Density of mudclams Anodontia edentula Linnaeus, 1758 relation to

advertisement
Seediscussions,stats,andauthorprofilesforthispublicationat:https://www.researchgate.net/publication/316968252
DensityofmudclamsAnodontiaedentula
Linnaeus,1758relationtoenviromental
parametersofMunaRegency
ConferencePaper·May2016
DOI:10.5281/zenodo.580407
CITATIONS
READS
0
14
3authors:
RochmadyRochmady
SharifuddinBinAndyOmar
SekolahTinggiIlmuPertanianWuna,Raha,I…
UniversitasHasanuddin
15PUBLICATIONS10CITATIONS
7PUBLICATIONS6CITATIONS
SEEPROFILE
SEEPROFILE
LodewyckSTandipayuk
UniversitasHasanuddin
5PUBLICATIONS5CITATIONS
SEEPROFILE
Someoftheauthorsofthispublicationarealsoworkingontheserelatedprojects:
Nisbahkelamindanukuranpertamamatanggonadkeranglumpur(Anodontiaedentula,Linnaeus
1758)dipesisirPulauButon,KecamatanWakorumbaKabupatenMunaViewproject
AnalisisnilaiekonomihutanmangrovediKabupatenMuna(StudikasusdiDesaLaboneKecamatan
LasalepadanDesaWabintingiKecamatanLohia)Viewproject
AllcontentfollowingthispagewasuploadedbyRochmadyRochmadyon01June2017.
Theuserhasrequestedenhancementofthedownloadedfile.
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan III
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016
ISBN: 978-602-71759-2-1
Rochmady et al. (2016): 149-159
Kepadatan Kerang Lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758
Kaitannya Dengan Parameter Lingkungan di Kabupaten Muna
Density of Mud Clams Anodontia edentula Linnaeus, 1758 Relation
to Enviromental Parameters in Muna Regency
Rochmady1), Sharifuddin Bin Andy Omar2) dan Lodewyck S. Tandipayuk2)
Program Studi Budidaya Perairan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Wuna, Raha
Phone: +6285 343 880 383;  email: [email protected]; [email protected]
2)
Jurusan Perikanan, FIKP, Universitas Hasanuddin, Makassar
1)
ABSTRAK
Penelitian bertujuan menganalisis kepadatan kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 kaitannya
dengan parameter lingkungan meliputi kandungan bahan organik dan komposisi sedimen di
Kabupaten Muna. Penelitian dilaksanakan di pulau Tobea dan pesisir Lambiku. Pengambilan sampel
dimulai bulan Maret sampai Mei 2011 dengan interval waktu koleksi contoh sebulan sekali selama tiga
bulan. Koleksi kerang lumpur contoh menggunakan metode plot trasek (Line Transect Plot) yang
ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Plot pengamatan dibagi atas tiga kategori, yakni Plot I
mewakili daerah dekat pantai, Plot II mewakili daerah peralihan dan Plot III mewakili daerah jauh dari
pantai dengan interval 50m masing-masing plot. Analisis data kepadatan menggunakan formula Krebs,
hubungan kepadatan dan parameter lingkungan menggunakan analisis korelasi dan deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan kepadatan individu kerang lumpur di pulau Tobea berbeda dengan kepadatan
individu kerang lumpur di pesisir Lambiku. Kepadatan kerang lumpur di pulau Tobea lebih tinggi,
yakni rata-rata sebesar 33 ind m-2 atau 29-40 ind m-2. Sementara kepadatan kerang lumpur di pesisir
Lambiku lebih rendah yakni sebesar 10 ind m-2 atau 8-11 ind m-2. Kepadatan individu kerang lumpur
antara daerah jauh dari pantai dengan daerah yang dekat pantai relatif berbeda. Sementara komposisi
sedimen dan kandungan bahan organik di pulau Tobea dan pesisir Lambiku relatif sama. Konsentrasi
fosfat dan sulfur di pulau Tobea masing-masing sebesar 13,90 ppm dan 15,76 ppm. Konsentrasi fosfat
dan sulfur di pesisir Lambiku masing-masing sebesar 14,55 ppm dan 17,01 ppm. Daerah yang jauh dari
pantai menunjukkan kandungan bahan organik sulfur dan fosfat yang tinggi dengan kepadatan kerang
lumpur tinggi.
Kata kunci : Kepadatan, kerang lumpur, Anodontia edentula, bahan organik, komposisi sedimen.
ABSTRACT
The research aims to analyze the density of mud clams Anodintia edentula Linnaeus, 1758 relation to
environmental parameters, covering organic material content and composition of sediment in Muna
regency. Research carried out in coastal Lambiku and Tobea island. The sample collection begins in
March until May 2011, intervals collection example once a month for three months. A collection of mud
clams example in a plot trasek (Line Transect Plot) is determined (purposive sampling). A plot observation
based on three categories, Plot I near coast, Plot II the transition and Plot III far from the beach, intervals
50m each a plot observation. Data analysis of density use Krebs formula, relations of density and
environmental parameters use corelation and descriptif analysis. The research results show that the
density is different of mud clams between Tobea island and coastal Lambiku. The density of mud clams
on the Tobea island have higher is 33 ind m-2 or 29-40 ind m-2. While density of mud clams in coast
Lambiku is 10 ind m-2 or 8-11 ind m-2. The density of mud clams far from the beach between the coastal
149
ISBN: 978-602-71759-2-1
areas relatively different. While composition sediment and the organic matter on Tobea island and
coastal Lambiku relatively is the same. Phosphates and sulphur concentration on the Tobea island each
of 13,90 ppm and 15,76 ppm. Phosphates and sulphur concentration in coastal Lambiku each of 14,55
ppm and 17,01 ppm. Phosphate and sulfur concentrate far from shore show organic material content of
sulphur and phosphates is high with mud clams high density.
Keywords : Density, mud clams, Anodontia edentula, organic matters, composition sediment.
Pendahuluan
Bivalvia (oysters, scallops, clams, cachles dan mussels) merupakan potensi sumberdaya penting di
Indonesia (Natan, 2008). Pada kenyataannya hampir semua spesies dari Bivalvia dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kebutuhan manusia meskipun hanya beberapa jenis bernilai ekonomis penting
(Rochmady, 2011). Di Indo-Pasifik ditemukan kira-kira 17 famili Bivalvia yang terdapat di hutan
mangrove, yaitu Archidae, Ostridae, Isognomonidae, Anomiidae, Mytilidae, Corbiculidae, Tellinidae,
Solenidae, Cultellidae, Laternulidae, Lucinidae, Pholadidae, Teredinidae, Asophidae, Psammobidae,
Blancomidae, dan Veredinidae (Cosel, 2006). Bivalvia menyebar di daerah mangrove Avicenia, Rhizopora,
Laguncularia, Conocarpus, dan lain-lain (Morton, 1983).
Di antara famili di atas, Anodontia edentula (Linneaus, 1758) atau dikenal dengan sebutan kerang
lumpur merupakan anggota famili Lucinidae yang menyebar pada daerah mangrove (Carpenter & V.H.
Niem, 1998), dapat dikonsumsi, dan bernilai ekonomis sebagai sumber protein (Natan, 2008). Disebut
Kerang Lumpur karena mendiami areal berlumpur dekat aliran sungai dan estuaria. Kebiasaan
hidupnya membenamkan diri dalam lumpur (mudflat) pada kedalaman 28–50cm secara berkelompok
pada daerah mangrove di intertidal dan subtidal (Rochmady, 2011). Menyimpan bakteri pengoksidasi
sulfur pada insangnya (Lebata, 2000), maupun sebagai biofilter (Lebata, 2001). Selain itu, kerang
lumpur juga dapat digunakan dalam meningkatkan kadar estradiol dalam darah pada manusia untuk
memperpanjang usia perimenopause dan berpotensi sebagai biomedik (Sjafaraenan, 2011).
Secara umum, di Indonesia kerang lumpur kurang mendapat perhatian, hal ini relatif tidak
berbeda dengan kondisi di Kabupaten Muna. Oleh instansi teknis, kerang lumpur belum diidentifikasi
sebagai salah satu komoditi perikanan (Gambar 1). Namun demikian, informasi tentang spesies ini masih
terbatas (Taylor & E.A. Glover, 2000), baik aspek biologi maupun aspek ekologinya (Taylor & Glover,
2006).
Gambar 1 Spesies Anodontia edentula Linnaeus, 1758 di Kabupaten Muna
Spesies kerang lumpur memiliki nilai ekonomis, namun penelitian-penelitian tentangnya
masih sangat kurang (Rochmady, et al., 2012). Masyarakat lokal menyebutnya ghiwo dan ditemukan
melimpah di beberapa daerah, yakni perairan estuaria Pulau Tobea dan pesisir Lambiku, Kecamatan
Napabalano (Rochmady, 2011). Kerang lumpur telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein
hewani oleh masyarakat lokal dengan komposisi kandungan gizi, protein 7,182%, karbohidrat 66,887%,
lemak 6,820%, kolesterol 10,00 mg/dl, HDL, 6,00 mg/dl, Ca 263,385 ppm, Cu 9,107 ppm, Mg 28,467
150
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016
Rochmady et al. (2016): 149-159
ppm, Fe 1,859 ppm, dan LDL serta Zn konsentrasi tidak terdeteksi (Sjafaraenan, 2011). Kandungan gizi
kerang lumpur tersebut relatif tidak berbeda dengan kerang lumpur di Teluk Ambon Dalam dengan
persentase kadar air 80%, protein 10,8%, lemak 1,6%, abu 0,75% dan karbohidrat 0,6% (Natan, 2008).
Pesisir Lambiku dan Pulau Tobea sebagai dua daerah potensial kerang lumpur, telah menjadi
lokasi pengambilan kerang lumpur yang tergolong intensif (Rochmady, 2011). Pemanfaatan tak
terkendali oleh masyarakat lokal sebagai bahan makanan, dikhawatirkan berdampak pada penurunan
ukuran populasi dan tingkat keragaman, bahkan kepunahan (Natan, 2008). Selain itu, terjadi
perubahan ekosistem akibat konversi hutan mangrove, pencemaran sampah domestik, penggunaan
racun maupun sebab-sebab lain, ikut mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan perairan dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan habitat organisme di perairan, termasuk Moluska (Rakhfid &
Rochmady, 2014). Kerusakan habitat tersebut, akan memberikan dampak yang cukup serius bagi
berbagai jenis organisme asosiasi mangrove, salah satunya adalah kerang lumpur yang merupakan salah
satu jenis Moluska. Minimnya bahkan hampir tidak adanya data dan informasi tentang kerang lumpur
ini sangat disayangkan, bila terjadi kepunahan sebelum informasi ekologi terkait kepadatan dan
kelimpahan kaitannya dengan lingkungan. Oleh karena itu, penting untuk mengungkap informasi
keterkaitan kepadatan dan kelimpahan kerang lumpur dengan lingkungan perairan. Informasi yang
diperoleh diharapkan dapat memberikan nilai tambah terhadap informasi kekerangan di Indonesia.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis kepadatan kerang lumpur di daerah Pesisir Lambiku
dan Pulau Tobea, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna, dan keterkaitan antara kelimpahan dan
kepadatan kerang lumpur dengan lingkungan perairan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Pulau Tobea dan Pesisir Lambiku, Kecamatan Napabalano, Kabupaten
Muna (Gambar 2).
Gambar 2 Lokasi penelitian kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 di Pulau Tobea dan Pesisir
Lambiku, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna
Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan III
151
ISBN: 978-602-71759-2-1
Pengamatan kepadatan dan koleksi kerang lumpur dilakukan pada bulan Maret sampai dengan
bulan Mei 2011 bersamaan dengan pengambilan sampel tanah. Interval waktu pengamatan dan koleksi
kerang lumpur contoh dan pengambilan sampel substrat tanah dilakukan sebulan sekali selama tiga
bulan. Analisa sampel substrat tanah untuk mengetahui komposisi sedimen dan kandungan bahan
organik dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat yang digunakan dalam pengamatan dan koleksi kerang lumpur adalah roll meter panjang
100m, patok plot, tali rafiah untuk menentukan plot pengamatan. Pipa paralon diameter 2,5 inch untuk
mengambil sampel substrat tanah. Kertas label dan botol plastik untuk menyimpan substrat tanah.
Selain itu digunakan alat tulis menulis dan kamera untuk doumentasi. Bahan yang digunakan adalah
substrat tanah.
Prosedur Penelitian
Pengamatan kepadatan dan koleksi kerang lumpur contoh dilakukan menggunakan Metode
Transek Garis (Line Transect Plot Method). Pengambilan sampel tanah ditentukan secara sengaja (purposive
sampling) dari transek garis yang terdiri atas 3 (tiga) plot (kategori) di masing-masing plot. Plot
pengamatan kepadatan dan koleksi kerang lumpur dan sampel tanah untuk mewakili kategori daerah
dekat pantai (Plot I), daerah peralihan (Plot II) dan daerah yang jauh dari pantai (Plot III). Plot
pengamatan berada di sepanjang transek garis yang dibuat dengan interval jarak 50m pada masingmasing plot.
Pengamatan dan koleksi kerang lumpur contoh dan pengambilan sampel tanah dilakukan pada
saat surut terendah dengan cara menggali substrat sampai kedalaman 30 cm atau menggali lumpur
hingga menemukan individu kerang lumpur. Hasil pengamatan kepadatan dicatat dan koleksi kerang
lumpur disimpan dalam wadah ember. Hasil pengambilan sampel tanah disimpan dalam botol plastik
untuk dianalisis lebih lanjut.
Analisis Data
Untuk mengetahui kepadatan kerang lumpur digunakan fomula menurut Krebs, sebagai
berikut :
D=
Ni
A
............................................................................................................................................ (1)
Keterangan: D = kepadatan individu (individu m-2). Ni = jumlah individu. A = luas area pengamatan
(m2).
Analisa komposisi sedimen melalui pemisahan ukuran butiran dengan dua metode, yakni
metode mekanis untuk mengetahui persentase ukuran butiran kasar (pasir), dan metode hidrometrik
untuk mengetahui persentase dari butiran debu dan liat. Hasil pemisahan ukuran butiran yang
diperoleh selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan persentase butiran sedimen, kemudian diplotkan
kedalam segitiga USDA. Data komposisi sedimen kemudian dianalisa secara deskriptif dan dikaitkan
dengan parameter biologi.
Analisa kandungan bahan organik meliputi kandungan unsur hara tanah, yakni karbon
organik, nitrogen, sulfur, fosfat dan pH. Untuk mengetahui kandungan karbon organik dan nitrogen
dilakukan dengan Metode Kjeldahl. Analisis kandungan sulfur menggunakan Metode Khurmis.
Analisis kandungan fosfat dilakukan menggunakan Metode Bray dan pH tanah yang diukur melalui
sampel substrat tanah. Data hasil pengukuran dianalisa secara deskriptif dan dihubungkan dengan
parameter biologi dan dikomparasi dengan hasil penelitian terkait.
Hasil dan Pembahasan
Kepadatan
Penelitian yang dilakukan selama 3 bulan berturut-turut sejak bulan Maret, April hingga Mei
pada dua lokasi yang berbeda yakni daerah Pulau Tobea dan pesisir Lambiku. Pada daerah Pulau Tobea,
152
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016
Rochmady et al. (2016): 149-159
individu kerang lumpur yang diperoleh selama penelitian sebanyak 918 individu (Tabel 1). Individu
kerang lumpur diperoleh kepadatan tertinggi pada Plot II sebesar 48,00 ind m-2 di bulan Mei dan
kepadatan terendah terdapat pada lokasi Plot I yakni sebesar 21,00 ind m-2 di bulan April.
Tabel 1 Kepadatan individu kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 di Pulau Tobea, Kecamatan
Napabalano, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
Waktu (bulan)
Maret
I
Plot Area
1
2
3
Jumlah rata-rata
April
1
2
3
Jumlah rata-rata
Mei
1
2
3
Jumlah rata-rata
Luas Area (m2)
3
3
3
9
3
3
3
9
3
3
3
9
Jumlah Individu (individu)
99
106
96
301
63
101
95
259
83
144
131
358
Kepadatan (individu/m2)
33
35
32
33
21
34
32
29
28
48
44
40
Sementara untuk daerah pesisir Lambiku, individu kerang lumpur yang diperoleh sebanyak 272
individu yang terdiri atas 3 (tiga) plot pengamatan yakni Plot 1, 2, dan 3 (Tabel 2). Hasil perhitungan,
kepadatan terendah pada Plot I, sebesar 5,67 ind m-2 pada bulan Maret dan kepadatan tertinggi pada
Plot III sebesar 15,67 ind m-2 pada bulan Maret.
Tabel 2 Kepadatan individu kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 di Pesisir Lambiku,
Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
Waktu (bulan)
Maret
Plot Area
1
2
3
Jumlah
April
1
2
3
Jumlah
Mei
1
2
3
Jumlah
Luas Area (m2)
3
3
3
9
3
3
3
9
3
3
3
9
Jumlah Individu (individu)
22
31
47
100
17
30
29
76
36
37
23
96
Kepadatan (individu/m2)
7
10
16
11
6
10
10
8
12
12
8
11
Berdasarkan hasil tersebut diketahui kepafatan tertinggi berdasarkan plot pengamatan dan
lokasi penelitian, ditemukan pada daerah Pulau Tobea sebesar 48,00 ind m-2. Sementara itu, fakta
lapangan di pesisir Lambiku, kerang lumpur hidup berkelompok dengan jenis kerang lain. Kerang
lumpur tersebut berasosiasi dengan jenis kerang lain, dengan perbandingan kerang lumpur relatif lebih
sedikit dibanding jenis kerang lain. Hal ini diduga kerang lumpur dengan kepadatan rendah mengalami
kompetisi ruang maupun makanan dengan jenis kerang lain. Hal ini relatif berbeda dengan kerang
lumpur di Pulau Tobea. Kerang lumpur di lokasi tersebut tidak ditemukan bersama spesies lain, hal ini
berarti bahwa kompetisi antar spesies tidak terjadi.
Selain itu, perbedaan kepadatan kerang lumpur di Pulau Tobea dan pesisir Lambiku diduga
disebabkan pengaruh eksploitasi. Pada daerah pesisir Lambiku tingkat pemanfaatan relatif lebih
intensif (tinggi) dibanding di Pulau Tobea. Secara spasial maupun secara temporal kepadatan kerang
lumpur antara kedua lokasi tersebut relatif berbeda. Di Pulau Tobea, kepadatan kerang lumpur
Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan III
153
ISBN: 978-602-71759-2-1
mencapai 29-40 ind m-2 atau sekitar 33 ind m-2. Sementara kerang lumpur di pesisir Lambiku justru
lebih kecil, yakni sebesar 8-11 ind m-2 atau sebesar 9,67 ind m-2. Kepadatan kerang lumpur di Pulau
Tobea relatif tidak berbeda dengan hasil yang didapatkan Latale (2003) sebesar 38,5 ind m-2, maupun
yang diperoleh Natan (2008) yakni sebesar 29 ind m-2.
Kompetisi ruang dan makanan serta tingkat eksploitasi, kepadatan dan kelimpahan kerang
lumpur terkait erat dengan ketersediaan makanan dan kandungan bahan-bahan lain yang mendukung
kehidupan kerang lumpur itu sendiri. Dengan demikian, komposisi sedimen dan kandungan bahan
organik merupakan faktor penting lainnya yang turut berdampak pada perbedaan tingkat kepadatan
kerang lumpur di Pulau Tobea dan pesisir Lambiku. Hal ini sebagaimana akan dijelaskan selanjutnya.
Komposisi sedimen
Analisa komposisi sedimen dan kandungan bahan organik di dua lokasi penelitian yakni di
Pulau Tobea dan pesisir Lambiku, dilakukan dalam kaitan ketersediaan makanan dan kondisi habitat
kerang lumpur. Di Pulau Tobea, ditemukan komposisi sedimen dengan persentase secara berturutturut untuk Plot I masing-masing sebesar 61% liat, 36% debu dan 3% pasir. Untuk Plot II masingmasing sebesar 58% liat, 29% debu dan 13% pasir. Untuk Plot III masing-masing sebesar 49% liat, 32%
debu dan 19% pasir. Sementara itu, di pesisir Lambiku komposisi sedimen untuk setiap plot
pengamatan secara berturut-turut, untuk Plot I masing-masing sebesar 65% liat, 30% debu dan 5%
pasir. Untuk Plot II masing-masing sebesar 59% liat, 39% debu dan 2% pasir. Plot III masing-masing
sebesar 54% liat, 42% debu dan 4% pasir (Gambar 3).
Persentase (%)
Tekstur Liat (%)
Tekstur Debu (%)
Tekstur Pasir (%)
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Plot I
Plot II
Plot III
Plot I
Pesisir Lambiku
Plot II
Plot III
Pulau Tobea
Lokasi Penelitian
Gambar 3 Persentase komposisi sedimen pada berbagai plot area pengamatan di pulau Tobea dan
pesisir Lambiku, Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Komposisi sedimen di Pulau Tobea dan pesisir Lambiku untuk setiap plot (Plot I, II, dan III)
pengambilan sampel substrat tanah menunjukkan karakteristik substrat tanah yang relatif tidak
berbeda, yakni jenis sedimen liat. Ini berarti bahwa persentase liat lebih besar dibanding komponen
pasir dan debu. Dengan demikian, di kedua lokasi tersebut dapat ditemukan kerang lumpur, walaupun
dengan kepadatan berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kerang lumpur relatif menyukai daerah
berlumpur (liat) sebagai habitat utamanya. Sebagaimana dilaporkan oleh Natan (2008) dan Latale
(2003), bahwa kerang lumpur ditemukan melimpah pada habitat berlumpur hingga daerah berpasir
sekitar wilayah estuaria pada areal hutan mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Allen (1958) dan
Taylor, et al., (2000) bahwa Bivalvia dari famili Lucinidae menyebar dari daerah dengan substrat pasir
kasar sampai ke daerah dengan substrat lumpur halus. Sejalan dengan itu, jenis substrat liat memiliki
permukaan luas yang memungkinkan terjadinya pertukaran unsur-unsur hara tanah dengan baik.
Dengan demikian, jenis substrat tanah liat relatif terkait erat dengan kandungan bahan organik
sebagaimana akan dijelaskan.
Bahan organik
Berdasarkan hasil analisis sampel substrat tanah tempat ditemukannya kerang lumpur di pulau
Tobea, ditemukan kandungan bahan organik substrat tanah dengan pH rata-rata sebesar 6,42 (kisaran
6,60-6,78) (Tabel 3).
154
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016
Rochmady et al. (2016): 149-159
Tabel 3 Rata-rata kandungan bahan organik di Pulau Tobea dan Pesisir Lambiku, Kecamatan
Napabalano, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.
Lokasi
pH (H2O)
6,42
6,60
Pulau Tobea
Pesisir Lambiku
C-organik (%)
2,54
2,44
Bahan Organik
N-organik (%)
0,18
0,14
Fosfat (ppm)
13,90
14,55
Sulfur (ppm)
15,76
17,01
Kandungan C-organik rata-rata sebesar 2,54% (kisaran 2,44-2,64%), N-organik rata-rata
sebesar 0,18% (kisaran 0,12-,22%). Sementara fosfat rata-rata sebesar 13,90 ppm dan sulfur rata-rata
sebesar 15,76 ppm (kisaran 12,65-18,99 ppm). Sementara bahan organik substrat tanah pesisir Lambiku
diperoleh nilai pH rata-rata sebesar 6,60 (kisaran 6,42-6,71). Kandungan C-organik rata-rata sebesar
2,44% (kisaran 2,35-2,51%) dan N-organik rata-rata sebesar 0,14% (kisaran 0,12-0,16%). Sementara
kandungan fosfat rata-rata sebesar 14,55% (kisaran 13,55-15,09 ppm) dan sulfur rata-rata sebesar 17,01
ppm (kisaran 11,75-20,64 ppm) (Tabel 3).
Bahan Organik di Pesisir Lambiku
Plot III
Plot III
Plot II
Plot II
Plot I
Plot I
0
Sulfur
(ppm)
C-organik (%)
Bahan Organik di Pulau Tobea
5
10
Fosfat (ppm)
pH (H2O)
15N-organik (%) 20
0
5
Sulfur (ppm)
10
Fosfat (ppm)
15
20
25
N-organik (%)
Gambar 4 Bahan organik substrat tanah kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus 1758 di Pulau Tobea
dan pesisir Lambiku menurut Plot Pengamatan, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna,
Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan hal itu, kandungan bahan organik meliputi pH, konsentrasi C-organik, N-organik,
fosfat dan sulfur di kedua lokasi yakni Pulau Tobea dan pesisir Lambiku relatif tidak berbeda (Gambar
4). Namun demikian, secara spasial konsentrasi kandungan bahan organik menurut plot pengamatan
di masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan perbedaan.
Selain itu, dengan indikator pH, substrat tanah kerang lumpur kedua lokasi tergolong tanah
asam. Natan (2008) mendapatkan pH untuk spesies yang sama yakni kerang lumpur, rata-rata sebesar
6,39. Pada beberapa penelitian memperlihatkan bahwa kondisi pH yang disenangi kerang lumpur
cenderung berada pada tanah yang agak asam. Sejalan dengan itu, Latale (2003) menemukan kisaran
pH tanah kerang lumpur antara 6,3–6,9, Lebata (2000 dan 2001) menemukan kisaran pH tanah kerang
lumpur pada musim kemarau sebesar 5,15–6,55. Konsentrasi kandungan bahan organik lainnya, yakni
C-organik, N-organik, sulfur dan fosfat di pesisir Lambiku pada Plot III lebih tinggi dari plot yang sama
di Pulau Tobea (Gambar 5).
Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan III
155
ISBN: 978-602-71759-2-1
Pesisir Lambiku
Pulau Tobea
0,18
0,14
Sulfur (ppm)
13,90
2,54
15,76
6,42
14,55
2,44
Fosfat (ppm)
17,01
6,60
N-organik (%)
C-organik (%)
pH (H2O)
Gambar 5 Bahan organik substrat tanah kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus 1758 di Pulau
Tobea dan pesisir Lambiku, Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Pada Plot III merupakan areal yang lebih dekat dengan wilayah daratan. Dengan demikian,
areal ini lebih dominan mendapat pengaruh-pengaruh daratan. Pengaruh daratan dimaksud berupa
faktor antropogenik seperti buangan limbah domestik, maupun limbah pertanian yang melewati aliran
sungai yang ada dengan kandungan organik relatif tinggi. Ditengarai tingginya kandungan bahan
organik substrat tanah di pesisir Lambiku relatif disebabkan limbah domestik dan pertanian.
Sementara di Pulau Tobea kandungan bahan organik lebih tinggi di wilayah laut. Hal ini bermakna
kandungan bahan organik di Pulau Tobea, relatif lebih dominan mendapat pengaruh dari laut. Selain
itu, kandungan bahan organik dapat saja disebabkan oleh kondisi vegetasi mangrove (Rochmady, 2011).
Atau dengan kata lain aktifitas manusia turut memberi kontribusi pada peningkatan bahan organik di
pesisir.
Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa tingginya kandungan bahan organik relatif tidak
linier dengan tingkat kepadatan dan kelimpahan kerang lumpur khususnya di pesisir Lambiku. Hanya
saja, kepadatan individu kerang lumpur cenderung berkorelasi dengan kandungan bahan organik. Hal
ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi masing-masing parameter lingkungan. Berdasarkan analisis
korelasi diketahui bahwa kepadatan individu kerang lumpur di pulau Tobea berkorelasi dengan Corganik (sebesar -0,786) dan fosfat (sebesar -0,454). Sementara kepadatan individu kerang lumpur di
pesisir Lambiku, berkorelasi dengan sulfur (sebesar 0,866) dan N-organik (sebesar -0,629). Kondisi pH
tanah yang cenderung asam, mengindikasikan tingginya konsentrasi sulfid tanah. Hal ini berarti bahwa
keberadaan sulfur dan N-organik di substrat tanah pesisir Lambiku menjadi faktor penting dalam
mensuplai bahan oksidasi bagi kerang lumpur, terlebih terjadi kompetisi antar-spesies dengan jenis
Anodontia woodina.
Sejalan dengan itu, sulfur (bentuk SO4) dan fosfat dengan konsentrasi relatif cukup tinggi di
hampir semua plot pengamatan di dua lokasi penelitian menindikasikan suatu hubungan erat dengan
keberadaan kerang lumpur. Kedua komponen bahan organik tersebut diduga menjadi faktor penting
pada tingginya kepadatan individu kerang lumpur. Hal ini sesuai dengan pendapat Lebata et al. (2000
dan 2001), bahwa kerang lumpur mampu mengabsorbsi konsentrasi sulfur sebagaimana percobaan
yang dilakukannya pada areal tambak. Tingginya kandungan bahan organik juga diidikasikan oleh
komposisi substrat liat sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, keberadaan jenis
substrat liat relatif terkait erat dengan kandungan bahan organik dan kepadatan kerang lumpur.
Namun demikian, kompetisi ruang dan makanan baik intra-spesies maupun antar-spesies,
pemanfaatan tinggi serta buangan limbah domestik dan pertanian, maupun sebab-sebab lain, relatif
ikut menentukan tingkat kepadatan dan kelimpahan kerang lumpur di alam.
Kesimpulan
Kepadatan dan kelimpahan kerang lumpur terkait erat parameter lingkungan, yakni komposisi
sedimen dan kandungan bahan organik. Komposisi sedimen liat menjadi faktor penting kandungan
bahan organik dan merupakan habitat utama kerang lumpur. Kompetisi ruang dan makanan baik
intra-spesies maupun antar-spesies, pemanfaatan tinggi serta buangan limbah domestik dan pertanian,
156
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016
Rochmady et al. (2016): 149-159
maupun sebab-sebab lain, relatif ikut menentukan tingkat kepadatan dan kelimpahan kerang lumpur
di alam. Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan
mendalam mengenai hubungan antara parameter lingkungan dengan parameter biologi.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada masyarakat Tobea dan Lambiku, utamanya bapak La Aga, pemerintah Kecamatan
Napabalano, Kepala Desa Lambiku yang memberi izin penelitian. Terima kasih kepada saudara
Darsilan, SE yang telah membantu dalam melakukan pengukuran dan pengamatan di lapangan.
Daftar Pustaka
Allen, 1958. On the basic form and adaptation to habitat in the Lucinadae (Eulamellibranchia). Dalam:
University of Durham: Department of Zoology, King's College, pp. 421-484.
Carpenter, K. & V.H. Niem, 1998. Species Identification Guide for Fishery Purpose. The Living Marine Resources of
The Western Central Pacific. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Cosel, R. v., 2006. Taxonomy of Tropical West African Bivalves; Remarks on Lucinidae (Molluscs,
Bivalvia) with decription of six genera and eight new species. Zoosystema, 28(4), pp. 805-851.
Latale, S., 2003. Studi Pendahuluan Eksplorasi Sumberdaya Anodontia edentula Pada Perairan Pantai Desa Passo
Teluk Ambon Bagian Dalam. Ambon: Fakultas Perikanan, Universitas Pattimura.
Lebata, M. J. H. L., 2000. Element Sulfur in The Gills of The Mangrove Mud Clam Anodontia edentula
(Family Lucinidae).. Wetland Ecology and Management, 19(1), pp. 241-245.
Lebata, M. J. H. L., 2001. Oxygen, Sulfhide and Nutrient Uptake of The Mangrove Mud Clam Anodontia
edentula (Family; Lucinidae). Marine Polution Bulletin, 42(11), pp. 1133-1138.
Lebata, M. J. H. L. & Primavera, J., 2001. Gill Structure, Anatomy and Habitat of Anodontia edentula; Evidence of
Endosymbiosis. New York: Journal of Shellfish Research.
Morton, B., 1983. The Moluscs. Dalam: Ecology Mangrove Bivalvia. Orlando: Academic Press, Inc., pp. 77130.
Natan, Y., 2008. Studi Ekologi dan Reproduksi Populasi Kerang Lumpur Anodontia edentula Pada Ekosistem
Mangrove Teluk Ambon Bagian Dalam. Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Rakhfid, A. & Rochmady, 2014. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove di Kabupaten Muna (Studi Kasus
Desa Wabintingi Kecamatan Lohia dan Desa Labone Kecamatan Lasalepa). AGRIKAN; Jurnal
Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, September, 6(2), pp. 82-104.
Rochmady, 2011. Aspek Bioekologi Kerang Lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 (BIVALVIA: LUCINIDAE)
di Perairan Pesisir Kabupaten Muna, Makassar: Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin.
Rochmady, Omar, S. B. A. & Tandipayuk, L. S., 2011. Analisis Perbandingan Pertumbuhan Populasi
Kerang Lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 di Perairan Kepulauan Tobea dan Pesisir
Lambiku, Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 4(2),
pp. 15-21.
Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan III
157
ISBN: 978-602-71759-2-1
Rochmady, Omar, S. B. A. & Tandipayuk, L. S., 2012. Nisbah Kelamin dan Ukuran Pertama Matang
Gonad Kerang Lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 Di Pulau Tobea Kecamatan
Napabalano Kabupaten Muna. AGRIKAN; Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, Oktober, 5(2), pp.
25-32.
Rochmady, Omar, S. B. A. & Tandipayuk, L. S., 2013. Nisbah Kelamin dan Ukuran Pertama Matang
Gonad Kerang Lumpur (Anodontia edentula, Linnaeus 1758) Di Pesisir Lambiku, Kacamatan
Napabalano Kabupaten Muna. Agrikan (Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan), 6(1), pp. 1-9.
Sjafaraenan, 2011. Pengaruh Konsumsi Daging Kerang Semele sp Terhadap Kadar Estradiol Pada Wanita
Perimenopause. Disertasi penyunt. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Taylor, J. D. & Glover, E. E., 2006. Lucinidae (Bivalvia) - The most Divers Group of Chemosymbiotic
molluscs. Bivalvia - a look at the Branches, 148(-), pp. 421-438.
Taylor, J. & E.A. Glover, 2000. Functional Anatomy, Chemosymbiosis and Evolution of The Lucinidae. Special
Publications penyunt. London: Geological Society.
158
View publication stats
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016
Download