KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ANTARA ISLAM, KRISTEN DAN SUNDA WIWITAN (Studi Kasus: Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur, Kuningan-Jawa Barat) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Angga Syaripudin Yusuf NIM 109015000130 JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 ABSTRAK Angga Syaripudin Yusuf, Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan (Studi Kasus: Desa Cigugur, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan-Jawa Barat), Skripsi Program Studi Pendidikan SosiologiAntropologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu faktor dan pola kehidupan seperti apa yang diterapkan oleh masyarakat Desa Cigugur sehingga mereka bisa hidup rukun berdampingan satu sama lain meskipun berbeda-beda keyakinan. Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana pandangan masyarakat di Desa Cigugur terhadap konsep kerukunan hidup antar umat beragama pada masa kini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan datanya antara lain, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terciptanya kerukunan, karena masing-masing dari setiap pemeluk agama saling terbuka dan menerima keberadaan dari agama lain. Adanya keanekaragaman beragama yang ada di Cigugur, tidak membuat hubungan interaksi antara warga Cigugur menjadi renggang dan kaku, justru hal tersebut membuat keindahan tersendiri yang dapat dilihat didalam pola interaksi bermasyarakat warga Cigugur. Dalam melakukan kegiatan yang bersifat sosial, masyarakat Desa Cigugur tidak memandang adanya kelompok mayoritas ataupun minoritas. Mereka selalu menanamkan rasa persaudaraan yang sangat kuat dan menjunjung tinggi sikap gotong-royong di dalam masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan pola kerukunan umat beragama, masyarakat desa Cigugur secara umum mempunyai pola kerukunan yang sangat dinamik. Hal ini terlihat dari pola hubungan sosial keagamaan dan pola hubungan sosial kemasyarakatan, yang mana hal-hal tersebut akan menjelaskan bagaimana pola kerukunan umat beragama yang terjadi di desa Cigugur. Selain itu, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi kerukunan kerukunan yang terjadi di Cigugur yaitu: ikatan kekeluargaan, saling menghormati dan menghargai antar umat beragama dan gotong royong. Kata Kunci: Kerukunan Umat Beragama, Cigugur iv ABSTRACT Angga Syaripudin Yusuf, Harmony of Religius CitizenBetween Islam, Christian and Sunda Wiwitan (Case Study: Cigugur, Kuningan-West Java), Skripsi Devision of Sociology-Antropology Education, Department of Social Sciences and Knowledges, Facultyof Tarbiyah and Teaching Knowledge, Universityof Islamic State Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this reasearch is to find out life styles and factors applied in Cigugur citizens untill they can live together with diversity of faith. Furthermore, the reasearcher wonder about the point of view Cigugur Citizen toward modern concept of harmony living among inter-religious people. Method applied in this reasearch is qualitative descriptive. Techniques of data collection are observation, interview, and documentation. Then, technique of data analysis applied are data reduction, data presentation and conclusion. From the research result are found that the harmony reached because of every religious afiliation are open minded and accept of the presence of other reigion. The diversity of faith in Cigugur did not make the interaction among the citizen stiff and rift, moreover it become a unique situation can be seen from their interaction. In society activities they do not see about the differences of majority and minority. They always hold a good brotherhood and work together in their society. Related to the harmony of religious afiliation, Cigugur citizen have a dynamic harmony style generally. It can bee seen from social religiuos and society relation style, which describe religious affilition harmony style in Cigugur. Meanwhile, there are some factors influences the harmony in Cigugur. Family relationship, honoring and respecting each other and working together . Keyword: Harmony Among Religious Believers, Cigugur v KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Syukur Alhamdulilah segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat dan karunia-nya kepada penulis maka selesailah skripsi ini yang berjudul“ Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan (Studi Kasus: Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan-Jawa Barat)”. Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi manusia, dan semoga kita menjadi pengikutnya yang taat hingga nanti, amin. Selesainya skripsi ini tak lupa do’a dan kesungguhan hati, kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak baik saran maupun bantuan lainnya. Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan ini, dan lebih khusus ucapan terimakasih yang saya ucapkan kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Nurlena Rifa’i MA.Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga sebagai dosen Pembimbing Akademik 4. Drs. H. Syaripulloh, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, juga sebagai dosen pembimbing skripsi bagi penulis, terimakasih atas segala bimbingan, pengarahan, ilmu, baik dalam bidang akademik maupun kehidupan, waktu, serta motivasinya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelasaikan skripsi ini. vi 5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS, yang telah dengan sabar dan ikhlas mendidik penulis, sehingga ilmu yang diberikan kepada kepada penulis dapat bertambah dan bermanfaat. 6. Rama Djati Kusumah, Pangeran Gumirat Barna Alama,Mang Didi, Ibu Uti, Ibu uum, Pak Kento Subarman, Pak Aang Taufik di Cigugur, terima kasih atas bantuan dan kesediaanya untuk menjadi sumber dalam penulisan Skripsi ini 7. Kedua Orang Tuatercinta, Yusuf Abdullah (ayah) dan Kokom Kodarul Hasanah (ibu), terimakasih yang tak terhingga atas setiap cinta yang terpancar, doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah penulis. semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusannya dalam mendampingi penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada keduanya. 8. Adik tercinta Anggi Nurlaela Yusuf, terimakasih atas do’a, canda, tawa serta dukungannya. Semoga semua usaha penulis dapat menjadi lecutan semangat tak terhingga agar adiktercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih demi kebahagiaan dan kebanggaan kedua orang tua tercinta. Penulis bangga mempunya adik seperti beliau. 9. Linda Maulinda Rosalinda yang terbiasa penulis panggil “Neng”. Terimakasih atas motivasi, dukungan dan harapannya. Juga sebagai tempat penulis berkeluh kesah berbagi kesedihan, kegembiraan dan memberikan arahan yang terbaik sehingga penulis bisa menjadi lebih baik. 10. Teman-teman penulis, (Didik, Iqbal, Rahman, Furqon, Cesna, Bayu, Ucup, Imam, Akbar, Umar, Nandar, Adul, Apri, Wahyu Dj, Indah, Desi, Ella, lilis dkk) yang selalu memberikan do’a dan motivasi kepada penulis. 11. Teman-teman Seperjuangan Cigugur, Didik, Fery, Aisyah, Lita, Aini, Faisal. 12. Bung dan Sarinah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Didik, Rahman, Ridwan, Irul, Mahbub, Yuli, Gilang, Umam, Asep, Fahri, Ibnu, vii Rizal, Dede Dkk. Senior Tenjo, Uceng, Dziki, Dewa, Gunawan, Irfan, Yusri, Blek, Qori Dkk, terima kasih atas pelajaran, Pengetahuan dan semangatnya. Semoga spirit para pendiri bangsa kiranya akan senantiasa mengilhami gerak dan langkah kita sehari-hari untuk mewujudkan cita-cita Revolusi 17 Agustus 1945, dan semoga semangat pembebasan terhadap kaum Marhaen tetap tertanam kuat dalam sanubari kita. 13. Keluarga Mahasiswa Kabupaten Subang Jakarta Raya (KEMBANG JAYA), terimakasih atas pelajaran dan pengetahuan khususnya pemahaman tentang kedaerahan kepada penulis. 14. Semua teman-teman seperjuangan Jurusan IPS angkatan 2009 kelas C sosioantro , serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dalam penulisan skripsi ini hingga selesai. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidak sempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca umumnya. Semoga skipsi ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Alhamdulillahirrobil’Alamin Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh. Jakarta, 9 September 2014 Penulis viii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................iii ABSTRAK ..........................................................................................................iv KATA PENGANTAR ........................................................................................v DAFTAR ISI .......................................................................................................vii DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala ....... .............................................................1 B. Identifikasi Masalah .. ......................................................................8 C. Pembatasan Masalah .... ...................................................................9 D. Perumusan Maslah ...... ....................................................................9 E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ...................................9 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori......................................................................................11 1. Interaksi Sosial ..................... ......................................................11 a. Pengertian ............... ...............................................................11 b. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ............... ...............12 c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ................ ..............................13 2. Kerukunan Antar Umat Beragama ...... .......................................15 a. Definisi Kerukunan ........ ........................................................15 b. Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama .. .............................16 c. Disharmonisasi Antar Umat Beragama ... ..............................22 d. Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia .................................................................................23 B. Hasil Penelitian Relevan .. ...............................................................26 C. Kerangka Berfikir .............................................................................30 ix BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................32 B. Latar Penelitian ... ............................................................................32 C. Metode Penelitian ...... ......................................................................32 D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... .....................33 1. Pengumpulan Data .... ...............................................................33 2. Pengolahan Data .......................................................................35 E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ..............................36 F. Analisis Data ... ................................................................................37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.. Profil Desa Cigugur ..........................................................................40 1. Kondisi Geografis . ......................................................................40 2. Kondisi Demografis .. ..................................................................43 3. Kondisi Sosial ........... ..................................................................45 B. Pembahasan ...... .................................................................................54 1. Pandangan Masyarakat Desa Cigugur Mengenai Kerukunan Antar Umat Beragama ... ............................................................55 2. Pola Kerukunan Umat Beragama di Desa Cigugur ......... ..........61 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Cigugur ... ....................................................66 4. Potensi Konflik Antar Umat Beragama di Desa Cigugur ..........68 5. Analisis Hasil Penelitian .. .........................................................73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .. ......................................................................................80 B. Saran . .................................................................................................81 Daftar Pustaka ...................................................................................................83 LAMPIRAN-LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Tabel 4. 1 Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan Cigugur.................. 50 xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Observasi Lapangan Lampiran 2 Hasil Observasi Lapangan Lampiran 3 Pedoman Wawancara Lampiran 4 Hasil Wawancara Lampiran 5 Dokumentasi Lampiran 6 Struktur Organisasi Kelurahan Cigugur Lampiran 7 Peta Kelurahan Cigugur Lampiran 8 Lembar Uji Referensi Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian Dari Kelurahan Cigugur Lampiran 10 Surat Keterangan Penelitian Dari KESBANGPOL Kabupaten Kuningan Lampiran 11 Tanda Terima Surat Dari KESBANGPOL Kabupaten xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerukunan antarumat beragama di Indonesia masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan hal ini belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakan masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat beragama perlu ditinjau ulang. Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntut adanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yang antisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia pada masa-masa mendatang. Jika hal ini diabaikan, dikhawatirkan akan muncul masalah yang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa dan negara di bidang politik, ekonomi, keamanan, budaya, dan bidangbidang lainnya. Adanya perubahan kondisi seperti sekarang ini seharusnya meningkatkannkesadaran masyarakat kita akan arti penting persatuan dan kesatuan. Akan tetapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Angin reformasi membawa dampak kebebasan yang kurang terkendali. Hal ini akan sangat berbahaya ketika terjadi di tengah-tengah bangsa yang tingkat heterogenitasnya cukup tinggi seperti Indonesia. Rakyat Indonesia mencitacitakan suatu masyarakat yang cinta damai dan diikat oleh rasa persatuan nasional untuk membangun sebuah negara yang majemuk. Persatuan ini tidak lagi membeda-bedakan agama, etnis, golongan, kepentingan, dan yang sejenisnya. Pengkajian tentang hubungan antar umat beragama dan antar etnis sekarang ini memasuki tantangan baru dan semakin menarik untuk diteliti dan di diskusikan. Hal ini disebabkan oleh munculnya konflik-konflik bernuansa SARA (Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan) dan perubahan dinamika hubungan sosial dan keagamaan yang terjadi dilapangan. Berbagai peristiwa 1 2 yang sempat menggejolak disebagian wilayah Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukan indikasi bahwa telah terjadi pergeseran hubungan antar agama dan antar etnis di negeri ini. Konflik agama terutama merupakan ungkapan sengit atas kesalahan-kesalahan yang menggunakan agama sebagai basis identitas kelompok. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia adalah tanggapan terhadap ketimpangan sosial ekonomi, penggusuran ekonomi oleh pendatang, legitimasi politik yang menurun, dan pandangan mengenai ancaman terhadap identitas kelompok. Dalam sejumlah kasus, kerusuhan itu melibatkan keluhan yang lebih langsung atas hak-hak praktik beragama. Penggunaan identitas agama menuntut penjelasan melampaui berbagai sebab kekerasan yang bersifat langsung.1 Beberapa tahun terakhir, isu agama begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan sehingga tercipta kerentanan yang cukup menegangkan dalam kehidupan beragama masyarakat. Sedikit saja tersentuh ego keagamaan atau etnis suatu kelompok, maka reaksi yang ditimbulkan sangat besar dan terkadang berlebihan. Yang lebih menyedihkan, reaksi tersebut cenderung berupa kekerasan dengan berbagai tingkat eskalasinya. Eskalasi kekerasan dengan berbaju SARA ini telah menciptakan suasana kehidupan yang tegang dan meresahkan. Dalam suasana seperti ini agama seringkali dijadikan titik singgung paling sensitif dan eksklusif dalam pergaulan pluralitas masyarakat.Keberadaan negara bangsa (nation state) merupakan kesepakatan final dari para founding fathers, sebagai bentuk pengakuan terhadap pluralitas yang menjadi pilar tegaknya negara Indonesia. Dengan tegas pengakuan kemajemukan ini tertuang dalam lambang negara Bhineka Tunggal Ika. Dalam sejarah bangsa Indonesia, kemajemukan telah melahirkan perpaduan yang sangat indah dalam berbagai bentuk mozaik budaya. Berbagai suku, agama, adat istiadat dan budaya dapat hidup berdampingan dan memiliki ruang negoisasi yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, keragaman yang terajut indah itu kini terkoyak dan tercabik-cabik 1 Jacques Bertrand, Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), h. 179-180 3 oleh sikap eksklusif yang tumbuh dari akar primordialisme sempit kesukuan, agama dan golongan. Peristiwa konflik atau kerusuhan terjadi di beberapa daerah, baik dalam eskalasi kecil maupun besar dengan membawa korban harta, manusia, bangunan perkantoran maupun perdagangan dan lainnya, sehingga menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan dan kebangsaan kita.2 Kemajemukan agama-agama (pluralisme) dan budaya (multikulturalisme) adalah tantangan yang dihadapi pemikiran dan kehidupan umat manusia dewasa ini. Namun masih ada ketakutan bahwa agama tetap memiliki potensi melahirkan kaum militan yang gampang merasa terganggu dan menjadi penganjur ketidaktoleranan dan kekerasan. „Kelompokkelompok bersemangat‟ ini bisa berbahaya ketika menjadi gerakan massa, atau ketika kepercayaan mereka tersistematiskan dalam lembaga-lembaga keagamaan yang memperlakukan kelompok-kelompok ini sebagai heretik, yang pantas mendapat celaan dan bahkan kematian. Di pihak lain ada ketakutan bahwa agama-agama menciptakan kepasifan ketika berhadapan dengan ketidak adilan, bahkan melahirkan romantisme, kebodohan, dan keterbelakangan ketika berhadapan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dua jenis ketakutan itu percaya bahwa agama selalu bersifat dogmatik, intoleran, dan tidak berubah. ‘The Order’ dianggap inferior dan berhak didakwahi, dipaksa atau dikerasi, ketimbang dianggap sejajar. Disinilah kemudahan kita bertanya apakah mungkin bagi orang-orang yang berbeda-beda agama dan budaya itu hidup berdampingan dan mengalami perbedaan dalam kesamaan. Charles Taylor dalam Multiculturalism: Exmining the Politics of Recognition (1994) mengatakan: “Masing-masing kelompok budaya dan agama menuntut (dan berhak mendapatkan) pengakuan dan penghargaan. Namun, bahayanya, mereka yang memiliki identitas tertentu menolak mengakui dan menghargai yang lain. Kurangnya toleran seperti ini berdampak 2 Konflik Sosial Bernuansa Agama Di Indonesia, (Departemen Agama RI Badan LITBANG Agama dan Keagamaan PUSLITBANG Kehidupan Beragama Bagian Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama tahun 2003), h. 1-2 4 serius, khususnya bagi demokrasi dan keadilan. Sebabnya adalah kekakuan identitas komunal yang mempercayai dirinya sebagai otentik dan superior, atau kekakuan identitas universalis yang berusaha untuk mempengaruhi yang laim dengan cara memaksa”.3 Setidaknya ada tiga kata kunci yang tersirat dari pemaparan diatas: pertama, agama sama sekali tidak bisa meninggalkan untuk tidak menyebutnya lengket “emosi”, sedangkan “emosi” merupakan cikal bakal agresivitas yang mudah berbelok kepada tindakan kekerasan. Kedua, aktivitas dan kegiatan keagamaan dapat mengurangi tindak kekerasan, jika ia berfungsi dengan baik sebagai alat peredam (katarsis). Tetapi sebaliknya aktivitas keagamaan bisa menjelma menjadi daya dorong yang hebat dan memicu kekerasan, jika ia justru menimbulkan perasaan frustasi dan tidak puas bagi para pemeluknya. Dan yang ketiga, masyarakat beragama yang tidak agresif biasanya dikondisikan oleh corak dan model pendidikan agama yang ditawarkan oleh para pimpinan agama, masyarakat, atau kelompok agama yang santun secara sosial4 Setiap pemeluk agama umumnya meyakini bahwa agama yang dianutnya adalah jalan yang paling benar (baginya). Dalam intern umat beragama sendiri, walaupun dengan teks dan kitab suci yang sama. Karena berbagai faktor, terdapat penafsiran dan pemahaman yang juga bisa berbeda. Perbedaan interpretasi terhadap teks-teks suci tersebut mengakibatkan timbulnya kelompok-kelompok keagamaan yang berbeda diantara para penganut agama yang sama tersebut. Semua itu tentu tidak masalah sejauh keyakinan dan pemahaman tersebut tidak dibarengi dengan prasangka bahwa diluar agama yang dipeluk oleh kelompoknya dan diluar paham yang dia anut adalah sesuatu yang salah dan sesat. Sayangnya, diantara problem yang paling dekat dan menghadang dalam mewujudkan masyarakat pluralis saaat ini antara lain adalah berkembangnya faham keagamaan eksklusif yang secara 3 Muhamad Ali, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan (Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS, 2008), h. 71-72 4 M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multi Kultural Multi Religius, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005), h. 18-19 5 esensi memandang bahwa hanya agamanya saja yang paling benar sedangkan yang lain salah belaka. Karenanya demi tegaknya kebenaran (versi mereka) semua yang salah itu harus dieleminasi, kalau perlu dengan kekerasan. Kelompok eksklusif semacam inilah yang cenderung menampilkan agama dalam wadah yang keras dan radikal dan biasanya ekstrim. Kelompok semacam ini terdapat pada setiap agama. Hanya saja, baik intensitas ekstrimitas maupun besar kecilnya perkembangan gerakan tersebut sangat tergantung pada kesempatan yang ada atau yang dapat mereka raih. Syukurlah bahwa secara keseluruhan kelompok seperti ini kecil jumlahnya, tetapi seringkali suara dan gemanya lebih nyaring dari yang lain sehingga dapat berdampak pada citra keseluruhan kelompok agama yang bersangkutan dan bagi umat beragama diluarnya. Sebaliknya, kelompok arus utama (the main stream) dari berbagai kelompok agama yang ada pada umumnya adalah moderat, namun biasanya suaranya kalah nyaring dibanding kelompok eksklusif. Keberadaan berbagai kelompok eksklusif dan ekstrem tersebut tak urung telah menyulut terjadinya sejumlah konflik baik internal dalam satu agama maupun eksternal antar agama, walau agama secara esensial mengajarkan hidup rukun dan damai baik antar sesama maupun antar sesama dengan lingkungan.5 Jika bangsa yang multi-agama dan budaya bertekad untuk keluar darin krisis multi-dimensi, maka tidak ada jalan lain kecuali mengakui multikulturalisme dengan dukungan teologi yang relevan. Ancaman disintegrasi dan konflik horizontal dalam berbagai bentuknya tetap akan menghantui para pemimpin dan rakyat kita jika pemahaman akan multikulturalisme begitu dangkal, yang memudahkan siapa saja untuk berlaku tidak adil terhadap yang lain. Seorang multikulturalis tidak beragama secara mutlak-mutlakan. Artinya ketika klaim kebenaran yang dianutnya dilihat dari luar maka ia menjadi tidak mutlak. Ini bisa disebut dengan sikap keberagamaan ‘relatively 5 Muhaimin AG, Damai di Dunia Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama, (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2004), h. 3-4 6 absolut’ dengan mengatakan, “Apa yang saya anut memang benar dan saya berjuang untuk mempertahankannya, tetapi tetap saja relatif ketika dihubungkan dengan apa yang dianut orang lain, karena orang lain melihat apa yang saya anut dari kacamata anutan orang lain itu”. Keberagamaa mutlak-mutlakan dalam banyak kasus cukup berbahaya dalam konteks interaksi antar agama dan antar budaya. Klaim kebenaran absolut merupakan benih bagi tumbuhnya fundamentalisme radikal yang bisa membenarkan segala cara.6 Selain itu keberagamaan multikulturalis merupakan keberagamaan yang tidak kering. Kekakuan yang berlebihan dalam menjalankan agama seringkali menyebabkan kurangnya kesadaran spiritual. Salah satu nikmatnya beragama adalah merasakan apa yang kita lakukan secara sadar dan tanpa paksaan, misalkan merasakan betapa indahnya kemajemukan dan 7 kebersamaan. Keberagamaan multikulturalis tidak melepaskan simbol, tetapi selalu berupaya melihat makna. Bagaimana, simbol memegang peranan penting dalam setiap agama. Tanpa simbol, tudak ada agama. Namun, keberagamaan multikulturalis bergerak lebih jauh dan lebih dalam dari sekedar simbol. Ia menerima ekspresi-ekspresi keberagamaan simbolik, namun menyadari makna dari setiap simbol itu. Keberagamaan multikulturalis tidak dimaksudkan semata-mata demi agama itu sendiri, tetapi lebih dari itu untuk kemanusiaan. Seorang multikulturalis tidak akan mengatakan bahwa dirinya lebih berjuang lebih membela Tuhan, ketimbang orang lain. Ketuhanan dan kemanusiaan memang bersifat fitrah, tetapi selalu berbeda dalam ruang dan waktu. Seorang multikulturalis memahami mengapa dia beragama dan berusaha sesuai kemampuannya untuk menjalankan agamanya, sambil menyadari bahwa dirinya adalah produk sejarah dan bahwa kemajemukan ekspresi kebudayaan manusia adalah hal yang lumrah. Kesadaran multikulturalis dalam beragama paling tidak akan mengurangi tumbuhnya budaya kekerasan atas nama agama 6 Ibid., h. 79 ibid 7 7 yang dalam dekade belakangan ini menjadi bagian masalah nasional dan global.8 Agama dan budaya menjadi sangat problematik ketika memiliki implikasi horizontal. Yaitu, ketika satu keberagamaan atau keberbudayaan seseorang atau kelompok tertentu bergesekan dengan keberagamaan atau keberbudayaan orang atau kelompok lain. Perjumpaan antar iman dan budaya dewasa ini, akibat faktor-faktor eksternal seperti globalisasi, politik domestik, dan kondisi sosial budaya, selain faktor-faktor internal seperti penafsiran agama dan budaya, telah melahirkan problem-pronlem fundamentalisme, konflik antar agama, konflik etnis, serta ketegangan budaya. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, ketegangan dan konflik etnis, agama, budaya, dan politik belum juga menurun dan masih menjadi bagian potret interaksi masyarakat. Sejak menjelang kemerdekaan hingga era reformasi sekarang ini, perbedaan-perbedaan lebih sering menjelma menjadi pertentangan, sehingga pada gilirannya melahirkan ketidaknyamanan hidup bersama dan ketidakproduktifan. Pergantian rezim seakan tidak berarti pergantian mental dan budaya konflik dan kekerasan, sementara masyarakat tidak harmonis dalam perbedaan itu.9 Namun fenomena konflik yang dilatar belakangi agama dan budaya diatas berbanding terbalik dengan fenomena yg penulis jumpai di Desa Cigugur. Cigugur adalah sebuah Desa di lerang Gunung Ciremai yang sekarang sudah menjadi sebuah kelurahan bahkan kecamatan. Secara administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung10. Masyarakat di Desa Cigugur hidup dalam sebuah perbedaan. Dan yang menjadi perbedaan mendasar pada masyarakat Cigugur adalah perbedaan agama pada masing-masing individunya. Dimana, perbedaan 8 Ibid, h. 80 Ibid., h. 87-88 10 Mustafid Sawunggalih, Menyusur Agama Djawa Sunda Dari Cigugur, 2012, (Www.Nusantaraislam.Blogspot.Com) Di Akses Selasa, 29 Januari 2013 9 8 tersebut tidak hanya terdapat pada masing-masing warganya melainkan perbedaan tersebut juga ada dalam satu keluarga. Misalkan, Ayah dan Ibunya penganut agama Islam, dan anak-anaknya ada yang menganut agama Katolik, Hindu, Budha, atau agama Islam juga sesuai dengan orang tuanya. Dan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Suatu hal yang perlu diketahui disini adalah bahwa perbedaan yang ada pada masyarakat Cigugur tersebut tidaklah menjadikan mereka hidup dalam ketegangan hingga menimbulkan suatu konflik seperti konflik-konflik yang sering terjadi dewasa ini yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama, namun kehidupan mereka justru sangat harmonis, bisa hidup secara berdampingan, dan sangat menjunjung tinggi Toleransi dalam beragama. Yang mana pada setiap masyarakatnya bukan hanya mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dari setiap masing-masing penganut agama yang ada. Faktanya, bahwa setiap masyarakat yang berbeda agama tersebut dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai“Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan (Studi Kasus: di Desa Cigugur Kec. Cigugur – Kuningan)”. B. Identifikasi Masalah Dari masalah yang dijelaskan diatas maka dapat diidentifikasikan masalahnya, yaitu: 1. Terdapat beberapa Agama di Desa Cigugur yang mengedepankan kebudayaan Sunda 2. Terciptanya kerukunan umat beragama pada masyarakat Desa Cigugur 3. Terdapat pola kerukunan umat beragama pada masyarakat Desa Cigugur 4. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kerukunanumat beragama pada masyarakat Desa Cigugur 5. Terdapat upaya yang dilakukan untuk menjaga kerukunan umat beragama pada masyarakat Desa Cigugur 9 C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penulis, memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks kerukunan umat beragama (Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan). Subyek yang diteliti adalah masyarakat Cipager, desa Cigugur, Kecamatan Cigugur. D. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Cigugur mengenai kerukunan antar umat beragama ? 2. Bagaimana pola kerukunan umat beragama di Desa Cigugur sehingga mereka bisa hidup rukun berdampingan satu sama lain meskipun berbeda agama? 3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Cigugur yang masing-masing-masing memiliki perbedaan keyakinan agama tersebut dapat hidup rukun dan berdampingan satu sama lain? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Desa Cigugur mengenai kerukunan antar umat beragama. b. Untuk mengetahui pola kerukunan umat beragama di Desa Cigugur sehingga mereka bisa hidup rukun berdampingan satu sama lain meskipun berbeda agama. c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa 10 Cigugur yang masing-masing-masing memiliki perbedaan keyakinan agama tersebut dapat hidup rukun dan berdampingan satu sama lain. 2. Kegunaan Penelitian Memberikan informasi mengenai bagaimana kerukunan umat beragama antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan, dan dapat dijadikan bahan kepustakaan serta hasil penelitian ini sebagai suatu informasi bagi penelitian serupa atau peneliti-peneliti lain yang berkaitan dengan penelitian ini. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Interaksi Sosial a. Pengertian Interaksi Sosial Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanyalah bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Merupakan hal yang sangat mustahil jika manusia tidak membutuhkan pertolongan atau bantuan dari orang lain, karena pada hakekatnya manusia selalu membutuhkan orang lain dalam berbagai hal dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu manusia disebut mahluk sosial. Upaya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dilaksanakan melalu suatu proses sosial yang disebut dengan interaksi social. Sedangkan menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto, “interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial. Bentuk lain proses sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perongan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.1 Menurut Kimball Young dan Raymond dalam Soerjono Soekanto “interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama”. 1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), h. 61 11 12 Kehidupan bersama dalam pengertian interaksi sosial tersebut dapat diarrtikan salah satunya adalah terjadinya kerukunan. Karena melalui interaksi sosial, masyarakat melakukan pola hubungan yang seperti menegur, menyapa dan saling berbicara.2 Dengan demikian interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. b. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memnuhi dua syarat, yaitu: 1) Kontak Sosial Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Dengan demikian, kontak sosia adalah aksi individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang memiliki arti (makna) bagi si pelaku, dan si penerima membalas aksi tersebut dengan reaksi.3 2) Komunikasi Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.4 Hal ini mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, aktualisasi diri, 2 Ibid.,h.54 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), h. 74 4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), h. 64-67 3 13 untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketergantungan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalu komunikasi sosial kita dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial 1) Kerja Sama (Cooperation) Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia, kerja sama timbul karena orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan secara tradisional atau institusional telah tertanam dalam diri kelompok, dalam diri seorang atau segolongan orang. Menurut Charles H. Cooley dalam Soerjono Soekanto pentingnya fungsi kerja sama digambarkan sebagai berikut :5 “Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan –kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”. Dalam hubunganya dengan kebudayaan suatu masyarakat, kebudayaan itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Terdapat lima bentuk kerja sama menurut James D. Thompson 5 Ibid.,h.66 14 –Wiliam J. McEwen dalam Soerjono Soekanto sebagai berikut: a) Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong b) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. c) Kooptasi (Cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan. d) Koalisi (Coalition) yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. e) Joint Venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak bara. dan pertambangan batu 6 2) Akomodasi Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses . Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitanya dengan norma-norma sosial dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Sedangkan menurut Gillin dan Giliin dalam Soerjono Soekanto akomodasi adalah: “suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai sutu proses dimana orang-perorangan atau kelompok- kelompok manusia saling mengadakan penyusaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.7 6 7 Ibid.,h.68 Ibid.,h.69 15 Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer. c) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompokkelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagia faktor-faktor soasial psikologis dan kebudayaan. d) Mengususahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah.8 3) Asimilasi Merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya upayaupaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan bersama.9 Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batasbatas antar kelompok. Selanjutnya individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Denikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. 2. Kerukunan Antar Umat Beragama a. Definisi Kerukunan Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa Arab, yaitu “ruknun” yang berarti tiang, dasar, sila. Jamak dari ruknun ialah “arkaan” yang berarti bangunan sederhana yang terdiri atas berbagai 8 Ibid., Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), h. 81 9 16 unsur. Jadi, kerunan itu merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsure yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan.10 Krukunan artinya adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang meskipun mereka berbeda secara suku, agama, ras dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai serta tentram. Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai oleh suasana baik dan damai, hidup rukun berarti tidak bertengkar, melainkan bersatu hati, dan sepakat dalam berfikir dan bertindak demi mewujudkan kesejahteraan bersama. Didalam kerukunan semua orang bisa “hidup bersama tanpa kecurigaan, dimana tumbuh semangat dan sikap saling menghormati dan kesediaan untuk bekerja sama demi kepentingan bersama.11 Kerukunan atau hidup rukun adalah sikap yang berasal dari lubuk hati yang terdalam, terpancar dari kemauan untuk memang berinteraksi satu sama lain sebagai manusia tanpa tekanan dari pihak manapun.12 Sementara dalam kaitan sosial, rukun diartikan dengan adanya yang satu mendukung keberadaan yang lain.13 Dengan demikian kerukunan dalam konteks sosial merupakan norma yang sepatutnya diimplementasikan agar terwujudnya masyarakat madani yang saling peduli dan mendukung eksistensi masin-masing elemen masyarakat. b. Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama 1) Perlunya Kerukunan Hidup beragama 10 H. Said Agil Husin Al Munawar, Fikih hubungan Antaragama ( Jakarta:Ciputat Press, 2003), h. 4 11 M. Zainudin Daulay, Mereduksi Eskalasi Konflik Antarumat Beragama di Indonesia ( Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan departemen Agama RI, 2001), hal. 67 12 Taher, Elza Peldi, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi, (Jakarta: ICRP, 2009), h. 84 13 Hamka Haq, Jaringan kerjasama antarumat beragama: Dari wacana ke aksi nyata ( Jakarta: Titahandalusia Press, 2002), h. 54 17 Yang mempersatukan bangsa dan masyarakat indonesia dalam dimensi hidupnya yang tertinggi dan terdalam adalah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dilengkapi horizontal oleh sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Bila sikap dasar vertikal dan horizontal itu dipahami, dihayati, dan diamalkan konsekuen konsisten, buahnya ialah persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, saling menolong, saling memekarkan. Jadi, sikap-sikap dasar yang berciri inklusif saling merangkul. Kesatuan dan persatuan dalam arti sejati. Meskipun kadang-kadang berselisih, namun selalu ingin rukun kembali. 14 Kerukunan hidup beragama bukan sekedar terciptanya keadaan dimana tidak ada pertentangan intern umat beragama, antar golongangolongan agama dan antar umat-umat beragama dengan pemerintah. Kerukunan hidup beragama merupakan keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang saling menguatkan dan diikat oleh sikap mengendalikan diri dalam wujud saling menghormati, bekerja sama, dan saling tenggang rasa. Kerukunan antar umat beragama di Indonesia termasuk salah satu masalah yang mendapat perhatian penting dari pemerintah. Masalah kerukunan hidup antar umat beragama mempunyai kaitan yang besar dengan usaha pembangunan. Dengan adanya kerukunan antarumat beragama akan menjamin dan terpelihara stabilitas sosial untuk keberhasilan serta memperlancar pembangunan. Jika kita tidak dapat menjaga kerukunan antar umat beragama tentu akan berpengaruh pada stabilitas sosial.15 Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas berbagai suku bangsa, agama dan golongan yang memiliki watak sosial yang berbeda satu dengan yang lainya. Atas kesadaran dari diri masing-masing untuk hidup berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu, masyarakat Indonesia yang beragam suku, agam, ras, dan antar golongan seharusnya melakukan integrasi 14 Nur Achmad, Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 30 15 Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama ( Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 46 18 nasional untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang ber Bhineka Tunggal Ika.16 Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.17 Oleh karena itu masyarakat Indonesia harus memaklumi dengan kemajemukan yang ada. Potensi konflik dalam kemajemukan harus diantisipasi dengan penguatan etika-moral bangsa, dengan mengembangkan semangat kerukunan dan memantapkan tatanan integrasi nasional.18 Dengan kerukunan, akan terpelihara stabilitas sosial yang akan memperlancar pembangunan. Di Indonesia kerukunan antarumat beragama sudah terpelihara baik sejak dulu. Karena itu salah satu ahli sejarah Inggris yang bernama Arnold J. Toynbee menamakan Indonesia sebagai “ The land where the Religions are Good Neighbours” ( negeri dimana agama-agama hidup bertetangga dengan baik) pada tahun 1957, setelah dia mengunjungi Indonesia. Selain itu dia juga mengatakan : “Sungguhpun negeri ini berhadapan dengan berbagai persoalan dan kesulitan dengan masyarakatnya yang serba aneka namun selalu bebas dari salah satu kebatilan umat manusia, yakni sengketa agama, apalagi perang agama seperti di negeri-negeri lain, baik di Timur maupun di Barat. Kalaupun bangsa Indonesia mempergunakan agama dalam peperangan, hal itu adalah perang sabil melawan penjajah, bukan melawan agama lain.”19 Oleh karena itu, jika masyarakat menginginkan Indonesia tetap hidup damai dan rukun seperti dulu haruslah mempunyai sikap toleransi (tasamuh) yang tinggi, seperti yang dilakukan salah satu Organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama yang 16 Musbir Ibrahim Meuraxa, “Etika Islam Dalam Kebijakan Pembinaan Kerukunan Umat Beragama” vol XI, no.1 (2001) hal 1 17 Ibid., hal 2 18 Ibid. 19 Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama ( Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 47 19 menyebutkan dan menegaskan bahwa tasamuh harus menjadi landasan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia, sehingga dapat terciptanya kerukunan antar umat beragama. Sebenarnya setiap umat beragama khususnya umat islam pasti memiliki kecintaan pada negaranya . Mereka menginginkan negeri ini tetap menjadi negara yang adil dan makmur, aman, tenteram,, damai, dalam naungan keridlaan Illahi. Dan toleransi adalah sikap hidup umat islam yang sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad agar tetap hidup rukun.20 Salah satu usaha pemerintah pada masa lalu adalah merukunkan intern umat beragama, antarumat beragama dan umat beragama dengan pemerintah. Dengan dicanangkannya trilogi kerukunan seperti itu hilanglah sesuatu yang selama ini dapat memisahkan antara orang atau kelompok yang berbeda pendapat.21 2) Kerukunan Intern Umat Beragama Kehidupan intern umat beragama masih seringkali terdapat masalah-masalah yang dapat menimbulkan perpecahan intern umat beragama. Disini diperlukan pembinaan kerukunan intern umat beragama oleh pemuka agama agar pertentangan yang terjadi tidak menimbulkan perpecahan antara pengikutnya.22 Segala persoalan yang terjadi hendaknya diselesaikan dengan kekeluargaan dan sikap saling mementingkan toleransi terhadap sesamanya. Kerukunan intern umat beragama, lebih khusus umat islam yang telah tumbuh dan berkembang perlu dilestarikan agar ukhuwah islamiyah benar-benar menjadi kenyataan, sehingga perbedaan pemahaman agama tidak lagi menjadi pemisah dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat dan tidak lagi menganggap orang yang 20 Ibid. Syamsul Bahri, “ Peranan Agama Dan Adat Dalam Melestarikan Kerukunan Antar Umat Beragama,” vol XI, no.1 (Januari-Juni 2001), h. 41 22 Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 49 21 20 tidak sepaham sebagai orang lain atau orang yang diasingkan.23 Perbedaan pemahaman terhadap ajaran agama itu adalah suatu ajaran yang wajar. Tetapi dalam Islam tidak dibenarkan jika memaksakan orang lain harus menerima sebagaiman yang dipahaminya itu.24 Sebaiknya, sebagai umat Islam seharusnya melaukakan cara-cara yang lebih halus dan lembut pada orang-orang yang tidak sepaham dengan kita, karena Indonesia merupakan masyarakat majemuk sehingga wajar jika satu dengan yang lainya berbeda pendapat asalkan masih sesusai dengan undang-undang yang berlaku di negara dan tidak mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena pada zaman sekarang ini toleransi umat beragama yang tidak wajar menyebabkan timbulnya aliran-aliran ataupun organisasi-organisasi yang mengancam keutuhan Negara Republik Indonesia baik itu di Intern Islam maupun didalam agama-agama yang terdapat di Indonesia. 3) Kerukunan Antarumat Beragama Masalah kehidupan beragama di masyarakat merupakan masalah peka. Sebab terjadinya suatu masalah sosial akan menjadi sangat rumit, jika masalah tersebut menyangkut pula masalah agama dan kehidupan beragama. Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama merupakan aturan permainan bagi penyiaran dan pengembangan agama di Indonesia demi terciptanya kerukunan hidup antarumat beragama, persatuan bangsa, stabilitas dan ketahanan nasional.25 Dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Agama tersebut bukan berarti membatasi untuk memeluk dan melaksanakan agama 23 Syamsul Bahri, “ Peranan Agama Dan Adat Dalam Melestarikan Kerukunan Antar Umat Beragama,” vol XI, no.1 (Januari-Juni 2001), h. 49 24 Ibid., hal 42 25 Ibid.,hal 50 21 masing-masing. Tetapi disini memberikan pedoman dan untuk melindungi hak kebebasan memeluk agaman yang dianut warga Indonesia sebagaimana dalam pasal UUD 1945. Kemudian agar pelaksanaan pedoman penyiaran agama dapat berjalan tertib ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1979, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia.26 Dengan Keputusan Bersama ini maka menjadi tanggung jawab Kementrian Agama maupun Kementrian dalam negeri serta pedoman bagi seluruh aparat pemerintahan dalam pelaksanaan tugasnya yang berhubungan dengan masalah keagamaan. 4) Kerukunan Atarumat Beragama dengan Pemerintah Seiring dengan dinamika kehidupan yang terus berjalan dan semakin berkembang, serta semakin kompleks persoalan kerukunan umat beragama, pemerintah akan terus berupaya mengembangkan kebijakan yang bertujuan akan membangun keharmonisan hubungan di antara sesama umat manusia. Langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hal ini departemen agama, pada awalnya adalah sosialisasi prinsip dasar kerukunan yaitu tidak saling mengganggu antara kelompok-kelompok agama yang berbedabeda.27 Antarumat beragama dan pemerintah seharusnya ditemukan apa yang saling diharapkan keduanya untuk dapat dilaksanakan bersama. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas nasional yang diharapkan umat beragama dapat berpartisipasi aktif dan positif dalam rangka pembinaan kehidupan beragama yaitu pemantapan ideologi Pancasila, pemantaan stabilitas dan ketahan nasional serta sukses pembangunan nasional. 26 Ibid.,hal 51 Muhaimin AG., Damai di Dunia Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004), h. 18 27 22 Dengan tiga prioritas nasional tersebut, diharapkan umat beragama dan pemerintah berpartisipasi aktif dan positif dalam usaha membudayakan Pancasila, memantapkan stabilitas dan ketahanan nasional, serta melaksanakan pembangunan nasional yang berkesinambungan. c. Disharmonisasi Antarumat Beragama Beberapa masalah yang menjadi penyebab disharmonisasi antarumat beragama, yakni : 1) Munculnya isu-isu yang menyangkut terjadinya lintas batas sosial keagamaan. Sebagaimana para pengamat antropologi agama melihat bahwa Indonesia bagian barat adalah wilayah kultur islam, sedangkan bagian timur wilayah kultur nasrani. Jika terdapat gejalagejala yang berbeda dengan agama mayoritas penduduk, maka akan menimbulkan prasangka adanya ekspansi dari apa yang disebut mereka.28 2) Pendirian tempat ibadah dan pemanfaatan rumah tinggal untuk peribadatan merupakan sumber disintegrasi sosial, disebabkan oleh perbedaan keyakinan agama. Masalah ini berkaitan dengan prasangka akan merosotnya pengaruh suatu agama pada struktur dan kultur masyarakat yang bersangkutan. 3) Agama sebagai alat pembenar terhadap suatu tindakan yang sebenarnya bukan masalah agama. Agama juga sering dipergunakan sebagai pembenar untuk aski-aksi kerusuhan dan kekerasan yang mapan. Keadaan disharmonisasi antar umat beragama ini jelas memperlemah kondisi bangsa yang sebenarnya harus sadar bahwa kerukunan nasional mestinya diupayakan agar semakin kokoh. Kondisi bangsa yang kokoh sangat diperlukan karena dua alasan ke dalam dan ke luar. Ke dalam kita harus membangun masyarakat dan 28 35 Ahmad Syafii Mufid, Dialog Agama dan Kebangsaan, (Bandung: Grasindo, 2008), h. 23 negeri agar lebih sejahtera, maju, aman, tertib dan damai. Ke luar harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam pergaulan dunia yang semakin kompetitif. d. Mewujudkan Kerukunan Antarumat Beragama di Indonesia Kehidupan beragama di kalangan Bangsa Indonesia dalam bentuknya yang sederhana, telah tumbuh dan berakar semenjak dahulu kala. Simbul-simbul penyembahan suku-suku yang masih primitifnterhadap benda-benda yang dianggap “sakti” dan “keramat” adalah satu bentuk dari pada pernyataan dalam kehidupan kerohanian dari nenek moyang bangsa Indonesia.29 Indonesia sebagai salah satu masyarakat yang pluralistik baik dari segi etnis, budaya, suku adat istiadat, bahasa, maupun agama. Dari segi etnis, budaya, suku adat istiadat, bahasa, maupun agama. Dari segi agama, sejarah telah membuktikan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-agama besar, Islam, Kristen, Hindu dan Budha dapat berkembang subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia. Karena itu sikap religuisitas, saling mwnghormati dan toleransi sangat dibutuhkan agar terjalin kerukunan di Indonesia. Beberapa sikap religousitas pemeluk agama dalam mengembangkan dan membangun hubungan umat beragama untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama diantaranya: 1) Membangun sikap toleransi beragama Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, hubungan antarumat beragama menjadi suatu hak yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antar sesama pemeluk tidak dapat terlepas dari kebutuhan sosial untuk memenuhi hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya toleransi. Toleransi merupakan salah satu ajaran penting dalam islam. Ada banyak kisah dan ajaran tentang toleransi yang ditorehkan umat islam, termasuk di Indonesia. Toleransi adalah pemberian kebebasan kepada sesama manusia dan masyarakat untuk 29 Monografi Kelembagaan Agama di Indonesia, (Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama RI, 1983), h. 45 24 menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syaratsyarat harus masyarakat. terciptanya ketertiban dan pedoman dalam 30 2) Membangun Sikap Keterbukaan (tepo seliro) Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjaga kerukunan antarumat beragama adalah adanya sikap untuk mengakui keberadaan pihak lain. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memilih agama dan keyakinannya. Hubungan antar pemeluk agama akan dapat terjalin dengan baik, jika masing – masing memiliki sikap ketergantungan untuk menerima pihak lain ke dalam komunitas kita, Sikap terbuka ini akan menjadi sarana untuk menegakan kerukunan bidup beragama, dan dilaksanakan juga oleh setiap pemeluk agama, sehingga hubungan antarumat beragama tidak ada rasa saling mencurigai, dan rasa permusuhan di antara pemeluk agama lain.31 3) Membangun kerja sama antar pemeluk agama Sesuatu yang tidak dapat dipisahkan pula dalam kehidupan mayarakat adalah adanya kerjasama dan interaksi sosial. Dengan adanya kerjasama dan interaksi sosial. Dengan adanya kerjasama dan interaksi sosial sesama manusia ataupun sesama pemeluk agama akan lebih mempererat hubungan bersama, sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya. Dalam jonteks interaksi sosial siapapun berhak melakukannya, karena telah menjadi kodrat hidup, memenuhi kebutuhan primernya, hubungan ini tidak mengenal lintas batas agama, etnis, suku dan kebangsaan. Maka lahirlah kerjasama. 4) Membangun diaolog antar umat beragama Suatu hal prinsipil dan utama yang harus diperhatikan ketika 30 Jasmadi,”Membangun Relasi Antar Umat Beragama, (Refleksi Pengalaman Islam di Indonesia),”vol.5,no2 (Juli 2010),h.166-168 31 Ibid., h. 169. 25 berbicara tentang dialog antar agama adalah bahwa dialog hendaknya tidak dilakukan secara intelektual verval dan teologis belaka. Untuk mengembangkan etika Dan kultur kerukunan umat beragama dapat dilakukan melalui dialog antar agama. Menurut Azyumardi Azra terdapat lima bentuk dialog yang dapat dilakukan, yaitu:32 a) Dialog Parlementer (Parliamentary Dialogue), yakni dialog yang melibatkan ratusan peserta. Dalam dialog dunia global, dialog ini paling awal diprakarsai oleh world’s parliament of religious pada tahun 1893 di Chicago. b) Dialog Kelembagaan (Institusional Dialgue). Yakni dialog diantara wakil-wakil institusional berbagai organisasi agama. Dialog kelembagaan ini seperti yang dilakukan melalui wadah Musyawarah Antarumat Beragama oleh majeli agama yakni MUI. c) Dialog Teologi (Theological Dialogue), yakni mencakup pertemuan-pertemuan regular maupun untuk membahas persoalan teologis dan filosofis, seperti dialog ajaran tentang kerukunan antarumat beragama, melalui konsep ajaran sesuai dengan agama masing-masing. d) Dialog dalam masyarakat (Dialogue in Community), dan dialog kehidupan (Dialogue of Life), dialog dalam kategori ini pada umumnya ialah penyelesaian pada hal-hal praktis dan aktual dalam kehidupan. Seperti, pemecahan masalah kemiskinan, masalah pendidikan. e) Dialog Kerohanian (Spiritual Dialogue), dialog ini bertujuan menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama. Tentu saja dialog juga dapat dilihat sebagai tujuan 32 Dialog: Kritik dan Identitas Agama, (Yogyakarta: DIAN (Dialog Antar Iman di Indonesia ) dengan Penerbit PUSTAKA PELAJAR), h. 117 26 menengah atau tujuan instrumental. Dialog bukan merupakan tujuan akhir, melainkan sesuatu yang dijalankan untuk mencapai tujuan selanjutnya. Namun, tujuan hidup bersama tidaklah dapat dicapai dengan baik tanpa keterlibatan semua pihak. Dalam cakrawala holistik, partisipasi dan rasa bagi keseluruhan merupakan keutamaan. Dengan demikian, dialog merupakan gaya hidup orang beriman dan beragama, merupakan sesuatu yang perlu dan harus dijalankan jika seseorang atau komunitas ingin setia kepada panggilan manusiawi dan ilahiah.33 B. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Toto Suryana dalam Jurnal yang berjudul “Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama”. Hasil menunjukan bahwa keberagaman merupakan realita dan ketentuan dari Allah Tuhan semesta alam, maka diperlukan rasa keberterimaan dan usaha untuk memelihara dengan mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan bersama. Perbedaan yang terjadi merupakan fakta yang harus disikapi secara positif sehingga antar pemeluk agama terjadi hubungan kemanusiaan yang saling menghargai dan menghormati. Agama bersifat unversal, tetapi beragama tidak mengurangi rasa kebangsaan, bahkan menguatkan rasa kebangsaan. Agama mendorong penganutnya untuk membela kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negaranya. Pluralitas merupakan sebuah fakta sosial historis yang melekat pada ke Indonesian. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural dan multikultural. Menjadi manusia Indonesia berarti menjadi manusia yang sanggup hidup dalam perbedaan dan bersikap toleran. Bersikap toleran berarti bisa menerima perbedaan dengan lapang dada, dan menghormati hak pribadi dan sosial pihak yang berbeda (the other) menjalani kehidupan mereka.34 33 J.B. banawiratma, Zainal Abidin Bagir, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2010), h. 13 34 Toto Suryana, Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 2, 2011 27 2. Penelitian yang dilakukan oleh Moch. Yudi Sulaiman tentang “Pembinaan Kesadaran Pluralisme Agama Dikalangan Narapidana Lembaga Permasyarakatan Anak di Blitar”. Hasil menunjukan bahwa Manfaat yang ditimbulkan dari pembinaan kesadaran pluralisme agama di kalangan LP. Anak di Blitar adalah bertambahnya semangat para narapidana untuk hidup dalam perbedaan dan terciptanya saling menghormati, menghargai, menyayangi, dan saling tolong-menolong terhadap agama lain. Pembinaan keagamaan yang dilakukan para pembina ataupun agamawan menimbulkan dampak positif bagi narapidana yaitu dengan terciptanya kerukunan beragama, baik antar interen agama maupun antar narapidana yang berlainan agama.35 3. Penelitian yang dilakukan oleh Kajian LEMHANAS RI tentang “Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional”. Hasil menunjukan bahwa: a. Bangsa Indonesia memiliki heterogenitas dalam bidang agama. Perbedaan ini merupakan kekuatan, namun berpotensi menjadi ancaman konflik sosial bernuansa agama yang terjadi berulang kali dan sulit dihilangkan. Oleh karena itu diperlukan upaya komprehensif dari segenap elemen bangsa untuk menangani dan mengantisipasinya ke depan. b. Kerukunan hidup umat beragama mengandung arti kesediaan untuk menerima perbedaan keyakinan individu maupun kelompok lain, kesediaan memberi kebebasan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya dan kemampuan untuk bersikap simpati dan empati pada suasana kekhusyukan yang dirasakan orang lain. c. Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan yang dinamis. Hal tersebut sangat tergantung pada sikap dan respons dari masyarakat umat beragama terhadap permasalahan yangdapat memicu terjadinya konflik. 35 . Yudi Sulaiman, Pembinaan Kesadaran Pluralisme Agama Dikalangan Narapidana Lembaga Permasyarakatan Anak di Blitar, skripsi pada STAIN Kediri, 2004, h. 60-61 28 Adapun faktor-faktor pemicu konflik bernuansa agama di Indonesia, antara lain: 1) Perbedaan keyakinan/akidah 2) Penyiaran agama 3) antuan keagamaan luar negeri 4) Perkawinan antarpemeluk agama 5) Pendidikan agama 6) Perayaan hari besar keagamaan 7) Penodaan agama 8) Kegiatan kelompok sempalan 9) Pendirian rumah ibadah 10) Kepentingan politik, ekonomi dan ideologi 11) Masalah individu/kelompok yang melibatkan umat lainnya d. Pada setiap konflik bernuansa agama, pemerintah harus selalu hadir untuk menangani dengan memberi solusi melalui berbagai cara (pendekatan keamanan, dialog, pembinaan dan pendidikan). Cara tersebut belum optimal karena persoalannya menyangkut keyakinan (keimanan) yang tidak bisa diseragamkan. Peran pemerintah harus ditingkatkan dengan menggandeng semua pihak. e. Selain pemerintah hadir di seluruh sektor kehidupan masyarakat, ketegasan para pemimpin untuk membela Konstitusi RI perlu ditingkatkan, juga harus dijaga agar jangan sampai masuk ke dalam situasi tuna konstitusi dan terus-menerus menghidupkan serta menggiatkan terwujudnya Civil Society, yang salah satu cirinya adalah kedewasaan dalam bertindak dan berperilaku. f. Ketegasan negara dalam menegakkan konstitusi menjadi sangat mendesak. Hal ini menuntut kecekatan negara untuk hadir dalam berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, khususnya dalam ketegangan yang terindikasi berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Kalau negara terkesan membiarkan kekerasan yang ada, maka eskalasi akan terjadi dan tentu berakibat buruk bagi kesatuan dan persatuan 29 bangsa. Negara jangan sampai kalah terhadap tekanan dari kelompokkelompok “radikal” dan yang tidak menginginkan kehidupan yang rukun.36 4. Penelitian yang dilakukan oleh Marzuki tentang “Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia”37. Hasil penelitiannya menunjukan: a. Piagam Madinah adalah kumpulan naskah yang berisi perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan kaum Muslim, baik dari golongan Muhajirin maupun golongan Anshar, dan perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi di Madinah. Piagam ini terdiri dari 47 pasal yang mengatur masalah kesatuan umat (bangsa) di Madinah, kesediaan untuk saling membantu, saling menasehati, saling membela, dan menghormati kebebasan beragama. b. Piagam Madinah mengatur dengan tegas kebebasan beragama bagi para penganut agama yang ada di Madinah, terutama kaum Muslim dan kaum Yahudi. Sebagai kepala negara, Nabi menjamin hak semua rakyat Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim dalam melakukan aktivitas keagamaan. Nabi akan menindak tegas siapa pun yang melakukan pengkhianatan terhadap perjanjian yang sudah dibuat dalam Piagam Madinah. c. Kerukunan umat beragama di Indonesia pada prinsipnya sudah di atur dengan baik. Berbagai aturan sudah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakannya. Aturanaturan ini tidak jauh berbeda dengan aturan yang tertuang dalam Piagam Madinah. Jika pada akhirnya muncul berbagai konflik antarumat beragama di Indonesia, hal ini tidak sematamata terkait dengan masalah agama belaka, tetapi sudah ditunggangi oleh berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik. 36 LEMHANAS RI, Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jurnal Kajian LEMHANAS RI, edisi 14, Desember, 2012. 37 Marzuki, Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia, dalam Jurnal, 2006. 30 C. Kerangka Berfikir Setiap orang selalu ingin hidup rukun dengan siapa saja, baik dalam keluarga, dalam masyarakat, dalam pekerjaan, dimana dan kapan dan dengan siapa saja, setiap orang selalu menginginkan kjerukunan, ketenangan, perdamaian. Semua orang yang sungguh-sungguh ingin atau berkehendak baik tentu ingin hidup damai dalam hidupnya. Ini memang keinginan yang sangat luhur. Oleh karena itu semua orang selalu berusaha bagaimana dapat menciptakan suasana hidup rukun dimana saja berada. Namun disadari atau tidak, bahwa perdamaian atau kerukunan, ketentraman itu bukan sesuatu yang akan terjadi dengan sendirinya, tetapi kita sendiri yang harus berusaha untuk membina perdamaian, ketentraman, persatuan, kerukunan dalam lingkungan kita sendiri, entah itu dalam rumah tangga, dalam antar tetangga, dalam suku bangsa, negara maupun di dunia. Dan untuk mewujudkan semua itu perlu adanya pembinaan kerukunan yang memiliki landasan yang sama, yang disetujui bersama dan ditaati bersama oleh semua masyarakat dalam ruang lingkup tertentu. Maksud dari landasan disini adalah bertitik tolak pada kenyataan bahwa kita hidup sebagai mahluk sosial, mahluk yang tidak dapat hidup sendirian, mahluk yang selalu membutuhkan orang lain. Sebab tanpa orang lain kita tidak dapat berkembang dalam segala hal. Hal tersebut terjadi di dalam masyarakat Cigugur. Dimana masyarakat yang beragam agama dan kepercayaan bisa hidup rukun berdampingan dan harmonis dalam menjalankan rutinitas sehari-hari, baik dalam segi peribadatan, bertetangga maupun bermasyarakat. Merekapun turut aktif berpartisipasi dalam semua acara-acara agama tertentu tanpa membedakan agama yang ia yakini. Selain keberagaman yang terjadi diatas, keberagaman pun terjadi dalam satu keluarga, banyak masyarakat Cigugur yang mengalami perbedaan keyakinan tersebut. Tetapi masyarakat Cigugur tetap bisa hidup berdampingan dengan rukun, tanpa terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh perbedaan agama atau keyakinan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Cigugur 31 baik itu para penganut Islam, Kristen atau kepercayaan Sunda Wiwitan menjalankan pola-pola interaksi atau upaya-upaya menciptakan kerukunan yang selama ini terjalin dengan baik dan mereka mempertahankannya sehingga kondisi kerukunan itu bisa tetap bisa terlaksana hingga saat ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Peneltian ini dilakasanakan pada semester VIII tahun 2013. Peneletian dilaksanakan di desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. B. Latar Penelitian Desa Cigugur terletakdi lereng Gunung Ciremai, Secara administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung. Cigugur berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 26,80 mm dan suhu udara rata-rata sekitar 26°C. Objek penelitiannya adalah masyarakat desa Cigugur untuk meneliti mengenai “Kerukunan Umat Beragama Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan.” C. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.1 Prosedurprosedur kualitatif memiliki pendekatan yang lebih beragam dalam penelitian akademik ketimbang metode-metode kuantitatif. Penelitian kualitatif juga memiliki asusmsi-asumsi filosofis, strategi-strategi penelitian, dan metodemetode pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang beragam. Meskupun prosesnya sama, prosedur-prosedur kualitatif tetap mengandalkan data berupa teks dan gambar, memiliki langkah-langkah unik dalam analisis datanya, dan bersumber dari strategi-strategi penelitian yang berbeda-beda.2 1 Bagong Suyanto Dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2005), h.166-168. 2 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 258 32 33 Jenis penelitiannya adalah Etnografi, etnografi adalah studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian lapangan, karena memang dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Peneliti mengamati perilaku seseorang atau kelompok sebagaimana apa adanya. Data diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya secara mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Tidak seperti jenis penelitian kualitatif yang lain dimana lazimnya data dianalisis setelah selesai pengumpulan data di lapangan, data penelitian etnografi dianalisis di lapangan sesuai konteks atau situasi yang terjadi pada saat data dikumpulkan. Penelitian etnografi bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi.3 D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data lazimnya menggunakan observasi dan wawancara. Juga tidak diabaikan kemungkinan penggunaan sumber-sumber non-manusia (non-human source information), seperti dokumen dan rekaman atau catatan (record) yang tersedia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Observasi Observasi, seperti halnya wawancara, termasuk teknik pengumpulan data yang utama dalam kebanyakan penelitian kualitatif. Dengan wawancara, peneliti dapat menanyakan pada informan tentang keadaan masa lampau, sekarang, dan yang akan datang. Juga dapat dilacak tentang hal-hal yang tak tampak, yang tersembunyi di “museum 3 Mudjiraharjo, Jenis Dan Metode Penelitian Kualitatif, 2013, (Http://Mudjiarahardjo.Com/Materi-Kuliah/215.Html?Task=View Di Akses Pada Hari Senin 28 Januari 2013 Pukul : 20.10 WIB) 34 batin” subjek yang diteliti (yang bersifat tacit). Itulah keunggulan teknik wawancara. Keunggulan yang dipunyai wawancara memang tak dipunyai oleh observasi. Akan tetapi, observasi juga mempunyai keunggulan lain yang tak dapat ditandingi wawancara. Misalkan, mereka yang pernah melihat Hongkong, meskipun hanya sekali, tetap akan lebih baik pengertiannya tentang bagaimana “Hongkong” dibandingkan dengan yang hanya mendengar saja dari cerita orang walaupun telah ratusan orang yang menceritakannya. Karenanya, observasi adalah utama kegunaannya dalam penelitian kualitatif.4 Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencacatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Disini pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terlibat (Partisipant observation). Pengamatan terlibat ini dilakukan untuk memperlancar peneliti dalam memasuki setting penelitian dan untuk menghindari jawaban yang kaku yang diberikan oleh informan akibat kecurigaan atau keengganan karena mencium bau penelitian. Dengan ini diharapkan akan dapat mengungkapkan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat diungkapkan oleh informan. b. Wawancara Dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan teknik wawancara sebagai cara utama untuk mengumpulkan data atau informasi. Ini bisa dimengerti, setidak-tidaknya karena dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh seseorang atau subjek yang diteliti, tetapi apa juga yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian (explicit knowledge maupun tacit knowledge). Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang.5 4 Ibid., h. 77. Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990), h. 61-62. 5 35 Penelitian ini melakukan wawancara mendalam (Indepth interview) terhadap beberapa informan penelitian yakni masyarakat cigugur, dengan sebelumnya didahului pembicaraan informal untuk menciptakan hubungan yang akrab dengan informan. Hubungan yang akrab ini diperlukan agar bisa memudahkan dalam mendapatkan umpan balik dalam proses selanjutnya. Perlu diingat bahwa untuk mencapai suasana santai dan akrab diperlukan waktu agar lebih saling mengenal. Oleh karena itu, wawancara yang pertama lebih banyak ditujukan untuk membina keakraban hubungan. Lambat laun wawancara yang semula bersifat informal beralih menjadi lebih formal walaupun keakraban senantiasa dipelihara. Digunakan pula pedoman wawancara yang berupa garis-garis besar pokok pertanyaan yang dinyatakan dalam proses wawancara dan disusun sebelum wawancara dimulai. c. Dokumentasi Teknik pengumpulan data ini termasuk dalam pengumpulan data dengan menggunakan sumber non-manusia (non-human source information). Yang disebut dokumen ialah semua jenis rekaman atau catatan “sekunder” lainnya, seperti surat-surat, memo atau nota, pidato-pidato, buku harian, foto-foto, kliping berita koran, hasil-hasil penelitian, agenda kegiatan.6 2. Pengolahan Data Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data, dalam metode kualitatif ada 3 tahap dalam pengolaha data: a. Reduksi Dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh. b. Penyajian data Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau 6 Ibid., h. 81. 36 penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. c. Penarikan Kesimpulan dan verifikasi Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.7 E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data Untuk memperoleh keabsahan data maka peneliti menggunakan beberapa teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu: 1. Teknik pemeriksaan derajat kepercayaan (crebebelity). Teknik ini dapat dilakukan dengan jalan:8 a. Keikutsertaan peneliti sebagai instrumen (alat) tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti, sehingga memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. b. Ketentuan pengamatan, yaitu dimaksuk untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur serta situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dicari dan kemudian memutuskan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan demikian maka perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, sedangkan ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. c. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan kebasahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding. Teknik yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan terhadap sumber-sumber lainya. 7 Atwar Bajari, Mengolah data dalam Penelitian Kualitatif, 2013, (http://atwarbajari.wordpress.com/2009/04/18/mengolah-data-dalam-penelitian-kualitatif, Di Akses Pada Hari Sabtu 2 Februari 2013 Pukul : 19.22 WIB) 8 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991), h.175. 37 d. Kecukupan refrensial yakni kecukupan bahan yang tercatat dan terekam dapat digunak\an sebagai patokan untuk menguji dan menilai sewaktuwaktu diadakan analisis dan interpretasi data. 2. Teknik pemeriksaan keteralihan (transferability) dengan cara uraian rinci. Teknik ini meneliti agar laporan hasil fokus penelitiandilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan kontek tempat penelitian diadakan. Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus segala sesuatu yang dibutuhkan oleh para pembaca agar mereka dapat memahami penemuanpenemuan yang diperoleh. 3. Teknik pemeriksaan ketergantungan (dependability) dengan cara auditing ketergantungan. Teknik ini tidak dapat dilaksanakan bila tidak dilengkapi dengan catatan pelaksanaan keseluruhan hasil dan proses penelitian. Pencatatan itu diklasifikasikan dari data mentah sehingga formasi tentang pengembangan instrument sebelum auditing dilakukan agar dapat mendapatkan persetujuan antara auditor dan auditi terlebih dahulu. F. Analisis Data Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian ilmiah, karena dengan analisalah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah penelitian.9 Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapanga. Analisis telah dimulai sejak merumuskan dan mejelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian, dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data, analisis data kualitatif 9 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Darussalam: GI, 1983), h. 405 38 berlangsung selama proses pengumplulan data, kemudiaan dilanjutkan setelah selesai pengumpulan data.10 1. Analisis Sebelum di Lapangan Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan focus penelitian. Namun demikian, focus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. 2. Analisis Selama di lapangan Selama penelitian berlangsung dan pengumpulan data masih berlangsung, peneliti melakukan analisi data, dengan vara mengklasifikasi data dan menafsirkan isi data. 3. Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu, perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu, perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.Mereduksidata berarti meragkum,memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 4. Penyajian Data Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam penilian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnnya, yang paling sering digunakan adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. 10 Beni Ahmad S, Metode Penelitian, (Bandung Pustaka setia, 2008), h. 200 39 5. Conclusion Drawing/Verification Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah hingga ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan pengetahuan baru yang belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumya masih remang-remang atau gelap sehingga setalah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau teori.11 11 Ibid.,h. 202 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Desa Cigugur 1. Kondisi Geografis Secara geografis posisi Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di sebelah barat dari pusat kota Kabupaten Kuningan yang berjarak + 3,5 Km dari Ibu Kota Kabupaten dan terletak di kaki gunung Ciremai bagian timur. Berada pada ketinggian + 661 M dari permukaan laut dan secara astronomis kira – kira terletak pada 108o 27’ 15” Bujur Timur dan 05o 58’ 8” Lintang Selatan. a. Lanskap Kelurahan Cigugur Wilayah Kelurahan Cigugur adalah bagian dari Wilayah Kecamatan Cigugur sebagai berikut : 1) Sebelah utara secara umum merupakan dataran rendah dan sebagian kecil berbukit yang berfungsi sebagai lahan persawahan dan tanaman pangan. 2) Sebelah timur merupakan dataran rendah berupa persawahan dan sebagian berupa perbukitan (Bungkirit). 3) Sebelah selatan merupakan dataran rendah persawahan. 4) Sebelah barat merupakan dataran tinggi dan perbukitan yang diantaranya difungsikan sebagai lahan peternakan dan perkebunan. b. Batas Administratif Secara administratif Kelurahan Cigugur berbatasan dengan wilayah Desa / Kelurahan yang lain yaitu : 1) Sebelah Utara : Kelurahan Cipari 2) Sebelah Timur : Kelurahan Kuningan 3) Sebelah Selatan : Kelurahan Sukamulya 4) Sebelah Barat : Desa Cisantana 40 41 c. Luas Wilayah Luas wilayah Kelurahan Cigugur adalah 300,15 Ha yang terdiri atas berbagai macam penggunaan.1 1) Wilayah Darat Wilayah darat terbagi atas beragam penggunaan seperti : a) Pekarangan : 49 H b) Tegalan / Kebun / Darat : 205,90 Ha c) Lapangan Olahraga : 1,2 Ha d) Alun – alun : 0,2 Ha e) Sarana Keagamaan : 0,15 Ha f) Kuburan : 2,6 Ha g) Puskesmas : - Ha h) Jalan : 2,8 Ha i) Solokan : 0,02 Ha j) Perkantoran / Sekolah : 0,28 Ha k) Kolam : 3 Ha 2) Wilayah Pesawahan Wilayah pesawahan di Kelurahan Cigugur memiliki luas sekitar 80 Ha. d. Iklim Dan Cuaca 1) Iklim Kelurahan Cigugur dengan ketinggian + 661 mdpl sama seperti daerah yang lain di wilayah Kabupaten Kuningan pada umumnya dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson. Dengan perincian sebagai berikut : a) Musim kemarau berlangsung antara bulan Juni – Oktober. b) Musim Penghujanberlangsung antara bulan November – Mei, dengan curah hujan rata – rata 2000 – 2500 mm / tahun, dan curah hujan paling tinggi terjadi antara bulan Desember – Maret. 1 Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris Kelurahan Cigugur. 42 2) Cuaca a) Suhu Suhu rata – rata 180 – 280 Celcius, suhu tertinggi antara pukul 12.00 – 14.00 BBWI dan suhu terendah antara pukul 00.30 – 03.30 BBWI. b) Keadaan Terang Matahari terbit pada pukul 05.30 BBWI dan matahari terbenam pada pukul 17.45 BBWI e. Keadaan Medan 1) Permukaan Bumi a) Dibagian utara terdapat daerah persawahan dengan kemiringan antara 25 – 30 derajat, menurun ke sebelah timur. b) Dibagian timur terdapat daerah persawahan dengan kemiringan antara 25 – 30 derajat, menurun ke sebelah timur. c) Dibagian selatan terdapat daerah persawahan dengan kemiringan antara 20 – 25 derajat, menurun ke sebelah timur. Disamping itu terdapat daerah perbukitan dengan tingkat kemiringan atara 25 – 30 derajat. d) Dibagian barat juga terdapat daerah perbukitan dengan tingkat kemiringan antara 30 – 50 derajat. 2) Sungai a) Di wilayah Kelurahan Cigugur terdapat beberapa sungai diantaranya adalah : b) Sungai Cigeureung yang melintasi wilayah Kelurahan Cigugur tepatnya melintasi RT. 14/15/16/17/32 RW. 04/05/06. c) Sungai Citamba yang melintasi wilayah Kelurahan Cigugur tepatnya pada RT. 03 RW. 01 3) Sawah / Ladang a) Sawah Kelurahan Cigugur terdapat lahan sawah seluas ± 80 Ha yang luasnya merupakan 26,67 % bagian dari luas wilayah 43 Kelurahan Cigugur. Dilihat dari segi karakteristik tanah, Kelurahan Cigugur merupakan lahan yang subur untuk diolah dan ditanami sepanjang tahun. b) Ladang Wilayah Kelurahan Cigugur terdapat lahan ladang / tegalan yang arealnya lebih luas dari areal pesawahan dengan luas ± 83 Ha yang sebagian besar terletak di sebelah barat. Lahan tersebut dominan ditanami oleh ubi kayu, jagung serta sebagian besar merupakan tanaman tahunan. f. Jarak Tempuh ke Pusat Pemerintahan 1) Jarak tempuh ke pusat kota Provinsi sekitar 210 Km. 2) Jarak tempuh ke pusat kota Kabupaten sekitar 3,5 Km dengan waktu tempuh kira – kira 25 menit dengan berjalan kaki atau 15 menit dengan menggunakan kendaraan Angkutan Kota yaitu nomor 016 (trayek Cisantana – Kuningan) setelah itu dilanjutkan dengan Angkutan Kota nomor 02 (trayek Kadugede – Kuningan), atau menggunakan Angkutan Kota nomor 10 (trayek Ancaran – Kuningan) dan Angkutan Kota nomor 04 (trayek Cirendang – Kuningan). 3) Jarak tempuh ke pusat Kecamatan 0 Km karena Kantor Kecamatan Cigugur berdampingan dengan Kantor Kelurahan Cigugur. 2. Kondisi Demografis a. Jumlah Penduduk Kelurahan Cigugur dengan segala kemajemukannya terdiri dari berbagai macam etnis dan suku bangsa serta keanekaragaman agama dan kepercayaan hidup dengan rukun. Menurut data kependudukan Kelurahan Cigugur pada 31 Desember 2012 tercatat sebanyak 7.084 orang/jiwa, laki – laki 3.615 jiwa dan perempuan 3.469 jiwa atau sekitar 2.413 Kepala Keluarga / KK, dengan luas wilayah kelurahan Cigugur adalah 300, 15 Ha dengan berbagai penggunaannya terutama untuk lahan pertanian dan pemukiman penduduk dan sebagainya.2 2 Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris Kelurahan Cigugur 44 b. Komposisi Penduduk Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2012 komposisi penduduk Kelurahan Cigugur akan disajikan secara terperinci sebagai berikut : 1) Berdasarkan Jenis Kelamin a) Laki-laki : 3.615 orang b) Perempuan : 3.469 orang Jumlah : 7.084 orang Jumlah Kepala Keluarga / KK : 2.413 KK a) Usia 0 s/d 3 Tahun : 452 orang b) Usia 4 s/d 6 Tahun : 356 orang c) Usia 7 s/d 12 Tahun : 735 orang d) Usia 13 s/d 15 Tahun : 332 orang e) Usia 16 s/d 44 Tahun : 3.252 orang f) Usia 45 Tahun ke atas : 1.958orang a) Islam : 4.075 orang b) Protestan : 195 orang c) Katholik : ` 2.620 orang d) Hindu : 6 orang e) Budha : 12 orang f) Kepercayaan : 176 orang a) Lulusan SD / Sederajat : 1.752 orang b) Lulusan SLTP / Sederajat : 773 orang c) Lulusan SLTA / Sederajat : 2.764 orang d) Lulusan Akademi / Universitas : 543 orang e) Buta Aksara (karena lanjut Usia) : - orang a) PNS / TNI / POLRI : 512 orang b) Wiraswasta / Pedagang : 210 orang 2) Berdasarkan Kelompok Usia 3) Berdasarkan Agama 4) Berdasarkan Pendidikan 5) Berdasarkan Pekerjaan 45 c) Karyawan Swasta : 455 orang d) Buruh : 1363 orang e) Petani : 1932 orang f) Peternak : 253orang g) Industri Kecil : 4 orang a) Kelahiran Rata – rata Per-tahun : 98 orang b) Kematian Rata – rata Per-tahun : 24 orang c) Mutasi PendudukPindah : 173 orang d) Pendatang : 87 orang 6) Perubahan Penduduk (berdasarkan data kependudukan dan Kesra tahun 2012) 3. Kondisi Sosial a. Bidang Idiologi 1) Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Idiologi Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan satu – satunya azas yang sampai saat ini diterima oleh masyarakat Kelurahan Cigugur. 2) Masalah Sensitif Potensi Perpecahan dan Solusinya Masyarakat Kelurahan Cigugur yang majemuk merupakan hot spot wilayah dengan potensi terjadinya perpecahan dan konflik terutama SARA. Tetapi hal tersebut tidak terjadi dikarenakan adanya komunikasi dua arah antar masyarakat baik secara individu atau kelompok selalu terjalin. Sedangkan Pemerintah Kelurahan Cigugur melaksanakan fungsinya sebagai penengah dan monitoring. 3) Data Radikal Kiri Sampai saat ini Kelurahan Cigugur bebas dari Pengaruh Radikal yang menentang Pancasila dan merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalaupun ada yang dicurigai terlibat dengan kejadian September tahun 1965 maupun dengan aksi terorisme baru – baru ini maka Pemerintah Kelurahan Cigugur dengan instansi 46 terkait berupaya untuk melakukan pembinaan disamping tetap melakukan tindakan – tindakan preventif. b. Bidang Politik 1) Struktur Pemerintahan a) Pemerintah Kelurahan Cigugur 1. Kepala Kelurahan, bernama : UJANG SUTRISNA, S.Sos., Pangkat / Golongan – Penata Tk. I / III.d, NIP. 19591101 198103 1 013, Umur 53 tahun dan beralamat di Gg. Siaga Ciasem Kuningan 2. Sekretaris Kelurahan, bernama : SULKAN, Pangkat / Golongan – Penata / III.c, NIP. 19570105 197811 1 001, Umur 56 tahun dan beralamat di RT. 18 RW. 07 Lingkungan Puhun Kelurahan Cigugur. 3. Kepala Seksi Pemerintahan, bernama : ENTIN TINI, Pangkat / Golongan – Penata/III.c, NIP. 19561205 197703 2 003, Umur 56 tahun dan beralamat di KelurahanSukamulya RT. 002 RW.001. 4. Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat, bernama : TATI SUHARTI, S.AP, Pangkat / Golongan – Penata Tk.I/III.d, NIP. 19631209 198303 2 013, Umur 49 tahun dan beralamat di Perum Desa Cikaso Kramatmulya. 5. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban, bernama : KURNADI, S.Sos., Pangkat / Golongan – Penata Muda/III.a, NIP. 19760817 200701 1 012, Umur 36 tahun dan beralamat di KecamatanNusaherang. 6. Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat, bernama : DAHLAN, Pangkat / Golongan – Penata /III.c, NIP. 19590819 198003 1 006, Umur 53 tahun dan beralamat di Kelurahan Cijoho. 2) Aparatur yang ada di Kelurahan Cigugur sebagai berikut : a) Kepala Kelurahan 1 Orang b) Sekretaris Kelurahan 1 Orang 47 c) Kepala Seksi 4 Orang d) Pelaksana PNS 7 Orang e) Tenaga Sukwan 2 Orang 3) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembangunan, sebenarnya Kepala Kelurahan mempunyai partner kerja yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat / LPM. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kelurahan Nomor : 147 / KEP.08-LPM / I / 2005 telah terbentuk susunan pengurus LPM untuk periode 2005 – 2012. Kepengurusan LPM tersebut telah berakhir pada tahun 2010 dan sampai dengan sekarang belun ada pembentukan kepengurusan LPM yang baru. c. Bidang Ekonomi 1) Sektor Pertanian Secara umum sektor pertanian masih merupakan kegiatan ekonomi yang paling utama dari masyarakat Kelurahan Cigugur oleh karena itu Pemerintah Kelurahan Cigugur mengambil langkah – langkah sebagai berikut : a) Mengadakan penyuluhan-penyuluhan dibidang pertanian dan peternakan. b) Memfasilitasi Kelompok Tani dalam pengajuan bantuan dari pemerintah. 2) Sektor Hasil Produksi Daerah Dari sektor hasil produksi daerah dalam kurun waktu satu tahun diperkirakan perputaran uang yang ada di Kelurahan Cigugur adalah sebagai berikut :3 a) Hasil Pertanian Secara Lengkap yang mencakup Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan Perkebunana. 1. Hasil total dari sektor di atas 3 : Rp 926.851.250, - Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris Kelurahan Cigugur. 48 b) Hasil Home Industri 1. Makanan : Rp 54.000.000, - 2. Kerajinan Kayu/Bambu : Rp 108.000.000, - 3) Sektor Perdagangan : Rp 4.830.000.000, - 4) Sektor Buruh : Rp. 22.754.000.000, - 5) Sektor Jasa Angkutan : Rp. 576.000.000, - 6) Sektor Tenaga Kerja Sesuai Usia Produktif (18 – 56 Tahun) a) Penduduk Usia 18 – 56 Tahun : 4425 orang b) Ibu Rumah Tangga : 1107 orang c) Pelajar / Mahasiswa : 1007 orang d) Yang BekerjaPenuh : 1984 orang e) BekerjaSerabutan/TidakTentu : 220 orang f) Cacatdantidakbekerja :5 orang g) CacatdanBekerja :2orang 7) Sektor Perdagangan Berdasarkan Perda Nomor 2 tahun 2005 tentang organisasi dan Tata Kerja Kelurahan, maka secara rutin senantiasa melaksanakan pemantauan harga sembilan bahan pokok, sasaran pemantauan adalah: Barang-barang/komoditas strategis seperti : Minyak goreng, lauk pauk, beras, gula pasir/merah dan lain-lain. Selama bulan suci Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1433 serta menjelang Natal Tahun 2012 kepada para pedagang toko dihimbau untuk tidak menjual petasan dan minuman keras. Dalam sektor perdagangan juga senantiasa diadakan pembinaan secara persuasif agar para pengusaha/pedagang sadar dan taat kepada kewajiban melaksanakan tera ulang alat ukur UTTP, registrasi perijinan maupun kelengkapan lainnya. Kegiatan tersebut rutin diselenggarakan di Kecamatan Cigugur yang selalu dipusatkan di wilayah Kelurahan Cigugur pada setiap tahunnya. 49 8) Sektor Koperasi Di Kelurahan Cigugur terdapat 12 buah Koperasi dan diantaranya ada yang sudah berbadan hukum dan ada yang belum. Koperasi juga merupakan soko guru perekonomian rakyat, oleh karena itu koperasi sangat membantu dalam mengangkat kesejahteraan masyarakat Kelurahan Cigugur, terutama yang paling menonjol di Kelurahan Cigugur adalah Koperasi Susu. 9) Sektor Peternakan Sektor peternakan merupakan salah satu mata pencaharian masyarakan Kelurahan Cigugur baik sebagai mata pencaharian utama maupun mata pencaharian sampingan, jenis dan produksi ternak yang ada di Kelurahan Cigugur antara lain : a) Sapi Perah : 3.222 ekor b) Kerbau : 11 ekor c) Ayam Ras Pedaging / tahun : 138.188ekor d) Ayam Ras Petelur : 14.000 ekor e) Kambing : 75ekor f) Babi / tahun : 1.320 ekor 10) Sektor Perindustrian Sektor industri di Kelurahan Cigugur berdasarkan hasil evaluasi terdapat peningkatan secara kwalitas pada beberapa sub-sektor usaha kecil dan menengah. Hal ini menunjukkan adanya keinginan dari warga masyarakat untuk meningkatkan taraf ekonomi kesejahteraan baik secara individu maupun secara berkelompok. Sektor industri yang terdapat di Kelurahan Cigugur berdasarkan rekapitulasi data yang ada pada Pemberdayaan Masyarakat sampai dengan akhir tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel. Dalam upaya peningkatan pembangunan sektor industri baik secara kuantitatif maupun kualitatif telah dilaksanakan melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan, baik oleh Aparatur Kelurahan maupun UPTD Dinas terkait. 50 Adapun pembinaan yang dilaksanakan untuk mengembangkan sektor industri di Kelurahan Cigugur selama kurun waktu tahun 2012, adalah sebagai berikut : a) Pembinaan dan Pelayanan Legalitas Usaha dan Perijinan Kegiatan yang dilaksanakan penertiban surat ijin tempat usaha, Surat Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Usaha dan Tanda Daftar Perusahaan (TDU/TDP), Lisensi Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan perijinan lainnya. Pembinaan dan pelayanan perijinan terhadap perusahaan kecil dan mencegah masih belum optimal, hal ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dari pengusaha / masyarakat untuk mengurus perijinan. b) Pembinaan Produk Unggulan Selama kurun waktu tahun 2012 di Kelurahan Cigugur terdapat 4 (empat) perusahaan yang menghasilkan produk unggulan, industri yang ada ini menyerap tenaga kerja 50 (lima puluh) orang. Dalam pembinaan produk unggulan ini lebih diarahkan kepada peningkatan kualitas hasil produksi, hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi persaingan pasar. c) Pemberian Dukungan Modal Usaha Bantuan dukungan modal yang telah diberikan kepada pengusaha kecil dan menengah di Kelurahan Cigugur selama kurun waktu tahun 2012 untuk bantuan pengembangan pengusaha kecil dan menengah lebih banyak diberikan bantuan modal dalam bentuk pinjaman kredit. d. Bidang Sosial dan Budaya 1) Sektor Kependudukan Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2012 komposisi penduduk Kelurahan Cigugur akan disajikan secara terperinci sebagai berikut :4 4 Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2012 dan Rencana Kerja Tahun 2013 Sekertaris Kelurahan Cigugur. 51 a) Berdasarkan Jenis Kelamin 1. Laki-laki : 3.615 orang 2. Perempuan : 3.469orang Jumlah : 7.084orang Jumlah Kepala Keluarga / KK : 2.413 KK 2) Sektor Kesehatan a) Sarana dan Prasarana Kesehatan 1. Rumah Sakit : 1 buah 2. Puskesmas : - buah 3. Balai Pengobatan : 1 buah 4. Apotek / Toko Obat : 1 buah 5. Dokter Praktek : 2 orang 6. Bidan Praktek : 3 orang 7. Perawat : 71 orang b) Penyakit yang menonjol adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). c) Organisasi Penunjang Kesehatan 1. Posyandu, dengan rincian sebagai berikut : Posyandu dengan klasifikasi Pratama 11 buah dan Posyandu dengan klasifikasi Madya 1 buah. 2. Desa / Kelurahan Siaga 3. Bank Darah Desa / Kelurahan 3) Sektor Kesenian dan Kebudayaan a) Jenis Kesenian yang ada di Kelurahan Cigugur beserta tokoh kesenian sebagaimana terlampir. b) Kesenian yang bernuansa Islami di kembangkan oleh ibu – ibu Majelis Ta’lim yang berupa Shalawatan. 4) Sektor Pendidikan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan Cigugur adalah sebagai berikut : 52 Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan Cigugur JUMLAH ORANG / NO. 1. PARAMETER Pendidikan penduduk dengan usia 15 tahun ke atas 2011 2012 - - - - 755 737 703 824 764 1809 Jumlah penduduk tamat D.I 67 67 Jumlah penduduk tamat D. II 50 55 Jumlah penduduk tamat D. III 75 85 Jumlah penduduk tamat S. I 56 60 Jumlah penduduk tamat S. II 25 27 1.153 1.173 - - 1 1 Jumlah SLTA / sederajat 2 2 Jumlah SLTP / Sederajat 3 3 Jumlah SD / Sederajat 3 3 Lembaga Pendidikan Agama 2 2 Penduduk buta huruf Jumlah penduduk tidak tamat SD / sederajat Jumlah penduduk tamat SD / sederajat Jumlah penduduk tamat SLTP / sederajat Jumlah penduduk tamat SLTA / sederajat Wajib Belajar 9 2 tahun dan putus sekolah Jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun / masih sekolah Jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun putus sekolah 3 TAHUN KRITERIA Prasarana Jumlah Perguruan Tinggi / Pendidikan Universitas 53 Pendidikan luar sekolah 1 1 2 2 2 2 Lembaga pendidikan PAUD 3 3 TPA 2 2 Madrasah Diniyah 1 1 Bina Iman Anak (BIA) 1 1 (PLS) / non formal / kejar paket B Lembaga pendidikan lain (kursus / sejenisnya) Lembaga pendidikan taman kanak-kanak (TK) Katholik 5) Sektor Agama dan Kepercayaan a) Sarana keagamaan yang ada di Kelurahan Cigugur berdasarkan data yang ada sampai akhir tahun 2012 sebagai berikut : 1. Mesjid : 6 buah 2. Langgar / Mushola : 14 buah 3. Majelis Ta’lim : 15 buah 4. TPA : 2 buah 5. Pontren : 1 buah 6. Gereja : 3 buah b) Jumlah pemeluk agama sampai dengan akhir tahun 2012 di Kelurahan Cigugur sebagai berikut : 1. Islam : 4.075 orang 2. Protestan : 195 3. Katholik : 2.620 orang 4. Hindu : 6 orang 5. Budha : 12 orang 6. Kepercayaan : 176 orang orang 54 Dalam rangka mengefisienkan kegiatan belajar mengajar di waktu libur diadakan Pesantren Kilat dengan materi Rukun Iman / Islam, tarikh, Puasa, Bersuci, Sholat, membaca Al-Qur’an, Adzan dan lain-lain. 6) Sektor Pemuda dan Olah Raga a) Organisasi Kepemudaan yang ada di Kelurahan Cigugur secara umum diwakili oleh Karang Taruna “Tunas Mandiri”. Disamping itu organisasi kepemudaan lainnya adalah Remaja mesjid / musholla, muda-mudi gereja dll. b) Jenis olah raga yang digemari adalah Tenis Meja, Bola Voli, Sepak Bola, Bulu Tangkis. c) Fasilitas sarana Olahraga yang ada : 1. Lapangan Sepak Bola : 1 buah 2. Lapangan Bola Voli : 7 buah 3. Lapangan Basket : 5 buah 4. Lapangan Bulu Tangkis : 2 buah 5. Tenis Meja : 4 buah B. Pembahasan Perlu kita akui bahwa di muka bumi ini terdapat beragam agama, bahasa, dan budaya yang ketiganya tidak bisa dipisahkan keterkaitannya. Keragaman bahasa dan budaya jelas membuat pelangi dan taman kehidupan menjadi sangat menarik. Namun, sering terdengar orang merasa gelisah dan sulit menerima kenyataan akan keragaman agama. Tidak rela kalau agama yang diyakini oleh pemeluknya sebagai jalan menuju surga itu tersaingi oleh yang lain.5 Namun ada pula mereka yang berpandangan bahwa keragaman ini memang sebetulnya sengaja diciptakan oleh Tuhan agar hidup ini terasa lebih dinamis dan terjadi sikap saling menghormati antar pemeluk agama. Permasalahan perbedaan tidaklah menjadi perdebatan, yang terpenting adalah 5 Komarudin Hidayat, Psikologi Beragama Menjadikan Hidup Lebih Ramah dan Santun, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2010), h. 2 55 bagaimana perbedaan ini bisa dipadukan sehingga menghasilkan sebuah keharmonisan dalam kehidupan beragama menuju persatuan berbangsa dan bernegara. Mayoritas warga Desa Cigugur adalah pemeluk agama Islam. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menjadikan wilayah Desa Cigugur harus mutlak menerapkan ajaran Islam kepada seluruh masyarakatnya. Masing-masing dari setiap pemeluk agama saling terbuka dan menerima keberadaan dari agama lain. Adanya keanekaragaman beragama yang ada di Cigugur, tidak membuat hubungan interaksi antara warga Cigugur menjadi renggang dan kaku, justru hal tersebut membuat keindahan tersendiri yang dapat dilihat didalam pola interaksi bermasyarakat warga Cigugur. Dalam melakukan kegiatan yang bersifat sosial, masyarakat Desa Cigugur tidak memandang adanya kelompok mayoritas ataupun minoritas. Mereka selalu menanamkan rasa persaudaraan yang sangat kuat dan menjunjung tinggi sikap gotong-royong. 1. Pandangan Masyarakat Desa Cigugur Mengenai Kerukunan Antar Umat Beragama a. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Tokoh Sunda Wiwitan Apabila kita berbicara mengenai Sunda Wiwitan tentulah kita bisa sedikit menafsirkan bahwa ini sebuah aliran kepercayaan masyarakat atau dahulu sering disebut dengan aliran kebatinan yang sempat menjadi polemik dalam kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia. Pada mulanya dalam Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2 di Magelang, ketika para tokoh kebatinan mulai melancarkan cita-cita ilmu kebatinan, kritik tajam datang dari kelompok matrealisme dan kiri. Sekarang, kita mengenal bahwa kritik itu datang dari kelompok agama, terutama Islam. Kemudian dengan semakin jelasnya kehadiran kebatinan sebagai kekuatan spiritual baru yang terorganisir, mulailah terjadi keretakan yang sungguh-sungguh, mendirikan sehingga lembaga Departemen PAKEM (Pengawas Agama Aliran merasa perlu Kepercayaan Masyarakat) pada tahun 1954. Selanjutnya pada tahun 1955, organisasi sosial kebatinan dikukuhkan menjadi Badan Kongres Kebatinan Seluruh 56 Indonesia. Badan inilah yang menyelenggarakan pertemuan-pertemuan tahunan. Sesudah tahun 1966 kedudukan kebatinan semakin mantap, dan dalam bentuknya yang terakhir mendapat legitimasi dengan adanya suatu direktorat yang secara khusus ditugaskan dalam pembinaan warga, Direktorat Pembinaan Penghayatan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan adanya badan ini, pemilihan antara agama dan kebatinan atau budaya spiritual, menjadi semakin jelas. Begitupun, keributan masih tetap ada, terutama yang menyangkut soal perkawinan, KTP, dan sebagainya.6 Ketika penulis bertanya mengenai kerukunan agama menurut penganut Sunda Wiwitan beliau mengatakan bahwa sebagai manusia mempunyai rasa cinta kasih dengan sesama. Manusia diciptakan beragam merupakan suatu kodrat dari Sang Maha Pencipta karena setiap bangsa mempunya rupa, bahasa, adat dan kebudayaannya. Nah keadaan seperti ini bukan dibentuk, tetapi suatu yang muncul bersamaan dengan adanya bangsa itu sendiri, karena ini merupakan suatu kodrat pemahaman dan pelestarian.7 Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat di Desa Cigugur sangatlah harmonis meskipun berbeda-beda keyakinan. Hal ini karena masyarakat Desa Cigugur mempunyai landasan filosofis dasar yang sama. Yang pada akhirnya meskipun berbeda-beda dalam hal keyakinan, kita tidak mempermasalahkan perbedaannya itu, tapi bagaimana kita saling pengertian satu sama lain. Agama atau keyakinan yang kita yakini itu harus benar-benar kita pelajari dengan sungguh-sungguh. Dengan kesungguh-sungguhan itu kita akan mengenal aturan, tentunya aturan yang sesuai dengan tuntunan yang diyakininya. Karena dari apa yg kita yakini itu tidak ada yang mengharuskan untuk menghalalkan hal-hal yang tidak sesuai dengan 6 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 28-29 Wawancara dengan Bapak Kento Subarman, di kediamannya, Jalan Raya Cigugur Cipager pada tanggal 3 Juli 2013 7 57 sifat-sifat kemanusiaan. Pasti setiap agama atau keyakinan mengajarkan bagaimana kita saling sayang menyayangi. Kita harus mensyukuri apa yang Tuhan telah berikan. Sifat mensyukuri itu sendiri bukan hanya dengan ucapan, tapi wujud nyatanya bagaimana kita saling berbagi, berbagi rasa, berbagi rizki dan saling tolong menolong, seperti halnya gotong royong. Gotong royong ini tidak melihat latar belakang keyakinan atau suku. Apabila melihat konflik yang dilatar belakangi oleh SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) beliau merasa perihatin, kenapa semua itu bisa terjadi. Karena menurut pandangannya bahwa ketenangan itu hanya akan dapat kita rasakan atau terbangun jika satu sama lain saling menghormati. Dengan kondisi konflik seperti itu baik yang kuat maupun yang lemah tidak akan merasakan kenyamanan. Konflik seperti itu dilatar belakangi oleh pemahaman yang keliru terhadap keyakinan yang mereka percayai. Karena masalah yang sangat sederhana sekali ialah bahwa kita manusia sama-sama memiliki rasa dan bisa merasa. Tapi untuk merasakan terkadang seseorang itu tidak mengindahkan. Sedangkan yang utama selain kita bisa merasa kita juga harus bisa merasakan. Misalkan, apabila kita dicubit orang lain maka kita akan merasa sakit, nah oleh karena itu kita tidak boleh mencubit orang lain, imbuh beiau. Selain itu juga ada yang namanya fanatisme berlebihan. Seseorang merasa bahwa agamanya lah yang paling baik dan agamanya lah yang satu-satunya agama Tuhan. Ia beranggapan bahwa “saya ini seorang pembela Tuhan, karna agama saya ini agama tuhan makanya saya membela tuhan”. Tapi jika berbicara membela Tuhan, sebetulnya kita sudah merendahkan Tuhan, Tuhan itu kita akui maha besar, maha segalanya, mengapa kita yang lemah itu harus membelanya. Membela Tuhan itu bukan dengan otot, tapi menjunjung tinggi nama baik Tuhan. Tuhan mengharapkan kita sebagai mahluk ciptaannya agar bisa bersikap, berprilaku dan berinteraksi dengan baik kepada sesama ciptaannya. 58 Disinilah kita kembali kepada pemahaman yang terkadang akhirnya salah memaknai, sedangkan jika kita cermati atau kita maknai dari sebuah konflik, sebagian pihak yang teraniaya itu sama-sama ciptaan tuhan. Dengan kondisi seperti ini apakah Tuhan tidak sakit atau tidakmarahketika melihat sesama ciptaannya saling bermusuhan?, mislkan contoh seperti ini, coba kita tanyakan kepada orang tua kita jika melihat anak-anaknya bertengkar. Pasti mereka akan merasa sedih dan prihatin ketika melihat anak-anaknya tidak rukun. Akan tetapi orang tua akan merasa bangga dan terhormat jika anak-anaknya saling rukun dan damai. Begitulah analogi sederhananya, Orang tua kita anggap sebagai Tuhan dan anak-anaknya sebagai ciptaan Tuhan. Tuhan tidak menghendaki ciptaannya saling membunuh atau berkonflik. Setiap agama itu sama, yaitu sama-sama mengharapkan penganutnya menjadi manusia yang baik. Tapi agama itu berbeda jika kita lihat dari metode peribadatan atau akidah. Menurut ajaran yang beliau yakini, untuk melaksanakan kehidupansebagai insan yang berketuhanan, kita harus kembali kepada tiga aspek yang harus dilakukan, yaitu aspek teologis, aspek sosial dan aspek kultural.Secara aspek teologis bahwa kita harus kembali sesuai dengan apa yang kita yakini. Kemudian aspek sosial, bahwa manusia hidup bermasyarakat satu samalain saling membutuhkan, untuk tidak terjadi pertentangan, maka kita harus satu pemersatu yaitu kembali kepada sifat kemanusian itu sendiri. Maka dengan ini sikap saling hormat menghormati akan muncul secara sendirinya. Yang terakhir aspek kultural, kita harus menyadari bahwa tiap-tiap daerah mempunyai kebiasaan atau kehidupan yang berbeda. Beliau selalu menekankan kepada anaknya untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimanapun kita berada, mengajarkan kebaikan dan selalu mengkontrol ucapan dan tingkah laku kita. Sikap seperti ini akan mengantarkan kepada kehidupan yang damai, 59 aman dan rukun. Kemudian beliau berharap kerukunan yang telah terjalin sekian lama di Desa Cigugur ini harus tetap kita jaga dan pertahankan. b. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Tokoh Islam Konsep kerukunan umat beragama dalam ajaran agama Islam menurutnya, yaitu hidup saling bersama-sama, saling menjalankan ibadahnya sendiri-sendiri tanpa memaksakan pola agama tertentu. Lakum Dinukum Waliyadin “Untukmu agamamu, dan untukulah agamaku” artinya kita tidak mengusik agama mereka dan mereka tidak mengusik agama kita, entah itu minoritas maupun, mayoritas. Dalam konteks Indonesia untuk konsep ini sangat bisa sekali diterapkan karena Ajaran Islam sendiri sangat menghargai perbedaan. Toleransi menurut pandangan beliau adalah bagaimana mensosialisasikan perbedaan-perbedaan disetiap agama yang kita yakini.8 Dengan mensosialisasikan perbedaan-perbedaan itu maka orang lain diluar agama kita akan mengetahui batasan-batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap diri kita. Dengan ini munculah suatu keterbukaan diantara pemeluk agama yang kemudian sikap saling menghormati dan menghargai akan terjadi sehingga kerukunan antar pemeluk agama itu benar-benar terwujud. c. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Tokoh Kristen Beliau mengatakan bahwa keyakinan dan ketaatan seseorang terhadap keyakinanya itu apabila dijalankan dengan benar maka akan mendatangkan keserasian ketika berhubungan dengan orang lain. Kita harus menyadari bahwa perbedaan keyakinan ini janganlah dijadikan suatu penghalang untuk kita bisa hidup rukun dan berdampingan.9 Mengenai Konsep kerukunan antara Umat beragama dalampandangan Kristen, dalam Alkitab sndiri pada intinya adalah menjalankan kasih yang diajarkan Jesus atau Isa Almasih. Menurutnya kasih itu adalah kerendahan hati, kedamaian, kebaikan, dan kesetiaan. 8 9 Wawancara dengan Bapak Aang , di Masjid, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013 Wawancara dengan Ibu Uum, di kediamannya, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013 60 Konsep ini tentunya bisa diterapkan di Indonesia. Karena Kasih yang dimaksud adalah bagaimana kita kasih kepada Tuhan Allah dengan segenap jiwa, dan kekuatan akal, dan kasihilah sesama manusia, itulah hukum kasih. Kelebihan dari konsep ini yaitu kerendahan hati, hal ini mencakup keseluruhan. Menurutnya dalam konsep ini tidak ada kelemahan, itu tergantung bagaimana manusia memahami dan menjalankannya. Dari pengalaman sehari-hari tersebut, beliau menganggap bahwa kerukunan bukanlah suatu proses yang datang dari suatu aturan yang “dipaksakan” tetapi terjadi melalui suatu proses yang berlangsung secara alamiah. Hal ini mungkin tercipta ketika ada saling menerima di dalamnya. Itu berarti yang utama untuk diwujudkan adalah biarkan masyarakat berinteraksi secara wajar dan alamiah tanpa “diintervensi” apalagi “diintimidasi” oleh aturan-aturan ataupun pembatasan- pembatasan yang bersifat diskrimitatif. Menurut beliau, hal itu mungkin untuk dicapai ketika orang menghayati agama sebagai sebuah relasi yang eksistensial dengan yang illahi, dan bukan sekedar rumusan dogma ataupun sistem ritual. Artinya: agama adalah masalah bagaimana seseorang menghayati “adanya” Sang Illahi, dan “kehendakNya” di dalam hidup manusia sehari-hari. Dogma, Kitab Suci, ritual, bukanlah hakekat agama itu sendiri; tetapi cara orang merayakan kehadiran dan pertemuannya dengan Sang Illahi yang pada gilirannya akan memberi arah dan makna bagi hidup sehari-harinya. Dengan pemaknaan seperti ini kata beliau, orang tidak persoalan hidup keagamaan tidak akan dipahami secara dangkal. Misal: orang Kristen tidak akan kehilangan kekristenannya hanya karena bergaul dengan umat Islam atau pun yang lainnya. Demikian pula sebaliknya, umat Islam tidak perlu takut kehilangan keislamannya hanya karena bersalaman ataupun mengucapkan selamat Natal kepada rekannya yang merayakannya. Penghayatan agama yang semacam ini akan menempatkan agama pada tatarannya yang mulia, karena agama membuat kebaikan Sang Illahi 61 diwujudkan melalui relasi yang baik antar manusia. Sebaliknya, ketika agama membuat relasi antar manusia menjadi rusak, bukan hanya agama ditempatkan pada posisi yang “rendah”, tetapi membuat “kasih” dan “kebaikan” Sang Illahi menjadi tidak nampak dan terasa dalam hidup sehari-hari. Agama menurutnya, bukanlah realitas yang terpisah dari hidup sehari-hari penganutnya, melainkan justru memberi arah dan makna pada apa yang manusia lakukan dalam hidup sehari-harinya. Dalam ajaran beliau, pada prinsipnya tentang kerukunan Umat Beragama, “Kami meyakini apa yang kami Imani dan kami tidak menghakimi apa yang mereka Imani”. Artinya menjalankan apa yang kami yakini, dan mereka menjalankan apa yang diyakini mereka, tanpa harus mengganggu atau menghakimi ajaran mereka. Tentunya konsep ini bisa diterapkan di Indonesia karena konsep dasar agama kami menganai keimanan berbicara relasi dengan Tuhan, jadi ketika kita kasih kepada Tuhan, maka kasih itu diwujudkan dalam hubungan dengan mansuia pada umumnya, tanpa membedakan darimana dia berasal. 2. Pola Kerukunan Umat Beragama di Desa Cigugur Kondisi aktual dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa Cigugur terlihat pada semua suasana kehidupan sosial sehari-harinya. Mereka hidup rukun berdampingan satu dengan yang lainnya walaupun mereka berbeda agama. Dalam kaitannya dengan pola kerukunan umat beragama, masyarakat desa Cigugur secara umum mempunyai pola kerukunan yang sangat dinamik. Hal ini terlihat dari pola hubungan sosial keagamaan, pola hubungan sosial kemasyarakatan dan pola hubungan sosial adat kawin campur, yang mana hal-hal tersebut akan menjelaskan bagaimana pola kerukunan umat beragama yang terjadi di desa Cigugur. a. Pola Hubungan Sosial Keagamaan Masing-masing umat beragama yang ada di desa Cigugur menjalankan ajaran agama yang mana telah digariskan oleh agamanya masing-masing, baik ajaran ajaran ritual perorangan, kelompok, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pola sosial keagamaan yang secara nyata 62 membentuk interaksi sosial yang harmonis serta komunikasi sosial selalu terjadi antara pemeluk agama yang berbeda. Masyarakat desa Cigugur memandang bahwa perbedaan faham keagamaan adalah urusan individu dengan Tuhan. Keyakinan yang mereka pegang dan masalah keimanan tidak bisa dilihat oleh orang lain. Kebebasan dalam hal memeluk agama sangat dijunjung tinggi, serta perbedaan agama tidak menjadi jurang pemisah yang suram bagi mereka dalam berinteraksi antar pemeluk agama yang berbeda. Seperti halnya keluarga Bapak Kento, yang mana beliau memiliki anggota keluarga yang berbeda agama. Bapak Kento dan Istrinya menganut agama/aliran Sunda Wiwitan,anak laki-lakinya menganut agama Kristen, dan anak perempuannya menganut agama/aliran Sunda Wiwitan kemudian ia menikah dengan laki-laki yang beragama katolik dan pada akhirnya ia mengikitu suaminya memeluk agama Kristen. Dalam keluarga ini tercipta hubungan yang harmonis, mereka menganggap perbedaan agama dalam keluarga itu adalah sesuatu hal yang wajar, karena bagi mereka kebebasan agama dan keyakinan terhadap suatu agama tidak bisa dipaksakan. 10 Dari contoh di atas jelas bahwa perbedaan agama dalam keluarga tidaklah menjadi api permusuhan, tetapi mereka menyadari betul perbedaan itu harus dibina dan tidak saling mengganggu dalam beribadah. Secara formal pola hubungan sosial keagamaan ini terlihat dengan adanya suatu bentuk dialog antar pemuka agama ditingkat desa seperti MUI dengan Majelis Gereja, yang mana mereka mengakomodir segala bentuk permasalahan yang berkembang di masyarakat, terlebih lagi mereka membina pemeluk agamanya masing-masing.11 Dari penemuan penulis di lapangan, adanya hubungan dan kerjasama sosial keagamaan di masyarakat desa Cigugur dapat dilihat dalam kehidupan sehari-harinya dalam pembentukan nilai-nilai sosial 10 Wawancara dengan Bapak Kento Subarman, di kediamannya, Jalan Raya Cigugur Cipager pada tanggal 3 Juli 2013 11 Ibid 63 yang harmonis. Hal ini bisa terlihat ketika salah satu agama sedang merayakan hari-hari besar keagamaan atau salah seorang sedang menyelenggarakan syukuran yang bersifat ritual keagamaan. Dalam hal ini mereka turut memeriahkan dan berpartisipasi dalam acara yang sedang dilangsungkan salah satu pemeluk agama manapun tanpa membeda-bedakan agama yang mereka yakini. Contoh sederhana, ketika umat islam sedang merayakan hari Idul Fitri, tradisi umat islam selalu menyajikan beraneka ragam makanan dan mereka membagi-bagikannya kepada siapapun kerabat terdekat mereka khususnya tetangga tanpa membedakan agama apa yang mereka yakini. Begitupun sebaliknya, ketika umat Kristen dan aliran Sunda Wiwitan sedang merayakan harihari besar keagamaan, sikap orang Islam menghormati apa yang sedang dirayakan oleh masyarakat penganut agama lain. 12 Pola hubungan sosial keagamaan yang terjadi di desa Cigugur juga dapat kita lihat dari berbagai fenomena yang berkembang di masyarakat seperti halnya upacara kematian dan upacara-upacara keagamaan yang bersifat privat. Dalam hal upacara kematian, tradisi masyarakat desa Cigugur selalu memberikan bantuan ketika mereka sedang berta’jiah atau dalam bahasa sunda “nyolawat”. Bantuan itu bisa berupa beras, uang dan kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. 13 Keadaan tersebut menunjukan bahwa kebersamaan masyarakat dalam hal perbedaan agama tidak menjadi faktor penghambat, justru malah menjadi faktor perekat sosial yang kuat antar umat beragama demi terciptanya kerukunan. b. Pola Hubungan Sosial Kemasyarakatan Masyarakat desa Cigugur merupakan tipe masyarakat yang berbentuk paguyuban, dimana bentuk kehidupan bersama yang anggotaanggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dalam masyarakat desa Cigugur bentuk paguyuban 12 Wawancara dengan Bapak Didi, di kediamannya, Jalan Raya Cigugur-Cipager, tanggal 2 Juli 2013 13 Wawancara dengan Ibu Uum, di kediamannya, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013 64 biasanya dilihat dari sistem kekerabatan, keluarga dan pola pemukiman yang berdelatan. Pola sosial kemasyarakatan yang berkembang di diesa Cigugur secara nyata telah menunjukan pada kehidupan sosial yang integrasi atau kerukunan. Hal ini dibuktikan bahwa selama masyarakat setempat tinggal ditempat itu belum pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh agama, bahkan mereka hidup rukun dan damai saling menghormati satu sama lain walaupun keyakinan mereka berbeda-beda. Kehidupan yang kian terjaga tercipta karena adanya keterkaitan antara norma yang menjadi acuan masyarakat dengan nilai-nilai agama maupun nilai adat atau kebudayaan yang kemudian menjelma dalam sikap dan cara kehidupan sehari-hari. Potensi kerukuna yang ada di masyarakat secara jelas bisa dilihat dalam berbagai upacara tradisional. Hal ini memperlihatkan adanya potensi lokal atau pengetahuan asli masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan hidup. Dalam tradisi orang sunda memiliki kebiasaan dalam hal kehidupan perorangan maupun kelompok yang mendekatkan tali persaudaraan yang kuat, seperti tradisi selametan, tradisi ini memiliki nilai spiritual dan sosial yang tinggi. Selametan dalam tradisi orang sunda perlu dilihat dari aspek waktu biasanya dilakukan pada hari yang bagus secara agama semisal malam Jum’at. Partisipasi orang-orang terdekat seperti tetangga dan saudara satu keturunan menjadi lebih terlihat, dalam selametan orang-orang yang datangpun tidak membedakan dari segi etnis dan agama, acara ini biasanya ditunjukan kepada kaum laki-laki. Upacara selametan ini dilakukan berkaitan dengan niat tuan rumah untuk bernagi kebahagiaan atau memohon do’a sesuatu. Contoh yang paling lumrah adalah ketika seorang anaknya dikhitan, orang tua sang anak akan mengadakan selametan untuk meminta do’a restu kepada tetangga atau keluarganya sendiri. Tradisi upacara selametan, ada nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang menuju pada kerukunan. Upacara selametan tersebut bisa menjadi 65 mediator atau penghubung bagi masyarakat yang sedang berselisih. Karena mau tidak mau masyarakat yang diundang oleh tuan rumah apalagi yang berdekatan harus menghadiri acara tersebut. Acara selametan ini juga ada kaitannya dengan status sosial, karena dalam acara selametan tidak membedakan pekerjaan, pendidikan, agama bahkan latar belakang kebudayaan sesorang. Bahkan acara selametan ini merupakan suatu momentum membagi kebahagian tuan rumah dengan para tetangga atau kerabatnya yang katakanlah orang kurang punya. Dan disinilah proses tidak membedakan status sosial seseorang itu terjadi. Masyarakat desa Cigugur dalam kehidupan ekonominya pun memiliki potensi kemasyarakatan yang tetap menjaga pola-pola kerukunan umat beragama. Hal ini terlihat bahwa mayoritas masyarakat desa Cigugur berprofesi sebagai petani. Profesi yang mereka geluti ternyata mempunya nilai lebih, tidak hanya sebagai petani tetapi mereka saling bekerja sama dan tolong menolong. Para petani yang beragama islam bekerja kepada pemilik tanah yang beraliran Sunda Wiwitan atau yang beragama kristen dan sebalinya petani yang beragama kristen atau beraliran sunda wiwitan bekerja kepada pemilik tanah yang beragama islam. Dengan demikian sikap saling bekerja sama dan tolong menolong tidak dapat diragukan lagi kehadirannya di tengah-tengah masyarakat desa Cigugur. Dalam bentuk kerukunan bertetangga antara pemeluk agama, tercermin oleh tempat tinggal mereka yang berdekatan dan bercampur baur antara penduduk muslim, kristen dan sunda wiwitan. Dari segi bertetangga ini mereka selalu mencerminkan hubungan yang baik dan sikap persahabatan. Hal ini tidak lepas dari peranan seorang tokoh-tokoh agama ataupun masyarakat, yang mana mereka selalu memberikan contoh yang baik sehingga menciptakan kehidupan masyarakat dan bertetangga yang harmonis. Masyarakat desa Cigugur mempunyai solidaritas yang tinggi, baik itu dari segi sosial kemasyarakatan maupun keagamaan. Solidaritas ini 66 dibangun dengan sikap dan interaksi yang baik antara mereka. Misalkan diadakan kerja bakti, semua masyarakat yang berbeda-beda dalam keyakinan itu turut berpartisipasi dalam kerja bakti tersebut. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Cgugur a. Ikatan Kekeluargaan Dari hasil temuan dilapangan dapat dikatakan bahwa faktor kekeluargaan ini cukup baik dimasyarakat desa Cigugur. Dalam hal kehidupan sosial nampaknya ikatan kekeluargaan menjadi faktor penting, ini terlihat dari interaksi dengan adanya kerjasama saling membantu dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan yang ada memiliki hubungan yang saling berikatan satu sama lain. Dalam keluarga besar terlihat bahwa terjadi suatu perbedaan dalam segi keyakinan.14 Dengan adanya perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut maka tidak bisa dipungkiri bahwa akan muncul suatu konflik. Tetapi konflik-konflik yang dilatar belakangi oleh perbedaan keyakinan ini bisa diredam bahkan tidak bisa terjadi karena adanya faktor ikatan kekeluargaan ini. Misalkan dalam sutu keluarga besar terdapat angota-anggota keluarga yang memiliki perbedaan keyakinan, ketika mereka hendak berkonflik yang dilatarbelakangi oleh keyakinan beragama, mereka berfikir bahwa semua ini tidak ada gunanya karena kita berada dalam satu rumpun keluarga yang katakanlah satu Nenek atau satu Kakek.15 Dengan demikian terlihat bahwa ikatan kekeluargaan ini memiliki faktor penting yang mempengaruhi kerukunan antar umat beragama di Desa Cigugur. b. Saling Menghormati dan Menghargai Antar Umat Beragama Untuk mengembangkan kehidupan beragama, diperlukan suasana yang tertib, aman dan rukun. Kekhusuan beribadat tidak mungkin terwujud dalam suasana yang tidak aman. Disinal letak pentingnya kerukunan, ketertiban dan keamanan dalam kehidupan beragama 14 15 Wawancara dengan Bapak Aang , di Masjid, desa Cipager, tanggal 1 Juli 2013 Ibid 67 Masyarakat desa Cigugur menciptakan suasana yang tertib, aman dan rukun dalam kehidupan beragama. Masyarakat selalu memupuk sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama yang berbeda. Hal ini terlihat dari berbagai sikap atau prilaku yang mereka tanamkan seperti mengembangkan perbuatan-perbuatan terpuji yang mencerminkan sikap saling menghormati dan menghargai diantara sesama pemeluk agama. Mereka tidaklah memaksakan suatu agama kepada orang lain, hal ini disebabkan karena keyakinan beragama merupakan masalah pribadi yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan yang mereka yakini.16 Dengan prilaku tersebut, kehidupan beragama yang tertib, aman dan rukun akan tercapai. Sikap egois pada dasarnya merupakan penyakit manusia yang senantiasa mementingkan dirinya sendiri dan menempatkan dirinya pada kedudukan yang paling tinggi dengan tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Sikap selalu menganggap dirinya sebagai yang terhebat, terpandai, terpenting, terpercaya atau paling berpengaruh merupakan sikap egois yang perlu dihindari. Sikap egois seperti ini dapat menimbulkan kebencian orang lain sehingga suasana kerukunan dalam kehidupan akan hilang. 17 Dengan selalu menanamkan sikap saling menghormati dan menghargai ini, kerukunan dan kedamaian atau keharmonisan antar pemeluk agama di masyarakat desa Cigugur terjalin begitu baik. c. Gotong Royong Manusia adalah mahluk sosial yang tidak akan lepas dari ketergantungan kepada orang lain. Sejak lahir manusia memerlukan bantuan dan membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Karena kondisi seperti itulah manusia harus melatih diri sejak dini untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan. Sejak lama bangsa Indonesia selalu 16 Wawancara dengan Rama Anom, di gedung Paseban Tri Panca Tunggal, tanggal 4 Juli 17 Ibid 2014 68 menggunakan azas gotong royong yang bersifat kekeluargaan dalam setiap pekerjaan. Founding Father bangsa kita yaitu Bung Karno pernah berkata “apabila Pancasila ini saya peras menjadi satu maka akan saya peras, yaitu gotong royong”. Disini terlihat bahwa gotong royong ini merupakan ciri khas budaya indonesia yang memang sejak dulu sudah ada dan perlu kita pertahankan karena dampak dari gotong royong ini sangat luar biasa. Gotong royong mengandung arti bahwa suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut batasan kemampuannya masing-masing. Misalkan memperbaiki rumah, apabila ada salah satu warga yang sedang merenovasi, maka masyarakat setempat akan berbondong-bondong untuk membantu sesuai dengan kemampuan mereka tanpa melihat perbedaan agama dan budaya.18 Masyarakat desa Cigugur secara umum masih memegang teguh nilai-nilai dan adat istiadat nenek moyang secara utuh. Seperti halnya gotong royong, masyarakat desa Cigugur selalu mengerjakan semua hal dalam bentuk kerjasama baik yang bersifat pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Prinsip hidup seperti inilah yang terlihat di masyarakat desa Cigugur. Yang mana gotong royong menjadi suatu tradisi masyarakat setempat dan merupakan suatu elemen yang berkembang selama puluhan tahun lamanya. Gotong royong inilah yang merupakan salah satu faktor pendorong terwujudnya suasana yang harmonis di masyarakat desa Cigugur. 4. Potensi Konflik Antar Umat Beragama di Desa Cigugur Kehidupan Masyarakat Cigugur yang terdapat di wilayah Kabupaten Kuningan menurut beberapa kalangan memiliki keunikan tertentu. Hal yang menjadi ciri keunikan itu diantaranya adalah berkembangnya kehidupan masyarakat etnik Sunda yang menganut berbagai keyakinan baik agama 18 Wawancara dengan Bapak Nana, di lokasi Renovasi salah satu rumah warga Cipager, tanggal 2 Juli 2013 69 “umum continental” atau “agama semit” seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha dan Hindu serta keyakinan sistem kepercayaan adat atau “agama lokal” atau penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keanekaragaman keyakinan ini sebagai ciri juga berkembangnya kehidupan masyarakat yang pluralis. Keberagaman seperti itu jika terjaga dengan baik akan tampak seperti mozaik yang indah, tetapi jika sebaliknya maka segala bentuk perbedaan yang ada akan menjadi senjata yang bisa memecah belah persatuan yang terjalin antar umat beragama di desa cigugur. Desa Cigugur dengan komunitas keagamaannya yang cukup beragam. Keragaman dalam bidang keagamaan merupakan suatu hal yang potensial untuk terjadinya konflik. Namun di daerah tersebut tidak cukup nampak adanya konflik antarumat berbeda agama. Apakah konflik tersebut memang tidak ada, ataukah tidak muncul kepermukaan? Setiap individu atau kelompok dalam suatu masyarakat digerakan dan dirangsang oleh apa yang menjadi kepentingan mereka. Dalam memenuhi setiap kepentingan baik individu maupun kelompok dapat melahirkan dua kemungkinan, yakni adanya kerja sama antar individu maupun antar kelompok dan adanya persaingan dalam memenuhi kepentingan mereka masing-masing. Menurut Pareto (dalam Veerger, I986:80), "kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan sendiri sering melahirkan prilaku yang khas". Persaingan yang didasarkan atas ego (baik ego pribadi atau kelompok), keserakahan, ambisi, haus akan kekuasaaan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan pertentangan baik antar individu maupun kelompok. Pertentangan antar individu maupun kelompok merupakan suatu potensi bagi tercetusnya suatu konflik.19 Sikap individu maupun kelompok dalam komunikasi antarumat berbeda agama di wilayah desa Cigugur menunjukan adanya sikap saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Hal tersebut tampak 19 Abdullah Syamsudin, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agma, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 35 70 dalam kebersamaan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun demikian sikap kehatihatian diantara kelompok keagamaan telah berkembang diantara mereka. Kecemasan akan adanya penguasaan suatu kelompok keagamaan terhadap kelompok keagamaan lainnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan menyebabkan timbulnya prasangka sosial antar kelompok keagamaan. Dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan guna memenuhi keinginannya, individu selalu berupaya untuk mengembangkan sikapsikapnya. Pengembangan sikap tersebut menuju kearah yang menguntungkan individu atau kelompok yang bersangkutan terhadap suatu yang dapat memenuhi keinginannya, sebagaimana dikemukakan Krechetal, (1962:l8l), "sikap berkembang dalam proses pemuasan keinginan". Sikap individu ataupun kelompok keagamaan tentang kerukunan hidup antarumat berbeda agama akan terpaut dengan pengertian. "Adanya kebebasanm menjalankan syariat agama, saling menghormati antar pemeluk agama, saling percaya-mempercayai, dan adanya kerja sama antar umat berbeda agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan” (Shihab, 1996:11).20 Secara umum di desa cigugur hubungan antar umat berbeda agama nampak baik, terutama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Namun dalam hal itu, tidak berarti tidak ada masalah sama sekali dalam hubungan antar umat berbeda agama. Melalui komunikasi antar pribadi berbagai masalah antar umat berbeda agama yang muncul dapat segera diredam sebelum memberikan dampak negatif yang merusak sendi-sendi kerukunan antar umat berbeda agama. Dalam hal demikian sikap kemampuan mengendalikan diri, menegakan moral agama sebagai landasan berpijak dalam kehidupan beragama, menumbuhkan sikap toleransi keagamaan, menumbuhkan sikap tanggung jawab bersama tentang pentingnya kerukunan hidup beragama merupakan suatu hal yang harus diperhatikan oleh masing-masing kelompok. 20 Garna Judistira, Ilmu-ilmu Sosial: Dasar-Konsep-Posisi, (Bandung: Pasca Sarjana UNPAD, 1996), h. 71 Meskipun perbedaan agama merupakan titik rawan dan hal yang cukup potensial bagi terjadinya konflik, namun selagi kerjasama antar umat berbeda agama tersebut tetap terpelihara, dan para anggotanya merasa kebutuhannya terpenuhi, serta merasa diperlakukan secara adil tanpa mendapat perlakuan yang berbeda dalam kerja sama tersebut, dan setiap para anggotanya konsensus untuk tetap mematuhi nilai dan norma yang disepakati bersama maka kerukunan hidup antar umat berbeda agama akan tetap terpelihara dan konflik antar umat berbeda agama tidak akan pernah terjadi. Sebagaimana dikemukakann Newcomb (I985:297), "Sejauh anggotaanggota suatu kelompok mempunyai sikap yang sama terhadap suatu obyek, para anggotanya akan berkonsensus mengenai sikap yang bersangkutan". Karenanya untuk dapat mewujudkan kerja sama antar kelompok keagamaan dalam bidang sosial kemasyarakatan dan ekonomi pedesaan serta konsensus terhadap nilai dan norma yang disepakati bersama, masing-masing individu dalam kelompok yang bersangkutan harus tetap memiliki sikap kemampuan mengendalikan diri, menegakan moral agama sebagai landasan berpijak dalam kehidupan beragama, toleransi keagamaan, dan sikap tanggung jawab bersama tentang pentingnya kerukunan hidup beragama. Prasangka sosial merupakan sumber potensial bagi perpecahan/disintegrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik. Dalam hubungannya dengan kehidupan beragama di wilayah desa cigugur, prasangka sosial antar umat berbeda agama terjadi karena kurangnya informasi individu ataupun kelompok dalam memahami berbagai peristiwa keagamaan yang terjadi di wilayahnya. Berdasarkan temuan penelitian, kecurigaan-kecurigaan antar kelompok agama memang tetap terjadi, namun melalu sikap yang arif, kecurigaan-kecurigaan antar kelompok keagamaan yang muncul tidak menjadikan munculnya konflik, tetapi sebaliknya lebih membuat masingmasing kelompok keagamaan untuk tetap mawas diri dengan meningkatkan sikap saling mempercayai antar kelompok keagamaan, sebab pada dasarnya 72 setiap kelompok keagaman menginginkan hidup rukun dan damai berdampingan dengan kelompok keagamaan yang lain dalam tatanan hidup bermasyarakat. Kondisi demikian menunjukan bahwa hubungan antar kelompok keagamaan di desa cigugur berada dalam posisi yang rawan akan terjadinya konflik antar umat beragama. Disini, peran tokoh agama sangat signifikan dalam mengarahkan keberagamaan umat. Tokoh agama memerankan fungsi agama sebagai kemaslahatan manusia. Mereka mengembangkan interpretasi (tafsir) yang memiliki semangat perdamaian dan kerukunan antar umat beragama dan mencerahkan keberagamaan umat. Sehingga ajaran agama-agama terutama masalah ketuhanan menjadi fungsional, bahkan mampu menciptakan kedamaian, keadilan, toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya dalam kehidupan bermasyarakatan dan berbangsa. Dari berbagai temuan dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor atau potensi terjadinya konflik, yaitu: a. Hubungan antar umat berbeda agama di desa cigugur memiliki potensi yang cukup kuat untuk terjadinya konflik antar kelompok keagamaan. Melalu pengembangan sikap saling menghargai, pengendalian diri, tolong menolong, kebersamaan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan melalui kerjasama yang saling menguntungkan, potensi konflik antar kelompok keagamaan dapat diminimalisasi, sehingga konflik secara terbuka antar umat berbeda agama di desa cigugur dapat dihindarkan. b. Prasangka sosial yang berkembang diantar kelompok keagamaan terjadi karena adanya suatu kekhawatiran penguasaan suatu kelompok keagamaan terhadap kelompok keagamaan lainnya melalui: 1) Penguasaan lahan-lahan yang dipandang strategis 2) Pengembangan sarana-sarana peribadatan 3) Pengembangan pendidikan berlatar belakang keagamaan 4) Penguasaan sektor ekonomi 5) Penguasaan posisi dan jabatan tertentu di masyarakat 6) Perpindahan agama 73 c. Didalam masyarakat cigugur terdapat suatu nilai budaya yang mengatur tata hubungan antar anggota masyarakatnya yang telah tertanam secara turun temurun, yakni silih asih silih asuh silih wangian. Dalam memahami perbedaan agama, masyarakat cigugur lebih mengembangkan suatu prinsip perlu adanya sepengertian meskipun tidak harus sepemahaman. Melalu intensitas komunikasi yang semakin meningkat diantara kelompok keagamaan lebih mengokohkan penerimaan mereka terhadap nilai dan norma yang disepakati bersama, sehingga kerukunan hidup antar umat berbeda agama terwujud. Dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pemicu konflik, maka masing-masing penganut agama akan berupaya sekuat tenaga menghindarinya sehingga mencegah sedini mungkin terjadinya konflik tersebut. Tindakan ini disebut dengan pencegahan konflik. Namun apabila terlanjur terjadi konflik, harus diakhiri perilaku kekerasan dan anarkis di dalamnya melalui persetujuan perdamain. Ini disebut penyelesaian konflik. Ada juga yang dinamakan dengan pengelolaan konflik, yaitu membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perilaku perubahan yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat. Kemudian ada lagi resolusi konflik, yaitu menangani sebab-sebab konflik diantara kelompok-kelompok yang bertikai dan berusaha membangun hubungan baru dan bertahan lama. Lalu yang terakhir adalah transformasi konflik, yaitu mengatasi sumber-sumber konflik yang lebih luas dan berusaha merubahnya ke arah positif. Konsepsi adat yang ada dalam sistem nilai masyarakat Cigugur untuk terus menjaga tatanan sosial dan sistem keyakinan yang multi religi itu ditekankan oleh sesepuh masyarakat adat Ciigugur (P.Djatikusumah, cucu dari Pangeran Sadewa Alibasa Kusumawijayaningrat atau “Madrais”) berupa konsepsi nilai “pentingnya menekankan kesamaan “pengertian” dalam kehidupan sosial dan budaya daripada “perbedaan” yang mengarah pada potensi pertentangan dan konflik sosial budaya”. Hal lain juga yang berkaitan dengan pembentukan “nation character” adalah perlunya masyarakat Indonesia (dan masyarakat adat khsususnya) untuk memperjuangkan hak budaya dan kebangsaannya (kesukubangsaannya) yang bersifat universal dan kodrati dalam persepsi konsepsi “tanah adegan”. 5. Analisa Hasil Penelitian Sebagaimana dinyatakan dalam pokok-pokok pikiran tentang penelitian Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (KTYME) dalam 74 berbagai sistem Budaya Masyarakat di Indonesia, telah disepakati bahwa arah yang dituju pembangunan itu adalah sebagai berikut: “Membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Acuan normatik terhadap arah pembangunan seperti tersebut di atas, menetapkan cita-cita sosial yang hendak dituju oleh program-program pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari kerangka budaya bangsa Indonesia, yang selama ini menempatkan Tuhan Yang Maha Esa atau nilai-nilai Ketuhanan sebagai masalah yang sentral. Konsep Ketuhanan manusia Indonesia adalah sosok makhluk Tuhan yang selalu berinteraksi dengan alam Indonesia, budaya Indonesia dan nilai-nilai kemanusiaan yang hidup di Indonesia”.21 Keberadaan masyarakat Jawa Barat yang heterogen memunculkan berbagai dinamika dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat. Isu sara atau permasalahan keagamaan seringkali muncul dalam permukaan. Tidak hanya masalah internal agama, tetapi masalah antar umat beragama lainnya. Hal ini seringkali memunculkan ketidak harmonisan dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat, bahkan diskrimnasi di sebagaian pihakpun seringkali terjadi. Berbicara tentang masalah keagamaan terkadang menjadi hal yang sangat rumit untuk diselesaikan, Implikasi dogma-dogma dalam kitab-kitab suci dan penafsiran dari masing-masing melahirkan nilai tersendiri dalam pola kehidupan, ketika nilai-nilai yang diaanggap baik disatu pihak, tetapi dipihak lain berbenturan dan dianggap menyimpang. Timbulah berbagai permaslahan dan gejolak dalam msayarakat tersebut, akibatnya perselisihan yang begitu rumit yang berjung pada alienasi dilain pihak. Dalam konteks ini, tentunya harus ada semangat toleransi sebagai tali pengikat yang mempererat keharmonisan hidup bersama dalam perbedaan. Konflik Agama menjadi rumit diselesaikan karerna wujudnya Imateril dan seringkali tidak rasional. Disatu sisi pemerintah sebagai pemimpin yang mengayomi, dalam hal ini kementerian agama seringkali tidak mampu 21 Sudjangi dan Harisun Arsyad, Ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam Berbagai Sistem Sosial Budaya Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI BALITBANG Agama, 1992-1993), h. 21 75 membuat keputusan yang mmembuat kedua belah pihak yang berkonflik menjadi harmonis, justru sebaliknya. Tidak semua masyarakat Jawa Barat berada dalam gejolak sosial (konflik) berakibat pada ketidak harmonisan masyarakatnya. Karena konteks masyarakat yang mendiami Jawa Barat berbagai corak dan beragam bentuk masyarakatmya dari setiap wilayah, ragam agama, budaya, etnis dan suku bangsa, maupun tingkat pendidikan masyarakatnya. Salah satu daerah yang sekarang ini yang berada di Jawa Barat saat ini yaitu Desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Dekade terakhir ini wilayah Desa Cigugur tidak begitu muncul di media isu-isu konflik keagamaan yang menyebabkan ketidakharmonisan masyaraktanya. Dalam konteks ini, berdasarkan galian informasi yang telah diuraikan di atas menunjukan keharmonisan masyakat Desa Cigugur. Padahal di Desa Cigugur terdapat berbagai ragam agama dan suku bangsa yang yang mendiami wilayah itu. Hal ini perlu dilahat bagaimana pola interaksinya yang tidak hanya melibatkan jajaran masyarakat penganut agamanya, melainkan keterlibatan tokoh-tokoh agama, Organisasi kemasyarakatan maupun pemerintahannya yang begitu hidup dalam mewujudkan keteraturan masyarakatnya. Pertanyaan yang muncul dalam konteks keberagaman ini, bagaimana perbedaan dari setiap ajaran agama tersebut justru yang timbul adalah keharmonisan. Kita akui bahwasanya dalam konsep kerukunan antara umat beragama semua menginginkan hidup bersama dalam perbedaan, tetapi produk dari ajarannya secara absolutis banyak bertentangan. Karena memang pada prinsipnya, semua agama akan berbeda jika dilihat dari kontek ajaran akidahnya. Namun semua agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan, kesempurnaan, keutamaan, baik yang menyangkut kehidupan orang seorang maupun kehidupan bersama dan kemasyarakatan. Dengan demikian usaha-usaha untuk meningkatkan dan meratakan kesadaran beragama bagi pemeluk agama agar mereka masing-masing benar-benar menjadi insan beragama seperti diajarkan agamanya. Jadi sebenarnya 76 pembinaan kerukunan hidup antara umat beriman harus dimulai dengan penyadaran, mengapa orang beragama. Kalau orang sungguh-sungguh secara konsekuen, jujur untuk mengabdi Tuhan, maka sikap terhadap sesamanya pasti juga akan dijiwai oleh semangat keagamaannya. Maka kerukunan merupakan perwujudan dari penghayatan iman, perwujudan dari pengabdian kepada Tuhan, sebab setiap agama mengajarkan kedamaiaan.22 Pada kenyataannya, dalam masayarkat yang berada di wilayah Desa Cigugur, yang dalam hal ini peneliti hanya mengambil tiga Agama atau ajaran yaitu Agama Kristen, Islam dan Ajaran Sunda Wiwitan yang sudah berpuluhan tahun adanya tidak menunjukan pertentangan atau pertikaian yang menyebabkan kerugian besar dari berbagai pihak, justru mereka akurakur saja. Mereka membangun keteraturan masyarakatnya tidak diwujudkan dengan melakukan konflik terlebihdahulu. Karena bagi masyarakat Sunda, pada umumnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai Ketuhanan yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa orang-orang Sunda selama ini dikenal sebagai orang-orang yang taat menjalankan ibadah keagamaannya, apakah ia sebagai orang Islam, Kristen, Hindu, Budha atau penganut agama-agama tradisional lainnya yang masih dikenal di beberapa tempat di Jawa Barat. Adanya kesadaran akan nilai Ketuhanan yang tinggi menunjukan bahwa orang-orang Sunda dikenal sebagai homo religius. Dalam kehidupan sosial sehari-hari mereka tekun beribadat, beriman, dan mereka percaya dengan umujr yang semakin tua, senantiasa mengubah cara hidup sebagai mana tercermin dalam ungkapan yang sangat populer di Jawa Barat, kudu ngukur ka kujur nimbang ka awak (dalam bahasa Indonesia, sama artinya dengan kata-kata “bercermin diri”). Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat Desa Cigugur, dari segi ajarannya tidak menunjukan ketidaksetabilan, karena memang berbeda. Tidak juga nilai agama yang harus difungsikan kepada semua masyarakat umum dan dikonsensuskan melalui adaptasi, sesuatu yang tidak mungkin 22 AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman 2, (Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kansius, 1983), h 279-280 77 akan terjadi, karena setiap sistem internal dan eksternal keagamaan yang berada di Desa Cigugur berbeda dan sangat absolut. Itulah Agama, disatu sisi agama memberikan fungsi terciptanya kerukukunan bagi penganutnya. Tetapi disisi lain justru agama memberikan dampak yang negativi bagi terciptanya konflik atau permusuhan, ketika agama satu dan lainnya berinteraksi. Ajaran agama mengandung dkotrin-doktrin yang bertolakbelakang satu sama lainnya. Tentunya untuk menghindari permasalahan Agama perlu adanya kompromi-kompromi dari setiap agama dalam membangun kerukunan hidup bersama dalam perbedaan. Kompromi yang dimaksud adalah ajaran agama yang berhungan dengan interaksi dengan agama lain, karena setiap agama ini memiliki ajaran untuk hidup bersama dengan agama lain. Nilai-nilai hubungan dengan kelompok agama lain yang berbeda inilah perlu dipertemukan untuk membangun dan membina sebuah kerukunan hidup bersama. Karena semua Agama di atas menerima untuk hidup bersama dalam perbedaan. Masyarakat mulai menyadari akan perlunya kedamaian antara sesama warga dan perpecahan adalah sangat merugikan mereka, karena pada dasarnya mereka adalah satu bangsa bahkan satu rumpun yaitu rumpun sunda. Kadaan tersebut terus dipelihara sampai saat ini, sehingga sampai penelitian ini dilakukan belum pernah terjadi perbedaan pendapat yang menimbulkan perpecahan antar mereka, apalagi menimbulkan konflik antar agama. Namun demikian tidak berarti sama sekali perbedaan-perbedaan pendapat antara mereka, ada juga perbedaan kecil yang diakibatkan oleh permasalahan yang sangat sepele dan dibesar-besarkan oleh kelompok yang tidak senang dengan adanya kedamaian. Untuk melestarikan keutuhan dalam hubungan tersebut, para pemimpin atau tokoh-tokoh agama mencoba melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Setiap terjadi kontak atau hubungan antara umat beragama mereka tidak menggunakan hubungan keagamaan, tapi menggunakan sistem pada saat 78 terjadinya hubungan atau kontak dilakukan, seperti perdagangan, pertanian, kemasyarakatan dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya rasa keagamaan pada kelompok masing-masing. b. Ditanamkan pada masyarakat beragama agar merasakan bahwa mereka adalah satu etnis, atau keluarga, satu desa, satu bahasa, satu budaya, sehingga bila terjadi konflik antar mereka akan dirasakan bersama akibatnya. c. Para tokoh agama selalu memberikan penjelasan tentang kerukunan dengan didasarkan pada refrensi-refrensi yang tercantum pada ajarannya. d. Masing-masing anggota masyarakat mengenalkan dan mengetahui identitas dan agama yang dianut oleh warga desa yang ada sehingga dapat menghindari pergaulan yang mengakibatkan konflik antar mereka. e. Para tokoh agama dari masing-masing tidak membesar-besarkan masalah bila terjadi sedikit gesekan antar umatnya dan mencoba diselesaikan di lingkungan masing-masing serta cukup diwakili oleh para tokohnya dalam menyelesaikan masalahnya. f. Pemerintah desa tidak membedakan hak dan kewajiban mereka, baik dalam pelayanan, pergaulan dan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam mengangkat aparatnya kepala desa memasukan unsur semua agama. g. Pola hubungan kekeluargaan lebih ditekankan daripada hubungan keagamaan bagi keluarga yang menganut dua agama. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Durkheim dan fungsionalis berikutnya berpendapat bahwa suatu sistem sosial bekerja seperti sistem organik. Masyarakat terbentuk dari struktur-strukturbaturan kebudayaan yakni keyakinan dan praktik yang sudah mantap yang terhadap keyakinan dan praktik yang sudah mantap yang terhadap keyakinan dan praktik itu warga masyarakat tunduk dan taat. Dimana institusi-institusi di dalam masyarakat memainkan peranannya dengan baik, dengan menggunakan 79 istilah fungsionalis, melaksanakan fungsi yang diperlukan memelihara masyarakat dalam keadaan yang stabil dan memuaskan. dalam 23 Seperti Teori Fungsionalis yang dikemukakan Durkheim di atas sesuai dengan realita yang ada di Masyarakat Desa Cigugur. Kerukunan di Desa Cigugur terwujud berdasarkan kordinasi dan kompromi dari berbagai pihak, penganut agama, tokoh agama, organisasi keagamaan, maupun pemerintah sendiri. Peran dari berbagai segmen inilah yang menciptakan kerukunan antar umat beragama. Semangat inilah yang muncul dalam masyarakat Desa Cigugur. Jadi setiap agama menjalankan nilai ajaran masing dan disiarkan dalam pola internalnya sendiri. Maksudnya adalah urusan agama/ibadah/keyakinan tidak bisa disamakan antara Islam, Kristen, Sunda Wiwitan bahkan dengan yang lainnya. Keinginan untuk hidup bersama walau dalam perbedaan keyakinan atau kepercayaan, tentunya hal inilah yang ingin diwujudkan oleh masyarakat Desa Cigugur. Dengan semangat kordinasi dari berbagai pihak, baik penganut agama, tokoh agama, organisasi keagaaman maupun pemerintahan mewujudkan kompromikompromi nilai dan norma yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh masing penganut agama. Semangat kordinasi dari berbagai pihak ini tentunya sesuai dengan gambaran yang disajikan oleh Dahrendorf mengenai pokok teori fungsionalisme adalah sebagai berikut:24 a. Setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsur yang relatif gigih dan stabil b. Mempunyai struktur unsur yang terintegrasi dengan baik c. Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi, memberikan sumbangan pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu sistem d. Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada konsensus mengenai nilai di kalangan para anggotanya 23 Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga PostModerenisme, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 52-53 24 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), h. 216 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Cigugur adalah sebuah desa di lerang Gunung Ciremai yang terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung. Masyarakat disini hidup dalam sebuah perbedaan. Dan yang menjadi perbedaan mendasar pada masyarakat Cigugur adalah perbedaan agama pada masing-masing individunya. Dimana perbedaan tersebut tidak hanya terdapat pada masing-masing warganya melainkan perbedaan tersebut juga ada dalam satu keluarga. Misalkan, Ayah dan Ibunya penganut agama Islam, dan anakanaknya ada yang menganut agama Katolik, Hindu, Budha, atau agama Islam juga sesuai dengan orang tuanya. Dan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Suatu hal yang perlu diketahui disini adalah bahwa perbedaan yang ada pada masyarakat Cigugur tersebut tidaklah menjadikan mereka hidup dalam ketegangan hingga menimbulkan suatu konflik seperti konflik-konflik yang sering terjadi dewasa ini yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama, namun kehidupan mereka justru sangat harmonis, bisa hidup secara berdampingan, dan sangat menjunjung tinggi Toleransi dalam beragama. Yang mana pada setiap masyarakatnya bukan hanya mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dari setiap masing-masing penganut agama yang ada. Faktanya, bahwa setiap masyarakat yang berbeda agama tersebut dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Hal seperti ini tentunya tidak terjadi secara alamiah atau datang dengan sendirinya. Jelas ada usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan kerukunan seperti itu. Dimana usaha-usaha tersebut mereka implementasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Pola kerukunan umat beragama yang berkembang di desa Cigugur ini sangatlah dinamik, hal ini dapat terlihat dari beberapa pola kerukunan yang berkembang di masyarakat, misalkan pola 80 81 hubungan sosial keagamaan dan pola hubungan sosial kemasyarakatan. Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi terwujudnya kerukunan umat beragama di desa Cigugur, seperti ikatan kekeluargaan, saling menghormati dan menghargai antar umat beragama serta gotong royong yang telah menjadi budaya masyarakat desa Cigugur. Pluralitas yang terjadi di desa Cigugur tersebut menunjukan bahwa masyarakat desa Cigugur terdapat potensi kerukunan yang berharga. Potensi kerukunan secara nyata telah menjadi acuan sehingga sejak sekian lama masyarakat telah mampu hidup berdampingan tanpa pertentangan dan pertikaian. Wujud kerukunan antar umat agama ini tampak karena masingmasing penganut agama tidak menonjolkan identitas agamanya maupun simbol-simbol kegamaan dalam melakukan kehidupan sehari-harinya. B. Saran Untuk mempertahankan dan melestarikan kelangsungan tradisi hidup yang rukun di kalangan masyarakat desa Cigugur ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Setidaknya peranan pemerintah khususnya Departemen agama dalam hal ini mempunyai tugas dan tanggung jawab sekaligus memberikan pengarahan atau membina para tokoh maupun penganutnya dalam meningkatkan pemahaman dan penghayatan ajaran agama yang mereka anut dalam rangka meningkatkan kualitas keimanan. Serta memberikan pemahaman yang berorientasi pluralis hendaknya mulai ditanamkan, dengan demikian masyarakat desa Cigugur yang majemuk memahami dan menghargai keberadaan orang lain. 2. Satu hal yang selama ini dilupakan adalah pemanfaatan potensi lokal untuk menagani setiap masalah yang timbu antara pemeluk agama yang berbeda agama, baik masalah internal maupun masalah eksternal umat beragama. Keharmonisan yang terdapat pada masyarakat desa Cigugur merupakan satu bukti bahwa tanpa banyak campur tangan orang lain, mereka tetap bisa menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dan tetap damai. Oleh sebab 82 itu perlunya penyadaran terhadap nilai-nilai gotong royong dan kerjasama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tubuh masyarakat 3. Bagi pembelajaran Sosiologi, sebagai bahan pengayaan terutama mengenai konsep-konsep kerukunan antar umat beragama dan interaksi sosial. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 4. Pemerintah harus ikut berperan dalam menjaga kerukunan dalam kemajemukan agama yang terjadi di Cigugur. Seperti memperkenalkan Cigugur kepada masyarakat luas dan menjadikan Cigugur sebagai daerah tujuan wisata adat sebagai upaya dalam melestarikan kepercayaan dan adat yang ada di Cigugur. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Amin, Pendidikan Agama Era Multi Kultural Multi Religius, Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005 Achmad, Nur, Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001 AG, Muhaimin, Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif Berbagai Agama, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2004 Agama dan Keagamaan PUSLITBANG kehidupan beragama Bagian Proyek peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2003 Ahmad, S. Beni, Metode Penelitian, Bandung: Pustaka Setia 2008 Ali, Muhamad, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS, 2008 Al-Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan Antaragama, Jakarta: Ciputat Press, 2003 Bahri, Syamsul, Peranan Agama dan Adat dalam Melestarikan Kerukunan Antar Umat Beragama, Vol XI, No. 1 Januari-Juni 2001 Banawiratma, J.B, Zainal Abidin Bagir, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2010. Bajari, Atwar, “Mengolah Data Dalam Penelitian Kualitatif”, 2013, (http://atwarbajari.wordpress.com/2009/04/18/mengolah-data-dalampenelitian-kualitatif, Pada Hari Sabtu 2 Februari 2013) Bertand, Jacques, Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012 Budiyono, AP, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman 2, Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kansius, 1983. Creswell, John W, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 Daulay, M. Zainudin, Mereduksi Eskalasi Konflik Antarumat Beragama di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan departemen Agama RI, 2001 83 84 Faisal, Sanapiah, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990 Haq, Hamka, Jaringan Kerjasama Antarumat Beragama: Dari Wacana ke Aksi Nyata, Jakarta: Titahandalusia Press, 2002. Hidayat, Komarudin, Psikologi Beragama Menjadikan Hidup Lebih Ramah dan Santun, Jakarta: PT Mizan Publika, 2010 Jones, Pip, Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga PostModerenisme, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 Jasmadi, Membangun Relasi Antar Umat Beragama, (Refleksi Pengalaman Islam di Indonesia), Vol.5, No. 2, Juli 2010. Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006. Konflik Sosial Bernuansa Agama Di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI Badan LITBANG LEMHANAS RI, Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jurnal Kajian LEMHANAS RI, edisi 14, Desember, 2012. Meuraxa, Musbir Ibrahim, Etika Islam dalam Kebijakan Pembinaan Kerukunan Umat Beragama, Vol XI, No. 1, 2001 Mufid, Ahmad Syafii, Dialog Agama dan Kebangsaan, Bandung: Grasindo, 2008 Monografi Kelembagaan Agama di Indonesia, Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama RI, 1983. Marzuki, Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia, Mudjiraharjo, “Jenis Dan Metode Penelitian Kualitatif”, (Http://Mudjiarahardjo.Com/Materi-Kuliah/215.Html?Task=View Hari Senin 28 Januari 2013) 2013. Pada Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991. Nazir, Moh, Metode Penelitian, Darussalam: GI, 1983 Perwiranegara, Alamsyah Ratu, Pembinaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, Jakarta: Departemen Agama RI, 1982. 85 Sawunggalih, Mustafid, “Menyusur Agama Djawa Sunda Dari Cigugur, 2012”, (Www.Nusantaraislam.Blogspot.Com Di Akses Selasa, 29 Januari 2013) Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005 Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta: Kencana, 2011 Suaedy, Ahmad, Dialog: Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta: DIAN (Dialog Antar Iman di Indonesia) dengan Penerbit Pustaka Pelajar, 1994. Suryana, Toto, Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 2, 2011 Sulaiman, Yudi, Pembinaan Kesadaran Pluralisme Agama Dikalangan Narapidana Lembaga Permasyarakatan Anak di Blitar, Skripsi pada STAIN Kediri, 2004. Suyanto, Bagong, dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2005 Sudjangi dan Harisun Arsyad, Ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam Berbagai Sistem Sosial Budaya Masyarakat Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI BALITBANG Agama, 1992-1993 Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993. Taher, Elza Peldi, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi, Jakarta: ICRP, 2009. PEDOMAN OBSERVASI LAPANGAN Hari/Tanggal Waktu pengamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 : : Aspek yang Diamati Sikap ramah dan terbuka terhadap sesama dan terhadap orang asing. Toleransi antar umat beragama Gotong-royong dan kerja sama dalam aktivitas sosial masyarakat. Hidup saling menjaga dan melengkapi antar sesama. Mengadakan dialog antar umat beragama Berkontribusi dalam kegiatan perayaan hari besar keagamaan pada pemeluk agama lain Terjadinya konflik antar umat beragama Memtuskan suatu perkara dengan musyawarah dan mufakat. Terbuka dalam menerima perubahan Selalu Sering Kadangkadang Tidak Keterangan Pernah HASIL OBSERVASI LAPANGAN Hari/Tanggal Waktu pengamatan : 03 Juli 2013 : 10.00-15.00 WIB No Aspek yang Diamati 1 Sikap ramah dan terbuka terhadap sesama dan terhadap orang asing. Toleransi antar umat beragama Gotong-royong dan kerja sama dalam aktivitas sosial masyarakat. Hidup saling menjaga dan melengkapi antar sesama. Mengadakan dialog antar umat beragama 2 3 4 5 6 7 8 9 Berkontribusi dalam kegiatan perayaan hari besar keagamaan pada pemeluk agama lain Terjadinya konflik antar umat beragama Memtuskan suatu perkara dengan musyawarah dan mufakat. Terbuka dalam menerima perubahan Selalu Sering Kadangkadang Tidak Pernah Keterangan √ √ √ √ √ Minimal satu tahun sekali ketika perayaan upacara Seren Tahun √ √ √ √ DAFTAR PERTANYAAN ATAU PEDOMAN WAWANCARA Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan A. Latar Belakang Informan Nama : Umur : Agama : Pendidikan : Profesi : Hari dan tanggal : Tempat : B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan A. Latar Belakang Informan Nama : Umur : Agama : Pendidikan Profesi : : Hari dan tanggal : Tempat : B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur Pedoman wawancara untuk warga Kristen A. Latar Belakang Informan Nama : Umur : Agama : Pendidikan : Profesi : Hari dan tanggal : Tempat : B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur Pedoman wawancara untuk warga Muslim A. Latar Belakang Informan Nama : Umur : Agama : Pendidikan : Profesi : Hari dan tanggal : Tempat : B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Pedoman wawancara untuk ketua adat A. Latar Belakang Informan Nama : Umur : Agama : Pendidikan : Profesi : Hari dan tanggal : Tempat : B. Berita Wawancara 1. Kepercayaan penghayat di Cigugur disebutnya Agama Djawa Sunda atau Sunda Wiwitan? Mengapa? Perbedaanya? 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? 3. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? 4. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? HASIL WAWANCARA Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan A. Latar Belakang Informan Nama : Kento Subarman Umur : 65 Tahun Agama : Sunda Wiwitan Pendidikan : SPG Profesi : Pensiunan / petani Hari dan tanggal : Rabu, 03 Juli 2012 Tempat : Rumah Bapak Kento Subarman B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? Sudah 65 Tahun, Karena saya lahir dan besar di Cigugur. 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? Kondisi Masyarakat Cigugur sangatlah harmonis dan mereka hidup teratur tanpa adanya petentangan yang sangat signifikan. 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? Manusia mempunyai rasa cinta dan kasih terhadap sesama. Manusia diciptakan beragam merupakan kodrat dari Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu kita harus benar-benar menerima kodrat itu dengan hidup rukun dan teratur. 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? Salah satunya pembangunan Rumah Peribadatan 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? Karena mempunya filosofis dasar yang sama, jadi akhirnya walaupun berbed tapi tidak mempermasalahkan perbedaannya, tapi bagaimana kita saling pengertian walaupun kita tidak sepengetahuan tapi kita pengertian dalam artian dgn berkeyakinan atau beragama. Artinya pengertian dari agama atau keyakinan itu sendiri supaya kita hidup mengenal aturan, aturan yang sesuai dgn tuntunan yang diyakininya, sebab dari apa yg diyakini itu tdk ada yang mengharuskan utntuk menghalalkan hal hal yang tidak sesuai dgn sifat kemanusiaan. 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? Satu tahun sekali ada acara seren tahun, kegiatan-kegiatan olahraga karang taruna, memang sudah biasa berdampingan kecuali kegiatankegiatan internal agama. Kegiatan yang bersifat umum tdk ada batas tdk ada mayoritas dan minoritas. Karna kerukunan itu sudah terbentuk dgn sendirinya di daerah ini. 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? Sama dalam konteks mananya dulu? Kalo dalam artian setiap agama mengharapkan pengikutnya itu menjadi insan yang baik itu saya rasa semua agama sama. Tapi masalah metode, akidah dan yang lainnya tdk bisa dikatakan sama. 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? Saya merasa prihatin kenapa bisa terjadi. Sedangkan ketenangan itu hanya akan dapat kita rasakan atau terbangun jika satu sama lain saling menghormati. Dengan kondisi seperti itu baik yang kuat maupun yang lemah tidak akan merasa nyaman. 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? Selama saya hidup disini belum pernah terjadi. 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? Semua menyesuaikan. Mereka selalu hidup rukun dan berdampingan. 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Saya tidak banyak berangan-angan, minimal seperti sekarang ini lah Pedoman wawancara untuk warga Sunda Wiwitan A. Latar Belakang Informan Nama : Mang Didi Umur : 44 tahun Agama : Sunda Wiwitan Pendidikan : SMP Profesi : Petani Hari dan tanggal : Kamis, 04 Juli 2012 Tempat : Rumah Mang Didi B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? Sejak anak-anak saya tinggal disini, karena saya dilahirkan disini. 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? Akur-akur saja. Kita selalu menghormati satu sama lain. 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? Umat beragama harus saling menghargai dan tidak menganggap agamanya yang paling benar. 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? Ketika umat islam sedang merayakan hari raya idul fitri, agama lain selalu menghormati bahkan turut memeriahkan perayaan tersebut, dan begitupun sebaliknya. 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? Didalam masyarakat Cigugur, masyarakatnya bisa rukun karena kita saling mengerti, saling memahami bahkan saling membantu, seperti ketika sedang terkena musibah masyarakat saling membantu, yang punya uang membantu uang, yang punya tenaga membantu tenaga, yang punya beras membantu beras, contoh lain dalam membangun rumah, masyarakat Cigugur saling membantu satu sama lain, bahkan dalam membuat rumah hanya ada 2 tukang, tapi yang membantu bisa 20 orang, 22 orang paling sedikitnya 18 orang dan tanpa dibayar, hanya dikasih makan sama rokok. 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? Dengan mengedepankan sikap kekeluargaan sehingga tidak terjadi pertentangan. 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? Semua agama pasti mengajarkan kebaikan. 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? Mungkin mereka menganggap bahwa agama mereka yang paling benar. 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? Setahu saya tidak pernah ada. 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? Sangat baik dan selalu bekerja sama. 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Tetap hidup rukun, tetap damai, tetap seperti sekarang ini tanpa adanya konflik antar pemeluk agama. Pedoman wawancara untuk warga Kristen A. Latar Belakang Informan Nama : Ibu Uum Umur : 50 tahun Agama : Katolik Pendidikan : SMA Profesi : Wiraswata/mantan Biarawati Tempat : Rabu, 03 Juli 2012 Hari dan tanggal : Rumah Ibu Uum B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? Sejak lahir udah di Cigugur 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? Selama ini masyarakat cigugur hidup rukun berdampingan satu sama lain. Dalam hal kehidupan sehari-hari kita selalu mengedepankan etika dan kesopanan dalam proses berinteraksi. Ikatan kekeluargaan pun sangat tercermin didalam kehidupan bermasyarakat warga Cigugur. 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? Kerukunan bukanlah suatu proses yang datang dari satu aturan yang dipaksakan tetapi terjadi melalui suatu proses yang berlangsung secara alamiah. Hal ini mungkin tercipta ketika ada sikap saling menerima didalamnya. 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? Dalam hal upacara kematian, tradisi masyarakat Cigugur selalu memberikan bantuan ketika mereka sedang berta’jiah. Bantuan itu bisa berupa beras, uang atau kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? Didalam Cigugur memang adanya Sunda Wiwitan berpengaruh dalam kehidupan, tingkah laku maupun tradisi, karena kalo bisa dibilang Cigugur merupakan pusatnya dari Sunda Wiwitan, kami pun sebagai warga Cigugur menghormati Pangeran Djati, apalagi saya yang memang kebetulan dekat dengan keluarga paseban, bagi warga Katolik kita sangat menghormati keluarga paseban, karena dahulu Pangeran Tedjabuana dimana Ayahanda dari Pangeran Djatikusumah adalah seorang Katolik, jadi kita saling menghormati, apalagi dengan kerukunan, kita juga saling menghormati, saling bahu membahu untuk mewujudkannya. Karena itu merupakan jalan terang menuju kedamaian dan kasih. 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? Kita selalu mengadakan dialog antar umat beragama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari agama masing-masing. 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? Kami meyakini apa yang kami imani dan kami tidak menghakimi apa yang mereka imani 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? Mereka tidak memahami apa sebenarnya agama yang mereka yakini dan mereka menganggap bahwa agama merekalah yang paling benar sehingga bagi mereka agama diluar itu adalah tidak benar. 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? Seingat saya dulu pernah ada, tapi saya lupa kronologisnya. Meskipun demikian, apabila terjadi hal semacam itu maka tokoh-tokoh agama atau tokoh masyarakat segera menyelesaikannya dengan musyawarah sehingga tidak berdampak besar dan meluas. 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? Sangat baik, mereka masyarakat pendatang selalu bisa menyesuaikan dengan kondisi masyarakat cigugur yang beranekaragam. 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Yang pasti kerukunan seperti ini harus tetap terpelihara sampai kapanpun. Pedoman wawancara untuk warga Muslim A. Latar Belakang Informan Nama : Aang Taufik Umur : 44 Tahun Agama : Islam Pendidikan : Perguruan Tinggi Profesi : Guru SMP 02 Cigugur, ketua DKM Mesjid Tempat : Mushola Dusun Cipager, Cigugur Hari dan tanggal : Selasa, 02 Juli 2013 B. Berita Wawancara 1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Cigugur? Saya lahir dan besar disini. 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? Masyarakat cigugur hidup berdasarkan ikatan kekeluargaan yang erat. 3. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? Hidup berdampingan tanpa terjadi pertikaian yang menimbulkan dampak yang sangat membahayakan bagi pemeluk agama itu sendiri. 4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? Seperti halnya saling membantu jika ada warga yang sedang mengadakan pesta pernikahan, mereka saling membantu tanpa pandang bulu atau tanpa membeda-bedakan agama yang dianut. 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? Hubungan erat kekeluargaan sehingga jarang terjadi konflik 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? Dengan diadakannya dialog 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? Salah jika mengatakan agama itu sama. Karena menurut saya setiap agama itu berbeda. Lalu yang perlu kita lakukan adalah bagaimana mensosialisasikan perbedaan-perbedaan disetiap agama yang kita yakini. Dengan demikian orang diluar agama yang kita anut akan mengetahui batasan-batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap diri kita. Dengan ini munculah keterbukaan diantara pemeluk agama yang kemudian sikap saling menghormati dan menghargai akan terjadi. 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? Kita jangan selalu menyalahkan agama sebagai penyebab konflik itu terjadi. Lebih jauh kita harus menganalisa apa yg sebenarnya yg melatar belakangi konflik tersebut. Seperti halnya ada intervensi dari oknum yang ingin mengadu domba sehingga konflik itu bisa menguntungkan untuk mereka. Karena memang konflik yang dilatar belakangi agama ini syarat dengan kepentingan. 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? Konflik sebetulnya ada tapi tidak disebarluaskana. 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? Sampai saat ini terlihat bail-baik saja dan mereka hidup rukun berdampingan. 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Tetap hidup rukun berdampingan satu sama lain tanpa membeda-bedakan agama yang dianut. Pedoman wawancara untuk ketua adat A. Latar Belakang Informan Nama : Gumirat Barna Alam Umur : 49 Tahun Agama : Sunda wiwitan Pendidikan : SMA Profesi : Wakil Pupuhu Adat Tempat : Paseban Tri Panca Tunggal Hari dan tanggal : Kamis, 04 Juli 2013 B. Berita Wawancara 1. Kepercayaan penghayat di Cigugur disebutnya Agama Djawa Sunda atau Sunda Wiwitan? Mengapa? Perbedaanya? Yang mengatakan Agama Djawa Sunda itu sesungguhnya pihak kolonialisme Belanda, memang menstigma komunitas dibawah asuhan bimbingan pangeran madrais distigmasisasi oleh kroninya ratu raja wilhemina. Jadi bukan dari internal yang memproklamirkan agama jawa sunda, itu dalam rangka etisi politik devide et impera, yang sesungguh ya sunda wiwitan kemudian disebutnya agama jawa sunda untuk menciptakan pola pikir, sunda wiwitan mendirikan agama baru. 2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Cugugur? Masyarakat di Cigugur tetap bisa berdampingan dengan rukun walaupun berbeda agama, karena memang itu yang diajarkan oleh leluhur Sunda Wiwitan, bisa dilihat sendiri dalam berbagai kegiatan kita saling gotong royong dengan mengesampingkan perbedaan itu. 3. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama pada masyarakat Cigugur? Jika salah satu dari warga sedang terkena musibah, masyarakat berkunjung dan empati tidak pandang bulu mau yang muslim, mau yang protestan atau sunda wiwitan. Kalo melayat membawa berasnya ada di baskom yang kecil, kalo untuk kenduri baskomnya yang besar. 4. Bagaimana pandangan Anda terhadap kerukunan antar umat beragama? Apabila kita selamanya memprotes tentang multi kehidupan di dunia maka bercerminlah kedalam diri, karna semuanya itu multi, begitupun anggota tubuh kita. Kita jangan dibiasakan memprotes bineka tunggal ika, karna kalo kita bercermin ke dalam diri kita sesungguhnya didalam diri kita juga bhineka Tunggal Ika, bhineka tunggal ikanya ditunggalkan dengan keberadaan Nafas. Pancasila ini gambaran adanya panca indra. Jangan hidup di dunia kalo memprotes bhineka tunggal ika dan pancasila. Oleh karena itu kerukunan perlu kita jaga dan kita lestarikan. Karena dengan hidup rukun ini kita akan merasa nyaman, tentram dan bahagia. 5. Mengapa Masyarakat Cugugur hidup rukun meskipun mereka berbeda agama? Masing-masing komunitas menyadari walaupun kita tidak sepengakuan tapi kita menciptakan sepengertian didalam kehidupan sosial masyarakat. 6. Bagaimana upaya membina kerukunan umat beragama di Cigugur? Setiap tahun dalam salah satu sesi acara Seren Taun pasti ada Dialog antar umat beragama, didalam dialog tersebut dihadiri perwakilan dari tokoh agama masing-masing, membahas masalah-masalah sosial dan keagamaan yang terjadi di tengah masyarakat Cigugur dan berusaha untuk menemukan solusi yang menjadi jalan tengah pada masing-masing agama 7. Bagaimana Anda memandang terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa semua agama itu sama? Agama benar dalam artian semua agama pada hakikatnya mengajarkan kebaikan dan keteraturan. Dan agama tidak sama dalam artian menjalankan akidah dan tata cara-tata cara peribadatannya. 8. Bagaimana pandangan Anda terhadap konflik yang dilatar belakangi suku, ras atau agama? Saya sedih, kenapa peristiwa seperti itu harus terjadi. Kenapa manusia lebih mengutamakan egonya ketimbang menjaga keutuhan dan persatuannya. 9. Apakah di Cigugur pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh suku, ras atau agama? Tidak pernah. 10. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di Cigugur? Jika saya amati masyarakat pendatang sangat nyaman hidup disini. Hal ini dikarenakan kami masyarakat cigugur selalu bersikap ramah, santun, toleran dan terbuka terhadap siapapun, asalkan dengan catatan tidak membawa kepada lubang pertikaian yang menyebabkan konflik yang berakibat fatal. 11. Apa harapan Anda kedepan terhadap kehidupan Masyarakat Cigugur? Semoga Tuhan YME tetap mencurahkan sinar-sinar ke Ilahian-NYA terutama tetap menyadarkan, terutama dalam kesadaran berfikir, prilaku dan solidaritas sosial tetap selamanya terjamin kerukunan, keharmonisan, kalo ada oknum yang menceraiberaikan keharmonisan ini semoga semuanya tidak bisa. Gambar 1. Pembangunan rumah dibantu oleh warga sekitar Gambar 2. Wawancara dengan Bapak Aang Taufik Gambar 3. Wawancara dengan Bapak Kento Subarman Gambar 4. Wawancara dengan Pangeran Gumirat Barna Alam Gambar 5. Foto dengan Keluarga Bapak Didi dan Keluarga Ibu Uum KEPALA KELURAHAN CIGUGUR UJANG SUTRISNA, S.Sos. Penata Tk. I NIP. 19591101 198103 1 013 SEKRETARIS KELURAHAN CIGUGUR TATI SUHARTI, S.AP Penata Tk. I NIP. 19611209 198303 2 013 ` STAF SEKRETARIS 1. 2. 1. SASTIAH ARIPIN KASI PEMERINTAHAN KASI KESEJAHTERAAN RAKYAT KASI TRANTIB KASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AJUDIN NIRWAN, S.IP Penata Muda NIP. 19780604 200801 1 003 DADI SETIADI, S.Sos Penata Muda NIP. 19741111 200701 1 006 KURNADI, S.Sos. Penata Muda Tk. I NIP. 19760817 200701 1 012 DAHLAN Penata NIP. 19590819 19803 1 006 STAF PEMERINTAHAN STAF KESRA STAF TRANTIB STAF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SAHRUDIN 1. 2. 3. PIPIT FITRIYANTI M. HASYIM AGUS SURYANA 1. DEDEN RAMDHANA, SE. 1. 2. ANDI IRWAN’S ARISWARA, SE.