BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spektrum Radiasi Matahari

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spektrum Radiasi Matahari
Spekrum radiasi elektomagnetik terdiri atas radiasi dengan beberapa panjang gelombang
mulai dari yang sangat pendek sampai sangat panjang. Cahaya tampak (visible light) memiliki
panjang gelombang antara (400 nm-700 nm). Interaksi antara cahaya tampak dengan materi
dapat menyebabkan transisi elektron pada tingkat energi yang lebih tinggi. Cahaya tampak
berguna untuk pengkuran serapan cahaya dengan panjang gelombang sekitar 450 nm-650 nm.
Pada proses pengukuran keluaran DSSC dapat dilakukan dengan memanfaatkan cahaya
matahari. Secara normal cahaya matahari menyebarkan sinar ultraviolet sebesar 7%, cahaya
tampak sebesar 47%, dan inframerah 46%. Selain untuk mengetahui performansi DSSC pada
tingkat intensitas maupun terhadap karakteristik spektrum cahaya tertentu, perlu dilakukan
pengujian performansi DSSC terhadap perbedaan intensitas dan spektrum cahaya tertentu dengan
menggunakan beberapa jenis lampu yang memiliki spektrum cahaya yang berbeda ( Hristov,
2011).
Nilai efisiensi DSSC sangat menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas unjuk kerja
suatu sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang terpenting
adalah kualitas illuminasinya. Total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi
adalah kedua permisalannya. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan
sejalan dengan pengujian sel surya di laboratorium. Kondisi ini standart digunakan dalam proses
pengujian solar cell dengan intensitas cahaya 1000W/m2, distribusi spektrum tersebut berasal
dari pancaran matahari yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, dan terdapat temperatur
sel 25oC. Pada peristiwa tersebut, daya yang dikeluarkan oleh solar cell dalam kondisi ini adalah
daya normal dari sel, atau modul, dan dicatat sebagai puncak daya (watt peak) Wp (Halme,
2002).
Gambar 2.1. Spektrum pancaran matahari (IEA, 2011).
2.2 Sel Surya
Pemanfaatan energi matahari didalam konversi energi terdiri dari sistem photovoltaics dan
sistem solar termal. Photovoltaics atau sel surya adalah sel yang dapat mengkonversi energi
matahari menjadi energi listrik. Hingga kini para peneliti telah mengembangkan solar cell untuk
mendapatkan divais solar cell dengan memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk mendapatkan
divais solar cell yang murah dan mudah dalam pembuatannya. Sel surya dikembangkan dalam
tiga generasi (Green, 2003).
Generasi pertama adalah generasi sel fotovoltaik (silicon wafer-based photovoltaic cells)
yang terdiri dari semikonduktor monogap dari kristal tunggal silisium (Si) atau poly-grain Si.
Pada generasi pertama mampu menghasilkan efisiensi hingga 20%. Generasi kedua merupakan
merupakan suatu sel fotovoltaik dengan teknologi lapisan tipis, terdiri dari bahan lapisan film
tipis: silisium amorf, polikristalin silisium, CuInSe2, CuInGaS, CdTe, sel fotovoltaik berbasis
pewarna (Dye Sensitized Solar Cells/DSSC) dan sel fotovoltaik organik. Generasi kedua mampu
menghasilkan efisiensi hingga 14%. Generasi ketiga merupakan sel fotovoltaik lapisan tipis yang
lebih maju, terdiri dari: sel tandem multi celah (multi-gap tandem cells), sel surya pembawa
elektron panas (hot electron converters atau hot carrier converter cells), sel surya pembentukan
multi eksitasi (multiple exciton generation solar cells), sel fotovoltaik pita intermediet
(Intermediate band photovoltaics), quatum-dot solar cells dan sel termofotovoltaik
(thermophotovoltaic cells). Pada generasi ketiga ini untuk DSSC mampu menghasilkan efisiensi
lebih rendah yakni sekitar 6,5% ( Green, 2013).
2.3 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
Saat ini telah dikembangkan sel surya generasi baru yang dikenal dengan sel surya
tersensitasi zat pewarna Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Divais ini menggunakan prinsip
elektrokimia sederhana yang meniru efek fotosintesis daun hijau, yaitu proses penangkapan
energi foton pada skala molekuler untuk selanjutnya dikonversi menjadi energi listrik. DSSC
pertama kali ditemukan oleh Michael Grätzel pada tahun 1991 dan dipatenkan dengan nama
Grätzel cell . DSSC tersusun atas sepasang elektroda dan counter elektroda. Zat warna dari
ruthenium melekat pada pori nanokristal dari semikonduktor, misalnya TiO2 yang merupakan
elektroda kerja. Sebuah kaca konduktif platina sebagai counter electrode dan laruta I3-/I- sebagai
elektrolit (Halme, 2002).
.
Gambar 2.2. Struktur Dye Sensitized Solar Cell (Grätzel, 2003)
Berdasarkan gambar 2.2 menunjukkan sel surya fotoelektrokimia yang menggunakan
elektrolit sebagai medium transport muatan. Struktur sel surya tersentisisasi dye berbentuk
struktur sandwich, dimana dua elektroda yaitu elektroda kerja dan elektroda lawan dibuat
menjadi sandwich. Berbeda dengan sel surya donor-akseptor silikon, pada sel surya tersentisisasi
dye, cahaya (foton) diserap oleh dye yang melekat (attached) pada permukaan partikel TiO2.
Dalam hal ini dye bertindak sebagai donor elektron dan berperan sebagai pompa
fotoelektrokimia, dimana elektron dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika menyerap
cahaya, mirip dengan fungsi klorofil pada proses fotosintesis. Sedangkan lapisan TiO2 bertindak
sebagai akseptor atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye teroksidasi. Elektrolit redoks,
biasanya berupa pasangan iodide dan triodide (I-/I3-) bertindak sebagai mediator redoks sehingga
dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel (Irmansyah et al., 2008).
Susunan DSSC yang sederhana terdiri dari konduktif transparan dilapisi dengan
nanocristaline TiO2 (nc-TiO2), molekut dye berkait dengan permukaan nc-TiO2, sebuah elektrolit
I-/I3-, dengan illuminasi pada sel yang mampu menghasilkan tegangan dan arus (Halme, 2002).
Gambar 2.3 Prinsip kerja DSSC (Wu et al., 2010)
Gambar 2.3 menunjukkan prinsip Kerja Dye Sensitized Solar Cell. Elektroda kerja pada
DSSC merupakan kaca yang sudah dilapisi oleh TiO2 yang telah terabsorbsi oleh dye, yang mana
TiO2 berfungsi sebagai collector elektron sehingga dapat disebut sebagai semikonduktor
akseptor. Struktur nano pada TiO2 memungkinkan dye yang terabsorpsi lebih banyak sehingga
menghasilkan proses absorbsi cahaya yang lebih efisien. Pada elektron pembanding dilapisi
katalis berupa karbon untuk mempercepat reaksi redoks pada elektrolit. Pasangan redoks yang
umumnya dipakai yaitu I-/I3- (iodide/triiodide). Pada DSSC dye berfungsi sebagai donor elektron
yang menyebabkan timbulnya hole saat molekul dye terkena sinar matahari. Sehingga dye dapat
dikatakan sebagai semikonduktor tipe donor. Ketika molekul dye terkena sinar matahari, electron
dye tereksitasi dan masuk ke daerah tereduksi yaitu lapisan titanium dioksida. Proses
fotoelektrokimia terjadi pada DSSC dapat dinyatakan dalam persamaan (Wu et al., 2008) :
TiO2|S +hv  TiO2|S* (dye eksitasi)
(2.5)
TiO2|S*  TiO2|S+ + e-(CB) (injeksi elektron)
(2.6)
TiO2|S* +3I-  TiO2|S + I3- (pewarna regenerasi)
(2.7)
I3- +2e-(Pt)  3I- (reduksi)
(2.8)
Sedangkan proses yang terjadi di dalam DSSC dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketika foton dari sinar matahari menimpa elektroda kerja pada DSSC, energi foton
tersebut diserap oleh larutan dye yang melekat pada permukaan partikel TiO2. Sehingga
elektron dari dye mendapatkan energi untuk dapat tereksitasi (S*).
S + cahaya  S*
(2.9)
2. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan diinjeksikan ke pita konduksi
TiO2 dimana TiO2 bertindak sebagai akseptor / kolektor elektron. Molekul dye yang
ditinggalkan kemudian dalam keadaan teroksidasi (S+).
S* + TiO2  e- (TiO2) + S+
(2.10)
3. Selanjutnya elektron akan ditransfer melewati rangkaian luar menuju elektroda
pembanding.
4. Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan iodide dan triiodide (I-/I3-) yang bertindak
sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses siklus dalam sel.
Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan menangkap elektron yang berasal dari
rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon sebagai katalis.
5. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan elektrolit
menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye
teroksidasi. Sehingga dye kembali ke keadaan awal dengan persamaan reaksi :
S++ e-(elektrolit)  elektrolit + S
(2.11)
Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal tersensitisasi dye berasal dari
perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial
elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan arus yang dihasilkan dari sel
surya ini terkait langsung dengan jumlah foton yang terlibat dalam proses konversi dan
bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang digunakan.
2.4 Material DSSC
2.4.1 Substrat (Elektroda)
Elektroda terbuat dari substrat kaca konduktif, yang telah dilapisi Transparent conductive
oxide (TCO),misalkan FTO, ITO, atau SnO2. Kaca TCO bersifat menghantarkan arus listrik dan
umumnya bahan pelapis kaca ini dibagi menjadi dua jenis. Jenis-jenis pelapis kaca tersebut yaitu
Flourine doped Thin Oxide (FTO) dan Indium Tin Oxide (ITO). Proses pembuatan DSSC
memerlukan dua elektroda yaitu elektroda kerja dan counter elektroda (elektroda lawan).
Counter elektroda diberi katalis, umumnya karbon atau platinum, berfungsi untuk mempercepat
kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO (Wulandari, 2008). Pada penelitian ini substrat
TCO yang digunakan adalah FTO dengan tipe TEC7 merk Dyesol dengan tahan listrik sebesar
7Ω/ sq.
2.4.2 Titanium Dioksida (TiO2)
TiO2 adalah material fotokatalis yang memiliki daya oksidasi yang kuat, photostabilitas
yang tinggi dan selektivitas redoks. Syarat penting untuk meningkatkan aktivitas katalis dari
TiO2 adalah meningkatkan luas permukaan dari TiO2 yang bergantung pada ukuran kristalnya.
Sifat fisis dan kimia dari TiO2 bergantung pada ukuran, morfologi dan struktur kristalnya. TiO2
merupakan bahan semikonduktor yang bersifat inert, stabil terhadap fotokorosi dan korosi oleh
bahan kimia. Lapisan TiO2 memiliki bandgab yang tingginya (>3 eV) dan memiliki tranmisi
optik yang baik. Umumnya TiO2 digunakan untuk manufaktur elemen optik.
TiO2 memiliki tiga bentuk kristal yaitu anatase, rutile, dan brookite. Kristal TiO2 fase
anatase memiliki kemampuan yang lebih aktif dari pada rutile. Anatase dianggap sebagai fase
yang paling menguntungkan untuk fotokatalisis dan konversi solar energi. TiO2 hanya mampu
menyerap sinar ultraviolet (200 nm-380 nm). Untuk meningkatkan serapan spektra TiO2 di
daerah tampak, dibutuhkan lapisan zat warna yang akan menyerap cahaya tampak. Zat warna
tersebut berfungsi sebagai sensitizer (Vitriany, 2013). Fase yang sering digunakan dalam proses
fotokatalis yaitu fasa anatase dan rutile. Hal ini dikarenakan dalam fasa anatase dan rutile cukup
stabil dibandingkan dengan fasa brookite. Fasa brookite sendiri sangat sulit ditemukan dan
dimurnikan (Smestad dan Gratzel, 1998).
2.4.3 Dye (Zat Pewarna)
Zat
pewarna
(dye)
merupakan
material
yang
memberikan
pengaruh
sensitasi
semikonduktor terhadap cahaya. Dye berfungsi sebagai pompa fotoelektrokimia dan lapisan
penyerap foton yang selanjutnya tereksitasi menjadi eksiton (fotosensitizer). Dye dalam
pembuatan sensitizer dapat berupa dye alami dan dye sintetis. Dye alami (organik) atau pewarna
yang dihasilkan dari bahan-bahan alami ini berupa tanaman yang memiliki kandungan klorofil
dan dari keluarga flavonoid, contohnya buah beri dan kulit bawang merah (Rita, 2012).
Dye yang digunakan dalam penelitian ini adalah dye sintetis dan dengan nama Ruthenium
tipe N719. Dye Ruthenium complex N719 merupakan dye sintetis dengan merk Dyesol.
2.4.4 Electroda Lawan
Elektroda lawan merupakan substrat kaca FTO yang dilapisi oleh katalis. Katalis dibuat
dari bahan yang berfungsi mempercepat kinetika reaksi kimia dalam proses reduksi tridiodid
pada substrat FTO. Beberapa bahan dan metode yang dapat digunakan dalam pendeposisian ke
FTO. Salah satu bahan yang dapat diseposisikan pada FTO adalah serbuk Platina. Metode yang
dapat digunakan dalam pembuatan counter elektroda antara lain sputtering, spin coating, screen
printing dan spray pyrolysis.
2.4.5 Larutan Elektrolit
Elektrolit berperan sebagai penerima hole dan mencegah terjadinya rekombinasi kembali
antara elektron dan hole. Elektrolit yang digunakan dapat berupa elektrolit semi padat atau
berbentuk gel. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan
elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye
teroksidasi.
Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal tersensitisasi dye berasal dari
perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial elektrokimia
pasangan elektrolit redoks (I-/I3-) (Wu et al., 2008). Elektrolit dibuat dari campuran polimer dan
garam yang didalamnya terkandung ion terlarut. Elektrolit yang memiliki nilai konduktivitas
ionik berorde 10-3 s/cm merupakan elektrolit yang memiliki konduktivitas tinggi dan sangat
efektif digunakan sebagai elektrolit pada sel surya, khususnya sel surya tersensitisasi bahan dye
(Rita, 2012).
2.5
Metode Screen Printing
Screen printing merupakan salah satu metode dari sekian banyak metode fabrikasi untuk
deposisi lapisan TiO2 ke substrat FTO. Screen printing menjadi salah satu penentu banyak
sedikitnya lapisan terdeposisi pada subtrat. Metode screen printing memiliki beberapa keuggulan
di antaranya adalah proses fabrikasi yang sederhana dan peralatan yang diperlukan relatif murah
(Sannio et al., 2012). Keunggulan lain dari screen printing antara lain dapat menentukan tebal
tipisnya lapisan yang akan dideposisikan ke substrat FTO sehingga dapat disesuaikan tebal
tipisnya lapisan. Ketebalan lapisan menunjukkan bahwa semakin tebal lapisan yang terdeposisi,
maka semakin banyak partikel TiO2 nya. Banyaknya TiO2 yang terdeposisi membuat dye yang
menempel pada TiO2 semakin banyak menyerap. Metode screen printing pun cocok untuk
pembuatan DSSC dengan ukuran luas dan repeatable (Muliani et al., 2010).
2.6
Karakterisasi DSSC
2.6.1 Pengujian Ketebalan
Pengujian ketebalan pada sampel dilakukan menggunkan Scanning Electron Microscopy
(SEM). Perbesaran yang dapat dilakukan SEM dari sekitar 10 kali sampai lebih dari 500.000 kali
perbesaran, setara dengan 250 kali kemampuan perbesaran pada mikroskop optik.
SEM dilengkapi oleh sebuah senapan elektron, fungsi senapan tersebut dapat
memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2-30 kV. Besar elektron yang
dikeluarkan senapan dilewatkan lensa elektromagnetik agar menghasilkan gambar dengan
ukuran kurang dari 10 nm ditampilkan seperti foto rontgen atau berbentuk film fotografi
(Nguyen et al., 2013).
Langkah cara kerja SEM, diawali bagian electron gun yang memancarkan suatu sinar
elektron dan terdapat katoda filament tungsten. Electron gun biasa menggunakan tungsten karena
tekanan uap dan titik lebur yang dimiliki sangat rendah dari pada semua logam dan
memungkinkan dipanaskan untuk menghasilkan emisi elektron. Sinar akan melewati sepasang
plat deflector atau scanning coil
di kolom elektron, letaknya biasa berada di lensa akhir
berfungsi membelokkan sinar di sumbu x dan y sehingga dapat menscan di area sampel yang
umumnya berbentuk persegi. Ukuran volume energi elektron disesuaikan dengan nomor atom
dan kepadatan sampel tersebut. Pertukaran energi berkas elektron direfleksi dengan energi tinggi
pada elastik scattering, emisi elektron sekunder pada inelastik scattering, dan emisi radiasi
elektromagnetik, kemudian dapat dideteksi dengan masing-masing detector khusus. (Hortolà,
2015).
2.6.2 Pengujian Absorbansi
Pengujian absorbansi merupakan suatu uji yang bertujuan untuk mengukur seberapa
banyak foton yang terserap oleh lapisan TiO2 dari penyinaran ultra violet dan visible. Pengujian
ini dilakukan untuk lapisan TiO2 yang telah dideposisikan ke dalam substrat kaca FTO. Panjang
gelombang yang digunakan penyinaran ultraviolet 200 nm-400 nm dan sinar tampak 400 nm700 nm. Cahaya tampak atau serapan cahaya UV menyebabkan transisi elektronik, yaitu promosi
suatu elektron dari orbital keadaan dasar memiliki energi rendah ke orbital keadaan eksitasi
berenergi tinggi.
Pengujian ini dilaksanakan menggunakan UV-Vis spectrophotometer. Suatu metode
analisis yang mengukur serapan sinar monokromatis dengan larutan berwarna panjang
gelombang spesifik dan menggunakan kisi difraksi dengan detector phototube disebut
spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan suatu alat yang digunakan mengukur transmitasi
atau absorbansi berfungsi sebagai panjang gelombang pada suatu sempel.
Perinsip kerja pengujian absorbansi yakni interaksi yang terjadi antara energi yang
berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul. Besar energi
yang diserap tertentu dan menyebabkan elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan
tereksitasi yang memiliki energi lebih tinggi. Serapan tidak terjadi seketika pada daerah
ultraviolet-visible untuk semua struktur elektronik, tetapi hanya pada sistem-sistem terkonjugasi,
struktur elektronik dengan adanya ikatan π dan non bonding elektron .
Cara kerja alat spektrofotometer UV-Vis yaitu sinar dari sumber radiasi diteruskan
menuju monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui sampel dengan
sebuah cermin berotasi. Detektor menerima cahaya dari sampel secara bergantian secara
berulang-ulang, Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya,
selanjutnya perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah terprogram. (Leong et al.,
2016).
Absorbansi merupakan serapan cahaya yang terdapat pada suatu material.
Hukum
Lambert-Beer merupakan suatu teori yang dapat menentukan absorbansi dari suatu material
dengan persamaan-persamaan berikut:
A=ɛbc
(2.12)
Pada persamaan symbol A merupakan absorbansi, ɛ merupakan absorbtivitas panjang
gelombang tertentu dalam lt mol-1.cm-1, b merupakan ketebalan sampel dalam cm dan c
merupakan konsentrasi sampel dalam mol lt-1 (Amananti & Sutanto, 2015). Besaran absorbansi
suatu material merupakan kebalikan logaritma dari transmitasi. Besaran transmitasi merupakan
besaran yang menunjukkan banyaknya cahaya yang tidak terserap, sehingga persamaannya bias
ditulis sebagai berikut :
(2.13)
Symbol T adalah transmitasi dari material, I0 adalah intensitas sebelum terjadi absorbansi, I
adalah intensitas saat terjasi absorbansi gelombang oleh material. Berdasarkan persamaan diatas,
maka absorbansi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya : ketebalan lapisan, konsentrasi
material, intensitas cahaya yang diterima dan kemampuan absorbtivitas dari material itu sendiri.
2.6.3 Pengujian Sifat Listrik Sel Surya
Pengujian sifat listrik ini dilakukan dengn menggunakan I-V Keithley
Measurenment
untuk mengukur karakteristik arus dan tegangan data kondisi sampel disinari lampu pada I-V
Keithley. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan kinerja suatu sel surya.
Kemampuan kinerja sel surya dapat dilihat dari perangkat sel yang mampu memproduksi
tegangan dan arus. Hasil pengukuran karakteristik arus dan tegangan dapat diketahui melalui
kurva I-V yang terdapat pada Gambar 2.4
Sel fotovoltaik adalah sebuah alat non-linear, sehingga untuk memahami karakteristiknya
digunakan suatu grafik. Sifat elektrik dari sel fotovoltaik dalam menghasilkan energi listrik dapat
diamati dari karakteristik listrik sel tersebut, yaitu berdasarkan arus dan tegangan yang
dihasilkan sel fotovoltaik pada kondisi cahaya dan beban yang berbeda-beda. Kurva I-V
menggambarkan sifat dari sel surya secara lebih lengkap.
Gambar 2.4 menjelaskan pengukuran karakterisasi arus-tegangan (I-V) pada kondisi bagian
yang terukur disinari dengan menggunakan I-V Keithley. Daya listrik yang dihasilkan sel surya
ketika mendapat cahaya diperoleh dari perangkat sel surya untuk memproduksi tegangan dan
arus.
Ketika sel dalam kondisi short circuit (hubungan singkat), arus maksimum atau arus
short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi rangkaian terbuka tidak ada arus yang dapat
mengalir sehingga tegangannya maksimum yang disebut tegangan rangkaian terbuka (VOC).
Gambar 2.4. Karakteristik kurva I-V
Ketika sel dalam kondisi short circuit (hubungan singkat), arus maksimum atau arus
short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi rangkaian terbuka tidak ada arus yang dapat
mengalir sehingga tegangannya maksimum yang disebut tegangan rangkaian terbuka (VOC). Titik
pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum (Im dan Vm), yaitu fill factor
(faktor pengisian) FF, dapat ditentukan dengan persamaan (Halme, 2002):
(2.1)
Dengan menggunakan faktor pengisian maka maksimum daya dari sel surya di dapat dari
persamaan,
(2.2)
Dengan menggunakan data dari tegangan maksimum Vm dan arus maksimum Im daya
maksimum juga bisa dengan menggunakan persamaan (Halme, 2002):
(2.3)
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (Pmax)
dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (Pcahaya):
(2.4)
Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang terpenting adalah
kualitas illuminasinya. Total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi adalah
kedua permisalannya. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan
dengan pengujian sel surya di laboratorium. Kondisi ini standart digunakan dalam proses
pengujian solar cell dengan intensitas cahaya 1000W/m2.
Download