Volume 3 No. 2 Desember 2015 PENDEKATAN PSIKOLOGI DALAM MENGAJAR DAPAT MEMBERI MOTIVASI BELAJAR KEPADA PESERTA DIDIK. St.Marwiyah IAIN Palopo Abstrak : Dalam mengajar seorang guru perlu memahami kondisikondisi psikologis seperti; taraf intelegensi, minat dan bakat peserta didik. Dengan memahami kondisi-kondisi tersebut, maka dengan sendirinya peserta didik mudah menerima motivasi yang diberikan oleh guru mengenai perilaku yang baik dalam memahami materimateri pelajaran yang diajarkan oleh guru. Kata-Kata Kunci : Pendekatan psikologis, motivasi belajar, peserta didik. Pendekatan psikologi oleh guru adalah sebagai cara untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Berkaitan dengan proses belajar mengajar dikelas, pemberian motivasi tertentu dipakai untuk memberikan semangat belajar bagi peserta didik agar semangat belajarnya selalau terjaga, hingga nampak keceriaan yang begitu berarti dalam belajar dan jika demikian yang terjadi, tentu dapat dipastikan pendekatan psikologi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran berpengaruh terhadapa sikap peserta didik dalam belajar, yaitu mengenai perilaku yang ditampakkan dan salah satunya adalah kejenuhan peserta didik dalam belajar dapat teratasi jika guru pandai menempatkan pendekatan psikologi pendidikan yang digunakan dalam mengajar. Dalam proses belajar mengajar, tanpa adanya pemberian motivasi oleh guru adalah hal yang sangat membosankan bagi peserta didik, karena setiap saat selalu merasakan hal yang sama. Dan guru yang pandai membaca situasi kelas adalah guru yang mampu menempatkan pendekatan psikologi pendidikan yang semestinya untuk diterapkan, karena dalam proses pembelajaran berbagai macam pendekatan dapat diterapkan bahkan saat mengajar pada waktu yang bersamaan dalam satu waktu mata pelajaran dapat digunakan lebih dari satu, tergantung situasi dan kondisi peserta didik saat itu, serta tetap mempertimbangkan isi materi pelajaran dengan pemilihan pendekatan psikologi pendidikan yang diterapkan. Motivasi belajar merupakan salah satu faktor penunjang terhadap pencapaian tujuan belajar motivasi dapat muncul apabila proses belajar mengajar terjadi secara beragam (Sardiman, 2007 : 221). Dengan demikian upaya meningkatkan motivasi belajar adalah dengan terlebih dahulu mencari penyebab timbulnya kemalasan peserta didik untuk belajar, barulah kemudian memberikan solusi terhadap keadaan tersebut. Apabila faktor penyabab kemalasan atau tidak termotivasi karena cara belajar yang monoton, maka solusinya guru memberikan pendekatan psikologi pendidikan aktif, kreatif, dan variatif hingga selalu tercipta situasi dan suasana baru. Dan salah satu bentuk pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sesuai dengang prinsip pembelajaran yaitu pendekatan psikologi pendidikan, hal ini penting guna mengetahui secara dalam mengenai kebiasaan baik maupun buruk peserta didik dalam proses pembelajaran pada setiap materi pelajaran (IG K.Waradani, 2009 : 35). 18 Jurnal Pendidikan ‘IQRA’ Dalam mengajar seorang guru sangat penting memahami pendekatan psikologi, karena karena dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan dengan motivasi belajar itu, maka peserta didik dengan mudah memahami materi-materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Pendekatan Psikologi 1. Memahami aspek-aspek psikologis Pembelajaran merupakan suatu proses yang kondisional, artinya terkait erat dengan kondisi-kondisi tertentu. Oleh sebab itu, pencapaian hasil dan motivasi belajar juga terkait dengan kondisi-kondisi tertentu baik yang ada dalam diri peserta didik maupun yang berasal dari luar diri peserta didik (Tohirin. 2005 : 156). Dalam mengevaluasi terhadap kegiatan belajar peserta didik guna meningkatkan motivasi belajar peserta didik, hendaknya guru memperhatikan aspek-aspek psikologis peserta didik. Kondisi psikologis peserta didik sangat memperngaruhi aktivitas dan hasil belajarnya. Peserta didik yang pintar dalam kesehariannya, apabila disaat mengikuti ujian dalam kondisi yang tidak prima, bisa saja memperoleh hasil yang buruk (tidak memuaskan). Apabila guru hanya memberikan nilai berdasarkan hasil yang diperoleh peserta didik secara riil, maka akan menimbulkan dampak psikologis (kecewa dan kurang puas) terhadap peserta didik. Kondisi psikologis peserta didik harus menjadi pertimbangan bagi para guru dalam memberikan penilaian hasil belajar kepada peserta didik karena berpengaruh terhadap semangat atau motivasi belajar peserta didik. Penilaian hasil pembelajaran yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik harus dijiwai oleh psikologi, khususnya psikologi pembelajaran sehingga tidak menimbulkan dampak psikologis yang butuk pada peserta didik. Faktor-faktor psikologis seperti intelegensia (kecerdasan), kemampuan, minat belajar, motivasi belajar, bakat, sikap dan lain-lain sangat mempengaruhi basil belajar peserta didik. Selain itu, kondisi-kondisi diluar peserta didik juga turut mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Kesemua faktor-faktor di atas hendaknya menjadi pertimbangan bagi guru dalam menilai hasil belajar peserta didik, sebab jika psikologis peserta didik baik, maka motivasi belajar peserta didik pun akan semakin meningkat.` 2. Perwujudan Belajar a. Teori Belajar Sangat banyak definisi belajar yang dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang ada dan pengertian tentang belajar oleh para ahli pun berbeda-beda. Adapun beberapa pengertian belajar adalah sebagai berikut : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (M.Surya, 1997 : 9). Relevan dengan pengertian di atas, Slameto menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai 19 Volume 3 No. 2 Desember 2015 hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1982 : 2). Sementara pembelajaran merupakan suatu upaya membelajarkan atau suatu upaya mengarahkan aktivitas peserta didik ke arah aktivitas belajar. Di dalam proses pembelajaran, terkandung dua aktivitas sekaligus, yaitu aktivitas mengajar oleh guru dan aktivitas belajar oleh peserta didik. Proses pembelajaran merupakan proses interaksi, yaitu interaksi antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Salah satu ciri perbuatan belajar adalah tercapainya perubahan perilaku baru. Hal ini sesuai dengan pengertian atau makna belajar yang menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu atau diri sendiri dalam interaksi dengan tingkah lakunya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara yang refleks atau kebiasaan. Ia ditantang untuk mengubah perilaku yang ada agar dapat mencapai tujuan (Slameto, 1982 : 81). Dalam mengubah perilakunya, individu melakukan berbagai perbuatan mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks. Bentuk perilaku dari yang sederhana hingga yang kompleks adalah : “(1) Mengenal tanda isyarat, (2) Menghubungkan stimulus dengan respon, (3) Merangkaikan dua respon atau lebih, (4) Asosiasi verbal, yaitu menghubungkan sebuah label kepada stimulis, (5) Mengenal konsep, yaitu menempatkan beberapa stimulus yang tidak sama dalam kelas yang sama, (6) Mengnal Prinsip, yaitu membuat hubungan antara dua konsep atau lebih, (7) Pemecahan masalah, yaitu menggunakan prinsip-prinsip untuk merancang suatu respon (M.Surya, 1997 : 61). Perilaku belajar yang efektif disertai proses mengajar yang tepat, maka proses pembelajaran diharapkan mampu menghasilkan manusia yang memiliki karakteristik pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif dan pekerja yang produktif. b. Teori Mengajar Menurut Sadirman ada beberapa pengertian mengajar, diantranya adalah : 1) Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. 2) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada peserta didik. 3) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik dengan suatu harapan terjadi proses pemehaman. 4) Mengajat diartikan sebagau suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. 5) Mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para peserta didik (Sardiman AM, 2006 : 47-48). 20 Jurnal Pendidikan ‘IQRA’ Sementara itu, oleh Torihin menjelaskan tentang mengajar atau pembelajaran sebagai berikut mengajar pada hakikatnya adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakat, bergotong-royong atau bekerja sama dengan orang lain yang berlainan dengan dirinya dalam segi pendirian, agama, dan sebagainya. Selain itu menurutnya, mengajar tidak hanya dalam menyampaikan pengetahuan saja kepada peserta didik, melainkan senantiasa mengembangkan peibadinya (Tohirin, 2005 : 176). Dalam bukunya yang sama dijelaskan bahwa : Education is the used her, is a process or an activity which is directed at producing desireble, changes in behaviour of human beings, yang artinya pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan tingkah laku manusia (Tohirin, 2005 : 73). Jika dikaitkan antara belajar dengan pembelajaran menurut Arif Sadiman, proses belajar mengajar adalah proses komunikasi atau penyampaian pesan dari sumber pesan melalui media tertentu ke penerima pesan (Sardiman AM, 2006 : 11). Pesan, sumber, media serta penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, peserta didik, orang laian ataupun penulis buku dan produser media, salurannya media pendidikan, dan penerima pesan adalah peserta didik atau jasa guru. Baik secara teoritis maupun praktis, pengertian mengajar mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan teori pengenalan dan persepsi masyarakat, sesuai dengan zaman dan lingkungannya. 1) Menurut teori lama, mengajar adalah proses penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada peserta didik atau proses pewarisan nilai-nilai budaya (spiritual, material, vital) kepada generasi penerus. 2) Menurut teori baru yang dikembangkan di negara-negara maju bahwa mengajar adalah bimbingan guru terhadap proses belajar peserta didik, “teaching is the guidance of learning” (mengajar adalah bimbingan ilmu pengetahuan). 3) Mengajar adalah suatu aktivitas untuk menolong dan membimbing seseorang untuk mendapatkan, merubah, dan mengembangkan skill, attitude, idealis, appreciation, and knowledge, yang artinya Keterampilan, sikap, cita-cita penghargaan dan pengetahuan (Abdurrahman, 1990 : 122). 4) Mengajar adalah suatu perbuatan yang terpadu dan dilaksanakan secara bertahap. Mengajar adalah keterlibatan guru dan peserta didik dalam interaksi dan proses belajar mengajar (Safruddin Nurdin dkk, 2002 : 84). 5) Mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar mengajar (Abdurrahman, 1990 : 123). J.J Hasibuan mengemukakan bahwa mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pengajaran (J.J.Hasibuan, 1995 : 37). Jadi mengajar adalah suatu aktivitas guru dalam memberikan suatu materi terhadap peserta didik yang dilaksanakan secara bertahap. 21 Volume 3 No. 2 Desember 2015 c. Proses Belajar Mengajar Dalam konteks pembelajaran, pengertian tentang belajar amat beragam. Beragamnya pengertian belajar dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan belajar itu sendiri. Berikut beberapa pengertian belajar yang dijelaskan dalam beberapa referensi yang terkait dengan pembahasan tersebut. Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan (Tohirin, 2005 : 56). Selanjutnya ada yang mendefinisikan: “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa perubahan individu-individu yang belajar (Sardiman AM, 2006 : 21). Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya pada penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, Organisme dan tingkah laku pribadi. Dan menurut Hamalik, belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dan persepsi dan perilaku, termasuk perbaikan perilaku. Belajar adalah sebagai perubahan dan perbuatan melalui aktifitas praktik dan pengalaman (Oemar Hamalik, 1992 : 45). Relevan dengan hal di atas, Slameto menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 1987 : 2). Belajar juga berarti suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru yang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1987 : 3). Dalam prespektif Islam makna belajar bukan hanya sekedar upaya perubahan perilaku. Konsep belajar dalam Islam merupakan konsep belajar yang ideal, karena sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, tujuan belajar dalam Islam bukanlah mencari rezki di dunia semata, tetapi untuk sampai kepada hakikat, memperkuat akhlak, artinya mencari atau mencapai ilmu yang sebenarnya dan akhlak yang sempurna. Olehnya itu belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim-muslimat dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat (Tohirin, 2005 : 58). Setelah memahami pengertian belajar, untuk melengkapi pengetahuan proses belajar mengajar, maka selanjutnya diuraikan pengertian mengajar sebagai berikut : Menurut Sardiman ada beberapa pengertian mengajar, diantaranya adalah: 1) Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan Kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. 2) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada peserta didik. 3) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada peserta didik dengan suatu harapan terjadi proses pemahaman. 22 Jurnal Pendidikan ‘IQRA’ 4) Mengajar diartikan sebagai suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. 5) Mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para peserta didik (Sardiman AM, 2006 : 47). Sementara itu, oleh Torihin menjelaskan tentang mengajar atau pembelajaran sebagai berikut : Mengajar pada hakikatnya adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakat, bergotong royong atau bekerja sama dengan orang lain yang berlainan dengan dirinya dalam segi pendirian, agama, dan sebagainya. Selain itu menurutnya, mengajar tidak hanya dalam menyampaikan pengetahuan saja kepada anak didik, melainkan senantiasa mengembangkan pribadinya (Tohirin, 2005 : 176). Dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa proses belajar mengajar adalah suatu interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik dengan tujuan dapat memberikan perubahan bagi sang peserta didik melalui perlakuan atau kegiatan yang dilakukan guru, sehingga keduanya mengalami hubungan timbal balik satu sama lain. Dan jika salah satu unsur dari peserta didik secara keseluruhan atau guru tidak ada, maka proses belajar mengajar tidak dapat diwujudkan. d. Perwujudan Perilaku Belajar Secara teoritis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, belajar merupakan perubahan tingkah laku. Perubahan-perubahan tersebut termanifestasi melalui perwujudan perilaku belajar yang biasanya tampak dalam hal: kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir nasional, sikap, inhibisi, apresiasi dan tingkah laku efektif (Muhibbin Syah, 2000 : 117). Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Kebiasaan Setiap individu (peserta didik) yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan akan tampak berubah. Kebiasaan itu timbul karena proses penyusunan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang (Muhibbin Syah, 2000 : 118). Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diberlakukan. Karena proses pengurangan itulah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan optimis. 2) Keterampilan Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya (Dahlan, 1996 : 77). Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. 3) Pengamatan Menurut Sujanto, pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera. Alat-alat indera yang digunakan dalam pengamatan adalah: (1) Indera penglihat, (2) indera pendengar, (3) indera pembau atau penciuman, (4) 23 Volume 3 No. 2 Desember 2015 indera perasa atau pengecapan, (5) indera peraba, (6) indera keseimbangan, (7) indera perasa urat daging (kinestasi), (8) indera perasa jasmaniah (Sujanto, 1985 : 21). Muhibbin Syah menyatakan bahwa pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga (Muhibbin Syah, 2000 : 118). Berkat pengalaman belajar, seorang peserta didik akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum memperoleh pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Proses pengamatan melalui tiga tahap, yaitu: (1) saat alami (saat physis), yaitu saat indera kita menerima perangsang dari luar, (2) saat jasmani (saat physiologis), yaitu saat perangsang itu diteruskan oleh urat syaraf sensori ke otak, dan (3) saat rohani (saat psychis), yaitu saat sampainya peransang itu ke otak, kita menyadari pransang itu dan bertindak (Sujanto, 1985 : 21). 4) Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat Berpikir asosiatif dan berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatf itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons (Syaiful Bahri Djamarah, 2000 : 86). Kemampuan peserta didik untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Misalnya, seorang peserta didik yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan peserta didik tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan kelahiran maulid Nabi Muhammad saw, hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau. 5) Berpikir Rasional dan Kritis Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar, terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah (problem solving). Umumnya, peserta didik yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” (Syaiful Bahri Djamarah : 116). Dalam berpikir rasional, peserta didik dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, manrik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. 6) Sikap Dalam pengertian sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Syah sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menerap untuk beraksi dengan baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu (Muhibbin Syah, 2000 : 120). Sementara itu dari penjelasan lain dikemukakan bahwa sikap adalah menyukai atau menolak suatu objek psikologis. Selanjutnya dinyatakan bahwa sikap adalah (1) pengaruh atau penolakan, (2) penilaian, (3) suka atau tidak suka, (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek psikologis (Muhibbin Syah, 2000 : 121). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, pada prinsipnya sikap asalah kecenderungan individu (peserta didik) untuk bertindak dengan cara tertentu. Perwujudan perilaku belajar peserta didik akan ditandai dengan munculnya 24 Jurnal Pendidikan ‘IQRA’ kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap objek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya. 7) Inhibisi Secara singkat, inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respon tertentu karena adanya proses respon lain yang sedang berlangsung (Muhibbin Syah, 2000 : 120). Dalam kaitannya dengan belajar, inhibisi bermakna kesanggupan peserta didik untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak pelu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Kemampuan peserta didik melakukan inhibisi umumnya diperoleh melalui proses belajar. Karena itu, makna dan perwujudan perilaku belajar seorang peserta didik akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan inhibisa. Misalnya, seorang peserta didik yang telah berhasil mempelajari bahaya narkoba dan alkohol, ia akan menghindari membeli obat-obatan terlarang dan minum keras. Sebagai gantinya, ia akan membeli obat-obatan dan minuman sehat (tidak berbahaya). 8) Apresiasi Apresiasi adalah suatu pertimbangan (judgement) mengenai arti penting atau nilai sesuatu (Abdurrahman, 1996 : 98). Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda (baik abstrak maupun konkret) yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang umumnya ditujukan pada karya-karya seni budaya seperti: seni sastra, musik, lukis, drama, dan sebagainya (Abdurrahman, 1996 : 99). Tingkat apresiasi peserta didik terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya. Misalnya, seorang peserta didik yang telah mengalami proses belajar agama secara mendalam, maka tingkat apresiasinya nilai seni baca Al-Quran dan kaligrafi akan mendalam pula. Dengan demikian, pada dasarnya seorang peserta didik baru akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu (misalnya kaligrafi) apabila sebelumnya ia telah mempelajari materi yang berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah tersebut. e. Tingkah Laku Afektif Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang benci, was-was, dan sebagainya (Dahlan, 1996 : 80). Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengalaman belajar. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar. Seorang peserta didik dapat dianggap berhasil secara afektif dalam belajar agama (khususnya agama Islam), apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama Islam yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagai sistem nilai diri (Zakiah Daradjat, 2000 : 106). Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka mapun duka. Pengertian dan Kebutuhan Motivasi 1. Pengertian Motivasi 25 Volume 3 No. 2 Desember 2015 Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian maka motivasi merupakan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Zakiah Daradjat, 2000 : 157). Berdasarkan pengertian di atas motivasi mengandung tiga elemen penting yang dikemukakan oleh Mc Donald dalam Sadirman, yakni : a) Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia, karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya menyangkut kegiatan fisik manusia. b) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa, “feeling”, afeksi seseorang. Motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. c) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi, motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan (Zakiah Daradjat, 2000 : 74). Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai suatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan mengarah pada persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi. Semua itu didorong karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan. Setiap anak dalam proses belajar perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya, karena dengan demikian semangat, rasa senang, dan gairah untuk belajar menjadi kuat pada akhirnya mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Jika seseorang telah memiliki atau sudah tertanam dalam hatinya motivasi kuat maka dorongan untuk selalu dan senantiasa belajar menjadi kuat dan rasa keingintahuan dalam hatinya akan tertanam. Hal di atas menjelaskan bahwa setiap orang yang termotivasi untuk belajar akan memiliki ilmu yang banyak, karena selalu mencari dan memperoleh pengetahuan. Dan hal inilah yang membedakan seseorang yang banyak memiliki ilmu dengan yang lainnya dalam semangat atau motivasi belajar. Allah Swt, bertanya dengan menjelaskan dalam Q.S al-Zumar 39:9 Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (Depag, 2005 : 659). Di ayat lain Q.S al-Mujadilah 58:11 Allah swt, menjawab atas pertanyaan tersebut : Terjemahnya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka 26 Jurnal Pendidikan ‘IQRA’ berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Depag, 2005 : 909). Dari gambaran dua ayat di atas, maka sangat perlu bagi seorang pendidik utamnya orang tua dan guru untuk berupaya dengan menerapkan berbagai cara dalam menyemangati anaknya untuk selalu mau belajar. Dalam hal ini menanamkan motivasi. Selain beberapa gambaran yang menjelaskan tentang motivasi dalam belajar di atas, dalam buku psikologi umum mengemukakan ada tiga unsur yang saling berkaitan di dalam motivasi, yaitu : a) Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahanperubahan dalam motivasi timbul dari perubahan tertentu di dalam organisme manusia. b) Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan effective arousal (perasaan semakin meningkat). Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. c) Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respon-respon yang tertuju ke arah suatu tujuan. Respon-respon ini berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respon merupakan suatu langkah yang arah mencapai tujuan (Abu Ahmadi, 1998 : 142). Setiap peserta didik yang termotivasi untuk belajar karena suatu strategi atau upaya yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar, maka dalam diri peserta didik tersebut telah tertanam prinsip bahwa materi yang diajarkan oleh guru merupakan suatu kebutuhan yang harus dipelajar, sehingga ia akan menjadi lebih giat dan serius untuk belajar. Timbulnya motivasi oleh karena seseorang merasakan suatu kebutuhan tertentu dan karenanya perubahan tadi terarah kepada pencapaian tujuan tertentu pula (Oemar Hamalik, 2000 : 159). Tujuan pembelajaran adalah suatu yang hendak dicapai oleh guru dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya tujuan yang jelas dan disadari akan mempengaruhi kebutuhan dan mendorong timbulnya motivasi. Jadi, suatu tujuan dapat juga membangkitkan timbulnya motivasi dalam diri seseorang. Adalah menjadi tanggung jawab agar pegnajaran yang diberikannya berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha guru membangkitkan motivasi belajar peserta didik melalui strategi yang digunakan dalam proses belajar mengajar, sebagai contoh penggunaan pre-test sebagai strategi membangkitkan motivasi peserta didik untuk menumbuhkan perhatian mereka dalam proses belajar mengajar. Dalam garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut : a) Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar peserta didik. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sangat sulit berhasil. b) Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada peserta 27 Volume 3 No. 2 Desember 2015 didik. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan. c) Pengajaran bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru untuk berusaha secara bersungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi peserta didik. Guru senantiasa berusaha agar peserta didik akhirnya memiliki self motivation “motivasi diri” yag baik. d) Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam pengajaran erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin kelas. e) Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan motivasi adalah sangat efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat esensial dalam proses belajar mengajar (Oemar Hamalik, 2000 : 160). Gambaran di atas harus menjadi perhatian guru dalam proses belajar mengajar agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dan pendidikan dengan baik. 2. Kebutuhan Motivasi Memberikan motivasi kepada seseorang atau anak, berarti menggerakkannya untuk melakukan sesuatu karena merasa ada kebutuhan. Kebutuhan timbul karena adanya keadaan yang tidak seimbang dan jika keadaan tersebut telah seimbang, maka tercapailah suatu kebuthan yang diinginkan, sehingga timbul tuntutan atau kebutuhan baru. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan manusia bersifat dinamis (Sardiman AM, 2007 : 78). Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh Sardiman, manusia hidup dengan memiliki berbagai kebutuhan : 1) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu aktifitas Hal ini sangat penting bagi anak, karena perbuatan sendiri mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, bagi orang tua yang memaksa anak untuk diam di rumah saja adalah bertentangan dengan hakikat anak. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil jika disertai rasa gembira. 2) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain. Banyak orang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi kesenangan orang lain. Konsep ini dapat diarahkan misalnya pada anak-anak yang rela melakukan sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang disukainya misalnya orang tua jika diberi motivasi. 3) Kebutuhan untuk mencapai hasil Pada konsep ini kegiatan belajar perlu dikembangkan reinofocement atau aspek pujian. Anak sebaiknya diberi kesempatan dan pujian untuk melakukan sesuatu dengan hasil yang optimal sehingga ada “sense of succes” perasaan sukses dalam dirinya. Dengan demikian motivasi untuk berbuat semakin besar. 4) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan Kesulitan atau hambatan dapat menjadi dorongan yang kuat untuk mencari atau berusaha demi meningkatkan suatu kelebihan atau keunggulan agar kekurangan yang ada dapat tertutupi. Dengan kondisi yang seperti itu maka 28 Jurnal Pendidikan ‘IQRA’ peranan motivasi sangatlah penting untuk menjadi dorongan dalam diri sang anak untuk berbuat dan bekerja dengan fokus dan bersemangat (Sardiman AM, 2007 : 78). Dalam belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas belajar bagi sang anak. Motivasi bertalian dengan suatu tujuan motivasi mempengaruhi adanya kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi : 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan. Sebagai contoh jika seorang peserta didik belajar untuk menghadapi ujian dengan harapan lulus, maka ia akan memanfaatkan waktu yang biasanya digunakan untuk bermaian dan menonton, menjadi waktu untuk belajar (Sardiman AM, 2007 : 85). Selain hal di atas motivasi dapat berpengaruh sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan mendapatkan prestasi yang baik. PENUTUP Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam mengajar, guru perlu memahami; aspek-aspek psikologis peserta didik, cara mengajar yang baik, perilaku belajar yang baik, serta dapat memahami tingkah laku afektif peserta didik secara lebih tepat. 2. Dalam proses mengajar di kelas seorang guru perlu memberi pemahaman kepada peserta didik tentang; tentang arti motivasi, manfaat motivasi belajar terkait dalam memahami semua materi-materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Pengelolaan Pengajaran, Cet.IV, (Ujung Pandang; Bintang Selatan, 1990) Ahmadi,Abu, Psikologi Umum, (Cet.II; Jakarta: Rineka Cipta, 1998) Dahlan, Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar,Cet.II, (Bandung: Diponegoro, 1996) Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. (Semarang: CV. Karya Thoha Putra, 2005) 29 Volume 3 No. 2 Desember 2015 Djamarah,Syaiful Bahri, Guru dan Peserta Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) Daradjat, Zakiah, Motivasi dan Proses Pembelajaran. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 2000). Hasibuan, J.J, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1992) ______________, Pengembangan Kurikulum: Dasar-dasar dan Perkembangannya (Bandung: Mandar Maju, 2000) Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet,IV, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2000). Nurdin, Syafruddin dkk, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) Surya,M, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: IKIP Bandung, 1997) Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 2006) ___________ Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Press, 2007) Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memperngaruhinya, (Jakarta: Binis Cipta, 1987) Sujanto, Psikologi Umum, Cet. V, (Jakarta : Aksara Baru, 1985) Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) Wardani, IG.K, Prespektif Pendidikan SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) 30