KETEBALAN SELAPUT KETUBAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO PERSALINAN PRETERM: STUDI KASUS KONTROL Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, Sp.OG, MARS BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2012 RINGKASAN Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal, baik di negara maju maupun berkembang. Angka kejadian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9% (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). RSUP Sanglah mencatat jumlah bayi prematur tahun 2006 sejumlah 280, tahun 2007 sejumlah 320, tahun 2008 sejumlah 346 (Subbagian pencatatan medik RSUP Sanglah Denpasar, 2009). Sekitar 75 % kematian perinatal disebabkan oleh prematuritas. Persalinan preterm merupakan sebuah sindrom dengan berbagai macam etiologi yang menghasilkan aktivasi jalur umum akhir sebuah persalinan (aktivasi membran, kontraktilitas miometrium dan pematangan serviks). Walaupun sejumlah mekanisme patologis yang berbeda (infeksi, perdarahan, stress) dapat menimbulkan penelitian Redline (2000) ditemukan adanya inflamasi dari selaput ketuban secara histologi, dimana perluasan dan derajat berat ringannya edema villous telah dibuktikan mempunyai korelasi yang positif dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Romero dkk (2006) menemukan bahwa aktivasi daripada persalinan preterm berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban. Faktanya secara penelitian biokimiawi dan biomolekuler mendukung bahwa persalinan merupakan suatu kondisi seperti inflamasi (inflammation-like condition). Penelitian Severi dkk (2008) menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis (1,2 mm), sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan preterm adalah 100% (95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan positive dan negative likehood ratios adalah 3,3 dan 0,0. Kerangka konsep penelitian ini adalah apakah ketebalan selaput ketuban saat usia kehamilan 28-37 minggu merupakan faktor risiko persalinan preterm ? Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol. Selama penelitian, 60 ibu hamil dengan diagnosis persalinan preterm dan kehamilan preterm dengan umur kehamilan 28-37 minggu dijadikan sampel. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 27,87±6,10 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 26,97±5,09 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 31,47±1,66 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 31,43±1,63 minggu. Rerata paritas kelompok kasus adalah 0,93±1,17, rerata kelompok kontrol adalah 0,50±0,73. Rerata berat badan kelompok kasus adalah 62,80±9,81, rerata kelompok kontrol adalah 60,17±9,33. Rerata tinggi badan kelompok kasus adalah 0158,07±3,68, rerata kelompok kontrol adalah 157,10±4,02. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05 Hubungan ketebalan selaput ketuban terhadap kejadian persalinan preterm di uji dengan Chi-Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio odd ketebalan selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali (RO = 5,5, IK 95% = 1,81-16,68, p=0,002). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara bermakna antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm. Dan ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm meningkatkan terjadinya persalinan preterm sehingga ketebalan selaput ketuban saat usia kehamilan 28-37 minggu merupakan faktor risiko persalinan preterm. ABSTRACT Background: Preterm labor is one of the major causes of perinatal mortality and morbidity. And the activation of preterm labor is associated with the thickness of the membranes which is a inflammation-like condition. It is necessary to study a variety of new biophysical markers associated with inflammation of membranes as a risk factor for preterm labor, such as by measuring the thickness of membranes using ultrasound. Objectives: To determine the relationship between the thickness of membranes and preterm delivery occurrence. The design of the study: This study was an unpaired case-control study. A number of sixty pregnant woman used as a sample of the study, thirty women with preterm labor for cases and the thickness of the membranes as a risk factor and thirty women with preterm pregnancies that do not have signs of labor as a control. Selection of controls and cases determined by consecutive sampling of preterm pregnant women who fit the criteria, within 24 hours had the examination Trans-abdominal sonography (TAS) with 3D ultrasound at Wings Amerta Sanglah Hospital in Denpasar. The collected data were tested for normality with Kolmogorov-Smirnov, and then analyzed with the t-independent test with significance level α = 0.05. ChiSquare test is used to determine the relationship between the thickness of the membranes and the incidence of preterm labor and the magnitude of the risk of preterm delivery in amniotic membrane thickness > 1.2 mm. Results: From this study found that there were no difference between cases and control group in the average maternal age, the mean gestational age, the mean parity, the mean weight and height. The results of the analysis with Chi-Square test showed that the odds ratio of the thickness of the membranes of the cases is 5.5 times the control group (RO = 5.5, 95% CI = 1.81 to 16.68, p = 0.002). Conclusion: There was a significant relationship between the thickness of the membranes with the incidence of preterm labor. And the thickness of the membranes > 1.2 mm at 28-37 weeks of gestation increases the risk of preterm labor 5.5 times. Key words: preterm delivery, amniotic membrane thickness. ABSTRAK Latar Belakang: Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal. Dan aktivasi persalinan preterm berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban yang merupakan inflammation-like condition. Maka perlu diteliti berbagai penanda biofisik baru yang berhubungan dengan inflamasi selaput ketuban sebagai faktor risiko untuk persalinan prematur, salah satunya dengan mengukur ketebalan membran menggunakan ultrasound. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm. Desain penelitian: Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol tidak berpasangan. Enam puluh ibu hamil dijadikan sebagai sampel penelitian, tiga puluh ibu dengan persalinan preterm sebagai kasus dan ketebalan selaput ketuban sebagai faktor risiko dan tiga puluh ibu dengan kehamilan preterm yang tidak memiliki tanda-tanda persalinan sebagai kontrol. Pemilihan kelompok kontrol dan kasus ditentukan dengan cara consecutive sampling dari ibu hamil preterm yang sesuai dengan kriteria, dalam waktu 24 jam dilakukan pemeriksaan Trans-abdominal sonografi (TAS) dengan USG 3D di Wings Amerta RS Sanglah di Denpasar. Data yang terkumpul dilakukan uji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, dan kemudian dianalisis dengan uji tindependent dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm dan besarnya risiko terjadinya persalinan preterm pada ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm. Hasil: Dari penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol pada rerata umur ibu, rerata umur kehamilan, rerata paritas, rerata berat dan tinggi badan. Hasil analisis dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa rasio odds ketebalan selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali(RO = 5,5, 95% CI = 1,81-16,68, p = 0,002). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm. Dan ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm pada usia kehamilan 28-37 minggu meningkatkan risiko persalinan preterm sebesar 5,5 kali. Kata kunci: persalinan preterm, ketebalan selaput ketuban ketuban. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal, baik di negara maju maupun berkembang. Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara, di negara maju, misalnya di Eropa, berkisar 511%, USA berkisar 11,9% pada tahun 2000, Australia sekitar 7%. Di negara yang sedang berkembang angka kejadiannya masih jauh lebih tinggi, di India sekitar 30%, Afrika Selatan sekitar 15%, Sudan 31%, Malaysia 10% (Centers for Disease Control and Prevention/CDC, 2007). Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9% (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). RSUP Sanglah mencatat jumlah bayi prematur tahun 2006 sejumlah 280, tahun 2007 sejumlah 320, tahun 2008 sejumlah 346 (Subbagian pencatatan medik RSUP Sanglah Denpasar, 2009). Sekitar 75 % kematian perinatal disebabkan oleh prematuritas. Sekitar seperlima bayi yang lahir dibawah usia 32 minggu tidak dapat bertahan hidup dalam tahun pertama dibandingkan dengan 1% kematian bayi yang lahir dengan usia 33 - 36 minggu dan hanya sekitar 1% kematian bayi yang lahir dengan usia lahirnya cukup bulan. Kematian janin sering disebabkan oleh sindrom gawat nafas, perdarahan 1 2 intraventikular, displasi bronkopulmoner, sepsis dan enterocolitis necroticans. Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi yang bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris (kebutaan, gangguan penglihatan, tuli) sampai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar, berbahasa, gangguan konsentrasi/atensi dan hiperaktif. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu perawatan bayi prematur juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan mahal (misalnya Neonatal Intensive Care Unit/NICU, pemberian surfaktan). Persalinan preterm merupakan sebuah sindrom dengan berbagai macam etiologi yang menghasilkan aktivasi jalur umum akhir sebuah persalinan (aktivasi membran, kontraktilitas miometrium dan pematangan serviks). Walaupun sejumlah mekanisme patologis yang berbeda (infeksi, perdarahan, stress) dapat menimbulkan persalinan prematur, semuanya melibatkan gangguan pada bagian chorionic decidual. Beberapa penanda biokimiawi yang dilepaskan pada gangguan ini (fetal fibronectin, plasma matrix metalloproteinase-9) dan penanda biofisik (seperti panjang serviks) telah diusulkan sebagai prediktor persalinan prematur spontan. Pada sepertiga kasus persalinan preterm pada penelitian Redline (2000) ditemukan adanya inflamasi dari selaput ketuban secara histologi, dimana perluasan dan derajat berat ringannya edema villous telah dibuktikan mempunyai korelasi yang positif dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Maka telah diteliti berbagai 3 penanda biofisik baru yang berhubungan dengan inflamasi selaput ketuban sebagai salah satu faktor risiko persalinan prematur. Romero dkk (2006) menemukan bahwa aktivasi daripada persalinan preterm berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban. Faktanya secara penelitian biokimiawi dan biomolekuler mendukung bahwa persalinan merupakan suatu kondisi seperti inflamasi (inflammation-like condition). Ditambah dengan angka kejadian yang tinggi pada persalinan preterm yang diakibatkan infeksi terutama chorioamnionitis, yang sebagian besar merupakan chorioamnionitis histology. Menunjukkan pentingnya pengetahuan tentang selaput ketuban. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi berhubungan dengan kejadian persalinan secara biokimiawi dan biomolekuler. Dan penelitian terkini menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis (1,2 mm), sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan preterm adalah 100% (95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan positive dan negative likehood ratio adalah 3,3 dan 0,0 (Severi dkk, 2008). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Apakah ketebalan selaput ketuban saat usia kehamilan 28-37 minggu merupakan faktor risiko persalinan preterm ? 4 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm. 1.3.2 Tujuan khusus Mengetahui besarnya risiko terjadinya persalinan preterm pada ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan tentang peranan pengukuran ketebalan selaput ketuban pada usia kehamilan 28-37 minggu sebagai faktor risiko persalinan preterm. Dimana jika terbukti bahwa selaput ketuban pada persalinan preterm lebih tebal dibandingkan dengan kehamilan preterm maka dapat dibuktikan bahwa infeksi intrauterin menyebabkan perubahan selaput ketuban sehingga ketebalan selaput ketuban merupakan faktor risiko persalinan preterm. 1.4.2 Manfaat bagi pelayanan Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk memprediksi terjadinya persalinan preterm yang bersifat non invasif, selektif, efisien dan akurat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Preterm 2.1.1 Definisi persalinan preterm Preterm didefinisikan menurut WHO adalah lahirnya bayi sebelum kehamilan berusia lengkap 37 minggu. Berdasarkan konvensi, usia kehamilan dilaporkan dalam minggu setelah mencapai minggu yang lengkap, yaitu 7 hari. Jadi kehamilan 36 minggu dan 6 hari dilaporkan sebagai usia kehamilan 36 minggu dan bukan kehamilan 37 minggu. Konsep prematuritas mencakup ketidakmatangan biologis janin untuk hidup di luar rahim ibunya. Maturitas adalah suatu proses peningkatan tumbuh kembang janin sehingga sempurna dan dapat hidup di dunia luar. Menurut ACOG (1995), persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia 22 – 37 minggu. Bayi prematur semula didefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram (bayi kecil). Digunakan sebagai standar pertama kali oleh Nikolaus T. Miller, The Moscow Foundling Hospital. Diadopsi oleh The American Academy of Pediatrics tahun 1935. Pada tahun 1948, WHO menetapkan prematuritas sebagai berat badan lahir ≤ 2500 gram. 5 6 2.1.2 Klasifikasi persalinan pretem Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi : 1. Idiophatic/Spontan Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan preterm spontan. Termasuk ke dalam golongan ini antara lain persalinan preterm akibat kehamilan kembar, poli hidramnion, faktor psikososial, gaya hidup. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh ketuban pecah dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan oleh infeksi (chorioamnionitis) 2. Iatrogenic/Elektif Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (Fetus as a patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindahkan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan persalinan preterm buatan/iatrogenic yang disebut sebagai Elective Preterm. Sekitar 25% persalinan preterm termasuk ke dalam golongan ini : a. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan preterm elektif adalah : - Preeklampsia berat dan eklampsia - Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta) - Chorioamnionitis 7 - Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru, ginjal yang berat b. Keadaaan janin yang dapat menyebabkan persalinan preterm elektif adalah : - Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung janin) - Infeksi intrauterin - Pertumbuhan janin terhambat (IUGR) - Isoimunisasi rhesus 2.1.3 Patofisiologi persalinan preterm Berbagai faktor penyebab status preterm ditentukan pula oleh usia kehamilan, di antaranya termasuk infeksi intrauterin dan sistemik (yang berperan pada kelahiran preterm), stress, thrombosis uteroplasenta dan lesi pembuluh darah uterus yang mengakibatkan stress janin atau perdarahan desidua, peregangan uterus dan insufisiensi serviks. Masing-masing jalur ini dipengaruhi oleh interaksi gen terhadap lingkungan. Didapatkan bukti yang kuat bahwa pada persalinan matur dan preterm memiliki rangkaian aktivasi selular dan molelukar yang sama. Termasuk stimulasi aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin (maturasi, infeksi dan iskemia), endokrin, parakrin dan interaksi sistem imun. Berbagai patofisiologi persalinan preterm antara lain sebagai berikut : - Stress dan plasenta - Proses neuroendokrin - Imunitas dan proses inflamasi - Peregangan uterus berlebih 8 - Trombosis uteroplasental dan perdarahan desidua - Infeksi dan inflamasi - Gangguan inflamasi 2.1.4 Faktor risiko persalinan preterm Berbagai cara sederhana dengan ananmnesis dan pemeriksaan fisik telah dilakukan untuk mendeteksi dini dan memprediksi kejadian persalinan prematur. Mencari faktor risiko, penapisan infeksi saluran urogenital, pemantauan kontraksi uterus, perdarahan pervaginam, atau pemeriksaan serviks baik secara digital maupun sonografi telah dipakai sejak lama, namun semuanya belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Akhir-akhir ini telah diteliti beberapa faktor risiko persalinan preterm yang diharapkan dapat mendeteksi kejadian persalinan pretem lebih dini. Faktor risiko persalinan preterm tersebut antara lain adalah : a. Indikator klinik - Panjang serviks uteri Iams dkk (2001) menemukan bahwa rata-rata panjang serviks pada kehamilan 24 minggu adalah 35 mm, dan wanita yang memiliki panjang serviks yang lebih pendek meningkatkan kejadian persalinan preterm - Ketebalan selaput ketuban Severi dkk (2008) menemukan bahwa wanita dengan persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal daripada dengan persalinan aterm. 9 a. Indikator laboratorium Berapa indikator laboratorium yang bermakna antara lain adalah jumlah leukosit dalam air ketuban ( ≥ 20/ml), pemeriksaan C- reactive protein (CRP) ( > 0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu ( > 13.000/ml). b. Indikator biokimiawi - Fetal fibronectin - Corticotropin releasing hormone (CRH) - Estrogen dan progesteron - Sitokin inflamasi - Isoferitin plasenta - Feritin 2.2 Selaput Ketuban 2.2.1 Struktur selaput ketuban Selaput chorioamnion merupakan struktur multilayer kompleks yang terdiri dari elemen-elemen epitel dan jaringan penyangga. Selaput ketuban atau selaput chorioamnion dibentuk oleh amnion yang terdiri dari komponen mesenkim dan epitel secara terpisah dan bersatu dengan mesoderm dari chorion. Selaput chorioamnion bersatu dengan tali pusat, melindungi plasenta dan meluas membungkus janin. Amnion merupakan membran lapisan kembar translusen, dengan bagian luar merupakan jaringan penunjang mesodermal dan jaringan dalam adalah ektoderm. Chorion berasal dari trophoblast bagian dalam yang diliputi oleh mesoderm. Chorion 10 merupakan membran yang terdiri dari lapisan luar synctiotrophoblast tanpa batas sel yang jelas dan lapisan seluler dalam cytotrophoblast (Langhans’) (Malak dkk, 1994). Gambar 2.1 Selaput Ketuban Janin. Amniotic Epithelium (AE), lapisan compactum(C), lapisan spongiosum (S), Fibroblast (F), lapisan reticular (R), Lapisan trofoblast (T), Decidua (D) (Malak dkk, 1994) Chorion terdiri dari 4 lapisan yang tersusun sebagai berikut (Malak dkk,1994): 1. Trofoblast Terdiri dari sel – sel trofoblast dari yang bulat sampai polygonal. 2. Pseudobasement membrane Merupakan lapisan tebal sel – sel cytotrophoblastic polygonal dengan 2 tipe sel yang berbeda morfologinya. 3. Lapisan reticular Terdiri dari jaringan serabut – serabut fusiformis dan sel – sel stelata 11 4. Lapisan seluler Merupakan lapisan sel – sel bervakuol dan melekat satu dengan yang lain secara erat dengan ruang intraseluler yang sempit (basal cytotrophoblast) Gambar 2.2 Struktur Selaput Ketuban Janin (Bryant – Greenwood, 1998) Lapisan chorion merupakan sisa chorion leave dan batas akhir daripada plasenta. Lebih tebal daripada amnion, rapuh dan berbulu pada kedua sisinya. Sisi dalamnya melekat pada amnion dengan jaringan areolar yang longgar dan sisa dari mesenkim primitif. Luarnya ditutupi oleh lapisan trofoblast dan sel – sel desidua yang merupakan penyatuan desidua kapsularis dan parietalis yang dapat dibedakan secara mikroskopik. Chorion yang matur tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Sedangkan amnion terdiri dari 5 lapisan yang terdiri dari : 1. Lapisan spongiosum Terdiri dari serabut – serabut kecil halus, tajam, bergelombang dan longgar. 12 2. Lapisan fibroblast Terdiri dari berkas serabut bentuk fusiformis dan sel – sel bentuk stellata 3. Lapisan compactum Lapisan aseluler yang terdiri dari jaringan serabut yang tebal 4. Lapisan membran basal 5. Lapisan epithelium Terdiri dari sel epitel kuboid tunggal yang bersekresi dan menghisap kembali cairan amnion serta berperan pada pembuangan karbondioksia dan regulasi PH. Selaput amnion merupakan lapisan dalam selaput ketuban. Permukaan dalamnya halus dan mengkilat serta kontak dengan cairan amnion merupakan jaringan sel kuboid yang berasal dari ektoderm. Permukaan luarnya terdiri dari lapisan jaringan penyangga dan terletak bersusun berlawanan dengan lapisan chorion yang dapat dipisahkan. Selaput amnion dapat pula dipisahkan dari bagian plasenta yang berhadapan dengan janin kecuali pada insersi tali pusat. Jaringan ini mengandung kolagen I, III dan IV. Bagian luar ini adalah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovilli yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti endotelin-1 13 (vasokonstriktor), dan PHRP (parathyroid hormone related protein) suatu vasorelaksan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh local (Bryant – Greenwood, 1998). 2.2.2 Komponen ekstraseluler selaput ketuban Gambar 2.3 Distribusi Komponen Kolagen dan Non Kolagen pada Selaput Ketuban Janin (Bryant – Greenwood,1998) Selain sel – sel, selaput ketuban terdapat komponen ekstraseluler yang terdiri dari : a. Kolagen Sekarang ada 19 tipe kolagen yang sudah dikenal dan dibedakan secara genetik serta dikodekan termasuk dalam keluarga glycoprotein. Klasifikasi kolagen ini berdasarkan urutan pengulangan komponen Gly-X-Y yang membentuk kesatuan komponen matriks ekstraseluler (Ayad dkk, 1994; Prockop dan Kiviriko, 1995). Kekuatan daya rentang utama selaput ketuban janin kemungkinan disediakan oleh 14 kolagen interstitial tipe I dan III bersama-sama dengan sejumlah kecil tipe V, VI dan VII pada lapisan compactum dibawah lapisan membran basal (Malak dkk, 1994). Lapisan terbawah yakni membran basal yang terdiri dari kolagen tipe IV, yang merupakan kumpulan dari komponen membran basal lainnya seperti laminin, entactin/nidogen dan heparin sulphate proteoglycan. Walaupun komponen kolagen seperti tipe V, VI dan VII terdapat dengan jumlah kecil pada lapisan compactum tetapi penting untuk kekuatan selaput ketuban, karena tipe V dan VI membentuk serabut heterotypic dengan kolagen tipe I dan III (Ayad dkk, 1994) dan tipe VII membentuk serabut jangkar (Keene dkk, 1999). Kolagen tipe V merupakan serabut kolagen yang minoritas, tetapi merupakan komponen membrane basal amnion yang mempunyai fungsi menjangkar (Malak dkk, 1994). Kolagen tipe IV berperan dalam pengembangan dan pemeliharaan struktur matriks. Kolagen tipe VI merupakan serabut pendukung yang terdapat dimana-mana pada lapisan ini (Malak dkk, 1994; Ayad dkk 1994). Kolagen tipe VII merupakan serabut pendukung tambahan yang berhubungan dengan lamina basal dari lapisan epithelium amnion membentuk serabut jangkar (Keene dkk, 1999). a. Elastin dan mikrofibril Selaput ketuban merupakan jaringan visco-elastic yang mempunyai komponen elastic recoverable dan non-recoverable. Elastin adalah komponen amorphous dari serabut elastik yang merupakan keluarga dari kumpulan protein precursor yakni tropoelastin. Mikrofibril banyak terdapat pada lapisan mesenkim, 15 lapisan reticular dan lapisan compactum dari selaput ketuban dan ruang interseluler cytotrophoblast (Malak dkk, 1994). Mikrofibril berperan dalam menjaga elastisitas selaput ketuban. Komponen utama dari mikrofibril adalah fibrillin-1 (Jacobson dkk, 1995). Ternyata gen tropoelastin berkurang secara bermakna pada ketuban pecah dini pada usia pretem antara 28-36 minggu dibandingkan wanita yang mengalami partus prematurus imminen dengan selaput ketuban yang intak. Tidak dapat disangkal bahwa selaput ketuban menghasilkan kolagen lebih daripada elastin, sehingga tersedia cukup enzim lysyl oxidase yang mempengaruhi serabut elastik selaput ketuban (Malak dan Bell, 1994). b. Fibronektin Fibronektin merupakan glycoprotein yang disintesa secara luas dari berbagai tipe sel yang secara langsung membentuk organisasi serabut-serabut dari matriks ekstraseluler. Merupakan keluarga protein yang kompleks yang dihasilkan dari gen tunggal, yang memberikan 20 bentuk subunit fibronektin yang berbeda-beda (Yamada, 1991). Fibronektin seperti lem yang mengikat sel-sel dan komponen matriks lainnya, menstabilkan keseluruhan sistem sel dan matriks (Feinberg dkk, 1992). Gangguan hubungan fibronektin-matriks ekstraseluler dapat secara mekanik ataupun enzimatis. Aktivasi desidua saat menjelang aterm dapat menghilangkan kontak fibronektin dengan sel. Baik persalinan aterm dan preterm terjadi pemisahan dalam desidua atau chorion dengan desidua pada segmen bawah rahim. Pemisahan ini sebagai akibat disossiasi ikatan fibronektin dengan receptornya dan dengan protein ekstraseluler, sehingga fibronektin bebas dapat dideteksi di serviks atau sekresi 16 vagina. Gangguan interaksi fibronektin dengan reseptor integrin merupakan signal untuk sel menghasilkan metalloproteinase, interstitial kolagenase (MMP-1) dan stromelysin (MMP-3) (Lockwood dkk, 1991). c. Laminin Laminin merupakan komponen utama membran basal dan dibentuk oleh beberapa subunit yang berikatan bersama oleh ikatan disulfat (Yamada, 1991). Laminin merupakan komponen mesenkimal yang unik diatur oleh regulasi hormonal. Fungsinya secara khusus tidak diketahui, tetapi mungkin berperan pada adhesi, migrasi dan diferensiasi dari sel-sel trophoblast pada awal kehamilan. Pengaturannya selama kehamilan juga tidak diketahui (Champliaud dkk, 1996). d. Matriks metalloproteinase Matriks metalloproteinase (MMPs) merupakan keluarga enzim dengan spesifikasi yang luas pada matriks ekstraseluler, karenanya interstitial collagenase (MMP-1) adalah enzim yang memecah kolagen interstitial. Gelatinase (MMP-2, MMP-9) memecah komponen membran basal, sedangkan stromelysin-stromelysin (MMP-3, MMP-7 dan MMP-10) mempunyai spesifikasi yang luas termasuk proteoglycans, fibronektin, dan kolagen. Semuanya diproduksi sebagai sekresi proenzym atau bentuk zymogen yang diaktifkan oleh keluarga MMP yang lain atau oleh plasmin. Sebagian besar sel yang memproduksi enzim tersebut diatas juga memproduksi inhibitor, tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP), dikenal ada empat TIMP (Birkedal-Hansen dkk, 1993). Keseluruhan sistem dari enzim, activator dan inhibitor yang ada di selaput ketuban bertanggungjawab pada penyesuaian 17 matriks dan akomodasinya selama perkembangan fetus, juga pada terjadinya pecah ketuban dini pada usia kehamilan preterm maupun aterm (Vettraino dkk, 1996; Qin dkk,1997). Pada saat sebelum persalinan, interstitial collagenase (MMP -1) mendominasi, tetapi saat persalinan stromelysin (MMP-3) dan gelatinase (MMP-9) meningkat secara bermakna. Sesudah persalinan normal, MMP-1 dan MMP-2 meningkat. Peneliti lain menyebutkan peningkatan ekspresi MMP-9 sesudah persalinan (Vadillo-Ortega dkk, 1996). Pada kasus infeksi intrauterin, sistem sitokin yang terstimulasi oleh infeksi menyebabkan peningkatan produksi MMP, yang melemahkan selaput ketuban sehingga pecah (So dkk, 1992). 2.2.3 Fungsi selaput ketuban Selaput ketuban mempunyai fungsi sebagai berikut (Bryant-Greenwood, 1998) : 1. Mengatur kontribusi cairan amnion Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari pembuluh darah chorion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-rata 800 ml, pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta. 2. Selaput ketuban yang intak akan mencegah infeksi ascenden 18 3. Bereaksi responsif terhadap regangan mekanik yang akut maupun kronik (Nemeth dkk, 2000) 4. Memfasilitasi dilatasi serviks saat persalinan 5. Mempunyai aktifitas enzim untuk metabolisma hormonal steroid 6. Memacu respon autocrine dan paracrine menghasilkan metalloproteinase, IL8, dan kolagenase pada proses persalinan 7. Merupakan sumber yang kaya akan glycerophospholipide yang mengandung asam arachidonat yang merupakan prekursor dari prostaglandin E2 dan F2α 2.2.4 Histopatologi selaput ketuban Millar dkk (2000) mengukur permukaan seluruh plasenta dan seluruh selaput ketuban dengan ultrasonografi pada usia kehamilan aterm dan preterm, mendapatkan bahwa luas permukaannya pada usia kehamilan 25-29 minggu seluas 1037 cm2, pada usia kehamilan 30-34 minggu 1376 cm2 dan 1876 cm2 pada aterm. Sedangkan luas permukaan selaput ketuban sendiri yang teregang di uterus seluas 737 cm2, 855 cm2 dan 1115 cm2. Fusion atau penyatuan amnion dan chorion sempurna pada perkembangan usia kehamilan 12 minggu. Sebelumnya amnion dan chorion dipisahkan dengan gelembung-gelembung dalam chorionic sac, dan dipisahkan dari chorion dengan cairan chorion, reticular magma, gel yang lengket dan thixotropik dengan sel-sel berbentuk stelata. Rata-rata ketebalan selaput ketuban adalah 0,56 mm, dan sepertiganya adalah tebal amnion. Rata-rata kekuatan regangan adalah 205 g/cm (50-500 g/cm). 19 Frigo dkk (1996) menemukan ketebalan selaput ketuban rata-rata adalah 0,83 ± 0,11 mm (0,72-1,08 mm). Integritas daripada selaput ketuban merupakan prasyarat untuk keluaran kehamilan yang normal. Salah satu hal yang penting bagi eksistensi fungsi fisiologi selaput ketuban adalah substansi ketebalannya, inflamasi membran amnion seperti yang diteliti oleh Stamm dkk (1991) atau pita amnion (amnion band) dapat memberikan efek negatif pada keluaran fetus. Pengurangan ketebalan daripada ketebalan selaput ketuban tidak hanya berakibat pada fungsi barier secara fisik selaput ketuban tetapi juga mengurangi proses penukaran antara unit paraplacenta dengan maternal. Yang pada akhirnya menimbulkan ketuban pecah dini (KPD) yang secara murni diakibatkan karena proses mekanik atau oleh infeksi yang ascenden. Ketebalan selaput ketuban dalam hal ini dapat diukur untuk memperkirakan kandungan air didalamnya yang dapat dipergunakan untuk diagnosis prenatal. Ketebalan selaput ketuban juga dipengaruhi oleh faktor immunologis dan endokrin. (Frigo dkk, 1996). Penelitian lain menunjukkan bahwa selaput ketuban mempunyai kemampuan yang besar untuk menahan trauma dan dapat mengembang dua kali dari ukuran normal selama kehamilan dan persalinan, karena bersifat elastik dan viscous. Setelah persalinan, ketebalan selaput ketuban secara histologi (Malak dkk, 1994): 1. Amnionic epithelium dan lamina basal (tebalnya 20-30 μm) 2. Amnionic mesoderm (sekitar 15-30 μm tebalnya) 3. Intermediate zone (sangat bervariasi ketebalannya) 20 4. Chorionic mesoderm (tebalnya 15-20 μm) 5. Trophoblast (tebalnya 10-50 μm) 6. Decidua (tebalnya sekitar ≥ 50 μm) Kekuatan keregangan amnion lebih kuat daripada chorion. Amnion kaya akan kolagen dalam jaringan penunjangnya dan 6-9 kali lebih kuat daripada chorion, chorion hanya menyumbang 10-15% daripada seluruh kekuatan selaput ketuban yang intak (Oxlund dkk, 1990). 2.2.5 Ketebalan selaput ketuban dan persalinan normal Pada kebanyakan kehamilan aterm, persalinan dimulai dengan selaput ketuban yang intak. Tanpa intervensi selaput ketuban tetap intak sampai persalinan kala I, selaput ketuban akan pecah spontan. Malak dan Bell (1994) melakukan pemetaan selaput ketuban secara menyeluruh, mendeteksi adanya area pada selaput ketuban yang menunjukkan gambaran morfologi unik yang hanya ditemukan pada daerah yang pecah. Area ini dinamakan zone of altered morphology/ZAM (daerah dengan perubahan morfologi) yang strukturnya lemah ditandai dengan perubahan gangguan pola lapisan jaringan penunjang (connective tissue layer/CTL), lebih tipis dan terdapat perubahan selular pada cytotrophoblast dan lapisan desidua. Dengan adanya perubahan gangguan pola tersebut ZAM merupakan lokasi dari pecahnya selaput ketuban mula-mula sebagai respon peningkatan tekanan intra amnion selama persalinan. Penelitian menunjukkan area ZAM merupakan selaput ketuban yang melapisi serviks uteri. Total ketebalan dari selaput ketuban pada serviks 298 ± 60 μm 21 yang secara bermakna lebih tipis daripada area zona tengah 327 ± 64 μm. Perbedaan ketebalan ini secara bermakna diakibatkan peningkatan ketebalan dari keseluruhan lapisan jaringan penunjang (CTL), serta penipisan ketebalan lapisan desidua (64%) dan lapisan cytotrophoblast (36%) dibandingkan area zona tengah (Malak dkk, 1994). 2.3 Hubungan Ketebalan Selaput Ketuban dan Persalinan Preterm Persalinan preterm merupakan masalah utama obstetrik yang berhubungan dengan morbiditas perinatal yang tinggi dan mortalitas. Lebih dari 60% persalinan preterm tidak dapat dijelaskan (Green dkk, 2005), dianggap berasal dari persalinan preterm idiophatic atau ketuban pecah dini. Para ahli percaya bahwa hal ini berhubungan dengan respon inflamasi subklinis pada jaringan ibu dan atau jaringan fetus. Lebih dari 70% persalinan preterm spontan < 30 minggu berhubungan dengan infeksi intrauterin. Dari setengah penyebab persalinan preterm yang tidak diketahui sebabnya sebagiannya disebabkan oleh karena infeksi. Goldenberg dkk (2003) mencatat bahwa infeksi dalam uterus dapat berlokasi pada (1) ruang antara desidua dan selaput ketuban, (2) dalam selaput ketuban sendiri, (3) dalam cairan amnion dan (4) dalam janin. Dan terbanyak umumnya terjadi dalam selaput ketuban. Berdasarkan faktor resiko dan empat dalil mekanisme kerja persalinan preterm (inflamasi/infeksi, stress, perdarahan desidua, dan ketuban pecah dini), chorioamnionitis memegang peranan utama. Chorioamnionitis didefinisikan sebagai inflamasi dari selaput ketuban (chorioamnionic membrane) dari plasenta sebagai respon dari invasi mikrobakteri atau proses patologi yang lain. 22 Dan umumnya berhubungan dengan ketuban pecah dini dan persalinan pretem. Oleh para ahli patologi klinis menemukan bahwa pada chorioamnionitis terjadi invasi neutrofil ke dalam selaput ketuban, permulaan dan respon inflamasi yang paling umum karena infeksi bakteri. Secara umum chorioamnionitis dibagi menjadi dua klasifikasi utama yaitu : 1. Histologik Berdasarkan bukti secara mikroskopik dimana terjadi inflamasi daripada selaput ketuban (terjadi infiltrasi daripada leukosit polimorfonuklear dan immunosit yang lain seperti makrofag dan sel T) 2. Klinikal Berdasarkan manifestasi klinis dari inflamasi lokal dan sistemik (demam > 37,5oC), nyeri goyang, nyeri tekan abdomen, foul smelling vaginal discharge, takikardi maternal (> 100x/m), fetal takikardi (> 160 x/m) dan peningkatan hitung jumlah leukosit (> 15.000 sel/mm3). Penelitian yang baru menambahkan dengan perubahan profil biomarker inflamasi. Seringkali chorioamnionitis terjadi bersamaan dengan inflamasi pada jaringan gestasional yang lain seperti decidua (deciduitis), villi plasenta (villitis) dan tali pusat (funisitis). Chorioamnionitis klinikal dan histologik disebabkan atau merupakan konsekuensi daripada invasi mikroba ke ruang amnion atau infeksi intraamnion (intraamniotic infection/IAI).Tanda-tanda histologi pada infeksi dan inflamasi di daerah tempat selaput ketuban pecah. Infeksi saluran genitalis 23 bawah (seperti servisitis dan vaginitis) seringkali terdapat pada ibu dengan ketuban pecah dini dan persalinan preterm (Goldenberg dkk, 1998) Tinjauan dari Romero dan Gibbs (1992) mendapatkan bahwa mikroba vagina komensal, agen bakteriuria simptomatik dan asimptomatik juga dapat ascenden kedalam ruang amnion menembus selaput ketuban dan mengakibatkan infeksi intraamnion. Chorioamnionitis histology berhubungan dengan infeksi intraamnion dan adanya bakteri pada cairan amnion yang dikultur pada 72% kasus persalinan pretem. Penelitian lain mencatat bahwa chorioamnionitis berhubungan dengan berat badan bayi lahir rendah (<2500 g) pada bayi prematur, dikarenakan adanya respon dari fetal stress terhadap infeksi kronis. Oligohidramnion dan ketuban pecah dini mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya persalinan preterm dan berhubungan dengan chorioamnionitis histology. Penelitian pada plasenta ditemukan bahwa 33% persalinan preterm dengan selaput ketuban yang intak ditemukan chorioamnionitis histology, sedangkan pada ketuban pecah dini dan persalinan preterm dengan pecah ketuban ditemukan 80%. Infeksi intramnion menginisiasi kaskade dari proses inflamasi yang menarik immunosit ke dalam ruang amnion. Beberapa chemokines dari klas yang berbeda bereaksi secara kimiawi menarik protein-protein untuk sel imun, seperti interleukin-8 (IL-8) dan ENA -78 secara poten menarik neutrofil, monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), granulocyte colony-stimulating factor (GCSF) dan RANTES menarik monosit dan sel dendritic, sedangkan lymphotactin dan 24 IP-10 menstimulasi migrasi sel T dan sel T memediasi aktivasi sel mast. Infiltrasi dari immunosit ini merupakan bukti pada evaluasi histologi pada selaput ketuban dimana terjadi akumulasi neutrofil yang merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi didukung dengan adanya makrofag, sel T dan sel dendritik. Leukosit maternal (neutrophils) masuk ke selaput ketuban lewat pembuluh darah maternal desidua. Walaupun > 70% kasus dengan chorioamnionitis histology terdapat infeksi intraamnion, tapi perlu dicatat bahwa beberapa kasus dengan inflamasi histology dapat terjadi pada kasus noninfeksiosus termasuk fetal hipoksia, perubahan pH cairan amnion, mekonium dan respon-respon lain yang nonspesifik. Tidak ada gold standard untuk chorioamnionitis klinikal, karenanya dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara umum bergantung pada tanda-tanda klasik inflamasi (bengkak, nyeri, demam) pada daerah yang terkena, perubahan hitung jumlah leukosit serta profil biomarker yang berhubungan dengan inflamasi (seperti proinflammatory IL-1β, IL-6, TNF–α, anti inflammatory IL-10, TGF–β, cytokine, growth dan factor angiogenic : epidermal growth factor/EGF, vascular endothelial growth factor/VEGF, chemokines seperti IL -8, MCP-1, G-CSF, cell adhesion molecules, intracellular adhesion molecule/ICAM, vascular cell adhesion molecule/VCAM, matrix metalloproteinase/MMPs dan inhibitornya tissue inhibitors of MMPs/TIMPs) yang telah diteliti berhubungan dengan chorioamnionitis, ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Infeksi yang 25 ascendens akan mengaktifkan reaksi inflamasi dalam selaput ketuban menghasilkan aktivasi sitokin/MMP sehingga terjadi pecah ketuban atau persalinan pretem. Proses inflamasi diikuti dengan peningkatan TNF–α atau IL-1β pada cairan amnion sebagai respon terhadap infeksi juga mengaktifkan apoptosis pada selaput ketuban. Fenomena apoptosis lebih banyak terjadi pada persalinan preterm dengan pecah ketuban dan ketuban pecah dini dibandingkan dengan persalinan preterm dengan selaput ketuban intak (Steel dkk, 2005). McLaren dkk (1999) menemukan bahwa jumlah apoptosis pada serviks uteri pada selaput ketuban lebih tinggi daripada di fundus. Peningkatan apoptosis yang tinggi ini menghasilkan penipisan dan kelemahan pada selaput ketuban di serviks uteri menyebabkan terjadinya pecahnya selaput ketuban. Penelitian dan studi terbaru menemukan suatu paradigma baru dimana ternyata persalinan preterm dan aterm mempunyai proses yang sama, kecuali usia kehamilannya. Proses tersebut melibatkan jalur umum yang terdiri dari kontraksi uterus, dilatasi serviks dan aktivasi selaput ketuban. Persalinan aterm melewati aktivasi fisiologi dari jalur umum persalinan, sedangkan persalinan preterm timbul dari satu atau lebih komponen patologis jalur persalinan. Sehingga saat sekarang inflamasi secara luas diterima sebagai salah satu kunci terjadinya persalinan. Persalinan terjadi dengan adanya influx sel-sel inflamasi ke dalam uterus dan peningkatan ekspresi sitokin pro-inflamasi baik pada persalinan preterm maupun aterm. Persalinan berhubungan dengan up-regulation dari beberapa faktor inflamasi dalam uterus seperti IL -6, IL -8 dan COX -2 (meningkatkan sintesa prostaglandin), setiap faktor di regulasi oleh faktor transkripsi nuclear factor kappa B 26 (NF –κB). Peningkatan IL -1β, IL -6 dan tumour necrosis factor –α (TNF –α) terdeteksi di cairan amnion, sedangkan ekspresi IL -1β dan IL -6 juga meningkat pada selaput amnion, miometrium, choriodecidua dan sekresi servikovaginal. Pada persalinan preterm, infeksi intrauterin dapat menstimulasi peningkatan sitokin proinflamasi dan migrasi leukosit. Ternyata tanpa adanya infeksi, konsentrasinya di cairan amnion dan serum maternal tetap meningkat pada persalinan aterm dan preterm. Tanpa tanda infeksi pada trimester III dan persalinan tanpa infeksi terdapat peningkatan IL -1β dan IL -8 pada selaput amnion, chorio-desidua dan myometrium. 2.4 Pemeriksaan Ultrasonografi Ketebalan Selaput Ketuban sebagai Faktor Risiko Persalinan Preterm Kondisi inflamasi yang mempengaruhi terjadinya persalinan preterm melibatkan juga selaput ketuban, seperti yang telah diteliti oleh para peneliti secara biokimiawi dan biomolekuler. Inflamasi selaput ketuban telah diteliti dan ternyata mempunyai korelasi yang bermakna terhadap morbiditas neonatal dan mortalitasnya. Severi dkk (2008) melakukan evaluasi pengukuran ketebalan selaput ketuban dengan menggunakan ultrasonografi, menemukan bahwa wanita dengan persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal daripada yang lahir aterm dengan menggunakan ultrasonografi untuk mengukur ketebalan selaput ketuban di daerah zone tengah. Ketebalan selaput ketuban ini diakibatkan proses seperti inflamasi yang menimbulkan terjadinya persalinan. 27 Dari penelitian terkini menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis (1,2 mm), sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan preterm adalah 100% (95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan positive dan negative likehood ratio adalah 3,3 dan 0,0 (Severi dkk, 2008). Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan ultrasound yang dilengkapi dengan probe convex multifrekuensi transabdominal 2,5-6,6 MHZ. Pengukuran selaput ketuban dilakukan pada wanita hamil dengan usia kehamilan antara 18-35 minggu disertai dengan pemeriksaa biometrik janin dan kesejahteraan janin. Untuk pengukuran ketebalan selaput ketuban, transduser diletakkan tegak lurus pada abdomen ibu dan pengukuran di ambil sekitar 3 cm dari insersi tali pusat, posisi daripada batas bawah garis horisontal caliper atas didefinisikan sebagai batas eksternal dari chorion dan batas atas garis horizontal daripada caliper bawah didefinisikan sebagai batas amnion. Usia kehamilan ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir dan dikonfirmasikan dengan hasil pemeriksaan dengan ultrasonografi pada trimester pertama. BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Teori Persalinan preterm dan aterm mempunyai proses yang sama, kecuali usia kehamilannya. Dimana persalinan merupakan proses multifaktorial, salah satunya melalui mekanisme kondisi seperti inflamasi (inflammation-like condition) yang melibatkan selaput ketuban. Etiologi terbanyak adalah diakibatkan infeksi terutama chorioamnionitis, yang sebagian besar merupakan chorioamnionitis histology. Penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi berhubungan dengan kejadian persalinan secara biokimiawi dan biomolekuler dan secara bermakna ditemukan bahwa wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis sebesar 1,2 mm. Inflamasi Infeksi Penebalan Selaput ketuban ↑ MMP ↑ Prostaglandins & Uterotonin lain Pematangan serviks Pecahnya selaput ketuban Kontraksi uterus Persalinan Preterm Gambar 3.1 Kerangka Teori 30 ↑ Oxytocin maternal 31 3.2 Kerangka Konsep Kehamilan Aterm Inflamasi Infeksi Penebalan Selaput Ketuban Persalinan Preterm Gambar 3.2 Kerangka Konsep 3.2 Hipotesis Penelitian Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm merupakan faktor risiko persalinan preterm BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol, dengan persalinan preterm sebagai kasus.Sebagai kontrol digunakan kehamilan preterm yang tidak mengalami tanda-tanda persalinan. Ketebalan selaput ketuban merupakan faktor risiko. Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm Persalinan preterm Ketebalan selaput ketuban ≤ 1,2 mm Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm Kehamilan preterm Ketebalan selaput ketuban ≤ 1,2 mm 32 33 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di IRD dan Poli Klinik 108 bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Januari-Desember 2011 4.3 Populasi Penelitian Semua ibu hamil yang datang ke IRD dan Poli Klinik 108 bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis persalinan preterm dan kehamilan preterm periode Januari-Desember 2011. 4.4 Sampel Penelitian 4.4.1 Kriteria sampel penelitian a. Kriteria Inklusi Kasus 1. Kehamilan Tunggal Hidup 2. Umur Kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu 3. Kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit 4. Pembukaan serviks ≤ 3 cm Kontrol 1. Kehamilan Tunggal Hidup 2. Umur Kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu 3. Tidak ada kontraksi uterus 34 b. Kriteria Ekslusi 1. Plasenta previa/solusio plasenta 2. Polihidramnion 3. Hamil kembar 4. Diketahui mempunyai kelainan kongenital pada janin karena ada indikasi untuk diterminasi tanpa memandang usia kehamilan. 5. Ibu hamil mempunyai kelainan medis, seperti kelainan jantung, diabetes mellitus, penyakit paru menahun termasuk asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik, preeklampsia/eklampsia). 6. Tidak bersedia ikut penelitian 4.4.2 Cara pemilihan kasus dan kontrol Kasus dipilih secara consecutive sampling dari ibu hamil preterm yang inpartu sesuai dengan kriteria kasus dalam waktu 24 jam dilakukan pemeriksaan TransAbdominal Sonography (TAS) dengan USG 3D tipe Medison SonoAce 8000 di Wings Amerta RSUP Sanglah Denpasar, sejak Januari 2011. Kontrol dipilih secara consecutive sampling dari ibu hamil pretem tidak inpartu sesuai dengan kriteria kontrol di RSUP Sanglah Denpasar. Pengambilan kontrol dilakukan dalam 1 minggu dari ditemukannya kasus sejak bulan Januari 2011 dengan perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1 4.4.3 Besar sampel penelitian Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi : 35 Tingkat kesalahan tipe I (α) adalah 0,05. Power penelitian sebesar 80%, atau tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20%. Sampel dihitung berdasarkan rumus : Keterangan : n = besar sampel Zα = 1,960 untuk tingkat kemaknaan α = 0,05 Zβ = 0,842 untuk β = 0,80 R =3 P = R/1 +R Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas didapatkan n (jumlah sampel) yang diperlukan sebesar 28,9 dibulatkan menjadi 30. Jadi seluruhnya termasuk kontrol adalah sejumlah 60 orang. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Variabel tergantung Persalinan preterm 4.5.2 Variabel bebas Ketebalan selaput ketuban 36 4.5.3 Variabel kontrol Faktor-faktor lain yang akan di eksklusi, seperti hamil kembar, polihidramnion,, plasenta previa/solusio plasenta, penyakit medis pada ibu hamil, kelainan kongenital pada janin. 4.6 Definisi Operasional Variabel 1. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan tunggal hidup, usia kehamilan 28-37 minggu. Mengalami kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan serviks ≤ 3 cm, keluar lendir campur darah dan selaput ketuban intak. Usia kehamilan dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT), atau berdasarkan usia kehamilan dari hasil ultrasonografi oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang dilakukan pada usia kehamilan sebelum 20 minggu. 2. Ketebalan selaput ketuban adalah tebal selaput ketuban yang diukur dengan trans-abdominal sonography di daerah area tengah atau area antara area serviks dengan tepi plasenta (± 10-12 cm dari area serviks). 3. His adalah kontraksi uterus dengan frekuensi 2 kali dalam 10 menit. 4. Hamil kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam satu kali kehamilan. 5. Polihidramnion adalah jumlah cairan amnion diperiksa dengan USG dimana AFI (Amnion Fluid Index) lebih dari 24 cm (Phelan dkk, 1987). 37 6. Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28 minggu atau lebih. 7. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Pada usia kehamilan diatas 20 minggu atau berat janin 500 gram. 8. Penyakit medis pada ibu hamil adalah bila dari anamnesa didapatkan riwayat hipertensi, dibetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru menahun seperti asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik, preeklampsia/eklampsia. 9. Kelainan kongenital janin adalah kelainan fisik pada janin yang ditemukan dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan. 4.7 Alat Pengumpul Data Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi : 1. Lembar pengumpul data (kuesioner) 2. Lembar status pasien 3. Alat USG 3D merk Medison Sonoace 8000 live prime 4.8 Prosedur Penelitian 1. Penapisan kasus dan control Pemilihan kasus dan kontrol untuk memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan dengan cara pemeriksaan pada ibu hamil yang datang datang ke IRD dan Poli Klinik 108 bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah 38 Denpasar. Pemeriksaan meliputi anamnesa, pemeriksaan umum dan pemeriksaan obstetri. 2. Pemeriksaan trans-abdominal sonography (TAS) ï‚· Pemeriksaan TAS oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan ï‚· Alat yang dipergunakan adalah USG 3D tipe Medison SonoAce 8000. ï‚· Tempat pemeriksaan di Wings Amerta RSUP Sanglah Denpasar. ï‚· Yang memenuhi kriteria inklusi untuk kasus dan kontrol akan diberikan informasi dan penjelasan tentang penelitian ini, demikian juga keluarganya. ï‚· Setelah mengerti dan bersedia ikut dalam penelitian, maka penderita diminta untuk menandatangani persetujuan penelitian. ï‚· Penderita ditidurkan telentang dan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dengan transduser diletakkan tegak lurus pada abdomen ibu ï‚· Ketebalan selaput ketuban yang diukur dengan trans-abdominal sonography di daerah area tengah atau area antara area serviks dengan tepi plasenta (± 1012 cm dari area serviks) dalam ukuran mm kemudian dicatat. 3. Setelah sampel penelitian diambil, ibu hamil akan dikelola sesuai dengan protap di bagian kebidanan dan kandungan RSUP Sanglah Denpasar. 39 4.9 Alur Penelitian Penapisan pada ibu hamil preterm dan bersalin dengan anamnesa, pemeriksaan fisik umum dan obstetri, informed consent Persalinan Preterm (Kasus) Kehamilan Preterm (Kontrol) Pemeriksaan TAS Pemeriksaan TAS Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm Ketebalan selaput ketuban ≤ 1,2 mm Analisa Data Gambar 4.1 Alur Penelitian 40 4.10 Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) for windows version 16.0. 1. Untuk normalitas data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. 2. Untuk homogenitas data digunakan Levene’s T Test. 3. Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm secara umum dan mengetahui besarnya risiko terjadinya persalinan preterm pada ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm dipakai uji Chi Square Hasil analisa disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. BAB V HASIL PENELITIAN Selama periode bulan Januari - Desember 2011, dilakukan penelitian dengan rancangan kasus-kontro tidak berpasanganl, yang dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Sejumlah 60 orang ibu hamil dijadikan sampel penelitian terdiri atas 30 ibu hamil dengan persalinan preterm sebagai kasus dan 30 ibu hamil dengan kehamilan preterm yang tidak mengalami tanda-tanda persalinan sebagai kontrol. Data karakteristik subjek antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol Kelompok Variabel p Umur (th) Kasus (n=30) 27,87±6,10 Kontrol (n=30) 26,97±5,09 0,537 Umur Kehamilan (mg) 31,47±1,66 31,43±1,63 0,938 Paritas 0,93±1,17 0,50±0,73 0,157 Berat badan (kg) 62,80±9,81 60,17±9,33 0,291 Tinggi badan (cm) 158,07±3,68 157,10±4,02 0,335 41 42 Berdasarkan hasil pada Tabel 5.1 di atas, dengan analisis menggunakan uji t-independent didapatkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa umur ibu, umur kehamilan, paritas, berat badan, dan tinggi badan secara statistik tidak berbeda antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. 5.2 Peran Ketebalan Selaput Ketuban pada Kejadian Persalinan Preterm Spontan Untuk mengetahui peranan ketebalan selaput ketuban terhadap kejadian persalinan preterm digunakan uji Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Peranan Ketebalan Selaput Ketuban Pada Kejadian Persalinan Preterm Spontan Ketebalan Selaput Ketuban ≥ 1,2 < 1,2 Kelompok Kasus Kelompok Kontrol 20 8 10 RO IK 95% p 5,5 1,81-16,68 0,002 22 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rasio odd ketebalan selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali (RO = 5,5, IK 95% = 1,81-16,68, p=0,002). BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subyek Penelitian Untuk mengetahui hubungan ketebalan selaput ketuban pada ibu hamil dengan meningkatnya kejadian persalinan preterm spontan maka dilakukan penelitian dengan rancangan case-control study, yang dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Januari sampai dengan Desember 2011. Selama penelitian, 60 ibu hamil pada usia kehamilan 28 -37 minggu dijadikan sampel dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 27,87±6,10 tahun, rerata kelompok kontrol adalah 26,97±5,09 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 31,47±1,66 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 31,43±1,63 minggu. Rerata paritas kelompok kasus adalah 0,93±1,17, rerata kelompok kontrol adalah 0,50±0,73. Rerata berat badan kelompok kasus adalah 62,80±9,81, rerata kelompok kontrol adalah 60,17±9,33. Rerata tinggi badan kelompok kasus adalah 0158,07±3,68, rerata kelompok kontrol adalah 157,10±4,02. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. 6.2 Peran Ketebalan Selaput Ketuban pada Kejadian Persalinan Preterm Spontan Hubungan ketebalan selaput ketuban terhadap kejadian persalinan preterm di uji dengan Chi-Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio odd ketebalan 43 44 selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali (RO = 5,5, IK 95% = 1,81-16,68, p=0,002). Hal ini disebabkan karena pada persalinan preterm ditemukan adanya inflamasi dari selaput ketuban secara histologi, dimana perluasan dan derajat berat ringannya edema villous berkorelasi positif dengan mortalitas dan morbiditas neonatal (Redline dkk, 2000). Romero dkk (2006) menyatakan bahwa aktivasi pada persalinan preterm berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban, secara biokimiawi dan biomolekuler ditemukan bahwa persalinan condition). merupakan suatu kondisi Sedangkan Steel dkk, seperti inflamasi (inflammation-like (2005) menemukan bahwa pada chorioamnionitis terjadi perubahan pada selaput ketuban terjadi peningkatan hitung jumlah leukosit serta profil biomarker yang berhubungan dengan inflamasi (seperti proinflammatory IL-1β, IL-6, TNF–α, anti inflammatory IL-10, TGF–β, cytokine, growth dan factor angiogenic : epidermal growth factor/EGF, vascular endothelial growth factor/VEGF, chemokines seperti IL -8, MCP-1, G-CSF, cell adhesion molecules, intracellular adhesion molecule/ICAM, vascular cell adhesion molecule/VCAM, matrix metalloproteinase/MMPs dan inhibitornya tissue inhibitors of MMPs/TIMPs), yang sebagian besar diakibatkan oleh infeksi terutama chorioamnionitis histology. Di samping beberapa hasil penelitian di atas, hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi berhubungan dengan kejadian persalinan secara biokimiawi dan biomolekuler. Penelitian Severi dkk (2008) menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa wanita yang mengalami persalinan 45 preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis (1,2 mm), sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan preterm adalah 100% (95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan positive dan negative likehood ratios adalah 3,3 dan 0,0. Dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian ini mendukung penelitian-penelitian sebelumnya antara lain oleh Redline dkk (2000), Steel dkk, (2005),Romero dkk (2006),Severi dkk (2008) bahwa terdapat hubungan secara bermakna antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm dan penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan secara bermakna (p < 0,005) antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm. 2. Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm sebesar 5,5 kali. 7.2 Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko persalinan preterm, sehingga dapat ditemukan acuan yang bersifat non invasif, selektif, efisien dan akurat untuk memprediksi terjadinya persalinan preterm. 2. Pemeriksaan ketebalan selaput ketuban sebaiknya dilakukan pada kehamilan preterm karena secara bermakna berhubungan dengan persalinan preterm. 46 47 DAFTAR PUSTAKA Abdel-Malak, T.M., Mulholland, G. and Bell, S.C. Structural characteristics and fibronectin synthesis by the intact term fetal membranes covering the cervix. Br. J. Obstet. Gynaecol., 1993; 100, 775–776. Allport VC, Pieber D, Slater DM et al. Human labour is associated with nuclear factor-kappaB activity which mediates cyclo-oxygenae -2 expression and is involved with the’functional progesterone withdrawal’. Mol Hum Reprod, 2001; 7: 581-586. Allport VC, Slater DM, Newton R et al. NF-κB and AP -1 are required for the cyclooxygenase 2 gene expression in amnion epithelial cell line (WISH). Mol Hum Reprod, 2000; 6: 561-565. Andrews WW, Hauth JC, Goldenberg RL. Infection and preterm birth. Am J Perinatal, 2000; 17:357-65. Ayad, S., Boot-Handford, R. P., Humphries, M. J., Kadler, K. E. SC Shuttleworth, C. A The Extracellular Matrix Facts Book. San Diego: Academic Press.1994; 7: 488500. Bell, S.C. and Malak, T.M. Structural and cellular biology of the fetal membranes. In Elder, M.G., Romero, R. and Lamont, R.F. (eds), Preterm Labor. Churchill Livingstone, New York, 1997, 401–428. Birkedal-Hansen, H., Moore, W. G. I., Bodden, M. K., Windsor, L. J., BirkedalHansen, B., DeCarlo, A., Engler, J. A. Matrix metalloproteinases: a review. Critical Review in Oral Biology and Medicine, 1993; 4, 197-250. Bowen JM, Chamley L, Keelan JA, Mitchell MD. Cytokines of the placenta and extra-placental membranes: roles and regulation during human preganancy and parturition. Placenta, 2002; 23: 257-273. Bryan-Greenwood GD. The extracellular matrix of the human fetal membranes: structure and fuction. Placenta, 1998; 19: 1-11. Casey ML, Mibe M, Erk A, Mac Donald PC. Transforming growth factor Bstimulation of parathyroid hormone related protein expression in human uterine cells in culture mRNA levels and protein secretion. J Clin Endocrinol Metab, 1992; 74: 950. 48 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2007. “Birth : Final data for 2005”. Tersedia pada http:// www.cdc.gov/nchs/data/nvsr/nvsr56/nvsr56-06.pdf (diakses 13 Maret 2008). Champliaud, M. F., Lunstrum, G. P., Rousselle, P., Nishiyama, T., Keene, D. R., Burgeson, R. E. Human amnion contains a novel laminin variant, laminin 7, which like laminin 6, covalently associates with laminin 5 to promote stable epithelialstromal attachment. Journal of Cell Biology, 1996; 132, 1189-1198. Condon JC, Jeyasuria P, Faust JM et al. Surfactant protein secreted by maturing mouse fetal lung acts as a hormone that signals the initiation of parturition. Proc Natl Acad Sci USA, 2004; 101: 4978-4983. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Nenstrom KD. Preterm birth. In: Williams Obstetrics 22nd ed. McGraw-Hill New York, 2005: 85573. Drije J, Magowan BA. Clinical obstetrics and gynaecology: prematurity. Saunders, London, 2004: 375-80. Dutta DC. Textbook of Obstetrics, 2004: 36-37. Feinberg, R. F. & Kliman, H. J. (1992) Fetal fibronectin and preterm labour. New England Journal of Medicine, 326, 708. Fortunato SJ, Menon R, Lambardi SJ. Amniochorion gelatinase-gelatinase inhibitor imbalance in vitro: a possible infections pathway to rupture. Obstet Gynecol, 2000; 95: 240-244. Frigo P, Lang CH, Golaszewski T, Gruber D, Berger A, Ulrich R et al. Measurement of amniochorionic membrane thickness using high-frequency ultrasound. Prenatal Diagnosis, 1996 (vol 16): 313-317. Gibbs, R.S., Romero, R., Hillier, S.L. et al. A review of premature birth and subclinical infection. Am. J. Obstet. Gynaecol., 1992; 76, 5–12. Goepfert AR, Goldenberg RL, Andrews WW, Hauth JC, Mercer B, Iams J et al. The preterm prediction study: association between cervical interleukin 6 concentration and spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol, 2001; 184: 483-8. 49 Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, Meis PJ, Moawad AH, Coppel RL et al. The preterm prediction study: the value of new vs standard risk factor in predicting early and all spontaneous preterm birth. Am J Public Health, 2003; 88 : 233-8. Gomez R, Romero R, Medina L, Nien JK, Chaiworapongsa T, Carstens M et al. Cervicovaginal length in patients with preterm uterine contraction and intact membranes. Am J Obstet Gynecol, 2005; 192: 350-359. Gorgoni B, Caivano M, Arizmendi C et al. The transcription factor C/EBP beta is essential for inducible expression of the cox -2 gene in macrophage but not fibroblast. J Biol Chem, 2001; 276: 40769-40777. Green I, Norman J. Preterm labor, managing risk in clinical practice. Cambridge University Press, 2005; 1-26. Iams JD, Goldenberg RL, Mercer BM, Moawad AH, Meis PJ, Das AF et al. The preterm prediction study: can low-risk women destined for spontaneous preterm birth be identified? Am J Obstet Gynecol, 2001; 184: 652-5. Iams JD. Prediction and early detection of preterm labor. Obstet Gynecol, 2003; 101: 402-412. Inge C, Zaragoza DB, Larry G, Sarah AB, Bryan FM, David MO. Inflammatory processes in preterm and term parturition. Journal of Reproductive Immunology, 2008; 79: 50-57. Jacobson, S.-L., Kimberly, D., Thornburg, K. & Maslen, C. Localization of fibrillin-1 in the human term placenta. Journal of Society of Gynecological Investigation. 1995; 2, 680-690. Keelan JA, Blumenstein M, Helliwell RJ, Sato TA, Marvin KW, Mitchell MD. Cytokines, prostaglandins and parturition-a review. Placenta, 2003; 33-46. Keelan JA, Marvin KW, Sato TA et al. Cytokine abundance in placental tissues: evidence of inflammatory activation in gestational membranes with term and preterm parturition. Am J Obstet Gynecol, 1999; 181: 1530-1536. Keene, D. R., Maddox, B. K., Kuo, H.-J., Sakai, L. Y. & Glanville, R. W.Extraction of extendable beaded structures and their identification as fibrillin-containing extracellular matrix microfibrils. Journal of Histochemistry and Cytochemirstry, 1999,(39): 441-449. 50 Laren JM, Malak TM, Bell SC. Structural characteristic of term human fetal membranes prior to labour: identification of an area of altered morphology overlying the cervix. Human reproduction, 1999 (vol. 14) 1: 233-241. Leitich H, Eganter C, Kaiden A, Hohlagshwandtner M, Berghammer P, Husslein P. Cervicovaginal fetal fibronectin as a marker for preterm delivery: a meta-analysis. Am J Obstet Gynecol, 1999; 180: 1169-1176. Leitich H. Secondary predictors of preterm labour. BJOG, 2005; 112: 48-50. Lockwood, C. J., Senyei, A. E., Dische, M. R., Casal, D., Shah, K.,Thung, S. N., Jones, L., Deligdisch, L., Garite, T. J. Fetal fibronectin in cervical and vaginal secretions as a predictor of preterm delivery. New England Journal of Medicine, 1991; 325, 669-674 Malak TM, Bell SC. Structural characteristics of term human fetal membranes: a novel zone ofextreme morphological alteration within the rupture site. Br J Obstet Gynecol, 1999 (may, vol 101): 375-386. Manajemen Persalinan Preterm. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Semarang, Maret 2005. Maymon E, Ghezzi F, Edwin SS et al. The tumor necrosis factor alpha and its soluble receptor profile in term and preterm parturition. Am J Obstet Gynecol, 1999; 181: 1142-1148. McLaren J., Taylor DJ., Bell SC. Increased incidence of apoptosis in non-labouraffected cytotrophoblast cells in term fetal membranes overlying the cervix. Human Reproduction, 1999 (vol.14 no.11); 2895-2900. Menon R, Taylor RN, Fortunato SJ. Chorioamnionitis-a complex pathophysiologic syndrome. Placenta, 2010; 31: 113-120. Millar LK, Stollberg J, DeBuque L, Bryant-Greenwood G. Fetal membrane distention: Determination of the intrauterine surface area and distention of the fetal membranes preterm and at term. Am J Obstet Gynecol 2000;182:128–34. Minkoff H. Prematurity infection as an etiologic factor. Obstet Gynecol, 1983; 62: 137-44. Moutquin JM. Classification and heterogenenity of preterm birth. Br J Obstet Gynecol, 2003; 110 (suppl 20): 30-33. 51 Nemeth E, Tashima LS, Yu Z, et al. Fetal membrane distention:I Differentially expressed genes regulated by acute distention in amniotic epithelial (WISH) cells. Am J Obstet Gynecol, 2000;182,50-59 Olson DM, Zaragoza DB, Shallow MC, Cook JL, Mitchell BF, Grigsby P et al. Myometrial activation and preterm labour: Evidence supporting a role for prostaglandin F receptor-a review. Placenta, 2003; 24: 47-54. Oxlund, H., Helmig, R., Halaburt, J. T. & Uldbjerg, N. Biomechanical analysis of human chorioamniotic membranes. European Journal of Obstetrics and Gynecology and Reproductive Biology, 1990; 34, 247-255. Phelan JP, Ahn M, Smith CU, Rutherford SE. Amniotic fluid index in normal human pregnancies. Report Med, 1987; 32, 601-604. Prockop, D. J. & Kivirikko, K. I. Collagens: molecular biology,diseases, and potentials for therapy. Annual Recs of‘ Biochemistry, 1995; 64,403-434. Profil Kesehatan Indonesia 2005, diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007. Redline RW, Wilson-Costello D, Berawski E, Fanaroff AA, Hack H. The releationship between placental and other perinatal risk factors for neurologic impairment in very low birth weight children. Pediatri Res, 2000; 47: 721-726. Roman AS, Koklanaris N, Paidas MJ, Mulholland J, Levitz M, Rebarber A. “Blind” vaginal fetal fibronectin as a predictor of spontaneous preterm delivery. Obstet Gynecol, 2005; 105: 285-289. Romero R, Chaiworapongsa T, Espinoza J, Gomez R, Yoon BH, Edwin S et al. Fetal plasma MMP -9 concentration are elevated in preterm premature rupture of membrane. Am J Obstet Gynecol, 2002; 187: 1125-1130. Romero R, Erez O, Espinoza J. Intrauterine infection, preterm labor and cytokines. J Soc Gynecol Investig 2005; 12: 463-465. Romero R, Espinoza J, Kusanovic J, Gotsch F, Hassan S, Erez O et al. Preterm parturition syndrome. BJOG, 2006; 113 (suppl 3): 17-42. Romero R, Kadar N, Hobbins JC, Duff GW. Infection and labor: the detection of endotoxin in amniotic fluid. Am J Obstet Gynecol, 1987; 157: 815. Romero R, Mazor M, Brandt F et al. Interleukin -1 alpha and interleukin -1 beta in preterm and term human parturition. Am J Reprod Immunol, 1992; 27: 117-123. 52 Romero R, Wu YK, Sirtori M et al. Amniotic fluid concentrations of prostaglandin F2 alpha, 13, 14-dihydro-15-keto-prostaglandin F2 alpha (PGFM) and 11-deoxy-13, 14-dihydro-keto-11, 16-cyclo-prostaglandin E2 (PGEM-LL) in preterm labor. Prostaglandins, 1989; 37: 149-161. RomeroR, Espinoza J, Gotsch F, Kusanovic J, Friel L, Erez O et al. The use high dimentional biology (genomics, transcriptonics, proteomics and metabolonics) to understand the preterm parturition syndrome. BJOG, 2006; 113: 118-135. Qin, X, Garibay-Tupas, J., Chua, P. K., Cachola, L. & Bryant-Greenwood, G. D. An autocrine/paracrine role of human decidual relaxin I, Interstitial collagcnase (MMP1) and tissue plasminogen activator. Biology qf Reproduction, 1997; 56, 800-811. Schmitz T, Maillard F, Bessard-Bacquadert S, Kayem G, Frilla Y, Cabrol D et al. Selective use of fetal fibronectin detection after cervical length measurement to predict spontaneous preterm delivery in women with preterm labor. Am J Obstet Gynecol, 2006; 194: 138-143. Severi FM, Bocchi C, Florio P, Picciolini E, D’aniello G, Petraglia F. Comparison of two dimensional and three dimensional ultrasound in the assessment of the cervix to predict preterm delivery. Ultrasound Med Biol, 2008; 29: 1261-1265. Slattery MM, Morrison JJ. Preterm delivery. Lancet, 2002; 360 (9344): 1089-97. So, T., Ito, A., Sato, T., Mori, Y. & Hirakawa, S. Tumor necrosis factor & stimulates the biosynthesis of matrix metalloproteinases and plasminogen activator in cultured human chorion cells. Biology of Reproduction, 1992; 46, 772-778. Stell JH,Donoghue KO, Kennea NL, Sulliven MH, Edwards AD. Maternal origin of inflammatory leucocytes in preterm fetal membranes, shown by fluorescence in situ hybridization. Placenta, 2005; 26: 672-677 Spongy CY. Prediction and prevention of recurrent spontaneous preterm birth. Obstet Gynecol, 2007; 110: 405-15. Stamm, E., Waldstein, G., Thickman, D., McGregor, J. Amniotic sheets: natural history and histology, J. Ultrasound Med, 1991; 10, 501-504. Swamy GK, Simhan HN, Gammil HS, Heine RP. Clinical utility of fetal fibronectin for predicting preterm birth. J Reprod Med, 2005; 50: 851-856. 53 Vadillo-Ortega, F., Hernandez, A., Gonzalez-Avila, G., Bermejo, L.,Iwata, K. & Strauss, J. F. Increased matrix metalloproteinase activity and reduced tissue inhibitor of metalloproteinase-1 levels in amniotic fluids from pregnancies complicated by premature rupture of membranes.American Journal of Obstetrics and Gynecology, 1996; 174, 1371-1376. Vettraino, I. M., Roby, J., Tolley, T., Parks, W. C. Collagenase-1,stromelysin-1, and matrilysin are expressed within the placenta during multiple stages of human pregnancy. Placenta, 1996; 17, 557-563. World Health Organization (WHO). “Maternal anthropometri and pregnancy outcome. A WHO collaborative study”. Bulletin of World Health Organization, 73 supp, 1995. Yamada, K. M. Fibronectin and other cell interactive glycoproteins. In Cell Biology of Extracellular Matrix, 2nd. New York & London: Plenum Press1991; 111-139 Young A, Thomson AJ, Ledingham M et al. Immunolocalization of proinflammatory cytokines in myometrium, cervix, and fetal membranes during human parturition at term. Bio Reprod, 2002; 66: 445-449. 54 DATA PENELITIAN KASUS IDENTITAS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Nama Pt Tabita Dsk Kt Sukartini Kt Mustiani Ni Kt Sukerten Gst Ayu Murni Kt Sriati Ni Luh Suryati Jro Jempiring Anita Kmg Sukerti Ngh Sumandiari Ni Md Aryati Siti Nasilah Pt Ayu Puji Artini Yuni Astini Luh Resning Kt Sukraning Luh Mudarini Lidia Rizki Wulan Apsari Luh Pt Muryani IA Trisnadewi Ni Wyn Sri Angreni Hamidah Vina Damayanti Yosi Melinda Ni Made Resi Mutiana Dewi Mita IA Sri yunita Umur (thn) 19 44 37 34 23 32 23 32 32 28 29 28 27 25 25 26 24 34 28 21 24 27 34 38 23 18 32 27 23 19 Suami Gd Subawa Nym Madita Kt Nuaja Kt Suweca Gst Ngurah Ardika Yohanes W Gunawan Gst Md Ardita Kt Adyana Kdk Laba I Wyn Sueca Dewa Nym Santosa Moktapi Kmg Sudi Arsana Kd Artika Putra Kmg Artayasa Kt Mertayasa Wyn Candra Andreas Lende Kasnijan Md Sumiarta IB Dwi Kara Putra I Md Sudarma Agus Gunawan Lutfi Made Kopa Putu Efendi Mahsin Dw Pt Nata Agama Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Islam Hindu Hindu Hindu Hindu Hindu Kristen Islam Hindu Hindu Hindu Islam Islam Hindu Hindu Hindu Islam Hindu Alamat Jl. Gn Agung gg Irawadi Jl. Trengguli gg 4/29A Jl. Soka 115 Jl.Cok Maria gg 4 no. 6 Br. Pelagan Jl. A Yani Selatan no. 77 Br. Puseh Angantaka Jl. Trengguli no.75 Jl. Sedap Malam no. 2 Jl. Padma beteng sari Jl. Naga gg xx 25 no.2 Jl. Nangka Utara No. 1 Jl. Trengguli no. 83 Jl. Gandapura V no. 15B Jl. Pertulaka no. 2 Jl. WR supratman 18 A Ketewel Jl. Narakusuma no. 26 Jl. Penamparan no. 3 Jl. Trengguli 15 no.1 Br. Anggabaya Penatih Br. Melinggih Payangan Jl. Antasura 115 Jl. Raya Batubulan Jetis kulon 6/12 A Perum Bumi Tegal Besar Br Dinas Kebon Bukit Denpasar Jl. Kemuda no.24 Dps Sukawati Gianyar 55 RIWAYAT OBSTETRI Pekerjaan Pendidikan Kawin Riwayat kehamilan UK (mgg) IRT SMP 6 bl G1P0000 32-33 IRT SMP 23 th G5P4004 33-34 IRT SMA 1 th G1P0000 31-32 IRT SMA 9 th G3P2002 30-31 IRT SMP 1 th G1P0000 33-34 IRT SD 8 th G3P2002 30-31 IRT SMA 6 bl G1P0000 32-33 IRT SMA 13 th G3P2002 32-33 IRT SMA 1 th G1P0000 29-30 IRT SD 3 bl G1P0000 33-34 IRT SMA 9 th G5P4004 30-31 IRT SMA 8 th G3P2002 31-32 IRT SD 12 th G2P1001 30-31 IRT SMA 3 th G2P1001 31-32 IRT S1 5 th G2P1001 30-31 IRT S1 8 th G1P0000 30-31 IRT SD 3 th G3P1011 35-36 IRT SMA 3 th G2P1001 33-34 IRT SMA 1 th G1P0000 33-34 IRT SMA 7 bl G1P0000 31-32 IRT SMP 7 bl G2P0010 33-34 IRT D3 8 bl G1P0000 33-34 IRT SMA 8 bl G1P0000 29-30 IRT SMP 5 th G2P1001 33-34 IRT SMA 4 th G2P1001 31-32 IRT SMA 1 th G1P0000 31-32 IRT SMP 5 th G2P1001 34-35 IRT SMA 8 th G4P3003 30-31 IRT SMA 5 th G2P1001 29-30 IRT SMA 1 th G1P0000 33-34 STATUS PRAESENT HPHT 15-03-2011 10/3/2011 18-03-2011 12/3/2011 22-02-2011 15-04-2011 15-05-2011 27-01-2011 4/12/2010 7/11/2010 7/12/2010 23-10-2010 2/11/2010 25-09-2010 18-11-2010 24-10-2010 10/9/2010 10/10/2010 1/10/2010 7/11/2010 6/9/2010 20-10-2010 28-05-2011 6/6/2011 29-06-2011 2/5/2011 25-06-2011 20-07-2011 27-06-2011 15-04-2011 TP 22-12-2011 17-12-2011 25-12-2011 19-12-2011 29-11-2011 22-01-2012 22-12-2011 4/11/2011 11/9/2011 14-07-2011 14/9/2011 30-07-2011 9/8/2011 2/7/2011 25-08-2011 31-07-2011 17-06-2011 17-07-2011 8/7/2011 14-08-2011 13-06-2011 27-07-2011 25-02-2012 13-03-2012 6/4/2012 19-02-2012 27-03-2012 27-04-2012 3/4/2012 22-01-2012 ANC TB (cm) BB (kg) bidan 165 53 bidan 160 70 bidan 158 62 bidan 162 60 bidan 160 65 bidan 165 54 bidan 158 73 bidan 160 78 bidan 154 64 bidan 150 59 bidan 160 59 bidan 155 65 bidan 158 54 bidan 160 60 bidan 158 43 bidan 156 60 bidan 160 70 bidan 155 52 bidan 158 57 bidan 158 69 bidan 150 70 bidan 160 84 bidan 158 53 bidan 156 52 bidan 150 60 bidan 160 58 bidan 158 56 bidan 160 62 bidan 160 81 bidan 160 81 64 GENERALIS o TD (mmHg) RR (x/m) N (x/m) T ax ( C) St. Generalis 110/70 20 82 36,5 normal 110/60 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 120/80 20 80 36,5 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 36,5 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 36,5 normal 120/80 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 120/80 20 80 37 normal 110/70 20 80 37 normal 120/80 20 80 37 normal 120/80 20 80 37 normal 120/80 20 80 37 normal USG DJJ 144 142 142 144 142 146 142 144 144 146 142 142 144 142 144 142 144 142 146 144 142 144 142 142 144 144 142 144 144 144 His negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif Fetus tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal Kelamin laki laki perempuan laki laki laki laki laki perempuan laki laki laki laki perempuan perempuan laki laki perempuan laki laki laki laki laki laki perempuan perempuan laki perempuan laki laki Letak kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala FHB EFW (gr) positif 1929 positif 2451 positif 2810 positif 1547 positif 2128 positif 1429 positif 1835 positif 2102 positif 1385 positif 2337 positif 1581 positif 1756 positif 1478 positif 2324 positif 1499 positif 1521 positif 2075 positif 2541 positif 2344 positif 1521 positif 2464 positif 2717 positif 1253 positif 1722 positif 1248 positif 1543 positif 2516 positif 1902 positif 1435 positif 2434 65 SELAPUT KETUBAN TP Placenta 22-12- 2011 corpus anterior gr 2 14-12-2011 corpus anterior gr 2 3/12/2011 corpus posterior gr 2 14-01-2012 corpus anterior gr 2 16-12-2011 corpus anterior gr 2 10/2/2012 corpus anterior gr 2 11/12/2011 corpus posterior gr 2 23-11-2011 corpus anterior gr 2 12/9/2011 corpus posterior gr 2 12/8/2011 corpus anterior gr 2 8/9/2011 corpus anterior gr 2 28-08-2011 corpus posterior gr 2 5/9/2011 corpus posterior gr 2 18-07-2011 corpus posterior gr 2 23-08-2011 corpus anterior gr 2 15-08-2011 corpus anterior gr 2 17-06-2011 corpus posterior gr 2 22-07-2011 corpus posterior gr 2 19-07-2011 corpus anterior gr 2 8/8/2011 corpus posterior gr 2 6/7/2011 corpus anterior gr 2 27-07-2011 corpus anterior gr 2 25-02-2012 corpus posterior gr 2 22-03-2012 corpus posterior gr 2 10/4/2012 corpus anterior gr 2 7/3/2012 corpus anterior gr 2 5/4/2012 corpus posterior gr 2 23-04-2012 corpus posterior gr 2 8/4/2012 corpus posterior gr 2 2/2/2012 corpus posterior gr 2 1 (mm) 2 2,1 2,4 2,1 2,2 2,6 2,6 2,3 2,8 2,9 1,4 1,6 1,6 2 1,3 1,8 1,9 1,6 1,8 1,7 1,6 1,2 1,3 1,6 2,2 2,3 2,8 2,3 2,8 2,2 2 (mm) 2,1 2,2 2,5 2,5 2,7 2,7 2,4 2,6 2,7 2,5 1,9 1,4 1,5 1,8 1,4 1,6 1,8 1,8 1,5 1,8 1,8 1,8 1,4 1,7 2,0 2,7 2,7 2,2 2,6 2,3 3 (mm) Rata-rata (mm) 2,1 2,06 2,4 2,23 2,4 2,43 2,3 2,3 2,5 2,46 3 2,76 2,4 2,46 2,8 2,56 2,9 2,8 2,5 2,63 1,8 1,7 1,4 1,46 1,4 1,5 1,6 1,8 1,5 1,4 1,6 1,66 1,7 1,7 1,6 1,66 1,6 1,63 1,6 1,7 1,6 1,66 1,6 1,53 1,4 1,36 2,0 1,76 2,1 2,1 2,4 2,46 2,8 2,8 2,1 2,2 2,2 2,53 2,3 2,26 66 KONTROL No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Nama Nur Yoan Yuliastiti Ni Pt Juli Sriani Ni Wyn Sangri Desi Maha Yanti Km Leni Herawati Ni Wyn Susiantini Kmg Rara Tini Ni Wyn agustini Kdk Sintianingsih Md Darmini GA Ningsih Kdk Artati Ni Kmg sutiani GA Karini Ni Wyn Mudiani Kt sari Kt Sri Kdk wahyuni Ni ngh mertiasih Ni Kdk Yuliari Ni Kdk Budiartini Pt Resmini Nym Suartini Ngh Sukeni Pt Ayu Suryaningsih Nym Adriani Kdk Riandani Luh Mudiani Erlina Ni Md Dewi Angreni Umur (thn) 19 27 30 22 28 28 30 28 24 34 24 24 38 38 27 27 24 22 30 36 24 18 27 23 19 28 27 31 24 28 IDENTITAS Suami Agama I Kmg Suanadi Hindu I Wyn Artayasa Hindu Wyn Sutama Hindu Dewa Pt Rika Hindu Kt Wiranata Hindu I Kdk Sumerta Hindu Kmg Sukrawan Hindu Wyn Sutama Hindu Kdk Budi sukadana Hindu Md Subrata Hindu Ngh Ardana Hindu Wyn Budiana Hindu Wyn Sutika Hindu GA Kt Widiana Hindu Gd Putra Sunarbawa Hindu I Nym Suardiana Hindu Kt Kembar Hindu Ngh Tunas Hindu Nym sukerta Hindu Sukratna Hindu I Pt Sunarya Hindu Md Darma Hindu Gd Surastawa Hindu Wyn Rudika Hindu Kdk Widiantara Hindu Nym Sudiasa Hindu Gd Sumardidarma Hindu I Nym Pariata Hindu Fransciscus Kristen Kt Wiranata Hindu Alamat Br. Kutri Singapadu Br. Kutri Singapadu Br. Paang Penatih Jl. Cekomaria Prm Dosen Kopertis Br. Benaya Penguyangan Jl. Bung Tomo Ubung Br. Cengkilung Penatih Br. Taman Penatih Jl. Nangka Utara Gg Satawara. Jl. Patih Narobi Jl. Tukad nyali Sanur Br. Puseh Angantaka Br. Paang Kelod Abiansemal Jl. Kecak no. 9 Br. Jabe Jero ds. Jagapati Br. Tembau Klot Jl. Trengguli gg.5 no. 4 Jl. Trengguli gg. 10 no. 3 Jl. Seroja gg. Sinta no 1 Br. Ambengan Br. Kayangan Jl. Akasia no.8 Br. Sigaran sedang Jl. Letda Made Putra gg Kumala Jl. Padma gg. 7 Jl. Trengguli no.62 Jl. Padma no. 24 Jl. Kecubung gg. Gadung no.18 Jl. Seroja no.64 67 IDENTITAS Pekerjaan IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT Pendidikan SMA S1 SD SMA SMA SMA SMP SMA SMP SMA SMP SMA SMA SMA SMP SD SMP SMP SD SMP SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA Kawin 1 th 1 th 6 bl 6 bl 5 th 7 th 4 th 3 th 2 th 5 th 5 bl 6 bl 17 th 15 th 6 bl 3 th 6 bl 9 bl 10 th 11 th 6 bl 1 th 1 th 8 bl 7 bl 4 th 6 th 1 th 1 th 8 bl Riwayat kehamilan G1P0000 G1P0000 G1P0000 G1P0000 G2P1001 G2P1001 G2P1001 G2P1001 G2P1001 G2P0101 G1P0000 G1P0000 G4P3003 G3P2002 G1P0000 G2P1001 G1P0000 G1P0000 G2P1001 G3P1011 G1P0000 G1P0000 G1P0000 G1P0000 G1P0000 G2P1001 G2P1001 G1P0000 G1P0000 G1P0000 68 RIWAYAT KEHAMILAN UK (mgg) HPHT 30-31 34-35 32-33 30-31 31-32 32-33 35-36 28-29 31-32 32-33 32-33 29-30 32-33 30-31 32-33 31-32 31-32 32-3 31-32 30-31 33-34 33-34 33-34 31-32 32-33 31-32 30-31 35-36 31-32 29-30 12/4/2011 14-02-2011 5/4/2011 25-03-2011 15-04-2011 19-03-2011 7/3/2011 31-03-2011 9/11/2010 27-10-2010 12/10/2010 21-11-2010 15-10-2010 5/11/2010 9/10/2010 26-10-2010 30-11-2010 15-11-2011 6/11/2010 21/11/2010 3/4/2011 3/5/2011 20-05-2011 20-04-2011 5/2/2011 31-04-2011 5/3/2011 25-02-2011 26-04-2011 14-04-2011 TP 19-01-2012 21-11-2011 12/1/2012 1/1/2012 22-01-2012 26-12-2011 11/12/2011 7/12/2011 16-07-2011 4/8/2011 19-07-2011 28-08-2011 22-08-2011 12/8/2011 16-07-2011 3/8/2011 6/8/2011 22-08-2011 13-08-2011 28-11-2011 10/1/2012 10/2/2012 27-02-2012 27-01-2011 12/11/2011 7/1/2012 12/12/2011 2/11/2011 6/2/2012 21-01-2012 ANC TB (cm) BB (kg) TD (mmHg) RR (x/m) N (x/m) T ax (oC) bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan bidan 155 165 158 165 156 160 158 165 155 160 160 158 160 150 155 158 158 158 158 150 155 150 152 155 160 155 152 158 156 158 55 65 50 61 72 65 55 49 47 75 54 55 77 60 58 60 65 53 75 56 53 56 50 52 85 62 50 65 63 62 110/70 110/70 120/80 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 37 37 37 37 37 36,5 37 36,5 36,5 37 37 36,5 37 36,5 37 36,5 37 36,5 37 36,5 37 36,5 37 36,5 37 37 36,5 37 36,5 37 69 St. Generalis normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal DJJ 144 142 144 142 144 142 144 142 144 146 142 144 142 144 144 142 144 146 144 142 142 144 144 142 144 142 144 142 144 144 His negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif USG Fetus Kelamin tunggal perempuan tunggal perempuan tunggal perempuan tunggal laki tunggal perempuan tunggal laki tunggal laki tunggal perempuan tunggal laki tunggal laki tunggal perempuan tunggal perempuan tunggal laki tunggal perempuan tunggal laki tunggal perempuan tunggal perempuan tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal laki tunggal perempuan Letak kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala kepala 70 USG FHB EFW (gr) positif 1525 positif 2737 positif 2233 positif 1546 positif 1817 positif 2312 positif 2816 positif 1107 positif 2280 positif 2860 positif 2711 positif 1133 positif 2023 positif 1631 positif 1943 positif 1688 positif 1724 positif 1984 positif 1808 positif 1540 positif 2529 positif 2790 positif 2013 positif 1886 positif 1936 positif 1780 positif 1998 positif 2759 positif 1685 positif 1447 TP 15-01-2012 9/12/2011 8/1/2012 24-01-2012 11/1/2012 5/1/2012 2/1/2012 26-01-2012 13-07-2011 20-07-2011 14-07-2011 31-08-2011 28-07-2011 20-08-2011 26-07-2011 2/8/2011 28-08-2011 20-08-2011 28-07-2011 19-08-2011 13-01-2012 10/2/2012 20-02-2012 22-01-2012 12/11/2011 5/1/2012 11/12/2011 2/11/2011 3/2/2012 16-01-2012 Placenta corpus posterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus posterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus anterior gr 2 corpus posterior gr 2 SELAPUT KETUBAN 1 (mm) 2 (mm) 3 (mm) Rata-rata (mm) 0,8 1,1 1,1 1 0,9 1,1 1,1 1,03 0,9 1,2 0,9 1 1,2 1,0 1,0 1,06 1,1 0,8 0,8 0,9 0,8 0,8 0,9 0,83 1,1 0,9 0,8 0,93 0,7 1,0 0,9 0,86 0,9 0,9 1,0 0,93 1,1 0,9 1,1 1,03 0,9 0,9 1,1 0,96 1,0 1,2 1,0 1,06 1,3 1,0 0,9 1,06 0,9 1,2 0,7 0,93 0,8 1,0 0,9 0,9 1,1 1 0,9 1 1 0,8 1 0,93 1,2 1,1 1,1 1,13 1,2 1,1 1 1,1 0,8 1,1 1,1 1 1,1 1,2 1 1,1 1,0 0,8 1,0 0,93 1,1 0,9 1,1 1,03 1,1 1,2 0,9 1,06 1,2 1,0 1,0 1,06 1,1 1,0 1,1 1,06 1,2 1,1 1,2 1,16 1,2 1,0 1,0 1,06 1,1 0,8 0,9 0,93 1,2 1,2 1,0 1,13 71 ANALISIS STATISTIK Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Umur_ Tinggi_ Berat_ Umur Paritas kehamilan badan badan Sistol Diastol N Normal Parametersa Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. 60 60 60 60 60 60 111.1 31.45 157.58 61.48 7 60 27.42 .72 5.582 .993 1.630 3.850 9.582 3.237 3.542 .142 .142 -.064 1.098 .179 .298 .298 -.235 2.309 .000 .142 .142 -.112 1.100 .177 .193 .123 .524 .165 .123 .524 -.193 -.065 -.359 1.496 .956 4.059 .023 .320 .000 .495 .495 -.372 3.830 .000 71.00 Uji t-independent Karakteristik Subjek Group Statistics Umur N Kasus 30 27.87 6.095 1.113 30 30 26.97 31.47 5.082 1.655 .928 .302 30 30 31.43 158.07 1.633 3.676 .298 .671 30 30 157.10 62.80 4.020 9.806 .734 1.790 30 60.17 9.330 1.703 Kontrol Umur_kehamilan Kasus Kontrol Tinggi_badan Kasus Kontrol Berat_badan Kasus Kontrol Mean Std. Deviation Kelompok Std. Error Mean 72 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of t-test for Equality of Means Variances F Umur Equal variances assumed Equal variances not assumed Umur Equal keha variances milan assumed Equal variances not assumed Ting Equal gi_ba variances dan assumed Equal variances not assumed Berat Equal bada variances n assumed Equal variances not assumed Sig. 1.268 .265 .521 .473 .545 .463 t .621 df Sig. Std. (2- Mean Error tailed Differ Differ ) ence ence 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 58 .537 .900 1.449 -2.000 3.800 .621 56.183 .537 .900 1.449 -2.002 3.802 .079 58 .938 .033 .425 -.817 .883 .079 57.990 .938 .033 .425 -.817 .883 .972 58 .335 .967 .995 -1.024 2.958 .972 57.541 .335 .967 .995 -1.025 2.958 .088 .768 1.066 58 .291 2.633 2.471 -2.313 7.580 1.066 57.856 .291 2.633 2.471 -2.314 7.580 73 Group Statistics Std. Kelompok N Mean Deviation Paritas Sistol Diastol Std. Error Mean Kasus 30 .93 1.172 .214 Kontrol Kasus Kontrol Kasus Kontrol 30 .50 30 112.00 .731 4.068 .133 .743 30 110.33 30 71.67 1.826 4.611 .333 .842 30 70.33 1.826 .333 Mann-Whitney Test Kelompok Paritas Sistol Diastol Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Kasus 30 33.38 1001.50 Kontrol 30 27.62 828.50 Total Kasus Kontrol Total Kasus Kontrol Total 60 30 33.00 990.00 30 60 30 28.00 840.00 32.52 975.50 30 60 28.48 854.50 Test Statisticsa Paritas Sistol Mann-Whitney U 363.500 Wilcoxon W 828.500 Z -1.416 Asymp. Sig. (2-tailed) .157 a. Grouping Variable: Kelompok 375.000 840.000 -1.994 .056 Diastol 389.500 854.500 -1.517 .129 74 Paritas * Kelompok Crosstab Kelompok Kasus Paritas 0 1 Count % within Kelompok 2 Count % within Kelompok 3 Count % within Kelompok 4 Total 14 46.7% 9 60.0% 10 53.3% 19 30.0% 4 33.3% 1 31.7% 5 13.3% 1 3.3% 1 8.3% 2 3.3% 2 3.3% 0 3.3% 2 6.7% 30 .0% 30 3.3% 60 100.0% 100.0% 100.0% Count % within Kelompok Count % within Kelompok Count % within Kelompok Total Kontrol 18 32 Chi-Square Tests Value df a Asymp. Sig. (2sided) Pearson Chi-Square 4 .360 4.353 Likelihood Ratio 5.254 4 .262 Linear-by-Linear Association 2.856 1 .091 N of Valid Cases 60 a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00. 75 Pendidikan * Kelompok Crosstab Kelompok Kasus Pendidikan SD Count % within Kelompok SMP 4 3 7 13.3% 10.0% 11.7% 6 7 13 20.0% 23.3% 21.7% 17 19 36 56.7% 63.3% 60.0% 3 1 4 10.0% 3.3% 6.7% 30 30 60 100.0% 100.0% 100.0% Count % within Kelompok SMA Count % within Kelompok PT Total Count % within Kelompok Count % within Kelompok Total Kontrol Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2sided) Pearson Chi-Square 3 1.331a Likelihood Ratio 1.378 3 Linear-by-Linear Association .027 1 N of Valid Cases 60 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00. .722 .711 .869 76 Ketebalan_selaput_ketuban * Kelompok Crosstabulation Kelompok Ketebalan_sela >= 1,2 put_ketuban < 1,2 Total Count % within Kelompok Count % within Kelompok Count % within Kelompok Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) Kasus Kontrol Total 20 8 28 66.7% 26.7% 46.7% 10 22 32 33.3% 73.3% 53.3% 30 30 60 100.0% 100.0% 100.0% Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (1-sided) Pearson Chi1 .002 9.643a Square Continuity 8.103 1 .004 Correctionb Likelihood Ratio 9.925 1 .002 Fisher's Exact Test .004 .002 Linear-by-Linear 9.482 1 .002 Association N of Valid Casesb 60 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00. b. Computed only for a 2x2 table 77 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Ketebalan_selaput_ketuban (>= 1,2 / < 1,2) For cohort Kelompok = Kasus For cohort Kelompok = Kontrol N of Valid Cases Lower Upper 5.500 1.813 16.681 2.286 1.299 4.021 .416 .221 .781 60