karakteristik wanita yang bekerja di sektor informal serta

advertisement
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN TINGKAT
KEMANDIRIAN KABUPATEN JEMBER
Achmad Qosjim
Staf Pengajar Jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Ahmad Kholil Nurhadi
Alumni Jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Abstract
Based on the analysis it can be concluded that the ability of local revenue to total
revenue is still very small. It can be caused by the high contribution of the central
government to Jember. So it can be said Jember still not independent.
Keywords: PAD and Local Self-Reliance
1. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah beserta
masyarakat bersama untuk mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada
dimana kelanjutannya terciptanya integritas antara pemerintah daerah dengan swasta untuk
membuka lapangan kerja baru sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi daerah dapat
tercapai. Ciri pembangunan suatu daerah atau wilayah ditunjukan oleh sumbangan masingmasing sektor ekonomi secara utuh.
Penyerahan kewenangan pemerintahan pusat kepada daerah disertai dengan
kewenangan pengelolaan keuangan. Pemerintah daerah harus memiliki sumber-sumber
penerimaan sendiri untuk membiayai pengeluaran (Simanjuntak dalam Prosoding, 1999:20).
Penerimaan daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah, sedangkan
pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih. Penerimaan daerah ditunjukan dengan besaran Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang dimiliki masing-masing daerah. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu
kriteria penting untuk mengetahui dan mengukur secara nyata kemampuan daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah.
Kenyataannya pelaksanaan otonomi daerah masih tidak sesuai dengan konsep.
Pelaksanaan dan pengembangan jasa publik masih mengandalkan subsidi dari pemerintah
pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini seharusnya dibiayai oleh pemerintah
daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu Pemerintah Daerah yang
mengandalkan Dana Alokasi Umum untuk pembangunan daerahnya adalah Kabupaten
Jember. Hal ini dikarenakan kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap PDRB masih
sangat rendah.
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Jember terhadap PDRB masih sangat rendah. Pada
tahun 2006 kontribusi PAD terhadap PDRB Kabupaten Jember hanya 6,5% dan meningkat
menjadi 8% pada tahun 2007. Kontribusi PAD Kabupaten Jember terhadap PDRB semakin
249
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
meningkat pada tahun 2008 mencapai 9,8%. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendapatan asli
daerah berpotensi untuk meningkat. Peningkatan pendapatan asli daerah yang terus-menerus
dapat menjadikan Kabupaten Jember mandiri dari sisi keuangan.
Potensi untuk menjadi kabupaten yang mandiri merupakan target realistis Kabupaten
Jember. Hal ini didukung oleh posisi Kabupaten Jember sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
kawasan timur Propinsi Jawa Timur. Secara sosial ekonomi Kabupaten Jember menjadi pusat
pelayanan jasa-jasa terutama jasa pemerintahan (government services), secara ekonomidemografi menjadi pusat kegiatan ekonomi atau aglomerasi dan pusat konsentrasi penduduk
yang mempunyai potensi pasar yang kuat bagi hasil-hasil produksi terutama bahan mentah
dari sektor pertanian. Peran PAD yang masih sangat kecil berpengaruh terhadap pendapatan
total Kabupaten Jember.
Pendapatan total yang besar akan menjadi kecil dengan melihat pendapatan per kapita
kabupaten Jember. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk kabupaten Jember mencapai 2.313.100 jiwa dengan
pendapatan per kapita Rp. 5537640.9 dan mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar
2.320.844 jiwa dengan pendapatan per kapita Rp. 5798232.9.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kemampuan
Pendapatan Asli Daerah dan tingkat kemandirian Kabupaten Jember di era otonomi.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian dengan pendekatan analisis
diskriptif komparatif-kuantitatif yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk memecahkan
masalah yang terjadi saat ini melalui analisa tentang hubungan sebab akibat yakni yang
memiliki faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang
diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan faktor lainya (Surakhmad, 1990: 139).
Penelitian ini juga bertujuan menghasilkan suatu generalisasi dari realita yang berkembang
melalui suatu metode pemikiran (Sumanto, 1995: 12).
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dinamika pendapatan asli
daerah, penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah kabupaten Jember sejak
dilaksanakanya otonomi daerah yaitu pada tahun 2000- 2009.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Jember dengan pertimbangan
Kabupaten Jember memiliki struktur perekonomian hampir sama dengan struktur
perekonomian dikebanyakan Kabupaten-kabupaten di Indonesia yaitu struktur ekonomi
agraris. Disamping itu sebagai pusat pengembangan wilayah Jawa Timur bagian timur,
dengan potensi sumber daya alam yang cukup melimpah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tentang penerimaan dan
pengeluaran daerah pada tahun 2000/2001 - 2008/2009. Data tersebut diperoleh dari berbagai
instansi yang terdapat di wilayah Kabupaten Jember seperti Bappeda Kabupaten Jember,
Kantor BPS, Kantor Kas, Perbendaharaan Negara (KPKN) dan Kantor Pelayanan PBB.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah dalam menjalankan otonomi daerah,
salah satunya bisa di ukur melalui kinerja / kemampuan keuangan daerah. Dengan
menggunakan metode Rasio Keuangan Daerah sebagai berikut :
b) Derajat desentralisasi fiskal
Kemandirian daerah disini dimaksud adalah kemampuan pendapatan daerah seperti
PAD, dalam membiayai pengeluaran daerah seperti pengeluaran rutin dan pengeluaran
250
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
pembangunan. Menurut Halim,(2001) parameter yang digunakan untuk mengukur
tingkat kemandirian daerah adalah derajat kemandirian daerah, yaitu parameter untuk
mengukur seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah dalam memenuhi
kebutuhan daerah Halim,(2001) dengan menggunakan rasio sebagai berikut:
c) Kebutuhan fiskal
Yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi
pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka kebutuhan fiskal suatu daerah
semakin besar. Pengukuran dengan menghitung rata-rata kebutuhan fiskal standar se
propinsi, dengan formula sebagai berikut :
SKF =Jumlah pengeluaran daerah / jumlah penduduk/ Jumlah kabupaten
Kemudian menghitung Indeks Pelayanan Publik per kapita(IPP) masing masing
pemerintah kota : dengan formula sebagai berikut:
PPP = pengeluaran Aktual perkapita untuk jasa publik ( jumlah pengeluaran
pembangunan dan pengeluaran rutin)
Semakin tinggi hasilnya, maka kebutuhan fiskal suatu daerahsemakin besar.
d) Kapasitas fiskal (Fiskal capacity )
Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan dana bagi hasil
yang diserahkan kepada pemerintahdaerah guna membiayai pendanaan daerah dengan
penilaian,apabila kapasitas fiskal (PAD + dana Bagi hasil) lebih besar daripengeluaran
(kebutuhan fiskal) maka potensi untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup
bagus tanpa ada bantuan dari pemerintah pusat. Indikator yang digunakan adalah
sebagai berikut :
3. Hasil Analisis dan Pembahasan
3.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Jember
Kabupaten Jember mempunyai potensi dan permasalahan yang menyangkut aspek
social dan ekonomi. Kedua aspek tersebut secara langsung dan tidak langsung akan
mempengaruhi perkembangan Kabupaten Jember secara keseluruhan. Pengaruh tersebut
terutama yang berkaitan dengan ketergantungan dengan kota-kota lain yang ada disekitarnya.
Kondisi ekonomi Kabupaten Jember dapat dilihat dari besarnya Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang diperoleh Kabupaten Jember sendiri. Besarnya PDRB Kabupaten Jember
dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
251
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember
Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2009
No
Lapangan Usaha
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Galian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik,Gas dan Air Bersih
5
Bangunan
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
7
Pengangkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, Persewaan Bangunan & Jasa Perush
9
Jasa-jasa
Jumlah
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
PDRB (%)
45,63
3,95
7,26
0,79
3,17
19,02
4,10
6,25
9,83
100,00
Berdasarkan tabel 1 diketahui PDRB Kabupaten Jember cukup bagus nilainya. Sektor
pertanian merupakan penyumbang utama PDRB Kabupaten Jember. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya pendapatan sektor pertanian paling besar yaitu sebesar 45,63% dari total
keseluruhan PDRB. Penyumbang terbesar setelah sektor pertanian adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran yaitu sebesar 19,02% dari total keseluruhan PDRB. Penyumbang terkecil
PDRB Kabupaten Jember adalah sektor Listrik,Gas dan Air bersih yang besarnya adalah
0,79% dari seluruh jumlah PDRB. Sektor pertanian menjadi penyumbang utama PDRB
Kabupaten Jember karena penduduk Kabupaten Jember lebih banyak bekerja di sektor
pertanian, selain itu juga Kabupaten Jember mempunyai areal sawah yang cukup luas dan
subur terutama diwilayah Kabubapen Jember bagian selatan. Sedangkan sector perdagangan,
hotel dan restoran menjadi penyumbang kedua karena Kabupaten Jember mempunyai banyak
tempat-tempat wisata yang bagus sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang ke
Kabupaten Jember sehingga dapat meningkatkan pendapatan Kabupaten Jember.
3.2. Pertumbuhan PAD Kabupaten Jember
Untuk mengetahui desentralisisasi fiskal salah satu indikator yang digunakan adalah
perbandingan antara pendapatan asli daerah dengan jumlah pendapatan total. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemapuan pendapatan asli daerah terhadap
pendapatan total daerah. Secara umum, kabupaten Jember masih memiliki pendapatan asli
daerah yang sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah pendapatannya. Perbandingan PAD
dengan penerimaan total ditunjukkan table 2.
252
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
Tabel 2 Perbandingan PAD dengan Penerimaan Total
PAD
Total Penerimaan Daerah
Tahun
(juta rupiah)
(juta rupiah)
2000
78.706
12.962
2001
26.437
48.090
2002
38.184
58.633
2003
37.592
64.506
2004
41.520
66.278
2005
51.522
72.052
2006
66.951
103.00
2007
87.930
111.445
2008
136.525
138.291
2009
146.549
133.873
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
Rasio %
6
5,4
6,5
5,8
6,2
7,1
6,4
8
9,8
10,9
Berdasarkan table 2 menunjukkan bahwa kemampuan finansial Pemerintahan
Kabupaten Jember dalam membiayai kebutuhan anggaran belanja daerahnya serta
perbandingannya dengan peranan sumbangan dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, dapat dianalisis dengan membandingkan rasio Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Sebagai perbandingannya
diukur pula rasio Sumbangan dan Bantuan (B) pemerintah pusat terhadap Total Penerimaan
Daerah serta rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHP) terhadap Total Penerimaan
Daerah.
Berdasarkan perhitungan Tabel 4.2, terlihat bahwa secara umum sumbangan
pendapatn asli daerah terhadap total pendapatan Kabupaten Jember selama periode
pengamatan adalah sangat rendah. Proporsi PAD terhadap total penerimaan (TPD) berkisar
antara 5,5% sampai dengan 9,9%. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap
pemerintah pusat masih relatif besar, lebih dari 90%. Namun demikian masih relatif kecil jika
dibandingkan rata-rata nasional (antara 94%-95%).
Rasio ketergantungan pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan di Kabupaten
Jember dapat dikatakan semakin menurun. Penurunan ketergantungan ini terlihat pada rasio
antara pendapatan asli daerah dengan total pendapatan yang mencapai 10,9% pada tahun
2009. Hal ini mengindikasikan sumbangan pemerintah pusat pada Kabupaten Jember hanya
89,1%. Dibandingkan dengan tahun sebelum, ketergantungan kabupaten Jember terhadap
pemerintah pusat mencapai 90,2%
Ketergantungan Pemerintah Daerah Jember terhadap Pemerintah Pusat masih sangat
dominan. Dominasi puemerintah pusat kepada daerah dari sisi finansial tidak dapat lepat dari
tidak mampunya pemerintah daerah dalam menambah pendapatan aslinya. Ketergantungan ini
membuat beban anggaran pusat semakin meningkat. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat
menjadi daerah yang mandiri dengan menggali potensi lokal yang ada.
Potensi yang dapat digali oleh pemerintah daerah seperti Kabupaten Jember adalah
potensi pada sektor pajak. Pajak menjadi salah satu penopang pendapatan terbesar bagi total
pendapatan daerah. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh dari sektor pajak maka beban
anggaran akan semakin kecil. Dana bagi hasil pajak dan bukan pajak antara pemerintah
daerah dan pemerintah pusat menjadi alternatif untuk dapat menggerakkan perekonomian
daerah melalui pengeluaran-pengeluaran yang bersifat efektif dan produktif.
253
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah berupa pungutan yang didasarkan pada
undang-undang dan dapat dipaksakan kepada subyeknya tanpa batas yang langsung dapat
ditunjukkan (Guritno, 2001, 181). Hal terpenting Menurut Guritno, belum tentu si pembayar
pajak adalah pihak yang akhirnya menderita beban pajak tersebut. Karena ada kemungkinan
pajak tersebut dapat dilimpahkan kepada Pihak lain. Sedangkan pihak yang menderita karena
membayar pajak disebut tax impact.
Seiring dengan perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dari tahun
ke tahun, maka dibutuhkan toleransi masyarakat dalam membayar pajak untuk membiayai
pengeluaran pemerintah tersebut. Tingkat toleransi tersebut merupakan kendala bagi
pemerintah untuk menarik pungutan pajak. Dalam teorinya. Peacock dan Wiseman (Guritno,
2001, 173) mengatakan bahwa "perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak yang
semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak
menyebabkan pengeluaran pemerintah juga meningkat. Oleh karena itu dalam keadaan
normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah juga semakin besar, begitu
pula pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar". Besarnya pengeluaran pemerintah tidak
sebanding dengan pendapatan dari sektor pajak. Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Terhadap Total Penerimaan Daerah Jember ditunjukkan tabel 3
Tabel 3
Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Terhadap
Total Penerimaan Daerah Jember
Bagi Hasil Pajak dan
Total Pendapatan Daerah
Tahun
Bukan Pajak (Juta
(Juta Rupiah)
Rupiah
2000
25.305
12.962
2001
27.709
48.090
2002
28.557
58.633
2003
35.577
64.506
2004
36.784
66.278
2005
37.389
72.052
2006
45.576
103.007
2007
55.446
111.445
2008
62.165
138.291
2009
70.622
133.873
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
Rasio %
7,3
5,7
4,8
5,5
5,5
5,1
4,4
4,9
4,4
5,2
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui dana bagi hasil yang diterima oleh pemerintah
daerah dari pemerintah pusat sangat sedikit. Untuk Kabupaten Jember, kisaran dana bagi hasil
pajak dan bukan pajak berkisar antara 4%-7%. Nilai ini sangat sedikit sekali apabila
dibandingkan dengan pendapatan total daerah. Disisi lain pengeluaran untuk pembangunan
dan untuk pengeluaran rutin semakin meningkat. Hal ini menjadi indikasi bahwa dana bagi
hasil tidak memiliki potensi meningkatkan kemandirian daerah Jember.
Perubahan dalam bentuk hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan
implikasinya terhadap pengelolaan keuangan daerah telah melahirkan berbagai persepsi.
Sementara pihak meragukan kemampuan daerah, baik dari segi kesiapan sumberdaya manusia
maupun perangkat pendukungnya, sementara yang lain berpandangan bahwa saat pemerintah
daerah bisa menunjukan kemampuannya sebagai pelayan masyarakat dengan lebih baik
254
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
dibanding sebelumnya. Ekses lain adalah keterbukaan atas informasi yang semakin luas
sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh pernerintah daerah dapat diamati oleh masyarakat,
terutama melalui peran media masa dan LSM (Halirn, 2004).
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tugas pemerintah adalah menyediakan
barang publik yang pembiayaannya melalui berbagai sumber, khususnya pajak. Dengan
kondisi kemampuan keuangan antar daerah berbeda, maka adanya sistem keuangan negara
yang dapat menjamin kelancaran pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh.
Alokasi tugas tersebut membawa konsekuensi pada perimbangan keuangan pemerintah pusat
dan daerah, terkait dengan kenyataan pada derajat otonomi yang tinggi (Suparmoko, 2002).
Berhubungan dengan pembiayaan pemerintahan di daerah, maka perlu diketahui
pendapatan yang pasti agar ada kepastian mengenai pelaksanaan dan keinginan kegiatan
pemerintahan di daerah. Perimbangan keuangan ini merupakan suatu sistem pembiayaan
dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan pemerintah pusat dan
daerah. Selain itu juga merupakan pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis,
adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan
dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelengaraan kewenangan
tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Melalui dana perimbangan,
pemerintah daerah akan memperoleh alokasi dana besar sebagai konsekuensi otonomi daerah.
Tugas-tugas yang selarna ini secara sentralistik menjadi tugas pemerintah pusat kini menjadi
tugas pemerintah daerah. Oleh karena itu pembiayaan untuk pelaksanaan tugas-tugas tersebut
harus juga dialokasikan ke daerah melalui mekanisme perimbangan keuangan tersebut.
Artinya pemerintah daerah harus meningkatkan mutu pengelolaan keuangan. Rasio
Sumbangan Pemerintah Pusat Terhadap Total Pendapatan Daerah Jember ditunjukkan tabel 4.
Tabel 4 Rasio Sumbangan Pemerintah Pusat Terhadap Total Pendapatan Daerah
Jember
Sumbangan Pemerintah Pusat (Juta
Total PAD
Tahun
Rasio %
Rupiah)
(Juta Rupiah)
2000
2.69356
1.29627
20.7
2001
4.18331
4.80901
86.9
2002
4.41151
5.86339
75.2
2003
5.15057
6.45060
79.8
2004
5.09819
6.62786
76.9
2005
5.94424
7.20523
82.4
2006
7.76445
1.03007
75.3
2007
9.69559
1.11445
86.9
2008
1.08214
1.38291
78.2
2009
1.12156
1.33873
83.7
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
Berdasarkan abel 4 menunjukkan bahwa ketergantungan pemerintah Kabupaten
Jember terhadap dana dari pemerintah pusat masih sangat tinggi. Ketergantungan pada
pemerintah pusat berkisar 75%-86%. Hal ini mengakibatkan Kabupaten Jember menjadi
kabupaten yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Kabupaten Jember masih sulit
untuk menjadi kabupaten mandiri.
Untuk menjadi kabupaten yang mandiri, kabupaten Jember harus melihat kebutuhan
fiscal. Kebutuhan fiscal merupakan tolak ukur kebutuhan pendanaan daerah untuk
melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka kebutuhan fiskal
255
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
suatu daerah semakin besar. Pengukuran dengan menghitung rata-rata kebutuhan fiskal
standar se propinsi. Kebutuhan Fiskal Kabupaten Jember ditunjukkanh tabel 5.
Tabel 5 Kebutuhan Fiskal Kabupaten Jember
Tahun
Kebutuhan Fiskal (Juta Rupiah)
2000
83.291934
2001
83.808696
2002
84.328650
2003
84.808134
2004
85.460784
2005
86.024172
2006
87.576092
2007
87.897800
2008
88.192072
2009
89.130966
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
Rasio (%)
1
0.006166
0.006166
0.005654
0.007637
0.006549
0.017721
0.00366
0.003337
0.010534
Berdasarkan table 5 menunjukkan bahwa kebutuhan fiscal kabupaten Jember secara
umum semakin meningkat. Hal ini terlihat dari tren positif kebutuhan fiskal. Kebutuhan fiskal
yang semakin besar mengindikasikan pengeluaran semakin meningkat. Peningkatan
pengeluaran yang tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima akan mengakibatkan
ketimpangan. Hal ini membuat pemerintah kabupaten Jember melihat kemampuan daerahnya
dalam mendapatkan pendapatan asli daerah. Hal ini biasa disebut dengan Kapasitas Fiskal.
3.3. Pembahasan Hasil Penelitian
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jember pada tahun 2012 melebihi rata-rata
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Sektor pertanian masih dominan. Dalam laporan
keterangan pertanggungjawabannya, Djalal menyatakan, membaiknya perekonomian global
yang dibarengi stabilnya kondisi perekonomian domestik yang ditandai dengan terkendalinya
tingkat inflasi, memengaruhi pertumbuhan ekonomi Jember. "Pada kurun waktu 200-2012,
pertumbuhan ekonomi secara umum menunjukkan 'ascending economic grwoth trend' atau
tren pertumbuhan ekonomi yang terus menaik.
Ekonomi Jember bahkan mengalami percepatan. Tahun 2009, pertumbuhan ekjonomi Jember
5,55 persen. Tahun 2010, angka pertumbuhan menjadi 6,04 persen. Tahun 2011, pertumbuhan
mencapai 7 persen, dan pada 2012 lalu, sudah mencapai 7,35 persen. Pertumbuhan tahun
2012, menurut Djalal, lebih cepat dibanding Jatim yang mencapai 7,27 persen. Dari kinerja
ekonomi tersebut, struktur masih didominasi oleh tiga sektor utama, yakni pertanian 37,46
persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 25,17 persen, dan sektor industri pengolahan
10,81 persen. Ketiganya memberikan kontribusi 73,44 persen.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami percepatan pertumbuhan tertinggi
yakni sebesar 10,66 persen. Sektor ini disusul sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar
9,93 persen, sektor jasa sebesar 8,87 persen, sektor penggalian 4,29 persen, dan sektor
pertanian hanya mengalami percepatan pertumbuhan 3,63 persen. Sementara PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) per kapita tahun 2012 mencapai Rp 12.101.945. Lebih besar
dibandingkan tahun 2011 yang mencapai Rp 10.839.754," kata Djalal. Artinya, ada
peningkatan PDRB per kapita 11,74 persen.
256
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
Di lain sisi, laju inflasi di Jember dalam kurun waktu 2008-2011 cenderung turun.
Tahun 2008, inflasi Jember 11,10 persen, dan 2011 tinggal 4,93 persen. "Bila dibandingkan
dengan tren pendapatan per kapita yang mencapai 11,74 persen, maka dapat diartikan bahwa
rata-rata pertambahan pendapatan masyarakat Jember selalu lebih tinggi daripada rata-rata.
Pembangunan di Kabupaten Jember mengalami kemajuan signifikan. Terutama dalam bidang
ekonomi. Majunya pertumbuhan ekonomi di Jember ini, berdasarkan data dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Jawa Timur, yang menyebutkan
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jember , pada tahun 2012 melebihi pertumbuhan yang
ada di Jawa Timur.
Pemkab Jember sangat mengharapkan sekali adanya masukan dari masyarakat luas,
guna menentukan arah pembangunan Kabupaten Jember pada tahun 2014 mendatang. Hasil
dari musrenbang nantinya akan kami masukan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD), guna dijadikan landasan dalam menyusun Rencana Anggran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) tahun 2014 mentang, Sejak tahun 2008-2009, kemajuan perekonomian
Kabupaten. Jember mulai merangkak naik. Bakan pada tahun 2009-2013, pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Jember, telah melampaui Provinsi Jawa Timur. “Utamanya yang ada di
wilayah perkotaan, sehingga rencana pertubuhan ekonomi pada tahun 2014, bisa dituangkan
dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2014. Kondisi perekonomian global
dunia yang semakin hari semangkin tidak menentu. Namun dengan adanya stabilitas
pertembuhunan ekonomi yang cukup baik, maka Indonesia masih dianggap pertumbuhan
ekonominya cukup bagus , stabil dan tumbuh di atas enam persen di tengah kelesuan
perekonomian global khususnya yang ada di Asia.
Pada tahun 2014 yang akan datang, ada 12 isu strategi nasional di Jatim yang harus
kita lakukan ,dan ini kami nilai cukup tinggi. Yaitu salah satunya penanganan kemiskinan dan
pengangguran, setelah itu, Peningkatan produktifitas sektor pertanian dalam pencapian
ketahanan pangan, industrialisasi dan pengembangan lapangan pekerjaan yang berkualitas
serta peningkatan investasi daerah.
Pertumbuhan ekonomi di Jember pada tahun 2012 cukup tinggi yakni mencapai 7
persen, bahkan sudah melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6 persen.
Pertumbuhan ekonomi di Jember terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
seiring dengan meningkatnya produktivitas dari sektor perdagangan, pembangunan hotel dan
restoran, Beberapa faktor penyumbang angka produktivitas pertumbuhan ekonomi di Jember
antara lain perdagangan, hotel dan restoran, kemudian industri pengolahan, pengangkutan dan
komunikasi, listrik gas dan air bersih, jasa-jasa perusahaan, pertambangan dan galian, serta
pertanian.
Pergerakan bisnis di kawasan kota seperti Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada,
Jalan Sultan Agung, dan Jalan PB Sudirman terus melaju pesat dengan berdirinya beragam
usaha di jalan protokol itu. Pertumbuhan hotel di Jember, lanjut dia, angka produk domestik
regional brutonya (PDRB) tahun 2009 sebesar 4 persen, kemudian tahun 2010 meningkat
sekitar 7 persen, dan tahun 2011 meningkat tajam mencapai angka 15 persen. Dengan
semakin berkembangnya produktivitas dan seiring pertumbuhan beberapa pertokoan modern,
serta perhotelan maka diprediksi angka pertumbuhan ekonomi di Jember tahun depan akan
meningkat,
257
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan pendapatan asli
daerah terhadap total pendapatan daerah masih sangat kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh
tingginya sumbangan pemerintah pusat kepada Kabupaten Jember. Sehingga dapat dikatakan
Kabupaten Jember masih belum mandiri.
Daftar Pustaka
Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi (BPFE). Yogyakarta
Arsyad. Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daarah.
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE). Yogyakarta
Bahl, Roy W. 2000. China: Evaluating the Impact of Intergovernmental Fiscal Reform to
Fiscal Decentralization in Developing Countries. Edited by Richard M. Bird and
Francois Vaillancourt, United Kingdom: Cambridge University Press.
BPS Kabupaten Jember. 2008. PDRB Kabupaten Jember
Depdagri. 1993. Tap MPR RI No.II/MPR/1988 tentang GBHN. Jakarta: Percetakan RI.
Depdagri. 1999. Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan antar
PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta: Percetakan RI.
Depdagri. 2004. Undang-undang Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: Percetakan
RI.
Depdagri. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13. Jakarta: Percetakan RI.
Devas, N. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta. UI Press.
Dumairi. 1987. Kausalitas Antara Uang Beredar dan Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. No. 2. ha13-14.
Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometrics.3 Edition. MacGraw-Hill International Edition.
Halim, Abdul. 2001. Analisis Diskriptif Pengaruh Fiscal Stress pada APBD Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. KOMPAK. STIE YO. Yogyakarta. Hal:127146
Irawan, dan Suparmoko. 1987. Ekonomi Pembangunan. Yogya : Liberty.
Jhingan , ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
258
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
Kabupaten Jember. 2008. Profil dan Potensi Kabuparen Jember.
Kaho, J.R. 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia : Identifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. Fiscal Decentralization and Economic Grwoth in China.
Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. Hal : 1-21.
Nuryasman. 1996. Pengembangan Konsep Pusat Pertumbuhan Terhadap Wilayah Kepulauan
Indonesia. Jakarta. Media Ekonomi Trisakti
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional. Padang. Badouse Media.
Simanjuntak, Payaman, 1998, Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Edisi 2001,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan. l999. Pemberdayaan Rakyat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sukirno, Sadono. 1948. Pe.:gantar Teori lviakroekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Fersada.
Syamsi, ibnu. 1984. Dasar-Dasar Kebijakan Keuangan Negara. Yogyakarta. Rineka Cipta
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta. LP3ES.
Wijayanti, Kencana Sari. 1996. Tingkat Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Daerah Tangkat II Situbondo !983-1992. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Jember: FEUNEJ.
Wong, John D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local
Government Capacity. Journal of Public Budgeting., Accounting and Financial
Management. Fall. 16.3. Hal : 413 - 423.
259
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
260
Download