Si Tubuh `S` yang Piawai Mengisap

advertisement
iptek
REPUBLIKA JUMAT, 18 FEBRUARI 2011
Bakteri Susu
ASI PILIHAN
TERBAIK
yang Membahayakan Bayi
B
Oleh Yusuf Assidiq
Bayi prematur
atau bayi berusia
di bawah enam
bulan paling
berisiko.
agi orang tua yang memiliki
anak bayi, kecemasan mengintai mereka. Terlebih, jika sang
bayi mengonsumsi susu formula. Pasalnya, beredar kabar
mengenai susu formula bayi
yang tercemar bakteri.
Alhasil, mereka pun menanti langkah
yang bakal ditempuh Kementerian
Kesehatan, Institut Pertanian Bogor (IPB),
dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(POM). Ini menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan
ketiga institusi tersebut mengumumkan
nama produk susu berbakteri.
Kisruh susu tercemar bakteri ini bermula dari temuan peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) sekitar dua tahun silam.
Riset berhasil mengungkap kontaminasi
bakteri Enterobacter sakazakii (E.sakazakii) pada sejumlah susu formula bayi. Seorang warga yang resah atas hasil penelitian ini lantas melayangkan gugatan. Dia
menuntut pemerintah membuka ke publik
nama produsen dan merek susu formula
bermasalah itu sehingga bisa ditempuh
antisipasi dini. Perhatian publik kembali
tertuju pada bakteri ini. Telah sejak lama
E.sakazakii diketahui bisa membawa efek
berbahaya terhadap kesehatan.
Bakteri yang tahan panas
Enterobacter sakazakii adalah satu dari
sekian jenis bakteri yang kerap ditemukan
pada susu formula. Dari 74 sampel susu
formula yang diteliti oleh IPB, sebanyak
13,5 persennya diketahui terpapar bakteri
E.sakazakii. Para ahli medis serta ilmu-
wan dari seluruh dunia terus mengembangkan riset mendalam, terutama untuk
mengetahui karakteristik, dampak, dan
cara pencegahan terbaik guna meminimalisasi bahaya dari bakteri ini.
Anita Garem, peneliti dari Palls
European Food and Beverage Division
menyatakan, dunia menanti munculnya
teknologi yang sanggup menghilangkan
bakteri patogen itu dengan tidak mengorbankan nutrisi pada produk susu. Kasus
yang terkait E.sakazakii dilaporkan
pernah terjadi di sejumlah negara.
Pada tahun 2002, misalnya, FDA terpaksa menarik tak kurang dari 1,5 juta
kemasan susu bubuk formula yang diduga
terkontaminasi bakteri ini. E.sakazakii
adalah bakteri gram negatif dari famili
Enterobacteriaceae. Ia berupa kolifom
atau kokoid, tetapi tidak membentuk
spora. Bakteri tersebut juga dikenal
sebagai patogen berpigmen kuning.
Pertama kali ditemukan pada 1958
bakteri ini memiliki reputasi yang patut
diwaspadai. “Sebab bisa menyebabkan
gangguan kesehatan akut,” ujarnya,
seperti dikutip dari laman Food Quality.
Anita Garem mengatakan, FDA dan
badan kesehatan internasional lain telah
menetapkan standar dan kriteria pengolahan susu formula, tetapi masih tetap
ada sedikit kandungan bakteri pada
produk akhir.
Sebenarnya, infeksi bakteri bisa terjadi
di segala usia. Namun, bayi prematur atau
yang masih berusia hingga 6 bulan, berisiko paling besar. Dari penegasan peneliti utama teknologi pangan BPPT, Bam-
28
● Pasteurisasi atau pemanasan
●
●
●
●
Bakteri
Enterobakter Sakazakii
SCIENCEPHOTOLIBRARY.COM
bang Heriyanto, Enterobacter terkait erat
dengan bakteri patogen yang bisa hidup di
mana saja sehingga sulit dihindari.
Bakteri ini mudah menempel pada
bahan atau sumber makanan. Susu termasuk media pertumbuhan yang baik bagi
bakteri karena di dalamnya terkandung
bahan-bahan seperti lemak, protein, dan
lainnya yang sangat dibutuhkan bakteri
untuk berkembang biak. “Maka itu, kalau
dicermati, susu yang dibiarkan tidak
terlalu lama mudah cepat basi dan
berbau,” ujar Bambang.
Risiko pemerahan
Kontaminasi bakteri pada produk susu
bisa terjadi dari semenjak proses
pemerahan susu sapi di peternakan.
Puting sapi yang berdiameter kecil sangat
mudah ditumbuhi bakteri atau kuman di
sekelilingnya.
Pemerahan secara terbuka tentu memperbesar peluang masuknya bakteri.
Pemakaian sarung tangan pun dinilai
tidak memengaruhi pencemaran bakteri
pada susu yang dihasilkan. “Upaya
terbaik meminimalisasi risiko, yakni
pengaplikasian mesin pemerah susu agar
tidak terjadi kontak langsung dengan
udara,” kata Bambang kepada Republika
beberapa waktu lalu.
Meski begitu, sambung dia, belum
berarti sudah aman sepenuhnya.
Pencemaran mikroorganisme masih
mungkin berlangsung pada proses
berikutnya. Mulai dari penyimpanan, penanganan, serta pengolahan.
Pada intinya, Bambang menyatakan, faktor kebersihan merupakan
kunci utama. Peralatan produksi yang
tidak steril juga berpotensi sebagai
tempat pertumbuhan bakteri berbahaya.
Setelah menjadi susu bubuk, dia
mengingatkan perlakuan yang sama
tetap mesti diperhatikan. Diakui,
bakteri sebenarnya sulit berkembang
biak di dalam bahan noncair.
Hanya saja, tidak ada jaminan
bahwa susu bubuk terbebas dari
bakteri. Ini karena ada satu prototipe
bakteri yang tahan pada panas.
“Oleh karenanya, sebelum dikonsumsi oleh bayi, sebaiknya periksa
dulu waktu kadaluarsanya, pun cara
penyajiannya harus baik dan benar,”
●
pada suhu tertentu sangat
diperlukan untuk bisa membunuh kuman atau bakteri
berbahaya.
Idealnya, panas air yang digunakan bersuhu hingga 70 celsius.
Enterobecter tergolong
mikroorganisme yang tahan
terhadap panas.
Riset oleh Palls European
Food and Beverage Division
menyatakan, susu formula
hanya mengandung 20-30
persen zat lysine (turunan protein) dari yang ada pada air
susu ibu (ASI).
Pemanasan pada proses
penyajian susu formula dapat
menyebabkan penurunan kandungan lysine tadi.
ASI tetap pilihan terbaik. Jika
terpaksa tidak bisa diberikan,
pilihan tetap jatuh pada susu
formula. Namun, harus memperhatikan aspek kebersihan
selama penyajiannya.
tegas Bambang. Diungkapkan, penyimpanan di tempat yang bersih adalah mutlak. Pun disajikan dalam jumlah secukupnya. Pasteurisasi atau pemanasan pada
suhu tertentu sangat diperlukan untuk bisa
membunuh kuman atau bakteri berbahaya.
Idealnya, panas air yang digunakan
bersuhu hingga 70 derajat celsius. Apalagi
Enterobacter tergolong mikroorganisme
yang tahan terhadap panas. Oleh karenanya, pemanasan perlu dalam suhu yang
cukup agar pemusnahan bakteri bisa lebih
efektif.
Hanya saja, ada kekhawatiran bahwa
temperatur air yang terlalu tinggi justru
bisa menghilangkan kandungan gizi pada
susu. Riset yang dilakukan Palls European
Food and Beverage Division menyatakan,
susu formula hanya mengandung 20-30
persen zat lysine (turunan protein) dari
yang ada pada ASI.
Lantaran hanya memiliki sedikit lysine,
susu pun ditambahkan campuran bahan
gizi lain semisal protein. Disebutkan
Anita, pemanasan pada proses penyajian
susu formula dapat menyebabkan penurunan kandungan lysine tadi. Bambang
sepakat upaya terbaik mencegah bayi
terkena bakteri berbahaya adalah dengan
memberikan asupan ASI.
Konsumsi ASI yang langsung ke mulut
bayi membuatnya steril karena tidak terpapar dengan udara terbuka sehingga
memperkecil risiko terkena bakteri.
Adakah alternatif terbaik selain ASI?
Bambang menyatakan, sejauh ini bila
berbicara kandungan nutrisi, susu formula
masih merupakan pilihan ideal, hanya
saja harus memperhatikan aspek kebersihan selama penyajiannya.
Gejala umum pada bayi yang terjangkit
bakteri yakni demam tinggi, kembung, sesak napas, dan lainnya. Bambang menambahkan, bisa pula terjadi gangguan pada
organ dalam tubuh, antara lain, infeksi
selaput otak, hidrosefalus, atau kepala
yang membesar karena kelebihan cairan
otak, radang usus, meningitis, keracunan,
dan masih banyak lagi. Pada beberapa
kasus, bahkan bisa mengancam jiwa.
■ ed: yeyen rostiyani
TINYTAPIR.FILES.WORDPRESS.COM
Si Tubuh ‘S’ yang Piawai Mengisap
Oleh Yusuf Assidiq
epala mirip kuda, tubuh berbentuk huruf S.
Itulah ciri kuda laut yang unik. Selama
berabad-abad, wujudnya tersebut telah membuat banyak orang terkesan. Para ilmuwan pun
berusaha keras mengungkap rahasia di balik bentuk tubuh tak lazim hewan yang satu ini.
Para ilmuwan belum lama ini berhasil menemukan jawabannya. Diketahui bahwa bentuk tubuh
kuda laut, yang punya nama latin Hippocampus
sp, terkait dengan caranya berburu mangsa. Studi
itu telah dipublikasikan pada jurnal Nature
Communications, beberapa waktu lalu.
Riset ini menemukan fakta, kuda laut jauh lebih
efisien ketika mencari mangsa, dibandingkan dengan nenek moyangnya, ikan pipa (pipefish), yang
tubuhnya lurus memanjang. Kuda laut pun efektif
menerkam mangsa pada jarak yang cukup jauh.
Baik kuda laut maupun ikan pipa, menerkam
binatang laut kecil yang menjadi incaran favorit
mereka. Setelah itu mangsa dimakan melalui moncongnya. Akan tetapi, berbeda dengan ikan pipa
yang terlebih dulu berenang mendekati
mangsanya, kuda laut hanya diam menunggu
mangsanya mendekat.
K
Dr Sam van Wassenberg, peneliti dari
Universitas Antwerp, Belgia, menggunakan kamera
berkecepatan tinggi serta model matematika
untuk risetnya. Dia membuktikan bahwa leher
kuda laut yang melengkung dan fleksibel sangat
membantunya untuk menerkam mangsa dari jarak
jauh.
“Lehernya yang melengkung, lantas dijulurkan
ke depan, sehingga moncongnya bisa mencapai
mangsa,” papar van Wassenberg, seperti dikutip
dari laman BBC Science.
Lebih jauh, ia menduga tubuh kuda laut yang
seperti huruf S memang dimanfaatkan agar bisa
meregang dan menjangkau mangsanya. Ini merupakan wujud evolusi dari ikan pipa sebagai cara
menyesuaikan pola hidupnya.
Makhluk itu tidak lagi aktif berburu, melainkan
diam menunggu mangsa yang lewat. Perubahan
kebiasaan ini lama-kelamaan memengaruhi bentuk
tubuhnya. Kuda laut lantas memiliki tubuh
melengkung mirip huruf S dan membuatnya dapat
menerkam mangsa yang jauh.
“Dengan ekornya berpegang pada batang
rumput laut, hewan ini dengan sabar menanti
binatang kecil melintas di depannya, kemudian
melakukan serangan mematikan,” kata van
Wassenberg lagi. ■ ed: yeyen rostiyani
AQUARIUMUNIVERSE.COM
Download