Keanekaragaman Dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk

advertisement
KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN
SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM
PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN
(Brassica rapa L.: Brassicaceae)
TRI ATMOWIDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
1
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Keanekaragaman dan
Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan
Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, April 2008
Tri Atmowidi
NRP. A461030011
2
ABSTRACT
TRI ATMOWIDI. Diversity and Visiting Behavior of Insect Pollinators in
Relation to Seed Set of Mustard (Brassica rapa L.: Brassicaceae). Under the
supervision of DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO,
BAMBANG SURYOBROTO, and PURNAMA HIDAYAT.
Insects are known to be pollinators of many species of plants. Cross
pollination by insects is esential for maintenance of genetic diversity of plants.
Here, we studied the diversity and visiting behavior of insect pollinators and its
effect to sed set of mustard planted in agricultural areas near the Gunung
Halimun-Salak National Park, West Java.
Insect pollinators were observed in three plantations using scan method.
Insect pollinators were observed every hour on sunny days, from 07.30 to 14.30.
The length of each observation period was 10 minutes. Species richness and
abundance of insect pollinators were assessed to measure its diversity. Visiting
behavior i.e. foraging rate, flower handling time, and visit duration of six bees
species of pollinator were measured using focal animal sampling. Seed set of
mustards in relation to diversity of insect pollinators were measured by the
number of racemes per plant, pods per plant, seeds per plant, and seed weight per
plant from plants caged by insect screen and opened plants.
Results showed that, at least 19 species of insect pollinators belonging to
four orders i.e. Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, and Lepidoptera pollinated the
mustard. Bees (Apidae: Hymenoptera), Apis cerana (43.1%), Ceratina sp. (37%),
and A. dorsata (8.4%) showed a higher abundance compared to other species
(<3%). The higher abundance and species richness of pollinators occurred in the
morning (08.30-10.30 am), the most probably, it related to higher flower's
resource, such as pollens and nectars. Enviromental factors, such as temperature,
humidity, and light intensity affected the diversity of insects.
Visiting behavior of bee pollinators on mustard flowers varied. Foraging
rate of Xylocopa spp. (22.6-24.6 flowers/minute) were higher than A. dorsata
(18.5 flowers/minute), A. cerana (19.5 flowers/minute), and Ceratina sp. (5.5
flowers/minute). Contrast to foraging rate, flower handling time of Ceratina sp.
(10.91 sec./flower) was higher than A. dorsata (3.24 sec./flower), A. cerana (3.08
sec./flower), and Xylocopa spp. (2.44-2.65 sec./flower). The total time of bees
foraging on mustard flowers was longer for A. cerana (13.1 minutes), A. dorsata
(10.6 minutes), and Ceratina sp. (9.8 minuts) than that of Xylocopa spp. (0.8-4.4
minuts). Based on visiting behavior studied, most probably, A. cerana, A.
dorsata, and Ceratina sp. had a higher pollination effectiveness on mustard
plants.
In relation to plant reproductive succes, insect pollinations increased the
number of pod, seed per pod, seed weight, and seed germinations. The number
of individual pollinators had a positive affect to the numbers of seed set.
Keywords: Pollination ecology, diversity, insect pollinators, social bees, solitary
bees, visiting behavior, seed set, Brassica rapa.
3
RINGKASAN
TRI ATMOWIDI. Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk
serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L.:
Brassicaceae). Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA
MANUWOTO, BAMBANG SURYOBROTO, dan PURNAMA HIDAYAT.
Asosiasi antara serangga penyerbuk dengan tanaman Angiospermae
merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang diduga telah terjadi sejak era
Cretaceous (sekitar 130-90 jtl). Melalui proses koevolusi, asosiasi tersebut
menghasilkan keanekaragaman tumbuhan dan serangga yang ditemukan pada saat
ini. Bagi tumbuhan, asosiasi tersebut berdampak positif, terutama terjadinya
penyerbukan silang. Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan antara lain
dimanfaatkan untuk mendapatkan nutrisi berupa serbuksari yang mengandung 1530% protein dan nektar yang mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain,
seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik.
Penyerbukan merupakan proses bertemunya serbuksari dengan kepala
putik. Pada tanaman Angiospermae, proses penyerbukan terjadi dalam tiga fase,
yaitu lepasnya serbuksari dari kepalasari, perpindahan serbuksari dari kepalasari
menuju kepala putik, dan perkecambahan serbuksari. Setelah penyerbukan
dilanjutkan dengan pembuahan. Keberhasilan penyerbukan ditentukan oleh
beberapa faktor, seperti viabilitas serbuksari, reseptibilitas kepala putik, interaksi
genetik, dan keguguran post-zygotic.
Serangga merupakan agens penyerbuk yang penting pada berbagai spesies
tanaman. Di lahan pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah
lebah madu dan bumble bees yang dilaporkan mengunjungi 20-30% spesies
tanaman. Disamping lebah, serangga-serangga penyerbuk yang penting adalah
kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera).
Penelitian ini mempelajari keanekaragaman dan perilaku kunjungan
serangga penyerbuk, serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman caisin
(Brassica rapa L.). Lokasi pertanaman caisin terletak di lahan pertanian tepi hutan
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian tepi hutan diduga lebih
spesifik, karena beberapa serangga penyerbuk yang bersarang di dalam hutan
melakukan pencarian pakan di lahan pertanian tersebut.
Caisin merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan Asia. Daun
bertangkai, bentuk oval, warna hijau mengkilap. Bunga tersusun dalam tandan,
muncul pada batang yang berdaun kecil, dengan beberapa percabangan. Bunga
berwarna kuning terang, dengan 4 petal yang tersusun bersilangan dengan
panjang 1.3-2.5 cm. Setiap bunga memiliki 6 benangsari, dua diantaranya lebih
pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari kepala putik. Kepala putik tunggal berada
di ujung tangkai putik. B. rapa dilaporkan bersifat self-incompatibility yang
merupakan salah satu sistem penting tanaman berbunga untuk mencegah
terjadinya pembuahan sendiri. Penyerbukan silang meningkatkan keanekaragaman
genetik yang memberikan kekuatan hibrid (hibrid vigor) pada keturunannya.
4
Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan pertanaman
caisin selama 10 menit tiap jam, mulai pukul 07.30-14.30 pada saat cuaca cerah.
Pengamatan dilakukan dengan scan method. Keanekaragaman serangga
penyerbuk diamati di tiga pertanaman pada tanggal 12 Januari-9 Pebruari 2006
untuk pertanaman pertama, 1-24 Maret 2006 untuk pertanaman kedua, dan 11
April-8 Mei 2006 untuk pertanaman ketiga. Pengamatan perilaku kunjungan
meliputi jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama
kunjungan pada pertanaman caisin dilakukan dengan metode focal sampling.
Pengamatan dilakukan pada enam spesies lebah, yaitu Apis cerana, A. dorsata,
Ceratina sp, Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes. Keberhasilan
reproduksi tanaman caisin diukur dari banyaknya tandan, polong, biji, dan bobot
biji yang dihasilkan dari pertanaman terbuka yang dibantu penyerbukannya oleh
serangga dan dari tanaman dikurung yang penyerbukan tidak dibantu oelh
serangga. Data dianalisis dengan Analisis of variance (Anova) yang dilanjutkan
uji Scheffe dan uji-t. Data ditampilkan juga dalam tabel, scatter plot dan boxplot.
Penelitian ini menunjukkan serangga penyerbuk pertanaman caisin
didominasi oleh Hymenoptera (5625 individu, 10 spesies). Serangga penyerbuk
dari ordo Diptera (124 individu, 2 spesies), Coleoptera (129 individu, 1 spesies),
dan Lepidoptera (77 individu, 6 spesies) ditemukan dengan kelimpahan rendah.
Lebah Apis cerana, Ceratina sp., dan A. dorsata (Apidae: Hymenoptera) memiliki
kelimpahan tinggi, masing-masing 43.11, 36.98, dan 8.36%, spesies lainnya
dengan kelimpahan kurang dari 3%. Keanekaragaman serangga penyerbuk
ditemukan tinggi di pagi hari (pukul 08.30-10.30) yang diduga berkaitan dengan
tingginya sumberdaya yang tersedia (bunga, serbuksari, dan nektar).
Keanekaragaman serangga bervariasi pada bulan pengamatan berbeda. Faktor
lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya juga
berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk.
Perilaku kunjungan lebah penyerbuk pada bunga pertanaman caisin
bervariasi tiap spesies. Jumlah kunjungan paling tinggi terjadi pada Xylocopa spp.
(22.6-24.6 bunga/menit), diikuti A. cerana (18.5 bunga/menit), A. dorsata (19.5
bunga/menit), dan Ceratina sp. (5.5 bunga/menit). Kunjungan per bunga paling
lama terjadi pada Ceratina sp. (10.91 detik/bunga), diikuti A. cerana (3.08 detik),
A. dorsata (3.24 detik), dan Xylocopa spp. (2.44-2.65 detik). Kunjungan pada
pertanaman caisin paling lama terjadi pada A. cerana (13.1 menit), diikuti A.
dorsata (10.6 menit), Ceratina sp. (9.8 menit), dan Xylocopa spp. (0.8-4.4 menit).
Berdasarkan tiga perilaku kunjungan yang diamati, A. cerana, A. dorsata, dan
Ceratina sp. diduga mempunyai efektifitas polinasi yang tinggi pada pertanaman
caisin.
Pada pertanaman caisin yang terbuka, dimana serangga berperan dalam
penyerbukannya, terjadi peningkatan jumlah biji per polong, jumlah biji per
tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji. Kelimpahan individu
serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap jumlah biji yang dihasilkan.
Kata kunci: Ekologi polinasi, keanekaragaman, serangga penyerbuk, serangga
sosial, serangga soliter, perilaku kunjungan, pembentukan biji,
Brassica rapa.
5
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
6
KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN
SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM
PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN
(Brassica rapa L.: Brassicaceae)
TRI ATMOWIDI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
7
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS.
2. Dr. Sih Kahono
8
Judul Disertasi
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi
: Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga
Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji
Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae)
: Tri Atmowidi
: A461030011
: Entomologi-Fitopatologi
Disetujui
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc.)
Ketua
(Dr. Bambang Suryobroto)
Anggota
(Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.)
Anggota
(Dr. Purnama Hidayat, M.Sc.)
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Entomologi-Fitipatologi
(Dr. Ir. Sri Hendrastuti, M.Sc.)
Tanggal Lulus: 11 Maret 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
(Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.)
Tanggal lulus:
9
PRAKATA
Pertama, penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena atas kuasaNya, disertasi berjudul: Keanekaragaman dan Perilaku
Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji
Tanaman Caisin (Brassica rapa L.: Brassicaceae) dapat diselesaikan.
Disertasi ini memuat tiga topik. Topik pertama membahas keanekaragaman
serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Topik kedua membahas perilaku
kunjungan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin. Topik ketiga membahas
pembentukan biji caisin dalam kaitannya dengan keanekaragaman serangga
penyerbuk. Topik satu dan tiga telah diterbitkan di Hayati 14:155-161 dan topik
kedua akan diajukan ke jurnal nasional terakreditasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori,
M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc., Dr. Bambang Suryobroto, dan
Dr.Ir. Purnama Hidayat, M.Sc., masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi,
atas arahan dan bimbingan selama penelitian sampai penulisan disertasi. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Biologi, Dekan
FMIPA, dan Rektor IPB atas ijin dan dukungan untuk tugas belajar, Dekan
Sekolah Pascasajana (SPs) dan Rektor IPB yang telah menerima penulis sebagai
mahasiswa Sekolah Pascasajana, dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang
memberikan beasiswa BPPS.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Bagian
Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB, Kepala
Laboratorium Ekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman,
Faperta IPB, dan Kepala Laboratorium Sistematik Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman Faperta IPB atas ijin penggunaan laboratorium dan fasilitas yang
diberikannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dra. Pudji Aswari,
Kepala Museum Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI atas ijin penggunaan fasilitas
laboratorium dan museum untuk identifikasi dan verifikasi spesimen serangga.
Demikian juga, terima kasih diucapkan kepada Dr Sih Kahono, Dr. Rosichon
Ubaidillah, M.Sc., Dr. Yayuk Rahayuningsih, Dra. Woro Nurjito, MS. Sebagai
staf peneliti Museum Zoologi Puslitbang Biologi LIPI, atas bantuan identifikasi
dan verifikasi spesimen serangga.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur dan staf peneliti
Peduli Konservasi Alam (PEKA Indonesia) atas bantuan sebagian dana penelitian
dan akomodasi. Penulis juga berterima kasih kepada Kepala Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak dan staf atas bantuannya kepada penulis di lapangan.
Kepada rekan dan teman-teman di Departemen Biologi FMIPA IPB, penulis
ucapkan terima kasih atas bantuan, pengertian, dan kerjasamanya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Tuani Z. Rambe, kang “Kewen” dan kang
Asep atas bantuan teknis selama di lapangan. Akhirnya, kepada istri dan keluarga,
penulis menyampaikan terima kasih atas kesabaran, dukungan moral dan material
selama menempuh studi di SPs IPB.
Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor, April 2008
Tri Atmowidi
10
RIWAYAT HIDUP
TRI ATMOWIDI, anak ketiga dari pasangan suami-istri Sulman Mariadi
Siswojohadi dan Pariyem Setyaningsih, lahir tanggal 27 Agustus 1967 di
Kebumen, Jawa Tengah. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1981
di SD Bonjoklor I, Kecamatan Bonorowo, Kabupaten Kebumen. Pada tahun 1984
tamat dari SMP Negeri I Prembun, Kabupaten Kebumen, dan tahun 1987
menyelesaikan pendidikan menengah atas dari SMU Pius Bhakti Utama, Bayan,
Kabupaten Purworejo. Tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs.)
dari Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tahun 2000, penulis
menyelesaikan pendidikan pascasajana S2 (M.Si) di Program Studi EntomologiFitopatologi, Sekolah Pascasajana IPB, dan tahun 2003, penulis melanjutkan
pendidikan S3 di program studi yang sama.
Sejak tahun 1993 sampai sekarang, penulis menjadi staf pengajar di
Departemen Biologi FMIPA IPB. Bulan Oktober 1999, penulis mendapat
kesempatan mengikuti pelatihan dan seminar Asian Science Seminar on
Biodiversity selama dua minggu di Primate Research Institute, Kyoto University,
Inuyama, Aichi, Jepang.
Penulis menikah dengan A. Tatik Hartanti pada tanggal 10 April 1994 dan
sampai sekarang telah dikaruniai dua putra, Patricia Arindita Eka Pradipta dan
Yosafat Dimas Anandita.
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
13
14
17
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Identifikasi Masalah ..............................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Pemecahan Masalah ..............................................................................
Hipotesis ...............................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................
18
22
22
22
24
24
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
25
3 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA
PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)
Pendahuluan .........................................................................................
Bahan dan Metode ................................................................................
Hasil ......................................................................................................
Pembahasan ..........................................................................................
Kesimpulan ...........................................................................................
36
38
41
57
65
4 PERILAKU PENCARIAN PAKAN LEBAH PENYERBUK PADA
PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)
Pendahuluan .........................................................................................
Bahan dan Metode ................................................................................
Hasil ......................................................................................................
Pembahasan ..........................................................................................
Kesimpulan ...........................................................................................
66
72
73
85
89
5 PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.:
Brassicaceae) DALAM KAITANNYA DENGAN
KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK
Pendahuluan ......................................................................................... 90
Bahan dan Metode ................................................................................ 92
Hasil ...................................................................................................... 93
Pembahasan .......................................................................................... 98
Kesimpulan ........................................................................................... 101
6 PEMBAHASAN UMUM ...........................................................................
102
7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108
12
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Contoh beberapa spesies lebah soliter dan lebah sosial ............................. 30
2
Pembentukan biji beberapa spesies tanaman yang dibantu
penyerbukannya oleh serangga .................................................................. 32
3
Spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada pertanaman
caisin .......................................................................................................... 42
4
Jumlah individu (N), spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H')
dan kemerataan (evenness) (E) serangga penyerbuk pada masing-masing
waktu pengamatan ..................................................................................... 47
5
Kesamaan spesies penyerbuk tanaman caisin antar waktu pengamatan.
berdasarkan indeks kesamaan Sorensen .................................................... 49
6
Parameter lingkungan yang meliputi intensitas cahaya (lux), suhu udara
(oC), dan kelembaban udara relatif (%) di lokasi penelitian ...................... 54
7
Hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk total, A. cerana, A.
dorsata, dan serangga penyerbuk non-Apis dengan faktor lingkungan
berdasarkan hasil analisis of variance (Anova) ......................................... 55
8
Sifat hidup dan sifat-sifat penting spesies Hymenoptera penyerbuk
pertanaman caisin ...................................................................................... 58
9
Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman
caisin .......................................................................................................... 73
10 Lama kunjungan per bunga enam spesies lebah penyerbuk pada
pertanaman caisin ...................................................................................... 77
11 Lama pencarian pakan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman
caisin .......................................................................................................... 81
12 Rerata tandan, polong, dan biji yang dihasilkan tanaman caisin yang
terbuka dan tanaman yang dikurung serta persentase peningkatannya .... 94
13 Perkecambahan biji tanaman caisin terbuka dan dikurung ....................... 97
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alur kerangka pemikiran penelitian ............................................. 23
2
Kemungkinan evolusi koloni lebah sosial dari lebah soliter ..................... 29
3
Morfologi tanaman caisin .......................................................................... 33
4
Peta lokasi penelitian keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan
pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak ........................................ 38
5
Pertanaman caisin yang digunakan untuk pengamatan keanekaragaman
serangga penyerbuk ................................................................................... 39
6
Persentase individu masing-masing ordo serangga penyerbuk pada
pertanaman caisin ...................................................................................... 41
7
Beberapa serangga penyerbuk pertanaman caisin .................................... 44
8
Jumlah spesies serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan ....... 45
9
Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan ..... 45
10 Jumlah individu 6 spesies Hymenoptera penyerbuk pada tanaman caisin
pada waktu pengamatan berbeda ............................................................... 46
11
Nilai indeks Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan
berbeda ..................................................................................................... 47
12 Nilai kemerataan Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan
berbeda ...................................................................................................... 48
13
Kesamaan spesies penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda
berdasarkan indeks kesamaan Sorensen ................................................... 48
14
Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada
pertanaman caisin pertama ........................................................................ 50
15 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada
pertanaman caisin kedua (pengamatan bulan Maret 2006) ....................... 50
16 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada
pertanaman caisin ketiga (pengamatan bulan April-Mei 2006) ................ 51
14
17
Hubungan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dengan
jumlah tanaman berbunga ........................................................................ 51
18
Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam
kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan
Januari-Pebruari 2006 ..............................................................................
52
19
Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam
kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan
Maret 2006 ............................................................................................... 53
20
Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam
kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan
April-Mei 2006 ........................................................................................
53
Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan
intensitas cahaya ......................................................................................
55
21
22
Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan
suhu udara ................................................................................................ 56
23
Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan
kelembaban udara .................................................................................... 56
24
Interaksi komponen-komponen dalam perilaku pencarian pakan dan
aliran energi ............................................................................................. 67
25
Struktur tungkai ke tiga Apis cerana ....................................................... 69
26
Enam spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin yang diamati
perilaku kunjungannya ............................................................................
73
27
Box plot jumlah kunjungan 6 spesies lebah pada bunga caisin ............... 74
28
Box plot jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin .......................
74
29
Box plot jumlah kunjungan A. dorsata pada bunga caisin ......................
75
30
Box plot jumlah kunjungan Ceratina sp. pada bunga caisin ...................
75
31
Box plot jumlah kunjungan X. caerulea pada bunga caisin ....................
76
32
Box plot jumlah kunjungan X. confusa pada bunga caisin ......................
76
33
Box plot jumlah kunjungan X. latipes pada bunga caisin ........................ 77
15
34
Box plot lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah pada bunga caisin .. 78
35
Box plot lama kunjungan per bunga A. cerana pada bunga caisin ......... 78
36
Box plot lama kunjungan per bunga A. dorsata pada bunga caisin ........ 79
37
Box plot lama kunjungan per bunga Ceratina sp pada bunga caisin ....... 79
38
Box plot lama kunjungan per bunga X. caerulea pada bunga caisin .....
80
39
Box plot lama kunjungan per bunga X. confusa pada bunga caisin ........
80
40
Box plot lama kunjungan per bunga X. latipes pada bunga caisin .......... 81
41
Box plot lama pencarian pakan 6 spesies lebah pada pertanaman caisin
82
42
Box plot lama pencarian pakan A. cerana pada pertanaman caisin ........
82
43
Box plot lama pencarian pakan A. dorsata pada pertanaman caisin ....... 83
44
Box plot lama pencarian pakan Ceratina sp. pada pertanaman caisin .... 83
45
Box plot lama pencarian pakan X. caerulea pada pertanaman caisin .... 84
46
Box plot lama pencarian pakan X. confusa pada pertanaman caisin ......
47
Box plot lama pencarian pakan X. latipes pada pertanaman caisin ........ 85
48
Pertanaman yang dikurung dengan kain kasa untuk mencegah
serangga penyerbuk mengunjungi bunga dan pertanaman terbuka ........ 92
49
Skema rancangan acak kelompok yang digunakan dalam penelitian ini
92
50
Box plot jumlah polong per tanaman caisin terbuka dan dikurungan ....
94
51
Box plot jumlah biji per polong tanaman caisin terbuka dan dikurung .. 95
52
Box plot jumlah biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung ............. 95
53
Box plot bobot biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung ................ 96
54
Box plot tinggi tanaman caisin yang terbuka dan dikurung .................. 96
55
Box plot perkecambahan biji tanaman caisin terbuka dan dikurung ...... 97
56
Hubungan jumlah individu penyerbuk dengan jumlah biji .................... 98
84
16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe jumlah kunjungan per
menit 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu
pengamatan berbeda ................................................................................. 117
2
Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama kunjungan per
bunga 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu
pengamatan berbeda ................................................................................. 120
3
Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama pencarian pakan
6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu pengamatan
berbeda ..................................................................................................... 123
4
Hasil uji-t two group tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji per
polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari
tanaman caisin yang dikurung dan terbuka .............................................. 126
5
Hasil uji-t two group perkecambahan biji tanaman caisin yang dikurung
dan terbuka ............................................................................................... 128
17
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Asosiasi antara serangga penyerbuk (insect pollinators) dengan tanaman
angiospermae merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang spektakuler. Asosiasi
ini diduga telah terjadi sejak awal Cretaceous (sekitar 130-90 jtl) melalui proses
koevolusi yang menghasilkan keanekaragaman tumbuhan dan serangga seperti
saat ini (Schoonhoven et al., 1998). Dominansi tumbuhan saat ini sangat
bergantung pada hubungan mutualistik dengan serangga penyerbuk dan burung
sebagai penyebar biji. Asosiasi mutualisme antara serangga dengan tumbuhan
bervariasi antar spesies dan terjadi dalam spektrum luas. Bagi tumbuhan, asosiasi
dengan serangga berdampak positif, terutama dengan terjadinya penyerbukan
silang. Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan memberi keuntungan, yaitu
sebagai sumber pakan berupa serbuksari (pollen) dan nektar. Serbuksari
mengandung 15-30% protein dan nektar mengandung sekitar 50% gula dan
senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik
(Schoonhoven et al., 1998).
Penyerbukan (pollination) merupakan bertemunya serbuksari
dengan
kepala putik (stigma). Sekitar 2/3 spesies tanaman berbunga memerlukan
penyerbukan serangga untuk menghasilkan biji yang optimal. Proses penyerbukan
dimulai dari lepasnya serbuksari dari kepalasari (anthesis) sampai serbuksari
tersebut menempel di kepala putik. Pada tanaman Angiospermae, penyerbukan
terjadi dalam tiga fase, yaitu lepasnya serbuksari dari kepalasari, perpindahan
serbuksari dari kepalasari menuju kepala putik, dan perkecambahan serbuksari.
Setelah terjadi perkecambahan, fase selanjutnya adalah pembuahan (fertilisasi).
Kegagalan
perkecambahan
menyebabkan
kegagalan
penyerbukan
karena
serbuksari tidak mampu membuahi sel telur (Faegry & van Der Pijl, 1971).
Keberhasilan
penyerbukan
umumnya
tinggi
pada
penyerbukan
silang
dibandingkan penyerbukan sendiri (Barth, 1991). Beberapa faktor menentukan
keberhasilan penyerbukan, seperti viabilitas serbuksari, reseptibilitas putik,
interaksi genetik (inkompatibilitas), atau keguguran post-zygotic (Dafni, 1992).
18
Istilah efisiensi penyerbukan digunakan untuk mengakses bermacam-macam
tahap dalam perjalanan serbuksari dari kepalasari sampai biji terbentuk. Evaluasi
efisiensi penyerbukan berkaitan dengan aspek kuantitatif dalam tahap-tahap
penyerbukan. Untuk pembentukan biji yang optimal, bunga umumnya
memerlukan lebih dari satu kunjungan serangga. Menurunnya populasi serangga
penyerbuk di alam menyebabkan pembentukan biji pada tanaman pertanian dan
hortikultura menjadi kurang optimal.
Serangga merupakan agens penyerbuk yang sangat penting. Di lahan
pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah lebah madu dan
bumble bees yang mengunjungi 20-30% spesies tanaman (Steffan-Dewenter &
Tscharntke, 1999). Disamping lebah, serangga penyerbuk tanaman yang penting
adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupu-kupu (Lepidoptera)
(Faegry & Van Der Pijl, 1971). Keanekaragaman serangga penyerbuk di suatu
lokasi berkaitan dengan habitat sekitarnya. Keanekaragaman serangga penyerbuk
di lahan pertanian tepi hutan dipengaruhi juga oleh serangga penyerbuk di dalam
hutan. Hal ini disebabkan karena pencarian pakan serangga di dalam hutan juga
dilakukan di lahan sekitarnya, termasuk lahan pertanian tepi hutan. SteffanDewenter et al., (2002) melaporkan keanekaragaman Bombus spp.
sebagai
penyerbuk tanaman sawi (mustard) dan radish tinggi di habitat dekat hutan dan
makin menurun dengan meningkatnya jarak dari hutan. Jarak pencarian pakan
berkorelasi positif dengan ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh lebah penyerbuk yang
besar mempunyai daerah pencarian pakan yang luas.
Lebah merupakan penyerbuk terpenting karena beberapa sifat, diantaranya
aktif mengumpulkan serbuksari dan nektar dan tubuh berambut yang membantu
mengumpulkan serbuksari. Pada saat mengumpulkan serbuksari, lebah menyisir
benangsari dengan tungkainya, selanjutnya serbuksari dikumpulkan ke dalam
pollen baskets yang terletak pada sisi luar tibia tungkai belakang (Schoonhoven et
al., 1998). Setiap koloni lebah mengkonsumsi sekitar 20 kg serbuksari dan 60 kg
nektar setiap tahunnya. Berdasarkan teori pencarian pakan optimum (optimal
foraging theory), serangga mengumpulkan sebanyak mungkin makanan dengan
energi dan waktu seminimal mungkin. Dalam pencarian pakan, lebah madu
19
menunjukkan adanya flower constancy, yaitu cenderung mengunjungi bunga dari
tanaman dalam satu spesies dalam setiap perjalanan (Schoonhoven et al., 1998).
Pencarian pakan dilakukan oleh lebah madu pekerja untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi anggota koloninya yang berjumlah sekitar 10-50 ribu individu.
Penelitian tentang perilaku pencarian pakan merupakan hal penting di
bidang biologi penyerbukan. Perilaku pencarian pakan tersebut dapat digunakan
untuk mengevaluasi efektifitas serangga penyerbuk. Beberapa perilaku kunjungan
tersebut adalah jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama
kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian pakan.
Disamping itu, efektifitas penyerbukan juga dapat diukur dari banyaknya buah
atau biji yang terbentuk (Dafni, 1992).
Di seluruh dunia, lebah dilaporkan membantu penyerbukan lebih dari 16%
dari spesies tanaman berbunga dan sekitar 400 spesies tanaman pertanian. Di
Amerika, lebah dilaporkan membantu penyerbukan lebih dari 130 spesies
tanaman pertanian dengan nilai ekonomi mencapai US$ 9 juta setiap tahunnya. Di
Inggris, serangga penyerbuk terutama lebah madu dan bumble bees membantu
penyerbukan paling tidak 39 spesies tanaman dengan nilai ekonomi mencapai 202
juta pounds (Delaplane & Mayer, 2000). Secara keseluruhan, penyerbuk mampu
memenuhi sekitar 15-30% kebutuhan hidup manusia (Roubik, 1995).
Penyerbukan serangga dilaporkan meningkatkan hasil panen pada berbagai
spesies tanaman. Tanaman yang dibantu penyerbukan oleh serangga dilaporkan
terjadi peningkatan hasil panen sebesar 41% pada cranberry, 7% pada blueberry,
26% pada tomat, 45% pada strawberry, 22-24% pada kapas (Delaplane & Mayer,
2000), 25% pada Crotalaria juncea, dan 4% pada kubis bunga (Brassica oleracea
var Botrytis) (Ramadhani et al., 2000). Disamping meningkatkan hasil panen,
lebah penyerbuk yang bersarang dalam tanah (ground-nesting bees) berperan
dalam perbaikan tekstur tanah dan membantu penyerapan nutrisi oleh tanaman
(Delaplane & Mayer, 2000).
Serangga membantu penyerbukan silang yang memberikan keuntungan
bagi tanaman berupa pencampuran dan rekombinasi material genetik dari dua
tanaman. Pencampuran dan rekombinasi material genetik tersebut meningkatkan
20
heterosigositas
keturunannya
(Barth,
1991).
Disamping
meningkatkan
heterosigositas, penyerbukan silang juga meningkatkan keragaan (fitness),
kualitas dan kuantitas biji dan buah, dan akhirnya dapat mencegah kepunahan
spesies tanaman (Kearns & Inouye, 1997).
Tanaman caisin (Brassica rapa: Brassicaceae) merupakan tanaman
sayuran penting di Indonesia dan Asia pada umumnya. Tanaman ini mulai
berbunga setelah pertumbuhan daun mulai terhenti. Bunga tersusun dalam tandan,
berwarna kuning terang, petal berjumlah 4 yang tersusun bersilangan, benangsari
(stamen) berjumlah 6, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang
dari tangkai putik (stylus). Kepala putik tunggal berada di ujung stylus (Delaplane
& Mayer, 2000). Tanaman caisin bersifat hermaprodit, namun demikian tanaman
ini memerlukan penyerbukan silang karena bersifat self-incompatibility (SI) yang
memerlukan penyerbukan silang untuk pembentukan biji (Takayama & Isogai,
2005). Angin tidak berperan penting dalam penyerbukan beberapa spesies
Brassica (Delaplane & Mayer, 2000).
Penelitian ini mempelajari keanekaragaman dan perilaku kunjungan
serangga penyerbuk serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman caisin.
Dalam penelitian ini, tanaman sengaja ditanam di lahan pertanian tepi hutan
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Keanekaragaman serangga penyerbuk dipelajari berdasarkan waktu dan lokasi
yang berbeda, fenologi bunga, dan parameter lingkungan. Perilaku kunjungan
serangga penyerbuk dipelajari dari jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging
rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian
pakan pada pertanaman caisin. Perilaku kunjungan tersebut diamati pada enam
spesies lebah, yaitu Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., Xylocopa caerulea, X.
confusa, dan X. latipes.
21
b. Identifikasi Masalah
1. Sedikitnya informasi tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada
berbagai tanaman pertanian di Indonesia.
2. Sedikitnya informasi tentang perilaku kunjungan dan efektifitas
penyerbukan masing-masing spesies serangga penyerbuk.
3. Sedikitnya informasi dan pemahaman tentang peranan serangga dalam
membantu penyerbukan tanaman.
c. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin
di lahan pertanian tepi hutan.
2. Mempelajari perilaku kunjungan enam spesies lebah penyerbuk yang
meliputi jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama
kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama kunjungan pada
pertanaman caisin.
3. Mengukur hasil panen pertanaman caisin yang dibantu penyerbukannya
oleh serangga dan tanpa serangga.
d. Pemecahan Masalah
Untuk mendapatkan penyelesaian terhadap masalah dan tujuan seperti di
atas, dilakukan penelitian yang mencakup tiga aspek yaitu keanekaragaman dan
perilaku kunjungan serangga penyerbuk, serta pengaruhnya dalam pembentukan
biji pertanaman caisin. Lokasi penelitian dipilih di lahan pertanian di tepi hutan
Gunung Halimun-Salak, di desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan pertanian
tepi hutan diduga lebih spesifik, karena serangga penyerbuk yang bersarang di
dalam hutan melakukan pencarian pakan di lahan pertanian tersebut.
Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati di tiga pertanaman caisin yang
ditanam pada waktu berbeda dan lokasi pertanaman terletak pada jarak 0-400 m
dari tepi hutan.
22
Pengambilan data keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan dengan
scan method (Martin & Bateson, 1993), selama sekitar 15 menit, mulai pukul
07.30-14.30 pada saat cuaca cerah. Data keanekaragaman serangga penyerbuk
dianalisis berdasarkan jumlah spesies dan individu pada waktu berbeda dan di
kaitkan dengan jumlah tanaman berbunga dan data lingkungan. Perilaku
kunjungan diamati pada 6 spesies lebah penyerbuk, yaitu Apis cerana, A. dorsata,
Ceratina sp., Xylocopa caerulea, X. confusa, dan X. latipes (famili Apidae)
dengan metode focal sampling (Martin & Bateson, 1993). Perilaku kunjungan
yang diamati adalah jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan
lama kunjungan pada pertanaman caisin. Data perilaku kunjungan tersebut
digunakan untuk menduga efektivitas penyerbukan masing-masing spesies pada
pertanaman caisin. Pengaruh keanekaragaman serangga penyerbuk terhadap
pembentukan biji caisin diukur dari jumlah polong per tanaman, biji per polong,
biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan biji. Secara
keseluruhan, kerangka pemikiran penelitian dituangkan ke dalam diagram alur,
seperti ditampilkan dalam Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian.
23
e. Hipotesis
1. Ho: Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin tidak
bervariasi pada waktu pengamatan berbeda.
H1: Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin bervariasi
pada waktu pengamatan berbeda.
2. Ho: Perilaku kunjungan lebah penyerbuk tidak bervariasi antar spesies.
H1: Perilaku kunjungan lebah penyerbuk bervariasi antar spesies.
3. Ho: Pertanaman caisin terbuka dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga
tidak menghasilkan jumlah biji lebih banyak dibandingan dengan
pertanaman yang dikurung.
H1: Pertanaman caisin terbuka dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga
menghasilkan jumlah biji lebih banyak dibandingan dengan pertanaman
yang dikurung.
f. Manfaat Penelitian
1. Keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman caisin dalam
penelitian ini dapat dijadikan gambaran umum tentang keanekaragaman
serangga penyerbuk di lahan pertanian.
2. Data tentang perilaku kunjungan lebah penyerbuk dapat digunakan untuk
menentukan efektivitas penyerbukan masing-masing spesies.
3. Penyerbukan oleh serangga yang meningkatkan kuantitas dan kualitas
hasil panen tanaman sangat mendukung usaha intensifikasi pertanian.
4. Pemahaman tentang pentingnya keanekaragaman dan peranan serangga
dalam membantu penyerbukan tanaman menjadi landasan dalam usaha
konservasi serangga penyerbuk dan habitatnya.
24
1. TINJAUAN PUSTAKA
a. Praktik Pertanian, Fragmentasi Habitat, dan Keanekaragaman Hayati
Bentang alam (lansekap) tropik didominasi oleh sistem pertanian
(agroekosistem). Sistem pertanian intensif menyebabkan berkurangnya habitat
alami, meningkatnya fragmentasi dan isolasi habitat yang menyebabkan
menurunnya keanekaragaman hayati (Saunders et al., 1991) yang kemudian
berakibat menurunnya stabilitas dan fungsi ekosistem (Naeem et al., 1995).
Dalam kaitannya dengan serangga penyerbuk, fragmentasi habitat menyebabkan
menurunnya jumlah spesies (species richness) dan kelimpahan individu
(abundance), mengubah perilaku pencarian pakan (foraging behavior), dan
merusak interaksi tanaman dengan serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter et al.,
2002). Kerusakan dan fragmentasi habitat menurunkan kompleksitas struktur
lansekap yang berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan lebah
soliter dan bumble bees (Steffan-Dewenter et al., 2002). Disamping itu,
fragmentasi habitat dapat menurunkan pembentukan biji dan aliran gen (gen flow)
dari populasi tanaman yang terisolasi (Didham et al., 1996). Disamping
fragmentasi dan isolasi habitat, menurunnya keanekaragaman serangga penyerbuk
juga disebabkan karena penggunaan pestisida (Shephered et al., 2000) dan
pertanaman monokultur (Delaplane & Mayer, 2000). Perubahan penanaman
polikultur menjadi monokultur mendorong terjadinya isolasi habitat yang dapat
mempengaruhi struktur komunitas lebah (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999).
Usaha-usaha menjaga biodiversitas perlu dilakukan, terutama difokuskan
pada ekosistem alami (Moguel & Toledo, 1999). Usaha menjaga biodiversitas
dapat juga dilakukan dengan praktik pertanian tradisional, seperti agroforestry
yang menghasilkan struktur lansekap mosaik dengan keanekaragaman vegetasi
tinggi (Pimentel et al., 1992). Disamping itu, usaha untuk meningkatkan kekayaan
spesies dan kelimpahan populasi lokal dapat dilakukan dengan memelihara
struktur “koridor” sebagai penghubung organisme dalam memanfaatkan
sumberdaya yang terpisah secara spasial (habitat connectivity) (Gonzales et al.,
1998). Struktur konektivitas juga memungkinkan setiap individu berinteraksi
25
dengan individu lain melalui kemampuan menyebar (With et al., 1999).
Disamping itu, habitat dengan konektivitas tinggi meningkatkan populasi musuh
alami yang dapat mengendalikan populasi hama di bawah ambang batas (Thies &
Tscharntke, 1999).
b. Struktur Habitat dan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk
Penelitian serangga penyerbuk dalam kaitannya dengan struktur habitat
telah banyak dilaporkan. Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan
kelimpahan individu dan kekayaan spesies lebah liar (wild bees) pengunjung
bunga sawi (Sinapsis arvensis: Brassicaceae) ditemukan tinggi di habitat alami
dan kelimpahannya makin menurun dengan meningkatnya jarak dari habitat
alami. Habitat alami merupakan source habitat bagi habitat di sekitarnya. Pada
pertanaman kopi dalam sistem agroforestry, Klein et al. (2002) melaporkan
intensitas penggunaan lahan berpengaruh terhadap keanekaragaman lebah
penyerbuk. Kelimpahan dan kekayaan spesies lebah sosial makin meningkat
dengan menurunnya intensitas penggunaan lahan, sedangkan kelimpahan lebah
soliter makin meningkat dengan meningkatnya intensitas penggunaan lahan.
Dalam kaitannya dengan struktur habitat, Steffan-Dewenter (2002) melaporkan
kelimpahan lebah pengunjung bunga Centaurea jacea (Asteraceae) makin
meningkat dengan meningkatnya struktur habitat. Struktur habitat juga
berpengaruh terhadap aktifitas pencarian pakan lebah penyerbuk. Jumlah
kunjungan lebah pada bunga di struktur habitat yang sederhana lebih tinggi
dibandingkan dengan struktur habitat yang kompleks (Steffan-Dewenter et al.,
2001). Proporsi dan keanekaragaman tipe habitat menjadi faktor penting bagi
keberadaan lebah penyerbuk (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999).
c. Taksonomi dan Biologi Lebah Penyerbuk
Lebah (Superfamili Apoidea, Ordo Hymenoptera) terbagi dalam 2 Seri,
yaitu Apiformes dan Spheciformes. Seri Apiformes memiliki 7 famili, yaitu
Stenotritidae, Colletidae, Andrenidae, Halictidae, Melittidae, Megachilidae, dan
Apidae. Seri Spheciformes memiliki 3 famili, yaitu Ampulicidae, Sphecidae, dan
26
Crabonidae. Di
16.000
seluruh dunia, jumlah spesies lebah diperkirakan mencapai
(Michener,
2000).
Berdasarkan
struktur
alat
mulutnya,
lebah
dikelompokkan menjadi 2, yaitu lebah dengan alat mulut pendek (short-tongued
bees) dan lebah dengan alat mulut panjang (long-tongued bees). Lebah dengan
alat mulut pendek diduga sudah ada sejak munculnya tanaman Angiospermae
awal yang mempunyai bentuk bunga dangkal (shallow). Lebah dengan alat mulut
panjang muncul setelah adanya tanaman Angiospermai dengan struktur bunga
yang lebih berkembang. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas bunga
angiospermae, lebah dengan alat mulut panjang lebih diuntungkan. Lebah madu
merupakan contoh lebah dengan alat mulut panjang (Winston, 1987).
Famili Apidae mempunyai 3 subfamili, yaitu Xylocopinae, Nomadinae,
dan Apinae. Subfamili Xylocopinae memiliki 3 tribe, yaitu Manueliini (1 genus:
Manuelia), Xylocopini (1 genus: Xylocopa), dan Ceratinini (2 genus: Ceratina dan
Megaceratina). Subfamili Nomadinae mempunyai 10 tribe, sebagai contohnya
tribe Nomadini dengan contoh genusnya Nomia. Subfamili Apinae mempunyai 19
tribe. Tribe Meliponini (contoh Trigona) dan Apini (1 genus: Apis) merupakan
serangga sosial dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989; Michener, 2000).
Lebah dalam subfamili Xylocopinae dan Nomadinae termasuk lebah
soliter. Pada umumnya, induk betina lebah soliter tidak pernah bertemu dengan
anaknya. Namun pada beberapa spesies Ceratina, Xylocopa, Nomia, dan
Megachilidae ditemukan induk-anak atau anak-anak di dalam sarangnya. Diantara
lebah dewasa sering menunjukkan pembagian kasta, yaitu mirip ratu dan mirip
pekerja (Michener, 2000). Roubik (1989) menyatakan beberapa spesies Ceratina
dan Xylocopa termasuk kelompok parasosial, yaitu sebagai komunal, kuasisosial,
atau semisosial. Michener (2000) mengelompokkan Xylocopa sebagai lebah
subsosial karena anak dan induk ditemukan dalam satu sarang dan induk secara
aktif memberi makan anak-anaknya.
Trigona spp. dan Apis (subfamili Apinae) termasuk lebah sosial dengan
tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989; Michener, 2000). Anggota Apinae
dicirikan oleh adanya corbicula atau pollen basket pada permukaan luar tibia
tungkai belakang yang digunakan untuk membawa serbuksari dan material
27
pembuat sarang (Roubik, 1989). Genus Apis memiliki 9 spesies, yaitu A.
mellifera Linnaeus, A. cerana Fabricus, A. dorsata Fabricus, A. laboriosa Smith,
A. florea Fabricus, A. andreniformis Smith, A. koschevnikovi Buttel-Reepen, A.
nigrocincta, dan A. nuluensis (Michener, 2000). Lebah A. cerana dan A. mellifera
merupakan lebah berukuran sedang (10-11 mm), sarang dibuat di dalam lubang
yang terdiri beberapa sisir (multiple combs), jumlah pekerja mencapai 6 000-7 000
individu pada A. cerana dan dapat mencapai 100 000 individu pada A. mellifera
(Winston, 1987). Sarang A. florea, A. andreniformis, A. dorsata, A. laboriosa
ditemukan di tempat terbuka dengan sisir tunggal (single comb) (Michener, 2000).
d. Lebah Soliter dan Lebah Sosial
Dalam siklus hidupnya, lebah dapat bersifat soliter, sosial fakultatif, atau
sosial obligat. Lebah soliter berbeda dengan serangga soliter pada umumnya,
karena pada lebah soliter terjadi interaksi antara satu individu dengan individu lain
dalam satu sarang. Koloni pada lebah dapat berupa asosiasi multifoundress, ketika
beberapa lebah terkonsentrasi di suatu area, atau berupa asosiasi matrifilial,
ketika lebah keturunannya hidup bersama dengan induk dalam satu sarang
(Roubik, 1989). Sarang lebah soliter dibuat oleh induk betina dan induk tersebut
memberi makan keturunannya. Biasanya induk mati atau meninggalkan sarang
sebelum keturunannya dewasa. Oleh karena itu, sifat soliter pada lebah dapat
berupa: “komunal”, jika sarang digunakan oleh induk dan betina soliter lain;
“subsosial”, jika koloni terdiri satu betina dewasa yang memberi makan
keturunannya; “kuasisosial”, jika koloni terdiri atas beberapa betina dewasa yang
berumur sama dan menghasilkan keturunannya; atau “semisosial”, jika koloni dari
lebah dewasa yang berumur sama, biasanya saudaranya, beberapa diantaranya
tidak meletakkan telur. Koloni semisosial, kuasisosial, dan komunal secara
kelompok disebut “parasosial” (Roubik, 1989).
Lebah sosial mempunyai tingkat lebih tinggi dibandingkan lebah soliter.
Beberapa ciri lebah sosial adalah membentuk koloni, adanya pembagian kasta
sebagai ratu, pekerja, dan jantan, dan pertemuan generasi dalam koloni. Dalam
koloni terdapat 1 individu ratu, beberapa-ratusan individu jantan, dan beberapa28
ratusan ribu individu pekerja. Lebah pekerja umumnya tidak kawin dan berperan
dalam pemeliharaan koloni, sebagai penjaga, dan mencari pakan. Lebah ratu
melakukan perkawinan dengan lebah jantan dan meletakkan telur (Michener,
2000). Lebah madu dan stingless bees (Trigona spp). merupakan lebah sosial
dengan tingkatan paling tinggi (Roubik, 1989). Kemungkinan tahapan evolusi
lebah soliter ke sosial tertera dalam Gambar 2 dan beberapa contoh spesies lebah
soliter dan sosial tertera dalam Tabel 1.
Gambar 2 Kemungkinan evolusi koloni lebah sosial dari lebah soliter. Lingkaran
kecil menggambarkan sarang dan lingkaran besar menggambarkan
koloni sarang (Roubik, 1989).
29
Tabel 1 Contoh beberapa spesies lebah soliter dan lebah sosial (Roubik, 1989).
Lebah soliter: komunal,
kuasisosial, semisosial
Colletidae
Hylaeus
Andrenidae
Andrena
Halictidae
Nomia
Lasioglossum
Apidae
Xylocopa
Ceratina
Euglossa
Megachilidae
Chalicodoma
Lebah subsosial dan
eusosial primitif
Halictidae
Halictus
Lasioglossum
Apidae
Bombus
Ceratina
Lebah eusosial
Apidae
Apis
Melliponinae
e. Serbuksari dan Nektar sebagai Sumber Pakan
Serbuksari merupakan sumber pakan utama lebah karena mengandung 1630% protein, 1-7 % pati, 0-15% gula, 3-10% lemak, dan 1-9% ashes. Nektar
merupakan sumber gula dengan kandungan antara 25-75%. Perbandingan
glukosa, fruktosa, dan sakarosa dalam nektar bervariasi pada berbagai spesies
tanaman (Faegry & Van Der Pijl, 1971). Selain gula, nektar juga mengandung
asam amino, protein, asam organik, phospat, vitamin, dan enzim dalam jumlah
kecil (Barth, 1991).
Kualitas dan kuantitas nektar dan serbuksari menentukan perkembangan
dan kelangsungan hidup koloni lebah. Oleh lebah, nektar diproses menjadi madu
sebagai sumber energi bagi koloni. Serbuksari merupakan sumber utama protein
bagi perkembangan larva dan perkembangan kelenjar pada lebah pekerja yang
masih muda (Winston, 1987). Serbuksari mengandung protein, lemak,
karbohidrat, sterol, vitamin, dan mineral yang semuanya merupakan nutrisi yang
diperlukan lebah madu, namun nilai nutrisi serbuksari lebih ditentukan
oleh
kandungan proteinnya (Cook et al., 2003). Serbuksari dari spesies tanaman
berbeda mempunyai komposisi dan konsentrasi asam amino berbeda. Serbuksari
dengan kandungan asam amino esensial yang tinggi mempunyai nilai nutrisi yang
30
tinggi (Day et al., 1990). De Groot (1953) melaporkan asam amino esensial bagi
lebah madu adalah methionine, arginine, tryptophan, lysine, isoleucine,
phenylalanine, histidine, valine, leucine, dan threonine. Asam amino non esensial
bagi lebah adalah tyrosine, cysteine, serine, hydroxyproline, alanine, glycine, dan
proline.
Perilaku pencarian pakan pada lebah madu dipengaruhi oleh kualitas dan
kuantitas nutrisi, termasuk gula, asam amino, dan air (Stone, 1994), dan kondisi
iklim mikro (Bosch & Kemp, 2002). Preferensi lebah madu dalam menentukan
kualitas serbuksari ditentukan oleh warna dan aromanya. Preferensi tersebut
bukan merupakan innate preference, tetapi sesuatu yang dipelajari (acquired).
Berdasarkan pembelajaran terhadap warna dan aroma, lebah madu dapat
menentukan kualitas makanannya (Cook et al., 2003).
f. Serangga Penyerbuk dan Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji
Penggunaan serangga untuk membantu penyerbukan berbagai tanaman
pertanian telah banyak dilaporkan. Penggunaan Bombus vosnesenskii sebagai
penyerbuk tanaman tomat di dalam rumah kaca, meningkatkan ukuran buah
(Dogterom et al., 1998). Buah tomat hasil penyerbukan serangga mempunyai
daging buah lebih padat dan mengandung 20% vitamin C lebih tinggi
dibandingkan buah tomat tanpa penyerbukan serangga (Kahono, komunikasi
pribadi). Pada tanaman mentimun (Cucumis sativus L.), jumlah kunjungan lebah
madu berpengaruh terhadap buah yang dihasilkan. Tanaman yang dikunjungi
lebah madu menghasilkan buah tiga kali lebih banyak dibandingkan dari tanaman
yang tidak dikunjungi lebah. Kunjungan lebah madu 6 kali meningkatkan lebih
dari 50% buah, sedangkan kunjungan kurang dari 1 kali menyebabkan tanaman
tidak atau sedikit menghasilkan buah (Gingras et al. 1999). Pada tanaman bunga
matahari (Halianthus annuus), keberadaan lebah liar dapat meningkatkan efisiensi
penyerbukan lebah madu melalui mekanisme interaksi perilaku interspesies.
Keberadaan lebah liar dapat meningkatkan frekuensi lebah madu dalam
mentransfer serbuksari ke bunga betina. Efisiensi penyerbukan lebah liar pada
bunga matahari bervariasi dari 1 sampai 19 biji per kunjungan. Efisiensi
31
penyerbukan lebah madu meningkat pada waktu kelimpahan lebah liar tinggi
(Greenleaf & Kremen, 2006). Peningkatan produksi biji dilaporkan juga terjadi
pada beberapa tanaman yang dibantu penyerbukannya oleh serangga (Tabel 2).
Tabel 2 Pembentukan biji beberapa spesies tanaman yang dibantu
penyerbukannya oleh serangga.
Produksi biji (%)
Spesies Tanaman
Sumber Pustaka
Tanaman
dikurung
Tanaman
tidak
dikurung
0.7
33.6
Schoonhoven et al., 1998
0
55.6
Schoonhoven et al., 1998
Labrador tea
(Ledum groenlandicum)
1.0
96.2
Schoonhoven et al., 1998
Large cranberry
(Vaccinium macrocarpon)
4.0
55.7
Schoonhoven et al., 1998
Sarson
(Brassica campestris)
34.7
65.3
Khan & Chaudory, 1995
Toria
(Brassica napus)
7.46
92.54
Khan, 1995
Wild rosemary
(Andromeda glaucophylla)
Swamp laurel
(Kalmia polifolia)
g. Tanaman Caisin (Brassica rapa: Brassicaceae)
Famili Brassicaceae mempunyai lebih dari 300 genus dan 3000 spesies.
Anggota famili ini merupakan komoditas sayuran penting, penghasil minyak biji,
dan sebagai tanaman hias. Beberapa tanaman dari famili ini memiliki sifat anti
kanker. Ciri khas tanaman dalam famili ini adalah tingginya kandungan
glukosinolat. Oleh enzim mirosinase, senyawa glukosinolat diubah menjadi
senyawa yang berasa pahit, seperti isotiosianat, tiosianat, nitril, dan goitrin yang
bersifat goitrogenik (penyebab gondok). Pada spesies yang dibudidayakan dengan
seleksi dan pemuliaan, kandungan glukosinolat menjadi sangat berkurang. Genus
Brassica merupakan tanaman terpenting dari Brassicaceae yang memiliki sekitar
40 spesies (Rubatzky & Yamaguchi, 2000).
32
Brassica rapa (caisin) merupakan tanaman sayuran penting di Asia. Daun
bertangkai, bentuk agak oval, warna hijau mengkilap, tegak, menempel pada
batang, tangkai daun hijau muda, berdaging, tinggi tanaman sebelum berbunga
berkisar 15-30 cm. Daun dipanen pada umur 30-40 hari setelah tanam (Rubatzky
& Yamaguchi, 2000). Pembungaan tanaman ini terjadi setelah fase pertumbuhan
daun mulai berhenti. Bunga berwarna kuning terang, tersusun dalam tandan,
muncul pada batang yang berdaun kecil, dengan beberapa percabangan. Setiap
bunga terdiri dari 4 petal, tersusun bersilangan dengan panjang 1.3-2.5 cm,
dengan 6 benangsari, dua diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang
dari tangkai putik. Kepala putik berada di ujung putik (Delaplane & Mayer, 2000)
(Gambar 3). Takayama & Isogai (2005) melaporkan B. rapa bersifat selfincompatibility
(SI)
sehingga
memerlukan
penyerbukan
silang
untuk
pembentukan biji yang optimum.
A
B
C
1 mm
D
7 mm
Gambar 3 Morfologi tanaman caisin (A), bunga caisin tersusun dalam tandan (B),
satu bunga dengan 4 petal dan 6 benangsari (C), dan polong yang
mengandung biji (D).
33
Serbuksari tanaman caisin dilindungi oleh lapisan exine kompleks, tanpa
kutikula, bertipe triseluler: 2 sel generatif dan 1 sel vegetatif. Sel generatif (sel
sperma) terletak di dalam sitoplasma sel vegetatif yang hanya dipisahkan oleh
membran sel. Stigma dan stylus merupakan organ glandular. Metabolisme organ
tersebut berkaitan dengan proses pembungaan dan penyerbukan. Stigma
mengandung sel-sel penerima (receptive cells) untuk mengenali serbuksari dan
mengandung substrat untuk membantu perkecambahan. Stigma Brassicaceae
hanya dilindungi oleh lapisan pelikel atau adesif sebagai cairan eksudat, sehingga
digolongkan sebagai stigma “kering”. Cairan eksudat tersebut berperan penting
dalam interaksi serbuksari-kepala putik, seperti meningkatkan adhesi serbuksari,
membantu perkecambahan, melindungi dari serangan predator dan mikroba, dan
mencegah dehidrasi stigma. Disamping itu, cairan eksudat berperan sebagai
nutrisi bagi serbuksari selama pertumbuhan dan sebagai reward bagi penyerbuk
(Dafni, 1992).
Spesies B. rapa, B. nigra, dan B. oleracea mempunyai genom tunggal
(monogenomik), masing-masing dengan 10, 8, dan 9 pasang kromosom. Spesies
Brassica dengan genom tunggal diyakini sebagai tetua (ancestor) bagi spesies
yang bergenom ganda (amfidiploid), seperti B. carinata (n=17), B. juncea (n=18),
dan B. napus (n=19) (Rubatzky & Yamaguchi, 2000).
h. Aplikasi Biologi Penyerbukan di Bidang Pemuliaan Tanaman
Berkaitan dengan kehidupan manusia, aplikasi biologi penyerbukan
mempunyai arti penting dalam penyediaan pangan dan benih (biji). Beberapa
metode pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman
menyerbuk silang. Metode pemuliaan dapat digunakan untuk mengembangkan
benih berbasis varietas bersari bebas. Benih caisin yang beredar di masyarakat
kemungkinan besar adalah varietas bersari bebas. Disamping itu, dengan
pemuliaan dapat dikembangkan varietas hibrida yang mempunyai sifat unggul.
Metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dapat dilakukan melalui
introduksi, seleksi massa atau seleksi galur murni, hibridisasi yang dilanjutkan
dengan seleksi. Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit berbeda
34
dengan tanaman menyerbuk sendiri karena pada tanaman menyerbuk silang,
dalam populasi alami terdapat individu-individu yang secara genetik heterozigot
untuk kebanyakan lokus. Secara genotipe juga berbeda dari satu individu ke
individu lainnya, sehingga keragaman genetik dalam populasi sangat besar.
Beberapa metode yang populer pada tanaman menyerbuk silang, diantaranya
pembentukan varietas hibrida, seleksi massa, seleksi daur ulang, dan dilanjutkan
dengan pembentukan varietas bersari bebas atau varietas sintetik (Makmur, 1984).
Fenomena lain yang dimanfaatkan dalam tanaman menyerbuk silang adalah
ketegaran hibrida atau heterosis, yaitu meningkatnya ketegaran (vigor) dan
besaran F1 melebihi kedua tetuanya, sedangkan pada tanaman yang menyerbuk
sendiri terjadi tekanan inbreeding (Mohr & Schopfer, 1995).
35
3. KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA
PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)
PENDAHULUAN
Lebah madu dan bumble bees merupakan serangga penyerbuk utama pada
tanaman pertanian. Lebah tersebut dilaporkan mengunjungi 20-30% spesies
tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Lebah mempunyai tubuh
berambut dan pada tungkai ke tiga terdapat struktur khusus untuk membawa
serbuksari. Dengan strukur tersebut, lebah efektif menangkap dan membawa
serbuksari (pollen) ketika lebah tersebut menyentuh kepalasari (anther) suatu
bunga. Serbuksari yang lengket memfasilitasi serangga dalam membantu
penyerbukan tanaman (Schoonhoven et al., 1998). Disamping lebah, serangga
penyerbuk pada tanaman adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), dan kupukupu (Lepidoptera) (Faegry & van Der Pijl, 1971). Pemeliharaan interaksi
mutualisme antara tanaman dengan penyerbuk perlu dilakukan untuk mendukung
pertanian yang berkelanjutan.
Keanekaragaman serangga penyerbuk pada tanaman pertanian telah
banyak dilaporkan. Di Jepang, Amano et al. (2000) melaporkan Osmia cornifrons
sebagai lebah soliter merupakan penyerbuk utama pada tanaman apel, Bombus
terrestris pada tanaman tomat, dan A. mellifera pada berbagai tanaman pertanian.
Disamping ke tiga spesies tersebut, Trigona spp. (stingless bees) merupakan
serangga yang perlu dipertimbangkan sebagai penyerbuk. Lebah T. carbonaria
merupakan penyerbuk potensial pada tanaman Macadamia integrifolis, sedangkan
T. silvetriana, T. fulviventrid, dan T. textacea dapat merusak korola bunga
Thunbergia grandiflora.
Di lahan pertanian di Jawa Tengah dan Jawa Barat didominasi oleh empat
ordo serangga penyerbuk, yaitu Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, dan
Hymenoptera. Pada bunga kupu-kupu, Crotalaria juncea L. dan Tephrosia vogeli
ditemukan 12 spesies serangga pengunjung, yaitu Xylocopa caerulea F., X.
confusa Per., X. latipes Dr. (Apidae), Polistes sp. (Vespidae), Megachile clotho
Smith., Megachile sp. (Megachilidae), dan Campsomeris sp. (Scoliidae), Papilio
36
memnon F., Graphium sarpedon Millon (Papilionidae), Delias belisama glauce B.
(Pieridae), Celadima dilecta paradilecta F., dan Surendra viparna Horsf
(Lycaenidae) (Ramadhani et al., 2000). Pertanaman tomat di lahan pertanian
organik ditemukan Hylaeus sp. (Hymenoptera) dan Thrips sp. (Thysanoptera)
sebagai penyerbuk utama (Fajarwati, 2005). Lebah Bombus vosnesenskii (Apidae)
merupakan penyerbuk potensial pada pertanaman tomat di dalam rumah kaca
(Dogterom et al., 1998).
Pada tanaman Centaurea jacea (Asteraceae) ditemukan lebah liar yang
terdiri atas Bombus (126 individu), Lasioglossum (81 individu), Halictus (22
individu), dan Andrena (1 individu)(233 individu) dan lebah madu (227 individu)
sebagai penyerbuk utama (Steffan-Dewenter et al., 2001). Pada tanaman bunga
matahari (Halianthus annuus), lebah madu merupakan penyerbuk dengan
kelimpahan paling tinggi (75%). Lebah tersebut mengumpulkan serbuksari
umumnya dari bunga jantan dan nektar dari bunga betina, sedangkan lebah liar
banyak mengunjungi bunga betina (Greenleaf & Kremen, 2006).
Penelitian
tentang
keanekaragaman
serangga
penyerbuk
pada
Brassicaceae telah banyak dilaporkan. Di Georgia, komposisi serangga penyerbuk
pada tanaman canola (B. campestris dan B. napus) adalah lebah madu (64%),
Xylocopa spp. (24%), Bombus spp. (7.5%), dan lebah lainnya (5%). Diantara
lebah tersebut, lebah madu membawa serbuksari paling banyak. Tanaman tersebut
juga dikunjungi oleh Diptera, Lepidoptera, dan Hemiptera (Delaplane & Mayer,
2000). Steffan-Dewenter & Tscharntke (1999) melaporkan pada tanaman sawi (S.
arvensis) dikunjungi oleh 1745 individu serangga yang termasuk dalam 5 ordo.
Lebah (179 individu) merupakan penyerbuk utama yang terdiri atas lebah soliter,
Bombus sp., dan A. mellifera. Kunin (1993) melaporkan, B. kaber dan B. hirta
dikunjungi oleh A. mellifera sebagai pengunjung utama, sedangkan B.
californicus, B. vosneskii, B. occidentalis, B. sitkensis, Megachilidae, Halictidae,
Andrenidae, Diptera, dan Lepidoptera merupakan pengunjung dengan kelimpahan
rendah. Penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk pada tanaman
caisin (B. rapa) di Indonesia masih sangat sedikit dilaporkan.
37
Dalam penelitian ini dipelajari keanekaragaman serangga penyerbuk pada
pertanaman caisin (B. rapa). Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati pada
waktu pengamatan berbeda selama masa pembungaan berlangsung. Data
keanekaragaman serangga penyerbuk dikaitkan dengan fenologi bunga dan faktor
lingkungan, yang meliputi suhu udara, intensitas cahaya, dan kelembaban udara.
BAHAN DAN METODE
a. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan pertanian yang terletak di tepi hutan
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di desa Cipeutey, Kecamatan
Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dengan ketinggian 845 m di
atas permukaan laut (dpl) (Gambar 4). Lahan pertanian tersebut terletak diantara
perkampungan penduduk dengan hutan sepanjang sekitar 1500 m. Lokasi
penanaman caisin terletak pada jarak 0, 200, dan 400 m dari tepi hutan dengan
topografi bergelombang yang ditanam berbagai tanaman pertanian, diantaranya
cabe, kacang panjang, kacang tanah, caisin, markisah, terong-terongan, dan padi.
Di sekitar lokasi penelitian terdapat aplikasi pestisida yang dilakukan oleh petani
untuk mengendalikan hama.
Lokasi penelitian
Gambar 4 Peta lokasi penelitian keanekaragaman serangga penyerbuk di lahan
pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak.
38
b. Penyemaian dan Penanaman Caisin
Biji caisin disemai dalam nampan 72 lubang pada media pupuk kandang
asal kotoran sapi. Pada umur sekitar 25 hari, 200 benih caisin ditanam di lahan
pertanian di tepi hutan Gunung Halimun-Salak. Penanaman dilakukan 3 kali, yaitu
tanggal 30 Nopember 2005, 26 Januari dan 16 Maret 2006, masing-masing di
lokasi 200, 0, dan 400 m dari tepi hutan. Pada saat penanaman sampai sebelum
dilakukan pengamatan serangga, pertanaman dilindungi oleh paranet hitam untuk
mengurangi sekitar 65% intensitas cahaya. Pemupukan tanaman dilakukan sekali,
yaitu pada saat pengolahan lahan menggunakan pupuk kandang dengan dosis 40
kg per petak untuk 50 tanaman. Pengendalian hama dilakukan secara manual
tanpa aplikasi pestisida.
c. Pengamatan Keanekaragaman Serangga
Keanekaragaman serangga penyerbuk diamati pada 3 pertanaman caisin
selama pembungaan berlangsung. Pengamatan dilakukan pada 100 tanaman caisin
(Gambar 5) dengan metode scan sampling (Martin & Bateson, 1993) yang
dilakukan selama 10-15 menit setiap jam mulai pukul 07.30-14.30. Pengamatan
meliputi penghitungan jumlah spesies dan individu. Pengamatan keanekaragaman
serangga pada pertanaman pertama, kedua dan ketiga masing-masing selama 21,
16, dan 16 hari. Penangkapan sampel serangga dilakukan dengan jaring dan
serangga yang tertangkap diawetkan dalam ethanol 70% atau secara kering
sebelum dilakukan identifikasi di laboratorium.
Gambar 5 Pertanaman caisin yang digunakan untuk pengamatan keanekaragaman
serangga penyerbuk.
39
d. Pengukuran Parameter Lingkungan
Selama
pengamatan
serangga,
dilakukan
pengukuran
parameter
lingkungan yang meliputi intensitas cahaya (lux) dengan luxmeter, suhu udara
(oC) dan kelembaban udara (%) dengan thermometer basah-kering. Data
kelembaban udara diperoleh dari data suhu udara basah-kering yang telah
dikonversi berdasarkan tabel kelembaban.
e. Preservasi dan Identifikasi Serangga
Spesimen serangga diawetkan secara basah dalam ethanol 70% dan secara
kering dengan metode standar (Borror et al., 1989). Spesimen yang telah
dipreservasi secara kering kemudian dimasukkan dalam freezer suhu -20oC
selama 7 hari untuk membunuh parasit yang menempel pada spesimen.
Identifikasi spesimen dilakukan sampai tingkat famili, subfamili, genus, atau
spesies. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid
dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman IPB, Laboratorium Sistematik dan
Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB, dan di Laboratorium
Entomologi, Puslitbang Biologi, LIPI Cibinong. Spesimen diidentifikasi
berdasarkan Sasaji (1971), Tsukada (1981, 1982, 1985, 1991), Goulet & Huber
(1993), Zimmerman (1994), Borror et al., (1989), Kurahashi et al., 1997),
Michener (2000), Amir (2002), dan Sola et al., (2005) serta dibandingkan dengan
spesimen koleksi museum Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI Cibinong. Spesimen
serangga disimpan di Laboratorium Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen
Biologi FMIPA dan sebagian disimpan di Laboratorium Sistematik Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB.
f. Analisis Data
Jumlah spesies (S), famili (F), ordo (O), dan kelimpahan individu (N)
serangga penyerbuk pertanaman caisin ditampilkan dalam tabel dan grafik.
Jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dikaitkan dengan jumlah
tanaman berbunga yang ditampilkan dalam grafik. Keanekaragaman serangga
penyerbuk pada pengamatan yang berbeda dianalisis dengan indeks dan
40
kemerataan Shannon. Kesamaan spesies penyerbuk yang ditemukan pada masingmasing pengamatan dihitung dengan indeks kesamaan Sorensen (Magurran,
1987). Rumus yang digunakan adalah:
H' = - Σ pi ln pi,
E = H'/ln S,
Cs = 2j/(a+b)
H': indeks keanekaragaman Shannon; E: kemerataan (evenness) Shannon; Cs:
indeks kesamaan Sorensen; pi: proporsi kelimpahan spesies ke-i (ni/N); S: jumlah
spesies total; j: jumlah spesies yang ditemukan di kedua pengamatan; a: jumlah
spesies yang ditemukan pada pengamatan a; dan b: jumlah spesies yang
ditemukan pada pengamatan b. Nilai masing-masing indeks dan kemerataanya
ditampilkan dalam tabel dan grafik. Hubungan keanekaragaman serangga
penyerbuk dengan parameter lingkungan digambarkan dalam scatter plot.
HASIL
a. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk
Serangga penyerbuk yang diamati pada pertanaman caisin berjumlah 5955
individu yang termasuk dalam 19 spesies dan 4 ordo. Keempat ordo tersebut
adalah Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Hymenoptera
merupakan ordo yang paling dominan (5625 individu, 95%), sedangkan Diptera
(124 individu, 2%), Lepidoptera (77 individu, 1%), dan Coleoptera (129 individu,
2%) merupakan ordo dengan kelimpahan individu rendah (Gambar 6).
Gambar 6 Persentase individu masing-masing ordo serangga penyerbuk
pertanaman caisin.
41
Serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh Hymenoptera (10
spesies, 4 famili), sedangkan Lepidoptera (6 spesies, 5 famili), Diptera (2 spesies,
1 famili), dan Coleoptera (1 spesies, 1 famili) dengan kelimpahan yang rendah.
Tiga spesies lebah, yaitu Apis cerana (2567 individu, 43.1%), Ceratina sp. (2202
individu, 37%), dan Apis dorsata (498 individu, 8.4%) (Hymenoptera) ditemukan
dengan kelimpahan tinggi. Spesies lainnya dengan kelimpahan rendah (< 3%)
(Tabel 3).
Tabel 3 Spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada pertanaman caisin.
Takson
Hymenoptera
Apidae, Subf. Apinae
Spesies
Apis cerana
Apis dorsata
Trigona sp.
Apidae, Subf. Xylocopinae Xylocopa caerulea
Xylocopa confusa
Xylocopa latipes
Ceratina sp.
Colletidae, Subf. Hylaeinae Hylaeus sp.
Halictidae, Subf. Nomiinae Nomia sp.
Scoliidae
Compsomeris lindernii
Lepidoptera
Arctiidae
Nyctemera sp.
Pieridae
Eurema hecabe
Lycaenidae
Jamides virgulatus
Nymphalidae
Neptis hylas
Hesperiidae
Parnana guttata
Potanthus sp.
Coleoptera
Scarabaeidae
Popilia biguttata
Diptera
Syrphidae
Shyrpus balteatus
Megaspis argyrocephala
Jumlah individu
Jumlah spesies
Rerata individu/hari
Jumlah Individu
Persentase
Jan-Peb Maret Aprl-Mei Total
(%)
1468
5
8
37
28
7
1072
32
67
0
733
493
0
27
21
2
207
13
0
1
366 2567
0 498
1
9
5
69
20
69
6
15
923 2202
62 107
21
88
0
1
25
7
0
0
12
10
0
3
4
1
7
0
2
1
1
0
1
3
27
11
5
1
20
13
42
39
48
129
82
1
2903
16
138
37
0
1588
14
99
4 123
0
1
1464 5955
15
19
91
43.11
8.36
0.15
1.16
1.16
0.25
36.98
1.8
1.48
0.02
0
0.45
0.18
0.08
0.02
0.34
0.22
0
2.17
0
2.07
0.02
100
Serangga penyerbuk pertanaman caisin yang termasuk ordo Lepidoptera
adalah
Nyctemera sp. (0.5%), Parnara guttata (0.3%), Eurema hecabe (0.2%),
Potanthus sp. (0.2%), Jamides virgulatus dan Neptis hylas masing-masing dengan
kelimpahan kurang dari 0.1%. Serangga penyerbuk lain yang ditemukan pada
42
pertanaman caisin adalah Popilia biguttata (Coleoptera) dan Syrphus balteatus
(Diptera), masing-masing dengan kelimpahan sekitar 2% (Tabel 3). Jumlah
individu serangga penyerbuk pengamatan bulan Januari-Pebruari (2903 individu)
lebih tinggi dibandingkan Maret (1588 individu) dan April-Mei 2006 (1464
individu). Beberapa gambar Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera
penyerbuk pada pertanaman caisin tertera dalam Gambar 7.
b. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Berdasarkan Waktu Pengamatan
Spesies serangga penyerbuk pertanaman caisin pada pengamatan bulan
Januari-Pebruari sebanyak 16 spesies, bulan Maret sebanyak 14 spesies, dan
April-Mei sebanyak 15 spesies (Tabel 3). Jumlah spesies pada pengamatan bulan
Januari-Pebruari lebih tinggi dibandingkan bulan Maret dan April-Mei (Gambar
8). Jumlah individu serangga penyerbuk pada pengamatan bulan Januari-Pebruari
(2903 atau 138 individu/hari) lebih tinggi dibandingkan bulan Maret (1584 atau
97 individu/hari) dan April-Mei 2006 (1464 atau 92 individu/hari) (Tabel 3,
Gambar 9). Tiga spesies lebah, yaitu A. cerana, Ceratina sp., dan A. dorsata
ditemukan dominan. Jumlah individu ketiga spesies tersebut ditemukan tinggi
pada pukul 7.30-10.00, dengan puncak kunjungan terjadi pukul 08.30 untuk A.
cerana dan Ceratina sp. dan pukul 09.30 untuk A. dorsata. Pada pukul 10.3014.30, kelimpahan ketiga spesies tersebut makin menurun. Pada pukul 12.30,
kelimpahan Ceratina sp. lebih tinggi dibandingkan A. cerana dan A. dorsata
(Gambar 10).
Berdasarkan data pengamatan total, 14 spesies ditemukan, paling tidak
sekali pengamatan, di setiap waktu pengamatan. Ke 14 spesies tersebut adalah A.
cerana, A. dorsata, X. caerulea, X. confusa, Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp.
(Hymenoptera), Nyctemera sp., P. guttata, Potanthus sp., E. hecabe, J. virgulatus
(Lepidoptera), P. biguttata (Coleoptera), dan S. balteatus (Diptera). Spesies yang
hanya ditemukan di pagi dan siang hari adalah X. latipes, Trigona sp., dan C.
lindenni, sedangkan N. hylas dan M. argyrocephala cenderung hanya ditemukan
di siang-sore hari.
43
A
B
D
C
F
G
H
I
J
K
L
N
O
M
Gambar 7 Beberapa serangga penyerbuk pertanaman caisin: A. cerana (A),
Ceratina sp. (B), A. dorsata (C), X. confusa (D), X. caerulea (E), X.
latipes (F), Nomia sp. (G) (Hymenoptera), P. biguttata (Coleoptera)
(H), dan S. balteatus (Diptera) (I), Nectemera sp. (J), E. hecabe (K),
J. virgulatus (L), N. hylas (M), P. guttata (N), dan Potanthus sp. (O)
(Lepidoptera).
44
20
Jumlah spesies
18
16
14
Maret
Januari-Pebruari
April-Mei
Total pengamatan
12
10
8
6
4
07:30 08:30 09:30 10:30 11:30 12:30 13:30 14:30
Waktu pengamatan (pukul)
Gambar 8 Jumlah spesies serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan.
Jumlah spesies yang ditunjukkan pada gambar merupakan jumlah
spesies dari pengamatan total (Januari-Mei, 53 hari).
Jumlah individu
35
30
Januari-Pebruari
25
Maret
20
April-Mei
Rerata
15
10
5
0
07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30
Waktu pengamatan (pukul)
Gambar 9 Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan.
Jumlah individu yang ditunjukkan pada gambar merupakan rerata
individu dalam 15 menit pengamatan.
45
Gambar 10 Jumlah individu 6 spesies Hymenoptera penyerbuk pada tanaman
caisin pada waktu pengamatan berbeda. Jumlah individu yang
ditunjukkan pada gambar merupakan rerata individu dalam 15 menit
pengamatan.
Secara umum, keanekaragaman serangga penyerbuk paling tinggi pada
pengamatan bulan Maret (H'=1.39, E=0.53), disusul bulan Januari-Pebruari
(H'=1.25, E=0.45), dan bulan April-Mei (H'=1.10, E=0.41) (Tabel 4). Berdasarkan
waktu pengamatan, keanekaragaman dan kemerataan spesies penyerbuk
meningkat mulai pukul 7.30-11.30, setelah waktu tersebut keanekaragaman dan
kemerataan spesies relatif stabil (Gambar 11 dan 12).
Berdasarkan nilai indeks kesamaan Sorensen, kesamaan spesies penyerbuk
di pagi (pukul 07.30-10.30), siang (pukul 11.30-12.30), dan sore hari (pukul
13.30-14.30) berkisar 85-97%. Kesamaan spesies penyerbuk antara pagi dan
siang hari (Cs=0.97) lebih tinggi dibandingkan antara pagi dan sore hari
(Cs=0.85) dan antara siang dan sore hari (Cs=0.88) (Gambar 13). Kesamaan
spesies penyerbuk antar bulan pengamatan cenderung lebih tinggi di siang hari
dibandingkan dengan pagi hari (Tabel 5). Hal ini menunjukkan keanekaragaman
spesies penyerbuk di pagi hari lebih tinggi dibandingkan siang dan sore hari.
46
Tabel 4 Jumlah individu (N), spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H')
dan kemerataan (evenness) (E) serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan berbeda.
Bulan,
Keanekaragaman
Pebruari-Pebruari
N
S
H'
E
Maret
N
S
H'
E
April-Mei
N
S
H'
E
Total
N
S
H'
E
Waktu pengamatan (pukul)
Jumlah
07.30 08.30 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30
490
10
1.00
0.44
623
12
1.08
0.44
517
12
1.10
0.44
398
14
1.18
0.45
320
13
1.43
0.56
234
13
1.42
0.55
175
11
1.51
0.63
146
11
1.55
0.65
2903
16
1.25
0.45
198
9
0.52
0.24
287
8
0.97
0.47
341
11
1.35
0.56
259
11
1.34
0.56
156
10
1.46
0.64
118
9
1.64
0.74
119
11
1.58
0.66
106
7
1.47
0.75
1584
14
1.39
0.53
242
6
0.84
0.47
362
6
0.82
0.46
273
8
1.05
0.50
162
8
1.18
0.57
130
10
1.48
0.64
122
9
1.19
0.54
92
8
1.14
0.55
81
7
1.16
0.60
1464
15
1.10
0.41
930 1272 1131
14
14
15
1.03 1.18 1.43
0.39 0.45 0.53
819
16
1.51
0.55
606
16
1.64
0.59
474
14
1.59
0.60
386
13
1.56
0.61
333
11
1.65
0.69
5951
19
1.44
0.49
Gambar 11 Nilai indeks Shannon serangga penyerbuk pada waktu pengamatan
berbeda.
47
Gambar 12 Nilai kemerataan Shannon serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan berbeda.
Gambar 13 Kesamaan spesies penyerbuk pada waktu pengamatan berbeda
berdasarkan indeks kesamaan Sorensen.
48
Tabel 5 Kesamaan spesies penyerbuk tanaman caisin antar waktu pengamatan.
berdasarkan indeks kesamaan Sorensen.
Waktu
07.30
08.30
09.30
10.30
11.30
12.30
13.30
14.30
Total
Indeks Sorensen
Januari-Pebruari vs Maret Januari-Pebruari vs April-Mei Maret vs April-Mei
0.63
0.50
0.53
0.60
0.67
0.57
0.70
0.70
0.63
0.72
0.73
0.63
0.61
0.78
0.60
0.82
0.73
0.56
0.82
0.84
0.63
0.78
0.78
0.86
0.73
0.90
0.76
c. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dalam Kaitannya dengan Jumlah
Tanaman Berbunga
Jumlah spesies yang ditemukan di awal sampai akhir pembungaan berkisar
antara 4-9 spesies. Jumlah spesies yang ditemukan di awal sampai akhir
pembungaan tidak terlalu berfluktuasi. Jumlah spesies pada pengamatan bulan
Januari-Pebruari (5-12 spesies) lebih tinggi dibandingkan bulan Maret (4-9
spesies) dan April-Mei (4-8 spesies).
Berbeda dengan jumlah spesies, jumlah individu serangga penyerbuk
sangat berfluktuasi berkaitan dengan pembungaan tanaman. Kelimpahan serangga
penyerbuk ditemukan tinggi pada pembungaan hari ke 6-10 (156-166 individu)
untuk bulan Januari-Pebruari, hari ke 10-18 (134-177 individu) untuk bulan
Maret, dan hari ke 8-11 (134-198 individu) untuk bulan April-Mei. Kelimpahan
tertinggi terjadi pada hari pembungaan ke 8 (311 individu) untuk bulan JanuariPebruari, hari ke 12 (177 individu) untuk bulan Maret, dan hari ke 9 (198
individu) untuk bulan April-Mei (Gambar 14-16). Jumlah spesies serangga
penyerbuk relatif konstan dengan makin banyaknya tanaman berbunga, sedangkan
jumlah individu penyerbuk makin meningkat dengan makin banyaknya tanaman
berbunga (Gambar 17).
49
Gambar 14 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada
pertanaman caisin pertama (pengamatan bulan Januari-Pebruari 2006).
Gambar 15 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada
pertanaman caisin kedua (pengamatan bulan Maret 2006).
50
Gambar 16 Jumlah spesies, jumlah individu, dan jumlah tanaman berbunga pada
pertanaman caisin ketiga (pengamatan bulan April-Mei 2006).
Gambar 17 Hubungan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk dengan
jumlah tanaman berbunga.
51
Spesies penyerbuk yang dominan pada pertanaman caisin adalah A. cerana,
A. dorsata, Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp., dan Xylocopa spp. Tiga spesies
lebah, yaitu A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. dengan kelimpahan sangat
tinggi. Lebah A. cerana ditemukan paling dominan diantara serangga penyerbuk,
diikuti oleh Ceratina sp. dan A. dorsata. Kelimpahan individu A. cerana tertinggi
untuk bulan Januari-Pebruari (235 individu), Maret (158 individu), dan April-Mei
(102 individu), masing-masing terjadi pada hari ke 6, 11, dan 7. Lebah A. dorsata
hanya ditemukan pada pengamatan bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006.
Kelimpahan individu A. dorsata yang tinggi (474 individu) ditemukan pada bulan
Maret. Pada bulan Januari-Pebruari 2006, hanya ditemukan 5 individu A. dorsata.
Puncak kelimpahan A. dorsata dan A. cerana terjadi pada hari yang berbeda.
Kelimpahan individu Ceratina sp. relatif tidak berfluktuasi dari awal sampai akhir
pengamatan. Kelimpahan Ceratina sp. tertinggi (81 individu) terjadi pada hari ke
14 untuk bulan Januari-Pebruari dan hari ke 5 (96 individu) untuk bulan AprilMei. Kelimpahan individu Ceratina sp. bulan Maret lebih rendah dibandingkan
bulan Januari-Pebruari dan April-Mei (Gambar 18-20).
Gambar 18 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam
kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan
Januari-Pebruari 2006.
52
Gambar 19 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam
kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan
Maret 2006.
Gambar 20 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam
kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan
April-Mei 2006.
53
d. Kelimpahan Serangga Penyerbuk dalam Kaitannya dengan Faktor
Lingkungan
Di lokasi penelitian, suhu udara berkisar antara 22-30oC, intensitas cahaya
antara 5000-64100 lux, dan kelembaban udara antara 58-91%. Intensitas cahaya
paling tinggi (64100 lux) terjadi pada pukul 10.30, suhu udara tertinggi (30oC)
terjadi pada pukul 11.30, dan kelembaban tertinggi (76.9%) terjadi pukul 07.30
(Tabel 6). Berdasarkan analisis varian (Anova), kelimpahan serangga penyerbuk
total dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Kelimpahan A. cerana dan A.
dorsata dipengaruhi oleh suhu udara dan intensitas cahaya. Kelimpahan serangga
penyerbuk non-Apis dipengaruhi oleh intensitas cahaya, kelembaban udara,
interaksi suhu-kelembaban udara, dan interaksi suhu-intensitas cahaya (Tabel 7).
Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi umumnya terjadi pada kisaran intensitas
cahaya 5.000-6.4100 lux (Gambar 21), suhu udara 24-28oC (Gambar 22), dan
kelembaban udara 67-85% (Gambar 23). Kelimpahan A. cerana dan A. dorsata
umumnya tinggi (lebih dari 30 individu), sedangkan kelimpahan serangga
penyerbuk lainnya kurang dari 20 individu.
Tabel 6 Parameter lingkungan di lokasi penelitian yang meliputi intensitas cahaya
(lux), suhu udara (oC), dan kelembaban udara relatif (%).
Waktu
(Pukul)
07.30
08.30
09.30
10.30
11.30
12.30
13.30
14.30
Int cahaya (x100 lux)
Min Mak Rerata
55
502
257.6
59
531
310.3
107
629
357.4
66
641
381.7
65
634
355.7
57
634
345.6
55
628
265.1
50
494
201.8
Suhu udara (oC) Kelembaban udara (%)
Min Mak Rerata
Min Mak Rerata
22
29 24.5
62
91
76.9
22
28 25.3
63
84
75.5
22
29 26.2
63
91
73.1
23
29 26.8
63
84
72.2
23
30 26.9
64
91
71.7
22
29 27.1
58
91
71.7
22
29 26.8
58
91
71.8
22
29 26.4
63
91
73.1
Keterangan: Int: intensitas, Min: minimum, Mak: maksimun.
54
Tabel 7 Hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk total (n=1219),
A. cerana dan A. dorsata (n=323), dan serangga penyerbuk non-Apis
(n=896) dengan faktor lingkungan berdasarkan hasil analysis of variance
(Anova).
Serangga polinator total
A. cerana dan A. dorsata
Serangga non-Apis
Lingkungan
Nilai P
Lingkungan
Nilai P
Lingkungan
Nilai P
CHY
0.927
CHY
0.000
CHY
0.402
SUHU
0.000
SUHU
0.174
SUHU
0.001
LEMB
0.007
LEMB
0.037
LEMB
0.000
CHY:SHU
0.745
CHY:SHU
0.824 CHY:SHU
0.000
CHY:LEMB
0.572 CHY:LEMB
0.059 CHY:LEMB
0.017
SHU:LEMB
0.209 SHU:LEMB
0.151 SHU:LEMB
0.071
CHY:SHU:LEMB
0.141 CHY:SHU:LEMB
0.413 CHY:SHU:LEMB
0.085
Keterangan: SHU: suhu udara, LEMB: kelembaban udara, CHY: intensitas cahaya, SHU:LEMB:
interaksi suhu dengan kelembaban, SHU:CHY: interaksi suhu dengan intensitas
cahaya, LEMB:CHY: interaksi kelembaban dengan intensitas cahaya,
SHU:LEMB:CHY: interaksi suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.
Gambar 21 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan
intensitas cahaya. APC: Apis cerana, APD: Apis dorsata, CRT:
Ceratina sp.
55
Gambar 22 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan
suhu udara. APC: Apis cerana, APD: Apis dorsata, CRT: Ceratina sp.
Gambar 23 Sebaran kelimpahan serangga penyerbuk dalam hubungannya dengan
kelembaban udara. APC: Apis cerana, APD: Apis dorsata,
CRT: Ceratina sp.
56
PEMBAHASAN
a. Keanekaragaman Serangga penyerbuk
Lebah (ordo Hymenoptera) merupakan serangga penyerbuk dominan pada
pertanaman caisin dibandingkan ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Tiga
spesies lebah, yaitu A. cerana (43.1%), Ceratina sp. (37%), dan A. dorsata (8.4%)
merupakan spesies yang ditemukan dominan (Tabel 3). Kedudukan dalam
taksonomi, sifat hidup, dan sifat penting lainnya 10 spesies Hymenoptera
penyerbuk pada pertanaman caisin terangkum dalam Tabel 8.
Pentingya lebah sebagai penyerbuk tanaman telah dilaporkan sebelumnya,
antara lain oleh Ramadhani et al. (2000), Steffan-Dewenter et al. (2001), dan
Greenleaf & Kremen (2006). Pada tanaman canola (B. campestris dan B. napus),
lebah madu ditemukan dengan kunjungan paling tinggi (Delaplane & Mayer,
2000). Pada tanaman sawi (S. arvensis), lebah Bombus sp. dan A. mellifera
sebagai penyerbuk utama (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Pada B. kaber
dan B. hirta, pengunjung utamanya adalah A. mellifera (Kunin, 1993). Penelitian
ini tidak menemukan A. mellifera. Hal ini disebabkan karena A. mellifera
umumnya dibudidayakan oleh para peternak dan “diangon” secara berpindah di
lokasi-lokasi yang banyak terdapat tanaman berbunga. Di lokasi penelitian tidak
ditemukan lebah yang diangon. A. mellifera jarang bersarang secara alami di
alam. Seperti dilaporkan oleh Appanah & Kevan (1995), A. mellifera bukan
merupakan spesies yang biasa dijumpai di hutan tropik. Lebah yang biasa
ditemukan di hutan tropik antara lain A. cerana, A. dorsata, A. florea, Bombus,
Augochlora, Allodapine, Euglossini, Dialictus, Halictus, Lasioglossum, Trigona,
dan Xylocopa.
Tiga spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin, yaitu A. cerana, A.
dorsata, dan Trigona sp. termasuk lebah sosial. Pada lebah sosial di dalam koloni
terdapat pembagian kasta ratu, pekerja, dan jantan yang mempunyai tugas
berbeda. Michener (2000) melaporkan dalam koloni A. cerana ditemukan
beberapa-60 ribu lebah pekerja yang berperan mencari pakan untuk kebutuhan
koloninya.
57
Tabel 8 Sifat hidup dan sifat-sifat penting spesies Hymenoptera penyerbuk
pertanaman caisin.
Famili, Subfamili
Spesies
Sifat
hidup
Sifat penting
Pustaka
Apidae, Apinae
Apis cerana
Eusosial
Ukuran tubuh medium (panjang 10- Winston, 1987;
11 mm), sarang banyak sisir, di
Michener, 2000
dalam rongga. Koloni: 1 ratu, 6-7
ribu pekerja, beberapa ratus jantan.
Apis dorsata
Eusosial
Ukuran tubuh besar (panjang 17-19 Winston, 1987;
mm), sarang satu sisir, terbuka,
Michener, 2000
biasanya di pohon tinggi. Koloni:
ratu, jantan, lebih 20 ribu pekerja.
Trigona sp.
Eusosial
Ukuran tubuh kecil (panjang 4-6.5 Michener, 2000
mm), sarang umumnya dalam
rongga, beberapa spesies sarang
terbuka pada ranting pohon. Koloni:
ratu, jantan, dan beberapa puluh-100
ribu atau lebih pekerja.
Apidae, Xylocopinae
Xylocopa
Soliter,
sosial
primitif
Ceratina sp.
Soliter,
beberapa
spesies
komunal
Halictidae, Nomiinae
Nomia sp.
Soliter,
beberapa
spesies
komunal
Colletidae, Hylaeinae
Hylaeus sp.
Soliter
Ukuran tubuh besar (panjang tubuh
13-30 mm), bersarang dengan
membuat lubang-lubang pada kayu
mati. Dalam satu sarang sering
dijumpai 2 atau lebih individu.
Michener, 2000
Ukuran tubuh kecil (panjang 3-12.5 Michener, 2000
mm), sarang pada batang/ranting
mati. Dalam satu sarang sering
ditempati oleh beberapa individu
beda generasi, mulai menunjukkan
perbedaan perilaku: mirip ratu dan
mirip pekerja.
Ukuran tubuh sedang (panjang 6.5- Michener, 2000
16 mm). Bersarang dengan
membuat lubang di dalam
tanah/kayu kering, dalam satu
sarang ditemukan 1-20 betina dan
23-191 sel.
Ukuran tubuh kecil (panjang 4-7
Michener, 2000
mm, bersarang dengan membuat
lubang-lubang di dalam tanah, kayu
mati, atau bebatuan.
58
Dalam sekali perjalanan, lebah madu pekerja cenderung mengunjungi bunga
dari satu spesies tanaman. Lebah madu dapat membawa 10-30 mg serbuksari atau
25-40 mg nektar dalam sekali perjalanan. Kemampuan lebah
membawa
serbuksari didukung oleh tubuh yang berambut dan struktur pollen basket pada
tungkai ke tiga. Dalam satu hari, lebah madu dapat melakukan 10-15 kali
perjalanan, walaupun pencarian nektar dapat mencapai 150 kali/hari (Winston,
1987). Tingginya kelimpahan A. cerana pada pertanaman caisin menunjukkan
adanya sarang di sekitar lokasi pengamatan. Sarang tersebut kemungkinan besar
terdapat di dalam hutan yang tidak terlalu jauh dari lokasi pengamatan. Kevan et
al. (1995) melaporkan jarak pencarian pakan A. cerana umumnya kurang dari 500
m dan umumnya pada jarak kurang dari 100 m dari sarang. Amano et al. (2000)
melaporkan pekerja lebah madu dapat melakukan pencarian pakan pada jarak 2-3
km dari sarang.
Disamping A cerana, pertanaman caisin juga dikunjungi oleh A. dorsata
sebagai lebah sosial yang ditemukan dengan kelimpahan tinggi. Seperti pada A.
cerana, jumlah individu A. dorsata dalam satu koloni dapat mencapai 50000
individu (Appanah & Kevan, 1995). Lebah A. dorsata mempunyai ukuran tubuh
lebih besar dibandingkan A. cerana, tubuh berambut dan terdapat organ
pengumpul serbuksari pada tungkainya. Lebah ini membuat sarang di pohon
tinggi di dalam hutan pada (Sola et al., 2005) dan spesies ini sebagai penyerbuk
utama tumbuhan dengan kanopi tinggi (Appanah & Kevan, 1995). Pada
pengamatan ini, A. dorsata ditemukan di bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006
dan tidak ditemukan pada bulan April-Mei 2006. Hal ini berkaitan dengan lokasi
pertanaman caisin pada pengamatan bulan Januari-Pebruari dan Maret 2006 yang
terletak pada jarak kurang dari 200 m dari tepi hutan. Kemungkinan jarak tersebut
masih terjangkau dalam pencarian pakan. Pengamatan bulan April-Mei terletak
pada jarak 400 m dari tepi hutan dan kemungkinan jarak tersebut sudah tidak
terjangkau dalam pencarian pakannya. Namun Roubik (1989) melaporkan jarak
pencarian pakan A. dorsata dapat mencapai 6.7-10 km dari sarang, sehingga
kemungkinan pencarian pakan juga mencakup pada jarak 400 m dari tepi hutan.
Tidak ditemukannya A. dorsata pada pengamatan bulan April-Mei diduga lebah
59
tersebut sudah melakukan migrasi ke tempat lain.
Disamping A. cerana dan A. dorsata, lebah sosial lain yang mengunjungi
bunga caisin adalah Trigona sp. dengan persentase kunjungan rendah (0.15%)
(Tabel 3). Trigona sp. merupakan lebah yang tidak bersengat (stingless bee),
mampu beradaptasi di iklim tropik dan subtropik, dan bersifat people and
ecosystem-friendly. Dalam satu koloni ditemukan beberapa puluh sampai ratusan
ribu pekerja (Michener, 2000). Sedikitnya jumlah individu Trigona sp. yang
ditemukan pada bunga caisin kemungkinan akibat aplikasi pestisida yang
dilakukan petani pada berbagai tanaman sayuran di sekitar pertanaman caisin.
Kemungkinan lain sedikitnya jumlah individu Trigona sp. pada pertanaman caisin
adalah lokasi sarang yang terlalu jauh, sehingga pencarian pakan tidak mencapai
pertanaman caisin. Amano et al. (2000) melaporkan pencarian pakan Trigona
dilakukan sampai jarak 1 km dari sarang. Pada T. carbonaria jarak maksimum
pencarian pakan 500 m dan umumnya 100 m dari sarang. Sarang stingless bees
terletak di dalam lubang pohon, beberapa spesies primitif, seperti Meliplebeia,
Plebeia, dan Nogueirapis membangun sarang di dalam rongga tanah atau
menggantung di ranting pohon. Sebagian besar Trigona bersifat polylectic, yaitu
melakukan pencarian pakan pada berbagai spesies tanaman. Stingless bees mampu
melakukan pencarian pakan tanpa sinar ultraviolet (Tezuka & Maeta, 1993).
Lebah T. carbonaria dilaporkan efektif dalam penyerbukkan Macadamia
integrifolia dan spesies ini cepat beradaptasi dengan tanaman yang belum dikenal
sebelumnya (Amano et al., 2000).
Disamping lebah sosial, bunga pertanaman caisin juga dikunjungi oleh
lebah soliter, yaitu Ceratina sp., Hylaeus sp., Nomia sp., dan Xylocopa spp.
Diantara lebah soliter tersebut, Ceratina sp. ditemukan dengan kelimpahan paling
tinggi (36.98%). Kelimpahan spesies ini pada pertanaman caisin hanya sedikit
dibawah kelimpahan A. cerana. Tingginya kelimpahan Ceratina pada pertanaman
caisin menunjukkan bahwa lahan tersebut merupakan habitat yang sesuai untuk
tempat bersarang. Klein et al. (2003) melaporkan sarang Ceratina ditemukan di
habitat yang agak terbuka, kelembaban rendah, dan banyak tanaman herba sebagai
sumber serbuksari dan nektar. Michener (2000) melaporkan Ceratina termasuk
60
lebah lebah subsosial, bersarang di dalam ranting atau batang pohon mati. Dalam
satu sarang ditemukan tetua-anak atau anak-anak. Pada pertanaman caisin,
Ceratina diduga sebagai penyerbuk yang potensial.
Lebah soliter lain yang mengunjungi bunga caisin adalah X. caerulea, X.
confusa, dan X. latipes dengan persentase kunjungan rendah. Sarang Xylocopa
ditemukan di dalam kayu rumah penduduk pada jarak sekitar 500 m dari tepi
hutan. Xylocopa spp. yang mengunjungi bunga caisin berasal dari koloni tersebut,
atau mungkin dari koloni lain yang bersarang di sekitar lahan pertanian atau di
dalam hutan. Spesies ini diduga mempunyai efektifitas penyerbukan rendah pada
pertanaman caisin. Rendahnya kelimpahan Xylocopa pada pertanaman caisin
berkaitan dengan struktur bunga caisin yang tidak sesuai bagi Xylocopa. Bunga
yang sesuai bagi Xylocopa adalah bunga dengan struktur lebih berkembang,
seperti famili Papilionaceae (Kahono, komunikasi pribadi).
Gerling (1989)
melaporkan spesies tanaman yang sering dikunjungi Xylocopa adalah Delonix
regia, Crotalaria sp., Calliandra sp., dan markisah. Roubik (1989) menyatakan
Xylocopa bersifat parasosial dalam bentuk komunal, kuasisosial, atau semisosial.
Michener (2000) menyatakan Xylocopa sebagai lebah subsosial karena dalam
sarang ditemukan anak dan induk dan induk secara aktif memberi makan anakanaknya. Lebah Xylocopa berukuran tubuh besar dan dilaporkan berperan dalam
penyerbukan berbagai tanaman pertanian. Lebah X. confusa dan X. latipes
membantu penyerbukan
tanaman belimbing (Rahayu et al., 2004). Fajarwati
(2005) dan Damayanti (2007) melaporkan X. confusa sebagai penyerbuk tanaman
tomat, sedangkan X. nigrocaerulea merupakan penyerbuk tanaman kopi (Klein et
al., 2002). Pada tanaman blueberry, lubang bekas pencarian nektar Xylocopa
digunakan kembali oleh lebah madu (Delaplane & Mayer, 2000).
Lebah soliter lain yang mengunjungi bunga caisin adalah Hylaeus sp.
dengan persentase kunjungan rendah. Lebah Hylaeus sp. dikenal sebagai lebah
polyster atau lebah membran. Lebah ini bersarang di dalam tanah (Delaplane &
Mayer, 2000). Hylaeus sp. bersifat kleptoparasit, induk betina meletakkan
telurnya di dalam sarang individu lain (Michener, 2000).
61
Disamping Hylaeus sp., pada pertanaman caisin juga ditemukan Nomia sp.
(Halictidae) dengan persentase kunjungan rendah. Hylaeus dikenal dengan alkali
bee, banyak ditemukan di daerah tropik dan daerah sedang. Lebah Nomia
umumnya membuat sarang di dalam tanah atau kayu kering. Berdasarkan analisis
S-T (short-tongue), Halictidae secara konsisten merupakan unit monophyletic,
dengan subfamili tunggal yaitu Nomiinae (Michener, 2000). Pencarian pakan
anggota famili ini dapat mencapai jarak 1.6 km dari sarang. Alkali bee merupakan
penyerbuk utama tanaman lucerna (Delaplane & Mayer, 2000). Di Sulawesi, N.
thoracica dan N. (Culvinomia) fulvata merupakan penyerbuk pertanaman kopi
dalam sistem agroforestry (Klein et al., 2002).
Disamping lebah, serangga penyerbuk pada pertanaman caisin adalah kupu
dan ngengat (Lepidoptera). Enam spesies Lepidoptera mengunjungi bunga caisin,
3 spesies diantaranya, yaitu E. hecabe, J. virgulatus, dan N. hylas berpotensi
sebagai penyerbuk karena aktif mencari pakan. Sola et al. (2005) melaporkan ke
tiga spesies tersebut merupakan spesies yang umum dijumpai di daerah pertanian,
hutan, semak-semak, dan daerah dekat perairan. Lepidoptera lain yang
mengunjungi bunga caisin adalah P. guttata, Potanthus sp. (Hesperidae), dan
Nyctemera sp. P. guttata dan Potanthus sp. biasa dijumpai di jalan setapak,
persawahan, atau tumbuhan bawah dalam hutan. Nyctemera sp. biasa dijumpai di
habitat terganggu atau terbuka, aktif di siang hari, dan tertarik cahaya di malam
hari (Sola et al., 2005). Rendahnya persentase kunjungan Lepidoptera pada
pertanaman caisin menyebabkan perananya sebagai penyerbuk diduga rendah.
Disamping Lepidoptera, bunga pertanaman caisin juga dikunjungi oleh
kumbang P. biguttata (Coleoptera: Scarabaeidae) dan
S. balteatus (Diptera:
Syrphidae) dengan persentase kunjungan rendah. Sola et al. (2005) melaporkan P.
biguttata penting dalam penyerbukan tanaman, namun spesies ini sensitif terhadap
aplikasi pestisida. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa spesies ini tidak
sering berpindah dari satu bunga ke bunga lain, sehingga peranannya sebagai
penyerbuk pada pertanaman caisin diduga rendah. S. balteatus sering ditemukan
hinggap pada bunga, dahan, atau daun dan sering terbang melayang dan potensi
spesies ini sebagai penyerbuk pertanaman caisin diduga rendah. Potensi
62
penyerbukan yang rendah pada spesies ini juga dilaporkan oleh Steffan-Dewenter
& Tscharntke (1999) pada tanaman Brassica. Efisiensi penyerbukan lalat syrphid
lebih rendah dibandingkan Osmia rufa (lebah liar) dan lebah madu.
Secara umum, keanekaragaman serangga penyerbuk di lokasi pengamatan
masih tinggi. Hal ini disebabkan karena lokasi yang berdekatan dengan hutan TN
Gunung Halimun-Salak yang mempunyai habitat relatif tidak terganggu. Hutan
merupakan source habitat bagi keanekaragaman di sekitarnya. Spesies yang
bersarang di dalam hutan, seperti A. dorsata juga ditemukan di lahan pertanian di
tepi hutan. Lebah A. dorsata jarang ditemukan lahan pertanian yang lokasinya
jauh dari hutan.
b. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dalam Kaitannya dengan Waktu
Pengamatan, Fenologi Bunga, dan Faktor Lingkungan
Keanekaragaman serangga penyerbuk di suatu habitat berkaitan dengan
sumber pakan terutama serbuksari dan nektar dan faktor lingkungan. Berdasarkan
waktu pengamatan, jumlah spesies penyerbuk terbanyak dijumpai pukul 10.30,
sedangkan jumlah individu tertinggi terjadi pukul 08.30. Puncak kunjungan
serangga penyerbuk di pagi hari juga dilaporkan Wallace et al. (2002) pada
tanaman Persoonia virgata (Proteaceae). Kelimpahan T. carbonaria (Apidae) dan
Leioproctus speculiferus (Colletidae) tinggi terjadi pukul 09.00-11.00. Pada
tanaman C. juncea, T. vogelii, dan B. oleraceae, puncak kunjungan serangga
penyerbuk terjadi pukul 08.00-08.30 (Ramadhani et al., 2000). Bunga caisin
mekar di pagi dan bertahan sampai 3 hari. Disamping serbuksari, bunga caisin
juga menghasilkan nektar yang disekresikan di bagian basal bunga (Delaplane &
Mayer, 2000). Jumlah serbuksari dan kandungan nektar yang tinggi di pagi hari
diduga merupakan faktor penarik bagi serangga. Kondisi lingkungan di pagi hari
yang optimal (rerata suhu 22oC, kelembaban udara 63%, dan intensitas cahaya
5900 lux merupakan faktor yang menyebabkan tingginya kelimpahan individu.
Penelitian menunjukkan tingginya kelimpahan serangga penyerbuk
disebabkan oleh tingginya kelimpahan lebah sosial. Hal ini disebabkan karena
jumlah individu lebah sosial paling banyak dibandingkan dengan serangga
63
penyerbuk lain yang ditemukan pada pertanaman caisin. Keanekaragaman
serangga penyerbuk ditemukan tinggi pada saat banyak tanaman caisin berbunga.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Steffan-Dewenter & Tscharntke (2000), tingginya
kelimpahan lebah sosial terjadi pada saat banyak tanaman kopi berbunga (massflowering). Pada saat hanya beberapa tanaman yang berbunga banyak ditemukan
lebah soliter. Westphal et al. (2003) melaporkan terdapat korelasi positif antara
ketersediaan bunga tanaman B. napus dengan densitas Bombus sp.
Kompetisi antara lebah sosial dengan lebah soliter dan serangga lain pada
saat pencarian pakan diduga terjadi. Penelitian ini menunjukkan adanya
kompetisi antara lebah soliter (Ceratina sp.) dengan lebah sosial (A. cerana). Hal
ini ditunjukkan dari puncak kunjungan A. cerana dan Ceratina sp. yang terjadi
pada hari berbeda. Kompetisi antara A. cerana dengan Ceratina sp. kemungkinan
bersifat
membagi
sumberdaya
(scramble
competition)
karena
tingginya
sumberdaya yang tersedia pada pertanaman caisin. Kompetisi antara A. cerana
dengan A. dorsata (keduanya serangga sosial) juga terjadi yang ditunjukkan dari
puncak kunjungan kedua spesies tersebut terjadi pada hari yang berbeda.
Kompetisi antara lebah madu dengan lebah liar pada saat pencarian pakan juga
dilaporkan oleh Steffan-Dewenter et al. (2001).
Disamping jumlah bunga, warna bunga juga menentukan kelimpahan
serangga pengunjung. Warna bunga biru atau kuning lebih disukai lebah
penyerbuk, walaupun pada lebah Amegilla sp. ditemukan mengunjungi bunga
berwarna putih dan jingga (Reddi, et al., 1999). Lebah dapat melihat dalam
kisaran spektrum 0-700 nm (ultraviolet-hijau) dan 400-550 nm (biru-kuning).
Tidak seperti manusia, lebah tidak dapat melihat cahaya merah (700-800 nm)
(Barth, 1991). Warna kuning terang pada bunga caisin mudah dikenal oleh lebah
penyerbuk.
Disamping ketersediaan nutrisi, keanekaragaman serangga penyerbuk juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan
intensitas cahaya. Kelimpahan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin
ditemukan tinggi pada kisaran intensitas cahaya 5000-64100 lux, suhu udara 2428oC, dan kelembaban udara 67-85%. Suhu udara dan intensitas cahaya umumnya
64
berkorelasi positif, sedangkan kelembaban udara berkorelasi negatif dengan
kelimpahan serangga penyerbuk (Kleinert-Giovannini & Imperatriz-Fonseca,
1987; Klein et al., 2002). Aktivitas terbang Melipona marginata (stingless bees)
dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Aktifitas tersebut berkorelasi positif dengan suhu,
namun berkorelasi negatif dengan kelembaban udara (Kleinert-Giovannini &
Imperatriz-Fonseca, 1987). Klein et al. (2002) juga melaporkan jumlah spesies
lebah soliter yang diamati pada pertanaman kopi makin meningkat dengan
meningkatnya intensitas cahaya. Beberapa spesies lebah mempunyai respon
berbeda terhadap perubahan faktor lingkungan. Lebah soliter melakukan aktifitas
pada cuaca yang lebih luas, sedangkan aktifitas lebah madu sangat dipengaruhi
oleh kondisi cuaca. Aktivitas Megachile bergantung pada intensitas cahaya.
Kelembaban dan suhu udara kurang berpengaruh terhadap aktifitas pencarian
pakan Megachile dan Xylocopa (Roubik, 1989).
Faktor cuaca (meteorologi) mempengaruhi aktivitas terbang lebah dan
pengaturan suhu tubuh. Disamping menentukan waktu kapan lebah terbang, cuaca
juga mempengaruhi pencarian pakan pada bunga. Pada saat suhu udara tinggi,
lebah cepat terbang berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Ketika produksi
panas terlalu besar dibandingkan energi yang didapatkan, lebah hanya berjalan
dari bunga ke bunga lainnya. Aktivitas terbang pada lebah memerlukan suhu
thoraks minimum 25-30oC dan maksimum 45-50oC (Roubik, 1989).
KESIMPULAN
Serangga penyerbuk pada pertanaman caisin terdiri atas 4 ordo, yaitu
Hymenoptera, Diptera, Lepidoptera, dan Coleoptera. Hymenoptera merupakan
ordo dengan kelimpahan paling tinggi. Tiga spesies lebah (Hymenoptera), yaitu
A. cerana dan A. dorsata (Apinae), serta Ceratina sp. (Xylocopiae) merupakan
penyerbuk utama pertanaman caisin. Jumlah individu dan spesies serangga
penyerbuk ditemukan tinggi di pagi hari (pukul 0.8.300-10.30). Keanekaragaman
serangga penyerbuk berkaitan dengan jumlah tanaman berbunga dan faktor
lingkungan, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya.
65
4. PERILAKU KUNJUNGAN LEBAH PENYERBUK PADA
BUNGA PERTANAMAN CAISIN
(Brassica rapa L.: Brassicaceae)
PENDAHULUAN
a. Perilaku Pencarian Pakan (Foraging Behaviour) Lebah Penyerbuk
Lebah memerlukan beragam sumberdaya yang digunakan untuk
membangun sarang, memelihara aktivitas metabolisme, dan reproduksi.
Sumberdaya tersebut meliputi resin, lipid, nektar, serbuksari, lilin, dan lainnya
(Roubik, 1989). Dalam melakukan pencarian pakan, lebah pekerja menentukan
spesies tanaman yang akan dikunjungi dan jaraknya dari lokasi sarang. Oleh lebah
pekerja, keberadaan sumber pakan diiformasikan kepada pekerja lainnya di dalam
sarang dengan “tarian melingkar” (round dance) atau tarian bentuk angka 8
(waggle dance). Round dance merupakan bentuk tarian yang paling sederhana dan
tidak memberi informasi secara rinci jarak atau arah sumber pakan. Round dance
umumnya memberi informasi sumber pakan yang dekat dengan lokasi sarang.
Waggle dance memberikan banyak informasi tentang jarak, arah, dan kualitas
pakan. Waggle dance umumnya menginformasikan sumber pakan lebih dari 100
m dari sarang. Dalam pencarian pakan, lebah pekerja cenderung bersifat spesialis
terhadap satu tipe pakan, yaitu nektar atau serbuksari. Lebah pekerja juga
cenderung mengunjungi bunga dari satu spesies tanaman dalam sekali perjalanan
(floral fidelity) (Winston, 1987). Pencarian pakan pada lebah mempertimbangkan
beberapa faktor, seperti karakteristik sumber pakan, aroma (odour), waktu, dan
kondisi cuaca (Schoonhoven et al., 1998). Interaksi komponen-komponen dalam
perilaku pencarian pakan secara rinci dijelaskan pada Gambar 24.
Pada lebah madu, pencarian nektar, serbuksari, atau air dilakukan oleh
lebah pekerja mulai umur 3 minggu. Jarak pencarian pakan bervariasi antara 1-3
km, kadang dapat mencapai 12 km dari sarang dengan kecepatan terbang antara
10-29 km/jam. Pencarian pakan pada Bombus spp. dilakukan pada jarak 50-631 m
dari sarang (Osborne et al. 1999). Pekerja B. muscorum melakukan pencarian
pakan dalam radius 500 m dari sarang, sedangkan B. terrestris melakukan
66
pencarian pakan pada jarak 1500-1750 m dari sarang. Lebah B. lapidarius
melakukan pencarian pakan pada jarak kurang dari 500 m dan sekitar 9% individu
spesies tersebut melakukan pencarian pakan pada jarak 1000-1500 m dari sarang
(Walther-Hellwig & Frankl, 2000).
Gambar 24 Interaksi komponen-komponen dalam perilaku pencarian pakan dan
aliran energi (Dafni, 1992).
Aktivitas pencarian pakan lebah berhubungan dengan jumlah dan warna
bunga. Dalam satu hari, lebah dapat melakukan 6-47 perjalanan, bergantung pada
kondisi dan jarak tanaman dari sarang (Gojmerac, 1980), ukuran patch, densitas,
dan vegetasi sekitar (Kunin, 1993). Waktu yang diperlukan lebah madu dalam
sekali perjalanan berkisar 6 menit-3 jam, dengan mengunjungi 8-100 bunga dan
membawa antara 12-29 mg serbuksari (Gojmerac, 1980). Jumlah bunga yang
dikunjungi serangga penyerbuk bervariasi antar spesies. Pada tanaman cabe, lebah
mengunjungi 1-8 tanaman dalam sekali perjalanan dan hanya 3 spesies yang
67
mengunjungi lebih dari 6 tanaman (Raw, 2000). Dua spesies lebah, Dialictus
picadensis dan Augochlora morrae mengunjungi 1 tanaman dalam sekali
perjalanan, sedangkan B. atratus mengunjungi 53 bunga dalam sekali perjalanan.
Untuk mendapatkan serbuksari maksimum (full pollen load), lebah memerlukan
waktu yang bervariasi dari 2 menit 18 detik sampai 6 menit 37 detik yang
mengunjungi 18–47 bunga cabe. Jumlah bunga dikunjungi dalam sekali
perjalanan berkaitan dengan ukuran tubuh penyerbuk. Lebah berukuran kecil
memerlukan 20-50 bunga cabe dari beberapa tanaman dalam sekali perjalanan.
Lebah berukuran besar memerlukan lebih banyak bunga dan tanaman dan jarak
pencarian pakan yang lebih jauh (Raw, 2000).
Jumlah kunjungan serangga penyerbuk pada berbagai spesies tanaman
bervariasi. Di hutan temperate di Chile, Smith-Ramirez et al. (2005) melaporkan
jumlah kunjungan 26 spesies penyerbuk bervariasi. Jumlah kunjungan maksimum
(5.6x10-3 kunjungan/bunga/jam) ditemukan pada tanaman Eucryphia cordifoli,
diikuti tanaman Ovidia pillopillo (3.8x10-3 kunjungan/bunga/jam) dan tanaman
Myrceugenia planipes (3.4x10-3 kunjungan/bunga/jam). Kunjungan terendah
(0.1x10-3 kunjungan/bunga/jam) terjadi pada tanaman Myrtreola sp.
Waktu yang diperlukan lebah dalam mengunjungi satu bunga bervariasi.
Secara umum, spesies lebah berukuran tubuh kecil lebih cepat waktu
berkunjungnya. Dialictus ypirangensis yang mempunyai ukuran tubuh kecil
mengunjungi satu bunga dalam waktu 5.8 detik. Augochlora morrae,
Exomalopsis fulvofasciata, dan E. auropilosa dengan ukuran tubuh yang lebih
besar mengunjungi satu bunga dalam waktu 7.7-8.1 detik (Raw, 2000). Lebah
Trigona (Tetragona) fuscobalteata mengunjungi bunga dalam kisaran waktu 1550 detik/bunga (Kun-Suk, 2004).
Disamping jumlah bunga, kunjungan lebah berkaitan dengan warna bunga.
Warna biru atau kuning lebih disukai lebah, walaupun Amegilla sp. mengunjungi
juga bunga berwarna putih dan jingga (Reddi, et al. 1999). Lebah dapat melihat
dalam kisaran spektrum 0-700 nm (ultraviolet-hijau) dan warna biru-kuning
dengan kisaran panjang gelombang 400-550 nm. Tidak seperti manusia, lebah
tidak dapat melihat cahaya merah (700-800 nm) (Barth, 1991).
68
Lebah merupakan penyerbuk yang paling penting karena secara eksklusif
memakan serbuksari dan nektar dan mengunjungi banyak bunga dari satu spesies
tanaman (flower constancy) dalam sekali perjalanan. Tubuh berambut pada lebah
membantu membawa serbuksari (Delaplane & Mayer, 2000). Disamping
digunakan sebagai organ lokomosi, tungkai lebah madu mengalami modifikasi
untuk mengumpulkan serbuksari. Pada pasangan tungkai pertama lebah terdapat
noktah untuk membersihkan antena. Rambut-rambut pada basi-tarsi tungkai
pertama dan kedua digunakan untuk membersihkan serbuksari yang menempel di
daerah kepala dan thoraks. Serbuksari yang menempel pada tungkai 1 dan 2,
dengan manipulasi dan gerakan berseri akan disimpan sementara dalam corbicula
atau pollen-basket pada tibia tungkai ke 3 dalam bentuk padatan (Gojmerac,
1980). Pada sisi dalam tungkai ke 3 terdapat organ yang membantu mendorong
serbuksari ke dalam pollen basket (Winston, 1987). Struktur pollen basket pada A.
cerana tertera dalam Gambar 25. Lebah Xylocopa tidak mempunyai struktur
pollen basket seperti pada lebah madu, sehingga serbuksari menempel di rambutrambut pada seluruh permukaan tubuhnya. Pada X. aureipennis dilaporkan
membawa kumpulan serbuksari (pollinia) dari tanaman Asclepiadaceae dan
Orchidaceae di bagian depan kepala (Roubik, 1989).
A
tibia
tarsus
femur
B
serbuksari
Gambar 25 Struktur tungkai ke tiga Apis cerana. Pollen basket (tanda panah, A)
digunakan untuk mengumpulkan serbuksari. Serbuksari di dalam
pollen basket (B).
69
Penelitian tentang perilaku pencarian pakan serangga penyerbuk
merupakan hal yang sangat penting dalam biologi penyerbukan. Studi tentang
perilaku pencarian pakan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
penyerbuk. Beberapa perilaku pencarian pakan serangga penyerbuk yang dapat
diukur adalah laju kunjungan (visitation rate), laju pencarian pakan (foraging
rate), indeks laju kunjungan (Dafni, 1992), dan perilaku intrafloral (Reddi, et al.,
1999). Laju kunjungan dihitung dari waktu pencarian pakan per jam dibagi
dengan hasil perkalian flower handling time dengan jumlah bunga yang diamati.
Laju pencarian pakan dihitung dari jumlah bunga dikunjungi per unit waktu.
Indeks laju kunjungan dihitung dari jumlah total kunjungan pada periode
pengamatan dibagi dengan jumlah bunga pada periode tersebut (Dafni, 1992).
b. Biologi Lebah Apis cerana, A. dorsata, Ceratina sp., dan Xylocopa spp.
Sebagian besar lebah hidup soliter dalam organisasi sosial primitif. Dari
semua spesies lebah, hanya genus Dactylurina, Lestrimelitta, Melipona,
Meliponula, dan Trigona (Tribe Meliponini) dan Apis (Tribe Apini) yang bersifat
sebagai lebah sosial dengan struktur koloni lebih berkembang (Moritz &
Southwick, 1992).
Lebah sosial dicirikan dengan perawatan terhadap anak,
pertemuan antar generasi, dan pembagian tugas dalam koloni. Pembagian tugas
dalam koloni berkaitan dengan umur individu (age polyethism) yang berkaitan
dengan perkembangan kelenjar atau organ (Winston, 1987). Biologi spesies lebah
penyerbuk yang diamati perilaku kunjungannya diuraikan.
Apis cerana Fabricus. Lebah ini bersifat eusosial, dalam koloni terdapat 1
individu ratu, 6-7 ribu individu pekerja, dan beberapa ratus individu lebah jantan.
Spesies ini mempunyai ukuran tubuh medium (panjang 10-11 mm), panjang sayap
depan berkisar 7.47-8.89 mm (Winston, 1987; Michener, 2000). Lebah A. cerana
mempunyai beberapa kemiripan dengan A. mellifera dalam bersarang, komposisi
sarang, dan perilaku terbang. Sarang A. cerana terletak di dalam rongga yang
terdiri atas beberapa sisir. Ukuran sayap depan dan indeks kubital merupakan
karakter yang dapat digunakan untuk membedakan kedua spesies tersebut. Lebah
A. cerana lebih temperamen, mudah “dikelola”, namun spesies ini tidak populer
70
bagi para peternak karena koloni mudah pecah (swarming) (Verma, 1995). Jarak
pencarian pakan spesies ini umumnya kurang dari 500 m dari sarang, namun di
Jerman dilaporkan mencapai 1500 m dari sarang (Koeniger, 1995).
A. dorsata Fabricus. Lebah ini bersifat eusosial, berukuran besar (panjang
tubuh 17-19 mm), sarang terbuka terdiri atas 1 sisir, lokasi sarang umumnya di
pohon tinggi. Dalam koloni ditemukan 1 individu ratu, beberapa ratus individu
lebah jantan, dan lebih dari 20 ribu individu lebah pekerja (Winston, 1987;
Michener, 2000). Lebah A. dorsata mempunyai kebiasaan migrasi ke habitat yang
mempunyai sumberdaya yang lebih tinggi (Kevan et al., 1995). Pencarian pakan
A. dorsata dilakukan pada kisaran jarak 6.7-10 km dari sarang. Di Philipina, A.
dorsata mengunjungi 14 famili tanaman dengan 20 tipe serbuksari (ManilaFajardo et al., 2004). Pencarian pakan dimulai sekitar pukul 08.00 pada saat
sarang sudah terkena sinar matahari. Pencarian pakan berakhir sekitar pukul
16.00. Pencarian pakan mencapai puncaknya pada pukul 10.30-14.30. Pencarian
pakan juga dilakukan pada malam hari pada saat bulan purnama (Roubik, 1989).
Aktifitas pencarian pakan tersebut dipengaruhi oleh suhu (Molitas-Colting &
Cervancia, 2004).
Ceratina Latreille. Genus Ceratina terdiri 17 subgenus. Ceratina hidup
soliter, beberapa spesies hidup komunal, ukuran tubuh kecil (panjang 3-12.5 mm),
bersarang di batang atau ranting pohon mati. Dalam satu sarang sering ditempati
oleh beberapa individu yang berbeda generasi. Spesies ini mulai menunjukkan
adanya perilaku seperti ratu dan mirip pekerja (Michener, 2000).
Xylocopa Latreille. Genus Xylocopa termasuk lebah soliter, beberapa
spesies menunjukkan perilaku kehidupan sosial primitif, ukuran tubuh besar
(panjang tubuh 13-30 mm), dan sarang ditemukan di dalam lubang kayu mati.
Dalam satu sarang sering dijumpai 2 atau lebih individu (Michener, 2000).
Pencarian pakan Xylocopa dapat mencapai 12 km dari sarang dan jarak pencarian
tersebut berkaitan dengan jumlah hamuli yang terdapat pada sayap (Roubik,
1989). Xylocopa merupakan penyerbuk yang efektif pada tanaman markisah,
mentimun, bunga matahari, dan tanaman tomat (Delaplane & Mayer, 2000).
71
Penelitian ini mempelajari perilaku kunjungan enam spesies lebah
penyerbuk yang meliputi jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga,
dan lama kunjungan pada pertanaman. Keenam spesies lebah tersebut adalah A.
cerana, A. dorsata, Ceratina sp., X. caerulea, X. confusa, dan X. latipes.
BAHAN DAN METODE
a. Pengamatan Perilaku Kunjungan
Perilaku kunjungan diamati pada 6 spesies lebah penyerbuk, yaitu Apis
cerana dan A. dorsata (Apinae), serta Xylocopa confusa, X. caerulea, X. latipes,
dan Ceratina sp. (Xylocopinae) (Gambar 26). Perilaku kunjungan yang diamati
adalah jumlah kunjungan per menit (foraging rate), lama kunjungan per bunga
(flower handling time), dan lama kunjungan pada pertanaman caisin. Pengamatan
dilakukan dengan metode focal sampling (Martin & Bateson,
1993). Lama
kunjungan lebah pada pertanaman caisin dihitung dari mulai lebah mengunjungi
bunga sampai lebah tersebut meninggalkan pertanaman. Pengamatan perilaku
dilakukan pada tiga pertanaman caisin yang ditanam pada bulan berbeda dan
lokasi pertanaman terletak pada jarak 0, 200, dan 400 m dari tepi hutan.
Pengamatan perilaku kunjungan dilakukan selama 21 hari pada pertanaman
pertama dan masing-masing 16 hari pada pertanaman kedua dan ketiga.
b. Analisis Data
Data hasil pengamatan perilaku kunjungan 6 spesies lebah penyerbuk
ditampilkan dalam tabel dan box plot dan dianalisis dengan analysis of variance
(Anova) yang dilanjutkan dengan uji Scheffe.
72
A
D
B
C
E
F
Gambar 26 Enam spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin yang diamati
perilaku kunjungannya: A. cerana (A), Ceratina sp. (B),
A. dorsata (C), X. confusa (D), X. caerulea (E), dan X. latipes (F).
HASIL
a. Jumlah Kunjungan per Menit
Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada bunga tanaman
caisin bervariasi. Jumlah kunjungan tertinggi terjadi pada genus Xylocopa (22.624.6 bunga/menit), diikuti A. cerana dan A. dorsata (masing-masing 18.5 dan
19.5 bunga/menit), dan Ceratina sp., (5.5 bunga/menit) (Tabel 9). Jumlah
kunjungan spesies lebah bervariasi pada pengamatan berbeda (Gambar 27-33).
Tabel 9 Jumlah kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin.
Jumlah kunjungan per menit+standar deviasi
Famili, Subfamili
Spesies
Jan-Peb
Maret
April-Mei
Rerata
Apidae, Sf. Apinae
Apis cerana
18.75 (+3.28) 21.08 (+3.70) 18.88 (+2.85) 19.5a (+1.31)
18.88 (+3.66) 17.98 (+2.68)
18.5a (+0.11)
Apis dorsata
Apidae, Sf. Xylocopinae
Ceratina sp.
4.44 (+1.70)
8.56 (+2.76)
5.5b (+2.91)
26.03 (+4.09) 22.12 (+4.55) 20.00 (+1.83) 24.6c (+3.06)
Xylocopa caerulea
Xylocopa confusa
23.65 (+4.20) 23.20 (+3.59) 19.86 (+4.17) 22.6d (+2.07)
Xylocopa latipes
24.46 (+5.41) 24.50 (+6.83) 24.5dc (+0.03)
* Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
level 95% yang dilanjutkan uji Scheffe. Tanda (-) menunjukkan tidak ada pengamatan.
73
Gambar 27 Box plot jumlah kunjungan 6 spesies lebah pada bunga caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
Gambar 28 Box plot jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin. Huruf yang
sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95%
yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
74
Gambar 29 Box plot jumlah kunjungan A. dorsata pada bunga caisin. Huruf yang
sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95%
yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
Gambar 30 Box plot jumlah kunjungan Ceratina sp. pada bunga caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
75
Gambar 31 Box plot jumlah kunjungan X.caerulea pada bunga caisin. Huruf yang
sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95%
yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
Gambar 32 Box plot jumlah kunjungan X. confusa pada bunga caisin. Huruf yang
sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95%
yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
76
Gambar 33 Box plot jumlah kunjungan X. latipes pada bunga caisin. Huruf yang
sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova 95%
yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 1).
b. Lama Kunjungan per Bunga
Kunjungan spesies lebah yang diamati paling pendek terjadi pada Xylocopa
(2.53-2.76 detik/bunga), diikuti A. cerana dan A. dorsata masing-masing 3.18
dan 3.36 detik/bunga, dan Ceratina sp. (13.79 detik/bunga) (Tabel 10). Lama
kunjungan lebah penyerbuk bervariasi pada pengamatan berbeda (Gambar 34-40).
Tabel 10 Lama kunjungan per bunga enam spesies lebah penyerbuk pada
pertanaman caisin.
Famili, Subfamili
Lama kunjungan per bunga (detik)+standar deviasi
Spesies
Jan-Peb
Maret
April-Mei
Rerata
Apidae, Sf. Apinae
3.30 (+0.58) 2.93 (+0.48) 3.26 (+0.55) 3.18a (+0.56)
Apis cerana
Apis dorsata
3.32 (+0.78) 3.42 (+0.60)
3.36a (+0.71)
Apidae, Sf. Xylocopinae
Ceratina sp.
15.90 (+6.92)
7.86 (+2.98) 13.79b (+7.08)
2.36 (+0.38) 2.81 (+0.50) 3.02 (+0.28) 2.53a (+0.47)
Xylocopa caerulea
Xylocopa confusa
2.62 (+0.46) 2.66 (+0.52) 3.15 (+0.67) 2.76a (+0.58)
2.55 (+0.53) 2.60 (+0.65) 2.57a (+0.56)
Xylocopa latipes
* Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
level 95% yang dilanjutkan uji Scheffe. Tanda (-) menunjukkan tidak dilakukan
pengamatan (Lampiran 2).
77
Gambar 34 Box plot lama kunjungan per bunga 6 spesies lebah pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
Gambar 35 Box plot lama kunjungan per bunga A. cerana pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
78
Gambar 36 Box plot lama kunjungan per bunga A. dorsata pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
Gambar 37 Box plot lama kunjungan per bunga Ceratina sp. pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
79
Gambar 38 Box plot lama kunjungan per bunga X. caerulea pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
Gambar 39 Box plot lama kunjungan per bunga X. confusa pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
80
Gambar 40 Box plot lama kunjungan per bunga X. latipes pada pertanaman
caisin. Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda
dengan uji Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 2).
c. Lama Kunjungan pada Pertanaman Caisin
Lama kunjungan 6 spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin
bervariasi. Kunjungan paling lama terjadi pada A. cerana (13.1 menit), diikuti A.
dorsata (10.6 menit), dan Ceratina sp. (9.8 menit), dan Xylocopa spp. (0.8-4.4
menit) (Tabel 11). Lama kunjungan masing-masing spesies pada pertanaman
caisin bervariasi pada bulan pengamatan berbeda (Gambar 41-47).
Tabel 11 Lama kunjungan enam spesies lebah penyerbuk pada pertanaman caisin.
Lama kunjungan pada pertanaman (menit) +standar deviasi
Famili, Subfamili
Spesies
Jan-Peb
Maret-Aprl
Mei
Rerata
Apidae, Sf. Apinae
Apis cerana
16.90 (+4.59) 11.89 (+4.13) 12.10 (+6.14) 13.1a (+2.83)
9.72 (+6.71) 13.68 (+6.79)
10.6ab (+2.81)
Apis dorsata
Apidae, Sf. Xylocopinae
Ceratina sp.
10.82 (+5.56)
7.78 (+4.14)
9.8abd (+2.15)
Xylocopa caerulea
5.89 (+6.72) 3.19 (+2.20) 1.40 (+1.45)
4.4bd (+2.26)
5.62 (+7.27) 9.56(+15.18) 0.93 (+1.22)
4.1d (+4.32)
Xylocopa confusa
Xylocopa latipes
1.17 (+2.25) 0.37 (+0.51)
0.8d (+0.57)
* Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda pada uji Anova
level 95%, dilanjutkan uji Scheffe. Tanda (-) menunjukkan tidak dilakukan
pengamatan.
81
Gambar 41 Box plot lama kunjungan enam spesies lebah pada pertanaman caisin.
Huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji
Anova 95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
Gambar 42 Box plot lama kunjungan A. cerana pada pertanaman caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
82
Gambar 43 Box plot lama kunjungan A. dorsata pada pertanaman caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
Gambar 44 Box plot lama kunjungan Ceratina sp. pada pertanaman caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
83
Gambar 45 Box plot lama kunjungan X. caerulea pada pertanaman caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
Gambar 46 Box plot lama kunjungan X. confusa pada pertanaman caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
84
Gambar 47 Box plot lama kunjungan X. latipes pada pertanaman caisin. Huruf
yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda dengan uji Anova
95% yang dilanjutkan uji Scheffe (Lampiran 3).
PEMBAHASAN
Perilaku kunjungan serangga penyerbuk, seperti lama kunjungan per bunga
dan jumlah dan frekuensi kunjungan dapat digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas spesies penyerbuk. Selain itu, efektivitas penyerbuk juga dapat diukur
dari jumlah dan bobot biji dan buah yang terbentuk (Stubbs & Drummond, 2001;
Dafni, 1992). Berdasarkan 6 spesies lebah penyerbuk yang diamati, jumlah
kunjungan 3 spesies lebah, yaitu Xylocopa spp. (22.6-24.6 bunga/menit), A.
cerana (18.5 bunga/menit), dan A. dorsata (19.5 bunga/menit) tinggi, sedangkan
jumlah kunjungan Ceratina sp. (5.5 bunga/menit) rendah (Tabel 9). Berbeda
dengan jumlah kunjungan per menit, kunjungan per bunga paling lama pada
Ceratina sp. (10.91 detik/bunga), sedangkan kunjungan A. cerana (3.08
detik/bunga), A. dorsata (3.24 detik/bunga), dan Xylocopa spp. (2.44-2.65
detik/bunga) berlangsung lebih singkat (Tabel 10). Tiga spesies lebah, yaitu A.
cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. melakukan kunjungan pada bunga
85
pertanaman caisin lebih lama (masing-masing 13.1, 10.6, 9.8 menit) dibandingkan
dengan Xylocopa spp. (0.8-4.4 menit) (Tabel 11).
Lebah A. cerana dan A. dorsata mempunyai jumlah kunjungan per menit
tinggi (masing-masing 18.5 dan 19.5 bunga/menit), kunjungan per bunga singkat
(masing-masing 3.08 dan 3.24 detik/bunga), dan kunjungan pada pertanaman
caisin lama (masing-masing 13.1 dan 10.6 menit). Pengamatan menunjukkan
bahwa bunga caisin merupakan tipe bunga yang cocok bagi kedua spesies lebah
tersebut. Jumlah kunjungan A. cerana pada bunga caisin (19.5 bunga/menit) jauh
lebih tinggi dibandingkan A. mellifera yang mengunjungi tanaman blueberry (8
bunga per menit). Kedua spesies tersebut mempunyai ukuran tubuh relatif sama.
Jumlah kunjungan A. cerana dan A. dorsata pada bunga pertanaman caisin lebih
tinggi dibandingkan Bombus impatiens yang mengunjungi bunga tanaman
blueberry (11 bunga per menit) (Stubbs & Drummond, 2001). Ketiga spesies
tersebut termasuk lebah sosial dengan ukuran tubuh yang tidak jauh berbeda.
Kunjungan A. cerana (3.08 detik/bunga) lebih cepat dibandingkan kunjungan A.
mellifera dan B. impatiens pada bunga blueberry (masing-masing 8.8 dan 5.6
detik/bunga) (Stubbs & Drummond, 2001). Lama kunjungan per bunga yang
singkat pada A. cerana dan A. dorsata kemungkinan berkaitan dengan sifat
hidupnya yang sosial dan membutuhkan jumlah makanan yang besar untuk
anggota koloninya. Pencarian pakan kedua spesies tersebut dilakukan lebih
intensif dengan cara lebih banyak mengunjungi bunga. Lebah A. cerana dan A.
dorsata mengumpulkan serbuksari dalam bentuk padatan (pellet) yang disimpan
dalam pollen basket di tungkai belakang. Lebah A. cerana dan A. dorsata
termasuk lebah sosial dengan jumlah individu dan kebutuhan pakan yang tinggi.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan bagi anggota koloni, lebah pekerja berusaha
mengumpulkan lebih banyak serbuksari sehingga memerlukan waktu lebih lama.
Lebah Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan per menit rendah (5.5
bunga/menit), kunjungan per bunga lama (10.91 detik/bunga), dan kunjungan
pada pertanaman caisin lama (9.8 menit). Lebah Ceratina sp. menghabiskan lebih
banyak waktu dalam mengunjungi satu bunga. Pengamatan menunjukkan bahwa
bunga caisin merupakan tipe bunga yang cocok bagi Ceratina sp. Jumlah
86
kunjungan Ceratina sp. pada pertanaman caisin (5.5 bunga/menit) relatif sama
dibandingkan kunjungan Amegilla sp. pada tanaman Moringa oleifera (6-10
bunga/menit), Martynia annua (Pedaliaceae) (4-10 bunga/menit), Bauhinia
purpurea (6-11 bunga/menit), Tamarindus indica (Caesalpiniaceae) (7-12
bunga/menit), dan Cochlospermum religiosum (4-7 bunga/menit). Jumlah
kunjungan Ceratina sp. yang diamati lebih rendah dibandingkan Amegilla (8-35
bunga/menit) yang mengunjungi beberapa tanaman dalam famili Lamiaceae dan
Verbenaceae (Reddi, et al., 1999). Kedua spesies tersebut termasuk lebah soliter.
Kunjungan Ceratina pada bunga caisin yang diamati (10.91 detik/bunga) lebih
lama dibandingkan dengan kunjungan Amegilla yang mengunjungi bunga
tanaman famili Lamiaceae, Verbenaceae, Moringaceae, Pedaliaceae, dan
Caesalpiniaceae yang berkisar 1-10 detik/bunga). Kunjungan Ceratina sp. pada
pertanaman caisin lebih pendek dibandingkan dengan kunjungan Amegilla pada
Cochlospermum religiosum (Cochlospermaceae) (40-60 detik/bunga) (Reddi, et
al., 1999).
Lebah Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan per menit tinggi (22.624.6 bunga/menit), kunjungan per bunga singkat (2.44-2.65 detik/bunga), dan
kunjungan pada pertanaman caisin sangat singkat (0.8-4.4 menit). Kunjungan
yang sangat singkat tersebut disebabkan karena bunga caisin bukan merupakan
tipe bunga yang cocok bagi Xylocopa. Ukuran bunga caisin (sekitar 12 mm)
terlalu kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh Xylocopa (panjang tubuh 13-30
mm) (Michener, 2000). Pengamatan menunjukkan pada saat Xylocopa hinggap
pada bunga caisin, tangkai bunga melengkung ke bawah menahan beban tubuh
Xylocopa. Disamping itu, kemungkinan sumberdaya pada bunga caisin terlalu
sedikit bagi Xylocopa, sehingga Xylocopa lebih tertarik ke bunga tanaman lain
yang mempunyai sumberdaya lebih banyak. Dengan kondisi tersebut, maka lama
kunjungan Xylocopa pada bunga pertanaman caisin tidak menggambarkan lama
perjalanan pencarian pakan. Ketidakcocokan tipe bunga caisin bagi Xylocopa juga
dapat ditunjukkan dengan lama kunjungan pada pertanaman caisin sangat singkat
(Tabel 11). Lebah Xylocopa cenderung mengunjungi bunga dari tanaman
Papilionaceae dengan struktur bunga yang lebih berkembang. Beberapa tanaman
87
yang sering dikunjungi Xylocopa adalah Crotalaria, D. regia, Calliandra sp.
(Gerling, 1989).
Jika dikaitkan dengan ukuran tubuh, lebah yang berukuran tubuh besar
cenderung mempunyai jumlah kunjungan lebih tinggi. Dari spesies lebah yang
diamati, ukuran tubuh yang paling besar adalah Xylocopa spp, diikuti A. dorsata,
A. cerana, dan Ceratina sp. Penelitian menunjukkan lebah dengan ukuran tubuh
kecil (Ceratina sp.) mempunyai kunjungan lebih lama dibandingkan lebah dengan
ukuran tubuh besar (A. dorsata, A. cerana, dan Xylocopa spp.). Hasil penelitian
ini tidak sejalan dengan kesimpulan umum yang dilaporkan Raw (2000) yang
menyatakan bahwa lebah dengan ukuran tubuh kecil mempunyai waktu
berkunjung cepat dibandingkan lebah dengan ukuran tubuh besar. Pada Ceratina
sp. yang berukuran tubuh kecil, kebutuhan serbuksari tidak sebanyak lebah yang
berukuran tubuh besar.
Perilaku pencarian pakan lebah bervariasi tergantung pada kondisi dan jarak
tanaman dari lokasi sarang (Gojmerac, 1980). Tiga spesies lebah yang diamati,
yaitu A. dorsata, A. cerana, dan Xylocopa spp. kemungkinan besar bersarang di
dalam hutan. Jumlah kunjungan ke tiga spesies tersebut cenderung makin rendah
dengan meningkatnya jarak dari hutan (Tabel 9). Jarak pencarian pakan yang jauh,
menyebabkan energi yang diperlukan makin besar sehingga diduga menurunkan
jumlah kunjungan. Jumlah kunjungan pada Ceratina sp. cenderung tidak
berkaitan dengan jarak dari hutan. Jumlah kunjungan Ceratina sp. pada
pengamatan bulan April-Mei 2006 (lokasi 400 m dari hutan) justru lebih tinggi
dibandingkan dengan pengamatan bulan Januari-Pebruari (lokasi 200 m dari
hutan). Hal ini disebabkan karena lebah ini umumnya bersarang di ranting pohon
atau dahan dan shurbs di sekitar lahan pertanian yang lebih terbuka dengan
kelembaban relatif rendah (Klein et al., 2003). Berdasarkan optimal foraging
theory, penyerbuk melakukan pencarian pakan seefisien mungkin untuk
mendapatkan lebih banyak makanan atas usaha yang telah dilakukan. Pada saat
serbuksari atau nektar melimpah, lebah mengunjungi lebih banyak bunga,
sebaliknya jika nektar atau serbuksari sedikit, lebah mengunjungi sedikit bunga
dan lambat dalam mencari pakan. Banyaknya kunjungan lebah pada bunga
88
meningkatkan efektivitas penyerbukan (Delaplane & Mayer, 2000).
Dalam kaitannya dengan efektivitas penyerbukan, diduga lebah sosial (A.
cerana dan A. dorsata) mempunyai efektifitas lebih tinggi pada pertanaman caisin
dibandingkan lebah soliter (Ceratina sp. dan Xylocopa spp.). Hal ini didukung
oleh kelimpahan individu, jumlah kunjungn per menit, dan lama kunjungan kedua
spesies Apis lebih tinggi dibandingkan Ceratina dan Xylocopa spp. Greenleaf &
Kremen (2006) melaporkan keefektifan lebah sosial (A. mellifera) sebagai
penyerbuk bunga matahari (Helianthus annuus) yang mempunyai bunga jantan
dan bunga betina terpisah, dapat ditingkatkan dengan adanya lebah liar (wild bees)
dengan mekanisme interaksi perilaku interspesifik. Perilaku lebah liar tersebut
meningkatkan frekuensi lebah madu dalam memindahkan serbuksari, yang
akhirnya meningkatkan penyerbukan silang. Disamping lebah sosial, lebah soliter
juga dilaporkan sebagai penyerbuk yang efektif, karena lebih sering berpindah
dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Sebagian besar lebah soliter mempunyai
probosis panjang sehingga kontak dengan stigma sering terjadi yang
memungkinkan terjadinya penyerbukan silang (Corbet et al., 1991).
KESIMPULAN
Lebah Apis cerana dan A. dorsata mempunyai jumlah kunjungan per menit
tinggi, waktu kunjungan per bunga singkat, dan pencarian pakan pada pertanaman
caisin berlangsung lama. Lebah Ceratina sp. mempunyai jumlah kunjungan per
menit rendah, waktu kunjungan per bunga lama, dan pencarian pakan pada
pertanaman caisin berlangsung lama. Lebah Xylocopa spp. mempunyai jumlah
kunjungan per menit tinggi, waktu kunjungan per bunga singkat, dan pencarian
pakan pada pertanaman caisin sangat singkat. Berdasarkan perilaku pencarian
pakan yang diamati, lebah A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. mempunyai
potensi dan efektivitas penyerbukan yang tinggi pada pertanaman caisin.
89
5. PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN
(Brassica rapa L.: Brassicaceae) DALAM KAITANNYA
DENGAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK
PENDAHULUAN
a. Struktur Bunga dan Penyerbukan Tanaman Caisin
Bunga caisin (Brassica rapa) tersusun dalam tandan. Setiap bunga
mempunyai 4 petal, berwarna kuning, tersusun bersilangan, benangsari 6: dua
diantaranya lebih pendek dan 4 lainnya lebih panjang dari putik. Kepala putik
tunggal berada di ujung putik. Sekitar 95% tanaman Brassicaceae memerlukan
penyerbukan silang, beberapa varietas kol (cauliflower) melakukan penyerbukan
sendiri (Delaplane & Mayer, 2000). B. rapa dan B. oleraceae dilaporkan bersifat
self-incompatibility (SI) (Takayama & Isogai, 2005). Sifat SI B. rapa
menyebabkan tanaman ini memerlukan penyerbukan silang untuk menghasilkan
biji yang optimum. Lebah (Hymenoptera) berperan penting dalam penyerbukan
silang tanaman ini (Delaplane & Mayer, 2000).
b. Self-incompatibility pada B. rapa
Self-incompatibility merupakan salah satu mekanisme paling penting pada
tanaman berbunga untuk mencegah terjadinya pembuahan sendiri (selffertilization) (Takayama & Isogai, 2005). SI dikontrol secara genetik yang
menyebabkan penolakan serbuksari dalam satu individu. Penolakan serbuksari
tersebut terjadi karena adanya rekognisi antara serbuksari dan putik yang
dikontrol oleh lokus SI. SI pada tanaman caisin bersifat sporophytic selfincompatibility (SSI), reaksi inkompatibilitas serbuksari ditentukan oleh genotip
serbuksari yang dihasilkan tetuanya. Disamping SSI, ditemukan juga adanya
gametophytic self-incompatibility (GSI). Pada tanaman GSI, s-allel incompatible
berada di dalam inti serbuksari (haploid-gametofit). Beberapa sifat SSI adalah:
secara genetik dikontrol oleh satu lokus di-alel atau multi-alel (Asteraceae dan
Cruciferae); lokasi penempelan serbuksari terdapat di permukaan stigma; stigma
kering (sedikit cairan), banyak terdapat pelikel protein; serbuksari triseluler;
90
bunga heteromorfik (sistem di-alel) atau homomorfik (sistem multi-alel).
Polimorfisme stamen-stylus (heterostyle: distyle atau tristyle) umumnya dikotrol
oleh SSI di-alel. Tanaman caisin termasuk distyle yang ditandai dengan stylus
pendek, stamen panjang, stigma besar dan datar, serbuksari banyak dan berukuran
kecil (Dafni, 1992). Selain pada Brassicaceae, SI juga dilaporkan pada tanaman
kopi (Coffea canephora: Rubiaceae) (Klein et al., 2003), Palicourea lasiorrachis
(Rubiaceae) (Kunin, 1993), beberapa spesies Rosaceae, Scrophulariaceae,
Solanaceae, dan Papaveraceae (Takayama & Isogai, 2005).
c. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dan Pengaruhnya dalam
Pembentukan Biji Brassicaceae
Penelitian
tentang
serangga
penyerbuk
dan
pengaruhnya
dalam
pembentukan biji Cruciferae telah banyak dilaporkan. Keranekaragaman serangga
penyerbuk meningkatkan jumlah biji dan buah tanaman Sinapsis arvensis
(Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Penyerbukan silang oleh serangga
meningkatkan jumlah polong, biji per polong, dan bobot biji pada tanaman sawi
(B. campestris varietas “Torch” dan “Span”) (Delaplane & Mayer, 2000).
Penyerbukan lebah madu meningkatkan jumlah polong, biji per polong, bobot biji
per tanaman, dan viabilitas biji tanaman kubis bunga (B. oleraceae) (Ramadhani
et al., 2000). Penyerbukan oleh serangga meningkatkan jumlah biji B. campestris
(Khan & Chaudry, 1995). Penyerbukan oleh A. cerana dan A. mellifera pada B.
napus menghasilkan jumlah buah per tanaman lebih banyak dibandingkan dengan
tanaman yang menyerbuk sendiri atau penyerbukan dengan tangan (hand
pollinated) (Khan, 1995). Steffan-Dewenter (2003) melaporkan penyerbukan oleh
Osmia rufa meningkatkan jumlah biji B. napus.
Penelitian ini mengukur hasil panen pertanaman caisin yang dibantu
penyerbukannya oleh serangga dan tanpa serangga.
91
BAHAN DAN METODE
a. Perlakuan Tanaman dan Rancangan Percobaan
Dalam penelitian ini digunakan 200 tanaman caisin. Sebelum berbunga,
100 tanaman dikurung dengan kain kasa (insect screen) warna putih untuk
mencegah serangga penyerbuk mengunjungi bunga. Seratus tanaman lainnya
dibiarkan terbuka sehingga serangga dapat mengunjungi dan membantu
penyerbukannya (Gambar 48). Penamanan dilakukan 3 kali, yaitu bulan Januari,
Maret, dan April 2006. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok
dengan 2 perlakuan, yaitu pertanaman dikurung dan pertanaman tidak dikurung
(terbuka) (Gambar 49). Waktu penanaman digunakan sebagai ulangan kelompok.
A
B
Gambar 48 Pertanaman caisin yang dikurung kain kasa untuk mencegah serangga
penyerbuk mengunjungi bunga (A) dan pertanaman terbuka (B).
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Non-kurungan
Kurungan
Kurungan
Kurungan
Non-kurungan
Non-kurungan
Gambar 49 Skema rancangan acak kelompok yang digunakan dalam penelitian.
Digunakan 3 kelompok, masing-masing kelompok dengan 2
perlakuan, yaitu kurungan dan tanpa kurungan.
92
b. Pengukuran Hasil Panen
Pemanenan polong dilakukan pada 50 tanaman dari masing-masing
perlakuan. Polong yang dipanen dibungkus dengan kertas koran, kemudian dioven
pada suhu 37o C selama 4x24 jam. Setelah kering, dilakukan penghitungan jumlah
polong per tandan, jumlah biji per polong dan per tanaman, dan bobot biji per
tanaman. Pengukuran perkecambahan biji, 100 biji dari masing-masing perlakuan
dilakukan di dalam nampan yang diberi kapas basah. Perlakuan diulang 20 kali.
Tinggi tanaman dari masing-masing tanaman yang dipanen juga diukur untuk
mengetahui pengaruh kurungan terhadap pertumbuhan tanaman.
c. Analisis Data
Keberhasilan reproduksi tanaman caisin, yang meliputi jumlah polong, biji
per polong, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan perkecambahan
biji dari setiap perlakuan ditampilkan dalam bentuk box plot dan diuji dengan ttest.
HASIL
Keanekaragaman serangga penyerbuk berpengaruh positif terhadap hasil
panen pertanaman caisin. Sembilan belas spesies serangga penyerbuk yang
termasuk dalam 4 ordo, yaitu Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera
ditemukan pada pertanaman caisin. Serangga penyerbuk dari ordo Hymenoptera
ditemukan lebih dominan (5.625 individu, 95%) dibandingkan ordo Diptera (124
individu, 2%), Lepidoptera (77 individu, 1%), dan Coleoptera (129 individu,
2%). Tiga spesies lebah, A. cerana (2.567 individu), Ceratina sp. (2.202
individu), dan A. dorsata (498 individu) ditemukan dominan pada pertanaman
caisin.
Penelitian
ini
menunjukkan
keanekaragaman
serangga
penyerbuk
berpengaruh positif terhadap hasil panen tanaman caisin. Hal ini ditunjukkan dari
peningkatan jumlah polong, jumlah biji per polong, dan bobot biji per tanaman
pada tanaman yang terbuka, masing-masing 179, 98, 933, dan 932% dibandingkan
dengan pertanaman dalam kurungan (Tabel 12). Jumlah polong per tandan,
93
jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari
tanaman terbuka lebih tinggi dibandingkan tanaman dalam kurungan (Gambar 5053). Perkecambahan biji dari pertanaman terbuka (93%) lebih tinggi dibandingkan
dengan biji dari tanaman dalam kurungan (90%) (Tabel 13 dan Gambar 55).
Kurungan (kain kasa) tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini
ditunjukkan dari rerata tinggi tanaman dalam kurungan (116.3 cm) yang tidak
berbeda dengan tanaman terbuka (113.9 cm) (Gambar 54).
Tabel 12 Rerata tandan, polong, dan biji yang dihasilkan tanaman caisin terbuka
dan tanaman dalam kurungan serta persentase peningkatannya.
Komponen tanaman
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah tandan per tanaman
Jumlah polong per tanaman
Jumlah biji per polong
Jumlah biji per tanaman
Bobot biji per tanaman (g)
Hasil panen (rerata + st.dev)
Tanaman terbuka Tanaman dalam kurungan
113.9a +16.3
116.3a +13.5
a
16.6 +15.1
10.0b +9.6
a
14.9 +6.4
5.4b +3.3
12.8a +3.2
6.5b +2.4
a
3319.7 +3123.9
321.5b +308.4
a
6.4 +6.8
0.6b +0.6
Peningkatan
hasil (%)
66
179
98
932
932
*Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji-t (Lampiran 4).
Jumlah tandan dihitung dari tandan yang mengandung biji. St.dev: standar deviasi.
Gambar 50 Box plot jumlah polong per tanaman caisin terbuka dan dikurung.
Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan
uji-t (Lampiran 4).
94
Gambar 51 Box plot jumlah biji per polong tanaman caisin terbuka dan dikurung.
Huruf yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan
uji-t (Lampiran 4).
Gambar 52 Box plot jumlah biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung. Huruf
yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t
(Lampiran 4).
95
Gambar 53 Box plot bobot biji per tanaman caisin terbuka dan dikurung. Huruf
yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t
(Lampiran 4).
Gambar 54 Box plot tinggi tanaman caisin yang terbuka dan dikurung. Huruf
yang sama dalam gambar menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t.
(Lampiran 4).
96
Tabel 13 Perkecambahan biji dari pertanaman caisin terbuka dan dikurung.
Perlakuan
Tanaman terbuka
Tanaman dikurung
Perkecambahan (rerata %+st.dev)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
94a+3.92
90a+3.11
94a+3.52
b
a
91 +3.89
89 +2.41
92a+3.08
Rerata
93a+3.92
90b+3.41
* Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji-t (Lampiran 5).
St.dev: standar deviasi.
Jumlah biji pertanaman caisin yang dihasilkan berkaitan dengan jumlah
individu serangga penyerbuk. Jumlah biji yang terbentuk makin meningkat
dengan meningkatnya jumlah individu serangga penyerbuk (y=107.76x-8745.9,
r2=0.92, n=6) (Gambar 56).
Gambar 55 Box plot perkecambahan biji dari tanaman caisin terbuka (T) dan
dikurung (K). Huruf yang sama dalam setiap bulan pengamatan
menunjukkan tidak berbeda dengan uji-t (Lampiran 4).
97
Gambar 56 Hubungan jumlah individu penyerbuk dengan jumlah biji yang
dihasilkan pada pertanaman caisin. Jumlah biji yang dihasilkan oleh
tanaman caisin makin meningkat dengan meningkatnya jumlah
individu penyerbuk (y=107.76x-8745.9).
PEMBAHASAN
Penelitian menunjukkan bahwa pertanaman caisin mendapat keuntungan
dari penyerbukan yang dilakukan oleh serangga berupa meningkatnya hasil panen.
Jumlah biji, jumlah tandan dan jumlah polong per tanaman, jumlah biji per
polong, jumlah dan bobot biji per tanaman pada pertanaman terbuka lebih tinggi
dibandingkan dengan pertanaman yang dikurung. Pada pertanaman caisin terbuka
terjadi peningkatan jumlah tandan sebesar 66%, jumlah polong per tandan sebesar
179%, jumlah biji per polong sebesar 98%, dan jumlah dan bobot biji per tanaman
masing-masing sebesar 933 dan 932%. Bobot biji dari pertanaman caisin terbuka
(1.93 g/1000 biji) lebih besar dibandingkan dengan bobot biji dari pertanaman
dikurung (1.86 g/1000 biji). Persentase perkecambahan biji dari pertanaman
terbuka (93%) lebih tinggi dibandingkan dengan biji dari pertanaman dikurung
(90%). Hasil serupa dilaporkan oleh Ramadani et al. (2000) pada tanaman kubis
bunga (B. oleraceae), perkecambahan biji dari tanaman terbuka (72.17%) lebih
98
tinggi dibandingkan biji dari tanaman tertutup (46.05%).
Hasil panen yang lebih tinggi pada pertanaman caisin terbuka berkaitan
dengan keanekaragaman serangga penyerbuk yang membantu penyerbukan silang
(cross-pollination). Delaplane & Mayer (2000) menyatakan sekitar 90% tanaman
dari famili Cruciferae memerlukan penyerbukan silang. Penyerbukan silang
menyebabkan percampuran dan rekombinasi material genetik dari dua individu
tanaman yang menghasilkan variabilitas genetik dan meningkatkan heterosigositas
keturunannya (Barth, 1991). Keanekaragaman genetik memberikan kekuatan
hibrid (hibrid vigor) yang akhirnya meningkatkan efisiensi pertumbuhan dan hasil
panen (Mohr & Schopfer, 1995). Tingginya hasil panen pertanaman caisin terbuka
terjadi karena adanya kekuatan hibrid hasil penyerbukan silang. Kekuatan hibrid
tersebut ditunjukkan dari banyaknya jumlah biji yang dihasilkan, termasuk
kemampuan perkecambahan.
Faktor lain yang mendukung terjadinya penyerbukan silang pada
pertanaman caisin adalah sifat self-incompatibility (SI) seperti dilaporkan oleh
Takayama & Isogai (2005). Penelitian menunjukkan pada pertanaman caisin yang
dikurung tidak terbentuk biji di dalam polong. Hal ini mungkin disebabkan karena
terjadinya penyerbukan sendiri atau gagalnya proses pembuahan karena sifat selfincompatibility. SI merupakan salah satu mekanisme penting bagi tanaman
berbunga untuk mencegah pembuahan sendiri, sehingga keanekaragaman genetik
terpelihara. Respon SI berupa proses self-and nonself-recognition antara
serbuksari dan pistil yang diikuti dengan penghambatan selektif perkembangan
tabung serbuksari. Self-and nonself-recognition pada kebanyakan spesies tanaman
dikontrol oleh lokus multialel tunggal, yaitu lokus-s. Self-and nonself-recognition
bekerja pada level interaksi protein-protein dari dua determinan. Respon SI terjadi
ketika dua determinan muncul dari s-haplotipe yang sama (Takayama & Isogai,
2005). Sifat SI pada B. rapa memungkinkan serangga penyerbuk berperan penting
dalam penyerbukan silang.
Kurungan (kain kasa) dapat mempengaruhi
hasil panen pertanaman
caisin. Kurungan dapat menghambat kecepatan angin yang berpengaruh terhadap
penyerbukan silang tanaman. Pengaruh kurungan tersebut diduga kecil. Hal ini
99
disebabkan karena angin masih bisa membantu penyerbukan tanaman di dalam
kurungan. Demikian juga, kain kasa yang berwarna putih tidak menghalangi
intensitas cahaya matahari masuk ke dalam kurungan. Penelitian ini menunjukkan
tinggi tanaman di dalam dan di luar kurungan tidak berbeda. Kecepatan angin di
dalam dan di luar kurungan tidak diukur dalam penelitian ini.
Angin dilaporkan berperan penting dalam penyerbukan tanaman. Klein et
al., (2003) melaporkan bahwa penyerbukan oleh angin meningkatkan 16%
pembentukan biji tanaman kopi (C. canephora). Smith-Ramirez (2005)
melaporkan di savana tropik Venezuela, angin berperan sebesar 10.4% dalam
penyerbukan tanaman.
Rerata biji tanaman caisin yang dihasilkan makin meningkat dengan
meningkatnya jumlah individu serangga. Hasil ini sejalan dengan laporan SteffanDewenter (2003) pada B. rapa yang menyatakan bahwa jumlah biji per polong
dan bobot biji per tanaman makin meningkat dengan meningkatnya densitas lebah
penyerbuk.
Steffan-Dewenter
&
Tscharntke
(1999)
melaporkan
bahwa
pembentukan biji S. arvensis berkorelasi posistif dengan kelimpahan lebah
pengunjung bunga dan berkorelasi negatif dengan kelimpahan kumbang bunga.
Densitas kumbang bunga yang tinggi dapat merusak tunas bunga. Pada tanaman
kopi, C. arabica dan C. canephora yang ditanam dalam sistem agroforestry,
jumlah buah yang dihasilkan makin meningkat dengan meningkatnya jumlah
individu dan spesies lebah (Klein et al., 2003). Kunin (1993) melaporkan
pembentukkan biji S. arvensis lebih tinggi pada pertanaman yang dekat dengan
habitat alami sebagai source habitat serangga penyerbuk dibandingkan dengan
pertanaman yang jauh dari habitat alami. Penggunaan kombinasi spesies
penyerbuk dilaporkan dapat meningkatkan hasil panen. Klein et al. (2003)
melaporkan bahwa penggunaan beberapa spesies penyerbuk B. napus dalam
rumah kaca menghasilkan jumlah buah lebih tinggi dibandingkan penggunaan
spesies tunggal. Penggunaan kombinasi lebah soliter dengan lalat shyrpid
kemungkinan dapat meningkatkan hasil panen tanaman dibandingkan penggunaan
hanya satu spesies penyerbuk. Steffan-Dewenter (2003) melaporkan penggunaan
kombinasi antara lebah madu dengan bumblebees dapat menurunkan hasil panen
100
karena menyebabkan eksploitasi berlebih dan merusak bunga.
Dalam kaitannya dengan penyerbukan tanaman, jumlah spesies serangga
penyerbuk yang ada di alam tidak mampu membantu penyerbukan semua spesies
tanaman. Lebah madu hanya mengunjungi 20-30% jumlah spesies tanaman.
Apalagi pada akhir-akhir ini, populasi lebah penyerbuk cenderung turun yang
disebabkan oleh penyakit, rendahnya keberhasilan reproduksi (Williams et al.,
1991), aplikasi pestisida, perubahan penggunaan lahan, fragmentasi habitat, dan
introduksi penyerbuk (Kearns & Inouye, 1997). Lahan pertanian tidak menarik
bagi peternak lebah karena sedikitnya jumlah bunga (Williams et al., 1991).
Hilangnya interaksi penyerbuk-tanaman akan merugikan secara ekonomi bagi
sebagian besar tanaman yang mengambil keuntungkan dari kunjungan serangga
untuk pembentukan biji. Terbatasnya kelimpahan lebah sosial menjadikan lebah
soliter yang mempunyai preferensi dalam waktu dan tempat, berperan peting
dalam penyerbukan tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999).
Mengingat pentingnya peranan serangga dalam membantu penyerbukan
silang tanaman, maka perlu usaha konservasi serangga penyerbuk. Usaha
konservasi serangga dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan
pestisida, menyediakan tempat bersarang bagi lebah soliter, dan meningkatkan
ketersediaan serbuksari dan nektar sebagai sumber pakan lebah (Klein et al.,
2003). Introduksi lebah madu dapat dilakukan untuk membantu penyerbukan
tanaman, namun harus diperhatikan pengaruhnya terhadap lebah lokal baik lebah
sosial maupun lebah soliter.
KESIMPULAN
Pada pertanaman caisin terbuka yang dibantu penyerbukannya oleh
serangga, terjadi peningkatkan jumlah biji per polong, biji per tanaman, bobot biji
per tanaman, dan persentase perkecambahan biji. Kelimpahan individu serangga
penyerbuk berpengaruh positif terhadap jumlah biji caisin yang dihasilkan.
101
6. PEMBAHASAN UMUM
a. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk
Serangga penyerbuk pertanaman caisin didominasi oleh 3 spesies
Hymenoptera, yaitu A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. Tujuh spesies
Hymenoptera penyerbuk lainnya ditemukan dengan kelimpahan rendah (kurang
dari 2%). Disamping Hymenoptera, serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga
caisin adalah Lepidoptera (6 spesies) dengan kelimpahan masing-masing spesies
kurang dari 1%. Spesies lain yang ditemukan pada bunga caisin adalah Parnana
biguttata (Coleoptera) dan Syrphus balteatus (Diptera) dengan kelimpahan sekitar
2%. Lebah merupakan penyerbuk utama pada berbagai spesies tanaman. SmithRamirez (2005) melaporkan di savana tropik Venezuela, lebah merupakan
penyerbuk dominan (38.6%), diikuti oleh kupu (13.9%), lalat (12.7%), tabuan
(wasp) (10.8%), dan burung, kumbang, dan kelelawar dengan total < 3.1%.
Dalam penelitian ini ditemukan A. dorsata yang melakukan pencarian
pakan pada bunga pertanaman caisin. Lebah A. dorsata merupakan lebah sosial
yang bersarang di dalam hutan dan lebah ini sering melakukan migrasi ke tempat
lain. Di lokasi penelitian, spesies ini ditemukan pada bulan Januari-Pebruari dan
Maret 2006. Spesies tersebut tidak ditemukan pada pengamatan bulan April-Mei
2006. Di TN Gunung Halimun, A. dorsata ditemukan antara bulan Oktober-April
(Kahono, komunikasi pribadi). Ditemukannya A. dorsata pada pertanaman caisin
menunjukkan bahwa lahan pertanian di tepi hutan dikunjungi oleh serangga yang
bersarang di dalam hutan. Hal ini menyebabkan keanekaragaman serangga di
lahan pertanian tepi hutan menjadi lebih tinggi. Spesies ini jarang ditemukan
dilahan pertanian yang lokasinya jauh dari hutan.
Disamping A. dorsata, lebah sosial lain yang ditemukan pada pertanaman
caisin adalah A. cerana. Tingginya kelimpahan lebah sosial dalam pengamatan ini
sejalan dengan hasil penelitian Klein et al. (2002) yang melaporkan bahwa
kebanyakan lebah sosial ditemukan di dalam dan di pinggir hutan. Hal ini
disebabkan hutan merupakan habitat yang cocok untuk bersarang lebah madu dan
stingless bees. Berbeda dengan lebah sosial, lebah soliter lebih menyukai habitat
102
yang lebih terbuka, yaitu di lahan pertanian dengan intensitas cahaya lebih tinggi
dan kelembaban udara lebih rendah.
Kunjungan serangga penyerbuk pada pertanaman caisin banyak terjadi di
pagi hari (sekitar pukul 07.30-10.30) dengan puncak kunjungan terjadi pada pukul
08.30. Pada pengamatan pukul 11.30-14.30, kelimpahannya serangga penyerbuk
makin menurun. Hal ini berkaitan dengan cuaca di lokasi pengamatan di siang
dan sore hari umumnya mendung, berkabut, atau hujan. Kunjungan serangga
penyerbuk (Trigona carbonaria: Apidae) dan Leiopcoctus speculiferus:
Colletidae) pada tanaman Persoonia virgata (Proteaceae) dilaporkan tinggi di
pagi hari (Wallace et al. 2002). Puncak kunjungan kedua spesies lebah tersebut
terjadi pukul 09-11.00. Berdasarkan indeks Shannon, keanekaragaman dan
kemerataan serangga penyerbuk di pagi sampai sore hari makin meningkat.
Kesamaan spesies penyerbuk pada setiap pengamatan berkisar 50-90%.
Kunjungan serangga penyerbuk yang tinggi di pagi hari kemungkinan
berkaitan dengan reward didapatkan oleh serangga penyerbuk di pagi hari yang
lebih besar dibandingkan siang atau sore hari. Bunga tanaman caisin mekar di
pagi dan bertahan sampai 3 hari (Delaplane & Mayer, 2000). Penelitian
menunjukkan tingginya kelimpahan serangga penyerbuk berkaitan dengan jumlah
bunga sebagai sumber nutrisi. Wesphal et al. (2006) melaporkan lahan dengan
tanaman Phacelia sp. yang banyak berbunga (mass-flowering) menyediakan lebih
banyak sumberdaya, sehingga lebah dapat mengumpulkan lebih banyak nutrisi. Di
lingkungan dengan sedikit sumberdaya, lebah memerlukan waktu lebih lama
dalam pencarian pakan. Lebah mampu mengingat (memorise) lokasi pencarian
pakan yang terdapat banyak nutrisi, sehingga pencarian pakan selanjutkan hanya
diperlukan waktu yang singkat (site and flower constancy).
Disamping ketersediaan sumberdaya, kunjungan serangga penyerbuk juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Di lokasi penelitian, kondisi cuaca di pagi
hari lebih optimum (suhu berkisar 24.5-26.2oC, kelembaban udara 73.1-76.9%,
dan intensitas cahaya 2576-3574 lux) yang mendukung serangga dalam
melakukan pencarian pakan. Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada kisaran
intensitas cahaya 5000-64100 lux, suhu udara 24-28oC, dan kelembaban udara 67103
85%. Suhu udara minimum dan maksimum (22 dan 30oC) di lokasi penelitian
masih dalam kisaran suhu efektif bagi lebah. Amano et al., (2000) melaporkan
suhu efektif bagi A. mellifera, A. cerana japonica, dan T. carbonaria masingmasing berkisar 16-37, 15-36, dan 17-39oC. Pada saat terbang, suhu thoraks
bumblebees dipertahankan pada suhu antara 35-45oC. Pada suhu udara 24oC,
bumblebees hanya memerlukan waktu sekitar 1 menit untuk menaikkan suhu
tubuhnya menjadi 37oC (Barth, 1991). Kemampuan lebah madu dalam mengatur
suhu koloni menjadikan lebah mampu bertahan hidup dalam kisaran iklim luas.
Beberapa cara dilakukan lebah untuk mempertahankan suhu di dalam sarang
berkisar antara 33-35oC, antara lain dengan fanning dan evaporasi air (jika suhu
udara panas), atau membentuk kelompok (cluster) jika suhu udara turun
(Gojmerac, 1980; Barth, 1991).
b. Perilaku Kunjungan Lebah Penyerbuk
Pengamatan perilaku kunjungan 6 spesies lebah pada bunga dapat
digunakan untuk menduga efektifitas penyerbukan masing-masing spesies. Tiga
spesies lebah, A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. mempunyai jumlah
kunjungan tinggi (masing-masing 18.5, 19.5, dan 5.5 bunga/menit), waktu
kunjungan per bunga pendek (3.18, 3.36, dan 13.79 detik/bunga), dan pencarian
pakan dalam pertanaman caisin lama (13.1, 10.6, dan 9.8 menit). Waktu
kunjungan per bunga yang pendek memungkinkan lebah ini banyak berpindah ke
bunga lain dalam melakukan pencarian pakan. Diduga ke tiga spesies tersebut
mempunyai efektifitas penyerbukan yang tinggi pada pertanaman caisin.
Efektifitas penyerbukan A. cerana, A. dorsata binghami, dan Ceratina sp. juga
dilaporkan oleh Klein et al. (2003) pada pertanaman kopi. Biji yang dihasilkan
dari penyerbukan masing-masing spesies lebah tersebut mencapai 68.8, 71.7, dan
84.6%. Efektifitas penyerbukan Xylocopa pada pertanaman caisin diduga lebih
rendah dibandingkan dengan A. cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. Hal ini
diketahui dari lama pencarian pakan yang sangat singkat pada bunga caisin.
Struktur bunga caisin bunga merupakan tipe bunga yang sesuai bagi Xylocopa.
Lebah Xylocopa umumnya menyukai bunga dari famili Papilionaceae. Disamping
104
itu, ukuran bunga caisin yang kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh Xylocopa
merupakan faktor yang menyebabkan rendahnya kunjungan Xylocopa. Dua
spesies Xylocopa, yaitu X. aestuans dan X. dejeanii mempunyai efektifitas
penyerbukan yang tinggi pada pertanaman kopi dan biji yang dihasilkan mencapai
100% dan 90% (Klein, et al. (2003).
c. Pembentukan Biji Caisin
Serangga penyerbuk di alam membantu penyerbukan tanaman caisin. Pada
pertanaman caisin yang tidak dikurung, dimana serangga membantu penyerbukan
dihasilkan jumlah tandan, polong per tandan, jumlah biji per polong, dan jumlah
dan bobot biji per tanaman lebih tinggi dibandingkan tanaman yang dikurung.
Pada pertanaman yang terbuka terjadi peningkatan jumlah polong sebesar 179%,
jumlah biji per polong sebesar 98%, dan jumlah biji per tanaman sebesar 932%.
Peningkatan hasil panen dengan aplikasi serangga penyerbuk juga telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Steffan-Dewenter (2003)
pada tanaman B. napus, Ramadhani et al. (2000) pada kubis bunga (Brassica
oleracea), dan Klein et al. (2003) pada pertanaman kopi.
Tingginya
hasil
panen
tersebut
terutama
disebabkan
terjadinya
penyerbukan silang yang dilakukan oleh serangga. Keberhasilan penyerbukan
silang pada pertanaman caisin didukung oleh sifat tanaman ini yang selfincompatibility yang mencegah terjadinya penyerbukan sendiri (Takayama &
Isogai, 2005). Penyerbukan silang meningkatkan keanekaragaman genetik
(heterosigositas) yang memberi kekuatan hibrid (hibrid vigor) bagi keturunannya.
Kekuatan hibrid tersebut ditunjukkan dari kuantitas dan kualitas hasil panen,
termasuk kemampuan perkecambahan biji.
Jumlah biji yang dihasilkan pertanaman caisin berkaitan dengan jumlah
individu penyerbuk yang mengunjunginya. Dari hasil analisis regresi linear,
jumlah biji yang dihasilkan makin meningkat dengan meningkatnya jumlah
individu serangga penyerbuk. Klein et al. (2003) menyatakan pembentukan biji
tanaman dapat diprediksi dari kelimpahan dan keanekaragaman lebah yang
mengunjunginya.
105
Jumlah biji yang dihasilkan dari pertanaman caisin terbuka 9 kali lebih
banyak dibandingkan dengan tanaman yang dikurung. Rerata biji yang dihasilkan
per tanaman caisin terbuka adalah 3 320 biji (6.4 g), sedangkan dari tanaman yang
dikurung 322 biji (0.6 g). Jika dihitung secara ekonomi dengan harga 3 g biji
caisin di pasaran adalah Rp. 3 000,-, maka dari satu tanaman caisin yang terbuka
menghasilkan Rp. 6 400,-, sedangkan dari tanaman yang dikurung menghasilkan
Rp. 600,-. Dengan demikian, hilangnya serangga penyerbuk berpotensi kerugian
sebesar Rp. 5 800,- per tanaman atau setara dengan Rp. 116 000 000,- per hektar,
dengan asumsi per hektar ditanam 20 000 tanaman.
Berdasarkan penelitian ini, serangga berperan besar dalam penyerbukan
tanaman sehingga meningkatkan hasil panen. Peningkatan hasil panen dengan
penggunaan serangga penyerbuk sangat mendukung usaha intensifikasi pertanian
yang selama ini dilakukan. Bahkan aplikasi serangga penyerbuk ini dapat
dijadikan poin tambahan dalam usaha intensifikasi pertanian, selain melalui teknik
pengolahan lahan, pengaturan irigasi, pemupukan, pemberantasan hama, dan
penggunaan bibit unggul.
106
7. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Serangga penyerbuk dominan pada pertanaman caisin adalah A. cerana, A.
dorsata, dan Ceratina sp. (Apidae: Hymenoptera). Kelimpahan lebah penyerbuk
pada pertanaman caisin ditemukan tinggi di pagi hari yang berkaitan dengan
tingginya serbuksari dan nektar dan kondisi cuaca yang optimum. Lebah A.
cerana, A. dorsata, dan Ceratina sp. mengunjungi lebih banyak bunga per menit
dan melakukan pencarian pakan yang lebih lama dibandingkan Xylocopa spp.,
sehingga tiga spesies tersebut diduga mempunyai efektifitas penyerbukan yang
tinggi pada pertanaman caisin. Serangga penyerbuk meningkatkan hasil panen
pertanaman caisin.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk
pada berbagai spesies tanaman pertanian dan perannya dalam pembentukan
biji/buah. Perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman serangga penyerbuk
pada berbagai spesies tanaman pertanian yang dikaitkan dengan fenologi bunga
secara lebih detil, meliputi struktur bunga dan serbuksari, waktu anthesis dan
reseptif, dan volume nektar dalam bunga. Perlu analisis kualitas buah/biji hasil
penyerbukan serangga, diantaranya kandungan gula, protein, minyak, vitamin dan
kandungan lainnya sesuai dengan komoditas masing-masing tanaman. Perlu
dilakukan penelitian tentang efektifitas penyerbukan masing-masing spesies
penyerbuk pada berbagai spesies tanaman. Perlu penelitian lanjutan tentang selfincompatibilitas tanaman caisin.
107
DAFTAR PUSTAKA
Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are stingless bees, and why and
how to use them as crop pollinator?. A Rev JARQ 34:183-190.
Amir M. 2002. Kumbang Lembing Pemangsa (Coccinellidae) di Indonesia.
Bogor: BCP JICA.
Appanah S, Kevan PG. 1995. Bees and the natural ecosystem. Di dalam: Kevan
PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable
Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm
19-26.
Barth, FG. 1991. Insects and Flowers. The Biology of a Partnership. New Jersey:
Princeton Univ. Press.
Borror DJ, Triplehorn LA, Johnson NF. 1989. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed ke-6.Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press. Terjemahan dari: The
Introduction to Insects.
Bosch J, Kemp WP. 2002. Developing and establishing bee species as crop
pollinators: the example of Osmia spp. (Hymenoptera: Megachilidae) and fruit
trees. Bull Entomol R 92:3–16.
Cook SM, Awmacki CS, Murray DA, Williams IH. 2003. Are honey bees’
foraging preferences affected by pollen amino acid composition?. Ecol
Entomol 28:622–627.
Corbet SA, Williams IH, Osborn JL. 1991. Bees and the pollination of crop and
flowers in the European Community. Bee World 72:47-59.
Dafni, A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. Oxford: Oxford
Univ. Press.
Damayanti W. 2007. Penyerbukan serangga pada tanaman tomat (Lycopersicon
esculentum Mill.) dan pengaruhnya terhadap pembentukan buah dan biji
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Day S, Beyer R, Mercer A, Ogden S. 1990. The nutrient composition of honey
bee-collected pollen in Otago, New Zealand. J Apicult R 29:138–146.
De Groot AP. 1953. Protein and amino acid requirements of the honey bee (Apis
mellifera L.). J Physiol Com Oecol 3:197–285.
108
Delaplane KS, Mayer DF. 2000. Crop Pollination by Bees. Oxon: CABI
Publishing.
Didham RK, Ghazoul J, Stork NE, Davis AJ. 1996. Insects in fragmented forest: a
functional approach. Trends Ecol Evol 11:255-260.
Dogterom MH, Matteoni JA, Plowright RC. 1998. Pollination of greenhouse
tomatoes by north american Bombus vosneskii (Hymenoptera : Apidae). J
Econ Entomol 91:71-75.
Faegry K, van Der Pijl L. 1971. The Principles of Pollination Ecology. Ed ke-2.
Braunschweig: Pergamon Press:
Fajarwati MR. 2005. Kajian serangga pengunjung bunga tomat (Lycopersicon
esculentum Miller) pada lahan pertanian organik [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Gerling D. 1989. Bionomics of the large carpenter bees of the genus Xylocopa.
Ann Rev Entomol 34:163-190.
Gingras D, Gingras J, Oliveira D. 1999. Visit of honeybees (Hymenoptera :
Apidae) and their effects on cucumber yields in the field. J Econ Entomol 92:
435-438.
Gojmerac WL. 1980. Bees, Beekeeping, Honey, and Pollination. Westport: The
Saybrook Press.
Gonzales A. Lawton JH, Gilbert FS, Balckburn TM, Evans-Freke I. 1998.
Metapopulation dynamics, abundance, and distribution in a agroecosystem.
Science 281:2045-2047.
Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guide to
Families. Ottawa: Canada Comm Gr.
Greenleaf SS, Kremen C. 2006. Wild bees enhance honey bees’ pollination of
hybrid sunflower. PNAS 37:13890–13895.
Herrera CM. 2000. Measuring the effect of pollinator and herbivore: evidence for
non-additivity in a perennial herb. Ecology 81:2170-2176.
Kearns CA, Inouye DW. 1997. Pollinator, flowering plants, and concervation
biology. BioScience 47:297-307.
109
Kevan PG, Punchihewa RWK, Greco CF. 1995. Foraging range for Apis cerana
and its implications for honey production and apiary management. Di dalam:
Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in
Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario:
Enviroquest Ltd. Hlm 223-228.
Khan BM, Chaudory MI. 1995. Comparative Assessment of Honeybee and Other
Insects with Self-pollination of Sarson (Brassica campestris) in Peshawar,
Pakistan. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture,
Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical
Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 147-150.
Khan BM. 1995. Comparative Study on Pollination Effect of Honeybee Species
Apis cerana and Apis mellifera on the Fruit Yield of Toria (Brassica napus) in
Peshawar, Pakistan. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee:
Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and
Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 151-152.
Klein AM, Dewenter IS, Tscharntke T. 2003. Bee pollination and fruit set of
Coffea arabica and C. Canephora (Rubiaceae). Am J Bot 90:153-157.
Klein AM, Steffan-Dewenter, D. Buchori & T. Tscharntke. 2002. Effects of landuse intensity in tropical agroforestry systems on coffe flower-visiting and trapnesting bees and wasps. Conserv Biol 16:1003-1014.
Kleinert-Giovannini A, Imperatriz-Fonseca VL. 1987. Aspects of the trophic
niche of Melipona marginata marginata Lepeletier (Apidae, Meliponinae).
Apidologie 18:69–100.
Koeniger N. 1995. Biology of the eastern honeybee Apis cerana (Fabricus 1773).
Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and
Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario:
Enviroquest Ltd. Hlm 29-39.
Kun-Suk W. 2004. Foraging behavior of stingless bees in Korea. Di dalam:
Camaya EN, Cervancia CR, editor. Bees for New Asia. Proceeding of the 7th
Asian Apiculture Assosiation Conference and 10th Beenet symphosium and
technofora, Laguna, 23-27 February 2004. Laguna: University of the
Philippines Los banos Bee Program and BEENET Philippines Foundation,
Inc. hlm 33-36.
Kunin WE. 1993. Sex and the single mustard: population density and pollinator
behavior effects on seed-set. Ecology 74:2145-2160.
Kurahashi H, Benjaphong N, Omar B. 1997. Blow flies (Insecta: Diptera:
Calliphoridae) of Malaysia and Singapore. The Raffles Bul. Zool 5:1-88.
110
Lawton JH. 1994. What do species do in ecosystems? Oikos 71:367-374.
Makmur, A. 1984. Pokok-pokok Pengantar Pemuliaan Tanaman. Institut
Pertanian Bogor. 49 halaman.
Manila-Fajardo AC, Fajardo AC, Cervancia CR. 2004. Pollen sources of Apis
dorsata F. in Mt. Makiling, Luzon Island, Philippines. Di dalam: Camaya EN,
Cervancia CR, editor. Bees for new Asia. Proceeding of the 7th Asian
Apiculture Assosiation Conference and 10th Beenet symphosium and
technofora, Laguna, 23-27 February 2004. Laguna: University of the
Philippines Los banos Bee Program and BEENET Philippines Foundation,
Inc. hlm 63-66.
Martin P, Bateson P. 1993. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Ed ke2.
Cambrige: Cambrige Univ. Press.
Michener DM. 2000. The Bees of the World. Baltimore: Johns Hopkins Univ.
Press.
Moguel P, Toledo WM. 1999. Biodiversity conservation in traditional coffee
systems of Mexico. Conserv Biol 13:11-21.
Mohr H, Schopfer P. 1995. Plant Physiology. Berlin: Springer-Verlag.
Molitas-Colting L, Cervancia CR. 2004. Nesting behavior of giant honey bee
(Apis dorsata Fabricus) in northern Luzon, Philippines. Di dalam: Camaya EN,
Cervancia CR, editor. Bees for new Asia. Proceeding of the 7th Asian
Apiculture Assosiation Conference and 10th Beenet symphosium and
technofora, Laguna, 23-27 February 2004. Laguna: University of the
Philippines Los banos Bee Program and BEENET Philippines Foundation,
Inc. hlm 155-158.
Moritz RFA, Southwick EE. 1992. Bees as Superorganism, An Evolutionary
Reality. Berlin: Springer-Verlag.
Naeem S, Thompson LJ, Lawlers SP, Lawtom JH, Woodfin RM. 1995. Empirical
evidence that declining species diversity may alter the performance of
terrestrial ecosystems. Phil Trans R Soc 347:249-262.
O'Toole C. 1993. Diversity of Native Bees and Agroecosystem. In LaSalle J,
Gauld IG. (eds) Hymenoptera and Biodiversity. Wallingford: CAB
International, 26 pp.
Osborne JL, Clark SJ, Morris RJ, Williams IH, Riley JR, Smith AD, Reynolds,
DR, Edwards AS. 1999. A landscapescale study of bumble bee foraging range
and constancy, using harmonic radar. J Appl Ecol 36:519–533.
111
Pimentel D, Stachow U, Takacs DA, Brubaker HW, Dumas AR, Meaney JJ,
O'Neil JAS, Onsi DE, Corzilius DB. 1992. Corserving biological diversity in
agricultural/forest systems: most biological diversity exists in human-managed
ecosystems. BioScience 42:354-362.
Quinn JF, Harrison SP. 1988. Effects of habitat fragmentation and isolation on
species richness: evidence from biogeographic patterns. Oecologia 75:132140.
Rahayu DK. 2004. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga belimbing
(Averrhoa carambola L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ramadhani EP, Purwatiningsih, Soesilohadi RCCH, Sastrodihardjo S. 2000.
Evaluasi serangga penyerbuk tanaman pertanian. Prosiding Simposium
Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian.
Cipayung, 16-18 Oktober 2000.
Rathcke BJ, Jules ES. 1993. Habitat fragmentation and plant-polinator interaction.
Curr Sci 65:273-277.
Raw A. 2000. Foraging behaviour of wild bees at hot pepper flowers (Capsicum
annuum) and its possible influence on cross pollination. Annals Bot 85:487492.
Reddi CS, Aluri RJS, Atluri JB, 1999. Foraging and pollination by the digger bee
(Amegilla). A Bee J 1:1-4.
Roubik DW. 1989. Ecology and Natural History of Tropical Bees. New York:
Cambridge Univ. Press.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 2000. Sayuran Dunia. Prinsip, Produksi, dan Gizi.
Bandung: ITB Press.
Sasaji H. 1971. Fauna Japonica Coccinellidae (Insecta: Coleoptera). Tokyo:
Keigaku Publ.
Saunders DA, Hobbs RJ, Margules CR. 1991. Biological consequences of
ecosystem fragmentation: a review. Conserv Biol 5:18-32.
Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biology, From
Physiology to Evolution. London: Chapman&Hall.
Seeley TD. 1995. The Wisdom of the Hive: The Social Physiology of Honey Bee
Colonies. Cambridge: Harvard University Press.
112
Shephered M, Buchmann SL, Vaughan M, Black SH. 2000. Pollinator
Concervation Handbook. Portland: The Xerces Society.
Sihag RC, Mishra RC. 1995. Crop pollination and Apis cerana. Di dalam: Kevan
PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable
Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm
135-142.
Smith-Ramirez C, Martinez P, Nunez M, Gonzales C, Armesto JJ. 2005.
Diversity, flower visitation frequency and generalism of pollinators in
temperate rain forests of Chiloé Island, Chile. Bot J Linn Soc 147: 399–416.
Sola E, Widyaningrum IK, Mulyati S. 2005. A Photographic Guide to the Comon
Insects of Gunung Halimun-Salak National Park. Bogor: VSO-JICA-TNGHS.
Steffan-Dewenter I, Munzenberg U, Tscharntke T. 2001. Pollination, seed set and
seed predation on a landscape scale. Proc R Soc Lond B 268: 1685-1690.
Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 1999. Effects of habitat isolation on pollinator
communities and seed set. Oecologia 121:432-440.
Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2000. Resource overlap and possible
competition between honey bees and wild bees in central Europe. Oecologia
122:288-296.
Steffan-Dewenter I. 2002. Landscapes context affects trap-nesting bees, wasps,
and their natural enemies. Short communicatin. Ecol Entomol 27:631-637.
Steffan-Dewenter I. 2003. Seed set of male-sterile and male-fertile oilseed rape
(Brassica napus) in relation to pollinator density. Apidologie 34: 227–235.
Steffan-Dewenter I., U. Munzenberg, C. Burger, C. Thies & T. Tscharntke. 2002.
Scale-dependent effects of lanscape context on three pollinator guilds. Ecology
83:1421-1432.
Stone GN. 1994. Activity patterns of females of the solitary bee Anthophora
plumipes in relation to temperature, nectar supplies, and body size. Ecol
Entomol 19:177-189.
Stubbs CS, Drummond FA. 2001. Bombus impatiens (Hymenoptera: Apidae) an
alternative to Apis mellifera (Hymenoptera: Apidae) for lowbush blueberry
pollination. J Econ Entomol 94:609-616.
Takayama S, Isogai A. 2005. Self-Incompatibility in Plants. Annu Rev Plant Biol
56:467–489.
113
Tezuka T, Maeta Y. 1993. Effect of UVA film on extranidal activities of three
bees. Jpn J Appl Entomol Zool 37:175-180.
Thies C, Tscharntke T. 1999. Lanscape structure and biological control in
agroecosystem. Science 285:893-895.
Tischendorf L, Fahrig L. 2000. On the usage and measurement of lanscape
connectivity. Oikos 90:7-19.
Tsukada E. 1981. Butterflies of the South East Asian Island. Pieridae, Danaidae.
Volume ke-3. Japan: Plapac.
Tsukada E. 1982. Butterflies of the South East Asian Island. Satyridae,
Bibytheidaeae. Volume ke-3. Japan: Plapac.
Tsukada E. 1985. Butterflies of the South East Asian Island. Nymphalidae I.
Volume ke-4. Japan: Plapac.
Tsukada E. 1991. Butterflies of the South East Asian Island. Nymphalidae III.
Volume ke-3. Japan: Plapac.
Verma LR. 1995. Apis cerana: Biometric, genetic, and behavioural aspects. Di
dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role
in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario:
Enviroquest Ltd. Hlm 41-53.
Wallace HM, Maynard GV, Trueman SJ. 2002. Insect flower visitors, foraging
behaviour and their effectiveness as pollinators of Persoonia virgata R. Br.
(Proteaceae). Austral J Entomol 4: 55–59.
Walther-Hellwig K, Frankl R. 2000. Foraging habitats and foraging distances of
bumblebees, Bombus spp. (Hym., Apidae) in an agricultural landscape. J Appl
Entomol 124: 299-306.
Wesphal C, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2006. Foraging trip duration of
bumblebees in relation to landscape-wide resource availability. Econ Entomol
31: 389–394.
Williams IH, Corbet SA, Osborne JL. 1991. Beekeeping, wild bees and
pollination in the European community. Bee World 72:170-180.
Willmer PG, Stone GN. 1989. Incidence of enthomophilous pollination of
lowland coffee (Coffea canephora): the role of leafcutter bees in Papua New
Guinea. Entomol Ex Appl 50:113-124.
114
Winston, ML. 1987. The Biology of the Honey Bee. Cambridge: Harvard Univ.
Press.
With AK, Cadaret SJ, Davis C. 1999. Movement responses to patch structure in
experimental fractal lanscapes. Ecology 80:1340-1353.
Zimmerman EC. 1994. Australian weevils (Coleoptera: Curculionidae). Volume
ke-2. Melbourne: CSIRO.
Zimmerman EC. 1994. Australian weevils (Coleoptera: Curculionidae).Volume
ke-4. Melbourne: CSIRO.
115
LAMPIRAN
116
Lampiran 1 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe jumlah kunjungan
per menit 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu
pengamatan berbeda.
a. Spesies total 1: A. cerana, 2: A. dorsata, 3: Ceratina sp., 4: X. caerulea,
5: X. confusa, dan 6: X. latipes.
Dep Var: FORG_RATE N: 573 Multiple R: 0.816 Squared multiple R: 0.666
Analysis of Variance
Source
SPESIES
Error
Sum-of-Squares
16037.387
8057.570
df
5
567
Mean-Square F-ratio
3207.477
225.706
14.211
P
0.000
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
4
5
6
1
1.000
2
0.451 1.000
3
0.000 0.000 1.000
4
0.000 0.000 0.000 1.000
5
0.000 0.000 0.000 0.016 1.000
6
0.000 0.000 0.000 1.000 0.596 1.000
b. A. cerana
Dep Var: FORAGING N: 176 Multiple R: 0.301 Squared multiple R: 0.091
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
180.293
1809.343
df
2
173
Mean-Square F-ratio P
90.146
8.619 0.000
10.459
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.002
0.975
2
3
1.000
0.001
1.000
117
c. A. dorsata
Dep Var: BNYK_BUNGA N: 125 Multiple R:0.136 Squared multiple R: 0.018
Analysis of Variance
Source
LOKASI
Error
Sum-of-Squares
24.392
1300.856
df
1
123
Mean-Square F-ratio
24.392
2.306
10.576
P
0.131
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.131
2
1.000
d. Ceratina sp.
Dep Var: BNYK_BUNGA N: 61 Multiple R: 0.674 Squared multiple R: 0.454
Analysis of Variance
Source
Sum-of-Squares
LOKASI
200.165
Error
241.049
df
1
59
Mean-Square F-ratio
200.165
48.993
4.086
P
0.000
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.000
2
1.000
e. X. caerulea
Dep Var: FOR_RT_XYL N: 107 Multiple R: 0.437 Squared multiple R: 0.191
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
430.262
1825.458
df
2
104
Mean-Square F-ratio P
215.131
12.256 0.000
17.552
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.000
0.023
2
3
1.000
0.634
1.000
118
f. X. confusa
Dep Var: BNYK_BUNGA N: 87 Multiple R: 0.367 Squared multiple R: 0.134
Analysis of Variance
Source
Sum-of-Squares
LOKASI
204.249
Error
1315.268
df
2
84
Mean-Square F-ratio
102.125
6.522
15.658
P
0.002
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.901
0.012
2
3
1.000
0.005
1.000
g. X. latipes
Dep Var: BNYK_BUNGA N: 17 Multiple R: 0.004 Squared multiple R: 0.000
Analysis of Variance
Source
LOKASI
Error
Sum-of-Squares
0.008
526.227
df
1
15
Mean-Square F-ratio
0.008
0.000
35.082
P
0.988
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.988
2
1.000
119
Lampiran 2 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffe lama kunjungan
per bunga 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu
pengamatan berbeda.
a. Spesies total. 1: A. cerana, 2: A. dorsata, 3: Ceratina sp., 4: X. caerulea,
5: X. confusa, dan 6: X. latipes.
Dep Var: FLOW_HAND N: 573 Multiple R: 0.817 Squared multiple R: 0.668
Analysis of Variance
Source
SPESIES
Error
Sum-of-Squares
6400.104
3179.227
df
5
567
Mean-Square F-ratio
1280.021
228.286
5.607
P
0.000
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
4
5
6
1
1.000
0.994
0.000
0.410
0.878
0.961
2
3
4
5
6
1.000
0.000
0.207
0.657
0.892
1.000
0.000 1.000
0.000 0.993 1.000
0.000 1.000 1.000 1.000
b. A. cerana
Dep Var: HAND_APC N: 176 Multiple R: 0.281 Squared multiple R: 0.079
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
4.320
50.552
df
2
173
Mean-Square F-ratio P
2.160
7.392 0.001
0.292
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.003
0.918
2
3
1.000
0.005
1.000
120
c. A. dorsata
Dep Var: HAND_APD N: 125 Multiple R: 0.072 Squared multiple R: 0.005
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
0.319
61.612
df
1
123
Mean-Square F-ratio P
0.319
0.637 0.426
0.501
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.426
2
1.000
d. Ceratina sp.
Dep Var: HAND_CRT N: 61 Multiple R: 0.504 Squared multiple R: 0.254
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
762.767
2242.300
df
1
59
Mean-Square F-ratio P
762.767
20.070 0.000
38.005
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.000
2
1.000
e. X. caerulea
Dep Var: HND_XYL N: 107 Multiple R: 0.480 Squared multiple R: 0.231
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
5.485
18.304
df
2
104
Mean-Square F-ratio P
2.743
15.584 0.000
0.176
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.000
0.012
2
3
1.000
0.640
1.000
121
f. X. confusa
Dep Var: HAND_XYL1 N: 87 Multiple R: 0.383 Squared multiple R: 0.147
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
4.201
24.405
df
2
84
Mean-Square F-ratio P
2.100
7.229 0.001
0.291
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.940
0.003
2
3
1.000
0.006
1.000
g. X. latipes
Dep Var: HAND_XYL2 N: 17 Multiple R: 0.040 Squared multiple R: 0.002
Analysis of Variance
Source
PENGAMATAN
Error
Sum-of-Squares
0.008
4.954
df
1
15
Mean-Square F-ratio P
0.008
0.024 0.878
0.330
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.878
2
1.000
122
Lampiran 3 Hasil Anova yang dilanjutkan dengan uji Scheffelama pencarian
pakan 6 spesies lebah penyerbuk pertanaman caisin pada waktu
pengamatan berbeda.
a. Spesies total.
Dep Var: LAMA_KNJ N: 96 Multiple R: 0.560 Squared multiple R: 0.313
Analysis of Variance
Source
SPESIES
Error
Sum-of-Squares
1569.127
3438.842
df
5
90
Mean-Square F-ratio
313.825
8.213
38.209
P
0.000
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
4
5
6
1
1.000
0.928
0.903
0.009
0.005
0.000
2
3
4
5
6
1.000
0.999
0.081
0.048
0.004
1.000
0.697 1.000
0.629 1.000 1.000
0.188 0.754 0.809 1.000
b. A. cerana
Dep Var: LAMA_KNJNG N: 13 Multiple R: 0.405 Squared multiple R: 0.164
Analysis of Variance
Source
LOKASI
Error
Sum-of-Squares
55.148
281.849
df
2
10
Mean-Square F-ratio P
27.574
0.978 0.409
28.185
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
3
1
1.000
0.492
0.998
2
3
1.000
0.469
1.000
123
c. A. dorsata
Dep Var: LAMA_KNJ N: 19 Multiple R: 0.247 Squared multiple R: 0.061
Analysis of Variance
Source
LOKASI
Error
Sum-of-Squares
49.717
768.224
df
1
17
Mean-Square F-ratio
49.717
1.100
45.190
P
0.309
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
2
0.309
1.000
d. A. ceratina
Dep Var: VAR00002 N: 12 Multiple R: 0.452 Squared multiple R: 0.204
Analysis of Variance
Source
VAR00001
Error
Sum-of-Squares
2.100
8.197
df
2
9
Mean-Square F-ratio
1.050
1.153
0.911
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
2
0.358
1.000
3
0.799
0.581
P
0.358
3
1.000
e. X. caerulea
Dep Var: LAMA_KNJ N: 22 Multiple R: 0.318 Squared multiple R: 0.101
Analysis of Variance
Source
LOKASI
Error
Sum-of-Squares
55.488
492.077
df
2
19
Mean-Square F-ratio
27.744
1.071
25.899
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
2
0.512
1.000
3
0.904
0.529
P
0.362
3
1.000
124
f. X. confusa
Dep Var: LAMA_KNJ N: 24 Multiple R: 0.435 Squared multiple R: 0.189
Analysis of Variance
Source
LOKASI
Error
Sum-of-Squares
321.592
1381.142
df
2
21
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
2
0.728
1.000
3
0.122
0.556
Mean-Square F-ratio P
160.796
2.445 0.111
65.769
3
1.000
g. X. latipes
Dep Var: LAMA_KNJ N: 12 Multiple R: 0.261 Squared multiple R: 0.068
Analysis of Variance
Source
Sum-of-Squares
LOKASI
1.936
Error
26.521
df
1
10
Mean-Square F-ratio
1.936
0.730
2.652
P
0.413
Scheffe Test.
Matrix of pairwise comparison probabilities:
1
2
1
1.000
0.413
2
1.000
125
Lampiran 4 Hasil uji T two group tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji per
polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman dari
tanaman caisin yang dikurung dan terbuka.
a. Tinggi tanaman
Two-sample t test on TINGGI grouped by PERLAKUAN
Group N
Mean
SD
1
150
113.920
16.343
2
150
116.320
13.512
Separate Variance t = -1.386
Difference in Means = -2.400
Pooled Variance t = -1.386
Difference in Means = -2.400
df = 287.8
95.00%
df = 298
95.00%
Prob = 0.167
CI = -5.808 to 1.008
Prob = 0.167
CI = -5.807 to 1.007
b. Jumlah polong
Two-sample t test on POLONG grouped by PERLAKUAN
Group N
Mean
SD
1
150
242.733
212.792
2
150
46.793
39.841
Separate Variance t = 11.085
Difference in Means = 195.940
Pooled Variance t = 11.085
Difference in Means = 195.940
df = 159.4
95.00%
df = 298
95.00%
Prob = 0.000
CI = 161.030 to 230.850
Prob = 0.000
CI = 161.154 to 230.726
c. Jumlah biji per polong
Two-sample t test on BIJI_POLONG grouped by PERLAKUAN
Group
N
Mean
SD
1
150 12.843
3.171
2
150 6.479
2.374
Separate Variance t = 19.675
Difference in Means = 6.364
df = 276.1
95.00%
Prob = 0.000
CI = 5.728 to 7.001
Pooled Variance t = 19.675
Difference in Means = 6.364
df = 298
95.00%
Prob = 0.000
CI = 5.728 to 7.001
126
d. Jumlah biji per tanaman
Two-sample t test on BIJI grouped by PERLAKUAN
Group N
Mean
SD
1
150
3319.667
3123.882
2
150
321.520
308.434
Separate Variance t = 11.698
Difference in Means = 2998.147
Pooled Variance t = 11.698
Difference in Means = 2998.147
df = 151.9
95.00%
df = 298
95.00%
Prob = 0.000
CI = 2491.766 to 3504.528
Prob = 0.000
CI = 2493.751 to 3502.542
e. Bobot biji per tanaman
Two-sample t test on BBT_TNM grouped by PERLAKUAN
Group
N
Mean
SD
1
150 6.373
6.805
2
150 0.618
0.626
Separate Variance t = 10.315
Difference in Means = 5.756
Pooled Variance t = 10.315
Difference in Means = 5.756
df = 151.5
95.00%
df = 298
95.00%
Prob = 0.000
CI = 4.653 to 6.858
Prob = 0.000
CI = 4.658 to 6.854
127
Lampiran 5 Hasil uji-t two group perkecambahan biji tanaman caisin yang
dikurung dan terbuka.
a. Lokasi 1 (ulangan1)
Two-sample t test on KECAMBAH grouped by LOKASI_1
Group
N
Mean
SD
1
20
94.350
3.924
2
20
90.450
3.886
Separate Variance t = 3.158
Difference in Means = 3.900
Pooled Variance t = 3.158
Difference in Means = 3.900
df = 38.0
95.00%
df = 38
95.00%
Prob = 0.003
CI = 1.400 to 6.400
Prob = 0.003
CI = 1.400 to 6.400
b. Lokasi 2 (ulangan2)
Two-sample t test on KECAMBAH_2 grouped by LOKASI
Group
N
Mean
SD
1
20
90.200
3.105
2
20
88.600
2.415
Separate Variance t = 1.819
Difference in Means = 1.600
Pooled Variance t = 1.819
Difference in Means = 1.600
df = 35.8
95.00%
df = 38
95.00%
Prob = 0.077
CI = -0.184 to 3.384
Prob = 0.077
CI = -0.181 to 3.381
c. Lokasi 3 (ulangan3)
Two-sample t test on KECAMBAH_3 grouped by LOKASI
Group
N
Mean
SD
1
20
93.600
3.515
2
20
91.850
3.083
Separate Variance t = 1.674
Difference in Means = 1.750
Pooled Variance t = 1.674
Difference in Means = 1.750
df = 37.4
95.00%
df = 38
95.00%
Prob = 0.103
CI = -0.368 to 3.868
Prob = 0.102
CI = -0.366 to 3.866
d. Lokasi total (rerata)
Two-sample t test on KECAMBAH_TOT grouped by LOKASI_TOT
Group
N
Mean
SD
1
60
92.717
3.919
2
60
90.300
3.406
Separate Variance t = 3.605
Difference in Means = 2.417
Pooled Variance t = 3.605
Difference in Means = 2.417
df = 15.8
95.00%
df = 118
95.00%
Prob = 0.000
CI = 1.089 to 3.744
Prob = 0.000
CI = 1.089 to 3.744
128
Download