TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : NAMA : SHEYLI NUR MP NIM : 14101120 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 1 ABSTRAKSI Salah satu bentuk kejahatan adalah tindak pidana pemerasan, yang dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang berakibat buruk bagi korban dan juga masyarakat. Sedemikian buruk akibat yang ditimbulkan pelaku pemerasan sehingga pelaku pemerasan diberikan hukuman yang berat, sehingga pelaku pemerasan berpikir untuk tidak mengulangi perbuatannya. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan sanksi pidana pemerasan dan mengkaji kesesuaian putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis penelitian yaitu pendekatan secara yuridis normatif. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.. Alat pengumpulan data menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sanksi pidana terhadap pelaku dalam perkara Putusan Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt dalam surat dakwaan Penuntut Umum memakai dakwaan tunggal yaitu pertama Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP dan dengan alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan oleh penuntut Umum yaitu keterangan saksi/ saksi korban, petunjuk dan keterangan terdakwa telah memenuhi syarat minimum pembuktian dan dari alat-alat bukti tersebut menyatakan bahwa terdakwa bersalah telah menyalahi rumusan delik sebagaimana yang telah diatur sebelumnnya dalam 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP dan menyatakan Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan” dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu, dengan pidan penjara selama 10 (sepuluh) bulan; Kesesuaian putusan hakim terhadap pemutusan putusan Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt terhadap pelaku tindak pemerasan kurang sesuai, karena masih jauh di bawah pidana maksimum, sedangkan terdakwa walaupun sudah terus terang mengakui menyesal terhadap perbuatannya, tetapi tindakan Terdakwa tidak dapat dibenarkan secara hukum karena tindakan pemerasan tersebut sudah dilakukan berkalikali, dan apabila dikaitkan dengan jumlah tindak pidana pemerasan yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta yang mengalami peningkatan, maka terbukti bahwa putusan hakim dalam kasus pemerasan ini kurang memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana pemerasan. Keywords : penerapan sanksi pidana, pemerasan, putusan hakim 2 A. Latar Belakang Masalah Sebagai Negara hukum yang telah menentukan Pancasila sebagai falsafah dan Undang Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara, maka semua aturan kenegaraan harus bersumber atau dijiwai oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia, dalam Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai Negara hukum, maka Indonesia dalam sistem ketatanegaraannya bertugas untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat 1. Rasa aman dan terbebas dari tekanan baik fisik maupun psikis merupakan hak asasi yang tidak dapat ditawar lagi dalam pemenuhannya. Kebutuhan tersebut secara tegas dilindungi oleh konstitusi hukum Indonesia. Pasal 28G UUD 1945 menegaskan bahwa, Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Ketika seseorang dalam kondisi dimana dia harus menjatuhkan pilihan atas dua pilihan yang sulit, berada dibawah tekanan, sangat rentan untuk melakukan halhal yang pada akhirnya akan mencelakakan dirinya sendiri. Sebagai contoh seseorang yang mempunyai aib pribadi yang kemudian diketahui oleh seseorang, kemudian seseorang tersebut mengatakan bahwa akan membuka aibnya apabila dia tidak menyerahkan sesuatu yang dikehendakinya. Jelas kondisi seperti ini merupakan pilihan yang sulit. Contoh lain, seseorang yang harus mengaku mempunyai hutang atau kewajiban padahal dia sendiri tidak merasa mempunyai kewajiban seperti itu. Dalam kondisi seperti itu, seseorang dapat dengan mudah melakukan perbuatan yang semestinya tidak harus dilakukannya. Dalam contoh yang nyata dimana seseorang harus membuat pernyataan bahwa dia telah melakukan perbuatan tercela (zina, memperkosa dan sebagainya) kalau tidak maka dia harus menyerahkan sejumlah uang kepada seseorang karena kalau tidak maka aibnya akan disebarluaskan bahkan tidak menutup kemungkinan akan berujung pada peradilan 1 Edy Herdyanto, dkk, 2015, Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi Terdakwa Dalam Pembuktian di Persidangan. Verstek. Vol 3 No 1. Hal 1-2. 1 dimana pengakuannya merupakan bukti tertulis yang otentik, meski dibuat dibawah tekanan. Salah satu bentuk kejahatan adalah tindak pidana pemerasan, yang dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang berakibat buruk bagi korban dan juga masyarakat. Sedemikian buruk akibat yang ditimbulkan pelaku pemerasan sehingga pelaku pemerasan diberikan hukuman yang berat, sehingga pelaku pemerasan berpikir untuk tidak mengulangi perbuatannya. Pemerintah melalui aparat penegak hukum harus mencegah, menangkal dan menanggulangi terjadinya tindak pidana pemerasan, dimana jajaran aparat penegak hukum harus selalu siap melaksanakan tugasnya dalam memberantas tindak pidana pemerasan. Tindak pidana pemerasan dapat digolongkan menjadi suatu tindak pidana dimana perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Tindak pidana pemerasan dan pengancaman merupakan kejahatan yang bukan asing lagi di telinga.Seperti yang terjadi di Kota Surakarta, kejahatan tersebut mengalami peningkatan, di mana dari tahun 2012 Pengadilan Negeri Surakarta telah memutus perkara tentang tindak pidana pada tahun 2012 sebanyak 1 kasus, tahun 2013 sebanyak 1 kasus dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 3 kasus 2 . Hal tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana pemerasan masih terus dilakukan oleh masyarakat dan jumlahnya mengalami peningkatan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta ? 2. Bagaimanakah kesesuaian putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta ? 2 http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pn-surakarta/periode/putus/2012-2015 2 C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji penerapan sanksi pidana pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Mengkaji kesesuaian putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta. D. Metode Penelitian Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif, yang menggambarkan tentang putusan hakim tentang tindak pidana pemerasan yang terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Pengumpulan data dengan mempelajari, mengkaji buku-buku ilmiah, literatur-literatur, dan peraturan-peraturan yang ada kaitannya atau berhubungan dengan penelitian ini. Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif dengan model interaktif yaitu data yang terkumpul akan dianalisa melalui tiga tahapan, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian akantahap tersebut, sehingga data yang terkumpul berhubungan dengan data yang lainnya 3. Di dalam penelitian kualitatif proses analisis biasanya dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Tiga komponen utama yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Paparan Kasus Identitas Terdakwa Pengadilan Negeri Surakarta yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama, menjatuhkan putusan dalam perkara Terdakwa 3 a. Nama Lengkap : AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT; b. Tempat lahir : Wonogiri HB. Sutopo, 2002, Pengantar Metodologi Penelitian, UNS Press. Surakarta, Hal 98 3 c. Umur atau tanggal lahir : 45 Tahun / 25 Agustus 1970 d. Jenis kelamin : Laki-laki . e. Kebangsaan : Indonesia. f. Tempat tinggal : Jalan Saharjo SH Gg Wetan II RT 003 RW 006, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta; g. Agama : Islam h. Pekerjaan : Swasta Tuntutan Penuntut Umum a. Menyatakan Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pemerasan secara berlanjut” sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP; b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan; c. Menyatakan barang bukti berupa : 1) 1 (satu) unit HP merk Nokia warna merah beserta 1 (satu) buah kartu perdana nomor panggil 087836057822 dan uang tunai sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dikembalikan kepada pemiliknya yaitu saksi LILIES TRI ROHANI; 2) 1 (satu) unit HP merk Evercoss type C17 warna hitam beserta 1 (satu) buah kartu perdana nomor panggil 0877735164448, dikembalikan kepada pemiliknya yaitu Terdakwa; d. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah); Dakwaan Penuntut Umum Bahwa ia Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT antara bulan Juli 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu masih dalam tahun 2015, bertempat di sekitar terminal bus Tirtonadi Surakarta, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, telah dengan 4 maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud hendak memiliki dengan melawan hak untuk menyerahkan sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, maupun untuk mengadakan hutang atau meniadakan piutang yang dilakukan secara berlanjut, yaitu terhadap saksi LILIES TRI ROHANI, SPd., yang dilakukan dengan caracara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, berawal antara Terdakwa dengan saksi LILIES TRI ROHANI, SPd., menjalin hubungan asmara secara diam-diam karena saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. sudah memiliki suami, di mana pada akhirnya saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut karena merasa sangat berdosa kepada suaminya dan meminta maaf kepada suaminya. Bahwa mengetahui hal tersebut Terdakwa menjadi sangat emosi karena tidak setuju kalau hubungan tersebut putus, sebab dari awal hubungan, Terdakwa merasa dapat memanfaatkan saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. untuk dapat diminta uangnya, sehingga Terdakwa menjadi sangat emosi dan Terdakwa merencanakan meminta uang kepada saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. dengan cara menakuti saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. bahwa Terdakwa memiliki foto-foto bugil saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. dan akan diperlihatkan ke dinas di mana saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. bekerja; Bahwa mengetahui hal tersebut saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. menjadi sangat ketakutan dan merasa terancam pekerjaannya, dan hal itu dimanfaatkan oleh Terdakwa yaitu Terdakwa meminta uang secara paksa kepada saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. di mana sebelumnya Terdakwa sms melalui handphoneyg salah satu kalimatnya adalah “Gatel, liat aja besok dinas tak dudohi fotomu bugil, tunggunen wae, ojo dikiro kowe bisa sombong, tunggu aja kehancuranmu” di mana Terdakwa menggunakan handphone evercoss warna hitam dengan nomor kartu 087735164448 sedangkan saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. menggunakan handphone nokia warna merah dengan nomor kartu 08783605782. 5 Bahwa karena saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. merasa ketakutan tersebut sehingga saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. mau memenuhi permintaan Terdakwa, yaitu Terdakwa meminta uang pada saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. agar ancaman tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa yang selanjutnya saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.menyerahkan uang kepada Terdakwa di sekitar terminal bus Tirtonadi Surakarta dengan janjian terlebih dahulu agar tidak ketahuan suami saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.; Bahwa saksi LILIES TRI ROHANI, SPd.telah menyerahkan uang tersebut sebanyak kurang lebih empat kali yaitu pertama uang sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), kedua uang sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), ketiga uang sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) dan keempat uang sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan uang tersebut telah dipakai oleh Terdakwa untuk keperluan sehari-hari kecuali penyerahan yang keempat tersebut masih disimpan Terdakwa, dan saksi LILIES TRI ROHANI, SPd. dalam menyerahkan uang kepada Terdakwa tersebut sangat terpaksa di bawah tekanan Terdakwa tersebut Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Menimbang, bahwa karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka kepada Terdakwa juga harus dibebani untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan; Memperhatikan, Pasal 368 ayat (1) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan; Mengadili a. `Menyatakan Terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan”; b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan; c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 6 d. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan; e. Menetapkan barang bukti berupa: 1) 1 (satu) unit HP merk Nokia warna merah beserta 1 (satu) buah kartu perdana nomor panggil 087836057822 dan uang tunai sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dikembalikan kepada saksi LILIES TRI ROHANI; 2) 1 (satu) unit HP merk Evercoss type C17 warna hitam beserta 1 (satu) buah kartu perdana nomor panggil 0877735164448, dikembalikan kepada Terdakwa; f. Membebankan kepada Terdakwa agar membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah); 2. Penerapan Sanksi Pidana Pemerasan di Pengadilan Negeri Surakarta Tindak pidana pemerasan merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum. Apabila seseorang melakukan tindak pidana maka perbuatannya tersebut harus dipertanggungjawabkan. Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka terdakwa pada awalnya mendapatkan tuntutan dari penuntut umum melalui surat dakwaan yang menjadi awal dari pemeriksaan perkara. Surat dakwaan adalah dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan sedangkan surat tuntutan adalah surat yang berisi tuntutan penuntut umum terhadap suatu tindak pidana. Adapun jenis-jenis dakwaaan yang dibagi menjadi 5 (lima) yaitu: 1. Dakwaan tunggal, yaitu hanya satu jenis tindak pidana saja yang di dakwakan kepada terdakwa, yakni menlanggar ketentuan pasal tersebut. 2. Dakwaan komulatif, yaitu banyak dakwaan atau banyak pelanggaran (banyak pasal). 3. Dakwaan alternatif, yaitu ada beberapa banyak dakwaan, tetapi hanya satu yang harus dibuktikan tergantung dari hasil persidangan. 4. Dakwaan subsidaritas (bersusun), dakwaan yang bersusun yaitu dakwaan primer (yang harus dibuktikan terlebih dahulu atau dari segi ancaman 7 pidana) dan dakwaan subsidair. Perkara yang sama tidak bisa dilakukan dua kali berdasarkan fakta-fakta di persidangan atau beberapa tindak pidana. 5. Dakwaan gabungan (kombinasi) dari dakwaan komulatif, dakwaan alternatif dan dakwaan subsidaritas. Penuntut Umum harus membuat surat dakwaan dan surat tuntutan yang membuat terdakwa suatu tindak pidana tidak dapat lolos dari jerat hukum. Hakim dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan di dalam surat dakwaan. Seseorang terdakwa hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah dibuktikan dalam persidangan bahwa ia telah melakukan tindak pidana seperti apa yang disebutkan atau yang dinyatakan jaksa dalam surat dakwaan. Penulis kemudian akan mengometari putusan Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt. secara umum, mulai dari dakwaan Penuntut Umum, tuntutan Penuntut Umum, apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi syarat pemidanaan atau belum. Penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku dalam perkara Putusan Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt dalam surat dakwaan Penuntut Umum memakai dakwaan tunggal yaitu pertama Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana pemerasan , berdasarkan fakta-fakta baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, petunjuk serta barang bukti yang ada, maka penerapan hukum pidana materiil pada perkara ini yakni Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah sesuai dan tepat. Hakim menjerat terdakwa AGUS SRIYANTO Bin SASTRO TURUT dengan ketentuan pidana sebagaimana yang termuat dalam dakwaan tunggal yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal tersebut didasarkan bahwa berdasarkan rentetan peristiwa terjadinya tindak pidana sebagaimana yang telah dilakukan oleh terdakwa, dalam mewujudkan kehendaknya terlihat adanya interaksi berupa paksaan antara terdakwa dan saksi korban guna dalam tindak pidana pemerasan. Rentetan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh terdakwa sesuai rumusan Pasal 368 ayat (1) KUHP yaitu bahwa : Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau 8 orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun serta ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP menyatakan Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus di pandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya dikenakan satu aturan pidana, jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Tindak pidana pemerasan dengan ancaman hanyalah bertujuan untuk mempermudah usaha Terdakwa untuk memperoleh sejumlah uang dari korban. Dalam proses persidangan, terbukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana pemerasan yang disertai dengan ancaman yang dilakukan sama sebagaimana yang termuat dalam surat dakwaan Penuntut Umum yang menggunakan Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dari alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan oleh Penuntut Umum yaitu keterangan saksi/ saksi korban, petunjuk dan keterangan terdakwa telah memenuhi syarat minimum pembuktian dan dari alat-alat bukti tersebut menyatakan bahwa terdakwa bersalah telah menyalahi rumusan delik sebagaimana yang telah diatur sebelumnnya dalam 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Penerapan 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP mengatur mengenai pemerasan dan yang dilakukan sebagai suatu perbuatan yang berlanjut sudah sangat bersesuaian dengan perbuatan terdakwa yang tentunya harus dipertanggungjawabkan, sudah tepat. 3. Kesesuaian Putusan Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerasan Pada dasarnya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana pemerasan pada tahap penuntutan sudah cukup baik. Akan tetapi, masih banyaknya penuntut umum yang menuntut rendah terhadap para pelaku tindak pidana pemerasan, sangatlah menyakitkan bagi keluarga korban ataupun korban itu sendiri. Hal ini sangat jauh dari rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Padahal kalau dilihat dari akibat yang diderita korban sangat 9 tidak sebanding, si pelaku telah merusak sisi material dan psikologis korban. Semestinya para pelaku tindak pidana pemerasan dituntut maksimal sehingga akan menimbulkan efek jera dan mempunyai daya tangkal untuk yang lainnya. Dalam tahap pemeriksaan di pengadilan, pada dasarnya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana pemerasan kurang efektif, karena masih banyaknya majelis hakim yang memutus rendah terhadap para pelaku tindak pidana pemerasan sehingga masih jauh dari rasa keadilan. Putusan hakim memang persoalan independensi hakim. Namun, para hakim harus memperhatikan nilai-nilai keadilan yang tumbuh dalam masyarakat. Sebab, hukum (kepastian) tidak bisa berjalan tanpa nilai keadilan. Keadilan juga tidak bisa jalan tanpa hukum, keduanya harus berjalan beriringan. Meski demikian, setiap putusan hakim seyogyanya dihormati karena setiap hakim memiliki penilaian masing-masing terhadap suatu kasus dan ukuran nilai keadilan setiap orang berbeda-beda. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa. Untuk menentukan bahwa terdakwa terbukti bersalah atau tidak, hakim harus berpedoman pada sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Kesesuaian hukum dilihat dari penerapan hukum itu sendiri, dalam hal menerapkan sanksi pasti harus mengacu pada aturan hukum yang ada sehigga cita-cita dari hukum tersebut bisa tercapai, jika itu terjadi maka hukm tersebut dianggap efektif karena sudah dijalankan sebaiknya-baiknya. Menurut Soerjono Soekanto efektivitas adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum positif, pada saat itu hukum mencapai sasaranya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi taat hukum 4. 4 Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Ramadja Karya, Bandung, hal 80 10 Pasal 368 ayat (1) KUHP dinyatakan sesuai apabila tindak pidana pemerasan tersebut sudah berkurang dan apabila tindak pemerasan semakin banyak maka dikatakan belum sesuai. Dan berdasarkan data tahun 2012 Pengadilan Negeri Surakarta telah memutus perkara tentang tindak pidana pada tahun 2012 sebanyak 1 kasus, tahun 2013 sebanyak 1 kasus dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 3 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana pemerasan masih terus dilakukan oleh masyarakat dan jumlahnya mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan ketidak kesesuaian dengan Pasal 368 a yat (1) KUHP belum sesuai Dari sisi kesesuaian putusan hakim terhadap putusan perkara tindak pidana pemerasan pada perkara kasus Nomor 199/Pid.B/2015/PN Skt, yang menjatuhkan putusan kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan, dimana putusan hakim tersebut di bawah tuntutan dari penuntut umum yang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan masih terpaut jauh dengan rumusan Pasal 368 ayat (1) KUHP yang mengancam pelaku tindak pidana pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, sehingga menurut peneliti putusan hakim tersebut juga belum sesuai karena belum memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana pemerasan, walaupun sudah terus terang mengakui menyesal terhadap perbuatannya, tetapi tindakan Terdakwa tidak dapat dibenarkan secara hukum karena tindakan pemerasan tersebut sudah dilakukan berkali-kali tetapi putusan hakim masih berada di bawah tuntutan penuntut umum. F. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. 2008. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Makasar : Rangkang Education Bambang Purnomo. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia Bismar Siregar. 1995. Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan. Jakarta : Gema Insani Press. Chaidir Ali, 1987, Responsi Hukum Acara Perdata, Bandung : CV. Armico 11 E. Utrecht. 1986. Hukum Pidana I. Surabaya : Putaka Tinta Emas Edy Herdyanto, dkk, 2015, Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi Terdakwa Dalam Pembuktian di Persidangan. Verstek. Vol 3 No 1. HB. Sutopo, 2002, Metodologi Penilitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam penilitian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press Herlambang. 2007. Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta : Sinar Grafika. Moeljatno, 2002 Asas-Asas Hukum Pidana. Jakata : Rineka Cipta. M. Yahya Harahap. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika. Hal 348 PAF. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya. Pontang Moerad,, 2007, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam. Perkara Pidana, Bandung : PT. Alumni Rusli Muhammad. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press. __________________, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Ramadja Karya, Bandung. Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty. Wirjono Prodjodikoro. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung : Refika Aditama. Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Internet http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pn-surakarta/periode/putus/2012-2015 12