INDUKSI BUATAN PADA PERKEMBANGAN GONAD IKAN Tor soro HESTI WAHYUNINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor soro adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2012 Hesti Wahyuningsih NIM C161070051 ABSTRACT HESTI WAHYUNINGSIH. Artificial induction on Gonadal Development of Tor soro. Under direction of MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, AGUS OMAN SUDRAJAT, LIGAYA ITA TUMBELAKA, WASMEN MANALU, and RUDHY GUSTIANO. Tor soro is an endemic species of fresh water fish in North Sumatera, that has an important economical value. Nowadays the population of Tor soro tends to decrease. Currently, the fish has been successfully domesticated and in the future, it is expected to be the candidate for aquaculture. However, it is still a problem exist due to the frequency of gonad maturation in a year. Therefore, study on induction of gonadal development by Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) and estradiol-17β was conducted. This research was aimed to obtain mature fish outside the spawning season with hormonal injections. The blood analysis was conducted to evaluate the relationship between reproduction status and blood chemistry. The first research was carried out descriptively to understand changes in gonad maturity and blood chemistry profile of fish blood plasm in the pond. The results indicated that a spawning season in June and September was characterized by the maximum size of the oocyte (3.0 ± 0.03 mm). The second research was carried out by using Factorial Completely Randomized Design for 12 dosages of PMSG and estradiol-17β. Sampling of oocytes and blood plasm was performed every month during a year (January to December 2011) to analyze the development of the gonads and the concentration of estradiol-17β. The results showed the ability of PMSG and estradiol-17β in accelerating the development of the gonads with the presence of oocytes in the two months after injection, and accelerating spawning. The best treatment dosage was 4 IU PMSG. This result was indicated by the low concentration of estradiol17β at spawning. The reproduction profile of Tor soro was also indicated by the changes of blood plasm chemistry analysis including the total protein, glucose, cholesterol, and triglyceride concentrations. The concentrations with low total protein, cholesterol, triglyceride but high glucose may be indication of the spawning activity of the fish. Finally, the use of PMSG may effectively stimulate the gonadal development of young female fish. Keywords: blood chemistry, estradiol-17β, gonad, PMSG, Tor soro RINGKASAN HESTI WAHYUNINGSIH. Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor soro. dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, AGUS OMAN SUDRAJAT, LIGAYA ITA TUMBELAKA, WASMEN MANALU, dan RUDHY GUSTIANO. Tor soro merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis dan budaya yang tinggi. Populasi ikan Tor soro di alam tergolong langka. Dewasa ini upaya untuk membudidayakan ikan Tor soro masih berlangsung, karena ikan ini merupakan jenis yang baru didomestikasikan dan reproduksinya belum mencapai optimal. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan sebagai upaya pengembangan teknologi manipulasi hormonal untuk mempercepat perkembangan gonad induk agar dapat meningkatkan potensi ikan Tor soro sebagai kandidat ikan budi daya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan gonad ikan Tor soro yang diinduksi dengan penyuntikan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan estradiol17β serta menganalisis perubahan kimia darah terkait dengan status reproduksi. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap yang meliputi pertama, perubahan plasma darah dan kematangan gonad pada ikan betina Tor soro di kolam pemeliharaan; kedua, pengaruh Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan estradiol-17β (E2) pada perkembangan oosit ikan Tor soro betina muda; dan ketiga, perubahan kimiawi darah ikan Tor soro yang mendapat induksi hormon PMSG dan estradiol-17β. Pelaksanaan penelitian tahap pertama dilakukan selama 12 bulan untuk menganalisis perubahan kematangan gonad dan kimiawi darah dari delapan induk ikan. Penelitian tahap kedua dilakukan selama 13 bulan untuk menganalisis kematangan gonad induk Tor soro muda yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β. Sebanyak 120 ekor ikan digunakan dan dibagi ke dalam 12 perlakuan dengan menggunakan rancangan penelitian, yaitu Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Pengamatan perkembangan gonad dilakukan dengan menganalisis perubahan diameter oosit yang diamati setiap bulan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer. Selain itu, pada penelitian tahap kedua ini juga dilakukan analisis kadar estradiol-17β plasma darah dengan menggunakan metode ELISA dan vitelogenin dengan menggunakan SDS PAGE. Penentuan kadar vitelogenin dilakukan dengan menggunakan softwear TotalLab TL120. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan analisis kimia darah yang meliputi konsentrasi protein total dengan menggunakan metode biuret, konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida dengan menggunakan metode Enzymatic Colorimetric komersial kit. Perubahan perkembangan gonad induk Tor soro menunjukkan adanya puncak perkembangan diameter oosit pada bulan Juni dan September. Pemijahan terjadi pada bulan September dengan rata-rata diameter oosit 3,0±0,03 mm. Perubahan konsentrasi kimia plasma darah yang terukur seiring dengan perubahan ukuran diameter oosit. Perkembangan kematangan gonad ikan Tor soro mengalami peningkatan yang bertahap pada periode bulan Maret hingga Juli yang ditandai dengan kecenderungan peningkatan konsentrasi estradiol-17β, protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida, serta ukuran diameter oosit. Penyuntikan menggunakan PMSG, estradiol-17β dan kombinasi keduanya pada induk ikan Tor soro muda mampu memacu perkembangan gonad. Respons perkembangan gonad ini ditunjukkan dengan adanya oosit pada gonad dari semua perlakuan dengan lama waktu kematangan yang berbeda-beda, namun lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Rentang waktu kematangan gonad yang lebih cepat diperoleh pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) pada dosis perlakuan 4 IU PMSG (T3), 40 IU PMSG (T4), 4 IU PMSG + 125 μg E2 (T7), 0,4 IU PMSG + 250 μg E2 (T10), dan 4 IU PMSG + 250 μg E2 (T11). Berdasarkan hasil analisis perhitungan kemampuan induksi hormon pada perkembangan gonad ikan Tor soro, perlakuan T3 (4 IU PMSG) memberikan pengaruh yang nyata pada percepatan perkembangan gonad ikan Tor soro dibandingkan dengan pemberian kombinasi dari kedua hormon tersebut. Perkembangan gonad ini juga diikuti dengan perubahan konsentrasi estradiol-17β pada bulan-bulan tertentu terutama pada saat terjadi pematangan oosit, pemijahan, atau atresia. Secara umum, kadar estradiol-17β saat terjadi pematangan oosit mengalami penurunan hingga konsentrasi estradiol-17β terendah, yaitu 16,3±3,79 ng/mL. Berdasarkan pengukuran vitelogenin pada ikan Tor soro ini memiliki bobot molekul 153 kDa. Vitelogenin mulai terukur pada bulan kedua setelah penyuntikan, yaitu mulai diperoleh oosit pada beberapa perlakuan (T3, T7, T10, dan T11). Pengukuran konsentrasi vitelogenin ini juga terukur pada saat terjadi pemijahan dengan hasil yang cukup tinggi. Secara umum, konsentrasi vitelogenin yang diperoleh terendah 0,005 g/mL (perlakuan T9 pada bulan ke-12 setelah penyuntikan) dan tertinggi 0,084 g/mL (perlakuan T10 pada bulan ke-4 setelah penyuntikan). Perubahan konsentrasi parameter kimiawi plasma darah dalam tubuh ikan Tor soro berkaitan dengan masa reproduksinya. Besarnya konsentrasi protein total plasma dapat dikatakan tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Konsentrasi protein total plasma dari semua perlakuan menunjukkan nilai yang masih berada dalam kisaran normal, yaitu 3,3±1,21 g/dL (T1) hingga 6,2±0,27 g/dL (T11). Nilai rata-rata konsentrasi protein total yang rendah terjadi saat pemijahan dan atresia (kecuali pada T1). Pola perubahan konsentrasi glukosa plasma pada semua perlakuan memiliki perubahan yang hampir sama dengan kontrol (T1) kecuali pada T12 lebih fluktuatif. Umumnya, konsentrasi glukosa menurun pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) berkisar antara 39,9 – 134,4 mg/dL. Konsentrasi glukosa plasma ini mengalami peningkatan saat terjadi pemijahan ataupun atresia. Hasil pengukuran konsentrasi kolesterol plasma sejalan dengan peningkatan konsentrasi trigliserida plasma. Konsentrasi kolesterol dan trigliserida terlihat mengalami penurunan saat terjadi pemijahan pada beberapa perlakuan, yaitu T2, T3, T6, T7, T10, dan T11. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dinyatakan bahwa induksi PMSG pada induk Tor soro muda mampu memacu pembentukan oosit dan pematangan gonad pada dosis terbaik 4 IU PMSG. Selain itu, analisis terhadap konsentrasi kimiawi plasma darah pada induk ikan Tor soro dapat memberikan gambaran reproduksi ikan tersebut. © Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB INDUKSI BUATAN PADA PERKEMBANGAN GONAD IKAN Tor soro HESTI WAHYUNINGSIH Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. drh.Iman Supriatna Staf Pengajar pada Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. Staf Pengajar dan Ketua Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, IPB. Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, MS. Peneliti Senior pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA Staf Pengajar pada Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. : Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor soro : Hesti Wahyuningsih : C161070051 Judul Disertasi Nama NIM Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc Ketua Dr.Ir.Agus Oman Sudrajat,M.Sc Anggota Prof. Ir. Wasmen Manalu, Ph.D Anggota Dr.drh.Ligaya ITA Tumbelaka,Sp.MP,,M.Sc Anggota Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc.,Ph.D Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian: 19 Juli 2012 Tanggal Lulus: 15 Agustus 2012 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah perkembangan gonad ikan Tor soro, dengan judul Induksi Buatan pada Perkembangan Gonad Ikan Tor soro. Bab III dari disertasi ini merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah berjudul “Perubahan plasma darah dan kematangan gonad pada ikan betina Tor soro di kolam pemeliharaan” sedang menunggu penerbitan di Jurnal Iktiologi Indonesia Volume 12 Nomor 1 (Juni 2012). Penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada komisi pembimbing: Prof. Dr.I r.Muhammad Zairin Junior, M.Sc., Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP.M.Sc., Prof. Wasmen Manalu, Ph.D., dan Ir. Rudhy Gustiano, Ph.D yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan saran selama ini, baik dalam penulisan proposal dan disertasi maupun dalam melaksanakan penelitian. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. D Djokosetiyanto dan Dr. Ir. Etty Riani, MSi. selaku penguji luar komisi pada ujian prakualifikasi program Doktor, atas saran yang telah diberikan untuk perbaikan proposal. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Iman Supriatna dan Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup program Doktor serta Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, MS. dan Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA. selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka program Doktor atas saran yang telah diberikan untuk perbaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar, Bogor beserta staf yang telah memberikan izin penelitian dan bantuan fasilitas selama penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana penelitian yang diberikan selama ini. Selain itu, ungkapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Kepala Instalasi Riset Plasmanutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor beserta semua peneliti dan tim teknisi yang telah membantu dan mendampingi selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sidi Asih, Ir. Gurning dan Bapak Wawan Setyawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Asmarida dan Ibu Sri dari Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, serta Bapak Gholib SPt., MSi. dari Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB atas pendampingan selama analisis kimiawi darah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Lina Mulyani dan Ibu Anna Octavera, S.Pi serta teman-teman dari Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik FPIK IPB, atas bantuan dan dukungan selama ini. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Retno Widhiastuti, MSi, Dr. Suci Rahayu, MSi. Dra. Deny Supriharti, M.Sc., Drs. Kurnia Hadimulja dan rekan-rekan staf pengajar dari Departemen Biologi, Fakultas MIPA, USU atas doa dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan satu angkatan mayor Ilmu Akuakultur 2007: Dr. Ir, Andi Parengrengi,M.Sc., Dr. Ir. Roro Raden Sri Pudji Sinarni Dewi, M.Si., Ir. Ilmiah, M.Si., Ir. Yulintine, M.Sc., Ir. O.D. Subhakti Hasan, M.Si., Ir. Usman, M.Si., Ir. Ahmad Ghufron Mustofa, M.Si., Ir. Mulyana, M.Si., dan mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat 2007: Ir. Henni Syawal, M.Si., Hernawati, S.Pt., M.Si., Sunarno, S.Si., M.Si. atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Ungkapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Ayahanda (alm) dan Ibunda (alm) serta kakak-kakak dan keluarga besar atas doa dan dorongan semangat kepada penulis selama menjalankan studi. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Miftachul Anwar dan ketiga anak tersayang Gilang Nurrakhman, Gani Nurrazaq, dan Ginanita Nurhidayah atas segala pengertian, pengorbanan, doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian dan ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2012 Hesti Wahyuningsih RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ungaran-Semarang pada tanggal 18 Oktober 1969 sebagai anak kelima dari pasangan Hardo Slameto (alm.) dan Harmini (alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi ke program magister pada jurusan Biologi, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah lulus sarjana tahun 1993, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan sejak tahun 1994. Sebuah artikel berjudul “Perubahan plasma darah dan kematangan gonad pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan” akan diterbitkan pada Jurnal Iktiologi Indonesia Volume 12 Nomor 1 (Juni 2012). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xxi DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xxiii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xxv PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………………... Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………. Hipotesis …………………………………………………………… Kebaruan Penelitian ……………………………………………... Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………. 1 3 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA 6 PEKEMBANGAN KEMATANGAN GONAD, PERUBAHAN ESTRADIOL-17β DAN PLASMA DARAH PADA IKAN BETINA Tor soro DALAM KOLAM PEMELIHARAAN Abstrak …………………………………………………………….. Abstract …………………………………………………………….. Pendahuluan ……………………………………………………….. Bahan dan Metode ………………………………………………… Hasil ………………………………………………………………... Pembahasan ………………………………………………………… Simpulan …………………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………………… 23 24 24 25 27 31 33 34 PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN DAN ESTRADIOL-17β PADA PERKEMBANGAN GONAD IKAN Tor soro BETINA MUDA Abstrak ……………………………………………………………... Abstract …………………………………………………………….. Pendahuluan ………………………………………………………... Bahan dan Metode …………………………………………………. Hasil ………………………………………………………………... Pembahasan ………………………………………………………… Simpulan …………………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………………… 37 38 38 39 43 51 54 54 PERUBAHAN BIOKIMIA PLASMA DARAH IKAN Tor soro YANG DIINDUKSI DENGAN HORMON PMSG DAN ESTRADIOL-17β Abstrak ……………………………………………………………... Abstract …………………………………………………………….. Pendahuluan ………………………………………………………... Bahan dan Metode …………………………………………………. Hasil ………………………………………………………………... Pembahasan ………………………………………………………… Simpulan …………………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………………… 57 58 58 60 61 65 68 68 PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………… 71 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………… 73 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 75 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kelompok perlakuan, jenis hormon, dan dosis perlakuan (per kg bobot tubuh) …………………………………………………………………… 40 2 Rentang waktu dan persentase induk matang gonad ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β …………………………………. 44 3 Rata-rata diameter awal oosit ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………………... 44 4 Persentase pemijahan dan atresia ikan Tor soro yang mendapat induksi PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………… 49 5 Rata-rata jumlah telur yang diovulasikan ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β …………………………………. 50 6 Persentase jumlah telur yang terbuahi ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………... 50 7 Persentase jumlah telur yang menetas ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β ……………………………………………….. 50 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan Tor soro …………………………………………………………… 7 2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994) ………. 11 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008) ………………………. 14 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya (Sumber: Bobe & Labbé 2010)………………………………………….. 16 5 Perubahan bulanan diameter telur Tor soro pada bulan April 2009 – Maret 2010 ……………………………………………………………… 28 6 Perubahan bulanan konsentrasi estradiol-17β pada ikan Tor soro betina antara bulan April 2009 dan Maret 2010 ……………………………….. 29 7 Perubahan bulanan konsentrasi total protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma darah ikan Tor soro antara bulan April 2009 dan Maret 2010 ……………………………………………………………… 30 8 9 Fluktuasi konsentrasi estradiol-17β plasma darah ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β dari bulan Desember 2010– Desember 2011. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ……………………………………………………. Konsentrasi protein vitelogenin plasma ikan Tor soro hasil elektroforesis yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β. Awal diperolehnya oosit dalam gonad ditunjukkan dengan awal terdeteksinya vitelogenin pada bulan yang berbeda tiap-tiap perlakuan. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ………………... 10 Larva Tor soro. A. 78 jam setelah fertilisasi, saat larva mulai keluar dan melepaskan selubung telur; B. 0 jam setelah menetas; C. umur 3 hari setelah menetas …………………………………………………………. 11 Hasil pengukuran konsentrasi protein total plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1–T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ……………………………………………………. 12 Hasil pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon ………………... 46 48 51 62 64 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan protein total plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan ………………. 83 2 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan glukosa plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan ……………………. 83 3 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan kolesterol plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan …………. 83 4 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan trigliserida plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan ………... 83 5 Rata-rata konsentrasi estradiol-17β (ng/mL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan ……………………………………………………………….. 84 6 Rata-rata konsentrasi protein (g/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan …. 85 7 Rata-rata konsentrasi glukosa (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan ……………………………………………………………… 86 Rata-rata konsentrasi kolesterol (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan ……………………………………………………………… 87 Rata-rata konsentrasi trigliserida (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan ……………………………………………………………… 88 10 Rata-rata bobot (g) ikan Tor soro betina selama satu tahun pemeliharaan ……………………………………………………………. 89 11 Analisis ragam untuk diameter oosit awal ikan Tor soro yang diinduksi PMSG dan estradiol-17β ………………………………………………... 90 12 Analisis ragam untuk telur ikan Tor soro yang diovulasikan yang diinduksi PMSG dan estradiol-17β …………………………………….. 91 13 Analisis ragam telur terbuahi Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β ……………………………………………………….. 92 8 9 14 Analisis ragam untuk daya tetas telur Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β ……………………………………………….. 93 15 Analisis korelasi antara konsentrasi estradiol-17β dan protein total, glukosa, kolesterol, trigliserida plasma ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β ……………………………………….. 94 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perikanan perairan tawar sangat berperan dan memberikan kontribusi yang nyata pada perekonomian daerah melalui pemanfaatan sumber daya perikanannya melalui usaha penangkapan dan budidaya. Namun sumber daya perikanan di alam ini bila tidak dikelola secara baik dapat menyebabkan perubahan struktur komunitas ataupun populasi ikan yang akan mengurangi manfaat sumber daya tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi budidaya perlu dilakukan, terutama pada jenis-jenis ikan yang belum dibudidayakan atau dalam tahap domestikasi. Ikan Tor soro termasuk ke dalam famili Cyprinidae. Jenis ikan ini merupakan salah satu ikan endemik Danau Toba, Sumatera Utara, selain ikan dari genus Neolissochilus, dan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis dan budaya yang tinggi; namun populasi ikan ini di alam tergolong langka (Kottelat et al. 1993). Saat ini ikan Tor soro telah berhasil dipelihara secara ex situ, tetapi belum menunjukkan produksi yang tinggi karena kesulitan dalam mendapatkan induk yang matang gonad. Pengembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi telah banyak dilakukan melalui penambahan hormon agar didapatkan pematangan oosit secara in vivo dan masa-masa reproduksi yang lebih efisien. Penambahan hormon eksogen untuk perkembangan pematangan akhir gonad dan pemijahan pada ikan Tor soro telah dilakukan. Pemberian implantasi Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dengan dosis 500 IU/kg bobot badan ternyata menunjukkan adanya perkembangan diameter oosit terbaik dengan rataan diameter 3,07±0,31 mm setelah hari ke-50 dengan tingkat keberhasilan pemijahan 100% (Subagja & Gustiano 2006). Namun demikian, untuk lebih meningkatkan efisiensi reproduksi dan memacu pematangan gonad ikan Tor soro sejak dari awal tahap reproduksi diperlukan pemanfaatan hormon yang memiliki kemampuan untuk mengontrol proses pembentukan vitelogenin dan memacu pematangan akhir gonad. Perkembangan oosit terjadi karena adanya peran hormon gonadotropin (GTH) dalam aktivitas gonad, yaitu Follicle Simulating Hormone (FSH dan 2 Luteinizing Hormone (LH). Follicle Simulating Hormone (FSH) bertanggung jawab terhadap perkembangan oosit (vitelogenesis) dan LH pemicu kematangan oosit (Nagahama et al. 1995). Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) merupakan khorionik gonadotropin yang mempunyai sifat aktivitas biologis ganda, yaitu berefek FSH dan LH (Hafez et al. 2000). Potensi FSH dalam PMSG dapat menjadi sumber penambahan hormon gonadotropin I dalam darah dan diharapkan mampu memacu proses pematangan gonad, sedangkan potensi LH yang terkandung dalam PMSG diharapkan mampu meningkatkan perkembangan telur pada proses pematangan akhir gonad ikan Tor soro. Namun, penggunaan PMSG pada ikan masih sangat jarang sekali, umumnya digunakan pada kelompok mamalia. Penggunaan PMSG ini telah dicobakan pada ikan medaka (Oryzias latipes) secara in vitro dengan dosis 100 IU/mL dan hasilnya dapat memacu produksi estradiol-17ß oleh folikel dan juga meningkatkan produksi estradiol-17ß yang diinduksi oleh testoteron (Nagahama et al. 1991). Pada proses vitelogenesis, estradiol-17β sangat dibutuhkan untuk memacu biosintesis vitelogenin yang merupakan bahan untuk protein kuning telur selama pertumbuhan oosit. Pemberian menunjukkan kemampuannya estradiol-17β dalam pada menginduksi ikan Indian produksi catfish vitelogenin. Vitelogenin ini diakumulasikan dalam perkembangan oosit dan disimpan dalam granula kuning telur atau globula dalam ooplasma (Barrero et al. 2007). Pengetahuan mengenai gambaran kimiawi darah ikan juga diperlukan untuk menganalisis pengaruh induksi hormonal pada profil darah selama proses perkembangan gonad ikan. Profil beberapa parameter kimia darah dapat menjelaskan kondisi kesehatan maupun tahapan proses reproduksi pada ikan. Pengukuran beberapa parameter darah, seperti kolesterol, glukosa, dan trigliserida sebaiknya terus dilakukan untuk dapat dijadikan indikasi periode reproduksi ikan, terutama pada ikan betina (Kocaman et al. 2005). Dengan demikian, pemanfaatan teknik pemberian hormon dan pengukuran profil kimia darah diharapkan dapat meningkatkan kemampuan reproduksi dan memanipulasi waktu reproduksi ikan sehingga menghasilkan gonad yang matang dengan lebih cepat. 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pola perubahan pematangan gonad Tor soro. 2. Menguji efektivitas pemberian PMSG dan estradiol-17β terhadap pola perkembangan gonad Tor soro. 3. Menganalisis perubahan kimia plasma darah ikan yang terkait dengan perkembangan gonad. Manfaat penelitian ini untuk tersedianya metode baru induksi perkembangan gonad induk ikan Tor soro. HIPOTESIS Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila faktor lingkungan, pakan, serta kondisi ikan optimal, maka: 1. Induksi PMSG dan estradiol-17β dapat memacu kematangan gonad dan meningkatkan persentase sintasan larva. 2. Gambaran konsentrasi kimiawi darah dapat menunjukkan tahap perkembangan reproduksi ikan Tor soro. KEBARUAN PENELITIAN Induksi pematangan gonad dengan menggunakan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan gambaran profil darah pada ikan Tor soro baru pertama kali dilakukan. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini berawal dari masalah yang dihadapi dalam peningkatan dan pengembangan budi daya ikan Tor soro dalam memperoleh induk matang gonad dengan cepat dan menghasilkan benih berkualitas. Menurunnya populasi ikan Tor soro di alam yang disebabkan adanya eksploitasi berlebih dan kerusakan habitat menjadikan pentingnya upaya pembudidayaan ikan ini. Oleh karena itu, perlu adanya pemanfaatan teknologi budidaya ikan agar ikan Tor soro dapat 4 dikembangbiakkan secara ex situ secara optimal dan tidak mengandalkan populasi di alam. Keberhasilan upaya pengembangan budidaya ikan Tor soro ini tidak terlepas dari upaya peningkatan efisiensi reproduksi untuk mempersiapkan induk yang matang gonad. Salah satu fase penting dalam siklus reproduksi adalah proses pembentukan vitelogenin yang melibatkan hormon gonadotropin dan steroid. Pemberian Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) yang memiliki aktivitas FSH (Follicle Stimlating Hormon) lebih dominan dibandingkan dengan LH (Luteinizing Hormon) dan penambahan estradiol-17β dari luar diharapkan dapat memacu peningkatan estradiol-17β dalam tubuh ikan sehingga dapat memacu pertumbuhan oosit. Ding (2005) menyatakan bahwa estradiol-17ß yang diubah dari testoteron oleh enzim aromatase akan dibawa ke hati untuk merangsang sintesis vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur dalam proses pematangan gonad. Seiring dengan pertumbuhan oosit yang semakin besar, ketersediaan estradiol-17β dalam tubuh juga semakin tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya umpan balik negatif terhadap FSH dan umpan balik posistif terhadap hipotalamus dan hipofisis dalam memacu pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH). Pelepasan GnRH ini akan merangsang hipofisis dalam melepaskan LH. Peningkatan LH dalam tubuh ikan dapat meningkatkan aktivitas 20βhidroksisteroid dehidrogenase (20β-HSD) untuk memproduksi 17α,20β dihidroksiprogesteron sehingga terjadi pematangan oosit yang diikuti dengan ovulasi (Nagahama et al. 1995). Perkembangan reproduksi ikan akan mencapai optimal apabila ketersediaan senyawa-senyawa kimiawi yang dibutuhkan sebagai bahan dasar dan sumber energi dalam proses perkembangan gonad dapat mencukupi. Profil kimiawi darah diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi perkembangan reproduksi sekaligus status kesehatan ikan tersebut. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dilakukan tahapan penelitian, sebagai berikut: 1. Perubahan kematangan gonad dan plasma darah ikan betina Tor soro dalam setahun di kolam pemeliharaan. 5 2. Pengaruh PMSG dan estradiol-17β terhadap perkembangan oosit ikan Tor soro betina muda. 3. Perubahan kimiawi darah ikan Tor soro yang mendapat induksi hormon PMSG dan estradiol-17β. 6 7 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tor soro Biologi Ikan Tor soro. Spesies Tor soro termasuk famili Cyprinidae, ordo Cypriniformes dan saat ini menurut Integrated Taxonomic Information Service (ITIS) terdapat 21 spesies dalam genus Tor. Beberapa spesies dari genus Tor ini didapatkan di Indonesia yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan serta telah terdokumentasi, yaitu Tor douronensis, Tor tambroides, Tor tambra, dan Tor soro (Gambar 1). Spesies Tor tersebar luas di Asia, daerah Himalaya, dan Asia Tenggara. Daerah Himalaya meliputi Pakistan, Nepal, India, dan Myanmar, sedangkan Asia Tenggara meliputi Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, China, Malaysia, dan Indonesia. Habitat Tor tersebar mulai dari aliran pegunungan dan sungai hingga sungai berarus deras dengan kondisi perairan yang jernih, dasar berbatu-batu, atau kerikil (De Silva et al. 2004). Gambar 1 Ikan Tor soro. Ikan Tor soro memiliki jumlah telur yang relatif rendah, yaitu 472-931 butir/kg induk bila dibandingkan dengan telur ikan mas (Cyprinus carpio) sebanyak 131.000-153.000 butir/kg induk, atau dengan spesies Tor lain, seperti Tor putitora sebanyak 4.935 butir/kg dengan cara hand-stripping. Ikan Tor soro ini memiliki diameter telur sekitar 2,88-3,02 mm dengan lama penetasan sekitar 91-131 jam pada suhu 21-27 oC. Bila dibandingkan dengan spesies Tor lainnya, ikan Tor soro ini mempunyai masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan dengan spesies Tor putitora, yaitu antara 45-125 jam pada suhu air 19-28 oC (Gurung et al. 2002; Kristanto et al. 2007). 8 Ovari spesies Tor memiliki keragaan yang relatif sama, seperti yang terlihat pada Tor douronensis. Ovari terlihat mempunyai sepasang ovari yang memanjang pada sebelah kanan dan kiri rongga perut. Di dalam ovari terdapat lumen, yaitu rongga tempat telur diovulasikan yang terletak pada bagian dorsolateral sebelum menuju saluran telur (oviduk). Pada ovari ikan yang sudah matang kelamin, pembuluh darah terlihat jelas, terutama berada di daerah ventrolateral, yaitu bagian ovari yang menghadap ke dalam rongga perut. Sel-sel telur terlihat berwarna putih hingga kekuningan sampai jingga dengan empat tingkat ukuran. Perkembangan ovari dari Tor douronensis adalah sebagai berikut (Hardjamulia et al. 1995) : Tingkat I. Ovari kecil memanjang berbentuk torpedo, butir-butir telur tampak. Ovari pada tingkat I terdapat pada ikan berukuran sekitar 30-32 cm dan bobot tubuh 310-335 g. Ovari masih kecil berbobot sekitar 1,7-2,0 g atau indeks gonadosomatik (IGS) sekitar 0,57-0,7 dan hanya terdapat oosit stadium I yang secara acak berderet berada di tepi dinding lamela. Tingkat II. Ovari tingkat II ditemukan pada ikan berukuran 38-42 cm dan bobot sekitar 580-820 g, dengan IGS sekitar 1,6-2,1. Pada ovari tampak butir-butir telur dan secara mikroskopis terdapat oosit tertua dari stadium II dan oosit stadium I dengan persentase paling tinggi. Tingkat III. Ovari tingkat III ditemukan pada ikan berukuran 42-51 cm dan bobot 840-1.380 g dengan nilai IGS 3,1-4,7. Secara visual pada ovari terdapat butir-butir telur yang lebih besar dan bervariasi ukurannya. Ovari mengisi sekitar 70% rongga perut. Pada tingkat ini, terdapat oosit tertua pada stadium III, di samping oosit stadium I dengan frekuensi tertinggi 60% dan oosit stadium II 26%. Tingkat IV. Ovari tingkat IV ditemukan pada ikan berukuran 58-61 cm dan bobot 2.390-2.496 g dengan IGS 5,99-6,51. Ikan pada tingkat ini sudah siap memijah, yang dicirikan oleh perut yang membengkak terutama di daerah atas urogenital. Lubang urogenital berwarna putih. Ovari dengan panjang antara 19,5-22,1 cm mengisi seluruh rongga perut. Butir-butir telur yang berukuran relatif besar terlihat dengan mata telanjang. Pengamatan histologi menunjukkan ovari pada tingkat ini mempunyai oosit stadium tertua 9 (stadium IV) yang terlihat dari inti sel yang sudah migrasi ke tepi, selain itu terdapat oosit stadium I, II, dan III dan oosit yang atresia. Tingkat V. Ovari pada tingkat ini terdapat pada ikan yang sudah siap memijah, namun tidak dijumpai selama pengamatan. Kondisi Lingkungan Ikan Tor soro. Sejauh ini, informasi yang berkaitan dengan ikan Tor soro masih sangat sedikit. Pendekatan dengan ikan jenis lain dari genus Tor sangatlah mendukung untuk pemeliharaan ikan Tor soro. Sebagai contoh ikan tambra (Tor tambroides) hidup pada perairan yang jernih dan berbatu, berarus sedang sampai deras, kandungan oksigen >5 ppm, suhu udara 2526 oC, suhu air 25-26 oC, pH 6-7. Habitat ikan tambra di perairan sungai dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : 1. Habitat larva/juvenil umumnya pada bagian tepi sungai yang ditandai oleh substrat/dasar perairan pasir, arus tenang, warna air jernih, dan dangkal (<50 cm). Hal ini diduga terkait dengan kemampuannya yang masih rendah untuk melawan arus air. Habitat seperti ini juga merupakan tempat bertelurnya ikan tambra (spawning ground). 2. Habitat ikan ukuran kecil sampai sedang/remaja dengan karakteristik sebagai berikut : dasar perairan batuan berdiameter <50 cm, arus air sedang sampai deras, warna air jernih, kedalaman air <1 m, substrat tersusun dari kerikil dan pasir, serta penutupan kanopi 50-75%. 3. Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya merupakan lubuk sungai dengan arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih, dan penutupan kanopi >75%. Berdasarkan habitat pemijahan, ikan ini termasuk dalam kelompok lithopils, yaitu memijah pada sungai yang dasarnya berupa batuan dan bersubstrat pasir/kerikil (Haryono & Subagja 2008). Di alam, jenis-jenis ikan dari genus Tor memiliki dua tipe migrasi. Migrasi ke bagian hulu (spawning migration) terjadi selama periode air meluap/volume air tinggi. Pengamatan lain menunjukkan bahwa musim pemijahan terbatas pada periode yang pendek, yaitu 1 atau 2 bulan dan berhubungan dengan musim hujan 10 dan arus air sungai yang deras. Tipe migrasi yang lain adalah migrasi ke arah hilir (feeding migration) yang terjadi pada saat periode air rendah atau arus air kecil. Makanan ikan dari genus Tor ini sangat beragam, termasuk kelompok ikan omnivor yang memakan buah, biji-bijian yang jatuh ke perairan, maupun serangga/hewan air kecil (Haryono & Tjakrawidjaja 2009). Ketersediaan makanan sangat mempengaruhi reproduksi. Pada jenis Tor lain, seperti Tor tambroides dan Tor douronensis, penambahan suplemen pakan berupa buah dan sayuran sangat mendukung untuk perkembangan dan pematangan gonad (Ingram et al. 2007). Vitelogenesis dan Perkembangan Gonad Reproduksi pada ikan betina melibatkan dua kejadian/proses utama, yaitu (1) perbesaran ovari secara bertahap dengan pembentukan kuning telur melalui proses yang disebut vitelogenesis; dan (2) maturasi, ovulasi, dan pemijahan (Gambar 2). Kedua proses ini diatur oleh hormon gonadotropin; FSH terlibat dalam vitelogenesis, sementara LH memacu maturasi dan ovulasi (Sun & Pankhurst 2004). Vitelogenesis merupakan proses yang penting dari perkembangan reproduksi ikan ovipar, yang dicirikan dengan pertumbuhan oosit yang cepat hingga mencapai lebih dari 90% ukuran telur (Sun & Pankhurst 2004). Salah satu tantangan besar untuk kelangsungan hidup larva dan benih ikan yang berkembang adalah tingkat suplai nutrisi dalam bentuk protein telurnya yang merupakan sumber protein pokok. Vitelogenin adalah bahan baku utama dari protein kuning telur, dan sangat penting untuk keberhasilan pertumbuhan embrio dan larva. Vitelogenin dimer plasma dibawa melalui ikatan membran reseptor vitelogenin yang memediasi endositosis ke dalam oosit untuk menghasilkan protein kuning telur yang berukuran lebih kecil. Pada dasarnya, vitelogenesis merupakan sintesis sejumlah besar glikolipofosfoprotein, yaitu vitelogenin yang berikatan dengan kalsium dalam hati ikan ovipar (Ding 2005). 11 Gambar 2 Pengaturan hormonal pada tahap proses vitelogenesis (A) dan pematangan oosit (B) ikan teleostei (Sumber: Nagahama 1994). 12 Vitelogenin mempunyai bobot molekul keseluruhan antara 200 – 700 kDa, seperti pada Killifish, Fundulus heteroclitus memiliki vitelogenin monomerik sebesar 200 kDa (Ding 2005). Sintesis bahan baku protein ini diatur oleh aksi langsung estradiol-17ß. Dalam folikel ovarium ikan betina yang matang kelamin, testoteron yang diproduksi pada lapisan teka dan distimuli oleh hormon gonadotropin-I, diubah menjadi estradiol-17β dengan adanya enzim aromatase pada lapisan granulosa (Nagahama 1994). Vitelogenin yang terbentuk disekresikan ke dalam aliran darah menuju ovari dan bergabung menjadi oosit yang mengalami pertumbuhan dan mengalami pembelahan secara enzimatik menjadi protein-protein kuning telur yang disimpan dalam granula kuning telur pada ooplasma. Selanjutnya, vitelogenin ini merupakan nutrien yang dibutuhkan selama perkembangan embrio (Sun & Pankhurst 2004; Phartyal et al. 2005; Ding 2005). Penimbunan material kuning telur oleh oosit ikan terbagi menjadi dua fase, yaitu sintesis kuning telur di dalam oosit (endogenous vitellogenesis) dan penimbunan prekursor kuning telur yang disintesis di luar oosit (exogenous vitellogenesis) (Matty 1985). Tiga bentuk material kuning telur pada oosit teleostei, yaitu butiran-butiran kecil minyak, gelembung kuning telur (yolk vesicle), dan butiran kuning telur (yolk globule). Butiran-butiran minyak ini mempunyai fungsi untuk mengapung dan suplai energi. Gelembung kuning telur pertama kali muncul pada tepi sel ooplasma dan selanjutnya bertambah banyak dan membentuk barisan periferal. Penimbunan butiran kuning telur dimulai setelah kemunculan globula kuning telur. Globula ini diketahui terbentuk dari akumulasi gelembung-gelembung kecil (Çakici & Üçüncü 2007). Hasil isolasi dan karakterisasi vitelogenin dari ikan Cyprinus carpio yang mengalami pembelahan proteolitik menunjukkan adanya 3 bentuk vitelogenin yang berbeda, yaitu lipovitelin, phosvitin, dan komponen β atau ß’-C (Hara et al. 2007). Tiga bentuk protein vitelogenin ini mempunyai peranan yang berbeda yang berhubungan dengan maturasi oosit dan nutrisi embrio (Hiramatsu et al. 2002). Lipovitellin (Lv) merupakan protein besar dan produk protein kuning telur yang utama dari vitelogenin serta banyak mengandung sekitar 20% lemak. Lipovitellin terdiri atas dua polipeptida, yaitu rantai berat dan rantai ringan. 13 Phosvitin (Pv) merupakan unit yang lebih kecil dengan vitelogenin yang sebagian besar terdiri atas poliserin yang terfosforilasi, berupa fosfor yang berikatan dan menyebabkan vitelogenin berikatan dengan kalsium. ß-komponen (ß’-C) tidak mengandung lipid ataupun fosfor (Yaron & Sivan 2006; Hara et al. 2007). Peranan vitelogenin ini terlihat jelas pada tiga bentuk vitelogenin (disebut dengan Vg 1A, Vg 1B dan Vg 2) yang dimurnikan dari plasma ikan Clarias batrachus yang diinduksi dengan estradiol-17β. Vg 1 (Vg 1A dan Vg 1B) menginduksi vitelogenesis lengkap yang mempengaruhi pelepasan GTH II dan estradiol-17β, sedangkan Vg 2 menghambat vitelogenesis melalui induksi level estradiol-17β plasma yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sirkulasi vitelogenin mengatur vitelogenesis dengan adanya aksi pada poros hipotalamohipofisial-gonad (Nath et al. 2007). Setelah vitelogenesis, proses selanjutnya adalah pematangan akhir yang ditunjukkan dengan (a) penambahan kematangan oosit, (b) produksi maturationinducing hormone (MIH), (c) pembentukan maturation promoting factor (MPF) dan (d) pematangan sitoplasma yang menyebabkan perubahan protein dan lemak dalam kuning telur. Tahap-tahap ini diikuti dengan ovulasi yang ditandai dengan pecahnya folikel dan melepaskan telur ke dalam rongga ovari. Proses maturasi ini secara morfologi ditandai dengan pergerakan germinal vesicle (GV) menuju kutub/animal pole dan terjadi peleburan inti atau GV break down (GVBD) (Yaron & Sivan 2006). Tahapan perkembangan oosit dapat ditentukan melalui perubahan diameter oosit, nucleus, dan ooplasma dari histologi gonad. Kriteria tahapan perkembangan oosit seperti yang terlihat pada ikan Tor tambroides adalah sebagai berikut berikut: a. Tahap I : diawali dengan adanya nukleus yang besar di tengah sel. b. Tahap II : ditandai dengan peningkatan volume nukleus dan ooplasma. c. Tahap III : ooplasma kurang jelas terwarna dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Nukleus melebar dan terdiri atas banyak nukleoli. d. Tahap IV : tampak bentuk menjadi irregular/tidak beraturan, granula kuning telur kecil mulai nampak di perifer dan zona radiata. 14 e. Tahapa V : globula kuning telur terakumulasi di luar ooplasma dan terwarna jelas dengan eosin. Zona radiata menunjukkan adanya dua lapisan yang berbeda yang menyelubungi oosit. f. Tahap VI : terjadi ketika nukleus bermigrasi ke animal pole (kutub animal) dan membran nuklear terpisah. Ukuran nukleus lebih kecil dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Pada dasarnya, telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya disebabkan adanya akumulasi kuning telur. Pemahaman mengenai mekanisme proses pertumbuhan dan perkembangan oosit sangat penting diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan fertilisasi telur (Ismail et al. 2011). Secara umum, proses perkembangan oosit (oogenesis) adalah pembentukan primordial germ cell (PGC) menjadi oosit yang siap difertilisasi. Rangkaian oogenesis ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan, seperti terlihat pada Gambar 3 (Patifio & Sullivan 2002; Perea 2008). Gambar 3 Tahapan oogenesis (modifikasi dari Perea 2008). 15 Pada saat ovulasi, telur-telur ikan menggunakan sangat sedikit nutrien-nutrien dan bahan kimia dalam air. Semua kandungan dalam telur tersebut akan menentukan kualitas telur ketika menjadi oosit dalam ovari. Produksi telur yang berkualitas baik bergantung pada perkembangan masing-masing tahapan tersebut, dan dikontrol oleh hormon-hormon dan faktor-faktor yang saling berpengaruh dalam ovari. Signal-signal yang merangsang pertumbuhan oosit dan maturasi berasal dari lingkungan yang diubah dari signal elektrik menjadi kimia dalam hipotalamus (Brooks et al. 1997). Telur dengan kualitas yang baik adalah telur yang memiliki kemampuan untuk difertilisasi dan berkembang menjadi embrio normal. Kualitas telur yang berubah-ubah adalah salah satu faktor pembatas produksi benih ikan. Kualitas telur ikan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain a) nutrisi, b) faktor lingkungan, c) perlakuan ikan yang meliputi induksi pemijahan, akhir ovulasi telur, dan pemeliharaan gamet setelah pengurutan perut, d) stress (Bobe & Labbé, 2010). Para ahli perkembangan biologi mengemukakan kualitas telur ikan ditentukan oleh adanya faktor intrinsik, yaitu gen, transkripsi mRNA maternal, kandungan nutrien dalam yolk, dan status hormonal, yang kesemuanya tersedia dalam tubuh induk (Brooks et al. 1997). Lebih lanjut Bobe & Labbé (2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa penduga yang dapat digunakan untuk menilai atau menentukan kualitas telur ikan, antara lain ukuran dan penampilan telur-telur yang tidak dibuahi, keberhasilan fertilisasi yang diamati melalui laju fertilisasi telur, pola pembelahan sel setelah fertilisasi, kemampuan melayang bagi telur-telur pelagis, dan bentuk cacat dari embrio (Gambar 4). Peranan hormon Estradiol-17β dan Pregnant Mare Serum Gonadotropin Reproduksi ikan berada di bawah kontrol poros hipotalamus-pituitarigonad dan melibatkan tiga faktor yang meliputi sinyal lingkungan, sistem hormon, serta organ reproduksi. Pada banyak kasus, sinyal lingkungan untuk proses pematangan gonad serta ovulasi dan pemijahan tidak diketahui. Hal ini terutama menjadi masalah bagi spesies yang tidak memijah secara spontan di dalam wadah budi daya (Zairin 2003). Upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi di alam agar dapat merangsang pemijahan walaupun dalam 16 kondisi yang kurang tepat sering kali dilakukan manipulasi atau pendekatan hormonal. Penduga kualitas telur Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur stres induksi pemijahan suhu fotoperiode akhir ovulasi penanganan telur daya apung kecacatan Ovulasi Oogenesis Maturasi pola pembelahan awal Perkembangan Telur Fertilisasi eyeing hatch yolk-sac Spermatogenesis Spermatozoa survival Keberhasilan fertilisasi Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur dan penduganya (Sumber: Bobe & Labbé 2010). Estradiol-17β. Produksi vitelogenin dalam vitelogenesis sangat dipengaruhi oleh kontrol estrogen dalam hati dari hewan ovipar betina yang matang kelamin. Kontrol estrogenik dari vitelogenin ini diperantarai oleh pengikatan estrogen yang sangat potensial, yaitu estradiol-17ß, pada reseptor estrogen (Berg et al. 2004). Penyuntikan ikan bass jantan (Paralabrax clathratrus) dengan estrogen dosis tinggi telah menunjukkan adanya hipertrofi hati yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi kalsium, protein, fosfor, fosfolipid, dan lipid dalam plasma darah. Hasil yang sama juga diperoleh ketika dilakukan penyuntikan estrogen dengan dosis rendah pada ikan jantan dan betina (Matty 1985). 17 Konsentrasi estradiol-17β dalam plasma sejalan dengan perubahan konsentrasi vitelogenin. Hal ini ditunjukkan pada perbandingan kadar estradiol17ß dan vitelogenin dari ikan Ictalurus punctatus betina dewasa. Konsentrasi estradiol-17ß mulai meningkat pada awal November dan berfluktuasi selama beberapa bulan hingga mencapai konsentrasi tertinggi pada April yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi vitelogenin dan diameter telur (Barrero et al. 2007). Pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma darah pada ikan sturgeon betina, menunjukkan adanya peningkatan selama vitelogenesis dan tetap tinggi hingga fase akhir vitelogenesis. Konsentrasi estradiol-17ß berkisar antara 1,222,05 ng/mL pada fase IV dan menurun secara tajam setelah akhir maturasi hingga 0,16 ng/mL (Barannikova et al. 2004). Estradiol-17β selain menginduksi sintesis vitelogenin dalam hati, ikan juga mampu memberikan rangsangan umpan balik terhadap hipofisis dan hipotalamus dalam pembentukan hormon gonadotropin. Rangsangan yang diberikan estradiol17β adalah rangsangan untuk memacu pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang selanjutnya hormon ini akan merangsang hipofisis dalam melepaskan gonadotropin. Pelepasan gonadotropin ini berperan dalam merangsang ovulasi pada oosit yang telah mengalami kematangan tahap akhir. Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG). Hormon lain yang dapat menginduksi pembentukan vitelogenin antara lain Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) atau dikenal juga dengan equine Chorionic Gonadotropin (eCG) yang merupakan hormon glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh sel-sel yang berasal dari fetal tropoblast kuda dan merupakan kelompok gonadotropin yang mempunyai aktivitas FSH dan LH. Penggunaan hormon gonadotropin ini adalah untuk menginduksi pematangan folikel, estrus, dan ovulasi (Hafez et al. 2000). Allen & Moor (1972) menyatakan bahwa sumber PMSG adalah mangkok endometrium kuda bunting pada umur kebuntingan 40 – 120 hari. Secara kimiawi PMSG mempunyai struktur yang mirip FSH dan LH dengan bobot molekul 45.000 - 65.000 Da yang terdiri atas 2 nonkovalen subunit, yaitu unit α dan subunit ß. Subunit α tersusun dari 96 asam amino, sementara subunit ß tersusun dari 149 asam amino. Masa paruh PMSG cukup panjang bila dibandingkan 18 dengan hormon gonadotropin yang lainnya. Hal ini disebabkan PMSG memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, terutama pada gugus asam sialat. Penggunaan hormon PMSG ini dalam meningkatkan ovulasi telah dilakukan pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan kombinasi hormon hCG. Pertambahan persentase telur yang mengalami matang tahap akhir dan telur yang mengalami ovulasi terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis PMSG. Fungsi PMSG itu sendiri terutama untuk merangsang pertumbuhan folikel serta mematangkan folikel yang telah terbentuk (Basuki, 1990). Pada ikan medaka (Oryzias latipes), penggunaan 100 IU/mL PMSG dalam media secara in vitro terhadap beberapa ovari mampu menstimuli produksi estradiol-17ß pada tahap awal vitelogenin yang diamati pada umur 32 hari sebelum pemijahan. Hal ini menunjukkan bahwa PMSG dapat menginduksi aktivitas aromatase folikel vitelogenin ikan medaka melalui sistem adenylate cyclase-cAMP (Nagahama et al. 1991). Penggunaan PMSG lebih banyak dilakukan pada mamalia, baik untuk memacu superovulasi maupun untuk meningkatkan produksi folikel. Penelitian terhadap penggunaan PMSG pada mamalia di antaranya telah dilakukan pada kelinci betina. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan jumlah folikel dan bobot ovari setelah penyuntikan hormon gonadotropin (PMSG) secara intramuskuler dengan dosis 100 IU pada kelinci umur 14-17 minggu. Hasil pengukuran bobot ovari pada kelinci muda meningkat dari 0,18 g (kontrol/tanpa PMSG) menjadi 0,61 g dan peningkatan jumlah folikel dengan diameter >0,6 mm secara signifikan dari 7 sel (kontrol/tanpa PMSG) menjadi 47 sel (Gosalvez 1994). Kimiawi Darah Pemahaman mengenai perubahan kimiawi darah ikan sangat penting, antara lain untuk mengetahui status kesehatan ikan dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perubahan musiman siklus reproduksi ikan. Beberapa parameter kimiawi darah sangat spesifik pada ikan betina yang berkaitan erat dengan masa reproduksi (Bayir et al. 2007). Protein dalam plasma dapat digunakan sebagai indeks level vitelogenin. Pada umumnya, protein plasma 19 meningkat selama vitelogenesis. Hal ini akibat adanya peningkatan protein bahan baku kuning telur dan sebagian hasil dari lipoprotein lain yang disekresikan hati ke dalam aliran darah dalam merespons estradiol (Lance et al. 2002). Peningkatan konsentrasi protein plasma ini sangat berhubungan dengan perubahan konsentrasi estradiol plasma yang berkaitan juga dengan fungsi protein dalam pengikatan steroid (steroid binding) (Johnson et al. 1991; Hachero-Cruzado et al. 2007). Lipoprotein yang terdapat pada plasma selama vitelogenesis merupakan lipoprotein telur yang menyediakan energi dan nutrien selama perkembangan embrio. Selama sintesis kuning telur, ukuran oosit bertambah dengan adanya akumulasi kuning telur yang tersusun dari protein, lipid, dan karbohidrat, dan adanya sumber energi selama perkembangan embrio (Kocaman et al. 2005). Lemak merupakan komponen kimia yang sangat penting pada ikan, yang tersimpan pada berbagai organ, terutama otot dan hati dan digunakan untuk berbagai aktivitas. Penyimpanan makanan dalam tubuh ikan berkaitan dengan ketersediaan makanan. Jumlah pakan yang cukup memungkinkan ikan mengontrol reproduksi dan penyimpanan lemak dalam tubuh (Kandemir & Polat 2007). Lemak memegang peranan penting dalam kebutuhan energi selama maturasi gonad. Selama perkembangan gonad, ikan membutuhkan energi yang cukup besar sehingga sangat banyak pakan yang harus tersedia pada periode ini. Penurunan lemak total dan asam lemak selama periode perkembangan gonad dan reproduksi menunjukkan banyaknya energi yang dibutuhkan dari lemak-lemak yang tersimpan selama periode tersebut (Erdogan et al. 2002; Kandemir & Polat 2007). Pada hewan vertebrata ovipar, lemak plasma menunjukkan peningkatan yang drastis selama vitelogenesis (Bayir et al. 2007). Kolesterol merupakan molekul biologi yang berperan dalam struktur membran dan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon-hormon steroid. Kolesterol yang berasal dari intraseluler ini jumlahnya relatif sedikit dari kebutuhan yang digunakan untuk sintesis hormon steroid. Namun, kebutuhan akan kolesterol ini akan digantikan dengan kolesterol yang ada dalam plasma, sehingga selalu terjadi keseimbangan yang dinamis antara kolesterol dalam sel dan kolesterol dalam plasma (cholesterol pool). Transpor kolesterol dari plasma ke dalan sel ini dirangsang oleh ACTH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis 20 (Djojosoebagjo 1996). Pada jalur steroidogenik, kolesterol ini berperan sebagai bahan baku sintesis hormon-hormon setroid dalam folikel ovarium. Mekanisme ini diawali dengan pemecahan kolesterol menjadi pregnenolon oleh P450scc. Selanjutnya, pregnenolon ini diubah menjadi steroid-steroid yang berperan dalam proses vitelogenesis dan maturasi yang meliputi pregnenolon, progesteron, 17αhidroksiprogesteron, testosteron, estradiol 17-β, dan 17α,20β DP (Nagahama & Yamashita 2008). Konsentrasi kolesterol yang diukur pada plasma darah ikan Oncorhynchus mykiss selama masa reproduksi menunjukkan adanya perbedaan antara ikan jantan dan betina. Pada ikan jantan tampak adanya fluktuasi konsentrasi kolesterol dari pre-maturasi hingga akhir pemijahan. Konsentrasi kolesterol mengalami penurunan pada tahap prematurasi hingga tahap pematangan telur dan diikuti peningkatan hingga akhir pemijahan. Sebaliknya, konsentrasi kolesterol pada ikan betina terus mengalami peningkatan yang tajam pada masa reproduksi. Hal ini menunjukkan adanya penggunaan cadangan energi untuk aktivitas reproduksi (Kocaman et al. 2005). Pengukuran konsentrasi kolesterol plasma darah ini juga telah dilakukan pada ikan Tinca tinca jantan dan betina. Sampel darah diambil pada masa awal pemijahan (prespawning) dan akhir pemijahan (postspawning). Hasil pengukuran menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dari konsentrasi kolesterol plasma pada ikan jantan dan betina. Namun, pada akhir pemijahan terdapat perbedaan yang nyata antara ikan jantan dan betina, dengan nilai yang lebih tinggi didapatkan pada ikan betina. Konsentrasi kolesterol plasma darah pada ikan T. tinca jantan dan betina ini mengalami peningkatan hingga akhir pemijahan (Svoboda et al. 2001). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi kolesterol plasma darah ini menjadi salah satu parameter yang penting untuk mengetahui kondisi ikan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain peirode reproduksi, nutrisi, dan faktor-faktor lingkungan. Trigliserida merupakan bentuk simpanan energi yang utama dalam tubuh ikan, baik di dalam hati, telur, maupun kantong kuning telur larva (Mukhopadhyay & Ghosh 2007). Variasi konsentrasi trigliserida ini dapat menunjukkan adanya hubungan antara penyimpanan lemak dan siklus reproduksi. Ikan menyimpan sumber-sumber nutriennya dalam jaringan dan hati yang akan 21 digunakan untuk aktivitasnya dan selama reproduksi. Variasi tersebut dapat digunakan sebagai indikator tahapan reproduksi ikan tersebut. Trigliserida pada ikan rainbow trout betina dan jantan menurun mulai dari maturasi hingga pemijahan. Konsentrasi tertinggi pada ikan betina terlihat pada tahap maturasi, sedangkan pada jantan pada tahap prematurasi dan mengalami penurunan dengan cepat pada saat ovulasi dimulai (Kocaman et al. 2005). Konsentrasi trigliserida yang bervariasi selama masa reproduksi ini menunjukkan adanya mobilisasi lemak dari hati dan jaringan tubuh lainnya untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar selama pertumbuhan telur (Hachero-Cruzado et al. 2007). Johnson et al. (1991) mengemukakan bahwa adanya mobilisasi dan transfer lemak dari jaringan tubuh lain ke ovari menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi trigliserida, seperti yang terukur pada ikan lidah (Parophyrus vetulus) yang berkaitan dengan adanya butir-butir lemak dalam ooplasma. Konsentrasi glukosa rainbow trout mencapai puncak pada saat maturasi pada ikan betina dan pada saat ovulasi pada ikan jantan. Pada beberapa hasil penelitian, umumnya konsentrasi glukosa pada ikan jantan meningkat dari prematurasi hingga ovulasi kemudian mengalami penurunan hingga akhir pemijahan, sedangkan pada ikan betina meningkat dan berfluktuasi dari prematurasi hingga akhir pemijahan. Perbedaan konsentrasi glukosa ini dapat digunakan sebagai indikator selama proses reproduksi (Kocaman et al. 2005). Selain itu konsentrasi glukosa dalam darah ikan juga menunjukkan pentingnya karbohidrat sebagai sumber energi yang diperlukan pada tahapan reproduksi (Hachero-Cruzado et al. 2007). Peningkatan aktivitas glikolitik hati dan aliran glukosa ke ovari sangat berhubungan dengan adanya hiperglikaemia yang terlihat pada ikan tench (Tinca tinca L.) sebelum dan saat pemijahan (Svoboda et al. 2001). 22 23 PERKEMBANGAN KEMATANGAN GONAD DAN PLASMA DARAH PADA IKAN BETINA Tor soro DALAM KOLAM PEMELIHARAAN ABSTRAK Ikan Tor soro merupakan ikan endemik di Sumatera Utara dengan populasinya yang kian menurun, namun upaya budidayanya belum optimal. Informasi tentang reproduksi ikan ini juga masih sangat sedikit sehingga perlu adanya kajian tentang perkembangan gonad sebagai data awal pengembangan budidaya. Dalam studi ini digunakan delapan ekor betina muda yang diberi pelet komersial sebanyak 3% bobot tubuh per hari. Pengukuran diameter oosit dan parameter kimiawi plasma darah dilakukan sebulan sekali selama setahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematangan gonad mencapai maksimum pada bulan Juni dan September 2009. Konsentrasi estradiol-17β yang tinggi diperoleh pada bulan Juli 2009 (0,9±0,80 ng/mL), kemudian menurun drastis pada bulan Agustus 2009 (0,2±0,16 ng/mL) dan kembali meningkat hingga mencapai konsentrasi tertinggi pada bulan Maret 2010. Tingginya konsentrasi estradiol-17β ini menunjukkan puncak vitelogenesis menuju maturasi. Secara umum, hasil pengukuran kimiawi darah (total protein, kolesterol dan trigliserida, kecuali glukosa) yang rendah diperoleh pada bulan Juni 2009 (berturut-turut: total protein 3,9±0,359 g/dL; kolesterol 0,13±0,014 g/dL; trigliserida 0,1±0,021 g/dL) yang terjadi pada saat ukuran oosit mencapai maksimum. Konsentrasi glukosa terendah diperoleh pada bulan September 2009 (0,04±0,019 g/dL) saat ikan mengalami ovulasi, dan selanjutnya meningkat secara bertahap hingga mencapai maksimal pada bulan Februari 2010 (0,12±0,003 g/dL). Kata kunci: kimiawi plasma darah, estradiol-17β, gonad, Tor soro 24 CHANGES OF GONAD MATURITY AND BLOOD PLASM IN FEMALE Tor soro FISH IN POND ABSTRACT Tor soro fish is an endemic species of fresh water fish in North Sumatera. Annually, the population of Tor soro tends to decrease. Meanwhile, the culture activity is still under optimal condition. In order to support the succesfull of breeding of Tor soro, information on the gonad development is urgently needed. In this study, eight young females were reared and fed 3% body weight daily. Parameters observed were oocyte diameter and blood plasm chemistry carried out every month during a year. The result showed maximum ovarian maturity occured in June and September 2009. The estradiol-17β concentration was high in July 2009 (0.9±0.80 ng/mL), then decreased significantly in August 2009 (0.2±0.16 ng/mL) and increased until achieving the highest concentration in March 2010. The highest of the estradiol-17β concentration correspond to the peak of vitellogenesis towards the maturation. Chemistry of blood plasm was low in June 2009 as follow, the protein total 3.99±0.4 g/dL; cholesterol 0.13±0.0 g/dL; triglyceride 0.1±0.0 g/dL occurred at the time of the maximum size oocyte development. The concentration of low glucose existed in September 2009 (0.04±0.0 g/dL) when the fish ovulated, then this condition increased gradually up to maximum in February 2010 (0.12±0.0 g/dL). Key words: chemistry of blood plasm, estradiol-17β, gonads, Tor soro PENDAHULUAN Ikan Tor soro yang termasuk ke dalam famili Cyprinidae merupakan salah satu spesies Tor yang endemik di perairan tawar Sumatera Utara. Jenis ikan ini mempunyai nilai ekonomis dan budaya yang tinggi. Populasi ikan Tor soro ini di alam tergolong langka, meskipun upaya konservasi ikan ini di alam telah dilakukan masyarakat agar tetap berkembang biak (Kottelat et al. 1993). Saat ini, ikan Tor soro telah berhasil dipelihara secara ex situ, namun belum menunjukkan produksi yang tinggi karena masih sulitnya mendapatkan induk yang matang gonad. Secara umum masyarakat hanya melakukan pembesaran ikan-ikan Tor yang masih kecil dari alam di keramba hingga mencapai ukuran tertentu dengan tujuan untuk dijual. 25 Perkembangan gonad merupakan salah satu tahap perkembangan reproduksi yang sangat penting selama siklus hidup hewan. Setelah mengalami maturasi sempurna, ikan akan menghasilkan baik telur-telur maupun sperma yang masak. Pada beberapa ikan tropis air tawar, seperti ikan tilapia, pematangan gonad sangat berkaitan dengan pencahayaan dan perubahan suhu sepanjang tahun (Campos-Mendoza et al. 2004). Faktor-faktor lingkungan ini juga merangsang produksi beberapa hormon steroid, seperti testosterone, estradiol-17β, 17,20b-dihidroksi-4-pregnen-3-one dan 11-ketotestosteron. Hormon-hormon tersebut sangat berperan dalam perkembangan dan maturasi gonad ikan jantan dan betina (Lubzens et al. 2010; Schulz et al. 2010). Estradiol-17β merupakan hormon pengontrol sintesis vitelogenin di hati pada ikan betina yang matang kelamin. Vitelogenin akan ditranspor menuju oosit yang dapat menyebabkan penambahan ukuran gonad ikan betina selama maturasi akhir. Kontrol hormon estrogen atas sintesis vitelogenin ini diperantarai oleh pengikatan estrogen yang sangat potensial, yaitu estradiol17ß, pada reseptor estrogen (Berg et al. 2004). Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan dalam setahun fisiologi gonad ikan Tor soro betina yang dipelihara dalam kolam pemeliharaan. Hasil dari penelitian ini diperoleh profil perkembangan diameter oosit, perubahan konsentrasi estradiol-17β, dan diperoleh gambaran siklus reproduksinya yang diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya budi daya ikan ini. BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan selama 12 bulan dari bulan April 2009 hingga Maret 2010. Pemeliharaan ikan dilakukan di kolam pembesaran di Instalasi Penelitian dan Pengembangan Plasma Nutfah Ikan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis estradiol-17β dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar, Sukabumi. Analisis kimiawi darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Pengukuran diameter oosit dilakukan 26 di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Ikan Sebanyak delapan ekor ikan Tor soro betina umur empat tahun dan belum pernah memijah dengan bobot berkisar 700-900 g per ekor. Kolam pemeliharaan diairi air yang berasal dari mata air. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial berupa pelet dengan protein 30% yang dilakukan dua kali sehari sebanyak 3% dari bobot tubuh. Pengambilan sampel darah dan oosit Sampel darah diambil dari pangkal batang ekor ikan Tor soro betina sebanyak 3 mL dengan menggunakan jarum suntik yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 3,8%). Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan percobaan terlebih dahulu dibius dengan 2-phenoxyethanol 400 ppm. Sampel oosit diambil dengan menggunakan kanulasi sebanyak 100 butir dari tiap ikan dan difiksasi dengan etanol 70%. Pengukuran diameter oosit ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer dan dilakukan setiap satu bulan sekali. Pengukuran Estradiol-17β Sampel darah untuk pengamatan konsentrasi estradiol-17β yang diperoleh disentrifus untuk diambil plasmanya dan disimpan pada suhu -20oC. Pengukuran estradiol-17β plasma dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama 12 bulan. Pengukuran kimiawi darah Pengukuran kimiawi darah yang berkaitan dengan reproduksi ikan meliputi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida. Konsentrasi protein total diukur dengan menggunakan metode biuret, sedangkan pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma menggunakan metode Enzymatic Colorimetric Test dengan kit komersial. 27 Analisis data dan informasi Data keseluruhan yang diperoleh ditampilkan secara deskriptif komparatif dengan melihat pola kecenderungannya. Korelasi antara estradiol-17β dan parameter kimia plasma dianalisis dengan program SPSS. Informasi yang didapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. HASIL Perubahan bulanan diameter telur Tor soro Hasil pengukuran diameter telur Tor soro dari bulan April 2009 hingga Maret 2010 menunjukkan adanya perkembangan rata-rata diameter telur dengan ukuran yang bervariasi. Awal pengamatan pada bulan April, rata-rata diameter telur adalah 1,6±0,46 mm dan terus mengalami perkembangan hingga September dengan diameter terbesar 3,0±0,03 mm (awal musim hujan). Namun, antara bulan Juni dan Juli didapatkan beberapa ikan yang mengalami atresia yang ditunjukkan dengan warna telur dan cairan yang putih bening. Hal tersebut mengakibatkan antara bulan Juni hingga September hanya satu ekor ikan yang dapat terus berkembang telurnya hingga ovulasi. Berdasarkan Gambar 5 terlihat adanya penambahan ukuran telur yang cukup besar pada bulan Juni dan September. Pada bulan Oktober diperoleh ukuran rata-rata diameter telur 1,1±0,44 mm dan mulai mengalami pertumbuhan hingga pada bulan Januari didapatkan diameter telur sebesar 1,7±0,51 mm. Oosit-oosit dengan ukuran kecil yang diperoleh pada bulan Oktober merupakan oosit yang akan terus mengalami perkembangan hingga musim pemijahan berikutnya. Profil estradiol-17β Pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma darah yang dilakukan setiap bulan pada ikan Tor soro betina yang immature dapat terlihat pada Gambar 6. Konsentrasi estradiol-17β plasma pada bulan April 2009 meningkat hingga mengalami peningkatan yang besar pada bulan Juli (0,9±0,80 ng/mL). 28 100 100 90 APRIL '09 80 70 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 100 MEI 80 R K U E N S 70 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 (%) JUNI 0,5 1,0 1,5 2,0 3,0 2,5 3,0 70 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 DESEMBER 90 80 10 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 100 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 100 90 JULI JANUARI 90 80 80 70 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 0 3,0 100 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 100 90 AGUSTUS FEBRUARI 90 80 80 70 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 110 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 100 100 SEPTEMBER MARET 90 90 80 80 70 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 2,5 NOVEMBER 0 80 0 2,0 100 10 I 1,5 10 0,5 100 0 1,0 80 60 0 0,5 90 70 90 E 0 100 90 0 OKTOBER 10 10 F 90 80 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 0 0,5 1,0 1,5 DIAMETER OOSIT (mm) 2,0 2,5 3,0 Gambar 5 Perubahan bulanan diameter oosit Tor soro pada bulan April 2009Maret 2010 29 Sebelum pemijahan, pada bulan Agustus 2009, konsentrasi estradiol-17β plasma menurun tajam mencapai 0,2±0,16 ng/mL dan tetap pada konsentrasi rendah pada akhir pemijahan hingga bulan Januari 2010. Peningkatan yang tinggi terjadi mulai Februari dan meningkat tajam pada bulan Maret 2010 sebesar Estradiol-17β (ng/ml) 1,5±0,68 ng/mL. 2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Bulan Pengamatan Gambar 6 Perubahan bulanan konsentrasi estradiol-17β plasma ikan Tor soro betina antara bulan April 2009 dan Maret 2010. = memijah. Profil kimiawi darah Hasil pengukuran beberapa parameter kimia plasma darah ikan Tor soro pada bulan April 2009 hingga Maret 2010, yaitu protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida ditunjukkan pada Gambar 7. Konsentrasi total protein plasma menurun pada bulan pertama (April 2009) dan cenderung meningkat dari bulan Juni 2009 hingga Maret 2010. Pada bulan April 2009 konsentrasi total protein plasma sebesar 4,6±0,75 g/dL dan mengalami penurunan pada bulan Mei 2009 (3,8±0,96 g/dL). Namun, pada bulan berikutnya terus mengalami peningkatan hingga mencapai maksimum pada bulan Desember 2009 sebesar 5,6±0,64 g/dL. Konsentrasi total protein plasma tertinggi diperoleh sekitar 3 bulan setelah ovulasi (berdasarkan pengukuran diameter telur pada Gambar 5). Hal ini juga sejalan dengan berkembangnya ukuran diameter telur yang diperoleh dari bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010. Konsentrasi glukosa plasma darah selama pengamatan dari bulan April 2009 hingga Maret 2010 relatif fluktuatif. Hasil pengukuran konsentrasi glukosa plasma darah yang teramati berkisar sebesar 0,04±0,02 g/dL hingga 0,12±0,003 30 g/dL. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma terlihat mulai bulan Oktober 2009 setelah masa pemijahan. Konsentrasi kolesterol plasma darah yang terukur antara bulan April 2009 dan Maret 2010 berkisar antara 0,13±0,014 g/dL hingga 0,26±0,09 g/dL menunjukkan perubahan yang cukup besar. Konsentrasi kolesterol mengalami peningkatan secara bertahap pada bulan Agustus dan November 2009, serta menurun tajam pada bulan Juni 2009. Konsentrasi trigliserida plasma darah yang terukur pada bulan April 2009 (0,34±0,03 g/dL) cenderung mengalami penurunan yang tajam hingga bulan Juni 2009 (0,11±0,02 g/dL). Sebagaimana halnya dengan kolesterol, konsentrasi trigliserida plasma tertinggi diperoleh bulan November (0,4±0,12 g/dL). B. 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Glukosa plasma (g/dL) Protein plasma (g/dL) A. 0.60 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Bulan Pengamatan D. 0.60 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 Trigliserida plasma (g/dL) Kolesterol plasma (g/dL) C. Bulan Pengamatan 0.60 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Bulan Pengamatan Bulan Pengamatan Gambar 7 Perubahan bulanan konsentrasi kimiawi plasma darah ikan Tor soro pada bulan April 2009 hingga Maret 2010. A. Protein, B. Glukosa, C. Kolesterol, dan D. Trigliserida. 31 PEMBAHASAN Perubahan ukuran rata-rata diameter oosit yang teramati setiap bulannya menunjukkan adanya perkembangan oosit dalam gonad dan proses vitelogenesis yang sedang berjalan hingga menuju tahap maturasi. Vitolegenesis merupakan suatu penggabungan protein-protein vitelogenin oleh oosit dan memprosesnya menjadi protein kuning telur sehingga menyebabkan peningkatan ukuran gonad ikan betina hingga maturasi akhir (Glasser et al. 2004; Lubzens et al. 2010). Namun, beberapa ikan mengalami atresia sebelum ovulasi yang diduga karena adanya stress pada ikan akibat faktor lingkungan, seperti suhu udara yang tinggi dan/atau faktor pendukung kesediaan hormonal untuk pematangan gonad yang tidak kondusif. Atresia merupakan suatu proses degenaratif dari folikelfolikel ovari yang hilang atau penyerapan oosit vitelogenik pada saat sebelum ovulasi, dan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan reproduksi (Miranda et al. 1999; Santos et al. 2008). Atresia ini ditandai oleh adanya hipertrofi dan hiperplasia sel-sel folikel (Üçüncü & Çakici 2009). Mekanisme atresia dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti perubahan fotoperiodisitas, salinitas, stress, polusi, nutrisi, dan suhu atau stress lingkungan lainnya (Tyler et al. 1996; Bromley et al. 2000). Berkaitan dengan sintesis vitelogenin pada ikan Tor soro, hal ini terjadi karena adanya rangsangan dari estradiol-17β yang disekresikan oleh gonad ikan betina. Estradiol dapat merangsang proses vitelogenesis yang disekresikan oleh gonad ikan betina selama periode vitelogenesis. Peningkatan konsentrasi estradiol-17β yang tinggi pada bulan Juli 2009 dan Maret 2010 menunjukkan ikan siap untuk memulai tahap perkembangan gonad. Bila dihubungkan dengan perkembangan diameter telur, tingginya konsentrasi estradiol-17β pada dua bulan tersebut digunakan untuk perkembangan gonad yang ditandai dengan peningkatan diameter oosit pada bulan Juni dan September. Perubahan estradiol-17β yang terjadi berhubungan dengan perkembangan oosit dan peningkatan gonadosomatik indeks (Lee &Yang 2002). Fenomena adanya puncak konsentrasi estradiol-17β yang terjadi selama vitelogenesis dan selanjutnya menurun secara tajam terjadi juga pada ikan Chalcaburnus tarichi. Tingginya konsentarsi estradiol-17β ini juga dapat mencegah terjadinya apoptosis pada ikan (Unal et al. 2006). 32 Informasi peningkatan konsentrasi protein total plasma diperkirakan dapat juga memberikan gambaran perkembangan gonad yang ditunjukkan dengan penambahan ukuran oosit. Konsentrasi protein total plasma darah yang meningkat setelah memijah (bulan September) yang diikuti dengan penambahan bertahap ukuran diameter oosit mulai bulan Oktober. Penambahan ukuran diameter oosit ini diduga adanya proses vitelogenesis yang mengakibatkan peningkatan protein prekursor kuning telur dalam aliran darah. Dahbade et al. (2009) mengemukakan bahwa konsentrasi protein total dalam darah dapat memberikan gambaran kondisi reproduksi ikan. Dengan demikian, protein juga digunakan oleh ikan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ reproduksi. Menurut Yeganeh (2011) peningkatan konsentrasi protein dalam darah merupakan hasil proses pematangan oosit dan adanya mobilisasi protein dalam bentuk lipoprotein. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi glukosa plasma terdapat korelasi positif dengan konsentrasi estradiol-17β (p<0,05). Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian Soengas et al. (1995) yang melaporkan bahwa konsentrasi glukosa plasma ikan Scophthalmus maximus menurun akibat adanya peningkatan konsentrasi estradiol-17β pada awal vitelogenesis. Penurunan konsentrasi glukosa plasma tersebut karena adanya penggunaan glukosa melalui proses glikolisis untuk menyediakan energi. Sebaliknya, hasil pengukuran konsentrasi glukosa pada Tor soro menunjukkan adanya peningkatan glukosa yang terukur pada bulan Oktober hingga Maret seiring dengan kecenderungan peningkatan estradiol-17β. Peningkatan konsentrasi glukosa ini diduga adanya pelepasan glukosa ke dalam aliran darah akibat kerja enzim glukosa-6-fosfatase dalam hati melalui jalur glukoneogensis. Glukosa yang dihasilkan selanjutnya masuk dalam aliran darah dan menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat. Ngili (2009) menyatakan bahwa glukosa diproduksi dalam hati melalui proses glukoneogenesis dan glukosa yang dihasilkan akan masuk dalam aliran darah. Svoboda et al. (2001) berpendapat bahwa konsentrasi glukosa plasma ikan Tinca tinca yang lebih tinggi pada masa reproduksi (9,52 mmol/L) dibandingkan dua bulan sebelum reproduksi (5,93 mmol/L) juga menunjukkan bahwa perkembangan gonad dapat memicu peningkatan konsentrasi glukosa plasma darah. 33 Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi kolesterol, ternyata penambahan ukuran diameter oosit diikuti dengan peningkatan konsentrasi kolesterol. Konsentrasi kolesterol yang meningkat diperoleh pada saat sebelum dan sesudah terjadi pemijahan. Hal ini diduga penggunaan kolesterol dalam sintesis hormon steroid untuk pertumbuhan oosit. Shankar & Kulkarni (2007) yang mengemukakan bahwa perubahan konsentrasi kolesterol sangat berkaitan dengan penggunaannya sebagai substrat dalam sintesis hormon steroid. Lebih lanjut dikatakan bahwa konsentrasi kolesterol tertinggi diperoleh ketika indeks gonadosomatik (IGS) maksimum dan sebaliknya konsentrasi kolesterol yang rendah terukur pada saat aktivitas gonad maksimum (IGS minimum). Trigliserida diketahui sebagai bentuk simpanan energi yang utama dalam tubuh ikan dan akan digunakan untuk aktivitas dalam masa reproduksi. Penurunan konsentrasi trigliserida plasma pada bulan April dan konsentrasi rendah yang diperoleh pada bulan Juni dan September menunjukkan adanya penggunaan trigliserida untuk memenuhi kebutuhan energi selama masa pertumbuhan telur. Pada bulan Juni dan September tersebut terlihat adanya penambahan ukuran diameter telur Tor soro yang cukup besar dan bahkan terjadi ovulasi. Peningkatan konsentrasi trigliserida teramati pada bulan Oktober dan mencapai konsentrasi tertinggi pada bulan November (setelah ovulasi). Tingginya konsentrasi trigliserida disebabkan adanya mobilisasi lipid yang ditransfer dari jaringan lain dalam tubuh ikan menuju ovari sebagaimana dikemukakan oleh Johnson et al. (1991). Ikan menyimpan lemak pada berbagai organ terutama pada otot dan hati, dan lipid akan ditransfer ke bagian tubuh yang lain untuk berbagai aktivitas biologi (Kandemir & Polat 2007). SIMPULAN Kematangan gonad yang maksimum diperoleh pada bulan Juni dan September yang menunjukkan perkembangan tahunan dengan tipe ovari sinkronus Perkembangan kematangan gonad ikan Tor soro mengalami peningkatan yang bertahap pada periode bulan Februari hingga Juli yang ditandai dengan kecenderungan peningkatan konsentrasi estradiol-17β, kolesterol, dan trigliserida, serta ukuran diameter oosit. protein, glukosa, 34 DAFTAR PUSTAKA Berg H, Modig C, Olsson PE. 2004. 17beta-estradiol induced vitellogenesis is inhibited by cortisol at the post-transcriptional level in Arctic char (Salvelinus alpinus). Reproductive Biology and Endocrinology, 2: 62. Bromley PJ, Ravier C, Witthames PR. 2000. The influence of feeding regime on sexual maturation, fecundity and atresia in first-time spawning turbot. Journal of Fish Biology, 56: 264-278. Campos-Mendoza A, McAndrew BJ, Coward K, Bromage N. 2004. Reproductive response of Nila tilapia (Oreochromis nilaticus) to photoperiodic manipulation: effects on spawning periodicity, fecundity and egg size. Aquaculture, 231: 299314. Dahbade VF, Pathan TS, Shinde SE, Bhandare RY, Sonawane DL. 2009. Seasonal variations of protein in the ovary of fish Channa gachua. Recent Research in Science and Technology, 2: 78-80. Glasser F, Mikolajczyk T, Jalabert B, Baroiller JF, Breton F. 2004. Temperature effects along the reproductive axis during spawning induction of grass carp (Ctenopharyngodon idella). General and Comparative Endocrinology, 136: 171-179. Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhondes LD, Olson OP. 1991. Patterns of oocyte development and related changes in plasma 17-β estradiol, vitellogenin, and plasma chemistry in English sole Parophrys vetulus Girard. Journal Experiment Marine Biology Ecology, 152: 161-185. Kandemir P, Polat N. 2007. Seasonal variation of total lipid and total fatty acid in muscle and liver of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss W., 1972) reared in Derbent Dam lake. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Science, 7: 27-31. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoadmojo S. 1993. Ikan air tawar Indonesia bagian barat dan Sulawesi (Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi). Periplus Edition Ltd. Jakarta, 293 hlm. Lee WK & Young SW. 2002. Relationship between ovarian development and serum levels of gonadal steroid hormones, and induction of oocyte maturation and ovulation in the cultured female Korean spotted sea bass Lateolabrax moculatus (Jeom-nong-eo). Aquaculture, 207: 169-183. Lubzens E, Young G, Bobe J, Cerdá J. 2010. Oogenesis in teleosts: How fish eggs are formed. General and Comparative Endocrnology, 165: 367-389. Miranda ACL, Bazzoli N, Rizzo E, Sato Y. 1999. Ovarian follicular atresia in two teleost species: a histologycal and ultrastructural study. Tissue Cell, 31: 480488. 35 Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta: Graha Ilmu. 323 hlm. Santos HB, Sato, Moro LY, Bazzoli N, Rizzo E. 2008. Relationship among follicular apoptosis, integria beta 1 and collagen type IV during early ovarian regression in the teleost Prochilodus argenteus after induced spawning. Cell Tissue Research, 332: 159-170. Schulz RW, de França Luiz R, Jean-Jacques L, Florence L, Chiarini-Garcia H, Noberga RH, Miura T. 2010. Spermatogenesis in fish. General and Comparative Endocrinology, 165: 390-411. Shankar DS, Kulkarni RS. 2007. Tissue cholesterol and serum cortisol level during different reproductive phases of female freshwater fish Notopterus notopterus (Pallas), Journal of Environmental Biology, 28: 137-139. Soengas JL, Barciela P, Aldegunde M. 1995. Variation in carbohydrate metabolism during gonad maturation in female turbot (Scophthalmus maximus). Marine Biology 123: 11-18. Svoboda M, Kouril J, Hámácková J, Kaláb P, Savina L, Svobodova Z, Vykusová B. 2001. Biochemical profile of blood plasma of tench (Tinca tinca L.) during pre- and postspawning period. Acta Veterinaria Brno 70: 259-268. Tyler CR, Pottinger TG, Santos E, Sumpter JP, Price SA, Brook S, Nagler JJ. 1996. Mechanisms controlling egg size and number in the rainbow trout, Oncorhyinchus mykiss. Biology Reproduction, 54: 8-15. Üçüncü Sİ, Çakici O. 2009. Atresia and apoptosis in preovulatory follicles in the ovary of Danio rerio (Zebrafish). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Science, 9: 215-221. Unal G, Karakisi H, Mahmut ELP. 2006. Levels of some ovarian Hhrmones in the pre- and post spawning periods of Chalcaburnus tarichi Pallas 1811, and the postovulatory structure of follicles. Turkish Journal of Animal Science, 30: 427-434. Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemistry in relation to sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comparative Clinical Pathology. 1-5. DOI 10.1007/s00580-011-1229-0. 36 37 PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN DAN ESTRADIOL-17β PADA PERKEMBANGAN GONAD IKAN Tor soro BETINA MUDA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan estradiol-17β (E2) terhadap perkembangan gonad ikan Tor soro betina yang belum pernah memijah. Dosis perlakuan yang digunakan adalah T1 = kontrol; T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 = 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T 10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; dan T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Perkembangan gonad ditandai dengan awal didapatkan oosit dalam gonad ikan dan perubahan diameternya yang diamati setiap bulan selama satu tahun (mulai Januari-Desember 2011). Oosit diperoleh dengan cara kanulasi dan sebanyak 100 butir diukur diameternya. Hasil yang diperoleh dihitung rentang waktu kematangan gonad, persentase kematangan, persentase pemijahan, rata-rata jumlah telur yang diovulasikan, daya tetas telur, dan tingkat kelangsungan hidup larva dari tiap-tiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua dosis perlakuan memperlihatkan adanya proses vitelogenesis yang ditandai adanya oosit di dalam gonad ikan, namun dengan rentang waktu kematangan yang berbeda. Perlakuan T3, T4, T7, T10, dan T11 menunjukkan rentang waktu kematangan yang lebih cepat, yaitu dua bulan setelah penyuntikan. Berdasarkan analisis hasil penelitian, perlakuan T3 (4 IU PMSG) menunjukkan pengaruh yang nyata pada perkembangan gonad bila dibandingkan dengan kombinasi antara PMSG dan estradiol-17β. Hasil SDS PAGE menunjukkan bahwa bobot molekul vitelogenin ikan Tor soro adalah 153 kDa. Kata kunci : estradiol-17β, gonad, oosit, PMSG, Tor soro 38 EFFECT OF PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN AND ESTRADIOL-17β ON GONADAL DEVELOPMENT IN IMMATURE FEMALE Tor soro ABSTRACT This research was designed to study the optimal dosage of Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) and estradiol-17β (E2) on gonadal development of young breeder of Tor soro. The treatments were T1 = control; T2 = 0.4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 = 0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Gonadal development was indicated by measuring the oocyte diameter every month during one year (from January to December 2011). About 100 oocytes were collected by cannulation, periode of maturation, percentage of oocyte mature, the percentage of spawning, average number of ovulated eggs, hatching rate and survival rate of larvae from each treatment were counted. The results showed that in all treatments, vitellogenesis in the gonad was occured. However it has the different maturity periodes. Treatment of T3, T4, T7, T10, and T11 were two months faster than others. The gonadal development was significantly influenced by PMSG induction (4 IU PMSG) only compared to combination PMSG and estradiol-17β. Finally, SDS PAGE result showed that the molecular weight of the vitelogenin Tor soro was 153 kDa. Ketywords: estradiol-17β, gonadal, oocyte, PMSG, Tor soro PENDAHULUAN Dewasa ini upaya untuk membudidayakan ikan Tor soro masih berlangsung, karena ikan ini merupakan jenis yang baru didomestikasikan dan reproduksinya belum mencapai optimal. Perkembangan gonad yang lambat pada Tor soro diduga disebabkan oleh ketersediaan hormon FSH dan LH yang kurang tepat dengan potensi perkembangan reproduksi ikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya mempercepat perkembangan gonad induk untuk mendukung budi daya Tor soro. Pengembangan teknologi melalui manipulasi hormon diketahui dapat meningkatkan efisiensi reproduksi sehingga didapatkan masa reproduksi yang lebih efisien. Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) merupakan khorionik gonadotropin yang mempunyai sifat aktivitas biologis ganda, yaitu berefek FSH dan LH (Hafez et al. 2000). Namun, penggunaan PMSG pada ikan masih sangat 39 jarang sekali, umumnya digunakan pada kelompok mamalia. Pemberian PMSG secara in vitro pada ikan medaka (Oryzias latipes) dengan dosis 100 IU/mL secara signifikan dapat memacu produksi estradiol-17ß oleh folikel dan juga meningkatkan produksi estradiol-17ß yang diinduksi oleh testosteron (Nagahama et al. 1991). Potensi FSH dalam PMSG dapat menjadi sumber penambahan hormon gonadotropin I dalam darah dan diharapkan mampu memacu proses pematangan gonad, sedangkan potensi LH yang terkandung dalam PMSG diharapkan mampu meningkatkan perkembangan telur pada proses pematangan akhir. Pada proses vitelogenesis, estradiol-17β sangat dibutuhkan untuk merangsang biosintesis vitelogenin yang merupakan prekursor untuk protein yolk yang dibutuhkan untuk pertumbuhan oosit. Secara alamiah, perkembangan gonad dari fase previtelogenesis menuju fase vitelogenesis dirangsang oleh peningkatan hormon estrogen dalam darah. Pemberian estrogen eksogen dapat merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin (Nagahama 1994). Menurut Barrero et al. (2007) pemberian estradiol-17β pada ikan Indian catfish menunjukkan kemampuan dalam menginduksi produksi vitelogenin. Vitelogenin ini diakumulasikan dalam perkembangan oosit melalui reseptor endositosis serta secara enzimatik diproses menjadi protein kuning telur dan disimpan pada globula dalam ooplasma. Penyuntikan PMSG dan estradiol-17β serta kombinasinya untuk menginduksi perkembangan gonad ikan belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan gonad ikan Tor soro yang telah diinduksi dengan hormon PMSG dan estradiol-17β sehingga diharapkan dapat diperoleh dosis penyuntikan yang optimal dalam memacu perkembangan gonad. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 13 bulan dari bulan Desember 2010 hingga Desember 2011. Pemeliharaan ikan dilakukan di kolam pembesaran di Instalasi Penelitian dan Pengembangan Plasma Nutfah Ikan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. 40 Analisis estradiol-17-β dilakukan di Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi dan Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Analisis vitelogenin dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Antar Universitas, IPB. Pengukuran diameter telur dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Ikan Uji Ikan Tor soro yang digunakan adalah ikan betina muda yang belum pernah memijah (TKG I) yang berasal dari kolam pembesaran di Balai Riset Budidaya Ikan Air Tawar Cijeruk-Bogor dengan ukuran berkisar antara 450-550 gram/ekor. Sebanyak 120 ekor digunakan dalam penelitian yang dibagi dalam 12 perlakuan dan diamati selama satu tahun (Januari-Desember 2011). Ikan dipelihara di kolam berdinding beton dengan ukuran 5x7 m2 dan kedalaman air kolam 0,7 m. Kolam mendapat pasokan air yang berasal dari mata air. Ikan diberi pakan dengan menggunakan pakan komersial berupa pelet dengan kandungan protein 30%. Pakan diberikan dua kali sebanyak 3% dari bobot tubuh. Penyuntikan Hormon Setelah diadaptasikan, ikan disuntik dengan PMSG dan estradiol-17β (E2) pada bulan Desember 2010 (berdasarkan hasil penelitian tahap I). Penyuntikan dilakukan secara intramuskuler di bawah sirip punggung, sebanyak tiga kali dengan interval penyuntikan satu minggu sesuai dosis yang telah ditentukan (Tabel 1) (berdasarkan Van Bohemen et al. 1982). Tabel 1 Kelompok perlakuan, jenis hormon, dan dosis perlakuan (per kg bobot tubuh) PMSG (IU) Estradiol-17β (µg) 0 0,4 4 40 0 T1 T2 T3 T4 125 T5 T6 T7 T8 250 T9 T 10 T 11 T 12 41 Pengambilan contoh plasma darah dan oosit Darah diambil dari pangkal batang ekor ikan Tor soro betina ±3 mL dengan menggunakan spuit yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 3,8%). Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius dengan 2fenoksietanol sebanyak 0,3 mL/L. Sampel darah disentrifus 3000 rpm selama 15 menit dan plasma darah yang diperoleh disimpan pada suhu -20oC. Oosit diambil dengan menggunakan kanulasi sebanyak 100 butir dari tiap ikan dan difiksasi dengan etanol 70%. Pengukuran diameter telur ini dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dan dilakukan setiap dua minggu sekali. Parameter yang diamati Persentase matang gonad Ikan yang berkembang gonadnya adalah ikan yang menghasilkan telur pada saat dilakukan kanulasi dengan kateter. Persentase matang gonad diukur dengan membandingkan ikan yang berkembang gonadnya dengan jumlah ikan total tiap perlakuan. Persentase matang gonad = Σ ikan yang berkembang gonadnya Rentang waktu matang gonad Σ ikan total x 100% Rentang waktu matang gonad adalah waktu yang diperlukan ikan pada awal diperoleh telur. Persentase pemijahan Persentase pemijahan diperoleh dari jumlah ikan yang mampu memijah selama pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total ikan tiap perlakuan. Pemijahan = Σ ikan memijah Σ ikan total x 100 42 Jumlah telur yang diovulasikan Telur yang diovulasikan dihitung dengan cara sensus. Butiran telur hasil stripping dihitung satu persatu hingga didapatkan jumlah keseluruhannya. Daya Fertilisasi (DF) Telur yang telah dibuahi setelah pemijahan diamati dan dihitung berdasarkan warna telur. Telur yang dibuahi berwarna kuning cerah dan yang tidak dibuahi berwarna kuning keputihan. Derajat Fertilisasi dihitung dengan rumus: DF = Banyaknya telur yang dibuahi Jumlah telur seluruhnya x 100% Daya Tetas telur (DT) Daya tetas telur dihitung dengan cara sensus dari semua larva yang ditetaskan. Dihitung dengan menggunakan rumus: DT = Banyaknya telur yang menetas Jumlah telur yang terfertilisasi x 100% Tingkat kelangsungan hidup larva (SR) Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung dari jumlah larva yang bertahan hidup dari seluruh larva yang ditetaskan dan diamati selama pengamatan selama satu bulan. SR = Jumlah larva akhir pengamatan Jumlah larva pada awal pengamatan x 100% Konsentrasi estradiol-17β Konsentrasi estradiol-17β dalam plasma diukur setiap bulan dari awal hingga akhir penelitian selama 12 bulan. Pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. 43 Pengukuran Vitelogenin Pengukuran vitelogenin plasma dilakukan dengan menggunakan metode elektroforesis SDS-PAGE untuk mengetahui kandungan dan bobot molekul vitelogenin. Konsentrasi vitelogenin ditentukan dengan menggunakan program TotalLab TL 120. Analisis Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, dan dianalisis dengan program SPSS 18. HASIL Tingkat perkembangan gonad Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikan hormon PMSG dan estradiol-17β pada calon induk ikan Tor soro telah memacu perkembangan gonad. Respons perkembangan gonad ini ditunjukkan dengan adanya oosit pada gonad dari semua perlakuan dengan lama waktu tingkat kematangan yang berbeda-beda, namun lebih cepat dibandingkan dengan T1 (kontrol) (Tabel 2). Pertumbuhan oosit yang paling cepat diperoleh pada dosis perlakuan T3 (4 IU PMSG), T4 (40 IU PMSG), T7 (4 IU PMSG + 125 µg E2), T10 (0,4 IU PMSG + 250 µg E2), dan T11 (4 IU PMSG + 250 µg E2) pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) dengan diperolehnya oosit dengan rata-rata diameter 0,68±0,056 mm, 0,70±0,099 mm, 0,64±0,088 mm, 0,71±0,097 mm, dan 0,66±0,122 mm. Sementara itu, T1 (kontrol) menunjukkan lama waktu matang gonad yang paling lama pada bulan ke-9. Rentang waktu matang gonad pada perlakuan dengan PMSG saja ternyata menunjukkan hasil yang lebih cepat dibandingkan perlakuan dengan estradiol17β saja. Secara keseluruhan, induk Tor soro yang memiliki rentang waktu lebih cepat dari kontrol menunjukkan diameter oosit yang lebih kecil. Penambahan dosis estradiol-17β pada induksi PMSG dengan dosis 4 IU ternyata tidak menunjukkan adanya perbedaan pada ukuran diameter awal oosit, namun meningkatkan persentase induk matang gonad dari 60% menjadi 70%. 44 Tabel 2 Rentang waktu dan persentase induk matang gonad ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β Rentang Persentase Perlakuan n waktu matang gonad induk matang gonad (Bulan ke-) (%) T1 10 9 40 T2 10 3 50 T3 10 2 60 T4 10 2 40 T5 10 6 80 T6 10 3 40 T7 10 2 60 T8 10 4 60 T9 10 6 70 T10 10 2 40 T 11 10 2 70 T 12 10 4 40 Keterangan: n = jumlah individu Induksi PMSG pada ikan Tor soro menunjukkan adanya pengaruh PMSG yang nyata terhadap rata-rata diameter oosit saat pertama kali diperoleh oosit dalam gonad ikan, sedangkan interaksi antara PMSG dan estradiol-17β tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata diameter awal oosit ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β PMSG (IU) E2 (μg) Rata-rata 0 0,4 4 40 0 0,81 0,68 0,68 0,7 0,718 ns 125 0,84 0,57 0,64 0,68 0,683 ns 250 0,82 0,71 0,66 0,78 0,743 ns Rata-rata 0,823 ** 0,653 ** 0,660 ** 0,720 ** Keterangan: ** : menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (p<0,001), berpengaruh nyata ns = tidak 45 Konsentrasi estradiol-17β Fluktuasi konsentrasi estradiol-17β setelah penyuntikan PMSG dan estradiol-17β menunjukkan nilai yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Gambar 8). Konsentrasi estradiol-17β pada bulan ke-3 setelah penyuntikan (Maret) mempunyai kecenderungan meningkat akibat terjadinya kematangan gonad. Beberapa perlakuan yaitu T2, T3, T6, T7, T10, dan T11 pada bulan tertentu menunjukkan nilai rata-rata konsentrasi estradiol-17β yang rendah antara 16,3±3,79 ng/mL dan 61,5±48,41 ng/mL yang menunjukkan ikan mengalami pemijahan. Nilai rata-rata konsentrasi estradiol-17β yang relatif sama diperoleh pada kontrol (T1), namun tidak dijumpai adanya ikan yang memijah. Hasil pengukuran rata-rata konsentrasi estradiol-17β pada kelompok ikan yang mendapat suntikan PMSG (T2, T3, dan T4) mempunyai kecenderungan mengalami peningkatan yang tinggi pada tiga bulan setelah penyuntikan dan selanjutnya menurun hingga bulan ke-6 setelah penyuntikan pada kondisi ikan yang mengalami pematangan oosit dan atresia. Sementara itu, hasil pengukuran rata-rata konsentrasi estradiol-17β pada kelompok ikan yang hanya mendapat suntikan estradiol-17β (T5 dan T9) menunjukkan pola yang berbeda. Konsentrasi estradiol-17 β pada T5 lebih berfluktuasi dibandingkan dengan T9. Sebaliknya, konsentrasi estradiol-17β pada T9 meningkat hingga bulan ke-4 (April) dan mengalami penurunan pada bulan berikutnya hingga akhir pengamatan. Kelompok ikan ini meskipun mendapat tambahan estradiol-17β secara eksogen namun baru diperoleh oosit pada gonad ikan setelah 6 bulan dari penyuntikan. Hasil pengukuran rata-rata konsentrasi estradiol-17β pada kelompok ikan yang mendapat suntikan PMSG dan estradiol-17β (T6, T7, T8, T10, T11, dan T12) menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu mengalami peningkatan pada bulan ke-2 setelah penyuntikan (Februari) kecuali T10 dan selanjutnya menurun secara bertahap hingga bulan ke-6 setelah penyuntikan. Selanjutnya, konsentrasi estradiol-17β meningkat kembali pada bulan ke-8 setelah penyuntikan. 46 Gambar 8 Fluktuasi konsentrasi estradiol-17β plasma darah ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β dari bulan Januari– Desember 2011. T1–T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon. Tanda menunjukkan waktu pemijahan; tanda didapatkan oosit yang atresia. Vitelogenin Hasil elektroforesis plasma darah menunjukkan bahwa vitelogenin dapat dideteksi pada plasma ikan Tor soro betina muda yang bertelur hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β dengan bobot molekul 153 kDa. Pengukuran vitelogenin pada ikan betina muda sebelum memperoleh suntikan tidak menunjukkan 47 keberadaan vitelogenin dengan bobot molekul 153 kDa. Periode awal vitelogenesis dapat ditunjukkan dengan permulaan terdeteksinya vitelogenin dalam darah. Gambar 9 menunjukkan periode awal vitelogenesis dari tiap-tiap perlakuan yang ditandai dengan diperolehnya konsentrasi vitelogenin pada bulan yang berbeda. Beberapa ikan menunjukkan keberadaan vitelogenin pada plasma darah mulai bulan ke-2 setelah penyuntikan, yaitu ikan yang mendapat perlakuan T3, T7, T10, dan T11 dengan konsentrasi vitelogenin yang berbeda-beda. Ikan pada kelompok perlakuan lainnya baru menunjukkan keberadaan vitelogenin pada bulan ke-3 (T2 dan T6), bulan ke-4 (T4, T8, T12), bulan ke-6 (T5 dan T9), dan bulan ke-9 (T1) setelah penyuntikan. Vitelogenin juga terlihat pada ikan yang mengalami atresia dan memijah. Sebaliknya, perlakuan T8 (bulan ke-7) dan T12 (bulan ke-6) ikan mengalami atresia namun tidak terdeteksi adanya vitelogenin dalam plasma. Berdasarkan Gambar 9 terlihat adanya percepatan periode vitelogenesis dengan adanya induksi PMSG dan estradiol-17β bila dibandingkan dengan kontrol. Secara umum, konsentrasi vitelogenin yang diperoleh terendah 0,005 g/mL (perlakuan T9 pada bulan ke-12 setelah penyuntikan) dan tertinggi 0,084 g/mL (perlakuan T10 pada bulan ke-4 setelah penyuntikan). Kematangan gonad dan pemijahan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa ikan yang matang gonad dan mampu memijah, namun beberapa ikan yang lain mengalami atresia. Perlakuan T7 dan T11 menunjukkan persentase pemijahan yang cukup tinggi, yaitu 60% dan 50%. Sementara itu, pada perlakuan T1 (kontrol), T4 (4 IU PMSG), T5 (125 µg E2), T8 (40 IU PMSG + 12 µg E2), T9 (250 µg E2), dan T12 (40 IU PMSG + 250 µg E2) tidak terdapat ikan yang mampu memijah meskipun mengalami kebuntingan. Ikan yang matang gonad dan siap dipijahkan adalah ikan yang mempunyai telur yang berwarna kuning dan seragam serta sudah dapat dilakukan pengurutan perut (stripping). Selama pemeliharaan ikan, dijumpai juga beberapa ekor ikan Tor soro yang mengalami atresia, yaitu pada perlakuan T3 (0,4 IU PMSG), T4 (40 IU PMSG), T7 (4 IU PMSG + 125 µg E2), T8 (40 IU PMSG + 125 µg E2), T10 (0,4 IU PMSG + 250 µg E2), T11 (4 IU PMSG + 250 µg E2), dan T12 (40 PMSG + 250 µg E2), seperti terlihat pada Tabel 4. 48 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 T1 Konsentrasi protein vitelogenin plasma (g/mL) 0 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.025 9 12 T2 0.015 0.012 0.020 0.011 3 5 7 10 T3 0.031 2 0.012 4 0.023 6 0.006 2 0.027 0.027 4 6 0.011 2 0.038 3 4 0.033 0.030 6 10 0.060 T6 0.029 5 6 0.042 10 0.018 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 6 10 4 0.021 6 10 0.008 0.006 0.005 6 9 12 T9 4 0.047 0.084 T10 0.051 0.013 2 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 4 0.027 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.040 0.033 0.030 T8 2 10 T5 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 T7 2 10 T4 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 1 0.016 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 4 6 10 0.019 0.017 6 10 6 10 T11 0.043 0.009 2 4 T12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.019 2 4 Bulan Pengamatan Gambar 9 Konsentrasi protein vitelogenin plasma ikan Tor soro hasil elektroforesis yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β. Awal diperolehnya oosit dalam gonad ditunjukkan dengan awal terdeteksinya vitelogenin pada bulan yang berbeda tiap-tiap perlakuan. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon. : vitelogenesis; : mijah; : atresia. 49 Tabel 4 Persentase pemijahan dan atresia ikan Tor soro yang mendapat induksi PMSG dan estradiol-17β Persentase Persentase Perlakuan n pemijahan Atresia (%) (%) T1 10 0 0 T2 10 20 10 T3 10 30 60 T4 10 0 50 T5 10 0 0 T6 10 30 0 T7 10 60 30 T8 10 0 10 T9 10 0 0 T 10 10 20 30 T 11 10 50 30 T 12 10 0 20 Keterangan : n = jumlah individu Hasil pengamatan pada 12 perlakuan diperoleh enam perlakuan, yaitu T2 (0,4 IU PMSG), T3 (4 IU PMSG); T6 (0,4 IU PMSG + 125 µg E2); T7 (4 IU PMSG + 125 µg E2); T10 (0,4 IU PMSG + 250 µg E2); dan T11 (4 IU PMSG + 250 µg E2) yang dijumpai adanya ikan yang mampu memijah. Pengukuran terhadap diameter telur hasil stripping seluruhnya memiliki diameter rata-rata 2,8 mm dengan rata-rata jumlah telur yang diovulasikan terbesar pada T6, yaitu 1182 butir. Berdasarkan perhitungan persentase telur yang terbuahi terlihat pada perlakuan T10 menunjukkan persentase tertinggi, yaitu 93,9±4,06%, sedangkan terendah pada T2, yaitu 66,0±22,62%. Daya tetas telur pada perlakuan dosis 4 IU PMSG + 125 µg E2 (T7) memiliki persentase tertinggi, yaitu 81,9±8,52%. Namun, berdasarkan analisis statistik penambahan PMSG saja pada ikan Tor soro menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada peningkatan persentase jumlah telur yang terbuahi dan persentase jumlah telur yang menetas, sedangkan penambahan estradiol-17β dan interaksinya dengan PMSG tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata seperti yang disajikan pada Tabel 5, 6, dan 7. Bila dilihat dari tingkat kelangsungan hidup larva (SR) selama satu bulan pengamatan, larva ikan Tor soro seluruhnya menunjukkan laju kesintasan sebesar 100%. Larva 50 ikan Tor soro ini mempunyai kuning telur (kantung yolk) yang cukup besar (Gambar 10). Tabel 5 Rata-rata jumlah telur yang diovulasikan ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β PMSG (IU) E2 (μg) Rata-rata 0 0,4 4 40 0 0 777 740 0 379,250 ns 125 0 1182 855 0 509,250 ns 250 0 830 914 0 436,000 ns Rata-rata 0,000 ns 929,667 * 836,333 ** 0,000 ns Keterangan: ** : menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (p<0,001), ns = tidak berpengaruh nyata. Tabel 6 Persentase jumlah telur yang terbuahi ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β PMSG (IU) E2 (μg) Rata-rata 0 0,4 4 40 0 0 66 80,2 0 36,550 ns 125 0 82,2 80,2 0 40,600 ns 250 0 93,9 82,4 0 44,075 ns 0,000 ns 80,700 ** 80,933 ** 0,000 ns Rata-rata Keterangan: ** : menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (p<0,001), ns = tidak berpengaruh nyata Tabel 7 Persentase jumlah telur yang menetas ikan Tor soro hasil penyuntikan PMSG dan estradiol-17β PMSG (IU) E2 (μg) Rata-rata 0 0,4 4 40 0 0 63,83 58,7 0 30,633 ns 125 0 48,5 81,9 0 32,600 ns 250 0 59,5 67,5 0 31,750 ns Rata-rata 0,000 ns 57,277 ** 69,367 ** 0,000 ns Keterangan: * telur berasal hanya dari satu induk yang menetas 51 Gambar 10 Larva Tor soro. A. 78 jam setelah fertilisasi, saat larva mulai keluar dan melepaskan selubung telur; B. 0 jam setelah menetas; C. umur 3 hari setelah menetas PEMBAHASAN Penyuntikan PMSG dan estradiol-17β mampu mempercepat pertumbuhan oosit pada ikan betina muda dengan memicu pertumbuhan folikel. Pemberian PMSG pada hewan betina mampu mendorong pertumbuhan folikel-folikel muda, seperti yang dinyatakan oleh Dott et al. (1979) bahwa penambahan gonadotropin eksogen (PMSG) mampu memacu perkembangan folikel melalui tiga cara, yaitu 1) memicu folikel-folikel menjadi populasi yang tumbuh, 2) memicu folikel yang akan atresia menjadi folikel yang berkembang, 3) mencegah atresia folikel dan memicu pertumbuhan dan ovulasi. Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) sendiri diketahui memiliki aktivitas ganda, yaitu FSH yang lebih dominan dan LH. FSH bertanggung jawab terhadap perkembagan oosit (vitelogenesis), sedangkan LH pemicu kematangan oosit. FSH akan merangsang sel-sel teka melalui sistem cAMP untuk memproduksi testostosteron dan selanjutnya dikonversi menjadi estradiol-17β yang keberadaannya menyebabkan terjadinya perkembangan oosit. Induksi PMSG dan campuran antara PMSG dan estradiol17β yang mampu menghasilkan oosit pada bulan ke-2 (Tabel 2) menunjukkan adanya kerja dari hormon eksogen pada sel-sel folikel oosit pada ikan betina muda. Nagahama et al. (1995) menyatakan bahwa perkembangan oosit dari 52 pravitelogenesis ke vitelogenesis terjadi karena peningkatan produksi estradiol17β. Hal ini juga ditunjukkan secara umum, adanya peningkatan estradiol-17β pada bulan ke-2 setelah penyuntikan (Gambar 9). Estradiol-17β kemudian masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati untuk mensisntesis ke dalam oosit dan mensekresikan vitelogenin ke dalam peredaran darah. Selanjutnya, vitelogenin akan terdesposisikan ke dalam oosit dengan cara endositosis spesifik protein. Vitelogenin sebagai bahan baku kuning telur mempunyai berat molekul tinggi, pada ikan Tor soro terdeteksi dengan bobot molekul 153 kDa. Bobot molekul vitelogenin pada beberapa Cyprinidae dijumpai sekitar 150 kDa pada goldfish (Matsuda et al. 2011), 156 dan 190 kDa pada Cyprinus carpio (Fukada et al. 2003), 167 kDa pada Puntius conchonius (Shi 2004). Vitelogenin akan disintesis secara kontinu, hal ini terlihat pada ekspresi dan konsentrasi vitelogenin hasil elektroforesis yang menunjukkan adanya vitelogenin pada gonad ikan yang mengalami atresia (Gambar 9). Lain halnya dengan hasil elektroforesis yang ditunjukkan pada perlakuan T8 (dosis 40 IU PMSG + 125 µg E2) dan T12 (dosis 40 IU PMSG + 250 µg E2), yaitu tidak terdeteksi vitelogenin plasma pada ikan yang mengalami atresia. Penambahan PMSG dengan dosis tinggi dan estradiol17β menyebabkan terjadi penambahan hormon FSH dan estradiol-17β eksogen yang tinggi sehingga diduga menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif pada saat oosit belum matang, Mekanisme tersebut menyebabkan penurunan aktivitas aromatase dan produksi estradiol-17β terhenti, sehingga diduga terjadi penghambatan perkembangan oosit. Hal ini dapat dilihat juga dari hasil pengukuran konsentrasi estradiol-17β plasma pada bulan ke-7 (T8) dan bulan ke-6 (T12) yang mengalami penurunan. Adanya penghambatan perkembangan oosit juga diduga adanya fenomena negative rebound effect. Penghentian produksi estradiol-17β akan diikuti dengan sekresi LH yang bertanggung jawab untuk pematangan oosit, namun adanya kandungan LH dalam PMSG memungkinkan tidak diproduksinya LH endogen. Hal ini yang menyebabkan tidak terjadinya pematangan dan ovulasi oosit, sehingga pada beberapa perlakuan tidak terjadi pemijahan. 53 Penurunan konsentrasi estradiol-17β akan diikuti peningkatan 17α,20βhidroksi-4-pregnen-3-one. Nagahama et al. (1995) dan Yamashita et al. (2000) menyatakan bahwa produksi 17α,20β-hidroksi-4-pregnen-3-one dalam sel granulosa oleh kerja enzim 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (17β-HSD) berasal dari hormon 17α-hidroksiprogesteron dalam sel teka yang dirembeskan ke dalam sel granulosa. Hormon 17α,20β-hidroksi-4-pregnen-3-one yang terbentuk ini berfungsi sebagai MIH dalam proses pematangan oosit. Namun, 17α,20βhidroksi-4-pregnen-3-one selain sebagai MIH juga dapat mengaktifkan enzim proteolitik (Matsubara & Sawano, 1995). Adanya enzim proteolitik ini dapat mengakibatkan granula kuning telur dalam oosit tercerna dan akan diserap kembali (Carnevali et al. 1999). Penyerapan granula kuning telur ini diduga yang mengakibatkan ikan mengalami atresia. Atresia ini juga dapat terjadi menurut Habibi & Andreu-Vieyra (2007) karena GnRH dapat berperan sebagai faktor atretogenik dalam ovari ikan, pada situasi peningkatan level GTH tidak tercapai. Selama folikulogenesis, level estradiol dan ekspresi GnRH meningkat secara bertahap dan berperan dalam mempertahankan perkembangan oosit pada pertengahan vitelogenesis hingga menjelang ovulasi. Selanjutnya, lonjakan gelombang ovulatori LH akan meningkatkan produksi 17α,20β-hidroksi-4pregnen-3-one. Namun, apabila level transkrip GnRH tinggi sepanjang folikulogenesis dan awal ovulasi dapat menjadikan rentan mengalami atresia. Ikan Tor soro merupakan ikan yang saat ini sedang dalam tahap domestikasi. Induksi PMSG dan estradiol-17β pada ikan Tor soro betina muda dalam memicu vitelogenesis hingga ovulasi menunjukkan kemampuan ikan ini dalam merespons hormon eksogen. Penyuntikan PMSG dan estradiol-17β juga menunjukkan kemampuan hormon ini dalam memacu pemijahan lebih awal bila dibanding dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu ikan Tor soro yang dipelihara tanpa diinduksi pada penelitian sebelumnya. Hasil pengamatan perubahan kematangan gonad pada ikan Tor soro yang dipelihara di kolam tanpa adanya induksi hormon menunjukkan puncak perkembangan oosit terjadi pada bulan Juni dan September, sedangkan pemijahan terjadi pada bulan September. Pada umumnya, pemijahan terjadi karena adanya peningkatan kadar hormon gonadotropin yang dipicu adanya rangsangan dari lingkungan. Namun, 54 adanya penyuntikan hormon PMSG dan estradiol-17β ternyata mampu memicu pembentukan oosit dan pemijahan lebih awal. Adanya telur hasil ovulasi dari beberapa ikan yang memijah tidak berkembang atau mati seluruhnya pada hari ke-2 setelah fertilisasi diduga adanya telur yang mengalami over ripe (terlalu masak) sehingga telur tidak dapat menetas. Besarnya kandungan FSH yang terdapat pada PMSG memungkinkan pematangan telur terjadi lebih cepat sehingga faktor keterlambatan penanganan terhadap ikan yang siap memijah dapat menyebabkan rendahnya derajat penetasan. Namun, derajat penetasan pada penelitian ini bisa dikatakan cukup baik bila meskipun lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Subagja & Gustiano (2006) pada ikan Tor soro dengan implantasi HCG 500 IU/kg dan penyuntikan ovaprim 0,8 mL/kg bobot badan sebesar 63,58%. Hasil perhitungan nilai SR larva yang terukur 100% pada penelitian ini menunjukkan larva mampu bertahan hidup dalam wadah pemeliharaan. Kemampuan bertahan hidup larva Tor soro ini dikarenakan kandungan kuning telur sebagai cadangan energi untuk pertumbuhan cukup besar (Gambar 10). SIMPULAN Pemberian PMSG mampu mempercepat pembentukan oosit pada ikan Tor soro muda. Induksi perkembangan gonad dengan menggunakan PMSG dan estradiol-17β tidak mempengaruhi laju kesintasan larva. DAFTAR PUSTAKA Barrero M, Small BC, D’Abramo LR, Hanson LA, Kelly AM. 2007. Comparison of estradiol, testoterone, vitellogenin and cathepsin profiles among young adult channel catfish (Ictalurus punctatus) females from four selectively bred strains. Aquaculture 264: 390-397. Carnevali O, Carletta R, Cambi A, Vita A, Bromage N. 1999. Yolk formation and degradation during oocyte maturation in seabream Sparus aurata: involvement of two lysosomal proteinase. Biology Reproduction 60: 140-146. 55 Dott HM, Hay MF, Cran DG, Moor RM. 1979. Effect of exogenous gonadotrophin (PMSG) on the antral follicle population in the sheep. Journal of Reproduction and Fertility 56: 683 - 689. Fukada H, Fujiwara Y, Takahashi T, Hiramatsu N, Sullivan CV, Hara A. 2003. Carp (Cyprinus carpio) vitellogenin: purification and development of a simultaneous chemiluminescent immunoassay. Comparative Biochemistry and Physiology Part A: Molecular & Integrative Physiology 134: 615-623. Habibi HR, Andreu-Vieyra CV. 2007. Hormonal regulation of follicular atresia in teleost fish. Di dalam: Babin PJ, Cerdà J, Lubzens E, editor. The Fish Oocyte: From Basic Syudies to Biotechnological Applications. Netherland: Springer hlm. 235-253. Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Hormones, growth factors, and reproduction. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. USA: Lippincott Williams & Wilkins hlm. 33-54. Matsubara T, Sawano K. 1995. Proteolytic cleavage of vitellogenin and yolk protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder (Verasper moseri). Journal of Experimental Zoology 272: 34-45. Matsuda Y, Ito Y, Hashimoto H, Yokoi H, Suzuki T. 2011. Detection of vitellogenin incorporation into zebrafish oocytes by FITC fluorescence. Reproductive Biology and Endocrinology 9: 45. Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. Journal of Experimental Zoology 259: 53-58. Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. International Journal of Developmental Biology 38: 217-229. Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995. Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Current Topics in Development Biology 30: 103-145. Shi X, Zhang S, Sun Y, Pang Q, Sawant MS. 2004. Purification, characterization and antigenic species-specific reactivity of vitellogenin of rosy barb (Puntius conchonius Hamilton). Indian Journal of Biochemistry & Biophysics 41: 216220. Subagja J, Gustiano R. 2006. Pengaruh implantasi HCG pada perkembangan telur, pematangan akhir gonad, dan pemijahan ikan Tor soro. Jurnal Riset Akuakultur 1: 219-225. 56 Van Bohemen CG, Lambert JGD, Goos HJT, Van Oordt PGWJ. 1982. Estrone and estradiol participation during exogenous vitellogenesis in the female rainbow trout, Salmo gairdneri. General and Comparative Endocrinology 46: 81-92. Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Molecular mechanisms of the initiation of oocyte maturation: general and species-species aspects. Cell Cycle Research 4: 115-129. 57 PERUBAHAN KIMIAWI DARAH IKAN Tor soro YANG DIINDUKSI DENGAN HORMON PMSG DAN ESTRADIOL-17β ABSTRAK Pengukuran kimiawi darah seperti protein total, glukosa, kolesterol dan trigliserida dapat membantu dalam menilai kesehatan ikan dan diharapkan dapat memberikan gambaran reproduksi ikan Tor soro. Penelitian dilakukan untuk menganalisis kimiawi darah pada ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG, estradiol-17β, dan kombinasi kedua hormon tersebut dengan dosis : T1 = kontrol; T2 = 0.4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol17β; T6 = 0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Penyuntikan dilakukan secara intramuskuler sebanyak tiga kali dengan interval waktu satu minggu. Pengambilan sampel plasma darah dilakukan setiap bulan selama satu tahun (Januari–Desember 2011). Pengukuran konsentrasi protein total plasma dilakukan dengan metode biuret, sedangkan konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida diukur menggunakan metode enzymatic colorimetric dengan komersial kit. Hasil penelitian menunjukkan perubahan konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida yang hampir sama dengan kontrol (T1). Konsentrasi protein total plasma terendah adalah 3,3±1,21 g/dL (T1) dan tertinggi adalah 6,2±0,27 g/dL (T11). Hasil pengukuran konsentrasi glukosa menunjukkan pola yang hampir sama, menurun pada bulan kedua setelah penyuntikan. Konsentrasi glukosa terendah adalah 39,8±16,81 mg/dL (T10) dan tertinggi adalah 134,4±24,65 mg/dL (T12). Perubahan konsentrasi kolesterol dan trigliserida juga menunjukkan pola yang sama. Hasil pengukuran konsentrasi kolesterol terendah adalah 130,4±0,02 mg/dL (T9) dan tertinggi adalah 301,9±158,35 mg/dL (T12), sedangkan konsentrasi trigliserida terendah adalah 145,9±126,78 mg/dL (T11) dan tertinggi adalah 485,3±66,47 mg/dL (T11). Periode pemijahan ditunjukkan dengan konsentrasi protein total, kolesterol, dan trigliserida plasma yang rendah serta peningkatan konsentrasi glukosa plasma. Kata kunci: glukosa, kimiawi darah, kolesterol, protein total, trigliserida 58 CHANGES OF BLOOD CHEMISTRY IN Tor soro INDUCED BY PMSG AND ESTRADIOL-17β HORMONES ABSTRACT Blood chemistry such as total plasma protein, glucose, cholesterol, and triglyceride measurement can provide valuable tools for monitoring health of fish and may be used to express the reproductive profile of Tor soro. An experiment was conducted to analize blood chemistry in Tor soro fish after injection of PMSG, estradiol 17β, and the combinations of both hormones with dosage such as: T1 = control; T2 = 0.4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 = 0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Intra muscular administration of hormones was given 3 times with an interval of a week. Samples of blood plasma were collected every month during a year (January–December 2011). Total protein level in blood plasma was measured by biuret method, while glucose, cholesterol, and triglyceride levels were detected by enzymatic colorimetric method with commercial kit. Results of this study showed that the concentration of total protein, glucose, cholesterol, and triglyceride during the experiment was similar as compared to control (T1). The lowest total protein was 3.3±1.21 g/dL (T1), while the highest was 6.2±0.27 g/dL (T11). For glucose concentration, was also not different, although, it was showed a slightly decrease in the second month after the injection. The lowest glucose concentration was 39,8±16,81 mg/dL (T10) and the highest was 134.4±24.65 mg/dL (T12). The lowest level of cholesterol concentration was 135,9±46,98 mg/dL (T9) and the highest was 301,9±158,35 mg/dL (T12). The lowest triglycerides was 145,9±126,78 mg/dL (T11) and the highest was 485,3±66,47 mg/dL (T11). There was a strong indication that the low total protein, cholesterol, triglycerides, and the high glucose concentration had a correlation with the spawning activity of the fish observed. Keywords: glucose, blood chemistry, cholesterol, total protein, triglyceride PENDAHULUAN Pengetahuan mengenai konsentrasi kimiawi darah seperti protein total, glukosa, kolesterol, dan trigleserida dalam plasma darah ikan dapat sangat membantu dalam menilai kesehatan ikan (Yousefian et al. 2010) dan dapat juga dikaitkan dengan adanya korelasi kebutuhan nutrisi ikan dengan siklus reproduksinya. Perubahan konsentrasi kimiawi darah dapat berubah-ubah bergantung pada spesies, umur, siklus maturasi seksual, dan kondisi kesehatan ikan. Perubahan yang terjadi, seperti fluktuasi konsentrasi protein, glukosa, 59 kolesterol, dan komponen dasar lainnya. Suwetja (2011) menyatakan bahwa komposisi kimiawi darah ikan dapat berubah karena a) adanya perubahan tingkat kematangan gonad, b) adanya perubahan dari hidup liar kemudian dipelihara, c) adanya perubahan karena ikan tersebut perlu bermigrasi untuk melakukan pemijahan, mencari makanan, dan karena adanya perubahan keadaan lingkungan perairan tempat hidupnya. Protein dalam plasma diketahui dapat digunakan sebagai indeks level vitelogenin. Protein plasma akan meningkat selama vitelogenensis. Hal ini akibat adanya peningkatan protein bahan pembentuk kuning telur dan sebagian hasil dari lipoprotein lain yang disekresikan hati ke dalam aliran darah dalam merespons estradiol (Lance et al. 2002). Gula darah atau glukosa merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber energi bagi mahluk hidup. Pengukuran glukosa ini digunakan karena relatif murah dan mudah dilakukan. Umumnya, glukosa secara kontinu dibutuhkan sebagai sumber energi oleh semua organ tubuh dan harus tersedia pada kadar yang cukup dalam plasma. Konsentrasi glukosa juga bervariasi disesuaikan dengan ukuran, umur, status nutrisi, dan reproduksi ikan (Yousefian et al. 2010). Kolesterol dan trigliserida merupakan dua bentuk lemak yang penting bagi cadangan energi dalam tubuh. Kolesterol dalam jaringan steroidogenik berhubungan dengan reproduksi dan fluktuasinya berhubungan dengan maturasi ikan. Selain itu, kolesterol juga merupakan bahan untuk sintesis hormon steroid yang mempengaruhi proses pematangan gonad (Shankar & Kulkarni 2007). Trigliserida merupakan bentuk simpanan energi yang utama dalam tubuh ikan baik di dalam hati, telur, maupun kantong kuning telur larva (Mukhopadhyay & Ghosh 2007). Variasi konsentrasi trigliserida ini dapat menunjukkan adanya hubungan antara penyimpanan lemak dan siklus reproduksi. Ikan menyimpan sumber-sumber nutriennya dalam jaringan dan hati, dan akan digunakan untuk aktivitasnya dan dalam reproduksi. Variasi konsentrasi tersebut dapat digunakan sebagai indikator tahapan reproduksi ikan tersebut (Kocaman et al. 2005). Konsentrasi trigliserida yang bervariasi selama masa reproduksi menunjukkan adanya mobilisasi lemak dari hati dan jaringan tubuh lainnya untuk memenuhi 60 kebutuhan energi yang besar selama pertumbuhan telur (Hachero-Cruzado et al. 2007). Pentingnya pengetahuan mengenai status kesehatan dan reproduksi ikan dalam budi daya, menuntut perlunya dilakukan suatu kajian mengenai gambaran kimiawi darah ikan. Analisis kimiawi plasma darah ikan yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran status perkembangan reproduksi ikan Tor soro. BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 13 bulan dari bulan Desember 2010 hingga Desember 2011. Pelaksanaan penelitian dilakukan di kolam percobaan Instalasi Riset Plasmanutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor. Analisis kimiawi plasma darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Ikan Uji Ikan Tor soro betina yang belum pernah memijah dengan ukuran berkisar antara 450-550 g/ekor dan berasal dari kolam pembesaran di Balai Riset Budidaya Ikan Air Tawar Cijeruk-Bogor. Sebanyak 120 ekor ikan yang dibagi dalam 12 perlakuan (masing-masing 10 ekor) dan diamati selama satu tahun (JanuariDesember 2011). Perlakuan yang diberikan sebagai berikut T1 = kontrol; T2 = 0.4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg estradiol-17β; T6 = 0.4 IU PMSG + 125 µg E2; T7 = 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2: T 10 = 0.4 IU PMSG + 250 µg E2; T11 = 4 IU PMSG + 250 µg E2; and T12 = 40 IU PMSG + 250 µg E2. Ikan dipelihara di kolam berdinding beton dengan ukuran 5x7 m2 dan kedalaman air kolam 0,7 m. Kolam mendapat pasokan air dari mata air. Ikan diberi pakan komersial berupa pelet dengan kandungan protein 30% yang diberikan dua kali per hari sebanyak 3% dari bobot tubuh. 61 Pengambilan sampel plasma darah Plasma darah untuk pengujian kimiawi plasma diperoleh dari pengambilan darah pada pangkal batang ekor ikan Tor soro betina (±3 mL) dengan menggunakan jarum suntik yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 3,8%). Sebelum dilakukan pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius dengan 2phenoxyethanol sebanyak 400 ppm. Sampel darah disentrifus 3000 rpm selama 15 menit dan plasma darah yang diperoleh disimpan pada suhu -20oC. Pengukuran parameter kimiawi darah Beberapa parameter kimiawi darah yang diukur meliputi konsentrasi protein total yang diukur dengan menggunakan metode biuret, konsentrasi glukosa yang diukur dengan metode Enzymatic Colorimetric menggunakan kit Glucose liquicolor GOD-PAP, konsentrasi kolesterol yang diukur dengan metode Enzymatic Colorimetric menggunakan kit Cholesterol liquicolor CHOD-PAP, dan konsentrasi trigliserida yang diukur dengan metode Enzymatic Colorimetric menggunakan kit komersial GPO-PAP. Analisis data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial menggunakan program SAS versi 9.1. HASIL Konsentrasi protein total Perubahan bulanan rata-rata konsentrasi protein total tiap perlakuan relatif sama dengan kontrol berkisar antara 3,3 dan 5,4 g/dL (p>0,05) (Gambar 11). Konsentrasi protein total plasma pada ikan yang disuntik dengan PMSG saja (T2, T3) menurun pada saat pemijahan di bulan Oktober pada T2 (3,5±0,20 g/dL) dan bulan Mei pada T3 (4,0±0,31 g/dL). 62 10 8 6 4 2 0 10 8 6 4 2 0 T1 J F M A M J J A S O N D Protein total plasma (g/dL) 10 8 6 4 2 0 T2 J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 10 8 6 4 2 0 T3 10 8 6 4 2 0 T4 T10 J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 T5 J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 T9 J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 T8 J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 T7 T11 J F M A M J J A S O N D 10 8 6 4 2 0 T6 J F M A M J J A S O N D T12 J F M A M J J A S O N D Bulan Pengamatan Gambar 11 Hasil pengukuran konsentrasi protein total plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1–T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon. Nilai rata-rata konsentrasi protein total plasma pada ikan yang disuntik dengan estradiol-17β (T5 dan T9) menunjukkan perubahan yang tidak terlalu fluktuatif dengan nilai terendah pada T5 (4,6±1,75 g/dL) dan pada T9 (4,1±0,17 g/dL). Ikan yang disuntik dengan kombinasi PMSG dan estradiol-17β (T6, T7, T8, T10, T11, dan T12) menunjukkan penurunan konsentrasi protein total pada 63 saat memijah dan atresia. Secara keseluruhan, nilai rata-rata konsentrasi protein total rendah pada saat terjadi pemijahan dan pada saat ikan mengalami atresia. Konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida Perubahan konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida ditunjukkan pada Gambar 12. Hasil penelitian menunjukkan penurunan konsentrasi glukosa pada bulan kedua setelah penyuntikan (Februari) yang berkisar antara 39,9±16,81–134,4±24,65 mg/dL. Perubahan yang ditunjukkan setiap bulan pengamatan pada semua perlakuan memiliki perubahan yang hampir serupa dengan kontrol (T1), kecuali pada T12 lebih fluktuatif. Konsentrasi glukosa plasma terlihat meningkat pada saat terjadi pemijahan ataupun atresia. Nilai ratarata konsentrasi glukosa antarperlakuan pada setiap bulan, umumnya tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0,05), kecuali pada perlakuan T1 bulan ke-12 (Desember), T3 bulan ke-9 (September), dan T4 bulan ke-6 (Juni) setelah penyuntikan menunjukkan adanya perbedaan antarperlakuan pada bulan yang sama. Tampak adanya peningkatan konsentrasi kolesterol yang sejalan dengan peningkatan konsentrasi trigliserida. Nilai rata-rata konsentrasi kolesterol dan trigliserida tertinggi pada perlakuan T1 (kontrol) ditunjukkan pada bulan September sebesar 251,0±32,35 mg/dL dan 485,3±66,47 mg/dL yang merupakan awal didapatkannya oosit dalam gonad, sedangkan pada perlakuan lainnya peningkatan konsentrasi trigliserida dan kolesterol terjadi sebelum pemijahan. Konsentrasi trigliserida dan kolesterol pada perlakuan T2, T3, T6, T7, T10, dan T11 yang menunjukkan adanya ikan yang memijah. Nilai rata-rata konsentrasi kolesterol antarperlakuan pada setiap bulan, umumnya tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0,05), kecuali pada perlakuan T12 bulan ke-4 (April) dan bulan ke-6 (Juni) setelah penyuntikan menunjukkan adanya perbedaan antarperlakuan pada bulan yang sama. Nilai rata-rata konsentrasi trigliserida antarperlakuan pada setiap bulan, umumnya tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0,05) kecuali pada perlakuan T6 bulan ke-6 (Juni) dan 7 (Juli), T11 bulan ke12 (Desember), dan T12 bulan ke-3 (Maret) dan 6 (Juni) setelah peyuntikan menunjukkan adanya perbedaan antarperlakuan pada bulan yang sama. 64 J glukosa, kolesterol, trigliserida plasma (mg/dL) 600 500 400 300 200 100 0 T1 600 500 400 300 200 100 0 600 500 400 300 200 100 0 F M A M J 600 500 400 300 200 100 0 F M A M J 600 500 400 300 200 100 0 A S O N D T4 J F M A M J 600 500 400 300 200 100 0 J A F M A M J J J F M A M J J F M A M J J J F M A M J J A S O N D J A S O N D J A S O N D F M A M J 600 500 400 300 200 100 0 S O N D A S O N D T11 A S O N D A J T10 600 500 400 300 200 100 0 T6 600 500 400 300 200 100 0 J S O N D A S O N D T9 600 500 400 300 200 100 0 T5 J F M A M J 600 500 400 300 200 100 0 J J T8 J J A S O N D F M A M J F M A M J 600 500 400 300 200 100 0 T3 J J J A S O N D T2 J T7 T12 J F M A M J J A S O N D Bulan Pengamatan Gambar 12 Hasil pengukuran konsentrasi glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma mulai bulan Januari hingga Desember 2011. T1−T12 = kelompok perlakuan sesuai dosis penyuntikan hormon. = glukosa; = kolesterol; = trigliserida. 65 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi kimiawi darah ikan Tor soro terdapat perbedaan konsentrasi parameter kimiawi plasma pada tiap perlakuan yang menggambarkan kondisi reproduksi ikan tersebut. Konsentrasi protein plasma berkorelasi dengan tinggi rendahnya konsentrasi vitelogenin plasma. Konsentrasi protein plasma yang tinggi terjadi selama vitelogenesis. Johnson et al. (1991) melaporkan bahwa konsentrasi protein plasma ikan Parophrys vetulus betina meningkat pada saat matang gonad dan menurun pada saat pemijahan. Penurunan konsentrasi protein plasma pada bulan tertentu saat terjadi pemijahan berkaitan dengan penggunaan protein selama reproduksi. Penurunan konsentrasi protein pada saat pemijahan ini juga dilaporkan oleh Saxena (2002) pada ikan Channa spp. Rata-rata konsentrasi protein plasma ikan Cyprinus carpio yang terukur adalah 3,29 g/dL. Sementara itu, konsentrasi normal protein plasma ikan umumnya antara 3,00−5,00 g/dL (Yeganeh 2011). Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi protein plasma yang terukur masih berada dalam kisaran normal. Konsentrasi protein total plasma dari semua perlakuan menunjukkan nilai terendah diperoleh pada T1 (3,3±1,21 g/dL) dan tertinggi pada T11 (6,2±0,27 g/dL). Tingginya konsentrasi protein plasma pada T11 ini karena adanya induksi PMSG dan estradiol-17β dengan dosis yang tinggi sehingga meningkatkan konsentrasi estradiol-17β dalam sirkulasi darah ikan. Konsentrasi estradiol-17β dalam plasma ini sejalan dengan perubahan konsentrasi vitelogenin pada saat vitelogenesis. Sebaliknya, rendahnya konsentrasi estradiol-17β pada saat pemijahan sejalan dengan penurunan konsentrasi protein plasma (Lampiran 1). Glukosa diketahui sebagai sumber energi bagi kehidupan ikan termasuk untuk perkembangan gonad. Glukosa dicerna dalam semua sel sebagai bahan bakar glikolisis dan disimpan dalam hati serta otot sebagai glikogen. Apabila jumlah pemasukan glukosa melalui makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, maka konsentrasi glukosa dalam darah akan tetap terjaga melalui penghancuran glikogen hati. Penggunaan glikogen ini akan menyebabkan persediaan glikogen di dalam hati habis terpakai dalam waktu singkat dan dapat 66 menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa darah, namun konsentrasi glukosa dan persediaan glikogen hati akan segera kembali normal karena adanya kerja dari enzim glukosa-6-fosfatase melalui proses glukoneogenesis yang ada di dalam hati. Hasil proses glukoneogenesis ini masuk dalam aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan glukosa darah (Koolman & Roehm 2005; Ngili 2009). Peningkatan konsentrasi glukosa yang tinggi pada ikan Tinca tinca (171,53 mg/dL) terjadi pada masa reproduksi dibandingkan dengan konsentrasi glukosa pada masa sebelum reproduksi (106,85 mg/dL). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan gonad dapat memicu peningkatan konsentrasi glukosa plasma darah (Svoboda et al. 2001). Sementara itu, Kopp et al. (2011) melaporkan hasil pengukuran konsentrasi glukosa pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) yang dipelihara pada sistem budi daya intensif berkisar antara 87,21–119,46 mg/dL. Hasil pengukuran konsentrasi glukosa selama penelitian pada perlakuan T1 (kontrol) adalah 50,4±2,21−103,2±31,27 mg/dL, sedangkan konsentrasi glukosa tertinggi pada semua perlakuan terukur pada T12 (134,4±24,65 mg/dL). Hasil pengukuran konsentrasi glukosa dari T1 ini mempunyai kisaran konsentrasi yang hampir sama dengan konsentrasi glukosa pada rainbow trout. Pada semua perlakuan, perubahan konsentrasi glukosa mempunyai kecenderungan yang sama dengan kontrol, yaitu menurun pada bulan ke-2 setelah penyuntikan dan awal diperolehnya oosit yang menunjukkan penggunaan glukosa sebagai sumber energi pada awal reproduksi. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi glukosa setelah pemijahan dan atresia karena adanya proses pembentukan glukosa endogen melalui glukoneogenesis dan masuk dalam aliran darah. Kolesterol dan trigliserida merupakan kelompok lipid yang mempunyai peran penting dalam pemenuhan kebutuhan energi terutama selama masa reproduksi. Perubahan konsentrasi kolesterol dan trigliserida dalam plama darah sangat dipengaruhi oleh tahapan reproduksi dan konsumsi pakan oleh ikan. Yousefian et al. (2010) menyatakan bahwa konsentrasi kolesterol dalam plasma darah bervariasi antarspesies karena adanya variasi pakan, aktivitas dan perkembangan seksual. Konsentrasi kolesterol plasma yang tinggi sejalan dengan perkembangan maturasi karena kolesterol menjadi prasyarat bagi steroidogenesis gonad dan adrenal serta produksi steroid basal (Young et al. 2004). Selanjutnya, 67 Svoboda et al. (2001) dan Kocaman et al. (2005) menyatakan bahwa fluktuasi kolesterol dalam darah berkaitan dengan maturitas dan adanya penggunaan cadangan energi untuk aktivitas reproduksi ikan. Konsentrasi kolesterol terendah terukur pada saat indeks gonadosomatik tinggi. Menurunnya konsentrasi kolesterol plasma ini dikarenakan adanya penggabungan kolesterol plasma menjadi membran dan struktur endogenus telur. Demikian juga dengan variasi konsentrasi trigliserida plasma, seperti yang dinyatakan oleh Johnson et al. (1991) dan Hachero-Cruzado et al. (2007) bahwa variasi konsentrasi trigliserida yang terjadi selama masa reproduksi menunjukkan adanya mobilisasi lemak dari hati dan jaringan tubuh lainnya ke ovari untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar selama pertumbuhan telur sehingga menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi trigliserida. Cheng et al. (2006) melaporkan bahwa pengaruh komposisi pakan terhadap konsentrasi kolesterol dan trigliserida ditunjukkan pada ikan Epinephelus coioides. Pemberian pakan pada ikan tersebut dengan variasi kandungan lipid yang lebih tinggi dan protein yang sama mempunyai konsentrasi kolesterol dan trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan dengan variasi kandungan protein yang tinggi dan lipid yang sama. Sementara itu, Řehulka & Minařik (2011) melaporkan hasil pengukuran rata-rata konsentrasi kolesterol dan trigliserida pada rainbow trout yang dipelihara secara intensif, yaitu 243,6±61,10 mg/dL dan 549,3±264,91 mg/dL. Sama halnya dengan hasil pengukuran konsentrasi kolesterol dan trigliserida selama penelitian yang berkisar antara 130,4±0,02−301,9±158,35 mg/dL dan 145,9±126,78−485,3±66,47 mg/dL. Pada umumnya, konsentrasi kolesterol dan trigliserida meningkat sebelum pemijahan dan menurun pada saat pemijahan. Peningkatan ini disebabkan adanya kebutuhan energi yang cukup tinggi selama reproduksi, sehingga memungkinkan terjadi peningkatan konsumsi pakan oleh ikan. Sebaliknya, konsentrasi kolesterol dan trigliserida yang rendah pada saat pemijahan disebabkan adanya penggunaan cadangan energi untuk pematangan gonad. Rendahnya konsentrasi kolesterol dan trigliserida ini diduga adanya penurunan aktivitas makan pada ikan di beberapa kolam perlakuan. Penurunan aktivitas makan ini dapat berakibat pada penurunan bobot ikan, seperti yang terlihat pada Lampiran 6 dan pengurangan konsumsi pakan sebagai sumber energi. 68 SIMPULAN Perubahan konsentrasi kimiawi plasma darah menunjukkan adanya perbedaan kondisi reproduksi ikan Tor soro. Periode vitelogenesis ditunjukkan dengan konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma yang tinggi. Sebaliknya, periode pematangan ditunjukkan dengan adanya penurunan konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida plasma. DAFTAR PUSTAKA Cheng AC, Chen CY, Liou CH, Chang CF. 2006. Effects of dietary protein and lipids on blood parameters and superoxide anion production in the grouper, Epinephelus coioides (Serranidae: Epinephelinae). Zoological Sudies 45: 492502. Hachero-Cruzado I et al. 2007. Reproductive performance and seasonal plasma sex steroid and metabolite levels in a captive wild broodstock of brill Scophthalmus rhombus L. Aquaculture Research 38: 1161-1174. Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhodes LD, Olson OP. 1991. Pattern of oocyte development and related changes in plasma 17-β estradiol, vitellogenin, and plasma chemistry in English sole Parophyrus vetulus Girard. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 152: 161-185. Kocaman EM, Yanik T, Erdoğan O, Çiltaş AK. 2005. Alteration in cholesterol, glucosa and triglyceride levels in reproduction of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Journal of Animal and Veterinary Advances 4: 801-804. Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Ed ke-2. Germany: Appl. Wemding. 467 hlm. Kopp R, Mareš J, Lang Š, Brabec T, Ziková A. 2011. Assessment of ranges plasma indices in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) reared under conditions of intensive aquaculture. Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis 59: 181-187. Lance VA, Place AR, Grumbles JS, Rostal DC. 2002. Variation in plasma lipids during the reproductive cycle of male and female desert tortoies, Gopherus agassizii. Journal of Experimental Zoology 293: 702-711. Mukhopadhyay T, Ghosh S. 2007. Lipid profile and fatty acid composition of two silurid fish eggs. Journal of Oleo Science 56: 399-403. 69 Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta: Graha Ilmu. 323 hlm. Řehulka J, Minařik B. 2011. Cholesterolaemia and triacylglycerolaemia in farmed rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture Research, 1-9. DOI: 10.1111/j.1365-2109.2011.02971.x. Saxena A. 2002, Biochemical changes in blood of Channa spp. Indian Journal of Animal Research 36: 22-26. Shankar DS, Kulkarni RS. 2007. Tissue cholesterol and serum cortisol level during different reproductive phases of female freshwater fish Notopterus notopterus (Pallas), Journal of Environmental Biology, 28: 137-139. Suwetja. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Jakarta: Media Prima Aksara. Svoboda M et al. 2001. Biochemical profile of blood plasma of tench (Tinca tinca L.) during pre- and postspawning period. Acta Veterinaria Brno 70: 259-268. Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemistry in relation to sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comparative Clinical Pathology 1-5. DOI 10.1007/s00580-011-1229-0. Young G, Kusakabe M, Nakamura I. 2004. Gonadal steroidogenesis in teleost fish. Di dalam: Melamed P, Sherwood N, editor. Hormones and Their Receptors in Fish Reproduction. Singapore: World Scientific Pubishing hlm. 155-223. Yousefian M et al. 2010. Serum biochemical parameter of male and female rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) cultured in Haraz River, Iran. World Journal of Fish and Marine Sciences 2: 513-518. 70 71 PEMBAHASAN UMUM Tor soro merupakan ikan ekonomis penting. Berdasarkan pertimbangan pengembangan budidaya ikan di Indonesia, Tor soro dapat dijadikan salah satu kandidat andalan untuk pengayaan komoditas ikan yang ada. Untuk itu, dukungan terhadap keberlangsungan produksi ikan ini secara kontinu dan berkelanjutan sangat dibutuhkan. Berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam pengembangan Tor soro, penelitian ini berupaya mencari terobosan melalui aplikasi hormon untuk memacu proses dan keberlangsungan reproduksi ikan tersebut sepanjang tahun. Adapun parameter-parameter pendukung yang dapat digunakan sebagai gambaran kondisi reproduksi ikan tersebut ialah konsentrasi steroid (estradiol-17β), protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida dalam plasma darah. Ikan Tor soro diketahui memiliki puncak perkembangan oosit pada bulan Juni dan September dan memijah pada bulan September, seperti yang ditunjukkan dari hasil penelitian tahap pertama. Kemampuan ikan Tor soro memijah di luar musim pemijahan dapat menjadikan bukti keberhasilan penggunaan induksi PMSG dan estradiol-17β pada induk ikan Tor soro muda. Keberhasilan induksi hormon eksogen ini didukung dengan hasil penelitian tahap kedua yang menunjukkan perkembangan gonad lebih cepat dengan didapatkannya oosit dalam waktu dua bulan setelah penyuntikan. Hal ini menunjukkan adanya kerja hormon eksogen tersebut pada sel-sel folikel ikan betina muda. Nagahama et al. (1995) menyatakan bahwa perkembangan oosit dari pravitelogenesis ke vitelogenesis terjadi karena peningkatan produksi estradiol-17β. Selanjutnya, estradiol-17β kemudian masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati untuk mensintesis dan mensekresikan vitelogenin ke dalam peredaran darah. Vitelogenin tersebut akan terdesposisikan ke dalam oosit dengan cara endositosis spesifik protein. Adanya induksi PMSG dengan dosis yang tepat juga memacu pematangan oosit sehingga diperoleh induk ikan yang memijah lebih cepat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ikan yang memijah hampir setiap bulan sejak Mei hingga November. Kemampuan perkembangan dan pematangan oosit ini diduga adanya 72 kerja dari hormon FSH dan LH yang terdapat dalam PMSG. Hafez et al. (2000) menyatakan bahwa PMSG mempunyai sifat aktivitas biologis ganda yaitu berefek FSH dan LH. Ditambahkan oleh Nagahama et al. (1995) yang mengemukakan bahwa pada tahap pematangan oosit, LH merangsang sel teka memproduksi 17α-hidroksiprogesteron. Adanya kerja enzim 20β-hidroksisteroid dehidrogenase (20β-HSD) pada sel granulosa menyebabkan terjadinya konversi 17α-hidroksiprogesteron menjadi 17α-20β-dihidroksiprogesteron (17α,20β-DP) yang selanjutnya berperan dalam pematangan oosit hingga terjadi ovulasi. Adapun perkembangan gonad ikan Tor soro ini dapat didukung dari deteksi parameter kimia plasma darah yang menunjukkan perubahan-perubahan konsentrasi terutama pada masa reproduksi. Berdasarkan penelitian dari tahap pertama hingga ketiga terlihat adanya dua periode perkembangan gonad. Secara alami, ikan Tor soro mengalami periode vitelogenesis pada bulan Maret hingga Juli yang ditunjukkan dengan penambahan ukuran oosit dan peningkatan parameter kimiawi darah yang diukur. Sebaliknya, periode pematangan terjadi pada bulan Agustus hingga September yang ditunjukkan dengan rendahnya konsentrasi estradiol-17β dan konsentrasi protein total, glukosa, kolesterol, dan trigliserida. Adanya induksi PMSG dan estradiol-17β terjadi percepatan periode perkembangan gonad. Periode pematangan terjadi lebih awal, yaitu bulan April hingga Mei, sedangkan periode vitelogenesis terjadi pada bulan Oktober hingga Maret. Keberhasilan induksi PMSG dan kombinasi antara PMSG + estradiol-17β pada ikan Tor soro ini dapat dijadikan dasar pemanfaatan hormon tersebut untuk meningkatkan efektivitas reproduksi ikan. Namun, upaya dalam memacu reprodusi ikan khususnya ikan Tor soro ini masih perlu ditingkatkan, baik dalam pengembangan dosis induksi hormonal maupun penilaian profil darah, mengingat beberapa ikan mengalami atresia yang dapat menurunkan keberhasilan reproduksi. Pengamatan dan analisis kesehatan sel-sel hati sebelum dan pada masa reproduksi juga perlu dilakukan. Kemampuan hati dalam memproduksi vitelogenin dan menyimpan energi sangat mempengaruhi dalam keberhasilan reproduksi ikan. 73 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Puncak kematangan gonad Tor soro terjadi pada bulan Juni dan September yang ditandai dengan ukuran diameter oosit yang mencapai maksimum. 2. Pemberian hormon PMSG mampu mempercepat pembentukan oosit pada ikan Tor soro muda dari sembilan bulan menjadi dua bulan. 3. Perubahan konsentrasi kimiawi plasma darah menunjukkan adanya perbedaan kondisi reproduksi ikan Tor soro, yaitu profil darah saat vitelogenesis ditandai dengan peningkatan konsentrasi estradiol-17β, protein, glukosa, kolesterol dan trigliserida. Sebaliknya, pada saat maturasi ditandai dengan rendahnya konsentrasi estradiol-17β, protein, glukosa, kolesterol, dan trigliserida. Upaya pengembangan SARAN teknologi hormonal dalam mempercepat perkembangan gonad ikan Tor soro dengan menggunakan induksi PMSG dapat dilakukan setelah pemijahan yaitu antara bulan Oktober dan Desember. Waktu penyuntikan ini disarankan agar diperoleh induk matang gonad di luar musim pemijahan alami. 74 75 DAFTAR PUSTAKA Allen WR, Moor RM. 1972. The Origin of the equine endometrial cups. Part I Production of PMSG by fetal trophoblast cells. Journal of Reproduction and Fertility 29: 313-316. Barannikova IA, Bayunova LV, Semenkova TB. 2004. Serum levels of testoterone, 11-ketotestoterone and oestradiol-17β in three species of sturgeon during gonadal development and final maturation induced by hormonal treatment. Journal of Fish Biology 64: 1330-1338. Barrero M, Small BC, D’Abramo LR, Hanson LA, Kelly AM. 2007. Comparison of estradiol, testoterone, vitellogenin and cathepsin profiles among young adult channel catfish (Ictalurus punctatus) females from four selectively bred strains. Aquaculture 264: 390-397. Basuki F. 1990. Pengaruh kombinasi hormon PMSG dan HCG terhadap ovulasi Clarias gariepinus (Burchell). Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bayir A, Sirkecioğlu AN, Polat H, Aras NM. 2007. Biochemical profile of blood serum of siraz Capoeta capoeta umbla. Comparative Clinical Pathology 16: 119-126. Berg H, Modig C, Olsson PE. 2004. 17beta-estradiol induced vitellogenesis is inhibited by cortisol at the post-transcriptional level in Arctic char (Salvelinus alpinus). Reproductive Biology and Endocrinology 2: 1-10. Bobe J, Labbé C. 2010. Egg and sperm quality in fish. General and Comparative Endocrinology 165: 535-548. Bromley PJ, Ravier C, Witthames PR. 2000. The influence of feeding regime on sexual maturation, fecundity and atresia in first-time spawning turbot. Journal of Fish Biology, 56: 264-278. Brooks S, Tyler CR, Sumpter JP. 1997. Egg quality in fish: what makes a good egg?. Fish Biology and Fisheries 7: 387-416. Çakici Ö, Üçüncü SI. 2007. Oocyte development in the zebrafish, Danio rerio (Teleostei: Cyprinidae). Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 24: 137141. Campos-Mendoza A, McAndrew BJ, Coward K, Bromage N. 2004. Reproductive response of Nila tilapia (Oreochromis nilaticus) to photoperiodic manipulation: effects on spawning periodicity, fecundity and egg size. Aquaculture, 231: 299314. 76 Carnevali O, Carletta R, Cambi A, Vita A, Bromage N. 1999. Yolk formation and degradation during oocyte maturation in seabream Sparus aurata: involvement of two lysosomal proteinase. Biology of Reproduction 60: 140-146. Cheng AC, Chen CY, Liou CH, Chang CF. 2006. Effects of dietary protein and lipids on blood parameters and superoxide anion production in the grouper, Epinephelus coioides (Serranidae: Epinephelinae). Zoological Sudies 45: 492502. Dahbade VF, Pathan TS, Shinde SE, Bhandare RY, Sonawane DL. 2009. Seasonal variations of protein in the ovary of fish Channa gachua. Recent Research in Science and Technology, 2: 78-80. De Silva SS, Ingram B, Sungan S, Tinggi D, Gooley G, Sim SY. 2004. Artificial propagation of the indigenous Tor spesies, empurau (T. tambroides) and semah (T. douronensis), Sarawak, East Malaysia. Research and farming techniques Vol IX No. 4. Ding JL. 2005. Vitellogenesis and vitellogenin uptake into oocytes. Di dalam: Melamed P, Sherwood N, editor. Molecular aspect of fish and marine biology: Hormones and their receptors in fish reproduction Vol. 4. USA: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. hlm 254-276. Djojosoebagjo, S. 1996. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Jakarta: UI-Press. Dott HM, Hay MF, Cran DG, Moor RM. 1979. Effect of exogenous gonadotrophin (PMSG) on the antral follicle population in the sheep. Journal of Reproduction and Fertility 56: 683 - 689. Erdoğan O, Haliloğlu HI, Çiltaş A. 2002. Annual cycle of serum gonadal steroids and serum lipids in Capoeta capoeta umbla, Gűldenstaedt, 1772 (Pisces: Cyprinidae). Turkish Journal of Veterinary and Animal Science 26:1093-1096. Fukada H, Fujiwara Y, Takahashi T, Hiramatsu N, Sullivan CV, Hara A. 2003. Carp (Cyprinus carpio) vitellogenin: purification and development of a simultaneous chemiluminescent immunoassay. Comparative Biochemistry and Physiology Part A: Molecular and Integrative Physiology. 134: 615-623. Glasser F, Mikolajczyk T, Jalabert B, Baroiller JF, Breton F. 2004. Temperature effects along the reproductive axis during spawning induction of grass carp (Ctenopharyngodon idella). General and Comparative Endocrinology, 136: 171-179. Gosalvez LS, Alvarino JMR, Diaz P, Tor M. 1994. Influence of age, stimulation by PMSG or flushing on the ovarian respone to LHRHa in young rabbit females. World Rabbit Science 2 (2): 41-45. 77 Gurung TB, Rai AK, Joshi PL, Nepal A, Baidya A, Bista J, Basnet SR. 2002. Breeding of pond rearing golden mahseer (Tor putitora) in Pokhara, Nepal. In: Cold water fisheries in the trane-Himalayan countries. Petr T, Swar DB (Eds). FAO Fisheries Technical Paper No 431 Roma. Habibi HR, Andreu-Vieyra CV. 2007. Hormonal regulation of follicular atresia in teleost fish. Di dalam: Babin PJ, Cerdà J, Lubzens E, editor. The Fish Oocyte: From Basic Studies to Biotechnological Applications. Netherland: Springer hlm 235-253. Hachero-Cruzado I, Garcia-López Á, Herrera M, Vargas-Chacoll L, MartinezRodriguez G, Mancera JM, Navas JI. 2007. Reproductive performance and seasonal plasma sex steroid and metabolite levels in a captive wild broodstock of brill Scophthalmus rhombus L. Aquaculture Research 38: 1161-1174. Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Hormones, growth factors, and reproduction. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in farm animals. Ed ke-7. USA: Lippincott Williams & Wilkins hlm. 33-54. Hara A, Hirano K, Shimizu M, Fukada H, Fujita T, Ito F, Takada H, Nakamura M, Iguchi T. 2007. Carp (Cyprinus carpio) vitellogenin: characterization of yolk proteins, development of immunoassay and use as biomarker of exposure to environmental estrogens. Environmental Science. 14: 95-108. Hardjamulia, Suhenda N, Wahyudi E. 1995. Perkembangan oosit dan ovari ikan semah (Tor douronensis) di sungai Selabung, danau Ranau, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 1: 36-46. Haryono, Subagja J. 2008. Populasi dan Habitat Ikan Tambra, Tor tambroides (Bleeker, 1854) di Perairan Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Biodiversitas 9: 306-309. Haryono, Tjakrawidjaja AH. 2009. Bioekologi ikan tambra sebagai dasar dalam proses domestikasi dan reproduksinya. Di dalam: Haryono, Rahardjo MF, editor. Domestikasi keanekaragaman hayati Indonesia: Proses domestikasi dan reproduksi ikan tambra yang telah langka menuju budidaya. Jakarta: LIPI Pres. hlm 17-36. Hiramatsu N, Matsubara T, Weber GM, Sullivan CV, Hara A. 2002. Vitellogenesis in aquatic animals. Fisheries Science. 68: 694-699. Ingram B, Sungan S, Gooley G, Sim SY, Tinggi D, De Silva SS. 2007. Breeding performance of Malaysian mahseer, Tor tambroides and T. douronensis broodfish in captivity. Aquaculture Research 38: 809-818. Ismail MFS, Siraj SS, Daud SK, Harmin SA. 2011. Association of annual hormon profile with gonad maturity of mahseer (Tor tambroides) ini captivity. General and Comparative Endocrinology,170: 125-130. 78 Johnson LL, Casillas E, Myers MS, Rhodes LD, Olson OP. 1991. Pattern of oocyte development and related changes in plasma 17-β estradiol, vitellogenin, and plasma chemistry in English sole Parophyrus vetulus Girard. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 152: 161-185. Kandemir S, Polat N. 2007 Seasonal variation of total lipid and total fatty acid in muscle and liver of rainbow trout (Onchorhynchus mykiss W., 1972) reared in Derbent Dam lake. Turkish Journal of Fisheries and aquatic Sciences 7:27-31. Kocaman EM, Yanik T, Erdoğan O, Çiltaş AK. 2005. Alteration in cholesterol, glucosa and triglyceride levels in reproduction of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Journal of Animal and Veterinary Advances 4: 801-804. Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Ed ke-2. Germany: Appl. Wemding. 467 hlm. Kopp R, Mareš J, Lang Š, Brabec T, Ziková A. 2011. Assessment of ranges plasma indices in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) reared under conditions of intensive aquaculture. Akta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis 59: 181-187. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoadmojo S. 1993. Ikan air tawar Indonesia bagian barat dan Sulawesi (Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi). Periplus Edition Ltd. Jakarta. 293 hlm. Kristanto AH, Asih S, Winarlin. 2007. Karakterisasi reproduksi dan morfometrik ikan batak dari dua lokasi Sumatera Utara dan Jawa Barat. Jurnal Riset Akuakultur 2: 59-65. Lance VA, Place AR, Grumbles JS, Rostal DC. 2002. Variation in plasma lipids during the reproductive cycle of male and female desert tortoies, Gopherus agassizii. Journal of Experimental Zoology 293: 702-711. Lee WK & Young SW. 2002. Relationship between ovarian development and serum levels of gonadal steroid hormones, and induction of oocyte maturation and ovulation in the cultured female Korean spotted sea bass Lateolabrax moculatus (Jeom-nong-eo). Aquaculture, 207: 169-183. Lubzens E, Young G, Bobe J, Cerdá J. 2010. Oogenesis in teleosts: How fish eggs are formed. General and Comparative Endocrnology, 165: 367-389. Matsubara T, Sawano K. 1995. Proteolytic cleavage of vitellogenin and yolk protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder (Verasper moseri). Journal of Experimental Zoology 272: 34-45. 79 Matsuda Y, Ito Y, Hashimoto H, Yokoi H, Suzuki T. 2011. Detection of vitellogenin incorporation into zebrafish oocytes by FITC fluorescence. Reproductive Biology and Endocrinology 9: 45. Matty AJ. 1985. Fish Endocrinology. Timber Press. Portland, USA. 267 hlm. Miranda ACL, Bazzoli N, Rizzo E, Sato Y. 1999. Ovarian follicular atresia in two teleost species: a histologycal and ultrastructural study. Tissue Cell, 31: 480488. Mukhopadhyay T, Ghosh S. 2007. Lipid profile and fatty acid composition of two silurid fish eggs. Journal of Oleo Science 56 (8): 399-403. Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. Journal of Experimental Zoology 259: 53-58. Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. International Journal of Developmental Biology. 38: 217-229. Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995. Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Current Topics in Development Biology 30: 103-145. Nagahama Y, Yamashita M. 2008. Regulation of oocyte maturation in fish. Development Growth and Differentiation 50: S195-S219. Nath P, Sahu R, Kabita S, Bhattacharya D. 2007. Vitellogenesis with special emphasis on Indian fishes. Fish Physiol Biochem 33: 359-366. Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta: Graha Ilmu. 323 hlm. Patifio R, Sullivan CV. 2002. Ovarian follicle growth, maturation, and ovulation in teleost fish. Fish Physiology and Biochemistry 26: 57-70. Perea SB. 2008. Growth hormone and somatolactin function during sexual maturation of female Atlantic salmon. Dissertation. Göteborg University, Sweden. 79 hlm. Phartyal R, Singh LB, Goswani SV, Sehgal N. 2005. In vitro induction of vitellogenin by estradiol 17β in isolated hepatocytes of catfish, Clarias gariepinus. Fish Physiol Biochem 31: 241-245. Řehulka J, Minařik B. 2011. Cholesterolaemia and triacylglycerolaemia in farmed rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture Research, 1-9. DOI: 10.1111/j.1365-2109.2011.02971.x. 80 Rinchard J, Kestemont P, Kühn ER, Fostier A. 1993. Seasonal changes in plasma levels of steroid hormones in an asynchronous fish the gudgeon Gabio gabio L. (Teleostei, Cyprinidae). General and Comparative Endocrinology, 92: 168178. Santos HB, Sato, Moro LY, Bazzoli N, Rizzo E. 2008. Relationship among follicular apoptosis, integria beta 1 and collagen type IV during early ovarian regression in the teleost Prochilodus argenteus after induced spawning. Cell Tissue Research, 332: 159-170. Saxena A. 2002, Biochemical changes in blood of Channa spp. Indian Journal of Animal Research 36: 22-26. Schulz RW, de França Luiz R, Jean-Jacques L, Florence L, Chiarini-Garcia H, Noberga RH, Miura T. 2010. Spermatogenesis in fish. General and Comparative Endocrinology, 165: 390-411. Shankar DS, Kulkarni RS. 2007. Tissue cholesterol and serum cortisol level during different reproductive phases of female freshwater fish Notopterus notopterus (Pallas), Journal of Environmental Biology, 28: 137-139. Shi X, Zhang S, Sun Y, Pang Q, Sawant MS. 2004. Purification, characterization and antigenic species-specific reactivity of vitellogenin of rosy barb (Puntius conchonius Hamilton). Indian Journal of Biochemistry & Biophysics 41: 216220. Soengas JL, Barciela P, Aldegunde M. 1995. Variation in carbohydrate marabolism during gonad maturation in female turbot (Scophthalmus maximus). Marine Biology 123: 11-18. Subagja J, Gustiano R. 2006. Pengaruh implantasi HCG pada perkembangan telur, pematangan akhir gonad, dan pemijahan ikan Tor soro. Jurnal Riset Akuakultur 1: 219-225. Sun B, Pankhurst NW. 2004. Patterns of oocyte growth, vitellogenin and gonadal steroid concentrations in greenback flounder. Journal of Fish Biology 64: 1399-1412. Suwetja. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Jakarta: Media Prima Aksara. Svoboda M, Kouril, Hamácková J, Kalab P, Savina L, Svobodová Z, Vykusová B. 2001. Biochemical profile of blood plasma of tench (Tinca tinca L.) during pre- and postspawning period. Acta Veterinaria. Brno 70: 259-268. Tyler CR, Pottinger TG, Santos E, Sumpter JP, Price SA, Brook S, Nagler JJ. 1996. Mechanisms controlling egg size and number in the rainbow trout, Oncorhyinchus mykiss. Biology Reproduction, 54: 8-15. 81 Üçüncü Sİ, Çakici O. 2009. Atresia and apoptosis in preovulatory follicles in the ovary of Danio rerio (Zebrafish). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Science, 9: 215-221. Unal G, Karakisi H, Mahmut ELP. 2006. Levels of some ovarian hormones in the pre- and post spawning periods of Chalcaburnus tarichi Pallas 1811, and the postovulatory structure of follicles. Turkish Journal of Animal Science, 30: 427-434. Van Bohemen CG, Lambert JGD, Goos HJT, Van Oordt PGWJ. 1982. Estrone and estradiol participation during exogenous vitellogenesis in the female rainbow trout, Salmo gairdneri. General and Comparative Endocrinology 46: 81-92. Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Molecular mechanisms of the initiation of oocyte maturation: general and species-species aspects. Cell Cycle Research 4: 115-129. Yaron Z, Sivan B. 2006. Reproduction. Di dalam: Evans DH, Claiborne JB, editor. The Physiology of Fishes. Ed ke-3. Taylor & Francis Group. New York. hlm 343-386. Yeganeh S. 2011. Seasonal changes of blood serum biochemistry in relation to sexual maturation of female common carp (Cyprinus carpio). Comparative Clinical Pathology 1-5. DOI 10.1007/s00580-011-1229-0. Young G, Kusakabe M, Nakamura I. 2004. Gonadal steroidogenesis in teleost fish. Di dalam: Melamed P, Sherwood N, editor. Hormones and their receptors in fish reproduction. Singapore: World Scientific Pubishing hlm. 155-223. Yousefian M, Amiri MS, Hedayatifard M, Dehpour AA, Fazli H, Ghiaci M, Farabi SV, Najafpour SH. 2010. Serum biochemical parameter of male and female rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) cultured in Haraz River, Iran. World Journal of Fish and Marine Sciences 2: 513-518. Zairin Jr M. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan Indonesia. Orasi ilmiah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 82 83 Lampiran 1 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan protein total plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan SK DB JK KT F P Regresi 1 0.3268 0.326780 0.50 0.485 Galat 34 22.3049 0.656028 Total 35 22.6317 Lampiran 2 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan glukosa plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan SK DB JK KT F P Regresi 1 0.0046484 0.0046484 5.73 0.022 Galat 34 0.0275645 0.0008107 Total 35 0.0322129 Lampiran 3 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan kolesterol plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan SK DB JK KT F P Regresi 1 0.000170 0.0001703 0.05 0.822 Galat 34 0.112654 0.0033134 Total 35 0.112825 Lampiran 4 Analisis ragam hubungan antara konsentrasi estradiol-17β dan trigliserida plasma pada ikan Tor soro di kolam pemeliharaan SK DB JK KT F P Regresi 1 0.004706 0.0047064 0.35 0.560 Galat 34 0.462708 0.0136091 Total 35 0.467415 84 Lampiran 5 Rata-rata konsentrasi estradiol-17β (ng/mL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan BULA T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T 10 T 11 T 12 N Januari 0,128±0,0540 0,082±0,0318 0,202±0,0848 0,145±0,0888 0,460±0,0519 bcd d bcd bcd a Februari 0,044±0,0216 0,152±0,0378 0,267±0,1044 0,082±0,0309 0,097±0,0728 0,255±0,0565 0,203±0,0991 0,119±0,0073 d bc abc d cd a bcd cd 0,355±0,223 ab 0,172±0,204 bcd 0,112±0,0140 0,075±0,0455 0,256±0,0901 cd d b 147,3±44,48 bcd 86,3±40,57 d 0,243±0,113 bc 0,040±0,0145 d 293,8±122,40 ab 125,0±70,21 bcd Maret 0,151±0,0123 b April 0,111±0,0714 0,464±0,1442 0,145±0,0384 0,456±0,1705 b a b a Mei 0,046±0,0309 0,081±0,0267 0,058±0,0358 0,139±0,0856 0,120±0,1100 0,046±0,0283 0,034±0,0190 0,068±0,0357 0,064±0,0396 0,056±0,02663 0,027±0,0138 0,077±0,0013 a a a a a a a a a a a a Juni 0,025±0,0141 0,098±0,0698 0,032±0,0093 0,118±0,0898 0,238±0,1761 0,016±0,0038 0,036±0,0155 0,310±0,2850 0,071±0,0396 0,077±0,0294 0,031±0,0104 0,068±0,0089 a a a a a a a a a a a a Juli 0,026±0,0084 0,062±0,0543 0,197±0,0946 0,118±0,0503 0,121±0,0700 0,103±0,0661 0,058±0,0205 0,060±0,0144 0,075±0,0451 0,053±0,0322 0,062±0,0484 0,065±0,0293 a abc c c c c b b abc abc bc bc Agustus 0,129±0,0582 0,210±0,1453 0,224±0,1364 0,224±0,1675 0,115±0,0406 0,195±0,0928 0,164±0,1208 0,236±0,1590 0,080±0,0264 0,251±0,1415 0,225±0,1615 0,123±0,0761 a a a a a a a a a a a a September 0,100±0,0038 0,265±0,0963 0,035±0,0137 0,273±0,1723 0,086±0,0362 0,168±0,1093 0,096±0,0250 0,232±0,1199 0,095±0,0350 0,250±0,0452 0,058±0,0353 0,127±0,0545 a a a a a a a a a a a a Oktober 0,438±0,234 a 0,172±0,117 bcd 0,333±0,0718 0,177±0,0994 0,240±0,0525 0,191±0,1817 0,061±0,0047 0,315±0,3019 0,292±0,0629 0,215±0,1780 0,147±0,0584 ab ab ab ab c ab ab ab ab 0,082±0,005 c 0,154±0,0223 0,126±0,0813 0,071±0,0518 0,262±0,1563 0,115±0,0616 0,143±0,0504 0,057±0,0345 b b b ab b b b 0,159±0,0516 0,022±0,0182 0,310±0,2314 0,140±0,1176 0,090±0,0558 0,088±0,0473 0,081±0,0138 0,275±0,0343 0,082±0,0162 0,264±0,0419 abc c ab abc bc bc bc a bc a 0,1560,0750 abc 0,137±0,0986 abc November 0,171±0,0911 0,208±0,1805 0,208±0,1078 0,125±0,0181 0,121±0,0313 0,026±0,0023 0,037±0,0170 0,185±0,0265 0,156±0,0774 0,111±0,0796 0,135±0,0706 0,136±0,0610 a a a a a b a a a a a a Desember 0,231±0,0986 0,233±0,1414 0,186±0,0324 0,104±0,0176 0,170±0,0398 0,108±0,0586 0,218±0,0860 0,162±0,0578 0,227±0,0416 0,180±0,1108 0,322±0,0398 0,091±0,0386 a a a a a a a a a a a a Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi estradiol-17β antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2. 85 Lampiran 6 Rata-rata konsentrasi protein (g/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan BULAN T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T 10 T 11 T 12 Januari 5,2±0,22 a 4,5±0,65 a 4,8±0,63 a 4,0±1,51 a 5,0±1,20 a 4,8±0,62 a 5,1±1,30 a 5,1±0,91 a 5,3±0,70 a 4,6±1,03 a 6,2±0,27 a 4,5±0,43 a Februari 5,1±0,550 a 4,9±1,98 a 4,1±1,03 a 4,8±108 a 4,6±1,75 a 4,9±0,00 a 4,5±0,44 a 5,0±0,46 a 5,2±0,97 a 5,1±0,44 a 5,6±0,75 a 5,7±0,85 a Maret 4,5±0,84 abcd 4,2±0,74 cd 4,5± 0,84 abcd 3,6 ± 0,76 d 4,5±0,40 bcd 4,5±0,46 d 4,5±1,05 bcd 5,5±0,47 ab 5,7±0,16 a 5,2±065 abc 5,6±0,40 ab 4,5±0,01 bcd April 4,8±0,97 a 4,1±1,56 a 5,6±0,08 a 3,5±0,39 a 5,0±1,38 a 4,7±0,14 a 5,4±0,51 a 4,7±0,52 a 4,7±0,21 a 4,5±0,59 a 5,6±0,10 a 3,9±0,02 a Mei 4,4±1,39 a 3,7±1,00 a 4,0±0,31 a 4,7±1,00 a 5,2±0,87 a 4,2±0,10 a 4,8±0,49 a 4,8±0,31 a 5,7±0,93 a 5,0±0,87 a 5,4±0,97 a 4,6±1,11 a Juni 4,0±0,50 a 5,3±0,05 a 4,1±0,52 a 5,0±0,94 a 5,1±0,76 a 3,9±0,02 a 4,5±0,21 a 4,3±0,97 a 5,6±1,21 a 5,0±0,87 a 3,4±2,88 a 5,0±0,28 a Juli 3,3±1,21 a 4,2±0,82 a 4,7±0,60 a 5,9±0,60 a 5,3±0,48 a 4,4±0,23 a 4,5±0,14 a 4,3±1,30 a 5,7±0,95 a 4,5±0,91 a 2,9±2,46 a 4,1±0,37 a Agustus 4,9±0,66 a 4,0±0,68 a 5,0±0,11 a 4,7±0,10 a 5,7±0,17 a 4,6±0,75 a 3,8±0,38 a 5,0±0,29 a 4,0±0,67 a 3,7±0,48 a 4,9±0,17 a 4,4±1,30 a September 5,0±0,14 a 4,7±0,21 a 5,3±0,13 a 4,1±0,20 a 5,0±0,08 a 5,1±0,15 a 5,3±0,21 a 5,2±0,77 a 4,3±0,09 a 4,2±0,45 a 4,2±0,24 a 5,34±0,85 a Oktober 5,4±0,72 a 3,5±0,20 a 5,3±0,39 a 4,4±0,04 a 5,5±0,42 a 5,4±0,37 a 3,7±0,01 a 5,3±0,61 a 4,1±0,17 a 4,1±0,35 a 4,3±0,38 a 4,9±0,27 a November 4,0±0,10 a 5,0±0,98 a 5,5±0,30 a 5,3±1,63 a 5,6±0,23 a 5,1±0,55 a 3,4±0,06 a 5,6±0,39 a 4,9±059 a 4,7±0,21 a 5,1±0,46 a 5,2±0,57 a Desember 3,6±038 a 5,0±0,14 a 5,0±0,12 a 4,1±0,31 a 5,3±0,62 a 5,4±0,05 a 5,9±1,91 a 5,1±0,03 a 4,7±0,71 a 4,1±0,87 a 3,6±1,01 a 4,5±1,05 a Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi protein total antarperlakuan . T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2. 86 Lampiran 7 Rata-rata konsentrasi glukosa (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan BULAN T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T 10 T 11 T 12 Januari 58,7±24,34 b 110,8±4,38 a 124,5±8,86 a 92,8±27,30 a 107,5±2,93 a 100,2±23,77 a 113,3±19,77 a 102,4±15,26 a 108,5±40,52 a 102,3±4,11 a 74,2±18,71 ab 114,7±13,49 a Februari 52,1±22,50 a 58,1±7,88 a 87,7±12,33 a 79,6±18,1 1 a 85,9 ±20,20 a 89,0±4,30 a 80,9 ±0,02 a 65,3±24,93 a 75,2±34,72 a 75,7±29,89 a 69,6±33,21 a 77,5±61,65 a Maret 69,4±18,45 a 75,2±19,01 a 93,3±8,63 a 60,0 ±7,34 a 85,321,10 a 73,1±0,24 a 87,7±11,88 a 66,4±4,98 a 80,9±23,67 a 49,4±14,25 a 85,9±43,09 a 51,0±0,05 a April 74,7±32,13 a 76,3±18,82 a 55,8±17,67 a 71,9 ±24,03 a 73,56 ±21,34 a 67,6±27,70 a 63,6±7,81 a 76,5±15,87 a 89,9±9,58 a 75,0±13,35 a 89,3±9,34 a 59,0±16,34 a Mei 83,5±4,23 a 72,0±4,49 a 114,6±0,30 a 64,4±20,90 a 86,0±12,31 a 83,4±20,85 a 87,2±9,98 a 87,6±7,99 a 92,8±23,89 a 92,1±26,38 a 92,5±39,33 a 108,1±3,49 a Juni 103,2±31,27 ab 79,7±1,09 bc 94,4±6,52 b 57,3±23,30 c 88,3±23,84 bc 77,4±7,04 bc 84,7±21,86 bc 94,0±10,40 b 86,5±4,98 bc 81,5±20,24 bc 107,2±5,86 ab 134,4±24,65 a Juli 100,6±42,23 a 100,4±13,49 a 82,8±13,76 a 73,4 ±21,05 a 73,9±14,09 a 95,8±22,40 a 96,7±2,79 a 82,9±16,92 a 87,8±21,11 a 80,0±41,23 a 103,1±22,46 a 121,8±10,15 a Agustus 64,8±22,85 a 84,8±14,06 a 96,0±20,92 a 93,6±29,4 3 a 94,0±42,84 a 63,9±26,70 a 79,2±40,60 a 112,0±0,44 a 92,0±24,19 a 108,2±1,99 a 80,1±18,73 a 94,7±0,86 a September 66,6±4,65 c 79,6±15,22 bc 106,4±9,07 a 69,9 ±14,60 c 39,8 ±16,81 d 67,9±5,97 c 94,1±24,57 ab 68,4±6,45 c 89,4±11,50 abc 42,9±2,66 d 65,3±17,42 c 66,8±3,10 c Oktober 70,8±6,95 a 95,3±22,38 a 106,6±5,53 a 113,9 ±16,59 a 87,3 ±25,77 a 90,7±21,17 a 107,7±26,58 a 83,3±12,20 a 56,6±0,02 a 113,7±15,03 a 92,3±21,73 a 99,1±47,81 a November 99,6±11,95 a 81,9± 1,87 a 78,3±23,43 a 77,7 ±7,82 a 110,8±2,56 a 77,0±5,37 a 98,2±29,43 a 93,8±17,41 a 97,8±1,77 a 55,3±16,95 a 94,4±12,53 a 105,9±24,97 a Desember 50,4±2,21 d 60,3±8,03 dc 66,1±14,98 dc 76,8±13,50 bc 126,5 ±35,84 a 63,7±5,79 dc 104,2±6,86 ab 77,6±6,80 bc 63,7±7,83 dc 73,6±20,19 dc 64,5±13,08 dc 77,7±24,94 bc Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi glukosa antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2. 87 Lampiran 8 Rata-rata konsentrasi kolesterol (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan BULAN T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T 10 T 11 T 12 Januari 178,6±31,63 a 215,2±37,89 a 213,1±19,10 a 174,9±40,67 a 210,6±8,76 a 185,1±20,5 1 a 258,7±128,05 a 181,9±23,73 a 159,0±24,00 a 174,1±11,81 a 193,3±39,45 a 164,3±32,66 a Februari 185,2±19,95 a 207,6±42,34 a 203,0±38,19 a 193,4±38,29 a 174,5±78,75 a 201,0±13,07 a 204,6±7,46 a 141,6±50,33 a 166,2±7,46 a 172,0±26,63 a 170,0±38,34 a 226,5±126,96 a Maret 149,0±30,00 a 215,2±53,45 a 178,2±37,7 a 169,0±26,93 a 191,8±14,07 a 189,8±7,19 a 169,3±36,14 a 161,0±16,77 a 185,5±5,50 a 172,0±1,00 a 159,0±11,12 a 130,4±0,02 a April 169,4±41,16 b 150,5±49,63 b 202,5±40,70 ab 141,7±15,43 b 161,9±34,97 b 196,6±6,40 ab 213,0±13,00 ab 166,5±14,64 b 135,9±46,98 b 179,1±26,47 ab 148,0±11,00 b 301,9±158,35 a Mei 149,5±25,95 a 163,3±69,10 a 155,5±30,45 a 212,9±56,57 a 181,0±15,65 a 160,1±24,35 a 167,4±13,22 a 201,6±10,14 a 213,9±14,83 a 186,7±27,52 a 165,9±13,12 a 246,2±10,05 a Juni 168,5±17,74 dc 206,0±0,00 abcd 160,9±39,68 d 232,0±70,00 ab 196,6±22,43 bcd 161,3±10,55 d 171,2±4,53 bcd 179,7±41,00 bcd 228,0±18,00 abc 205,1±43.24 abcd 183,1±29,10 bcd 264,3±9,05 a Juli 151,7±13,03 a 152,7±38,00 a 194,3±53,04 a 224,3±69,61 a 210,9±68,15 a 174,4±6,53 a 204,5±23,50 a 154,9±35,82 a 183,3±23,46 a 211,9±50,65 a 162,7±25,11 a 201,0±42,23 a Agustus 196,1 ± 0,00 a 186,9±4868 a 216,2±37,22 a 202,0±30,39 a 245,2±31,44 a 142,4±45,98 a 179,1±9,67 a 151,1±75,54 a 148,7±19,74 a 148,5±15,20 a 212,3±7,35 a 169,6±10,75 a September 241,7±44,61 a 195,1±35,23 a 206,1±5,14 a 229,7±102,73 a 183,7±23,83 a 198,1±51,20 a 174,5±18,63 a 207,8±48,22 a 168,6±37,26 a 191,2±32,50 a 222,1±13,23 a 180,8±2477 a Oktober 251,0±32,35 a 225,5±40,98 a 234,3±16,86 a 191,2±30,39 a 207,2±42,11 a 203,7±55,90 a 181,4±0,02 a 235,2±63,40 a 149,7±21,62 a 215,4±40,62 a 195,8± 24,65 a 214,6±19,07 a November 153,3±107,85 a 186,6±52,11 a 221,2±23,83 a 196,1±35,66 a 224,3±33,97 a 219,3±59,76 a 178,9±5,39 a 232,5±55,66 a 160,5±38,18 a 181,7±21,60 a 191,2±7,78 a 227,4±37,12 a Desember 159,8±10,78 a 198,7±22,56 a 155,1±8,56 a 195,6±49,51 a 232,7±11,22 a 215,9±23,36 a 150,7±25,80 a 191,3±19,21 a 256,9±89,02 a 207,2±64,72 a 205,6±31,27 a 164,8±87,35 a Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi kolesterol antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2. 88 Lampiran 9 Rata-rata konsentrasi trigliserida (mg/dL) plasma darah ikan Tor soro betina yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β pada tiap perlakuan BULAN T1 T2 T3 T4 T5 T6 Januari 217,7±32,00 a 251,5±79,27 a 310,8±73,12 a 208,9±80,76 a 287,4±56,23 a 205,0±27,04 a Februari 207,0±26,72 a 271,6±100,44 a 264,5±21,51 a 244, 7±56,48 a 236,3±46,88 a Maret 215,3±47,16 dc 302,9±79,08 abc 258,8±11,19 bcd 267,6±28,58 abcd April 273,0±106,35 a 287,6±76,07 a 326,9±75,25 a Mei 244,4±58,20 a 273,4±67,07 a Juni 263,4±62,28 abc Juli T7 T8 T9 T 10 T 11 T 12 385,5±190,74 255,9±28,91 a a 211,4±20,45 a 194,4±87,84 a 286,4±47,29 a 200,5±45,70 a 185,7±0,00 a 316,1±23,18 a 238,2±4,84 a 298,6±47,93 a 220,2±56,78 261,6±49,72 a 360,2±158,74 a 274,8±57,12 abcd 265,1±23,12 abcd 264,6±62,76 abcd 274,6±18,54 abcd 352,6±45,74 a 223,6±15,63 dc 319,0±81,40 ab 186,0±0,01 d 237,6±51,17 a 305,5±35,51 a 272,0±19,36 a 372,2±23,30 a 257,7±85,16 282,4±155,03 289,1±58,95 a a a 254,0±9,66 a 435,5±129,92 a 281,2±47,85 a 329,5±105,98 a 295,9±55,12 a 274,6±41,59 a 252,2±25,45 a 232,6±32,28 357,6±100,28 273,5±45,65 a a a 263,5±32,61 a 357,5±43,55 a 280,1±39,21 ab 314,7±75,82 ab 269,3±17,05 abc 289,6±42,10 ab 187,1±3,23 c 238,6±19,73 bc 264,0±74,73 abc 296,6±48,86 ab 260,4±29,20 abc 262,8±47,55 abc 337,1±9,14 a 259,1±110,78 a 216,9±37,33 ab 337,3±49,75 a 247,4±119,39 369,5±154,91 a a 184,4±11,29 b 218,2±3,41 ab 288,9±43,58 a 348,3±32,97 a 249,5±45,77 337,2±112,18 a a 287,5±75,86 a Agustus 272,4±24,12 de 229,0±70,73 e 391,0±68,29 ab 372,4±93,53 abc 400,4±50,70 ab 211,8±39,58 e 286,7±36,46 cde 307,1±59,84 bcde 267,5±11,31 de 343,5±67,59 bcd 447,1±1,18 a 377,1±39,41 abc September 485,3±66,47 a 362,4±114,12 a 358,8±7,06 a 426,7±139,67 a 316,5±24,71 a 335,7±83,56 a 390,6±62,77 a 343,9±83,56 a 361,8±67,65 a 378,4±30,05 a 381,8±26,47 a 359,4±132,35 a Oktober 360,8±59,78 a 396,5±69,52 a 399,6±70,00 a 285,3±15,88 a 375,3±88 a 379,6±106,99 a 325,5±11,55 a 375,3±48,96 a 314,5±61,02 a 371,8±58,78 332.6±110,42 a a 318,0±45,33 a November 205,3±21,77 a 279,6±42,37 a 249,4±60,08 a 204,7±36,47 a 238,0±26,47 a 222,0±59,02 a 259,2±52,47 a 208,6±29,02 a 292,2±34,93 a 228.2±20,38 a 198,0±4,45 a Desember 278,2±19,41 a 374,5±51,18 a 229,4±12,45 ab 354,7±87,65 a 342,9±34,71 a 325,3±31,18 a 269,0±91,78 a 289,0±17,02 386,7±136,24 411,8±83,95 145,9±126,78 233,7±126,07 a a a b ab 282,0±25,89 a Keterangan: Huruf yang sama dalam tiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata konsentrasi trigliserida antarperlakuan. T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2. 89 Lampiran 10 Rata-rata bobot (g) ikan Tor soro betina selama satu tahun pemeliharaan BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T 10 T 11 T 12 491,4 ± 30,24 461,4 ± 52,73 470,0 ± 57,74 468,6 ± 40,59 485,7 ± 43,92 494,3 ± 46,50 510,0 ± 64,29 541,4 ± 59,84 580,0 ± 56,57 591,4 ± 43,75 604,3 ± 39,94 634,3 ± 34,57 502,0 ± 34,25 508,0 ± 56,53 523,0 ± 66,01 542,0 ± 74,21 550,0 ± 67,99 556,0 ± 73,82 548,0 ± 63,56 609,0 ± 69,03 632,0 ± 75,98 624,00 ± 69,79 644,0 ± 66,53 693,0 ± 80,42 501,0 ± 27,26 513,0 ± 49,90 523,0 ± 59,64 540,0 ± 69,28 546,0 ± 56,02 538,0 ± 80,39 573,0 ± 68,65 625,0 ± 70,44 647,0 ± 79,31 696,0 ± 91,07 680,0 ± 89,81 714,0 ± 97,09 506,3 ± 29,73 525,0 ± 48,40 555,0 ± 63,02 575,0 ± 74,83 590,0 ± 75,78 590,0 ± 68,66 582,5 ± 66,49 656,3 ± 79,27 696,3 ± 96,20 706,3 ± 100,13 692,5 ± 78,51 751,3 ± 92,96 517,8 ± 26,82 562,2 ± 79,81 584,4 ± 76,67 614,4 ± 69,84 611,1 ± 81,92 594,4 ± 84,43 596,7 ± 84,71 671,1 ± 99,43 695,6 ± 90,71 732,2 ± 100,35 708,9 ± 86,67 757,8 ± 103,90 502,5 ± 15,00 512,5 ± 47,87 512,5 ± 37,75 530,0 ± 28,28 532,5 ± 30,96 530,0 ± 33,67 545,0 ± 51,96 620,0 ± 49,67 627,5 ± 49,92 667,5 ± 54,39 652,5 ± 47,87 675,0 ± 61,37 501,7 ± 39,20 498,3 ± 62,74 535,0 ± 96,70 558,3 ± 102,84 551,67 ± 107,41 550,0 ± 106,58 556,7 ± 118,10 626,7 ± 101,32 686,7 ± 126,28 730,0 ± 136,67 700,0 ± 108,26 736,7 ± 109,85 507,1 ± 34,98 508,6 ± 88,96 525,7 ± 97,27 557,1 ± 101,28 568,6 ± 92,99 551,4 ± 91,18 538,6 ± 101,40 594,3 ± 100,64 622,9 ± 101,28 667,1 ± 117,86 61,4 ± 110,22 738,6 ± 114,81 495,0 ± 41,06 471, 3 ± 65,34 490,0 ± 69,69 506,3 ± 77,45 527,5 ± 76,49 523,8 ± 81,58 512,5 ± 76,49 567,5 ± 70,46 601,3 ± 88,71 652,5 ± 93,16 627,5 ± 80,84 688,8 ± 80,26 501,4 ± 21,16 498,6 ± 55,81 511,4 ± 66,94 535,7 ± 75,69 540,0 ± 80,83 550,0 ± 89,44 547,1 ± 100,12 625,7 ± 118,02 642,9 ± 121,89 670,0 ± 125,17 661,4 ± 113,64 715,7 ± 106,90 501,4 ± 32,37 518,6 ± 51,46 537,1 ± 57,07 551,4 ± 61,49 534,3 ± 56,82 527,1 ± 46,80 540,0 ± 63,51 622,9 ± 70,64 640,0 ± 75,72 654,3 ± 77,43 662,9 ± 78,47 737,1 ± 76,31 500,0 ± 28,28 470,0 ± 25,82 477,5 ± 37,75 550,0 ± 45,46 537,5 ± 49,92 537,5 ± 44,25 527,5 ± 45,00 635,0 ± 90,37 655,0 ± 91,83 695,0 ± 118,18 652,5 ± 110,87 730,0 ± 86,02 Keterangan: T1−T12 : kelompok perlakuan; T1= kontrol (tanpa pemberian hormon/plasebo); T2 = 0,4 IU PMSG; T3 = 4 IU PMSG; T4 = 40 IU PMSG; T5 = 125 µg E2; T6= 0,4 IU PMSG + 125 µg E2; T7= 4 IU PMSG + 125 µg E2; T8 = 40 IU PMSG + 125 µg E2; T9 = 250 µg E2; T10 = 0,4 IU PMSG + 250 µg E2; T11= 4 IU PMSG + 250 µg E2; T12= 40 IU PMSG + 250 µg E2. 90 Lampiran 11 Analisis ragam untuk diameter oosit awal ikan Tor soro yang diinduksi PMSG dan estradiol-17β Sumber JK DB KT F P Model Terkoreksi 0,345a 11 0,031 2,760 0,007 Intersep 31,652 1 31,652 2784,053 0,000 PMSG 0,274 3 0,091 8,020 0,000 E2 0,019 2 0,009 0,822 0,445 PMSG * E2 0,033 6 0,005 0,477 0,822 Simpangan 0,603 53 0,011 Total 35,021 65 Total Terkoreksi 0,948 64 Tabel analisis ragam kuadratik untuk faktor utama PMSG JK DB KT Regresi 0,159 2 0,079 Galat 0,789 62 0,013 Total 0,948 64 F P 6,248 0,003 91 Lampiran 12 Analisis ragam untuk telur ikan Tor soro yang diovulasikan yang diinduksi PMSG dan estradiol-17β Sumber JK DB KT F P Model Terkoreksi 7,832E6 11 711971,277 14,232 0,000 Intersep 5895700,741 1 5895700,741 117,853 0,000 PMSG 6472920,804 3 2157640,268 43,130 0,000 E2 116161,492 2 58080,746 1,161 0,329 PMSG * E2 261198,945 6 43533,157 ,870 0,530 Simpangan 1300676,167 26 50026,006 1,740E7 38 9132360,211 37 Total Total Terkoreksi Tabel analisis ragam untuk faktor utama PMSG JK DB KT F P 16,281 0,000 Regresi 4448676,028 2 2224338,014 Galat 4918281,561 36 136618,932 Total 9366957,590 38 92 Lampiran 13 Analisis ragam telur terbuahi Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β Sumber JK DB KT F P Model Terkoreksi 61169,171a 11 5560,834 57,161 0,000 Intersep 50481,647 1 50481,647 518,907 0,000 PMSG 57688,964 3 19229,655 197,664 0,000 E2 251,039 2 125,519 1,290 0,292 PMSG * E2 477,249 6 79,542 0,818 0,566 Simpangan 2529,398 26 97,285 Total 130917,178 38 Total Terkoreksi 63698,568 37 Tabel analisis ragam untuk faktor utama PMSG JK DB KT Regresi 41580,340 2 20790,170 Galat 24989,485 36 694,152 Total 66569,825 38 F P 29,950 0,000 93 Lampiran 14 Analisis ragam untuk daya tetas telurTor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β Sumber JK DB KT F P Model Terkoreksi 34763,309a 11 3160,301 43,290 0,000 Intersep 30918,922 1 30918,922 423,533 0,000 PMSG 32439,038 3 10813,013 148,119 0,000 E2 19,446 2 9,723 0,133 0,876 PMSG * E2 906,468 6 151,078 2,069 0,103 Simpangan 1460,047 20 73,002 Total 62047,251 32 Total Terkoreksi 36223,357 31 Tabel analisis ragam untuk faktor utama PMSG JK DB KT Regresi 24265,264 2 12132,632 Galat 11958,092 29 412,348 Total 36223,357 31 F P 29,423 0,000 94 Lampiran 15 Analisis korelasi antara konsentrasi estradiol-17β dan protein total, glukosa, kolesterol, trigliserida plasma ikan Tor soro yang diinduksi dengan PMSG dan estradiol-17β E2 protein glukosa kolesterol trigliserida E2 Protein Korelasi Pearson P 1 N Korelasi Pearson P N Glukosa Korelasi Pearson P N Kolesterol Korelasi Pearson P N Trigliserida Korelasi Pearson P N -0,163 -0,154 -0,004 0,021 0,341 0,368 0,982 0,905 36 36 36 36 36 -0,163 1 0,153 0,285 0,168 0,374 0,092 0,328 0,341 36 36 36 36 36 -0,154 0,153 1 0,375* 0,422* 0,368 0,374 0,024 0,010 36 36 36 36 1 0,468** 36 * -0,004 0,285 0,375 0,982 0,092 0,024 36 36 36 36 36 0,021 0,168 0,422* 0,468** 1 0,905 0,328 0,010 0,004 36 36 36 36 0,004 Keterangan: * = terdapat korelasi pada dua parameter dengan p<0,05. ** = terdapat korelasi pada dua parameter dengan p<0,01. 36