ANALISIS MOLEKULER DAN EVALUASI UMUR

advertisement
i
ANALISIS MOLEKULER DAN EVALUASI UMUR
BERBUNGA TANAMAN PADI PUTATIF
TRANSGENIK AtCO
FINA FIFIN TRYANI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
ABSTRAK
FINA FIFIN TRYANI. Analisis Molekuler dan Evaluasi Umur Berbunga
Tanaman Padi Putatif Transgenik AtCO. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN
dan ATMITRI SISHARMINI.
Umur berbunga merupakan salah satu karakter penting tanaman berbunga
yang dapat mempengaruhi hasil dan kualitas tanaman tersebut. Pengendalian
umur berbunga ditunjukkan dengan baik pada tanaman model Arabidopsis
thaliana. Hasil riset padi yang berkaitan dengan Arabidopsis thaliana dilaporkan
bahwa gen pengendali pembungaan diatur berdasarkan fotoperiodisitas.
Penyisipan gen pengendali umur berbunga ini telah dilakukan pada tanaman padi
varietas Nipponbare untuk mempercepat umur berbunga dengan
mengintroduksikan gen CONSTANS. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi dan menganalisis respon padi transgenik putatif AtCO pada umur
berbunga dan menguji keberadaan gen-gen faktor transkripsi yang bertanggung
jawab terhadap umur berbunga menggunakan teknik PCR. Analisis PCR
menggunakan primer spesifik serta DNA genom padi sebagai cetakan, sedangkan
analisis ekspresi gen AtCO pada tingkat transkripsi dilakukan dengan cara isolasi
RNA total. Sintesis cDNA dilakukan dengan reverse transcription-PCR (RTPCR) dan amplifikasi produk gen AtCO dengan cDNA sebagai cetakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 80 tanaman putatif transgenik AtCO terdapat
35 tanaman yang positif mengandung gen AtCO. Evaluasi umur berbunga
terhadap 35 tanaman padi yang telah positif AtCO menunjukkan umur berbunga
yang lebih cepat, yakni berkisar antara 63-67 hari dibandingkan tipe liarnya yang
memiliki umur berbunga 68 hari. Analisis ekspresi gen AtCO pada 5 tanaman
terpilih menunjukkan bahwa 1 tanaman mengekspresikan gen AtCO yang
diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA produk PCR dari cetakan cDNA.
iii
ABSTRACT
FINA FIFIN TRYANI. Molecular Analysis and flowering time evaluation of Rice
Plant Putative AtCO. Under direction of EMAN KUSTAMAN and ATMITRI
SISHARMINI.
The timing of flowering is an important character which impact yield and
quality in crop plant. The flowering time control is best understood in the model
Arabidopsis (Arabidopsis thaliana). Recent result from rice plant research to be
related with Arabidopsis thaliana reported that flowering control is manage with
fotoperiodism. Insertion of flowering gene control was done on Nipponbare rice
plant to hasten of flowering time with transfer CONSTANS gene. The aim of
research are evaluation and analys response transgenic rice plant putative AtCO
for flowering time, and testing genes existence transcriptional factor which is
responsible on flowering time use PCR method. PCR analysis use spesific primer
and DNA genom as template, meanwhile for expression analysis of AtCO gene on
transcriptional level done by isolation total RNA. cDNA sintesis doing by reverse
transcription-PCR (RT-PCR) and amplification AtCO gene product with cDNA as
a template. Result of this research showed that out of 80 transgenic plants putative
AtCO there are 35 positive plants containing AtCO gene. Flowering time
evaluation for 35 rice plants positive AtCO showed earlier flowering time are
during 63 until 67 days than their wildtype plant are 68 days. Expression analysis
of AtCO gene on 5 plants showed that only one plant expressed AtCO gene that
indicated by PCR product from cDNA template.
iv
ANALISIS MOLEKULER DAN EVALUASI UMUR
BERBUNGA TANAMAN PADI PUTATIF
TRANSGENIK AtCO
FINA FIFIN TRYANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
v
Judul Skripsi : Analisis Molekuler dan Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi
Putatif Transgenik AtCO
Nama
: Fina Fifin Tryani
NIM
: G84070023
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Eman Kustaman
Ketua
Atmitri Sisharmini, M.Si.
Anggota
Diketahui
Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
berkehendak atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2011 sampai
Agustus 2011 yang bertempat di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah
Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor dengan judul Analisis Molekuler dan
Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi Putatif Transgenik AtCO.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Eman Kustaman selaku
pembimbing utama yang telah memberikan saran, bimbingan, dan masukanmasukannya, selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Atmitri
Sisharmini, M.Si dan Aniversari Apriana, M.Si. selaku pembimbing kedua serta
kepada Dr. Tri Joko Santoso, S.P. M.Si. atas arahan, saran, serta semangat yang
diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada Kak Dewi Praptiwi, kak Falin Fakhrina, kak Ruth Maduma,
dan teman-teman Biokimia 44 atas dukungan, bantuan, dan semangatnya selama
pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu,
dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan doa-doanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertanian (BB Biogen), penulis pada khususnya, dan semua pihak pada
umumnya.
Bogor, Oktober 2011
Fina Fifin Tryani
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 23 Februari 1988
dari ayahanda Maman Sutarman A.Ma dan Ibu Nunung Nurjanah. Penulis
merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA
Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik
Lapangan di Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Penelitian dan
Bioteknologi Pengembangan dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen),
penulis juga terlibat aktif menjadi pengurus Forum Silaturrahim Mahasiswa
Alumni ESQ IPB (FOSMA IPB), pada divisi Training periode 2007/2008 dan
pengurus FOSMA Bogor pada divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM) periode 2009/2010, serta organisasi daerah (OMDA) Ciamis, yakni
Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC). Selain itu penulis juga pernah
aktif sebagai pengurus himpunan profesi (HIMPRO) Biokimia, Community of
Research and Education in Biochemistry (CREBs) sebagai badan pengawas divisi
Bioanalisis periode 2008/2009. Penulis juga aktif sebagai pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (BEM
FMIPA) sebagai sekretaris pada Departemen Pengembangan Potensi dan Sumber
Daya Mahasiswa (PPSDM) periode 2009/2010. Selain itu, penulis juga pernah
bergabung dalam beberapa kepanitiaan, di antaranya Training ESQ untuk
Mahasiswa baru IPB angkatan 47, SPIRIT (Sport Competition and Art Festival on
MIPA Faculty) 2010 dan SPIRIT 2009, Biokimia Expo 2010, Seminar Kanker
2009, kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas dan Masa Perkenalan Departemen
2009, dan meet Biokimia 2009.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN...............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................
Tanaman Padi .................................................................................................
Gen CONSTANS .............................................................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR) ................................................................
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) .....................
Elektroforesis DNA ........................................................................................
2
2
2
3
4
5
BAHAN DAN METODE ...................................................................................
Bahan dan Alat ...............................................................................................
Metode ............................................................................................................
6
6
6
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 8
Hasil Penanaman Padi NCO........................................................................... 8
Hasil Amplifikasi Gen CONSTANS ............................................................... 9
Evaluasi Umur Berbunga ............................................................................... 10
Analisis Ekspresi Gen CONSTANS ................................................................ 11
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 13
Simpulan......................................................................................................... 13
Saran ............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13
LAMPIRAN ........................................................................................................ 16
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Regulasi gen CONSTANS pada hari pendek dan hari panjang ........................
3
2 Tahapan umum PCR ........................................................................................
4
3 Denaturasi protein ............................................................................................
6
4 Pembentukan ikatan silang pada gel poliakrilamid ..........................................
6
5 Alur penanaman padi .......................................................................................
9
6 Elektroforegram tanaman padi menggunakan primer CO ............................... 10
7 Proses pembungaan padi .................................................................................. 11
8 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer aktin dan primer CO ......... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Alur penelitian.................................................................................................. 17
2 Proses umum isolasi DNA padi ....................................................................... 18
3 Komposisi larutan yang digunakan .................................................................. 19
4 Isolasi RNA ...................................................................................................... 20
5 Data hasil spektrofotometri DNA ................................................................... 21
6 Evaluasi umur berbunga, umur panen, dan tinggi tanaman ............................. 23
1
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman sereal penting
bagi 111 negara di dunia yang meliputi
seluruh negara Asia, Afrika, Amerika, dan
Australia. Selain itu, padi merupakan salah
satu makanan pokok bagi sebagian besar
penduduk di dunia (Wing et al. 2005).
Sebagian besar tanaman padi diproduksi dan
dikonsumsi di Asia (Kibria et al. 2008). Padi
memegang peranan paling penting di antara
berbagai sumber bahan pangan dan
penyediaannya yang mendukung ke arah
ketahanan pangan nasional. Kebutuhan
pangan dunia setiap tahunnya semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya
petumbuhan penduduk dan perkembangan
industri pangan. Namun, pada kenyataannya
produsen pangan tidak mampu memenuhi
kebutuhan
konsumen
yang
semakin
meningkat dan beragam (Praptiwi 2010).
Perbaikan dan peningkatan kualitas
produksi pertanian untuk beberapa tahun yang
lalu masih dapat dipertahankan, karena
ketersediaan sumber daya alam dan teknologi
pertanian cukup memadai dan berimbang
dengan ketersediaan lahan dan peningkatan
jumlah penduduk. Keadaan ini sulit untuk
dipertahankan di masa yang akan datang,
kecuali
ada
pendekatan
baru
yang
menawarkan
ide
dan
teknik
untuk
meningkatkan
produktivitas
pertanian.
Penggunaan rekayasa genetika memiliki
potensi untuk menjadi solusi dari ancaman
krisis pangan tersebut. Rekayasa genetika
merupakan transplantasi satu gen ke gen lain
dalam suatu organisme sehingga dapat
menghasilkan suatu produk. Tujuan rekayasa
genetika antara lain meningkatkan produksi,
meningkatkan ketahanan terhadap herbisida,
meningkatkan kandungan gizi, toleransi
terhadap cekaman biotik dan abiotik.
Keunggulaan rekayasa genetika adalah
mampu memindahkan materi genetik dari
sumber yang sangat beragam dengan
ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu
yang lebih singkat. Rekayasa genetika
diharapkan dapat membantu mengatasi
permasalahan pembangunan pertanian yang
tidak
lagi dapat
dipecahkan secara
konvensional. Salah satu produk dari rekayasa
genetika
adalah
tanaman
transgenik.
Pemindahan gen ke dalam genom lain tidak
mengenal batas jenis maupun golongan
organisme (Winarno & Agustina 2007).
Siklus hidup tanaman terdiri atas dua tahap
perkembangan, vegetatif dan reproduktif.
Tahap pembungaan menjadi salah satu
karakteristik penting dalam siklus hidup.
Perubahan menuju tahap reproduksi dari tahap
vegetatif diawali oleh perubahan bunga pada
jaringan meristem apikal. Perubahan tersebut
pada sebagian besar tanaman dipengaruhi oleh
linkungan dan tahapan perkembangan. Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah
cahaya, vernalisasi dan hormon (Soo Shin et
al. 2003). Umur berbunga merupakan salah
satu karakter penting tanaman berbunga yang
dapat mempengaruhi hasil dan kualitas
tanaman tersebut. Mekanisme genetik dan
fisiologi telah berkembang untuk memastikan
bahwa umur
pembungaan terjadi pada
kondisi yang paling menguntungkan untuk
penyerbukan, perkembangan, dan penyebaran
biji. Kondisi tersebut dapat diaplikasikan
dalam bidang pertanian untuk meningkatkan
kuantitas pertanian (Laurie et al. 2004). Studi
genetik
pengendalian
umur
berbunga
ditunjukan dengan baik oleh tanaman model
Arabidopsis thaliana. A. thaliana merupakan
tanaman dari famili Brassicaceae dengan
ukuran genom 125-130 mega pasang basa
yang merupakan ukuran genom terkecil dari
kelompok tanaman tingkat tinggi. Hasil riset
padi yang berkaitan dengan A. thaliana
dilaporkan bahwa gen pengendali umur
berbunga diatur berdasarkan fotoperiodisitas
atau lamanya penyinaran. Aplikasi gen
pengatur pembungaan dalam tanaman sereal
dimungkinkan akan memberikan keuntungan
yang lebih tinggi (Izawa 2007).
Penyisipan gen pengendali umur berbunga
telah dilakukan pada tanaman padi varietas
Nipponbare untuk mempercepat umur
berbunga dengan mengintroduksikan gen
CONSTANS yang diisolasi dari Arabidopsis
thaliana. Introduksi gen CONSTANS ini telah
berhasil mempercepat pembungaan 2 minggu
lebih awal dibandingkan dengan nontransgenik. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan mengevaluasi umur berbunga padi,
menganalisis respon padi transgenik putatif
AtCO, dan menguji keberadaan gen faktor
transkripsi (ekspresi) yang bertanggung jawab
terhadap umur berbunga menggunakan teknik
PCR. Hipotesis dari penelitian ini adalah
tanaman padi yang telah disisipi gen
CONSTANS akan memiliki umur berbunga
yang lebih cepat daripada tipe liarnya (wild
type). Peningkatan pemahaman tentang
kontrol berbunga akan membantu pemulia
tanaman dalam pemilihan varietas dengan
peningkatan adaptasi terhadap lingkungan
yang ada atau dengan lingkungan baru yang
timbul dari perubahan iklim. Manfaat
2
Penelitian ini berguna dalam program
pembuatan tanaman padi unggul dan
komersial memliki sifat pembungaan lebih
cepat. Manfaat jangka panjang adalah
meningkatkan produktivitas tanaman padi
secara berkelanjutan untuk menjaga kondisi
ketahanan pangan nasional.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman semusim yang
berumpun kuat dengan tinggi tanaman 0.5-2
m, helai daun berbentuk garis, sebagian besar
bertepi kasar dan panjangnya 15-80 cm, serta
memiliki malai dengan panjang 14-40 cm
yang tumbuh ke atas dan ujungnya
menggantung. Malai padi berupa bulir yang
beraneka ragam, kadang berjarum pendek atau
panjang, licin atau kasar berwarna hijau atau
coklat, gundul atau berambut dengan ukuran
7-10 cm. Bulir yang masak akan
menghasilkan buah yang kaya akan pati.
Tanaman padi umumnya tumbuh di tempat
yang basah atau rawa, tetapi adapula yang
tumbuh di darat, seperti padi gogo. Tanaman
padi
diklasifikasikan
pada
divisi
Sphermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledoneae, bangsa Polales
(Glumiflorae), suku Gramineae, marga Oryza,
dan jenis Oryza stiva L (Remelia 2008).
Padi termasuk dalam suku padi-padian
atau Poeceae. Padi memiliki akar serabut,
daun
berbentuk
lanset
atau
sempit
memanjang, urat daun sejajar, memiliki
pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga
majemuk dengan satuan bunga berupa floret
atau spikelet, serta buah dan biji yang sulit
dibedakan karena merupakan bulir atau
kariopsis (Gardener 1991). Bunga padi
memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala
putik (stigma) bercabang dua berbentuk botol.
Kedua organ seksual ini umumnya siap
bereproduksi dalam waktu yang bersamaan.
Padi melakukan penyerbukan sendiri, karena
95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur
tanaman yang sama. Satu set genom padi
terdiri atas dua belas kromosom. Setiap sel
padi memiliki dua belas pasang kromosom,
kecuali sel seksual sehingga disebut juga
tanaman diploid (Tjitrosoepomo 1987).
Padi lokal merupakan plasma nutfah yang
potensial sebagai sumber gen-gen yang
mengendalikan sifat-sifat penting pada
tanaman. Keragaman genetik yang tinggi pada
padi lokal dapat dimanfaatkan dalam program
pemuliaan padi secara umum (Hairmansis et
al. 2005). Remelia (2008) menyebutkan
terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan
manusia yaitu Oryza sativa yang berasal dari
daerah hulu sungai di kaki Pegunungan
Himalaya (India dan Tibet) dan O. glaberrima
yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai
Niger). O. sativa terdiri atas dua varietas yaitu
Indica dan Japonica.
Variasi genetik pada padi beras putih
cukup tinggi, mulai dari bentuk butir gabah
kecil-bulat (kelompok Japonica-Javanica),
panjang-langsing (kelompok Indica), sampai
pada variasi warna (Utami et al. 2010). Padi
kultivar Nipponbare merupakan jenis padi
yang termasuk dalam varietas Japonica
dengan karakteristik umumnya berumur
panjang, postur tanaman tinggi mencapai 110
sampai 120 cm, namun mudah rebah, anakan
produktif 14 sampai 17 batang, warna kaki
hijau, warna batang hijau, daun tebal, warna
daun telinga putih, warna daun hijau, muka
daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun
tegak, warna gabah kuning bersih, paleanya
memiliki bulu (awn), bijinya cenderung bulat
dan bentuk tanaman tegak. Beras yang
dihasilkan padi Nipponbare mengandung
komponen amilosa lebih sedikit dan lebih
banyak amilopektin dibandingkan dengan
jenis-jenis lainnya. Selain itu, padi
Nipponbare menghasilkan anakan yang lebih
sedikit dibanding padi Indica (Abdullah et al.
2008). Tanaman padi ini sering digunakan
sebagai model penelitian bagi tanaman
monokotil. Beberapa alasan yang mendukung
penggunaan tanaman tersebut, antara lain
ukuran genomnya relatif kecil (430 Mbp),
mudah ditransformasi, memiliki ketersediaan
informasi molekuler dan genetik, serta
memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Kolesnik
et al. 2004).
Gen CONSTANS
CONSTANS (CO) merupakan salah satu
gen yang dapat mengendalikan waktu
berbunga pada tanaman berbunga Arabidopsis
thaliana (Robson et al. 2000). Gen
CONSTANS merupakan gen yang mengkode
faktor transkripsi zinc—finger dengan kadar
mRNA naik dan turun yang dikendalikan oleh
ritme sirkadian (jam biologi) (Putterill et al.
1995). Translasi mRNA CONSTANS (mRNA
CO) menghasilkan faktor transkripsi yang
mengaktifkan sejumlah gen, termasuk
Flowering Locus T (FT), yaitu suatu gen yang
diperlukan untuk memulai perubahan pucuk
apikal dalam pucuk bunga (Lagercrantz
2009). mRNA CONSTANS tinggi pada awal
pagi dan menurun selama siang hari kemudian
3
naik kembali pada sore hari. Protein
CONSTANS (protein CO) dengan cepat
didegradasi (dalam proteosom) selama pagi
dan siang hari serta selama malam (SuarezLopez et al 2001; Mizoguchi et al. 2005).
Degradasi protein ini dipicu oleh cahaya pagi
(kaya akan 660 nm) yang dimediasi oleh
fitokrom B (fit. B). Ketika sore hari, jika hari
cukup lama, degradasi protein CO berhenti.
Hal ini diperantarai oleh absorbs cahaya
merah oleh fitokrom A (Fit. A), dan cahaya
biru oleh kriptokrom (Valverde et al. 2004;
Laubinger et al. 2006).
Akumulasi protein CO dimungkinkan
berfungsi untuk mengaktifkan transkripsi gen
(contoh FT) yang diperlukan untuk induksi
pembungaan (Kardailsky et al. 1999;
Kobayashi et al. 1999; Corbeiser et al. 2007).
Pada hari yang pendek, dengan munculnya
malam sebelum munculmya mRNA CO,
protein CO yang disintesiskan untuk
menginduksi pembungaan tidak cukup.
Aturan ritme sirkadian (jam biologi) dan
cahaya pada tumbuhan berhari pendek belum
dipahami dengan baik. Studi pada padi
menunjukkan bahwa mekanisme yang
dijelaskan pada Arabidopsis dapat bekerja
tetapi dengan peran gen CONSTANS sebagai
suppressor Flowering Locus T dan sebagai
inhibitor pembungaan dibawah hari yang
panjang (Lagercrantz 2009).
Protein CO terdegradasi pada saat gelap,
sehingga CO hanya dapat berfungsi apabila
mRNA CO juga terekspresi sebelum gelap.
Regulasi CO pada hari pendek menunjukkan
bahwa fitokrom B akan mengendalikan FKF1
dan GI. FKF1 dan GI tidak dapat bekerja pada
malam hari dan digantikan oleh SPA. Protein
CO pada hari pendek akan terdegradasi
sepanjang hari. Penekanan mRNA CO oleh
CDF1 dihentikan melalui aksi FKF1 dan GI,
menghasilkan peningkatan ekspresi CO pada
sore hari. Protein CO akan stabil melalui aksi
fitokrom A dan kriptokrom 2. Hal ini
menyebabkan protein CO stabil yang akan
membentuk kompleks dengan HAP (haem
activator protein) yang berikatan dengan
promotor FT yang akan mentranslasikan
protein FT. Protein ini akan diteruskan
melalui floem hingga ke SAM untuk
menginduksi pembungaan (Gambar 1).
Fitokrom A dan kriptokrom 2 responsif
terhadap cahaya merah dan cahaya biru,
masing-masing meningkatkan stabilitas CO
pada akhir hari dengan menurunkan
degradasi. Sementara itu, fitokrom B
mereduksi CO pada cahaya merah pada pagi
hari. Hal ini sesuai dengan pengaruh
fotoreseptor terhadap pembungaan. Mutasi
fitokrom B akan mempercepat pembungaan,
sedangkan mutasi fitokrom A dan kriptokrom
2
akan
memperlambat
pembungaan
(Lagercrantz 2009).
Gambar 1 Regulasi gen CONSTANS pada hari
pendek
dan
hari
panjang
(Lagercrantz 2009).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983, ia
memperoleh Nobel pada tahun 1994. PCR
dapat diaplikasikan dalam analisis genetik,
seperti diagnosis medis dan forensik. PCR
merupakan metode untuk mengamplifikasi
fragmen DNA spesifik dalam jumlah besar
secara in vitro dari sejumlah kecil cetakan
awal. Komponen yang dibutuhkan dalam
reaksi PCR adalah DNA target, primer, Taq
DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat
(dNTP), dan bufer PCR. Perbanyakan
fragmen DNA dilakukan secara selektif dan
spesifik oleh sepasang oligonukletida yang
dikenal sebagai primer. DNA polimerase yang
digunakan berasal dari bakteri termofilik,
yaitu Taq Polimerase. Enzim tersebut diisolasi
dari bakteri Thermus aquaticus yang
tergolong dalam Archaea termofilik. Enzim
ini memiliki stabilitas termal yang tinggi,
aktivitasnya saat siklus pemanasan pada suhu
4
95oC. Primer merupakan sekuen DNA pendek
dengan frekuensi 15 hingga 25 panjang basa
dan berutas tunggal. PCR melibatkan tahap
pemisahan utas DNA pada suhu tinggi
(denaturasi), tahap penempelan primer
(annealing), dan tahap pemanjangan primer
menjadi utas baru DNA (elongasi) oleh enzim
DNA polimerase (Gambar 2) (Mikkelsen &
Corton 2004).
Tahap denaturasi merupakan tahap awal
reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi,
yaitu 94°C hingga 96°C selama 5 menit.
Tahap denaturasi bertujuan memisahkan utas
ganda DNA menjadi utas tunggal dengan
memutuskan ikatan hidrogen antar pasang
basa. Pemisahan ini menyebabkan DNA
menjadi tidak stabil dan siap menjadi cetakan
bagi primer. Chakrabarti (2004) menyebutkan
bahwa peran energi panas dapat menggantikan
fungsi enzim helikase, girase, dan protein
pelindung utas tunggal (PPUT) sekaligus pada
proses replikasi DNA di dalam sel (in vivo).
Tahap kedua adalah penempelan primer atau
annealing pada kisaran suhu antara 42°C65°C. Tahapan ini akan memberikan kondisi
optimum bagi proses penempelan primer pada
DNA cetakan. Suhu penempelan tersebut
bersifat spesifik yang merupakan rata-rata dari
nilai Tm (temperature melting) yang dimiliki
masing-masing primer, yaitu forword (5’-end)
dan reverse (3’-end). Primer menempel pada
bagian DNA cetakan yang memiliki urutan
basa yang bersifat komplementer dengan
urutan basa primer. Tahap ini di dalam
replikasi sel berfungsi sebagai inisiasi sintesis
DNA oleh primase untuk membentuk RNA
primer pada situs ori (Chakrabarti 2004).
Tahap ketiga adalah perpanjangan primer
atau primer extention yang bertujuan
memberikan kondisi optimum bagi kerja
enzim Taq polimerase dalam memanjangkan
primer untuk membentuk utas DNA baru.
Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran
Taq polimerase dapat menggantikan fungsi
enzim DNA polimerase III, DNA polimerase
I, dan ligase di dalam replikasi sel. Suhu yang
digunakan pada proses ini tergantung dari
jenis DNA polimerase yang dipakai. Durasi
tahap ini biasanya satu menit. Akibat
denaturasi dan renaturasi, beberapa utas baru
menjadi cetakan bagi primer lain dan akhirnya
tedapat utas DNA yang panjangnya dibatasi
oleh primer yang dipakai. Amplifikasi DNA
diulang sebanyak 30-40 siklus pengulangan.
Proses penggandaan DNA terjadi pada setiap
siklus, sehingga DNA hasil amplifikasi akan
bertambah secara logaritmik seiring dengan
bertambahnya siklus PCR. Fase ini akan
berhenti pada siklus tertentu dan berhenti
menjadi fase plateau pada akhir siklus.
Gambar 2 Tahapan umum PCR meliputi (1)
denaturasi,
(2)
penempelan
primer, (3) perpanjangan primer
(Vierstraete & Vanfleteren 1999).
Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR)
Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR) merupakan salah satu
teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi
RNA yang memiliki kestabilan yang lebih
rendah dibandingkan DNA (Sudjadi 2008).
Teknik PCR ini dapat diterapkan untuk studi
RNA apabila RNA telah ditranskripsi balik
menjadi cDNA sehingga dapat dijadikan
cetakan dalam proses PCR. cDNA atau
complementary DNA merupakan DNA hasil
proses transkripsi balik menggunakan RNA
sebagai cetakan. RT-PCR merupakan metode
paling sensitif untuk deteksi dan kuantifikasi
mRNA. Teknik ini antara lain dapat
digunakan untuk pembuatan pustaka cDNA,
mengidentifikasi
mutasi
maupun
polimorfisme pada skuen hasil transkripsi.
Teknik ini hanya membutuhkan RNA dalam
jumlah sedikit dan toleran terhadap RNA
target yang terdegradasi (Joyce 2002).
RT-PCR dapat dilakukan melalui satu atau
dua tahap. RT-PCR satu tahap dilakukan,
seperti PCR konvensional yang diawali
dengan pembuatan cDNA. Reaksi ini tidak
memerlukan penambahan pereaksi di antara
tahap RT dan amplifikasi PCR. Namun,
AmpErase UNG (urasil-N-glikosilase) tidak
5
dapat digunakan karena adanya UNG pada
teknik PCR satu tahap akan menghilangkan
cDNA yang telah disintesis. RT-PCR dua
tahap terdiri atas dua tahap terpisah, yakni
tahap sintesis cDNA dan tahap amplifikasi
cDNA. Tahap pertama merupakan penyalinan
RNA menjadi cDNA menggunakan enzim
reverse transcriptase dengan RNA sebagai
cetakan. Primer yang digunakan pada tahap
ini umumnya ada tiga jenis, yaitu oligo dT,
gene
specific
primer,
dan
random
hexanucleotide. cDNA yang diperoleh akan
diamplifikasi pada tahap ke dua dengan
menggunakan teknik PCR. RT-PCR dua tahap
berguna untuk mendeteksi transkripsi ganda
dari reaksi cDNA tunggal atau apabila cDNA
akan disimpan untuk penggunaan selanjutnya
(Applied Biosystem 2003).
Elektroforesis DNA
Elektroforesis merupakan salah satu teknik
penapisan utama dalam biologi molekuler.
Elektroforesis dapat
digunakan untuk
memisahkan dan memurnikan fragmenfragmen DNA ataupun RNA yang memiliki
muatan listrik di bawah pengaruh medan
listrik.
Prinsip
elektroforesis
adalah
memisahkan molekul berdasarkan muatannya.
DNA yang bermuatan negatif karena adanya
gugus fosfat akan bergerak ke arah kutub
positif selama elektroforesis. Fragmen DNA
mempunyai muatan negatif yang sama untuk
tiap-tiap ukuran panjang sehingga pergerakan
DNA ini akan memiliki kecepatan yang sama
untuk mencapai kutub positif (Clark &
Christopher 2008).
Pergerakan yang sama antar molekul DNA
tidak dapat digunakan untuk memisahkan
DNA berdasarkan ukurannya. Elektroforesis
makromolekul,
seperti
asam
nukleat
memerlukan matriks penyangga untuk
mencegah terjadinya difusi karena timbulnya
panas dari arus listrik yang digunakan. Gel
poliakrilamid dan agarosa merupakan matriks
penyangga yang banyak dipakai untuk
separasi protein dan asam nukleat karena
dapat memperlambat pergerakan DNA. Gel
ini merupakan polimer sehingga akan
membentuk semacam jaring-jaring untuk
memerangkap DNA. DNA dengan ukuran
yang lebih besar akan lebih sulit untuk
melewati lubang atau pori dari gel sehingga
DNA dengan sendirinya akan terpisah
berdasarkan
besarnya
ukuran
karena
kemampuan DNA yang berbeda-beda dalam
melewati pori dalam gel. Media pendukung
yang digunakan dalam elektroforesis,
antara lain kertas atau membran selulosa, gel
pati, gel poliakrilamid, dan gel agarosa (Clark
& Christopher 2008).
Teknik elektroforesis terdiri atas dua
macam, yaitu elektroforesis gel dan
elektroforesis SDS PAGE. Elektroforesis gel
merupakan teknik utama dalam biologi
molekuler dan biasa dilakukan untuk tujuan
analisis, namun dapat pula digunakan sebagai
teknik preparatif untuk memurnikan molekul
sebelum digunakan dalam metode-metode
sekuensing DNA, atau immuno blotting yang
merupakan metode-metode karakterisasi lebih
lanjut. Gel yang biasa digunakan adalah
agarosa yang berasal dari ekstrak rumput laut
yang telah dimurnikan. Prinsip elektroforesis
gel adalah molekul DNA yang bermuatan
negatif di dalam medan listrik akan bermigrasi
melalui matriks gel menuju kutub positif
(anode). Semakin besar ukuran molekul DNA,
laju migrasi semakin rendah. Berat molekul
suatu fragmen DNA dapat diperkirakan
dengan membandingkan laju migrasinya
dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul
DNA standar (DNA marker) yang telah
diketahui ukurannya.
Visulisasi DNA dilakukan di bawah
paparan sinar UV setelah terlebih dahulu gel
dalam pembuatannya ditambahkan larutan
EtBr. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA
adalah gel direndam di dalam larutan EtBr
sebelum dipaparkan di atas sinar UV. Marka
atau penanda yang digunakan pada proses
running merupakan campuran molekul
dengan ukuran berbeda-beda yang dapat
digunakan untuk menentukan ukuran molekul
dalam pita sampel. Setelah tahap running
selesai, dilakukan metode staining dan
destaining. Metode staining adalah pewarnaan
gel agarosa yang dilakukan dengan
menggunakan larutan etidium bromida (EtBr)
selama 10 menit. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar molekul sampel berpendar dalam
sinar ultraviolet. Metode destaining atau
penghilangan warna dilakukan dengan cara
memasukkan gel ke dalam air (akuades)
selama 5 hingga 10 menit (Clark &
Christopher 2008).
Teknik elektroforesis dengan SDS PAGE
meliputi pembuatan gel pemisah (separating
gel), pembuatan gel pengumpul (stacking gel),
pemanasan sampel, running dengan arus 28A
tegangan 110V atau 30A dan teganagan 130
V, proses pewarnaan (staining) selama 20
menit, dan proses pencucian (destaining)
selama 20 menit. Elektroforesis gel
poliakrilamid (PAGE) dengan suatu detergen
anion, sodium dodesil sulfat (SDS) digunakan
untuk
memisahkan
subunit
protein
6
berdasarkan ukuran. Protein dilarutkan di
dalam suatu larutan penimbal yang
mengandung SDS dan agen penurun,
merkaptoetanol atau ditiotreitol, untuk
memecah protein menjadi subunit dan
menurunkan
ikatan
disulfat.
Protein
bergabung dengan SDS menjadi bermuatan
negatif, dan dipisahkan berdasarkan ukuran.
Fungsi SDS adalah sebagai pendenaturasi
protein, membentuk kompleks dengan protein,
sehingga protein berbentuk lurus dan
bermuatan negatif (Gambar 3). Matrik gel
poliakrilamid terbentuk melalui pemolimeran
akrilamid dengan reagen pemaut silang
(cross-linking)
N.N’-metilen-bisakrilamid
tetra metal etilen diamin (TEMED), sumber
radikal bebas, dan amonium persulfat
(Gambar 4).
Sebelum ditambah SDS
Gugus R
Area Hidrofobik
Setelah ditambah SDS
Gambar 3 Denaturasi protein.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan untuk
penumbuhan padi adalah padi transgenik
Nipponbare dan padi Nipponbare tipe liar
sebagai pembanding (kontrol negatif), tanah,
pupuk (NPK), aquades, dan kertas saring.
Isolasi DNA tanaman padi menggunakan daun
padi, etanol 70%, etanol absolut, dan bufer
ekstraksi yang mengandung NaCl 5 M, TrisHCl 1 M, etilendiamin tetraasetat (EDTA) 0.5
M, setiltrimetil ammonium bromide (CTAB),
polivinil pirolidon (PVP), dan merkap toetanol. Selain itu digunakan pula larutan
kloroform isoamilalkohol (chisam), Na-asetat,
RNase, dan larutan TE (Tris-EDTA). Reaksi
PCR menggunakan bufer PCR, MgCl2,
dNTP, sepasang primer, DNA, dan taq
polimerase (Faststart). Bahan-bahan yang
digunakan untuk elektroforesis adalah loading
dye, 1 x bufer TAE, agarosa, DNA hasil PCR,
marker 1 kb ladder (invitrogen), etidium
bromida, dan aquades. Sekuen primer yang
digunakan adalah Forward CO 5’-AAT AGG
ATC CGC TCC CAC ACC ATC AAA CT 3’ dan Reverse CO 5’-AGT CAG TCG ACG
CCA CAG GAG TCT CAG AAT G-3’ dan
Forward primer aktin 5’-TCC ATC TTG
GCA TCT CTC AG-’3 1 µL, Reverse primer
aktin 5’-GTA CCC GCA TCA GGC ATC-’3
1 µL
Alat-alat yang digunakan adalah gunting,
microfuge, mikropipet, neraca analitik,
autoklaf, mortar, vorteks, spektrofotometer,
UV Illuminator ChemiDoc EQ (Biorad),
elektroforesis, spin, tip, labu Erlenmeyer,
tabung mikro, kuvet, kertas aluminium,
stopwatch, penangas air, microwave, gelas
ukur, baki gel agarosa, mesin PCR PTC-100.
Metode
Inisiasi polimerasi
Gambar 4 Pembentukan ikatan silang pada gel
poliakrilamid.
Penumbuhan Padi
Penumbuhan padi dilakukan secara
bertahap. Padi disemai dalam cawan petri
yang telah dialasi kertas saring. Penyiraman
dilakukan setiap hari untuk menghindari
kekeringan. Penyemaian dalam cawan Petri
dilakukan selama 10 hari. Padi yang sudah
cukup tinggi dipindahkan ke dalam bak secara
berkelompok. Setelah sekitar dua minggu
dalam bak maka padi dipindahkan ke dalam
ember dan disimpan di rumah kaca. Padi yang
ditanam terdiri atas 8 galur, yakni 7 galur
tanaman padi putatif AtCO, yakni galur NCO
211, 214, 215, 221, 231, dan galur 233, dan 1
galur tipe liar (Nipponbare).
7
Isolasi DNA Padi
Isolasi DNA dilakukan berdasarkan pada
metode CTAB yang mengacu pada Shure et
al. (1983) dan Doyle & Doyle (1987).
Metode ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu
persiapan ekstrak sel, pemurnian DNA, dan
pemekatan DNA. Preparasi ekstrak sel
dimulai dengan perendaman daun padi yang
ditempatkan pada tabung mikro 2 mL dengan
liquid nitrogen (LN) kemudian digerus
menggunakan sumpit dan ditambahkan bufer
ekstraksi sebanyak 1000 µL. Hasil gerusan
diinkubasi di dalam penangas air pada suhu
65 oC selama 15 menit, kocok (bolak-balik
tabung) setiap 5 menit sekali. Pemurnian
DNA dilakukan melalui penambahan natrium
asetat 3M sebanyak 100 µL dan kloroform
isoamilalkohol sebanyak 1000 µL ke dalam
tabung, kemudian dikocok hingga merata.
Suspensi selanjutnya disentrifus dengan
kecepatan 12000 rpm
selama 5 menit.
Pemekatan DNA dilakukan
dengan
penambahan natrium asetat 3M sebanyak 70
µL(1/10 volume) dan etanol absolut sebanyak
520 µL (2/3 volume) ke dalam supernatan dan
dicampur perlahan. Sampel disentrifus pada
kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Pelet
yang diperoleh dicuci dengan 500 µL etanol
70%. Campuran disentrifus kembali selama 3
menit pada kecepatan 12000. Pelet
selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 5
menit. Pelet yang telah kering dilarutkan
dalam bufer TE yang mengandung
ribonuklease sebanyak 50 µL dan diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 30 menit.
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA dengan
Spektrofotometer
Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan
berdasarkan metode Sambrook dan Russel
(1989). Metode ini dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer menggunakan
2 µL sampel DNA dan 498 µL air steril.
Mula-mula disiapkan kuvet dan perlengkapan
untuk spektrofotometer. Alat dinyalakan dan
diatur display untuk pengukuran kuantitas
DNA. Sebanyak 400 µL bufer TE atau
akuades dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet
dimasukkan ke tempat pengukuran. Kuvet
dicuci, selanjutnya dimasukkan sebanyak 2
µL DNA ditambahkan dengan 498 µL bufer
TE. Kuvet ditutup, dimasukkan dalam tempat
pengukuran.
Angka yang muncul pada layar merupakan
konsentrasi dari DNA sampel yang diukur dan
dicatat. Kualitas DNA ditentukan pada OD
260/280 yang merupakan nilai kemurnian dari
sampel. DNA yang murni mempunyai OD
260/280 = 1.8 hingga 2.0. Apabila nilainya
kurang dari 1.8 maka sampel DNA masih
mengandung kontaminan protein, dan untuk
menghilangkannya ditambahkan proteinase.
Apabila nilainya lebih dari 2.0 maka sampel
DNA masih mengandung kontaminan RNA,
dan untuk menghilangkannya ditambahkan
ribonuklease. Tahap selanjutnya DNA
diencerkan dengan konsentrasi akhir 50 ng/µL
untuk proses amplifikasi PCR.
Amplifikasi DNA dengan PCR
Amplifikasi DNA padi mula-mula
disiapkan tabung mikro untuk membuat
campuran reaksi amplifikasi. Setiap tabung
diisi dengan reaksi amplifikasi yang terdiri
atas 2 µL buffer PCR , 0.6 µL MgCl2 50 mM,
0.4 µL dNTP mix 10 mM, 2 µL campuran
primer gen CO (forward dan reverse), 0.16
U/µL Taq polimerase, 1 µL DNA 50 ng/µL,
dan 13.24 µL ddH2O. Kemudian dijalankan
program pada mesin PCR. Primer yang
digunakan untuk amplifikasi dengan teknik
PCR adalah sepasang primer untuk gen CO.
Sekuen primer yang digunakan adalah
Forward 5’-AAT AGG ATC CGC TCC CAC
ACC ATC AAA CT -3’ dan Reverse 5’-AGT
CAG TCG ACG CCA CAG GAG TCT CAG
AAT G-3’. Total volume reaksi PCR adalah
20 µL. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan
mesin PCR (PCT 100) dengan program tahap
denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik,
penempelan primer pada suhu 60 oC selama
30 detik, dan pemanjangan pada suhu 72 oC
selama 45 detik. Program PCR diulang
sebanyak 30 siklus. Proses pemanjangan akhir
pada suhu 72 oC selama 5 menit.
Elektroforesis Hasil PCR
Gel agarosa 1% dalam 30 mL TE
disiapkan terlebih dahulu dengan bufer TAE
1x pada baki gel agarosa. Sebanyak 0.3 g
ditimbang dan dicampur dengan 30 mL TE.
Larutan dimasukkan ke dalam microwave
selama 60 detik. Larutan yang sudah jernih
dimasukkan ke dalam cetakan agar yang
sudah diberi cetakan sumur. Gel agarosa yang
memadat dimasukkan ke dalam tangki
elektroforesis berisi bufer TAE 1x. Sebanyak
10 µL produk PCR ditambahkan 1 µL loading
dye
dicampur
sempurna,
kemudian
dimasukkan ke dalam sumur gel dan
disertakan DNA standar (1 kb ladder) sebagai
pembanding pada sumur gel pertama untuk
melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya
sampel DNA dialiri arus 80 volt selama 1.5
jam. Gel agarosa diwarnai dengan larutan
EtBr (10 mg/L) selama 10 menit, kemudian
8
dihilangkan pewarnaannya dengan air selama
5 menit. Visualisasi DNA dilakukan pada UV
Illuminator ChemiDoc EQ (Biorad).
Isolasi RNA (Qiagen 2006)
Isolasi RNA dilakukan berdasarkan
metode Qiagen 2006. Sebelumnya semua
peralatan yang akan digunakan direndam pada
larutan DEPC sebanyak 0.1 mL dalam 100
mL air selama 12 jam dan diautokalaf. Isolasi
RNA diawali dengan sebanyak 10 sampel
tanaman yang terdiri atas 7 sampel tanaman
padi positif AtCO, 2 sampel tanaman padi
negatif AtCO, dan 1 sampel tanaman sebagai
kontrol negatif. Sebanyak 0.1 gram daun padi
ditimbang
terlebih
dahulu
kemudian
diletakkan pada mortar dan ditambahkan
nitrogen cair secukupnya kemudian digerus
hingga lembut. Daun padi yang telah digerus
ditambahkan dengan 450 µL bufer RLT
kemudian masukkan ke dalam tabung mikro 2
mL. Campuran tersebut di vorteks selama 1-2
menit hingga homogen, kemudian diinkubasi
pada suhu 56oC selama 3 menit. Suspensi
dipindahkan ke dalam tabung QIAshredder
spin column (warna ungu) menggunakan tip
yang ujungnya sudah dipotong. Sampel
disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan
12000 rpm. Supernatan yang dihasilkan
dipindahkan ke dalam tabung mikro 2 mL
yang baru kemudian ditambahkan etanol
absolut (96%) sebanyak 0.5 volume total
(lakukan pipeting). Sebanyak 650 µL suspensi
dipindahkan ke dalam tabung Rneasy mini
column (warna pink) kemudian disentrifus
kembali pada kecepatan 10000 rpm selama 15
detik.
Supernatan yang dihasilkan pada tahap
sentrifus
sebelumnya
dibuang
dan
ditambahkan dengan larutan RW1 sebanyak
700 µL ke dalam kolom RNeasy. Suspensi
disentrifus kembali dengan kecepatan 10000
rpm selama 15 detik. Supernatan yang
dihasilkan dibuang kemudian ditambahkan
larutan bufer RPE sebanyak 500 µL.
Sebanyak 500 µL bufer RPE ditambahkan
kembali melalui kolom RNeasy dan
disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan
10000 rpm. Kolom RNeasy dipindahkan ke
dalam tabung mikro 1.5 mL kemudian
ditambahkan 30-50 µL RNase bebas air
kemudian disentrifus pada kecepatan 10000
selama 1 menit. RNA yang didapatkan di
spektro untuk mendapatkan konsentrasi.
Sintesis cDNA (Superscript II)
Sintesis cDNA dilakukan melalui 3 tahap,
yaitu tahap S1, SII, dan SIII. Tahap S1 RNA
yang digunakan sebagai template pada sinteis
cDNA adalah RNA hasil isolasi. RNA diambil
sebagai cetakan beberapa mikro sesuai dengan
konsentrasi RNA yang didapatkan, kemudian
ditambahkan dengan aquades hingga volume
11 µL, selain itu ditambahkan dengan dNTP
mix 10 mM sebanyak 1 µL, dan oligo (dT)
(500µg/mL) sebanyak 1µL kemudian di spin
sampai homogen. Campuran tersebut di
inkubasi pada suhu 65 oC selama 5 menit.
Tahap SII merupakan tahap inkubasi
lanjut. Bufer yang digunakan pada tahap ini
terdiri atas 5x bufer first strand sebanyak 4
µL, dan 0.1 M dTT sebanyak 2 µL. Larutan
diaduk hingga homogen kemudian di inkubasi
pada suhu 42oC selama 2 menit. Tahap SIII
merupakan penambahan enzim Superscript II
pada larutan yang telah diinkubasi kemudian
diaduk dan di inkubasi pada suhu 42 oC
selama 50 menit dan untuk penghentian panas
larutan dipanaskan pada suhu 70 oC selama 15
menit.
Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi
PCR produk yang berupa cDNA, mula-mula
disiapkan campuran reaksi PCR yang terdiri
atas 10x PCR bufer (200 mM Tris-HCl pH
8.4, 500 mM dNTP mix 1 µL, Forward
primer (10 µM) 5’-TCC ATC TTG GCA TCT
CTC AG-3’ 1 µL, Reverse primer (10 µM) 5’GTA CCC GCA TCA GGC ATC-3' 1 µL,
Taq DNA polymerase (5 U/µL) 0.4 µL,
cDNA 2 µL, aquades.
Pengamatan Umur Berbunga
Pengamatan umur berbunga dilakukan
setelah tanaman padi mulai mengeluarkan
malai dan bunga. Umur berbunga tersebut di
hitung sejak hari pertama semai hingga
tumbuh bunga. Pengamatan dilakukan dengan
kategori tanaman putatif transgenik AtCO dan
tanaman non-transgenik (tipe liar sebagai
kontrol negatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penanaman Padi NCO
Penanaman padi skala laboratorium dibagi
atas tiga tahapan, yakni penyemaian dalam
cawan Petri, penanaman dalam bak, dan
penanaman dalam pot atau ember. Alur
penumbuhan padi diawali dengan penyemaian
di dalam cawan Petri yang sudah dialasi
dengan kertas saring untuk menghindari
kelembaban karena penyiraman setiap hari.
Jumlah padi yang disemai pada masingmasing cawan Petri adalah 25 buah biji padi
kecuali pada NCO 2.1.4 dan NCO 2.3.1 yang
hanya berjumlah 24 buah dan empat buah.
9
Padi NCO
(Nipponbare
CONSTANS)
merupakan padi generasi T0 yang diduga
mengandung gen CONSTANS (putatif
transgenik AtCO). Penyemaian padi di dalam
cawan Petri dilakukan selama sepuluh hari
atau hingga padi tumbuh berkecambah dan
timbul daun. Padi yang disemai pada petri
disiram setiap hari untuk menghindari
kekeringan. Tidak semua jumlah padi yang
disemai dapat tumbuh, hal ini berkaitan
dengan kualitas padi itersebut. Jumlah padi
yang tumbuh pada masing-masing galur dapat
dilihat pada Tabel 1.
anakan, dan meningkatkan bulir. Pemberian
nitrogen yang berlebihan dapat menurunkan
kualitas
bulir
dan
penghambatan
pertumbuhan.
Fungsi
fosfor
dalam
pertumbuhan tanaman adalah memacu
terbentuknya bunga, bulir pada malai,
perkembangan akar halus dan akar rambut,
memperkuat jerami sehingga tidak mudah
patah, dan memperbaiki kualitas gabah.
Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman
kerdil, jumlah anakan sedikit, dan daun
meruncing berwarna hijau gelap (Tejasarwana
1995).
Tabel 1 Jumlah benih padi NCO yang tumbuh
No. No. Lapang
∑semai ∑tumbuh
1
NCO 211
25
16
2
NCO 2.4
24
11
3
NCO 215
25
10
4
NCO 221
25
14
5
NCO 222
25
11
6
NCO 231
4
2
7
NCO 233
25
19
8
Nipponbare
25
9
Berdasarkan tabel di atas jumlah padi
NCO yang tumbuh dari masing-masing galur
mencapai setengah dari jumlah semainya.
Tanaman padi yang digunakan sebagai
kontrol, yaitu padi Nipponbare tumbuh paling
sedikit dari jumlah semai awal. Hal ini
berkaitan dengan lama penyimpanan benih.
Tanaman padi yang sudah tumbuh
dipindahkan
ke
dalam
bak
secara
berkelompok untuk memudahkan penamaan.
Pemindahan padi tersebut bertujuan untuk
penyesuaian nutrisi. Setelah dua minggu, padi
dipindahkan ke dalam ember dengan kondisi
dua tanaman dalam satu ember untuk
ditumbuhkan
hingga
berbunga
dan
menghasilkan biji. Pemindahan padi pada
peneltian ini dilakukan setelah padi bermur
tiga minggu di dalam bak. Hal ini dikarenakan
belum tersedianya bahan penanaman. Alur
penumbuhan padi dapat dilihat pada Gambar
5.
Media tanam terdiri atas campuran tanah
liat, pupuk kandang, dan pupuk nitrogen
dengan perbandingan 1:1. Ketiga unsur
tersebut memiliki peranan yang sangat penting
bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi
dalam menunjang pertumbuhan tanaman.
Unsur nitrogen dapat diperoleh dari pupuk
urea, unsur P dari TSP, dan unsur K dalam
KCL. Peranan utama unsur N pada tanaman
adalah merangsang pertumbuhan vegetatif
batang dan daun, meningkatkan jumlah
Gambar 5 Alur penanaman padi.
Hasil Amplifikasi Gen CONSTANS
Hasil PCR ini akan menghasilkan DNA
yang telah teramplifikasi dengan primer
tententu. Sebelum melakukan amplifikasi gen
CONSTANS, sampel DNA memerlukan
pengujian kualitas DNA. Pengujian kualitas
DNA dilakukan dengan metode Sambrook
and Russel (1989). Uji kuantitas DNA dapat
dilakukan dengan mengukur konsentrasi
menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 260 nm dan kemurnian DNA pada
perbandingan panjang gelombang 260/280.
Nilai kemurnian DNA yang baik berkisar
antara 1.8-2.0. DNA sampel yang telah
terkuantifikasi dengan spektrofotometer dapat
digunakan sebagai cetakan pada proses PCR.
Uji kualitas DNA dapat dilakukan melalui
elektroforesis gel agarosa. Uji ini akan
menghasilkan pita-pita DNA pada ukuran
tertentu.
Proses PCR dilakukan menggunakan
sepasang primer yang spesifik terhadap gen
CONSTANS dengan kontrol positif berupa
plasmid yang telah mengandung gen AtCO
dan kontrol negatif berupa air dan tanaman
non transgenik. Berdasarkan hasil amplifikasi
dapat diketahui bahwa dari 80 sampel DNA
tanaman padi putatif AtCO terdapat 35 sampel
10
yang menunjukkan hasil positif. Tiga puluh
lima tanaman padi yang positif mengandung
gen CONSTANS, yakni 5 tanaman galur NCO
211, 3 tanaman galur NCO 214, 6 tanaman
galur NCO 215, 6 tanaman galur NCO 221, 6
tanaman galur NCO 222, 2 tanaman galur
NCO 231, dan 7 tanaman galur NCO 233.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pita
DNA yang sejajar dengan ukuran plasmid,
yaitu 1500 bp sedangkan air dan tipe liar
sebagai kontrol negatif. Hal ini berarti
tanaman tersebut telah mengandung gen
CONSTANS yang telah disispkan, sedangkan
sampel yang tidak menunjukkan adanya pita
DNA diindikasikan tidak mengandung gen
CONSTANS (Gambar 6) .
Gambar 6 Elektroforegram tanaman padi
NCO, M=marker, A=air, WT=tipe
liar, P=plasmid +=pita DNA tipis.
DNA yang telah diamplifikasi gennya
melalui teknik PCR tersebut merupakan DNA
hasil isolasi dari tanaman padi yang terdiri
atas tanaman padi non-transgenik dan
tanaman padi putatif transgenik AtCO. Isolasi
DNA dilakukan berdasarkan metode Shure et
al (1983) yang dimodifikasi dengan
penambahan metode CTAB dari Doyle &
Doyle (1987). Metode ini dipilih karena cara
pengerjaanya yang realtif mudah dan sangat
tepat untuk isolasi padi yang banyak
mengandung pati atau polisakarida. Larutan
CTAB merupakan deterjen kationik yang
melarutkan membran dan membentuk
kompleks
dengan
DNA
sehingga
memungkinkan dilakukan presipitasi selektif
pada konsentrasi garam rendah (<0.5 M) atau
dengan penambahan isopropanol. Hasil uji
kuantitatif DNA menunjukan kemurnian yang
tinggi yang berkisar antara 1.8-2.0 dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi
yang didapat sangatlah bervariasi. Namun,
dalam hal ini konsentrasi tidak terlalu
diperhatikan.
Tingginya
konsentrasi
dipengaruhi oleh cara penggerusan masingmasing sampel. Konsentasi dan kemurnian
DNA hasil isolasi dapat dilihat pada Lampiran
5.
Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi
Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk
sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi
proses pembuahan. Tahap pembungaan pada
tanaman padi berlangsung antara pukul 08.0013.00 dan pembuahan akan selesai dalam 5-6
jam setelah pembungaan. Semua bunga dalam
suatu malai memerlukan 7-10 hari untuk
proses pembungaan, tetapi pada umumnya
hanya 5 hari. Proses pembungaan terjadi 25
hari setelah bunting (Vergara 1980, Yoshida
1981). Proses pembungaan meliputi kelopak
bunga terbuka, antera menyembul keluar dari
kelopak bunga karena pemanjangan stamen
(benang sari) dan serbuk sari tumpah. Kelopak
bunga kemudian menutup. Serbuk sari jatuh
ke putik, sehingga terjadi pembuahan.
Struktur pistil (putik) berbulu dimana tabung
tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan
mengembang ke ovari. Proses pembungaan
berlanjut sampai hampir semua spikelet
(bunga padi) pada malai mekar. Pembungaan
terjadi satu hari setelah keluarnya malai.
Kelopak bunga pada umumnya membuka
pada pagi hari. Semua spikelet pada malai
membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3
sampai 5 daun masih aktif. Anakan dipisahkan
dalam dua kelompok, yakni anakan produktif
dan non produktif (Gambar 7).
11
pemasakan
pembungaan
Keluar malai
Gambar 7 Proses pembungaan padi.
Tanaman transgenik putatif AtCO yang
telah dikarakterisasi secara molekuler untuk
mengetahui
keberadaan
gen
yang
diintroduksikan kemudian perlu di evaluasi
berdasarkan karakteristik yang diperlukan.
Karakteristik suatu tanaman padi dapat dapat
diamati berdasarkan karakter yang tampak dan
diamati secara visual. Karakter tanaman dapat
dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu karakter
kualitatif dan karakter kuantitatif (Nasir
2001). Karakteristik yang diamati pada
penelitian ini di antaranya umur berbunga,
jumlah anakan, tinggi tanaman, dan umur
panen. Evaluasi umur berbunga dilakukan
dengan membandingkan umur berbunga
antara tanaman transgenik dan tanaman non
transgenik. Berdasarkan pengamatan tersebut
diperoleh padi transgenik AtCO yang bersifat
genjah, yakni yang memiliki umur berbunga
kurang dari 100 hari. Umur berbunga tanaman
padi ini berkisar antara 63 hari hingga 6 hari.
Umur berbunga tersebut dihitung sejak
tanggal semai. Tanaman padi transgenik pada
penelitian ini memiliki umur berbunga
tercepat yakni 63 hari dibandingkan dengan
tipe liarnya yang memiliki umur berbunga 68
hari (Lampiran 6).
Berdasarkan umur panen padi, Samaullah
(2009) menggolongkan menjadi lima yaitu,
ultra genjah (<90 hari), sangat genjah (90-104
hari), genjah (105-124 hari), sedang (125-150
hari) dan dalam (>150 hari). Tanaman padi
Nipponbare transgenik memiliki umur panen
118 hari hingga 128 hari. Hal ini
menunjukkan
bahwa
tanaman
padi
Nipponbare transgenik memiliki sifat genjah
hingga sedang. Tanaman padi yang berumur
pendek (genjah) cenderung memiliki jumlah
produksi yang tinggi. Berdasarkan tinggi
tanaman, tanaman padi di ukur sebanyak dua
kali, yakni pada masa pertumbuhan vegetatif
dan masa pertumbuhan reproduksi atau
generatif. Tinggi tanaman padi diukur dari
batang paling bawah di atas permukaan tanah
sampai daun tertinggi. Departemen Pertanian
(2003) menggolongkan tinggi tanaman padi
ke dalam tiga golongan yaitu tinggi (>130
cm), sedang (110 cm – 130 cm), dan rendah
(<110 cm) (Lampiran 7). Tinggi tanaman padi
pada penelitian ini berkisar antara 44-80 cm
dan digolongkan ke dalam tanaman rendah.
Menurut Abdullah et al. (2008), padi jenis
Nipponbare memiliki tinggi berkisar antara
110-120 cm. Hal ini
dapat disebabkan
kurangnya unsur hara yang tersedia.
Analisis Ekspresi Gen CONSTANS
Analisis ekspresi gen CONSTANS (CO)
dilakukan melalui analisis RNA menggunakan
metode RT-PCR. Analisis RT-PCR dilakukan
terhadap 7 sampel tanaman padi transgenik, 2
sampel tanaman padi non transgenik, dan 1
sampel tipe liar yang berhasil diisolasi RNA
dan dibuat cDNA-nya. Sampel tersebut dipilih
sebagai perwakilan dari setiap galur. Sampel
tersebut dipilih karena memiliki pita DNA
yang cukup tebal dan jelas pada amplifikasi
PCR. Analisis tersebut termasuk cara yang
mudah untuk menguji tingkat ekspresi gen
yang telah diketahui sekuen nukleotidanya
(Chaidamsari et al. 2006). Kelimpahan RNA
transkrip di dalam sel merupakan parameter
ekspresi gen. Oleh karena itu, proses analisis
ekspresi gen diawali dengan isolasi RNA.
RNA total diisoalasi dari daun tanaman padi
dengan menggunakan kit RNeasy. Metode ini
merupakan metode baru untuk mengisolasi
RNA dengan cepat dan mudah (Pertiwi 2010).
Sampel daun padi yang telah dihaluskan
dihomogenisasi dengan bufer lisis RLT yang
mengandung
guanidin
tiosianat
yang
berfungsi untuk menghambat kerja RNase dan
akan menghancurkan sel-sel pengganggu.
Larutan ditempatkan pada tabung QIA
shredder spin column. Etanol ditambahkan
untuk menyediakan kondisi pengikatan yang
tepat antara RNA dengan membran gel silika
dalam tabung. RNA akan terikat pada
membran silika di dalam kolom dan
kontaminan akan hilang bersama suspensi
setelah di sentrifus. Beberapa bufer yang
digunakan pada isolasi RNA adalah bufer
RLT, RW1, dan RPE. Bufer RW1 dan RPE
masing-masing mengandung etanol yang
berfungsi untuk mengendapkan jaringan
pengganggu sehingga terikat pada membran
silika. Menurut Qiagen (2006) metode ini
mengisolasi RNA dengan panjang lebih dari
200 nukleotida. RNA kecil, seperti 5.8S
rRNA, 5S rRNA, dan tRNAs yang memiliki
panjang masing-masing 160, 120, dan 70-90
nukleotida tidak dapat terikat dan terisolasi
dengan metode ini. RNA dengan bobot
molekul rendah berjumlah 15-20% dari RNA
12
total, oleh karena itu molekul RNA besar
lebih banyak terisolasi.
Gambaran kuantitatif mengenai hasil yang
diperoleh dari isolasi RNA dilakukan dengan
pengukuran kuantitas dan kemurnian RNA
total
hasil
ekstraksi
menggunakan
spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi
RNA dilakukan pada panjang gelombang 260
nm dengan perhitungan 1 nilai absorbansi
sama dengan 40 μg/mL. Kemurnian RNA
diukur pada rasio A260/A280, karena protein
diserap pada panjang gelombang 280 nm
(Rapley & Heptinstall 1998). Nilai
konsentrasi yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Konsentrasi RNA tanaman padi NCO
Sampel Konsentrasi A260 A280 260/280
NCO
(ng/μL)
211.11
78.8
1.971 0.957 2.06
214.5
290.8
7.271 3.421 2.09
215.1
578.1
14.452 6.870 2.10
215.10
162.2
4.056 1.903 2.13
221.13
320.2
8.004 3.809 2.10
214.1
308.1
7.702 3.633 2.12
231.1
378.1
9.453 4.481 2.11
222.8
174.4
4.361 2.082 2.09
233.15
77.5
1.938 0.888 2.18
NB
351.8
8.794 4.157 2.12
Berdasarkan tabel di atas nilai konsentrasi
masing-masing RNA sangat beragam, berkisar
antara 70-500 ng/µL dengan kemurnian
masing-masing di atas 2.0. Menurut Wilfinger
(1997), kemurnian RNA berkisar antara 1.92.3 pada pH 7.5. Konsentrasi yang telah
didapatkan digunakan untuk menghitung
konsentrasi sintesis cDNA. Menurut Qiagen
(2006) setiap konsentrasi 1000 ng/µL maka
RNA yang digunakan sebanyak 1 µL. RNA
total hasil isolasi kemudian disintesis menjadi
cDNA melalui transkripsi balik (reverse
transcription). Proses transkripsi ini melalui 3
tahap, yaitu tahap sintesis 1 selama 5 menit,
sintesis 2 selama 2 menit, dan sintesis 3
selama 65 menit. Tahap sintesis 1 merupakan
tahapan penambahan oligo(dT) yang akan
berikatan dengan mRNA sehingga dapat
disintesis menjadi cDNA (complementary
DNA). Hal ini dikarenakan mRNA memiliki
poli A pada ujung 3’ sedangkan rRNA dan
tRNA tidak memiliki poli A. Tahap sintesis 2
adalah penambahan bufer. Tahap sintesis 3
merupakan tahapan penambahan enzim
superscript II dan merupakan tahap akhir dari
sintesis cDNA.
Hasil
analisis
cDNA
selanjutnya
digunakan untuk analisis ekspresi gen.
Ekspresi gen dianalisis menggunakan program
PCR dengan primer aktin dan primer CO.
Menurut Suharsono (2010), ekspresi gen aktin
digunakan sebagai kontrol internal pada RTPCR. Penggunaan primer aktin dipilih karena
penggunaannya yang cukup mudah dan dapat
menunjukkan hasil amplifikasi secara jelas
dan cepat. Selain itu, aktin ini telah banyak
digunakan sebagai kontrol internal yang stabil
pada uji ekspresi gen pada daun dan akar
Chicorium intibus. Penggunaan primer CO
merupakan primer spesifik terhadap gen
CONSTANS, sehingga dapat menunjukkan
adanya gen yang diiontroduksikan. Kontrol
internal RNA sangat penting untuk
mendeteksi adanya kesalahan hasil negatif
karena degradasi RNA selama proses
ekstraksi atau keberadaan inhibitor pada
proses transkripsi balik dan PCR (Gambino &
Grimbaudo 2006). Selain itu, hasil amplifikasi
menggunakan
kontrol
internal
dapat
digunakan sebagai indikasi keberhasilan
isolasi RNA.
Hasil amplifikasi RNA menunjukkan
bahwa
dari
masing-masing
sampel
mengandung RNA hasil isolasi. Berbeda
dengan primer aktin yang tidak bersifat
spesifik, penggunaan primer CO yang spesifik
terhadap gen CONSTANS menunjukkan
bahwa dari lima sampel RNA yang di isolasi,
ekspresi gen hanya ditunjukkan oleh sampel
NCO 211-11 yang memiliki umur berbunga
67 hari (Lampiran 6). Hal ini dibuktikan
dengan adanya pita DNA yang sejajar dengan
plasmid serta DNA hasil isolasi yang
digunakan sebagai kontrol positif. Namun,
dihubungkan dengan umur berbunga sampel
tersebut memiliki umur berbunga yang hanya
berselisih 1 hari dengan tipe liarnya. Hal ini
menunjukkan adanya tingkat ekspresi, namun
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Sementara itu, sampel yang telah positif DNA
namun tidak menunjukkan adanya ekspresi
gen
dimungkinkan
adanya
proses
pembungkaman gen yang mengacu pada
sejumlah proses regulasi gen yang mencegah
ekspresi gen. Gen dihalangi oleh mekanisme
tertentu sehingga tidak dapat ditranskripsikan,
atau dapat ditranskripsikan namun tidak dapat
diproses menuju tahap berikutnya (translasi)
(Gambar 8).
Amplifikasi menggunakan primer aktin
menunjukkan adanya pita dari setiap sampel
yang berukuran 318 bp untuk pita RNA dan
368 bp untuk pita DNA. Perbedaan ukuran
pita tersebut disebabkan pada saat PCR
menggunakan cDNA total sebagai cetakan
menghasilkan pita DNA yang berukuran lebih
13
kecil dibandingkan dengan ukuran DNA.
Hasil ini menunjukkan bahwa daerah yang
diamplifikasi adalah daerah ekson pada cDNA
sedangkan daerah intronnya dibuang saat
pembentukan RNA. Sedangkan pada DNA
daerah ekson dan intron tetap ditranskripsikan
(Suharsono et al. 2008).
Applied Biosystem. 2003. Sequence Detection
System AB1 Prism. Singapura : Aplera.
Chaidamsari T, Samanhudi H, Sugiarti D,
Santoso GC, Angenent, de Maagd RA.
(2006). Isolation and characterization of an
AGAMOUS homologue from cocoa. Plant
Sci 170: 968-975.
Chakrabarti R. 2004. PCR Technology:
Current Innovation. Boca Raton: CRC Pr.
Clark W, Christopher K. 2008. An
Introduction to DNA : Spectrophotometry,
Degradation
and
The
Frangekel
Eksperiment. Alberta: University of
Alberta.
Gambar
8
Elektroforegram hasil PCR
menggunakan primer aktin dan
primer CO. M=marker, A=air,
1=kontrol, 2=NCO 211.11,
3=NCO 215.10, 4=NCO 214.1,
5=NCO 233.15, 6=kontrol,
7=NCO 215.10, 8=plasmid.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis yang dilakukan terhadap 80
tanaman padi putatif transgenik AtCO,
didapatkan sebanyak 35 tanaman yang positif
mengandung gen CONSTANS. Berdasarkan
evaluasi umur berbunga, tanaman yang positif
mengandung gen CONSTANS memiliki umur
berbunga yang lebih cepat dibandingkan
dengan tanaman kontrol (wild type). Analisis
ekspresi gen CONSTANS didapatkan satu
sampel yang menunjukkan adanya ekspresi
dari mRNA CO, yakni tanaman padi galur
NCO 2.1.1-11.
Saran
Penanaman kembali tanaman padi yang
sudah positif (generasi T2) perlu dilakukan
untuk mengetahui kestabilan gen yang telah
diintroduksikan sehingga dapat dihasilkan
tanaman positif AtCO yang memiliki umur
berbunga yang lebih cepat yang dapat
disilangkan dengan padi dari jenis yang
lainnya.
Corbesier I, Vincent C, Jang S, et al. 2007. FT
protein movement contributes to long
distance signaling in floral induction of
Arabidopsis. Science 316:1030-1033.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid DNA
isolation from small amount of fresh leaf
tissue. J Phytochem Bull 19:11-15.
Gambino G, Gribaudo I. 2006. Simultaneous
detection of nine grapevine viruses by
multiplex reverse transcription-polymerase
chain reaction with coamplification of a
plant
RNA
as
internal
control.
Phytopathology 96:1223-1229.
Gardener FP, Pearce RB, Michell RL.1991.
Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI
Pr.
Harmansis A, Hajrial A, Koesoemaningtyas
T, Suwarno. 2005. Evaluasi daya pemulih
padi lokal dari kelompok tropikal
japonica. Bul. Agron 33:1-6.
Izawa T. 2007. Adaptation of flowering-time
by natural and artificial selection in
Arabidopsis and rice. Journal of
Experimental Botany 58: 3091-3097.
Joyce C. 2002. Quantitive RT-PCR a review
of current methodologies. Methods in
molecular Biology : 193.
Kardailsky I et al. 1999. Activation tagging og
the floral inducer FT. Science 286: 19621965.
DAFTAR PUSTAKA
Kibria et al. 2008. Screening of aromatic rice
lines by phenotypic and molecular
markers. J Bot 37:141-147.
Abdullah et al. 2008. Perkembangan dan
prospek perakitan padi tipe baru di
Indonesia. J Litbang Pertanian 27:1-9.
Kobayashi Y, Kaya H, Goto K, Iwabuchi M,
Araki T. 1999. A pair of related genes with
antagonistic roles in mediating flowering
signal. Science 286: 1960-1962.
14
Kolesnik et al. 2004. Establishing and
efficient Ac/Ds tagging system in rice:
Large scale analysis of Ds flanking
sequences. The Plant Journal 37:301-314.
Lagercrantz U. 2009. At the end of the day: a
commn
molecular
mechanism
for
photoperiod responses in plants. Journal of
Experimental Botany :1-15.
Laubinger S et al. 2006. Arabidopsis SPA
proteins regulate photoperiodic flowering
and interact with the floral inducer
CONSTANS to regulate its stability.
Development. 133:3212-3222.
Laurie DA et al. 2004. Comparative genetic
approaches to the identification of
flowering time genes in temperate cereals.
Field Crops Research (90) : 87-99.
Mikkelsen SR, Corton E. 2004. Bioanalytical
Chemistry. New Jersey: John Wiley &
Sons.
Mizoguchi T, Wright L, Fujiwara S, et al.
2005. Distinct roles of GIGANTEA in
promoting flowering and regulating
circadian rhythms in Arabidopsis. The
Plant Cell 17:2255-2270.
Nasir M. 2001. Pengantar Pemuliaan
Tanaman. Jakarta : Direktorat Jerderal
Pendidikan
Tinggi
Departemen
Pendidikan Nasional.
Pertiwi Nurani. 2010. Ekspresi gen CsNitrl-L
pada padi transgenik dan pengaruhnya
terhadap variasi pemupukan nitrogen
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Praptiwi Dewi. 2010. Pembentukan dan
seleksi f1 padi ciherang-pandan wangi dan
fatmawati-mentik wangi menggunakan
marka aromatik [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Putterill J, Robson F, Lee K, Simon R,
Coupland G. 1995. The CONSTANS gene
of Arabidopsis promotes flowering and
encodes a protein showing similarities to
zinc finger transcription factors. Cell 80:
847-857.
Qiagen. 2006. RNeasy Mini
Jerman : Qiagen.
Handbook.
Rapley R, Heptinstall J. 1998. Di dalam:
Rapley R, Manning DL, Editor. RNA
Isolation and Characterization Protocols.
New Jersey: Humana Press hlm. 65-68.
Remelia M. 2008. Analisis insersi T-DNA
pembawa transposon AC/Ds pada T0 dan
aktivitas Ds pada T1 tanaman padi (Oryza
sativa L) kultivar nipponbare [skripsi].
Jakarta : UI Pr.
Robson et al. 2001. Functional importance of
conserved domains in the flowering-time
gene CONSTANS demonstrated by
analysisnof mutant alleles and transgenic
plants. Plant J. 28 :619-631.
Samaullah, Y. 2009. Indeks pertanaman padi
IP 400 strategi, kebijakan, program dan uji
coba
[terhubung
berkala].
http://www.litbang.deptan.go.id/press/one/
18/pdf/Indeks%20Pertanaman%20Padi%2
0400%20Strategi,%20Kebijakan,%20Prog
ram%20dan%20Uji% 20Coba.pdf
[21
Mei 2010].
Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular
Cloning: A Laboratory Manual, Third
Edition. New York: Cold-Spring Harbor
Laboratory Pr.
Shure M, S Wessler, N Fedorrof. 1983.
Molecular identification ang isolastion of
the waxy locus in maize cell. J Cell 35 :
225-233.
Soo Shin et al. 2003. Circadian regulation of
rice (Oryza sativa L) CONSTANS-like
gene transcripts. Mol. Cells 17(1):10-16.
Suarez-Lopez P, Wheatley K, Robson F,
Onouchi H, Valverde R, Coupland G.
2001. CONSTANS mediates between the
circadian clock and the control of
flowering in Arabidopsis. Nature. 410:
1116-1120.
Sudjadi. 2008. Bioteknologi
Jakarta:Kanisius.
Kesehatan.
Suharsono, Firdaus S, Suharsono UW. 2008.
Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA
dari gen penyandi multidrug resistance
associated protein dari Melastome affine.
Makara Sains 2 (12) :102-107.
Suharsono, Widyastuti U. 2010. Analisis gen
penyandi protein heterotrimetik g subunit
α yang terlibat dalam sistem toleransi
tanaman kedelai terhadap cekaman
alumunium. LPPM: IPB.
Tejasawarna. 1995. Efisiensi Pupuk N dan P
dengan Budidaya Padi Sawah, Di dalam:
15
Kinerja Penelitian Tanaman Pangan
(Bulan
III).
Prosiding
Simposium
Penelitian Tanaman Pangan III.. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pangan.
Tjitrosoepomo SS. 1987. Botani umum.
Bandung: Angkasa.
The Nematode Teratocfphalus lirellus.
USA:Cambridge University press.
Winarno FG, Agustina W. 2007. Pengantar
Bioteknologi (Revised Edition). Jakarta:
MBrio Pr.
Utami et al. 2010. Sidikjari DNA plasma
nutfah padi local menggunakan marka
molekuler spesifik untuk sifat padi beras
merah. Berita Biologi 10(2).
Wing Rod A et al. 2005. The Oryza map
alignment project:the golden path to
unlocking the genetic potential of wild rice
species. Plant Molecular Biology 59: 5362.
Vergara BS. 1980. Rice plant growth and
development, In BS Luh (Ed) Rice:
Production
and
Utilization.
AVI
Publishing Company. Wesport Connection
:75-86.
Wlifinger WW, Mackey M, and Chomczynski
P. 1997. Effect of pH and ionic strength on
the spectrophotometric assessment of
nucleic acid purity.
Biotechniques
(22):474.
Vierstraete AR & Vanfleteren JR. 1999.
Insertional RNA editing In Metazoan
Mitochondria: The Cytochrome B Gene In
Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop
Science.
IRRI,
Phillipines.
269.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Alur Penelitian
Penyemaian benih padi
Nipponbare putatif AtCO dan
kontrol pada cawan Petri
Pemindahan padi dari cawan
Petri ke bak
Pemindahan tanaman padi
ke ember
Isolasi DNA
Pengujian kualitas dan
kuantitas DNA
PCR
Elektroforesis gel dan
visualisasi hasil amplifikasi
DNA
Isolasi RNA tanaman padi
positif AtCO
Sintesis cDNA
Analisis tingkat ekspresi gen
dengan primer aktin dan CO
18
Lampiran 2 Isolasi DNA tanaman padi
Daun padi
Bufer CTAB 1000 µL (2 x 500 µL)
Lisis sel secara mekanik dengan penggerusan
Hasil gerusan dimasukkan ke tabung mikro 2 mL
Sampel diinkubasi pada 65oC selama 15 m3nit
(setiap 5 menit dibolak-balik)
+ 100 µL natrium asetat 3M
+ 1000 µL kloroform isoamilalkohol
Supernatan disentrifus pada 12000 rpm selama 5 menit
Supernatan
+ 70 µL natrium asetat 3M
+ 600 µL isopropanol dingin
Supernatan disentrifus pada 12000 rpm selama 5 menit
Pelet DNA yang dihasilkan dicuci
dengan etanol 70% sebanyak 200 µL
pelet disentrifus kembali pada kecepatan 12.000
selama 3 menit
Supernatan dibuang
DNA dikeringkan selama 5 menit
DNA dilarutkan kembali dalam 50 µL TE bufer + RNase
dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC
19
Lampiran 3 Komposisi larutan yang digunakan
Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 500 mL
Bahan kimia
Jumlah
NaCl 5 M
140 mL
Tris-HCl 1 M
150 mL
EDTA 0,5 M
40 mL
CTAB
10 g
PVP
10 g
Komposisi bufer TE
Bahan Kimia
EDTA
Tris-Cl 10 mM
Aquades
Jumlah
2.5 M
0.5 mL
500 mL
Komposisi mix PCR CO
Bahan Kimia
Bufer PCR
MgCl2
dNTPs
CO Forward
CO Reverse
Taq Polimerase DNA
ddH2O
DNA cetakan
Jumlah (µL)
2
1.2
0.5
1
1
0.08
13.22
1
Komposisi mix PCR Aktin
Bahan Kimia
Bufer PCR
MgCl2
dNTPs
Aktin Forward
Aktin Reverse
Taq Polimerasi DNA
ddH2O
cDNA cetakan
Jumlah (µL)
2
1.2
0.5
1
1
0.2
12.1
2
20
Lampiran 4 Isolasi RNA Padi
Daun padi transgenik
digerus dengan penambahan
N2 cair dan bufer RLT
Sampel divorteks 1-2
diinkubasi pada 56oC
Sampel dipindahkan ke dalam
tabung QIAshredder
menit
Sampel disentrifus pada 12000 rpm 2menit
+ etanol absolut
Sampel dipindahkan ke tabung RNeasy
Supernatan disentrifus pada 10000
rpm 15 detik
Supernatan dibuang
Supernatan dibuang
+ 700 µL RW1
Supernatan disentrifus pada 10000
rpm, 15 detik
+ 500 µL buffer RPE
Supernatan disentrifus pada 10000
rpm 15 detik
Supernatan dibuang
+500 µL buffer RPE
Supernatan disentrifus pada 10000
rpm, 2 menit
Supernatan dibuang
sampel disentrifus pada
10000 rpm 1 menit
Kolom RNeasy dipindahkan ke
tabung 1.5 mL
+ 30-50 µL RNase free water melalui
kolom
RNA total didapatkan
dan
21
Lampiran 5 Data hasil spektrofotometri DNA
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
Sampel
NCO 2.1.1-1
NCO 2.1.1-2
NCO 2.1.1-3
NCO 2.1.1-4
NCO 2.1.1-5
NCO 2.1.1-6
NCO 2.1.1-7
NCO 2.1.1-8
NCO 2.1.1-9
NCO 2.1.1-10
NCO 2.1.1-11
NCO 2.1.1-12
NCO 2.1.1-13
NCO 2.1.1-14
NCO 2.1.4-1
NCO 2.1.4-2
NCO 2.1.4-3
NCO 2.1.4-4
NCO 2.1.4-5
NCO 2.1.4-6
NCO 2.1.4-7
NCO 2.1.4-8
NCO 2.1.4-9
NCO 2.1.4-10
NCO 2.1.4-11
NCO 2.1.5-1
NCO 2.1.5-2
NCO 2.1.5-3
NCO 2.1.5-4
NCO 2.1.5-5
NCO 2.1.5-6
NCO 2.1.5-7
NCO 2.1.5-8
NCO 2.1.5-9
NCO 2.1.5-10
NCO 2.2.1-1
NCO 2.2.1-2
NCO 2.2.1-3
NCO 2.2.1-4
NCO 2.2.1-5
NCO 2.2.1-6
NCO 2.2.1-7
NCO 2.2.1-8
NCO 2.2.1-9
NCO 2.2.1-10
NCO 2.2.1-11
NCO 2.2.1-12
NCO 2.2.1-13
[DNA]
ng/µL
88,1
495,8
138,1
241,6
351,8
356,7
81,2
456
313,7
258,1
1457,1
324,2
1596,2
79,2
259,8
198,7
324
521,1
699,6
401,6
177,1
239,1
1934,8
594,5
633,5
464,8
267,5
622,7
141,4
465,3
304,8
221,4
198,2
272
1612,8
231,3
487,8
235
470
256,5
300,5
210,7
483,8
203,8
412,8
310,2
179,6
421,6
A260
A280
1,762
9,917
2,762
4,833
7,036
7,134
1,623
9,121
6,273
5,163
29,142
6,483
31,924
1,584
5,197
3,973
6,481
10,421
13,993
8,033
3,542
4,783
38,696
11,889
12,67
9,296
5,35
12,454
2,828
9,306
6,097
4,428
3,964
5,44
32,256
4,627
9,757
4,701
9,401
5,129
6,011
4,215
9,677
4,076
8,256
6,203
3,592
8,431
0,973
5,202
1,471
2,553
3,703
3,668
0,885
4,834
3,225
2,709
14,899
3,4
15,674
0,859
2,712
2,106
3,347
5,781
7,243
4,168
1,905
2,501
19,278
6,356
6,694
4,84
2,841
6,448
1,52
5,064
3,193
2,318
2,085
2,878
16,277
2,412
5,065
2,428
4,825
2,648
3,147
2,212
5,021
2,147
4,295
3,25
1,899
4,385
A260/A280
1,81
1,91
1,88
1,89
1,9
1,95
1,83
1.89
1,94
1,91
1,96
1,91
2,04
1,84
1,92
1,89
1,94
1,8
1,93
1,93
1,86
1,91
2,01
1,87
1,89
1,92
1,88
1,93
1,86
1,84
1,91
1,91
1,9
1,89
1,98
1,92
1,93
1,94
1,95
1,94
1,91
1,91
1,93
1,9
1,92
1,91
1,89
1,92
Hasil
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
22
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
NCO 2.2.1-14
NCO 2.2.2-1
NCO 2.2.2-2
NCO 2.2.2-3
NCO 2.2.2-4
NCO 2.2.2-5
NCO 2.2.2-6
NCO 2.2.2-7
NCO 2.2.2-8
NCO 2.2.2-9
NCO 2.2.2-10
NCO 2.2.2-11
NCO 2.3.1-1
NCO 2.3.1-2
NCO 2.3.3-1
NCO 2.3.3-2
NCO 2.3.3-3
NCO 2.3.3-4
NCO 2.3.3-5
NCO 2.3.3-6
NCO 2.3.3-7
NCO 2.3.3-8
NCO 2.3.3-9
NCO 2.3.3-10
NCO 2.3.3-11
NCO 2.3.3-12
NCO 2.3.3-13
NCO 2.3.3-14
NCO 2.3.3-15
NCO 2.3.3-16
NCO 2.3.3-17
NCO 2.3.3-18
NB WT
311,3
335,4
122,1
554,9
403,8
383,1
399,4
386
299,3
164,4
238,8
355,2
441,9
300,6
153,5
195,8
220,8
244,3
381,7
205,4
118
292,1
99,2
543,2
250,3
468,8
1881
508,6
901,8
265,1
456
31,9
251,2
6,227
6,708
2,441
11,097
8,077
7,663
7,988
7,72
5,987
3,288
4,775
7,104
8,837
6,012
3,07
3,917
4,417
4,886
7,634
4,107
2,36
5,842
1,985
10,863
5,007
9,376
37,619
10,172
18,036
5,303
9,12
0,639
5,03
Ket.
- = Tanaman padi negatif AtCO
+ = Tanaman padi positif AtCO
3,224
3,49
1,311
5,772
4,186
4,101
4,299
3,979
3,068
1,79
2,489
3,696
4,537
3,296
1,636
2,049
2,359
2,531
3,985
2,22
1,301
3,133
1,091
5,699
2,705
4,869
19,034
5,354
9,53
2,78
4,862
0,346
2,68
1,93
1,92
1,86
1,92
1,93
1,87
1,86
1,94
1,95
1,84
1,92
1,92
1,95
1,82
1,88
1,91
1,87
1,93
1,92
1,85
1,81
1,86
1,82
1,91
1,85
1,93
1,98
1,9
1,89
1,91
1,88
1,85
1,87
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
23
Lampiran 6 Evaluasi umur berbunga, umur panen, dan tinggi tanaman
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
Sampel
NCO 2.1.1-1
NCO 2.1.1-2
NCO 2.1.1-3
NCO 2.1.1-4
NCO 2.1.1-5
NCO 2.1.1-6
NCO 2.1.1-7
NCO 2.1.1-8
NCO 2.1.1-9
NCO 2.1.1-10
NCO 2.1.1-11
NCO 2.1.1-12
NCO 2.1.1-13
NCO 2.1.1-14
NCO 2.1.4-1
NCO 2.1.4-2
NCO 2.1.4-3
NCO 2.1.4-4
NCO 2.1.4-5
NCO 2.1.4-6
NCO 2.1.4-7
NCO 2.1.4-8
NCO 2.1.4-9
NCO 2.1.4-10
NCO 2.1.4-11
NCO 2.1.5-1
NCO 2.1.5-2
NCO 2.1.5-3
NCO 2.1.5-4
NCO 2.1.5-5
NCO 2.1.5-6
NCO 2.1.5-7
NCO 2.1.5-8
NCO 2.1.5-9
NCO 2.1.5-10
NCO 2.2.1-1
NCO 2.2.1-2
NCO 2.2.1-3
NCO 2.2.1-4
NCO 2.2.1-5
NCO 2.2.1-6
NCO 2.2.1-7
NCO 2.2.1-8
NCO 2.2.1-9
NCO 2.2.1-10
NCO 2.2.1-11
NCO 2.2.1-12
Umur
Berbunga
(Hari)
69
64
63
63
64
69
64
65
65
65
67
64
64
65
68
69
66
64
64
63
64
63
63
64
64
71
67
65
67
64
63
63
65
63
66
63
64
67
63
63
64
67
64
65
64
66
64
Umur
Panen
(Hari)
112
112
112
112
112
112
116
109
116
116
119
119
116
112
116
116
116
116
112
116
116
112
112
119
116
120
116
119
119
116
112
119
119
116
119
116
120
116
116
119
116
119
116
116
116
Tinggi
Jumlah
Tanaman Anakan
(CM)
(Buah)
79
69
74
71
81
72.5
69.2
77
69
74
73.5
76.5
67
66.5
44
46
81.5
74
71.5
82
73.5
73
72.8
61.5
72.5
74
71
70
74.5
65
62.5
63.5
70
66
72
72
69
66.5
67
64
66.5
67.8
67.6
64
73.5
74.5
68.5
12
13
11
11
14
15
10
12
19
15
13
16
16
9
18
18
14
15
12
14
14
12
15
26
13
14
17
15
13
10
10
12
17
15
13
15
15
19
13
11
17
15
17
14
16
Hasil
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
24
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
NCO 2.2.1-13
NCO 2.2.1-14
NCO 2.2.2-1
NCO 2.2.2-2
NCO 2.2.2-3
NCO 2.2.2-4
NCO 2.2.2-5
NCO 2.2.2-6
NCO 2.2.2-7
NCO 2.2.2-8
NCO 2.2.2-9
NCO 2.2.2-10
NCO 2.2.2-11
NCO 2.3.1-1
NCO 2.3.1-2
NCO 2.3.3-1
NCO 2.3.3-2
NCO 2.3.3-3
NCO 2.3.3-4
NCO 2.3.3-5
NCO 2.3.3-6
NCO 2.3.3-7
NCO 2.3.3-8
NCO 2.3.3-9
NCO 2.3.3-10
NCO 2.3.3-11
NCO 2.3.3-12
NCO 2.3.3-13
NCO 2.3.3-14
NCO 2.3.3-15
NCO 2.3.3-16
NCO 2.3.3-17
NCO 2.3.3-18
NB WT
64
66
66
63
64
63
63
63
64
64
67
67
66
69
68
63
66
64
64
64
64
64
63
66
64
66
64
67
65
66
66
63
64
68
Ket.
- = Tanaman padi negatif AtCO
+ = Tanaman padi positif AtCO
112
116
116
120
119
119
112
119
119
119
119
116
116
112
116
116
116
119
119
119
116
119
119
116
119
119
119
112
119
119
119
67.5
69.5
69
69
67
68
63
65
71
62
71
70
71.5
74
68
68.5
75
64
65
69
67
63
66
72
71
75
66.5
68
71.5
66
73
75
77
69.5
20
14
15
13
10
13
11
10
13
13
12
13
12
15
17
12
16
11
13
12
11
16
17
17
14
11
14
15
14
14
21
19
13
14
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Download