BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108° 30’ - 111° 30’ BT dan 5° 40’ - 8° 30’ LS dengan batas – batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah barat berbatasan dengan Jawa Barat, dan sebelah timur berbatasan dengan Jawa Timur. Luas wilayahnya 32.548 km² atau sekitar 25.04% dari luas Pulau Jawa. Propinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa (Wikipedia, 2009). Kawasan pantai utara Jawa Tengah memiliki dataran rendah yang sempit. Di kawasan Brebes selebar 40 km dari pantai, dan di Semarang hanya selebar 4 km. Dataran ini bersambung dengan depresi Semarang-Rembang di timur. Gunung Muria pada Zaman Holosen merupakan pulau terpisah dari Jawa yang akhirnya menyatu karena terjadi endapan aluvial dari sungai-sungai yang mengalir. Di selatan kawasan tersebut terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng, yakni pegunungan kapur yang membentang dari sebelah timur Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur) (Wikipedia, 2009). Rangkaian utama pegunungan di Jawa Tengah adalah Pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan. Rangkaian Pegunungan Serayu Utara membentuk rantai pegunungan yang menghubungkan rangkaian Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di timur. Lebar rangkaian pegunungan ini sekitar 30-50 km, di ujung baratnya terdapat Gunung Slamet dan bagian timur merupakan Dataran Tinggi Dieng dengan puncak-puncaknya Gunung Prahu dan Gunung Ungaran. Antara rangkaian Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan dipisahkan oleh Depresi Serayu yang membentang dari Majenang (Kabupaten Cilacap), Purwokerto, hingga Wonosobo. Sebelah timur depresi ini terdapat gunung berapi Sindoro dan umbing, dan sebelah timurnya (kawasan Temanggung dan Magelang) merupakan lanjutan depresi yang membatasi Gunung Merapi dan 7 Gunung Merbabu. Pegunungan Serayu Selatan merupakan pengangkatan zona Depresi Bandung (Wikipedia, 2009). 2.2 Fisiografi Fisiografi Jawa Tengah menurut Bemmelen (1949) terbagi menjadi 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Utara 3. Zona Antiklinorium Bogor Serayu Utara-Kendeng 4. Zona Depresi Jawa Tengah 5. Zona Pegunungan Serayu Selatan 6. Zona Pegunungan Selatan Jawa Daerah penelitian merupakan bagian dari Zona Depresi Jawa Tengah (Bemmelen, 1949) yang didominasi oleh morfologi perbukitan dengan bentukan khas endapan lahar, serta dataran dengan litologi yang sifatnya lunak. Gambar 2.1. Peta Fisiografis Jawa Tengah (Bemmelen, 1949). 8 2.3 Struktur Geologi Regional Secara regional Pulau Jawa dipengaruhi oleh tiga pola, yaitu Pola Meratus (Timurlaut-Baratdaya), Pola Sunda (Utara-Selatan), serta Pola Jawa (Barat-Timur) (Gambar 2.2) (Pulunggono dan Martodjojo, 1994). Gambar 2.2. Pola struktur Pulau Jawa (Pulonggono dan Martodjojo, 1994). Berdasarkan hasil studi pola struktur Pulau Jawa tersebut, Pulonggono dan Martodjojo (1994) menyimpulkan bahwa selama Paleogen dan Neogen telah terjadi perubahan tatanan tektonik di Pulau Jawa. Pola Meratus dihasilkan oleh tektonik kompresi yang berumur 80-52 juta tahun lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal), yang diduga merupakan arah awal penujaman Lempeng Samudra IndoAustralia ke bawah Paparan Sunda. Di Jawa Barat, Pola Meratus diwakili oleh Sesar Cimandiri yang kemudian tampak dominan di lepas pantai utara Jawa Timur. Sesar ini juga berkembang di bagian selatan Jawa. Pola Meratus ini terekam pada kekar-kekar di batuan yang berumur Eosen serta bongkahanbongkahan yang lebih tua, hal tersebut tampak dominan berkembang di bagian selatan Pulau Jawa serta lepas pantai utara Jawa Timur. Pola Jawa berarah barattimur terbentuk 32 juta tahun yang lalu merupakan pola struktur yang paling muda memotong dan merelokasi Pola Struktur Meratus dan Pola Struktur Sunda. 9 Pada Kala Pliosen Akhir struktur yang berkembang adalah Pola Jawa, gaya kompresional pada kala ini mengakibatkan terjadinya perlipatan dan pensesaran dengan arah sumbu lipatan barat-timur, sesar mendatar yang arahnya timur laut- barat daya serta sesar naik dan sesar normal yang arahnya hampir barat-timur (Asikin dkk., 1992). Menurut Sujanto (1975) terdapat tiga pola struktur yang mempengaruhi Jawa Tengah yaitu pola struktur yang berarah baratlaut-tenggara, pola struktur berarah timurlaut-baratdaya, dan pola strukutur berarah barat-timur (Gambar 2.3). Daerah Penelitian Gambar 2.3. Pola struktur Jawa Tengah (Sujanto, 1975). Berdasarkan interpretasi data gaya berat, pola struktur di Jawa Tengah memperlihatkan tiga arah utama (Untung dan Hasegawa, 1975), yaitu: • Arah baratlaut-tenggara terutama di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. • Arah timurlaut-baratdaya yang terdapat di selatan dan timur Jawa Tengah serta di sekitar Gunung Muria, yang merupakan jejak tektonik Kapur-Paleosen yang berbentuk jalur subduksi. 10 • Arah barat-timur yang merupakan pengaruh subduksi Tersier di selatan Pulau Jawa. Ketiga arah struktur tersebut diduga mempengaruhi perkembangan tektonik dan sedimentasi secara regional pada daerah penelitian. Berdasarkan interpretasi data gaya berat (Untung dan Hasegawa, 1975) dan data geologi permukaan pola struktur lipatan di Pulau Jawa berarah relatif barat-timur (Gambar 2.4) (Situmorang dkk., 1976). Gambar 2.4. Pola umum lipatan Jawa dan Madura (Situmorang dkk., 1976). 2.4 Stratigrafi Regional Mengenai stratigrafi daerah penelitian telah banyak ditulis oleh peneliti terdahulu. Stratigrafi daerah ini tersusun oleh urutan batuan yang berumur dari Tersier hingga Kuarter, yang terdiri dari Formasi Rambatan, Formasi Halang, Formasi Kumbang, Formasi Tapak, Formasi Kalibiuk, Anggota Atas dan Bawah Formasi Ligung, Satuan Tuf, Satuan Lava Andesit, Satuan Klastika Gunungapi, Satuan Batuan Hasil Gunungapi Tak Terpisahkan, dan satuan yang dianggap sebagai satuan paling muda adalah Endapam Danau dan Satuan aluvial (Djuri dkk., 1996) (Gambar 2.5). Formasi Rambatan Formasi ini terdiri dari dua bagian yaitu, bagian atas dan bagian bawah. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari batupasir gampingan berselang-seling dengan 11 batulempung gampingan, sisipan konglomerat, lanau, dan batugamping. Bagian atas terdiri dari batulempung gampingan, setempat terdapat sisipan lanau (Kertanegara dkk., 1987). Formasi ini banyak mengandung foraminifera dengan ketebalan mencapai 300 m. Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen Tengah (Djuri dkk., 1996) dan diendapakan pada lingkungan dengan mekanisme arus turbidit sistem kipas bawah laut (Kertanegara dkk., 1987). Diatasnya diendapkan secara selaras Formasi Halang, tetapi setempat menjemari (Kertanegara dkk., 1987). Formasi Halang Formasi ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian bawah dan atas. Bagian bawah tersusun atas batupasir kehijauan (Ter Haar, 1934 dalam Marks, 1957). Bagian atas terdiri dari batupasir tufan berselang-seling dengan batulempung. Formasi ini memiliki umur Miosen Tengah (Djuri dkk., 1996). Formasi ini memiliki ketebalan 300-500m dan diendapkan dalam mekanisme arus turbidit pada sistem kipas bawah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan volkanisme (Kertanegara dkk., 1987). Diatasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Kumbang. Formasi Kumbang Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari breksi dengan komponen yang menyudut, ditemukan lapisan lava andesit, sedangkan diatasnya terdiri dari tuf yang berselang-seling dengan breksi dan batupasir tufan. Formasi ini berumur Miosen Tengah (Djuri dkk., 1996) dan memiliki ketebalan mencapai 750 m. Formasi ini setara dengan Bodas series (Volcanic Facies) yang terdiri dari breksi andesit, napal bersisipan dengan batupasir tufan, konglomerat polimik, yang ketebalannya mencapai 800 m (Bemmelen, 1949 dalam Marks, 1957). Formasi Tapak Litologi penyusun formasi ini berupa batupasir kasar berwarna kehijauan dan konglomerat, setempat dijumpai breksi. Dibagian atasnya terdiri dari batupasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung pecahan moluska. Formasi Tapak mengandung dua anggota, yaitu Anggota Breksi dan Anggota Batugamping. Anggota Breksi terdiri dari breksi gunungapi dengan massadasar batupasir tufan, di beberapa tempat terdapat kalsit yang mengisi celah-celah. Anggota Batugamping terdiri atas lensa-lensa berwarna kelabu kekuningan, tidak 12 berlapis. Formasi ini memiliki ketebalan 500 m, memiliki umur Pliosen Awal, dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal-laut dalam (Kertanegara dkk., 1987). Diatasnya diendapkan selaras Formasi Kalibiuk. Formasi Kalibiuk Formasi ini tersusun oleh batulempung kebiruan dan napal berselang-seling dengan batupasir, pada bagian tengah terdapat zona dengan lensa batupasir kehijauan, kaya moluska dan merupakan jenjang Cheribonian dari Pliosen (Oostingh, 1935 dalam Marks, 1957). Formasi Tapak dan Kalibiuk setara dengan Bodas Series (Neritic Molasse Facies) terdiri dari batugamping napalan dengan komposisi batugamping terdiri dari koral dan moluska. Bagian atas dari batugamping terdiri dari napal kelabu yang mengandung moluska dan menjadi sisipan pada lapisan batupasir, tuf kasar, dan pada bagian bawah terdapat sisipan breksi andesit. Umur dari formasi ini diperkirakan Pliosen Akhir (Djuri dkk., 1996). Formasi Ligung Formasi Ligung terdiri dari anggota atas dan anggota bawah. Anggota bawah Formasi Ligung terdiri dari lempung tufan, batupasir tufan berlapis silang-siur, konglomerat dan lignit, mengandung sisa tanaman dan batubara muda menunjukkan bahwa formasi ini diendapkan bukan laut. Anggota atas Formasi Ligung terdiri dari aglomerat andesit, breksi dan tuf kelabu. Formasi Ligung terbentuk dalam peralihan darat ketika terjadi pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Umur dari Formasi ini Pliosen Akhir-Plistosen Awal (Djuri dkk., 1996). Satuan Tuf Satuan ini terdiri dari perlapisan batupasir tufan berlapis, pasir tuf, konglomerat dan breksi tufan. Satuan Lava Andesit dan Batuan Klastika Gunungapi Satuan batuan ini terdiri dari lava andesit, setempat mengandung hornblende dan basal olivin. Selain itu juga terdapat aliran lava dan beberapa breksi piroklastik dan lahar. 13 Hasil Gunungapi Tak Terpisahkan Satuan ini terdiri dari atas breksi, lava, lapili dan tuf yang berasal dari Gunung Slamet dan beberapa pusat erupsi disebelah baratnya. Selain itu terdapat pula aliran lava andesitan berongga. Satuan Aluvial Satuan ini terdiri atas lanau, pasir, kerikil, kerakal dengan tebal kurang dari 150 m. Gambar 2.5. Kolom stratigrfi regional daerah penelitian (berdasarkan beberapa penulis). 14