1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada tahun 2014 merupakan suatu momentum yang sangat krusial bagi bangsa Indonesia. Kondisi ini merefleksikan keinginan dari pemerintah sebagai representasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat berdasarkan prinsip keadilan sosial. Transformasi secara menyeluruh dari sistem pelayanan kesehatan perlu dilakukan untuk mendukung penerapan SJSN tersebut (DJSN, 2012). Transformasi sistem pelayanan kesehatan diperkirakan akan menemui berbagai hambatan yang cukup substansial. Negara secara hukum bertanggung jawab penuh dalam penyediaan sistem pelayanan kesehatan, namun sebagian besar sistem tersebut masih bertumpu pada upaya setiap individu maupun sektor swasta. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan negara dalam menyediakan sumber daya kapital untuk membiayai pelayanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat. Kondisi ini menyebabkan masih dominannya pola pembiayaan yang bersifat “out of pocket”. Model pembiayaan ini menyebabkan terjadinya disparitas pelayanan kesehatan dan beban finansial katastropik yang berdampak pada kemiskinan (DJSN, 2012 dan Triyono, 2013). Kebijakan atau regulasi yang berlaku cenderung mendorong fasilitas kesehatan untuk melakukan upaya mandiri guna memenuhi kecukupan anggaran. Prinsip ini menyebabkan banyak fasilitas kesehatan, termasuk milik pemerintah yang secara sadar menerapkan kaidah–kaidah korporasi berorientasi pada keuntungan. Keuntungan menjadi tujuan utama bagi mayoritas fasilitas kesehatan sehingga model pembayaran retrospektif, seperti Fee for Service (FFS) menjadi model pembayaran favorit. Model FFS memberikan ruang bagi fasilitas kesehatan untuk meningkatkan keuntungan sekaligus juga menerapkan metode maupun teknik terkini (Wisnu, 2011 dan Retnaningsih, 2012). Penetapan model asuransi kesehatan sosial sebagai bentuk sistem pembiayaan utama jelas harus diikuti dengan transformasi menyeluruh pada 2 semua aspek lainnya. Asuransi kesehatan sosial secara harfiah memiliki karakteristik yang terkait erat dengan konsep redistribusi kesejahteraan dan konsep kontribusi. Konsep redistribusi kesejahteraan merujuk pada penerapan kaidah subsidi silang serta penerapan kontribusi yang bersifat progresif, sedangkan konsep kontribusi merujuk pada ketentuan bahwa manfaat hanya dapat diperoleh oleh individu yang telah membayar. Kedua prinsip tersebut jelas menunjukkan pentingnya dukungan sistem pelayanan yang efisien dan efektif untuk menjamin keberlangsungan sistem (DJSN, 2011 dan Retnaningsih, 2012). Untuk mendukung hal tersebut maka perlu disusun blue print sistem pelayanan kesehatan yang akan menjadi acuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam mengelola sistem. Pedoman ini merupakan petunjuk yang akan memandu operasionalisasi manfaat bagi peserta BPJS. Pedoman ini diharapkan dapat mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Pemerintah telah memperbaiki mekanisme pembayaran klaim terhadap fasilitas kesehatan di tingkat pertama (klinik, dokter keluarga, puskesmas) dan fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit/RS) dalam rangka memuluskan penyelenggaraan BPJS Kesehatan. Sistem pembayaran BPJS Kesehatan terhadap berbagai fasilitas kesehatan itu melalui dua mekanisme yaitu kapitasi bagi fasilitas kesehatan primer dan Indonesian Case Base Groups (INA-CBG’s) untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjut (DJSN, 2012 dan Triyono, 2013). Kendali biaya dalam pelayanan kesehatan dilakukan dengan mencari penyebab terjadinya proses klaim yang lambat. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi kemungkinan adanya human error mulai dari tahapan ketelitian dan kelengkapan data peserta BPJS, diagnosis dan formulir dokter yang belum disesuaikan dengan pengkodingan INA-CBG’s, ketelitian yang kurang pada pemasukan data klaim, belum diberlakukan clinical pathways, sampai ke penyajian pelaporan pertanggungjawaban klaim BPJS yang belum sesuai dengan prosedur. Clinical pathways merupakan rangkuman perencanaan terpadu berisikan setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan berbasis bukti dengan hasil yang 3 terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di RS (Suparjan, 2010, DJSN, 2011; Triyono, 2013). Evaluasi terhadap kendali biaya dilakukan untuk mengetahui apakah besarnya pembiayaan pelayanan kesehatan yang dibebankan kepada pasien benarbenar sesuai dengan kebutuhan medis pasien. Selain itu, evaluasi ini disesuaikan dengan pola tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Triyono, 2013 dan Suparjan, 2010). Salah satu pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah persalinan. Sejak Januari hingga November 2014, sekitar 850 ribu persalinan dibayar BPJS Kesehatan selaku pengelola program JKN. Total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai persalinan mencapai sekitar 2,3 triliun rupiah. Dari total 850 ribu persalinan, sekitar 300 ribu dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 550 ribu sisanya dilakukan di RS. Hasil evaluasi menunjukkan sekitar 250 ribu persalinan di RS berkategori normal. Sementara itu, sekitar 300 ribu merupakan kasus rujukan persalnan dengan sectio caesaria (SC) (Susanto, 2015). Menurut World Health Organization (WHO), standar rata-rata SC di sebuah negara adalah sekitar 5–15%. Di Amerika Serikat (AS), jumlah kasus persalinan dengan SC hanya 5,5% pada tahun 1970, kemudian meningkat mencapai 25% pada tahun 1983, dan stabil pada angka 24,4% pada tahun 1987 (Zhang, 2010). Penelitian terbaru lain di AS mengungkapkan bahwa angka persalinan SC mencapai 32% (Mac Dorman et al, 2008). Persalinan SC di sembilan negara Asia rata-rata mencapai 27%, sedangkan di negara Amerika Latin, angkanya mencaai 35% (Betran et al, 2009). Di Indonesia sendiri, jumlah persalinan SC mengalami peningkatan sejak tahun 2005 dimana jumlah persalinan dengan SC sebanyak 8% dari seluruh persalinan, meningkat menjadi 15% pada tahun 2006, dan 21% pada tahun 2007 (Budiati, 2010). Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada kurun waktu 1991-1997 menunjukkan kisaran angka SC antara 1-4%. Angka SC mencapai hampir dua kali lipat (7%) pada tahun 2007. Dari analisis data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 mengenai SC di Indonesia, jumlah perempuan hamil melahirkan dalam kurun 4 waktu lima tahun terakhir diketahui sebanyak 20.591 orang. Sebanyak 15,3% (3.154 orang) melahirkan anak terakhirnya dengan cara SC. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di RSUPNCM tahun 2012 melaporkan ibu yang melahirkan dengan SC mencapai 40 %. Hasil penelitian Wibowo dan Mardiati Nadjib yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Fatmawati, dan RSUP Hasan Sadikin menemukan bahwa terdapat perbedaan (selisih) antara klaim INA-CBG’s dengan pendapatan RS. Perbedaan ini terutama dipengaruhi oleh perbedaan pada komponen biaya jasa medis dan farmasi. Hasil menunjukkan bahwa RSUP Dr. Kariadi dan RSUP Hasan Sadikit adalah RS yang efisien, sedangkan RSUP Fatmawati dan RSUP Dr. Sardjito dianggap kurang efisien (Wibowo, 2013). Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan proporsi jasa medis dan obat yang besar menjadi salah satu penyebab inefisiensi (Wibowo, 2013). Adanya selisih antara klaim oleh RS dengan yang dibayar oleh penjamin berhubungan secara bermakna dengan kode diagnosis, jumlah tindakan sekunder, lama dirawat dan tingkat keparahan penyakit. Menurut Liastuty (2012), pembayaran yang hanya 75% dari total tarif, biaya yang tertutupi hanya 45%. Namun, jika tarif INA-CBGs dinaikkan 100% pun tidak akan menyelesaikan masalah. Diagnosa akhir serta komplikasi yang dimasukkan sebagai penentu dari besarnya klaim harus dapat mewakili segala biaya yang dikeluarkan RS dalam menangani pasien. Oleh karena itu, data dalam rekam medis harus tercatat akurat untuk meminimalisasi kerugian bagi RS (Hasanah, 2013). Penelitian Hasanah (2013) terhadap kelengkapan pencatatan rekam medis selama trimester I tahun 2013 menemukan sejumlah 45% dari 126 dokumen rekam medis tidak lengkap, dimana data yang tidak lengkap paling banyak terdapat dalam lembar laporan operasi dan anestesi (100%) serta ringkasan masuk dan keluar (100%). Sementara itu, penulisan yang tidak lengkap pada laporan operasi dan ringkasan keluar yaitu belum adanya tanda tangan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Selain itu, terdapat beberapa kekurangan dalam resume medis terutama untuk kondisi lain/ diagnosa sekunder dan hasilhasil pemeriksaan penunjang. Hasil penelitian menunjukkan klaim berdasarkan 5 isian resume rekam medis sebesar Rp 23.988.179,00. Uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan bermanakna dari tangka keparahan dan jumlah klaim sebelum data rekam medis dilengkapi dan setelah data rekam medis lengkap (Hasanah, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tentang penetapan tarif INA CBG’s pada kasus SC di RSUPNCM menjadi hal yang bermanfaat bagi pemerintah maupun RS demi memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) merupakan salah satu RS rujukan utama di Indonesia yang juga menjadi pusat pendidikan utama. Sebagai bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan, RSUPNCM sudah terakreditasi oleh lembaga internasional maupun nasional. Pemberlakuan JKN ini menuntut RSUPNCM untuk dapat menyelaraskan dengan sistem yang berlaku. Hasil survei pendahuluan tahun 2015 menunjukkan terjadinya kenaikan jumlah persalinan SC dari 40% menjadi 64%. Variasi tingkat keparahan penyakit pada kasus SC didominasi oleh level 1 dan level 2, sedangkan level 3 yang menjadi tanggung jawab RSUPNCM di bawah 20%. Dengan demikian, terdapat masalah pada sistem rujukan. Selain itu, RSUPNCM perlu melakukan efisiensi dan penyesuaian tarif agar dapat bersaing dengan tarif BPJS tanpa mengabaikan mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Kenaikan jumlah pasien BPJS dengan model pembiayaan INA-CBG’s memberikan dampak bagi pihak RS untuk menerapkan pola administrasi yang tidak hanya berbasis pelayanan, namun lebih ditekankan pada penyakit. Pencatatan dan perekaman pelayanan yang baik sangat berperan dalam pelayanan kedokteran berbasis bukti yaitu pengendalian pemberian pengobatan dan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan menganut prinsip efisiensi. Keterjaminan pembayaran adalah hal yang utama bagi setiap fasilitas pemberi pelayanan. Oleh karena itu, peneliti menganggap masalah pengelolaan pembiayaan bagi pasien BPJS di RSUPNCM sangat penting. 6 B. Perumusan Masalah Perubahan kebijakan pemerintah dalam pembiayaan kesehatan dan pemberlakuan tarif INA CBG’s di RS memberikan pengaruh terhadap pengelolaan pembiayaan RS termasuk tindakan persalinan SC. Penerapan tarif INA CBG’s di RS tidak terlepas dari berbagai kendala. Salah satunya adalah masalah potensi inefisiensi karena proses pengelolaan klaim tagihan yang tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pemasukan diagnosis, pemasukan ganda, klaim terhadap beberapa tindakan melebihi aturan yang berlaku, dan lain sebagainya. Dengan demikian, diperlukan evaluasi penerapan program JKN di RSUPNCM untuk mengetahui penyebab terjadinya proses klaim yang tidak sesuai. Langkah yang akan dilakukan adalah dengan mengevaluasi kemungkinan adanya human error mulai dari tahapan ketelitian dan kelengkapan data peserta BPJS, diagnosis dan formulir dokter yang belum disesuaikan dengan pengkodingan INA-CBG’s, pemasukan data klaim yang kurang teliti, ketaatan terhadap clinical pathways, hingga penyajian laporan pertanggungjawaban klaim BPJS yang belum sesuai dengan prosedur. Diagnosa akhir dan komplikasi yang dimasukkan sebagai penentu dari besarnya klaim harus mewakili dari seluruh biaya yang dikeluarkan RS. Hal ini membutuhkan keakuratan pengisian rekam medis untuk meminimalisasi kerugian RS. Oleh karena itu, analisis biaya kasus persalinan dengan SC perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada saat ini. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis biaya kasus SC pada penerapan tarif INA-CBG’s era JKN di RSUPN Cipto Mangunkusumo. 2. Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan gambaran tarif INA-CBG’s pada kasus SC era JKN di RSUPN Cipto Mangunkusumo. 7 2. Mendeskripsikan gambaran tarif RS pada kasus SC era JKN di RSUPN Cipto Mangunkusumo. 3. Menganalisis pengurangan kerugian biaya SC pada pasien era JKN di RSUPN Cipto Mangunkusumo. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kebijakan mengenai tarif INA-CBG’s khususnya pada kasus SC yang akan diterapkan di RS. 2. Manfaat bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan dalam melakukan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien khususnya pada kasus SC. 3. Manfaat bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang ilmu manajemen keuangan. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti (tahun) Tujuan Lokasi 1. Bambang Wibowo dan Mardiati Nadjib (2013) Analisis Efisiensi pada selisih klaim INA CBG dan Pendapatan Rumah Sakit di 4 Rumah Sakit Kelas A, Studi Kasus Persalinan Sectio Caesaria 4 RS Kelas A 2. Rita Berlis (2014) Analisis Biaya Pelayanan Jaminan Persalinan dengan tarif INA CBG’s di RS PMI Bogor RS PMI Bogor Desain peneliti an Cross section al Cross section al Variabel Tarif FFS RS, Pendapatan RS, Tarif INA CBG’s, Klaim INA CBG’s, Selisih tarif, Efisiensi Tarif RS, tarif INA CBG’s Sampel 4 RS Hasil Utama 4 RS mempunyai selisih Negatif (2 RS efisien), Perbedaan selisih negatif antar RS sangat lebar, Proporsi biaya pada ke 4 RS mempunyai pola yang tidak seragam, Proporsi biaya jasa medis dan farmasi yang besar mempunyai selisih tarif negatif yang lebar Biaya pelayanan jaminan persalinan dipengaruhi oleh jenis kasus dan lamanya hari rawat inap. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pelayanan jaminan persalinan (tarif RS) antara lain: biaya kamar, biaya bedah, biaya obat dan jasa 8 No Peneliti (tahun) Tujuan Lokasi Desain peneliti an Variabel 3. Oktaviana Muharromah (2010) Perbandingan antara metode pembayaran INA-DRG dengan FFS terhadap efisiensi dan mutu layanan untuk kasus Sectio Caesaria di RSUD Kota Bandung RSUD Kota Bandung Cross section al 4. Hasanah (2013) RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo Cross section al 5. Liastuty, Lies Dina dan Hasbullah Thabrany. (2012). Analisa perbedaan klaim INACBGs Berdasarkan Kelengkapan Data Rekam Medis pada Kasus Emergency Sectio Caesarian Pasien Jamkesmas Bulan Januari 2013. Hubungan antara Kualitas Layanan dan Pembayar pada Kasus Infark Myocard Akut Tarif FFS, tarif INA CBG’s, mutu pelayanan (lama hari rawat, kelengkapan rekam medis dan infeksi pasca operasi) Tarif INA CBG’s, kelengkapan rekam medis) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2009 – 2012 Cross section al Tarif INA CBG’s,Selis ih klaim dan faktor yang berhubunga n dengan selisih klaim Sampel Hasil Utama dokter spesialis Metode pembayaran INADRG gagal mendorong efisiensi untuk kasus SC. Namun, RS memberikan pelayanan yang sama dengan metode pembayaran FFS sehingga tidak terjadi penurunanpada mutu layanan di RSUD Kota Bandung. Kelengkapan penulisan pencatatan rekam medis berpengaruh terhadap diagnosa akhir sebagai penentu dari besarnya klaim dimana besarnya klaim harus mewakili dari segala biaya yang dikeluarkan rumah sakit. Dibutuhkan pendokumentasian rekam medis yang akurat dan lengkap. Faktor-faktor yang berhubungan dengan selisih antara klaim yang diajukan oleh RS dengan yang dibayar oleh penjamin (kode diagnosis, jumlah tindakan sekunder, lama dirawat dan tingkat keparahan penyakit). Tarif INA CBGs tidak sesuai dengan biaya-biaya yang sudah dikeluarkan oleh RS. Perbedaan penelitian ini dengan yang serupa ialah penggunaan data dari RSUPNCM sebagai RS rujukan tersier pada era JKN. Selain itu, penelitian ini merupakan penggabungan dari beberapa penelitian sebelumnya yakni melakukan evaluasi tarif INA CBG’s, menghitung selisih biaya yang ditanggung RS dengan biaya yang dibayarkan oleh BPJS, menelaah data rekam medis, serta menyusun strategi pengendalian biaya agar RS dapat lebih efektif dan efisien dalam 9 memberikan pelayanan kepada pasien, khususnya pasien SC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan tarif yang sudah dievaluasi berdasarkan unit cost.