i ANALISIS MOLEKULER DAN EVALUASI UMUR BERBUNGA TANAMAN PADI PUTATIF TRANSGENIK AtCO FINA FIFIN TRYANI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii ABSTRAK FINA FIFIN TRYANI. Analisis Molekuler dan Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi Putatif Transgenik AtCO. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN dan ATMITRI SISHARMINI. Umur berbunga merupakan salah satu karakter penting tanaman berbunga yang dapat mempengaruhi hasil dan kualitas tanaman tersebut. Pengendalian umur berbunga ditunjukkan dengan baik pada tanaman model Arabidopsis thaliana. Hasil riset padi yang berkaitan dengan Arabidopsis thaliana dilaporkan bahwa gen pengendali pembungaan diatur berdasarkan fotoperiodisitas. Penyisipan gen pengendali umur berbunga ini telah dilakukan pada tanaman padi varietas Nipponbare untuk mempercepat umur berbunga dengan mengintroduksikan gen CONSTANS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan menganalisis respon padi transgenik putatif AtCO pada umur berbunga dan menguji keberadaan gen-gen faktor transkripsi yang bertanggung jawab terhadap umur berbunga menggunakan teknik PCR. Analisis PCR menggunakan primer spesifik serta DNA genom padi sebagai cetakan, sedangkan analisis ekspresi gen AtCO pada tingkat transkripsi dilakukan dengan cara isolasi RNA total. Sintesis cDNA dilakukan dengan reverse transcription-PCR (RTPCR) dan amplifikasi produk gen AtCO dengan cDNA sebagai cetakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 tanaman putatif transgenik AtCO terdapat 35 tanaman yang positif mengandung gen AtCO. Evaluasi umur berbunga terhadap 35 tanaman padi yang telah positif AtCO menunjukkan umur berbunga yang lebih cepat, yakni berkisar antara 63-67 hari dibandingkan tipe liarnya yang memiliki umur berbunga 68 hari. Analisis ekspresi gen AtCO pada 5 tanaman terpilih menunjukkan bahwa 1 tanaman mengekspresikan gen AtCO yang diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA produk PCR dari cetakan cDNA. iii ABSTRACT FINA FIFIN TRYANI. Molecular Analysis and flowering time evaluation of Rice Plant Putative AtCO. Under direction of EMAN KUSTAMAN and ATMITRI SISHARMINI. The timing of flowering is an important character which impact yield and quality in crop plant. The flowering time control is best understood in the model Arabidopsis (Arabidopsis thaliana). Recent result from rice plant research to be related with Arabidopsis thaliana reported that flowering control is manage with fotoperiodism. Insertion of flowering gene control was done on Nipponbare rice plant to hasten of flowering time with transfer CONSTANS gene. The aim of research are evaluation and analys response transgenic rice plant putative AtCO for flowering time, and testing genes existence transcriptional factor which is responsible on flowering time use PCR method. PCR analysis use spesific primer and DNA genom as template, meanwhile for expression analysis of AtCO gene on transcriptional level done by isolation total RNA. cDNA sintesis doing by reverse transcription-PCR (RT-PCR) and amplification AtCO gene product with cDNA as a template. Result of this research showed that out of 80 transgenic plants putative AtCO there are 35 positive plants containing AtCO gene. Flowering time evaluation for 35 rice plants positive AtCO showed earlier flowering time are during 63 until 67 days than their wildtype plant are 68 days. Expression analysis of AtCO gene on 5 plants showed that only one plant expressed AtCO gene that indicated by PCR product from cDNA template. iv ANALISIS MOLEKULER DAN EVALUASI UMUR BERBUNGA TANAMAN PADI PUTATIF TRANSGENIK AtCO FINA FIFIN TRYANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 v Judul Skripsi : Analisis Molekuler dan Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi Putatif Transgenik AtCO Nama : Fina Fifin Tryani NIM : G84070023 Disetujui Komisi Pembimbing Ir. Eman Kustaman Ketua Atmitri Sisharmini, M.Si. Anggota Diketahui Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen Biokimia Tanggal Lulus : vi PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkehendak atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2011 sampai Agustus 2011 yang bertempat di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor dengan judul Analisis Molekuler dan Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi Putatif Transgenik AtCO. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Eman Kustaman selaku pembimbing utama yang telah memberikan saran, bimbingan, dan masukanmasukannya, selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Atmitri Sisharmini, M.Si dan Aniversari Apriana, M.Si. selaku pembimbing kedua serta kepada Dr. Tri Joko Santoso, S.P. M.Si. atas arahan, saran, serta semangat yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kak Dewi Praptiwi, kak Falin Fakhrina, kak Ruth Maduma, dan teman-teman Biokimia 44 atas dukungan, bantuan, dan semangatnya selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan doa-doanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), penulis pada khususnya, dan semua pihak pada umumnya. Bogor, Oktober 2011 Fina Fifin Tryani vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 23 Februari 1988 dari ayahanda Maman Sutarman A.Ma dan Ibu Nunung Nurjanah. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Penelitian dan Bioteknologi Pengembangan dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen), penulis juga terlibat aktif menjadi pengurus Forum Silaturrahim Mahasiswa Alumni ESQ IPB (FOSMA IPB), pada divisi Training periode 2007/2008 dan pengurus FOSMA Bogor pada divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) periode 2009/2010, serta organisasi daerah (OMDA) Ciamis, yakni Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC). Selain itu penulis juga pernah aktif sebagai pengurus himpunan profesi (HIMPRO) Biokimia, Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) sebagai badan pengawas divisi Bioanalisis periode 2008/2009. Penulis juga aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (BEM FMIPA) sebagai sekretaris pada Departemen Pengembangan Potensi dan Sumber Daya Mahasiswa (PPSDM) periode 2009/2010. Selain itu, penulis juga pernah bergabung dalam beberapa kepanitiaan, di antaranya Training ESQ untuk Mahasiswa baru IPB angkatan 47, SPIRIT (Sport Competition and Art Festival on MIPA Faculty) 2010 dan SPIRIT 2009, Biokimia Expo 2010, Seminar Kanker 2009, kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas dan Masa Perkenalan Departemen 2009, dan meet Biokimia 2009. viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix PENDAHULUAN............................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... Tanaman Padi ................................................................................................. Gen CONSTANS ............................................................................................. Polymerase Chain Reaction (PCR) ................................................................ Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ..................... Elektroforesis DNA ........................................................................................ 2 2 2 3 4 5 BAHAN DAN METODE ................................................................................... Bahan dan Alat ............................................................................................... Metode ............................................................................................................ 6 6 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 8 Hasil Penanaman Padi NCO........................................................................... 8 Hasil Amplifikasi Gen CONSTANS ............................................................... 9 Evaluasi Umur Berbunga ............................................................................... 10 Analisis Ekspresi Gen CONSTANS ................................................................ 11 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 13 Simpulan......................................................................................................... 13 Saran ............................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13 LAMPIRAN ........................................................................................................ 16 ix DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Regulasi gen CONSTANS pada hari pendek dan hari panjang ........................ 3 2 Tahapan umum PCR ........................................................................................ 4 3 Denaturasi protein ............................................................................................ 6 4 Pembentukan ikatan silang pada gel poliakrilamid .......................................... 6 5 Alur penanaman padi ....................................................................................... 9 6 Elektroforegram tanaman padi menggunakan primer CO ............................... 10 7 Proses pembungaan padi .................................................................................. 11 8 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer aktin dan primer CO ......... 13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Alur penelitian.................................................................................................. 17 2 Proses umum isolasi DNA padi ....................................................................... 18 3 Komposisi larutan yang digunakan .................................................................. 19 4 Isolasi RNA ...................................................................................................... 20 5 Data hasil spektrofotometri DNA ................................................................... 21 6 Evaluasi umur berbunga, umur panen, dan tinggi tanaman ............................. 23 1 PENDAHULUAN Padi merupakan tanaman sereal penting bagi 111 negara di dunia yang meliputi seluruh negara Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Selain itu, padi merupakan salah satu makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di dunia (Wing et al. 2005). Sebagian besar tanaman padi diproduksi dan dikonsumsi di Asia (Kibria et al. 2008). Padi memegang peranan paling penting di antara berbagai sumber bahan pangan dan penyediaannya yang mendukung ke arah ketahanan pangan nasional. Kebutuhan pangan dunia setiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya petumbuhan penduduk dan perkembangan industri pangan. Namun, pada kenyataannya produsen pangan tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat dan beragam (Praptiwi 2010). Perbaikan dan peningkatan kualitas produksi pertanian untuk beberapa tahun yang lalu masih dapat dipertahankan, karena ketersediaan sumber daya alam dan teknologi pertanian cukup memadai dan berimbang dengan ketersediaan lahan dan peningkatan jumlah penduduk. Keadaan ini sulit untuk dipertahankan di masa yang akan datang, kecuali ada pendekatan baru yang menawarkan ide dan teknik untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Penggunaan rekayasa genetika memiliki potensi untuk menjadi solusi dari ancaman krisis pangan tersebut. Rekayasa genetika merupakan transplantasi satu gen ke gen lain dalam suatu organisme sehingga dapat menghasilkan suatu produk. Tujuan rekayasa genetika antara lain meningkatkan produksi, meningkatkan ketahanan terhadap herbisida, meningkatkan kandungan gizi, toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik. Keunggulaan rekayasa genetika adalah mampu memindahkan materi genetik dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat. Rekayasa genetika diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan pembangunan pertanian yang tidak lagi dapat dipecahkan secara konvensional. Salah satu produk dari rekayasa genetika adalah tanaman transgenik. Pemindahan gen ke dalam genom lain tidak mengenal batas jenis maupun golongan organisme (Winarno & Agustina 2007). Siklus hidup tanaman terdiri atas dua tahap perkembangan, vegetatif dan reproduktif. Tahap pembungaan menjadi salah satu karakteristik penting dalam siklus hidup. Perubahan menuju tahap reproduksi dari tahap vegetatif diawali oleh perubahan bunga pada jaringan meristem apikal. Perubahan tersebut pada sebagian besar tanaman dipengaruhi oleh linkungan dan tahapan perkembangan. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah cahaya, vernalisasi dan hormon (Soo Shin et al. 2003). Umur berbunga merupakan salah satu karakter penting tanaman berbunga yang dapat mempengaruhi hasil dan kualitas tanaman tersebut. Mekanisme genetik dan fisiologi telah berkembang untuk memastikan bahwa umur pembungaan terjadi pada kondisi yang paling menguntungkan untuk penyerbukan, perkembangan, dan penyebaran biji. Kondisi tersebut dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian untuk meningkatkan kuantitas pertanian (Laurie et al. 2004). Studi genetik pengendalian umur berbunga ditunjukan dengan baik oleh tanaman model Arabidopsis thaliana. A. thaliana merupakan tanaman dari famili Brassicaceae dengan ukuran genom 125-130 mega pasang basa yang merupakan ukuran genom terkecil dari kelompok tanaman tingkat tinggi. Hasil riset padi yang berkaitan dengan A. thaliana dilaporkan bahwa gen pengendali umur berbunga diatur berdasarkan fotoperiodisitas atau lamanya penyinaran. Aplikasi gen pengatur pembungaan dalam tanaman sereal dimungkinkan akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi (Izawa 2007). Penyisipan gen pengendali umur berbunga telah dilakukan pada tanaman padi varietas Nipponbare untuk mempercepat umur berbunga dengan mengintroduksikan gen CONSTANS yang diisolasi dari Arabidopsis thaliana. Introduksi gen CONSTANS ini telah berhasil mempercepat pembungaan 2 minggu lebih awal dibandingkan dengan nontransgenik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengevaluasi umur berbunga padi, menganalisis respon padi transgenik putatif AtCO, dan menguji keberadaan gen faktor transkripsi (ekspresi) yang bertanggung jawab terhadap umur berbunga menggunakan teknik PCR. Hipotesis dari penelitian ini adalah tanaman padi yang telah disisipi gen CONSTANS akan memiliki umur berbunga yang lebih cepat daripada tipe liarnya (wild type). Peningkatan pemahaman tentang kontrol berbunga akan membantu pemulia tanaman dalam pemilihan varietas dengan peningkatan adaptasi terhadap lingkungan yang ada atau dengan lingkungan baru yang timbul dari perubahan iklim. Manfaat 2 Penelitian ini berguna dalam program pembuatan tanaman padi unggul dan komersial memliki sifat pembungaan lebih cepat. Manfaat jangka panjang adalah meningkatkan produktivitas tanaman padi secara berkelanjutan untuk menjaga kondisi ketahanan pangan nasional. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Padi merupakan tanaman semusim yang berumpun kuat dengan tinggi tanaman 0.5-2 m, helai daun berbentuk garis, sebagian besar bertepi kasar dan panjangnya 15-80 cm, serta memiliki malai dengan panjang 14-40 cm yang tumbuh ke atas dan ujungnya menggantung. Malai padi berupa bulir yang beraneka ragam, kadang berjarum pendek atau panjang, licin atau kasar berwarna hijau atau coklat, gundul atau berambut dengan ukuran 7-10 cm. Bulir yang masak akan menghasilkan buah yang kaya akan pati. Tanaman padi umumnya tumbuh di tempat yang basah atau rawa, tetapi adapula yang tumbuh di darat, seperti padi gogo. Tanaman padi diklasifikasikan pada divisi Sphermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, bangsa Polales (Glumiflorae), suku Gramineae, marga Oryza, dan jenis Oryza stiva L (Remelia 2008). Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poeceae. Padi memiliki akar serabut, daun berbentuk lanset atau sempit memanjang, urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret atau spikelet, serta buah dan biji yang sulit dibedakan karena merupakan bulir atau kariopsis (Gardener 1991). Bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Padi melakukan penyerbukan sendiri, karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Satu set genom padi terdiri atas dua belas kromosom. Setiap sel padi memiliki dua belas pasang kromosom, kecuali sel seksual sehingga disebut juga tanaman diploid (Tjitrosoepomo 1987). Padi lokal merupakan plasma nutfah yang potensial sebagai sumber gen-gen yang mengendalikan sifat-sifat penting pada tanaman. Keragaman genetik yang tinggi pada padi lokal dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan padi secara umum (Hairmansis et al. 2005). Remelia (2008) menyebutkan terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet) dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger). O. sativa terdiri atas dua varietas yaitu Indica dan Japonica. Variasi genetik pada padi beras putih cukup tinggi, mulai dari bentuk butir gabah kecil-bulat (kelompok Japonica-Javanica), panjang-langsing (kelompok Indica), sampai pada variasi warna (Utami et al. 2010). Padi kultivar Nipponbare merupakan jenis padi yang termasuk dalam varietas Japonica dengan karakteristik umumnya berumur panjang, postur tanaman tinggi mencapai 110 sampai 120 cm, namun mudah rebah, anakan produktif 14 sampai 17 batang, warna kaki hijau, warna batang hijau, daun tebal, warna daun telinga putih, warna daun hijau, muka daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun tegak, warna gabah kuning bersih, paleanya memiliki bulu (awn), bijinya cenderung bulat dan bentuk tanaman tegak. Beras yang dihasilkan padi Nipponbare mengandung komponen amilosa lebih sedikit dan lebih banyak amilopektin dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya. Selain itu, padi Nipponbare menghasilkan anakan yang lebih sedikit dibanding padi Indica (Abdullah et al. 2008). Tanaman padi ini sering digunakan sebagai model penelitian bagi tanaman monokotil. Beberapa alasan yang mendukung penggunaan tanaman tersebut, antara lain ukuran genomnya relatif kecil (430 Mbp), mudah ditransformasi, memiliki ketersediaan informasi molekuler dan genetik, serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Kolesnik et al. 2004). Gen CONSTANS CONSTANS (CO) merupakan salah satu gen yang dapat mengendalikan waktu berbunga pada tanaman berbunga Arabidopsis thaliana (Robson et al. 2000). Gen CONSTANS merupakan gen yang mengkode faktor transkripsi zinc—finger dengan kadar mRNA naik dan turun yang dikendalikan oleh ritme sirkadian (jam biologi) (Putterill et al. 1995). Translasi mRNA CONSTANS (mRNA CO) menghasilkan faktor transkripsi yang mengaktifkan sejumlah gen, termasuk Flowering Locus T (FT), yaitu suatu gen yang diperlukan untuk memulai perubahan pucuk apikal dalam pucuk bunga (Lagercrantz 2009). mRNA CONSTANS tinggi pada awal pagi dan menurun selama siang hari kemudian 3 naik kembali pada sore hari. Protein CONSTANS (protein CO) dengan cepat didegradasi (dalam proteosom) selama pagi dan siang hari serta selama malam (SuarezLopez et al 2001; Mizoguchi et al. 2005). Degradasi protein ini dipicu oleh cahaya pagi (kaya akan 660 nm) yang dimediasi oleh fitokrom B (fit. B). Ketika sore hari, jika hari cukup lama, degradasi protein CO berhenti. Hal ini diperantarai oleh absorbs cahaya merah oleh fitokrom A (Fit. A), dan cahaya biru oleh kriptokrom (Valverde et al. 2004; Laubinger et al. 2006). Akumulasi protein CO dimungkinkan berfungsi untuk mengaktifkan transkripsi gen (contoh FT) yang diperlukan untuk induksi pembungaan (Kardailsky et al. 1999; Kobayashi et al. 1999; Corbeiser et al. 2007). Pada hari yang pendek, dengan munculnya malam sebelum munculmya mRNA CO, protein CO yang disintesiskan untuk menginduksi pembungaan tidak cukup. Aturan ritme sirkadian (jam biologi) dan cahaya pada tumbuhan berhari pendek belum dipahami dengan baik. Studi pada padi menunjukkan bahwa mekanisme yang dijelaskan pada Arabidopsis dapat bekerja tetapi dengan peran gen CONSTANS sebagai suppressor Flowering Locus T dan sebagai inhibitor pembungaan dibawah hari yang panjang (Lagercrantz 2009). Protein CO terdegradasi pada saat gelap, sehingga CO hanya dapat berfungsi apabila mRNA CO juga terekspresi sebelum gelap. Regulasi CO pada hari pendek menunjukkan bahwa fitokrom B akan mengendalikan FKF1 dan GI. FKF1 dan GI tidak dapat bekerja pada malam hari dan digantikan oleh SPA. Protein CO pada hari pendek akan terdegradasi sepanjang hari. Penekanan mRNA CO oleh CDF1 dihentikan melalui aksi FKF1 dan GI, menghasilkan peningkatan ekspresi CO pada sore hari. Protein CO akan stabil melalui aksi fitokrom A dan kriptokrom 2. Hal ini menyebabkan protein CO stabil yang akan membentuk kompleks dengan HAP (haem activator protein) yang berikatan dengan promotor FT yang akan mentranslasikan protein FT. Protein ini akan diteruskan melalui floem hingga ke SAM untuk menginduksi pembungaan (Gambar 1). Fitokrom A dan kriptokrom 2 responsif terhadap cahaya merah dan cahaya biru, masing-masing meningkatkan stabilitas CO pada akhir hari dengan menurunkan degradasi. Sementara itu, fitokrom B mereduksi CO pada cahaya merah pada pagi hari. Hal ini sesuai dengan pengaruh fotoreseptor terhadap pembungaan. Mutasi fitokrom B akan mempercepat pembungaan, sedangkan mutasi fitokrom A dan kriptokrom 2 akan memperlambat pembungaan (Lagercrantz 2009). Gambar 1 Regulasi gen CONSTANS pada hari pendek dan hari panjang (Lagercrantz 2009). Polymerase Chain Reaction (PCR) Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983, ia memperoleh Nobel pada tahun 1994. PCR dapat diaplikasikan dalam analisis genetik, seperti diagnosis medis dan forensik. PCR merupakan metode untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik dalam jumlah besar secara in vitro dari sejumlah kecil cetakan awal. Komponen yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah DNA target, primer, Taq DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan bufer PCR. Perbanyakan fragmen DNA dilakukan secara selektif dan spesifik oleh sepasang oligonukletida yang dikenal sebagai primer. DNA polimerase yang digunakan berasal dari bakteri termofilik, yaitu Taq Polimerase. Enzim tersebut diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus yang tergolong dalam Archaea termofilik. Enzim ini memiliki stabilitas termal yang tinggi, aktivitasnya saat siklus pemanasan pada suhu 4 95oC. Primer merupakan sekuen DNA pendek dengan frekuensi 15 hingga 25 panjang basa dan berutas tunggal. PCR melibatkan tahap pemisahan utas DNA pada suhu tinggi (denaturasi), tahap penempelan primer (annealing), dan tahap pemanjangan primer menjadi utas baru DNA (elongasi) oleh enzim DNA polimerase (Gambar 2) (Mikkelsen & Corton 2004). Tahap denaturasi merupakan tahap awal reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94°C hingga 96°C selama 5 menit. Tahap denaturasi bertujuan memisahkan utas ganda DNA menjadi utas tunggal dengan memutuskan ikatan hidrogen antar pasang basa. Pemisahan ini menyebabkan DNA menjadi tidak stabil dan siap menjadi cetakan bagi primer. Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran energi panas dapat menggantikan fungsi enzim helikase, girase, dan protein pelindung utas tunggal (PPUT) sekaligus pada proses replikasi DNA di dalam sel (in vivo). Tahap kedua adalah penempelan primer atau annealing pada kisaran suhu antara 42°C65°C. Tahapan ini akan memberikan kondisi optimum bagi proses penempelan primer pada DNA cetakan. Suhu penempelan tersebut bersifat spesifik yang merupakan rata-rata dari nilai Tm (temperature melting) yang dimiliki masing-masing primer, yaitu forword (5’-end) dan reverse (3’-end). Primer menempel pada bagian DNA cetakan yang memiliki urutan basa yang bersifat komplementer dengan urutan basa primer. Tahap ini di dalam replikasi sel berfungsi sebagai inisiasi sintesis DNA oleh primase untuk membentuk RNA primer pada situs ori (Chakrabarti 2004). Tahap ketiga adalah perpanjangan primer atau primer extention yang bertujuan memberikan kondisi optimum bagi kerja enzim Taq polimerase dalam memanjangkan primer untuk membentuk utas DNA baru. Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran Taq polimerase dapat menggantikan fungsi enzim DNA polimerase III, DNA polimerase I, dan ligase di dalam replikasi sel. Suhu yang digunakan pada proses ini tergantung dari jenis DNA polimerase yang dipakai. Durasi tahap ini biasanya satu menit. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa utas baru menjadi cetakan bagi primer lain dan akhirnya tedapat utas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Amplifikasi DNA diulang sebanyak 30-40 siklus pengulangan. Proses penggandaan DNA terjadi pada setiap siklus, sehingga DNA hasil amplifikasi akan bertambah secara logaritmik seiring dengan bertambahnya siklus PCR. Fase ini akan berhenti pada siklus tertentu dan berhenti menjadi fase plateau pada akhir siklus. Gambar 2 Tahapan umum PCR meliputi (1) denaturasi, (2) penempelan primer, (3) perpanjangan primer (Vierstraete & Vanfleteren 1999). Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi RNA yang memiliki kestabilan yang lebih rendah dibandingkan DNA (Sudjadi 2008). Teknik PCR ini dapat diterapkan untuk studi RNA apabila RNA telah ditranskripsi balik menjadi cDNA sehingga dapat dijadikan cetakan dalam proses PCR. cDNA atau complementary DNA merupakan DNA hasil proses transkripsi balik menggunakan RNA sebagai cetakan. RT-PCR merupakan metode paling sensitif untuk deteksi dan kuantifikasi mRNA. Teknik ini antara lain dapat digunakan untuk pembuatan pustaka cDNA, mengidentifikasi mutasi maupun polimorfisme pada skuen hasil transkripsi. Teknik ini hanya membutuhkan RNA dalam jumlah sedikit dan toleran terhadap RNA target yang terdegradasi (Joyce 2002). RT-PCR dapat dilakukan melalui satu atau dua tahap. RT-PCR satu tahap dilakukan, seperti PCR konvensional yang diawali dengan pembuatan cDNA. Reaksi ini tidak memerlukan penambahan pereaksi di antara tahap RT dan amplifikasi PCR. Namun, AmpErase UNG (urasil-N-glikosilase) tidak 5 dapat digunakan karena adanya UNG pada teknik PCR satu tahap akan menghilangkan cDNA yang telah disintesis. RT-PCR dua tahap terdiri atas dua tahap terpisah, yakni tahap sintesis cDNA dan tahap amplifikasi cDNA. Tahap pertama merupakan penyalinan RNA menjadi cDNA menggunakan enzim reverse transcriptase dengan RNA sebagai cetakan. Primer yang digunakan pada tahap ini umumnya ada tiga jenis, yaitu oligo dT, gene specific primer, dan random hexanucleotide. cDNA yang diperoleh akan diamplifikasi pada tahap ke dua dengan menggunakan teknik PCR. RT-PCR dua tahap berguna untuk mendeteksi transkripsi ganda dari reaksi cDNA tunggal atau apabila cDNA akan disimpan untuk penggunaan selanjutnya (Applied Biosystem 2003). Elektroforesis DNA Elektroforesis merupakan salah satu teknik penapisan utama dalam biologi molekuler. Elektroforesis dapat digunakan untuk memisahkan dan memurnikan fragmenfragmen DNA ataupun RNA yang memiliki muatan listrik di bawah pengaruh medan listrik. Prinsip elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatannya. DNA yang bermuatan negatif karena adanya gugus fosfat akan bergerak ke arah kutub positif selama elektroforesis. Fragmen DNA mempunyai muatan negatif yang sama untuk tiap-tiap ukuran panjang sehingga pergerakan DNA ini akan memiliki kecepatan yang sama untuk mencapai kutub positif (Clark & Christopher 2008). Pergerakan yang sama antar molekul DNA tidak dapat digunakan untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya. Elektroforesis makromolekul, seperti asam nukleat memerlukan matriks penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam nukleat karena dapat memperlambat pergerakan DNA. Gel ini merupakan polimer sehingga akan membentuk semacam jaring-jaring untuk memerangkap DNA. DNA dengan ukuran yang lebih besar akan lebih sulit untuk melewati lubang atau pori dari gel sehingga DNA dengan sendirinya akan terpisah berdasarkan besarnya ukuran karena kemampuan DNA yang berbeda-beda dalam melewati pori dalam gel. Media pendukung yang digunakan dalam elektroforesis, antara lain kertas atau membran selulosa, gel pati, gel poliakrilamid, dan gel agarosa (Clark & Christopher 2008). Teknik elektroforesis terdiri atas dua macam, yaitu elektroforesis gel dan elektroforesis SDS PAGE. Elektroforesis gel merupakan teknik utama dalam biologi molekuler dan biasa dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode sekuensing DNA, atau immuno blotting yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut. Gel yang biasa digunakan adalah agarosa yang berasal dari ekstrak rumput laut yang telah dimurnikan. Prinsip elektroforesis gel adalah molekul DNA yang bermuatan negatif di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Semakin besar ukuran molekul DNA, laju migrasi semakin rendah. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA dilakukan di bawah paparan sinar UV setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan larutan EtBr. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan EtBr sebelum dipaparkan di atas sinar UV. Marka atau penanda yang digunakan pada proses running merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel. Setelah tahap running selesai, dilakukan metode staining dan destaining. Metode staining adalah pewarnaan gel agarosa yang dilakukan dengan menggunakan larutan etidium bromida (EtBr) selama 10 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet. Metode destaining atau penghilangan warna dilakukan dengan cara memasukkan gel ke dalam air (akuades) selama 5 hingga 10 menit (Clark & Christopher 2008). Teknik elektroforesis dengan SDS PAGE meliputi pembuatan gel pemisah (separating gel), pembuatan gel pengumpul (stacking gel), pemanasan sampel, running dengan arus 28A tegangan 110V atau 30A dan teganagan 130 V, proses pewarnaan (staining) selama 20 menit, dan proses pencucian (destaining) selama 20 menit. Elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE) dengan suatu detergen anion, sodium dodesil sulfat (SDS) digunakan untuk memisahkan subunit protein 6 berdasarkan ukuran. Protein dilarutkan di dalam suatu larutan penimbal yang mengandung SDS dan agen penurun, merkaptoetanol atau ditiotreitol, untuk memecah protein menjadi subunit dan menurunkan ikatan disulfat. Protein bergabung dengan SDS menjadi bermuatan negatif, dan dipisahkan berdasarkan ukuran. Fungsi SDS adalah sebagai pendenaturasi protein, membentuk kompleks dengan protein, sehingga protein berbentuk lurus dan bermuatan negatif (Gambar 3). Matrik gel poliakrilamid terbentuk melalui pemolimeran akrilamid dengan reagen pemaut silang (cross-linking) N.N’-metilen-bisakrilamid tetra metal etilen diamin (TEMED), sumber radikal bebas, dan amonium persulfat (Gambar 4). Sebelum ditambah SDS Gugus R Area Hidrofobik Setelah ditambah SDS Gambar 3 Denaturasi protein. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk penumbuhan padi adalah padi transgenik Nipponbare dan padi Nipponbare tipe liar sebagai pembanding (kontrol negatif), tanah, pupuk (NPK), aquades, dan kertas saring. Isolasi DNA tanaman padi menggunakan daun padi, etanol 70%, etanol absolut, dan bufer ekstraksi yang mengandung NaCl 5 M, TrisHCl 1 M, etilendiamin tetraasetat (EDTA) 0.5 M, setiltrimetil ammonium bromide (CTAB), polivinil pirolidon (PVP), dan merkap toetanol. Selain itu digunakan pula larutan kloroform isoamilalkohol (chisam), Na-asetat, RNase, dan larutan TE (Tris-EDTA). Reaksi PCR menggunakan bufer PCR, MgCl2, dNTP, sepasang primer, DNA, dan taq polimerase (Faststart). Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis adalah loading dye, 1 x bufer TAE, agarosa, DNA hasil PCR, marker 1 kb ladder (invitrogen), etidium bromida, dan aquades. Sekuen primer yang digunakan adalah Forward CO 5’-AAT AGG ATC CGC TCC CAC ACC ATC AAA CT 3’ dan Reverse CO 5’-AGT CAG TCG ACG CCA CAG GAG TCT CAG AAT G-3’ dan Forward primer aktin 5’-TCC ATC TTG GCA TCT CTC AG-’3 1 µL, Reverse primer aktin 5’-GTA CCC GCA TCA GGC ATC-’3 1 µL Alat-alat yang digunakan adalah gunting, microfuge, mikropipet, neraca analitik, autoklaf, mortar, vorteks, spektrofotometer, UV Illuminator ChemiDoc EQ (Biorad), elektroforesis, spin, tip, labu Erlenmeyer, tabung mikro, kuvet, kertas aluminium, stopwatch, penangas air, microwave, gelas ukur, baki gel agarosa, mesin PCR PTC-100. Metode Inisiasi polimerasi Gambar 4 Pembentukan ikatan silang pada gel poliakrilamid. Penumbuhan Padi Penumbuhan padi dilakukan secara bertahap. Padi disemai dalam cawan petri yang telah dialasi kertas saring. Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menghindari kekeringan. Penyemaian dalam cawan Petri dilakukan selama 10 hari. Padi yang sudah cukup tinggi dipindahkan ke dalam bak secara berkelompok. Setelah sekitar dua minggu dalam bak maka padi dipindahkan ke dalam ember dan disimpan di rumah kaca. Padi yang ditanam terdiri atas 8 galur, yakni 7 galur tanaman padi putatif AtCO, yakni galur NCO 211, 214, 215, 221, 231, dan galur 233, dan 1 galur tipe liar (Nipponbare). 7 Isolasi DNA Padi Isolasi DNA dilakukan berdasarkan pada metode CTAB yang mengacu pada Shure et al. (1983) dan Doyle & Doyle (1987). Metode ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu persiapan ekstrak sel, pemurnian DNA, dan pemekatan DNA. Preparasi ekstrak sel dimulai dengan perendaman daun padi yang ditempatkan pada tabung mikro 2 mL dengan liquid nitrogen (LN) kemudian digerus menggunakan sumpit dan ditambahkan bufer ekstraksi sebanyak 1000 µL. Hasil gerusan diinkubasi di dalam penangas air pada suhu 65 oC selama 15 menit, kocok (bolak-balik tabung) setiap 5 menit sekali. Pemurnian DNA dilakukan melalui penambahan natrium asetat 3M sebanyak 100 µL dan kloroform isoamilalkohol sebanyak 1000 µL ke dalam tabung, kemudian dikocok hingga merata. Suspensi selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Pemekatan DNA dilakukan dengan penambahan natrium asetat 3M sebanyak 70 µL(1/10 volume) dan etanol absolut sebanyak 520 µL (2/3 volume) ke dalam supernatan dan dicampur perlahan. Sampel disentrifus pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Pelet yang diperoleh dicuci dengan 500 µL etanol 70%. Campuran disentrifus kembali selama 3 menit pada kecepatan 12000. Pelet selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 5 menit. Pelet yang telah kering dilarutkan dalam bufer TE yang mengandung ribonuklease sebanyak 50 µL dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA dengan Spektrofotometer Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan berdasarkan metode Sambrook dan Russel (1989). Metode ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer menggunakan 2 µL sampel DNA dan 498 µL air steril. Mula-mula disiapkan kuvet dan perlengkapan untuk spektrofotometer. Alat dinyalakan dan diatur display untuk pengukuran kuantitas DNA. Sebanyak 400 µL bufer TE atau akuades dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet dimasukkan ke tempat pengukuran. Kuvet dicuci, selanjutnya dimasukkan sebanyak 2 µL DNA ditambahkan dengan 498 µL bufer TE. Kuvet ditutup, dimasukkan dalam tempat pengukuran. Angka yang muncul pada layar merupakan konsentrasi dari DNA sampel yang diukur dan dicatat. Kualitas DNA ditentukan pada OD 260/280 yang merupakan nilai kemurnian dari sampel. DNA yang murni mempunyai OD 260/280 = 1.8 hingga 2.0. Apabila nilainya kurang dari 1.8 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan protein, dan untuk menghilangkannya ditambahkan proteinase. Apabila nilainya lebih dari 2.0 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan RNA, dan untuk menghilangkannya ditambahkan ribonuklease. Tahap selanjutnya DNA diencerkan dengan konsentrasi akhir 50 ng/µL untuk proses amplifikasi PCR. Amplifikasi DNA dengan PCR Amplifikasi DNA padi mula-mula disiapkan tabung mikro untuk membuat campuran reaksi amplifikasi. Setiap tabung diisi dengan reaksi amplifikasi yang terdiri atas 2 µL buffer PCR , 0.6 µL MgCl2 50 mM, 0.4 µL dNTP mix 10 mM, 2 µL campuran primer gen CO (forward dan reverse), 0.16 U/µL Taq polimerase, 1 µL DNA 50 ng/µL, dan 13.24 µL ddH2O. Kemudian dijalankan program pada mesin PCR. Primer yang digunakan untuk amplifikasi dengan teknik PCR adalah sepasang primer untuk gen CO. Sekuen primer yang digunakan adalah Forward 5’-AAT AGG ATC CGC TCC CAC ACC ATC AAA CT -3’ dan Reverse 5’-AGT CAG TCG ACG CCA CAG GAG TCT CAG AAT G-3’. Total volume reaksi PCR adalah 20 µL. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (PCT 100) dengan program tahap denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 60 oC selama 30 detik, dan pemanjangan pada suhu 72 oC selama 45 detik. Program PCR diulang sebanyak 30 siklus. Proses pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. Elektroforesis Hasil PCR Gel agarosa 1% dalam 30 mL TE disiapkan terlebih dahulu dengan bufer TAE 1x pada baki gel agarosa. Sebanyak 0.3 g ditimbang dan dicampur dengan 30 mL TE. Larutan dimasukkan ke dalam microwave selama 60 detik. Larutan yang sudah jernih dimasukkan ke dalam cetakan agar yang sudah diberi cetakan sumur. Gel agarosa yang memadat dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis berisi bufer TAE 1x. Sebanyak 10 µL produk PCR ditambahkan 1 µL loading dye dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel dan disertakan DNA standar (1 kb ladder) sebagai pembanding pada sumur gel pertama untuk melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya sampel DNA dialiri arus 80 volt selama 1.5 jam. Gel agarosa diwarnai dengan larutan EtBr (10 mg/L) selama 10 menit, kemudian 8 dihilangkan pewarnaannya dengan air selama 5 menit. Visualisasi DNA dilakukan pada UV Illuminator ChemiDoc EQ (Biorad). Isolasi RNA (Qiagen 2006) Isolasi RNA dilakukan berdasarkan metode Qiagen 2006. Sebelumnya semua peralatan yang akan digunakan direndam pada larutan DEPC sebanyak 0.1 mL dalam 100 mL air selama 12 jam dan diautokalaf. Isolasi RNA diawali dengan sebanyak 10 sampel tanaman yang terdiri atas 7 sampel tanaman padi positif AtCO, 2 sampel tanaman padi negatif AtCO, dan 1 sampel tanaman sebagai kontrol negatif. Sebanyak 0.1 gram daun padi ditimbang terlebih dahulu kemudian diletakkan pada mortar dan ditambahkan nitrogen cair secukupnya kemudian digerus hingga lembut. Daun padi yang telah digerus ditambahkan dengan 450 µL bufer RLT kemudian masukkan ke dalam tabung mikro 2 mL. Campuran tersebut di vorteks selama 1-2 menit hingga homogen, kemudian diinkubasi pada suhu 56oC selama 3 menit. Suspensi dipindahkan ke dalam tabung QIAshredder spin column (warna ungu) menggunakan tip yang ujungnya sudah dipotong. Sampel disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam tabung mikro 2 mL yang baru kemudian ditambahkan etanol absolut (96%) sebanyak 0.5 volume total (lakukan pipeting). Sebanyak 650 µL suspensi dipindahkan ke dalam tabung Rneasy mini column (warna pink) kemudian disentrifus kembali pada kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Supernatan yang dihasilkan pada tahap sentrifus sebelumnya dibuang dan ditambahkan dengan larutan RW1 sebanyak 700 µL ke dalam kolom RNeasy. Suspensi disentrifus kembali dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Supernatan yang dihasilkan dibuang kemudian ditambahkan larutan bufer RPE sebanyak 500 µL. Sebanyak 500 µL bufer RPE ditambahkan kembali melalui kolom RNeasy dan disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Kolom RNeasy dipindahkan ke dalam tabung mikro 1.5 mL kemudian ditambahkan 30-50 µL RNase bebas air kemudian disentrifus pada kecepatan 10000 selama 1 menit. RNA yang didapatkan di spektro untuk mendapatkan konsentrasi. Sintesis cDNA (Superscript II) Sintesis cDNA dilakukan melalui 3 tahap, yaitu tahap S1, SII, dan SIII. Tahap S1 RNA yang digunakan sebagai template pada sinteis cDNA adalah RNA hasil isolasi. RNA diambil sebagai cetakan beberapa mikro sesuai dengan konsentrasi RNA yang didapatkan, kemudian ditambahkan dengan aquades hingga volume 11 µL, selain itu ditambahkan dengan dNTP mix 10 mM sebanyak 1 µL, dan oligo (dT) (500µg/mL) sebanyak 1µL kemudian di spin sampai homogen. Campuran tersebut di inkubasi pada suhu 65 oC selama 5 menit. Tahap SII merupakan tahap inkubasi lanjut. Bufer yang digunakan pada tahap ini terdiri atas 5x bufer first strand sebanyak 4 µL, dan 0.1 M dTT sebanyak 2 µL. Larutan diaduk hingga homogen kemudian di inkubasi pada suhu 42oC selama 2 menit. Tahap SIII merupakan penambahan enzim Superscript II pada larutan yang telah diinkubasi kemudian diaduk dan di inkubasi pada suhu 42 oC selama 50 menit dan untuk penghentian panas larutan dipanaskan pada suhu 70 oC selama 15 menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi PCR produk yang berupa cDNA, mula-mula disiapkan campuran reaksi PCR yang terdiri atas 10x PCR bufer (200 mM Tris-HCl pH 8.4, 500 mM dNTP mix 1 µL, Forward primer (10 µM) 5’-TCC ATC TTG GCA TCT CTC AG-3’ 1 µL, Reverse primer (10 µM) 5’GTA CCC GCA TCA GGC ATC-3' 1 µL, Taq DNA polymerase (5 U/µL) 0.4 µL, cDNA 2 µL, aquades. Pengamatan Umur Berbunga Pengamatan umur berbunga dilakukan setelah tanaman padi mulai mengeluarkan malai dan bunga. Umur berbunga tersebut di hitung sejak hari pertama semai hingga tumbuh bunga. Pengamatan dilakukan dengan kategori tanaman putatif transgenik AtCO dan tanaman non-transgenik (tipe liar sebagai kontrol negatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penanaman Padi NCO Penanaman padi skala laboratorium dibagi atas tiga tahapan, yakni penyemaian dalam cawan Petri, penanaman dalam bak, dan penanaman dalam pot atau ember. Alur penumbuhan padi diawali dengan penyemaian di dalam cawan Petri yang sudah dialasi dengan kertas saring untuk menghindari kelembaban karena penyiraman setiap hari. Jumlah padi yang disemai pada masingmasing cawan Petri adalah 25 buah biji padi kecuali pada NCO 2.1.4 dan NCO 2.3.1 yang hanya berjumlah 24 buah dan empat buah. 9 Padi NCO (Nipponbare CONSTANS) merupakan padi generasi T0 yang diduga mengandung gen CONSTANS (putatif transgenik AtCO). Penyemaian padi di dalam cawan Petri dilakukan selama sepuluh hari atau hingga padi tumbuh berkecambah dan timbul daun. Padi yang disemai pada petri disiram setiap hari untuk menghindari kekeringan. Tidak semua jumlah padi yang disemai dapat tumbuh, hal ini berkaitan dengan kualitas padi itersebut. Jumlah padi yang tumbuh pada masing-masing galur dapat dilihat pada Tabel 1. anakan, dan meningkatkan bulir. Pemberian nitrogen yang berlebihan dapat menurunkan kualitas bulir dan penghambatan pertumbuhan. Fungsi fosfor dalam pertumbuhan tanaman adalah memacu terbentuknya bunga, bulir pada malai, perkembangan akar halus dan akar rambut, memperkuat jerami sehingga tidak mudah patah, dan memperbaiki kualitas gabah. Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman kerdil, jumlah anakan sedikit, dan daun meruncing berwarna hijau gelap (Tejasarwana 1995). Tabel 1 Jumlah benih padi NCO yang tumbuh No. No. Lapang ∑semai ∑tumbuh 1 NCO 211 25 16 2 NCO 2.4 24 11 3 NCO 215 25 10 4 NCO 221 25 14 5 NCO 222 25 11 6 NCO 231 4 2 7 NCO 233 25 19 8 Nipponbare 25 9 Berdasarkan tabel di atas jumlah padi NCO yang tumbuh dari masing-masing galur mencapai setengah dari jumlah semainya. Tanaman padi yang digunakan sebagai kontrol, yaitu padi Nipponbare tumbuh paling sedikit dari jumlah semai awal. Hal ini berkaitan dengan lama penyimpanan benih. Tanaman padi yang sudah tumbuh dipindahkan ke dalam bak secara berkelompok untuk memudahkan penamaan. Pemindahan padi tersebut bertujuan untuk penyesuaian nutrisi. Setelah dua minggu, padi dipindahkan ke dalam ember dengan kondisi dua tanaman dalam satu ember untuk ditumbuhkan hingga berbunga dan menghasilkan biji. Pemindahan padi pada peneltian ini dilakukan setelah padi bermur tiga minggu di dalam bak. Hal ini dikarenakan belum tersedianya bahan penanaman. Alur penumbuhan padi dapat dilihat pada Gambar 5. Media tanam terdiri atas campuran tanah liat, pupuk kandang, dan pupuk nitrogen dengan perbandingan 1:1. Ketiga unsur tersebut memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen dapat diperoleh dari pupuk urea, unsur P dari TSP, dan unsur K dalam KCL. Peranan utama unsur N pada tanaman adalah merangsang pertumbuhan vegetatif batang dan daun, meningkatkan jumlah Gambar 5 Alur penanaman padi. Hasil Amplifikasi Gen CONSTANS Hasil PCR ini akan menghasilkan DNA yang telah teramplifikasi dengan primer tententu. Sebelum melakukan amplifikasi gen CONSTANS, sampel DNA memerlukan pengujian kualitas DNA. Pengujian kualitas DNA dilakukan dengan metode Sambrook and Russel (1989). Uji kuantitas DNA dapat dilakukan dengan mengukur konsentrasi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan kemurnian DNA pada perbandingan panjang gelombang 260/280. Nilai kemurnian DNA yang baik berkisar antara 1.8-2.0. DNA sampel yang telah terkuantifikasi dengan spektrofotometer dapat digunakan sebagai cetakan pada proses PCR. Uji kualitas DNA dapat dilakukan melalui elektroforesis gel agarosa. Uji ini akan menghasilkan pita-pita DNA pada ukuran tertentu. Proses PCR dilakukan menggunakan sepasang primer yang spesifik terhadap gen CONSTANS dengan kontrol positif berupa plasmid yang telah mengandung gen AtCO dan kontrol negatif berupa air dan tanaman non transgenik. Berdasarkan hasil amplifikasi dapat diketahui bahwa dari 80 sampel DNA tanaman padi putatif AtCO terdapat 35 sampel 10 yang menunjukkan hasil positif. Tiga puluh lima tanaman padi yang positif mengandung gen CONSTANS, yakni 5 tanaman galur NCO 211, 3 tanaman galur NCO 214, 6 tanaman galur NCO 215, 6 tanaman galur NCO 221, 6 tanaman galur NCO 222, 2 tanaman galur NCO 231, dan 7 tanaman galur NCO 233. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pita DNA yang sejajar dengan ukuran plasmid, yaitu 1500 bp sedangkan air dan tipe liar sebagai kontrol negatif. Hal ini berarti tanaman tersebut telah mengandung gen CONSTANS yang telah disispkan, sedangkan sampel yang tidak menunjukkan adanya pita DNA diindikasikan tidak mengandung gen CONSTANS (Gambar 6) . Gambar 6 Elektroforegram tanaman padi NCO, M=marker, A=air, WT=tipe liar, P=plasmid +=pita DNA tipis. DNA yang telah diamplifikasi gennya melalui teknik PCR tersebut merupakan DNA hasil isolasi dari tanaman padi yang terdiri atas tanaman padi non-transgenik dan tanaman padi putatif transgenik AtCO. Isolasi DNA dilakukan berdasarkan metode Shure et al (1983) yang dimodifikasi dengan penambahan metode CTAB dari Doyle & Doyle (1987). Metode ini dipilih karena cara pengerjaanya yang realtif mudah dan sangat tepat untuk isolasi padi yang banyak mengandung pati atau polisakarida. Larutan CTAB merupakan deterjen kationik yang melarutkan membran dan membentuk kompleks dengan DNA sehingga memungkinkan dilakukan presipitasi selektif pada konsentrasi garam rendah (<0.5 M) atau dengan penambahan isopropanol. Hasil uji kuantitatif DNA menunjukan kemurnian yang tinggi yang berkisar antara 1.8-2.0 dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi yang didapat sangatlah bervariasi. Namun, dalam hal ini konsentrasi tidak terlalu diperhatikan. Tingginya konsentrasi dipengaruhi oleh cara penggerusan masingmasing sampel. Konsentasi dan kemurnian DNA hasil isolasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Evaluasi Umur Berbunga Tanaman Padi Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Tahap pembungaan pada tanaman padi berlangsung antara pukul 08.0013.00 dan pembuahan akan selesai dalam 5-6 jam setelah pembungaan. Semua bunga dalam suatu malai memerlukan 7-10 hari untuk proses pembungaan, tetapi pada umumnya hanya 5 hari. Proses pembungaan terjadi 25 hari setelah bunting (Vergara 1980, Yoshida 1981). Proses pembungaan meliputi kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen (benang sari) dan serbuk sari tumpah. Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil (putik) berbulu dimana tabung tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet (bunga padi) pada malai mekar. Pembungaan terjadi satu hari setelah keluarnya malai. Kelopak bunga pada umumnya membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan dipisahkan dalam dua kelompok, yakni anakan produktif dan non produktif (Gambar 7). 11 pemasakan pembungaan Keluar malai Gambar 7 Proses pembungaan padi. Tanaman transgenik putatif AtCO yang telah dikarakterisasi secara molekuler untuk mengetahui keberadaan gen yang diintroduksikan kemudian perlu di evaluasi berdasarkan karakteristik yang diperlukan. Karakteristik suatu tanaman padi dapat dapat diamati berdasarkan karakter yang tampak dan diamati secara visual. Karakter tanaman dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif (Nasir 2001). Karakteristik yang diamati pada penelitian ini di antaranya umur berbunga, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan umur panen. Evaluasi umur berbunga dilakukan dengan membandingkan umur berbunga antara tanaman transgenik dan tanaman non transgenik. Berdasarkan pengamatan tersebut diperoleh padi transgenik AtCO yang bersifat genjah, yakni yang memiliki umur berbunga kurang dari 100 hari. Umur berbunga tanaman padi ini berkisar antara 63 hari hingga 6 hari. Umur berbunga tersebut dihitung sejak tanggal semai. Tanaman padi transgenik pada penelitian ini memiliki umur berbunga tercepat yakni 63 hari dibandingkan dengan tipe liarnya yang memiliki umur berbunga 68 hari (Lampiran 6). Berdasarkan umur panen padi, Samaullah (2009) menggolongkan menjadi lima yaitu, ultra genjah (<90 hari), sangat genjah (90-104 hari), genjah (105-124 hari), sedang (125-150 hari) dan dalam (>150 hari). Tanaman padi Nipponbare transgenik memiliki umur panen 118 hari hingga 128 hari. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi Nipponbare transgenik memiliki sifat genjah hingga sedang. Tanaman padi yang berumur pendek (genjah) cenderung memiliki jumlah produksi yang tinggi. Berdasarkan tinggi tanaman, tanaman padi di ukur sebanyak dua kali, yakni pada masa pertumbuhan vegetatif dan masa pertumbuhan reproduksi atau generatif. Tinggi tanaman padi diukur dari batang paling bawah di atas permukaan tanah sampai daun tertinggi. Departemen Pertanian (2003) menggolongkan tinggi tanaman padi ke dalam tiga golongan yaitu tinggi (>130 cm), sedang (110 cm – 130 cm), dan rendah (<110 cm) (Lampiran 7). Tinggi tanaman padi pada penelitian ini berkisar antara 44-80 cm dan digolongkan ke dalam tanaman rendah. Menurut Abdullah et al. (2008), padi jenis Nipponbare memiliki tinggi berkisar antara 110-120 cm. Hal ini dapat disebabkan kurangnya unsur hara yang tersedia. Analisis Ekspresi Gen CONSTANS Analisis ekspresi gen CONSTANS (CO) dilakukan melalui analisis RNA menggunakan metode RT-PCR. Analisis RT-PCR dilakukan terhadap 7 sampel tanaman padi transgenik, 2 sampel tanaman padi non transgenik, dan 1 sampel tipe liar yang berhasil diisolasi RNA dan dibuat cDNA-nya. Sampel tersebut dipilih sebagai perwakilan dari setiap galur. Sampel tersebut dipilih karena memiliki pita DNA yang cukup tebal dan jelas pada amplifikasi PCR. Analisis tersebut termasuk cara yang mudah untuk menguji tingkat ekspresi gen yang telah diketahui sekuen nukleotidanya (Chaidamsari et al. 2006). Kelimpahan RNA transkrip di dalam sel merupakan parameter ekspresi gen. Oleh karena itu, proses analisis ekspresi gen diawali dengan isolasi RNA. RNA total diisoalasi dari daun tanaman padi dengan menggunakan kit RNeasy. Metode ini merupakan metode baru untuk mengisolasi RNA dengan cepat dan mudah (Pertiwi 2010). Sampel daun padi yang telah dihaluskan dihomogenisasi dengan bufer lisis RLT yang mengandung guanidin tiosianat yang berfungsi untuk menghambat kerja RNase dan akan menghancurkan sel-sel pengganggu. Larutan ditempatkan pada tabung QIA shredder spin column. Etanol ditambahkan untuk menyediakan kondisi pengikatan yang tepat antara RNA dengan membran gel silika dalam tabung. RNA akan terikat pada membran silika di dalam kolom dan kontaminan akan hilang bersama suspensi setelah di sentrifus. Beberapa bufer yang digunakan pada isolasi RNA adalah bufer RLT, RW1, dan RPE. Bufer RW1 dan RPE masing-masing mengandung etanol yang berfungsi untuk mengendapkan jaringan pengganggu sehingga terikat pada membran silika. Menurut Qiagen (2006) metode ini mengisolasi RNA dengan panjang lebih dari 200 nukleotida. RNA kecil, seperti 5.8S rRNA, 5S rRNA, dan tRNAs yang memiliki panjang masing-masing 160, 120, dan 70-90 nukleotida tidak dapat terikat dan terisolasi dengan metode ini. RNA dengan bobot molekul rendah berjumlah 15-20% dari RNA 12 total, oleh karena itu molekul RNA besar lebih banyak terisolasi. Gambaran kuantitatif mengenai hasil yang diperoleh dari isolasi RNA dilakukan dengan pengukuran kuantitas dan kemurnian RNA total hasil ekstraksi menggunakan spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi RNA dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dengan perhitungan 1 nilai absorbansi sama dengan 40 μg/mL. Kemurnian RNA diukur pada rasio A260/A280, karena protein diserap pada panjang gelombang 280 nm (Rapley & Heptinstall 1998). Nilai konsentrasi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsentrasi RNA tanaman padi NCO Sampel Konsentrasi A260 A280 260/280 NCO (ng/μL) 211.11 78.8 1.971 0.957 2.06 214.5 290.8 7.271 3.421 2.09 215.1 578.1 14.452 6.870 2.10 215.10 162.2 4.056 1.903 2.13 221.13 320.2 8.004 3.809 2.10 214.1 308.1 7.702 3.633 2.12 231.1 378.1 9.453 4.481 2.11 222.8 174.4 4.361 2.082 2.09 233.15 77.5 1.938 0.888 2.18 NB 351.8 8.794 4.157 2.12 Berdasarkan tabel di atas nilai konsentrasi masing-masing RNA sangat beragam, berkisar antara 70-500 ng/µL dengan kemurnian masing-masing di atas 2.0. Menurut Wilfinger (1997), kemurnian RNA berkisar antara 1.92.3 pada pH 7.5. Konsentrasi yang telah didapatkan digunakan untuk menghitung konsentrasi sintesis cDNA. Menurut Qiagen (2006) setiap konsentrasi 1000 ng/µL maka RNA yang digunakan sebanyak 1 µL. RNA total hasil isolasi kemudian disintesis menjadi cDNA melalui transkripsi balik (reverse transcription). Proses transkripsi ini melalui 3 tahap, yaitu tahap sintesis 1 selama 5 menit, sintesis 2 selama 2 menit, dan sintesis 3 selama 65 menit. Tahap sintesis 1 merupakan tahapan penambahan oligo(dT) yang akan berikatan dengan mRNA sehingga dapat disintesis menjadi cDNA (complementary DNA). Hal ini dikarenakan mRNA memiliki poli A pada ujung 3’ sedangkan rRNA dan tRNA tidak memiliki poli A. Tahap sintesis 2 adalah penambahan bufer. Tahap sintesis 3 merupakan tahapan penambahan enzim superscript II dan merupakan tahap akhir dari sintesis cDNA. Hasil analisis cDNA selanjutnya digunakan untuk analisis ekspresi gen. Ekspresi gen dianalisis menggunakan program PCR dengan primer aktin dan primer CO. Menurut Suharsono (2010), ekspresi gen aktin digunakan sebagai kontrol internal pada RTPCR. Penggunaan primer aktin dipilih karena penggunaannya yang cukup mudah dan dapat menunjukkan hasil amplifikasi secara jelas dan cepat. Selain itu, aktin ini telah banyak digunakan sebagai kontrol internal yang stabil pada uji ekspresi gen pada daun dan akar Chicorium intibus. Penggunaan primer CO merupakan primer spesifik terhadap gen CONSTANS, sehingga dapat menunjukkan adanya gen yang diiontroduksikan. Kontrol internal RNA sangat penting untuk mendeteksi adanya kesalahan hasil negatif karena degradasi RNA selama proses ekstraksi atau keberadaan inhibitor pada proses transkripsi balik dan PCR (Gambino & Grimbaudo 2006). Selain itu, hasil amplifikasi menggunakan kontrol internal dapat digunakan sebagai indikasi keberhasilan isolasi RNA. Hasil amplifikasi RNA menunjukkan bahwa dari masing-masing sampel mengandung RNA hasil isolasi. Berbeda dengan primer aktin yang tidak bersifat spesifik, penggunaan primer CO yang spesifik terhadap gen CONSTANS menunjukkan bahwa dari lima sampel RNA yang di isolasi, ekspresi gen hanya ditunjukkan oleh sampel NCO 211-11 yang memiliki umur berbunga 67 hari (Lampiran 6). Hal ini dibuktikan dengan adanya pita DNA yang sejajar dengan plasmid serta DNA hasil isolasi yang digunakan sebagai kontrol positif. Namun, dihubungkan dengan umur berbunga sampel tersebut memiliki umur berbunga yang hanya berselisih 1 hari dengan tipe liarnya. Hal ini menunjukkan adanya tingkat ekspresi, namun tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sementara itu, sampel yang telah positif DNA namun tidak menunjukkan adanya ekspresi gen dimungkinkan adanya proses pembungkaman gen yang mengacu pada sejumlah proses regulasi gen yang mencegah ekspresi gen. Gen dihalangi oleh mekanisme tertentu sehingga tidak dapat ditranskripsikan, atau dapat ditranskripsikan namun tidak dapat diproses menuju tahap berikutnya (translasi) (Gambar 8). Amplifikasi menggunakan primer aktin menunjukkan adanya pita dari setiap sampel yang berukuran 318 bp untuk pita RNA dan 368 bp untuk pita DNA. Perbedaan ukuran pita tersebut disebabkan pada saat PCR menggunakan cDNA total sebagai cetakan menghasilkan pita DNA yang berukuran lebih 13 kecil dibandingkan dengan ukuran DNA. Hasil ini menunjukkan bahwa daerah yang diamplifikasi adalah daerah ekson pada cDNA sedangkan daerah intronnya dibuang saat pembentukan RNA. Sedangkan pada DNA daerah ekson dan intron tetap ditranskripsikan (Suharsono et al. 2008). Applied Biosystem. 2003. Sequence Detection System AB1 Prism. Singapura : Aplera. Chaidamsari T, Samanhudi H, Sugiarti D, Santoso GC, Angenent, de Maagd RA. (2006). Isolation and characterization of an AGAMOUS homologue from cocoa. Plant Sci 170: 968-975. Chakrabarti R. 2004. PCR Technology: Current Innovation. Boca Raton: CRC Pr. Clark W, Christopher K. 2008. An Introduction to DNA : Spectrophotometry, Degradation and The Frangekel Eksperiment. Alberta: University of Alberta. Gambar 8 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer aktin dan primer CO. M=marker, A=air, 1=kontrol, 2=NCO 211.11, 3=NCO 215.10, 4=NCO 214.1, 5=NCO 233.15, 6=kontrol, 7=NCO 215.10, 8=plasmid. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis yang dilakukan terhadap 80 tanaman padi putatif transgenik AtCO, didapatkan sebanyak 35 tanaman yang positif mengandung gen CONSTANS. Berdasarkan evaluasi umur berbunga, tanaman yang positif mengandung gen CONSTANS memiliki umur berbunga yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman kontrol (wild type). Analisis ekspresi gen CONSTANS didapatkan satu sampel yang menunjukkan adanya ekspresi dari mRNA CO, yakni tanaman padi galur NCO 2.1.1-11. Saran Penanaman kembali tanaman padi yang sudah positif (generasi T2) perlu dilakukan untuk mengetahui kestabilan gen yang telah diintroduksikan sehingga dapat dihasilkan tanaman positif AtCO yang memiliki umur berbunga yang lebih cepat yang dapat disilangkan dengan padi dari jenis yang lainnya. Corbesier I, Vincent C, Jang S, et al. 2007. FT protein movement contributes to long distance signaling in floral induction of Arabidopsis. Science 316:1030-1033. Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid DNA isolation from small amount of fresh leaf tissue. J Phytochem Bull 19:11-15. Gambino G, Gribaudo I. 2006. Simultaneous detection of nine grapevine viruses by multiplex reverse transcription-polymerase chain reaction with coamplification of a plant RNA as internal control. Phytopathology 96:1223-1229. Gardener FP, Pearce RB, Michell RL.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Pr. Harmansis A, Hajrial A, Koesoemaningtyas T, Suwarno. 2005. Evaluasi daya pemulih padi lokal dari kelompok tropikal japonica. Bul. Agron 33:1-6. Izawa T. 2007. Adaptation of flowering-time by natural and artificial selection in Arabidopsis and rice. Journal of Experimental Botany 58: 3091-3097. Joyce C. 2002. Quantitive RT-PCR a review of current methodologies. Methods in molecular Biology : 193. Kardailsky I et al. 1999. Activation tagging og the floral inducer FT. Science 286: 19621965. DAFTAR PUSTAKA Kibria et al. 2008. Screening of aromatic rice lines by phenotypic and molecular markers. J Bot 37:141-147. Abdullah et al. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. J Litbang Pertanian 27:1-9. Kobayashi Y, Kaya H, Goto K, Iwabuchi M, Araki T. 1999. A pair of related genes with antagonistic roles in mediating flowering signal. Science 286: 1960-1962. 14 Kolesnik et al. 2004. Establishing and efficient Ac/Ds tagging system in rice: Large scale analysis of Ds flanking sequences. The Plant Journal 37:301-314. Lagercrantz U. 2009. At the end of the day: a commn molecular mechanism for photoperiod responses in plants. Journal of Experimental Botany :1-15. Laubinger S et al. 2006. Arabidopsis SPA proteins regulate photoperiodic flowering and interact with the floral inducer CONSTANS to regulate its stability. Development. 133:3212-3222. Laurie DA et al. 2004. Comparative genetic approaches to the identification of flowering time genes in temperate cereals. Field Crops Research (90) : 87-99. Mikkelsen SR, Corton E. 2004. Bioanalytical Chemistry. New Jersey: John Wiley & Sons. Mizoguchi T, Wright L, Fujiwara S, et al. 2005. Distinct roles of GIGANTEA in promoting flowering and regulating circadian rhythms in Arabidopsis. The Plant Cell 17:2255-2270. Nasir M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Direktorat Jerderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Pertiwi Nurani. 2010. Ekspresi gen CsNitrl-L pada padi transgenik dan pengaruhnya terhadap variasi pemupukan nitrogen [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Praptiwi Dewi. 2010. Pembentukan dan seleksi f1 padi ciherang-pandan wangi dan fatmawati-mentik wangi menggunakan marka aromatik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Putterill J, Robson F, Lee K, Simon R, Coupland G. 1995. The CONSTANS gene of Arabidopsis promotes flowering and encodes a protein showing similarities to zinc finger transcription factors. Cell 80: 847-857. Qiagen. 2006. RNeasy Mini Jerman : Qiagen. Handbook. Rapley R, Heptinstall J. 1998. Di dalam: Rapley R, Manning DL, Editor. RNA Isolation and Characterization Protocols. New Jersey: Humana Press hlm. 65-68. Remelia M. 2008. Analisis insersi T-DNA pembawa transposon AC/Ds pada T0 dan aktivitas Ds pada T1 tanaman padi (Oryza sativa L) kultivar nipponbare [skripsi]. Jakarta : UI Pr. Robson et al. 2001. Functional importance of conserved domains in the flowering-time gene CONSTANS demonstrated by analysisnof mutant alleles and transgenic plants. Plant J. 28 :619-631. Samaullah, Y. 2009. Indeks pertanaman padi IP 400 strategi, kebijakan, program dan uji coba [terhubung berkala]. http://www.litbang.deptan.go.id/press/one/ 18/pdf/Indeks%20Pertanaman%20Padi%2 0400%20Strategi,%20Kebijakan,%20Prog ram%20dan%20Uji% 20Coba.pdf [21 Mei 2010]. Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Third Edition. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Shure M, S Wessler, N Fedorrof. 1983. Molecular identification ang isolastion of the waxy locus in maize cell. J Cell 35 : 225-233. Soo Shin et al. 2003. Circadian regulation of rice (Oryza sativa L) CONSTANS-like gene transcripts. Mol. Cells 17(1):10-16. Suarez-Lopez P, Wheatley K, Robson F, Onouchi H, Valverde R, Coupland G. 2001. CONSTANS mediates between the circadian clock and the control of flowering in Arabidopsis. Nature. 410: 1116-1120. Sudjadi. 2008. Bioteknologi Jakarta:Kanisius. Kesehatan. Suharsono, Firdaus S, Suharsono UW. 2008. Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA dari gen penyandi multidrug resistance associated protein dari Melastome affine. Makara Sains 2 (12) :102-107. Suharsono, Widyastuti U. 2010. Analisis gen penyandi protein heterotrimetik g subunit α yang terlibat dalam sistem toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman alumunium. LPPM: IPB. Tejasawarna. 1995. Efisiensi Pupuk N dan P dengan Budidaya Padi Sawah, Di dalam: 15 Kinerja Penelitian Tanaman Pangan (Bulan III). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III.. Badan Penelitian dan Pengembangan Pangan. Tjitrosoepomo SS. 1987. Botani umum. Bandung: Angkasa. The Nematode Teratocfphalus lirellus. USA:Cambridge University press. Winarno FG, Agustina W. 2007. Pengantar Bioteknologi (Revised Edition). Jakarta: MBrio Pr. Utami et al. 2010. Sidikjari DNA plasma nutfah padi local menggunakan marka molekuler spesifik untuk sifat padi beras merah. Berita Biologi 10(2). Wing Rod A et al. 2005. The Oryza map alignment project:the golden path to unlocking the genetic potential of wild rice species. Plant Molecular Biology 59: 5362. Vergara BS. 1980. Rice plant growth and development, In BS Luh (Ed) Rice: Production and Utilization. AVI Publishing Company. Wesport Connection :75-86. Wlifinger WW, Mackey M, and Chomczynski P. 1997. Effect of pH and ionic strength on the spectrophotometric assessment of nucleic acid purity. Biotechniques (22):474. Vierstraete AR & Vanfleteren JR. 1999. Insertional RNA editing In Metazoan Mitochondria: The Cytochrome B Gene In Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. IRRI, Phillipines. 269. 16 LAMPIRAN 17 Lampiran 1 Alur Penelitian Penyemaian benih padi Nipponbare putatif AtCO dan kontrol pada cawan Petri Pemindahan padi dari cawan Petri ke bak Pemindahan tanaman padi ke ember Isolasi DNA Pengujian kualitas dan kuantitas DNA PCR Elektroforesis gel dan visualisasi hasil amplifikasi DNA Isolasi RNA tanaman padi positif AtCO Sintesis cDNA Analisis tingkat ekspresi gen dengan primer aktin dan CO 18 Lampiran 2 Isolasi DNA tanaman padi Daun padi Bufer CTAB 1000 µL (2 x 500 µL) Lisis sel secara mekanik dengan penggerusan Hasil gerusan dimasukkan ke tabung mikro 2 mL Sampel diinkubasi pada 65oC selama 15 m3nit (setiap 5 menit dibolak-balik) + 100 µL natrium asetat 3M + 1000 µL kloroform isoamilalkohol Supernatan disentrifus pada 12000 rpm selama 5 menit Supernatan + 70 µL natrium asetat 3M + 600 µL isopropanol dingin Supernatan disentrifus pada 12000 rpm selama 5 menit Pelet DNA yang dihasilkan dicuci dengan etanol 70% sebanyak 200 µL pelet disentrifus kembali pada kecepatan 12.000 selama 3 menit Supernatan dibuang DNA dikeringkan selama 5 menit DNA dilarutkan kembali dalam 50 µL TE bufer + RNase dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC 19 Lampiran 3 Komposisi larutan yang digunakan Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 500 mL Bahan kimia Jumlah NaCl 5 M 140 mL Tris-HCl 1 M 150 mL EDTA 0,5 M 40 mL CTAB 10 g PVP 10 g Komposisi bufer TE Bahan Kimia EDTA Tris-Cl 10 mM Aquades Jumlah 2.5 M 0.5 mL 500 mL Komposisi mix PCR CO Bahan Kimia Bufer PCR MgCl2 dNTPs CO Forward CO Reverse Taq Polimerase DNA ddH2O DNA cetakan Jumlah (µL) 2 1.2 0.5 1 1 0.08 13.22 1 Komposisi mix PCR Aktin Bahan Kimia Bufer PCR MgCl2 dNTPs Aktin Forward Aktin Reverse Taq Polimerasi DNA ddH2O cDNA cetakan Jumlah (µL) 2 1.2 0.5 1 1 0.2 12.1 2 20 Lampiran 4 Isolasi RNA Padi Daun padi transgenik digerus dengan penambahan N2 cair dan bufer RLT Sampel divorteks 1-2 diinkubasi pada 56oC Sampel dipindahkan ke dalam tabung QIAshredder menit Sampel disentrifus pada 12000 rpm 2menit + etanol absolut Sampel dipindahkan ke tabung RNeasy Supernatan disentrifus pada 10000 rpm 15 detik Supernatan dibuang Supernatan dibuang + 700 µL RW1 Supernatan disentrifus pada 10000 rpm, 15 detik + 500 µL buffer RPE Supernatan disentrifus pada 10000 rpm 15 detik Supernatan dibuang +500 µL buffer RPE Supernatan disentrifus pada 10000 rpm, 2 menit Supernatan dibuang sampel disentrifus pada 10000 rpm 1 menit Kolom RNeasy dipindahkan ke tabung 1.5 mL + 30-50 µL RNase free water melalui kolom RNA total didapatkan dan 21 Lampiran 5 Data hasil spektrofotometri DNA No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Sampel NCO 2.1.1-1 NCO 2.1.1-2 NCO 2.1.1-3 NCO 2.1.1-4 NCO 2.1.1-5 NCO 2.1.1-6 NCO 2.1.1-7 NCO 2.1.1-8 NCO 2.1.1-9 NCO 2.1.1-10 NCO 2.1.1-11 NCO 2.1.1-12 NCO 2.1.1-13 NCO 2.1.1-14 NCO 2.1.4-1 NCO 2.1.4-2 NCO 2.1.4-3 NCO 2.1.4-4 NCO 2.1.4-5 NCO 2.1.4-6 NCO 2.1.4-7 NCO 2.1.4-8 NCO 2.1.4-9 NCO 2.1.4-10 NCO 2.1.4-11 NCO 2.1.5-1 NCO 2.1.5-2 NCO 2.1.5-3 NCO 2.1.5-4 NCO 2.1.5-5 NCO 2.1.5-6 NCO 2.1.5-7 NCO 2.1.5-8 NCO 2.1.5-9 NCO 2.1.5-10 NCO 2.2.1-1 NCO 2.2.1-2 NCO 2.2.1-3 NCO 2.2.1-4 NCO 2.2.1-5 NCO 2.2.1-6 NCO 2.2.1-7 NCO 2.2.1-8 NCO 2.2.1-9 NCO 2.2.1-10 NCO 2.2.1-11 NCO 2.2.1-12 NCO 2.2.1-13 [DNA] ng/µL 88,1 495,8 138,1 241,6 351,8 356,7 81,2 456 313,7 258,1 1457,1 324,2 1596,2 79,2 259,8 198,7 324 521,1 699,6 401,6 177,1 239,1 1934,8 594,5 633,5 464,8 267,5 622,7 141,4 465,3 304,8 221,4 198,2 272 1612,8 231,3 487,8 235 470 256,5 300,5 210,7 483,8 203,8 412,8 310,2 179,6 421,6 A260 A280 1,762 9,917 2,762 4,833 7,036 7,134 1,623 9,121 6,273 5,163 29,142 6,483 31,924 1,584 5,197 3,973 6,481 10,421 13,993 8,033 3,542 4,783 38,696 11,889 12,67 9,296 5,35 12,454 2,828 9,306 6,097 4,428 3,964 5,44 32,256 4,627 9,757 4,701 9,401 5,129 6,011 4,215 9,677 4,076 8,256 6,203 3,592 8,431 0,973 5,202 1,471 2,553 3,703 3,668 0,885 4,834 3,225 2,709 14,899 3,4 15,674 0,859 2,712 2,106 3,347 5,781 7,243 4,168 1,905 2,501 19,278 6,356 6,694 4,84 2,841 6,448 1,52 5,064 3,193 2,318 2,085 2,878 16,277 2,412 5,065 2,428 4,825 2,648 3,147 2,212 5,021 2,147 4,295 3,25 1,899 4,385 A260/A280 1,81 1,91 1,88 1,89 1,9 1,95 1,83 1.89 1,94 1,91 1,96 1,91 2,04 1,84 1,92 1,89 1,94 1,8 1,93 1,93 1,86 1,91 2,01 1,87 1,89 1,92 1,88 1,93 1,86 1,84 1,91 1,91 1,9 1,89 1,98 1,92 1,93 1,94 1,95 1,94 1,91 1,91 1,93 1,9 1,92 1,91 1,89 1,92 Hasil + + + + + + + + + + + + + + + + + 22 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 NCO 2.2.1-14 NCO 2.2.2-1 NCO 2.2.2-2 NCO 2.2.2-3 NCO 2.2.2-4 NCO 2.2.2-5 NCO 2.2.2-6 NCO 2.2.2-7 NCO 2.2.2-8 NCO 2.2.2-9 NCO 2.2.2-10 NCO 2.2.2-11 NCO 2.3.1-1 NCO 2.3.1-2 NCO 2.3.3-1 NCO 2.3.3-2 NCO 2.3.3-3 NCO 2.3.3-4 NCO 2.3.3-5 NCO 2.3.3-6 NCO 2.3.3-7 NCO 2.3.3-8 NCO 2.3.3-9 NCO 2.3.3-10 NCO 2.3.3-11 NCO 2.3.3-12 NCO 2.3.3-13 NCO 2.3.3-14 NCO 2.3.3-15 NCO 2.3.3-16 NCO 2.3.3-17 NCO 2.3.3-18 NB WT 311,3 335,4 122,1 554,9 403,8 383,1 399,4 386 299,3 164,4 238,8 355,2 441,9 300,6 153,5 195,8 220,8 244,3 381,7 205,4 118 292,1 99,2 543,2 250,3 468,8 1881 508,6 901,8 265,1 456 31,9 251,2 6,227 6,708 2,441 11,097 8,077 7,663 7,988 7,72 5,987 3,288 4,775 7,104 8,837 6,012 3,07 3,917 4,417 4,886 7,634 4,107 2,36 5,842 1,985 10,863 5,007 9,376 37,619 10,172 18,036 5,303 9,12 0,639 5,03 Ket. - = Tanaman padi negatif AtCO + = Tanaman padi positif AtCO 3,224 3,49 1,311 5,772 4,186 4,101 4,299 3,979 3,068 1,79 2,489 3,696 4,537 3,296 1,636 2,049 2,359 2,531 3,985 2,22 1,301 3,133 1,091 5,699 2,705 4,869 19,034 5,354 9,53 2,78 4,862 0,346 2,68 1,93 1,92 1,86 1,92 1,93 1,87 1,86 1,94 1,95 1,84 1,92 1,92 1,95 1,82 1,88 1,91 1,87 1,93 1,92 1,85 1,81 1,86 1,82 1,91 1,85 1,93 1,98 1,9 1,89 1,91 1,88 1,85 1,87 + + + + + + + + + + + + + + + + - 23 Lampiran 6 Evaluasi umur berbunga, umur panen, dan tinggi tanaman No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 Sampel NCO 2.1.1-1 NCO 2.1.1-2 NCO 2.1.1-3 NCO 2.1.1-4 NCO 2.1.1-5 NCO 2.1.1-6 NCO 2.1.1-7 NCO 2.1.1-8 NCO 2.1.1-9 NCO 2.1.1-10 NCO 2.1.1-11 NCO 2.1.1-12 NCO 2.1.1-13 NCO 2.1.1-14 NCO 2.1.4-1 NCO 2.1.4-2 NCO 2.1.4-3 NCO 2.1.4-4 NCO 2.1.4-5 NCO 2.1.4-6 NCO 2.1.4-7 NCO 2.1.4-8 NCO 2.1.4-9 NCO 2.1.4-10 NCO 2.1.4-11 NCO 2.1.5-1 NCO 2.1.5-2 NCO 2.1.5-3 NCO 2.1.5-4 NCO 2.1.5-5 NCO 2.1.5-6 NCO 2.1.5-7 NCO 2.1.5-8 NCO 2.1.5-9 NCO 2.1.5-10 NCO 2.2.1-1 NCO 2.2.1-2 NCO 2.2.1-3 NCO 2.2.1-4 NCO 2.2.1-5 NCO 2.2.1-6 NCO 2.2.1-7 NCO 2.2.1-8 NCO 2.2.1-9 NCO 2.2.1-10 NCO 2.2.1-11 NCO 2.2.1-12 Umur Berbunga (Hari) 69 64 63 63 64 69 64 65 65 65 67 64 64 65 68 69 66 64 64 63 64 63 63 64 64 71 67 65 67 64 63 63 65 63 66 63 64 67 63 63 64 67 64 65 64 66 64 Umur Panen (Hari) 112 112 112 112 112 112 116 109 116 116 119 119 116 112 116 116 116 116 112 116 116 112 112 119 116 120 116 119 119 116 112 119 119 116 119 116 120 116 116 119 116 119 116 116 116 Tinggi Jumlah Tanaman Anakan (CM) (Buah) 79 69 74 71 81 72.5 69.2 77 69 74 73.5 76.5 67 66.5 44 46 81.5 74 71.5 82 73.5 73 72.8 61.5 72.5 74 71 70 74.5 65 62.5 63.5 70 66 72 72 69 66.5 67 64 66.5 67.8 67.6 64 73.5 74.5 68.5 12 13 11 11 14 15 10 12 19 15 13 16 16 9 18 18 14 15 12 14 14 12 15 26 13 14 17 15 13 10 10 12 17 15 13 15 15 19 13 11 17 15 17 14 16 Hasil + + + + + + + + + + + + + + + + - 24 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 NCO 2.2.1-13 NCO 2.2.1-14 NCO 2.2.2-1 NCO 2.2.2-2 NCO 2.2.2-3 NCO 2.2.2-4 NCO 2.2.2-5 NCO 2.2.2-6 NCO 2.2.2-7 NCO 2.2.2-8 NCO 2.2.2-9 NCO 2.2.2-10 NCO 2.2.2-11 NCO 2.3.1-1 NCO 2.3.1-2 NCO 2.3.3-1 NCO 2.3.3-2 NCO 2.3.3-3 NCO 2.3.3-4 NCO 2.3.3-5 NCO 2.3.3-6 NCO 2.3.3-7 NCO 2.3.3-8 NCO 2.3.3-9 NCO 2.3.3-10 NCO 2.3.3-11 NCO 2.3.3-12 NCO 2.3.3-13 NCO 2.3.3-14 NCO 2.3.3-15 NCO 2.3.3-16 NCO 2.3.3-17 NCO 2.3.3-18 NB WT 64 66 66 63 64 63 63 63 64 64 67 67 66 69 68 63 66 64 64 64 64 64 63 66 64 66 64 67 65 66 66 63 64 68 Ket. - = Tanaman padi negatif AtCO + = Tanaman padi positif AtCO 112 116 116 120 119 119 112 119 119 119 119 116 116 112 116 116 116 119 119 119 116 119 119 116 119 119 119 112 119 119 119 67.5 69.5 69 69 67 68 63 65 71 62 71 70 71.5 74 68 68.5 75 64 65 69 67 63 66 72 71 75 66.5 68 71.5 66 73 75 77 69.5 20 14 15 13 10 13 11 10 13 13 12 13 12 15 17 12 16 11 13 12 11 16 17 17 14 11 14 15 14 14 21 19 13 14 + + + + + + + + + + + + + + + + + -