BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spektrum Radiasi Matahari Spekrum radiasi elektomagnetik terdiri atas radiasi dengan beberapa panjang gelombang mulai dari yang sangat pendek sampai sangat panjang. Cahaya tampak (visible light) memiliki panjang gelombang antara (400 nm-700 nm). Interaksi antara cahaya tampak dengan materi dapat menyebabkan transisi elektron pada tingkat energi yang lebih tinggi. Cahaya tampak berguna untuk pengkuran serapan cahaya dengan panjang gelombang sekitar 450 nm-650 nm. Pada proses pengukuran keluaran DSSC dapat dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari. Secara normal cahaya matahari menyebarkan sinar ultraviolet sebesar 7%, cahaya tampak sebesar 47%, dan inframerah 46%. Selain untuk mengetahui performansi DSSC pada tingkat intensitas maupun terhadap karakteristik spektrum cahaya tertentu, perlu dilakukan pengujian performansi DSSC terhadap perbedaan intensitas dan spektrum cahaya tertentu dengan menggunakan beberapa jenis lampu yang memiliki spektrum cahaya yang berbeda ( Hristov, 2011). Nilai efisiensi DSSC sangat menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas unjuk kerja suatu sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang terpenting adalah kualitas illuminasinya. Total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi adalah kedua permisalannya. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboratorium. Kondisi ini standart digunakan dalam proses pengujian solar cell dengan intensitas cahaya 1000W/m2, distribusi spektrum tersebut berasal dari pancaran matahari yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, dan terdapat temperatur sel 25oC. Pada peristiwa tersebut, daya yang dikeluarkan oleh solar cell dalam kondisi ini adalah daya normal dari sel, atau modul, dan dicatat sebagai puncak daya (watt peak) Wp (Halme, 2002). Gambar 2.1. Spektrum pancaran matahari (IEA, 2011). 2.2 Sel Surya Pemanfaatan energi matahari didalam konversi energi terdiri dari sistem photovoltaics dan sistem solar termal. Photovoltaics atau sel surya adalah sel yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik. Hingga kini para peneliti telah mengembangkan solar cell untuk mendapatkan divais solar cell dengan memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk mendapatkan divais solar cell yang murah dan mudah dalam pembuatannya. Sel surya dikembangkan dalam tiga generasi (Green, 2003). Generasi pertama adalah generasi sel fotovoltaik (silicon wafer-based photovoltaic cells) yang terdiri dari semikonduktor monogap dari kristal tunggal silisium (Si) atau poly-grain Si. Pada generasi pertama mampu menghasilkan efisiensi hingga 20%. Generasi kedua merupakan merupakan suatu sel fotovoltaik dengan teknologi lapisan tipis, terdiri dari bahan lapisan film tipis: silisium amorf, polikristalin silisium, CuInSe2, CuInGaS, CdTe, sel fotovoltaik berbasis pewarna (Dye Sensitized Solar Cells/DSSC) dan sel fotovoltaik organik. Generasi kedua mampu menghasilkan efisiensi hingga 14%. Generasi ketiga merupakan sel fotovoltaik lapisan tipis yang lebih maju, terdiri dari: sel tandem multi celah (multi-gap tandem cells), sel surya pembawa elektron panas (hot electron converters atau hot carrier converter cells), sel surya pembentukan multi eksitasi (multiple exciton generation solar cells), sel fotovoltaik pita intermediet (Intermediate band photovoltaics), quatum-dot solar cells dan sel termofotovoltaik (thermophotovoltaic cells). Pada generasi ketiga ini untuk DSSC mampu menghasilkan efisiensi lebih rendah yakni sekitar 6,5% ( Green, 2013). 2.3 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Saat ini telah dikembangkan sel surya generasi baru yang dikenal dengan sel surya tersensitasi zat pewarna Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Divais ini menggunakan prinsip elektrokimia sederhana yang meniru efek fotosintesis daun hijau, yaitu proses penangkapan energi foton pada skala molekuler untuk selanjutnya dikonversi menjadi energi listrik. DSSC pertama kali ditemukan oleh Michael Grätzel pada tahun 1991 dan dipatenkan dengan nama Grätzel cell . DSSC tersusun atas sepasang elektroda dan counter elektroda. Zat warna dari ruthenium melekat pada pori nanokristal dari semikonduktor, misalnya TiO2 yang merupakan elektroda kerja. Sebuah kaca konduktif platina sebagai counter electrode dan laruta I3-/I- sebagai elektrolit (Halme, 2002). . Gambar 2.2. Struktur Dye Sensitized Solar Cell (Grätzel, 2003) Berdasarkan gambar 2.2 menunjukkan sel surya fotoelektrokimia yang menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Struktur sel surya tersentisisasi dye berbentuk struktur sandwich, dimana dua elektroda yaitu elektroda kerja dan elektroda lawan dibuat menjadi sandwich. Berbeda dengan sel surya donor-akseptor silikon, pada sel surya tersentisisasi dye, cahaya (foton) diserap oleh dye yang melekat (attached) pada permukaan partikel TiO2. Dalam hal ini dye bertindak sebagai donor elektron dan berperan sebagai pompa fotoelektrokimia, dimana elektron dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika menyerap cahaya, mirip dengan fungsi klorofil pada proses fotosintesis. Sedangkan lapisan TiO2 bertindak sebagai akseptor atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye teroksidasi. Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodide dan triodide (I-/I3-) bertindak sebagai mediator redoks sehingga dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel (Irmansyah et al., 2008). Susunan DSSC yang sederhana terdiri dari konduktif transparan dilapisi dengan nanocristaline TiO2 (nc-TiO2), molekut dye berkait dengan permukaan nc-TiO2, sebuah elektrolit I-/I3-, dengan illuminasi pada sel yang mampu menghasilkan tegangan dan arus (Halme, 2002). Gambar 2.3 Prinsip kerja DSSC (Wu et al., 2010) Gambar 2.3 menunjukkan prinsip Kerja Dye Sensitized Solar Cell. Elektroda kerja pada DSSC merupakan kaca yang sudah dilapisi oleh TiO2 yang telah terabsorbsi oleh dye, yang mana TiO2 berfungsi sebagai collector elektron sehingga dapat disebut sebagai semikonduktor akseptor. Struktur nano pada TiO2 memungkinkan dye yang terabsorpsi lebih banyak sehingga menghasilkan proses absorbsi cahaya yang lebih efisien. Pada elektron pembanding dilapisi katalis berupa karbon untuk mempercepat reaksi redoks pada elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya dipakai yaitu I-/I3- (iodide/triiodide). Pada DSSC dye berfungsi sebagai donor elektron yang menyebabkan timbulnya hole saat molekul dye terkena sinar matahari. Sehingga dye dapat dikatakan sebagai semikonduktor tipe donor. Ketika molekul dye terkena sinar matahari, electron dye tereksitasi dan masuk ke daerah tereduksi yaitu lapisan titanium dioksida. Proses fotoelektrokimia terjadi pada DSSC dapat dinyatakan dalam persamaan (Wu et al., 2008) : TiO2|S +hv TiO2|S* (dye eksitasi) (2.5) TiO2|S* TiO2|S+ + e-(CB) (injeksi elektron) (2.6) TiO2|S* +3I- TiO2|S + I3- (pewarna regenerasi) (2.7) I3- +2e-(Pt) 3I- (reduksi) (2.8) Sedangkan proses yang terjadi di dalam DSSC dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Ketika foton dari sinar matahari menimpa elektroda kerja pada DSSC, energi foton tersebut diserap oleh larutan dye yang melekat pada permukaan partikel TiO2. Sehingga elektron dari dye mendapatkan energi untuk dapat tereksitasi (S*). S + cahaya S* (2.9) 2. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan diinjeksikan ke pita konduksi TiO2 dimana TiO2 bertindak sebagai akseptor / kolektor elektron. Molekul dye yang ditinggalkan kemudian dalam keadaan teroksidasi (S+). S* + TiO2 e- (TiO2) + S+ (2.10) 3. Selanjutnya elektron akan ditransfer melewati rangkaian luar menuju elektroda pembanding. 4. Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan iodide dan triiodide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses siklus dalam sel. Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan menangkap elektron yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon sebagai katalis. 5. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye teroksidasi. Sehingga dye kembali ke keadaan awal dengan persamaan reaksi : S++ e-(elektrolit) elektrolit + S (2.11) Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal tersensitisasi dye berasal dari perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan arus yang dihasilkan dari sel surya ini terkait langsung dengan jumlah foton yang terlibat dalam proses konversi dan bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang digunakan. 2.4 Material DSSC 2.4.1 Substrat (Elektroda) Elektroda terbuat dari substrat kaca konduktif, yang telah dilapisi Transparent conductive oxide (TCO),misalkan FTO, ITO, atau SnO2. Kaca TCO bersifat menghantarkan arus listrik dan umumnya bahan pelapis kaca ini dibagi menjadi dua jenis. Jenis-jenis pelapis kaca tersebut yaitu Flourine doped Thin Oxide (FTO) dan Indium Tin Oxide (ITO). Proses pembuatan DSSC memerlukan dua elektroda yaitu elektroda kerja dan counter elektroda (elektroda lawan). Counter elektroda diberi katalis, umumnya karbon atau platinum, berfungsi untuk mempercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO (Wulandari, 2008). Pada penelitian ini substrat TCO yang digunakan adalah FTO dengan tipe TEC7 merk Dyesol dengan tahan listrik sebesar 7Ω/ sq. 2.4.2 Titanium Dioksida (TiO2) TiO2 adalah material fotokatalis yang memiliki daya oksidasi yang kuat, photostabilitas yang tinggi dan selektivitas redoks. Syarat penting untuk meningkatkan aktivitas katalis dari TiO2 adalah meningkatkan luas permukaan dari TiO2 yang bergantung pada ukuran kristalnya. Sifat fisis dan kimia dari TiO2 bergantung pada ukuran, morfologi dan struktur kristalnya. TiO2 merupakan bahan semikonduktor yang bersifat inert, stabil terhadap fotokorosi dan korosi oleh bahan kimia. Lapisan TiO2 memiliki bandgab yang tingginya (>3 eV) dan memiliki tranmisi optik yang baik. Umumnya TiO2 digunakan untuk manufaktur elemen optik. TiO2 memiliki tiga bentuk kristal yaitu anatase, rutile, dan brookite. Kristal TiO2 fase anatase memiliki kemampuan yang lebih aktif dari pada rutile. Anatase dianggap sebagai fase yang paling menguntungkan untuk fotokatalisis dan konversi solar energi. TiO2 hanya mampu menyerap sinar ultraviolet (200 nm-380 nm). Untuk meningkatkan serapan spektra TiO2 di daerah tampak, dibutuhkan lapisan zat warna yang akan menyerap cahaya tampak. Zat warna tersebut berfungsi sebagai sensitizer (Vitriany, 2013). Fase yang sering digunakan dalam proses fotokatalis yaitu fasa anatase dan rutile. Hal ini dikarenakan dalam fasa anatase dan rutile cukup stabil dibandingkan dengan fasa brookite. Fasa brookite sendiri sangat sulit ditemukan dan dimurnikan (Smestad dan Gratzel, 1998). 2.4.3 Dye (Zat Pewarna) Zat pewarna (dye) merupakan material yang memberikan pengaruh sensitasi semikonduktor terhadap cahaya. Dye berfungsi sebagai pompa fotoelektrokimia dan lapisan penyerap foton yang selanjutnya tereksitasi menjadi eksiton (fotosensitizer). Dye dalam pembuatan sensitizer dapat berupa dye alami dan dye sintetis. Dye alami (organik) atau pewarna yang dihasilkan dari bahan-bahan alami ini berupa tanaman yang memiliki kandungan klorofil dan dari keluarga flavonoid, contohnya buah beri dan kulit bawang merah (Rita, 2012). Dye yang digunakan dalam penelitian ini adalah dye sintetis dan dengan nama Ruthenium tipe N719. Dye Ruthenium complex N719 merupakan dye sintetis dengan merk Dyesol. 2.4.4 Electroda Lawan Elektroda lawan merupakan substrat kaca FTO yang dilapisi oleh katalis. Katalis dibuat dari bahan yang berfungsi mempercepat kinetika reaksi kimia dalam proses reduksi tridiodid pada substrat FTO. Beberapa bahan dan metode yang dapat digunakan dalam pendeposisian ke FTO. Salah satu bahan yang dapat diseposisikan pada FTO adalah serbuk Platina. Metode yang dapat digunakan dalam pembuatan counter elektroda antara lain sputtering, spin coating, screen printing dan spray pyrolysis. 2.4.5 Larutan Elektrolit Elektrolit berperan sebagai penerima hole dan mencegah terjadinya rekombinasi kembali antara elektron dan hole. Elektrolit yang digunakan dapat berupa elektrolit semi padat atau berbentuk gel. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye teroksidasi. Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal tersensitisasi dye berasal dari perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-) (Wu et al., 2008). Elektrolit dibuat dari campuran polimer dan garam yang didalamnya terkandung ion terlarut. Elektrolit yang memiliki nilai konduktivitas ionik berorde 10-3 s/cm merupakan elektrolit yang memiliki konduktivitas tinggi dan sangat efektif digunakan sebagai elektrolit pada sel surya, khususnya sel surya tersensitisasi bahan dye (Rita, 2012). 2.5 Metode Screen Printing Screen printing merupakan salah satu metode dari sekian banyak metode fabrikasi untuk deposisi lapisan TiO2 ke substrat FTO. Screen printing menjadi salah satu penentu banyak sedikitnya lapisan terdeposisi pada subtrat. Metode screen printing memiliki beberapa keuggulan di antaranya adalah proses fabrikasi yang sederhana dan peralatan yang diperlukan relatif murah (Sannio et al., 2012). Keunggulan lain dari screen printing antara lain dapat menentukan tebal tipisnya lapisan yang akan dideposisikan ke substrat FTO sehingga dapat disesuaikan tebal tipisnya lapisan. Ketebalan lapisan menunjukkan bahwa semakin tebal lapisan yang terdeposisi, maka semakin banyak partikel TiO2 nya. Banyaknya TiO2 yang terdeposisi membuat dye yang menempel pada TiO2 semakin banyak menyerap. Metode screen printing pun cocok untuk pembuatan DSSC dengan ukuran luas dan repeatable (Muliani et al., 2010). 2.6 Karakterisasi DSSC 2.6.1 Pengujian Ketebalan Pengujian ketebalan pada sampel dilakukan menggunkan Scanning Electron Microscopy (SEM). Perbesaran yang dapat dilakukan SEM dari sekitar 10 kali sampai lebih dari 500.000 kali perbesaran, setara dengan 250 kali kemampuan perbesaran pada mikroskop optik. SEM dilengkapi oleh sebuah senapan elektron, fungsi senapan tersebut dapat memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2-30 kV. Besar elektron yang dikeluarkan senapan dilewatkan lensa elektromagnetik agar menghasilkan gambar dengan ukuran kurang dari 10 nm ditampilkan seperti foto rontgen atau berbentuk film fotografi (Nguyen et al., 2013). Langkah cara kerja SEM, diawali bagian electron gun yang memancarkan suatu sinar elektron dan terdapat katoda filament tungsten. Electron gun biasa menggunakan tungsten karena tekanan uap dan titik lebur yang dimiliki sangat rendah dari pada semua logam dan memungkinkan dipanaskan untuk menghasilkan emisi elektron. Sinar akan melewati sepasang plat deflector atau scanning coil di kolom elektron, letaknya biasa berada di lensa akhir berfungsi membelokkan sinar di sumbu x dan y sehingga dapat menscan di area sampel yang umumnya berbentuk persegi. Ukuran volume energi elektron disesuaikan dengan nomor atom dan kepadatan sampel tersebut. Pertukaran energi berkas elektron direfleksi dengan energi tinggi pada elastik scattering, emisi elektron sekunder pada inelastik scattering, dan emisi radiasi elektromagnetik, kemudian dapat dideteksi dengan masing-masing detector khusus. (Hortolà, 2015). 2.6.2 Pengujian Absorbansi Pengujian absorbansi merupakan suatu uji yang bertujuan untuk mengukur seberapa banyak foton yang terserap oleh lapisan TiO2 dari penyinaran ultra violet dan visible. Pengujian ini dilakukan untuk lapisan TiO2 yang telah dideposisikan ke dalam substrat kaca FTO. Panjang gelombang yang digunakan penyinaran ultraviolet 200 nm-400 nm dan sinar tampak 400 nm700 nm. Cahaya tampak atau serapan cahaya UV menyebabkan transisi elektronik, yaitu promosi suatu elektron dari orbital keadaan dasar memiliki energi rendah ke orbital keadaan eksitasi berenergi tinggi. Pengujian ini dilaksanakan menggunakan UV-Vis spectrophotometer. Suatu metode analisis yang mengukur serapan sinar monokromatis dengan larutan berwarna panjang gelombang spesifik dan menggunakan kisi difraksi dengan detector phototube disebut spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan suatu alat yang digunakan mengukur transmitasi atau absorbansi berfungsi sebagai panjang gelombang pada suatu sempel. Perinsip kerja pengujian absorbansi yakni interaksi yang terjadi antara energi yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul. Besar energi yang diserap tertentu dan menyebabkan elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi yang memiliki energi lebih tinggi. Serapan tidak terjadi seketika pada daerah ultraviolet-visible untuk semua struktur elektronik, tetapi hanya pada sistem-sistem terkonjugasi, struktur elektronik dengan adanya ikatan π dan non bonding elektron . Cara kerja alat spektrofotometer UV-Vis yaitu sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi. Detektor menerima cahaya dari sampel secara bergantian secara berulang-ulang, Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya, selanjutnya perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah terprogram. (Leong et al., 2016). Absorbansi merupakan serapan cahaya yang terdapat pada suatu material. Hukum Lambert-Beer merupakan suatu teori yang dapat menentukan absorbansi dari suatu material dengan persamaan-persamaan berikut: A=ɛbc (2.12) Pada persamaan symbol A merupakan absorbansi, ɛ merupakan absorbtivitas panjang gelombang tertentu dalam lt mol-1.cm-1, b merupakan ketebalan sampel dalam cm dan c merupakan konsentrasi sampel dalam mol lt-1 (Amananti & Sutanto, 2015). Besaran absorbansi suatu material merupakan kebalikan logaritma dari transmitasi. Besaran transmitasi merupakan besaran yang menunjukkan banyaknya cahaya yang tidak terserap, sehingga persamaannya bias ditulis sebagai berikut : (2.13) Symbol T adalah transmitasi dari material, I0 adalah intensitas sebelum terjadi absorbansi, I adalah intensitas saat terjasi absorbansi gelombang oleh material. Berdasarkan persamaan diatas, maka absorbansi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya : ketebalan lapisan, konsentrasi material, intensitas cahaya yang diterima dan kemampuan absorbtivitas dari material itu sendiri. 2.6.3 Pengujian Sifat Listrik Sel Surya Pengujian sifat listrik ini dilakukan dengn menggunakan I-V Keithley Measurenment untuk mengukur karakteristik arus dan tegangan data kondisi sampel disinari lampu pada I-V Keithley. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan kinerja suatu sel surya. Kemampuan kinerja sel surya dapat dilihat dari perangkat sel yang mampu memproduksi tegangan dan arus. Hasil pengukuran karakteristik arus dan tegangan dapat diketahui melalui kurva I-V yang terdapat pada Gambar 2.4 Sel fotovoltaik adalah sebuah alat non-linear, sehingga untuk memahami karakteristiknya digunakan suatu grafik. Sifat elektrik dari sel fotovoltaik dalam menghasilkan energi listrik dapat diamati dari karakteristik listrik sel tersebut, yaitu berdasarkan arus dan tegangan yang dihasilkan sel fotovoltaik pada kondisi cahaya dan beban yang berbeda-beda. Kurva I-V menggambarkan sifat dari sel surya secara lebih lengkap. Gambar 2.4 menjelaskan pengukuran karakterisasi arus-tegangan (I-V) pada kondisi bagian yang terukur disinari dengan menggunakan I-V Keithley. Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari perangkat sel surya untuk memproduksi tegangan dan arus. Ketika sel dalam kondisi short circuit (hubungan singkat), arus maksimum atau arus short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi rangkaian terbuka tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tegangannya maksimum yang disebut tegangan rangkaian terbuka (VOC). Gambar 2.4. Karakteristik kurva I-V Ketika sel dalam kondisi short circuit (hubungan singkat), arus maksimum atau arus short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi rangkaian terbuka tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tegangannya maksimum yang disebut tegangan rangkaian terbuka (VOC). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum (Im dan Vm), yaitu fill factor (faktor pengisian) FF, dapat ditentukan dengan persamaan (Halme, 2002): (2.1) Dengan menggunakan faktor pengisian maka maksimum daya dari sel surya di dapat dari persamaan, (2.2) Dengan menggunakan data dari tegangan maksimum Vm dan arus maksimum Im daya maksimum juga bisa dengan menggunakan persamaan (Halme, 2002): (2.3) Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (Pmax) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (Pcahaya): (2.4) Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang terpenting adalah kualitas illuminasinya. Total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi adalah kedua permisalannya. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboratorium. Kondisi ini standart digunakan dalam proses pengujian solar cell dengan intensitas cahaya 1000W/m2.