KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ANTARA ISLAM, KRISTEN DAN

advertisement
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ANTARA ISLAM,
KRISTEN DAN SUNDA WIWITAN
(Studi Kasus: Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur,
Kuningan-Jawa Barat)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Angga Syaripudin Yusuf
NIM 109015000130
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
Angga Syaripudin Yusuf, Kerukunan Umat Beragama Antara Islam,
Kristen dan Sunda Wiwitan (Studi Kasus: Desa Cigugur, Kec. Cigugur, Kab.
Kuningan-Jawa Barat), Skripsi Program Studi Pendidikan SosiologiAntropologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu faktor dan pola kehidupan
seperti apa yang diterapkan oleh masyarakat Desa Cigugur sehingga mereka bisa
hidup rukun berdampingan satu sama lain meskipun berbeda-beda keyakinan.
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana pandangan masyarakat di Desa
Cigugur terhadap konsep kerukunan hidup antar umat beragama pada masa kini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Teknik pengumpulan datanya antara lain, observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Kemudian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terciptanya kerukunan, karena
masing-masing dari setiap pemeluk agama saling terbuka dan menerima
keberadaan dari agama lain. Adanya keanekaragaman beragama yang ada di
Cigugur, tidak membuat hubungan interaksi antara warga Cigugur menjadi
renggang dan kaku, justru hal tersebut membuat keindahan tersendiri yang dapat
dilihat didalam pola interaksi bermasyarakat warga Cigugur. Dalam melakukan
kegiatan yang bersifat sosial, masyarakat Desa Cigugur tidak memandang adanya
kelompok mayoritas ataupun minoritas. Mereka selalu menanamkan rasa
persaudaraan yang sangat kuat dan menjunjung tinggi sikap gotong-royong di
dalam masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan pola kerukunan umat beragama,
masyarakat desa Cigugur secara umum mempunyai pola kerukunan yang sangat
dinamik. Hal ini terlihat dari pola hubungan sosial keagamaan dan pola hubungan
sosial kemasyarakatan, yang mana hal-hal tersebut akan menjelaskan bagaimana
pola kerukunan umat beragama yang terjadi di desa Cigugur. Selain itu, terdapat
pula faktor-faktor yang mempengaruhi kerukunan kerukunan yang terjadi di
Cigugur yaitu: ikatan kekeluargaan, saling menghormati dan menghargai antar
umat beragama dan gotong royong.
Kata Kunci: Kerukunan Umat Beragama, Cigugur
iv
ABSTRACT
Angga Syaripudin Yusuf, Harmony of Religius CitizenBetween Islam,
Christian and Sunda Wiwitan (Case Study: Cigugur, Kuningan-West Java),
Skripsi Devision of Sociology-Antropology Education, Department of Social
Sciences and Knowledges, Facultyof Tarbiyah and Teaching Knowledge,
Universityof Islamic State Syarif Hidayatullah Jakarta.
The purpose of this reasearch is to find out life styles and factors applied
in Cigugur citizens untill they can live together with diversity of faith.
Furthermore, the reasearcher wonder about the point of view Cigugur Citizen
toward modern concept of harmony living among inter-religious people.
Method applied in this reasearch is qualitative descriptive. Techniques of
data collection are observation, interview, and documentation. Then, technique of
data analysis applied are data reduction, data presentation and conclusion.
From the research result are found that the harmony reached because of
every religious afiliation are open minded and accept of the presence of other
reigion. The diversity of faith in Cigugur did not make the interaction among the
citizen stiff and rift, moreover it become a unique situation can be seen from their
interaction. In society activities they do not see about the differences of majority
and minority. They always hold a good brotherhood and work together in their
society. Related to the harmony of religious afiliation, Cigugur citizen have a
dynamic harmony style generally. It can bee seen from social religiuos and
society relation style, which describe religious affilition harmony style in Cigugur.
Meanwhile, there are some factors influences the harmony in Cigugur. Family
relationship, honoring and respecting each other and working together .
Keyword:
Harmony Among Religious Believers, Cigugur
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Syukur Alhamdulilah segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas
rahmat dan karunia-nya kepada penulis maka selesailah skripsi ini yang berjudul“
Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan (Studi
Kasus: Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan-Jawa
Barat)”. Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi manusia, dan semoga kita
menjadi pengikutnya yang taat hingga nanti, amin.
Selesainya skripsi ini tak lupa do’a dan kesungguhan hati, kerja keras serta
bantuan dari berbagai pihak baik saran maupun bantuan lainnya. Tiada kata yang
dapat penulis ucapkan selain ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya atas
bantuan ini, dan lebih khusus ucapan terimakasih yang saya ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Nurlena Rifa’i MA.Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga sebagai
dosen Pembimbing Akademik
4. Drs. H. Syaripulloh, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, juga sebagai dosen pembimbing skripsi bagi
penulis, terimakasih atas segala bimbingan, pengarahan, ilmu, baik dalam
bidang akademik maupun kehidupan, waktu, serta motivasinya kepada penulis
sehingga penulis bisa menyelasaikan skripsi ini.
vi
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS, yang telah dengan sabar dan ikhlas
mendidik penulis, sehingga ilmu yang diberikan kepada kepada penulis dapat
bertambah dan bermanfaat.
6. Rama Djati Kusumah, Pangeran Gumirat Barna Alama,Mang Didi, Ibu Uti,
Ibu uum, Pak Kento Subarman, Pak Aang Taufik di Cigugur, terima kasih atas
bantuan dan kesediaanya untuk menjadi sumber dalam penulisan Skripsi ini
7. Kedua Orang Tuatercinta, Yusuf Abdullah
(ayah) dan Kokom Kodarul
Hasanah (ibu), terimakasih yang tak terhingga atas setiap cinta yang terpancar,
doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah penulis. semangat, kasih
sayang, pengorbanan, dan ketulusannya dalam mendampingi penulis. Semoga
Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada keduanya.
8. Adik tercinta Anggi Nurlaela Yusuf, terimakasih atas do’a, canda, tawa serta
dukungannya. Semoga semua usaha penulis dapat menjadi lecutan semangat
tak terhingga agar adiktercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih
demi kebahagiaan dan kebanggaan kedua orang tua tercinta. Penulis bangga
mempunya adik seperti beliau.
9. Linda Maulinda Rosalinda yang terbiasa penulis panggil “Neng”. Terimakasih
atas motivasi, dukungan dan harapannya. Juga sebagai tempat penulis
berkeluh kesah berbagi kesedihan, kegembiraan dan memberikan arahan yang
terbaik sehingga penulis bisa menjadi lebih baik.
10. Teman-teman penulis, (Didik, Iqbal, Rahman, Furqon, Cesna, Bayu, Ucup,
Imam, Akbar, Umar, Nandar, Adul, Apri, Wahyu Dj, Indah, Desi, Ella, lilis
dkk) yang selalu memberikan do’a dan motivasi kepada penulis.
11. Teman-teman Seperjuangan Cigugur, Didik, Fery, Aisyah, Lita, Aini, Faisal.
12. Bung dan Sarinah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Didik,
Rahman, Ridwan, Irul, Mahbub, Yuli, Gilang, Umam, Asep, Fahri, Ibnu,
vii
Rizal, Dede Dkk. Senior Tenjo, Uceng, Dziki, Dewa, Gunawan, Irfan, Yusri,
Blek, Qori Dkk, terima kasih atas pelajaran, Pengetahuan dan semangatnya.
Semoga spirit para pendiri bangsa kiranya akan senantiasa mengilhami gerak
dan langkah kita sehari-hari untuk mewujudkan cita-cita Revolusi 17 Agustus
1945, dan semoga semangat pembebasan terhadap kaum Marhaen tetap
tertanam kuat dalam sanubari kita.
13. Keluarga Mahasiswa Kabupaten Subang Jakarta Raya (KEMBANG JAYA),
terimakasih atas pelajaran dan pengetahuan khususnya pemahaman tentang
kedaerahan kepada penulis.
14. Semua teman-teman seperjuangan Jurusan IPS angkatan 2009 kelas C
sosioantro , serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah mendukung dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.
Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidak
sempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan pembaca umumnya. Semoga skipsi ini dapat memberikan sumbangsih
pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Alhamdulillahirrobil’Alamin
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 9 September 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................iii
ABSTRAK ..........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
DAFTAR ISI .......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masala ....... .............................................................1
B. Identifikasi Masalah .. ......................................................................8
C. Pembatasan Masalah .... ...................................................................9
D. Perumusan Maslah ...... ....................................................................9
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ...................................9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori......................................................................................11
1. Interaksi Sosial ..................... ......................................................11
a. Pengertian ............... ...............................................................11
b. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ............... ...............12
c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ................ ..............................13
2. Kerukunan Antar Umat Beragama ...... .......................................15
a. Definisi Kerukunan ........ ........................................................15
b. Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama .. .............................16
c. Disharmonisasi Antar Umat Beragama ... ..............................22
d. Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama di
Indonesia .................................................................................23
B. Hasil Penelitian Relevan .. ...............................................................26
C. Kerangka Berfikir .............................................................................30
ix
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................32
B. Latar Penelitian ... ............................................................................32
C. Metode Penelitian ...... ......................................................................32
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... .....................33
1.
Pengumpulan Data .... ...............................................................33
2.
Pengolahan Data .......................................................................35
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ..............................36
F. Analisis Data ... ................................................................................37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.. Profil Desa Cigugur ..........................................................................40
1. Kondisi Geografis . ......................................................................40
2. Kondisi Demografis .. ..................................................................43
3. Kondisi Sosial ........... ..................................................................45
B. Pembahasan ...... .................................................................................54
1. Pandangan Masyarakat Desa Cigugur Mengenai Kerukunan
Antar Umat Beragama ... ............................................................55
2. Pola Kerukunan Umat Beragama di Desa Cigugur ......... ..........61
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerukunan Antar Umat
Beragama di Desa Cigugur ... ....................................................66
4. Potensi Konflik Antar Umat Beragama di Desa Cigugur ..........68
5. Analisis Hasil Penelitian .. .........................................................73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .. ......................................................................................80
B. Saran . .................................................................................................81
Daftar Pustaka ...................................................................................................83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan Cigugur.................. 50
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Observasi Lapangan
Lampiran 2
Hasil Observasi Lapangan
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Lampiran 5
Dokumentasi
Lampiran 6
Struktur Organisasi Kelurahan Cigugur
Lampiran 7
Peta Kelurahan Cigugur
Lampiran 8
Lembar Uji Referensi
Lampiran 9
Surat Keterangan Penelitian Dari Kelurahan Cigugur
Lampiran 10 Surat Keterangan Penelitian Dari KESBANGPOL Kabupaten
Kuningan
Lampiran 11 Tanda Terima Surat Dari KESBANGPOL Kabupaten
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerukunan
antarumat
beragama
di
Indonesia
masih
banyak
menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan hal ini belum
bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih
menyisakan masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap
membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat beragama perlu
ditinjau ulang. Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya
menuntut adanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah
yang antisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia pada
masa-masa mendatang. Jika hal ini diabaikan, dikhawatirkan akan muncul
masalah yang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa dan negara di
bidang politik, ekonomi, keamanan, budaya, dan bidangbidang lainnya.
Adanya
perubahan
kondisi
seperti
sekarang
ini
seharusnya
meningkatkannkesadaran masyarakat kita akan arti penting persatuan dan
kesatuan. Akan tetapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Angin
reformasi membawa dampak kebebasan yang kurang terkendali. Hal ini akan
sangat berbahaya ketika terjadi di tengah-tengah bangsa yang tingkat
heterogenitasnya cukup tinggi seperti Indonesia. Rakyat Indonesia mencitacitakan suatu masyarakat yang cinta damai dan diikat oleh rasa persatuan
nasional untuk membangun sebuah negara yang majemuk. Persatuan ini tidak
lagi membeda-bedakan agama, etnis, golongan, kepentingan, dan yang
sejenisnya.
Pengkajian tentang hubungan antar umat beragama dan antar etnis
sekarang ini memasuki tantangan baru dan semakin menarik untuk diteliti dan
di diskusikan. Hal ini disebabkan oleh munculnya konflik-konflik bernuansa
SARA (Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan) dan perubahan dinamika
hubungan sosial dan keagamaan yang terjadi dilapangan. Berbagai peristiwa
1
2
yang sempat menggejolak disebagian wilayah Indonesia beberapa tahun
terakhir menunjukan indikasi bahwa telah terjadi pergeseran hubungan antar
agama dan antar etnis di negeri ini. Konflik agama terutama merupakan
ungkapan sengit atas kesalahan-kesalahan yang menggunakan agama sebagai
basis identitas kelompok. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia
adalah tanggapan terhadap ketimpangan sosial ekonomi, penggusuran
ekonomi oleh pendatang, legitimasi politik yang menurun, dan pandangan
mengenai ancaman terhadap identitas kelompok. Dalam sejumlah kasus,
kerusuhan itu melibatkan keluhan yang lebih langsung atas hak-hak praktik
beragama. Penggunaan identitas agama menuntut penjelasan melampaui
berbagai sebab kekerasan yang bersifat langsung.1
Beberapa tahun terakhir, isu agama begitu cepat menyebar ke berbagai
lapisan sehingga tercipta kerentanan yang cukup menegangkan dalam
kehidupan beragama masyarakat. Sedikit saja tersentuh ego keagamaan atau
etnis suatu kelompok, maka reaksi yang ditimbulkan sangat besar dan
terkadang berlebihan. Yang lebih menyedihkan, reaksi tersebut cenderung
berupa kekerasan dengan berbagai tingkat eskalasinya. Eskalasi kekerasan
dengan berbaju SARA ini telah menciptakan suasana kehidupan yang tegang
dan meresahkan. Dalam suasana seperti ini agama seringkali dijadikan titik
singgung paling sensitif
dan
eksklusif
dalam
pergaulan
pluralitas
masyarakat.Keberadaan negara bangsa (nation state) merupakan kesepakatan
final dari para founding fathers, sebagai bentuk pengakuan terhadap pluralitas
yang menjadi pilar tegaknya negara Indonesia. Dengan tegas pengakuan
kemajemukan ini tertuang dalam lambang negara Bhineka Tunggal Ika.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, kemajemukan telah melahirkan
perpaduan yang sangat indah dalam berbagai bentuk mozaik budaya.
Berbagai suku, agama, adat istiadat dan budaya dapat hidup berdampingan
dan memiliki ruang negoisasi yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, keragaman yang terajut indah itu kini terkoyak dan tercabik-cabik
1
Jacques Bertrand, Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2012), h. 179-180
3
oleh sikap eksklusif yang tumbuh dari akar primordialisme sempit kesukuan,
agama dan golongan. Peristiwa konflik atau kerusuhan terjadi di beberapa
daerah, baik dalam eskalasi kecil maupun besar dengan membawa korban
harta, manusia, bangunan perkantoran maupun perdagangan dan lainnya,
sehingga menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan dan kebangsaan kita.2
Kemajemukan
agama-agama
(pluralisme)
dan
budaya
(multikulturalisme) adalah tantangan yang dihadapi pemikiran dan kehidupan
umat manusia dewasa ini. Namun masih ada ketakutan bahwa agama tetap
memiliki potensi melahirkan kaum militan yang gampang merasa terganggu
dan menjadi penganjur ketidaktoleranan dan kekerasan. „Kelompokkelompok bersemangat‟ ini bisa berbahaya ketika menjadi gerakan massa,
atau ketika kepercayaan mereka tersistematiskan dalam lembaga-lembaga
keagamaan yang memperlakukan kelompok-kelompok ini sebagai heretik,
yang pantas mendapat celaan dan bahkan kematian. Di pihak lain ada
ketakutan bahwa agama-agama menciptakan kepasifan ketika berhadapan
dengan ketidak adilan, bahkan melahirkan romantisme, kebodohan, dan
keterbelakangan ketika berhadapan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi.
Dua jenis ketakutan itu percaya bahwa agama selalu bersifat
dogmatik, intoleran, dan tidak berubah. ‘The Order’ dianggap inferior dan
berhak didakwahi, dipaksa atau dikerasi, ketimbang dianggap sejajar.
Disinilah kemudahan kita bertanya apakah mungkin bagi orang-orang yang
berbeda-beda agama dan budaya itu hidup berdampingan dan mengalami
perbedaan dalam kesamaan.
Charles Taylor dalam Multiculturalism: Exmining the Politics of
Recognition (1994) mengatakan:
“Masing-masing kelompok budaya dan agama menuntut (dan berhak
mendapatkan) pengakuan dan penghargaan. Namun, bahayanya,
mereka yang memiliki identitas tertentu menolak mengakui dan
menghargai yang lain. Kurangnya toleran seperti ini berdampak
2
Konflik Sosial Bernuansa Agama Di Indonesia, (Departemen Agama RI Badan
LITBANG Agama dan Keagamaan PUSLITBANG Kehidupan Beragama Bagian Proyek
Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama tahun 2003), h. 1-2
4
serius, khususnya bagi demokrasi dan keadilan. Sebabnya adalah
kekakuan identitas komunal yang mempercayai dirinya sebagai
otentik dan superior, atau kekakuan identitas universalis yang
berusaha untuk mempengaruhi yang laim dengan cara memaksa”.3
Setidaknya ada tiga kata kunci yang tersirat dari pemaparan diatas:
pertama, agama sama sekali tidak bisa meninggalkan untuk tidak
menyebutnya lengket “emosi”, sedangkan “emosi” merupakan cikal bakal
agresivitas yang mudah berbelok kepada tindakan kekerasan. Kedua, aktivitas
dan kegiatan keagamaan dapat mengurangi tindak kekerasan, jika ia berfungsi
dengan baik sebagai alat peredam (katarsis). Tetapi sebaliknya aktivitas
keagamaan bisa menjelma menjadi daya dorong yang hebat dan memicu
kekerasan, jika ia justru menimbulkan perasaan frustasi dan tidak puas bagi
para pemeluknya. Dan yang ketiga, masyarakat beragama yang tidak agresif
biasanya dikondisikan oleh corak dan model pendidikan agama yang
ditawarkan oleh para pimpinan agama, masyarakat, atau kelompok agama
yang santun secara sosial4
Setiap pemeluk agama umumnya meyakini bahwa agama yang
dianutnya adalah jalan yang paling benar (baginya). Dalam intern umat
beragama sendiri, walaupun dengan teks dan kitab suci yang sama. Karena
berbagai faktor, terdapat penafsiran dan pemahaman yang juga bisa berbeda.
Perbedaan interpretasi terhadap teks-teks suci tersebut mengakibatkan
timbulnya kelompok-kelompok keagamaan yang berbeda diantara para
penganut agama yang sama tersebut. Semua itu tentu tidak masalah sejauh
keyakinan dan pemahaman tersebut tidak dibarengi dengan prasangka bahwa
diluar agama yang dipeluk oleh kelompoknya dan diluar paham yang dia anut
adalah sesuatu yang salah dan sesat. Sayangnya, diantara problem yang
paling dekat dan menghadang dalam mewujudkan masyarakat pluralis saaat
ini antara lain adalah berkembangnya faham keagamaan eksklusif yang secara
3
Muhamad Ali, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin
Kebersamaan (Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS, 2008), h. 71-72
4
M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multi Kultural Multi Religius, (Jakarta:
PSAP Muhammadiyah, 2005), h. 18-19
5
esensi memandang bahwa hanya agamanya saja yang paling benar sedangkan
yang lain salah belaka. Karenanya demi tegaknya kebenaran (versi mereka)
semua yang salah itu harus dieleminasi, kalau perlu dengan kekerasan.
Kelompok eksklusif semacam inilah yang cenderung menampilkan agama
dalam wadah yang keras dan radikal dan biasanya ekstrim. Kelompok
semacam ini terdapat pada setiap agama. Hanya saja, baik intensitas
ekstrimitas maupun besar kecilnya perkembangan gerakan tersebut sangat
tergantung pada kesempatan yang ada atau yang dapat mereka raih.
Syukurlah bahwa secara keseluruhan kelompok seperti ini kecil jumlahnya,
tetapi seringkali suara dan gemanya lebih nyaring dari yang lain sehingga
dapat berdampak pada citra keseluruhan kelompok agama yang bersangkutan
dan bagi umat beragama diluarnya. Sebaliknya, kelompok arus utama (the
main stream) dari berbagai kelompok agama yang ada pada umumnya adalah
moderat, namun biasanya suaranya kalah nyaring dibanding kelompok
eksklusif. Keberadaan berbagai kelompok eksklusif dan ekstrem tersebut tak
urung telah menyulut terjadinya sejumlah konflik baik internal dalam satu
agama maupun eksternal antar agama, walau agama secara esensial
mengajarkan hidup rukun dan damai baik antar sesama maupun antar sesama
dengan lingkungan.5
Jika bangsa yang multi-agama dan budaya bertekad untuk keluar darin
krisis multi-dimensi, maka tidak ada jalan lain kecuali mengakui
multikulturalisme dengan dukungan teologi yang relevan. Ancaman
disintegrasi dan konflik horizontal dalam berbagai bentuknya tetap akan
menghantui para pemimpin dan rakyat kita jika pemahaman akan
multikulturalisme begitu dangkal, yang memudahkan siapa saja untuk berlaku
tidak adil terhadap yang lain.
Seorang multikulturalis tidak beragama secara mutlak-mutlakan.
Artinya ketika klaim kebenaran yang dianutnya dilihat dari luar maka ia
menjadi tidak mutlak. Ini bisa disebut dengan sikap keberagamaan ‘relatively
5
Muhaimin AG, Damai di Dunia Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama,
(Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2004), h. 3-4
6
absolut’ dengan mengatakan, “Apa yang saya anut memang benar dan saya
berjuang untuk mempertahankannya, tetapi tetap saja relatif ketika
dihubungkan dengan apa yang dianut orang lain, karena orang lain melihat
apa yang saya anut dari kacamata anutan orang lain itu”. Keberagamaa
mutlak-mutlakan dalam banyak kasus cukup berbahaya dalam konteks
interaksi antar agama dan antar budaya. Klaim kebenaran absolut merupakan
benih bagi tumbuhnya fundamentalisme radikal yang bisa membenarkan
segala cara.6
Selain itu keberagamaan multikulturalis merupakan keberagamaan
yang tidak kering. Kekakuan yang berlebihan dalam menjalankan agama
seringkali menyebabkan kurangnya kesadaran spiritual. Salah satu nikmatnya
beragama adalah merasakan apa yang kita lakukan secara sadar dan tanpa
paksaan,
misalkan
merasakan
betapa
indahnya
kemajemukan
dan
7
kebersamaan. Keberagamaan multikulturalis tidak melepaskan simbol, tetapi
selalu berupaya melihat makna. Bagaimana, simbol memegang peranan
penting dalam setiap agama. Tanpa simbol, tudak ada agama. Namun,
keberagamaan multikulturalis bergerak lebih jauh dan lebih dalam dari
sekedar simbol. Ia menerima ekspresi-ekspresi keberagamaan simbolik,
namun menyadari makna dari setiap simbol itu.
Keberagamaan multikulturalis tidak dimaksudkan semata-mata demi
agama itu sendiri, tetapi lebih dari itu untuk kemanusiaan. Seorang
multikulturalis tidak akan mengatakan bahwa dirinya lebih berjuang lebih
membela Tuhan, ketimbang orang lain. Ketuhanan dan kemanusiaan memang
bersifat fitrah, tetapi selalu berbeda dalam ruang dan waktu. Seorang
multikulturalis memahami mengapa dia beragama dan berusaha sesuai
kemampuannya untuk menjalankan agamanya, sambil menyadari bahwa
dirinya adalah produk sejarah dan bahwa kemajemukan ekspresi kebudayaan
manusia adalah hal yang lumrah. Kesadaran multikulturalis dalam beragama
paling tidak akan mengurangi tumbuhnya budaya kekerasan atas nama agama
6
Ibid., h. 79
ibid
7
7
yang dalam dekade belakangan ini menjadi bagian masalah nasional dan
global.8
Agama dan budaya menjadi sangat problematik ketika memiliki
implikasi horizontal. Yaitu, ketika satu keberagamaan atau keberbudayaan
seseorang atau kelompok tertentu bergesekan dengan keberagamaan atau
keberbudayaan orang atau kelompok lain. Perjumpaan antar iman dan budaya
dewasa ini, akibat faktor-faktor eksternal seperti globalisasi, politik domestik,
dan kondisi sosial budaya, selain faktor-faktor internal seperti penafsiran
agama dan budaya, telah melahirkan problem-pronlem fundamentalisme,
konflik antar agama, konflik etnis, serta ketegangan budaya.
Dalam perjalanan sejarah Indonesia, ketegangan dan konflik etnis,
agama, budaya, dan politik belum juga menurun dan masih menjadi bagian
potret interaksi masyarakat. Sejak menjelang kemerdekaan hingga era
reformasi sekarang ini, perbedaan-perbedaan lebih sering menjelma menjadi
pertentangan, sehingga pada gilirannya melahirkan ketidaknyamanan hidup
bersama dan ketidakproduktifan. Pergantian rezim seakan tidak berarti
pergantian mental dan budaya konflik dan kekerasan, sementara masyarakat
tidak harmonis dalam perbedaan itu.9
Namun fenomena konflik yang dilatar belakangi agama dan budaya
diatas berbanding terbalik dengan fenomena yg penulis jumpai di Desa
Cigugur. Cigugur adalah sebuah Desa di lerang Gunung Ciremai yang
sekarang sudah menjadi sebuah kelurahan bahkan kecamatan. Secara
administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang
berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari
kota Bandung10.
Masyarakat di Desa Cigugur hidup dalam sebuah perbedaan. Dan
yang menjadi perbedaan mendasar pada masyarakat Cigugur adalah
perbedaan agama pada masing-masing individunya. Dimana, perbedaan
8
Ibid, h. 80
Ibid., h. 87-88
10
Mustafid Sawunggalih, Menyusur Agama Djawa Sunda Dari Cigugur, 2012,
(Www.Nusantaraislam.Blogspot.Com) Di Akses Selasa, 29 Januari 2013
9
8
tersebut tidak hanya terdapat pada masing-masing warganya melainkan
perbedaan tersebut juga ada dalam satu keluarga. Misalkan, Ayah dan Ibunya
penganut agama Islam, dan anak-anaknya ada yang menganut agama Katolik,
Hindu, Budha, atau agama Islam juga sesuai dengan orang tuanya. Dan itu
sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Suatu hal yang perlu diketahui
disini adalah bahwa perbedaan yang ada pada masyarakat Cigugur tersebut
tidaklah menjadikan mereka hidup dalam ketegangan hingga menimbulkan
suatu konflik seperti konflik-konflik yang sering terjadi dewasa ini yang
dilatarbelakangi oleh perbedaan agama, namun kehidupan mereka justru
sangat harmonis, bisa hidup secara berdampingan, dan sangat menjunjung
tinggi Toleransi dalam beragama. Yang mana pada setiap masyarakatnya
bukan hanya mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam
usaha memahami perbedaan dan persamaan dari setiap masing-masing
penganut agama yang ada. Faktanya, bahwa setiap masyarakat yang berbeda
agama tersebut dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan
kemajemukan tersebut.
Dengan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan
penelitian mengenai“Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen
dan Sunda Wiwitan (Studi Kasus: di Desa Cigugur Kec. Cigugur –
Kuningan)”.
B. Identifikasi Masalah
Dari masalah yang dijelaskan diatas maka dapat diidentifikasikan
masalahnya, yaitu:
1. Terdapat beberapa Agama di Desa Cigugur yang mengedepankan
kebudayaan Sunda
2. Terciptanya kerukunan umat beragama pada masyarakat Desa Cigugur
3. Terdapat pola kerukunan umat beragama pada masyarakat Desa Cigugur
4. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kerukunanumat beragama pada
masyarakat Desa Cigugur
5. Terdapat upaya yang dilakukan untuk menjaga kerukunan umat beragama
pada masyarakat Desa Cigugur
9
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus,
dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu,
penulis, memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang
dibatasi dalam konteks kerukunan umat beragama (Islam, Kristen dan Sunda
Wiwitan). Subyek yang diteliti adalah masyarakat Cipager, desa Cigugur,
Kecamatan Cigugur.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam
penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan
dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus
penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Cigugur mengenai kerukunan
antar umat beragama ?
2. Bagaimana pola kerukunan umat beragama di Desa Cigugur sehingga
mereka bisa hidup rukun berdampingan satu sama lain meskipun berbeda
agama?
3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Cigugur yang
masing-masing-masing memiliki perbedaan keyakinan agama tersebut
dapat hidup rukun dan berdampingan satu sama lain?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Desa Cigugur mengenai
kerukunan antar umat beragama.
b. Untuk mengetahui pola kerukunan umat beragama di Desa Cigugur
sehingga mereka bisa hidup rukun berdampingan satu sama lain
meskipun berbeda agama.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa
10
Cigugur yang masing-masing-masing memiliki perbedaan keyakinan
agama tersebut dapat hidup rukun dan berdampingan satu sama lain.
2. Kegunaan Penelitian
Memberikan informasi mengenai bagaimana kerukunan umat
beragama antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan, dan dapat dijadikan
bahan kepustakaan serta hasil penelitian ini sebagai suatu informasi bagi
penelitian serupa atau peneliti-peneliti lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat
utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial
hanyalah bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun
antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang
bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu.
Merupakan
hal
yang
sangat
mustahil
jika
manusia
tidak
membutuhkan pertolongan atau bantuan dari orang lain, karena pada
hakekatnya manusia selalu membutuhkan orang lain dalam berbagai hal
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu manusia
disebut mahluk sosial. Upaya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya dilaksanakan melalu suatu proses sosial yang disebut dengan
interaksi social.
Sedangkan menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto,
“interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial.
Bentuk lain proses sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perongan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia”.1
Menurut Kimball Young dan Raymond dalam Soerjono Soekanto
“interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa
interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama”.
1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), h. 61
11
12
Kehidupan bersama dalam pengertian interaksi sosial tersebut dapat
diarrtikan salah satunya adalah terjadinya kerukunan. Karena melalui
interaksi sosial, masyarakat melakukan pola hubungan yang seperti
menegur, menyapa dan saling berbicara.2
Dengan demikian interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok
dengan kelompok.
b. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memnuhi
dua syarat, yaitu:
1) Kontak Sosial
Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya
bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi artinya secara
harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru
terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, oleh karena orang dapat
mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti
misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut.
Dengan demikian, kontak sosia adalah aksi individu atau
kelompok dalam bentuk isyarat yang memiliki arti (makna) bagi si
pelaku, dan si penerima membalas aksi tersebut dengan reaksi.3
2) Komunikasi
Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud
pembicraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan
kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan
oleh orang lain tersebut.4
Hal ini mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk
membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, aktualisasi diri,
2
Ibid.,h.54
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), h. 74
4
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), h. 64-67
3
13
untuk
memperoleh
kebahagiaan,
terhindar
dari
tekanan
dan
ketergantungan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Melalu komunikasi sosial kita
dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan
bersama.
c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
1) Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan
atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama.
Bentuk dan pola kerja sama dapat dijumpai pada semua
kelompok manusia, kerja sama timbul karena orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok
lainnya (out-group). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat
apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan
luar yang menyinggung kesetiaan secara tradisional atau institusional
telah tertanam dalam diri kelompok, dalam diri seorang atau
segolongan orang.
Menurut Charles H. Cooley dalam Soerjono Soekanto
pentingnya fungsi kerja sama digambarkan sebagai berikut :5
“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan –kepentingan yang sama dan pada saat
yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi
merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang
berguna”.
Dalam hubunganya dengan kebudayaan suatu masyarakat,
kebudayaan itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja
sama. Terdapat lima bentuk kerja sama menurut James D. Thompson
5
Ibid.,h.66
14
–Wiliam J. McEwen dalam Soerjono Soekanto sebagai berikut:
a) Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong
b) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
c) Kooptasi (Cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur
baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu
organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya
kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
d) Koalisi (Coalition) yakni kombinasi antara dua organisasi atau
lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama.
e) Joint Venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya pengeboran minyak
bara.
dan pertambangan batu
6
2) Akomodasi
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk
menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses .
Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu
keseimbangan
dalam
interaksi
antara
orang-perorangan
atau
kelompok-kelompok manusia dalam kaitanya dengan norma-norma
sosial dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai
suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai
kestabilan.
Sedangkan menurut Gillin dan Giliin dalam Soerjono Soekanto
akomodasi adalah:
“suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan
sosial. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai sutu
proses dimana orang-perorangan atau kelompok- kelompok
manusia saling mengadakan penyusaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan.7
6
7
Ibid.,h.68
Ibid.,h.69
15
Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi
yang dihadapinya, yaitu:
a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.
b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu
atau secara temporer.
c) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompokkelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagia faktor-faktor
soasial psikologis dan kebudayaan.
d) Mengususahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah.8
3) Asimilasi
Merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya upayaupaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang
perorangan atau kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk
mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan
memerhatikan kepentingan bersama.9
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas
perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batasbatas antar kelompok. Selanjutnya individu melakukan identifikasi
diri dengan kepentingan bersama. Artinya menyesuaikan kemauannya
dengan kemauan kelompok. Denikian pula antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.
2. Kerukunan Antar Umat Beragama
a. Definisi Kerukunan
Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa Arab,
yaitu “ruknun” yang berarti tiang, dasar, sila. Jamak dari ruknun ialah
“arkaan” yang berarti bangunan sederhana yang terdiri atas berbagai
8
Ibid.,
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), h. 81
9
16
unsur. Jadi, kerunan itu merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas
berbagai unsure yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling
menguatkan.10
Krukunan
artinya
adanya
suasana
persaudaraan
dan
kebersamaan antara semua orang meskipun mereka berbeda secara
suku, agama, ras dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu
proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan
serta kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai
serta tentram.
Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang
diwarnai oleh suasana baik dan damai, hidup rukun berarti tidak
bertengkar, melainkan bersatu hati, dan sepakat dalam berfikir dan
bertindak
demi
mewujudkan
kesejahteraan
bersama.
Didalam
kerukunan semua orang bisa “hidup bersama tanpa kecurigaan, dimana
tumbuh semangat dan sikap saling menghormati dan kesediaan untuk
bekerja sama demi kepentingan bersama.11 Kerukunan atau hidup rukun
adalah sikap yang berasal dari lubuk hati yang terdalam, terpancar dari
kemauan untuk memang berinteraksi satu sama lain sebagai manusia tanpa
tekanan dari pihak manapun.12
Sementara dalam kaitan sosial, rukun diartikan dengan adanya
yang satu mendukung keberadaan yang lain.13 Dengan demikian
kerukunan dalam konteks sosial merupakan norma yang sepatutnya
diimplementasikan agar terwujudnya masyarakat madani yang saling
peduli dan mendukung eksistensi masin-masing elemen masyarakat.
b. Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama
1) Perlunya Kerukunan Hidup beragama
10
H. Said Agil Husin Al Munawar, Fikih hubungan Antaragama ( Jakarta:Ciputat Press,
2003), h. 4
11
M. Zainudin Daulay, Mereduksi Eskalasi Konflik Antarumat Beragama di Indonesia (
Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan departemen Agama RI, 2001), hal. 67
12
Taher, Elza Peldi, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai 70 Tahun Djohan
Effendi, (Jakarta: ICRP, 2009), h. 84
13
Hamka Haq, Jaringan kerjasama antarumat beragama: Dari wacana ke aksi nyata (
Jakarta: Titahandalusia Press, 2002), h. 54
17
Yang mempersatukan bangsa dan
masyarakat indonesia dalam
dimensi hidupnya yang tertinggi dan terdalam adalah keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dilengkapi horizontal oleh sila
kemanusiaan yang adil dan beradab. Bila sikap dasar vertikal dan
horizontal itu dipahami, dihayati, dan diamalkan konsekuen konsisten,
buahnya ialah persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, saling
menolong, saling memekarkan. Jadi, sikap-sikap dasar yang berciri inklusif
saling merangkul. Kesatuan dan persatuan dalam arti sejati. Meskipun
kadang-kadang berselisih, namun selalu ingin rukun kembali. 14
Kerukunan hidup beragama bukan sekedar terciptanya keadaan
dimana tidak ada pertentangan intern umat beragama, antar golongangolongan agama dan antar umat-umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan hidup beragama merupakan keharmonisan hubungan dalam
dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang saling menguatkan
dan diikat oleh sikap mengendalikan diri dalam wujud saling menghormati,
bekerja sama, dan saling tenggang rasa.
Kerukunan antar umat beragama di Indonesia termasuk salah
satu masalah yang mendapat perhatian penting dari pemerintah.
Masalah kerukunan hidup antar umat beragama mempunyai kaitan
yang besar dengan usaha pembangunan. Dengan adanya kerukunan
antarumat beragama akan menjamin dan terpelihara stabilitas sosial
untuk keberhasilan serta memperlancar pembangunan. Jika kita tidak
dapat menjaga kerukunan antar umat beragama tentu akan
berpengaruh pada stabilitas sosial.15
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang
terdiri atas berbagai suku bangsa, agama dan golongan yang
memiliki watak sosial yang berbeda satu dengan yang lainya. Atas
kesadaran dari diri masing-masing untuk hidup berbangsa, bertanah
air, dan berbahasa satu, masyarakat Indonesia yang beragam suku,
agam, ras, dan antar golongan seharusnya melakukan integrasi
14
Nur Achmad, Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2001), h. 30
15
Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama (
Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 46
18
nasional untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang ber Bhineka
Tunggal Ika.16 Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian
yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang
lebih utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang
banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.17
Oleh karena itu masyarakat Indonesia harus memaklumi
dengan kemajemukan yang ada. Potensi konflik dalam kemajemukan
harus diantisipasi dengan penguatan etika-moral bangsa, dengan
mengembangkan semangat kerukunan dan memantapkan tatanan
integrasi nasional.18 Dengan kerukunan, akan terpelihara stabilitas
sosial yang akan memperlancar pembangunan.
Di Indonesia kerukunan antarumat beragama sudah terpelihara
baik sejak dulu. Karena itu salah satu ahli sejarah Inggris yang
bernama Arnold J. Toynbee menamakan Indonesia sebagai “ The
land where the Religions are Good Neighbours” ( negeri dimana
agama-agama hidup bertetangga dengan baik) pada tahun 1957,
setelah dia mengunjungi Indonesia. Selain itu dia juga mengatakan :
“Sungguhpun negeri ini berhadapan dengan berbagai persoalan
dan kesulitan dengan masyarakatnya yang serba aneka namun
selalu bebas dari salah satu kebatilan umat manusia, yakni
sengketa agama, apalagi perang agama seperti di negeri-negeri
lain, baik di Timur maupun di Barat. Kalaupun bangsa
Indonesia mempergunakan agama dalam peperangan, hal itu
adalah perang sabil melawan penjajah, bukan melawan agama
lain.”19
Oleh karena itu, jika masyarakat menginginkan Indonesia tetap
hidup damai dan rukun seperti dulu haruslah mempunyai sikap
toleransi (tasamuh) yang tinggi, seperti yang dilakukan salah satu
Organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama yang
16
Musbir Ibrahim Meuraxa, “Etika Islam Dalam Kebijakan Pembinaan Kerukunan Umat
Beragama” vol XI, no.1 (2001) hal 1
17
Ibid., hal 2
18
Ibid.
19
Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama (
Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 47
19
menyebutkan dan menegaskan bahwa tasamuh harus menjadi
landasan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia, sehingga
dapat terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Sebenarnya setiap umat beragama khususnya umat islam pasti
memiliki kecintaan pada negaranya . Mereka menginginkan negeri
ini tetap menjadi negara yang adil dan makmur, aman, tenteram,,
damai, dalam naungan keridlaan Illahi. Dan toleransi adalah sikap
hidup umat islam yang sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
Muhammad agar tetap hidup rukun.20
Salah satu usaha pemerintah pada masa lalu adalah
merukunkan intern umat beragama, antarumat beragama dan umat
beragama dengan pemerintah. Dengan dicanangkannya trilogi
kerukunan seperti itu hilanglah sesuatu yang selama ini dapat
memisahkan antara orang atau kelompok yang berbeda pendapat.21
2) Kerukunan Intern Umat Beragama
Kehidupan intern umat beragama masih seringkali terdapat
masalah-masalah yang dapat menimbulkan perpecahan intern umat
beragama. Disini diperlukan pembinaan kerukunan intern umat
beragama oleh pemuka agama agar pertentangan yang terjadi tidak
menimbulkan perpecahan antara pengikutnya.22 Segala persoalan
yang terjadi hendaknya diselesaikan dengan kekeluargaan dan sikap
saling mementingkan toleransi terhadap sesamanya.
Kerukunan intern umat beragama, lebih khusus umat islam
yang telah tumbuh dan berkembang perlu dilestarikan agar ukhuwah
islamiyah benar-benar menjadi kenyataan, sehingga perbedaan
pemahaman agama tidak lagi menjadi pemisah dalam pergaulan di
tengah-tengah masyarakat dan tidak lagi menganggap orang yang
20
Ibid.
Syamsul Bahri, “ Peranan Agama Dan Adat Dalam Melestarikan Kerukunan Antar
Umat Beragama,” vol XI, no.1 (Januari-Juni 2001), h. 41
22
Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
(Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 49
21
20
tidak sepaham sebagai orang lain atau orang yang diasingkan.23
Perbedaan pemahaman terhadap ajaran agama itu adalah suatu
ajaran yang wajar. Tetapi dalam Islam tidak dibenarkan jika
memaksakan orang lain harus menerima sebagaiman
yang
dipahaminya itu.24 Sebaiknya, sebagai umat Islam seharusnya
melaukakan cara-cara yang lebih halus dan lembut pada orang-orang
yang tidak sepaham dengan kita, karena Indonesia merupakan
masyarakat majemuk sehingga wajar jika satu dengan yang lainya
berbeda pendapat asalkan masih sesusai dengan undang-undang
yang berlaku di negara dan tidak mengancam keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, karena pada zaman sekarang ini
toleransi umat beragama yang tidak wajar menyebabkan timbulnya
aliran-aliran
ataupun
organisasi-organisasi
yang
mengancam
keutuhan Negara Republik Indonesia baik itu di Intern Islam maupun
didalam agama-agama yang terdapat di Indonesia.
3) Kerukunan Antarumat Beragama
Masalah kehidupan beragama di masyarakat merupakan
masalah peka. Sebab terjadinya suatu masalah sosial akan menjadi
sangat rumit, jika masalah tersebut menyangkut pula masalah agama
dan kehidupan beragama.
Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978 tentang
Pedoman Penyiaran Agama merupakan aturan permainan bagi
penyiaran dan pengembangan agama di Indonesia demi terciptanya
kerukunan hidup antarumat beragama, persatuan bangsa, stabilitas
dan ketahanan nasional.25
Dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Agama tersebut
bukan berarti membatasi untuk memeluk dan melaksanakan agama
23
Syamsul Bahri, “ Peranan Agama Dan Adat Dalam Melestarikan Kerukunan Antar
Umat Beragama,” vol XI, no.1 (Januari-Juni 2001), h. 49
24
Ibid., hal 42
25
Ibid.,hal 50
21
masing-masing. Tetapi disini memberikan pedoman dan untuk
melindungi hak kebebasan memeluk agaman yang dianut warga
Indonesia sebagaimana dalam pasal UUD 1945.
Kemudian agar pelaksanaan pedoman penyiaran agama dapat
berjalan tertib ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1979, tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada
Lembaga Keagamaan di Indonesia.26
Dengan Keputusan Bersama ini maka menjadi tanggung jawab
Kementrian Agama maupun Kementrian dalam negeri serta
pedoman bagi seluruh aparat pemerintahan dalam pelaksanaan
tugasnya yang berhubungan dengan masalah keagamaan.
4) Kerukunan Atarumat Beragama dengan Pemerintah
Seiring dengan dinamika kehidupan yang terus berjalan dan
semakin berkembang, serta semakin kompleks persoalan kerukunan
umat beragama, pemerintah akan terus berupaya mengembangkan
kebijakan yang bertujuan akan membangun keharmonisan hubungan
di antara sesama umat manusia. Langkah kebijakan yang diambil
oleh pemerintah dalam hal ini departemen agama, pada awalnya
adalah sosialisasi prinsip dasar kerukunan yaitu tidak saling
mengganggu antara kelompok-kelompok agama yang berbedabeda.27
Antarumat beragama dan pemerintah seharusnya ditemukan
apa yang saling diharapkan keduanya untuk dapat dilaksanakan
bersama. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas nasional yang
diharapkan umat beragama dapat berpartisipasi aktif dan positif
dalam rangka pembinaan kehidupan beragama yaitu pemantapan
ideologi Pancasila, pemantaan stabilitas dan ketahan nasional serta
sukses pembangunan nasional.
26
Ibid.,hal 51
Muhaimin AG., Damai di Dunia Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama
(Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004), h. 18
27
22
Dengan tiga prioritas nasional tersebut, diharapkan umat
beragama dan pemerintah berpartisipasi aktif dan positif dalam
usaha membudayakan Pancasila, memantapkan stabilitas dan
ketahanan nasional, serta melaksanakan pembangunan nasional yang
berkesinambungan.
c. Disharmonisasi Antarumat Beragama
Beberapa masalah yang menjadi penyebab disharmonisasi
antarumat beragama, yakni :
1) Munculnya isu-isu yang menyangkut terjadinya lintas batas sosial
keagamaan. Sebagaimana para pengamat antropologi agama melihat
bahwa Indonesia
bagian barat adalah wilayah kultur islam,
sedangkan bagian timur wilayah kultur nasrani. Jika terdapat gejalagejala yang berbeda dengan agama mayoritas penduduk, maka akan
menimbulkan prasangka adanya ekspansi dari apa yang disebut
mereka.28
2) Pendirian tempat ibadah dan pemanfaatan rumah tinggal untuk
peribadatan merupakan sumber disintegrasi sosial, disebabkan oleh
perbedaan keyakinan agama. Masalah ini berkaitan dengan
prasangka akan merosotnya pengaruh suatu agama pada struktur dan
kultur masyarakat yang bersangkutan.
3) Agama sebagai alat pembenar terhadap suatu tindakan yang
sebenarnya bukan masalah agama. Agama juga sering dipergunakan
sebagai pembenar untuk aski-aksi kerusuhan dan kekerasan yang
mapan.
Keadaan
disharmonisasi
antar
umat
beragama
ini
jelas
memperlemah kondisi bangsa yang sebenarnya harus sadar bahwa
kerukunan nasional mestinya diupayakan agar semakin kokoh.
Kondisi bangsa yang kokoh sangat diperlukan karena dua alasan ke
dalam dan ke luar. Ke dalam kita harus membangun masyarakat dan
28
35
Ahmad Syafii Mufid, Dialog Agama dan Kebangsaan, (Bandung: Grasindo, 2008), h.
23
negeri agar lebih sejahtera, maju, aman, tertib dan damai. Ke luar
harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam pergaulan dunia
yang semakin kompetitif.
d. Mewujudkan Kerukunan Antarumat Beragama di Indonesia
Kehidupan beragama di kalangan Bangsa Indonesia dalam
bentuknya yang sederhana, telah tumbuh dan berakar semenjak dahulu
kala.
Simbul-simbul
penyembahan
suku-suku
yang
masih
primitifnterhadap benda-benda yang dianggap “sakti” dan “keramat”
adalah satu bentuk dari pada pernyataan dalam kehidupan kerohanian
dari nenek moyang bangsa Indonesia.29
Indonesia sebagai salah satu masyarakat yang pluralistik baik dari
segi etnis, budaya, suku adat istiadat, bahasa, maupun agama. Dari segi
etnis, budaya, suku adat istiadat, bahasa, maupun agama. Dari segi
agama, sejarah telah membuktikan bahwa hampir semua agama,
khususnya agama-agama besar, Islam, Kristen, Hindu dan Budha dapat
berkembang subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia. Karena itu
sikap religuisitas, saling mwnghormati dan toleransi sangat dibutuhkan
agar terjalin kerukunan di Indonesia.
Beberapa
sikap
religousitas
pemeluk
agama
dalam
mengembangkan dan membangun hubungan umat beragama untuk
mewujudkan kerukunan antarumat beragama diantaranya:
1) Membangun sikap toleransi beragama
Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, hubungan
antarumat beragama menjadi suatu hak yang tidak dapat dipisahkan.
Hubungan antar sesama pemeluk tidak dapat terlepas dari kebutuhan
sosial untuk memenuhi hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan
adanya toleransi. Toleransi merupakan salah satu ajaran penting
dalam islam. Ada banyak kisah dan ajaran tentang toleransi yang
ditorehkan umat islam, termasuk di Indonesia. Toleransi adalah
pemberian kebebasan kepada sesama manusia dan masyarakat untuk
29
Monografi Kelembagaan Agama di Indonesia, (Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan
Hidup Beragama Departemen Agama RI, 1983), h. 45
24
menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan
sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syaratsyarat
harus
masyarakat.
terciptanya
ketertiban
dan
pedoman
dalam
30
2) Membangun Sikap Keterbukaan (tepo seliro)
Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seseorang untuk
menjaga kerukunan antarumat beragama adalah adanya sikap untuk
mengakui keberadaan pihak lain. Setiap orang memiliki hak yang
sama untuk memilih agama dan keyakinannya. Hubungan antar
pemeluk agama akan dapat terjalin dengan baik, jika masing –
masing memiliki sikap ketergantungan untuk menerima pihak lain ke
dalam komunitas kita, Sikap terbuka ini akan menjadi sarana untuk
menegakan kerukunan bidup beragama, dan dilaksanakan juga oleh
setiap pemeluk agama, sehingga hubungan antarumat beragama
tidak ada rasa saling mencurigai, dan rasa permusuhan di antara
pemeluk agama lain.31
3) Membangun kerja sama antar pemeluk agama
Sesuatu yang tidak dapat dipisahkan pula dalam kehidupan
mayarakat adalah adanya kerjasama dan interaksi sosial. Dengan
adanya kerjasama dan interaksi sosial. Dengan adanya kerjasama dan
interaksi sosial sesama manusia ataupun sesama pemeluk agama
akan lebih mempererat hubungan bersama, sehingga manusia dapat
mempertahankan hidupnya. Dalam jonteks interaksi sosial siapapun
berhak melakukannya, karena telah menjadi kodrat hidup, memenuhi
kebutuhan primernya, hubungan ini tidak mengenal lintas batas
agama, etnis, suku dan kebangsaan. Maka lahirlah kerjasama.
4) Membangun diaolog antar umat beragama
Suatu hal prinsipil dan utama yang harus diperhatikan ketika
30
Jasmadi,”Membangun Relasi Antar Umat Beragama, (Refleksi Pengalaman Islam di
Indonesia),”vol.5,no2 (Juli 2010),h.166-168
31
Ibid., h. 169.
25
berbicara tentang dialog antar agama adalah bahwa dialog
hendaknya tidak dilakukan secara intelektual verval dan teologis
belaka.
Untuk mengembangkan etika Dan kultur kerukunan umat
beragama dapat dilakukan melalui dialog antar agama. Menurut
Azyumardi Azra terdapat lima bentuk dialog yang dapat dilakukan,
yaitu:32
a) Dialog Parlementer (Parliamentary Dialogue), yakni dialog yang
melibatkan ratusan peserta. Dalam dialog dunia global, dialog ini
paling awal diprakarsai oleh world’s parliament of religious pada
tahun 1893 di Chicago.
b) Dialog Kelembagaan (Institusional Dialgue). Yakni dialog
diantara wakil-wakil institusional berbagai organisasi agama.
Dialog kelembagaan ini seperti yang dilakukan melalui wadah
Musyawarah Antarumat Beragama oleh majeli agama yakni MUI.
c) Dialog Teologi
(Theological
Dialogue),
yakni
mencakup
pertemuan-pertemuan regular maupun untuk membahas persoalan
teologis dan filosofis, seperti dialog ajaran tentang kerukunan
antarumat beragama, melalui konsep ajaran sesuai dengan agama
masing-masing.
d) Dialog dalam masyarakat (Dialogue in Community), dan dialog
kehidupan (Dialogue of Life), dialog dalam kategori ini pada
umumnya ialah penyelesaian pada hal-hal praktis dan aktual
dalam kehidupan. Seperti, pemecahan masalah kemiskinan,
masalah pendidikan.
e) Dialog Kerohanian (Spiritual Dialogue), dialog ini bertujuan
menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual di antara
berbagai agama.
Tentu saja dialog juga dapat dilihat sebagai tujuan
32
Dialog: Kritik dan Identitas Agama, (Yogyakarta: DIAN (Dialog Antar Iman di
Indonesia ) dengan Penerbit PUSTAKA PELAJAR), h. 117
26
menengah atau tujuan instrumental. Dialog bukan merupakan tujuan
akhir, melainkan sesuatu yang dijalankan untuk mencapai tujuan
selanjutnya. Namun, tujuan hidup bersama tidaklah dapat dicapai
dengan baik tanpa keterlibatan semua pihak. Dalam cakrawala
holistik, partisipasi dan rasa bagi keseluruhan merupakan keutamaan.
Dengan demikian, dialog merupakan gaya hidup orang beriman dan
beragama, merupakan sesuatu yang perlu dan harus dijalankan jika
seseorang atau komunitas ingin setia kepada panggilan manusiawi
dan ilahiah.33
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Toto Suryana dalam Jurnal yang berjudul
“Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama”. Hasil
menunjukan bahwa keberagaman merupakan realita dan ketentuan dari
Allah Tuhan semesta alam, maka diperlukan rasa keberterimaan dan usaha
untuk memelihara dengan mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan
bersama. Perbedaan yang terjadi merupakan fakta yang harus disikapi
secara positif sehingga antar pemeluk agama terjadi hubungan kemanusiaan
yang saling menghargai dan menghormati. Agama bersifat unversal, tetapi
beragama tidak mengurangi rasa kebangsaan, bahkan menguatkan rasa
kebangsaan. Agama mendorong penganutnya untuk membela kehormatan
dan kedaulatan bangsa dan negaranya. Pluralitas merupakan sebuah fakta
sosial historis yang melekat pada ke Indonesian. Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang plural dan multikultural. Menjadi manusia
Indonesia berarti menjadi manusia yang sanggup hidup dalam perbedaan
dan bersikap toleran. Bersikap toleran berarti bisa menerima perbedaan
dengan lapang dada, dan menghormati hak pribadi dan sosial pihak yang
berbeda (the other) menjalani kehidupan mereka.34
33
J.B. banawiratma, Zainal Abidin Bagir, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan
Praktik di Indonesia, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2010), h. 13
34
Toto Suryana, Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 2, 2011
27
2. Penelitian yang dilakukan oleh Moch. Yudi Sulaiman tentang “Pembinaan
Kesadaran
Pluralisme
Agama
Dikalangan
Narapidana
Lembaga
Permasyarakatan Anak di Blitar”. Hasil menunjukan bahwa Manfaat yang
ditimbulkan dari pembinaan kesadaran pluralisme agama di kalangan LP.
Anak di Blitar adalah bertambahnya semangat para narapidana untuk hidup
dalam perbedaan dan terciptanya saling menghormati, menghargai,
menyayangi, dan saling tolong-menolong terhadap agama lain. Pembinaan
keagamaan yang dilakukan para pembina ataupun agamawan menimbulkan
dampak positif bagi narapidana yaitu dengan terciptanya kerukunan
beragama, baik antar interen agama maupun antar narapidana yang
berlainan agama.35
3. Penelitian yang dilakukan
oleh Kajian
LEMHANAS RI tentang
“Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya Harmonisasi
Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional”. Hasil
menunjukan bahwa:
a. Bangsa Indonesia memiliki heterogenitas dalam bidang agama.
Perbedaan ini merupakan kekuatan, namun berpotensi menjadi ancaman
konflik sosial bernuansa agama yang terjadi berulang kali dan sulit
dihilangkan. Oleh karena itu diperlukan upaya komprehensif dari
segenap elemen bangsa untuk menangani dan mengantisipasinya ke
depan.
b. Kerukunan hidup umat beragama mengandung arti kesediaan untuk
menerima perbedaan keyakinan individu maupun kelompok lain,
kesediaan memberi kebebasan orang lain untuk mengamalkan ajaran
yang diyakininya dan kemampuan untuk bersikap simpati dan empati
pada suasana kekhusyukan yang dirasakan orang lain.
c. Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan yang dinamis. Hal
tersebut sangat tergantung pada sikap dan respons dari masyarakat umat
beragama terhadap permasalahan yangdapat memicu terjadinya konflik.
35
. Yudi Sulaiman, Pembinaan Kesadaran Pluralisme Agama Dikalangan Narapidana
Lembaga Permasyarakatan Anak di Blitar, skripsi pada STAIN Kediri, 2004, h. 60-61
28
Adapun faktor-faktor pemicu konflik bernuansa agama di Indonesia,
antara lain:
1) Perbedaan keyakinan/akidah
2) Penyiaran agama
3) antuan keagamaan luar negeri
4) Perkawinan antarpemeluk agama
5) Pendidikan agama
6) Perayaan hari besar keagamaan
7) Penodaan agama
8) Kegiatan kelompok sempalan
9) Pendirian rumah ibadah
10) Kepentingan politik, ekonomi dan ideologi
11) Masalah individu/kelompok yang melibatkan umat lainnya
d. Pada setiap konflik bernuansa agama, pemerintah harus selalu hadir
untuk menangani dengan memberi solusi melalui berbagai cara
(pendekatan keamanan, dialog, pembinaan dan pendidikan). Cara
tersebut belum optimal karena persoalannya menyangkut keyakinan
(keimanan) yang tidak bisa diseragamkan. Peran pemerintah harus
ditingkatkan dengan menggandeng semua pihak.
e. Selain pemerintah hadir di seluruh sektor kehidupan masyarakat,
ketegasan para pemimpin untuk membela Konstitusi RI perlu
ditingkatkan, juga harus dijaga agar jangan sampai masuk ke dalam
situasi
tuna
konstitusi
dan
terus-menerus
menghidupkan
serta
menggiatkan terwujudnya Civil Society, yang salah satu cirinya adalah
kedewasaan dalam bertindak dan berperilaku.
f. Ketegasan negara dalam menegakkan konstitusi menjadi sangat
mendesak. Hal ini menuntut kecekatan negara untuk hadir dalam
berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, khususnya dalam ketegangan
yang terindikasi berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Kalau negara terkesan membiarkan kekerasan yang ada, maka eskalasi
akan terjadi dan tentu berakibat buruk bagi kesatuan dan persatuan
29
bangsa. Negara jangan sampai kalah terhadap tekanan dari kelompokkelompok “radikal” dan yang tidak menginginkan kehidupan yang
rukun.36
4. Penelitian yang dilakukan oleh Marzuki tentang “Kerukunan Antar Umat
Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah
dan Relevansinya Bagi Indonesia”37. Hasil penelitiannya menunjukan:
a. Piagam Madinah adalah kumpulan naskah yang berisi perjanjian yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan kaum Muslim, baik dari
golongan Muhajirin maupun golongan Anshar, dan perjanjian antara
Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi di Madinah. Piagam ini
terdiri dari 47 pasal yang mengatur masalah kesatuan umat (bangsa) di
Madinah, kesediaan untuk saling membantu, saling menasehati, saling
membela, dan menghormati kebebasan beragama.
b. Piagam Madinah mengatur dengan tegas kebebasan beragama bagi para
penganut agama yang ada di Madinah, terutama kaum Muslim dan kaum
Yahudi. Sebagai kepala negara, Nabi menjamin hak semua rakyat
Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim dalam melakukan aktivitas
keagamaan. Nabi akan menindak tegas siapa pun yang melakukan
pengkhianatan terhadap perjanjian yang sudah dibuat dalam Piagam
Madinah.
c. Kerukunan umat beragama di Indonesia pada prinsipnya sudah di atur
dengan baik. Berbagai aturan sudah dibuat oleh pemerintah untuk
melaksanakannya. Aturanaturan ini tidak jauh berbeda dengan aturan
yang tertuang dalam Piagam Madinah. Jika pada akhirnya muncul
berbagai konflik antarumat beragama di Indonesia, hal ini tidak sematamata terkait dengan masalah agama belaka, tetapi sudah ditunggangi oleh
berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik.
36
LEMHANAS RI, Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya
Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jurnal Kajian
LEMHANAS RI, edisi 14, Desember, 2012.
37
Marzuki, Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani:
Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia, dalam Jurnal, 2006.
30
C. Kerangka Berfikir
Setiap orang selalu ingin hidup rukun dengan siapa saja, baik dalam
keluarga, dalam masyarakat, dalam pekerjaan, dimana dan kapan dan dengan
siapa saja, setiap orang selalu menginginkan kjerukunan, ketenangan,
perdamaian. Semua orang yang sungguh-sungguh ingin atau berkehendak baik
tentu ingin hidup damai dalam hidupnya. Ini memang keinginan yang sangat
luhur.
Oleh karena itu semua orang selalu berusaha bagaimana dapat
menciptakan suasana hidup rukun dimana saja berada. Namun disadari atau
tidak, bahwa perdamaian atau kerukunan, ketentraman itu bukan sesuatu yang
akan terjadi dengan sendirinya, tetapi kita sendiri yang harus berusaha untuk
membina perdamaian, ketentraman, persatuan, kerukunan dalam lingkungan
kita sendiri, entah itu dalam rumah tangga, dalam antar tetangga, dalam suku
bangsa, negara maupun di dunia.
Dan untuk mewujudkan semua itu perlu adanya pembinaan kerukunan
yang memiliki landasan yang sama, yang disetujui bersama dan ditaati bersama
oleh semua masyarakat dalam ruang lingkup tertentu. Maksud dari landasan
disini adalah bertitik tolak pada kenyataan bahwa kita hidup sebagai mahluk
sosial, mahluk yang tidak dapat hidup sendirian, mahluk yang selalu
membutuhkan orang lain. Sebab tanpa orang lain kita tidak dapat berkembang
dalam segala hal.
Hal tersebut terjadi di dalam masyarakat Cigugur. Dimana masyarakat
yang beragam agama dan kepercayaan bisa hidup rukun berdampingan dan
harmonis dalam menjalankan rutinitas sehari-hari, baik dalam segi peribadatan,
bertetangga maupun bermasyarakat. Merekapun turut aktif berpartisipasi dalam
semua acara-acara agama tertentu tanpa membedakan agama yang ia yakini.
Selain keberagaman yang terjadi diatas, keberagaman pun terjadi dalam
satu keluarga, banyak masyarakat Cigugur yang mengalami perbedaan
keyakinan tersebut. Tetapi masyarakat Cigugur tetap bisa hidup berdampingan
dengan rukun, tanpa terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh perbedaan
agama atau keyakinan.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Cigugur
31
baik itu para penganut Islam, Kristen atau kepercayaan Sunda Wiwitan
menjalankan pola-pola interaksi atau upaya-upaya menciptakan kerukunan
yang selama ini terjalin dengan baik dan mereka mempertahankannya sehingga
kondisi kerukunan itu bisa tetap bisa terlaksana hingga saat ini.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Peneltian ini dilakasanakan pada semester VIII tahun 2013. Peneletian
dilaksanakan di desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan,
Jawa Barat.
B. Latar Penelitian
Desa Cigugur terletakdi lereng Gunung Ciremai, Secara administratif,
Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar
35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung.
Cigugur berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, dengan curah
hujan rata-rata 26,80 mm dan suhu udara rata-rata sekitar 26°C.
Objek penelitiannya adalah masyarakat desa Cigugur untuk meneliti
mengenai “Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen dan Sunda
Wiwitan.”
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian
yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis,
dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.1 Prosedurprosedur kualitatif memiliki pendekatan yang lebih beragam dalam penelitian
akademik ketimbang metode-metode kuantitatif. Penelitian kualitatif juga
memiliki asusmsi-asumsi filosofis, strategi-strategi penelitian, dan metodemetode pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang beragam. Meskupun
prosesnya sama, prosedur-prosedur kualitatif tetap mengandalkan data berupa
teks dan gambar, memiliki langkah-langkah unik dalam analisis datanya, dan
bersumber dari strategi-strategi penelitian yang berbeda-beda.2
1
Bagong Suyanto Dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2005), h.166-168.
2
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 258
32
33
Jenis penelitiannya adalah Etnografi, etnografi adalah studi yang sangat
mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya atau
sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari
sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian lapangan,
karena memang
dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Peneliti
mengamati perilaku seseorang atau kelompok sebagaimana apa adanya. Data
diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu
berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya
secara mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Tidak seperti
jenis penelitian kualitatif yang lain dimana lazimnya data dianalisis setelah
selesai pengumpulan data di lapangan, data penelitian etnografi dianalisis di
lapangan sesuai konteks atau situasi yang terjadi pada saat data dikumpulkan.
Penelitian etnografi bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari
antropologi.3
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Dalam
penelitian
kualitatif,
pengumpulan
data
lazimnya
menggunakan observasi dan wawancara. Juga tidak diabaikan kemungkinan
penggunaan sumber-sumber non-manusia (non-human source information),
seperti dokumen dan rekaman atau catatan (record) yang tersedia.
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah:
a. Observasi
Observasi,
seperti
halnya
wawancara,
termasuk
teknik
pengumpulan data yang utama dalam kebanyakan penelitian kualitatif.
Dengan wawancara, peneliti dapat menanyakan pada informan tentang
keadaan masa lampau, sekarang, dan yang akan datang. Juga dapat
dilacak tentang hal-hal yang tak tampak, yang tersembunyi di “museum
3
Mudjiraharjo,
Jenis
Dan
Metode
Penelitian
Kualitatif,
2013,
(Http://Mudjiarahardjo.Com/Materi-Kuliah/215.Html?Task=View Di Akses Pada Hari Senin 28
Januari 2013 Pukul : 20.10 WIB)
34
batin” subjek yang diteliti (yang bersifat tacit). Itulah keunggulan teknik
wawancara. Keunggulan yang dipunyai wawancara memang tak dipunyai
oleh observasi. Akan tetapi, observasi juga mempunyai keunggulan lain
yang tak dapat ditandingi wawancara. Misalkan, mereka yang pernah
melihat Hongkong, meskipun hanya sekali, tetap akan lebih baik
pengertiannya tentang bagaimana “Hongkong” dibandingkan dengan
yang hanya mendengar saja dari cerita orang walaupun telah ratusan
orang yang menceritakannya. Karenanya, observasi adalah utama
kegunaannya dalam penelitian kualitatif.4
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencacatan
dengan
sistematis
fenomena-fenomena
yang
diselidiki.
Disini
pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terlibat (Partisipant
observation). Pengamatan terlibat ini dilakukan untuk memperlancar
peneliti dalam memasuki setting penelitian dan untuk menghindari
jawaban yang kaku yang diberikan oleh informan akibat kecurigaan atau
keengganan karena mencium bau penelitian. Dengan ini diharapkan akan
dapat mengungkapkan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat
diungkapkan oleh informan.
b. Wawancara
Dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan teknik wawancara
sebagai cara utama untuk mengumpulkan data atau informasi. Ini bisa
dimengerti, setidak-tidaknya karena dua alasan. Pertama, dengan
wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan
dialami oleh seseorang atau subjek yang diteliti, tetapi apa juga yang
tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian (explicit knowledge
maupun tacit knowledge). Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan
bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan
masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang.5
4
Ibid., h. 77.
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan
Asih Asah Asuh, 1990), h. 61-62.
5
35
Penelitian
ini
melakukan
wawancara
mendalam
(Indepth
interview) terhadap beberapa informan penelitian yakni masyarakat
cigugur, dengan sebelumnya didahului pembicaraan informal untuk
menciptakan hubungan yang akrab dengan informan. Hubungan yang
akrab ini diperlukan agar bisa memudahkan dalam mendapatkan umpan
balik dalam proses selanjutnya. Perlu diingat bahwa untuk mencapai
suasana santai dan akrab diperlukan waktu agar lebih saling mengenal.
Oleh karena itu, wawancara yang pertama lebih banyak ditujukan untuk
membina keakraban hubungan. Lambat laun wawancara yang semula
bersifat informal beralih menjadi lebih formal walaupun keakraban
senantiasa dipelihara. Digunakan pula pedoman wawancara yang berupa
garis-garis besar pokok pertanyaan yang dinyatakan dalam proses
wawancara dan disusun sebelum wawancara dimulai.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ini termasuk dalam pengumpulan data dengan
menggunakan sumber non-manusia (non-human source information).
Yang disebut dokumen ialah semua jenis rekaman atau catatan
“sekunder” lainnya, seperti surat-surat, memo atau nota, pidato-pidato,
buku harian, foto-foto, kliping berita koran, hasil-hasil penelitian, agenda
kegiatan.6
2. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data, dalam
metode kualitatif ada 3 tahap dalam pengolaha data:
a. Reduksi
Dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian
untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang
diperoleh.
b. Penyajian data
Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau
6
Ibid., h. 81.
36
penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam
bentuk teks naratif.
c. Penarikan Kesimpulan dan verifikasi
Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan
mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat
keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari
fenomena, dan proposisi.7
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Untuk memperoleh keabsahan data maka peneliti menggunakan beberapa
teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu:
1. Teknik pemeriksaan derajat kepercayaan (crebebelity). Teknik ini dapat
dilakukan dengan jalan:8
a. Keikutsertaan peneliti sebagai instrumen (alat) tidak hanya dilakukan
dalam
waktu
yang
singkat,
tetapi
memerlukan
perpanjangan
keikutsertaan peneliti, sehingga memungkinkan peningkatan derajat
kepercayaan data yang dikumpulkan.
b. Ketentuan pengamatan, yaitu dimaksuk untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur serta situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang
sedang dicari dan kemudian memutuskan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci. Dengan demikian maka perpanjangan keikutsertaan menyediakan
lingkup, sedangkan ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.
c. Trianggulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
kebasahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan
atau pembanding. Teknik yang paling banyak digunakan ialah
pemeriksaan terhadap sumber-sumber lainya.
7
Atwar
Bajari,
Mengolah
data
dalam
Penelitian
Kualitatif,
2013,
(http://atwarbajari.wordpress.com/2009/04/18/mengolah-data-dalam-penelitian-kualitatif,
Di
Akses Pada Hari Sabtu 2 Februari 2013 Pukul : 19.22 WIB)
8
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991),
h.175.
37
d. Kecukupan refrensial yakni kecukupan bahan yang tercatat dan terekam
dapat digunak\an sebagai patokan untuk menguji dan menilai sewaktuwaktu diadakan analisis dan interpretasi data.
2. Teknik pemeriksaan keteralihan (transferability) dengan cara uraian rinci.
Teknik ini meneliti agar laporan hasil fokus penelitiandilakukan seteliti dan
secermat mungkin yang menggambarkan kontek tempat penelitian diadakan.
Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh para pembaca agar mereka dapat memahami penemuanpenemuan yang diperoleh.
3. Teknik pemeriksaan ketergantungan (dependability) dengan cara auditing
ketergantungan.
Teknik ini tidak dapat dilaksanakan bila tidak dilengkapi dengan catatan
pelaksanaan keseluruhan hasil dan proses penelitian. Pencatatan itu
diklasifikasikan dari data mentah sehingga formasi tentang pengembangan
instrument sebelum auditing dilakukan agar dapat mendapatkan persetujuan
antara auditor dan auditi terlebih dahulu.
F. Analisis Data
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada
gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan bagian yang sangat
penting dalam penelitian ilmiah, karena dengan analisalah data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah
penelitian.9
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum peneliti
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapanga.
Analisis telah dimulai sejak merumuskan dan mejelaskan masalah, sebelum
terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian,
dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data, analisis data kualitatif
9
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Darussalam: GI, 1983), h. 405
38
berlangsung selama proses pengumplulan data, kemudiaan dilanjutkan setelah
selesai pengumpulan data.10
1. Analisis Sebelum di Lapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti
memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan
focus penelitian. Namun demikian, focus penelitian ini masih bersifat
sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di
lapangan.
2. Analisis Selama di lapangan
Selama penelitian berlangsung dan pengumpulan data masih berlangsung,
peneliti melakukan analisi data, dengan vara mengklasifikasi data dan
menafsirkan isi data.
3. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu,
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin
lama peneliti ke lapangan, jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan
rumit. Untuk itu, perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi
data.Mereduksidata berarti meragkum,memilih hal-hal
yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.
Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
4. Penyajian Data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam
penilian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnnya, yang paling
sering digunakan adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami.
10
Beni Ahmad S, Metode Penelitian, (Bandung Pustaka setia, 2008), h. 200
39
5. Conclusion Drawing/Verification
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah hingga ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi kesimpulan
pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan pengetahuan baru yang
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumya masih remang-remang atau gelap sehingga setalah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis, atau teori.11
11
Ibid.,h. 202
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Desa Cigugur
1. Kondisi Geografis
Secara geografis posisi Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur,
Kabupaten Kuningan merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di
sebelah barat dari pusat kota Kabupaten Kuningan yang berjarak + 3,5 Km
dari Ibu Kota Kabupaten dan terletak di kaki gunung Ciremai bagian timur.
Berada pada ketinggian + 661 M dari permukaan laut dan secara astronomis
kira – kira terletak pada 108o 27’ 15” Bujur Timur dan 05o 58’ 8” Lintang
Selatan.
a. Lanskap Kelurahan Cigugur
Wilayah Kelurahan Cigugur adalah bagian dari Wilayah Kecamatan
Cigugur sebagai berikut :
1) Sebelah utara secara umum merupakan dataran rendah dan sebagian
kecil berbukit yang berfungsi sebagai lahan persawahan dan tanaman
pangan.
2) Sebelah timur merupakan dataran rendah berupa persawahan dan
sebagian berupa perbukitan (Bungkirit).
3) Sebelah selatan merupakan dataran rendah persawahan.
4) Sebelah barat merupakan dataran tinggi dan perbukitan yang
diantaranya difungsikan sebagai lahan peternakan dan perkebunan.
b. Batas Administratif
Secara administratif Kelurahan Cigugur berbatasan dengan wilayah Desa
/ Kelurahan yang lain yaitu :
1) Sebelah Utara
: Kelurahan Cipari
2) Sebelah Timur : Kelurahan Kuningan
3) Sebelah Selatan : Kelurahan Sukamulya
4) Sebelah Barat
: Desa Cisantana
40
41
c. Luas Wilayah
Luas wilayah Kelurahan Cigugur adalah 300,15 Ha yang terdiri atas
berbagai macam penggunaan.1
1) Wilayah Darat
Wilayah darat terbagi atas beragam penggunaan seperti :
a) Pekarangan
:
49
H
b) Tegalan / Kebun / Darat
:
205,90 Ha
c) Lapangan Olahraga
:
1,2
Ha
d) Alun – alun
:
0,2
Ha
e) Sarana Keagamaan
:
0,15
Ha
f) Kuburan
:
2,6
Ha
g) Puskesmas
:
-
Ha
h) Jalan
:
2,8
Ha
i) Solokan
:
0,02
Ha
j) Perkantoran / Sekolah
:
0,28
Ha
k) Kolam
:
3
Ha
2) Wilayah Pesawahan
Wilayah pesawahan di Kelurahan Cigugur memiliki luas sekitar 80
Ha.
d. Iklim Dan Cuaca
1) Iklim
Kelurahan Cigugur dengan ketinggian + 661 mdpl sama seperti
daerah yang lain di wilayah Kabupaten Kuningan pada umumnya
dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson. Dengan perincian
sebagai berikut :
a) Musim kemarau berlangsung antara bulan Juni – Oktober.
b) Musim Penghujanberlangsung antara bulan November – Mei,
dengan curah hujan rata – rata 2000 – 2500 mm / tahun, dan curah
hujan paling tinggi terjadi antara bulan Desember – Maret.
1
Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris
Kelurahan Cigugur.
42
2) Cuaca
a) Suhu
Suhu rata – rata 180 – 280 Celcius, suhu tertinggi antara pukul
12.00 – 14.00 BBWI dan suhu terendah antara pukul 00.30 – 03.30
BBWI.
b) Keadaan Terang
Matahari terbit pada pukul 05.30 BBWI dan matahari terbenam
pada pukul 17.45 BBWI
e. Keadaan Medan
1) Permukaan Bumi
a) Dibagian utara terdapat daerah persawahan dengan kemiringan
antara 25 – 30 derajat, menurun ke sebelah timur.
b) Dibagian timur terdapat daerah persawahan dengan kemiringan
antara 25 – 30 derajat, menurun ke sebelah timur.
c) Dibagian selatan terdapat daerah persawahan dengan kemiringan
antara 20 – 25 derajat, menurun ke sebelah timur. Disamping itu
terdapat daerah perbukitan dengan tingkat kemiringan atara 25 – 30
derajat.
d) Dibagian barat juga terdapat daerah perbukitan dengan tingkat
kemiringan antara 30 – 50 derajat.
2) Sungai
a) Di
wilayah
Kelurahan
Cigugur
terdapat
beberapa
sungai
diantaranya adalah :
b) Sungai Cigeureung yang melintasi wilayah Kelurahan Cigugur
tepatnya melintasi RT. 14/15/16/17/32 RW. 04/05/06.
c) Sungai Citamba yang melintasi wilayah Kelurahan Cigugur
tepatnya pada RT. 03 RW. 01
3) Sawah / Ladang
a) Sawah
Kelurahan Cigugur terdapat lahan sawah seluas ± 80 Ha
yang luasnya merupakan 26,67 %
bagian dari luas wilayah
43
Kelurahan Cigugur. Dilihat dari segi karakteristik tanah, Kelurahan
Cigugur merupakan lahan yang subur untuk diolah dan ditanami
sepanjang tahun.
b) Ladang
Wilayah Kelurahan Cigugur terdapat lahan ladang / tegalan yang
arealnya lebih luas dari areal pesawahan dengan luas ± 83 Ha yang
sebagian besar terletak di sebelah barat. Lahan tersebut dominan
ditanami oleh ubi kayu, jagung serta sebagian besar merupakan
tanaman tahunan.
f. Jarak Tempuh ke Pusat Pemerintahan
1) Jarak tempuh ke pusat kota Provinsi sekitar 210 Km.
2) Jarak tempuh ke pusat kota Kabupaten sekitar 3,5 Km dengan waktu
tempuh kira – kira 25 menit dengan berjalan kaki atau 15 menit
dengan menggunakan kendaraan Angkutan Kota yaitu nomor 016
(trayek Cisantana – Kuningan) setelah itu dilanjutkan dengan
Angkutan Kota nomor 02 (trayek Kadugede – Kuningan), atau
menggunakan Angkutan Kota nomor 10 (trayek Ancaran – Kuningan)
dan Angkutan Kota nomor 04 (trayek Cirendang – Kuningan).
3) Jarak tempuh ke pusat Kecamatan 0 Km karena Kantor Kecamatan
Cigugur berdampingan dengan Kantor Kelurahan Cigugur.
2. Kondisi Demografis
a. Jumlah Penduduk
Kelurahan Cigugur dengan segala kemajemukannya terdiri dari
berbagai macam etnis dan suku bangsa serta keanekaragaman agama dan
kepercayaan hidup dengan rukun. Menurut data kependudukan
Kelurahan Cigugur pada 31 Desember 2012 tercatat sebanyak 7.084
orang/jiwa, laki – laki 3.615 jiwa dan perempuan 3.469 jiwa atau sekitar
2.413 Kepala Keluarga / KK, dengan luas wilayah kelurahan Cigugur
adalah 300, 15 Ha dengan berbagai penggunaannya terutama untuk lahan
pertanian dan pemukiman penduduk dan sebagainya.2
2
Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris
Kelurahan Cigugur
44
b. Komposisi Penduduk
Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2012 komposisi penduduk
Kelurahan Cigugur akan disajikan secara terperinci sebagai berikut :
1) Berdasarkan Jenis Kelamin
a) Laki-laki
:
3.615 orang
b) Perempuan
:
3.469 orang
Jumlah
:
7.084 orang
Jumlah Kepala Keluarga / KK
:
2.413 KK
a) Usia 0 s/d 3 Tahun
:
452 orang
b) Usia 4 s/d 6 Tahun
:
356 orang
c) Usia 7 s/d 12 Tahun
:
735 orang
d) Usia 13 s/d 15 Tahun
:
332 orang
e) Usia 16 s/d 44 Tahun
:
3.252 orang
f) Usia 45 Tahun ke atas
:
1.958orang
a) Islam
:
4.075 orang
b) Protestan
:
195 orang
c) Katholik
:
` 2.620 orang
d) Hindu
:
6 orang
e) Budha
:
12 orang
f) Kepercayaan
:
176 orang
a) Lulusan SD / Sederajat
:
1.752 orang
b) Lulusan SLTP / Sederajat
:
773 orang
c) Lulusan SLTA / Sederajat
:
2.764 orang
d) Lulusan Akademi / Universitas
:
543 orang
e) Buta Aksara (karena lanjut Usia)
:
- orang
a) PNS / TNI / POLRI
:
512 orang
b) Wiraswasta / Pedagang
:
210 orang
2) Berdasarkan Kelompok Usia
3) Berdasarkan Agama
4) Berdasarkan Pendidikan
5) Berdasarkan Pekerjaan
45
c) Karyawan Swasta
:
455 orang
d) Buruh
:
1363 orang
e) Petani
:
1932 orang
f) Peternak
:
253orang
g) Industri Kecil
:
4 orang
a) Kelahiran Rata – rata Per-tahun
:
98 orang
b) Kematian Rata – rata Per-tahun
:
24 orang
c) Mutasi PendudukPindah
:
173 orang
d) Pendatang
:
87 orang
6) Perubahan Penduduk
(berdasarkan data kependudukan dan Kesra tahun 2012)
3. Kondisi Sosial
a. Bidang Idiologi
1) Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
Idiologi Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan satu – satunya azas yang sampai saat ini
diterima oleh masyarakat Kelurahan Cigugur.
2) Masalah Sensitif Potensi Perpecahan dan Solusinya
Masyarakat Kelurahan Cigugur yang majemuk merupakan hot
spot wilayah dengan potensi terjadinya perpecahan dan konflik
terutama SARA. Tetapi hal tersebut tidak terjadi dikarenakan adanya
komunikasi dua arah antar masyarakat baik secara individu atau
kelompok selalu terjalin. Sedangkan Pemerintah Kelurahan Cigugur
melaksanakan fungsinya sebagai penengah dan monitoring.
3) Data Radikal Kiri
Sampai saat ini Kelurahan Cigugur bebas dari Pengaruh Radikal
yang menentang Pancasila dan merongrong keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kalaupun ada yang dicurigai terlibat
dengan kejadian September tahun 1965 maupun dengan aksi terorisme
baru – baru ini maka Pemerintah Kelurahan Cigugur dengan instansi
46
terkait berupaya untuk melakukan pembinaan disamping tetap
melakukan tindakan – tindakan preventif.
b. Bidang Politik
1) Struktur Pemerintahan
a) Pemerintah Kelurahan Cigugur
1. Kepala Kelurahan, bernama : UJANG SUTRISNA, S.Sos.,
Pangkat / Golongan – Penata Tk. I / III.d, NIP. 19591101
198103 1 013, Umur 53 tahun dan beralamat di Gg. Siaga
Ciasem Kuningan
2. Sekretaris Kelurahan, bernama : SULKAN, Pangkat / Golongan
– Penata / III.c, NIP. 19570105 197811 1 001, Umur 56 tahun
dan beralamat di RT. 18 RW. 07 Lingkungan Puhun Kelurahan
Cigugur.
3. Kepala Seksi Pemerintahan, bernama : ENTIN TINI, Pangkat /
Golongan – Penata/III.c, NIP. 19561205 197703 2 003, Umur
56 tahun dan beralamat di KelurahanSukamulya RT. 002
RW.001.
4. Kepala
Seksi
Kesejahteraan
Rakyat,
bernama
:
TATI
SUHARTI, S.AP, Pangkat / Golongan – Penata Tk.I/III.d, NIP.
19631209 198303 2 013, Umur 49 tahun dan beralamat di
Perum Desa Cikaso Kramatmulya.
5. Kepala
Seksi
Ketentraman
dan
Ketertiban,
bernama
:
KURNADI, S.Sos., Pangkat / Golongan – Penata Muda/III.a,
NIP. 19760817 200701 1 012, Umur 36 tahun dan beralamat di
KecamatanNusaherang.
6. Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat, bernama : DAHLAN,
Pangkat / Golongan – Penata /III.c, NIP. 19590819 198003 1
006, Umur 53 tahun dan beralamat di Kelurahan Cijoho.
2) Aparatur yang ada di Kelurahan Cigugur sebagai berikut :
a) Kepala Kelurahan
1 Orang
b) Sekretaris Kelurahan
1 Orang
47
c) Kepala Seksi
4 Orang
d) Pelaksana PNS
7 Orang
e) Tenaga Sukwan
2 Orang
3) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
Dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
pembangunan, sebenarnya Kepala Kelurahan mempunyai partner
kerja yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat / LPM. Berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Kelurahan Nomor : 147 / KEP.08-LPM / I /
2005 telah terbentuk susunan pengurus LPM untuk periode 2005 –
2012. Kepengurusan LPM tersebut telah berakhir pada tahun 2010 dan
sampai dengan sekarang belun ada pembentukan kepengurusan LPM
yang baru.
c. Bidang Ekonomi
1) Sektor Pertanian
Secara umum sektor pertanian masih merupakan kegiatan
ekonomi yang paling utama dari masyarakat Kelurahan Cigugur oleh
karena itu Pemerintah Kelurahan Cigugur mengambil langkah –
langkah sebagai berikut :
a) Mengadakan penyuluhan-penyuluhan dibidang pertanian dan
peternakan.
b) Memfasilitasi Kelompok Tani dalam pengajuan bantuan dari
pemerintah.
2) Sektor Hasil Produksi Daerah
Dari sektor hasil produksi daerah dalam kurun waktu satu tahun
diperkirakan perputaran uang yang ada di Kelurahan Cigugur adalah
sebagai berikut :3
a) Hasil Pertanian Secara Lengkap yang mencakup Sektor Pertanian,
Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan Perkebunana.
1. Hasil total dari sektor di atas
3
: Rp 926.851.250, -
Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris
Kelurahan Cigugur.
48
b) Hasil Home Industri
1. Makanan
: Rp 54.000.000, -
2. Kerajinan Kayu/Bambu
: Rp 108.000.000, -
3) Sektor Perdagangan
: Rp 4.830.000.000, -
4) Sektor Buruh
: Rp. 22.754.000.000, -
5) Sektor Jasa Angkutan
: Rp. 576.000.000, -
6) Sektor Tenaga Kerja Sesuai Usia Produktif (18 – 56 Tahun)
a) Penduduk Usia 18 – 56 Tahun
: 4425
orang
b) Ibu Rumah Tangga
: 1107
orang
c) Pelajar / Mahasiswa
: 1007
orang
d) Yang BekerjaPenuh
: 1984
orang
e) BekerjaSerabutan/TidakTentu
: 220
orang
f) Cacatdantidakbekerja
:5
orang
g) CacatdanBekerja :2orang
7) Sektor Perdagangan
Berdasarkan Perda Nomor 2 tahun 2005 tentang organisasi dan Tata
Kerja Kelurahan, maka secara rutin senantiasa melaksanakan
pemantauan harga sembilan bahan pokok, sasaran pemantauan adalah:
Barang-barang/komoditas strategis seperti : Minyak goreng, lauk
pauk, beras, gula pasir/merah dan lain-lain.
Selama bulan suci Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul
Fitri 1433 serta menjelang Natal Tahun 2012 kepada para pedagang
toko dihimbau untuk tidak menjual petasan dan minuman keras.
Dalam
sektor
perdagangan
juga
senantiasa
diadakan
pembinaan secara persuasif agar para pengusaha/pedagang sadar dan
taat kepada kewajiban melaksanakan tera ulang alat ukur UTTP,
registrasi perijinan maupun kelengkapan lainnya. Kegiatan tersebut
rutin diselenggarakan di Kecamatan Cigugur yang selalu dipusatkan di
wilayah Kelurahan Cigugur pada setiap tahunnya.
49
8) Sektor Koperasi
Di Kelurahan Cigugur terdapat 12 buah Koperasi dan diantaranya ada
yang sudah berbadan hukum dan ada yang belum.
Koperasi juga merupakan soko guru perekonomian rakyat, oleh
karena
itu
koperasi
sangat
membantu
dalam
mengangkat
kesejahteraan masyarakat Kelurahan Cigugur, terutama yang paling
menonjol di Kelurahan Cigugur adalah Koperasi Susu.
9) Sektor Peternakan
Sektor
peternakan
merupakan
salah
satu
mata
pencaharian
masyarakan Kelurahan Cigugur baik sebagai mata pencaharian utama
maupun mata pencaharian sampingan, jenis dan produksi ternak yang
ada di Kelurahan Cigugur antara lain :
a) Sapi Perah
: 3.222 ekor
b) Kerbau
: 11 ekor
c) Ayam Ras Pedaging / tahun : 138.188ekor
d) Ayam Ras Petelur
: 14.000 ekor
e) Kambing
: 75ekor
f) Babi / tahun
: 1.320 ekor
10) Sektor Perindustrian
Sektor industri di Kelurahan Cigugur berdasarkan hasil evaluasi
terdapat peningkatan secara kwalitas pada beberapa sub-sektor usaha
kecil dan menengah. Hal ini menunjukkan adanya keinginan dari warga
masyarakat untuk meningkatkan taraf ekonomi kesejahteraan baik
secara individu maupun secara berkelompok.
Sektor industri yang terdapat di Kelurahan Cigugur berdasarkan
rekapitulasi data yang ada pada Pemberdayaan Masyarakat sampai
dengan akhir tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel.
Dalam upaya peningkatan pembangunan sektor industri baik
secara kuantitatif maupun kualitatif telah dilaksanakan melalui kegiatan
pembinaan dan penyuluhan, baik oleh Aparatur Kelurahan maupun
UPTD Dinas terkait.
50
Adapun pembinaan yang dilaksanakan untuk mengembangkan
sektor industri di Kelurahan Cigugur selama kurun waktu tahun 2012,
adalah sebagai berikut :
a) Pembinaan dan Pelayanan Legalitas Usaha dan Perijinan
Kegiatan yang dilaksanakan penertiban surat ijin tempat
usaha, Surat Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Usaha dan Tanda
Daftar Perusahaan (TDU/TDP), Lisensi Surat Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan perijinan lainnya.
Pembinaan dan pelayanan perijinan terhadap perusahaan kecil dan
mencegah masih belum optimal, hal ini disebabkan karena masih
kurangnya kesadaran dari pengusaha / masyarakat untuk mengurus
perijinan.
b) Pembinaan Produk Unggulan
Selama kurun waktu tahun 2012 di Kelurahan Cigugur terdapat
4 (empat) perusahaan yang menghasilkan produk unggulan, industri
yang ada ini menyerap tenaga kerja 50 (lima puluh) orang.
Dalam pembinaan produk unggulan ini lebih diarahkan kepada
peningkatan kualitas hasil produksi, hal ini dimaksudkan untuk
mengimbangi persaingan pasar.
c) Pemberian Dukungan Modal Usaha
Bantuan dukungan modal yang telah diberikan kepada
pengusaha kecil dan menengah di Kelurahan Cigugur selama kurun
waktu tahun 2012 untuk bantuan pengembangan pengusaha kecil
dan menengah lebih banyak diberikan bantuan modal dalam bentuk
pinjaman kredit.
d. Bidang Sosial dan Budaya
1) Sektor Kependudukan
Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2012 komposisi penduduk
Kelurahan Cigugur akan disajikan secara terperinci sebagai berikut :4
4
Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris
Kelurahan Cigugur.
51
a) Berdasarkan Jenis Kelamin
1. Laki-laki
: 3.615 orang
2. Perempuan
: 3.469orang
Jumlah
: 7.084orang
Jumlah Kepala Keluarga / KK
: 2.413 KK
2) Sektor Kesehatan
a) Sarana dan Prasarana Kesehatan
1. Rumah Sakit
:
1
buah
2. Puskesmas
:
-
buah
3. Balai Pengobatan
:
1
buah
4. Apotek / Toko Obat
:
1
buah
5. Dokter Praktek
:
2
orang
6. Bidan Praktek
:
3
orang
7. Perawat
:
71
orang
b) Penyakit yang menonjol adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan
Akut).
c) Organisasi Penunjang Kesehatan
1. Posyandu, dengan rincian sebagai berikut : Posyandu dengan
klasifikasi Pratama 11 buah dan Posyandu dengan klasifikasi
Madya 1 buah.
2. Desa / Kelurahan Siaga
3. Bank Darah Desa / Kelurahan
3) Sektor Kesenian dan Kebudayaan
a) Jenis Kesenian yang ada di Kelurahan Cigugur beserta tokoh
kesenian sebagaimana terlampir.
b) Kesenian yang bernuansa Islami di kembangkan oleh ibu – ibu
Majelis Ta’lim yang berupa Shalawatan.
4) Sektor Pendidikan
Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan Cigugur adalah sebagai
berikut :
52
Tabel 4.1
Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan Cigugur
JUMLAH ORANG /
NO.
1.
PARAMETER
Pendidikan
penduduk
dengan usia 15
tahun ke atas
2011
2012
-
-
-
-
755
737
703
824
764
1809
Jumlah penduduk tamat D.I
67
67
Jumlah penduduk tamat D. II
50
55
Jumlah penduduk tamat D. III
75
85
Jumlah penduduk tamat S. I
56
60
Jumlah penduduk tamat S. II
25
27
1.153
1.173
-
-
1
1
Jumlah SLTA / sederajat
2
2
Jumlah SLTP / Sederajat
3
3
Jumlah SD / Sederajat
3
3
Lembaga Pendidikan Agama
2
2
Penduduk buta huruf
Jumlah penduduk tidak tamat
SD / sederajat
Jumlah penduduk tamat SD /
sederajat
Jumlah penduduk tamat
SLTP / sederajat
Jumlah penduduk tamat
SLTA / sederajat
Wajib Belajar 9
2
tahun dan putus
sekolah
Jumlah penduduk usia 7 – 15
tahun / masih sekolah
Jumlah penduduk usia 7 – 15
tahun putus sekolah
3
TAHUN
KRITERIA
Prasarana
Jumlah Perguruan Tinggi /
Pendidikan
Universitas
53
Pendidikan luar sekolah
1
1
2
2
2
2
Lembaga pendidikan PAUD
3
3
TPA
2
2
Madrasah Diniyah
1
1
Bina Iman Anak (BIA)
1
1
(PLS) / non formal / kejar
paket B
Lembaga pendidikan lain
(kursus / sejenisnya)
Lembaga pendidikan taman
kanak-kanak (TK)
Katholik
5) Sektor Agama dan Kepercayaan
a) Sarana keagamaan yang ada di Kelurahan Cigugur berdasarkan
data yang ada sampai akhir tahun 2012 sebagai berikut :
1. Mesjid
:
6
buah
2. Langgar / Mushola :
14
buah
3. Majelis Ta’lim
:
15
buah
4. TPA
:
2
buah
5. Pontren
:
1
buah
6. Gereja
:
3
buah
b) Jumlah pemeluk agama sampai dengan akhir tahun 2012 di
Kelurahan Cigugur sebagai berikut :
1. Islam
:
4.075 orang
2. Protestan
:
195
3. Katholik
:
2.620 orang
4. Hindu
:
6
orang
5. Budha
:
12
orang
6. Kepercayaan
:
176
orang
orang
54
Dalam rangka mengefisienkan kegiatan belajar mengajar di
waktu libur diadakan Pesantren Kilat dengan materi Rukun Iman /
Islam, tarikh, Puasa, Bersuci, Sholat, membaca Al-Qur’an, Adzan
dan lain-lain.
6) Sektor Pemuda dan Olah Raga
a) Organisasi Kepemudaan yang ada di Kelurahan Cigugur secara
umum diwakili oleh Karang Taruna “Tunas Mandiri”. Disamping
itu organisasi kepemudaan lainnya adalah Remaja mesjid /
musholla, muda-mudi gereja dll.
b) Jenis
olah raga yang digemari adalah Tenis Meja, Bola Voli,
Sepak Bola, Bulu Tangkis.
c) Fasilitas sarana Olahraga yang ada :
1. Lapangan Sepak Bola
:
1
buah
2. Lapangan Bola Voli
:
7
buah
3. Lapangan Basket
:
5
buah
4. Lapangan Bulu Tangkis
:
2
buah
5. Tenis Meja
:
4
buah
B. Pembahasan
Perlu kita akui bahwa di muka bumi ini terdapat beragam agama, bahasa,
dan budaya yang ketiganya tidak bisa dipisahkan keterkaitannya. Keragaman
bahasa dan budaya jelas membuat pelangi dan taman kehidupan menjadi sangat
menarik. Namun, sering terdengar orang merasa gelisah dan sulit menerima
kenyataan akan keragaman agama. Tidak rela kalau agama yang diyakini oleh
pemeluknya sebagai jalan menuju surga itu tersaingi oleh yang lain.5
Namun ada pula mereka yang berpandangan bahwa keragaman ini
memang sebetulnya sengaja diciptakan oleh Tuhan agar hidup ini terasa lebih
dinamis dan terjadi sikap saling menghormati antar pemeluk agama.
Permasalahan perbedaan tidaklah menjadi perdebatan, yang terpenting adalah
5
Komarudin Hidayat, Psikologi Beragama Menjadikan Hidup Lebih Ramah dan Santun,
(Jakarta: PT Mizan Publika, 2010), h. 2
55
bagaimana perbedaan ini bisa dipadukan sehingga menghasilkan sebuah
keharmonisan dalam kehidupan beragama menuju persatuan berbangsa dan
bernegara.
Mayoritas warga Desa Cigugur adalah pemeluk agama Islam. Meskipun
demikian, hal tersebut tidak menjadikan wilayah Desa Cigugur harus mutlak
menerapkan ajaran Islam kepada seluruh masyarakatnya. Masing-masing dari
setiap pemeluk agama saling terbuka dan menerima keberadaan dari agama
lain. Adanya keanekaragaman beragama yang ada di Cigugur, tidak membuat
hubungan interaksi antara warga Cigugur menjadi renggang dan kaku, justru
hal tersebut membuat keindahan tersendiri yang dapat dilihat didalam pola
interaksi bermasyarakat warga Cigugur. Dalam melakukan kegiatan yang
bersifat sosial, masyarakat Desa Cigugur tidak memandang adanya kelompok
mayoritas ataupun minoritas. Mereka selalu menanamkan rasa persaudaraan
yang sangat kuat dan menjunjung tinggi sikap gotong-royong.
1. Pandangan Masyarakat Desa Cigugur Mengenai Kerukunan Antar
Umat Beragama
a. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Tokoh Sunda Wiwitan
Apabila kita berbicara mengenai Sunda Wiwitan tentulah kita bisa
sedikit menafsirkan bahwa ini sebuah aliran kepercayaan masyarakat
atau dahulu sering disebut dengan aliran kebatinan yang sempat menjadi
polemik dalam kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia. Pada
mulanya dalam Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2 di Magelang, ketika
para tokoh kebatinan mulai melancarkan cita-cita ilmu kebatinan, kritik
tajam datang dari kelompok matrealisme dan kiri. Sekarang, kita
mengenal bahwa kritik itu datang dari kelompok agama, terutama Islam.
Kemudian dengan semakin jelasnya kehadiran kebatinan sebagai
kekuatan spiritual baru yang terorganisir, mulailah terjadi keretakan yang
sungguh-sungguh,
mendirikan
sehingga
lembaga
Departemen
PAKEM
(Pengawas
Agama
Aliran
merasa
perlu
Kepercayaan
Masyarakat) pada tahun 1954. Selanjutnya pada tahun 1955, organisasi
sosial kebatinan dikukuhkan menjadi Badan Kongres Kebatinan Seluruh
56
Indonesia. Badan inilah yang menyelenggarakan pertemuan-pertemuan
tahunan. Sesudah tahun 1966 kedudukan kebatinan semakin mantap, dan
dalam bentuknya yang terakhir mendapat legitimasi dengan adanya suatu
direktorat yang secara khusus ditugaskan dalam pembinaan warga,
Direktorat Pembinaan Penghayatan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan adanya badan ini, pemilihan antara agama dan
kebatinan atau budaya spiritual, menjadi semakin jelas. Begitupun,
keributan masih tetap ada, terutama yang menyangkut soal perkawinan,
KTP, dan sebagainya.6
Ketika penulis bertanya mengenai kerukunan agama menurut
penganut Sunda Wiwitan beliau mengatakan bahwa sebagai manusia
mempunyai rasa cinta kasih dengan sesama. Manusia diciptakan beragam
merupakan suatu kodrat dari Sang Maha Pencipta karena setiap bangsa
mempunya rupa, bahasa, adat dan kebudayaannya. Nah keadaan seperti
ini bukan dibentuk, tetapi suatu yang muncul bersamaan dengan adanya
bangsa itu sendiri, karena ini merupakan suatu kodrat pemahaman dan
pelestarian.7
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat di Desa Cigugur
sangatlah harmonis meskipun berbeda-beda keyakinan. Hal ini karena
masyarakat Desa Cigugur mempunyai
landasan filosofis dasar yang
sama. Yang pada akhirnya meskipun berbeda-beda dalam hal keyakinan,
kita tidak mempermasalahkan perbedaannya itu, tapi bagaimana kita
saling pengertian satu sama lain.
Agama atau keyakinan yang kita yakini itu harus benar-benar kita
pelajari dengan sungguh-sungguh. Dengan kesungguh-sungguhan itu kita
akan mengenal aturan, tentunya aturan yang sesuai dengan tuntunan yang
diyakininya. Karena dari apa yg kita yakini itu tidak ada yang
mengharuskan untuk menghalalkan hal-hal yang tidak sesuai dengan
6
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 28-29
Wawancara dengan Bapak Kento Subarman, di kediamannya, Jalan Raya Cigugur
Cipager pada tanggal 3 Juli 2013
7
57
sifat-sifat kemanusiaan. Pasti setiap agama atau keyakinan mengajarkan
bagaimana kita saling sayang menyayangi.
Kita harus mensyukuri apa yang Tuhan telah berikan. Sifat
mensyukuri itu sendiri bukan hanya dengan ucapan, tapi wujud nyatanya
bagaimana kita saling berbagi, berbagi rasa, berbagi rizki dan saling
tolong menolong, seperti halnya gotong royong. Gotong royong ini tidak
melihat latar belakang keyakinan atau suku.
Apabila melihat konflik yang dilatar belakangi oleh SARA (Suku,
Agama, Ras dan Antar Golongan) beliau merasa perihatin, kenapa semua
itu bisa terjadi. Karena menurut pandangannya bahwa ketenangan itu
hanya akan dapat kita rasakan atau terbangun jika satu sama lain saling
menghormati. Dengan kondisi konflik seperti itu baik yang kuat maupun
yang lemah tidak akan merasakan kenyamanan.
Konflik seperti itu dilatar belakangi oleh pemahaman yang keliru
terhadap keyakinan yang mereka percayai. Karena masalah yang sangat
sederhana sekali ialah bahwa kita manusia sama-sama memiliki rasa dan
bisa merasa. Tapi untuk merasakan terkadang seseorang itu tidak
mengindahkan. Sedangkan yang utama selain kita bisa merasa kita juga
harus bisa merasakan. Misalkan, apabila kita dicubit orang lain maka kita
akan merasa sakit, nah oleh karena itu kita tidak boleh mencubit orang
lain, imbuh beiau.
Selain itu juga ada yang namanya fanatisme berlebihan.
Seseorang merasa bahwa agamanya lah yang paling baik dan agamanya
lah yang satu-satunya agama Tuhan. Ia beranggapan bahwa “saya ini
seorang pembela Tuhan, karna agama saya ini agama tuhan makanya
saya membela tuhan”. Tapi jika berbicara membela Tuhan, sebetulnya
kita sudah merendahkan Tuhan, Tuhan itu kita akui maha besar, maha
segalanya, mengapa kita yang lemah itu harus membelanya. Membela
Tuhan itu bukan dengan otot, tapi menjunjung tinggi nama baik Tuhan.
Tuhan mengharapkan kita sebagai mahluk ciptaannya agar bisa bersikap,
berprilaku dan berinteraksi dengan baik kepada sesama ciptaannya.
58
Disinilah kita kembali kepada pemahaman yang terkadang
akhirnya salah memaknai, sedangkan jika kita cermati atau kita maknai
dari sebuah konflik, sebagian pihak yang teraniaya itu sama-sama ciptaan
tuhan. Dengan kondisi seperti ini apakah Tuhan tidak sakit atau
tidakmarahketika melihat sesama ciptaannya saling bermusuhan?,
mislkan contoh seperti ini, coba kita tanyakan kepada orang tua kita jika
melihat anak-anaknya bertengkar. Pasti mereka akan merasa sedih dan
prihatin ketika melihat anak-anaknya tidak rukun. Akan tetapi orang tua
akan merasa bangga dan terhormat jika anak-anaknya saling rukun dan
damai. Begitulah analogi sederhananya, Orang tua kita anggap sebagai
Tuhan dan anak-anaknya sebagai ciptaan Tuhan. Tuhan tidak
menghendaki ciptaannya saling membunuh atau berkonflik.
Setiap agama itu sama, yaitu sama-sama mengharapkan
penganutnya menjadi manusia yang baik. Tapi agama itu berbeda jika
kita lihat dari metode peribadatan atau akidah. Menurut ajaran yang
beliau yakini, untuk melaksanakan kehidupansebagai insan yang
berketuhanan, kita harus kembali kepada tiga aspek yang harus
dilakukan, yaitu aspek teologis, aspek sosial dan aspek kultural.Secara
aspek teologis bahwa kita harus kembali sesuai dengan apa yang kita
yakini. Kemudian aspek sosial, bahwa manusia hidup bermasyarakat satu
samalain saling membutuhkan, untuk tidak terjadi pertentangan, maka
kita harus satu pemersatu yaitu kembali kepada sifat kemanusian itu
sendiri. Maka dengan ini sikap saling hormat menghormati akan muncul
secara sendirinya. Yang terakhir aspek kultural, kita harus menyadari
bahwa tiap-tiap daerah mempunyai kebiasaan atau kehidupan yang
berbeda.
Beliau selalu menekankan kepada anaknya untuk mampu
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan
dimanapun
kita
berada,
mengajarkan kebaikan dan selalu mengkontrol ucapan dan tingkah laku
kita. Sikap seperti ini akan mengantarkan kepada kehidupan yang damai,
59
aman dan rukun. Kemudian beliau berharap kerukunan yang telah terjalin
sekian lama di Desa Cigugur ini harus tetap kita jaga dan pertahankan.
b. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Tokoh Islam
Konsep kerukunan umat beragama dalam ajaran agama Islam
menurutnya, yaitu hidup saling bersama-sama, saling menjalankan
ibadahnya sendiri-sendiri tanpa memaksakan pola agama tertentu. Lakum
Dinukum Waliyadin “Untukmu agamamu, dan untukulah agamaku”
artinya kita tidak mengusik agama mereka dan mereka tidak mengusik
agama kita, entah itu minoritas maupun, mayoritas. Dalam konteks
Indonesia untuk konsep ini sangat bisa sekali diterapkan karena Ajaran
Islam sendiri sangat menghargai perbedaan.
Toleransi
menurut
pandangan
beliau
adalah
bagaimana
mensosialisasikan perbedaan-perbedaan disetiap agama yang kita yakini.8
Dengan mensosialisasikan perbedaan-perbedaan itu maka orang lain
diluar agama kita akan mengetahui batasan-batasan mana yang boleh dan
tidak boleh dilakukan terhadap diri kita. Dengan ini munculah suatu
keterbukaan diantara pemeluk agama yang kemudian sikap saling
menghormati dan menghargai akan terjadi sehingga kerukunan antar
pemeluk agama itu benar-benar terwujud.
c. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Tokoh Kristen
Beliau mengatakan bahwa keyakinan dan ketaatan seseorang
terhadap keyakinanya itu apabila dijalankan dengan benar maka akan
mendatangkan keserasian ketika berhubungan dengan orang lain. Kita
harus menyadari bahwa perbedaan keyakinan ini janganlah dijadikan
suatu penghalang untuk kita bisa hidup rukun dan berdampingan.9
Mengenai
Konsep
kerukunan
antara
Umat
beragama
dalampandangan Kristen, dalam Alkitab sndiri pada intinya adalah
menjalankan kasih yang diajarkan Jesus atau Isa Almasih. Menurutnya
kasih itu adalah kerendahan hati, kedamaian, kebaikan, dan kesetiaan.
8
9
Wawancara dengan Bapak Aang , di Masjid, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013
Wawancara dengan Ibu Uum, di kediamannya, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013
60
Konsep ini tentunya bisa diterapkan di Indonesia. Karena Kasih yang
dimaksud adalah bagaimana kita kasih kepada Tuhan Allah dengan
segenap jiwa, dan kekuatan akal, dan kasihilah sesama manusia, itulah
hukum kasih. Kelebihan dari konsep ini yaitu kerendahan hati, hal ini
mencakup keseluruhan. Menurutnya dalam konsep ini tidak ada
kelemahan,
itu
tergantung
bagaimana
manusia
memahami
dan
menjalankannya.
Dari pengalaman sehari-hari tersebut, beliau menganggap bahwa
kerukunan bukanlah suatu proses yang datang dari suatu aturan yang
“dipaksakan” tetapi terjadi melalui suatu proses yang berlangsung secara
alamiah. Hal ini mungkin tercipta ketika ada saling menerima di
dalamnya. Itu berarti yang utama untuk diwujudkan adalah biarkan
masyarakat berinteraksi secara wajar dan alamiah tanpa “diintervensi”
apalagi
“diintimidasi”
oleh
aturan-aturan
ataupun
pembatasan-
pembatasan yang bersifat diskrimitatif. Menurut beliau, hal itu mungkin
untuk dicapai ketika orang menghayati agama sebagai sebuah relasi yang
eksistensial dengan yang illahi, dan bukan sekedar rumusan dogma
ataupun sistem ritual. Artinya: agama adalah masalah bagaimana
seseorang menghayati “adanya” Sang Illahi, dan “kehendakNya” di
dalam hidup manusia sehari-hari. Dogma, Kitab Suci, ritual, bukanlah
hakekat agama itu sendiri; tetapi cara orang merayakan kehadiran dan
pertemuannya dengan Sang Illahi yang pada gilirannya akan memberi
arah dan makna bagi hidup sehari-harinya.
Dengan pemaknaan seperti ini kata beliau, orang tidak persoalan hidup
keagamaan tidak akan dipahami secara dangkal. Misal: orang Kristen
tidak akan kehilangan kekristenannya hanya karena bergaul dengan umat
Islam atau pun yang lainnya. Demikian pula sebaliknya, umat Islam tidak
perlu takut kehilangan keislamannya hanya karena bersalaman ataupun
mengucapkan selamat Natal kepada rekannya yang merayakannya.
Penghayatan agama yang semacam ini akan menempatkan agama
pada tatarannya yang mulia, karena agama membuat kebaikan Sang Illahi
61
diwujudkan melalui relasi yang baik antar manusia. Sebaliknya, ketika
agama membuat relasi antar manusia menjadi rusak, bukan hanya agama
ditempatkan pada posisi yang “rendah”, tetapi membuat “kasih” dan
“kebaikan” Sang Illahi menjadi tidak nampak dan terasa dalam hidup
sehari-hari. Agama menurutnya, bukanlah realitas yang terpisah dari
hidup sehari-hari penganutnya, melainkan justru memberi arah dan
makna pada apa yang manusia lakukan dalam hidup sehari-harinya.
Dalam ajaran beliau, pada prinsipnya tentang kerukunan Umat
Beragama, “Kami meyakini apa yang kami Imani dan kami tidak
menghakimi apa yang mereka Imani”. Artinya menjalankan apa yang
kami yakini, dan mereka menjalankan apa yang diyakini mereka, tanpa
harus mengganggu atau menghakimi ajaran mereka. Tentunya konsep ini
bisa diterapkan di Indonesia karena konsep dasar agama kami menganai
keimanan berbicara relasi dengan Tuhan, jadi ketika kita kasih kepada
Tuhan, maka kasih itu diwujudkan dalam hubungan dengan mansuia
pada umumnya, tanpa membedakan darimana dia berasal.
2. Pola Kerukunan Umat Beragama di Desa Cigugur
Kondisi aktual dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa
Cigugur terlihat pada semua suasana kehidupan sosial sehari-harinya.
Mereka hidup rukun berdampingan satu dengan yang lainnya walaupun
mereka berbeda agama. Dalam kaitannya dengan pola kerukunan umat
beragama, masyarakat desa Cigugur secara umum mempunyai pola
kerukunan yang sangat dinamik. Hal ini terlihat dari pola hubungan sosial
keagamaan, pola hubungan sosial kemasyarakatan dan pola hubungan sosial
adat kawin campur, yang mana hal-hal tersebut akan menjelaskan
bagaimana pola kerukunan umat beragama yang terjadi di desa Cigugur.
a. Pola Hubungan Sosial Keagamaan
Masing-masing umat beragama yang ada di desa Cigugur
menjalankan ajaran agama yang mana telah digariskan oleh agamanya
masing-masing, baik ajaran ajaran ritual perorangan, kelompok, maupun
dalam kehidupan sehari-hari. Pola sosial keagamaan yang secara nyata
62
membentuk interaksi sosial yang harmonis serta komunikasi sosial selalu
terjadi antara pemeluk agama yang berbeda.
Masyarakat desa Cigugur memandang bahwa perbedaan faham
keagamaan adalah urusan individu dengan Tuhan. Keyakinan yang
mereka pegang dan masalah keimanan tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Kebebasan dalam hal memeluk agama sangat dijunjung tinggi, serta
perbedaan agama tidak menjadi jurang pemisah yang suram bagi mereka
dalam berinteraksi antar pemeluk agama yang berbeda. Seperti halnya
keluarga Bapak Kento, yang mana beliau memiliki anggota keluarga
yang berbeda agama. Bapak Kento dan Istrinya menganut agama/aliran
Sunda Wiwitan,anak laki-lakinya menganut agama Kristen, dan anak
perempuannya menganut agama/aliran Sunda Wiwitan kemudian ia
menikah dengan laki-laki yang beragama katolik dan pada akhirnya ia
mengikitu suaminya memeluk agama Kristen. Dalam keluarga ini
tercipta hubungan yang harmonis, mereka menganggap perbedaan agama
dalam keluarga itu adalah sesuatu hal yang wajar, karena bagi mereka
kebebasan agama dan keyakinan terhadap suatu agama tidak bisa
dipaksakan. 10
Dari contoh di atas jelas bahwa perbedaan agama dalam keluarga
tidaklah menjadi api permusuhan, tetapi mereka menyadari betul
perbedaan itu harus dibina dan tidak saling mengganggu dalam
beribadah. Secara formal pola hubungan sosial keagamaan ini terlihat
dengan adanya suatu bentuk dialog antar pemuka agama ditingkat desa
seperti MUI dengan Majelis Gereja, yang mana mereka mengakomodir
segala bentuk permasalahan yang berkembang di masyarakat, terlebih
lagi mereka membina pemeluk agamanya masing-masing.11
Dari penemuan penulis di lapangan, adanya hubungan dan
kerjasama sosial keagamaan di masyarakat desa Cigugur dapat dilihat
dalam kehidupan sehari-harinya dalam pembentukan nilai-nilai sosial
10
Wawancara dengan Bapak Kento Subarman, di kediamannya, Jalan Raya Cigugur
Cipager pada tanggal 3 Juli 2013
11
Ibid
63
yang harmonis. Hal ini bisa terlihat ketika salah satu agama sedang
merayakan hari-hari besar keagamaan atau salah seorang sedang
menyelenggarakan syukuran yang bersifat ritual keagamaan. Dalam hal
ini mereka turut memeriahkan dan berpartisipasi dalam acara yang
sedang dilangsungkan salah satu pemeluk agama manapun tanpa
membeda-bedakan agama yang mereka yakini. Contoh sederhana, ketika
umat islam sedang merayakan hari Idul Fitri, tradisi umat islam selalu
menyajikan beraneka ragam makanan dan mereka membagi-bagikannya
kepada siapapun kerabat terdekat mereka khususnya tetangga tanpa
membedakan agama apa yang mereka yakini. Begitupun sebaliknya,
ketika umat Kristen dan aliran Sunda Wiwitan sedang merayakan harihari besar keagamaan, sikap orang Islam menghormati apa yang sedang
dirayakan oleh masyarakat penganut agama lain. 12
Pola hubungan sosial keagamaan yang terjadi di desa Cigugur
juga dapat kita lihat dari berbagai fenomena yang berkembang di
masyarakat seperti halnya upacara kematian dan upacara-upacara
keagamaan yang bersifat privat. Dalam hal upacara kematian, tradisi
masyarakat desa Cigugur selalu memberikan bantuan ketika mereka
sedang berta’jiah atau dalam bahasa sunda “nyolawat”. Bantuan itu bisa
berupa beras, uang dan kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. 13
Keadaan tersebut menunjukan bahwa kebersamaan masyarakat
dalam hal perbedaan agama tidak menjadi faktor penghambat, justru
malah menjadi faktor perekat sosial yang kuat antar umat beragama demi
terciptanya kerukunan.
b. Pola Hubungan Sosial Kemasyarakatan
Masyarakat desa Cigugur merupakan tipe masyarakat yang
berbentuk paguyuban, dimana bentuk kehidupan bersama yang anggotaanggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah
serta bersifat kekal. Dalam masyarakat desa Cigugur bentuk paguyuban
12
Wawancara dengan Bapak Didi, di kediamannya, Jalan Raya Cigugur-Cipager, tanggal
2 Juli 2013
13
Wawancara dengan Ibu Uum, di kediamannya, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013
64
biasanya dilihat dari sistem kekerabatan, keluarga dan pola pemukiman
yang berdelatan.
Pola sosial kemasyarakatan yang berkembang di diesa Cigugur
secara nyata telah menunjukan pada kehidupan sosial yang integrasi atau
kerukunan. Hal ini dibuktikan bahwa selama masyarakat setempat tinggal
ditempat itu belum pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
agama, bahkan mereka hidup rukun dan damai saling menghormati satu
sama lain walaupun keyakinan mereka berbeda-beda. Kehidupan yang
kian terjaga tercipta karena adanya keterkaitan antara norma yang
menjadi acuan masyarakat dengan nilai-nilai agama maupun nilai adat
atau kebudayaan yang kemudian menjelma dalam sikap dan cara
kehidupan sehari-hari.
Potensi kerukuna yang ada di masyarakat secara jelas bisa dilihat
dalam berbagai upacara tradisional. Hal ini memperlihatkan adanya
potensi lokal atau pengetahuan asli masyarakat untuk tetap menjaga
kerukunan hidup. Dalam tradisi orang sunda memiliki kebiasaan dalam
hal kehidupan perorangan maupun kelompok yang mendekatkan tali
persaudaraan yang kuat, seperti tradisi selametan, tradisi ini memiliki
nilai spiritual dan sosial yang tinggi. Selametan dalam tradisi orang sunda
perlu dilihat dari aspek waktu biasanya dilakukan pada hari yang bagus
secara agama semisal malam Jum’at. Partisipasi orang-orang terdekat
seperti tetangga dan saudara satu keturunan menjadi lebih terlihat, dalam
selametan orang-orang yang datangpun tidak membedakan dari segi etnis
dan agama, acara ini biasanya ditunjukan kepada kaum laki-laki. Upacara
selametan ini dilakukan berkaitan dengan niat tuan rumah untuk bernagi
kebahagiaan atau memohon do’a sesuatu. Contoh yang paling lumrah
adalah ketika seorang anaknya dikhitan, orang tua sang anak akan
mengadakan selametan untuk meminta do’a restu kepada tetangga atau
keluarganya sendiri.
Tradisi upacara selametan, ada nilai-nilai sosial kemasyarakatan
yang menuju pada kerukunan. Upacara selametan tersebut bisa menjadi
65
mediator atau penghubung bagi masyarakat yang sedang berselisih.
Karena mau tidak mau masyarakat yang diundang oleh tuan rumah
apalagi yang berdekatan harus menghadiri acara tersebut. Acara
selametan ini juga ada kaitannya dengan status sosial, karena dalam acara
selametan tidak membedakan pekerjaan, pendidikan, agama bahkan latar
belakang kebudayaan sesorang. Bahkan acara selametan ini merupakan
suatu momentum membagi kebahagian tuan rumah dengan para tetangga
atau kerabatnya yang katakanlah orang kurang punya. Dan disinilah
proses tidak membedakan status sosial seseorang itu terjadi.
Masyarakat desa Cigugur dalam kehidupan ekonominya pun
memiliki potensi kemasyarakatan yang tetap menjaga pola-pola
kerukunan umat beragama. Hal ini terlihat bahwa mayoritas masyarakat
desa Cigugur berprofesi sebagai petani. Profesi yang mereka geluti
ternyata mempunya nilai lebih, tidak hanya sebagai petani tetapi mereka
saling bekerja sama dan tolong menolong. Para petani yang beragama
islam bekerja kepada pemilik tanah yang beraliran Sunda Wiwitan atau
yang beragama kristen dan sebalinya petani yang beragama kristen atau
beraliran sunda wiwitan bekerja kepada pemilik tanah yang beragama
islam. Dengan demikian sikap saling bekerja sama dan tolong menolong
tidak dapat diragukan lagi kehadirannya di tengah-tengah masyarakat
desa Cigugur.
Dalam bentuk kerukunan bertetangga antara pemeluk agama,
tercermin oleh tempat tinggal mereka yang berdekatan dan bercampur
baur antara penduduk muslim, kristen dan sunda wiwitan. Dari segi
bertetangga ini mereka selalu mencerminkan hubungan yang baik dan
sikap persahabatan. Hal ini tidak lepas dari peranan seorang tokoh-tokoh
agama ataupun masyarakat, yang mana mereka selalu memberikan
contoh yang baik sehingga menciptakan kehidupan masyarakat dan
bertetangga yang harmonis.
Masyarakat desa Cigugur mempunyai solidaritas yang tinggi, baik
itu dari segi sosial kemasyarakatan maupun keagamaan. Solidaritas ini
66
dibangun dengan sikap dan interaksi yang baik antara mereka. Misalkan
diadakan kerja bakti, semua masyarakat yang berbeda-beda dalam
keyakinan itu turut berpartisipasi dalam kerja bakti tersebut.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerukunan Antar Umat Beragama
di Desa Cgugur
a. Ikatan Kekeluargaan
Dari hasil temuan dilapangan dapat dikatakan bahwa faktor
kekeluargaan ini cukup baik dimasyarakat desa Cigugur. Dalam hal
kehidupan sosial nampaknya ikatan kekeluargaan menjadi faktor penting,
ini terlihat dari interaksi dengan adanya kerjasama saling membantu
dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan yang ada memiliki
hubungan yang saling berikatan satu sama lain. Dalam keluarga besar
terlihat bahwa terjadi suatu perbedaan dalam segi keyakinan.14 Dengan
adanya perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut maka tidak bisa
dipungkiri bahwa akan muncul suatu konflik. Tetapi konflik-konflik yang
dilatar belakangi oleh perbedaan keyakinan ini bisa diredam bahkan tidak
bisa terjadi karena adanya faktor ikatan kekeluargaan ini. Misalkan
dalam sutu keluarga besar terdapat angota-anggota keluarga yang
memiliki perbedaan keyakinan, ketika mereka hendak berkonflik yang
dilatarbelakangi oleh keyakinan beragama, mereka berfikir bahwa semua
ini tidak ada gunanya karena kita berada dalam satu rumpun keluarga
yang katakanlah satu Nenek atau satu Kakek.15 Dengan demikian terlihat
bahwa
ikatan
kekeluargaan
ini
memiliki
faktor
penting
yang
mempengaruhi kerukunan antar umat beragama di Desa Cigugur.
b. Saling Menghormati dan Menghargai Antar Umat Beragama
Untuk mengembangkan kehidupan beragama, diperlukan suasana
yang tertib, aman dan rukun. Kekhusuan beribadat tidak mungkin
terwujud dalam suasana yang tidak aman. Disinal letak pentingnya
kerukunan, ketertiban dan keamanan dalam kehidupan beragama
14
15
Wawancara dengan Bapak Aang , di Masjid, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013
Ibid
67
Masyarakat desa Cigugur menciptakan suasana yang tertib, aman
dan rukun dalam kehidupan beragama. Masyarakat selalu memupuk
sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama yang
berbeda. Hal ini terlihat dari berbagai sikap atau prilaku yang mereka
tanamkan seperti mengembangkan perbuatan-perbuatan terpuji yang
mencerminkan sikap saling menghormati dan menghargai diantara
sesama pemeluk agama. Mereka tidaklah memaksakan suatu agama
kepada orang lain, hal ini disebabkan karena keyakinan beragama
merupakan masalah pribadi yang menyangkut hubungan manusia dengan
Tuhan yang mereka yakini.16
Dengan prilaku tersebut, kehidupan beragama yang tertib, aman
dan rukun akan tercapai. Sikap egois pada dasarnya merupakan penyakit
manusia
yang
senantiasa
mementingkan
dirinya
sendiri
dan
menempatkan dirinya pada kedudukan yang paling tinggi dengan tidak
memperhatikan kepentingan orang lain. Sikap selalu menganggap dirinya
sebagai yang terhebat, terpandai, terpenting, terpercaya atau paling
berpengaruh merupakan sikap egois yang perlu dihindari. Sikap egois
seperti ini dapat menimbulkan kebencian orang lain sehingga suasana
kerukunan dalam kehidupan akan hilang. 17
Dengan selalu menanamkan sikap saling menghormati dan
menghargai ini, kerukunan dan kedamaian atau keharmonisan antar
pemeluk agama di masyarakat desa Cigugur terjalin begitu baik.
c. Gotong Royong
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak akan lepas dari
ketergantungan kepada orang lain. Sejak lahir manusia memerlukan
bantuan dan membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Karena kondisi
seperti itulah manusia harus melatih diri sejak dini untuk menjalin
hubungan baik dengan orang lain dan bekerjasama dalam menyelesaikan
suatu masalah atau pekerjaan. Sejak lama bangsa Indonesia selalu
16
Wawancara dengan Rama Anom, di gedung Paseban Tri Panca Tunggal, tanggal 4 Juli
17
Ibid
2014
68
menggunakan azas gotong royong yang bersifat kekeluargaan dalam
setiap pekerjaan.
Founding Father bangsa kita yaitu Bung Karno pernah berkata
“apabila Pancasila ini saya peras menjadi satu maka akan saya peras,
yaitu gotong royong”. Disini terlihat bahwa gotong royong ini
merupakan ciri khas budaya indonesia yang memang sejak dulu sudah
ada dan perlu kita pertahankan karena dampak dari gotong royong ini
sangat luar biasa. Gotong royong mengandung arti bahwa suatu usaha
atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh
semua warga menurut batasan kemampuannya masing-masing. Misalkan
memperbaiki rumah, apabila ada salah satu warga yang sedang
merenovasi, maka masyarakat setempat akan berbondong-bondong untuk
membantu sesuai dengan kemampuan mereka tanpa melihat perbedaan
agama dan budaya.18
Masyarakat desa Cigugur secara umum masih memegang teguh
nilai-nilai dan adat istiadat nenek moyang secara utuh. Seperti halnya
gotong royong, masyarakat desa Cigugur selalu mengerjakan semua hal
dalam bentuk kerjasama baik yang bersifat pribadi maupun sosial
kemasyarakatan. Prinsip hidup seperti inilah yang terlihat di masyarakat
desa Cigugur. Yang mana gotong royong menjadi suatu tradisi
masyarakat setempat dan merupakan suatu elemen yang berkembang
selama puluhan tahun lamanya. Gotong royong inilah yang merupakan
salah satu faktor pendorong terwujudnya suasana yang harmonis di
masyarakat desa Cigugur.
4. Potensi Konflik Antar Umat Beragama di Desa Cigugur
Kehidupan Masyarakat Cigugur yang terdapat di wilayah Kabupaten
Kuningan menurut beberapa kalangan memiliki keunikan tertentu. Hal yang
menjadi ciri keunikan itu diantaranya adalah berkembangnya kehidupan
masyarakat etnik Sunda yang menganut berbagai keyakinan baik agama
18
Wawancara dengan Bapak Nana, di lokasi Renovasi salah satu rumah warga Cipager,
tanggal 2 Juli 2013
69
“umum continental” atau “agama semit” seperti Islam, Kristen Protestan,
Kristen Katolik, Budha dan Hindu serta keyakinan sistem kepercayaan adat
atau “agama lokal” atau penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Keanekaragaman keyakinan ini sebagai ciri juga berkembangnya
kehidupan masyarakat yang pluralis. Keberagaman seperti itu jika terjaga
dengan baik akan tampak seperti mozaik yang indah, tetapi jika sebaliknya
maka segala bentuk perbedaan yang ada akan menjadi senjata yang bisa
memecah belah persatuan yang terjalin antar umat beragama di desa
cigugur.
Desa Cigugur dengan komunitas keagamaannya yang cukup beragam.
Keragaman dalam bidang keagamaan merupakan suatu hal yang potensial
untuk terjadinya konflik. Namun di daerah tersebut tidak cukup nampak
adanya konflik antarumat berbeda agama. Apakah konflik tersebut memang
tidak ada, ataukah tidak muncul kepermukaan?
Setiap individu atau kelompok dalam suatu masyarakat digerakan dan
dirangsang oleh apa yang menjadi kepentingan mereka. Dalam memenuhi
setiap kepentingan baik individu maupun kelompok dapat melahirkan dua
kemungkinan, yakni adanya kerja sama antar individu maupun antar
kelompok dan adanya persaingan dalam memenuhi kepentingan mereka
masing-masing. Menurut Pareto (dalam Veerger, I986:80), "kecenderungan
untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan sendiri sering melahirkan
prilaku yang khas". Persaingan yang didasarkan atas ego (baik ego pribadi
atau kelompok), keserakahan, ambisi, haus akan kekuasaaan tidak menutup
kemungkinan dapat menimbulkan pertentangan baik antar individu maupun
kelompok. Pertentangan antar individu maupun kelompok merupakan suatu
potensi bagi tercetusnya suatu konflik.19
Sikap individu maupun kelompok dalam komunikasi antarumat
berbeda agama di wilayah desa Cigugur menunjukan adanya sikap saling
menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Hal tersebut tampak
19
Abdullah Syamsudin, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agma, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 35
70
dalam kebersamaan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan
guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun demikian sikap kehatihatian diantara kelompok keagamaan telah berkembang diantara mereka.
Kecemasan akan adanya penguasaan suatu kelompok keagamaan terhadap
kelompok keagamaan lainnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
menyebabkan timbulnya prasangka sosial antar kelompok keagamaan.
Dalam
menghadapi
berbagai
situasi
lingkungan
guna
memenuhi
keinginannya, individu selalu berupaya untuk mengembangkan sikapsikapnya.
Pengembangan
sikap
tersebut
menuju
kearah
yang
menguntungkan individu atau kelompok yang bersangkutan terhadap suatu
yang dapat memenuhi keinginannya, sebagaimana dikemukakan Krechetal,
(1962:l8l), "sikap berkembang dalam proses pemuasan keinginan". Sikap
individu ataupun kelompok keagamaan tentang kerukunan hidup antarumat
berbeda agama akan terpaut dengan pengertian. "Adanya kebebasanm
menjalankan syariat agama, saling menghormati antar pemeluk agama,
saling percaya-mempercayai, dan adanya kerja sama antar umat berbeda
agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan” (Shihab, 1996:11).20
Secara umum di desa cigugur hubungan antar umat berbeda agama
nampak baik, terutama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Namun
dalam hal itu, tidak berarti tidak ada masalah sama sekali dalam hubungan
antar umat berbeda agama. Melalui komunikasi antar pribadi berbagai
masalah antar umat berbeda agama yang muncul dapat segera diredam
sebelum memberikan dampak negatif yang merusak sendi-sendi kerukunan
antar umat berbeda agama. Dalam hal demikian sikap kemampuan
mengendalikan diri, menegakan moral agama sebagai landasan berpijak
dalam kehidupan beragama, menumbuhkan sikap toleransi keagamaan,
menumbuhkan sikap tanggung jawab bersama tentang pentingnya
kerukunan hidup beragama merupakan suatu hal yang harus diperhatikan
oleh masing-masing kelompok.
20
Garna Judistira, Ilmu-ilmu Sosial: Dasar-Konsep-Posisi, (Bandung: Pasca Sarjana
UNPAD, 1996), h.
71
Meskipun perbedaan agama merupakan titik rawan dan hal yang
cukup potensial bagi terjadinya konflik, namun selagi kerjasama antar umat
berbeda agama tersebut tetap terpelihara, dan para anggotanya merasa
kebutuhannya terpenuhi, serta merasa diperlakukan secara adil tanpa
mendapat perlakuan yang berbeda dalam kerja sama tersebut, dan setiap
para anggotanya konsensus untuk tetap mematuhi nilai dan norma yang
disepakati bersama maka kerukunan hidup antar umat berbeda agama akan
tetap terpelihara dan konflik antar umat berbeda agama tidak akan pernah
terjadi.
Sebagaimana dikemukakann Newcomb (I985:297), "Sejauh anggotaanggota suatu kelompok mempunyai sikap yang sama terhadap suatu obyek,
para anggotanya akan berkonsensus mengenai sikap yang bersangkutan".
Karenanya untuk dapat mewujudkan kerja sama antar kelompok keagamaan
dalam bidang sosial kemasyarakatan dan ekonomi pedesaan serta konsensus
terhadap nilai dan norma yang disepakati bersama, masing-masing individu
dalam kelompok yang bersangkutan harus tetap memiliki sikap kemampuan
mengendalikan diri, menegakan moral agama sebagai landasan berpijak
dalam kehidupan beragama, toleransi keagamaan, dan sikap tanggung jawab
bersama tentang pentingnya kerukunan hidup beragama.
Prasangka
sosial
merupakan
sumber
potensial
bagi
perpecahan/disintegrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik.
Dalam hubungannya dengan kehidupan beragama di wilayah desa cigugur,
prasangka sosial antar umat berbeda agama terjadi karena kurangnya
informasi individu ataupun kelompok dalam memahami berbagai peristiwa
keagamaan yang terjadi di wilayahnya.
Berdasarkan
temuan
penelitian,
kecurigaan-kecurigaan
antar
kelompok agama memang tetap terjadi, namun melalu sikap yang arif,
kecurigaan-kecurigaan antar kelompok keagamaan yang muncul tidak
menjadikan munculnya konflik, tetapi sebaliknya lebih membuat masingmasing kelompok keagamaan untuk tetap mawas diri dengan meningkatkan
sikap saling mempercayai antar kelompok keagamaan, sebab pada dasarnya
72
setiap kelompok keagaman menginginkan hidup rukun dan damai
berdampingan dengan kelompok keagamaan yang lain dalam tatanan hidup
bermasyarakat. Kondisi demikian menunjukan bahwa hubungan antar
kelompok keagamaan di desa cigugur berada dalam posisi yang rawan akan
terjadinya konflik antar umat beragama.
Disini, peran tokoh agama sangat signifikan dalam mengarahkan
keberagamaan umat. Tokoh agama memerankan fungsi agama sebagai
kemaslahatan manusia. Mereka mengembangkan interpretasi (tafsir) yang
memiliki semangat perdamaian dan kerukunan antar umat beragama dan
mencerahkan keberagamaan umat. Sehingga ajaran agama-agama terutama
masalah ketuhanan menjadi fungsional, bahkan mampu menciptakan
kedamaian, keadilan, toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya dalam
kehidupan bermasyarakatan dan berbangsa.
Dari berbagai temuan dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat faktor-faktor atau potensi terjadinya konflik, yaitu:
a. Hubungan antar umat berbeda agama di desa cigugur memiliki potensi
yang cukup kuat untuk terjadinya konflik antar kelompok keagamaan.
Melalu pengembangan sikap saling menghargai, pengendalian diri, tolong
menolong, kebersamaan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan
melalui kerjasama yang saling menguntungkan, potensi konflik antar
kelompok keagamaan dapat diminimalisasi, sehingga konflik secara
terbuka antar umat berbeda agama di desa cigugur dapat dihindarkan.
b. Prasangka sosial yang berkembang diantar kelompok keagamaan terjadi
karena adanya suatu kekhawatiran penguasaan suatu kelompok keagamaan
terhadap kelompok keagamaan lainnya melalui:
1) Penguasaan lahan-lahan yang dipandang strategis
2) Pengembangan sarana-sarana peribadatan
3) Pengembangan pendidikan berlatar belakang keagamaan
4) Penguasaan sektor ekonomi
5) Penguasaan posisi dan jabatan tertentu di masyarakat
6) Perpindahan agama
73
c. Didalam masyarakat cigugur terdapat suatu nilai budaya yang mengatur
tata hubungan antar anggota masyarakatnya yang telah tertanam secara
turun temurun, yakni silih asih silih asuh silih wangian. Dalam memahami
perbedaan agama, masyarakat cigugur lebih mengembangkan suatu prinsip
perlu adanya sepengertian meskipun tidak harus sepemahaman. Melalu
intensitas komunikasi yang semakin meningkat diantara kelompok
keagamaan lebih mengokohkan penerimaan mereka terhadap nilai dan
norma yang disepakati bersama, sehingga kerukunan hidup antar umat
berbeda agama terwujud.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pemicu konflik, maka
masing-masing penganut agama akan berupaya sekuat tenaga
menghindarinya sehingga mencegah sedini mungkin terjadinya konflik
tersebut. Tindakan ini disebut dengan pencegahan konflik. Namun apabila
terlanjur terjadi konflik, harus diakhiri perilaku kekerasan dan anarkis di
dalamnya melalui persetujuan perdamain. Ini disebut penyelesaian konflik.
Ada juga yang dinamakan dengan pengelolaan konflik, yaitu membatasi dan
menghindari kekerasan dengan mendorong perilaku perubahan yang positif
bagi pihak-pihak yang terlibat. Kemudian ada lagi resolusi konflik, yaitu
menangani sebab-sebab konflik diantara kelompok-kelompok yang bertikai
dan berusaha membangun hubungan baru dan bertahan lama. Lalu yang
terakhir adalah transformasi konflik, yaitu mengatasi sumber-sumber
konflik yang lebih luas dan berusaha merubahnya ke arah positif.
Konsepsi adat yang ada dalam sistem nilai masyarakat Cigugur untuk
terus menjaga tatanan sosial dan sistem keyakinan yang multi religi itu
ditekankan oleh sesepuh masyarakat adat Ciigugur (P.Djatikusumah, cucu
dari Pangeran Sadewa Alibasa Kusumawijayaningrat atau “Madrais”)
berupa konsepsi nilai “pentingnya menekankan kesamaan “pengertian”
dalam kehidupan sosial dan budaya daripada “perbedaan” yang mengarah
pada potensi pertentangan dan konflik sosial budaya”. Hal lain juga yang
berkaitan dengan pembentukan “nation character” adalah perlunya
masyarakat Indonesia (dan masyarakat adat khsususnya) untuk
memperjuangkan hak budaya dan kebangsaannya (kesukubangsaannya)
yang bersifat universal dan kodrati dalam persepsi konsepsi “tanah adegan”.
5. Analisa Hasil Penelitian
Sebagaimana dinyatakan dalam pokok-pokok pikiran tentang
penelitian Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (KTYME) dalam
74
berbagai sistem Budaya Masyarakat di Indonesia, telah disepakati bahwa
arah yang dituju pembangunan itu adalah sebagai berikut:
“Membangun
manusia
Indonesia seutuhnya
dan masyarakat
Indonesia seluruhnya. Acuan normatik terhadap arah pembangunan seperti
tersebut di atas, menetapkan cita-cita sosial yang hendak dituju oleh
program-program pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari
kerangka budaya bangsa Indonesia, yang selama ini menempatkan Tuhan
Yang Maha Esa atau nilai-nilai Ketuhanan sebagai masalah yang sentral.
Konsep Ketuhanan manusia Indonesia adalah sosok makhluk Tuhan yang
selalu berinteraksi dengan alam Indonesia, budaya Indonesia dan nilai-nilai
kemanusiaan yang hidup di Indonesia”.21
Keberadaan masyarakat Jawa Barat yang heterogen memunculkan
berbagai dinamika dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat. Isu sara atau
permasalahan keagamaan seringkali muncul dalam permukaan. Tidak hanya
masalah internal agama, tetapi masalah antar umat beragama lainnya. Hal
ini seringkali memunculkan ketidak harmonisan dalam kehidupan
masyarakat Jawa Barat, bahkan diskrimnasi di sebagaian pihakpun
seringkali terjadi. Berbicara tentang masalah keagamaan terkadang menjadi
hal yang sangat rumit untuk diselesaikan, Implikasi dogma-dogma dalam
kitab-kitab suci dan penafsiran dari masing-masing melahirkan nilai
tersendiri dalam pola kehidupan, ketika nilai-nilai yang diaanggap baik
disatu pihak, tetapi dipihak lain berbenturan dan dianggap menyimpang.
Timbulah berbagai permaslahan dan gejolak dalam msayarakat tersebut,
akibatnya perselisihan yang begitu rumit yang berjung pada alienasi dilain
pihak. Dalam konteks ini, tentunya harus ada semangat toleransi sebagai tali
pengikat yang mempererat keharmonisan hidup bersama dalam perbedaan.
Konflik Agama menjadi rumit diselesaikan karerna wujudnya Imateril dan
seringkali tidak rasional. Disatu sisi pemerintah sebagai pemimpin yang
mengayomi, dalam hal ini kementerian agama seringkali tidak mampu
21
Sudjangi dan Harisun Arsyad, Ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
Berbagai Sistem Sosial Budaya Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI
BALITBANG Agama, 1992-1993), h. 21
75
membuat keputusan yang mmembuat kedua belah pihak yang berkonflik
menjadi harmonis, justru sebaliknya.
Tidak semua masyarakat Jawa Barat berada dalam gejolak sosial
(konflik) berakibat pada ketidak harmonisan masyarakatnya. Karena
konteks masyarakat yang mendiami Jawa Barat berbagai corak dan beragam
bentuk masyarakatmya dari setiap wilayah, ragam agama, budaya, etnis dan
suku bangsa, maupun tingkat pendidikan masyarakatnya. Salah satu daerah
yang sekarang ini yang berada di Jawa Barat saat ini yaitu Desa Cigugur
Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Dekade
terakhir ini wilayah Desa Cigugur tidak begitu muncul di media isu-isu
konflik keagamaan yang menyebabkan ketidakharmonisan masyaraktanya.
Dalam konteks ini, berdasarkan galian informasi yang telah diuraikan di atas
menunjukan keharmonisan masyakat Desa Cigugur. Padahal di Desa
Cigugur terdapat berbagai ragam agama dan suku bangsa yang yang
mendiami wilayah itu. Hal ini perlu dilahat bagaimana pola interaksinya
yang tidak hanya melibatkan jajaran masyarakat penganut agamanya,
melainkan keterlibatan tokoh-tokoh agama, Organisasi kemasyarakatan
maupun pemerintahannya yang begitu hidup dalam mewujudkan keteraturan
masyarakatnya.
Pertanyaan yang muncul dalam konteks keberagaman ini, bagaimana
perbedaan dari setiap ajaran agama tersebut justru yang timbul adalah
keharmonisan. Kita akui bahwasanya dalam konsep kerukunan antara umat
beragama semua menginginkan hidup bersama dalam perbedaan, tetapi
produk dari ajarannya secara absolutis banyak bertentangan. Karena
memang pada prinsipnya, semua agama akan berbeda jika dilihat dari
kontek ajaran akidahnya. Namun semua agama mengajarkan nilai-nilai
kebaikan, kesempurnaan, keutamaan, baik yang menyangkut kehidupan
orang seorang maupun kehidupan bersama dan kemasyarakatan. Dengan
demikian usaha-usaha untuk meningkatkan dan meratakan kesadaran
beragama bagi pemeluk agama agar mereka masing-masing benar-benar
menjadi insan beragama seperti diajarkan agamanya. Jadi sebenarnya
76
pembinaan kerukunan hidup antara umat beriman harus dimulai dengan
penyadaran, mengapa orang beragama. Kalau orang sungguh-sungguh
secara konsekuen, jujur untuk mengabdi Tuhan, maka sikap terhadap
sesamanya pasti juga akan dijiwai oleh semangat keagamaannya. Maka
kerukunan merupakan perwujudan dari penghayatan iman, perwujudan dari
pengabdian kepada Tuhan, sebab setiap agama mengajarkan kedamaiaan.22
Pada kenyataannya, dalam masayarkat yang berada di wilayah Desa
Cigugur, yang dalam hal ini peneliti hanya mengambil tiga Agama atau
ajaran yaitu Agama Kristen, Islam dan Ajaran Sunda Wiwitan yang sudah
berpuluhan tahun adanya tidak menunjukan pertentangan atau pertikaian
yang menyebabkan kerugian besar dari berbagai pihak, justru mereka akurakur saja. Mereka membangun keteraturan masyarakatnya tidak diwujudkan
dengan melakukan konflik terlebihdahulu. Karena bagi masyarakat Sunda,
pada umumnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai Ketuhanan yang tinggi.
Hal ini menunjukan bahwa orang-orang Sunda selama ini dikenal sebagai
orang-orang yang taat menjalankan ibadah keagamaannya, apakah ia
sebagai orang Islam, Kristen, Hindu, Budha atau penganut agama-agama
tradisional lainnya yang masih dikenal di beberapa tempat di Jawa Barat.
Adanya kesadaran akan nilai Ketuhanan yang tinggi menunjukan bahwa
orang-orang Sunda dikenal sebagai homo religius. Dalam kehidupan sosial
sehari-hari mereka tekun beribadat, beriman, dan mereka percaya dengan
umujr yang semakin tua, senantiasa mengubah cara hidup sebagai mana
tercermin dalam ungkapan yang sangat populer di Jawa Barat, kudu ngukur
ka kujur nimbang ka awak (dalam bahasa Indonesia, sama artinya dengan
kata-kata “bercermin diri”).
Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat Desa Cigugur, dari segi
ajarannya tidak menunjukan ketidaksetabilan, karena memang berbeda.
Tidak juga nilai agama yang harus difungsikan kepada semua masyarakat
umum dan dikonsensuskan melalui adaptasi, sesuatu yang tidak mungkin
22
AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman 2, (Yogyakarta:
Penerbit Yayasan Kansius, 1983), h 279-280
77
akan terjadi, karena setiap sistem internal dan eksternal keagamaan yang
berada di Desa Cigugur berbeda dan sangat absolut. Itulah Agama, disatu
sisi agama memberikan fungsi terciptanya kerukukunan bagi penganutnya.
Tetapi disisi lain justru agama memberikan dampak yang negativi
bagi terciptanya konflik atau permusuhan, ketika agama satu dan lainnya
berinteraksi. Ajaran agama mengandung dkotrin-doktrin yang bertolakbelakang satu sama lainnya. Tentunya untuk menghindari permasalahan
Agama perlu adanya kompromi-kompromi dari setiap agama
dalam
membangun kerukunan hidup bersama dalam perbedaan. Kompromi yang
dimaksud adalah ajaran agama yang berhungan dengan interaksi dengan
agama lain, karena setiap agama ini memiliki ajaran untuk hidup bersama
dengan agama lain. Nilai-nilai hubungan dengan kelompok agama lain yang
berbeda inilah perlu dipertemukan untuk membangun dan membina sebuah
kerukunan hidup bersama. Karena semua Agama di atas menerima untuk
hidup bersama dalam perbedaan.
Masyarakat mulai menyadari akan perlunya kedamaian antara
sesama warga dan perpecahan adalah sangat merugikan mereka, karena
pada dasarnya mereka adalah satu bangsa bahkan satu rumpun yaitu rumpun
sunda.
Kadaan tersebut terus dipelihara sampai saat ini, sehingga sampai
penelitian ini dilakukan belum pernah terjadi perbedaan pendapat yang
menimbulkan perpecahan antar mereka, apalagi menimbulkan konflik antar
agama. Namun demikian tidak berarti sama sekali perbedaan-perbedaan
pendapat antara mereka, ada juga perbedaan kecil yang diakibatkan oleh
permasalahan yang sangat sepele dan dibesar-besarkan oleh kelompok yang
tidak senang dengan adanya kedamaian.
Untuk melestarikan keutuhan dalam hubungan tersebut, para
pemimpin atau tokoh-tokoh agama mencoba melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Setiap terjadi kontak atau hubungan antara umat beragama mereka tidak
menggunakan hubungan keagamaan, tapi menggunakan sistem pada saat
78
terjadinya hubungan atau kontak dilakukan, seperti perdagangan,
pertanian, kemasyarakatan dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya rasa keagamaan pada kelompok masing-masing.
b. Ditanamkan pada masyarakat beragama agar merasakan bahwa mereka
adalah satu etnis, atau keluarga, satu desa, satu bahasa, satu budaya,
sehingga bila terjadi konflik antar mereka akan dirasakan bersama
akibatnya.
c. Para tokoh agama selalu memberikan penjelasan tentang kerukunan
dengan didasarkan pada refrensi-refrensi yang tercantum pada ajarannya.
d. Masing-masing anggota masyarakat mengenalkan dan mengetahui
identitas dan agama yang dianut oleh warga desa yang ada sehingga
dapat menghindari pergaulan yang mengakibatkan konflik antar mereka.
e. Para tokoh agama dari masing-masing tidak membesar-besarkan masalah
bila terjadi sedikit gesekan antar umatnya dan mencoba diselesaikan di
lingkungan masing-masing serta cukup diwakili oleh para tokohnya
dalam menyelesaikan masalahnya.
f. Pemerintah desa tidak membedakan hak dan kewajiban mereka, baik
dalam pelayanan, pergaulan dan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan
dalam mengangkat aparatnya kepala desa memasukan unsur semua
agama.
g. Pola hubungan kekeluargaan lebih ditekankan daripada hubungan
keagamaan bagi keluarga yang menganut dua agama.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Durkheim dan fungsionalis
berikutnya berpendapat bahwa suatu sistem sosial bekerja seperti sistem
organik. Masyarakat terbentuk dari struktur-strukturbaturan kebudayaan
yakni keyakinan dan praktik yang sudah mantap yang terhadap keyakinan
dan praktik yang sudah mantap yang terhadap keyakinan dan praktik itu
warga masyarakat tunduk dan taat. Dimana institusi-institusi di dalam
masyarakat memainkan peranannya dengan baik, dengan menggunakan
79
istilah
fungsionalis,
melaksanakan
fungsi
yang
diperlukan
memelihara masyarakat dalam keadaan yang stabil dan memuaskan.
dalam
23
Seperti Teori Fungsionalis yang dikemukakan Durkheim di atas
sesuai dengan realita yang ada di Masyarakat Desa Cigugur. Kerukunan di
Desa Cigugur terwujud berdasarkan kordinasi dan kompromi dari berbagai
pihak, penganut agama, tokoh agama, organisasi keagamaan, maupun
pemerintah sendiri. Peran dari berbagai segmen inilah yang menciptakan
kerukunan antar umat beragama. Semangat inilah yang muncul dalam
masyarakat Desa Cigugur. Jadi setiap agama menjalankan nilai ajaran
masing dan disiarkan dalam pola internalnya sendiri. Maksudnya adalah
urusan agama/ibadah/keyakinan tidak bisa disamakan antara Islam, Kristen,
Sunda Wiwitan bahkan dengan yang lainnya. Keinginan untuk hidup
bersama walau dalam perbedaan keyakinan atau kepercayaan, tentunya hal
inilah yang ingin diwujudkan oleh masyarakat Desa Cigugur. Dengan
semangat kordinasi dari berbagai pihak, baik penganut agama, tokoh agama,
organisasi keagaaman maupun pemerintahan mewujudkan kompromikompromi nilai dan norma yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh
masing penganut agama.
Semangat kordinasi dari berbagai pihak ini tentunya sesuai dengan
gambaran yang disajikan oleh Dahrendorf mengenai pokok teori
fungsionalisme adalah sebagai berikut:24
a. Setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsur yang relatif gigih dan
stabil
b. Mempunyai struktur unsur yang terintegrasi dengan baik
c. Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi, memberikan
sumbangan pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu sistem
d. Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada konsensus
mengenai nilai di kalangan para anggotanya
23
Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga PostModerenisme, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 52-53
24
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia), h. 216
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cigugur adalah sebuah desa di lerang Gunung Ciremai yang terletak di
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan
kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung.
Masyarakat disini hidup dalam sebuah perbedaan. Dan yang menjadi
perbedaan mendasar pada masyarakat Cigugur adalah perbedaan agama pada
masing-masing individunya. Dimana perbedaan tersebut tidak hanya terdapat
pada masing-masing warganya melainkan perbedaan tersebut juga ada dalam
satu keluarga. Misalkan, Ayah dan Ibunya penganut agama Islam, dan anakanaknya ada yang menganut agama Katolik, Hindu, Budha, atau agama Islam
juga sesuai dengan orang tuanya. Dan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi
mereka. Suatu hal yang perlu diketahui disini adalah bahwa perbedaan yang
ada pada masyarakat Cigugur tersebut tidaklah menjadikan mereka hidup
dalam ketegangan hingga menimbulkan suatu konflik seperti konflik-konflik
yang sering terjadi dewasa ini yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama,
namun kehidupan mereka justru sangat harmonis, bisa hidup secara
berdampingan, dan sangat menjunjung tinggi Toleransi dalam beragama. Yang
mana pada setiap masyarakatnya bukan hanya mengakui keberadaan hak
agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan
persamaan dari setiap masing-masing penganut agama yang ada. Faktanya,
bahwa setiap masyarakat yang berbeda agama tersebut dapat berinteraksi
secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut.
Hal seperti ini tentunya tidak terjadi secara alamiah atau datang dengan
sendirinya. Jelas ada usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan
kerukunan seperti itu. Dimana usaha-usaha tersebut mereka implementasikan
dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Pola kerukunan umat beragama yang
berkembang di desa Cigugur ini sangatlah dinamik, hal ini dapat terlihat dari
beberapa pola kerukunan yang berkembang di masyarakat, misalkan pola
80
81
hubungan sosial keagamaan dan pola hubungan sosial kemasyarakatan. Selain
itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi terwujudnya kerukunan umat
beragama di desa Cigugur, seperti ikatan kekeluargaan, saling menghormati
dan menghargai antar umat beragama serta gotong royong yang telah menjadi
budaya masyarakat desa Cigugur.
Pluralitas yang terjadi di desa Cigugur
tersebut menunjukan bahwa
masyarakat desa Cigugur terdapat potensi kerukunan yang berharga. Potensi
kerukunan secara nyata telah menjadi acuan sehingga sejak sekian lama
masyarakat telah mampu hidup berdampingan tanpa pertentangan dan
pertikaian. Wujud kerukunan antar umat agama ini tampak karena masingmasing penganut agama tidak menonjolkan identitas agamanya maupun
simbol-simbol kegamaan dalam melakukan kehidupan sehari-harinya.
B. Saran
Untuk mempertahankan dan melestarikan kelangsungan tradisi hidup
yang rukun di kalangan masyarakat desa Cigugur ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Setidaknya peranan pemerintah khususnya Departemen agama dalam hal ini
mempunyai tugas dan tanggung jawab sekaligus memberikan pengarahan
atau membina para tokoh maupun penganutnya dalam meningkatkan
pemahaman dan penghayatan ajaran agama yang mereka anut dalam rangka
meningkatkan kualitas keimanan. Serta memberikan pemahaman yang
berorientasi pluralis hendaknya mulai ditanamkan, dengan demikian
masyarakat desa Cigugur yang majemuk memahami dan menghargai
keberadaan orang lain.
2. Satu hal yang selama ini dilupakan adalah pemanfaatan potensi lokal untuk
menagani setiap masalah yang timbu antara pemeluk agama yang berbeda
agama, baik masalah internal maupun masalah eksternal umat beragama.
Keharmonisan yang terdapat pada masyarakat desa Cigugur merupakan satu
bukti bahwa tanpa banyak campur tangan orang lain, mereka tetap bisa
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dan tetap damai. Oleh sebab
82
itu perlunya penyadaran terhadap nilai-nilai gotong royong dan kerjasama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tubuh masyarakat
3. Bagi pembelajaran Sosiologi, sebagai bahan pengayaan terutama mengenai
konsep-konsep kerukunan antar umat beragama dan interaksi sosial. Pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
4. Pemerintah harus ikut berperan dalam menjaga kerukunan dalam
kemajemukan agama yang terjadi di Cigugur. Seperti memperkenalkan
Cigugur kepada masyarakat luas dan menjadikan Cigugur sebagai daerah
tujuan wisata adat sebagai upaya dalam melestarikan kepercayaan dan adat
yang ada di Cigugur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, Pendidikan Agama Era Multi Kultural Multi Religius,
Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005
Achmad, Nur, Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001
AG, Muhaimin, Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif Berbagai
Agama, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
Departemen Agama RI, 2004
Agama dan Keagamaan PUSLITBANG kehidupan beragama Bagian Proyek
peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2003
Ahmad, S. Beni, Metode Penelitian, Bandung: Pustaka Setia 2008
Ali, Muhamad, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan,
Menjalin Kebersamaan Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS, 2008
Al-Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan Antaragama, Jakarta: Ciputat
Press, 2003
Bahri, Syamsul, Peranan Agama dan Adat dalam Melestarikan Kerukunan Antar
Umat Beragama, Vol XI, No. 1 Januari-Juni 2001
Banawiratma, J.B, Zainal Abidin Bagir, Dialog Antarumat Beragama Gagasan
dan Praktik di Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2010.
Bajari,
Atwar, “Mengolah Data Dalam Penelitian Kualitatif”, 2013,
(http://atwarbajari.wordpress.com/2009/04/18/mengolah-data-dalampenelitian-kualitatif, Pada Hari Sabtu 2 Februari 2013)
Bertand, Jacques, Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia, Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2012
Budiyono, AP, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman 2, Yogyakarta:
Penerbit Yayasan Kansius, 1983.
Creswell, John W, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Daulay, M. Zainudin, Mereduksi Eskalasi Konflik Antarumat Beragama di
Indonesia, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
departemen Agama RI, 2001
83
84
Faisal, Sanapiah, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang:
Yayasan Asih Asah Asuh, 1990
Haq, Hamka, Jaringan Kerjasama Antarumat Beragama: Dari Wacana ke Aksi
Nyata, Jakarta: Titahandalusia Press, 2002.
Hidayat, Komarudin, Psikologi Beragama Menjadikan Hidup Lebih Ramah dan
Santun, Jakarta: PT Mizan Publika, 2010
Jones, Pip, Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga PostModerenisme, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009
Jasmadi, Membangun Relasi Antar Umat Beragama, (Refleksi Pengalaman Islam
di Indonesia), Vol.5, No. 2, Juli 2010.
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
Konflik Sosial Bernuansa Agama Di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI
Badan LITBANG
LEMHANAS RI, Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya
Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional,
Jurnal Kajian LEMHANAS RI, edisi 14, Desember, 2012.
Meuraxa, Musbir Ibrahim, Etika Islam dalam Kebijakan Pembinaan Kerukunan
Umat Beragama, Vol XI, No. 1, 2001
Mufid, Ahmad Syafii, Dialog Agama dan Kebangsaan, Bandung: Grasindo, 2008
Monografi Kelembagaan Agama di Indonesia, Jakarta: Proyek Pembinaan
Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama RI, 1983.
Marzuki, Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani:
Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia,
Mudjiraharjo,
“Jenis
Dan
Metode
Penelitian
Kualitatif”,
(Http://Mudjiarahardjo.Com/Materi-Kuliah/215.Html?Task=View
Hari Senin 28 Januari 2013)
2013.
Pada
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya,
1991.
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Darussalam: GI, 1983
Perwiranegara, Alamsyah Ratu, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat
Beragama, Jakarta: Departemen Agama RI, 1982.
85
Sawunggalih, Mustafid, “Menyusur Agama Djawa Sunda Dari Cigugur, 2012”,
(Www.Nusantaraislam.Blogspot.Com Di Akses Selasa, 29 Januari 2013)
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta:
Kencana, 2011
Suaedy, Ahmad, Dialog: Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta: DIAN (Dialog
Antar Iman di Indonesia) dengan Penerbit Pustaka Pelajar, 1994.
Suryana, Toto, Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 2, 2011
Sulaiman, Yudi, Pembinaan Kesadaran Pluralisme Agama Dikalangan
Narapidana Lembaga Permasyarakatan Anak di Blitar, Skripsi pada
STAIN Kediri, 2004.
Suyanto, Bagong, dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2005
Sudjangi dan Harisun Arsyad, Ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
Berbagai Sistem Sosial Budaya Masyarakat Indonesia, Jakarta:
Departemen Agama RI BALITBANG Agama, 1992-1993
Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1993.
Taher, Elza Peldi, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai 70 Tahun
Djohan Effendi, Jakarta: ICRP, 2009.
PEDOMAN OBSERVASI LAPANGAN
Hari/Tanggal
Waktu pengamatan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
:
:
Aspek yang
Diamati
Sikap ramah dan
terbuka terhadap
sesama
dan
terhadap
orang
asing.
Toleransi
antar
umat beragama
Gotong-royong
dan kerja sama
dalam
aktivitas
sosial masyarakat.
Hidup
saling
menjaga
dan
melengkapi antar
sesama.
Mengadakan
dialog antar umat
beragama
Berkontribusi
dalam
kegiatan
perayaan
hari
besar keagamaan
pada
pemeluk
agama lain
Terjadinya konflik
antar
umat
beragama
Memtuskan suatu
perkara
dengan
musyawarah dan
mufakat.
Terbuka
dalam
menerima
perubahan
Selalu
Sering
Kadangkadang
Tidak
Keterangan
Pernah
HASIL OBSERVASI LAPANGAN
Hari/Tanggal
Waktu pengamatan
: 03 Juli 2013
: 10.00-15.00 WIB
No
Aspek yang Diamati
1
Sikap ramah dan terbuka
terhadap sesama dan
terhadap orang asing.
Toleransi antar umat
beragama
Gotong-royong dan kerja
sama dalam aktivitas
sosial masyarakat.
Hidup saling menjaga dan
melengkapi antar sesama.
Mengadakan dialog antar
umat beragama
2
3
4
5
6
7
8
9
Berkontribusi
dalam
kegiatan perayaan hari
besar keagamaan pada
pemeluk agama lain
Terjadinya konflik antar
umat beragama
Memtuskan suatu perkara
dengan musyawarah dan
mufakat.
Terbuka dalam menerima
perubahan
Selalu
Sering
Kadangkadang
Tidak
Pernah
Keterangan
√
√
√
√
√
Minimal satu
tahun sekali
ketika perayaan
upacara Seren
Tahun
√
√
√
√
DAFTAR PERTANYAAN ATAU PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan
A. Latar Belakang Informan
Nama
:
Umur
:
Agama
:
Pendidikan
:
Profesi
:
Hari dan tanggal :
Tempat
:
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan
A. Latar Belakang Informan
Nama
:
Umur
:
Agama
:
Pendidikan
Profesi
:
:
Hari dan tanggal
:
Tempat
:
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur
Pedoman wawancara untuk warga Kristen
A. Latar Belakang Informan
Nama
:
Umur
:
Agama
:
Pendidikan
:
Profesi
:
Hari dan tanggal :
Tempat
:
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
6.
Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
7.
Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
8.
Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi
suku, ras atau agama?
9.
Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur
Pedoman wawancara untuk warga Muslim
A. Latar Belakang Informan
Nama
:
Umur
:
Agama
:
Pendidikan
:
Profesi
:
Hari dan tanggal :
Tempat
:
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku,
ras atau agama?
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Pedoman wawancara untuk ketua adat
A. Latar Belakang Informan
Nama
:
Umur
:
Agama
:
Pendidikan
:
Profesi
:
Hari dan tanggal :
Tempat
:
B. Berita Wawancara
1. Kepercayaan penghayat di Cigugur disebutnya Agama Djawa Sunda atau
Sunda Wiwitan? Mengapa? Perbedaanya?
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
3. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
4. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku,
ras atau agama?
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
HASIL WAWANCARA
Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan
A. Latar Belakang Informan
Nama
: Kento Subarman
Umur
: 65 Tahun
Agama
: Sunda Wiwitan
Pendidikan
: SPG
Profesi
: Pensiunan / petani
Hari dan tanggal : Rabu, 03 Juli 2012
Tempat
: Rumah Bapak Kento Subarman
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
Sudah 65 Tahun, Karena saya lahir dan besar di Cigugur.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
Kondisi Masyarakat Cigugur sangatlah harmonis dan mereka hidup
teratur tanpa adanya petentangan yang sangat signifikan.
3.
Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
Manusia mempunyai rasa cinta dan kasih terhadap sesama. Manusia
diciptakan beragam merupakan kodrat dari Sang Maha Pencipta. Oleh
karena itu kita harus benar-benar menerima kodrat itu dengan hidup rukun
dan teratur.
4.
Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
Salah satunya pembangunan Rumah Peribadatan
5.
Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
Karena mempunya filosofis dasar yang sama, jadi akhirnya walaupun
berbed tapi tidak mempermasalahkan perbedaannya, tapi bagaimana kita
saling pengertian walaupun kita tidak sepengetahuan tapi kita pengertian
dalam artian dgn berkeyakinan atau beragama. Artinya pengertian dari
agama atau keyakinan itu sendiri supaya kita hidup mengenal aturan,
aturan yang sesuai dgn tuntunan yang diyakininya, sebab dari apa yg
diyakini itu tdk ada yang mengharuskan utntuk menghalalkan hal hal
yang tidak sesuai dgn sifat kemanusiaan.
6.
Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
Satu tahun sekali ada acara seren tahun, kegiatan-kegiatan olahraga
karang taruna, memang sudah biasa berdampingan kecuali kegiatankegiatan internal agama. Kegiatan yang bersifat umum tdk ada batas tdk
ada mayoritas dan minoritas. Karna kerukunan itu sudah terbentuk dgn
sendirinya di daerah ini.
7.
Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
Sama dalam konteks mananya dulu? Kalo dalam artian setiap agama
mengharapkan pengikutnya itu menjadi insan yang baik itu saya rasa
semua agama sama. Tapi masalah metode, akidah dan yang lainnya tdk
bisa dikatakan sama.
8.
Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi
suku, ras atau agama?
Saya merasa prihatin kenapa bisa terjadi. Sedangkan ketenangan itu hanya
akan dapat kita rasakan atau terbangun jika satu sama lain
saling
menghormati. Dengan kondisi seperti itu baik yang kuat maupun yang
lemah tidak akan merasa nyaman.
9.
Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Selama saya hidup disini belum pernah terjadi.
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
Semua menyesuaikan. Mereka selalu hidup rukun dan berdampingan.
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Saya tidak banyak berangan-angan, minimal seperti sekarang ini lah
Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan
A. Latar Belakang Informan
Nama
: Mang Didi
Umur
: 44 tahun
Agama
: Sunda Wiwitan
Pendidikan
: SMP
Profesi
: Petani
Hari dan tanggal : Kamis, 04 Juli 2012
Tempat
: Rumah Mang Didi
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
Sejak anak-anak saya tinggal disini, karena saya dilahirkan disini.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
Akur-akur saja. Kita selalu menghormati satu sama lain.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
Umat beragama harus saling menghargai dan tidak menganggap agamanya
yang paling benar.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
Ketika umat islam sedang merayakan hari raya idul fitri, agama lain selalu
menghormati bahkan turut memeriahkan perayaan tersebut, dan begitupun
sebaliknya.
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
Didalam masyarakat Cigugur, masyarakatnya bisa rukun karena kita saling
mengerti, saling memahami bahkan saling membantu, seperti ketika
sedang terkena musibah masyarakat saling membantu, yang punya uang
membantu uang, yang punya tenaga membantu tenaga, yang punya beras
membantu beras, contoh lain dalam membangun rumah, masyarakat
Cigugur saling membantu satu sama lain, bahkan dalam membuat rumah
hanya ada 2 tukang, tapi yang membantu bisa 20 orang, 22 orang paling
sedikitnya 18 orang dan tanpa dibayar, hanya dikasih makan sama rokok.
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
Dengan mengedepankan sikap kekeluargaan sehingga tidak terjadi
pertentangan.
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
Semua agama pasti mengajarkan kebaikan.
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
Mungkin mereka menganggap bahwa agama mereka yang paling benar.
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Setahu saya tidak pernah ada.
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
Sangat baik dan selalu bekerja sama.
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Tetap hidup rukun, tetap damai, tetap seperti sekarang ini tanpa adanya
konflik antar pemeluk agama.
Pedoman wawancara untuk warga Kristen
A. Latar Belakang Informan
Nama
: Ibu Uum
Umur
: 50 tahun
Agama
: Katolik
Pendidikan
: SMA
Profesi
: Wiraswata/mantan Biarawati
Tempat
: Rabu, 03 Juli 2012
Hari dan tanggal : Rumah Ibu Uum
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
Sejak lahir udah di Cigugur
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
Selama ini masyarakat cigugur hidup rukun berdampingan satu sama lain.
Dalam hal kehidupan sehari-hari kita selalu mengedepankan etika dan
kesopanan dalam proses berinteraksi. Ikatan kekeluargaan pun sangat
tercermin didalam kehidupan bermasyarakat warga Cigugur.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
Kerukunan bukanlah suatu proses yang datang dari satu aturan yang
dipaksakan tetapi terjadi melalui suatu proses yang berlangsung secara
alamiah. Hal ini mungkin tercipta ketika ada sikap saling menerima
didalamnya.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
Dalam hal upacara kematian, tradisi masyarakat Cigugur selalu
memberikan bantuan ketika mereka sedang berta’jiah. Bantuan itu bisa
berupa beras, uang atau kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
Didalam Cigugur memang adanya Sunda Wiwitan berpengaruh dalam
kehidupan, tingkah laku maupun tradisi, karena kalo bisa dibilang
Cigugur merupakan pusatnya dari Sunda Wiwitan, kami pun sebagai
warga Cigugur menghormati Pangeran Djati, apalagi saya yang memang
kebetulan dekat dengan keluarga paseban, bagi warga Katolik kita sangat
menghormati keluarga paseban, karena dahulu Pangeran Tedjabuana
dimana Ayahanda dari Pangeran Djatikusumah adalah seorang Katolik,
jadi kita saling menghormati, apalagi dengan kerukunan, kita juga saling
menghormati, saling bahu membahu untuk mewujudkannya. Karena itu
merupakan jalan terang menuju kedamaian dan kasih.
6.
Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
Kita selalu mengadakan dialog antar umat beragama yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh dari agama masing-masing.
7.
Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
Kami meyakini apa yang kami imani dan kami tidak menghakimi apa
yang mereka imani
8.
Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi
suku, ras atau agama?
Mereka tidak memahami apa sebenarnya agama yang mereka yakini dan
mereka menganggap bahwa agama merekalah yang paling benar sehingga
bagi mereka agama diluar itu adalah tidak benar.
9.
Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Seingat saya dulu pernah ada, tapi saya lupa kronologisnya. Meskipun
demikian, apabila terjadi hal semacam itu maka tokoh-tokoh agama atau
tokoh masyarakat segera menyelesaikannya dengan musyawarah sehingga
tidak berdampak besar dan meluas.
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
Sangat baik, mereka masyarakat pendatang selalu bisa menyesuaikan
dengan kondisi masyarakat cigugur yang beranekaragam.
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Yang pasti kerukunan seperti ini harus tetap terpelihara sampai kapanpun.
Pedoman wawancara untuk warga Muslim
A. Latar Belakang Informan
Nama
: Aang Taufik
Umur
: 44 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: Perguruan Tinggi
Profesi
: Guru SMP 02 Cigugur, ketua DKM Mesjid
Tempat
: Mushola Dusun Cipager, Cigugur
Hari dan tanggal : Selasa, 02 Juli 2013
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur?
Saya lahir dan besar disini.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
Masyarakat cigugur hidup berdasarkan ikatan kekeluargaan yang erat.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
Hidup berdampingan tanpa terjadi pertikaian yang menimbulkan dampak
yang sangat membahayakan bagi pemeluk agama itu sendiri.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
Seperti halnya saling membantu jika ada warga yang sedang mengadakan
pesta pernikahan, mereka saling membantu tanpa pandang bulu atau tanpa
membeda-bedakan agama yang dianut.
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
Hubungan erat kekeluargaan sehingga jarang terjadi konflik
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
Dengan diadakannya dialog
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
Salah jika mengatakan agama itu sama. Karena menurut saya setiap agama
itu
berbeda.
Lalu
yang
perlu
kita
lakukan
adalah
bagaimana
mensosialisasikan perbedaan-perbedaan disetiap agama yang kita yakini.
Dengan demikian orang diluar agama yang kita anut akan mengetahui
batasan-batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap diri
kita. Dengan ini munculah keterbukaan diantara pemeluk agama yang
kemudian sikap saling menghormati dan menghargai akan terjadi.
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
Kita jangan selalu menyalahkan agama sebagai penyebab konflik itu
terjadi. Lebih jauh kita harus menganalisa apa yg sebenarnya yg melatar
belakangi konflik tersebut. Seperti halnya ada intervensi dari oknum yang
ingin mengadu domba sehingga konflik itu bisa menguntungkan untuk
mereka. Karena memang konflik yang dilatar belakangi agama ini syarat
dengan kepentingan.
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku,
ras atau agama?
Konflik sebetulnya ada tapi tidak disebarluaskana.
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
Sampai saat ini terlihat bail-baik saja dan mereka hidup rukun
berdampingan.
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Tetap hidup rukun berdampingan satu sama lain tanpa membeda-bedakan
agama yang dianut.
Pedoman wawancara untuk ketua adat
A. Latar Belakang Informan
Nama
: Gumirat Barna Alam
Umur
: 49 Tahun
Agama
: Sunda wiwitan
Pendidikan
: SMA
Profesi
: Wakil Pupuhu Adat
Tempat
: Paseban Tri Panca Tunggal
Hari dan tanggal : Kamis, 04 Juli 2013
B. Berita Wawancara
1. Kepercayaan penghayat di Cigugur disebutnya Agama Djawa Sunda atau
Sunda Wiwitan? Mengapa? Perbedaanya?
Yang mengatakan Agama Djawa Sunda itu sesungguhnya pihak
kolonialisme Belanda, memang menstigma komunitas dibawah asuhan
bimbingan pangeran madrais distigmasisasi oleh kroninya ratu raja
wilhemina. Jadi bukan dari internal yang memproklamirkan agama jawa
sunda, itu dalam rangka etisi politik devide et impera, yang sesungguh ya
sunda wiwitan kemudian disebutnya agama jawa sunda untuk menciptakan
pola pikir, sunda wiwitan mendirikan agama baru.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur?
Masyarakat di Cigugur tetap bisa berdampingan dengan rukun walaupun
berbeda agama, karena memang itu yang diajarkan oleh leluhur Sunda
Wiwitan, bisa dilihat sendiri dalam berbagai kegiatan kita saling gotong
royong dengan mengesampingkan perbedaan itu.
3. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat
beragama pada masyarakat Cigugur?
Jika salah satu dari warga sedang terkena musibah, masyarakat berkunjung
dan empati tidak pandang bulu mau yang muslim, mau yang protestan atau
sunda wiwitan. Kalo melayat membawa berasnya ada di baskom yang
kecil, kalo untuk kenduri baskomnya yang besar.
4. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama?
Apabila kita selamanya memprotes tentang multi kehidupan di dunia maka
bercerminlah kedalam diri, karna semuanya itu multi, begitupun anggota
tubuh kita. Kita jangan dibiasakan memprotes bineka tunggal ika, karna
kalo kita bercermin ke dalam diri kita sesungguhnya didalam diri kita juga
bhineka Tunggal Ika, bhineka tunggal ikanya ditunggalkan dengan
keberadaan Nafas. Pancasila ini gambaran adanya panca indra. Jangan
hidup di dunia kalo memprotes bhineka tunggal ika dan pancasila. Oleh
karena itu kerukunan perlu kita jaga dan kita lestarikan. Karena dengan
hidup rukun ini kita akan merasa nyaman, tentram dan bahagia.
5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda
agama?
Masing-masing komunitas menyadari walaupun kita tidak sepengakuan
tapi kita menciptakan sepengertian didalam kehidupan sosial masyarakat.
6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur?
Setiap tahun dalam salah satu sesi acara Seren Taun pasti ada Dialog antar
umat beragama, didalam dialog tersebut dihadiri perwakilan dari tokoh
agama masing-masing, membahas masalah-masalah sosial dan keagamaan
yang terjadi di tengah masyarakat Cigugur dan berusaha untuk menemukan
solusi yang menjadi jalan tengah pada masing-masing agama
7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama?
Agama benar dalam artian semua agama pada hakikatnya mengajarkan
kebaikan dan keteraturan. Dan agama tidak sama dalam artian menjalankan
akidah dan tata cara-tata cara peribadatannya.
8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku,
ras atau agama?
Saya sedih, kenapa peristiwa seperti itu harus terjadi. Kenapa manusia lebih
mengutamakan egonya ketimbang menjaga keutuhan dan persatuannya.
9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku,
ras atau agama?
Tidak pernah.
10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
yang ada di Cigugur?
Jika saya amati masyarakat pendatang sangat nyaman hidup disini. Hal ini
dikarenakan kami masyarakat cigugur selalu bersikap ramah, santun,
toleran dan terbuka terhadap siapapun, asalkan dengan catatan tidak
membawa kepada lubang pertikaian yang menyebabkan konflik yang
berakibat fatal.
11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur?
Semoga Tuhan YME tetap mencurahkan sinar-sinar ke Ilahian-NYA
terutama tetap menyadarkan, terutama dalam kesadaran berfikir, prilaku
dan solidaritas sosial tetap selamanya terjamin kerukunan, keharmonisan,
kalo ada oknum yang menceraiberaikan keharmonisan ini semoga
semuanya tidak bisa.
Gambar 1. Pembangunan rumah dibantu oleh warga sekitar
Gambar 2. Wawancara dengan Bapak Aang Taufik
Gambar 3. Wawancara dengan Bapak Kento Subarman
Gambar 4. Wawancara dengan Pangeran Gumirat Barna Alam
Gambar 5. Foto dengan Keluarga Bapak Didi dan Keluarga Ibu Uum
KEPALA KELURAHAN CIGUGUR
UJANG SUTRISNA, S.Sos.
Penata Tk. I
NIP. 19591101 198103 1 013
SEKRETARIS KELURAHAN CIGUGUR
TATI SUHARTI, S.AP
Penata Tk. I
NIP. 19611209 198303 2 013
`
STAF SEKRETARIS
1.
2.
1.
SASTIAH
ARIPIN
KASI PEMERINTAHAN
KASI KESEJAHTERAAN RAKYAT
KASI TRANTIB
KASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
AJUDIN NIRWAN, S.IP
Penata Muda
NIP. 19780604 200801 1 003
DADI SETIADI, S.Sos
Penata Muda
NIP. 19741111 200701 1 006
KURNADI, S.Sos.
Penata Muda Tk. I
NIP. 19760817 200701 1 012
DAHLAN
Penata
NIP. 19590819 19803 1 006
STAF PEMERINTAHAN
STAF KESRA
STAF TRANTIB
STAF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
SAHRUDIN
1.
2.
3.
PIPIT FITRIYANTI
M. HASYIM
AGUS SURYANA
1.
DEDEN RAMDHANA, SE.
1.
2.
ANDI
IRWAN’S ARISWARA, SE.
Download