LAPORAN PENELITIAN INTERNAL PROGRAM STUDI TEKNIK

advertisement
LAPORAN PENELITIAN INTERNAL
ALAT DETEKSI KEHILANGAN SATU FASA
PADA SISTEM TIGA FASA
PENELITI :
IR. BADARUDDIN, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JULI 2012
0
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN INTERNAL
1. Judul Penelitian
2. Bidang Ilmu Penelitian
3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. JabatanFungsional
e. Pangkat/Golongan
f. Jabatan Struktural
g. Fakultas
h. Program Studi
i. Alamat Kantor/tlp
j. Telepon/faks/E-mail
k. Alamat rumah/tlp/Email
l. Telepon/faks/E-mail
4. Jumlah Anggota Peneliti
5. Lokasi Penelitian
6. Waktu Penelitian
7. Dana diusulkan
: ALAT DETEKSI KEHILANGAN SATU FASA PADA
SISTEM TIGA FASA
: Teknik Elektro
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Badaruddin Ir, MT
Laki - Laki
19464-0123
Lektor
IVA
Kepala Laboratorium Teknik Elektro
Teknik
Teknik Elektro
Jl Raya Meruya Selatan, Kembangan Jakarta Barat 11650
021 5861779/021 5861906
Taman Cimanggu, Jl Begonia I Blok Q4 No.6
Bogor/02518342428/[email protected]
0251 8342428/ [email protected]
1 orang
Laboratorium Teknik Elektro UMB
(5) Lima Bulan
Rp. 3.509.000 (Tiga Juta Lima Ratus Sembilan Ribu
Rupiah)
1
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian ini di laksanakan dengan benar, merupakan
penelitian yang saya lakukan sendiri. Jika ada hasil atau sesuatu hal yang sama dengan orang
lain, dinyatakan dalam sumber pustaka pada bagian akhir dari laporan ini.
Jakarta , 2 Juli 2012
Ketua Peneliti
Badaruddin, Ir MT
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
ABSTRAK ..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................................
1.4 Pembatasan Masalah ..........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
2.1 Sistem Satu Fasa ................................................................................................
2.2 Sistem Tiga Fasa ...............................................................................................
2.3 Prinsip Kerja Catu Daya Linier..........................................................................
2.4 Penyearah ...........................................................................................................
2.5Voltage Regulator ...............................................................................................
2.6 Integrated Circuit ...............................................................................................
2.6.1 IC 40106.................................................................................................
2.6.2 IC NE 555 ..............................................................................................
2.6.3 IC 4066...................................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................
3.1 Blok Diagram Sistem .........................................................................................
3.2 Deskripsi Rangkaian ..........................................................................................
BAB IV PROSES PERANCANGAN SISTEM KONTROL MOTOR LISTRIK
DENGAN SAKLAR CAHAYA .......................................................................
4.1 Perancangan Alat .............................................................................................
4.1.1 Perancangan Rangkaian Regulator ........................................................
4.1.2 Perancangan Rangkaian Inverter ...........................................................
4.1.3 Perancangan Rangkaian Clock Generator .............................................
4.1.4 Perancangan Rangkaian Saklar Digital ..................................................
4.2 Pengujian Alat ..................................................................................................
4.3 Daftar Komponen.............................................................................................
4.4 Analisa Hasil Pengujian Alat ...........................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................
5.2 Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
1
2
3
4
5
5
5
5
6
7
7
9
10
10
13
17
17
19
20
22
22
23
24
24
24
25
26
27
28
29
30
32
32
32
33
3
ABSTRAK
Kemajuan dalam bidang teknologi ketenaga listrikan berkembang dengan pesat,
salah satu kemajuan tersebut misalnya dalam bidang kontrol dan otomatisasi sistem
kelistrikan hampir disegala bidang. Didalam semua jenis sistem kelistrikan selalu timbul
masalah atau gangguan yang tidak dapat dihindari. Secara umum, masalah yang sering timbul
adalah gangguan beban lebih, hubungan singkat, dan tegangan lebih, baik pada sistem
kelistrikan satu fasa maupun tiga fasa.
Berdasarkan realita tersebut, maka dalam Penelitian ini penulis mencoba merancang
dan merealisasikan suatu alat pengamanan yang bekerja untuk memproteksi alat atau
peralatan bila terjadinya gangguan hilangnya salah satu fasa pada sistem tiga fasa dengan
judul “Alat Deteksi Kehilangan Satu Fasa Pada Sistem Tiga Fasa”.
Ternyata alat deteksi kehilangan satu fasa pada sistem tiga fasa ini setelah diuji dan
dicoba, mampu untuk mengatasi gangguan hilangnya salah satu fasa R, S, dan T pada sistem
tiga fasa dari sumber.
Mempelajari gangguan – gangguan pada sistem tiga fasa dan cara – cara untuk
mengatasinya dapat memberikan gambaran untuk membuat atau mengembangkan alat – alat
pengaman lainnya.
Kata kunci : sistem satu fasa, sistem tiga fasa
ABSTRAC
Advances in technology employment growing rapidly listrikan, one such example of
progress in the field of automation control and electrical systems nearly all fields. In all types
of electrical system problems or disturbances always arise that can not be avoided. In general,
a problem that often arises is impaired overload, short circuit and overvoltage, both on the
electrical system single phase and three phase.
Based on this reality, then in this paper the author tries to design and realize a security
tool that works to protect the appliance or equipment if interference with the loss of one
phase in a three-phase system with the title "The Lost Tool Detection System Three Phase In
Phase".
Apparently losing a phase detection device in this three-phase system after tried and
tested, is able to overcome the loss of one phase R, S, and T on the three-phase system from
the source.
Study the disorder - a disorder in the three-phase system and how - how to overcome them
can give an idea to create or develop tools - other safety devices.
Key words: system of a single phase, three-phase system
4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alat deteksi kehilangan salah satu fasa pada sistem tiga fasa merupakan suatu alat
pengamanan yang bekerja untuk memproteksi alat atau peralatan bila terjadinya gangguan.
Hilangnya salah satu fasa akan menimbulkan tegangan yang tidak simetris, yang dapat
merusak alat atau peralatan yang memakai sistem tiga fasa. Sehingga bilamana terjadi
gangguan ini terhadap sistem, maka harus dapat segera diputuskan.
Pemasangan peralatan listrik pada instalasi listrik tiga fasa sering terjadi kesalahan,
terutama bila peralatan – peralatan tersebut menggunakan tegangan kerja 220 VAC dan 380
VAC. Dengan hanya mempelajari teori tentang hubungan antara jala – jala R, S, atau T yang
menghasilkan tegangan 380 VAC dan hubungan fasa dengan netral dan ground / pentanahan
yang menghasilkan tegangan 220 VAC, belumlah cukup untuk melindungi peralatan –
peralatan tersebut dari kerusakan akibat hilangnya satu fasa R atau S atau T pada instalasi
peralatan sistem tiga fasa, terutama dalam instalasi motor – motor listrik tiga fasa. Hilangnya
salah satu fasa R, S, atau T akan dapat merusak motor listrik tersebut. Karena hal – hal
tersebut diatas, saya ingin mencoba untuk membuat sebuah alat yang dapat mengamankan
motor listrik tersebut, bilamana terjadi hilangnya salah satu fasa R, S, atau T.
1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang sering timbul pada sistem tiga fasa adalah kehilangan satu fasa dari
sumber.

Alat Proteksi Circuit Breaker seperti MCB hanya bekerja bila ada gangguan beban lebih
atau ada hubungan pendek arus listrik, tetapi MCB tidak bekerja bila terjadi kehilangan
salah satu fasa R, S, atau T dari sumber.
Berdasarkan pada uraian tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk membahas dan
membuat sebuah simulasi tentang Alat Deteksi Kehilangan Satu Fasa Pada Sistem Tiga Fasa
untuk mengatasi masalah tersebut.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Penelitian ini adalah :
 Membuat alat deteksi kehilangan satu fasa pada sistem tiga fasa.
 Memberikan gambaran tentang alat deteksi kehilangan satu fasa pada sistem tiga fasa.
5
1.4 Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah dan keterbatasan serta kekurangan – kekurangan pada diri
penulis, terutama dalam bidang perencanaan, rancangan dan desain alat atau peralatan listrik
dibidang kontrol ini. Maka pembahasan Penelitian ini dibatasi agar permasalahan tidak
terlampau meluas sehingga dapat mengaburkan pembahasan. Untuk itu pembatasan masalah
pada penulisan Penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
 Membuat alat deteksi kehilangan satu fasa pada sistem tiga fasa pada tegangan kerja
220 / 380 Volt
 Memakai alat atau peralatan yang secara umum diperjual belikan dan mudah didapat.
Membuat alat dengan menganalisa sistem yang telah ada dan kalau mungkin
memperbaikinya.
.
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam jaringan listrik ada 2 sistem jaringan, yaitu jaringan 1 fasa dan jaringan 3 fasa.
Jaringan 1 fasa atau disebut juga JTR (Jaringan Tegangan Rendah), jaringan ini hanya
melayani rumah–rumah saja dan tegangan yang melalui ini hanya 220 Volt. Jaringan 3 fasa
atau sebut saja JTM (Jaringan Tegangan Menengah), jaringan ini menampung beban tinggi
dan untuk pengaliran tegangan saja. Setiap sistem jaringan, baik jaringan 1 fasa ataupun 3
fasa mempunyai kekurangan dan kelebihan masing – masing.

Kekurangan dan kelebihan jaringan 1 fasa:
1. Kekurangan sistem 1 fasa:

Hanya terdiri dari 2 penghanatar saja yaitu Fasa R dan Netral

Beban yang besar di tampung oleh 1 penghantar saja

Pada generator 1 fasa, generator menjadi lebih besar.
2. Kelebihan sistem 1 fasa:


Lebih simpel karena terdiri hanya 2 Penghantar saja dalam jaringan

Ekonomis
Kekurangan dan kelebihan sistem 3 fasa
1. Kekurangan sistem 3 fasa

Mahal

Waktu yang di perlukan lebih lama
1. Kelebihan sistem 3 fasa:
2.1

tegangan yang besar mampu di bagi menjadi 3 Penghantar yaitu R,S,T dan N

Genertaror yang menggunakan sistem ini ukuranya lebih kecil

Simple

dalam sistem 3 fasa beda setiap fasanya 1200
Sistem Satu Fasa
Sistem kelistrikan satu fasa dihasilkan oleh generator satu fasa, yang akan
menimbulkan gaya gerak listrik (GGL) satu fasa juga. GGL ini dihasilkan dari kumparan
yang berputar dengan kecepatan konstan didalam sebuah medan magnet, dimana poros
putaran tegak lurus dengan garis–garis medan magnet (Magnetic Lines/Flux). Kemudian dari
hasil penelitian GGL tersebut membentuk gelombang sinusoida seperti gambar dibawah ini:
7
Gambar 2.1 Gelombang Sinusoida
Dari gambar diatas, dapat ditulis persamaan untuk tegangan ( V ) :
V = v0 Sin 2π f.t ………………………………..
(1)
Dimana: f = 50 Hz, untuk di Indonesia
Frekuensi ( f ) adalah jumlah putaran per detik
Perioda ( T ) adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu putaran
f.T = 1 ……………………………………….
f=1/T
(2)
atau T = 1 / f
2 π.f = w radian / detik …………………………..
(3)
Selanjutnya, dapat dilihat bahwa nilai tegangan positif dan nilai tegangan negatif adalah
sama besarnya sehingga nilai rata – rata tegangan untuk satu putaran adalah sama dengan nol.
Keadaan ini berlaku untuk tegangan dan arus ( i ). Untuk menghitung arus atau tegangan
bolak balik (AC) adalah dengan cara mengkwadratkan arus dan tegangan, karena i 2 dan v2
tidak sama dengan nol dan hasilnya selalu positif. Setelah melalui proses perhitungan, di
dapatkan hasil dari rata – rata tegangan v2 adalah
( v2 ) = 1/2 vo2 ...…………………………..
(4)
Hasil perhitungan ini disebut dengan nilai efektif atau rms (root mean square)
√ v2 ≡ V ≡ v rms =
…………………
(5)
Nilai – nilai ini yang ditunjukan oleh Ampermeter dan Voltmeter AC. Dengan
menggunakan nilai rms dari tegangan dan arus, rumus – rumus dari arus searah (DC) dapat
digunakan. Sebagai contoh, nilai daya melalui sebuah tahanan (R) adalah :
P = ( I2 R) = ( I2 ) R ≡ I2 rms R ≡ I2 R Watt ……….......
(6)
8
Jadi, rumus P = I2 R pada arus searah (DC) dapat dipergunakan juga untuk arus bolak –
balik, bilamana rumus rms yang dipergunakan.
2.2
Sistem tiga fasa
Pembangkitan dan transmisi tenaga listrik akan lebih efisien bila menggunakan sistem
fasa jamak (polyphase) yang menggunakan dua, tiga atau lebih tegangan sinusoida.
Hampir semua tanaga listrik yang dibangkitkan di dunia ini merupakan fasa jamak
dengan frekuensi 50 atau 60 Hertz. Frekuensi baku yang dipakai di Indonesia adalah 50
Hertz. Pada umumnya sistem fasa jamak tersebut menggunakan tiga tegangan setimbang
yang sama besarnya dan berbeda fasa antara tegangan yang satu dengan yang lain sebesar
1200. Sumber – sumber tegangan fasa tunggal yang telah dibahas merupakan bagian dari
suatu sistem fasa tiga setimbang itu. Tiga tegangan fasa tunggal itu nampak terhubung dalam
bentuk Y ; dimungkinkan juga untuk menyusun ketiga tegangan fasa tunggal itu dalam
bentuk Δ. Ketiga tegangan fasa tunggal itu dibangkitkan oleh sebuah medan fluks berputar
yang dimiliki bersama dalam tiga kumparan identik yang terpisah 120 0 antara yang satu
dengan yang lain dalam suatu generator listrik tiga fasa. Untuk lebih jelas dapat dibuat
diagram fasor system tegangan tiga fasa seperti terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Diagram fasor
Biasanya dalam sistem tiga fasa untuk membedakan fasa – fasanya menggunakan huruf
– huruf sebagai berikut : R,S,T atau U,V,W. kemudian dapat pula digambar gelombang
sinusoidanya yang berbeda fasa sebesar 1200 seperti gambar di bawah ini :
9
Gambar 2.3 Gelombang sinusoida fasa R, S, dan T
2.3
PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR
Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current) yang
stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang
paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari
baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating
current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang
dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu
daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai
pada catu daya yang ter-regulasi.
2.4
PENYEARAH (RECTIFIER)
Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 3.4
berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala
listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan
sekundernya.
Gambar 2.4 Rangkaian penyearah sederhana
Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari arus AC menjadi DC dan
meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah
10
gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave)
diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar 2.5 :
Gambar 2.5 Rangkaian penyearah gelombang penuh
Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang
berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common
ground. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti
gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk mencatu motor dc yang kecil
atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di
sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar.
Gambar 2.6 Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter C
Gambar 2.6 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C
yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan
keluarnya bisa menjadi rata. Gambar 2.7 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari
rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah
garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu
oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai
dengan sifat pengosongan kapasitor.
11
Gambar 2.7 Bentuk gelombang dengan filter kapasitor
Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus (I) yang mengalir ke beban R. Jika
arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika
beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar
akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah :
Vr = VM -VL ..................................................
(7)
dan tegangan dc ke beban adalah Vdc = VM + Vr/2 ...............................
(8)
Rangkaian discharge penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan
ripple (Vr) paling kecil. VL adalah tegangan atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat
ditulis :
VL = VM e -T/RC .............................................
(9)
Jika persamaan (9) disubsitusi ke rumus (7), maka diperole
Vr = VM (1 - e -T/RC ) ...................................... (10)
Jika T << RC, dapat ditulis : e -T/RC 1 - T/RC ……………………….. (11)
Sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (10) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana :
Vr = VM(T/RC) ……………………………. (12)
VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban
arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk
mendapatkan nilai tegangan ripple yang diinginkan.
Vr = I T/C ......................................................... (13)
Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan
semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin
kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus
dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz,
maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang.
12
Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja frekuensi gelombangnya dua kali lipat,
sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.
Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan
kapasitor pada rangkaian gambar 2.5. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang
tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar 2.8 berikut ini.
Gambar 2.8 Rangkaian penyearah gelombang penuh
dengan filter C
Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jalajala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang
diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp.
Jika rumus (13) dibolak-balik maka diperoleh.
C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF ........................ (14)
Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan
tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih
besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkali sekarang paham mengapa rangkaian
audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya
yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia
kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.
2.5
VOLTAGE REGULATOR
Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada
masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan
naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc
keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup
mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran
ini menjadi stabil.
13
Regulator Voltage berfungsi sebagai filter tegangan agar sesuai dengan keinginan. Oleh
karena itu biasanya dalam rangkaian power supply, IC Regulator tegangan ini selalu dipakai
untuk stabilnya outputan tegangan. Berikut susunan kaki IC regulator tersebut :
Gambar 2.9 Susunan kaki IC regulator
Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan +5 volt, 7812 regulator
tegangan +12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912
yang berturut-turut adalah regulator tegangan -5 dan -12 volt.
Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat
diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya
LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya
resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor
eksternal tersebut.
Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 2.10. Pada
rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output
yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat
jika arus beban tidak lebih dari 50mA.
Gambar 2.10 Regolator zener
14
Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri
khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban. Ciri lain dari shunt regulator
adalah rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit)
maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang disebut dengan
regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar 3.11 berikut ini.
Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah:
Vout = VZ + VBE ...........................................
(15)
VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 - 0.7 volt
tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus IB yang mengalir
pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah :
R2 = (Vin - Vz)/Iz .........................................
(16)
Gambar 2.11 Regulator zener follower
Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB pada
rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar arus IC akan
berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumuskan dengan IC
B.
Untuk keperluan itu,
transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan transistor Darlington yang biasanya memiliki
Dengan transistor Darlington, arus base yang kecil bisa
menghasilkan arus IC yang lebih besar.
Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk mendrive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 2.12. Dioda zener disini tidak langsung
memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1.
Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu :
15
Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout ................................... (17)
Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai
tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan keluar
Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga
kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada
setiap saat Op-amp menjaga kestabilan :
Vin(-) = Vz ……………………………
(18)
Gambar 2.12 Regulator dengan Op-amp
Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (17) ke
dalam rumus (16) maka diperoleh hubungan matematis :
Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz .....................................
(19)
Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2.
Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan
komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena rangkaian
semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak
dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri 79XX yang
merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini biasanya sudah
dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas suhu (thermal
shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja
sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang teregulasi dengan baik
16
Gambar 2.13 Regulator dengan IC 78XX / 79XX
Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa bekerja,
tegangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya perbedaan
tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen
tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika komponen ini dipakai
untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa
dilewati arus mencapai 1A.
2.6
Integrated Circuit
Sirkuit terintegrasi atau yang biasa juga disebut sebagai IC merupakan komponen
elektronika yang terbuat dari kumpulan puluhan, ratusan, hingga ribuan transistor, resistor,
diode dan komponen elektronika lainnya. Kumpulan komponen-komponen tersebut dikemas
dengan kompak sedemikian rupa hingga ukurannya tidak terlalu besar. IC dibuat untuk
memiliki fungsi tertentu, misalnya seperti penguat audio (audio amplifier), regulator
tegangan, penerima gelombang radio, dan lain sebagainya.
Sirkuit terintegrasi pada umumnya memiliki jumlah kaki lebih dari tiga buah. Lalu
bagaimana mengidentifikasi kaki pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya pada sebuah sirkuit
terintegrasi / IC. Caranya adalah dengan melihat tanda–tanda khusus yang diberikan pada
sebuah IC, tanda khusus ini bisa berupa titik, logo perusahaan, lengkungan, dan lain
sebagainya.
2.6.1 IC 40106
IC 40106 adalah CMOS schimit trigger gerbang NOT, IC 40106 mempunyai
persamaan dengan 74C14, 40016, dan 74HC14. Komponen ini berisikan 6 CMOS schimit
trigger yang masing – masing berdiri sendiri, yang kesemuanya adalah fungsi Boolean
Y=Not (A). Schimit trigger berfungsi untuk membuat sinyal sinus atau sinyal tidak beraturan
menjadi sinyal kotak.
17
Gambar 2.14 Sinyal Masukan dan Sinyal keluaran Schimitt Trigger 40106
Diasumsikan kondisi pertama input sinyal dimulai dari di bawah VL (2,2V), selama
sinyal input belum mencapai VT (3.0V) input gerbang berlogika “0” dan output berlogika
“1”. Bila kemudian sinyal mencapai VT (3.0V)input gerbang beralaih dari logika “0” menjadi
logika “1” dan output secara cepat beralih dari logika “1” ke logika “0”. Pada saat ini
perubahan sinyal input tidak akan mempengaruhi output bila sinyal input tidak turun sampai
VL (2,2V). Bila sinyal input turun sampai VL (2,2V), input gerbang berubah menjadi logika
“0” dan output secara cepat berubah dari “1” ke “0”. Perubahan sinyal input tidak akan
mempengaruhi output bila sinyal input tidak mencapai VT (3.0V).
Hal inilah yang membuat schimitt trigger dapat merubah sinyal tidak beraturan menjadi
gelombang kotak yang beraturan sesuai dengan VT dan VL schimitt trigger tersebut.
Tabel 2.1 Tabel kebenaran 40106
18
(a)
(b)
Gambar 2.15 Diagram Block IC 40106
2.6.2 IC NE555
IC NE555 yang mempunyai 8 pin (kaki) ini merupakan salah satu komponen
elektronika yang cukup terkenal, sederhana, serba guna dengan ukurannya yang kurang dari
1/2 cm3 dan harganya di pasaran sangat murah. Pada dasarnya aplikasi utama IC NE555 ini
digunakan sebagai Timer (Pewaktu) dengan operasi rangkaian monostable dan Pulse
Generator (Pembangkit Pulsa) dengan operasi rangkaian astable. Selain itu, dapat juga
digunakan sebagai Time Delay Generator dan Sequential Timing.
Gambar 2.16 Konfigurasi Pin IC NE555
Fungsi masing-masing pin IC 555 :
Pin 1(Ground). Pin input dari sumber tegangan DC paling negative. Pin ini merupakan titik
referensi untuk seluruh sinyal dan tegangan pada rangkaian 555, baik rangkaian intenal
maupun rangkaian eksternalnya.
Pin 2(Trigger). Input negative dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi
tegangan terendah kapasitor pada 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop
Pin 3(Output). Pin keluaran dari IC 555. Output mempunyai 2 keadaan, yaitu High dan Low
19
Pin 4(Reset). Pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan berpengaruh
untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate (gerbang) transistor bertipe PNP,
jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke
Vcc agar tidak terjadi reset
Pin 5(Voltage Control). Pin ini berfungsi untuk mengatur kestabilan tegangan referensi
input negative (komparator A). pin ini bisa dibiarkan tergantung (diabaikan), tetapi untuk
menjamin kestabilan referensi komparator A, biasanya dihubungkan dengan kapasitor
berorde sekitar 10 nF ke pin ground
Pin 6(Threshold). Pin ini terhubung ke input positif (komparator A) yang akan me-reset RS
flip-flop ketika tegangan pada pin ini mulai melebihi 2/3 Vcc
Pin 7(Discharge). Pin ini terhubung ke open collector transistor internal (Tr) yang emitternya
terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai
ke ground pada timing tertentu
Pin 8 (Vcc). Pin ini untuk menerima supply DC voltage. Biasanya akan bekerja optimal jika
diberi 5V s/d 15V. Supply arusnya dapat dilihat di datasheet, yaitu sekitar 10mA s/d 15mA.
Vcc
R1
8
4
7
R3
3
R2
555
2
6
C1
1
5
Gambar 2.17 Rangkaian IC NE555
2.6.3 IC 4066
Pengunaan IC ini digunakan sebagai fungsi switch, dan IC ini merupakan IC yang
berfungsi untuk switch transmisi atau multiplexing sinyal Analog mupun sinyal Digital. IC ini
mempunyai kemampuan switch antara crosstalk sebesar 50dB dan frekunsi nya 0.9 Mhz.
Resitansi dari IC ini memiliki keadan tetap pada saat signal-input range nya dalam keadan
penuh.
20
Gambar 2.18 Rangkaian IC 4066
IC 4066 ini memiliki 4 switch elektronik didalamnya, dan switch didalamnya memiliki
fungsi yang sama, untuk tiap switch memiliki pin control yang berbeda, untuk melewatkan
sinyal pada switch A terdapat pada pin 13, switch B terdapat pada pin 5, switch C terdapat
pada pin 6 dan switch D terdapat pada pin 12. Konfigurasi pin lebih jelasnya terdapat pada
gambar 2.19.
Pin-pin kontrol yang dijelaskan diatas merupakan pin-pin yang akan mengaktifkan
switch yang mana akan digunakan untuk memutus dan menyambungkan jalur. Cara
melakukan switch adalah apabila pin kontrol diberi masukan low maka jalur in dan out tidak
tersambung dan sebaliknya apabila diberi high maka jalur in dan out tersambung.
(b)
Gambar 2.19 (a) Block Diagram IC 4066
21
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Pertama – tama mencari informasi tentang topik yang akan dibahas, kemudian mencari buku
referensi yang berhubungan dengan tofik yamg akan dibahas.
Selanjutnya membuat rancangan alat yang akan dibuat lalu menentukan nilai komponen yang
akan dipakai dalam rancangan tersebut.
Langkah berikutnya merancang alat kemudian melakukan pengujian. Yang terakhir
menganalis hasil rancangan dan membuat laporan
Adapun alasan pemilihan topik penelitian ini karena sangat membantu dalam proses
pengontrolan motor listrik.
3.1 Blok Diagram Sistem
Sebelum suatu alat dirancang dan direalisasikan, maka terlebih dahulu di buat blok
diagram sistem yang memberikan gambaran tentang perihal alat yang ingin dibuat. Lebih
jelasnya diperlihatkan pada gambar 3.1 berikut ini :
Regulator
Inverter
Clock Generator
Saklar Digital
Buzzer
Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem
Dari blok diagram diatas dapat dijelaskan bahwa penurunan tegangan terdiri dari
sebuah transformator yang berfungsi untuk menurunkan tegangan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Penyearah berfungsi untuk mengubah tegangan AC menjadi DC. Sistem
penyearah dapat berupa penyearah gelombang penuh CT, penyearah jembatan atau penyearah
setengah gelombang.
Filter berfungsi untuk menghilangkan ripple. Sedangkan regulator dan penguat
berfungsi untuk menghasilkan tegangan keluaran yang konstan dengan arus yang memadai.
Setelah regulator kemudian diteruskan ke IC 40106, dimana IC tersebut berfungsi
sebagai NOT GATE dimana bila inputan kondisi 1, maka keluaran akan bernilai 0 begitupun
sebaliknya. Output keluaran dari IC ini akan menjadi control (pengendali) untuk IC 4066
(saklar digital).
Rangkaian clok generator menggunakan komponen utama IC 555 yang berfungsi
sebagai pembangkit pulsa (“1” dan “0”) yang akan menjadi inputan bagi IC 4066.
22
IC 4066 akan bekerja jika mendapat inputan “1” pada pin kontrolnya. Maka pin input
dan output pada IC tersebut akan terhubung yang akan memberikan inputan pada basis
transistor dan menggerakan alarm (buzzer) sehingga buzzer akan berbunyi.
3.2
Deskripsi Rangkaian
Secara umum alat ini dikenal sebagai “Phase Failure Relay” disingkat PFR atau biasa
disebut juga Phase Failure Protector. Kegunaan alat ini adalah untuk mengamankan instalasi
akibat kehilangan salah satu fasa pada sistem tiga fasa. Bagian terpenting didalam konstruksi
alat ini yaitu ada tiga bagian antara lain :

Main Circuit Breaker (MCB)

Regulator
Rangkaian Pengendali, terdiri dari Rangkaian inverter, rangkaian Clok Generator, dan
rangkaian Saklar Digital
23
BAB IV PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT
4.1 Perancangan Alat
Setiap bagian rangkaian dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan alat yang
mudah dan praktis. Untuk mewujudkan hal ini perlu dilakukan beberapa survei apakah semua
komponen dan peralatan yang dibutuhkan tersedia dipasaran atau untuk lebih jelasnya bisa
dilihat beberapa tahap perancangan rangkaian sebagai berikut:
a. Tahap perancangan rangkaian
Tahap perancangan rangkaian ini dibutuhkan terlebih dahulu gambar dari rangkaian yang
akan dibuat. Rangkaian-rangkaian tersebut perlu dirancang agar diketahui komponenkomponen dan peralatan yang dibutuhkan.
b. Tahap pencarian komponen
Tahap pencarian komponen harus mempunyai spesifikasi yang sesuai dengan perancangan
yang diinginkan.
c. Tahap perakitan
Semua komponen dirakit diatas PCB kemudian di solder. Pemasangan dan penyolderan
komponen dimulai dari komponen yang tidak terlalu sensitif dengan panas seperti resistor,
kapasitor, dan dioda dilanjutkan dengan pemasangan dan penyolderan komponen-komponen
yang sensitif dengan panas seperti IC dan transistor. Khusus untuk IC pemasangannya
biasanya menggunakan sochet.
d. Tahap pengetesan
Setelah semua komponen dirakit diatas PCB maka dilakukan pengetesan untuk mengetahui
apakah rangkaian tersebut berfungsi dengan baik.
4.1.1 Perancangan Rangkaian Regulator
Komponen elektronika yang digunakan untuk membuat rangakaian regulator adalah
sebagai berikut :

Trafo CT

IC 7812

Kapasitor elco 470 μF / 25 V dan 10 μF / 25 V

Dioda IN4002
24
1
2
3
IC 7812
Diode 1N4002
470 µF / 25 V
Trafo CT
10 µF / 25V
Diode 1N4002
Gambar 4.1 Skema Rangkaian Regulator
Rangkaian regulator mendapatkan sumber tegangan sebesar 220 V AC. Regulator ini
menggunakan penyearah setengah gelombang dengan trafo CT. Trafo CT yang digunakan ini
mempunyai tegangan keluaran 12 VAC , kemudian dirubah menjadi tegangan DC dengan
menggunakan 2 dioda IN4002. Keluaran dari penyearah dioda ini belum stabil maka
ditambahkan dengan kapasitor sebagai filter dan IC regulator 7812 yang mempunyai keluaran
stabil dan mempunyai arus maksimal sebesar 1 A.
4.1.2 Perancangan Rangkaian Inverter
Komponen elektronika yang digunakan untuk membuat rangakaian inverter adalah
sebagai berikut :

IC 40106

Resistor 10kΩ

Dioda IN4002
Gambar 4.2 Skema Rangkaiam Inverter
25
IC inverter 40106 pada rangkaian ini digunakan untuk mendeteksi kehilangan arus pada
listrik tiga fasa, yang sudah diregulasikan oleh dioda penyearah dan kapasitor pada travo CT.
Resistor 10k pada keluaran dioda penyearah tersebut digunakan untuk memberi sinyal
masukan pada kaki IC 40106. Jiaka bernilai High ( ≥ ½ Vcc) maka output pada IC ini
menjadi Low ( ≤ ½ Vcc) begitupun sebaliknya.
Jadi jika terjadi kehilangan arus salah satu fasa pada listrik tiga fasa, maka keluaran dari
resistor itu menjadi Low ( 0 ) dan keluaran pada IC 40106 menjadi High ( 1 ) yang
selanjutnya keluaran itu akan menjadi inputan pada IC saklar 4066.
4.1.3 Perancangan Rangkaian Clock Generator
Komponen elektronika yang digunakan untuk membuat rangakaian clock generator
adalah sebagai berikut :

IC NE 555

Resistor 10kΩ dan 300kΩ

Kapasitor elco 2.2 μF / 25 V

Kapasitor 10 nF / 25 V
Gambar 4.3 Skema Rangkaian Clock Generator
Apabila supply diberikan, Vcc=0 Volt. Kaki 2 memberi trigger dari tegangan yang
tinggi (Vcc) menuju 1/3 Vcc(<1/3 Vcc), kaki 3(output) akan high dan pada saat tersebut kaki
7 mempunyai nilai hambatan yang besar terhadap Ground atau kaki 7 akan High Impedance.
C1 diisi melalui Vcc  R1  R2  C1, Setelah 0,7 (R1+R2) C1 detik, maka tegangan
C1=2/3 Vcc. Sehingga kaki 3(ouput) akan Low, pada saat tersebut, kaki 7 akan mempunyai
nilai hambatan yang rendah sekali terhadap Ground atau pin 7 akan Low Impedance. C1
26
membuang muatan, setelah 0,7(R2) C1 detik, maka Teg C1=1/3 Vcc. Trigger terjadi lagi
sehingga output akan High. Pin 7 akan high Impedance dan C1 diisi kembali.
Pada rangkaian ini menggunakan R1 = 300kΩ, R2 = 100kΩ dan C1 = 2.2 μF.
Sehingga pembentukan pulsa “0” pada output didapat dari :
T0 = 0.7 (R1+R2) C1
= 0.7 (300.103 + 100.103) 2,2.10-6
= 0,7 (400.103) 2,2.10-6
= 0,616 detik
Sedangkan pembentukan pulsa “1” pada output didapat dari :
T1 = 0,7 (R2) C1
= 0,7 (100.103) 2,2.10-6
= 0,7 x 0,22
= 0,154 detik
0,7 (R1+R2) C1
0,7 (R2) C1
Gambar 4.4 Gambar Pulsa Output
4.1.4 Perancangan Rangkaian Saklar Digital
Komponen elektronika yang digunakan untuk membuat rangakaian saklar digital adalah
sebagai berikut :

IC 4066

Resistor 1 kΩ

Transistor C1815

Buzzer
27
Gambar 4.5 Skema Rangakain Saklar Digital
IC 4066 akan bekerja jika mendapat inputan “1” pada pin kontrolnya. Maka pin input
dan output pada IC tersebut akan terhubung yang akan memberikan inputan pada basis
transistor dan menggerakan alarm (buzzer) sehingga buzzer akan berbunyi.
4.2
Pengujian Alat
Pada tahap ini dilakukan dengan cara memeriksa rangkaian. Pertama-tama pengujian
rangkaian dimulai dengan memeriksa rangkaian regulator, rangkaian inverter, rangkaian
clock generator dan rangkaian saklar elektronik serta memeriksa apakah port-port pada PCB
sudah terpasang sesuai pada gambar rangkaiannya.
28
Gambar 4.6 Skema Rangkaian Alat Deteksi Kehilangan Satu Fasa Pada Sistem Tiga Fasa
4.3
Daftar Komponen
a. Transformator

T1, T2, T3 : Trafo CT 12 V
b. Resistor

R1, R2, R3, dan R10 : 1 kΩ / 5 V

R4, R5, R6 : 10 kΩ / 5 V

R7 : 300 kΩ / 5V

R8 : 100 kΩ / 5V

R9 : 10 kΩ / 5 V
c. Dioda

D1 : LED Hijau

D2 : LED Kuning

D3 : LED Merah

D4 s/d D12 : Dioda IN4002
d.
Capasitor

C1 : 470 μF / 25 V

C2 : 10 μF / 25 V

C3 : 2.2 μF / 25 V
29

C4 : 10 nF / 25 V

C5 s/d C7 : Elco 10 μF / 25 V
e.
IC

U1 : IC 40106

U2 : IC 555

U3 : IC 4066

U4 : IC 7812
f.
Transistor

Q1 : C1815
g.
Buzzer
4.4
Analisa Hasil Pengujian Alat
Gambar 4.7 Hasil Rangkaian Alat Deteksi Kehilangan Satu Fasa Pada Sistem Tiga Fasa
Pada saat kondisi MCB R, S dan T “ON” maka Indikator LED R (merah), S (Kuning),
dan T (Hijau) akan menyala dan akan memberikan sinyal inputan yang bernilai “1” pada IC
40106 kemudian berubah menjadi “0” sesuai dengan fungsi dari IC tersebut, yang kemudian
sinyal tersebut masuk ke pin control IC 4066. Pin input pada IC 4066 mendapat masukan dari
output IC 555. Dikarenakan pin control IC 4066 bernilai “0” maka IC tersebut tidak bekerja
(input dan output tidak terhubung) dan menyebabkan transistor tidak mendapatkan bias basis,
sehingga alarm (buzzer) tidak bekerja.
30
Pada saat Kondisi MCB R “OFF”, MCB S dan T “ON” maka indicator LED R (merah)
mati, sedangkan indicator LED kuning dan hijau tetap menyala. Keadaan ini menyebabakan
pin pertama pada IC 40106 mendapat sinyal masukan “0”, sedangkan pin ketiga dan kelima
mendapat sinyal masukan “1”. Sinyal masukan “0” pada kaki pertama IC tersebut berubah
menjadi “1” pada pin kaki kedua IC tersebut yang akan menjadi sinyal inputan untuk control
pada IC 4066 (pin 13). Untuk pin control lainnya (pin5 dan 6) akan mendapat sinyal masukan
“0” dikarenakan fungsi dari IC 40106 adalah pembalik (NOT GATE).
Sinyal output dari IC 555 akan diteruskan ke kaki pin satu dari IC 4066, dikarenakan
sinyal inputan pada pin 13 IC 4066 mempunyai nilai logic “1” maka sinyal dari pin kaki
pertama IC 4066 akan terhubung dengan pin kaki kedua IC tersebut. Hal ini menyebabkan
terjadinya bias pada basis transistor, sehingga alaram (buzzer) bekerja. Bunyi yang dihasilkan
buzzer tidak kontinyu tetapi putus-putus hal ini dipengaruhi oleh IC 555 yang menghasilkan
sinyal berbentuk pulsa (“1” dan “0”) sehingga basis pada transistor juga tidak terus menerus
mendapat bias.
31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Setelah melakukan perancangan, merealisasikan dan mengadakan percobaan dan
pengujian dalam beberapa tahapan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Catu daya linier atau konvensional mempunyai kekurangan dalam banyak hal
seperti efisiensi daya yang rendah, ketidak stabilan output, range input yang sempit
( 190 -240 VAC ), dan desain tempat atau box yang relative besar karena adanya
penggunaan transformator konvensional.
2. Sensor yang digunakan adalah LED (Light Emitting Diode) yang terbuat dari
bahan Silicon dan Germanium.
3. Rangkaian pengendali dari alat deteksi kehilangan satu fasa pada sistem tiga fasa
ini terdiri dari rangkaian Inverter yang menggunakan IC 40106, rangkaian Clock
Generator yang menggunakan IC NE555, dan rangkaian Saklar Digital yang
menggunakan IC 4066.
5.2
Saran
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan lebih lanjut dalam
penyempurnaan alat ini, diantaranya :
1. Untuk tiap – tiap fasa dapat diberikan Buzzer masing – masing dengan selang
waktu bunyi yang bervariasi
2. Dalam aplikasi lain dapat digunakan juga dengan menggunakan sms gateway
sebagai pemberitahuan kehilangan salah satu fasa pada sistem tiga fasa.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. P. Van. Harten, Ir. E. Setiawan, 1985 cetakan kedua. Instalasi Listrik Arus Kuat, jilid 1
dan 2, Bina Cita Bandung.
2. Darto, 2009. Analisis Switching Mode Power Suplay, Akademi Teknik Telekomunikasi
Sandhy Putra Jakarta.
3. Ahmad Fali Oklilas, Bahan Ajar Elektronika Dasar, http://www.ilkom.unsri.ac.id, 2007.
33
Download