sebaran dan perhitungan cadangan batubara

advertisement
SEBARAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA
PT. HASWI KENCANA INDAH TAMBANG SEMAMBU, KECAMATAN
SUMAY, KABUPATEN TEBO, PROVINSI JAMBI
Oleh :
Tamara Ismiqha Deyana*
Ir. Nurdrajat, M.T.*
Adi Hardiyono, S.T. M.T.*
Effendi Sihat, B.E.*
*Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
SARI
Indonesia merupakan Negara yang menghasilkan batubara cukup besar.
Salah satunya adalah Pulau Sumatra. Di Pulau Sumatra ini, terdapat bebrapa
formasi penghasil batubara. Salah satunya adalah Formasi Muara Enim. Formasi
inilah yang merupakan penghasil batubara pada daerah penelitian. Daerah
penelitian yang termasuk kedalam areal pertambangan PT. Haswi Kencana Indah
berada pada Desa Semambu, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi
Jambi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui arah sebaran batubara, cadangan
batubara yang terdapat di daerah penelitian. Data yang digunakan berupa data
singkapan batubara, data bor, dan data kualitas batubara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa daerah penelitian tersusun atas batulempung kecoklatan,
batubara, dan batulempung kebiruan. Dari segi struktur geologi, daerah penelitian
merupakan bagian timur dari sayap antiklin sumay. Dapat dilihat dari arah
lapisannya dan sebarannya yang semakin kearah utara daerah penelitian semakin
mengalami penebalan. Sebalikya semakin kearah selatan dan timur semakin
menunjukkan bentuk ketidak menerusan batubara (splitting). Sedangkan cadangan
batubara yang terdapat pada daerah penelitian adalah 2.073.524,21 MT. Seluruh
cadangan ini diklasifikasikan dalam sumberdaya terukur (Menurut USGS, 1983).
Sedangkan kualitas batubara terlihat bahwa kandungan TM (Total Moisture),
kandungan IM (Inherent Moisture) , kandungan abu (Ash Content), dan VM
(Volatile Matter), menunjukkan bahwa nilainya semakin rendah kearah dip
(utara), sedangkan nilai kalori dan FC (Fixed Carbon)nya semakin rendah pada
bagian selatan daerah penelitian. Sedangkan daerah yang memiliki nilai Total
Sulfur tinggi terdapat pada tengah hingga selatan daerah penelitian.
Kata kunci : Sebaran Batubara, Perhitungan Cadangan Batubara, PT. Haswi
Kencana Indah.
1
PENDAHULUAN
Di Indonesia, batubara merupakan salah satu komoditas sumber daya
energi yang cadangannya termasuk salah satu terbesar di dunia. Selama ini
sumber daya energi yang sering digunakan adalah minyak dan gas bumi. Namun,
dengan berjalannya waktu, sumber daya energi ini jumlahnya semakin berkurang,
dan harganya pun semakin tinggi. Oleh karna itulah batubara saat ini merupakan
sumber daya energi alternatif yang memiliki nilai ekonomis cukup baik pada saat
ini dan prospek yang baik pula untuk dikembangkan di Indonesia. Saat ini, energi
batubara banyak dipakai sebagai pembangkit energi diberbagai sektor,
diantaranya : Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pabrik-pabrik tekstil,
pabrik peleburan dan lain sebagainya.
Untuk menemukan suatu daerah dengan prospek batubara yang baik dapat
dilakukan dengan eksplorasi. Tentulah diperlukan disiplin ilmu geologi yang
mempelajari batuan, stratigrafi, pengendapan dan proses-proses geologi lainnya.
Yang nantinya akan dapat menghasilkan sebuah kesimpulan bagaimanakan
prospek suatu daerah yang memiliki batuibara tersebut.
Indonesia merupakan negara yang berada pada zona penunjaman antara lempeng
benua Eurasia dan lempeng Indo-Australia (Hamilton, 1979). Pulau Sumatra
merupakan batas pertemuan antara Lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia,
inilah yang menyebabkan terbentuknya zona subduksi. Efek penunjaman ini
tentunya berpengaruh terhadap kedudukan cekungan yang dibentuk pada
Indonesia bagian barat. Menurut Kosoemadinata (1978), semua cekungan
batubara tersier di Indonesia digolongkan kedalam jenis cekungan paparan (Shefal
Basin) karna berhubungan dengan kerak benua pada semua sisinya dan cekungan
Sumatra Selatan inilah yang juga termasuk kedalamnya.
Kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan ilmu
pengetahuan, pengalaman dan wawasan kepada penulis mengenai permasalahan
yang dihadapi dalam eksplorasi batubara yaitu dalam menentukan persebaran
batubara, kualitas batubara, serta nilai ekonomisnya yang didapatkan pada daerah
penelitian.
GEOLOGI REGIONAL
Secara fisiografis, cekungan Jambi terletak pada Mutus Assemblage, yang
merupakan Sub Cekungan dari Cekungan Sumatera Selatan. Mutus Assemblage
terdiri atas endapan laut dalam dan batuan vulkanik yang memisahkan antara
Malaka dan mikroplate Mergui. (Pulonggono, 1983). Cekungan Sumatera Selatan
membentang dari Tinggian Asahan di barat laut sampai ke Tinggian Lampung di
sebelah tenggara. Cekungan ini merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Timur
dan dipisahkan dari Cekungan Sumatera Tengah oleh Pegunungan Duabelas dan
Pegunungan Tigapuluh di utaranya, serta dibatasi oleh Pegunungan Barisan di
sebelah baratdaya dan Daratan Pra-Tersier di sebelah Timurlaut.
Cekungan Sumatera Selatan terbagi dalam empat sub cekungan, yaitu sub
cekungan Palembang, sub cekungan Lematang, sub cekungan Jambi dan sub
2
cekungan Merang (Pulunggono, 1983). Sub cekungan-sub ini dipisahkan oleh
tinggian-tinggian antiklinoria, yaitu Antiklinorium Palembang, Antiklinorium
Pendopo dan Antiklinorium Muara Enim yang mempunyai arah umum kelurusan
punggungan Timurlaut – Baratdaya (NE – SW) (Koesoemadinata, 1976).
Menurut Koesoemadinata (1978), sedimentasi dalam cekungan Jambi ini terjadi
pada zaman Tersier dan mengalami perlipatan pada Tersier akhir. Ketebalan
batuan sedimen yang terdapat pada cekungan ini diperkirakan sekitar 6000 meter,
umumnya lebih tipis dan diendapkan secara tidak selaras diatas batuan Pra Tersier.
Cekungan ini sangat dipengaruhi oleh relief batuan dasarnya, yang selama
pengendapan tahap pertama penurunan dasar cekungan lebih cepat daripada
sedimentasi atau fase transgresi, sehingga terbentuk urutan fasies nonmarine,
transisi, laut dangkal dan akhirnya laut dalam. Kemudian terjadi sedimentasi yang
lebih cepat daripada penurunan dasar cekungan atau fase regresi yang
menghasilkan urutan yang sebaliknya daripada yang terdahulu (A. Pulunggono,
1969, dalam Koesoemadinata, 1980).
Siklus pengendapan di Cekungan Sumatera Selatan terbagi dalam dua fase
(Jackson, 1961), yaitu :
a. Fase Transgresi
Pada fase ini terbentuk pada fasies darat–transisi-laut dangkal,
yang menghasilkan endapan Kelompok Telisa yang terdiri dari Formasi
Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja dan Formasi Gumai.
Kelompok Telisa ini diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar berumur
Pra Tersier.
1. Formasi Lahat
2. Formasi Talang Akar
3. Formasi Baturaja
4. Formasi Gumai
b. Fase Regresi
Fase ini terbentuk sebaliknya dari fase Transgresi yaitu, laut
dangkal- transisi-darat. Fase menghasilkan endapan Kelompok Palembang
yang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim dan Formasi
Kasai.
1. Formasi Air Benakat
2. Formasi Muara Enim
3. Formasi Kasai
4. Sedimen kuarter
Daerah penelitian termasuk kedalam anggota formasi Muara Enim.
Formasi Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Air Benakat. Lingkungan
pengendapan formasi ini adalah paparan delta – lagoon. Ketebalannya bervariasi
antara 200 – 800 meter, berumur Miosen Akhir – Pliosen.litologinya terdiri dari
batupasir, batulanau, batulempung, dan batubara. Batupasir semakin banyak
terdapat pada bagian atas formasi ini, ditemui juga sisipan tuff, batulempung
tufaan, dan batupasir tufaan. Pengendapannya pada lingkungan transisi (delta-laut
dangkal-rawa) yang berangsur-angsur berubah menjadi lingkungan pengendapan
darat.
3
Berdasarkan pembagian Shell (1978), pada kondisi yang ideal formasi ini
dibagi menjadi beberapa anggota, yaitu Muara Enim 1 (M1), Muara Enim 2 (M2),
Muara Enim 3 (M3), dan Muara Enim 4 (M4), dari bawah ke atas adalah sebagai
berikut:
Anggota M1
Merupakan perulangan batu pasir, batu lanau, batu lempung dengan sisipan
batu bara. Batu pasir berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, berbutir
halus hingga sedang, kompak, terpilah baik, dengan fragmen kuarsa
dominan. Perselingan batu lempung dan batu pasir, berwarna abu-abu,
terdapat nodul-nodul gamping, coklat terang, keras. Sedangkan batu lanau
berwarna abu-abu, kompak, umumnya berselingan dengan batu lempung.
Batu bara dijumpai dua lapisan dengan ketebalan antara 0,5 m sampai 1 m.
Anggota M2
Merupakan satuan batuan yang terdiri atas batu lempung, batu lempung
karbonan, batu pasir, batu lanau dan batu bara. Batu lempung umumnya
berwarna abu-abu gelap, masif, sering ditemukan struktur sedimen laminasi
paralel, jejak tumbuhan serta fragmen batu bara. Batu lempung karbonan,
berwarna abu-abu kecoklatan, umumnya agak lunak dan biasanya bertindak
sebagai batuan pengapit batubara. Batu pasir berwarna abu-abu terang
sampai abu-abu kehijauan, berbutir halus sampai sedang, membulat sedang,
terpilah buruk, mudah terurai, fragmen kuarsa dominan. Batu lanau
berwarna abu-abu kehijauan hingga abu-abu kecoklatan, kompak, umumnya
ditemukan struktur sedimen laminasi paralel. Batu bara yang ditemukan
pada anggota M2 ini berjumlah tiga lapisan dengan tebal antara 0,3 m
sampai 6,6 m
Anggota M3
Merupakan satuan batuan yang terdiri atas batu pasir, batu lanau, batu
lempung, dan batu bara. Batu pasir berwarna abu-abu, berbutir halus,
terpilah baik, mineral kuarsa dominan. Batu lanau, abu-abu terang kehijauan
sampai kecoklatan, kompak, struktur sedimen laminasi paralel, mengandung
jejak tumbuhan. Batu lempung berwarna abu-abu kecoklatan, kompak,
masif, banyak dijumpai jejak tumbuhan. Batu bara yang ditemukan dua
lapisan dengan tebal antara 1,0 m sampai 8,1 m.
Anggota M4
Terdiri atas batu pasir, batu lanau, batu lempung, dan batu bara. Batu pasir
berwarna abu-abu terang, berbutir halus, terpilah baik, tufan dan mineral
kuarsa banyak dijumpai. Batu lanau, abu-abu terang, kompak, mengandung
jejak tumbuhan, struktur tumbuhan, struktur sedimen laminasi paralel. Batu
lempung berwarna abu-abu kecoklatan, lunak, kompak, struktur sedimen
laminasi, pararel dan jejak tumbuhan banyak ditemukan. Batu bara pada
anggota M4 ditemukan dua lapisan dengan ketebalan berkisar antara 1,0 m
sampai 3,7 m.
4
Gambar 1. Kolom Stratigrafi Batubara Formasi Muara Enim
Struktur dan tektonik kawasan Indonesia bagian barat (Sumatera,
Kalimantan dan Jawa) merupakan bagian dari Sunda Land (Lempeng mikro
Sunda) yang termasuk bagian tepi selatan dari Lempeng Eurasia. Benturannya
dipengaruhi oleh lempeng kerak Samudera Hindia – Australia. Salah satu akibat
dari tumbukan itu adalah terbentuknya cekungan-cekungan di pulau Sumatera
dengan penekukan yang masih aktif terletak di bagian barat Pulau Sumatera
(Eubank, R. T., dan Ch. Makki, 1981, dalam Sukendar Asikin, 1988).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap-tahap yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah berupa ; Tahap persiapan, Tahap pengumpulan data,
Tahap analisa data, dan Tahap penyelesaian laporan.
Tahap persiapan dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan pengumpulan
data. Hal ini dilakukan guna membantu peneliti dalam mempersiapkan rencana
kerja dengan baik serta objek penelitian yang akan diteliti. Tahap persiapan yang
dilakukan meliputi; studi literatur, perumusan masalah dan pembatasan masalah.
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data regional tentang daerah
penelitian beserta aspek-aspek geologinya yang didapatkan dari peta geologi
regional Lembar Muaro Bungo. Lalu dilakukan perumusan masalah yang
merupakan kegiatan untuk menentukan masalah yang akan diangkat dalam
penelitian.Sedangkan pembatasan masalah, diperlukan agar pelaksanaan
penelitian tidak keluar dari pokok masalah yang akan diteliti.
Tahap Pengumpulan Data, dengan menggunakan peta topografi daerah
penelitian, data singkapan, data core, serta data kualitas batubara.
Tahap Pengolahan Data, dalam pengolahan dari data diatas, maka akan
dihasilkan; 1) Pengkorelasian Titik Bor, 2) Pembuatan Penampang, 3)
Perhitungan Luas dan Volume Batubara, 4) Penentuan Sumberdaya Batubara, 5)
Perhitungan Sumberdaya Batubara, 6) Pembuatan Peta.
5
Setelah semua tahapan diatas dilakukan maka tahap akhirnya adalah tahap
penyelesaian laporan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Daerah penelitian yang berada pada Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi ini
termasuk dalam Formasi Muara Enim. Formasi ini memiliki umur Miosen Akhir –
Pliosen Awal yang terbentuk pada cekungan Sumatera Selatan pada lingkungan
pengendapan limnic – telmatic (rawa-rawa). Tersusun atas sedimen berupa
batulempung, dengan ketebalan hingga 43 meter. Serta batubara dengan ketebalan
mencapai 7.5 meter. Batuan penyusun yang terdapat pada daerah penelitian
merupakan anggota M3 dari Formasi Muara Enim (Shell, 1978) yang
dibandingkan berdasarkan kesamaan karakteristiknya.
Sedangkan pada barat laut luar daerah penelitian, terdapat antiklin Sumay,
singkapan yang terdapat pada daerah penelitian merupakan sayap dari antiklin
tersebut.
Daerah penelitian merupakan daerah dengan tingkat pelapukan yang
cukup tinggi. Hal ini dapat dikatakan dengan ditemukannya Top soil pada daerah
penelitian dengan ketebalan 2-4 meter, tanah lapukan ini warna kuning
kemerahan, berbutir kasar-kerikil, tanah kering, dan bersifat non-plastis.
Berdasarkan hukum stratigrafi, batuan yang paling muda yang ditemukan
pada daerah penelitian adalah batulempung dengan warna abu-abu kecoklatan,
batubara, dan batulempung. Karakteristik batuan ini dengan warna abu-abu
kecoklatan, struktur sedimen parallel laminasi, tidak karbonatan, tidak
mengandung fosil, kekerasan batuan keras, dan kilap dull, dengan ketebalan 2-44
meter.
Berikutnya adalah batubara dengan warna hitam kecoklatan, kilap kusam,
keras, memiliki goresan berwarna coklat,terdapat sisipan batulempung kecoklatan,
pecahan brittle. Kualitas batubara menunjukan nilai rata-rata Total Moisture
40.49%, Kandungan abu 4.81%, Kandungan Sulfur 0.21%, dan Kalori (ADB)
5532 Kcal/Kg. Maka batubara ini merupakan batubara jenis Lignit. Bagian bawah
dari batubara ditemukan batulempung kebiruan.
Sebaran Batubara
Data lubang bor yang peneliti gunakan berjumlah 18 (delapan belas) buah.
Dari data yang didapatkan dan setelah dilakukan analisis maka dihubungkan
lubang bor ini satu sama lain. Dengan mempertimbangkan elevasi dan kedalaman
batubara tersebut. Proses pembuatan penampang korelasi ini dibuat dengan cara
mengambil crossline pada profil peta topografi persebaran titik bor yang mana
titik bor tersebut telah diketahui litologinya.
6
Keterangan :
Titik Bor
A
Kontur
Garis Penampang
Gambar 2. Titik bor pada Peta Indeks Penampang
Line
A-1
B-2
C-3
D-4
E-5
F-6
G-7
H-8
Z-0
A
√
√
√
√
√
√
√
√
A
A
√
Tabel 1. Keterdapatan Batubara pada Penampang
Seam
A AA AA AAA AAA AAB AAB
B
A
B
1
2
1
2
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
AB
A
√
√
AB
B
√
√
Dari data bor yang didapatkan maka ditentukan lapisan batubara, yang
menunjukan bahwa batupara daerah penelitian memiliki Lapisan A sebagai seam
utama, dan mengalami splitting menjadi lapisan AA, dan AB, lapisan AA juga
mengalami beberapa kali pemecahan.
7
Perhitungan Sumberdaya Batubara
Sumberdaya batubara ditentukan dengan menghitung jumlah luasan
batubara, dan volumenya yang dihitung menggunakan 2 (dua) penampang,
dengan metode obelisk. Hasil perhitungan volume batubara yang didapatkan akan
dihitung jumlah tonase batubaranya. Maka, untuk menghitung luas suatu
penampang dengan metode Cross Section digunakan rumus perhitungan luas
terhadap bangun ruang yang relatif membentuk trapesium. rumus yang
digunakan adalah :
Keterangan :
L
= Luas (m²)
p
= Panjang (m)
l
= Lebar (m)
Tabel 2. Luas sayatan batubara pada daerah penelitian
No
Garis Penampang
Luas Batubara (m²)
1
A-1
787,4
2
B-2
529,1
3
C-3
758,37
4
D-4
1.335,2
5
E-5
1.291,8
6
F-6
1.656,2
7
G-7
1.546,8
8
H-8
1.070,6
Setelah dilakukan perhitungan luas batubara. Maka dapat ditentukan
volume batubara ini. Perhitungannya menggunakan 2 (dua) penampang, masingmasing penampang yang telah diketahui luasnya akan dihitung menjadi volume
dengan menambahkan data jarak antar penampang ini. Perhitungan volume
menggunakan metode obelisk. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan
volume ini adalah :
8
Keterangan :
S1
S2
L
V
= Luas Penampang 1
= Luas Penampang 2
= Jarak antara S1 dan S2
= Volume sumberdaya
Tabel 3. Volume sayatan penampang batubara pada daerah penelitian
No
Garis Penampang
Volume Batubara (m³)
1
A-1, B-2
70.362,14
2
B-2, C-3
69.180,34
3
C-3, D-4
537.712,56
4
D-4, E-5
192.531,45
5
E-5, F-6
241.888,1
6
F-6, G-7
270.134,4
7
G-7, H-8
213.209,64
Jumlah
1.595.018,63
Untuk menghitung sumberdaya tahap selanjutnya adalah perhitungan
tonnase batubara. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung sumberdaya
batubara menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
T
V
ρ
= Tonase batubara
= Volume sumberdaya (m³)
= Berat jenis batubara (ton/ m³)
9
Tabel 4. Tonase batubara pada daerah penelitian
No
Garis Penampang
Tonase Batubara (MT)
1
A-1, B-2
91.470,78
2
B-2, C-3
89.934,44
3
C-3, D-4
699.026,33
4
D-4, E-5
250.290,88
5
E-5, F-6
314.454,53
6
F-6, G-7
351.174,72
7
G-7, H-8
277.172,53
Jumlah
2.073.524,21
Daerah penyebaran batubara memiliki luas yang < 400 meter. , dalam
klasifikasi USGS jarak ini menunjukkan bahwa tonase batubara daerah penelitian
merupakan sumberdaya batubara terukur (Measured Coal). Maka jumlah tonase
batubara daerah penelitian merupakan sumberdaya terukur adalah 2.073.524,21
MT.
Kualitas Batubara
Sedangkan kualitas batubara terlihat bahwa kandungan TM (Total
Moisture), kandungan IM (Inherent Moisture) , kandungan abu (Ash Content),
dan VM (Volatile Matter), menunjukkan bahwa nilainya semakin rendah kearah
dip (utara), sedangkan nilai kalori dan FC (Fixed Carbon)nya semakin rendah
pada bagian selatan daerah penelitian. Sedangkan daerah yang memiliki nilai
Total Sulfur tinggi terdapat pada tengah hingga selatan daerah penelitian.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian batubara, dengan metode dan hasil yang telah
didapatkan, maka peneliti menyimpulkan bahwa :
1. Tanah penutup (overburden) pada daerah penelitian memiliki ketebalan
dari 4 meter hingga 44 meter. Batubara yang ditemukan didaerah
penelitian ini memiliki seam utama dengan ketebalan rata-rata 6.5 meter
yang mengalami splitting kearah timur dan tenggara daerah penelitian
dengan ketebalan rata-rata 2.5 meter. Batubara ini terdapat pada sayap
timur antiklin sumay, hal ini lah yang menyebabkan batubara mengalami
penebalan kearah utara daerah penelitian.
2. Sumberdaya terukur yang berada pada daerah penelitian berdasarkan
klasifikasi USGS memiliki jumlah 2.073.524,21 MT.
10
3. Sedangkan kualitas batubara terlihat bahwa kandungan TM (Total
Moisture), kandungan IM (Inherent Moisture) , kandungan abu (Ash
Content), dan VM (Volatile Matter), menunjukkan bahwa nilainya
semakin rendah kearah dip (utara), sedangkan nilai kalori dan FC (Fixed
Carbon)nya semakin rendah pada bagian selatan daerah penelitian.
Sedangkan daerah yang memiliki nilai Total Sulfur tinggi terdapat pada
tengah hingga selatan daerah penelitian.
11
ACUAN
Thomas, Larry. 1992. Handbook of Practical Coal Geology. John Wiley and
Sons, Ltd., Inggris.
Rinawan, Rusman.
1992. Geologi Batubara. Sekolah Tinggi Teknik Mineral
Indonesia. Bandung
Dipatunggoro, Geni. 2010. Diktat Kuliah Geologi Batubara Jilid 1. Universitas
Padjadjaran. Jatinangor.
Dipatunggoro, Geni. 2010. Diktat Kuliah Geologi Batubara Jilid 2. Universitas
Padjadjaran. Jatinangor.
Geological Survey Circular 891. 1983. Coal Resource Classification System of the
USGS, USGS.
Sihat, Effendi. 2012. Laporan Eksplorasi Batubara PT.Haswi Kencana Indah.
PT. HKI. Muaro Bungo.
12
Download