BAB I - simtakp.uui.ac.id

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vitamin A adalah suatu vitamin yang berfungsi dalam sistem
penglihatan, fungsi pembentukan kekebalan dan fungsi reproduksi. Pada ibu
hamil dan menyusui vitamin A berperan penting. Karena, hal ini terkait erat
dengan kejadian anemia pada ibu, berat badan kurang, kurang gizi,
meningkatnya risiko infeksi dan penyakit reproduksi (Buletin Kesehatan dan
Gizi, 2010).
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,
yang lamanya kira-kira 6 minggu (Maternal Neonatal, 2012).
Pemberian kapsul Vitamin A kepada ibu nifas juga
dapat
meningkatkan jumlah vitamin A dalam ASI. ASI merupakan sumber vitamin
A yang baik. Bila vitamin A dalam tubuh ibu rendah, dalam ASI secara
proposional juga rendah, dan bayi akan berada dalam periode 1 epitel kornea
yang akhirnya berakibat melunaknya dan pecahnya kornea, mata terkena
infeksi dan terjadi perdarahan (Suririnah, 2009).
Rendahnya pemberian vitamin A selama masa kehamilan dan
menyusui berasosiasi dengan rendahnya tingkat kesehatan ibu, pemberian
suplementasi vitamin A dosis rendah setiap minggunya, sebelum kehamilan,
pada masa kehamilan serta setelah melahirkan telah menaikkan konsentrasi
1
2
serum retinol ibu, menurunkan penyakit rabun senja, serta menurunkan
mortalitas yang berhubungan dengan kehamilan hingga 40% ( Tabloid Ibu
Anak, 2012).
Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya pengetahuan subjek
tentang kapsul vitamin A untuk ibu nifas adalah kurangnya informasi yang
didapat oleh subjek tentang manfaat pemberian kapsul vitamin A, yang
menyebabkan rendahnya respon subjek tentang pentingnya kapsul vitamin A
untuk ibu nifas. Kurangnya pengetahuan penolong persalinan merupakan
salah satu faktor pendorong yang mungkin menyebabkan kurangnya
partisipasi penolong persalinan untuk memberikan kapsul vitamin A untuk
ibu nifas.
Pada masa nifas diperlukan suatu asuhan yang bertujuan untuk
menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis serta
memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi
sehat. Pada asuhan masa nifas yang berhubungan dengan nutrisi, ibu nifas
mempunyai kebutuhan dasar yaitu mengkonsumsi vitamin A (Manuaba,
2012).
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir
harus melalui jalan yang sulit. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target
Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni menurunkan angka
kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka
kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus
3
dicapai. Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup
untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar biasa (Depkes,
2012).
Menurut WHO (2009), masa nifas merupakan masa yang rawan
karena ada beberapa risiko yang mungkin terjadi pada masa itu, antara lain
anemia, pre eklampsia/eklampsia, perdarahan post partum, depresi masa
nifas, dan infeksi masa nifas. Menurut data diantara resiko tersebut ada dua
yang paling sering mengakibatkan kematian pada ibu nifas, yakni infeksi dan
perdarahan.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan tahun 2010/2011,
cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada balita masih di bawah 78,11%
(target 80%) dan Bufas (ibu nifas) masih dibawah 72,46% (target 100%).
Melihat dari target tersebut maka pemberian kapsul vitamin A masih dibawah
standar. Masalah kurang vitamin A (KVA) merupakan salah satu dari empat
masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Penanggulangan masalah ini bukan
hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga berkaitan dengan upaya memacu
pertumbuhan
dan
kesehatan
dan
berpotensi
terhadap
peningkatan
produktivitas kerja (Wijaya, 2011).
Berbagai studi menunjukkan bahwa, pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi (200,000 SI) seperti yang direkomendasikan sebelumnya
dirasakan kurang memadai. Pada bulan Desember 2002, The International
Vitamin A Consultative Goup (IVCG) mengeluarkan rekomendasi bahwa
seluruh ibu nifas seharusnya menerima 400,000 SI atau dua kapsul dosis tinggi
4
masing-masing 200,000 SI. Pemberian kapsul pertama dilakukan segera
setelah melahirkan, dan kapsul kedua diberikan sedikitnya satu hari setelah
pemberian kapsul pertama dan tidak lebih dari 6 minggu kemudian (Buletin
Kesehatan dan Gizi, 2010).
Pedoman nasional yang ada saat ini merekomendasikan bahwa 100%
ibu nifas menerima satu kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI paling
lambat 30 hari setelah melahirkan (Siswono, 2011).
Data terbaru dari survey sistem pemantauan status gizi dan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah RI dan Helen Keller Indonesia
(HKI)
menunjukkan bahwa banyak Provinsi di Indonesia memiliki tingkat rabun
senja diatas 2% pada ibu. Bahkan didaerah kumuh perkotaan hampir 10% dari
ibu mengalami rabun senja. Tinggginya prevalensi tersebut menunjukkan
bahwa KVA merupakan masalah potensial bagi ibu di Indonesia (Depkes,
2011).
Data dari Depkes RI Tahun 2012 jumlah ibu nifas yang
mengkonsumsi kapsul vitamin A di Indonesia masih rendah yaitu 51,65% dari
cakupan target 90 %.
Berbagai studi menunjukkan bahwa, pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi (200,000 SI) seperti yang direkomendasikan sebelumnya
dirasakan kurang memadai. Pada bulan Desember 2002, The International
Vitamin A Consultative Goup (IVCG) mengeluarkan rekomendasi bahwa
seluruh ibu nifas seharusnya menerima 400,000 SI atau dua kapsul dosis tinggi
masing-masing 200,000 SI. Pemberian kapsul pertama dilakukan segera
5
setelah melahirkan, dan kapsul kedua diberikan sedikitnya satu hari setelah
pemberian kapsul pertama dan tidak lebih dari 6 minggu kemudian (Buletin
Kesehatan dan Gizi, 2010).
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pendidikan juga akan
membuat seseorang ingin tahu dan mencari pengalaman sehingga informasi
yang diterima akan menjadi pengetahuan, sikap dan tindakan. Kurangnya
pengetahuan subjek tentang vitamin A akan mempengaruhi perilaku subjek
untuk mengkonsumsinya (Naibaho, 2011).
Kurangnya pengetahuan penolong persalinan merupakan salah satu
faktor pendorong yang mungkin menyebabkan kurangnya partisipasi penolong
persalinan untuk memberikan kapsul vitamin A untuk ibu nifas. Kurangnya
pengetahuan ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pelatihan tentang
pedoman prosedur pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas dari dinas
kesehatan, sehingga penolong persalinan tidak memberikan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan (Naibaho, 2011).
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang
paling dekat. Dari hal tersebut dapat disimpulkan sikap positif seorang ibu
menggambarkan bahwa ibu tersebut berfikir dan berusaha untuk melakukan
tindakan supaya dirinya mendapatkan kapsul vitamin A. Serta kurangnya
informasi yang didapat oleh subjek tentang manfaat pemberian kapsul vitamin
6
A, yang menyebabkan rendahnya respon subjek tentang pentingnya kapsul
vitamin A untuk ibu nifas.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012, jumlah ibu
nifas 6890 jiwa di kabupaten Aceh besar, sementara jumlah pemberian kapsul
vitamin A pada ibu nifas hanya sebesar 4003 jiwa atau 60% dari cakupan
target 85%.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Wilayah
Kerja Puskesmas Peukan Bada jumlah ibu nifas dari bulan Januari sampai
dengan Juli tahun 2013 secara keseluruhan sebanyak 62 orang. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang peneliti dapatkan sekitar 57 ibu nifas (91,9%)
mengkonsumsi kapsul vitamin A pasca melahirkan, dan 5 ibu nifas (8,1%)
tidak mengkonsumsi kapsul vitamin A.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 15 orang ibu pasca
nifas di Puskesmas Peukan Bada, didapatkan bahwa 10 orang (66,7%) tidak
mengkonsumsi kapsul vitamin A pasca nifas dan 5 orang (33,3%)
mengkonsumsi kapsul vitamin A pasca nifas. Sedangkan dari hasil studi awal
didapatkan hanya 5 orang (8,1%) yang tidak mengkonsumsi kapsul vitamin A.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penulisan tentang "Faktor-Faktor Yang mempengaruhi ibu nifas dalam
mengkonsumsi kapsul Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar tahun 2013".
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah
dalam
penelitian
ini
yaitu
“Faktor-faktor
apa
sajakah
yang
mempengaruhi ibu nifas dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun
2013.”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu nifas
dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Bada Tahun 2013
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh sikap ibu nifas dalam mengkonsumsi
kapsul vitamin A.
b. Untuk
mengetahui
pengaruh
pengetahuan
ibu
nifas
dalam
mengkonsumsi kapsul vitamin A.
c. Untuk
mengetahui
pengaruh
informasi
kesehatan
dalam
mengkonsumsi kapsul vitamin A.
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang penelusuran peneliti, penulisan yang berhubungan dengan
vitamin A sebelumnya sudah pernah diteliti oleh :
8
1. Elfi Mursyidah (2006). Dengan judul Pengetahuan dan sikap ibu nifas
terhadap konsumsi kapsul vitamin A diperumnas Ujong Batee Kecamatan
Mesjid Raya. Dari hasil penulisan didapat bahwa ibu nifas dengan
pengetahuan baik mengkonsumsi kapsul vitamin A sebanyak 100%.
Sedangkan ibu nifas yang bersikap positif memiliki persentase lebih tinggi
mengkonsumsi kapsul vitamin A yaitu sebanyak 93% . perbedaan
penelitian sekarang dengan yang terdahulu adalah jenis penelitian
terdahulu deskriptif dan variabel yang diteliti pengetahuan dan sikap
sedangkan yang sekarang analitik dan variabel yang diteliti pengetahuan,
sikap dan informasi kesehatan.
2. Sugiharti (2007). Dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Nifas Tentang Vitamin Dosis Tinggi Dengan Tingkat Konsumsi
Kapsul Vitamin A di Wilayah Puskesmas Dukuhturi Kabupaten Tegal.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden
tentang vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas yang kurang sebesar 20,3%
cukup 37,3% dan yang baik 42,4%. Sikap ibu nifas terhadap konsumsi
vitamin A dosis tinggi yang kurang sebesar 28,8% dan yang baik 71,2%.
Tingkat konsumsi vitamin A yang baik sebesar 64,4% cukup 23,7%
kurang 11,9%. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
ibu dengan tingkat konsumsi vitamin A dosis tinggi dengan nilai p-Value
0,000. Tidak ada hubungan antara sikap ibu nifas dengan konsumsi dengan
nilai p-Value 0,063. Perbedaan penelitian sekarang dengan yang terdahulu
adalah jenis penelitian terdahulu deskriptif dan variabel yang diteliti
9
pengetahuan dan sikap sedangkan yang sekarang analitik dan variabel
yang diteliti pengetahuan, sikap dan informasi kesehatan.
E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Peneliti
Sebagai
bahan masukan dalam penambahan ilmu pengetahuan dan
pengalaman peneliti dalam penerapan ilmu yang diperoleh.
2. Bagi Puskesmas
Dapat menambah referensi dan bahan bacaan bagi tenaga Puskesmas
sehingga dapat menambah wawasan khususnya tentang kapsul vitamin A.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi
pengembangan
ilmu
atau
penulisan
lebih
lanjut
membutuhkannya khususnya tentang kapsul vitamin A.
bagi
yang
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vitamin A
1. Definisi Vitamin
Menurut Lailiyana (2010), vitamin adalah zat organik yang tidak
dapat dibuat oleh tubuh tetapi diperlukan dalam jumlah sangat kecil untuk
dapat berlangsungnya berbagai reaksi faal dan biokimia dalam tubuh.
Walaupun vitamin tidak dapat disentesis oleh tubuh, namun ada sebagian
vitamin yang dapat disintesis oleh tubuh yang berasal dari zat lain yang
ada dalam makanan atau oleh flora usus non-patogen, meliputi :
a. Vitamin A dapat disintesis oleh tubuh dari koretan (provitamin A).
kerotan tersebut banyak terdapat dalam sayuran yang bewarna hijau
serta buah-buahan yang bewarna kuning atau merah.
b. Vitamin D dibentuk oleh tubuh dan berasal dari pro vitamin D yang
terdapat dibawah kulit dengan bantuan sinar matahari.
c. Vitamin K disintesis oleh flora usus nonpatogen yang terdapat didalam
usus.
d. Vitamin B-12 juga disintesis oleh flora usus nonpatogen yang terdapat
dalam usus.
e. Niasin, vitamin B-3 ini dibentuk oleh tubuh dan berasal dari triptofan
yang terdapat dalam makanan dengan bentuk vitamin B-6
10
11
2. Definisi Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan
kesehatan mata (Saroso, 2010).
Vitamin A ditemukan dalam bahan-bahan makanan yang berlemak.
Provitamin A adalah pigmen berwarna kuning. Vitamin A pada umumnya
stabil terhadap panas, asam dan alkali dan mempunyai sifat yang sangat
mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu
tinggi bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik. Sayuran dan
buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning biasanya banyak
mengandung karoten. Wortel, ubi, jalar dan waluh kaya akan karoten
(Proverawati dkk, 2009).
3. Kapsul Vitamin A
Kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) terbukti efektif untuk
mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya tinggi
(minimal 80%). Cakupan tersebut dapat tercapai apabila seluruh jajaran
kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masingmasing dengan baik (Saroso, 2010).
Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada ibu yang baru
melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang
cukup melalui ASI (Saroso, 2010).
12
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 Si kepada ibu pada masa
nifas dapat diberikan pada (Saroso, 2010) :
a.
Segera setelah melahirkan
b.
Pada kunjungan pertama Neonatal
c.
Pada kunjungan kedua neonatal
4. Sumber Vitamin A
Sumber vitamin A terdapat didalam pangan hewani, sedangkan
karoten terdapat didalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati,
kuning telur dan susu (didalam lemaknya) dan mentega margarin biasanya
diperkaya dengan vitamin A. Karena vitamin A tidak berwarna, warna
kuning dalam telur adalah karoten yang tidak diubah menjadi vitamin.
Minyak hati ikan digunakan sebagai sumber vitamin A yang diberikan
untuk keperluan penyembuhan (Ellya, 2010).
Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran
dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, daun singkong, buncis,
tomat, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, jagung kuning,
papaya, mangga, nangka masak dan jeruk. Minyak kelapa sawit yang
berwarna merah kaya akan karoten (Ellya, 2010).
Menurut Riduan (2010), berikut bahan-bahan alami yang diketahui
mengandung bahan utama pembentuk Vitamin A :
a. Sereal , jagung kuning
13
b. Umbi-umbian: ubi kuning, ubi kuning kukus, ubi jalar merah, ubi
rambat merah,
c. Biji-bijian; kacang ercis dan kacang merah
d. Sayuran: bakung, bayam, bayam keripik goreng, bunkil daun talas,
bayam merah, daun genjer, daun jambu, daun jambu mete, daun
kacang panjang,
serta daun hijauan lainnya, Gandaria, kacang
panjang, kankung, kol cina, labu kuning, pak soy, putri malu, ranti
muda, rumput laut, sawi, semanggi, terong hintalo dan wortel.
e. Buah-buahan: apel, buah negeri, kesemek, mangga, pepaya, pisang,
sowa serta sukun.
f. Hewani; daging ayam, bebek, ginjal domba, hati sapi, hati ayam, sosis
hati, berbagai jenis ikan (baronang, cakalang, gabus, kawalinya, kima,
lehoma, malugis, rajungan, sarden, sunu, titang dan tongkol), telur dan
juga telur ikan asin.
g. Hasil olahan lainnya; kepala susu, mentega, minyak ikan, minyak
kelapa sawit, tepung ikan serta tepung susu.
5. Manfaat Vitamin A
Fungsi
vitamin
A
adalah
untuk
penglihatan,
memacu
pertumbuhan tubuh, diferensial sel, kekebalan, pertumbuhan dan
perkembangan reproduksi dan pencegahan kanker. Defisiensi vitamin
dapat mengakibatkan buta senja, perubahan pada kulit, infeksi dan
gangguan pertumbuhan. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur,
14
minyak ikan dan lain-lain. Sedangkan sumber karoten adalah sayuran
hijau tua, buah berwarna kuning atau merah (Lailiyana, 2010).
Pemberian kapsul Vitamin A kepada ibu nifas juga dapat
meningkatkan jumlah vitamin A dalam ASI. ASI merupakan sumber
vitamin A yang baik. Bila vitamin A dalam tubuh ibu rendah, dalam ASI
secara proposional juga rendah, dan bayi akan berada dalam periode 1
epitel kornea yang akhirnya berakibat melunaknya dan pecahnya kornea,
mata terkena infeksi dan terjadi perdarahan (Suririnah, 2009).
Manfaat dari pemberian tablet vitamin A pada ibu nifas yaitu
pemberian tablet vitamin A dosis rendah setiap minggunya sebelum masa
kehamilan, saat masa kehamilan dan setelah melahirkan dapat menaikan
kwalitas kesehatan ibu yang dapat menurunkan penyakit rabu senja, serta
menurunkan mortalitas yang berkaitan dengan anemia yang sering
terjadi. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas sangat berpengaruh
untuk meningkatakan kwalitas vitamin A pada bayi, karena ASI yang
diberikan merupakan sumber utama vitamin A pada bayi pada enam
bulan pertama kehidupan (Poltekkes, 2012).
6. Penyebab Kurang Vitamin A
Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan dimana simpanan
vitamin a dalam tubuh berkembang. Pada tahap awal ditandai dengan
gejala rabun senja atau kurang dapat melihat pada malam hari. Gejala
tersebut juga ditandai dengan menurunnya kadar serum retinol dalam
15
darah (kurang dari 20 µg/dl ). Pada tahap selanjutnya terjadi kelainan
jaringan epitel dari organ tubuh seperti paru-paru, usus , kulit dan mata.
Gambaran khas KVA yang khas dapat langsung terlihat jelas pada mata
(Dinkes, 2013).
Pada tahap pemprosesan dan pemasakan banyak vitamin hilang bila
menggunakan suhu tinggi, air perebus dibuang, permukaan makanan
bersentuhan dengan udara dan menggunakan alkali. Vitamin yang
terpengaruh dalam hal ini adalah yang rusak oleh panas, oksidasi atau yang
larut dalam air (Ellya, 2010).
Menurut Poltekkes (2012), tanda-tanda awal kekurangan vitamin A:
a. Penglihatan berkurang pada malam hari (rabun senja)
b. Kulit kering
c. Meningkatnya risiko infeksi (menuju ke gejala kanker)
d. Kekurangan vitamin A yang dapat menyebabkan kebutaan yang parah
Salah satu upaya : "suplementasi vitamin A pada ibu nifas" adalah
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) sebanyak 2 kapsul
pada ibu nifas 0 – 48 hari.
7. Faktor penting kenapa Ibu Nifas Harus Minum 2 Kapsul Vitamin A
(HKI dan Depkes RI, 2011).
a. Bayi lahir dengan cadangan vitamin A yang rendah
b. Kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan dan
peningkatan daya tahan tubuh
16
c. Pemberian 1 kapsul vitamin A (200.000 SI) warna merah pada ibu
nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam
ASI selama 60 hari
d. Pemberian 2 kapsul vitamin A (200.000) warna merah diharapkan
dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi usia 6
bulan. ASI eksklusif 6 bulan.
8. Cara Pemberian Kapsul Vitamin A
Diberikan sebanyak 2 x 200.000 SI atau 2 kapsul vitamin A,
warna merah dalam kurun waktu 2 hari berturut-turut pada masa nifas.
1 kapsul vitamin A diminum segera setelah melahirkan, 1 kapsul
vitamin A kedua diminum pada hari berikutnya, minimal 24 jam
sesudah kapsul pertama.
Rekomendasi IVACG tentang suplementasi vitamin A dosis tinggi untuk
ibu nifas di daerah yang memiliki masalah kekurangan vitamin A
Populasi
Jumlah kapsul vitamin A yang
diberikan
Jadwal pemberian
Ibu
400,000 IU sebagai dua dosis @
Segera setelah melahirkan
nifas
200,000 SI, pemberian sedikitnya
dan tidak lebih dari enam
dengan selang waktu satu hari
dan/atau 10,000 SI setiap hari atau
25,000 IU setiap minggunya
Sumber : HKI dan Depkes RI
minggu setelah melahirkan
Selama enam bulan pertama
setelah melahirkan
17
9. Strategi Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Ibu Nifas
(HKI dan Depkes RI, 2011)
a.
Bersamaan dengan pemberian imunisasi hepatitis B kepada bayi
umur
b.
0–7 hari pada kunjungan neonatal (KN1)
Apabila kapsul vitamin A tidak diberikan pada KN1, maka dapat
diberikan pada kunjungan KN2 (8–28 hari)
c.
10.
Sweeping dalam bentuk kunjungan rumah
Kelebihan Vitamin A
Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan keracunan, baik itu
terjadi pada satu kali pemberian (keracunan akut) ataupun dalam jangka
waktu lama (keracunan kronis) (Saroso, 2010).
a. Keracunan Akut
Mengalami ngantuk, mudah tersinggung, sakit kepala dan
muntah merupakan salah satu gejala dari keracunan akut. Tablet yang
mengandung vitamin A sebanyak 20 kali dosis harian yang
dianjurkan, yang digunakan untuk pencegahan dan meringankan
penyakit kulit.
Keracunan kronis pada anak-anak yang lebih besar dan
dewasa biasanya merupakan akibat mengkonsumsi vitamin A dosis
besar (10 kali dosis harian yang dianjurkan) selama berbulan-bulan
(Indonesia, 2010).
18
Gejala awal dari keracunan kronis adalah (Indonesia, 2010) :
1) Rambut yang jarang dan kasar
2) kerontokan pada sebagian bulu mata
3) bibir yang pecah-pecah
4) kulit yang kering dan kasar.
5) sakit kepala hebat, peningkatan tekanan dalam otak dan
kelemahan umum terjadi kemudian.
6) Pertumbuhan tulang dan nyeri sendi sering terjadi, terutama pada
anak-anak.
7) Hati dan limfa dapat membesar.
8) Bayi yang lahir dari ibu yang mengkonsumsi isotretinoin (vitamin
A buatan yang digunakan untuk mengobati kelainan kulit) selama
kehamilan bisa memiliki cacat lahir.
Diagnosa keracunan vitamin A ditegakkan berdasarkan gejala
dan tingginya kadar vitamin A dalam darah. Gejala akan menghilang
dalam 4 minggu setelah penghentikan pemakaian vitamin A tambahan
(Indonesia, 2010)
Beta-karoten terdapat dalam sayuran seperti wortel, diubah
secara perlahan oleh tubuh menjadi vitamin A dan dapat dikonsumsi
dalam jumlah besar tanpa menyebabkan keracunan.Walaupun kulit
akan berubah menjadi kuning tua (karotenosis), terutama kulit di
telapak tangan dan telapak kaki, tetapi tidak menimbulkan efek
samping lainnya. (Indonesia, 2010).
19
Kebutuhan vitamin A selama menyusui berguna bagi kesehatan kulit,
kelenjar serta mata. Vitamin A terdapat dalam telur, hati dan keju. Jumlah
yang dibutuhkan adalah 1.300 mcg (Heryani, 2010).
B. Post Partum (Masa Nifas)
1. Pengertian
Masa Nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu (Sujiantini, 2009).
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Rukiyah, 2012).
2. Periode Post Partum
Menurut Rukiyah (2012), beberapa tahap masa nifas sebagai berikut :
a. Puerperium dini (kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan)
b. Puerperium intermedial (kepulihan menyeluruh organ reproduksi yang
lamanya 6-8 minggu)
c. Remote puerperium (waktu yang diperlukan untuk pulih sehat
sempurna, bisa sampai tahunan).
20
3. Perubahan Fisiologis Post Partum
a. Perubahan sistem reproduksi
Menurut saleha (2009), perubahan pada sistem reproduksi dapat terjadi
pada bagian :
1) Uterus
Segera
setelah
lahirnya
plasenta,
pada
uterus
yang
berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan
antara umbilicus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi.dua hari
kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga
dalam 2 minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak
dapat
diraba
lagi
dari
luar.
Involusi
uterus
melibatkan
pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta penglupasan situs
plasenta, sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan dalam
ukuran dengan berat serta oleh warna dan banyaknya lochea.
2) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik
dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam
yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis/anyir
seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau
21
tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai
perubahan karena proses involusi (Sujiantini, 2009).
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis,
degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari
pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada
bekas implantasi plasenta.
4) Serviks
Segera setelah berakhirnya kala uri, tinggi fundus, serviks
menjadi sangat lembek, kendur dan terkulai. Serviks tersebut bisa
melepuh dan lecet, terutama dibagian anterior. Serviks akan terlihat
padat yang mencerminkan vaskularitasnya yang tinggi, lubang
serviks lambat laun mengecil.
5) Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara
berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali
seperti ukuran seorang nulipara.
22
6) Payudara (mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi
terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme
fisiologis, yaitu produksi susu dan sekresi susu atau let down.
b. Perubahan sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium amat penting untuk
gigi pada masa kehamilan dan nifas, dimana pada masa ini terjadi
penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan
kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses
pertumbuhan janin juga pada ibu dalam masa laktasi.
c. Perubahan sitem perkemihan
Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
melahirkan.
Pemeriksaan
sistokopik
segera
setelah
melahirkan
menunjukkan tidak ada edema dan hyperemia dinding kandung kemih,
tetapi sering kali terdapat ekstravasasi darah pada submukosa.
d. Perubahan sistem musculoskeletal
Ligament-ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang
sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali seperti
sediakala.
23
e. Perubahan sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan
pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan
dalam proses tersebut, seperti oksitosin, prolaktinestrogen dan
progesterone.
f. Perubahan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah
suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
g. Perubahan sistem kardiovaskuler
Leukosit adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sampai
sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi
jumlahnya selama beberapa hari pertama masa postpartum. Jumlah selsel darah putih tersebut masih bisa naik lebih tinggi lagi hingga 25.00030.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama (Saleha, 2009).
4. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Pengalaman menjadi orang tuan khususnya menjadi seorang ibu
tidaklah selalu merupakan suatu hal yang menyenagkan bagi setiap wanita
atau pasangan suami istri. Realisasi tanggung jawab sebagai seorang ibu
setelah melahirkan bayi sering kali menimbulkan konflik dalam diri
seorang wanita dan merupakan faktor pemicu munculnya gangguan emosi,
intelektual dan tingkah laku pada seorang wanita. Beberapa penyesuaian
24
dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya
sebagai seorang ibu. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan
baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau
sindrom post-partum blues (Dewi dkk, 2011).
5. Komplikasi Pada Masa Nifas
Menurut Rukiyah (2012), komplikasi yang dapat terjadi dalam
masa nifas sebagai berikut :
a. Perdarahan pervaginam postpartum
Defenisi perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak
lahir atau setelah kala III. Perdarahan ini bisa terjadi segera begitu ibu
melahirkan, terutama di dua jam pertama. Jika terjadi perdarahan maka
tinggi rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun dan denyut
nadi ibu menjadi cepat.
b. Infeksi masa nifas
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada traktus genetalia,
terjadi sesudah melahirkan, kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius
atau lebih, selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan
pengecualian 24 jam pertama.
c. Septikemia dan piemia
Pada piemia, penderita tidak lama setelah postpartum sudah
merasa sakit, perut nyeri dan suhu tubuh tinggi serta menggigil setelah
25
kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum.
Suatu cirri khas pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat
dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti dengan menurunnya
suhu.
d. Peritonitis
Pada peritonitis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat
dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire. Muka
yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka
dingin dan terdapat fasies hippocratica.
e. Selulitis pelvika
Selulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi
pada masa nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu
disertai dengan rasa nyeri dikiri atau kanan dan nyeri pada saat
pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan
selulitis pelvika.
f. Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio
peritonitis. Penyebaran melalui permukaan endometrium. Kadangkadang jaringan infeksi menjalar ke tuba fallopi dan ovarium disini
terjadi salpingitis dan abfritis yang sukar dipisahkan dari polvio
peritonitis.
26
g. Tromboflebitis
Perluasan infeksi nifas yang mengikuti aliran darah di sepanjang
vagina dan cabang-cabangnya. Penanganan dalam masa nifas dapat
dilakukan dengan merawat luka dengan baik, jangan sampai terkena
infeksi.
6. Perawatan Post Partum
a. Mobilisasi dini
Mobilisasi dilakukan segera setelah beristirahat beberapa jam
dengan beranjak dari tempat tidur ibu (pada persalinan normal).
Mobilisasi dini dapat mengurangi bendungan lochea dalam rahim,
meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin.
b. Rooming in
Latihan perawatan bayi secara modern dapat diajarkan pada ibu
yang baru pertama mempunyai anak. Konsep rooming in adalah konsep
lama dengan kemasan modern.
c. Pemberian ASI
Pemberian ASI sangat digalakkan, sehingga tumbuh dan kembang
bayi dapat lebih sempurna sebagai titik awal sumber daya manusia yang
berkualitas.
27
d. Perawatan kala nifas
Peristiwa yang terpenting pada periode kala nifas (masa setelah
melahirkan) adalah terjadinya perubahan fisik dan laktasi (menyusui)
(Sujiantini, 2009).
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ibu nifas dalam mengkonsumsi
kapsul vitamin A
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui
pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain, media massa,
serta lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan dicakup dalam domain
kognitif yang terdiri dari 6 tingkatan, yaitu ;
1.
Tahu (know) yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
28
2.
Memahami (comprehension) yaitu suatu kemampuan menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (application) yaitu kemampuan untuk dapat menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya).
4.
Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu
sama lain.
5.
Sintesis (synthesis), yaitu menunjuk pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
6.
Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian
itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria yang sudah ada.
Menurut Arikunto (2006) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
dapat dikelompokkan berdasarkan kategori, hasil jawaban responden
terhadap kuesioner dibagi dalam tiga kelompok :
a. Pengetahuan dikategorikan baik bila 76-100%
b. Pengetahuan dikategorikan Sedang bila 56-75%
c. Pengetahuan dikategorikan kurang bila <56%
29
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
umumya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru yang berkaitan
dengan kapsul vitamin A untuk ibu nifas. Pendidikan juga akan membuat
seseorang ingin tahu dan mencari pengalaman sehingga informasi yang
diterima akan menjadi pengetahuan, sikap dan tindakan. Sedangkan 8
subjek lainnya, tidak mengetahui tentang pemberian kapsul vitamin A
serta manfaat pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas, subjek hanya
mengetahui tentang pemberian kapsul vitamin A kepada bayi dan anakanak untuk mencegah kebutaan.
Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya pengetahuan subjek
tentang kapsul vitamin A untuk ibu nifas adalah kurangnya informasi
yang didapat oleh subjek tentang manfaat pemberian kapsul vitamin A,
yang menyebabkan rendahnya respon subjek tentang pentingnya kapsul
vitamin A untuk ibu nifas. Kurangnya pengetahuan subjek tentang
vitamin A akan mempengaruhi perilaku subjek untuk mengkonsumsinya
(Naibaho, 2011).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang
tertutup (Notoatmodjo, 2010).
Sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu :
30
a.
Kepercayaan (keyakinan) keluarga dan konsep terhadap suatu objek
b.
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
c.
Kecendrungan untuk bertindak.
Untuk mengukur Sikap digunakan skala Likert yaitu berupa
pertanyaan tertutup dan responden diminta untuk memberikan jawaban
sangat setuju setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Sikap ibu dalam
mengkonsumsi kapsul vitamin A terdiri dari 10 pertanyaan. Dengan hasil
ukur positif dan negatif. Dengan kategori:
a.
Positif bila
b. Negatif bila
:
:
Adapun analisa untuk variabel sikap menggunakan rumus:
Keterangan :
= Rata-rata responden
= Jumlah semua nilai responden
= Jumlah sampel (Arikunto, 2006)
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Dari hal tersebut dapat disimpulkan
sikap positif seorang ibu menggambarkan bahwa ibu tersebut berfikir dan
31
berusaha untuk melakukan tindakan supaya dirinya mendapatkan kapsul
vitamin A.
Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya reaksi terhadap
stimulus yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Hal ini sama
dengan penelitian yang dilakukan peneliti dimana salah satu faktor sikap
yang dapat mempengaruhi rendahnya kunjungan pemberian vitamin A
Puskesmas, terlihat bahwa pengetahuan ibu yang baik dan sikap ibu yang
positif maka bayinya akan mendapatkan vitamin A, sebaliknya jika
pengetahuan ibu kurang dan sikap negatif maka bayinya tidak
mendapatkan vitamin A (Sumanti, 2010).
3. Informasi kesehatan
Sumber informasi berperan penting bagi seseorang dalam
menentukan sikap atau keputusan bertindak. Banyak media seperti media
massa, baik media cetak seperti surat kabar dan majalah, ataupun
elektronika seperti televisi dan radio; dan pemuka pendapat untuk
wilayah pedesaan dianggap cukup efektif untuk menciptakan konsesus
sosial (Rumakom, 2010).
Secara umum media berfungsi sebagai sumber informasi, sumber
pendidikan dan sumber hiburan. Tetapi sebetulnya, khalayak tidaklah
dengan mudah mengikuti pesan media. Hal ini karena mereka memiliki
kemampuan
menyeleksi
segala
menerpainya (Rumakom, 2010).
terpaan
pesan
informasi
yang
32
Untuk variabel informasi kesehatan di ukur dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Baik, jika
b. Tidak baik, jika
Analisa untuk variabel informasi kesehatan menggunakan rumus:
Keterangan :
= Rata-rata responden
= Jumlah semua nilai responden
= Jumlah sampel (Arikunto, 2006)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatakan
vitamin A yaitu dengan menggalakkan promosi sumber makanan
tersebut. Selain itu juga dapat melibatkan kader-kader desa untuk
memberikan penyuluhan mengenai asupan vitamin A. Karena di
Indonesia masi banyak ibu yang melahirkan di rumah pemberian tablet
vitamin A dapat juga diberikan oleh kader atau bidan desa saat
melakukan kunjungan rumah (Poltekkes, 2012).
Pemberian kapsul vitamin A dapat diintegrasikan dengan
pelaksanaan program lain seperti kegiatan kampanye campak, malaria,
untuk meningkatkan cakupan masing-masing program (Dinkes, 2013).
33
D. Kerangka Teori
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori
sebagai landasan berpikir. Beberapa teori-teori yang peneliti gunakan antara
lain :
Notoatmodjo (2010) :
-Umur
-Pengetahuan
-Sikap
-Tindakan
-Pendidikan
-Pendapatan
-Peran petugas kesehatan
-Sarana dan fasilitas
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Perilaku Kesehatan
Handayani (2012) :
-Informasi
-Pengetahuan
-Sikap
Gambar 1. Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penulisan pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penulisanpenulisan yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan dipengaruhi oleh informasi yang diberikan seseorang,
meskipun seseorang memiliki pendidikan
yang rendah tetapi jika ia
mendapat informasi yang baik maka hal itu dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang (Notoadmodjo, 2010).
34
Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya pengetahuan subjek
tentang kapsul vitamin A untuk ibu nifas adalah kurangnya informasi yang
didapat oleh subjek tentang manfaat pemberian kapsul vitamin A, yang
menyebabkan rendahnya respon subjek tentang pentingnya kapsul vitamin A
untuk ibu nifas. Kurangnya pengetahuan penolong persalinan merupakan
salah satu faktor pendorong yang mungkin menyebabkan kurangnya
partisipasi penolong persalinan untuk memberikan kapsul vitamin A untuk
ibu nifas. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konsep dalam penulisan
ini adalah seperti gambar dibawah ini :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Sikap
Ibu Nifas dalam
mengkonsumsi Kapsul
Vitamin A
Pengetahuan
Informasi Kesehatan
Gambar 2. Kerangka Konsep
35
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
A. Jenis penulisan
Jenis penulisan ini bersifat Analitik. Desain yang digunakan dalam
penulisan ini adalah
cross sectional
yang bertujuan untuk mengetahui
Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu nifas dalam mengkonsumsi kapsul
vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013.
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penulisan atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan pendapat di atas maka yang
akan menjadi populasi dalam penulisan ini adalah seluruh ibu nifas yang
tinggal di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah
sebanyak 62 orang.
2. Sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penulisan ini adalah total
sampling dimana semua ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah 62 orang, dengan kriteria :
a.
Bisa membaca dan menulis
b.
Ibu pasca nifas maksimal 6 minggu
35
36
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01-15 September Tahun 2013 di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini direncakanan di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar
D. Cara pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu dengan membagikan
kuesioner kepada ibu nifas. Untuk menghindari kesalahan teknis dalam
memberikan jawaban, peneliti memberi penjelasan tentang petunjuk dalam
pengisian kuesioner. Data sekunder didapat dari data Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Besar dan Puskesmas Peukan Bada.
37
E. Definisi Operasional Variabel
N
o
Variabel
Definisi
Operasional
1
Ibu nifas
dalam
mengkonsum
si kapsul
vitamin A
Vitamin A yang
dikonsumsi oleh
ibu nifas dalam
jangka waktu <
24 jam dan 48
jam
setelah
melahirkan.
2
Sikap ibu
3
Pengetahuan
4
Informasi
kesehatan
Cara Ukur
Alat Ukur
DEPENDEN
Penyebaran kuesioner Kuesioner
yang berisi 1 perta
nyaan dengan kategori:
 Ya bila mengkonsumsi
vitamin A 1 kali 24
jam 48 jam, atau
hanya sekali saja pasca
persalinan
 Tidak
bila
tidak
mengkonsumsi
vitamin A 1 kali 24
jam 48 jam, atau
hanya sekali saja pasca
persalinan
INDEPENDEN
Skala
Ukur
Hasil
Ukur
Nominal
Ya
Tidak
Reaksi atau respon Penyebaran kuesioner Kuesioner
ibu terhadap
yang
berisi
10
kapsul vitamin A pertanyaan
dengan
kategori :
 Positif bila jawaban
≥ 35
 Negatif bila jawaban
< 35
Pemahaman atau Penyebaran kuesioner kuesioner
ilmu
yang yang berisi 15 pilihan
diketahui oleh ibu pertanyaan
dengan
nifas
tentang kategori :
Vitamin A
 Baik ≥ 8
 Kurang < 8
Nominal
Positif
Negatif
Ordinal
Baik
Kurang
Penyebaran
kuesioner Kuesioner
yang berisi 1 pilihan
pertanyaan
dengan
kategori :
 Baik, jika jawaban ≥
ordinal
Baik
Informasi
mengenai Vitamin
A yang didapat
oleh ibu nifas
4
 Tidak
baik,
jawaban < 4
jika
Tidak
baik
38
F. Hipotesa
1. Ada pengaruh sikap ibu dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A
di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun
2013.
2. Ada pengaruh pengetahuan dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun
2013.
3. Ada pengaruh informasi kesehatan dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A
di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun
2013.
G. Instrumen penulisan
Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner. Kuesioner atau angket
merupakan suatu cara pengumpulan data atau suatu penulisan mengenai
masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum/banyak
orang (Notoatmodjo, 2010).
Instrumen penulisan dengan menggunakan penyebaran
kuesioner
yang di dalamnya berisi 27 pertanyaan yang terdiri dari, Sikap sebanyak 10
pertanyaan, pengetahuan sebanyak 15 pertanyaan, informasi kesehatan
sebanyak 1 pertanyaan, dan ibu nifas dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A
sebanyak 1 pertanyaan.
39
H. Rencana pengolahan dan analisa data
1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul melalui angket atau kuisioner maka dapat
dilakukan pengolahan data melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Seleksi Data (Editing)
Dimana peneliti akan melakukan penulisan terhadap data yang
diperoleh dan diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam
penulisan.
b. Pemberian Kode (Coding)
Peneliti memberikan kode tertentu pada tiap-tiap data sehingga
memudahkan dalam melakukan analisis data.
c. Pengelompokan Data (Tabulating)
Pada tahap ini jawaban-jawaban responden yang sama
dikelompokan dengan teliti dan teratur lalu dihitung dan dijumlahkan
kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel. Kemudian ditentukan
persentase dengan menggunakan rumus (Budiarto, 2002) sebagai
berikut:
40
Keterangan:
P : persentase
f : frekuensi yang teramati
n : jumlah sampel
b. Analisa Bivariat
Analisis bivariat terdiri atas metode-metode statistik inferensial
yang digunakan untuk menganalisis data dua variabel penelitian.
Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk
mendiskripsikan distribusi data, melihat perbedaan dan mengukur
hubungan antara dua variabel yang diteliti.
Analisis bivariat menggunakan tabel silang untuk menyoroti dan
menganalisis perbedaan atau hubungan antara dua variabel. Menguji
ada tidaknya pengaruh antara variabel sikap ibu, pengetahuan dan
informasi kesehatan dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A, digunakan
analisis chi square, dengan tingkat kemaknaan a=0,05. Hasil yang
diperoleh pada analisis chi square, dengan menggunakan program
SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan a=0,05. Apabila
nilai p< dari a=0,05 maka ada hubungan atau perbedaan antara dua
variabel tersebut (Arikunto, 2006).
Kemudian tabel-tabel contingency tersebut dianalisa
untuk
memandingkan antara nilai P value dengan nilai alpha (0,05), dengan
ketentuan
41
1) Ha diterima : Jika P value kurang dari 0,05 artinya ada hubungan
antara variabel idenpendent dengan variabel dependent.
2) Ha ditolak : Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara
variabel idenpendent dengan variabel dependent.
Menurut Hasnoto (2011), perhitungan yang dilakukan pada uji
chi-square untuk program komputerisasi seperti program SPSS adalah
sebagai berikut :
1) Bila pada tabel kontingency 2x2 dijumpai e (harapan) kurang dari 5,
maka hasil uji yang digunakan adalah fisher axact test.
2) Bila pada tabel kontingency 2x2 tidak dijumpai e (harapan) kurang
dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah continuity correction.
3) Bila pada tabel kontingency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3
dan lain-lain, maka hasil uji yang digunakan adalah pearson chi
square.
4) Bila pada tabel kontingency 3x2 dan sel dengan nilai frekuensi e
(harapan) kurang dari 5 maka akan dilakukan merger sehingga
menjadi tabel kontingency 2x2.
5) Pada uji chi square hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan 2 variabel.
42
G. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian
1. Kesulitan
Kesulitan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah jarak tempuh
ke desa yang terlalu jauh dan sebagian ibu-ibu nifas tidak mau mengisi
kuesioner karena merasa tidak perlu.
2. Kelemahan
Metode penelitian secara cross sectional dibutuhkan subjek
penelitian yang lebih besar atau banyak dan faktor-faktor yang
mempengaruhi tidak dapat diukur secara akurat serta mempengaruhi hasil
penelitian.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Peukan Bada terletak di Kabupaten Aceh Besar dengan
luas wilayah 823.20 Ha dan memiliki 18 desa yang berada diwilayah kerja
puskesmas. Adapun batas Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada adalah
sebagai berikut :
1. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah.
2. Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Lampage.
3. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Jaya Baru
4. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kecamatan Lhoknga
B. Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
terletak di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013. Dimulai tanggal 01-15
September 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan
kuesioner yang berisikan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya
untuk mencari variabel yang telah ditentukan, kemudian diisi oleh responden.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel
dependen dan variabel independen yang meliputi konsumsi kapsul vitamin
A, sikap ibu, pengetahuan dan informasi kesehatan.
43
44
a. Konsumsi kapsul vitamin A
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi Ibu Nifas Yang Mengkonsumsi Kapsul
Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
Konsumsi Kapsul Vitamin A
frekuensi
%
1.
Ya
51
82,3
2
Tidak
11
17,7
Jumlah
62
100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 62 responden, ibu
ada mengkonsumsi kapsul vitamin A selama masa nifas yaitu 51 orang
(82,3%).
b. Sikap ibu
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi Sikap Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No Sikap Ibu
frekuensi
%
1.
Positif
40
64,5
2
Negatif
22
35,5
Jumlah
62
100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa dari 62 responden,
ibu memiliki sikap yang positif terhadap konsumsi kapsul vitamin A
yaitu 40 orang (64,5%).
45
c. Pengetahuan
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi Pengetahuan Ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013
No Pengetahuan
frekuensi
%
1.
Baik
31
50
2
Kurang
31
50
Jumlah
62
100
Sumber: Data Primer (diolah 2013).
Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa dari 62 responden,
besar ibu memiliki pengetahuan yang baik dan kurang tentang
pentingnya mengkonsumsi kapsul vitamin A yaitu 31 orang (50%).
d. Informasi Kesehatan
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi Informasi Kesehatan Tentang Kapsul
Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No Informasi Kesehatan
frekuensi
%
1.
Baik
29
46,8
2
Tidak baik
33
53,2
Jumlah
62
100
Sumber: Data Primer (diolah 2013).
Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 62 responden,
ibu mendapatkan informasi kesehatan tentang manfaat konsumsi kapsul
vitamin A yang tidak baik yaitu 33 orang (53,2%).
46
2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat untuk melihat kemaknaan hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen dengan menggunakan
statistik sederhana yaitu : chi square (X2) pengambilan keputusan ada
pengaruh atau tidak pada tingkat kepercayaan 95 % ( = 0,05).
a. Pengaruh sikap ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A
Tabel 4.5
Pengaruh Sikap Ibu dengan Konsumsi Kapsul Vitamin A di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten
Aceh Besar Tahun 2013
No
Konsumsi Kapsul
Vitamin A
Ya
Tidak
Sikap Ibu
Total
1
Positif
f
32
%
80
f
8
%
20
f
40
%
100
2
Negatif
19
86,4
3
13,6
22
100
pValue
0,732
Sumber : Data Primer (Diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 22 ibu
dengan sikap negatif dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A ada 19
orang (86,4%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada α = 0,05
didapatkan p-Value 0,732, sehingga memperlihatkan tidak ada
pengaruh antara sikap ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A.
47
b. Pengaruh pengetahuan ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A
Tabel 4.6
Pengaruh Pengetahuan Ibu dengan Konsumsi Kapsul Vitamin A
di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten
Aceh Besar Tahun 2013
Konsumsi Kapsul
Vitamin A
Ya
Tidak
No
Pengetahuan
ibu
1
Baik
f
31
%
100
2
Kurang
20
64,5 11
f
0
Total
%
0
f
31
%
100
35,5
31
100
pValue
0,001
Sumber : Data Primer (Diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa dari 31 ibu
dengan pengetahuan kurang dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A
ada 20 orang (64,5%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada α =
0,05 didapatkan p-Value 0,001, sehingga memperlihatkan ada
pengaruh antara pengetahuan dengan konsumsi kapsul vitamin A.
c. Pengaruh sumber informasi dengan konsumsi kapsul vitamin A
Tabel 4.7
Pengaruh Sumber informasi dengan Konsumsi Kapsul Vitamin A
di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten
Aceh Besar Tahun 2013
No
Konsumsi Kapsul
Vitamin A
Ya
Tidak
Informasi
Kesehatan
1
Baik
f
24
2
Tidak baik
27
Total
%
82,8
f
5
%
17,2
f
29
%
100
81,8
6
18,2
33
100
Sumber : Data Primer (Diolah tahun 2013)
pValue
1.000
48
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa dari 33 ibu
yang tidak mendapatkan informasi kesehatan btentang konsumsi
kapsul vitamin A ada 27 orang (81,8%). Hasil uji statistik dengan ChiSquare pada α = 0,05 didapatkan p-Value 1.000, sehingga
memperlihatkan tidak
ada pengaruh antara informasi kesehatan
dengan konsumsi kapsul vitamin A.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
ibu nifas dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun 2013, maka
didapatkan :
1. Pengaruh sikap ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 22 ibu dengan
sikap negatif dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A ada 19 orang
(86,4%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada α = 0,05 didapatkan pValue 0,732, sehingga memperlihatkan tidak ada pengaruh antara sikap
ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sugiharti (2007), hasil penelitian tidak ada hubungan antara sikap ibu nifas
dengan konsumsi vitamin A dosis tinggi (p-Value 0,063).
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain
49
yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi
orang lain atau objek lain. Dari hal tersebut dapat disimpulkan sikap
positif seorang ibu menggambarkan bahwa ibu tersebut berfikir dan
berusaha untuk melakukan tindakan supaya dirinya mendapatkan kapsul
vitamin A.
Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya reaksi terhadap
stimulus yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Hal ini sama
dengan penelitian yang dilakukan peneliti dimana salah satu faktor sikap
yang dapat mempengaruhi rendahnya kunjungan pemberian vitamin A
Puskesmas, terlihat bahwa pengetahuan ibu yang baik dan sikap ibu yang
positif maka bayinya akan mendapatkan vitamin A, sebaliknya jika
pengetahuan ibu kurang dan sikap negatif maka bayinya tidak
mendapatkan vitamin A (Sumanti, 2010).
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa sikap ibu yang sikapnya negatif
lebih banyak persentasenya mengkonsumsi vitamin A. Hal ini diakibatkan
karena adanya dorongan dari tenaga kesehatan untuk mengkonsumsi
vitamin A dalam masa nifas, sehingga ibu mau mengkonsumsi kapsul
vitamin A.
2. Pengaruh pengetahuan dengan konsumsi kapsul vitamin A
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 31 ibu dengan
pengetahuan kurang dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A ada 20 orang
(64,5%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada α = 0,05 didapatkan p-
50
Value 0,001, sehingga memperlihatkan ada pengaruh antara pengetahuan
dengan konsumsi kapsul vitamin A.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sugiharti (2007), hasil penelitian ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan ibu dengan tingkat konsumsi vitamin A dosis tinggi
(p-Value 0,000).
Pada asuhan masa nifas yang berhubungan dengan nutrisi, ibu nifas
mempunyai kebutuhan dasar yaitu minum vitamin A 200.000 IU agar bisa
memberikan Vitamin A kepada bayinya melalui ASI. Akan tetapi
terkadang
minum
vitamin
A diabaikan oleh karena kurangnya
pengetahuan ibu nifas tentang vitamin A (Subekti, 2010).
Ibu nifas sangat perlu untuk mengetahui nutrisi apa saja yang
dibutuhkan dalam masa kelahiran bayinya sehingga nantinya tidak
mengalami nutrisi rendah, namun untuk nutrisi vit A masih banyak ibu-ibu
nifas yang belum mengetahui dan ini membutuhkan keterlibatan petugas
kesehatan dalam mensosialisasikannya dan memberikannya. Pengetahuan
tentang kapsul vit A tidak hanya perlu ditingkatkan namun juga harus
disertai dengan kesigapan petugas kesehatan dalam menggerakkan
program vit A bagi ibu nifas (Sandjaja, 2010).
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa yang memiliki pengetahuan
yang kurang cenderung mengkonsumsi vitamin A. Hal ini karena ibu-ibu
mendapatkan kapsul vitamin A dari petugas kesehatan saat ibu melahirkan
dan diharuskan untuk mengkonsumsi kapsul vitamin A.
51
3. Pengaruh informasi kesehatan dengan konsumsi kapsul vitamin A
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 33 ibu yang
tidak mendapatkan informasi kesehatan btentang konsumsi kapsul vitamin
A ada 27 orang (81,8%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada α =
0,05 didapatkan p-Value 1.000, sehingga memperlihatkan tidak
ada
pengaruh antara informasi kesehatan dengan konsumsi kapsul vitamin A.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Parlin (2011), hasil penelitian ada hubungan yang bermakna antara
informasi kesehatan dengan tingkat konsumsi vitamin A pada ibu nifas
(p-Value 0,000).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatakan vitamin
A yaitu dengan menggalakkan promosi sumber makanan tersebut. Selain
itu juga dapat melibatkan kader-kader desa untuk memberikan penyuluhan
mengenai asupan vitamin A. Karena di Indonesia masi banyak ibu yang
melahirkan di rumah pemberian tablet vitamin A dapat juga diberikan oleh
kader atau bidan desa saat melakukan kunjungan rumah (Poltekkes, 2012).
Pemberian kapsul vitamin A dapat diintegrasikan dengan
pelaksanaan program lain seperti kegiatan kampanye campak, malaria,
untuk meningkatkan cakupan masing-masing program (Dinkes, 2013).
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa
ibu
nifas
yang
tidak
mendapatkan informasi kesehatan mengenai kapsul vitamin A, lebih
banyak mengkonsumsi kapsul vitamin A. hal ini diakibatkan karena ibu
tersebut menerima kapsul vitamin A dan meminumnya dari paket obat
52
pemulihan pasca nifas pada saat melahirkan dan itu diberikan oleh bidan.
Berdasarkan hasil penelitian di lahan yang peneliti dapatkan masih
banyaknya ibu-ibu tidak mendapatkan informasi tentang kapsul vitamin A,
ibu hanya mendapatkan kapsul vitamin A dari petugas kesehatan setelah
melahirkan tanpa adanya informasi tentang kegunaan kapsul vitamin A
bagi ibu nifas.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi ibu nifas dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun 2013,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tidak ada pengaruh sikap ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A dalam
masa nifas dengan p-Value = 0,732 (α > 0,05). Dengan demikian Ho
diterima dan Ha ditolak.
2. Ada pengaruh pengetahuan ibu dengan konsumsi kapsul vitamin A dalam
masa nifas dengan p-Value = 0,001 (α < 0,05). Dengan demikian Ho
ditolak dan Ha diterima.
3. Tidak ada pengaruh informasi kesehatan dengan konsumsi kapsul vitamin
A dalam masa nifas dengan p-Value = 1.000 (α > 0,05). Dengan demikian
Ho diterima dan Ha ditolak.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat dijadikan sebagai bahan
tambahan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai kapsul
vitamin A.
53
54
2. Bagi tempat penelitian
Diharapkan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Peukan Bada dapat
memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu nifas tentang pentingnya
mengkonsumsi kapsul vitamin A dalam masa nifas, sehingga dapat
meningkatkan motivasi ibu dalam mengkonsumsi kapsul vitamin A dalam
masa nifas.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi dapat menjadi bahan masukan dalam
memberikan informasi tentang pentingnya mengkonsumsi kapsul vitamin
A dalam masa nifas dan dapat menjadi bahan referensi untuk mahasiswi
dalam melakukan penelitian selanjutnya.
Download