studi perencanaan sistem kelistrikan sumatera - Digilib

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA
BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR
Rizki Firmansyah Setya Budi, Masdin
Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) – BATAN
Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta12710
Telp./Fax: (021) 5204243, Email : [email protected]
ABSTRAK
STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN
OPSI NUKLIR. Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara adalah sistem kelistrikan yang termasuk
ke dalam kondisi daerah krisis. Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan perekonomian di daerah
tersebut menjadi lambat. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, diperlukan suatu perencanaan sistem
pembangkitan yang andal dan ekonomis. Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program
WASP IV. Kandidat pembangkit yang digunakan adalah sebagai berikut: PLTA 11 dan 170 MW,
PLTP 30 MW, PLTG 20 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW, dan PLTN 100 MW. Hasil studi
menunjukkan bahwa dengan adanya perencanaan tersebut, sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara
akan menjadi sebuah sistem yang handal dan ekonomis. Penambahan pembangkit baru sampai tahun
2030 sebanyak 128 pembangkit, terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50 PLTP 30 MW,
21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN 100 MW. Komposisi
pembangkit pada tahun 2030 sebagai berikut: PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW),
PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW),
dan PLTD 1% (78 MW).
Kata kunci: perencanan, kelistrikan, nuklir
ABSTRACT
STUDY OF GENERATION SYSTEM PLANNING ON NORTH SUMATERA REGION WITH
NUCLEAR OPTION. North Sumatera’s electricity system is an electricity system that has a crisis
condition. That condition makes the economic growth not growing well. A generation system
planning will be needed to fix that problem. The planning use WASP IV software. The candidates that
use for planning are PLTA 11 and 170 MW, PLTP 30 MW, PLTG 30 MW, PLTU 100 MW,
PLTGU 100 MW, dan PLTN 100 MW. The study’s result indicate that generation system planning
can make the North Sumatera electricity system reliable and economize. There are 128 new power
plant that will be added until 2030, consist of 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50 PLTP 30 MW,
21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW and 12 PLTN 100 MW. The power plant
composition in 2030 are PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW),
PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW).
Keynote: planning, electricity, nuclear
1.
PENDAHULUAN
Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara adalah salah satu sistem kelistrikan di
Indonesia yang menyuplai energi listrik ke wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan
Provinsi Sumatera Utara. Sistem kelistrikan ini termasuk dalam kondisi daerah krisis,
didasarkan pada kriteria daerah krisis RUPTL PT. PLN (Persero) 2009-2018. Kondisi tersebut
disebabkan karena kemampuan sistem pembangkit yang ada di wilayah Sumatera bagian
Utara tidak mampu lagi menyuplai energi listrik yang diminta. Pemadaman listrik yang
ISSN 1979-1208
17
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
sering terjadi akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk berinvestasi dan
menyebabkan pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut menjadi lambat.
Tingkat perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari beberapa indeks energi listrik.
Salah satu indeks energi listrik yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perekonomian
suatu wilayah adalah konsumsi energi listrik per kapita. Konsumsi energi listrik per kapita
adalah jumlah konsumsi energi listrik dibagi dengan jumlah penduduk. Konsumsi energi
listrik per kapita di Indonesia baru mencapai 628,99 kWh per kapita[1]. Konsumsi energi
listrik tersebut adalah rata-rata konsumsi energi listrik di seluruh wilayah Indonesia.
Provinsi Nangroe Aceh Darusalam mempunyai konsumsi energi listrik sebesar 336,6 kWh
per kapita[1]. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara, konsumsi energi listrik per kapita
sebesar 493,33 kWh[1]. Sebagai perbandingan, berdasarkan data International Energy Agency
(IEA) 2010 diperoleh konsumsi energi listrik per kapita negara-negara di ASEAN adalah
sebagai berikut : Brunei Darussalam 8308 kWh per kapita, Singapura 8185 kWh per kapita,
Malaysia 3490 kWh per kapita, Thailand 2079 kWh per kapita, Vietnam 799 kWh per kapita,
Filipina 588 kWh per kapita, Kamboja 113 kWh per kapita, dan Myanmar 97 kWh per kapita.
Rendahnya konsumsi energi listrik Indonesia khususnya wilayah Nangroe Aceh
Darussalam dan Sumatera Utara disebabkan oleh terbatasnya pasokan energi listrik yang
disebabkan oleh kapasitas pembangkit yang belum bisa mencukupi kebutuhan yang ada.
Kebutuhan energi listrik tersebut didominasi oleh konsumen rumah tangga yang berarti
bahwa sektor industri di wilayah tersebut belum berkembang.
Salah satu cara untuk membuat industri di wilayah Sumatera Bagian Utara
berkembang adalah dengan menjamin adanya pasokan energi listrik yang sustainable dan
andal. Dengan adanya kepastian pasokan energi listrik tersebut, investor akan tertarik untuk
menginvestasikan dananya pada sektor-sektor industri yang berpotensi di wilayah
Sumatera Bagian Utara. Pasokan energi listrik yang sustainable dan andal bergantung pada
perbandingan antara kapasitas pembangkit dengan beban yang ada. Kapasitas pembangkit
harus lebih besar dari beban yang ada sehingga apabila ada salah satu pembangkit yang
berhenti beroperasi, pasokan energi listrik tidak terganggu. Kriteria keandalan yang dipakai
di Indonesia saat ini adalah N-1. N adalah jumlah pembangkit. Keandalan N-1 berarti
pasokan energi listrik tidak akan terganggu pada saat pembangkit terbesar di dalam sistem
tersebut berhenti beroperasi (Sistem menyediakan cadangan daya minimal sebesar
pembangkit berdaya paling besar).
Untuk memenuhi kriteria keandalan tersebut maka harus dilakukan perencanaan
pengembangan pembangkit di wilayah Sumatera Bagian Utara. Berdasarkan Perpres No.5
Tahun 2006, bauran energi baru terbarukan ditargetkan sebesar 17% pada tahun 2025. Untuk
memenuhi target kebijakan tersebut maka diperlukan suatu perencanaan pengembangan
pembangkit yang memperhatikan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Berdasarkan
hal tersebut maka opsi nuklir dimasukkan dalam rencana pengembangan pembangkit
dalam studi ini.
Pengembangan pembangkit dalam studi ini belum memperhitungkan pembangkit
comitted yang telah direncanakan PLN untuk dibangun. Tidak diperhitungkannya
pembangkit comitted PLN tersebut bertujuan agar studi ini dapat digunakan sebagai
pembanding terhadap perencanaan yang telah dilakukan oleh PLN. Selain itu, dalam studi
ini juga telah dimasukkan opsi nuklir untuk pengembangan pembangkitnya sehingga
diharapkan studi ini dapat memberikan manfaat ketika nanti PLN akan memasukkan opsi
nuklir dalam perencanaannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tujuan dari studi ini adalah untuk membuat
suatu sistem kelistrikan yang handal dan ekonomis di wilayah Sumatera bagian Utara
dengan memperhatikan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
ISSN 1979-1208
18
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
2.
METODOLOGI
Di dalam penelitian ini dilakukan studi literatur, pengumpulan data, pengolahan
data, running program (WASP IV), analisis output, dan penyajian hasil serta kesimpulan.
Program WASP IV (Wien Automatic System Planning Package) digunakan untuk optimasi
pengembangan sistem pembangkitan yang optimasinya dievaluasi berdasarkan biaya total
minimum. Biaya total minimum tersebut terdiri dari : biaya investasi modal (I), biaya bahan
bakar (F), biaya penyimpanan bahan bakar (L), biaya operasi dan perawatan di luar biaya
bahan bakar (M), biaya energi tak terlayani (Q), dan nilai sisa (S)[2].
Fungsi biaya dievaluasi dengan WASP IV menggunakan persamaan :

T
B j   I j ,t  L j ,t  F j ,t M j ,t Q j ,t S j ,t
t 1

(1)
Dengan :
B j : Fungsi obyektif dari perencanaan pengembangan,
t : Periode waktu dalam tahun (1,2,3,…,T)
2.1
Kondisi Kelistrikan dan Proyeksinya
Sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara terdiri dari 2 sistem kelistrikan utama yaitu:
Sistem kelistrikan Aceh dan Sistem kelistrikan Sumatera Utara (Sumut). Kedua sistem
tersebut telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 150 kV.
Sistem kelistrikan Aceh terdiri dari sistem kelistrikan interkoneksi 150 kV Sumut-Aceh dan
sub sistem isolated dengan tegangan distribusi 20 kV. Sekitar 70% wilayah Nangroe Aceh
Darussalam dipasok oleh sistem kelistrikan interkoneksi 150 kV Sumut-Aceh dan 30%
sisanya dipasok oleh sistem isolated. Sistem kelistrikan Aceh memiliki beban puncak 272
MW pada tahun 2009 dan memiliki rasio elektrifikasi 74,9%. Sistem kelistrikan Aceh dapat
dilihat pada Gambar 1.
Sistem kelistrikan Sumatera Utara dipasok dengan menggunakan sistem transmisi 150
kV yang terinterkoneksi dengan Aceh. Sistem kelistrikan Sumatera Utara memiliki beban
puncak 1235 MW pada tahun 2009 dan memiliki rasio elektrifikasi 69,3%. Sistem kelistrikan
Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Sistem Kelistrikan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam [3]
ISSN 1979-1208
19
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 2. Sistem Kelistrikan Propinsi Sumatera Utara[3]
2.1.1 Proyeksi Beban Puncak
Dalam studi ini proyeksi beban puncak berdasarkan proyeksi yang terdapat di
RUPTL PLN.
Gambar 3. Perkembangan Beban Puncak Sumatera Bagian Utara[4]
Gambar 3 menunjukkan perkembangan beban puncak Sumatera bagian Utara tiap
tahun. Beban puncak Sumatera bagian Utara berkembang rata-rata 8,3% setiap tahunnya.
Perkembangan beban puncak ini menentukan jumlah pembangkit yang akan dibangun.
2.1.2 Kurva Durasi Beban (Load Duration Curve/LDC)
Berdasarkan kurva realisasi beban Sumatera bagian Utara, dapat diperoleh LDC (load
duration curve) Sumatera bagian Utara. LDC ini menentukan jenis pembangkit yang
dibangun. LDC yang berbentuk landai menunjukkan bahwa perubahan beban yang terjadi
tidak terlalu besar sehingga tidak memerlukan pembangkit yang memiliki respon cepat.
LDC yang berbentuk curam menunjukkan bahwa perubahan beban yang terjadi cukup
besar sehingga memerlukan pembangkit yang memiliki respon cepat seperti PLTG dan
ISSN 1979-1208
20
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
PLTD untuk memenuhi kebutuhan beban yang ada. Gambar 4 menunjukkan LDC
Sumatera bagian Utara.
Gambar 4. LDC Sumatera Bagian Utara[5]
Pada tahun 2009, Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara memiliki kapasitas
terpasang sebesar 1848,8 MW. Sebagian besar pembangkit yang ada di Sistem kelistrikan
Sumatera bagian Utara sudah berumur tua sehingga dalam jangka waktu beberapa tahun ke
depan sebagian besar pembangkit tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Sedangkan beban
puncak Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara terus meningkat setiap tahunnya. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan sebuah perencanaan pengembangan
pembangkit di Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara.
2.1.3 Rencana Pengembangan Pembangkit
Perencanaan pengembangan pembangkit dilakukan untuk memenuhi perkembangan
beban setiap tahunnya. Suatu sistem kelistrikan idealnya memiliki cadangan yang
mencukupi sehingga apabila ada pembangkit dengan kapasitas terbesar yang lepas dari
sistem karena terjadi kerusakan atau sedang dilakukan perawatan tidak akan menyebabkan
terjadinya pemadaman. Penentuan besarnya cadangan harus diperhitungkan dengan
matang sehingga cadangan yang ada tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Oleh karena itu
perlu ditetapkan batas cadangan (reserve margin) minimal dan batas cadangan (reserve
margin) maksimal. Studi ini menggunakan reserve margin maksimal sebesar 30%. Sedangkan
untuk reserve margin minimalnya sebesar 10%. Penentuan reserve margin minimal tersebut
bertujuan agar indeks keandalan (LOLP) sesuai dengan standar yang ditentukan PLN.
Pengembangan pembangkit dilakukan apabila kapasitas pembangkit sudah berada di
bawah beban puncak ditambah batas cadangan minimal. Pembangkit yang terpasang di
Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembangkit Eksisting Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara [4]
Jenis
Jumlah
Kapasitas
Tahun
No.
Unit Pembangkit
Pembangkit (unit) Terpasang (MW)
Operasi
A. Pembangkit Termal
1
PLTU Belawan
PLTU
4
260
1984
2
PLTGU Belawan
PLTGU
6
817.9
1988
3
PLTD Sewa Belawan
PLTD
1
65
2008
4
PLTG Glugur
PLTG
2
31.8
1975
5
PLTG Paya Pasir
PLTG
4
83.2
1978
6
PLTD Titi Kunig
PLTD
6
24.6
1976
7
PLTD Sewa Paya Pasir
PLTD
1
22
2008
ISSN 1979-1208
21
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
No.
Unit Pembangkit
8
9
10
11
12
13
PLTD Lueng Bata
PLTD Sewa Lueng Bata
PLTU Labuhan Angin
PLTD Cot Trueng
PLTD Pulau Pisang
PLTP Sibayak
Jumlah
B. Pembangkit Hidro
1
PLTMH
2
PLTA Sipansihaporas
3
PLTA Lau Renun
4
PLTA Sigura-gura INALUM
Jumlah
Jenis
Pembangkit
PLTD
PLTD
PLTU
PLTD
PLTD
PLTP
Jumlah
(unit)
14
1
2
1
1
1
44
Kapasitas
Terpasang (MW)
60.2
30.7
230
14.2
13.4
11.3
1664.3
Tahun
Operasi
1978
2008
2008
1990
1990
2008
PLTMH
PLTA
PLTA
PLTA
10
2
2
1
15
7.5
50
82
45
184.5
1987
2003
2006
2008
Gambar 5. Pengembangan Pembangkit Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara
Berdasarkan perkiraan pertumbuhan beban dan pembangkit yang terpasang di
Sistem Sumatera Bagian Utara, dapat diperoleh skema pengembangan pembangkit seperti
Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan pembangkit baru dilakukan mulai
tahun 2010. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun 2010, kapasitas pembangkit
terpasang di Sumatera Bagian Utara lebih kecil dari beban puncak ditambah reserved margin
minimal.
2.2
Potensi Energi Baru Terbarukan di Sumbagut
Provinsi Nagroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara memiliki potensi energi baru
terbarukan yang cukup besar untuk dikembangkan. Potensi yang dimiliki adalah panas
bumi dan air. Potensi energi air dapat dikembangkan hingga 2900 GWh[3].
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian ESDM, total potensi panas bumi
yang tersimpan di Provinsi NAD dan Sumatera Utara adalah 4936 MWe. Lebih lengkap
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi Panas Bumi Provinsi NAD dan Sumatera Utara[6]
Provinsi
ISSN 1979-1208
Jumlah
Potensi Energi (MWe)
22
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Lokasi
NAD
Sumatera Utara
17
16
Sumber Daya
Spekulatif Hipotesis
630
398
1500
170
Cadangan
Terduga Mungkin Terbukti
282
1627
329
Total
1310
3626
2.3
Kandidat Pembangkit yang Diusulkan
Berdasarkan kondisi kelistrikan dan potensi energi yang ada di Sumatera Bagian
Utara, maka dapat ditentukan kandidat pembangkit yang akan digunakan. Kandidat
pembangkit yang akan digunakan adalah: PLTP 30 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW,
PLTG 30 MW, PLTA , PLTA 11 dan 170 MW, dan PLTN 100 MW. Tabel 3 menunjukkan
parameter teknis dan ekonomis pembangkit kandidat.
No.
Tabel 3. Parameter Teknis dan Ekonomis Pembangkit Kandidat *)
Capacity
Fix
Var
Capital
Kapasitas
Factor
O&M
O&M
Jenis
Bahan
Cost
Cost
Cost
Pembangkit
Bakar
MW
%
USD/kW $/kWM
$/MWh
PLTU
Batubara
100
80
1400
2,61
2
PLTGU
Gas
100
70
1023
1,6
1
PLTG
Minyak
20
30
1200
0,97
2
PLTA besar
170
50
2584
0,55
PLTA kecil
11
50
2584
0,25
PLTP
30
80
2329
2,5
1
PLTN
Nuklir
100
80
3500
0,003
6,1
1
2
3
4
5
6
7
*)Perkiraan berdasarkan harga yang dipublikasi oleh WNN (World Nuclear News) yang telah disesuaikan dengan
kondisi Indonesia
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil keluaran Program WASP IV, dapat diketahui suatu pola
perencanaan pengembangan sistem pembangkitan yang ekonomis dan handal. Gambar 6
menunjukkan pembangkit yang akan dibangun tiap tahunnya. Penambahan pembangkit
baru sampai tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170
MW, 50 PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN
100 MW.
Gambar 6. Perencanaan Pembangunan Pembangkit per Tahun
ISSN 1979-1208
23
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Pada awal perencanaan dibangun pembangkit-pembangkit baru dalam jumlah yang
cukup banyak. Hal itu disebabkan karena pada awal perencanaan, sistem kelistrikan
Sumatera bagian Utara dalam kondisi krisis dengan beban puncak yang hampir sama
dengan kapasitas pembangkit yang terpasang. Untuk mengatasi hal tersebut maka
diperlukan pembangunan pembangkit-pembangkit baru untuk menambah kapasitas
pembangkit terpasang.
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, banyak pembangkit eksisting yang
berhenti beroperasi karena umurnya telah melebihi umur ekonomis pemakaian. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya penambahan kapasitas pembangkit baru dalam jumlah
yang besar. Total penambahan kapasitas pembangkit baru pada tahun 2013 adalah 1010
MW. Disamping faktor keekonomisan, penambahan pembangkit baru tersebut harus
memperhatikan faktor ketersediaan pembangkit. Faktor ketersediaan adalah faktor-faktor
yang menyatakan bahwa pembangkit tersebut dapat dibangun pada tahun tersebut, misal:
pada tahun 2013 tidak dimungkinkan menggunakan PLTN untuk penambahan pembangkit
baru di wilayah tersebut karena untuk membangun sebuah PLTN dibutuhkan proses yang
cukup lama. PLTN dimungkinkan mulai beroperasi tahun 2020.
Gambar 7. Kapasitas Terpasang Setelah Dilakukan Pengembangan Pembangkit
Penambahan pembangkit baru harus memperhatikan reserve margin yang telah
ditentukan . Gambar 7 menunjukkan kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sumatera bagian
Utara setelah adanya perencanaan pembangunan pembangkit. Dengan adanya perencanaan
tersebut akan membuat kapasitas terpasang di sistem Sumatera bagian Utara menjadi
diantara batas minimal (beban puncak + reserved margin 10%) dan batas maksimal (beban
puncak + reserve margin 30%) sehingga akan memenuhi syarat keandalan yang dibutuhkan.
LOLP (Lost of Load Probability) sistem selama masa perencanaan masih berada dalam standar
keandalan yang ditentukan PLN (≤0,274%).
Komposisi pembangkit yang terpasang pada tahun 2010 dan 2030 ditunjukkan oleh
Gambar 8. Komposisi pembangkit tahun 2010 adalah sebagai berikut: PLTU 25% (490 MW),
PLTP 2% (41 MW), PLTA 10% (196 MW), PLTGU 42% (818 MW), PLTD 15% (288 MW), dan
PLTG 6% (115 MW). Pada tahun tersebut, beban dasar (base load) dipikul oleh PLTA, PLTP
dan PLTU. Beban menengah (medium load) dipikul oleh PLTGU. Beban Puncak dipikul oleh
PLTG dan PLTD. PLTP, PLTA dan PLTU dipilih untuk memikul beban dasar dengan
pertimbangan biaya bahan bakarnya murah dan untuk PLTP dan PLTU, respon pembangkit
kurang cepat untuk menanggapi perubahan beban. PLTGU dipilih untuk memikul beban
menengah dengan pertimbangan biaya bahan bakar nya lebih murah dibandingkan PLTD
dan PLTG. Selain itu, respon PLTGU cukup cepat untuk menanggapi perubahan beban.
ISSN 1979-1208
24
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
PLTG dan PLTD dipilih untuk memikul beban puncak karena respon terhadap
perubahan bebannya cepat dan harga bahan bakar nya mahal.
(a)
(b)
Gambar 8. Komposisi Pembangkit (a) Tahun 2010, (b) Tahun 2030
Pada tahun 2030, komposisi pembangkit yang beroperasi adalah sebagai berikut:
PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW),
PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW). Beban puncak dipikul
oleh PLTG, PLTD, dan sebagian PLTGU. Komposisi PLTN terus meningkat dari tahun ke
tahun dan mencapai 11% pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa PLTN
ekonomis dan dapat bersaing dengan pembangkit yang lain.
Hasil optimal ini membutuhkan biaya kumulatif yang terendah berupa nilai fungsi
obyektif sebesar 9.094.700.000 USD (dengan asumsi 1 USD = Rp 9000 maka fungsi obyektif
menjadi sebesar Rp 81.852.300.000.000,-) di akhir tahun 2030.
Gambar 9. Komposisi Energi Yang Dibangkitkan Tiap Tahun
Gambar 9 menunjukkan energi yang dibangkitkan masing-masing pembangkit setiap
tahunnya. Komposisi energi pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: PLTP 3,92%, PLTU
26,43%, PLTA 12,03%, PLTGU 57,32%, dan PLTD 0,31%. PLTG tidak membangkitkan energi
karena hanya digunakan sebagai pembangkit cadangan apabila terjadi hal-hal diluar
perkiraan seperti adanya pembangkit yang rusak. Komposisi energi pada tahun 2030 adalah
sebagai berikut: PLTN 25,33%, PLTP 30,61%, PLTU Batubara 33,37%, PLTA 7,58%, PLTGU
3,11%, PLTG 0,01%, dan PLTD 0,01%.
4
KESIMPULAN
Sebuah sistem kelistrikan yang handal dan ekonomis di wilayah Sumatera bagian
Utara akan tercapai sampai dengan tahun 2030. Penambahan pembangkit baru sampai
ISSN 1979-1208
25
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, yang terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50
PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN 100 MW.
Komposisi pembangkit pada tahun 2030 sebagai berikut: PLTU Batubara 25% (2330 MW),
PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW),
PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. SEKRETARIAT PERUSAHAAN PT. PLN (PERSERO), “Statistik PLN 2010”, Sekretariat
Perusahaan PT. PLN (Persero), Jakarta, 2011.
[2]. BUDI, R. F. S., SUPARMAN, “Studi Perencanaan Pengembangan Pembangkit Wilayah
Bangka Belitung Dengan Opsi Nuklir”, PPEN BATAN, Jakarta, 2011.
[3]. SEPTIYADI, EKA,”Estimasi Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan Tenaga Listrik: Studi
Kasus Perencanaan Ekspansi Pembangkitan Tenaga Listrik Sistem Pembangkitan Sumatera
Bagian Utara”,Jurusan Teknik Elektro UGM, Yogyakarta, 2010.
[4]. PT. PLN (PERSERO), “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN (Persero) 20092018”, PT. PLN (Persero), Jakarta, 2009.
[5]. PT. PLN (PERSERO) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, “Neraca Daya, Realisasi
Beban, dan Rencana Pengembangan Sistem Sumatera Bagian Utara”, PT. PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Medan, 2008.
[6]. WAHYUNINGSIH, RINA, “Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di
Indonesia”, Subdit Panas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta ,
2005.
ISSN 1979-1208
26
Download