ketebalan selaput ketuban sebagai faktor risiko

advertisement
KETEBALAN SELAPUT KETUBAN SEBAGAI
FAKTOR RISIKO PERSALINAN PRETERM:
STUDI KASUS KONTROL
Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, Sp.OG, MARS
BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2012
RINGKASAN
Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas perinatal, baik di negara maju maupun berkembang. Angka kejadian
BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9% (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). RSUP
Sanglah mencatat jumlah bayi prematur tahun 2006 sejumlah 280, tahun 2007
sejumlah 320, tahun 2008 sejumlah 346 (Subbagian pencatatan medik RSUP Sanglah
Denpasar, 2009). Sekitar 75 % kematian perinatal disebabkan oleh prematuritas.
Persalinan preterm merupakan sebuah sindrom dengan berbagai macam
etiologi yang menghasilkan aktivasi jalur umum akhir sebuah persalinan (aktivasi
membran, kontraktilitas miometrium dan pematangan serviks). Walaupun sejumlah
mekanisme patologis yang berbeda (infeksi, perdarahan, stress) dapat menimbulkan
penelitian Redline (2000) ditemukan adanya inflamasi dari selaput ketuban secara
histologi, dimana perluasan dan derajat berat ringannya edema villous telah
dibuktikan mempunyai korelasi yang positif dengan mortalitas dan morbiditas
neonatal. Romero dkk (2006) menemukan bahwa aktivasi daripada persalinan
preterm berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban. Faktanya secara penelitian
biokimiawi dan biomolekuler mendukung bahwa persalinan merupakan suatu kondisi
seperti inflamasi (inflammation-like condition). Penelitian Severi dkk (2008)
menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa wanita yang mengalami
persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal (1,67 ± 0,27
mm) dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30
mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis (1,2 mm),
sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan preterm adalah 100%
(95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan positive dan negative
likehood ratios adalah 3,3 dan 0,0.
Kerangka konsep penelitian ini adalah apakah ketebalan selaput ketuban saat
usia kehamilan 28-37 minggu merupakan faktor risiko persalinan preterm ?
Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol. Selama penelitian, 60 ibu
hamil dengan diagnosis persalinan preterm dan kehamilan preterm dengan umur
kehamilan 28-37 minggu dijadikan sampel. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 27,87±6,10 tahun, rerata kelompok
kontrol adalah 26,97±5,09 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah
31,47±1,66 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 31,43±1,63 minggu. Rerata
paritas kelompok kasus adalah 0,93±1,17, rerata kelompok kontrol adalah 0,50±0,73.
Rerata berat badan kelompok kasus adalah 62,80±9,81, rerata kelompok kontrol
adalah 60,17±9,33. Rerata tinggi badan kelompok kasus adalah 0158,07±3,68, rerata
kelompok kontrol adalah 157,10±4,02. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent
menunjukkan bahwa nilai p > 0,05
Hubungan ketebalan selaput ketuban terhadap kejadian persalinan preterm di
uji dengan Chi-Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio odd ketebalan
selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali (RO =
5,5, IK 95% = 1,81-16,68, p=0,002).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara
bermakna antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm. Dan
ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm meningkatkan terjadinya persalinan preterm
sehingga ketebalan selaput ketuban saat usia kehamilan 28-37 minggu merupakan
faktor risiko persalinan preterm.
ABSTRACT
Background: Preterm labor is one of the major causes of perinatal mortality and
morbidity. And the activation of preterm labor is associated with the thickness of the
membranes which is a inflammation-like condition. It is necessary to study a variety
of new biophysical markers associated with inflammation of membranes as a risk
factor for preterm labor, such as by measuring the thickness of membranes using
ultrasound.
Objectives: To determine the relationship between the thickness of membranes and
preterm delivery occurrence.
The design of the study: This study was an unpaired case-control study. A number
of sixty pregnant woman used as a sample of the study, thirty women with preterm
labor for cases and the thickness of the membranes as a risk factor and thirty women
with preterm pregnancies that do not have signs of labor as a control. Selection of
controls and cases determined by consecutive sampling of preterm pregnant women
who fit the criteria, within 24 hours had the examination Trans-abdominal
sonography (TAS) with 3D ultrasound at Wings Amerta Sanglah Hospital in
Denpasar. The collected data were tested for normality with Kolmogorov-Smirnov,
and then analyzed with the t-independent test with significance level α = 0.05. ChiSquare test is used to determine the relationship between the thickness of the
membranes and the incidence of preterm labor and the magnitude of the risk of
preterm delivery in amniotic membrane thickness > 1.2 mm.
Results: From this study found that there were no difference between cases and
control group in the average maternal age, the mean gestational age, the mean parity,
the mean weight and height. The results of the analysis with Chi-Square test showed
that the odds ratio of the thickness of the membranes of the cases is 5.5 times the
control group (RO = 5.5, 95% CI = 1.81 to 16.68, p = 0.002).
Conclusion: There was a significant relationship between the thickness of the
membranes with the incidence of preterm labor. And the thickness of the membranes
> 1.2 mm at 28-37 weeks of gestation increases the risk of preterm labor 5.5 times.
Key words: preterm delivery, amniotic membrane thickness.
ABSTRAK
Latar Belakang: Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas
dan morbiditas perinatal. Dan aktivasi persalinan preterm
berhubungan dengan
ketebalan selaput ketuban yang merupakan inflammation-like condition. Maka perlu
diteliti berbagai penanda biofisik baru yang berhubungan dengan inflamasi selaput ketuban
sebagai faktor risiko untuk persalinan prematur, salah satunya dengan mengukur
ketebalan membran menggunakan ultrasound.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian
persalinan preterm.
Desain penelitian: Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol tidak berpasangan.
Enam puluh ibu hamil dijadikan sebagai sampel penelitian, tiga puluh ibu dengan
persalinan preterm sebagai kasus dan ketebalan selaput ketuban sebagai faktor risiko
dan tiga puluh ibu dengan kehamilan preterm yang tidak memiliki tanda-tanda
persalinan sebagai kontrol. Pemilihan kelompok kontrol dan kasus ditentukan dengan
cara consecutive sampling dari ibu hamil preterm yang sesuai dengan kriteria, dalam
waktu 24 jam dilakukan pemeriksaan Trans-abdominal sonografi (TAS) dengan USG
3D di Wings Amerta RS Sanglah di Denpasar. Data yang terkumpul dilakukan uji
normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, dan kemudian dianalisis dengan uji tindependent dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Uji Chi-Square digunakan untuk
mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan
preterm dan besarnya risiko terjadinya persalinan preterm pada ketebalan selaput ketuban >
1,2 mm.
Hasil: Dari penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok
kasus dan kontrol pada rerata umur ibu, rerata umur kehamilan, rerata paritas, rerata
berat dan tinggi badan. Hasil analisis dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa
rasio odds ketebalan selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar
5,5 kali(RO = 5,5, 95% CI = 1,81-16,68, p = 0,002).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara ketebalan selaput ketuban
dengan kejadian persalinan preterm. Dan ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm pada usia
kehamilan 28-37 minggu meningkatkan risiko persalinan preterm sebesar 5,5 kali.
Kata kunci: persalinan preterm, ketebalan selaput ketuban ketuban.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas perinatal, baik di negara maju maupun berkembang. Kejadian persalinan
preterm berbeda pada setiap negara, di negara maju, misalnya di Eropa, berkisar 511%, USA berkisar 11,9% pada tahun 2000, Australia sekitar 7%. Di negara yang
sedang berkembang angka kejadiannya masih jauh lebih tinggi, di India sekitar 30%,
Afrika Selatan sekitar 15%, Sudan 31%, Malaysia 10% (Centers for Disease Control
and Prevention/CDC, 2007). Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional
belum ada, namun angka kejadian Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian
BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9% (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). RSUP
Sanglah mencatat jumlah bayi prematur tahun 2006 sejumlah 280, tahun 2007
sejumlah 320, tahun 2008 sejumlah 346 (Subbagian pencatatan medik RSUP Sanglah
Denpasar, 2009).
Sekitar 75 % kematian perinatal disebabkan oleh prematuritas. Sekitar
seperlima bayi yang lahir dibawah usia 32 minggu tidak dapat bertahan hidup dalam
tahun pertama dibandingkan dengan 1% kematian bayi yang lahir dengan usia 33 - 36
minggu dan hanya sekitar 1% kematian bayi yang lahir dengan usia lahirnya cukup
bulan. Kematian janin sering disebabkan oleh sindrom gawat nafas, perdarahan
1
2
intraventikular, displasi bronkopulmoner, sepsis dan enterocolitis necroticans.
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi yang
bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti serebral palsi, gangguan intelektual,
retardasi mental, gangguan sensoris (kebutaan, gangguan penglihatan, tuli) sampai
gangguan yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar, berbahasa,
gangguan konsentrasi/atensi dan hiperaktif. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya
kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu perawatan bayi
prematur juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan mahal (misalnya
Neonatal Intensive Care Unit/NICU, pemberian surfaktan).
Persalinan preterm merupakan sebuah sindrom dengan berbagai macam
etiologi yang menghasilkan aktivasi jalur umum akhir sebuah persalinan (aktivasi
membran, kontraktilitas miometrium dan pematangan serviks). Walaupun sejumlah
mekanisme patologis yang berbeda (infeksi, perdarahan, stress) dapat menimbulkan
persalinan prematur, semuanya melibatkan gangguan pada bagian chorionic decidual.
Beberapa penanda biokimiawi yang dilepaskan pada gangguan ini (fetal fibronectin,
plasma matrix metalloproteinase-9) dan penanda biofisik (seperti panjang serviks)
telah diusulkan sebagai prediktor persalinan prematur spontan.
Pada sepertiga kasus persalinan preterm pada penelitian Redline (2000)
ditemukan adanya inflamasi dari selaput ketuban secara histologi, dimana perluasan
dan derajat berat ringannya edema villous telah dibuktikan mempunyai korelasi yang
positif dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Maka telah diteliti berbagai
3
penanda biofisik baru yang berhubungan dengan inflamasi selaput ketuban sebagai
salah satu faktor risiko persalinan prematur.
Romero dkk (2006) menemukan bahwa aktivasi daripada persalinan preterm
berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban. Faktanya
secara penelitian
biokimiawi dan biomolekuler mendukung bahwa persalinan merupakan suatu kondisi
seperti inflamasi (inflammation-like condition). Ditambah dengan angka kejadian
yang tinggi
pada
persalinan preterm
yang diakibatkan
infeksi
terutama
chorioamnionitis, yang sebagian besar merupakan chorioamnionitis histology.
Menunjukkan pentingnya pengetahuan tentang selaput ketuban. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi
berhubungan dengan kejadian persalinan secara biokimiawi dan biomolekuler.
Dan penelitian terkini menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa
wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang
lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang
mengalami
persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC
curve analysis (1,2 mm), sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan
preterm adalah 100% (95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan
positive dan negative likehood ratio adalah 3,3 dan 0,0 (Severi dkk, 2008).
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut : Apakah ketebalan selaput ketuban saat usia
kehamilan 28-37 minggu merupakan faktor risiko persalinan preterm ?
4
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan
kejadian persalinan preterm.
1.3.2 Tujuan khusus
Mengetahui besarnya risiko terjadinya persalinan preterm pada ketebalan
selaput ketuban > 1,2 mm
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan
Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan tentang peranan
pengukuran ketebalan selaput ketuban pada usia kehamilan 28-37 minggu sebagai
faktor risiko persalinan preterm. Dimana jika terbukti bahwa selaput ketuban pada
persalinan preterm lebih tebal dibandingkan dengan kehamilan preterm maka dapat
dibuktikan bahwa infeksi intrauterin menyebabkan perubahan selaput ketuban
sehingga ketebalan selaput ketuban merupakan faktor risiko persalinan preterm.
1.4.2 Manfaat bagi pelayanan
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk memprediksi terjadinya
persalinan preterm yang bersifat non invasif, selektif, efisien dan akurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Persalinan Preterm
2.1.1 Definisi persalinan preterm
Preterm didefinisikan menurut WHO adalah lahirnya bayi sebelum kehamilan
berusia lengkap 37 minggu. Berdasarkan konvensi, usia kehamilan dilaporkan dalam
minggu setelah mencapai minggu yang lengkap, yaitu 7 hari. Jadi kehamilan 36
minggu dan 6 hari dilaporkan sebagai usia kehamilan 36 minggu dan bukan
kehamilan 37 minggu. Konsep prematuritas mencakup ketidakmatangan biologis
janin untuk hidup di luar rahim ibunya. Maturitas adalah suatu proses peningkatan
tumbuh kembang janin sehingga sempurna dan dapat hidup di dunia luar.
Menurut ACOG (1995), persalinan preterm adalah persalinan yang
berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia 22 –
37 minggu.
Bayi prematur semula didefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir <
2500 gram (bayi kecil). Digunakan sebagai standar pertama kali oleh Nikolaus T.
Miller, The Moscow Foundling Hospital. Diadopsi oleh The American Academy of
Pediatrics tahun 1935. Pada tahun 1948, WHO menetapkan prematuritas sebagai
berat badan lahir ≤ 2500 gram.
5
6
2.1.2 Klasifikasi persalinan pretem
Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi :
1.
Idiophatic/Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan preterm spontan. Termasuk ke
dalam golongan ini antara lain persalinan preterm akibat kehamilan kembar, poli
hidramnion, faktor psikososial, gaya hidup. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan
didahului oleh ketuban pecah dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan oleh
infeksi (chorioamnionitis)
2.
Iatrogenic/Elektif
Perkembangan
teknologi
kedokteran
dan
perkembangan
etika
kedokteran
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (Fetus
as a patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin,
janin akan dipindahkan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari
rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan
persalinan preterm buatan/iatrogenic yang disebut sebagai Elective Preterm. Sekitar
25% persalinan preterm termasuk ke dalam golongan ini :
a.
Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan preterm elektif adalah :
-
Preeklampsia berat dan eklampsia
-
Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta)
-
Chorioamnionitis
7
-
Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru, ginjal yang berat
b.
Keadaaan janin yang dapat menyebabkan persalinan preterm elektif adalah :
-
Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung janin)
-
Infeksi intrauterin
-
Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
-
Isoimunisasi rhesus
2.1.3 Patofisiologi persalinan preterm
Berbagai faktor penyebab status preterm ditentukan pula oleh usia kehamilan,
di antaranya termasuk infeksi intrauterin dan sistemik (yang berperan pada kelahiran
preterm), stress, thrombosis uteroplasenta dan lesi pembuluh darah uterus yang
mengakibatkan stress janin atau perdarahan desidua, peregangan uterus dan
insufisiensi serviks. Masing-masing jalur ini dipengaruhi oleh interaksi gen terhadap
lingkungan. Didapatkan bukti yang kuat bahwa pada persalinan matur dan preterm
memiliki rangkaian aktivasi selular dan molelukar yang sama. Termasuk stimulasi
aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin (maturasi, infeksi dan iskemia),
endokrin, parakrin dan interaksi sistem imun.
Berbagai patofisiologi persalinan preterm antara lain sebagai berikut :
-
Stress dan plasenta
-
Proses neuroendokrin
-
Imunitas dan proses inflamasi
-
Peregangan uterus berlebih
8
-
Trombosis uteroplasental dan perdarahan desidua
-
Infeksi dan inflamasi
-
Gangguan inflamasi
2.1.4 Faktor risiko persalinan preterm
Berbagai cara sederhana dengan ananmnesis dan pemeriksaan fisik telah
dilakukan untuk mendeteksi dini dan memprediksi kejadian persalinan prematur.
Mencari faktor risiko, penapisan infeksi saluran urogenital, pemantauan kontraksi
uterus, perdarahan pervaginam, atau pemeriksaan serviks baik secara digital maupun
sonografi telah dipakai sejak lama, namun semuanya belum dapat memberikan hasil
yang memuaskan.
Akhir-akhir ini telah diteliti beberapa faktor risiko persalinan preterm yang
diharapkan dapat mendeteksi kejadian persalinan pretem lebih dini. Faktor risiko
persalinan preterm tersebut antara lain adalah :
a.
Indikator klinik
-
Panjang serviks uteri
Iams dkk (2001) menemukan bahwa rata-rata panjang serviks pada kehamilan
24 minggu adalah 35 mm, dan wanita yang memiliki panjang serviks yang
lebih pendek meningkatkan kejadian persalinan preterm
-
Ketebalan selaput ketuban
Severi dkk (2008) menemukan bahwa wanita dengan persalinan preterm memiliki
ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal daripada dengan persalinan aterm.
9
a.
Indikator laboratorium
Berapa indikator laboratorium yang bermakna antara lain adalah jumlah leukosit
dalam air ketuban ( ≥ 20/ml), pemeriksaan C- reactive protein (CRP) ( > 0,7 mg/ml),
dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu ( > 13.000/ml).
b.
Indikator biokimiawi
-
Fetal fibronectin
-
Corticotropin releasing hormone (CRH)
-
Estrogen dan progesteron
-
Sitokin inflamasi
-
Isoferitin plasenta
-
Feritin
2.2
Selaput Ketuban
2.2.1 Struktur selaput ketuban
Selaput chorioamnion merupakan struktur multilayer kompleks yang terdiri
dari elemen-elemen epitel dan jaringan penyangga. Selaput ketuban atau selaput
chorioamnion dibentuk oleh amnion yang terdiri dari komponen mesenkim dan epitel
secara terpisah dan bersatu dengan mesoderm dari chorion. Selaput chorioamnion
bersatu dengan tali pusat, melindungi plasenta dan meluas membungkus janin.
Amnion merupakan membran lapisan kembar translusen,
dengan bagian luar
merupakan jaringan penunjang mesodermal dan jaringan dalam adalah ektoderm.
Chorion berasal dari trophoblast bagian dalam yang diliputi oleh mesoderm. Chorion
10
merupakan membran yang terdiri dari lapisan luar synctiotrophoblast tanpa batas sel
yang jelas dan lapisan seluler dalam cytotrophoblast (Langhans’) (Malak dkk, 1994).
Gambar 2.1 Selaput Ketuban Janin. Amniotic Epithelium (AE), lapisan
compactum(C), lapisan spongiosum (S), Fibroblast (F), lapisan reticular (R), Lapisan
trofoblast (T), Decidua (D) (Malak dkk, 1994)
Chorion terdiri dari 4 lapisan yang tersusun sebagai berikut (Malak dkk,1994):
1.
Trofoblast
Terdiri dari sel – sel trofoblast dari yang bulat sampai polygonal.
2.
Pseudobasement membrane
Merupakan lapisan tebal sel – sel cytotrophoblastic polygonal dengan 2 tipe
sel yang berbeda morfologinya.
3.
Lapisan reticular
Terdiri dari jaringan serabut – serabut fusiformis dan sel – sel stelata
11
4.
Lapisan seluler
Merupakan lapisan sel – sel bervakuol dan melekat satu dengan yang lain
secara erat dengan ruang intraseluler yang sempit (basal cytotrophoblast)
Gambar 2.2 Struktur Selaput Ketuban Janin (Bryant – Greenwood, 1998)
Lapisan chorion merupakan sisa chorion leave dan batas akhir daripada plasenta.
Lebih tebal daripada amnion, rapuh dan berbulu pada kedua sisinya. Sisi dalamnya
melekat pada amnion dengan jaringan areolar yang longgar dan sisa dari mesenkim
primitif. Luarnya ditutupi oleh lapisan trofoblast dan sel – sel desidua yang
merupakan penyatuan desidua kapsularis dan parietalis yang dapat dibedakan secara
mikroskopik. Chorion yang matur tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf.
Sedangkan amnion terdiri dari 5 lapisan yang terdiri dari :
1.
Lapisan spongiosum
Terdiri dari serabut – serabut kecil halus, tajam, bergelombang dan longgar.
12
2.
Lapisan fibroblast
Terdiri dari berkas serabut bentuk fusiformis dan sel – sel bentuk stellata
3.
Lapisan compactum
Lapisan aseluler yang terdiri dari jaringan serabut yang tebal
4.
Lapisan membran basal
5.
Lapisan epithelium
Terdiri dari sel epitel kuboid tunggal yang bersekresi dan menghisap kembali cairan
amnion serta berperan pada pembuangan karbondioksia dan regulasi PH.
Selaput amnion merupakan lapisan dalam selaput ketuban. Permukaan
dalamnya halus dan mengkilat serta kontak dengan cairan amnion merupakan
jaringan sel kuboid yang berasal dari ektoderm. Permukaan luarnya terdiri dari
lapisan jaringan penyangga dan terletak bersusun berlawanan dengan lapisan chorion
yang dapat dipisahkan. Selaput amnion dapat pula dipisahkan dari bagian plasenta
yang berhadapan dengan janin kecuali pada insersi tali pusat. Jaringan ini
mengandung kolagen I, III dan IV. Bagian luar ini adalah jaringan mesenkim yang
berasal dari mesoderm. Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur
tetapi kuat. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovilli yang berfungsi mentransfer
cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1.
Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan
kuat. Disamping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1
(monosit chemoattractant protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri.
Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti endotelin-1
13
(vasokonstriktor), dan PHRP (parathyroid hormone related protein) suatu
vasorelaksan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus
pembuluh local (Bryant – Greenwood, 1998).
2.2.2 Komponen ekstraseluler selaput ketuban
Gambar 2.3 Distribusi Komponen Kolagen dan Non Kolagen pada Selaput Ketuban
Janin (Bryant – Greenwood,1998)
Selain sel – sel, selaput ketuban terdapat komponen ekstraseluler yang terdiri dari :
a.
Kolagen
Sekarang ada 19 tipe kolagen yang sudah dikenal dan dibedakan secara
genetik serta dikodekan termasuk dalam keluarga glycoprotein. Klasifikasi kolagen
ini berdasarkan urutan pengulangan komponen Gly-X-Y yang membentuk kesatuan
komponen matriks ekstraseluler (Ayad dkk, 1994; Prockop dan Kiviriko, 1995).
Kekuatan daya rentang utama selaput ketuban janin kemungkinan disediakan oleh
14
kolagen interstitial tipe I dan III bersama-sama dengan sejumlah kecil tipe V, VI dan
VII pada lapisan compactum dibawah lapisan membran basal (Malak dkk, 1994).
Lapisan terbawah yakni membran basal yang terdiri dari kolagen tipe IV,
yang merupakan kumpulan dari komponen membran basal lainnya seperti laminin,
entactin/nidogen dan heparin sulphate proteoglycan. Walaupun komponen kolagen
seperti tipe V, VI dan VII terdapat dengan jumlah kecil pada lapisan compactum
tetapi penting untuk kekuatan selaput ketuban, karena tipe V dan VI membentuk
serabut heterotypic dengan kolagen tipe I dan III (Ayad dkk, 1994) dan tipe VII
membentuk serabut jangkar (Keene dkk, 1999). Kolagen tipe V merupakan serabut
kolagen yang minoritas, tetapi merupakan komponen membrane basal amnion yang
mempunyai fungsi menjangkar (Malak dkk, 1994). Kolagen tipe IV berperan dalam
pengembangan dan pemeliharaan struktur matriks. Kolagen tipe VI merupakan
serabut pendukung yang terdapat dimana-mana pada lapisan ini (Malak dkk, 1994;
Ayad dkk 1994). Kolagen tipe VII merupakan serabut pendukung tambahan yang
berhubungan dengan lamina basal dari lapisan epithelium amnion membentuk serabut
jangkar (Keene dkk, 1999).
a.
Elastin dan mikrofibril
Selaput ketuban merupakan jaringan visco-elastic yang mempunyai
komponen elastic recoverable dan non-recoverable. Elastin adalah komponen
amorphous dari serabut elastik yang merupakan keluarga dari kumpulan protein
precursor yakni tropoelastin. Mikrofibril banyak terdapat pada lapisan mesenkim,
15
lapisan reticular dan lapisan compactum dari selaput ketuban dan ruang interseluler
cytotrophoblast (Malak dkk, 1994). Mikrofibril berperan dalam menjaga elastisitas
selaput ketuban. Komponen utama dari mikrofibril adalah fibrillin-1 (Jacobson dkk,
1995). Ternyata gen tropoelastin berkurang secara bermakna pada ketuban pecah dini
pada usia pretem antara 28-36 minggu dibandingkan wanita yang mengalami partus
prematurus imminen dengan selaput ketuban yang intak. Tidak dapat disangkal
bahwa selaput ketuban menghasilkan kolagen lebih daripada elastin, sehingga
tersedia cukup enzim lysyl oxidase yang mempengaruhi serabut elastik selaput
ketuban (Malak dan Bell, 1994).
b.
Fibronektin
Fibronektin merupakan glycoprotein yang disintesa secara luas dari berbagai
tipe sel yang secara langsung membentuk organisasi serabut-serabut dari matriks
ekstraseluler. Merupakan keluarga protein yang kompleks yang dihasilkan dari gen
tunggal, yang memberikan 20 bentuk subunit fibronektin yang berbeda-beda
(Yamada, 1991). Fibronektin seperti lem yang mengikat sel-sel dan komponen
matriks lainnya, menstabilkan keseluruhan sistem sel dan matriks (Feinberg dkk,
1992). Gangguan hubungan fibronektin-matriks ekstraseluler dapat secara mekanik
ataupun enzimatis. Aktivasi desidua saat menjelang aterm dapat menghilangkan
kontak fibronektin dengan sel. Baik persalinan aterm dan preterm terjadi pemisahan
dalam desidua atau chorion dengan desidua pada segmen bawah rahim. Pemisahan ini
sebagai akibat disossiasi ikatan fibronektin dengan receptornya dan dengan protein
ekstraseluler, sehingga fibronektin bebas dapat dideteksi di serviks atau sekresi
16
vagina. Gangguan interaksi fibronektin dengan reseptor integrin merupakan signal
untuk sel menghasilkan metalloproteinase, interstitial kolagenase (MMP-1) dan
stromelysin (MMP-3) (Lockwood dkk, 1991).
c.
Laminin
Laminin merupakan komponen utama membran basal dan dibentuk oleh
beberapa subunit yang berikatan bersama oleh ikatan disulfat (Yamada, 1991).
Laminin merupakan komponen mesenkimal yang unik diatur oleh regulasi hormonal.
Fungsinya secara khusus tidak diketahui, tetapi mungkin berperan pada adhesi,
migrasi dan diferensiasi dari sel-sel trophoblast pada awal kehamilan. Pengaturannya
selama kehamilan juga tidak diketahui (Champliaud dkk, 1996).
d.
Matriks metalloproteinase
Matriks metalloproteinase (MMPs) merupakan keluarga enzim dengan
spesifikasi yang luas pada matriks ekstraseluler, karenanya interstitial collagenase
(MMP-1) adalah enzim yang memecah kolagen interstitial. Gelatinase (MMP-2,
MMP-9) memecah komponen membran basal, sedangkan stromelysin-stromelysin
(MMP-3, MMP-7 dan MMP-10) mempunyai spesifikasi yang luas termasuk
proteoglycans, fibronektin, dan kolagen. Semuanya diproduksi sebagai sekresi
proenzym atau bentuk zymogen yang diaktifkan oleh keluarga MMP yang lain atau
oleh plasmin. Sebagian besar sel yang memproduksi enzim tersebut diatas juga
memproduksi inhibitor, tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP), dikenal ada
empat TIMP (Birkedal-Hansen dkk, 1993). Keseluruhan sistem dari enzim, activator
dan inhibitor yang ada di selaput ketuban bertanggungjawab pada penyesuaian
17
matriks dan akomodasinya selama perkembangan fetus, juga pada terjadinya pecah
ketuban dini pada usia kehamilan preterm maupun aterm (Vettraino dkk, 1996; Qin
dkk,1997).
Pada
saat
sebelum
persalinan,
interstitial
collagenase
(MMP
-1)
mendominasi, tetapi saat persalinan stromelysin (MMP-3) dan gelatinase (MMP-9)
meningkat secara bermakna. Sesudah persalinan normal, MMP-1 dan MMP-2
meningkat. Peneliti lain menyebutkan peningkatan ekspresi MMP-9 sesudah
persalinan (Vadillo-Ortega dkk, 1996). Pada kasus infeksi intrauterin, sistem sitokin
yang terstimulasi oleh infeksi menyebabkan peningkatan produksi MMP, yang
melemahkan selaput ketuban sehingga pecah (So dkk, 1992).
2.2.3 Fungsi selaput ketuban
Selaput ketuban mempunyai fungsi sebagai berikut (Bryant-Greenwood,
1998) :
1.
Mengatur kontribusi cairan amnion
Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi
dari pembuluh darah chorion di permukaan. Volume cairan amnion pada
kehamilan aterm rata-rata 800 ml, pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20
minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion
juga banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta.
2.
Selaput ketuban yang intak akan mencegah infeksi ascenden
18
3.
Bereaksi responsif terhadap regangan mekanik yang akut maupun kronik
(Nemeth dkk, 2000)
4.
Memfasilitasi dilatasi serviks saat persalinan
5.
Mempunyai aktifitas enzim untuk metabolisma hormonal steroid
6.
Memacu respon autocrine dan paracrine menghasilkan metalloproteinase, IL8, dan kolagenase pada proses persalinan
7.
Merupakan sumber yang kaya akan glycerophospholipide yang mengandung
asam arachidonat yang merupakan prekursor dari prostaglandin E2 dan F2α
2.2.4 Histopatologi selaput ketuban
Millar dkk (2000) mengukur permukaan seluruh plasenta dan seluruh selaput
ketuban dengan ultrasonografi pada usia kehamilan aterm dan preterm, mendapatkan
bahwa luas permukaannya pada usia kehamilan 25-29 minggu seluas 1037 cm2, pada
usia kehamilan 30-34 minggu 1376 cm2 dan 1876 cm2 pada aterm. Sedangkan luas
permukaan selaput ketuban sendiri yang teregang di uterus seluas 737 cm2, 855 cm2
dan 1115 cm2. Fusion atau penyatuan amnion dan chorion sempurna pada
perkembangan usia kehamilan 12 minggu. Sebelumnya amnion dan chorion
dipisahkan dengan gelembung-gelembung dalam chorionic sac, dan dipisahkan dari
chorion dengan cairan chorion, reticular magma, gel yang lengket dan thixotropik
dengan sel-sel berbentuk stelata. Rata-rata ketebalan selaput ketuban adalah 0,56 mm,
dan sepertiganya adalah tebal amnion. Rata-rata kekuatan regangan adalah 205 g/cm
(50-500 g/cm).
19
Frigo dkk (1996) menemukan ketebalan selaput ketuban rata-rata adalah 0,83
± 0,11 mm (0,72-1,08 mm). Integritas daripada selaput ketuban merupakan prasyarat
untuk keluaran kehamilan yang normal. Salah satu hal yang penting bagi eksistensi
fungsi fisiologi selaput ketuban adalah substansi ketebalannya, inflamasi membran
amnion seperti yang diteliti oleh Stamm dkk (1991) atau pita amnion (amnion band)
dapat memberikan efek negatif pada keluaran fetus. Pengurangan ketebalan daripada
ketebalan selaput ketuban tidak hanya berakibat pada fungsi barier secara fisik
selaput ketuban tetapi juga mengurangi proses penukaran antara unit paraplacenta
dengan maternal. Yang pada akhirnya menimbulkan ketuban pecah dini (KPD) yang
secara murni diakibatkan karena proses mekanik atau oleh infeksi yang ascenden.
Ketebalan selaput ketuban dalam hal ini dapat diukur untuk memperkirakan
kandungan air didalamnya yang dapat dipergunakan untuk diagnosis prenatal.
Ketebalan selaput ketuban juga dipengaruhi oleh faktor immunologis dan endokrin.
(Frigo dkk, 1996).
Penelitian lain menunjukkan bahwa selaput ketuban mempunyai kemampuan
yang besar untuk menahan trauma dan dapat mengembang dua kali dari ukuran
normal selama kehamilan dan persalinan, karena bersifat elastik dan viscous. Setelah
persalinan, ketebalan selaput ketuban secara histologi (Malak dkk, 1994):
1.
Amnionic epithelium dan lamina basal (tebalnya 20-30 μm)
2.
Amnionic mesoderm (sekitar 15-30 μm tebalnya)
3.
Intermediate zone (sangat bervariasi ketebalannya)
20
4.
Chorionic mesoderm (tebalnya 15-20 μm)
5.
Trophoblast (tebalnya 10-50 μm)
6.
Decidua (tebalnya sekitar ≥ 50 μm)
Kekuatan keregangan amnion lebih kuat daripada chorion. Amnion kaya akan
kolagen dalam jaringan penunjangnya dan 6-9 kali lebih kuat daripada chorion,
chorion hanya menyumbang 10-15% daripada seluruh kekuatan selaput ketuban yang
intak (Oxlund dkk, 1990).
2.2.5 Ketebalan selaput ketuban dan persalinan normal
Pada kebanyakan kehamilan aterm, persalinan dimulai dengan selaput ketuban
yang intak. Tanpa intervensi selaput ketuban tetap intak sampai persalinan kala I,
selaput ketuban akan pecah spontan. Malak dan Bell (1994) melakukan pemetaan
selaput ketuban secara menyeluruh, mendeteksi adanya area pada selaput ketuban
yang menunjukkan gambaran morfologi unik yang hanya ditemukan pada daerah
yang pecah. Area ini dinamakan zone of altered morphology/ZAM (daerah dengan
perubahan morfologi) yang strukturnya lemah ditandai dengan perubahan gangguan
pola lapisan jaringan penunjang (connective tissue layer/CTL), lebih tipis dan
terdapat perubahan selular pada cytotrophoblast dan lapisan desidua. Dengan adanya
perubahan gangguan pola tersebut ZAM merupakan lokasi dari pecahnya selaput
ketuban mula-mula sebagai respon peningkatan tekanan intra amnion selama
persalinan. Penelitian menunjukkan area ZAM merupakan selaput ketuban yang
melapisi serviks uteri. Total ketebalan dari selaput ketuban pada serviks 298 ± 60 μm
21
yang secara bermakna lebih tipis daripada area zona tengah 327 ± 64 μm. Perbedaan
ketebalan ini secara bermakna diakibatkan peningkatan ketebalan dari keseluruhan
lapisan jaringan penunjang (CTL), serta penipisan ketebalan lapisan desidua (64%)
dan lapisan cytotrophoblast (36%) dibandingkan area zona tengah (Malak dkk, 1994).
2.3
Hubungan Ketebalan Selaput Ketuban dan Persalinan Preterm
Persalinan preterm merupakan masalah utama obstetrik yang berhubungan
dengan morbiditas perinatal yang tinggi dan mortalitas. Lebih dari 60% persalinan
preterm tidak dapat dijelaskan (Green dkk, 2005), dianggap berasal dari persalinan
preterm idiophatic atau ketuban pecah dini. Para ahli percaya bahwa hal ini
berhubungan dengan respon inflamasi subklinis pada jaringan ibu dan atau jaringan
fetus. Lebih dari 70% persalinan preterm spontan < 30 minggu berhubungan dengan
infeksi intrauterin. Dari setengah penyebab persalinan preterm yang tidak diketahui
sebabnya sebagiannya disebabkan oleh karena infeksi. Goldenberg dkk (2003)
mencatat bahwa infeksi dalam uterus dapat berlokasi pada (1) ruang antara desidua
dan selaput ketuban, (2) dalam selaput ketuban sendiri, (3) dalam cairan amnion dan
(4) dalam janin. Dan terbanyak umumnya terjadi dalam selaput ketuban. Berdasarkan
faktor resiko dan empat dalil mekanisme kerja persalinan preterm (inflamasi/infeksi,
stress, perdarahan desidua, dan ketuban pecah dini), chorioamnionitis memegang
peranan utama. Chorioamnionitis didefinisikan sebagai inflamasi dari selaput ketuban
(chorioamnionic membrane) dari plasenta sebagai respon dari invasi mikrobakteri
atau proses patologi yang lain.
22
Dan umumnya berhubungan dengan ketuban pecah dini dan persalinan pretem. Oleh
para ahli patologi klinis menemukan bahwa pada chorioamnionitis terjadi invasi
neutrofil ke dalam selaput ketuban, permulaan dan respon inflamasi yang paling
umum karena infeksi bakteri. Secara umum chorioamnionitis dibagi menjadi dua
klasifikasi utama yaitu :
1.
Histologik
Berdasarkan bukti secara mikroskopik dimana terjadi inflamasi daripada selaput
ketuban (terjadi infiltrasi daripada leukosit polimorfonuklear dan immunosit yang
lain seperti makrofag dan sel T)
2.
Klinikal
Berdasarkan manifestasi klinis dari inflamasi lokal dan sistemik (demam > 37,5oC),
nyeri goyang, nyeri tekan abdomen, foul smelling vaginal discharge, takikardi
maternal (> 100x/m), fetal takikardi (> 160 x/m) dan peningkatan hitung jumlah
leukosit (> 15.000 sel/mm3). Penelitian yang baru menambahkan dengan perubahan
profil biomarker inflamasi. Seringkali chorioamnionitis terjadi bersamaan dengan
inflamasi pada jaringan gestasional yang lain seperti decidua (deciduitis), villi
plasenta (villitis) dan tali pusat (funisitis). Chorioamnionitis klinikal dan histologik
disebabkan atau merupakan konsekuensi daripada invasi mikroba ke ruang amnion
atau infeksi intraamnion (intraamniotic infection/IAI).Tanda-tanda histologi pada
infeksi dan inflamasi di daerah tempat selaput ketuban pecah. Infeksi saluran genitalis
23
bawah (seperti servisitis dan vaginitis) seringkali terdapat pada ibu dengan ketuban
pecah dini dan persalinan preterm (Goldenberg dkk, 1998)
Tinjauan dari Romero dan Gibbs (1992) mendapatkan bahwa mikroba vagina
komensal, agen bakteriuria simptomatik dan asimptomatik juga dapat ascenden
kedalam ruang amnion menembus selaput ketuban dan mengakibatkan infeksi
intraamnion.
Chorioamnionitis histology berhubungan dengan infeksi intraamnion dan adanya
bakteri pada cairan amnion yang dikultur pada 72% kasus persalinan pretem.
Penelitian lain mencatat bahwa chorioamnionitis berhubungan dengan berat badan
bayi lahir rendah (<2500 g) pada bayi prematur, dikarenakan adanya respon dari fetal
stress terhadap infeksi kronis. Oligohidramnion dan ketuban pecah dini mempunyai
resiko yang besar untuk terjadinya persalinan preterm dan berhubungan dengan
chorioamnionitis histology. Penelitian pada plasenta ditemukan bahwa 33%
persalinan preterm dengan selaput ketuban yang intak ditemukan chorioamnionitis
histology, sedangkan pada ketuban pecah dini dan persalinan preterm dengan pecah
ketuban ditemukan 80%. Infeksi intramnion menginisiasi kaskade dari proses
inflamasi yang menarik immunosit ke dalam ruang amnion. Beberapa chemokines
dari klas yang berbeda bereaksi secara kimiawi menarik protein-protein untuk sel
imun, seperti interleukin-8 (IL-8) dan ENA -78 secara poten menarik neutrofil,
monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), granulocyte colony-stimulating factor (GCSF) dan RANTES menarik monosit dan sel dendritic, sedangkan lymphotactin dan
24
IP-10 menstimulasi migrasi sel T dan sel T memediasi aktivasi sel mast. Infiltrasi dari
immunosit ini merupakan bukti pada evaluasi histologi pada selaput ketuban dimana
terjadi akumulasi neutrofil yang merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi
didukung dengan adanya makrofag, sel T dan sel dendritik. Leukosit maternal
(neutrophils) masuk ke selaput ketuban lewat pembuluh darah maternal desidua.
Walaupun > 70% kasus dengan chorioamnionitis histology terdapat infeksi
intraamnion, tapi perlu dicatat bahwa beberapa kasus dengan inflamasi histology
dapat terjadi pada kasus noninfeksiosus termasuk fetal hipoksia, perubahan pH cairan
amnion, mekonium dan respon-respon lain yang nonspesifik. Tidak ada gold standard
untuk chorioamnionitis klinikal, karenanya dokter spesialis kebidanan dan kandungan
secara umum bergantung pada tanda-tanda klasik inflamasi (bengkak, nyeri, demam)
pada daerah yang terkena, perubahan hitung jumlah leukosit serta profil biomarker
yang berhubungan dengan inflamasi (seperti proinflammatory IL-1β, IL-6, TNF–α,
anti inflammatory IL-10, TGF–β, cytokine, growth dan factor angiogenic : epidermal
growth factor/EGF, vascular endothelial growth factor/VEGF, chemokines seperti IL
-8, MCP-1, G-CSF, cell adhesion molecules, intracellular adhesion molecule/ICAM,
vascular cell adhesion molecule/VCAM, matrix metalloproteinase/MMPs dan
inhibitornya tissue inhibitors of MMPs/TIMPs) yang telah diteliti berhubungan
dengan chorioamnionitis, ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Infeksi yang
25
ascendens akan mengaktifkan reaksi inflamasi dalam selaput ketuban menghasilkan
aktivasi sitokin/MMP sehingga terjadi pecah ketuban atau persalinan pretem. Proses
inflamasi diikuti dengan peningkatan TNF–α atau IL-1β pada cairan amnion sebagai
respon terhadap infeksi juga mengaktifkan apoptosis pada selaput ketuban. Fenomena
apoptosis lebih banyak terjadi pada persalinan preterm dengan pecah ketuban dan
ketuban pecah dini dibandingkan dengan persalinan preterm dengan selaput ketuban
intak (Steel dkk, 2005).
McLaren dkk (1999) menemukan bahwa jumlah apoptosis pada serviks uteri pada
selaput ketuban lebih tinggi daripada di fundus. Peningkatan apoptosis yang tinggi ini
menghasilkan penipisan dan kelemahan pada selaput ketuban di serviks uteri
menyebabkan terjadinya pecahnya selaput ketuban. Penelitian dan studi terbaru
menemukan suatu paradigma baru dimana ternyata persalinan preterm dan aterm
mempunyai proses yang sama, kecuali usia kehamilannya. Proses tersebut melibatkan
jalur umum yang terdiri dari kontraksi uterus, dilatasi serviks dan aktivasi selaput
ketuban. Persalinan aterm melewati aktivasi fisiologi dari jalur umum persalinan,
sedangkan persalinan preterm timbul dari satu atau lebih komponen patologis jalur
persalinan. Sehingga saat sekarang inflamasi secara luas diterima sebagai salah satu
kunci terjadinya persalinan. Persalinan terjadi dengan adanya influx sel-sel inflamasi
ke dalam uterus dan peningkatan ekspresi sitokin pro-inflamasi baik pada persalinan
preterm maupun aterm. Persalinan berhubungan dengan up-regulation dari beberapa
faktor inflamasi dalam uterus seperti IL -6, IL -8 dan COX -2 (meningkatkan sintesa
prostaglandin), setiap faktor di regulasi oleh faktor transkripsi nuclear factor kappa B
26
(NF –κB). Peningkatan IL -1β, IL -6 dan tumour necrosis factor –α (TNF –α)
terdeteksi di cairan amnion, sedangkan ekspresi IL -1β dan IL -6 juga meningkat pada
selaput amnion, miometrium, choriodecidua dan sekresi servikovaginal. Pada
persalinan preterm, infeksi intrauterin dapat menstimulasi peningkatan sitokin proinflamasi dan migrasi leukosit. Ternyata tanpa adanya infeksi, konsentrasinya di
cairan amnion dan serum maternal tetap meningkat pada persalinan aterm dan
preterm. Tanpa tanda infeksi pada trimester III dan persalinan tanpa infeksi terdapat
peningkatan IL -1β dan IL -8 pada selaput amnion, chorio-desidua dan myometrium.
2.4
Pemeriksaan Ultrasonografi Ketebalan Selaput Ketuban sebagai Faktor
Risiko Persalinan Preterm
Kondisi inflamasi yang mempengaruhi terjadinya persalinan preterm
melibatkan juga selaput ketuban, seperti yang telah diteliti oleh para peneliti secara
biokimiawi dan biomolekuler. Inflamasi selaput ketuban telah diteliti dan ternyata
mempunyai korelasi yang bermakna terhadap morbiditas neonatal dan mortalitasnya.
Severi dkk (2008) melakukan evaluasi pengukuran ketebalan selaput ketuban dengan
menggunakan ultrasonografi, menemukan bahwa wanita dengan persalinan preterm
memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal daripada yang lahir aterm dengan
menggunakan ultrasonografi untuk mengukur ketebalan selaput ketuban di daerah
zone tengah. Ketebalan selaput ketuban ini diakibatkan proses seperti inflamasi yang
menimbulkan terjadinya persalinan.
27
Dari penelitian terkini menemukan bahwa secara bermakna didapatkan bahwa
wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang
lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang
mengalami
persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm) dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC
curve analysis (1,2 mm), sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan
preterm adalah 100% (95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan
positive dan negative likehood ratio adalah 3,3 dan 0,0 (Severi dkk, 2008).
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan ultrasound yang dilengkapi dengan
probe convex multifrekuensi transabdominal 2,5-6,6 MHZ. Pengukuran selaput
ketuban dilakukan pada wanita hamil dengan usia kehamilan antara 18-35 minggu
disertai dengan pemeriksaa biometrik janin dan kesejahteraan janin.
Untuk pengukuran ketebalan selaput ketuban, transduser diletakkan tegak lurus pada
abdomen ibu dan pengukuran di ambil sekitar 3 cm dari insersi tali pusat, posisi
daripada batas bawah garis horisontal caliper atas didefinisikan sebagai batas
eksternal dari chorion dan batas atas garis horizontal daripada caliper bawah
didefinisikan sebagai batas amnion. Usia kehamilan ditentukan berdasarkan hari
pertama haid terakhir dan dikonfirmasikan dengan hasil pemeriksaan dengan
ultrasonografi pada trimester pertama.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Teori
Persalinan preterm dan aterm mempunyai proses yang sama, kecuali usia
kehamilannya. Dimana persalinan merupakan proses multifaktorial, salah satunya
melalui mekanisme kondisi seperti
inflamasi (inflammation-like condition) yang
melibatkan selaput ketuban. Etiologi terbanyak adalah diakibatkan infeksi terutama
chorioamnionitis, yang sebagian besar merupakan chorioamnionitis histology.
Penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi berhubungan dengan kejadian
persalinan secara biokimiawi dan biomolekuler dan secara bermakna ditemukan
bahwa wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki ketebalan selaput
ketuban yang lebih tebal dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan
aterm dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis sebesar 1,2 mm.
Inflamasi
Infeksi
Penebalan Selaput ketuban
↑ MMP
↑ Prostaglandins & Uterotonin lain
Pematangan serviks
Pecahnya selaput ketuban
Kontraksi uterus
Persalinan Preterm
Gambar 3.1 Kerangka Teori
30
↑ Oxytocin
maternal
31
3.2
Kerangka Konsep
Kehamilan Aterm
Inflamasi
Infeksi
Penebalan Selaput Ketuban
Persalinan Preterm
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
3.2
Hipotesis Penelitian
Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm merupakan faktor risiko persalinan
preterm
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol, dengan persalinan
preterm sebagai kasus.Sebagai kontrol digunakan kehamilan preterm yang tidak
mengalami tanda-tanda persalinan. Ketebalan selaput ketuban merupakan faktor
risiko.
Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm
Persalinan preterm
Ketebalan selaput ketuban ≤ 1,2 mm
Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm
Kehamilan preterm
Ketebalan selaput ketuban ≤ 1,2 mm
32
33
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di IRD dan Poli Klinik 108 bagian Kebidanan dan
Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Januari-Desember 2011
4.3
Populasi Penelitian
Semua ibu hamil yang datang ke IRD dan Poli Klinik 108 bagian Kebidanan
dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis persalinan preterm dan
kehamilan preterm periode Januari-Desember 2011.
4.4
Sampel Penelitian
4.4.1 Kriteria sampel penelitian
a.
Kriteria Inklusi
Kasus
1.
Kehamilan Tunggal Hidup
2.
Umur Kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu
3.
Kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit
4.
Pembukaan serviks ≤ 3 cm
Kontrol
1.
Kehamilan Tunggal Hidup
2.
Umur Kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu
3.
Tidak ada kontraksi uterus
34
b.
Kriteria Ekslusi
1.
Plasenta previa/solusio plasenta
2.
Polihidramnion
3.
Hamil kembar
4.
Diketahui mempunyai kelainan kongenital pada janin karena ada indikasi
untuk diterminasi tanpa memandang usia kehamilan.
5.
Ibu hamil mempunyai kelainan medis, seperti kelainan jantung, diabetes
mellitus, penyakit paru menahun termasuk asma, anemia oleh sebab apapun,
hipertensi kronik, preeklampsia/eklampsia).
6.
Tidak bersedia ikut penelitian
4.4.2 Cara pemilihan kasus dan kontrol
Kasus dipilih secara consecutive sampling dari ibu hamil preterm yang inpartu
sesuai dengan kriteria kasus dalam waktu 24 jam dilakukan pemeriksaan TransAbdominal Sonography (TAS) dengan USG 3D tipe Medison SonoAce 8000 di
Wings Amerta RSUP Sanglah Denpasar, sejak Januari 2011.
Kontrol dipilih secara consecutive sampling dari ibu hamil pretem tidak inpartu
sesuai dengan kriteria kontrol di RSUP Sanglah Denpasar. Pengambilan kontrol
dilakukan dalam 1 minggu dari ditemukannya kasus sejak bulan Januari 2011 dengan
perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1
4.4.3 Besar sampel penelitian
Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi :
35
Tingkat kesalahan tipe I (α) adalah 0,05. Power penelitian sebesar 80%, atau tingkat
kesalahan tipe II (β) adalah 20%.
Sampel dihitung berdasarkan rumus :
Keterangan :
n
= besar sampel
Zα
= 1,960 untuk tingkat kemaknaan α = 0,05
Zβ
= 0,842 untuk β = 0,80
R
=3
P
= R/1 +R
Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas didapatkan n (jumlah sampel) yang
diperlukan sebesar 28,9 dibulatkan menjadi 30. Jadi seluruhnya termasuk kontrol
adalah sejumlah 60 orang.
4.5
Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel tergantung
Persalinan preterm
4.5.2 Variabel bebas
Ketebalan selaput ketuban
36
4.5.3 Variabel kontrol
Faktor-faktor lain
yang akan
di
eksklusi,
seperti
hamil
kembar,
polihidramnion,, plasenta previa/solusio plasenta, penyakit medis pada ibu hamil,
kelainan kongenital pada janin.
4.6
Definisi Operasional Variabel
1.
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan tunggal
hidup, usia kehamilan 28-37 minggu. Mengalami kontraksi uterus minimal 2
kali dalam 10 menit, pembukaan serviks ≤ 3 cm, keluar lendir campur darah
dan selaput ketuban intak. Usia kehamilan dihitung berdasarkan hari pertama
haid terakhir
(HPHT), atau berdasarkan usia kehamilan dari hasil
ultrasonografi oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang dilakukan
pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.
2.
Ketebalan selaput ketuban adalah tebal selaput ketuban yang diukur dengan
trans-abdominal sonography di daerah area tengah atau area antara area
serviks dengan tepi plasenta (± 10-12 cm dari area serviks).
3.
His adalah kontraksi uterus dengan frekuensi 2 kali dalam 10 menit.
4.
Hamil kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu kali kehamilan.
5.
Polihidramnion adalah jumlah cairan amnion diperiksa dengan USG dimana
AFI (Amnion Fluid Index) lebih dari 24 cm (Phelan dkk, 1987).
37
6.
Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
pada kehamilan 28 minggu atau lebih.
7.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasinya yang normal
pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Pada usia kehamilan diatas 20 minggu
atau berat janin 500 gram.
8.
Penyakit medis pada ibu hamil adalah bila dari anamnesa didapatkan riwayat
hipertensi, dibetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru menahun seperti
asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik, preeklampsia/eklampsia.
9.
Kelainan kongenital janin adalah kelainan fisik pada janin yang ditemukan
dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter spesialis kebidanan dan
kandungan.
4.7
Alat Pengumpul Data
Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi :
1.
Lembar pengumpul data (kuesioner)
2.
Lembar status pasien
3.
Alat USG 3D merk Medison Sonoace 8000 live prime
4.8
Prosedur Penelitian
1.
Penapisan kasus dan control
Pemilihan kasus dan kontrol untuk memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
dilakukan dengan cara pemeriksaan pada ibu hamil yang datang datang ke
IRD dan Poli Klinik 108 bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah
38
Denpasar. Pemeriksaan meliputi anamnesa, pemeriksaan umum
dan
pemeriksaan obstetri.
2.
Pemeriksaan trans-abdominal sonography (TAS)

Pemeriksaan TAS oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan

Alat yang dipergunakan adalah USG 3D tipe Medison SonoAce 8000.

Tempat pemeriksaan di Wings Amerta RSUP Sanglah Denpasar.

Yang memenuhi kriteria inklusi untuk kasus dan kontrol akan diberikan
informasi dan penjelasan tentang penelitian ini, demikian juga keluarganya.

Setelah mengerti dan bersedia ikut dalam penelitian, maka penderita diminta
untuk menandatangani persetujuan penelitian.

Penderita ditidurkan telentang dan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
dengan transduser diletakkan tegak lurus pada abdomen ibu

Ketebalan selaput ketuban yang diukur dengan trans-abdominal sonography
di daerah area tengah atau area antara area serviks dengan tepi plasenta (± 1012 cm dari area serviks) dalam ukuran mm kemudian dicatat.
3.
Setelah sampel penelitian diambil, ibu hamil akan dikelola sesuai dengan
protap di bagian kebidanan dan kandungan RSUP Sanglah Denpasar.
39
4.9
Alur Penelitian
Penapisan pada ibu hamil preterm dan bersalin dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik umum dan obstetri, informed consent
Persalinan Preterm
(Kasus)
Kehamilan Preterm
(Kontrol)
Pemeriksaan TAS
Pemeriksaan TAS
Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm
Ketebalan selaput ketuban ≤ 1,2 mm
Analisa Data
Gambar 4.1 Alur Penelitian
40
4.10
Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program Statistical
Package for The Social Sciences (SPSS) for windows version 16.0.
1. Untuk normalitas data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
2. Untuk homogenitas data digunakan Levene’s T Test.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian
persalinan preterm secara umum dan mengetahui besarnya risiko terjadinya
persalinan preterm pada ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm dipakai uji Chi
Square
Hasil analisa disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama periode bulan Januari - Desember 2011, dilakukan penelitian
dengan rancangan kasus-kontro tidak berpasanganl, yang dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar.
5.1
Karakteristik Sampel Penelitian
Sejumlah 60 orang ibu hamil dijadikan sampel penelitian terdiri atas 30
ibu hamil dengan persalinan preterm sebagai kasus dan 30 ibu hamil dengan
kehamilan preterm yang tidak mengalami tanda-tanda persalinan sebagai kontrol.
Data karakteristik subjek antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian pada
Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol
Kelompok
Variabel
p
Umur (th)
Kasus
(n=30)
27,87±6,10
Kontrol
(n=30)
26,97±5,09
0,537
Umur Kehamilan (mg)
31,47±1,66
31,43±1,63
0,938
Paritas
0,93±1,17
0,50±0,73
0,157
Berat badan (kg)
62,80±9,81
60,17±9,33
0,291
Tinggi badan (cm)
158,07±3,68
157,10±4,02
0,335
41
42
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.1 di atas, dengan analisis menggunakan uji
t-independent didapatkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa umur ibu,
umur kehamilan, paritas, berat badan, dan tinggi badan secara statistik tidak
berbeda antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol.
5.2
Peran Ketebalan Selaput Ketuban pada Kejadian Persalinan Preterm
Spontan
Untuk mengetahui peranan ketebalan selaput ketuban terhadap kejadian
persalinan preterm digunakan uji Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Peranan Ketebalan Selaput Ketuban Pada
Kejadian Persalinan Preterm Spontan
Ketebalan
Selaput
Ketuban
≥ 1,2
< 1,2
Kelompok
Kasus
Kelompok
Kontrol
20
8
10
RO
IK 95%
p
5,5
1,81-16,68
0,002
22
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rasio odd ketebalan selaput ketuban
kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali (RO = 5,5, IK 95% =
1,81-16,68, p=0,002).
BAB VI PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN
6.1.
Subyek Penelitian
Untuk mengetahui hubungan ketebalan selaput ketuban pada ibu hamil
dengan meningkatnya kejadian persalinan preterm spontan maka dilakukan
penelitian dengan rancangan case-control study, yang dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar dari bulan Januari sampai dengan Desember 2011.
Selama penelitian, 60 ibu hamil pada usia kehamilan 28 -37 minggu
dijadikan sampel dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa
rerata umur ibu kelompok kasus adalah 27,87±6,10 tahun, rerata kelompok
kontrol adalah 26,97±5,09 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah
31,47±1,66 minggu, rerata kelompok kontrol adalah 31,43±1,63 minggu. Rerata
paritas kelompok kasus adalah 0,93±1,17, rerata kelompok kontrol adalah
0,50±0,73. Rerata berat badan kelompok kasus adalah 62,80±9,81, rerata
kelompok kontrol adalah 60,17±9,33. Rerata tinggi badan kelompok kasus adalah
0158,07±3,68, rerata kelompok kontrol adalah 157,10±4,02. Analisis kemaknaan
dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05.
6.2
Peran Ketebalan Selaput Ketuban pada Kejadian Persalinan Preterm
Spontan
Hubungan ketebalan selaput ketuban terhadap kejadian persalinan preterm
di uji dengan Chi-Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio odd ketebalan
43
44
selaput ketuban kelompok kasus terhadap kelompok kontrol sebesar 5,5 kali (RO
= 5,5, IK 95% = 1,81-16,68, p=0,002). Hal ini disebabkan karena pada persalinan
preterm ditemukan adanya inflamasi dari selaput ketuban secara histologi, dimana
perluasan dan derajat berat ringannya edema villous berkorelasi positif dengan
mortalitas dan morbiditas neonatal (Redline dkk, 2000). Romero dkk (2006)
menyatakan bahwa aktivasi pada persalinan preterm berhubungan dengan
ketebalan selaput ketuban, secara biokimiawi dan biomolekuler ditemukan bahwa
persalinan
condition).
merupakan
suatu kondisi
Sedangkan
Steel
dkk,
seperti
inflamasi
(inflammation-like
(2005)
menemukan
bahwa
pada
chorioamnionitis terjadi perubahan pada selaput ketuban terjadi peningkatan
hitung jumlah leukosit serta profil biomarker yang berhubungan dengan inflamasi
(seperti proinflammatory IL-1β, IL-6, TNF–α, anti inflammatory IL-10, TGF–β,
cytokine, growth dan factor angiogenic : epidermal growth factor/EGF, vascular
endothelial growth factor/VEGF, chemokines seperti IL -8, MCP-1, G-CSF, cell
adhesion molecules,
intracellular adhesion molecule/ICAM, vascular cell
adhesion molecule/VCAM, matrix metalloproteinase/MMPs dan inhibitornya
tissue inhibitors of MMPs/TIMPs), yang sebagian besar diakibatkan oleh infeksi
terutama chorioamnionitis histology.
Di samping beberapa hasil penelitian di atas, hasil penelitian ini juga
didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penebalan selaput
ketuban sebagai penanda inflamasi berhubungan dengan kejadian persalinan
secara biokimiawi dan biomolekuler. Penelitian Severi dkk (2008) menemukan
bahwa secara bermakna didapatkan bahwa wanita yang mengalami persalinan
45
preterm memiliki ketebalan selaput ketuban yang lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm)
dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm)
dengan nilai cut-off yang terbaik dengan ROC curve analysis (1,2 mm),
sensitivitas dan spesifitasnya untuk memprediksi persalinan preterm adalah 100%
(95% CI, 80,3-100) dan 69,5% (95% CI, 61,2-77,0) dengan positive dan negative
likehood ratios adalah 3,3 dan 0,0.
Dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian ini mendukung
penelitian-penelitian sebelumnya antara lain oleh Redline dkk (2000), Steel dkk,
(2005),Romero dkk (2006),Severi dkk (2008) bahwa terdapat hubungan secara
bermakna antara ketebalan selaput ketuban dengan kejadian persalinan preterm
dan penebalan selaput ketuban sebagai penanda inflamasi meningkatkan risiko
terjadinya persalinan preterm.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan secara bermakna (p < 0,005) antara ketebalan selaput ketuban
dengan kejadian persalinan preterm.
2. Ketebalan selaput ketuban > 1,2 mm meningkatkan risiko terjadinya persalinan
preterm sebesar 5,5 kali.
7.2
Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko persalinan preterm,
sehingga dapat ditemukan acuan yang bersifat non invasif, selektif, efisien dan
akurat untuk memprediksi terjadinya persalinan preterm.
2. Pemeriksaan ketebalan selaput ketuban sebaiknya dilakukan pada kehamilan
preterm karena secara bermakna berhubungan dengan persalinan preterm.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Malak, T.M., Mulholland, G. and Bell, S.C. Structural characteristics and
fibronectin synthesis by the intact term fetal membranes covering the cervix. Br. J.
Obstet. Gynaecol., 1993; 100, 775–776.
Allport VC, Pieber D, Slater DM et al. Human labour is associated with nuclear
factor-kappaB activity which mediates cyclo-oxygenae -2 expression and is involved
with the’functional progesterone withdrawal’. Mol Hum Reprod, 2001; 7: 581-586.
Allport VC, Slater DM, Newton R et al. NF-κB and AP -1 are required for the cyclooxygenase 2 gene expression in amnion epithelial cell line (WISH). Mol Hum
Reprod, 2000; 6: 561-565.
Andrews WW, Hauth JC, Goldenberg RL. Infection and preterm birth. Am J
Perinatal, 2000; 17:357-65.
Ayad, S., Boot-Handford, R. P., Humphries, M. J., Kadler, K. E. SC Shuttleworth, C.
A The Extracellular Matrix Facts Book. San Diego: Academic Press.1994; 7: 488500.
Bell, S.C. and Malak, T.M. Structural and cellular biology of the fetal membranes. In
Elder, M.G., Romero, R. and Lamont, R.F. (eds), Preterm Labor. Churchill
Livingstone, New York, 1997, 401–428.
Birkedal-Hansen, H., Moore, W. G. I., Bodden, M. K., Windsor, L. J., BirkedalHansen, B., DeCarlo, A., Engler, J. A. Matrix metalloproteinases: a review. Critical
Review in Oral Biology and Medicine, 1993; 4, 197-250.
Bowen JM, Chamley L, Keelan JA, Mitchell MD. Cytokines of the placenta and
extra-placental membranes: roles and regulation during human preganancy and
parturition. Placenta, 2002; 23: 257-273.
Bryan-Greenwood GD. The extracellular matrix of the human fetal membranes:
structure and fuction. Placenta, 1998; 19: 1-11.
Casey ML, Mibe M, Erk A, Mac Donald PC. Transforming growth factor Bstimulation of parathyroid hormone related protein expression in human uterine cells
in culture mRNA levels and protein secretion. J Clin Endocrinol Metab, 1992; 74:
950.
48
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2007. “Birth : Final data for
2005”. Tersedia pada http:// www.cdc.gov/nchs/data/nvsr/nvsr56/nvsr56-06.pdf
(diakses 13 Maret 2008).
Champliaud, M. F., Lunstrum, G. P., Rousselle, P., Nishiyama, T., Keene, D. R.,
Burgeson, R. E. Human amnion contains a novel laminin variant, laminin 7, which
like laminin 6, covalently associates with laminin 5 to promote stable epithelialstromal attachment. Journal of Cell Biology, 1996; 132, 1189-1198.
Condon JC, Jeyasuria P, Faust JM et al. Surfactant protein secreted by maturing
mouse fetal lung acts as a hormone that signals the initiation of parturition. Proc Natl
Acad Sci USA, 2004; 101: 4978-4983.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Nenstrom KD.
Preterm birth. In: Williams Obstetrics 22nd ed. McGraw-Hill New York, 2005: 85573.
Drije J, Magowan BA. Clinical obstetrics and gynaecology: prematurity. Saunders,
London, 2004: 375-80.
Dutta DC. Textbook of Obstetrics, 2004: 36-37.
Feinberg, R. F. & Kliman, H. J. (1992) Fetal fibronectin and preterm
labour. New England Journal of Medicine, 326, 708.
Fortunato SJ, Menon R, Lambardi SJ. Amniochorion gelatinase-gelatinase inhibitor
imbalance in vitro: a possible infections pathway to rupture. Obstet Gynecol, 2000;
95: 240-244.
Frigo P, Lang CH, Golaszewski T, Gruber D, Berger A, Ulrich R et al. Measurement
of amniochorionic membrane thickness using high-frequency ultrasound. Prenatal
Diagnosis, 1996 (vol 16): 313-317.
Gibbs, R.S., Romero, R., Hillier, S.L. et al. A review of premature birth and
subclinical infection. Am. J. Obstet. Gynaecol., 1992; 76, 5–12.
Goepfert AR, Goldenberg RL, Andrews WW, Hauth JC, Mercer B, Iams J et al. The
preterm prediction study: association between cervical interleukin 6 concentration
and spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol, 2001; 184: 483-8.
49
Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, Meis PJ, Moawad AH, Coppel RL et al. The
preterm prediction study: the value of new vs standard risk factor in predicting early
and all spontaneous preterm birth. Am J Public Health, 2003; 88 : 233-8.
Gomez R, Romero R, Medina L, Nien JK, Chaiworapongsa T, Carstens M et al.
Cervicovaginal length in patients with preterm uterine contraction and intact
membranes. Am J Obstet Gynecol, 2005; 192: 350-359.
Gorgoni B, Caivano M, Arizmendi C et al. The transcription factor C/EBP beta is
essential for inducible expression of the cox -2 gene in macrophage but not
fibroblast. J Biol Chem, 2001; 276: 40769-40777.
Green I, Norman J. Preterm labor, managing risk in clinical practice. Cambridge
University Press, 2005; 1-26.
Iams JD, Goldenberg RL, Mercer BM, Moawad AH, Meis PJ, Das AF et al. The
preterm prediction study: can low-risk women destined for spontaneous preterm birth
be identified? Am J Obstet Gynecol, 2001; 184: 652-5.
Iams JD. Prediction and early detection of preterm labor. Obstet Gynecol, 2003; 101:
402-412.
Inge C, Zaragoza DB, Larry G, Sarah AB, Bryan FM, David MO. Inflammatory
processes in preterm and term parturition. Journal of Reproductive Immunology,
2008; 79: 50-57.
Jacobson, S.-L., Kimberly, D., Thornburg, K. & Maslen, C. Localization of fibrillin-1
in the human term placenta. Journal of Society of Gynecological Investigation. 1995;
2, 680-690.
Keelan JA, Blumenstein M, Helliwell RJ, Sato TA, Marvin KW, Mitchell MD.
Cytokines, prostaglandins and parturition-a review. Placenta, 2003; 33-46.
Keelan JA, Marvin KW, Sato TA et al. Cytokine abundance in placental tissues:
evidence of inflammatory activation in gestational membranes with term and preterm
parturition. Am J Obstet Gynecol, 1999; 181: 1530-1536.
Keene, D. R., Maddox, B. K., Kuo, H.-J., Sakai, L. Y. & Glanville, R. W.Extraction
of extendable beaded structures and their identification as fibrillin-containing
extracellular matrix microfibrils. Journal of Histochemistry and Cytochemirstry,
1999,(39): 441-449.
50
Laren JM, Malak TM, Bell SC. Structural characteristic of term human fetal
membranes prior to labour: identification of an area of altered morphology overlying
the cervix. Human reproduction, 1999 (vol. 14) 1: 233-241.
Leitich H, Eganter C, Kaiden A, Hohlagshwandtner M, Berghammer P, Husslein P.
Cervicovaginal fetal fibronectin as a marker for preterm delivery: a meta-analysis.
Am J Obstet Gynecol, 1999; 180: 1169-1176.
Leitich H. Secondary predictors of preterm labour. BJOG, 2005; 112: 48-50.
Lockwood, C. J., Senyei, A. E., Dische, M. R., Casal, D., Shah, K.,Thung, S. N.,
Jones, L., Deligdisch, L., Garite, T. J. Fetal fibronectin in cervical and vaginal
secretions as a predictor of preterm delivery. New England Journal of Medicine,
1991; 325, 669-674
Malak TM, Bell SC. Structural characteristics of term human fetal membranes: a
novel zone ofextreme morphological alteration within the rupture site. Br J Obstet
Gynecol, 1999 (may, vol 101): 375-386.
Manajemen Persalinan Preterm. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
Semarang, Maret 2005.
Maymon E, Ghezzi F, Edwin SS et al. The tumor necrosis factor alpha and its
soluble receptor profile in term and preterm parturition. Am J Obstet Gynecol, 1999;
181: 1142-1148.
McLaren J., Taylor DJ., Bell SC. Increased incidence of apoptosis in non-labouraffected cytotrophoblast cells in term fetal membranes overlying the cervix. Human
Reproduction, 1999 (vol.14 no.11); 2895-2900.
Menon R, Taylor RN, Fortunato SJ. Chorioamnionitis-a complex pathophysiologic
syndrome. Placenta, 2010; 31: 113-120.
Millar LK, Stollberg J, DeBuque L, Bryant-Greenwood G. Fetal membrane
distention: Determination of the intrauterine surface area and distention of the fetal
membranes preterm and at term. Am J Obstet Gynecol 2000;182:128–34.
Minkoff H. Prematurity infection as an etiologic factor. Obstet Gynecol, 1983; 62:
137-44.
Moutquin JM. Classification and heterogenenity of preterm birth. Br J Obstet
Gynecol, 2003; 110 (suppl 20): 30-33.
51
Nemeth E, Tashima LS, Yu Z, et al. Fetal membrane distention:I Differentially
expressed genes regulated by acute distention in amniotic epithelial (WISH) cells.
Am J Obstet Gynecol, 2000;182,50-59
Olson DM, Zaragoza DB, Shallow MC, Cook JL, Mitchell BF, Grigsby P et al.
Myometrial activation and preterm labour: Evidence supporting a role for
prostaglandin F receptor-a review. Placenta, 2003; 24: 47-54.
Oxlund, H., Helmig, R., Halaburt, J. T. & Uldbjerg, N. Biomechanical analysis of
human chorioamniotic membranes. European Journal of Obstetrics and Gynecology
and Reproductive Biology, 1990; 34, 247-255.
Phelan JP, Ahn M, Smith CU, Rutherford SE. Amniotic fluid index in normal human
pregnancies. Report Med, 1987; 32, 601-604.
Prockop, D. J. & Kivirikko, K. I. Collagens: molecular biology,diseases, and
potentials for therapy. Annual Recs of‘ Biochemistry, 1995; 64,403-434.
Profil Kesehatan Indonesia 2005, diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2007.
Redline RW, Wilson-Costello D, Berawski E, Fanaroff AA, Hack H. The
releationship between placental and other perinatal risk factors for neurologic
impairment in very low birth weight children. Pediatri Res, 2000; 47: 721-726.
Roman AS, Koklanaris N, Paidas MJ, Mulholland J, Levitz M, Rebarber A. “Blind”
vaginal fetal fibronectin as a predictor of spontaneous preterm delivery. Obstet
Gynecol, 2005; 105: 285-289.
Romero R, Chaiworapongsa T, Espinoza J, Gomez R, Yoon BH, Edwin S et al. Fetal
plasma MMP -9 concentration are elevated in preterm premature rupture of
membrane. Am J Obstet Gynecol, 2002; 187: 1125-1130.
Romero R, Erez O, Espinoza J. Intrauterine infection, preterm labor and cytokines. J
Soc Gynecol Investig 2005; 12: 463-465.
Romero R, Espinoza J, Kusanovic J, Gotsch F, Hassan S, Erez O et al. Preterm
parturition syndrome. BJOG, 2006; 113 (suppl 3): 17-42.
Romero R, Kadar N, Hobbins JC, Duff GW. Infection and labor: the detection of
endotoxin in amniotic fluid. Am J Obstet Gynecol, 1987; 157: 815.
Romero R, Mazor M, Brandt F et al. Interleukin -1 alpha and interleukin -1 beta in
preterm and term human parturition. Am J Reprod Immunol, 1992; 27: 117-123.
52
Romero R, Wu YK, Sirtori M et al. Amniotic fluid concentrations of prostaglandin
F2 alpha, 13, 14-dihydro-15-keto-prostaglandin F2 alpha (PGFM) and 11-deoxy-13,
14-dihydro-keto-11, 16-cyclo-prostaglandin E2 (PGEM-LL) in preterm labor.
Prostaglandins, 1989; 37: 149-161.
RomeroR, Espinoza J, Gotsch F, Kusanovic J, Friel L, Erez O et al. The use high
dimentional biology (genomics, transcriptonics, proteomics and metabolonics) to
understand the preterm parturition syndrome. BJOG, 2006; 113: 118-135.
Qin, X, Garibay-Tupas, J., Chua, P. K., Cachola, L. & Bryant-Greenwood, G. D. An
autocrine/paracrine role of human decidual relaxin I, Interstitial collagcnase (MMP1) and tissue plasminogen activator. Biology qf Reproduction, 1997; 56, 800-811.
Schmitz T, Maillard F, Bessard-Bacquadert S, Kayem G, Frilla Y, Cabrol D et al.
Selective use of fetal fibronectin detection after cervical length measurement to
predict spontaneous preterm delivery in women with preterm labor. Am J Obstet
Gynecol, 2006; 194: 138-143.
Severi FM, Bocchi C, Florio P, Picciolini E, D’aniello G, Petraglia F. Comparison of
two dimensional and three dimensional ultrasound in the assessment of the cervix to
predict preterm delivery. Ultrasound Med Biol, 2008; 29: 1261-1265.
Slattery MM, Morrison JJ. Preterm delivery. Lancet, 2002; 360 (9344): 1089-97.
So, T., Ito, A., Sato, T., Mori, Y. & Hirakawa, S. Tumor necrosis factor & stimulates
the biosynthesis of matrix metalloproteinases and plasminogen activator in cultured
human chorion cells. Biology of Reproduction, 1992; 46, 772-778.
Stell JH,Donoghue KO, Kennea NL, Sulliven MH, Edwards AD. Maternal origin of
inflammatory leucocytes in preterm fetal membranes, shown by fluorescence in situ
hybridization. Placenta, 2005; 26: 672-677
Spongy CY. Prediction and prevention of recurrent spontaneous preterm birth.
Obstet Gynecol, 2007; 110: 405-15.
Stamm, E., Waldstein, G., Thickman, D., McGregor, J. Amniotic sheets: natural
history and histology, J. Ultrasound Med, 1991; 10, 501-504.
Swamy GK, Simhan HN, Gammil HS, Heine RP. Clinical utility of fetal fibronectin
for predicting preterm birth. J Reprod Med, 2005; 50: 851-856.
53
Vadillo-Ortega, F., Hernandez, A., Gonzalez-Avila, G., Bermejo, L.,Iwata, K. &
Strauss, J. F. Increased matrix metalloproteinase activity and reduced tissue inhibitor
of metalloproteinase-1 levels in amniotic fluids from pregnancies complicated by
premature rupture of membranes.American Journal of Obstetrics and Gynecology,
1996; 174, 1371-1376.
Vettraino, I. M., Roby, J., Tolley, T., Parks, W. C. Collagenase-1,stromelysin-1, and
matrilysin are expressed within the placenta during multiple stages of human
pregnancy. Placenta, 1996; 17, 557-563.
World Health Organization (WHO). “Maternal anthropometri and pregnancy
outcome. A WHO collaborative study”. Bulletin of World Health Organization, 73
supp, 1995.
Yamada, K. M. Fibronectin and other cell interactive glycoproteins. In Cell Biology
of Extracellular Matrix, 2nd. New York & London: Plenum Press1991; 111-139
Young A, Thomson AJ, Ledingham M et al. Immunolocalization of proinflammatory
cytokines in myometrium, cervix, and fetal membranes during human parturition at
term. Bio Reprod, 2002; 66: 445-449.
54
DATA PENELITIAN
KASUS
IDENTITAS
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Nama
Pt Tabita
Dsk Kt Sukartini
Kt Mustiani
Ni Kt Sukerten
Gst Ayu Murni
Kt Sriati
Ni Luh Suryati
Jro Jempiring
Anita
Kmg Sukerti
Ngh Sumandiari
Ni Md Aryati
Siti Nasilah
Pt Ayu Puji Artini
Yuni Astini
Luh Resning
Kt Sukraning
Luh Mudarini
Lidia
Rizki Wulan Apsari
Luh Pt Muryani
IA Trisnadewi
Ni Wyn Sri Angreni
Hamidah
Vina Damayanti
Yosi Melinda
Ni Made Resi
Mutiana Dewi
Mita
IA Sri yunita
Umur (thn)
19
44
37
34
23
32
23
32
32
28
29
28
27
25
25
26
24
34
28
21
24
27
34
38
23
18
32
27
23
19
Suami
Gd Subawa
Nym Madita
Kt Nuaja
Kt Suweca
Gst Ngurah Ardika
Yohanes
W Gunawan
Gst Md Ardita
Kt Adyana
Kdk Laba
I Wyn Sueca
Dewa Nym Santosa
Moktapi
Kmg Sudi Arsana
Kd Artika Putra
Kmg Artayasa
Kt Mertayasa
Wyn Candra
Andreas Lende
Kasnijan
Md Sumiarta
IB Dwi Kara Putra
I Md Sudarma
Agus Gunawan
Lutfi
Made Kopa
Putu
Efendi
Mahsin
Dw Pt Nata
Agama
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Islam
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Kristen
Islam
Hindu
Hindu
Hindu
Islam
Islam
Hindu
Hindu
Hindu
Islam
Hindu
Alamat
Jl. Gn Agung gg Irawadi
Jl. Trengguli gg 4/29A
Jl. Soka 115
Jl.Cok Maria gg 4 no. 6
Br. Pelagan
Jl. A Yani Selatan no. 77
Br. Puseh Angantaka
Jl. Trengguli no.75
Jl. Sedap Malam no. 2
Jl. Padma beteng sari
Jl. Naga gg xx 25 no.2
Jl. Nangka Utara No. 1
Jl. Trengguli no. 83
Jl. Gandapura V no. 15B
Jl. Pertulaka no. 2
Jl. WR supratman 18 A
Ketewel
Jl. Narakusuma no. 26
Jl. Penamparan no. 3
Jl. Trengguli 15 no.1
Br. Anggabaya Penatih
Br. Melinggih Payangan
Jl. Antasura 115
Jl. Raya Batubulan
Jetis kulon 6/12 A
Perum Bumi Tegal Besar
Br Dinas Kebon Bukit
Denpasar
Jl. Kemuda no.24 Dps
Sukawati Gianyar
55
RIWAYAT OBSTETRI
Pekerjaan Pendidikan Kawin Riwayat kehamilan UK (mgg)
IRT
SMP
6 bl
G1P0000
32-33
IRT
SMP
23 th
G5P4004
33-34
IRT
SMA
1 th
G1P0000
31-32
IRT
SMA
9 th
G3P2002
30-31
IRT
SMP
1 th
G1P0000
33-34
IRT
SD
8 th
G3P2002
30-31
IRT
SMA
6 bl
G1P0000
32-33
IRT
SMA
13 th
G3P2002
32-33
IRT
SMA
1 th
G1P0000
29-30
IRT
SD
3 bl
G1P0000
33-34
IRT
SMA
9 th
G5P4004
30-31
IRT
SMA
8 th
G3P2002
31-32
IRT
SD
12 th
G2P1001
30-31
IRT
SMA
3 th
G2P1001
31-32
IRT
S1
5 th
G2P1001
30-31
IRT
S1
8 th
G1P0000
30-31
IRT
SD
3 th
G3P1011
35-36
IRT
SMA
3 th
G2P1001
33-34
IRT
SMA
1 th
G1P0000
33-34
IRT
SMA
7 bl
G1P0000
31-32
IRT
SMP
7 bl
G2P0010
33-34
IRT
D3
8 bl
G1P0000
33-34
IRT
SMA
8 bl
G1P0000
29-30
IRT
SMP
5 th
G2P1001
33-34
IRT
SMA
4 th
G2P1001
31-32
IRT
SMA
1 th
G1P0000
31-32
IRT
SMP
5 th
G2P1001
34-35
IRT
SMA
8 th
G4P3003
30-31
IRT
SMA
5 th
G2P1001
29-30
IRT
SMA
1 th
G1P0000
33-34
STATUS PRAESENT
HPHT
15-03-2011
10/3/2011
18-03-2011
12/3/2011
22-02-2011
15-04-2011
15-05-2011
27-01-2011
4/12/2010
7/11/2010
7/12/2010
23-10-2010
2/11/2010
25-09-2010
18-11-2010
24-10-2010
10/9/2010
10/10/2010
1/10/2010
7/11/2010
6/9/2010
20-10-2010
28-05-2011
6/6/2011
29-06-2011
2/5/2011
25-06-2011
20-07-2011
27-06-2011
15-04-2011
TP
22-12-2011
17-12-2011
25-12-2011
19-12-2011
29-11-2011
22-01-2012
22-12-2011
4/11/2011
11/9/2011
14-07-2011
14/9/2011
30-07-2011
9/8/2011
2/7/2011
25-08-2011
31-07-2011
17-06-2011
17-07-2011
8/7/2011
14-08-2011
13-06-2011
27-07-2011
25-02-2012
13-03-2012
6/4/2012
19-02-2012
27-03-2012
27-04-2012
3/4/2012
22-01-2012
ANC TB (cm) BB (kg)
bidan
165
53
bidan
160
70
bidan
158
62
bidan
162
60
bidan
160
65
bidan
165
54
bidan
158
73
bidan
160
78
bidan
154
64
bidan
150
59
bidan
160
59
bidan
155
65
bidan
158
54
bidan
160
60
bidan
158
43
bidan
156
60
bidan
160
70
bidan
155
52
bidan
158
57
bidan
158
69
bidan
150
70
bidan
160
84
bidan
158
53
bidan
156
52
bidan
150
60
bidan
160
58
bidan
158
56
bidan
160
62
bidan
160
81
bidan
160
81
64
GENERALIS
o
TD (mmHg) RR (x/m) N (x/m) T ax ( C) St. Generalis
110/70
20
82
36,5
normal
110/60
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
120/80
20
80
36,5
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
36,5
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
36,5
normal
120/80
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
120/80
20
80
37
normal
110/70
20
80
37
normal
120/80
20
80
37
normal
120/80
20
80
37
normal
120/80
20
80
37
normal
USG
DJJ
144
142
142
144
142
146
142
144
144
146
142
142
144
142
144
142
144
142
146
144
142
144
142
142
144
144
142
144
144
144
His
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
Fetus
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
tunggal
Kelamin
laki
laki
perempuan
laki
laki
laki
laki
laki
perempuan
laki
laki
laki
laki
perempuan
perempuan
laki
laki
perempuan
laki
laki
laki
laki
laki
laki
perempuan
perempuan
laki
perempuan
laki
laki
Letak
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
FHB EFW (gr)
positif
1929
positif
2451
positif
2810
positif
1547
positif
2128
positif
1429
positif
1835
positif
2102
positif
1385
positif
2337
positif
1581
positif
1756
positif
1478
positif
2324
positif
1499
positif
1521
positif
2075
positif
2541
positif
2344
positif
1521
positif
2464
positif
2717
positif
1253
positif
1722
positif
1248
positif
1543
positif
2516
positif
1902
positif
1435
positif
2434
65
SELAPUT KETUBAN
TP
Placenta
22-12- 2011 corpus anterior gr 2
14-12-2011 corpus anterior gr 2
3/12/2011 corpus posterior gr 2
14-01-2012 corpus anterior gr 2
16-12-2011 corpus anterior gr 2
10/2/2012 corpus anterior gr 2
11/12/2011 corpus posterior gr 2
23-11-2011 corpus anterior gr 2
12/9/2011 corpus posterior gr 2
12/8/2011 corpus anterior gr 2
8/9/2011 corpus anterior gr 2
28-08-2011 corpus posterior gr 2
5/9/2011 corpus posterior gr 2
18-07-2011 corpus posterior gr 2
23-08-2011 corpus anterior gr 2
15-08-2011 corpus anterior gr 2
17-06-2011 corpus posterior gr 2
22-07-2011 corpus posterior gr 2
19-07-2011 corpus anterior gr 2
8/8/2011 corpus posterior gr 2
6/7/2011 corpus anterior gr 2
27-07-2011 corpus anterior gr 2
25-02-2012 corpus posterior gr 2
22-03-2012 corpus posterior gr 2
10/4/2012 corpus anterior gr 2
7/3/2012 corpus anterior gr 2
5/4/2012 corpus posterior gr 2
23-04-2012 corpus posterior gr 2
8/4/2012 corpus posterior gr 2
2/2/2012 corpus posterior gr 2
1 (mm)
2
2,1
2,4
2,1
2,2
2,6
2,6
2,3
2,8
2,9
1,4
1,6
1,6
2
1,3
1,8
1,9
1,6
1,8
1,7
1,6
1,2
1,3
1,6
2,2
2,3
2,8
2,3
2,8
2,2
2 (mm)
2,1
2,2
2,5
2,5
2,7
2,7
2,4
2,6
2,7
2,5
1,9
1,4
1,5
1,8
1,4
1,6
1,8
1,8
1,5
1,8
1,8
1,8
1,4
1,7
2,0
2,7
2,7
2,2
2,6
2,3
3 (mm) Rata-rata (mm)
2,1
2,06
2,4
2,23
2,4
2,43
2,3
2,3
2,5
2,46
3
2,76
2,4
2,46
2,8
2,56
2,9
2,8
2,5
2,63
1,8
1,7
1,4
1,46
1,4
1,5
1,6
1,8
1,5
1,4
1,6
1,66
1,7
1,7
1,6
1,66
1,6
1,63
1,6
1,7
1,6
1,66
1,6
1,53
1,4
1,36
2,0
1,76
2,1
2,1
2,4
2,46
2,8
2,8
2,1
2,2
2,2
2,53
2,3
2,26
66
KONTROL
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Nama
Nur Yoan Yuliastiti
Ni Pt Juli Sriani
Ni Wyn Sangri
Desi Maha Yanti
Km Leni Herawati
Ni Wyn Susiantini
Kmg Rara Tini
Ni Wyn agustini
Kdk Sintianingsih
Md Darmini
GA Ningsih
Kdk Artati
Ni Kmg sutiani
GA Karini
Ni Wyn Mudiani
Kt sari
Kt Sri
Kdk wahyuni
Ni ngh mertiasih
Ni Kdk Yuliari
Ni Kdk Budiartini
Pt Resmini
Nym Suartini
Ngh Sukeni
Pt Ayu Suryaningsih
Nym Adriani
Kdk Riandani
Luh Mudiani
Erlina
Ni Md Dewi Angreni
Umur (thn)
19
27
30
22
28
28
30
28
24
34
24
24
38
38
27
27
24
22
30
36
24
18
27
23
19
28
27
31
24
28
IDENTITAS
Suami
Agama
I Kmg Suanadi
Hindu
I Wyn Artayasa
Hindu
Wyn Sutama
Hindu
Dewa Pt Rika
Hindu
Kt Wiranata
Hindu
I Kdk Sumerta
Hindu
Kmg Sukrawan
Hindu
Wyn Sutama
Hindu
Kdk Budi sukadana
Hindu
Md Subrata
Hindu
Ngh Ardana
Hindu
Wyn Budiana
Hindu
Wyn Sutika
Hindu
GA Kt Widiana
Hindu
Gd Putra Sunarbawa Hindu
I Nym Suardiana
Hindu
Kt Kembar
Hindu
Ngh Tunas
Hindu
Nym sukerta
Hindu
Sukratna
Hindu
I Pt Sunarya
Hindu
Md Darma
Hindu
Gd Surastawa
Hindu
Wyn Rudika
Hindu
Kdk Widiantara
Hindu
Nym Sudiasa
Hindu
Gd Sumardidarma
Hindu
I Nym Pariata
Hindu
Fransciscus
Kristen
Kt Wiranata
Hindu
Alamat
Br. Kutri Singapadu
Br. Kutri Singapadu
Br. Paang Penatih
Jl. Cekomaria Prm Dosen Kopertis
Br. Benaya Penguyangan
Jl. Bung Tomo Ubung
Br. Cengkilung Penatih
Br. Taman Penatih
Jl. Nangka Utara Gg Satawara.
Jl. Patih Narobi
Jl. Tukad nyali Sanur
Br. Puseh Angantaka
Br. Paang Kelod
Abiansemal
Jl. Kecak no. 9
Br. Jabe Jero ds. Jagapati
Br. Tembau Klot
Jl. Trengguli gg.5 no. 4
Jl. Trengguli gg. 10 no. 3
Jl. Seroja gg. Sinta no 1
Br. Ambengan
Br. Kayangan
Jl. Akasia no.8
Br. Sigaran sedang
Jl. Letda Made Putra gg Kumala
Jl. Padma gg. 7
Jl. Trengguli no.62
Jl. Padma no. 24
Jl. Kecubung gg. Gadung no.18
Jl. Seroja no.64
67
IDENTITAS
Pekerjaan
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
IRT
Pendidikan
SMA
S1
SD
SMA
SMA
SMA
SMP
SMA
SMP
SMA
SMP
SMA
SMA
SMA
SMP
SD
SMP
SMP
SD
SMP
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
Kawin
1 th
1 th
6 bl
6 bl
5 th
7 th
4 th
3 th
2 th
5 th
5 bl
6 bl
17 th
15 th
6 bl
3 th
6 bl
9 bl
10 th
11 th
6 bl
1 th
1 th
8 bl
7 bl
4 th
6 th
1 th
1 th
8 bl
Riwayat kehamilan
G1P0000
G1P0000
G1P0000
G1P0000
G2P1001
G2P1001
G2P1001
G2P1001
G2P1001
G2P0101
G1P0000
G1P0000
G4P3003
G3P2002
G1P0000
G2P1001
G1P0000
G1P0000
G2P1001
G3P1011
G1P0000
G1P0000
G1P0000
G1P0000
G1P0000
G2P1001
G2P1001
G1P0000
G1P0000
G1P0000
68
RIWAYAT KEHAMILAN
UK (mgg)
HPHT
30-31
34-35
32-33
30-31
31-32
32-33
35-36
28-29
31-32
32-33
32-33
29-30
32-33
30-31
32-33
31-32
31-32
32-3
31-32
30-31
33-34
33-34
33-34
31-32
32-33
31-32
30-31
35-36
31-32
29-30
12/4/2011
14-02-2011
5/4/2011
25-03-2011
15-04-2011
19-03-2011
7/3/2011
31-03-2011
9/11/2010
27-10-2010
12/10/2010
21-11-2010
15-10-2010
5/11/2010
9/10/2010
26-10-2010
30-11-2010
15-11-2011
6/11/2010
21/11/2010
3/4/2011
3/5/2011
20-05-2011
20-04-2011
5/2/2011
31-04-2011
5/3/2011
25-02-2011
26-04-2011
14-04-2011
TP
19-01-2012
21-11-2011
12/1/2012
1/1/2012
22-01-2012
26-12-2011
11/12/2011
7/12/2011
16-07-2011
4/8/2011
19-07-2011
28-08-2011
22-08-2011
12/8/2011
16-07-2011
3/8/2011
6/8/2011
22-08-2011
13-08-2011
28-11-2011
10/1/2012
10/2/2012
27-02-2012
27-01-2011
12/11/2011
7/1/2012
12/12/2011
2/11/2011
6/2/2012
21-01-2012
ANC TB (cm) BB (kg) TD (mmHg) RR (x/m) N (x/m) T ax (oC)
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
bidan
155
165
158
165
156
160
158
165
155
160
160
158
160
150
155
158
158
158
158
150
155
150
152
155
160
155
152
158
156
158
55
65
50
61
72
65
55
49
47
75
54
55
77
60
58
60
65
53
75
56
53
56
50
52
85
62
50
65
63
62
110/70
110/70
120/80
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
37
37
37
37
37
36,5
37
36,5
36,5
37
37
36,5
37
36,5
37
36,5
37
36,5
37
36,5
37
36,5
37
36,5
37
37
36,5
37
36,5
37
69
St. Generalis
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
DJJ
144
142
144
142
144
142
144
142
144
146
142
144
142
144
144
142
144
146
144
142
142
144
144
142
144
142
144
142
144
144
His
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
USG
Fetus
Kelamin
tunggal perempuan
tunggal perempuan
tunggal perempuan
tunggal
laki
tunggal perempuan
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal perempuan
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal perempuan
tunggal perempuan
tunggal
laki
tunggal perempuan
tunggal
laki
tunggal perempuan
tunggal perempuan
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal
laki
tunggal perempuan
Letak
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
kepala
70
USG
FHB EFW (gr)
positif
1525
positif
2737
positif
2233
positif
1546
positif
1817
positif
2312
positif
2816
positif
1107
positif
2280
positif
2860
positif
2711
positif
1133
positif
2023
positif
1631
positif
1943
positif
1688
positif
1724
positif
1984
positif
1808
positif
1540
positif
2529
positif
2790
positif
2013
positif
1886
positif
1936
positif
1780
positif
1998
positif
2759
positif
1685
positif
1447
TP
15-01-2012
9/12/2011
8/1/2012
24-01-2012
11/1/2012
5/1/2012
2/1/2012
26-01-2012
13-07-2011
20-07-2011
14-07-2011
31-08-2011
28-07-2011
20-08-2011
26-07-2011
2/8/2011
28-08-2011
20-08-2011
28-07-2011
19-08-2011
13-01-2012
10/2/2012
20-02-2012
22-01-2012
12/11/2011
5/1/2012
11/12/2011
2/11/2011
3/2/2012
16-01-2012
Placenta
corpus posterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus posterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus anterior gr 2
corpus posterior gr 2
SELAPUT KETUBAN
1 (mm) 2 (mm) 3 (mm) Rata-rata (mm)
0,8
1,1
1,1
1
0,9
1,1
1,1
1,03
0,9
1,2
0,9
1
1,2
1,0
1,0
1,06
1,1
0,8
0,8
0,9
0,8
0,8
0,9
0,83
1,1
0,9
0,8
0,93
0,7
1,0
0,9
0,86
0,9
0,9
1,0
0,93
1,1
0,9
1,1
1,03
0,9
0,9
1,1
0,96
1,0
1,2
1,0
1,06
1,3
1,0
0,9
1,06
0,9
1,2
0,7
0,93
0,8
1,0
0,9
0,9
1,1
1
0,9
1
1
0,8
1
0,93
1,2
1,1
1,1
1,13
1,2
1,1
1
1,1
0,8
1,1
1,1
1
1,1
1,2
1
1,1
1,0
0,8
1,0
0,93
1,1
0,9
1,1
1,03
1,1
1,2
0,9
1,06
1,2
1,0
1,0
1,06
1,1
1,0
1,1
1,06
1,2
1,1
1,2
1,16
1,2
1,0
1,0
1,06
1,1
0,8
0,9
0,93
1,2
1,2
1,0
1,13
71
ANALISIS STATISTIK
Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Umur_ Tinggi_ Berat_
Umur Paritas kehamilan badan badan Sistol Diastol
N
Normal
Parametersa
Mean
Std.
Deviation
Most Extreme Absolute
Differences
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is
Normal.
60
60
60
60
60
60
111.1
31.45 157.58 61.48
7
60
27.42
.72
5.582
.993
1.630
3.850 9.582 3.237
3.542
.142
.142
-.064
1.098
.179
.298
.298
-.235
2.309
.000
.142
.142
-.112
1.100
.177
.193 .123 .524
.165 .123 .524
-.193 -.065 -.359
1.496 .956 4.059
.023 .320 .000
.495
.495
-.372
3.830
.000
71.00
Uji t-independent Karakteristik Subjek
Group Statistics
Umur
N
Kasus
30
27.87
6.095
1.113
30
30
26.97
31.47
5.082
1.655
.928
.302
30
30
31.43
158.07
1.633
3.676
.298
.671
30
30
157.10
62.80
4.020
9.806
.734
1.790
30
60.17
9.330
1.703
Kontrol
Umur_kehamilan Kasus
Kontrol
Tinggi_badan
Kasus
Kontrol
Berat_badan
Kasus
Kontrol
Mean
Std.
Deviation
Kelompok
Std. Error Mean
72
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
t-test for Equality of Means
Variances
F
Umur Equal
variances
assumed
Equal
variances not
assumed
Umur Equal
keha variances
milan assumed
Equal
variances not
assumed
Ting Equal
gi_ba variances
dan assumed
Equal
variances not
assumed
Berat Equal
bada variances
n
assumed
Equal
variances not
assumed
Sig.
1.268 .265
.521 .473
.545 .463
t
.621
df
Sig.
Std.
(2- Mean Error
tailed Differ Differ
)
ence ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
58 .537
.900 1.449 -2.000 3.800
.621 56.183 .537
.900 1.449 -2.002 3.802
.079
58 .938
.033
.425 -.817
.883
.079 57.990 .938
.033
.425 -.817
.883
.972
58 .335
.967
.995 -1.024 2.958
.972 57.541 .335
.967
.995 -1.025 2.958
.088 .768 1.066
58 .291 2.633 2.471 -2.313 7.580
1.066 57.856 .291 2.633 2.471 -2.314 7.580
73
Group Statistics
Std.
Kelompok
N Mean Deviation
Paritas
Sistol
Diastol
Std. Error
Mean
Kasus
30
.93
1.172
.214
Kontrol
Kasus
Kontrol
Kasus
Kontrol
30
.50
30 112.00
.731
4.068
.133
.743
30 110.33
30 71.67
1.826
4.611
.333
.842
30 70.33
1.826
.333
Mann-Whitney Test
Kelompok
Paritas
Sistol
Diastol
Ranks
N Mean Rank
Sum of Ranks
Kasus
30
33.38
1001.50
Kontrol
30
27.62
828.50
Total
Kasus
Kontrol
Total
Kasus
Kontrol
Total
60
30
33.00
990.00
30
60
30
28.00
840.00
32.52
975.50
30
60
28.48
854.50
Test Statisticsa
Paritas
Sistol
Mann-Whitney U
363.500
Wilcoxon W
828.500
Z
-1.416
Asymp. Sig. (2-tailed)
.157
a. Grouping Variable: Kelompok
375.000
840.000
-1.994
.056
Diastol
389.500
854.500
-1.517
.129
74
Paritas * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Kasus
Paritas
0
1
Count
% within Kelompok
2
Count
% within Kelompok
3
Count
% within Kelompok
4
Total
14
46.7%
9
60.0%
10
53.3%
19
30.0%
4
33.3%
1
31.7%
5
13.3%
1
3.3%
1
8.3%
2
3.3%
2
3.3%
0
3.3%
2
6.7%
30
.0%
30
3.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within Kelompok
Count
% within Kelompok
Count
% within Kelompok
Total
Kontrol
18
32
Chi-Square Tests
Value
df
a
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
4
.360
4.353
Likelihood Ratio
5.254
4
.262
Linear-by-Linear Association
2.856
1
.091
N of Valid Cases
60
a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.00.
75
Pendidikan * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Kasus
Pendidikan SD
Count
% within
Kelompok
SMP
4
3
7
13.3%
10.0%
11.7%
6
7
13
20.0%
23.3%
21.7%
17
19
36
56.7%
63.3%
60.0%
3
1
4
10.0%
3.3%
6.7%
30
30
60
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within
Kelompok
SMA Count
% within
Kelompok
PT
Total
Count
% within
Kelompok
Count
% within
Kelompok
Total
Kontrol
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
3
1.331a
Likelihood Ratio
1.378
3
Linear-by-Linear Association
.027
1
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.00.
.722
.711
.869
76
Ketebalan_selaput_ketuban * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
Ketebalan_sela >= 1,2
put_ketuban
< 1,2
Total
Count
% within
Kelompok
Count
% within
Kelompok
Count
% within
Kelompok
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2Value
df
sided)
Kasus Kontrol Total
20
8
28
66.7%
26.7%
46.7%
10
22
32
33.3%
73.3%
53.3%
30
30
60
100.0% 100.0% 100.0%
Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (1-sided)
Pearson Chi1
.002
9.643a
Square
Continuity
8.103
1
.004
Correctionb
Likelihood Ratio
9.925
1
.002
Fisher's Exact Test
.004
.002
Linear-by-Linear
9.482
1
.002
Association
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 14.00.
b. Computed only for a 2x2
table
77
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for
Ketebalan_selaput_ketuban
(>= 1,2 / < 1,2)
For cohort Kelompok =
Kasus
For cohort Kelompok =
Kontrol
N of Valid Cases
Lower
Upper
5.500
1.813
16.681
2.286
1.299
4.021
.416
.221
.781
60
Download