PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI

advertisement
1
PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN
DI KABUPATEN PURBALINGGA
Disusun Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
SKRIPSI
Oleh:
DHIAN KATRIANI KUSUMA PRIMA WARDANI
E1A008171
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
2
Lembar Pengesahan Skripsi
PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN
DI KABUPATEN PURBALINGGA
Disusun Oleh :
DHIAN KATRIANI KUSUMA PRIMA WARDANI
E1A008171
Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal Juli 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Sutikno,S.H.
Bambang Heryanto, SH, MH
NIP. 19480704 198003 1 001 NIP. 19561009 198702 1 001
Penguji
Sunarto,S.H.
NIP. 19491111 198003 1 001
3
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami,SH.,MS
NIP.19520603 198003 2 001
Dhian Katriani KPW
E1A008171
4
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama
: DHIAN KATRIANI KUSUMA PRIMA W.
NIM
: E1A008171
Judul Skripsi
:PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM
KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang
lain
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto, Juli 2012
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : PROSES PENETAPAN
UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana
hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini.
Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai
pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1.
Ibu Hj. Rochani Urip Salami, SH,MS, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2.
Bapak Sutikno, S.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala
bantuan, arahan, dukungan, waktu dan masukan, serta kebaikan selama
penulisan skripsi ini.
3.
Bapak Bambang Heryanto , S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing II
Skripsi atas segala bantuan, arahan dukungan, masukan, selama penulisan
skripsi ini.
4.
Bapak Sunarto, S.H. selaku dosen penguji Skripsi yang telah memberi
saran dan perbaikan pada skripsi penulis.
5.
Bapak Supriyanto, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Hukum Administrasi
Negara atas semua bantuannya.
7
6.
Bapak Sukirman, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
kebaikannya kepada penulis selama berproses kuliah di Fakultas Hukum.
7.
Seluruh dosen dan staf akademik di Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
8.
Almarhum Papa Sri Nugroho, ini gelar S.H. dipersembahkan buat Papa.
Miss you pah.
9.
Mama, Om Suhar, dan Keluarga Isngadi yang selalu mendoakan dan
memberi dukungan moril dan materil.
10. Irmawan Dwi Sasongko, AMK, yang selalu ada disaat susah dan senang
mendampingi.
11. Bapak Even Kurniawan, S.H. beserta staf lainnya di Dinas Sosial Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Purbalingga yang telah banyak membantu dalam
melancarkan penulisan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuanganku Wiwit, Dian, Tata, Lilis, Raisha, Dita,
Puput, Dini, Yuan, dll.
13. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan
dari Allah SWT. Skripsi ini hanya karya manusia biasa yang memiliki banyak
kekurangan oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini
sangat penulis harapkan.
Purwokerto, Juli 2012
8
ABSTRAK
PROSES PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN
DI KABUPATEN PURBALINGGA
Dhian Katriani Kusuma Prima Wardani
E1A008171
Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai
salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan
strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas
imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain, sehingga upah pada
dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan pekerja dalam
memproduksi barang atau jasa tertentu.
Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah ini sering memicu
perselisihan antara buruh dan pengusaha. Atas dasar hal tersebut, untuk mencapai
kesepakatan dalam penentuan tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah
perlu dilibatkan. Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan
industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan
kebijakan upah minimum.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam menetapkan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, Gubernur
memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak mampu di
provinsi/kabupaten/kota serta saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan.
Proses penetapan upah minimum kabupaten di Kabupaten Purbalingga
adalah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang
upah minimum. Dimulai dari tahap survei harga kebutuhan hidup layak,
penetapan nilai KHL, penetapan nilai upah minimum kabupaten, usulan nilai upah
ke Bupati yang diteruskan ke Gubernur, hingga dikeluarkannya Surat Keputusan
Gubernur tentang upah minimum kabupaten.
Kata Kunci : Upah Minimum Kabupaten, Proses Penetapan Upah.
9
ABSTRACT
Wage employment is an important component, namely as an element in the
implementation of the employment relationship, which has a strategic role in the
implementation of industrial relations. Wages received by workers over payment
for services that do work for others, so that wages are basically proportional to
the contribution of labor in producing goods or services.
Difference views on the determination of wage rates often lead to disputes
between workers and employers. On that ground, to reach agreement in the
determination of wage rates and the role of government intervention needs to be
involved. One form of government involvement in industrial relations is in the
determination of wage levels. This policy is called a wage policy minimum.
Government set minimum wages based on the needs of decent living and having
regard to productivity and economic growth. In setting the stage of achieving
decent living needs, the Governor consider the condition of the labor market, most
businesses can not afford in the province / county / city as well as advice and
consideration of the Board Remuneration.
The determination process of minimum wage counties in Purbalingga counties is
in compliance with laws and regulations that applicable minimum wage. Starting
from the survey stage of life needs decent price, the determination of the KHL, the
determination of the minimum wage counties, the value of wages to the Regents
proposal forwarded to the governor, until the issuance of the governor’s Decree
on minimum wage counties.
Keywords:
Minimum Wage Counties, Wage Determination Process.
.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................iv
ABSTRAK .....................................................................................................vi
ABSTRACT ................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Ketenagakerjaan ...............................................................................9
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ............................................ 9
2. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja........................................... 17
B. Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja.........................................................25
1. Hubungan Kerja ........................................................................... 25
2. Perjanjian Kerja ........................................................................... 26
C. Pengupahan......................................................................................................32
1. Pengertian Upah ...................................................................................32
11
2. Komponen Upah ........................................................................ 34
3. Jenis-Jenis Upah ......................................................................... 35
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah ................................ 37
5. Upah Minimum .......................................................................... 38
6. Upah Minimum Kabupaten ........................................................41
D. Penetapan Kebutuhan Hidup Layak .....................................................42
1. Faktor-Faktor Pertimbangan Dalam Proses Penetapan........................42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian .................................................................. 46
B. Spesifikasi Penelitian ............................................................. 47
C. Lokasi Penelitian .................................................................... 47
D. Sumber Data .................................................................................. 47
E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 49
F. Metode Penyajian Data ................................................................. 50
G. Metode Analisis Data.............................................................. 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................... 51
B. Pembahasan .................................................................................. 68
BAB V PENUTUP Simpulan ......................................................................... 80
12
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Purbalingga
Lampiran 2. Keputusan Bupati Nomor 560/37 tahun 2011 Tentang Pembentukan
Tim Survey Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Purbalingga Tahun 2011
Lampiran 3. Keputusan Bupati Nomor 520/202 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Dewan Pengupahan Kabupaten Purbalingga Masa Jabatan 2011-2013
Lampiran 4. Berita Acara Kesepakatan Bersama Antara Dewan Pengupahan dan
LKS Tripartit Kabupaten Purbalingga No.560/1852. 1/X/Tahun 2011
Tentang Penetapan Nilai KHL Tahun 2011 dan Usulan UMK Tahun 2012
Lampiran 5. Keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten Purbalingga
No.561/01/Tahun 2011 Tentang Penetapan Nilai Kebutuhan Hidup Layak
Kabupaten Purbalingga Tahun 2011
Lampiran 6. Usulan Bupati Purbalingga Tentang UMK Tahun 2012 Kepada
Gubernur Jawa Tengan
Lampiran 7. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.561.4/73/2011 Tentang Upah
Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Lampiran 8. Rekap Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak Januari 2011 – Agustus
2011
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara dalam hal ini pemerintah mempunyai peran penting dalam
membantu masyarakatnya dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya, seperti
yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea empat yang menetapkan tujuan Negara
Republik Indonesia yakni :
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sejak awal mula negara ini didirikan, telah disadari bahwa pekerjaan
adalah merupakan hak asasi bagi setiap warga negara seperti yang tercantum
dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Sehubungan dengan tujuan bernegara Indonesia seperti yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 tersebut, para pakar menyebutkan bahwa
tujuan Negara seperti itu mencerminkan tipe Negara hukum kesejahteraan
(Welfare State).1 Dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan warganya,
negara Indonesia menekankan kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan
14
makmur secara merata. Dengan kata lain, perwujudan kesejahteraan ini
adalah untuk seluruh bangsa Indonesia, tidak hanya sekelompok atau
sebagian masyarakat tertentu saja.
Pada bidang ketenagakerjaan, tenaga kerja di Indonesia dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan sedangkan untuk penawaran terhadap tenaga
kerja justru tidak sejalan dengan jumlah tersedianya pekerjaan. Hal ini justru
akan berpengaruh terhadap hubungan industrial itu sendiri, khususnya dalam
hal membela kepentingan pekerja yang dinilai dalam posisi lemah.
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu dari serangkaian
upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan kepada
peningkatan martabat, harkat, dan kemampuan serta kepercayaan pada diri
sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan suatu upaya yang bersifat
menyeluruh di semua sektor dan daerah yang ditunjukan dengan adanya
perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja, peningkatan
mutu dan kemampuan, serta memberi perlindungan terhadap tenaga kerja.
Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi,
maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari
pembangunan ekonomi, sehingga perencanaan ekonomi juga harus mencakup
perencanaan ketenagakerjaan.
Persoalan-persoalan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah
nasional yang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi
masalah utama dalam ketenagakerjaan. Selama ini pemerintah memandang
masalah ketenagakerjaan hanya pada bagaimana menangani masalah
15
angkatan kerja yang semakin membludak namun kesempatan kerja yang
tersedia tetap saja masih sangat terbatas, dan hal-hal yang berkaitan dengan
perlindungan, serta perbaikan kesejahteraan buruh menjadi diabaikan.
Termasuk masalah pengupahan yang dirasa belum mampu menampung dan
menyelesaikan yang dihadapi oleh para buruh, hal ini dapat dilihat dari
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu
sebagai salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang
mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Upah
diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain,
sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang
diberikan pekerja dalam memproduksi barang atau jasa tertentu.
Semakin banyaknya buruh yang merasa kurang puas dengan upah yang
diberikan oleh pengusaha tempatnya bekerja. Hal ini akan menjadi masalah
yang kompleks jika dikaitkan dengan tingkat kebutuhan buruh yang tidak
sesuai dengan tingkat upah yang mereka terima. Tingkat kebutuhan yang
semakin meningkat dan mahal, harus dipenuhi dengan upah yang rendah,
sehingga tidak ada keseimbangan diantara keduanya.
Tekanan biaya hidup pekerja yang semakin tinggi juga menimbulkan
tuntutan akan kenaikan upah minimum. Namun sampai saat ini, proses
penetapannya masih mempunyai banyak kelemahan. Di Indonesia sendiri
masalah upah masih menjadi masalah yang membutuhkan perhatian lebih
dalam penyelesaiannya, mengingat masalah upah merupakan masalah teratas
16
yang terjadi dalam ketenagakerjaan disebabkan karena masih rendahnya
tingkat upah di Indonesia, jika tidak ditangani dengan benar akan
mengakibatkan perselisihan serta mendorong timbulnya mogok kerja atau
unjuk rasa.
Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis saja,
namun juga aspek hukum yang mendasari hal-hal yang berkaitan dengan
pengupahan itu dilaksanakan dengan aman dan benar berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam menentukan tingkat upah, pihakpihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (pekerja) dan pemberi pekerjaan
memiliki pandangan yang berbeda. Bagi pengusaha upah merupakan bentuk
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang berdampak pada keuntungan
perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah mereka sangat
berhati-hati. Sedangkan bagi buruh, upah merupakan sumber pendapatan,
sehingga mereka sangat mengharapkan peningkatan tingkat upah.
Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah ini sering
memicu perselisihan antara buruh dan pengusaha. Atas dasar hal tersebut,
untuk mencapai kesepakatan dalam penentuan tingkat upah maka peran dan
intervensi pemerintah perlu dilibatkan. Posisi tawar buruh yang rendah
menyebabkan ketidakseimbangan posisi buruh jika berhadapan dengan
pengusaha. Adanya intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan
industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar buruh yang memang
tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.
17
Menurut Irving Sewrdlow dalam bukunya Adrian Sutedi, menyatakan
bahwa campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan kehidupan
masyarakat dapat dilakukan dengan lima cara :
1. Operasi langsung (Direct Operation)
Pemerintah turut aktif dalam melakukan kegiatan yang
dimaksudkan, misalnya dalam penciptaan lapangan kerja,
pemerintah melaksanakan program padat karya untuk menyediakan
lapangan kerja bagi penganggur ;
2. Pengendalian langsung (Direct Control)
Langkah pemerintah diwujudkan dalam bentuk penggunaan lisensi,
penjatahan, dan lain-lain ;
3. Pengendalian tidak langsung (Indirect Control)
Dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan yang ada,
pemerintah dapat menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi
untuk terlaksananya suatu kegiatan tertentu ;
4. Pemengaruhan langsung (Direct Influence)
Dilakukan secara persuasif, pendekatan ataupun nasehat agar
pekerja mau bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki oleh
pemerintah ;
5. Pemengaruhan tidak langsung (Indirect Influence)
Ini adalah bentuk involvement yang paling ringan, namun tujuannya
tetap untuk menggiring pekerja agar berbuat seperti apa yang
dikehendaki oleh pemerintah.2
Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial
adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan
upah minimum. Upah minimum diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan
oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah
sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada
pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah
minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah
untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap
perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai
atau harga kebutuhan hidup layak.
2
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 16.
18
Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan
perundang-undangantersebut telah membawa perubahan mendasar yakni
menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat hukum privat
dan publik. Campur tangan Pemerintah (penguasa) dalam Hukum
Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan antara pekerja
dengan pengusaha yang sangat berbeda secara ekonomi yang jika diserahkan
sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan
dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai, karena itulah
pemerintah turut campur tangan melalui perundang-undangan untuk
memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.3
Pekerja agar dapat hidup wajar dan terpenuhi gizinya, maka dalam
penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kebutuhan hidup
pekerja, yang digunakan sebagai dasar pertimbangan penetapan upah
minimum yang disebut dengan kebutuhan fisik minimum. Standar kebutuhan
fisik minimum ini yang digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan
dalam penetapan upah minimum.
Pasal 88 Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa untuk menyebutkan penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah
menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijakan
pengupahan tersebut antara lain dengan penetapan upah minimum. Dalam
Pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam
3
Lalu Husni, Op.Cit, hlm. 48.
17
Penetapan Upah Minimum dicapai secara bertahap. Pemerintah dalam
menetapkan upah minimum tersebut yaitu dengan memperhatikan
produktifitas, pertumbuhan ekonomi serta memperhatikan usaha-usaha yang
paling tidak mampu (marginal).
Menghitung upah layak yang sesuai dengan standar upah layak,
haruslah mencakup akan beberapa hal, yaitu :
1. Kebutuhan fisik, sebagai kebutuhan untuk menjaga kesehatan ragawi
buruh, agar ia dapat bekerja dengan segenap tenaga dan sanggup
berkonsentrasi penuh selama bekerja ;
2. Kebutuhan mental, mencakup persoalan bagaimana buruh tersebut
menjaga martabat dirinya di tengah pergaulan sosial ;
3. Kebutuhan berkeluarga, mencakup sekaligus kebutuhan fisik dan
mental. Tiap orang butuh pasangan hidup, untuk meneruskan
keturunannya. Kebutuhan ini seringkali bersesuaian dengan tuntutan
sosial dan spiritual yang diberlakukan dalam masyarakat.4
Penentuan kebijakan mengenai upah minimum kini diserahkan kepada
daerah sesuai dengan adanya otonomi daerah. Otonomi daerah telah
menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi serikat buruh untuk bisa
mempengaruhi hasil-hasil kebijakan perburuhan, dan untuk terlibat dalam
proses pembuatan kebijakan dan peraturan secara umum, sehingga upah
minimum akan berbeda di setiap kota/kabupaten, tergantung pada kebutuhan
hidup dari masing-masing daerah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “PROSES PENETAPAN UPAH
MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN PURBALINGGA”.
4
http://scribd.com/Analisis-Penentuan-Penetapan-Upah-Minimum-Regional-diJawaTengah/diakses tanggal 6 Maret 2012
20
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut : Apakah proses penetapan upah minimum
kabupaten di Kabupaten Purbalingga sudah sesuai dengan peraturan yang
berlaku?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana proses penetapan upah minimum kabupaten di
Kabupaten Purbalingga yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Bahwa dengan penelitian ini diharapakan akan dapat menambah
wacana dan pengetahuan hukum dalam bidang hukum ketenagakerjaan
terutama dalam hal proses penentuan upah minimum kabupaten dan
pelaksanaan survei terhadap kebutuhan hidup layak yang sesuai.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi
acuan wacana bagi para praktisi dalam melakukan survei terhadap
penentuan upah minimum kabupaten.
19
BAB II
TINJAUAN PUS TAKA
A. Hukum Ketenagakerjaan
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Istilah hukum perburuhan adalah berasal dari bahasa Belanda yaitu
arbeidsrecht. Dalam bukunya, Imam Soepomo disebutkan mengenai definisi
hukum perburuhan antara lain menurut Molenaar bahwa hukum perburuhan
(arbeidstrecth) adalah bagian dari hukum yang berlaku, yang pada pokoknya
mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan
penguasa.5
Mr. M.G. Levenbach dalam buku Lalu Husni menyebutkan bahwa
hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan keadaan
kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja. Imam
Soepomo memberikan pengertian hukum perburuhan sebagai himpunan
peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan
kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima
upah.6
Berdasar pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo, dapat diambil
kesimpulan bahwa setidaknya hukum perburuhan mengandung unsur-unsur :
1. Himpunan peraturan (baik tertulis dan tidak tertulis)
2. Berkenaan dengan suatu kejadian/peristiwa
3. Seseorang bekerja pada orang lain
4. Upah7
Lalu Husni, Op.cit., hal. 33.
Lalu Husni , Loc.cit.
7
Lalu Husni , Loc.cit.
5
6
Berdasar unsur-unsur tersebut, jelaslah bahwa hukum perburuhan hanya
menyangkut peraturan yang mengatur hubungan hukum seorang yang disebut
buruh bekerja pada orang lain, dan tidak mengatur hubungan hukum diluar
hubungan kerja. Konsep ini sesuai dengan pengertian buruh berdasar
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan yaitu Pasal 1 ayat (1) huruf a.8
Seiring dengan perkembangan zaman, pemerintah saat ini juga turut
intervensi dalam hal perburuhan, yang tidak hanya mencakupi aspek hukum
yang berhubungan dengan hubungan kerja saja, namun juga sebelum dan
sesudah hubungan kerja, maka istilah perburuhan ini dirasa kurang sesuai
lagi.
Penggunaan kata perburuhan, buruh, majikan dan sebagainya yang
dalam literatur lama masih sering ditemukan sudah digantikan dengan istilah
ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah Hukum Ketenagakerjaan untuk
menggantikan istilah Hukum Perburuhan, juga sejak tahun 1969 dengan
disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah tenaga kerja yang artinya
adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di
luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu
bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun di luar hubungan kerja
8
Ibid, hal. 34
21
(informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan
menerima upah. Pengertian tenaga kerja dalam Pasal 1 angka 2 UndangUndang No. 13 tahun 2003 menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok
Ketenagakerjaan.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja. Dari pengertian ketenagakerjaan tersebut, dapat ditarik
rumusan pengertian hukum ketenagakerjaan yaitu semua peraturan hukum
yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja (pra employment)
antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan
kerja, dan lain‐lain. Hal‐hal yang berkenaan selama masa bekerja (during
employment) antara lain menyangkut perlindungan kerja, yaitu: upah, jaminan
sosial, kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain-lain atau
dalam hubungan kerja, serta sesudah hubungan kerja yaitu pesangon, dan
pensiun/jaminan hari tua.9
Abdul Hakim dalam buku Agusmidah merumuskan pengertian hukum
ketenagakerjaan dari unsur-unsur yang dimiliki, yaitu :
1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis;
2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha;
3. Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan
mendapat upah sebagai balas jasa;
9
Ibid, hal. 35
24
4. Mengatur perlindungan pekerja, meliputi : masalah keadaan sakit,
haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja dan
sebagainya.10
Pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan
yang selama ini dikenal, yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan
hubungan hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja,
sedangkan objek hukum ketenagakerjaan artinya adalah segala sesuatu yang
menjadi tujuan diberlakukannya hukum ketenagakerjaan.
Undang-Undang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan hukum
ketenagakerjaan adalah mencapai tujuan pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya dengan meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja
guna mewujudkan masyarakat sejahtera, makmur dan adil, sesuai dalam
penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Tujuan ini penting ditetapkan oleh karena dalam Hukum
Ketenagakerjaan terlibat pihak‐pihak yang umumnya berada pada posisi yang
tidak seimbang baik secara sosial, dan ekonomis.
Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pada Pasal 8 UUD 1945
yaitu membangun manusia seutuhnya untuk mewujudkan manusia dan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil
maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan sesuai dengan asas
pembangunan nasional khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil
dan merata.
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerj aan Indonesia, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010, hal. 5-6.
10
25
Tujuan hukum ketenagakerjaan tersebut di atas adalah agar dapat
meniadakan ketimpangan hubungan di antara pekerja dengan pengusaha
digambarkan oleh H. Sinzheimer jika diterjemahkan secara bebas
mengandung arti bahwa pengusaha adalah pihak yang mampu menentukan
keadaan perburuhan sesuai dengan keinginannya, bahkan melalui sarana
kebebasan berkontrak, dimana kebebasan berkontrak yang dimiliki tiap‐tiap
pekerja tidak lebih dari sebuah kepatuhan secara sukarela terhadap kondisikondisi yang telah ditetapkan secara sepihak oleh pengusaha.11
Sumber hukum adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturanaturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan
yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.12 Sumber
hukum ketenagakerjaan tidak hanya ditemukan dalam undang-undang saja,
banyak ketentuan yang masih terdapat diluar undang-undang. Sumber hukum
ketenagakerjaan yaitu :
1. Undang-undang
Undang-undang adalah sumber hukum yang paling utama yang berisi
peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Di samping undang-undang, ada peraturan
pemerintah pengganti undang-undang yang mempunyai kedudukan yang
AgusMidah,usupress.usu.ac.id/files/1073B%20%20Dinamika%20Hukum%20Keten
agakerjaan%20Indonesia%20-%20Final%20-%20Agusmidah_bab%201 .pdf, diakses pada 30
April 2012
11
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1984, hal. 46
12
26
sama dengan undang-undang, dan ditetapkan oleh Presiden dalam hal
ikhwal kegentingan yang memaksa.
2. Peraturan lain
Peraturan lain ini kedudukannya lebih rendah dari undang-undang, dan
pada umumnya merupakan peraturan pelaksana undang-undang, yaitu :
a.
Peraturan pemerintah
Peraturan pemerintah ini ditetapkan oleh Presiden untuk mengatur
lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.
b. Keputusan presiden
Keputusan presiden ini yang tidak disebut keputusan pemerintah,
pada umumnya tidak mengatur sesuatu, namun memutuskan suatu
tertentu.
c.
Peraturan atau keputusan instansi lain
Suatu instansi atau pejabat tertentu diberi kekuasaan untuk
mengadakan peraturan atau keputusan yang berlaku bagi umum.
3. Kebiasaan
Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini berkembang karena dua faktor,
yaitu:
a. Pembentukan undang-undang atau peraturan ketenagakerjaan tidak
dapat dilakukan secepat perkembangan soal-soal ketenagakerjaan
yang harus diatur. Kemajuan dan perubahan kedudukan tiap pihak
yang bersangkutan dalam soal ketenagakerjaan tidak dapat diikuti
dengan seksama oleh perundang-undangan.
27
b. Peraturan-peraturan dari jaman Hindia Belanda dahulu sudah tidak
lagi dirasakan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliranaliran yang tumbuh diseluruh dunia.
4. Putusan
Putusan pengadilan dapat bersifat menentukan, dan menetapkan hukum
sendiri, dimana aturan hukum masih kurang lengkap. Jika peraturan pada
dasarnya mengatur sesuatu yang seharusnya berlaku, putusan
menetapkan apa yang sebenarnya berlaku antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Perj anjian
Perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara pekerja dan
pengusaha yang menyelenggarakannya. Terlebih dalam perjanjian
ketenagakerjaan, makin besar serikat pekerja dan perkumpulan
pengusaha yang menyelenggarakannya, makin banyaklah orang yang
terikat dalam perjanjian ketenagakerjaan itu, maka aturan dalam
perjanjian ketenagakerjaan terkadang mempunyai kekuatan hukum
sebagai undang-undang.
6. Traktat
Traktat merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih
yang dikenal dengan perjanjian antar negara. Traktat dalam bidang
ketenagakerjaan banyak dijumpai dalam ketentuan internasional dari
hasil konferensi ILO (International Labour Organization) yang dikenal
dengan istilah convention.
2
8
7. Doktrin
Doktrin atau pendapat pakar ilmu hukum dapat digunakan sebagai
landasan untuk memecahkan masalah yang berkaitan langsung atau tidak
langsung dengan ketenagakerjaan.13
Menurut Payman Simanjuntak tenaga kerja (manpower) adalah
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan,
dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya
ditentukan oleh umur/usia14, sedangkan menurut Pasal 1 angka (2) UU 13
Tahun 2003, tenaga kerja adalah :
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
Tenaga kerja (manpower) terdiri dari kelompok angkatan kerja dan
kelompok bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja atau labour force,
terdiri dari :
a. Golongan yang bekerja ;
b. Golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan.
Kelompok bukan angkatan kerja ini sering juga dinamakan sebagai
Potential Labour Force (PLF) karena tetap berpotensi untuk melakukan
13
Zainal Asikin, dkk., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 1993
14
Sedjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, PT
Rineka Cipta, Cet. II, Jakarta, 1995, hal. 3.
2
9
pekerjaan lainnya meski mereka bukan angkatan kerja. Kelompok bukan
angkatan kerja terdiri dari :
a. Golongan yang bersekolah
Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya atau
terutama bersekolah.
b. Golongan yang mengurus rumah tangga
Golongan yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus
rumah tangga tanpa memperoleh upah.
c. Golongan lain‐lain atau penerima pendapatan
Golongan lain-lain ada 2 macam yaitu :
1) Golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan
suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti
tunjangan pensiun, bunga atas simpanan uang atau sewa atas milik;
dan
2) Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena
lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis.
2. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja
a. Pekerja
Sebelum dikenal istilah pekerja dalam Undang-Undang No. 13 tahun
2003, dahulu disebut dengan istilah buruh. Pada zaman penjajahan
Belanda, yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli,
tukang, atau mandor yang melakukan pekerjaan kasar, sedangkan yang
3
0
melakukan pekerjaan di kantor pemerintah maupun swasta disebut dengan
karyawan/pegawai.
Istilah buruh saat ini kurang sesuai dengan perkembangan sekarang,
buruh saat ini tidak hanya bekerja pada sektor nonformal seperti kuli,
tukang, dan sejenisnya, namun juga sektor formal seperti bank, hotel, dan
lain-lain. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian buruh/pekerja
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Definisi ini dirasa lebih dapat mengakomodir semua
jenis pekerjaan, baik perorangan, persekutuan, atau badan hukum, dengan
imbalan yang diterima tidak selalu dalam bentuk uang, namun dapat pula
berupa barang.
b. Pengusaha
Sebelum dikenal istilah pengusaha, dalam Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 dikenal istilah majikan. Istilah majikan ini juga dianggap
kurang sesuai karena majikan berkonotasi sebagai pihak yang selalu
berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan dari buruh, padahal
seharusnya antara buruh dengan majikan secara yuridis adalah mitra kerja
yang memiliki kedudukan yang sama.15
Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek dan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 menggunakan istilah Pengusaha. Dalam
15
Lalu Husni, Op.cit, hal. 46.
29
pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menjelaskan
pengertian Pengusaha yakni :
1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;
2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ;
3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Selain pengertian pengusaha, dalam Pasal 1 angka 4 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 memberikan pengertian pemberi kerja yakni :
Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
c. Organisasi Pekerja
Adanya organisasi pekerja adalah untuk memperjuangkan hak dan
kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh
pihak pengusaha. Semakin baik organisasi tersebut, maka akan semakin
kuat dalam melakukan tugasnya.
Pemerintah telah meratifikasi konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional No. 98 dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1956
mengenai Dasar-dasar Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama sebagai
perwujudan dari ketentuan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 tentang
kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan
maupun tulisan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
32
Dalam rentang waktu yang cukup lama, akhirnya pemerintah
berhasil menetapkan Undang-Undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat
Buruh/Pekerja. Dalam Undang-Undang tersebut, serikat buruh atau
pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
buruh/pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja dan
keluarganya.
Prinsip dasar serikat pekerja/buruh dalam undang-Undang No. 21
Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Buruh :
1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi
anggota serikat pekerja/buruh ;
2. Serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas buruh/pekerja tanpa
tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, dan pihak
manapun;
3. Serikat buruh/pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis
pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh ;
4. Basis utama serikat burh/pekerja ada di tingkat perusahaan, serikat
buruh yang ada dapat menggabungkan diri dalam federasi Serikat
Buruh/Pekerja. Demikian halnya dengan Federasi Serikat
Buruh/pekerja dapat menggabungkan diri dalam Konfederasi serikat
Buruh/Pekerja ;
5. Serikat buruh/pekerja, federasi dan konfederasi serikat buruh/pekerja
yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada kantor
depnaker setempat untuk dicatat ;
6. Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh
untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau
tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota
dan atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat
buruh/pekerj a.16
Keberadaan serikat buruh/pekerja sangat penting artinya dalam
rangka memperjuangkan, membela dan melindungi hak dan kepentingan
16
Lalu Husni, Op.cit, hal. 53.
33
b
uruh/pekerja serta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan buruh/pekerja dan keluarganya. Namun tugas yang diemban
serikat buruh/pekerja kini semakin berat, yakni tidak hanya
memperjuangkan hak-hak normatif tapi juga memberikan perlindungan,
pembelaan, dan mengupayakan peningkatan kesejahteraannya.
d. Organisasi Pengusaha
Menurut Imam Soepomo dalam buku Lalu Husni, organisasi
pengusaha adalah organisasi yang tujuannya adalah kerjasama antara
anggota-anggotanya dalam soal-soal teknis dan ekonomi belaka, tidak
semata-mata merupakan badan yang mengurus soal-soal perburuhan, baik
atas dasar inisiatif sendiri maupun atas desakan dari buruh atau organisasi
buruh.17
Ketentuan mengenai organisasi pengusaha terdapat dalam Pasal 105
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan :
(1) Setiap pengusaha berhak membentuk tim dan menjadi anggota
organisasi pengusaha.
(2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lalu Husni dalam bukunya menguraikan dua organisasi pengusaha
yang ada, yaitu :
1) KADIN
17
Ibid, hal. 57.
34
P
emerintah
melalui
Undang-Undang
No.
49
tahun
1973
membentuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) untuk
meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan
pembangunan. KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan
bergerak dalam bidang perekonomian yang memiliki tujuan :
a.
Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan
kepentingan pengusaha indonesia di bidang usaha negara, usaha
koperasi dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelakupelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan
ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasrkan
Pasal 33 UUD 1945;
b. Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang
memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha
Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam
pembangunan nasional. 18
Anggota Kadin adalah setiap pengusaha Indonesia serta
Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha harus menjadi
anggota Kadin dengan kewajiban mendaftar pada Kadin. Langkah
Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) menggandeng Kadin
untuk bersama-sama mengembangkan dan membangun wilayah
perbatasan yang ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan
bersama adalah langkah yang cerdas dan tepat.
Peran Kadin dalam mengembangkan dan membangun wilayah
perbatasan secara dasar telah disepakati bersama yang tertuang dalam
pasal 2 kesepakatan bersama antara Kadin dan BNPP yaitu :
1. Identifikasi dan pemetaan potensi kawasan perbatasan
2. Pengkajian Kebijakan dan pengembangan ekonomi bisnis
18
Ibid, hal. 55.
35
3. P
embangunan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam
berbasis kelestarian lingkungan
4. Pengkajian dan Penerapan sistim informasi bisnis dan
pengembangan system informasi manajemen perijinan yang
berbasis teknologi e-government
5. Peningkatan Kapasitas sumber daya manusia di kawasan
perbatasan19
2) APINDO
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) adalah organisasi
pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan, yang lahir atas peran dan tanggung jawabnya dalam
pembangunan nasional dalam rangka turut serta mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan dari APINDO menurut
Pasal 7 Anggaran Dasar adalah :
a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan
layanan kepentingannya di dalam bidang sosial ekonomi ;
b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan
kegairahan kerja dalam lapangan hubungan industrial dan
ketenagakerjaan ;
c. Mengusahakan peningkatan produktifitas kerja sebagai program
peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan nasional menuju
kesejahteraan sosial, spiritual, dan materiil ;
d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan
kebijaksanaan/ketenagakerjaan dari para pengusaha yang
disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.20
Dilihat dari tujuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
eksistensi organisasi lebih ditekankan sebagai wadah untuk
mempersatukan para pengusaha Indonesia dalam upaya turut serta
memelihara ketenangan kerja dan berusaha, atau lebih pada hal-hal
yang menyangkut pekerjaan/kepentingannya.
19
20
Muhammad Solikin, Kompasiana.com, diakses pada 14 Mei 2012
Lalu Husni, Op.cit. hal. 56.
36
Organisasi pengusaha tetap memberikan peranan penting dalam
hubungan ketenagakerjaan yakni sebagai anggota tripartit yang
berperan sama dengan serikat pekerja dalam menangani setiap
permasalahan yang terjadi, maka organisasi pengusaha diharapkan
tidak hanya memperjuangkan kepentingannya tetapi juga kepentingan
pekerja sebagai salah satu komponen produksi yang perlu mendapat
perlindungan hukum.
e. Pemerintah/Penguasa
Adanya campur tangan pemerintah adalah untuk terciptanya
hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena hubungan antara pekerja
dengan pengusaha adalah sangat berbeda, jika hubungan ini diserahkan
sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan dalam menciptakan keadilan
dalam hubungan ketenagakerjaan akan sangat sulit tercapai karena pihak
yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar inilah
pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan
untuk memberi jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.
Penguasa dan pengawasan merupakan satu kesatuan sebab
pengawasan bukan merupakan institusi yang berdiri sendiri tetapi
merupakan bagian dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang
ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja
yang akan memberikan dampak terhadap stabilitas usaha. Selain itu akan
mendidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat dalam menjalankan
37
ketentuan perundang-undangan, karena seringkali terjadi perselisihan yang
disebabkan karena pengusaha tidak memberikan perlindungan hukum
kepada pekerja sesuai peraturan yang berlaku.
B. Hubungan Kerja Dan Perjanjian Kerja
1. Hubungan Kerja
Menurut Iman Soepomo dalam bukunya Hukum Perburuhan Bidang
Hubungan Kerja, hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang
buruh dengan seorang majikan.21 Pada dasarnya, hubungan kerja ini
menunjukkan kedudukan diantara kedua belah pihak, yang menggambarkan
hubungan antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban pekerja terhadap
pengusaha/pemberi
kerja,
serta
hak-hak
dan
kewajiban-kewajiban
pengusaha/pemberi kerja terhadap pekerjanya. Sesuai dengan pasal 50
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja,
sedangkan dalam Pasal 1 angka (15) Undang-undang No. 13 tahun 2003
disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah.
Menurut Iman Soepomo dalam buku Lalu Husni, hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha,
dimana pihak pekerja mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima
upah pada pihak lainnya, yaitu pengusaha sebagai pihak yang mengikatkan
diri untuk mempekerjakan pekerjanya itu dengan membayar upah.22
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta,
2001, hal. 1
22
Lalu Husni, Op.cit, hal. 65
21
38
Hubungan kerja yang dimaksud oleh Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 adalah suatu perikatan kerja yang bersumber dari perjanjian dan tidak
mencakup perikatan kerja yang bersumber dari undang-undang.23 Substansi
perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja
Bersama yang ada, demikian halnya dengan peraturan perusahaan,
substansinya tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama.24
Hubungan kerja pada dasarnya meliputi soal-soal yang berkenaan
dengan :
a. Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya
suatu hubungan kerja;
b. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah
pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas
pekerjaan buruh;
c. Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus
merupakan hak buruh atas upah;
d. Berakhirnya hubungan kerja;
e. Caranya perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan
diselesaikan dengan sebaik-baiknya.25
2. Perjanjian Kerja
Ketentuan perjanjian kerja dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
merupakan bagian dari hubungan kerja, bukan bagian dari hukum perjanjian,
maka ketentuan perjanjian kerja bukan hukum pelengkap.26 Maksud dari
ketentuan perjanjian kerja ini bukan hukum pelengkap ini adalah, dimana
ketentuan perjanjian kerja adalah bersifat memaksa karena wajib diikuti dan
ditaati, sehingga para pihak dalam perjanjian kerja tidak dapat membuat
perjanjian kerja menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 70
Lalu Husni, Op.cit, hal. 63
25
Imam Soepomo, Op.cit, hal. 9
26
Hardijan Rusli, Op.cit, hal. 70
23
24
39
ketenagakerjaan. Namun apabila dalam undang-undang ketenagakerjaan tidak
mengatur mengenai suatu hal, dan diatur dalam hukum perjanjian, maka
dapat berlaku dalam hukum perjanjian. Tetapi bila undang-undang
ketenagakerjaan telah mengaturnya, maka ketentuan tersebut bersifat
memaksa, sehingga tidak dapat dike sampingkan.
Perjanjian kerja itu sendiri adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak sesuai Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 yang berisi :
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak.
Menurut Imam Soepomo dalam buku Lalu Husni berpendapat bahwa
perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu sebagai pekerja
mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yaitu
pengusaha, dan pengusaha mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh
dengan membayar upah.27
Berdasar pengertian perjanjian kerja, dapat ditarik beberapa unsur dari
perjanjian kerja :
a. Adanya unsur pekerjaan
Ada pekerjaan yang diperjanjikan sebagai obyek perjanjian. Perjanjian
tersebut harus dilakukan oleh pekerjanya sendiri. Sifat perjanjian yang
40
27
Lalu Husni, Op.cit, hal. 64.
28
Ibid, hal. 65
41
dilakukan oleh pekerja sangat pribadi karena bersangkutan dengan
keterampilan/keahliannya.
b. Adanya unsur perintah
Pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan
c.
Adanya upah
Upah memegang peranan penting dalam perjanjian kerja, dan sebagai
tujuan utama seorang bekerja pada pengusaha. Maka apabila tidak ada
unsur upah, hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerj a.28
Ciri khas dari perjanjian kerja adalah di bawah perintah pihak lain,
dalam hal ini menunjukkan hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah
hubungan antara bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak yang lebih
tinggi secara sosial-ekonomi memberi perintah kepada pihak pekerja yang
secara ekonomi kedudukannya lebih rendah untuk melakukan pekerjaan
tertentu.
Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa
perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a.
Kesepakatan kedua belah pihak
Para pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat
mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang
satu, dikehendaki pula oleh pihak yang lain.
b.
Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
28
Ibid, hal. 65
43
Kedua belah pihak cakap dalam membuat perjanjian dengan dilihat dari
batas umur sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan dalam Pasal 1
angka (26) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang memberikan
batas umur minimal cakap adalah 18 tahun. Selain itu, dikatakan cakap
adalah apabila orang tersebut tidak berada di bawah pengampuan.
c.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
Pekerjaan yang diperjanjikan adalah sebagai obyek dari perjanjian kerja
antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan
hak dan kewajiban bagi para pihak.
d.
Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Objek pekerjaan harus halal, dan jenis pekerjaan yang diperjanjikan
merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan
secara jelas.29
Bentuk dari perjanjian kerja seperti telah disebutkan dalam Pasal 51
ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah dapat dibuat secara
tertulis maupun lisan. Ada manfaat bila perjanjian kerja itu dibuat secara
tertulis serta dinyatakan dalam suatu rumusan tertentu sehingga semakin jelas
dan tegas isi dan perumusan pernyataan kehendak kedua belah pihak, dan
semakin kurang timbul keragu-raguan. Meski dalam prakteknya, perusahaan
mengeluarkan surat pengangkatan yang dibuat dan ditanda tangani secara
sepihak oleh majikan.
29
Ibid, hal. 67-68.
44
Isi dari perjanjian kerja adalah berkenaan dengan pekerjaan yang
diperjanjikan, tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang
yang sifatnya memaksa atau dalam undang-undang tentang ketertiban umum
atau dengan tata susila masyarakat. Jika perjanjian kerja bertentangan dengan
ketertiban umum, adalah karena bertentangan atau melanggar larangan yang
dimuat dalam undang-undang.
Masing-masing pihak baik pekerja maupun pengusaha memiliki hak
dan kewajiban masing-masing yang harus saling dipertanggungjawabkan.
Kewajiban pekerja kepada pengusaha pada umumnya adalah merupakan hak
dari pengusaha yaitu :
a. Melakukan pekerjaan
Pekerjaan ini dapat diartikan dengan perbuatan untuk kepentingan
pengusaha, baik langsung maupun tidak langsung dan untuk dilakukan
secara terus-menerus untuk meningkatkan produksi baik dari segi mutu
maupun jumlahnya. Pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kerja. Pekerjaan yang ditetapkan ini pada
umumnya harus dilakukan oleh pekerja itu sendiri.30
b. Petunjuk majikan
Petunjuk diberikan oleh pengusaha terutama dimana buruh diterima
untuk melakukan pekerjaan dengan upah jangka waktu. Dalam praktiknya,
pekerja kerap kali melakukan pekerjaan sesuai kemauannya sendiri tanpa
mengindahkan petunjuk yang telah diberikan oleh pengusaha. Tindakan ini
30
Imam Soepomo, Op. cit, hal. 94
45
adalah telah menyalahi perjanjian dan tidak sah. Lain halnya dengan
apabila pekerja telah melakukan apa yang telah pengusaha perintahkan
sesuai petunjuknya, namun pada akhirnya tidak menghasilkan apa yang
diharapkan oleh pengusaha, maka pengusaha tersebut tidak berhak untuk
menyalahkan buruh, dan kerugian yang ditimbulkan secara keseluruhan
menjadi tanggung jawab pengusaha.31
c. Membayar ganti rugi dan denda
Pekerja bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan atas
perbuatannya, dan tanggung jawab ini terbatas hanya pada kerugian yang
terjadi karena perbuatannya yang disengaja atau karena kelalaiannya.
Maksud dari disengaja adalah perbuatan itu dimaksudkan untuk merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan kelalaian adalah apabila kekurang hatihatian yang dilakukan pekerja sehingga merugikan kepentingan orang lain.
Jika kerugian yang diderita orang lain ini tidak dapat dinilai dengan uang,
maka lewat pengadilan akan ditetapkan sejumlah uang menurut keadilan
sebagai ganti rugi.32
Denda atas tidak dipenuhinya kewajiban oleh pekerja tidak dapat
ditetapkan secara sepihak oleh pengusaha, harus ditetapkan dalam
perjanjian kerja tertulis. Denda tersebut tidak boleh menjadi keuntungan
pribadi bagi pengusaha sendiri atau bagi siapapun yang diberi kuasa untuk
menjatuhkan denda kepada pekerja.
31
32
Ibid, hal. 101.
Ibid, hal. 104.
46
Kewajiban pengusaha adalah sebagai bentuk dari hak pekerja yang
dapat diterimanaya apabila telah melakukan kewajibannya sebagai pekerja.
Kewajiban pengusaha yang paling penting sebagai akibat langsung dari
perjanjian kerja yang sah adalah membayar upah.
Kewajiban-kewajiban pokok lain yang menurut peraturan adalah
mengatur pekerjaan, mengatur tempat kerja, memberi surat keterangan, dan
kewajiban tambahannya adalah membuat buku upah, buku pembayaran
upah.33
C. Pengupahan
1. Pengertian Upah
Definisi upah menurut PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
upah adalah :
Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja
untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan,
atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan
atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja termasuk
tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.
Sedangkan definisi upah menurut Pasal 1 angka 30 Undang-undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian upah
adalah :
Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi
33
Ibid, hal. 109
47
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa upah
dibayarkan berdasar atas kesepakatan para pihak, dan agar upah yang
diterima oleh pekerja/buruh tidak terlampau rendah, maka pemerintah turut
campur tangan dalam menetapkan standar upah minimum.
Upah memegang peranan penting dan ciri khas suatu hubungan kerja,
karena upah merupakan tujuan utama bagi seorang pekerja dalam melakukan
pekerjaan pada orang atau badan hukum lain, maka pemerintah turut serta
dalam menangani masalah upah melalui berbagai kebijakan yang dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan.34
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat (1) menyebutkan
setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, maka pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan untuk melindungi pekerja, meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
34
35
Upah minimum;
Upah kerja lembur;
Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
Bentuk dan cara pembayaran upah;
Denda dan potongan upah;
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
Upah untuk pembayaran pesangon;
Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.35
Lalu Husni, Op.cit, hal. 158
Ibid, hal. 159
48
Pasal 91 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Pengaturan pengupahan
yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dalam
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Apabila kesepakatan tersebut lebih rendah dari peraturan perundangundangan yang berlaku, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan
pengusaha wajib membayar upah pekerja sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
2. Komponen Upah
Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak
melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Imbalan yang
diterima oleh pekerja tidak selamanya disebut sebagai upah, karena dapat
imbalan tersebut tidak termasuk dalam komponen upah.
a. Termasuk komponen upah adalah :
(1) Upah pokok merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada
pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan
berdasar perjanjian;
(2) Tunjangan tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan
pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya
yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti tunjangan
anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan.
49
(3) Tunjangan tidak tetap yaitu pembayaran yang secara langsung maupun
tidak langsung berkaitan dengan pekerja dan diberikan secara tidak
tetap bagi pekerja dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan
dengan pembayaran upah pokok.
b. Tidak termasuk komponen upah adalah :
(1) Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata karena hal-hal yang
bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh;
(2) Bonus yaitu pembayaran yang diterima pekerja atas hasil keuntungan
perusahaan atau karena pekerja berprestasi melebihi target produksi
yang normal atau karena peningkatan produksi;
(3) Tunjangan hari raya dan pembagian keuntungan lainnya.
3. Jenis-Jenis Upah
G. Kartasapoetra dalam bukunya menyebutkan, bahwa jenis-jenis
upah meliputi :
a. Upah nominal
Yang dimaksud dengan upah nominal adalah sejumlah uang yang
dibayarkan kepada pekerja yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas
pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuanketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja di bidang industri atau
perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana ke dalam upah
tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain diberikan
kepadanya. Upah nominal ini sering pula disebut upah uang (money
50
wages), sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara
keseluruhannya.
b. Upah nyata (real wages)
Upah nyata adalah upah yang benar-benar harus diterima oleh
seseorang yang berhak. Upah nyata ditentukan oleh daya beli upah
tersebut yang akan banyak bergantung dari :
(1) Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima;
(2) Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan.
Adakalanya upah itu diterima dalam wujud uang atau fasilitas atau
in natura, maka upah nyata yang diterimanya yaitu jumlah upah uang
dan nilai rupiah dari fasilitas dan barang in natura tersebut.
c. Upah hidup
Dalam hal ini upah yang diterima seorang pekerja itu relatif cukup
untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya
kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian
dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya pendidikan, bagi bahan
pangan yang memiliki nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa dan
beberapa lainnya lagi.
d. Upah minimum
Pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan
sangat berperan dalam hubungan ketenagakerjaan. Seorang pekerja adalah
manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan sewajarnyalah pekerja
mendapatkan penghargaan dan perlindungan yang layak.
51
e. Upah wajar
Upah yang secara relatif dinilai cukup wajar oleh pengusaha dan
para pekerjanya sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan
pekerja kepada pengusaha atau perusahaan sesuai dengan perjanjian kerja
diantara mereka.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah
Faktor-faktor yang mempengaruhi upah antara lain :
a. Pendidikan dan keterampilan
Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktifitas
kerja.
b. Kondisi pasar kerja
Kondisi pasar kerja sangat mempengaruhi nilai tawar pekerja. Dalam
tingkat pengangguran tinggi menyebabkan kelebihan pekerja dengan
penawaran upah rendah, hal ini menyebabkan posisi tawar pencari kerja
menjadi sangat lemah.
c. Biaya hidup
Tingkat biaya hidup di suatu tempat akan berpengaruh terhadap tingkat
upah di tempat tersebut. Hal ini terjadi untuk mempertahankan tingkat
kesejahteraan pekerja yang bersangkutan.
d. Kemampuan perusahaan
Faktor ini menjadi penentu utama dalam menetapkan tingkat upah. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa apabila perusahaan tidak mampu
52
membayar upah secara wajar, maka perusahaan yang bersangkutan harus
menutup perusahaan.
e. Kemampuan serikat pekerja
Apabila serikat pekerja kuat dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama
dapat memperjuangkan perbaikan syarat kerja termasuk pengupahan
dengan hasil yang maksimal.
f. Produktifitas kerja
Kelangsungan hidup dan dan kemajuan perusahaan sangat ditentukan oleh
tingkat produktivitas kerja haruslah disadari penuh oleh pekerja dan
pengusaha juga harus memahami bahwa kemajuan itu adalah hasil
sumbangan dari pekerja.
g. Kebijakan pemerintah
Dalam hal-hal tertentu pemerintah melaksanakan intervensi terhadap
pengupahan dan tidak semata-mata diserahkan kepada mekanisme pasar.
Tujuannya adalah untuk menjamin agar tingkat upah tidak merosot
dengan menetapkan jaring pengaman dalam bentuk upah minimum.
Intervensi ini juga memelihara kesempatan kerja.36
5. Upah Minimum
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah
pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum merupakan ketetapan yang
dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk
53
membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya, dengan
memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan
perlindungan bagi kelompok pekerja lapisan bawah atau pekerja yang
mempunyai masa kerja maksimal 1 (satu) tahun, agar memperoleh upah
serendah-rendahnya sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Minimum.37
Pasal 88 ayat (4) menerangkan bahwa pemerintah menetapkan upah
minimum sebagimana yang dimaksud dalam ayat (3) huruf (a) berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan
pertumbuhan ekonomi. Pencapaian kebutuhan hidup layak ini adalah setiap
peneta[an upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian
perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarnya
ditetapkan oleh Menteri.38
Penetapan upah minimum adalah salah satu bentuk perlindungan yang
diberkan pemerintah kepada pekerja yang sekaligus merupakan jaring
pengaman (safety net) agar upah pekerja tidak jatuh ke level terendah. Pada
dasarnya upah minimum diterima oleh :
a. Pekerja yang berpendidikan rendah;
b. Pekerja yang tidak mempunyai keterampilan;
c. Pekerja lajang;
d. Pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.
Myra M. Dkk, Pengantar Hukum Perburuhan, Direktorat Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi R.I., Jakarta, hal. 62.
37
54
38
Ibid, hal. 63.
Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial
Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 192-193.
36
55
Penetapan upah minimum ini sebaiknya dapat mencukupi kebutuhankebutuhan hidup buruh beserta keluarganya, sebagai standar minimum yang
digunakan oleh para pelaku usaha untuk memberi upah kepada pekerja dalam
lingkungan usaha atau kerjanya yang berbeda-beda tingkat pemenuhan
kebutuhan sesuai daerah masing-masing. Pengusaha dilarang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1)
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa
jenis upah pokok minimum adalah sebagai berikut :
a. Upah minimum sub sektoral regional
Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sub sektor
tertentu dalam daerah tertentu
b. Upah minimum sektor regional
Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sektor tertentu
dalam daerah tertentu
c. Upah minimum regional / upah minimum propinsi
Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam daerah
tertentu. Upah minimum regional ditiap-tiap daerah besarnya berbedabeda. Besarnya UMR/UMP didasarkan pada indek harga konsumen,
kebutuhan fisik minimum, perluasan kesempatan kerja, upah pada
umumnya yang bersifat regional, kelangsungan dan perkembangan
perusahaan, tingkat perkembangan perekonomian regional dan nasional.
Upah minimum ini wajib ditaati oleh pengusaha, kecuali jika pengusaha
yang tidak mampu membayar upah minimum, dapat dikecualikan dari
56
kewajiban tersebut dengan cara mengajukan permohonan penangguhan
kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi disertai dengan rekomendasi
dari Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
Dalam penetapan upah minimum tersebut, masih terjadi perbedaan
yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di
masing-masing perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing
wilayah/daerah yang tidak sama. Maka, upah minimum ditetapkan berdasar
wilayah propinsi atau kabupaten kota dan sektor pada wilayah propinsi atau
kabupaten/kota.
Tidak adanya keseragaman upah di semua perusahaan dapat dipahami
mengingat kondisi dan sifat perusahaan di setiap sektor wilayah/daerah tidak
sama dan belum bisa disamakan. Belum adanya keseragaman upah tersebut
justru masih didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan demi kelangsungan
hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan, mengingat strategi
kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sektor informal di
daerah perkotaan yang pada umumnya masih mempunyai penghasilan di
bawah taraf hidup tertentu.
6. Upah Minimum Kabupaten
Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226
Tahun 2000 tentang Upah Minimum dijelaskan bahwa upah minimum dapat
ditetapkan baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Upah minimum
tersebut ditetapkan oleh Gubernur dengan Surat Keputusan Gubernur,
berdasar masukan dari Dewan Pengupahan, yang berasal dari suatu proses
57
penetapan upah minimum yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang
terdiri dari unsur pekerja, unsur pengusaha, dan unsur pemerintah dalam
menentukan Kebutuhan Hidup Layak atas dasar komponen-komponen
penentuan upah minimum. Upah minimum kabupaten dikenal setelah adanya
otonomi daerah yang berlaku penuh. Upah minimum kabupaten adalah upah
bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Kebijakan penetapan upah minimum dalam rangka perlindungan upah
ini masih ditemukan banyak kendala, karena sampai saat ini belum adanya
keseragaman upah, baik secara provinsi/kabupaten maupun secara nasional.
Karena proses penetapan upah ini harus diupayakan secara sistematis, baik
ditinjau dari segi makro maupun mikro sesuai pembangunan ketenagakerjaan,
terutama perluasan kesempatan kerja, peningkatan produksi, dan taraf hidup
sesuai kebutuhan hidup minimalnya, karena masih terjadi perbedaan yang
didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di masingmasing perusahaan.39
D. Penetapan Kebutuhan Hidup Layak
1. Faktor-Faktor Pertimbangan Dalam Proses Penetapan
Kebutuhan hidup layak adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak baik secar fisik, non
fisik, dan sosial untuk kebutuhan satu bulan. Ada komponen yang
diperhitungkan dalam proses penetapan nilai kebutuhan hidup layak.
39
Adrian Sutedi,Op.cit, hal. 142
58
Kebijakan tentang kebutuhan hidup layak pertama kali dituangkan dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kebutuhan
hidup layak sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penetapan dalam
penetapan upah minimum diperoleh melalui survey harga sebagaimana
tercantum dalam Permenakertrans No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Kebijakan perlindungan upah ini mengatur secara umum yang
berpangkal tolak pada fungsi upah yang harus mampu menjamin
kelangsungan hidup pekerja dan keluarganya, sehingga memberi motifasi
terhadap peningkatan produksi dan produktifitas kerja. Pengaturan
perlindungan upah diserahkan kepada sistem pembayaran upah secara
keseluruhan berdasarkan prestasi kerja, tidak dipengaruhi oleh tunjangantunjangan yang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja.
Hak untuk menerima upah bagi pekerja timbul pada saat adanya
hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, dan berakhir pada saat
hubungan kerja tersebut putus. Dalam penetapan upah tersebut tidak boleh
ada diskriminasi antara pekerja perempuan dengan laki-laki untuk jenis
pekerjaan yang sama.
Upah ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian kerja, namun
ada kemungkinan dalam perjanjian tersebut tidak terdapat ketentuan
mengenai upah tersebut. Dalam kondisi yang seperti ini, maka buruh berhak
mendapatkan upah sesuai kebiasaan upah yang biasa diterima oleh pekerja
pada waktu perjanjian kerja dibuat. Jika kebiasaan tersebut tidak ada, maka
54
upah ditetapkan dengan mengingat keadaan menurut keadilan. Pengusaha
harus menetapkannya dengan iktikad baik, jika melanggar iktikad baik maka
pekerja dapat menuntut upah menurut kebiasaan atau upah yang adil tersebut.
Ketentuan tersebut tidak berlaku jika telah diperjanjikan bahwa upah
ditetapkan oleh pengusaha atau oleh orang ketiga ataupun akan ditetapkan
oleh kedua belah pihak di kemudian hari.
Tujuan utama penentuan upah minimum yaitu :
a. Menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja sebagai sub sistem yang
kreatif dalam suatu sistem kerja;
b. Melindungi kelompok kerja dari adanya sistem pengupahan yang
sangat rendah dan yang keadaannya secara material kurang
memuaskan;
c. Mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan
nilai pekerjaan yang dilakukan setiap pekerja;
d. Mengusahakan terjaminnya ketenangan atau kedamaian dalam
organisasi kerja atau perusahaan;
e. Mengusahakan adanya dorongan peningkatan dalam standar
hidupnya secara normal.40
Kenaikan upah yang tidak disertai dengan peningkatan dalam produksi
dapat berakibat pada kenaikan harga produk yang dihasilkan dalam
perusahaan yang mungkin pula ada kaitannya dengan peningkatan hargaharga produk lain, sehingga nilai upah yang dinaikkan itu tidak ada artinya
baik dari segi ekonomi, maupun bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
beserta keluarganya.
Peningkatan upah harus disertai adanya peningkatan produk. Tanpa
adanya kesadaran untuk meningkatkan produktivitas atau usaha untuk
meningkatkan produk, selain perusahaan akan menjadi lemah karena
penghasilan yang kurang selalu tersedot dengan adanya pembengkakan upah,
40
G. Kartasapoetra, Op.cit, hal. 101.
60
modal untuk operasi makin lama akan semakin berkurang, dan pada akhirnya
perusahaan akan mengalami kerugian, yang apabila kerugian ini secara terus
menerus perusahaan yang bersangkutan akan ditutup. Dalam hal yang
demikian, tidak hanya pihak pengusaha saja yang mengalami kerugian,
namun juga pihak pekerja yang kemudian akan kehilangan pekerjaan.
61
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode merupakan unsur yang harus selalu ada dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian, agar diperoleh hasil yang tepat, dan dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya, sehingga dalam melakukan kegiatan penelitian perlu
didukung oleh metode yang benar.
Kata metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara
atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode
menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode sebagai alat untuk mencapai
tujuan.41
Penel it i an pada um um nya bert uj uan unt uk m enem ukan,
mengembangkan, atau menguji kebenaran dari suatu pengetahuan.
Menemukan berarti berusaha memperoleh sesuatu untuk mengisi
kekosongan. Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam
sesuatu yang telah ada menguji kebenaran yang dilakukan jika apa yang
sudah ada masih atau menjadi diragukan kebenarannya.42
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, jakarta, 2001, hal. 1.
Ronny Hanitijo Soemantro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta, Hal. 15.
41
42
62
legis positivis . Konsep ini memandang hukum itu identik dengan normanorma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat atau lembaga yang
berwenang. Selain itu konsepsi tersebut melihat hukum dari suatu sistem
normatif yang bersifat otonom, terlepas dari kehidupan masyarakat. 43
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu suatu
penelitian yang bermaksud memperoleh gambaran tentang obyek atau pokok
masalah yang sedang diteliti, yang kemudian dianalisis berdasarkan teoriteori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut
masalah di atas.44
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Purbalingga, serta Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
D. Sumber Data
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian hukum
normatif atau kepustakaan, yaitu data yang diperinci dari bahan-bahan
pustaka.45 Data sekunder bersumber dari peraturan perundang-undangan,
literatur, buku-buku kepustakaan, arsip dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan
Ronny Hanitijo Soemantro, Op cit, Hal.1 1.
Ronny Hanitijo Soemantro, Op cit, hal 15.
45
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, 1985, CV
43
44
63
Rajawali, Jakarta, hal. 14.
64
Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, serta sumber lain yang berkaitan
dengan materi penelitian. Data sekunder dapat dibedakan menjadi :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
2) Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek;
3) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
5) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun
2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11,
Pasal 20 dan Pasal 21 Permenakertrans Nomor Per-01/MEN/1999
tentang Upah Minimum
6) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561.4/73/2011 Tentang
Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) kabupaten/Kota di Propinsi
jawa Tengah Tahun 2012.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu seluruh informasi yang tidak atau
belum pernah diformalkan melalui proses positivisasi yang formal sebagai
hukum.46 Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-undang, hasil-hasil
65
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan sebagainya yang ada
hubungannya dengan pokok permasalahan penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu data yang memberikan petunjuk terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus, Ensiklopedia, dan
sebagainya.
2. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian berupa
keterangan-keterangan hasil wawancara dengan pihak yang terkait dengan
obyek penelitian sebagai pelengkap data sekunder. Data primer sebagai
pendukung apabila data sekunder belum cukup, maka diperlukan data primer.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data Sekunder
Diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap buku kepustakaan,
peraturan perundang-undangan, arsip Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Purbalingga.
2. Data Primer
Data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Purbalingga untuk melengkapi data sekunder.
66
F. Metode Penyajian Data
Data penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks
deskriptif naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang
utuh, yang didahului dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
diteruskan dengan analisa bahan, dan hasil pembahasan serta diakhiri dengan
simpulan.
G. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu dengan
menjabarkan data yang diperoleh berdasarkan norma hukum atau kaidah
hukum yang relevan dengan pokok permasalahan, sehingga dapat menjawab
dan mengambil keputusan.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Sekunder
1.1. Kondisi Umum Kabupaten Purbalingga
1.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Purbalingga termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa
Tengah yang tepatnya pada posisi 101°11” - 109°35” Bujur Timur dan
7° 10” – 29” Lintang Selatan, yang secara administrasi batas-batasnya
adalah :
Sebelah utara
: Kabupaten Pemalang
Sebelah timur
: Kabupaten Banjarnegara
Sebelah selatan
:Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten
Banyumas
Sebelah barat
: Kabupaten Banyumas
Jarak Kabupaten Purbalingga ke Ibukota Kabupaten Propinsi
Jawa Tengah yaitu Semarang kurang lebih 191 kilometer. Wilayah
Kabupaten Purbalingga 7777,64 km2 yang terdiri dari 18 kecamatan dan
239 kelurahan. Adapun kecamatan dan luas di Kabupaten Purbalingga
adalah :
Kecamatan Kemangkon
: 45 1,3 km2
Kecamatan Bukateja
: 424,1 km2
68
Kecamatan Kejobong
: 3 99,8 km2
Kecamatan Pengadegan
: 417,4 km2
Kecamatan Kaligondang : 505,3 km2
Kecamatan Purbalingga
: 147,3 km2
Kecamatan Kalimanah
: 225,2 km2
Kecamatan Padamara
: 172,6 km2
Kecamatan Kutasari
: 528,9 km2
Kecamatan Bojongsari
: 292,5 km2
Kecamatan Mrebet
: 478,9 km2
Kecamatan Bobotsari
: 322,8 km2
Kecamatan Karangreja
: 788,8 km2
Kecamatan
Karangjambu
:
419,2
km 2
Kecamatan
Karanganyar : 303,5 km 2 Kecamatan Kartanegara : 380,1
km 2 Kecamatan Karangmoncol : 602,8 km2 Kecamatan
Rembang : 915,9 km 2 Wilayah Kabupaten Purbalingga
mempunyai topografi yang
beragam, yaitu dataran rendah dan dataran tinggi atau perbukitan.
Dataran rendah berada di bagian selatan yang meliputi Kecamatan
Kalimanah, Padamara, Purbalingga, Kemangkon, Bukateja, Kejobong,
Pengadegan, serta sebagian Kecamatan Kutasari dan Mrebet. Untuk
datarn tinggi yang berbukit meliputi Kecamatan Karangreja,
69
Karangjambu, Bobotsari, Karanganyar, Kertanegara, Rembang, serta
sebagian wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari, dan Mrebet.
1.1.2. Struktur Organisasi
Susunan organisasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Purbalingga terdiri dari :
a.
Kepala Dinas
Kepala dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas Bupati dalam merumuskan, memimpin, mengkoordinasikan,
membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang sosial, tenaga
kerja dan transmigrasi yang meliputi penanganan sosial, hubungan
dan perlindungan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja,
transmigrasi, perizinan dan pelaksanaan kesekretariatan serta
pembinaan UPTD.
b. Sekretariat
Sekretaris mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas Kepala Dinas dalam memimpin, mengkoordinasikan,
membina dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pelayanan
kesekretariatan yang meliputi penyiapan bahan penyusunan
program, penyelenggaraan urusan umum dan kepegawaian, rumah
tangga, perlengkapan, pengelolaan keuangan, koordinasi
penyusunan program dan pelaporan bidang-bidang yang terdiri dari:
1) Subbagian Program dan Pelaporan;
2) Subbagian Keuangan;
70
3) Subbagian Umum;
c. Bidang Sosial
Kepala bidang sosial mempunyai tugas pokok melaksanakan
tugas Kepala Dinas dalam memimpin, megkoordinasikan, membina,
dan mengendalikan tugas-tugas di bidang sosial yang meliputi
bibingan dan rehabilitasi sosial, asistensi sosial dan perizinan yang
terdiri dari :
1) Seksi Bimbingan dan Rehabilitasi Sosial;
2) Seksi Asistensi Sosial;
d. Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Kepala bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala
Dinas dalam memimpin, megkoordinasikan, membina, dan
mengendalikan tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan
tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja,
pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan yang
terdiri dari :
1) Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja;
2) Seksi Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja;
e. Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kepala bidang penenempatan tenaga kerja dan transmigrasi
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala
Dinas dalam memimpin, megkoordinasikan, membina, dan
71
mengendalikan tugas-tugas di bidang penempatan tenaga kerja dan
transmigrasi yang meliputi pelatihan tenaga kerja, penempatan
tenaga kerja dan transmigrasi serta perizinan yang terdiri dari :
1) Seksi Pelatihan Tenaga Kerja;
2) Seksi Penempatan Tenaga Kerja;
3) Seksi Transmigrasi;
f.
UPTD
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) mempunyai tugas
pokok melaksanakan sebagian tugas dinas yang diatur dengan
Peraturan Bupati;
g.
Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dinas yang bersifat teknis sesuai dengan keahlian dan
kebutuhan.
1.1.3. Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Bidang Hubungan dan
Perlindungan Tenaga Kerja
Penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah bertujuan
sebagai jaring pengaman agar tingkat upah yang diterima pekerja tidak
jatuh hingga level yang sangat rendah akibat ketidak seimbangan
penawaran dan permintaan di pasar tenaga kerja. Pemerintah adalah
salah satu dari tiga unsur dalam dewan pengupahan yang mempunyai
tugas untuk menetapkan nilai kebutuhan hidup layak sebagai dasar
72
untuk menentukan upah minimum kabupaten sesuai dalam Keputusan
Presiden Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.
Tugas pemerintah dalam penetapan nilai kebutuhan hidup layak
tersebut dilaksanakan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
khususnya oleh Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja.
Bidang ini memiliki tugas dan fungsi sendiri. Tugas pokok dari Kepala
Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja sesuai Pasal 19
Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 adalah melaksanakan
sebagian tugas Kepala dinas dalam memimpin, mengkoordinasikan,
membina, dan mengendalikan tugas-tugas di bidang hubungan dan
perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat
kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja, serta perizinan.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepala Bidang Hubungan
dan Perlindungan Tenaga Kerja menyelenggarakan fungsinya sebagai
berikut :
a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam rangka mendukung
kelancaran tugas-tugas di bidang hubungan dan perlindungan tenaga
kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja,
pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan;
b. Menyiapkan bahan penyusunan program kerja di bidang hubungan
dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial
dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta
perizinan;
73
c. Menyiapkan bahan pembinaan, pengendalian dan bimibingan teknis
di bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi
hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan
tenaga kerja serta perizinan;
d. Menyiapkan bahan koordinasi dan memfasilitasi tugas-tugas di
bidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi
hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan
tenaga kerja serta perizinan;
e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan tugas-tugas di bidang hubungan
dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial
dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta
perizinan;
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Secara lebih khusus, tugas dan fungsi dalam hal upah
dilaksanakan oleh Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja sesuai
Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2011. Kepala
seksi hubungan industrial dan syarat kerja mempunyai tugas pokok
melakukan sebagian tugas Kepala Bidang Hubungan dan Perlindungan
Tenaga Kerja dalam memimpin, mengkoordinasikan, membina, dan
mengendalikan tugas-tugas di bidang hubungan industrial dan syarat
kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial,
pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran,
pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite,
74
bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial, pengurusan
administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan. Sedangkan fungsi yang
dilaksanakan oleh Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja
yaitu :
a. Penyiapan bahan-bahan penyusunan program kerja di bidang
hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan
pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi,
pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja,
pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan penyuluhan
hubungan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan
perizinan;
b. Pengumpulan bahan-bahan koordinasi penyusunan program kerja di
bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi
pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan
sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan
organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan
penyuluhan hubngan industrial, pengurusan administrasi syaratsyarat kerja dan perizinan;
c. Pengolahan/analisa bahan-bahan penyusunan evaluasi dan pelaporan
guna memberikan saran/masukan pertimbangan kepada pimpinan di
bidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi
pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan
sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan
75
organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan
penyuluhan hubngan industrial, pengurusan administrasi syaratsyarat kerja dan perizinan;
d. Pengurusan dokumen/bahan-bahan koordinasi di bidang hubungan
industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan
pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi,
pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja,
pengusaha dan lembaga tripartite, bimbingan dan penyuluhan
hubngan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan
perizinan;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
1.2 Perlindungan Upah
Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan hukum, khususnya
mengenai upah yang diterima pekerja agar dapat memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, maka pemerintah turut campur dalam
mengatur penetapan upah. Pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1)
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perlindungan upah tersebut meliputi :
a. Upah minimum
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum
yang berlaku sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang
nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hal ini dimaksudkan
76
u
ntuk menjamin pekerja memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b. Upah selama tidak masuk kerja
Dalam peraturan perundangan dikenal asas bahwa upah tidak dibayar
bila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Ketentuan ini berlaku untuk
semua golongan tanpa membedakan status hubungan kerja. Namun asas
ini tidak secara mutlak dilaksanaan, akan tetapi dilakukan sesuai alasan
penyebab pekerja tidak melakukan pekerjaan.
c. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
Penyusunan struktur dan skala upah yang proporsional dilakukan
melalui tahapan analisa jabatan, evaluasi jabatan, survei upah, dan
penetapan garis upah. Hasil analisa jabatan digunakan sebagai bahan
untuk melakukan evaluasi jabatan. Dengan evaluasi jabatan dapat
diwujudkan keadaan internal. Sedangkan tahapan survei upah akan
menghasilkan keadilan eksternal sehingga perusahaan dapat bersaing di
pasar kerja. Penetapan garis upah dilakukan dengan mempertimbangkan
kemampuan finansial perusahaan, sehingga hasil kebijakan tingkat upah
yang ditetapkan dapat memenuhi unsur keterjangkauan dalam
membayar upah.47
77
1.3 Faktor Pertimbangan Penetapan Upah Minimum
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan
hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam menetapkan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak,
Gubernur memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak
mampu di provinsi/kabupaten/kota serta saran dan pertimbangan dari
Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.48
Kebutuhan hidup layak adalah standar kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak baik secara
fisik, non fisik, dan sosial untuk kebutuhan satu bulan. Nilai kebutuhan
hidup layak yang diperoleh dari hasil survei merupakan acuan utama
dalam merumuskan besaran upah minimum, namun bukan satu-satunya
faktor yang menjadi acuan. Hal ini yang menyebabkan upah minimum
tidak mutlak harus sama dengan nilai kebutuhan hidup layak, namun harus
memperhatikan tingkat produktivitas makro di daerah setempat,
pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja serta kemampuan usaha yang
paling tidak mampu.
Upah minimum merupakan upah bulanan terendah yang terdiri dari
upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum merupakan
ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan
perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah
48
Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 31.
78
tingkatnya, dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi, yang merupakan perlindungan bagi kelompok pekerja lapisan
bawah atau pekerja yang mempunyai masa kerja maksimal satu tahun,
agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan kebutuhan
hidup minimum.49
Pertimbangan lain yang mendasari besarnya usulan Upah Minimum
Kabupaten Purbalingga seperti yang tercantum dalam Usulan Bupati
Purbalingga kepada Gubernur Jawa Tengah perihal Usulan UMK Tahun
2012 yaitu :
a. Rencana pentahapan UMK Purbalingga sesuai KEEL;
b. Nilai KEEL tahun sebelumnya;
c. Tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Purbalingga tahun
sebelumnya;
d. Tingkat inflasi Kabupaten Purbalingga;
e. Kesetaraan dengan Upah Minimum Kabupaten tetangga.
1.4 Mekanisme Penetapan Upah Minimum
Penetapan upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan
pertimbangan bahwa Gubernur lebih mengetahui kondisi sosial, ekonomi,
dan ketenagakerjaan di wilayahnya. Gubernur menetapkan upah minimum
berdasar saran dan pertim bangan dari Dew an Pengupahan
Provinsi/Kabupaten/Kota.
79
Memperhatikan ketentuan yang mengatur waktu penetapan upah
minimum, maka Dewan pengupahan telah dapat mempertimbangkan
jadwal pembahasan besaran upah minimum untuk dijadikan sebagai bahan
rekomendasi kepada Gubernur.
Penetapan upah minimum adalah salah satu bentuk perlindungan
yang diberikan pemerintah kepada pekerja yang sekaligus merupakan
jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja tidak jatuh ke level
terendah. Pada dasarnya upah minimum untuk melindungi upah yang
diterima oleh :
a. Pekerja yang berpendidikan rendah;
b. Pekerja yang tidak mempunyai kemampuan/skil;
c. Pekerja lajang;
d. Pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.50
1.5 Penetapan Upah Minimum Kabupaten
Penetapan upah minimum dilakukan melalui beberapa tahap yang
dilakukan setiap tahunnya untuk memperoleh angka kebutuhan hidup
layak sesuai dengan kondisi pasar yang dilakukan oleh Dewan
Pengupahan yang terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur pemerintah,
pengusaha dan pekerja ditambah dari unsur pakar dan perguruan tinggi.
Dalam memberikan rekomendasi besaran upah minimum adalah
50
Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 33
Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Panduan bagi Pengusaha,
Pekerja dan Calon Pekerja, 2008, Pustaka Yustisia, Jakarta, hal. 76.
49
74
didasarkan pada nilai KHL, produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha
yang paling tidak mampu dan kondisi pasar kerja. 51
Pertimbangan besaran upah minimum tersebut dilakukan berdasar
pembahasan secara independen dan perundingan secara mendalam. Unsur
pakar dan perguruan tinggi sebagai pihak yang netral di dalam Dewan
Pengupahan, perannya sangat strategis untuk memberikan masukan berupa
kajian dan pertimbangan secara akademis. Kajian dasar pertimbangan
yang diberikan pakar dan perguruan tinggi tersebut dijadikan sebagai
bahan perundingan Dewan Pengupahan untuk menyepakati besaran upah
minimum yang akan direkomendasikan kepada Gubernur.
Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM);
b. Indeks Harga Konsumen (IHK);
c. Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan;
d. Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah;
e. Kondisi pasar kerja;
f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan
perkapita.52
Adapun proses dari penetapan upah minimum kabupaten dilakukan
melalui enam tahap, yaitu :
a. Survei harga kebutuhan di pasar
Terlebih dahulu dibentuk tim survei Kebutuhan Hidup Layak
oleh Dewan Pengupahan yang bertugas dari bulan Januari hingga
bulan Agustus, dimana setiap bulannya tim survei ini menghasilkan
angka Kebutuhan Hidup Layak. Dari delapan bulan ini dihasilkan
51
52
Hardijan Rusli, Op cit, hal. 119.
Abdul Khakim, Op cit, hal. 76-77.
82
angka Kebutuhan Hidup Layak yang nyata, sedangkan untuk nilai
Kebutuhan Hidup Layak pada bulan kesembilan hingga dua belas,
diprediksi oleh Badan Pusat Statistik dengan mengacu pada Kebutuhan
Hidup Layak delapan bulan sebelumnya. Dari dua belas angka KHL
tersebut, maka diambil rata-rata untuk menjadi nilai Kebutuhan Hidup
Layak. Proses pendataan harga kebutuhan masyarakat ini dilakukan di
pasar tradisional untuk mendapatkan nilai kebutuhan hidup minimum
di wilayah kabupaten tersebut.
b. Penetapan nilai kebutuhan hidup layak
Dewan Pengupahan mengeluarkan Surat Keputusan penetapan
nilai kebutuhan hidup layak dari hasil rata-rata survei kebutuhan
masyarakat selama dua belas bulan.
c. Penetapan upah minimum kabupaten
Dari nilai kebutuhan hidup layak tersebut, digunakan untuk
menentukan nilai upah minimum kabupaten tahun berikutnya. Setiap
tahunnya ada kesepakan dari ketiga unsur dalam penetapan nilai upah
minimum, dilihat dari berapa besar prosentase nilai upah minimum
dibanding dengan nilai KHL yang telah ditetapkan oleh Dewan
Pengupahan. Pada tahun 2012, ada kesepakatan upah minimum
kabupaten hanya 94,6% dari nilai KHL. Pada tahun 2013 meningkat
menjadi 97% dari nilai KHL, dan tahun 2014 menjadi 100% nilai
KHL. Kesepakatan ini ditetapkan dalam berita acara kesepakatan.
83
d.
Dewan Pengupahan memberikan usulan pertimbangan nilai upah
minimum kabupaten ke Bupati.
e.
Dari saran yang diberikan oleh Dewan pengupahan, Bupati
melanjutkan rekomendasi usulan nilai upah minimum kabupaten
tersebut ke Gubernur.
f.
Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur yang berisi
penetapan nilai upah minimum kabupaten. Nilai upah minimum
tersebut sesuai dengan usulan yang diberikan oleh Dewan Pengupahan.
1.6 Dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561.4/73/2011 tentang
Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2012, bahwa Upah Minimum Kabupaten Purbalingga
ditetapkan sebesar Rp.818.500,-.
2. Data Primer
2.1. Wawancara dengan Even Kurniawan, staf Seksi Hubungan Industrial dan
Syarat Kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Purbalingga, bahwa Upah Minimum Kabupaten pada tahun 2012 adalah
sebesar Rp.81 8.500,-.
2.2. Bahwa tim survei adalah dibentuk oleh Dewan Pengupahan, namun pada
bulan Januari 2012, masa jabatan Dewan Pengupahan telah habis, maka
tim survei dibentuk oleh Bupati untuk masa jabatan Januari hingga
Agustus tahun 2012, dan pada bulan April tahun 2012 baru dibentuk
Dewan Pengupahan Kabupaten Purbalingga oleh Bupati.
84
2.3. Bahwa setiap bulan, dimulai dari bulan Januari hingga Agustus, selama
delapan bulan tersebut tim survei mendapatkan angka ril dari kebutuhan
hidup layak, sedangkan bulan September hingga Desember adalah prediksi
dari Badan Pusat Statistik, yang kemudian dari keduabelas angka ini dicari
nilai rata-ratanya.
2.4. Bahwa setiap bulannya, tim survei melakukan survei ke tiga pasar yang
ada di Kabupaten Purbalingga, yaitu pasar Bukateja, pasar Bobotsari, dan
pasar Segamas, yang terdiri dari tujuh komponen dan 46 jenis yaitu
makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan,
transportasi, rekreasi, dan tabungan.
2.5. Bahwa penetapan nilai kebutuhan hidup layak pada tahun 2011 adalah
sebesar Rp.865.174,- yang kemudian diajukan ke Bupati Purbalingga
sebagai usulan upah minimum kabupaten tahun 2012.
2.6. Bahwa dari usulan dewan Pengupahan ke Bupati, kemudian Bupati
melanjutkan rekomendasi tersebut ke Gubernur, hingga Gubernur
mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur mengenai upah minimum
kabupaten yang sesuai dengan usulan dari Dewan Pengupahan.
2.7. Bahwa dari penetapan ini, pengusaha dapat melakukan penangguhan
pelaksanaan upah minimum tersebut, dengan mengingat kondisi keuangan
dari perusahaan tersebut.
85
B. Pembahasan
Upah adalah salah satu bidang yang sangat strategis dalam pelaksanaan
hubungan kerja di perusahaan, maka besar upah yang dibayarkan pengusaha
kepada pekerja tergantung kepada besarnya kontribusi pekerja terhadap
pengusaha. Asas no work no pay ada dalam sistem pengupahan, yang artinya jika
pekerja tidak melakukan pekerjaan berarti dia tidak punya andil dalam
menghasilkan keuntungan pada saat itu, sehingga pekerja tersebut tidak dibayar
upahnya.
Kebijakan upah minimum yang merupakan salah satu kebijakan di bidang
pengupahan, dimaksudkan sebagai piranti perlindungan agar upah tidak berada
pada level terendah akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran
tenaga kerja. Perlindungan upah ini sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya
Negara Indonesia.
Pemerintah mem berikan perlindungan hukum dalam bidang
ketenagakerjaan karena dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja
mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pelaku pembangunan nasional.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen menyebutkan
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen
yang menyebutkan setiap orang berhak bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja.
Termasuk dalam pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pekerja berhak memperoleh
86
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksudnya jumlah pendapatan
pekerja dari hasilnya bekerja, dapat mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup
pekerja dan keluarganya secara wajar. Hal ini sebagai salah satu bentuk
perlindungan yang diberikan pemerintah terhadap upah yang diterima pekerja.
Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dalam memberikan tuntutan,
maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak asasi manusia, perlindungan
fisik dan teknisnya serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam
lingkungan kerja itu, maka perlindungan pekerja ini mencakup :
1. Norma keselamatan kerja yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian
dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, proses pengerjaan serta cara-cara
melakukan pekerjaan.
2. Norma kesehatan kerja dan higiene kesehatan perusahaan yang meliputi
pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja.
3. Norma kerja yang meliputi perlindungan tenaga kerja yang bertalian dengan
waktu kerja, sistem pengupahan, kesusilaan, ibadah dan moril kerja guna
menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai
dengan martabat manusia dan moril.
4. Berhak atas ganti rugi dan rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat
pekerjaan.53
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Imam Soepomo dalam bukunya
membagi perlindungan pekerja tersebut menjadi tiga macam, yaitu :
87
53
Zainal asikin, Op cit, hal. 75-76.
88
1.
Perlindungan ekonomis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup
untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya.
2.
Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam atau
mengembangkan peri kehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan
sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
3.
Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan
oleh alat kerja maupun bahan olahan.54
Data 1.2. mengacu kepada Pasal 88 ayat (2) bahwa untuk mewujudkan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja. Pasal ini jelas memberi perlindungan bagi
pekerja dalam hal penghasilan yang diperolehnya atas pekerjaan yang
dilakukannya. Upah yang layak bagi kemanusiaan tersebut lebih jauh ditetapkan
dalam ketentuan penetapan upah minimum yang diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan hidup layak.
Dalam Pasal 88 ayat (4) ditentukan bahwa Pemerintah menetapkan upah
minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan
hidup layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam penetapan upah minimum sesuai Pasal 89 ayat (1) dan ayat (2) dibagi
89
menjadi dua, yaitu berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota, dan
berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota yang diarahkan
kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
Data 1.3 mengacu pada Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003, bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasar kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu :
1. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja secara makro di
daerah setempat. Perkembangan produktivitas ini yang dapat menjadi
inidikator nilai riil upah minimum dapat dinaikkan, karena tenaga kerja ikut
andil dalam meningkatkan nilai tambah, sehingga sudah selayaknya ada bagian
dari peningkatan produktivitas yang harus dikembalikan kepada tenaga kerja.
2. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam penetapan upah tersebut adalah
pertumbuhan yang menunjukkan adanya peningkatan nilai tambah yang
dihasilkan oleh masyarakat setempat. Tenaga kerja adalah bagian dari
masyarakat yang berhak ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi dengan
adanya peningkatan upah.
3. Kemampuan usaha marginal
Usaha marginal adalah usaha mikro yang dimaksudkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha, Mikro Kecil, dan Menengah dengan
kriteria :
a. Memiliki modal Rp.50.000.000,- di luar tanah dan bangunan;
90
b. Memiliki omset sebanyak-banyaknya Rp.300.000.000,- per tahun.
Jika penetapan upah minimum tidak memperhatikan kelompok usaha marginal,
maka dikhawatirkan akan dapat mematikan kelompok usaha tersebut. Upah
minimum yang terlalu tinggi akan mempengaruhi kelompok pekerja yang
bekerja pada usaha marginal. Ada kecenderungan mereka akan ikut meminta
kenaikan upah seperti kenaikan upah minimum. Kondisi seperti ini akan
mematikan kelompok usaha tersebut.
4. Kondisi pasar kerja
Pada kondisi pasar kerja dimana terjadi kelebihan tenaga kerja, sangat sulit
untuk memperbaiki syarat-syarat kerja, termasuk upah. Karena hukum
ekonomi akan berlaku dalam pasar kerja, yaitu jika jumlah pencari kerja sangat
tinggi dibandingkan jumlah lapangan kerja yang tersedia, akan ada
kecenderungan calon pekerja bersedia dibayar dengan upah yang relatif rendah
daripada mereka tidak bekerj a.55
Penetapan upah minimum ini diarahkan pada perlindungan bagi pekerja,
namun tetap mempertimbangkan faktor kemampuan pengusaha, sehingga pekerja
dapat sejahtera namun perusahaan dapat terus berkembang. Hal ini sangat penting,
karena kedua belah pihak baik pekerja maupun pengusaha, sama-sama saling
membutuhkan.
Kesejahteraan semua pihak khususnya para pekerja hanya mungkin dapat
dipenuhi apabila didukung oleh tingkat produktivitas tertentu atau adanya
peningkatan produktivitas yang memadai mengarah pada tingkat produktivitas
55
Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 34-36.
91
yang diharapkan dengan pemenuhan semua hak-hak dari masing-masing pihak
antara pengusaha dengan pekerja.
Dalam Pasal 5 ayat (3) Permenakertrans No. PER./17/MEN/VII/2005
tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup
Layak, dinyatakan bahwa dalam menetapkan tahapan pencapaian kebutuhan hidup
layak Gubernur memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak
mampu di Provinsi/Kabupaten/Kota serta saran dan pertimbangan dari Dewan
Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Data 1.4 mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER-17.MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan
Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, ditetapkan upah minimum kabupaten sesuai
dengan mekanisme yang berlaku. Pemenuhan kebutuhan hidup layak yang
dimaksud adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja
lajang untuk dapat hidup layak secara fisik, non fisik, dan sosial, untuk kebutuhan
1 (satu) bulan. Ada 46 jenis dan terdiri dari 7 komponen yaitu makanan dan
minumam, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, serta
rekreasi dan tabungan.
Pandangan penetapan upah minimum ini dilihat dari sisi masing-masing
pihak, baik dari segi pekerja, maupun pengusaha adalah sangat berbeda. Jika
dilihat dari sisi pekerja, upah hanya dilihat dengan perbandingan antara besarnya
upah dengan kebutuhan hidupnya. Namun jika dilihat dari sisi pengusaha, melihat
besarnya upah adalah dibandingkan dengan berapa jumlah pekerja di
perusahaannya.
92
Upah minimum merupakan salah satu materi yang penuh dengan muatan
politis dalam kebijakan tenaga kerja. Upah minimum digunakan oleh pemerintah
untuk tujuan-tujuan membuat kebijakan ekonomi dan sosial. Para pendukungnya
mengatakan bahwa upah minimum dapat meningkatkan upah pekerja yang
berpendapatan rendah. Sementara para penentangnya takut bahwa efek-efeknya
terhadap lapangan kerja, karena mereka mengatakan bahwa ia menetapkan suatu
tingkat upah minimum yang tidak relevan dengan kondisi-kondisi nyata pasar
kerja.56
Secara empiris terjadi pertentangan kehendak antara pekerja dengan
pengusaha mengenai kebijakan pengupahan. Pengusaha menghendaki pengupahan
pekerja yang serendah-rendahnya untuk menekan biaya produksi, akan tetapi
dilain pihak, pekerja menghendaki pendapatan yang tinggi untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kehidupan mereka. Untuk menyeimbangkan kehendak dari para
pekerja dengan pengusaha, pemerintah kemudian menetapkan upah minimum
sebagai jembatan kepentingan kedua belah pihak.
Pada kenyataannya, upah minimum yang rendah atau sedang tidak akan
merugikan dan justru mendatangkan efek positif bagi perekonomian secara
umum. Yaitu pengusaha dapat memberikan kesempatan kerja bagi pekerja dan
meningkatkan persaingan ekonomi. Hal ini berarti akan mengurangi jumlah
pengangguran. Sebaliknya, jika upah minimum yang tinggi akan menimbulkan
efek negatif terhadap perekonomian. Pengusaha dapat melakukan pengurangan
pekerja untuk menekan biaya produksi akibat upah minimum yang harus
93
dibayarkan tinggi. Hal tersebut yang akan mengakibatkan dalam penetapan upah
minimum sarat dengan muatan politis dari pemerintah dalam rangka menentukan
kebijakan ekonomi dan sosial ketenagakerjaan.
Penetapan upah minimum dilakukan oleh Gubernur sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 89 ayat (3) yaitu Upah Minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan rekomendasi
Dewan Pengupahan propinsi dan/atau bupati/walikota.
Sesuai data 1.5 dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan yang
dilakukan oleh pemerintah, mendasarkan atas saran dan pertimbangan dari Dewan
Pengupahan. Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah sebagai
dasar dari pembentukan Dewan Pengupahan, yang kemudian dikeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 dengan harapan dapat perkecil
persoalan yang selama ini sering dihadapi oleh Dewan Pengupahan, khususnya
yang menyangkut pengaturan secara teknis tentang tata cara pembentukan,
komposisi, dan persyaratan keanggotaan, tata cara pengangkatan, dan
pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan.57
Dewan pengupahan terdiri dari beberapa unsur, yaitu dari pemerintah yang
menangani bidang pengupahan, unsur serikat pekerja, unsur organisasi pengusaha,
serta unsur pakar/perguruan tinggi. Tugas dan fungsi Dewan Pengupahan
Kabupaten / Kota berdasar Pasal 38 Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004
tentang Dewan Pengupahan adalah :
a. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati / Walikota dalam rangka :
94
57
Abdul Khakim, Aspek Hukum Pengupahan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53.
Maitreyi Bordia, Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Pasar Tenaga Kerja :
Kasus Timor Leste dalam Perspektif Komparatif, http.//www.google.com
56
95
1) Pengusulan Upah Minimum Kabupaten (UMK) / Upah Minimum Sektoral
Kabupaten / Kota (UMSK);
2) Penerapan sistem pengupahan ditingkat Kabupaten / Kota;
b. Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.
Pengusulan yang dilakukan oleh dewan pengupahan dengan cara melakukan
survei harga di pasar-pasar tradisional. Tugas yang dilakukan oleh dewan
pengupahan adalah membentuk tim survei, penetapan spesifikasi jenis kebutuhan,
penetapan devisiasi harga, penyusunan kuisioner, pemilihan lokasi survei,
penetapan kriteria responden dan pembekalan anggota tim survei.
Dari data faktor pertimbangan penetapan upah minimum, Dewan
Pengupahan mengadakan pembahasan untuk :
1. Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL);
2. Kondisi pertumbuhan ekonomi terhadap nilai KHL dan pengaruhnya
terhadap besaran upah minimum;
3. Membahas produktivitas terhadap nilai KHL dan pengaruhnya terhadap
besaran upah minimum;
4. Membahas kemampuan usaha paling tidak mampu (marginal) untuk
membayar upah dan pengaruhnya terhadap besaran upah minimum;
5. Membahas kesempatan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah
pencari kerja dan pengaruh besaran upah minimum terhadap perluasan
kesempatan kerja.58
58
Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Op cit, hal. 24.
96
Sesuai dalam Keputusan Bupati Purbalingga Nomor 560/37 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Tim Survei Kebutuhan Hidup Layak dan Tim Pengolah
Data Hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Purbalingga Tahun 2011
ditetapkan bahwa tugas tim survei Kebutuhan Hidup Layak adalah :
1. Menetapkan jadwal survei yang dilakukan pada setiap bulan;
2. Melakukan survei perkembangan Kebutuhan Hidup Layak di Pasar
Bukateja, Pasar Bobotsari, dan Pasar Segamas setiap bulan;
3. Menyerahkan data hasil survei Kebutuhan Hidup Layak setiap bulan
kepada Pengolah Data Hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten
Purbalingga.
Permasalahan penetapan upah minimum antara lain adalah perbedaan
persepsi tentang nilai KHL hasil survei yang akan dijadikan dasar pertimbangan
dalam merumuskan usulan penetapan upah minimum. Hampir dapat dipastikan
bahwa nilai KHL dalam persepsi pihak serikat pekerja cenderung lebih tinggi
dibanding nilai KHL dalam persepsi pengusaha, hal ini terkait dengan
kepentingan dari masing-masing pihak, atas dasar inilah maka dibentuk tim survei
yang dapat mewakili semua kepentingan.
Kemudian yang harus dilakukan dalam survei harga KHL adalah
menetapkan spesifikasi jenis kebutuhan. Penetapan spesifikasi ini dilakukan
dalam sidang dewan pengupahan. Sesuai Pasal 21 keputusan Presiden Nomor 107
Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan, bahwa tugas dan fungsi dewan
pengupahan antara lain adalah merumuskan upah minimum. Salah satu faktor
yang dijadikan pertimbangan dalam penetapan upah minimum adalah nilai
97
Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Oleh karena itu, rangkaian proses dalam
penetapan nilai kebutuhan hidup layak merupakan bagian dari tugas dewan
pengupahan kabupaten / kota.
Survei harga komponen KHL dilakukan untuk mendapatkan besaran nilai
KHL dalam rangka persiapan perumusan usulan upah minimum, karena nilai
KHL merupakan salah satu dasar pertimbangan dalam perumusan upah minimum.
Faktor lain yang menjadi dasar pertimbangan penetapan upah adalah
produktifitas, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi
pasar kerja. Survei dilakukan dari Bulan Januari hingga bulan Agustus, dan pada
bulan September hingga Desember perolehan data KHL adalah hasil prediksi dari
Badan Pusat Statistik. Data ini digunakan sebagai bahan untuk merumuskan
usulan penetapan upah minimum tahun berikutnya.
Survei yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan dilakukan di tiga pasar
tradisional di Kabupaten Purbalingga. Ketiga pasar tersebut adalah tiga pasar
besar yang ada di Kabupaten Purbalingga. Pemilihan lokasi pasar tersebut dilihat
dari ukuran pasar dan atas dasar kesepakatan tim survei untuk melakukan survei
di pasar tersebut, yaitu Pasar Segamas mewakili Purbalingga kota, Pasar Bukateja
mewakili Purbalingga bagian selatan, dan Pasar Bobotsari mewakili Purbalingga
bagian utara.
Setelah dilakukan survei, maka akan dilakukan pengolahan data untuk
mendapatkan rata-rata nilai kebutuhan hidup layak setiap bulannya, yang
kemudian disatukan dengan prediksi dari Badan Pusat Statistik menjadi dua belas
98
bulan, dan diambil rata-rata dari dua belas bulan tersebut untuk kemudian menjadi
usulan upah minimum tahun berikutnya.
Usulan nilai KEEL dari Dewan Pengupahan ini yang kemudian disampaikan
kepada Bupati, dan dari Bupati diusulkan ke Gubernur untuk mendapatkan
penetapan nilai upah minimum tahun berikutnya.
99
BAB V
PENUTUP
Simpulan
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan terhadap data yang diperoleh dari
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, dan studi
literatur yang dilakukan penulis, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
proses penetapan upah minimum kabupaten di Kabupaten Purbalingga adalah
sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan upah
minimum. Pengaturan mengenai mekanisme penetapan upah minimum diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal
3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Permenakertrans Nomor Per01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. Tahapan pengupahan dilakukan oleh
Dewan pengupahan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun
2004 Tentang Dewan pengupahan. Proses penetapan ini dimulai dari penyusunan
tim survei oleh Dewan Pengupahan untuk meninjau langsung ke pasar berkenaan
dengan harga kebutuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat dengan ukuran
pria/wanita lajang sesuai Permenakertrans No. PER./17/MEN/VII/2005 tentang
Komponen dan pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
100
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka Buku
Agusmidah, 2010, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia
Asikin, Zainal, dkk., 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada
Djumialdji, FX dan Wiwoho Soedjono. 1982. Perjanjian Perburuhan dan
Hubungan Perburuhan Pancasila. Jakarta: PT Bina Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka
H. Manulang, Sedjun, 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia,
Jakarta : PT Rineka Cipta, Cet. II
Hamalik, Oemar, 2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara
Hanitijo Sumitro, Ronny. 2009, Metodologi Penilitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta, Ghalia Indonesia.
Husni, Lalu. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ibrahim, Johnny, 2005 Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif,
Malang, Bayumedia
Kansil, CST, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka
Kartasapoetra, G., R.G. Kartasapoetra dan A.G. Kartasapoetra, Hukum
Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, 1988, Jakarta: Bina
Aksara
Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi, 2011,
Perlindungan Upah, Jakarta
Pengupahan dan
Khakim, Abdul, Aspek Hukum Pengupahan, Bandung : Citra Aditya Bakti
M., Myra, dkk, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta : Direktorat Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.
101
Manulang, Sendjun H. 1990. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Poerwanto, Helena dan Suliati Rachmat. 1987. Hukum Perburuhan Bidang
Hubungan Kerj a. Jakarta: Djambatan
S., Ruky Achmad. 2006. Manajemen Penggajian dan Pengupahan Untuk
Karyawan Perusahaan. 2006. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Panduan bagi Pengusaha,
Pekerja dan Calon Pekerja, Jakarta : Pustaka Yustisia
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta :
CV Rajawali
Soepomo, Imam. 1970. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.
Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika
Suwarto, 2003, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Jakarta : Asosiasi Hubungan
Industrial Indonesia
Rusli, Hardijan, 2004, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta : Ghalia Indonesia
Wignjosoebroto, Soetandyo, Tanpa Tahun, Metode Penelitian Hukum : Apa dan
Bagaimana, Makalah
Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar
Grafika
Peraturan Perundang-undangan UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279)
Permenaker Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Upah Minimum
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000
Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20
dan Pasal 21 Permenakertrans Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah
Minimum
102
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 Tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561.4/73/2011 Tanggal 18 November
2011 Tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2012
Sumber lain
http://sribd.com/Analisis-Penentuan-Penetapan-Upah-Minimum-Regional-diJawa-Tengah/
http://wikipedia.org/Upah-minimum-regional
http://gajimu.com/main/gaji/Gaji-minimum/faq
Muhammad Solikin, Kompasiana.com, diakses pada 14 Mei 2012
Maitreyi Bordia, Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Pasar Tenaga
K erja : K asus Ti mor Lest e dalam P erspektif K om parat if,
http.//www.google.com
Download