BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Konsep Ibu Menyusui 2.1.1 Pengertian Ibu Menyusui Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, panggilan kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015). Menyusui adalah proses alami bagi seorang ibu untuk menghidupi bayinya pasca melahirkan melalui pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi, dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk dapat menelan ASI (Wattimena et al, 2012). Jadi pengertian ibu menyusui adalah suatu proses alami yang dilakukan seorang ibu untuk dapat memberikan makanan dalam bentuk ASI kepada bayinya. 2.1.2 Masalah dalam Masa Menyusui Masalah yang muncul pada masa menyusui menurut Restuning (2008) adalah sebagai berikut: 1. Puting susu lecet Pada keadaan puting susu lecet, kadang kala retak-retak atau luka. Seringkali seorang ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Rasa sakit yang disebabkan oleh pelekatan yang kurang baik dan proses mengisap yang tidak efektif 5 akan terasa paling sakit saat bayi melekat ke payudara dan biasanya akan berkurang seiring bayi menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa sakit dapat berlangsung terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang baik atau mengisap tidak efektif. 2. Payudara bengkak Payudara bengkak sering terjadi setelah beberapa hari setelah melahirkan. Namun, resiko payudara bengkak akan meningkat jika ibu tidak memberikan ASI kepada bayi. Payudara Bengkak ditandai dengan payudara yang terasa penuh, nyeri, keras, membesar, rasa tidak nyaman atau sakit pada payudara serta badan bisa demam setelah 24 jam. Kondisi ini terjadi karena produksi ASI meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan kurang baik, ASI kurang dikeluarkan dan mungkin ada pembatasan waktu menyusui. 3. Mastitis atau abses payudara Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan suhu tubuh meningkat. Didalam payudara terasa ada masa padat (lump) dan diluarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1 – 3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI dihisap atau 6 dikeluarkan atau penghisapan tidak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan baju atau BH. Pengeluaran ASI yang kurang baik pada payudara yang besar, terutama pada bagian bawah payudara yang menggantung. Mastitis bisa membuat ibu mengalami kesulitan memberikan ASI karena kondisi payudara yang terasa sakit. 2.1.3 Frekuensi dan Waktu Menyusui Menyusui akan lebih berhasil bila bayi terjaga dan lapar. Jika bayi sedang tidur, butuh beberapa menit untuk membangunkan bayi. Bayi baru lahir harus diberi makan setiap dua sampai tiga jam dengan jumlah total 8 – 12 kali dalam 24 jam selama sekurang-kurangnya satu bulan. Menyusui setiap kali bayi lapar mudah dilakukan karena ASI selalu siap untuk diberikan. Beberapa bayi mungkin menjadi lapar setiap jam atau setiap dua jam pada beberapa hari tertentu, pada hari yang lain hanya setiap empat jam. Semakin sering bayi menyusu, lebih banyak ASI yang diproduksi. Bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10 – 15 menit (Bobak, 2004). 7 2.1.4 Tanda-tanda bayi mendapat cukup ASI (Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2013) Untuk mencegah malnutrisi seorang ibu harus mengetahui tanda kecukupan ASI. Tanda bahwa bayi mendapat cukup ASI adalah sebagai berikut: a. Produksi ASI akan “berlimpah” pada hari kedua sampai keempat setelah melahirkan, nampak dengan payudara bertambah besar, berat, lebih hangat dan seringkali ASI menetes dengan spontan. b. Bayi menyusu 8 – 12 kali sehari, dengan pelekatan yang benar pada setiap payudara dan menghisap secara teratur selama minimal 10 menit pada setiap payudara. c. Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan seringkali tertidur pada saat menyusu. d. Frekuensi BAK (Buang Air Kecil) bayi lebih dari 6 kali sehari. Urin berwarna jernih, tidak kekuningan. Butiran halus kemerahan (yang mungkin berupa kristal urat pada urin) merupakan salah satu tanda ASI kurang. e. Frekuensi BAB (Buang Air Besar) lebih dari 4 kali sehari dengan volume paling tidak 1 sendok makan, tidak hanya berupa noda membekas pada popok bayi, pada bayi usia 4 hari sampai 4 minggu. Sering ditemukan bayi yang BAB setiap kali menyusu, dan hal ini merupakan hal yang normal. 8 f. Feses berwarna kekuningan dengan butiran-butiran berwarna putih susu diantaranya (seedy milk) setelah bayi berumur 4 – 5 hari. Apabila setelah bayi berumur 5 hari, fesesnya masih berupa mekoneum (berwarna hitam seperti teh), atau transisi antara hijau kecoklatan, mungkin ini merupakan salah satu tanda bayi kurang mendapat ASI. g. Puting payudara akan terasa sedikit sakit pada hari-hari pertama menyusui. Apabila sakit ini bertambah dan menetap setelah 5 – 7 hari, lebih-lebih apabila disertai dengan lecet, hal ini merupakan tanda bahwa bayi tidak melekat dengan baik saat menyusu. Apabila tidak segera ditangani dengan membetulkan posisi dan pelekatan bayi maka hal ini akan menurunkan produksi ASI. h. Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10 % dibanding berat lahir. i. Berat badan bayi kembali seperti berat lahir pada usia 10 – 14 hari setelah lahir. 2.2 Konsep Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 2.2.1 Pengertian ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi berusia 0 – 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman lain. Bayi usia 9 0 – 6 bulan sudah terpenuhi gizinya hanya dengan ASI (Depkes, 2007). Definisi dari WHO, pemberian ASI eksklusif atau menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral atau ASI perah juga diperbolehkan (Depkes, 2014). Jadi ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja pada bayi umur 0 – 6, tanpa ada tambahan makanan atau minuman lain. 2.2.2 Komposisi ASI 1. Komposisi ASI menurut Stadium Laktasi (Purwanti, 2004) a. ASI stadium I (kolostrum) Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke empat yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang siap melindungi bayi ketika kondisi bayi masih sangat lemah. b. ASI stadium II (ASI peralihan) ASI peralihan diproduksi pada hari ke empat sampai hari ke sepuluh. Komposisi protein semakin rendah, sedangkan lemak dan karbohidrat semakin tinggi dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan 10 pemenuhan terhadap aktivitas bayi yang semakin aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu ditingkatkan kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu. c. ASI stadium III (ASI matur) ASI matur disekresi pada hari ke sepuluh sampai seterusnya merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI. Telur akan lebih aman bila diberi setelah satu tahun karena sistem pencernaan bayi telah siap mengatasi alergi yang dapat ditimbulkan oleh jenis proteinnya. Biasanya ibu mulai melatih dengan pengenalan susu buatan. Keadaan ini dapat diatasi dengan ibu tetap harus lebih sering memberikan ASI dan mengosongkan merangsang payudara hormon sehingga prolaktin yang akan terus membantu memproduksi ASI menjadi lebih banyak dan dapat menyimpan sisa ASI-nya dalam lemari pendingin. Dengan metode ini, bayi tidak akan pernah kekurangan ASI walaupun ibu bekerja. 11 2. Komposisi Nutrisi dalam ASI (Soetjiningsih, 1997) Protein ASI mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan mudah dicerna. ASI mengandung asam amino esensial taurin yang tinggi yang penting untuk pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin. Selain itu ASI juga mengandung sistin yang tinggi yang merupakan asam amino yang sangat penting untuk pertumbuhan otak bayi. Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Lemak dalam ASI merupakan kalori utama bagi bayi. Lemak dalam ASI memiliki bentuk emulsi lebih sempurna karena mengandung enzim lipase yang memecahkan trigliserida menjadi digliserida dan kemudian menjadi monogliserida sebelum pencernaan diusus terjadi. ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Total mineral selama laktasi adalah konstan, tetapi beberapa mineral yang spesifik kadarnya tergantung dari diet dan stadium laktasi. Sekitar 88% ASI terdiri dari air berguna untuk melarutkan zat-zat yang terdapat didalamnya. Air yang relatif tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan haus dari bayi. Vitamin ASI yaitu A, D, C, sedangkan golongan vitamin B, kecuali riboflavin dan asam pantothenik adalah kurang. Kalori ASI relatif rendah, hanya 77 kalori/100 ml ASI. 12 2.2.3 Keunggulan dan Manfaat Pemberian ASI Eksklusif America Academy Pediatric menyebutkan ASI dan menyusui adalah standar normatif untuk pemberian makanan bergizi seimbang sehingga mendapatkan nutrisi dengan dan pemberian enzim terbaik ASI yang maka bayi dibutuhkan (Eidelman & Schanler, 2012). Ip et al (2007) membuktikan keunggulan dan manfaat pemberian ASI dengan melakukan penelitian 9000 abstrak pemberian ASI yang berkaitan dengan manfaat jangka pendek dan manfaat jangka panjang bagi kesehatan. Keuntungan bagi kesehatan bayi penurunan angka kejadian penyakit Otitis Media, Dermatitis Atopik, infeksi Gastrointestinal, penyakit saluran pernapasan bawah, asma, dan menurunkan resiko sindrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrom (SIDS)). Selain itu, orang dewasa yang mendapatkan ASI eksklusif semasa bayi mempunyai 30% risiko rendah terkena diabetes tipe 1, 40% resiko lebih rendah terkena diabetes tipe 2, serta 15 – 30 % resiko rendah obesitas. Sedangkan manfaat bagi menyusui bagi ibu ialah penurunan 28 % angka kejadian kanker ovarium dan kanker payudara, serta penurunan depresi postpartum karena menyusui dapat meningkatkan sensitivitas ibu akan kebutuhan bayinya. 13 Penelitian Bartick & Reinhold (2010) menyebutkan terjadi penghematan dengan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Hasil yang didapat dalam penelitiannya ialah 90% dari ibu AS yang mematuhi rekomendasi medis untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan, akan ada tabungan $ 13 miliar per tahun. 2.3 Konsep Dukungan Sosial 2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial Gottlieb (Lihat Nursalam, 2007) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi verbal atau nonverbal, nasihat, bantuan yang nyata atau terlihat, atau tingkah laku yang diberikan oleh orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya dan halhal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Orford (Lihat Hayati, 2010) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah ketersedian orang lain dalam memberikan suatu kenyamanan yang didapat seseorang dari orang-orang terdekat disaat mengalami atau sedang berada dalam situasi yang sulit. 14 2.3.2 Sumber Dukungan Sosial Menurut Sarafino (2006) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu: a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya. Misalnya: keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat. b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Sumber dukungan ini meliputi teman kerja, sanak keluarga, dan teman sepergaulan. c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Meliputi dokter atau tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh. 2.3.3 Bentuk Dukungan Sosial dalam Keluarga Menurut House (Lihat Setiadi, 2008) setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri - ciri sebagai berikut. 1. Informatif. Bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasihat, penghargaan, ideide atau informasi lain yang dibutuhkan dan informasi ini 15 dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. 2. Perhatian emosional. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpati, empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhan, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapi, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapi. 3. Bantuan instrumental. Bantuan yang bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadir, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. 4. Bantuan penilaian. Suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan 16 dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian positif. 2.3.4 Keluarga sebagai Sumber Dukungan Sosial bagi anggota Lainnya Dukungan sosial diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus kehidupannya. Dukungan sosial akan semakin dibutuhkan pada saat seseorang sedang menghadapi masalah atau sakit, disinilah peran anggota kelurga diperlukan untuk menjalani masa-masa sulit dengan cepat (Effendy & Makhfudi, 2009). Dukungan sosial dalam keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai pengetahuan sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. 2.4 Konsep Pengambilan Keputusan 2.4.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah proses mengidentifikasi sejumlah alternatif, mengurangi ketidakpastian, dan keraguan terhadap berbagai alternatif, serta memilih satu pilihan dari berbagai alternatif pilihan yang ada berdasarkan nilai-nilai (value), dan prefensi (preferences) pengambilan keputusan, dalam rangka mencapai suatu keputusan (Silalahi & Meinarno, 2010). Pengambilan keputusan didefinisikan sebagai suatu proses kognitif yang kompleks dalam upaya untuk memutuskan serangkaian tindakan tertentu (Marquis & Huston, 2010). 17 Pengambilan keputusan menujuk pada proses penentuan solusi terbaik pada situasi atau masalah. Proses ini membutuhkan pemikiran kritis untuk dapat membuat keputusan yang tepat dan memberi keuntungan (Reeder et al, 2011). Proses pembuatan keputusan melibatkan pendekatan sistematik, yaitu memiliki tahapan dalam memilih berbagai alternatif dan membuat pilihan menjadi suatu tindakan. Proses pembuatan keputusan juga harus dapat diterima oleh lingkungan yang akan menggunakannya. Kemampuan pembawaan, pengalaman masa lalu, dan bentuk intuisi adalah dasar untuk keberhasilan keputusan (Swanburg, 2000). Pengambilan keputusan merupakan salah satu langkah dalam penyelesaian masalah. Bagaimana seseorang berhasil membuat keputusan dan menyelesaikan masalah tergantung kepada kemampuan seseorang tersebut dalam berfikir kritis (Wise, 2011). Meskipun keberhasilan pengambilan keputusan dapat dipelajari dari pengalaman hidup namun tidak semua orang dapat menyelesaikan masalah dengan baik melalui metode trialand-error. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk belajar dan memperoleh pelajaran terkait ketrampilan yang terstruktur dalam institusi yang formal, sehingga mereka tidak diajarkan bagaimana cara berfikir 18 logis yang penuh wawasan dari berbagai sudut pandang (Marquis & Huston, 2010). 2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam mengambil sebuah keputusan, manusia dapat terpengaruh oleh kebiasaan individu yang muncul dari adanya perbedaan nilai, pengalaman hidup, serta pilihan individu dan keinginan individu untuk mengambil resiko. Keputusan yang dibuat oleh seseorang dipengaruhi secara sadar ataupun tidak sadar oleh sistem nilai yang diyakininya. Nilai-nilai ini akan mempengaruhi pengumpulan dan pemrosesan data, serta membatasi alternatif pilihan yang ada sehingga ditemukan pilihan akhir (Marquis & Huston, 2010). Wise (2011) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal termasuk kedalam beberapa variabel meliputi fisik dan emosional dari pengambil keputusan, kepribadian, filosofi yang diyakini, nilai, pengalaman, ketertarikan akan sesuatu, pengetahuan, sikap serta keinginan untuk mencari dan menghindari resiko yang ada. Sementara itu, faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan, ketersedian waktu dan sumber yang bisa digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang mempengaruhi semua aspek pengambilan keputusan dapat berasal dari suatu budaya, sosial, dan latar 19 belakang filosofi yang menyediakan dasar dari sebuah ketentuan etika. Individu dalam mengambil suatu keputusan dapat dipengaruhi oleh tekanan sosial. Sementara itu, faktor personaliti seperti keyakinan diri dan kepercayaan diri mempengaruhi seseorang dalam mengambil resiko untuk memecahkan suatu masalah dan mengambil keputusan. Karakter individu sebagai pengambil keputusan yang efektif meliputi memiliki keberanian, kemauan dalam mengambil resiko, memiliki kesadaran diri, energik, kreatif, sensitif dan fleksibel (Wise, 2011). 2.4.3 Pengambilan Keputusan dalam Keluarga Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan. Menurut Setiadi (2008), hal ini didasarkan pemikiran sebagai berikut: 1. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. 2. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masingmasing anggota keluarga. 3. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap keluarga atau anggota keluarga yang bermasalah. Proses pengambilan keputusan merupakan prinsip dari kekuatan karena kekuatan dimanifestasikan melalui pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan merupakan upaya bersama 20 dalam keluarga yang menggunakan teknik interaksi antara anggota keluarga sebagai upaya kontrol dalam negosiasi atau pengambilan keputusan (McDonald; Lihat Friedman et al, 2003). Fokus sentral kekuatan keluarga adalah bagaimana keluarga tersebut membuat keputusan. Menurut Friedman et al (2003), membagi proses pengambilan keputusan dalam 3 tipe, yaitu: a. Pengambilan keputusan dengan konsensus Tipe pengambilan keputusan konsensus merupakan metode pengambilan keputusan yang dilakukan secara bersamabersama atau dengan musyawarah antara suami dan istri. Komponen penting konsensus yaitu tingkat komitmen yang tinggi terhadap keputusan yang diambil dan pemahaman atau alasan yang kuat untuk berkomitmen pada keputusan yang diambil. b. Pengambilan keputusan dengan akomodasi Tipe akomodasi merupakan metode pengambilan keputusan yang melibatkan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan. Tipe ini merupakan tipe yang kurang baik, karena terdapat pihak yang menyetujui hasil keputusan dan pihak yang menentang hasil keputusan, sehingga terdapat perbedaan 21 yang tidak dapat disatukan, akibatnya hanya orang tertentu yang akan merasa puas. c. Pengambilan keputusan dengan de-facto Pembuatan disorganisasi keputusan atau de-facto keluarga menunjukkan dengan banyak masalah masalah. Keputusan de-facto bersifat memaksa kepada semua anggota keluarga karena tidak adanya perencanaan sebelumnya. Proses pembuatan keputusan terjadi secara aktif, sukarela dan efektif. Anggota keluarga melaksanakan keputusan defacto dalam situasi tertentu karena tidak ditemukannya keputusan akibat dari perbedaan pendapat yang tidak dapat disatukan. 22 2.5 Kerangka Penelitian Sumber Dukungan Sosial - Orang yang selalu ada sepanjang hidupnya - Lingkungan sosial Dukungan Sosial Bentuk Dukungan Sosial - Dukungan informatif - Dukungan emosional - Dukungan instrumental - Dukungan penilaian Faktor Pengambilan Keputusan - Kebiasaan individu - Faktor internal - Faktor personaliti Pengambilan Keputusan Proses Pengambilan Keputusan - Konsensus - Akomodasi - de-facto Pemberian ASI Gambar 2.1 Kerangka Penelitian 23 Kerangka penelitian yang menggambarkan tentang dukungan sosial dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi pemberian ASI. Ibu menyusui adalah sebuah proses alami pemberian ASI dari ibu kepada bayinya. Ibu akan berhasil memberikan ASI eksklusif jika pemberian ASI kepada bayi selama 0 – 6 bulan tanpa ada makanan atau minuman lain. Pemberian ASI berhubungan dengan dukungan sosial yang diberikan pada seorang ibu serta mempengaruhi pengambilan keputusan untuk pemberian ASI. Sumber dukungan sosial biasanya diterima oleh seorang ibu menyusui berbeda-beda. Seperti sumber dukungan sosial dari orang yang selalu ada sepanjang hidupnya ialah keluarga dekat, suami, dan teman dekat. Ibu dalam masa menyusui mengalami masa-masa sulit peranan orang terdekat sebagai sumber dukungan sosial sangat dipercayai ibu menyusui untuk melewati masa sulit dalam menyusui. Peran orang terdekat untuk memotivasi ibu untuk pemberian ASI sangatlah besar, karena keberadaannya selalu bersama ibu menyusui. Lingkungan sosial seperti seperti teman kerja, teman sepergaulan biasanya menjadi sumber dukungan sosial karena memiliki pengalaman sebelumnya dalam menyusui. Tenaga kesehatan seperti dokter, tenaga ahli, atau tenaga profesional sumber dukungan sosial dalam menyusui karena mempunyai keahlian khusus dalam masalah menyusui sehingga ibu melakukan pemeriksaan, pengobatan, ataupun konsultasi memberikan atau tidak memberikan ASI. 24 Dampak buruknya jika sumber dukungan sosial memberikan saran untuk tidak memberikan ASI dan menyarankan pemberian susu formula dan makanan tambahan. Walaupun sumber dukungan sosial sangat jarang berperan dalam kehidupan ibu menyusui, tetapi saran yang diberikan selalu menjadi pedoman dalam pemberian ASI. Keberadaan orang lain baik yang terdekat maupun yang jauh mempengaruhi pemberian ASI. Jenis dukungan sosial dan bentuk dukungan sosial dalam keluarga juga mempengaruhi seorang ibu untuk menyusui. Dukungan emosional berupa empatik, perhatian, kepedulian, dan kepercayaan. Dukungan emosional diberikan untuk membangun kekuatan psikologis dalam diri ibu menyusui bahwa ibu dapat memberikan ASI kepada bayi, walaupun sedang terjadi masalah dalam menyusui. Dukungan instrumental berupa bantuan secara langsung yaitu berupa dukungan yang dilakukan seperti membantu ibu dalam menggendong bayi, mengganti popok bayi, atau memandikan bayi. Dukungan informatif berupa pemberi nasihat, bantuan informasi, pemberi saran, pengetahuan, dan petunjuk. Dukungan informatif mempengaruhi ibu dalam keputusan pemberian ASI. Jika sumber dukungan informatif membahas tentang pemberian ASI ekslusif dan keunggulan ASI sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi maka akan berdampak positif dalam pemberian ASI. Dukungan penilaian berupa penilaian positif dan penilaian negatif. Ibu sering dihadapkan dengan pilihan menyusui atau tidak menyusui sehingga penilaian baik atau tidak baik pemberian ASI sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui. Jika ibu 25 dalam masa menyusui mendapat dukungan sosial yang baik maka ibu akan merasa sangat terbantu sehingga ibu dapat memutuskan untuk menyusui. Pengambilan keputusan merupakan salah satu langkah dalam penyelesaian masalah. Salah satu tugas dalam kesehatan keluarga adalah membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga agar dapat memfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan. Teori pengambilan keputusan biasanya hanya dihubungkan dalam dominasi pengambilan keputusan yaitu patriakal (dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami) atau matriakal (dominasi pengambilan keputusan ada pada isteri). Pengambilan keputusan dalam penelitian ini akan mengkaji pengambilan keputusan pada partisipan (ibu menyusui). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ialah kebiasaan individu, faktor internal, faktor personaliti. Kebiasaan individu dikaitkan dengan perbedaan nilai dan pengalaman individu. Perbedaan nilai yang dimaksudkan disini karena setiap ibu menyusui memiliki nilai budaya yang berbeda-beda. Pengalaman individu pada ibu menyusui dibagi menjadi dua yaitu pengalaman ibu primipara dan pengalaman ibu multipara. Faktor internal berupa kepribadian, sikap, dan pengetahuan. Ibu menyusui yang memiliki kepribadian harus memberikan ASI kepada bayinya karena ASI merupakan hak bayi. Sikap sangat berhubungan dengan pengetahuan. Jika seorang ibu dalam masa menyusui dibekali dengan pengetahuan tentang cara 26 pemberian ASI eksklusif, manfaat ASI, solusi untuk masalah menyusui maka akan mempengaruhi sikap ibu keberhasilan pemberian ASI. Dukungan dari orang lain sangatlah penting tetapi faktor personaliti dari dalam diri seorang ibu juga mempengaruhi pemberian ASI. Jika keyakinan diri dan kepercayaan diri seorang ibu telah dibangun dalam dirinya sendiri bahwa ia mampu memberikan ASI maka hal itu menjadi kekuatan psikologis untuk terus menyusui. Selain faktor pengambilan keputusan terdapat tiga tipe pengambilan keputusan yaitu consensus, akomodasi, dan de-facto. Dengan memahami teknik yang digunakan dalam pembuatan keputusan keluarga, maka akan lebih mudah untuk mengidentifikasi kekuatan keluarga dari tiap anggota keluarga dari peran serta mereka dalam pengambilan keputusan keluarga. 27