PENDIDIKAN DALAM FILM (Analisis Semiotika Representasi Dunia Pendidikan di Daerah Pedalaman Papua dalam Film Berjudul “Di Timur Matahari” Produksi Alenia Pictures) Istiningrum Retno Drastianti Sri Herwindya Baskara Wijaya Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Rapidly development of mass media, especiallyfilms, simplify theprocess of deliveringa message. The filmis rated as oneof the mosteffectivemediato deliverthe messagebecause it can reachan unlimitedaudience. Somefilmsare madetorepresenteveryday life, shapingandre-presenting realitybased onthe codes, conventionsandideologiesof theculture. “Di Timur Matahari” movie is one of the film production from Alenia Pictures that represent the concerns of education in the inland of Papua. Location is told in this movie is Lanny Jaya district, one of the new districts in Papua. Released on June 14 2012, in a month this movie is able to attract the attention of 46.783 viewers. This study used a qualitative descriptive approach as a research method. The purpose of this study was to determine "Di Timur Matahari" movie which represents the education life in Papua through the verbal and non-verbal signs. Data analysis was performed with denotative and connotative meaning of the provision in the seventh corpus analysis, based on the Peirce theory of semiotics. Finally, the findings of this analysis is nothing but the answer to the previous problem formulation. "Di Timur Matahari" the movie represents the education life in the inland of Papua in several aspects, such as the lack of educational facilities, lack of teachers, the students’ high spirit to learn, and the outsiders’ concern to education. Furthermore, this thesis can using for next analyzing with a different method, so can be more developing from other sides, look on the analysis side untill content the thesis, would be write by the other researcher. Keywords: Education Film, Papua Film, Education in Papua, Film Semiotics. 1 Pendahuluan Teknologi informasi berkembang dengan cepat, mempermudah siapa saja dalam mendapatkan informasi sedini mungkin melalui berbagai macam media. Media yang tersedia saat ini sangat bervariatif, mulai dari yang manual hingga elektronik. Salah satu media massa elektronik yang sering digunakan adalah film. Film dinilai sebagai media massa yang cukup efektif dalam menyampaikan pesan, ketimbang media massa lainnya (Effendy, 2003: 206). Gambar bergerak atau film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser (Ardianto, 2007: 134). Film mampu manjangkau berbagai khalayak yang tidak terbatas ragamnya. Melalui film, khalayak diajak untuk menerima data, fakta, pandangan, dan pikiran dalam kemasan realitas sebuah film. Tujuan utama khalayak menonton film adalah untuk mendapatkan hiburan. Akan tetapi, didalam film juga terdapat fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Sejak 1979, perfilman nasional memiliki misi selain menjadi media hiburan, dapat pula digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building.Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang obyektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang (Ardianto, 2007: 134). Dunia perfilman Indonesia dianggap mati suri sekitar tahun 1990-2000. Di era tersebut, film-film Hollywood dan Hongkong mendominasi di bioskop. Beberapa film yang dianggap sebagai pertanda bangkitnya perfilman Indonesia adalah Petualangan Sherina (1999), Ada Apa Dengan Cinta? (2001) dan Jelangkung (2001). Setelah itu, muncullah berbagai film Indonesia di bioskop. Pada tahun 2008 saja, tercatat ada 100 film Indonesia yang diputar di bioskop (Effendy, 2008: 1). Suksesnya Petualangan Sherina pada masa tersebut sebenarnya menunjukkan potensi pasar film anak. Tetapi tidak banyak rumah produksi yang memproduksi film anak. Salah satu rumah produksi film yang sejak awal 2 berkomitmen untuk memproduksi film anak dan tetap konsisten hingga saat ini adalah Alenia Pictures atau dikenal juga dengan Alenia Production. Film pertama mereka, Denias Senandung Diatas Awan, bercerita tentang anak di daerah Papua. Selanjutnya ada berbagai film yang diproduksi, seperti King, Tanah Air Beta, Serdadu Kumbang dan Di Timur Matahari. Sebagian besar film produksi Alenia Pictures selalu bercerita tentang kehidupan anak-anak di daerah tertinggal. Konsistensi rumah produksi ini menarik perhatian peneliti untuk mengamati film-film yang diproduksi lebih mendalam. Dari film-film yang diproduksi oleh Alenia Pictures, peneliti memilih film Di Timur Matahari yang ditayangkan perdana pada pertengahan tahun 2012. Film Di Timur Matahari menceritakan tentang dunia pendidikan di pedalaman Papua dan kebudayaan serta adat istiadat warga setempat. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan masalah pada pendidikan di pedalaman Papua. Dunia pendidikan di pedalaman Papua jauh berbeda dengan yang kita jalani di kota tempat kita tinggal. Untuk sekolah, mereka tidak memiliki guru tetap. Gedung sekolahpun sebenarnya tidak memadai, terlihat dari tembok yang bolong dan bangku yang sedikit. Bahkan, setiap bangku diduduki tiga hingga empat siswa. Keberadaan sekolah negeri tidak menjamin kelancaran berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Jika letak sekolah sulit dijangkau, biasanya guru hanya datang beberapa hari sekali, bahkan sebulan sekali. Sarana yang ada di sekolah juga terkadang bisa dikatakan jauh dari layak. Kurangnya buku, bangku yang diduduki hingga empat siswa, papan tulis dan tembok yang bolong, menjadi kondisi yang dianggap wajar. Kurikulum yang diajarkan juga berbeda cukup jauh. Di daerah yang jauh dari kota besar, karena terhalang oleh jumlah pertemuan kegiatan belajar mengajar, kurikulumnya mengalami perbedaan. Pelajaran yang diajarkan pada siswa kelas 6 SD, tidak berbeda jauh dengan kurikulum yang diajarkan pada murid kelas 4 SD di kota besar. Tokoh sentral dalam film ini bernama Mazmur, seorang anak suku pedalaman Papua yang ingin belajar di sekolah, namun guru pengganti tidak 3 kunjung datang hingga berbulan-bulan. Mazmur bersamateman- temansekolahnyaberusahamencari guru lain dengan membujuk Bapa Pendeta dan seorang dokter yang bertugas disana. Bapa Pendeta dan dokter menolak untuk mengajar di sekolah, mereka hanya mengajar secara informal ketika sedang berkumpul. Semangat mereka untuk bersekolah dan mendapatkan ilmu tidak pernah padam, walaupun tidak ada guru di sekolah, mereka belajar melalui alam dan orang-orang di desa. Hal-hal yang ditekankan pada penelitian ini, penulis lebih menitikberatkan pada representasi dunia pendidikan di Papua dalam film yang berjudul Di Timur Matahari produksi Alenia Pictures. Dunia pendidikan merupakan sangat penting bagi anak-anak, karena disitulah mereka berkembang dan mengenal dunia. Dari film tersebut, penonton juga bisa mendapatkan gambaran mengenai bagaimana sesungguhnya kehidupan di Papua, bagaimana perjuangan orang dewasa dan anak-anak untuk mendapatkan hak mereka sebagai warga negara. Berdasarkan permasalahan inilah penulis mencoba mengkaji tentang adanya representasi dunia pendidikan di Papua melalui tanda-tanda yang terdapat pada adegan-adegan dalam film. Rumusan Masalah Bagaimana film “Di Timur Matahari” produksi Alenia Pictures merepresentasikan dunia pendidikan di Papua melalui tanda-tanda verbal maupun non verbal? Telaah Pustaka 1. Komunikasi Definisikomunikasi yang paling seringdigunakanadalahmilik Harold Lasswell, “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” (Siapa Mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana). Melalui definisi tersebut, dapat diturunkan lima unsur komunikasi, yaitu: pengirim (sender) atau komunikator (communicator), pesan, saluran atau media, penerima (receiver) atau 4 komunikate (communicate), dan efek yang terjadi setelah pesan diterima (Mulyana, 2007: 69-71). Komunikasi dibagi menjadi beberapa tingkatan atau level, diantaranya komunikasi intrapribadi, komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (majalah, koran) atau elektronik (radio dan televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembaga, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak bagian tempat, anonim, dan heterogen (Susanto, 1995: 6). 2. Komunikasi Verbal Dan Nonverbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan katakata secara lisan dengan secara sadar dilakukan oleh manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Dasar komunikasi verbal adalah interaksi antarmanusia. Bagimanusia, berkomunikasi secara lisan atau bertatapan dengan manusia lain merupakan sarana utama manyatukan pikiran, perasaan dan maksud kita (Fajar, 2009: 10). Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu (Mulyana, 2007: 206-207). Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan peristiwa. Setiap orang memiliki nama untuk identifikasi sosial (Mulyana, 2007:266). Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu penamaan, interaksi dan transmisi informasi (Riswandi, 2009: 60). Komunikasi verbal yang hanya 35% dari keseluruhan komunikasi kita, memiliki beberapa kerterbatasan. Keterbatasan itu antara lain: 5 keterbatasan jumlah kata untuk mewakili objek, kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual, kata-kata mengandung bias budaya, serta pencampuradukan fakta, penafsiran dan penilaian. Dalam bentuk sederhana, komunikasi non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya, maka orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat non verbal (Riswandi, 2009: 67). Perilaku nonverbal memiliki kaitan dengan komunikasi verbal. Dalam komunikasi verbal, komunikasi nonverbal berfungsi sebagai pengulangam/repetisi komunikasi verbal; memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal; menggantikan/substitusi perilaku verbal; meregulasi perilaku verbal; dan membantah atau bertentangan (kontradiksi) denga perilaku verbal. Secara garis besar, Larry A. Samovar dan Richard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal mrnjadi dua kategori besar, yakni: pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan pstur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan prabahasa; kedua, ruang, waktu dan diam. 3. Film Film adalah gambar yang bergerak dikenal dengan gambar hidup dan memang gerakan itu merupakan unsur pemberi hidup kepada suatu gambar. Untuk meningkatkan kesan dan dampak dari film, suatu film diiringi dengan suara yang dapat berupa dialog atau musik sehingga dialog atau musik merupakan alat bantu penguat ekspresi, disamping suara musik, warna yang mempertinggi nilai kenyataan pada film sehingga unsur sungguh-sungguh terjadi sedang dialami oleh khalayak pada saat film diputar makin terpenuhi (Susanto, 1992: 247). Ada beberapa faktor yang menunjukkan karakteristik film, antara lain layar yang lebar/luas, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis (Elvinaro, 2007: 136-138). Berdasarkan jenisnya, 6 film dibagi menjadi empat, yaitu film cerita (story film), film berita (news reel), film dokumenter (documentary film) dan film kartun (cartoon film) (Ardianto, 2007: 138-140). 4. Sinematografi Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu film, framing dan durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknikteknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan sebagainya (Pratista, 2008: 89). Salah satu aspek framing yang terdapat dalam sinematografi adalah jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu extreme longn shot (jarak kamera paling jauh dari objek), long shot (tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar belakang masih dominan), medium long shot (manusia terlihat dari bawah lutut sampai keatas), medium shot (memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang keatas), medium close up (memperlihatkan tubuh manusia dari dada keatas), close up (memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya) dan extreme close up (memperlihatkan lebih mendetil baian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan bagian lainnya atau bagian dari sebuah obyek) (Pratista, 2008: 104-106). 5. Film Sebagai Media Massa Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), dangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2007: 3). Komunikasi massa memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat. Dominick menyebutkan beberapa fungsi komunikasi massa, terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation 7 (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan) (Ardianto, 2007: 15). Film mempunyai kekuatan untuk mengkonstruksi pesan lewat bahasa audio visual. Realitas atau fakta yang berada dalam film seolaholah muncul sebagai representasi peristiwa yang obyektif, jujur, adil, transparan. Penonton hanya menjadi mayoritas yang diam ketika menonton film. Kekuatan film sebagai media massa dibandingkan dengan jenis media massa lain adalah layar lebar/luas, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis (Ardianto, 2007: 136-138). 6. Pendidikan di Indonesia Isu strategis pendidikan nasional adalah masalah-masalah pendidikan yang harus menjadi perhatian. Saat ini tiga masalah pokok atau isu strategis pendidikan nasional yang dikedepankan oleh pemerintah berkenaan dengan masalah: pemerataan dan perluasan pendidikan; mutu dan relevansi pendidikan; dan governance dan akuntabilitas. Sedangkan menurut pakar, berpendapat ada delapan masalah pendidikan yang harus menjadi perhatian. Kedelapan masalah tersebut menyangkut kebijakan pendidikan, perkembangan anak Indonesia, guru, relevansi pendidikan, mutu pendidikan, pemerataan, manajemen pendidikan, dan pembiayaan pendidikan (Nugroho, 2008: 12-13). Dalam jurnal ini, isu strategis pendidikan yang dibahas lebih mengarah ke pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan sudah menjadi agenda pemerintah sejak dulu, tetapi tetap saja terjadi kesenjangan yang cukup jauh antara kota yang dekat dengan pemerintahan dan daerah pedalaman. Menurut Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Indonesia, alasan klasik tertinggalnya kualitas pendidikan di kawasan terpencil di Papua, seperti Lanny Jaya, adalah anggaran yang minim dan keterbatasan guru (tempo.co, 2013). Keadaan ini sering membuat orangorang yang peduli melakukan berbagai upaya untuk membantu pendidikan yang tertinggal. Beberapa mengangkat hal yang terjadi kedalam buku atau 8 film, beberapa membuat komunitas yang bergerak langsung membantu pengajaran disana. 7. Pendekatan Analisis Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia (Sobur, 2003: 15). Peirce manandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan obyek-obyek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat, dan symbol untuk asosiasi konvensional (Sobur, 2003: 31-35). Semiotika merupakan bagian dasar dari komunikasi. Dasar teori komunikasinya berfokus pada mengirim, menerima dan menafsirkan tanda-tanda. Tanda-tanda adalah semua sarana yang kita gunakan untuk berkomunikasi, seperti bahasa, gerak tubuh, penanda, warna dan lain-lain (Svenonius, 2011). Peirce melihat sistem tanda dalam isi media melalui tiga hal, yaitu ikon, hubungan kesamaan atau kemiripan antara tanda acuannya; indeks, merupakan hubungan sebab-akibat antara tanda dan acuannya.; dan simbol, merupakan hubungan antara tanda dengan acuannya yang terbentuk secara konvensional serta telah lazim digunakan masyarakat. Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bersifat mendeskripsikan suatu fenomena.Sehingga hasil penelitian ini nantinya bersifat deskriptif kualitatif dan tidak bermaksud menguji suatu hipotesa.Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. 9 Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan, berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di mata masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2008:68). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika oleh Charles Sanders Peirce. Dengan teori ini, tanda-tanda diurai berdasarkan signifier dan signified-nya sehingga ditemukan makna dari referent film “Di Timur Matahari”. Pemaknaan korpus dilakukan dengan menggunakan tipologi pendekatan model Charles Sanders Peirce. Sajian dan Analisis Data Pada bagian ini akan disajikan data-data yang telah didapatkan dan akan langsung dianalisis terkait permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Data-data tersebut didapatkan peneliti dari analisis dokumen, buku, artikel serta wawancara dengan beberapa narasumber yang sudah menonton film Di Timur Matahari dan berkontribusi kepada pendidikan di Papua. No. 1. Scene Scene 1 00.19 Sinopsis Bercerita Aspek Verbal dan Nonverbal tentang Verbal: – tokoh utama - 01.02 menunggu kedatangan Nonverbal: (disc 1) gurunya di bandar udara. 10 2. Scene 8 01.03 Bercerita – tokoh utama tentang Verbal: yang - 02.12 memerikan kabar Nonverbal: (disc 1) tentang ketidakhadiran guru kepada temantemannya di sekolah. 3. Scene 18 12.23 Bercerita tentang Verbal: – anak-anak bermain di Murid lain : (gaduh bermain bola 13.28 kelas untuk mengisi didalam kelas) (disc 1) waktu menunggu guru Mazmur : Teman-teman, guru yang ternyata tidak pengganti belum juga datang. Ya datang. sudah, kita main bola saja. Thomas : Yehehe Suryani : (memulai menyanyi bersama) Disini senang.. Murid lain : Disana senang, dimanamana hatiku senang. Disini senang, disana senang, dimana-mana hatiku 11 senang. Tangan dilambai-lambai, kaki disentak-sentak, putar badan (bernyanyi bersama) Nonverbal: 4. Scene 36 29.25 Bercerita tentang Verbal: – Bapa Yakob Bapa Yakob : Guru belum datang. 30.23 mendatangi (disc 1) untuk guru sekolah Kalian, menyanyi saja. mengabarkan Nonverbal: tidak datang, tetapi ternyata anakanak tidak ke sekolah. 12 5. Scene 39 Bercerita tentang Verbal: 30.54 – anak-anak 33.44 masuk (disc 1) meminta kepada tidak Suryani : Om Jollex yang baik. sekolah, Jollex : Apa lagi? pekerjaan Suryani : Kami datang kemari untuk Jollex dan minta pekerjaan. Ucok, namun ditolak. Jollex : Minta pekerjaan? Tidak, tidak, tidak. Kamu harus sekolah, kamu harus belajar. Mazmur : Belajar bekerja, Om. Jollex : Kau lagi, kecil-kecil cari pekerjaan. Agnes : Om Ucok yang baik, kita bisa kerja kah? Ucok : Jollex, apa lagi ini? Jollex : Tadi Om su bilang trada pekerjaan untuk kalian kecil-kecil seperti ini. (membentak) Thomas : Cabut-cabut rumputkah, ambil-ambil batu, kami juga bisa. Suryani : Iya, Om. Cuci piring, kasi bersih bedeng, kami juga bisa. Ucok : He kalian pikir ini Pramuka kah? Sudah, pulang sana pulang! Nonverbal: 13 6. Scene 40 33.45 Bercerita – anak-anak tentang Verbal: meminta Pendeta Samuel : Pagi anak-anak! 35.19 Pendeta Samuel untuk Anak-anak : Pagi, Bapa! (disc 1) menjadi pengganti, guru Pendeta Samuel : Hei, kalian pu tetapi guru belum datang kah? Pendeta Samuel tidak Anak-anak : Belum (serentak) menyanggupinya. Agnes : Bapa Pendeta! Bapa Pendeta bisa ajar kami kah? Pendeta Samuel : Hei, Agnes. Hampir setiap hari Bapa Pendeta keluar-masuk kampung, pelayanan. Suryani : Kami juga perlu dilayani, Bapa. Pendeta Samuel : Tunggu dulu. Ada sekolah minggu, toh? Nah, kenapa kalian jarang datang? Thomas : Bapa Pendeta pernah bilang, hari Minggu itu hari Tuhan. Tidak ada pekerjaan kecuali ke 14 gereja. Pendeta Samuel : Eh sini dulu, sini. Duduk sini. Dengar semua, sekolah minggu itu juga untuk Tuhan toh? Agnes : Kami mau belajar membaca, menulis dan berhitung, Bapa. Nonverbal: 7. Scene 91 Bercerita tentang Verbal: 53.19 – anak-anak 54.13 bersekolah (disc 2) Michael sebagai guru Anak-anak, karena guru pengganti kembali Pendeta Samuel : Shalom. dengan Michael : Shalom, Bapa Pendeta. dan Pendeta Samuel belum juga datang, mari kitorang bersedia menjadi untuk belajar bersama guru Samuel. pengganti di sekolah Anak-anak : Yeeee! tersebut. Nonverbal: 15 Bapa Pendeta Sumber: data penulis. Terkait dengan analisis data, peneliti mengaitkannya dengan salah satu unsur komunikasi, yaitu pesan. Pesan yang dikomunikasikan melalui tanda verbal dan nonverbal dalam film, ditelaah menggunakan semiotika. Dibawah ini adalah sajian analisis data dalam film yang sudah dikategorisasikan, yaitu: No 1. Kategorisasi Korpus Makna Kurangnya Sarana dan Korpus 2 Denotatif: Prasarana Bangunan Sekolah sekolah, perabotan Menggambarkan tentang didalam kelas sangat minim. Selain keadaan itu, tidak terlihat juga alat peraga sarana prasarana yang mendukung belajar dan pendidikan. kegiatan mengajar Konotatif: di Keadaan yang kurang mendukung sekolah. untuk kegiatan belajar-mengajar. Tetapi mereka tidak pernah terlihat mengeluh tentang keadaan itu. 2. Kurangnya Tenaga Korpus 1 Denotatif: Murid Pengajar 16 asli Papua menunggu Menggambarkan keadaan kedatangan gurunya di lapangan dimana tenaga pengajar yang menjadi landasan pesawat. tidak hadir dalam setiap Karena yang ditunggu tidak datang, kesempatan ia segera menuju sekolah anak-anak bersekolah. Konotatif: Seorang murid SD di daerah pedalaman Papua yang dengan sabar menanti kedatangan gurunya. Disana, kedatangan guru tidak dapat dipastikan. 3. Semangat Belajar Korpus 2 Denotatif: Anak-anak yang Tinggi Mazmur Menggambarkan tentang mengabarkan bagaimana datang hari itu, disambut sorakan tetap anak-anak bersemangat datang guru ke sekolah, yang tidak teman-temannya. menuntut ilmu walaupun Konotatif: guru mereka tidak datang Kekecewaan murid-murid karena dalam kurun waktu yang guru tidak datang dan tidak ada cukup lama. kegiatan belajar-mengajar pada hari itu. Korpus 3 Denotatif: Mazmur berlari dari lapangan ke sekolah, mengabarkan kalau guru tidak datan lagi. Konotatif: Anak-anak tetap menanti guru mereka di sekolah walapun sudah beberapa kali guru mereka tidak datang. Korpus 6 17 Denotatif: Anak-anak meminta penddeta untuk menjadi guru mereka di sekolah, tetapi tidak bisa. Konotatif: Karena tidak pernah ada guru yang datang, anak-anak berusaha mencari guru sendiri. 4. Korpus 4 Kepedulian Denotatif: Masyarakat Sekitar Bapa Menggambarkan tentang sekolah, mengabarkan bahwa guru bagaimana tidak datang. orang-orang Yakob berlari menuju di lingkungan tersebut Konotatif: menaruh kepedulian Kepedulian seorang tetua terhadap terhadap penantian anak-anak kepada guru yang besar anak-anak. mereka. Korpus 5 Denotatif: Anak-anak mendatangi Jollex dan Ucok untuk meminta pekerjaan. Permintaan mereka ditolak, karena mereka seharusnya sekolah, bukan bekerja. Konotatif: Orang dewasa di disekitar mereka sebenarnya peduli dengan pendidikan anak-anak, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Korpus 7 Denotatif: Michael mengajar di kelas, disusul Pendeta Samuel yang menyatakan bersedia untuk mengajar hinggu guru datang. 18 Konotatif: Siapapun berjalannya bisa kegiata membantu yang berhubungan dengan pendidikan di Papua Sumber: data penulis. Kesimpulan Berdasarkan analisa yang dilakukan pada tujuh scene film “Di Timur Matahari” yang berhubungan dengan pendidikan, dapat disimpulkan menjadi beberapa poin, yaitu: a. Tenaga pengajar yang tidak memadai Keseluruhan korpus menggambarkan dalam jangka waktu yang cukup lama, tidak ada guru yang datang mengajar di sekolah. Ketidakhadiran guru ini menghambat jalannya kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Anak-anak yang tidak bisa belajar karena tidak ada guru, hanya bisa menunggu dan bermain. b. Sarana dan prasarana yang kurang Walaupun memakai seragam, tetap saja terlihat tidak sesuai dengan ketetapan. Buku sebagai bahan ajar ataupun pegangan murid, tidak pernah tampak dalam film dari awal hingga akhir. Anak-anak ke sekolah tidak pernah terlihat membawa tas. Bangunan sekolah hanya terdiri dari tiga kelas. Bangku sekolah digunakan lebih dari yang seharusnya. Alat peraga pendidikan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar juga tidak tampak di kelas. c. Semangat anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak Semangat anak-anak untuk bersekolah dapat kita lihat dalam ketujuh korpus yang diteliti. Mereka tetap datang ke sekolah dan menanti guru mereka walaupun ternyata guru tidak datang. Mereka bahkan mendatangi pendeta dan memnintanya untuk mengajar di sekolah mereka. 19 d. Kepedulian orang-orang sekitar terhadap pendidikan Dalam korpus yang diteliti, orang-orang dewasa disekitar mereka sebenarnya peduli dengan pendidikan mereka. Hanya saja tidak semua dari mereka sanggup untuk menjadi guru pengganti di sekolah. Mereka hanya mampu mengingatkan agar anak-anak terus bersemangat menanti guru datang. Saran a. Kepada pihak-pihak yang memproduksi film, baik film layar lebar maupun film indie, agar lebih banyak mengangkat realitas sosial kehidupan di daerah tertinggal b. Membutuhkan sejumlah teori dan sumber-sumber yang lebih banyak lagi untuk dipakai oleh peneliti selanjutnya, agar lebih valid lagi mengungkap makna dalam film yang dikaji. c. Perlunya mematangkan konsep dan pemikiran sebelum menentukan tema yang akan diambil sebagai bahan penelitian. Daftar Pustaka Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukiati Komala. (2007). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Effendy, Heru. (2008). Industri Perfilman Indonesia: Sebuah Kajian. Jakarta: Erlangga. Effendy, Onong Uchyana. (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditia Bakti. http://www.tempo.co/read/news/2013/07/29/079500467/Kurikulum-2013-AnakPapua-Punya-Cerita, diakses 3 Agustus 2014. Mulyana, Dedy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nugroho, Riant. (2008). Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi, dan Strategi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Svenonius, Ola. (2011). Semiotic approaches to surveillance?. http://www.lisscost.eu/fileadmin/semiotic__surveillance_ola.pdf. diakses pada tanggal 30 Maret 2014, pukul 17.59. 20