UNIVERSITAS ANDALAS FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Oleh : NELFRIDES No. BP. 1010334079 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS 2016 PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Oleh : NELFRIDES No. BP. 1010334079 Hasil skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Pembimbing Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang, 28Oktober 2016 Menyetujui Pembimbing I Dr. dr. Fauziah Elytha, MSc NIP. 19530312 198003 2 005 Pembimbing II Dr.Masrizal Dt. Mangguang, SKM, MBiomed NIP. 19733112 199803 1 014 PERNYATAAN PERSETUJUANTIM PENGUJI Skripsi Dengan Judul FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh: NELFRIDES No. BP. 1010334079 Telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas pada tanggal 28 Oktober 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima. Penguji I Abdiana, SKM, M. Epid Penguji II Magzaiben Zainir, SKM, M.Kes. PERNYATAAN PENGESAHAN DATA MAHASISWA: Nama Lengkap : Nelfrides Nomor Buku Pokok : 1010334079 Tanggal Lahir : 05 Desember 1968 Tahun Masuk : 2010 Peminatan : Epidemiologi Nama Pembimbing Akademik : Dr.dr. Fauziah Elytha, MSc Nama Pembimbing I : Dr.dr. Fauziah Elytha, MSc Nama Pembimbing II : Dr.Masrizal Dt Mangguang, SKM, MBiomed Nama Penguji I : Abdiana, SKM, M. Epid Nama Penguji II : Ratno Widoyo, SKM, MKM Nama Penguji III : Magzaiben Zainir, SKM, M. Kes JUDUL PENELITIAN: FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan akademik dan administrasi untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. Padang, 28Oktober 2016 Menyetujui, Dekan FKM UNAND Mengesahkan, Ketua Prodi IKM Defriman Djafri, SKM, MKM, Ph.D. NIP. 198008052005011004 Ade Suzanna Eka Putri,Ph.D. NIP. 198106052006042001 PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT Yang bertanda tangan dibawah ini, saya : Nama Lengkap : Nelfrides Nomor Buku Pokok : 10010334079 Tanggal Lahir : 05 Desember 1968 Tahun Masuk : 2010 Peminatan : Epidemiologi Nama Pembimbing Akademik : Dr.dr. Fauziah Elytha, MSc Nama Pembimbing I : Dr.dr. Fauziah Elytha, MSc Nama Pembimbing II : Masrizal Dt Mangguang, SKM, Mbiomed Nama Penguji I : Abdiana, SKM, M. Epid Nama Penguji II : Magzaiben Zainir, SKM, M. Kes Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul : “FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG TAHUN 2015” Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akanmenerima sanksi yang telah ditetapkan. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Padang, 28 Oktober 2016 Nelfrides No.BP:1010334079 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Nelfrides Tempat/ Tanggal Lahir : Padang/ 05 Desember 1968 Alamat : Komplek Filano Jaya I Blok E4 No 3 Padang Status Keluarga : Menikah No. HP : 082170076292 E-mail : [email protected] Riwayat Pendidikan 1. SDN No 74 Padang Lulusan Tahun 1981 2. SMPN No 8 Padang Lulusan Tahun 1984 3. SPK Depkes RI Padang Lulusan Tahun 1987 4. Diploma III Keperawatan Poltekkes Depkes RI Padang Lulusan Tahun 2003 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Lulusan Tahun 2016 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS Skripsi, Oktober 2016 NELFRIDES, No. BP 1010334079 FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG TAHUN 2015 xi + 49 halaman, 9 tabel, 4 gambar, 9 lampiran ABSTRAK Tujuan Campak merupakan penyakit menular penyebab utama kematian anakIndonesia.Pada tahun 2015 angka kejadian campak di Sumatera Barat yaitu 223 kasus.Kota Padang pada tahun 2015 terdapat 63 kasus campak pada balita dan 1 kali mengalami Kejadian Luar Biasa.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko kejadian campak pada balita di Kota Padang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain case control. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Padang dari bulan Januari sampai Oktober 2016. Sampel terdiri dari 33 kasus dan 33 kontrol dengan matching umur dan jenis kelamin. Pengambilan sampel menggunakan teknik systematic random sampling untuk kasus dan purposive random sampling untuk kontrol. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan anlisis bivariat dengan uji statistik Mc Nemar. Hasil Hasil analisis bivariat hubungan variabel independen dengan dependen diperoleh bahwa pengetahuan ibu OR = 3,17 (95%CI = 1,26-7,92), p=0,01, sikap ibu OR = 3,33 (95%CI = 0,91-12,11), p= 0,05, status imunisasi OR = 1,83 (95% CI = 0,674,95), p=0,22 , sikap petugas OR = 1,50 (95% CI= 0,61-3,66) , p=0,37. Kesimpulan Penelitian ini memperlihatkan bahwapengetahuan ibu berhubungan secara signifikan dengan kejadian campak pada balita di Kota Padang. Untuk itu disarankan kepada petugas kesehatan agar melakukan penyuluhan kesehatantentang penyakit campak dan pencegahannya kepada masyarakat terutama ibu-ibu Daftar Pustaka Kata Kunci : 22 (2003-2015) : Campak, Balita, Pengetahuan, KLB i FACULTY OF PUBLIC HEALTH ANDALASUNIVERSITY Undergraduate Thesis, October 2016 NELFRIDES, No. BP 1010334079 RISK FACTORS OF MEASLESIN CHILDREN UNDER 5 YEARS OLD AT PADANG CITY IN 2015 xi + 49 pages, 9 tables, 4 pictures, 9 appendices ABSTRACT Objective Measles is an infectious disease cause of death of children in Indonesia. In 2015, the incidence of measles in West Sumatra is 223 cases. Padang City in 2015 there were 63 cases of measles toddlers and once times appeared outbreaks of measles.. The purpose of this study was to determine the risk factors for the incidence of measles in toddlers in the city of Padang. Method Research type is analytic with case control study design. The researchwas held at Agam from January to October 2016. Samples consisted of 33 cases and 33 controls with matching age and sex. Samplingtechniquewas done by using systematic random sampling of cases and purposive random sampling of controls.The data were analyzed by usingunivariate and bivariate by using Mc Nemartest. Result The results of the bivariate analysis of independent variables with the dependent relationship is obtained that knowledge of the mother OR = 3.17 (95% CI = 1.26 7.92), p = 0.01, attitude of mothers OR = 3.33 (95% CI = 0.91 - 12.11), p = 0.05, measles immunization status OR = 1.83 (95% CI = 0.67 - 4.95), p = 0.22, attitude of healthy profession OR = 1.50 (95% CI = 0,61-3,66), p = 0.37), Conclusion This study shows that knowledge of mothers significantly associated with the incidence of measles in tooddlers in the city of Padang. It is recommended to healthy profession to conduct health education about measlesand manner prevention to the community, especially mothers. References Keywords : 37 (1997-2014) :Measles, Toddler, Knowledge, Outbreaks ii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita di Kota Padang Tahun 2015”. Dalam proses pembuatan dan penyusunan skripsiini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan, dorongan, petunjukserta sumbangan gagasan dan pikiran dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, PhD selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeristas Andalas. 2. Ibu Dr. dr. Fauziah Elytha, MSc, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan motivasi, saran dan dorongan agar dapat menyelesaikan penelitian ini. 3. Bapak Dr.Masrizal Dt. Mangguang, SKM, M.Biomed selaku Pembimbing II yang juga memberikan spirit yang membangun yang sangat berguna bagi peneliti dalam pembuatan usulan penelitian ini. 4. Seluruh dosen pengajardi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti. 5. Papa Syafri (alm) dan Mama Nelis, orang tua saya yang memberikan dorongan moril kepada saya. 6. Suami Aidil, ST dan keempat anak-anakku yang sangat menginginkan mamanya wisuda secepatnya. 7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang juga ikut memberikan motivasi dan semangat agar dapat menyelesaikan penelitian dan wisuda dalam waktu dekat ini. iii Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, demi kesempurnaan skripsi ini penelitimengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun untuk masa yang akan datang. Padang,Oktober 2016 Peneliti iv DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PERNYATAAN PENGESAHAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ABSTRAK ................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. x DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xi BAB 1 : PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 6 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 7 2.1 Penyakit Campak ............................................................................................... 7 2.1.1 Gambaran Klinis .................................................................................... 7 2.1.2 Etiologi ................................................................................................. 10 2.1.3 Masa Inkubasi ...................................................................................... 10 2.1.4 Sumber dan Cara Penularan ................................................................. 10 2.1.5 Pengobatan ........................................................................................... 10 v 2.1.6 Epidemiologi ........................................................................................ 11 2.2 Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak .................................................. 12 2.3 Kejadian Luar Biasa Campak ...................................................................... 17 2.4 Telaah Sistematis ............................................................................................. 22 2.5 Kerangka Teori................................................................................................. 24 2.4 Kerangka Konsep ........................................................................................ 25 2.6 Hipotesis Penelitian.......................................................................................... 25 BAB 3 : METODE PENELITIAN ......................................................................... 26 3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 26 3.2 Waktu dan Tempat ........................................................................................... 26 3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 26 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi............................................................................ 28 3.5 Defenisi Operasional ........................................................................................ 30 3.6 Pengumpulan Data ........................................................................................... 31 3.7 Teknik Pengolahan Data .................................................................................. 31 3.8 Analisa Data ..................................................................................................... 32 BAB 4 : HASIL PENELITIAN ............................................................................... 34 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................ 34 4.2 Partisipasi Responden ...................................................................................... 35 4.3 Analisis Univariat............................................................................................. 36 4.4 Analisis Bivariat ............................................................................................... 37 4.4.1 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ..... 37 4.4.2 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ................ 38 4.4.3 Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Campak Pada Balita...... 39 4.4.4 Hubungan Sikap Petugas Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ......... 39 vi BAB 5 : PEMBAHASAN ......................................................................................... 41 5.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 41 5.2 Distribusi Frekuensi Variabel Independen ....................................................... 41 5.2.1 Pengetahuan Ibu ........................................................................................ 41 5.2.2 Sikap Ibu ................................................................................................... 42 5.2.3 Status Imunisasi ........................................................................................ 42 5.2.4 Sikap Petugas ............................................................................................ 43 5.2.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Campak Pada Balita ......... 44 5.2.6 Hubungan Sikap Ibu dengan Kejadian Campak Pada Balita .................... 45 5.2.7 Hubungan Status Imunisasi dengan Campak pada Balita ........................ 46 5.2.8 Hubungan Sikap Petugas dengan Kejadian Campak pada balita .............. 47 BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 48 6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 48 6.2 Saran ................................................................................................................. 48 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 51 LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Dosis Pemberian Vitamin A usia 6 bulan – 5 tahun ................................. 11 Tabel 4.1 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan .................... 35 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Kota Padang tahun 2015 .................................................................................... 36 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Kota Padang tahun 2015 ................................................................................................. 36 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Variabel Independen ................................................. 37 Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ...... 38 Tabel 4.6 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ................. 38 Tabel 4.7 Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ...... 39 Tabel 4.8 Hubungan Sikap Petugas Terhadap Kejadian Campak Pada Balita .......... 39 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1Skema Klasifikasi Campak ....................................................................... 9 Gambar 2.2Skema Sehat – Sakit menurut HL Bloom ............................................... 24 Gambar 2.3Kerangka Konsep Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Campak di Kota Padang Tahun 2015 ................................................... 25 Gambar 3.1 Skema rancangan studi kasus control..................................................... 26 ix DAFTAR LAMPIRAN 1. Permohonan Menjadi Responden 2. Pernyataan Bersedia Menjadi Responden 3. Kuisioner Penelitian 4. Master Tabel 5. Output Data 6. Kartu Kontak Bimbingan 7. Izin Pengambilan Data 8. Izin Penelitian 9. Surat Keterangan Selesai Penelitian x DAFTAR SINGKATAN 1. PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi 2. KLB : Kejadian Luar Biasa 3. UCI : Universal Child Immunization 4. BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah 5. OR : Odd Ratio 6. WHO : Word Health Organization 7. HIV : Human Immune Virus 8. IgM : Immunoglobulin M 9. DHF : Dengue Haemorrhagic Fever 10. IU : International Unit 11. CBMS : Base Based Measles Surveillance 12. C1 : Laporan Campak Rutin 13. C2 : Laporan Campak KLB 14. SKD : Sistem Kewaspadaan Dini 15. PWS : Pemantauan Wilayah Setempat 16. ASI : Air Susu Ibu xi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan sebagai penyebab utama kematian anak di Negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian anak akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan 5 % penyebab kematian anak dibawah lima tahun. Jumlah kasus campak di regional SEARO meningkat dari 78.574 kasus pada tahun 2000 menjadi 94.562 kasus pada tahun 2006, ini disebabkan karena adanya peningkatan surveilans campak di Indonesia dan India[1]. Berdasarkan data epidemiologi di Indonesia didapatkan adanya akumulasi anak balita yang tidak mendapat imunisasi dan anak-anak yang tidak mendapat kekebalan setelah pemberian satu dosis vaksin campak karena efikasi vaksin campak sehingga dapat terjadi KLB pada kelompok ini.Di Indonesia dilaporkan pada tahun 2010 telah terjadi 188 kejadian luar biasa campak dengan 3.044 kasus. Sementara dari laporan rutin campak jumlah kasus pada tahun 2010 adalah 19.111 kasus. Distribusi kelompok umur pada KLB dengan cakupan imunisasi yang rendah umumnya terjadi pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan 5 – 9 tahun, sedangkan pada beberapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun)[1]. Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Kematian penderita karena campak umumnya disebabkan karena komplikasinya,seperti bronchopneumonia, diare berat dan gizi buruk serta penanganan yang terlambat[2]. 1 2 Sejak vaksinasi campak diberikan secara luas, terjadi perubahan epidemiologi campak terutama di negara berkembang. Dengan tingginya cakupan imunisasi, terjadi penurunan insiden campak dan pergeseran umur ke umur yang lebih tua.Walaupun cakupan imunisasi cukup tinggi, KLB campak mungkin saja masih akan terjadi yang diantaranya disebabkan adanya akumulasi anak-anak rentan ditambah 15 % anak yang tidak terbentuk imunitas[3, 4]. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, kemudian pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau universal child imunzation (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I – VI (Catch up) secara bertahap yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak sekolah dasar kelas I SD pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)[1]. Untuk mempercepat tercapainya perlindungan campak pada anak, sejak tahun 2005 sampai Agustus 2007 dilakukan kegiatan crash program campak terhadap anak usia 6 – 59 bulan dan anak usia sekolah di seluruh provinsi dalam 5 phase dan follow up campaign dilakukan bertahap sejak tahun 2009 – 2011. Dengan dilakukannya berbagai upaya tersebut di atas, angka kematian campak diharapkan menurun sehingga upaya program dan jumlah wilayah endemis campak juga berkurang. Endemis campak adanya transmisi campak indigenous atau import secara terus menerus selama lebih dari 12 bulan di suatu wilayah (kabupaten/ kota). Daerah dengan cakupan imunisasi campak rendah atau dengan akumulasi kelompok rentan (suseptibel) yang tidak tercakup imunisasi selama beberapa tahun (3 – 5 tahun) sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak[5, 6]. Sumatera Barat memiliki 19 Kabupaten/ Kota dengan penduduk yang sangat padat memungkinkan terjadinya penularan terhadap kasus campak yang terjadi pada 3 suatu wilayah. Angka kejadian campak di Provinsi Sumatera Barat didapat angka sebagai berikut : tahun 2010 sebanyak 410 kasus , tahun 2011 sebanyak 508 kasus, tahun 2012 sebanyak 424 kasus, tahun 2013 sebanyak kasus dan tahun 2014 sebanyak 421 kasus. Tahun 2015 periode Januari s/d Juni tercatat sebanyak 223 kasus[7]. Kota Padang mempunyai wilayah yang cukup luas tersebar pada 11 Kecamatan dengan fasilitas kesehatan sebanyak 22 buah Puskesmas.Jumlah penduduk yang padat memungkinkan terjadinya penularan penyakit terutama penyakit campak. Angka kejadian penyakit campak di Kota Padang dapat dirinci dari tahun 2010 s/d 2014 adalah sebagai berikut : tahun 2010 sebanyak 113 kasus, tahun 2011 sebanyak 177 kasus, tahun 2012 sebanyak kasus 50 kasus dengan kejadian luar biasa campak pada wilayah Puskesmas Pauh sebanyak 1 kali, tahun 2013 sebanyak 55 kasus dan tahun 2014 sebanyak 84 kasus dengan 1 kali kejadian luar biasa campak pada wilayah Puskesmas Kuranji. Jumlah kasus campak bulan Januari s/d Desember 2015 tercatat sebanyak 63 kasus dan 1 kali kejadian luar biasa campak pada Kecamatan Padang Barat[8]. Dari gambaran kejadian penyakit campak selama 5 tahun terdapat jumlah kasus yang bervariasi dan cenderung naik-turun dengan 2 kali kejadian luar biasa. T Januari s/d Desember2015 telah tercatat jumlah kasus 80 dengan 1 kali kejadian luar biasa[8]. Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :Host (Pejamu), Agent (Kuman Penyakit) dan Environtment (Lingkungan). Faktor Host adalah faktor yang terdapat dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan perjalanan penyakit, seperti : umur, jenis kelamin, status imunisasi dan status gizi. Faktor Agent adalah suatu substansi yang keberadaannya mempengaruhi perjalanan 4 penyakit.Faktor Environtment adalah semua kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan organisme, seperti : lingkungan fisik dan lingkungan biologis. Kejadian campak merupakan penyakit yang timbul akibat interaksi ketiga faktor tersebut[9]. Para ahli melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit campak adalah tingkat pengetahuan ibu, status imunisasi dan sikap ibu. Hasil penelitian I Made Suardiyasa (2008) tentang Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak pada Anak Balita di Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan bahwa : Status Imunisasi dengan Odd Ratio (OR) = 22,031, Status Gizi (OR = 28,897) dan Tingkat Pengetahuan Ibu (OR = 5,371) merupakan faktor risiko kejadian penyakit campak pada balita di Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian Ade Soemantri (2012) yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Campak (Morbili) pada Anak di Kota Bukittinggi Tahun 2011 menemukan bahwa, Faktor Sikap Ibu (OR = 10,06) juga merupakan faktor risiko kejadian penyakit campak. Duski (2001) menyatakan bahwa, adanya hubungan status imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak ; dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko 3,2 kali lebih besar untuk menderita campak disbanding anak yang mendapat imunisasi. Berdasarkan latar belakang inilah penelitimelakukan penelitian yang berjudul “Faktor RisikoKejadian Campak Pada Balita di Kota Padang Tahun 2015”. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu faktor risiko apa saja yang berperan dalam kejadian campak pada balita di Kota Padang Tahun 2015. 5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko kejadian campak pada balita di kota Padang tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensifaktor risiko (tingkat pengetahuan ibu,sikap ibu, status imunisasi dan sikap petugas)dengan kejadian campak pada balita. 2. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian campak pada balita 3. Mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita 4. Mengetahui hubungan antara status imunisasi dengan kejadian campak pada balita 5. Mengetahui hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada balita 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Memberikan sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu kesehatan masyarakat menegenai faktor risiko kejadian campak pada balita 2. Memberikan informasi mengenai faktor risiko kejadian campak pada balita sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam mengembangkan keilmuan. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Padang dalam melakukan upaya pencegahan dan penularan campak pada balita 2. Memberikan informasi kepada masayarakat tentang faktor risiko kejadian campak balita sehingga masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan dan penularan campak secara mandiri. 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit campak di kota padang tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan dari Januari – Oktober 2016. Lokasi penelitian dilakukan pada wilayah puskesmas yang terdapat kasus campak di kota Padang. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi campak, dan sikap petugas. Desain penelitian yang digunakan adalah case control dengan matching umur dan jenis kelamin. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan aplikasi Epi Info. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. . BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Campak Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38 derajat celcius atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah[5]. Definisi Operasional untuk surveilans Penyakit campak di Indonesia adalah adanya demam (panas), bercak kemerahan (rash), dan ditambah satu atau lebih gejala batuk, pilek atau mata merah (conjunctivitis)[10]. 2.1.1 Gambaran Klinis Campak mempunyai gejala klinis demam > 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair. Gejala khas (patognomonik) adalah Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa buccal). Bercak kemerahan/ rash dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo popular dan dalam beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1 bulan bercak kemerahan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Sebagian penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa > 20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah diare dan bronchopneumonia. Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita malnutrisi, defisiensi vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan yang terlambat[2]. Diagnosa banding kasus campak banyak diantaranya yang paling menyerupai campak adalah rubella (campak Jerman) yang ditandai dengan pembesaran kelenjar 7 8 getah bening di belakang telinga. DHF atau DBD, dalam 2-3 hari terjadi mimisan, turkinet test (Rumple Leede) positip, perdarahan diikuti shock, laboratorium menunjukkan trombosit < 100.000/ml dan serologis positip IgM DHF. Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan.Alergi obat, kemerahan di tubuh setelah minum obat/ disuntik, disertai gatal-gatal.Miliaria atau keringat buntet : Gatal-gatal, bintik kemerahan[1]. Klasifikasi kasus Campak adalah sebagai berikut [1]: 1. Pasti secara laboratorium (kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM campak Positif) ; 2. Pasti secara Epidemiologi (semua kasus klinis yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti secara epidemiologi yang lain (biasanya dalam kasus KLB) ; 3. Bukan Kasus Campak (Discarded) yaitu kasus tersangka campak, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya negatif atau kasus tersangka campak yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan Rubella; Kematian Campak adalah (kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis,laboratoriummaupun epidemiologi yang terjadi selama 30 hari setelah timbul rash,bukan disebabkan oleh hal- hal lain seperti truma atau penyakit kronik yang tidakberhubungan dengan komplikasi campak[2]. Daerah risiko campak/ daerah risiko tinggi campak yaitu daerah yang berpotensi terjadinya KLB campak, dilihat dari Daerah dengan cakupan imunisasi rendah (< 80 %) [6]: Lokasi yang padat dan kumuh antara lain pengungsian 9 Daerah rawan gizi Daerah sulit dijangkau atau jauh dari pelayanan kesehatan Daerah dimana budaya masyarakatnya tidak menerima imunisasi Spesimen adekuat adalah [5, 6]: a) Spesimen darah : Spesimen adekuat apabila pengambilan specimen serum dilakukan pada hari ke 4 – 28 sejak hari pertama timbulnya rash. Namun specimen serum tetap harus diambil pada saat pertama kasus datang ke fasilitas kesehatan sampai 28 hari setelah timbul rash. b) Spesimen urin Spesimen diambil sesegera mungkin sampai hari kelima setelah timbul rash. Skema Klasifikasi Campak dapat dilihat pada gambar di bawah ini [4]: IgM negatif Spesimen darah adekuat IgM positif Campak Klinis Ada hubungan epidemiologi dengan kasus pasti laboratorium Tidak ada specimen/ specimen tidak adekuat Tidak ada hubungan epidemiologi dengan kasus pasti Gambar 2.1Skema Klasifikasi Campak Bukan kasus Campak Kasus campak Pasti secara laboratorium Kasus campak pasti secara epidemiologi (biasanya dalam kasus KLB) Kasus Campak Klinis 10 2.1.2 Etiologi Penyebab penyakit campak ini adalah paramyxoviridae (RNA), jenisMorbilivirus yang mudah mati karena panas dan cahaya[10]. 2.1.3 Masa Inkubasi Masa Inkubasi antara 7 – 18 hari. Rata-rata 10 hari[10]. 2.1.4 Sumber dan Cara Penularan Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara teruatam melalui batuk, bersin atau sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1 – 3 hari pertama sakit[4]. 2.1.5 Pengobatan Pengobatan terhadap campak sesuai dengan gejala yang muncul. Penderita tanpa komplikasi cukup diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia. Jika ada komplikasi anjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di Rumah Sakit. Pengobatan komplikasi di sarana pelayanan kesehatan dengan pemberian antibiotiktergantung berat ringannya komplikasi, bila keadaan penderita cukup berat segera rujuk ke rumah sakit. Kasus yang terkena penyakit campak, diisolasi, untuk memutuskan rantai penularan pada orang lain[6]. Pemberian Vitamin A diberikan sebanyak 2 kapsul (kapsul pertama diberikan saat penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya, dosis sesuai umur penderita). Pemberian vitamin A diutamakan untuk penderita campak jika persediaan vitamin A mencukupi, sebaiknya juga diberikan pada yang tidak terkena 11 kasus campak. Bila ada komplikasi pada mata, maka berikan vitamin A dosis ketiga, 2 minggu kemudian, sesuai dosis diatas[2]. Bagi penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI, tidak perlu diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi melalui ASI (air susu ibu). Sehingga ibu nifas (1-42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi sesuai program. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada penderita usia 6 – 5 tahun dengan ketentuan sebagai berikut[5] : Tabel 2.1Dosis Pemberian Vitamin A usia 6 bulan – 5 tahun Umur Penderita Dosis Segera Dosis hari ke 2 0-6 bl * 50.000 IU 50.000 IU 6-11 bl 100.000 IU 100.000 IU 12-59 bl 200.000 IU 200.000 IU (*) : Bagi bayi yang tidak mendapat ASI Sumber : Petunjuk Teknis Surveilans Campak, Dirjen PP dan PL Kemenkes RI 2.1.6 Epidemiologi Penyakit Campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90 % anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia diperkirakan satusatunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penyebaran[1]. Di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 50 % kasus campak yang dilaporkan yaitu 852.937 kasus pada tahun 2000 menjadi 373.421 kasus pada tahun 2006[5]. 12 2.2 Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak 2.2.1 Status Imunisasi Pemberian imunisasi pada anak usia 2 bulan – 15 tahun merupakan cara untuk perlindungan diri terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Salah satu vaksinasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak adalah vaksinasi campak yang diberikan pada usia 9 bulan, dan 6 tahun (jadwal imunisasi campak menurut WHO). Untuk meningkatkan kekebalan anak diberikan vaksinasi campak sebanyak 2 kali agar terhindar dari penyakit campak. Vaksin campak berisi virus campak yang dilemahkan. Imunisasi campak yang diberikan pada umur 9 bulan dapat meningkatkan imunitas sekurang-kurangnya 85 % pada bayi dan mencegah sebagian besar kasus kematian. Efikasi vaksin yang terjadi pada 15 % anak yang tidak diimunisasi bisa kemungkinan menimbulkan wabah[3, 6]. Menurut I Made Suardiyasa di Kabupaten Toli-Toli Sulawesi Tengah berdasarkan penelitiannya bahwa anak yang tidak dapat imunisasi campak berisiko 29 kali untuk dapat terserang penyakit campakdibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi. Duski (2001) menyatakan bahwa adanya hubungan status imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak, dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko 3,2 kali lebih besar untuk menderita campak dibanding anak yang mendapat imunisasi. Berdasarkan penelitian Romi Ronaldo (2014) bahwa responden yang tidak mendapatkan imunisasi campak 5 kali berisiko terhadap kejadian penyakit campak dibandingkan dengan responden yang pernah diimunisasi campak dengan OR = 5.00 (95 % CI : 1.44 – 17.27) 13 2.2.2 Tingkat Pengetahuan Ibu Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, kulit dan sebagainya). Pada waktu penginderaan sampai mengahsilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan sebagian besar dipengaruhi oleh penginderaan pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)[9]. Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni[9] : 1. Tahu (know) Mengingat (recall) terhadap suatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterima. 2. Comprehension (Memahami) Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan dengan benar. 3. Aplikasi (Application) Kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 14 5. Sintesis (Synthesis) Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek, berdasarkan criteria ditentukan sendiri atau menggunakan criteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.Tingkat pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi terhadap kejadian penyakit campak, hal ini dinyatakan oleh Romi Ronaldo (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Spasial Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak Pada Anak di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2014, bahwa Ibu yang mempunyai pengetahuan rendah akan berisiko 23 kali terhadap kejadian penyakit campak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pendidikan tinggi dengan OR = 23.00 (95 %CI : 3.106 – 170.315) 2.2.3 Sikap Ibu Sikap (attitude) adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan selanjutnya)[9]. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), 15 atau reaksi tertutup, bukan merupakan rekasi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : 1. Kepercayaan (keyakinan) 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Tingkatan sikap terdiri dari : 1. Menerima (Receiving) Subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung-jawab (Responsible) Bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden. Stuart dan Liker (Likert Scale) adalah skala yang dipergunakan untuk mengetahuipenilaian responden terhadap sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan 16 sikapnya terhadap objek yang diteliti.Skala sikap yang berisi pertanyaan-pertanyaan terpilih dan telah memiliki nilai skala bagi setiap kategori jawabannya, apabila telah diuji pula reliabilitasnya dapat digunakan untuk mengungkap sikap kelompok responden. Untuk setiap pernyatan, responden akan diberi skor sesuai dengan nilai skala kategori jawaban yang diberikan. Skor responden pada setiap pernyataan kemudian dijumlahkan sehingga merupakan skor responden pada skala sikap. Nilai skala setiap pernyataan adalah untuk pertanyaan yang bersifat positif : 0 sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Kurang Setuju (KS) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1, Sedangkan pertanyaan negatif penilaian Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Kurang Setuju (KS) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5[11]. Hasil penelitian Romi Ronaldo (2014) tentang Analisis Spasial Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak Pada Anak di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2014 menyatakan bahwa Ibu yang mempunyai sikap negatif akan berisiko 43 kali terhadap kejadian penyakit campak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai sikap positif. Hasil uji statistik diperoleh OR = 43.00 (95 % CI : 2.605 – 709.886) terdapat hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan kejadian penyakit campak. 2.2.4 Sikap Petugas Sikap (attitude) petugas dalam melakukan penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan spesimen. Setiap kasus klinis campak dilakukan investigasi dan konfirmasi laboratorium. Setiap kasus harus dilakukan pemeriksaan serologi IgM Campak, bila hasilnya negatif maka dilanjutkan dengan pemeriksaan IgM Rubella[2, 6]. Pemeriksaan spesimen dilakukan secara bertahap yaitu : pada tahun 2008, pemeriksaan spesimen dilakukan terhadap semua terjangkit campak di dua provinsi 17 (Yogyakarta dan Bali) kemudian pada tahun 2010 dikembangkan ke empat provinsi lainnya (NTB, Bangka belitung, Gorontalo dan Bengkulu). Selanjutnya mulai tahun 2012 dikembangkan di provinsi lainnya hingga Indonesia melaksanakan Case Based Measles Surveillance (CBMS) sepenuhnya pada tahun 2015. Mulai tahun 2012, provinsi yang belum melaksanakan pemeriksaan spesimen terhadap seluruh kasus klinis, pemeriksaan spesimen minimal dilakukan 50 % dari seluruh kasus[4]. 2.3 Kejadian Luar Biasa Campak Adalah adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturutturutyang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi. WHO merekomendasikan kriteria KLB campak yaitu 5 kasus campak/ 100.000 populasi. Menurut WHO , apabila ditemukan satu (1) kasus campak pada satu wilayah, maka kemungkinan terdapat 17 – 20 kasus di sekitarnya pada jumlah penduduk rentan yang tinggi. Keadaan inilah yang memungkinkan terjadinya KLB Campak, karena 1 kasus bisa menimbulkan 17 – 20 kasus tambahan[5]. Setiap KLB campak dilakukan “ Fully investigated “ yaitu : Penyelidikan dari rumah ke rumah minimal satu kali ; Mencatat kasus secara individu (indivudual record) menggunakan C1 dan mengambil 5 spesimen serum dan 3 spesimen urine.Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui besar masalah KLB dan gambaran epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur, status imunisasi penderita, wilayah terjangkit maupun faktor risiko terjadinya KLB. Informasi ini akan dapat memberikan arahan kepada program imunisasi dalam rangka penanggulangan atau pemutusan rantai transmisi secara lebih tepat.KLB dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan kasus baru dalam waktu dua kali masa inkubasi atau rata-rata satu bulan setelah kasus terakhir[2]. 18 Bagi negara yang telah menyelesaikan kampanye campak, maka surveilans campak harus dilaksanakan lebih sensitif, oleh sebab itu di Indonesia walaupun kampanye campak sudah dilaksanakan namun kriteria seperti yang ditetapkan WHO masih sulit diterapkan. Hal ini disebabkan populasi 100.000 kemungkinan terdistribusi di 3 Puskesmas, dan kasus campak masih cukup tinggi, maka secara operasional akan sulit. Untuk memudahkan operasional di lapangan, maka definisi KLB Tersangka Campak ditetapkan sebagai berikut : adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi[2]. Jenis KLB terdiri dari KLB Pasti apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak. KLB Rubella adalah minimum 2 spesimen positif IgM rubella. KLB Mixed (Campuran) apabila ditemukan adanya IgM rubella positif dan IgM campak positif dalam satu KLB[4]. Penyelidikan epidemiologi KLB campak bertujuan untuk mengetahui gambaran epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur dan status imunisasi penderita, sehingga dapat diketahui luas wilayah yang terjangkit dan kelompok yang berisiko. Di samping itu juga untuk mendapatkan faktor risiko terjadinya KLB sehingga dapat dilakukan tindak lanjut. Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari rumah sakit, puskesmas maupun laporan masyarakat, harus dilakukan pelacakan untuk memastikan apakah di tempat tinggal kasus, di sekolah dan lain-lain, ada kasus serupa.Jika dilaporkan KLB tersangka campak, maka dilakukan kunjungan dari rumah ke rumah (rumah yang ada kasus campak dan rumah yang tidak ada kasus campak) di wilayah tersebut, dengan mengisi format C1. Ini dilakukan untuk mencari kasus tambahan, populasi berisiko dan untuk melihat status imunisasi campak pada 19 populasi di daerah KLB. Cari faktor risiko KLB Campak dengan form C2, dan berikan rekomendasi[2]. 2.3.1 Penanggulangan KLB Penanggulangan KLB campak didasarkan pada analisis rekomendasi hasil penyelidikanKLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidakmeluas serta dibatasi jumlah kasus dan kematian.Langkah penanggulangan meliputi : Tata Laksana Kasus, Imunisasi dan Penyuluhan[2]. Imunisasi yang dilakukan pada saat KLB, yaitu : Imunisasi Selektif, bila Cakupan Tinggi (meningkatkan cakupan imunisasi rutin (upayakan 100 %) setiap balita (usia 6 bl – 5 th) yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak, diberikan imunisasi campak (di Puskesmas atau Posyandu hingga 1 bulan dari kasus terakhir);Imunisasi Campak Massal (yaitu memberikan imunisasi campak secara massal kepada seluruh anak pada golongan umur tetentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut. Hal yang menjadi pertimbangan adalah cakupan imunisasinya rendah, mobilitas tinggi, rawan gizi dan pengungsi, daerah padat dan kumuh. Pelaksanaan imunisasi masssal ini harus dilaksanakan sesegera mungkin, sebaiknya pada saat daerah tersebut diperkirakan belum terjadi penularan secara luas. Selanjutnya cakupan imunisasi rutin tetap dipertahankan tinggi dan merata[1, 2]. Pengolahan dan Analisa Data Rutin (kasus dan faktor risiko) dilakukan Analisa kasus KLB campak, antara lain[4]: 1. Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan Orang (Person) ; 2. Kurva epidemi kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur dan status imunisasi ; 20 3. Attack Rate menurut kelompok umur, Case Fatality Rate ; 4. Menghitung vaksin efikasi dan Populasi Rentan ; 5. Analisa pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, Logistik dan Cakupan). 2.3.2 Sistem Kewaspadaan Dini KLB Kegiatan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) campak meliputi kegiatan :Pemantauan populasi rentan ; Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kasus campak mingguan dan Tindakan terhadap ancaman KLB campak.Surveilans ketat pada KLB, perkembangan kasus baru dan kematian KLB campak direkam dalam form C1 dan dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan Kabupten/ Kota. KLB dinyatakan berakhir jika tidak ada kasus, dalam kurun waktu 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir[2]. 2.3.3 Pemberantasan Campak Untuk memberantas penyakit campak dilakukan beberapa tahapan diantaranya adalah[1] : 1. Tahap Reduksi/ Penurunan Kematian Campak adalah tahapan menurunkan angka kematian campak sebesar > 95 % pada tahun 2015 dibanding angka perkiraan kematian campak tahun 2000, serta menurunkan insiden campak sebesar < 5/ 1.000.000 populasi pada tahun yang sama dibuktikan dengan meningkatkan cakupan imunisasi campak dosis pertama > 90 % dan memberikan imunisasi kesempatan kedua pada semua anak. 21 2. Tahap Eliminasi adalah tahap tidak adanya daerah endemik selama lebih atau sama 12 bulan di suatu wilayah (kabupaten/ kota) dimana cakupan imunisasi campak dosis pertama dipertahankan sangat tinggi > 95 % Dengan demikian pemberantasan campak dari tahap reduksi mulai diarahkan ke tahap eliminasi dengan penguatan strategi imunisasi dan surveilans berbasis kasus individu (Case Based Measles Surveillance). 2.4 Telaah Sistematis No Peneliti Tahun 1 Nyoman Giarsawan, I Wayan Suarta Asmar, Ansyiah Elly Yulianti 2014 2 3 4 Komaria Siregar Setyaningrum Dessy Natalya P Judul Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Campak di Wilayah Puskesmas Tejakula I Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng tahun 2012[12] Desain OR = 16,92 OR =10,20 OR = 41,25 Status imunisasi Status vitamin A Prilaku Ibu Pola Asuh Status Gizi Status Imunisasi Ventilasi Persepsi Masyarakat Kepadatan Hunian Pengetahuan ibu Umur Jenis Kelamin Status Gizi Asi eksklusif Imunisasi Umur Pemberian Imunisasi Pendidikan ibu Pekerjaan ibu OR = 46,06 OR = 2,56 OR = 2,40 OR = 2,71 P= 0,00 p= 0,00 p= 0,00 p= 0,00 p= 0,106 p= 0,018 p= 0,10 p=0,15 p= 0,17 p= 0,21 p= 0,10 p= 0,12 p= 0,14 p= 0,15 Case control Umur Balita Status Gizi Balita Status Imunisasi Balita Status Vitamin A OR = 5,27 OR = 6,92 OR = 5,71 0R = 12,00 Case control Keberadaan tenaga pelaksana Ketersediaan vaksin OR = 5,444. OR = 2,429. 2002 Case control 2013 Faktor Faktor Yang Berhubungan Denga Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali[14] Cross sectional 2010 Analisis Kejadian Campak Pada Anak Balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Tahun 2010[15] Cross sectional 5 Elsi Frida 2007 6 Aniek Arfiyanti 2008 22 Hasil Status Imunisasi Pengetahuan Ibu Kepadatan Hunian Rumah Case control Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Umur 9 bulan – 6 tahun Pada Saat KLB di Kabupaten Bogor tahun 2002[13] Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak Pada Balita Di Puskesmas Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah Tahun 2007[16] Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan Imunisasi Campak Di Variabel 23 Kabupaten Tegal[17] 7 8 Casaeri Dian Sari Nurani, Praba Ginanjar, Lintang Dian S. 2003 2012 Faktor- Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak Di Kabupaten Kendal Tahun 2002[18] Gambaran Epidemiologi Kasus Campak Di Kota Cirebon Tahun 2004-2011 (Studi Kasus Data Surveilans Epidemiologi Campak Di Dinas Kesehatan Kota Cirebon[19] Case control Deskriptif Motivasi kerja pelaksana Jadwal imunisasi Sistem pencatatan dan pelaporan Motivasi masyarakat dalam imunisasi Umur Persepsi masyarakat Gizi Riwayat kontak Kepadatan hunian umur, jenis kelamin, status vitamin A, status imunisasi, cakupan imunisasi, tempat, waktu (bulan). OR = 2,364 OR = 3,763 OR= 2,250 OR=2,364. OR= 4,9 OR= 3,9 OR= 4,9 OR= 3,1 OR= 2,6 < 5 tahun Laki- laki Diberi Vit A Tidak imunisasi 73,42% Kec. Kesambi dan Harjamukti. April-Oktober Adapun kriteria yang membedakan penelitian ini dengan peneltian-penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang, sehingga nantinya diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai upaya pencegahan penyakit campak pada balita di Kota Padang. 2. Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah case control study dengan perbandingan jumlah sampel kasus : kontrol adalah 1 : 1. 3. Analisis univariate dan bivariatmenggunakan softwareEpi Info. 2.5 Kerangka Teori Untuk melihat faktor risiko dan penyebaran kejadian penyakit campak dikembangkan suatu kerangka teori berdasarkan tingkat imunitas seseorang terhadap suatu penyakit. Apabila di dalam tubuh tidak ada benteng pertahanan untuk melawan penyakit (khususnya campak), maka tubuh seseorang akan terserang penyakit. Untuk itu diperlukan imunisasi yang akan memberikan perlawanan apabila penyakit datang menyerang. Saat seseorang diberikan vaksinasi dimana di dalam tubuhnya terjadi perlawanan antara kuman yang masuk dengan daya tahan tubuh[3]. Keadaan ini sesuai dengan teori HL Bloom, tentang “ Sehat dan Sakit” sebagai gambaran dapat dijelaskan pada skema di bawah ini [9]: SEHAT SAKIT Virulensi kuman banyak/Imunitas Rendah/ Tidak Ada Imunitas baik - Vaksinasi Tidak lengkap/ Tidak Ada - Populasi Rentan - Efikasi Vaksin 15 % Vaksinasi lengkap (85 %) Gambar 2.2Skema Sehat – Sakit menurut HL Bloom 24 25 2.4 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang merupakan dari hasil penelitian didapatkan variabel yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan kejadian campak yang dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini[11]: Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Pengetahuan Ibu Sikap Ibu Kejadian Campak Status Imunisasi Campak Sikap Ibu Sikap Petugas Gambar 2.3Kerangka Konsep Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Campak di Kota Padang Tahun 2015 2.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian campak pada balita di Kota Padang tahun 2015. 2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita di Kota Padang tahun 2015. 3. Ada hubungan antara status imunisasi campak dengan kejadian campak pada balita di Kota Padang tahun 2015. 4. Ada hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada balita di Kota Padang tahun 2015. BAB 3 : METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain studi case control. Penelitian ini melihat apakah suatu faktor risiko tertentu berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan faktor risiko pada kelompok kontrol[20]. Faktor risiko(+) Retrospektif Kasus Faktor risiko(-) Matching Faktor risiko(+ Retrospektif Kontrol Faktor risiko(-) Gambar 3.1 Skema rancangan studi kasus control 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Oktober 2016 di Kota Padang. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak balita yang menderitacampak berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 sebanyak 63 kasus. 26 27 3.3.2 Sampel 1. Kasus Kasus dalampenelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita yang menderita campak berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Kontrol Kontrol dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita yang tidak menderita campak berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan populasi kontrol dilakukan dengan matching umur dan jenis kelaminyang masih berada di satu wilayah yang sama dengan populasi kasus. 3. Besar sampel Penentuan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut[21]: 2 𝑍𝛼 +𝑍𝛽 𝑃𝑄 n= 2 𝑃−1/2 2 OR P=1+OR Q = 1-P 1,96 + 0,84 0,24 𝑥 0,76 𝑛1 = 𝑛2 = 0,76 − 0,5 2 2 𝑛 = 30 Keterangan: n : Jumlah sampel Z1-α/2 : derajat Z1-β : nilai Z pada kekuatan uji (power test) 1-β sebesar 80%= 0,0842 P : proporsi efek pada kelompok dengan faktor risiko (ditetapkan peneliti) OR : 3,2 (diambil dari penelitian sebelumnya) kepercayaan (confidense Interval) 95% atau α sebesar 5% 28 Dari perhitungan rumus sampel didapatkan sampel sebanyak 30 orang. Untuk mengantisipasi drop out disiapkan sampel cadangan sebanyak 10% (3 orang) maka total kasus menjadi 33 orang. Maka total sampel dengan perbandingan 1:1 antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol berjumlah 66 orang. 4. Teknik pengambilan sampel Kasus diambil dengan menggunakansystematic random sampling.Caranya adalah membagi populasi dengan dengan jumlah sampel, yaitu 63 dibagi 33 adalah 1,9sehingga interval sampel menjadi 2. Sampel diambil dengan membuat daftar anggota populasi dari nomor 1-63 kemudian diambil menjadi sampel adalah setiap kelipatan 2. Kontrol diambil dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel kontrol dilakukan di wilayah setempat sampel kasus dengan menggunakan matching umur dan jenis kelamin. 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria kasus 1. Kriteria Inkulsi 1) Responden adalah ibu dari anak balita yang menderita campak berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015. 2) Responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan berdomisili di Kota Padang. 2. Kriteria eksklusi 1) Responden tidak berada di tempat sewaktu penelitian setelah tiga kali kunjungan berturut-turut 29 3.4.2 Kriteria Kontrol 1. Kriteria Inklusi 1) Responden adalah ibu dari anak balita yang tidak menderita campak berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015. 2) Responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan berdomisili di Kota Padang. 2. Kriteria Eksklusi 1) Responden tidak berada di tempat pada waktu penelitian setelah tiga kali kunjungan berturut-turut. 30 3.5 DefenisiOperasional Variabel Kejadian Campak Tingkat pengetahuan ibu Sikap ibu Defenisi Operasional Defenisi Kasus :anakbalita yang menderita campak berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015. Defenisi Kontrol: anak balita yang tidak menderita campak berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015. Cara Pengukuran Telaah rekap data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015. Sejumlah pertanyaan untuk mengukur tingkat pemahaman responden tentang penyakit campak, penyebabnya dan cara pencegahannya. Wawancara Respon responden dalam pencegahan, pengobatan dan imunisasi penyakit campak Wawancara Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Data laporan kejadian campak Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 1 = anak balita yang menderita campak (kasus) Nominal Kuisioner 0 = anak balita yang tidak menderita campak (kontrol) 1 = Pengetahuan rendah yaitu responden dengan total skor <rata-rata Ordinal 0 = Pengetahuan tinggi yaitu responden dengan total skor ≥ rata-rata Kuisioner 1 = Sikap negatif yaitu responden dengan total skor < rata-rata Nominal 0 = Sikap positif yaitu responden dengan total skor ≥ rata- rata Status imunisasi Imunisasi campak yang pernah diterima oleh anak balita pada usia 6 – 9 bulan. Wawancara Kuisioner 1 = Tidak menerima imunisasi campak. Nominal 0 = Menerima imunisasi campak usia 6-9 bulan Sikap petugas Tindakan petugas imunisasi campak dalam pelaksanaan Wawancara Kuisioner 1 = Sikap negatif yaitu responden dengan total skor < rata-rata 0 = Sikap positif yaitu responden dengan total skor ≥ rata- rata Nominal 31 3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Data Primer Merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. 3.6.2 Data Sekunder Merupakan data yang didapat dari laporan kejadian campak pada balita Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015. 3.7 Teknik Pengolahan Data Berikut langkah- langkah dalam pengolahan data [11]: A. Menyuting Data (Editing) Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Bila terdapat kesalahan dalam pengambilan data maka upaya pembetulan dilakukan sesegera mungkin. B. Mengkode Data (Coding) Merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Pengkodean data ini bertujuan untuk mengklasifikasi data jawaban dari masing-masing pertanyaan dengan kode tertentu sehingga memudahkan proses analisis data dan mempercepat proses entri data. C. Memasukan Data (Entry) Merupakan kegiatan memasukan (entry) data ke aplikasi untuk dianalisis lebih lanjut. D. Membersihkan Data (Cleaning) Merupakan kegiatan pengecekan data yang sudah di entry untuk memastikan bahwa semua data data telah dimasukan dengan benar 32 3.8 Analisa Data A. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi darivariabel faktor risiko ( tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi campak dan sikap petugas). B. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya hubungan antara masingmasing variabel independen yaitutingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi campak dan sikap petugas dengan variabel dependen yaitu kejadian campak pada balita. Penelitian ini menggunakan desain case control dengan macthing umur dan jenis kelamin. Kasus dan kontrol dijadikan berpasangan dengan perbandingan antara kasus dan kontrol 1 : 1 dimana untuk setiap 1 kasus dicarikan 1 kontrol. Pengelompokan pasangan kasus dan kontrol dilakukan seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Kasus Risiko (+) Risiko (-) Kontrol Risiko (+) A C Risiko (-) B D Susunan hasil pengamatan dalam tabel 2x2 dilakukan sebagai berikut : Sel A : Kasus mengalami pajanan dan kontrol mengalami pajanan Sel B : Kasus mengalami pajanan dan kontrol tidak mengalami pajanan Sel C : Kasus tidak mengalami pajanan dan kontrol mengalami pajanan Sel D :Kasus tidak mengalami pajanan dan kontrol tidak mengalami pajanan 33 Odds rasio (OR) pada penelitian ini dihitung denganmengabaikan sel A karena baik kasus maupun kontrol terpajan dan sel Dkarena baik kasus dan kontrol sama-sama tidak terpajan. Rumus Odds rasio (OR) adalah[20] : OR=B/C Uji yang akan digunakan adalah uji statistik Mc Nemar Testdengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). OR > 1 : Merupakan faktor risiko OR = 1 : Bukan merupakan faktor risiko OR < 1 : Merupakan faktor risiko protektif . . BAB 4 : HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Secara astronomis Kota Padang terletak antara 000 44 „ 00„‟- 01‟08” 35” LintangSelatan serta antara 1000 05‟ 05” – 100‟ 34‟ 09” Bujur Timur dengan luas keseluruhan 694,96 Km2.. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Padang terletak di pantai barat Pulau Sumatera. Secara geogafis Kota Padang merupakan perpaduan dataran rendah dan perbukitan serta aliran sungai dan pulau – pulau, dengan uraian 21 buah sungai dan 19 buah pulau kecil yang menyebar di sisi pantai Kota Padang. Curah hujan rata rata adalah 384,88 mm perbulan dengan temperatur 22C – 31,7C[22]. Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dan 104 kelurahan dengan kecamatan terluas adalah Koto Tangah yang mencapai 232,25 km2. Dari keseluruhan luas Kota Padang sebagian besar atau 51,01% berupa hutan yang dilindungi oleh Pemerintah. Kota Padang ini sebelah utara berbatas dengan Kabupaten Padang Pariaman, sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah timur berbatas dengan Kabupaten Solok, sebelah barat berbatas dengan Samudra Indonesia [22] 4.1.2 Demografi Berdasarkan data estimasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2013,tercatat jumlah penduduk Kota Padang sebesar 876.000 jiwa, sedangkan di awal tahun 2014, berdasarkan sumber yang sama, jumlah penduduk kota Padang tahun 2013 adalah sebanyak 876.200 jiwa, terdapat selisih 200 jiwa. Jika dilihat dari jumlahnya, makapenduduk terbanyak berada pada kecamatan Koto Tangah. Tetapi jika ditinjau dari kepadatan penduduknya, maka kecamatan yang paling padat adalah Padang Timur, diikuti Padang Utara dan Nanggalo.[22] 34 35 Laju pertumbuhan penduduk kota pertahun rata-rata 1,00 %.Kecamatan KotoTangah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang paling tinggi yaitu 3,00 danKecamatan Padang Barat dan Padang Utara yang memiliki kepadatan penduduk palingrendah yaitu 0 %. Tingginya laju pertumbuhan penduduk harus didukung denganpeningkatan sarana-prasarana pelayanan publik terutama di bidang Kesehatan di wilayahtersebut[22]. Tabel 4.1 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan 4.2 KarakteristiksResponden Responden yang berpartisipasi pada penelitian ini sebanyak 66 orang dengan karakteristik sebagai berikut. 4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Distribusi frekuensi responden penelitian berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: 36 Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Kota Padang tahun 2015 Pendidikan Terakhir f % SD 4 06,06 SMP/sederajat 9 13,63 SMA/ sederajat 35 53,03 D3/ S1 18 27,28 66 100 Total Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden terbanyak berasal dari pendidikan terakhir SMA/ sederajat yaitu 35 orang (53,03%) dan jumlah responden paling sedikit berasal dari pendidikan terakhir SD yaitu 4 orang (6,06 %). 4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Distribusi frekuensi responden penelitian berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Kota Padang tahun 2015 Pekerjaan IRT PNS/Guru/Bidan Swasta Mahasiswa Total f 39 10 16 1 66 % 59,09 15,16 24,24 01,51 100 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui jumlah responden terbanyak mempunyai dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 39 orang (59,09 %) dan jumlah pekerjaan responden terkecil yaitu mahasiswa 1 orang (1,51 %). 4.3 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut. 37 Tabel 4.4Distribusi Frekuensi Variabel Independen No. Variabel 1 Pengetahuan Ibu Rendah Tinggi Sikap Ibu Negatif Positif Status Imunisasi Tidak Ya Sikap Petugas Negatif Positif Total 2 3 4 f Kasus % f Kontrol % Total f % 26 7 39,39 10,61 13 20 19,70 30,30 39 27 59,10 40,91 20 13 30,30 19,70 13 20 19,70 30,30 33 33 50,00 50,00 14 19 21,21 28,79 9 24 13,64 36,36 23 43 34,85 65,15 18 15 33 27,27 22,73 50,00 14 19 33 21,21 28,79 50,00 32 34 66 48,48 51,52 100 Berdasarkan Tabel 4.4dapat diketahui bahwa persentase pengetahuan ibu balita yang rendah tentang campak lebih banyak pada kasus yaitu 26 orang (39,39%) dibandingkan dengan kontrol yaitu 13 orang (19,70%), persentase sikap ibu balita yang negatif lebih banyak pada kasus yaitu 20 orang (30,30 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu 13 orang (19,70%), persentase balita yang tidak mendapat imunisasi lebih banyak pada kasus yaitu 14 orang (21,21%) dibandingkan dengan kontrol yaitu 9 orang (13,64%) dan persentase sikap petugas yang negatif lebih banyak pada kasus yaitu 18 orang (27,27%) dibandingkan dengan kontrol yaitu 14 orang (21,21 %). 4.4 Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan veriabel dependen. 4.4.1 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Hasil analisis bivariat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian campak pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini. 38 Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Kontrol Kasus Rendah Total Tinggi f % f % f % Rendah 7 21,21 19 57,58 26 78,79 Tinggi 6 18,18 1 03,03 7 21,21 Total 13 39,39 20 33 100 OR (95% CI) pvalue 3,17 (1,26-7,92) 0,01 Pengetahuan Ibu 60,61 Berdasarkan Tabel 4.5dapat di lihat bahwa pengetahuan ibu balita yang rendah pada kasus dan tinggi pada kontrol sebanyak 19 pasang (57,58 %), sedangkan pengetahuan ibu balita yang tinggi pada kasus dan rendah pada kontrol sebanyak 6 pasang (18,18 %). Hasil uji statistik diperoleh OR = 3,17 (95% CI = 1,26-7,92) dengan nilai p < 0,05 (p = 0,01). 4.4.2 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Hasil analisis bivariat hubungan sikap ibu dengan kejadian campak pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.6 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Kontrol Kasus Rendah Total Baik f % F % f % Negatif 10 30,30 10 30,30 20 60,61 Positif 3 09,09 10 30,30 13 39,39 Total 13 39,39 20 60,61 33 100 OR (95% CI) pvalue 3,33 (0,91–12,11) 0,05 Sikap Ibu Berdasarkan Tabel 4.6 dapat di lihat bahwa sikap ibu balita yang negatif pada kasus dan positif pada kontrol sebanyak 10 pasang (30,30 %), sedangkan sikap ibu balita yang positif pada kasus dan negatif pada kontrol sebanyak 3 pasang (9,09 %). Hasil uji statistik diperoleh OR = 3,33 (95% CI = 0,91-12,11) dengan nilai p = 0,05. 39 4.4.3 Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Hasil analisis bivariat hubungan status imunisasi dengan kejadian campak pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.7 Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Kontrol Kasus Tidak Total Ya f % f % f % Tidak 3 09,09 11 33,33 14 21,21 Ya 6 18,18 13 39,39 19 28,79 Total 9 27,27 24 72,73 33 100 OR (95% CI) pvalue 1,83 (0,67-4,95) 0,22 Status Imunisasi Berdasarkan Tabel 4.7 dapat di lihat bahwa balita yang tidak mendapatkan imunisasi pada kasus dan mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 11 pasang (33,33 %), sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi pada kasus dan tidak mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 6 pasang (18,18 %). Hasil uji statistik diperoleh OR = 1,83 (95% CI = 0,67-4,95) dengan nilai p > 0,05 (p = 0,22). 4.4.4 Hubungan Sikap Petugas Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Hasil analisis bivariat hubungan sikap petugas dengan kejadian campak pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.8Hubungan Sikap Petugas Terhadap Kejadian Campak Pada Balita Kontrol Kasus Berisiko Tidak Berisiko f % f % Negatif 6 18,18 12 Positif 8 24,24 Total 14 42,42 Total f % 36,36 18 54,55 7 21,21 15 45,45 19 57,58 33 100 OR (95% CI) pvalue 1,50 (0,61-3,66) 0,37 Sikap Petugas Berdasarkan Tabel 4.8dapat di lihat bahwa sikap petugas yang negative pada kasus dan tinggi pada kontrol sebanyak 12 pasang (36,36 %), sedangkan sikap petugas yang positif pada kasus dan rendah pada kontrol sebanyak 8 pasang (24,24 40 %). Hasil uji statistik diperoleh OR = 1,50 (95% CI= 0,61-3,66) dengan nilai p > 0,05 (p = 0,37). BAB 5 : PEMBAHASAN 5.1 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang sering terjadi dan tidak dapat dihindari pada penelitian retrospektif seperti pada kasus kontrol adalah recall bias. 5.2 Distribusi Frekuensi Variabel Independen 5.2.1 Pengetahuan Ibu Hasil penelitian menunjukanbahwa persentase pengetahuan ibu balita yang rendah tentang campak lebih banyak pada kasus yaitu 26 orang (39,39 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu 13 orang (19,70 %). Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak pada balita lebih banyak pada pengetahuan ibu balita yang rendah yaitu sebanyak 26 orang (39,39 %) dibandingkan dengan pengetahuan ibu balita yang tinggi yaitu 7 orang (10,61 %). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, kulit dan sebagainya). Pada waktu penginderaan sampai mengahsilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Salah satu faktor yang mempengaruhi sesorang adalah jenjang pendidikan yang ditempuh. Dari data dapat kita simpulkan bahwa hanya 27,28 % (18 orang) ibu balita yang mengenyam pendidikan Diploma/ Sarjana. Hal ini tentu akan mempengaruhi ibu dalam bersikap terhadap penyakit campak dan dari data lapangan balita yang menderita campak lebih banyak pada ibu yang berpengetahuan rendah dibandingkan ibu yang berpengetahuan tinggi. 41 42 5.2.2 Sikap Ibu Hasil penelitian menunjukanbahwa persentase sikap ibu balita yang negative lebih banyak pada kasus yaitu 20 orang (30,30 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu 13 orang (19,70 %).Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak pada balita lebih banyak pada sikap ibu balita yang negatif yaitu 20 orang (30,30 %) dibandingkan dengan sikap ibu balita yang positif yaitu 13 orang (19,70 %). Sikap (attitude) adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap akan berubah seiring dengan tambahan informasi yang di terima oleh seseorang terhadap objek. Informasi tersebut berupa dapat pengetahuan yang diberikan tenaga kesehatan melalui penyuluhan dan media kesehatan lainnya seperti media elektronik, poster dan lain lain. Dapat kita lihat bahwa persentase sikap ibu balita yang negatif pada balita yang menderita campak yaitu 30,30% (20 orang ) berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan ibu balita yang rendah menderita campak yaitu 27,28% (18 orang). 5.2.3 Status Imunisasi Hasil penelitian menunjukanbahwa persentase balita yang tidak mendapat imunisasi lebih banyak pada kasus yaitu 14 orang (21,21 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu 9 orang (13,64 %). Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak pada balita lebih banyak pada balita yang mendapatkan imunisasi yaitu 19 orang (28,79 %) dibandingkan dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi yaitu 14 orang (21,21 %). 43 Vaksin campak berisi virus campak yang dilemahkan. Imunisasi campak yang diberikan pada umur 9 bulan dapat meningkatkan imunitas sekurang-kurangnya 85 % pada bayi dan mencegah sebagian besar kasus kematian. Dari data dapat kita lihat bahwa cakupan imunisasi campak pada balita masih rendah yaitu 65,15 %. Balita yang tidak mendapatkan imunisasi menderita campak sebanyak 14 orang (21,21 %). Hal ini membuktikan bahwa status imunisasi campak mempengaruhi balita terkena campak atau tidak. 5.2.4 Sikap Petugas Hasil penelitian menunjukanbahwapersentase sikap petugas yang negatif lebih banyak pada kasus yaitu 18 orang (27,27 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu 14 orang (21,21 %). Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak pada balita lebih banyak pada sikap petugas yang negatif yaitu 18 orang (27,27 %) dibandingkan dengan sikap petugas yang positif yaitu 15 orang (22,73 %). Sikap petugas yang negatif dalam pelaksanaan imunisasi campak juga mempengaruhi sikap ibu balita terhadap pelaksanaan itu sendiri. Ketika petugas kesehatan hanya melakukan imunisasi saja tanpa penjelasan tentang campak, cara pencegahan, gejala campak dan efek ikutan pasca imunisasi dan upaya persuasif lainnya seperti penyuluhan, poster dan pamflet. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan dan sikap ibu terhadap pentingnya pemberian imunisasi campak pada balita. Dari data dapat kita lihat bahwa sikap petugas yang negatif lebih banyak pada kasus dibandingkan pada kontrol. 44 5.2.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Campak Pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh OR = 3,17 (95% CI = 1,26-7,92) dengan nilai p < 0,05 (p = 0,01), artinya terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu balita dengn kejadian Campak pada balita di Kota Padang, dimana ibu balita dengan pengetahuannya yang rendah 3,17 kali berisiko terhadap kejadian campak dibandingkan dengan ibu balita yang berpengetahuan tinggi. Selain itu didapatkan bahwa pengetahuan ibu balita yang rendah pada kasus dan tinggi pada kontrol sebanyak 19 pasang (57,58 %), sedangkan pengetahuan ibu balita yang tinggi pada kasus dan rendah pada kontrol sebanyak 6 pasang (18,18 %). Hasil penelitian Siregar pada kejadian KLB di Bogor tahun 2002, ibu yang mempunyai penegtahuan rendah, anaknya mempunyai risiko 2,03 kali menderita sakit campak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan cukup. Begitu juga hasil penelitian di Jakarta Selatan, ibu yang mempunyai pengetahuan rendah, anaknya mempunyai risiko untuk menderita campak sebesar 2,1 kali dibandingkan pengetahuan tinggi (Purnomo,1996). Di Jawa Barat peranan wanita di dalam keluarga sangat penting dalam pengambilan keputusan dalam menentukan kebutuhan kesehatan (Pudjiwati, 1983). Dan berdasarkan penelitian Masjkuri, 1987 di jakarta Selatan diketahui bahwa 55,50 %, ibu merupakan pengambil keputusan apakah anaknya diimunisasi atau tidak. Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merpakan domain yng sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut WHO, pengetahuan diperoeh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan ibu sangat penting, yang nantinya akan membentuk sikap dan kemudian berubah menjadi tindakan nyata untuk melakukan imunisasi campak. 45 5.2.6 Hubungan Sikap Ibu dengan Kejadian Campak Pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh OR = 3,33 (95% CI= 0,91-12,11) dengan nilai p = 0,05. artinya tidak terdapat terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap ibu balita dengn kejadian Campak pada balita di Kota Padang. Selain itu didapatkan bahwa sikap ibu balita yang negatif pada kasus dan positif pada kontrol sebanyak 10 pasang (30,30 %), sedangkan sikap ibu balita yang positif pada kasus dan negatif pada kontrol sebanyak 3 pasang (9,09 %). Penelitian di Jakarta Selatan menunjukan bahwa ibu yang mempunyai sikap kurang baik mempunyai risiko kejadian campak 2,02 kali dibandingkan ibu yang mempunyai sikap baik terhadap penyakit campak (Purnomo, 1996). Sedangkan penelitian yang dilakukan Indrayati (2008) menujukan bahwa ibu yang mempunyai sikap kurang baik mempunyai risiko kejadian campak 1,07 kali dibandingkan ibu yang mempunyai sikap baik terhadap penyakit campak. Menurut Sarwono (1993) sikap dapat berubah dengan tambahan informasi suatu objek, melaui persuasi, panutan terhadap seseorang atau tekanan dari kelompok sosial. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap suatu objek dan sering diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain dan merupakan suatu kecendrungan jiwa atau perasaan yang sangat relatif kuat terhadap kategori dari objek (Green,1982). Sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain yaitu adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Dari data dilapangan sikap ibu balita yang negatif terhadap imunisasi campak dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan ibu terhadap campak dan pencegahannya. 46 5.2.7 HubunganStatus Imunisasi dengan Campak pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh OR = 1,83 (95% CI = 0,67-4,95) dengan nilai p > 0,05 (p = 0,22) artinya tidak terdapat terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara status imunisasi balita dengan kejadian Campak pada balita di Kota Padang. Selain itu didapatkan bahwa balita yang tidak mendapatkan imunisasi pada kasus dan mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 11 pasang (33,33 %), sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi pada kasus dan tidak mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 6 pasang (18,18 %). Setiap individu akan berpengaruh terhadap perlindungan kelompok dari serangan infeksi campak di wilayah tersebut (Fine & Paul, 1993). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada sekelompok anak usia 12-24 bulan di kodya Jakarta Selatan yang tidak diimunisasi mempunyai risiko 2,53 kali menderita penyakit campak (purnomo,1996). Demikian pula di Kabupaten Serang , anak yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko 1,21 kali untuk terjadinya campak dibandingkan anak yang tidak diimunisasi (padri,200). Penelitian yang dilakukan oleh Heriyanto (2005) di Kabupaten Kebumen menyebutkan bahwa meskipun telah mendapat imunisasi campak pada umur 9-10 bulan,namun masih dijumpai titer antibodi campak negatif. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya daya guna vaksin campak belum maksimal, strain vaksin yang digunakan, faktor kematangan sistem imun tubuh, faktor genetik yang membuat respon imun terbatas, kemungkinan adanya antibodi maternal pada saat imunisasi sehingga antigen vaksin akan diikat oleh antibodi yang terdapat dalam tubuh dan respon imun tidak terbentuk. 47 5.2.8 Hubungan Sikap Petugas dengan Kejadian Campak pada balita Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh OR = 1,50 (95% CI = 0,61-3,66) dengan nilai p > 0,05 (p = 0,37) artinya tidak terdapat terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap petugas dengan kejadian Campak pada balita di Kota Padang. Selain itu didapatkan bahwa sikap petugas yang negatif pada kasus dan tinggi pada kontrol sebanyak 12 pasang (36,36 %), sedangkan sikap petugas yang positif pada kasus dan negatif pada kontrol sebanyak 8 pasang (24,24 %). Berdasarkan penelitian Harjati (1990), masalah imunisasi campak dapat dilihat dari 3 aspek meliputi: vaksin campak yang digunakan merupakan produk resmi dari Kementrian Kesehatan RI yang kebanyakan berasal dari Bio Farma, penerima vaksin yang tidak tepat sasaran karena dipengaruhi lingkungan keluarga, sosial dan budaya, dan yang ketiga sikap petugas kesehatan sebagai pelaksana program dan tokoh masyarakat sebagai penunjang program. Pengelola program imunisasi harus memiliki kemampuan dalam penentuan jumlah sasaran imunisasi, target cakupan , perhitungan vaksin dan sarana yang ada dan penyusunan jadwal pelayanan imunisasi yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi wilayah. Hal ini nantinya akan mensukseskan program imunisasi campak, agar tidak terjadinya KLB campak. Dari data dapat kita lihat sikap petugas yang negatif lebih banyak pada kasus dibandingkan dengan kontrol.Sikap petugas berupa pentingnya sosialisasi imunisasi campak, efek ikutan pasca imunisasi dan persuasif petugas kesehatan kepada ibu balita untuk ikut imunisasi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu dan kemudian merubah sikap ibu untuk berpartisipasi dalam pencegahan dan pelaksanaan imunisasi campak itu sendiri. BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian mengenai Faktor Risiko Kejadian Campak pada BalitaTahun 2015 di Kota Padang, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Distribusi frekuensi faktor risiko kejadian campak pada balita, lebih dari separuhnya ibu balita dengan tingkat pengetahuan rendah,separuhnya dengan sikap ibu yang rendah , sepertiganya dengan balita dengan status tidak diimunisasi campak dan hampir separuh dengan sikap petugas yang negatif. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian campak pada balita 3. Tidak terdapat hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita 4. Tidak terdapat hubungan antara status imunisasi dengan kejadian campak pada balita 5. Tidak terdapat hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada balita 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian yang telah dilakukan diKota Padang, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Disarankan kepada tenaga kesehatan agar melakukan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat terutama ibu- ibu dengan promosi dan penyuluhan 48 kesehatan tentang penyakit campak dan pencegahannya melalui imunisasi campak. 2. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Padangmelakukan pengecekan ulang terkait dengan angka cakupan imunisasi campak yang ada di Kota Padang terutama wilayah dengan angka kejadian campak pada balitanya yang tinggi. Melakukan monitoring dan evaluasi bagi pengelola program tentang pendistribusian vaksin ke lapangan dan peningkatan kapasitas petugas imunisasi dalam hal pengetahuan, cara imunisasi yang benar dan pengelolaan vaksin yang benar. 3. Bagi peneliti selanjutnya meneliti lebih lanjut dan analisis yang lebih mendalam dengan menyertakan variabel lain sepertiASI eksklusif,pemberian Vit A dan status gizi pada balita DAFTAR PUSTAKA 1. Nadhirin: Campak di Indonesia. Jakarta: Buletin Epidemiologi; 2000. 2. Departement Kesehatan RI: Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Campak Tahun 2006. In. Edited by PP&PL D. Jakarta: Depkes RI; 2006. 3. Atikah P: Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. 4. Wahyudi S: Tinjauan Verologis Campak di Indonesia,. Jakarta: Atmajaya; 1988. 5. WHO: Imunization Practice: A Practical Guide for Health Staff. In. Edited by Organization WH. Geneva; 2004. 6. Rezeki S: Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. 7. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2015. In. Padang; 2015. 8. Dinas Kesehatan Kota Padang: Laporan Campak Kota Padang Tahun 2015. In. Padang; 2015. 9. Notoatmodjo S: Prinsip Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. 10. Noor NN: Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta; Jakarta. 11. Notoatmodjo S: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 12. Giarsawan N: Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Campak di Wilayah Puskesmas Tejakula I Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2014, Vol 4 No 2 November:140-145. 13. Siregar K: Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Umur 9 bulan - 6 tahun Pada Saat KLB di Kabupaten Bogor tahun 2002. Depok: Universitas Indonesia; 2002. 14. Setyaningrum: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali. In. Edited by Muhammadiyah U. Surakarta; 2013. 15. Natalya D: Analisis Kejadian Campak Pada Anak Balita Di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 2011. 16. Frida E: Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak Pada Balita Di Puskesmas Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah Tahun 2007. In. Edited by Nuswantoro UD. Semarang; 2007. 17. Efriyanti A: Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan Imunisasi Campak Di Kabupaten Tegal. In. Edited by Semarang UN; 2009. 18. Casaeri: Faktor Risiko Kejadian Campak Di Kabupaten Kendal tahun 2002. Semarang: Universitas Diponogoro; 2003. 19. Nurani DS: Gambaran Epidemiologi Kasus Campak di Kota Cirebon tahun 2004-2011 (Studi Kasus Data Surveilans Epidemiologi Campak Di Dinas Kesehatan Kota Cirebon). Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012, Vol 1, No 2:293-304. 20. Murti B: Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1997. 21. Sastroasmoro S: Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2011. 22. BPS Kota Padang: Laporan Badan Pusat Statistik Kota Padang Tahun 2015. In. Padang; 2015.