BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Audit Dalam kegiatan audit terdapat proses pembandingan antara kondisi dan kriteria. Kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan sebenarnya yang melekat pada objek yang diaudit, sedangkan kriteria adalah bahan pembanding, tolok ukur, atau hal-hal yang seharusnya dikerjakan atau pun juga hal-hal yang seharusnya melekat pada objek yang diaudit. Dengan kriteria, auditor dapat menetapkan apakah suatu kondisi menyimpang atau apabila tidak sesuai maka kondisi itu dapat dikatakan menyimpang. Tetapi, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan maka kondisi tersebut dikatakan menyimpang. Pada dasarnya audit bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan dari suatu kegiatan sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara kenyataan yang ada dengan yang seharusnya ada. 2.1.1 Pengertian Audit Audit atau yang biasa dikenal dengan Auditing mempunyai banyak definisi. Pengertian audit menurut Arens, et al (2006:4) adalah: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person”. Mulyadi (2002:9) menjabarkan definisi audit tersebut sebagai berikut: “Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.” Adapun pengertian Audit menurut Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) pada SA.150 dikemukakan bahwa: 1. 2. 3. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih, yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan pelaporannya, auditor wajib menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan saksama. Dari ketiga definisi terdahulu dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa karakteristik audit yaitu: 1. Audit adalah proses akumulasi dan evaluasi bukti dan informasi mengenai suatu kejadian. 2. Dalam audit, dilakukan suatu penilaian terhadap tingkat kesesuaian antara informasi yang diterima dengan kriteria yang ditetapkan. 3. Audit dilakukan oleh seseorang yang independen dan kompeten agar penilaian dilakukan secara objektif. 4. Adanya pelaporan audit kepada pihak yang berkepentingan pada akhir audit. Laporan audit memberikan informasi mengenai tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan. 2.1.2 Jenis-jenis Audit Ada tiga jenis audit yang dikemukakan oleh Arens, et al (2006:14) yaitu: 1. Audit Operasional (Operational Audits) 2. Audit atas Ketaatan (Compliance Audits) 3. Audit atas Laporan Keuangan (Financial Statements Audits) 1) Operational Audits (Audit Operasional) Audit operasional merupakan suatu penelaahan terhadap suatu prosedur dan metode operasi suatu organisasi, untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. Audit operasional memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada audit keuangan. Dalam audit operasional, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi, tetapi meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan komputer, metode produksi, pemasaran, dan bidang-bidang lain sesuai dengan keahlian auditor. Pada praktiknya, audit operasional cenderung memberikan saran perbaikan prestasi kerja dibanding melaporkan keberhasilan prestasi kerja yang sekarang. Dalam hal ini, audit operasional lebih merupakan konsultasi manajemen daripada audit. 2) Compliance Audits (Audit atas Ketaatan) Audit atas ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. Hasil audit ketaatan biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak tertentu dalam organisasi. Pimpinan organisasi adalah pihak yang paling berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan. 3) Financial Statement Audits (Audit atas Laporan Keuangan) Audit atas laporan keuangan adalah audit yang dilakukan atas laporan keuangan dan prosedur akuntansi suatu organisasi atau perusahaan, yang bertujuan untuk memberikan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan dengan kriteria yang berlaku. Hasil dari audit ini berupa laporan audit yang berisi opini auditor mengenai kewajaran dari laporan keuangan, yang biasanya terdiri dari neraca laporan laba rugi, laporan posisi keuangan dan catatan atas laporan keuangan. 2.2 Audit Operasional 2.2.1 Pengertian Audit Operasional Audit operasional sering disebut juga sebagai audit manajemen (Management Audit), Audit Prestasi (Performance Audit), Audit Sistem (Systems Audit), dan sebagainya. Agoes (2009:146) mengemukakan pengertian audit operasional sebagai berikut: “Management audit–disebut juga operational audit, functional audit, systems audit–adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis”. Definisi audit operasional menurut Peter A Phyrr yang bukunya dialihbahasakan oleh Nugroho Widjayanto (1985:16) adalah: “Pemeriksaan operasional adalah suatu tinjauan dan penilaian efisiensi serta efektivitas suatu kegiatan dan prosedur kegiatan. Pemeriksaan ini dilaksanakan dengan disertai tanggung jawab untuk mengungkapkan dan memberi informasi kepada manajemen mengenai berbagai masalah operasi, meskipun tujuan utamanya sebenarnya adalah membantu manajemen untuk memecahkan berbagai masalah dengan merekomendasikan berbagai tindakan yang diperlukan.” Sedangkan definisi lain mengenai audit operasional menurut Rob Reider (2002:25) adalah: “Operational review is a review of operations performed from a management viewpoint to evaluate the economy, efficiency, and effectiveness of any and all operations, limited only by management’s desires”. Berdasarkan definisi tersebut di atas, manajemen dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab menetapkan berbagai tujuan dan sasaran dari kegiatan perusahaan. Selain itu manajemen juga bertanggung jawab untuk menentukan metode seperti apa agar kegiatan operasional dalam perusahaan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Rob Reider (2002:26-27) menjelaskan berbagai kegiatan operasional di dalam suatu perusahaan, yaitu: “ 1) Program review 2) Management review 3) Performance review 4) Performance review and evaluation 5) Departmental review 6) Nonfinancial audit 7) Compliance review 8) Cost-benefit analysis 9) Economy and efficiency evaluation 10) Effectiveness or result evaluation 11) Functional analysis 12) Full-scope audit 13) Responsibility review 14) Comprehensive analysis and review 15) Internal benchmarking study 16) Activity-based costing/management review 17) Total Quality Management (TQM) study 18) Reengineering study 19) Organizational review 20) Value-added study”. Jadi secara umum tujuan audit operasional berkaitan dengan pertanyaan apakah prosedur dan metode operasi suatu organisasi sudah efektif dan efisien. Oleh karena itu, inti dari konsep audit operasional adalah adanya pemikiran bahwa jika para manajer ingin beroperasi dengan kreatif, mereka memerlukan beberapa bentuk sistem peringatan dini (early warning system) yang dapat mendeteksi berbagai masalah yang merugikan dan berbagai kesempatan untuk pengembangannya. Dapat disimpulkan audit operasional adalah: 1. Merupakan suatu proses penelaahan yang sistematis atas aktivitas, metode dan prosedur pengelolaan suatu organisasi. 2. Mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari suatu aktivitas, metode dan prosedur pengelolaan yang dijalankan oleh organisasi. 3. Dilaksanakan oleh seseorang yang independen dan kompeten. 4. Melaporkan hasil kepada pihak yang berwenang dan memberikan rekomendasi yang berguna bagi peningkatan dan perbaikan kepada manajemen. 2.2.2 Tujuan Audit Operasional Menurut Rob Reider (2002:30) tujuan audit operasional adalah sebagai berikut: 1. Assess Performance (Penilaian Kinerja) Tujuan dari audit operasional adalah menilai kinerja suatu organisasi. Penilaian kinerja ini, dapat dilakukan dengan membandingkan aktivitas yang dijalankan organisasi dengan: a) Tujuan yang ditetapkan oleh manajemen atau pihak yang ditugaskan oleh manajemen, misalnya kebijakan organisasi, standar, tujuan dan sasaran organisasi. b) Pembandingan dengan fungsi lain yang sama dalam organisasi. c) 2. Pembandingan dengan organisasi lain. Identify Opportunities for Improvement (Mengidentifikasi Peluang Perbaikan) Peningkatan kehematan, efisiensi dan efektivitas dalam aktivitas organisasi, merupakan kategori umum yang digunakan dalam menilai apakah organisasi telah dengan baik atau belum. Dengan audit operasional, auditor akan mengidentifikasi dan menganalisis setiap kesempatan yang ada sebagai upaya melakukan peningkatan kinerja organisasi dengan berbagai cara, misalnya melakukan wawancara dengan pihak manajemen; melakukan observasi; langsung ke lapangan; menelaah laporan periode yang lalu; mempelajari transaksi-transaksi yang terjadi; membuat perbandingan dengan standar industri dan menggunakan penilaian berdasarkan pengalaman auditor. 3. Develop Recommendations for Improvement or Further Action (Mengembangkan Rekomendasi untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut) Bentuk dan cara penyampaian suatu rekomendasi dalam audit operasional biasanya akan berbeda-beda. Dalam kasus tertentu, seorang auditor akan memberikan rekomendasi yang spesifik untuk perbaikan organisasi, dan pada kasus lain mungkin akan menyadarkan bahwa dalam audit dibutuhkan studi lebih lanjut, di luar ruang lingkup penilaian yang telah ditetapkan, dan auditor akan mengemukakan alasan-alasan mengapa studi lebih lanjut diperlukan pada suatu bagian tertentu. 2.2.3 Manfaat Audit Operasional Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya audit operasional menurut Rob Reider (2002:34-38) antara lain adalah sebagai berikut: 1. Identifying problem area, related causes, and alternatives for improvement (mengidentifikasi area permasalahan, penyebab masalah dan alternatif perbaikannya). 2. Locating opportunities for eliminating waste and inefficiency; that is, cost reduction (menemukan peluang untuk menghilangkan pemborosan dan ketidakefisienan yaitu pengurangan biaya). 3. Locating opportunities to increase revenues, that is, income improvement (menemukan peluang untuk meningkatkan pendapatan yaitu perbaikan pendapatan). 4. Identifying undefined organizational goals, objectives, policies, and procedures (mengidentifikasi sasaran, tujuan, kebijakan, dan prosedur organisasi yang belum jelas atau belum terdefinisi). 5. Identifying criteria for measuring the achievement for organizational goals (mengidentifikasi kriteria untuk mengukur pencapaian sasaran organisasi). 6. Recommending improvement in policies, procedures, and organizational structure (merekomendasikan perbaikan dalam hal kebijakan, prosedur dan struktur organisasi). 7. Providing checks on performance by individuals and by organizational units (mengadakan pemeriksaan kinerja individu dan unit organisasi). 8. Reviewing compliance with legal requirements and organizational goals, objectives, policies, and procedures (memeriksa ketaatan terhadap kewajiban dan sasaran, tujuan, kebijakan serta prosedur organisasi). 9. Testing for existence of unauthorized, fraudulent, or otherwise irregular acts (pengujian terhadap adanya tindakan kecurangan atau ketidakberesan). 10. Assessing management information and control systems (menilai informasi manajemen dan sistem pengendalian). 11. Identifying possible trouble spots in future operations (mengidentifikasi kemungkinan masalah yang timbul pada operasi yang akan datang). 12. Providing and additional channel of communication between operating levels and top management (menyediakan jalur informasi tambahan antara manajemen tingkat atas dan tingkat operasi). 13. Providing an independent, objective evaluation of operations (menyediakan secara independen, evaluasi tujuan dari operasi). 2.2.4 Jenis-jenis Audit Operasional Arens, et al (2006:778-779) mengemukakan tiga jenis audit operasional, yaitu: 1. Audit Fungsional (Functional Audits) Yaitu audit yang dilakukan terhadap satu atau lebih fungsi yang ada dalam organisasi. Pengertian fungsi sendiri adalah penggolongan aktivitas bisnis, seperti fungsi penjualan, fungsi pembelian, fungsi persediaan, fungsi produksi, dan lain sebagainya. Keuntungan dari audit operasional adalah, seorang auditor dapat mengembangkan keahliannya di bidang tertentu. Kesulitan yang mungkin timbul dari audit ini adalah kegagalan mengevaluasi fungsi-fungsi yang saling berhubungan. 2. Audit Organisasional (Organizational Audits) Audit operasional adalah jenis audit operasional yang berhubungan dengan seluruh unit organisasi yang ada dalam suatu organisasi, seperti departemen dan cabang. Penekanan yang ada dalam audit operasional adalah untuk menilai efisiensi dan efektivitas hubungan antara fungsi-fungsi yang ada. Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasi aktivitas yang ada, sangat penting dalam audit ini. 3. Penugasan Khusus (Special Assignments) Penugasan khusus merupakan pemeriksaan operasional yang dilakukan atas dasar permintaan dari pihak manajemen untuk tujuan khusus, seperti: penyelidikan kemungkinan terjadinya kecurangan dalam suatu divisi, memberikan rekomendasi untuk mengurangi biaya operasi. 2.2.5 Ruang Lingkup Audit Operasional Audit operasional memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada masalah akuntansi, catatan, dan dokumen saja, tetapi meliputi semua aspek manajemen atas kegiatan atau program yang diperiksa. Aspek-aspek manajemen tersebut yaitu sistem organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan dan personalia. Menurut Rob Reider (2002:20) titik berat audit operasional terletak pada hal-hal berikut ini: 1. Efisiensi, ukuran penggunaan sumber daya yang dimiliki suatu organisasi yang dihubungkan dengan usaha organisasi tersebut dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. 2. Efektivitas, merupakan ukuran tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Ekonomis, menghindari pemborosan dan biaya yang berlebihan. 2.2.6 Kriteria Audit Operasional Menentukan kriteria untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi, merupakan sesuatu yang sulit dalam audit operasional. Beberapa sumber yang dapat digunakan dalam menyusun kriteria menurut Arens, et al (2006:781-782), yaitu: 1. Historical Performance (Kinerja Historis) Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan pada hasil prestasi kerja periode sebelumnya, untuk perbandingan apakah sesuatu menjadi lebih baik atau lebih buruk. Keuntungan dari kriteria ini adalah mudah pelaksanaannya, namun kurang dapat mencerminkan secara tepat keadaan organisasi sesungguhnya. 2. Benchmarking (Kinerja yang dapat Diperbandingkan) Kriteria ini ditetapkan berdasarkan hasil yang dicapai oleh organisasi lain yang sejenis atau dari dalam organisasi itu sendiri. Walapun penilaian dilakukan menggunakan kriteria ini lebih baik dibandingkan dengan Historical Performance, tapi hasil penelitian menggunakan kriteria ini belum tentu memberikan gambaran yang tepat mengenai keadaan organisasi. Hal ini disebabkan karena kemungkinan terdapat perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh tiap organisasi. 3. Engineered Standard (Standar Rekayasa) Kriteria ini ditetapkan berdasarkan standar teknik, seperti time and motion studi. Mengembangkan kriteria ini membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang besar, meskipun dapat sangat efektif dalam memecahkan masalah utama operasional. 4. Discussion and Agreement (Diskusi dan Kesepakatan) Dalam mencari kriteria yang objektif, sangat sulit dan membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga kriteria dikembangkan melalui diskusi dan kesepakatan. Pihak yang harus terlibat dalam proses ini adalah manajemen dari organisasi yang diperiksa, auditor, dan pihak yang akan menerima laporan audit operasional. 2.2.7 Tahap-tahap Audit Operasional Menurut Rob Reider (2002:39), tahapan management audit terdiri atas: 1. Tahap Perencanaan (Planning), 2. Tahap Program Kerja (Work Programs), 3. Tahap Pelaksanaan Kerja Lapangan (Field Work), 4. Tahap Pengembangan Temuan Audit dan Rekomendasi (Development of Findings and Recommendations), 5. Tahap Pelaporan (Reporting). 1. Tahap Perencanaan (Planning) Pada tahap ini, auditor harus memperoleh informasi yang bersifat umum mengenai aktivitas organisasi tersebut, sifat umum dari aktivitas tersebut dan informasi lainnya untuk membantu rencana awal dari audit. Hal pertama dalam audit operasional adalah mengenai keputusan manajemen dalam menentukan area mana yang akan diaudit. Berdasarkan keputusan tersebut auditor merumuskan tahap perencanaan dari audit operasional. Tujuan utama dari tahap perencanaan ini adalah: a. Mengumpulkan informasi mengenai wilayah operasional. b. Mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi dalam wilayah operasional. c. Memulai membuat dasar untuk program kerja audit operasional. Pada akhir tahap perencanaan, auditor harus memiliki pengetahuan memadai mengenai tujuan dan pengendalian wilayah yang diaudit. Auditor harus sudah mengenal dekat organisasi tersebut dalam hal ini PT. Anugerah Tunggal yaitu tujuannya, masalahnya, tata ruang secara fisik dan mengetahui bebagai tanggung jawab yang telah diberikan. Informasi yang dapat dikumpulkan pada umumnya meliputi hal-hal berikut: 1) Hukum dan peraturan yang digunakan dalam aktivitas yang akan diaudit Pemahaman mengenai dasar hukum kepengurusan dan aktivitas bidang yang diaudit sangat diperlukan untuk menentukan tujuan, ruang lingkup, dan maksud aktivitas yang diaudit. Pemahaman tersebut diantaranya meliputi latar belakang organisasi/perusahaan, struktur organisasi, dan tujuan perusahaan. 2) Bahan atau materi yang ada dalam organisasi atau perusahaan Materi yang ada dalam organisasi, yaitu organisasi dan aktivitasnya, dan tujuan organisasi. 3) Informasi keuangan Informasi keuangan, seperti catatan laba dari pendapatan yang dihasilkan perusahaan, biaya operasi menurut periode, dan analisis arus kas. 4) Prosedur dan metode operasi Prosedur dan metode operasi diperoleh informasinya dari pimpinan puncak. Pada tahap ini, diperoleh informasi mengenai implementasi prosedur dan metode operasi yang bersangkutan. 5) Laporan dan informasi manajemen Auditor harus memperoleh laporan dan informasi manajemen yang tersedia, seperti sifat, isi, dan periode semua jenis pelaporan. 6) Masalah Auditor harus memperoleh informasi mengenai masalah yang ada dan mengidentifikasi, mendokumentasikan semua masalah penting dari suatu aktivitas yang memerlukan suatu perbaikan. 2. Tahap Program Kerja (Work Programs) Dalam tahap ini auditor mempersiapkan program kerja audit operasional untuk audit pendahuluan dari beberapa aktivitas yang yang telah ditentukan pada tahap perencanaan. Manfaat dari program kerja audit operasional adalah: a. Rencana kerja sistematis yang akan dilakukan dalam audit operasional yang dapat dikomunikasikan pada semua staf audit operasional. b. Sebagai dasar yang sistematis dalam menugaskan anggota staf auditor yang sesuai dengan kemampuannya atau spesialisasinya. c. Alat yang dapat digunakan pengawas audit operasional dan auditor lainnya dalam membandingkan kinerja rencana atau standar audit. d. Sebagai alat bantu dalam melatih anggota staf audit yang kurang berpengalaman dan memperkenalkan kepada mereka mengenai ruang lingkup, tujuan, dan tahapan kerja dari audit operasional. e. Sebagai dasar untuk catatan ringkas (summary record) dari pekerjaan yang sebenarnya dalam audit operasional. f. Alat bantu dalam memperkenalkan lebih jauh kelompok audit dengan sifat kerja audit saat ini. Dalam membuat program kerja audit operasional, tim audit harus selalu mengingat empat langkah prosedur audit berikut: a. Mengidentifikasi area operasional yang kritis dan yang berhubungan dengan pengendalian serta area risiko. b. Pengembangan pertanyaan kunci dan langkah kerja yang diperlukan untuk memberikan jawaban atas risiko dan pertanyaan kunci. c. Mengidentifikasi langkah-langkah kerja yang diperlukan untuk memberikan jawaban atas resiko dan pertanyaan kunci. d. Pengembangan rencana kerja audit untuk setiap wilayah yang akan diaudit mencakup penugasan personil, jadwal waktu dan audit anggaran. 3. Tahap Pelaksanaan Kerja Lapangan (Field Work) Pada tahap ini, auditor menganalisis operasi untuk menentukan efektivitas manajemen dan yang berhubungan dengan pengelolaan. Maksud dari tahap ini adalah untuk menentukan apakah suatu kondisi membutuhkan perbaikan, apakah itu signifikan dan apa yang akan dilakukan. Berdasarkan pada area kritis yang diidentifikasi dalam tahap perencanaan dan langkah kerja yang telah dirancang dalam tahap kerja lapangan yaitu: a. Apakah kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan audit telah dijalankan atau diikuti, yaitu dalam ketaatan terhadap otoritas dasar, anggaran dasar dan maksud legislatif. b. Apakah prosedur sistem operasi dan pengendalian manajemen berjalan efektif dalam kegiatan. 4. Tahap Pengembangan Temuan Audit dan Rekomendasi (Development of Findings and Recommendations) Berdasarkan pada area signifikan yang telah diidentifikasi dalam tahap kerja lapangan, temuan-temuan yang spesifik dikembangkan menurut atribut berikut: 1) Statement of Condition (Pertanyaan Kondisi) Dalam menentukan kondisi saat ini dari temuan audit operasional, auditor dapat mengajukan pertanyaan sebagai berikut: a. What was find? b. What was observed? c. What is defective, deficient, or in error? d. Is the condition isolated or widespread? 2) Criteria (Kriteria) Dalam menganalisis kondisi saat ini, auditor operasional harus mengetahui kondisi seperti apakah yang diharapkan untuk mempertemukan sasaran dan tujuan organisasi. Dalam menentukan kriteria yang pantas untuk kondisi yang spesifik, auditor harus melihat pada beberapa area seperti hukum yang relevan, kontraksaat ini, kebijaksanaan, sistem dan prosedur, peraturan internal dan eksternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal, rencana dan anggaran, serta prinsip manajemen dan administrasi yang baik. Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk temuan yang spesifik, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut sehubungan dengan kondisi tersebut. a. What should it be? b. What do you measure against? c. What is the standard procedure or practice? d. Is it a formal procedure or an informal practice? 3) Cause (Penyebab) Temuan audit mengidentifikasi penyimpangan operasional secara dari belum lengkap kriteria. lengkap penyebab Untuk sampai atau menganalisis operasional dapat menjawab pertanyaan berikut ini: auditor alasan telah terjadinya penyebab, auditor a. Why did it happen? b. What are the reason for the operational deficiency? c. Why have operations become inefficient or uneconomical? 4) Effect (Efek atau Akibat) Salah satu sasaran utama dalam menjalankan audit operasional adalah untuk meyakinkan manajemen untuk mengambil tindakan positif memperbaiki temuan audit yang berupa kesalahan operasional yang telah diidentifikasikan oleh tim audit. Untuk membantu manajemen menentukan seserius apakah kondisi tersebut mempengaruhi operasi, auditor harus mengukur luas akibat yang mungkin terjadi. Ekonomi, efisiensi dan efektivitas adalah alat yang tepat untuk mengukur akibat atau efek. Dalam menentukan akibat atau efek audit operasional, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut ini: a. So what? b. What is the effect of your finding? c. What is the end result of the condition? 5) Recommendation (Rekomendasi) Kesuksesan penyelesaian dari temuan audit operasional adalah pembuatan rekomendasi berupa tindakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang tidak diinginkan. Rekomendasi sebaiknya secara logika berhubungan dengan penjelasan mengapa kondisi ini bisa terjadi, penyebab utama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terulangnya kondisi yang sama. Dalam membuat rekomendasi, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut: a. What could be recommended to correct the situation? b. Is this recommendation based on a logical connection to the present condition, criteria, and causes? c. Is the recommendation practical and reasonable for implementation? 5. Tahap Pelaporan (Reporting) Pada tahap ini, auditor operasional menyampaikan hasil dari pekerjaannya pada pihak manajemen, yaitu apa yang telah dilakukan auditor operasional selama audit dan apa hasil yang diperoleh dari pelaksanaan audit tersebut. Tujuan dasar dari laporan audit operasional ini adalah: a. Menyediakan informasi yang bermanfaat dan tepat waktu mengenai kekurangan atau kelemahan dalam kegiatan operasional yang signifikan dan kegiatan lainnya. b. Merekomendasikan perbaikan. Laporan audit ini merupakan kesempatan bagi auditor operasional untuk mendapatkan perhatian dari pihak manajemen, kesempatan untuk menunjukkan kepada pihak manajemen manfaat dari audit operasional dan menunjukkan apa yang dapat diperoleh dari audit operasional. 2.2.8 Komunikasi Hasil Pembahasan (Laporan Audit) Hasil dari suatu audit operasional wajib dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen organisasi atau kepada pihak lain yang memberikan penugasan. Laporan audit tersebut berisi hal–hal yang telah dilakukan selama audit operasional dan temuan–temuan audit serta rekomendasi perbaikannya, sehingga dari laporan tersebut, pihak manajemen dapat mempertimbangkan dan mengambil tindakan–tindakan perbaikan yang diperlukan. Ada beberapa jenis laporan audit yang dapat disajikan oleh auditor 1. Interim Reporting (Laporan Sementara) Laporan sementara ini dapat berupa lisan atau tertulis dan dapat disajikan secara formal atau informal. Tim audit dapat menggunakan laporan bentuk standar atau hanya bentuk bebas, tanpa menyertakan tanggapan dan komentar dari manajemen. Hal ini memberikan kesempatan pada pihak manajemen untuk menanggapi temuan audit dan rekomendasi secara cepat dan mengambil tindakan yang diperlukan. Dalam kasus lain, pendekatan ini memberikan kesempatan pihak manajemen untuk mengambil tindakan jika diperlukan, selama menunggu laporan audit formal diterbitkan. 2. Oral Reporting (Laporan Lisan) Laporan lisan harus diberikan pada pihak manajemen secara periodik, yang ditentukan berdasarkan lamanya waktu audit dan bila ada sesuatu hal yang signifikan yang perlu dilaporkan. Laporan lisan biasanya kurang formal dibandingkan laporan tertulis dan memakai penjelasan visual seperti foto, slide, peta dan grafik. Laporan lisan memerlukan komunikasi lisan dan kemampuan presentasi bagi seluruh anggota audit, karena dalam penyampaian laporan lisan terjadi kontak langsung antara auditor dan pihak manajemen. 3. Written Report (Laporan Tertulis) Suatu tim audit biasanya tidak akan menutup proses audit operasional hanya dengan presentasi lisan secara pribadi, tetapi normalnya auditor akan menerbitkan laporan audit tertulis yang lebih formal. Penulisan laporan audit harus selalu mengingat calon penerima laporan dan pembaca lainnya. Oleh karena itu, laporan audit sebaiknya ditampilkan secara sederhana yaitu dengan penggunaan kata-kata yang tidak asing. Dalam penyajian temuan sebaiknya auditor menyajikan secara langsung dan spesifik dan menekankan pada akibat yang timbul saat ini serta manfaat masa depan diperoleh dari pelaksanaan rekomendasi. Pada umumnya suatu laporan audit operasional akan meliputi unsur- unsur: 1. Tujuan dan ruang lingkup penugasan. 2. Prosedur – prosedur yang digunakan oleh auditor. 3. Temuan – temuan khusus. 4. Rekomendasi – rekomendasi jika diperlukan. 2.2.9 Keterbatasan Audit Operasional Meskipun audit operasional telah dirancang dan dilaksanakan dengan baik, tetapi audit operasional tetap memiliki keterbatasan, sehingga tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan audit operasional. Keterbatasan yang dimiliki audit operasional diantaranya yaitu: 1. Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan audit merupakan faktor yang amat membatasi, karena auditor harus memberikan informasi kepada manajemen dengan segera untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Karena itu, audit operasional perlu dilakukan secara teratur yang dimaksudkan untuk menjamin bahwa permasalahan yang penting tidak diabaikan dan tidak menjadi kronis dalam organisasi tersebut. 2. Keahlian Yang Diperlukan Kurangnya pengetahuan banyak dikeluhkan oleh para auditor operasional, karena tidak mungkin seorang auditor untuk mengetahui dan menguasai berbagai disiplin bisnis. Auditor operasional hanya lebih ahli dalam bidang audit daripada dalam bisnis nasabahnya. 3. Biaya Audit Biaya audit harus lebih kecil dari jumlah uang yang berhasil di hemat. Oleh karena itu, auditor selalu mencoba untuk menghemat uang nasabahnya. Ini berarti auditor harus mengabaikan situasi permasalahan yang lebih kecil yang mungkin dapat memakan biaya jika diselidiki lebih lanjut. 2.2.10 1. Kualifikasi Auditor Operasional Independensi Independensi memungkinkan auditor internal untuk dapat melakukan pekerjaan secara bebas dan objektif, juga memungkinkan membuat pertimbangan penting secara netral dan tidak menyimpang. Menurut Spencer Pickett (2000:73) penilaian independensi audit adalah sebagai berikut seperti dapat dilihat pada Tabel 2.1 di halaman selanjutnya: Tabel 2.1 Assesing Audit Independensi Audit Independence Structures Top reporting line High audit status Access to top management An audit committee 2. Staffing Strategy Systems Qualified staff Risk assessment Audit manual Training and development Performance targets Completed plans Code of ethics Supports for plans resultant reports and follow up MIS, DSS, EVC EIS Management response is required Quality Executive Kompetensi Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9) menyatakan bahwa: “Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional”. a. Keahlian Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. b. Kecermatan Profesional Auditor internal menerapkan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang independen dan kompeten, dengan mempertimbangkan ruang lingkup penugasan, kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan, kecukupan dan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses governance, biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan, penggunaan teknikteknik audit berbasis komputer dan teknik-teknik analisisnya. 3. Program Audit Proram Audit merupakan penjelasan secara terperinci yang berisi daftar dari proses audit. Program audit merupakan rencana yang sistematis untuk melakukan audit serta informasi yang tersedia untuk objek audit. Menurut Arens, et al (2006:779) pengertian program audit adalah: “The detailed instruction for the entire collection of evidence for an audit organization or an entire audit”. Setaip program audit pada umumnya mengandung dua bagian pokok yaitu: 1) Pernyataan tentang tujuan yang akan dicapai dan cara pendekatan audit yang dipilih. 2) Langkah-langkah kerja atau prosedur audit meliputi persiapan audit, audit pendahuluan dan audit lanjutan. 2.2.11 Perbedaan Audit Operasional dan Audit atas Laporan Keuangan Menurut Arens, et al (2008), ada tiga perbedaan antara audit operasional dan audit atas laporan keuangan, yaitu: Tabel 2.2 Perbedaan Audit Operasional dan Audit atas Laporan Keuangan No. Audit Operasional 1. Berorientasi pada kinerja operasi masa mendatang dan lebih menekankan pada efisiensi dan efektivitas. Audit atas Laporan Keuangan Berorientasi pada masa lalu dan lebih menekankan pada apakah informasi historis dicatat dengan benar. 2. 3. Laporan audit operasional sangat berbeda dari satu pengauditan ke pengauditan lain karena keterbatasan distribusi laporan operasional dan beragamnya sifat pengauditan untuk efisiensi dan efektivitas. Di dalam keterlibatan bidang bukan keuangan, audit operasional mencakup banyak aspek efisiensi dan efektivitas dalam sebuah badan usaha. Laporan yang diterbitkan sebagai hasil dari audit keuangan ditujukan kepada banyak pemakai laporan keuangan dan distribusi secara detail sehingga kata-kata yang digunakan dalam laporan tersebut harus tepat. Dibatasi pada hal-hal yang langsung mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. Pada Tabel 2.3, dapat dilihat perbedaan antara financial audit dengan operational review menurut Rob Reider (2000). Tabel 2.3 Financial Audit versus Operational Review Characteristic 1. Purpose Financial Audit Express opinion on financial condition Operational Review Analyze and improve methods and performance 2. Scope Fiscal financial records Business operations 3. Skills Accounting Interdisciplinary 4. Time Orientation To the past To the future 5. Precision Absolute Relative 6. Audience Stockholders, public Internal management 7. Necessity Legally required At option of management * 8. Standards GAAP, GAAS 9. Opinion Required Opinion, financial statement Financial statement presented fairly Not Required Recommendations to management Financial Unqualified opinion Management Management adoption of recommendations 10. Audit Results 11. Focus 12. Viewpoint 13. Success Sumber : Rob Reider (2000) * GAAP : generally accepted accounting principles, GAAS : generally accepted auditing standards. Economy, efficiency, effectiveness Operational positive improvements Menurut Agoes (2009:152-153), ada beberapa perbedaan antara management audit dan financial audit. Management Audit No. 1. Bisa dilakukan oleh internal auditor atau management consultant. Selain itu, di Indonesia, management audit juga bisa dilakukan oleh BPKP dan BPK. 2. Pada akhir pemeriksaannya, auditor memberikan laporan kepada manajemen berupa temuan-temuan audit mengenai efektivitas sistem pengendalian manajemen, apakah kegiatan operasi organisasi sudah dijalankan secara efisien, ekonomis, dan efektif, beserta saran-saran untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan selama pelaksanaan management audit. 3. 4. 5. Biasanya dilakukan jika manajemen merasakan adanya kebutuhan (misalnya: jika laba terus menurun, biaya terus meningkat, terasa banyak terjadi pemborosan dan kecurangan, tujuan organisasi yang sudah ditentukan tidak tercapai). Ikatan Akuntan Indonesia belum menyusun standar pemeriksaan untuk management audit. Namun, BPKP dan BPK sudah memiliki pedoman manajemen audit. Di Amerika, pedoman pemeriksaan disusun oleh GAO (Government Audit Office). Kriteria dalam suatu management audit bisa berupa kebijakan yang ditentukan manajemen, peraturan pemerintah, peraturan asosiasi, dan lain-lain. Financial Audit Harus dipimpin oleh seorang registered accountant dari sebuah kantor akuntan publik. Pada akhir pemeriksaannya, auditor harus memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah disusun manajemen. Selain itu, memberikan management letter yang memberitahukan kepada manajemen mengenai kelemahankelemahan dalam pengendalian intern dan saran-saran perbaikannya. Dilakukan secara rutin (setiap tahun). Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Kriteria dalam financial audit sudah jelas, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi Keuangan). 2.3 Pengertian Efektivitas, Efisiensi, dan Ekonomis Rob Reider (2002:20-22) menjelaskan pengertian “three es” pada review operasional (Economy, efficiency, and effectiveness) berikut. 1. Economy (pada biaya operasi) adalah organisasi yang memiliki tanggung jawab dalam pola ekonomi yang umum melalui konservasi sumber daya. Dalam menilai keekonomisan operasi dan alokasi terkait serta menggunakan sumber daya, reviewer mungkin mempertimbangkan apakah organisasi: a. Mengikuti praktik pembelian yang umum; b. Kelebihan staf yang bertugas dalam menjalankan fungsi-fungsi yang penting; 2. c. Kelebihan persediaan bahan di perusahaan; d. Menggunakan peralatan yang lebih mahal daripada yang diperlukan; e. Mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak terpakai. Efficiency (atas metode operasi) adalah organisasi yang memiliki tanggung jawab dalam pengeluaran yang minimum. Contoh inefisiensi operasional meliputi: 3. a. Ketidakcocokkan prosedur manual dan komputerisasi; b. Ketidakefisienan alur kertas kerja; c. Ketidakefisienan sistem dan prosedur operasi; d. Hierarki organisasional dan atau pola komunikasi; e. Duplikasi kegiatan; f. Tidak pentingnya tahapan kerja. Effectiveness (atau hasil dari operasi) adalah pencapaian hasil atau manfaat organisasi yang didasarkan pada sasaran dan tujuan atau beberapa kriteria lain yang dapat diukur. Review hasil operasi meliputi: a. Penilaian sistem perencanaan organisasi agar menjadi pencapaian sasaran, tujuan, dan rencana terperinci; b. Penilaian kecukupan sistem manajemen dalam mengukur efektivitas; c. Menentukan keluasan hasil yang ingin dicapai; d. Mengidentifikasi faktor-faktor hasil kinerja yang memuaskan. Tabel 2.4 berikut ini menggambarkan The Three E’s atau The Operational Review Triangle menurut Rob Reider (2002:24). Tabel 2.4 The Operational Review Triangle Economy Cost of Operations Economy Without sacrificing efficiency and results Efficiency At least cost without sacrificing results Examples: • Purchasing practices • Overstaffing • Excess materials • More expensive equipment • Avoidable waste \ Organization to Be Reviewed Efficiency Methods of Operation Effectiveness Results of Operations Examples: • Manual vs EDP Examples: • Production/service provided • Paperwork flow • Systems and procedures • Organizational hierarchy and communication • Planning system: goals, objectives, and detail plans • Duplication of efforts • Unnecessary work steps • Result achieved • Expectations Sedangkan pengertian efektivitas, kehematan, dan efisiensi menurut Agoes (2009:155) adalah: 1. Efektivitas (Effectiveness) “Efektivitas diartikan sebagai perbandingan masukan-keluaran dalam berbagai kegiatan, sampai dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan, baik ditinjau dari kuantitas (volume) hasil kerja, kualitas hasil kerja, maupun batas waktu yang ditargetkan”. 2. Efisiensi (Efficiency) “Efisiensi diartikan sebagai bertindak untuk membuat pengorbanan yang paling tepat dibandingkan dengan hasil yang dikehendaki”. 3. Kehematan (Economy) “Kehematan diartikan sebagai cara penggunaan sumber daya (masukan) secara hati-hati dan bijak agar diperoleh biaya yang paling murah, tanpa merusak mutu”. 2.4 Pengendalian Intern 2.4.1 Pengertian Pengendalian Intern Definisi pengendalian intern menurut Krismiaji (2002:218) adalah: “Rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi, dan untuk mendorong ditaatinya kebijakan manajemen”. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) yang terdiri dari lima organisasi profesi yaitu: (1) American Institute of Certified Public Accountants (AICPA); (2) American Accounting Association (AAA); (3) The Institute of Internal Auditors (IIA); (4) Institute of Management Accountants (IMA); (5) Financial Executive Institute (FEI) dalam laporannya memberikan pengertian pengendalian intern yang dikutip oleh Hiro Tugiman (2004:8-9) adalah sebagai berikut: “Internal Control is broadly defined as a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: effectiveness and efficiency of operations, reliability of financial reporting, and compliance with applicable laws and regulations”. 2.4.2 Tujuan Pengendalian Intern Suatu pengendalian intern bertitik berat pada pengamanan kegiatan organisasi. Tujuan diadakannya pengendalian intern secara lebih rinci adalah: 1. Mengamankan harta dan catatan organisasi; dengan adanya pengendalian intern, kesempatan untuk melakukan kecurangan atau penyalahgunaan harta dan catatan organisasi, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja akan dapat dikurangi. 2. Mengecek kecermatan dan keandalan data akuntansi; manajemen sangat membutuhkan informasi akuntansi yang akurat, tepat waktu, dan dapat dipercaya, sehingga posisi keuangan dan hasil usaha dapat selalu dimonitor dengan tepat dan cepat. 3. Meningkatkan efisiensi operasi organisasi; adanya pengendalian intern yang baik, akan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya rangkap jabatan dan penggunaan sumber daya yang tidak efisien. 4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan; dengan pengendalian intern yang baik, akan memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh suatu organisasi akan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat. Menurut Arens, et al (2006:270) tujuan pengendalian intern adalah: 1. Realibility of Financial Statement (Keandalan Laporan Keuangan) Untuk dapat menyelenggarakan operasi usahanya, manajemen memerlukan informasi yang akurat. Manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi investor, kreditor dan pengguna lainnya. Dengan adanya pengendalian intern diharapkan dapat menyediakan data-data yang dapat dipercaya dan diandalkan. 2. Efficiency and Effectiveness of Operations (Operasi yang Efektif dan Efisien) Pengendalian intern dimaksudkan untuk menghindari tanggung jawab rangkap dan pemborosan yang tidak perlu dalam sebuah aspek usaha, serta untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien. 3. Compliance with Applicable Laws and Regulations (Kesesuaian dengan Hukum dan Peraturan) Pengendalian intern dimaksudkan untuk memastikan bahwa segala peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi ditaati oleh karyawannya. 2.4.3 Komponen Pengendalian Intern Pengendalian intern mencakup lima kategori dasar kebijakan dan prosedur yang dirancang dan digunakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai, bahwa tujuan pengendalian dapat dipenuhi. Adapun ke lima komponen pengendalian intern menurut Arens, et al (2006:275-282)adalah: 1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian) Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur dan komisaris, pemilik organisasi terhadap pengendalian dan pentingnya pengendalian tersebut untuk organisasi. Komponen ini menjadi dasar dari komponen pengendalian intern lainnya dalam hal disiplin dan struktur. 2. Risk Assessment (Penaksiran Risiko) Merupakan identifikasi dan analisa yang dilakukan oleh manajemen organisasi tersebut, atas risiko yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dikembangkan oleh manajemen untuk dapat mencapai tujuan suatu laporan keuangan. 4. Information and Communication (Informasi dan Komunikasi) Informasi dan komunikasi merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi, menggabungkan, mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan transaksi suatu organisasi untuk menjamin akuntabilitas pada aktiva yang terkait. 5. Monitoring (Pemantauan) Merupakan proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern secara periodik, untuk melihat apakah pengendalian intern telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan serta sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 2.4.4 Keterbatasan Pengendalian Intern Dalam struktur pengendalian intern terdapat beberapa keterbatasan, karena itu tidak dapat dianggap sebagai alat yang paling sempurna. Menurut Boyton et al (2001:327) keterbatasan pengendalian intern sebagai berikut: 1. Mistakes in Judgements (Kesalahan Dalam Pertimbangan) Seringkali, manajer dan personil lain dapat salah pertimbangan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan kewajiban rutinnya karena adanya informasi yang tidak memadai keterbatasan waktu. 2. Breakdowns (Gangguan) Kesalahan dalam membuat pengendalian intern akan timbul ketika sesorang salah mengartikan instruksi atau membuat kesalahan dalam kecerobohannya. Perubahan sementara atau tetap dalam sistem ataupun prosedur juga akan menimbulkan gangguan. 3. Collusion (Kolusi) Kolusi akan timbul ketika para pekerja saling bekerja sama. Hal ini mengakibatkan mereka akan melakukan atau menyembunyikan kecurangan tersebut agar tidak terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki oleh organisasi tersebut. 4. Management Override (Pengabaian oleh Manajemen) Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti penyajian kondisi keuangan yang berlebihan. 5. Cost Versus Benefit (Biaya Lawan Manfaat)) Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian intern tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian intern tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern memiliki keterbatasan yang dapat menyebabkan tujuan organisasi tidak tercapai. Dan bahwa penerapan pengendalian intern bukan ditujukan untuk menghilangkan semua kemungkinan penyelewengan dan kesalahan yang terjadi, tetapi untuk mengurangi terjadinya penyelewengan dan kesalahan itu seminimal mungkin. 2.5 Proses Produksi 2.5.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi merupakan aktivitas utama dari suatu perusahaan manufaktur. Secara sederhana proses produksi dapat diartikan sebagai proses pengubahan masukan (input) menjadi keluaran (output). Pengertian proses produksi menurut Sofyan Assauri (2004:75) adalah sebagai berikut: “Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dan dana) yang ada”. 2.5.2 Jenis-jenis Proses Produksi Menurut Sofyan Assauri (2004:75), proses produksi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1. Proses produksi yang terus – menerus (Continous Processes) 2. Proses produksi yang terputus – putus (Intermittent Processes) Sebenarnya perbedaan pokok antara kedua proses ini, terletak pada panjang tidaknya waktu persiapan/mengatur (set up) peralatan produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu produk atau beberapa produk tanpa mengalami perubahan. Untuk dapat menentukan jenis produksi suatu perusahaan pabrik, maka perlu diketahui sifat-sifat dari proses produksi perusahaan pabrik tersebut. 1. Proses Produksi Yang Terus – Menerus (Continous Processes) Dalam proses ini terdapat waktu yang panjang tanpa adanya perubahan- perubahan dari pengaturan dan penggunaan mesin serta peralatannya. Proses seperti ini terlihat pada pabrik yang menghasilkan produknya untuk pasar (produksi masal). Ciri – ciri dari proses ini: 1. Biasanya produksi yang dihasilkan dalam jumlah yang besar (produksi masal) dengan variasi yang sangat kecil dan sudah distandardisir. 2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut Product Lay Out atau Departmentation By Product. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin – mesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama Special Purpose Machines. 4. Dikarenakan mesin – mesinnya bersifat khusus dan biasanya agak otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi untuk mengerjakan produk tersebut. 5. Kerusakan pada salah satu mesin akan menggangu kelancaran proses produksi. 6. Dikarenakan mesin-mesinnya bersifat khusus dan variasi dari produknya kecil maka job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya juga tidak perlu banyak. 7. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah daripada Intermittent Processes. 8. Dikarenakan mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus maka proses ini membutuhkan maintenance specialist yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak. 9. Biasanya bahan – bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fixed (fixed path equipment). 2. Proses Produksi Yang Terputus – Putus (Intermittent Processes) Dalam proses produksi ini, terdapat waktu yang pendek untuk set up peralatan dalam menghadapi perubahan dari variasi produk. Hal tersebut terlihat dalam pabrik yang menghasilkan produknya berdasarkan pesanan. Ciri – ciri dari proses ini: 1. Volume produksi yang dihasilkan umumnya sangat kecil, bervariasi dan didasarkan pesanan. 2. Menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan fungsi dalam proses produksi atau peralatan yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut dengan Processes Lay Out atau Departmentation By Equipment. 3. Mesin-mesin yang digunakan adalah mesin-mesin yang bersifat umum dan dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hampir sama, mesin-mesin tersebut disebut General Purpose Machines. 4. Dikarenakan mesin-mesin bersifat umum dan kurang otomatis, para pekerja harus memiliki keahlian yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut. 5. Kerusakan pada salah satu mesin tidak akan mengganggu kelancaran proses produksi. 6. Dikarenakan mesin-mesinnya bersifat umum dan variasi dari produknya besar, maka terhadap pekerjaan yang bermacam-macam menimbulkan pengawasannya lebih sukar. 7. Persediaan bahan baku dan bahan dalam proses cukup tinggi karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli. 8. Bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fleksibel (Varied Path Equipment) seperti forklip (kereta dorong). 9. Sering dilakukan pemindahan bahan sehingga perlu adanya ruang gerak dan tempat bahan-bahan dalam proses yang besar. 2.6 Peranan Audit Operasional Dalam Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Produksi Pada umumnya produksi merupakan aktivitas utama pada suatu perusahaan industri, dimana di dalamnya terlibat berbagai bagian dan berbagai sumber. Oleh karena itu, perlu disusun kebijakan serta prosedur agar produksi dapat ditingkatkan efisiensi dan aktivitasnya. Agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan efektif maka perlu dilaksanakan pengelolaan, karena hal tersebut dapat mengakibatkan adanya berbagai masalah yang menyebabkan kegagalan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dituntut adanya manajemen yang lebih baik dan salah satu fungsinya adalah pengawasan baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas berbentuk audit operasional. Audit operasional melakukan penilaian secara komprehensif terhadap keseluruhan fungsi produksi dan operasi untuk menentukan apakah fungsi ini telah berjalan dengan memuaskan (ekonomis, efektif, dan efisien). Beberapa alasan yang mendasari perlu dilakukannya audit operasional, antara lain: 1. Proses produksi dan operasi harus berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Kekurangan/kelemahan yang terjadi harus ditemukan sehingga segera dapat diperbaiki. 3. Konsistensi berjalannya proses harus diungkapkan. 4. Pendekatan proaktif harus menjadi dasar dalam peningkatan proses. 5. Berjalannya tindakan korektif harus mendapat dorongan dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, Sofyan Assauri (2004:123), mengemukakan sebagai berikut: “Untuk memungkinkan perusahaan/organisasi dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan, maka dibutuhkan pengawasan atau pemeriksaan atas sistem produksi agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat segera diketahui dan diperbaiki”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa audit operasional merupakan alat bantu pengelolaan produksi yang dilaksanakan organisasi secara objektif serta memberikan saran-saran perbaikan dan komentar yang diperlukan manajemen. Dengan demikian, audit operasional berperan untuk membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan produksi. Oleh karena itu, organisasi harus mampu menjalankan seluruh aktivitasnya dengan efektif, karena ketidakefektifan merupakan hal yang sangat merugikan karena dapat menjadi penyebab kekalahan dalam persaingan dengan organisasi lainnya serta mengurangi laba yang seharusnya diperoleh organisasi tersebut.