- Jurnal Kommas

advertisement
PENDIDIKAN DALAM FILM
(Analisis Semiotika Representasi Dunia Pendidikan di Daerah Pedalaman
Papua dalam Film Berjudul “Di Timur Matahari” Produksi Alenia Pictures)
Istiningrum Retno Drastianti
Sri Herwindya Baskara Wijaya
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Rapidly development of mass media, especiallyfilms, simplify theprocess of
deliveringa message. The filmis rated as oneof the mosteffectivemediato deliverthe
messagebecause
it
can
reachan
unlimitedaudience.
Somefilmsare
madetorepresenteveryday life, shapingandre-presenting realitybased onthe codes,
conventionsandideologiesof theculture.
“Di Timur Matahari” movie is one of the film production from Alenia Pictures
that represent the concerns of education in the inland of Papua. Location is told
in this movie is Lanny Jaya district, one of the new districts in Papua. Released on
June 14 2012, in a month this movie is able to attract the attention of 46.783
viewers.
This study used a qualitative descriptive approach as a research method. The
purpose of this study was to determine "Di Timur Matahari" movie which
represents the education life in Papua through the verbal and non-verbal signs.
Data analysis was performed with denotative and connotative meaning of the
provision in the seventh corpus analysis, based on the Peirce theory of semiotics.
Finally, the findings of this analysis is nothing but the answer to the previous
problem formulation. "Di Timur Matahari" the movie represents the education
life in the inland of Papua in several aspects, such as the lack of educational
facilities, lack of teachers, the students’ high spirit to learn, and the outsiders’
concern to education.
Furthermore, this thesis can using for next analyzing with a different method, so
can be more developing from other sides, look on the analysis side untill content
the thesis, would be write by the other researcher.
Keywords: Education Film, Papua Film, Education in Papua, Film Semiotics.
1
Pendahuluan
Teknologi informasi berkembang dengan cepat, mempermudah siapa saja
dalam mendapatkan informasi sedini mungkin melalui berbagai macam media.
Media yang tersedia saat ini sangat bervariatif, mulai dari yang manual hingga
elektronik. Salah satu media massa elektronik yang sering digunakan adalah film.
Film dinilai sebagai media massa yang cukup efektif dalam menyampaikan pesan,
ketimbang media massa lainnya (Effendy, 2003: 206).
Gambar bergerak atau film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa
visual di belahan dunia ini. lebih dari ratusan juta orang menonton film di
bioskop, film televisi dan film video laser (Ardianto, 2007: 134). Film mampu
manjangkau berbagai khalayak yang tidak terbatas ragamnya. Melalui film,
khalayak diajak untuk menerima data, fakta, pandangan, dan pikiran dalam
kemasan realitas sebuah film.
Tujuan utama khalayak menonton film adalah untuk mendapatkan
hiburan. Akan tetapi, didalam film juga terdapat fungsi informatif maupun
edukatif, bahkan persuasif. Sejak 1979, perfilman nasional memiliki misi selain
menjadi media hiburan, dapat pula digunakan sebagai media edukasi untuk
pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building.Fungsi
edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang
obyektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari
secara berimbang (Ardianto, 2007: 134).
Dunia perfilman Indonesia dianggap mati suri sekitar tahun 1990-2000. Di
era tersebut, film-film Hollywood dan Hongkong mendominasi di bioskop.
Beberapa film yang dianggap sebagai pertanda bangkitnya perfilman Indonesia
adalah Petualangan Sherina (1999), Ada Apa Dengan Cinta? (2001) dan
Jelangkung (2001). Setelah itu, muncullah berbagai film Indonesia di bioskop.
Pada tahun 2008 saja, tercatat ada 100 film Indonesia yang diputar di bioskop
(Effendy, 2008: 1).
Suksesnya
Petualangan Sherina
pada masa tersebut
sebenarnya
menunjukkan potensi pasar film anak. Tetapi tidak banyak rumah produksi yang
memproduksi film anak. Salah satu rumah produksi film yang sejak awal
2
berkomitmen untuk memproduksi film anak dan tetap konsisten hingga saat ini
adalah Alenia Pictures atau dikenal juga dengan Alenia Production. Film pertama
mereka, Denias Senandung Diatas Awan, bercerita tentang anak di daerah Papua.
Selanjutnya ada berbagai film yang diproduksi, seperti King, Tanah Air Beta,
Serdadu Kumbang dan Di Timur Matahari.
Sebagian besar film produksi Alenia Pictures selalu bercerita tentang
kehidupan anak-anak di daerah tertinggal. Konsistensi rumah produksi ini
menarik perhatian peneliti untuk mengamati film-film yang diproduksi lebih
mendalam. Dari film-film yang diproduksi oleh Alenia Pictures, peneliti memilih
film Di Timur Matahari yang ditayangkan perdana pada pertengahan tahun 2012.
Film Di Timur Matahari menceritakan tentang dunia pendidikan di pedalaman
Papua dan kebudayaan serta adat istiadat warga setempat. Pada penelitian ini,
peneliti memfokuskan masalah pada pendidikan di pedalaman Papua.
Dunia pendidikan di pedalaman Papua jauh berbeda dengan yang kita
jalani di kota tempat kita tinggal. Untuk sekolah, mereka tidak memiliki guru
tetap. Gedung sekolahpun sebenarnya tidak memadai, terlihat dari tembok yang
bolong dan bangku yang sedikit. Bahkan, setiap bangku diduduki tiga hingga
empat siswa.
Keberadaan sekolah negeri tidak menjamin kelancaran berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar. Jika letak sekolah sulit dijangkau, biasanya guru hanya
datang beberapa hari sekali, bahkan sebulan sekali. Sarana yang ada di sekolah
juga terkadang bisa dikatakan jauh dari layak. Kurangnya buku, bangku yang
diduduki hingga empat siswa, papan tulis dan tembok yang bolong, menjadi
kondisi yang dianggap wajar.
Kurikulum yang diajarkan juga berbeda cukup jauh. Di daerah yang jauh
dari kota besar, karena terhalang oleh jumlah pertemuan kegiatan belajar
mengajar, kurikulumnya mengalami perbedaan. Pelajaran yang diajarkan pada
siswa kelas 6 SD, tidak berbeda jauh dengan kurikulum yang diajarkan pada
murid kelas 4 SD di kota besar.
Tokoh sentral dalam film ini bernama Mazmur, seorang anak suku
pedalaman Papua yang ingin belajar di sekolah, namun guru pengganti tidak
3
kunjung
datang
hingga
berbulan-bulan.
Mazmur
bersamateman-
temansekolahnyaberusahamencari guru lain dengan membujuk Bapa Pendeta dan
seorang dokter yang bertugas disana. Bapa Pendeta dan dokter menolak untuk
mengajar di sekolah, mereka hanya mengajar secara informal ketika sedang
berkumpul. Semangat mereka untuk bersekolah dan mendapatkan ilmu tidak
pernah padam, walaupun tidak ada guru di sekolah, mereka belajar melalui alam
dan orang-orang di desa.
Hal-hal yang ditekankan pada penelitian ini, penulis lebih menitikberatkan
pada representasi dunia pendidikan di Papua dalam film yang berjudul Di Timur
Matahari produksi Alenia Pictures. Dunia pendidikan merupakan sangat penting
bagi anak-anak, karena disitulah mereka berkembang dan mengenal dunia. Dari
film tersebut, penonton juga bisa mendapatkan gambaran mengenai bagaimana
sesungguhnya kehidupan di Papua, bagaimana perjuangan orang dewasa dan
anak-anak untuk mendapatkan hak mereka sebagai warga negara. Berdasarkan
permasalahan inilah penulis mencoba mengkaji tentang adanya representasi dunia
pendidikan di Papua melalui tanda-tanda yang terdapat pada adegan-adegan dalam
film.
Rumusan Masalah
Bagaimana film “Di Timur Matahari” produksi Alenia Pictures merepresentasikan
dunia pendidikan di Papua melalui tanda-tanda verbal maupun non verbal?
Telaah Pustaka
1. Komunikasi
Definisikomunikasi
yang
paling
seringdigunakanadalahmilik
Harold Lasswell, “Who Says What In Which Channel To Whom With What
Effect?” (Siapa Mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan
pengaruh bagaimana). Melalui definisi tersebut, dapat diturunkan lima
unsur
komunikasi,
yaitu:
pengirim
(sender)
atau
komunikator
(communicator), pesan, saluran atau media, penerima (receiver) atau
4
komunikate (communicate), dan efek yang terjadi setelah pesan diterima
(Mulyana, 2007: 69-71).
Komunikasi dibagi menjadi beberapa tingkatan atau level,
diantaranya
komunikasi
intrapribadi,
komunikasi
antar
pribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa,
baik cetak (majalah, koran) atau elektronik (radio dan televisi) yang
dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembaga, yang ditujukan
kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak bagian tempat,
anonim, dan heterogen (Susanto, 1995: 6).
2. Komunikasi Verbal Dan Nonverbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan katakata secara lisan dengan secara sadar dilakukan oleh manusia untuk
berhubungan dengan manusia lainnya. Dasar komunikasi verbal adalah
interaksi antarmanusia. Bagimanusia, berkomunikasi secara lisan
atau
bertatapan dengan manusia lain merupakan sarana utama manyatukan
pikiran, perasaan dan maksud kita (Fajar, 2009: 10).
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyampaikan pikiran,
perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang
merepresentasikan
berbagai
aspek
realitas
individual
kita.
Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu
menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang
diwakili kata-kata itu (Mulyana, 2007: 206-207).
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau
menjuluki orang, objek dan peristiwa. Setiap orang memiliki nama untuk
identifikasi sosial (Mulyana, 2007:266). Menurut Larry L. Barker, bahasa
memiliki tiga fungsi, yaitu penamaan, interaksi dan transmisi informasi
(Riswandi, 2009: 60).
Komunikasi verbal yang hanya 35% dari keseluruhan komunikasi
kita, memiliki beberapa kerterbatasan. Keterbatasan itu antara lain:
5
keterbatasan jumlah kata untuk mewakili objek, kata-kata bersifat ambigu
dan
kontekstual,
kata-kata
mengandung
bias
budaya,
serta
pencampuradukan fakta, penafsiran dan penilaian.
Dalam bentuk sederhana, komunikasi non verbal adalah semua
isyarat yang bukan kata-kata. Jika terjadi pertentangan antara apa yang
diucapkan seseorang dengan perbuatannya, maka orang lain cenderung
mempercayai hal-hal yang bersifat non verbal (Riswandi, 2009: 67).
Perilaku nonverbal memiliki kaitan dengan komunikasi verbal.
Dalam komunikasi verbal, komunikasi nonverbal berfungsi sebagai
pengulangam/repetisi komunikasi verbal; memperteguh, menekankan, atau
melengkapi perilaku verbal; menggantikan/substitusi perilaku verbal;
meregulasi
perilaku
verbal;
dan
membantah
atau
bertentangan
(kontradiksi) denga perilaku verbal.
Secara garis besar, Larry A. Samovar dan Richard E. Porter
membagi pesan-pesan nonverbal mrnjadi dua kategori besar, yakni:
pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan
pstur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan
prabahasa; kedua, ruang, waktu dan diam.
3. Film
Film adalah gambar yang bergerak dikenal dengan gambar hidup
dan memang gerakan itu merupakan unsur pemberi hidup kepada suatu
gambar. Untuk meningkatkan kesan dan dampak dari film, suatu film
diiringi dengan suara yang dapat berupa dialog atau musik sehingga dialog
atau musik merupakan alat bantu penguat ekspresi, disamping suara
musik, warna yang mempertinggi nilai kenyataan pada film sehingga
unsur sungguh-sungguh terjadi sedang dialami oleh khalayak pada saat
film diputar makin terpenuhi (Susanto, 1992: 247).
Ada beberapa faktor yang menunjukkan karakteristik film, antara
lain layar yang lebar/luas, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan
identifikasi psikologis (Elvinaro, 2007: 136-138). Berdasarkan jenisnya,
6
film dibagi menjadi empat, yaitu film cerita (story film), film berita (news
reel), film dokumenter (documentary film) dan film kartun (cartoon film)
(Ardianto, 2007: 138-140).
4. Sinematografi
Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu
film, framing dan durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknikteknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti
warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan sebagainya
(Pratista, 2008: 89).
Salah satu aspek framing yang terdapat dalam sinematografi adalah
jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu extreme longn shot (jarak
kamera paling jauh dari objek), long shot (tubuh fisik manusia telah
tampak jelas namun latar belakang masih dominan), medium long shot
(manusia terlihat dari bawah lutut sampai keatas), medium shot
(memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang keatas), medium close up
(memperlihatkan
tubuh
manusia
dari
dada
keatas),
close
up
(memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya)
dan extreme close up (memperlihatkan lebih mendetil baian dari wajah,
seperti telinga, mata, hidung, dan bagian lainnya atau bagian dari sebuah
obyek) (Pratista, 2008: 104-106).
5. Film Sebagai Media Massa
Komunikasi
massa
merupakan
bentuk
komunikasi
yang
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan
komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh
(terpencar), dangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto,
2007: 3). Komunikasi massa memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat.
Dominick menyebutkan beberapa fungsi komunikasi massa, terdiri dari
surveillance
(pengawasan),
interpretation
7
(penafsiran),
linkage
(keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment
(hiburan) (Ardianto, 2007: 15).
Film mempunyai kekuatan untuk mengkonstruksi pesan lewat
bahasa audio visual. Realitas atau fakta yang berada dalam film seolaholah muncul sebagai representasi peristiwa yang obyektif, jujur, adil,
transparan. Penonton hanya menjadi mayoritas yang diam ketika
menonton film. Kekuatan film sebagai media massa dibandingkan dengan
jenis media massa lain adalah
layar lebar/luas, pengambilan gambar,
konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis (Ardianto, 2007: 136-138).
6. Pendidikan di Indonesia
Isu
strategis
pendidikan
nasional
adalah
masalah-masalah
pendidikan yang harus menjadi perhatian. Saat ini tiga masalah pokok atau
isu strategis pendidikan nasional yang dikedepankan oleh pemerintah
berkenaan dengan masalah: pemerataan dan perluasan pendidikan; mutu
dan relevansi pendidikan; dan governance dan akuntabilitas. Sedangkan
menurut pakar, berpendapat ada delapan masalah pendidikan yang harus
menjadi perhatian. Kedelapan masalah tersebut menyangkut kebijakan
pendidikan, perkembangan anak Indonesia, guru, relevansi pendidikan,
mutu pendidikan, pemerataan, manajemen pendidikan, dan pembiayaan
pendidikan (Nugroho, 2008: 12-13).
Dalam jurnal ini, isu strategis pendidikan yang dibahas lebih
mengarah ke pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan sudah
menjadi agenda pemerintah sejak dulu, tetapi tetap saja terjadi
kesenjangan yang cukup jauh antara kota yang dekat dengan pemerintahan
dan daerah pedalaman. Menurut Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan
Indonesia, alasan klasik tertinggalnya kualitas pendidikan di kawasan
terpencil di Papua, seperti Lanny Jaya, adalah anggaran yang minim dan
keterbatasan guru (tempo.co, 2013). Keadaan ini sering membuat orangorang yang peduli melakukan berbagai upaya untuk membantu pendidikan
yang tertinggal. Beberapa mengangkat hal yang terjadi kedalam buku atau
8
film, beberapa membuat komunitas yang bergerak langsung membantu
pengajaran disana.
7. Pendekatan Analisis Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari
jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia
(Sobur, 2003: 15). Peirce manandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan
dengan obyek-obyek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki
hubungan
sebab-akibat
dengan
tanda-tanda
atau
karena
ikatan
konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon
untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat, dan symbol
untuk asosiasi konvensional (Sobur, 2003: 31-35).
Semiotika merupakan bagian dasar dari komunikasi. Dasar teori
komunikasinya berfokus pada mengirim, menerima dan menafsirkan
tanda-tanda. Tanda-tanda adalah semua sarana yang kita gunakan untuk
berkomunikasi, seperti bahasa, gerak tubuh, penanda, warna dan lain-lain
(Svenonius, 2011).
Peirce melihat sistem tanda dalam isi media melalui tiga hal, yaitu
ikon, hubungan kesamaan atau kemiripan antara tanda acuannya; indeks,
merupakan hubungan sebab-akibat antara tanda dan acuannya.; dan
simbol, merupakan hubungan antara tanda dengan acuannya yang
terbentuk secara konvensional serta telah lazim digunakan masyarakat.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bersifat
mendeskripsikan suatu fenomena.Sehingga hasil penelitian ini nantinya bersifat
deskriptif kualitatif dan tidak bermaksud menguji suatu hipotesa.Riset kualitatif
bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui
pengumpulan data sedalam-dalamnya.
9
Penelitian
deskriptif
kualitatif
bertujuan
untuk
menggambarkan,
meringkaskan, berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas
sosial yang ada di mata masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya
menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda,
atau gambaran tentang kondisi situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin,
2008:68).
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika oleh
Charles Sanders Peirce. Dengan teori ini, tanda-tanda diurai berdasarkan signifier
dan signified-nya sehingga ditemukan makna dari referent film “Di Timur
Matahari”. Pemaknaan korpus dilakukan dengan menggunakan tipologi
pendekatan model Charles Sanders Peirce.
Sajian dan Analisis Data
Pada bagian ini akan disajikan data-data yang telah didapatkan dan akan
langsung dianalisis terkait permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Data-data
tersebut didapatkan peneliti dari analisis dokumen, buku, artikel serta wawancara
dengan beberapa narasumber yang sudah menonton film Di Timur Matahari dan
berkontribusi kepada pendidikan di Papua.
No.
1.
Scene
Scene 1
00.19
Sinopsis
Bercerita
Aspek Verbal dan Nonverbal
tentang Verbal:
– tokoh
utama -
01.02
menunggu kedatangan Nonverbal:
(disc 1)
gurunya
di
bandar
udara.
10
2.
Scene 8
01.03
Bercerita
– tokoh
utama
tentang Verbal:
yang -
02.12
memerikan
kabar Nonverbal:
(disc 1)
tentang ketidakhadiran
guru kepada temantemannya di sekolah.
3.
Scene 18
12.23
Bercerita
tentang Verbal:
– anak-anak bermain di Murid lain : (gaduh bermain bola
13.28
kelas untuk mengisi didalam kelas)
(disc 1)
waktu menunggu guru Mazmur
:
Teman-teman,
guru
yang ternyata tidak pengganti belum juga datang. Ya
datang.
sudah, kita main bola saja.
Thomas : Yehehe
Suryani
:
(memulai
menyanyi
bersama) Disini senang..
Murid lain : Disana senang, dimanamana hatiku senang. Disini senang,
disana senang, dimana-mana hatiku
11
senang.
Tangan
dilambai-lambai,
kaki disentak-sentak, putar badan
(bernyanyi bersama)
Nonverbal:
4.
Scene 36
29.25
Bercerita
tentang Verbal:
– Bapa
Yakob Bapa Yakob : Guru belum datang.
30.23
mendatangi
(disc 1)
untuk
guru
sekolah Kalian, menyanyi saja.
mengabarkan Nonverbal:
tidak
datang,
tetapi ternyata anakanak tidak ke sekolah.
12
5.
Scene 39
Bercerita
tentang Verbal:
30.54
– anak-anak
33.44
masuk
(disc 1)
meminta
kepada
tidak Suryani : Om Jollex yang baik.
sekolah, Jollex : Apa lagi?
pekerjaan Suryani : Kami datang kemari untuk
Jollex
dan minta pekerjaan.
Ucok, namun ditolak.
Jollex : Minta pekerjaan? Tidak,
tidak, tidak. Kamu harus sekolah,
kamu harus belajar.
Mazmur : Belajar bekerja, Om.
Jollex : Kau lagi, kecil-kecil cari
pekerjaan.
Agnes : Om Ucok yang baik, kita
bisa kerja kah?
Ucok : Jollex, apa lagi ini?
Jollex : Tadi Om su bilang trada
pekerjaan untuk kalian kecil-kecil
seperti ini. (membentak)
Thomas : Cabut-cabut rumputkah,
ambil-ambil batu, kami juga bisa.
Suryani : Iya, Om. Cuci piring, kasi
bersih bedeng, kami juga bisa.
Ucok : He kalian pikir ini Pramuka
kah? Sudah, pulang sana pulang!
Nonverbal:
13
6.
Scene 40
33.45
Bercerita
– anak-anak
tentang Verbal:
meminta Pendeta Samuel : Pagi anak-anak!
35.19
Pendeta Samuel untuk Anak-anak : Pagi, Bapa!
(disc 1)
menjadi
pengganti,
guru Pendeta Samuel : Hei, kalian pu
tetapi guru belum datang kah?
Pendeta Samuel tidak Anak-anak : Belum (serentak)
menyanggupinya.
Agnes : Bapa Pendeta! Bapa Pendeta
bisa ajar kami kah?
Pendeta Samuel : Hei, Agnes.
Hampir setiap hari Bapa Pendeta
keluar-masuk kampung, pelayanan.
Suryani : Kami juga perlu dilayani,
Bapa.
Pendeta Samuel : Tunggu dulu. Ada
sekolah minggu, toh? Nah, kenapa
kalian jarang datang?
Thomas : Bapa Pendeta pernah
bilang, hari Minggu itu hari Tuhan.
Tidak ada pekerjaan kecuali ke
14
gereja.
Pendeta Samuel : Eh sini dulu, sini.
Duduk sini. Dengar semua, sekolah
minggu itu juga untuk Tuhan toh?
Agnes :
Kami
mau
belajar
membaca, menulis dan berhitung,
Bapa.
Nonverbal:
7.
Scene 91
Bercerita
tentang Verbal:
53.19
– anak-anak
54.13
bersekolah
(disc 2)
Michael sebagai guru Anak-anak, karena guru pengganti
kembali Pendeta Samuel : Shalom.
dengan Michael : Shalom, Bapa Pendeta.
dan Pendeta Samuel belum juga datang, mari kitorang
bersedia
menjadi
untuk belajar
bersama
guru Samuel.
pengganti di sekolah Anak-anak : Yeeee!
tersebut.
Nonverbal:
15
Bapa
Pendeta
Sumber: data penulis.
Terkait dengan analisis data, peneliti mengaitkannya dengan salah satu
unsur komunikasi, yaitu pesan. Pesan yang dikomunikasikan melalui tanda verbal
dan nonverbal dalam film, ditelaah menggunakan semiotika. Dibawah ini adalah
sajian analisis data dalam film yang sudah dikategorisasikan, yaitu:
No
1.
Kategorisasi
Korpus
Makna
Kurangnya Sarana dan Korpus 2
Denotatif:
Prasarana
Bangunan
Sekolah
sekolah,
perabotan
Menggambarkan tentang
didalam kelas sangat minim. Selain
keadaan
itu, tidak terlihat juga alat peraga
sarana
prasarana
yang
mendukung
belajar
dan
pendidikan.
kegiatan
mengajar
Konotatif:
di
Keadaan yang kurang mendukung
sekolah.
untuk kegiatan belajar-mengajar.
Tetapi mereka tidak pernah terlihat
mengeluh tentang keadaan itu.
2.
Kurangnya
Tenaga Korpus 1
Denotatif:
Murid
Pengajar
16
asli
Papua
menunggu
Menggambarkan keadaan
kedatangan gurunya di lapangan
dimana tenaga pengajar
yang menjadi landasan pesawat.
tidak hadir dalam setiap
Karena yang ditunggu tidak datang,
kesempatan
ia segera menuju sekolah
anak-anak
bersekolah.
Konotatif:
Seorang murid SD di daerah
pedalaman Papua yang dengan
sabar menanti kedatangan gurunya.
Disana, kedatangan guru tidak
dapat dipastikan.
3.
Semangat
Belajar Korpus 2
Denotatif:
Anak-anak yang Tinggi
Mazmur
Menggambarkan tentang
mengabarkan
bagaimana
datang hari itu, disambut sorakan
tetap
anak-anak
bersemangat
datang
guru
ke
sekolah,
yang
tidak
teman-temannya.
menuntut ilmu walaupun
Konotatif:
guru mereka tidak datang
Kekecewaan murid-murid karena
dalam kurun waktu yang
guru tidak datang dan tidak ada
cukup lama.
kegiatan
belajar-mengajar
pada
hari itu.
Korpus 3
Denotatif:
Mazmur berlari dari lapangan ke
sekolah, mengabarkan kalau guru
tidak datan lagi.
Konotatif:
Anak-anak tetap menanti guru
mereka di sekolah walapun sudah
beberapa kali guru mereka tidak
datang.
Korpus 6
17
Denotatif:
Anak-anak
meminta
penddeta
untuk menjadi guru mereka di
sekolah, tetapi tidak bisa.
Konotatif:
Karena tidak pernah ada guru yang
datang,
anak-anak
berusaha
mencari guru sendiri.
4.
Korpus 4
Kepedulian
Denotatif:
Masyarakat Sekitar
Bapa
Menggambarkan tentang
sekolah, mengabarkan bahwa guru
bagaimana
tidak datang.
orang-orang
Yakob
berlari
menuju
di lingkungan tersebut
Konotatif:
menaruh
kepedulian
Kepedulian seorang tetua terhadap
terhadap
penantian anak-anak kepada guru
yang
besar
anak-anak.
mereka.
Korpus 5
Denotatif:
Anak-anak mendatangi Jollex dan
Ucok untuk meminta pekerjaan.
Permintaan mereka ditolak, karena
mereka seharusnya sekolah, bukan
bekerja.
Konotatif:
Orang dewasa di disekitar mereka
sebenarnya
peduli
dengan
pendidikan anak-anak, tetapi tidak
bisa berbuat banyak.
Korpus 7
Denotatif:
Michael mengajar di kelas, disusul
Pendeta Samuel yang menyatakan
bersedia untuk mengajar hinggu
guru datang.
18
Konotatif:
Siapapun
berjalannya
bisa
kegiata
membantu
yang
berhubungan dengan pendidikan di
Papua
Sumber: data penulis.
Kesimpulan
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada tujuh scene film “Di Timur Matahari”
yang berhubungan dengan pendidikan, dapat disimpulkan menjadi beberapa poin,
yaitu:
a. Tenaga pengajar yang tidak memadai
Keseluruhan korpus menggambarkan dalam jangka waktu yang cukup
lama, tidak ada guru yang datang mengajar di sekolah. Ketidakhadiran
guru ini menghambat jalannya kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Anak-anak yang tidak bisa belajar karena tidak ada guru, hanya bisa
menunggu dan bermain.
b. Sarana dan prasarana yang kurang
Walaupun memakai seragam, tetap saja terlihat tidak sesuai dengan
ketetapan. Buku sebagai bahan ajar ataupun pegangan murid, tidak pernah
tampak dalam film dari awal hingga akhir. Anak-anak ke sekolah tidak
pernah terlihat membawa tas. Bangunan sekolah hanya terdiri dari tiga
kelas. Bangku sekolah digunakan lebih dari yang seharusnya. Alat peraga
pendidikan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar juga tidak
tampak di kelas.
c. Semangat anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak
Semangat anak-anak untuk bersekolah dapat kita lihat dalam ketujuh
korpus yang diteliti. Mereka tetap datang ke sekolah dan menanti guru
mereka walaupun ternyata guru tidak datang. Mereka bahkan mendatangi
pendeta dan memnintanya untuk mengajar di sekolah mereka.
19
d. Kepedulian orang-orang sekitar terhadap pendidikan
Dalam korpus yang diteliti, orang-orang dewasa disekitar mereka
sebenarnya peduli dengan pendidikan mereka. Hanya saja tidak semua dari
mereka sanggup untuk menjadi guru pengganti di sekolah. Mereka hanya
mampu mengingatkan agar anak-anak terus bersemangat menanti guru
datang.
Saran
a. Kepada pihak-pihak yang memproduksi film, baik film layar lebar maupun
film indie, agar lebih banyak mengangkat realitas sosial kehidupan di
daerah tertinggal
b. Membutuhkan sejumlah teori dan sumber-sumber yang lebih banyak lagi
untuk dipakai oleh peneliti selanjutnya, agar lebih valid lagi mengungkap
makna dalam film yang dikaji.
c. Perlunya mematangkan konsep dan pemikiran sebelum menentukan tema
yang akan diambil sebagai bahan penelitian.
Daftar Pustaka
Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukiati Komala. (2007). Komunikasi Massa
Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Effendy, Heru. (2008). Industri Perfilman Indonesia: Sebuah Kajian. Jakarta:
Erlangga.
Effendy, Onong Uchyana. (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Citra Aditia Bakti.
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/29/079500467/Kurikulum-2013-AnakPapua-Punya-Cerita, diakses 3 Agustus 2014.
Mulyana, Dedy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant. (2008). Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi, dan Strategi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Svenonius, Ola. (2011). Semiotic approaches to surveillance?. http://www.lisscost.eu/fileadmin/semiotic__surveillance_ola.pdf. diakses pada tanggal 30
Maret 2014, pukul 17.59.
20
Download