KOMUNIKASI ANTARA TUTUR BESAN PADA SUKU SIMALUNGUN

advertisement
KOMUNIKASI ANTARA TUTUR BESAN PADA SUKU SIMALUNGUN
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Tutur Besan Pada Suku
Simalungun Di Kelurahan Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten
Simalungun)
Rejeki Ando S
110922001
Abstrak
Penelitian berisi tentang komunikasi antar tutur besan pada suku Simalungun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antara
tutur besan pada suku Simalungun dan apa hambatan yang terjadi dalam
komunikasinya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif etnografi
dengan Perspektif interpretatif dimana pendekatan sistematis dan subjektif dalam
menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan yang ditemukan di
lapangan (empiris). Pemilihan informan pada penelitian ini sebagai sumber data
dilakukan secara purposive. Proses komunikasi diantara tutur besan ini memlilik
hambatan. Hambatan itu merupakan hambatan yang berasal dari budaya yang
telah diturunkan oleh nenek moyang suku Simalungun sejak dahulu misalnya
adanya larangan adat yang mempantangkan terjadinya kontak langsung diantara
mereka. Misalnya tidak bisa duduk berhadapan, tidak bisa berduaan, untuk
berkomunikasi harus menggunakan perantara yang terkadang tidak sesuai
misalnya berbicara melalui dinding atau tiang, dan berkomunikasi juga hanya
dengan pesan pesan seperlunya saja atau hanya yang penting saja. Dalam
komunikasi diantara tutur besan ini terdapat istilah marmalang. Kata marmalang
tersebut memiliki arti segan dan hormat. Diantara orang yang bertutur besan harus
terjalin rasa marmalang atau marsimalangan (segan, sopan dan menghormati).
Untuk berkomunikai diantara tutur ini harus menggunakan kata ganti orang yaitu
nai atau nassi sebagai ungkapan rasa hormat dan segan. Jadi untuk mengatakan
besan harus diucapkan dengan kata nai atau nassibesan.
Kata Kunci : Komunikasi, Tutur Besan, Marmalang, Simalungun.
PENDAHULUAN
Konteks Masalah
Keseharian manusia dalam beraktivitas tentunya tidak terlepas dari
komunikasi. Komunikasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan seharihari, karena melalui komunikasi seorang tumbuh dan belajar, menemukan
kepribadian diri maupun orang lain. Menurut Cangara (1998): komunikasi
merupakan salah satu aktifitas yang sangat fundamental dalam kehidupan umat
manusia. Proses komunikasi yang baik adalah apabila suatu interaksi
penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikan dapat diterima dengan baik
dan dipahami oleh pendengar atau komunikan dan terjadi interaksi yang timbal
balik. Namun dalam prosesnya komunikasi tidak dapat berlangsung secara mulus,
tetapi akan ada hambatan atau gangguan yang disebabkan berbagai hal.
1
Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah hambatan budaya
yang dimiliki oleh setiap manusia. Hambatan atau rintangan budaya merupakan
rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan
nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi (Cangara,
1998:134). Hal-hal tersebut sering dijumpai saat orang yang berbeda suku
berinteraksi dan bahkan orang yang sama suku bangsanya.
Masing-masing etnis yang ada di dunia ini pastinya memiliki aturan
tertentu dalam proses komunikasi antar sesama. Salah satunya etnis Simalungun
yang merupakan salah satu sub-etnis Batak yang masih menjunjung tinggi nilai
dan tatanan budaya dalam berinteraksi antar sesama. Cara berkomunikasi antar
sesama anggota keluarga masih dapat dibedakan berdasarkan status
kekerabatannya (partuturan). Pada suku Simalungun tuturlah yang
memperlihatkan dekat atau tidaknya pardiha-dihaon (kekeluargaan) antara satu
dengan yang lain.
Salah satu status kekerabatan pada suku Simalungun adalah tutur besan
(nasibesan). Perlu diketahui bahwa pihak-pihak yang bertutur besan maksudnya
disini bukan seperti besan yang kita ketahui pada umumnya seperti tutur besan
pada orang Jawa yaitu orang tua pihak laki-laki dan orang tua pihak perempuan
yang terjadi karena hubungan pernikahan anak. Dalam hal ini orang yang
dikatakan memiliki status tutur marnasibesan (besan), adalah orang luar yang
masuk menjadi keluarga karena adanya hubungan pernikahan. Besan adalah
panggilan untuk istri ipar atau lawei (Poerba, 2011:39).
Ada sebuah cerita rakyat Simalungun yang merupakan sebuah anekdot
yang menggambarkan adanya keterbatasan komunikasi dua orang yang
marnasibesan. Suatu hari ada seorang laki-laki sedang memancing di sungai,
kebetulan dihulu sungai tersebut adalah pemandian khusus perempuan kampung
setempat. Tiba-tiba terlihat seorang perempuan hanyut terbawa arus sungai dan
meminta tolong. Laki-laki yang sedang memancing tadi melihat dan ingin
menolong, ternyata permpuan tersebut adalah besannya. Mengetahui bahwa
perempuan yang hanyut tersebut adalah besannya, ia pun hanya terdiam melihat
dan tak dapat berbuat apa-apa dan hanya berkata pelan “in mayup nasibesan”
(aduh hanyut besan), dan meminta tolong melalui orang lain, meskipun
sebenarnya ia sendiri dapat menolong langsung.
Anekdot tersebut menggambarkan bahwa adanya keterbatasan hubungan
interaksi antara orang-orang yang berstatus tutur besan, dimana dalam keadaan
genting sekalipun mereka tidak dapat berhubungan secara langsung. Dalam
konteks tersebut telah terjadi sebuah hambatan komunikasi antara dua orang
tersebut. Ada sebuah paham yang telah diwariskan dari nenek moyang suku
Simalungun secara turun-temurun. Paham yang telah ada pada kehidupan
masyarakat Simalungun ini menjadi sebuah penghalang atau hambatan dalam
konteks komunikasi antara dua orang yang berbesan. Paham yang telah
terkontruksi tersebut diartikan sebagai pantangan atau pembatasan interaksi antara
mereka.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Komunikasi Antara orang-orang yang Berstatus Tutur Besan pada
2
Suku Simalungun (studi deskriptif komunikasi Antara orang-orang yang Berstatus
Tutur Besan dan hambatan proses komunikasi pada suku Simalungun).
Fokus Masalah
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah,
1. Bagaimana komunikasi antara orang yang bertutur besan pada suku
Simalungun.
2. Apa yang menjadi hambatan dalam proses komunikasi antara orang yang
berstatus tutur besan pada suku simalungun.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi antara orang-orang yang
berstatus tutur besan suku Simalungun.
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi hambatan pada proses komunikasi
orang-orang yang berstatus tutur besan pada suku Simalungun.
KAJIAN PUSTAKA
Komunikasi
Komunikasi merupkan suatu proses dimana seseorang, beberapa orang
atau kelompok membuat dan menggunakan informasi agar dapat berhubungan
dengan orang lain atau lingkungan. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan atau
verbal yang tentunya dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang
berkomunikasi. Selain itu, berkomunikasi dengan bahasa nonverbal seperti
gerakan tubuh dan lain sebagainya juga dapat dilakukan dalam berkomunikasi
untuk mempertegas atau menekan bahasa verbal sehingga dapat saling memahami
dan menumbuhkan sebuah persamaan pemahaman mengenai sesuatu hal yang
sedang dikomunikasikan.
Hambatan Komunikasi
Berkomunikasi dengan orang lain kelihatanya sangat mudah dilakukan,
tetapi sebenarnya pada pelaksanaanya sering terjadi kesalahan komunikasi atau
kesalahan pengertian yang diakibatkan oleh berbagai faktor yang menjadi kendala
atau hambatan komunikasi. Terhambatnya komunikasi terjadi karena banyak
faktor, namun hambatan tersebut akan dapat diminimalisir apabila kita memahami
hal apa yang menyebabkannya. Hambatan komunikasi ini menyebabkan informasi
yang disampaikan menjadi tidak tepat sasaran atau terjadi kesalahpahaman
pengertian atau sering disebut misunderstanding. Komunikasi yang awalnya
berjalan dengan baik, tetapi karena adanya hambatan tersebut maka dapat
membuat kesalahan yang sangat fatal. Misalnya kesalahan komunikasi seseorang
dapat menyebabkan konflik diantara mereka.
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
3
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
E. B. Tylor menjelaskan, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat (Setiadi, 2009:27).
Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat. Kebudayaan
menjadi bagian dari perilaku Komunikasi dan kemudian komunikasi pun akan
turut menentukan, memelihara, dan mewariskan budaya. Komunikasi antarbudaya
mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda-beda
antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku
kultural yang berbeda (Devito,1997:179). Secara sederhana bahwa komunikasi
antarbudaya itu adalah komunikasi yang terjadi dan dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki berlatarbelakang kebudayaan yang berbeda.
Budaya mempunyai hubungan yang timbal balik dengan komunikasi.
Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi
pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.
Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan
norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari satu masyarakat ke
masyarakat lain ataupun secara vertikal dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Di sisi lain menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai dengan
kelompok tertentu (Surip, 2011:149).
Teori Interaksi Simbolik
Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Salah satu
dari karakteristik simbol adalah bahwa simbol tidak memiliki hubungan langsung
dengan yang diwakilinya. Simbol dapat berbentuk suara, tanda pada kertas,
gerakan dan lain sebagainya. Simbol yang digunakan manusia bukan hanya
semata-mata untuk berinteraksi saja, namun simbol juga digunakan sebagai
penyampaian budaya dari generasi kegenerasi berikutnya. Gudykunst dan Kim
mengemukakan hal penting yang harus diingat yaitu simbol dijadikan ketika
orang sepakat untuk menjadikannya sebuah simbol (samovar, dkk: 2010:18-20).
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan
dengan menggunakan kata-kata, baik secara lisan ataupun secara tertulis. Secara
umum komunikasi ini merupakan bentuk yang paling banyak dipakai dalam
hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, manusia mengungkapkan pemikiran,
perasaan, ide, emosi, atau menjelaskan suatu informasi data, fakta.
Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam
bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh
4
lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir
secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi
nonverbal bersifat tetap dan selalu ada.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode etnografi. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang budaya masyarakat dalam bentuk
cara berfikir, cara hidup, adat, berprilaku, dan bersosial. Fokus dari penggunaan
metode etnografi ini adalah konsep budaya.
Roger M. Keesing mendefenisikan etnografi sebagai pembuatan
dokumentasi dan analisis budaya tertentu dengan mengadakan penelitian
lapangan. Artinya dalam mendeskripsikan suatu kebudayaan seorang peneliti
etnografi juga menganalisis (Bungin, 2003:169).
Etnografi komunikasi adalah salah satu kajian komunikasi yang
memfokuskan pada pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu
masyarakat tutur. Masyarakat tutur ( speech community) adalah suatu kategori
masyarakat di mana anggota-anggotanya tidak saja sama-sama memilliki kaidah
untuk berbicara, tetapi juga satu variasi linguistik tertentu. Ruang lingkup kajian
etnografi komunikasi Menurut Hymes (Syukur dalam Kuswarno,2008:14), ada
enam lingkup kajian etnografi komunikasi yaitu :
1. Pola dan fungsi komunikasi ( patterns and functions of communication)
2. Hakikat dan definisi masyarakat tutur ( nature and definition of speech
community).
3. Cara-cara berkomunikasi ( means of communicating).
4. Komponen-komponen
kompetensi
komunikasi
(component
of
communicative competence)
5. Hubungan bahasa dengan pandangan dunia dan organisasi sosial
(relationship of language to world view and sosial organization)
6. Semesta dan ketidaksamaan linguistic dan sosial (linguistic and sosial
universals and inqualities)
Objek Penelitian
Penelitian ini mengenai komunikasi antara orang yang bertutur besan pada
suku Simalungun, dan penelitian dilakukan di Kelurahan Pematang Raya
Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Peneliti memilih daerah ini karena di
daerah tersebut masih sangat terasa kental memegang tradisi budaya Simalungun.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data yang meliputi kegiatan
wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih dan ditentukan. Wawancara
mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan informan
(Bungin, 2010:108). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara tak berstruktur dimana peneliti bebas menentukan fokus masalah
wawancara dan kegiatan wawancara mengalir seperti dalam percakapan biasa
yaitu mengikuti dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi informan. Dalam
5
wawancara mendalam (in-depth interview) ini peneliti menggali informasi secara
mendalam dengan cara terlibat langsung dengan kehidupan informan dan bertanya
jawab secara bebas tanpa pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya
sehingga suasana wawancaranya lebih hidup dan dilakukan berkali-kali.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data,
mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar, yang
membedakanya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap
analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan antara dimensi-dimensi
uraian (Iskandar, 2009:136).
HASIL DAN PEMBAHASAN
No
Informan
1. Rabana
Saragih
Garingging
Tujuan Penelitian
 Proses komunikasi
bertutur besan


2.
3.
Rawalden
Sitopu
Kalkedon
Saragih
Sumbayak
Media penyampaian
pesan atau informasi
Hambatan komunikasi
antara tutur besan

Proses komunikasi
bertutur besan

Media penyampaian
pesan atau informasi

Hambatan komunikasi
antara tutur besan

Proses komunikasi
bertutur besan
6







Hasil
Tidak boleh
sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau
pantangan
Menggunakan orang
ketiga (orang lain),
menggunakan
dinding, pintu atau
benda lain.
Hambatan budaya,
aturan adat
Tidak boleh
sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau
pantangan
Menggunakan orang
ketiga (orang lain),
menggunakan
dinding, pintu atau
benda lain.
Hambatan budaya.
Aturan adat
Tidak boleh
sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau

Media penyampaian
pesan atau informasi

Hambatan komunikasi
antara tutur besan


4.
Jabiden
Saragih

Proses komunikasi
bertutur besan


5.
6
7.
Japiten Saragih
Sumbayak
Kocu Saragih
Sumbayak
Tuahman

Media penyampaian
pesan atau informasi

Hambatan komunikasi
antara tutur besan

Proses komunikasi
bertutur besan

Media penyampaian
pesan atau informasi

Hambatan komunikasi
antara tutur besan

Proses komunikasi
bertutur besan

Media penyampaian
pesan atau informasi

Hambatan komunikasi
antara tutur besan

Proses komunikasi
7









pantangan
Menggunakan orang
ketiga (orang lain),
menggunakan
dinding, pintu atau
benda lain.
Hambatan budaya,
aturan adat
Tidak boleh
sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau
pantangan
Menggunakan orang
ketiga (orang lain),
menggunakan
dinding, pintu atau
benda lain.
Hambatan budaya,
aturan adat
Tidak boleh
sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau
pantangan
Menggunakan orang
ketiga (orang lain),
menggunakan
dinding, pintu atau
benda lain.
Hambatan budaya,
aturan adat
Tidak boleh
sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau
pantangan
Menggunakan orang
ketiga (orang lain),
menggunakan
dinding, pintu atau
benda lain.
Hambatan budaya,
aturan adat
Tidak boleh
Sinaga
bertutur besan

Hambatan komunikasi
antara tutur besan

sembarangan, harus
sopan, terdapat jarak
pemisah atau
pantangan
Hambatan budaya.
Aturan adat
Tujuh informan yang telah diwawancai, didapat hasil jawaban yang sama.
Dari data yang ditemukan dari hasil wawancara dan observasi mengacu pada hasil
yang inti jawaban informan teraebut adalah sama, yaitu komunikasi tutur besan itu
tidak bisa sembarangan dalam komunikasi. Terdapat batasan jarak untuk
berkomunikasi diantara mereka. Dimana tidak bisa secara langsung kontak
dengan besannya. Faktor-faktor yang menjadi pembatas dalam berkomunikasi
diantara tutur besan tersebut adalah hambatan yang didasarkan oleh larangan adat.
Larangan atau pantangan tersebut berupa, (1) tidak dibenarkan berkomunikasi
berdua secara langsung, (2) untuk menyampaikan pesan harus menggunakan
perantara. Tradisi yang telah ditetapkan oleh nenek moyang suku Simalungun
dahulu masih dilaksanakan, namun demikian telah ada yang berubah sesuai
dengan kemajuan zaman. Dimana aturan adat yang sudah dianggap tidak sesuai
lagi sudah tidak dijalankan lagi. Misalnya demi kelancaran komunikasi, hambatan
berupa larangan adat itu sudah tidak dihiraukan lagi. Apalagi pada situasi yang
mungkin sangat penting sekali.
Proses komunikasi pada tutur besan dapat digambarkan sebagai berikut,
Komunikator menyampaikan pesan melalui media perantara misalnya bendabenda disekitarnya, atau dengan media orang sebagai penyambung mulut
pembicara kepada komunikan. Dengan kondisi yang seperti itu maka komunikasi
yang terjadi tidak berjalan dengan baik dimana akan ada kemungkinan terjadi
misscomuncation diantara mereka oleh sebab media yang digunakan tidak
selamanya sesuai.
Komunikasi tutur besan saat ini sudah mengalami perkembangan. Seperti
yang telah diuraikan oleh para informan bahwa tutur itu merupkan kehormatan.
Maka untuk itu dalam berkomunikasi harus menggunakan bahasa yang sesuai
dengan adat. penggunaan kata nai atau nassi merupakan bahasa yang memiliki
makna yang sopan dan hormat. Dengan membubuhkan kata tersebut menjadi kata
ganti orang untuk besan tersebut maka akan dapat berkomunikasi dengan besan.
Sehingga berkomunikasi secara langsung, tidak dianggap tabu lagi, karena adat
sopan santunya tetap dijaga.
Dari ketujuh informan yang telah diwawancarai, mereka tidak lagi
menggunakan sistem aturan adat yang seperti dahulu. Mereka sudah
menggunakan sistem yang ada saat ini. mereka tidak jarang berkomunikasi secara
langsung dengan besannya sendiri. Mereka menilai komunikasi yang dahulu telah
tidak cocok lagi apabila diberlakukan saat ini. Walaupun sekarang bentuk
komunikasi yang terjadi telah berubah, namun tidak secara total.
Budaya yang juga sifatnya dinamis berubah menyesuaikan dengan
kebutuhan atau kecocokan saat ini. Adanya akulturasi budaya menyebabkan pola
komunikasi juga berubah. Dalam komunikasi tutur besan ini, hal tersebut juga
8
terjadi. Perubahan proses komunikasi yang terjadi disebabkan adanya
percampuran budaya. Misalnya menurut bapak Koco Saragih, adanya orang jawa
yang menikah dengan orang simalungun. Jadi demi kelancaran komunikasi dan
kurang pahamnya akan budaya setempat membuat berubahlah sitem itu. Selain
dari pada itu, pola pikir masyarakat Simalungun yang semakin maju dan
berkembang membuat perubahan pada budaya tadi. Seperti cerita yang
menyatakan tidak dapat menolong besannya yang hanyut disungai karena adanya
larangan adat, dinilai sudah tidak layak lagi dilakukan. Pandangan akan
pentingnya rasa kemanusiaan menjadi alasan untuk mengubah budaya tersebut.
Perubahan adat budaya tersebut sebenarnya tidak secara total. Keadaan
sekarang hanya hal yang dianggap negatif saja yang berubah. Kebebasan
berkomunikasi langsung itu masih juga memiliki aturun adat. adanya rasa
marmalang (segan, hormat) diantara tutur besan tersebut menandakan masih ada
hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi. Marmalang itu merupakan
simbol nonverbal dalam berkomunikasi diantara mereka. Menujukan rasa
marmalang tersebut adalah berkomunikasi secara santun, apabila tanpa sengaja
berpapasan dijalan berdua hanya saling tegur sapa, intonasi bicara yang sopan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang komunikasi antar tutur besan pada suku
Simalungun, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Komunikasi diantara tutur besan pada suku Simalungun pada awalnya
memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi. Proses komunikasinya tidak
dapat berlangsung secara spontan dan secara langsung atau secara pribadi.
Untuk berkomunikasi kepada besan harus menggunakan perantara seperti
berbicara kepada orang lain, berbicara kepada pintu, dinding, atau benda lain
yang dapat diucapkan. Dapat dikatakan komunikasi diantara tutur besan ini
tidak berjalan dengan baik antara komunikator dan komunikan dan bahkan
tidak terjadi. Namun Komunikasi antara tutur besan yang terjadi saat ini
sudah mengacu kepada komunikasi yang sempurna. Masyarakat Simalungun
sendiri sudah tidak memakai aturan dan larangan seperti yang dahulu lagi.
Proses komunikasinya sudah berlangsung secara spontan. Namun masih ada
hal-hal yang berorientasi kepada adat dan budaya yang juga sudah berubah.
Misalnya berkomunikasi secara langsung tetapi dengan cara yang sopan dan
tidak sembarangan. Penggunaan kata ganti orang yaitu nai atau nassi
merupakan hal yang membuat komunikasi tetap berlandaskan nilai dan norma
adat tetapi tidak menghambat komunikasi.
2. Faktor yang menjadi penghambat komunikasi diantara tutur besan ini adalah
hambatan budaya. Adanya larangan untuk tidak dapat berkomunikasi secara
langsung demi menjaga norma kesopanan dan kehormatan. Latar belakang
masalalu yang membuat pantangan itu ada. Seperti adanya penyimpangan
yang terjadi dikarenakan latarbelakang yang tidak saling mengenal diantara
yang berbesan tersebut sebelumnya.
9
SARAN
Setelah mengadakan penlitian secara mendalam tehadap beberapa
masyarakat kelurahan Pematang Raya, peneliti memiliki saran demi kelancaran
komunikasi antar tutur besan pada suku Simalungun.
1. Adat istiadat sesuatu daerah sebaiknya harus dipelihara dengan baik. Adatistiadat tersebut adalah identitas sebuah suku bangsa dan merupakan warisan
dari orang-orang terdahulu.
2. Sebagai generasi muda dan penerus terkhusus orang Simalungun hendaknya
tidak melupakan tradisi dan budaya sendiri. Ada perubahan dalam adat dan
budaya tersebut hendaknya perubahan itu diarahkan ke hal yang positif.
3. Bagi masyarakat pendatang yang masuk kesuatu daerah, hendaknya
mempelajari tradisi budaya setempat, sehingga budaya setempat tidak hilang
akibat akulturasi.
DAFTAR REFERENSI
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitaif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman
Filosopi dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada.
Devito, Joseph.A. 1997. Human Communication,fifth Edition. NYC: HaperCollins
Publisher Inc.
Iskandar, Dr. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. Gaung Persada (GP
Press)
Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan Contoh
Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran.
Poerba, Rudolf. Dkk. 2011. Peradaban Simalungun, Inti Sari Seminar
Kebudayaan Simalungun Se-Indonesia Pertama Tahun 1964. Pematang
Siantar: Komite Penerbit Buku Simalungun (KPBS).
Samovar, Richard E. Porter dan Edwin Mc Daniel. 2010. Komunikasi Lintas
Budaya Communication BetweenCultures. Belmont: Thomson Learning.
Setiadi, Elly M.dkk. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Surip, Muhammad. 2011. Teori Komunikasi Perspektif Teoritis teori Komunikasi.
Medan : Perdana Mulia Sarana.
10
Download