BAB III DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PEMUKIMAN

advertisement
51
BAB III
DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PEMUKIMAN LIAR
DI SURAKARTA
A. Gambaran Umum Lokasi Pemukiman Liar
Pemukiman liar di Surakarta terdapat di tiga tempat pokok berdirinya
pemukiman liar yaitu : sepanjang bantaran sungai di Surakarta seperti Sepanjang
Sungai bengawan Solo, Sepanjang Kali Anyar, dan Kali Pepe, di sepanjang rel
tanah milik
PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan di komplek-komplek
pemakaman. 1 Persebaran Pemukiman Liar di Surakarta tersebar ke pinggiran kota
Surakarta di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres,
Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Lawean.
Daerah Sampel Penilitian Ini Mengambil Pada Masa 3 Periode
Pemerintahan Kota Surakarta Yaitu Pada Masa Imam Sutopo, Slamet Suryanto
dan Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Imam Sutopo permukiman liar di kota
Surakarta kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga mengakibatkan
banyak munculnya pemukiman-pemukiman liar di lahan pemerintahan. Pada
masa pemerintahan Slamet Suryanto pemukiman liar di Surakarta cukup
mendapat perhatian, pemukiman-pemukiman liar di sepanjang bantaran Kali
Anyar diberikan sertifikat HGB yang membuat pemukiman liar di kota Surakarta
semakin bertambah dan yang terkhir adalah pada mas pemerintahan Joko Widodo.
1
Wawancara dengan Sukidi (53 tahun) selaku pegawai Dinas Pekerjaan
Umum (DPU) Kota Surakarta. Tanggal 5 Maret 2016
52
Pada masa pemerintahan Jokowidodo peran pemerintah terhadap pemukiman liar
di Surakarta mulai terlihat. Pemerintahan Jokowidodo melakukan progam-progam
relokasi,urban renewal dan progam perbaikan kampung yang meliputi pemukiman
liar di bantaran Kali Anyar yang terdapat di kampung Bantaran Praon Rt 09 Rw
Vii Kelurahan Nusukan, pemukiman liar di atas tanah pemakaman yang terdapat
di Sumber Nayu RT 07 Kelurahan Kadipiro dan Sepanjang Rel Kereta api Joglo
yang terdapat di kecamatan Banjarsari.
a. Pemukiman Liar Rel Kereta Api Joglo
Pemukiman liar disepanjang rel kereta api joglo yang termasuk dalam
kelurahan Kadipiro dan kelurahan Nusukan kecamatan Banjarsari. Secara
administratif Jarak rel kereta api joglo kecamatan banjarsari dibatasi oleh :
Sebelah utara berbatasan dengan Rel Bayan, sebelah Timur Berbatasan dengan
Jalan Kolonel Sugiono, sebelah Selatan berbatasan dengan rel Bonorejo, sebelah
barat berbatasan dengan Jalan Piere Tendean Nusukan.
Secara keseluruhan pemukiman di Sepanjang Rel Kereta Api Joglo
mempunyai luas 16 Ha, yang memanjang sepanjang 1,3 km kearah utara- selatan.
Pemukiman di sepanjang rel Kereta Api Joglo yang termasuk kedalam wilayah
Kelurahan Nusukan adalah seluas 2,5 Ha atau 15,62% dari kelurahan Nusukan
(206,30 Ha) dan yang termasuk kedalam Kelurahan Kadipiro adalah Seluas 13,5
Ha atau 84, 38% dari luas Kelurahan Kadipiro (508,80).2 Pemukiman liar
2
Pemerintah Kota Surakarta, Monografi Kecamatan Banjarsari tahun
2012, (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2012) hlm 5.
53
disepanjang rel kereta api ini mulai muncul sejak tahun 1998.3 Pemukiman liar ini
masuk dalam 2 kelurahan yaitu Keluran Nusukan dan Kelurahan Kadipiro. Awal
mulanya tahun 1998 pemukiman liar bantaran kereta api ini hanya dihuni 2 kk,
yaitu Indri dan Sabar.4 Banyak lahan-lahan kosong yang hanya ditanami pohon
pohon pisang dan segala macam umbi.
Sebelum bangunan-bangunan liar muncul, tanah di sepanjang rel kereta
api joglo masih berupa lahan kosong yang tidak terawat dengan kondisi
permukaan tanah yang tidak rata. Penduduk sepanjang rel kerata api kemudian
memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk ditanami berbagai macam pohon
seperti singkong, pisang dll. Lambat laun tanah tersebut tidak digunakan lagi
untuk bertanam tetapi dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan-bangunan baik
untuk tempat tinggal dan membuka usaha.5 Pada umumnya penduduk yang
bermukim di sepanjang rel kereta api joglo selain mempunyai tanah pada
kampung di sekitar rel kereta api joglo juga mempunyai tanah kavling di
sepanjang rel kereta api joglo.
3
Wawancara dengan Tulus tanggal 13 Maret 2016
4
Wawancara dengan Muji tanggal 12 Maret 2016
5
Wawancara dengan Tulus 13 Maret 2016
54
Gambar .1
Pemukiman Liar di Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api Joglo tahun 2005
Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Rel Kereta Api
Dari tanah tersebut ada yang yang sebagian mereka huni sendiri dan
sebagian dijual lagi kepada pendatang baru dengan harga yang lebih murah
dibandingkan haga tanah resmi. Melihat kondisi demikian maka status hak tanah
dan bangunan yang mereka miliki adalah liar. Penduduk hanya memakai tetapi
dengan ketentuan jika suatu saat tanah tersebut akan dimanfaatkan atau
difungsikan oleh PT.KAI maka penduduk harus meninggalkannya dan mencari
tempat tinggal lain.
55
b. Pemukiman di atas tanah pemakaman ( Kampung Jaratan6)
Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini terletak di Sumber Nayu RT
07 kelurahan Kadipiro. Pemukiman liar di atas pemakaman ini mulai muncul pada
tahun 1998.7 Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini memiliki luas sekitar
1ha yang berbentuk melingkar dan berbatasan dengan kampung Bakalan.
Pemukiman liar di atas tanah pemakaman di Nayu RT 07 muncul karena faktor
ekonomi masyarakat sekitar dan tersedianya lahan di pemakaman tersebut.
Pada tahun 1998 pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini hanya 1-5
Kartu Keluarga yang dihuni warga sekitar pemakaman tersebut. Setelah tahun
1998 pemakaman tersebut mulai tidak difungsikan sebagai tempat pemakaman
karena keterbatasan lahan dan mulai mendekati lahan pemukiman resmi warga
sekitar, kemudian pemakaman tersebut dipindahkan ke astana Bonoloyo.8 Mulai
tidak berfungsinya pemakaman tersebut mengakibatkan mulai munculnya rumahrumah di atas tanah pemakaman. Banyak warga sekitar yang mulai mengkavling
tanah-tanah tersebut dan kemudian mendirikan bangunan rumah tinggal. Tanahtanah pemakaman tersebut ada yang dicangkuli dipindahkan jenasahnya oleh
pihak keluarga dan ada juga yang dibiarkan tetap berbentuk kijing-kijing.
6
Kampung Jaratan adalah sebutan warga sekitar, Jaratan yang artinya
tanah pemakaman.
7
Wawancara dengan Yossi selaku penghuni pemukiman liar 13 Maret
2016
8
Wawancara dengan Slamet 13 Maret 2016
56
Fenomena yang unik dari pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini
adalah banyak kijing yang masih ada didalam rumah dan dimanfaatkan untuk
meja, tempat duduk bahkan sebagai tempat tidur dengan hanya ditutupi sebuah
papan kayu.9 Alihfungsi lahan pemakaman menjadi pemukiman ini karena
terdesaknya warga asli sekitar yang
belum mempunyai tempat tinggal dan
mempunyai penghasilan rendah. Para pemukim tersebut berfikiran dari pada uang
buat sewa rumah lebih baik tinggal di tempat seadanya.
Pada tahun 2000 proses penjarahan lahan mulai banyak dilakukan oleh
warga sekitar, warga mulai mengkavling tanah-tanah pemakaman dan mulai
medirikan rumah-rumah seadanya.10 Dari proses tersebut mulai muncul para
pendatang dari luar Solo yang mulai membeli rumah-rumah tersebut dari kavling
an warga dengan harga sekitar 1-5 juta.11 Melihat kondisi demikian maka status
hak tanah dan bangunan yang mereka miliki adalah liar. Penduduk hanya
memakai tetapi dengan ketentuan jika suatu saat tanah tersebut akan dimanfaatkan
atau difungsikan oleh pemerintah kota Surakarta maka penduduk harus
meninggalkannya dan mencari tempat tinggal lain.
9
Wawancara dengan Indri 13 Maret 2016.
10
Wawancara dengan Yahmin 10 Januari 2016
11
Wawancara dengan Indri,13 Maret 2016.
57
c. Pemukiman Liar di Bantaran Kali Anyar
Pemukiman Liar di Bantaran kali anyar terdapat di Kelurahan Gilingan
dan Kelurahan Nusukan. Pemukiman liar bantaran memanjang mengikuti aliran
sungai Kali Anyar. Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar terdapat dikampung
bantaran Praon RT 09 RW VII.12 Secara administratif Pemukiman bantaran Kali
Anyar dibatasi oleh : Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Minapadi,
sebelah Timur Berbatasan dengan Kampung Gilingan, sebelah Selatan berbatasan
dengan Terminal Tirtonardi, sebelah barat berbatasan dengan Kampung
Komplang13
Pemukiman liar di Bantaran kali anyar ini mulai muncul dengan pesat
pada tahun 1998.14 Bangunan bangunan rumah di Bantaran Kali Anyar ini
tergolongan sangat padat penduduk, hampir tidak ada jarak antara rumah satu
dengan yang lainnya. Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar ini langganan
menjadi korban banjir. Tidak jauh beda dengan pemukiman liar di bantaran rel
kereta api dan di atas tanah pemakaman. Munculnya rumah-rumah kumuh di
daerah sabuk hijau ini dikarenakan karena faktor ekonomi dan kurangnya peran
pemerintah dalam menangani pemukiman liar tersebut.
12
Pemerintah Kota Surakarta, Surakarta dalam angka 2000, (Surakarta:
Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2000), hlm 3
13
Pemerintah Kota Surakarta, Data Monografi Kecamatan Banjarsari
tahun 2012. (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2012), hlm 5
14
Wawancara dengan Sukidi, 5 Maret 2016
58
B. Kondisi Fisik Pemukiman Liar di Kota Surakarta
Pada umumnya pemukiman liar mencakup menjadi tiga segi, yaitu kondisi
fisik, kondisi sosial ekonomi budaya dan dampak dari kedua kondisi
tersebut.15Pertama, kondisi fisik tersebut tampak dari kondisi bangunannya yang
sangat rapat dengan kualitas kontruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola,
sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi, serta sampah belum dikelola dengan
baik. Kedua, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan
pemukiman liar mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar,
budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupan yang tampak dari sikap dan
perilaku apatis. Ketiga, Kondisi
tersebut sering juga mengakibatkan kondisi
kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan
perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.16
1. Kondisi Rumah
Keadaan rumah pemukiman liar di Solo sangat memprihatinkan. Kondisi
rumah yang ada merupakan rumah tidak layak huni/ kumuh dengan ditandai oleh
kondisi bangunan rumah yang buruk. Sebagian besar rumah penduduk memiliki
ukuran rumah yang relatif sempit untuk ukuran rumah 6m2 dengan dihuni oleh 4-6
anggota keluarga sehingga pembagian ruang sulit untuk dilakukan dan menjadi
tidak teratur.17 Rumah penduduk di sepanjang bantaran Kali Anyar berupa rumah15
Adon, Sosiologi Perkotaan : Memahami Masyarakat Kota dan
Problematikanya, (Bandung : Pustaka Setia Bandung,2015).hlm 336
16
17
Ibid, hlm 337
Adon Nasrullah, op.cit, hlm 343
59
rumah non permanen yang terbuat dari papan kayu, seng, dan gedek (rajutan dari
pohon bambu).
Sama halnya dengan rumah pemukiman di atas tanah pemakaman banyak
dijumpai rumah rumah non permanen yang berupa papan-papan kayu seadanya
dan masih beralaskan tanah. Fenomena yang menarik dari rumah-rumah di atas
tanah pemakaman ini adalah alih fungsi pemakaman. Kijing-kijing di pemukiman
ini dimanfaatkan sebagai meja, tempat duduk bahkan ada yang buat tidur. Masih
banyak rumah-rumah yang didalamnya ada makam nya. Masyarakat pendatang di
pemukiman liar ini awal mulanya takut dan sering dihantui oleh arwah-arwah di
pemakaman tersebut.18
Pemukiman liar di Bantaran Rel Kereta Api Joglo yang terdapat di
kelurahan nusukan justru hampir tidak ada rumah non permanen. Rumah di
pemukiman liar Bantaran Rel Kereta Api Joglo sudah permanen dan terbuat dari
batu bata, lantai sudah keramik, tetapi juga masih ada rumah yang non permanen.
Dilihat dari kondisi fisik bangunan, rumah di pemukiman liar bantaran rel kereta
api sudah memenuhi standar, hanya saja tanah yang mereka tempati berstatus liar
yaitu tanah milik PT KAI.
18
Wawancara dengan Indri,13 Maret 2016
60
Gambar.2 kondisi rumah dibantaran Kali Anyar kampung Praon tahun
2004
Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Kali Anyar
Gambar 3. Pemukiman Liar di Atas tanah pemakaman di Kadipiro tahun
2003
Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman
61
2. Sanitasi Pemukiman Liar
Salah satu ciri pemukiman kumuh adalah sanitasi yang buruk. Indikator dari
hal tersebut adalah kurang berfungsinya saluran limbah rumah tangga atau saluran
drainase, tidak adanya pembuangan sampah di lingkungan pemukiman dan sarana
MCK yang kurang memadai dari sudut kesehatan.19 Pemukiman liar di atas tanah
pemakaman ditemukan hal serupa,
yakni hampir tidak berfungsinya saluran
limbah rumah tangga yang dijadikan satu dengan saluran drainase. Saluran
drainase yang semestinya dapat lancar mengalirkan air limbah rumah tangga tidak
dapat mengalir, akibatnya saluran drainase menjadi kolam-kolam kecil
memanjang di kanan kiri jalan, bahkan di beberapa tempat menjadi satu dengan
tempat sampah. Hal ini menimbulkan pemandangan yang sangat jorok secara
visual dan dampaknya tentu saja adalah sebagai sarang nyamuk yang menjadi
faktor terjangkitnya wabah penyakit.
Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai
virus menular. Berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni
kawasan kumuh, terutama di bantaran sungai Kali Anyar. Penyakit menular yang
sering dijumpai di pemukiman kumuh antara lain diare, penyakit kulit, demam
berdarah. Pola hidup jorok, tidak memperhatikan sanitasi menyebabkan usus
rentan terhadap serangan virus diare.20
19
Rindarjono, Moh,Gamal, Slum Kajian Pemukiman Kumuh dalam
Perspektif Spasial. (Yogyakarta: Media Perkasa, 2012), hlm 124.
Akhmad Ramdhon, “Kampung (Kota) Kita”, (Yogyakarta:
Almatera.2013) hlm. 119
20
62
Buruknya keadaan sanitasi lingkungan juga diperparah dengan tidak
tersedianya jamban keluarga, yang ada adalah kamar mandi umum. Kepadatan
suatu kampung perkotaan merupakan suatu ciri khas tersendiri diantara kampungkampung
yang lain.21
Kepadatan
pemukiman
liar
di
Surakarta
tidak
memungkinkan setiap kepala keluarga membangun kamar mandi (MCK) didalam
rumah. Pemukiman liar di bantaran rel kereta api, di bantaran sungai kali anyar
dan di atas tanah pemakaman banyak terdapat kamar mandi umum yang kurang
layak pakai.
Tabel 5 . Jumlah Penduduk Pemukiman Liar Kota Surakarta Tahun 2003
No.
KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK
1
Banjarsari
1647
2
Serengan
73
3
Laweyan
157
4
Jebres
505
5
Pasar Kliwon
104
Sumber : Community Development Strategi (CDS) Kota Surakarta
21
Ibid, hlm,115.
63
Gambar.4 Kamar mandi Umum di Bantaran Kali Anyar 2004
Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Sungai Kali Anyar
Kamar mandi yang terletak di lokasi pemukiman tidak dapat digunakan
untuk membuang air besar. Kamar mandi tersebut berfungsi untuk mandi dan cuci
saja. Jika mereka ingin membuang air besar, mereka harus membawa air bersih ke
jamban yang berada di pinggiran kali di belakang pemukiman mereka karena di
sanalah letak jamban yang bisa digunakan. Hal yang paling memprihatinkan
adalah perilaku kumuh masyarakat penghuni pemukiman kumuh, yang diajarkan
baik sadar maupun tidak sadar kepada anak-anaknya, diantaranya adalah
menyuruh anak-anaknya untuk buang air besar di saluran
tinggalnya.22
22
Wawancara dengan Sukidi. 5 Maret 2016
air dekat tempat
64
3. Sarana Penerangan Warga
Sarana penerangan rumah-rumah warga di pemukiman bantaran Kali
Anyar semuanya sudah menggunakan listrik, walaupun masih ada beberapa yang
menyambung dari tetangga dan tidak ada warga yang menyambung listrik secara
illegal. Pemukiman liar di atas tanah pemakaman dan di sepanjang bantaran rel
kereta api juga telah menggunakan listrik PLN. Penangangan pihak pemerintah
kota Surakarta dalam menangani pemukiman liar di bantaran sungai, tanah PT
KAI maupun di atas tanah pemakaman sangatlah kurang tegas. Jaringan kabel
listrik yang dipasang di kawasan pemukiman liar di tanggul Sungai Kalianyar,
dianggap membahayakan. Para penghuni rumah yang berdiri di tepi tanggul itu,
banyak yang menyambung aliran dari para warga Distrikan maupun Minapadi,
Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Solo. Untuk kebutuhan penerangan,
warga yang berada di tepi tanggul itu nempil (ikut menggunakan) daya listrik
milik warga yang menjadi pelanggan PLN, di utara tanggul. Caranya, mereka
menarik kabel dari rumah penduduk yang tersambung melewati Jalan Popda.23
Warga dapat dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana dari pemerintah
termasuk listrik dari PLN. Hal tersebut membuat semakin tumbuh pesatnya
pemukiman-pemukiman liar di lahan-lahan kosong milik pemerintah.24
23“Membahayakan,
Jaringan Listrik Pemukiman Liar” Harian Suara
Merdeka, Sabtu 9 April 2005.
24
Imbauan dari Wali Kota Surakarta soal larangan pemberian pelayanan
fasilitas PLN, Telkom, maupun PDAM kepada warga masyarakat yang berada di
pemukiman liar, seperti bantaran sungai atau tanggul."Imbauan itu tertuang dalam
Surat No 511.3/266 bertanggal 18 Feberuari 2004.
65
4. Sarana jalan di Pemukiman Liar
Jalan-jalan di Pemukiman liar masih dari tanah dan kerikil, khususnya di
bantaran Kali Anyar belum ada Jalan yang di semen maupun aspal. Jalan di
Pemukiman liar bantaran Kali Anyar kurang Lebih hanya 2 meter. Dengan lebar
jalan yang demikian maka akan sulit untuk dilalui kendaran roda empat semacam
mobil. Pemukiman di atas pemakaman juga tak jauh berbeda. Akses jalan menuju
pemukiman liar hanya mempunyai lebar 2m, masih terbuat dari cor semen dan
tanah. Jalan di tanah pemakaman liar ini sangat sempit mobil tidak bisa masuk di
arena ini. Pemukiman liar di bantaran rel kereta api memiliki jalan paling bagus.
Jalan di bantaran rel kereta api ini sudah aspal dan tidak ada jalan dari tanah.
Gambar.5 Akses Jalan di Pemukiman Liar Tanah Pemakaman tahun
2003
Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman
66
5. Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah di pemukiman liar Surakarta kurang terorganisasi.
Untuk membuang sampah warga membuat lobang di samping rumah atau
belakang rumah. Pemukiman bantaran ini tidak tersedia fasilitas pembuangan
sampah maupun sistem pengelolaan sampah. Masyarakat pemukiman di bantaran
Sungai Kali Anyar kebanyakan membuang sampah di sungai. Kurangnya
kesadaran masyarakat akan limbah sampah membuat pemukiman kumuh menjadi
tidak sehat dan lebih terkesan kumuh. Pembuangan sampah di pemukiman liar di
atas pemakaman lebih tertata. Warga pemukiman liar mempunyai satu tempat
khusus untuk membuang seluruh sampah-sampah dari warga pemukiman.
Sampah-sampah tersebut kemudian diambil dan dibuang di TPS kota Surakarta.25
Gambar.6 Pembuangan Sampah di Pemukiman Liar di Tanah
Pemakaman tahun 2003
Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman
25
Wawancara dengan Yossi ,13 Maret 2016
67
C. Kondisi Sosial Ekonomi di Pemukiman Liar
Pada umumnya, masyarakat pemukiman liar di kota Surakarta memiliki
ciri-ciri dominan, yaitu : perilaku menyimpang, dan budaya permukinan kumuh.
Perilaku menyimpang : Kejahatan, kenakalan remaja, pelacuran, mabuk-mabukan,
berjudi dan pemakaian obat terlarang merupakan perilaku yang mudah di jumpai
di Pemukiman kumuh di Surakarta. Tindak kriminalitas tersebut muncul karena
faktor lingkungan yang tidak baik hal itu mengakibatkan tingkat kriminal yang
turun menurun dan mendarah daging di Pemukiman Liar.
Masyarakat pemukiman yang heterogen seperti sepanjang bantaran kali
anyar dan bantaran rel kereta api dengan tingkat kepadatan serta besaran yang luas
menimbulkan dampak negatif dari solidaritas antar masyarakat. Kelompok di
pemukiman
liar biasanya memiliki ikatan moral yang kuat dari komunitas
primodial misalnya suku atau daerah yang sama, pekerjaan yang sama, ikatan
darah. Adanya Solidaritas yang kuat ini menimbulkan ikatan sentiment moral
yang mendalam, akibatnya bisa terjadi perang antar kampung atau perang antar
kelompok.26
Penduduk yang tinggal di daerah pemukiman liar Surakarta mayoritas
bekerja di sektor informal, antara lain pedagang asongan, pemulung, tukang
becak, penjahit, tukang parkir, dll. Ada jenis pekerjaan yang mereka sebut sebagai
26
hlm 274
Sugijanto,Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21,(Jakarta:URDI,2011),
68
“pekerja serabutan”, para pekerja ini sebagian bekerja sebagai kuli bangunan,
kernet angkutan dan buruh pasar. Semuanya bekerja berdasarkan kesempatana
yang diberikan kepada mereka dari orang lain, bahkan sebenarnya mereka lebih
banyak menganggur dari pada bekerja setiap minggunya. Keadaan demikian ini
mengakibatkan para pekerja serabutan sangat mudah untuk diajak berbuat
kriminal.27
Budaya pemukiman kumuh sangat melekat di sepanjang bantaran sungai
kota Surakarta. Kehidupan masyarakat pemukiman berbentuk kelompokkelompok dan banyak terdapat warung-warung, tempat nongkrong dan tempat
umum untuk aktivitas bersama.28 Kehidupan Masyarakat di pemukiman liar
hampir tidak ditemui kehidupan pribadi yang terpisah. Semua aktivitas dilakukan
secara komunal hampir dalam setiap segi kehidupan.
Kehidupan sosial yang terjadi di pemukiman liar ini sudah cukup baik.
Interaksi sosial antar orang yang satu dengan yang lainnya maupun antar tetangga
dalam satu pemukiman ini terjalin dengan baik. Kepedulian diantara sesama juga
diperlihatkan dalam tatanan sosial di pemukiman liar bantaran Kali Anyar,
pemukiman di atas tanah PT KAI dan Pemukiman liar di atas tanah pemakaman.
Kebersamaan masyarakat pemukiman liar juga terlihat pada kepeduliannya
terhadap lingkungan pemukimannya. Mereka secara swadana mampu untuk
membangun sarana dan prasara di lingkungan pemukiman seperti pembangunan
27
Rindarjono, Moh,Gamal,op.cit,hlm 95
28
Wawancara dengan ,Sukidi,5 Maret 2016
69
jaringan jalan, pembuatan MCK umum dan membuat tiang untuk lampu
penerangan jalan.29
Unsur penting dalam kehidupan sosial masyarakat pemukiman liar adalah
masalah keamanan kampung. Mulai dibangunnya kembali Pos Ronda pada tahun
2004 atas swadana masyarakat dapat mengurangi tingkat kriminalitas yang terjadi
di pemukiman liar.30 Pos ronda di pemukiman liar ini dilakukan setiap malam
yang digilir dan bergantian oleh warga pemukiman liar. Selain meningkatkan
keamanan di pemukiman liar, kegiatan ronda tiap malam dapat meninggatkan
kehidupan sosial masyarakat pemukiman liar.31
Gambar.7 Pos Ronda Yang Terdapat Di Pemukiman Liar Bantaran Sungai
Kali Anyar 2005
Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Kali Anyar
29
Wawancara dengan ,Sugeng, 3 April 2016
30
Wawancara dengan, Indri ,13 Maret 2016.
31
Linda Ibrahin,2011,“Kehidupan Sosial Budaya Kota”,(Jakarta:Yayasan
Sugijanto),hlm 270
70
Fenomena yang menarik di pemukiman liar tanah pemakaman Nayu ini
adalah tingginya kepedulian sosial terhadap tindakan kriminal antar warga di
Pemukiman. Tidak hanya di Pemukiman liar tanah pemakaman, Bantaran Kali
Anyar maupun bantaran rel Kereta api ralatif sama. Masyarakat pemukiman liar
sangat menjungjung tinggi kepedulian sosial antar warga, dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Kriminalitas di pemukiman liar tanah pemakaman sangat
dilindungi oleh warga sekitar, seperti kasus mabuk-mabukan, perjudian dan
Bandar-bandar penjual minuman keras selalu disembunyikan warga ketika ada
penggerebekan dari kepolisian.32
Dilingkungan pemukiman di tanah pemakaman ini juga sudah ada
pertemuan antar warga untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan kondisi
lingkungannya. Adanya pertemuan warga ini juga memperlihatkan bahwa sosial
antar warga di lingkungan pemukiman berjalan dengan baik apalagi mereka
merupakan masyarakat yang homogen dalam arti mempunyai latar belakang
sosial yang sama.
Kelembagaan yang sudah diikuti oleh warga diantaranya adalah :
1. Kegiatan PKK ibu-ibu yang dilakukan setiap tangaal 15.
2. Pertemuan Bapak-bapak yang dilakukan setiap tanggal 23 malam
3. Karang Taruna. Disini karang taruna untuk remaja kurang begitu aktif,
bahkan karang taruna untuk remaja bisa dikatakan sudah tidak ada. Karang
taruna di pemukiman liar ini hanya ada ketika ada sebuah kegiatan dan
32
Wawancara dengan Indri selaku penghuni pemukiman liar. 13 Maret 2016
71
mendadak ngumpul untuk membahas acara tersebut. Kurangnya kegiatan
pada pemukiman liar tersebut membuat para pemuda terlibat dalam
tindakan-tindakan Kriminal seperti, judi, mabuk-mabukan dan mencopet.
4. Kegiatan Posyandu dilaksanakan tiap minggu pertama
5. Taman Pendidikan Alquran untuk anak-anak dilaksanakan setiap sore di
Masjid
1. Sarana Peribadatan
Sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa, maka kebutuhan rohani juga
diperlukan bagi warga pemukiman liar di Surakarta. Penduduk pemukiman liar di
tanah PT KAI, bantaran sungai Kali Anyar dan Tanah Pemakaman mayoritas
memeluk agama Islam. Warga di sepanjang bantaran rel kereta api mayoritas
memeluk agama Islam, banyak nya kegiatan seperti pengajian, taman pendidikan
Alquran dan Tadarus dikarenakan pemukiman di bantaran rel kereta api tersebut
berdekatan dengan masjid. Jumlah Masjid dan Musola menempati posisi tertinggi
dengan jumlah yang terbanyak karena sebagian penduduk menganut agama islam
yaitu sebesar 25,373 jiwa untuk kelurahan kadipiro dan 15.329 jiwa untuk
kelurahan Nusukan.33 Pemukiman liar di atas tanah pemakaman pada tahun 1998
sama sekali tidak ada kegiatan keagamaan. Mayoritas agama disini adalah Islam
tapi dalam hal kegiatan keagaaman justru masih minim.
33
Pemerintah Kota Surakarta, Monografi kelurahan Nusukan dan
kelurahan Kadipiro tahun 2004, (Surakarta : Badan Pusat Statistik Kota
Surakarta,2004),hlm 5
72
Kurangnya masyarakat dalam hal rohani karena faktor lingkungan yang
mengarah ketindak kriminalitas dan tidak adanya sarana peribadatan (masjid).
Sekitar tahun 2005 warga mulai mendirikan masjid tepat di depan pintu masuk
pemukiman liar. Perubahan sejak adanya masjid tersebut mulai munculnya
kegiatan-kegiatan yang bersifat agama, yaitu pengajian dan taman pendidikan
alquran. Dengan dibangunnya Masjid di pemukiman liar ini sedikit demi sedikit
dapat mengurangi kegiatan-kegiatan anak muda yang merugikan, yaitu minumminuman keras dan perjudian.34
2. Tingkat Pendidikan di Pemukiman Liar
Tingkat pendidikan masyarakat penghuni pemukiman kumuh perlu dikaji
untuk melihat jenjang pendidikan formal yang ditempuh masyarakat, kaitannya
dengan kesempatan kerja serta hal-hal lain yang berkaitan dengan ciri-ciri
pemukim di pemukiman liar, serta sikap dan perilakunya. Tingkat pendidikan,
kususnya keluarga diyakini akan lebih mampu mensejahterakan keluarganya
dalam bidang ekonomi. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan, akan
semakin baik jenis pekerjaan yang didapatkannya, serta semakin baik pula tingkat
pendapatannya.
34
Wawancara dengan Yossi 13 Maret 2016
73
Tabel 6. Presentase Tingkat Pendidikan di daerah pemukiman liar
Surakarta tahun 1998-200535
No
.
TINGKAT
PENDIDIKAN
TAHUN
PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA
1998 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
1
TIDAK
TAMAT SD
25,9
22,4
16.3
14,9
10,5
7,3
5,5
0.3
2
TAMAT SD
66,8
61
40.6
39,7
35,8
21,7
15,2
5,0
3
TAMAT SLTP
5,9
14,8
37.8
38.0
30,1
40,2
36,4
33,9
4
TAMAT
SLTA
1,4
1.8
5.3
7.4
23,6
30,8
41,2
55.2
5
TAMAT DI
-
-
-
-
-
-
-
-
6
TAMAT D3
-
-
-
-
-
-
1,7
2,1
7
TAMAT S1
-
-
-
-
-
-
-
3,5
JUMLAH
100 %
Sumber :Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan
(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)
Data di atas memperlihatkan bahwa penduduk dengan latar belakang
pendidikan dasar di pemukiman liar Surakarta berjumlah lebih dari 50 % dan
turun setiap tahunya. Hal ini memberikan gambaran bahwa para pemukim ini
memang kurang memiliki ketrampilan pengetahuan untuk hidup di kota.
Keterbatasan ijasah yang dimiliki, maka mereka tidak dapat masuk di sektor
formal. Mereka yang memiliki kesadaran untuk tetap hidup dan memberikan
35
Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan
(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)
74
penghidupan kepada keluarganya akhirnya menjadi pekerja di sektor informal.
Pemukim yang berhasil tamat pendidikan tingkat menengah mencapai 37,8. Pada
tingkat menengah mereka bekerja sebagai buruh pabrik, karena sektor formal ini
salah satu syaratnya adalah ijasah SLTP.
Pemukim di bantaran rel kereta api milik PT KAI memperlihatkan kondisi
yang lebih baik jika dibandingkan dari daerah pemukiman di tanah pemakaman.
Di daerah bantaran rel kereta api pemukim yang berpendidikan dasar tidak
sebanyak di daerah pemukiman tanah pemakaman. Pemukim dengan bekal dasar
dan tidak tamat SD hanya selisih sedikit dengan daerah pemukim pemakaman liar.
Pemukim di bantaran rel kereta api ini cukup baik dalam tingkat SLTA.
Pemukiman bantaran rel kereta api ini berhasil kejenjang pendidikan tinggi.
Mereka bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta, walaupun jumlahnya masih
sedikit, namun pemukim ini cukup mendominasi ide-ide untuk perbaikan
kampungnya.
Fenomena yang hampir sama dengan pemukiman liar di tanah pemakaman
adalah di daerah bantaran kali anyar kampung praon. Tingginya pemukim yang
tamat pendidikan dasar mencapai 48,2%, hal ini mempengaruhi tingkat pekerjaan
di bantaran kali anyar di sektor informal. Tingginya pemukim yang tamat SD
bahkan yang tidak tamat SD menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap
tingginya pekerja yang bekerja di sektor informal, kususnya mereka yang bekerja
75
sebagai pemulung, sedangkan sisanya bekerja sebagai kuli bangunan,pedagang
warung, tukang becak dan serabutan.36
Apabila tingkat pendidikan juga mencerminkan jenis pekerjaan, dengan
kata lain masyarakat yang berhasil meraih pendidikan formal tingkat SLTA akan
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan mereka yang hanya lulus
SD, maka hal tersebut tidak seratus persen tepat pada daerah pemukiman liar di
Surakarta. Para pemukim yang bekerja serabutan tergolong orang yang bekerja
pada daerah remang-remang. Para pemukim yang mengaku sebagai serabutan,
mereka tidak pernah mengaku jenis pekerjaan apa yang biasa mereka geluti,
namun dari penampilan fisik, para pekerja serabutan di pemukiman liar mereka
bukanlah orang yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Para pekerja serabutan
tersebut biasanya bekerja sebagai, preman,psk,dan pengedar narkoba.37
3. Mata Pencaharian
Untuk melihat distribusi pekerjaan berdasarkan jenis pekerjaan yang
digeluti para pemukim di pemukiman liar, tidak lepas dari adanya dua kerangka
36
Pemerintah Kota Surakarta, Surakarta dalam angka 2002, (Surakarta :
Badan Pusat Statistik Surakarta 2002) hlm 5.
Saliman,2000,“Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang
Hubungannya Dengan Keberfungsian Keluarga”,Skripsi,Universitas Trisakti.
37
76
teori yang menyangkut bidang pekerjaan tersebut, yakni teori marjinalitas dan
teori ketergantungan.38
Teori
marjinalitas
melihat
bahwa
fenomena
pemukiman
kumuh
merupakan hasil dari adanya mobilitas permanen penduduk daerah pedesaan
menuju perkotaan, baik secara ekonomi sosial maupun budaya. Teori marjinalitas
ini mengatakan, para pemukim adalah orang-orang yang boros, konsumtif, cepat
merasa puas, tidak memiliki orientasi pasar yang ada adalah orientasi komunal.
Secara budaya pemukiman kumuh masih membawa budaya tradisional yang
mereka bawa dari daerah asalnya dan cenderung terkungkung dalam budaya
kemiskinan. Secara politik, teori marjinalitas menyatakan bahwa para penduduk
miskin kota berwatak apatis secara politik, mereka tidak ingin berpartisipasi
dalam bidang politik dan mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan revolusioner.
Teori
yang
kedua
yakni
teori
ketergantungan
memperlihatkan
kebalikannya. Teori ketergantungan ini sangat berbeda dengan teori marjinalitas,
didalam teori ini ketergantungan diungkapkan bahwa penghuni pemukiman
kumuh secara sosial, ekonomi dan budaya berintegrasi dengan kehidupan
masyarakat kota. Secara singkat teori ketergantungan menyimpulkan bahwa
penghuni pemukiman kumuh merupakan kelompok masyarakat yang secara sosial
di tolak, secar budaya dihinakan, secara ekonomis diperas dan secara politik
ditekan oleh struktur dominan masyarakat yang ada.
38
Richard Robison (1985). “Kesenjangan antara Modal Golongan
Ekonomi Kuat dan Lemah di Indonesia”. Jakarta. Majalah Prisma No.6/1985,
LP3ES.
77
Pemukiman liar di sepanjang bantaran rel kereta api termasuk kedalam
wilayah kelurahan kadipiro dan nusukan dimana kelurahan Kadipiro merupakan
kelurahan terluas di Kecamatan Banjarsari dengan pembangunan berbagai sektor
pembangunan
sarana-prasarana
pendidikan,perhubungan,
pusat-pusat
perbelanjaan, pabrik, secara tidak langsung dapat meningkatkan tingkat
perekonomian penduduk karena dapat menyerap tenaga kerja atau untuk
membuka peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan. Pengaruh secara
langsung dapat dilihat dengan adanya pembangunan pusat-pusat perdangangan
adalah tampak dari pola mata pencaharian penduduk dengan memiliki jenis
perkerjaan di bidang Buruh(pemulung, kuli, tukang batu), jasa (rumah tangga,
tukang cukur, sol sepatu) pedagang dan tukang parkir.39
Mata pencaharian penduduk di sepanjang rel kereta api joglo mayoritas
terdapat di bidang jasa dan pedagang keliling. Hal ini disebabkan tingkat
pendidikan yang rendah sehingga tidak menungkinkan untuk mendapatkan
pekerjaan dengan standar tingkat pendidikan SD, Mata pencaharian yang
dimasukan dalam bidang jasa antara lain pembantu rumah tanga, tukang cukur,
tukang parkir, penjahit, sol sepatu.
Daerah pemukiman kumuh yang berpusat didaerah kegiatan, yakni di
pemukiman liar sepanjang rel kereta api Joglo sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian
sebagai pedagang keliling.40 Pedagang keliling di
39
Wawancara dengan Tulus, 13 Maret 2016
40
Wawancara degan Mulato, 27 Desember 2015
78
pemukiman liar bantaran real kereta api ini kebanyakan dari orang Madura, mulai
tahun 1998 para pendatang khususnya orang Madura mulai menempati rumahrumah di bantaran rel kereta api.41 Pekerjaan para pendatang tersebut kebanyakan
sebagai pedagang sate keliling, penjual nasi goreng, penjual hik dan buruh di
pasar. Tempat berjualan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka, biasanya
sekitar jalan raya, antar kampung dan jualan dirumah. Mayoritas pekerjaan warga
pemukiman di bantaran rel kereta api ini di sektor informal. Hal ini
memperlihatkan para pemukin berasal dari pedesaan, namun tidak diikuti oleh
keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk hidup di kota, sehingga
mereka tidak bisa ambil bagian bekerja di sektor formal, seperti kerja di
perusahaan-perusahaan dan pemerintahan.42
Satu-satunya kemungkinan bagi mereka adalah bekerja di sektor informal,
seperti menjadi pedagang keliling, pedagang asongan, dan pedagang kecil yang
tidak memerlukan keahlian tertentu. Apabila dikaitkan pemukiman liar mereka
yang berada di pusat kegiatan, tidak terlepas dari unsure jarak. Kemudahan
mereka untuk sampai ditempat mereka mencari nafkah sehari-hari tidak
memerlukan biaya transportasi, dengan demikian pengeluaran untuk transportasi
tidak ada dan pengeluaran sehari-hari dapat ditekan.
Untuk masyarakat Pemukiman liar di atas tanah pemakaman yang terdapat
di Nayu fenomena yang terjadi relatif sama. Warga yang ada di atas tanah
41
42
Wawancara dengan Muji, 12 Maret 2016
Sarosa, Mengetengahkan yang Terpinggirkan : Ekonomi Informal
Perkotaan, (Jakarta: LPFE UI , 2011), hlm 235.
79
pemakaman ini memiliki pekerjaan yang berbeda dari yang ada di bantaran rel
kereta api. Mayoritas pekerjaan masyarakat pemukiman liar ini berporfesi sebagai
pemulung barang-barang bekas, pengamen, pengemis dan kuli bangunan.43
TABEL 7. PRESENTASE JENIS PEKERJAAN DI DAERAH
PEMUKIMAN LIAR SURAKARTA TAHUN 1998-2005.44
No.
Jenis
Pekerjaan
PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA
TAHUN
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
1
Sektor Formal
0,7%
0,5%
1%
2,6%
6,4%
6,8%
8.2%
8,4%
2
Sektor
Informal
99,3%
99,5%
99%
97.4%
93,6%
93,2%
91,8%
91,6%
JUMLAH
100 %
Sumber :Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan
(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)
Fenomena para pekerja di sektor informal yang cukup menarik di daerah
ini adalah munculnya para pemulung sampah dan pengepul sampah. Para
pemulung sampah adalah mereka yang mengambil sampah dari berbagai tempat
sampah di lingkungan pemukiman dan berbagai tempat sampah di kota,
sedangkan para pengepul sampah adalah mereka yang menerima sampah-sampah
yang sudah dipilah-pilah oleh warga dan kemudian dijual ke pabrik-pabrik.45
43
Wawancara dengan Sugeng, 3 April 2016
44
Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan
(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)
45
192.
Suparlan, Kemiskinan Perkotaan,(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm
80
Pemulung bagi sebagian orang adalah pekerjaan yang cukup menjajikan,
tanpa harus memiliki keahlian khusus, serta tidak perlu ijazah formal.Pemulung
yang ada di tanah pemakaman terbagi dalam dua sistem, yang pertama adalah
mereka para pemulung yang tidak memiliki juragan (artinya mereka bebas
menjual hasil pekerjaannya kepada lapak-lapak yang mereka inginkan), yang
kedua adalah para pemulung yang sudah memiliki juragan, sehingga mereka harus
menjual hasil mulung kepada juragannya. Para pemulung yang mempunyai
juragan biasanya diberi fasilitas oleh juragannya. Para pemulung tersebut
disediakan transportasi atau dipinjami becak untuk berkeliling mencari dan
menampung hasil dari memulung tersebut.
Para pemulung yang hidup sebagai pemukim di pemukiman kumuhlah
yang membersihkan dan menfaatkan sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam
masyarakat kota. Dengan memulung, mereka memilah-milah sampah yang ada
dan kemudian menjadi pasokan bahan mentah yang murah bagi industri, mereka
menyumbang dalam kegiatan ekonomi kota, serta ikut serta melestarikan
lingkungan hidupnya.
Keadaan yang sangat berbeda terdapat di pemukiman liar bantaran Kali
Anyar, rata-rata penduduknya bekerja di sektor informal, kelompok terbanyak
adalah pekerja serabutan, kemudian pekerja pabrik, tukang becak dan kuli
bangunan.46 Sorotan utama dalam hal ini adalah tingginya pekerja yang mengaku
sebagai pekerja serabutan. Berdasarkan kemampuan financial dan tempat
46
Wawancara dengan Bagong,10 April 2016
81
tinggalnya maka tidak mungkin mereka memiliki pendapatan yang rendah.
Masyarakat Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar banyak yang mempunyai
usaha seperti bengkel, tukang las, pembuatan roti, sangkar burung, dan jualan
rosok.
4. Pendapatan
Ukuran yang paling umum dipakai dalam mengukur besarya kemampuan
ekonomi masyarakat adalah besarnya pendapatan perkapita masyarakat atau
rumah tangga. Besarnya pendapatan perkapita dihitung dengan cara membagi
jumlah pendapatan total rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga, sehingga
akan diperoleh nilai rata-rata hasil individu anggota keluarga. Dengan demikian,
dapatdiperkirakan besarnya beban ekonomis dan pertimbangannya dengan ratarata perolehan pendapatan suatu rumah tangga.
Pendapatan perkapita rumah tangga ini didasarkan atas dua pengukuran:
pertama, pengukuran perkapita rumah tangga berdasarkan tingkat kemiskinan
yang mengacu pada kebutuhan konsumsi beras, yakni pengukuran setara dengan
beras menurut tingkat kecukupan kebutuhan konsumsi makanan pokok laki-laki
dewasa yang Kedua dengan menggunakan standar pendapatan perkapita
masyarakat perkotaan dari world bank yakni pendapatan rata-rata perkapita
minimal us$370.47 Apabila menggunakan pengukuran tingkat pendapatan
47
Rindarjono, Moh,Gamal,op.cit, hlm.110,
82
perkapita dari world bank, maka semua masyarakat pemukiman liar termasuk
kedalam kategori miskin. Oleh karena itu, untuk lebih mendekati, pengukuran
yang ada di lapangan menggunakan pengukuran yang pertama, dari pengukuran
tersebut dapat diketahui tingkat pendapatan perkapita masing-masing daerah
penelitian.
Tingkat pendapat penduduk juga menjadi salah satu faktor munculnya
Pemukiman-pemukiman liar di Surakarta. Tinggi rendahnya pendapatan akan
mempengaruhi penduduk dalam memilih
lokasi
tempat
tinggal
sesuai
kebutuhannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin baik pula
tempat tinggal yang dibutuhkan. Sebaliknya dengan tingkat pendapatan yang
rendah maka penduduk akan memilih lokasi tempat tinggal yang sesuai dengan
kemampuan daya belinya.48 Harga lahan juga akan mempengaruhi masyarakat
untuk menentukan lokasi tempat tinggal mereka karena disesuaikan dengan
kondisi ekonomi penduduk. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan
pemukiman yaitu harga tanah, kemampuan daya beli penduduk setempat,
lapangan penghidupan, transportasi dan komunikasi setempat.49Dengan daya beli
yang rendah penduduk hanya akan mampu membeli rumah atau tanah pada
lokasi-lokasi yang sebenarnya tidak layak untuk pemukiman. Begitu pula dengan
penduduk yang bermukim di pemukiman bantaran rel kereta api, di bantaran Kali
48
Paulus Harion, Sosiologi Kota Untuk Arsitek, (Jakarta:Bumi
Aksara,2007), hlm183.
49
Sumaatmadja, Nursid, Studi geografi : suatu pendekatan dan analisa
keruangan, (Bandung: Bandung Alumni,1988), hlm 192.
83
Anyar dan di tanah tanah pemakaman dengan melihat jenis mata pencahariannya
dapat dikatakan bahwa tigkat pendapatannya relatif rendah, sehingga penduduk
hanya mampu membeli tanah-tanah liar pemerintah yang harganya lebih murah
dibandingkan harga tanah resmi.
Pada pemukiman liar tingkat pendapatan dibedakan menjadi 3 kategori
didasarkan pada pendapatan tertinggi dan pendapatan terendah. Ketiga kategori
tersebut adalah :
1). Pendapatan rendah yaitu Rp 300.000,00-Rp500.000,00
2). Pendapatan sedang yaitu Rp 500.000,00-Rp 1000.000,00
3). Pendapatan tinggi yaitu Rp 1000.000,00-Rp 2000.000,00
Pemukiman liar di tanah pemakaman yang mayoritas bekerja di sektor
informal
mempunyai
pendapatan
rendah
yaitu
kisaran
Rp500.000,00.50
Pendapatan perkapita warga pemukiman liar tanah pemakaman mencerminkan
fenomena penduduk miskin kota. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah
penduduknya yang masuk kategori pendapatan rendah. Pendapatan rendah ini
didominasi oleh pedagang keliling, tenaga buruh nyuci, pembantu dll. Penduduk
dengan tingkat pendapatan sedang mewakili golongan menengah. Pendapatan
sedang ini ditempati para pemukim yang bekerja di sektor informal seperti sopir,
satpam, tenaga pabrik dll. Para pemukim yang berhasilan sedang ini justru tidak
memiliki pekerjaan sampingan apapun. Mereka hanya mengandalkan gaji/upah
50
Wawancara dengan Sugeng 3 April 2016
84
yang mereka terima dari tempat mereka bekerja. Para Pemukim ini menganggap
gaji/upah mereka sudah cukup untuk menghidupi keluarganya, dan lebih memilih
meluangkan waktu yang tersisa untuk bersosialisasi dengan tetangga kanan kiri
dari pada untuk mencari sumber ekonomi yang lain.
Fenomena yang menarik adalah penduduk yang masuk dalam kategori
berpendapatan tinggi. Penduduk pemukiman liar yang masuk dalam pendapatan
tinggi yaitu adalah pemukiman yang bekerja sebagai pengemis , pengepul barang
bekas dan penjual minuman keras. Penjual minuman keras di pemukiman liar ini
setiap harinya bisa mendapatkan untuk Rp 100,000/ hari.51 Tingginya permintaan
minuman keras di pemukiman liar membuat para penjual minuman keras
termasuk kedalam kategori pemukim berpendapatan tinggi. Tingginya anak putus
sekolah pada tahun 2000 di pemukiman liar tanah pemakaman ini membuat
semacam kebudayaan turun menurun kepada lingkungan pemukiman liar.
Tingginya pendapatan sebagai pengemis dan pemulung ini membuat anak-anak di
pemukiman liar sudah bekerja sebagai pengemis dan mengumpulkan barangbarang bekas dari sisa-sisa sampah kota Surakarta.52 Banyak anak-anak di
pemukiman liar tanah pemakaman yang hanya lulusan SD dan SMP. Mereka lebih
memilih bekerja dan tidak mau melanjutkan pendidikannya.53
51
Wawancara dengan Indri 13 Maret 2016
52
Wawancara dengan Sugeng 3 April 2016
53
Wawancara dengan Andri,13 Maret 2016
85
Dibantaran Kali Anyar kebanyakan berprofesi sebagai tukang batu dan
buruh. Pendapatan buruh dan tukang batu masyarakat bantaran ini tiap harinya
hanya Rp 25000- Rp 40000.54 Di daerah bantaran Kali Anyar Praon merupakan
daerah pusat kegiatan, pendapatan perkapita penduduk mencerminkan fenomena
penduduk miskin kota. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah penduduk
berpenghasilan rendah hingga mencapai 80 %. Hal tersebut menunjukkan
hubungan yang signifikan apabila dilihat pula bahwa 80% penduduk nya bekerja
di sektor informal dan hampir separuh dari mereka bekerja sebagai pedagang
keliling, tukang batu, pedagang nasi goreng dan buruh.
Mulai munculnya industri-industri kreatif rumah tangga dan usaha-usaha
kecil pada tahun 2005 mampu meningkatkan pendapatan warga pemukiman
liar.55Munculnya wirausaha masyarakat Bantran rel kereta api seperti tukang las,
bengkel montor,juragan nasi goreng dan pengusaha bambu mampu meningkatkan
standar kehidupan masyarakat di pemukiman liar.
54
55
Wawancara dengan Bagong 10 April 2016
Wawancara dengan Tri Makno 24 April 2016
Download