18 BAB II KAJIAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran 1. Konsep Belajar Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. banyak pendapat yang dikemukakan oleh ahli untuk menjelaskan tentang konsep belajar. American Heritage Dictionary mendefinisikan belajar sebagai, ”To gain knowledge, comprehension, or mastery through experience or study, sedangkan Kimble 1961 (Hergenhahn dan Olson, 2009: 2) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality yang terjadi sebagai akibat dari reinforced practice. Senada dengan itu Gagne 1970 (Sagala, 2003: 37) mengungkapkan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja, Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri di mana keduanya saling berintaraksi. Tidak jauh berbeda konsep belajar yang dikemukakan oleh Morgan (1978) dalam Sagala (2003 : 13) belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Bertitik tolak dari berbagai pandangan sejumlah ahli tersebut mengenai belajar, meskipun diantara mereka terdapat ada perbedaan mengenai pengertian belajar, namun baik secara eksplisit maupun implisit diantara 19 mereka terdapat kesamaan maknanya. Karena konsep belajar selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Banyak teori yang membahas tentang terjadinya perubahan perilaku, namun demikian, setiap teori itu berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan John Locke dan hakikat manusia menurut Leibnitz. John locke menganggap manusia adalah makhluk yang pasif, pandangan ini melahirkan teori tabularasa yang memunculkan aliran/teori belajar behavioristik. Leibnitz menganggap bahwa manusia merupakan sumber dari segala kegiatan yang kemudian melahirkan aliran/teori belajar kognitif konstruktivistik. (Sanjaya, 2006 :113 ) 2. Teori Belajar a. Teori Belajar Behavioristik Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R). Oleh karena itu, teori ini juga dinamakan teori Stimulus-Respons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya. Teori – teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik diantaranya adalah : 1) Koneksionisme Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Thorndike sekitar tahun 1913. Menurut teori belajar ini, dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan 20 kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (S-R). Dalam teori koneksionisme ini Thorndike mengemukakan hukumhukum belajar sebagai berikut : a) Hukum kesiapan (law of readiness), keberhasilan belajar seseorang sangat tergantung dari ada atau tidak adanya kesiapan b) Hukum latihan (law of exercise), makin sering suatu pelajaran diulang, maka akan semakin dikuasainya pelajaran itu. c) Hukum akibat (law of effect), kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya, implikasi dari hukum ini adalah apabila mengharapkan agar seseorang dapat mengulangi respons yang sama, maka harus diupayakan agar menyenangkan dirinya, sebaliknya apabila kita mengharapkan seseorang untuk tidak mengulangi respons yang diberikan , maka harus diberi sesuatu yang tidak menyenangkan. d) Transfer of training, konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang, harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan datang, oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa disekolah harus berguna dan dapat digunakan di luar sekolah. ( Sanjaya, 2006 : 117) 2). Teori Belajar Classical Conditioning Teori belajar classical conditoning ini dikembangkan oleh Pavlov dan Watson, dimana teori ini berpandangan bahwa belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Untuk membentuk 21 perilaku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesutu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu.(Aunurrahman, 2009 :40) 3) Operant Conditioning Teori operant conditioning yang dikembangkan oleh Skinner merupakan pengembangan dari teori Stimulus Respon. Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent response (reflexive response) dan operant response (instrumental response). Skinner menjelaskan belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Skinner berpendapat bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan atau dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesfik. Setiap komponen tingkah laku yang spesifik anak yang direspons maka perlu diberikan penguatan. (Sanjaya, 2006 : 118-120) b. Teori Belajar Kognitif Kognitif merupakan salah satu teori belajar yang dalam pembahasan sering disebut model kognitif. Menurut teori belajar ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang sesuatu yang berhubungan dengan tujuan-tujuan. Karen itu belajar menurut kognitivisme diartikan sebagai perubahan persepsi dan pemahaman. Karena teori ini lebih menekankan kebermaknaan keseluruhan sesuatu dari pada bagian-bagian, 22 maka belajar dipandang sebagai proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain. Proses belajar di sini mencakup antara lain pengaturan simulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. (Aunurrahman, 2009 : 44). Beberpa teori belajar kognitif diantaranya adalah : 1). Teori Gestalt Menurut Teori Gestalt belajar adalah ”proses mengembangkan insight”. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan. Belajar terjadi karena kemampuan menangkap makna dan keterhubungan antara komponen yang ada di lingkungannya. Insight yang merupakan inti dari belajar menurut teori Gestalt memiliki ciri- ciri sebagai berikut : a) Kemampuan insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang tersebut. b) Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan. c) Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya. d) Pengertian merupakan inti dari insight. e) Apabila insight telah diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain. Prinsip penerapan teori Gestalt menurut Nasution dalam Sanjaya (2008: 121) adalah : a)Belajar itu berdasarkan keseluruhan, pembelajaran 23 bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah, melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta. b) Anak yang belajar merupakan keseluruhan. Membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. c) Belajar berkat insight, belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang dihadapi anak akan mendapat insight yang berguna untuk menghadapi setiap masalah. d) Belajar berdasarkan pengalaman, belajar adalah melakukan reorganisasi pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus menerus disempurnakan. Dengan demikan proses membelajarkan adalah proses memberikan pengalaman-pengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak. 2). Teori Medan Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin, teori medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan proses pemecahan masalah menurut Lewin dalam belajar adalah : a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif, dan b) Pentingnya motivasi. c. Teori Belajar Konstruktivistik Teori Konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget (1896-1980). Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang direkonstruksi akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan hanya bisa diingat sementara (Sanjaya, 2006 :124). Dengan demikian mengajar dianggap 24 bukan sebagai proses di mana gagasan-gagasan guru dipindahkan kepada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada yang mungkin ”salah”. Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa belajar dalam hal ini dapat mengandung makna sebagai perubahan struktural yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar. d. Teori Belajar Gagne Teori yang disusun Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan Kognitivisme yang berpangkal pada teori pengolahan informasi. Menurut Gagne di dalam proses belajar terdapat dua fenomena, yaitu meningkatnya keterampilan intelektual sejalan dengan meningkatnya umur serta latihan yang diperoleh individu, dan belajar akan lebih cepat bilamana strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih efisien. Gagne menyimpulkan ada lima macam hasil belajar dengar yaitu : 1) keterampilan intelektual,2) strategi kognitif, 3) informasi verbal , 4) keterampilan motorik, dan 5) Sikap. Lebih jauh menurut Gagne, belajar tidak merupakan sesuatu yang terjadi secara ilmiah, akan tetapi hanya akan terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu yaitu : 1) kondisi internal, antara lain menyangkut kesiapan peserta didik dan sesuatu yang dipelajari, 2) kondisi eksternal, merupakan stuasi belajar yang sengaja diatur oleh pendidik dengan tujuan memperlancar proses belajar. Tiap–tiap jenis hasil belajar memerlukan kondisi-kondisi tertentu ysng perlu diatur dan dikontrol. 25 3) Konsep Pembelajaran Kata pembelajaran adalah terjemahan dari ”instruction” istilah yang banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif. Gagne dalam Sanjaya (2008 : 213) menyatakan bahwa ”instruction is a set o f event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Dalam pembelajaran peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Sejalan dengan itu Dimyati dan Mudjiono (2006 :297) berpendapat bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam konteks pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal demikian juga halnya dengan siswa. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru, yang membedakannya hanya terletak pada peranannya saja. Buce Weil 1980 dalam Sanjaya (2008 :216) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran yaitu : a) Proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah pengaturan lingkungan ini struktur kognitif dimaksudkan untuk siswa. Tujuan menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan penggunaan fakta- 26 fakta. Menurut Piaget, struktur kognitif akan tumbuh manakala siswa memiliki pengalaman belajar. Oleh karena itu proses pembelajaran menuntut keaktifan siswa. b) Proses pembelajaran berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe pengetahuan yang masing-masing memerlukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan tersebut adalah pengetahuan fisis, sosial dan logika. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, berat serta bagaimana objek itu berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pengetahuan fisis diperoleh melalui pengalaman indera secara langsung. Pengetahuan sosial berhubungan dengan perilaku individu dalam suatu sisem atau hubungan antara manusia yang dapat mempengaruhi interaksi sosial. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain. Pengetahuan logika adalah pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini diciptakan dan dibentuk oleh pikiran individu itu sendiri, sedangkan objek yang dipelajarinya hanya bertindak sebagai perantara. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa jenis pengetahuan memiliki karakteristik tersendiri, oleh karena itu pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa mestinya berbeda. 27 c) Dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Melalui pergaulan dan hubungan sosial anak akan belajar lebih efektif dibandingkan dengan belajar yang menjauhkan dari hubungan sosial. Atas dasar uraian di atas, maka proses pembelajaran harus diarahkan agar siswa mampu mengatasi setiap tantangan, dengan kompetensi yang mereka miliki, oleh karena itu pembelajaran bukan hanya mendorong anak agar mampu menguasai sejumlah materi pelajaran akan tetapi bagaimana agar anak memiliki sejumlah kompetensi. B. Model Pembelajaran Direct Instruction Arends (1997 :7) menyatakan “ The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system,”. Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya dan sistem pengelolaannya. Lebih lanjut dalam buku lain Arends menyampaikan bahwa tidak ada satupun model pembelajaran yang lebih baik dibanding model pembelajaran lainnya, namun beliau menekankan bahwa model yang tepat sangat tergantung pada karakteristik siswa, materi ataupun tujuan yang ingin dicapai oleh guru. Model pembelajaran tersebut bisa berbentuk teaching models pendekatan yang berpusat pada guru ataupun students modesl pendekatan yang berpusat pada siswa, lebih lanjut dijelaskan bahwa penggunaan model tertentu membantu guru mencapai sebagian tujuan, tetapi bukan untuk tujuan yang lain Arends (2008 :259-260 ) 28 Brady (1985: 7) mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membantu guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Untuk lebih memahami model pembelajaran selanjutnya ia mengemukakan 4 premis tentang model pembelajaran yaitu : a) model memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan pembelajaran. Karena itu model pembelajaran lebih bermuatan praktis implementatif daripada bermuatan teori. b) meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun pemisahan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat deskrit, namun memiliki keterkaitan. c) tidak ada satupun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih penting dan lebih baik dari yang lain. Tidak satupun model tunggal yang dapat merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan tujuan pembelajaran yang berbeda. d) pengetahuan guru tentang model pembelajaran memiliki arti penting dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Lebih lanjut Joyce (2009) menjelaskan bahwa terdapat berbagai model pembelajaran yang bisa diterapkan oleh para guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Model Pembelajaran tersebut dibagi atas kelompok model pembelajaran yang bersifat memproses informasi, kelompok pembelajaran sosial, kelompok pembelajaran individual dan kelompok model pembelajaran sistem perilaku. 29 1. Konsep Model Pembelajaran Direct Instruction Joyce (2009) menempatkan model pembelajaran direct instruction kepada kelompok model pembelajaran sistem perilaku, sedangkan Arends (2008) mengelompokkan model pembelajaran direct instruction kepada salah satu model pembelajaran yang bersifat teaching models. Direct instruction awalnya dikembangkan oleh Siegfried Engelmann dan Wesley C. Becker dari University of Oregon dimana keduanya berusaha untuk mengidentifikasi metode pengajaran yang akan mempercepat dan membantu kinerja siswa di sekolah. (http://directinstruction.org/(online). Arends (2008 :295) menjelaskan, bahwa dalam perkembangannya model ini diarahkan untuk menuntaskan dua hasil belajar siswa yaitu : Penguasaan pengetahuan yang distrukturisasikan dengan baik DIRECT INSTRUCTION Penguasaan Keterampilan. Sumber : Arends, 2008 :295 Gambar 2.1 Dua Hasil Belajar Siswa dalam Direct Instruction Tujuan utama pembelajaran langsung (direktif) adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Hal ini didasari oleh beberapa temuan dalam teori perilaku di antaranya adalah, pencapaian siswa yang dihubungkan dengan waktu yang digunakan dalam belajar/tugas 30 sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan berorientasi pada pencapaian akademik. Sebuah pelajaran dengan model pengajaran langsung membutuhkan orkestrasi yang cermat oleh guru dan lingkungan belajar yang praktis, efisien dan berorientasi tugas. Dalam melakukan tugasnya, guru dapat menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan media lannya Lingkungan belajar untuk direct instruction terutama difokuskan pada tugas-tugas akademis dan dimaksudkan untuk mempertahankan keterlibatan secara aktif. (Kardi dan Nur, 2000: 57-59 ) Penjelasan tentang model direct Instruction juga dijelaskan oleh Joyce, (2009 :427-428), beliau menjelaskan bahwa model ini mengacu pada istilah yang digunakan oleh beberapa peneliti pada suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa. Penjelasan ini dilanjutkan dengan meminta siswa menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktik di bawah bimbingan guru (praktik yang terkontrol, controlled practice), dan mendorong mereka meneruskan praktik di bawah arahan guru (praktik yang dibimbing, guided practice) dan terakhir melakukan praktik mandiri, namun penerapan model ini harus didahului oleh diagnosis yang efektif mengenai pengetahuan atau skill untuk memastikan mereka memiliki pengetahuan dan skill untuk menapaki beberapa proses dan mampu mendapatkan level akurasi dalam model ini 31 Praktik presentasi yang muncul untuk memfasilitasi pembelajaran mencakup (1) menyajikan materi dengan langkah-langkah yang singkat sehingga satu point/ inti pelajaran bisa dikuasai dalam satu waktu, (2) menyediakan beberapa bahkan beragam contoh mengenai keterampilan atau konsep baru (3) memeragakan atau memberikan gambaran naratif, mengenai tugas pembelajaran;(4) menghindari digresi, tetap dan konsisten pada satu topik dan (5) menjelaskan kembali point yang sulit. (Joyce (2009 :423) Penelitian mengenai konsep pembelajaran juga menunjukkan bahwa ketika mengajarkan sebuah konsep baru, maka hal yang juga penting adalah mengidentifikasi karakteristik konsep tersebut secara jelas dan memberikan aturan penjabaran atau beberapa rangkaian langkah dalam pembelajaran keterampilan. Sesi penjelasan dilanjutkan dengan sesi diskusi, dimana guru menguji pemahaman siswa terhadap konsep atau skill baru yang telah diajarkan, seorang guru yang efektif akan mengajukan pertanyaan lebih banyk dan memastikan bahwa siswa telah paham. Rosenshine dan Gage Berliner (1985) memberikan masukan bentuk pertanyaan yang efektif dalam direct instruction adalah: 1. memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konvergen 2. Memastikan bahwa seluruh siswa memiliki kesempatan untuk merespon. 3. Memberikan waktu kepada siswa untuk menjawab pertanyaan. 32 4. Selama proses pembelajaran berlangsung menghindari pertanyaan yang tidak berhubungan dengan hal-hal akademik selama proses instruksi berlangsung. Setelah guru mengajukan pertanyaan dan siswa memberi respons, guru haruslah memberi respons balik terhadap jawaban yang diberikan siswa tersebut, ketika guru memberikan respon balik yang berupa perbaikan atau kembali mengulang pelajaran, guru harus melakukan secara efisien (Joyce, 2009 : 425). Ketika siswa memberikan jawaban yang benar, maka guru akan mengajukan pertanyaan baru. Pada awal-awal pembelajaran, ketika ada jawaban yang benar namun agak sangsi, maka guru memberikan penguatan yang tepat, namun jika siswa memberikan jawaban yang salah, maka guru memberikan respons balik yang bersifat korektif. Bruce Joyce, mengingatkan bahwa respon balik yang diterima siswa selama pelaksanaan praktik sangat berpengaruh pada kesuksesan yang mereka capai. Respons balik membantu siswa mengetahui bagaimana mereka memahami materi baru dan apa kesalahan mereka, agar efektif, respon balik haruslah bersifat akademik, korektif, penuh respek dan layak hal ini karena respon balik yang diterima siswa selama pelaksanaan pembelajaran sangat berpengaruh pada kesuksesan yang akan mereka capai (Joyce, 2009 : 425) Respon balik membantu siswa mengetahui bagamana mereka memahami materi baru dan apa kesalahan mereka. Sesuai dengan namanya inti dari model ini adalah aktivitas praktik, tiga tahap dalam model ini berkaitan erat dengan praktik dalam situasi bantuan yang 33 berbeda-beda.Tiga tingkatan praktik ini juga berfungsi untuk tingkatan selanjutnya. 2. Dukungan Teoritis dan Empiris Model Pembelajaran Direct Instruction Sejumlah akar historis dan teoritis menyatu dan menjadi dasar pemikiran dan dukungan bagi pengajaran langsung. Landasan teoritis yang menjadi dasar pemikiran untuk penggunaan pengajaran langsung kontemporer, yakni :behaviorisme, teori belajar sosial, teori belajar Gagne dan penelitian tentang efektivitas guru. Menurut aliran behavioristik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon (S-R). Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya. Salah seorang pakar Behavioristik, Thorndike(1930) mengemukakan hukum law of exercise, dimana koneksi antara stimulus dan respons akan menguat saat keduanya dipakai dan melemah apabila dihentikan (Hergenhahn dan Olson, 2008 :65), Skinner (1904-1990) mengemukakan teori operant conditioning, respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang tertentu, Skinner berpendapat,bahwa agar terbentuk tingkah laku yang diharapkan pada setiap tingkah laku spesifik yang telah di respons, perlu dilakukan penguatan. (Hergenhahn dan Olson, 2008 :81-101).Dari teori belajar behavioristik di atas memperlihatkan bahwa adanya pengkondisian lingkungan (stimulus) yang tepat, akan membantu siswa dalam belajar. 34 Sejalan dengan itu Gagne menjelaskan bahwa belajar tidak merupakan sesuatu yang terjadi secara ilmiah, akan tetapi hanya akan terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu yaitu : 1) kondisi internal, antara lain menyangkut kesiapan peserta didik dan sesuatu yang dipelajari, 2) kondisi eksternal, merupakan stuasi belajar yang sengaja diatur oleh pendidik dengan tujuan memperlancar proses belajar. Tiap–tiap jenis hasil belajar memerlukan kondisi-kondisi tertentu ysng perlu diatur dan dikontrol. (Aunurrahman, 2009 : 46-47) Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura sebagai tokoh social learning memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. (Hergenhahn dan Olson 356-360) Data penunjang empirik yang paling jelas terhadap model pembelajaran direct instruction berasal dari penelitian tentang keefektifan 35 guru yang dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Penelitian Stalling dan Kazkowitz dalam (Trianto, 2007: 32) menunjukkan pentingnya waktu yang dialokasikan pada tugas (Time on task). Penelitian ini juga menyumbang dukungan empirik penggunaan pengajaran langsung. Beberapa orang guru menggunakan metode-metode yang sangat terstruktur dan formal, sedangkan guru-guru yang lain menggunakan metode-metode yang informal. Stalling dan koleganya ingin mengungkapkan, manakah di antara program-program itu yang dapat berfungsi baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa?. Maka prilaku guru-guru dalam 166 kelas yang diamati, siswa-siswanya dites. Banyak hal yang dapat diungkap pada penelitian itu, namun ada dua hal yang sangat menonjol, yaitu alokasi waktu dan penggunaan tugas (kegiatan yang menggunakan model pengajaran langsung lebih berhasil dan memperoleh tingkat keterlibatan yang tinggi daripada mereka yang menggunakan metode-metode informal dan berpusat pada siswa. Beberapa hasil penelitian tahun 1970-an, misalnya yang dilakukan oleh Stalling dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa guru yang memiliki kelas yang terorganisasikan dengan baik menghasilkan rasio keterlibatan siswa (Time task ratios) yang lebih tinggi daripada guru yang menggunakan pendekatan yang kurang formal dan kurang terstruktur. Observasi terhadap guru-guru yang berhasil, menunjukkan bahwa kebanyakan mereka menggunakan prosedur pengajaran langsung (Kardi dan Nur, 2000: 17). 36 3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Direct Instruction Model direct instruction terdiri dari lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan, dan praktik mandiri. Namun penerapan model ini harus didahului oleh diagnosis yang efektif mengenai pengetahuan atau skill siswa untuk memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan skill untuk menapaki beberapa proses dan mampu mendapatkan level akurasi praktik, Joyce ,( 2009 :423-425) menjelaskan secara rinci langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran yang mengunakan model direct instruction yaitu: Tahap pertama adalah orientasi di mana kerangka kerja pelajaran dibangun. Selama tahap ini guru menyampaikan harapan dan keinginannya, menjelaskan tugas-tugas yang ada dalam pembelajaran, dan menentukan tanggung jawab siswa. Ada tiga langkah yang sangat penting dalam menggoalkan tujuan tahap ini, yakni (1) guru memaparkan maksud dari pelajaran dan tingkat-tingkat performa dalam praktik; (2) guru menggambarkan isi pelajaran dan hubungannya dengan pengetahuan dan atau pengalaman sebelumnya; (3) guru mendiskusikan prosedur-prosedur pelajaran yakni bagian yang berbeda antara pelajaran dan tanggung jawab siswa selama aktivitas-aktivitas ini berlangsung. Tahap kedua adalah presentasi- yakni menjelaskan konsep atau skill baru dan memberikan pemeragaan serta contoh. Jika materi yang sudah ada merupakan konsep baru, maka guru harus mendiskusikan karakteristik- 37 karakteristik dari konsep tersebut, aturan-aturan pendefinisian, dan beberapa contoh. Jika materinya adalah skill baru, maka hal yang harus disampaikan guru adalah langkah-langkah untuk memiliki skill tersebut dengan menyajikan contoh di setiap langkah. Tahap ketiga adalah praktik yang terstruktur. Guru menuntun siswa melalui contoh-contoh praktik dan langkah-langkah di dalamnya. Cara yang paling baik dalam tahap ini adalah menyajikan contoh praktik secara transparan dan terbuka, sehingga semua siswa bisa melihat bagaimana tahap-tahap praktik dilalui. Peran guru dalam tahap ini adalah memberi respon balik terhadap respon siswa, baik untuk menguatkan respons yang sudah tepat maupun untuk memperbaiki kesalahan dan mengarahkan siswa pada performa praktik yang tepat. Tahap keempat, praktik di bawah bimbingan guru, memberikan siswa kesempatan untuk melakukan praktik dengan kemauan mereka sendiri. Praktik di bawah bimbingan memudahkan guru mempersiapkan bantuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam dalam menampilkan tugas pembelajaran. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara membantu meminimalisir jumlah dan ragam kesalahan yang dilakukan siswa. Peran guru dalam tahap ini adalah mengontrol kerja siswa, dan jika dibutuhkan memberikan respons yang korektif ketika dibutuhkan. Pada tahap kelima, adalah praktik mandiri. Tujuan dari praktik mandiri ini adalah memberikan materi baru untuk memastikan dan menguji pemahaman siswa terhadap praktik-praktik sebelumnya. Dalam praktek 38 mandiri siswa melakukan praktik dengan caranya sendiri tanpa bantuan dan respons balik dari guru. Praktik mandiri ini harus ditinjau sesegera mungkin setelah siswa menyelesaikan seluruh proses. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan dan mengetahui apakah level akurasi siswa telah stabil ataukah tidak, serta untuk memberikan respons balik yang sifatnya korektif di akhir praktik terhadap mereka yang membutuhkannya, aktivitas praktik mandiri berguna untuk mempertahankan penyerapan siswa terhadap materi yang telah diterimanya. Slavin 2003 dalam Sudrajat (2011) menjelaskan beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran: a. Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsepkonsep kunci dan menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut. b. Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti. c. Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatankegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem solving). d. Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus 39 didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis) e. Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan. f. Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik. g. Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa melakukan suatu kegiatan praktik. h. Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen. i. Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan yang sangat terstruktur. j. Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa. 4. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran direct instruction Seperti telah dijelaskan sebelumnya oleh para pakar, bahwa tidak ada satupun model pembelajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dari model pembelajaran lainnya, namun masing –masing model memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Halil (2010:10) menjelaskan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajarn direct instruction yaitu: 40 a. Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa. b. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil. c. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitankesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan. d. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur. e. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah. f. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa. g. Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa. h. Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi. i. Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi 41 siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan. j. Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan. k. Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektifperspektif alternatif” yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari. l. Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini. m. Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini. n. Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat). o. Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal 42 ini penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut. p. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif. q. Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya. Di samping memiliki berbagai kelebihan, model pembelajaran direct instruction juga memiliki beberapa kelemahan (Villia, 2011), menjabarkan berbagai kelemahan model pembelajaran direct instruction yaitu : a. Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa. b. Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa. c. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka. d. Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak 43 tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat. e. Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa. f. Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif. g. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan. h. Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini. 44 i. Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan. j. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri. k. Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham. l. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru. (Villa, 2011). C. Pembelajaran Akuntansi 1. Konsep Dasar Akuntansi Akuntansi sering dijuluki sebagai bahasa bisnis (the language of business). Perubahan yang cepat dalam masyarakat telah menyebabkan semakin kompleknya bahasa tersebut, yang digunakan untuk mencatat, meringkas, melaporkan, menginterpretasikan data dasar ekonomi, untuk kepentingan perorangan, pengusaha, pemerintah dan anggota masyarakat lainnya (Sadeli, 2009:2). 45 Untuk mengetahui akuntansi secara lebih mendalam terlebih dahulu dijelaskan definisi atau batasan akuntansi, akuntansi telah didefinisikan secara luas. Menurut definisi dari American Accounting Association akuntansi adalah : “…the process of identifying, measuring and communicating economic information to permit informed judgments and decisions by users of the information”. Definisi ini mengandung dua pengertian: a. Kegiatan Akuntansi, bahwa akuntansi merupakan proses yang terdiri dari identifikasi, pengukuran dan pelaporan informasi ekonomi. b. Kegunaan Akuntansi, bahwa informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan berguna dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersangkutan. (Soemarso, 2000) Sedangkan : AICPA (American Institute of Certified Public Accountans) pada tahun 1941, mendefinisikan akuntansi sebagai : “seni mencatat, menggolongkan dan meringkas transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara tertentu dan dalam bentuk satuan uang, serta menafsirkan hasilhasilnya.” Dari definisi ini ada 3 aspek penting yaitu a. Akuntansi adalah suatu proses, yaitu proses pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi. b. Akuntansi memproses transaksi keuangan dengan cara yang mempunyai pola tertentu (bukan sembarang atau acak-acakan) dan mengunakan satuan uang sebagai alat pengukur. 46 c. Akuntansi tidak sekadar proses pencatatan, penggolongan dan peringkasan belaka, melainkan meliputi juga penafsiran terhadap hasil dari proses proses tersebut. Definisi lain dinyatakan oleh Accounting Principles Board (APB) tahun 1970: Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya menyajikan informasi kuantitatif tentang lembaga-lembaga ekonomi, terutama yang bersifat keuangan, yang bertujuan agar berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis.” .Definisi menurut George A. Mac Farland : “Akuntansi adalah suatu seni pencatatan, penggolongan, penyajian, serta penafsiran secara sistematis dari data keuangan perusahaan atau perseorangan.”Dari definisi ini dapat ditarik pengertian bahwa : 1. Prosedur-prosedur yang digunakan dalam akuntansi adalah mencatat, menggolongkan, menyajikan dan menafsirkan. 2. Sasaran dari akuntansi adalah data keuangan atau peristiwa yang bersifat finansial. 3. Prosedur mencatat, menggolongkan, dan menyajikan data keuangan haruslah disusun secara sistematis, sehingga dapat digunakan untuk menafsirkan dan membuat analisis terhadap laporan yang dibuat. Lebih lanjut. (Niswonger, 2009). Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa tidak salah kalau akuntansi disebut sebagai language of business, dengan akuntansi diperoleh informasi mengenai keadaan suatu perusahaan yang memungkinkan pihak-pihak yang 47 berkepentingan mengetahui dan menilai keberhasilan perusahaan tersebut sehingga nantinya bisa mengambil keputusan yang tepat. Pemakai informasi akuntansi tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu, pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah pihak yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan sehari-hari yaitu pimpinan/manajer perusahaan. Berdasarkan informasi akuntansi, pemimpin perusahaan dapat membuat berbagai kebijakan dalam penalokasian biaya yang efisien, penyusunan anggaran yang realistis, penetapan harga pokok produksi yang rasional dan penetapan harga jual yang menguntungkan. Pihak eksternal adalah pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tetapi tidak terlibat secara langsung dalam membuat berbagai keputusan dan kebijakan operasional perusahaan. Pihak eksternal terdiri dari pihak-pihak sebagai berikut: a) Pemilik perusahaan/investor, investor adalah pihak yang berkepentingan atas maju-mundurnya perusahaan karena merekalah yang menanggung resiko atas modal yang disetornya ke dalam perusahaan. b) Karyawan dan serikat pekerja, karyawan dan serikat pekerja memerlukan informasi akuntansi untuk mengetahui maju atau mundurnya suatu perusahaan. c) Kreditur, kreditur memerlukan informasi akuntansi untuk memutuskan apakah akan memberikan pinjaman atau tidak kepada suatu perusahaan. d) Badan-badan pemerintah, pemerintah memerlukan informasi akuntansi untuk data perpajakan dan ketenagakerjaan. e) Pelanggan, pelanggan memerlukan informasi akuntansi untuk mengetahui keadaan keuangan suatu perusahaan.( S, Alam, 2007 :143) 48 2. Ekonomi Akuntansi di SMA Dalam Permendiknas Tahun 2006 mengenai standar isi dijelaskan bahwa Ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi, dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi, dan/atau distribusi. Luasnya ilmu ekonomi dan terbatasnya waktu yang tersedia membuat standar kompetensi dan kompetensi dasar ini dibatasi dan difokuskan kepada fenomena empirik ekonomi yang ada disekitar peserta didik, sehingga peserta didik dapat merekam peristiwa ekonomi yang terjadi disekitar lingkungannya dan mengambil manfaat untuk kehidupannya yang lebih baik. Akuntansi sebagai bahagian ilmu Ekonomi difokuskan pada perilaku akuntansi jasa dan dagang. Peserta didik dituntut memahami transaksi keuangan perusahaan jasa dan dagang serta mencatatnya dalam suatu sistem akuntansi untuk disusun dalam laporan keuangan. Pemahaman pencatatan ini berguna untuk memahami manajemen keuangan perusahaan jasa dan dagang. Dalam permendiknas tahun 2006 dapat diketahui Standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang diharapkan dimiliki oleh siswa, secara ringkas ditampilkan pada Tabel 2 berikut : 49 Tabel 2 : 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KELAS XI, Semester 2 Standar Kompetensi 5. Memahami penyusunan siklus akuntansi perusahaan jasa Kompetensi Dasar 5.1 Mendeskripsikan akuntansi sebagai sistem informasi 5.2 Menafsirkan persamaan akuntansi 5.3 Mencatat transaksi berdasarkan mekanisme debit dan kredit 5.4 Mencatat transaksi/dokumen ke dalam jurnal umum 5.5 Melakukan posting dari jurnal ke buku besar 5.6 Membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa 5.7 Menyusun laporan keuangan perusahaan jasa Sumber : Depdiknas, 2006 Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa standar kompetensi yang di harapkan di miliki oleh siswa adalah penyusunan siklus kemampuan untuk memahami akuntansi. Berbagai ahli dan pakar akuntansi dalam Tjahjono (2003 : 45) menjelaskan bahwa “siklus akuntansi merupakan langkah atau proses pengerjaan akuntansi mulai dari tahap awal sampai tahap akhir”. Lebih lanjut Tjahjono menguraikan langkah-langkah dalam siklus akuntansi formal sebagai berikut : a) Mendokumenstasikan transaksi bisnis, dan melakukan analisis transaksi keuangan tersebut.b) Mencatat transaksi dalam buku jurnal, tahapan ini disebut menjurnal.c) Membukukan dalam buku besar masing-masing akun, tahapan ini disebut posting ke buku besar. d) 50 Menentukan saldo-saldo buku besar diakhir periode dan menuangkannya dalam neraca saldo. e)Menyesuaikan saldo buku besar berdasar informasi yang paling up to date (terkini) pada akhir periode. f) Menentukan saldo buku besar setelah penyesuaian, dan menuangkannya dalam neraca saldo disesuaikan. g) Menyusun kertas kerja (worksheet), h) Menyusun laporan keuangan berdasarkan daftar saldo yang telah disesuaikan, dibantu dengan worksheet. i) Membuat jurnal penutup, dan kemudian menutup buku besar masing-masing akun nominal.j) Menyusun neraca saldo setelah penutupan.k) Membuat jurnal penyesuaian kembali (jurnal balik). Secara ringkas, siklus akuntansi, baik perusahaan jasa, maupun perusahaan dagang dapat digambarkan sebagai berikut : Analisis Transaksi Keuangan Transaksi di Jurnal Neraca Saldo Setelah Penutupan Daftar/Neraca Saldo Jurnal Penutup Menyusun Laporan Keuangan 1. Lap Laba Rugi 2. Lap Ekuitas Pemilik 3. Lap Neraca 4. Lap Arus Kas Sumber: Tjahjono, 2003 : 45 Posting Ke Masing-Masing Akun Buku Besar Jurnal Penyesuaian Menyusun kertas Kerja (Worksheet) Gambar 2.2 Siklus Akuntansi Daftar/Neraca Saldo Disesuaikan 51 Berikut penjelasan masing-masing siklus Akuntansi formal tersebut : Gambar 1 di atas memeperlihatkan bahwa akuntansi merupakan sebuah siklus, di mana satu tahap sangat tergantung pada tahap sebelumnya, berikut dijelaskan tahap-tahap dalam akuntansi tersebut : a. Analisis transaksi keuangan, transaksi keuangan merupakan kejadian ekonomi yang secara langsung berpengaruh terhadap posisi keuangan keuangan/hasil operasi perusahaan. Transaksi keuangan kemudian didokumentasikan dalam bentuk bukti-bukti transaksi untuk kepentingan pencatatan dalam akuntansi, terlebih dahulu transaksi keuangan tersebut harus dianalisis untuk menentukan akun apa yang terpengaruh dari transaksi tersebut. b. Pencatatan dalam buku jurnal, akuntansi memerlukan sebuah catatan setiap transaksi bisnis secara kronologis/urut sesuai dengan tanggal terjadinya transaksi. Daftar yang menyajikan informasi transaksi secara kronologis disebut jurnal, selain itu jurnal juga menjadi dasar penentuan ke akun mana suatu transaksi dicatat, jumlah uang yang dicatat, di sisi mana dicatat, dan keterangan singkat tentang transaksi (S Alam, 2007 :203). Proses pencatatan transaksi pada jurnal disebut dengan penjurnalan (journalize). c. Posting ke buku besar, posting adalah proses pemindahan (pentransferan) ayat-ayat jurnal kea kun buku besar. Posting dilakukan individual secara berkala, bisa setiap hari atau seminggu sekali. Posting dilakukan karena 52 jurnal hanya menujukkan urutan kronologis pencatatan atas transaksi, tetapi tidak diklasifikasikan ke berbagai akun yang terkait, sebaliknya buku besar menyediakan catatan berdasarkan klasifikasi akun. Kedua catatan baik jurnal maupun akun buku besar diperlukan dalam operasi entitas bisnis. d. Penyusunan neraca saldo, neraca saldo adalah daftar yang memuat saldo dari akun-akun yang terdapat dalam buku besar. Tujuan penyusunan neraca saldo adalah untuk menguji apakah transaksi telah diposkan ke akunnya dengan benar, selain untuk menguji apakah jumlah yang diposkan ke buku besar telah mencerminkan nilai transaksi yang sebenarnya. Jika buku besar yang digunakan berbentuk skontro, maka saldo tersebut ditentukan dengan cara menjumlakan debet dan kredit, jika jumlah debet lebih besar daripada jumlah kredit, maka pada neraca saldo selisih tersebut dicatat di debet. Sebaliknya jika jumlah kredit lebih besar daripada jumlah debit, maka selisihnya dicatat di sebelah kredit. Di lain pihak, jika buku besar yang digunakan berbentuk stafel, maka hanya saldonya saja yang dikutip. e. Penyesuaian, beberapa akun dari neraca saldo belum menunjukkan informasi/jumlah yang up to date (terakhir), karena beberapa informasi baru diketahui pada akhir periode. Jurnal yang digunakan untuk menyesuaikan saldo akun agar menjadi saldo yang up to date dan sebenarnya disebut dengan jurnal penyesuaian. Setiap jurnal penyesuaian 53 paling tidak melibatkan satu akun riil (neraca) dan satu akun nominal (laba-rugi). f. Neraca saldo disesuaikan, setelah jurnal penyesuaian dicatat dan diposting kea kun buku besar, maka neraca saldo setelah penyesuaian bisa disiapkan. Dalam neraca saldo setelah penyesuaain, besarnya saldo setiap akun telah menunjukkan kondisi terkini dan sebenarnya. g. Penyusunan kertas kerja (worksheet), kertas kerja dapat diartikan sebagai media pencatatan neraca saldo, jurnal penyesuaian, laporan laba rugi, dan neraca yang disusun secara logis untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan. Istilah lain untuk kertas kerja (worksheet),adalah neraca lajur (S Alam, 2007 : 237) h. Penyusunan laporan keuangan, produk akhir dari siklus akuntansi adalah laporan keuangan. Laporan keuangan diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kinerja perusahaan seperti pemegang saham, pimpinan, kreditur, bank, pemerintah, dan sebagainya. Penyusunan laporan keuangan diawali dengan menyiapkan laporan laba rugi, kemudian laporan ekuitas pemilik(perubahan modal), dan terakhir neraca, laporan arus kas bersifat optional boleh ya boleh tidak. i. Jurnal penutup (closing entries), saldo-saldo yang terdapat dalam neraca akan terus dibawa ketahun-tahun berikutnya, akun neraca mempunyai sifat relatif permanen, maka akun ini disebut dengan akun permanen/akun riil (real account). Sebaliknya saldo-saldo yang terdapat dalam laporan laba rugi dan laporan ekuitas pemilik seperti akun pendapatan, beban dan 54 prive tidak akan di bawa ke tahun berikutnya. Akun pendapatan, beban dan prive yang tergolong akun nominal, hanya akan berhubungan dengan satu periode sehingga disebut dengan akun sementara (temporary account). Untuk itu akun nominal harus bersaldo nol pada awal periode berikutnya. Proses pemindahan saldo-saldo akun nominal ke akun riil dinamakan penutupan akun. Jurnal penutup akan menjadikan semua saldo akun pendapatan, beban dan prive bersaldo nol (nihil). j. Neraca saldo setelah penutupan, setelah proses penutupan akun langkah berikutnya, adalah mempersiapkan daftar saldo setelah penutupan (post closing trial balance). Pembuatan neraca setelah penutuapan bertujuan untuk mengkaji apakah penutupan buku telah dilakukan secara benar. Neraca saldo setelah penutupan hanya berisi semua akun riil yaitu akun aktiva, kewajiban/hutang, dan ekuitas/modal. Dari paparan di atas terlihat bahwa akuntansi berisi pengetahuan faktual dan sarat dengan pengetahuan prosedural di mana siswa harus memahami siklus akuntansi mulai dari analisis transaksi, mencatat transaksi di jurnal, memposting jurnal ke akun buku besar, menyusun neraca saldo, membuat jurnal penyesuaian, menyusun neraca saldo disesuaikan, membuat worksheet, menyusun laporan keuangan, membuat jurnal penutup, neraca saldo setelah penutupan serta terakhir jurnal balik. Dari karakteristik akuntansi seperti ini maka diperlukan model pembelajaran yang tepat sehingga siswa memiliki pengetahuan factual dan pengetahuan prosedural. 55 D. Hasil Belajar Dari proses pembelajaran akan diperoleh suatu hasil yang disebut dengan istilah hasil belajar. Syah (2003: 195) menjelaskan bahwa “Hasil belajar siswa merupakan tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program”. Sejalan dengan itu Tardif dalam Syah (2003: 195) menjelaskan bahwa evaluasi hasil belajar itu “Merupakan proses penilaian untuk menggambarkan prestasi belajar yang dicapai siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan”. Hamalik (2004: 155) mengemukakan bahwa hasil belajar tampak pada terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan itu dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Bloom membagi hasil belajar kedalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor, yang dikenal dengan istilah Taksonomy Bloom. Taksonomi merupakan alat yang sangat berguna untuk mengambil keputusan tentang tujuan instruksional dan untuk mengases hasil belajar (Arends, 2008:117). . Taksonomi ini awalnya dikembangkan oleh Bloom dan rekan-rekan sejawatnya pada 1950-an. 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau 56 prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Taksonomi yang telah dikembangkan oleh Bloom tersebut kemudian direvisi oleh sekolompok siswa Bloom dan diberi nama taxonomy for learning, teaching and assessing (Anderson dan Krathwohl 2001),. Taksonomi ini memberikan kerangka kerja untuk menghasilkan tujuan belajar dan cara untuk mengasesnya. (Arends, 2008: 119). Taksonomi Bloom yang telah direvisi itu bersifat dua-dimensi, yaitu dimensi pengetahuan yang mendeskripsikan berbagai tipe pengetahuan yang terdiri atas pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan procedural dan pengetahuan metakognitif. Sedangkan dimensi kedua adalah dimensi proses kognitif (cara berfikir). Dimensi Proses Kognitif berisi enam kategori yaitu : a)mengingat (remember, b)memahami (understand), c) menerapkan (apply), d) menganalisis (analyze), e) mengevaluasi (evaluate), f) menciptakan (create) Mengingat menurut para kreator taksonomi, berarti mengambil informasi yang relevan dari ingatan jangka panjang,pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminology dan sebagainya.Sementara memahami berarti mengonstruksikan makna dari berbagai pesan instruksional, kategori memahami dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui, pada tahap ini 57 peserta didik disampaikan. diharapkan mampu menerjemahkan apa yang telah Menerapkan berarti melaksanakan atau menggunakan suatu prosedur, pada tahap ini siswa diharapkan mampu menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi baru, serta memecahkan masalah/soal yang ada. menganalisis berarti menguraikan materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan bagaimana hubungan yang satu dengan bagian yang lain, pada tahap ini siswa diharapkan mampu menunjukkan hubungan diantara berbagai gagasan tersebut dengan standar, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari. Mengevaluasi dan menciptakan/(create) dua kategori yang terletak dalam ujung kontinum yang lebih kompleks, berarti membuat judgment berdasarkan kriteria dan menyatukan berbagai elemen untuk membentuk sebuah pola dan struktur baru. (Anderson dan Krathwohl 2001:89). Untuk lebih jelasnya Anderson, mendeskripsikan dalam Tabel 2 berikut : No 1 2 Tabel 2.2 6 Kategori Dimensi Proses Kognitif dan Hubungannya dengan Proses Kognitif yang Terkait Kategori Proses Proses Kognitif dan Contoh Remember (Mengingat) Recognizing (mengenali) Recalling (mengingat kembali) Understand (Memahami) Interpreting (menginterpretasikan) Exemplifying (memberi contoh) Classifying Mengambil pengetahuan yang relevan dari ingatan jangka Panjang Misalnya mengenali tanggal peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah AS Misalnya mengingat kembali tanggal peristiwaperistiwa penting dalam sejarah AS Mengonstruksikan makna dari pesan-pesan Mis, menafsirkan pidato dan dokumen penting Mis, memberikan contoh berbagai gaya lukisan artistik Mis, mengklasifikasi kasus-kasus gangguan 58 (mengklasifikasikan) Summarizing (merangkum) Inferring (menyimpulkan) 3 Comparing (membandingkan) Explaining (menjelaskan) Apply (Menerapkan) Executing (melaksanakan) 4 Implementing (mengimplementasikan) Analyze (menganalisis) Differentiating (mendiferensiasikan Organizing (mengorganisasikan Attributing (mengatribusikan) 5 Evaluate (Mengevaluasi) Checking (mengecek) Critiquing (mengkritik) 6 Create (Mencipta) Generating (menghasilkan) Planning ( perencanaan) Producing (memproduksi) mental Mis, menulis ringkasan pendek dari rekaman peristiwa tertentu Mis, dalam mempelajari bahasa asing, menyimpulkan prinsip gramatikal dari contohcontoh. Mis, membandingkan peristiwa bersejarah dengan situasi sekarang Mis, menjelaskan penyebab peristiwa penting abad kedelapan belas di Perancis Melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu Mis, membagi sebuah bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya, keduanya dengan banyak digit Mis, menentukan dalam situasi mana hukum kedua Newton yang kedua dapat diterapkan Memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan hubungan antara satu bagian dengan bagian lain dan dengan struktur atau maksud keseluruhan Mis, membedakan antara bilangan yang relevan dan tidak relevan dalam soal kalimat matematika Mis, bukti struktur dalam deskripsi historis menjadi bukti-bukti yang mendukung dan yang bertentangan dengan penjelasan historis tertentu Mis, menentukan sudut pandang penulis sebuah esai dalam kaitannya dengan perspektif politisnya Membuat judgment berdasarkan criteria atau standar Mis, menentukan apakah kesimpulan seorang ilmuwan sesuai dengan data yang terobservasi Mis, menentukan mana di antara dua metode yang merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah tertentu Memasukkan unsur-unsur bersama-sama membentuk satu kesatuan yang koheren atau fungsional, reorganisasi elemen ke dalam pola atau struktur baru Mis, menghasilkan hipotesis untuk menjelaskan suatu fenomena yang diamati. Mis, membuat rencana sebuah penelitian dari berbagai topik sejarah tertentu Mis, memproduksi, membangun habitat bagi spesies tertentu untuk tujuan tertentu 59 Sumber :Anderson dan Krathwohl (2001:31) 2. Ranah Afektif Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku Bloom membagi tujuan dalam affective domain menjadi lima kategori yaitu: a) Receiving (menerima), siswa menyadari atau memperhatikan sesuatu di lingkungan .b) Responding, siswa memperlihatkan perlaku baru tertentu sebagai hasil pengalaman dan respon terhadap pengalaman. c) Valuing (menghargai) siswa memperlihatkan keterlibatan mutlak atau komitmen terhadap pengalaman tertentu. d) Organization, siswa telah mengintegrasikan sebuah nilai, e) Characterization, siswa bertindak secara konsisten menurut nilainya dan memiliki komitmen yang kuat (Arends, 2008 :121),. Receiving atau attending (= menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada 60 jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh. Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam 61 peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Characterization (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. (Zaif, 2009) 3. Alat Ukur Hasil belajar Di dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat penilaian yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap siswa (Purwanto, 1987 :33). Lebih Lanjut dijelaskan 62 bahwa penilaian adalah penerapaan berbagai cara dan penggunaan beragam alat. Penilaian berguna untuk memperoleh ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Proses penilaian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar pesrta didik.( Haryati, 2007 : 15) Alat penilaian dapat digolongkan ke dalam dua jenis yaitu : test dan non test. Kedua jenis alat ini dapat dipergunakan untuk menilai ketiga sasaran (kognitif, afektif dan Psikomotor), berikut dijelaskan alat penilaian tersebut : a) Tes Test adalah merupakan alat penilaian pendidikan yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor, diberikan dalam bentuk serangkai tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik siswa) sehingga menghasilkan suatu angka sebagai hasil ukur. Selain itu tes juga berguna untuk melihat isi pendidikan yang telah di berikan dalam kegiatan belajar mengajar. Test sebagai alat ukur ada yang telah distandarisasikan dan ada yang tidak. Test yang telah distandarisasikan memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang teruji, sehinngga hasil ukurnya mempunyai derajat ketepatan dan ketetapan (keajegan) yang tinggi. Dilihat bentuk jawabannya ,test dibagi dalam tiga macam yakni: 1). Tes lisan; Tes dimana jawaban yang diberikan oleh peserta didik dalam bentuk lisan, biasanyadipergunakan untuk mengukur kemampuan kognitif, juga afektif.2) Tes tertulis; Tes dimana jawaban yang diberikan oleh peserta didik dalam bentuk 63 tertulis, biasanya dipergunakan untuk mengukur kemampuan kognitif. 3) Tes tindakan; Tes jawaban yang diberikan peserta didik dalam bentuk tindakan,seperti mengerjakan sesuatu (praktik), dengan demikian tes ini tepat digunakan untuk mengukur kemampuan psikomotor. Dilihat dari bentuk pertanyaan yang diberikan , tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yakni tes obyektif dan tes uraian (Essay test). 1) Tes obyektif Tes obyektif terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan cara memilih salah satu alternatif yang tersedia atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan kata atau simbul. Tes obyektif umumnya terdiri dari dua bagian utama yakni Stem merupakan pertanyaan atau pernyataan dari masalah yang di ukur dan bagian kedua disebut option merupakan alternatif jawaban yang harus dipilih. 2) Tes Uraian (Essay test) Tes Essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk pertanyaan dan suruhan, meminta peserta tes untuk menjelaskan, membandingkan, menginterpretasikan, mencari perbedaan dan lain sebagainya (Purwanto, 1987 : 33-36) b. Non Test Jenis alat non test lebih sesuai digunakan sebagai alat penilai aspek-aspek tingkah laku yang menyangkut: sikap, minat, perhatian karakteristik dan lainlain yang sejenis. Alat penilaian jenis non test ini antara lain : 1) Observasi; yakni pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertantu. Observasi bisa dalam situasi yang sebenarnya atau observasi langsung dan bisa pula dalam situasi buatan atau observasi tidak langsung. Kedua observasi ini dapat 64 dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan pedoman observasi. 2) Wawancara; yakni melakukan komunikasi secara langsung antar a pewawancara dengan yang diwawancara. Untuk memudahkan pelaksanaannya, perlu disediakan pedoman wawancara berupa pokok-pokok yang akan ditanyakan. 3) Studi kasus; mempelajarai perilaku individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya.4) Rating scale (Skala penilaian); menilai dengan menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai keujung yang positif, sipenilai tinggal membubuhi tanda chek (V).5) Inventory; pertanyaan dimana yang ditanya/ siswa tinggal memilih alternatif jawaban : setuju sekali, setuju, kurang setuju, tidak setuju.Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa banyak jenis dan alat tes yang dapat dipergunakan oleh guru untuk mengases siswanya, namun tes tersebut hendaknya di sesuaikan dengan aspek/ranah yang ingin dinilai dan tujuan dari penilaian tersebut. E. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Mumu Muzayyin Maq (2009), yang berjudul” Pengembangan Model Pembelajaran Direct Method untuk meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa SMPN Majalengka”., dan peneliti merekomendasikan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan mengkaji dan mentelaah masalah yang berhubungan dengan model pembelajaran direct method bila diimplementasikan pada materi lain ataupun pelajaran lain, baik dilihat dari pelibatan variabel maupun kerangka teoritis.