peraturan pemerintah republik indonesia nomor 62 tahun 1998

advertisement
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62 TAHUN 1998
TENTANG
PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah secara
berdayaguna
dan
berhasilguna
dalam
upaya
meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat khususnya di bidang kehutanan, dipandang perlu untuk
menerbitkan Peraturan Pemerintah guna menyerahkan sebagian urusan
pemerintahan di bidang kehutanan kepada Daerah;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2823);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak
Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (Lembaran
Negara Tahun 1970 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2935) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 1975 tentang Perubahan Pasal 9 Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 1970 tengang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak
Pemungutan Hasil Hutan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3055);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan
Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2945);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan (Lembaran Negara 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3294);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986 tentang Perusahaan
Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) (Lembaran Negara Tahun
1986 Nomor 52);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3487);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang disebut dengan:
1. Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, Daerah Otonom, Penyerahan Urusan
adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
2. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik yang
lazim disebut hutan rakyat.
3. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
diperuntukan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah.
4. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli maupun bukan asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwiata, dan rekreasi.
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan.
BAB II
PENYERAHAN URUSAN
Bagian Pertama
Kepala Daerah Tingkat I
Pasal 2
Kepala Daerah Tingkat I diserahkan sebagian urusan pemerintahan di bidang
kehutanan, yang meliputi:
a. pengelolaan taman hutan raya;
b. penataan batas hutan.
Pasal 3
(1) Urusan pengelolaan taman hutan raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf
a mencakup kegiatan pembangunan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan
pengembangan taman hutan raya.
(2) Urusan Penataan batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b mencakup
kegiatan proyeksi batas, pemancangan patok batas (sementara), inventarisasi
hak-hak pihak ketiga yang berkaitan dengan trayek batas, pengukuran dan
pemetaan, pemasangan pal batas (tanda batas tetap), dan pembuatan Berita
Acara Tata Batas.
Pasal 4
(1) Kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan rencana induk pengelolaan taman hutan raya yang bersangkutan.
(2) Kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan tata guna hutan yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Kepala Daerah Tingkat II
Pasal 5
Kepala Daerah Tingkat II diserahkan sebagian urusan pemerintahan di bidang
kehutanan yang meliputi:
a. penghijauan dan konservasi tanah dan air;
b. persuteraan alam;
c. perlebahan;
d. pengelolaan hutan milik/hutan rakyat;
e. pengelolaan hutan lindung;
f. penyuluhan kehutanan;
g. pengelolaan hasil hutan non kayu;
h. perburuan tradisional satwa liar yang tidak dilindungi pada areal buru;
I. perlindungan hutan; dan
j. pelatihan keterampilan masyarakat di bidang kehutanan.
Pasal 6
(1) Urusan penghijauan dan konservasi tanah dan air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a mencakup kegiatan:
a. pengadaan benih/biji, pembuatan persemaian, pemeliharaan persemaian,
penanaman, pemeliharaan tanaman penghijauan;
b. pembuatan dan pemeliharaan Unit Percontohan Usahatani Pelestarian
Sumberdaya Alam (UP-UPSA);
c. pembuatan dan pemeliharaan Unit Percontohan Usaha Pertanian Menetap
(UP-UPM);
d. pembuatan bangunan konservasi (dan pengendali, dan penahan, terasering);
dan;
e. pembuatan kebun bibit desa.
(2) Urusan persuteraan alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b mencakup
kegiatan inventarisasi potensi, pembinaan kelompok tani ulat sutera, pembuatan
unit percontohan, pembinaan pengembangan hasil usaha, dan pemasaran hasil.
(3) Urusan perlebahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c mencakup
kegiatan pembuatan unit percontohan, inventarisasi potensi, pembinaan kelompok
petani peternak lebah, pembinaan pengembangan hasil usaha, dan pemasaran
hasil.
(4) Urusan pengelolaan hutan milik/hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf d mencakup pembinaan kegiatan penanaman pohon-pohon, pemeliharaan,
pemanenan, pemanfaatan, pemasaran, dan pengembangannya.
(5) Urusan pengelolaan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e
mencakup kegiatan pemancangan batas, pemeliharaan batas, mempertahankan
luas dan fungsi, pengendalian kebakaran, reboisasi dalam rangka rehabilitasi lahan
kritis pada kawasan hutan lindung, dan pemanfaatan jasa lingkungan.
(6) Urusan penyuluhan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f
mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi penyelenggaraan penyuluhan kehutanan.
(7) Urusan pengelolaan hasil hutan non kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf g mencakup kegiatan pengusahaan, pemungutan, dan pemasaran hasil hutan
non kayu.
(8) Uruasn perburuan tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h
mencakup kegiatan menangkap dan atau membunuh satwa liar yang tidak
dilindungi
peraturan
perundang-undangan,
termasuk
mengambil
atau
memindahkan telur-telur dan atau satwa liar dimaksud yang dilakukan oleh
pemburu tradisional.
(9) Urusan perlindungan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i mencakup
kegiatan sosialisasi/penyuluhan fungsi perlindungan hutan, pembuatan aliran api,
pemeliharaan sekat bakar, pengadaan sarana pemadam kebakaran, pengaturan
penggembalaan ternak dalam hutan, pengambilan rumput dan makanan ternak
lainnya serta serasah dari dalam kawasan hutan.
(10) Urusan pelatihan keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf j
mencakup kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan pelestarian sumber daya
hutan.
Pasal 7
(1) Urusan pemerintahan di bidang kehutanan selain urusan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan Pasal 5 yang oleh Pemerintah dinilai lebih efektif
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, dilimpahkan sebagai
tugas pembantuan.
(2) Pelimpahan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri.
BAB III
KELEMBAGAAN DAN KEPEGAWAIAN
Pasal 8
(1) Dalam rangka melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 5, Pemerintah Daerah dapat membentuk dan atau menyempurnakan
organisasi Dinas Kehutanan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan
pertimbangan teknis dari Menteri dan setelah mendapat persetujuan dari Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 9
(1) Semua jabatan teknis kehutanan pada Dinas Kehutanan Daerah dijabat oleh
Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai pendidikan kehutanan dan atau pelatihan
kehutanan.
(2) Bentuk dan strata pendidikan dan atau pelatihan kehutanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 10
(1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan urusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 5, Menteri dapat menyerahkan, memperbantukan atau
mempekerjakan Pegawai Negeri Sipil Pusat Departemen Kehutanan dan
Perkebunan kepada Pemerintah Daerah atas persetujuan Kepala Daerah yang
bersangkutan.
(2) Pengalihan jenis kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan Menteri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam
Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Kepala Dinas Kehutanan Daerah
Tingkat I ditetapkan Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, setelah mendapat persetujuan Menteri.
(2) Pengangkatan Kepala Dinas Kehutanan Tingkat I wajib memenuhi syarat
pendidikan dan atau pelatihan kehutanan yang ditetapkan oleh Menteri sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(3) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan
Jabatan Struktural Eselon III ke bawah dan Jabatan Non Struktural pada Dinas
Kehutanan Daerah Tingkat I dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(4) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang
ditempatkan pada Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I dalam dan dari Jabatan
Fungsional, ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk setelah mendapat
persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(5) Pengangkatan dan atau penarikan pejabat dan Pegawai Negeri Sipil yang
diperbantukan atau dipekerjakan pada Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I dapat
dilakukan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan.
Pasal 12
(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Kepala Dinas Kehutanan Daerah
Tingkat II ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usul
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, setelah mendapat persetujuan
dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Pengangkatan Kepala Dinas Kehutanan Daerah Tingkat II wajib memenuhi syarat
pendidikan dan atau pelatihan kehutanan yang ditetapkan oleh Menteri sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(3) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan
dari Jabatan Struktural Eselon IV ke bawah
dan Jabatan Non Struktural pada
Dinas Kehutanan Daerah Tingkat II dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II.
(4) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang
ditempatkan pada Dinas Kehutanan Daerah Tingkat II dalam dan dari Jabatan
Fungsional, ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk setelah mendapat
persetujuan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(5) Pengangkatan dan atau penarikan pejabat dan Pegawai Negeri Sipil yang
diperbantukan atau dipekerjakan pada Dinas Kehutanan Daerah Tingkat II dapat
dilakukan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 13
(1) Anggaran yang disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk
urusan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 5,
diserahkan dan dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
yang bersangkutan.
(2) Pengaturan pembiayaan sehubungan dengan penyerahan urusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 5 dilakukan oleh Menteri Keuangan, Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, dan Menteri Dalam
Negeri.
Pasal 14
Segala pungutan di bidang kehutanan di Daerah sebagai konsekuensi dari penyerahan
urusan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, diatur dan ditetapkan dalam Peraturan
Daerah dengan mengindahkan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh Menteri dan
Menteri Dalam Negeri.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 15
Dalam rangka menjalankan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 5, Menteri melaksanakan
pembinaan teknis, yang meliputi antara lain:
a. menentukan kebijaksanaan yang mencakup perencanaan, penentuan tujuan dan
strategi pencapaian tujuan secara nasional atas penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang diserahkan.
b. menetapkan kebijaksanaan dan standar teknis mengenai urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah;
c. menentukan pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis mengenai urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah;
d. melakukan pengawasan dan pengendalian teknis terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah;
e. meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis pegawai Dinas Daerah yang
menangani urusan yang diserahkan.
Pasal 16
Dalam rangka menjalankan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 5, Menteri Dalam Negeri
melaksanakan pembinaan umum, yang meliputi antara lain:
a. menyusun dan menetapkan pedoman organisasi di Daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. menyusun dan menetapkan pedoman pembinaan kepegawaian di Daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. menyusun dan menetapkan pedoman pengelolaan dan administrasi anggaran serta
sumber-sumber pembiayaan lainnya dalam rangka pembiayaan pemerintahan di
Daerah;
d. menyusun dan menetapkan pedoman pengelolaan dan administrasi barang-barang
perlengkapan dan peralatan serta kekayaan lainnya dalam rangka penyelenggaraan
urusan pemerintahan di Daerah;
e. melakukan inventarisasi dan penilaian terhadap kekayaan yang dimiliki Daerah;
f. melakukan pengawasan dan pengendalian umum terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah.
Pasal 17
Gubernur mempunyai tugas melaksanakan pembinaan operasional urusan
pemerintahan di bidang kehutanan yang diserahkan kepada Daerah Tingkat II dalam
wilayah kerjanya, yang meliputi antara lain:
a. melakukan koordinasi pelaksanaan tugas-tugas di Daerah Tingkat II agar tercapai
keserasian, keselarasan, keseimbangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II;
b. menyusun dan menetapkan petunjuk operasional mengenai penyelenggaraan
urusan pemerintahan di Daerah Tingkat II sesuai pedoman atau petunjuk yang
ditetapkan oleh Menteri dan atau Menteri Dalam Negeri;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian operasional terhadap penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah Tingkat II.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan yang termasuk
lingkup tugas dan wewenang dan dalam Wilayah Kerja Perusahaan Umum Kehutanan
Negara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986 tentang Perusahaan
Umum Kehutanan Negara (PERUM PERHUTANI), tidak termasuk urusan yang diserahkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah tentang penyerahan urusan di bidang kehutanan masih berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan dan belum diterbitkan yang baru berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 64
Tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan
Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat
I dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan,
sepanjang menyangkut ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AKBAR TANJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 106.
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH ATAS REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62 TAHUN 1998
TENTANG
PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH
UMUM
Selama ini Peraturan Pemerintah yang mengatur penyerahan sebagian urusan
pemerintahan di bidang kehutanan kepada Daerah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
64 Tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan
Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Pemerintah Daerah Tingkat I
sesungguhnya tidak efektif lagi karena sebagian besar kewenangan di bidang
kehutanan yang telah diserahkan kepada Daerah tersebut telah ditarik kembali
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu dengan diterbitkannya beberapa
peraturan perundang-undangan dalam lingkup urusan kehutanan, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan
Hak Pemungutan Hasil Hutan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentangPerencanaan Hutan;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.
Hal tersebut mengakibatkan dasar hukum penyelenggaraan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang kehutanan di Daerah tidak jelas sehingga
pembagian kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang kehutanan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi tidak jelas pula.
Keadaan tersebut menimbulkan terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam
penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang
kehutanan, serta pemborosan penggunaan sumberdaya.
Penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang kehutanan kepada daerah yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan menurut prinsip otonomi yang
nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, serta dengan meletakkan titik berat otonomi
tersebut pada Daerah Tingkat II.
Untuk menentukan jenis urusan dan atau kegiatan di bidang kehutanan yang dapat
diserahkan kepada Daerah, maka ditetapkan kriteria pembagian kewenangan
penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan di bidang kehutanan sebagai berikut:
a. Suatu urusan di bidang kehutanan menjadi kewenangan Daerah Tingkat I apabila:
1) lebih banyak bersifat pemantauan dan evaluasi;
2) menyangkut kepentingan beberapa Daerah Tingkat II di wilayah Daerah Tingkat
I yang bersangkutan;
3) diperkirakan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan oleh Daerah
Tingkat I.
b. Suatu urusan di bidang kehutanan menjadi kewenangan Daerah Tingkat II apabila:
1) bersifat langsung operasional;
2) bersifat pelayanan kepada masyarakat;
3) diperkirakan lebih berhasil guna dan berdaya guna dilakukan oleh Daerah
Tingkat II;
4) Meningkatkan partisipasi masyarakat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penataan batas merupakan salah satu kegiatan dari urusan pengukuhan
hutan yang meliputi penunjukkan penataan batas hutan, dan penetapan
kawasan hutan.
Pasal 3
Ayat (1)
Pengembangan taman hutan raya dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pengelolaan dalam rangka meningkatkan fungsi
taman hutan raya sebagai kawasan pelestarian alam.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Dalam rangka pengawetan, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya
alam hayati dan ekosistem kawasan taman hutan raya, kegiatan
pengelolaan taman hutan raya yang dilaksanakan oleh Daerah Tingkat I
harus mengacu kepada rencana induk pengelolaan taman hutan raya yang
ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Huruf a
Penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kembali
keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan
tanam-tanaman dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air agar
lahan dimaksud dapat berfungsi sebagai media produksi dan sebagai
media pengatur tata air yang baik serta mampu mempertahankan dan
meningkatkan daya dukung lahan sesuai peruntukannya.
Konservasi tanah dan air adalah upaya untuk memperbaiki, meningkatkan
dan mempertahankan daya dukug lahan termasuk kesuburan tanah
dengan cara pembuatan
bangunan
teknik
sipil
disamping
tanam-tanaman (vegetatif) agar tidak terjadi kerusakan lahan dan
kemunduran daya dukung dan produktivitas lahan.
Huruf b
Persuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan pembangunan dan
pengembangan budidaya ulat sutera, dengan memanfaatkan tanaman
murbei (daun) sebagai pakan ulat sutera dan pemeliharaan ulat sutera
untuk memproduksi kokon sebagai bahan benang sutera.
Huruf c
Perlebahan adalah rangkaian kegiatan budidaya lebah beserta vegetasi
penunjangnya sebagai pakan lebah dalam upaya memproduksi madu.
Huruf d
Hutan milik atau hutan rakyat dapat dimiliki oleh orang baik sendiri
maupun bersama-sama orang lain atau badan hukum. Hutan yang
ditanam atas usaha sendiri di atas tanah yang dibebani hak lainnya,
merupakan pula hutan milik dari orang atau badan hukum yang
bersangkutan.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Penyuluhan kehutanan adalah upaya penggalian dan penyampaian
informasi dan alih teknologi kehutanan, melalui pendidikan non formal
yang ditujukan kepada petani dan keluarganya di dalam dan di sekitar
hutan serta kelompok masyarakat lainnya, agar meningkatkan
pengetahuan, sikap, kesadaran, keterampilan sehingga mampu
melakukan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam dan ekosistemnya.
Huruf g
Yang dimaksud hasil hutan non kayu dalam peraturan pemerintah ini
adalah segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dapat
dimanfaatkan dari keberadaan hutan, seperti rotan, getah-getahan,
minyak atsiri, sagu, nipah, kulit kayu, arang, bambu, kayu bakar, kayu
cendana, sirap bahan tikar , sarang burung walet.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan perlindungan hutan adalah usaha-usaha untuk
mencegah dan membatasi kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya
alam, hama dan penyakit, serta usaha-usaha mempertahankan dan
menjaga hak-hak Negara atas hutan dan hasil hutan.
Huruf j
Pelatihan keterampilan di bidang kehutanan dimaksudkan untuk
meningkatkan keterampilan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang
secara langsung maupun tidak langsung untuk menunjang keberhasilan
tujuan pembangunan kehutanan.
Pelatihan disini ditujukan kepada masyarakat di luar pegawai kehutanan,
karyawan Badan Usaha Milik Negara, dan badan usaha milik swasta yang
bergerak di bidang usaha kehutanan.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pelaksanaan urusan penyuluhan kehutanan yang diserahkan kepada
Daerah Tingkat II tersebut dilaksanakan berdasarkan program-program
dan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (7)
Pelaksanaan pengelolaan hasil hutan non kayu harus memperhatikan asas
pengelolaan/manajemen hutan yang lestari baik manfaat, hasil, sumber
daya serta memperhatikan juga aspek keanekaragaman dan aspek
lingkungan.
Pengelolaan hasil hutan non kayu dapat diberikan kepada Badan Usaha
Milik Negara/Daerah, Koperasi, badan usaha swasta maupun kepada
masyarakat sekitar kawasan hutan.
Pemungutan hasil hutan non kayu diutamakan diberikan kepada
masyarakat sekitar kawasan hutan.
Ayat (8)
Kriteria pemburu tradisional meliputi antara lain berdomisili dalam
wilayah kecamatan sekitar tempat areal berburu, hasil buruan digunakan
untuk keperluan adat, dan untuk pemenuhan keperluan hidup sehari-hari
dengan menggunakan alat berburu tradisional.
Bagi masyarakat setempat yang melakukan perburuan tradisional tidak
perlu memiliki akta buru, pemandu dan tidak perlu membayar pungutan
ijin berburu. Areal buru adalah di luar taman buru dan kebun buru.
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Mengingat Dinas Kehutanan yang dibentuk adalah untuk melaksanakan
urusan yang lebih banyak bersifat teknis kehutanan, dalam rangka
mencapai hasil guna dan daya guna penyelenggaraan urusan, maka
pegawai yang diangkat dalam jabatan-jabatan teknis harus memiliki
pendidikan, wawasan, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
teknis kehutanan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Penyerahan Pegawai Negeri Sipil Pusat Departemen Kehutanan dan
Perkebunan sebagai Pegawai Daerah diperbantukan dan atau
dipekerjakan kepada Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk
memperlancar jalannya penyelenggaraan urusan yang diserahkan kepada
Daerah tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Penarikan kembali Pegawai Negeri Sipil Pusat Departemen Kehutanan dan
Perkebunan yang telah dipekerjakan atau diperbantukan kepada Dinas
Kehutanan Daerah Tingkat I dilaksanakan setelah ada rekomendasi dari
Kepala Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I dan persetujuan dari Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Penarikan kembali Pegawai Negeri Sipil Pusat Departemen Kehutanan dan
Perkebunan yang telah dipekerjakan atau diperbantukan kepada Dinas
Kehutanan Daerah Tingkat II dilaksanakan setelah ada persetujuan dari
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Penetapan pengutan sebagai akibat dari penyerahan sebagian urusan di bidang
kehutanan kepada Daerah dilakukan dengan tetap memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, misalnya ketentuan yang mengatur tentang
penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Pembinaan umum yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri adalah pembinaan
yang bersifat menyeluruh agar pelaksanaan urusan rumah tangga Daerah
benar-benar sesuai dengan tujuan penyerahannya, seperti peningkatan daya
guna dan hasil guna, keutuhan Negara Kesatuan, stabilitas politik serta
peningkatan pelayanan dan pembangunan Daerah.
Pasal 17
Penyelenggaraan urusan rumah tangga Daerah dibina oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I sebagai penanggung jawab penyelenggaraan urusan
pemerintahan umum di Daerah.
Pasal 18
Wilayah kerja Perum Perhutani meliputi seluruh Hutan Negara yang terdapat di
dalam Daerah Tingkat I Jawa Barat, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah
Tingkat I Jawa Timur, kecuali Hutan Suaka Alam Hutan Wisata, dan Taman
Nasional.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3769
Download