Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan - BPPBAP

advertisement
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
DISTRIBUSI PATOGEN VIRUS WSSV PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI AREAL
PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG DI KAB WAJO, SULAWESI SELATAN
pPL- 14
Arifuddin Tompo* dan Koko Kurniawan
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros
*E-mail: [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan penelitian distribusi penyakit virus WSSV pada areal pengembangan budidaya udang
windu di Kabupaten Wajo yang bertujuan untuk melihat tingkat prevalensi penyakit White Spote
Syndrom Virus (WSSV) pada berbagai jenis ikan dan crustacean lainnya di sepanjang saluran
pertambakan Kec Sajoangin Kabupaten Wajo. Pengambilan sampel dilakukan dari bulan Januari
hingga bulan Desember 2012. Sampel diawetkan didalam botol yang berisi alkohol 70% untuk
selanjutnya dilakukan uji PCR di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPPBAP Maros
dengan metode standar (Lightner,1996). Jumlah koleksi sampel yang diperoleh sebanyak 96 ekor
dengan 13 jenis ikan, lima jenis udang, empat jenis kepiting, satu jenis trisipan dan satu jenis
telescopium-telescopium l. Dari total sampel terdeteksi 46 sampel positif WSSV dengan tingkat
prevalensi penyakit WSSV sebesar 47,9%. Dari hasil pemantauan diperoleh bulan aman untuk
melakukan pemeliharaan udang berada pada bulan Juni, Agustus dan November disepanjang
perairan Kab Wajo, Sulsel.
Kata kunci : distribusi penyakit, WSSV, jenis ikan, prevalensi
Pengantar
Kabuaten Wajo merupakan salah satu kabupaten yang potensial sebagai penghasil komoditas
tambak yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut data produksi komoditas perikanan
budidaya tambak dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, di Kab Wajo pada
tahun 2008 produksi ikan bandeng 12.957,4 ton, udang windu mencapai 1.167,2 ton, produksi udang
vanamei 484 ton dan produksi udang api api 186,6 ton. Luasan tambak mencapai 24.687 Ha. Dari
data tersebut Kab Wajo menyimpan potensi besar untuk lebih dikembangkan dari sektor perikanan
budidaya (Anonim, 2008)
Terlepas dari besarnya potensi daerah, perikanan budidaya masih mempunyai tantangan besar yaitu
penyakit, baik penyakit dari kelompok bakterial maupun dari kelompok viral. Secara umum penyakit
bisa terjadi apabila disertai faktor pemicu timbulnya penyakit antara lain inang dalam hal ini udang
sebagai organisme budidaya, mikroorgaisme (bakteri, parasit, jamur dan virus) serta kondisi
lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyakit. Bila ketiga faktor tersebut berinteraksi maka
dengan sendirinya penyakit bisa timbul (Tompo et al, 2009)
Kerugian akibat serangan berbagai penyakit antara lain virus pada suatu kawasan areal
pengembangan tambak yang dapat menurunkan produksi udang bahkan mengakibatkan kematian
telah banyak dilaporkan. Beberapa jenis virus yang sering menyerang budidaya udang adalah White
Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV),
Yellow head virus ( YHV), Taura syndrome virus (TSV), Infectious myonecrosis virus (IMNV) dan
sebagainya.
Keberadaan WSSV di Indonesia diperkirakan pada tahun 1995. Virus ini merupakan virus DNA,
berbentuk basil hingga silindrik dengan ukuran yang berbeda-beda. Ukuran virus WSSV di
Indonesia rata-rata 120 x 320 ± 20 nm (Kasorncandra et al. 1995). Tanda-tanda klinik udang yang
terserang adalah perubahan warna tubuh menjadi kemerah-merahan, kehilangan keseimbangan,
letargik, nafsu makan berkurang, berenang tak beraturan, bintik-bintik putih pada permukaan tubuh
bahkan ada yang tidak berbintik putih lagi. Penyebaran virus ini dapat berlangsung secara vertikal
maupun secara horisontal. Sebanyak 67% dari 111 sampel udang windu asal perairan di Sulawesi
Selatan ditemukan positif terinfeksi WSSV (Atmomarsono et al., 2000).
Metode
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-14)
1
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan secara rutin pada kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi
Selatan tepatnya di saluran pertambakan kecamatanSajoangin. Sampel yang diambil adalah jenis
jenis ikan dan crustacean lainnya di saluran air yang kemungkinan bisa masuk ke dalam area
pertambakan, ditangkap menggunakan jala atau alat penagkap lainnya. Organ yang diambil untuk
sampel crustacean meliputi kaki renang, kaki jalan, insang, ekor (Lightner, 1996). Sedang untuk ikan
berupa sirip atau ekor dengan sedikit daging. Selanjutnya sampel tersebut disimpan dalam botol
sampel yang sudah diisi pengawet berupa alkohol 70%. Sampel selanjutnya dibawa ke lab BPPBAP
maros untuk diperiksa keberadaan virus WSSV. Sampel ikan atau udang diekstraksi untuk
memperoleh genom wssv, sampel ditimbang seberat 0,3 gr
selanjutnya diperiksa dengan
thermocycler untuk mereplikasi genom wssv. Dan alat elektroforesis digunakan untuk melihat
keberadaan gen WSSV yang telah di lipat gandakan dengan thermocycler. Kit IQ 2000 digunakan
untuk proses ekstraksi dan PCR untuk setiap sampel. Tingkat kejadian WSSV di kabupaten Wajo
dihitung berdasarkan nilai prevalensi serangan terhadap jumlah semua sampel (Fernando et al, 1972)
dengan rumus
Prevalensi serangan (%) :
Jumlah sampel positif
X 100%
Jumlah total sampel
Analisis populasi bakteri vibrio dilakukan mulai bulan Mei hingga bulan Desember sebagai data
penunjang dengan cara mengisolasi langsung dari air saluran pertambakan menggunakan media
selektif agar TCBS.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pemantauan virus WSSV di kabupaten Wajo yang dilakukan dari bulan Januari sampai dengan
Desember 2012 diperoleh 96 koleksi sampel yang terdiri dari ikan dan krustase dengan tingkat
prevalensi serangan WSSV 47,9% (Tabel 1).
Tabel 1. Prevalensi keberadaan virus WSSV pada sampel yang diperoleh
Asal sampel (Kabupaten) Sampel positif
Total sampel
Prevelensi (%)
Kab Wajo
46
96
47,9
Tompo et al (2012) melaporkan bahwa ikan dan krustacea dapat berperan sebagai carier WSSV
yang terdapat di saluran areal pertambakan Kab Pangkep dengan tingkat insidensi WSSV sebesar
38,3%, Kab Takalar 33,43% dan Kab Bone 26%, ketiga kabupaten tersebut mempunyai tingkat
prevalensi kejadian WSSV yang tinggi pada ikan ikan liar. Kab Wajo mempunyai tingkat prevalensi
kejadian WSSV yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kab Lain di Sulawesi Selatan. Tingkat
prevalensi WSSV pada setiap bulan untuk Kab Wajo disajikan pada tabel.2 berikut.
Tabel 2. Prevalensi WSSV setiap bulan di Kab Wajo selama penelitian
Asal
sampel
Prevalensi WSSV setiap bulan di Kab Wajo (%) selama penelitian
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kab
Wajo
100
60
14,3
16,7
100
0
62,5
0
81,8
100
0
22,2
Dari data tersebut terlihat kejadian WSSV pada ikan dan udang liar di saluran pertambakan
kecamatan Sajoangin terjadi hampir disetiap bulan selama penelitian dengan persentase yang tinggi
baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. selama penelitian hanya bulan Juni dan
November yang menunjukkan persentase 0%, dan kedua bulan tersebut tidak berurutan. Keadaan ini
sangat riskan terhadap keberlangsungan tambak di sekitar saluran, karena ikan dan krustasea liar
dapat masuk ke dalam tambak bersama dengan pemasukan air. Sehingga disarankan untuk
pembudidaya harus menerapkan biosecurity ketat dan mengecek kondisi tambak terhadap rembesan
pematang tambak. Serta tidak mengambil air pada bulan-bulan dengan prevalensi WSSV yang tinggi
di saluran pertambakan.
Dari hasil pemeriksaan PCR, organisme yang sering menunjukkan hasil positif WSSV adalah jenis
ikan-ikan (23,9%) dan udang liar (16,6%) yang terdapat di saluran pertambakan sedangkan kepiting
liar 6,25% . Hal ini sesuai dengan pernyataan Hosein, 2001 yang menyatakan udang dan kepiting liar
hasil tangkapan dari laut dan saluran pertambakan sering terdeteksi positif WSSV. Pada krustase liar
2
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-14)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
yang menunjukkan hasil positif, tidak semua memiliki tanda bintik putih pada karapas hanya
kelemahan pada gerakan. Spesies ikan yang sering menunjukkan hasil positif adalah mujair (Tilapia
mosambica), ikan belosok (Oxyleotris mamorata) dan ikan belanak (Mugil dossumieri). Kejadian
WSSV pada ikan adalah hal yang baru, selama ini WSSV hanya menyerang golongan krustase dan
menimbulkan tingkat pathogenitas yang tinggi. Pada ikan WSSV dapat menunjukkan hasil positif,
meskipun belum diketahui bagaimana tingkat patogenitasnya. Ikan dapat sebagai carier penyakit
WSSV dan menyebarkannya di lingkungan pertambakan. Hal ini sesuai dengan pernyataannya
Tompo et al (2012) bahwa umumnya ikan ikan liar yang diperoleh dari hasil pemantauan tahun 20112012 prevalensi terbesar pada ikan ikan liar disusul pada kepiting dan krustasea dikawasan perairan
Sulawesi Selatan.
Prevalensi kejadian WSSV sepanjang tahun selama penelitian bisa dikaitkan dengan kondisi musim
yang tidak pasti/ terjadinya anomali musim. Sepanjang tahun 2012 di Kab Wajo mengalami musim
kemarau basah, atau hujan yang sering turun pada musim kemarau dan pada musim hujan curah
hujan turun lebih banyak dibandingkan dengan tahun tahun yanag lain. Kondisi ini memicu terjadinya
banjir di saluran pertambakan. Bajir dapat mempengaruhi kondisi kualitas air di saluran pertambakan.
Kadar DO dan salinitas saluran pertambakan akan menurun dan dapat menjadi stressor alami
organisme liar di saluran petambakan. Bahan organik, bakteri dan virus yang mengendap di sedimen
kembali naik ke kolom air. Kondisi diatas dapat menurunan tingkat kekebalan tubuh dan memicu
masuknya penyakit, salah satunya WSSV. Sesuai dengan hasil penelitian Peng et all. (1998)
menyebutkan infeksi WSSV sangat patogenik pada udang yang diberikan stressor, hal ini karena
mekanisme pertahanan udang tidak dapat mencegah dan menahan perbanyakan virus WSSV saat
kondisi stress.
Tabel 4. Hasil Isolasi bakteri Vibrio di Kab Wajo selama penelitian.
Lokasi Penelitian
Kab. Wajo
Total Populasi Bkateri CFU/mL per bulan
5
5,4
2
10
6
X
1,01 X
2
10
7
1,60 X
2
10
8
2,61 X
3
10
9
3,27 X
2
10
10
6,33 X
2
10
11
3,55 X
2
10
12
4,57 X
2
10
Berdasarkan data populasi bakteri yang disajikan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa selama masa
pemantauan dari bulan Mei sampai Desember 2012 di saluran pertambakan tidak terjadi peningkatan
populasi bakteri yang membahayakan hewan budidaya. Populasi bakteri Vibrio agak tinggi pada bulan
3
Agustus yang mencapai 2,61 X 10 CFU/mL .
Kesimpulan dan Saran
Berdasar hasil penelitiandiperoleh jumlah sampel sebanyak 96 ekor di kecamatan Sajoangin Kab
Wajo dengan prevalensi 47,9%. Masa tanam udang yang yang aman di di kecamatan Sajoangin
berada pada bulan Juli, dan bulan November. Dengan demikian disarankan untuk pembudidaya
harus menerapkan biosecurity yang benar-benar baik dan tidak mengambil air pada bulan-bulan
rawan WSSV.
Daftar Pustaka
Fernando, C.H., J.I Furtado, A.V. Gussy, G. Hanek and S,A. Kakonge, 1972. Methods for the study of
fresh water fish parasite. University of Waterloo. Biology series 5.
Kasornchndra, J., Boonyaratpalin, S., Khongpradit, R., Ekpanithanpong U. 1995. Mass mortality by
sistemic bacilliform virus in cultured penaid shrimp, Penaeus monodon ,in Thailand. Asian
ShrimpNews: 2-3.
Peng, S.E., Lo, C.F., Liu, K.F., & Kou, G.H. 1998. The Trasition from pre patern-patern infection of
White Spot disease Syndrom Virus in Penaeus Monodon Trigered by period excition. Fish
Pathology, 33 (4): 10, 395-400.
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-14)
3
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Tompo, A., Endang, S., M.I Made Ali., 2009. Laporan teknik aplikasi bakterin dengna penggunaan
binder yang berbeda pada budidaya udang di tambak. Balai Riset Perikanan Budidaya air
payau.
Tompo, A.,Koko, K.,Muharijadi, A. 2012. Pemantauan penyakit wssv pada areal pegembangan
budidaya udang di Sulawesi Selatan. Prosiding Fita. 737-739.
www.wajokab.go.id
4
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-14)
Download