template untuk menulis di jurnal aplika fakultas teknik

advertisement
PEMBAHARUAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Abdul Ghoni*
[email protected]
Abstract
Although the practice of Islamic education in Indonesia has lasted long, precisely since
Islam entered the territory of the archipelago 15 centuries ago, the study of Islamic
education in Indonesia is still very limited. This paper will raise about the renewal in
the Islamic education system with a focal point for disclosing and answering, firstly,
what is the connection between Islamic renewal and education. Second, how the
education system and its components work. Third, what aspects should be updated.
The study was conducted by exploring theoretically with regards to reform in the
Islamic education system.
Keywords : sistem, pendidikan Islam, Pembaharuan
Pendahuluan
Pendidikan merupakan bagian
dari pembaharuan yang sangat esensial,
karena fungsi pendidikan tidak hanya
terbatas pada transformasi pengetahuan
dari pendidik ke peserta didik. Namun
pendidikan juga bisa menjadi media
untuk dapa mensosialisasikan ide-ide
pembaharuan secara gradual dan
terarah.1
Apa yang diutarakan oleh Fazlur
Rahman mengenai pendidikan Islam
sangat
relevan
untuk
dikontekstualisasikan
dalam
dunia
pendidikan saat ini. Ia menganjurkan agar
pendidikan Islam dimodernisasi. Artinya,
sejak masa Islam klasik (850 M - 1200 M)
sampai awal abad pertengahan (1200 M 1800 M), Islam memiliki kekayaan ilmu
dan pengetahuan. Akan tetapi memasuki
abad pertengahan sampai akhir abad ke19 umat Islam mengalami kemunduran
khususnya dalam bidang pendidkan.2
Memasuki akhir abad ke-19, umat
Islam khususnya bangsa Indonesia mulai
dimasuki oleh gerakan pembaharuan
Islam dari Timur Tengah, khususnya
negara Mesir dan kota Mekkah. Gerakan
* Dosen STIT Miftahul Ulum Bangkalan Madura
1 Ahmad Warid, Pembaharuan Pendidikan Islam;
Studi Analisis Konsep dan Sejarah, (Yogyakarta:
Puslit IAIN Sunan Kalijaga, 1998), 103
2
Fazlur Rahman, Islam and Modernity
Transformation of Intellectual. Penerjemah Ahsin
Muhammad (Bandung: Pustaka, 1995), 104
110
pembaharuan
tersebut
memberi
pengaruh
yang
besar
terhadap
perkembangan pendidikan dan Agama
Islam di Indonesia pada masa itu dan
pada masa berikutnya.3
Hingga permulaan abad 20, di
kalangan muslim terpelajar mulai
bermunculan kesadaran untuk mengatasi
kondisi pendidikan Islam di Indonesia
yang mengalami keterbelakangan sebagai
akibat dari eksploitasi pemerintahan
kolonial Belanda. Mereka menyadari
bahwa
pembaharuan
pendidikan
haruslah menjadi agenda penting dalam
memperjuangkan nasib umat Islam dan
bangsa Indonesia.4
Lalu, memasuki abad 21 ini apakah
semangat para pendahulu tersebut terus
diwarisi
oleh
generasi
sekarang?
Masihkah cita-cita pembaharuan yang
mereka cetuskan dulu tetap menggebu
pada masa ini? serta, bagaimana kondisi
lembaga pendidikan Islam saat ini?
tulisan ini akan menyajikan perihal
Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan
Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 7
4 Gerakan ini dipelopori oleh beberapa ulama yang
belajar di Timur Tengah seperti, KH. Hasyim
Asy’ari, Syekh Muhammad Djamil Djambek, Haji
Abdul Karim Amrullah, KH. Ahmad Dahlan,
Mahmud Yunus, Syeikh Abdullah Ahmad dan lainlain. lihat, Deliar Noer, Gerakan Modern Islam
Indonesia 1900-1942, cet. VIII, (Jakarta: LP3ES,
1996), 30-40
3
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
pembaharuan dan pendidikan Islam, juga
mencoba memaparkan sistem pendidikan
beserta aspek pembaharuan pendidikan.
Pembaharuan dan Pendidikan Islam
1. Pengertian Pembaharuan
Secara etimologi, pembaharuan
berarti proses, cara memperbaharui,
proses mengembangkan adat istiadat,
cara hidup baru, membangun kembali,
menyusun kembalu, dan memulihkan
seperti semula.5 Pembaharuan juga bisa
bermakna reformasi, yaitu membentuk
kembali, atau mengadakan perubahan
yang lebih baik. Semakna dengan kata
revivalism yang mengandung pengertian
kembali ke masa lampau. Bahkan kata ini
mengandung makna keinginan untuk
menghidupkan kembali apa yang sudah
usang.6
Sementara secara terminologi,
pembaharuan adalah suatu usaha
mengganti yang jelek dengan yang baik,
dengan mengusahakan yang sudah baik
menjadi lebih baik.7 ada anggapan lain
yang mengatakan bahwa pembaharuan
merupakan
modernisasi.
Kata
“modernisasi” lahir dari dunia barat, yang
mengandung pengertian: pikiran, aliran,
gerakan dan usaha untuk mengubah
paham-paham, adat istiadat, institusiinstitusi lama dan sebagainya agar semua
itu dapat disesuaikan dengan pendapat
dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan
ilmu
pengetahuan
dan
tekhnologi modern.8
Secara
sederhana,
Azra
mendefinisikan pembaharuan dengan
suatu
usaha
untuk
mengadakan
perubahan di berbagai bidang dengan
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 82
6
Harun Nasution & Azyumardi Azra,
Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1985), 71
7 A. Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di
Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1971), 17
8 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam:
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), 9
5
tujuan untuk meningkatkan kinerja
sistem
secara
menyeluruh
guna
memperoleh hasil yang lebih baik sesuai
dengan
tantangan
dan
dinamika
kebutuhan masyarakat.9
Terma pembaharuan, seperti yang
dijabarkan oleh Cece Wijaya, merupakan
suatu usaha untuk memperkenalkan
berbagai hal yang baru dengan maksud
memperbaiki apa yang sudah terbiasa
demi timbulnya praktek yang baru, baik
dalam metode maupun cara bekerja
untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut, Cece
menjelaskan bahwa upaya pembaharuan
harus memiliki muatan-muatan sebagai
berikut:
a. Baru. Kata baru dapat diartikan segala
sesuatu yang belum dipahami,
diterima, dan dilaksanakan oleh si
penerima pembaharuan. Meskipun
mungkin bukan merupakan sesuatu
yang baru bagi orang lain. akan tetapi
sifat penting dari kata baru adalah
bersifat kualitatif yang belum ada
sebelumnya.
b. Kualitatif, yang berarti pembaharuan
itu
memungkinkan
adanya
reorganisasi atau pengaturan kembali
unsur-unsur dalam suatu sistem.
c. Kesengajaan,
artinya
upaya
pembaharuan merupakan suatu yang
dilakukan secara berencana bukan
terjadi secara kebetulan.
d. Meningkatkan
kemampuan,
mengandung arti tujuan utama dari
pembaharuan adalah meningkatkan
kemampuan atau kinerja sistem
secara keseluruhan untuk mencapai
tujuan yang sebaik-baiknya.
e. Tujuan artinya acuan dari proses
pembaharuan. Olej karena itu, perlu
dirumuskan secara jelas, rinci dan
teratur. sedangkan tujuan dari
pembaharuan itu sendiri adalah
efisiensi, efektifitas, dan relevansi
Azyumardi Azra, “Pesantren: Kontinuitas dan
Perubaha,” dalam Nurcholis Madjid, Bilik-bilik
Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), 32
9
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
111
hasil dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat.
f. Hal yang belum ada sebelumnya,
meliputi ide, tujuan, organisasi proses
dan lain-lain.10
Dari paparan diatas, dapat
dipahami bahwa pembaharuan adalah
sesuatu yang dilakukan secara efektif,
efisien, dan produktif menuju kepada
kemajuan. Pembaharuan yang dimaksud
oleh penulis adalah pembaharuan dalam
segi pendidikan. Yaitu suatu perubahan
yang baru dan sengaja diusahakan untuk
mencapai
tujuan
tertentu
dalam
pendidikan.
Berkaitan dengan pembaharuan di
bidang pendidikan, maka pendidikan
dalam masyarakat modern pada dasarnya
berfungsi untuk memberikan kaitan
antara peserta didik dengan lingkungan
sosio kulturnya yang terus berubah.
Sebagaimana yang telah disimpulkan oleh
Azra bahwa fungsi pokok pendidikan
dalam masyarakat modern terdiri dari
tiga
bagian
yaitu,
sosialisasi,
penyekolahan dan pendidikan.11 Lebih
lanjut
Azra
menguraikan
bahwa
pendidikan dalam proses modernisasi
akan mengalami perubahan fungsional
dan antar sistem. Perubahan-perubahan
tersebut padan tingkatan konsep, dapat
dirumuskan
dengan
menggunakan
pendekatan
sistem-sistem
(system
approach). Pendekatan sistem ini dalam
kajian pendidikan dan modernisasi terdiri
dari beberapa variabel, yakni, pertama,
input dari masyarakat ke dalam sistem
pendidikan. Kedua, variabel-variabel yang
tercakup dalam transformasi sistem
pendidikan
meliputi
modernisasi
administratif, diferensiasi struktural, dan
ekspansi kapasitas. Ketiga, pada akhirnya
akan melahirkan output, diantaranya;
perubahan sistem nilai, output politik,
ekonomi, sosial dan kultural.12
Untuk
mengetahui
suatu
pembaharuan
yang
terjadi
perlu
ditetapkan lebih awal indikator yang
melekat pada pembaharuan tersebut.
Suatu pembaharuan selalu mengikuti
derap langkah dinamika kehidupan
masyarakat. hal ini berarti adanya
pembaharuan merupakan hal yang tak
terhindarkan sebagai konsekwensi logis
dari adanya perubahan kompleksitas dari
tuntutan kehidupan masyarakat yang
majemuk.
Upaya pembaharuan dalam sistem
pendidiakn yang telah diterapkan, paling
tidak dapat diukur melalui perubahan
indikator-indikator atau aspek-aspek
yang melekat pada sistem pendidikannya.
Di antara aspek pembaharuan tersebut
adalah pembaharuan dalam aspek tujuan
pendidikan, kurikulum, pendidik, peserta
didik dan manajemen pendidikan.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik
yang mendapat awalan pen- dan akhiran
–an yang berarti proses, perbuatan, cara
mendidik, pelihara dan ajar.13 Kata
pendidikan jika diterjemahkan dalam
bahasa Inggris adalah education yang
berarti pengembangan atau bimbingan.
Dalam kosakata bahasa Arab istilah ini
sering diterjemahkan dengan tarbiyah
yang berarti pendidikan.14
Dalam konteks Islam, terma
pendidikan kadang kala digunakan
dengan kata tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib.
Tarbiyah yang kata dasarnya adalah
rabba
yang
berarti
mendidik,
membesarkan, mengasuh, berkembang.15
Kata tarbiyah khususnya dalam al Qur’an
menunjuk pada masa kanak-kanak dan
berkaitan dengan usaha yang wajib
Ibid, 32-36
Agus Basri, Pendidikan Islam Sebagai Penggerak
Pembaharuan Islam, (Bandung: al Ma’arif, 1984),
19
14 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1994), 1
15 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, cet. III
(Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 138
12
13
Cece Wijaya, dkk., Upaya Pembaharuan dalam
Pendidikan dan Pengajaran, cet. IV (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1992), 9
11 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logo
Wacana Ilmu, 1999), 32
10
112
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
dilakukan, dan merupakan beban orang
dewasa terutama orang tua terhadap
anaknya.16
Selain kata tarbiyah, istilah
pendidikan, dalam konteks Islam, kadang
kala digunakan kata ta’lim yang berasal
dari kata ‘allima yang berarti mengajar
(tranfers of knowledge). Ta’lim adalah
proses pembelajaran terus menerus yang
terjadi sejak manusia itu lahir melalui
pengembangan
beberapa
fungsi
pendengaran, penglihatan dan hati. Dan
pengembangan tersebut, merupakan
tanggung jawab orang dewasa ketika
seseorang masih kecil, namun setelah
mereka dewasa, hendaknya manusia
belajra secara mandiri sampai ia tidak
mampu lagi meneruskan belajarnya.17
Kata mendidik (tarbiyah) dan
mengajar (ta’lim) mempunyai pengertian
yang berbeda. Menurut Mahmud Yunus,
mendidik berarti menyiapkan anak
dengan segala macam jalan supaya dapat
mempergunakan tenaga dan bakatnya
dengan
sebaik-baiknya
sehingga
mencapai kehidupan yang sempurna
dalam masyarakat tempat tinggalnya.
Sedangkan mengajar berarti mentransfer
ilmu pengetahuan kepada anak supaya ia
pandai.18
Dapat dipahami bahwa, mendidik
mempunyai cakupan yang lebih luas dan
mendalam dari mengajar. Sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Mahmud Yunus
diatas, mengajar adalah salah satu segi
dari beberapa segi pendidikan. Dalam
proses mengajar, pendidik memberi ilmu,
pendapat, pikiran kepada peserta didik
menurut metode yang disukainya.
Sementara di dalam mendidik, pendidik
memberu dan peserta diwajibkan
membalas, menyelediki, dan memikirkan
Maksum,
Madrasah,
Sejarah
dan
Perkembangannya, cet. II (Jakarta: Logos Wacana,
1999), 116
17 Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos, 1999), 9
18 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, cet.
III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 19
soal-soal sulit, mencari jalan mengatasai
kesulitan tersebut.19
Selain terma tentang tarbiyah dan
ta’lim, istilah pendidikan lainnya adalah
kata ta’dib. Ta’dib merupakan pendidikan
yang berhubungan dengan perilaku atau
akhlak dalam kehidupan yang mengacu
pada peningkatan martabat manusia,20
seperti sabda Rasulullah yang berbunyi:
“Dari Abu Burdah dari Abu Musa al
Asy’ari ra, Nabi bersabda: ‘Laki-laki
manapun yang memiliki perempuan
hendaklah ia mendidiknya’. (HR. Bukhari)
Jika dibandingkan dari ketiga
istilah pendidikan tersebut, maka
perbedaan istilah diatas; tarbiyah,
mengandung makna lebih luas, mencakup
didalamnya pengertian ta’lim dan ta’dib.
Istilah ta’lim lebih bersifat informatif,
yakni usaha pemberian ilmu pengetahuan
sehingga seseorang menjadi berilmu
(tahu). Sementara ta’dib mengesankan
proses pembinaan terhadap sikap moral
dan etika dalam kehidupan yang lebih
mengacu pada peningkatan martabat
manusia.
Sedangkan pendidikan ditinjau
dari segi terminologis juga mempunyai
banyak pengertian. Di antaranya seperti
yang diungkap oleh Crow dan Crow,
pendidikan sebagai proses yang berisi
sebagai macam kegiatan yang sesuai
dengan kegiatan seseorang untuk
kehidupan sosialnya dan membantunya
meneruskan
kebiasaan-kebiasaan
generasi.21
Zakiyah Drajat mendefinisiakn
pendidikan adalah suatu usaha dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang
dewasa dalam menyampaikan pelajaran,
memberi contoh, melatih keterampilan,
memberi motivasi dan menciptakan
lingkungan sosial yang mendukung
pembentukan
kepribadian
peserta
16
Ibid, 25
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Gaya Muda Pratama, 2005), 9
21 Zahara Idris dan Lisna Jamal, Pengantar Ilmu
Pendidikan, Jilid I (Jakarta: Grasindo, 1992), 20
19
20
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
113
didik.22 Sementara Arifin berpendapat
pendidikan merupakan usaha untuk
mengarahkan
pertumbuhan
dan
perkembangan hidup manusia kepada
titik optimal kemampuanya untuk
memperolhe kesejahteraan hidup di
dunia dan kehidupan di akhirat.23
Lebih luas dan sederhana, Nana
Sudjana menjabarkan bahwa pendidikan
sebagai usaha sadar yang bertujuan dan
usaha mendewasakan peserta didik.
Kedewasaan ini antara lain mencakup
kedewasaan intelektual, sosial, moral, dan
tidak semata-mata kedewasaan dalam
arti fisik. Pendidikan juga merupakan
suatu proses budaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat manusia, melalui
proses yang panjang dan berlangsung
sepanjang hayat.24
Dari beberapa paparan dari para
teoritisi pendidikan diatas, maka penulis
berkesimpulan
bahwa
pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang dalam
rangka membinan dan mengembangkan
potensi peserta didik agar mampu
mengenal diri, lingkungan dan Tuhannya,
sehingga
menjadi
manusia
yang
bermartabat, bermoral dan berilmu serta
mampu membawa dirinya kepada
keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
3. Pengertian Pendidikan Islam
Yusuf Qhardawi mengungkapkan
bahwasanya
pendidikan
Islam
merupakan pendidikan manusia yang
seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya,
akhlak
dan
25
keterampilannya.
Sejalan
dengan
ungkapan Qhardawi, Muhammad Atiyah
Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, cet. III
(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 25
23 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan
Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, cet. IV (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), 12
24 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah, cet. II (Bandung: Sinar
Baru, 1992), 2
25 Yusuf al Qhardawi, Pendidikan Islam dan
Madrasah Hasan al Banna. Penerjemah Bustami A.
Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980), 157
22
114
Al Ibrasyi berpendapat bahwa pendidikan
Islam itu adalah pendidikan yang
berdasarkan
pada
etika
Islam,
pembentukan moral, dan latihan jiwa.26
Sehingga, tujuan akhir pendidikan Islam
tersebut adalah membentuk manusia
yang bertakwa supaya selamat dalam
kehidupannya, sebagaimana yang tertera
dalam surat Ali Imran [3] ayat 102:





  


 

“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekalikali kamu mati melainkan dalam Keadaan
beragama Islam.” (QS. Ali Imran [3] 102)
Pendidikan Islam juga dapat
diartikan
dengan
pengembangan
pemikiran manusia dan penataan tingkah
laku dan emosi berdasakan ajaran Islam,
dengan maksud merealisasikan tujuan
Islam dalam kehidupan individu dan
masyarakat dalam seluruh lapangan
kehidupan. Lebih sederhana, Anshari
memberikan
pengertian
tentang
pendidikan
Islam
sebagai
proses
bimbingan oleh subjek didik terhadap
perkembangan jiwa (pikiran, perasaan)
dan juga raga objek didik dengan bahanbahan materi tertentu, pada jangka waktu
tertentu, dengan metode tertentu dan
dengan alat perlengkapan yang ada ke
arah terciptanya pribadi tertentu disertai
evaluasi sesuai ajaran Islam.27
Sistem Pendidikan dan Komponenkomponennya
1. Pengertian Sistem
Muhammad Atiyah Al Ibrasyi, Dasar-dasar
Pendidikan Islam. Penerjemah Tasirun Sulaiman,
cet. II (Ponorogo: PSIA, 1991), 1
27 Endang Saifuddin Anshari, Pokok-pokok Pikiran
tentang Islam, (Jakarta: Usaha Enterprise, 1976),
85
26
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
Sistem, secara etimologi, berasal
dari kata system yang berarti cara atau
susunan.
Ditinjau
dari
segi
terminologinya, sistem merupakan satu
kesatuan unsur-unsur ataupun komponen
yang saling berinteraksi secara fungsional
untuk
mencapai
tujuan
tertentu.
Singkatnya, sistem adalah sekumpulan
daru beberapa unsur atau bagian-bagian
yang bekerjasama dalam hubungan yang
teratur.
Hal senada juga diungkapkan oleh
Arifin yang mengatakan sistem adalah
suatu keseluruhan yang terdiri dari
komponen-komponen
yang
masingmasing bekerja sendiri dalam fungsinya
yang berkaitan dengan fungsi dari
komponen-komponen
lainnya
yang
secara terpadu bergerak menuju ke arah
satu tujuan yang telah ditetapkan.28
Sementara Muhaimin mendefinisikan
sistem sebagai gabungan dari komponenkomponen yang terorganisasi dan
memiliki maksud dan tujuan yang telah
ditetapkan.29
Dari
defenisi
diatas,
dapat
disimpulkan bahwa sistem merupakan
suatu kesatuan dari beberapa unsur yang
bekerjasama secara teratur untuk
mencapai tujuan. Dengan demikian dapat
dipahami, dalam suatu sistem yang baik,
masing-masing unsur atau komponennya
tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Apabila salah satu komponennya
tidak ada, maka sistem tersebut tidak
dapat dikatakan sempurna dan tujuan
yang hendak dicapai tidak akan
terselesaikan dengan baik.
2. Komponen-komponen
Sistem
Pendidikan
Setiap sistem pasti mempunyai
tujuan, dan semua kegiatan dari semua
komponen-komponen adalah diarahkan
untuk menuju tercapainya tujuan
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 76
29 Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam;
Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001), 159
28
tersebut. Proses pendidikan adalah
sebuah sistem, yang disebut sebagai
sistem pendidikan. Jadi, pendidikan
merupakan suatu sistem yang memiliki
unsur-unsur atau komponen yang
bekerjasama satu sama lainnya untuk
mencapai tujuan.
Para ahli pendidikan berbeda
pendapat dalam memandang komponenkomponen atau unsur-unsur pendidikan,
sesuai dengan latar belakang dan sudut
pandang mereka masing-masing. Di
antara mereka seperti Sutari Imam
Bernadib, beliau berpendapat bahwa
komponen-komponen atau faktor-faktor
pendidikan itu terdiri dari tujuan
pendidikan, pendidik, peserta didik, alat
pendidikan dan lingkungan pendidikan
(milieu). Menurut Sutari, yang dimaksud
dengan alat-alat dalam pendidikan atau
pengajaran adalah segala sesuatu yang
secara langsung membantu terlaksananya
tujuan pendidikan. Dan alat pendidikan
tidak terbatas pada benda-benda konkrit
saja tetapi dapat juga berupa nasehat,
tuntutan,
contoh-contoh, kurikulum,
ancaman dan sebagainya. Secara garis
besarnya
alat
pendidikan
dapatdigolongkan kepada isi atau materi
pendidikan (kurikulum) dan metode
pendidikan. Yang termasuk dalam arti isi
atau materi (kurikulum) pendidikan
adalah segala sesuatu oleh pendidik
langsung diberikan kepada peserta didik
dalam
rangka
mencapai
tujuan
pendidikan.
Sedangkan
metode
pendidikan adalah peristiwa pendidikan
yang ditandai dengan adanya interaksi
edukatif.30
Lain halnya dengan Sudjana yang
berpendapat
bahwa
komponenkomponen pendidikan tersebut terdiri
dari tujuan pendidikan, pendidik, peserta
didik, materi pendidikan, metode
pendidikan, evaluasi endidikan, waktu
penyelenggaaraan,
dan
tempat
Sutari Imam Bernadib, Pengantar Ilmu
Pendidikan Sistematis, cet. XV (Yogyakarta:
FIP/IKIP, 1995), 95
30
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
115
pendidikan.31
Sementara
Mastuhu
membagi
komponen-komponen
pendidikan kepada dua unsur, yakni
unsur organik dan unsur anorganik.
Unsur organik adalah pelaku pendidikan
yang terdiri dari pimpinan, pendidik,
peserta didik, dan pengurus. Sedangkan
unsur
anorganik
adalah
tujuan
pendidikan, tata nilai, kurikulum, proses
kegiatan belajar, dan peraturan terkait
lainnya dalam mengelola pendidikan.32
Dari paparan para ahli diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa
komponen sistem pendidikan tersebut
meliputi; tujuan pendidikan, pendidik,
peserta didik, materi/kurikulum, metode
pendidikan, lingkungan pendidikan, dana
pendidikan, sarana pendidikan, evaluasi
pendidikan, dan manajemen pendidikan.
Aspek-aspek
Pembaharuan
Pendidikan
Dalam proses pendidikan, terjadi
pembaharuan pendidikan dari berbagai
aspek. Misalkan, pembaharuan dalam
aspek tujuan pendidikan, pendidik,
peserta didik, materi/kurikulum, metode
pendidikan, lingkungan pendidikan, dana
pendidikan, sarana pendidikan, evaluasi
pendidikan, dan manajemen pendidikan.
Namun, penulis akan menguraikan empat
komponen saja sebagaimana yang akan
diuraikan dibawah ini.
1. Pembaharuan dalam Aspek Tujuan
Pendidikan
Tujuan atau cita-cita sangat
penting di dalam aktivitas pendidikan,
karena merupakan arah yang hendak
dicapai. Maka tujuan harus ada sebelum
melangkah untuk mengerjakan sesuatu.
Bila pendidikan dipandang sebagai suatu
proses, maka proses tersebut akan
berakhir pada tercapainya tujuan akhir
pendidikan. Oleh karena itu, usaha yang
tidak mempunyai tujuan tidaklah berarti
apa-apa.
Berbicara
masalah
tujuan
pendidikan maka erat kaitannya dengan
tujuan hidup manusia, karena pendidikan
hanyalah sebagai alat yang digunakan
manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya, baik sebagai individu maupun
masyarakat. Dengan demikian, tujuan
dari pendidikan harus diarahkan sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan yang
sedang dihadapi.33
Pembaharuan dalam pendidikan
selalu dimaksudkan untuk mereformasi
berbagai rencana dan kegiatan sehingga
proses pendidikan tidak kehilangan
relevansi dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat baik yang bersifat lokal,
nasional, regional maupun internasional.
Konkritnya, tujuan pendidikan suatu
masyarakat selalu dibangun diatas
falsafah masyarakat yang bersangkutan.
Sebagaimana diketahui, suatu masyarakat
selalu
dinamin
dan
mengalami
perkembangan dan perubahan dari
zaman ke zaman sehingga pembaharuan
tujuan pendidikan merupakan hal yang
tak terelakkan.
Dalam konteks ini, aliran filsafat
pendidikan progressivisme mempunyai
andil yang kuat dalam dinamika
masyarakat yang selalu berubah. Aliran
yang lahir sebagai pembaharuan dalam
dunia
pendidikan
terutama
lwan
terhadap
kebijakan-kebijakan
konvensional yang diwarisi dari abad 19
ini boleh dikatakan banyak berpengaruh
dan
melakukan
inisiatif
untuk
mengadakan rekontruksi di dalam
pendidikan modern. Aliran ini anti
terhadap
kemutlakan,
menolak
absolutisme, serta bersifa dinamis.34
Progres atau kemajuan itu
menimbulkan perubahan, dan perubahan
mengarah kepada pembaharuan. Suatu
pembaharuan menghendaki keaslia dan
kewajaran, dan bukanlah semata-mata
penjelmaan dari suatu realitas yang
S. F. Sudjana, Pendidikan Non Formal, (Bandung:
Yayasan PTDI Jawa Barat, 1974), 44
32
Masthuhu, Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren, (Jakarta: INIS, 11994), 14
33
31
116
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan,
(Jakarta: Husna Zikra, 1995), 147
34 Jalaludin dan Abdulllah Idi, Filsafat Pendidikan,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), 73
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
sudah ada dengan lengkap sempurna.
Pendidikan progresif tidaklah dikatakan
progresif oleh karena dia segera mantap
membuat kemajuan untuk menuju
kepada tujuan yang telah ditetapkan,
akan tetapi karena dia tumbuh dan
berkembang ke arah manapun juga,
menuju suatu masa datang yang baru dan
memebrikan kemungkinan terbanyak
untuk mencapai perkembangan dan
kemajuan.35
Dalam banyak hal Progressivisme
itu identik dengan Pragmatisme. Apabila
orang menyebut Pragmatisme maka
berarti Progressivisme, begitu sebaliknya.
36 Menurut falsafah Pragmatisme bahwa
keadaan selalu dalam frekuensi yang
berbeda-beda,
mementingkan
eksperimen (percobaan),
perubahan
dalam
daya
cipta,
menghormati
kebebasan, bakat-bakat,
kebolehankebolehan, kebut uhan-kebutuhan, minat,
keinginan-keinginan
dan
perbedaan
perseorangan di antara individu-individu,
manusia punya sifat dinamis dan kreatif.
Tujuan pendidikan adalah melatih anak
agar kelak dapat bekerja secara
sistematis, mencintai kerja dan bekerja
dengan otak dan hati. Pelaksanaan
pendidikan
diarahkan
pada
pengembangan minat dan bakat setiap
peserta didik. Model kurikulum berupa
kurikulum yang mendorong munculnya
pengalaman-pengalaman peserta didik
dan kegiaatan pembelajaran yang
diminati oleh semua.37
2. Pembaharuan
dalam
Aspek
Kurikulum
H. B. Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan,
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1986), 147
36 Pragmatisme sebagai aliran filsafat merupakan
salah satu cabang filsafat yang dicetuskan oleh
Jhon Dewey. Sumbangan dari Jhon Dewey ini
dipandang sebagai kekuatan intelektual yang
dapat
menggerakkan
perkembangan
progressivisme. Lihat, Jalaludin dan Abdulllah Idi,
Filsafat Pendidikan,.....72
37 Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan;
Pengantar
dan
Dasar-dasar
Pelaksanaan
Pendidikan (Di terbitkan atas kerja sama Lembaga
Penelitian UIN Jakart a dengan UIN Jakarta Press,
2006), 24.
35
Para ahli pendidikan banyak
memberikan batasan arti kurikulum, baik
dalam pengertian sempit maupun dalam
pengertian luas. Dalam pengertian
sempit, kurikulum diartikan sebagai
sejumlah mata pelajaran atau sejumlah
pengetahuan yang harus dikuasai untuk
mencapai suatu ijazah. Kurikulum dapat
juga berarti keseluruhan pelajaran yang
diberikan
oleh
suatu
lembaga
pendidikan.38 Sementara dalam kaca mata
yang lebih luas, kurikulum menyangkut
semua kegiatan yang dilakukan maupun
dialami
peserta
didik
dalam
perkembangan baik formal maupun
informal guna mencapai tujuan dari
pendidikan.39
Nasution, mengutip pendapat dari
William B. Ragan, mengatakan bahwa
kurikulum merupakan keseluruhan dari
program dan kehidupan di sekolah, yakni
segala pemgalaman peserta didik di
bawah
tanggung
jawab
sekolah.
Kurikulum tidak hanya meliputi bahan
pelajaran tetapi juga meliputi seluruh
kehidupan di kelas.40 Senada dengan apa
yang diungkap oleh Nasution, bunyi UU
juga menguraikan kurikulum sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.41
Pengertian ini nampaknya mengacu pada
sejumlah mata pelajaran yang diberikan di dalam
kelas. Dengan demikian, kurikulum dalam
pengertian ini hanya terbatas kepada apa yang
diberikan oleh pendidik di dalam kelas. Jika
kurikulum hanya dipahami secara sempit, maka
dinamika proses belajar mengajar serta
kreativitas pendidik dan peserta didik terhenti
atau mandeg. Lebih lanjut lihat, Omar Muhammad
al Toumy al Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam.
Penerjemah Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), 478
39 Suryanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki
Millenium III, (Jakarta: Adicita, 2000), 59
40 S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, cet. V (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), 5
41Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
Tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional.
38
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
117
Dari dua definisi diatas, dapat
dipahami bahwa kurikulum secara
signifikan berperan sebagai pedoman dan
landasan operasional bagi implementasi
proses belajar mengajar di sekolah,
lembaga pendidikan dan pelatihan. Hal
tersebut diharapkan dapat menimbulkan
perubahan dalam tingkah laku, sekaligus
alat dan sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Jika
ditinjau
dari
segi
organisasinya, kurikulum terbagi dalam
tiga tipe, yaitu; separated subject
curriculum, corelative curriculum, dan
integrated
curriculum.42
Pertama,
separated subject curriculum adalah
kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah. Kurikulum
tipe ini mudah disusun, direorganisasi,
diubah,
ditambah,
dan
dikurangi.
Perbaikan dan perubahan kurikulum
dicapai
dengan
menambah
atau
mengurangi jumlah, isi atau jenis mata
pelajaran sesuai dengan permintaan
zaman. Sehingga, mata pelajaran yang
dirasa tidak sesuai lagi, dapat ditiadakan.
Kedua, tipe correlative curriculum
yaitu kurikulum yang berisi sejumlah
mata pelajaran yang sejenis dan
dihubung-hubungkan. Menghubungkan
mata pelajaran satu dengan yang lain
dengan memelihara indentitas mata
pelajaran, atau menyatupadukan mata
pelajaran
dengan
menghilangkan
identitas mata pelajaran dalam bidang
studi tertentu. Paduan atau fusi antara
beberapa mata pelajaran itu disebut
Broad Field.
Ketiga, tipe integrated curriculum
merupakan kurikulum yang terdiri dari
peleburan semua atau hampir semua
mata
pelajaran.
Kurikulum
ini
meniadakan batas-bata antara berbagai
mata pelajaran dan menyajikan bahan
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/7308/UU0202
003.htm (diakses pada 29 Mei 2017)
42
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1993), 13
118
pelajaran dalam bentuk unit atau
keseluruhan.
Membahas tentang pembaharuan
kurikulum, maka erat kaitannya dengan
kebutuhan manusia. di mana kebutuhan
manusia terus bertambah, berubah, dan
dinamis sesuai dengan tuntutan masa.
Jika menginginkan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan masa,
maka seyogyanya diadakan pembaharuan
terus menerus.
Pembaharuan
kurikulum
dilakukan karena kurikulum adalah suatu
yang bersifat dinamis dan mengikuti
perubahan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat sesuai arus perkembangan
IPTEK. Artinya, kurikulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan selalu
menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat
yang
selalu
berubah.
Kurikulum dibuat mesti bermanfaat bagi
siswa dan membantu menyelesaikan
masalah
mereka
dan
masalah
masyarakat.43
Subandijah membedakan istilah
pembaharuan
kurikulum
dengan
perubahan
kurikulum.
Kalau
pembaharuan kurikulum, menurutnya
adalah perubahan atau inovasi kurikulum
dalam mata pelajaran atau bidang studi.
Atau disebut juga dengan perubahan
kurikulum
dalam
skala
terbatas
(mikro/khusus). Sementara perubahan
kurikulum adalah perubahan kurikulum
dalam segala aspek dalam komponen
kurikulum. Atau bisa disebut juga dengan
perubahan kurikulum secara sistem
(makro/umum).
Sejalan dengan alur ini, maka
pembaharuan kurikulum dapat ditandai
dengan adanya unsur mata pelajaran
baru yang diperkenalkan. Atau dapat pula
berupa perubahan jam dan mata
pelajaran,
baik
dalam
bentuk
penambahan
ataupun
pengurangan
sesuai dengan kebutuhan zaman.
3. Pembaharuan
dalam
Aspek
Pendidik
Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Filsafat
Pendidikan Islam,..........78
43
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
Salah satu komponen pendidikan
yang harus diperhatikan adalah pendidik,
karena seorang pendidik tidak hanya
berfungsi sebagai pengajar di kelas,
melainkan
juga
harus
mampu
menciptakan suasana pergaulan yang
edukatif di luar kelas. Pendidik juga bisa
mendorong siswa untuk melakukan
berbagai kegiatan guna memecahkan
masalah (how to think).44
Dengan tugas dan tanggung jawab
tersebut, maka seorang pendidik dituntut
memenuhi beberapa syarat. syarat-syarat
sebagai pendidik atau pengajar adalah;
pertama, memiliki kepribadian Mukmin,
muslim, dan muhsin. Kedua, taat untuk
menjalankan agama, yaitu menjalankan
syariat Islam dan dapat memberikan
contoh teladan baik bagi peserta didik.
Ketiga, memiliki jiwa pendidik dan kasih
sayang kepada peserta didik serta berjiwa
ikhlas. Keempat, mengetahui dasar-dasar
pengetahuan tentang keguruan, terutama
didaktik metodik. Kelima, mengusai ilmu
pengetahuan agama. Keenam, sehat
rohani dan jasmani.45
Sementara
Undang-Undang
mengatur persyaratan untuk menjadi
seorang pendidik adalah, pertama,
pendidik memiliki kualifikasi minimum
dan
sertifikasi
dengan
jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan pendidikan nasional. Kedua,
pendidik untuk pendidikan formal pada
jenjang pendidikan usia dini, dasar dan
menenganh serta pendidikan tinggi
dihasilkan oleh perguruan tinggi yang
terakreditasi.46
Lebih jelas, di dalam UU Guru dan
Dosen juga dijelaskan bahwa harus ada
beberapa prinsip yang melekat pada diri
seorang pendidik, diantaranya; pertama,
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Guru
Pahlawan Nasional Tanpa Tanda Jasa, (Jakarta:
Aries Lima, 1984), 14
45 Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan
Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 36
46 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 42
44
idealisme. Kedua, memiliki komitmen
untuk menngkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.
Ketiga, memiliki kualifikasi akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang
tugas.
Keempat,
memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas. Kelima, memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesianalan. Keenam, memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja. Ketujuh, memiliki
kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjuan
dengan
belajar
sepanjang
hayat.
Kedelapan,
memiliki
jaminan
perlindungan
hukum
dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Kesembilan, memiliki organisasi profesi
yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan
dengan
tugas
47
keprofesionalan guru.
Berdasarkan pijakan diatas, dapat
dipahami bahwa karakteristik seorang
guru yang bermutu harus memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi dan
sertifikasi. Ketiga elemen ini menjadi
pegangan seorang pendidik berkaitan
dengan mutu dan kompetensi dalam
dunia pendidikan.
Berbicara masalah mutu serta
kompetensi,
terdapat
tiga
model
kompetensi dalam melaksanakan proses
belajar mengajar yang dikenal dengan
Stanford Teacher of Appraisal Competence
(STAC), diantaranya:
a. Model Rob Norris dimana kompetensi
guru itu meliputi; kualitas personal
dan profesional, persiapan mengajar,
perumusan
tujuan
pengajaran,
penampilan guru dalam mengajar,
penampilan siswa dalam belajar, dan
evaluasi.
b. Model Oregon yaitu kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru mencakup
perencanaan
dan
persiaapan
mengajar, kemampuan guru dalam
Lihat: Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1
47
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
119
mengajar dan kemampuan siswa
dalam
belajar,
kemampuan
mengumpulkan dan menggunakan
informasi hasil belajar, kemampuan
hubungan interpersonal yang meliputi
hubungan dengan siswa, supervisor,
dan guru sejawat serta kemampuan
hubungan dengan tanggung jawab
profesional.
c. Model Stanford meliputi komponen
tujuan, komponen guru mengajar dan
komponen evaluasi.48
Pembaharuan
pendidik
berorientasi pada peningkatan mutu
pendidik yang dapat ditandai dengan
adanya usaa dalam pencapaian
kompetensi yang melekat pada diri
seorang pendidik. Jadi, yang dimaksud
dengan pembaharuan dalam aspek
pendidik adalah adanya suatu
perubahan dalam rangka pencapaian
kompetensi guru-guru.
4. Pembaharuan
dalam Aspek
Peserta Didik
Di dalam terma pendidikan Islam,
istilah lain untuk peserta didik antara lain
adalah al shabiy (anak-anak), murid
(orang
yang
menginginkan
atau
membutuhkan), al mu’taalim (pelajar),
thalib
al
ilmi
(penuntut
ilmu
pengetahuan), tilmiz (murid-murid), dan
thifl (orang yang berhajat).49
Menurut abudin nata, seseorang
yang tengah mencari ilmu memelurkan
kesiapan fisik yang prima, akal yang
sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang
tenang. Oleh karena itu, diperlukan upaya
memelihara dan merawat sungguhsungguh terhadap potensi dan alat indra,
fisik, mental yang diperlukan untuk
mencari ilmu.50 Peserta didik berfungsi
sebagai objek yang sekaligus sebagai
subjek pendidikan. Sebagai objek, peserta
didik tersebut menerima perlakuanperlakuan tertentu, akan tetapi dalam
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional &
implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), 35
49
Jalaludin dan Abdulllah Idi, Filsafat
Pendidikan,........131
50 Ibid, 134
48
120
pandangan pendidikan modern, peserta
didik lebih dekat dikatakan sebagai
subjek pendidikan.
Usaha pembaharuan pendidikan
ditujukan untuk kepentingan siswa atau
peserta didik, yang sering disebut
“student
centered
approach”.51
Pembaharuan
tersebut
berorientasi
untuk menghasilkan sosok peserta didik
yang
ideal,
seperti;
berkualitas,
profesional, mumpuni di bidangnya,
berkemauan
keras
atau
pantang
menyerah, memiliki motivasi tinggi,
sabar, tabah, tidak mudah putus asa dan
lain sebagainya.
Upaya ini dapat dilakukan dengan
cara membenahi proses atau sistem
pendidikan.
Artinya
pembaharuan
terhadap peserta didik berawal dari
pembaharuan terhadap in put (calon
siswa yang akan masuk) lewat seleksi
yang ketat. Lalu, dilakukan penggodokan
dan pemantapan keilmuan dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah
untuk menghasilkan out put yang
diharapkan.
Kesimpulan
Pembaharuan pada intinya adalah
sesuatu yang dilakukan secara efektif,
efisien, dan produktif menuju kepada
kemajuan. Pembaharuan yang dimaksud
adalah
pembaharuan
dalam
segi
kurikulum pendidikan. Yaitu suatu
perubahan yang baru dan sengaja
diusahakan untuk mencapai tujuan
tertentu dalam pendidikan.
Pembaharuan
kurikulum
dilakukan karena kurikulum adalah suatu
yang bersifat dinamis dan mengikuti
perubahan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat sesuai arus perkembangan
IPTEK. Artinya, kurikulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan selalu
menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat yang selalu berubah.
Oleh karena itu, keempat aspek
tersebut merupakan titik terpenting
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 202
51
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
dalam mewujudkan pembaharuan dalam
segi pendidikan, terutama pendidikan
Islam. Selain itu, dengan adanya
perubahan di dalam sistem, maka hal
yang
paling
diharapkan
adalah
pendidikan Islam dalam segi kurikulum
memiliki acuan sebagai pondasi dasar.
Dengan demikian, menjadi hal yang
sangar urgent sekali pembaharuan di
dalam sistem pendidikan Islam dewasa
ini.
Bibliography
Ali, A. Mukti, 1971 Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Nida)
Azra, Azyumardi, 1997 “Pesantren: Kontinuitas dan Perubaha,” dalam Nurcholis Madjid,
Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina)
______________, 1999 Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta: Logo Wacana Ilmu)
Anshari, Endang Saifuddin, 1976 Pokok-pokok Pikiran tentang Islam, (Jakarta: Usaha
Enterprise)
Ali, Hery Noer, 1999 Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos)
Ali, H. B. Hamdani, 1986 Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota Kembang)
Al Ibrasyi, Muhammad Atiyah, 1991 Dasar-dasar Pendidikan Islam. Penerjemah Tasirun
Sulaiman, cet. II (Ponorogo: PSIA)
Arifin, M. , 1995 Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta)
_________, 1996Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, cet. IV (Jakarta: Bumi Aksara)
al Syaibany, Omar Muhammad al Toumy, 1979 Filsafat Pendidikan Islam. Penerjemah
Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang)
al Qhardawi, Yusuf, 1980 Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al Banna. Penerjemah
Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang)
Basri, Agus, 1984 Pendidikan Islam Sebagai Penggerak Pembaharuan Islam, (Bandung: al
Ma’arif)
Bernadib, Sutari Imam, 1995 Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, cet. XV (Yogyakarta:
FIP/IKIP)
Drajat, Zakiyah, 1996 Ilmu Pendidikan Islam, cet. III (Jakarta: Bumi Aksara)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984 Guru Pahlawan Nasional Tanpa Tanda Jasa,
(Jakarta: Aries Lima)
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
121
Daya, Burhanuddin, 1990 Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera
Thawalib, (Yogyakarta: Tiara Wacana)
Hasbullah, , 2005 Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)
Idris dan Lisna Jamal, Zahara, 1992 Pengantar Ilmu Pendidikan, Jilid I (Jakarta: Grasindo)
Jalaludin dan Idi, Abdulllah, 1997 Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama)
Langgulung, Hasan, 1995 Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Husna Zikra)
Maksum, 1999 Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, cet. II (Jakarta: Logos Wacana)
Masthuhu, 1994 Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS)
Muhaimin dkk, 2001 Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Nasution, Harun, 1992 Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX
(Jakarta: Bulan Bintang)
Nata, Abuddin, 2005 Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Muda Pratama)
Noer, Deliar, 1996 Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942, cet. VIII, (Jakarta: LP3ES)
Nasution & Azyumardi Azra, Harun, 1985 Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia)
Nasution, S. , 2003 Asas-asas Kurikulum, cet. V (Jakarta: Bumi Aksara)
Nurdin, Syafruddin, 2002 Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat
Press)
Rahman, Fazlur, 1995 Islam and Modernity Transformation of Intellectual. Penerjemah
Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka)
Ramayulis, 1994 Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia)
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/7308/UU0202003.htm (diakses pada 29 Mei
2017)
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal
42
Sudjana, S. F. , 1974 Pendidikan Non Formal, (Bandung: Yayasan PTDI Jawa Barat)
Sudjana, Nana, 1992 Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, cet. II (Bandung:
Sinar Baru)
122
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 1~123
Suryanto dan Hisyam, Djihad, 2000 Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia
Memasuki Millenium III, (Jakarta: Adicita)
Subandijah, 1993Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka)
Warid, Ahmad, 1998 Pembaharuan Pendidikan Islam; Studi Analisis Konsep dan Sejarah,
(Yogyakarta: Puslit IAIN Sunan Kalijaga)
Wijaya, Cece dkk., 1992 Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, cet. IV
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Yunus, Mahmud, 1990 Kamus Arab-Indonesia, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung)
______________, 1990 Pendidikan dan Pengajaran, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung)
Zuhairini dkk, 1983Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional)
*****
Abdul Ghoni, Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Islam
123
Download