BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam pelaksanaanya perlu diperhatikan triple constrain yaitu yang menyangkut biaya, mutu, dan waktu. Untuk mengendalikan biaya dan waktu maka kita dapat menggunakan metode time cost trade off. Proyek pembangunan gedung Asrama Providentia Dei merupakan sebagian pembangunan dari kawasan Universitas Widya Mandala. Lokasi Gedung ini terletak di PAKUWON CITYSurabaya. Gedung ini nantinya akan digunakan untuk memfasilitasi mahasiswa yang menempuh pendidikan teologi di universitas widya mandala kampus laguna. Pihak owner mengharapkan fasilitas asrama ini dapat memperlancar kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu Owner dalam hal ini keuskupan surabaya menginginkan penyelesaian proyek tepat waktu sesuai kontrak perjanjian. Sesuai tender yang telah dilakukan panitia pembangunan Asrama Providential Dei terpilih 2 kontraktor yaitu PT.TENO dan PT.Multibangun Adhitama Konstruksi atau disebut juga PT.MULTIKON. PT. TENO ditugaskan untuk mengerjakan struktur bawah dan struktur atas dikerjakan oleh PT.MULTIKON. Pembangunan gedung Asrama Providentia Dei tertuang dalam kontrak yang telah disepakati pihak owner dan PT.MULTIKON dengan jangka waktu penyelesaiannya adalah selama 217 (dua ratus tujuh belas) hari kalender. Pembangunan gedung Asrama Providentia Dei dilaksanakan selama 31 minggu. Berdasarkan laporan pekerjaan minggu ke 11 pada tanggal 10 Januari 2011 sampai 16 Januari 2011, terlihat bahwa proyek mengalami keterlambatan. Pada minggu ke 11 proyek seharusnya sudah diselesaikan 17.416%, namun pada kenyataannya proyek baru diselesaikan 7,985 %, hal ini berarti bahwa proyek mengalami keterlambatan 9,430%. Sedangkan sisa waktu pelaksanaan adalah 20 minggu dan sisa prestasi fisik yang harus dicapai adalah 92,015%. Keterlambatan sebesar 9,430% tersebut beberapa diantaranya disebabkan keterlambatan mobilsasi tower crane sehingga untuk sementara menggunakan mobile crane dan persipan site sehingga kontraktor perlu melakukan percepatan untuk menghindari keterlambatan proyek secara keseluruhan. Apabila penyelesaian proyek terlambat, maka kontraktor akan terkena sangsi berupa denda yang telah disepakati dalam dokumen kontrak. 1.2 Permasalahan Berdasarkan Latar belakang masalah diatas, permasalahan yang ingin diangkat oleh penyusun dalam dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Berapa total waktu dan biaya optimum setelah adanya percepatan pada proyek tersebut? 2. Mengetahui mana yang lebih menguntungkan antara mempercepat proyek hingga maksimum dibandingkan mencari biaya percepatan yang optimum. 1.3 Maksud dan Tujuan Adapun tujuan penulisan dari Tugas Akhir ini adalah: 1. Mengetahui total waktu dan biaya optimum setelah adanya percepatan pada proyek tersebut. 2. Mengetahui mana yang lebih menguntungkan antara melakukan percepatan penyelesaian proyek dibandingkan dengan membayar denda akibat keterlambatan. 1.4 Batasan Masalah Berdasarkan permasalah yang diuraikan diatas, maka untuk menghindari penyimpangan pembahasan maka dibuat pembatasan masalah, sebagai berikut: 1. Pecepatan dilakukan pada item-item pekerjaan tertentu yang terletak di lintasan kritis dalam pekerjaan sturktur. Karena aktivitas kritis inilah yang mempengaruhi total waktu keseluruhan proyek. 2. Penghitungan harga bahan dan upah pekerja menggunakan harga bahan dan upah milik kontraktor pelaksana . 3. Percepatan dilakukan dengan kombinasi penambahan jumlah tenaga kerja, jam kerja, serta alat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Pertukaran Waktu dan Biaya (TCTO) 2.1.1 Cara mempercepat durasi proyek /crashing Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat durasi proyek, antara lain: 1. Penambahan jumlah tenaga kerja Penambahan jumlah tenaga kerja dimaksudkan sebagai penambahan jumlah pekerja dalam suatu unit pekerjaan untuk melaksanakan suatu aktivitas tertentu tanpa menambah jam kerja. Dalam penambahan jumlah tenaga kerja yang perlu diperhatikan adalah ruang kerja yang tersedia, karena penambahan tenaga kerja pada suatu aktivitas tidak boleh mengganggu pemakaian tenaga kerja untuk aktivitas yang lain yang sedang berjalan pada saat yang sama. Selain itu harus diimbangi dengan menambah pengawasan karena ruang kerja yang sesak dan pengawasan yang kurang akan menimbulkan produktivitas yang rendah. 2. Penjadwalan kerja lembur Mempercepat waktu pelaksanaan suatu kegiatan dengan menambah jam kerja atau kerja lembur merupakan salah satu usaha untuk menambah produktivitas kerja sehingga dapat mempercepat waktu pelaksanaan sebuah kegiatan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan jam kerja adalah lamanya waktu kerja seseorang dalam satu hari. Jika seseorang terlalu lama bekerja maka produktivitas orang tersebut akan menurun karena kelelahan. Perhitungan rencana kerja lembur secara umum adalah: a. Waktu kerja normal adalah 8 jam(08.00–17.00), sedangkan kerja lembur dilakukan setelah waktu kerja normal b. Harga upah pekerja untuk lembur - Berdasarkan KEPMEN No. 102 tahun 2004 tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur, maka upah pada saat kerja lembur 200% dari upah normal. 3. Penambahan peralatan Penambahan peralatan dimaksudkan untuk menambah produktivitas. Dalam penambahan peralatan perlu memperhatikan penambahan biaya langsung untuk mobilisasi dan demobilisasi alat. Dalam penambahan peralatan juga harus memperhatikan produktivitas alat yang digunakan, alat yang digunakan tentunya harus memiliki produktivitas yang lebih tinggi atau sama dengan alat yang sebelumnya. 4. Perubahan metode konstruksi di lapangan Metode konstruksi berkaitan erat dengan sistem kegiatan dan tingkat penguasaan pelaksanaan terhadap metode tersebut serta ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan. Metode konstruksi yang tepat dan efektif akan mempercepat yelesaian aktivitas. 5. Pemilihan sumber daya yang berkualitas Yang dimaksud pemilihan sumber daya yang berkualitas adalah adalah tenaga kerja yang mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dengan hasil kerja yang baik. Dengan mempekerjaan tenaga kerja yang berkualitas maka aktivitas akan lebih cepat diselesaikan. 2.1.2 Hubungan waktu dan biaya pelaksanaan proyek Biaya optimal adalah biaya total minimum proyek. Biaya total adalah jumlah biaya langsung dan biaya tak langsung. Besarnya biaya ini sangat tergantung dari lamanya waktu (durasi) penyelesaian proyek Keduanya berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Walaupun tidak dapat dihitung dengan rumus tertentu, akan tetapi umumnya makin lama proyek berjalan makin tinggi komulatif biaya tak langsung yang diperlukan (Soeharto, 1997). . A Gambar 2.2 Grafik Total Biaya Proyek(Badri 1997) Untuk menganalisis lebih lanjut hubungan antara biaya dan waktu suatu kegiatan, dipakai definisi berikut: - Kurun waktu normal(normal duration) yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sampai selesai dengan tingkat produktivitas kerja normal. - Kurun waktu dipersingkat(crash duration) yaitu waktu tersingkat untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih memungkinkan. - Biaya normal(normal cost) yaitu biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal. - Biaya untuk waktu dipersingkat(crash cost) yaitu jumlah biaya langsung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat Apabila waktu penyelesaian suatu aktivitas dipercepat, maka biaya langsung akan bertambah besar sedangkan biaya tak langsung akan berkurang. Pertambahan biaya langsung untuk mempercepat suatu aktivitas persatuan waktu disebut cost slope (Soeharto, 1997). Cost slope= Crash cos t Normal cos t c Normal duration Crash duration t Grafik hubungan waktu-biaya normal dan dipersingkat ditunjukkan oleh gambar 2.2. Garis yang dihubungkan titik normal dan titik dipersingkat disebut kurva waktu biaya. Pada umumnya garis ini dapat dianggap sebagai garis lurus. Seandainya diketahui bentuk kurva waktu biaya suatu kegiatan, artinya dengan mengetahui beberapa slope atau sudut kemiringannya, maka bisa dihitung berapa besar biaya untuk mempersingkat waktu dan biaya satu hari. Gambar 2.3 Hubungan waktu-biaya normal dan dipersingkat untuk satu kegiatan (sumber: Gray 2007) Besarnya nilai crash cost dan crash duration diperoleh dari perhitungan yang tergantung dari produktivitas crash. Produktivitas crash diperoleh dari besarnya volume pekerjaan dibagi produktivitas alat atau tenaga kerja yang digunakan. BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis untuk menerapkan metode optimasi biaya dan waktu proyek. Penelitian ini dilaksanakan pada saat menyusun proposal dan data diperoleh dari pihak pengawas serta pengamatan penulis di lapangan. 3.2 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Gambar perencanaan proyek 2. Schedule proyek, Data schedule berupa penjadwalan secara garis besar berupa diagram balok dan kurva S, digunakan untuk penggambaran secara umum proyek(lampiran) 3. Rincian anggaran biaya beserta volume pekerjaannya (lampiran) 4. Observasi, yaitu pengamatan langsung yang dilakukan penulis pada saat melakukan kerja praktek di proyek yang bersangkutan. 3.3 Langkah-Langkah Penelitian Dalam melakukan percepatan terhadap waktu dibuat skenario dengan melakukan penambahan jumlah alat dan jumlah tenaga kerja, sehingga produktivitas alat dan tenaga kerja menjadi meningkat. Adapun penerapan TCTO memerlukan perhitungan crash duration dan crash cost. Untuk menghitung crash cost dan crash duration maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penyusunan Network Diagram Penyusunan network diagram berdasarkan durasi tiap-tiap pekerjaan, analisa durasi dihitung dari kemampuan produksi dari peralatan maupun pekerja. Ada beberapa langkah dalam penyusunan network diagram antara lain: a. Menguraikan setiap aktivitas, bila terdapat overlap atau pengerjaannya b. c. d. e. yang bersamaan pada suatu aktivitas dengan aktivitas yang lainnya maka aktivitas itu dibagi menjadi beberapa kegiatan sesuai dengan overlapnya. Menentukan kegiatan yang mendahului kegiatan yang lainnya Menyusun durasi tiap-tiap aktivitasnya berdasarkan data penjadwalan masing-masing kegiatan Menyusun Preceden Diagram Method sesuai dengan urutan kegiatannya disertai dengan elemenelemen waktu pendukungnya Menentukan lintasan kritis 2. Menganalisa Aktivitas Sisa Pekerjaan Analisa dilakukan pada aktivitas sisa pekerjaan yang mengalami keterlambatan, diketahui dari time schedule berdasarkan laporan kemajuan proyek mingguan. Setelah dilakukan analisa, didapatkan waktu normal(normal duration) penyelesaian aktivitas sisa pekerjaan serta aktivitas pekerjaan yang berada di lintasan kritis. Pekerjaan yang berada di lintasan kritis digunakan dalam menghitung percepatan waktu dan biaya. 3. Penerapan Skenario Crashing Perhitungan crash cost dan crash duration menggunakan beberapa alternatif percepatan yaitu penambahan jumlah tenaga kerja, jam kerja serta penambahan peralatan dan jam kerja(kombinasi) pada beberapa item pekerjaan yang memungkinkan untuk melakukan penambahan. Dari beberapa alternative tersebut, dipilih salah satu alternative yang lebih tepat untuk diterapkan, sehingga mendapatkan total biaya dan waktu yang paling optimum. 4. Penerapan Analisa Pertukaran Waktu dan Biaya Setelah mengetahui kegiatan yang berada pada lintasan kritis, maka dapat dilakukan analisa pertukaran waktu dan biaya dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menentukan normal cost upah/jam untuk semua kegiatan. Normal cost upah/hari diperoleh dari perhitungan RAB, sedangkan Normal cost upah/jam diperoleh dari Normal cost upah/hari dibagi 8(delapan) jam. Normal cost upah/jam akan digunakan dalam perhitungan crash cost. 2. Menentukan crash duration dan crash cost kegiatan Setelah dilakukan skenario crashing dengan penambahan jumlah tenaga kerja, jam kerja, peralatan dan jam kerja(kombinasi), maka diperoleh produktivitas crash. Produktivitas crash digunakan untuk menghitung crash duration, yaitu dengan cara volume pekerjaan dibagi produktivitas crash. Crash cost diperoleh dari harga satuan pekerja dikali produktivitas crash. 3. Perhitungan cost slope untuk semua aktivitas Cost slope dihitung dengan menggunakan rumus: Cost slope = Crash cos t Normal cos t c Normal duration Crash duration t 4. Perhitungan cost slope terendah pada aktivitas kritis 5. Melaksanakan TCTO dengan bantuan program komputer Quantitative Methode For Windows Version 2.1 Data-data yang diperoleh berupa normal cost, normal duration, crash cost dan crash duration serta hubungan antar aktivitas dimasukkan ke dalam program komputer QM For Windows Version 2.1 untuk dianalisa, sehingga menghasilkan output berupa waktu , crash cost/hari, crash by dan crashing cost setelah percepatan. 6. Menentukan waktu dan biaya optimum Output QM For Windows Version 2.1 ditabelkan dan ditambahkan biaya langsung dan biaya tidak langsung untuk mendapatkan total biaya proyek setelah percepatan dengan ketiga alternative percepatan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antar ketiga biaya tersebut. Dari grafik dapat diketahui berapa besarnya total biaya dan waktu optimum penyelesaian proyek 5. Mengevaluasi Hasil Analisa TCTO Setelah dilakukan analisa TCTO maka didapatkan output berupa beberapa waktu dan biaya proyek yang baru. Dari sekian banyaknya waktu penyelesaian proyek yang baru, dipilih waktu penyelesaian proyek yang optimum dengan biaya yang minimum. 6. Membandingkan Biaya Percepatan Dengan Besarnya Denda Akibat Keterlambatan Dari hasil analisa waktu dan biaya setelah dilakukan percepatan diperoleh waktu dan biaya optimum penyelesaian proyek. Besarnya biaya optimum hasil percepatan diban-dingkan dengan besarnya denda akibat keterlambatan. Pembandingan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah besarnya biaya percepatan lebih besar dibandingkan dengan denda yang harus dibayarkan karena keterlambatan. Total denda = total waktu keterlambatan x denda per hari akibat keterlambatan 7. Kesimpulan dan Saran Dari hasil analisa yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan dan saran yang dapat digunakan bagi pelaksana proyek dalam hal waktu maupun biaya yang sebaiknya digunakan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Menyusun Metode Preseden Diagram 4.1.1 Identifikasi aktivitas sisa Identifikasi aktivitas sisa dilakukan hanya sampai pekerjaan struktur selesai, yaitu sampai pengerjaan lantai atap & dak. Identifikasi ini kita tinjau mulai minggu ke 11 karena terlihat bahwa proyek mengalami keterlambatan. Pada minggu ke 11 proyek seharusnya sudah diselesaikan 17.416%, namun pada kenyataannya proyek baru diselesaikan 7,985 %, hal ini berarti bahwa proyek mengalami keterlambatan 9,430%. Dari jadwal awal dapat diketahui bahwa pekerjaan struktur selesai sampai minggu ke 21, sehingga sisa waktu pelaksanaan adalah 10 minggu dan sisa prestasi struktur yang harus dicapai 26,028%. Dari laporan minggu ke 11 dapat kita lihat pekerjaan yang belum dikerjakan dan dapat dihitung besar volume pekerjaannya. Dari aktivitas sisa tersebut perlu dilakukan analisa agar waktu penyelesaian proyek dapat kembali sesuai jadwal rencana atau waktu keterlambatan penyelesaian proyek dapat dikurangi sehingga biaya yang dikeluarkan akibat keterlambatan dapat ditekan seminimum mungkin. 4.1.2 Perhitungan produktivitas harian normal Setelah aktivitas sisa proyek didapatkan, maka langkah selanjutnya menentukan hubungan keterkaitan antar aktivitas (predecessor dan successor) berdasarkan urutan pekerjaan di lapangan. Hubungan antar aktivitas ini disesuaikan dengan kapan aktivitas ini harus dimulai dan kapan harus selesai. Hubungan antar aktivitas diperoleh dari jadwal yang terdapat dilapangan, yang kemudian dibreakdown menjadi sub-sub pekerjaan. Dalam penentuan hubungan antar aktivitas sudah dikonsultasikan dengan pelaksana di lapangan sehingga hubungan antar aktivitasnya menjadi lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hubungan keterkaitan antar aktivitas dapat dilihat pada lampiran. 4.1.3 Hubungan keterkaitan antar aktivitas Setelah durasi proyek didapatkan, maka langkah selanjutnya menentukan hubungan keterkaitan antar aktivitas (predecessor dan successor) berdasarkan urutan pekerjaan di lapangan. Hubungan antar aktivitas ini disesuaikan dengan kapan aktivitas ini harus dimulai dan kapan harus selesai. 4.1.4 Perhitungan produktifitas Harian Normal dan Durasi Aktivitas Setelah Setelah mengidentifikasi pekerjaan sisa selanjutnya dilakukan penjadwalan ulang. Pekerjaan sisa yang akan dijadwalkan ulang dapat di lihat pada Tabel 4.1. Produktivitas didapat dari pengamatan dilapangan, analisa harga satuan pokok kegiatan, dan juga dari hasil konsultasi dengan project manager di lapangan. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan nilai yang paling mewakili dengan kondisi sebenarnya. Sehingga dapat kita rumuskan Produktivitas normal = Upah pekerja harian Upah pekerja menurut HSPK Contoh perhitungan produktivitas salah satu aktivitas pada pekerjaan bekisting pelat lantai sebagai berikut: Upah tukang kayu = Rp 75.671,00 / hari Upah pembantu tukang = Rp 55.798,00 / hari Upah pemasangan bekisting = Rp 42.827 / M2 75.671+55.798 Produktivitas normal = = 42.827 3,07 M2/hari Selanjutnya dihitung durasi normal tiap aktivitas berdasarkan produktivitas harian masing-masing group pekerja. Durasi = Volume (hari) Produktivitas Contoh perhitungan durasi pada salah satu pekerjaan di LT.1 sebagai berikut : Pekerjaan pembesian plat Lt dasar Volume = 12.358 kg Produktivitas = 63.47 kg / tukang&pembantu Jumlah orang dlm 1 regu = 30 Jumlah regu = 1 grup Durasi = 12.358 = 13 hari 63.47x1x(30/2) 4.2 Analisa Time cost trade off 4.2.1. Membuat Network diagram dan menghitung Normal Duration Setelah mengetahui hubungan antar aktivitas (predecessor dan successor) dan kita telah menghitung durasi dari masing-masing aktivitas berdasarkan produktivitas normal, maka langkah selanjutnya adalah membuat jaringan kerja (network planning). Dalam menyusun hubungan antar aktivitas maupun kapan suatu aktivitas dilapangan dimulai dan kapan harus selesai. kami telah mengkonsultasikan dengan pelaksana dilapangan sehingga hubungan antar aktivitasnya menjadi lebih sesuai dengan kenyataan dilapangan. Setelah itu untuk menyusunnya kami menggunakan bantuan program microsoft project seperti dapat dilihat pada lampiran 1 Kemudian dari jaringan kerja yang telah selesai dapat kita lihat normal duration, yaitu total durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas sisa yang ada. 4.2.2. Menghitung Normal Cost Normal cost merupakan biaya total dari masing-masing aktivitas sisa yang terdiri dari normal cost bahan dan normal cost upah. Normal cost dapat kita ambil dari RAB yang digunakan pada proyek. Perhitungan normal cost dalam Tugas Akhir ini dibedakan menjadi normal cost bahan dan normal cost upah sehingga kita perlu melakukan penyesuaian agar didapat masingmasing cost upah dan bahan. Untuk mendapatkan normal cost bahan maka pertama-tama kita melihat dulu detail harga satuan pokok kegiatan yang umumya digunakan dilapangan. Hal ini dikarenakan data detail harga satuan pokok kegiatan yang digunakan dalam proyek tersebut tidak didapatkan. 1. Perhitungan normal cost bahan Contoh pekerjaan besi sebagai berikut : Volume pekerjaan besi plat Lt.Dasar = 156 M3 Pekerjaan 1 kg penulangan besi : Normal Cost pembesian (RAB) = 6.848 HSPK yang umum digunakan : Bahan = 11.363 Nilai HSPK = 13.434 Koefisien bahan HSPK = Harga bahan Nilai HSPK Umum = 11.363 13.434 = 0.85 Normal cost bahan = Koef.bahan HSPK x normal cost = 0.85 x 6.848 = 5.821 Total Normal cost bahan pekerjaan besi plat Lt dasar : = Volume besi plat Lt.dasar x normal cost bahan = 12.368 x 5.821 = 71.991.654 2. Perhitungan normal cost upah Contoh pekerjaan besi sebagai berikut : Volume pekerjaan besi plat Lt.Dasar = 156 M3 Pekerjaan 1 kg penulangan besi : Normal Cost pembesian (RAB) = 6.848 HSPK yang umum digunakan : Upah = 2.071 Nilai HSPK = 13.434 Koefisien upah HSPK = Harga upah Nilai HSPK Umum 2071 = 13.434 =0.15 Normal cost upah = Koef.upah HSPK x normal cost = 0.15 x 6.848 = 1.027 Total Normal cost bahan pekerjaan besi plat Lt dasar : = Volume besi plat Lt.dasar x normal cost upah = 12.368 x 1.027 = 12.704.410 4.2.3. Alternatif Percepatan/Scenario Crashing Sebelum menghitung biaya percepatan maka kita perlu menentukan alternatif percepatan yang nantinya kita gunakan. Untuk menentukan alternatif ini maka sebaiknya kita harus faham betul kondisi dilapangan sehingga percepatan yang sudah kita rencanakan akan berjalan dengan baik. Perlu diingat pula, percepatan untuk setiap item pekerjaan berbeda-beda tergantung kondisi apa yang memungkinkan. Dalam Tugas Akhir ini kami mencari kondisi yang paling optimum dalam segi biaya dan waktu oleh karena itu perlu dikombinasikan antara mempercepat dari sisi sumberdaya manusia dan alat bantu yang digunakan dilapangan. Mempercepat dari sisi sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan penambahan tenaga kerja, penambahan jam kerja(lembur) sedangkan dari sisi peralatan kita dapat Menambahan jumlah peralatan. Percepatan yang kita lakukan ini sebaiknya pada lintasan kritis sehingga dapat mengurangi durasi total proyek. Pada pembangunan gedung asrama ini aktifitas kritis terdapat pada seluruh item pekerjaan karena pekerjaan struktur atas dapat dimulai ketika struktur yang dibawahnya telah selesai dan dapat menopang dengan baik. Adapun asumsi-asumsi yang kami gunakan untuk menyederhanakan proses percepatan adalah : 1. Penambahan Tenaga kerja a. Tidak ada kesulitan dalam mendatangkan tenaga kerja karena tenaga kerja yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan proyek. Tetapi perlu penambahan biaya akibat mendatangkan / mobilisasi tenaga kerja. b. Pekerja yang ada sudah cukup terampil untuk mengerjakan item-item pekerjaan yang dibutuhkan sehingga produktivitasnya sesuai dengan standart umumnya. c. Telah diperkirakan sebelumnya scop pekerjaan dan luas area kerja sehingga tidak terjadi penumpukan. 2. Penambahan jam kerja dan peralatan a. Jam kerja normal adalah pukul 08.00-17.00 dengan 1 jam istirahat siang. Maka jam kerja efektif adalah 8 jam sedangkan jam lembur adalah pukul 18.00-22.00 sehingga durasi lembur adalah 4 jam. b. Perlu diperhatikan karena kemampuan fisik pekerja maka pada saat lembur sudah menurun dan kondisi penerangan buatan maka produktivitasnya hanya diperhitungkan 75% dari produktivitas normal. c. Penambahan Alat yang dimaksud adalah untuk memenuhi kapasitas produksi bahan seiring dengan jumlah pekerja yang meningkat. Detail sekenariocrashing pada tiap pekerjaan dapat dilihat pada Lampiran. 4.2.4. Produktitas setelah Percepatan Dari alternatif percepatan yang sudah ada dapat dihitung produktivitas harian setelah percepatan dengan menambahkan produktivitas harian normal dengan produktivitas per hari dari hasil percepatan. Produktivitas harian setelah percepatan ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk dapat menyelesaikan suatu aktivitas dengan volume tertentu tiap harinya setelah adanya alternatif percepatan. Produktivitas setelah percepatan/hari = Produktivitas normal x jml.grup crash Jumlah group normal Contoh perhitungan untuk alternatif percepatan: Aktivitas C (pekerjaan dinding dan plat lantai beton) untuk pembesian Jumlah regu yang bekerja Produktivitas awal Kg/hari Jumlah regu yang ditambahkan Jumlah total regu = 1 regu = 63,47 = 2 regu = 3 regu Produktivitas setelah percepatan = 63.47 Kg / hari x3 regu = 190,41Kg / hari 1 regu Crash duration Setelah produktivitas meningkat maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas akan lebih cepat bila dibandingkan dengan sebelumnya. 4.2.7. Cost slope Dengan adanya percepatan durasi pelaksanaan pada aktivitas tertentu, maka akan terjadi pertambahan biaya akibat percepatan durasi tersebut. Pertambahan biaya percepatan tersebut tergantung besarnya durasi percepatan yang direncanakan serta total biaya setelah percepatan (crash cost). Semakin besar crash costnya maka semakin besar nilai cost slopenya. Cost slope = Crash cos t Normal cos t c Normal duration Crash duration t 4.2.5. Crash duration = Volume Produktivitas setelah percepatan Contoh perhitungan crash duration: Aktivitas C (pekerjaan dinding dan plat lantai beton) untuk pembesian Crash duration = 11906,47 Kg (190.41x10) Kg / hari = 4,38 hari 4.2.6. Crash cost Crash cost adalah jumlah biaya langsung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat. Biaya ini dikeluarkan setelah dilakukan percepatan. Crash cost = (Harga satuan material x volume) + (harga satuan upah x (prod. Crash) x durasi crash) + mobilitas pekerja + alat + pengawas Biaya mobilitas sebesar 15% dari normal cost upah dan biaya pengawas adalah Rp 100.000,perharinya Contoh perhitungan untuk alternatif percepatan: Aktivitas C (pekerjaan dinding dan plat lantai beton) untuk pembesian Crash cost = (5821 x 11906,47) + (1027 x (190,41x10) x 4,38) + (0.15 x 1027 x 11906,47) + 1500000 + (100000 x 4.38) =83473244,39 4.2.8. Waktu dan biaya hasil percepatan Setelah kita menghitung durasi dan cost maka kita gunakan Program Quantitative Method For windows. Program ini digunakan untuk mempermudah dalam menentukan aktivitas mana saja yang akan dipercepat yang dimulai dari nilai cost slope terendah. Langkah pertama kita inputkan besarnya nilai normal time, crash time, normal cost dan crash cost setiap aktivitas ke dalam program, program akan menganalisa secara otomatis sehingga kita mengetahui urutan aktivitas yg dicrashing beserta waktu dan biayanya. Selanjutnya hasil output QM ini kita tambahkan dengan biaya tidak langsung sehingga didapat total crash cost.Detail biaya tidak langsung : A. Biaya tetap(fixed cost) - Tempat tinggal sementara tenaga kerja= Rp 7.000.000,00 B. Biaya tidak tetap(variable cost) I. Biaya Overhead - Project Manager(1 orang) = - Rp 4.500.000,00 - Site Engineer(1 orang) = - Rp 3.600.000,00 - Pelaksana Sipil(2 orang) = - Rp 5.000.000,00 - Administrasi(1 orang) = - Rp 1.800.000,00 - Ahli Mekanikal(1 orang) = - Rp 1.500.000,00 - Juru Ukur(2 orang) = - Rp 3.000.000,00 - Telp,air,listrik transportasi dan biaya rapat lapangan = - Rp 4.500.000,00 Biaya per bulan=Rp 23.900.000,00 Biaya per hari = Rp 796.666,00 Biaya tak langsung bertambah seiring dengan bertambahnya waktu pelaksanaan proyek dapat ditulis dengan persamaan: Biaya Tak Langsung = biaya tetap + (biaya tidak tetap per hari x durasi aktivitas) = Rp 7.000.000,00 + (Rp 796.666,00 x durasi aktivitas) Total Biaya crash = biaya langsung + biaya tak langsung Tabel 4.3 Detail Perhitungan Crashing Durasi Biaya Percepatan Biaya langsung 106 105 104 103 98 94 89 87 82 80 78 78 3,943,485,000 3,944,019,885 3,944,562,012 3,945,176,711 3,948,319,563 3,950,834,253 3,953,986,704 3,955,389,976 3,958,935,709 3,960,555,260 3,963,488,860 3,963,615,170 534,885 542,127 614,699 3,142,852 2,514,690 3,152,452 1,403,272 3,545,733 1,619,551 2,933,600 126,310 Biaya tidak langsung Fix cost Variable cost 7,000,000 84,518,366 7,000,000 83,721,699 7,000,000 82,925,033 7,000,000 82,128,366 7,000,000 78,145,025 7,000,000 74,958,358 7,000,000 70,975,025 7,000,000 69,381,691 7,000,000 65,398,358 7,000,000 63,805,025 7,000,000 62,211,692 7,000,000 62,186,206 5,000,000,000 4,000,000,000 3,000,000,000 DC 2,000,000,000 IC 1,000,000,000 TC 75 95 Membandingkan biaya percepatan optimum dengan percepatan maksimum Selanjutnya biaya optimum itu dianalisa apakah melebihi sisa waktu pengerjaan atau tidak, jika terlambat maka perlu ditambahkan denda sebesar 1 permil dari nilai kontrak per hari dan dibandingkan dengan biaya percepatan maksimum ditambah denda (bila percepatan maksimum juga terlambat). Table 4.4 Perbandingan Biaya Durasi 82 78 durasi sisa Total cost keterlambatan denda Total 70 4,031,334,067 12 48,463,547 4,079,797,614 70 4,032,801,376 8 32,301,041 4,065,102,417 Biaya Total 4,035,003,366 4,034,741,584 4,034,487,044 4,034,305,077 4,033,464,588 4,032,792,611 4,031,961,729 4,031,771,668 4,031,334,067 4,031,360,285 4,032,700,552 4,032,801,376 Contoh perhitungan biaya percepatan pada saat optimum yaitu durasi percepatan 82 hari Biaya langsung proyek = Rp 3.958.935.709,00 Biaya tidak langsung = biaya tetap + (biaya tidak tetap per hari x durasi aktivitas) = Rp 7.000.000,00+( Rp 796.666,67x82 hari) = Rp 72.398.358,00 Total biaya setelah percepatan = Rp 3.958.935.709,00 + Rp 72.398.358,15 = Rp 4.031.334.067,00 Setelah mengetahui besarnya biaya langsung, biaya tidak langsung dan biaya total proyek percepatan, maka selanjutnya dibuat grafik hubungan antar ketiga biaya tersebut. Dari grafik tersebut dapat diketahui berapa besarnya biaya dan waktu optimum untuk penyelesaian proyek 0 4.2.9. Contoh Perhitungan denda keterlambatan durasi 82 hari = durasi keterlambatan x nilai kontrak 1000 Rp 4.008.567.993,00 = 12 x 1000 = Rp 48.102.815,00 Sehingga total biaya proyek dengan durasi 82 hari = Total biaya + denda = Rp 4.031.334.067,00 + Rp 48.102.815,00 = Rp 4.079.436.883,00 Dari hasil perhitungan diatas maka dapat disimpulkan mempercepat proyek hingga maksimum yaitu 78 hari dengan keterlambatan 8 hari mengeluarkan biaya lebih kecil daripada percepatan optimum yaitu 82 hari dengan keterlambatan 12 hari. Dengan demikian maka mempercepat proyek hingga maksimum adalah hal yang layak dilakukan oleh kontraktor. 4.2.10. Perhitungan Opportunity cost Selain biaya percepatan dari pihak kontraktor maka ada opportunity cost dari pihak owner. opportunity cost proyek yaitu keuntungan potensial yang hilang bila proyek ini mundur penyelesaiannya. Keuntungan tadi akan didapat bila proyek tadi cepat penyelesaiannya(Badri, 2001) Karena proyek ini mengalami keterlambatan maka ada opportunity cost yang hilang, dalam hal ini karena bangunan asrama untuk melayani mahasiswa maka selama masa keterlambatan ada biaya sewa yang tidak dibayarkan oleh calon penghuni asrama. Besar opportunity cost yang hilang karena bulan pertama masih belum ditempati dapat dihitung : Opportunity cost = Durasi keterlambatan x biaya sewa x jumlah penghuni = 1 bulan x Rp 200.000,00 x 100 = Rp 20.000.000,00 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dalam Tugas Akhir ini, dihasilkan kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Proyek dapat diselesaikan dengan durasi optimum selama 82 hari, namun proyek masih mengalami keterlambatan selama 12 hari. Besarnya biaya percepatan ditambah denda yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.079.436.883,00 2. Dari perhitungan dapat disimpulkan mempercepat proyek hingga maksimum yaitu 78 hari dengan keterlambatan 8 hari mengeluarkan biaya lebih kecil yaitu Rp 4.064.869.920 daripada percepatan optimum yaitu 82 hari dengan keterlambatan 12 hari sebesar Rp 4.079.436.883,00 2.2 Saran Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih mendekati kenyataan dan dapat langsung diaplikasikan di lapangan maka sebaiknya memperhatikan kondisi di lapangan serta melakukan observasi lebih detail selama pelaksanaan proyek. Serta dapat dicoba pula alternative yang lain dengan mempercepat pula pekrjaan finishing. DAFTAR PUSTAKA Badri, S. 1997. Dasar-dasar Network Planning(Dasar-dasar Perencanaan Jaringan Kerja), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Ervianto, Wulfram I. 2002. Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit Andi, Yogyakarta. Gray, Clifford F. 2007. Manajemen Proyek Proses Manajerial, Penerbit Andi, Yogyakarta. PMBOK, 2008. Project Mangement Body Of Knowledge, Fourth Edition. Republik Indonesia. KEPMEN N0. 102 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Soeharto, Iman. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta.