BIOEKOLOGI MAKRO ALGA LAUT, BUDIDAYA DAN PEMANFAATANNYA 1. PENDAHULUAN Alga adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak berpembuluh dan termasuk dalam kelompok Thallophyta atau dikenal dengan tumbuhan bertalus. Tidak memiliki akar batang dan daun sejati tetapi hanya menyerupai saja. Hidup menempel pada substrat dengan menggunakan holdfast. Berklorofil a untuk fotosintesis dan juga mengandung pigmen lainnya. Pemanfaatan alga untuk menunjang kehidupan manusia telah banyak dilakukan didalam berbagai bidang baik pangan maupun sandang. Semua usaha pemanfaatan alga telah dilakukan baik sacara tradisional maupun intensif dalam berbagai aspek, seperti dalam budidaya untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal, juga di berbagai bidang industri, dalam skala kecil, industri rumah tangga dan dalam skala besar, pabrik dan lain-lain. Di bawah ini akan dibahas tentang bioekologi alga, budidaya dan pemanfaatannya. 2. BIOLOGI ALGA 2.1. Klasifikasi Dan Morfologi Alga yang mula-mula ada di bumi kurang lebih sekitar tiga milyar tahun yang lalu adalah cyanobacteria (atau ganggang biru-hijau), yang melakukan fotosintesis, sel prokariotik tidak berinti sel. Kemudian muncul jenis-jenis alga yang lain yang memiliki inti sel, sel kompleks multiselular atau Sel eukariotik. Alga adalah tanaman laut yang di kelompokkan dalam 2 kelompok besar makro alga dan mikro alga, mikro alga (berukuran kecil) tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi hanya boleh dilihat dengan menggunakan alat bantu yaitu mikroskop. Sebaliknya alga makro atau alga yang berukuran besar dapat dilihat langsung (kasat mata). 1 Alga terdiri atas 8 divisio dan tersebar dalam 16 kelas dengan sejumlah ordo, family, genus dan spesies. Pembagian klasifikasi di tingkat divisio menurut Sze (1986), adalah sebagai berikut : Divisio Cyanophyta (cyanobacteria atau blue-green algae) Class Cyanophyceae Divisio Prochlorophyta Class Prochlorophyceae Divisio Chlorophyta (green algae) Class Prasinophyceae OR Class Micromonadophyceae Class Chlorophyceae Class Chlorophyceae Class Charophyceae Class Charophyceae Class Ulvophyceae Class Pleurastrophyceae Divisio Chrysophyta Class Chrysophyceae (golden brown algae) Class Prymnesiophyceae (=Haptophyceae) Class Tribophyceae (=Xanthophyceae) (yellow-green algae) Class Eustigmatophyceae Class Raphidophyceae (=Chloromonadophyceae) Class Bacillariophyceae ( = Diatomophyceae) (diatoms) Class Phaeophyceae (=Fucophyceae) (brown algae) Divisio Rhodophyta (red algae) Class Rhodophyceae Subclass Florideophycidae Subclass Bangiophycidae Divisio Pyrrophyta (=Pyrrhophyta=Dinophyta) (dinoflagellates) Class Dinophyceae Divisio Cryptophyta (cryptomonads) Class Cryptophyceae Divisio Euglenophyta (euglenoids) Class Euglenophyceae Di perairan Indonesia menurut Weber Van Boss ditemukan adanya 782 jenis alga yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Meliputi 179 alga hijau, 134 alga coklat dan 425 alga merah. 2 Pembangian alga ditingkat divisio dan kelas (Sze, 1986), secara khusus didasarkan pada : 1. Pigmen pengektasi cahaya untuk fotosintesis 2. Cadangan polisakarida 3. Organisasi selular 4. Morfologi 5. Ekologi Klasifikasi alga laut, makro alga menurut Dawes (1981), terdiri dari 3 divisio yaitu Rhodophyta alga merah, Phaeophyta alga coklat dan Chlorophyta alga hijau. Sedangkan menurut Vanden Brook (1995), makro alga terdiri juga atas 3 divisio yaitu divisio Chlorophyta alga hijau, Rhodophyta alga merah dan Heterokontophyta alga coklat, nama division alga coklat dari ketiga penulis berbeda. Ternyata dengan berkembangnya ilmu taksonomi maka banyak para ahli mengelompokkan alga pada tingkat divisio yang sama namanya tetapi ada yang berbeda. Begitu juga ada yang mengelompokkan Chlorophyceae, Rhodophyceae dan Phaeophycea kedalam kelas tetapi yang lain memasukkannya ke tingkat taksa yng lebih tinggi sedikit yaitu sub phylum/division. Memang taksonomi alga ini masih sulit dasar pengelompokkannya menurut kata beberapa ahli alga (De wreede dan Klinger, 1987). Pada table 1 dapat dilihat contoh alga yang disusun atau dikelompokkan berdasarkan karakteristik yang ada dan dimasukkan dalam susunan hirarki taksonomi mulai dari tingkat divisio sampai genus. Table 1. Tingkatan Klasifikasi Ulva lactuca L. Laminaria saccharina Suffix (L.) Lamouroux Division Chlorophyta Chrysophyta -phyta Class Chlorophyceae Phaeophyceae -phyceae Order Ulvales Laminariales -ales Family Ulvaceae Laminariaceae -aceae Genus Ulva Laminaria Species lactuca saccharina Tubuh alga berupa thalus. Thalus alga berkisar dari sel soliter kecil sampai besar, struktur multiselular kompleks. Jenis struktur yang berbeda penting dalam 3 mengelompokkan spesies untuk klasifikasi. Pengelompokan jenis eukariotik yang berbeda yang ada pada alga adalah sebagai berikut : (A) Sel flagella soliter . Jenis ini dianggap primitif di antara alga eukariotik. sel flagella bervariasi dalam jumlah dan bentuk dan fungsi pengaturan flagella. (gambar 1.a) Contoh: Trachelomonas. (B) Sel flagella Koloni Sel dapat bervariasi dalam pengaturan sel mereka dan bagaimana sel-sel berada bersama-sama. Umumnya, koloni memiliki sel bentuk piring datar atau dalam sebuah bola ( gambar 1.b). Dalam jenis yang tersisa, sel-sel non-flagellated dalam kondisi vegetatif (nonreproductive). Contoh : Stephanosphaera (C) Agregasi Palmelloid Sel dipisahkan dari satu sama lain dalam lendir dan mempertahankan beberapa fitur sel flagellated, seperti badan basal, eyespot dan vakuola kontraktil (gambar1.c). Pada tahap palmelloid dapat terjadi di mana sel kehilangan flagela dan mengeluarkan lendir yang luas. Kondisi palmelloid adalah kondisi normal, dalam beberapa alga. Contoh : Gloeocytis Sel tidak berflagel dan koloni . Sel kemungkinan soliter, terpisah atau terkait dalam koloni reguler. (gbr. 1. d, e) Contoh: Eremosphaera, Tetraedron (E) Amoeboid atau sel rhizopodial Jenis ini termasuk sel-sel soliter dan koloni sel amoeboid. kurang dinding sel, atau kemungkinan tertutup oleh struktur lain, seperti lorika berbentuk cangkir (gambar 1.g).Contoh: Chrysamoeba (F) Filamen Didalam filamen sel-sel sejajar dari ujung ke ujung dengan dinding bersama tersusun oleh sel-sel yang berdekatan 4 a b c d. e. f g. h. Gambar 1. Tipe-tipe morfologi alga. Pada filamen uniseriate, sel-sel tersebut diatur dalam seri tunggal. filamen Multiseriate memiliki lebih dari satu rangkaian sel tapi 5 masih mempertahankan penampilan seperti benang-dasar. Mungkin filamen tidak bercabang (gambar 1.h) contoh ; Erythrothrchia . Filament bercabang (gbr. 1.i) contoh ; Callithamnion. Dalam spesies berserabut lebih kompleks, perubahan cukup dapat terjadi antara cabang-cabang. filamen bercabang Banyak memiliki sistem yang berbeda dari cabang bersujud tumbuh menempel pada substrat dan sistem tegak terbuka lebih memperluas cabang bebas dari substrat (gbr.1.j). Filamen ini dijelaskan sebagai heterotrichous. Pada beberapa spesies filamen, cabang-cabang tidak menyebar terpisah dalam pola percabangan terbuka tetapi dilibatkan untuk membentuk suatu massa yang kompak alga tersebut disebut alga pseudoparenchymatous. (G) Thalli Parenchymatous. Tipe thalus adalah bentuk filament multiseriate. Dalam konstruksi parenchymatous pembagian sel dalam 3 ukuran ; masa sel filament gepeng, menyerupai daun dan silinder yang tersusun lurus serupa tabung. Alga parenchymatous adalah konstruksi yang paling maju. Menurut sebagian ahli botani memasukkan alga ini kedalam dunia tumbuh-tumbuhan dan secara morfologi tubuh alga tidak memiliki akar, batang, dan daun yang sejati seperti layaknya tumbuhan tingkat tinggi, tetapi hanya menyerupai saja bagian-bagian tersebut karena alga hanyalah berbentuk talus belaka dan di masukkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah. Untuk dapat tumbuh bagi alga yang berukuran besar (makro alga) memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup. Alga epifit pada benda-benda lain seperti, batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu, cangkang moluska dan epifit pada tumbuhan lain atau alga jenis yang lain (Kumampung, 1984). Alga yang berukuran kecil (mikro), hidup melayang atau menempati kolomkolom air yang ada di perairan disebut phytoplankton. Bentuknya bervariasi, satu sel atau koloni (diatom, dinoflagelata dan lain-lain). 6 Makro alga umumnya epifit memiliki bagian talus yang khusus untuk menempel pada subsrat bagian yang menyerupai akar, ini di sebut holdfast. Menurut Sze, (1986) tipe holdfast pada alga makro adalah sebagai berikut : a. Talus benar-benar diluruskan /menyebar menempel pada substrat (encrusting) b. Rhizoids/ rhizoidal pada pangkal talus c. Heterotrichy (lembaran /lampiran) Cabang dimodifikasi membentuk dasar untuk lampiran, pertumbuhan kembali cepat dari dasar jika sistem hilang d. Diskoid Pada jaringan (parenchymatous atau pseudoparenchymatous) membentuk dasar makroalga yang lebih besar e. Haptera Cabang/batang membentuk seperti jari-jari. 2.2 Pigmen Fotosintesis Untuk tumbuh dan berkembang alga ini membutuhkan cahaya untuk melakukan proses fotosintesis dimana alga ini bersifat autotrof dan mensitesa sendiri makanannya dengan bantuan sinar matahari. Dalam penyerapan sinar matahari alga memiliki pigmen fotosintesis yaitu klorofil a yang terdapat pada semua jenis alga. Untuk proses fotosintesis klorofil dibantu dengan pigmen lainnya. Jenis-jenis pigmen yang dikandung oleh alga adalah pigmen klorofil yaitu klorofil A, klorofil B, klorofil C1, C2 dan klorofil D (gambar 2). Pigmen caroten yaitu β-caroten, fucoxanthin, siphonaxanthin dan peridinin (gambar 3). Pigmen phycobilin yaitu phycoerythrobilin dan phycocyanobilin (gambar 4), Secara rinci pembagiannya menurut divisi alga dapat dilihat pada table 2. 7 CH2 CH CH3 CH2 CH CHCH2CH3H3C CH2 b a CH2 c d Gambar 2. Struktur pigmen chlorophyll (a) chlorophyll A, (b) chlorophyll B, (c) chlorophyll Ci, (d) chlorophyll D 8 CH3 CH,COO 9 Gambar 3. Struktur pigmen carotenoid (a) β-carotene, (b) fucoxanthin, (c) phonaxanthin, (d) peridinin. Gambar 4. Pigmen Phycobiline (a). Phycocyanobiline (b). Phycoerythrobilin 10 Tabel 2. Pigmen fotosintesis pada alga Divisio Pigmen Fotosintesis Cyanophyta chlorophyll A; phycocyanobilin, phycoerythrobilin Prochlorophyta chlorophylls A, B Chlorophyta chlorophylls A, B Chrysophyta chlorophylls A, C, and C2; fucoxanthin Pyrrophyta. chlorophylls A,C, C2; peridinin, fucoxanthin Cryptophyta Cryptophyta chlorophylls chlorophylls A, C2; phycocyanobilin Euglenophyta chlorophylls A, B Rhodophyta. chlorophyll A; D phycoerythrobilin Dalam mensintesa makanan (fotosintesis), di dalam tubuh alga ada sejumlah karbohidarat yang tersimpan sebagai cadangan makanan berupa pati (starch) (alga hijau), laminarin( alga coklat) dan florideon starch (alga merah) ini menurut Dawes (1981) terutama pada makro alga laut. 2.3 Reproduksi dan siklus hidup alga Reproduksi adalah perkembangbiakan dari suatu orgsanisme menjadi organisma yang baru. Reproduksi adalah salah satu strategi untuk memepertahankan keberadaan populasinya di alam, agar tidak punah karena, predasi, kompetisi, hama dan penyakit dan aging (Kimbal 1992). Ada dua cara reproduksi yaitu cara aseksual dan seksual, yang amat berbeda antara cara yang satu dengan yang lainnya. Pada alga juga berlaku kedua macam cara reproduksi tersebut. Yaitu reproduksi aseksual dan seksual. 11 2.3.1 Reproduksi secara aseksual. Reproduksi aseksual yaitu di mana suatu organisme baru dihasilkan dari induk tunggal, tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina. Reproduksi aseksual dapat terjadi dengan cara pembelahan sel, fragmentasi dan spora. Pembelahan sel cara biner untuk jenis alga uniselular, dari satu sel menjadi dua sel. Cara fragmentasi adalah thalus alga dipotong-potong atau dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang kemudian nantinya jika hidup pada substrat yang cocok akan tumbuh menjadi individu yang baru. Kemudian reproduksi aseksual dengan cara spora adalah dimana spora dapat diproduksi dalam sel vegetatif yang normal atau sel khusus. Spora yang dikeluarkan akan membentuk individu yang baru. Spora dapat bersifat motil maupun non motil. Pada Reproduksi aseksual, Individu baru yang dihasilkan adalah sama persis dengan induknya. Pada makro alga lebih khusus pada alga merah Gracilaria sp. tetraspora yang dihasilkan oleh alga tetrasporophyte akan mengalami meosis terlebih dahulu sehingga terjadi reduksi jumlah kromosom terbagi yang tadinya diploid menjadi haploid. Spora ini akan tumbuh menjadi individu yang baru yaitu alga gametophyte jantan dan betina yang haploid, dan hidup bebas di alam. 2.3.2 Reproduksi secara Seksual Reproduksi seksual terjadi karena adanya penyatuan gamet jantan dan betina. Gamet mungkin identik dalam bentuk dan ukuran (isogamy) dan (heterogamy) yang berbeda. Beberapa bentuk sederhana alga seperti Spirogyra bereproduksi dengan metode konjugasi reproduksi seksual. Dalam proses konjugasi, dua untai berserabut (atau dua organisme) dari bahan jenis alga yang sama pertukaran genetik melalui tabung konjugasi. Antara dua untai, salah satu bertindak sebagai donor dan lain berfungsi sebagai penerima. Setelah bertukar materi genetik, dua alur terpisah dari satu sama lain. Penerima kemudian dapat menimbulkan organisme diploid. Proses reproduksi secara seksual pada alga yang lebih maju lagi jaringan reproduksinya, dimulai 12 ketika alga gametofit jantan dan gametophyte betina dewasa menghasilkan gamet haploid melalui pembelahan sel mitosis, yang kemudian melebur menjadi satu (fertilisasi) untuk membentuk zigot diploid yang berkembang menjadi tumbuhan sporophyte atau tetrasporophyte. Jadi pada alga kedua macam reproduksi (aseksual dan seksual) dapat berlangsung di dalam satu siklus hidupnya. Dan akan terjadi pergantian generasi dari generasi tetrasporophyte atau sporophyte yang diploid (2n) menjadi generasi gametophyte haploid (1n) yang hidup bebas di alam (Free living) .Tetapi ada juga dimana kedua fase tersebut ada bersamaan hidup bebas di alam. Apabila kedua generasi alga tersebut dalam penampilan/ penampakan thalusnya terlihat sama disebut isomorphik dan jika berbeda disebut heteromorphik. Contoh alga isomorfik yang siklus hidupnya triphase yaitu Gracilaria sp. Siklus hidupnya yaitu sebagai berikut (lihat gambar 5). Dimana Siklus hidup Gracilaria sp ini juga terjadi pada kebanyakan alga merah, dimana akan melalui tiga generasi (trifasik) yaitu generasi tetrasporophyte (2n) dan generasi gametophyte(1n) yang merupakan tanaman yang hidup bebas di alam. Dan generasi karposporophyte tidak hidup bebas di alam (non living) wujudnya kecil seperti bintil-bintil disebut cystocarp (2n), menyerupai parasit tetapi bukan parasit yang hidupnya menempel pada batang gametophyte betina. Terjadinya Cystocarp (2n) ini berawal dari peleburan antara gamet (1n) jantan dan betina (1n), terjadi di carpogonial branch yang ada trikogen. Setelah fertilisasi kemudian membentuk cystocarp yang didalamnya terdapat spora disebut carpospora. Cystocarp ini 2n yang tidak dapat hidup bebas dan tidak bergerak (bersifat parasit).Nanti saat cystocarp ini membuka dan carpospores ini keluar dilepaskan ke perairan kemudian carpospora ini akan menempel pada substrat yang cocok dan akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang baru yaitu tetrasporophyte.Tanaman tetrasporophyte ini setelah dewasa akan membentuk spora yang disebut tetraspora(2n), spora ini akan mengalami meosis, membela dan terjadi reduksi kromosom dari 2n menjadi 1n. 13 Setelah mendapatkan substrat yang cocok maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang baru yaitu alga gametophyte jantan dan Gambar 5. Siklus Hidup Alga Gracilaria sp (Gerung, 2001) betina. Setelah dewasa menghasilkan gamet dan terjadi fertilisasi, membentuk cystocarp lagi dan seterusnya. demikian siklus hidup ini berlangsung di alam.(Dawes, 1981;Dawson 1966). . 14 3. MANFAAT ALGA 3.1 Ekonomi Alga sejak dahulu telah dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan dan obat-obatan. Dahulu kala di Cina alga digunakan sebagai jenis makanan istimewa dan disajikan kepada kaisar Cina. Demikian juga dengan di Jepang, orang jepang menganggap alga sebagai jenis makanan yang penting. Alga telah dimanfaatkan untuk di makan langsung sebagai lalapan, asinan, oleh manusia bahkan hewan ternak. Alga dijadikan bahan makanan karena mengandung komposisi utama sebagai bahan pangan yaitu karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat terdiri sebagai bahan gumi, maka hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap dalam pencernaan manusia, sehingga baik juga untuk di gunakan sebagai bahan diet makanan. Kandungan protein dan lemak juga sangat sedikit. Begitu pula dengan kandungan mineralnya, yang paling banyak terdiri dari natrium dan kalsium. Kadar airnya cukup besar terutama alga laut yaitu mencapai 80-90 persen. Kandungan gizi alga yang terpenting adalah pada trace element, khususnya yodium. Sehingga orang yang banyak mengkonsumsi alga laut terhindar dari penyakit gondok yang disebabkan karena kekurangan zat yodium. Dalam dinding sel alga laut yang terdiri dari senyawa polisakarida yaitu selullosa yang mengandung bahan phycocholloid yang dapat diekstrak untuk dimanfatkan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, yaitu mengandung agar, karageenan dan asam alginat, yang dapat diekstrak untuk dipakai dalam industri makanan, tekstil, farmasi dan industri kertas, pupuk, dan lain-lain. Sehingga alga ini mempunyai nilai ekonomis. Menurut Zaneveld (1956) dalam Kordi (2010) bahwa ada 56 jenis alga yang telah di manfaatkan di Indonesia, yang meliputi 16 jenis alga hijau, 9 jenis alga coklat dan 31 jenis alga merah. Selanjutnya Anggadiredja et al (1996) berhasil menginventarisir 61 jenis dari 27 famili rumput laut yang sudah bisa dijadikan makanan oleh masyarakat wilayah pesisir dan 21 jenis dari 12 famili yang telah digunakan sebagai obat tradisional. Dan ada 10 jenis alga paling banyak dibudidayakan di belahan dunia. Sedangkan Jenis alga yang dapat dimanfaatkan 15 sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas. Adalah Ptilophora sp 3.1.1 Agar Agar adalah produk kering tidak berbentuk (amorphous), mempunyai sifat seperti gelatin, dan merupakan hasil ekstraksi non nitrogen. Tidak semua alga menghasilkan agar, hanya alga merah yang masuk dalam kelompok agarophytelah yang memproduksi agar. Sifat-sifat agar antara lain, dengan kemurnian tinggi tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas, etanolamida dan foramide (Selby dan Wyne, 1973 dalam Hermiati, 1992). Pada suhu 32oC – 39ºC berbentuk solid dan tidak mencair pada suhu dibawah 85ºC (Sugiarto dkk,( 1978). Dalam keadaan kering alga sangat stabil, pada suhu tinggi dan pH rendah akan mengalami degradasi. Agar memiliki daya gelasi yang cukup baik, dan komponen agar yang bertanggung jawab atas daya gelasi tersebut adalah agarose. Daya gelasi agar juga tergantung pada spesies alga serta perbedaan kondisi daerah dan iklim (Winarno, 1990). Nilai kandungan agar dan kekuatan gel dari beberapa spesies alga dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan agar pada Gracilaria sp berkisar antara 8-44 %. (Gerung,2001; Kumampung ,dkk 2006 dan Sariono, dkk 1999). Pada alga Gracilaria perplexa sp.nov. kandungan agarnya kurang lebih 30 % dan tipe agarnya adalah agar yang mengandung muatan sulfat atau agaropektin (Byrne,dkk 2002). Selain pada tabel 3 alga lain juga yang mengandung agar yaitu Gelidium, Gracilaria sp, Pterocladia sp, dan Acanthopeltis japonica. Secara komersil agar dapat dipisahkan menjadi agarose dan agaropektin. Agarose umumnya bebas sulfat sedangkan agaropektin mengandung muatan sulfat (Bird dan Benson, 1987). Senyawa-senyawa penyusun agar-agar agarose dan agaropektin adalah : a. Neutral agarose ; (13) D-galaktosa dan (14) anhydro-L-galaktosa b. Methylated agarose ; (13) 6-0-methyl-D-galaktosa dan (14) anhydroL-galaktosa. c. Pyruvated agarose, (13) 4,6 0-1 carboxyethylene) D-galaktosa dan (14) anhydro-L-galaktosa 16 d. Sulphated galactan, (1) D-galatosa dan (14) L-galaktosa-6-sulphate 3.1.2 Kegunaan Agar Agar digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri. Seperti industri makanan, farmasi, industri kertas, tekxtil dan lain-lain. Industri Makanan. Agar digunakan dalam industri ditambahkan sebagai makanan, pada bahan baku didalam bermacam-macam makanan adonan atau resep. Seperti pembuatan pudding, sup, sayuran dan berbagai jenis kue. Didalam pembuatan sup dan saus fungsinya untuk menambah viscositas. Didalam pembuatan es krim, permen jelly, digunakan untuk mengentalkan, begitu juga dalam susu. Tabel 2. Kandungan Agar dan Kekuatan Gel alga Gracilaria sp. Jenis Alga Kandungan Agar (%) Kekuatan Gel - Gametophyte 37,50 22, 40 ± 0,7 - Tetrasporofit 38,30 29,20 ± 1,8 Gracilaria salicornia 20,20 - Tetrasporofit 9,52 Gracilaria salicornia 8,6 0 Gracilaria salicornia 10 Gracilaria chilensis 91,29 42,92 80,00 - 11-16 Gracilaria vermiculophylla 11,6 - 45,7 Gracilariopsis longissima 11,6- 45,7 Sumber (gr/cm ) Gracilaria bursapastories - Gametophyte Lokasi 2 - Gracilariaopsis lemaneiformis Menurun 25% 22,25 - 85,00 22, 25 - 91,00 954 Gracilaria vermiculophyla 15,3 1,064 Gracilaria coronopifolia 17,5-21,0 560-652 17 Mediterranean coast, France Pantai Malalayang, Manado. Soriano,dkk (1998) Kumampung,dkk (2006) Bibit dari Teluk Gerung,dkk(1999). Manado,Budidaya di Jepang (terkontrol) Malaysia Phang 1994 dalam Kumampung(2006) Australia Selatan Bayrne, dkk (2002) Teluk California Teluk California Teluk California Rojas,dkk (2004) Rojas,dkk (2004) Leija,dkk (2004) Pantai Tongkaina, Manado Higuera,dkk 2008) Watung (2011). Pada pembuatan es krim dan keju peranan agar juga mengatur keseimbangan dan memberikan kehalusan (smoothness). Karena daya buihnya yang rendah. Didalam makannan peranannya juga sebagai pemenuhan karbohidrat meskipun sulit dicerna dan bergizi rendah, digunakan sebagai bahan diet, untuk melangsingkan. Dalam minuman juga digunakan sebagai clarifying agent pada minuman bir, anggur, kopi dan sebagai stabilisator dalam minuman coklat. Dalam hal pengangkutan ikan yang telah dimasak dan diawetkan, ikan akan dimasukkan kedalam gel agar-agar. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa negara. Di Jepang telah lama menggunakan agar-agar dalam proses pengalengan ikan tuna, fungsinya untuk mencegah terjadinya warna hitam. Di Australi menggunakan teknik ini untuk menghindari atau melindungi terjadinya proses pembusukan ikan. Industri Farmasi Dalam bidang farmasi peranan agar biasanya digunakan sebagai media kultur bakteri untuk uji coba berbagai jenis antibiotika. Selain penumbuhan bakteri juga jamur, dimana biasanya di dalam media agar tersebut ada penambahan nutrien kedalam media kultur bakteri. Agar-agar untuk pertumbuhan bakteri sebaiknya masih tetap cair bila digunakan sampai 42oC dan tetap kuat pada suhu 370C bakteri yaitu menggunakan suhu incubator. Ada beberapa bakteri yang mampu mencerna agar-agar yaitu bakteri Vibrio agar lequefaciens dan ada lagi bakteri lainnya, ada 20 jenis bakteri. Bakteri ini juga digunakan untuk menguji apakah kandungan phycocoloid yang diekstrak dari alga benar-benar agar atau bukan, karena bakteri ini tidak memakan karagenan. Selain itu juga dipakai sebagai bahan tambahan pada kapsul pembungkus obat. Juga sebagai bahan pengental dalam berbagai jenis obat sirup. Juga sebagai bahan baku dalam kosmetika sebagai cream, lotion, untuk mengentalkan. Industri Tekstil Agar digunakan dalam proses textile sizing. Bagi agar yang bermutu tinggi 18 digunakan untuk proses sizing pada kain sutra, yang mutunya rendah digunakan untuk jenis tekstil macao, muslin, nonsoaks, voil dan lain lain. Agar yang baik dapat diambil dari chondrus dan Gigarina. Industri Fotografi Agar-agar bermanfaat terutama dalam proses pembuatan pelat film. Meskipun pada mulanya mereka lebih memilih gelatin untuk proses pembuatan pelat film tetapi sekarang memakai agar-agar karena lebih baik dari gelatin dalam hal untuk mendapatkan pelat film yang lebih tipis, larut dalam air dan tidak meleleh dalam suhu tropis serta cara pembuatannya lebih muda. Industri Kulit Agar digunakan dalam proses akhir industri kulit untuk memantapkan permukaan kulit yang halus (gloss) dan kekakuan kulit. Juga pakai dalam pembuatan perekat (adhesive) tingkat tinggi yang banyak digunakan dalam industri plywood. 3.1.3 Ekstraksi Agar Untuk mengekstrak kandungan agar pada alga merah salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menurut Chirapart dan Ohno (1993) yang telah di modifikasi adalah sebagai berikut : Sampel alga dijemur di bawah sinar matahari hingga kering, kemudian dengan timbangan Ohaus alga kering ditimbang (A gram) sebanyak 5 gram dimasukkan dalam 5 % larutan NaOH, diinkubasi selama 2 jam pada temperature 70oC dalam water bath. Setelah itu dibersihkan dengan air. Selanjutnya alga dimasukkan dalam 100 ml larutan H2SO4 1,5 % diaduk selama 1 jam. Kemudian dibersihkan dengan air sampai semua asam tercuci bersih. Setelah itu sampel alga ditambah air suling 150 ml kemudian direbus. Dalam keadaan panas agar disaring dengan kain halus, didinginkan kemudian endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam. Selanjutnya agar ditimbang (B garam) utnuk diketahui beratnya. 19 Prosentase agar dihitung dengan menggunakan rumus : Berat kering Agar (B gram) Agar (%) = ---------------------------------------- x 100 Berat Sampel Alga (A gram) 3.1.4 Kekuatan Gel agar Untuk mengukur kekuatan gel digunakan metode Gel Strenght, yang disederhanakan oleh Hatta dan Hermiati (1992). Larutan agar 2 gram dipanaskan dengan larutan KCL dengan konsentrasi 0,3 % dalam 100 ml aquades. Filtrat yang diperoleh dituangkan ke dalam 3 tabung reaksi sebanyak 15 ml, lalu diletakkan di tempat datar dibiarkan menjedal pada suhu kamar. Kemudian tabung reaksi dipasang pada alat pengukur kekuatan gel. Setelah itu beban (M) diletakkan pada piring piston yang bagian atas mulai beban yang ringan. Kunci piston dibuka dengan hati-hati. Dibiarkan piring piston pada bagian bawah (A) bergerak lambat ke bawah sampai mengenai permukaan gel dan biarkan beberapa saat. Bila permukaan tidak tembus, maka beban ditambah lagi secara hati-hati. Setiap penambahan beban biarkan piston beberapa detik di atas permukaan gel, diamati gerakannya. Perlakuan ini dilakukan terus sampai satu saat beban cukup berat dan piring piston bagian bawah mampu menembus permukaan gel. Kekuatan gel dapat dihitung degan rumus sebagai berikut : M Kekuatan Gel = ----------------------- gram/cm2 A Dimana : M A = Massa/berat beban (gram) = Luas piring piston bagian bawah (cm) 20 3.2 Ekologis Secara ekologis alga laut merupakan mata rantai dalam siklus rantai makanan di perairan karena memproduksi zat-zat organik dan mensuplai oksigen, hasil akhir dari fotosintesis. Penahan substrat, dan sebagai penyaring air (Dawes 1981). Alga juga berfungsi sebagai bahan makanan dari berbagai jenis biota laut seperti antara lain ikan, limpet dan siput, juga sebagai tempat berlindung dan pembesaran. Manfat lainnya secara ekologis adalah memelihara keutuhan terumbu karang dengan cara melekatkan terus menerus berbagai potongan kalsium karbonat menjadi satu, sehingga dapat memperkuat kerangka terumbu karang dari kerusakan yang diakibatkan oleh gerakan ombak dan mencegah tertepisnya potongan-potongan individual dan terumbu ( Nybakken, 1992). Menurut Duxbury dan Duxbury, alga juga bermanfaat sebagai penghasil kapur yang berguna bagi pertumbuhan karang di daerah tropis (Kumampung, dkk, 2009) Dalam masalah global saat ini mengenai pencemaran di darat laut maupun udara, mengantisipasi semua itu alga dapat dijadikan alternative dalam pemecahan masalah tersebut. Masalah pencemaran dilaut oleh logam-logam berat telah dilakukan. Beberapa spesies alga mampu mangadsorpsi ion-ion logam. Baik dalam keadan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa) Beberapa laporan mengemukakan bahwa gugus fungsi yang terdapat di dalam alga mampu melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfudril, amino, iomodazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat didalam dinding sel dalam sitoplasma. Sedangkan masalah pencemaran udara salah satu penyebab karena tingginya Carbondioksida di udara sehingga mengakibatkan meningkatnya pemanasan bumi, melalui budidaya alga masalah emisi gas carbon akan teredam sehingga akan terjadi pengurangan karbondioksida lewat proses fotosintesis. 21 4. TEKNOLOGI BUDIDAYA ALGA Begitu banyaknya manfaat alga sehingga banyak dieksploitasi dan lebih banyak diambil dari alam sedangkan kebutuhan akan alga cukup besar sehingga produksinya tidak memenuhi kebutuhan yang ada. Untuk mengantisipasi hal itu semua, maka perlu adanya usaha budidaya alga untuk mendapatkan produksi yang maksimal. Budidaya merupakan langkah yang paling tepat dalam usaha meningkatkan produksi alga, sehingga diharapkan kebutuhan akan alga dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan, suplai alga dapat lebih lancar,teratur baik dalam jumlah maupun mutunya. Dalam usaha budidaya ada banyak permasalahan yang dihadapi termasuk masalah lokasi kelayakan budidaya. Pemilihan lokasi budidaya yang tepat merupakan tahap awal yang harus dilakukan untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut atau alga laut yang berkelanjutan. Banyak factor yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi budidayaalga laut ini (Mubarak et.al. 1990 dalam Radiarta, 2007). Lokasi budidaya yang baik adalah didaerah teluk atau perairan yang setengah terbuka dengan pergerakan arus air dan gelombang yang tidak terlalu keras. Untuk budidaya didasar (Bottom Cultur) dasar perairan harus diperhatikan terutama jenis substratnya haruslah sesuai dengan speises alga yang akan dibudidayakan.Juga kualitas perairan haruslah sesuai untuk pertumbuhan alga. Masalah biologi alga seperti bibit, pemilihan bibit yang baik atau bibit unggul, yang tahan terhadap hama dan penyakit. Dari segi transportasipun harus diperhatikan terutama dalam hal pemasaran nanti. 4.1 Pemilihan Jenis dan bibit unggul Jenis alga yang ada di wilayah laut nusantara kita cukup banyak temasuk yang mempunyai nilai ekonomis. Seperti jenis alga carragenophyt (tanaman yang mengandung karagenan) dan jenis agarophyt (tanaman yang 22 mengandung agar-agar). Umumnya kedua jenis alga tersebut telah banyak mendapat perhatian untuk diolah atau dikembangkan melalui teknik budidaya. Pemilihan jenis alga yang akan dibudidayakan sangat tergantung pada produk akhir yang diinginkan. Jika yang diinginkan hasil akhirnya adalah agar, maka pilihlah alga jenis agarophyt seperti Gelidium, Gracilaria, Pterocladia sp dan Acanthopeltis japonica dan Ahnfeltia plicata. Apabila produk akhir yang diinginkan adalah karaginan maka pilih jenis alga yang jenis caragenophyt seperti Gigartina, Hypnea dan Eucheuma. Apabila hasil akhir yang diinginkan adalah asam alginate maka alga yang akan dibudidayakan adalah kelompok alga coklat seperti Sargassum sp, Turbinaria sp, Dictyota sp dan lain-lain. Dan dalam pemilihan jenis alga untuk dibudidayakan harus melihat juga keadaan thallus alga tersebut yang diambil adalah bibit unggul yang memenuhi beberapa persyaratan yang baik seperti ; keasdaan fisik alga, harus kuat dan tahan terhadap cuaca buruk terutama terhadap ombak, untuk menghindari terjadinya kerontokan. Alga ini juga harus memiliki pertumbuhan harian (daily growth rate) yang cukup baik agar produkktivitasnya akan tinggi. Selain itu juga alga harus yang bebas atau tahan terhadap hama dan penyakit. Salah satu ciri bibit alga yang baik contohnya pada alga jenis Eucheuma spinosum warnanya kemerah-merahan, dengan duri dan percabangan yang lebih banyak (Winarno, 1990). 4.2 Metoda Budidaya Metoda budidaya alga dapat dilakukan dalam beberapa cara, yang paling sederhana atau tradisional adalah menanam atau membudidayakan alga di tempat asalnya dengan cara menebarnya di sekitar perairan tempat tumbuhnya yaitu pada substrat alami berupa tanah berpasir, atau batu karang mati yang ada. Sedangkan yang telah menggunakan teknologi yang lebih baik lagi memanfaatkan bahan-bahan yang ada seperti tali rafia, botol aqua untuk pelampung. Dan yang lebih maju lagi adalah dengan memanfaatkan material sebagai alat bantu budidaya alga yang lebih baik lagi seperti menggunakan bola pelampung, tali nylon dan jaring dari bahan polyetilen bahkan kerangka besi dan lain-lain hasil teknologi. Juga bibit 23 yang di gunakan untuk penanamanpun hasil dari kemajuan teknologi seperti kultur jaringan. 4.2.1. Budidaya makro alga Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam budidaya alga adalah sebagai berikut : A. Pemilihan lokasi - Perairan dasar pasir berbatu dengan tingkat kesuburan yang baik - Bebas dari hempasan ombak besar, jauh dari sumber air tawar dan bahan pencemar - Memiliki tingkat kesuburan yang baik - Parameter kualitas air : Kecerahan : 20-40 cm/detik Suhu : 27-29oC Salinitas : 30-33 ppt pH : 7,5-8,2 Kecerahan : 4-6 m Bahan organic: ≥ 50 ppm B. Teknik budidaya 1. Sistem Terapung Teknik budidaya system terapung ini biasanya menggunakan material sebagai alat bantu untuk menggantungkan alga sehingga berada dalam kondisi terapung di dalam kolom air tempat lokasi budidaya. System terapung ini cara budidayanya dibagi atas; long line, rakit apung dan jalur. Long line 1. Bahan : 24 - Tali multifilament 12 mm sebagai tali utama (main line) dan pemberat - Tali multifilament 5 mm sebagai tali ris - Tali multifilament 2 mm sebagai tali pengikat tali utama dan pelampung - Pelampung kecil (botol aqua) sebagai pelampung tali ris - Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung - Pemberat (beton, batu gunung dll) - Tali rafiah/tali 2 mm /plastik es sebagai pengikat rumput laut 2. Alat : - Pisau dapur - Meteran - Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop 3. Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam. 4. Ukuran long line bervariasi sesuai dengan keinginan yaitu 25 x 30 m, 50 x 50 m 5. Jarak antar titik ikat/titik rumpun tanam adalah 25 – 30 cm Jarak antar tali ris 200 – 300 cm 6. Jumlah pelampung bola 12 buah 7. Jumlah pelampung kecil (botol aqua) 6 / tali ris 8. Jumlah pemberat 12 buah dengan berat masing-masing + 50 kg 9. Bibit yang ditanam antara 75 – 100 g / rumpun 10. Tali pengikat rumput untuk tali rapiah panjangnya 35 -40 cm, sedangkan untuk tali berbentuk gelang diameternya 30 – 40 cm 25 Rakit Apung Bahan : - Tali multifilament 12 mm sebagai tali pemberat - Tali multifilament 5 mm sebagai tali ris - Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung utama - Pemberat (beton, batu gunung dll) - Tali rafiah/tali 2 mm /plastik es sebagai pengikat rumput laut - Bambu - Kayu pasak/usuk - Jaring Alat : - Pisau, parang, gergaji, bor tangan/listrik, pahat, gunting - Meteran - Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam. - Bambu yang baik untuk rakit - Tua dan lurus - Diameter ukuran minimal 5 cm dan panjang minimal 10 m - Tidak pecah - Ukuran rakit maksimal 10 x 10 m yang kecil 4 x 4 m - Jarak antar tali ris 25 cm. - Jarak antar titik tanam / rumpun 25 - 30 cm - Jaring yang digunakan sebagai pelindung meshsize maksimal 2.5 inch - Bentuk / disain tidak mudah berubah dan tali ris kuat terbenang - Bibit yang ditanam antara 75 – 100 gram 26 Gambar 6. Sistem terapung Jalur Bahan : - Tali multifilament 12 mm sebagai tali pemberat dan main line - Tali multifilament 6 mm sebagai tali ris - Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung utama - Pemberat (beton, batu gunung dll) - Tali rafiah/tali 2 mm /plastik es sebagai pengikat rumput ` laut - Bambu Alat : - Pisau, parang, gergaji, bor tangan/listrik, pahat, gunting - Meteran - Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam. 27 Kantong Bahan : - Keranjang kantong terbuat dari benang PE ukuran D18 - 21 - Tali multifilament 6 mm sebagai ttali gantung - Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung utama - Pemberat (beton, batu gunung dll) - Kantong - Pemberat kantong Alat : - Pisau, parang, gergaji, gunting - Meteran - Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam. Gambar 7. Budidaya alga dalam kantong 28 2. Sistem Lepas Dasar PPenanaman rumput alu Sistem Budidaya dengan cara ini dimana alga laut di tanam di dasar perairan. Menggunakan patok dan tali. Patok Bahan : - Tali multifilament 10 mm sebagai tali utama (main line) - Tali multifilament 5 mm sebagai tali ris - Tali rafiah/tali 1 mm /plastik es sebagai pengikat rumput laut - Patok Alat : - Pisau dapur, parang - Meteran - Linggis, cangkul, hammer, Penunjang : Kacamata selam, karung panen. Ukuran Patok ; - Panjang patok maksimal 100 cm - Diameter patok minimal 3 cm - Bahan patok dapat berupa kayu atau besi - Jarak antar patok 50 – 80 cm - 40 % patok dipermukaan perairan - Panjang tali ris 5 meter, jika lebih sebaiknya menggunakan pelampung kecil (botol ) - Jarak antar tali ris 25 – 30 cm - Jarak antar titik tanam 25 – 30 cm - Jarak antara tali ris dengan dasar perairan 30 cm 29 Tebar Tempel Di Tambak : - 1 ha bibit 1 -2 ton disesuaikan dengan kesuburan tambak - Pergantian air minimal satu kali seminggu - Kedalaman air tambak pada minggu 1 – 4 sekitar 40 – 50 cm, minggu ke 4 – 8 kedalaman 60 -70 cm - Apabila pertumbuhan kurang dapat ditambahkan pupuk 20 kg/ha - Tambak harus bersih dari predator dan teritip/siput dan lumut - Bibit ditebar secara terurai Di Laut : - Bibit diikat dengan tali rafiah dan diikatkan pada karang atau batu gunung. kelemahannya adalah mudah diserang oleh predator dan gampang hanyut atau putus C. Hama dan penyakit Hama adalah organisme yang mengganggu, merusak bahkan memangsa rumput laut sehingga dapat menimbulkan kerusakan bahkan kematian. Hama rumput laut dapat berupa ikan herbovora, penyu, bulu babi. Penyakit adalah organisme yang menyerang rumput laut berupa bakteri, virus. Epifit adalah organisme yang menumpang hidup dan tumbuh pada inangnya seperti gulma, atau rumput laut lainnya. Penyebab timbulnya hama dan penyakit adalah : 1. Perubahan suhu perairan yang ekstrim ; - suhu perairan yang tinggi (lebih dari 31 oC) ; akibat panas matahari dan 30 kurangnya pengadukan perairan oleh arus dan gelombang. - suhu yang rendah (dibawah 26 oC) ; akibat cuaca dingin oleh hujan pasokan air tawar 2. Salinitas yang rendah akibat hujan atau limpasan air tawar dari sungai 3. Pencemaran lingkungan seperti limbah industri 4. Turunnya kandungan nutrien 5. Musim spawning Tanda- tanda serangan hama dan penyakit : -Ujung thallus memutih -Pangkal dan batang thallus terdapat bintik putih -Terdapat jamur di thallus, Thallus menjadi kurus, Ujung patah dan luka -Kulit thallus terkelupas -Warna berubah menjadi pucat akibat kehilangan pigmen warna -Rontok karena patah-patah , Warna rumput hitam - Kerdil dan pertumbuhan lambat Penanggulangan hama dan penyakit : 1. Penggunaan jaring. Jaring yang digunakan hendaknaya bersih dari macam kotoran yang menempel dan bebas dari bakteri atau mikroorganisme lainnya. 2. Metode kejut. Penggunaan bahan-bahan yang mengkilap seperti cd dan kertas warnawarni. 3. Metode bunyi yaitu penggunaan botol-botol kecil agar menimbulkan bunyi 4. Metode tenggelam yaitu menurunkan rumput laut beberapa cemtimeter dari kedalaman sebelumnya. 5. Controling dan membersihkan dari epifit lain yang menempel pada jarring maupun pada alga yang di budidayakan dengan cara yaitu mengoyanggoyang rumput laut. 6. Panen 31 7. Penggantian jenis/strain bibit dan penggantian metode penanaman. 8. Pembersihan sarana dan lokasi budidaya 9. Pembatasan jumlah areal budidaya a. Proses Panen - Panen dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Panen rumput laut secara langsung yaitu dengan mengambil rumput laut dengan memotong pada tali ris Kelemahannnya ; waktu digunakan lebih lama Kelebihannya ; bersih, utuh 2. Panen rumput laut dengan memanen bersama tali risnya 3. Panen dengan mengangkat sarana budidayanya seperti rakit 4. Melepaskan rumput laut dengan tali risnya Waktu Panen : -Waktu panen ; disesuaikan dengan pasang surut dan keadaan musim yang terjadi. -Prediksi jumlah panen. Peralatan Panen : - Perahu angkut ; pada sistem apung dan tanam dasar - Rakit apung ; pada sistem tanam dasar - Pisau atau gunting - Karung atau kantong jaring - Terpal - Baju pelampung - Sepatu karet - Tongkat pengait Panen karena alasan khusus; Terserang hama seperti ikan, penyu dan epifit Terkena penyakit seperti ice-ice 32 Rumput laut rusak akibat kondisi perairan yang ekstrim Terkena bencana seperti gelombang dan badai Konstruksi sarana budidaya rusak b. Proses penjemuran alga Penjemuran dapat dilakukan dengan : - Jemur dengan tali ris dengan cara digantung seperti jemuran - Jemur di para-para yang disesuaikan dengan kapasitasnya dan lahan yang tersedia - Plastik terpal - Lantai jemur Standar mutu rumput laut kering - kadar air maksimal 30% - kadar kotoran maksimal 1%, - umur panen 45 hari (eucheuma), dan 60 hari (gracillaria) - bau spesifik rumput laut Penyimpanan - Sebelum di packing, rumput laut diangin-anginkan untuk menghilangkan hawa panas agar tidak lembab - Packing sebaiknya dilakukan dengan press untuk mengurangi volume sehingga menghemat angkutan - Gudang harus kering dan sirkulasi udara lancar - Kemasan packing dijaga agar tidak terjadi kontak dengan lantai gudang 33 Kelompok Alga laut yang banyak dibudidaya di belahan dunia (Anonim, 2007). a. Alga Undaria b. Alga Laminaria 34 c. Alga hizikia d. Alga Eclonia 35 e. Alga Sargassum f. Alga Gelidium 36 g. Alga Gracilaria h. Alga Chondrus 37 Alga Eucheuma Alga phorphyra 38 5. KESIMPULAN Alga banyak di temukan dipermukaan bumi baik, di perairan darat atau air tawar maupun laut. Dikelompokan dalam 8 division dan terdiri dari 16 kelas, dan tersebar dalam ordo, family, genus dan sejumlah spesies yang ada. Secara morfologi tidak dapat dibedakan antara akar batang dan daun tetapi hanyalah berupa bentuk talus belaka. Dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual. Ada mikro alga dan makro alga. Alga banyak manfaatnya; dapat dimakan langsung atau sebagai bahan baku dalam berbagai industri baik industri makannan, tekstil, farmasi dan lain-lain. Karena di dalam dinding selnya mengandung agar, karagenan dan alginate yang dapat diekstrak, sehingga alga mempunyai nilai ekonomis. Secara ekologis merupakan mata rantai dalam siklus rantai makanan di perairan dan mensuplai oksigen. Teknologi budidaya alga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu system apung dan lepas dasar, untuk mendapatkan produksi yang maksimal. Dan selama budidaya berlangsung perlu memperhatikan kondisi lingkungan perairan yang ada dan waspada terhadap hama dan penyakit alga. 39 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. CO2 Removal by seaweed. Ministry of Maritime affairs and Fisheries. Koren Institute of Marine Sci & Tech. Promotion Pusat National University. 5 hal Byrne, K., G.C. Zuccarello, J.West,M.L.Liao and G.T.Kraft. 2002. Gracilaria spesies (Gracilariaceae, Rhodophyta) from southeastern Australia, including a new species, Gacilaria perplexa sp. Nov. : morphology, molecular relationships and agar content. Phycological Research.50:295311. Aslan, I.M, 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 94 hal. Bold, H.C. dan M.J. Wynne. 1978. Introduction to the Algae. Prenticell. Inc. Engelwood Cliff. New Jersey. 710 hal. Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. Jhon Wiley and sonc.inc. Published dimultanconly. Canada. Dawson, E.Y. 1966. Marine Botany and Introduction. Hollt, Rinehart and Winston, Inc. New York Chicago, San Fransisco, Toronto, London. 371 pp Grevo S. Gerung. 2001, Study on Indonesian Gracilariaceae. (Rhodophyta, Gigartinales): Taxonomy, Parasitic, Seed Production, Life History, Growth and Agar Properties Doctor Thesis, Hokkaido University, Graduate School of Fisheries Science, Lab. of Aquatic Breeding Science. Hokkaido, Hakodate. Kimbal, J.1992. Biologi. Edisi ke lima jilid 2. Terjemahan edit S.S Tjitrosomo dan N. Sugiri. Erlangga. Jakarta. Kordi, M.G.H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta. 212 hal. Kumampung, D.R.H., T. Sumarto dan I, Manembu.2009. Struktur Komunitas Alga Laut di Perairan Pantai Malalayang Kota Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan.Volume V Nomor 3, Desember 2009. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado. hal 49-57. Kumampung,D.R.H, B.Soeroto. R.Ch.Kepel. F. Losung. F. Manajang dan J.M. Mamuaja., 2006. Pola Reproduksi Kandungan Agar dan Kekuatan Gel pada Alga merah Gracilaria salicornia (C. Agardh) Dawson dari Pantai 40 Malalayang. Journal of Research and Development Sam Ratulangi University. 29(1):79-184. McConnaughey,B.H. dan R. Zottoli.1983. Pengantar Biologi Laut.C.V.Mosby Company.St.Louis, Toronto, London .Hal 115-134 Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut.Suatu Pendekatan ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 459 hal. Sariano, E.M., E.Bourret.,M.L. de Casabianca., and LMaury. 1999. Agar From The Reproductive and Vegetative Stages of Gracilaria bursa-pastoris. Bioresource Technology. 67:1-5. Sze, P. Algae. Second edition.Wm.c.Brown Publishers. Dubuque, Melbourne, Australia, Oxford, England.256 p Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengelolaan Alga Laut. Pustaka Sinar harapan. Jakarta. 112 hal. Isomorphic adalah dimana secara morfologi bentuk thalus alga hanya satu bentuk yang sama antara alga gametophyte dan tetrasporophyt. Sehingga secara kasat, akan sulit untuk membedakan antara kedua phase alga tersebut pada spesies yang sama. Sebaliknya Hetromorphic dimana secara morfologi bentuk yang berbeda, bervariasi. 41