1 PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA Disusun Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman SKRIPSI Oleh: DHIAN KATRIANI KUSUMA PRIMA WARDANI E1A008171 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 2 Lembar Pengesahan Skripsi PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA Disusun Oleh : DHIAN KATRIANI KUSUMA PRIMA WARDANI E1A008171 Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal Juli 2012 Pembimbing I Pembimbing II Sutikno,S.H. Bambang Heryanto, SH, MH NIP. 19480704 198003 1 001 NIP. 19561009 198702 1 001 Penguji Sunarto,S.H. NIP. 19491111 198003 1 001 3 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hj. Rochani Urip Salami,SH.,MS NIP.19520603 198003 2 001 Dhian Katriani KPW E1A008171 4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya, Nama : DHIAN KATRIANI KUSUMA PRIMA W. NIM : E1A008171 Judul Skripsi :PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas. Purwokerto, Juli 2012 5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada : 1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, SH,MS, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Bapak Sutikno, S.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala bantuan, arahan, dukungan, waktu dan masukan, serta kebaikan selama penulisan skripsi ini. 3. Bapak Bambang Heryanto , S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing II Skripsi atas segala bantuan, arahan dukungan, masukan, selama penulisan skripsi ini. 4. Bapak Sunarto, S.H. selaku dosen penguji Skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi penulis. 5. Bapak Supriyanto, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Hukum Administrasi Negara atas semua bantuannya. 7 6. Bapak Sukirman, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas kebaikannya kepada penulis selama berproses kuliah di Fakultas Hukum. 7. Seluruh dosen dan staf akademik di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 8. Almarhum Papa Sri Nugroho, ini gelar S.H. dipersembahkan buat Papa. Miss you pah. 9. Mama, Om Suhar, dan Keluarga Isngadi yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moril dan materil. 10. Irmawan Dwi Sasongko, AMK, yang selalu ada disaat susah dan senang mendampingi. 11. Bapak Even Kurniawan, S.H. beserta staf lainnya di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purbalingga yang telah banyak membantu dalam melancarkan penulisan skripsi ini. 12. Teman-teman seperjuanganku Wiwit, Dian, Tata, Lilis, Raisha, Dita, Puput, Dini, Yuan, dll. 13. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Skripsi ini hanya karya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Purwokerto, Juli 2012 8 ABSTRAK PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA Dhian Katriani Kusuma Prima Wardani E1A008171 Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan pekerja dalam memproduksi barang atau jasa tertentu. Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah ini sering memicu perselisihan antara buruh dan pengusaha. Atas dasar hal tersebut, untuk mencapai kesepakatan dalam penentuan tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah perlu dilibatkan. Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam menetapkan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, Gubernur memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak mampu di provinsi/kabupaten/kota serta saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan. Proses penetapan upah minimum kabupaten di Kabupaten Purbalingga adalah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang upah minimum. Dimulai dari tahap survei harga kebutuhan hidup layak, penetapan nilai KHL, penetapan nilai upah minimum kabupaten, usulan nilai upah ke Bupati yang diteruskan ke Gubernur, hingga dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur tentang upah minimum kabupaten. Kata Kunci : Upah Minimum Kabupaten, Proses Penetapan Upah. 9 ABSTRACT Wage employment is an important component, namely as an element in the implementation of the employment relationship, which has a strategic role in the implementation of industrial relations. Wages received by workers over payment for services that do work for others, so that wages are basically proportional to the contribution of labor in producing goods or services. Difference views on the determination of wage rates often lead to disputes between workers and employers. On that ground, to reach agreement in the determination of wage rates and the role of government intervention needs to be involved. One form of government involvement in industrial relations is in the determination of wage levels. This policy is called a wage policy minimum. Government set minimum wages based on the needs of decent living and having regard to productivity and economic growth. In setting the stage of achieving decent living needs, the Governor consider the condition of the labor market, most businesses can not afford in the province / county / city as well as advice and consideration of the Board Remuneration. The determination process of minimum wage counties in Purbalingga counties is in compliance with laws and regulations that applicable minimum wage. Starting from the survey stage of life needs decent price, the determination of the KHL, the determination of the minimum wage counties, the value of wages to the Regents proposal forwarded to the governor, until the issuance of the governor’s Decree on minimum wage counties. Keywords: Minimum Wage Counties, Wage Determination Process. . 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................ii SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ...................................................................................iv ABSTRAK .....................................................................................................vi ABSTRACT ................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Ketenagakerjaan ...............................................................................9 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ............................................ 9 2. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja........................................... 17 B. Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja.........................................................25 1. Hubungan Kerja ........................................................................... 25 2. Perjanjian Kerja ........................................................................... 26 C. Pengupahan......................................................................................................32 1. Pengertian Upah ...................................................................................32 11 2. Komponen Upah ........................................................................ 34 3. Jenis-Jenis Upah ......................................................................... 35 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah ................................ 37 5. Upah Minimum .......................................................................... 38 6. Upah Minimum Kabupaten ........................................................41 D. Penetapan Kebutuhan Hidup Layak .....................................................42 1. Faktor-Faktor Pertimbangan Dalam Proses Penetapan........................42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian .................................................................. 46 B. Spesifikasi Penelitian ............................................................. 47 C. Lokasi Penelitian .................................................................... 47 D. Sumber Data .................................................................................. 47 E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 49 F. Metode Penyajian Data ................................................................. 50 G. Metode Analisis Data.............................................................. 50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................... 51 B. Pembahasan .................................................................................. 68 BAB V PENUTUP Simpulan ......................................................................... 80 12 LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Purbalingga Lampiran 2. Keputusan Bupati Nomor 560/37 tahun 2011 Tentang Pembentukan Tim Survey Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Purbalingga Tahun 2011 Lampiran 3. Keputusan Bupati Nomor 520/202 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Dewan Pengupahan Kabupaten Purbalingga Masa Jabatan 2011-2013 Lampiran 4. Berita Acara Kesepakatan Bersama Antara Dewan Pengupahan dan LKS Tripartit Kabupaten Purbalingga No.560/1852. 1/X/Tahun 2011 Tentang Penetapan Nilai KHL Tahun 2011 dan Usulan UMK Tahun 2012 Lampiran 5. Keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten Purbalingga No.561/01/Tahun 2011 Tentang Penetapan Nilai Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Purbalingga Tahun 2011 Lampiran 6. Usulan Bupati Purbalingga Tentang UMK Tahun 2012 Kepada Gubernur Jawa Tengan Lampiran 7. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.561.4/73/2011 Tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Lampiran 8. Rekap Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak Januari 2011 – Agustus 2011 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara dalam hal ini pemerintah mempunyai peran penting dalam membantu masyarakatnya dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya, seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea empat yang menetapkan tujuan Negara Republik Indonesia yakni : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sejak awal mula negara ini didirikan, telah disadari bahwa pekerjaan adalah merupakan hak asasi bagi setiap warga negara seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sehubungan dengan tujuan bernegara Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 tersebut, para pakar menyebutkan bahwa tujuan Negara seperti itu mencerminkan tipe Negara hukum kesejahteraan (Welfare State).1 Dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan warganya, negara Indonesia menekankan kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan 14 makmur secara merata. Dengan kata lain, perwujudan kesejahteraan ini adalah untuk seluruh bangsa Indonesia, tidak hanya sekelompok atau sebagian masyarakat tertentu saja. Pada bidang ketenagakerjaan, tenaga kerja di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sedangkan untuk penawaran terhadap tenaga kerja justru tidak sejalan dengan jumlah tersedianya pekerjaan. Hal ini justru akan berpengaruh terhadap hubungan industrial itu sendiri, khususnya dalam hal membela kepentingan pekerja yang dinilai dalam posisi lemah. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu dari serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan kepada peningkatan martabat, harkat, dan kemampuan serta kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan suatu upaya yang bersifat menyeluruh di semua sektor dan daerah yang ditunjukan dengan adanya perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja, peningkatan mutu dan kemampuan, serta memberi perlindungan terhadap tenaga kerja. Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, sehingga perencanaan ekonomi juga harus mencakup perencanaan ketenagakerjaan. Persoalan-persoalan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah nasional yang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama dalam ketenagakerjaan. Selama ini pemerintah memandang masalah ketenagakerjaan hanya pada bagaimana menangani masalah 15 angkatan kerja yang semakin membludak namun kesempatan kerja yang tersedia tetap saja masih sangat terbatas, dan hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan, serta perbaikan kesejahteraan buruh menjadi diabaikan. Termasuk masalah pengupahan yang dirasa belum mampu menampung dan menyelesaikan yang dihadapi oleh para buruh, hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan pekerja dalam memproduksi barang atau jasa tertentu. Semakin banyaknya buruh yang merasa kurang puas dengan upah yang diberikan oleh pengusaha tempatnya bekerja. Hal ini akan menjadi masalah yang kompleks jika dikaitkan dengan tingkat kebutuhan buruh yang tidak sesuai dengan tingkat upah yang mereka terima. Tingkat kebutuhan yang semakin meningkat dan mahal, harus dipenuhi dengan upah yang rendah, sehingga tidak ada keseimbangan diantara keduanya. Tekanan biaya hidup pekerja yang semakin tinggi juga menimbulkan tuntutan akan kenaikan upah minimum. Namun sampai saat ini, proses penetapannya masih mempunyai banyak kelemahan. Di Indonesia sendiri masalah upah masih menjadi masalah yang membutuhkan perhatian lebih dalam penyelesaiannya, mengingat masalah upah merupakan masalah teratas 16 yang terjadi dalam ketenagakerjaan disebabkan karena masih rendahnya tingkat upah di Indonesia, jika tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan perselisihan serta mendorong timbulnya mogok kerja atau unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis saja, namun juga aspek hukum yang mendasari hal-hal yang berkaitan dengan pengupahan itu dilaksanakan dengan aman dan benar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menentukan tingkat upah, pihakpihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (pekerja) dan pemberi pekerjaan memiliki pandangan yang berbeda. Bagi pengusaha upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah mereka sangat berhati-hati. Sedangkan bagi buruh, upah merupakan sumber pendapatan, sehingga mereka sangat mengharapkan peningkatan tingkat upah. Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah ini sering memicu perselisihan antara buruh dan pengusaha. Atas dasar hal tersebut, untuk mencapai kesepakatan dalam penentuan tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah perlu dilibatkan. Posisi tawar buruh yang rendah menyebabkan ketidakseimbangan posisi buruh jika berhadapan dengan pengusaha. Adanya intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar buruh yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha. 17 Menurut Irving Sewrdlow dalam bukunya Adrian Sutedi, menyatakan bahwa campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan kehidupan masyarakat dapat dilakukan dengan lima cara : 1. Operasi langsung (Direct Operation) Pemerintah turut aktif dalam melakukan kegiatan yang dimaksudkan, misalnya dalam penciptaan lapangan kerja, pemerintah melaksanakan program padat karya untuk menyediakan lapangan kerja bagi penganggur ; 2. Pengendalian langsung (Direct Control) Langkah pemerintah diwujudkan dalam bentuk penggunaan lisensi, penjatahan, dan lain-lain ; 3. Pengendalian tidak langsung (Indirect Control) Dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan yang ada, pemerintah dapat menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk terlaksananya suatu kegiatan tertentu ; 4. Pemengaruhan langsung (Direct Influence) Dilakukan secara persuasif, pendekatan ataupun nasehat agar pekerja mau bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki oleh pemerintah ; 5. Pemengaruhan tidak langsung (Indirect Influence) Ini adalah bentuk involvement yang paling ringan, namun tujuannya tetap untuk menggiring pekerja agar berbuat seperti apa yang dikehendaki oleh pemerintah.2 Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup layak. 2 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 16. 18 Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangantersebut telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat hukum privat dan publik. Campur tangan Pemerintah (penguasa) dalam Hukum Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang sangat berbeda secara ekonomi yang jika diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai, karena itulah pemerintah turut campur tangan melalui perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.3 Pekerja agar dapat hidup wajar dan terpenuhi gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kebutuhan hidup pekerja, yang digunakan sebagai dasar pertimbangan penetapan upah minimum yang disebut dengan kebutuhan fisik minimum. Standar kebutuhan fisik minimum ini yang digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Pasal 88 Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa untuk menyebutkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijakan pengupahan tersebut antara lain dengan penetapan upah minimum. Dalam Pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam 3 Lalu Husni, Op.Cit, hlm. 48. 17 Penetapan Upah Minimum dicapai secara bertahap. Pemerintah dalam menetapkan upah minimum tersebut yaitu dengan memperhatikan produktifitas, pertumbuhan ekonomi serta memperhatikan usaha-usaha yang paling tidak mampu (marginal). Menghitung upah layak yang sesuai dengan standar upah layak, haruslah mencakup akan beberapa hal, yaitu : 1. Kebutuhan fisik, sebagai kebutuhan untuk menjaga kesehatan ragawi buruh, agar ia dapat bekerja dengan segenap tenaga dan sanggup berkonsentrasi penuh selama bekerja ; 2. Kebutuhan mental, mencakup persoalan bagaimana buruh tersebut menjaga martabat dirinya di tengah pergaulan sosial ; 3. Kebutuhan berkeluarga, mencakup sekaligus kebutuhan fisik dan mental. Tiap orang butuh pasangan hidup, untuk meneruskan keturunannya. Kebutuhan ini seringkali bersesuaian dengan tuntutan sosial dan spiritual yang diberlakukan dalam masyarakat.4 Penentuan kebijakan mengenai upah minimum kini diserahkan kepada daerah sesuai dengan adanya otonomi daerah. Otonomi daerah telah menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi serikat buruh untuk bisa mempengaruhi hasil-hasil kebijakan perburuhan, dan untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan dan peraturan secara umum, sehingga upah minimum akan berbeda di setiap kota/kabupaten, tergantung pada kebutuhan hidup dari masing-masing daerah. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA”. 4 http://scribd.com/Analisis-Penentuan-Penetapan-Upah-Minimum-Regional-diJawaTengah/diakses tanggal 6 Maret 2012 20 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : Apakah proses penetapan upah minimum kabupaten di Kabupaten Purbalingga sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses penetapan upah minimum kabupaten di Kabupaten Purbalingga yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Bahwa dengan penelitian ini diharapakan akan dapat menambah wacana dan pengetahuan hukum dalam bidang hukum ketenagakerjaan terutama dalam hal proses penentuan upah minimum kabupaten dan pelaksanaan survei terhadap kebutuhan hidup layak yang sesuai. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi acuan wacana bagi para praktisi dalam melakukan survei terhadap penentuan upah minimum kabupaten. 19 BAB II TINJAUAN PUS TAKA A. Hukum Ketenagakerjaan 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Istilah hukum perburuhan adalah berasal dari bahasa Belanda yaitu arbeidsrecht. Dalam bukunya, Imam Soepomo disebutkan mengenai definisi hukum perburuhan antara lain menurut Molenaar bahwa hukum perburuhan (arbeidstrecth) adalah bagian dari hukum yang berlaku, yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan penguasa.5 Mr. M.G. Levenbach dalam buku Lalu Husni menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan keadaan kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja. Imam Soepomo memberikan pengertian hukum perburuhan sebagai himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.6 Berdasar pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo, dapat diambil kesimpulan bahwa setidaknya hukum perburuhan mengandung unsur-unsur : 1. Himpunan peraturan (baik tertulis dan tidak tertulis) 2. Berkenaan dengan suatu kejadian/peristiwa 3. Seseorang bekerja pada orang lain 4. Upah7 Lalu Husni, Op.cit., hal. 33. Lalu Husni , Loc.cit. 7 Lalu Husni , Loc.cit. 5 6 Berdasar unsur-unsur tersebut, jelaslah bahwa hukum perburuhan hanya menyangkut peraturan yang mengatur hubungan hukum seorang yang disebut buruh bekerja pada orang lain, dan tidak mengatur hubungan hukum diluar hubungan kerja. Konsep ini sesuai dengan pengertian buruh berdasar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yaitu Pasal 1 ayat (1) huruf a.8 Seiring dengan perkembangan zaman, pemerintah saat ini juga turut intervensi dalam hal perburuhan, yang tidak hanya mencakupi aspek hukum yang berhubungan dengan hubungan kerja saja, namun juga sebelum dan sesudah hubungan kerja, maka istilah perburuhan ini dirasa kurang sesuai lagi. Penggunaan kata perburuhan, buruh, majikan dan sebagainya yang dalam literatur lama masih sering ditemukan sudah digantikan dengan istilah ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah Hukum Ketenagakerjaan untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan, juga sejak tahun 1969 dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah tenaga kerja yang artinya adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun di luar hubungan kerja 8 Ibid, hal. 34 21 (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah. Pengertian tenaga kerja dalam Pasal 1 angka 2 UndangUndang No. 13 tahun 2003 menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian ketenagakerjaan tersebut, dapat ditarik rumusan pengertian hukum ketenagakerjaan yaitu semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja (pra employment) antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain‐lain. Hal‐hal yang berkenaan selama masa bekerja (during employment) antara lain menyangkut perlindungan kerja, yaitu: upah, jaminan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain-lain atau dalam hubungan kerja, serta sesudah hubungan kerja yaitu pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.9 Abdul Hakim dalam buku Agusmidah merumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan dari unsur-unsur yang dimiliki, yaitu : 1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis; 2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha; 3. Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa; 9 Ibid, hal. 35 24 4. Mengatur perlindungan pekerja, meliputi : masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja dan sebagainya.10 Pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini dikenal, yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja, sedangkan objek hukum ketenagakerjaan artinya adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan diberlakukannya hukum ketenagakerjaan. Undang-Undang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan hukum ketenagakerjaan adalah mencapai tujuan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dengan meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, makmur dan adil, sesuai dalam penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Tujuan ini penting ditetapkan oleh karena dalam Hukum Ketenagakerjaan terlibat pihak‐pihak yang umumnya berada pada posisi yang tidak seimbang baik secara sosial, dan ekonomis. Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pada Pasal 8 UUD 1945 yaitu membangun manusia seutuhnya untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan sesuai dengan asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerj aan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 5-6. 10 25 Tujuan hukum ketenagakerjaan tersebut di atas adalah agar dapat meniadakan ketimpangan hubungan di antara pekerja dengan pengusaha digambarkan oleh H. Sinzheimer jika diterjemahkan secara bebas mengandung arti bahwa pengusaha adalah pihak yang mampu menentukan keadaan perburuhan sesuai dengan keinginannya, bahkan melalui sarana kebebasan berkontrak, dimana kebebasan berkontrak yang dimiliki tiap‐tiap pekerja tidak lebih dari sebuah kepatuhan secara sukarela terhadap kondisikondisi yang telah ditetapkan secara sepihak oleh pengusaha.11 Sumber hukum adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturanaturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.12 Sumber hukum ketenagakerjaan tidak hanya ditemukan dalam undang-undang saja, banyak ketentuan yang masih terdapat diluar undang-undang. Sumber hukum ketenagakerjaan yaitu : 1. Undang-undang Undang-undang adalah sumber hukum yang paling utama yang berisi peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping undang-undang, ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mempunyai kedudukan yang AgusMidah,usupress.usu.ac.id/files/1073B%20%20Dinamika%20Hukum%20Keten agakerjaan%20Indonesia%20-%20Final%20-%20Agusmidah_bab%201 .pdf, diakses pada 30 April 2012 11 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal. 46 12 26 sama dengan undang-undang, dan ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. 2. Peraturan lain Peraturan lain ini kedudukannya lebih rendah dari undang-undang, dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksana undang-undang, yaitu : a. Peraturan pemerintah Peraturan pemerintah ini ditetapkan oleh Presiden untuk mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. b. Keputusan presiden Keputusan presiden ini yang tidak disebut keputusan pemerintah, pada umumnya tidak mengatur sesuatu, namun memutuskan suatu tertentu. c. Peraturan atau keputusan instansi lain Suatu instansi atau pejabat tertentu diberi kekuasaan untuk mengadakan peraturan atau keputusan yang berlaku bagi umum. 3. Kebiasaan Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini berkembang karena dua faktor, yaitu: a. Pembentukan undang-undang atau peraturan ketenagakerjaan tidak dapat dilakukan secepat perkembangan soal-soal ketenagakerjaan yang harus diatur. Kemajuan dan perubahan kedudukan tiap pihak yang bersangkutan dalam soal ketenagakerjaan tidak dapat diikuti dengan seksama oleh perundang-undangan. 27 b. Peraturan-peraturan dari jaman Hindia Belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliranaliran yang tumbuh diseluruh dunia. 4. Putusan Putusan pengadilan dapat bersifat menentukan, dan menetapkan hukum sendiri, dimana aturan hukum masih kurang lengkap. Jika peraturan pada dasarnya mengatur sesuatu yang seharusnya berlaku, putusan menetapkan apa yang sebenarnya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Perj anjian Perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara pekerja dan pengusaha yang menyelenggarakannya. Terlebih dalam perjanjian ketenagakerjaan, makin besar serikat pekerja dan perkumpulan pengusaha yang menyelenggarakannya, makin banyaklah orang yang terikat dalam perjanjian ketenagakerjaan itu, maka aturan dalam perjanjian ketenagakerjaan terkadang mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang. 6. Traktat Traktat merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang dikenal dengan perjanjian antar negara. Traktat dalam bidang ketenagakerjaan banyak dijumpai dalam ketentuan internasional dari hasil konferensi ILO (International Labour Organization) yang dikenal dengan istilah convention. 2 8 7. Doktrin Doktrin atau pendapat pakar ilmu hukum dapat digunakan sebagai landasan untuk memecahkan masalah yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan ketenagakerjaan.13 Menurut Payman Simanjuntak tenaga kerja (manpower) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia14, sedangkan menurut Pasal 1 angka (2) UU 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah : Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja (manpower) terdiri dari kelompok angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja atau labour force, terdiri dari : a. Golongan yang bekerja ; b. Golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja ini sering juga dinamakan sebagai Potential Labour Force (PLF) karena tetap berpotensi untuk melakukan 13 Zainal Asikin, dkk., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1993 14 Sedjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Cet. II, Jakarta, 1995, hal. 3. 2 9 pekerjaan lainnya meski mereka bukan angkatan kerja. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari : a. Golongan yang bersekolah Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya atau terutama bersekolah. b. Golongan yang mengurus rumah tangga Golongan yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah. c. Golongan lain‐lain atau penerima pendapatan Golongan lain-lain ada 2 macam yaitu : 1) Golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan uang atau sewa atas milik; dan 2) Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis. 2. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja a. Pekerja Sebelum dikenal istilah pekerja dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003, dahulu disebut dengan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda, yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, atau mandor yang melakukan pekerjaan kasar, sedangkan yang 3 0 melakukan pekerjaan di kantor pemerintah maupun swasta disebut dengan karyawan/pegawai. Istilah buruh saat ini kurang sesuai dengan perkembangan sekarang, buruh saat ini tidak hanya bekerja pada sektor nonformal seperti kuli, tukang, dan sejenisnya, namun juga sektor formal seperti bank, hotel, dan lain-lain. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian buruh/pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Definisi ini dirasa lebih dapat mengakomodir semua jenis pekerjaan, baik perorangan, persekutuan, atau badan hukum, dengan imbalan yang diterima tidak selalu dalam bentuk uang, namun dapat pula berupa barang. b. Pengusaha Sebelum dikenal istilah pengusaha, dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dikenal istilah majikan. Istilah majikan ini juga dianggap kurang sesuai karena majikan berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan dari buruh, padahal seharusnya antara buruh dengan majikan secara yuridis adalah mitra kerja yang memiliki kedudukan yang sama.15 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek dan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 menggunakan istilah Pengusaha. Dalam 15 Lalu Husni, Op.cit, hal. 46. 29 pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menjelaskan pengertian Pengusaha yakni : 1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ; 2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ; 3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Selain pengertian pengusaha, dalam Pasal 1 angka 4 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 memberikan pengertian pemberi kerja yakni : Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. c. Organisasi Pekerja Adanya organisasi pekerja adalah untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Semakin baik organisasi tersebut, maka akan semakin kuat dalam melakukan tugasnya. Pemerintah telah meratifikasi konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 98 dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1956 mengenai Dasar-dasar Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama sebagai perwujudan dari ketentuan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. 32 Dalam rentang waktu yang cukup lama, akhirnya pemerintah berhasil menetapkan Undang-Undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh/Pekerja. Dalam Undang-Undang tersebut, serikat buruh atau pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk buruh/pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja dan keluarganya. Prinsip dasar serikat pekerja/buruh dalam undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Buruh : 1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh ; 2. Serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas buruh/pekerja tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, dan pihak manapun; 3. Serikat buruh/pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh ; 4. Basis utama serikat burh/pekerja ada di tingkat perusahaan, serikat buruh yang ada dapat menggabungkan diri dalam federasi Serikat Buruh/Pekerja. Demikian halnya dengan Federasi Serikat Buruh/pekerja dapat menggabungkan diri dalam Konfederasi serikat Buruh/Pekerja ; 5. Serikat buruh/pekerja, federasi dan konfederasi serikat buruh/pekerja yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada kantor depnaker setempat untuk dicatat ; 6. Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh/pekerj a.16 Keberadaan serikat buruh/pekerja sangat penting artinya dalam rangka memperjuangkan, membela dan melindungi hak dan kepentingan 16 Lalu Husni, Op.cit, hal. 53. 33 b uruh/pekerja serta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja dan keluarganya. Namun tugas yang diemban serikat buruh/pekerja kini semakin berat, yakni tidak hanya memperjuangkan hak-hak normatif tapi juga memberikan perlindungan, pembelaan, dan mengupayakan peningkatan kesejahteraannya. d. Organisasi Pengusaha Menurut Imam Soepomo dalam buku Lalu Husni, organisasi pengusaha adalah organisasi yang tujuannya adalah kerjasama antara anggota-anggotanya dalam soal-soal teknis dan ekonomi belaka, tidak semata-mata merupakan badan yang mengurus soal-soal perburuhan, baik atas dasar inisiatif sendiri maupun atas desakan dari buruh atau organisasi buruh.17 Ketentuan mengenai organisasi pengusaha terdapat dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan : (1) Setiap pengusaha berhak membentuk tim dan menjadi anggota organisasi pengusaha. (2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lalu Husni dalam bukunya menguraikan dua organisasi pengusaha yang ada, yaitu : 1) KADIN 17 Ibid, hal. 57. 34 P emerintah melalui Undang-Undang No. 49 tahun 1973 membentuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan. KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian yang memiliki tujuan : a. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelakupelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasrkan Pasal 33 UUD 1945; b. Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam pembangunan nasional. 18 Anggota Kadin adalah setiap pengusaha Indonesia serta Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha harus menjadi anggota Kadin dengan kewajiban mendaftar pada Kadin. Langkah Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) menggandeng Kadin untuk bersama-sama mengembangkan dan membangun wilayah perbatasan yang ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan bersama adalah langkah yang cerdas dan tepat. Peran Kadin dalam mengembangkan dan membangun wilayah perbatasan secara dasar telah disepakati bersama yang tertuang dalam pasal 2 kesepakatan bersama antara Kadin dan BNPP yaitu : 1. Identifikasi dan pemetaan potensi kawasan perbatasan 2. Pengkajian Kebijakan dan pengembangan ekonomi bisnis 18 Ibid, hal. 55. 35 3. P embangunan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam berbasis kelestarian lingkungan 4. Pengkajian dan Penerapan sistim informasi bisnis dan pengembangan system informasi manajemen perijinan yang berbasis teknologi e-government 5. Peningkatan Kapasitas sumber daya manusia di kawasan perbatasan19 2) APINDO Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) adalah organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, yang lahir atas peran dan tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional dalam rangka turut serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan dari APINDO menurut Pasal 7 Anggaran Dasar adalah : a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan layanan kepentingannya di dalam bidang sosial ekonomi ; b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan kegairahan kerja dalam lapangan hubungan industrial dan ketenagakerjaan ; c. Mengusahakan peningkatan produktifitas kerja sebagai program peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan nasional menuju kesejahteraan sosial, spiritual, dan materiil ; d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijaksanaan/ketenagakerjaan dari para pengusaha yang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.20 Dilihat dari tujuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa eksistensi organisasi lebih ditekankan sebagai wadah untuk mempersatukan para pengusaha Indonesia dalam upaya turut serta memelihara ketenangan kerja dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang menyangkut pekerjaan/kepentingannya. 19 20 Muhammad Solikin, Kompasiana.com, diakses pada 14 Mei 2012 Lalu Husni, Op.cit. hal. 56. 36 Organisasi pengusaha tetap memberikan peranan penting dalam hubungan ketenagakerjaan yakni sebagai anggota tripartit yang berperan sama dengan serikat pekerja dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi, maka organisasi pengusaha diharapkan tidak hanya memperjuangkan kepentingannya tetapi juga kepentingan pekerja sebagai salah satu komponen produksi yang perlu mendapat perlindungan hukum. e. Pemerintah/Penguasa Adanya campur tangan pemerintah adalah untuk terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah sangat berbeda, jika hubungan ini diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan dalam menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sangat sulit tercapai karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar inilah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberi jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak. Penguasa dan pengawasan merupakan satu kesatuan sebab pengawasan bukan merupakan institusi yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja yang akan memberikan dampak terhadap stabilitas usaha. Selain itu akan mendidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat dalam menjalankan 37 ketentuan perundang-undangan, karena seringkali terjadi perselisihan yang disebabkan karena pengusaha tidak memberikan perlindungan hukum kepada pekerja sesuai peraturan yang berlaku. B. Hubungan Kerja Dan Perjanjian Kerja 1. Hubungan Kerja Menurut Iman Soepomo dalam bukunya Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan.21 Pada dasarnya, hubungan kerja ini menunjukkan kedudukan diantara kedua belah pihak, yang menggambarkan hubungan antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban pekerja terhadap pengusaha/pemberi kerja, serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha/pemberi kerja terhadap pekerjanya. Sesuai dengan pasal 50 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja, sedangkan dalam Pasal 1 angka (15) Undang-undang No. 13 tahun 2003 disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Menurut Iman Soepomo dalam buku Lalu Husni, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, dimana pihak pekerja mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, yaitu pengusaha sebagai pihak yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan pekerjanya itu dengan membayar upah.22 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 1 22 Lalu Husni, Op.cit, hal. 65 21 38 Hubungan kerja yang dimaksud oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah suatu perikatan kerja yang bersumber dari perjanjian dan tidak mencakup perikatan kerja yang bersumber dari undang-undang.23 Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama yang ada, demikian halnya dengan peraturan perusahaan, substansinya tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama.24 Hubungan kerja pada dasarnya meliputi soal-soal yang berkenaan dengan : a. Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja; b. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan buruh; c. Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus merupakan hak buruh atas upah; d. Berakhirnya hubungan kerja; e. Caranya perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan diselesaikan dengan sebaik-baiknya.25 2. Perjanjian Kerja Ketentuan perjanjian kerja dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 merupakan bagian dari hubungan kerja, bukan bagian dari hukum perjanjian, maka ketentuan perjanjian kerja bukan hukum pelengkap.26 Maksud dari ketentuan perjanjian kerja ini bukan hukum pelengkap ini adalah, dimana ketentuan perjanjian kerja adalah bersifat memaksa karena wajib diikuti dan ditaati, sehingga para pihak dalam perjanjian kerja tidak dapat membuat perjanjian kerja menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 70 Lalu Husni, Op.cit, hal. 63 25 Imam Soepomo, Op.cit, hal. 9 26 Hardijan Rusli, Op.cit, hal. 70 23 24 39 ketenagakerjaan. Namun apabila dalam undang-undang ketenagakerjaan tidak mengatur mengenai suatu hal, dan diatur dalam hukum perjanjian, maka dapat berlaku dalam hukum perjanjian. Tetapi bila undang-undang ketenagakerjaan telah mengaturnya, maka ketentuan tersebut bersifat memaksa, sehingga tidak dapat dike sampingkan. Perjanjian kerja itu sendiri adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak sesuai Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang berisi : Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Menurut Imam Soepomo dalam buku Lalu Husni berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu sebagai pekerja mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yaitu pengusaha, dan pengusaha mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.27 Berdasar pengertian perjanjian kerja, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja : a. Adanya unsur pekerjaan Ada pekerjaan yang diperjanjikan sebagai obyek perjanjian. Perjanjian tersebut harus dilakukan oleh pekerjanya sendiri. Sifat perjanjian yang 40 27 Lalu Husni, Op.cit, hal. 64. 28 Ibid, hal. 65 41 dilakukan oleh pekerja sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya. b. Adanya unsur perintah Pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan c. Adanya upah Upah memegang peranan penting dalam perjanjian kerja, dan sebagai tujuan utama seorang bekerja pada pengusaha. Maka apabila tidak ada unsur upah, hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerj a.28 Ciri khas dari perjanjian kerja adalah di bawah perintah pihak lain, dalam hal ini menunjukkan hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan antara bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial-ekonomi memberi perintah kepada pihak pekerja yang secara ekonomi kedudukannya lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. Kesepakatan kedua belah pihak Para pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu, dikehendaki pula oleh pihak yang lain. b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum 28 Ibid, hal. 65 43 Kedua belah pihak cakap dalam membuat perjanjian dengan dilihat dari batas umur sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka (26) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang memberikan batas umur minimal cakap adalah 18 tahun. Selain itu, dikatakan cakap adalah apabila orang tersebut tidak berada di bawah pengampuan. c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan Pekerjaan yang diperjanjikan adalah sebagai obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Objek pekerjaan harus halal, dan jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.29 Bentuk dari perjanjian kerja seperti telah disebutkan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Ada manfaat bila perjanjian kerja itu dibuat secara tertulis serta dinyatakan dalam suatu rumusan tertentu sehingga semakin jelas dan tegas isi dan perumusan pernyataan kehendak kedua belah pihak, dan semakin kurang timbul keragu-raguan. Meski dalam prakteknya, perusahaan mengeluarkan surat pengangkatan yang dibuat dan ditanda tangani secara sepihak oleh majikan. 29 Ibid, hal. 67-68. 44 Isi dari perjanjian kerja adalah berkenaan dengan pekerjaan yang diperjanjikan, tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang yang sifatnya memaksa atau dalam undang-undang tentang ketertiban umum atau dengan tata susila masyarakat. Jika perjanjian kerja bertentangan dengan ketertiban umum, adalah karena bertentangan atau melanggar larangan yang dimuat dalam undang-undang. Masing-masing pihak baik pekerja maupun pengusaha memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus saling dipertanggungjawabkan. Kewajiban pekerja kepada pengusaha pada umumnya adalah merupakan hak dari pengusaha yaitu : a. Melakukan pekerjaan Pekerjaan ini dapat diartikan dengan perbuatan untuk kepentingan pengusaha, baik langsung maupun tidak langsung dan untuk dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan produksi baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. Pekerjaan yang ditetapkan ini pada umumnya harus dilakukan oleh pekerja itu sendiri.30 b. Petunjuk majikan Petunjuk diberikan oleh pengusaha terutama dimana buruh diterima untuk melakukan pekerjaan dengan upah jangka waktu. Dalam praktiknya, pekerja kerap kali melakukan pekerjaan sesuai kemauannya sendiri tanpa mengindahkan petunjuk yang telah diberikan oleh pengusaha. Tindakan ini 30 Imam Soepomo, Op. cit, hal. 94 45 adalah telah menyalahi perjanjian dan tidak sah. Lain halnya dengan apabila pekerja telah melakukan apa yang telah pengusaha perintahkan sesuai petunjuknya, namun pada akhirnya tidak menghasilkan apa yang diharapkan oleh pengusaha, maka pengusaha tersebut tidak berhak untuk menyalahkan buruh, dan kerugian yang ditimbulkan secara keseluruhan menjadi tanggung jawab pengusaha.31 c. Membayar ganti rugi dan denda Pekerja bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan atas perbuatannya, dan tanggung jawab ini terbatas hanya pada kerugian yang terjadi karena perbuatannya yang disengaja atau karena kelalaiannya. Maksud dari disengaja adalah perbuatan itu dimaksudkan untuk merugikan kepentingan orang lain, sedangkan kelalaian adalah apabila kekurang hatihatian yang dilakukan pekerja sehingga merugikan kepentingan orang lain. Jika kerugian yang diderita orang lain ini tidak dapat dinilai dengan uang, maka lewat pengadilan akan ditetapkan sejumlah uang menurut keadilan sebagai ganti rugi.32 Denda atas tidak dipenuhinya kewajiban oleh pekerja tidak dapat ditetapkan secara sepihak oleh pengusaha, harus ditetapkan dalam perjanjian kerja tertulis. Denda tersebut tidak boleh menjadi keuntungan pribadi bagi pengusaha sendiri atau bagi siapapun yang diberi kuasa untuk menjatuhkan denda kepada pekerja. 31 32 Ibid, hal. 101. Ibid, hal. 104. 46 Kewajiban pengusaha adalah sebagai bentuk dari hak pekerja yang dapat diterimanaya apabila telah melakukan kewajibannya sebagai pekerja. Kewajiban pengusaha yang paling penting sebagai akibat langsung dari perjanjian kerja yang sah adalah membayar upah. Kewajiban-kewajiban pokok lain yang menurut peraturan adalah mengatur pekerjaan, mengatur tempat kerja, memberi surat keterangan, dan kewajiban tambahannya adalah membuat buku upah, buku pembayaran upah.33 C. Pengupahan 1. Pengertian Upah Definisi upah menurut PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan upah adalah : Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan, atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya. Sedangkan definisi upah menurut Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian upah adalah : Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi 33 Ibid, hal. 109 47 pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa upah dibayarkan berdasar atas kesepakatan para pihak, dan agar upah yang diterima oleh pekerja/buruh tidak terlampau rendah, maka pemerintah turut campur tangan dalam menetapkan standar upah minimum. Upah memegang peranan penting dan ciri khas suatu hubungan kerja, karena upah merupakan tujuan utama bagi seorang pekerja dalam melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain, maka pemerintah turut serta dalam menangani masalah upah melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.34 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat (1) menyebutkan setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja, meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. 34 35 Upah minimum; Upah kerja lembur; Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; Bentuk dan cara pembayaran upah; Denda dan potongan upah; Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; Struktur dan skala pengupahan yang proporsional; Upah untuk pembayaran pesangon; Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.35 Lalu Husni, Op.cit, hal. 158 Ibid, hal. 159 48 Pasal 91 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila kesepakatan tersebut lebih rendah dari peraturan perundangundangan yang berlaku, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Komponen Upah Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Imbalan yang diterima oleh pekerja tidak selamanya disebut sebagai upah, karena dapat imbalan tersebut tidak termasuk dalam komponen upah. a. Termasuk komponen upah adalah : (1) Upah pokok merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasar perjanjian; (2) Tunjangan tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan. 49 (3) Tunjangan tidak tetap yaitu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja dan diberikan secara tidak tetap bagi pekerja dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok. b. Tidak termasuk komponen upah adalah : (1) Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh; (2) Bonus yaitu pembayaran yang diterima pekerja atas hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja berprestasi melebihi target produksi yang normal atau karena peningkatan produksi; (3) Tunjangan hari raya dan pembagian keuntungan lainnya. 3. Jenis-Jenis Upah G. Kartasapoetra dalam bukunya menyebutkan, bahwa jenis-jenis upah meliputi : a. Upah nominal Yang dimaksud dengan upah nominal adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada pekerja yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuanketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja di bidang industri atau perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana ke dalam upah tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain diberikan kepadanya. Upah nominal ini sering pula disebut upah uang (money 50 wages), sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara keseluruhannya. b. Upah nyata (real wages) Upah nyata adalah upah yang benar-benar harus diterima oleh seseorang yang berhak. Upah nyata ditentukan oleh daya beli upah tersebut yang akan banyak bergantung dari : (1) Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima; (2) Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan. Adakalanya upah itu diterima dalam wujud uang atau fasilitas atau in natura, maka upah nyata yang diterimanya yaitu jumlah upah uang dan nilai rupiah dari fasilitas dan barang in natura tersebut. c. Upah hidup Dalam hal ini upah yang diterima seorang pekerja itu relatif cukup untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya pendidikan, bagi bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa dan beberapa lainnya lagi. d. Upah minimum Pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan sangat berperan dalam hubungan ketenagakerjaan. Seorang pekerja adalah manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan sewajarnyalah pekerja mendapatkan penghargaan dan perlindungan yang layak. 51 e. Upah wajar Upah yang secara relatif dinilai cukup wajar oleh pengusaha dan para pekerjanya sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan pekerja kepada pengusaha atau perusahaan sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Faktor-faktor yang mempengaruhi upah antara lain : a. Pendidikan dan keterampilan Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktifitas kerja. b. Kondisi pasar kerja Kondisi pasar kerja sangat mempengaruhi nilai tawar pekerja. Dalam tingkat pengangguran tinggi menyebabkan kelebihan pekerja dengan penawaran upah rendah, hal ini menyebabkan posisi tawar pencari kerja menjadi sangat lemah. c. Biaya hidup Tingkat biaya hidup di suatu tempat akan berpengaruh terhadap tingkat upah di tempat tersebut. Hal ini terjadi untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan pekerja yang bersangkutan. d. Kemampuan perusahaan Faktor ini menjadi penentu utama dalam menetapkan tingkat upah. Ada pendapat yang menyatakan bahwa apabila perusahaan tidak mampu 52 membayar upah secara wajar, maka perusahaan yang bersangkutan harus menutup perusahaan. e. Kemampuan serikat pekerja Apabila serikat pekerja kuat dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama dapat memperjuangkan perbaikan syarat kerja termasuk pengupahan dengan hasil yang maksimal. f. Produktifitas kerja Kelangsungan hidup dan dan kemajuan perusahaan sangat ditentukan oleh tingkat produktivitas kerja haruslah disadari penuh oleh pekerja dan pengusaha juga harus memahami bahwa kemajuan itu adalah hasil sumbangan dari pekerja. g. Kebijakan pemerintah Dalam hal-hal tertentu pemerintah melaksanakan intervensi terhadap pengupahan dan tidak semata-mata diserahkan kepada mekanisme pasar. Tujuannya adalah untuk menjamin agar tingkat upah tidak merosot dengan menetapkan jaring pengaman dalam bentuk upah minimum. Intervensi ini juga memelihara kesempatan kerja.36 5. Upah Minimum Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum merupakan ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk 53 membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya, dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan perlindungan bagi kelompok pekerja lapisan bawah atau pekerja yang mempunyai masa kerja maksimal 1 (satu) tahun, agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Minimum.37 Pasal 88 ayat (4) menerangkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum sebagimana yang dimaksud dalam ayat (3) huruf (a) berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Pencapaian kebutuhan hidup layak ini adalah setiap peneta[an upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.38 Penetapan upah minimum adalah salah satu bentuk perlindungan yang diberkan pemerintah kepada pekerja yang sekaligus merupakan jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja tidak jatuh ke level terendah. Pada dasarnya upah minimum diterima oleh : a. Pekerja yang berpendidikan rendah; b. Pekerja yang tidak mempunyai keterampilan; c. Pekerja lajang; d. Pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Myra M. Dkk, Pengantar Hukum Perburuhan, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I., Jakarta, hal. 62. 37 54 38 Ibid, hal. 63. Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 192-193. 36 55 Penetapan upah minimum ini sebaiknya dapat mencukupi kebutuhankebutuhan hidup buruh beserta keluarganya, sebagai standar minimum yang digunakan oleh para pelaku usaha untuk memberi upah kepada pekerja dalam lingkungan usaha atau kerjanya yang berbeda-beda tingkat pemenuhan kebutuhan sesuai daerah masing-masing. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa jenis upah pokok minimum adalah sebagai berikut : a. Upah minimum sub sektoral regional Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sub sektor tertentu dalam daerah tertentu b. Upah minimum sektor regional Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sektor tertentu dalam daerah tertentu c. Upah minimum regional / upah minimum propinsi Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam daerah tertentu. Upah minimum regional ditiap-tiap daerah besarnya berbedabeda. Besarnya UMR/UMP didasarkan pada indek harga konsumen, kebutuhan fisik minimum, perluasan kesempatan kerja, upah pada umumnya yang bersifat regional, kelangsungan dan perkembangan perusahaan, tingkat perkembangan perekonomian regional dan nasional. Upah minimum ini wajib ditaati oleh pengusaha, kecuali jika pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum, dapat dikecualikan dari 56 kewajiban tersebut dengan cara mengajukan permohonan penangguhan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi disertai dengan rekomendasi dari Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat. Dalam penetapan upah minimum tersebut, masih terjadi perbedaan yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di masing-masing perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing wilayah/daerah yang tidak sama. Maka, upah minimum ditetapkan berdasar wilayah propinsi atau kabupaten kota dan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Tidak adanya keseragaman upah di semua perusahaan dapat dipahami mengingat kondisi dan sifat perusahaan di setiap sektor wilayah/daerah tidak sama dan belum bisa disamakan. Belum adanya keseragaman upah tersebut justru masih didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan demi kelangsungan hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan, mengingat strategi kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sektor informal di daerah perkotaan yang pada umumnya masih mempunyai penghasilan di bawah taraf hidup tertentu. 6. Upah Minimum Kabupaten Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 tentang Upah Minimum dijelaskan bahwa upah minimum dapat ditetapkan baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Upah minimum tersebut ditetapkan oleh Gubernur dengan Surat Keputusan Gubernur, berdasar masukan dari Dewan Pengupahan, yang berasal dari suatu proses 57 penetapan upah minimum yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur pekerja, unsur pengusaha, dan unsur pemerintah dalam menentukan Kebutuhan Hidup Layak atas dasar komponen-komponen penentuan upah minimum. Upah minimum kabupaten dikenal setelah adanya otonomi daerah yang berlaku penuh. Upah minimum kabupaten adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Kebijakan penetapan upah minimum dalam rangka perlindungan upah ini masih ditemukan banyak kendala, karena sampai saat ini belum adanya keseragaman upah, baik secara provinsi/kabupaten maupun secara nasional. Karena proses penetapan upah ini harus diupayakan secara sistematis, baik ditinjau dari segi makro maupun mikro sesuai pembangunan ketenagakerjaan, terutama perluasan kesempatan kerja, peningkatan produksi, dan taraf hidup sesuai kebutuhan hidup minimalnya, karena masih terjadi perbedaan yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di masingmasing perusahaan.39 D. Penetapan Kebutuhan Hidup Layak 1. Faktor-Faktor Pertimbangan Dalam Proses Penetapan Kebutuhan hidup layak adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak baik secar fisik, non fisik, dan sosial untuk kebutuhan satu bulan. Ada komponen yang diperhitungkan dalam proses penetapan nilai kebutuhan hidup layak. 39 Adrian Sutedi,Op.cit, hal. 142 58 Kebijakan tentang kebutuhan hidup layak pertama kali dituangkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kebutuhan hidup layak sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penetapan dalam penetapan upah minimum diperoleh melalui survey harga sebagaimana tercantum dalam Permenakertrans No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Kebijakan perlindungan upah ini mengatur secara umum yang berpangkal tolak pada fungsi upah yang harus mampu menjamin kelangsungan hidup pekerja dan keluarganya, sehingga memberi motifasi terhadap peningkatan produksi dan produktifitas kerja. Pengaturan perlindungan upah diserahkan kepada sistem pembayaran upah secara keseluruhan berdasarkan prestasi kerja, tidak dipengaruhi oleh tunjangantunjangan yang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja. Hak untuk menerima upah bagi pekerja timbul pada saat adanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, dan berakhir pada saat hubungan kerja tersebut putus. Dalam penetapan upah tersebut tidak boleh ada diskriminasi antara pekerja perempuan dengan laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama. Upah ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian kerja, namun ada kemungkinan dalam perjanjian tersebut tidak terdapat ketentuan mengenai upah tersebut. Dalam kondisi yang seperti ini, maka buruh berhak mendapatkan upah sesuai kebiasaan upah yang biasa diterima oleh pekerja pada waktu perjanjian kerja dibuat. Jika kebiasaan tersebut tidak ada, maka 54 upah ditetapkan dengan mengingat keadaan menurut keadilan. Pengusaha harus menetapkannya dengan iktikad baik, jika melanggar iktikad baik maka pekerja dapat menuntut upah menurut kebiasaan atau upah yang adil tersebut. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika telah diperjanjikan bahwa upah ditetapkan oleh pengusaha atau oleh orang ketiga ataupun akan ditetapkan oleh kedua belah pihak di kemudian hari. Tujuan utama penentuan upah minimum yaitu : a. Menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja sebagai sub sistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja; b. Melindungi kelompok kerja dari adanya sistem pengupahan yang sangat rendah dan yang keadaannya secara material kurang memuaskan; c. Mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang dilakukan setiap pekerja; d. Mengusahakan terjaminnya ketenangan atau kedamaian dalam organisasi kerja atau perusahaan; e. Mengusahakan adanya dorongan peningkatan dalam standar hidupnya secara normal.40 Kenaikan upah yang tidak disertai dengan peningkatan dalam produksi dapat berakibat pada kenaikan harga produk yang dihasilkan dalam perusahaan yang mungkin pula ada kaitannya dengan peningkatan hargaharga produk lain, sehingga nilai upah yang dinaikkan itu tidak ada artinya baik dari segi ekonomi, maupun bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan beserta keluarganya. Peningkatan upah harus disertai adanya peningkatan produk. Tanpa adanya kesadaran untuk meningkatkan produktivitas atau usaha untuk meningkatkan produk, selain perusahaan akan menjadi lemah karena penghasilan yang kurang selalu tersedot dengan adanya pembengkakan upah, 40 G. Kartasapoetra, Op.cit, hal. 101. 60 modal untuk operasi makin lama akan semakin berkurang, dan pada akhirnya perusahaan akan mengalami kerugian, yang apabila kerugian ini secara terus menerus perusahaan yang bersangkutan akan ditutup. Dalam hal yang demikian, tidak hanya pihak pengusaha saja yang mengalami kerugian, namun juga pihak pekerja yang kemudian akan kehilangan pekerjaan. 61 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode merupakan unsur yang harus selalu ada dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, agar diperoleh hasil yang tepat, dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, sehingga dalam melakukan kegiatan penelitian perlu didukung oleh metode yang benar. Kata metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode sebagai alat untuk mencapai tujuan.41 Penel it i an pada um um nya bert uj uan unt uk m enem ukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran dari suatu pengetahuan. Menemukan berarti berusaha memperoleh sesuatu untuk mengisi kekosongan. Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang telah ada menguji kebenaran yang dilakukan jika apa yang sudah ada masih atau menjadi diragukan kebenarannya.42 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, jakarta, 2001, hal. 1. Ronny Hanitijo Soemantro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Hal. 15. 41 42 62 legis positivis . Konsep ini memandang hukum itu identik dengan normanorma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang. Selain itu konsepsi tersebut melihat hukum dari suatu sistem normatif yang bersifat otonom, terlepas dari kehidupan masyarakat. 43 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bermaksud memperoleh gambaran tentang obyek atau pokok masalah yang sedang diteliti, yang kemudian dianalisis berdasarkan teoriteori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut masalah di atas.44 C. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, serta Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. D. Sumber Data 1. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan, yaitu data yang diperinci dari bahan-bahan pustaka.45 Data sekunder bersumber dari peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku kepustakaan, arsip dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Ronny Hanitijo Soemantro, Op cit, Hal.1 1. Ronny Hanitijo Soemantro, Op cit, hal 15. 45 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, 1985, CV 43 44 63 Rajawali, Jakarta, hal. 14. 64 Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, serta sumber lain yang berkaitan dengan materi penelitian. Data sekunder dapat dibedakan menjadi : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 2) Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek; 3) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; 4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; 5) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Permenakertrans Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum 6) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561.4/73/2011 Tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) kabupaten/Kota di Propinsi jawa Tengah Tahun 2012. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu seluruh informasi yang tidak atau belum pernah diformalkan melalui proses positivisasi yang formal sebagai hukum.46 Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-undang, hasil-hasil 65 penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan sebagainya yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan penelitian. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu data yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus, Ensiklopedia, dan sebagainya. 2. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian berupa keterangan-keterangan hasil wawancara dengan pihak yang terkait dengan obyek penelitian sebagai pelengkap data sekunder. Data primer sebagai pendukung apabila data sekunder belum cukup, maka diperlukan data primer. E. Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekunder Diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap buku kepustakaan, peraturan perundang-undangan, arsip Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga. 2. Data Primer Data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga untuk melengkapi data sekunder. 66 F. Metode Penyajian Data Data penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks deskriptif naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang utuh, yang didahului dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diteruskan dengan analisa bahan, dan hasil pembahasan serta diakhiri dengan simpulan. G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu dengan menjabarkan data yang diperoleh berdasarkan norma hukum atau kaidah hukum yang relevan dengan pokok permasalahan, sehingga dapat menjawab dan mengambil keputusan. 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Sekunder 1.1. Kondisi Umum Kabupaten Purbalingga 1.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Purbalingga termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah yang tepatnya pada posisi 101°11” - 109°35” Bujur Timur dan 7° 10” – 29” Lintang Selatan, yang secara administrasi batas-batasnya adalah : Sebelah utara : Kabupaten Pemalang Sebelah timur : Kabupaten Banjarnegara Sebelah selatan :Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Banyumas Sebelah barat : Kabupaten Banyumas Jarak Kabupaten Purbalingga ke Ibukota Kabupaten Propinsi Jawa Tengah yaitu Semarang kurang lebih 191 kilometer. Wilayah Kabupaten Purbalingga 7777,64 km2 yang terdiri dari 18 kecamatan dan 239 kelurahan. Adapun kecamatan dan luas di Kabupaten Purbalingga adalah : Kecamatan Kemangkon : 45 1,3 km2 Kecamatan Bukateja : 424,1 km2 68 Kecamatan Kejobong : 3 99,8 km2 Kecamatan Pengadegan : 417,4 km2 Kecamatan Kaligondang : 505,3 km2 Kecamatan Purbalingga : 147,3 km2 Kecamatan Kalimanah : 225,2 km2 Kecamatan Padamara : 172,6 km2 Kecamatan Kutasari : 528,9 km2 Kecamatan Bojongsari : 292,5 km2 Kecamatan Mrebet : 478,9 km2 Kecamatan Bobotsari : 322,8 km2 Kecamatan Karangreja : 788,8 km2 Kecamatan Karangjambu : 419,2 km 2 Kecamatan Karanganyar : 303,5 km 2 Kecamatan Kartanegara : 380,1 km 2 Kecamatan Karangmoncol : 602,8 km2 Kecamatan Rembang : 915,9 km 2 Wilayah Kabupaten Purbalingga mempunyai topografi yang beragam, yaitu dataran rendah dan dataran tinggi atau perbukitan. Dataran rendah berada di bagian selatan yang meliputi Kecamatan Kalimanah, Padamara, Purbalingga, Kemangkon, Bukateja, Kejobong, Pengadegan, serta sebagian Kecamatan Kutasari dan Mrebet. Untuk datarn tinggi yang berbukit meliputi Kecamatan Karangreja, 69 Karangjambu, Bobotsari, Karanganyar, Kertanegara, Rembang, serta sebagian wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari, dan Mrebet. 1.1.2. Struktur Organisasi Susunan organisasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga terdiri dari : a. Kepala Dinas Kepala dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bupati dalam merumuskan, memimpin, mengkoordinasikan, membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi yang meliputi penanganan sosial, hubungan dan perlindungan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja, transmigrasi, perizinan dan pelaksanaan kesekretariatan serta pembinaan UPTD. b. Sekretariat Sekretaris mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam memimpin, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pelayanan kesekretariatan yang meliputi penyiapan bahan penyusunan program, penyelenggaraan urusan umum dan kepegawaian, rumah tangga, perlengkapan, pengelolaan keuangan, koordinasi penyusunan program dan pelaporan bidang-bidang yang terdiri dari: 1) Subbagian Program dan Pelaporan; 2) Subbagian Keuangan; 70 3) Subbagian Umum; c. Bidang Sosial Kepala bidang sosial mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas Kepala Dinas dalam memimpin, megkoordinasikan, membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang sosial yang meliputi bibingan dan rehabilitasi sosial, asistensi sosial dan perizinan yang terdiri dari : 1) Seksi Bimbingan dan Rehabilitasi Sosial; 2) Seksi Asistensi Sosial; d. Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja Kepala bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam memimpin, megkoordinasikan, membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan yang terdiri dari : 1) Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja; 2) Seksi Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja; e. Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepala bidang penenempatan tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam memimpin, megkoordinasikan, membina, dan 71 mengendalikan tugas-tugas di bidang penempatan tenaga kerja dan transmigrasi yang meliputi pelatihan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja dan transmigrasi serta perizinan yang terdiri dari : 1) Seksi Pelatihan Tenaga Kerja; 2) Seksi Penempatan Tenaga Kerja; 3) Seksi Transmigrasi; f. UPTD Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas yang diatur dengan Peraturan Bupati; g. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas yang bersifat teknis sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. 1.1.3. Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja Penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah bertujuan sebagai jaring pengaman agar tingkat upah yang diterima pekerja tidak jatuh hingga level yang sangat rendah akibat ketidak seimbangan penawaran dan permintaan di pasar tenaga kerja. Pemerintah adalah salah satu dari tiga unsur dalam dewan pengupahan yang mempunyai tugas untuk menetapkan nilai kebutuhan hidup layak sebagai dasar 72 untuk menentukan upah minimum kabupaten sesuai dalam Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan. Tugas pemerintah dalam penetapan nilai kebutuhan hidup layak tersebut dilaksanakan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi khususnya oleh Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja. Bidang ini memiliki tugas dan fungsi sendiri. Tugas pokok dari Kepala Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja sesuai Pasal 19 Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 adalah melaksanakan sebagian tugas Kepala dinas dalam memimpin, mengkoordinasikan, membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja, serta perizinan. Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepala Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut : a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam rangka mendukung kelancaran tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan; b. Menyiapkan bahan penyusunan program kerja di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan; 73 c. Menyiapkan bahan pembinaan, pengendalian dan bimibingan teknis di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan; d. Menyiapkan bahan koordinasi dan memfasilitasi tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan; e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan; f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. Secara lebih khusus, tugas dan fungsi dalam hal upah dilaksanakan oleh Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja sesuai Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2011. Kepala seksi hubungan industrial dan syarat kerja mempunyai tugas pokok melakukan sebagian tugas Kepala Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja dalam memimpin, mengkoordinasikan, membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, 74 bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan. Sedangkan fungsi yang dilaksanakan oleh Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja yaitu : a. Penyiapan bahan-bahan penyusunan program kerja di bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan; b. Pengumpulan bahan-bahan koordinasi penyusunan program kerja di bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan penyuluhan hubngan industrial, pengurusan administrasi syaratsyarat kerja dan perizinan; c. Pengolahan/analisa bahan-bahan penyusunan evaluasi dan pelaporan guna memberikan saran/masukan pertimbangan kepada pimpinan di bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan 75 organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan penyuluhan hubngan industrial, pengurusan administrasi syaratsyarat kerja dan perizinan; d. Pengurusan dokumen/bahan-bahan koordinasi di bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan penyuluhan hubngan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan; e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. 1.2 Perlindungan Upah Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan hukum, khususnya mengenai upah yang diterima pekerja agar dapat memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, maka pemerintah turut campur dalam mengatur penetapan upah. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perlindungan upah tersebut meliputi : a. Upah minimum Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang berlaku sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hal ini dimaksudkan 76 u ntuk menjamin pekerja memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. b. Upah selama tidak masuk kerja Dalam peraturan perundangan dikenal asas bahwa upah tidak dibayar bila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Ketentuan ini berlaku untuk semua golongan tanpa membedakan status hubungan kerja. Namun asas ini tidak secara mutlak dilaksanaan, akan tetapi dilakukan sesuai alasan penyebab pekerja tidak melakukan pekerjaan. c. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional Penyusunan struktur dan skala upah yang proporsional dilakukan melalui tahapan analisa jabatan, evaluasi jabatan, survei upah, dan penetapan garis upah. Hasil analisa jabatan digunakan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi jabatan. Dengan evaluasi jabatan dapat diwujudkan keadaan internal. Sedangkan tahapan survei upah akan menghasilkan keadilan eksternal sehingga perusahaan dapat bersaing di pasar kerja. Penetapan garis upah dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan finansial perusahaan, sehingga hasil kebijakan tingkat upah yang ditetapkan dapat memenuhi unsur keterjangkauan dalam membayar upah.47 77 1.3 Faktor Pertimbangan Penetapan Upah Minimum Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam menetapkan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, Gubernur memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak mampu di provinsi/kabupaten/kota serta saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.48 Kebutuhan hidup layak adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik, dan sosial untuk kebutuhan satu bulan. Nilai kebutuhan hidup layak yang diperoleh dari hasil survei merupakan acuan utama dalam merumuskan besaran upah minimum, namun bukan satu-satunya faktor yang menjadi acuan. Hal ini yang menyebabkan upah minimum tidak mutlak harus sama dengan nilai kebutuhan hidup layak, namun harus memperhatikan tingkat produktivitas makro di daerah setempat, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja serta kemampuan usaha yang paling tidak mampu. Upah minimum merupakan upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum merupakan ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah 48 Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 31. 78 tingkatnya, dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan perlindungan bagi kelompok pekerja lapisan bawah atau pekerja yang mempunyai masa kerja maksimal satu tahun, agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan kebutuhan hidup minimum.49 Pertimbangan lain yang mendasari besarnya usulan Upah Minimum Kabupaten Purbalingga seperti yang tercantum dalam Usulan Bupati Purbalingga kepada Gubernur Jawa Tengah perihal Usulan UMK Tahun 2012 yaitu : a. Rencana pentahapan UMK Purbalingga sesuai KEEL; b. Nilai KEEL tahun sebelumnya; c. Tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Purbalingga tahun sebelumnya; d. Tingkat inflasi Kabupaten Purbalingga; e. Kesetaraan dengan Upah Minimum Kabupaten tetangga. 1.4 Mekanisme Penetapan Upah Minimum Penetapan upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan pertimbangan bahwa Gubernur lebih mengetahui kondisi sosial, ekonomi, dan ketenagakerjaan di wilayahnya. Gubernur menetapkan upah minimum berdasar saran dan pertim bangan dari Dew an Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota. 79 Memperhatikan ketentuan yang mengatur waktu penetapan upah minimum, maka Dewan pengupahan telah dapat mempertimbangkan jadwal pembahasan besaran upah minimum untuk dijadikan sebagai bahan rekomendasi kepada Gubernur. Penetapan upah minimum adalah salah satu bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah kepada pekerja yang sekaligus merupakan jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja tidak jatuh ke level terendah. Pada dasarnya upah minimum untuk melindungi upah yang diterima oleh : a. Pekerja yang berpendidikan rendah; b. Pekerja yang tidak mempunyai kemampuan/skil; c. Pekerja lajang; d. Pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.50 1.5 Penetapan Upah Minimum Kabupaten Penetapan upah minimum dilakukan melalui beberapa tahap yang dilakukan setiap tahunnya untuk memperoleh angka kebutuhan hidup layak sesuai dengan kondisi pasar yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur pemerintah, pengusaha dan pekerja ditambah dari unsur pakar dan perguruan tinggi. Dalam memberikan rekomendasi besaran upah minimum adalah 50 Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 33 Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Panduan bagi Pengusaha, Pekerja dan Calon Pekerja, 2008, Pustaka Yustisia, Jakarta, hal. 76. 49 74 didasarkan pada nilai KHL, produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu dan kondisi pasar kerja. 51 Pertimbangan besaran upah minimum tersebut dilakukan berdasar pembahasan secara independen dan perundingan secara mendalam. Unsur pakar dan perguruan tinggi sebagai pihak yang netral di dalam Dewan Pengupahan, perannya sangat strategis untuk memberikan masukan berupa kajian dan pertimbangan secara akademis. Kajian dasar pertimbangan yang diberikan pakar dan perguruan tinggi tersebut dijadikan sebagai bahan perundingan Dewan Pengupahan untuk menyepakati besaran upah minimum yang akan direkomendasikan kepada Gubernur. Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan : a. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM); b. Indeks Harga Konsumen (IHK); c. Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan; d. Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah; e. Kondisi pasar kerja; f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.52 Adapun proses dari penetapan upah minimum kabupaten dilakukan melalui enam tahap, yaitu : a. Survei harga kebutuhan di pasar Terlebih dahulu dibentuk tim survei Kebutuhan Hidup Layak oleh Dewan Pengupahan yang bertugas dari bulan Januari hingga bulan Agustus, dimana setiap bulannya tim survei ini menghasilkan angka Kebutuhan Hidup Layak. Dari delapan bulan ini dihasilkan 51 52 Hardijan Rusli, Op cit, hal. 119. Abdul Khakim, Op cit, hal. 76-77. 82 angka Kebutuhan Hidup Layak yang nyata, sedangkan untuk nilai Kebutuhan Hidup Layak pada bulan kesembilan hingga dua belas, diprediksi oleh Badan Pusat Statistik dengan mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak delapan bulan sebelumnya. Dari dua belas angka KHL tersebut, maka diambil rata-rata untuk menjadi nilai Kebutuhan Hidup Layak. Proses pendataan harga kebutuhan masyarakat ini dilakukan di pasar tradisional untuk mendapatkan nilai kebutuhan hidup minimum di wilayah kabupaten tersebut. b. Penetapan nilai kebutuhan hidup layak Dewan Pengupahan mengeluarkan Surat Keputusan penetapan nilai kebutuhan hidup layak dari hasil rata-rata survei kebutuhan masyarakat selama dua belas bulan. c. Penetapan upah minimum kabupaten Dari nilai kebutuhan hidup layak tersebut, digunakan untuk menentukan nilai upah minimum kabupaten tahun berikutnya. Setiap tahunnya ada kesepakan dari ketiga unsur dalam penetapan nilai upah minimum, dilihat dari berapa besar prosentase nilai upah minimum dibanding dengan nilai KHL yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengupahan. Pada tahun 2012, ada kesepakatan upah minimum kabupaten hanya 94,6% dari nilai KHL. Pada tahun 2013 meningkat menjadi 97% dari nilai KHL, dan tahun 2014 menjadi 100% nilai KHL. Kesepakatan ini ditetapkan dalam berita acara kesepakatan. 83 d. Dewan Pengupahan memberikan usulan pertimbangan nilai upah minimum kabupaten ke Bupati. e. Dari saran yang diberikan oleh Dewan pengupahan, Bupati melanjutkan rekomendasi usulan nilai upah minimum kabupaten tersebut ke Gubernur. f. Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur yang berisi penetapan nilai upah minimum kabupaten. Nilai upah minimum tersebut sesuai dengan usulan yang diberikan oleh Dewan Pengupahan. 1.6 Dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561.4/73/2011 tentang Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012, bahwa Upah Minimum Kabupaten Purbalingga ditetapkan sebesar Rp.818.500,-. 2. Data Primer 2.1. Wawancara dengan Even Kurniawan, staf Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, bahwa Upah Minimum Kabupaten pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.81 8.500,-. 2.2. Bahwa tim survei adalah dibentuk oleh Dewan Pengupahan, namun pada bulan Januari 2012, masa jabatan Dewan Pengupahan telah habis, maka tim survei dibentuk oleh Bupati untuk masa jabatan Januari hingga Agustus tahun 2012, dan pada bulan April tahun 2012 baru dibentuk Dewan Pengupahan Kabupaten Purbalingga oleh Bupati. 84 2.3. Bahwa setiap bulan, dimulai dari bulan Januari hingga Agustus, selama delapan bulan tersebut tim survei mendapatkan angka ril dari kebutuhan hidup layak, sedangkan bulan September hingga Desember adalah prediksi dari Badan Pusat Statistik, yang kemudian dari keduabelas angka ini dicari nilai rata-ratanya. 2.4. Bahwa setiap bulannya, tim survei melakukan survei ke tiga pasar yang ada di Kabupaten Purbalingga, yaitu pasar Bukateja, pasar Bobotsari, dan pasar Segamas, yang terdiri dari tujuh komponen dan 46 jenis yaitu makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan. 2.5. Bahwa penetapan nilai kebutuhan hidup layak pada tahun 2011 adalah sebesar Rp.865.174,- yang kemudian diajukan ke Bupati Purbalingga sebagai usulan upah minimum kabupaten tahun 2012. 2.6. Bahwa dari usulan dewan Pengupahan ke Bupati, kemudian Bupati melanjutkan rekomendasi tersebut ke Gubernur, hingga Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur mengenai upah minimum kabupaten yang sesuai dengan usulan dari Dewan Pengupahan. 2.7. Bahwa dari penetapan ini, pengusaha dapat melakukan penangguhan pelaksanaan upah minimum tersebut, dengan mengingat kondisi keuangan dari perusahaan tersebut. 85 B. Pembahasan Upah adalah salah satu bidang yang sangat strategis dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan, maka besar upah yang dibayarkan pengusaha kepada pekerja tergantung kepada besarnya kontribusi pekerja terhadap pengusaha. Asas no work no pay ada dalam sistem pengupahan, yang artinya jika pekerja tidak melakukan pekerjaan berarti dia tidak punya andil dalam menghasilkan keuntungan pada saat itu, sehingga pekerja tersebut tidak dibayar upahnya. Kebijakan upah minimum yang merupakan salah satu kebijakan di bidang pengupahan, dimaksudkan sebagai piranti perlindungan agar upah tidak berada pada level terendah akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Perlindungan upah ini sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya Negara Indonesia. Pemerintah mem berikan perlindungan hukum dalam bidang ketenagakerjaan karena dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pelaku pembangunan nasional. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang menyebutkan setiap orang berhak bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja. Termasuk dalam pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pekerja berhak memperoleh 86 penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksudnya jumlah pendapatan pekerja dari hasilnya bekerja, dapat mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar. Hal ini sebagai salah satu bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah terhadap upah yang diterima pekerja. Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dalam memberikan tuntutan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknisnya serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu, maka perlindungan pekerja ini mencakup : 1. Norma keselamatan kerja yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, proses pengerjaan serta cara-cara melakukan pekerjaan. 2. Norma kesehatan kerja dan higiene kesehatan perusahaan yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja. 3. Norma kerja yang meliputi perlindungan tenaga kerja yang bertalian dengan waktu kerja, sistem pengupahan, kesusilaan, ibadah dan moril kerja guna menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moril. 4. Berhak atas ganti rugi dan rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat pekerjaan.53 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Imam Soepomo dalam bukunya membagi perlindungan pekerja tersebut menjadi tiga macam, yaitu : 87 53 Zainal asikin, Op cit, hal. 75-76. 88 1. Perlindungan ekonomis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya. 2. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam atau mengembangkan peri kehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. 3. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat kerja maupun bahan olahan.54 Data 1.2. mengacu kepada Pasal 88 ayat (2) bahwa untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Pasal ini jelas memberi perlindungan bagi pekerja dalam hal penghasilan yang diperolehnya atas pekerjaan yang dilakukannya. Upah yang layak bagi kemanusiaan tersebut lebih jauh ditetapkan dalam ketentuan penetapan upah minimum yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan hidup layak. Dalam Pasal 88 ayat (4) ditentukan bahwa Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan upah minimum sesuai Pasal 89 ayat (1) dan ayat (2) dibagi 89 menjadi dua, yaitu berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota, dan berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Data 1.3 mengacu pada Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasar kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu : 1. Produktivitas Produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja secara makro di daerah setempat. Perkembangan produktivitas ini yang dapat menjadi inidikator nilai riil upah minimum dapat dinaikkan, karena tenaga kerja ikut andil dalam meningkatkan nilai tambah, sehingga sudah selayaknya ada bagian dari peningkatan produktivitas yang harus dikembalikan kepada tenaga kerja. 2. Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam penetapan upah tersebut adalah pertumbuhan yang menunjukkan adanya peningkatan nilai tambah yang dihasilkan oleh masyarakat setempat. Tenaga kerja adalah bagian dari masyarakat yang berhak ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi dengan adanya peningkatan upah. 3. Kemampuan usaha marginal Usaha marginal adalah usaha mikro yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha, Mikro Kecil, dan Menengah dengan kriteria : a. Memiliki modal Rp.50.000.000,- di luar tanah dan bangunan; 90 b. Memiliki omset sebanyak-banyaknya Rp.300.000.000,- per tahun. Jika penetapan upah minimum tidak memperhatikan kelompok usaha marginal, maka dikhawatirkan akan dapat mematikan kelompok usaha tersebut. Upah minimum yang terlalu tinggi akan mempengaruhi kelompok pekerja yang bekerja pada usaha marginal. Ada kecenderungan mereka akan ikut meminta kenaikan upah seperti kenaikan upah minimum. Kondisi seperti ini akan mematikan kelompok usaha tersebut. 4. Kondisi pasar kerja Pada kondisi pasar kerja dimana terjadi kelebihan tenaga kerja, sangat sulit untuk memperbaiki syarat-syarat kerja, termasuk upah. Karena hukum ekonomi akan berlaku dalam pasar kerja, yaitu jika jumlah pencari kerja sangat tinggi dibandingkan jumlah lapangan kerja yang tersedia, akan ada kecenderungan calon pekerja bersedia dibayar dengan upah yang relatif rendah daripada mereka tidak bekerj a.55 Penetapan upah minimum ini diarahkan pada perlindungan bagi pekerja, namun tetap mempertimbangkan faktor kemampuan pengusaha, sehingga pekerja dapat sejahtera namun perusahaan dapat terus berkembang. Hal ini sangat penting, karena kedua belah pihak baik pekerja maupun pengusaha, sama-sama saling membutuhkan. Kesejahteraan semua pihak khususnya para pekerja hanya mungkin dapat dipenuhi apabila didukung oleh tingkat produktivitas tertentu atau adanya peningkatan produktivitas yang memadai mengarah pada tingkat produktivitas 55 Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 34-36. 91 yang diharapkan dengan pemenuhan semua hak-hak dari masing-masing pihak antara pengusaha dengan pekerja. Dalam Pasal 5 ayat (3) Permenakertrans No. PER./17/MEN/VII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dinyatakan bahwa dalam menetapkan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak Gubernur memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak mampu di Provinsi/Kabupaten/Kota serta saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota. Data 1.4 mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-17.MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, ditetapkan upah minimum kabupaten sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pemenuhan kebutuhan hidup layak yang dimaksud adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak secara fisik, non fisik, dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Ada 46 jenis dan terdiri dari 7 komponen yaitu makanan dan minumam, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, serta rekreasi dan tabungan. Pandangan penetapan upah minimum ini dilihat dari sisi masing-masing pihak, baik dari segi pekerja, maupun pengusaha adalah sangat berbeda. Jika dilihat dari sisi pekerja, upah hanya dilihat dengan perbandingan antara besarnya upah dengan kebutuhan hidupnya. Namun jika dilihat dari sisi pengusaha, melihat besarnya upah adalah dibandingkan dengan berapa jumlah pekerja di perusahaannya. 92 Upah minimum merupakan salah satu materi yang penuh dengan muatan politis dalam kebijakan tenaga kerja. Upah minimum digunakan oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan membuat kebijakan ekonomi dan sosial. Para pendukungnya mengatakan bahwa upah minimum dapat meningkatkan upah pekerja yang berpendapatan rendah. Sementara para penentangnya takut bahwa efek-efeknya terhadap lapangan kerja, karena mereka mengatakan bahwa ia menetapkan suatu tingkat upah minimum yang tidak relevan dengan kondisi-kondisi nyata pasar kerja.56 Secara empiris terjadi pertentangan kehendak antara pekerja dengan pengusaha mengenai kebijakan pengupahan. Pengusaha menghendaki pengupahan pekerja yang serendah-rendahnya untuk menekan biaya produksi, akan tetapi dilain pihak, pekerja menghendaki pendapatan yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan mereka. Untuk menyeimbangkan kehendak dari para pekerja dengan pengusaha, pemerintah kemudian menetapkan upah minimum sebagai jembatan kepentingan kedua belah pihak. Pada kenyataannya, upah minimum yang rendah atau sedang tidak akan merugikan dan justru mendatangkan efek positif bagi perekonomian secara umum. Yaitu pengusaha dapat memberikan kesempatan kerja bagi pekerja dan meningkatkan persaingan ekonomi. Hal ini berarti akan mengurangi jumlah pengangguran. Sebaliknya, jika upah minimum yang tinggi akan menimbulkan efek negatif terhadap perekonomian. Pengusaha dapat melakukan pengurangan pekerja untuk menekan biaya produksi akibat upah minimum yang harus 93 dibayarkan tinggi. Hal tersebut yang akan mengakibatkan dalam penetapan upah minimum sarat dengan muatan politis dari pemerintah dalam rangka menentukan kebijakan ekonomi dan sosial ketenagakerjaan. Penetapan upah minimum dilakukan oleh Gubernur sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 89 ayat (3) yaitu Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan propinsi dan/atau bupati/walikota. Sesuai data 1.5 dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan yang dilakukan oleh pemerintah, mendasarkan atas saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan. Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah sebagai dasar dari pembentukan Dewan Pengupahan, yang kemudian dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 dengan harapan dapat perkecil persoalan yang selama ini sering dihadapi oleh Dewan Pengupahan, khususnya yang menyangkut pengaturan secara teknis tentang tata cara pembentukan, komposisi, dan persyaratan keanggotaan, tata cara pengangkatan, dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan.57 Dewan pengupahan terdiri dari beberapa unsur, yaitu dari pemerintah yang menangani bidang pengupahan, unsur serikat pekerja, unsur organisasi pengusaha, serta unsur pakar/perguruan tinggi. Tugas dan fungsi Dewan Pengupahan Kabupaten / Kota berdasar Pasal 38 Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan adalah : a. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati / Walikota dalam rangka : 94 57 Abdul Khakim, Aspek Hukum Pengupahan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53. Maitreyi Bordia, Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Pasar Tenaga Kerja : Kasus Timor Leste dalam Perspektif Komparatif, http.//www.google.com 56 95 1) Pengusulan Upah Minimum Kabupaten (UMK) / Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK); 2) Penerapan sistem pengupahan ditingkat Kabupaten / Kota; b. Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. Pengusulan yang dilakukan oleh dewan pengupahan dengan cara melakukan survei harga di pasar-pasar tradisional. Tugas yang dilakukan oleh dewan pengupahan adalah membentuk tim survei, penetapan spesifikasi jenis kebutuhan, penetapan devisiasi harga, penyusunan kuisioner, pemilihan lokasi survei, penetapan kriteria responden dan pembekalan anggota tim survei. Dari data faktor pertimbangan penetapan upah minimum, Dewan Pengupahan mengadakan pembahasan untuk : 1. Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL); 2. Kondisi pertumbuhan ekonomi terhadap nilai KHL dan pengaruhnya terhadap besaran upah minimum; 3. Membahas produktivitas terhadap nilai KHL dan pengaruhnya terhadap besaran upah minimum; 4. Membahas kemampuan usaha paling tidak mampu (marginal) untuk membayar upah dan pengaruhnya terhadap besaran upah minimum; 5. Membahas kesempatan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pencari kerja dan pengaruh besaran upah minimum terhadap perluasan kesempatan kerja.58 58 Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 24. 96 Sesuai dalam Keputusan Bupati Purbalingga Nomor 560/37 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Tim Survei Kebutuhan Hidup Layak dan Tim Pengolah Data Hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Purbalingga Tahun 2011 ditetapkan bahwa tugas tim survei Kebutuhan Hidup Layak adalah : 1. Menetapkan jadwal survei yang dilakukan pada setiap bulan; 2. Melakukan survei perkembangan Kebutuhan Hidup Layak di Pasar Bukateja, Pasar Bobotsari, dan Pasar Segamas setiap bulan; 3. Menyerahkan data hasil survei Kebutuhan Hidup Layak setiap bulan kepada Pengolah Data Hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Purbalingga. Permasalahan penetapan upah minimum antara lain adalah perbedaan persepsi tentang nilai KHL hasil survei yang akan dijadikan dasar pertimbangan dalam merumuskan usulan penetapan upah minimum. Hampir dapat dipastikan bahwa nilai KHL dalam persepsi pihak serikat pekerja cenderung lebih tinggi dibanding nilai KHL dalam persepsi pengusaha, hal ini terkait dengan kepentingan dari masing-masing pihak, atas dasar inilah maka dibentuk tim survei yang dapat mewakili semua kepentingan. Kemudian yang harus dilakukan dalam survei harga KHL adalah menetapkan spesifikasi jenis kebutuhan. Penetapan spesifikasi ini dilakukan dalam sidang dewan pengupahan. Sesuai Pasal 21 keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan, bahwa tugas dan fungsi dewan pengupahan antara lain adalah merumuskan upah minimum. Salah satu faktor yang dijadikan pertimbangan dalam penetapan upah minimum adalah nilai 97 Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Oleh karena itu, rangkaian proses dalam penetapan nilai kebutuhan hidup layak merupakan bagian dari tugas dewan pengupahan kabupaten / kota. Survei harga komponen KHL dilakukan untuk mendapatkan besaran nilai KHL dalam rangka persiapan perumusan usulan upah minimum, karena nilai KHL merupakan salah satu dasar pertimbangan dalam perumusan upah minimum. Faktor lain yang menjadi dasar pertimbangan penetapan upah adalah produktifitas, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi pasar kerja. Survei dilakukan dari Bulan Januari hingga bulan Agustus, dan pada bulan September hingga Desember perolehan data KHL adalah hasil prediksi dari Badan Pusat Statistik. Data ini digunakan sebagai bahan untuk merumuskan usulan penetapan upah minimum tahun berikutnya. Survei yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan dilakukan di tiga pasar tradisional di Kabupaten Purbalingga. Ketiga pasar tersebut adalah tiga pasar besar yang ada di Kabupaten Purbalingga. Pemilihan lokasi pasar tersebut dilihat dari ukuran pasar dan atas dasar kesepakatan tim survei untuk melakukan survei di pasar tersebut, yaitu Pasar Segamas mewakili Purbalingga kota, Pasar Bukateja mewakili Purbalingga bagian selatan, dan Pasar Bobotsari mewakili Purbalingga bagian utara. Setelah dilakukan survei, maka akan dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan rata-rata nilai kebutuhan hidup layak setiap bulannya, yang kemudian disatukan dengan prediksi dari Badan Pusat Statistik menjadi dua belas 98 bulan, dan diambil rata-rata dari dua belas bulan tersebut untuk kemudian menjadi usulan upah minimum tahun berikutnya. Usulan nilai KEEL dari Dewan Pengupahan ini yang kemudian disampaikan kepada Bupati, dan dari Bupati diusulkan ke Gubernur untuk mendapatkan penetapan nilai upah minimum tahun berikutnya. 99 BAB V PENUTUP Simpulan Berdasar hasil penelitian dan pembahasan terhadap data yang diperoleh dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, dan studi literatur yang dilakukan penulis, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa proses penetapan upah minimum kabupaten di Kabupaten Purbalingga adalah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan upah minimum. Pengaturan mengenai mekanisme penetapan upah minimum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Permenakertrans Nomor Per01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. Tahapan pengupahan dilakukan oleh Dewan pengupahan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan pengupahan. Proses penetapan ini dimulai dari penyusunan tim survei oleh Dewan Pengupahan untuk meninjau langsung ke pasar berkenaan dengan harga kebutuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat dengan ukuran pria/wanita lajang sesuai Permenakertrans No. PER./17/MEN/VII/2005 tentang Komponen dan pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. 100 DAFTAR PUSTAKA Pustaka Buku Agusmidah, 2010, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia Asikin, Zainal, dkk., 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Djumialdji, FX dan Wiwoho Soedjono. 1982. Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila. Jakarta: PT Bina Aksara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka H. Manulang, Sedjun, 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta : PT Rineka Cipta, Cet. II Hamalik, Oemar, 2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara Hanitijo Sumitro, Ronny. 2009, Metodologi Penilitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia. Husni, Lalu. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Ibrahim, Johnny, 2005 Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia Kansil, CST, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka Kartasapoetra, G., R.G. Kartasapoetra dan A.G. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, 1988, Jakarta: Bina Aksara Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, 2011, Perlindungan Upah, Jakarta Pengupahan dan Khakim, Abdul, Aspek Hukum Pengupahan, Bandung : Citra Aditya Bakti M., Myra, dkk, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. 101 Manulang, Sendjun H. 1990. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Poerwanto, Helena dan Suliati Rachmat. 1987. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerj a. Jakarta: Djambatan S., Ruky Achmad. 2006. Manajemen Penggajian dan Pengupahan Untuk Karyawan Perusahaan. 2006. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Panduan bagi Pengusaha, Pekerja dan Calon Pekerja, Jakarta : Pustaka Yustisia Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : CV Rajawali Soepomo, Imam. 1970. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan. Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika Suwarto, 2003, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Jakarta : Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia Rusli, Hardijan, 2004, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta : Ghalia Indonesia Wignjosoebroto, Soetandyo, Tanpa Tahun, Metode Penelitian Hukum : Apa dan Bagaimana, Makalah Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika Peraturan Perundang-undangan UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) Permenaker Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Upah Minimum Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Permenakertrans Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum 102 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561.4/73/2011 Tanggal 18 November 2011 Tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Sumber lain http://sribd.com/Analisis-Penentuan-Penetapan-Upah-Minimum-Regional-diJawa-Tengah/ http://wikipedia.org/Upah-minimum-regional http://gajimu.com/main/gaji/Gaji-minimum/faq Muhammad Solikin, Kompasiana.com, diakses pada 14 Mei 2012 Maitreyi Bordia, Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Pasar Tenaga K erja : K asus Ti mor Lest e dalam P erspektif K om parat if, http.//www.google.com