TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA

advertisement
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKARA
TINDAK PIDANA PEMERASAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
JURNAL ILMIAH
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada
Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi
Surakarta
Oleh :
NAMA
: SHEYLI NUR MP
NIM
: 14101120
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2016
1
ABSTRAKSI
Salah satu bentuk kejahatan adalah tindak pidana pemerasan, yang dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja yang berakibat buruk bagi korban dan juga masyarakat.
Sedemikian buruk akibat yang ditimbulkan pelaku pemerasan sehingga pelaku
pemerasan diberikan hukuman yang berat, sehingga pelaku pemerasan berpikir untuk
tidak mengulangi perbuatannya.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan sanksi pidana
pemerasan dan mengkaji kesesuaian putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta.
Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis penelitian yaitu
pendekatan secara yuridis normatif. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Sumber
data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.. Alat pengumpulan data
menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.Teknik analisis data yang
digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sanksi pidana terhadap pelaku
dalam perkara Putusan Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt dalam surat dakwaan Penuntut
Umum memakai dakwaan tunggal yaitu pertama Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64
ayat (1) ke-1 KUHP dan dengan alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan oleh
penuntut Umum yaitu keterangan saksi/ saksi korban, petunjuk dan keterangan
terdakwa telah memenuhi syarat minimum pembuktian dan dari alat-alat bukti tersebut
menyatakan bahwa terdakwa bersalah telah menyalahi rumusan delik sebagaimana yang
telah diatur sebelumnnya dalam 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP
dan menyatakan Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan” dan
menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu, dengan pidan penjara selama 10
(sepuluh) bulan; Kesesuaian putusan hakim terhadap pemutusan putusan Nomor
199/Pid.B/2015/PN Skt terhadap pelaku tindak pemerasan kurang sesuai, karena masih
jauh di bawah pidana maksimum, sedangkan terdakwa walaupun sudah terus terang
mengakui menyesal terhadap perbuatannya, tetapi tindakan Terdakwa tidak dapat
dibenarkan secara hukum karena tindakan pemerasan tersebut sudah dilakukan berkalikali, dan apabila dikaitkan dengan jumlah tindak pidana pemerasan yang telah diputus
oleh Pengadilan Negeri Surakarta yang mengalami peningkatan, maka terbukti bahwa
putusan hakim dalam kasus pemerasan ini kurang memberikan efek jera bagi pelaku
tindak pidana pemerasan.
Keywords : penerapan sanksi pidana, pemerasan, putusan hakim
2
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai Negara hukum yang telah menentukan Pancasila sebagai falsafah dan
Undang Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara, maka semua aturan kenegaraan
harus bersumber atau dijiwai oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia,
dalam Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Sebagai Negara hukum, maka Indonesia dalam sistem ketatanegaraannya bertugas
untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat 1.
Rasa aman dan terbebas dari tekanan baik fisik maupun psikis merupakan hak
asasi yang tidak dapat ditawar lagi dalam pemenuhannya. Kebutuhan tersebut secara
tegas dilindungi oleh konstitusi hukum Indonesia. Pasal 28G UUD 1945
menegaskan bahwa, Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Ketika seseorang dalam kondisi dimana dia harus menjatuhkan pilihan atas
dua pilihan yang sulit, berada dibawah tekanan, sangat rentan untuk melakukan halhal yang pada akhirnya akan mencelakakan dirinya sendiri. Sebagai contoh
seseorang yang mempunyai aib pribadi yang kemudian diketahui oleh seseorang,
kemudian seseorang tersebut mengatakan bahwa akan membuka aibnya apabila dia
tidak menyerahkan sesuatu yang dikehendakinya. Jelas kondisi seperti ini
merupakan pilihan yang sulit. Contoh lain, seseorang yang harus mengaku
mempunyai hutang atau kewajiban padahal dia sendiri tidak merasa mempunyai
kewajiban seperti itu.
Dalam kondisi seperti itu, seseorang dapat dengan mudah melakukan
perbuatan yang semestinya tidak harus dilakukannya. Dalam contoh yang nyata
dimana seseorang harus membuat pernyataan bahwa dia telah melakukan perbuatan
tercela (zina, memperkosa dan sebagainya) kalau tidak maka dia harus menyerahkan
sejumlah uang kepada seseorang karena kalau tidak maka aibnya akan
disebarluaskan bahkan tidak menutup kemungkinan akan berujung pada peradilan
1
Edy Herdyanto, dkk, 2015, Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim
Mengabaikan Alibi Terdakwa Dalam Pembuktian di Persidangan. Verstek. Vol 3 No 1. Hal 1-2.
1
dimana pengakuannya merupakan bukti tertulis yang otentik, meski dibuat dibawah
tekanan.
Salah satu bentuk kejahatan adalah tindak pidana pemerasan, yang dapat
terjadi dimana saja dan kapan saja yang berakibat buruk bagi korban dan juga
masyarakat. Sedemikian buruk akibat yang ditimbulkan pelaku pemerasan sehingga
pelaku pemerasan diberikan hukuman yang berat, sehingga pelaku pemerasan
berpikir untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Pemerintah melalui aparat penegak hukum harus mencegah, menangkal dan
menanggulangi terjadinya tindak pidana pemerasan, dimana jajaran aparat penegak
hukum harus selalu siap melaksanakan tugasnya dalam memberantas tindak pidana
pemerasan. Tindak pidana pemerasan dapat digolongkan menjadi suatu tindak
pidana dimana perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan
atau menghambat akan terlaksananya pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan
adil.
Tindak pidana pemerasan dan pengancaman merupakan kejahatan yang
bukan asing lagi di telinga.Seperti yang terjadi di Kota Surakarta, kejahatan tersebut
mengalami peningkatan, di mana dari tahun 2012 Pengadilan Negeri Surakarta telah
memutus perkara tentang tindak pidana pada tahun 2012 sebanyak 1 kasus, tahun
2013 sebanyak 1 kasus dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 3
kasus 2 . Hal tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana pemerasan masih terus
dilakukan oleh masyarakat dan jumlahnya mengalami peningkatan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang
dibahas dalam penelitian antara lain:
1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana pemerasan di Pengadilan Negeri
Surakarta ?
2. Bagaimanakah kesesuaian putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta ?
2
http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pn-surakarta/periode/putus/2012-2015
2
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji penerapan sanksi pidana pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta.
2. Mengkaji kesesuaian putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pemerasan di
Pengadilan Negeri Surakarta.
D. Metode Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Pengadilan Negeri Surakarta.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian
deskriptif, yang menggambarkan tentang putusan hakim tentang tindak pidana
pemerasan yang terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta. Sumber data dalam
penelitian ini adalah sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Pengumpulan data dengan
mempelajari, mengkaji buku-buku ilmiah, literatur-literatur, dan peraturan-peraturan
yang ada kaitannya atau berhubungan dengan penelitian ini.
Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
kualitatif dengan model interaktif yaitu data yang terkumpul akan dianalisa melalui
tiga tahapan, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian akantahap
tersebut, sehingga data yang terkumpul berhubungan dengan data yang lainnya 3. Di
dalam penelitian kualitatif proses analisis biasanya dilakukan secara bersamaan
dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Tiga komponen utama yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Paparan Kasus
Identitas Terdakwa
Pengadilan Negeri Surakarta yang mengadili perkara pidana dengan acara
pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama, menjatuhkan putusan dalam
perkara Terdakwa
3
a. Nama Lengkap
: AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT;
b. Tempat lahir
: Wonogiri
HB. Sutopo, 2002, Pengantar Metodologi Penelitian, UNS Press. Surakarta, Hal 98
3
c. Umur atau tanggal lahir
: 45 Tahun / 25 Agustus 1970
d. Jenis kelamin
: Laki-laki .
e. Kebangsaan
: Indonesia.
f. Tempat tinggal
: Jalan Saharjo SH Gg Wetan II RT 003 RW 006,
Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kota Surakarta;
g. Agama
: Islam
h. Pekerjaan
: Swasta
Tuntutan Penuntut Umum
a. Menyatakan Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“pemerasan secara berlanjut” sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal
368 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP;
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1
(satu) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan
perintah agar Terdakwa tetap ditahan;
c. Menyatakan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) unit HP merk Nokia warna merah beserta 1 (satu) buah kartu
perdana nomor panggil 087836057822 dan uang tunai sebesar Rp
500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dikembalikan kepada pemiliknya yaitu
saksi LILIES TRI ROHANI;
2) 1 (satu) unit HP merk Evercoss type C17 warna hitam beserta 1 (satu)
buah kartu perdana nomor panggil 0877735164448, dikembalikan kepada
pemiliknya yaitu Terdakwa;
d. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp
2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);
Dakwaan Penuntut Umum
Bahwa ia Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT antara
bulan Juli 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015 atau setidak-tidaknya pada
suatu waktu masih dalam tahun 2015, bertempat di sekitar terminal bus
Tirtonadi Surakarta, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, telah dengan
4
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud
hendak memiliki dengan melawan hak untuk menyerahkan sesuatu benda yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, maupun untuk
mengadakan hutang atau meniadakan piutang yang dilakukan secara berlanjut,
yaitu terhadap saksi LILIES TRI ROHANI, SPd., yang dilakukan dengan caracara sebagai berikut :
Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, berawal
antara Terdakwa dengan saksi LILIES TRI ROHANI, SPd., menjalin hubungan
asmara secara diam-diam karena saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. sudah
memiliki suami, di mana pada akhirnya saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.
memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut karena merasa sangat berdosa
kepada suaminya dan meminta maaf kepada suaminya.
Bahwa mengetahui hal tersebut Terdakwa menjadi sangat emosi karena
tidak setuju kalau hubungan tersebut putus, sebab dari awal hubungan,
Terdakwa merasa dapat memanfaatkan saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. untuk
dapat diminta uangnya, sehingga Terdakwa menjadi sangat emosi dan Terdakwa
merencanakan meminta uang kepada saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. dengan
cara menakuti saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. bahwa Terdakwa memiliki
foto-foto bugil saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. dan akan diperlihatkan ke
dinas di mana saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. bekerja;
Bahwa mengetahui hal tersebut saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.
menjadi sangat ketakutan dan merasa terancam pekerjaannya, dan hal itu
dimanfaatkan oleh Terdakwa yaitu Terdakwa meminta uang secara paksa
kepada saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. di mana sebelumnya Terdakwa sms
melalui handphoneyg salah satu kalimatnya adalah “Gatel, liat aja besok dinas
tak dudohi fotomu bugil, tunggunen wae, ojo dikiro kowe bisa sombong, tunggu
aja kehancuranmu” di mana Terdakwa menggunakan handphone evercoss warna
hitam dengan nomor kartu 087735164448 sedangkan saksi LILIES TRI
ROHANI, SPd. menggunakan handphone nokia warna merah dengan nomor
kartu 08783605782.
5
Bahwa karena saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. merasa ketakutan
tersebut sehingga saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. mau memenuhi permintaan
Terdakwa, yaitu Terdakwa meminta uang pada saksi LILIES TRI ROHANI,
SPd. agar ancaman tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa yang selanjutnya
saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.menyerahkan uang kepada Terdakwa di
sekitar terminal bus Tirtonadi Surakarta dengan janjian terlebih dahulu agar
tidak ketahuan suami saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.;
Bahwa saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.telah menyerahkan uang
tersebut sebanyak kurang lebih empat kali yaitu pertama uang sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), kedua uang sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah), ketiga uang sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) dan
keempat uang sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan uang tersebut
telah dipakai oleh Terdakwa untuk keperluan sehari-hari kecuali penyerahan
yang keempat tersebut masih disimpan Terdakwa, dan saksi LILIES TRI
ROHANI, SPd. dalam menyerahkan uang kepada Terdakwa tersebut sangat
terpaksa di bawah tekanan Terdakwa tersebut
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Menimbang, bahwa karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi
pidana, maka kepada Terdakwa juga harus dibebani untuk membayar biaya
perkara yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan;
Memperhatikan, Pasal 368 ayat (1) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
Mengadili
a. `Menyatakan Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT tersebut
di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Pemerasan”;
b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu, dengan pidana
penjara selama 10 (sepuluh) bulan;
c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
6
d. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
e. Menetapkan barang bukti berupa:
1) 1 (satu) unit HP merk Nokia warna merah beserta 1 (satu) buah kartu
perdana nomor panggil 087836057822 dan uang tunai sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dikembalikan kepada saksi
LILIES TRI ROHANI;
2) 1 (satu) unit HP merk Evercoss type C17 warna hitam beserta 1 (satu)
buah kartu perdana nomor panggil 0877735164448, dikembalikan
kepada Terdakwa;
f. Membebankan kepada Terdakwa agar membayar biaya perkara sebesar Rp
5.000,00 (lima ribu rupiah);
2. Penerapan Sanksi Pidana Pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta
Tindak pidana pemerasan merupakan suatu tindakan yang melanggar
hukum yang telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja
oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan
oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat
dihukum. Apabila seseorang melakukan tindak pidana maka perbuatannya
tersebut harus dipertanggungjawabkan. Dalam mempertanggungjawabkan
perbuatannya, maka terdakwa pada awalnya mendapatkan tuntutan dari penuntut
umum melalui surat dakwaan yang menjadi awal dari pemeriksaan perkara.
Surat dakwaan adalah dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam
sidang pengadilan sedangkan surat tuntutan adalah surat yang berisi tuntutan
penuntut umum terhadap suatu tindak pidana. Adapun jenis-jenis dakwaaan
yang dibagi menjadi 5 (lima) yaitu:
1. Dakwaan tunggal, yaitu hanya satu jenis tindak pidana saja yang di
dakwakan kepada terdakwa, yakni menlanggar ketentuan pasal tersebut.
2. Dakwaan komulatif, yaitu banyak dakwaan atau banyak pelanggaran
(banyak pasal).
3. Dakwaan alternatif, yaitu ada beberapa banyak dakwaan, tetapi hanya satu
yang harus dibuktikan tergantung dari hasil persidangan.
4. Dakwaan subsidaritas (bersusun), dakwaan yang bersusun yaitu dakwaan
primer (yang harus dibuktikan terlebih dahulu atau dari segi ancaman
7
pidana) dan dakwaan subsidair. Perkara yang sama tidak bisa dilakukan dua
kali berdasarkan fakta-fakta di persidangan atau beberapa tindak pidana.
5. Dakwaan gabungan (kombinasi) dari dakwaan komulatif, dakwaan alternatif
dan dakwaan subsidaritas.
Penuntut Umum harus membuat surat dakwaan dan surat tuntutan yang
membuat terdakwa suatu tindak pidana tidak dapat lolos dari jerat hukum.
Hakim dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang
dirumuskan di dalam surat dakwaan. Seseorang terdakwa hanya dapat dijatuhi
hukuman karena telah dibuktikan dalam persidangan bahwa ia telah melakukan
tindak pidana seperti apa yang disebutkan atau yang dinyatakan jaksa dalam
surat dakwaan. Penulis kemudian akan mengometari putusan Nomor
199/Pid.B/2015/PN Skt. secara umum, mulai dari dakwaan Penuntut Umum,
tuntutan Penuntut Umum, apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi syarat
pemidanaan atau belum.
Penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku dalam perkara Putusan
Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt dalam surat dakwaan Penuntut Umum memakai
dakwaan tunggal yaitu pertama Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1)
ke-1 KUHP. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa
bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana pemerasan ,
berdasarkan fakta-fakta baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa,
petunjuk serta barang bukti yang ada, maka penerapan hukum pidana materiil
pada perkara ini yakni Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah sesuai
dan tepat.
Hakim menjerat terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT
dengan ketentuan pidana sebagaimana yang termuat dalam dakwaan tunggal
yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal tersebut
didasarkan bahwa berdasarkan rentetan peristiwa terjadinya tindak pidana
sebagaimana yang telah dilakukan oleh terdakwa, dalam mewujudkan
kehendaknya terlihat adanya interaksi berupa paksaan antara terdakwa dan saksi
korban guna dalam tindak pidana pemerasan. Rentetan perbuatan sebagaimana
yang dilakukan oleh terdakwa sesuai rumusan Pasal 368 ayat (1) KUHP yaitu
bahwa : Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
8
orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun serta ketentuan Pasal 64 ayat (1)
KUHP menyatakan Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa
sehingga harus di pandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya
dikenakan satu aturan pidana, jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.
Tindak pidana pemerasan dengan ancaman hanyalah bertujuan untuk
mempermudah usaha Terdakwa untuk memperoleh sejumlah uang dari korban.
Dalam proses persidangan, terbukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak
pidana pemerasan yang disertai dengan ancaman yang dilakukan sama
sebagaimana yang termuat dalam surat dakwaan Penuntut Umum yang
menggunakan Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dari alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan oleh Penuntut Umum
yaitu keterangan saksi/ saksi korban, petunjuk dan keterangan terdakwa telah
memenuhi syarat minimum pembuktian dan dari alat-alat bukti tersebut
menyatakan bahwa terdakwa bersalah telah menyalahi rumusan delik
sebagaimana yang telah diatur sebelumnnya dalam 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal
64 ayat (1) ke-1 KUHP. Penerapan 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1)
KUHP mengatur mengenai pemerasan dan yang dilakukan sebagai suatu
perbuatan yang berlanjut sudah sangat bersesuaian dengan perbuatan terdakwa
yang tentunya harus dipertanggungjawabkan, sudah tepat.
3. Kesesuaian Putusan Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerasan
Pada dasarnya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana
pemerasan pada tahap penuntutan sudah cukup baik. Akan tetapi, masih
banyaknya penuntut umum yang menuntut rendah terhadap para pelaku tindak
pidana pemerasan, sangatlah menyakitkan bagi keluarga korban ataupun korban
itu sendiri. Hal ini sangat jauh dari rasa keadilan yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Padahal kalau dilihat dari akibat yang diderita korban sangat
9
tidak sebanding, si pelaku telah merusak sisi material dan psikologis korban.
Semestinya para pelaku tindak pidana pemerasan dituntut maksimal sehingga
akan menimbulkan efek jera dan mempunyai daya tangkal untuk yang lainnya.
Dalam tahap pemeriksaan di pengadilan, pada dasarnya penegakan
hukum terhadap pemberantasan tindak pidana pemerasan kurang efektif, karena
masih banyaknya majelis hakim yang memutus rendah terhadap para pelaku
tindak pidana pemerasan sehingga masih jauh dari rasa keadilan. Putusan hakim
memang
persoalan
independensi
hakim.
Namun,
para
hakim
harus
memperhatikan nilai-nilai keadilan yang tumbuh dalam masyarakat. Sebab,
hukum (kepastian) tidak bisa berjalan tanpa nilai keadilan. Keadilan juga tidak
bisa jalan tanpa hukum, keduanya harus berjalan beriringan. Meski demikian,
setiap putusan hakim seyogyanya dihormati karena setiap hakim memiliki
penilaian masing-masing terhadap suatu kasus dan ukuran nilai keadilan setiap
orang berbeda-beda.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan
rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa. Untuk menentukan
bahwa terdakwa terbukti bersalah atau tidak, hakim harus berpedoman pada
sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP sebagai
berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.”
Kesesuaian hukum dilihat dari penerapan hukum itu sendiri, dalam hal
menerapkan sanksi pasti harus mengacu pada aturan hukum yang ada sehigga
cita-cita dari hukum tersebut bisa tercapai, jika itu terjadi maka hukm tersebut
dianggap efektif karena sudah dijalankan sebaiknya-baiknya. Menurut Soerjono
Soekanto efektivitas adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai
tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum positif,
pada saat itu hukum mencapai sasaranya dalam membimbing ataupun merubah
perilaku manusia sehingga menjadi taat hukum 4.
4
Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Ramadja Karya, Bandung, hal 80
10
Pasal 368 ayat (1) KUHP dinyatakan sesuai apabila tindak pidana
pemerasan tersebut sudah berkurang dan apabila tindak pemerasan semakin
banyak maka dikatakan belum sesuai. Dan berdasarkan data tahun 2012
Pengadilan Negeri Surakarta telah memutus perkara tentang tindak pidana pada
tahun 2012 sebanyak 1 kasus, tahun 2013 sebanyak 1 kasus dan pada tahun 2015
mengalami peningkatan menjadi 3 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tindak pidana pemerasan masih terus dilakukan oleh masyarakat dan jumlahnya
mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan ketidak kesesuaian dengan
Pasal 368 a yat (1) KUHP belum sesuai
Dari sisi kesesuaian putusan hakim terhadap putusan perkara tindak
pidana pemerasan pada perkara kasus Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt, yang
menjatuhkan putusan kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 10
(sepuluh) bulan, dimana putusan hakim tersebut di bawah tuntutan dari penuntut
umum yang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun dan masih terpaut jauh dengan rumusan Pasal 368 ayat (1)
KUHP yang mengancam pelaku tindak pidana pemerasan dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun, sehingga menurut peneliti putusan hakim tersebut
juga belum sesuai karena belum memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana
pemerasan, walaupun sudah terus terang mengakui menyesal terhadap
perbuatannya, tetapi tindakan Terdakwa tidak dapat dibenarkan secara hukum
karena tindakan pemerasan tersebut sudah dilakukan berkali-kali tetapi putusan
hakim masih berada di bawah tuntutan penuntut umum.
F. DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2008. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra
Aditya Bhakti
Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Makasar : Rangkang Education
Bambang Purnomo. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia
Bismar Siregar. 1995. Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan. Jakarta : Gema Insani Press.
Chaidir Ali, 1987, Responsi Hukum Acara Perdata, Bandung : CV. Armico
11
E. Utrecht. 1986. Hukum Pidana I. Surabaya : Putaka Tinta Emas
Edy Herdyanto, dkk, 2015, Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas
Dasar Hakim Mengabaikan Alibi Terdakwa Dalam Pembuktian di Persidangan.
Verstek. Vol 3 No 1.
HB. Sutopo, 2002, Metodologi Penilitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya
dalam penilitian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press
Herlambang. 2007. Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta : Sinar Grafika.
Moeljatno, 2002 Asas-Asas Hukum Pidana. Jakata : Rineka Cipta.
M. Yahya Harahap. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika. Hal 348
PAF. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya.
Pontang Moerad,, 2007, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam.
Perkara Pidana, Bandung : PT. Alumni
Rusli Muhammad. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Jakarta : Raja
Grafindo Persada
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press.
__________________, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Ramadja
Karya, Bandung.
Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
Wirjono Prodjodikoro. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung : Refika
Aditama.
Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Internet
http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pn-surakarta/periode/putus/2012-2015
12
Download