ANALISIS KERASIONALAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI TERHADAP STANDAR PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS RAWAT INAP SUKABUMI BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh GLENYS YULANDA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ANALISIS KERASIONALAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI TERHADAP STANDAR PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS RAWAT INAP SUKABUMI BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh GLENYS YULANDA Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRACT SUITABILITY ANALYSIS DRUG AND DOSE OF ANTIHYPERTENSIVE MEDICINE IN HYPERTENSION PATIENTS AGAINST STANDARD TREATMENT OF HYPERTENSION IN INPATIENT HEALTH CENTER SUKABUMI By GLENYS YULANDA Background: Hypertension is defined by increasing systolic more than 140 mmHg and diastolic blood pressure more than 90 mmHg on two occasions with an interval of five minutes at rest. Hypertension is a global health issue with its prevalence is 25.8% in Indonesia. Hypertension can lead to coronary heart disease, heart failure, stroke, chronic kidney disease, retinal damage and peripheral vaskuar disease. Hypertension is divided to primary hypertension (essential) and secondary hypertension. Primary hypertension is hypertension which etiology is still unknown with prevalence of 90% of hypertensive patients. The general aim of hypertension treatment is to decrease mortality and morbidity through nonpharmacological and pharmacological treatment approachment. Nonpharmacological therapies includes weight reduction for obese, adopting dietary approaches to stop hypertension (DASH) diet, low-sodium diet, physical activity and restrict alcohol consumption. Pharmacological therapy consist of using antihypertensive medications that can be started with a single drug nor combination of drugs to reach a target blood pressure reduction. Method : This type of research is descriptive retrospective categorical included in using secondary data, the research was conducted at the Outpatient Installation Inpatient Health Center Sukabumi Bandar Lampung in November 2016, with a sample of 96 prescription data and medical records. Result : Results showed rational use of antihypertensive drugs in health centers Inpatient Sukabumi with standard guidelines for management of hypertension JNC VII showed 72% right drug and the right dose of medication 97.9%. Conclusion: In this study it can be concluded that the rationalization of the administration of antihypertensive drugs in hypertensive patients on the standard treatment of hypertension is rational. Keywords : DASH, hypertension, primary hypertension, rational ABSTRAK ANALISA KESESUAIAN JENIS DAN DOSIS OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI TERHADAP STANDAR PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS RAWAT INAP SUKABUMI BANDAR LAMPUNG Oleh GLENYS YULANDA Latar Belakang : Hipertensi merupakan peningkatan sistolik >140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat. Hipertensi merupakan masalah kesehatan dunia dengan prevalensi di Indonesia sebesar 25,8%. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, penyakit ginjal kronik, kerusakan retina maupun penyakit vaskuar perifer. Hipertensi terbagi menjadi dua hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi dimana etiologinya tidak diketahui dengan prevalensi sebesar 90% pasien hipertensi. Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas melalui pendekatan terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi nonfarmakologi meliputi pengurangan berat badan untuk individu yang obesitas, mengadopsi pola makan Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH), diet rendah natrium, aktifitas fisik dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Terapi farmakologi dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi yang dapat dimulai dengan satu obat atau kombinasi obat hingga mencapai target penurunan tekanan darah. Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kategorik yang termasuk dalam retrospektif dengan menggunakan data sekunder, penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Bandar Lampung pada bulan November 2016, dengan jumlah sampel 96 data resep dan rekam medik. Hasil : Hasil Penelitian menunjukan kerasionalan penggunaan obat antihipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi dengan standar pedoman tatalaksana hipertensi JNC VII menunjukan 72% tepat jenis obat dan 97,9% tepat dosis obat. Kesimpulan : Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kerasionalan pemberian obat antihipertensi pada pasien hipertensi terhadap standar pengobatan hipertensi adalah rasional. Kata Kunci : DASH, hipertensi, hipertensi primer, rasional RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 8 Juni 1995, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Drs. Ali Yusuf dan ibunda Dra. Alinda Wati, MM. Penulis bertempat tinggal di Kota Bandar Lampung. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Sandy Putra pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2013. Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui Penerimaan Bibit Unggul Daerah (PBUD) Kota Bandar Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) FK Unila. Kupersembahkan karya kecil ini untuk ayahanda Ali Yusuf dan ibunda Alinda wati Serta kedua adikku M.Reyhan Aditya dan Chalisa Fachira SANWACANA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman. Skripsi dengan judul “Analisis Kerasionalan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Terhadap Standar Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Bapak Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 3. Ibu dr. Rasmi Zakiah Oktarlina, S.Ked., M.Farm., selaku Pembimbing Utama atas kebaikan hatinya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini di kampus maupun dirumah tanpa mengurangi perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak mahasiswa bimbingan lainnya; 4. Bapak dr. Betta Kurniawan, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu diantara kesibukan-kesibukannya untuk bersedia membagi ilmunya dan memberikan kritik, saran, serta nasihat yang tak akan saya lupakan. 5. Ibu dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M.Kes., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan di saat maupun di luar waktu seminar; 6. Ibu dr. Indri Windarti, S.Ked., Sp.PA, selaku Pembimbing Akademik sejak semester 1 hingga semester 4 di Fakultas Kedokteran. Terimakasih atas waktu, ilmu, nasihat yang telah diberikan dalam bimbingan akademik; 7. Bapak dr. Ade Yonata., M.Mol.Biol., Sp.PD., selaku Pembimbing Akademik sejak semester 5 hingga semester 7 di Fakultas Kedokteran dan Penguji dalam ujian proposal skripsi. Terimakasih atas waktu, ilmu, nasihat yang telah diberikan dalam bimbingan akademik maupun saat seminar proposal; 8. Papa tercinta, Drs. Ali Yusuf yang selalu mendoakan, membimbing, menguatkan, dan tidak pernah lupa mengingatkan saya untuk selalu mengingat Allah S.W.T. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak; 9. Mama tersayang, Dra. Alinda Wati, MM., yang selalu mendengar segala keluh kesah, mendoakan, membimbing, selalu mengerti dan memberikan kasih sayangnya. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak; 10. Adik saya, Muhammad Reyhan Aditya dan Chalisa Fachira , yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, canda, dan kasih sayangnya. Juga keluarga besar saya yang selalu memberikan dorongan, bantuan dan doa; 11. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita; 12. Seluruh Staf Tata Usaha, Akademik, pegawai, dan karyawan FK Unila; Mbak Lisa, Mbak Iin, Mbak Qori, Mbak Ida, Mas Seno, Pak Pangat dan civitas akademik lainnya yang telah memberikan doa, semangat, motivasi, dan nasihat selama pembelajaran di FK Unila; 13. Uncu ku tercinta, Lita Oktarina, yang tidak henti-hentinya memberikan doa, bantuan, dukungan, kasih sayang seperti ibu kandung saya sendiri. Semoga Allah selalu melindungi dan memberikan ladang pahala di akhirat kelak; 14. Tante ku Alina dan Pamanku Ridwan Majid, yang telah menemani, merawat, dan memberikan doa serta bantuan dalam menjalani masa orientasi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak; 15. Soni Setiya Wardana, kakak, sahabat terbaik yang tidak henti-hentinya memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuan; 16. Sahabat Seperjuangan saya Kandita Mahran Nisa dan Siti Zahnia yang saling membantu, menemani dalam suka dan duka, berbagi canda tawa, berbagi kebahagiaan dan memberikan semangat atas kegiatan selama perkuliahan maupun dalam proses penelitian serta pembuatan skripsi ini; 17. Sahabat Dugong Gemblung saya Serafina Subagio, Mentari Olivia Fatharani, dan Ayu Wulan Sari yang saling memberikan semangat, motivasi, dan berbagi canda tawa dari awal propti hingga sekarang; 18. Sahabat-sahabat SMA saya Ayudia Dwi Puspitasari, Putri Amalina, Putri Aisah Ariani, dan Tri Harjanti atas dukungan selama ini, setia dalam suka dan duka, berbagi canda dan tawa , semoga persahabatan kita yang telah terjalin 6 tahun ini akan selalu abadi; 19. Sahabat-sahabat SMP saya Anisya Phelia, Nur Iman Putri K, dan Rayssa A Harbani atas dukungan, motivasi, semangat dan berbagi canda tawa selama 9 tahun ini akan selalu abadi; 20. Sahabat SD saya Annisa Aprilia atas dukungan, motivasi, dan semangat dalam 15 tahun ini. 21. Sahabat setia saya Samantha Tiara Putri dan Hesti Ariyanti atas dukungan, motivasi, bantuan, dan berbagi canda selama ini; 22. Teman-teman KKN Desa Babakan Kabupaten Tanggamus 2016, Raissa Nawangsari, Frederikus Dimas, Prayoga Biantara, Kak Nila Amalin, dan Kak Khirotul Ulya atas semangat, kerjasama , berbagi canda tawa dan motivasi selama 60 hari berada di lokasi; 23. Seluruh sahabat, teman angkatan 2013 CERE13LLUMS yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kekompakan, canda, tawa, maupun masalah selama ini yang telah memberikan warna serta makna tersendiri. Semoga kebersamaan dan kekompakkan selalu terjalin baik sekarang maupun ke depan nanti; 24. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2016) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran; Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga segala perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin; Bandar Lampung, 12 Januari 2017 Penulis Glenys Yulanda i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii DAFTAR TABEL ......................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................4 1.3.1 Tujuan Umum ..............................................................................4 1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................5 1.4.1 Bagi Keilmuan .............................................................................5 1.4.2 Personal dan Instansi ....................................................................5 1.4.3 Bagi Peneliti lainnya ....................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi .................................................................................................7 2.1.1 Pengertian Hipertensi .....................................................................7 ii 2.1.2 Etiologi Hipertensi .........................................................................8 2.1.3 Klasifikasi Hipertensi .....................................................................9 2.1.4 Patofisiologi Hipertensi .................................................................11 2.1.5 Faktor Resiko Hipertensi ................................................................11 2.1.6 Gejala Klinis Hipertensi .................................................................16 2.1.7 Komplikasi Hipertensi ...................................................................17 2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi ............................................................19 2.1.9 Pola Peresepan................................................................................25 2.1.10 Penelitian Terdahulu ....................................................................30 2.2 Kerangka Teori .........................................................................................32 2.3 Kerangka Konsep .....................................................................................33 2.4 Hipotesis ...................................................................................................33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian .........................................................................................34 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................34 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................35 3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi......................................................................36 3.5 Variabel Penelitian ...................................................................................37 3.6 Definisi Operasional.................................................................................38 3.7 Prosedur Penelitian...................................................................................39 3.8 Pengumpulan Data ...................................................................................39 3.9 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................40 3.10 Etika Penelitian ......................................................................................40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian ....................................................................41 4.2 Hasil Penelitian ........................................................................................41 4.2.1 Jenis Obat ........................................................................................41 iii 4.2.2 Dosis Obat .......................................................................................42 4.3 Pembahasan ..............................................................................................43 4.3.1 Jenis Obat ........................................................................................44 4.3.2 Dosis Obat .......................................................................................46 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...............................................................................................60 5.2 Saran .........................................................................................................61 DAFTAR PUSTAKA iv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO………………………………11 Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII……………………………11 Tabel 3 Klasifikasi Hipertensi menurut Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi…………………………………………………………..11 Tabel 4 Klasifikasi dan Penanganan Hipertensi menurut JNC VII...……….12 Tabel 5 Definisi Operasional………………………………………………..38 Tabel 6 Hasil Penilaian Terhadap Jenis Obat……………………………….42 Tabel 7 Hasil Penilaian Terhadap Dosis Obat……………………………....43 Tabel 8 Daftar Jenis dan Dosis Obat yang Rasional…..……………………50 Tabel 9 Daftar Jenis dan Dosis Obat yang Tidak Rasional…………..……..56 Tabel 10 Jumlah data sekunder jenis obat…………………………………..57 Tabel 11 Jumlah data sekunder dosis obat…………………………………..57 v DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Teori…………………………………………………….32 Gambar 2. Kerangka Konsep………………………………………….…….....33 Gambar 3. Prosedur Penelitian………………………………………………...39 vi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Penelitian dari FK Unila Lampiran 2 Surat Penelitian dari KESBANGPOL Kota Bandar Lampung Lampiran 3 Surat Penelitian dari Dinas Kesehatan Lampiran 4 Surat Persetujuan Etik Lampiran 5 Data Tabel Penelitian Lampiran 6 Instrumen Penelitian Lampiran 7 Foto Penelitian Lampiran 8 Data Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang atau yang dikenal dengan Hipertensi. Akibat peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian dini pada masyarakat di dunia dan semakin lama, permasalahan tersebut semakin meningkat. WHO telah memperkirakan pada tahun 2025 nanti, 1,5 milyar orang di dunia akan menderita hipertensi tiap tahunnya. Tingginya angka kejadian hipertensi di dunia, dipengaruhi oleh dua jenis faktor, yaitu yang tidak bisa diubah seperti umur, jenis kelamin, ras. Faktor yang bisa diubah diantaranya obesitas, konsumsi alkohol, kurang olahraga, konsumsi garam yang berlebihan, dan kebiasaan merokok (Setyanda, 2015). 2 Secara global kasus hipertensi terus meningkat di berbagai negara. Prevalensi hipertensi di dunia saat ini diperkirakan mencapai 15-25% dari populasi dewasa. Di Amerika prevalensi tahun 2005 adalah 21,7%. Di Vietnam pada tahun 2004 mencapai 34,5%, Thailand (1989) 17%, Malaysia (1996) 29,9%, Philippina (1993) 22%, Singapura (2004) 24,9% dan prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 14% dengan kisaran antara 13,4-14,6%. (Depkes, 2007). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8 persen, terbanyak di Bangka Belitung (30,9%), untuk provinsi Lampung sebesar 24,7 %. Menurut daftar rekam medis Puskesmas Bumidaya Kecamatan Palas Lampung Selatan pada tahun 2014, hipertensi menempati posisi pertama dari 10 daftar penyakit terbanyak di puskesmas dengan jumlah total 158 orang setiap bulannya yang merupakan pasien baru dan pasien lama. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, hipertensi termasuk dalam 5 besar penyakit terbanyak. Pada tahun 2011, penderita hipertensi sebanyak 6755 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 dengan jumlah penderita sebanyak 20.116 orang (Riskesdas, 2013). Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Faktor-faktor genetik, aktivasi syaraf simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme natrium, faktor renin, angiotensin, dan aldosterone merupakan factor yang telah dibuktikan mempunyai kaitan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi (Soeparman et al,.1994 ; Kaplan, 1990). Faktor pencetus terjadinya hipertensi diperkirakan multifaktor yang timbul terutama karena interaksi faktor−faktor resiko tertentu yaitu diet dan asupan garam, stress, ras, 3 obesitas, merokok, usia, kurang aktivitas fisik, jenis kelamin dan genetic riwayat keluarga (Sudoyo, 2009). Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah yang tinggi, misalnya monosodium glutamate (MSG), dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung natrium dalam jumlah yang berlebih (Tanumang, 2012). Penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, dengan diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi (Medicastore, 2007). Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut dan upaya pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90mmHg (Smeltzer. dkk, 2001). Dalam upaya meningkatkan status kesehatan dengan cara meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi yang jelas pada penderita mengenai penyakit yang diderita serta cara pengobatan, keterlibatan dan cara pendekatan yang dilakukan (Soeharto, 2001). Masalah yang sering ditemui adalah banyak hasil penelitian yang menunjukan ketidaktepatan peresepan yang terjadi di banyak negara terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia (Horgerzeil et al., 1993). Penggunaan obat yang tidak tepat akan menimbulkan banyak masalah. Masalah-masalah tersebut diantaranya meliputi segi efektivitas, efek samping, interaksi, ekonomi, dan penyalahgunaan obat (Pharmaceutical Care Network Europe, 2003). Rasionalitas adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya yaitu dengan jenis dan dosis yang sesuai dan dalam periode waktu yang sesuai oleh dirinya dan masyarakat. Ketidaktepatan 4 peresepan dapat mengakibatkan masalah antara lain tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka. (WorldHealth Organization, 2009). Joint National Comitee on the prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) pada tahun 2003 mengeluarkan edisi ke 7 standar tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai definisi dan klasifikasi hipertensi, penentuan faktor resiko kardiovaskular pada hipertensi, evaluasi awal dan diagnosis penyakit hipertensi, tatalaksana hipertensi, tatalaksana hipertensi pada penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari latar belakang di atas, peneliti akan melakukan penelitian untuk melihat kesesuaian peresepan obat hipertensi terhadap standar pengobatan hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung, dikarenakan angka kejadian hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi cukup tinggi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang, maka rumusan masalah yang diambil adalah apakah kerasionalan obat antihipertensi yang diberikan pada pasien hipertensi sesuai dengan standar pengobatan di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung? 5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis kerasionalan peresepan obat hipertensi terhadap standar pengobatan hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui ketepatan jenis obat dalam resep hipertensi terhadap standar pengobatan hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung. 1.3.2.2 Mengetahui ketepatan dosis obat dalam resep hipertensi terhadap standar pengobatan hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Keilmuan 1.4.1.1 Bagi bidang farmasi sebagai bahan acuan untuk penilaian kerasionalan antara lain penggunaan jenis obat dan dosis obat dalam peresepan. 1.4.1.2 Bagi bidang penyakit dalam sebagai bahan pertimbangan tatalaksana hipertensi. 1.4.2 Personal dan Instansi 1.4.2.1 Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian. 6 1.4.2.2 Bagi puskesmas sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan pengobatan sesuai standar serta lebih menambah kewaspadaan dalam pemberian obat agar pengobatan dapat lebih baik. 1.4.2.3 Bagi peneliti lainnya sebagai acuan atau bahan pustaka untuk melaksanakan penelitian selanjutnya, khususnya tentang bidang farmasi, yaitu kesesuaian peresepan dengan standar pengobatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Hipertensi merupakan masalah kesehatan di dunia karena menjadi faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskular dan stroke. Insidensi hipertensi di Amerika Serikat mencapai 29-31% atau sama dengan 58 sampai 65 juta pada populasi di atas 18 tahun (Fields et al., 2004). Diperkirakan bahwa jumlah penderita hipertensi akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya populasi geriatri dan peningkatan insidensi obesitas (Kaplan, 2006). 8 Penderita hipertensi di Amerika Serikat saat ini mencapai kurang lebih 50 juta orang dan di seluruh dunia jumlahnya mencapai hampir 1 miliar orang. Data dari Framingham Heart Study menunjukkan pada individual dengan normotensi, saat berusia 55 tahun sembilan puluh persen (90%) diantaranya mempunyai risiko terjadi hipertensi (Chobanian et al., 2003). Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). 2.1.2 Etiologi Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal. 1) Hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut dengan hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan 9 risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000). Pada beberapa pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih (obesitas) dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi esensial (Guyton, 2008). 2) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab hipertensi secara spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain (Schrier, 2000). 2.1.3 Klasifikasi Hipertensi Ada beberapa macam klasifikasi hipertensi yaitu menurut WHO (World Health Organization) , JNC (Joint National Committee) VII dan Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia (PERKI) yang digunakan di Indonesia. Klasifikasi pada orang dewasa sebagai berikut : 10 Berikut ini adalah klasifikasi Hipertensi menurut WHO, yaitu : Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi WHO Kategori Sistol (mmHg) Optimal < 120 Normal < 130 Tingkat 1 (hipertensi 140-159 ringan) Sub grup : perbatasan 140-149 Tingkat 2 (hipertensi 160-179 sedang) Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 Sub grup : perbatasan 140-149 Sumber : WHO, 2009 Diastol (mmHg) < 80 < 85 90-99 90-94 100-109 ≥ 110 < 90 < 90 Berikut ini adalah klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7), yaitu : Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi JNC VII Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Normal <120 Dan Pre hipertensi 120-139 Atau Hipertensi tahap 1 140-159 Atau Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau Sumber : Ilmu Penyakit Dalam UI, 2014 Diastole (mmHg) <80 80-89 90-99 ≥ 100 Berikut ini adalah Klasifikasi Hipertensi menurut Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia, yaitu : Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg) Normal <120 Dan <80 Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100 Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90 terisolasi Sumber : PERKI, 2015 11 Berikut ini adalah Standar Tatalaksan Pengobatan pada Penyakit Hipertensi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7), yaitu : Tabel 4. Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang Dewasa menurut JNC VII Klasifikasi TDS* TDD* Modifikasi Obat awal tanpa Obat awal Tekanan mmHg mmHg Gaya Indikasi dengan Darah Hidup indikasi Normal <120 <80 Anjuran Tidak perlu menggunakan obat antihipertensi. Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). PreHipertensi 120139 80-89 Ya Hipertensi 140159 90-99 Ya Untuk semua kasus gunakan diuretic jenis thiazide, pertimbangkan Acei, ARB, BB, CCB, atau kombinasikan. Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). Kemudian tambahkan obat antihipertensi (diuretic, Acei, ARB, BB, CCB) seperti yang dibutuhkan. >160 >100 Ya Gunakan kombinasi 2 obat (biasanya diuretic jenis thiazide dan Acei/ARB/BB/CCB Stage 1 Hipertensi Stage 2 2.1.4 Patofisiologi Hipertensi Berbagai mempengaruhi faktor respon seperti kecemasan pembuluh darah dan ketakutan terhadap dapat rangsangan 12 vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005). Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002). 2.1.5 Faktor Risiko Hipertensi 2.1.5.1 Faktor risiko yang tidak dapat di ubah a. Usia Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005). 13 Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes, 2006). b. Jenis Kelamin Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause. Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001). 14 c. Genetik (Keturunan) Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Astawan, 2002). 2.1.5.2 Faktor risiko yang dapat diubah a. Merokok Hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan tubuh (Astawan, 2002). b. Kegemukan (obesitas) Kegemukan (obesitas) adalah presentasi abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara 15 berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara 18 kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006). c. Stress (psikis) Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan 16 stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006). d. Konsumsi Alkohol Berlebih Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes, 2006). e. Hiperlipidemia dan Hiperkolesterolmia Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Dalam penelitian Sugihartono diketahui sering mengkomsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi sebesar 7,72 kali dibandingkan orang yang tidak mengkomsumsi lemak jenuh (Sugihartono, 2007). 17 2.1.6 Gejala Klinis Hipertensi Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000). Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan 18 kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008). 2.1.7 Komplikasi Hipertensi 2.1.7.1 Stroke Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteriarteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006). 2.1.7.2 Infark Miokard Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat 19 terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahanperubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000). 2.1.7.3 Gagal Ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering di jumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). 2.1.7.4 Ensefalopati Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neronneron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000). 20 2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi 2.1.8.1 Terapi Non Farmakologis Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada pasien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres, olahraga, dan istirahat (Amir, 2002).. a. Modifikasi Diet Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada pasiem hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit kardiovaskular. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekanan darah , yakni : diet rendah garam , diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan (Astawan, 2002). Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan 21 dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001). b. Berhenti Merokok Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan , disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secara optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat (Santoso, 2001). c. Mengurangi Berat Badan Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu : kolestrol, trigeserida, dan pospolipid. Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002). d. Tirah Baring Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh. Meluangkan waku istirahat itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan,tetapi yang 22 dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh ( Amir, 2002). 2.1.8.2 Terapi Farmakologis Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), beta‐ bloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alpha‐ blocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi. (Gormer, 2008). a. Golongan Diuretik Thiazid Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐ 2 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 12‐ 24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah 23 dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. (Gormer, 2008) b. Penghambat Adrenergik Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker) . Beta bloker memblok beta-adrenoreseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta-2 banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta-1 dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak (Nafrialdi, 2009). Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan miocardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan renin dan meningkatkan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantai aldosteron dan retensi air (Nafrialdi, 2009). Penghambat Adrenoresptor Alfa (α-Bloker) Hanya alfa-bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 (α 1) yang digunakan sebagai antihipertensi. Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai 24 antihipertensi karena hambatan reseptor alfa-2 (α 2) di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan penglepasan norefineprin dan meningkatkan aktivitas simpatis (Nafrialdi, 2009). Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal (fenomena dosis pertama) yang menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma. Pada pemakaian jangka penjang refleks kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek antihipertensinya akan bertahan (Nafrialdi, 2009). c. ACE Inhibitor ACE inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II merupakan vaso‐ konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin‐ renin‐ aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan 25 pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEi harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah. (Gormer, 2008). d. Calcium Chanel Blocker (CCB) Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐ sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐ sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin), fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina. Semua CCB dimetabolisme di hati. Efek samping Pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering 26 mengakibatkan gangguan gastro‐ intestinal, termasuk konstipasi. (Gormer, 2008). Terapi kombinasi antara lain : 1. Penghambat ACE dengan diuretik 2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik 3. Diuretik dan agen penahan kalium 4. Penghambat ACE dengan penghambat kalsium 5. Penghambat reseptor beta dengan diuretik 6. Agonis reseptor α-2 dengan diuretik 7. Penyekat α-1 dengan diuretik (Depkes, 2006). 2.1.9 Pola Peresepan Resep adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada pasien. Prinsip dari peresepan rasional adalah adanya elemen-elemen yang essensial untuk penggunaan obat yang efektif, aman dan ekonomis (Joenes, 2001). Para ahli menyatakan bahwa pada penggunaan obat rasional yang diselenggarakan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penggunaan obat yang rasional terjadi ketika pasien mendapatkan obat dan dosis yang sesuai dengan kebutuhan klinik pasien dalam periode waktu yang cukup dan dengan harga yang terjangkau untuk pasien dan komunitasnya (Joenes, 2001). 27 2.1.9.1 Peresepan Rasional a. Indikasi yang tepat Keputusan untuk memberikan resep secara keseluruhan didasarkan oleh alasan medis dan farmakoterapi sebagai alternatif pengobatan yang terbaik. Keputusan ini tidak boleh dipengaruhi oleh alasan nonmedis seperti permintaan pasien, menolong rekan kerja atau menciptakan kredibilitas (Santoso, 1996). b. Obat yang tepat Penentuan kesesuaian obat yang diresepkan dengan diagnosa yang ditegakkan sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman dokter menaati prinsip-prinsip ilmiah peresepan. Penyeleksian obat secara objektif dapat dibuat berdasarkan efikasi, keamanan, kesesuaian dan biaya. Obat yang dipilih adalah obat dengan profil risikobenefit yang paling baik. Obat yang terseleksi harus dengan mudah tersedia, praktis dibawa, mudah disimpan dan tidak menyusahkan pasien. Pertimbangan biaya obat tidak boleh mengurangi pertimbangan efikasi dan toleransi (Santoso, 1996). c. Pasien yang tepat Ketika mengevaluasi kondisi pasien sebelum memulai terapi obat, hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah adanya reaksi samping pada pasien meliputi kemungkinan terjadinya efek samping, gangguan fungsi hati atau ginjal dan adanya obat lain yang dapat berinteraksi dengan obat yang diresepkan (Santoso, 1996). 28 d. Dosis dan cara penggunaan yang tepat Pemberian obat secara oral (bentuk sediaan cair, tablet dan puyer) paling dianjurkan untuk anak. Pemberian ini perlu mempertimbangkan kondisi pasien, tingkat penerimaan dan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi masuknya obat secara lengkap ke dalam tubuh. Dosis yang digunakan hendaknya dimulai dengan dosis efektif minimal yang direkomendasikan. Ada beberapa keadaan yang memungkinkan modifikasi dosis yang dibutuhkan, seperti pada pasien gangguan hati, ginjal dan respon klinis individu pasien berdasarkan respon terapetik dan efek samping. Frekuensi adminstrasi obat bergantung pada berapa lama efek akan bertahan dan riwayat perjalanan penyakit (Santoso, 1996). e. Informasi yang tepat Pemberian informasi yang tepat pada pasien merupakan bagian integral dari pola peresepan. Informasi yang disampaikan mencakup cara minum obat, kemungkinan terjadinya efek samping dan penanggulanganya. Informasi hendaknya sederhana, jelas dan mudah dipahami sehingga keberhasilan terapi dapat dicapai (Santoso, 1996). f. Evaluasi dan tindak lanjut yang tepat Setiap intervensi pengobatan harus dievaluasi secara tepat. Hal ini membutuhkan perencanaan sejak awal pemberian resep obat. Hal-hal penting yang dijelaskan pada pasien adalah simtomatis primer perbaikan dan waktu akan tercapainya serta aksi yang dibutuhkan jika respon 29 terapetik tidak tercapai atau jika efek samping yang tidak diharapkan terjadi (Santoso, 1996). 2.1.9.2 Peresepan Obat Yang Tidak Rasional Pola peresepan yang menyimpang memiliki andil besar pada pengobatan tidak rasional. Peresepan yang tidak rasional dapat juga dikelompokkan dalam lima bentuk: a. Peresepan boros (extravagant prescribing) Peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal, padahal ada alternatif obat yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Termasuk disini adalah peresepan yang terlalu berorientasi ke pengobatan simptomatik hingga mengurangi alokasi obat yang lebih vital contoh pemakaian obat antidiare yang berlebihan dapat menurunkan alokasi untuk oralit yang notabene lebih vital untuk menurunkan mortalitas (Sastramihardja, 2006). b. Peresepan berlebihan (over prescribing) Peresepan yang jumlah, dosis dan lama pemberian obat melebihi ketentuan - serta peresepan obat-obat yang secara medik tidak atau kurang diperlukan (Sastramihardja, 2006). c. Peresepan yang salah (incorrect prescribing) Pemakaian obat untuk indikasi yang salah, obat yang tidak tepat, cara pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih macam obat yang 30 tak bisa dicampurkan secara farmasetik dan terapetik serta pemakaian obat tanpa memperhitungkan kondisi penderita secara menyeluruh (Sastramihardja, 2006). d. Peresepan majemuk (multiple prescribing) Pemberian dua atau lebih kombinasi obat yang sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja. Termasuk disini adalah pengobatan terhadap semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke penyakit utamanya (Sastramihardja, 2006). e. Peresepan kurang (under prescribing) Terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis obat tidak cukup dan lama pemberian obat terlalu pendek waktunya (Sastramihardja, 2006). 2.1.10 Penelitian Terdahulu Pada tahun 2015 , penelitian Sumawa. Kerasionalan obat hipertensi pada pasien rawat inap di RSUP Prof. Kandou Manado periode januarijuni 2014 didapatkan bahwa evaluasi kerasionalan penggunaan obat antihipertensi di lihat berdasarkan kriteria tepat pasien sebanyak 100%, tepat indikasi sebanyak 100%, tepat obat sebanyak 64,10%, dan tepat dosis sebanyak 64,10%. Pada tahun 2012, penelitian Tyashapsari. Penggunaan obat pada pasien hipertensi di instalasi rawat inap RSUP Dr. Kariadi Semarang di 31 dapatkan bahwa obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah kaptopril (73%). Evaluasi penggunaan obat hipertensi menunjukan 98% tepat indikasi, 81% tepat obat , 62% tepat pasien, dan 95% tepat dosis. Pada tahun 2013, penelitian Salwa. Penggunaan obat pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal di instalasi rawat inap RS Dr. Moewardi pada tahun 2010 didapatkan bahwa obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah furosemid (36,13%). Evaluasi penggunaan obat hipertensi menunjukan didapat untuk tepat indikasi 100%, tepat obat 84%, tepat pasien 100% dan 58% tepat dosis. Pada tahun 2016, penelitian Priyadi. Penggunaan obat hipertensi di salah satu rumah sakit swasta di kota Bandung didapatkan bahwa obat antihipertensi dosis tunggal yang paling banyak digunakan berasal dari golongan diuretik (56%) dan dosis kombinai yang paling banyak digunakan berasal dari golongan diuretik dan CCB (46%). Evaluasi penggunan obat hipertensi didapatkan tepat dosis 97,6% dan 2,4% tidak tepat dosis. 32 2.2. Kerangka Teori FAKTOR RESIKO ETIOLOGI Tidak dapat ubah : Usia, Jenis Kelamin, Genetik Hipertensi Essensial Hipertensi Sekunder dapat di ubah : Obesitas, stress, merokok, konsumsi garam berlebih, hiperkolesterolmia HIPERTENSI Peresepan obat rasional 1. 2. 3. 4. 5. Tepat Indikasi Tepat Jenis Obat Tepat Pasien Tepat Dosis Tepat Lama Penggunaan 6. Tepat Informasi 7. Tepat Evaluasi Peresepan obat tidak rasional : 1. 2. 3. 4. 5. Peresepan Boros Peresepan Berlebihan Peresepan Salah Peresepan Majemuk Peresepan Kurang Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : (Guyton, 2008., Santoso, 1996., Sastramihardja, 2006) 33 2.3 Kerangka konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Obat Kerasionalan Peresepan Obat Hipertensi Dosis Obat Gambar 2. Kerangka Konsep 2.4 Hipotesis Terdapat kerasionalan obat antihipertensi pada pasien hipertensi terhadap standar pengobatan hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang termasuk dalam deskriptif kategorik dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik yang diambil dari Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis kesesuaian jenis obat yang diberikan dan kesesuaian dosis yang diberikan. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016. 3.2.2 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bagian rawat jalan poli klinik Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung. 35 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh data peresepan obat penyakit Hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung pada bulan Januari-Juli 2016. 3.3.2 Sampel Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik yang memuat penggunaan terapi Hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung pada bulan Januari-Juli 2016. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling (non probability sampling) yakni teknik untuk penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki berdasarkan suatu pertimbangan peneliti yaitu dimana sampel yang diambil dianggap baik dan sesuai untuk dijadikan sampel penelitian (Notoadmojo, 2010). Perhitungan jumlah sampel minimal dilakukan sebagai berikut : N = (za)2 x p (1-P) D2 36 N = (1,96)2 x 0,5(1-0,5) (0,1)2 N = 96,04 N = 96 Keterangan : N = Besaran Sampel Za = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%=1, 96) P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya ditetapkan 50% (0, 50) d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 10% (0, 10) Hasil perhitungan didapatkan besar sampel sebesar 96. Jadi besar sampel minimal pada penelitian ini adalah 96 rekam medis penyakit Hipertensi. 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi: 1. Semua lembar rekam medik penyakit hipertensi yang terdapat pada bulan Januari-Juli tahun 2016. 2. Semua lembar rekam medik dalam keadaan baik dan tidak cacat (robek atau basah). 37 3.4.2 Kriteria Eksklusi : 1. Lembar rekam medik yang sulit dibaca atau cacat (rusak, robek) 2. Lembar rekam medik yang tidak memuat penatalaksanaan penyakit hipertensi secara lengkap seperti jenis obat yang tidak ada dan dosis obat yang tidak ada. 3.5 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu peresepan obat hipertensi. Variabel penelitian ini memiliki sub variabel yaitu jenis obat dan dosis obat. 38 3.6 Definisi Operasio nal Tabel 4 Definisi operasional masing-masing variabel Cara Ukur Variabel Definisi Alat Ukur Rasionalitas Apabila Pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dengan dosis yang sesuai dan dalam periode waktu yang sesuai oleh dirinya Dan masyarakat. Joint National Comitee VII (JNC VII) Observasi Jenis Obat Jenis obat yang Joint National Comitee VII Digunakan Untuk (JNC VII) Pengobatan Penyakit Hipertensi Observasi 1. Tepat (T): Bila jenis obat sesuai Dengan pedoman Pengobatan yang diacu Yakni : Diuretik : Furosemid Acei : captopril CCB : amlodipin BB : Propanolol Kombinasi:Acei+CCB 2.Tidak Tepat (TT) : Bila jenis obat tidak Sesuai dengan pedoman Takaran yang diberikan pada pasien Yang mendapatkan Terapi Hipertensi berdasarkan pedoman yang Dipakai Observasi 1. Tepat (T): Bila dosis sesuai dengan pedoman pengobatan yang Diacu 2.Tidak Tepat (TT): Bila dosis tidak sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu Dosis Joint National Comitee VII (JNC VII) Hasil Ukur 1.Rasional (R): Bila tepat , pemilihan jenis Obat dan tepat dosis, obat . 2.Tidak Rasional (TR): Peresepan Salah, (tidak tepat jenis ,obat dan tidak tepat , dosis obat) . Skala Ukur Nominal Nominal Nominal 39 3.7 Prosedur Penelitian Perizinan dari pihak kampus dan Dinas Kesehatan Penelitian Hasil Penelitian Survei Pendahuluan Pengajuan Proposal Pengolahan Data Gambar 4. Prosedur Penelitian 3.8 Pengumpulan Data Cara pengumpulan data yaitu dengan menggunakan data sekunder. Data diperoleh dengan mengumpulkan semua resep obat hipertensi dari rekam medik pasien, untuk penyakit hipertensi pada bulan Januari-Juli 2016 dengan menggunakan tabel . 40 3.9 Pengolahan dan Analisis Data Seluruh data yang telah diperoleh dari penelitian dikumpulkan, kemudian dilakukan pemaparan (observasi) terhadap setiap variabel yang diperoleh. Lalu disusun dan dikelompokkan serta diolah dengan menggunakan program microsoft excel dan kalkulator. Hasil penelitian akan disajikan dan dijabarkan dalam bentuk tabel hasil. Analisis univariat dilakukan dengan cara induksi yaitu dengan menarik kesimpulan umum berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diawal. 3.10 Etika Penelitian Penelitian ini telah disetujui dan mendapatkan surat keterangan layak etik penelitian dari Komite Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan surat No: 3109/UN26.8/DL/2016. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi terhadap 96 peresepan dan rekam medik pasien hipertensi pada bulan Januari-Juli 2016, dapat di simpulkan bahwa: 5.1.1 Ketepatan jenis obat antihipertensi pada resep dan rekam medik di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi adalah 78,9%. 5.1.2 Ketepatan dosis obat antihipertensi pada resep dan rekam medik di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi adalah 97,9%. 5.1.3 Evaluasi kerasionalan penggunaan obat antihipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi dengan standar pedoman tatalaksana hipertensi JNC VII menunjukan 78,9% tepat jenis obat dan 97,9% tepat dosis obat. 5.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah : 5.2.1 Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat mempergunakan ilmu yang telah didapat dari penelitian yang telah dilakukan. 61 5.2.2 Bagi penulis resep di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi dapat menuliskan resep obat yang sesuai dengan standar pengobatan yang dipakai di puskesmas. 5.2.3 Bagi Puskesmas agar dapat dibuat SOP tentang tatalaksana pengobatan pada penderita hipertensi. DAFTAR PUSTAKA Amir, N. 2002. Diagnosis dan penatalaksanaan depresi pasca stroke. Diakses pada tanggal 4 Mei 2016 pukul 17.00 WIB. Astawan, 2002.Cegah Hipertensi dengan pola makan. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medical Bedah Vol 2. Jakarta, EGC. B.Cahyono, J. S. 2008. Gaya Hidup & Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 21.10 WIB. Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., Cushman W.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al, 2003. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 20.15 WIB. Corwin, A. 2000. Hipertensi dan Komplikasinya. Diakses pada tanggal 8 Mei 2016 pukul 17.00 WIB. Corwin, A. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Cintya AD, Yuliami S, dan Susila S. 2013. Gambaran Faktor Resiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 – 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013. Dahlan, Sopiyudin. 2011.Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta. Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Depkes, R., 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Diakses pada 22 Mei 2016 pukul 17.00 WIB. Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2014. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bidang P2PL. Cutler JA, Sorlie PD, Wolz M, Thom T, Fields LE, et al . 2004. Trends in Hypertension Prevalence, Awareness, Treatment, and Control Rates in United States Adults Between 1988–1994 and 1999–2004. Hypertension . Diakses pada 8 mei pukul 17.15 WIB Gormer, Beth. 2008. Farmakologi Hipertensi Diana Lyrawati (terj). Diakses pada tanggal 8 Mei 2016 pukul 17.10 WIB. Gunawan, Lany. 2001.Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Hogerzeil, H. B., et al. 1993. Field Test For Rational Drug Use in Twelve Developing Countries. The Lancet, hal. 1408-1410. Joenoes, N. Z. 2001.Ars Prescibendi Resep Yang Rasional . Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Diakses pada tanggal 10 Mei 2016 pukul 17.10 WIB. Julianti, Eliana Diana, et al. 2006. Bebas Hipertensi dengan Terapi Jus. Penerbit Niaga Swadaya. Jakarta. Diakses pada tanggal 18 Mei 2016 pukul 18.10 WIB. Kaplan. 2006. Kaplan’s Clinical Hypertension, Ninth Edition, Lippincott williams Wilkins. Diakses pada 12 Mei 2016 pukul 18.00 WIB. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Medicastore, 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif. Diakses pada 11 Mei 2016 pukul 18.30 WIB. Nafrialdi. 2009. Antihipertensi, farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. hlm. 341-360.. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. PERKI, 2003. Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pharmaceutical Care Network Europe Foundation. 2003. Classification for Drug related problems. Diakses pada 11 Mei 2016 pukul 18.35 WIB. Priyadi, A., Mandalas, E,. Juriah.et al. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Kota Bandung. Diakses pada 5 Januari puku 13.00 WIB. Salwa, A., 2013. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi dengan Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat Inap RS “X” Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 5 Januari 2017 pukul 12.30 WIB. Santoso, A. 2006. Gagal Jantung Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 8. Jakarta : EGC. Sastramihardja, H.S. 2006. Buku Pedoman Kuliah Farmakologi Klinik. Jilid 1. Edisi 2. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. Schrier, R. W. (2000). Manual of Nephrology (5 ed.). USA: Lippincott Williams & Wilkins. Diakses pada 15 Mei 2016 pukul 17.00 WIB Soeharto, I. 2002. Kolesterol dan Lemak Jahat Kolesterol, Lemak baik dan Proses Terjadinya Serangan Jantung dan Stroke. Edisi 2. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Soeparman , et al. 1994. Ilmu penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Suhardjono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Hipertensi pada usia lanjut. Jilid 3. Staf Pengajar FK UI Jakarta. Sumawa,P. M., Wullur, A. C., & Yamlean, P. V et al. 2015. Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Inap di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Juni 2014. Jurnal Ilmiah Farmasi , 4(3): 126-133. Sugihartono, Aris. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat. Universitas Diponegoro Semarang. Diakses pada 12 Mei 2016 pukul 21.00 WIB. Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC. Syintia, Tanumang. 2012. Perbandingan Frekuensi Pola Makan Beresiko Penderita Hipertensi dan Bukan Penderita Hipertensi yang Berkunjung ke Puskesmas Kombos Kecamatan Singkil Kota Manado. Diakses pada 13 Mei 2016 pukul 22.00 WIB. Tyashapsari, W. E., Zulkarnain, A. K., 2012. Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang. Diakses pada 5 Januari 2016 pukul 12.00 WIB. World Health Organization. 2009. Medicine use in primary care in developing and transitional countries: fact book summarizing result from studies reported between 1990 and 2006. Geneva: world health organization. Wijayakusuma,H.M. 2000. Ramuan Tradisional untuk pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Swadaya.