Untitled - IPB Repository

advertisement
INDUKSI BUATAN PADA PERKEMBANGAN GONAD
IKAN Tor soro
HESTI WAHYUNINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Induksi Buatan pada
Perkembangan Gonad Ikan Tor soro adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Hesti Wahyuningsih
NIM C161070051
ABSTRACT
HESTI WAHYUNINGSIH. Artificial induction on Gonadal Development of Tor
soro. Under direction of MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, AGUS OMAN
SUDRAJAT, LIGAYA ITA TUMBELAKA, WASMEN MANALU, and
RUDHY GUSTIANO.
Tor soro is an endemic species of fresh water fish in North Sumatera, that
has an important economical value. Nowadays the population of Tor soro tends to
decrease. Currently, the fish has been successfully domesticated and in the future,
it is expected to be the candidate for aquaculture. However, it is still a problem
exist due to the frequency of gonad maturation in a year. Therefore, study on
induction of gonadal development by Pregnant Mare Serum Gonadotropin
(PMSG) and estradiol-17β was conducted. This research was aimed to obtain
mature fish outside the spawning season with hormonal injections. The blood
analysis was conducted to evaluate the relationship between reproduction status
and blood chemistry. The first research was carried out descriptively to
understand changes in gonad maturity and blood chemistry profile of fish blood
plasm in the pond. The results indicated that a spawning season in June and
September was characterized by the maximum size of the oocyte (3.0 ± 0.03 mm).
The second research was carried out by using Factorial Completely Randomized
Design for 12 dosages of PMSG and estradiol-17β. Sampling of oocytes and
blood plasm was performed every month during a year (January to December
2011) to analyze the development of the gonads and the concentration of
estradiol-17β. The results showed the ability of PMSG and estradiol-17β in
accelerating the development of the gonads with the presence of oocytes in the
two months after injection, and accelerating spawning. The best treatment dosage
was 4 IU PMSG. This result was indicated by the low concentration of estradiol17β at spawning. The reproduction profile of Tor soro was also indicated by the
changes of blood plasm chemistry analysis including the total protein, glucose,
cholesterol, and triglyceride concentrations. The concentrations with low total
protein, cholesterol, triglyceride but high glucose may be indication of the
spawning activity of the fish. Finally, the use of PMSG may effectively stimulate
the gonadal development of young female fish.
Keywords: blood chemistry, estradiol-17β, gonad, PMSG, Tor soro
RINGKASAN
HESTI WAHYUNINGSIH. Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor
soro. dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, AGUS OMAN
SUDRAJAT, LIGAYA ITA TUMBELAKA, WASMEN MANALU, dan
RUDHY GUSTIANO.
Tor soro merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai
nilai ekonomis dan budaya yang tinggi. Populasi ikan Tor soro di alam tergolong
langka. Dewasa ini upaya untuk membudidayakan ikan Tor soro masih
berlangsung, karena ikan ini merupakan jenis yang baru didomestikasikan dan
reproduksinya belum mencapai optimal. Bertolak dari hal tersebut maka
penelitian ini dilakukan sebagai upaya pengembangan teknologi manipulasi
hormonal untuk mempercepat perkembangan gonad induk agar dapat
meningkatkan potensi ikan Tor soro sebagai kandidat ikan budi daya. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan gonad ikan Tor soro yang diinduksi
dengan penyuntikan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan estradiol17β serta menganalisis perubahan kimia darah terkait dengan status reproduksi.
Penelitian dilakukan melalui tiga tahap yang meliputi pertama, perubahan
plasma darah dan kematangan gonad pada ikan betina Tor soro di kolam
pemeliharaan; kedua, pengaruh Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan
estradiol-17β (E2) pada perkembangan oosit ikan Tor soro betina muda; dan
ketiga, perubahan kimiawi darah ikan Tor soro yang mendapat induksi hormon
PMSG dan estradiol-17β. Pelaksanaan penelitian tahap pertama dilakukan selama
12 bulan untuk menganalisis perubahan kematangan gonad dan kimiawi darah
dari delapan induk ikan. Penelitian tahap kedua dilakukan selama 13 bulan untuk
menganalisis kematangan gonad induk Tor soro muda yang diinduksi dengan
PMSG dan estradiol-17β. Sebanyak 120 ekor ikan digunakan dan dibagi ke dalam
12 perlakuan dengan menggunakan rancangan penelitian, yaitu Rancangan Acak
Lengkap Faktorial. Pengamatan perkembangan gonad dilakukan dengan
menganalisis perubahan diameter oosit yang diamati setiap bulan dengan
menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer. Selain itu, pada penelitian
tahap kedua ini juga dilakukan analisis kadar estradiol-17β plasma darah dengan
menggunakan metode ELISA dan vitelogenin dengan menggunakan SDS PAGE.
Penentuan kadar vitelogenin dilakukan dengan menggunakan softwear TotalLab
TL120. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan analisis kimia darah yang meliputi
konsentrasi protein total dengan menggunakan metode biuret, konsentrasi
glukosa, kolesterol, dan trigliserida dengan menggunakan metode Enzymatic
Colorimetric komersial kit.
Perubahan perkembangan gonad induk Tor soro menunjukkan adanya
puncak perkembangan diameter oosit pada bulan Juni dan September. Pemijahan
terjadi pada bulan September dengan rata-rata diameter oosit 3,0±0,03 mm.
Perubahan konsentrasi kimia plasma darah yang terukur seiring dengan perubahan
ukuran diameter oosit. Perkembangan kematangan gonad ikan Tor soro
mengalami peningkatan yang bertahap pada periode bulan Maret hingga Juli yang
ditandai dengan kecenderungan peningkatan konsentrasi estradiol-17β, protein,
glukosa, kolesterol, dan trigliserida, serta ukuran diameter oosit.
Penyuntikan menggunakan PMSG, estradiol-17β dan kombinasi keduanya
pada induk ikan Tor soro muda mampu memacu perkembangan gonad. Respons
perkembangan gonad ini ditunjukkan dengan adanya oosit pada gonad dari semua
perlakuan dengan lama waktu kematangan yang berbeda-beda, namun lebih cepat
dibandingkan dengan kontrol. Rentang waktu kematangan gonad yang lebih cepat
diperoleh pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) pada dosis perlakuan 4
IU PMSG (T3), 40 IU PMSG (T4), 4 IU PMSG + 125 μg E2 (T7), 0,4 IU PMSG +
250 μg E2 (T10), dan 4 IU PMSG + 250 μg E2 (T11). Berdasarkan hasil analisis
perhitungan kemampuan induksi hormon pada perkembangan gonad ikan Tor
soro, perlakuan T3 (4 IU PMSG) memberikan pengaruh yang nyata pada
percepatan perkembangan gonad ikan Tor soro dibandingkan dengan pemberian
kombinasi dari kedua hormon tersebut.
Perkembangan gonad ini juga diikuti dengan perubahan konsentrasi
estradiol-17β pada bulan-bulan tertentu terutama pada saat terjadi pematangan
oosit, pemijahan, atau atresia. Secara umum, kadar estradiol-17β saat terjadi
pematangan oosit mengalami penurunan hingga konsentrasi estradiol-17β
terendah, yaitu 16,3±3,79 ng/mL. Berdasarkan pengukuran vitelogenin pada ikan
Tor soro ini memiliki bobot molekul 153 kDa. Vitelogenin mulai terukur pada
bulan kedua setelah penyuntikan, yaitu mulai diperoleh oosit pada beberapa
perlakuan (T3, T7, T10, dan T11). Pengukuran konsentrasi vitelogenin ini juga
terukur pada saat terjadi pemijahan dengan hasil yang cukup tinggi. Secara umum,
konsentrasi vitelogenin yang diperoleh terendah 0,005 g/mL (perlakuan T9 pada
bulan ke-12 setelah penyuntikan) dan tertinggi 0,084 g/mL (perlakuan T10 pada
bulan ke-4 setelah penyuntikan).
Perubahan konsentrasi parameter kimiawi plasma darah dalam tubuh ikan
Tor soro berkaitan dengan masa reproduksinya. Besarnya konsentrasi protein total
plasma dapat dikatakan tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol.
Konsentrasi protein total plasma dari semua perlakuan menunjukkan nilai yang
masih berada dalam kisaran normal, yaitu 3,3±1,21 g/dL (T1) hingga 6,2±0,27
g/dL (T11). Nilai rata-rata konsentrasi protein total yang rendah terjadi saat
pemijahan dan atresia (kecuali pada T1). Pola perubahan konsentrasi glukosa
plasma pada semua perlakuan memiliki perubahan yang hampir sama dengan
kontrol (T1) kecuali pada T12 lebih fluktuatif. Umumnya, konsentrasi glukosa
menurun pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) berkisar antara 39,9 –
134,4 mg/dL. Konsentrasi glukosa plasma ini mengalami peningkatan saat terjadi
pemijahan ataupun atresia. Hasil pengukuran konsentrasi kolesterol plasma
sejalan dengan peningkatan konsentrasi trigliserida plasma. Konsentrasi kolesterol
dan trigliserida terlihat mengalami penurunan saat terjadi pemijahan pada
beberapa perlakuan, yaitu T2, T3, T6, T7, T10, dan T11.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dinyatakan bahwa
induksi PMSG pada induk Tor soro muda mampu memacu pembentukan oosit
dan pematangan gonad pada dosis terbaik 4 IU PMSG. Selain itu, analisis
terhadap konsentrasi kimiawi plasma darah pada induk ikan Tor soro dapat
memberikan gambaran reproduksi ikan tersebut.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
INDUKSI BUATAN PADA PERKEMBANGAN GONAD
IKAN Tor soro
HESTI WAHYUNINGSIH
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. drh.Iman Supriatna
Staf Pengajar pada Departemen Klinik Reproduksi
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc.
Staf Pengajar dan Ketua Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, MS.
Peneliti Senior pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan Budidaya, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Staf Pengajar pada Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
: Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor soro
: Hesti Wahyuningsih
: C161070051
Judul Disertasi
Nama
NIM
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc
Ketua
Dr.Ir.Agus Oman Sudrajat,M.Sc
Anggota
Prof. Ir. Wasmen Manalu, Ph.D
Anggota
Dr.drh.Ligaya ITA Tumbelaka,Sp.MP,,M.Sc
Anggota
Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc.,Ph.D
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian: 19 Juli 2012
Tanggal Lulus: 15 Agustus 2012
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah
perkembangan gonad ikan Tor soro, dengan judul Induksi Buatan pada
Perkembangan Gonad Ikan Tor soro.
Bab III dari disertasi ini merupakan pengembangan dari naskah artikel yang
diajukan ke jurnal ilmiah berjudul “Perubahan plasma darah dan kematangan
gonad pada ikan betina Tor soro di kolam pemeliharaan” sedang menunggu
penerbitan di Jurnal Iktiologi Indonesia Volume 12 Nomor 1 (Juni 2012).
Penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada komisi
pembimbing: Prof. Dr.I r.Muhammad Zairin Junior, M.Sc., Dr. Ir. Agus Oman
Sudrajat, M.Sc., Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP.M.Sc., Prof. Wasmen
Manalu, Ph.D., dan Ir. Rudhy Gustiano, Ph.D yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis serta memberikan saran selama ini, baik dalam penulisan
proposal dan disertasi maupun dalam melaksanakan penelitian. Demikian juga
terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. D Djokosetiyanto dan Dr. Ir. Etty
Riani, MSi. selaku penguji luar komisi pada ujian prakualifikasi program Doktor,
atas saran yang telah diberikan untuk perbaikan proposal. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Iman Supriatna dan Dr. Ir. Odang
Carman, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup program Doktor
serta Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, MS. dan Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA.
selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka program Doktor atas saran yang
telah diberikan untuk perbaikan disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Kepala Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar, Bogor beserta staf
yang telah memberikan izin penelitian dan bantuan fasilitas selama penelitian.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara
dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas bantuan dana penelitian yang diberikan selama ini. Selain itu,
ungkapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Kepala Instalasi
Riset Plasmanutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor beserta semua peneliti
dan tim teknisi yang telah membantu dan mendampingi selama penelitian. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sidi Asih, Ir. Gurning dan Bapak
Wawan Setyawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Asmarida dan Ibu Sri dari
Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, serta Bapak Gholib
SPt., MSi. dari Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB atas pendampingan selama analisis kimiawi darah.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Lina Mulyani dan Ibu Anna
Octavera, S.Pi serta teman-teman dari Laboratorium Reproduksi dan Genetika
Organisme Akuatik FPIK IPB, atas bantuan dan dukungan selama ini. Ungkapan
terima kasih disampaikan kepada Dr. Retno Widhiastuti, MSi, Dr. Suci Rahayu,
MSi. Dra. Deny Supriharti, M.Sc., Drs. Kurnia Hadimulja dan rekan-rekan staf
pengajar dari Departemen Biologi, Fakultas MIPA, USU atas doa dan
dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan satu
angkatan mayor Ilmu Akuakultur 2007: Dr. Ir, Andi Parengrengi,M.Sc., Dr. Ir.
Roro Raden Sri Pudji Sinarni Dewi, M.Si., Ir. Ilmiah, M.Si., Ir. Yulintine, M.Sc.,
Ir. O.D. Subhakti Hasan, M.Si., Ir. Usman, M.Si., Ir. Ahmad Ghufron Mustofa,
M.Si., Ir. Mulyana, M.Si., dan mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat 2007: Ir.
Henni Syawal, M.Si., Hernawati, S.Pt., M.Si., Sunarno, S.Si., M.Si. atas
kebersamaan dan persahabatan selama ini.
Ungkapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Ayahanda
(alm) dan Ibunda (alm) serta kakak-kakak dan keluarga besar atas doa dan
dorongan semangat kepada penulis selama menjalankan studi. Ungkapan terima
kasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Miftachul Anwar
dan ketiga anak tersayang Gilang Nurrakhman, Gani Nurrazaq, dan Ginanita
Nurhidayah atas segala pengertian, pengorbanan, doa, dorongan semangat dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
penelitian dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2012
Hesti Wahyuningsih
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ungaran-Semarang pada tanggal 18 Oktober 1969
sebagai anak kelima dari pasangan Hardo Slameto (alm.) dan Harmini (alm).
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman
(UNSOED), lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi
ke program magister pada jurusan Biologi, Program Pascasarjana Institut
Teknologi Bandung (ITB) dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan
untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Akuakultur,
Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Setelah lulus sarjana tahun 1993, penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan
sejak tahun 1994.
Sebuah artikel berjudul “Perubahan plasma darah dan kematangan gonad
pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan” akan diterbitkan pada Jurnal Iktiologi
Indonesia Volume 12 Nomor 1 (Juni 2012). Karya ilmiah tersebut merupakan
bagian dari program S-3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
xxi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..
xxv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………...
Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………….
Hipotesis ……………………………………………………………
Kebaruan Penelitian ……………………………………………...
Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….
1
3
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
6
PEKEMBANGAN
KEMATANGAN
GONAD,
PERUBAHAN
ESTRADIOL-17β DAN PLASMA DARAH PADA IKAN BETINA Tor
soro DALAM KOLAM PEMELIHARAAN
Abstrak ……………………………………………………………..
Abstract ……………………………………………………………..
Pendahuluan ………………………………………………………..
Bahan dan Metode …………………………………………………
Hasil ………………………………………………………………...
Pembahasan …………………………………………………………
Simpulan ……………………………………………………………
Daftar Pustaka ………………………………………………………
23
24
24
25
27
31
33
34
PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN DAN
ESTRADIOL-17β PADA PERKEMBANGAN GONAD IKAN Tor soro
BETINA MUDA
Abstrak ……………………………………………………………...
Abstract ……………………………………………………………..
Pendahuluan ………………………………………………………...
Bahan dan Metode ………………………………………………….
Hasil ………………………………………………………………...
Pembahasan …………………………………………………………
Simpulan ……………………………………………………………
Daftar Pustaka ………………………………………………………
37
38
38
39
43
51
54
54
PERUBAHAN BIOKIMIA PLASMA DARAH IKAN Tor soro YANG
DIINDUKSI DENGAN HORMON PMSG DAN ESTRADIOL-17β
Abstrak ……………………………………………………………...
Abstract ……………………………………………………………..
Pendahuluan ………………………………………………………...
Bahan dan Metode ………………………………………………….
Hasil ………………………………………………………………...
Pembahasan …………………………………………………………
Simpulan ……………………………………………………………
Daftar Pustaka ………………………………………………………
57
58
58
60
61
65
68
68
PEMBAHASAN UMUM …………………………………………………
71
SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………
73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
75
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Kelompok perlakuan, jenis hormon, dan dosis perlakuan (per kg bobot
tubuh) …………………………………………………………………… 40
2
Rentang waktu dan persentase induk matang gonad ikan Tor soro hasil
penyuntikan PMSG dan estradiol-17β …………………………………. 44
3
Rata-rata diameter awal oosit ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG
dan estradiol-17β ………………………………………………………... 44
4
Persentase pemijahan dan atresia ikan Tor soro yang mendapat induksi
PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………… 49
5
Rata-rata jumlah telur yang diovulasikan ikan Tor soro hasil
penyuntikan PMSG dan estradiol-17β …………………………………. 50
6
Persentase jumlah telur yang terbuahi ikan Tor soro hasil penyuntikan
PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………... 50
7
Persentase jumlah telur yang menetas ikan Tor soro hasil penyuntikan
PMSG dan estradiol-17β ……………………………………………….. 50
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Ikan Tor soro ……………………………………………………………
7
2
Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan
pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994) ……….
11
3
Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008) ……………………….
14
4
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya
(Sumber: Bobe & Labbé 2010)…………………………………………..
16
5
Perubahan bulanan diameter telur Tor soro pada bulan April 2009 –
Maret 2010 ………………………………………………………………
28
6
Perubahan bulanan konsentrasi estradiol-17β pada ikan Tor soro betina
antara bulan April 2009 dan Maret 2010 ………………………………..
29
7
Perubahan bulanan konsentrasi total protein, glukosa, kolesterol, dan
trigliserida plasma darah ikan Tor soro antara bulan April 2009 dan
Maret 2010 ………………………………………………………………
30
8
9
Fluktuasi konsentrasi estradiol-17β plasma darah ikan Tor soro yang
diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β dari bulan Desember 2010–
Desember 2011. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis
penyuntikan hormon …………………………………………………….
Konsentrasi protein vitelogenin plasma ikan Tor soro hasil
elektroforesis yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β. Awal
diperolehnya oosit dalam gonad ditunjukkan dengan awal terdeteksinya
vitelogenin pada bulan yang berbeda tiap-tiap perlakuan. T1−T12 =
kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ………………...
10 Larva Tor soro. A. 78 jam setelah fertilisasi, saat larva mulai keluar dan
melepaskan selubung telur; B. 0 jam setelah menetas; C. umur 3 hari
setelah menetas ………………………………………………………….
11 Hasil pengukuran konsentrasi protein total plasma mulai bulan Januari
hingga Desember 2011. T1–T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis
penyuntikan hormon …………………………………………………….
12 Hasil pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida
plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1−T12 =
kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ………………...
46
48
51
62
64
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan protein
total plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan ……………….
83
2
Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan glukosa
plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan …………………….
83
3
Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan
kolesterol plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan ………….
83
4
Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan
trigliserida plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan ………...
83
5
Rata-rata konsentrasi estradiol-17β (ng/mL) plasma darah ikan Tor
soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap
perlakuan ………………………………………………………………..
84
6
Rata-rata konsentrasi protein (g/dL) plasma darah ikan Tor soro betina
yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan ….
85
7
Rata-rata konsentrasi glukosa (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro
betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap
perlakuan ………………………………………………………………
86
Rata-rata konsentrasi kolesterol (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro
betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap
perlakuan ………………………………………………………………
87
Rata-rata konsentrasi trigliserida (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro
betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap
perlakuan ………………………………………………………………
88
10 Rata-rata bobot (g) ikan Tor soro betina selama satu tahun
pemeliharaan …………………………………………………………….
89
11 Analisis ragam untuk diameter oosit awal ikan Tor soro yang diinduksi
PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………...
90
12 Analisis ragam untuk telur ikan Tor soro yang diovulasikan yang
diinduksi PMSG dan estradiol-17β ……………………………………..
91
13 Analisis ragam telur terbuahi Tor soro yang diinduksi dengan PMSG
dan estradiol-17β ………………………………………………………..
92
8
9
14 Analisis ragam untuk daya tetas telur Tor soro yang diinduksi dengan
PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………..
93
15 Analisis korelasi antara konsentrasi estradiol-17β dan protein total,
glukosa, kolesterol, trigliserida plasma ikan Tor soro yang diinduksi
dengan PMSG dan estradiol-17β ………………………………………..
94
1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perikanan perairan tawar sangat berperan dan memberikan kontribusi yang
nyata pada perekonomian daerah melalui pemanfaatan sumber daya perikanannya
melalui usaha penangkapan dan budidaya. Namun sumber daya perikanan di alam
ini bila tidak dikelola secara baik dapat menyebabkan perubahan struktur
komunitas ataupun populasi ikan yang akan mengurangi manfaat sumber daya
tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi budidaya perlu dilakukan,
terutama pada jenis-jenis ikan yang belum dibudidayakan atau dalam tahap
domestikasi.
Ikan Tor soro termasuk ke dalam famili Cyprinidae. Jenis ikan ini
merupakan salah satu ikan endemik Danau Toba, Sumatera Utara, selain ikan dari
genus Neolissochilus, dan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai
ekonomis dan budaya yang tinggi; namun populasi ikan ini di alam tergolong
langka (Kottelat et al. 1993). Saat ini ikan Tor soro telah berhasil dipelihara
secara ex situ, tetapi belum menunjukkan produksi yang tinggi karena kesulitan
dalam mendapatkan induk yang matang gonad.
Pengembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi telah
banyak dilakukan melalui penambahan hormon agar didapatkan pematangan oosit
secara in vivo dan masa-masa reproduksi yang lebih efisien. Penambahan hormon
eksogen untuk perkembangan pematangan akhir gonad dan pemijahan pada ikan
Tor soro telah dilakukan. Pemberian implantasi Human Chorionic Gonadotropin
(HCG) dengan dosis 500 IU/kg bobot badan ternyata menunjukkan adanya
perkembangan diameter oosit terbaik dengan rataan diameter 3,07±0,31 mm
setelah hari ke-50 dengan tingkat keberhasilan pemijahan 100% (Subagja &
Gustiano 2006). Namun demikian, untuk lebih meningkatkan efisiensi reproduksi
dan memacu pematangan gonad ikan Tor soro sejak dari awal tahap reproduksi
diperlukan pemanfaatan hormon yang memiliki kemampuan untuk mengontrol
proses pembentukan vitelogenin dan memacu pematangan akhir gonad.
Perkembangan oosit terjadi karena adanya peran hormon gonadotropin
(GTH) dalam aktivitas gonad, yaitu Follicle Simulating Hormone (FSH dan
2
Luteinizing Hormone (LH). Follicle Simulating Hormone (FSH) bertanggung
jawab terhadap perkembangan oosit (vitelogenesis) dan LH pemicu kematangan
oosit (Nagahama et al. 1995). Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG)
merupakan khorionik gonadotropin yang mempunyai sifat aktivitas biologis
ganda, yaitu berefek FSH dan LH (Hafez et al. 2000). Potensi FSH dalam PMSG
dapat menjadi sumber penambahan hormon gonadotropin I dalam darah dan
diharapkan mampu memacu proses pematangan gonad, sedangkan potensi LH
yang terkandung dalam PMSG diharapkan mampu meningkatkan perkembangan
telur pada proses pematangan akhir gonad ikan Tor soro. Namun, penggunaan
PMSG pada ikan masih sangat jarang sekali, umumnya digunakan pada kelompok
mamalia. Penggunaan PMSG ini telah dicobakan pada ikan medaka (Oryzias
latipes) secara in vitro dengan dosis 100 IU/mL dan hasilnya dapat memacu
produksi estradiol-17ß oleh folikel dan juga meningkatkan produksi estradiol-17ß
yang diinduksi oleh testoteron (Nagahama et al. 1991).
Pada proses vitelogenesis, estradiol-17β sangat dibutuhkan untuk memacu
biosintesis vitelogenin yang merupakan bahan untuk protein kuning telur selama
pertumbuhan
oosit.
Pemberian
menunjukkan
kemampuannya
estradiol-17β
dalam
pada
menginduksi
ikan
Indian
produksi
catfish
vitelogenin.
Vitelogenin ini diakumulasikan dalam perkembangan oosit dan disimpan dalam
granula kuning telur atau globula dalam ooplasma (Barrero et al. 2007).
Pengetahuan mengenai gambaran kimiawi darah ikan juga diperlukan
untuk menganalisis pengaruh induksi hormonal pada profil darah selama proses
perkembangan gonad ikan. Profil beberapa parameter kimia darah dapat
menjelaskan kondisi kesehatan maupun tahapan proses reproduksi pada ikan.
Pengukuran beberapa parameter darah, seperti kolesterol, glukosa, dan trigliserida
sebaiknya terus dilakukan untuk dapat dijadikan indikasi periode reproduksi ikan,
terutama pada ikan betina (Kocaman et al. 2005). Dengan demikian, pemanfaatan
teknik pemberian hormon dan pengukuran profil kimia darah diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan reproduksi dan memanipulasi waktu reproduksi ikan
sehingga menghasilkan gonad yang matang dengan lebih cepat.
3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis pola perubahan pematangan gonad Tor soro.
2.
Menguji efektivitas pemberian PMSG dan estradiol-17β terhadap pola
perkembangan gonad Tor soro.
3.
Menganalisis perubahan kimia plasma darah ikan yang terkait dengan
perkembangan gonad.
Manfaat
penelitian
ini
untuk
tersedianya
metode
baru
induksi
perkembangan gonad induk ikan Tor soro.
HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila faktor
lingkungan, pakan, serta kondisi ikan optimal, maka:
1.
Induksi PMSG dan estradiol-17β dapat memacu kematangan gonad dan
meningkatkan persentase sintasan larva.
2.
Gambaran
konsentrasi
kimiawi
darah
dapat
menunjukkan
tahap
perkembangan reproduksi ikan Tor soro.
KEBARUAN PENELITIAN
Induksi pematangan gonad dengan menggunakan Pregnant Mare Serum
Gonadotropin (PMSG) dan gambaran profil darah pada ikan Tor soro baru
pertama kali dilakukan.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini berawal dari masalah yang dihadapi dalam peningkatan dan
pengembangan budi daya ikan Tor soro dalam memperoleh induk matang gonad
dengan cepat dan menghasilkan benih berkualitas. Menurunnya populasi ikan Tor
soro di alam yang disebabkan adanya eksploitasi berlebih dan kerusakan habitat
menjadikan pentingnya upaya pembudidayaan ikan ini. Oleh karena itu, perlu
adanya pemanfaatan teknologi budidaya ikan agar ikan Tor soro dapat
4
dikembangbiakkan secara ex situ secara optimal dan tidak mengandalkan populasi
di alam.
Keberhasilan upaya pengembangan budidaya ikan Tor soro ini tidak
terlepas dari upaya peningkatan efisiensi reproduksi untuk mempersiapkan induk
yang matang gonad. Salah satu fase penting dalam siklus reproduksi adalah proses
pembentukan vitelogenin yang melibatkan hormon gonadotropin dan steroid.
Pemberian Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) yang memiliki aktivitas
FSH (Follicle Stimlating Hormon) lebih dominan dibandingkan dengan LH
(Luteinizing Hormon) dan penambahan estradiol-17β dari luar diharapkan dapat
memacu peningkatan estradiol-17β dalam tubuh ikan sehingga dapat memacu
pertumbuhan oosit. Ding (2005) menyatakan bahwa estradiol-17ß yang diubah
dari testoteron oleh enzim aromatase akan dibawa ke hati untuk merangsang
sintesis vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur dalam proses pematangan
gonad.
Seiring dengan pertumbuhan oosit yang semakin besar, ketersediaan
estradiol-17β dalam tubuh juga semakin tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya
umpan balik negatif terhadap FSH dan umpan balik posistif terhadap hipotalamus
dan hipofisis dalam memacu pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH).
Pelepasan GnRH ini akan merangsang hipofisis dalam melepaskan LH.
Peningkatan LH dalam tubuh ikan dapat meningkatkan aktivitas 20βhidroksisteroid
dehidrogenase
(20β-HSD)
untuk
memproduksi
17α,20β
dihidroksiprogesteron sehingga terjadi pematangan oosit yang diikuti dengan
ovulasi (Nagahama et al. 1995).
Perkembangan
reproduksi
ikan
akan
mencapai
optimal
apabila
ketersediaan senyawa-senyawa kimiawi yang dibutuhkan sebagai bahan dasar dan
sumber energi dalam proses perkembangan gonad dapat mencukupi. Profil
kimiawi darah diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi perkembangan
reproduksi sekaligus status kesehatan ikan tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dilakukan tahapan
penelitian, sebagai berikut:
1. Perubahan kematangan gonad dan plasma darah ikan betina Tor soro dalam
setahun di kolam pemeliharaan.
5
2. Pengaruh PMSG dan estradiol-17β terhadap perkembangan oosit ikan Tor
soro betina muda.
3. Perubahan kimiawi darah ikan Tor soro yang mendapat induksi hormon
PMSG dan estradiol-17β.
6
7
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tor soro
Biologi Ikan Tor soro. Spesies Tor soro termasuk famili Cyprinidae, ordo
Cypriniformes dan saat ini menurut Integrated Taxonomic Information Service
(ITIS) terdapat 21 spesies dalam genus Tor. Beberapa spesies dari genus Tor ini
didapatkan di Indonesia yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
serta telah terdokumentasi, yaitu Tor douronensis, Tor tambroides, Tor tambra,
dan Tor soro (Gambar 1). Spesies Tor tersebar luas di Asia, daerah Himalaya, dan
Asia Tenggara. Daerah Himalaya meliputi Pakistan, Nepal, India, dan Myanmar,
sedangkan Asia Tenggara meliputi Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, China,
Malaysia, dan Indonesia. Habitat Tor tersebar mulai dari aliran pegunungan dan
sungai hingga sungai berarus deras dengan kondisi perairan yang jernih, dasar
berbatu-batu, atau kerikil (De Silva et al. 2004).
Gambar 1 Ikan Tor soro.
Ikan Tor soro memiliki jumlah telur yang relatif rendah, yaitu 472-931
butir/kg induk bila dibandingkan dengan telur ikan mas (Cyprinus carpio)
sebanyak 131.000-153.000 butir/kg induk, atau dengan spesies Tor lain, seperti
Tor putitora sebanyak 4.935 butir/kg dengan cara hand-stripping. Ikan Tor soro
ini memiliki diameter telur sekitar 2,88-3,02 mm dengan lama penetasan sekitar
91-131 jam pada suhu 21-27 oC. Bila dibandingkan dengan spesies Tor lainnya,
ikan Tor soro ini mempunyai masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan
dengan spesies Tor putitora, yaitu antara 45-125 jam pada suhu air 19-28 oC
(Gurung et al. 2002; Kristanto et al. 2007).
8
Ovari spesies Tor memiliki keragaan yang relatif sama, seperti yang
terlihat pada Tor douronensis. Ovari terlihat mempunyai sepasang ovari yang
memanjang pada sebelah kanan dan kiri rongga perut. Di dalam ovari terdapat
lumen, yaitu rongga tempat telur diovulasikan yang terletak pada bagian
dorsolateral sebelum menuju saluran telur (oviduk). Pada ovari ikan yang sudah
matang kelamin, pembuluh darah terlihat jelas, terutama berada di daerah ventrolateral, yaitu bagian ovari yang menghadap ke dalam rongga perut. Sel-sel telur
terlihat berwarna putih hingga kekuningan sampai jingga dengan empat tingkat
ukuran. Perkembangan ovari dari Tor douronensis adalah sebagai berikut
(Hardjamulia et al. 1995) :
Tingkat I. Ovari kecil memanjang berbentuk torpedo, butir-butir telur tampak.
Ovari pada tingkat I terdapat pada ikan berukuran sekitar 30-32 cm dan
bobot tubuh 310-335 g. Ovari masih kecil berbobot sekitar 1,7-2,0 g atau
indeks gonadosomatik (IGS) sekitar 0,57-0,7
dan hanya terdapat oosit
stadium I yang secara acak berderet berada di tepi dinding lamela.
Tingkat II. Ovari tingkat II ditemukan pada ikan berukuran 38-42 cm dan bobot
sekitar 580-820 g, dengan IGS sekitar 1,6-2,1. Pada ovari tampak butir-butir
telur dan secara mikroskopis terdapat oosit tertua dari stadium II dan oosit
stadium I dengan persentase paling tinggi.
Tingkat III. Ovari tingkat III ditemukan pada ikan berukuran 42-51 cm dan bobot
840-1.380 g dengan nilai IGS 3,1-4,7. Secara visual pada ovari terdapat
butir-butir telur yang lebih besar dan bervariasi ukurannya. Ovari mengisi
sekitar 70% rongga perut. Pada tingkat ini, terdapat oosit tertua pada
stadium III, di samping oosit stadium I dengan frekuensi tertinggi 60% dan
oosit stadium II 26%.
Tingkat IV. Ovari tingkat IV ditemukan pada ikan berukuran 58-61 cm dan bobot
2.390-2.496 g dengan IGS 5,99-6,51. Ikan pada tingkat ini sudah siap
memijah, yang dicirikan oleh perut yang membengkak terutama di daerah
atas urogenital. Lubang urogenital berwarna putih. Ovari dengan panjang
antara 19,5-22,1 cm mengisi seluruh rongga perut. Butir-butir telur yang
berukuran relatif besar terlihat dengan mata telanjang. Pengamatan histologi
menunjukkan ovari pada tingkat ini mempunyai oosit stadium tertua
9
(stadium IV) yang terlihat dari inti sel yang sudah migrasi ke tepi, selain itu
terdapat oosit stadium I, II, dan III dan oosit yang atresia.
Tingkat V. Ovari pada tingkat ini terdapat pada ikan yang sudah siap memijah,
namun tidak dijumpai selama pengamatan.
Kondisi Lingkungan Ikan Tor soro.
Sejauh ini, informasi yang
berkaitan dengan ikan Tor soro masih sangat sedikit. Pendekatan dengan ikan
jenis lain dari genus Tor sangatlah mendukung untuk pemeliharaan ikan Tor soro.
Sebagai contoh ikan tambra (Tor tambroides) hidup pada perairan yang jernih dan
berbatu, berarus sedang sampai deras, kandungan oksigen >5 ppm, suhu udara 2526 oC, suhu air 25-26 oC, pH 6-7. Habitat ikan tambra di perairan sungai dapat
dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Habitat larva/juvenil umumnya pada bagian tepi sungai yang ditandai
oleh substrat/dasar perairan pasir, arus tenang, warna air jernih, dan
dangkal (<50 cm). Hal ini diduga terkait dengan kemampuannya yang
masih rendah untuk melawan arus air. Habitat seperti ini juga merupakan
tempat bertelurnya ikan tambra (spawning ground).
2. Habitat ikan ukuran kecil sampai sedang/remaja dengan karakteristik
sebagai berikut : dasar perairan batuan berdiameter <50 cm, arus air
sedang sampai deras, warna air jernih, kedalaman air <1 m, substrat
tersusun dari kerikil dan pasir, serta penutupan kanopi 50-75%.
3. Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya merupakan lubuk sungai
dengan arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan
batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih, dan
penutupan kanopi >75%.
Berdasarkan habitat pemijahan, ikan ini termasuk dalam kelompok lithopils, yaitu
memijah pada sungai yang dasarnya berupa batuan dan bersubstrat pasir/kerikil
(Haryono & Subagja 2008).
Di alam, jenis-jenis ikan dari genus Tor memiliki dua tipe migrasi. Migrasi
ke bagian hulu (spawning migration) terjadi selama periode air meluap/volume air
tinggi. Pengamatan lain menunjukkan bahwa musim pemijahan terbatas pada
periode yang pendek, yaitu 1 atau 2 bulan dan berhubungan dengan musim hujan
10
dan arus air sungai yang deras. Tipe migrasi yang lain adalah migrasi ke arah hilir
(feeding migration) yang terjadi pada saat periode air rendah atau arus air kecil.
Makanan ikan dari genus Tor ini sangat beragam, termasuk kelompok ikan
omnivor yang memakan buah, biji-bijian yang jatuh ke perairan, maupun
serangga/hewan air kecil (Haryono & Tjakrawidjaja 2009). Ketersediaan makanan
sangat mempengaruhi reproduksi. Pada jenis Tor lain, seperti Tor tambroides dan
Tor douronensis, penambahan suplemen pakan berupa buah dan sayuran sangat
mendukung untuk perkembangan dan pematangan gonad (Ingram et al. 2007).
Vitelogenesis dan Perkembangan Gonad
Reproduksi pada ikan betina melibatkan dua kejadian/proses utama, yaitu
(1) perbesaran ovari secara bertahap dengan pembentukan kuning telur melalui
proses yang disebut vitelogenesis; dan (2) maturasi, ovulasi, dan pemijahan
(Gambar 2). Kedua proses ini diatur oleh hormon gonadotropin; FSH terlibat
dalam vitelogenesis, sementara LH memacu maturasi dan ovulasi (Sun &
Pankhurst 2004).
Vitelogenesis merupakan proses yang penting dari perkembangan
reproduksi ikan ovipar, yang dicirikan dengan pertumbuhan oosit yang cepat
hingga mencapai lebih dari 90% ukuran telur (Sun & Pankhurst 2004). Salah satu
tantangan besar untuk kelangsungan hidup larva dan benih ikan yang berkembang
adalah tingkat suplai nutrisi dalam bentuk
protein telurnya yang merupakan
sumber protein pokok. Vitelogenin adalah bahan baku utama dari protein kuning
telur, dan sangat penting untuk keberhasilan pertumbuhan embrio dan larva.
Vitelogenin dimer plasma dibawa melalui ikatan membran reseptor vitelogenin
yang memediasi endositosis ke dalam oosit untuk menghasilkan protein kuning
telur yang berukuran lebih kecil. Pada dasarnya, vitelogenesis merupakan sintesis
sejumlah besar glikolipofosfoprotein, yaitu vitelogenin yang berikatan dengan
kalsium dalam hati ikan ovipar (Ding 2005).
11
Gambar 2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994).
12
Vitelogenin mempunyai bobot molekul keseluruhan antara 200 – 700 kDa,
seperti pada Killifish, Fundulus heteroclitus memiliki vitelogenin monomerik
sebesar 200 kDa (Ding 2005). Sintesis bahan baku protein ini diatur oleh aksi
langsung estradiol-17ß. Dalam folikel ovarium ikan betina yang matang kelamin,
testoteron yang diproduksi pada lapisan teka dan distimuli oleh hormon
gonadotropin-I, diubah menjadi estradiol-17β dengan adanya enzim aromatase
pada lapisan granulosa (Nagahama 1994).
Vitelogenin yang terbentuk disekresikan ke dalam aliran darah menuju
ovari dan bergabung menjadi oosit yang mengalami pertumbuhan dan mengalami
pembelahan secara enzimatik menjadi protein-protein kuning telur yang disimpan
dalam granula kuning telur pada ooplasma. Selanjutnya, vitelogenin ini
merupakan nutrien yang dibutuhkan selama perkembangan embrio (Sun &
Pankhurst 2004; Phartyal et al. 2005; Ding 2005).
Penimbunan material kuning telur oleh oosit ikan terbagi menjadi dua
fase, yaitu sintesis kuning telur di dalam oosit (endogenous vitellogenesis) dan
penimbunan prekursor kuning telur yang disintesis di luar oosit (exogenous
vitellogenesis) (Matty 1985). Tiga bentuk material kuning telur pada oosit
teleostei, yaitu butiran-butiran kecil minyak, gelembung kuning telur (yolk
vesicle), dan butiran kuning telur (yolk globule). Butiran-butiran minyak ini
mempunyai fungsi untuk mengapung dan suplai energi. Gelembung kuning telur
pertama kali muncul pada tepi sel ooplasma dan selanjutnya bertambah banyak
dan membentuk barisan periferal. Penimbunan butiran kuning telur dimulai
setelah kemunculan globula kuning telur. Globula ini diketahui terbentuk dari
akumulasi gelembung-gelembung kecil (Çakici & Üçüncü 2007).
Hasil isolasi dan karakterisasi vitelogenin dari ikan Cyprinus carpio yang
mengalami pembelahan proteolitik menunjukkan adanya 3 bentuk vitelogenin
yang berbeda, yaitu lipovitelin, phosvitin, dan komponen β atau ß’-C (Hara et al.
2007). Tiga bentuk protein vitelogenin ini mempunyai peranan yang berbeda yang
berhubungan dengan maturasi oosit dan nutrisi embrio (Hiramatsu et al. 2002).
Lipovitellin (Lv) merupakan protein besar dan produk protein kuning telur
yang utama dari vitelogenin serta banyak mengandung sekitar 20% lemak.
Lipovitellin terdiri atas dua polipeptida, yaitu rantai berat dan rantai ringan.
13
Phosvitin (Pv) merupakan unit yang lebih kecil dengan vitelogenin yang sebagian
besar terdiri atas poliserin yang terfosforilasi, berupa fosfor yang berikatan dan
menyebabkan vitelogenin berikatan dengan kalsium. ß-komponen (ß’-C) tidak
mengandung lipid ataupun fosfor (Yaron & Sivan 2006; Hara et al. 2007).
Peranan vitelogenin ini terlihat jelas pada tiga bentuk vitelogenin (disebut
dengan Vg 1A, Vg 1B dan Vg 2) yang dimurnikan dari plasma ikan Clarias
batrachus yang diinduksi dengan estradiol-17β. Vg 1 (Vg 1A dan Vg 1B)
menginduksi vitelogenesis lengkap yang mempengaruhi pelepasan GTH II dan
estradiol-17β, sedangkan Vg 2 menghambat vitelogenesis melalui induksi level
estradiol-17β plasma yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sirkulasi
vitelogenin mengatur vitelogenesis dengan adanya aksi pada poros hipotalamohipofisial-gonad (Nath et al. 2007).
Setelah vitelogenesis, proses selanjutnya adalah pematangan akhir yang
ditunjukkan dengan (a) penambahan kematangan oosit, (b) produksi maturationinducing hormone (MIH), (c) pembentukan maturation promoting factor (MPF)
dan (d) pematangan sitoplasma yang menyebabkan perubahan protein dan lemak
dalam kuning telur. Tahap-tahap ini diikuti dengan ovulasi yang ditandai dengan
pecahnya folikel dan melepaskan telur ke dalam rongga ovari. Proses maturasi ini
secara morfologi ditandai dengan pergerakan germinal vesicle (GV) menuju
kutub/animal pole dan terjadi peleburan inti atau GV break down
(GVBD)
(Yaron & Sivan 2006).
Tahapan perkembangan oosit dapat ditentukan melalui perubahan
diameter oosit, nucleus, dan ooplasma dari histologi gonad. Kriteria tahapan
perkembangan oosit seperti yang terlihat pada ikan Tor tambroides adalah sebagai
berikut berikut:
a.
Tahap I
: diawali dengan adanya nukleus yang besar di tengah sel.
b.
Tahap II : ditandai dengan peningkatan volume nukleus dan ooplasma.
c.
Tahap III : ooplasma kurang jelas terwarna dibandingkan dengan tahap
sebelumnya. Nukleus melebar dan terdiri atas banyak nukleoli.
d.
Tahap IV : tampak bentuk menjadi irregular/tidak beraturan, granula kuning
telur kecil mulai nampak di perifer dan zona radiata.
14
e.
Tahapa V : globula kuning telur terakumulasi di luar ooplasma dan terwarna
jelas dengan eosin. Zona radiata menunjukkan adanya dua lapisan yang
berbeda yang menyelubungi oosit.
f.
Tahap VI : terjadi ketika nukleus bermigrasi ke animal pole (kutub animal)
dan membran nuklear terpisah. Ukuran nukleus lebih kecil dibandingkan
dengan tahap sebelumnya.
Pada dasarnya, telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah
oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon
gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya
disebabkan adanya akumulasi kuning telur. Pemahaman mengenai mekanisme
proses pertumbuhan dan perkembangan oosit sangat penting diperlukan untuk
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan fertilisasi telur (Ismail
et al. 2011).
Secara
umum,
proses
perkembangan
oosit
(oogenesis)
adalah
pembentukan primordial germ cell (PGC) menjadi oosit yang siap difertilisasi.
Rangkaian oogenesis ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan, seperti terlihat
pada Gambar 3 (Patifio & Sullivan 2002; Perea 2008).
Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008).
15
Pada saat ovulasi, telur-telur ikan menggunakan sangat sedikit nutrien-nutrien dan
bahan kimia dalam air. Semua kandungan dalam telur tersebut akan menentukan
kualitas telur ketika menjadi oosit dalam ovari. Produksi telur yang berkualitas
baik bergantung pada perkembangan masing-masing tahapan tersebut, dan
dikontrol oleh hormon-hormon dan faktor-faktor yang saling berpengaruh dalam
ovari. Signal-signal yang merangsang pertumbuhan oosit dan maturasi berasal
dari lingkungan yang diubah dari signal elektrik menjadi kimia dalam hipotalamus
(Brooks et al. 1997).
Telur dengan kualitas yang baik adalah telur yang memiliki kemampuan
untuk difertilisasi dan berkembang menjadi embrio normal. Kualitas telur yang
berubah-ubah adalah salah satu faktor pembatas produksi benih ikan. Kualitas
telur ikan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain a) nutrisi, b) faktor
lingkungan, c) perlakuan ikan yang meliputi induksi pemijahan, akhir ovulasi
telur, dan pemeliharaan gamet setelah pengurutan perut, d) stress (Bobe & Labbé,
2010). Para ahli perkembangan biologi mengemukakan kualitas telur ikan
ditentukan oleh adanya faktor intrinsik, yaitu gen, transkripsi mRNA maternal,
kandungan nutrien dalam yolk, dan status hormonal, yang kesemuanya tersedia
dalam tubuh induk (Brooks et al. 1997). Lebih lanjut Bobe & Labbé (2010)
mengemukakan bahwa terdapat beberapa penduga yang dapat digunakan untuk
menilai atau menentukan kualitas telur ikan, antara lain ukuran dan penampilan
telur-telur yang tidak dibuahi, keberhasilan fertilisasi yang diamati melalui laju
fertilisasi telur, pola pembelahan sel setelah fertilisasi, kemampuan melayang bagi
telur-telur pelagis, dan bentuk cacat dari embrio (Gambar 4).
Peranan hormon Estradiol-17β dan Pregnant Mare Serum Gonadotropin
Reproduksi ikan berada di bawah kontrol poros hipotalamus-pituitarigonad dan melibatkan tiga faktor yang meliputi sinyal lingkungan, sistem hormon,
serta organ reproduksi. Pada banyak kasus, sinyal lingkungan untuk proses
pematangan gonad serta ovulasi dan pemijahan tidak diketahui. Hal ini terutama
menjadi masalah bagi spesies yang tidak memijah secara spontan di dalam wadah
budi daya (Zairin 2003). Upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kondisi di alam agar dapat merangsang pemijahan walaupun dalam
16
kondisi yang kurang tepat sering kali dilakukan manipulasi atau pendekatan
hormonal.
Penduga kualitas telur
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur
stres
induksi pemijahan
suhu
fotoperiode
akhir ovulasi
penanganan telur
daya apung
kecacatan
Ovulasi
Oogenesis
Maturasi
pola pembelahan awal
Perkembangan
Telur
Fertilisasi
eyeing hatch yolk-sac
Spermatogenesis
Spermatozoa
survival
Keberhasilan fertilisasi
Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya
(Sumber: Bobe & Labbé 2010).
Estradiol-17β.
Produksi
vitelogenin
dalam
vitelogenesis
sangat
dipengaruhi oleh kontrol estrogen dalam hati dari hewan ovipar betina yang
matang kelamin. Kontrol estrogenik dari vitelogenin ini diperantarai oleh
pengikatan estrogen yang sangat potensial, yaitu estradiol-17ß, pada reseptor
estrogen (Berg et al. 2004). Penyuntikan ikan bass jantan (Paralabrax
clathratrus) dengan estrogen dosis tinggi telah menunjukkan adanya hipertrofi
hati yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi kalsium, protein, fosfor,
fosfolipid, dan lipid dalam plasma darah. Hasil yang sama juga diperoleh ketika
dilakukan penyuntikan estrogen dengan dosis rendah pada ikan jantan dan betina
(Matty 1985).
17
Konsentrasi estradiol-17β dalam plasma sejalan dengan perubahan
konsentrasi vitelogenin. Hal ini ditunjukkan pada perbandingan kadar estradiol17ß dan vitelogenin dari ikan Ictalurus punctatus betina dewasa. Konsentrasi
estradiol-17ß mulai meningkat pada awal November dan berfluktuasi selama
beberapa bulan hingga mencapai konsentrasi tertinggi pada April yang diikuti
dengan peningkatan konsentrasi vitelogenin dan diameter telur (Barrero et al.
2007). Pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma darah pada ikan sturgeon
betina, menunjukkan adanya peningkatan selama vitelogenesis dan tetap tinggi
hingga fase akhir vitelogenesis. Konsentrasi estradiol-17ß berkisar antara 1,222,05 ng/mL pada fase IV dan menurun secara tajam setelah akhir maturasi hingga
0,16 ng/mL (Barannikova et al. 2004).
Estradiol-17β selain menginduksi sintesis vitelogenin dalam hati, ikan juga
mampu memberikan rangsangan umpan balik terhadap hipofisis dan hipotalamus
dalam pembentukan hormon gonadotropin. Rangsangan yang diberikan estradiol17β adalah rangsangan untuk memacu pelepasan gonadotropin releasing hormone
(GnRH) yang selanjutnya hormon ini akan merangsang hipofisis dalam
melepaskan
gonadotropin.
Pelepasan
gonadotropin
ini
berperan
dalam
merangsang ovulasi pada oosit yang telah mengalami kematangan tahap akhir.
Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG). Hormon lain yang dapat
menginduksi pembentukan vitelogenin antara lain Pregnant Mare Serum
Gonadotropin (PMSG) atau dikenal juga dengan equine Chorionic Gonadotropin
(eCG) yang merupakan hormon glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh
sel-sel yang berasal dari fetal tropoblast kuda dan merupakan kelompok
gonadotropin yang mempunyai aktivitas FSH dan LH. Penggunaan hormon
gonadotropin ini adalah untuk menginduksi pematangan folikel, estrus, dan
ovulasi (Hafez et al. 2000).
Allen & Moor (1972) menyatakan bahwa sumber PMSG adalah mangkok
endometrium kuda bunting pada umur kebuntingan 40 – 120 hari. Secara kimiawi
PMSG mempunyai struktur yang mirip FSH dan LH dengan bobot molekul
45.000 - 65.000 Da yang terdiri atas 2 nonkovalen subunit, yaitu unit α dan
subunit ß. Subunit α tersusun dari 96 asam amino, sementara subunit ß tersusun
dari 149 asam amino. Masa paruh PMSG cukup panjang bila dibandingkan
18
dengan hormon gonadotropin yang lainnya. Hal ini disebabkan PMSG memiliki
kandungan karbohidrat yang tinggi, terutama pada gugus asam sialat.
Penggunaan hormon PMSG ini dalam meningkatkan ovulasi telah
dilakukan pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan kombinasi hormon
hCG. Pertambahan persentase telur yang mengalami matang tahap akhir dan telur
yang mengalami ovulasi terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis
PMSG. Fungsi PMSG itu sendiri terutama untuk merangsang pertumbuhan folikel
serta mematangkan folikel yang telah terbentuk (Basuki, 1990). Pada ikan medaka
(Oryzias latipes), penggunaan 100 IU/mL PMSG dalam media secara in vitro
terhadap beberapa ovari mampu menstimuli produksi estradiol-17ß pada tahap
awal vitelogenin yang diamati pada umur 32 hari sebelum pemijahan. Hal ini
menunjukkan bahwa PMSG dapat menginduksi aktivitas aromatase folikel
vitelogenin ikan medaka melalui sistem adenylate cyclase-cAMP (Nagahama et
al. 1991).
Penggunaan PMSG lebih banyak dilakukan pada mamalia, baik untuk
memacu superovulasi maupun untuk meningkatkan produksi folikel. Penelitian
terhadap penggunaan PMSG pada mamalia di antaranya telah dilakukan pada
kelinci betina. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan jumlah
folikel dan bobot ovari setelah penyuntikan hormon gonadotropin (PMSG) secara
intramuskuler dengan dosis 100 IU pada kelinci umur 14-17 minggu. Hasil
pengukuran bobot ovari pada kelinci muda meningkat dari 0,18 g (kontrol/tanpa
PMSG) menjadi 0,61 g dan peningkatan jumlah folikel dengan diameter >0,6 mm
secara signifikan dari 7 sel (kontrol/tanpa PMSG) menjadi 47 sel (Gosalvez
1994).
Kimiawi Darah
Pemahaman mengenai perubahan kimiawi darah ikan sangat penting,
antara lain untuk mengetahui status kesehatan ikan dan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah perubahan musiman siklus reproduksi ikan.
Beberapa parameter kimiawi darah sangat spesifik pada ikan betina yang
berkaitan erat dengan masa reproduksi (Bayir et al. 2007). Protein dalam plasma
dapat digunakan sebagai indeks level vitelogenin. Pada umumnya, protein plasma
19
meningkat selama vitelogenesis. Hal ini akibat adanya peningkatan protein bahan
baku kuning telur dan sebagian hasil dari lipoprotein lain yang disekresikan hati
ke dalam aliran darah dalam merespons estradiol (Lance et al. 2002). Peningkatan
konsentrasi protein plasma ini sangat berhubungan dengan perubahan konsentrasi
estradiol plasma yang berkaitan juga dengan fungsi protein dalam pengikatan
steroid (steroid binding) (Johnson et al. 1991; Hachero-Cruzado et al. 2007).
Lipoprotein yang terdapat pada plasma selama vitelogenesis merupakan
lipoprotein telur yang menyediakan energi dan nutrien selama perkembangan
embrio. Selama sintesis kuning telur, ukuran oosit bertambah dengan adanya
akumulasi kuning telur yang tersusun dari protein, lipid, dan karbohidrat, dan
adanya sumber energi selama perkembangan embrio (Kocaman et al. 2005).
Lemak merupakan komponen kimia yang sangat penting pada ikan, yang
tersimpan pada berbagai organ, terutama otot dan hati dan digunakan untuk
berbagai aktivitas. Penyimpanan makanan dalam tubuh ikan berkaitan dengan
ketersediaan makanan. Jumlah pakan yang cukup memungkinkan ikan
mengontrol reproduksi dan penyimpanan lemak dalam tubuh (Kandemir & Polat
2007). Lemak memegang peranan penting dalam kebutuhan energi selama
maturasi gonad. Selama perkembangan gonad, ikan membutuhkan energi yang
cukup besar sehingga sangat banyak pakan yang harus tersedia pada periode ini.
Penurunan lemak total dan asam lemak selama periode perkembangan gonad dan
reproduksi menunjukkan banyaknya energi yang dibutuhkan dari lemak-lemak
yang tersimpan selama periode tersebut (Erdogan et al. 2002; Kandemir & Polat
2007). Pada hewan vertebrata ovipar, lemak plasma menunjukkan peningkatan
yang drastis selama vitelogenesis (Bayir et al. 2007).
Kolesterol merupakan molekul biologi yang berperan dalam struktur
membran dan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon-hormon steroid.
Kolesterol yang berasal dari intraseluler ini jumlahnya relatif sedikit dari
kebutuhan yang digunakan untuk sintesis hormon steroid. Namun, kebutuhan
akan kolesterol ini akan digantikan dengan kolesterol yang ada dalam plasma,
sehingga selalu terjadi keseimbangan yang dinamis antara kolesterol dalam sel
dan kolesterol dalam plasma (cholesterol pool). Transpor kolesterol dari plasma
ke dalan sel ini dirangsang oleh ACTH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
20
(Djojosoebagjo 1996). Pada jalur steroidogenik, kolesterol ini berperan sebagai
bahan baku sintesis hormon-hormon setroid dalam folikel ovarium. Mekanisme
ini diawali dengan pemecahan kolesterol menjadi pregnenolon oleh P450scc.
Selanjutnya, pregnenolon ini diubah menjadi steroid-steroid yang berperan dalam
proses vitelogenesis dan maturasi yang meliputi pregnenolon, progesteron, 17αhidroksiprogesteron, testosteron, estradiol 17-β, dan 17α,20β DP (Nagahama &
Yamashita 2008).
Konsentrasi kolesterol yang diukur pada plasma darah ikan Oncorhynchus
mykiss selama masa reproduksi menunjukkan adanya perbedaan antara ikan jantan
dan betina. Pada ikan jantan tampak adanya fluktuasi konsentrasi kolesterol dari
pre-maturasi hingga akhir pemijahan. Konsentrasi kolesterol mengalami
penurunan pada tahap prematurasi hingga tahap pematangan telur dan diikuti
peningkatan hingga akhir pemijahan. Sebaliknya, konsentrasi kolesterol pada ikan
betina terus mengalami peningkatan yang tajam pada masa reproduksi. Hal ini
menunjukkan adanya penggunaan cadangan energi untuk aktivitas reproduksi
(Kocaman et al. 2005). Pengukuran konsentrasi kolesterol plasma darah ini juga
telah dilakukan pada ikan Tinca tinca jantan dan betina. Sampel darah diambil
pada masa awal pemijahan (prespawning) dan akhir pemijahan (postspawning).
Hasil pengukuran menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dari
konsentrasi kolesterol plasma pada ikan jantan dan betina. Namun, pada akhir
pemijahan terdapat perbedaan yang nyata antara ikan jantan dan betina, dengan
nilai yang lebih tinggi didapatkan pada ikan betina. Konsentrasi kolesterol plasma
darah pada ikan T. tinca jantan dan betina ini mengalami peningkatan hingga
akhir pemijahan (Svoboda et al. 2001). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi
kolesterol plasma darah ini menjadi salah satu parameter yang penting untuk
mengetahui kondisi ikan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
peirode reproduksi, nutrisi, dan faktor-faktor lingkungan.
Trigliserida merupakan bentuk simpanan energi yang utama dalam tubuh
ikan, baik di dalam hati, telur, maupun kantong kuning telur larva
(Mukhopadhyay & Ghosh 2007). Variasi konsentrasi trigliserida ini dapat
menunjukkan adanya hubungan antara penyimpanan lemak dan siklus reproduksi.
Ikan menyimpan sumber-sumber nutriennya dalam jaringan dan hati yang akan
21
digunakan untuk aktivitasnya dan selama reproduksi. Variasi tersebut dapat
digunakan sebagai indikator tahapan reproduksi ikan tersebut. Trigliserida pada
ikan rainbow trout betina dan jantan menurun mulai dari maturasi hingga
pemijahan. Konsentrasi tertinggi pada ikan betina terlihat pada tahap maturasi,
sedangkan pada jantan pada tahap prematurasi dan mengalami penurunan dengan
cepat pada saat ovulasi dimulai (Kocaman et al. 2005). Konsentrasi trigliserida
yang bervariasi selama masa reproduksi ini menunjukkan adanya mobilisasi
lemak dari hati dan jaringan tubuh lainnya untuk memenuhi kebutuhan energi
yang besar selama pertumbuhan telur (Hachero-Cruzado et al. 2007). Johnson et
al. (1991) mengemukakan bahwa adanya mobilisasi dan transfer lemak dari
jaringan tubuh lain ke ovari menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi
trigliserida, seperti yang terukur
pada ikan lidah (Parophyrus vetulus) yang
berkaitan dengan adanya butir-butir lemak dalam ooplasma.
Konsentrasi glukosa rainbow trout mencapai puncak pada saat maturasi
pada ikan betina dan pada saat ovulasi pada ikan jantan. Pada beberapa hasil
penelitian, umumnya konsentrasi glukosa pada ikan jantan meningkat dari prematurasi hingga ovulasi kemudian mengalami penurunan hingga akhir pemijahan,
sedangkan pada ikan betina meningkat dan berfluktuasi dari prematurasi hingga
akhir pemijahan. Perbedaan konsentrasi glukosa ini dapat digunakan sebagai
indikator selama proses reproduksi (Kocaman et al. 2005). Selain itu konsentrasi
glukosa dalam darah ikan juga menunjukkan pentingnya karbohidrat sebagai
sumber energi yang diperlukan pada tahapan reproduksi (Hachero-Cruzado et al.
2007). Peningkatan aktivitas glikolitik hati dan aliran glukosa ke ovari sangat
berhubungan dengan adanya hiperglikaemia yang terlihat pada ikan tench (Tinca
tinca L.) sebelum dan saat pemijahan (Svoboda et al. 2001).
22
23
PERKEMBANGAN KEMATANGAN GONAD DAN PLASMA
DARAH PADA IKAN BETINA Tor soro DALAM KOLAM
PEMELIHARAAN
ABSTRAK
Ikan Tor soro merupakan ikan endemik di Sumatera Utara dengan
populasinya yang kian menurun, namun upaya budidayanya belum optimal.
Informasi tentang reproduksi ikan ini juga masih sangat sedikit sehingga perlu
adanya kajian tentang perkembangan gonad sebagai data awal pengembangan
budidaya. Dalam studi ini digunakan delapan ekor betina muda yang diberi pelet
komersial sebanyak 3% bobot tubuh per hari. Pengukuran diameter oosit dan
parameter kimiawi plasma darah dilakukan sebulan sekali selama setahun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kematangan gonad mencapai maksimum pada
bulan Juni dan September 2009. Konsentrasi estradiol-17β yang tinggi diperoleh
pada bulan Juli 2009 (0,9±0,80 ng/mL), kemudian menurun drastis pada bulan
Agustus 2009 (0,2±0,16 ng/mL) dan kembali meningkat hingga mencapai
konsentrasi tertinggi pada bulan Maret 2010. Tingginya konsentrasi estradiol-17β
ini menunjukkan puncak vitelogenesis menuju maturasi. Secara umum, hasil
pengukuran kimiawi darah (total protein, kolesterol dan trigliserida, kecuali
glukosa) yang rendah diperoleh pada bulan Juni 2009 (berturut-turut: total protein
3,9±0,359 g/dL; kolesterol 0,13±0,014 g/dL; trigliserida 0,1±0,021 g/dL) yang
terjadi pada saat ukuran oosit mencapai maksimum. Konsentrasi glukosa terendah
diperoleh pada bulan September 2009 (0,04±0,019 g/dL) saat ikan mengalami
ovulasi, dan selanjutnya meningkat secara bertahap hingga mencapai maksimal
pada bulan Februari 2010 (0,12±0,003 g/dL).
Kata kunci: kimiawi plasma darah, estradiol-17β, gonad, Tor soro
24
CHANGES OF GONAD MATURITY AND BLOOD PLASM IN
FEMALE Tor soro FISH IN POND
ABSTRACT
Tor soro fish is an endemic species of fresh water fish in North Sumatera.
Annually, the population of Tor soro tends to decrease. Meanwhile, the culture
activity is still under optimal condition. In order to support the succesfull of
breeding of Tor soro, information on the gonad development is urgently needed.
In this study, eight young females were reared and fed 3% body weight daily.
Parameters observed were oocyte diameter and blood plasm chemistry carried out
every month during a year. The result showed maximum ovarian maturity occured
in June and September 2009. The estradiol-17β concentration was high in July
2009 (0.9±0.80 ng/mL), then decreased significantly in August 2009 (0.2±0.16
ng/mL) and increased until achieving the highest concentration in March 2010.
The highest of the estradiol-17β concentration correspond to the peak of
vitellogenesis towards the maturation. Chemistry of blood plasm was low in June
2009 as follow, the protein total 3.99±0.4 g/dL; cholesterol 0.13±0.0 g/dL;
triglyceride 0.1±0.0 g/dL occurred at the time of the maximum size oocyte
development. The concentration of low glucose existed in September 2009
(0.04±0.0 g/dL) when the fish ovulated, then this condition increased gradually up
to maximum in February 2010 (0.12±0.0 g/dL).
Key words: chemistry of blood plasm, estradiol-17β, gonads, Tor soro
PENDAHULUAN
Ikan Tor soro yang termasuk ke dalam famili Cyprinidae merupakan salah
satu spesies Tor yang endemik di perairan tawar Sumatera Utara. Jenis ikan ini
mempunyai nilai ekonomis dan budaya yang tinggi. Populasi ikan Tor soro ini di
alam tergolong langka, meskipun upaya konservasi ikan ini di alam telah
dilakukan masyarakat agar tetap berkembang biak (Kottelat et al. 1993). Saat ini,
ikan Tor soro telah berhasil dipelihara secara ex situ, namun belum menunjukkan
produksi yang tinggi karena masih sulitnya mendapatkan induk yang matang
gonad. Secara umum masyarakat hanya melakukan pembesaran ikan-ikan Tor
yang masih kecil dari alam di keramba hingga mencapai ukuran tertentu dengan
tujuan untuk dijual.
25
Perkembangan gonad merupakan salah satu tahap perkembangan
reproduksi yang sangat penting selama siklus hidup hewan. Setelah mengalami
maturasi sempurna, ikan akan menghasilkan baik telur-telur maupun sperma yang
masak. Pada beberapa ikan tropis air tawar, seperti ikan tilapia, pematangan gonad
sangat berkaitan dengan pencahayaan dan perubahan suhu sepanjang tahun
(Campos-Mendoza et al. 2004).
Faktor-faktor lingkungan ini juga merangsang produksi beberapa hormon
steroid, seperti testosterone, estradiol-17β, 17,20b-dihidroksi-4-pregnen-3-one dan
11-ketotestosteron.
Hormon-hormon
tersebut
sangat
berperan
dalam
perkembangan dan maturasi gonad ikan jantan dan betina (Lubzens et al. 2010;
Schulz et al. 2010). Estradiol-17β merupakan hormon pengontrol sintesis
vitelogenin di hati pada ikan betina yang matang kelamin. Vitelogenin akan
ditranspor menuju oosit yang dapat menyebabkan penambahan ukuran gonad ikan
betina selama maturasi akhir. Kontrol hormon estrogen atas sintesis vitelogenin
ini diperantarai oleh pengikatan estrogen yang sangat potensial, yaitu estradiol17ß, pada reseptor estrogen (Berg et al. 2004).
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan dalam setahun fisiologi
gonad ikan Tor soro betina yang dipelihara dalam kolam pemeliharaan. Hasil dari
penelitian ini diperoleh profil perkembangan diameter oosit, perubahan
konsentrasi estradiol-17β, dan diperoleh gambaran siklus reproduksinya yang
diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya budi daya ikan ini.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan selama 12 bulan dari bulan April 2009 hingga Maret
2010. Pemeliharaan ikan dilakukan di kolam pembesaran di Instalasi Penelitian
dan Pengembangan Plasma Nutfah Ikan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis
estradiol-17β dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Balai Besar Perikanan Budidaya
Air Tawar, Sukabumi. Analisis kimiawi darah dilakukan di Laboratorium
Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Pengukuran diameter oosit dilakukan
26
di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Ikan
Sebanyak delapan ekor ikan Tor soro betina umur empat tahun dan belum
pernah memijah dengan bobot berkisar 700-900 g per ekor. Kolam pemeliharaan
diairi air yang berasal dari mata air. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan
komersial berupa pelet dengan protein 30% yang dilakukan dua kali sehari
sebanyak 3% dari bobot tubuh.
Pengambilan sampel darah dan oosit
Sampel darah diambil dari pangkal batang ekor ikan Tor soro betina
sebanyak 3 mL dengan menggunakan jarum suntik yang telah diberi antikoagulan
(natrium sitrat 3,8%). Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan percobaan
terlebih dahulu dibius dengan 2-phenoxyethanol 400 ppm. Sampel oosit diambil
dengan menggunakan kanulasi sebanyak 100 butir dari tiap ikan dan difiksasi
dengan etanol 70%. Pengukuran diameter oosit ini dilakukan dengan
menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer dan dilakukan
setiap satu bulan sekali.
Pengukuran Estradiol-17β
Sampel darah untuk pengamatan konsentrasi estradiol-17β yang diperoleh
disentrifus untuk diambil plasmanya dan disimpan pada suhu -20oC. Pengukuran
estradiol-17β
plasma
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
ELISA.
Pengamatan dilakukan setiap bulan selama 12 bulan.
Pengukuran kimiawi darah
Pengukuran kimiawi darah yang berkaitan dengan reproduksi ikan
meliputi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida. Konsentrasi protein
total diukur dengan menggunakan metode biuret, sedangkan pengukuran
konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma menggunakan metode
Enzymatic Colorimetric Test dengan kit komersial.
27
Analisis data dan informasi
Data keseluruhan yang diperoleh ditampilkan secara deskriptif komparatif
dengan melihat pola kecenderungannya. Korelasi antara estradiol-17β dan
parameter kimia plasma dianalisis dengan program SPSS. Informasi yang didapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi.
HASIL
Perubahan bulanan diameter telur Tor soro
Hasil pengukuran diameter telur Tor soro dari bulan April 2009 hingga
Maret 2010 menunjukkan adanya perkembangan rata-rata diameter telur dengan
ukuran yang bervariasi. Awal pengamatan pada bulan April, rata-rata diameter
telur adalah 1,6±0,46 mm dan terus mengalami perkembangan hingga September
dengan diameter terbesar 3,0±0,03 mm (awal musim hujan). Namun, antara bulan
Juni dan Juli didapatkan beberapa ikan yang mengalami atresia yang ditunjukkan
dengan warna telur dan cairan yang putih bening. Hal tersebut mengakibatkan
antara bulan Juni hingga September hanya satu ekor ikan yang dapat terus
berkembang telurnya hingga ovulasi.
Berdasarkan Gambar 5 terlihat adanya penambahan ukuran telur yang
cukup besar pada bulan Juni dan September. Pada bulan Oktober diperoleh ukuran
rata-rata diameter telur 1,1±0,44 mm dan mulai mengalami pertumbuhan hingga
pada bulan Januari didapatkan diameter telur sebesar 1,7±0,51 mm. Oosit-oosit
dengan ukuran kecil yang diperoleh pada bulan Oktober merupakan oosit yang
akan terus mengalami perkembangan hingga musim pemijahan berikutnya.
Profil estradiol-17β
Pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma darah yang dilakukan setiap
bulan pada ikan Tor soro betina yang immature dapat terlihat pada Gambar 6.
Konsentrasi estradiol-17β plasma pada bulan April 2009 meningkat hingga
mengalami peningkatan yang besar pada bulan Juli (0,9±0,80 ng/mL).
28
100
100
90
APRIL '09
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
100
MEI
80
R
K
U
E
N
S
70
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
(%)
JUNI
0,5
1,0
1,5
2,0
3,0
2,5
3,0
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
DESEMBER
90
80
10
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
100
0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
100
90
JULI
JANUARI
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
0
3,0
100
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
100
90
AGUSTUS
FEBRUARI
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
110
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
100
100
SEPTEMBER
MARET
90
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
2,5
NOVEMBER
0
80
0
2,0
100
10
I
1,5
10
0,5
100
0
1,0
80
60
0
0,5
90
70
90
E
0
100
90
0
OKTOBER
10
10
F
90
80
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
0
0,5
1,0
1,5
DIAMETER OOSIT (mm)
2,0
2,5
3,0
Gambar 5 Perubahan bulanan diameter oosit Tor soro pada bulan April 2009Maret 2010
29
Sebelum pemijahan, pada bulan Agustus 2009, konsentrasi estradiol-17β
plasma menurun tajam mencapai 0,2±0,16 ng/mL dan tetap pada konsentrasi
rendah pada akhir pemijahan hingga bulan Januari 2010. Peningkatan yang tinggi
terjadi mulai Februari dan meningkat tajam pada bulan Maret 2010 sebesar
Estradiol-17β (ng/ml)
1,5±0,68 ng/mL.
2.6
2.4
2.2
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu Sep Okt
Nov Des Jan Feb Mar
Bulan Pengamatan
Gambar 6 Perubahan bulanan konsentrasi estradiol-17β plasma ikan Tor soro
betina antara bulan April 2009 dan Maret 2010.
= memijah.
Profil kimiawi darah
Hasil pengukuran beberapa parameter kimia plasma darah ikan Tor soro
pada bulan April 2009 hingga Maret 2010, yaitu protein, glukosa, kolesterol, dan
trigliserida ditunjukkan pada Gambar 7. Konsentrasi total protein plasma menurun
pada bulan pertama (April 2009) dan cenderung meningkat dari bulan Juni 2009
hingga Maret 2010. Pada bulan April 2009 konsentrasi total protein plasma
sebesar 4,6±0,75 g/dL dan mengalami penurunan pada bulan Mei 2009 (3,8±0,96
g/dL). Namun, pada bulan berikutnya terus mengalami peningkatan hingga
mencapai maksimum pada bulan Desember 2009 sebesar 5,6±0,64 g/dL.
Konsentrasi total protein plasma tertinggi diperoleh sekitar 3 bulan setelah ovulasi
(berdasarkan pengukuran diameter telur pada Gambar 5). Hal ini juga sejalan
dengan berkembangnya ukuran diameter telur yang diperoleh dari bulan Oktober
2009 hingga Januari 2010.
Konsentrasi glukosa plasma darah selama pengamatan dari bulan April
2009 hingga Maret 2010 relatif fluktuatif. Hasil pengukuran konsentrasi glukosa
plasma darah yang teramati berkisar sebesar 0,04±0,02 g/dL hingga 0,12±0,003
30
g/dL. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma terlihat mulai bulan Oktober 2009
setelah masa pemijahan.
Konsentrasi kolesterol plasma darah yang terukur antara bulan April 2009
dan Maret 2010 berkisar antara 0,13±0,014 g/dL hingga 0,26±0,09 g/dL
menunjukkan perubahan yang cukup besar. Konsentrasi kolesterol mengalami
peningkatan secara bertahap pada bulan Agustus dan November 2009, serta
menurun tajam pada bulan Juni 2009. Konsentrasi trigliserida plasma darah yang
terukur pada bulan April 2009 (0,34±0,03 g/dL) cenderung mengalami penurunan
yang tajam hingga bulan Juni 2009 (0,11±0,02 g/dL). Sebagaimana halnya dengan
kolesterol, konsentrasi trigliserida plasma tertinggi diperoleh bulan November
(0,4±0,12 g/dL).
B.
7.0
6.5
6.0
5.5
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
Glukosa plasma (g/dL)
Protein plasma (g/dL)
A.
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Bulan Pengamatan
D.
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Trigliserida plasma (g/dL)
Kolesterol plasma (g/dL)
C.
Bulan Pengamatan
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Bulan Pengamatan
Bulan Pengamatan
Gambar 7 Perubahan bulanan konsentrasi kimiawi plasma darah ikan Tor soro
pada bulan April 2009 hingga Maret 2010. A. Protein, B. Glukosa,
C. Kolesterol, dan D. Trigliserida.
31
PEMBAHASAN
Perubahan ukuran rata-rata diameter oosit yang teramati setiap bulannya
menunjukkan adanya perkembangan oosit dalam gonad dan proses vitelogenesis
yang sedang berjalan hingga menuju tahap maturasi. Vitolegenesis merupakan
suatu penggabungan protein-protein vitelogenin oleh oosit dan memprosesnya
menjadi protein kuning telur sehingga menyebabkan peningkatan ukuran gonad
ikan betina hingga maturasi akhir (Glasser et al. 2004; Lubzens et al. 2010).
Namun, beberapa ikan mengalami atresia sebelum ovulasi yang diduga
karena adanya stress pada ikan akibat faktor lingkungan, seperti suhu udara yang
tinggi dan/atau faktor pendukung kesediaan hormonal untuk pematangan gonad
yang tidak kondusif. Atresia merupakan suatu proses degenaratif dari folikelfolikel ovari yang hilang atau penyerapan oosit vitelogenik pada saat sebelum
ovulasi, dan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan reproduksi (Miranda
et al. 1999; Santos et al. 2008). Atresia ini ditandai oleh adanya hipertrofi dan
hiperplasia sel-sel folikel (Üçüncü & Çakici 2009). Mekanisme atresia dapat
dipicu oleh beberapa faktor, seperti perubahan fotoperiodisitas, salinitas, stress,
polusi, nutrisi, dan suhu atau stress lingkungan lainnya (Tyler et al. 1996;
Bromley et al. 2000).
Berkaitan dengan sintesis vitelogenin pada ikan Tor soro, hal ini terjadi
karena adanya rangsangan dari estradiol-17β yang disekresikan oleh gonad ikan
betina. Estradiol dapat merangsang proses vitelogenesis yang disekresikan oleh
gonad ikan betina selama periode vitelogenesis. Peningkatan konsentrasi
estradiol-17β yang tinggi pada bulan Juli 2009 dan Maret 2010 menunjukkan ikan
siap untuk memulai tahap perkembangan gonad. Bila dihubungkan dengan
perkembangan diameter telur, tingginya konsentrasi estradiol-17β pada dua bulan
tersebut digunakan untuk perkembangan gonad yang ditandai dengan peningkatan
diameter oosit pada bulan Juni dan September. Perubahan estradiol-17β yang
terjadi berhubungan dengan perkembangan oosit dan peningkatan gonadosomatik
indeks (Lee &Yang 2002). Fenomena adanya puncak konsentrasi estradiol-17β
yang terjadi selama vitelogenesis dan selanjutnya menurun secara tajam terjadi
juga pada ikan Chalcaburnus tarichi. Tingginya konsentarsi estradiol-17β ini
juga dapat mencegah terjadinya apoptosis pada ikan (Unal et al. 2006).
32
Informasi peningkatan konsentrasi protein total plasma diperkirakan dapat
juga memberikan gambaran perkembangan gonad yang ditunjukkan dengan
penambahan ukuran oosit. Konsentrasi protein total plasma darah yang meningkat
setelah memijah (bulan September) yang diikuti dengan penambahan bertahap
ukuran diameter oosit mulai bulan Oktober. Penambahan ukuran diameter oosit
ini diduga adanya proses vitelogenesis yang mengakibatkan peningkatan protein
prekursor kuning telur dalam aliran darah. Dahbade et al. (2009) mengemukakan
bahwa konsentrasi protein total dalam darah dapat memberikan gambaran kondisi
reproduksi ikan. Dengan demikian, protein juga digunakan oleh ikan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ reproduksi. Menurut Yeganeh
(2011) peningkatan konsentrasi protein dalam darah merupakan hasil proses
pematangan oosit dan adanya mobilisasi protein dalam bentuk lipoprotein.
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi glukosa plasma terdapat
korelasi positif dengan konsentrasi estradiol-17β (p<0,05). Hal ini berlawanan
dengan hasil penelitian Soengas et al. (1995) yang melaporkan bahwa konsentrasi
glukosa plasma ikan Scophthalmus maximus menurun akibat adanya peningkatan
konsentrasi estradiol-17β pada awal vitelogenesis. Penurunan konsentrasi glukosa
plasma tersebut karena adanya penggunaan glukosa melalui proses glikolisis
untuk menyediakan energi. Sebaliknya, hasil pengukuran konsentrasi glukosa
pada Tor soro menunjukkan adanya peningkatan glukosa yang terukur pada bulan
Oktober hingga Maret seiring dengan kecenderungan peningkatan estradiol-17β.
Peningkatan konsentrasi glukosa ini diduga adanya pelepasan glukosa ke dalam
aliran darah akibat kerja enzim glukosa-6-fosfatase dalam hati melalui jalur
glukoneogensis. Glukosa yang dihasilkan selanjutnya masuk dalam aliran darah
dan menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat. Ngili (2009)
menyatakan bahwa glukosa diproduksi dalam hati melalui proses glukoneogenesis
dan glukosa yang dihasilkan akan masuk dalam aliran darah. Svoboda et al.
(2001) berpendapat bahwa konsentrasi glukosa plasma ikan Tinca tinca yang
lebih tinggi pada masa reproduksi (9,52 mmol/L) dibandingkan dua bulan
sebelum reproduksi (5,93 mmol/L) juga menunjukkan bahwa perkembangan
gonad dapat memicu peningkatan konsentrasi glukosa plasma darah.
33
Berdasarkan
hasil
pengukuran
konsentrasi
kolesterol,
ternyata
penambahan ukuran diameter oosit diikuti dengan peningkatan konsentrasi
kolesterol. Konsentrasi kolesterol yang meningkat diperoleh pada saat sebelum
dan sesudah terjadi pemijahan. Hal ini diduga penggunaan kolesterol dalam
sintesis hormon steroid untuk pertumbuhan oosit. Shankar & Kulkarni (2007)
yang mengemukakan bahwa perubahan konsentrasi kolesterol sangat berkaitan
dengan penggunaannya sebagai substrat dalam sintesis hormon steroid. Lebih
lanjut dikatakan bahwa konsentrasi kolesterol tertinggi diperoleh ketika indeks
gonadosomatik (IGS) maksimum dan sebaliknya konsentrasi kolesterol yang
rendah terukur pada saat aktivitas gonad maksimum (IGS minimum).
Trigliserida diketahui sebagai bentuk simpanan energi yang utama dalam
tubuh ikan dan akan digunakan untuk aktivitas dalam masa reproduksi. Penurunan
konsentrasi trigliserida plasma pada bulan April dan konsentrasi rendah yang
diperoleh pada bulan Juni dan September menunjukkan adanya penggunaan
trigliserida untuk memenuhi kebutuhan energi selama masa pertumbuhan telur.
Pada bulan Juni dan September tersebut terlihat adanya penambahan ukuran
diameter telur Tor soro yang cukup besar dan bahkan terjadi ovulasi. Peningkatan
konsentrasi trigliserida teramati pada bulan Oktober dan mencapai konsentrasi
tertinggi pada bulan November (setelah ovulasi). Tingginya konsentrasi
trigliserida disebabkan adanya mobilisasi lipid yang ditransfer dari jaringan lain
dalam tubuh ikan menuju ovari sebagaimana dikemukakan oleh Johnson et al.
(1991). Ikan menyimpan lemak pada berbagai organ terutama pada otot dan hati,
dan lipid akan ditransfer ke bagian tubuh yang lain untuk berbagai aktivitas
biologi (Kandemir & Polat 2007).
SIMPULAN
Kematangan gonad yang maksimum diperoleh pada bulan Juni dan
September yang menunjukkan perkembangan tahunan dengan tipe ovari sinkronus
Perkembangan kematangan gonad ikan Tor soro mengalami peningkatan yang
bertahap pada periode bulan Februari hingga Juli yang ditandai dengan
kecenderungan
peningkatan
konsentrasi
estradiol-17β,
kolesterol, dan trigliserida, serta ukuran diameter oosit.
protein,
glukosa,
34
DAFTAR PUSTAKA
Berg H, Modig C, Olsson PE. 2004. 17beta-estradiol induced vitellogenesis is
inhibited by cortisol at the post-transcriptional level in Arctic char (Salvelinus
alpinus). Reproductive Biology and Endocrinology, 2: 62.
Bromley PJ, Ravier C, Witthames PR. 2000. The influence of feeding regime on
sexual maturation, fecundity and atresia in first-time spawning turbot. Journal
of Fish Biology, 56: 264-278.
Campos-Mendoza A, McAndrew BJ, Coward K, Bromage N. 2004. Reproductive
response of Nila tilapia (Oreochromis nilaticus) to photoperiodic manipulation:
effects on spawning periodicity, fecundity and egg size. Aquaculture, 231: 299314.
Dahbade VF, Pathan TS, Shinde SE, Bhandare RY, Sonawane DL. 2009.
Seasonal variations of protein in the ovary of fish Channa gachua. Recent
Research in Science and Technology, 2: 78-80.
Glasser F, Mikolajczyk T, Jalabert B, Baroiller JF, Breton F. 2004. Temperature
effects along the reproductive axis during spawning induction of grass carp
(Ctenopharyngodon idella). General and Comparative Endocrinology, 136:
171-179.
Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhondes LD, Olson OP. 1991. Patterns of
oocyte development and related changes in plasma 17-β estradiol, vitellogenin,
and plasma chemistry in English sole Parophrys vetulus Girard. Journal
Experiment Marine Biology Ecology, 152: 161-185.
Kandemir P, Polat N. 2007. Seasonal variation of total lipid and total fatty acid in
muscle and liver of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss W., 1972) reared in
Derbent Dam lake. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Science, 7: 27-31.
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoadmojo S. 1993. Ikan air tawar
Indonesia bagian barat dan Sulawesi (Freshwater fishes of western Indonesia
and Sulawesi). Periplus Edition Ltd. Jakarta, 293 hlm.
Lee WK & Young SW. 2002. Relationship between ovarian development and
serum levels of gonadal steroid hormones, and induction of oocyte maturation
and ovulation in the cultured female Korean spotted sea bass Lateolabrax
moculatus (Jeom-nong-eo). Aquaculture, 207: 169-183.
Lubzens E, Young G, Bobe J, Cerdá J. 2010. Oogenesis in teleosts: How fish eggs
are formed. General and Comparative Endocrnology, 165: 367-389.
Miranda ACL, Bazzoli N, Rizzo E, Sato Y. 1999. Ovarian follicular atresia in two
teleost species: a histologycal and ultrastructural study. Tissue Cell, 31: 480488.
35
Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta: Graha
Ilmu. 323 hlm.
Santos HB, Sato, Moro LY, Bazzoli N, Rizzo E. 2008. Relationship among
follicular apoptosis, integria beta 1 and collagen type IV during early ovarian
regression in the teleost Prochilodus argenteus after induced spawning. Cell
Tissue Research, 332: 159-170.
Schulz RW, de França Luiz R, Jean-Jacques L, Florence L, Chiarini-Garcia H,
Noberga RH, Miura T. 2010. Spermatogenesis in fish. General and
Comparative Endocrinology, 165: 390-411.
Shankar DS, Kulkarni RS. 2007. Tissue cholesterol and serum cortisol level
during different reproductive phases of female freshwater fish Notopterus
notopterus (Pallas), Journal of Environmental Biology, 28: 137-139.
Soengas JL, Barciela P, Aldegunde M. 1995. Variation in carbohydrate
metabolism during gonad maturation in female turbot (Scophthalmus
maximus). Marine Biology 123: 11-18.
Svoboda M, Kouril J, Hámácková J, Kaláb P, Savina L, Svobodova Z, Vykusová
B. 2001. Biochemical profile of blood plasma of tench (Tinca tinca L.) during
pre- and postspawning period. Acta Veterinaria Brno 70: 259-268.
Tyler CR, Pottinger TG, Santos E, Sumpter JP, Price SA, Brook S, Nagler JJ.
1996. Mechanisms controlling egg size and number in the rainbow trout,
Oncorhyinchus mykiss. Biology Reproduction, 54: 8-15.
Üçüncü Sİ, Çakici O. 2009. Atresia and apoptosis in preovulatory follicles in the
ovary of Danio rerio (Zebrafish). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
Science, 9: 215-221.
Unal G, Karakisi H, Mahmut ELP. 2006. Levels of some ovarian Hhrmones in the
pre- and post spawning periods of Chalcaburnus tarichi Pallas 1811, and the
postovulatory structure of follicles. Turkish Journal of Animal Science, 30:
427-434.
Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemistry in relation to
sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comparative
Clinical Pathology. 1-5. DOI 10.1007/s00580-011-1229-0.
36
37
PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN
DAN ESTRADIOL-17β PADA PERKEMBANGAN GONAD
IKAN Tor soro BETINA MUDA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan Pregnant
Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan estradiol-17β (E2) terhadap
perkembangan gonad ikan Tor soro betina yang belum pernah memijah. Dosis
perlakuan yang digunakan adalah T1 = kontrol; T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU
PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 = 0,4 IU PMSG + 125
µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250
µg E2; T 10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; dan
T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Perkembangan gonad ditandai dengan awal
didapatkan oosit dalam gonad ikan dan perubahan diameternya yang diamati
setiap bulan selama satu tahun (mulai Januari-Desember 2011). Oosit diperoleh
dengan cara kanulasi dan sebanyak 100 butir diukur diameternya. Hasil yang
diperoleh dihitung rentang waktu kematangan gonad, persentase kematangan,
persentase pemijahan, rata-rata jumlah telur yang diovulasikan, daya tetas telur,
dan tingkat kelangsungan hidup larva dari tiap-tiap perlakuan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua dosis perlakuan memperlihatkan adanya proses
vitelogenesis yang ditandai adanya oosit di dalam gonad ikan, namun dengan
rentang waktu kematangan yang berbeda. Perlakuan T3, T4, T7, T10, dan T11
menunjukkan rentang waktu kematangan yang lebih cepat, yaitu dua bulan setelah
penyuntikan. Berdasarkan analisis hasil penelitian, perlakuan T3 (4 IU PMSG)
menunjukkan pengaruh yang nyata pada perkembangan gonad bila dibandingkan
dengan kombinasi antara PMSG dan estradiol-17β. Hasil SDS PAGE
menunjukkan bahwa bobot molekul vitelogenin ikan Tor soro adalah 153 kDa.
Kata kunci : estradiol-17β, gonad, oosit, PMSG, Tor soro
38
EFFECT OF PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN
AND ESTRADIOL-17β ON GONADAL DEVELOPMENT IN
IMMATURE FEMALE Tor soro
ABSTRACT
This research was designed to study the optimal dosage of Pregnant Mare
Serum Gonadotropin (PMSG) and estradiol-17β (E2) on gonadal development of
young breeder of Tor soro. The treatments were T1 = control; T2 = 0.4 IU PMSG;
T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 = 0.4 IU
PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg
E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250
µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Gonadal development was indicated
by measuring the oocyte diameter every month during one year (from January to
December 2011). About 100 oocytes were collected by cannulation, periode of
maturation, percentage of oocyte mature, the percentage of spawning, average
number of ovulated eggs, hatching rate and survival rate of larvae from each
treatment were counted. The results showed that in all treatments, vitellogenesis
in the gonad was occured. However it has the different maturity periodes.
Treatment of T3, T4, T7, T10, and T11 were two months faster than others. The
gonadal development was significantly influenced by PMSG induction (4 IU
PMSG) only compared to combination PMSG and estradiol-17β. Finally, SDS
PAGE result showed that the molecular weight of the vitelogenin Tor soro was
153 kDa.
Ketywords: estradiol-17β, gonadal, oocyte, PMSG, Tor soro
PENDAHULUAN
Dewasa ini upaya untuk membudidayakan ikan Tor soro masih
berlangsung, karena ikan ini merupakan jenis yang baru didomestikasikan dan
reproduksinya belum mencapai optimal. Perkembangan gonad yang lambat pada
Tor soro diduga disebabkan oleh ketersediaan hormon FSH dan LH yang kurang
tepat dengan potensi perkembangan reproduksi ikan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan upaya mempercepat perkembangan gonad induk untuk mendukung
budi daya Tor soro.
Pengembangan teknologi melalui manipulasi hormon diketahui dapat
meningkatkan efisiensi reproduksi sehingga didapatkan masa reproduksi yang
lebih efisien. Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) merupakan khorionik
gonadotropin yang mempunyai sifat aktivitas biologis ganda, yaitu berefek FSH
dan LH (Hafez et al. 2000). Namun, penggunaan PMSG pada ikan masih sangat
39
jarang sekali, umumnya digunakan pada kelompok mamalia. Pemberian PMSG
secara in vitro pada ikan medaka (Oryzias latipes) dengan dosis 100 IU/mL secara
signifikan dapat memacu produksi estradiol-17ß oleh folikel dan juga
meningkatkan produksi estradiol-17ß yang diinduksi oleh testosteron (Nagahama
et al. 1991). Potensi FSH dalam PMSG dapat menjadi sumber penambahan
hormon gonadotropin I dalam darah dan diharapkan mampu memacu proses
pematangan gonad, sedangkan potensi LH yang terkandung dalam PMSG
diharapkan mampu meningkatkan perkembangan telur pada proses pematangan
akhir.
Pada proses vitelogenesis, estradiol-17β sangat dibutuhkan untuk
merangsang biosintesis vitelogenin yang merupakan prekursor untuk protein yolk
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan oosit. Secara alamiah, perkembangan gonad
dari fase previtelogenesis menuju fase vitelogenesis dirangsang oleh peningkatan
hormon estrogen dalam darah. Pemberian estrogen eksogen dapat merangsang
hati untuk mensintesis vitelogenin (Nagahama 1994). Menurut Barrero et al.
(2007) pemberian estradiol-17β pada ikan Indian catfish menunjukkan
kemampuan
dalam
menginduksi
produksi
vitelogenin.
Vitelogenin
ini
diakumulasikan dalam perkembangan oosit melalui reseptor endositosis serta
secara enzimatik diproses menjadi protein kuning telur dan disimpan pada globula
dalam ooplasma. Penyuntikan PMSG dan estradiol-17β serta kombinasinya untuk
menginduksi perkembangan gonad ikan belum dilakukan. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan gonad ikan Tor soro
yang telah diinduksi dengan hormon PMSG dan estradiol-17β sehingga
diharapkan dapat diperoleh dosis penyuntikan yang optimal dalam memacu
perkembangan gonad.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama 13 bulan dari bulan Desember 2010 hingga
Desember 2011. Pemeliharaan ikan dilakukan di kolam pembesaran di Instalasi
Penelitian dan Pengembangan Plasma Nutfah Ikan Air Tawar, Cijeruk, Bogor.
40
Analisis estradiol-17-β dilakukan di Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi dan
Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Analisis vitelogenin dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Antar Universitas, IPB.
Pengukuran diameter telur dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika
Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Ikan Uji
Ikan Tor soro yang digunakan adalah ikan betina muda yang belum pernah
memijah (TKG I) yang berasal dari kolam pembesaran di Balai Riset Budidaya
Ikan Air Tawar Cijeruk-Bogor dengan ukuran berkisar antara 450-550 gram/ekor.
Sebanyak 120 ekor digunakan dalam penelitian yang dibagi dalam 12 perlakuan
dan diamati selama satu tahun (Januari-Desember 2011). Ikan dipelihara di kolam
berdinding beton dengan ukuran 5x7 m2 dan kedalaman air kolam 0,7 m. Kolam
mendapat pasokan air yang berasal dari mata air. Ikan diberi pakan dengan
menggunakan pakan komersial berupa pelet dengan kandungan protein 30%.
Pakan diberikan dua kali sebanyak 3% dari bobot tubuh.
Penyuntikan Hormon
Setelah diadaptasikan, ikan disuntik dengan PMSG dan estradiol-17β (E2)
pada bulan Desember 2010 (berdasarkan hasil penelitian tahap I). Penyuntikan
dilakukan secara intramuskuler di bawah sirip punggung, sebanyak tiga kali
dengan interval penyuntikan satu minggu sesuai dosis yang telah ditentukan
(Tabel 1) (berdasarkan Van Bohemen et al. 1982).
Tabel 1 Kelompok perlakuan, jenis hormon, dan dosis perlakuan (per kg bobot
tubuh)
PMSG (IU)
Estradiol-17β
(µg)
0
0,4
4
40
0
T1
T2
T3
T4
125
T5
T6
T7
T8
250
T9
T 10
T 11
T 12
41
Pengambilan contoh plasma darah dan oosit
Darah diambil dari pangkal batang ekor ikan Tor soro betina ±3 mL
dengan menggunakan spuit yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 3,8%).
Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius dengan 2fenoksietanol sebanyak 0,3 mL/L. Sampel darah disentrifus 3000 rpm selama 15
menit dan plasma darah yang diperoleh disimpan pada suhu -20oC.
Oosit diambil dengan menggunakan kanulasi sebanyak 100 butir dari tiap
ikan dan difiksasi dengan etanol 70%. Pengukuran diameter telur ini dilakukan
dengan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dan dilakukan setiap dua minggu
sekali.
Parameter yang diamati
Persentase matang gonad
Ikan yang berkembang gonadnya adalah ikan yang menghasilkan telur
pada saat dilakukan kanulasi dengan kateter. Persentase matang gonad diukur
dengan membandingkan ikan yang berkembang gonadnya dengan jumlah ikan
total tiap perlakuan.
Persentase matang gonad =
Σ ikan yang berkembang gonadnya
Rentang waktu matang gonad
Σ ikan total
x 100%
Rentang waktu matang gonad adalah waktu yang diperlukan ikan pada
awal diperoleh telur.
Persentase pemijahan
Persentase pemijahan diperoleh dari jumlah ikan yang mampu memijah
selama pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total ikan tiap perlakuan.
Pemijahan =
Σ ikan memijah
Σ ikan total
x 100
42
Jumlah telur yang diovulasikan
Telur yang diovulasikan dihitung dengan cara sensus. Butiran telur hasil
stripping dihitung satu persatu hingga didapatkan jumlah keseluruhannya.
Daya Fertilisasi (DF)
Telur yang telah dibuahi setelah pemijahan diamati dan dihitung
berdasarkan warna telur. Telur yang dibuahi berwarna kuning cerah dan yang
tidak dibuahi berwarna kuning keputihan. Derajat Fertilisasi dihitung dengan
rumus:
DF =
Banyaknya telur yang dibuahi
Jumlah telur seluruhnya
x 100%
Daya Tetas telur (DT)
Daya tetas telur dihitung dengan cara sensus dari semua larva yang
ditetaskan. Dihitung dengan menggunakan rumus:
DT =
Banyaknya telur yang menetas
Jumlah telur yang terfertilisasi
x 100%
Tingkat kelangsungan hidup larva (SR)
Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung dari jumlah larva yang
bertahan hidup dari seluruh larva yang ditetaskan dan diamati selama pengamatan
selama satu bulan.
SR =
Jumlah larva akhir pengamatan
Jumlah larva pada awal pengamatan
x 100%
Konsentrasi estradiol-17β
Konsentrasi estradiol-17β dalam plasma diukur setiap bulan dari awal
hingga akhir penelitian selama 12 bulan. Pengukuran konsentrasi estradiol-17β
plasma dilakukan dengan menggunakan metode ELISA.
43
Pengukuran Vitelogenin
Pengukuran vitelogenin plasma dilakukan dengan menggunakan metode
elektroforesis SDS-PAGE untuk mengetahui kandungan dan bobot molekul
vitelogenin. Konsentrasi vitelogenin ditentukan dengan menggunakan program
TotalLab TL 120.
Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, dan
dianalisis dengan program SPSS 18.
HASIL
Tingkat perkembangan gonad
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikan hormon PMSG dan
estradiol-17β pada calon induk ikan Tor soro telah memacu perkembangan gonad.
Respons perkembangan gonad ini ditunjukkan dengan adanya oosit pada gonad
dari semua perlakuan dengan lama waktu tingkat kematangan yang berbeda-beda,
namun lebih cepat dibandingkan dengan T1 (kontrol) (Tabel 2). Pertumbuhan
oosit yang paling cepat diperoleh pada dosis perlakuan T3 (4 IU PMSG), T4 (40
IU PMSG), T7 (4 IU PMSG + 125 µg E2), T10 (0,4 IU PMSG + 250 µg E2), dan
T11 (4 IU PMSG + 250 µg E2) pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari)
dengan diperolehnya oosit dengan rata-rata diameter 0,68±0,056 mm, 0,70±0,099
mm, 0,64±0,088 mm, 0,71±0,097 mm, dan 0,66±0,122 mm. Sementara itu, T1
(kontrol) menunjukkan lama waktu matang gonad yang paling lama pada bulan
ke-9. Rentang waktu matang gonad pada perlakuan dengan PMSG saja ternyata
menunjukkan hasil yang lebih cepat dibandingkan perlakuan dengan estradiol17β saja. Secara keseluruhan, induk Tor soro yang memiliki rentang waktu lebih
cepat dari kontrol menunjukkan diameter oosit yang lebih kecil. Penambahan
dosis estradiol-17β pada induksi PMSG dengan dosis 4 IU ternyata tidak
menunjukkan adanya perbedaan pada ukuran diameter awal oosit, namun
meningkatkan persentase induk matang gonad dari 60% menjadi 70%.
44
Tabel 2 Rentang waktu dan persentase induk matang gonad ikan Tor soro hasil
penyuntikan PMSG dan estradiol-17β
Rentang
Persentase
Perlakuan
n
waktu matang gonad
induk matang gonad
(Bulan ke-)
(%)
T1
10
9
40
T2
10
3
50
T3
10
2
60
T4
10
2
40
T5
10
6
80
T6
10
3
40
T7
10
2
60
T8
10
4
60
T9
10
6
70
T10
10
2
40
T 11
10
2
70
T 12
10
4
40
Keterangan: n = jumlah individu
Induksi PMSG pada ikan Tor soro menunjukkan adanya pengaruh PMSG
yang nyata terhadap rata-rata diameter oosit saat pertama kali diperoleh oosit
dalam gonad ikan, sedangkan interaksi antara PMSG dan estradiol-17β tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata diameter awal oosit ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan
estradiol-17β
PMSG (IU)
E2 (μg)
Rata-rata
0
0,4
4
40
0
0,81
0,68
0,68
0,7
0,718 ns
125
0,84
0,57
0,64
0,68
0,683 ns
250
0,82
0,71
0,66
0,78
0,743 ns
Rata-rata
0,823 **
0,653 **
0,660 **
0,720 **
Keterangan: ** : menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (p<0,001),
berpengaruh nyata
ns = tidak
45
Konsentrasi estradiol-17β
Fluktuasi konsentrasi estradiol-17β setelah penyuntikan PMSG dan
estradiol-17β menunjukkan nilai yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol (Gambar 8). Konsentrasi estradiol-17β pada bulan ke-3 setelah
penyuntikan (Maret) mempunyai kecenderungan meningkat akibat terjadinya
kematangan gonad. Beberapa perlakuan yaitu T2, T3, T6, T7, T10, dan T11 pada
bulan tertentu menunjukkan nilai rata-rata konsentrasi estradiol-17β yang rendah
antara 16,3±3,79 ng/mL dan 61,5±48,41 ng/mL yang menunjukkan ikan
mengalami pemijahan. Nilai rata-rata konsentrasi estradiol-17β yang relatif sama
diperoleh pada kontrol (T1), namun tidak dijumpai adanya ikan yang memijah.
Hasil pengukuran rata-rata konsentrasi estradiol-17β pada kelompok ikan
yang mendapat suntikan PMSG (T2, T3, dan T4) mempunyai kecenderungan
mengalami peningkatan yang tinggi pada tiga bulan setelah penyuntikan dan
selanjutnya menurun hingga bulan ke-6 setelah penyuntikan pada kondisi ikan
yang mengalami pematangan oosit dan atresia. Sementara itu, hasil pengukuran
rata-rata konsentrasi estradiol-17β pada kelompok ikan yang hanya mendapat
suntikan estradiol-17β (T5 dan T9) menunjukkan pola yang berbeda. Konsentrasi
estradiol-17 β pada T5 lebih berfluktuasi dibandingkan dengan T9. Sebaliknya,
konsentrasi estradiol-17β pada T9 meningkat hingga bulan ke-4 (April) dan
mengalami penurunan pada bulan berikutnya hingga akhir pengamatan.
Kelompok ikan ini meskipun mendapat tambahan estradiol-17β secara eksogen
namun baru diperoleh oosit pada gonad ikan setelah 6 bulan dari penyuntikan.
Hasil pengukuran rata-rata konsentrasi estradiol-17β pada kelompok ikan
yang mendapat suntikan PMSG dan estradiol-17β (T6, T7, T8, T10, T11, dan
T12) menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu mengalami peningkatan pada
bulan ke-2 setelah penyuntikan (Februari) kecuali T10 dan selanjutnya menurun
secara bertahap hingga bulan ke-6 setelah penyuntikan. Selanjutnya, konsentrasi
estradiol-17β meningkat kembali pada bulan ke-8 setelah penyuntikan.
46
Gambar 8 Fluktuasi konsentrasi estradiol-17β plasma darah ikan Tor soro yang
diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β dari bulan Januari–
Desember 2011. T1–T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis
penyuntikan hormon. Tanda
menunjukkan waktu pemijahan;
tanda
didapatkan oosit yang atresia.
Vitelogenin
Hasil elektroforesis plasma darah menunjukkan bahwa vitelogenin dapat
dideteksi pada plasma ikan Tor soro betina muda yang bertelur hasil penyuntikan
PMSG dan estradiol-17β dengan bobot molekul 153 kDa. Pengukuran vitelogenin
pada ikan betina muda sebelum memperoleh suntikan tidak menunjukkan
47
keberadaan vitelogenin dengan bobot molekul 153 kDa. Periode awal
vitelogenesis dapat ditunjukkan dengan permulaan terdeteksinya vitelogenin
dalam darah. Gambar 9 menunjukkan periode awal vitelogenesis dari tiap-tiap
perlakuan yang ditandai dengan diperolehnya konsentrasi vitelogenin pada bulan
yang berbeda. Beberapa ikan menunjukkan keberadaan vitelogenin pada plasma
darah mulai bulan ke-2 setelah penyuntikan, yaitu ikan yang mendapat perlakuan
T3, T7, T10, dan T11 dengan konsentrasi vitelogenin yang berbeda-beda. Ikan
pada kelompok perlakuan lainnya baru menunjukkan keberadaan vitelogenin pada
bulan ke-3 (T2 dan T6), bulan ke-4 (T4, T8, T12), bulan ke-6 (T5 dan T9), dan
bulan ke-9 (T1) setelah penyuntikan. Vitelogenin juga terlihat pada ikan yang
mengalami atresia dan memijah. Sebaliknya, perlakuan T8 (bulan ke-7) dan T12
(bulan ke-6) ikan mengalami atresia namun tidak terdeteksi adanya vitelogenin
dalam plasma. Berdasarkan Gambar 9 terlihat adanya percepatan periode
vitelogenesis dengan adanya induksi PMSG dan estradiol-17β bila dibandingkan
dengan kontrol. Secara umum, konsentrasi vitelogenin yang diperoleh terendah
0,005 g/mL (perlakuan T9 pada bulan ke-12 setelah penyuntikan) dan tertinggi
0,084 g/mL (perlakuan T10 pada bulan ke-4 setelah penyuntikan).
Kematangan gonad dan pemijahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa ikan yang matang
gonad dan mampu memijah, namun beberapa ikan yang lain mengalami atresia.
Perlakuan T7 dan T11 menunjukkan persentase pemijahan yang cukup tinggi,
yaitu 60% dan 50%. Sementara itu, pada perlakuan T1 (kontrol), T4 (4 IU
PMSG), T5 (125 µg E2), T8 (40 IU PMSG + 12 µg E2), T9 (250 µg E2), dan T12
(40 IU PMSG + 250 µg E2) tidak terdapat ikan yang mampu memijah meskipun
mengalami kebuntingan.
Ikan yang matang gonad dan siap dipijahkan adalah ikan yang mempunyai
telur yang berwarna kuning dan seragam serta sudah dapat dilakukan pengurutan
perut (stripping). Selama pemeliharaan ikan, dijumpai juga beberapa ekor ikan
Tor soro yang mengalami atresia, yaitu pada perlakuan T3 (0,4 IU PMSG), T4
(40 IU PMSG), T7 (4 IU PMSG + 125 µg E2), T8 (40 IU PMSG + 125 µg E2),
T10 (0,4 IU PMSG + 250 µg E2), T11 (4 IU PMSG + 250 µg E2), dan T12 (40
PMSG + 250 µg E2), seperti terlihat pada Tabel 4.
48
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
T1
Konsentrasi protein vitelogenin plasma (g/mL)
0
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0.025
9
12
T2
0.015
0.012
0.020
0.011
3
5
7
10
T3
0.031
2
0.012
4
0.023
6
0.006
2
0.027
0.027
4
6
0.011
2
0.038
3
4
0.033
0.030
6
10
0.060 T6
0.029
5
6
0.042
10
0.018
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
6
10
4
0.021
6
10
0.008
0.006
0.005
6
9
12
T9
4
0.047
0.084 T10
0.051
0.013
2
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
4
0.027
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0.040 0.033 0.030
T8
2
10
T5
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
T7
2
10
T4
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
1
0.016
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
4
6
10
0.019
0.017
6
10
6
10
T11
0.043
0.009
2
4
T12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0.019
2
4
Bulan Pengamatan
Gambar 9 Konsentrasi protein vitelogenin plasma ikan Tor soro hasil
elektroforesis yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β.
Awal diperolehnya oosit dalam gonad ditunjukkan dengan awal
terdeteksinya vitelogenin pada bulan yang berbeda tiap-tiap
perlakuan. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan
hormon.
: vitelogenesis;
: mijah;
: atresia.
49
Tabel 4 Persentase pemijahan dan atresia ikan Tor soro yang mendapat induksi
PMSG dan estradiol-17β
Persentase
Persentase
Perlakuan
n
pemijahan
Atresia
(%)
(%)
T1
10
0
0
T2
10
20
10
T3
10
30
60
T4
10
0
50
T5
10
0
0
T6
10
30
0
T7
10
60
30
T8
10
0
10
T9
10
0
0
T 10
10
20
30
T 11
10
50
30
T 12
10
0
20
Keterangan : n = jumlah individu
Hasil pengamatan pada 12 perlakuan diperoleh enam perlakuan, yaitu T2
(0,4 IU PMSG), T3 (4 IU PMSG); T6 (0,4 IU PMSG + 125 µg E2); T7 (4 IU
PMSG + 125 µg E2); T10 (0,4 IU PMSG + 250 µg E2); dan T11 (4 IU PMSG +
250 µg E2) yang dijumpai adanya ikan yang mampu memijah. Pengukuran
terhadap diameter telur hasil stripping seluruhnya memiliki diameter rata-rata 2,8
mm dengan rata-rata jumlah telur yang diovulasikan terbesar pada T6, yaitu 1182
butir. Berdasarkan perhitungan persentase telur yang terbuahi terlihat pada
perlakuan T10 menunjukkan persentase tertinggi, yaitu 93,9±4,06%, sedangkan
terendah pada T2, yaitu 66,0±22,62%. Daya tetas telur pada perlakuan dosis 4 IU
PMSG + 125 µg E2 (T7) memiliki persentase tertinggi, yaitu 81,9±8,52%.
Namun, berdasarkan analisis statistik penambahan PMSG saja pada ikan Tor soro
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada peningkatan persentase jumlah
telur yang terbuahi dan persentase jumlah telur yang menetas, sedangkan
penambahan estradiol-17β dan interaksinya dengan PMSG tidak menunjukkan
adanya pengaruh yang nyata seperti yang disajikan pada Tabel 5, 6, dan 7. Bila
dilihat dari tingkat kelangsungan hidup larva (SR) selama satu bulan pengamatan,
larva ikan Tor soro seluruhnya menunjukkan laju kesintasan sebesar 100%. Larva
50
ikan Tor soro ini mempunyai kuning telur (kantung yolk) yang cukup besar
(Gambar 10).
Tabel 5 Rata-rata jumlah telur yang diovulasikan ikan Tor soro hasil penyuntikan
PMSG dan estradiol-17β
PMSG (IU)
E2 (μg)
Rata-rata
0
0,4
4
40
0
0
777
740
0
379,250 ns
125
0
1182
855
0
509,250 ns
250
0
830
914
0
436,000 ns
Rata-rata
0,000 ns
929,667 *
836,333 **
0,000 ns
Keterangan: ** : menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (p<0,001), ns = tidak
berpengaruh nyata.
Tabel 6 Persentase jumlah telur yang terbuahi ikan Tor soro hasil penyuntikan
PMSG dan estradiol-17β
PMSG (IU)
E2 (μg)
Rata-rata
0
0,4
4
40
0
0
66
80,2
0
36,550 ns
125
0
82,2
80,2
0
40,600 ns
250
0
93,9
82,4
0
44,075 ns
0,000 ns
80,700 **
80,933 **
0,000 ns
Rata-rata
Keterangan: ** : menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (p<0,001), ns = tidak
berpengaruh nyata
Tabel 7 Persentase jumlah telur yang menetas ikan Tor soro hasil penyuntikan
PMSG dan estradiol-17β
PMSG (IU)
E2 (μg)
Rata-rata
0
0,4
4
40
0
0
63,83
58,7
0
30,633 ns
125
0
48,5
81,9
0
32,600 ns
250
0
59,5
67,5
0
31,750 ns
Rata-rata
0,000 ns
57,277 **
69,367 **
0,000 ns
Keterangan: * telur berasal hanya dari satu induk yang menetas
51
Gambar 10 Larva Tor soro. A. 78 jam setelah fertilisasi, saat larva mulai keluar
dan melepaskan selubung telur; B. 0 jam setelah menetas; C. umur 3
hari setelah menetas
PEMBAHASAN
Penyuntikan PMSG dan estradiol-17β mampu mempercepat pertumbuhan
oosit pada ikan betina muda dengan memicu pertumbuhan folikel. Pemberian
PMSG pada hewan betina mampu mendorong pertumbuhan folikel-folikel muda,
seperti yang dinyatakan oleh Dott et al. (1979) bahwa penambahan gonadotropin
eksogen (PMSG) mampu memacu perkembangan folikel melalui tiga cara, yaitu
1) memicu folikel-folikel menjadi populasi yang tumbuh, 2) memicu folikel yang
akan atresia menjadi folikel yang berkembang, 3) mencegah atresia folikel dan
memicu pertumbuhan dan ovulasi. Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG)
sendiri diketahui memiliki aktivitas ganda, yaitu FSH yang lebih dominan dan
LH. FSH bertanggung jawab terhadap perkembagan oosit (vitelogenesis),
sedangkan LH pemicu kematangan oosit. FSH akan merangsang sel-sel teka
melalui sistem cAMP untuk memproduksi testostosteron dan selanjutnya
dikonversi menjadi estradiol-17β yang keberadaannya menyebabkan terjadinya
perkembangan oosit. Induksi PMSG dan campuran antara PMSG dan estradiol17β yang mampu menghasilkan oosit pada bulan ke-2 (Tabel 2) menunjukkan
adanya kerja dari hormon eksogen pada sel-sel folikel oosit pada ikan betina
muda. Nagahama et al. (1995) menyatakan bahwa perkembangan oosit dari
52
pravitelogenesis ke vitelogenesis terjadi karena peningkatan produksi estradiol17β. Hal ini juga ditunjukkan secara umum, adanya peningkatan estradiol-17β
pada bulan ke-2 setelah penyuntikan (Gambar 9). Estradiol-17β kemudian masuk
ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati untuk mensisntesis ke dalam oosit
dan mensekresikan vitelogenin ke dalam peredaran darah. Selanjutnya,
vitelogenin akan terdesposisikan ke dalam oosit dengan cara endositosis spesifik
protein.
Vitelogenin sebagai bahan baku kuning telur mempunyai berat molekul
tinggi, pada ikan Tor soro terdeteksi dengan bobot molekul 153 kDa. Bobot
molekul vitelogenin pada beberapa Cyprinidae dijumpai sekitar 150 kDa pada
goldfish (Matsuda et al. 2011), 156 dan 190 kDa pada Cyprinus carpio (Fukada et
al. 2003), 167 kDa pada Puntius conchonius (Shi 2004). Vitelogenin akan
disintesis secara kontinu, hal ini terlihat pada ekspresi dan konsentrasi vitelogenin
hasil elektroforesis yang menunjukkan adanya vitelogenin pada gonad ikan yang
mengalami atresia (Gambar 9). Lain halnya dengan hasil elektroforesis yang
ditunjukkan pada perlakuan T8 (dosis 40 IU PMSG + 125 µg E2) dan T12 (dosis
40 IU PMSG + 250 µg E2), yaitu tidak terdeteksi vitelogenin plasma pada ikan
yang mengalami atresia. Penambahan PMSG dengan dosis tinggi dan estradiol17β menyebabkan terjadi penambahan hormon FSH dan estradiol-17β eksogen
yang tinggi sehingga diduga menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik
negatif pada saat oosit belum matang, Mekanisme tersebut menyebabkan
penurunan aktivitas aromatase dan produksi estradiol-17β terhenti, sehingga
diduga terjadi penghambatan perkembangan oosit. Hal ini dapat dilihat juga dari
hasil pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma pada bulan ke-7 (T8) dan
bulan ke-6 (T12)
yang mengalami
penurunan. Adanya penghambatan
perkembangan oosit juga diduga adanya fenomena negative rebound effect.
Penghentian produksi estradiol-17β akan diikuti dengan sekresi LH yang
bertanggung jawab untuk pematangan oosit, namun adanya kandungan LH dalam
PMSG memungkinkan tidak diproduksinya LH endogen. Hal ini yang
menyebabkan tidak terjadinya pematangan dan ovulasi oosit, sehingga pada
beberapa perlakuan tidak terjadi pemijahan.
53
Penurunan konsentrasi estradiol-17β akan diikuti peningkatan 17α,20βhidroksi-4-pregnen-3-one. Nagahama et al. (1995) dan Yamashita et al. (2000)
menyatakan bahwa produksi 17α,20β-hidroksi-4-pregnen-3-one dalam sel
granulosa oleh kerja enzim 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (17β-HSD) berasal
dari hormon 17α-hidroksiprogesteron dalam sel teka yang dirembeskan ke dalam
sel granulosa. Hormon 17α,20β-hidroksi-4-pregnen-3-one yang terbentuk ini
berfungsi sebagai MIH dalam proses pematangan oosit. Namun, 17α,20βhidroksi-4-pregnen-3-one selain sebagai MIH juga dapat mengaktifkan enzim
proteolitik (Matsubara & Sawano, 1995). Adanya enzim proteolitik ini dapat
mengakibatkan granula kuning telur dalam oosit tercerna dan akan diserap
kembali (Carnevali et al. 1999). Penyerapan granula kuning telur ini diduga yang
mengakibatkan ikan mengalami atresia. Atresia ini juga dapat terjadi menurut
Habibi & Andreu-Vieyra (2007) karena GnRH dapat berperan sebagai faktor
atretogenik dalam ovari ikan, pada situasi peningkatan level GTH tidak tercapai.
Selama folikulogenesis, level estradiol dan ekspresi GnRH meningkat secara
bertahap dan berperan dalam mempertahankan perkembangan oosit pada
pertengahan vitelogenesis hingga menjelang ovulasi. Selanjutnya, lonjakan
gelombang ovulatori LH akan meningkatkan produksi 17α,20β-hidroksi-4pregnen-3-one. Namun, apabila level transkrip GnRH tinggi sepanjang
folikulogenesis dan awal ovulasi dapat menjadikan rentan mengalami atresia.
Ikan Tor soro merupakan ikan yang saat ini sedang dalam tahap
domestikasi. Induksi PMSG dan estradiol-17β pada ikan Tor soro betina muda
dalam memicu vitelogenesis hingga ovulasi menunjukkan kemampuan ikan ini
dalam merespons hormon eksogen. Penyuntikan PMSG dan estradiol-17β juga
menunjukkan kemampuan hormon ini dalam memacu pemijahan lebih awal bila
dibanding dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu ikan
Tor soro yang dipelihara tanpa diinduksi pada penelitian sebelumnya. Hasil
pengamatan perubahan kematangan gonad pada ikan Tor soro yang dipelihara di
kolam tanpa adanya induksi hormon menunjukkan puncak perkembangan oosit
terjadi pada bulan Juni dan September, sedangkan pemijahan terjadi pada bulan
September. Pada umumnya, pemijahan terjadi karena adanya peningkatan kadar
hormon gonadotropin yang dipicu adanya rangsangan dari lingkungan. Namun,
54
adanya penyuntikan hormon PMSG dan estradiol-17β ternyata mampu memicu
pembentukan oosit dan pemijahan lebih awal.
Adanya telur hasil ovulasi dari beberapa ikan yang memijah tidak
berkembang atau mati seluruhnya pada hari ke-2 setelah fertilisasi diduga adanya
telur yang mengalami over ripe (terlalu masak) sehingga telur tidak dapat
menetas. Besarnya kandungan FSH yang terdapat pada PMSG memungkinkan
pematangan telur terjadi lebih cepat sehingga faktor keterlambatan penanganan
terhadap ikan yang siap memijah dapat menyebabkan rendahnya derajat
penetasan. Namun, derajat penetasan pada penelitian ini bisa dikatakan cukup
baik bila meskipun lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang
dilaporkan oleh Subagja & Gustiano (2006) pada ikan Tor soro dengan implantasi
HCG 500 IU/kg dan penyuntikan ovaprim 0,8 mL/kg bobot badan sebesar
63,58%. Hasil perhitungan nilai SR larva yang terukur 100% pada penelitian ini
menunjukkan larva mampu bertahan hidup dalam wadah pemeliharaan.
Kemampuan bertahan hidup larva Tor soro ini dikarenakan kandungan kuning
telur sebagai cadangan energi untuk pertumbuhan cukup besar (Gambar 10).
SIMPULAN
Pemberian PMSG mampu mempercepat pembentukan oosit pada ikan Tor
soro muda. Induksi perkembangan gonad dengan menggunakan PMSG dan
estradiol-17β tidak mempengaruhi laju kesintasan larva.
DAFTAR PUSTAKA
Barrero M, Small BC, D’Abramo LR, Hanson LA, Kelly AM. 2007. Comparison
of estradiol, testoterone, vitellogenin and cathepsin profiles among young adult
channel catfish (Ictalurus punctatus) females from four selectively bred strains.
Aquaculture 264: 390-397.
Carnevali O, Carletta R, Cambi A, Vita A, Bromage N. 1999. Yolk formation and
degradation during oocyte maturation in seabream Sparus aurata: involvement
of two lysosomal proteinase. Biology Reproduction 60: 140-146.
55
Dott HM, Hay MF, Cran DG, Moor RM. 1979. Effect of exogenous
gonadotrophin (PMSG) on the antral follicle population in the sheep. Journal
of Reproduction and Fertility 56: 683 - 689.
Fukada H, Fujiwara Y, Takahashi T, Hiramatsu N, Sullivan CV, Hara A. 2003.
Carp (Cyprinus carpio) vitellogenin: purification and development of a
simultaneous chemiluminescent immunoassay. Comparative Biochemistry and
Physiology Part A: Molecular & Integrative Physiology 134: 615-623.
Habibi HR, Andreu-Vieyra CV. 2007. Hormonal regulation of follicular atresia in
teleost fish. Di dalam: Babin PJ, Cerdà J, Lubzens E, editor. The Fish Oocyte:
From Basic Syudies to Biotechnological Applications. Netherland: Springer
hlm. 235-253.
Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Hormones, growth factors, and
reproduction. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in Farm
Animals. Ed ke-7. USA: Lippincott Williams & Wilkins hlm. 33-54.
Matsubara T, Sawano K. 1995. Proteolytic cleavage of vitellogenin and yolk
protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder
(Verasper moseri). Journal of Experimental Zoology 272: 34-45.
Matsuda Y, Ito Y, Hashimoto H, Yokoi H, Suzuki T. 2011. Detection of
vitellogenin incorporation into zebrafish oocytes by FITC fluorescence.
Reproductive Biology and Endocrinology 9: 45.
Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism
for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in
the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. Journal of Experimental
Zoology 259: 53-58.
Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. International
Journal of Developmental Biology 38: 217-229.
Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995.
Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Current Topics in
Development Biology 30: 103-145.
Shi X, Zhang S, Sun Y, Pang Q, Sawant MS. 2004. Purification, characterization
and antigenic species-specific reactivity of vitellogenin of rosy barb (Puntius
conchonius Hamilton). Indian Journal of Biochemistry & Biophysics 41: 216220.
Subagja J, Gustiano R. 2006. Pengaruh implantasi HCG pada perkembangan telur,
pematangan akhir gonad, dan pemijahan ikan Tor soro. Jurnal Riset
Akuakultur 1: 219-225.
56
Van Bohemen CG, Lambert JGD, Goos HJT, Van Oordt PGWJ. 1982. Estrone
and estradiol participation during exogenous vitellogenesis in the female
rainbow trout, Salmo gairdneri. General and Comparative Endocrinology 46:
81-92.
Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Molecular mechanisms of the
initiation of oocyte maturation: general and species-species aspects. Cell Cycle
Research 4: 115-129.
57
PERUBAHAN KIMIAWI DARAH IKAN Tor soro YANG
DIINDUKSI DENGAN HORMON PMSG
DAN ESTRADIOL-17β
ABSTRAK
Pengukuran kimiawi darah seperti protein total, glukosa, kolesterol dan
trigliserida dapat membantu dalam menilai kesehatan ikan dan diharapkan dapat
memberikan gambaran reproduksi ikan Tor soro. Penelitian dilakukan untuk
menganalisis kimiawi darah pada ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG,
estradiol-17β, dan kombinasi kedua hormon tersebut dengan dosis : T1 = kontrol;
T2 = 0.4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol17β; T6 = 0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU
PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4
IU PMSG + 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Penyuntikan
dilakukan secara intramuskuler sebanyak tiga kali dengan interval waktu satu
minggu. Pengambilan sampel plasma darah dilakukan setiap bulan selama satu
tahun (Januari–Desember 2011). Pengukuran konsentrasi protein total plasma
dilakukan dengan metode biuret, sedangkan konsentrasi glukosa, kolesterol, dan
trigliserida diukur menggunakan metode enzymatic colorimetric dengan komersial
kit. Hasil penelitian menunjukkan perubahan konsentrasi protein total, glukosa,
kolesterol, dan trigliserida yang hampir sama dengan kontrol (T1). Konsentrasi
protein total plasma terendah adalah 3,3±1,21 g/dL (T1) dan tertinggi adalah
6,2±0,27 g/dL (T11). Hasil pengukuran konsentrasi glukosa menunjukkan pola
yang hampir sama, menurun pada bulan kedua setelah penyuntikan. Konsentrasi
glukosa terendah adalah 39,8±16,81 mg/dL (T10) dan tertinggi adalah
134,4±24,65 mg/dL (T12). Perubahan konsentrasi kolesterol dan trigliserida juga
menunjukkan pola yang sama. Hasil pengukuran konsentrasi kolesterol terendah
adalah 130,4±0,02 mg/dL (T9) dan tertinggi adalah 301,9±158,35 mg/dL (T12),
sedangkan konsentrasi trigliserida terendah adalah 145,9±126,78 mg/dL (T11)
dan tertinggi adalah 485,3±66,47 mg/dL (T11). Periode pemijahan ditunjukkan
dengan konsentrasi protein total, kolesterol, dan trigliserida plasma yang rendah
serta peningkatan konsentrasi glukosa plasma.
Kata kunci: glukosa, kimiawi darah, kolesterol, protein total, trigliserida
58
CHANGES OF BLOOD CHEMISTRY IN Tor soro INDUCED
BY PMSG AND ESTRADIOL-17β HORMONES
ABSTRACT
Blood chemistry such as total plasma protein, glucose, cholesterol, and
triglyceride measurement can provide valuable tools for monitoring health of fish
and may be used to express the reproductive profile of Tor soro. An experiment
was conducted to analize blood chemistry in Tor soro fish after injection of
PMSG, estradiol 17β, and the combinations of both hormones with dosage such
as: T1 = control; T2 = 0.4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 =
125 µg estradiol-17β; T6 = 0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg
E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250
µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2.
Intra muscular administration of hormones was given 3 times with an interval of a
week. Samples of blood plasma were collected every month during a year
(January–December 2011). Total protein level in blood plasma was measured by
biuret method, while glucose, cholesterol, and triglyceride levels were detected
by enzymatic colorimetric method with commercial kit. Results of this study
showed that the concentration of total protein, glucose, cholesterol, and
triglyceride during the experiment was similar as compared to control (T1). The
lowest total protein was 3.3±1.21 g/dL (T1), while the highest was 6.2±0.27 g/dL
(T11). For glucose concentration, was also not different, although, it was showed
a slightly decrease in the second month after the injection. The lowest glucose
concentration was 39,8±16,81 mg/dL (T10) and the highest was 134.4±24.65
mg/dL (T12). The lowest level of cholesterol concentration was 135,9±46,98
mg/dL (T9) and the highest was 301,9±158,35 mg/dL (T12). The lowest
triglycerides was 145,9±126,78 mg/dL (T11) and the highest was 485,3±66,47
mg/dL (T11). There was a strong indication that the low total protein, cholesterol,
triglycerides, and the high glucose concentration had a correlation with the
spawning activity of the fish observed.
Keywords: glucose, blood chemistry, cholesterol, total protein, triglyceride
PENDAHULUAN
Pengetahuan mengenai konsentrasi kimiawi darah seperti protein total,
glukosa, kolesterol, dan trigleserida dalam plasma darah ikan dapat sangat
membantu dalam menilai kesehatan ikan (Yousefian et al. 2010) dan dapat juga
dikaitkan dengan adanya korelasi kebutuhan nutrisi ikan dengan siklus
reproduksinya. Perubahan konsentrasi kimiawi darah dapat berubah-ubah
bergantung pada spesies, umur, siklus maturasi seksual, dan kondisi kesehatan
ikan. Perubahan yang terjadi, seperti fluktuasi konsentrasi protein, glukosa,
59
kolesterol, dan komponen dasar lainnya. Suwetja (2011) menyatakan bahwa
komposisi kimiawi darah ikan dapat berubah karena a) adanya perubahan tingkat
kematangan gonad, b) adanya perubahan dari hidup liar kemudian dipelihara, c)
adanya perubahan karena ikan tersebut perlu bermigrasi untuk melakukan
pemijahan, mencari makanan, dan karena adanya perubahan keadaan lingkungan
perairan tempat hidupnya.
Protein dalam plasma diketahui dapat digunakan sebagai indeks level
vitelogenin. Protein plasma akan meningkat selama vitelogenensis. Hal ini akibat
adanya peningkatan protein bahan pembentuk kuning telur dan sebagian hasil dari
lipoprotein lain yang disekresikan hati ke dalam aliran darah dalam merespons
estradiol (Lance et al. 2002). Gula darah atau glukosa merupakan salah satu
karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber energi bagi mahluk hidup.
Pengukuran glukosa ini digunakan karena relatif murah dan mudah dilakukan.
Umumnya, glukosa secara kontinu dibutuhkan sebagai sumber energi oleh semua
organ tubuh dan harus tersedia pada kadar yang cukup dalam plasma. Konsentrasi
glukosa juga bervariasi disesuaikan dengan ukuran, umur, status nutrisi, dan
reproduksi ikan (Yousefian et al. 2010).
Kolesterol dan trigliserida merupakan dua bentuk lemak yang penting bagi
cadangan energi dalam tubuh. Kolesterol dalam jaringan steroidogenik
berhubungan dengan reproduksi dan fluktuasinya berhubungan dengan maturasi
ikan. Selain itu, kolesterol juga merupakan bahan untuk sintesis hormon steroid
yang mempengaruhi proses pematangan gonad (Shankar & Kulkarni 2007).
Trigliserida merupakan bentuk simpanan energi yang utama dalam tubuh ikan
baik di dalam hati, telur, maupun kantong kuning telur larva (Mukhopadhyay &
Ghosh 2007). Variasi konsentrasi trigliserida ini dapat menunjukkan adanya
hubungan antara penyimpanan lemak dan siklus reproduksi. Ikan menyimpan
sumber-sumber nutriennya dalam jaringan dan hati, dan akan digunakan untuk
aktivitasnya dan dalam reproduksi. Variasi konsentrasi tersebut dapat digunakan
sebagai indikator tahapan reproduksi ikan tersebut (Kocaman et al. 2005).
Konsentrasi trigliserida yang bervariasi selama masa reproduksi menunjukkan
adanya mobilisasi lemak dari hati dan jaringan tubuh lainnya untuk memenuhi
60
kebutuhan energi yang besar selama pertumbuhan telur (Hachero-Cruzado et al.
2007).
Pentingnya pengetahuan mengenai status kesehatan dan reproduksi ikan
dalam budi daya, menuntut perlunya dilakukan suatu kajian mengenai gambaran
kimiawi darah ikan. Analisis kimiawi plasma darah ikan yang dilakukan dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran status perkembangan
reproduksi ikan Tor soro.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 13 bulan dari bulan Desember 2010
hingga Desember 2011. Pelaksanaan penelitian dilakukan di kolam percobaan
Instalasi Riset Plasmanutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor. Analisis
kimiawi plasma darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB.
Ikan Uji
Ikan Tor soro betina yang belum pernah memijah dengan ukuran berkisar
antara 450-550 g/ekor dan berasal dari kolam pembesaran di Balai Riset Budidaya
Ikan Air Tawar Cijeruk-Bogor. Sebanyak 120 ekor ikan yang dibagi dalam 12
perlakuan (masing-masing 10 ekor) dan diamati selama satu tahun (JanuariDesember 2011). Perlakuan yang diberikan sebagai berikut T1 = kontrol; T2 = 0.4
IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 =
0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG +
125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG
+ 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Ikan dipelihara di kolam
berdinding beton dengan ukuran 5x7 m2 dan kedalaman air kolam 0,7 m. Kolam
mendapat pasokan air dari mata air. Ikan diberi pakan komersial berupa pelet
dengan kandungan protein 30% yang diberikan dua kali per hari sebanyak 3% dari
bobot tubuh.
61
Pengambilan sampel plasma darah
Plasma darah untuk pengujian kimiawi plasma diperoleh dari pengambilan
darah pada pangkal batang ekor ikan Tor soro betina (±3 mL) dengan
menggunakan jarum suntik yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 3,8%).
Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius dengan 2phenoxyethanol sebanyak 400 ppm. Sampel darah disentrifus 3000 rpm selama 15
menit dan plasma darah yang diperoleh disimpan pada suhu -20oC.
Pengukuran parameter kimiawi darah
Beberapa parameter kimiawi darah yang diukur meliputi konsentrasi
protein total yang diukur dengan menggunakan metode biuret, konsentrasi
glukosa yang diukur dengan metode Enzymatic Colorimetric menggunakan kit
Glucose liquicolor GOD-PAP, konsentrasi kolesterol yang diukur dengan metode
Enzymatic Colorimetric menggunakan kit Cholesterol liquicolor CHOD-PAP,
dan konsentrasi trigliserida yang diukur dengan metode Enzymatic Colorimetric
menggunakan kit komersial GPO-PAP.
Analisis data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisis dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial menggunakan program SAS versi 9.1.
HASIL
Konsentrasi protein total
Perubahan bulanan rata-rata konsentrasi protein total tiap perlakuan relatif
sama dengan kontrol berkisar antara 3,3 dan 5,4 g/dL (p>0,05) (Gambar 11).
Konsentrasi protein total plasma pada ikan yang disuntik dengan PMSG saja (T2,
T3) menurun pada saat pemijahan di bulan Oktober pada T2 (3,5±0,20 g/dL) dan
bulan Mei pada T3 (4,0±0,31 g/dL).
62
10
8
6
4
2
0
10
8
6
4
2
0
T1
J F M A M J J A S O N D
Protein total plasma (g/dL)
10
8
6
4
2
0
T2
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
10
8
6
4
2
0
T3
10
8
6
4
2
0
T4
T10
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
T5
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
T9
J F M A M J J A S O N D
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
T8
J F M A M J J A S O N D
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
T7
T11
J F M A M J J A S O N D
10
8
6
4
2
0
T6
J F M A M J J A S O N D
T12
J F M A M J J A S O N D
Bulan Pengamatan
Gambar 11 Hasil pengukuran konsentrasi protein total plasma mulai bulan
Januari hingga Desember 2011. T1–T12 = kelompok perlakuan
sesuai dosis penyuntikan hormon.
Nilai rata-rata konsentrasi protein total plasma pada ikan yang disuntik
dengan estradiol-17β (T5 dan T9) menunjukkan perubahan yang tidak terlalu
fluktuatif dengan nilai terendah pada T5 (4,6±1,75 g/dL) dan pada T9 (4,1±0,17
g/dL). Ikan yang disuntik dengan kombinasi PMSG dan estradiol-17β (T6, T7,
T8, T10, T11, dan T12) menunjukkan penurunan konsentrasi protein total pada
63
saat memijah dan atresia. Secara keseluruhan, nilai rata-rata konsentrasi protein
total rendah pada saat terjadi pemijahan dan pada saat ikan mengalami atresia.
Konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida
Perubahan konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida ditunjukkan
pada Gambar 12. Hasil penelitian menunjukkan penurunan konsentrasi glukosa
pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) yang berkisar antara
39,9±16,81–134,4±24,65 mg/dL. Perubahan yang ditunjukkan setiap bulan
pengamatan pada semua perlakuan memiliki perubahan yang hampir serupa
dengan kontrol (T1), kecuali pada T12 lebih fluktuatif. Konsentrasi glukosa
plasma terlihat meningkat pada saat terjadi pemijahan ataupun atresia. Nilai ratarata konsentrasi glukosa antarperlakuan pada setiap bulan, umumnya tidak
menunjukkan adanya perbedaan (p>0,05), kecuali pada perlakuan T1 bulan ke-12
(Desember), T3 bulan ke-9 (September), dan T4 bulan ke-6 (Juni) setelah
penyuntikan menunjukkan adanya perbedaan antarperlakuan pada bulan yang
sama.
Tampak adanya peningkatan konsentrasi kolesterol yang sejalan dengan
peningkatan konsentrasi trigliserida. Nilai rata-rata konsentrasi kolesterol dan
trigliserida tertinggi pada perlakuan T1 (kontrol) ditunjukkan pada bulan
September sebesar 251,0±32,35 mg/dL dan 485,3±66,47 mg/dL yang merupakan
awal didapatkannya oosit dalam gonad, sedangkan pada perlakuan lainnya
peningkatan konsentrasi trigliserida dan kolesterol terjadi sebelum pemijahan.
Konsentrasi trigliserida dan kolesterol pada perlakuan T2, T3, T6, T7,
T10, dan T11 yang menunjukkan adanya ikan yang memijah. Nilai rata-rata
konsentrasi kolesterol antarperlakuan pada setiap bulan, umumnya tidak
menunjukkan adanya perbedaan (p>0,05), kecuali pada perlakuan T12 bulan ke-4
(April) dan bulan ke-6 (Juni) setelah penyuntikan menunjukkan adanya perbedaan
antarperlakuan pada bulan yang sama. Nilai rata-rata konsentrasi trigliserida
antarperlakuan pada setiap bulan, umumnya tidak menunjukkan adanya perbedaan
(p>0,05) kecuali pada perlakuan T6 bulan ke-6 (Juni) dan 7 (Juli), T11 bulan ke12 (Desember), dan T12 bulan ke-3 (Maret) dan 6 (Juni) setelah peyuntikan
menunjukkan adanya perbedaan antarperlakuan pada bulan yang sama.
64
J
glukosa, kolesterol, trigliserida plasma (mg/dL)
600
500
400
300
200
100
0
T1
600
500
400
300
200
100
0
600
500
400
300
200
100
0
F M A M J
600
500
400
300
200
100
0
F M A M J
600
500
400
300
200
100
0
A S O N D
T4
J
F M A M J
600
500
400
300
200
100
0
J
A
F M A M J
J
J
F M A M J
J
F M A M J
J
J
F M A M J
J
A
S O N D
J
A S O N D
J
A S O N D
F M A M J
600
500
400
300
200
100
0
S O N D
A S O N D
T11
A S O N D
A
J
T10
600
500
400
300
200
100
0
T6
600
500
400
300
200
100
0
J
S O N D
A S O N D
T9
600
500
400
300
200
100
0
T5
J
F M A M J
600
500
400
300
200
100
0
J
J
T8
J
J A S O N D
F M A M J
F M A M J
600
500
400
300
200
100
0
T3
J
J
J A S O N D
T2
J
T7
T12
J
F M A M J
J
A S O N D
Bulan Pengamatan
Gambar 12 Hasil pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida
plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1−T12 =
kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon.
= glukosa;
= kolesterol;
= trigliserida.
65
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi kimiawi darah ikan Tor soro
terdapat perbedaan konsentrasi parameter kimiawi plasma pada tiap perlakuan
yang menggambarkan kondisi reproduksi ikan tersebut. Konsentrasi protein
plasma berkorelasi dengan tinggi rendahnya konsentrasi vitelogenin plasma.
Konsentrasi protein plasma yang tinggi terjadi selama vitelogenesis. Johnson et al.
(1991) melaporkan bahwa konsentrasi protein plasma ikan Parophrys vetulus
betina meningkat pada saat matang gonad dan menurun pada saat pemijahan.
Penurunan konsentrasi protein plasma pada bulan tertentu saat terjadi pemijahan
berkaitan dengan penggunaan protein selama reproduksi. Penurunan konsentrasi
protein pada saat pemijahan ini juga dilaporkan oleh Saxena (2002) pada ikan
Channa spp.
Rata-rata konsentrasi protein plasma ikan Cyprinus carpio yang terukur
adalah 3,29 g/dL. Sementara itu, konsentrasi normal protein plasma ikan
umumnya antara 3,00−5,00 g/dL (Yeganeh 2011). Hasil penelitian menunjukkan
konsentrasi protein plasma yang terukur masih berada dalam kisaran normal.
Konsentrasi protein total plasma dari semua perlakuan menunjukkan nilai
terendah diperoleh pada T1 (3,3±1,21 g/dL) dan tertinggi pada T11 (6,2±0,27
g/dL). Tingginya konsentrasi protein plasma pada T11 ini karena adanya induksi
PMSG dan estradiol-17β dengan dosis yang tinggi sehingga meningkatkan
konsentrasi estradiol-17β dalam sirkulasi darah ikan. Konsentrasi estradiol-17β
dalam plasma ini sejalan dengan perubahan konsentrasi vitelogenin pada saat
vitelogenesis. Sebaliknya, rendahnya konsentrasi estradiol-17β pada saat
pemijahan sejalan dengan penurunan konsentrasi protein plasma (Lampiran 1).
Glukosa diketahui sebagai sumber energi bagi kehidupan ikan termasuk
untuk perkembangan gonad. Glukosa dicerna dalam semua sel sebagai bahan
bakar glikolisis dan disimpan dalam hati serta otot sebagai glikogen. Apabila
jumlah pemasukan glukosa melalui makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi
kebutuhan, maka konsentrasi glukosa dalam darah akan tetap terjaga melalui
penghancuran glikogen hati. Penggunaan glikogen ini akan menyebabkan
persediaan glikogen di dalam hati habis terpakai dalam waktu singkat dan dapat
66
menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa darah, namun konsentrasi glukosa
dan persediaan glikogen hati akan segera kembali normal karena adanya kerja dari
enzim glukosa-6-fosfatase melalui proses glukoneogenesis yang ada di dalam hati.
Hasil proses glukoneogenesis ini masuk dalam aliran darah sehingga
menyebabkan peningkatan glukosa darah (Koolman & Roehm 2005; Ngili 2009).
Peningkatan konsentrasi glukosa yang tinggi pada ikan Tinca tinca (171,53
mg/dL) terjadi pada masa reproduksi dibandingkan dengan konsentrasi glukosa
pada masa sebelum reproduksi (106,85 mg/dL). Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan gonad dapat memicu peningkatan konsentrasi glukosa plasma
darah (Svoboda et al. 2001). Sementara itu, Kopp et al. (2011) melaporkan hasil
pengukuran konsentrasi glukosa pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss)
yang dipelihara pada sistem budi daya intensif berkisar antara 87,21–119,46
mg/dL. Hasil pengukuran konsentrasi glukosa selama penelitian pada perlakuan
T1 (kontrol) adalah 50,4±2,21−103,2±31,27 mg/dL, sedangkan konsentrasi
glukosa tertinggi pada semua perlakuan terukur pada T12 (134,4±24,65 mg/dL).
Hasil pengukuran konsentrasi glukosa dari T1 ini mempunyai kisaran konsentrasi
yang hampir sama dengan konsentrasi glukosa pada rainbow trout. Pada semua
perlakuan, perubahan konsentrasi glukosa mempunyai kecenderungan yang sama
dengan kontrol, yaitu menurun pada bulan ke-2 setelah penyuntikan dan awal
diperolehnya oosit yang menunjukkan penggunaan glukosa sebagai sumber energi
pada awal reproduksi. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi glukosa setelah
pemijahan dan atresia karena adanya proses pembentukan glukosa endogen
melalui glukoneogenesis dan masuk dalam aliran darah.
Kolesterol dan trigliserida merupakan kelompok lipid yang mempunyai
peran penting dalam pemenuhan kebutuhan energi terutama selama masa
reproduksi. Perubahan konsentrasi kolesterol dan trigliserida dalam plama darah
sangat dipengaruhi oleh tahapan reproduksi dan konsumsi pakan oleh ikan.
Yousefian et al. (2010) menyatakan bahwa konsentrasi kolesterol dalam plasma
darah bervariasi antarspesies karena adanya variasi pakan, aktivitas dan
perkembangan seksual. Konsentrasi kolesterol plasma yang tinggi sejalan dengan
perkembangan maturasi karena kolesterol menjadi prasyarat bagi steroidogenesis
gonad dan adrenal serta produksi steroid basal (Young et al. 2004). Selanjutnya,
67
Svoboda et al. (2001) dan Kocaman et al. (2005) menyatakan bahwa fluktuasi
kolesterol
dalam darah berkaitan dengan maturitas dan adanya penggunaan
cadangan energi untuk aktivitas reproduksi ikan. Konsentrasi kolesterol terendah
terukur pada saat indeks gonadosomatik tinggi. Menurunnya konsentrasi
kolesterol plasma ini dikarenakan adanya penggabungan kolesterol plasma
menjadi membran dan struktur endogenus telur. Demikian juga dengan variasi
konsentrasi trigliserida plasma, seperti yang dinyatakan oleh Johnson et al. (1991)
dan Hachero-Cruzado et al. (2007) bahwa variasi konsentrasi trigliserida yang
terjadi selama masa reproduksi menunjukkan adanya mobilisasi lemak dari hati
dan jaringan tubuh lainnya ke ovari untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar
selama pertumbuhan telur sehingga menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi
trigliserida. Cheng et al. (2006) melaporkan bahwa pengaruh komposisi pakan
terhadap konsentrasi kolesterol dan trigliserida ditunjukkan pada ikan Epinephelus
coioides. Pemberian pakan pada ikan tersebut dengan variasi kandungan lipid
yang lebih tinggi dan protein yang sama mempunyai konsentrasi kolesterol dan
trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan dengan
variasi kandungan protein yang tinggi dan lipid yang sama. Sementara itu,
Řehulka & Minařik (2011) melaporkan hasil pengukuran rata-rata konsentrasi
kolesterol dan trigliserida pada rainbow trout yang dipelihara secara intensif, yaitu
243,6±61,10 mg/dL dan 549,3±264,91 mg/dL. Sama halnya dengan hasil
pengukuran konsentrasi kolesterol dan trigliserida selama penelitian yang berkisar
antara 130,4±0,02−301,9±158,35 mg/dL dan 145,9±126,78−485,3±66,47 mg/dL.
Pada umumnya, konsentrasi kolesterol dan trigliserida meningkat sebelum
pemijahan dan menurun pada saat pemijahan. Peningkatan ini disebabkan adanya
kebutuhan energi yang cukup tinggi selama reproduksi, sehingga memungkinkan
terjadi peningkatan konsumsi pakan oleh ikan. Sebaliknya, konsentrasi kolesterol
dan trigliserida yang rendah pada saat pemijahan disebabkan adanya penggunaan
cadangan energi untuk pematangan gonad. Rendahnya konsentrasi kolesterol dan
trigliserida ini diduga adanya penurunan aktivitas makan pada ikan di beberapa
kolam perlakuan. Penurunan aktivitas makan ini dapat berakibat pada penurunan
bobot ikan, seperti yang terlihat pada Lampiran 6 dan pengurangan konsumsi
pakan sebagai sumber energi.
68
SIMPULAN
Perubahan konsentrasi kimiawi plasma darah menunjukkan adanya
perbedaan kondisi reproduksi ikan Tor soro. Periode vitelogenesis ditunjukkan
dengan konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma yang
tinggi. Sebaliknya, periode pematangan ditunjukkan dengan adanya penurunan
konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma.
DAFTAR PUSTAKA
Cheng AC, Chen CY, Liou CH, Chang CF. 2006. Effects of dietary protein and
lipids on blood parameters and superoxide anion production in the grouper,
Epinephelus coioides (Serranidae: Epinephelinae). Zoological Sudies 45: 492502.
Hachero-Cruzado I et al. 2007. Reproductive performance and seasonal plasma
sex steroid and metabolite levels in a captive wild broodstock of brill
Scophthalmus rhombus L. Aquaculture Research 38: 1161-1174.
Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhodes LD, Olson OP. 1991. Pattern of
oocyte development and related changes in plasma 17-β estradiol, vitellogenin,
and plasma chemistry in English sole Parophyrus vetulus Girard. Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology 152: 161-185.
Kocaman EM, Yanik T, Erdoğan O, Çiltaş AK. 2005. Alteration in cholesterol,
glucosa and triglyceride levels in reproduction of rainbow trout (Oncorhynchus
mykiss). Journal of Animal and Veterinary Advances 4: 801-804.
Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Ed ke-2. Germany:
Appl. Wemding. 467 hlm.
Kopp R, Mareš J, Lang Š, Brabec T, Ziková A. 2011. Assessment of ranges
plasma indices in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) reared under
conditions of intensive aquaculture. Acta Universitatis Agriculturae et
Silviculturae Mendelianae Brunensis 59: 181-187.
Lance VA, Place AR, Grumbles JS, Rostal DC. 2002. Variation in plasma lipids
during the reproductive cycle of male and female desert tortoies, Gopherus
agassizii. Journal of Experimental Zoology 293: 702-711.
Mukhopadhyay T, Ghosh S. 2007. Lipid profile and fatty acid composition of two
silurid fish eggs. Journal of Oleo Science 56: 399-403.
69
Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta: Graha
Ilmu. 323 hlm.
Řehulka J, Minařik B. 2011. Cholesterolaemia and triacylglycerolaemia in farmed
rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture Research, 1-9. DOI:
10.1111/j.1365-2109.2011.02971.x.
Saxena A. 2002, Biochemical changes in blood of Channa spp. Indian Journal of
Animal Research 36: 22-26.
Shankar DS, Kulkarni RS. 2007. Tissue cholesterol and serum cortisol level
during different reproductive phases of female freshwater fish Notopterus
notopterus (Pallas), Journal of Environmental Biology, 28: 137-139.
Suwetja. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Jakarta: Media Prima Aksara.
Svoboda M et al. 2001. Biochemical profile of blood plasma of tench (Tinca tinca
L.) during pre- and postspawning period. Acta Veterinaria Brno 70: 259-268.
Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemistry in relation to
sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comparative
Clinical Pathology 1-5. DOI 10.1007/s00580-011-1229-0.
Young G, Kusakabe M, Nakamura I. 2004. Gonadal steroidogenesis in teleost
fish. Di dalam: Melamed P, Sherwood N, editor. Hormones and Their
Receptors in Fish Reproduction. Singapore: World Scientific Pubishing hlm.
155-223.
Yousefian M et al. 2010. Serum biochemical parameter of male and female
rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) cultured in Haraz River, Iran. World
Journal of Fish and Marine Sciences 2: 513-518.
70
71
PEMBAHASAN UMUM
Tor soro merupakan ikan ekonomis penting. Berdasarkan pertimbangan
pengembangan budidaya ikan di Indonesia, Tor soro dapat dijadikan salah satu
kandidat andalan untuk pengayaan komoditas ikan yang ada. Untuk itu, dukungan
terhadap keberlangsungan produksi ikan ini secara kontinu dan berkelanjutan
sangat
dibutuhkan.
Berkaitan
dengan
permasalahan
yang
ada
dalam
pengembangan Tor soro, penelitian ini berupaya mencari terobosan melalui
aplikasi hormon untuk memacu proses dan keberlangsungan reproduksi ikan
tersebut sepanjang tahun. Adapun parameter-parameter pendukung yang dapat
digunakan sebagai gambaran kondisi reproduksi ikan tersebut ialah konsentrasi
steroid (estradiol-17β), protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida dalam plasma
darah.
Ikan Tor soro diketahui memiliki puncak perkembangan oosit pada bulan
Juni dan September dan memijah pada bulan September, seperti yang ditunjukkan
dari hasil penelitian tahap pertama. Kemampuan ikan Tor soro memijah di luar
musim pemijahan dapat menjadikan bukti keberhasilan penggunaan induksi
PMSG dan estradiol-17β pada induk ikan Tor soro muda. Keberhasilan induksi
hormon eksogen ini didukung dengan hasil penelitian tahap kedua yang
menunjukkan perkembangan gonad lebih cepat dengan didapatkannya oosit dalam
waktu dua bulan setelah penyuntikan. Hal ini menunjukkan adanya kerja hormon
eksogen tersebut pada sel-sel folikel ikan betina muda. Nagahama et al. (1995)
menyatakan bahwa perkembangan oosit dari pravitelogenesis ke vitelogenesis
terjadi karena peningkatan produksi estradiol-17β. Selanjutnya, estradiol-17β
kemudian masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati untuk
mensintesis dan mensekresikan vitelogenin ke dalam peredaran darah.
Vitelogenin tersebut akan terdesposisikan ke dalam oosit dengan cara endositosis
spesifik protein.
Adanya induksi PMSG dengan dosis yang tepat juga memacu pematangan
oosit sehingga diperoleh induk ikan yang memijah lebih cepat. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh ikan yang memijah hampir setiap bulan sejak Mei hingga
November. Kemampuan perkembangan dan pematangan oosit ini diduga adanya
72
kerja dari hormon FSH dan LH yang terdapat dalam PMSG. Hafez et al. (2000)
menyatakan bahwa
PMSG mempunyai sifat aktivitas biologis ganda yaitu
berefek FSH dan LH. Ditambahkan oleh Nagahama et al. (1995) yang
mengemukakan bahwa pada tahap pematangan oosit, LH merangsang sel teka
memproduksi 17α-hidroksiprogesteron. Adanya kerja enzim 20β-hidroksisteroid
dehidrogenase (20β-HSD) pada sel granulosa menyebabkan terjadinya konversi
17α-hidroksiprogesteron menjadi 17α-20β-dihidroksiprogesteron (17α,20β-DP)
yang selanjutnya berperan dalam pematangan oosit hingga terjadi ovulasi.
Adapun perkembangan gonad ikan Tor soro ini dapat didukung dari
deteksi parameter kimia plasma darah yang menunjukkan perubahan-perubahan
konsentrasi terutama pada masa reproduksi. Berdasarkan penelitian dari tahap
pertama hingga ketiga terlihat adanya dua periode perkembangan gonad. Secara
alami, ikan Tor soro mengalami periode vitelogenesis pada bulan Maret hingga
Juli yang ditunjukkan dengan penambahan ukuran oosit dan peningkatan
parameter kimiawi darah yang diukur. Sebaliknya, periode pematangan terjadi
pada bulan Agustus hingga September yang ditunjukkan dengan rendahnya
konsentrasi estradiol-17β dan konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan
trigliserida. Adanya induksi PMSG dan estradiol-17β terjadi percepatan periode
perkembangan gonad. Periode pematangan terjadi lebih awal, yaitu bulan April
hingga Mei, sedangkan periode vitelogenesis terjadi pada bulan Oktober hingga
Maret.
Keberhasilan induksi PMSG dan kombinasi antara PMSG + estradiol-17β
pada ikan Tor soro ini dapat dijadikan dasar pemanfaatan hormon tersebut untuk
meningkatkan efektivitas reproduksi ikan. Namun, upaya dalam memacu
reprodusi ikan khususnya ikan Tor soro ini masih perlu ditingkatkan, baik dalam
pengembangan dosis induksi hormonal maupun penilaian profil darah, mengingat
beberapa ikan mengalami atresia yang dapat menurunkan keberhasilan reproduksi.
Pengamatan dan analisis kesehatan sel-sel hati sebelum dan pada masa reproduksi
juga perlu dilakukan. Kemampuan hati dalam memproduksi vitelogenin dan
menyimpan energi sangat mempengaruhi dalam keberhasilan reproduksi ikan.
73
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Puncak kematangan gonad Tor soro terjadi pada bulan Juni dan September
yang ditandai dengan ukuran diameter oosit yang mencapai maksimum.
2. Pemberian hormon PMSG mampu mempercepat pembentukan oosit pada ikan
Tor soro muda dari sembilan bulan menjadi dua bulan.
3. Perubahan konsentrasi kimiawi plasma darah menunjukkan adanya perbedaan
kondisi reproduksi ikan Tor soro, yaitu profil darah saat vitelogenesis ditandai
dengan peningkatan konsentrasi estradiol-17β, protein, glukosa, kolesterol dan
trigliserida. Sebaliknya, pada saat maturasi ditandai dengan rendahnya
konsentrasi estradiol-17β, protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida.
Upaya
pengembangan
SARAN
teknologi hormonal
dalam
mempercepat
perkembangan gonad ikan Tor soro dengan menggunakan induksi PMSG dapat
dilakukan setelah pemijahan yaitu antara bulan Oktober dan Desember. Waktu
penyuntikan ini disarankan agar diperoleh induk matang gonad di luar musim
pemijahan alami.
74
75
DAFTAR PUSTAKA
Allen WR, Moor RM. 1972. The Origin of the equine endometrial cups. Part I
Production of PMSG by fetal trophoblast cells. Journal of Reproduction and
Fertility 29: 313-316.
Barannikova IA, Bayunova LV, Semenkova TB. 2004. Serum levels of
testoterone, 11-ketotestoterone and oestradiol-17β in three species of sturgeon
during gonadal development and final maturation induced by hormonal
treatment. Journal of Fish Biology 64: 1330-1338.
Barrero M, Small BC, D’Abramo LR, Hanson LA, Kelly AM. 2007. Comparison
of estradiol, testoterone, vitellogenin and cathepsin profiles among young adult
channel catfish (Ictalurus punctatus) females from four selectively bred strains.
Aquaculture 264: 390-397.
Basuki F. 1990. Pengaruh kombinasi hormon PMSG dan HCG terhadap ovulasi
Clarias gariepinus (Burchell). Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Bayir A, Sirkecioğlu AN, Polat H, Aras NM. 2007. Biochemical profile of blood
serum of siraz Capoeta capoeta umbla. Comparative Clinical Pathology 16:
119-126.
Berg H, Modig C, Olsson PE. 2004. 17beta-estradiol induced vitellogenesis is
inhibited by cortisol at the post-transcriptional level in Arctic char (Salvelinus
alpinus). Reproductive Biology and Endocrinology 2: 1-10.
Bobe J, Labbé C. 2010. Egg and sperm quality in fish. General and Comparative
Endocrinology 165: 535-548.
Bromley PJ, Ravier C, Witthames PR. 2000. The influence of feeding regime on
sexual maturation, fecundity and atresia in first-time spawning turbot. Journal
of Fish Biology, 56: 264-278.
Brooks S, Tyler CR, Sumpter JP. 1997. Egg quality in fish: what makes a good
egg?. Fish Biology and Fisheries 7: 387-416.
Çakici Ö, Üçüncü SI. 2007. Oocyte development in the zebrafish, Danio rerio
(Teleostei: Cyprinidae). Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 24: 137141.
Campos-Mendoza A, McAndrew BJ, Coward K, Bromage N. 2004. Reproductive
response of Nila tilapia (Oreochromis nilaticus) to photoperiodic manipulation:
effects on spawning periodicity, fecundity and egg size. Aquaculture, 231: 299314.
76
Carnevali O, Carletta R, Cambi A, Vita A, Bromage N. 1999. Yolk formation and
degradation during oocyte maturation in seabream Sparus aurata: involvement
of two lysosomal proteinase. Biology of Reproduction 60: 140-146.
Cheng AC, Chen CY, Liou CH, Chang CF. 2006. Effects of dietary protein and
lipids on blood parameters and superoxide anion production in the grouper,
Epinephelus coioides (Serranidae: Epinephelinae). Zoological Sudies 45: 492502.
Dahbade VF, Pathan TS, Shinde SE, Bhandare RY, Sonawane DL. 2009.
Seasonal variations of protein in the ovary of fish Channa gachua. Recent
Research in Science and Technology, 2: 78-80.
De Silva SS, Ingram B, Sungan S, Tinggi D, Gooley G, Sim SY. 2004. Artificial
propagation of the indigenous Tor spesies, empurau (T. tambroides) and semah
(T. douronensis), Sarawak, East Malaysia. Research and farming techniques
Vol IX No. 4.
Ding JL. 2005. Vitellogenesis and vitellogenin uptake into oocytes. Di dalam:
Melamed P, Sherwood N, editor. Molecular aspect of fish and marine biology:
Hormones and their receptors in fish reproduction Vol. 4. USA: World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. hlm 254-276.
Djojosoebagjo, S. 1996. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Jakarta: UI-Press.
Dott HM, Hay MF, Cran DG, Moor RM. 1979. Effect of exogenous
gonadotrophin (PMSG) on the antral follicle population in the sheep. Journal
of Reproduction and Fertility 56: 683 - 689.
Erdoğan O, Haliloğlu HI, Çiltaş A. 2002. Annual cycle of serum gonadal steroids
and serum lipids in Capoeta capoeta umbla, Gűldenstaedt, 1772 (Pisces:
Cyprinidae). Turkish Journal of Veterinary and Animal Science 26:1093-1096.
Fukada H, Fujiwara Y, Takahashi T, Hiramatsu N, Sullivan CV, Hara A. 2003.
Carp (Cyprinus carpio) vitellogenin: purification and development of a
simultaneous chemiluminescent immunoassay. Comparative Biochemistry and
Physiology Part A: Molecular and Integrative Physiology. 134: 615-623.
Glasser F, Mikolajczyk T, Jalabert B, Baroiller JF, Breton F. 2004. Temperature
effects along the reproductive axis during spawning induction of grass carp
(Ctenopharyngodon idella). General and Comparative Endocrinology, 136:
171-179.
Gosalvez LS, Alvarino JMR, Diaz P, Tor M. 1994. Influence of age, stimulation
by PMSG or flushing on the ovarian respone to LHRHa in young rabbit
females. World Rabbit Science 2 (2): 41-45.
77
Gurung TB, Rai AK, Joshi PL, Nepal A, Baidya A, Bista J, Basnet SR. 2002.
Breeding of pond rearing golden mahseer (Tor putitora) in Pokhara, Nepal. In:
Cold water fisheries in the trane-Himalayan countries. Petr T, Swar DB (Eds).
FAO Fisheries Technical Paper No 431 Roma.
Habibi HR, Andreu-Vieyra CV. 2007. Hormonal regulation of follicular atresia in
teleost fish. Di dalam: Babin PJ, Cerdà J, Lubzens E, editor. The Fish Oocyte:
From Basic Studies to Biotechnological Applications. Netherland: Springer
hlm 235-253.
Hachero-Cruzado I, Garcia-López Á, Herrera M, Vargas-Chacoll L, MartinezRodriguez G, Mancera JM, Navas JI. 2007. Reproductive performance and
seasonal plasma sex steroid and metabolite levels in a captive wild broodstock
of brill Scophthalmus rhombus L. Aquaculture Research 38: 1161-1174.
Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Hormones, growth factors, and
reproduction. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in farm
animals. Ed ke-7. USA: Lippincott Williams & Wilkins hlm. 33-54.
Hara A, Hirano K, Shimizu M, Fukada H, Fujita T, Ito F, Takada H, Nakamura
M, Iguchi T. 2007. Carp (Cyprinus carpio) vitellogenin: characterization of
yolk proteins, development of immunoassay and use as biomarker of exposure
to environmental estrogens. Environmental Science. 14: 95-108.
Hardjamulia, Suhenda N, Wahyudi E. 1995. Perkembangan oosit dan ovari ikan
semah (Tor douronensis) di sungai Selabung, danau Ranau, Sumatera Selatan.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 1: 36-46.
Haryono, Subagja J. 2008. Populasi dan Habitat Ikan Tambra, Tor tambroides
(Bleeker, 1854) di Perairan Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah.
Biodiversitas 9: 306-309.
Haryono, Tjakrawidjaja AH. 2009. Bioekologi ikan tambra sebagai dasar dalam
proses domestikasi dan reproduksinya. Di dalam: Haryono, Rahardjo MF,
editor. Domestikasi keanekaragaman hayati Indonesia: Proses domestikasi dan
reproduksi ikan tambra yang telah langka menuju budidaya. Jakarta: LIPI
Pres. hlm 17-36.
Hiramatsu N, Matsubara T, Weber GM, Sullivan CV, Hara A. 2002.
Vitellogenesis in aquatic animals. Fisheries Science. 68: 694-699.
Ingram B, Sungan S, Gooley G, Sim SY, Tinggi D, De Silva SS. 2007. Breeding
performance of Malaysian mahseer, Tor tambroides and T. douronensis
broodfish in captivity. Aquaculture Research 38: 809-818.
Ismail MFS, Siraj SS, Daud SK, Harmin SA. 2011. Association of annual hormon
profile with gonad maturity of mahseer (Tor tambroides) ini captivity. General
and Comparative Endocrinology,170: 125-130.
78
Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhodes LD, Olson OP. 1991. Pattern of
oocyte development and related changes in plasma 17-β estradiol, vitellogenin,
and plasma chemistry in English sole Parophyrus vetulus Girard. Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology 152: 161-185.
Kandemir S, Polat N. 2007 Seasonal variation of total lipid and total fatty acid in
muscle and liver of rainbow trout (Onchorhynchus mykiss W., 1972) reared in
Derbent Dam lake. Turkish Journal of Fisheries and aquatic Sciences 7:27-31.
Kocaman EM, Yanik T, Erdoğan O, Çiltaş AK. 2005. Alteration in cholesterol,
glucosa and triglyceride levels in reproduction of rainbow trout (Oncorhynchus
mykiss). Journal of Animal and Veterinary Advances 4: 801-804.
Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Ed ke-2. Germany:
Appl. Wemding. 467 hlm.
Kopp R, Mareš J, Lang Š, Brabec T, Ziková A. 2011. Assessment of ranges
plasma indices in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) reared under
conditions of intensive aquaculture. Akta Universitatis Agriculturae et
Silviculturae Mendelianae Brunensis 59: 181-187.
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoadmojo S. 1993. Ikan air tawar
Indonesia bagian barat dan Sulawesi (Freshwater fishes of western Indonesia
and Sulawesi). Periplus Edition Ltd. Jakarta. 293 hlm.
Kristanto AH, Asih S, Winarlin. 2007. Karakterisasi reproduksi dan morfometrik
ikan batak dari dua lokasi Sumatera Utara dan Jawa Barat. Jurnal Riset
Akuakultur 2: 59-65.
Lance VA, Place AR, Grumbles JS, Rostal DC. 2002. Variation in plasma lipids
during the reproductive cycle of male and female desert tortoies, Gopherus
agassizii. Journal of Experimental Zoology 293: 702-711.
Lee WK & Young SW. 2002. Relationship between ovarian development and
serum levels of gonadal steroid hormones, and induction of oocyte maturation
and ovulation in the cultured female Korean spotted sea bass Lateolabrax
moculatus (Jeom-nong-eo). Aquaculture, 207: 169-183.
Lubzens E, Young G, Bobe J, Cerdá J. 2010. Oogenesis in teleosts: How fish eggs
are formed. General and Comparative Endocrnology, 165: 367-389.
Matsubara T, Sawano K. 1995. Proteolytic cleavage of vitellogenin and yolk
protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder
(Verasper moseri). Journal of Experimental Zoology 272: 34-45.
79
Matsuda Y, Ito Y, Hashimoto H, Yokoi H, Suzuki T. 2011. Detection of
vitellogenin incorporation into zebrafish oocytes by FITC fluorescence.
Reproductive Biology and Endocrinology 9: 45.
Matty AJ. 1985. Fish Endocrinology. Timber Press. Portland, USA. 267 hlm.
Miranda ACL, Bazzoli N, Rizzo E, Sato Y. 1999. Ovarian follicular atresia in two
teleost species: a histologycal and ultrastructural study. Tissue Cell, 31: 480488.
Mukhopadhyay T, Ghosh S. 2007. Lipid profile and fatty acid composition of two
silurid fish eggs. Journal of Oleo Science 56 (8): 399-403.
Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism
for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in
the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. Journal of Experimental
Zoology 259: 53-58.
Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. International
Journal of Developmental Biology. 38: 217-229.
Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995.
Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Current Topics in
Development Biology 30: 103-145.
Nagahama Y, Yamashita M. 2008. Regulation of oocyte maturation in fish.
Development Growth and Differentiation 50: S195-S219.
Nath P, Sahu R, Kabita S, Bhattacharya D. 2007. Vitellogenesis with special
emphasis on Indian fishes. Fish Physiol Biochem 33: 359-366.
Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta: Graha
Ilmu. 323 hlm.
Patifio R, Sullivan CV. 2002. Ovarian follicle growth, maturation, and ovulation
in teleost fish. Fish Physiology and Biochemistry 26: 57-70.
Perea SB. 2008. Growth hormone and somatolactin function during sexual
maturation of female Atlantic salmon. Dissertation. Göteborg University,
Sweden. 79 hlm.
Phartyal R, Singh LB, Goswani SV, Sehgal N. 2005. In vitro induction of
vitellogenin by estradiol 17β in isolated hepatocytes of catfish, Clarias
gariepinus. Fish Physiol Biochem 31: 241-245.
Řehulka J, Minařik B. 2011. Cholesterolaemia and triacylglycerolaemia in farmed
rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture Research, 1-9. DOI:
10.1111/j.1365-2109.2011.02971.x.
80
Rinchard J, Kestemont P, Kühn ER, Fostier A. 1993. Seasonal changes in plasma
levels of steroid hormones in an asynchronous fish the gudgeon Gabio gabio L.
(Teleostei, Cyprinidae). General and Comparative Endocrinology, 92: 168178.
Santos HB, Sato, Moro LY, Bazzoli N, Rizzo E. 2008. Relationship among
follicular apoptosis, integria beta 1 and collagen type IV during early ovarian
regression in the teleost Prochilodus argenteus after induced spawning. Cell
Tissue Research, 332: 159-170.
Saxena A. 2002, Biochemical changes in blood of Channa spp. Indian Journal of
Animal Research 36: 22-26.
Schulz RW, de França Luiz R, Jean-Jacques L, Florence L, Chiarini-Garcia H,
Noberga RH, Miura T. 2010. Spermatogenesis in fish. General and
Comparative Endocrinology, 165: 390-411.
Shankar DS, Kulkarni RS. 2007. Tissue cholesterol and serum cortisol level
during different reproductive phases of female freshwater fish Notopterus
notopterus (Pallas), Journal of Environmental Biology, 28: 137-139.
Shi X, Zhang S, Sun Y, Pang Q, Sawant MS. 2004. Purification, characterization
and antigenic species-specific reactivity of vitellogenin of rosy barb (Puntius
conchonius Hamilton). Indian Journal of Biochemistry & Biophysics 41: 216220.
Soengas JL, Barciela P, Aldegunde M. 1995. Variation in carbohydrate
marabolism during gonad maturation in female turbot (Scophthalmus
maximus). Marine Biology 123: 11-18.
Subagja J, Gustiano R. 2006. Pengaruh implantasi HCG pada perkembangan telur,
pematangan akhir gonad, dan pemijahan ikan Tor soro. Jurnal Riset
Akuakultur 1: 219-225.
Sun B, Pankhurst NW. 2004. Patterns of oocyte growth, vitellogenin and gonadal
steroid concentrations in greenback flounder. Journal of Fish Biology 64:
1399-1412.
Suwetja. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Jakarta: Media Prima Aksara.
Svoboda M, Kouril, Hamácková J, Kalab P, Savina L, Svobodová Z, Vykusová B.
2001. Biochemical profile of blood plasma of tench (Tinca tinca L.) during
pre- and postspawning period. Acta Veterinaria. Brno 70: 259-268.
Tyler CR, Pottinger TG, Santos E, Sumpter JP, Price SA, Brook S, Nagler JJ.
1996. Mechanisms controlling egg size and number in the rainbow trout,
Oncorhyinchus mykiss. Biology Reproduction, 54: 8-15.
81
Üçüncü Sİ, Çakici O. 2009. Atresia and apoptosis in preovulatory follicles in the
ovary of Danio rerio (Zebrafish). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
Science, 9: 215-221.
Unal G, Karakisi H, Mahmut ELP. 2006. Levels of some ovarian hormones in the
pre- and post spawning periods of Chalcaburnus tarichi Pallas 1811, and the
postovulatory structure of follicles. Turkish Journal of Animal Science, 30:
427-434.
Van Bohemen CG, Lambert JGD, Goos HJT, Van Oordt PGWJ. 1982. Estrone
and estradiol participation during exogenous vitellogenesis in the female
rainbow trout, Salmo gairdneri. General and Comparative Endocrinology 46:
81-92.
Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Molecular mechanisms of the
initiation of oocyte maturation: general and species-species aspects. Cell Cycle
Research 4: 115-129.
Yaron Z, Sivan B. 2006. Reproduction. Di dalam: Evans DH, Claiborne JB,
editor. The Physiology of Fishes. Ed ke-3. Taylor & Francis Group. New York.
hlm 343-386.
Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemistry in relation to
sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comparative
Clinical Pathology 1-5. DOI 10.1007/s00580-011-1229-0.
Young G, Kusakabe M, Nakamura I. 2004. Gonadal steroidogenesis in teleost
fish. Di dalam: Melamed P, Sherwood N, editor. Hormones and their receptors
in fish reproduction. Singapore: World Scientific Pubishing hlm. 155-223.
Yousefian M, Amiri MS, Hedayatifard M, Dehpour AA, Fazli H, Ghiaci M,
Farabi SV, Najafpour SH. 2010. Serum biochemical parameter of male and
female rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) cultured in Haraz River, Iran.
World Journal of Fish and Marine Sciences 2: 513-518.
Zairin Jr M. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan
Indonesia. Orasi ilmiah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
82
83
Lampiran 1 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan protein
total plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan
SK
DB
JK
KT
F
P
Regresi
1
0.3268
0.326780
0.50
0.485
Galat
34
22.3049
0.656028
Total
35
22.6317
Lampiran 2 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan
glukosa plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan
SK
DB
JK
KT
F
P
Regresi
1
0.0046484
0.0046484
5.73
0.022
Galat
34
0.0275645
0.0008107
Total
35
0.0322129
Lampiran 3 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan
kolesterol plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan
SK
DB
JK
KT
F
P
Regresi
1
0.000170
0.0001703
0.05
0.822
Galat
34
0.112654
0.0033134
Total
35
0.112825
Lampiran 4 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan
trigliserida plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan
SK
DB
JK
KT
F
P
Regresi
1
0.004706
0.0047064
0.35
0.560
Galat
34
0.462708
0.0136091
Total
35
0.467415
84
Lampiran 5 Rata-rata konsentrasi estradiol-17β (ng/mL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β
pada tiap perlakuan
BULA
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T 10
T 11
T 12
N
Januari
0,128±0,0540 0,082±0,0318 0,202±0,0848 0,145±0,0888 0,460±0,0519
bcd
d
bcd
bcd
a
Februari
0,044±0,0216 0,152±0,0378 0,267±0,1044 0,082±0,0309 0,097±0,0728 0,255±0,0565 0,203±0,0991 0,119±0,0073
d
bc
abc
d
cd
a
bcd
cd
0,355±0,223
ab
0,172±0,204
bcd
0,112±0,0140 0,075±0,0455 0,256±0,0901
cd
d
b
147,3±44,48
bcd
86,3±40,57
d
0,243±0,113
bc
0,040±0,0145
d
293,8±122,40
ab
125,0±70,21
bcd
Maret
0,151±0,0123
b
April
0,111±0,0714 0,464±0,1442 0,145±0,0384 0,456±0,1705
b
a
b
a
Mei
0,046±0,0309 0,081±0,0267 0,058±0,0358 0,139±0,0856 0,120±0,1100 0,046±0,0283 0,034±0,0190 0,068±0,0357 0,064±0,0396 0,056±0,02663 0,027±0,0138 0,077±0,0013
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Juni
0,025±0,0141 0,098±0,0698 0,032±0,0093 0,118±0,0898 0,238±0,1761 0,016±0,0038 0,036±0,0155 0,310±0,2850 0,071±0,0396 0,077±0,0294 0,031±0,0104 0,068±0,0089
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Juli
0,026±0,0084 0,062±0,0543 0,197±0,0946 0,118±0,0503 0,121±0,0700 0,103±0,0661 0,058±0,0205 0,060±0,0144 0,075±0,0451 0,053±0,0322 0,062±0,0484 0,065±0,0293
a
abc
c
c
c
c
b
b
abc
abc
bc
bc
Agustus
0,129±0,0582 0,210±0,1453 0,224±0,1364 0,224±0,1675 0,115±0,0406 0,195±0,0928 0,164±0,1208 0,236±0,1590 0,080±0,0264 0,251±0,1415 0,225±0,1615 0,123±0,0761
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
September
0,100±0,0038 0,265±0,0963 0,035±0,0137 0,273±0,1723 0,086±0,0362 0,168±0,1093 0,096±0,0250 0,232±0,1199 0,095±0,0350 0,250±0,0452 0,058±0,0353 0,127±0,0545
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Oktober
0,438±0,234
a
0,172±0,117
bcd
0,333±0,0718 0,177±0,0994 0,240±0,0525 0,191±0,1817 0,061±0,0047 0,315±0,3019 0,292±0,0629 0,215±0,1780 0,147±0,0584
ab
ab
ab
ab
c
ab
ab
ab
ab
0,082±0,005
c
0,154±0,0223 0,126±0,0813 0,071±0,0518 0,262±0,1563 0,115±0,0616 0,143±0,0504 0,057±0,0345
b
b
b
ab
b
b
b
0,159±0,0516 0,022±0,0182 0,310±0,2314 0,140±0,1176 0,090±0,0558 0,088±0,0473 0,081±0,0138 0,275±0,0343 0,082±0,0162 0,264±0,0419
abc
c
ab
abc
bc
bc
bc
a
bc
a
0,1560,0750
abc
0,137±0,0986
abc
November
0,171±0,0911 0,208±0,1805 0,208±0,1078 0,125±0,0181 0,121±0,0313 0,026±0,0023 0,037±0,0170 0,185±0,0265 0,156±0,0774 0,111±0,0796 0,135±0,0706 0,136±0,0610
a
a
a
a
a
b
a
a
a
a
a
a
Desember
0,231±0,0986 0,233±0,1414 0,186±0,0324 0,104±0,0176 0,170±0,0398 0,108±0,0586 0,218±0,0860 0,162±0,0578 0,227±0,0416 0,180±0,1108 0,322±0,0398 0,091±0,0386
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Keterangan:
Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi estradiol-17β antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan;
T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg
E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2;
T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2.
85
Lampiran 6 Rata-rata konsentrasi protein (g/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada
tiap perlakuan
BULAN
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T 10
T 11
T 12
Januari
5,2±0,22
a
4,5±0,65
a
4,8±0,63
a
4,0±1,51
a
5,0±1,20
a
4,8±0,62
a
5,1±1,30
a
5,1±0,91
a
5,3±0,70
a
4,6±1,03
a
6,2±0,27
a
4,5±0,43
a
Februari
5,1±0,550
a
4,9±1,98
a
4,1±1,03
a
4,8±108
a
4,6±1,75
a
4,9±0,00
a
4,5±0,44
a
5,0±0,46
a
5,2±0,97
a
5,1±0,44
a
5,6±0,75
a
5,7±0,85
a
Maret
4,5±0,84
abcd
4,2±0,74
cd
4,5± 0,84
abcd
3,6 ± 0,76
d
4,5±0,40
bcd
4,5±0,46
d
4,5±1,05
bcd
5,5±0,47
ab
5,7±0,16
a
5,2±065
abc
5,6±0,40
ab
4,5±0,01
bcd
April
4,8±0,97
a
4,1±1,56
a
5,6±0,08
a
3,5±0,39
a
5,0±1,38
a
4,7±0,14
a
5,4±0,51
a
4,7±0,52
a
4,7±0,21
a
4,5±0,59
a
5,6±0,10
a
3,9±0,02
a
Mei
4,4±1,39
a
3,7±1,00
a
4,0±0,31
a
4,7±1,00
a
5,2±0,87
a
4,2±0,10
a
4,8±0,49
a
4,8±0,31
a
5,7±0,93
a
5,0±0,87
a
5,4±0,97
a
4,6±1,11
a
Juni
4,0±0,50
a
5,3±0,05
a
4,1±0,52
a
5,0±0,94
a
5,1±0,76
a
3,9±0,02
a
4,5±0,21
a
4,3±0,97
a
5,6±1,21
a
5,0±0,87
a
3,4±2,88
a
5,0±0,28
a
Juli
3,3±1,21
a
4,2±0,82
a
4,7±0,60
a
5,9±0,60
a
5,3±0,48
a
4,4±0,23
a
4,5±0,14
a
4,3±1,30
a
5,7±0,95
a
4,5±0,91
a
2,9±2,46
a
4,1±0,37
a
Agustus
4,9±0,66
a
4,0±0,68
a
5,0±0,11
a
4,7±0,10
a
5,7±0,17
a
4,6±0,75
a
3,8±0,38
a
5,0±0,29
a
4,0±0,67
a
3,7±0,48
a
4,9±0,17
a
4,4±1,30
a
September
5,0±0,14
a
4,7±0,21
a
5,3±0,13
a
4,1±0,20
a
5,0±0,08
a
5,1±0,15
a
5,3±0,21
a
5,2±0,77
a
4,3±0,09
a
4,2±0,45
a
4,2±0,24
a
5,34±0,85
a
Oktober
5,4±0,72
a
3,5±0,20
a
5,3±0,39
a
4,4±0,04
a
5,5±0,42
a
5,4±0,37
a
3,7±0,01
a
5,3±0,61
a
4,1±0,17
a
4,1±0,35
a
4,3±0,38
a
4,9±0,27
a
November
4,0±0,10
a
5,0±0,98
a
5,5±0,30
a
5,3±1,63
a
5,6±0,23
a
5,1±0,55
a
3,4±0,06
a
5,6±0,39
a
4,9±059
a
4,7±0,21
a
5,1±0,46
a
5,2±0,57
a
Desember
3,6±038
a
5,0±0,14
a
5,0±0,12
a
4,1±0,31
a
5,3±0,62
a
5,4±0,05
a
5,9±1,91
a
5,1±0,03
a
4,7±0,71
a
4,1±0,87
a
3,6±1,01
a
4,5±1,05
a
Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi protein total antarperlakuan . T1−T12 : kelompok perlakuan;
T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125
µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg
E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2.
86
Lampiran 7 Rata-rata konsentrasi glukosa (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β
pada tiap perlakuan
BULAN
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T 10
T 11
T 12
Januari
58,7±24,34
b
110,8±4,38
a
124,5±8,86
a
92,8±27,30
a
107,5±2,93
a
100,2±23,77
a
113,3±19,77
a
102,4±15,26
a
108,5±40,52
a
102,3±4,11
a
74,2±18,71
ab
114,7±13,49
a
Februari
52,1±22,50
a
58,1±7,88
a
87,7±12,33
a
79,6±18,1 1
a
85,9 ±20,20
a
89,0±4,30
a
80,9 ±0,02
a
65,3±24,93
a
75,2±34,72
a
75,7±29,89
a
69,6±33,21
a
77,5±61,65
a
Maret
69,4±18,45
a
75,2±19,01
a
93,3±8,63
a
60,0 ±7,34
a
85,321,10
a
73,1±0,24
a
87,7±11,88
a
66,4±4,98
a
80,9±23,67
a
49,4±14,25
a
85,9±43,09
a
51,0±0,05
a
April
74,7±32,13
a
76,3±18,82
a
55,8±17,67
a
71,9 ±24,03
a
73,56 ±21,34
a
67,6±27,70
a
63,6±7,81
a
76,5±15,87
a
89,9±9,58
a
75,0±13,35
a
89,3±9,34
a
59,0±16,34
a
Mei
83,5±4,23
a
72,0±4,49
a
114,6±0,30
a
64,4±20,90
a
86,0±12,31
a
83,4±20,85
a
87,2±9,98
a
87,6±7,99
a
92,8±23,89
a
92,1±26,38
a
92,5±39,33
a
108,1±3,49
a
Juni
103,2±31,27
ab
79,7±1,09
bc
94,4±6,52
b
57,3±23,30
c
88,3±23,84
bc
77,4±7,04
bc
84,7±21,86
bc
94,0±10,40
b
86,5±4,98
bc
81,5±20,24
bc
107,2±5,86
ab
134,4±24,65
a
Juli
100,6±42,23
a
100,4±13,49
a
82,8±13,76
a
73,4 ±21,05
a
73,9±14,09
a
95,8±22,40
a
96,7±2,79
a
82,9±16,92
a
87,8±21,11
a
80,0±41,23
a
103,1±22,46
a
121,8±10,15
a
Agustus
64,8±22,85
a
84,8±14,06
a
96,0±20,92
a
93,6±29,4 3
a
94,0±42,84
a
63,9±26,70
a
79,2±40,60
a
112,0±0,44
a
92,0±24,19
a
108,2±1,99
a
80,1±18,73
a
94,7±0,86
a
September
66,6±4,65
c
79,6±15,22
bc
106,4±9,07
a
69,9 ±14,60
c
39,8 ±16,81
d
67,9±5,97
c
94,1±24,57
ab
68,4±6,45
c
89,4±11,50
abc
42,9±2,66
d
65,3±17,42
c
66,8±3,10
c
Oktober
70,8±6,95
a
95,3±22,38
a
106,6±5,53
a
113,9 ±16,59
a
87,3 ±25,77
a
90,7±21,17
a
107,7±26,58
a
83,3±12,20
a
56,6±0,02
a
113,7±15,03
a
92,3±21,73
a
99,1±47,81
a
November
99,6±11,95
a
81,9± 1,87
a
78,3±23,43
a
77,7 ±7,82
a
110,8±2,56
a
77,0±5,37
a
98,2±29,43
a
93,8±17,41
a
97,8±1,77
a
55,3±16,95
a
94,4±12,53
a
105,9±24,97
a
Desember
50,4±2,21
d
60,3±8,03
dc
66,1±14,98
dc
76,8±13,50
bc
126,5 ±35,84
a
63,7±5,79
dc
104,2±6,86
ab
77,6±6,80
bc
63,7±7,83
dc
73,6±20,19
dc
64,5±13,08
dc
77,7±24,94
bc
Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi glukosa antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol
(tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4
IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU
PMSG + 250 µg E2.
87
Lampiran 8 Rata-rata konsentrasi kolesterol (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β
pada tiap perlakuan
BULAN
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T 10
T 11
T 12
Januari
178,6±31,63
a
215,2±37,89
a
213,1±19,10
a
174,9±40,67
a
210,6±8,76
a
185,1±20,5 1
a
258,7±128,05
a
181,9±23,73
a
159,0±24,00
a
174,1±11,81
a
193,3±39,45
a
164,3±32,66
a
Februari
185,2±19,95
a
207,6±42,34
a
203,0±38,19
a
193,4±38,29
a
174,5±78,75
a
201,0±13,07
a
204,6±7,46
a
141,6±50,33
a
166,2±7,46
a
172,0±26,63
a
170,0±38,34
a
226,5±126,96
a
Maret
149,0±30,00
a
215,2±53,45
a
178,2±37,7
a
169,0±26,93
a
191,8±14,07
a
189,8±7,19
a
169,3±36,14
a
161,0±16,77
a
185,5±5,50
a
172,0±1,00
a
159,0±11,12
a
130,4±0,02
a
April
169,4±41,16
b
150,5±49,63
b
202,5±40,70
ab
141,7±15,43
b
161,9±34,97
b
196,6±6,40
ab
213,0±13,00
ab
166,5±14,64
b
135,9±46,98
b
179,1±26,47
ab
148,0±11,00
b
301,9±158,35
a
Mei
149,5±25,95
a
163,3±69,10
a
155,5±30,45
a
212,9±56,57
a
181,0±15,65
a
160,1±24,35
a
167,4±13,22
a
201,6±10,14
a
213,9±14,83
a
186,7±27,52
a
165,9±13,12
a
246,2±10,05
a
Juni
168,5±17,74
dc
206,0±0,00
abcd
160,9±39,68
d
232,0±70,00
ab
196,6±22,43
bcd
161,3±10,55
d
171,2±4,53
bcd
179,7±41,00
bcd
228,0±18,00
abc
205,1±43.24
abcd
183,1±29,10
bcd
264,3±9,05
a
Juli
151,7±13,03
a
152,7±38,00
a
194,3±53,04
a
224,3±69,61
a
210,9±68,15
a
174,4±6,53
a
204,5±23,50
a
154,9±35,82
a
183,3±23,46
a
211,9±50,65
a
162,7±25,11
a
201,0±42,23
a
Agustus
196,1 ± 0,00
a
186,9±4868
a
216,2±37,22
a
202,0±30,39
a
245,2±31,44
a
142,4±45,98
a
179,1±9,67
a
151,1±75,54
a
148,7±19,74
a
148,5±15,20
a
212,3±7,35
a
169,6±10,75
a
September
241,7±44,61
a
195,1±35,23
a
206,1±5,14
a
229,7±102,73
a
183,7±23,83
a
198,1±51,20
a
174,5±18,63
a
207,8±48,22
a
168,6±37,26
a
191,2±32,50
a
222,1±13,23
a
180,8±2477
a
Oktober
251,0±32,35
a
225,5±40,98
a
234,3±16,86
a
191,2±30,39
a
207,2±42,11
a
203,7±55,90
a
181,4±0,02
a
235,2±63,40
a
149,7±21,62
a
215,4±40,62
a
195,8± 24,65
a
214,6±19,07
a
November
153,3±107,85
a
186,6±52,11
a
221,2±23,83
a
196,1±35,66
a
224,3±33,97
a
219,3±59,76
a
178,9±5,39
a
232,5±55,66
a
160,5±38,18
a
181,7±21,60
a
191,2±7,78
a
227,4±37,12
a
Desember
159,8±10,78
a
198,7±22,56
a
155,1±8,56
a
195,6±49,51
a
232,7±11,22
a
215,9±23,36
a
150,7±25,80
a
191,3±19,21
a
256,9±89,02
a
207,2±64,72
a
205,6±31,27
a
164,8±87,35
a
Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi kolesterol antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol
(tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4
IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU
PMSG + 250 µg E2.
88
Lampiran 9 Rata-rata konsentrasi trigliserida (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β
pada tiap perlakuan
BULAN
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Januari
217,7±32,00
a
251,5±79,27
a
310,8±73,12
a
208,9±80,76
a
287,4±56,23
a
205,0±27,04
a
Februari
207,0±26,72
a
271,6±100,44
a
264,5±21,51
a
244, 7±56,48
a
236,3±46,88
a
Maret
215,3±47,16
dc
302,9±79,08
abc
258,8±11,19
bcd
267,6±28,58
abcd
April
273,0±106,35
a
287,6±76,07
a
326,9±75,25
a
Mei
244,4±58,20
a
273,4±67,07
a
Juni
263,4±62,28
abc
Juli
T7
T8
T9
T 10
T 11
T 12
385,5±190,74 255,9±28,91
a
a
211,4±20,45
a
194,4±87,84
a
286,4±47,29
a
200,5±45,70
a
185,7±0,00
a
316,1±23,18
a
238,2±4,84
a
298,6±47,93
a
220,2±56,78
261,6±49,72
a
360,2±158,74
a
274,8±57,12
abcd
265,1±23,12
abcd
264,6±62,76
abcd
274,6±18,54
abcd
352,6±45,74
a
223,6±15,63
dc
319,0±81,40
ab
186,0±0,01
d
237,6±51,17
a
305,5±35,51
a
272,0±19,36
a
372,2±23,30
a
257,7±85,16 282,4±155,03 289,1±58,95
a
a
a
254,0±9,66
a
435,5±129,92
a
281,2±47,85
a
329,5±105,98
a
295,9±55,12
a
274,6±41,59
a
252,2±25,45
a
232,6±32,28 357,6±100,28 273,5±45,65
a
a
a
263,5±32,61
a
357,5±43,55
a
280,1±39,21
ab
314,7±75,82
ab
269,3±17,05
abc
289,6±42,10
ab
187,1±3,23
c
238,6±19,73
bc
264,0±74,73
abc
296,6±48,86
ab
260,4±29,20
abc
262,8±47,55
abc
337,1±9,14
a
259,1±110,78
a
216,9±37,33
ab
337,3±49,75
a
247,4±119,39 369,5±154,91
a
a
184,4±11,29
b
218,2±3,41
ab
288,9±43,58
a
348,3±32,97
a
249,5±45,77 337,2±112,18
a
a
287,5±75,86
a
Agustus
272,4±24,12
de
229,0±70,73
e
391,0±68,29
ab
372,4±93,53
abc
400,4±50,70
ab
211,8±39,58
e
286,7±36,46
cde
307,1±59,84
bcde
267,5±11,31
de
343,5±67,59
bcd
447,1±1,18
a
377,1±39,41
abc
September
485,3±66,47
a
362,4±114,12
a
358,8±7,06
a
426,7±139,67
a
316,5±24,71
a
335,7±83,56
a
390,6±62,77
a
343,9±83,56
a
361,8±67,65
a
378,4±30,05
a
381,8±26,47
a
359,4±132,35
a
Oktober
360,8±59,78
a
396,5±69,52
a
399,6±70,00
a
285,3±15,88
a
375,3±88
a
379,6±106,99
a
325,5±11,55
a
375,3±48,96
a
314,5±61,02
a
371,8±58,78 332.6±110,42
a
a
318,0±45,33
a
November
205,3±21,77
a
279,6±42,37
a
249,4±60,08
a
204,7±36,47
a
238,0±26,47
a
222,0±59,02
a
259,2±52,47
a
208,6±29,02
a
292,2±34,93
a
228.2±20,38
a
198,0±4,45
a
Desember
278,2±19,41
a
374,5±51,18
a
229,4±12,45
ab
354,7±87,65
a
342,9±34,71
a
325,3±31,18
a
269,0±91,78
a
289,0±17,02 386,7±136,24 411,8±83,95 145,9±126,78 233,7±126,07
a
a
a
b
ab
282,0±25,89
a
Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi trigliserida antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol
(tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4
IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU
PMSG + 250 µg E2.
89
Lampiran 10 Rata-rata bobot (g) ikan Tor soro betina selama satu tahun pemeliharaan
BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T 10
T 11
T 12
491,4
± 30,24
461,4
± 52,73
470,0
± 57,74
468,6
± 40,59
485,7
± 43,92
494,3
± 46,50
510,0
± 64,29
541,4
± 59,84
580,0
± 56,57
591,4
± 43,75
604,3
± 39,94
634,3
± 34,57
502,0
± 34,25
508,0
± 56,53
523,0
± 66,01
542,0
± 74,21
550,0
± 67,99
556,0
± 73,82
548,0
± 63,56
609,0
± 69,03
632,0
± 75,98
624,00
± 69,79
644,0
± 66,53
693,0
± 80,42
501,0
± 27,26
513,0
± 49,90
523,0
± 59,64
540,0
± 69,28
546,0
± 56,02
538,0
± 80,39
573,0
± 68,65
625,0
± 70,44
647,0
± 79,31
696,0
± 91,07
680,0
± 89,81
714,0
± 97,09
506,3
± 29,73
525,0
± 48,40
555,0 ±
63,02
575,0
± 74,83
590,0
± 75,78
590,0
± 68,66
582,5
± 66,49
656,3
± 79,27
696,3
± 96,20
706,3
± 100,13
692,5
± 78,51
751,3
± 92,96
517,8
± 26,82
562,2
± 79,81
584,4
± 76,67
614,4
± 69,84
611,1
± 81,92
594,4
± 84,43
596,7
± 84,71
671,1
± 99,43
695,6
± 90,71
732,2
± 100,35
708,9
± 86,67
757,8
± 103,90
502,5
± 15,00
512,5
± 47,87
512,5
± 37,75
530,0
± 28,28
532,5
± 30,96
530,0
± 33,67
545,0
± 51,96
620,0
± 49,67
627,5
± 49,92
667,5
± 54,39
652,5
± 47,87
675,0
± 61,37
501,7
± 39,20
498,3
± 62,74
535,0
± 96,70
558,3
± 102,84
551,67
± 107,41
550,0
± 106,58
556,7
± 118,10
626,7
± 101,32
686,7
± 126,28
730,0
± 136,67
700,0
± 108,26
736,7
± 109,85
507,1
± 34,98
508,6
± 88,96
525,7
± 97,27
557,1
± 101,28
568,6
± 92,99
551,4
± 91,18
538,6
± 101,40
594,3
± 100,64
622,9
± 101,28
667,1
± 117,86
61,4
± 110,22
738,6
± 114,81
495,0
± 41,06
471,
3 ± 65,34
490,0
± 69,69
506,3
± 77,45
527,5
± 76,49
523,8
± 81,58
512,5
± 76,49
567,5
± 70,46
601,3
± 88,71
652,5
± 93,16
627,5
± 80,84
688,8
± 80,26
501,4
± 21,16
498,6
± 55,81
511,4
± 66,94
535,7
± 75,69
540,0
± 80,83
550,0
± 89,44
547,1
± 100,12
625,7
± 118,02
642,9
± 121,89
670,0
± 125,17
661,4
± 113,64
715,7
± 106,90
501,4
± 32,37
518,6
± 51,46
537,1
± 57,07
551,4
± 61,49
534,3
± 56,82
527,1
± 46,80
540,0
± 63,51
622,9
± 70,64
640,0
± 75,72
654,3
± 77,43
662,9
± 78,47
737,1
± 76,31
500,0
± 28,28
470,0
± 25,82
477,5
± 37,75
550,0
± 45,46
537,5
± 49,92
537,5
± 44,25
527,5
± 45,00
635,0
± 90,37
655,0
± 91,83
695,0
± 118,18
652,5
± 110,87
730,0
± 86,02
Keterangan: T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125
µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg
E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2.
90
Lampiran 11 Analisis ragam untuk diameter oosit awal ikan Tor soro yang
diinduksi PMSG dan estradiol-17β
Sumber
JK
DB
KT
F
P
Model Terkoreksi
0,345a
11
0,031
2,760
0,007
Intersep
31,652
1
31,652
2784,053
0,000
PMSG
0,274
3
0,091
8,020
0,000
E2
0,019
2
0,009
0,822
0,445
PMSG * E2
0,033
6
0,005
0,477
0,822
Simpangan
0,603
53
0,011
Total
35,021
65
Total Terkoreksi
0,948
64
Tabel analisis ragam kuadratik untuk faktor utama PMSG
JK
DB
KT
Regresi
0,159
2
0,079
Galat
0,789
62
0,013
Total
0,948
64
F
P
6,248
0,003
91
Lampiran 12 Analisis ragam untuk telur ikan Tor soro yang diovulasikan yang
diinduksi PMSG dan estradiol-17β
Sumber
JK
DB
KT
F
P
Model Terkoreksi
7,832E6
11
711971,277
14,232
0,000
Intersep
5895700,741
1
5895700,741
117,853
0,000
PMSG
6472920,804
3
2157640,268
43,130
0,000
E2
116161,492
2
58080,746
1,161
0,329
PMSG * E2
261198,945
6
43533,157
,870
0,530
Simpangan
1300676,167
26
50026,006
1,740E7
38
9132360,211
37
Total
Total Terkoreksi
Tabel analisis ragam untuk faktor utama PMSG
JK
DB
KT
F
P
16,281
0,000
Regresi
4448676,028
2
2224338,014
Galat
4918281,561
36
136618,932
Total
9366957,590
38
92
Lampiran 13 Analisis ragam telur terbuahi Tor soro yang diinduksi dengan PMSG
dan estradiol-17β
Sumber
JK
DB
KT
F
P
Model Terkoreksi
61169,171a
11
5560,834
57,161
0,000
Intersep
50481,647
1
50481,647
518,907
0,000
PMSG
57688,964
3
19229,655
197,664
0,000
E2
251,039
2
125,519
1,290
0,292
PMSG * E2
477,249
6
79,542
0,818
0,566
Simpangan
2529,398
26
97,285
Total
130917,178
38
Total Terkoreksi
63698,568
37
Tabel analisis ragam untuk faktor utama PMSG
JK
DB
KT
Regresi
41580,340
2
20790,170
Galat
24989,485
36
694,152
Total
66569,825
38
F
P
29,950
0,000
93
Lampiran 14 Analisis ragam untuk daya tetas telurTor soro yang diinduksi dengan
PMSG dan estradiol-17β
Sumber
JK
DB
KT
F
P
Model Terkoreksi
34763,309a
11
3160,301
43,290
0,000
Intersep
30918,922
1
30918,922 423,533
0,000
PMSG
32439,038
3
10813,013 148,119
0,000
E2
19,446
2
9,723
0,133
0,876
PMSG * E2
906,468
6
151,078
2,069
0,103
Simpangan
1460,047
20
73,002
Total
62047,251
32
Total Terkoreksi
36223,357
31
Tabel analisis ragam untuk faktor utama PMSG
JK
DB
KT
Regresi
24265,264
2
12132,632
Galat
11958,092
29
412,348
Total
36223,357
31
F
P
29,423
0,000
94
Lampiran 15 Analisis korelasi antara konsentrasi estradiol-17β dan protein total,
glukosa, kolesterol, trigliserida plasma ikan Tor soro yang diinduksi
dengan PMSG dan estradiol-17β
E2
protein glukosa
kolesterol trigliserida
E2
Protein
Korelasi
Pearson
P
1
N
Korelasi
Pearson
P
N
Glukosa
Korelasi
Pearson
P
N
Kolesterol
Korelasi
Pearson
P
N
Trigliserida Korelasi
Pearson
P
N
-0,163
-0,154
-0,004
0,021
0,341
0,368
0,982
0,905
36
36
36
36
36
-0,163
1
0,153
0,285
0,168
0,374
0,092
0,328
0,341
36
36
36
36
36
-0,154
0,153
1
0,375*
0,422*
0,368
0,374
0,024
0,010
36
36
36
36
1
0,468**
36
*
-0,004
0,285
0,375
0,982
0,092
0,024
36
36
36
36
36
0,021
0,168
0,422*
0,468**
1
0,905
0,328
0,010
0,004
36
36
36
36
0,004
Keterangan: * = terdapat korelasi pada dua parameter dengan p<0,05.
** = terdapat korelasi pada dua parameter dengan p<0,01.
36
Download