BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemampuan Kerjasama 2.1.1 Pengertian Kerjasama Menurut Nurfitriah (2006:78) bahwa kerjasama merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Adapun kerjasama yang seharusnya dimiliki oleh anak usia prasekolah, menurut Nurgraha (2005: 23) diantaranya adalah: (a) Membuat kontak sosial dengan orang diluar rumahnya, seperti mulai senang untuk bermain dengan teman-teman baru dilingkungannya dan memiliki teman disekolah; (b) Anak prasekolah sudah mulai ingin berkelompok namun belum memahami arti dari sosialisasi yang sebenarnya. Mereka baru mulai belajar menyesuaikan diri, dengan harapan dapat diterima oleh lingkungan sosialnya; (c) Hubungan dengan orang dewasa. Anak selalu ingin dekat dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru. Mereka selalu berusaha untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa; (d) Anak yang berusia 3-4 tahun mulai bermain bersama (cooperative play). Mereka tampak mulai mengobrol selama bermain, memilih teman untuk bermain, mengurangi tingkah laku bermusuhan; (e) Anak yang berusia 5 tahun diharapkan dapat memiliki beberapa kawan, mungkin satu sahabat serta dapat memuji, memberi semangat, atau menolong anak lain ; (f) Usia 5 tahun 6 bulan anak diharapkan dapat mencari kemandirian lebih banyak, seringkali puas, menikmati berhubungan dengan anak lain meski pada saat krisis muncul, menyatakan pernyataan-pernyataan positif mengenai keunikan dan keterampilan serta anak dapat berteman secara mandiri. Sedangkan menurut Lawrence dan Hurlock (dalam Nurgraha, 2005: 128- 129)bahwa karakteristik kerjasama yang diharapkan dapat dimiliki oleh seorang anak usia TK adalah sebagai berikut : a. Memiliki keterampilan bercakap-cakap/komunikasi yang baik. Komunikasi adalah pertukaran pemikiran dan perasaan.Pertukaran ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk bahasa, yaitu gerakan tubuh, ekspresi wajah, secara lisan atau lewat bahasa tulisan. Ada dua hal yang harus dipenuhi dalam komunikasi. Pertama, anak harus menggunakan bentuk bahasa yang juga mempunyai arti bagi orang yang diajak dalam berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal, misalnya berkata ‘mamam’ ibu dapat mengartikan bahwa anak lapar dan ingin makan. Kedua, anak harus mengerti bahasa yang dipergunakan orang yang berkomunikasi dengannya. b. Menjalin persahabatan dengan teman-teman sepermainannya Kita mengenal bahwa manusia adalah makhluk sosial dan kebersamaan dalam melakukan aktivitas sangat diperlukan dalam pergaulan. Tolong menolong antar sesama akan membuat seseorang merasa nyaman. Emosi seseorang akan sedikit terganggu ketika ada teman membuat masalah dan ini akan mengakibatkan aktivitas seseorang secara psikis terganggu kejernihan berpikirnya sehingga sangat mempengauhi psikisnya. Untuk mengatasi emosi psikis ini biasanya sejak anak berusia 2 tahun sedikit demi sedikit telah berkembang kemampuan mencari kegiatan yang bisa memuaskan perasaannya. Salah satunya, yaitu dengan mencariteman yang bisa diajak berbagi rasa. Ketika orang lain bisa diterima untuk memasuki kehidupannya maka orang itu akan selalu dibutuhkannya bahkan mungkin anak akan berpikir bahwa orang itu adalah bagian dari hidupnya. Anak akan merasa nyaman bila temannya ada bersamanya, begitupun sebaliknya. c. Memiliki Sense of Humor Pengembangan sense of humor bagi anak perlu diperhatikan. Anak yang memiliki rasa humor biasanya lebih disukai oleh teman-temannya. Sense of humor akan membantu anak mengambangkan kreativitas, berpikir divergen, imajinatif, menumbuhkan kepercayaan diri, memperluas pertemanan, serta terhindar dari stres. Dalam menumbuhkan sense of humor dalam diri anak pada dasarnya orang tua dan guru harus bersedia menurunkan egonya sehingga mereka dapat berempati terhadap sense of humor anak-anak serta bersedia memerankan tokoh kanakkanak atau karakter lucu yang diminta. Pengembangan sense of humor ini sangat erat kaitannya dengan cara berpikir fleksibel. Sense of humor tidak dapat berkembang bila cara berpikir seseorang serius, tegang, dan kaku. d. Berperan serta dan dapat bekerjasama dalam satu kelompok Adaptasi seorang anak tidak semudah adaptasi orang dewasa, biasanya seorang anak akan melihat situasi kegiatan yang sedang berlangsung. Bila kegiatan itu menarik hatinya maka tanpa rasa malu anak akan langsung larut pada kegiatan tersebut tanpa melihat teman atau bukan, yang penting dia bisa mengekspresikan keinginanya. Bila berupa permainan berkelompok maka anak akan merasa senang untuk berbuat dan berperan menjadi apa saja asal permainan itu dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian, guru harus peka terhadap kegiatan yang akan diberikan pada anak dan kegiatan tersebut harus memiliki daya tarik sehingga anak merasa tertarik dengan permainan tersebut dan senang bergabung serta bekerjasama dalam kelompoknya. e. Memiliki tatakrama atau berperilaku baik. Anak akan melihat dan meniru kebiasaan orang dewasa atau bahkan mungkin akan menuruti perintah orang dewasa, oleh karena itu kita harus bias memanfaatkan sifat tersebut. Sifat positif yang dimiliki orang dewasa khususnya dalam tata krama sangat membantu anak untuk berperilaku baik, sopan, dan hormat pada sesamanya. Merrel dalam Sukma (2009:51) mengemukakan tiga kemampuan yang harus dimiliki anak sebagai syarat bahwa anak tersebut memiliki kerjasama yang tinggi, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan kerjasama sosial, interaksi sosial dan kemandirian sosial. Dengan demikian dalam mengembangkan kerjasama anak diharuskan mencakup pengembangan ketiga kemampuan tersebut. Menurut Nurgraha (2005:91) bahwa tolak ukur perkembangan kerjasama anak usia TK dilihat dari usia kompetensi dan kemampuan sosial kognisi sosial, serta perilaku prososial anak mengenai nilai dan moral diantaranya adalah (a) Membina hubungan dengan teman sebaya daripada dengan orang dewasa; (b) Persahabatan menjadi lebih utama dan sedikit lebih pendek; (c) Terlibat dalam permainan sosiodramatik; (d) Mulai tertarik pada olahraga dan games; (e) Lebih mandiri ketika berkerja dan bermain (f) Bekerjasama dengan teman sebaya, guru dan orang tua; (g) Mengembangkan kemampuan bernegosiasi; (h) Meningkatkan kepekaan akan diri sendiri; (i) Cenderung menjadi kompetitif dan membanding antara dirinya dan orang lain; j) Memahami perbedaan gender. Hurlock (terjemahan Meitasari & Muslichah, 2006) mengemukakan mengenai karakteristik kerjasama anak TK yang termasuk kedalam perilaku sosial yang baik diantaranya adalah kerjasama, persaingan yang positif, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan soaial, simpati dan empati, sikap ramah, tidak mementingkan diri sendiri, meniru, serta perilaku kelekatan. Anak yang secara sosial-emosional siap untuk sekolah adalah anak yang percaya diri, ramah tamah, dan dapat mengembangkan hubungan yang baik dengan teman dan mampu mengkomunikasikan (kerja sama) dan rasa ilustasi keramahan dan kesenangan secara tepat serta mampu mendekatkan instruksi dan memberi perhatian terhadap tugas. Sebagai guru atau pendidik sedapat mungkin berupaya untuk menghindarkan kerja sama yang tidak menyenangkan pada anak, namun sebaliknya menciptakan kondisi yang menimbulkan suatu kerja sama yang menyenangkan. Menurut Makmun (2003: 54) bahwa "Aspek kerja sama dari suatu perilaku, pada umumnya selalu melibatkan tiga aspek yaitu (1) rangsangan yang menimbulkan emosi (stimulus) ; (2) perubahan-perubahan psikologi yang terjadi pada individu; dan (3) pola sambutan." Berdasarkan kedua pendapat di atas maka disimpulkan pengertian kerjasama yaitu suatu upaya seseorang untuk peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga muncul interaksi dengan lingkungan di sekelilingnya dengan mengandung tiga variable perilaku yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi, perubahan psikologi yang terjadi pada individu dan pola sambutan terhadap orang lain. Dalam situasi tertentu, pola sambutan yang berkaitan denga kerja sama seringkali organisasinya bersifat kacau dan mengganggu, kehilangan arah dan tujuan. Berkenaan dengan perubahan jasmaniah yang terjadi terkait dengan kerja sama seseorang. Selanjutnya, dia mengemukakan pula tentang ciri-ciri kerja sama yaitu: (1) lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berfikir; (2) bersifat fluktuatif atau tidak tetap; dan (3) banyak bersangkut paut peristiwa pengenalan panca indera dan subyektif. Perubahan aspek jasmaniah akan muncul pada waktu individu menghayati suatu perilaku kerja sama, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak terlalu terjadi serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. seseorang jika marah maka perubahan yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada pernafasannya, dan sebagainya. Perilaku anak diekspresikan melalui suatu gerakkan atau sikap. Kerja sama yang dihayati oleh seseorang diekspresikan melalui perilakunya, terutama dalam ekspresi roman muka dan suara bahasa. Ekspresi kerja sama ini juga pengalaman, belajar, dan kematangan. dipengaruhi oleh Kerjasama selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dan anak yang lain, dan sebagainya. Inti dari pengertian kerja sama dari pendapat ini menunjuk pada kemampuan seorang anak untuk peka terhadap perasaan orang lain. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Anak semacam ini senang melakukan intropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Kerjasama adalah suatu sikap dasar untuk menjalin suatu hubungan yang hangat dengan orang lain, hubungan yang penuh kepercayaan. Meningkatkan kerja sama diwujudkan pada hubungan kekerabatan dengan orang lain. Dalam prakteknya setiap guru harus memperhatikan aktivitas anak dengan pasangan atau sahabat dekatnya; atau dalam aktivitas bekerja sama antara satu anak atau lebih dalam sebuah proyek yang berdasarkan pada kesamaan minat. Howard Gardner (dalam Hanifa, 2008: 2) mendefinisikan kerja sama berarti peka terhadap perasaan, keinginan, dan ketakutannya sendiri. Selain itu anak juga menyadari kelebihan dan kelemahan diri serta mampu menyusun perencanaan (plan) dan tujuan (goal). Biasanya anak cerdas diri memiliki kesadaran atas kemampuan diri dan cerdas intrapersonal (cerdas sosial). Riadi (2007: 2) bahwa kerja sama ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Berdasarkan kedua pendapat ini maka disimpulkan kerja sama sebagai kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan antarpribadi atau dengan orang lain yang ada di sekitar. Kemampuan ini harus dilatih dan dikembangkan sejak masa kanak-kanak di samping kemampuan akademiknya. Banyak sekali orang yang tidak menyadari betapa pentingnya kerja sama ini. Padahal kemampuan intrapersonal yang baik sangat diperlukan dalam kehidupan pribadi, lingkungan pekerjaan atau dalam bermasyarakat. Anak yang kerja sama terlatih sejak kecil akan mudah bergaul, berteman, dan berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga dapat lebih berhasil dalam pekerjaannya atau mungkin mendapat jenjang karier lebih tinggi dan lebih cepat. Fakta dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan, orang-orang yang kurang cerdas secara sosial sulit berkembang dalam pekerjaannya atau lingkungan masyarakatnya, meskipun anak pandai secara akademik. Sedangkan anak yang cerdas sosial walaupun tidak memiliki IQ tinggi, mampu menjalin hubungan, kerja sama atau mempengaruhi dan memimpin orang lain. Menurut Sudarwan (2009: 1- 3) bahwa ada enam komponen yang harus di kembangkan setiap aspek kerja sama anak yaitu (1) Memahami perasaan orang lain. Untuk dapat memahami perasaan orang lain anak perlu belajar dulu rasa senang, sedih, marah, takut, kecewa, dan sebagainya. Tegur segera jika anak mulai bersikap tidak mengindahkan perasaan orang lain dan jangan beranggapan bahwa anak akan belajar bersikap lebih baik tanpa peringatan dan keteladan orang tua. Selalu diingatkan bahwa jika ingin diperlakukan baik oleh orang lain, maka harus berbuat serupa; (2) Berteman. Memberi kesempatan kepada anak untuk merasa nyaman bersama anak lain dan mengajarkan keberanian untuk berteman adalah keterampilan penting yang akan menguntungkannya di kemudian hari; (3) Bekerja dengan teman-teman. Berlatih bekerja dengan teman akan menghasilkan serangkaian nilai positif dan kerja sama yang akan membantunya tumbuh sehat, mudah menyesuaikan diri dan kuat. Hal ini merupakan sumbangan pada aset perkembangan anak tersebut; 4) Belajar mempercayai. Belajar mempercayai orang lain adalah unsur penting dalam mempertahankan hubungan yang kuat dengan orang-orang yang disayangi dan bekerja sama dengan anak; 5) Mengungkapkan kasih sayang. Menurut para psikiater, menerima dan memberi pelukan sangat penting untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang mantap secara emosional. Hal ini untuk membiasakan anak mengungkapkan rasa kasih sayang; 6) Belajar menyelesaikan masalah atau konflik dalam kelompok. Pendidikan anak bukan semata proses pencapaian kecerdasan akademik dengan indikator angka-angka kumulatif. Melainkan membentuk kepribadian yang utuh sebagai insan mulia yang beramal. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Muda (2009: 2) bahwa kerja sama memiliki ciri antara lain (a) mempunyai banyak teman; b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya; c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah; d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antar temannya; e) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain; f) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain; g) berbakat menjadi pemimpin dan berprestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial. Menurut Khaerudin (2009: 2) bahwa kerja sama, berhubungan dengan kemampuan untuk bisa mengerti dan menghadapi perasaan orang lain. Orang-orang ini seringkali ahli berkomunikasi dan pintar mengorganisasi, serta sangat sosial. Anak biasanya baik dalam memahami perasaan dan motif orang lain. Ciriciri lain dari kerja sama adalah suka bersosialisasi dengan teman seusianya, berbakat menjadi pemimpin, menjadi anggota klub, panitia, atau kelompok informal di antara teman seusianya, mudah bergaul, senang mengajari anak-anak lain secara informal, suka bermain dengan teman seusianya, mempunyai dua atau lebih teman dekat, memiliki empati yang baik atau memberi perhatian lebih kepada orang lain, banyak disukai teman dan dapat memahami maksud orang lain walaupun tersembunyi. Munandar (2002: 34) bahwa “ciri–ciri anak yang memiliki kerja sama pada aspek sosial antara lain adalah (1) muncul aktivitas belajar yang mencerminkan suasana saling memiliki dan saling percaya menjiwai ruang kelas atau apakah anak merasa terasing, berjarak atau saling tidak percaya; 2) jarang menimbulkan konflik atau perselisihan dengan sesama temannya atau bertindak sebagai penengah konflik antar-anggota kelas; 3) anak sering berinteraksi secara positif (4) anak sering menceritakan perasaan-perasaan yang dialami pada teman lain di kelas.” Pendapat di atas menggambarkan bahwa kerja sama adalah suatu yang mencerminkan penciptaan hubungan dengan orang lain secara harmonis. Anak yang memiliki kerja sama ini paling merasakan manfaat dari bimbingan kelompok. Hal ini senada dengan pendapat Semiawan (2002: 97) bahwa anak yang memiliki kerja sama selalu berbagi rasa dengan teman sekelas. Berbagi rasa adalah strategi kecerdasan majemuk yang paling mudah diterapkan. Oleh sebab itu harus melakukan dan mengolah materi yang diajarkan di kelas, kemukakan pertanyaan yang muncul setelah mendengarkan pelajaran. Atau guru dapat memulai pelajaran dengan cara berbagi rasa untuk membuka apa yang sudah diketahui anak tentang topik yang sedang dipelajari.” Pendapat ini menggambarkan bahwa kerja sama akan mampu membangun sistem persahabatan sehingga setiap anak dapat saling bercerita dengan orang yang sama. Anak yang memiliki kerja sama yang baik dapat memahami perasaan, watak, suasana hati, dan maksud orang lain dan menanggapinya secara baik, sehingga tercipta suatu hubungan komunikasi yang baik dan nyaman. Sebaliknya anak yang kurang memiliki kerja sama, umumnya sukar berteman atau berhubungan dengan orang lain. Sukar mempercayai orang lain atau mengungkapkan diri dihadapan orang lain, anak tampak menyendiri dan tidak ramah. Dampak lebih buruk lagi adalah bersikap egois dan tidak sensitif, tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dan bersikap menyinggung perasaan orang lain. Namun anak tidaklah buruk dan bermaksud demikian, hal itu hanya memperlihatkan rendahnya kerja sama. Dalam kasuskasus yang ekstrem bahkan kurangnya kecerdasan sosial menunjukkan perilaku antisosial, seperti ketidakjujuran, pelecehan, pencurian atau bentuk kejahatan yang lainya. Untuk mengembangkan kerja sama ada tiga faktor pokok yang mempengaruhi antara lain kondisi (a) fisik-biologis (terutama untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan Kerja). Faktor fisik-biologis terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, dan ketrampilan fisik untuk melakukan aktivitas sehari-hari; (b) emosi-kasih sayang (mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal). Faktor emosi-kasih sayang terutama dengan melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang yang diberikan oleh orang tua atau keluarga turut mempengaruhi kerja sama seorang anak; c) Faktor stimulasi dini (merangsang kecerdasan-kecerdasan lain). Faktor stimulasi meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua sistem sensorik dan Kerja. Ketiga faktor pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak janin didalam kandungan karena akan saling berpengaruh. Bila kebutuhan biofisik tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak tercukupi maka kecerdasan inter dan antar personal juga rendah. Bila stimulasi dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga kurang bervariasi. Berdasarkan berbagai uraian tersebut maka yang dimaksud dengan kerja sama dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain, peka pada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain sehingga mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi, ditunjukkan dengan perilaku memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Kerja sama anak dalam penelitian ini diindikasikan dengan (a) dapat melaksanakan tugas kelompok; b) dapat bekerja sama dengan teman; c) mau bermain dengan teman. 2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerjasama Kerja sama pada anak dapat berkembang cepat jika faktor-faktor perkembangan kerja sama dapat ditanamkan kepada anak itu sendiri sejak masa perkembangan anak. Menurut Muhaimim; (2010:1) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang kerja sama pada anak yaitu sebagai berikut: (a) Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan bebas tekanan. Stimulasi kerja sama tersebut akan optimal jika anak tidak merasa tertekan. Anak yang tertekan akan menghambat tingkat emosi kerja sama anak. Menunjukan sikap dan minat yang tulus pada anak dalam sikap kerja sama. Karena anak usia dini tingkat emosi masih kuat dalam hal bermain secara bekerja sama, karena itu pendidik harus menunjukkan minat dan perhatian tinggi terhadap anak; b) Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan non verbal dalam bercakap-cakap dengan anak, sehingga terkesan bagi anak perilaku yang baik dan buruk. Orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti gerakkan, mimik muka, dan intonasi yang sesuai. (c) Melibatkan anak dalam komunikasi. Orang dewasa perlu melibatkan anak untuk ikut membangun komunikasi dan kerja sama serta guru menghargai ide-idenya dan memberikan respon yang baik. 2.2 Pengertian Bermain Pasir 2.2.1 Pengertian Bermain Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan. Bermain menurut Mulyadi (2004;25), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain : 1) Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak, 2)Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik, 3) Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak, 4) Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, 5) Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak memalui aktivitas bemain. Pada usia prasekolah, anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan bermain. Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinjau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama. Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak. Dunia anak adalah bermain, karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi anak TK, dengan bermain anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan anak dalam dimensi : motorik kognitif, kreativitas, bahasa emosi sosial nilai dan sikap hidup. Bermain dapat membawa harapan dan antisi tentang dunia yang memberikan dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau seseorang. Gordon dan Browne (1986: 265) menyatakan "Melalui bermain akan belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak." Menurut Moeslichatoen, (2000 : 31-32) ada lima kiteria dalam bermain : a) Motivasi instrinsik, yaitu tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak. b) Pengaruh positif, yaitu tingkah laku itu menyenangkan untuk dilakukan. c) Bukan dikerjakan sambil lalu, yaitu tingkah laku itu dilakukan. d) Cara /tujuan, yaitu cara bermain lebih diutamakan daripada tujuannya. e) Kelenturan, yaitu bermain itu perilaku yang lentur. Menurut Tedjasaputra, (2001:5), bahwa bermain adalah sesuatu yang menyenangkan dimasa muda, oleh karena itu tetap dilakukan dimasa dewasa. Menurut Plato, Aristoteles, Frobel (Tedjasaputra, 2001 : 3) mengaggap kegiatan bermain yang mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. 2.2.2 Pengertian Teknik Mencetak Pasir Menurut Wahyu (2007:1) bahwa mencetak pasir merupakan suatu campuran antara pasir bahan pengikat dan air dalam perbandingan tertentu yang dicampur dalam suatu pencampur (mixer) yang efisien. Dalam pemilihan pasir untuk membuat cetakan, harus dipilih pasir yang sesuai agar didapatkan cetakan seperti yang di harapkan. Bermain mencetak pasir tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti hanya makanan, cinta kasih. Bermain mencetak pasir adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir dengan memanfaatkan pasir sebagai bahan untuk bermain. Beberapa manfaat yang bisa diperoleh seorang anak melalui bermain mencetak pasir antara lain dikemuakan oleh Zaviera (2008: 23-24) yaitu (a) Aspek fisik, dengan mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan–gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat; (b) Aspek perkembangan Kerja kasar dan Sama, hal ini untuk meningkatkan keterampilan anak; (c) Aspek sosial, anak belajar berpisah dengan ibu dan pengasuh. Anak belajar menjalin hubungan dengan teman sebaya, belajar berbagi hak, mempertahankan hubungan, perkembangan bahasa, dan bermain peran sosial; d) Aspek bahasa, anak akan memperoleh kesempatan yang luas untuk berani bicara. Hal ini penting bagi kemampuan anak dalam berkomunikasi dan memperluas pergaulannya; (e) Aspek emosi dan kepribadian. Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya. Dengan bermain berkelompok, anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimiliki sehingga dapat membantu perbentukan konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri dan harga diri; (f) Aspek kognisi. Pengetahuan yang didapat akan bertambah luas dan daya nalar juga bertambah, dengan mempunyai kreativitas, kemampuan berbahasa, dan peningkatan daya ingat anak; (g) Aspek ketajaman panca indra. Dengan bermain, anak dapat lebih peka pada hal-hal yang berlangsung dilingkungan sekitarnya; (h) Aspek perkembangan kreativitas. kegiatan ini menyangkut kemampuan melihat sebanyak mungkin alternatif jawaban. Kemampuan divergen ini yang mendasari kemampuan kreativitas seseorang; (i) Terapi. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengubah emosi negatif menjadi positif dan lebih menyenangkan. Bermain mencetak pasir bisa digunakan untuk menstimulasi kerja sama anak, yang sering dilakukan anak di halaman rumah. Menurut Wahyu (2007:1) manfaat bermain mencetak pasir yaitu melatih kekuatan/keluwesan pergelangan tangan serta presisi. Alat yang dibutuhkan: pasir bersih, sekop, ember, corong, aneka wadah. Menurut Setiningsih (2008:20 bahwa aktivitas bermain mencetak pasir tak hanya menyenangkan, permainan sensori ini sangat penting bagi perkembangan anak. Bermain mencetak pasir memberi peluang bagi anak untuk belajar konsep pengetahuan tentang basah dan kering serta isi. Bermain mencetak pasir membantu anak mengembangkan tiga bidang perkembangan: (a) Fisik yaitu memperkuat otot kecil ketika anak menyendok pasir dan menyendok air untuk membasahi pasir kering. Koordinasi mata–tangan, bekerja dengan alat dan menguatkan otot besar saat ia mengambil air menggunakan ember kecil; (b) Kognitif yaitu anak melihat perbedaan pasir basah dan pasir kering, menambah kosa kata tentang kering dan basah, kental dan encer. Anak melihat jumlah pasir yang sama, punya bentuk berbeda bila dimasukkan ke dalam tempat berbeda. Belajar sebab-akibat, apa yang terjadi bila pasir basah diberi pasir kering, ketika pasir basah ditambah air, ketika pasir basah dituang dari ember, dan sebagainya; (c) Sosial-emosi yaitu bagi anak 4 tahun, bermain mencetak pasir dan air memberi ide untuk bekerja bersama teman membangun menara pasir, dan istana pasir. Bermain mencetak pasir dapat menenangkan hati anak yang risau. Bermain mencetak pasir dapat menjadi sarana mengekspresikan perasaan dan pikiran. Peran pendidik dalam bermain mencetak pasir yaitu membicarakan apa yang sedang dilakukan anak. Pendidik dapat berperan sebagai 'penerjemah’ kegiatannya saat anak bermain. Aktivitas ini dilakukan menambah kosa kata baru, seperti : campurkan, aduk, ratakan, tambahkan, gali terus sampai dalam, dan sebagainya. Dengan cara ini pendidik mengetahui yang sedang dipikirkan anak bantu anak memperluas jenis permainan. Perhatikan ketika anak bermain untuk melihat tipe permainannya. Apakah bermain pura-pura, fungsional, atau konstruktif. Kemudian pikirkan, kira-kira bagaimana mengubah tipe permainan yang dilakukan anak. Misalnya, anak hanya menyendok-nyendok pasir dan memindahkannya (fungsional). Pendidik menciptakan situasi belajar. Masukkan dua sendok pasir basah ke dalam kantong plastik dan dua sendok pasir kering ke dalam kantong plastik lain. Minta anak memegang kedua kantong itu masing-masing di satu tangan. Tanyakan padanya, mana yang lebih berat. Mengapa lebih berat, biarkan anak menjawab. Tunjukkan bahwa kegiatan tanya jawab sangat menyenangkan. Bermain mencetak pasir dapat dilakukan anak usia yang lebih muda, namun membutuhkan pengawasan lebih intensif dibanding pada anak usia prasekolah. Karena pasir berbahaya jika sampai termakan atau masuk ke mata anak. Untuk mencegahnya, memberikan penjelasan mengenai dampak tertelan atau mata terkena butiran pasir jika anak melempar atau menuangkan pasir dengan cara tidak hati-hati, menjelaskan aturan mainnya, dan melakukan pengawasan jika perlu. Bermain mencetak pasir adalah salah satu permainan yang disukai seseorang ketika masih kanak-kanak. Seorang anak senang mencoba menggenggam pasir dan merasakan teksturnya, menggali dan menyendok pasir untuk memasukkannya ke mangkuk plastik, atau memakannya jika anak tidak waspada. Pastikan ia bermain dengan pasir mainan atau pasir pantai, bukan pasir untuk bahan bangunan. Sebaiknya Anda tidak meninggalkan bayi sendirian dalam bak pasir dan lindungi kulitnya dengan tabir surya. Menurut Zaviera (2008: 12-13) bahwa langkah-langkah teknik bermain pasir yaitu (1) Memilih topik pembelajaran yang sesuai dengan tema; (2) Menjelaskan aturan mainnya, dan melakukan pengawasan jika perlu; (3) Membimbing anak anak mengisi embernya dengan pasir sampai penuh kemudian menuangnya dengan cara membalikkan ember. Dengan pasir yang tersedia biarkan anak mencetak bentuk atau membentuk sendiri imajinasinya. Sambil mencetak, pendidik bisa menjelaskan pada anak nama-nama bentuk yang sedang dicetak, misalnya kue, buah-buahan, pegunungan, nama-nama binatang, latihan ini sekaligus untuk menambah perbendaharaan kata; (4) Sambil mencetak, pendidik menjelaskan pada anak nama-nama bentuk yang sedang dicetak, misalnya kura-kura, kotak, bunga dan sebagainya; (5) Aspek yang harus diperhatikan pendidik adalah pastikan kebersihan pasir dari serangga kecil, kotoran binatang atau benda-benda tajam seperti pecahan kaca bisa membahayakan anak agar tidak membahayakan anak; (6) Mengingatkan anak untuk tidak mengelap tangannya yang penuh pasir ke mulut, hidung atau mata. Karena dikhawatirkan pasir akan masuk ke bagian-bagian tersebut; (7) Setelah selesai bermain, cuci tangan hingga bersih dengan sabun, atau lebih baik lagi kalau langsung mandi sehingga badan lebih segar; (8) Penutup wadah pasir harus ditutup agar tidak menjadi tempat untuk membuang kotoran. Berdasarkan uraian di atas maka anak yang bermain mencetak pasir dapat memiliki beberapa manfaat yang bisa diperoleh antara lain adalah (1) melatih Kerja; (2) imajinasi anak akan semakin berkembang; (3) bisa mengalihkan energi anak yang cenderung aktif; (4) melatih kesabaran; (5) meningkatkan kepekaan dan pengetahuan terhadap salah satu potensi alam. Oleh sebab itu sebagai orang tua bisa jadi pendamping yang mendongeng tentang segala hal yang berkaitan dengan pasir, sehingga anak akan semakin tertarik dan rasa ingin tahunya juga akan semakin tinggi. 2.2.3 Peran Permainan Pasir dalam Meningkatkan Kemampuan Kerja Sama Anak Mencetak pasir dapat digunakan untuk menstimulasi kerja sama anak. Melalui bermain mencetak pasir anak dapat melatih kekuatan/keluwesan pergelangan tangan, dengan dikenalkan pada permainan pasir, anak akan belajar mengenai tekstur kasar. Begitu juga tentang panas dan dinginnya pasir, maupun perubahan bentuk saat dicampur air. Kondisi ini seperti berarti telah memperkenalkan kepada anak pada dunia ilmu pengetahuan, tepatnya belajar sains secara sederhana. Bermain mencetak pasir memberi manfaat bagi perkembangan anak, terutama untuk menjadi kreatif, dengan teknik membentuk dan membangun. Melalui aktivitas belajar membentuk dan membangun anak akan belajar gejala sebab-akibat, misalnya ketika membentuk pasir seperti gunung maka ada bagian yang meluncur ke bawah. Bagian pasir yang meluncur ini adalah suatu gejala sebab akibat. Melalui bermain mencetak pasir anak belajar kendali emosi sehingga dapat meningkatkan kerjasama, bahkan ketika anak menyendok pasir dengan jemari anak memerlukan kerja sama. Anak yang bermain mencetak pasir belajar berarti melatih untuk mengendalikan perilaku yang tidak baik menjadi perilaku yang positif. Ketika membangun istana pasir dengan bagian bangunan yang harus dibentuk secara hati-hati agar istana pasir tidak hancur, pada saat ini sangat dibutuhkan. Selain itu anak yang bermain mencetak pasir juga menunjukkan belajar kerjasama dan berbagi ketika bermain mencetak pasir bersama temanteman. Keberhasilan anak didik sangatlah tergantung dari keberhasilan guru melaksanakan pembelajaran. Dalam kaitan dengan itu Muhaimim (2010: 174) mengatakan bahwa guru haruslah tampil sebagai sosok manusia yang haus pengetahuan, tanggap terhadap perkembangan dan permasalahan baru, cinta kebenaran, toleran terhadap sesama guru, akomodatif terhadap masyarakat, berpandangan jauh ke depan, tidak cepat putus asa dan selalau berani menerapkan keterampilan yang dinilai baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Keterlibatan anak bermain pasir dapat menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila seorang guru yang terampil dapat dengan tepat menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka dapat mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis. Bermain pasir dapat pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada awalnya bermain pasir itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika aktivitas bermain mulai berlangsung maka pada diri anak akan muncul perilaku saling percaya dan belajar berkomitmen. Pada kondisi ini akan tercipta suasana sharing belajar antar anak mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan sehingga dapat membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar yang lain. Suasana persahabatan ini merupakan cerminan dari kerja sama dari anak yang timbul melalui bermain pasir. Hal ini sejalan dengan pendapat Mandola (2007: 1) bahwa kerja sama ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekpresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Bermain pasir dapat dilakukan dengan mengikuti dialog yang ada dalam wacana, dapat berperan bebas sesuai dengan imajinasi dan kreatifitas anak. Dalam melaksanakan metode bermain pasir ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya memilih peran. Peserta kegiatan ini memiliki identitas baru sesuai dengan tokoh yang diperankannya, sehingga latihan menjadi orang lain ini menjadi bermain pasir. Suasana kelas menjadi sangat menarik yang satu menjadi tokoh tertentu dan yang harus bertanya kepada tokoh yang diperankan tersebut yang dapat dilakukan dengan berpasangan. Setelah itu beberapa pasang yang lain diminta tampil untuk mengulangi percakapannya. Dalam bermain pasir ada dua atau lebih yang dipraktekkan oleh anak. Anak diberikan terlebih dahulu ungkapan-ungkapan berupa kalimat dan kosa kata yang berkaitan dengan topik pembicaraan pada sesi tertentu. Berdasarkan uraian di atas maka bermain pasir dapat diadakan dengan mengaplikasikan bentuk-bentuk bahasa yang ada dalam dialog, merupakan bentuk lain latihan komunikasi. Latihan komunikasi yang sesuai dengan peran ini akan meresap ke dalam dirinya sehingga dapat menimbulkan rasa empati yang tinggi serta kepekaan terhadap lingkungannya membuat anak cerdas diri memiliki keinginan besar menolong dan menyayangi sesama baik teman, keluarga, dan masyarakat. Melalui bermain pasir anak dengan kerja sama tinggi biasanya bisa mengungkapkan keinginannya dengan cara yang baik, tidak memaksakan kehendaknya, tahu kelebihan dan kekurangan dirinya, sehingga berani tampil saat anak merasa mampu. Pada anak yang memiliki kecerdasan diri rendah akan berlaku sebaliknya sehingga kurang percaya diri untuk tampil. Bermain pasir bebas dimana anak diberikan bentuk bahasa lisan kemudian anak sendiri yang membuat skenarionya. Menurut Depdiknas (2004: 2) bahwa tipe latihan komunikasi lebih disenangi anak karena anak memiliki beberapa keunggulan, karena memungkinkan (a) anak dapat berkomunikasi dalam berbagai situasi otentik; (b) memacu kreativitas anak dalam mempraktekkan apa yang telah anak ketahui, memperbaiki kekurangannya dan mengembangkan pengetahuan; c) anak dapat berpartisipasi aktif dalam permainan yang sedang berkembang; (d) anak mempunyai otonomi yang lebih luas serta sikap bertanggung jawab dalam pembelajarannya karena guru hanya membimbing; (e) anak dapat bersenang-senang, karena teknik ini terciptanya suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Kemampuan berbahasa komunikatif tidak lepas dari keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang sangat fungsional karena keterampilan berbicara ini berangkat dari keterampilan menyimak. Menyimak itu sendiri merupakan kegiatan reseptif yang melibatkan fungsi linguistik tingkat pemahaman bahasa lisan. Komunikasi lisan tidak hanya dimaksudkan untuk memahami isi dialog saja, namun juga pemahaman struktur bahasa dan kosakata. Keterampilan lain yang penting adalah berbicara, karena pemahaman dialog harus diungkapkan dalam bentuk bermain pasir. Implikasi dari kemampuan berkomunikasi lisan ini pada diri anak yang memiliki kerja sama yang baik adalah anak dapat memahami perasaan, watak, suasana hati, dan maksud orang lain dan menanggapinya secara baik, sehingga tercipta suatu hubungan komunikasi yang baik dan nyaman. Sebaliknya anak yang kurang kerja sama, umumnya sukar berteman atau berhubungan dengan orang lain. Sukar mempercayai orang lain atau mengungkapkan diri di hadapan orang lain, dan anak tampak menyendiri dan tidak ramah dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan dampak lebih buruk lagi adalah bersikap egois dan tidak sensitif, tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dan bersikap menyinggung perasaan oran lain, hal itu hanya memperlihatkan rendahnya kerja sama. 2.2.4 Penggunaan Permainan Pasir untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Sama Anak Dalam proses belajar mengajar, media merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang untuk memudahkan anak belajar. Banyak bentuk media yang digunakan oleh seorang pengajar diantaranya media elektronik, media gambar, media permaianan dan lan-lain. Media permainan pasir adalah salah satu benda atau suatu alat yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud memudahkan pencapaian tujuan. Penggunaan media permainan pasir dalam pembelajaran pada anak PAUD adalah menemukan cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu perilaku kerja sama pada dasarnya adalah kegiatan yang bersifat nyata, maka dalam penggunaan metode bemain pasir aspek kerja sama pada anak diperlukan penggunaan alat bantu. manfaat media pengajaran sebagai berikut (1) Proses belajar akan bermotivasi, anak akan timbul minatnya sehingga akan bersikap positif terhadap pelajaran perilaku kerja sama; (2) Konsep perilaku kerja sama akan tersajikan dalam bentuk kongkrit dan lebih dapat dimengerti dan dipahami serta dapat ditanamkan pada tingkat yang lebih rendah; (3) Hubungan antar konsep abstrak dalam perilaku kerja sama dengan benda yang akan lebih dipahami. Penggunaan alat bantu dalam metode bermain pasir sangat penting untuk diaplikasikan dalam meningkatkan kerja sama pada anak. Penggunaan alat bantu bermain pasir dapat menyajikan perilaku kerja sama kedalam bentuk yang lebih kongkrit sehingga akan lebih mudah untuk memahami materi. Ketika anak merasa aktivitas kerja sama mudah untuk dilakukan, secara otomatis akan merangsang minat dan motivasi anak. Dengan demikian penggunaan metode bermain pasir diharapkan dapat memecahkan permasalahan dan meningkatkan perilaku kerja sama anak. Pasir dibuat semenarik mungkin agar anak termotivasi untuk belajar lebih aktif dan menyenangkan, karena ini sudah merupakan permainan. Menurut Suradisastra (2001:1) bahwa anak-anak pada periode oprasional kongkrit cenderung untuk bermain dalam permainan yang memiliki aturan-aturan yang terorganisasi secara koheren dan logis”. Pasir adalah alat bantu pelajaran untuk mengetahui perilaku kerja sama dalam memahami bilangan. Permainan pasir sesuai dengan prinsip pemilihan media sebagai berikut: (1) Tujuan pembelajaran dan bahan pengajaran yang akan diteliti pada saat ini; (2) Media tersebut sesuai dengan tingkat perkembangan subjek yang akan diteliti yaitu anak ditingkat dasar; (3) Dapat dibuat oleh guru, murah dan efisien; (4) Penampilan media menarik sehingga diharapkan dapat menarik anak. Tujuan penggunaan permainan pasir bagi anak dalam kegiatan mengajar adalah (1) Untuk memotivasi dan menarik minat anak agar mau belajar perilaku kerja sama sehingga terjadi interaksi belajar mengajar yang efektif dan efisien; (2) untuk memenuhi kebutuhan belajar anak akan pengalaman belajar agar anak lebih dapat mengerti dan memahaminya secara kongkrit; (3) Adanya pengalaman yang menyatu dalam kegiatan belajar dengan lingkungan sekitar; (4) Memberikan kebutuhan belajar anak akan berbuat dan bekerja dalam memahami bilangan. Dalam pelaksanaannya anak secara aktif diberikan tugas untuk bermain pasir baik dengan cara dideret atau disusun ke atas sesuai dengan perintah guru, menyusun pasir harus dilakukan secara bersama sehingga terjadi kerja sama permainan pasir merupakan salah satu media pembelajaran. 2.3 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian Mardiyah (2009:87) mengenai Upaya Meningkatkan Kerja Sama Anak Melalui Permainan Edukatif di TK Nurul Syfa Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan keterampilan kerjasama siswa dalam penelitian ini diperoleh rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,50 dan termasuk ke dalam kategori sedang; (2) Peningkatan keterampilan kerjasama siswa pada indikator memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep termasuk pada kategori sedang. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang dan kajian teoritis, yang telah dipaparkan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah jika guru menggunakan metode bermain pasir maka kerja sama anak kelompok B pada PAUD Rahmat Jaya Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan. 2.5 Indikator Kinerja Kriteria yang harus dipenuhi sebagai indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian ini adalah: jika anak mengalami peningkatan kemampuan kerjasama dari 7 orang atau 35% menjadi 18 orang atau 90% setelah menggunakan metode bermain pasir pada 20 orang anak kelompok B pada PAUD Rahmat Jaya Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo.