KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) TRI ATMOWIDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, April 2008 Tri Atmowidi NRP. A461030011 2 ABSTRACT TRI ATMOWIDI. Diversity and Visiting Behavior of Insect Pollinators in Relation to Seed Set of Mustard (Brassica rapa L.: Brassicaceae). Under the supervision of DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO, BAMBANG SURYOBROTO, and PURNAMA HIDAYAT. Insects are known to be pollinators of many species of plants. Cross pollination by insects is esential for maintenance of genetic diversity of plants. Here, we studied the diversity and visiting behavior of insect pollinators and its effect to sed set of mustard planted in agricultural areas near the Gunung Halimun-Salak National Park, West Java. Insect pollinators were observed in three plantations using scan method. Insect pollinators were observed every hour on sunny days, from 07.30 to 14.30. The length of each observation period was 10 minutes. Species richness and abundance of insect pollinators were assessed to measure its diversity. Visiting behavior i.e. foraging rate, flower handling time, and visit duration of six bees species of pollinator were measured using focal animal sampling. Seed set of mustards in relation to diversity of insect pollinators were measured by the number of racemes per plant, pods per plant, seeds per plant, and seed weight per plant from plants caged by insect screen and opened plants. Results showed that, at least 19 species of insect pollinators belonging to four orders i.e. Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, and Lepidoptera pollinated the mustard. Bees (Apidae: Hymenoptera), Apis cerana (43.1%), Ceratina sp. (37%), and A. dorsata (8.4%) showed a higher abundance compared to other species (<3%). The higher abundance and species richness of pollinators occurred in the morning (08.30-10.30 am), the most probably, it related to higher flower's resource, such as pollens and nectars. Enviromental factors, such as temperature, humidity, and light intensity affected the diversity of insects. Visiting behavior of bee pollinators on mustard flowers varied. Foraging rate of Xylocopa spp. (22.6-24.6 flowers/minute) were higher than A. dorsata (18.5 flowers/minute), A. cerana (19.5 flowers/minute), and Ceratina sp. (5.5 flowers/minute). Contrast to foraging rate, flower handling time of Ceratina sp. (10.91 sec./flower) was higher than A. dorsata (3.24 sec./flower), A. cerana (3.08 sec./flower), and Xylocopa spp. (2.44-2.65 sec./flower). The total time of bees foraging on mustard flowers was longer for A. cerana (13.1 minutes), A. dorsata (10.6 minutes), and Ceratina sp. (9.8 minuts) than that of Xylocopa spp. (0.8-4.4 minuts). Based on visiting behavior studied, most probably, A. cerana, A. dorsata, and Ceratina sp. had a higher pollination effectiveness on mustard plants. In relation to plant reproductive succes, insect pollinations increased the number of pod, seed per pod, seed weight, and seed germinations. The number of individual pollinators had a positive affect to the numbers of seed set. Keywords: Pollination ecology, diversity, insect pollinators, social bees, solitary bees, visiting behavior, seed set, Brassica rapa. 3 RINGKASAN TRI ATMOWIDI. Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae). Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO, BAMBANG SURYOBROTO, dan PURNAMA HIDAYAT. Asosiasi antara serangga penyerbuk dengan tanaman Angiospermae merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang diduga telah terjadi sejak era Cretaceous (sekitar 130-90 jtl). Melalui proses koevolusi, asosiasi tersebut menghasilkan keanekaragaman tumbuhan dan serangga yang ditemukan pada saat ini. Bagi tumbuhan, asosiasi tersebut berdampak positif, terutama terjadinya penyerbukan silang. Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan antara lain dimanfaatkan untuk mendapatkan nutrisi berupa serbuksari yang mengandung 1530% protein dan nektar yang mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik. Penyerbukan merupakan proses bertemunya serbuksari dengan kepala putik. Pada tanaman Angiospermae, proses penyerbukan terjadi dalam tiga fase, yaitu lepasnya serbuksari dari kepalasari, perpindahan serbuksari dari kepalasari menuju kepala putik, dan perkecambahan serbuksari. Setelah penyerbukan dilanjutkan dengan pembuahan. Keberhasilan penyerbukan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti viabilitas serbuksari, reseptibilitas kepala putik, interaksi genetik, dan keguguran post-zygotic. Serangga merupakan agens penyerbuk yang penting pada berbagai spesies tanaman. Di lahan pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah lebah madu dan bumble bees yang dilaporkan mengunjungi 20-30% spesies tanaman. Disamping lebah, serangga-serangga penyerbuk yang penting adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera). Penelitian ini mempelajari keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk, serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman caisin (Brassica rapa L.). Lokasi pertanaman caisin terletak di lahan pertanian tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan diduga lebih spesifik, karena beberapa serangga penyerbuk yang bersarang di dalam hutan melakukan pencarian pakan di lahan pertanian tersebut. Caisin merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan Asia. Daun bertangkai, bentuk oval, warna hijau mengkilap. Bunga tersusun dalam tandan, muncul pada batang yang berdaun kecil, dengan beberapa percabangan. Bunga berwarna kuning terang, dengan 4 petal yang tersusun bersilangan dengan panjang 1.3-2.5 cm. Setiap bunga memiliki 6 benangsari, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari kepala putik. Kepala putik tunggal berada di ujung tangkai putik. B. rapa dilaporkan bersifat self-incompatibility yang merupakan salah satu sistem penting tanaman berbunga untuk mencegah terjadinya pembuahan sendiri. Penyerbukan silang meningkatkan keanekaragaman genetik yang memberikan kekuatan hibrid (hibrid vigor) pada keturunannya. 4 Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan pertanaman caisin selama 10 menit tiap jam, mulai pukul 07.30-14.30 pada saat cuaca cerah. Pengamatan dilakukan dengan scan method. Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati di tiga pertanaman pada tanggal 12 Januari-9 Pebruari 2006 untuk pertanaman pertama, 1-24 Maret 2006 untuk pertanaman kedua, dan 11 April-8 Mei 2006 untuk pertanaman ketiga. Pengamatan perilaku kunjungan meliputi jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama kunjungan pada pertanaman caisin dilakukan dengan metode focal sampling. Pengamatan dilakukan pada enam spesies lebah, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp, Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes. Keberhasilan reproduksi tanaman caisin diukur dari banyaknya tandan, polong, biji, dan bobot biji yang dihasilkan dari pertanaman terbuka yang dibantu penyerbukannya oleh serangga dan dari tanaman dikurung yang penyerbukan tidak dibantu oelh serangga. Data dianalisis dengan Analisis of variance (Anova) yang dilanjutkan uji Scheffe dan uji-t. Data ditampilkan juga dalam tabel, scatter plot dan boxplot. Penelitian ini menunjukkan serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh Hymenoptera (5625 individu, 10 spesies). Serangga penyerbuk dari ordo Diptera (124 individu, 2 spesies), Coleoptera (129 individu, 1 spesies), dan Lepidoptera (77 individu, 6 spesies) ditemukan dengan kelimpahan rendah. Lebah Apis cerana, Ceratina sp., dan A. dorsata (Apidae: Hymenoptera) memiliki kelimpahan tinggi, masing-masing 43.11, 36.98, dan 8.36%, spesies lainnya dengan kelimpahan kurang dari 3%. Keanekaragaman serangga penyerbuk ditemukan tinggi di pagi hari (pukul 08.30-10.30) yang diduga berkaitan dengan tingginya sumberdaya yang tersedia (bunga, serbuksari, dan nektar). Keanekaragaman serangga bervariasi pada bulan pengamatan berbeda. Faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk. Perilaku kunjungan lebah penyerbuk pada bunga pertanaman caisin bervariasi tiap spesies. Jumlah kunjungan paling tinggi terjadi pada Xylocopa spp. (22.6-24.6 bunga/menit), diikuti A. cerana (18.5 bunga/menit), A. dorsata (19.5 bunga/menit), dan Ceratina sp. (5.5 bunga/menit). Kunjungan per bunga paling lama terjadi pada Ceratina sp. (10.91 detik/bunga), diikuti A. cerana (3.08 detik), A. dorsata (3.24 detik), dan Xylocopa spp. (2.44-2.65 detik). Kunjungan pada pertanaman caisin paling lama terjadi pada A. cerana (13.1 menit), diikuti A. dorsata (10.6 menit), Ceratina sp. (9.8 menit), dan Xylocopa spp. (0.8-4.4 menit). Berdasarkan tiga perilaku kunjungan yang diamati, A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. diduga mempunyai efektifitas polinasi yang tinggi pada pertanaman caisin. Pada pertanaman caisin yang terbuka, dimana serangga berperan dalam penyerbukannya, terjadi peningkatan jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji. Kelimpahan individu serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap jumlah biji yang dihasilkan. Kata kunci: Ekologi polinasi, keanekaragaman, serangga penyerbuk, serangga sosial, serangga soliter, perilaku kunjungan, pembentukan biji, Brassica rapa. 5 © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. 6 KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) TRI ATMOWIDI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Entomologi-Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 7 Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS. 2. Dr. Sih Kahono 8 Judul Disertasi Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) : Tri Atmowidi : A461030011 : Entomologi-Fitopatologi Disetujui Komisi Pembimbing (Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc.) Ketua (Dr. Bambang Suryobroto) Anggota (Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.) Anggota (Dr. Purnama Hidayat, M.Sc.) Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Entomologi-Fitipatologi (Dr. Ir. Sri Hendrastuti, M.Sc.) Tanggal Lulus: 11 Maret 2008 Dekan Sekolah Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.) Tanggal lulus: 9 PRAKATA Pertama, penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kuasaNya, disertasi berjudul: Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) dapat diselesaikan. Disertasi ini memuat tiga topik. Topik pertama membahas keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Topik kedua membahas perilaku kunjungan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Topik ketiga membahas pembentukan biji caisin dalam kaitannya dengan keanekaragaman serangga penyerbuk. Topik satu dan tiga telah diterbitkan di Hayati 14:155-161 dan topik kedua akan diajukan ke jurnal nasional terakreditasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc., Dr. Bambang Suryobroto, dan Dr.Ir. Purnama Hidayat, M.Sc., masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi, atas arahan dan bimbingan selama penelitian sampai penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Biologi, Dekan FMIPA, dan Rektor IPB atas ijin dan dukungan untuk tugas belajar, Dekan Sekolah Pascasajana (SPs) dan Rektor IPB yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasajana, dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang memberikan beasiswa BPPS. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Bagian Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB, Kepala Laboratorium Ekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB, dan Kepala Laboratorium Sistematik Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB atas ijin penggunaan laboratorium dan fasilitas yang diberikannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dra. Pudji Aswari, Kepala Museum Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI atas ijin penggunaan fasilitas laboratorium dan museum untuk identifikasi dan verifikasi spesimen serangga. Demikian juga, terima kasih diucapkan kepada Dr Sih Kahono, Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Sc., Dr. Yayuk Rahayuningsih, Dra. Woro Nurjito, MS. Sebagai staf peneliti Museum Zoologi Puslitbang Biologi LIPI, atas bantuan identifikasi dan verifikasi spesimen serangga. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur dan staf peneliti Peduli Konservasi Alam (PEKA Indonesia) atas bantuan sebagian dana penelitian dan akomodasi. Penulis juga berterima kasih kepada Kepala Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan staf atas bantuannya kepada penulis di lapangan. Kepada rekan dan teman-teman di Departemen Biologi FMIPA IPB, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan, pengertian, dan kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tuani Z. Rambe, kang “Kewen” dan kang Asep atas bantuan teknis selama di lapangan. Akhirnya, kepada istri dan keluarga, penulis menyampaikan terima kasih atas kesabaran, dukungan moral dan material selama menempuh studi di SPs IPB. Semoga disertasi ini bermanfaat. Bogor, April 2008 Tri Atmowidi 10 RIWAYAT HIDUP TRI ATMOWIDI, anak ketiga dari pasangan suami-istri Sulman Mariadi Siswojohadi dan Pariyem Setyaningsih, lahir tanggal 27 Agustus 1967 di Kebumen, Jawa Tengah. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1981 di SD Bonjoklor I, Kecamatan Bonorowo, Kabupaten Kebumen. Pada tahun 1984 tamat dari SMP Negeri I Prembun, Kabupaten Kebumen, dan tahun 1987 menyelesaikan pendidikan menengah atas dari SMU Pius Bhakti Utama, Bayan, Kabupaten Purworejo. Tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs.) dari Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan pascasajana S2 (M.Si) di Program Studi EntomologiFitopatologi, Sekolah Pascasajana IPB, dan tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan S3 di program studi yang sama. Sejak tahun 1993 sampai sekarang, penulis menjadi staf pengajar di Departemen Biologi FMIPA IPB. Bulan Oktober 1999, penulis mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan seminar Asian Science Seminar on Biodiversity selama dua minggu di Primate Research Institute, Kyoto University, Inuyama, Aichi, Jepang. Penulis menikah dengan A. Tatik Hartanti pada tanggal 10 April 1994 dan sampai sekarang telah dikaruniai dua putra, Patricia Arindita Eka Pradipta dan Yosafat Dimas Anandita. 11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 13 14 17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... Identifikasi Masalah .............................................................................. Tujuan Penelitian .................................................................................. Pemecahan Masalah .............................................................................. Hipotesis ............................................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................................ 18 22 22 22 24 24 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 25 3 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) Pendahuluan ......................................................................................... Bahan dan Metode ................................................................................ Hasil ...................................................................................................... Pembahasan .......................................................................................... Kesimpulan ........................................................................................... 36 38 41 57 65 4 PERILAKU PENCARIAN PAKAN LEBAH PENYERBUK PADA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) Pendahuluan ......................................................................................... Bahan dan Metode ................................................................................ Hasil ...................................................................................................... Pembahasan .......................................................................................... Kesimpulan ........................................................................................... 66 72 73 85 89 5 PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) DALAM KAITANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK Pendahuluan ......................................................................................... 90 Bahan dan Metode ................................................................................ 92 Hasil ...................................................................................................... 93 Pembahasan .......................................................................................... 98 Kesimpulan ........................................................................................... 101 6 PEMBAHASAN UMUM ........................................................................... 102 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 107 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108 12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Contoh beberapa spesies lebah soliter dan lebah sosial ............................. 30 2 Pembentukan biji beberapa spesies tanaman yang dibantu penyerbukannya oleh serangga .................................................................. 32 3 Spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada pertanaman caisin .......................................................................................................... 42 4 Jumlah individu (N), spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H') dan kemerataan (evenness) (E) serangga penyerbuk pada masing-masing waktu pengamatan ..................................................................................... 47 5 Kesamaan spesies penyerbuk tanaman caisin antar waktu pengamatan. berdasarkan indeks kesamaan Sorensen .................................................... 49 6 Parameter lingkungan yang meliputi intensitas cahaya (lux), suhu udara (oC), dan kelembaban udara relatif (%) di lokasi penelitian ...................... 54 7 Hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk total, A. cerana, A. dorsata, dan serangga penyerbuk non-Apis dengan faktor lingkungan berdasarkan hasil analisis of variance (Anova) ......................................... 55 8 Sifat hidup dan sifat-sifat penting spesies Hymenoptera penyerbuk pertanaman caisin ...................................................................................... 58 9 Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin .......................................................................................................... 73 10 Lama kunjungan per bunga enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin ...................................................................................... 77 11 Lama pencarian pakan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin .......................................................................................................... 81 12 Rerata tandan, polong, dan biji yang dihasilkan tanaman caisin yang terbuka dan tanaman yang dikurung serta persentase peningkatannya .... 94 13 Perkecambahan biji tanaman caisin terbuka dan dikurung ....................... 97 13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian ............................................. 23 2 Kemungkinan evolusi koloni lebah sosial dari lebah soliter ..................... 29 3 Morfologi tanaman caisin .......................................................................... 33 4 Peta lokasi penelitian keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak ........................................ 38 5 Pertanaman caisin yang digunakan untuk pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk ................................................................................... 39 6 Persentase individu masing-masing ordo serangga penyerbuk pada pertanaman caisin ...................................................................................... 41 7 Beberapa serangga penyerbuk pertanaman caisin .................................... 44 8 Jumlah spesies serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan ....... 45 9 Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan ..... 45 10 Jumlah individu 6 spesies Hymenoptera penyerbuk pada tanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ............................................................... 46 11 Nilai indeks Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda ..................................................................................................... 47 12 Nilai kemerataan Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda ...................................................................................................... 48 13 Kesamaan spesies penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda berdasarkan indeks kesamaan Sorensen ................................................... 48 14 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada pertanaman caisin pertama ........................................................................ 50 15 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada pertanaman caisin kedua (pengamatan bulan Maret 2006) ....................... 50 16 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada pertanaman caisin ketiga (pengamatan bulan April-Mei 2006) ................ 51 14 17 Hubungan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dengan jumlah tanaman berbunga ........................................................................ 51 18 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan Januari-Pebruari 2006 .............................................................................. 52 19 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan Maret 2006 ............................................................................................... 53 20 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan April-Mei 2006 ........................................................................................ 53 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan intensitas cahaya ...................................................................................... 55 21 22 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan suhu udara ................................................................................................ 56 23 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan kelembaban udara .................................................................................... 56 24 Interaksi komponen-komponen dalam perilaku pencarian pakan dan aliran energi ............................................................................................. 67 25 Struktur tungkai ke tiga Apis cerana ....................................................... 69 26 Enam spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin yang diamati perilaku kunjungannya ............................................................................ 73 27 Box plot jumlah kunjungan 6 spesies lebah pada bunga caisin ............... 74 28 Box plot jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin ....................... 74 29 Box plot jumlah kunjungan A. dorsata pada bunga caisin ...................... 75 30 Box plot jumlah kunjungan Ceratina sp. pada bunga caisin ................... 75 31 Box plot jumlah kunjungan X. caerulea pada bunga caisin .................... 76 32 Box plot jumlah kunjungan X. confusa pada bunga caisin ...................... 76 33 Box plot jumlah kunjungan X. latipes pada bunga caisin ........................ 77 15 34 Box plot lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah pada bunga caisin .. 78 35 Box plot lama kunjungan per bunga A. cerana pada bunga caisin ......... 78 36 Box plot lama kunjungan per bunga A. dorsata pada bunga caisin ........ 79 37 Box plot lama kunjungan per bunga Ceratina sp pada bunga caisin ....... 79 38 Box plot lama kunjungan per bunga X. caerulea pada bunga caisin ..... 80 39 Box plot lama kunjungan per bunga X. confusa pada bunga caisin ........ 80 40 Box plot lama kunjungan per bunga X. latipes pada bunga caisin .......... 81 41 Box plot lama pencarian pakan 6 spesies lebah pada pertanaman caisin 82 42 Box plot lama pencarian pakan A. cerana pada pertanaman caisin ........ 82 43 Box plot lama pencarian pakan A. dorsata pada pertanaman caisin ....... 83 44 Box plot lama pencarian pakan Ceratina sp. pada pertanaman caisin .... 83 45 Box plot lama pencarian pakan X. caerulea pada pertanaman caisin .... 84 46 Box plot lama pencarian pakan X. confusa pada pertanaman caisin ...... 47 Box plot lama pencarian pakan X. latipes pada pertanaman caisin ........ 85 48 Pertanaman yang dikurung dengan kain kasa untuk mencegah serangga penyerbuk mengunjungi bunga dan pertanaman terbuka ........ 92 49 Skema rancangan acak kelompok yang digunakan dalam penelitian ini 92 50 Box plot jumlah polong per tanaman caisin terbuka dan dikurungan .... 94 51 Box plot jumlah biji per polong tanaman caisin terbuka dan dikurung .. 95 52 Box plot jumlah biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung ............. 95 53 Box plot bobot biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung ................ 96 54 Box plot tinggi tanaman caisin yang terbuka dan dikurung .................. 96 55 Box plot perkecambahan biji tanaman caisin terbuka dan dikurung ...... 97 56 Hubungan jumlah individu penyerbuk dengan jumlah biji .................... 98 84 16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe jumlah kunjungan per menit 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ................................................................................. 117 2 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ................................................................................. 120 3 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama pencarian pakan 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda ..................................................................................................... 123 4 Hasil uji-t two group tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari tanaman caisin yang dikurung dan terbuka .............................................. 126 5 Hasil uji-t two group perkecambahan biji tanaman caisin yang dikurung dan terbuka ............................................................................................... 128 17 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Asosiasi antara serangga penyerbuk (insect pollinators) dengan tanaman angiospermae merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang spektakuler. Asosiasi ini diduga telah terjadi sejak awal Cretaceous (sekitar 130-90 jtl) melalui proses koevolusi yang menghasilkan keanekaragaman tumbuhan dan serangga seperti saat ini (Schoonhoven et al., 1998). Dominansi tumbuhan saat ini sangat bergantung pada hubungan mutualistik dengan serangga penyerbuk dan burung sebagai penyebar biji. Asosiasi mutualisme antara serangga dengan tumbuhan bervariasi antar spesies dan terjadi dalam spektrum luas. Bagi tumbuhan, asosiasi dengan serangga berdampak positif, terutama dengan terjadinya penyerbukan silang. Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan memberi keuntungan, yaitu sebagai sumber pakan berupa serbuksari (pollen) dan nektar. Serbuksari mengandung 15-30% protein dan nektar mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik (Schoonhoven et al., 1998). Penyerbukan (pollination) merupakan bertemunya serbuksari dengan kepala putik (stigma). Sekitar 2/3 spesies tanaman berbunga memerlukan penyerbukan serangga untuk menghasilkan biji yang optimal. Proses penyerbukan dimulai dari lepasnya serbuksari dari kepalasari (anthesis) sampai serbuksari tersebut menempel di kepala putik. Pada tanaman Angiospermae, penyerbukan terjadi dalam tiga fase, yaitu lepasnya serbuksari dari kepalasari, perpindahan serbuksari dari kepalasari menuju kepala putik, dan perkecambahan serbuksari. Setelah terjadi perkecambahan, fase selanjutnya adalah pembuahan (fertilisasi). Kegagalan perkecambahan menyebabkan kegagalan penyerbukan karena serbuksari tidak mampu membuahi sel telur (Faegry & van Der Pijl, 1971). Keberhasilan penyerbukan umumnya tinggi pada penyerbukan silang dibandingkan penyerbukan sendiri (Barth, 1991). Beberapa faktor menentukan keberhasilan penyerbukan, seperti viabilitas serbuksari, reseptibilitas putik, interaksi genetik (inkompatibilitas), atau keguguran post-zygotic (Dafni, 1992). 18 Istilah efisiensi penyerbukan digunakan untuk mengakses bermacam-macam tahap dalam perjalanan serbuksari dari kepalasari sampai biji terbentuk. Evaluasi efisiensi penyerbukan berkaitan dengan aspek kuantitatif dalam tahap-tahap penyerbukan. Untuk pembentukan biji yang optimal, bunga umumnya memerlukan lebih dari satu kunjungan serangga. Menurunnya populasi serangga penyerbuk di alam menyebabkan pembentukan biji pada tanaman pertanian dan hortikultura menjadi kurang optimal. Serangga merupakan agens penyerbuk yang sangat penting. Di lahan pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah lebah madu dan bumble bees yang mengunjungi 20-30% spesies tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Disamping lebah, serangga penyerbuk tanaman yang penting adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera) (Faegry & Van Der Pijl, 1971). Keanekaragaman serangga penyerbuk di suatu lokasi berkaitan dengan habitat sekitarnya. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan dipengaruhi juga oleh serangga penyerbuk di dalam hutan. Hal ini disebabkan karena pencarian pakan serangga di dalam hutan juga dilakukan di lahan sekitarnya, termasuk lahan pertanian tepi hutan. SteffanDewenter et al., (2002) melaporkan keanekaragaman Bombus spp. sebagai penyerbuk tanaman sawi (mustard) dan radish tinggi di habitat dekat hutan dan makin menurun dengan meningkatnya jarak dari hutan. Jarak pencarian pakan berkorelasi positif dengan ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh lebah penyerbuk yang besar mempunyai daerah pencarian pakan yang luas. Lebah merupakan penyerbuk terpenting karena beberapa sifat, diantaranya aktif mengumpulkan serbuksari dan nektar dan tubuh berambut yang membantu mengumpulkan serbuksari. Pada saat mengumpulkan serbuksari, lebah menyisir benangsari dengan tungkainya, selanjutnya serbuksari dikumpulkan ke dalam pollen baskets yang terletak pada sisi luar tibia tungkai belakang (Schoonhoven et al., 1998). Setiap koloni lebah mengkonsumsi sekitar 20 kg serbuksari dan 60 kg nektar setiap tahunnya. Berdasarkan teori pencarian pakan optimum (optimal foraging theory), serangga mengumpulkan sebanyak mungkin makanan dengan energi dan waktu seminimal mungkin. Dalam pencarian pakan, lebah madu 19 menunjukkan adanya flower constancy, yaitu cenderung mengunjungi bunga dari tanaman dalam satu spesies dalam setiap perjalanan (Schoonhoven et al., 1998). Pencarian pakan dilakukan oleh lebah madu pekerja untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anggota koloninya yang berjumlah sekitar 10-50 ribu individu. Penelitian tentang perilaku pencarian pakan merupakan hal penting di bidang biologi penyerbukan. Perilaku pencarian pakan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas serangga penyerbuk. Beberapa perilaku kunjungan tersebut adalah jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian pakan. Disamping itu, efektifitas penyerbukan juga dapat diukur dari banyaknya buah atau biji yang terbentuk (Dafni, 1992). Di seluruh dunia, lebah dilaporkan membantu penyerbukan lebih dari 16% dari spesies tanaman berbunga dan sekitar 400 spesies tanaman pertanian. Di Amerika, lebah dilaporkan membantu penyerbukan lebih dari 130 spesies tanaman pertanian dengan nilai ekonomi mencapai US$ 9 juta setiap tahunnya. Di Inggris, serangga penyerbuk terutama lebah madu dan bumble bees membantu penyerbukan paling tidak 39 spesies tanaman dengan nilai ekonomi mencapai 202 juta pounds (Delaplane & Mayer, 2000). Secara keseluruhan, penyerbuk mampu memenuhi sekitar 15-30% kebutuhan hidup manusia (Roubik, 1995). Penyerbukan serangga dilaporkan meningkatkan hasil panen pada berbagai spesies tanaman. Tanaman yang dibantu penyerbukan oleh serangga dilaporkan terjadi peningkatan hasil panen sebesar 41% pada cranberry, 7% pada blueberry, 26% pada tomat, 45% pada strawberry, 22-24% pada kapas (Delaplane & Mayer, 2000), 25% pada Crotalaria juncea, dan 4% pada kubis bunga (Brassica oleracea var Botrytis) (Ramadhani et al., 2000). Disamping meningkatkan hasil panen, lebah penyerbuk yang bersarang dalam tanah (ground-nesting bees) berperan dalam perbaikan tekstur tanah dan membantu penyerapan nutrisi oleh tanaman (Delaplane & Mayer, 2000). Serangga membantu penyerbukan silang yang memberikan keuntungan bagi tanaman berupa pencampuran dan rekombinasi material genetik dari dua tanaman. Pencampuran dan rekombinasi material genetik tersebut meningkatkan 20 heterosigositas keturunannya (Barth, 1991). Disamping meningkatkan heterosigositas, penyerbukan silang juga meningkatkan keragaan (fitness), kualitas dan kuantitas biji dan buah, dan akhirnya dapat mencegah kepunahan spesies tanaman (Kearns & Inouye, 1997). Tanaman caisin (Brassica rapa: Brassicaceae) merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan Asia pada umumnya. Tanaman ini mulai berbunga setelah pertumbuhan daun mulai terhenti. Bunga tersusun dalam tandan, berwarna kuning terang, petal berjumlah 4 yang tersusun bersilangan, benangsari (stamen) berjumlah 6, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari tangkai putik (stylus). Kepala putik tunggal berada di ujung stylus (Delaplane & Mayer, 2000). Tanaman caisin bersifat hermaprodit, namun demikian tanaman ini memerlukan penyerbukan silang karena bersifat self-incompatibility (SI) yang memerlukan penyerbukan silang untuk pembentukan biji (Takayama & Isogai, 2005). Angin tidak berperan penting dalam penyerbukan beberapa spesies Brassica (Delaplane & Mayer, 2000). Penelitian ini mempelajari keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman caisin. Dalam penelitian ini, tanaman sengaja ditanam di lahan pertanian tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk dipelajari berdasarkan waktu dan lokasi yang berbeda, fenologi bunga, dan parameter lingkungan. Perilaku kunjungan serangga penyerbuk dipelajari dari jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian pakan pada pertanaman caisin. Perilaku kunjungan tersebut diamati pada enam spesies lebah, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes. 21 b. Identifikasi Masalah 1. Sedikitnya informasi tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada berbagai tanaman pertanian di Indonesia. 2. Sedikitnya informasi tentang perilaku kunjungan dan efektifitas penyerbukan masing-masing spesies serangga penyerbuk. 3. Sedikitnya informasi dan pemahaman tentang peranan serangga dalam membantu penyerbukan tanaman. c. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin di lahan pertanian tepi hutan. 2. Mempelajari perilaku kunjungan enam spesies lebah penyerbuk yang meliputi jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama kunjungan pada pertanaman caisin. 3. Mengukur hasil panen pertanaman caisin yang dibantu penyerbukannya oleh serangga dan tanpa serangga. d. Pemecahan Masalah Untuk mendapatkan penyelesaian terhadap masalah dan tujuan seperti di atas, dilakukan penelitian yang mencakup tiga aspek yaitu keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk, serta pengaruhnya dalam pembentukan biji pertanaman caisin. Lokasi penelitian dipilih di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak, di desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan diduga lebih spesifik, karena serangga penyerbuk yang bersarang di dalam hutan melakukan pencarian pakan di lahan pertanian tersebut. Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati di tiga pertanaman caisin yang ditanam pada waktu berbeda dan lokasi pertanaman terletak pada jarak 0-400 m dari tepi hutan. 22 Pengambilan data keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan dengan scan method (Martin & Bateson, 1993), selama sekitar 15 menit, mulai pukul 07.30-14.30 pada saat cuaca cerah. Data keanekaragaman serangga penyerbuk dianalisis berdasarkan jumlah spesies dan individu pada waktu berbeda dan di kaitkan dengan jumlah tanaman berbunga dan data lingkungan. Perilaku kunjungan diamati pada 6 spesies lebah penyerbuk, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes (famili Apidae) dengan metode focal sampling (Martin & Bateson, 1993). Perilaku kunjungan yang diamati adalah jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama kunjungan pada pertanaman caisin. Data perilaku kunjungan tersebut digunakan untuk menduga efektivitas penyerbukan masing-masing spesies pada pertanaman caisin. Pengaruh keanekaragaman serangga penyerbuk terhadap pembentukan biji caisin diukur dari jumlah polong per tanaman, biji per polong, biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji. Secara keseluruhan, kerangka pemikiran penelitian dituangkan ke dalam diagram alur, seperti ditampilkan dalam Gambar 1. Gambar 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian. 23 e. Hipotesis 1. Ho: Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin tidak bervariasi pada waktu pengamatan berbeda. H1: Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin bervariasi pada waktu pengamatan berbeda. 2. Ho: Perilaku kunjungan lebah penyerbuk tidak bervariasi antar spesies. H1: Perilaku kunjungan lebah penyerbuk bervariasi antar spesies. 3. Ho: Pertanaman caisin terbuka dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga tidak menghasilkan jumlah biji lebih banyak dibandingan dengan pertanaman yang dikurung. H1: Pertanaman caisin terbuka dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga menghasilkan jumlah biji lebih banyak dibandingan dengan pertanaman yang dikurung. f. Manfaat Penelitian 1. Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin dalam penelitian ini dapat dijadikan gambaran umum tentang keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian. 2. Data tentang perilaku kunjungan lebah penyerbuk dapat digunakan untuk menentukan efektivitas penyerbukan masing-masing spesies. 3. Penyerbukan oleh serangga yang meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil panen tanaman sangat mendukung usaha intensifikasi pertanian. 4. Pemahaman tentang pentingnya keanekaragaman dan peranan serangga dalam membantu penyerbukan tanaman menjadi landasan dalam usaha konservasi serangga penyerbuk dan habitatnya. 24 1. TINJAUAN PUSTAKA a. Praktik Pertanian, Fragmentasi Habitat, dan Keanekaragaman Hayati Bentang alam (lansekap) tropik didominasi oleh sistem pertanian (agroekosistem). Sistem pertanian intensif menyebabkan berkurangnya habitat alami, meningkatnya fragmentasi dan isolasi habitat yang menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati (Saunders et al., 1991) yang kemudian berakibat menurunnya stabilitas dan fungsi ekosistem (Naeem et al., 1995). Dalam kaitannya dengan serangga penyerbuk, fragmentasi habitat menyebabkan menurunnya jumlah spesies (species richness) dan kelimpahan individu (abundance), mengubah perilaku pencarian pakan (foraging behavior), dan merusak interaksi tanaman dengan serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter et al., 2002). Kerusakan dan fragmentasi habitat menurunkan kompleksitas struktur lansekap yang berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan lebah soliter dan bumble bees (Steffan-Dewenter et al., 2002). Disamping itu, fragmentasi habitat dapat menurunkan pembentukan biji dan aliran gen (gen flow) dari populasi tanaman yang terisolasi (Didham et al., 1996). Disamping fragmentasi dan isolasi habitat, menurunnya keanekaragaman serangga penyerbuk juga disebabkan karena penggunaan pestisida (Shephered et al., 2000) dan pertanaman monokultur (Delaplane & Mayer, 2000). Perubahan penanaman polikultur menjadi monokultur mendorong terjadinya isolasi habitat yang dapat mempengaruhi struktur komunitas lebah (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Usaha-usaha menjaga biodiversitas perlu dilakukan, terutama difokuskan pada ekosistem alami (Moguel & Toledo, 1999). Usaha menjaga biodiversitas dapat juga dilakukan dengan praktik pertanian tradisional, seperti agroforestry yang menghasilkan struktur lansekap mosaik dengan keanekaragaman vegetasi tinggi (Pimentel et al., 1992). Disamping itu, usaha untuk meningkatkan kekayaan spesies dan kelimpahan populasi lokal dapat dilakukan dengan memelihara struktur “koridor” sebagai penghubung organisme dalam memanfaatkan sumberdaya yang terpisah secara spasial (habitat connectivity) (Gonzales et al., 1998). Struktur konektivitas juga memungkinkan setiap individu berinteraksi 25 dengan individu lain melalui kemampuan menyebar (With et al., 1999). Disamping itu, habitat dengan konektivitas tinggi meningkatkan populasi musuh alami yang dapat mengendalikan populasi hama di bawah ambang batas (Thies & Tscharntke, 1999). b. Struktur Habitat dan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Penelitian serangga penyerbuk dalam kaitannya dengan struktur habitat telah banyak dilaporkan. Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan kelimpahan individu dan kekayaan spesies lebah liar (wild bees) pengunjung bunga sawi (Sinapsis arvensis: Brassicaceae) ditemukan tinggi di habitat alami dan kelimpahannya makin menurun dengan meningkatnya jarak dari habitat alami. Habitat alami merupakan source habitat bagi habitat di sekitarnya. Pada pertanaman kopi dalam sistem agroforestry, Klein et al. (2002) melaporkan intensitas penggunaan lahan berpengaruh terhadap keanekaragaman lebah penyerbuk. Kelimpahan dan kekayaan spesies lebah sosial makin meningkat dengan menurunnya intensitas penggunaan lahan, sedangkan kelimpahan lebah soliter makin meningkat dengan meningkatnya intensitas penggunaan lahan. Dalam kaitannya dengan struktur habitat, Steffan-Dewenter (2002) melaporkan kelimpahan lebah pengunjung bunga Centaurea jacea (Asteraceae) makin meningkat dengan meningkatnya struktur habitat. Struktur habitat juga berpengaruh terhadap aktifitas pencarian pakan lebah penyerbuk. Jumlah kunjungan lebah pada bunga di struktur habitat yang sederhana lebih tinggi dibandingkan dengan struktur habitat yang kompleks (Steffan-Dewenter et al., 2001). Proporsi dan keanekaragaman tipe habitat menjadi faktor penting bagi keberadaan lebah penyerbuk (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). c. Taksonomi dan Biologi Lebah Penyerbuk Lebah (Superfamili Apoidea, Ordo Hymenoptera) terbagi dalam 2 Seri, yaitu Apiformes dan Spheciformes. Seri Apiformes memiliki 7 famili, yaitu Stenotritidae, Colletidae, Andrenidae, Halictidae, Melittidae, Megachilidae, dan Apidae. Seri Spheciformes memiliki 3 famili, yaitu Ampulicidae, Sphecidae, dan 26 Crabonidae. Di 16.000 seluruh dunia, jumlah spesies lebah diperkirakan mencapai (Michener, 2000). Berdasarkan struktur alat mulutnya, lebah dikelompokkan menjadi 2, yaitu lebah dengan alat mulut pendek (short-tongued bees) dan lebah dengan alat mulut panjang (long-tongued bees). Lebah dengan alat mulut pendek diduga sudah ada sejak munculnya tanaman Angiospermae awal yang mempunyai bentuk bunga dangkal (shallow). Lebah dengan alat mulut panjang muncul setelah adanya tanaman Angiospermai dengan struktur bunga yang lebih berkembang. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas bunga angiospermae, lebah dengan alat mulut panjang lebih diuntungkan. Lebah madu merupakan contoh lebah dengan alat mulut panjang (Winston, 1987). Famili Apidae mempunyai 3 subfamili, yaitu Xylocopinae, Nomadinae, dan Apinae. Subfamili Xylocopinae memiliki 3 tribe, yaitu Manueliini (1 genus: Manuelia), Xylocopini (1 genus: Xylocopa), dan Ceratinini (2 genus: Ceratina dan Megaceratina). Subfamili Nomadinae mempunyai 10 tribe, sebagai contohnya tribe Nomadini dengan contoh genusnya Nomia. Subfamili Apinae mempunyai 19 tribe. Tribe Meliponini (contoh Trigona) dan Apini (1 genus: Apis) merupakan serangga sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989; Michener, 2000). Lebah dalam subfamili Xylocopinae dan Nomadinae termasuk lebah soliter. Pada umumnya, induk betina lebah soliter tidak pernah bertemu dengan anaknya. Namun pada beberapa spesies Ceratina, Xylocopa, Nomia, dan Megachilidae ditemukan induk-anak atau anak-anak di dalam sarangnya. Diantara lebah dewasa sering menunjukkan pembagian kasta, yaitu mirip ratu dan mirip pekerja (Michener, 2000). Roubik (1989) menyatakan beberapa spesies Ceratina dan Xylocopa termasuk kelompok parasosial, yaitu sebagai komunal, kuasisosial, atau semisosial. Michener (2000) mengelompokkan Xylocopa sebagai lebah subsosial karena anak dan induk ditemukan dalam satu sarang dan induk secara aktif memberi makan anak-anaknya. Trigona spp. dan Apis (subfamili Apinae) termasuk lebah sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989; Michener, 2000). Anggota Apinae dicirikan oleh adanya corbicula atau pollen basket pada permukaan luar tibia tungkai belakang yang digunakan untuk membawa serbuksari dan material 27 pembuat sarang (Roubik, 1989). Genus Apis memiliki 9 spesies, yaitu A. mellifera Linnaeus, A. cerana Fabricus, A. dorsata Fabricus, A. laboriosa Smith, A. florea Fabricus, A. andreniformis Smith, A. koschevnikovi Buttel-Reepen, A. nigrocincta, dan A. nuluensis (Michener, 2000). Lebah A. cerana dan A. mellifera merupakan lebah berukuran sedang (10-11 mm), sarang dibuat di dalam lubang yang terdiri beberapa sisir (multiple combs), jumlah pekerja mencapai 6 000-7 000 individu pada A. cerana dan dapat mencapai 100 000 individu pada A. mellifera (Winston, 1987). Sarang A. florea, A. andreniformis, A. dorsata, A. laboriosa ditemukan di tempat terbuka dengan sisir tunggal (single comb) (Michener, 2000). d. Lebah Soliter dan Lebah Sosial Dalam siklus hidupnya, lebah dapat bersifat soliter, sosial fakultatif, atau sosial obligat. Lebah soliter berbeda dengan serangga soliter pada umumnya, karena pada lebah soliter terjadi interaksi antara satu individu dengan individu lain dalam satu sarang. Koloni pada lebah dapat berupa asosiasi multifoundress, ketika beberapa lebah terkonsentrasi di suatu area, atau berupa asosiasi matrifilial, ketika lebah keturunannya hidup bersama dengan induk dalam satu sarang (Roubik, 1989). Sarang lebah soliter dibuat oleh induk betina dan induk tersebut memberi makan keturunannya. Biasanya induk mati atau meninggalkan sarang sebelum keturunannya dewasa. Oleh karena itu, sifat soliter pada lebah dapat berupa: “komunal”, jika sarang digunakan oleh induk dan betina soliter lain; “subsosial”, jika koloni terdiri satu betina dewasa yang memberi makan keturunannya; “kuasisosial”, jika koloni terdiri atas beberapa betina dewasa yang berumur sama dan menghasilkan keturunannya; atau “semisosial”, jika koloni dari lebah dewasa yang berumur sama, biasanya saudaranya, beberapa diantaranya tidak meletakkan telur. Koloni semisosial, kuasisosial, dan komunal secara kelompok disebut “parasosial” (Roubik, 1989). Lebah sosial mempunyai tingkat lebih tinggi dibandingkan lebah soliter. Beberapa ciri lebah sosial adalah membentuk koloni, adanya pembagian kasta sebagai ratu, pekerja, dan jantan, dan pertemuan generasi dalam koloni. Dalam koloni terdapat 1 individu ratu, beberapa-ratusan individu jantan, dan beberapa28 ratusan ribu individu pekerja. Lebah pekerja umumnya tidak kawin dan berperan dalam pemeliharaan koloni, sebagai penjaga, dan mencari pakan. Lebah ratu melakukan perkawinan dengan lebah jantan dan meletakkan telur (Michener, 2000). Lebah madu dan stingless bees (Trigona spp). merupakan lebah sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989). Kemungkinan tahapan evolusi lebah soliter ke sosial tertera dalam Gambar 2 dan beberapa contoh spesies lebah soliter dan sosial tertera dalam Tabel 1. Gambar 2 Kemungkinan evolusi koloni lebah sosial dari lebah soliter. Lingkaran kecil menggambarkan sarang dan lingkaran besar menggambarkan koloni sarang (Roubik, 1989). 29 Tabel 1 Contoh beberapa spesies lebah soliter dan lebah sosial (Roubik, 1989). Lebah soliter: komunal, kuasisosial, semisosial Colletidae Hylaeus Andrenidae Andrena Halictidae Nomia Lasioglossum Apidae Xylocopa Ceratina Euglossa Megachilidae Chalicodoma Lebah subsosial dan eusosial primitif Halictidae Halictus Lasioglossum Apidae Bombus Ceratina Lebah eusosial Apidae Apis Melliponinae e. Serbuksari dan Nektar sebagai Sumber Pakan Serbuksari merupakan sumber pakan utama lebah karena mengandung 1630% protein, 1-7 % pati, 0-15% gula, 3-10% lemak, dan 1-9% ashes. Nektar merupakan sumber gula dengan kandungan antara 25-75%. Perbandingan glukosa, fruktosa, dan sakarosa dalam nektar bervariasi pada berbagai spesies tanaman (Faegry & Van Der Pijl, 1971). Selain gula, nektar juga mengandung asam amino, protein, asam organik, phospat, vitamin, dan enzim dalam jumlah kecil (Barth, 1991). Kualitas dan kuantitas nektar dan serbuksari menentukan perkembangan dan kelangsungan hidup koloni lebah. Oleh lebah, nektar diproses menjadi madu sebagai sumber energi bagi koloni. Serbuksari merupakan sumber utama protein bagi perkembangan larva dan perkembangan kelenjar pada lebah pekerja yang masih muda (Winston, 1987). Serbuksari mengandung protein, lemak, karbohidrat, sterol, vitamin, dan mineral yang semuanya merupakan nutrisi yang diperlukan lebah madu, namun nilai nutrisi serbuksari lebih ditentukan oleh kandungan proteinnya (Cook et al., 2003). Serbuksari dari spesies tanaman berbeda mempunyai komposisi dan konsentrasi asam amino berbeda. Serbuksari dengan kandungan asam amino esensial yang tinggi mempunyai nilai nutrisi yang 30 tinggi (Day et al., 1990). De Groot (1953) melaporkan asam amino esensial bagi lebah madu adalah methionine, arginine, tryptophan, lysine, isoleucine, phenylalanine, histidine, valine, leucine, dan threonine. Asam amino non esensial bagi lebah adalah tyrosine, cysteine, serine, hydroxyproline, alanine, glycine, dan proline. Perilaku pencarian pakan pada lebah madu dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas nutrisi, termasuk gula, asam amino, dan air (Stone, 1994), dan kondisi iklim mikro (Bosch & Kemp, 2002). Preferensi lebah madu dalam menentukan kualitas serbuksari ditentukan oleh warna dan aromanya. Preferensi tersebut bukan merupakan innate preference, tetapi sesuatu yang dipelajari (acquired). Berdasarkan pembelajaran terhadap warna dan aroma, lebah madu dapat menentukan kualitas makanannya (Cook et al., 2003). f. Serangga Penyerbuk dan Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Penggunaan serangga untuk membantu penyerbukan berbagai tanaman pertanian telah banyak dilaporkan. Penggunaan Bombus vosnesenskii sebagai penyerbuk tanaman tomat di dalam rumah kaca, meningkatkan ukuran buah (Dogterom et al., 1998). Buah tomat hasil penyerbukan serangga mempunyai daging buah lebih padat dan mengandung 20% vitamin C lebih tinggi dibandingkan buah tomat tanpa penyerbukan serangga (Kahono, komunikasi pribadi). Pada tanaman mentimun (Cucumis sativus L.), jumlah kunjungan lebah madu berpengaruh terhadap buah yang dihasilkan. Tanaman yang dikunjungi lebah madu menghasilkan buah tiga kali lebih banyak dibandingkan dari tanaman yang tidak dikunjungi lebah. Kunjungan lebah madu 6 kali meningkatkan lebih dari 50% buah, sedangkan kunjungan kurang dari 1 kali menyebabkan tanaman tidak atau sedikit menghasilkan buah (Gingras et al. 1999). Pada tanaman bunga matahari (Halianthus annuus), keberadaan lebah liar dapat meningkatkan efisiensi penyerbukan lebah madu melalui mekanisme interaksi perilaku interspesies. Keberadaan lebah liar dapat meningkatkan frekuensi lebah madu dalam mentransfer serbuksari ke bunga betina. Efisiensi penyerbukan lebah liar pada bunga matahari bervariasi dari 1 sampai 19 biji per kunjungan. Efisiensi 31 penyerbukan lebah madu meningkat pada waktu kelimpahan lebah liar tinggi (Greenleaf & Kremen, 2006). Peningkatan produksi biji dilaporkan juga terjadi pada beberapa tanaman yang dibantu penyerbukannya oleh serangga (Tabel 2). Tabel 2 Pembentukan biji beberapa spesies tanaman yang dibantu penyerbukannya oleh serangga. Produksi biji (%) Spesies Tanaman Sumber Pustaka Tanaman dikurung Tanaman tidak dikurung 0.7 33.6 Schoonhoven et al., 1998 0 55.6 Schoonhoven et al., 1998 Labrador tea (Ledum groenlandicum) 1.0 96.2 Schoonhoven et al., 1998 Large cranberry (Vaccinium macrocarpon) 4.0 55.7 Schoonhoven et al., 1998 Sarson (Brassica campestris) 34.7 65.3 Khan & Chaudory, 1995 Toria (Brassica napus) 7.46 92.54 Khan, 1995 Wild rosemary (Andromeda glaucophylla) Swamp laurel (Kalmia polifolia) g. Tanaman Caisin (Brassica rapa: Brassicaceae) Famili Brassicaceae mempunyai lebih dari 300 genus dan 3000 spesies. Anggota famili ini merupakan komoditas sayuran penting, penghasil minyak biji, dan sebagai tanaman hias. Beberapa tanaman dari famili ini memiliki sifat anti kanker. Ciri khas tanaman dalam famili ini adalah tingginya kandungan glukosinolat. Oleh enzim mirosinase, senyawa glukosinolat diubah menjadi senyawa yang berasa pahit, seperti isotiosianat, tiosianat, nitril, dan goitrin yang bersifat goitrogenik (penyebab gondok). Pada spesies yang dibudidayakan dengan seleksi dan pemuliaan, kandungan glukosinolat menjadi sangat berkurang. Genus Brassica merupakan tanaman terpenting dari Brassicaceae yang memiliki sekitar 40 spesies (Rubatzky & Yamaguchi, 2000). 32 Brassica rapa (caisin) merupakan tanaman sayuran penting di Asia. Daun bertangkai, bentuk agak oval, warna hijau mengkilap, tegak, menempel pada batang, tangkai daun hijau muda, berdaging, tinggi tanaman sebelum berbunga berkisar 15-30 cm. Daun dipanen pada umur 30-40 hari setelah tanam (Rubatzky & Yamaguchi, 2000). Pembungaan tanaman ini terjadi setelah fase pertumbuhan daun mulai berhenti. Bunga berwarna kuning terang, tersusun dalam tandan, muncul pada batang yang berdaun kecil, dengan beberapa percabangan. Setiap bunga terdiri dari 4 petal, tersusun bersilangan dengan panjang 1.3-2.5 cm, dengan 6 benangsari, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari tangkai putik. Kepala putik berada di ujung putik (Delaplane & Mayer, 2000) (Gambar 3). Takayama & Isogai (2005) melaporkan B. rapa bersifat selfincompatibility (SI) sehingga memerlukan penyerbukan silang untuk pembentukan biji yang optimum. A B C 1 mm D 7 mm Gambar 3 Morfologi tanaman caisin (A), bunga caisin tersusun dalam tandan (B), satu bunga dengan 4 petal dan 6 benangsari (C), dan polong yang mengandung biji (D). 33 Serbuksari tanaman caisin dilindungi oleh lapisan exine kompleks, tanpa kutikula, bertipe triseluler: 2 sel generatif dan 1 sel vegetatif. Sel generatif (sel sperma) terletak di dalam sitoplasma sel vegetatif yang hanya dipisahkan oleh membran sel. Stigma dan stylus merupakan organ glandular. Metabolisme organ tersebut berkaitan dengan proses pembungaan dan penyerbukan. Stigma mengandung sel-sel penerima (receptive cells) untuk mengenali serbuksari dan mengandung substrat untuk membantu perkecambahan. Stigma Brassicaceae hanya dilindungi oleh lapisan pelikel atau adesif sebagai cairan eksudat, sehingga digolongkan sebagai stigma “kering”. Cairan eksudat tersebut berperan penting dalam interaksi serbuksari-kepala putik, seperti meningkatkan adhesi serbuksari, membantu perkecambahan, melindungi dari serangan predator dan mikroba, dan mencegah dehidrasi stigma. Disamping itu, cairan eksudat berperan sebagai nutrisi bagi serbuksari selama pertumbuhan dan sebagai reward bagi penyerbuk (Dafni, 1992). Spesies B. rapa, B. nigra, dan B. oleracea mempunyai genom tunggal (monogenomik), masing-masing dengan 10, 8, dan 9 pasang kromosom. Spesies Brassica dengan genom tunggal diyakini sebagai tetua (ancestor) bagi spesies yang bergenom ganda (amfidiploid), seperti B. carinata (n=17), B. juncea (n=18), dan B. napus (n=19) (Rubatzky & Yamaguchi, 2000). h. Aplikasi Biologi Penyerbukan di Bidang Pemuliaan Tanaman Berkaitan dengan kehidupan manusia, aplikasi biologi penyerbukan mempunyai arti penting dalam penyediaan pangan dan benih (biji). Beberapa metode pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman menyerbuk silang. Metode pemuliaan dapat digunakan untuk mengembangkan benih berbasis varietas bersari bebas. Benih caisin yang beredar di masyarakat kemungkinan besar adalah varietas bersari bebas. Disamping itu, dengan pemuliaan dapat dikembangkan varietas hibrida yang mempunyai sifat unggul. Metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dapat dilakukan melalui introduksi, seleksi massa atau seleksi galur murni, hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi. Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit berbeda 34 dengan tanaman menyerbuk sendiri karena pada tanaman menyerbuk silang, dalam populasi alami terdapat individu-individu yang secara genetik heterozigot untuk kebanyakan lokus. Secara genotipe juga berbeda dari satu individu ke individu lainnya, sehingga keragaman genetik dalam populasi sangat besar. Beberapa metode yang populer pada tanaman menyerbuk silang, diantaranya pembentukan varietas hibrida, seleksi massa, seleksi daur ulang, dan dilanjutkan dengan pembentukan varietas bersari bebas atau varietas sintetik (Makmur, 1984). Fenomena lain yang dimanfaatkan dalam tanaman menyerbuk silang adalah ketegaran hibrida atau heterosis, yaitu meningkatnya ketegaran (vigor) dan besaran F1 melebihi kedua tetuanya, sedangkan pada tanaman yang menyerbuk sendiri terjadi tekanan inbreeding (Mohr & Schopfer, 1995). 35 3. KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) PENDAHULUAN Lebah madu dan bumble bees merupakan serangga penyerbuk utama pada tanaman pertanian. Lebah tersebut dilaporkan mengunjungi 20-30% spesies tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Lebah mempunyai tubuh berambut dan pada tungkai ke tiga terdapat struktur khusus untuk membawa serbuksari. Dengan strukur tersebut, lebah efektif menangkap dan membawa serbuksari (pollen) ketika lebah tersebut menyentuh kepalasari (anther) suatu bunga. Serbuksari yang lengket memfasilitasi serangga dalam membantu penyerbukan tanaman (Schoonhoven et al., 1998). Disamping lebah, serangga penyerbuk pada tanaman adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupukupu (Lepidoptera) (Faegry & van Der Pijl, 1971). Pemeliharaan interaksi mutualisme antara tanaman dengan penyerbuk perlu dilakukan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan. Keanekaragaman serangga penyerbuk pada tanaman pertanian telah banyak dilaporkan. Di Jepang, Amano et al. (2000) melaporkan Osmia cornifrons sebagai lebah soliter merupakan penyerbuk utama pada tanaman apel, Bombus terrestris pada tanaman tomat, dan A. mellifera pada berbagai tanaman pertanian. Disamping ke tiga spesies tersebut, Trigona spp. (stingless bees) merupakan serangga yang perlu dipertimbangkan sebagai penyerbuk. Lebah T. carbonaria merupakan penyerbuk potensial pada tanaman Macadamia integrifolis, sedangkan T. silvetriana, T. fulviventrid, dan T. textacea dapat merusak korola bunga Thunbergia grandiflora. Di lahan pertanian di Jawa Tengah dan Jawa Barat didominasi oleh empat ordo serangga penyerbuk, yaitu Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, dan Hymenoptera. Pada bunga kupu-kupu, Crotalaria juncea L. dan Tephrosia vogeli ditemukan 12 spesies serangga pengunjung, yaitu Xylocopa caerulea F., X. confusa Per., X. latipes Dr. (Apidae), Polistes sp. (Vespidae), Megachile clotho Smith., Megachile sp. (Megachilidae), dan Campsomeris sp. (Scoliidae), Papilio 36 memnon F., Graphium sarpedon Millon (Papilionidae), Delias belisama glauce B. (Pieridae), Celadima dilecta paradilecta F., dan Surendra viparna Horsf (Lycaenidae) (Ramadhani et al., 2000). Pertanaman tomat di lahan pertanian organik ditemukan Hylaeus sp. (Hymenoptera) dan Thrips sp. (Thysanoptera) sebagai penyerbuk utama (Fajarwati, 2005). Lebah Bombus vosnesenskii (Apidae) merupakan penyerbuk potensial pada pertanaman tomat di dalam rumah kaca (Dogterom et al., 1998). Pada tanaman Centaurea jacea (Asteraceae) ditemukan lebah liar yang terdiri atas Bombus (126 individu), Lasioglossum (81 individu), Halictus (22 individu), dan Andrena (1 individu)(233 individu) dan lebah madu (227 individu) sebagai penyerbuk utama (Steffan-Dewenter et al., 2001). Pada tanaman bunga matahari (Halianthus annuus), lebah madu merupakan penyerbuk dengan kelimpahan paling tinggi (75%). Lebah tersebut mengumpulkan serbuksari umumnya dari bunga jantan dan nektar dari bunga betina, sedangkan lebah liar banyak mengunjungi bunga betina (Greenleaf & Kremen, 2006). Penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada Brassicaceae telah banyak dilaporkan. Di Georgia, komposisi serangga penyerbuk pada tanaman canola (B. campestris dan B. napus) adalah lebah madu (64%), Xylocopa spp. (24%), Bombus spp. (7.5%), dan lebah lainnya (5%). Diantara lebah tersebut, lebah madu membawa serbuksari paling banyak. Tanaman tersebut juga dikunjungi oleh Diptera, Lepidoptera, dan Hemiptera (Delaplane & Mayer, 2000). Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan pada tanaman sawi (S. arvensis) dikunjungi oleh 1745 individu serangga yang termasuk dalam 5 ordo. Lebah (179 individu) merupakan penyerbuk utama yang terdiri atas lebah soliter, Bombus sp., dan A. mellifera. Kunin (1993) melaporkan, B. kaber dan B. hirta dikunjungi oleh A. mellifera sebagai pengunjung utama, sedangkan B. californicus, B. vosneskii, B. occidentalis, B. sitkensis, Megachilidae, Halictidae, Andrenidae, Diptera, dan Lepidoptera merupakan pengunjung dengan kelimpahan rendah. Penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada tanaman caisin (B. rapa) di Indonesia masih sangat sedikit dilaporkan. 37 Dalam penelitian ini dipelajari keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin (B. rapa). Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati pada waktu pengamatan berbeda selama masa pembungaan berlangsung. Data keanekaragaman serangga penyerbuk dikaitkan dengan fenologi bunga dan faktor lingkungan, yang meliputi suhu udara, intensitas cahaya, dan kelembaban udara. BAHAN DAN METODE a. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan pertanian yang terletak di tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di desa Cipeutey, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dengan ketinggian 845 m di atas permukaan laut (dpl) (Gambar 4). Lahan pertanian tersebut terletak diantara perkampungan penduduk dengan hutan sepanjang sekitar 1500 m. Lokasi penanaman caisin terletak pada jarak 0, 200, dan 400 m dari tepi hutan dengan topografi bergelombang yang ditanam berbagai tanaman pertanian, diantaranya cabe, kacang panjang, kacang tanah, caisin, markisah, terong-terongan, dan padi. Di sekitar lokasi penelitian terdapat aplikasi pestisida yang dilakukan oleh petani untuk mengendalikan hama. Lokasi penelitian Gambar 4 Peta lokasi penelitian keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak. 38 b. Penyemaian dan Penanaman Caisin Biji caisin disemai dalam nampan 72 lubang pada media pupuk kandang asal kotoran sapi. Pada umur sekitar 25 hari, 200 benih caisin ditanam di lahan pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak. Penanaman dilakukan 3 kali, yaitu tanggal 30 Nopember 2005, 26 Januari dan 16 Maret 2006, masing-masing di lokasi 200, 0, dan 400 m dari tepi hutan. Pada saat penanaman sampai sebelum dilakukan pengamatan serangga, pertanaman dilindungi oleh paranet hitam untuk mengurangi sekitar 65% intensitas cahaya. Pemupukan tanaman dilakukan sekali, yaitu pada saat pengolahan lahan menggunakan pupuk kandang dengan dosis 40 kg per petak untuk 50 tanaman. Pengendalian hama dilakukan secara manual tanpa aplikasi pestisida. c. Pengamatan Keanekaragaman Serangga Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati pada 3 pertanaman caisin selama pembungaan berlangsung. Pengamatan dilakukan pada 100 tanaman caisin (Gambar 5) dengan metode scan sampling (Martin & Bateson, 1993) yang dilakukan selama 10-15 menit setiap jam mulai pukul 07.30-14.30. Pengamatan meliputi penghitungan jumlah spesies dan individu. Pengamatan keanekaragaman serangga pada pertanaman pertama, kedua dan ketiga masing-masing selama 21, 16, dan 16 hari. Penangkapan sampel serangga dilakukan dengan jaring dan serangga yang tertangkap diawetkan dalam ethanol 70% atau secara kering sebelum dilakukan identifikasi di laboratorium. Gambar 5 Pertanaman caisin yang digunakan untuk pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk. 39 d. Pengukuran Parameter Lingkungan Selama pengamatan serangga, dilakukan pengukuran parameter lingkungan yang meliputi intensitas cahaya (lux) dengan luxmeter, suhu udara (oC) dan kelembaban udara (%) dengan thermometer basah-kering. Data kelembaban udara diperoleh dari data suhu udara basah-kering yang telah dikonversi berdasarkan tabel kelembaban. e. Preservasi dan Identifikasi Serangga Spesimen serangga diawetkan secara basah dalam ethanol 70% dan secara kering dengan metode standar (Borror et al., 1989). Spesimen yang telah dipreservasi secara kering kemudian dimasukkan dalam freezer suhu -20oC selama 7 hari untuk membunuh parasit yang menempel pada spesimen. Identifikasi spesimen dilakukan sampai tingkat famili, subfamili, genus, atau spesies. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman IPB, Laboratorium Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB, dan di Laboratorium Entomologi, Puslitbang Biologi, LIPI Cibinong. Spesimen diidentifikasi berdasarkan Sasaji (1971), Tsukada (1981, 1982, 1985, 1991), Goulet & Huber (1993), Zimmerman (1994), Borror et al., (1989), Kurahashi et al., 1997), Michener (2000), Amir (2002), dan Sola et al., (2005) serta dibandingkan dengan spesimen koleksi museum Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI Cibinong. Spesimen serangga disimpan di Laboratorium Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA dan sebagian disimpan di Laboratorium Sistematik Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB. f. Analisis Data Jumlah spesies (S), famili (F), ordo (O), dan kelimpahan individu (N) serangga penyerbuk pertanaman caisin ditampilkan dalam tabel dan grafik. Jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dikaitkan dengan jumlah tanaman berbunga yang ditampilkan dalam grafik. Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pengamatan yang berbeda dianalisis dengan indeks dan 40 kemerataan Shannon. Kesamaan spesies penyerbuk yang ditemukan pada masingmasing pengamatan dihitung dengan indeks kesamaan Sorensen (Magurran, 1987). Rumus yang digunakan adalah: H' = - Σ pi ln pi, E = H'/ln S, Cs = 2j/(a+b) H': indeks keanekaragaman Shannon; E: kemerataan (evenness) Shannon; Cs: indeks kesamaan Sorensen; pi: proporsi kelimpahan spesies ke-i (ni/N); S: jumlah spesies total; j: jumlah spesies yang ditemukan di kedua pengamatan; a: jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan a; dan b: jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan b. Nilai masing-masing indeks dan kemerataanya ditampilkan dalam tabel dan grafik. Hubungan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan parameter lingkungan digambarkan dalam scatter plot. HASIL a. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Serangga penyerbuk yang diamati pada pertanaman caisin berjumlah 5955 individu yang termasuk dalam 19 spesies dan 4 ordo. Keempat ordo tersebut adalah Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Hymenoptera merupakan ordo yang paling dominan (5625 individu, 95%), sedangkan Diptera (124 individu, 2%), Lepidoptera (77 individu, 1%), dan Coleoptera (129 individu, 2%) merupakan ordo dengan kelimpahan individu rendah (Gambar 6). Gambar 6 Persentase individu masing-masing ordo serangga penyerbuk pertanaman caisin. 41 Serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh Hymenoptera (10 spesies, 4 famili), sedangkan Lepidoptera (6 spesies, 5 famili), Diptera (2 spesies, 1 famili), dan Coleoptera (1 spesies, 1 famili) dengan kelimpahan yang rendah. Tiga spesies lebah, yaitu Apis cerana (2567 individu, 43.1%), Ceratina sp. (2202 individu, 37%), dan Apis dorsata (498 individu, 8.4%) (Hymenoptera) ditemukan dengan kelimpahan tinggi. Spesies lainnya dengan kelimpahan rendah (< 3%) (Tabel 3). Tabel 3 Spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Takson Hymenoptera Apidae, Subf. Apinae Spesies Apis cerana Apis dorsata Trigona sp. Apidae, Subf. Xylocopinae Xylocopa caerulea Xylocopa confusa Xylocopa latipes Ceratina sp. Colletidae, Subf. Hylaeinae Hylaeus sp. Halictidae, Subf. Nomiinae Nomia sp. Scoliidae Compsomeris lindernii Lepidoptera Arctiidae Nyctemera sp. Pieridae Eurema hecabe Lycaenidae Jamides virgulatus Nymphalidae Neptis hylas Hesperiidae Parnana guttata Potanthus sp. Coleoptera Scarabaeidae Popilia biguttata Diptera Syrphidae Shyrpus balteatus Megaspis argyrocephala Jumlah individu Jumlah spesies Rerata individu/hari Jumlah Individu Persentase Jan-Peb Maret Aprl-Mei Total (%) 1468 5 8 37 28 7 1072 32 67 0 733 493 0 27 21 2 207 13 0 1 366 2567 0 498 1 9 5 69 20 69 6 15 923 2202 62 107 21 88 0 1 25 7 0 0 12 10 0 3 4 1 7 0 2 1 1 0 1 3 27 11 5 1 20 13 42 39 48 129 82 1 2903 16 138 37 0 1588 14 99 4 123 0 1 1464 5955 15 19 91 43.11 8.36 0.15 1.16 1.16 0.25 36.98 1.8 1.48 0.02 0 0.45 0.18 0.08 0.02 0.34 0.22 0 2.17 0 2.07 0.02 100 Serangga penyerbuk pertanaman caisin yang termasuk ordo Lepidoptera adalah Nyctemera sp. (0.5%), Parnara guttata (0.3%), Eurema hecabe (0.2%), Potanthus sp. (0.2%), Jamides virgulatus dan Neptis hylas masing-masing dengan kelimpahan kurang dari 0.1%. Serangga penyerbuk lain yang ditemukan pada 42 pertanaman caisin adalah Popilia biguttata (Coleoptera) dan Syrphus balteatus (Diptera), masing-masing dengan kelimpahan sekitar 2% (Tabel 3). Jumlah individu serangga penyerbuk pengamatan bulan Januari-Pebruari (2903 individu) lebih tinggi dibandingkan Maret (1588 individu) dan April-Mei 2006 (1464 individu). Beberapa gambar Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera penyerbuk pada pertanaman caisin tertera dalam Gambar 7. b. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Berdasarkan Waktu Pengamatan Spesies serangga penyerbuk pertanaman caisin pada pengamatan bulan Januari-Pebruari sebanyak 16 spesies, bulan Maret sebanyak 14 spesies, dan April-Mei sebanyak 15 spesies (Tabel 3). Jumlah spesies pada pengamatan bulan Januari-Pebruari lebih tinggi dibandingkan bulan Maret dan April-Mei (Gambar 8). Jumlah individu serangga penyerbuk pada pengamatan bulan Januari-Pebruari (2903 atau 138 individu/hari) lebih tinggi dibandingkan bulan Maret (1584 atau 97 individu/hari) dan April-Mei 2006 (1464 atau 92 individu/hari) (Tabel 3, Gambar 9). Tiga spesies lebah, yaitu A. cerana, Ceratina sp., dan A. dorsata ditemukan dominan. Jumlah individu ketiga spesies tersebut ditemukan tinggi pada pukul 7.30-10.00, dengan puncak kunjungan terjadi pukul 08.30 untuk A. cerana dan Ceratina sp. dan pukul 09.30 untuk A. dorsata. Pada pukul 10.3014.30, kelimpahan ketiga spesies tersebut makin menurun. Pada pukul 12.30, kelimpahan Ceratina sp. lebih tinggi dibandingkan A. cerana dan A. dorsata (Gambar 10). Berdasarkan data pengamatan total, 14 spesies ditemukan, paling tidak sekali pengamatan, di setiap waktu pengamatan. Ke 14 spesies tersebut adalah A. cerana, A. dorsata, X. caerulea, X. confusa, Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp. (Hymenoptera), Nyctemera sp., P. guttata, Potanthus sp., E. hecabe, J. virgulatus (Lepidoptera), P. biguttata (Coleoptera), dan S. balteatus (Diptera). Spesies yang hanya ditemukan di pagi dan siang hari adalah X. latipes, Trigona sp., dan C. lindenni, sedangkan N. hylas dan M. argyrocephala cenderung hanya ditemukan di siang-sore hari. 43 A B D C F G H I J K L N O M Gambar 7 Beberapa serangga penyerbuk pertanaman caisin: A. cerana (A), Ceratina sp. (B), A. dorsata (C), X. confusa (D), X. caerulea (E), X. latipes (F), Nomia sp. (G) (Hymenoptera), P. biguttata (Coleoptera) (H), dan S. balteatus (Diptera) (I), Nectemera sp. (J), E. hecabe (K), J. virgulatus (L), N. hylas (M), P. guttata (N), dan Potanthus sp. (O) (Lepidoptera). 44 20 Jumlah spesies 18 16 14 Maret Januari-Pebruari April-Mei Total pengamatan 12 10 8 6 4 07:30 08:30 09:30 10:30 11:30 12:30 13:30 14:30 Waktu pengamatan (pukul) Gambar 8 Jumlah spesies serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan. Jumlah spesies yang ditunjukkan pada gambar merupakan jumlah spesies dari pengamatan total (Januari-Mei, 53 hari). Jumlah individu 35 30 Januari-Pebruari 25 Maret 20 April-Mei Rerata 15 10 5 0 07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 Waktu pengamatan (pukul) Gambar 9 Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan. Jumlah individu yang ditunjukkan pada gambar merupakan rerata individu dalam 15 menit pengamatan. 45 Gambar 10 Jumlah individu 6 spesies Hymenoptera penyerbuk pada tanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda. Jumlah individu yang ditunjukkan pada gambar merupakan rerata individu dalam 15 menit pengamatan. Secara umum, keanekaragaman serangga penyerbuk paling tinggi pada pengamatan bulan Maret (H'=1.39, E=0.53), disusul bulan Januari-Pebruari (H'=1.25, E=0.45), dan bulan April-Mei (H'=1.10, E=0.41) (Tabel 4). Berdasarkan waktu pengamatan, keanekaragaman dan kemerataan spesies penyerbuk meningkat mulai pukul 7.30-11.30, setelah waktu tersebut keanekaragaman dan kemerataan spesies relatif stabil (Gambar 11 dan 12). Berdasarkan nilai indeks kesamaan Sorensen, kesamaan spesies penyerbuk di pagi (pukul 07.30-10.30), siang (pukul 11.30-12.30), dan sore hari (pukul 13.30-14.30) berkisar 85-97%. Kesamaan spesies penyerbuk antara pagi dan siang hari (Cs=0.97) lebih tinggi dibandingkan antara pagi dan sore hari (Cs=0.85) dan antara siang dan sore hari (Cs=0.88) (Gambar 13). Kesamaan spesies penyerbuk antar bulan pengamatan cenderung lebih tinggi di siang hari dibandingkan dengan pagi hari (Tabel 5). Hal ini menunjukkan keanekaragaman spesies penyerbuk di pagi hari lebih tinggi dibandingkan siang dan sore hari. 46 Tabel 4 Jumlah individu (N), spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H') dan kemerataan (evenness) (E) serangga penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda. Bulan, Keanekaragaman Pebruari-Pebruari N S H' E Maret N S H' E April-Mei N S H' E Total N S H' E Waktu pengamatan (pukul) Jumlah 07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 490 10 1.00 0.44 623 12 1.08 0.44 517 12 1.10 0.44 398 14 1.18 0.45 320 13 1.43 0.56 234 13 1.42 0.55 175 11 1.51 0.63 146 11 1.55 0.65 2903 16 1.25 0.45 198 9 0.52 0.24 287 8 0.97 0.47 341 11 1.35 0.56 259 11 1.34 0.56 156 10 1.46 0.64 118 9 1.64 0.74 119 11 1.58 0.66 106 7 1.47 0.75 1584 14 1.39 0.53 242 6 0.84 0.47 362 6 0.82 0.46 273 8 1.05 0.50 162 8 1.18 0.57 130 10 1.48 0.64 122 9 1.19 0.54 92 8 1.14 0.55 81 7 1.16 0.60 1464 15 1.10 0.41 930 1272 1131 14 14 15 1.03 1.18 1.43 0.39 0.45 0.53 819 16 1.51 0.55 606 16 1.64 0.59 474 14 1.59 0.60 386 13 1.56 0.61 333 11 1.65 0.69 5951 19 1.44 0.49 Gambar 11 Nilai indeks Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda. 47 Gambar 12 Nilai kemerataan Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda. Gambar 13 Kesamaan spesies penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda berdasarkan indeks kesamaan Sorensen. 48 Tabel 5 Kesamaan spesies penyerbuk tanaman caisin antar waktu pengamatan. berdasarkan indeks kesamaan Sorensen. Waktu 07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 Total Indeks Sorensen Januari-Pebruari vs Maret Januari-Pebruari vs April-Mei Maret vs April-Mei 0.63 0.50 0.53 0.60 0.67 0.57 0.70 0.70 0.63 0.72 0.73 0.63 0.61 0.78 0.60 0.82 0.73 0.56 0.82 0.84 0.63 0.78 0.78 0.86 0.73 0.90 0.76 c. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dalam Kaitannya dengan Jumlah Tanaman Berbunga Jumlah spesies yang ditemukan di awal sampai akhir pembungaan berkisar antara 4-9 spesies. Jumlah spesies yang ditemukan di awal sampai akhir pembungaan tidak terlalu berfluktuasi. Jumlah spesies pada pengamatan bulan Januari-Pebruari (5-12 spesies) lebih tinggi dibandingkan bulan Maret (4-9 spesies) dan April-Mei (4-8 spesies). Berbeda dengan jumlah spesies, jumlah individu serangga penyerbuk sangat berfluktuasi berkaitan dengan pembungaan tanaman. Kelimpahan serangga penyerbuk ditemukan tinggi pada pembungaan hari ke 6-10 (156-166 individu) untuk bulan Januari-Pebruari, hari ke 10-18 (134-177 individu) untuk bulan Maret, dan hari ke 8-11 (134-198 individu) untuk bulan April-Mei. Kelimpahan tertinggi terjadi pada hari pembungaan ke 8 (311 individu) untuk bulan JanuariPebruari, hari ke 12 (177 individu) untuk bulan Maret, dan hari ke 9 (198 individu) untuk bulan April-Mei (Gambar 14-16). Jumlah spesies serangga penyerbuk relatif konstan dengan makin banyaknya tanaman berbunga, sedangkan jumlah individu penyerbuk makin meningkat dengan makin banyaknya tanaman berbunga (Gambar 17). 49 Gambar 14 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada pertanaman caisin pertama (pengamatan bulan Januari-Pebruari 2006). Gambar 15 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada pertanaman caisin kedua (pengamatan bulan Maret 2006). 50 Gambar 16 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada pertanaman caisin ketiga (pengamatan bulan April-Mei 2006). Gambar 17 Hubungan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dengan jumlah tanaman berbunga. 51 Spesies penyerbuk yang dominan pada pertanaman caisin adalah A. cerana, A. dorsata, Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp., dan Xylocopa spp. Tiga spesies lebah, yaitu A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. dengan kelimpahan sangat tinggi. Lebah A. cerana ditemukan paling dominan diantara serangga penyerbuk, diikuti oleh Ceratina sp. dan A. dorsata. Kelimpahan individu A. cerana tertinggi untuk bulan Januari-Pebruari (235 individu), Maret (158 individu), dan April-Mei (102 individu), masing-masing terjadi pada hari ke 6, 11, dan 7. Lebah A. dorsata hanya ditemukan pada pengamatan bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006. Kelimpahan individu A. dorsata yang tinggi (474 individu) ditemukan pada bulan Maret. Pada bulan Januari-Pebruari 2006, hanya ditemukan 5 individu A. dorsata. Puncak kelimpahan A. dorsata dan A. cerana terjadi pada hari yang berbeda. Kelimpahan individu Ceratina sp. relatif tidak berfluktuasi dari awal sampai akhir pengamatan. Kelimpahan Ceratina sp. tertinggi (81 individu) terjadi pada hari ke 14 untuk bulan Januari-Pebruari dan hari ke 5 (96 individu) untuk bulan AprilMei. Kelimpahan individu Ceratina sp. bulan Maret lebih rendah dibandingkan bulan Januari-Pebruari dan April-Mei (Gambar 18-20). Gambar 18 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan Januari-Pebruari 2006. 52 Gambar 19 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan Maret 2006. Gambar 20 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan April-Mei 2006. 53 d. Kelimpahan Serangga Penyerbuk dalam Kaitannya dengan Faktor Lingkungan Di lokasi penelitian, suhu udara berkisar antara 22-30oC, intensitas cahaya antara 5000-64100 lux, dan kelembaban udara antara 58-91%. Intensitas cahaya paling tinggi (64100 lux) terjadi pada pukul 10.30, suhu udara tertinggi (30oC) terjadi pada pukul 11.30, dan kelembaban tertinggi (76.9%) terjadi pukul 07.30 (Tabel 6). Berdasarkan analisis varian (Anova), kelimpahan serangga penyerbuk total dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Kelimpahan A. cerana dan A. dorsata dipengaruhi oleh suhu udara dan intensitas cahaya. Kelimpahan serangga penyerbuk non-Apis dipengaruhi oleh intensitas cahaya, kelembaban udara, interaksi suhu-kelembaban udara, dan interaksi suhu-intensitas cahaya (Tabel 7). Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi umumnya terjadi pada kisaran intensitas cahaya 5.000-6.4100 lux (Gambar 21), suhu udara 24-28oC (Gambar 22), dan kelembaban udara 67-85% (Gambar 23). Kelimpahan A. cerana dan A. dorsata umumnya tinggi (lebih dari 30 individu), sedangkan kelimpahan serangga penyerbuk lainnya kurang dari 20 individu. Tabel 6 Parameter lingkungan di lokasi penelitian yang meliputi intensitas cahaya (lux), suhu udara (oC), dan kelembaban udara relatif (%). Waktu (Pukul) 07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 Int cahaya (x100 lux) Min Mak Rerata 55 502 257.6 59 531 310.3 107 629 357.4 66 641 381.7 65 634 355.7 57 634 345.6 55 628 265.1 50 494 201.8 Suhu udara (oC) Kelembaban udara (%) Min Mak Rerata Min Mak Rerata 22 29 24.5 62 91 76.9 22 28 25.3 63 84 75.5 22 29 26.2 63 91 73.1 23 29 26.8 63 84 72.2 23 30 26.9 64 91 71.7 22 29 27.1 58 91 71.7 22 29 26.8 58 91 71.8 22 29 26.4 63 91 73.1 Keterangan: Int: intensitas, Min: minimum, Mak: maksimun. 54 Tabel 7 Hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk total (n=1219), A. cerana dan A. dorsata (n=323), dan serangga penyerbuk non-Apis (n=896) dengan faktor lingkungan berdasarkan hasil analysis of variance (Anova). Serangga polinator total A. cerana dan A. dorsata Serangga non-Apis Lingkungan Nilai P Lingkungan Nilai P Lingkungan Nilai P CHY 0.927 CHY 0.000 CHY 0.402 SUHU 0.000 SUHU 0.174 SUHU 0.001 LEMB 0.007 LEMB 0.037 LEMB 0.000 CHY:SHU 0.745 CHY:SHU 0.824 CHY:SHU 0.000 CHY:LEMB 0.572 CHY:LEMB 0.059 CHY:LEMB 0.017 SHU:LEMB 0.209 SHU:LEMB 0.151 SHU:LEMB 0.071 CHY:SHU:LEMB 0.141 CHY:SHU:LEMB 0.413 CHY:SHU:LEMB 0.085 Keterangan: SHU: suhu udara, LEMB: kelembaban udara, CHY: intensitas cahaya, SHU:LEMB: interaksi suhu dengan kelembaban, SHU:CHY: interaksi suhu dengan intensitas cahaya, LEMB:CHY: interaksi kelembaban dengan intensitas cahaya, SHU:LEMB:CHY: interaksi suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya. Gambar 21 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan intensitas cahaya. APC: Apis cerana, APD: Apis dorsata, CRT: Ceratina sp. 55 Gambar 22 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan suhu udara. APC: Apis cerana, APD: Apis dorsata, CRT: Ceratina sp. Gambar 23 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan kelembaban udara. APC: Apis cerana, APD: Apis dorsata, CRT: Ceratina sp. 56 PEMBAHASAN a. Keanekaragaman Serangga penyerbuk Lebah (ordo Hymenoptera) merupakan serangga penyerbuk dominan pada pertanaman caisin dibandingkan ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Tiga spesies lebah, yaitu A. cerana (43.1%), Ceratina sp. (37%), dan A. dorsata (8.4%) merupakan spesies yang ditemukan dominan (Tabel 3). Kedudukan dalam taksonomi, sifat hidup, dan sifat penting lainnya 10 spesies Hymenoptera penyerbuk pada pertanaman caisin terangkum dalam Tabel 8. Pentingya lebah sebagai penyerbuk tanaman telah dilaporkan sebelumnya, antara lain oleh Ramadhani et al. (2000), Steffan-Dewenter et al. (2001), dan Greenleaf & Kremen (2006). Pada tanaman canola (B. campestris dan B. napus), lebah madu ditemukan dengan kunjungan paling tinggi (Delaplane & Mayer, 2000). Pada tanaman sawi (S. arvensis), lebah Bombus sp. dan A. mellifera sebagai penyerbuk utama (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Pada B. kaber dan B. hirta, pengunjung utamanya adalah A. mellifera (Kunin, 1993). Penelitian ini tidak menemukan A. mellifera. Hal ini disebabkan karena A. mellifera umumnya dibudidayakan oleh para peternak dan “diangon” secara berpindah di lokasi-lokasi yang banyak terdapat tanaman berbunga. Di lokasi penelitian tidak ditemukan lebah yang diangon. A. mellifera jarang bersarang secara alami di alam. Seperti dilaporkan oleh Appanah & Kevan (1995), A. mellifera bukan merupakan spesies yang biasa dijumpai di hutan tropik. Lebah yang biasa ditemukan di hutan tropik antara lain A. cerana, A. dorsata, A. florea, Bombus, Augochlora, Allodapine, Euglossini, Dialictus, Halictus, Lasioglossum, Trigona, dan Xylocopa. Tiga spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin, yaitu A. cerana, A. dorsata, dan Trigona sp. termasuk lebah sosial. Pada lebah sosial di dalam koloni terdapat pembagian kasta ratu, pekerja, dan jantan yang mempunyai tugas berbeda. Michener (2000) melaporkan dalam koloni A. cerana ditemukan beberapa-60 ribu lebah pekerja yang berperan mencari pakan untuk kebutuhan koloninya. 57 Tabel 8 Sifat hidup dan sifat-sifat penting spesies Hymenoptera penyerbuk pertanaman caisin. Famili, Subfamili Spesies Sifat hidup Sifat penting Pustaka Apidae, Apinae Apis cerana Eusosial Ukuran tubuh medium (panjang 10- Winston, 1987; 11 mm), sarang banyak sisir, di Michener, 2000 dalam rongga. Koloni: 1 ratu, 6-7 ribu pekerja, beberapa ratus jantan. Apis dorsata Eusosial Ukuran tubuh besar (panjang 17-19 Winston, 1987; mm), sarang satu sisir, terbuka, Michener, 2000 biasanya di pohon tinggi. Koloni: ratu, jantan, lebih 20 ribu pekerja. Trigona sp. Eusosial Ukuran tubuh kecil (panjang 4-6.5 Michener, 2000 mm), sarang umumnya dalam rongga, beberapa spesies sarang terbuka pada ranting pohon. Koloni: ratu, jantan, dan beberapa puluh-100 ribu atau lebih pekerja. Apidae, Xylocopinae Xylocopa Soliter, sosial primitif Ceratina sp. Soliter, beberapa spesies komunal Halictidae, Nomiinae Nomia sp. Soliter, beberapa spesies komunal Colletidae, Hylaeinae Hylaeus sp. Soliter Ukuran tubuh besar (panjang tubuh 13-30 mm), bersarang dengan membuat lubang-lubang pada kayu mati. Dalam satu sarang sering dijumpai 2 atau lebih individu. Michener, 2000 Ukuran tubuh kecil (panjang 3-12.5 Michener, 2000 mm), sarang pada batang/ranting mati. Dalam satu sarang sering ditempati oleh beberapa individu beda generasi, mulai menunjukkan perbedaan perilaku: mirip ratu dan mirip pekerja. Ukuran tubuh sedang (panjang 6.5- Michener, 2000 16 mm). Bersarang dengan membuat lubang di dalam tanah/kayu kering, dalam satu sarang ditemukan 1-20 betina dan 23-191 sel. Ukuran tubuh kecil (panjang 4-7 Michener, 2000 mm, bersarang dengan membuat lubang-lubang di dalam tanah, kayu mati, atau bebatuan. 58 Dalam sekali perjalanan, lebah madu pekerja cenderung mengunjungi bunga dari satu spesies tanaman. Lebah madu dapat membawa 10-30 mg serbuksari atau 25-40 mg nektar dalam sekali perjalanan. Kemampuan lebah membawa serbuksari didukung oleh tubuh yang berambut dan struktur pollen basket pada tungkai ke tiga. Dalam satu hari, lebah madu dapat melakukan 10-15 kali perjalanan, walaupun pencarian nektar dapat mencapai 150 kali/hari (Winston, 1987). Tingginya kelimpahan A. cerana pada pertanaman caisin menunjukkan adanya sarang di sekitar lokasi pengamatan. Sarang tersebut kemungkinan besar terdapat di dalam hutan yang tidak terlalu jauh dari lokasi pengamatan. Kevan et al. (1995) melaporkan jarak pencarian pakan A. cerana umumnya kurang dari 500 m dan umumnya pada jarak kurang dari 100 m dari sarang. Amano et al. (2000) melaporkan pekerja lebah madu dapat melakukan pencarian pakan pada jarak 2-3 km dari sarang. Disamping A cerana, pertanaman caisin juga dikunjungi oleh A. dorsata sebagai lebah sosial yang ditemukan dengan kelimpahan tinggi. Seperti pada A. cerana, jumlah individu A. dorsata dalam satu koloni dapat mencapai 50000 individu (Appanah & Kevan, 1995). Lebah A. dorsata mempunyai ukuran tubuh lebih besar dibandingkan A. cerana, tubuh berambut dan terdapat organ pengumpul serbuksari pada tungkainya. Lebah ini membuat sarang di pohon tinggi di dalam hutan pada (Sola et al., 2005) dan spesies ini sebagai penyerbuk utama tumbuhan dengan kanopi tinggi (Appanah & Kevan, 1995). Pada pengamatan ini, A. dorsata ditemukan di bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006 dan tidak ditemukan pada bulan April-Mei 2006. Hal ini berkaitan dengan lokasi pertanaman caisin pada pengamatan bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006 yang terletak pada jarak kurang dari 200 m dari tepi hutan. Kemungkinan jarak tersebut masih terjangkau dalam pencarian pakan. Pengamatan bulan April-Mei terletak pada jarak 400 m dari tepi hutan dan kemungkinan jarak tersebut sudah tidak terjangkau dalam pencarian pakannya. Namun Roubik (1989) melaporkan jarak pencarian pakan A. dorsata dapat mencapai 6.7-10 km dari sarang, sehingga kemungkinan pencarian pakan juga mencakup pada jarak 400 m dari tepi hutan. Tidak ditemukannya A. dorsata pada pengamatan bulan April-Mei diduga lebah 59 tersebut sudah melakukan migrasi ke tempat lain. Disamping A. cerana dan A. dorsata, lebah sosial lain yang mengunjungi bunga caisin adalah Trigona sp. dengan persentase kunjungan rendah (0.15%) (Tabel 3). Trigona sp. merupakan lebah yang tidak bersengat (stingless bee), mampu beradaptasi di iklim tropik dan subtropik, dan bersifat people and ecosystem-friendly. Dalam satu koloni ditemukan beberapa puluh sampai ratusan ribu pekerja (Michener, 2000). Sedikitnya jumlah individu Trigona sp. yang ditemukan pada bunga caisin kemungkinan akibat aplikasi pestisida yang dilakukan petani pada berbagai tanaman sayuran di sekitar pertanaman caisin. Kemungkinan lain sedikitnya jumlah individu Trigona sp. pada pertanaman caisin adalah lokasi sarang yang terlalu jauh, sehingga pencarian pakan tidak mencapai pertanaman caisin. Amano et al. (2000) melaporkan pencarian pakan Trigona dilakukan sampai jarak 1 km dari sarang. Pada T. carbonaria jarak maksimum pencarian pakan 500 m dan umumnya 100 m dari sarang. Sarang stingless bees terletak di dalam lubang pohon, beberapa spesies primitif, seperti Meliplebeia, Plebeia, dan Nogueirapis membangun sarang di dalam rongga tanah atau menggantung di ranting pohon. Sebagian besar Trigona bersifat polylectic, yaitu melakukan pencarian pakan pada berbagai spesies tanaman. Stingless bees mampu melakukan pencarian pakan tanpa sinar ultraviolet (Tezuka & Maeta, 1993). Lebah T. carbonaria dilaporkan efektif dalam penyerbukkan Macadamia integrifolia dan spesies ini cepat beradaptasi dengan tanaman yang belum dikenal sebelumnya (Amano et al., 2000). Disamping lebah sosial, bunga pertanaman caisin juga dikunjungi oleh lebah soliter, yaitu Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp., dan Xylocopa spp. Diantara lebah soliter tersebut, Ceratina sp. ditemukan dengan kelimpahan paling tinggi (36.98%). Kelimpahan spesies ini pada pertanaman caisin hanya sedikit dibawah kelimpahan A. cerana. Tingginya kelimpahan Ceratina pada pertanaman caisin menunjukkan bahwa lahan tersebut merupakan habitat yang sesuai untuk tempat bersarang. Klein et al. (2003) melaporkan sarang Ceratina ditemukan di habitat yang agak terbuka, kelembaban rendah, dan banyak tanaman herba sebagai sumber serbuksari dan nektar. Michener (2000) melaporkan Ceratina termasuk 60 lebah lebah subsosial, bersarang di dalam ranting atau batang pohon mati. Dalam satu sarang ditemukan tetua-anak atau anak-anak. Pada pertanaman caisin, Ceratina diduga sebagai penyerbuk yang potensial. Lebah soliter lain yang mengunjungi bunga caisin adalah X. caerulea, X. confusa, dan X. latipes dengan persentase kunjungan rendah. Sarang Xylocopa ditemukan di dalam kayu rumah penduduk pada jarak sekitar 500 m dari tepi hutan. Xylocopa spp. yang mengunjungi bunga caisin berasal dari koloni tersebut, atau mungkin dari koloni lain yang bersarang di sekitar lahan pertanian atau di dalam hutan. Spesies ini diduga mempunyai efektifitas penyerbukan rendah pada pertanaman caisin. Rendahnya kelimpahan Xylocopa pada pertanaman caisin berkaitan dengan struktur bunga caisin yang tidak sesuai bagi Xylocopa. Bunga yang sesuai bagi Xylocopa adalah bunga dengan struktur lebih berkembang, seperti famili Papilionaceae (Kahono, komunikasi pribadi). Gerling (1989) melaporkan spesies tanaman yang sering dikunjungi Xylocopa adalah Delonix regia, Crotalaria sp., Calliandra sp., dan markisah. Roubik (1989) menyatakan Xylocopa bersifat parasosial dalam bentuk komunal, kuasisosial, atau semisosial. Michener (2000) menyatakan Xylocopa sebagai lebah subsosial karena dalam sarang ditemukan anak dan induk dan induk secara aktif memberi makan anakanaknya. Lebah Xylocopa berukuran tubuh besar dan dilaporkan berperan dalam penyerbukan berbagai tanaman pertanian. Lebah X. confusa dan X. latipes membantu penyerbukan tanaman belimbing (Rahayu et al., 2004). Fajarwati (2005) dan Damayanti (2007) melaporkan X. confusa sebagai penyerbuk tanaman tomat, sedangkan X. nigrocaerulea merupakan penyerbuk tanaman kopi (Klein et al., 2002). Pada tanaman blueberry, lubang bekas pencarian nektar Xylocopa digunakan kembali oleh lebah madu (Delaplane & Mayer, 2000). Lebah soliter lain yang mengunjungi bunga caisin adalah Hylaeus sp. dengan persentase kunjungan rendah. Lebah Hylaeus sp. dikenal sebagai lebah polyster atau lebah membran. Lebah ini bersarang di dalam tanah (Delaplane & Mayer, 2000). Hylaeus sp. bersifat kleptoparasit, induk betina meletakkan telurnya di dalam sarang individu lain (Michener, 2000). 61 Disamping Hylaeus sp., pada pertanaman caisin juga ditemukan Nomia sp. (Halictidae) dengan persentase kunjungan rendah. Hylaeus dikenal dengan alkali bee, banyak ditemukan di daerah tropik dan daerah sedang. Lebah Nomia umumnya membuat sarang di dalam tanah atau kayu kering. Berdasarkan analisis S-T (short-tongue), Halictidae secara konsisten merupakan unit monophyletic, dengan subfamili tunggal yaitu Nomiinae (Michener, 2000). Pencarian pakan anggota famili ini dapat mencapai jarak 1.6 km dari sarang. Alkali bee merupakan penyerbuk utama tanaman lucerna (Delaplane & Mayer, 2000). Di Sulawesi, N. thoracica dan N. (Culvinomia) fulvata merupakan penyerbuk pertanaman kopi dalam sistem agroforestry (Klein et al., 2002). Disamping lebah, serangga penyerbuk pada pertanaman caisin adalah kupu dan ngengat (Lepidoptera). Enam spesies Lepidoptera mengunjungi bunga caisin, 3 spesies diantaranya, yaitu E. hecabe, J. virgulatus, dan N. hylas berpotensi sebagai penyerbuk karena aktif mencari pakan. Sola et al. (2005) melaporkan ke tiga spesies tersebut merupakan spesies yang umum dijumpai di daerah pertanian, hutan, semak-semak, dan daerah dekat perairan. Lepidoptera lain yang mengunjungi bunga caisin adalah P. guttata, Potanthus sp. (Hesperidae), dan Nyctemera sp. P. guttata dan Potanthus sp. biasa dijumpai di jalan setapak, persawahan, atau tumbuhan bawah dalam hutan. Nyctemera sp. biasa dijumpai di habitat terganggu atau terbuka, aktif di siang hari, dan tertarik cahaya di malam hari (Sola et al., 2005). Rendahnya persentase kunjungan Lepidoptera pada pertanaman caisin menyebabkan perananya sebagai penyerbuk diduga rendah. Disamping Lepidoptera, bunga pertanaman caisin juga dikunjungi oleh kumbang P. biguttata (Coleoptera: Scarabaeidae) dan S. balteatus (Diptera: Syrphidae) dengan persentase kunjungan rendah. Sola et al. (2005) melaporkan P. biguttata penting dalam penyerbukan tanaman, namun spesies ini sensitif terhadap aplikasi pestisida. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa spesies ini tidak sering berpindah dari satu bunga ke bunga lain, sehingga peranannya sebagai penyerbuk pada pertanaman caisin diduga rendah. S. balteatus sering ditemukan hinggap pada bunga, dahan, atau daun dan sering terbang melayang dan potensi spesies ini sebagai penyerbuk pertanaman caisin diduga rendah. Potensi 62 penyerbukan yang rendah pada spesies ini juga dilaporkan oleh Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) pada tanaman Brassica. Efisiensi penyerbukan lalat syrphid lebih rendah dibandingkan Osmia rufa (lebah liar) dan lebah madu. Secara umum, keanekaragaman serangga penyerbuk di lokasi pengamatan masih tinggi. Hal ini disebabkan karena lokasi yang berdekatan dengan hutan TN Gunung Halimun-Salak yang mempunyai habitat relatif tidak terganggu. Hutan merupakan source habitat bagi keanekaragaman di sekitarnya. Spesies yang bersarang di dalam hutan, seperti A. dorsata juga ditemukan di lahan pertanian di tepi hutan. Lebah A. dorsata jarang ditemukan lahan pertanian yang lokasinya jauh dari hutan. b. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dalam Kaitannya dengan Waktu Pengamatan, Fenologi Bunga, dan Faktor Lingkungan Keanekaragaman serangga penyerbuk di suatu habitat berkaitan dengan sumber pakan terutama serbuksari dan nektar dan faktor lingkungan. Berdasarkan waktu pengamatan, jumlah spesies penyerbuk terbanyak dijumpai pukul 10.30, sedangkan jumlah individu tertinggi terjadi pukul 08.30. Puncak kunjungan serangga penyerbuk di pagi hari juga dilaporkan Wallace et al. (2002) pada tanaman Persoonia virgata (Proteaceae). Kelimpahan T. carbonaria (Apidae) dan Leioproctus speculiferus (Colletidae) tinggi terjadi pukul 09.00-11.00. Pada tanaman C. juncea, T. vogelii, dan B. oleraceae, puncak kunjungan serangga penyerbuk terjadi pukul 08.00-08.30 (Ramadhani et al., 2000). Bunga caisin mekar di pagi dan bertahan sampai 3 hari. Disamping serbuksari, bunga caisin juga menghasilkan nektar yang disekresikan di bagian basal bunga (Delaplane & Mayer, 2000). Jumlah serbuksari dan kandungan nektar yang tinggi di pagi hari diduga merupakan faktor penarik bagi serangga. Kondisi lingkungan di pagi hari yang optimal (rerata suhu 22oC, kelembaban udara 63%, dan intensitas cahaya 5900 lux merupakan faktor yang menyebabkan tingginya kelimpahan individu. Penelitian menunjukkan tingginya kelimpahan serangga penyerbuk disebabkan oleh tingginya kelimpahan lebah sosial. Hal ini disebabkan karena jumlah individu lebah sosial paling banyak dibandingkan dengan serangga 63 penyerbuk lain yang ditemukan pada pertanaman caisin. Keanekaragaman serangga penyerbuk ditemukan tinggi pada saat banyak tanaman caisin berbunga. Hal serupa juga dilaporkan oleh Steffan-Dewenter & Tscharntke (2000), tingginya kelimpahan lebah sosial terjadi pada saat banyak tanaman kopi berbunga (massflowering). Pada saat hanya beberapa tanaman yang berbunga banyak ditemukan lebah soliter. Westphal et al. (2003) melaporkan terdapat korelasi positif antara ketersediaan bunga tanaman B. napus dengan densitas Bombus sp. Kompetisi antara lebah sosial dengan lebah soliter dan serangga lain pada saat pencarian pakan diduga terjadi. Penelitian ini menunjukkan adanya kompetisi antara lebah soliter (Ceratina sp.) dengan lebah sosial (A. cerana). Hal ini ditunjukkan dari puncak kunjungan A. cerana dan Ceratina sp. yang terjadi pada hari berbeda. Kompetisi antara A. cerana dengan Ceratina sp. kemungkinan bersifat membagi sumberdaya (scramble competition) karena tingginya sumberdaya yang tersedia pada pertanaman caisin. Kompetisi antara A. cerana dengan A. dorsata (keduanya serangga sosial) juga terjadi yang ditunjukkan dari puncak kunjungan kedua spesies tersebut terjadi pada hari yang berbeda. Kompetisi antara lebah madu dengan lebah liar pada saat pencarian pakan juga dilaporkan oleh Steffan-Dewenter et al. (2001). Disamping jumlah bunga, warna bunga juga menentukan kelimpahan serangga pengunjung. Warna bunga biru atau kuning lebih disukai lebah penyerbuk, walaupun pada lebah Amegilla sp. ditemukan mengunjungi bunga berwarna putih dan jingga (Reddi, et al., 1999). Lebah dapat melihat dalam kisaran spektrum 0-700 nm (ultraviolet-hijau) dan 400-550 nm (biru-kuning). Tidak seperti manusia, lebah tidak dapat melihat cahaya merah (700-800 nm) (Barth, 1991). Warna kuning terang pada bunga caisin mudah dikenal oleh lebah penyerbuk. Disamping ketersediaan nutrisi, keanekaragaman serangga penyerbuk juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Kelimpahan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin ditemukan tinggi pada kisaran intensitas cahaya 5000-64100 lux, suhu udara 2428oC, dan kelembaban udara 67-85%. Suhu udara dan intensitas cahaya umumnya 64 berkorelasi positif, sedangkan kelembaban udara berkorelasi negatif dengan kelimpahan serangga penyerbuk (Kleinert-Giovannini & Imperatriz-Fonseca, 1987; Klein et al., 2002). Aktivitas terbang Melipona marginata (stingless bees) dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Aktifitas tersebut berkorelasi positif dengan suhu, namun berkorelasi negatif dengan kelembaban udara (Kleinert-Giovannini & Imperatriz-Fonseca, 1987). Klein et al. (2002) juga melaporkan jumlah spesies lebah soliter yang diamati pada pertanaman kopi makin meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya. Beberapa spesies lebah mempunyai respon berbeda terhadap perubahan faktor lingkungan. Lebah soliter melakukan aktifitas pada cuaca yang lebih luas, sedangkan aktifitas lebah madu sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Aktivitas Megachile bergantung pada intensitas cahaya. Kelembaban dan suhu udara kurang berpengaruh terhadap aktifitas pencarian pakan Megachile dan Xylocopa (Roubik, 1989). Faktor cuaca (meteorologi) mempengaruhi aktivitas terbang lebah dan pengaturan suhu tubuh. Disamping menentukan waktu kapan lebah terbang, cuaca juga mempengaruhi pencarian pakan pada bunga. Pada saat suhu udara tinggi, lebah cepat terbang berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Ketika produksi panas terlalu besar dibandingkan energi yang didapatkan, lebah hanya berjalan dari bunga ke bunga lainnya. Aktivitas terbang pada lebah memerlukan suhu thoraks minimum 25-30oC dan maksimum 45-50oC (Roubik, 1989). KESIMPULAN Serangga penyerbuk pada pertanaman caisin terdiri atas 4 ordo, yaitu Hymenoptera, Diptera, Lepidoptera, dan Coleoptera. Hymenoptera merupakan ordo dengan kelimpahan paling tinggi. Tiga spesies lebah (Hymenoptera), yaitu A. cerana dan A. dorsata (Apinae), serta Ceratina sp. (Xylocopiae) merupakan penyerbuk utama pertanaman caisin. Jumlah individu dan spesies serangga penyerbuk ditemukan tinggi di pagi hari (pukul 0.8.300-10.30). Keanekaragaman serangga penyerbuk berkaitan dengan jumlah tanaman berbunga dan faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. 65 4. PERILAKU KUNJUNGAN LEBAH PENYERBUK PADA BUNGA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) PENDAHULUAN a. Perilaku Pencarian Pakan (Foraging Behaviour) Lebah Penyerbuk Lebah memerlukan beragam sumberdaya yang digunakan untuk membangun sarang, memelihara aktivitas metabolisme, dan reproduksi. Sumberdaya tersebut meliputi resin, lipid, nektar, serbuksari, lilin, dan lainnya (Roubik, 1989). Dalam melakukan pencarian pakan, lebah pekerja menentukan spesies tanaman yang akan dikunjungi dan jaraknya dari lokasi sarang. Oleh lebah pekerja, keberadaan sumber pakan diiformasikan kepada pekerja lainnya di dalam sarang dengan “tarian melingkar” (round dance) atau tarian bentuk angka 8 (waggle dance). Round dance merupakan bentuk tarian yang paling sederhana dan tidak memberi informasi secara rinci jarak atau arah sumber pakan. Round dance umumnya memberi informasi sumber pakan yang dekat dengan lokasi sarang. Waggle dance memberikan banyak informasi tentang jarak, arah, dan kualitas pakan. Waggle dance umumnya menginformasikan sumber pakan lebih dari 100 m dari sarang. Dalam pencarian pakan, lebah pekerja cenderung bersifat spesialis terhadap satu tipe pakan, yaitu nektar atau serbuksari. Lebah pekerja juga cenderung mengunjungi bunga dari satu spesies tanaman dalam sekali perjalanan (floral fidelity) (Winston, 1987). Pencarian pakan pada lebah mempertimbangkan beberapa faktor, seperti karakteristik sumber pakan, aroma (odour), waktu, dan kondisi cuaca (Schoonhoven et al., 1998). Interaksi komponen-komponen dalam perilaku pencarian pakan secara rinci dijelaskan pada Gambar 24. Pada lebah madu, pencarian nektar, serbuksari, atau air dilakukan oleh lebah pekerja mulai umur 3 minggu. Jarak pencarian pakan bervariasi antara 1-3 km, kadang dapat mencapai 12 km dari sarang dengan kecepatan terbang antara 10-29 km/jam. Pencarian pakan pada Bombus spp. dilakukan pada jarak 50-631 m dari sarang (Osborne et al. 1999). Pekerja B. muscorum melakukan pencarian pakan dalam radius 500 m dari sarang, sedangkan B. terrestris melakukan 66 pencarian pakan pada jarak 1500-1750 m dari sarang. Lebah B. lapidarius melakukan pencarian pakan pada jarak kurang dari 500 m dan sekitar 9% individu spesies tersebut melakukan pencarian pakan pada jarak 1000-1500 m dari sarang (Walther-Hellwig & Frankl, 2000). Gambar 24 Interaksi komponen-komponen dalam perilaku pencarian pakan dan aliran energi (Dafni, 1992). Aktivitas pencarian pakan lebah berhubungan dengan jumlah dan warna bunga. Dalam satu hari, lebah dapat melakukan 6-47 perjalanan, bergantung pada kondisi dan jarak tanaman dari sarang (Gojmerac, 1980), ukuran patch, densitas, dan vegetasi sekitar (Kunin, 1993). Waktu yang diperlukan lebah madu dalam sekali perjalanan berkisar 6 menit-3 jam, dengan mengunjungi 8-100 bunga dan membawa antara 12-29 mg serbuksari (Gojmerac, 1980). Jumlah bunga yang dikunjungi serangga penyerbuk bervariasi antar spesies. Pada tanaman cabe, lebah mengunjungi 1-8 tanaman dalam sekali perjalanan dan hanya 3 spesies yang 67 mengunjungi lebih dari 6 tanaman (Raw, 2000). Dua spesies lebah, Dialictus picadensis dan Augochlora morrae mengunjungi 1 tanaman dalam sekali perjalanan, sedangkan B. atratus mengunjungi 53 bunga dalam sekali perjalanan. Untuk mendapatkan serbuksari maksimum (full pollen load), lebah memerlukan waktu yang bervariasi dari 2 menit 18 detik sampai 6 menit 37 detik yang mengunjungi 18–47 bunga cabe. Jumlah bunga dikunjungi dalam sekali perjalanan berkaitan dengan ukuran tubuh penyerbuk. Lebah berukuran kecil memerlukan 20-50 bunga cabe dari beberapa tanaman dalam sekali perjalanan. Lebah berukuran besar memerlukan lebih banyak bunga dan tanaman dan jarak pencarian pakan yang lebih jauh (Raw, 2000). Jumlah kunjungan serangga penyerbuk pada berbagai spesies tanaman bervariasi. Di hutan temperate di Chile, Smith-Ramirez et al. (2005) melaporkan jumlah kunjungan 26 spesies penyerbuk bervariasi. Jumlah kunjungan maksimum (5.6x10-3 kunjungan/bunga/jam) ditemukan pada tanaman Eucryphia cordifoli, diikuti tanaman Ovidia pillopillo (3.8x10-3 kunjungan/bunga/jam) dan tanaman Myrceugenia planipes (3.4x10-3 kunjungan/bunga/jam). Kunjungan terendah (0.1x10-3 kunjungan/bunga/jam) terjadi pada tanaman Myrtreola sp. Waktu yang diperlukan lebah dalam mengunjungi satu bunga bervariasi. Secara umum, spesies lebah berukuran tubuh kecil lebih cepat waktu berkunjungnya. Dialictus ypirangensis yang mempunyai ukuran tubuh kecil mengunjungi satu bunga dalam waktu 5.8 detik. Augochlora morrae, Exomalopsis fulvofasciata, dan E. auropilosa dengan ukuran tubuh yang lebih besar mengunjungi satu bunga dalam waktu 7.7-8.1 detik (Raw, 2000). Lebah Trigona (Tetragona) fuscobalteata mengunjungi bunga dalam kisaran waktu 1550 detik/bunga (Kun-Suk, 2004). Disamping jumlah bunga, kunjungan lebah berkaitan dengan warna bunga. Warna biru atau kuning lebih disukai lebah, walaupun Amegilla sp. mengunjungi juga bunga berwarna putih dan jingga (Reddi, et al. 1999). Lebah dapat melihat dalam kisaran spektrum 0-700 nm (ultraviolet-hijau) dan warna biru-kuning dengan kisaran panjang gelombang 400-550 nm. Tidak seperti manusia, lebah tidak dapat melihat cahaya merah (700-800 nm) (Barth, 1991). 68 Lebah merupakan penyerbuk yang paling penting karena secara eksklusif memakan serbuksari dan nektar dan mengunjungi banyak bunga dari satu spesies tanaman (flower constancy) dalam sekali perjalanan. Tubuh berambut pada lebah membantu membawa serbuksari (Delaplane & Mayer, 2000). Disamping digunakan sebagai organ lokomosi, tungkai lebah madu mengalami modifikasi untuk mengumpulkan serbuksari. Pada pasangan tungkai pertama lebah terdapat noktah untuk membersihkan antena. Rambut-rambut pada basi-tarsi tungkai pertama dan kedua digunakan untuk membersihkan serbuksari yang menempel di daerah kepala dan thoraks. Serbuksari yang menempel pada tungkai 1 dan 2, dengan manipulasi dan gerakan berseri akan disimpan sementara dalam corbicula atau pollen-basket pada tibia tungkai ke 3 dalam bentuk padatan (Gojmerac, 1980). Pada sisi dalam tungkai ke 3 terdapat organ yang membantu mendorong serbuksari ke dalam pollen basket (Winston, 1987). Struktur pollen basket pada A. cerana tertera dalam Gambar 25. Lebah Xylocopa tidak mempunyai struktur pollen basket seperti pada lebah madu, sehingga serbuksari menempel di rambutrambut pada seluruh permukaan tubuhnya. Pada X. aureipennis dilaporkan membawa kumpulan serbuksari (pollinia) dari tanaman Asclepiadaceae dan Orchidaceae di bagian depan kepala (Roubik, 1989). A tibia tarsus femur B serbuksari Gambar 25 Struktur tungkai ke tiga Apis cerana. Pollen basket (tanda panah, A) digunakan untuk mengumpulkan serbuksari. Serbuksari di dalam pollen basket (B). 69 Penelitian tentang perilaku pencarian pakan serangga penyerbuk merupakan hal yang sangat penting dalam biologi penyerbukan. Studi tentang perilaku pencarian pakan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas penyerbuk. Beberapa perilaku pencarian pakan serangga penyerbuk yang dapat diukur adalah laju kunjungan (visitation rate), laju pencarian pakan (foraging rate), indeks laju kunjungan (Dafni, 1992), dan perilaku intrafloral (Reddi, et al., 1999). Laju kunjungan dihitung dari waktu pencarian pakan per jam dibagi dengan hasil perkalian flower handling time dengan jumlah bunga yang diamati. Laju pencarian pakan dihitung dari jumlah bunga dikunjungi per unit waktu. Indeks laju kunjungan dihitung dari jumlah total kunjungan pada periode pengamatan dibagi dengan jumlah bunga pada periode tersebut (Dafni, 1992). b. Biologi Lebah Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., dan Xylocopa spp. Sebagian besar lebah hidup soliter dalam organisasi sosial primitif. Dari semua spesies lebah, hanya genus Dactylurina, Lestrimelitta, Melipona, Meliponula, dan Trigona (Tribe Meliponini) dan Apis (Tribe Apini) yang bersifat sebagai lebah sosial dengan struktur koloni lebih berkembang (Moritz & Southwick, 1992). Lebah sosial dicirikan dengan perawatan terhadap anak, pertemuan antar generasi, dan pembagian tugas dalam koloni. Pembagian tugas dalam koloni berkaitan dengan umur individu (age polyethism) yang berkaitan dengan perkembangan kelenjar atau organ (Winston, 1987). Biologi spesies lebah penyerbuk yang diamati perilaku kunjungannya diuraikan. Apis cerana Fabricus. Lebah ini bersifat eusosial, dalam koloni terdapat 1 individu ratu, 6-7 ribu individu pekerja, dan beberapa ratus individu lebah jantan. Spesies ini mempunyai ukuran tubuh medium (panjang 10-11 mm), panjang sayap depan berkisar 7.47-8.89 mm (Winston, 1987; Michener, 2000). Lebah A. cerana mempunyai beberapa kemiripan dengan A. mellifera dalam bersarang, komposisi sarang, dan perilaku terbang. Sarang A. cerana terletak di dalam rongga yang terdiri atas beberapa sisir. Ukuran sayap depan dan indeks kubital merupakan karakter yang dapat digunakan untuk membedakan kedua spesies tersebut. Lebah A. cerana lebih temperamen, mudah “dikelola”, namun spesies ini tidak populer 70 bagi para peternak karena koloni mudah pecah (swarming) (Verma, 1995). Jarak pencarian pakan spesies ini umumnya kurang dari 500 m dari sarang, namun di Jerman dilaporkan mencapai 1500 m dari sarang (Koeniger, 1995). A. dorsata Fabricus. Lebah ini bersifat eusosial, berukuran besar (panjang tubuh 17-19 mm), sarang terbuka terdiri atas 1 sisir, lokasi sarang umumnya di pohon tinggi. Dalam koloni ditemukan 1 individu ratu, beberapa ratus individu lebah jantan, dan lebih dari 20 ribu individu lebah pekerja (Winston, 1987; Michener, 2000). Lebah A. dorsata mempunyai kebiasaan migrasi ke habitat yang mempunyai sumberdaya yang lebih tinggi (Kevan et al., 1995). Pencarian pakan A. dorsata dilakukan pada kisaran jarak 6.7-10 km dari sarang. Di Philipina, A. dorsata mengunjungi 14 famili tanaman dengan 20 tipe serbuksari (ManilaFajardo et al., 2004). Pencarian pakan dimulai sekitar pukul 08.00 pada saat sarang sudah terkena sinar matahari. Pencarian pakan berakhir sekitar pukul 16.00. Pencarian pakan mencapai puncaknya pada pukul 10.30-14.30. Pencarian pakan juga dilakukan pada malam hari pada saat bulan purnama (Roubik, 1989). Aktifitas pencarian pakan tersebut dipengaruhi oleh suhu (Molitas-Colting & Cervancia, 2004). Ceratina Latreille. Genus Ceratina terdiri 17 subgenus. Ceratina hidup soliter, beberapa spesies hidup komunal, ukuran tubuh kecil (panjang 3-12.5 mm), bersarang di batang atau ranting pohon mati. Dalam satu sarang sering ditempati oleh beberapa individu yang berbeda generasi. Spesies ini mulai menunjukkan adanya perilaku seperti ratu dan mirip pekerja (Michener, 2000). Xylocopa Latreille. Genus Xylocopa termasuk lebah soliter, beberapa spesies menunjukkan perilaku kehidupan sosial primitif, ukuran tubuh besar (panjang tubuh 13-30 mm), dan sarang ditemukan di dalam lubang kayu mati. Dalam satu sarang sering dijumpai 2 atau lebih individu (Michener, 2000). Pencarian pakan Xylocopa dapat mencapai 12 km dari sarang dan jarak pencarian tersebut berkaitan dengan jumlah hamuli yang terdapat pada sayap (Roubik, 1989). Xylocopa merupakan penyerbuk yang efektif pada tanaman markisah, mentimun, bunga matahari, dan tanaman tomat (Delaplane & Mayer, 2000). 71 Penelitian ini mempelajari perilaku kunjungan enam spesies lebah penyerbuk yang meliputi jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama kunjungan pada pertanaman. Keenam spesies lebah tersebut adalah A. cerana, A. dorsata, Ceratina sp., X. caerulea, X. confusa, dan X. latipes. BAHAN DAN METODE a. Pengamatan Perilaku Kunjungan Perilaku kunjungan diamati pada 6 spesies lebah penyerbuk, yaitu Apis cerana dan A. dorsata (Apinae), serta Xylocopa confusa, X. caerulea, X. latipes, dan Ceratina sp. (Xylocopinae) (Gambar 26). Perilaku kunjungan yang diamati adalah jumlah kunjungan per menit (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama kunjungan pada pertanaman caisin. Pengamatan dilakukan dengan metode focal sampling (Martin & Bateson, 1993). Lama kunjungan lebah pada pertanaman caisin dihitung dari mulai lebah mengunjungi bunga sampai lebah tersebut meninggalkan pertanaman. Pengamatan perilaku dilakukan pada tiga pertanaman caisin yang ditanam pada bulan berbeda dan lokasi pertanaman terletak pada jarak 0, 200, dan 400 m dari tepi hutan. Pengamatan perilaku kunjungan dilakukan selama 21 hari pada pertanaman pertama dan masing-masing 16 hari pada pertanaman kedua dan ketiga. b. Analisis Data Data hasil pengamatan perilaku kunjungan 6 spesies lebah penyerbuk ditampilkan dalam tabel dan box plot dan dianalisis dengan analysis of variance (Anova) yang dilanjutkan dengan uji Scheffe. 72 A D B C E F Gambar 26 Enam spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin yang diamati perilaku kunjungannya: A. cerana (A), Ceratina sp. (B), A. dorsata (C), X. confusa (D), X. caerulea (E), dan X. latipes (F). HASIL a. Jumlah Kunjungan per Menit Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada bunga tanaman caisin bervariasi. Jumlah kunjungan tertinggi terjadi pada genus Xylocopa (22.624.6 bunga/menit), diikuti A. cerana dan A. dorsata (masing-masing 18.5 dan 19.5 bunga/menit), dan Ceratina sp., (5.5 bunga/menit) (Tabel 9). Jumlah kunjungan spesies lebah bervariasi pada pengamatan berbeda (Gambar 27-33). Tabel 9 Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin. Jumlah kunjungan per menit+standar deviasi Famili, Subfamili Spesies Jan-Peb Maret April-Mei Rerata Apidae, Sf. Apinae Apis cerana 18.75 (+3.28) 21.08 (+3.70) 18.88 (+2.85) 19.5a (+1.31) 18.88 (+3.66) 17.98 (+2.68) 18.5a (+0.11) Apis dorsata Apidae, Sf. Xylocopinae Ceratina sp. 4.44 (+1.70) 8.56 (+2.76) 5.5b (+2.91) 26.03 (+4.09) 22.12 (+4.55) 20.00 (+1.83) 24.6c (+3.06) Xylocopa caerulea Xylocopa confusa 23.65 (+4.20) 23.20 (+3.59) 19.86 (+4.17) 22.6d (+2.07) Xylocopa latipes 24.46 (+5.41) 24.50 (+6.83) 24.5dc (+0.03) * Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova level 95% yang dilanjutkan uji Scheffe. Tanda (-) menunjukkan tidak ada pengamatan. 73 Gambar 27 Box plot jumlah kunjungan 6 spesies lebah pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). Gambar 28 Box plot jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). 74 Gambar 29 Box plot jumlah kunjungan A. dorsata pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). Gambar 30 Box plot jumlah kunjungan Ceratina sp. pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). 75 Gambar 31 Box plot jumlah kunjungan X.caerulea pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). Gambar 32 Box plot jumlah kunjungan X. confusa pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). 76 Gambar 33 Box plot jumlah kunjungan X. latipes pada bunga caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1). b. Lama Kunjungan per Bunga Kunjungan spesies lebah yang diamati paling pendek terjadi pada Xylocopa (2.53-2.76 detik/bunga), diikuti A. cerana dan A. dorsata masing-masing 3.18 dan 3.36 detik/bunga, dan Ceratina sp. (13.79 detik/bunga) (Tabel 10). Lama kunjungan lebah penyerbuk bervariasi pada pengamatan berbeda (Gambar 34-40). Tabel 10 Lama kunjungan per bunga enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin. Famili, Subfamili Lama kunjungan per bunga (detik)+standar deviasi Spesies Jan-Peb Maret April-Mei Rerata Apidae, Sf. Apinae 3.30 (+0.58) 2.93 (+0.48) 3.26 (+0.55) 3.18a (+0.56) Apis cerana Apis dorsata 3.32 (+0.78) 3.42 (+0.60) 3.36a (+0.71) Apidae, Sf. Xylocopinae Ceratina sp. 15.90 (+6.92) 7.86 (+2.98) 13.79b (+7.08) 2.36 (+0.38) 2.81 (+0.50) 3.02 (+0.28) 2.53a (+0.47) Xylocopa caerulea Xylocopa confusa 2.62 (+0.46) 2.66 (+0.52) 3.15 (+0.67) 2.76a (+0.58) 2.55 (+0.53) 2.60 (+0.65) 2.57a (+0.56) Xylocopa latipes * Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova level 95% yang dilanjutkan uji Scheffe. Tanda (-) menunjukkan tidak dilakukan pengamatan (Lampiran 2). 77 Gambar 34 Box plot lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). Gambar 35 Box plot lama kunjungan per bunga A. cerana pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). 78 Gambar 36 Box plot lama kunjungan per bunga A. dorsata pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). Gambar 37 Box plot lama kunjungan per bunga Ceratina sp. pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). 79 Gambar 38 Box plot lama kunjungan per bunga X. caerulea pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). Gambar 39 Box plot lama kunjungan per bunga X. confusa pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). 80 Gambar 40 Box plot lama kunjungan per bunga X. latipes pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2). c. Lama Kunjungan pada Pertanaman Caisin Lama kunjungan 6 spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin bervariasi. Kunjungan paling lama terjadi pada A. cerana (13.1 menit), diikuti A. dorsata (10.6 menit), dan Ceratina sp. (9.8 menit), dan Xylocopa spp. (0.8-4.4 menit) (Tabel 11). Lama kunjungan masing-masing spesies pada pertanaman caisin bervariasi pada bulan pengamatan berbeda (Gambar 41-47). Tabel 11 Lama kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin. Lama kunjungan pada pertanaman (menit) +standar deviasi Famili, Subfamili Spesies Jan-Peb Maret-Aprl Mei Rerata Apidae, Sf. Apinae Apis cerana 16.90 (+4.59) 11.89 (+4.13) 12.10 (+6.14) 13.1a (+2.83) 9.72 (+6.71) 13.68 (+6.79) 10.6ab (+2.81) Apis dorsata Apidae, Sf. Xylocopinae Ceratina sp. 10.82 (+5.56) 7.78 (+4.14) 9.8abd (+2.15) Xylocopa caerulea 5.89 (+6.72) 3.19 (+2.20) 1.40 (+1.45) 4.4bd (+2.26) 5.62 (+7.27) 9.56(+15.18) 0.93 (+1.22) 4.1d (+4.32) Xylocopa confusa Xylocopa latipes 1.17 (+2.25) 0.37 (+0.51) 0.8d (+0.57) * Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda pada uji Anova level 95%, dilanjutkan uji Scheffe. Tanda (-) menunjukkan tidak dilakukan pengamatan. 81 Gambar 41 Box plot lama kunjungan enam spesies lebah pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). Gambar 42 Box plot lama kunjungan A. cerana pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). 82 Gambar 43 Box plot lama kunjungan A. dorsata pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). Gambar 44 Box plot lama kunjungan Ceratina sp. pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). 83 Gambar 45 Box plot lama kunjungan X. caerulea pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). Gambar 46 Box plot lama kunjungan X. confusa pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). 84 Gambar 47 Box plot lama kunjungan X. latipes pada pertanaman caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3). PEMBAHASAN Perilaku kunjungan serangga penyerbuk, seperti lama kunjungan per bunga dan jumlah dan frekuensi kunjungan dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas spesies penyerbuk. Selain itu, efektivitas penyerbuk juga dapat diukur dari jumlah dan bobot biji dan buah yang terbentuk (Stubbs & Drummond, 2001; Dafni, 1992). Berdasarkan 6 spesies lebah penyerbuk yang diamati, jumlah kunjungan 3 spesies lebah, yaitu Xylocopa spp. (22.6-24.6 bunga/menit), A. cerana (18.5 bunga/menit), dan A. dorsata (19.5 bunga/menit) tinggi, sedangkan jumlah kunjungan Ceratina sp. (5.5 bunga/menit) rendah (Tabel 9). Berbeda dengan jumlah kunjungan per menit, kunjungan per bunga paling lama pada Ceratina sp. (10.91 detik/bunga), sedangkan kunjungan A. cerana (3.08 detik/bunga), A. dorsata (3.24 detik/bunga), dan Xylocopa spp. (2.44-2.65 detik/bunga) berlangsung lebih singkat (Tabel 10). Tiga spesies lebah, yaitu A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. melakukan kunjungan pada bunga 85 pertanaman caisin lebih lama (masing-masing 13.1, 10.6, 9.8 menit) dibandingkan dengan Xylocopa spp. (0.8-4.4 menit) (Tabel 11). Lebah A. cerana dan A. dorsata mempunyai jumlah kunjungan per menit tinggi (masing-masing 18.5 dan 19.5 bunga/menit), kunjungan per bunga singkat (masing-masing 3.08 dan 3.24 detik/bunga), dan kunjungan pada pertanaman caisin lama (masing-masing 13.1 dan 10.6 menit). Pengamatan menunjukkan bahwa bunga caisin merupakan tipe bunga yang cocok bagi kedua spesies lebah tersebut. Jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin (19.5 bunga/menit) jauh lebih tinggi dibandingkan A. mellifera yang mengunjungi tanaman blueberry (8 bunga per menit). Kedua spesies tersebut mempunyai ukuran tubuh relatif sama. Jumlah kunjungan A. cerana dan A. dorsata pada bunga pertanaman caisin lebih tinggi dibandingkan Bombus impatiens yang mengunjungi bunga tanaman blueberry (11 bunga per menit) (Stubbs & Drummond, 2001). Ketiga spesies tersebut termasuk lebah sosial dengan ukuran tubuh yang tidak jauh berbeda. Kunjungan A. cerana (3.08 detik/bunga) lebih cepat dibandingkan kunjungan A. mellifera dan B. impatiens pada bunga blueberry (masing-masing 8.8 dan 5.6 detik/bunga) (Stubbs & Drummond, 2001). Lama kunjungan per bunga yang singkat pada A. cerana dan A. dorsata kemungkinan berkaitan dengan sifat hidupnya yang sosial dan membutuhkan jumlah makanan yang besar untuk anggota koloninya. Pencarian pakan kedua spesies tersebut dilakukan lebih intensif dengan cara lebih banyak mengunjungi bunga. Lebah A. cerana dan A. dorsata mengumpulkan serbuksari dalam bentuk padatan (pellet) yang disimpan dalam pollen basket di tungkai belakang. Lebah A. cerana dan A. dorsata termasuk lebah sosial dengan jumlah individu dan kebutuhan pakan yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan pakan bagi anggota koloni, lebah pekerja berusaha mengumpulkan lebih banyak serbuksari sehingga memerlukan waktu lebih lama. Lebah Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan per menit rendah (5.5 bunga/menit), kunjungan per bunga lama (10.91 detik/bunga), dan kunjungan pada pertanaman caisin lama (9.8 menit). Lebah Ceratina sp. menghabiskan lebih banyak waktu dalam mengunjungi satu bunga. Pengamatan menunjukkan bahwa bunga caisin merupakan tipe bunga yang cocok bagi Ceratina sp. Jumlah 86 kunjungan Ceratina sp. pada pertanaman caisin (5.5 bunga/menit) relatif sama dibandingkan kunjungan Amegilla sp. pada tanaman Moringa oleifera (6-10 bunga/menit), Martynia annua (Pedaliaceae) (4-10 bunga/menit), Bauhinia purpurea (6-11 bunga/menit), Tamarindus indica (Caesalpiniaceae) (7-12 bunga/menit), dan Cochlospermum religiosum (4-7 bunga/menit). Jumlah kunjungan Ceratina sp. yang diamati lebih rendah dibandingkan Amegilla (8-35 bunga/menit) yang mengunjungi beberapa tanaman dalam famili Lamiaceae dan Verbenaceae (Reddi, et al., 1999). Kedua spesies tersebut termasuk lebah soliter. Kunjungan Ceratina pada bunga caisin yang diamati (10.91 detik/bunga) lebih lama dibandingkan dengan kunjungan Amegilla yang mengunjungi bunga tanaman famili Lamiaceae, Verbenaceae, Moringaceae, Pedaliaceae, dan Caesalpiniaceae yang berkisar 1-10 detik/bunga). Kunjungan Ceratina sp. pada pertanaman caisin lebih pendek dibandingkan dengan kunjungan Amegilla pada Cochlospermum religiosum (Cochlospermaceae) (40-60 detik/bunga) (Reddi, et al., 1999). Lebah Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan per menit tinggi (22.624.6 bunga/menit), kunjungan per bunga singkat (2.44-2.65 detik/bunga), dan kunjungan pada pertanaman caisin sangat singkat (0.8-4.4 menit). Kunjungan yang sangat singkat tersebut disebabkan karena bunga caisin bukan merupakan tipe bunga yang cocok bagi Xylocopa. Ukuran bunga caisin (sekitar 12 mm) terlalu kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh Xylocopa (panjang tubuh 13-30 mm) (Michener, 2000). Pengamatan menunjukkan pada saat Xylocopa hinggap pada bunga caisin, tangkai bunga melengkung ke bawah menahan beban tubuh Xylocopa. Disamping itu, kemungkinan sumberdaya pada bunga caisin terlalu sedikit bagi Xylocopa, sehingga Xylocopa lebih tertarik ke bunga tanaman lain yang mempunyai sumberdaya lebih banyak. Dengan kondisi tersebut, maka lama kunjungan Xylocopa pada bunga pertanaman caisin tidak menggambarkan lama perjalanan pencarian pakan. Ketidakcocokan tipe bunga caisin bagi Xylocopa juga dapat ditunjukkan dengan lama kunjungan pada pertanaman caisin sangat singkat (Tabel 11). Lebah Xylocopa cenderung mengunjungi bunga dari tanaman Papilionaceae dengan struktur bunga yang lebih berkembang. Beberapa tanaman 87 yang sering dikunjungi Xylocopa adalah Crotalaria, D. regia, Calliandra sp. (Gerling, 1989). Jika dikaitkan dengan ukuran tubuh, lebah yang berukuran tubuh besar cenderung mempunyai jumlah kunjungan lebih tinggi. Dari spesies lebah yang diamati, ukuran tubuh yang paling besar adalah Xylocopa spp, diikuti A. dorsata, A. cerana, dan Ceratina sp. Penelitian menunjukkan lebah dengan ukuran tubuh kecil (Ceratina sp.) mempunyai kunjungan lebih lama dibandingkan lebah dengan ukuran tubuh besar (A. dorsata, A. cerana, dan Xylocopa spp.). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan kesimpulan umum yang dilaporkan Raw (2000) yang menyatakan bahwa lebah dengan ukuran tubuh kecil mempunyai waktu berkunjung cepat dibandingkan lebah dengan ukuran tubuh besar. Pada Ceratina sp. yang berukuran tubuh kecil, kebutuhan serbuksari tidak sebanyak lebah yang berukuran tubuh besar. Perilaku pencarian pakan lebah bervariasi tergantung pada kondisi dan jarak tanaman dari lokasi sarang (Gojmerac, 1980). Tiga spesies lebah yang diamati, yaitu A. dorsata, A. cerana, dan Xylocopa spp. kemungkinan besar bersarang di dalam hutan. Jumlah kunjungan ke tiga spesies tersebut cenderung makin rendah dengan meningkatnya jarak dari hutan (Tabel 9). Jarak pencarian pakan yang jauh, menyebabkan energi yang diperlukan makin besar sehingga diduga menurunkan jumlah kunjungan. Jumlah kunjungan pada Ceratina sp. cenderung tidak berkaitan dengan jarak dari hutan. Jumlah kunjungan Ceratina sp. pada pengamatan bulan April-Mei 2006 (lokasi 400 m dari hutan) justru lebih tinggi dibandingkan dengan pengamatan bulan Januari-Pebruari (lokasi 200 m dari hutan). Hal ini disebabkan karena lebah ini umumnya bersarang di ranting pohon atau dahan dan shurbs di sekitar lahan pertanian yang lebih terbuka dengan kelembaban relatif rendah (Klein et al., 2003). Berdasarkan optimal foraging theory, penyerbuk melakukan pencarian pakan seefisien mungkin untuk mendapatkan lebih banyak makanan atas usaha yang telah dilakukan. Pada saat serbuksari atau nektar melimpah, lebah mengunjungi lebih banyak bunga, sebaliknya jika nektar atau serbuksari sedikit, lebah mengunjungi sedikit bunga dan lambat dalam mencari pakan. Banyaknya kunjungan lebah pada bunga 88 meningkatkan efektivitas penyerbukan (Delaplane & Mayer, 2000). Dalam kaitannya dengan efektivitas penyerbukan, diduga lebah sosial (A. cerana dan A. dorsata) mempunyai efektifitas lebih tinggi pada pertanaman caisin dibandingkan lebah soliter (Ceratina sp. dan Xylocopa spp.). Hal ini didukung oleh kelimpahan individu, jumlah kunjungn per menit, dan lama kunjungan kedua spesies Apis lebih tinggi dibandingkan Ceratina dan Xylocopa spp. Greenleaf & Kremen (2006) melaporkan keefektifan lebah sosial (A. mellifera) sebagai penyerbuk bunga matahari (Helianthus annuus) yang mempunyai bunga jantan dan bunga betina terpisah, dapat ditingkatkan dengan adanya lebah liar (wild bees) dengan mekanisme interaksi perilaku interspesifik. Perilaku lebah liar tersebut meningkatkan frekuensi lebah madu dalam memindahkan serbuksari, yang akhirnya meningkatkan penyerbukan silang. Disamping lebah sosial, lebah soliter juga dilaporkan sebagai penyerbuk yang efektif, karena lebih sering berpindah dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Sebagian besar lebah soliter mempunyai probosis panjang sehingga kontak dengan stigma sering terjadi yang memungkinkan terjadinya penyerbukan silang (Corbet et al., 1991). KESIMPULAN Lebah Apis cerana dan A. dorsata mempunyai jumlah kunjungan per menit tinggi, waktu kunjungan per bunga singkat, dan pencarian pakan pada pertanaman caisin berlangsung lama. Lebah Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan per menit rendah, waktu kunjungan per bunga lama, dan pencarian pakan pada pertanaman caisin berlangsung lama. Lebah Xylocopa spp. mempunyai jumlah kunjungan per menit tinggi, waktu kunjungan per bunga singkat, dan pencarian pakan pada pertanaman caisin sangat singkat. Berdasarkan perilaku pencarian pakan yang diamati, lebah A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. mempunyai potensi dan efektivitas penyerbukan yang tinggi pada pertanaman caisin. 89 5. PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) DALAM KAITANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PENDAHULUAN a. Struktur Bunga dan Penyerbukan Tanaman Caisin Bunga caisin (Brassica rapa) tersusun dalam tandan. Setiap bunga mempunyai 4 petal, berwarna kuning, tersusun bersilangan, benangsari 6: dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari putik. Kepala putik tunggal berada di ujung putik. Sekitar 95% tanaman Brassicaceae memerlukan penyerbukan silang, beberapa varietas kol (cauliflower) melakukan penyerbukan sendiri (Delaplane & Mayer, 2000). B. rapa dan B. oleraceae dilaporkan bersifat self-incompatibility (SI) (Takayama & Isogai, 2005). Sifat SI B. rapa menyebabkan tanaman ini memerlukan penyerbukan silang untuk menghasilkan biji yang optimum. Lebah (Hymenoptera) berperan penting dalam penyerbukan silang tanaman ini (Delaplane & Mayer, 2000). b. Self-incompatibility pada B. rapa Self-incompatibility merupakan salah satu mekanisme paling penting pada tanaman berbunga untuk mencegah terjadinya pembuahan sendiri (selffertilization) (Takayama & Isogai, 2005). SI dikontrol secara genetik yang menyebabkan penolakan serbuksari dalam satu individu. Penolakan serbuksari tersebut terjadi karena adanya rekognisi antara serbuksari dan putik yang dikontrol oleh lokus SI. SI pada tanaman caisin bersifat sporophytic selfincompatibility (SSI), reaksi inkompatibilitas serbuksari ditentukan oleh genotip serbuksari yang dihasilkan tetuanya. Disamping SSI, ditemukan juga adanya gametophytic self-incompatibility (GSI). Pada tanaman GSI, s-allel incompatible berada di dalam inti serbuksari (haploid-gametofit). Beberapa sifat SSI adalah: secara genetik dikontrol oleh satu lokus di-alel atau multi-alel (Asteraceae dan Cruciferae); lokasi penempelan serbuksari terdapat di permukaan stigma; stigma kering (sedikit cairan), banyak terdapat pelikel protein; serbuksari triseluler; 90 bunga heteromorfik (sistem di-alel) atau homomorfik (sistem multi-alel). Polimorfisme stamen-stylus (heterostyle: distyle atau tristyle) umumnya dikotrol oleh SSI di-alel. Tanaman caisin termasuk distyle yang ditandai dengan stylus pendek, stamen panjang, stigma besar dan datar, serbuksari banyak dan berukuran kecil (Dafni, 1992). Selain pada Brassicaceae, SI juga dilaporkan pada tanaman kopi (Coffea canephora: Rubiaceae) (Klein et al., 2003), Palicourea lasiorrachis (Rubiaceae) (Kunin, 1993), beberapa spesies Rosaceae, Scrophulariaceae, Solanaceae, dan Papaveraceae (Takayama & Isogai, 2005). c. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dan Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Brassicaceae Penelitian tentang serangga penyerbuk dan pengaruhnya dalam pembentukan biji Cruciferae telah banyak dilaporkan. Keranekaragaman serangga penyerbuk meningkatkan jumlah biji dan buah tanaman Sinapsis arvensis (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Penyerbukan silang oleh serangga meningkatkan jumlah polong, biji per polong, dan bobot biji pada tanaman sawi (B. campestris varietas “Torch” dan “Span”) (Delaplane & Mayer, 2000). Penyerbukan lebah madu meningkatkan jumlah polong, biji per polong, bobot biji per tanaman, dan viabilitas biji tanaman kubis bunga (B. oleraceae) (Ramadhani et al., 2000). Penyerbukan oleh serangga meningkatkan jumlah biji B. campestris (Khan & Chaudry, 1995). Penyerbukan oleh A. cerana dan A. mellifera pada B. napus menghasilkan jumlah buah per tanaman lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang menyerbuk sendiri atau penyerbukan dengan tangan (hand pollinated) (Khan, 1995). Steffan-Dewenter (2003) melaporkan penyerbukan oleh Osmia rufa meningkatkan jumlah biji B. napus. Penelitian ini mengukur hasil panen pertanaman caisin yang dibantu penyerbukannya oleh serangga dan tanpa serangga. 91 BAHAN DAN METODE a. Perlakuan Tanaman dan Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan 200 tanaman caisin. Sebelum berbunga, 100 tanaman dikurung dengan kain kasa (insect screen) warna putih untuk mencegah serangga penyerbuk mengunjungi bunga. Seratus tanaman lainnya dibiarkan terbuka sehingga serangga dapat mengunjungi dan membantu penyerbukannya (Gambar 48). Penamanan dilakukan 3 kali, yaitu bulan Januari, Maret, dan April 2006. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 perlakuan, yaitu pertanaman dikurung dan pertanaman tidak dikurung (terbuka) (Gambar 49). Waktu penanaman digunakan sebagai ulangan kelompok. A B Gambar 48 Pertanaman caisin yang dikurung kain kasa untuk mencegah serangga penyerbuk mengunjungi bunga (A) dan pertanaman terbuka (B). Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Non-kurungan Kurungan Kurungan Kurungan Non-kurungan Non-kurungan Gambar 49 Skema rancangan acak kelompok yang digunakan dalam penelitian. Digunakan 3 kelompok, masing-masing kelompok dengan 2 perlakuan, yaitu kurungan dan tanpa kurungan. 92 b. Pengukuran Hasil Panen Pemanenan polong dilakukan pada 50 tanaman dari masing-masing perlakuan. Polong yang dipanen dibungkus dengan kertas koran, kemudian dioven pada suhu 37o C selama 4x24 jam. Setelah kering, dilakukan penghitungan jumlah polong per tandan, jumlah biji per polong dan per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Pengukuran perkecambahan biji, 100 biji dari masing-masing perlakuan dilakukan di dalam nampan yang diberi kapas basah. Perlakuan diulang 20 kali. Tinggi tanaman dari masing-masing tanaman yang dipanen juga diukur untuk mengetahui pengaruh kurungan terhadap pertumbuhan tanaman. c. Analisis Data Keberhasilan reproduksi tanaman caisin, yang meliputi jumlah polong, biji per polong, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji dari setiap perlakuan ditampilkan dalam bentuk box plot dan diuji dengan ttest. HASIL Keanekaragaman serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap hasil panen pertanaman caisin. Sembilan belas spesies serangga penyerbuk yang termasuk dalam 4 ordo, yaitu Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera ditemukan pada pertanaman caisin. Serangga penyerbuk dari ordo Hymenoptera ditemukan lebih dominan (5.625 individu, 95%) dibandingkan ordo Diptera (124 individu, 2%), Lepidoptera (77 individu, 1%), dan Coleoptera (129 individu, 2%). Tiga spesies lebah, A. cerana (2.567 individu), Ceratina sp. (2.202 individu), dan A. dorsata (498 individu) ditemukan dominan pada pertanaman caisin. Penelitian ini menunjukkan keanekaragaman serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap hasil panen tanaman caisin. Hal ini ditunjukkan dari peningkatan jumlah polong, jumlah biji per polong, dan bobot biji per tanaman pada tanaman yang terbuka, masing-masing 179, 98, 933, dan 932% dibandingkan dengan pertanaman dalam kurungan (Tabel 12). Jumlah polong per tandan, 93 jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari tanaman terbuka lebih tinggi dibandingkan tanaman dalam kurungan (Gambar 5053). Perkecambahan biji dari pertanaman terbuka (93%) lebih tinggi dibandingkan dengan biji dari tanaman dalam kurungan (90%) (Tabel 13 dan Gambar 55). Kurungan (kain kasa) tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini ditunjukkan dari rerata tinggi tanaman dalam kurungan (116.3 cm) yang tidak berbeda dengan tanaman terbuka (113.9 cm) (Gambar 54). Tabel 12 Rerata tandan, polong, dan biji yang dihasilkan tanaman caisin terbuka dan tanaman dalam kurungan serta persentase peningkatannya. Komponen tanaman Tinggi tanaman (cm) Jumlah tandan per tanaman Jumlah polong per tanaman Jumlah biji per polong Jumlah biji per tanaman Bobot biji per tanaman (g) Hasil panen (rerata + st.dev) Tanaman terbuka Tanaman dalam kurungan 113.9a +16.3 116.3a +13.5 a 16.6 +15.1 10.0b +9.6 a 14.9 +6.4 5.4b +3.3 12.8a +3.2 6.5b +2.4 a 3319.7 +3123.9 321.5b +308.4 a 6.4 +6.8 0.6b +0.6 Peningkatan hasil (%) 66 179 98 932 932 *Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji-t (Lampiran 4). Jumlah tandan dihitung dari tandan yang mengandung biji. St.dev: standar deviasi. Gambar 50 Box plot jumlah polong per tanaman caisin terbuka dan dikurung. Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t (Lampiran 4). 94 Gambar 51 Box plot jumlah biji per polong tanaman caisin terbuka dan dikurung. Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t (Lampiran 4). Gambar 52 Box plot jumlah biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung. Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t (Lampiran 4). 95 Gambar 53 Box plot bobot biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung. Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t (Lampiran 4). Gambar 54 Box plot tinggi tanaman caisin yang terbuka dan dikurung. Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t. (Lampiran 4). 96 Tabel 13 Perkecambahan biji dari pertanaman caisin terbuka dan dikurung. Perlakuan Tanaman terbuka Tanaman dikurung Perkecambahan (rerata %+st.dev) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 94a+3.92 90a+3.11 94a+3.52 b a 91 +3.89 89 +2.41 92a+3.08 Rerata 93a+3.92 90b+3.41 * Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji-t (Lampiran 5). St.dev: standar deviasi. Jumlah biji pertanaman caisin yang dihasilkan berkaitan dengan jumlah individu serangga penyerbuk. Jumlah biji yang terbentuk makin meningkat dengan meningkatnya jumlah individu serangga penyerbuk (y=107.76x-8745.9, r2=0.92, n=6) (Gambar 56). Gambar 55 Box plot perkecambahan biji dari tanaman caisin terbuka (T) dan dikurung (K). Huruf yang sama dalam setiap bulan pengamatan menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t (Lampiran 4). 97 Gambar 56 Hubungan jumlah individu penyerbuk dengan jumlah biji yang dihasilkan pada pertanaman caisin. Jumlah biji yang dihasilkan oleh tanaman caisin makin meningkat dengan meningkatnya jumlah individu penyerbuk (y=107.76x-8745.9). PEMBAHASAN Penelitian menunjukkan bahwa pertanaman caisin mendapat keuntungan dari penyerbukan yang dilakukan oleh serangga berupa meningkatnya hasil panen. Jumlah biji, jumlah tandan dan jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, jumlah dan bobot biji per tanaman pada pertanaman terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan pertanaman yang dikurung. Pada pertanaman caisin terbuka terjadi peningkatan jumlah tandan sebesar 66%, jumlah polong per tandan sebesar 179%, jumlah biji per polong sebesar 98%, dan jumlah dan bobot biji per tanaman masing-masing sebesar 933 dan 932%. Bobot biji dari pertanaman caisin terbuka (1.93 g/1000 biji) lebih besar dibandingkan dengan bobot biji dari pertanaman dikurung (1.86 g/1000 biji). Persentase perkecambahan biji dari pertanaman terbuka (93%) lebih tinggi dibandingkan dengan biji dari pertanaman dikurung (90%). Hasil serupa dilaporkan oleh Ramadani et al. (2000) pada tanaman kubis bunga (B. oleraceae), perkecambahan biji dari tanaman terbuka (72.17%) lebih 98 tinggi dibandingkan biji dari tanaman tertutup (46.05%). Hasil panen yang lebih tinggi pada pertanaman caisin terbuka berkaitan dengan keanekaragaman serangga penyerbuk yang membantu penyerbukan silang (cross-pollination). Delaplane & Mayer (2000) menyatakan sekitar 90% tanaman dari famili Cruciferae memerlukan penyerbukan silang. Penyerbukan silang menyebabkan percampuran dan rekombinasi material genetik dari dua individu tanaman yang menghasilkan variabilitas genetik dan meningkatkan heterosigositas keturunannya (Barth, 1991). Keanekaragaman genetik memberikan kekuatan hibrid (hibrid vigor) yang akhirnya meningkatkan efisiensi pertumbuhan dan hasil panen (Mohr & Schopfer, 1995). Tingginya hasil panen pertanaman caisin terbuka terjadi karena adanya kekuatan hibrid hasil penyerbukan silang. Kekuatan hibrid tersebut ditunjukkan dari banyaknya jumlah biji yang dihasilkan, termasuk kemampuan perkecambahan. Faktor lain yang mendukung terjadinya penyerbukan silang pada pertanaman caisin adalah sifat self-incompatibility (SI) seperti dilaporkan oleh Takayama & Isogai (2005). Penelitian menunjukkan pada pertanaman caisin yang dikurung tidak terbentuk biji di dalam polong. Hal ini mungkin disebabkan karena terjadinya penyerbukan sendiri atau gagalnya proses pembuahan karena sifat selfincompatibility. SI merupakan salah satu mekanisme penting bagi tanaman berbunga untuk mencegah pembuahan sendiri, sehingga keanekaragaman genetik terpelihara. Respon SI berupa proses self-and nonself-recognition antara serbuksari dan pistil yang diikuti dengan penghambatan selektif perkembangan tabung serbuksari. Self-and nonself-recognition pada kebanyakan spesies tanaman dikontrol oleh lokus multialel tunggal, yaitu lokus-s. Self-and nonself-recognition bekerja pada level interaksi protein-protein dari dua determinan. Respon SI terjadi ketika dua determinan muncul dari s-haplotipe yang sama (Takayama & Isogai, 2005). Sifat SI pada B. rapa memungkinkan serangga penyerbuk berperan penting dalam penyerbukan silang. Kurungan (kain kasa) dapat mempengaruhi hasil panen pertanaman caisin. Kurungan dapat menghambat kecepatan angin yang berpengaruh terhadap penyerbukan silang tanaman. Pengaruh kurungan tersebut diduga kecil. Hal ini 99 disebabkan karena angin masih bisa membantu penyerbukan tanaman di dalam kurungan. Demikian juga, kain kasa yang berwarna putih tidak menghalangi intensitas cahaya matahari masuk ke dalam kurungan. Penelitian ini menunjukkan tinggi tanaman di dalam dan di luar kurungan tidak berbeda. Kecepatan angin di dalam dan di luar kurungan tidak diukur dalam penelitian ini. Angin dilaporkan berperan penting dalam penyerbukan tanaman. Klein et al., (2003) melaporkan bahwa penyerbukan oleh angin meningkatkan 16% pembentukan biji tanaman kopi (C. canephora). Smith-Ramirez (2005) melaporkan di savana tropik Venezuela, angin berperan sebesar 10.4% dalam penyerbukan tanaman. Rerata biji tanaman caisin yang dihasilkan makin meningkat dengan meningkatnya jumlah individu serangga. Hasil ini sejalan dengan laporan SteffanDewenter (2003) pada B. rapa yang menyatakan bahwa jumlah biji per polong dan bobot biji per tanaman makin meningkat dengan meningkatnya densitas lebah penyerbuk. Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan bahwa pembentukan biji S. arvensis berkorelasi posistif dengan kelimpahan lebah pengunjung bunga dan berkorelasi negatif dengan kelimpahan kumbang bunga. Densitas kumbang bunga yang tinggi dapat merusak tunas bunga. Pada tanaman kopi, C. arabica dan C. canephora yang ditanam dalam sistem agroforestry, jumlah buah yang dihasilkan makin meningkat dengan meningkatnya jumlah individu dan spesies lebah (Klein et al., 2003). Kunin (1993) melaporkan pembentukkan biji S. arvensis lebih tinggi pada pertanaman yang dekat dengan habitat alami sebagai source habitat serangga penyerbuk dibandingkan dengan pertanaman yang jauh dari habitat alami. Penggunaan kombinasi spesies penyerbuk dilaporkan dapat meningkatkan hasil panen. Klein et al. (2003) melaporkan bahwa penggunaan beberapa spesies penyerbuk B. napus dalam rumah kaca menghasilkan jumlah buah lebih tinggi dibandingkan penggunaan spesies tunggal. Penggunaan kombinasi lebah soliter dengan lalat shyrpid kemungkinan dapat meningkatkan hasil panen tanaman dibandingkan penggunaan hanya satu spesies penyerbuk. Steffan-Dewenter (2003) melaporkan penggunaan kombinasi antara lebah madu dengan bumblebees dapat menurunkan hasil panen 100 karena menyebabkan eksploitasi berlebih dan merusak bunga. Dalam kaitannya dengan penyerbukan tanaman, jumlah spesies serangga penyerbuk yang ada di alam tidak mampu membantu penyerbukan semua spesies tanaman. Lebah madu hanya mengunjungi 20-30% jumlah spesies tanaman. Apalagi pada akhir-akhir ini, populasi lebah penyerbuk cenderung turun yang disebabkan oleh penyakit, rendahnya keberhasilan reproduksi (Williams et al., 1991), aplikasi pestisida, perubahan penggunaan lahan, fragmentasi habitat, dan introduksi penyerbuk (Kearns & Inouye, 1997). Lahan pertanian tidak menarik bagi peternak lebah karena sedikitnya jumlah bunga (Williams et al., 1991). Hilangnya interaksi penyerbuk-tanaman akan merugikan secara ekonomi bagi sebagian besar tanaman yang mengambil keuntungkan dari kunjungan serangga untuk pembentukan biji. Terbatasnya kelimpahan lebah sosial menjadikan lebah soliter yang mempunyai preferensi dalam waktu dan tempat, berperan peting dalam penyerbukan tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Mengingat pentingnya peranan serangga dalam membantu penyerbukan silang tanaman, maka perlu usaha konservasi serangga penyerbuk. Usaha konservasi serangga dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan pestisida, menyediakan tempat bersarang bagi lebah soliter, dan meningkatkan ketersediaan serbuksari dan nektar sebagai sumber pakan lebah (Klein et al., 2003). Introduksi lebah madu dapat dilakukan untuk membantu penyerbukan tanaman, namun harus diperhatikan pengaruhnya terhadap lebah lokal baik lebah sosial maupun lebah soliter. KESIMPULAN Pada pertanaman caisin terbuka yang dibantu penyerbukannya oleh serangga, terjadi peningkatkan jumlah biji per polong, biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan persentase perkecambahan biji. Kelimpahan individu serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap jumlah biji caisin yang dihasilkan. 101 6. PEMBAHASAN UMUM a. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh 3 spesies Hymenoptera, yaitu A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. Tujuh spesies Hymenoptera penyerbuk lainnya ditemukan dengan kelimpahan rendah (kurang dari 2%). Disamping Hymenoptera, serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga caisin adalah Lepidoptera (6 spesies) dengan kelimpahan masing-masing spesies kurang dari 1%. Spesies lain yang ditemukan pada bunga caisin adalah Parnana biguttata (Coleoptera) dan Syrphus balteatus (Diptera) dengan kelimpahan sekitar 2%. Lebah merupakan penyerbuk utama pada berbagai spesies tanaman. SmithRamirez (2005) melaporkan di savana tropik Venezuela, lebah merupakan penyerbuk dominan (38.6%), diikuti oleh kupu (13.9%), lalat (12.7%), tabuan (wasp) (10.8%), dan burung, kumbang, dan kelelawar dengan total < 3.1%. Dalam penelitian ini ditemukan A. dorsata yang melakukan pencarian pakan pada bunga pertanaman caisin. Lebah A. dorsata merupakan lebah sosial yang bersarang di dalam hutan dan lebah ini sering melakukan migrasi ke tempat lain. Di lokasi penelitian, spesies ini ditemukan pada bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006. Spesies tersebut tidak ditemukan pada pengamatan bulan April-Mei 2006. Di TN Gunung Halimun, A. dorsata ditemukan antara bulan Oktober-April (Kahono, komunikasi pribadi). Ditemukannya A. dorsata pada pertanaman caisin menunjukkan bahwa lahan pertanian di tepi hutan dikunjungi oleh serangga yang bersarang di dalam hutan. Hal ini menyebabkan keanekaragaman serangga di lahan pertanian tepi hutan menjadi lebih tinggi. Spesies ini jarang ditemukan dilahan pertanian yang lokasinya jauh dari hutan. Disamping A. dorsata, lebah sosial lain yang ditemukan pada pertanaman caisin adalah A. cerana. Tingginya kelimpahan lebah sosial dalam pengamatan ini sejalan dengan hasil penelitian Klein et al. (2002) yang melaporkan bahwa kebanyakan lebah sosial ditemukan di dalam dan di pinggir hutan. Hal ini disebabkan hutan merupakan habitat yang cocok untuk bersarang lebah madu dan stingless bees. Berbeda dengan lebah sosial, lebah soliter lebih menyukai habitat 102 yang lebih terbuka, yaitu di lahan pertanian dengan intensitas cahaya lebih tinggi dan kelembaban udara lebih rendah. Kunjungan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin banyak terjadi di pagi hari (sekitar pukul 07.30-10.30) dengan puncak kunjungan terjadi pada pukul 08.30. Pada pengamatan pukul 11.30-14.30, kelimpahannya serangga penyerbuk makin menurun. Hal ini berkaitan dengan cuaca di lokasi pengamatan di siang dan sore hari umumnya mendung, berkabut, atau hujan. Kunjungan serangga penyerbuk (Trigona carbonaria: Apidae) dan Leiopcoctus speculiferus: Colletidae) pada tanaman Persoonia virgata (Proteaceae) dilaporkan tinggi di pagi hari (Wallace et al. 2002). Puncak kunjungan kedua spesies lebah tersebut terjadi pukul 09-11.00. Berdasarkan indeks Shannon, keanekaragaman dan kemerataan serangga penyerbuk di pagi sampai sore hari makin meningkat. Kesamaan spesies penyerbuk pada setiap pengamatan berkisar 50-90%. Kunjungan serangga penyerbuk yang tinggi di pagi hari kemungkinan berkaitan dengan reward didapatkan oleh serangga penyerbuk di pagi hari yang lebih besar dibandingkan siang atau sore hari. Bunga tanaman caisin mekar di pagi dan bertahan sampai 3 hari (Delaplane & Mayer, 2000). Penelitian menunjukkan tingginya kelimpahan serangga penyerbuk berkaitan dengan jumlah bunga sebagai sumber nutrisi. Wesphal et al. (2006) melaporkan lahan dengan tanaman Phacelia sp. yang banyak berbunga (mass-flowering) menyediakan lebih banyak sumberdaya, sehingga lebah dapat mengumpulkan lebih banyak nutrisi. Di lingkungan dengan sedikit sumberdaya, lebah memerlukan waktu lebih lama dalam pencarian pakan. Lebah mampu mengingat (memorise) lokasi pencarian pakan yang terdapat banyak nutrisi, sehingga pencarian pakan selanjutkan hanya diperlukan waktu yang singkat (site and flower constancy). Disamping ketersediaan sumberdaya, kunjungan serangga penyerbuk juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Di lokasi penelitian, kondisi cuaca di pagi hari lebih optimum (suhu berkisar 24.5-26.2oC, kelembaban udara 73.1-76.9%, dan intensitas cahaya 2576-3574 lux) yang mendukung serangga dalam melakukan pencarian pakan. Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada kisaran intensitas cahaya 5000-64100 lux, suhu udara 24-28oC, dan kelembaban udara 67103 85%. Suhu udara minimum dan maksimum (22 dan 30oC) di lokasi penelitian masih dalam kisaran suhu efektif bagi lebah. Amano et al., (2000) melaporkan suhu efektif bagi A. mellifera, A. cerana japonica, dan T. carbonaria masingmasing berkisar 16-37, 15-36, dan 17-39oC. Pada saat terbang, suhu thoraks bumblebees dipertahankan pada suhu antara 35-45oC. Pada suhu udara 24oC, bumblebees hanya memerlukan waktu sekitar 1 menit untuk menaikkan suhu tubuhnya menjadi 37oC (Barth, 1991). Kemampuan lebah madu dalam mengatur suhu koloni menjadikan lebah mampu bertahan hidup dalam kisaran iklim luas. Beberapa cara dilakukan lebah untuk mempertahankan suhu di dalam sarang berkisar antara 33-35oC, antara lain dengan fanning dan evaporasi air (jika suhu udara panas), atau membentuk kelompok (cluster) jika suhu udara turun (Gojmerac, 1980; Barth, 1991). b. Perilaku Kunjungan Lebah Penyerbuk Pengamatan perilaku kunjungan 6 spesies lebah pada bunga dapat digunakan untuk menduga efektifitas penyerbukan masing-masing spesies. Tiga spesies lebah, A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan tinggi (masing-masing 18.5, 19.5, dan 5.5 bunga/menit), waktu kunjungan per bunga pendek (3.18, 3.36, dan 13.79 detik/bunga), dan pencarian pakan dalam pertanaman caisin lama (13.1, 10.6, dan 9.8 menit). Waktu kunjungan per bunga yang pendek memungkinkan lebah ini banyak berpindah ke bunga lain dalam melakukan pencarian pakan. Diduga ke tiga spesies tersebut mempunyai efektifitas penyerbukan yang tinggi pada pertanaman caisin. Efektifitas penyerbukan A. cerana, A. dorsata binghami, dan Ceratina sp. juga dilaporkan oleh Klein et al. (2003) pada pertanaman kopi. Biji yang dihasilkan dari penyerbukan masing-masing spesies lebah tersebut mencapai 68.8, 71.7, dan 84.6%. Efektifitas penyerbukan Xylocopa pada pertanaman caisin diduga lebih rendah dibandingkan dengan A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. Hal ini diketahui dari lama pencarian pakan yang sangat singkat pada bunga caisin. Struktur bunga caisin bunga merupakan tipe bunga yang sesuai bagi Xylocopa. Lebah Xylocopa umumnya menyukai bunga dari famili Papilionaceae. Disamping 104 itu, ukuran bunga caisin yang kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh Xylocopa merupakan faktor yang menyebabkan rendahnya kunjungan Xylocopa. Dua spesies Xylocopa, yaitu X. aestuans dan X. dejeanii mempunyai efektifitas penyerbukan yang tinggi pada pertanaman kopi dan biji yang dihasilkan mencapai 100% dan 90% (Klein, et al. (2003). c. Pembentukan Biji Caisin Serangga penyerbuk di alam membantu penyerbukan tanaman caisin. Pada pertanaman caisin yang tidak dikurung, dimana serangga membantu penyerbukan dihasilkan jumlah tandan, polong per tandan, jumlah biji per polong, dan jumlah dan bobot biji per tanaman lebih tinggi dibandingkan tanaman yang dikurung. Pada pertanaman yang terbuka terjadi peningkatan jumlah polong sebesar 179%, jumlah biji per polong sebesar 98%, dan jumlah biji per tanaman sebesar 932%. Peningkatan hasil panen dengan aplikasi serangga penyerbuk juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Steffan-Dewenter (2003) pada tanaman B. napus, Ramadhani et al. (2000) pada kubis bunga (Brassica oleracea), dan Klein et al. (2003) pada pertanaman kopi. Tingginya hasil panen tersebut terutama disebabkan terjadinya penyerbukan silang yang dilakukan oleh serangga. Keberhasilan penyerbukan silang pada pertanaman caisin didukung oleh sifat tanaman ini yang selfincompatibility yang mencegah terjadinya penyerbukan sendiri (Takayama & Isogai, 2005). Penyerbukan silang meningkatkan keanekaragaman genetik (heterosigositas) yang memberi kekuatan hibrid (hibrid vigor) bagi keturunannya. Kekuatan hibrid tersebut ditunjukkan dari kuantitas dan kualitas hasil panen, termasuk kemampuan perkecambahan biji. Jumlah biji yang dihasilkan pertanaman caisin berkaitan dengan jumlah individu penyerbuk yang mengunjunginya. Dari hasil analisis regresi linear, jumlah biji yang dihasilkan makin meningkat dengan meningkatnya jumlah individu serangga penyerbuk. Klein et al. (2003) menyatakan pembentukan biji tanaman dapat diprediksi dari kelimpahan dan keanekaragaman lebah yang mengunjunginya. 105 Jumlah biji yang dihasilkan dari pertanaman caisin terbuka 9 kali lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang dikurung. Rerata biji yang dihasilkan per tanaman caisin terbuka adalah 3 320 biji (6.4 g), sedangkan dari tanaman yang dikurung 322 biji (0.6 g). Jika dihitung secara ekonomi dengan harga 3 g biji caisin di pasaran adalah Rp. 3 000,-, maka dari satu tanaman caisin yang terbuka menghasilkan Rp. 6 400,-, sedangkan dari tanaman yang dikurung menghasilkan Rp. 600,-. Dengan demikian, hilangnya serangga penyerbuk berpotensi kerugian sebesar Rp. 5 800,- per tanaman atau setara dengan Rp. 116 000 000,- per hektar, dengan asumsi per hektar ditanam 20 000 tanaman. Berdasarkan penelitian ini, serangga berperan besar dalam penyerbukan tanaman sehingga meningkatkan hasil panen. Peningkatan hasil panen dengan penggunaan serangga penyerbuk sangat mendukung usaha intensifikasi pertanian yang selama ini dilakukan. Bahkan aplikasi serangga penyerbuk ini dapat dijadikan poin tambahan dalam usaha intensifikasi pertanian, selain melalui teknik pengolahan lahan, pengaturan irigasi, pemupukan, pemberantasan hama, dan penggunaan bibit unggul. 106 7. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Serangga penyerbuk dominan pada pertanaman caisin adalah A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. (Apidae: Hymenoptera). Kelimpahan lebah penyerbuk pada pertanaman caisin ditemukan tinggi di pagi hari yang berkaitan dengan tingginya serbuksari dan nektar dan kondisi cuaca yang optimum. Lebah A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. mengunjungi lebih banyak bunga per menit dan melakukan pencarian pakan yang lebih lama dibandingkan Xylocopa spp., sehingga tiga spesies tersebut diduga mempunyai efektifitas penyerbukan yang tinggi pada pertanaman caisin. Serangga penyerbuk meningkatkan hasil panen pertanaman caisin. B. SARAN Perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada berbagai spesies tanaman pertanian dan perannya dalam pembentukan biji/buah. Perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada berbagai spesies tanaman pertanian yang dikaitkan dengan fenologi bunga secara lebih detil, meliputi struktur bunga dan serbuksari, waktu anthesis dan reseptif, dan volume nektar dalam bunga. Perlu analisis kualitas buah/biji hasil penyerbukan serangga, diantaranya kandungan gula, protein, minyak, vitamin dan kandungan lainnya sesuai dengan komoditas masing-masing tanaman. Perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas penyerbukan masing-masing spesies penyerbuk pada berbagai spesies tanaman. Perlu penelitian lanjutan tentang selfincompatibilitas tanaman caisin. 107 DAFTAR PUSTAKA Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are stingless bees, and why and how to use them as crop pollinator?. A Rev JARQ 34:183-190. Amir M. 2002. Kumbang Lembing Pemangsa (Coccinellidae) di Indonesia. Bogor: BCP JICA. Appanah S, Kevan PG. 1995. Bees and the natural ecosystem. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 19-26. Barth, FG. 1991. Insects and Flowers. The Biology of a Partnership. New Jersey: Princeton Univ. Press. Borror DJ, Triplehorn LA, Johnson NF. 1989. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6.Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press. Terjemahan dari: The Introduction to Insects. Bosch J, Kemp WP. 2002. Developing and establishing bee species as crop pollinators: the example of Osmia spp. (Hymenoptera: Megachilidae) and fruit trees. Bull Entomol R 92:3–16. Cook SM, Awmacki CS, Murray DA, Williams IH. 2003. Are honey bees’ foraging preferences affected by pollen amino acid composition?. Ecol Entomol 28:622–627. Corbet SA, Williams IH, Osborn JL. 1991. Bees and the pollination of crop and flowers in the European Community. Bee World 72:47-59. Dafni, A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. Oxford: Oxford Univ. Press. Damayanti W. 2007. Penyerbukan serangga pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dan pengaruhnya terhadap pembentukan buah dan biji [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Day S, Beyer R, Mercer A, Ogden S. 1990. The nutrient composition of honey bee-collected pollen in Otago, New Zealand. J Apicult R 29:138–146. De Groot AP. 1953. Protein and amino acid requirements of the honey bee (Apis mellifera L.). J Physiol Com Oecol 3:197–285. 108 Delaplane KS, Mayer DF. 2000. Crop Pollination by Bees. Oxon: CABI Publishing. Didham RK, Ghazoul J, Stork NE, Davis AJ. 1996. Insects in fragmented forest: a functional approach. Trends Ecol Evol 11:255-260. Dogterom MH, Matteoni JA, Plowright RC. 1998. Pollination of greenhouse tomatoes by north american Bombus vosneskii (Hymenoptera : Apidae). J Econ Entomol 91:71-75. Faegry K, van Der Pijl L. 1971. The Principles of Pollination Ecology. Ed ke-2. Braunschweig: Pergamon Press: Fajarwati MR. 2005. Kajian serangga pengunjung bunga tomat (Lycopersicon esculentum Miller) pada lahan pertanian organik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Gerling D. 1989. Bionomics of the large carpenter bees of the genus Xylocopa. Ann Rev Entomol 34:163-190. Gingras D, Gingras J, Oliveira D. 1999. Visit of honeybees (Hymenoptera : Apidae) and their effects on cucumber yields in the field. J Econ Entomol 92: 435-438. Gojmerac WL. 1980. Bees, Beekeeping, Honey, and Pollination. Westport: The Saybrook Press. Gonzales A. Lawton JH, Gilbert FS, Balckburn TM, Evans-Freke I. 1998. Metapopulation dynamics, abundance, and distribution in a agroecosystem. Science 281:2045-2047. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guide to Families. Ottawa: Canada Comm Gr. Greenleaf SS, Kremen C. 2006. Wild bees enhance honey bees’ pollination of hybrid sunflower. PNAS 37:13890–13895. Herrera CM. 2000. Measuring the effect of pollinator and herbivore: evidence for non-additivity in a perennial herb. Ecology 81:2170-2176. Kearns CA, Inouye DW. 1997. Pollinator, flowering plants, and concervation biology. BioScience 47:297-307. 109 Kevan PG, Punchihewa RWK, Greco CF. 1995. Foraging range for Apis cerana and its implications for honey production and apiary management. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 223-228. Khan BM, Chaudory MI. 1995. Comparative Assessment of Honeybee and Other Insects with Self-pollination of Sarson (Brassica campestris) in Peshawar, Pakistan. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 147-150. Khan BM. 1995. Comparative Study on Pollination Effect of Honeybee Species Apis cerana and Apis mellifera on the Fruit Yield of Toria (Brassica napus) in Peshawar, Pakistan. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 151-152. Klein AM, Dewenter IS, Tscharntke T. 2003. Bee pollination and fruit set of Coffea arabica and C. Canephora (Rubiaceae). Am J Bot 90:153-157. Klein AM, Steffan-Dewenter, D. Buchori & T. Tscharntke. 2002. Effects of landuse intensity in tropical agroforestry systems on coffe flower-visiting and trapnesting bees and wasps. Conserv Biol 16:1003-1014. Kleinert-Giovannini A, Imperatriz-Fonseca VL. 1987. Aspects of the trophic niche of Melipona marginata marginata Lepeletier (Apidae, Meliponinae). Apidologie 18:69–100. Koeniger N. 1995. Biology of the eastern honeybee Apis cerana (Fabricus 1773). Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 29-39. Kun-Suk W. 2004. Foraging behavior of stingless bees in Korea. Di dalam: Camaya EN, Cervancia CR, editor. Bees for New Asia. Proceeding of the 7th Asian Apiculture Assosiation Conference and 10th Beenet symphosium and technofora, Laguna, 23-27 February 2004. Laguna: University of the Philippines Los banos Bee Program and BEENET Philippines Foundation, Inc. hlm 33-36. Kunin WE. 1993. Sex and the single mustard: population density and pollinator behavior effects on seed-set. Ecology 74:2145-2160. Kurahashi H, Benjaphong N, Omar B. 1997. Blow flies (Insecta: Diptera: Calliphoridae) of Malaysia and Singapore. The Raffles Bul. Zool 5:1-88. 110 Lawton JH. 1994. What do species do in ecosystems? Oikos 71:367-374. Makmur, A. 1984. Pokok-pokok Pengantar Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. 49 halaman. Manila-Fajardo AC, Fajardo AC, Cervancia CR. 2004. Pollen sources of Apis dorsata F. in Mt. Makiling, Luzon Island, Philippines. Di dalam: Camaya EN, Cervancia CR, editor. Bees for new Asia. Proceeding of the 7th Asian Apiculture Assosiation Conference and 10th Beenet symphosium and technofora, Laguna, 23-27 February 2004. Laguna: University of the Philippines Los banos Bee Program and BEENET Philippines Foundation, Inc. hlm 63-66. Martin P, Bateson P. 1993. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Ed ke2. Cambrige: Cambrige Univ. Press. Michener DM. 2000. The Bees of the World. Baltimore: Johns Hopkins Univ. Press. Moguel P, Toledo WM. 1999. Biodiversity conservation in traditional coffee systems of Mexico. Conserv Biol 13:11-21. Mohr H, Schopfer P. 1995. Plant Physiology. Berlin: Springer-Verlag. Molitas-Colting L, Cervancia CR. 2004. Nesting behavior of giant honey bee (Apis dorsata Fabricus) in northern Luzon, Philippines. Di dalam: Camaya EN, Cervancia CR, editor. Bees for new Asia. Proceeding of the 7th Asian Apiculture Assosiation Conference and 10th Beenet symphosium and technofora, Laguna, 23-27 February 2004. Laguna: University of the Philippines Los banos Bee Program and BEENET Philippines Foundation, Inc. hlm 155-158. Moritz RFA, Southwick EE. 1992. Bees as Superorganism, An Evolutionary Reality. Berlin: Springer-Verlag. Naeem S, Thompson LJ, Lawlers SP, Lawtom JH, Woodfin RM. 1995. Empirical evidence that declining species diversity may alter the performance of terrestrial ecosystems. Phil Trans R Soc 347:249-262. O'Toole C. 1993. Diversity of Native Bees and Agroecosystem. In LaSalle J, Gauld IG. (eds) Hymenoptera and Biodiversity. Wallingford: CAB International, 26 pp. Osborne JL, Clark SJ, Morris RJ, Williams IH, Riley JR, Smith AD, Reynolds, DR, Edwards AS. 1999. A landscapescale study of bumble bee foraging range and constancy, using harmonic radar. J Appl Ecol 36:519–533. 111 Pimentel D, Stachow U, Takacs DA, Brubaker HW, Dumas AR, Meaney JJ, O'Neil JAS, Onsi DE, Corzilius DB. 1992. Corserving biological diversity in agricultural/forest systems: most biological diversity exists in human-managed ecosystems. BioScience 42:354-362. Quinn JF, Harrison SP. 1988. Effects of habitat fragmentation and isolation on species richness: evidence from biogeographic patterns. Oecologia 75:132140. Rahayu DK. 2004. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga belimbing (Averrhoa carambola L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Ramadhani EP, Purwatiningsih, Soesilohadi RCCH, Sastrodihardjo S. 2000. Evaluasi serangga penyerbuk tanaman pertanian. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung, 16-18 Oktober 2000. Rathcke BJ, Jules ES. 1993. Habitat fragmentation and plant-polinator interaction. Curr Sci 65:273-277. Raw A. 2000. Foraging behaviour of wild bees at hot pepper flowers (Capsicum annuum) and its possible influence on cross pollination. Annals Bot 85:487492. Reddi CS, Aluri RJS, Atluri JB, 1999. Foraging and pollination by the digger bee (Amegilla). A Bee J 1:1-4. Roubik DW. 1989. Ecology and Natural History of Tropical Bees. New York: Cambridge Univ. Press. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 2000. Sayuran Dunia. Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung: ITB Press. Sasaji H. 1971. Fauna Japonica Coccinellidae (Insecta: Coleoptera). Tokyo: Keigaku Publ. Saunders DA, Hobbs RJ, Margules CR. 1991. Biological consequences of ecosystem fragmentation: a review. Conserv Biol 5:18-32. Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biology, From Physiology to Evolution. London: Chapman&Hall. Seeley TD. 1995. The Wisdom of the Hive: The Social Physiology of Honey Bee Colonies. Cambridge: Harvard University Press. 112 Shephered M, Buchmann SL, Vaughan M, Black SH. 2000. Pollinator Concervation Handbook. Portland: The Xerces Society. Sihag RC, Mishra RC. 1995. Crop pollination and Apis cerana. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 135-142. Smith-Ramirez C, Martinez P, Nunez M, Gonzales C, Armesto JJ. 2005. Diversity, flower visitation frequency and generalism of pollinators in temperate rain forests of Chiloé Island, Chile. Bot J Linn Soc 147: 399–416. Sola E, Widyaningrum IK, Mulyati S. 2005. A Photographic Guide to the Comon Insects of Gunung Halimun-Salak National Park. Bogor: VSO-JICA-TNGHS. Steffan-Dewenter I, Munzenberg U, Tscharntke T. 2001. Pollination, seed set and seed predation on a landscape scale. Proc R Soc Lond B 268: 1685-1690. Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 1999. Effects of habitat isolation on pollinator communities and seed set. Oecologia 121:432-440. Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2000. Resource overlap and possible competition between honey bees and wild bees in central Europe. Oecologia 122:288-296. Steffan-Dewenter I. 2002. Landscapes context affects trap-nesting bees, wasps, and their natural enemies. Short communicatin. Ecol Entomol 27:631-637. Steffan-Dewenter I. 2003. Seed set of male-sterile and male-fertile oilseed rape (Brassica napus) in relation to pollinator density. Apidologie 34: 227–235. Steffan-Dewenter I., U. Munzenberg, C. Burger, C. Thies & T. Tscharntke. 2002. Scale-dependent effects of lanscape context on three pollinator guilds. Ecology 83:1421-1432. Stone GN. 1994. Activity patterns of females of the solitary bee Anthophora plumipes in relation to temperature, nectar supplies, and body size. Ecol Entomol 19:177-189. Stubbs CS, Drummond FA. 2001. Bombus impatiens (Hymenoptera: Apidae) an alternative to Apis mellifera (Hymenoptera: Apidae) for lowbush blueberry pollination. J Econ Entomol 94:609-616. Takayama S, Isogai A. 2005. Self-Incompatibility in Plants. Annu Rev Plant Biol 56:467–489. 113 Tezuka T, Maeta Y. 1993. Effect of UVA film on extranidal activities of three bees. Jpn J Appl Entomol Zool 37:175-180. Thies C, Tscharntke T. 1999. Lanscape structure and biological control in agroecosystem. Science 285:893-895. Tischendorf L, Fahrig L. 2000. On the usage and measurement of lanscape connectivity. Oikos 90:7-19. Tsukada E. 1981. Butterflies of the South East Asian Island. Pieridae, Danaidae. Volume ke-3. Japan: Plapac. Tsukada E. 1982. Butterflies of the South East Asian Island. Satyridae, Bibytheidaeae. Volume ke-3. Japan: Plapac. Tsukada E. 1985. Butterflies of the South East Asian Island. Nymphalidae I. Volume ke-4. Japan: Plapac. Tsukada E. 1991. Butterflies of the South East Asian Island. Nymphalidae III. Volume ke-3. Japan: Plapac. Verma LR. 1995. Apis cerana: Biometric, genetic, and behavioural aspects. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 41-53. Wallace HM, Maynard GV, Trueman SJ. 2002. Insect flower visitors, foraging behaviour and their effectiveness as pollinators of Persoonia virgata R. Br. (Proteaceae). Austral J Entomol 4: 55–59. Walther-Hellwig K, Frankl R. 2000. Foraging habitats and foraging distances of bumblebees, Bombus spp. (Hym., Apidae) in an agricultural landscape. J Appl Entomol 124: 299-306. Wesphal C, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2006. Foraging trip duration of bumblebees in relation to landscape-wide resource availability. Econ Entomol 31: 389–394. Williams IH, Corbet SA, Osborne JL. 1991. Beekeeping, wild bees and pollination in the European community. Bee World 72:170-180. Willmer PG, Stone GN. 1989. Incidence of enthomophilous pollination of lowland coffee (Coffea canephora): the role of leafcutter bees in Papua New Guinea. Entomol Ex Appl 50:113-124. 114 Winston, ML. 1987. The Biology of the Honey Bee. Cambridge: Harvard Univ. Press. With AK, Cadaret SJ, Davis C. 1999. Movement responses to patch structure in experimental fractal lanscapes. Ecology 80:1340-1353. Zimmerman EC. 1994. Australian weevils (Coleoptera: Curculionidae). Volume ke-2. Melbourne: CSIRO. Zimmerman EC. 1994. Australian weevils (Coleoptera: Curculionidae).Volume ke-4. Melbourne: CSIRO. 115 LAMPIRAN 116 Lampiran 1 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe jumlah kunjungan per menit 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda. a. Spesies total 1: A. cerana, 2: A. dorsata, 3: Ceratina sp., 4: X. caerulea, 5: X. confusa, dan 6: X. latipes. Dep Var: FORG_RATE N: 573 Multiple R: 0.816 Squared multiple R: 0.666 Analysis of Variance Source SPESIES Error Sum-of-Squares 16037.387 8057.570 df 5 567 Mean-Square F-ratio 3207.477 225.706 14.211 P 0.000 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 4 5 6 1 1.000 2 0.451 1.000 3 0.000 0.000 1.000 4 0.000 0.000 0.000 1.000 5 0.000 0.000 0.000 0.016 1.000 6 0.000 0.000 0.000 1.000 0.596 1.000 b. A. cerana Dep Var: FORAGING N: 176 Multiple R: 0.301 Squared multiple R: 0.091 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 180.293 1809.343 df 2 173 Mean-Square F-ratio P 90.146 8.619 0.000 10.459 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.002 0.975 2 3 1.000 0.001 1.000 117 c. A. dorsata Dep Var: BNYK_BUNGA N: 125 Multiple R:0.136 Squared multiple R: 0.018 Analysis of Variance Source LOKASI Error Sum-of-Squares 24.392 1300.856 df 1 123 Mean-Square F-ratio 24.392 2.306 10.576 P 0.131 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.131 2 1.000 d. Ceratina sp. Dep Var: BNYK_BUNGA N: 61 Multiple R: 0.674 Squared multiple R: 0.454 Analysis of Variance Source Sum-of-Squares LOKASI 200.165 Error 241.049 df 1 59 Mean-Square F-ratio 200.165 48.993 4.086 P 0.000 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.000 2 1.000 e. X. caerulea Dep Var: FOR_RT_XYL N: 107 Multiple R: 0.437 Squared multiple R: 0.191 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 430.262 1825.458 df 2 104 Mean-Square F-ratio P 215.131 12.256 0.000 17.552 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.000 0.023 2 3 1.000 0.634 1.000 118 f. X. confusa Dep Var: BNYK_BUNGA N: 87 Multiple R: 0.367 Squared multiple R: 0.134 Analysis of Variance Source Sum-of-Squares LOKASI 204.249 Error 1315.268 df 2 84 Mean-Square F-ratio 102.125 6.522 15.658 P 0.002 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.901 0.012 2 3 1.000 0.005 1.000 g. X. latipes Dep Var: BNYK_BUNGA N: 17 Multiple R: 0.004 Squared multiple R: 0.000 Analysis of Variance Source LOKASI Error Sum-of-Squares 0.008 526.227 df 1 15 Mean-Square F-ratio 0.008 0.000 35.082 P 0.988 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.988 2 1.000 119 Lampiran 2 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda. a. Spesies total. 1: A. cerana, 2: A. dorsata, 3: Ceratina sp., 4: X. caerulea, 5: X. confusa, dan 6: X. latipes. Dep Var: FLOW_HAND N: 573 Multiple R: 0.817 Squared multiple R: 0.668 Analysis of Variance Source SPESIES Error Sum-of-Squares 6400.104 3179.227 df 5 567 Mean-Square F-ratio 1280.021 228.286 5.607 P 0.000 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 4 5 6 1 1.000 0.994 0.000 0.410 0.878 0.961 2 3 4 5 6 1.000 0.000 0.207 0.657 0.892 1.000 0.000 1.000 0.000 0.993 1.000 0.000 1.000 1.000 1.000 b. A. cerana Dep Var: HAND_APC N: 176 Multiple R: 0.281 Squared multiple R: 0.079 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 4.320 50.552 df 2 173 Mean-Square F-ratio P 2.160 7.392 0.001 0.292 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.003 0.918 2 3 1.000 0.005 1.000 120 c. A. dorsata Dep Var: HAND_APD N: 125 Multiple R: 0.072 Squared multiple R: 0.005 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 0.319 61.612 df 1 123 Mean-Square F-ratio P 0.319 0.637 0.426 0.501 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.426 2 1.000 d. Ceratina sp. Dep Var: HAND_CRT N: 61 Multiple R: 0.504 Squared multiple R: 0.254 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 762.767 2242.300 df 1 59 Mean-Square F-ratio P 762.767 20.070 0.000 38.005 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.000 2 1.000 e. X. caerulea Dep Var: HND_XYL N: 107 Multiple R: 0.480 Squared multiple R: 0.231 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 5.485 18.304 df 2 104 Mean-Square F-ratio P 2.743 15.584 0.000 0.176 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.000 0.012 2 3 1.000 0.640 1.000 121 f. X. confusa Dep Var: HAND_XYL1 N: 87 Multiple R: 0.383 Squared multiple R: 0.147 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 4.201 24.405 df 2 84 Mean-Square F-ratio P 2.100 7.229 0.001 0.291 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.940 0.003 2 3 1.000 0.006 1.000 g. X. latipes Dep Var: HAND_XYL2 N: 17 Multiple R: 0.040 Squared multiple R: 0.002 Analysis of Variance Source PENGAMATAN Error Sum-of-Squares 0.008 4.954 df 1 15 Mean-Square F-ratio P 0.008 0.024 0.878 0.330 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.878 2 1.000 122 Lampiran 3 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffelama pencarian pakan 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan berbeda. a. Spesies total. Dep Var: LAMA_KNJ N: 96 Multiple R: 0.560 Squared multiple R: 0.313 Analysis of Variance Source SPESIES Error Sum-of-Squares 1569.127 3438.842 df 5 90 Mean-Square F-ratio 313.825 8.213 38.209 P 0.000 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 4 5 6 1 1.000 0.928 0.903 0.009 0.005 0.000 2 3 4 5 6 1.000 0.999 0.081 0.048 0.004 1.000 0.697 1.000 0.629 1.000 1.000 0.188 0.754 0.809 1.000 b. A. cerana Dep Var: LAMA_KNJNG N: 13 Multiple R: 0.405 Squared multiple R: 0.164 Analysis of Variance Source LOKASI Error Sum-of-Squares 55.148 281.849 df 2 10 Mean-Square F-ratio P 27.574 0.978 0.409 28.185 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 3 1 1.000 0.492 0.998 2 3 1.000 0.469 1.000 123 c. A. dorsata Dep Var: LAMA_KNJ N: 19 Multiple R: 0.247 Squared multiple R: 0.061 Analysis of Variance Source LOKASI Error Sum-of-Squares 49.717 768.224 df 1 17 Mean-Square F-ratio 49.717 1.100 45.190 P 0.309 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 2 0.309 1.000 d. A. ceratina Dep Var: VAR00002 N: 12 Multiple R: 0.452 Squared multiple R: 0.204 Analysis of Variance Source VAR00001 Error Sum-of-Squares 2.100 8.197 df 2 9 Mean-Square F-ratio 1.050 1.153 0.911 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 2 0.358 1.000 3 0.799 0.581 P 0.358 3 1.000 e. X. caerulea Dep Var: LAMA_KNJ N: 22 Multiple R: 0.318 Squared multiple R: 0.101 Analysis of Variance Source LOKASI Error Sum-of-Squares 55.488 492.077 df 2 19 Mean-Square F-ratio 27.744 1.071 25.899 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 2 0.512 1.000 3 0.904 0.529 P 0.362 3 1.000 124 f. X. confusa Dep Var: LAMA_KNJ N: 24 Multiple R: 0.435 Squared multiple R: 0.189 Analysis of Variance Source LOKASI Error Sum-of-Squares 321.592 1381.142 df 2 21 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 2 0.728 1.000 3 0.122 0.556 Mean-Square F-ratio P 160.796 2.445 0.111 65.769 3 1.000 g. X. latipes Dep Var: LAMA_KNJ N: 12 Multiple R: 0.261 Squared multiple R: 0.068 Analysis of Variance Source Sum-of-Squares LOKASI 1.936 Error 26.521 df 1 10 Mean-Square F-ratio 1.936 0.730 2.652 P 0.413 Scheffe Test. Matrix of pairwise comparison probabilities: 1 2 1 1.000 0.413 2 1.000 125 Lampiran 4 Hasil uji T two group tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari tanaman caisin yang dikurung dan terbuka. a. Tinggi tanaman Two-sample t test on TINGGI grouped by PERLAKUAN Group N Mean SD 1 150 113.920 16.343 2 150 116.320 13.512 Separate Variance t = -1.386 Difference in Means = -2.400 Pooled Variance t = -1.386 Difference in Means = -2.400 df = 287.8 95.00% df = 298 95.00% Prob = 0.167 CI = -5.808 to 1.008 Prob = 0.167 CI = -5.807 to 1.007 b. Jumlah polong Two-sample t test on POLONG grouped by PERLAKUAN Group N Mean SD 1 150 242.733 212.792 2 150 46.793 39.841 Separate Variance t = 11.085 Difference in Means = 195.940 Pooled Variance t = 11.085 Difference in Means = 195.940 df = 159.4 95.00% df = 298 95.00% Prob = 0.000 CI = 161.030 to 230.850 Prob = 0.000 CI = 161.154 to 230.726 c. Jumlah biji per polong Two-sample t test on BIJI_POLONG grouped by PERLAKUAN Group N Mean SD 1 150 12.843 3.171 2 150 6.479 2.374 Separate Variance t = 19.675 Difference in Means = 6.364 df = 276.1 95.00% Prob = 0.000 CI = 5.728 to 7.001 Pooled Variance t = 19.675 Difference in Means = 6.364 df = 298 95.00% Prob = 0.000 CI = 5.728 to 7.001 126 d. Jumlah biji per tanaman Two-sample t test on BIJI grouped by PERLAKUAN Group N Mean SD 1 150 3319.667 3123.882 2 150 321.520 308.434 Separate Variance t = 11.698 Difference in Means = 2998.147 Pooled Variance t = 11.698 Difference in Means = 2998.147 df = 151.9 95.00% df = 298 95.00% Prob = 0.000 CI = 2491.766 to 3504.528 Prob = 0.000 CI = 2493.751 to 3502.542 e. Bobot biji per tanaman Two-sample t test on BBT_TNM grouped by PERLAKUAN Group N Mean SD 1 150 6.373 6.805 2 150 0.618 0.626 Separate Variance t = 10.315 Difference in Means = 5.756 Pooled Variance t = 10.315 Difference in Means = 5.756 df = 151.5 95.00% df = 298 95.00% Prob = 0.000 CI = 4.653 to 6.858 Prob = 0.000 CI = 4.658 to 6.854 127 Lampiran 5 Hasil uji-t two group perkecambahan biji tanaman caisin yang dikurung dan terbuka. a. Lokasi 1 (ulangan1) Two-sample t test on KECAMBAH grouped by LOKASI_1 Group N Mean SD 1 20 94.350 3.924 2 20 90.450 3.886 Separate Variance t = 3.158 Difference in Means = 3.900 Pooled Variance t = 3.158 Difference in Means = 3.900 df = 38.0 95.00% df = 38 95.00% Prob = 0.003 CI = 1.400 to 6.400 Prob = 0.003 CI = 1.400 to 6.400 b. Lokasi 2 (ulangan2) Two-sample t test on KECAMBAH_2 grouped by LOKASI Group N Mean SD 1 20 90.200 3.105 2 20 88.600 2.415 Separate Variance t = 1.819 Difference in Means = 1.600 Pooled Variance t = 1.819 Difference in Means = 1.600 df = 35.8 95.00% df = 38 95.00% Prob = 0.077 CI = -0.184 to 3.384 Prob = 0.077 CI = -0.181 to 3.381 c. Lokasi 3 (ulangan3) Two-sample t test on KECAMBAH_3 grouped by LOKASI Group N Mean SD 1 20 93.600 3.515 2 20 91.850 3.083 Separate Variance t = 1.674 Difference in Means = 1.750 Pooled Variance t = 1.674 Difference in Means = 1.750 df = 37.4 95.00% df = 38 95.00% Prob = 0.103 CI = -0.368 to 3.868 Prob = 0.102 CI = -0.366 to 3.866 d. Lokasi total (rerata) Two-sample t test on KECAMBAH_TOT grouped by LOKASI_TOT Group N Mean SD 1 60 92.717 3.919 2 60 90.300 3.406 Separate Variance t = 3.605 Difference in Means = 2.417 Pooled Variance t = 3.605 Difference in Means = 2.417 df = 15.8 95.00% df = 118 95.00% Prob = 0.000 CI = 1.089 to 3.744 Prob = 0.000 CI = 1.089 to 3.744 128