51 BAB III DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA A. Gambaran Umum Lokasi Pemukiman Liar Pemukiman liar di Surakarta terdapat di tiga tempat pokok berdirinya pemukiman liar yaitu : sepanjang bantaran sungai di Surakarta seperti Sepanjang Sungai bengawan Solo, Sepanjang Kali Anyar, dan Kali Pepe, di sepanjang rel tanah milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan di komplek-komplek pemakaman. 1 Persebaran Pemukiman Liar di Surakarta tersebar ke pinggiran kota Surakarta di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Lawean. Daerah Sampel Penilitian Ini Mengambil Pada Masa 3 Periode Pemerintahan Kota Surakarta Yaitu Pada Masa Imam Sutopo, Slamet Suryanto dan Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Imam Sutopo permukiman liar di kota Surakarta kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga mengakibatkan banyak munculnya pemukiman-pemukiman liar di lahan pemerintahan. Pada masa pemerintahan Slamet Suryanto pemukiman liar di Surakarta cukup mendapat perhatian, pemukiman-pemukiman liar di sepanjang bantaran Kali Anyar diberikan sertifikat HGB yang membuat pemukiman liar di kota Surakarta semakin bertambah dan yang terkhir adalah pada mas pemerintahan Joko Widodo. 1 Wawancara dengan Sukidi (53 tahun) selaku pegawai Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Surakarta. Tanggal 5 Maret 2016 52 Pada masa pemerintahan Jokowidodo peran pemerintah terhadap pemukiman liar di Surakarta mulai terlihat. Pemerintahan Jokowidodo melakukan progam-progam relokasi,urban renewal dan progam perbaikan kampung yang meliputi pemukiman liar di bantaran Kali Anyar yang terdapat di kampung Bantaran Praon Rt 09 Rw Vii Kelurahan Nusukan, pemukiman liar di atas tanah pemakaman yang terdapat di Sumber Nayu RT 07 Kelurahan Kadipiro dan Sepanjang Rel Kereta api Joglo yang terdapat di kecamatan Banjarsari. a. Pemukiman Liar Rel Kereta Api Joglo Pemukiman liar disepanjang rel kereta api joglo yang termasuk dalam kelurahan Kadipiro dan kelurahan Nusukan kecamatan Banjarsari. Secara administratif Jarak rel kereta api joglo kecamatan banjarsari dibatasi oleh : Sebelah utara berbatasan dengan Rel Bayan, sebelah Timur Berbatasan dengan Jalan Kolonel Sugiono, sebelah Selatan berbatasan dengan rel Bonorejo, sebelah barat berbatasan dengan Jalan Piere Tendean Nusukan. Secara keseluruhan pemukiman di Sepanjang Rel Kereta Api Joglo mempunyai luas 16 Ha, yang memanjang sepanjang 1,3 km kearah utara- selatan. Pemukiman di sepanjang rel Kereta Api Joglo yang termasuk kedalam wilayah Kelurahan Nusukan adalah seluas 2,5 Ha atau 15,62% dari kelurahan Nusukan (206,30 Ha) dan yang termasuk kedalam Kelurahan Kadipiro adalah Seluas 13,5 Ha atau 84, 38% dari luas Kelurahan Kadipiro (508,80).2 Pemukiman liar 2 Pemerintah Kota Surakarta, Monografi Kecamatan Banjarsari tahun 2012, (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2012) hlm 5. 53 disepanjang rel kereta api ini mulai muncul sejak tahun 1998.3 Pemukiman liar ini masuk dalam 2 kelurahan yaitu Keluran Nusukan dan Kelurahan Kadipiro. Awal mulanya tahun 1998 pemukiman liar bantaran kereta api ini hanya dihuni 2 kk, yaitu Indri dan Sabar.4 Banyak lahan-lahan kosong yang hanya ditanami pohon pohon pisang dan segala macam umbi. Sebelum bangunan-bangunan liar muncul, tanah di sepanjang rel kereta api joglo masih berupa lahan kosong yang tidak terawat dengan kondisi permukaan tanah yang tidak rata. Penduduk sepanjang rel kerata api kemudian memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk ditanami berbagai macam pohon seperti singkong, pisang dll. Lambat laun tanah tersebut tidak digunakan lagi untuk bertanam tetapi dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan-bangunan baik untuk tempat tinggal dan membuka usaha.5 Pada umumnya penduduk yang bermukim di sepanjang rel kereta api joglo selain mempunyai tanah pada kampung di sekitar rel kereta api joglo juga mempunyai tanah kavling di sepanjang rel kereta api joglo. 3 Wawancara dengan Tulus tanggal 13 Maret 2016 4 Wawancara dengan Muji tanggal 12 Maret 2016 5 Wawancara dengan Tulus 13 Maret 2016 54 Gambar .1 Pemukiman Liar di Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api Joglo tahun 2005 Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Rel Kereta Api Dari tanah tersebut ada yang yang sebagian mereka huni sendiri dan sebagian dijual lagi kepada pendatang baru dengan harga yang lebih murah dibandingkan haga tanah resmi. Melihat kondisi demikian maka status hak tanah dan bangunan yang mereka miliki adalah liar. Penduduk hanya memakai tetapi dengan ketentuan jika suatu saat tanah tersebut akan dimanfaatkan atau difungsikan oleh PT.KAI maka penduduk harus meninggalkannya dan mencari tempat tinggal lain. 55 b. Pemukiman di atas tanah pemakaman ( Kampung Jaratan6) Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini terletak di Sumber Nayu RT 07 kelurahan Kadipiro. Pemukiman liar di atas pemakaman ini mulai muncul pada tahun 1998.7 Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini memiliki luas sekitar 1ha yang berbentuk melingkar dan berbatasan dengan kampung Bakalan. Pemukiman liar di atas tanah pemakaman di Nayu RT 07 muncul karena faktor ekonomi masyarakat sekitar dan tersedianya lahan di pemakaman tersebut. Pada tahun 1998 pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini hanya 1-5 Kartu Keluarga yang dihuni warga sekitar pemakaman tersebut. Setelah tahun 1998 pemakaman tersebut mulai tidak difungsikan sebagai tempat pemakaman karena keterbatasan lahan dan mulai mendekati lahan pemukiman resmi warga sekitar, kemudian pemakaman tersebut dipindahkan ke astana Bonoloyo.8 Mulai tidak berfungsinya pemakaman tersebut mengakibatkan mulai munculnya rumahrumah di atas tanah pemakaman. Banyak warga sekitar yang mulai mengkavling tanah-tanah tersebut dan kemudian mendirikan bangunan rumah tinggal. Tanahtanah pemakaman tersebut ada yang dicangkuli dipindahkan jenasahnya oleh pihak keluarga dan ada juga yang dibiarkan tetap berbentuk kijing-kijing. 6 Kampung Jaratan adalah sebutan warga sekitar, Jaratan yang artinya tanah pemakaman. 7 Wawancara dengan Yossi selaku penghuni pemukiman liar 13 Maret 2016 8 Wawancara dengan Slamet 13 Maret 2016 56 Fenomena yang unik dari pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini adalah banyak kijing yang masih ada didalam rumah dan dimanfaatkan untuk meja, tempat duduk bahkan sebagai tempat tidur dengan hanya ditutupi sebuah papan kayu.9 Alihfungsi lahan pemakaman menjadi pemukiman ini karena terdesaknya warga asli sekitar yang belum mempunyai tempat tinggal dan mempunyai penghasilan rendah. Para pemukim tersebut berfikiran dari pada uang buat sewa rumah lebih baik tinggal di tempat seadanya. Pada tahun 2000 proses penjarahan lahan mulai banyak dilakukan oleh warga sekitar, warga mulai mengkavling tanah-tanah pemakaman dan mulai medirikan rumah-rumah seadanya.10 Dari proses tersebut mulai muncul para pendatang dari luar Solo yang mulai membeli rumah-rumah tersebut dari kavling an warga dengan harga sekitar 1-5 juta.11 Melihat kondisi demikian maka status hak tanah dan bangunan yang mereka miliki adalah liar. Penduduk hanya memakai tetapi dengan ketentuan jika suatu saat tanah tersebut akan dimanfaatkan atau difungsikan oleh pemerintah kota Surakarta maka penduduk harus meninggalkannya dan mencari tempat tinggal lain. 9 Wawancara dengan Indri 13 Maret 2016. 10 Wawancara dengan Yahmin 10 Januari 2016 11 Wawancara dengan Indri,13 Maret 2016. 57 c. Pemukiman Liar di Bantaran Kali Anyar Pemukiman Liar di Bantaran kali anyar terdapat di Kelurahan Gilingan dan Kelurahan Nusukan. Pemukiman liar bantaran memanjang mengikuti aliran sungai Kali Anyar. Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar terdapat dikampung bantaran Praon RT 09 RW VII.12 Secara administratif Pemukiman bantaran Kali Anyar dibatasi oleh : Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Minapadi, sebelah Timur Berbatasan dengan Kampung Gilingan, sebelah Selatan berbatasan dengan Terminal Tirtonardi, sebelah barat berbatasan dengan Kampung Komplang13 Pemukiman liar di Bantaran kali anyar ini mulai muncul dengan pesat pada tahun 1998.14 Bangunan bangunan rumah di Bantaran Kali Anyar ini tergolongan sangat padat penduduk, hampir tidak ada jarak antara rumah satu dengan yang lainnya. Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar ini langganan menjadi korban banjir. Tidak jauh beda dengan pemukiman liar di bantaran rel kereta api dan di atas tanah pemakaman. Munculnya rumah-rumah kumuh di daerah sabuk hijau ini dikarenakan karena faktor ekonomi dan kurangnya peran pemerintah dalam menangani pemukiman liar tersebut. 12 Pemerintah Kota Surakarta, Surakarta dalam angka 2000, (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2000), hlm 3 13 Pemerintah Kota Surakarta, Data Monografi Kecamatan Banjarsari tahun 2012. (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2012), hlm 5 14 Wawancara dengan Sukidi, 5 Maret 2016 58 B. Kondisi Fisik Pemukiman Liar di Kota Surakarta Pada umumnya pemukiman liar mencakup menjadi tiga segi, yaitu kondisi fisik, kondisi sosial ekonomi budaya dan dampak dari kedua kondisi tersebut.15Pertama, kondisi fisik tersebut tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas kontruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi, serta sampah belum dikelola dengan baik. Kedua, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan pemukiman liar mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupan yang tampak dari sikap dan perilaku apatis. Ketiga, Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.16 1. Kondisi Rumah Keadaan rumah pemukiman liar di Solo sangat memprihatinkan. Kondisi rumah yang ada merupakan rumah tidak layak huni/ kumuh dengan ditandai oleh kondisi bangunan rumah yang buruk. Sebagian besar rumah penduduk memiliki ukuran rumah yang relatif sempit untuk ukuran rumah 6m2 dengan dihuni oleh 4-6 anggota keluarga sehingga pembagian ruang sulit untuk dilakukan dan menjadi tidak teratur.17 Rumah penduduk di sepanjang bantaran Kali Anyar berupa rumah15 Adon, Sosiologi Perkotaan : Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya, (Bandung : Pustaka Setia Bandung,2015).hlm 336 16 17 Ibid, hlm 337 Adon Nasrullah, op.cit, hlm 343 59 rumah non permanen yang terbuat dari papan kayu, seng, dan gedek (rajutan dari pohon bambu). Sama halnya dengan rumah pemukiman di atas tanah pemakaman banyak dijumpai rumah rumah non permanen yang berupa papan-papan kayu seadanya dan masih beralaskan tanah. Fenomena yang menarik dari rumah-rumah di atas tanah pemakaman ini adalah alih fungsi pemakaman. Kijing-kijing di pemukiman ini dimanfaatkan sebagai meja, tempat duduk bahkan ada yang buat tidur. Masih banyak rumah-rumah yang didalamnya ada makam nya. Masyarakat pendatang di pemukiman liar ini awal mulanya takut dan sering dihantui oleh arwah-arwah di pemakaman tersebut.18 Pemukiman liar di Bantaran Rel Kereta Api Joglo yang terdapat di kelurahan nusukan justru hampir tidak ada rumah non permanen. Rumah di pemukiman liar Bantaran Rel Kereta Api Joglo sudah permanen dan terbuat dari batu bata, lantai sudah keramik, tetapi juga masih ada rumah yang non permanen. Dilihat dari kondisi fisik bangunan, rumah di pemukiman liar bantaran rel kereta api sudah memenuhi standar, hanya saja tanah yang mereka tempati berstatus liar yaitu tanah milik PT KAI. 18 Wawancara dengan Indri,13 Maret 2016 60 Gambar.2 kondisi rumah dibantaran Kali Anyar kampung Praon tahun 2004 Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Kali Anyar Gambar 3. Pemukiman Liar di Atas tanah pemakaman di Kadipiro tahun 2003 Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman 61 2. Sanitasi Pemukiman Liar Salah satu ciri pemukiman kumuh adalah sanitasi yang buruk. Indikator dari hal tersebut adalah kurang berfungsinya saluran limbah rumah tangga atau saluran drainase, tidak adanya pembuangan sampah di lingkungan pemukiman dan sarana MCK yang kurang memadai dari sudut kesehatan.19 Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ditemukan hal serupa, yakni hampir tidak berfungsinya saluran limbah rumah tangga yang dijadikan satu dengan saluran drainase. Saluran drainase yang semestinya dapat lancar mengalirkan air limbah rumah tangga tidak dapat mengalir, akibatnya saluran drainase menjadi kolam-kolam kecil memanjang di kanan kiri jalan, bahkan di beberapa tempat menjadi satu dengan tempat sampah. Hal ini menimbulkan pemandangan yang sangat jorok secara visual dan dampaknya tentu saja adalah sebagai sarang nyamuk yang menjadi faktor terjangkitnya wabah penyakit. Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus menular. Berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni kawasan kumuh, terutama di bantaran sungai Kali Anyar. Penyakit menular yang sering dijumpai di pemukiman kumuh antara lain diare, penyakit kulit, demam berdarah. Pola hidup jorok, tidak memperhatikan sanitasi menyebabkan usus rentan terhadap serangan virus diare.20 19 Rindarjono, Moh,Gamal, Slum Kajian Pemukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial. (Yogyakarta: Media Perkasa, 2012), hlm 124. Akhmad Ramdhon, “Kampung (Kota) Kita”, (Yogyakarta: Almatera.2013) hlm. 119 20 62 Buruknya keadaan sanitasi lingkungan juga diperparah dengan tidak tersedianya jamban keluarga, yang ada adalah kamar mandi umum. Kepadatan suatu kampung perkotaan merupakan suatu ciri khas tersendiri diantara kampungkampung yang lain.21 Kepadatan pemukiman liar di Surakarta tidak memungkinkan setiap kepala keluarga membangun kamar mandi (MCK) didalam rumah. Pemukiman liar di bantaran rel kereta api, di bantaran sungai kali anyar dan di atas tanah pemakaman banyak terdapat kamar mandi umum yang kurang layak pakai. Tabel 5 . Jumlah Penduduk Pemukiman Liar Kota Surakarta Tahun 2003 No. KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK 1 Banjarsari 1647 2 Serengan 73 3 Laweyan 157 4 Jebres 505 5 Pasar Kliwon 104 Sumber : Community Development Strategi (CDS) Kota Surakarta 21 Ibid, hlm,115. 63 Gambar.4 Kamar mandi Umum di Bantaran Kali Anyar 2004 Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Sungai Kali Anyar Kamar mandi yang terletak di lokasi pemukiman tidak dapat digunakan untuk membuang air besar. Kamar mandi tersebut berfungsi untuk mandi dan cuci saja. Jika mereka ingin membuang air besar, mereka harus membawa air bersih ke jamban yang berada di pinggiran kali di belakang pemukiman mereka karena di sanalah letak jamban yang bisa digunakan. Hal yang paling memprihatinkan adalah perilaku kumuh masyarakat penghuni pemukiman kumuh, yang diajarkan baik sadar maupun tidak sadar kepada anak-anaknya, diantaranya adalah menyuruh anak-anaknya untuk buang air besar di saluran tinggalnya.22 22 Wawancara dengan Sukidi. 5 Maret 2016 air dekat tempat 64 3. Sarana Penerangan Warga Sarana penerangan rumah-rumah warga di pemukiman bantaran Kali Anyar semuanya sudah menggunakan listrik, walaupun masih ada beberapa yang menyambung dari tetangga dan tidak ada warga yang menyambung listrik secara illegal. Pemukiman liar di atas tanah pemakaman dan di sepanjang bantaran rel kereta api juga telah menggunakan listrik PLN. Penangangan pihak pemerintah kota Surakarta dalam menangani pemukiman liar di bantaran sungai, tanah PT KAI maupun di atas tanah pemakaman sangatlah kurang tegas. Jaringan kabel listrik yang dipasang di kawasan pemukiman liar di tanggul Sungai Kalianyar, dianggap membahayakan. Para penghuni rumah yang berdiri di tepi tanggul itu, banyak yang menyambung aliran dari para warga Distrikan maupun Minapadi, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Solo. Untuk kebutuhan penerangan, warga yang berada di tepi tanggul itu nempil (ikut menggunakan) daya listrik milik warga yang menjadi pelanggan PLN, di utara tanggul. Caranya, mereka menarik kabel dari rumah penduduk yang tersambung melewati Jalan Popda.23 Warga dapat dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana dari pemerintah termasuk listrik dari PLN. Hal tersebut membuat semakin tumbuh pesatnya pemukiman-pemukiman liar di lahan-lahan kosong milik pemerintah.24 23“Membahayakan, Jaringan Listrik Pemukiman Liar” Harian Suara Merdeka, Sabtu 9 April 2005. 24 Imbauan dari Wali Kota Surakarta soal larangan pemberian pelayanan fasilitas PLN, Telkom, maupun PDAM kepada warga masyarakat yang berada di pemukiman liar, seperti bantaran sungai atau tanggul."Imbauan itu tertuang dalam Surat No 511.3/266 bertanggal 18 Feberuari 2004. 65 4. Sarana jalan di Pemukiman Liar Jalan-jalan di Pemukiman liar masih dari tanah dan kerikil, khususnya di bantaran Kali Anyar belum ada Jalan yang di semen maupun aspal. Jalan di Pemukiman liar bantaran Kali Anyar kurang Lebih hanya 2 meter. Dengan lebar jalan yang demikian maka akan sulit untuk dilalui kendaran roda empat semacam mobil. Pemukiman di atas pemakaman juga tak jauh berbeda. Akses jalan menuju pemukiman liar hanya mempunyai lebar 2m, masih terbuat dari cor semen dan tanah. Jalan di tanah pemakaman liar ini sangat sempit mobil tidak bisa masuk di arena ini. Pemukiman liar di bantaran rel kereta api memiliki jalan paling bagus. Jalan di bantaran rel kereta api ini sudah aspal dan tidak ada jalan dari tanah. Gambar.5 Akses Jalan di Pemukiman Liar Tanah Pemakaman tahun 2003 Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman 66 5. Pembuangan Sampah Pembuangan sampah di pemukiman liar Surakarta kurang terorganisasi. Untuk membuang sampah warga membuat lobang di samping rumah atau belakang rumah. Pemukiman bantaran ini tidak tersedia fasilitas pembuangan sampah maupun sistem pengelolaan sampah. Masyarakat pemukiman di bantaran Sungai Kali Anyar kebanyakan membuang sampah di sungai. Kurangnya kesadaran masyarakat akan limbah sampah membuat pemukiman kumuh menjadi tidak sehat dan lebih terkesan kumuh. Pembuangan sampah di pemukiman liar di atas pemakaman lebih tertata. Warga pemukiman liar mempunyai satu tempat khusus untuk membuang seluruh sampah-sampah dari warga pemukiman. Sampah-sampah tersebut kemudian diambil dan dibuang di TPS kota Surakarta.25 Gambar.6 Pembuangan Sampah di Pemukiman Liar di Tanah Pemakaman tahun 2003 Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman 25 Wawancara dengan Yossi ,13 Maret 2016 67 C. Kondisi Sosial Ekonomi di Pemukiman Liar Pada umumnya, masyarakat pemukiman liar di kota Surakarta memiliki ciri-ciri dominan, yaitu : perilaku menyimpang, dan budaya permukinan kumuh. Perilaku menyimpang : Kejahatan, kenakalan remaja, pelacuran, mabuk-mabukan, berjudi dan pemakaian obat terlarang merupakan perilaku yang mudah di jumpai di Pemukiman kumuh di Surakarta. Tindak kriminalitas tersebut muncul karena faktor lingkungan yang tidak baik hal itu mengakibatkan tingkat kriminal yang turun menurun dan mendarah daging di Pemukiman Liar. Masyarakat pemukiman yang heterogen seperti sepanjang bantaran kali anyar dan bantaran rel kereta api dengan tingkat kepadatan serta besaran yang luas menimbulkan dampak negatif dari solidaritas antar masyarakat. Kelompok di pemukiman liar biasanya memiliki ikatan moral yang kuat dari komunitas primodial misalnya suku atau daerah yang sama, pekerjaan yang sama, ikatan darah. Adanya Solidaritas yang kuat ini menimbulkan ikatan sentiment moral yang mendalam, akibatnya bisa terjadi perang antar kampung atau perang antar kelompok.26 Penduduk yang tinggal di daerah pemukiman liar Surakarta mayoritas bekerja di sektor informal, antara lain pedagang asongan, pemulung, tukang becak, penjahit, tukang parkir, dll. Ada jenis pekerjaan yang mereka sebut sebagai 26 hlm 274 Sugijanto,Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21,(Jakarta:URDI,2011), 68 “pekerja serabutan”, para pekerja ini sebagian bekerja sebagai kuli bangunan, kernet angkutan dan buruh pasar. Semuanya bekerja berdasarkan kesempatana yang diberikan kepada mereka dari orang lain, bahkan sebenarnya mereka lebih banyak menganggur dari pada bekerja setiap minggunya. Keadaan demikian ini mengakibatkan para pekerja serabutan sangat mudah untuk diajak berbuat kriminal.27 Budaya pemukiman kumuh sangat melekat di sepanjang bantaran sungai kota Surakarta. Kehidupan masyarakat pemukiman berbentuk kelompokkelompok dan banyak terdapat warung-warung, tempat nongkrong dan tempat umum untuk aktivitas bersama.28 Kehidupan Masyarakat di pemukiman liar hampir tidak ditemui kehidupan pribadi yang terpisah. Semua aktivitas dilakukan secara komunal hampir dalam setiap segi kehidupan. Kehidupan sosial yang terjadi di pemukiman liar ini sudah cukup baik. Interaksi sosial antar orang yang satu dengan yang lainnya maupun antar tetangga dalam satu pemukiman ini terjalin dengan baik. Kepedulian diantara sesama juga diperlihatkan dalam tatanan sosial di pemukiman liar bantaran Kali Anyar, pemukiman di atas tanah PT KAI dan Pemukiman liar di atas tanah pemakaman. Kebersamaan masyarakat pemukiman liar juga terlihat pada kepeduliannya terhadap lingkungan pemukimannya. Mereka secara swadana mampu untuk membangun sarana dan prasara di lingkungan pemukiman seperti pembangunan 27 Rindarjono, Moh,Gamal,op.cit,hlm 95 28 Wawancara dengan ,Sukidi,5 Maret 2016 69 jaringan jalan, pembuatan MCK umum dan membuat tiang untuk lampu penerangan jalan.29 Unsur penting dalam kehidupan sosial masyarakat pemukiman liar adalah masalah keamanan kampung. Mulai dibangunnya kembali Pos Ronda pada tahun 2004 atas swadana masyarakat dapat mengurangi tingkat kriminalitas yang terjadi di pemukiman liar.30 Pos ronda di pemukiman liar ini dilakukan setiap malam yang digilir dan bergantian oleh warga pemukiman liar. Selain meningkatkan keamanan di pemukiman liar, kegiatan ronda tiap malam dapat meninggatkan kehidupan sosial masyarakat pemukiman liar.31 Gambar.7 Pos Ronda Yang Terdapat Di Pemukiman Liar Bantaran Sungai Kali Anyar 2005 Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Kali Anyar 29 Wawancara dengan ,Sugeng, 3 April 2016 30 Wawancara dengan, Indri ,13 Maret 2016. 31 Linda Ibrahin,2011,“Kehidupan Sosial Budaya Kota”,(Jakarta:Yayasan Sugijanto),hlm 270 70 Fenomena yang menarik di pemukiman liar tanah pemakaman Nayu ini adalah tingginya kepedulian sosial terhadap tindakan kriminal antar warga di Pemukiman. Tidak hanya di Pemukiman liar tanah pemakaman, Bantaran Kali Anyar maupun bantaran rel Kereta api ralatif sama. Masyarakat pemukiman liar sangat menjungjung tinggi kepedulian sosial antar warga, dibandingkan dengan daerah perkotaan. Kriminalitas di pemukiman liar tanah pemakaman sangat dilindungi oleh warga sekitar, seperti kasus mabuk-mabukan, perjudian dan Bandar-bandar penjual minuman keras selalu disembunyikan warga ketika ada penggerebekan dari kepolisian.32 Dilingkungan pemukiman di tanah pemakaman ini juga sudah ada pertemuan antar warga untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan kondisi lingkungannya. Adanya pertemuan warga ini juga memperlihatkan bahwa sosial antar warga di lingkungan pemukiman berjalan dengan baik apalagi mereka merupakan masyarakat yang homogen dalam arti mempunyai latar belakang sosial yang sama. Kelembagaan yang sudah diikuti oleh warga diantaranya adalah : 1. Kegiatan PKK ibu-ibu yang dilakukan setiap tangaal 15. 2. Pertemuan Bapak-bapak yang dilakukan setiap tanggal 23 malam 3. Karang Taruna. Disini karang taruna untuk remaja kurang begitu aktif, bahkan karang taruna untuk remaja bisa dikatakan sudah tidak ada. Karang taruna di pemukiman liar ini hanya ada ketika ada sebuah kegiatan dan 32 Wawancara dengan Indri selaku penghuni pemukiman liar. 13 Maret 2016 71 mendadak ngumpul untuk membahas acara tersebut. Kurangnya kegiatan pada pemukiman liar tersebut membuat para pemuda terlibat dalam tindakan-tindakan Kriminal seperti, judi, mabuk-mabukan dan mencopet. 4. Kegiatan Posyandu dilaksanakan tiap minggu pertama 5. Taman Pendidikan Alquran untuk anak-anak dilaksanakan setiap sore di Masjid 1. Sarana Peribadatan Sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa, maka kebutuhan rohani juga diperlukan bagi warga pemukiman liar di Surakarta. Penduduk pemukiman liar di tanah PT KAI, bantaran sungai Kali Anyar dan Tanah Pemakaman mayoritas memeluk agama Islam. Warga di sepanjang bantaran rel kereta api mayoritas memeluk agama Islam, banyak nya kegiatan seperti pengajian, taman pendidikan Alquran dan Tadarus dikarenakan pemukiman di bantaran rel kereta api tersebut berdekatan dengan masjid. Jumlah Masjid dan Musola menempati posisi tertinggi dengan jumlah yang terbanyak karena sebagian penduduk menganut agama islam yaitu sebesar 25,373 jiwa untuk kelurahan kadipiro dan 15.329 jiwa untuk kelurahan Nusukan.33 Pemukiman liar di atas tanah pemakaman pada tahun 1998 sama sekali tidak ada kegiatan keagamaan. Mayoritas agama disini adalah Islam tapi dalam hal kegiatan keagaaman justru masih minim. 33 Pemerintah Kota Surakarta, Monografi kelurahan Nusukan dan kelurahan Kadipiro tahun 2004, (Surakarta : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta,2004),hlm 5 72 Kurangnya masyarakat dalam hal rohani karena faktor lingkungan yang mengarah ketindak kriminalitas dan tidak adanya sarana peribadatan (masjid). Sekitar tahun 2005 warga mulai mendirikan masjid tepat di depan pintu masuk pemukiman liar. Perubahan sejak adanya masjid tersebut mulai munculnya kegiatan-kegiatan yang bersifat agama, yaitu pengajian dan taman pendidikan alquran. Dengan dibangunnya Masjid di pemukiman liar ini sedikit demi sedikit dapat mengurangi kegiatan-kegiatan anak muda yang merugikan, yaitu minumminuman keras dan perjudian.34 2. Tingkat Pendidikan di Pemukiman Liar Tingkat pendidikan masyarakat penghuni pemukiman kumuh perlu dikaji untuk melihat jenjang pendidikan formal yang ditempuh masyarakat, kaitannya dengan kesempatan kerja serta hal-hal lain yang berkaitan dengan ciri-ciri pemukim di pemukiman liar, serta sikap dan perilakunya. Tingkat pendidikan, kususnya keluarga diyakini akan lebih mampu mensejahterakan keluarganya dalam bidang ekonomi. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan, akan semakin baik jenis pekerjaan yang didapatkannya, serta semakin baik pula tingkat pendapatannya. 34 Wawancara dengan Yossi 13 Maret 2016 73 Tabel 6. Presentase Tingkat Pendidikan di daerah pemukiman liar Surakarta tahun 1998-200535 No . TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 TIDAK TAMAT SD 25,9 22,4 16.3 14,9 10,5 7,3 5,5 0.3 2 TAMAT SD 66,8 61 40.6 39,7 35,8 21,7 15,2 5,0 3 TAMAT SLTP 5,9 14,8 37.8 38.0 30,1 40,2 36,4 33,9 4 TAMAT SLTA 1,4 1.8 5.3 7.4 23,6 30,8 41,2 55.2 5 TAMAT DI - - - - - - - - 6 TAMAT D3 - - - - - - 1,7 2,1 7 TAMAT S1 - - - - - - - 3,5 JUMLAH 100 % Sumber :Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan (Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005) Data di atas memperlihatkan bahwa penduduk dengan latar belakang pendidikan dasar di pemukiman liar Surakarta berjumlah lebih dari 50 % dan turun setiap tahunya. Hal ini memberikan gambaran bahwa para pemukim ini memang kurang memiliki ketrampilan pengetahuan untuk hidup di kota. Keterbatasan ijasah yang dimiliki, maka mereka tidak dapat masuk di sektor formal. Mereka yang memiliki kesadaran untuk tetap hidup dan memberikan 35 Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan (Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005) 74 penghidupan kepada keluarganya akhirnya menjadi pekerja di sektor informal. Pemukim yang berhasil tamat pendidikan tingkat menengah mencapai 37,8. Pada tingkat menengah mereka bekerja sebagai buruh pabrik, karena sektor formal ini salah satu syaratnya adalah ijasah SLTP. Pemukim di bantaran rel kereta api milik PT KAI memperlihatkan kondisi yang lebih baik jika dibandingkan dari daerah pemukiman di tanah pemakaman. Di daerah bantaran rel kereta api pemukim yang berpendidikan dasar tidak sebanyak di daerah pemukiman tanah pemakaman. Pemukim dengan bekal dasar dan tidak tamat SD hanya selisih sedikit dengan daerah pemukim pemakaman liar. Pemukim di bantaran rel kereta api ini cukup baik dalam tingkat SLTA. Pemukiman bantaran rel kereta api ini berhasil kejenjang pendidikan tinggi. Mereka bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta, walaupun jumlahnya masih sedikit, namun pemukim ini cukup mendominasi ide-ide untuk perbaikan kampungnya. Fenomena yang hampir sama dengan pemukiman liar di tanah pemakaman adalah di daerah bantaran kali anyar kampung praon. Tingginya pemukim yang tamat pendidikan dasar mencapai 48,2%, hal ini mempengaruhi tingkat pekerjaan di bantaran kali anyar di sektor informal. Tingginya pemukim yang tamat SD bahkan yang tidak tamat SD menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap tingginya pekerja yang bekerja di sektor informal, kususnya mereka yang bekerja 75 sebagai pemulung, sedangkan sisanya bekerja sebagai kuli bangunan,pedagang warung, tukang becak dan serabutan.36 Apabila tingkat pendidikan juga mencerminkan jenis pekerjaan, dengan kata lain masyarakat yang berhasil meraih pendidikan formal tingkat SLTA akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan mereka yang hanya lulus SD, maka hal tersebut tidak seratus persen tepat pada daerah pemukiman liar di Surakarta. Para pemukim yang bekerja serabutan tergolong orang yang bekerja pada daerah remang-remang. Para pemukim yang mengaku sebagai serabutan, mereka tidak pernah mengaku jenis pekerjaan apa yang biasa mereka geluti, namun dari penampilan fisik, para pekerja serabutan di pemukiman liar mereka bukanlah orang yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Para pekerja serabutan tersebut biasanya bekerja sebagai, preman,psk,dan pengedar narkoba.37 3. Mata Pencaharian Untuk melihat distribusi pekerjaan berdasarkan jenis pekerjaan yang digeluti para pemukim di pemukiman liar, tidak lepas dari adanya dua kerangka 36 Pemerintah Kota Surakarta, Surakarta dalam angka 2002, (Surakarta : Badan Pusat Statistik Surakarta 2002) hlm 5. Saliman,2000,“Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Keluarga”,Skripsi,Universitas Trisakti. 37 76 teori yang menyangkut bidang pekerjaan tersebut, yakni teori marjinalitas dan teori ketergantungan.38 Teori marjinalitas melihat bahwa fenomena pemukiman kumuh merupakan hasil dari adanya mobilitas permanen penduduk daerah pedesaan menuju perkotaan, baik secara ekonomi sosial maupun budaya. Teori marjinalitas ini mengatakan, para pemukim adalah orang-orang yang boros, konsumtif, cepat merasa puas, tidak memiliki orientasi pasar yang ada adalah orientasi komunal. Secara budaya pemukiman kumuh masih membawa budaya tradisional yang mereka bawa dari daerah asalnya dan cenderung terkungkung dalam budaya kemiskinan. Secara politik, teori marjinalitas menyatakan bahwa para penduduk miskin kota berwatak apatis secara politik, mereka tidak ingin berpartisipasi dalam bidang politik dan mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan revolusioner. Teori yang kedua yakni teori ketergantungan memperlihatkan kebalikannya. Teori ketergantungan ini sangat berbeda dengan teori marjinalitas, didalam teori ini ketergantungan diungkapkan bahwa penghuni pemukiman kumuh secara sosial, ekonomi dan budaya berintegrasi dengan kehidupan masyarakat kota. Secara singkat teori ketergantungan menyimpulkan bahwa penghuni pemukiman kumuh merupakan kelompok masyarakat yang secara sosial di tolak, secar budaya dihinakan, secara ekonomis diperas dan secara politik ditekan oleh struktur dominan masyarakat yang ada. 38 Richard Robison (1985). “Kesenjangan antara Modal Golongan Ekonomi Kuat dan Lemah di Indonesia”. Jakarta. Majalah Prisma No.6/1985, LP3ES. 77 Pemukiman liar di sepanjang bantaran rel kereta api termasuk kedalam wilayah kelurahan kadipiro dan nusukan dimana kelurahan Kadipiro merupakan kelurahan terluas di Kecamatan Banjarsari dengan pembangunan berbagai sektor pembangunan sarana-prasarana pendidikan,perhubungan, pusat-pusat perbelanjaan, pabrik, secara tidak langsung dapat meningkatkan tingkat perekonomian penduduk karena dapat menyerap tenaga kerja atau untuk membuka peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan. Pengaruh secara langsung dapat dilihat dengan adanya pembangunan pusat-pusat perdangangan adalah tampak dari pola mata pencaharian penduduk dengan memiliki jenis perkerjaan di bidang Buruh(pemulung, kuli, tukang batu), jasa (rumah tangga, tukang cukur, sol sepatu) pedagang dan tukang parkir.39 Mata pencaharian penduduk di sepanjang rel kereta api joglo mayoritas terdapat di bidang jasa dan pedagang keliling. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan yang rendah sehingga tidak menungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan dengan standar tingkat pendidikan SD, Mata pencaharian yang dimasukan dalam bidang jasa antara lain pembantu rumah tanga, tukang cukur, tukang parkir, penjahit, sol sepatu. Daerah pemukiman kumuh yang berpusat didaerah kegiatan, yakni di pemukiman liar sepanjang rel kereta api Joglo sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pedagang keliling.40 Pedagang keliling di 39 Wawancara dengan Tulus, 13 Maret 2016 40 Wawancara degan Mulato, 27 Desember 2015 78 pemukiman liar bantaran real kereta api ini kebanyakan dari orang Madura, mulai tahun 1998 para pendatang khususnya orang Madura mulai menempati rumahrumah di bantaran rel kereta api.41 Pekerjaan para pendatang tersebut kebanyakan sebagai pedagang sate keliling, penjual nasi goreng, penjual hik dan buruh di pasar. Tempat berjualan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka, biasanya sekitar jalan raya, antar kampung dan jualan dirumah. Mayoritas pekerjaan warga pemukiman di bantaran rel kereta api ini di sektor informal. Hal ini memperlihatkan para pemukin berasal dari pedesaan, namun tidak diikuti oleh keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk hidup di kota, sehingga mereka tidak bisa ambil bagian bekerja di sektor formal, seperti kerja di perusahaan-perusahaan dan pemerintahan.42 Satu-satunya kemungkinan bagi mereka adalah bekerja di sektor informal, seperti menjadi pedagang keliling, pedagang asongan, dan pedagang kecil yang tidak memerlukan keahlian tertentu. Apabila dikaitkan pemukiman liar mereka yang berada di pusat kegiatan, tidak terlepas dari unsure jarak. Kemudahan mereka untuk sampai ditempat mereka mencari nafkah sehari-hari tidak memerlukan biaya transportasi, dengan demikian pengeluaran untuk transportasi tidak ada dan pengeluaran sehari-hari dapat ditekan. Untuk masyarakat Pemukiman liar di atas tanah pemakaman yang terdapat di Nayu fenomena yang terjadi relatif sama. Warga yang ada di atas tanah 41 42 Wawancara dengan Muji, 12 Maret 2016 Sarosa, Mengetengahkan yang Terpinggirkan : Ekonomi Informal Perkotaan, (Jakarta: LPFE UI , 2011), hlm 235. 79 pemakaman ini memiliki pekerjaan yang berbeda dari yang ada di bantaran rel kereta api. Mayoritas pekerjaan masyarakat pemukiman liar ini berporfesi sebagai pemulung barang-barang bekas, pengamen, pengemis dan kuli bangunan.43 TABEL 7. PRESENTASE JENIS PEKERJAAN DI DAERAH PEMUKIMAN LIAR SURAKARTA TAHUN 1998-2005.44 No. Jenis Pekerjaan PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA TAHUN 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Sektor Formal 0,7% 0,5% 1% 2,6% 6,4% 6,8% 8.2% 8,4% 2 Sektor Informal 99,3% 99,5% 99% 97.4% 93,6% 93,2% 91,8% 91,6% JUMLAH 100 % Sumber :Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan (Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005) Fenomena para pekerja di sektor informal yang cukup menarik di daerah ini adalah munculnya para pemulung sampah dan pengepul sampah. Para pemulung sampah adalah mereka yang mengambil sampah dari berbagai tempat sampah di lingkungan pemukiman dan berbagai tempat sampah di kota, sedangkan para pengepul sampah adalah mereka yang menerima sampah-sampah yang sudah dipilah-pilah oleh warga dan kemudian dijual ke pabrik-pabrik.45 43 Wawancara dengan Sugeng, 3 April 2016 44 Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan (Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005) 45 192. Suparlan, Kemiskinan Perkotaan,(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm 80 Pemulung bagi sebagian orang adalah pekerjaan yang cukup menjajikan, tanpa harus memiliki keahlian khusus, serta tidak perlu ijazah formal.Pemulung yang ada di tanah pemakaman terbagi dalam dua sistem, yang pertama adalah mereka para pemulung yang tidak memiliki juragan (artinya mereka bebas menjual hasil pekerjaannya kepada lapak-lapak yang mereka inginkan), yang kedua adalah para pemulung yang sudah memiliki juragan, sehingga mereka harus menjual hasil mulung kepada juragannya. Para pemulung yang mempunyai juragan biasanya diberi fasilitas oleh juragannya. Para pemulung tersebut disediakan transportasi atau dipinjami becak untuk berkeliling mencari dan menampung hasil dari memulung tersebut. Para pemulung yang hidup sebagai pemukim di pemukiman kumuhlah yang membersihkan dan menfaatkan sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota. Dengan memulung, mereka memilah-milah sampah yang ada dan kemudian menjadi pasokan bahan mentah yang murah bagi industri, mereka menyumbang dalam kegiatan ekonomi kota, serta ikut serta melestarikan lingkungan hidupnya. Keadaan yang sangat berbeda terdapat di pemukiman liar bantaran Kali Anyar, rata-rata penduduknya bekerja di sektor informal, kelompok terbanyak adalah pekerja serabutan, kemudian pekerja pabrik, tukang becak dan kuli bangunan.46 Sorotan utama dalam hal ini adalah tingginya pekerja yang mengaku sebagai pekerja serabutan. Berdasarkan kemampuan financial dan tempat 46 Wawancara dengan Bagong,10 April 2016 81 tinggalnya maka tidak mungkin mereka memiliki pendapatan yang rendah. Masyarakat Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar banyak yang mempunyai usaha seperti bengkel, tukang las, pembuatan roti, sangkar burung, dan jualan rosok. 4. Pendapatan Ukuran yang paling umum dipakai dalam mengukur besarya kemampuan ekonomi masyarakat adalah besarnya pendapatan perkapita masyarakat atau rumah tangga. Besarnya pendapatan perkapita dihitung dengan cara membagi jumlah pendapatan total rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga, sehingga akan diperoleh nilai rata-rata hasil individu anggota keluarga. Dengan demikian, dapatdiperkirakan besarnya beban ekonomis dan pertimbangannya dengan ratarata perolehan pendapatan suatu rumah tangga. Pendapatan perkapita rumah tangga ini didasarkan atas dua pengukuran: pertama, pengukuran perkapita rumah tangga berdasarkan tingkat kemiskinan yang mengacu pada kebutuhan konsumsi beras, yakni pengukuran setara dengan beras menurut tingkat kecukupan kebutuhan konsumsi makanan pokok laki-laki dewasa yang Kedua dengan menggunakan standar pendapatan perkapita masyarakat perkotaan dari world bank yakni pendapatan rata-rata perkapita minimal us$370.47 Apabila menggunakan pengukuran tingkat pendapatan 47 Rindarjono, Moh,Gamal,op.cit, hlm.110, 82 perkapita dari world bank, maka semua masyarakat pemukiman liar termasuk kedalam kategori miskin. Oleh karena itu, untuk lebih mendekati, pengukuran yang ada di lapangan menggunakan pengukuran yang pertama, dari pengukuran tersebut dapat diketahui tingkat pendapatan perkapita masing-masing daerah penelitian. Tingkat pendapat penduduk juga menjadi salah satu faktor munculnya Pemukiman-pemukiman liar di Surakarta. Tinggi rendahnya pendapatan akan mempengaruhi penduduk dalam memilih lokasi tempat tinggal sesuai kebutuhannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin baik pula tempat tinggal yang dibutuhkan. Sebaliknya dengan tingkat pendapatan yang rendah maka penduduk akan memilih lokasi tempat tinggal yang sesuai dengan kemampuan daya belinya.48 Harga lahan juga akan mempengaruhi masyarakat untuk menentukan lokasi tempat tinggal mereka karena disesuaikan dengan kondisi ekonomi penduduk. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan pemukiman yaitu harga tanah, kemampuan daya beli penduduk setempat, lapangan penghidupan, transportasi dan komunikasi setempat.49Dengan daya beli yang rendah penduduk hanya akan mampu membeli rumah atau tanah pada lokasi-lokasi yang sebenarnya tidak layak untuk pemukiman. Begitu pula dengan penduduk yang bermukim di pemukiman bantaran rel kereta api, di bantaran Kali 48 Paulus Harion, Sosiologi Kota Untuk Arsitek, (Jakarta:Bumi Aksara,2007), hlm183. 49 Sumaatmadja, Nursid, Studi geografi : suatu pendekatan dan analisa keruangan, (Bandung: Bandung Alumni,1988), hlm 192. 83 Anyar dan di tanah tanah pemakaman dengan melihat jenis mata pencahariannya dapat dikatakan bahwa tigkat pendapatannya relatif rendah, sehingga penduduk hanya mampu membeli tanah-tanah liar pemerintah yang harganya lebih murah dibandingkan harga tanah resmi. Pada pemukiman liar tingkat pendapatan dibedakan menjadi 3 kategori didasarkan pada pendapatan tertinggi dan pendapatan terendah. Ketiga kategori tersebut adalah : 1). Pendapatan rendah yaitu Rp 300.000,00-Rp500.000,00 2). Pendapatan sedang yaitu Rp 500.000,00-Rp 1000.000,00 3). Pendapatan tinggi yaitu Rp 1000.000,00-Rp 2000.000,00 Pemukiman liar di tanah pemakaman yang mayoritas bekerja di sektor informal mempunyai pendapatan rendah yaitu kisaran Rp500.000,00.50 Pendapatan perkapita warga pemukiman liar tanah pemakaman mencerminkan fenomena penduduk miskin kota. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah penduduknya yang masuk kategori pendapatan rendah. Pendapatan rendah ini didominasi oleh pedagang keliling, tenaga buruh nyuci, pembantu dll. Penduduk dengan tingkat pendapatan sedang mewakili golongan menengah. Pendapatan sedang ini ditempati para pemukim yang bekerja di sektor informal seperti sopir, satpam, tenaga pabrik dll. Para pemukim yang berhasilan sedang ini justru tidak memiliki pekerjaan sampingan apapun. Mereka hanya mengandalkan gaji/upah 50 Wawancara dengan Sugeng 3 April 2016 84 yang mereka terima dari tempat mereka bekerja. Para Pemukim ini menganggap gaji/upah mereka sudah cukup untuk menghidupi keluarganya, dan lebih memilih meluangkan waktu yang tersisa untuk bersosialisasi dengan tetangga kanan kiri dari pada untuk mencari sumber ekonomi yang lain. Fenomena yang menarik adalah penduduk yang masuk dalam kategori berpendapatan tinggi. Penduduk pemukiman liar yang masuk dalam pendapatan tinggi yaitu adalah pemukiman yang bekerja sebagai pengemis , pengepul barang bekas dan penjual minuman keras. Penjual minuman keras di pemukiman liar ini setiap harinya bisa mendapatkan untuk Rp 100,000/ hari.51 Tingginya permintaan minuman keras di pemukiman liar membuat para penjual minuman keras termasuk kedalam kategori pemukim berpendapatan tinggi. Tingginya anak putus sekolah pada tahun 2000 di pemukiman liar tanah pemakaman ini membuat semacam kebudayaan turun menurun kepada lingkungan pemukiman liar. Tingginya pendapatan sebagai pengemis dan pemulung ini membuat anak-anak di pemukiman liar sudah bekerja sebagai pengemis dan mengumpulkan barangbarang bekas dari sisa-sisa sampah kota Surakarta.52 Banyak anak-anak di pemukiman liar tanah pemakaman yang hanya lulusan SD dan SMP. Mereka lebih memilih bekerja dan tidak mau melanjutkan pendidikannya.53 51 Wawancara dengan Indri 13 Maret 2016 52 Wawancara dengan Sugeng 3 April 2016 53 Wawancara dengan Andri,13 Maret 2016 85 Dibantaran Kali Anyar kebanyakan berprofesi sebagai tukang batu dan buruh. Pendapatan buruh dan tukang batu masyarakat bantaran ini tiap harinya hanya Rp 25000- Rp 40000.54 Di daerah bantaran Kali Anyar Praon merupakan daerah pusat kegiatan, pendapatan perkapita penduduk mencerminkan fenomena penduduk miskin kota. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah penduduk berpenghasilan rendah hingga mencapai 80 %. Hal tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan apabila dilihat pula bahwa 80% penduduk nya bekerja di sektor informal dan hampir separuh dari mereka bekerja sebagai pedagang keliling, tukang batu, pedagang nasi goreng dan buruh. Mulai munculnya industri-industri kreatif rumah tangga dan usaha-usaha kecil pada tahun 2005 mampu meningkatkan pendapatan warga pemukiman liar.55Munculnya wirausaha masyarakat Bantran rel kereta api seperti tukang las, bengkel montor,juragan nasi goreng dan pengusaha bambu mampu meningkatkan standar kehidupan masyarakat di pemukiman liar. 54 55 Wawancara dengan Bagong 10 April 2016 Wawancara dengan Tri Makno 24 April 2016