1 NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN

advertisement
NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN
BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA
Ruri Sepriani (E10013004), dibawah bimbingan
Gushairiyanto1) dan Eko Wiyanto2)
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Aalamat Kontak : Jl. Jambi-Ma. Bulian KM 15 Mendalo Darat Jambi 36361 email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai pemuliaan pejantan sapi
Brahman berdasarkan catatan bobot badan keturunan pada saat lahir, sapih dan
setahun. Sapi Brahman yang dianalisis sebanyak 331 ekor anak yang berasal dari
3 ekor pejantan dan 331ekor induk dari tahun 2013 sampai 2015. Data dianalisa
dengan cara dikoreksi terhadap jenis kelamin jantan dan umur induk kesetara
dewasa. Pendugaan nilai heritabilitas menggunakan korelasi saudara tiri sebapak
sedangkan perhitungan nilai pemuliaan pejantan menggunakan metode
Cumulative Difference (CD).
Hasil penelitian diperoleh rataan bobot lahir tertingi secara berurutan
adalah pejantan Clyton Slugger, USA dan PM.Ausi, bobot sapih pejantan Clyton
Slugger, USA dan PM.Ausi dan setahun pejantan PM.Ausi, Clyton Slugger dan
USA. Nilai h2 bobot lahir, sapih dan setahun secara berurutan adalah 1,37 ± 0,93;
0,21 ± 0,24; 0,77 ± 0,65. Nilai pemuliaan diperoleh peringkat keunggulan pertama
yang terbaik berdasarkan bobot lahir, bobot sapih(205) dan bobot setahun(365)
masing-masing adalah pejantan USA (1,528), pejantan Clyton Slugger (0,492)
dan pejantan PM.Ausi (4,096).
Dari 3 ekor pejantan sapi Brahman yang dievaluasi, pejantan USA dan
Clyton Slugger mempunyai mutu genetik tertinggi ditinjau dari bobot badan dan
nilai pemuliaan yang positif (diatas rata-rata populasi) pada saat lahir, namun
kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan pemeliharaan sehingga
pertumbuhannya pada umur setahun lebih rendah dari keturunan pejantan PM.
Ausi. Hal ini ditandai dengan nilai pemuliaan pejantan PM. Ausi berada paling
tinggi pada kriteria umur setahun.
Dari hasil ini dapat disimpulkan pejantan yang terbaik adalah pejantan
PM.Ausi.
Kata Kunci :nilai pemuliaan, sapi Brahman, bobot badan,
1
PENDAHULUAN
Eksistensi dan populasi sapi
Brahman saat ini semakin tinggi
karena mempunyai produksi dan
nilai jual yang lebih tinggi dibanding
dengan
sapi-sapi
lokal
Indonesia.Secara genetis Brahman
tergolong sapi unggul karena mampu
beradaptasi
dengan
lingkungan
(iklim, pakan) Indonesia, sehingga
cocok untuk dikembangbiakan di
Indonesia yang memiliki iklim
tropis.Salah satu upaya untuk
menjaga kemurnian sapi Brahman
pemerintah
membentuk
Balai
Pembibitan Ternak Unggul-Hijauan
Pakan
Ternak
(BPTU-HPT)
Sembawa. BPTU-HPT Sembawa
menerapkan teknik pemuliaan dan
pemurnian bangsa sapi Brahman
melalui uji penampilan, uji zuriat
kelompok ternak terseleksi dan
pemanfaatan pejantan dan betina
unggul melalui inseminasi buatan
(IB). Uji Zuriat merupakan salah satu
cara pendugaan nilai pemuliaan
pejantan berdasarkan penampilan
anaknya,memiliki kecermatan yang
melebihikecermatan pada pendugaan
pemuliaan
melalui
seleksi
individu(Hardjosubroto, 1994). Hal
ini
dikarenakanpenampilan
keturunan
dapat
menyatakan
keadaansebenarnya dari individu itu
sendiri,
sedangkanpenampilan
individu hanya memberi kesan
tampilan ternak seperti yang terlihat
(Warwick dkk, 1990).Evaluasi mutu
genetik ternak sering dilakukan
dalam program pemuliaan, melalui
estimasi nilai pemuliaan sebagai
dasar dalam melakukan seleksi.
Seleksi akan efektif bila
tersedia data parameter genetik dari
ternak berupa sifat-sifat pertumbuhan
yang merupakan sifat produksi
bernilai ekonomi tinggi sebagai tolak
ukur
dalam
program
pemuliaan.Bobot badan adalah salah
satu sifat produksi yang dapat
digunakan dalam pendugaan nilai
pemuliaan
ternak.Sebagaimana
pernyataan Boligon, dkk. (2010)
sifat-sifat produksi seperti bobot
badan pada umur yang berbeda
sebagai kriteria pendugaan nilai
pemuliaan,
berkorelasi
positif
dengan sifat-sifat lain dan respon
seleksi individu. Berdasarkan uraian
di atas penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui nilai pemuliaan pejantan
sapi Brahman di BPTU Sembawa
berdasarkan bobot badan.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
telah
dilaksanakan selama 2 minggu
dimulai pada tanggal 04 November
sampai 18 November 2016 di Balai
Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)
Sembawa,Sumatra Selatan. Materi
yang digunakan dalam penelitian ini
berupa catatan bobot badan sapi
Brahman yang dipelihara di BPTUHPT Sembawa yang meliputi data
bobot lahir, bobot sapih dan bobot
setahun
berdasarkan
catatan
kelahiran dan silsilah ternak.Sapi
Brahman yang dianalisis sebanyak
331 ekor anak yang berasal dari 3
ekor pejantan dan 331 ekor
induk.Metode
yang
digunakan
adalah purposive sampling dengan
mengambil data catatan bobot badan
sapi Brahman dari tahun 2013
sampai 2015 dan menganalisis data
tersebut dengan cara dikoreksi
terhadap jenis kelamin jantan dan
umur induk kesetara dewasa
menurut Hardjosubroto, (1994).
2
Peubah yang diamati pada
penelitian ini adalah bobot lahir,
bobot sapih dan bobot setahun
Untuk mengestimasi nilai
pemuliaan diperlukan informasi nilai
heritabilitas bobot badan.Rumus
heritabilitas (h²) yang diestimasi
dengan metode korelasi saudara tiri
sebapak sesuai petunjuk Becker
(1992).
Analisis Data
Penyesuaian Bobot Badan dan
Penerapan Faktor Koreksi
Data bobot badan
yang
diperoleh dilapangan distandardisasi
pada umur koreksi, dikoreksi dengan
umur induk dan jenis kelamin jantan
menurut petunjuk Hardjosubroto
(1994).
Heritabilitas (h²)
Nilai Pemuliaan Pejantan
Untuk
mengetahui
nilai
pemuliaan pejantan yang digunakan
untuk mengawini induk-induk sapi
digunakan metode cummulative
different (CD) menurut Bar-anan dan
Sack (1974) yang dimodifikasi oleh
Demple (1976).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan
Tabel. 2. Rerata Bobot Lahir, Bobot Sapih dan Bobot Setahun Sapi Brahman di
BPTU-HPT Sembawa
Nama pejantan
n
Rataan Bobot Badan
Lahir (kg)
Sapih (kg)
Setahun (kg)
Clyton Slugger
157
38,99 ±5,73
152,07 ±19,72
213,74±38,06
PM. Ausi
155
33,27 ±20,99
142,84 ±27,27
243,44±44,97
USA
19
38,01 ±5,27
146,06 ±19,93
208,35±28,04
Dilihat dari bobot lahir dan
bobot sapih ternyata pejantan Clyton
Slugger dan USA memberikan
keturunan dengan paling tinggi
sedangkan pejantan PM. Ausi
meskipun memberikan keturunan
bobot lahir paling rendah tetapi
setelah umur setahun bobot badan
keturunannya lebih tinggi dari
keturunan pejantan Clyton Slugger
dan USA. Hal ini disebabkan oleh
adanya interaksi genotip lingkungan
(Gushairiyanto dan Depison, 2009).
Perbedaan
bobot
lahir
hasil
penelitian ini disebabkan oleh
berbedanya potensi genetik pada tiap
pejantan dan akibat perubahan iklim
(musim)
serta
manajemen
pemeliharaan yang kemungkinan
mengubah kemampuan dari sapi
betina
untuk
mengekspresikan
perubahan genetik secara langsung
(Speidel dkk., 2007) dalam Adinata
(2013). Sedangkan perbedaan bobot
sapih banyak dipengaruhi faktor
lingkungan diantaranya manajemen
pemeliharaan dan produksi susu
induk (Maylinda, 2010). Pada umur
3
setahun, selain dari pengaruh potensi
genetik pejantan dapat disebabkan
oleh
kemampuan
beradaptasi
masing-masing individu terhadap
lingkungan.Menurut
Muslim
dkk.(2012) lingkungan merupakan
faktor yang berpengaruh cukup besar
terhadap penampilan produksi seekor
ternak. Keunggulan genetik suatu
bangsa ternak tidak akan ditampilkan
optimal apabila faktor lingkungannya
tidak sesuai. Dapat dilihat bahwa
anak-anak pejantan Clyton Slugger
dan USA memiliki mutu genetik
bobot badan lebih baik dari pejantan
PM. Ausi namun kurang dapat
beradaptasi
dengan
lingkungan
pemeliharaan,
sehingga
pertumbuhannya pada umur setahun
lebih rendah dari keturunan pejantan
PM. Ausi.
Heritabilitas
Nilai heritabilitas satu sifat
sering digunakan sebagai dasar
dalam melakukan seleksi pada ternak
karena heritabilitas merupakan tolak
ukur seberapa besar angka pewarisan
sifat yang dapat diturunkan tetua
kepada keturunannya.
Tabel. 3. Estimasi Heritabilitas
Bobot Lahir, Bobot Sapih dan Bobot
Setahun
Sapi Brahman di BPTU-HPT
Sembawa
Kriteria
Heritabilita
Umur
s ± SE
Bobot lahir
1,37 ± 0,93
Bobot sapih
0,21 ± 0,24
Bobot setahun
0,77 ± 0,65
Keterangan : SE = Standar Error
Nilai heritabilitas bobot lahir
hasil penelitian ini berada diluar
kisaran
normal.Kisaran
nilai
heritabilitas suatu sifat berkisar
antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas
sapi potong saat lahir berkisar 0,200,40 (Noor, 2010). Nilai heritabilitas
bobot badan saat lahir hasil
penelitian ini mempunyai nilai yang
lebih dari satu, meskipun secara
teoritis nilai heritabilitas tidak lebih
dari satu. Menurut Gushairiyanto dan
Depison (2009)nilai heritabilitas
yang lebih dari satu dapat disebabkan
salah satunya adalah jumlah sampel
yang diamati kurang besar. Selain
dari jumlah data yang dianalisa
sedikit ada faktor lain yang
menyebabkan nilai heritabilitas
berada diluar kisaran yaitu metode
penaksiran heritabilitas kurang tepat
karena tidak dapat memisahkan
pengaruh faktor lingkungan dan jika
pengaruh lingkungan tersebut masih
ada atau tidak dapat disesuaikan
maka taksiran nilai heritabilitas
biasanya
menyimpang
secara
sistematis ke arah terlalu besar
(Warwick dkk., 1995).
Nilai heritabilitas bobot sapih
hasil penelitian ini tergolong kategori
rendah Tabel 3.Lebih rendah
dibandingkan
hasil
penelitian
Rastosari
dkk.
(2014)
yaitu
0,27±0,16 pada bangsa yang sama,
maupun pada sapi potong yang
dinyatakan oleh Warwick dkk.
(1995) berkisar 0,25 – 0,35. Nilai
tersebut menggambarkan bahwa
faktor lingkungan pada bobot sapih
sangat berperan dalam menentukan
keragaman fenotipik ternak.Hasil ini
menandakan, bahwa keragaman
bobot
sapih
sebagian
besar
dipengaruhi oleh ragam lingkungan
dan hanya sebagian kecil yang
dipengaruhi ragam gen aditif. Bobot
sapih merupakan cerminan dari
pertumbuhan pedet itu sendiri dan
kemampuan produktivitas induk
termasuk produksi susu dan sifat
keibuan (mothering ability). Faktor
lingkungan yang berpengaruh antara
4
lain adalah kemampuan produksi
susu induk, tampaknya setelah
disapih terjadi penurunan bobot
hidup yang dimungkinkan adanya
fase transisi pemenuhan gizi
makanan yang pada awalnya
bergantung kepada induk dan beralih
kepada kemampuan sendiri.
Nilai SE heritabilitas bobot
sapih dari hasil penelitian ini lebih
besar
dari
nilai
heritabilitas.Tingginya
nilai
SE
disebabkan jumlah data yang sedikit
dan tingginya ragam dalam pejantan
daripada antar pejantan, jumlah data
yang sedikit menyebabkan variasi
yang besar dan diperlukan data yang
banyak untuk mengurangi variasi
besar tersebut.Menurut Sari dkk.
(2016) Nilai SE lebih besar daripada
nilai
heritabilitas
mengidentifikasikan bahwa nilai h²
tersebut kurang sesuai untuk kriteria
seleksi .
Nilai
heritabilitas
bobot
setahun hasil penelitian ini Tabel.3
lebih tinggi dibandingkan hasil
penelitian Duma (1997) dalam Putra
dkk. (2014c) pada sapi Brahman
Cross yaitu 0,44±0,14 maupun pada
sapi potong yang dinyatakan oleh
Warwick dkk. (1995) yaitu 0,350,45. Nilai heritabilitas hasil
penelitian ini
termasuk dalam
kategori tinggi sesuai dengan
pernyataan Hardjosubroto (1994)
bahwa nilai heritabilitas termasuk
dalam kelas tinggi apabila nilainya
lebih dari 0.30. Nilai heritabilitas
kategori tinggi disebabkan besarnya
pengaruh genetik yang mendominasi
ragam fenotipik yang diduga berasal
dari tetuanya.Hasil ini menandakan,
bahwa keragaman bobot setahun
tidak lagi bergantung dari induk
melainkan kemampuan individu
sendiri
beradaptasi
terhadap
lingkungan
dan
mendapatkan
pakan.Kelompok umur 365 hari
memiliki laju pertumbuhan konstan
dan selalu lebih tinggi dari kelompok
umur 205 hari sehingga seleksi
dengan kriteria umur setahun lebih
efektif dan tepat untuk meningkatkan
mutu genetik ternak (Wijono, 2007).
Nilai heritabilitas tergantung
dari keragaman lingkungan, metode
analisis dan jumlah sampel yang
digunakan.Beberapa
lingkungan
dapat
menyebabkan
ekspresi
perbedaan genetik yang lebih besar
dan karena itu memperbesar
keragaman genetik dan heritabilitas
(Warwick dkk., 1995).
Nilai Pemuliaan Pejantan
Nilai pemuliaan pejantan
yang digunakan pada penelitian ini
ditentukan berdasarkan nilai CD
(cumulative Difference) berdasarkan
performans
produksi
keturunannya.Dari 3 ekor pejantan
sapi Brahman diperoleh nilai
pemuliaan
melalui
perhitungan
dengan
menggunakan
nilai
heritabilitas bobot badan saat lahir,
sapih (205 hari) dan setahun (365
hari). Semakin tinggi nilai pemuliaan
seekor
pejantan,
menunjukkan
semakin unggul pejantan tersebut,
dan nantinya dapat menghasilkan
keturunan yang unggul pula.Menurut
Sumeidiana dkk. (2015) pejantan
yang memiliki nilai pemuliaan
terbaik dapat diseleksi untuk dipilih
sebagai pejantan unggul untuk
mengawini ternak betina, sehingga
diharapkan
anak
keturunannya
memiliki produksi yang baik seperti
tetuanya, sedangkan pejantan yang
memiliki nilai keunggulan genetik
rendah dapat dilakukan culling
karena dikhawatirkan bila digunakan
untuk mengawinkan sapi betina anak
turunannya
akan
memiliki
produktivitas
rendah
seperti
5
tetuanya. Oleh karenanya itu, nilai
pemuliaan dapat digunakan sebagai
salah satu tolak ukur seleksi untuk
memilih pejantan yang relatif
unggul.Hal ini sesuai penyataan
Martojo (1992) bahwa dugaan nilai
pemuliaan seekor ternak dapat
digunakan sebagai dasar seleksi.
Nilai pemuliaan pejantan yang digunakan di BPTU-HPT Sembawa
berdasarkan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Pemuliaan Pejantan yang digunakan di BPTU-HPT Sembawa
Kriteria Umur
Lahir
Sapih (205)
Setahun (365)
Peringkat
1.
2.
3.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
Pejantan
USA
Clyton slugger
PM. Ausi
Clyton slugger
PM. Ausi
USA
PM. Ausi
Clyton slugger
USA
Nilai pemuliaan dihitung
kemudian diurutkan dari nilai
pemuliaan yang terbesar hingga yang
terkecil. Hasil evaluasi berdasarkan
cumulative difference dengan kriteria
umur tertentu sebagaimana disajikan
pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
nilai pemuliaan sapi Brahman di
BPTU-HPT Sembawa bervariasi,
terdapat perubahan ranking pada
setiap kriteria umur. Diperoleh
peringkat
keunggulan
pertama
terbaik berdasarkan bobot lahir,
bobot sapih (205) dan bobot setahun
(365)
masing-masing
secara
berurutan adalah pejantan USA
(1,528), pejantan Clyton Slugger
(0,492) dan pejantan PM.Ausi
(4,096).
Berbedanya
peringkat
keunggulan berdasarkan ktiteria
umur tersebut diduga karena adanya
interaksi antara faktor genetik
dengan
lingkungan
yang
menyebabkan perubahan peringkat
pejantan dalam mewariskan sifat
produksi (variasi dalam sifat-sifat
Nilai Pemuliaan
1,528
0,360
-0,700
0,492
-0,410
-0.602
4,096
-0,856
-14,652
kuantitatif) dan jumlah keturunan
setiap
pejantan
tidak
sama
(Prihandini dkk, 2011) selain itu juga
nilai heritabilitas yang didapatkan
tampak beragam dan sebagian besar
sangat jauh dari kisaran nilai h²
untuk sifat produksi bobot badan
sapi potong pada umumnya. Nilai
pemuliaan
yang
didapatkan,
kemungkinan belum menunjukkan
peringkat pejantan yang sebenarnya.
Hal ini disebabkan karena pejantanpejantan tersebut dinilai dalam
periode serta tahun yang tidak sama,
bahkan sebagian besar pejantan yang
diuji hanya berdasarkan satu tahun
pengamatan (Kamayanti dkk, 2006).
Menurut Gunawan dan Noor
(2006)
heritabilitas
yang
dikategorikan sedang sampai tinggi
dapat memberikan petunjuk, bahwa
seleksi yang dilakukan akan lebih
efektif
dan
efisien
dalam
meningkatkan
perbaikan
mutu
genetik bila dibandingkan dengan
seleksi yang dilakukan pada nilai
heritabilitas rendah. Kecermatan
6
relatif pada kriteria umur setahun
(365) hasil penelitian ini memiliki
nilai yang paling tinggi. Hal ini
disebabkan karena nilai heritabilitas
bobot setahun (365) paling tinggi,
yaitu 0,77. Berdasarkan pada Tabel 3
dan 4 dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi nilai heritabilitas
maka kecermatan relatif akan
semakin tinggi. Pejantan PM. Ausi
mempunyai peringkat keunggulan
terbaik, berada paling unggul pada
kriteria umur setahun dengan dugaan
nilai pemuliaan 4,096, menunjukkan
bahwa pejantan PM. Ausi secara
genetik unggul 4,096 kg di atas ratarata populasinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa
pejantan yang terbaik adalah
pejantan PM. Ausi.
Saran
Saran
yang
dapat
disampaikan dalam penelitian ini
adalah perlu adanya evaluasi lanjutan
dengan penggunaan anak per
pejantan lebih banyak dan data yang
lebih lengkap, sehingga dapat
meningkatkan
keakuratan
hasil
evaluasi dan meningkatkan tingkat
kepercayaan pihak balai yang
bersangkutan
dalam
pemilihan
pejantan
(semen)
yang
akan
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adinata, Y. 2013. Estimasi Nilai
Pemuliaan Bobot Lahir Sapi
Peranakan Ongole Pada Unit
Pengelolaan Bibit Sumber di
Loka Penelitian Sapi Potong.
Hal.7
dalam
Prosiding
Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Grati Pasuruan. Jawa Timur.
Bar-anan,
R.and J. M. Sack.
1974. Sire Evaluation and
Estimastion of Genetic gain
in Israel Dairy Herds. Anim.
Prod. 18: 59-66.
Becker, W. A. 1992. Manual of
Quantitative Genetics.8th ed.
Washington State University,
USA.
Blakley, J. dan Bade, H, 1992. Ilmu
Peternakan. Gajah Mada
University Press.Yogyakarta.
Boligon A.A, Silva J.A.V, Sesana
R.C, Sesana J.C, Junqueira
J.B, Albuquerque LG. 2010.
Estimation
of
Genetic
Parameters For Body Weight,
Scrotal Circumference And
Testicular Volume Measured
At Different Ages In Nellore
Cattle. J Anim Sci. 88:12151219.
Direktorat
Perbibitan.
2008.
Petunjuk Pemeliharaan Sapi
Brahman Cross. Direktorat
Jendral
Peternakan.
Direktorat
Pembibitan.
Jakarta.
Duma, Y dan M. Tanari. 2008.
Potensi Respon Seleksi Sifat
Pertumbuhan Sapi Brahman
Cross di Ladang Ternak Bila
River
Ranch,
Sulawesi
Selatan. Hal. 220 dalam:
Prosiding
Seminar
Sapi
Nasional
Potong.
24
November
2008.
Palu.Sulawesi Selatan.
Gunawan, A dan R.R. Noor.2006.
Pendugaan Nilai Heritabilitas
7
Bobot Lahir dan Bobot Sapih
Domba Garut Tipe Laga. J.
Media Peternakan 29: 13.
Gushairiyanto, G dan Depison.2009.
Korelasi Genetik Antara
Bobot Sapih dengan Bobot
Satu Tahun dan Laju
Pertumbuhan Pasca Sapih
Sapi Brahman Cross. J.
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan
4: 172.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi
Pemuliaan
Ternak
di
Lapangan. Gramedia. Jakarta.
Kamayanti, Y., A. Anggraeni dan
Pallawarukka.
2006.
Pemeriksaan
Interaksi
Genetik dan Lingkungan dari
Daya Pewarisan Produksi
Susu Pejantan FriesianHolstein Impor yang dipakai
Sebagai Sumber Bibit Pada
Perkawinan IB. Lokakarya
Nasional Pengelolaan dan
Perlindungan Sumber Daya
Genetik
di
Indonesia:
Manfaat Ekonomi untuk
Mewujudkan
Ketahanan
Nasional.
Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Kaswati, K. Sumadi, dan N.
Ngadiono. 2013. Estimasi
Nilai Heritabilitas Berat
Lahir, Sapih, dan Umur Satu
Tahun pada Sapi Bali di Balai
Pembibitan Ternak Unggul
Sapi
Bali.
J.Buletin
Peternakan. 37: 75-76.
K.Sumeidiana, I. E. Kurnianto, dan
A.T.
Hantoro.2015.
Pendugaan Nilai Pemuliaan
Pejantan Sapi Perah di BPTU
Sapi
Perah
Baturraden.
Agromedia.33: 2. September
2015.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu
Genetik Ternak. Pusat Antar
Universitas
Bioteknologi.
Insititut Pertanian Bogor.
Bogor.
Maylinda, S. 2010. Pengantar
Pemuliaan
Ternak.
Universitas Brawijaya Press.
Malang.
Muslim,
K.N.,H.
Nugroho.,T.Sustilawati.
2012. Hubungan Antara
Bobot Badan Induk dan
Bobot Lahir Pedet Sapi
Brahman Cross pada Jenis
Kelamin yang Berbeda.J.
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan.
23(1):18-24.
Noor, R, R. 2010. Genetika Ternak.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Prihandini,
P.W.,L.Hakim
dan
V.M.A.
Nurgiartiningsih.
2011.
Seleksi
Pejantan
Berdasarkan Nilai Pemuliaan
Pada Sapi Peranakan Ongole
di Loka Penelitian Sapi
Potong Grati-Pasuruan. J.
Ternak Tropika. 12:.97-107.
Putra,W.P.B,Sumadi,
dan
T.
Hartatik. 2014. Estimasi Nilai
Pemuliaan
dan
Most
Probable Producing Ability
Sifat Produksi Sapi Aceh di
Kecamatan
Indrapuri
Provinsi Aceh. J. Buletin
Peternakan.Vol. 38 (1) : 2-6.
Rastosari, A., Sumadi, T. Hartatik.
2014.
Estimasi
Nilai
Pemuliaan
(NP)
Sapi
Brahman di BPTU-HPT
8
Sembawa,
Sumatra
Selatan.Hal.252
dalam
Prosiding Seminar Nasional
Biodiservitas V. Surabaya.
Sari, M.E., M.A. Nashri, dan C.
Hasnani. 2016. Estimasi Nilai
Heritabilitas Sifat Kuantitatif
Sapi Aceh. 2016. J. Agripet
16: 39.
Speidel SE, Erns R, Garrick DJ.
2007.
Weaning
weight
inheritance in environments
classified by maternal body
weight change. J Anim Sci.
85:610-617.
Warwick, E,J. J,M, Astuti dan
W.Hardjosubroto.
1995.
Pemuliaan Ternak. Gadjah
Mada
University
Press.Yogyakarta.
Sukmasari, A.H. 2001. Pendugaan
Nilai
Pemuliaan
dan
Kecenderungan
Genetik
(GeneticTrend) Bobot Badan
Sapi
Bali
diProyek
Pengembangan
dan
Pembibitan Sapi Bali (P3
Bali) diBali.Tesis. Sekolah
Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Wijono,
D.B.
2007.Pengaruh
Seleksi Bobot Sapih dan
Bobot Setahun terhadap Laju
Pertumbuhan Sapi Peranakan
Ongole di Foundation Stock.
Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Loka Penelitian Sapi Potong.
Grati.Pasuruan.
9
Download