BAB II TINJAUAN PUSTAKA Telah diterangkan di muka bahwa

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telah diterangkan di muka bahwa Tugas Akhir ini berjudul Proses Produksi
Selai Pepaya, sehingga uraian tinjauan pustaka yang akan dibahas meliputi : selai,
cara pembuatan selai, bahan-bahan pembuatan selai, analisis kimia selai, analisis
sensori dan analisis kelayakan ekonomi selai. Adapun uraian dari tinjauan pustaka
tersebut adalah seperti berikut:
A. Selai
Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat
dari campuran 45 bagian berat buah (cacah buah) dan 55 bagian berat gula.
Campuran ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak
kurang dari 65% (Latifah, 2012). Selai yang baik harus berwarna cerah,
jernih, kenyal seperti agar–agar tetapi tidak terlalu keras, serta mempunyai
rasa buah asli. Kriteria kematangan buah yang dapat digunakan untuk
membuat selai adalah buah yang masak bisa juga yang mengkal dan tidak ada
tanda-tanda busuk. Buah yang masih muda tidak dapat digunakan untuk
pembuatan selai karena masih banyak mengandung pati dan kandungan
pektinnya rendah. Kulit buahpun dapat digunakan untuk menghasilkan selai
(Sidauruk, 2013).
Selai dapat dibuat dari cacahan, sisa saringan/gilingan buah yang
dimasak dengan gula sampai campuran lekat dan tetesan dari sendok pada
spoon test menyerupai jeli. Bila dikeluarkan dari wadahnya akan cenderung
mempertahankan
bentuknya
tapi
tidak
sekukuh
jelly.
Mekanisme
pembentukan gel dalam pembuatan selai merupakan campuran dari pektin,
gula, asam dan air. Dimana penambahan gula akan mempengaruhi
keseimbangan pektin-air yang ada dan meniadakan kenampakan pektin.
Pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus. Struktur ini mampu
menahan cairan. Kontinuitas dan kepadatan serabut yang terbentuk ditentukan
oleh banyaknya kadar pektin, jika semakin tinggi kadar pektin yang
ditambahkan maka semakin padat pula struktur serabut-serabut tersebut.
Sifat–sifat yang penting dari produk selai dan jelly adalah ketahanannya
terhadap
pertumbuhan
mikroorganisme.
Ketahanan
pertumbuhan
mikroorganisme pada selai dan produk – produk serupa dikendalikan oleh
sejumlah faktor antara lain, kadar gula yang tinggi ± 40%, padatan terlarut
antara 65-73%, pH 3,1-3,5, konsentrasi pektin 0,75%-1,5%, Aw antara 0,75–
0,83, suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105°C–106ºC)
(Yulistiani, 2012).
Selai buah adalah awetan buah yang memiliki tekstur kental, bahkan
semi padat. Buah yang sudah masak tidak akan awet dalam jangka waktu
yang lama, karena sangat mudah busuk, sehingga pembuatan selai buah
adalah salah satu cara memperpanjang masa simpan buah, meningkatkan
daya guna dan daya jual yang tinggi. Syarat pembuatan selai yang baik adalah
asam. Asam ini berguna untuk mengentalkan selai. Semua buah-buahan itu
mengandung asam, salah satu buah yang banyak mengandung asam adalah
belimbing wuluh. Selain asam, syarat untuk mendapatkan hasil selai yang
baik yaitu gula. Gula merupakan pengental, pemanis dan pengawet alami.
Selain itu, gula berfungsi untuk mengeraskan buah dan memberi rasa manis.
Syarat dalam pembuatan selai selanjutnya yaitu pektin. Pektin adalah zat yang
mengentalkan selai (Nurkhasanah, 2013).
Pektin mempunyai sifat yang sangat penting dalam pengolahan bahan
pangan terutama pada sifatnya yang dapat menaikkan kekentalan cairan atau
membentuk gel dengan gula dan asam. Oleh karena sifat inilah pektin banyak
digunakan dalam pembuatan selai. Pemanfaatan pektin pada bahan pangan
yang kandungan pektinnya sedikit. Jika pektin di dalam larutan ditambahkan
gula dan asam akan terbetuk gel dan prinsip ini digunakan sebagai dasar
pembuatan selai (Fahrizal, 2014). Pektin sangat diperlukan untuk membentuk
gel atau kekentalan pada produk selai. Jumlah pektin yang ideal untuk
pembentukan gel pada selai berkisar 0,75-1%, dimana kadar gula tidak boleh
lebih dari 65% dan konsentrasi pektin tidak lebih dari 1% karena dapat
menghasilkan gel dengan kekerasan yang tidak baik (Matondang dkk, 2014).
Pektin adalah istilah yang digunakan untuk menyebut asam pektinat.
Pada kondisi yang sesuai dengan penambahan asam dan gula mampu
membentuk gel. Pektin sekarang ini banyak digunakan dalam pengolahan
makanan karena pektin dapat membentuk gel. Senyawa pektin terdapat pada
hampir semua jaringan tanaman terutama pada buah. Pada buah yang masih
muda sebagian besar substansi pektat terdapat dalam bentuk protopektin dan
selama proses pematangan, protopektin dengan adanya enzim yang larut
dalam air. Selama periode pemasakan buah protopektin terhidrolisa oleh
enzin pektin esterase atau pektin metal esterase menjadi pektin dan pada
waktu lewat masak atau periode pembusukan maka pektin akan terhidrolisis
lebih lanjut menjadi metal alkohol dan asam pektat yang tidak larut
(Sulardjo dan Agus, 2014).
Tabel 2.1 Syarat Mutu Selai Buah
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
% fraksi massa
Normal
Normal
Normal
Positif
Min. 65
Mg/kg
Mg/kg
Maks. 250,0
Maks 1,0
Koloni/gr
APM/gr
Koloni/gr
Koloni/gr
Koloni/gr
Maks. 1x103
<3
Maks. 2x101
< 10
Maks. 5x101
Keadaan:
Aroma
Warna
Rasa
Serat Buah
Padatan terlarut
Cemaran Logam:
Timah (Sn)
Cemaran Arsen (As)
Cemaran Mikroba:
ALT
Coliform
Staphylocooccus aureus
Clostridium sp.
Kapang/khamir
(Sumber: Nurkhasanah, 2013).
B. Proses Pembuatan Selai
Pembuatan selai pepaya hampir sama dengan pembuatan selai pada
umumnya yaitu mulai dari pemilihan bahan baku berkualitas baik,
pengupasan kulit buah pepaya yang bertujuan untuk memisahkan daging
buah dari kulitnya. Kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan
sisa kotoran dan getah yang masih tersisa pada daging buah. Selanjutnya
menghancurkan daging buah dengan diblender untuk menghasilkan bubur
buah lalu dilakukan pemasakan dengan api sedang hingga tekstur sudah
menyerupai selai. Kemudian diangkat dan didinginkan pada suhu ruang
dilanjutkan proses pengemasan ke dalam gelas jar yang sebelumnya sudah di
pasteurisasi untuk menjaga kesterilan kemasan. Berikut ini merupakan proses
pembuatan selai secara umum, yaitu:
Pepaya 200 g
Belimbing
wuluh 100 g
Pengupasan kulit dengan pisau
yang telah diukur kedalamannya
Pencucian
Pemotongan buah
Pemotongan daging buah
Pencucian daging buah
Air
10 ml
Penghancuran buah
Penghancuran daging buah ±
3-8 menit hingga homogen
Bubur buah
Bubur buah
Mixing hingga homogen
Gula 150 gr
dan vanili 2 gr
Pemasakan ±30 menit
pada suhu ±120°C
Pencucian botol selai
Pendinginan selama 2
jam suhu ±120°C
Pasteurisasi botol
selai selama 15 menit
suhu 100°C
Pengemasan
Selai Pepaya
Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan selai pepaya
Air 10
ml
Mengenai penjelasan dari tahap-tahap proses pembuatan selai pepaya
adalah sebagai berikut:
a. Sortasi
Buah pepaya yang digunakan untuk pembuatan selai pepaya yaitu
pepaya lokal yang segar, bersih, tidak cacat, tidak terlalu matang. Pepaya
yang masih berkualitas baik akan menghasilkan selai yang baik, jika buah
yang digunakan terlampau matang akan menghasilkan selai dengan tekstur
yang lembek. Kegiatan pemilihan (sortasi) bertujuan untuk memilih buah
yang berkualitas baik yakni buah yang masih mengkal atau bisa juga yang
sudah matang, masih segar, belum kadaluarsa, tidak cacat, tidak rusak
(Suprapti, 2011). Sehingga buah yang dipakai dalam pembuatan selai
nantinya dapat menghasilkan produk yang baik pula. Buah yang masih
muda hanya memiliki sedikit pektin sehingga dipilihlah buah pepaya yang
sudah matang atau menjelang matang (Rizki, 2013).
b. Pengupasan
Pengupasan bertujuan untuk memisahkan bagian yang dapat
dimakan dengan bagian yang tidak dapat dimakan yaitu kulitnya. Selain
itu pengupasan juga bertujuan untuk memudahkan proses selanjutnya dan
untuk
mempercepat
proses
pematangan
pada
waktu
pemasakan.
Pengupasan dilakukan secara manual menggunakan pisau sampai seluruh
bagian kulitnya terkelupas (Basuki dkk, 2013). Selain kulit buah, masih
ada bagian yang termasuk limbah yang perlu dibersihkan, yaitu biji. Bijibiji tersebut harus segera dipisahkan (Suprapti, 2011).
c. Pemotongan
Setelah daging buah pepaya dicuci dan ditiriskan, maka dilakukan
pemotongan menjadi ukuran yang lebih kecil untuk mempermudah dalam
pemasukan
ke
dalam
mesin
blender
dan
memudahkan
dalam
penghancuran daging buah pepaya.
d. Pencucian
Setelah dilakukan pengupasan dan pemotongan, daging buah
pepaya dilakukan pencucian dengan air mengalir yang bersih. Tujuan
pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada
waktu pengupasan. Selain itu juga untuk menghilangkan getah yang masih
tersisa pada daging buah (Basuki dkk, 2013).
e. Penghancuran
Setelah daging buah pepaya dipotong kecil-kecil dan dicuci
kemudian dilakukan penghancuran menggunakan blender selama 3 menit
dengan ditambahkan sedikit air. Pemblenderan juga dilakukan pada buah
belimbing wuluh. Penambahan air ini ditujukan untuk memudahkan proses
penghancuran dan tidak memakan waktu yang lama. Proses penghancuran
daging buah dilakukan dengan alat blender atau juicer kemudian
dihancurkan menjadi bubur buah sebagai bahan pembuatan selai. Proses
penghancuran dilakukan sampai halus. Dalam penggunaaan blender maka
bubur
buah
yang
dihasilkan
adalah
bubur
buah
yang
halus
(Abriantoro, 2013).
f. Pemasakan
Sebelum memulai pemasakan, wajan yang digunakan untuk
memasak harus yang anti lengket. Buah yang sudah diblender mulai
dipanaskan, kemudian ditambah gula dan vanili diaduk secara merata.
Pemasakan dilakukan selama 30 menit
hingga mengental. Pemasakan
bertujuan membuat campuran gula dan bubur buah menjadi homogen,
pemasakan juga bertujuan untuk menghasilkan cita rasa yang baik, dan
memperoleh struktur gel. Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang
singkat untuk mencegah kehilangan aroma, warna dan terjadinya hidrolisis
pektin (Sugiharto, 2012).
Pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan selai menjadi keras
dan kental, sedangkan jika pemasakan kurang akan menghasilkan selai
yang encer. Selama pemasakan harus dilakukan pengadukan agar
campuran bahan selai menjadi homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk
memperoleh struktur gel. Titik akhir pemasakan dapat diketahui dengan
spoon test dengan cara mencelupkan sendok ke dalam selai, kemudian di
angkat. Apabila selai meleleh tidak lama dan terpisah menjadi dua bagian,
berarti selai telah terbentuk dan pemanasan dihentikan (Rizki, 2013).
g. Pendinginan
Pendinginan dilakukan dengan cara didiamkan sampai selai benarbenar dingin pada suhu kamar atau dimasukkan ke dalam wadah kemudian
direndam menggunakan air supaya pendinginan dapat berjalan cepat.
Kondisi saat dingin selai menjadi liat Pendinginan dilakukan kurang lebih
selama 2 jam sebelum selai dikemas di dalam gelas jar. Tujuan dari proses
pendinginan adalah untuk menurunkan suhu selai pepaya supaya tidak
terjadi penguapan pada saat pengemasan. Karena bila selai masih dalam
kondisi panas langsung dikemas maka hasil selai akan rusak serta akan
merusak kemasan (Abriantoro, 2013).
h. Persiapan botol selai
Penyiapan botol selai, kemudian botol selai dibersihkan dengan
cara botol disikat bagian dalamnya menggunakan detergen, seluruh
permukaan botol dicuci sampai bersih. Setelah itu botol dibilas hingga
bersih supaya dalam proses pasteurisasi bisa lebih baik (Suprapti, 2005).
i. Pasteurisasi botol selai
Pasteurisasi botol selai dilakukan dimasukkan ke dalam air yang
sudah mendidih selama 30 menit. Pasteurisasi ini dilakukan untuk
membunuh mikroba yang dapat mengkontaminasi produk. Dengan adanya
pasteurisasi maka produk selai dapat bertahan lama (Suprapti, 2005).
j. Pengemasan
Setelah proses pendiginan selai dan pasteurisasi botol selai, selai
dimasukkan ke dalam wadah. Pemasukan selai ke dalam wadah sebaiknya
dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi pengerasan di dalam wajan.
Dalam pengisian selai pepaya ke dalam botol, diberikan space antara
produk dengan bagian tutup botol akan produk tidak bersentuhan langsung
dengan tutup botol. Setelah itu, botol ditutup rapat agar produk selai
pepaya dapat bertahan lama dan terhindar dari mikroba yang dapat
mengkontaminasi produk selai. Pengemasan bertujuan untuk melindungi
produk dan memudahkan penanganan dalam penyimpanan transportasi
dan pemasaran. Perlakuan-perlakuan ini bertujuan agar kotoran atau
bagian yang tidak dikehendaki yang dapat menjadi sumber kontaminasi
akan hilang (Sugiharto, 2012).
C. Bahan-bahan Pembuatan Selai Pepaya
Mengenai bahan baku yang digunakan dalm pembuatan selai pepaya
meliputi: pepaya, belimbing wuluh, gula, vanili, dan air, definisi singkatnya
sebagai berikut:
1. Pepaya
a. Morfologi dan Taksonomi Pepaya
Pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman buah, berupa
herba dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan
Hindia Barat, bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica.
Tanaman papaya banyak ditanam baik di daerah tropis maupun
subtropis, di daerah basah dan kering, atau di daerah dataran rendah
dan pegunungan (Setiaty, 2011). Salah jenis pepaya yaitu, pepaya
jingga yang berdaging buah berwarna orange, beraroma, dan
rasanya manis. Berat buah antara 1-1,5 kg. Produksi buah pepaya di
Indonesia pada tahun 2009 mencapai 772.844 ton (Meutia dan Joni,
2012). Sentral produksi pepaya di Indonesia tersebar dibeberapa
daerah, seperti Sukabumi, Malang, Sleman, Lampung Tengah,
Sulawesi Selatan, Manado, Bogor, Serang, Boyolali, Blora,
Semarang, Bantul, Kediri, Malang, Banyuwangi, Pontianak,
Sumatera Barat, Medan dan Pekanbaru (Nova dkk, 2013).
Pepaya (Carica papaya L.) termasuk keluarga Caricaceae
yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Famili ini
terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta dan
Cylicomorpha. Tiga genus pertama merupakan asli dari Amerika dan
satu genus yaitu Cylicomorpha dari Afrika. Pepaya (Carica papaya
L.) merupakan salah satu komoditas buah secara internasional, baik
dalam bentuk buah segar maupun sebagai produk olahan. Pada saat
proses pemasakan, buah banyak mengalami banyak perubahan fisik
dan kimia setelah panen yang menentukan kualitas buah untuk
dikonsumsi. Buah yang berkualitas baik, salah satunya dipengaruhi
oleh waktu panen yang tepat, karena mutu buah tidak dapat
diperbaiki namun dapat dipertahankan. Buah yang dipanen sebelum
matang dapat menghasilkan mutu yang baik serta proses pemasakan
yang salah. Penundaan waktu panen buah akan meningkatkan
kepekaan terhadap proses pembusukan, serta mutu dan nilai jualnya
rendah. Pematangan adalah proses perubahan organ tanaman dari
matang secara fisiologis, tetapi belum dapat dimakan. Perkembangan
dan pematangan buah sebagian besar selesai pada saat buah masih
berada di pohon, sedangkan proses pemasakan akan berlanjut hingga
buah telah dipetik dari pohonnya (Fatria dan Noflindawati, 2014).
Pepaya mengkal memiliki ciri-ciri fisik sebagai berikut,
tangkai buah mulai menguning, sebagian buah (1/2-3/4) mulai
menguning atau memerah, timbul garis-garis kuning atau merah
pada ujung buah. Apabila dibelah akan tampak ciri-ciri sebagai
berikut: sebagian besar daging buah berwarna kuning atau merah,
daging buah masih keras, sudah memiliki rasa manis terutama pada
bagian yang sudah menguning, sudah memiliki rasa segar
(Suprapti, 2005).
Kedudukan tanaman pepaya dalam sistematik (taksonomi)
tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisi
: Angiosperma (Biji Tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo
: Caricales
Famili
: Caricaceae
Spesies
: Carica papaya L. (Wardhani, 2012).
Gambar 2.2 Buah Pepaya
Pepaya tumbuh agak tegak, berbatang tunggal, dan berlajuk
rimbun. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon. Bentuk dan
susunan fisik pepaya tergolong perdu. Umur tanaman sampai
berbunga tergolong tanaman buah-buahan semusim, tetapi dapat
tumbuh setahun atau lebih. Pepaya memiliki batang bersifat basah,
tidak berkayu, lurus, berbuku-buku, silindris, berongga, berwarna
putih kehijauan, banyak mengandung getah dan air. Tinggi tanaman
berkisar 5-10 m dengan diameter 10-30 cm. Batangnya tunggal dan
tidak memiliki percabangan. Namun jika batang atas diebang maka
batang juga dapat bercabang. Pepaya berakar tunggang dan berakar
cabang dan tumbuh mendatar ke semua arah di kedalaman hingga 50
cm lebih dan menyebar sekitar 60-150 cm dari pusat balang
tanaman. Daun pepaya tersusun spiral menutupi ujung batang. Daun
pepaya ditopang oleh tangkai daun yang berongga dengan panjang
sekitar 25-100 cm. Daun pepaya memiliki pertulangan daun menjari
sehingga helaian daun menyerupai telapak tangan. Berdasarkan sifat
morfologinya, pepaya memiliki tiga macam bunga sekaligus, yaitu
bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna (Hamzah, 2014).
b. Kandungan Gizi Pepaya
Pepaya merupakan salah satu komoditas hortikultura
Indonesia yang memiliki berbagai fungsi dan manfaat. Sebagai buah
segar, pepaya banyak dipilih konsumen karena selain harganya yang
relatif terjangkau, juga memiliki kandungan nutrisi yang baik
(Suyanti dkk, 2012). Nutrisi yang terkandung dalam pepaya cukup
beragam. Pepaya mengandung provitamin A, vitamin B, vitamin C,
berbagai mineral, serat, dan pigmen warna. Buah pepaya
mengandung 75,9 mg/100 g vitamin C dan 0,22 mg/100 g
betakaroten. Mengonsumsi pepaya secara teratur baik untuk
menangkal kanker (Meutia dan Joni, 2012).
Buah pepaya masak juga banyak mengandung mineral,
diantaranya potasium (257 mg/100 gram) dan sangat sedikit sodium
(3 mg/100 gram). Rasio potasium yang tinggi terhadap sodium
sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya hipertensi. Pepaya
sangat rendah lemak, tanpa kolesterol, dan rendah sodium.
Kandungan gizi buah pepaya setiap 100 gram adalah:
Tabel 2.2 Kandungan gizi buah pepaya setiap 100 gram bahan.
Kandungan Gizi
Kalori (kal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (gram)
(Sumber: Hamzah, 2014).
Jumlah
46
0,5
12,2
23
12
1,7
365
0,04
78
86,7
Peran multiguna pepaya sebagai buah segar, olahan, sayur,
penyehat mata oleh karena buah pepaya kaya vitamin A (91,5
IU/100 g), pelangsing tubuh oleh karena papain penghancur lemak
dan vitamin C (55 mg/100 g), peluruh empedu, air seni dan
melancarkan ASI serta abortivum, ditambah lagi secara tradisional
mudah dibudidayakan oleh petani, menjadikan komoditas pepaya
sebagai komoditas yang strategis untuk memenuhi sebagian besar
kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Panen energi dari 100 g
buah sebesar 46,3-49,6 kal dari 12,2-15,6% karbohidrat menjadikan
buah pepaya sebagai makanan sarapan pagi pada sebagian besar
negara penghasil pepaya (Fatria dan Noflindawati, 2014).
2. Gula
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam
produk-produk makanan. Beberapa diantaranya yang biasa dijumpai
termasuk selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buahan,
buah-buahan bergula. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan
dalam konsentrasi yang tinggi sebagian dari air yang ada menjadi tidak
tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme. Stabilitas mikroorganisme
dari selai dan produk-produk serupa dikendalikan oleh sejumlah faktor
yaitu kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut
antara 65-73%. pH rendah biasanya dalam kisaran antara 3,1-3,5
tergantung pada tipe pektin dan konsentrasi. Suhu tinggi selama
pendidihan
atau
pemasakan.
Tegangan
oksigen
rendah
selama
penyimpanan. Kelainan utama dari produk jeli atau selai adalah
kristaliasi yang disebabkan karena padatan terlarut yang berlebihan.
Keras, gel yang kenyal akibat kurangnya gula atau pektin yang
berlebihan. Kurang masak, gel yang berbentuk seperti sirup karena
kelebihan gula. Sineresis atau meleleh karena asam yang berlebihan
(Buckle, 2013).
Gambar 2.2 Gula pasir
Gula berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam makanan, sebagai
pembentuk tekstur dan pembentuk flavor melalui reaksi pencoklatan.
Daya larut yang tinggi dari gula dan daya mengikatnya air merupakan
sifat-sifat yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan
bahan pangan. Konsentrasi gula yang cukup tinggi pada olahan pangan
dapat mencegah pertumbuhan mikrobia, sehingga dapat berperan sebagai
pengawet. Penambahan gula dalam pembentukan gel berfungsi untuk
mengikat molekul air yang berkaitan dengan molekul pektin sehingga
akan
mempengaruhi
keseimbangan
pektin
air
dan
meniadakan
kemantapan pektin. Penambahan gula terlalu banyak akan terjadi
kristalisasi pada permukaan gel yang terbentuk. Sedangkan bila gula
yang ditambahkan sedikit atau kurang, akan terbentuk gel yang lunak.
Gula dalam bentuk monosakarida (glukosa, fruktosa) dan disakarida
(sukrosa)
paling
banyak
menentukan
kemanisan
buah-buahan
(Sulardjo dan Agus, 2012).
Tabel. 2.3 Syarat mutu gula
No
Kriteria Uji
1
2
3
4
5
6
7
Satuan
Polarisasi
Z
Gula Reduksi
%
Susut pengeringan
%, b/b
Warna larutan
IU
Abu
%, b/b
Sedimen
mg/kg
Belerang dioksida
mg/kg
(SO2)
8
Timbal (Pb)
mg/kg
9
Tembaga (Cu)
mg/kg
10
Arsen (As)
mg/kg
11
Angka lempeng total Koloni/10 g
(ALT)
12
Kapang
Koloni/10 g
13
Khamir
Koloni/10 g
(Sumber: SNI 01-3140.2-2006).
Persyaratan
I
II
min. 99,70 Min. 99,70
maks. 0,04 maks. 0,04
maks. 0,05 maks. 0,05
maks. 45
maks. 80
maks. 0,03 maks. 0,05
maks. 7,0 maks. 10,0
maks. 2,0
maks. 5,0
maks. 2,0
maks. 2,0
maks. 1,0
maks. 200
maks. 2,0
maks. 2,0
maks. 1,0
maks. 250
maks. 10
maks. 10
maks. 10
maks. 10
3. Belimbing Wuluh
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) adalah buah yang
mempunyai rasa asam. Tanaman belimbing wuluh banyak ditemukan di
pekarangan rumah dan di berbagai daerah seperti di pulau jawa. Setiap
kali berbuah, pohon belimbing wuluh menghasilkan buah yang cukup
banyak. Rasa buah belimbing wuluh yang masam menyebabkan tidak
banyak orang yang mengkonsumsi buah ini. Rasa asam buah ini berasal
dari asam sitrat dan asam oksalat. Selain mengandung senyawa asam
tersebut, belimbing wuluh juga mengandung senyawa flavonoid, saponin,
tanin, glukosida, kalsium, kalium, vitamin C, dan peroksidase. Kadar air
yang terkandung di dalam buah belimbing wuluh menyebabkan buah ini
tidak tahan lama. Untuk meningkatkan masa simpan buah belimbing
wuluh ini salah satu alternatifnya yaitu dibuat selai buah (Nurkhasanah,
2013). Buah belimbing wuluh memiliki kandungan asam yang tinggi dan
kadar air buah yang tinggi menyebabkan buah jarang dikonsumsi
layaknya buah segar dan daya simpan relatif singkat (Windyastari dkk,
2012).
Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam famili
Averrhoa yang tumbuh di daerah ketinggian hingga 500 m di atas
permukaan laut dan dapat ditemui di tempat yang banyak terkena sinar
matahari langsung tetapi cukup lembab. Pohonnya tergolong kecil, tinggi
mencapai 10 m dengan batang tidak begitu besar, kasar berbenjol-benjol
dan mempunyai garis tengah sekitar 30 cm. Percabangan sedikit, arahnya
condong ke atas, cabang muda berambut halus seperti beludru berwarna
cokelat muda. Bunga berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau
cabang yang besar. Bunga kecil-kecil berbentuk bintang, warnanya ungu
kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 cm,
warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak dan rasanya
masam. Bijinya berbentuk bulat telur. Belimbing wuluh disebut Averrhoa
bilimbi L, yang termasuk dalam famili Oxalidaceae. Tanaman ini dikenal
dengan nama daerah limeng, selemeng, beliembieng, blimbing buloh,
limbi, libi, tukurela dan malibi. Nama asingnya bilimbi, cucumber tree
dan kamias. Adapun, Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas
: Rosidae
Ordo
: Geraniales
Familia
: Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa bilimbi L (Savitri, 2014).
Gambar 2.3 Belimbing wuluh
Belimbing wuluh disebut juga sebagai belimbing sayur yang
merupakan tumbuhan yang hidup pada ketinggian 5 hingga 500 meter
diatas permukaan laut. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar.
Pohon belimbing bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 meter.
Batang
utamanya
pendek
dan
cabangnya
rendah.
Batangnya
bergelombang (tidak rata). Daunnya majemuk, berselang-seling, panjang
30-60 cm dan berkelompok di ujung cabang. Pada setiap daun terdapat
11 sampai 37 anak daun yang berselang-seling atau setengan
berpasangan. Anak daun berbentuk oval. Buahnya memiliki rasa asam
sering digunakan sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan jamu.
Bunganya kecil, muncul langsung dari batang dengan tangkai bunga
berambut. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) berbentuk elips
hingga seperti torpedo, dengan panjang 4-10 cm. warna buah ketika
muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel diujungnya. Jika
masak buahnya berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya
berair dan sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6
mm), berbentuk pipih, dan berwarna coklat, serta tertutup lender. Buah
belimbing wuluh mengandung banyak vitamin C alami yang berguna
sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai
penyakit.
Tabel 2.4 Kandungan gizi belimbing wuluh per 100 gram
Kandungan Gizi
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat Kasar
Abu
Kalsium
Fosfor
Besi
Refinol
Beta-karoten
Vitamin A
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Vitamin C
Kadar air
(Sumber: Rahayu, 2013).
Jumlah
23 kcal
0.7 gr
0.2 gr
4.5 gr
1.5 gr
0.3 gr
8 mg
11 mg
0.4 mg
0
100 ug
17 ug
0.01 ug
0.03 mg
0.3 mg
18 mg
94.3 gr
4. Air
Air merupakan komponen kimiawi yang terbesar pada bahan
pangan dan merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa
makanan. Kadar air bahan sangat berpengaruh terhadap aktivitas
mikrobiologis yang dapat menyebabkan kerusakan produk selama
pengangkutan dan penyimpanan (Jamaluddin dkk, 2014).
Air yang digunakan untuk mencuci bahan, alat, dan kemasan,
maupun air yang dicampurkan dalam proses pengolahan atau pengawetan
makanan dan minuman harus memenuhi syarat standar air minum.
Adapun syarat standar air minum antara lain sebagai berikut: tidak
berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau. Bersih dan jernih, tidak
mengandung logam atau bahan kimia yang berbahaya, serta memiliki
derajat kesadahan nol (Suprapti, 2004).
5. Vanili
Vanili merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Biji
vanili berasal dari tanaman vanili (Vanilla Planifolia Andrews). Tanaman
vanili adalah tanaman rempah yang termasuk dalam keuarga anggrek
(Orchidaceae). Vanili banyak digunakan sebagai bahan pembantu
industri makanan dan pewangi obat-obatan (flavour and fragrance
ingredients).Industri makanan menggunakan vanili sebagai penyedap
atau penambah cita rasa. Industri makanan yang banyak menggunakan
vanili sebagai bahan bakunya adalah industri biskuit, gula-gula, susu,
roti, es krim dan lain-lain (Nuzula, 2013).
D. Analisis Sensori
Penilaian organoleptik yang digunakan dalam uji inderawi adalah uji
skoring dan uji hedonik atau uji kesukaan untuk mengetahui daya terima
masyarakat. Di mana dalam pengujian, panelis mengemukakan respon berupa
suka atau tidak suka terhadap sifat produk. Analisis ini digunakan untuk
mengkaji kesukaan konsumen terhadap suatu bahan atau memprediksi reaksi
konsumen terhadap sampel yang diujikan, oleh karena itu panelis diambil
dalam jumlah banyak dan mewakili populasi masyarakat tertentu. Skor nilai
untuk mendapatkan prosentase dirumuskan sebagai berikut:
% = n/N x 100%
Keterangan:
% = Skor prosentase
n = Jumlah skor yang diperoleh
N = Skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis) (Putri, 2014).
Uji skoring atau “skaling” dilakukan dengan menggunakan
pendekatan skor atau skala yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu
dari atribut mutu produk. Dalam sistem skoring, angka digunakan untuk
menilai intensitas produk dengan sususan meningkat atau menurun
(Gunarto, 2012).
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada
proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisiopsikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat
benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari
benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation)
jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang
ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk
mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda
penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan
adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap
tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau
penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil sangat
ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran (Gusman, 2013).
E. Analisis Kimia
Vitamin C adalah salah satu vitamin paling tidak stabil, mudah rusak
oleh panas, mudah teroksidasi yang dipercepat dengan kontak dengan udara
dan cahaya, katalis logam seperti Fe dan Cu. Uji kadar vitamin C dilakukan
Dengan cara titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri merupakan metode yang
sederhana dan mudah dalam pengerjaannya (Ramdani dkk, 2013).
Vitamin C adalah padatan yang berbentuk kristal putih, dan mudah
larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan gliserol, tetapi tidak dapat
larut dalam pelarut non polar seperti eter, benzene, kloroform dan lain-lain.
Vitamin C adalah zat pereduksi kuat yang dapat bertindak sebagai
antioksidan. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam
keadaan larut vitamin C mudah rusak, karena bersentuhan dengan udara
(teroksidasi), terutama bila terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam
kondisi alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Karena pada kondisi
media yang asam akan memperlambat proses oksidasi vitamin C. Sehingga
apabila ingin melakukan pengukuran pada larutan vitamin C maka vitamin C
tersebut haruslah selalu dipersiapkan dalam kondisi yang baru dan
pengukuran juga harus dilakukan secepat mungkin (Wardani, 2012).
Pengujian kandungan vitamin C menggunakan metode titrasi yodium,
dimana prinsipnya adalah yodium memiliki potensial reduksi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam askorbat, sehingga yodium akan
mengoksidasi
senyawa
asam
askorbat
dengan
membentuk
asam
dehidroaskorbat. L-diketogulonat memiliki sifat reduktor yang lemah
dibandingkan asam askorbat dan dehidroaskorbat sehingga tidak dapat
dioksidasi oleh yodium. Pengujian dengan metode ini cukup mudah dan
relatih murah, namun kurang efektif untuk mengukur kandungan vitamin C,
karena dalam bahan pangan terdapat komponen lain selain vitamin C yang
juga bersifat pereduksi. Senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama
dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin. Indikator titrasi
menggunakan amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi dengan
memberikan perubahan warna menjadi biru kehitaman (Sari, 2014).
Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai
antioksidan dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau
jaringan, termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang
ditimbulkan oleh radiasi. Status vitamin C seseorang sangat tergantung dari
usia, jenis kelamin, asupan vitamin C harian, kemampuan absorpsi dan
ekskresi, serta adanya penyakit tertentu. Rendahnya asupan serat dapat
mempengaruhi asupan vitamin C karena bahan makanan sumber serat dan
buah-buahan juga merupakan sumber vitamin C (Karinda dkk, 2013).
Vitamin C dapat terbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam
Ldehidroaskorbat, keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam
askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam Ldehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan
mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak
memiliki keaktifan vitamin C lagi. Analisis kandungan vitamin C dilakukan
dengan metode titrasi iodometri. Sampel diambil sebanyak 30 g dan
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Aquades ditambahkan sampai volume
mencapai 100 mL, lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat diambil 20 mL
dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 125 mL kemudian ditambahkan 2 ml
larutan amilum 1%. Tahap selanjutnya adalah titrasi dengan larutan iodin
standar 0,01 N yang dibuat dari bahan KI dan yodium sampai larutan
berwarna biru. Dalam 1 mL larutan iodin yang terpakai setara dengan 0.88
mg vitamin C, sehingga penghitungan kandungan vitamin C dapat dilakukan
dengan mengalikan volume larutan iodin yang terpakai dalam proses titrasi
dengan 0,88 mg (Paramita, 2013).
F. Analisis Ekonomi
Kelayakan artinya penelitian dilakukan secara mendalam untuk
menentukan apakah usaha atau bidang yang akan dijalankan akan
memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Bisnis adalah usaha yang di jalankan dengan tujuan utamanya
untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan yang dimaksud dalam usaha
bisnis adalah keuntungan finansial. Pengertian layak dalam penilaian ini
adalah kemungkinan bahwa gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan
memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun
social benefit (Manope dkk, 2014). Analisi ekonomi yang dilakukan meliputi
perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, serta kriteria usaha.
1. Biaya Produksi
Biaya (cost) adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai pengorbanan
untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa yang akan
datang, atau mempunyai manfaat melebihi satu periode akuntansi. Biaya
atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan
uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai
tujuan tertentu (Dimisyqiyani dkk, 2014). Sedangkan biaya produksi
merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang
dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Termasuk dalam biayabiaya yang dibebankan pada persediaan dalam proses akhir periode. Biaya
produksi dapat dikatakan efisien apabila pengeluaran biaya tersebut tidak
terjadi suatu pemborosan serta mampu menghasilkan output produk
dengan kuantitas dan kualitas yang baik (Hidayat dan Salim, 2013).
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang secara total tetap tidak
berubah dengan adanya perubahan tingkat kegiatan atau volume
dalam batas-batas dari tingkat kegiatan yang relevan atau dalam
periode waktu tertentu. Biaya tidak tetap meliputi biaya usaha,
amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial
(Dimisyqiyani, 2014).
b. Biaya Tidak Tetap (Variabel cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika
melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya tenaga
kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan
bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan. Biaya variabel
merupakan biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan
volume produksi/penjualan (Ariyanti, 2014).
2. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang
tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga penjualan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan (HPP) =
Total biaya produksi/bulan
Jumlah produksi/bulan
Perhitungan harga pokok dilakukan dengan menjumlahkan seluruh
unsur biaya produksi, sedangkan harga pokok produksi per unit ditentukan
dengan membagi seluruh total biaya produksi dengan volume produksi
yang dihasilkan atau yang diharapkan akan dihasilkan. Cara seperti ini
yang harus digunakan apabila berhubungan dengan prinsip akuntansi,
mempengaruhi
baik
jumlah
harga
pokok
produk
penyajiannya dalam laporan rugi laba (Lasena, 2013).
maupun
cara
3. Kriteria Kelayakan Usaha
Kelayakan adalah suatu peluang usaha baru atau modifikasi usaha
untuk menjamin agar pengeluaran modal mencapai tujuan yang
diharapkan. Maksud layak atau tidak layak disini adalah prakiraan bahwa
bisnis akan dapat atau tidak mendapatkan keuntungan yang layak bila telah
dioperasikan. Analisa yang dilakukan dalam studi bisnis mencakup banyak
faktor yang dikerjakan secara menyeluruh, meliputi aspek-aspek teknis
dan teknologi (Komarudin dan Djoko, 2012). Kriteria kelayakan yang
digunakan adalah Break Event Point (BEP), Return On Investment (ROI),
Net Benefit Cost (Net B/C), Payback Period (PP).
a. Break Event Point (BEP)
Break Even Point atau titik impas merupakan suatu titik yang
menunjukkan bahwa pendapatan total yang dihasilkan perusahaan
sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, sehingga perusahaan
tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian. Analisis Break
Even Point merupakan suatu analisis yang digunakan oleh manajemen
sebagai acuan pemberian keputusan terhadap perencanaan keuangan,
khususnya pada tingkat laba yang ingin dicapai serta berhubungan
dengan tingkat penjualannya. Analisis Break Even Point sangat
bermanfaat untuk merencanakan laba operasi dan volume penjualan
suatu perusahaan. Setelah mengetahui informasi besarnya hasil titik
impas yang dicapai, maka industri dapat melakukan kebijakan, yaitu
menentukan berapa jumlah produk yang harus dijual (budget sales),
harga jualnya apabila indutri menginginkan laba tertentu dan dapat
meminimalkan kerugian yang akan terjadi (Ariyanti dkk, 2014).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Break Even Point
yaitu:
1) Adanya perubahan harga jual
2) Adanya perubahan biaya tetap dan biaya variabel
3) Adanya
perubahan
(Dimisyqiyan dkk, 2014).
komposisi
penjualan
(sales
mix)
Untuk menentukan nilai BEP atas dasar unit produksi adalah
sebagai berikut:
BEP =
Biaya Tetap (FC)
Biaya tidak tetap
Harga Jual Satuan − (
)
Kapasitas produksi/bulan
b. Return of Investment (ROI)
Return on Investment merupakan teknik analisa keuangan yang
bersifat menyeluruh dan digunakan untuk mengukur efektifitas dari
keseluruhan operasi perusahaan. Return on Investment merupakan rasio
yang menunjukan pengembalian atas aktiva yang diinvestasikan oleh
perusahaan dimana persentase yang semakin tinggi menunjukan
semakin baik keadaan suatu perusahaan (Annisa dkk, 2014). Besarnya
ROI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu Turnover dari operating assets
(tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi) dan Profit
Margin (keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan
jumlah penjualan bersih) (Pinangkaan, 2012). ROI merupakan suatu
metode yang digunakan untuk mengukur prosentase manfaat yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkannya. Adapun penghitungannya menurut Apriliya dkk,
(2014) dapat melalui rumus berikut ini :
ROI =
Laba
x 100%
Pemasukan total biaya produksi
c. Payback Periode (PP)
Payback period (PP) merupakan metode yang digunakan untuk
mengukur kecepatan pengembalian modal investasi yang dinyatakan
dalam tahun. Perhitungan payback period dalam analisis kelayakan
dilakukan untuk mengetahui barapa lama usaha atau proyek yang
dikerjakan dapat mengembalikan investasi (Priadianto dkk, 2014).
Payback Period adalah waktu yang diukur pada saat dimulai investasi
sampai dengan tercapainya kondisi
break
even point
yang
menunjukkan lamanya waktu pengembalian biaya atau investasi yang
dikeluarkan dalam membangun proyek. Perhitungan payback period
diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
PP =
Jumlah investasi
x 1 tahun
Pemasukan
d. Net Benefit Cost (Net B/C)
Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk
melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah
nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang
yang negatif, atau dengan kata lain Net B/C adalah perbandingan antara
jumlah NPV positif dangan jumlah NPV negatif dan ini menunjukkan
gambaran berapa kali lipat benefit akan kita peroleh dari cost yang kita
keluarkan. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa suatu proyek akan
dipilih apabila Net B/C > 1. Sebaliknya, bila suatu proyek memberi
hasil Net B/C < 1, maka proyek tidak akan diterima. Rumusan yang
digunakan adalah:
n
Bt  Ct
 1  i 
Net B / C 
Ct  Bt
 1  i 
t 1
n
t 1
t
t
Keterangan:
Bt
= Benefit (penerimaan kotor pada tahun ke-t)
Ct
= Cost (biaya kotor pada tahun ke-t)
n
= umur ekonomis proyek
i
= tingkat suku bunga yang berlaku
Kriteria yang dapat diperoleh dari penghitungan Net B/C antara
lain:
Net B/C > 1, maka menguntungkan;
Net B/C = 1, maka tidak menguntungkan dan tidak merugikan;
Net B/C < 1, maka merugikan (Maulidah, 2012).
Download