921 Histopatologi kasus multi infeksi alami WSSV dan IHHNV ... (Tatik Mufidah) HISTOPATOLOGI KASUS MULTI INFEKSI ALAMI WHITE SPOT SYNDROM VIRUS (WSSV) DAN INVECTIOUS HYPODERMAL HAEMATOPOETIC NECROSIS (IHHNV) PADA Penaeus monodon Tatik Mufidah dan Isti Koesharyani Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: [email protected] ABSTRAK White Spot Syndrom Virus (WSSV) dan Invectious Hypodermal Haematopoetic Necrosis (IHHNV) merupakan penyakit viral yang banyak menyebabkan kerugian pada usaha budidaya udang. Pada infeksi WSSV gejala patogenomonis yang timbul adalah bintik putih pada karapas dan badan berwarna kemerahan, sedangkan pada udang yang terserang IHHNV udang menjadi kerdil atau lazim disebut mengalami RDS (runt deformities syndrom). Penelitian ini bertujuan untuk melihat kelainan jaringan udang pada kasus multi infeksi alami WSSV dan IHHNV. Sejumlah sampel jaringan udang yang telah difiksasi dengan larutan Davidson”s AFA dan telah diuji positif terserang WSSV dan IHHNV dikoleksi untuk diketahui perubahan jaringannya. Pewarnaan jaringan menggunakan Hematoxilin eosin. Dari pengamatan mikroskopik sampel jaringan udang yang diwarnai dapat dilihat bahwa pada epidermal tissue dari cephalothorax terdapat banyak badan inklusi yang bersifat basofilik intra nuklear, dan disertai ulserasi lapisan mukosa epitel. KATA KUNCI: White Spot Syndrom Virus (WSSV), Invectious Hypodermal Haematopoetic Necrosis (IHHNV) dan histopatologi PENDAHULUAN Penaeus monodon (P. monodon) sering juga disebut udang windu merupakan produk perikanan yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1980-an. Komoditas ini menjadi produk akuabisnis yang banyak diminati karena permintaan pasar yang besar dan masih terbuka, terutama ekspor. Peluang ini tentu saja membuat budidaya P. monodon diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Budidaya P. monodon mencapai puncak produksinya pada tahun 19851995, di mana pada tahun 1991 produksi P. monodon mencapai level 140.000 ton. Namun setelah tahun 1995, seperti pada kebanyakan Negara Asia lainnya, produksi P. monodon menurun karena kegagalan panen disebabkan terjadinya penurunan mutu lingkungan dan serangan penyakit baik yang infeksius maupun non infeksius. Beberapa penyakit infeksius disebabkan oleh virus yang menyerang udang dan banyak meyebabkan kerugian di antaranya adalah White spot syndrom virus (WSSV) dan Invectious Hypodermal Haematopoetic Necrosis (IHHNV) (Yuasa et al., 1998). Infeksi WSSV pada udang Penaeus menyebabkan kematian udang yang cepat sejak awal terjadinya infeksi. Gejala klinis yang khas adalah adanya bercak putih pada karapas, tanda ini pertama kali dikenali pada kasus infeksi udang P. japonicus di Jepang pada bulan Oktober 1993 (Nakano et al., 1994), gejala seperti ini kemudian juga ditemukan pada udang budidaya lainnya (Momoyama et al., 1997; Peng et al., 1998). Tanda klinis yang lain adalah badan udang berwarna kemerahan (Koesharyani et al., 2001). WSSV tergolong double strainded DNA (dsDNA) yang termasuk dalam genus whispoviridae dan famili ninaviridae (Mayo, 2002; Mayo, 2002). WSSV menyerang hampir semua jenis krustase di antaranya pada golongan kepiting liar seperti Charybdis anulata, C. cruciata, Macrophtalmus sulcatus, dan Metapograpsus messar (Hosain et al., 2001). Agen patogen ini menyerang udang windu maupun udang putih, pola serangannya bersifat lethal pada kebanyakan udang penaid. Pemeriksaan menggunakan elektron mikroskop terlihat virion berbentuk rod-shape sampai elliptical dan mempunyai trilaminar envelope, berukuran 80-120 x 250-380 nm (OIE, 2003). IHHNV tergolong dalam double-standed DNA dan merupakan virus berukuran terkecil yang menyerang udang. Diameter virion 22 mm, non-envelope, termasuk dalam Parvoviridae (Bonami et al., 1990; Bonami & Lightner, 1991; Mari et al., 1993; Nunan et al., 2000; Shike et al., 2000). Selain menyerang P. monodon, virus IHHN juga menyerang Litopenaeus stylirostris dan L. vannamei. Brock & 922 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Lightner (1990) melaporkan bahwa IHHNV menyerang udang L. stylirostris di Hawai dan mengakibatkan kematian massal (>90%) pada udang usia PL dan calon induk. Infeksi IHHNV bersifat epizootik dan penularan penyakit dapat melalui infeksi vertikal maupun horisontal, udang yang telah sembuh dapat menjadi carier penyakit sepanjang hidupnya (Morales-covarrubias &Chavez-Sanchez, 1999; Mothe et al., 2003). Lightner et al. (1983b) dan Bell & Lightner (1984) menyebutkan bahwa infeksi IHHNV pada L. vannamei dan P. monodon tidak menimbulkan kematian yang besar tetapi menyebabkan udang menjadi kerdil/udang berukuran kecil atau dikenal dengan RDS (runt deformity syndrom). Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi di mana udang berukuran lebih kecil pada masa panen. Flegel (1997), Primavera & Quinito (2000) dan Tang et al. (2003) menyebutkan bahwa infeksi IHHNV di beberapa negara di Asia Timur dan Asia Tenggara menyerang udang liar maupun udang budidaya, serangan pada P. monodon tidak menyebabkan kerugian yang besar. BAHAN DAN METODE Koleksi sampel udang yang menunjukkan gejala klinis terinfeksi WSSV dan IHHNV dari tambak yang dilaporkan pernah terserang WSSV maupun IHHNV di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dari beberapa sampel udang yang telah diperiksa dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) menunjukkan hasil positif terinfeksi WSSV dan IHHNV (Koesharyani, unpublished data) dan telah difiksasi dengan larutan Davison’s AFA dibuat preparat histologinya untuk melihat kelainan pada jaringan. Pewarnaan jaringan menggunakan Haematoxilin-eosin dan pengamatan jaringan udang menggunakan mikroskop. HASIL DAN BAHASAN Gejala klinis yang muncul dari sampel udang yang di koleksi adalah adanya bercak/spot putih pada bagian karapas, dan udang berukuran kecil (Gambar 1a dan 1c). Di alam WSSV dapat menyerang P. monodon, P. japponicus, P. chinensis, P. indicus, P. merquensis, dan P. setiferus. Pada P. monodon WSSV menyerang stadia post-larva (PL), calon induk/ukuran konsumsi (subadult) dan induk udang (adult). Kejadian infeksi terjadi setiap bulan tidak mengenal musim (kemarau maupun penghujan). Virus WSS stabil pada suhu dan pH yang ekstrim dan kestabilannya akan bertambah di dalam lingkungan eksternal karena adanya perlekatan virion pada kristal pelindung protein virus (polyhedrin, granulin, spheroidin). Kristal pelindung ini akan melindungi virus dari pH yang tinggi di dalam saluran pencernaan udang (Walker, 1999). Infeksi yang terjadi pada stadia PL, calon induk dan induk terlihat gejala seperti nafsu makan menurun, udang tampak lemah (lethargy), sering kali terlihat malas berenang, udang yang di pelihara di tambak terlihat berenang di tepi tambak. Karapas udang yang sakit terlihat bercak putih, dan menjadi lunak, dan badan induk udang warnanya menjadi merah. Gejala seperti ini sama dengan yang dikemukakan oleh Momoyama et al. (1997); Lo & Kou (1998); Sudha et al. (1998) bahwa udang yang terinfeksi WSSV mengalami perubahan pada pola tingkah laku yaitu menurunnya aktivitas renang, berenang tidak terarah dan seringkali berenang pada salah satu sisi saja. Selain itu, udang cenderung bergerombol di tepi tambak dan berenang ke permukaan. Pada infeksi akut terdapat bercak-bercak putih pada karapas dengan diameter 0,5-3,0 mm. Bercak putih ini pertama kali muncul A B C Gambar 1. Gejala klinis infeksi WSSV: bintik putih pada karapas, tubuh udang berwarna kemerahan (a; c), sedangkan pada udang terserang IHHNV udang terlihat kerdil/ RDS (runt deformity syndrom) (b) 923 Histopatologi kasus multi infeksi alami WSSV dan IHHNV ... (Tatik Mufidah) pada cephalothorax, segmen ke-5 dan ke-6 dari abdominal dan terakhir menyebar ke seluruh kutikula badannya (Kasornchandra & Boonyaratpalin, 1996; Wang et al., 1997a; Lo & Kou, 1998). Sedangkan Koesharyani et al. (2001) mengatakan bahwa induk udang yang berwarna kemerahan termasuk juga insang dan hepatopankreas, sewaktu diperiksa dengan metode PCR dari organ pencernaan, lymphoid, dan kaki renang menunjukkan positif terinfeksi WSSV. Kejadian ini dapat menimbulkan kematian udang lebih dari 80% dalam rentang waktu satu minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Peng et al. (1998) menyebutkan infeksi WSSV sangat patogenik pada kondisi udang yang diberikan stessor, hal ini karena mekanisme pertahanan tubuh pada udang tidak tidak dapat mencegah atau menahan perbanyakan WSSV di bawah kondisi stres. WSSV dapat menyebar dengan cepat ke berbagai organ seperti jantung, insang, epidermis, otot, maupun sistem pencernaan meski dalam jumlah yang kecil. Virus juga dapat ditemukan dalam hemolymph pada udang yang menunjukkan gejala klinis, hal ini diduga WSSV menyebar melalui sistem sirkulasi (Momoyama et al., 1995). A B Sumber: C OIE (2003) Gambar 2. Badan inklusi yang berwarna basofilik, intra nuklear, ulserasi pada mukosa epitel Pada infeksi IHHNV terjadi hipertrofi dengan nukleus lebih ke pinggir (marginated), badan inklusi eosinofilik dan di kelilingi oleh kromatin yang bersifat basofilik, inklusi seperti lazim dinamakan badan inklusi Chowdry tipe A. Badan inklusi tersebut juga terjadi pada awal infeksi WSSV, tetapi hanya sementara dan digantikan oleh inklusi yang basofilik Pada pemeriksaan mikroskopik karapas (jaringan ektodermal) menunjukkan adanya badan inklusi yang berwarna basofilik, intra nuklear, ulserasi pada mukosa epitel. Sedangkan perubahan jaringan pada infeksi IHHNV terjadi hipertrofi dengan nukleus lebih ke pinggir (marginated), badan inklusi eosinofilik dan di kelilingi oleh kromatin yang bersifat basofilik, inklusi seperti lazim dinamakan badan inklusi Chowdry tipe A. Pemeriksaan jaringan insang yang merupakan organ terluar dan sering mengalami perubahan pada infeksi serangan penyakit terlihat insang mengalami udema dan hipertrofi nukleus dengan badan inklusi yang asidofilik (Gambar 3d). Hipertrofi nukleus dengan badan inklusi yang basofilik B A D C Gambar 3. Menunjukkan insang normal (a), insang udang terinfeksi, tanda panah menunjukkan inti sel yang mengalami hipertofi (b; c), hipertrofi nukleus dengan inclusion bodies yang asidofilik pada jaringan insang yang mengalami udema (d) 924 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 juga terlihat pada jaringan insang sampel yang lain (Gambar 3b; 3c). Hipertrofi nukleus dapat terlihat jelas jika di bandingkan dengan jaringan normal insang udang (Gambar 3a). Pemeriksaan pada organ limfoid (Gambar 4) infeksi WSSV dapat menyebabkan nekrosis koagulatif, dengan ditandai adanya nukleus yang mengalami karyorektik dan piknotik, nekrosis multifokal sampai difuse dapat terjadi pada jaringan lunak dan jaringan ikat, di samping itu, ciri lain adalah badan inklusi dapat terlihat pada dinding sel dan jaringan ikat organ limfoid (Pantoja & Lightner, 2003). Infeksi IHHNV ditandai oleh badan inklusi yang eosinofilik, jaringan terbaik untuk melihat badan inklusi ini adalah jaringan ektodermal dan mesodermal, di antaranya adalah anntenal gland dan jaringan haematopoetik (OIE, 2003). Gambar 4. Organ limpoid menunjukkan adanya hipertrofi nukleus yang basofilik Pemeriksaan mikroskop histopatologis organ hepatopankreas secara umum tidak ditemukan kelainan spesifik pada jaringan (Gambar 5). Lumen dikelilingi oleh sel epitel tubulus, terdapat 3 tipe sel yaitu sel B = satu vakuola yang besar; sel R = sel dengan banyak vakuola kecil dan bersifat basophilik; sel F = sel yang tidak bervakuola. WSSV bersifat lebih menginfeksi jaringan ektodermal, bukan jaringan endodermal (misalnya midgut dan epitel hepatopankreatik) (Lightner, 2003). A B C Gambar 5. Hepatopankreas udang sampel KESIMPULAN Perubahan jaringan pada infeksi WSSV yaitu dengan adanya inklusion body intranuklear eosinofilik sampai basofilik. Infeksi IHHNV pada P. monodon dapat diketahui dengan adanya hipertrofi nukleus yang eosinofilik. WSSV dan IHHNV menyebabkan infeksi sistemik yang ditunjukkan dengan adanya lesi pada jaringan epidermal dan mesodermal. DAFTAR ACUAN Bell, T.A. & Lightner, D.V. 1984. IHHN virus: Infectifity and pathogenicity studies in Penaeus stylirostris and Penaeus vannamei. Aquaculture, 38: 185-194. Bonami, J.R., Trumper, B., Mari, J., Brehelin, M., & Lightner, D.V. 1990. Purification and charactrization of the infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus of penaid shrimps. J. Gen. Virol., 71: 2657-2664. Bonami, J.R. & Lightner, D.V. 1991. Chapter 24. Unclassified Viruses of Crustacea. In: Atlas of Invertebrae Viruses, Adams J.R. & Bonami J.R., eda. CRC Press, Boca Raton, Florida, USA, p. 597-622. 925 Histopatologi kasus multi infeksi alami WSSV dan IHHNV ... (Tatik Mufidah) Brock, J.A. & Lightner, D.V. 1990. Diseases of crustacean. Diseases caused by microorganism. p. 245349 in: Diseases of Marine Animals, Vol. III, Kinne O. ed. Biologische Anstalt Helgoland, Hamburg, Germany. Flegel, T.W. 1997. Major Viral diseases of the black tiger prawn (Penaeus monodon) in Thailand. World J. Microbiol Biotechnol., 13: 433-442. Hosain, M.S., Chakraborty, A., Joseph, B., Otta, S.K., & Karunasagar, I. 2001. Detection of new host for white spot syndrom virus of shrimp using nested polymerase chain reaction. Aquaculture, 198: 111. Kasornchandra, J. & Boonyaratpalin, S. 1996. Red disease with white patches or White Spot Disease in cultured penaeid shrimp in Asia. Asian shrimp News, 3rd Quarter 1996. Thailand, 273(3): 4. Koesharyani, I., Roza, D., Mahardika, K., Johny, F., Zafran, & Yuasa, K. 2001. Manual for Fish Disease Diagnosis II: Marine Fish and Crustacean Diseases in Indonesia. In Sugama, K., Hatai, K., & Nakai, T. (Eds.). Gondol Research Institute for Mariculture. Central Research Institute for Sea Exploration and Fisheries and Japan International Cooperation Agency, 49 pp. Lightner, D.V., Redman, R.M., Bell, T.A., & Brock, J.A. 1983. Detection of IHHN virus in Penaeus stylirostris and P. vannamei imported into Hawaii. J. World Mariculture Soc., 14: 212-225. Lo, C.F. & Kou, G.H. 1998. Virus-associated white spot syndrome of shrimp in Taiwan: a review. Fish Pathol., 33: 365-371. Morales-covarrubias, M.S. & Chavez-Sanchez, M.C. 1999. Histopathological studies on wild broodstock of white shrimp Penaues vannamei in the Platonis area, adjacent to San Blas, Nayarit, Mexico. J. World Aquaculture Soc., 30: 192-200. Motte, E., Yugcha, E., Luzardo, J., Castro, F., Leclercq, G., Rodriguez, J., Miranda, P., Borja, O., Serrano, J., Torreros, M., Montalvo, K., Narváez, A., Tenorio, N., Codeno, V., Mialhe, E., & Boulo, V. 2003. Prevention of IHHNV vertical transmission in the white shrimp, Litopenaeus vannamei. Aquaculture, 219: 57-70. Mari, J., Bonami, J.R., & Lightner, D.V. 1993. Partial cloning of genome of Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus, an unusual parvovirus pathogenic for penaeid shrimps; diagnosis of the disease using specific probe. J. Gen. Virol., 74: 2637-2643. Mayo, M.A. 2002. (International Committee on : Taxonomy of Viruses [ICTV] Secretary). Virology division news : ICTV at the Paris ICV : Result of the Plenar Session and the Binomial Bailot. Arch. Virol., 147(11): 2,254-2,260. Mayo, M.A. 2002. Summary of Taxonomic changes recently approved by ICTV. Arch Virol., 147(8) 1655-1656. Momoyama, K., Hiraoka, M., Inouye, K., Kimura, T., & Nakano, H. 1995. Diagnostic techniques of the rod-shaped nuclear virus infection in the kuruma shrimp, Penaeus japonicus. Fish Pathol., 30: 263269. Momoyama, K., Hiraoka, M., Inouye, K., Kimura, T., Nakano, H., & Yasui, M. 1997. Mass mortalities in the production of juvenile greasy-back shrimp. Metapenaeus ensis, caused by Penaeid Acute Viremia (PAV). Fish Pathology, 32(1): 3, 51-58. Nakano, H., Koube, H., Umezawa, S., Momoyama, K., Hiraoka, M., Inouye, K., & Oseko, N. 1994. Mass mortality of culture kuruma shrimp, Penaeus japonicus in Japan in 1993: Epizootiological survey and infection trials. Fish Pathology, 29(2): 135-139. Nunan, L.M., Poulos, B.T., & Lighter, D.V. 2000. Use of polymerase chain reaction (PCR) for detection of Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) in penaid shrimp. Mar. Biotechnol., 2: 319-328. OIE. 2003. Diagnostic Manual for Aquatic Animal Disease, 4th Edition. Office International des Epizooties (OIE). Paris, France, 338 pp. Peng, S.E., Lo, C.F., Liu, K.F., & Kou, G.H. 1998. The transition from pre-patent to patent infection of White Spot Syndrome Virus (WSSV) in Penaeus monodon triggered by periopod excition. Fish pathology, 33(4): 10, 395-400. Primavera, J.H. & Quinitio,E.T. 2000. Runt-Deformity Syndrome in cultured giant tiger prawn, Penaeus Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 926 monodon. J. Crustac Biol., 20: 796-802. Shike, H., Dhar, A.K., Burns, J.C., Shimizu, Ch., Jousset, F.X., Klimpel, K.R., & Bergoin, M. 2000. Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus of Shrimp is related to mosquito Brevidensoviruses. Virology, 277: 167-177. Sudha, P.M., Mohan, C.V., Shangkar, K.M., & Hedge, A. 1998. Relationship between White Spot Syndrome Virus infection and clinical manifestation in Indian cultured penaeid shrimp. Aquaclture, 167: 95-101. Tang, K.F.J., Poulos, B.T., Wang, J., Redman, R.M., Shih, H.H., & Lightner, D.V. 2003. Geographic variation among Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) isolates and characteristics of their infection. Dis Aquat Org., 53: 91-99. Walker, P.Ja. 1999. Molecular Diagnostic for shrimp viruses in the Asian Region: Introduction to Virology. 1013th Feb. 1999. Mahidol University, Salaya Campus, Thailand, L3-1–L3-9. Wang, C.S., Tang, K.F.J., Kou, G.H., & Chen. S.N. 1997. Light and electron microscopic evidence of white spot disease in the giant tiger shrimp, Penaeus monodon (Fabricus), and the kuruma shrimp, Penaeus japonicus (Bate), cultured in Taiwan. J. of Fish Diseases, 20: 323-331.