.4300
4.15231
2.39734
41.1151
61.7449
47.36
55.66
Total
45
74.1533
30.78418
4.58903
64.9047
83.4019
26.04
141.60
ANOVA
Luas Daun 16 HST
Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups
21911.226
14
1565.088
Within Groups
19786.057
30
659.535
Total
41697.283
44
F
Sig.
2.373
.023
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Luas Daun 16 HST
Duncan
Subset for alpha = .05
Perlakua
n
N
1
2
3
4
B2
3
49.3100
A3B2
3
50.4533
B3
3
50.5033
A3B3
3
51.4300
B1
3
54.1933
54.1933
A1B1
3
64.6000
64.6000
64.6000
A1
3
66.0767
66.0767
66.0767
A3B1
3
71.1767
71.1767
71.1767
A2B3
3
73.8033
73.8033
73.8033
73.8033
A2B2
3
76.8200
76.8200
76.8200
76.8200
A1B3
3
85.1733
85.1733
85.1733
85.1733
A2
3
86.9600
86.9600
86.9600
86.9600
A3
3
101.9900
101.9900
101.9900
A1B2
3
107.9600
107.9600
A2B1
3
Sig.
121.8500
.139
.059
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.086
.053
Luas Daun 24 HST
Oneway
Descriptives
Luas Daun 24 HST
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
59.2967
11.48459
6.63063
30.7674
87.8260
49.38
71.88
B2
3
59.4067
6.53460
3.77275
43.1738
75.6395
52.44
65.40
B3
3
60.3500
31.20644
18.01704
-17.1711
137.8711
34.51
95.02
A1
3
76.6900
14.50596
8.37502
40.6552
112.7248
60.35
88.05
A1B1
3
71.5800
13.53890
7.81669
37.9475
105.2125
55.96
79.95
A1B2
3 1.1636E2
24.98614
14.42576
54.2910
178.4290
88.87
137.69
A1B3
3 1.0254E2
5.04322
2.91170
90.0086
115.0647
99.60
108.36
A2
3
98.2900
37.68311
21.75635
4.6800
191.9000
57.06
130.95
A2B1
3 1.3384E2
16.19435
9.34981
93.6110
174.0690
122.23
152.34
A2B2
3
93.4133
21.07170
12.16575
41.0683
145.7583
80.83
117.74
A2B3
3
81.8000
39.33448
22.70977
-15.9123
179.5123
53.02
126.62
A3
3 1.0780E2
18.86714
10.89295
60.9281
154.6652
88.05
125.64
A3B1
3
79.7167
41.96559
24.22884
-24.5316
183.9650
32.16
111.55
A3B2
3
58.9167
23.39800
13.50884
.7928
117.0405
32.86
78.13
A3B3
3
55.7167
1.73782
1.00333
51.3997
60.0337
53.87
57.32
Total
45
83.7140
30.73611
4.58187
74.4799
92.9481
32.16
152.34
ANOVA
Luas Daun 24 HST
Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups
24501.245
14
1750.089
Within Groups
17065.924
30
568.864
Total
41567.169
44
F
Sig.
3.076
.005
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Luas Daun 24 HST
Duncan
Subset for alpha = .05
Perlakua
n
N
1
2
3
A3B3
3
55.7167
A3B2
3
58.9167
B1
3
59.2967
B2
3
59.4067
B3
3
60.3500
A1B1
3
71.5800
71.5800
A1
3
76.6900
76.6900
A3B1
3
79.7167
79.7167
A2B3
3
81.8000
81.8000
A2B2
3
93.4133
93.4133
93.4133
A2
3
98.2900
98.2900
98.2900
A1B3
3
102.5367
102.5367
102.5367
A3
3
107.7967
107.7967
A1B2
3
116.3600
116.3600
A2B1
3
Sig.
133.8400
.050
.057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.076
LAMPIRAN 6
Berat Basah Tanaman
Oneway
Descriptives
Berat
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
15.6000
5.46168
3.15331
2.0324
29.1676
9.30
19.00
B2
3
14.0000
3.46410
2.00000
5.3947
22.6053
12.00
18.00
B3
3
35.3333
17.55230
10.13383
-8.2690
78.9357
23.50
55.50
A1
3
27.2233
8.55451
4.93895
5.9728
48.4739
20.00
36.67
A1B1
3
18.1667
5.61991
3.24465
4.2060
32.1273
12.00
23.00
A1B2
3
72.0000
5.63471
3.25320
58.0026
85.9974
65.50
75.50
A1B3
3
33.6667
5.00833
2.89156
21.2253
46.1080
28.00
37.50
A2
3
40.0000
19.07878
11.01514
-7.3943
87.3943
18.00
52.00
A2B1
3
61.1667
32.62029
18.83333
-19.8666
142.2000
23.50
80.00
A2B2
3
29.1667
17.56654
10.14205
-14.4710
72.8044
10.00
44.50
A2B3
3
27.0000
9.53939
5.50757
3.3028
50.6972
21.00
38.00
A3
3
44.0000
31.60696
18.24829
-34.5160
122.5160
11.00
74.00
A3B1
3
40.7600
23.36799
13.49151
-17.2893
98.8093
19.50
65.78
A3B2
3
20.5000
3.12250
1.80278
12.7433
28.2567
17.00
23.00
A3B3
3
18.6667
5.13160
2.96273
5.9191
31.4143
13.00
23.00
Total
45
33.1500
21.04091
3.13659
26.8286
39.4714
9.30
80.00
ANOVA
Berat
Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups
11639.030
14
831.359
Within Groups
7840.645
30
261.355
Total
19479.675
44
F
Sig.
3.181
.004
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Berat
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua
n
N
1
2
3
B2
3
14.0000
B1
3
15.6000
A1B1
3
18.1667
A3B3
3
18.6667
A3B2
3
20.5000
A2B3
3
27.0000
A1
3
27.2233
A2B2
3
29.1667
A1B3
3
33.6667
33.6667
B3
3
35.3333
35.3333
A2
3
40.0000
40.0000
A3B1
3
40.7600
40.7600
A3
3
44.0000
44.0000
44.0000
A2B1
3
61.1667
61.1667
A1B2
3
Sig.
72.0000
.065
.075
.053
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
LAMPIRAN 7
Klorofil
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
B1
3
9.5301
3.42839
1.97938
1.0135
18.0467
7.46
13.49
B2
3
8.9121
.54870
.31679
7.5491
10.2752
8.39
9.48
B3
3
9.7352
.40273
.23252
8.7347
10.7356
9.47
10.20
A1
3
8.9310
2.56670
1.48188
2.5550
15.3070
5.98
10.63
A1B1
3
10.0480
.59835
.34545
8.5617
11.5344
9.48
10.68
A1B2
3
11.2863
.31154
.17987
10.5124
12.0602
10.93
11.47
A1B3
3
9.0746
1.65121
.95332
4.9728
13.1764
7.76
10.93
A2
3
6.3955
1.37239
.79235
2.9863
9.8047
4.96
7.69
A2B1
3
6.3953
1.22887
.70949
3.3426
9.4480
5.67
7.81
A2B2
3
8.8436
2.82630
1.63177
1.8226
15.8645
5.62
10.91
A2B3
3
8.9788
.62691
.36194
7.4215
10.5361
8.47
9.68
A3
3
11.3583
2.08194
1.20201
6.1864
16.5301
10.11
13.76
A3B1
3
10.3294
1.25887
.72681
7.2022
13.4566
9.32
11.74
A3B2
3
7.0240
.94323
.54457
4.6809
9.3671
6.15
8.02
A3B3
3
7.8577
1.56101
.90125
3.9799
11.7354
6.13
9.17
Total
45
8.9800
2.05540
.30640
8.3625
9.5975
4.96
13.76
ANOVA
Klorofil
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
99.872
14
7.134
Within Groups
86.014
30
2.867
Total
185.885
44
F
Sig.
2.488
.018
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Klorofil
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua
n
N
1
2
3
A2B1
3
6.3953
A2
3
6.3955
A3B2
3
7.0240
7.0240
A3B3
3
7.8577
7.8577
A2B2
3
8.8436
8.8436
8.8436
B2
3
8.9121
8.9121
8.9121
A1
3
8.9310
8.9310
8.9310
A2B3
3
8.9788
8.9788
8.9788
A1B3
3
9.0746
9.0746
9.0746
B1
3
9.5301
9.5301
9.5301
B3
3
9.7352
9.7352
A1B1
3
10.0480
10.0480
A3B1
3
10.3294
10.3294
A1B2
3
11.2863
A3
3
11.3583
Sig.
.062
.051
.133
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 8.
Perhitungan kebutuhan pupuk organik dan anorganik per polybag
 Kebutuhan pupuk organik per polybag
Ukuran polybag 35 x 40 dengan diameter 35 dan r = 17,5 cm
L O = µ r2 = 22/7 x 17,52
= 22/7 x 306,25
= 962,5 cm2
1. Dosis 14,5 ton/ha
1 ha = 14,5 ton
10.000 m2 = 14500 kg
1 m2 = 145/100 kg
1 m2 = 1,45 kg
10.000 cm2 = 1,45 kg
1 cm2 = 1,45/10.000 kg
1 cm2 = 0.000145 kg
1 cm2 = 0.145 gram
Jadi 0.145 x 962,5 = 140 gram/polybag
2. Dosis 21,8 ton/ha
1 ha = 21,8 ton
10.000 m2 = 21800 kg
1 m2 = 218/100 kg
1 m2 = 2,18 kg
10.000 cm2 = 2,18 kg
1 cm2 = 2,18/10.000 kg
1 cm2 = 0,000218 kg
1 cm2 = 0,218 gram
Jadi 0.218 x 962,5 = 210 gram/polybag.
3. Dosis 29 ton/ha
1 ha = 29 ton
10.000 m2 = 29000 kg
1 m2 = 29/10 kg
1 m2 = 2,9 kg
10.000 cm2 = 2,9 kg
1 cm2 = 2,9/10.000 kg
1 cm2 = 0.00029 kg
1 cm2 = 0.29 gram
Jadi 0.29 x 962,5 = 280 gram/polybag
 Kebutuhan pupuk anorganik per polybag
1. Dosis 730 kg/ha
1 ha = 730 kg
10.000 m2 = 730 kg
1 m2 = 730/10.000 kg
1 m2 = 0.073 kg
10.000 cm2 = 0.073 kg
1 cm2 = 0.073/10.000 kg
1 cm2 = 0.0000073 kg
1 cm2 = 0.0073 gram
Jadi 0.0073 x 962,5 = 7 gram/polybag
2. Dosis 1500 kg/ha
1 ha = 1500 kg
10.000 m2 = 1500 kg
1 m2 = 1500/10.000 kg
1 m2 = 0,15 kg
10.000 cm2 = 0,15 kg
1 cm2 = 0,15/10.000 kg
1 cm2 = 0.000015 kg
1 cm2 = 0.015 gram
Jadi 0.015 x 962,5 = 14 gram/polybag
3. Dosis 2200 kg/ha
1 ha = 2200 kg
10.000 m2 = 2200 kg
1 m2 = 2200/10.000 kg
1 m2 = 0,22 kg
10.000 cm2 = 0,22 kg
1 cm2 = 0,22/10.000 kg
1 cm2 = 0,000022 kg
1 cm2 = 0,022 gram
Jadi 0.022 x 962,5 = 21 gram/polybag
Download