Untitled - Repository UNIKAMA - Universitas Kanjuruhan Malang

advertisement
ISSN 2502-8723
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI DOSEN DAN GURU 2016
MALANG, 07 MEI 2016
“PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU DAN DOSEN INDONESIA”
DISELENGGARAKAN OLEH:
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Jl.S Supriadi No.48, Malang, Jawa Timur 65148 (0341) 80148
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
Copyright Notice
©Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang
Seluruh isi dalam Prosiding ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab masing-masing penulis. Jika
dikemudian hari ditemukan indikasi plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang
dilakukan oleh para penulis maka pihak penyelenggara dan tim penyunting (editor) tidak
bertanggungjawab atas segala bentuk plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang
terdapat pada isi masing-masing naskah yang diterbitkan dalam Prosiding ini. Para penulis tetap
mempunyai hak penuh atas isi tulisannya tetapi mengijinkan bagi setiap orang yang ingin
mengutip isi tulisan dalam Prosiding ini sesuai dengan aturan akademik yang berlaku.
Terbitan pertama : Mei 2016
ISSN: 2502-8723
Editor:
Arief Rahman Hakim
Devi Permata Sari
Romia Hari Susanti
Sarrah Emmanuel
Yuli Ifana Sari
Rina Wijayanti
Laily Tiarani
Diterbitkan oleh:
Fakultas Ilmu Pendidika
Universitas Kanjuruhan Malang
Jl.S Supriadi No.48, Malang, Jawa Timur 65148 (0341) 801488
© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
i
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional Pendidikan dan pembelajaran bagi guru & dosen tahun 2016 ini
mengambil tema ―Pengembangan Profesionalisme Guru dan Dosen Indonesia‖ dan telah
diselenggarakan pada tanggal 07 Mei 2016 di kota Malang, merupakan suatu kegiatan ilmiah
tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Imu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang.
Seminar ini merupakan tempat bertukar pikiran para pelaku, pemerhati, dan stakeholder pada
bidang pendidikan, terapan, dan pembelajaran yang meliputi guru, mahasiswa, dosen,
widyaiswara, dan peneliti.
Seminar ini diikuti oleh sejumlah peserta yang terdiri atas tiga orang pembicara kunci
yakni Prof. Dr. H. Punaji Setyosari, M.Ed. (Guru Besar TEP Pascasarjana Universitas Negeri
Malang) dan Dr. Syaiful Rachman, MM., M.Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur)
dan Prof. Laurens, M.A, P.Hd serta dari berbagai kalangan yang mengikuti presentasi paralel
yang mencakup bidang kebijakan dan perencanaan penilaian pendidikan, inovasi dalam
pembelajaran, penilaian berbasis sekolah, ujian nasional dan dampaknya terhadap pembelajaran,
profesionalisme guru dan dosen, jaminan kualitas dalam pendidikan, pendidikan karakter, praktik
terbaik dalam pembelajaran, dan pembelajaran anak usia dini dan sekolah dasar.
Segenap upaya penyuntingan Prosiding ini telah diupayakan sebaik mungkin, tapi kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam proses
penyuntingan, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan
yang akan datang. Kami selaku panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah mendukung dan membantu terselenggaranya Seminar ini serta terselesaikannya proses
penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Tidak lupa juga kami memohon maaf atas segala
kekurangan dan kesalahan baik selama kegiatan Seminar berlangsung maupun masih adanya
kesalahan dalam isi Prosiding ini. Semoga acara Seminar Pendidikan dan pembelajaran bagi guru
dan dosen tahun 2016 dan penerbitan Prosiding ini bermanfaat bagi kita semua.
Sampai jumpa pada Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran bagi Guru dan Dosen
yang akan datang.
Malang, Mei 2016
Panitia
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ii
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI DOSEN DAN GURU
TAHUN 2016
Ketua Tim
: Drs. F.I. Soekarman, M.Pd
Wakil Ketua Tim
: Agus Sholeh, S.Pd, M.Pd
Tim Reviewer
: 1. Dr. Suciati, SH, M.Hum
2. Prof. Dr. Soedjijono, M.Hum
3. Drs. Triwahyudianto, S.Pd, MSi
4. Drs. Edy Susilo, M.Pd
5. Dra. Sri Rahayu, M.Pd
6. Rina Wijayanti, M.Psi
7. Laily Tiarani, M.Psi
Dewan Redaksi
: 1. Drs. Iskandar Ladamay, M.Pd
2. Romia Hari Susanti, M.Psi
3. Devi Permatasari, M.Pd
4. Yuli Ifana Sari, M.Pd
5. Arif Rahman Hakim, M.Pd
6. Sarah Emmanuel, M.Psi
7. Ludovikus Boomans, M.Pd
Kesekretariatan
: 1. Ninik Setiowati, S.Pd
2. Dwi Ratna Asih, S.Pd
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
iii
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
MAKALAH UTAMA
PENGEMBANGAN PROFESIONALISASI GURU DAN DOSEN INDONESIA
Punaji Setyosari
Guru Besar Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
.
Abstrak
Pekerjaan guru, sebagai suatu profesi, menuntut kecakapan pemegang profesi untuk melaksanakan tugas yang
kompleks, yang menuntut pikiran, keterampilan, dan sikap tertentu sesuai dengan pekerjaan yang ditanganya.
Pengembangan profesional guru adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan,
pengetahuan, keahlian dan karakteristik individual sebagai seorang guru. Kajian tentang konteks pendidikan dan
pelatihan profesionalme ini mencakup tiga perspektif ganda, yaitu meliputi: 1) pengintegrasian sistem belajar secara
formal, informal dan nonformal, 3) belajar sepanjang hayat, dan 3) pendidikan berbasis kompetensi penting
dilakukan sejak memasuki pendidikan penyiapan guru, pendidikan lanjut, dan pengembangan profesionalnya.
Pengembangan profesional guru, itu menurut Blandford (2005) memiliki empat fungsi, yaitu: 1) meningkatkan unjuk
kerja individual; 2) memperbaiki praktik yang tidak efektif; 3) menetapkan landasan kerja untuk menjalankan
kebijakan; dan 4) membantu memudahkan perubahan (facilitate change). Pengembangan profesional (guru dan
dosen) ini dapat dilakukan di tempat kerjanya dan melalui pengalaman-pengalaman nyata merupakan hal yang sangat
penting untuk mendorong para guru untuk melakukan praktik-praktik pembelajaran yang efektif. Tujuan dan
pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesional guru mencakup tujuan 1) mengkonstruk
pengetahuan, 2) mentransfer pengetahuan ke dalam praktik, 3) mempraktikkan sesuatu yang baru dalam pengajaran,
4) meningkatkan refleksi.
Kata-kata kunci: profesionalisme, pengembangan profesional, dan guru efektif
Selama lebih kurang satu dekade, guru dan dosen di Indonesia khususnya telah diakui
sebagai suatu profesi. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi ini sebagaimana tertuang dalam
UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005. Secara jelas bahwa guru dan dosen adalah pendidik
profesional. Selanjutnya, dalam pasal 1 dinyatakan, ―Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.‖ Sebagai pendidik profesional, guru dan dosen perlu terus
mengembangkan diri dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan.
Berkenaan dengan pekerjaan guru, yang salah satunya adalah tugas mengajar, maka mengajar
juga merupakan sebuah profesi. Profesi itu berkembang terus atau dinamis yang mengikuti
tuntutan perubahan. Hal ini senada diungkapkan oleh Spalding (2003), ―The profession is
dynamic and is constantly evolving in order to fulfil the demands made of it by government policy
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
iv
ISSN 2502-8723
and technological innovation and it has risen to these demands as they occur.‖ Sebagai suatu
profesi, pekerjaan mengajar itu menuntut standard yang tinggi. Guru, sebagai suatu profesi,
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian peserta didik dari segi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Berkenaan dengan ungkapan di atas, MacBeath (2012)
menyatakan, ―“Teaching is a profession that lies at the heart of both the learning of children and
young people and their social, cultural and economic development. It is crucial to transmitting
and implanting social values, such as democracy equality,tolerance cultural understanding, and
respect for each person‘s fundamental freedoms.‖ Ini berarti baik guru dan dosen secara terus
menerus perlu mengembangkan diri secara berkelanjutan. Selaras dengan ungkapan tersebut,
Freidson‘s (dalam Linda, 2008) menjelaskan, ―profession to refer to an occupation that controls
its own work, organized by a special set of institutions sustained in part by a particular ideology
of expertise and service. I use the word ‗professionalism‘ to refer to that ideology and special set
of institutions.‖
Pengembangan profesional guru, termasuk dosen, di Indonesia telah lama dilakukan.
Upaya pengembangan itu memang tidak bisa dihindari walaupun telah menghabiskan sejumlah
dana, tenaga, waktu dan energi lainnya. Sekitar tahun 1970-an pemerintah telah melakukan
berbagai pembaharuan dalam bidang pendidikan mulai dari pembaharuan kurikulum (kurikulum
tahun 1975/1976) yang diikuti dengan pembaharuan sistem pembelajarannya. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (namanya saat itu) telah melakukan berbagai kegiatan seminar dan
lokakarya bagi para guru dan dosen. Jadi secara kronologi, sudah lebih dari empat dasa warsa
kegiatan pengembangan profesional baik guru maupun dosen. Bahkan anggaran untuk keperluan
peningkatan profesional guru dan dosen selalu tersedia untuk setiap tahun. Hasilnya, apakah
kualitas pendidikan semakin baik? Apakah kualitas pembelajaran semakin baik? Apakah kualitas
hasil belajar peserta didik atau mahasiswa semakin baik? dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan
ini selalu muncul dan kita hadapi hampir setiap waktu, terutama yang berkaitan dengan kualitas
hasil belajar yang disinyalir rendah. Isu-isu terkait dengan kualitas selalu kita dengan setiap saat.
Di negara manapun di dunia ini, persoalan semacam ini selalu muncul. Tentu, kita sadar bahwa
persoalan ini muncul karena peserta yang dihadapi berbeda-beda dengan tuntutan yang berbedabeda pula.
Pengembangan profesional yang dilakukan oleh pemerintah biasanya sudah terencana dan
terprogram yang biasanya berupa studi lanjut, lokakarya peningkatan profesional, dan pertemuan
rutin. Di samping itu, pengembangan profesional bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan tak
terprogram atau incidental, yang dilakukan melalui misalnya seminar, lokakarya, dan sebagainya.
Bahkan saat ini dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi (ICT), aktivitas
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
v
ISSN 2502-8723
pengembangan profesional tidak lagi dilakukan melalui pertemuan tatap muka (face-to-face),
tetapi dengan memanfaatkan ICT, para guru dan dosen dapat mengembangkan dirinya melalui
bahan-bahan yang dapat diakses secara terbuka melalui media ceta dan elektronik (open source
materials).
Di Indonesia, pengakuan guru dan dosen secara resmi sebagi sebuah profesi memang
belum lama, yaitu sebagaimana diungkapkan di bagian sebelumnya yaitu sejak dikeluarkan UU
Guru dan Dosen tahun 2005. Di beberapa Negara, memang profesi guru telah lama mendapat
pengakuan. Bahkan profesi mengajar ini ada ketika lahirnya sebuah lembaga yang namanya
sekolah. Sehubungan dengan perihal ini, Fernandez (2013) menjelaskan bahwa profesionalisme
mengajar itu sebenarnya bukanlah hal atau topik baru. Kajian tentang konteks pendidikan dan
pelatihan profesionalme ini mencakup tiga perspektif ganda, yaitu meliputi: 1) pengintegrasian
sistem belajar secara formal, informal dan nonformal, 3) belajar sepanjang hayat, dan 3)
pendidikan berbasis kompetensi penting dilakukan sejak memasuki pendidikan penyiapan guru,
pendidikan lanjut, dan pengembangan profesionalnya. Pengembangan profesional merupakan
sebuah proses yang terus menerus dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan guru dan
dosen untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada para peserta didik, termasuk
mahasiswa. Program pengembangan profesional guru dan dosen dapat dilakukan dalam bentuk
program in-service training program sampai pada bentuk-bentuk pengembangan yang sifatnya tak
terprogram.
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa selama ini pengembangan profesional masih
bersifat fragmentalis, masih belum menyentuh kebutuhan guru dan dosen. Pengembangan
profesional lebih bersifat kegiatan rutin, dan tidak didasarkan pada analisis kebutuhan nyata di
lapangan. Di Negara-negara yang maju seperti Finlandia, Singapora, dan Korea Selatan
pengembangan profesional ini merupakan sesuatu yang bersifat ongoing professional learning.
Artinya, bahwa pengembangan profesional itu merupakan dan menjadi kebutuhan belajar seorang
guru. Pengembangan profesional guru atau dosen perlu didasarkan pada permasalahan praktis
yang ada di lapangan. Pada kesempatan ini, pemaparan tentang pengembangan profesional guru
dan dosen Indonesia, kita kaji dari segi teoretik dan praktik di lapangan.
Mengapa Pengembangan Profesional, Penting
Profesionalisme merupakan sebuah istilah atau konsep yang selalu dikaitkan dengan suatu
pekerjaan tertentu. Kita seringkali menjumpai ungkapan-ungkapan, misalnya dia berkeja secara
profesional, dia melakukan pekerjaannya dengan sangat profesional, dia sangat profesional dalam
menangani pekerjaannya dan ungkapan lain yang sejenis. Kita juga tidak memungkiri
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
vi
ISSN 2502-8723
penggunaan istilah profesional itu untuk menyebut pekerjaan tertentu karena profesional itu erat
dengan istilah profesi. Untuk menyebut pekerjaan tertentu, seseorang menggunakan istilah
profesinya apa? Dengan mengunakan istilah ini seseorang tidak membedakan lagi mana pekerjaan
teknis, yang hanya menuntut kerja otot dan sebaliknya mana pekerjaan yang menuntut keahlian
tertentu. Salah satu bidang pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi adalah guru.
Berkaitan dengan profesionalisme tersebut, Hoyle (2001) menjelaskan bahwa istilah itu
digunakan untuk mendeskripsikan peningkatan kualitas layanan, yang oleh Sockett (1996)
dinyatakan bahwa professionalism itu berkenaan dengan kualitas praktik.
Salah satu alasan mengapa perlu pengembangan profesional, sebagaimana dikemukakan
oleh Murray (2010), ―One of the main reasons to pursue professional development is to be
empowered—to have the opportunity and the confidence to act upon your ideas as well as to
influence the way you perform in your profession. Empowerment is the process through which
teachers become capable of engaging in, sharing control of, and influencing events and
institutions that affect their lives. Pengembangan profesional guru dimaksudkan agar guru selalu
menyadari bahwa pekerjaannya bukan hanya berkaitan dengan tugas-tugas mengara di dalam
kelas, tetapi guru juga memiliki peran-peran dan tanggung jawab terkait dengan pekerjaan
profesionalyan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hargreaves (1992: ix), yang menyatakan, ―We
are also increasingly coming to understand that developing teachers and improving their
teaching involves more than giving them new tricks. We are beginning to recognise that, for
teachers, what goes on inside the classroom is closely related to what goes on outside it. The
quality, range and flexibility of teachers‘ work are closely tied up with their professional growth
– and the way they develop as people and as professionals.‖ Guru dan dosen yang memiliki tugas
dan tanggung jawab tertentu dalam menjalankan bidang tugasnya dilandasi oleh kemampuan atau
kompetensinya. Guru dan dosen merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
kemajuan dan pengembangan pendidikan. Bahkan guru dan dosen ikut terlibat dalam perubahan
system pendidikan itu sendiri karena guru dan dosen merupakan agen pembaharuan atau
perubahan. Apa yang diketahui dan mampu dilakukan oleh guru merupakan salah satu faktor
paling penting yang mempengaruhi belajar peserta didik (Darling-Hammond & Sykes, 1999;
Fullan, Hill & Crevola, 2006; Wilson, Floden & Ferrini-Mundy, 2001). Tidak mengherankan
perhatian yang semakin meningkat terkait dengan posisi guru sebagai profesi, terutama yang
berkenaan dengan pentingnya peranan pengembangan profesional. Pengembangan profesional
tersebut perlu dilakukan secara terencana, terus menerus untuk peningkatan kualitas profesional
dalam mendukung para guru agar mampu mengemban tugas dan tanggung jawab profesionalnya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
vii
ISSN 2502-8723
untuk menghadapi tuntutan perubahan yang serba kompleks dan menantang (Berliner, 2001;
Darling-Hammond, 2000; Hawley & Valli, 1999; Joyce & Showers, 2002).
Perubahan-perubahan
yang
terjadi
dalam
system
pendidikan
dan
masyarakat
menimbulkan tuntutan baru bagi profesi guru. Guru saat ini tidak hanya dituntut menyampaikan
pengetahuan dasar saja tetapi juga untuk membantu peserta didik untuk belajar mandiri, misalnya
untuk memperoleh keterampilan yang sangat dibutuhkan dan bukannya sekedar mengingat
informasi, para guru didorong untuk menggunakan metode mengajar yang kooperatif dan
konstruktif dan bertindak sebagai media fasilitator atau mediator dan tutor dalam kelas bukannya
sebagai penguasa pembelajaran (RutkienÏ, ZuzevičiūtÏ, 2009). Perubahan-perubahan besar yang
diimpikan akan menuntut system belajar atau pengembangan profesional para guru pada suatu
tataran kualitas yang tinggi (Borco, 2004). Selanjutnya, Borco mengemukan bahwa system
pengembangan profesional tersebut mencakup unsur-unsur, yaitu 1) program pengembangan
profesional, 2) guru, 3) fasilitator, dan 4) konteks.
Karakteristik Pekerjaan Profesional
Pandangan bahwa guru adalah sebuah profesi, sebagaimana dikemukakan oleh Fernandez
(2013) yang menyatakan, ―the fact that teaching is regarded as a profession and teachers as
professionals is nothing new.‖ Pekerjaan guru, sebagai suatu profesi, menuntut kecakapan
pemegang profesi untuk melaksanakan tugas yang kompleks, yang menuntut pikiran,
keterampilan, dan sikap tertentu sesuai dengan pekerjaan yang ditanganya. Hal ini sejalan dengan
pandangan Le Boterf (1999) yang menyatakan bahwa seorang profesional adalah seseorang yang
cakap atau mampu mengelola suatu pekerjaan yang kompleks. Selanjutnya, Le Boterf
mengajukan beberapa karakteristik yang berkenaan dengan profesional tersebut, bahwa seseorang
profesional: 1) mampu atau sanggup melaksanakan tugas dengan baik dalam siatuasi tertentu,
bahkan di melebihi kewajibannya, 2) mampu menggabungkan sumber-sumber yang bersifat
personal dan lingkungannya, dalam konteks tertentu, 3) mampu melakukan atau mengerahkan
segala tenaganya secara memadai, 4) mampu menyampaikan sumber-sumber secara personal
yang dituntut oleh keadaan, 5) mampu belajar dari pengalaman, dan belajar untuk belajar, 6) dan
memiliki komitmen atas pekerjaannya dan melakukan komunikasi secara profesional dengan
orang-orang atau pihak-pihak lain.
Padahal, jika dilacak lebih jauh profesi adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan melalui
pendidikan tertentu dan menuntut atau disertai keahlian tertentu. Apalagi menggunakan istilah
profesional itu sarat dengan pekerjaan yang menuntut keahlian. Pekerjaan mengajar guru sebagai
suatu profesi ditandai oleh kriteria-kriteria sebagai berikut (Shulman, dalam Cruz, 2006): (1) A
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
viii
ISSN 2502-8723
duty of service to others with a certain ‗vocation‘; (2) An understanding of a corpus of theories or
established knowledge; (3) A qualified mastery of practical actions: skills and strategies that
underpin professional practice; (4) Exercising judgment under circumstances of inevitable
uncertainty: not directly applying knowledge or skills, but exercising practical judgment under
uncertain circumstances; (5) A need to learn from experience, construed as the interaction
between theory and practice; dan (6) A professional community that develops quality and
increases knowledge: being a professional means being a member of a profession that has certain
public responsibilities in relation to individual practices. Guru dan dosen perlu mengembangkan
diri agar kita memiliki keyakinan tentang apa yang kita lakukan dan hal itu juga dapat
mempengaruhi cara-cara kita alam melaksanakan tugas profesional yang kita emban. Para guru
termasuk juga dosen perlu diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri
dalam rangka peningkatan layanan dan sekaligus untuk melakukan perubahan-perubahan dan
inovasi dalam cara-cara atau metode-metode pembelajaran.
Pengembangan profesional (guru dan dosen) ini dapat dilakukan di tempat kerjanya dan
melalui pengalaman-pengalaman nyata merupakan hal yang sangat penting untuk mendorong
para guru untuk melakukan praktik-praktik pembelajaran yang efektif dan juga menumbuhkan
suatu keinginan untuk melakukan perubahan kurikulum agar lebih bermakna (Darling-Hammond
& McLaughlin, 1995, 2011; Joyce & Showers, 2002; Nolan & Hoover, 2004; Peery, 2004).
Pembelajaran yang efektif itu merujuk pada pembelajaran yang dapat mencapai tujuannya secara
tepat waktu, atau efisien, berdaya guna tinggi atau hasil yang dicapai maksimal, dan memiliki
sasaran yang sangat memadai. Pembelajaran yang efektif hanya dapat dilakukan oleh guru yang
efektif. Keefektifan guru memang didefinisikan dan diukur secara berbeda-beda di beberapa
negara. Ada beberapa negara yang mendefinisikan guru yang efektif atau keefektifan guru itu
berdasarkan asesmen terhadap keahlian guru dalam menjalankan tugas melalui suatu kerja tim
sejawat untuk menjalankan praktik-praktik profesi untuk memperoleh manfaat melalui
peningkatan belajar peserta didik (Darling-Hammond, 2010). Di samping itu, keefektifan guru
dilihat berkenaan dengan pengaruh atau dampak yang diberikan oleh guru kepada peserta didik,
utamanya prestasi akademik peserta didik, dan di pihak lain merupakan kombinasi pengetahuan,
praktik, dan dampaknya terhadap unjuk kerja peserta didik (Learning Point Associates, 2010).
Guru yang efektif itu ditandai oleh beberapa karakteristik. Ciri-ciri atau karakteristik guru yang
efektif, menurut McBer (dalam Anderson, 2004) meliputi empat kategori, yaitu: 1)
profesionalisme, yang mencakup ciri-ciri (a) komitment, (b) keyakinan, (c) dapat dipercaya, dan
(d) menghargai; 2) kemampuan berpikir/bernalar, yang mencakup ciri-ciri (a) berpikir analisis,
(b) berpikir konseptual; 3) memiliki harapan, yang mencakup ciri-ciri (a) dorongan untuk maju,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ix
ISSN 2502-8723
(b) berupaya mencari informasi, dan (c) inisiatif; 4) kepemimpinan, yang bercirikan (a) fleksibel,
(b) memiliki akuntabilitas, dan (c) keinginan untuk belajar.
Karakteristik-karakteristik atau ciri-ciri khusus guru yang efektif di atas, perlu kita miliki
dan hayati untuk menjalankan tugas profesional dengan baik. Dengan demikian, pengembangan
profesional yang diarahkan untuk menjadi guru yang efektif sangat urgen dimiliki oleh setiap
insan guru, sebagai seorang profesional. Untuk menjadi guru yang efektif menuntut adanya
kombinasi antara pengetahuan profesional dan keterampilan khusus serta pengalaman dan
kualitas personal. Dan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan baru tersebut merupakan
salah satu alasan utama guru-guru perlu terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan
profesional (Bailey, Curtis, and Nunan 2001).
Tujuan dan Pendekatan Pengembangan Profesional
Profesionalisasi pekerjaan guru dan dosen itu merujuk pada sebuah proses yang
diartikulasikan sebagai suatu konstruksi identitas suatu profesi, kompetensi profesional, tuntutan
akses, pelatihan yang relevan, pengembangan karir profesional, dan proses evaluasi unjuk kerja
profesional (Tejada, dalam Fernandez, 2013).
Pengertian pengembangan profesional guru
sebagaimana diungkapkan oleh OECD (2009) sebagai berikut, ―Professional development among
teachers is defined as the activities that develop an individual‘s skills, knowledge, expertise and
other characteristics as a teacher.‖
Berdasarkan batasan tersebut bahwa pengembangan
profesional guru adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan,
pengetahuan, keahlian dan karakteristik individual sebagai seorang guru. Pengembangan
profesional guru, itu menurut Blandford (2005) memiliki empat fungsi, yaitu: 1) meningkatkan
unjuk kerja individual (enhance individual performance); 2) memperbaiki praktik yang tidak
efektif (rectify ineffective practice); 3) menetapkan landasan kerja untuk menjalankan kebijakan
(establish the groundwork for the implementation of policy); dan 4) membantu memudahkan
perubahan (facilitate change). Dengan mengikuti pengembangan profesional, berarti pula bahwa
guru melaksanakan belajar secara terus menerus (lifelong learning) dan mengikuti tuntutan
perubahan yang cepat. Pada gilirannya, guru mampu menjalankan dan mendedikasikan dirinya
dalam pengabdian pada bidang tugasnya yaitu memberikan layanan yang lebih baik dan
berkualitas kepada peserta didik.
Berbicara tentang pengembangan profesional dapat dipahami sebagai suatu proses dimana
melalui hal tersebut para guru dan dosen dididik atau dilatih guna meningkatkan diri untuk
mencapai tingkat kompetensi profesional yang tinggi. Menurut Duke & Stiggins (Fernandez,
2013) pengembangan profesional ini dimaksudkan untuk, ―expand their understanding of self,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
x
ISSN 2502-8723
role, context, and career.‖ Secara lebih khusus, dapat kita katakan, dengan merujuk bahwa
pengembangan profesional itu sebagai suatu aktivitas belajar sepanjang hayat, pengembangan
profesional itu sebagai suatu proses belajar yang dialami guru selama mengemban tugas
profesional, mulai dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan sejak awal, pendidikan selama
terlibat dalam tugas profesional, dalam pendidikan penyiapan guru (in-service training). Dengan
singkat kita ungkapkan bahwa pengembangan profesional itu dilakukan secara berjenjang untuk
diarahkan pada unjuk kerja yang lebih baik.
Profesionalisasi sebagai suatu proses bukanlah merupakan tujuan akhir dari pekerjaan,
tetapi profesionalisasi ini merupakan proses yang berkelanjutan yang terus diupayakan untuk
mengerjakan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan dan berdaya guna (Darling-Hammond,
2005). Pengembangan profesional ini oleh Fernandez (2013) dinyatakan sebagai suatu evolusi
yang dibangun dengan maksud untuk menumbuhkan setiap aspek pribadi guru yang pertama
dikaitkan dengan integrasi pengetahuan praktik dasar yang diperoleh melalui pengalaman selama
mengajar dan praktik profesional, dan yang kedua untuk membantu pertumbuhan dan
peningkatan profesional guru (termasuk dosen) yang diterimanya dalam berbagai
bentuk
pendidikan atau pelatihan.
Tujuan dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesional
guru mencakup tujuan 1) mengkonstruk pengetahuan, 2) mentransfer pengetahuan ke dalam
praktik, 3) mempraktikkan sesuatu yang baru dalam pengajaran, 4) meningkatkan refleksi. Kaitan
antara tujuan dan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan profesional tersebut
sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel : Tujuan dan Pendekatan dalam Rangka Pengembangan Profesional Guru
Tujuan
Mengkonstruk
Pengetahuan
Guru-guru, dosen perlu
mendalami tentang isi
dan dan praktik
mengajar practices
Pendekatan
Uraian
Dilakukan melalui Workshop,
kelembagaan, kursus, dan seminar
Program imersi dan di dunia kerja da isi
pendidikan
Program imersi dalam menemukan isi
pendidikan
Menyampaikan
Pengetahuan melalui
Praktik Guru-guru,
Pengembangan dan penyesuaian
kurikulum
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xi
Virtual or blended learning (combination of
face-to-face and virtual), difokuskan pada
pengalihan pengetahuan dan keterampilan
khusus
Pengembangan pengalaman secara intensif,
dalam hal ini guru menerapkan pengetahuan
dan mengembangkan keahlian melalui
program imersi dalam situasi nyata misalnya
internship, kerja sementara, dan lokakarya
singkat
Pengembangan pengalaman secara intersif,
dalam hal ini guru dilibatkan dalam program
imersi untuk mengembangkan isi dan
ktereampilan yang berhubungan dengan isi
pendidikan
Tim guru, dosen mengembangkan dan
mengadaptasi kurikulum yang ada untuk
dipakai pada masa mendatang. Sebelum
ISSN 2502-8723
Tujuan
dosen menjabarkan
pengetahuan atas dasar
rancangan pembelajaran
dan mengembangkan
dalam pembelajaran
Pendekatan
Uraian
• Pendampingan atau Mentoring
• Kerja sama dengan dunia bisnis
industri, perguruan tinggi
• Pengambilan keputusan yang
didasarkan pada data
• Lesson study
Pelaksanaan
Pengajaran
Guru-gru, dosen belajar
melalui penggunaan
pendekatan, metode baru
yang diterapkan di kelas.
Pelaksanaan kurikulum
• Satuan perbaikan kurikulum
• Pelatihan
• Belajaran individual
Melakukan Refleksi
Guru-guru, dosen
menilai dampak
perubahan pada peserta
didik, dan memikirkan
bagaimana cara-cara
untuk memperbaiki,
melalui refleksi terkait
dengan pelaksanaan
cara-cara lain dan
mengadapsikan ide-ide
untuk keperluan guru.
Kelompok (groups)
• Diskusi kasus
• Penelitian Tindakan Kelas
• mengkaji hasil kerja peserta didik
• Jaringan Profesional
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xii
dipakai perlu ada uji coba semacam pilot
project dan dilakukan revisi
Para uru, dosen perlu memperoleh dukungan
khusus dari sejawat terutama yang memiliki
keahlian dan untuk melakukan kerjasama .
Guru-guru, dosen perlu melakukan kegiatankegiatan atau program-program melalui
kolaborasi dengan profesional lain.
Guru, dosen baik secara individu atau kolektif
mengumpulkan, mereview, menganalisis,
menginterpretasi, dan melaporkan data untuk
menyampaikan keputusan yang dibuat, dan
sebagainya.
Kelompok guru, dosen secara sistematis
melakukan kajian-kajian pembelajaran secara
kolaboratif dalam hal rancangan pembelajaran,
pengajaran, observasi, dan pemberian kritik
terkait pelaksanaan pembelajaran, dan
melakukan pengulangan untuk perbaikan.
Guru-guru, dosen mempelajari kurikulum baru
dan melaksanakan secara kolaborasi dengan
melalui kajian-kajian pelajaran untuk
meningkatkan dan menjamin kualitas tinggi.
Guru-guru, dosen mempelajari tentang satuansatuan kurikulum hasil perbaikan dan
menerapkan secara kolaborasi ketika
melaksanakan kurikulum baru untuk menjamin
kualitas yang tinggi.
Dukungan institusi, sekolah bagi guru, dosen
ketikan mengimplementasikan keterampilan
dan srtategi baru yang telah dipelajari melalui
kegiatan pelatihan.
Dengan menggunakan data peserta
didik/mahasiswa untuk tujuan peningkatan,
guru/dosen mengejawantahkan pengembangan
profesionalnya untuk mengakomodasi
kebutuhan, penjadwalan, dan minat-minat.
Kelompok guru, dosen mengoragisasi dalam
bidang minat umum, untuk meningkatkan
belajar peserta didik.
Para guru, dosen melakukan diskusi kolegial
untuk menganalisis, menafsirkan, dan
merefleksikan studi kasus, menerapkan aspekaspek pratis ke dalam situasi yang dihadapi.
Para guru, dosen melakukan kajian-kajian
dengan kelasnya untuk mengumpulkan data
baseline, melihat dampak inovasi pada peserta
didik, dan melaporkan hasil-hasilnya.
Kelompok guru, dosen mereview hasil hasil
kerja peserta didik, untuk meningkatkan
keterampilan analisis berkenaan dengan
standar, mengembangkan dan memperbaiki
rubric, mendapatkan pemahaman secara umum
tentang hasil beajar peserta didik yang
diharapkan, dan meningkatkan pelajaran.
Melakukan interaksi dengan para profesional
sejenis untuk memperoleh pemahaman yang
sama dan untuk menemukan solusi baru
ISSN 2502-8723
Tujuan
Pendekatan
Uraian
terhadap masalah-masalah praktis misalnyan
melalui kelompok kerja sebidang, organisasi
profesi, menggunakan kerjasama kolaborasi
secara virtual, dan sebagainya.
Sumber: Diadaptasi dan didasarkan pada Dunne; Loucks-Horsley, Hewson, Love, and Stiles;
and the Indiana Professional Development Committee for Learning and Technology
& Metiri Group.
Penutup
Pengembangan profesional guru sebagai suatu proses peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap ditujukan untuk meningkatkan layanan dan praktik. Pekerjaan guru
sebagai profesional dimaknai juga sebagai suatu vokasi yang menuntut keahlian, yang selalu
dituntut melakukan peningkatan (upgrade) dalam memberikan layanannya.
Guru yang
profesional adalah guru dapat menjalankan bidang tugasnya secara efektif, yag ditandai oleh
pemberian layanan dan dedikasi secara tulus ikhlas bagi kemaslahatan peserta didik, yang
menjadi tanggung jawabnya.
Daftar Rujukan:
Anderson, L.W. (2004). Increasing teacher effectiveness. (2nd edition) Paris:
UNESCO, IIEP.
Bailey, K., A. Curtis, and D. Nunan. 2001. Pursuing professional development: The self as
source. Ontario, Canada: Heinle and Heinle.
Beliner, D. (2001). Learning about learning from expert teachers. International Journal of
Educational Research, 35(5), 463-483.
Blandford, S (2005). Managing professional development in schools. New York: Taylor &
Francis e-Library
Borco, H. (2004) Professional development and teacher learning: Mapping the
terrain. Educational Researcher, Vol. 33, No. 8, pp. 3-15.
American Educational Research AssociationStable URL:
http://www.jstor.org/stable/3699979 .
Borko, H. (2004). Professional development and teacher learning: Mapping the terrain.
Educational Researcher, 33, 3-15.
Darling-Hammond, L. & Sykes, G. (Eds.) (1999). Teaching as the learning profession. San
Francisco: Jossey-Bass.
Darling-Hammond, L. (2000). Teacher Quality and Student Achievement: A review of state policy
evidence. Seattle, WA: Center for the Study of Teaching and Policy, University of
Washington.
Darling-Hammond, L; Bransford, J (eds.) (2005). Preparing teachers for a changing world:
whatteachers should learn and be able to do. Hoboken-New Jersey: Jossey-Bass/Wiley.
Darling-Hammond, L. (2010). The flat world and education: How America's commitment to
equity will determine our future. New York, NY: Teachers College Press.
Darling-Hammond, L., & McLaughlin, M. W. (2011). Policies that support professional
development in an era of reform. Phi Delta Kappan, 92(6), 81-92.
Donaldson, G. (2013) The twenty-first century professional. Dalam, V. V., Vidović,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xiii
ISSN 2502-8723
Z. Velkovski (Eds). Teaching Profession for The 21st Century. Belgrade:
Centre for Education Policy.
Dromantienn, L., Indrašienn, V., Merfeldaitn, O., & Prakapas, R. (2013) Teachers‘ Professional
Development: The Case of Lithuania.
Dunne, K.A. (2002). Teachers as learners: Elements of effective professional development.
Accessed on September 24, 2010
http://scholar.google.com/scholar?q=Dunne,+K.A.+%282002%29.+Teachers+as+learners:+
Elements+of+effective+professional+development&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schola
rt
Evans, Linda (2008) Professionalism, professionality and the development of education
professionals. British Journal of Educational Studies, 56 (1). pp. 20-38.
Fernandez, J. T. (2013). Professionalisation of teaching in universities: Implications from a
training prespective. RUSC, VOL. 10 No 1 | Universitat Oberta de Catalunya | Barcelona,
January 2013 | ISSN 1698-580X. http://rusc.uoc.edu.
Fullan, M., Hill, P., & Crevola, C. (2006). Breakthrough. Corwin Press.
Hargreaves, A. (1992) ‗Foreword‘, in A. Hargreaves and M.G. Fullan (eds)
Understanding Teacher Development. London: Cassell.
Hawley, W. & Valli, L. (1999). The essentials of effective professional development: A new
consensus. In Darling-Hammond, L. & Sykes, G. (Eds.)Teaching as the Learning
Profession: Handbook of Policy and Practice.. San Francisco: Jossey-Bass.
Hoyle, E. (2001) Teaching: prestige, status and esteem, Educational Management &
Administration, 29 (2), 139–152.
Indiana Department of Education. (2001). Eight steps to highly effective ―next generation‖
professional development for learning and technology – Public Law 221 and beyond.
Indianapolis, IN: Indiana Department of Education. Retrieved on September 24, 2010, from
http://www.metiri.com/8steps/.
Joyce, B., & Showers, B. (2002). Student achievement through staff development (3rd ed.).
Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Learning Pointe Associates (2010). Evaluating teacher effectiveness: Emerging trends reflected in
the state phase 1: Race to the Top applications. Naperville, IL: Author.
Lemke, C. (2010). Professional Development: Ensuring a Return on Your Investment.
Commissioned by Intel, Inc.
Loucks-Horsley, S., Hewson, P. W., Love, N., & Stiles, K. E. (1998). Designing
professional development for teachers of science and mathematics.
Thousand Oaks, CA: Corwin Press, Inc.
MacBeath, J. (2012). Future of teaching profession. Cambridge: Education International
Research InstituteUniversity of Cambridge
Murray, A. (2010). Empowering teachers through professional development. English
Teachng Forum. No.1.
Nolan, J., & Hoover, L. (2004). Teacher supervision and evaluation: Theory into practice.
Hoboken, NJ: John Wiley.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2009). Creating effective
teaching and learning environments: First results from TALIS. Accessed on September
23, 2010 from www.oecd.org/edu/talis/firstresults .
Peery, A. B. (2004). Deep change: Professional development from the inside out. Lanham, MD:
Scarecrow Education.
st
Sockett, H. T. (1996) Teachers for the 21 century: Redefining professionalism. NASSP Bulletin,
May, 1996, 22-29.
Spalding, M. (2003). Towards continuing education and professional development:
Drivers for change in therapy radiography. Journal of Radiotherapy in Practice . Vol.3
No.3 ©GMM.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xiv
ISSN 2502-8723
Tejada, José (2013). ―Professionalisation of teaching in universities: Implications from a Training
Perspective‖. In: ―Informalisation of Education‖ [online dossier]. Universities and
Knowledge Society Journal (RUSC). Vol. 10, No 1, pp. 345-358. UOC. [Accessed:
dd/mm/yy].
http://rusc.uoc.edu/ojs/index.php/rusc/article/view/v10n1-tejada/v10n1-tejada-en
<http://dx.doi.org/10.7238/rusc.v10i1.1471>
ISSN 1698-580X.
Wilson, S.M., Floden, R.E., Ferrini-Mundy, J. (2001). Teacher preparation research: current
knowledge, gaps, and recommendations. A Research Report Prepared for the U.S.
Department of Education. Seattle, WA: Center for the Study of Teaching and Policy.
(February).
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xv
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
MAKALAH UTAMA
PROFESIONALISME GURU DAN TRADISI PENELITIAN PENDIDIKAN
Laurens Kaluge
Universitas Kanjuruhan Malang
Abstract: People regard teaching as a profession. The professional prerequisites, substances and activities are clear
in certain instances. Nevertheless the teacher profession is so flexible that may open for everybody to join even
neglecting the criteria as set before. Outside the various excesses, the research traditions consider teaching as a
central position in educational life. At least in formal education, daily instructional practices in the classrooms are
determinants for success in education. This paper presents the research territories covering such teacher
professionalism in the area of curriculum implementation, grouping children, and teacher behaviour as taken place in
the classrooms.
Keywords: teacher professionalism, research tradition, instruction
Apakah menjadi profesional mencerminkan profesionalisme? Bergantung pada konteks,
aneka konsep menghasilkan banyak gambaran dengan peluang bermakna jamak. Dalam dunia
olahraga, para profesional menunjukkan tingkat kompetitif keterampilan yang berbeda dengan
para amatiran. Dalam bidang musik, para profesional memiliki keterampilan yang
memampukannya tampil melebih yang amatiran. Dalam bidang bisnis, profesional kerap
diidentikan dengan ―keberhasilan‖ atau sekurang-kurangnya mengacu pada perilaku yang
diharapkan dari orang tertentu dalam pekerjaan atau jabatan khusus. Dalam kancah pendidikan,
menjadi seorang guru kelas tidak selalu berhubungan dengan dengan profesionalisasi. Acapkali
guru dipandankan dengan para profesional lain tetapi ada pula pendapat yang menganggap ―siapa
saja dapat mengajar‖ (Tichenor & Tichenor, 2005).
Ciri-ciri keprofesionalan bidang pendidikan yang lazim di tanahair sampai saat ini terbuka
pada sejumlah gagasan. Salah satu gagasan vokal yang sejak sekitar empat dekade terakhir
dijadikan acuan yaitu yang pernah ditulis oleh Raka Joni (2008) berikut. Pertama, dilakukan dan
diakui oleh masyarakat, layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang
dikategorikan sebagai suatu profesi. Ketentuan layanan bidang pendidikan sudah tidak perlu
dipersoalkan lagi, akan tetapi tidak demikian halnya dengan keunikan kualifikasi pemangkupemangku jabatannya; mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat
ditemukan tenaga kependidikan yang sebenarnya tidak menunjukkan kualifikasi yang unik
sebagai tenaga kependidikan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xvi
ISSN 2502-8723
Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan
prosedur yang unik. Profesi kedokteran misalnya, dapat menyebutkan sejumlah bidang ilmu yang
mendasari teknik serta prosedur kedokteran seperti anatomi, bakteriologi, biokimia, patologi,
farmakologi. Namun bagi profesi pendidikan atau katakanlah keguruan, bidang-bidang ilmu
penyangganya tidaklah sejelas itu. Bahkan masih cukup banyak pihak yang berpendapat bahwa
untuk menjadi guru cukup asal menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan demikian masalah
pokok dalam hal ini adalah: perlukah seorang guru secara sengaja belajar teknik serta prosedur
mengajar? Bidang-bidang ilmu mana sajakah yang merupakan landasan bagi teknik serta prosedur
mengajar yang dimaksud?
Ketiga, diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang dapat
melaksanakan pekerjaan profesional. Terhadapnya seperangkat teknik dan prosedur yang
dilandasi oleh sejumlah bidang ilmu memang logis mempersyaratkan ―pre-service.‖ Kalau kita
perhatikan sejarah perkembangan sistem persekolahan, di Indonesia atau di negara lain, memang
pada mulanya para guru yang mengajar bukanlah hasil didikan melainkan hasil ambilan saja:
serdadu Belanda atau veteran perang saudara di Amerika Serikat dan sebagainya. Kini keadaan
memang telah berubah meski telah tersirat dalam sejumlah kebijakan, belum tercapai tingkatan
profesionalisasi yang dikehendaki di pihak lembaga pendidikan guru yang ada, tetapi juga masih
cukup banyak praktisi yang ada tanpa melalui pendidikan guru. Bahkan, saking kurangnya
persediaan, pemerintah sendiri melakukan pengadaan guru secara darurat.
Keempat, dimilikinya mekanisme untuk menjaring sehingga hanya mereka yang dianggap
kompeten yang diperbolehkan bekerja. Sebagaimana diutarakan, bidang inilah yang menunjukkan
kelemahan paling menonjol dalam profesi keguruan di negara kita.
Kelima, dimilikinya organisasi profesional yang di samping melindungi kepentingan
anggotanya dari saingan luar kelompok, terutama berfungsi untuk bukan hanya menjaga akan
tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat termasuk
tindak tanduk etis profesional para anggotanya. Bidang inipun menunjukkan kelemahan yang
menonjol di negara kita; organisasi tenaga kependidikan yang telah ada belum sepenuhnya
berfungsi sebagai suatu organisasi profesi sebagaimana yang belakangan ini lazimnya
dikonsepsikan.
Apakah yang demikian dalam pendidikan merupakan profesi di negara kita? Apabila kita
hanya mencoba menerapkan kriteria di atas terhadap keadaan setting pendidikan di sini, maka
jawabannya adalah jelas: pendidikan belum merupakan suatu profesi. Sebaliknya apabila kita
mencoba menyelami kebutuhan masyarakat, penanganan usaha pendidikan, mulai dari
perencanaannya sampai dengan implementasinya dari hari ke hari, jelas mempersyaratkan tenagaFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xvii
ISSN 2502-8723
tenaga profesional. Penyiapan para pemuda untuk mempersiapkan peranannya di masyarakat
melalui sistem magang (anak petani ikut ayah ke sawah; anak nelayan ikut ayah ke laut) jelas
sudah tidak memadai lagi di abad 21 ini. Penyiapan manusia di hari esok, sebagaimana hal ini
telah dilukiskan, jelas membutuhkan tenaga-tenaga kependidikan yang benar-benar memiliki
―informed responsiveness‖ terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di waktu-waktu
yang akan datang. Hanya pendidik macam inilah yang memiliki peluang untuk menyajikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi para siswa sehingga mereka sekaligus menghayati
kebebasan dan tanggung jawab karena mereka diberi kesempatan menghayati peranannya dalam
menyongsong hari esok.
Profesi guru menempati posisi integral dalam proses homonisasi dan humanisasi insani.
Driyarkara (2006) menjelaskan sebagai berikut. Hominisasi merupakan proses pemanusiaan
secara umum, yakni memasukkan manusia dalam lingkup hidup manusiawi secara minimal.
Berbeda dari binatang, manusia tidak dengan sendirinya bersifat manusiawi sesudah
kelahirannya. Itulah arti pentingnya pendidikan. Namun, sesudah masuk dalam lingkup
manusiawi dengan memenuhi kodratnya yang niscaya, pendidikan selanjutnya memanusiakan
makhluk kecil itu secara khusus dalam proses humanisasi.
Humanisasi, menurut Driyarkara, adalah proses yang lebih jauh, kelanjutan dari
hominisasi. Dalam proses ini, manusia bisa meraih perkembangan yang lebih tinggi, seperti
tampak dalam kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan. Pendidikan membutuhkan
integrasi dari pendidik, begitu juga di zaman ini. Tanpa integrasi orang tidak mungkin menjadi
pendidik.
Terlepas dari berbagai artikulasi pemaknaan dan pembedahan profesi dan profesionalisme
guru, yang pasti, pekerjaan guru diperlukan dan diakui sekurang-kurangnya di lingkungan
pendidikan formal dari jenjang paling dasar sampai pada perguruan tinggi. Tradisi penelitian
pendidikan telah mewariskan bukti kuat dan pengembangan praktek profesi guru yang pantas bagi
dunia pendidikan.
TRADISI DALAM PENELITIAN PEMBELAJARAN
Dalam konteks yang paling sempit, penelitian tentang profesi guru menukik pada
pembelajaran berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan pada jenjang kelas. Penelitian dengan
pendekatan input-output umumnya kurang memperhatikan aspek proses yang terjadi di kelas.
Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan makro juga
diperlukan memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus secara luas pada
institusi sekolah yang berkenan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xviii
ISSN 2502-8723
individu-individu yang terlihat di sekolah baik guru, siswa dan kepala sekolah serta peranannya
masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain (Creemers & Kyriakides, 2015; Stewart
et al, 2015; Kennedy, 2016). Jenis studi yang banyak mengkaji keberadaan sekolah pada tingkat
mikro adalah studi mengenai keefektifan sekolah, yang melihat faktor masukan, proses dan
keluaran atau dampak sekolah secara keseluruhan serta bagaimana hubungan yang terjadi antara
input dengan proses dan proses dengan output atau outcome sekolah.
Salah satu objek penelitian keefektifan sekolah adalah ruang kelas. Kelas sebagai unit
terkecil dari sekolah merupakan poros bagi roda pendidikan karena di situ merupakan tempat
sentral kegiatan belajar mengajar. Sejumlah penelitian baik berskala nasional maupun
internasional menemukan keefektifan pendidikan terutama berkaitan dengan proses pengajaran
yang berlangsung di kelas. Penelitian tentang pembelajaran pun banyak mengambil objek di
kelas. Menurut Creemers (1994), penelitian terhadap pembelajaran berhubungan dengan aspekaspek pendidikan pada level kelas. Aspek-aspek tersebut adalah Curricula (kurikulum),
Classroom grouping (pengelompokan kelas) dan Teacher Behaviour (perilaku guru). Wake dan
Bunn (2016) menegaskan bahwa ketiga aspek tersebut adalah variabel penting yang menentukan
keefektifan pendidikan pada level kelas.
Dalam penelitian pembelajaran, sejumlah tradisi dijadikan patokan. Tradisi ini bukan
hanya memprihatinkan pada bagaimana penelitian itu dilakukan (proses atau produk) tetapi juga
isu-isu dominan dalam pengajaran. Misalnya, pada satu periode penelitian berfokus pada
kurikulum dan buku-teks, pada periode yang lain berfokus pada pengelompokan kelas, dan pada
yang lain lagi mengenai implementasi kurikulum. Bahkan sering penelitian baru muncul sebagai
reaksi terhadap hasil penelitian sebelumnya.
Pembahasan berikut akan memaparkan tinjauan singkat mengenai sejarah tiga tradisi
penelitian dan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari tiga tradisi tersebut. Tinjauan penelitian
ini sebagian besar dari Amerika Serikat dan ditambah dengan pendekatan empiris dari Eropa,
pendekatan hermeneutik dan fenomenologi dari Jerman, Belanda dengan kombinasi Eropa dan
pendekatan konstruktivis dari Rusia dan Inggris dengan tradisi kualitatif-sosiologisnya yang
kental.
Tradisi Dalam Penelitian Kurikulum
Pemakaian istilah kurikulum dari waktu ke waktu berbeda-beda dalam dunia pendidikan,
terutama di negara-negara Eropa. Taba (1962) menyatakan bahwa kurikulum adalah dokumen
perencanaan pengajaran yang terdiri atas proses pendiagnosisan kebutuhan, perumusan tujuan,
penyeleksian isi, pengorganisasian isi, penyeleksian pengalaman belajar, dan penentuan evaluasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xix
ISSN 2502-8723
dan alatnya. Ada tiga tahap penggunaan istilah kurikulum (Creemers, 1994): (1) pada mulanya
kurikulum merupakan dokumen sekolah yang berisi informasi tentang jadwal pelajaran, tujuan,
sasaran, dan metode, (2) selanjutnya istilah kurikulum dipakai untuk buku-teks, (3) dewasa ini
kurikulum memuat dua dokumen utama di sekolah yaitu rencana pekerjaan sekolah (the school
working plan) yang berisi informasi dalam kurikulum (tujuan, sasaran dan metode), dan rencana
kegiatan sekolah (the school activity plan) yang berisi informasi tentang cara sekolah mencapai
tujuannya. Tetapi Creemers sendiri menggunakan istilah kurikulum sebagai representasi dari
bahan-bahan yang digunakan oleh guru dan siswa dan proses pembelajaran di kelas.
Ada beberapa hasil penelitian yang perlu dikemukakan yang berkaitan dengan tradisi
dalam penelitian kurikulum. Pertama, penelitian perbandingan terhadap kurikulum (misalnya
Chall, 1967; dan Mueller, 1964) menunjukkan hasil yang berbeda dalam satu kurikulum yang
sama. Kadang-kadang kurikulum menunjukkan hasil yang salah pada anak yang pintar tetapi
kurikulum itu berhasil pada anak-anak yang kurang pandai.
Hal ini menunjukkan bahwa guru dan kelas bagi setiap siswa itu berbeda sekali, walaupun
digunakan kurikulum yang sama. Perbedaan-perbedaan tersebut akibat dari perbedaan
karakteristik siswa seperti kemampuan, status-sosio-ekonomi dan jenis kelamin. Situasi seperti ini
menimbulkan pertanyaan apakah guru ataukah kurikulum yang membuat perbedaan-perbedaan
ini.
Sebagai tambahan, penelitian pada perbedaan-perbedaan antara guru yang menggunakan
kurikulum ketika dikembangkan materi ―Teacher Proof‖ (Coleman et al., 1966; dan Jencks et al.,
1972) menyimpulkan bahwa guru-guru dan sekolah bermasalah. Porter dan Brophy (1988)
menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum ―teacherproof‖ sebagai akibat dari rendahnya
harapan sekolah dan guru.
Kedua, studi yang dilakukan oleh Rand Corporation (Berman dan Mclaughlin, 1978; Hall
dan Louck, 1977) dan analisis yang dilakukan oleh Fullan dan Pomfret, (1977) mengangkat
faktor-faktor yang menghambat implementasi inovasi pendidikan (program kebijakan pemerintah
federal, kurikulum atau buku-teks). Fullan dan Pomfret menyebut sejumlah faktor yang
menentukan apakah sebuah inovasi akan diimplementasikan atau tidak. Faktor-faktor tersebut
terdiri atas upaya yang diperlukan dalam implementasi (keeksplisitan, kompleksitas, strategi dan
dukungan sumber daya) dan konteks inovasi (misalnya pengalaman inovasi, peranan kepala
sekolah, hubungan antara anggota team).
Ketiga, studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti di Belanda menunjukkan hasil
implementasi yang mengejutkan (Creemers, 1994; Kaluge & Creemers, 2005). Mereka
menyimpulkan bahwa pelatihan (training) tidak cocok dengan profesi guru. Studi yang dilakukan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xx
ISSN 2502-8723
oleh Snippe (1991) menunjukkan bahwa sesi pelatihan dan konsultasi kelas semata menyita
waktu pada presentasi. Perbandingan dengan pengaruhnya pada guru yang mengikuti sesi
pelatihan tetapi tidak menerima konsultasi kelas, dan konsultasi itu sendiri tidak memiliki
pengaruh pada tingkah laku guru. Intervensi terstruktur cenderung menjadikan implementasi
positif.
Keempat, penelitian terhadap variasi guru memberikan perhatian pada cara mengajar mata
pelajaran. Van Batenburg
(1988) dalam penelitian terhadap penggunaan bahasa kurikulum,
menyimpulkan bahwa pembuat kurikulum memberikan petunjuk imperatif bagi praktek
pendidikan. Harskamp (1988) yang meneliti variasi dalam kurikulum matematika menemukan
guru yang menggunakan kurikulum tradisional dengan pembelajaran individual menunjukkan
sedikit variasi pada presentasi materi, sementara guru yang menggunakan kurikulum yang lebih
realistis atau yang lebih relevan dengan menekankan alasan matematis dalam tugas sehari-hari
lebih meragamkan materi tetapi kurang pada pengajaran individual. Perbedaan-perbedaan dalam
penggunaan ini tergantung pada variasi isi yang terkait (content-related variation) antara
tradisional dan kurikulum yang lebih realistik. Bagaimanapun, perbedaan-perbedaan dalam
kurikulum tidak menimbulkan perbedaan dalam prestasi.
Kelima, penelitian kurikulum Bahasa Inggris pendidikan dasar di Belanda yang dilakukan
oleh Edelenbos (1990). Penelitian ini secara spesifik melihat bagaimana Bahasa Inggris diajarkan
di pendidikan dasar yang berbeda secara eksplisit. Ada yang menekankan pada pengajaran tata
bahasa (grammar) sedangkan yang lain memberi perhatian pada komunikasi (communication)
antara siswa. Dalam penelitian ini, sekelompok guru mengikuti kurikulum dengan kaku dan
kelompok lain cenderung menuruti pendapat pribadi mereka pada cara bahasa Inggris diajarkan.
Tetapi variasi prestasi aktual terbukti lebih rendah pada siswa yang diajar dengan kurikulum
berorientasi pada tata bahasa (grammar-oriented curricula) daripada siswa yang berorientasi-ajar
pada komunikasi.
Data yang dipaparkan di atas tidak mengarah pada kesimpulan bahwa kurikulum sekolah
(school curriculum) tidak penting dalam menentukan perolehan kemampuan kognitif siswa.
Kyriakides et al (2002) dan Muijis et al (2014) mengungkapkan temuan bahwa variasi antara
kurikulum tidak menimbulkan perbedaan yang signifikan dalam prestasi perilaku guru, intensitas
penggunaan kurikulum dan semua yang dilakukan oleh guru lebih penting daripada sekedar
implementasi kurikulum.
Penelitian perbandingan internasional terhadap kurikulum kadang-kadang muncul dalam
penelitian pendidikan, mengungkapkan pentingnya kurikulum, ketika kurikulum memberikan
tujuan dan isi yang jelas bagi pendidikan pada level kelas. Tetapi bagaimana cara guru
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxi
ISSN 2502-8723
menggunakan kurikulum adalah penting (Jones & Jones, 2013). Perspektif yang dipercaya pada
implementasi kurikulum hanyalah sebuah ilusi yang tidak memberikan rasa keadilan pada guru
yang profesional. Guru tidak hanya semata melaksanakan kurikulum, mereka juga harus membuat
keputusan yang independen berdasarkan konteks kelas mereka, anak-anak mereka di dalam kelas,
dan pendapat profesional mereka sendiri.
Tradisi Dalam Penelitian Pengelompokan di Kelas
Pengelompokkan siswa seringkali dilaksanakan untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Sebagian besar sistem pendidikan Belanda, terutama
pendidikan menengah, berdasarkan perbedaan-perbedaan siswa. Hal ini menyebabkan perbedaanperbedaan pula dalam sistem pendidikan menengah (secondary education) dengan jalur yang
terpisah bagi pendidikan kejuruan dan pendidikan umum, dalam 3 jenjang yaitu rendah (lower),
menengah (intermediate) dan tinggi (higher). Pada pendidikan dasar (primary education) variasi
dalam prosedur pengelompokan dalam kelas (within-class grouping) dapat dijumpai sebagai
pelengkap pengajaran secara keseluruhan. Pengelompokkan antara kelas (between-class
grouping) sangat tidak umum dilakukan tetapi meningkat di pendidikan dasar, dengan penekanan
baru pada kebutuhan siswa. ―Within-class grouping‖ terdiri atas pengelompokkan belajar tertentu
(group-based mastery grouping) dan pengajaran individual (individual instruction).
―Between-class ability grouping‖ yang juga dikenal sebagai penjurusan (streaming) atau
penjaluran (tracking) dalam pendidikan dasar dan menengah di Inggris sejak lama (Barker-Lunn,
1970). Setelah tahun 1970-an, situasi seperti ini berubah ketika sekolah komprehensif
(comprehensive schools) dibangun. Selama itu, sebagian besar bentuk ―between-class ability
grouping‖ dianggap sebagai pencemaran kesakralan (Gregory, 1984). Pada masa ini di Inggris
baik ―between-class‖ maupun ―within-class grouping‖ tidak dilaksanakan dengan baik sehingga
hanya digunakan di sebagian tempat (Kerckhoff, 1986).
Di Amerika Serikat, ―tracking‖ hampir masih universal dalam pendidikan menengah dan
pendidikan dasar walaupun ada pergerakan ke arah ―de-streaming‖, terutama pada kelas
menengah (middle grades) (Slavin, 1987a, 1987b). ―Within-class ability grouping‖ biasa
dilakukan dalam pendidikan dasar terutama pada pengajaran membaca. Group-based mastery
learning juga dipraktekkan dalam pendidikan dasar dan menengah untuk mengurangi jumlahnya.
Penelitian literatur tentang pengelompokkan kelas juga ada baik nasional maupun internasional.
Seperti halnya penelitian perbandingan terhadap kurikulum, implementasi pengelompokkan
berbeda-beda bentuknya, baik pada mata pelajaran maupun cara guru mengaplikasikan
pengelompokkan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxii
ISSN 2502-8723
Dalam hal mata pelajaran (school subjects), Reezigt dan Weide (1989) menemukan
perbedaan yang besar antara bahasa dan matematika misalnya 43% guru menggunakan
pengajaran seluruh kelas (whole-class instruction) untuk bahasa dan 13% untuk matematika,
mastery learning digunakan oleh 19% guru untuk bahasa dan 31% untuk matematika. Baik
Reezigt et al. (1986) maupun Wolbert et al. (1986) menyimpulkan bahwa prosedur
pengelompokkan seringkali tergantung pada kurikulum yang digunakan guru, dan sejauh mana
guru dapat mengadopsi pengajaran pada kebutuhan individual di kelas tergantung beberapa
faktor: (1) tersedianya materi pengajaran dan kemungkinan perbedaan (2) kemungkinan bagi
pengelompokkan siswa dalam ruangan terpisah dalam ruang kelas, dan (3) kapasitas guru untuk
mengevaluasi siswa (Janssens, 1986). Perilaku guru dan kapasitas guru membawa dampak yang
diharapkan dari pengelompokkan seperti yang ditunjukkan oleh munculnya ―prosedur
pengelompokkan campuran‖ (mixed-grouping procedures) dan faktor yang disebutkan di atas
mempengaruhi implementasi pengelompokkan. Penelitian terhadap pengelompokkan seperti
halnya penelitian terhadap kurikulum, berangkat dari penelitian dampak yang dihubungkan
dengan debat emosional tentang manfaat dan kerugian dari prosedur pengelompokkan tertentu, ke
penelitian terhadap komponen-komponen pengelompokkan yang berhubungan dengan prestasi
pada kelompokkan siswa yang berbeda.
Penelitian Perilaku Guru
Penelitian terhadap guru merupakan isu yang penting dalam penelitian pendidikan. Hal ini
disebabkan karena guru merupakan salah satu unsur utama dalam menentukan keberhasilan
proses belajar mengajar di kelas. Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan
menjadi kegiatan. Untuk itu, peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai
pemimpin pendidikan di antara murid-murid suatu kelas‖
Karakteristik tersebut didasarkan pada penelitian tentang pengajaran dan keefektifan
sekolah. Yang perlu dipahami adalah bahwa yang dikemukakan itu bukanlah satu-satunya pilihan
yang didasarkan kepada bukti empiris dan teoritis.
Getzels dan Jackson (1963) memulai penelitian terhadap guru dengan memfokuskan pada
kepribadian dan karakteristik guru. Mereka mereviu 800 penelitian yang dipublikasikan setelah
tahun 1950 yang berkaitan dengan domain guru seperti sikap, nilai, kepentingan, kebutuhan,
faktor kepribadian, hasil penggunaan teknik proyektif, kognitif dan sebagainya. Tetapi menurut
pendapat mereka, penelitian terhadap kepribadian dan karakteristik guru tidak bisa dihubungkan
dengan penelitian tentang keefektifan guru (teacher effectiveness). Selain Getzels dan Jackson,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxiii
ISSN 2502-8723
Borich (1988) juga meneliti tentang kepribadian dan karakteristik guru dengan mempublikasikan
sejumlah karakteristik guru yang telah diteliti secara umum.
Adapun karakteristik tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Karakteristik Guru Yang Umum Diteliti
Personality









Permissiveness
Dogmatism
Authoritarianism
AchievementMotivation
Introversionextraversion
Abstractnessconcreteness
Directnessindirectness
Locus of control
Anxiety
1. general
2. teaching
Attitude
 Motivation to teach
 Attitude towards
children
 Attitude towards
teaching
 Attitude towards
authority
 Attitude towards
self (Self-concept)
 Attitude towards
subject taught
 Vocational interest
Experience
Aptitude/achievement
 Years of teaching
experience
 Experience in
subject taught
 Workshop
attended
 Graduate
courses taken
 Degrees held
 Professional
papers written
 National teacher exam
 Graduate record exam
 Scholastic aptitude test
(Verbal & quantitative)
 Special ability test (e.g.
reasoning ability,
verbal fluency)
 Grade point average
1. Overall
2. In major subject
 Professional
recommendations
 Students evaluation of
teaching effectiveness
 Student teaching
evaluations
Sumber : Borich, 1988.
Kritik terhadap penelitian kepribadian dan karakteristik guru kemudian bermunculan.
Creemers (1994) mengatakan bahwa penelitian seperti ini sudah terlalu jauh menyimpang dari
kegiatan aktual dalam kelas sehingga tidak bisa menjadi prediktor yang baik bagi perilaku guru
dalam kelas. Oleh karena itu, menurutnya diperlukan penelitian keefektifan guru yang mengarah
pada peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa.
Kemudian muncul paradigma baru mendominasi penelitian selama beberapa dekade yaitu
―process-product paradigm‖ (paradigma proses-produk) yang juga dikenal sebagai paradigma
kriteria keefektifan (criterion for effectiveness paradigm) sejak tujuh dasawarsa lalu (Gage,
1963). Pendekatan ini mencari proses (perilaku guru seperti guru mengajar, teknik dan strategi)
yang menyebabkan produk pendidikan berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa.
Tetapi paradigma proses-produk dikritik oleh beberapa ahli. Misalnya, Doyle (1986)
menyatakan bahwa paradigma berdasarkan hanya pada dua kelompok variabel (produk) : variabel
guru (proses) dan variabel output (produk), tanpa memperhatikan hal lain yang muncul pada
perilaku siswa. Misalnya alat-alat yang digunakan dalam kelas seperti kurikulum. Dengan
membuat paradigma alternatif yang disebut dengan ―Mediating Paradigm‖ yang mencoba
menghubungkan atau mempertemukan paradigma proses-produk, menekankan pada proses
intermediasi antara mengajar dan belajar, ekologi kelas dan menemukan alasan mengapa siswa
belajar. Jadi Doyle lebih condong pada pendekatan empiris (empirical approach). Kritik juga
datang dari pendekatan kualitatif terhadap pendekatan empiris kuantitatif. Guba (1978)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxiv
ISSN 2502-8723
menyatakan bahwa pendekatan kuantitatif tidak memberikan cukup informasi tentang kekayaan
pendidikan dalam kelas.
Kritik yang tak kalah menariknya dari penelitian Clark dan Yinger (1979), Shavelson
(1983), dan Shulman (1986) yang berfokus pada penelitian perilaku yang tidak langsung dapat
diobservasi yang berhubungan dengan faktor-faktor tersembunyi seperti pikiran dan keputusan.
Penelitian mereka menggunakan pendekatan kognitif (cognitive approach) pada pengajaran,
pikiran, proses kognitif dan membuat keputusan.
Menurut Winne (1987) proses kognitif guru dan siswa merupakan ―kotak hitam‖ (black
box) dalam proses penelitian produk. Menurutnya dalam metodologi mediasi kognitif, variabel
proses tidak penting tetapi yang lebih penting adalah proses kognitif dari siswa.
Perseteruan antar paradigma meningkat selama beberapa dekade terakhir. Akan lebih
berguna apabila membiarkan perseturuan tersebut menkristal dan mengecek teori dan metodologi
ide dan pandangan dari perseteruan tersebut. Tradisi yang tidak valid akan tenggelam atau hilang
seperti halnya penelitian pada kepribadian dan karakteristik guru. Perkembangan wawasan selama
dekade terakhir sedang terjadi dan membuahkan gagasan yang lebih komprehensif (Kyriakides,
2005; Creemers & Kyriakides, 2015) untuk membuktikan betapa penting dan saling berkaitan
antara perilaku guru, pengelompokan peserta didik dan kurikulum. Ketiga aspek tersebut tidak
terlepas dari konteks sekolah yang berciri multilevel serta tersubordinasi terhadap profesionalisme
guru.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxv
ISSN 2502-8723
Prosedur pengelompokan
Belajar tuntas
Kemampuan pengelompokan
Belajar kooperatif
Tergantung pada :
 Materi yang berbeda
 Evaluasi
Kurikulum
 Umpan-balik
 Keluasan
Pengajaran
korektif

tujuan
dan isi
Kualitas Pengajaran








Kurikulum
Prosedur pengelompokan
Perilaku guru
Susunan dan kejelasan isi
Pengelolaan yang memadai
Evaluasi
Umpan-balik
Pengajaran korektif
Perilaku Guru




Manajemen kelas
Pekerjaan
Harapan yang tinggi
Setting tujuan yang jelas
 Tujuan yang terbatas
 Penekanan pada
kemamampuan dasar
 Penekanan pada belajar
kognitif dan transfer
 Penyusunan bahan
 Kesesuaian tujuan dan
isi
 Pengelolaan yang baik
 Prioritas pengetahuan
 Kejelasan penyajian
 Pertanyaan
 Pemberian pengalaman
langsung
 Evaluasi
 Pembelajaran
Umpan balik
Gambar 1 : Kerangka Penelitian
 Pengajaran korektif
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxvi
ISSN 2502-8723
PENUTUP
Para peneliti, ahli dan praktisi pendidikan mengalihkan perhatiannya dari satu komponen
ke komponen yang lain dalam menyikapi komponen guru dan kurikulum. Kurikulum diharapkan
mampu meningkatkan mutu pendidikan, jika hanya guru menggunakan materi seperti apa yang
mereka inginkan. Pendekatan ini bertujuan untuk mencari kurikulum yang paling efektif
walaupun tidak mungkin membuat pernyataan secara empiris tentang kurikulum, waktu, dan
penelitian sekali lagi membuktikan bahwa guru bukanlah semata-mata eksekutor. Mereka tidak
mengikuti kurikulum tetapi menggunakan kurikulum dengan cara mereka sendiri di dalam
mendesain pendidikan di kelas. Oleh karena itu perbedaan di dalam perilaku guru dan prestasi
siswa kadang-kadang lebih luas di dalam kurikulum dibandingkan dengan antar kurikulum.
Perubahan yang sama terjadi pada penelitian tentang pengaruh pengelompokkan di dalam
praktek pendidikan di sekolah. Guru tidak selalu melakukan pengelompokkan sesuai dengan yang
diharapkan. Perhatian lebih banyak diberikan sekarang pada komponen-komponen di dalam
prosedur pengelompokkan yang memberikan kontribusi pada aneka faktor-faktor kelas lainnya
yang mempengaruhi pengelompokkan.
Penelitian terhadap pengajaran dikembangkan dari masa di mana kepribadian guru itu
menjadi pusat perhatian, penelitian terhadap karakteristik guru yang baik, dan ke karakteristik
proses. Penelitian terhadap karakteristik berfokus pada pertanyaan perilaku guru yang mana yang
efektif, yaitu yang menimbulkan peningkatan pada pengetahuan dan keterampilan siswa. Perilaku
guru yang efektif ini berhubungan dengan komponen yang lain dalam pendidikan di tingkat kelas
yaitu kurikulum dan pengelompokkan kelas.
Hasil dari berbagai tradisi penelitian menjadi interrelasi dan integrasi bagi perkembangan
praktek pendidikan dan teori pendidikan yang memperkuat penjelasan teori dan memperbaiki
praktek pendidikan. Tanggung jawab profesional, kompetensi guru dan seluruh perilaku
pengajarannya sepertinya menjadi poin yang baik untuk melakukan pembahasan hasil-hasil
penelitian saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Barker-Lunn, J.C. 1970. Streaming in the Primary School. Slough: NFER.
Batenburg, Th. A. Van (1988). Een evaluatie van taalmethoden (An Evaluation of language
curricula). Groningen: RION.
Berman, P., & Mclaughlin, M. 1978. Federal programs Supporting Educational Change; Vol.
VIII, Implementing and Sustaining Innovations. Santa Monica, CA: Rand Corporation.
Borich, G.D. 1988. Effective Teaching Methods. Columbus, Ohio: Merrill.
Chall, J.S. 1967. Learning to Read: The Great Debate. New York: McGraw-Hill.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxvii
ISSN 2502-8723
Clark, C.M., & Yinger, R.J. 1979. ‗Teacher thinking‘. In P.L. Peterson and H.J. Walberg (eds),
research on Teaching. Berkeley, CA: McCutchan.
Coleman, J. S., Campbell, E., Hobson, C., McPartland, J., Mood, A., Weinfeld, F., & York, R.
1966. Equality of Educational Opportunity. Washington, DC: US Government Printing
Office.
Creemers, B.P.M. 1994. The Effective Classroom. London: Cassell.
Creemers, B. & Kyriakides, L. 2005. Establishing links between Educational Effectiveness
Research and improvement practices through the development of a dynamic model of
educational effectiveness. Paper presented at the 86th Annual Meeting of the American
Educational Research Association. Montreal, Canada.
Creemers, B. & Kyriakides, L. 2015. Developing, testing, and using theoretical models for
promoting quality in education. School Effectiveness and School Improvement, 26(1), 102119.
Doyle, W. 1986. ‗Classroom organizational and management‘. In M.C. Wittrock (ed), Handbook
of Research on Teaching, 3rd edn, pp. 392-431. New York: Macmillan.
Driyarkara, N. 2006. Hominisasi dan Humanisasi. Dalam A. Sudiarja et al. (Eds). Karya Lengkap
Driyarkara – essai-esai filsafat pemikir yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsanya.
(pp 257-465). Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama.
Edelenbos, P. 1990. Leergangen voor Engels in het basisonderwijs vergelekan (A comparison of
courses for English in Dutch primary education). Groningen: RION.
Fullan, M. & Pomfret, A. 1977. ‗Research on curriculum and instruction implementation‘. Review
of Educational Research, 47, 335-97.
Gage, N.L. 1963. ‗Paradigms for research on teaching‘. In N.L. Gage (ed). Handbook of Research
on Teaching, pp. 94-141. Chicago: Rand McNally.
Getzels, J.W., & Jackson, P.W. 1963. ‗The teacher‘s personality and characteristics‘. In N.L.
Gage (ed), Handbook of Research on Teaching, pp. 506-82. Chicago: Rand McNally.
Gregory, R.P. 1984. ‗Streaming, setting and mixed ability grouping in primary and secondary
schools: some research findings‘. Education Studies,10 (3), 209-26.
Guba, E.G. 1978. Toward a Methodology of naturalistic Inquiry in Educational Evaluation. Los
Angeles: Center for Study of Evaluation.
Hall, G., & Louck, S. 1977.‘A developmental model for determining whether the treatment is
actually implemented‘. American educational Research Journal, 14, 263-76.
Harskamp, E.G. 1988. Rekenmethodern op de proef gesteld (Arithmetic curricula put to the test).
Groningen: RION.
Janssens, F. J. G. 1986. De evaluatiepraktijken van leerkrachtern (Evaluation practices of
teachers). Arnhem: CITO.
Jencks, C., Smith, M., Acland, H., Bane, M.J., Cohen, D., Gintis, H.,Heyns, B., & Michelson, S.
1972. Inequality: A Reassessment of the Effects of Family and Schooling in America. New
York: Basic Books.
Jones, J.L., & Jones, K.A. 2013. Teaching Reflective Practice: Implementation in the TeacherEducation Setting. Teacher Educator, 48(1), 73-85.
Kaluge, L., & Creemers, B.P.M. 2005. Teori dan Praktek Keefektifan Pendidikan: kelas, sekolah,
dan kebijakan. Surabaya: UNESA Press.
Kennedy, M. 2016. Parsing the Practice of Teaching. Journal of Teacher Education, 67 (1), 6-17.
Kerckhoff, A.C. 1986. ‗Effects of ability grouping in British secondary schools‘. American
Sociological Review, 51, 842-58.
Kyriakides, L. 2005. Extending the comprehensive model of educational effectiveness by an
empirical investigation. School Effectiveness and School Improvement, 16(2), 103-152.
Kyriakides, L., Campbell, R.J., & Christofidou, E. 2002. Generating criteria for measuring
teacher effectiveness through a self-evaluation approach: A complementary way of
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxviii
ISSN 2502-8723
measuring teacher effectiveness. School Effectiveness and School Improvement, 13 (3),
291-325.
Mueller, H. 1964. Methoden des Erstleseunterricicths und ihre Ergembnisse (Curricula for
beginning reading instruction and their effects). Meisenheim am Glan: Verlag Anton Hain
KG.
Muijs, D., Kyriakides, L., Werf, G.v.d., Creemers, B., Timperley, H., & Earl, L. 2014. State of the
art - teacher effectiveness and professional learning. School Effectiveness and School
Improvement, 25(2), 231-256.
Porter, A. C. and Brophy, J. (1988). ‗Synthesis of research on good teaching; insights from the
work of the Institute fir Research on Teaching ‗. Educational Leadership, 46,74-85.
Raka Joni, T. 2008. Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM dan Cakrawala
Indonesia.
Reezigt. G. J., & Weide, M.G. 1989. Effecten van defferentiatie: resultaten survey-onderzoek
(Effects of grouping: a survey study). Groningen: RION.
Reezigt. G. J., Dijk, M.H. van, & Bosveld, J. J.F. 1986. Differentiatie op de basisschool
(Grouping in primary education). The Hague: SVO.
Shavelson, R. J. 1983. ‗Review of research on teachers‘ pedagogical judgments, plans and
decisions‘. Elementary School Journal, 83 (4), 392-413.
Shulman, L.S. (1986). ‗Paradigms and research programs ini the study of teaching: a
contemporary perspective‘. In M. C. Wittrock (ed.) , Handbook of Research on Teaching,
3rd edn, pp. 3-36. New York: Macmillan.
Slavin, R. E. 1987a. ‗Mastery learning reconsidered‘. Review of Educational Research, 57 (2),
175-213.
Slavin, R. E. 1987b. Cooperative Learning; Theory, Research and Practice. Englewood Cliffs,
NJ: Prentice-Hall.
Snippe, J. (1991). In-service training voor lerkrachten: een studie naar het effect van in-service
training op de implementatie can een curriculum en op de leerprestaties (In-service for
teachers: a study on the effectiveness of in-service training on the implementation of a
curriculum and pupils‘ achievement). Groningen: RION.
Stewart, A.R., Scalzo, J.N., Merino, N., & Nilsen, K. 2015. Beyond the Criteria: Evidence of
Teacher Learning in a Performance Assessment. Teacher Education Quarterly, 42 (3), 3358.
Taba, H. 1962. Curriculum Development, Theory and Practice. New York: Harcourt, Brace and
World.
Tichenor, M.S., & Tichenor, J.M. 2005. Understanding teachers‘ perspectives on professionalism.
Professional Educator, 27(1), 89-95.
Wake, D., & Bunn, G. 2016. Teacher Candidate Dispositions: Perspectives of Professional
Expectations. Teacher Educator, 51 (1), 33-54.
Winne, P. H. 1987. ‗Why process-product research cannot explain process-product findings and a
proposed remedy; the cognitive mediational paradigm‘. Teaching and Teacher Education,
3(4), 333-56.
Wolbert, R., Schaap, W., & Span, P. 1986. Individualisering en differentiatie in de basisscholl
(Individualization and grouping in primary education). The Hague: SVO.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxix
ISSN 2502-8723
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .......................................................................................................................
ii
Susunan Panitia Penyelenggara ...............................................................................................
iii
Makalah Utama ......................................................................................................................
iv
Daftar Isi ..................................................................................................................................
xxvi
PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA ANAK USIA DINI DAN
SEKOLAH DASAR
Ari Metalin Ika Puspita ............................................................................................................
1
INOVASI DALAM PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
―COCOK‖ BAGI MAHASISWA PGSD SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF
Debrine Stefany ........................................................................................................................
44
PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SDMELALUI DONGENG TANTRIKAMANDAKA
Endang Sri Maruti ....................................................................................................................
55
MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
SISWA SEKOLAH DASAR
Fina Dwi Rosita Dewi ..............................................................................................................
71
PRAKTIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD
TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DINI
Anisa Fajriana Oktasari ............................................................................................................
81
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PRE-SERVICE TRAINING BERKONSEP
PENDIDIKAN ASRAMA UNTUK CALON GURU PROFESIONAL
Eliasanti Agustina ....................................................................................................................
93
PEMBELAJARAN KONSEP VEKTOR DENGAN STRATEGI ELABORASI BAGI
MAHASISWA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxx
ISSN 2502-8723
Fetty Nuritasari .........................................................................................................................
104
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI MELALUI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Galuh Kartiko ...........................................................................................................................
116
PENGEMBANGAN MODUL MEMBACA BERBENTUK BUKU CERITA BERGAMBAR
UNTUK SISWA KELAS V
Adipta .......................................................................................................................................
132
PEMIKIRAN FILSAFAT PERENIALISME TENTANG NILAI DAN DAMPAKNYA BAGI
PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN
Marianus Mantovanny Tapung & Sugiyanto ...........................................................................
139
―CHEMISTRY‖ ENGLISH PROGRAM AT RAMAPATI RADIO STATION FOR THE
STUDENT‘S SPEAKING SKILL IMPROVEMENT
Ninik Suryatiningsih ................................................................................................................
153
BACAAN ANAK SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM
MENYIAPKAN PESERTA DIDIK BERKARAKTER
Nur Samsiyah ...........................................................................................................................
173
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN ULAR
TANGGA
Rissa Prima Kurniawati, S.Pd., M.Pd ......................................................................................
185
PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA
MANIPULATY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
Yoggy Febriawan, Subanji, Syamsul Hadi ..............................................................................
195
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN CNC PU3A MILLING SISTEM FANUC
TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Riana Nurmalasari ....................................................................................................................
207
IMPROVING STUDENTS‘ READING COMPREHENSION USING QUESTION
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxxi
ISSN 2502-8723
ANSWER RELATIONSHIP (QAR) STRATEGY AT STMIK-STIE ASIA MALANG
Tri Wahyuni .............................................................................................................................
216
PENGUATAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DALAM RANGKA MENGHADAPI
PASAR TERBUKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Supriyanto dan Didik Iswahyudi ..............................................................................................
226
PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA
DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Ninik Indawati ..........................................................................................................................
243
PENGGUNAAN ANIMASI KOMIK DARI PROGRAM MACROMEDIA FLASH UNTUK
MEREDUKSI BURNOUT SISWA DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN AKUNTANSI
Nora Yuniar Setyaputri, M.Pd..................................................................................................
260
PERAN STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN SEBAGAI SISTEM
TERBUKA DALAM MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS
Wahyu Diana, Syamsul Hadi, Purnomo, Rina Rifqie Mariana ................................................
267
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PROYEK
Zuhrita Ariefiani, DjokoKustono, SyaadPatmanthara .............................................................
277
BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI PELAYANAN PRIMA
BAGI KONSELOR PROFESIONAL
Galang Surya Gumilang ...........................................................................................................
286
KESELARASAN KURIKULUM SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI DENGAN KEBUTUHAN DU/DI
Nurmalita Kurnia Dewi, Muladi, Isnandar, Riana Nurmalasari ..............................................
298
PROFIL KETERIKATAN AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) SISWA SMP
DAN MTS YANG BERPRESTASI TINGGI (HIGH-ACHIEVER)
Sri Panca Setyawati ..................................................................................................................
307
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI PADA MATERI ELASTISITAS SISWA KELAS X MAN MALANG I
Zuhrita Ariefiani, Sabilal Rosyad, Markus Diantoro, Sentot Kusaeri .....................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxxii
317
ISSN 2502-8723
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA
Siti halimatus ............................................................................................................................
326
DESKRIPSI METAKOGNISI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM
PEMECAHAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT DENGAN MENGGUNAKAN
MAPPING MATHEMATICS
Madya Kencana Juhandana & Toto Nusantara ........................................................................
335
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MATEMATIKA
EKONOMI
Ema Surahmi ............................................................................................................................
352
KONSEP POST-METHOD SEBAGAI ACUAN BAGI FLEKSIBIKITAS GURU DAN
DOSEN DALAM PROSES PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM KONTEKS
SEKOLAH
Adi Surya Irawan .....................................................................................................................
360
PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF
PENGINDERAAN JAUH TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI
Fitria Hanim, Sumarmi, Ach. Amirudin ..................................................................................
373
SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN
Mety Toding Bua .....................................................................................................................
384
ANALISIS KEMAMPUAN SISWA DENGAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT
DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAHLANGKAH POLYA
Tohir Zainuri, Abdur Rahman As‘ari, I Made Sulandra ..........................................................
394
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN PERCOBAAN
SAINS SEDERHANA
Veny Iswantiningtyas ...............................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxxiii
404
ISSN 2502-8723
EMPOWERING EFL STUDENTS WITH METACOGNITIVE LANGUAGE LEARNING
STRATEGIES: DOES IT WORK?
Agus Sholeh .............................................................................................................................
411
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Ifa Nurhayati ............................................................................................................................
420
KERANGKA MAKRO PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI INDONESIA
Sujito ........................................................................................................................................
443
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERCIRIKAN PENEMUAN
TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA PADA MATERI PERSAMAAN DAN
FUNGSI KUADRAT UNTUK KELAS X SMK NUR AINI
Nur Aini, Indah Hermianty, Toto Nusantara, Abdul Qohar.....................................................
455
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY TERHADAP
PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA
PADA MATERI KALOR
Muhammad Sayyadi, Arif Hidayat, Muhardjito .................................................................
466
ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERTINGKAT PADA
PEMBELAJARAN IPA SMP MATERI INDRA PENGLIHATAN DAN ALAT OPTIK
Titik Widyastuti, Markus Diantoro, Munzil.............................................................................
475
PROSES PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA SMK BERBASIS DARING
KOMBINASI SEBAGAI PENDAMPING PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Sri Munarsih, Wartono dan Lia Yuliati ....................................................................................
486
PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN SAINS
KELAS IV SDN KEDUNGKANDANG II MALANG
Arief Rahman Hakim ...............................................................................................................
492
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF KOLABORATIF SENI
TARI SMP
Gusyanti ...................................................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxxiv
498
ISSN 2502-8723
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL (SOCIAL SKILLS) SISWA MELALUI
MODEL COOPERATIVE LEARNING
Laila nur safitri .........................................................................................................................
506
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI
BELAJAR FISIKA SISWA
Yusy Octaviana, Choirul Huda ................................................................................................
515
PENGARUH SCAFFOLDING PROSEDURAL DIAGRAM V DALAM GROUP
INVESTIGATION TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
BERPENGETAHUAN AWAL TINGGI DAN RENDAH
Rizki Amelia ...........................................................................................................................
527
MANTRA SU‘I SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
Ferdinandus Dy ..........................................................................................................................
537
REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI INVESTASI PENINGKATAN KUALITAS
SUMBER DAYA MANUSIA
Dian Arief Pradana .....................................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxxv
556
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL DI SEKOLAH DASAR
Ari Metalin Ika Puspita
Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran berbasis kontekstual merupakan proses dari belajar yang menghubungkan konsep yang
dipelajari siswa dengan lingkungan terdekat siswa, sehingga menimbulkan sinergi antara penerapan
pengetahuan yang telah didapat siswa dengan kehidupan nyata siswa. Pembelajaran kontekstual dapat
dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pendekatan alamiah
pengetahuan yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual di sekolah dasar mampu memberikan
penekanan pada siswa tentang penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, pemodelan,
informasi, dan data dari berbagai sumber yang mengaitkan dengan lingkungan sekitar siswa.
Kata kunci : Pembelajaran kontekstual, sekolah dasar
Abstract
Contextual-based learning is a learning process that connect the concepts students learning and
immediate students environment, it can make synergy between the application of knowledge that has been
gained students with real-life students. Contextual learning can be regarded as a learning approach that
emphasizes the natural approach to knowledge that will be studied. Contextual learning in primary
school can give emphasis to the students about the use of higher-order thinking, knowledge transfer,
modeling, information, and data from various sources that relates to the environment students.
Key words: Contextual-based learning, primary school
pembelajaran.
PANDAHULUAN
Sedangkan
peran
siswa
Pada usia sekolah dasar masih
mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru,
berada pada tahap operasional konkret.
tanpa diberi kesempatan untuk menggali
Pemaknaan dalam materi pembelajaran pada
pengetahuan yang mereka temui sendiri.
Permasalahan
usia ini masih secara utuh. Akan tetapi
tersebut
akan
kenyataan di lapangan peran siswa untuk
berakibat siswa kurang kreatif, malas,
aktif dalam proses pembelajaran kurang
konsumtif, dan pasif . Situasi pembelajaran
dimaksimalakan, keterlibatan siswa untuk
yang demikian tidak memberi kesempatan
memecahkan masalah terbatas. Guru masih
kepada
memiliki peran dominan sebagai pengatur,
kompetensi yang dimiliki. Sehingga untuk
pelaksana,
mencapai
dan
penilai
di
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dalam
36
siswa
untuk
tujuan
mengembangkan
pembelajaran
yang
ISSN 2502-8723
diharapakan
cenderung
hanya
sebagai
afektif,
kognitif,
dan
psikomotorik.
tulisan semata tanpa hasil yang diperoleh
Pembelajaran
pada saat pembelajaran.
pembelajaran yang berusaha mengaitkan
Pemecahan
yang
adalah
untuk
konten mata pelajaran dengan situasi dunia
permasalahan tersebut adalah melibatkan
nyata dan memotivasi siswa mengubungkan
siswa secara aktif untuk mengikuti proses
pengetahuan
pembelajaran. Sehingga guru harus mampu
kehidupan mereka sehari-hari (Blancard,
mengolah
2001 dan Johnson, 2002).
proses
merangsang
pembelajaran
siswa
menemukan,
sesuai
kontekstual
untuk
dan
yang
menggali,
Untuk
memecahkan
pendekatan
sebuah
dalam
mewujudkan
pembelajaran
pembelajaran,
pembelajaran
dimiliki
dengan
pembelajaran
yang
memiliki karakteristik seperti di atas, proses
permasalahan yang siswa temukan.
Dalam
yang
making
harus
menekankan
meaningful
pada:
connection,
sangat
constructivism, inquiry, critical and creative
dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan
thinking, learning community, dan using
dari proses pembelajaran. Faktor-faktor
authentic assessment.
yang menjadi dasar agar pembelajaran
dikatakan
berhasil
kualitas
beberapa strategi pembelajaran berikut ini
pengajar, strategi pembelajaran, penggunaan
menempatkan siswa dalam konteks berbasis
variasi mengajar, sarana dan prasarana yang
Kontekstual. Pembelajaran autentik, yaitu
mendukung, bahan pembelajaran, dan teknik
pembelajaran yang memungkinkan siswa
penilaian yang tepat. Hal yang terpenting
belajar dalam konteks sebenarnya, yaitu
selain faktor-faktor tersebut yang juga harus
kehidupannya
diperhatikan adalah penggunaan pendekatan
Pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu strategi
pembelajaran. Penggunaan pendekatan yang
pembelajaran yang berpola pada metode
sesuai
ilmiah,
akan
meliputi,
Menurut University of Washington,
menjadikan
pembelajaran
bermakna.
observasi
(daily
dilakukan,
lives).
masalah
ditemukan, dirumuskan hipotesis, kemudian
Salah satu pendekatan yang sesuai
dengan
sehari-hari
prinsip
pembelajaran
hipotesis diuji dengan eksperimen, sehingga
yang
diperoleh
kesimpulan.
Pembelajaran
mengaktifkan siswa adalah pembelajaran
berbasis masalah, yakni pembelajaran yang
berbasis kontekstual. Pembelajaran berbasis
menggunakan masalah-masalah dunia nyata
kontekstual membawa kehidupan nyata
(real-world) sebagai konteks bagi siswa
siswa
untuk
di
dalam
Pembelajaran
proses
pembelajaran.
berbasis
kontekstual
berpikir
kritis
dan
melatih
keterampilan problem solving.
membantu siswa mengembangkan aspek
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
37
ISSN 2502-8723
Berdasarkan permasalahan di atas
memunculkan beberapa pertanyaan:
1. Bagaimana
pembelajaran
berbasis
kontekstual di
sekolah dasar?
kehidupan
Pembelajaran
berbasis kontekstual menekankan siswa
untuk belajar secara utuh sehingga informasi
Langkah
pembelajaran
berbasis
kontekstual
pada sekolah
dasar
Pemaknaan
pembelajaran
berbasis
kontekstual
pada
anak
usia dini dan
sekolah dasar.
2. Bagaiamana
pembelajaran
berbasis
kontekstual
dapat
memberikan
pembelajaran
bermakna di
sekolah dasar?
sehari-hari.
dan pengetahuan yang siswa temui dapat
diserap dengan baik dan bertahan lama.
Permasalahan
pembelajaran
tentang
berbasis
perlunya
kontekstual
didasarkan adanya kenyataan yang ditemui
di lapangan bahwa sebagian besar siswa
sekolah dasar tidak mampu menghubungkan
antara apa yang mereka pelajari dengan
bagaimana
pemanfaatannya
dalam
kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman
Pembelajaran kontekstual
dasar
konsep
di sekolah
belum
antara
materi
dengan pemahaman atau pengertian yang
mendalam, yang bisa diterapkan ketika
anggota dan masyarakat (Trianto:2008).
siswa berhadapan dengan situasi baru dalam
konsep
kehidupan sehari-hari.
belajar yang membantu guru mengaitkan
Pembelajaran
antara materi yang diajarkannya dengan
pengetahuan
yang
hubungan
antara
dimilikinya
dengan
pekerjaan penting, (3) belajar mengatur
sendiri, (4) kerjasama, (5) berpikir kritis dan
kreatif,
sehari-hari (Depdiknas:2002). Pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
memelihara
individu,
(7)
penilaian sebenarnya (Johnson:2002). Pada
untuk belajar dari pengetahuan yang siswa
dihubungkan
(6)
mencapai standar tinggi, (8) penggunaan
berbasis kontekstual mengarahkan siswa
dan
kontektual
hubungan penuh makna, (2) melakukan
penerapannya dalam kehidupan mereka
dapatkan
berbasis
mempunyai karakteristik yaitu: (1) membuat
situasi dunia nyata siswa dan mendorong
membuat
praktis
atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti
penerapan dalam kehidupan mereka sebagai
siswa
kebutuhan
tingkat hafalan dari sekian rentetan topik
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
adalah
menyentuh
selama ini siswa terima hanyalah penonjolan
dan mendorong siswa membuat hubungan
kontekstual
peroleh
maupun di masyarakat. Pembelajaran yang
yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
Pendekatan
siswa
kehidupan siswa, baik di lingkungan sekolah
merupakan konsep belajar yang membantu
mengaitkan
yang
hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak,
Pembelajaran berbasis kontekstual
guru
akademik
pembelajaran berbasis kontekstual guru
dengan
38
ISSN 2502-8723
harus
mampu
merancang
sebuah
memecahkan
persoalan
termasuk
pembelajaran yang mampu membekali siswa
penampilan atau performance seseorang.
untuk
antara
Semakin pengetahuan seseorang luas dan
pengetahuan, materi pembelajaran, serta
mendalam, maka akan semakin efektif
aplikasi dari pembelajaran yang sudah
dalam berpikir, (3) belajar adalah proses
diperoleh
pemecahan
membuat
siswa.
hubungan
Pembelajaran
berbasis
masalah,
sebab
kontekstual menekankan pada siswa bahwa
memecahkan
selama proses pembelajaran, mulai dari awal
berkembang secara utuh yang bukan hanya
pembelajaran
perkembangan intektual akan tetapi juga
hingga
penilaian,
siswa
anak
mental
secara
aktif
kontekstual adalah belajar bagaimana anak
berdasarkan
menghadapi persoalan,(4) belajar adalah
pengalaman siswa, serta diakhir proses
proses pengalaman sendiri yang berkembang
pembelajaran siswa dapat
secara bertahap dari sederhana menuju yang
siswa
memecahkan
dituntut
permasalahan
keproduktifan
dan
menunjukkan
kekreatifan
emosi.
Belajar
akan
diarahkan mampu membangun pengetahuan
utuh,
dan
masalah
dengan
secara
dengan
kompleks. Oleh karena itu belajar tidak
melihat hasil pembelajaran yang siswa
dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan
peroleh. Sehingga harapan dan tujuan akan
irama kemampuan siswa. (5) belajar pada
pembelajaran
hakikatnya adalah menagkap pengetahuan
bermakna
dapat
tercapai.Terdapat beberapa hal yang harus
dari
dipahami tentang belajar dalam konteks
pengetahuan
Kontekstual antara lain: (1) belajar bukanlah
pengetahuan yang memiliki makna untuk
menghafal,
kehidupan anak (Sanjaya:2005).
akan
tetapi
proses
kenyataan.
Oleh
yang
karena
diperoleh
itu,
adalah
mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan
Sehubungan dengan hal itu, terdapat
pengalaman yang mereka miliki. Oleh
beberapa hal yang harus diperhatikan bagi
karena itulah, semakin banyak pengalaman
setiap
maka
pendekatan kontekstual
akan
pengetahuan
semakin
yang
banyak
mereka
pula
guru
manakala
menggunakan
yakni: (1) Siswa
peroleh,(2)
dalam pembelajaran kontekstual dipandang
belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta
sebagai individu yang sedang berkembang.
yang
Kemampuan
lepas-lepas.Pengetahuan
itu
pada
belajar
seseorang
akan
dasarnya merupakan organisasi dari semua
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
yang dialami, sehingga dengan pengetahuan
keleluasan pengalaman yang dimilikinya.
yang dimiliki akan berpengaruh terhadap
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
pola-pola perilaku manusia, seperti pola
kecil, melainkan organisme yang sedang
berpikir,
berada dalam tahap-tahap perkembangan.
pola
bertindak,
kemampuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
39
ISSN 2502-8723
Kemampuan belajar akan sangat ditentukan
menggunakan media pembelajaran yang
oleh tingkat perkembangan dan pengalaman
mampu
mereka. Dengan demikian peran guru
pembelajaran dengan menyenangkan, (5)
bukanlah
materi pembelajaran disusun dengan runtut,
sebagai
instruktur
atau
menarik
siswa
mengikuti
‗‘penguasa‘‘ yang memaksakan kehendak,
sehingga
melainkan guru adalah pembimbing siswa
penilaian proses dan hasil pembelajaran
agar mereka dapat belajar sesuai dengan
untuk mengetahui ketercapaian siswa selama
tahap perkembangannya. (2) setiap anak
mengikuti pembelajaran.
memiliki kecenderungan untuk belajar hal-
mudah
dipahami
siswa,
(6)
Di dalam pembelajaran berbasis
hal
kontekstual, komponen menemukan menjadi
Langkah
pembelajaran
inti dari kegiatan pembelajaran. Melalui
berbasis
proses menemukan sendiri, siswa tidak
kontekstual pada sekolah dasar
Langkah yang perlu ditempuh guru
dalam
melaksanakan
hanya
menghafal
konsep-konsep
tetapi
pembelajaran
mereka menemukan sendiri konsep tersebut,
mengkonstruk
sehingga pembelajaran kontekstual akan
pengetahuan siswa dengan menerapkan
memberikan kebermaknaan belajar pada
prinsip belajar mandiri, (2) melakukan tanya
siswa. Nurhadi (2004) menyatakan bahwa
jawab untuk menggali pengetahuan siswa
kegiatan menemukan sebenarnya adalah
tentang suatu topik permasalahan, (3) siswa
sebuah
diarahkan
dalam
beberapa langkah, yaitu: (1) merumuskan
memecahkan masalah, (4) membuat media
masalah, (2) mengumpulkam data melalui
pembelajaran untuk mendekatkan siswa
observasi, (3) menganalisis dan menyajikan
dengan apa yang siswa sedang pelajari, (5)
data dalam tulisan, gambar, laporan bagan,
refleksi di akhir pertemuan, (6) melakukan
tabel
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
mengkomunikasikan atau menyajikan hasil
cara.
karya pada pembaca, teman sekelas, atau
kontekstual:
(1)
untuk
Menyusun
berbasis
guru
bekerjasama
rencana
kontekstual:
pembelajaran
lebih
pembelajaran
(1)
merupakan
siklus.
dan
Siklus
karya
ini
terdiri
lainnya,
dan
dari
(4)
audiens yang lain.
Program
Penilaian
rencana
yang
sebenarnya
atau
authentic assessment merupakan penilaian
kegiatan kelas yang dirancang guru,
yang
(2) langkah-langkah pembelajaran yang
kontekstual. Authentic assessment adalah
dilakukan oleh guru dan siswa tentang tema
proses pengumpulan berbagai data yang bisa
yang yang akan dipelajari, (3) tujuan
memberikan
pembelajaran
tentang perkembangan pengalaman belajar
yang
ingin
dicapai,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
(4)
40
digunakan
dalam
gambaran
pembelajaran
atau
informasi
ISSN 2502-8723
siswa.
Gambaran
perkembangan
assessment,
dan
(5)
penilaian
dapat
pengalaman siswa perlu diketahui guru
dimanfaatkan untuk mendiagnosis kesulitan
setiap saat agar bisa memastikan benar
belajar.
tidaknya proses belajar siswa. Dengan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
demikian, penilaian authentic diarahkan
penilaian
pada proses mengamati, menganalisa, dan
kontekstual adalah sebagai patokan guru
menafsirkan data yang telah terkumpul
untuk
ketika atau dalam proses pembelajaran siswa
pembelajaran,
berlangsung,
hasil
mengembangkan kompetensi siswa secara
pembelajaran. Penilaian hasil pembelajaran
utuh. Hal ini akan menentukan keberhasilan
disini sebagai dasar untuk menentukan
pembelajaran
apakah proses pembelajaran yang dilakukan
penilaian
oleh guru dan siswa berhasil atau tidak.
pembelajaran yang ditemui, kemudian guru
Guna penilaian juga sebagai acuan untuk
merancang pemecahan masalahan yang ada.
remedial, jika hasil pembelajaran tidak
Pemaknaan
sesuai yang diharapkan.
kontekstual di sekolah dasar.
bukan
hanya
Istiqomah,
menyebutukan
autentik
berikut:
(2009)
prinsip-prinsip
penilaian
kontekstual
sebagai
mendalam.
pembelajaran
penilaian
berbasis
suatu
rencana
yang
mampu
selanjutnya.
Di
dalam
guru mampu melihat kesulitan
pembelajaran
berbasis
Penggunaan pembelajaran berbasis
mempunyai
makna
Pembelajaran
yang
berbasis
bukan
kontekstual siswa benar-benar didekatkan
menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui
dengan dunia nyata. Siswa melihat materi
perkembangan pengalaman belajar siswa,
yang dipelajari secara utuh bukan abstrak.
(2) penilaian dilakukan secara komprehensif
Ketika siswa mengamati, menalar, mencoba,
dan seimbang antara penilaian proses dan
serta menyimpulkan sendiri sesuatu yang
hasil, (3) guru menjadi
penilai
yang
ditemui sendiri, hal tersebut akan membuat
konstruktif
merefleksikan
pengetahuan yang tersimpak di otak akan
bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa
bertahan lama. Hal tersebut akan berbeda
menghubungkan apa yang mereka ketahui
jika siswa mempelajari sesuatu yang abstrak,
dengan berbagai konteks, dan bagimana
siswa hanya mempu membayangkan tanpa
perkembangan belajar siswa dalam berbagai
melihat sendiri apa yang dipelajari, sehingga
konteks, (4) penilaian autentik memberikan
respon siswa terhadap materi tersebut
kesempatan
kurang menarik dan tentu dari kurang
yang
dapat
siswa
autentik
pembelajaran
merancang
Lailatul
dalam
(1)
pada
pada
untuk
dapat
mengembangkan penilaian sendiri atau self
menarik
tersebut
akan
membuat
assessment dan penilaian sesama atau peer
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
41
ISSN 2502-8723
pengetahuan yang dipelajari siswa tidak
filosofis pembelajaran berbasis kontekstual
akan bertahan lama.
adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar
Pembelajaran berbasis kontekstual
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
akan mampu merangsang siswa untuk
sekadar
berfikir
merekonstruksikan
aktif,
kreatif,
Menurut Johnson
kontekstual
dan
produktif.
(2011), pembelajaran
merupakan
sebuah
menghafal,
tetapi
atau
membangun
pengetahuan dan keterampilan baru lewat
sistem
fakta-fakta atau proposisi yang mereka
belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa
alami dalam kehidupannya.
siswa mampu menyerap pelajaran apabila
Pembelajaran
dengan
pendekatan
mereka menangkap makna dalam materi
kontekstual melibatkan tujuh komponen
akademis yang mereka terima, dan mereka
utama,
menangkap
sekolah
makna
jika
yaitu:
Contructivism
dalam
tugas-tugas
(konstruktivisme), Questioning (bertanya),
bisa
mengaitkan
Inquiry (menemukan), Learning community
mereka
informasi baru dengan pengetahuan dan
(masyarakat
pengalaman yang sudah mereka miliki
(pemodelan),
sebelumnya. Hal ini senadadengan pendapat
Authentic
Center for Occupational Research an
sebenarnya).
Developmen (CORD) (1999) bahwa belajar
pembelajaran
yang bermakna itu harus terjadinya saling
mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus
keterkaitan antara pengetahuan lama siswa
diperhatikan ketika akan menerapkannya
dengan pengetahuan barunya, siswa harus
dalam
mengalami sendiri dan membangun konsep
pembelajaran
baru
baiknya.
dengan
cara
pengalaman
mengkonsentrasikan
baru
dengan
belajar),
Reflection
Assessment
Modeling
(refleksi),
(penilaian
Setiap
yang
komponen
berbasis
pembelajaran
tercapai
dan
utama
Kontekstual
agar
tujuan
dengan
sebaik-
cara
mengkonstruksikan pengalaman yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
di dalam kelas melalui eksplorasi, pencarian
Depdiknas. 2002.Pendekatan Kontekstual
dan penemuan, menerapkan suatu konsep
(Contextual
ketika ia melakukan kegiatan pemecahan
Learning/CTL).
masalah.
yang
para
pembelajarannya
Jakarta:
Dirjen
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual
Pendekatan kontekstual merupakan
digunakan
and
Pendidikan Dasar dan Menengah.
KESIMPULAN
pendekatan
Teaching
dianjurkan
guru
di
dalam
dalam.
Teaching and
untuk
MLC.
praktik
Komalasari, Kokom. 2014. Pembelajaran
Landasan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Learning. Bandung:
42
ISSN 2502-8723
Kontekstual.
Bandung:
PT
Refika
Aditama
Sanjaya, Wina.2013.Strategi Pembelajaran.
Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Trianto.2013.Desain Pengembangan
Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia
Dini TK/RA dan
Anak Usia Awal
SD/MI.Jakarta:Prenada Media Group
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
43
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
INOVASI DALAM PEMBELAJARAN
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN “COCOK” BAGI MAHASISWA PGSD
SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF
Debrine Stefany
Dosen PGSD STKIP PGRI Sumenep
[email protected]
Abstrak
Dalam dunia pendidikan banyak upaya yang telah dilakukan dan bersifat pembaruan atau inovasi pendidikan
terutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah pengembangan model pembelajaran
yang mampu memberdayakan semua potensi mahasiswa untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Model
pembelajaran merupakan acuan pembelajaran yang disusun secara sistematis berdasarkan pola-pola pembelajaran
tertentu. Model pembelajaran yang diterapkan harus sesuai dengan karakteristik mahasiswa sehingga mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efisien untuk mencapai tujuan pembelajaranModel pembelajaran ―COCOK‖
adalah akronim dari kata cari, orientasi, cek, otentik, dan kesimpulan. Tahap cari, mahasiswa diminta untuk
mengumpulkan data atau segala informasi yang dibutuhkan sebagai perolehan pengetahuan. Tahap orientasi,
mahasiswa diminta untuk mengkomunikasikan hasil yang telah ditemukan sebagai bahan peninjauan untuk
menentukan sikap atau pandangan yang mendasari pikiran terkait dengan materi yang dipelajari. Tahap cek,
mahasiswa diminta untuk mencocokkan kembali benar tidaknya informasi yang diperoleh. Tahap otentik,
mahasiswa diminta untuk memberikan penilaian yang bersifat faktual sehingga dapat dipercaya. Tahap kesimpulan,
mahasiswa diminta untuk mengambil keputusan berdasarkan pada uraian sebelumnya yang telah mereka lakukan
atau alami melalui proses berpikir induktif maupun deduktif.
Berdasarkan lima tahap pada pengembangan model pembelajaran di atas, diharapkan dosen mampu
mengembangkan potensi mahasiswa PGSD untuk melakukan interaksi edukatif antara mahasiswa dengan dosen
maupun antarmahasiswa. Interaksi edukatif berpangkal pada konsep komunikasi yang memberitahukan tentang
pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau sikap.
Hal ini yang menyebabkan seorang dosen harus mampu memberikan inovasi dalam pembelajaran di dalam
kelas. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengembangkan sebuah model pembelajaran yang dapat
diterapkan pada mahasiswa untuk menciptakan suatu rangkaian perubahan dalam pertumbuhan watak, pertumbuhan
intelek, dan pertumbuhan sosial. Semua itu tercakup dalam suatu proses teknis selama pembelajaran berlangsung.
Kata kunci: Model pembelajaran COCOK, Mahasiswa PGSD, Interaksi edukatif
pelaksanaan proses pembelajaran. Persoalan
Pendahuluan
yang banyak terjadi di lapangan adalah
Dalam dunia pendidikan banyak upaya
yang telah dilakukan dan bersifat pembaruan
bagaimana
melaksanakan
proses
atau inovasi pendidikan terutama dalam
pembelajaran
yang
pelaksanaan pembelajaran. Salah satu tugas
mahasiswa yang berada di program studi
dosen adalah memberikan pembelajaran
PGSD sehingga tujuan pembelajaran dapat
kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan
tercapai secara maksimal.
bermakna
bagi
tertentu atau kompetensi sebagai pedoman
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
44
ISSN 2502-8723
Salah satu inovasi tersebut adalah
dilakukan di dalam kelas maupun di luar
pengembangan model pembelajaran yang
kelas melalui tahapan pembelajaran yang
mampu memberdayakan semua potensi
disesuaikan
mahasiswa untuk menguasai kompetensi
pembelajaran ―COCOK‖.
yang
diharapkan.
merupakan
Model
acuan
pembelajaran
pembelajaran
sintaks
model
pembelajaran
yang
TEKS TUBUH (CONTENT)
disusun secara sistematis berdasarkan polapola
dengan
tertentu.
A. Pengembangan Model Pembelajaran
Model
1. Pendekatan pembelajaran
pembelajaran yang diterapkan harus sesuai
Pendekatan pembelajaran merupakan
dengan karakteristik mahasiswa sehingga
cara pandang untuk membelajarkan peserta
mampu menciptakan lingkungan belajar
didik
yang
(Akbar,
efisien
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
Berbagai
melalui
pusat
2013:45).
perhatian
tertentu
Pembelajaran
yang
dimaksud adalah upaya yang dilakukan oleh
macam
referensi
yang
dosen untuk memberikan fasilitas kepada
memfasilitasi dosen untuk memilih dan
mahasiswa
menerapkan model pembelajaran yang tepat
dengan
bagi mahasiswa yang diajarkannya. Namun,
pengembangan model pembelajaran yang
dosen juga bisa mengembangkan model
dikembangkan mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang dapat dilakukan untuk
behavioristik, pendekatan kognitivistik, dan
membantu
persoalan-persoalan
yang
pendekatan konstruktivistik.
menghambat
proses
agar
Pendekatan behavioristik merupakan
mahasiswa dapat mencapai tujuan dari
cara pandang mengembangkan perilaku
pembelajaran yang telah dilakukan.
seseorang
pembelajaran
Salah satu model pembelajaran yang
dapat
dikembangkan
adalah
agar
mereka
mudah
dengan
dan
dapat
belajar
terarah.
Dalam
kekuatan
eksternal
(Akbar, 2013:45). Perubahan perilaku ini
model
akan terjadi saat mahasiswa berusaha untuk
pembelajaran ―COCOK‖ yang memiliki
belajar sehingga pendekatan behavioristik
akronim dari kata cari, orientasi, cek,
bersifat mekanistik.
otentik, dan kesimpulan. Dengan demikian,
Aplikasi pendekatan behavioristik
model pembelajaran ―COCOK‖ diharapkan
dalam pembelajaran ditekankan sebagai
bisa membantu dalam inovasi pendidikan
aktivitas yang menuntut peserta didik untuk
sebagai proses interaksi edukatif antara
mengungkapkan kembali pengetahuan yang
dosen dengan mahasiswa PGSD sehingga
sudah dipelajari (Budiningsih, 2005:30).
mahasiswa dapat menguasai kompetensi
Jadi, melalui aktivitas pembelajaran yang
yang diharapkan melalui pembelajaran yang
dilakukan mahasiswa akan mengantarkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
45
ISSN 2502-8723
mereka menuju hasil yang menunjukkan
serta
terselesaikannya
diskusi
seluruh
tugas
belajar
yang
utuh
dan
evaluasi
yang
dalam
Kemudian, pendekatan kognitivistik
pengembangan
antarpeserta
Aplikasi
menghasilkan kebenaran.
merupakan
melakukan
didik
(Amri, 2013:44−45).
mahasiswa yang ditandai oleh penyajian
materi
mampu
pembelajaran
keterlibatan
perilaku
pendekatan
peserta
kognitivistik
ditekankan
didik
pada
secara
aktif
(Budiningsih, 2005:51). Jadi, keterlibatan
sehingga perilaku ditentukan oleh kekuatan
mahasiswa
pengetahuan atau kekuatan pikiran (Akbar,
menarik minat mereka agar proses belajar
2013:46).
mereka
Setiap
mahasiswa
memiliki
sangat
penting
meningkat,
maka
dan
untuk
dosen
perlu
perilaku yang berbeda-beda dan tentunya
mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki
mereka
dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh
pun
memiliki
seperangkat
pengetahuan yang berbeda pula sehingga
pendekatan
dilakukan
kognitivistik
dengan
pengetahuan
dari
cara
mahasiswa.
cenderung
Dosen sebaiknya memberikan proses
mentransfer
belajar pada mahasiswa untuk mencocokkan
mahasiswa
kepada
informasi yang baru mereka temui dengan
mahasiswa lainnya.
apa
Hal ini sejalan dengan implikasi teori
yang
mahasiswa
telah
mereka
diminta
untuk
ketahui
dan
membangun
perkembangan kognitif Piaget bahwa di
kembali semua informasi secara utuh dan
dalam pembelajaran dinyatakan:
menyeluruh agar membentuk pengetahuan
bahasa
dan
cara
berpikir
seseorang
berbeda
sehingga
pendidik
mengajar
secara individu.
Sedangkan,
pendekatan
dengan
konstruktivistik memandang bahwa perilaku
yang
seseorang bisa berkembang atas kekuatan
sesuai dengan cara berpikir
schemata yang ada pada dirinya dan
peserta didik agar peserta didik
kekuatan lingkungan (Akbar, 2013:46).
dapat belajar dengan baik dan
Mahasiswa
akan
mengalami
melakukan
pengalaman
belajar
kemudian
menggunakan
bahasa
interaksi
lingkungannya,
dengan
suatu
mereka
kemudian
membangun persepsi sehingga persepsi yang
mereka diberi peluang supaya
mereka bangun akan menentukan perilaku
belajar
mereka dan schemata yang dimaksud adalah
sesuai
tahap
perkembangannya
memiliki
dan
kesempatan
mengungkapkan
seperangkat
untuk
nilai,
pengetahuan
dan
pengalaman mereka yang sebelumnya. Akan
pendapat,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
46
ISSN 2502-8723
tetapi, lingkungan yang sangat berpengaruh
Dosen
karena bersifat dinamis.
lagi
menyetir
pengetahuan mahasiswa namun sebaiknya
Hal ini sejalan dengan implikasi teori
konstruktivis
bukan
dalam
berikan kemudahan pada mereka untuk
pembelajaran
mengembangkan pemahaman yang lebih
dinyatakan bahwa:
tinggi sehingga mahasiswa belajar dengan
peserta
didik
menemukan
harus
sendiri
menggunakan lingkungan di sekitarnya yang
dan
menyebabkan
proses
mencipta,
yang mereka peroleh secara
gambaran internal yang dialami melalui
kompleks
lingkungan
mengecek
informasi baru dengan aturan-
di
dan
untuk
mentransformasikan informasi
untuk
memperoleh
berpikir
sekitar
dan
mengubah
interaksi
antarmahasiswa.
aturan lama dan merevisinya
2. Model pembelajaran
apabila aturan-aturan itu tidak
Model pembelajaran memiliki empat
lagi sesuai sehingga mereka
ciri khusus meliputi rasional teoritik logis
mampu memecahkan masalah
yang disusun oleh para pencipta atau
dan menemukan segala solusi
pengembangnya,
untuk
tentang apa dan bagaimana peserta didik
dirinya/menentukan
ide-ide berdasarkan informasi
belajar,
yang
diperlukan
diperoleh
(Trianto,
2009:28).
landasan
tingkah
agar
dilaksanakan
pemikiran
laku
mengajar
yang
model
tersebut
dapat
berhasil,
dan
dengan
lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran itu dapat tercapai
Aplikasi pendekatan konstruktivistik
dalam
pembelajaran
pembelajaran
yang
ditekankan
bermakna
(Amri, 2013:34−35).
pada
Tidak ada model pembelajaran yang
sehingga
paling baik, atau model pembelajaran yang
peserta didik memiliki pengalaman melalui
asimilasi
dan
pembentukan
akomodasi
struktur
satu lebih baik dari model pembelajaran
menuju
yang lain (Amri, 2013:3). Karena model
kognitifnya
pembelajaran yang digunakan merupakan
(Budiningsih, 2005:64). Jadi, mahasiswa
akan
menerima
kesempatan
sebuah pilihan yang dipilih untuk membantu
untuk
dosen dalam mencapai tujuan pembelajaran
mengembangkan ide-idenya secara luas
kemudian
mereka
menghubungkan
yang disesuaikan dengan materi sehingga
dan
mampu
memformulasikan kembali ide-ide yang
perkembangan
mahasiswa untuk memberdayakan semua
dihasilkan untuk membuat kesimpulan yang
aspek potensi yang dimiliki mahasiswa.
dibutuhkan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
meningkatkan
47
ISSN 2502-8723
Istilah model dapat diartikan sebagai
pengembangan yang telah dirancang untuk
tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur
meneliti prosesnya pada waktu yang sama
atau sistematis, serta mengandung pemikiran
mulai dari awal hingga akhir pembelajaran
bersifat uraian atau penjelasan berikut saran
yang
(Prawiradilaga, 2007:33).
mahasiswa.
Kemudian,
desain
disajikan
oleh
dosen
kepada
model
pembelajaran dapat dibangun melalui teori-
3. Prinsip dasar pengembangan model
teori belajar, psikologi pada sasaran yang
pembelajaran
dipilih maupun sistem komunikasi. Model
Pembelajaran harus bersifat inovatif
dirancang untuk mewakili realitas yang
dalam mengembangkan model pembelajaran
sesungguhnya, bukan sekedar kerangka
yang dikembangkan agar pengembangan
konseptual
model
yang
melukiskan
mendeskripsikan
prosedur
pembelajaran
tersebut
dapat
sistematik
mengubah
perilaku
dosen
melainkan model pembelajaran memiliki
mahasiswa
sehingga
paradigma
makna
bersifat konvensional bisa berubah menjadi
deskriptif
yang
dan
dan
kekinian,
serta
bermakna prospektif dan berorientasi ke
itu,
model
yang
pembelajaran yang inovatif.
masa depan (Sagala, 2008:176).
Selain
maupun
Namun, hal itu tidak mudah karena
pembelajaran
ada beberapa prinsip yang mendasari dalam
merupakan
kerangka
konseptual
yang
melukiskan
prosedur
sistematik
dalam
pembelajaran.
belajar
antara lain berpusat pada peserta didik;
mengorganisasikan
pengalaman
mengembangkan
sebuah
model
Prinsip-prinsip
tersebut,
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berdasarkan
masalah;
terintegrasi;
memiliki fungsi sebagai pedoman bagi
berorientasi
masyarakat;
menawarkan
perancang pembelajaran (Trianto, 2007:3).
pilihan;
Di sisi lain, model pembelajaran
merupakan bungkus
sistematis;
dan
berkelanjutan
(Yulianto, 2009:6-10).
atau bingkai dari
Berpusat pada peserta didik berarti
penerapan suatu pendekatan, metode, dan
mahasiswa sebagai subjek yang diposisikan
teknik pembelajaran (Julianto, 2010:1).
dalam pusat kegiatan pembelajaran sehingga
Oleh
model
karena
pembelajaran
itu,
pengembangan
mencakup
mereka
suatu
pemegang
pembelajaran.
Namun,
sentral
kemudi
dosen
berposisi
spektrum yang luas dalam melakukan
menjadi motivator, fasilitator, pendukung,
aktivitas sehingga dosen diharapkan mampu
dan pendamping siswa dalam belajar.
membuat
desain
pembelajaran
bagi
Selanjutnya,
mahasiswa kemudian melakukan kegiatan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kemampuan
mereka
dalam memecahkan masalah merupakan hal
48
ISSN 2502-8723
penting yang bermakna bagi mahasiswa dan
motivasi secara konstruktif agar pelaksanaan
bukan
pembelajaran menjadi bervariasi.
sekedar
sehingga
teori
akumulasi
yang
pengetahuan
dapat
Desain umum pembelajaran harus
dalam
dapat direalisasikan secara sistematis berarti
menyikapi masalah secara fleksibel. Hal ini
kegiatan pembelajaran dimulai dari kegiatan
yang dikatakan berdasarkan masalah.
perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan
mengembangkan
diperoleh
kemampuan
Kemudian, penggunaan pendekatan
yang terakhir penilaian. Akan tetapi, desain
terintegrasi memiliki peran sentral dalam
pembelajaran yang dirancang secara inovatif
perkembangan
dan
dapat direalisasikan secara berkelanjutan
dapat
sesuai dengan tingkat kematangan kognitif,
emosional
intelektual,
mahasiswa
sosial,
sehingga
menunjang keberhasilan dalam mempelajari
afektif,
semua bidang studi.
mahasiswa dapat mengembangkan seluruh
Lalu, mahasiswa dikondisikan agar
dapat
mengimplementasikan
apa
dan
psikomotorik
sehingga
potensinya untuk mencapai kompetensi yang
yang
ingin dicapai secara optimal.
dipelajari di dalam kelas ke dalam konteks
Di
samping
itu,
pengembangan
masyarakat atau sebaliknya untuk dijadikan
model pembelajaran yang dibuat harus
bahan diskusi saat pembelajaran sehingga
memiliki prosedur bersifat sistematis, hasil
mahasiswa terbiasa untuk memecahkan
belajar diterapkan secara khusus, penetapan
masalah-masalah
di
lingkungan secara khusus, memiliki ukuran
kehidupan mereka sehari-hari dengan kata
keberhasilan tertentu sehingga peserta didik
lain berorientasi masyarakat.
melakukan interaksi dan bereaksi dengan
Namun,
aktual
yang
ada
pembelajaran
tidak
lingkungan (Iru dan Arihi, 2012:8).
dirancang dan direalisasikan berdasarkan
Dengan
demikian,
keinginan dosen saja melainkan dosen juga
model
harus
bagi
terhadap mahasiswa maupun dosen yang
macam
menghasilkan sintaks pembelajaran dengan
karakteristik dari segi potensi akademik,
cara menyesuaikan pada sistem sosial
gaya belajar, kecepatan belajar, kemampuan
maupun sistem pendukung lainnya.
memberikan
mahasiswa
dengan
kesempatan
berbagai
pembelajaran
pengembangan
dirancang
fokus
berkomunikasi, kondisi daerah, serta status
sosial
mereka
sehingga
B. Model Pembelajaran “COCOK”
mahasiswa
ditawarkan banyak pilihan sesuai dengan
1. Sintaks model pembelajaran
karakteristik dan kebutuhan belajarnya dan
Nama
pembelajaran
―COCOK‖ diambil dari singkatan kata kunci
dosen harus mampu memberikan arahan dan
pada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
model
49
sintaks
pembelajaran
yang
akan
ISSN 2502-8723
digunakan, yaitu cari, orientasi, cek, otentik,
Dalam
proses
ini
tentunya
ada
dan kesimpulan. Model ini dirancang untuk
kesinambungan antarpertemuan tatap muka
mahasiswa agar mereka melakukan interaksi
dalam pembelajaran sebelumnya dengan
edukatif antara mahasiswa dengan dosen
yang akan dilakukan karena proses sintaks
maupun antarmahasiswa.
ini harus mahasiswa lakukan sebelum masuk
Model ―COCOK‖ ini didasarkan
pada pertemuan selanjutnya sehingga pada
pada interaksi edukatif yang berpangkal
pertemuan selanjutnya dosen menerima
pada
yang
segala data/informasi yang telah disiapkan
pengetahuan,
oleh mahasiswa untuk menjawab tugas-
konsep
memberitahukan
komunikasi
tentang
keterampilan, dan nilai atau sikap.
―COCOK‖
b. Orientasi
diharapkan mampu memberikan inovasi
Sintaks
Pengembangan
model
tugas mereka pada sintaks berikutnya.
ini
bertujuan
dalam pembelajaran di dalam kelas dan
mengkomunikasikan
dapat diterapkan pada mahasiswa untuk
ditemukan oleh mahasiswa sebagai bahan
menciptakan suatu rangkaian perubahan
peninjauan dalam menentukan sikap atau
dalam pertumbuhan watak, pertumbuhan
pandangan yang mendasari pikiran atau
intelek, dan pertumbuhan sosial. Semua itu
pengetahuan terkait dengan materi yang
tercakup dalam suatu proses teknis selama
dipelajari.
pembelajaran berlangsung.
hasil
untuk
yang
telah
Pada tahap ini, dosen memberikan
Berikut ini adalah kerangka dari
kesempatan pada mahasiswa untuk berani
setiap sintaks pada model pembelajaran
menyampaikan hasil temuannya berdasarkan
yang dikembangkan dan terdiri atas lima
data yang diperoleh untuk bahan diskusi
sintaks yang diuraikan sebagai berikut.
sehingga mahasiswa memiliki peluang untuk
a. Cari
menjadi para ilmuwan yang mampu berpikir
Dalam sintaks ini yang dimaksud
secara mendalam berdasarkan hasil temuan
dengan cari adalah mahasiswa diminta untuk
yang akan ditindaklanjuti pada sintaks
mengumpulkan data atau segala informasi
selanjutnya.
yang
c. Cek
dibutuhkan
pengetahuan.
Pada
sebagai
tahap
perolehan
ini,
dosen
Sintaks
ini
bertujuan
kembali
benar
untuk
memberikan kesempatan pada mahasiswa
mencocokkan
untuk menggali informasi yang mereka
informasi yang diperoleh oleh mahasiswa.
butuhkan untuk mendukung tugas-tugas
Pada proses ini terjadilah proses interaksi
mereka.
edukatif antara mahasiswa dengan dosen
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
50
tidaknya
ISSN 2502-8723
sehingga
proses
pembelajaran
dapat
melatih mahasiswa tidak hanya mampu
dilakukan secara optimal.
berkomentar
namun
Pada sintaks ini, mahasiswa dapat
mampu
memberikan
mengetahui suatu konsep yang sebelumnya
otentik.
tidak pernah/belum mereka ketahui melalui
e. Kesimpulan
mahasiswa
harus
penilaian
secara
diskusi yang dilakukan, kemudian mereka
Sintaks ini merupakan kegiatan akhir
dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya
bagi mahasiswa untuk mengambil keputusan
tidak dapat/belum pernah mereka lakukan
berdasarkan pada uraian sebelumnya yang
(tingkah laku maupun keterampilan yang
telah mereka lakukan atau alami melalui
perlu dikembangkan) supaya mahasiswa
proses berpikir induktif maupun deduktif.
mampu mengkombinasikan pengetahuan-
Pada tahap ini, dosen mengajak mahasiswa
pengetahuan yang mereka peroleh ke dalam
untuk membuat kesimpulan dari pengalaman
suatu
(keterampilan,
belajar mereka yang dimulai dari tahap cari,
pengetahuan/konsep, maupun sikap/tingkah
orientasi, cek, dan otentik yang telah
laku)
dilakukan
pengertian
agar
baru
dipahami/diterapkan
sebagai
proses belajar.
secara
klasikal
maupun
individual.
d. Otentik
Dalam
sintaks
ini,
mahasiswa
2. Tujuan model pembelajaran
diminta untuk memberikan penilaian yang
Pengembangan model pembelajaran
bersifat faktual sehingga dapat dipercaya.
―COCOK‖ diharapkan memberikan inovasi
Pada
memberikan
dalam pembelajaran di dalam kelas sehingga
kesempatan pada mahasiswa untuk saling
dosen dapat menerapkan pada mahasiswa
memberikan
untuk
tahap
ini,
dosen
respon/tanggapan
apabila
menciptakan
ditemukan konsep yang salah sehingga
perubahan
dalam
mahasiswa mampu memecahkan masalah
pertumbuhan
berdasarkan referensi yang dapat dipercaya
sosial mereka.
suatu
rangkaian
pertumbuhan
intelek,
dan
watak,
pertumbuhan
kebenarannya tentunya hal ini tidak bisa
Di sisi lain, pengembangan model ini
terlepas dari proses penemuan menuju
bertujuan untuk efektivitas dan efisien dari
penilaian otentik.
proses pembelajaran sehingga memotivasi
Dalam memberikan penilaian ini
mahasiswa untuk lebih aktif sebagai subjek
tentunya disiapkan rubrik penilaian sesuai
belajar agar mampu melakukan proses
dengan
interaksi edukatif.
materi
yang
terkait
sehingga
mahasiswa tetap memiliki acuan/pedoman
dalam
memberikan
penilaian.
Hal
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ini
51
ISSN 2502-8723
optimum dan perkembangan intelektualnya
C. Karakteristik Mahasiswa PGSD
Mahasiswa
PGSD
pada
tahap
telah berada pada taraf operasional formal
perkembangan berdasarkan psikologis dapat
yang
ditinjau
berpikirnya/nalarnya tinggi.
dari
segi
umur
dan
segi
menyebabkan
kemampuan
perkembangannya. Dari segi umur, kita
dapat melihat bahwa mahasiswa terdiri dari
kelompok
pemuda
dan
pemudi
D. Proses Interaksi Edukatif
yang
Interaksi edukatif adalah interaksi
memiliki umur 18 sampai 30 tahun (Piaget
yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk
dalam Ahmadi dan Sholeh, 2005:45).
tujuan
Dapat kita ketahui bahwa masa umur
pendidikan
(Sardiman,
2011:1).
dan
Namun,
pengajaran
interaksi
mahasiswa PGSD mayoritas adalah umur 18
edukatif ini perlu dibedakan sehingga
sampai 25 tahun sehingga mereka dapat
interaksi edukatif yang dimaksud dalam hal
digolongkan pada masa remaja akhir menuju
ini
masa dewasa awal/madya.
pembelajaran yang dilakukan oleh dosen
Kemudian, dari segi perkembangan
menitikberatkan
pada
interaksi
kepada mahasiswa.
dinyatakan bahwa tugas perkembangan pada
Di dalam proses interaksi edukatif,
usia mahasiswa merupakan pemantapan
terjadi kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pendirian hidup (Piaget dalam Ahmadi dan
untuk memberikan dan mengembangkan
Sholeh, 2005:45).
motivasi agar proses belajar yang dilakukan
Jika kita telaah kembali, mahasiswa
dapat terlaksana secara optimal.
PGSD harus memiliki pendirian hidup
Tugas
dosen
dalam
melakukan
sehingga bisa membuat acuan/pedoman
interaksi edukatif adalah mempermudah dan
untuk mendidik calon siswa SD nantinya
memotivasi mahasiswa selama kegiatan
dan menyiapkan diri dengan berbagai
pembelajaran,
macam keterampilan, serta kemampuan
membimbing mahasiswa untuk mencapai
yang
tujuan yang ditentukan.
dibutuhkan
untuk
merealisasikan
pendirian hidup yang mereka pilih untuk
serta
memfasilitasi
dan
Sedangkan tugas mahasiswa adalah
masa depannya.
subjek belajar, mengembangkan potensi dan
Namun, tercapainya pendirian hidup
kreativitas yang dimiliki sehingga menjadi
para mahasiswa ini sangatlah dipengaruhi
komponen yang utuh sebagai manusia aktif
oleh faktor-faktor sosiokultural. Diharapkan
dan kreatif yang bermoral baik tentunya.
mahasiswa PGSD memiliki sikap hidup
Adapun ciri-ciri interaksi edukatif
yang lebih realistis. Selain itu, pada usia
harus
mahasiswa juga berada dalam vitalitas
penggarapan materi yang khusus, pendidik
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
52
memiliki
tujuan,
prosedur,
ISSN 2502-8723
sebagai
pembimbing,
dibutuhkan
ditentukan dalam proses pembelajaran yang
kedisiplinan, dan ada batasan waktu (Suardi
harus ditempuh.
dalam Sardiman, 2011:15-18).
Di sisi lain, proses interaksi edukatif
Di dalam interaksi edukatif harus
yang paling mendasar dapat dilakukan oleh
memiliki tujuan berarti dosen membantu
pendidik terhadap peserta didik adalah
mahasiswa untuk mencapai perkembangan
adanya senyum dari pendidik di dalam kelas
tertentu yang membuat mahasiswa harus
dan keteladanan yang diberikan pada peserta
sadar dan dosen menjadikan mahasiswa
didik (Suyanto dan Jihad, 2013:99-100).
sebagai pusat perhatian. Kemudian, dosen
menyiapkan
desain
pembelajaran
Senyum yang muncul dari dosen dan
agar
tulus
diberikan
pada
mahasiswa
akan
tujuan yang ditentukan dapat tercapai namun
menyentuh hati para mahasiswa karena
desain
melalui
pembelajaran
tersebut
harus
sistematis.
Materi
senyum
dapat
mengisyaratkan
ekspresi cinta kasih dari dosen dan tentunya
yang
diberikan
kepada
memberikan
sumber
kekuatan
bagi
mahasiswa juga harus sesuai dengan desain
mahasiswa untuk menyukai dosen mata
pembelajaran yang telah dirancang dosen
kuliah tertentu agar setiap materi yang
sehingga aktivitas mahasiswa sebagai syarat
diberikan mampu diserap dengan baik
utama dalam proses interaksi edukatif dan
sehingga mahasiswa dapat mengungkapkan
peran mahasiswa harus lebih aktif. Pada saat
pendapatnya tanpa rasa takut.
pembelajaran
dosen
Selain itu, dosen jangan sekedar
membimbing untuk memberikan motivasi
menyuruh saja pada mahasiswa tetapi harus
dan nuansa pembelajaran yang kondusif
memberi teladan yang baik agar mahasiswa
bagi mahasiswa di dalam kelas.
lebih termotivasi untuk menjadi subjek
Proses
memerlukan
antara
berlangsung,
interaksi
edukatif
kedisiplinan
mahasiswa
dan
untuk
dosen
juga
belajar dalam kegiatan pembelajaran.
ditaati
Dengan demikian, penulisan artikel
sebagai
konseptual
ini
diharapkan
mampu
kesepakatan agar kegiatan pembelajaran
melengkapi kajian mengenai pengembangan
yang telah dirancang dapat terlaksana
model pembelajaran bersifat inovasi dalam
dengan baik dan lancar. Jika salah satu pihak
pembelajaran
ada yang melanggar kesepakatan yang
diterapkan/diujicobakan oleh dosen pada
dibuat, maka kegiatan pembelajaran menjadi
mahasiswa sebagai upaya memperbaiki
terhambat.
memengaruhi
Faktor
yang
dapat
inilah
yang
akan
praktik-praktik pembelajaran menjadi lebih
penggunaan
waktu
yang
efektif
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
53
dan
efisien
sehingga
kualitas
ISSN 2502-8723
pembelajaran dan hasil belajar mahasiswa
Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
meningkat.
Selain
itu,
pengembangan
model
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Pers.
pembelajaran ―COCOK‖ dapat dijadikan
motivasi untuk mengaktifkan mahasiswa
Suyanto dan Jihad, Asep. 2013. Menjadi
Guru
Profesional:
Strategi
Meningkatkan
Kualifikasi
dan
Kualitas Guru di Era Global. Jakarta:
Esensi Erlangga Group.
agar mengalami proses interaksi edukatif
sebagai inovasi pembelajaran yang lebih
baik dan bermakna.
REFERENSI
Trianto. 2007. Model Pembelajaran
Terpadu dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Ahmadi, Abu dan Sholeh, Munawar. 2005.
Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Trianto.
2009.
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif:
Konsep,
Landasan,
dan
Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Kencana.
Akbar, Sa‘dun. 2013. Instrumen Perangkat
Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model
Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Yulianto, Bambang dkk. 2009. Model
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia.
Surabaya:
Unesa
University
Press.
Julianto. 2010. Kajian Teori dan
Implementasi Model Pembelajaran
Terpadu dalam Pembelajaran di
Kelas. Surabaya: Unesa University
Press.
Iru, La dan Arihi, La Ode Safiun. 2012.
Analisis
Penerapan
Pendekatan,
Metode, Strategi, dan Model-model
Pembelajaran. Bantul: Multi Presindo.
Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007. Prinsip
Disain Pembelajaran (Instructional
Design Principles). Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
54
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SD
MELALUI DONGENG TANTRI KAMANDAKA DALAM PELAJARAN BAHASA JAWA
Endang Sri Maruti
IKIP PGRI Madiun
Email: [email protected]
Abstrak
Dongeng-dongeng Tantri mengandung banyak simbol dan perlambang. Tingkah laku binatang dalam dongeng
tersebut melambangkan perilaku manusia. Simbol dan perlambang itulah yang digunakan pendongeng untuk
mengajarkan karakter pada pendengarnya. Dalam hal ini, guru sebagai pendongeng, baik secara langsung maupun
tidak langsung ingin mengajarkan karakter pada siswanya melalui penggambaran perilaku binatang dalam
dongeng tantri. Dongeng tantri terkenal sebagai dongeng yang ringan, baik alur ceritanya maupun pesan yang
ingin disampaikan. Hal ini tentu sangat cocok bila diberikan pada siswa SD yang daya tangkapnya memang masih
minim. Tulisan ini akan mengupas karakter dan pesan yang terkandung dalam dongeng tanri kamandaka yang
nantinya akan diajarkan pada siswa SD.
Kata Kunci: pendidikan karakter, siswa SD, dongeng tantri
Dongeng adalah bagian dari salah satu
PENDAHULUAN
Dongeng
berkembang
merupakan
yang
di
bagiana
tumbuh
masyarakat,
dari
unsur kebudayaan yang sangat penting
dan
artinya bagi pembentukan dan pembinaan
selain
watak serta pengaturan ketertiban sosial.
kebudayaan
masyarakat itu sendiri, juga berfungsi
sebagai sarana menyampaikan nilai budaya.
tumbuh
dan
menyebar
di
yang
kalangan
generasi selanjutnya. Hal ini karena berbagai
rakyat itu sendiri yang pada akhirnya
pesan dan amanat yang ingin disampaikan
merupakan objek kultural jugam sehingga
kepada masyarakat dilakukan dengan cara
penduduknya.
tidak
Karena ia mengandung nilai-nilai, norma-
langsung
serta
diselubingi
oleh
berbagai hal yang lebih mengasyikkan,
norma, pesan, himbauan-himbauan, dan misi
sehingga penerima pesan ataupun pendengar
tertentu yang biasanya disampaikan secara
dongeng dapat menerima pesan tanpa
simbolik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
penuturan
pesan dan amanat dari suatu generasi kepada
yang rumit dari faktor sosial kultiral cerita
oleh
bentuk
yang cukup efektif dalam menyampaikan
rakyat adalah hasil pengaruh timbal balik
pedoman
suatu
masyarakat, dongeng merupakan sarana
Dengan kata lain, lahirnya suatu serita
dijadikan
Sebagai
merasakan adanya kebosanan. Pesan yang
55
ISSN 2502-8723
dongeng
simbolik terhadap naskah Tantri Kāmandaka
meninggalkan kesan yang cukup mendalam
menjadi sangat penting dan perlu dilakukan.
di benak penerimanya. Apalagi pada siswa
Penelitian itu dianggap penting karena selain
sekolah dasar, yang notabene segala hal
alasan untuk mengungkap simbol-simbol
yang diucapkan guru adalah perintah yang
dari setiap tokohnya dan untuk memperoleh
wajib dilaksanakan.
pengetahuan tentang ajaran moral di dalam
ditinggalkan
melalui
Mendongeng
media
merupakan
kebiasaan
simbol itu, juga karena ajaran moral inilah
yang dilakukan baik secara sambilan (di saat
yang
mengisi waktu luang) meupun dalam suatu
pembinaan moral manusia (pendengar atau
kekhususan waktu tertentu, misalnya dalam
pembaca) yang saat ini dinilai mengalami
pembelajaran
reduksi.
bahasa Jawa pada materi
dongeng. Tanpa disadari, sebenarnya bnayk
dapat
Telah
digunakan
banyak
sebagai
penelitian
sarana
terhadap
sekali manfaat yang dapat diambil dari suatu
cerita Tantri dilakukan, dan kebanyakan
dongeng , legenda, mitos, dan fabel.
dilakukan oleh orang berkebangsaan asing.
Misalnya
suka
Namun penelitian mereka hanya berkutat
menolong, keberanian, kejujuran, keteguhan
seputar bahasa dan isi dari cerita-cerita
hati, kehati-hatian, dan lain sebagainya.
Tantri saja. Sampai sekarang belum ada
Itulah sebabnya mengapa dongeng perlu
penelitian ataupun penulisan tentang amanat
diinformasikan kepada anak-anak.
dan nilai moral yang disimbolkan melalui
tentang kebaikan,
rasa
Salah satu dongeng hasil karya sastra
tokoh binatang dan segala perilakunya.
Jawa adalah dongeng tantri. Dongeng-
Maka, bisa dikatakan bahwa penelitian ini
dongeng Tantri mengandung banyak simbol
merupakan lanjutan dan bersifat melengkapi
dan perlambang. Tingkah laku binatang
sekaligus memperkaya khasanah penelitian
dalam dongeng tersebut melambangkan
yang
perilaku manusia. Pengalaman tokoh-tokoh
berhubungan dengan simbol serta makna-
dalam dongeng bisa menjadi jawaban atas
maknanya.
berbagai pertanyaan eksistensial mengenai
ada,
khusunya
Penelitian
ini
penelitian
bertujuan
mendeskripsikan
Itulah sebabnya, langsung atau tidak, karya
dalam
sastra
juga
nantinya akan diajarkan oleh guru SD
mengandung sesuatu yang disebut amanat
kepada siswanya. Penelitian ini berguna
atau moral yang mampu membangkitkan
untuk
pengalaman estetik manusia (pendengar atau
mengembangkan
pembaca). Oleh karena itu, penelitian
sekaligus memberi pengetahuan guru SD
termasuk
dongeng
Tantri
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
56
Tantri
melestarikan,
yang
untuk
diri manusia (pendengar atau pembaca).
serat
simbol
yang
terdapat
Kāmandaka
membina,
kebudayaan
yang
dan
Jawa,
ISSN 2502-8723
akan nilai-nilai yang bisa diajarkan pada
simbol adalah penyatuan dua hal yang luluh
naskah dongeng tantri yang bisa ditanamkan
menjadi satu. Dalam hal ini ada dua
kepada siswanya.
pemikiran, yaitu: (1) simbol sebagai suatu
KAJIAN PUSTAKA
yang
imanen,
yaitu
bersifat
dimensi
Dalam bab ini akan dibahas tentang
horisontal saja, dan (2) simbol dengan
kajian teori yang mendasari penelitian ini, di
tresenden dan dalam dialog dengan yang
antaranya yaitu teori simbolik, simbolik
lain
dalam karya sastra, nilai-nilai moral dalam
bersifat horisontal dan juga vertikal (Daeng,
karya sastra, dan terakhir tentang serat
2008:80).
ditemukan
jawaban
kalau
simbol
Tantri Kāmandaka.
Simbol adalah sesuatu yang dapat
1. Teori Simbolik
mengekspresikan atau memberikan makna
Simbolisme berasal dari kata simbolik,
(Maran,
2000:43).
Menurutnya
banyak
yang artinya majas perbandingan yang
simbol yang berupa objek-objek fisik yang
melukiskan sesuatu dengan benda-benda dan
telah memperoleh makna kultural dan
sebagainya (Ugafeman dalam Kamidjan,
dipergunakan untuk tujuan yang bersifat
2001:23). Jadi, simbolisme ialah aliran yang
simbolik ketimbang tujuan instrumennya.
melukiskan maksud yang sebenarnya tetapi
Hal ini sejalan dengan pemikiran Victor
tidak secara berterus terang. Pakar terkenal
Turner (1967) yang mengatakan kalau
yang sering disitir karena bukunya An Essay
simbol itu menampakkan nilai-nilai dan
on
mengandung banyak arti.
Man
adalah
mengatakan
Ernst
Manusia
syimbolicum.
Dia
Cassirer
sebagai
menyebutkan
yang
animal
Dari uraian di atas, dapat diambil
bahwa
kesimpulan kalau simbol merupakan sesuatu
bentuk-bentuk simbolik itu ialah agama,
yang
digunakan
manusia
untuk
filsafat, seni, ilmu, sejarah, mite dan bahasa
mengungkapkan makna yang sebenarnya
(1956). Dan semua bentuk simbolik itu
namun tidak secara langsung, melainkan
dapat menjadi bahan kajian humaniora jika
melalui sesuatu yang berbeda.
kajiannya berfokus sekitar masalah makna,
yaitu nilia-nilai instrinsik dari simbol.
2. Simbolik dalam Sastra
Menurut etimologinya, simbol dan
Sastra sejarah memiliki 3 komponen,
simbolisasi diambil dari bahasa Yunani
yaitu sejarah, estetis, dan fiktif. Unsur fiktif
sumballo
artinya
berkaitan erat dengan pandangan hidup dan
merenungkan,
kepercayaan masyarakat yang meliputi 5
memperbandingkan, bertemu, melemparkan
jenis, yaitu: legenda mitologi, simbolisme,
menjadi satu, menyatukan. Jadi bentuk
sugesti dan hagiografi (Kamidjan, 2001:27).
(sumballein),
berwawancara,
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
57
ISSN 2502-8723
Karya sastra sebagai simbol verbal sendiri
suatu kebenaran, dalam hal ini adalah
mempunyai beberapa peranan di antaranya
kebenaran yang bersifat subyektif.
sebagai cara pemahaman, cara perhubungan,
Dalam
cerita
dongeng
biasanya
dan cara penciptaan. Objek karya sastra
dipandang untuk kesenangan dan untuk
adalah relitas (realitas pengarang). Karya
pengajaran moral bagi anak kecil. Dongeng-
sastra mencoba menerjemahkan peristiwa
dongeng
dalam bahasa imajiner dengan maksud
hati, dan memberikan arah yang umum serta
untuk memahami peristiwa menurut kadar
memberikan harapan bagi masa yang akan
kemampuan pengarang. Dan karya sastra
datang.
dapat menjadi sarana bagi pengarangnya
pengembara yang digunakan oleh seorang
untuk menyampaiakn pikiran, perasaan dan
yang tidak mempunyai fakta lagi. Cerita
tanggapan
menyampaikan
mengenai
suatu
peristiwa
(Kuntiwijoyo, 1987:127).
menyenangkan,
Cerita
sering
menentramkan
dilihat
informasi,
sebagai
moral,
nilai.
Selain itu dongeng juga bersemangat dan
Hal ini hampir sama dengan teori
meyakinkan,
sehingga
dongeng
itu
simbolik yang berpandangan bahwa dalam
memainkan suatu peranan yang penting dan
menggambarkan
sosial,
hal itu tidak disadari oleh organisasi modern
pengarang menggunakan dua cara, yaitu: 1)
(Arni, 2001:62). Jadi seorang pengarang
dengan
yaitu
sastra, dalam menciptakan sebuah karya
penolakan terhadap sesuatu yang alami atau
tidak bisa lepas dari simbolisasi, khusunya
wajar
simbolisme kolektif, yaitu perwakilan dari
kenyataan
menggunakan
untuk
mencapai
simbol,
maksud
yang
diinginkan pengarang; 2) dengan mencari
tafsiran
atau pemahaman atas
pemikirannya yang kolektif.
sesuatu
3. Serat Tantri Kāmandaka
kekuatan yang mendalam, hal ini sebenarnya
secara tidak sadar sudah menjadi tugas dari
Salah satu dongeng hasil karya sastra
semua manusia (pendengar atau pembaca).
Jawa adalah dongeng tantri. Menurut Dr.C.
Tujuan dari simbolik ini sendiri adalah
Hooykaas dalam Bibliotheca Javanica 2
pengarang ingin mengubah dan mengganti
(1931), di Indonesia terdapat 12 macam
kenyataan
atau
naskah Tantri, yaitu: 3 dalam bahasa Jawa
gambaran, yang mana gambaran ini akan
Kuna; 2 dalam bahasa Jawa Baru; 2 dalam
membangkitkan ingatan pembaca, bukan
bahasa Madura; dan 5 dalam bahasa Bali.
untuk menganalisis seperti layaknya seorang
Sembilan naskah terakhir termasuk naskah
cendekiawan (Firth: 1975:30). Dengan kata
muda tetapi sudah dalam keadaan yang
lain, simbol merupakan pengrahasiaan atas
sangat buruk. Yang termasuk dalam tantri
menjadi
sebuah
ide
berbahasa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
58
Jawa
Kuna,
yaitu:
Tantri
ISSN 2502-8723
Kāmandaka; Tantri b Kadhiri; dan Tantri a
maupun
Děmung. Disebut Tantri b Kadhiri dan
mendunia.
Tantri a Děmung karena buku tersebut
di
Indonesia
Naskah
ini
bahkan
sampai
menceritakan
tentang
dalam bentuk kidung b Kadhiri dan Děmung
dongeng binatang, sama halnya dengan serat
yang menunjukkan bentuk-bentuk puisi
Kancil. Induk dari serat Tantri Kāmandaka
Jawa
lainnya
yaitu serat Pancatantra, berbahasa Pahlawi
berbentuk prosa, dan telah diterjemahkan
asli dari negeri India, tetapi masuknya ke
oleh Dr. C. Hooykaas.
tanah Jawa sudah sejak lama yaitu sekitar
Tengahan.
Yang
satu
Dalam kitab Tantri Kāmandaka ada
tersisip
perkataan-perkataan
abad
ke-3
dan
namanya
menjadi
Sansekerta.
Tantrakawya. Pada sekitar abad 12-15,
Beberapa buah di antaranya masih dapat
naskah ini lalu disadur dalam bahasa Jawa
dibetulkan, tapi beberapa buah yang lain
dan
tidak lagi. Berhubung dengan itu, maka
Tantracarita, yang selanjutnya disebut Tantri
kitab tersebut dapat dianggap dalam kitab-
Kamandaka.
kitab Jawa Kuno berbahasa prosa yang
berbentuk
prosa,
Cerita-cerita
dalam
namanya
naskah
yaitu
Tantri
tergolong tua. Tetapi menurut bentuknya
Kamandaka tersebar hampir di seluruh
sekarang dapat dimasukkan dalam golongan
dunia. Ceritanya bisa memberikan informasi
kitab
Jawa
yang berbeda pada setiap generasi yang
Pertengahan‖.(Prof.Dr.R.M.Ng. Purbacaraka
berbeda. Kualitas ceritanya yang tinggi,
dan Tarjan Hadijaya, 1957: 68)
lebih tinggi dari pada cerita Hikayat 1001
bahasa
Maka tidaklah salah jika Pigeaud
Malam yang beredar di tanah Melayu,
(1967) memasukkan Tantri Kāmandaka ini
walaupun keduanya berasal dari induk yang
ke dalam sastra Jawa Pertengahan dalam
sama, yaitu Pancatantra.
kelompok Religius and edifying poetry and
Ada perbedaan sedikit antara Tantri
fables. Bahasa dalam Tantri Kāmandaka
Kāmandaka dengan serat Pancatantra, yaitu
tidaklah terlalu sulit, berisi cerita-cerita
pada bagian awalnya. Jika serat Pancatantra
mengenai kehidupan dan perilaku binatang,
itu yang menjadi permulaan cerita adalah
dan penuh dengan perlambang dan fatwa.
mengisahkan seorang ratu yang mempunyai
Ceritanya ringan, menarik dan serasi untuk
putra yang sangat bodoh semua, lalu disuruh
pendidikan anak-anak, dan juga bagi yang
berguru kepada seorang pendhita, dengan
telah berumur tentunya. Maka dari itu, cerita
cara diceritakan dongeng-dongeng tentang
dalam naskah ini sangat berkembang pesat
binatang.
dalam cerita-cerita lisan, baik di pulau Jawa
Kāmandaka mengisahkan tentang seorang
Tetapi
jika
serat
Tantri
raja di sebuah negeri, setiap malam raja ini
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
59
ISSN 2502-8723
harus kawin dengan seorang gadis yang
Karena kura-kura tidak bisa terbang, angsa
cantik dan murni. Dalam beberapa waktu,
mempunyai akal yaitu menyuruh kura-kura
negeri tersebut kehabisan gadis jelita dan
untuk memagut bagian tengah dari sebatang
hanya menyisakan seorang putri anak sang
kayu, dan ujung-ujungnya dipagut oleh
patih yang bernama Dewi Tantri. Dewi
angsa bersama istrinya. Si angsa memberi
Tantri dengan rela dipersembahkan kepada
saran agar kura-kura tidak boleh kendor
sang raja. Setelah acara perkawinan digelar,
dalam
sebelum tidur Dewi Tantri mengajukan
berbicara. Ketika sampai di atas sebuah
permohonan
untuk
ladang, di sana ada sepasang anjing. Kedua
menghilangkan kantuknya. Sang raja setuju.
anjing bercakap-cakap kalau yang dibawa
Setelah cerita habis, sang raja ingin lanjutan
angsa itu adalah tinja kerbau. Mendengar
cerita itu karena sangat indah. Demikianlah
perkataan anjing, kura-kura marah dan
berlangsung setiap malam, dan akhirnya
terbukalah mulutnya dan akhirnya jatuh ke
sang
permukaan tanah, lalu dimakan oleh anjing-
raja
akan
bercerita
terpengaruh
oleh
dongeng-
dongeng yang mengandung kebijaksanaan,
memagut
kayu
apalagi
sambil
anjing itu.
dan memutuskan untuk tidak kawin lagi.
Ciri-ciri anatomi dari angsa adalah
binatang berkaki dua, berbulu lembut, bisa
4. Pendidikan Karakter melalui Dongeng
berenang di air, berjalan di daratan, dan
Tantri Kāmandaka
hebatnya lagi bisa terbang dengan sayapnya,
Berikut ini dijelaskan nilai-nilai yang
dan selalu bergerombol dengan binatang
terkandung dalam dongeng tantri dan cara-
sebangsanya. Menurut ciri-ciri itu, binatang
cara pengajarannya di SD.
angsa menggambarkan sosok yang lengkap,
yaitu lembut hatinya selembut bulunya,
a. Karakter dalam cerita Hangśa-Kurma-
cerdik otaknya karena bisa bertahan hidup di
Sangsarga (Persahabatan Angsa dan
mana saja, dan setia kawan karena selalu
Kura-kura)
menggerombol. Dan dalam cerita Tantri
Cerita ini mengisahkan persahabatan
Kamandaka, angsa digambarkan sedemikian
antara sepasang angsa yang baik hati dengan
rupa sehingga bisa menyimbolkan seseorang
sepasang kura-kura yang bodoh. Pada suatu
yang pintar dan selalu berfikir ke depan, hal
ketika, angsa berpamitan kepada kura-kura
ini terbukti dalam petikan sebagai berikut.
untuk pindah dari danau ke telaga untuk
―Mitra,
mengantisipasi datangnya musim kemarau.
awisata, ahyun ta ya mami
Tetapi kura-kura tidak mau ditinggal angsa,
sah-a
dan
sangśayâsat tika mangke wai
merekapun
akhirnya
ikut
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pindah.
60
nghulun
saking
mamwit
ngke,
apan
ISSN 2502-8723
nikang talaga kumudawati,
pindah bersamanya, angsa mempunyai akal
tuwi mangharěpakěn lahrū-
agar kura-kura bisa ikut terbang. Hal itu
māsa. Tan kawaśa nghulun
seperti pada petikan di bawah ini.
yan madoha wai, nimittani
Sumahur
nghulun
layata,
―Aum sang pās, hana kira-
umungsî talaga Himawān-
kira ning hulun. Hanêki kayu,
parwata
ri
sahutěn denta, ri těngahnya;
ngaranya.
mami sumahuta ring tung-
mahyun
ngkana,
Mānasasāra
ikang
hangśa:
Mahāpawitra ika, wwainya
tungnya
mahěning adalěm, tan masat
swāmīn ning hulun‖.
yan lahrū-masā‖
sana-sini
lawan
Terjemahan:
Angsa menjawab: ―Baiklah
Terjemahan:
―Sahabat, kami minta diri
kura-kura, kami ada akal. Ini
akan pergi berjalan, kami
ada kayu, pagutlah olehmu
bermaksud akan pergi dari
tengah-tengahnya, kami akan
sini,
memagut ujungnya dengan
karena
Kumudawati
semakin
air
danau
ini
nanti
kering,
istriku.‖
apalagi
menjelang musim kemarau.
Sebaliknya anatomi kura-kura yang
Kami tidak bisa jauh dari air,
kecil,
oleh
kami
belakangnya yang keras, dalam cerita ini
ke
disimbolkan sebagai sosok yang tidak mau
telaga di gunung Himawan,
berpikir ke depan karena terlalu lambannya
Manasasara namanya. Airnya
berjalan. Dan karena binatang ini kecil,
sangat jernih, bening lagi
bisanya cuma ikut-ikutan saja. Sikap kura-
dalam‖
kura yang hanya mau enaknya saja, dan
sebab
bermaksud
itu
mengungsi
lamban
berjalan,
dan
tulang
tidak pernah kreatif karena hanya bisa ikutKutipan di atas menggambarkan angsa
ikutan saja. Sifat lain dari kura-kura yang
yang selalu berfikir tentang masa depannya,
jelek adalah dia tidak bisa mendengarkan
tahu tentang banyak hal, dan setia kawan
nasihat kawannya padahal nasihat itu demi
karena mau pergi dia pamit dulu kepada
kebaikannya sendiri, yaitu angsa menyuruh
sahabatnya.
kura-kura
Selain
itu,
angsa
juga
untuk
tidak
kendor
dalam
menyimbolkan sosok yang sangat pintar dan
memagut kayu saat terbang. Nasihat ini
suka menolong. Saat kura-kura ingin ikut
tidak diindahkan oleh kura-kura hanya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
61
ISSN 2502-8723
karena menuruti nafsu marahnya saat dikata-
dan kurang bisa menahan emosinya. Nilai
katai oleh anjing, hasilnya dia-pun terjatuh
yang terkandung dalam cerita ini adalah
dan mati dimakan anjing. Hal ini terbukti
bahwa
pada petikan berikut.
menolong
kita
harus
senantiasa
tolong-
orang
yang
terhadap
Karěngő pwa wuwus ning
membutuhkan,
śwana
mendengar dan mengikuti saran yang baik
dening
pās;
krodhâmběknya
tutuknya
tahi
kumědut
denya
ning
dari
sinangguh
kěbw
selain
sahabat,
dan
mengabaikan
itu
kita
jangan
nasihat
itu
harus
sekali-kali
karena
bisa
aking,
berakibat buruk bahkan bisa sangat fatal
parumahaning kutis. Wahu
seperti yang telah dialami oleh kura-kura
mangang tutuknya pwa ya
dalam cerita di atas, yaitu mati karena tidak
ikang pās, huwa têka kayu
bisa menuruti nasihat sahabatnya, sang
sinahutnya, tiba ikang pās
angsa yang baik hati.
b. Karakter dalam cerita Tuma mwang
pinangan
dening
śrěgala
Katitinggi (Kutu dengan Kepinding)
salakistrīnya.
Cerita
Terjemahan:
ini
mengisahkan
persahabatan kutu
tentang
dan kepinding saat
Perkataan anjing itu terdengar
kepinding meminta bantuan kepada kutu
oleh
marahlah
dalam hal mencari makanan. Suatu ketika
hatinya, mulutnya berdenyut-
kepinding mendatangi kutu, dan berujar
denyut karena dianggap tinja
kalau hidupnya kutu itu enak sekali,
kerbau kering tempat tinggal
makanya bisa gemuk, sedangkan dirinya
karu-karu. Maka terbukalah
mencari makan saja susah, makanya dia
mulut
kurus
kura-kura;
kura-kura
terlepaslah
kering.
Kutu
menjawab
kalau
yang
hidupnya tidaklah enak seperti apa yang
digigitnya, dan jatuhlah si
dipikirkan kepinding, dia hanya bisa makan
kura-kura
saat ada kesempatan, yaitu saat sang Seri
tanah,
lalu
kayu
itu,
ke
permukaan
dimakan
oleh
raja sedang tertidur lelap, selain itu si kutu
anjing laki bini.
tidak bisa makan sama sekali. Suatu ketika,
saat sang Raja baru saja tertidur, kepinding
Kutipan di atas menggambarkan nafsu
langsung menggigit darah sang raja, padahal
marahnya yang sangat besar dan keras
dia sudah diingatkan oleh kutu namun tidak
sekeras tulang belakangnya, maka kura-kura
didengar. Hasilnya, sang raja terbangun
disimbolkan sebagai sosok yang pemarah
karena kaget dan langsung memerintahkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
62
ISSN 2502-8723
prajuritnya untuk membunuh kepinding.
rwang rātrī, liwat sangkêrika.
Tetapi yang ditemukan dulu hanya sepasang
Mangkana
kutu, maka kutu itu-pun langsung dibunuh
mangāladeśa, mapan mami
karena melindungi kepinding. Tidak berapa
tan manuhuki indriya dening
lama, kepinding juga berhasil ditemukan dan
êwěh ing kāladeśa....
langsung di bunuh.
ulah
mami
Terjemahan:
Menurut ciri-ciri biologis hewan kutu
....Ketahuilah olehmu, aku ini
adalah kecil, hitam, bisa bertahan dalam
kutu,
si
Asada
keadaan apapun, biasanya hidup di rambut
Tempatku mencari makan di
kepala manusia untuk menghisap darah
tilam Seri Baginda... Aku bisa
sebagai makanan utamanya. Sebenarnya
makan hanya saat kesempatan
kutu bisa hidup di bagian tubuh manusia
yang baik, yakni jika waktu
mana saja, tapi kebanyakan dia hanya
Seri
bersarang di rambut kepala saja, dan tidak
waktu itulah aku makan pada
mau menghisap darah seenak perutnya
kakinya
melainkan pada waktu-waktu tertentu. Hal
habisnya.
ini menyimbolkan bahwa kutu meruapakan
mendapatkan
sosok yang tenang, sabar dan tidak serakah.
lebih baik aku tidak makan,
Hal ini juga disiratkan dalam serat Tantri
sampai
Kamandaka seperti petikan di bawah ini.
Demikianlah
Raja
tidur
namaku.
nyenyak,
sesukaku
sehabis-
Jika
tidak
kesempatan,
bermalam-malam.
perihal
aku
....ri wruhanta, mami tuma, si
menunggu kesempatan itu,
Asada ngaran mami. Kunang
dan aku tidak menuruti hawa
sasabhā ni nghulun ring tilam
nafsu yang disebabkan karena
sang
tidak ada kesempatan yang
nātha...
pamangsa
mami
Kunang
manganti
baik....
kāladeśa; yan māsa sang
nātha maguling, ika yan enak
Dalam kutipan panjang di atas, jelaslah
pagulingnira; ri samangkana
bahwa walaupun kutu bisa makan darahnya
mami māngsa ring jěng sang
seri Raja, namun dia tidak bisa makan
nātha,
seenak
sakahyun
mami
hatinya
kecuali
setelah
ada
mahuwus-huwus.
Yàn
tan
kesempatan yang baik, selain itu dia rela
pamanggih
kāladeśa,
untuk tidak makan sampai berhari-hari.
manhlampu
mami
tan
Kesabaran kutu inilah yang patut kita
pamāngsa, těka ning sarātrī
contoh, sabar dan juga tidak serakah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
63
ISSN 2502-8723
menuruti hawa nafsu. Berbeda dengan
untuk
hewan kepinding, walaupun sama kecilnya
laparnya...
dengan kutu, dan makanannya-pun hampir
makan
karena
Begitulah kebaikan kutu yang sudah
sama, namun kepinding tidak bisa sabar
mengingatkan
menahan hawa nafsunya. Hal ini jelas
serakahnya, walaupun tidak didengar. Tetapi
menyimbolkan bahwa kepinding itu sebagai
kebaikan ini tidak berbuah manis, karena dia
sosok yang serakah dan culas budinya. Hal
telah berbuat baik pada sahabatnya yang
ini tersirat pada kutipan di bawah ini.
salah, akibatnya dia-pun ikut celaka bersama
Yan tatkāla
akan
perilaku
prabhu
sahabatnya. Gambaran nasib kedua hewan
dina-kāla,
pemakan darah manusia yang akhirnya
amanggih ri kala-deśa ri
semua harus mati. Hal ini menyimbolkan
iděpnya,
bahwa sosok yang selalu melukai dan
maguling
sang
kepinding
ring
ikang
katitinggi.
Tinonya pupu sang prabhu
merugikan
maputih, yeka harsâmběknya,
hatinya pasti akhirnya juga akan dibasmi.
mayat pwa ya suměsěpā.
Selain itu, pelajaran lain yang bisa dipetik
Tinanggehan
denikang
dari cerita di atas ialah bahwa barang siapa
tuma...
mangiděp
yang memberi perlindungan dan tidak
katitinggi, dening gya nikang
mengetahui baik buruknya yang dilindungi
sāhasānya. Kumědwa māngsa
(yang minta perlindungan), maka pastilah
juga pwa ning lapanya...
dia akan selalu mendapat kesusahan, buah
tan
Terjemahan:
orang
lain,
walaupun
baik
dari buruknya yang dilindungi itu.
Pada waktu Sang Raja beradu
3. Karakter dalam cerita Sang Wre
siang
kepinding
Si Murdasa Anti, Lobha Dahat
merasa mendapat kesempatan
(Kera Si Murdasa Anti yang Amat
baik. Dilihatnya paha sang
Serakah)
hari,
Raja
si
keputih-putihan,
Di sini menceritakan seekor kera
timbullah keinginan hatinya
betina yang bertapa dengan tulus hati agar
untuk
mengisap,
keinginannya menjadi cantik seperti bidadari
akan tetapi dicegah oleh si
bisa terkabul. Sang Bathara-pun akhirnya
kutu... Si kepinding tidak
terketuk hati, dan mengabulkan permintaan
mengindahkannya oleh sebab
kera. Lalu kera disuruh mandi tujuh kali di
kerasnya
terburu-
sebuah pemandian suci. Setelah mandi tujuh
burunya. Ia bersikeras pula
kali, berubahlah si kera menjadi cantik
memulai
nafsu
mengalahkan bidadari. Saat itu juga kera
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
64
ISSN 2502-8723
berfikir jika ia mandi tujuh kali lagi, maka
Kutipan di atas jelas menggambarkan
cantiknya akan seperti Bethari Uma. Lalu ia
bahwa kera itu kuat pendiriannya layaknya
mandi lagi, dan seketika ia berubah kembali
manusia, yaitu akan berusaha sekuat tenaga
menjadi seekor kera seperti sebelumnya.
agar mendapatkan apa yang diinginkan.
Dalam cerita di atas, tokohnya adalah
Tetapi setelah apa yang diinginkan telah
seekor kera. Menurut ciri-cirinya, kera
tercapai, si kera tidak puas dan dengan
merupakan hewan yang anatomi tubuhnya
serakahnya menginginkan hal yang lebih.
hampir
Kutipan
sama
dengan
manusia,
yang
itu
jelas
menegaskan
bahwa
membedakan hanya volume otaknya saja
keserakahan dan ketidakpuasan pada apa
yang lebih kecil. Dalam hal ini, kera
yang telah didapatkan akhirnya tidak akan
menyimbolkan sosok yang kuat dan teguh
baik, bahkan bisa berakhir lebih buruk. Sifat
pendirian
yang
kera dalam cerita ini menyimbolkan sifat
diinginkannya. Hal ini terbukti seperti
manusia yang tak pernah puas dengan apa
petikan berikut.
yang
untuk
mendapat
apa
telah
didapatkannya,
dan
selalu
Ana ta wre manganakěn tapa...
menginginkan hal yang lebih, dan pada
Tasak denya manganakěn tapa
akhirnya malah mendapat keburukan buah
tan mahangkāra driyanya: yan
dari keserakahnnya itu.
raěng ikang woh ing jambu ri
4. Karakter dalam Cerita Garuda kalah
sandingnya,
denikang Pas (Garuda kalah dengan
ya
ta
rinuyu
denya,
tan
makêwěhnya,
umulat
juga
swabhāwanya,
śakti
ika
Kura-kura)
Penggalan
denyanganakěn
cerita
ini
mengisahkan
sebuah pemerintahan republik kura-kura
tapa...
yang dipimpin oleh seekor kura-kura tua.
Terjemahan:
Kerajaan ini didatangi seekor burung garuda
Ada seekor kera bertapa...
yang mau memangsa kura-kura setiap
tapanya telah matang, tidak
harinya. Suatu ketika sang kura-kura tua
berangkara
mengusulkan
lagi
hawa
untuk
membuat
taruhan
nafsunya: apabila buah jambu
dengan burung garuda, yaitu kura-kura
di
berlomba
dekatnya
masak,
dengan
garuda
untuk
dirontokanlah olehnya dengan
menyeberangi lautan, siapa yang sampai
tak ada perasaan terganggu
lebih dulu di pantai seberang, maka semua
sama sekali, hanya melihatnya
permintaannya harus dipenuhi. Jika kura-
saja yang dilakukan. Sungguh
kura yang menang, maka burung garuda
kuat ia bertapa...
tidak boleh memakan kura-kura lagi, dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
65
ISSN 2502-8723
jika garuda yang menang maka garuda boleh
kira-kiraranta,
memakan kura-kura sampai tujuh turunan.
aměnang kita, rahayu dahat
Saat taruhan berlangsung, kura-kura yang
upāyanta....
selalu rukun dengan sesamanya mempunyai
wyakti
Terjemahan:
akal agar bisa mengalahkan garuda, yaitu
....akhirnya lebih dulu pergilah
dengan menyuruh seekor kura-kura lainnya
anda
untuk bersiap di tepi seberang. Dan, sebelum
tinggallah di sini dua ekor. Di
garuda sampai, kura-kura itu sudah terlihat
sana
di pantai, maka menanglah kura-kura dan
bersepakat, jika nanti Garuda
garuda-pun harus mau menepati janjinya
datang, di depannyalah yang
untuk tidak lagi makan kura-kura.
menyahut.
sekalian
ke
anda
laut,
hendaknya
Jika
ia
hampir
Dalam cerita ini ada dua tokoh hewan
sampai ke tepi laut, kura-kura-
yang berperan yaitu kura-kura dan burung
kura yang berbeda dipinggir
garuda,
harus mendahului ke pantai.
masing-masing
hewan
ini
menyimbolkan dua hal yang berbeda. Yang
Begitulah
pertama yaitu kura-kura. Telah dibahas pada
kauperbuat, pasti anda akan
bagian 4.1 tentang bagian anatomi serta
menang, karena upaya anada
simbol-simbolnya. Namun dalam cerita ini,
itu sangat bagus...
kura-kura diceritakan sebagai hewan yang
selalu
rukun
saudaranya,
dan
selalu
kompak
Petikan
dengan
gotong-royong
bagaimana
di
yang
atas
kecerdikan
harus
menggambarkan
kura-kura
dalam
demi
menghadapi musuhnya yang sangat besar
kebaikan bersama dengan cara mengakali
yaitu, garuda. Walaupun agak licik, tetapi
musuhnya. Ini artinya bahwa kura-kura
hal inilah yang seharusnya dilakukan untuk
walaupun kecil, tetapi cerdik otaknya. Hal
mengakhiri suatu kedzoliman. Hal ini juga
ini terbukti pada kutipan berikut.
menyimbolkan kalau kura-kura yang selalu
....Tělas karuhuna kita kabeh
hidup rukun dengan keluarganya mampu
maraêng sāgara, karya ana ta
mengalahkan suatu kejahatan yang besar,
rwang
Amaywakěna
yaitu seekor burung garuda yang besar. Hal
pasangketanta: yan maparěk
ini jelas membuktikan kalau kerukunan
pwa
Garuda,
dengan saudara bisa mengalahkan musuhnya
sumahura ikang ing arěp. Yan
walaupun itu sebesar burung Garuda. Besar
meh praptaha ring pinggir ing
dan buasnya burung Garuda bisa dikalahkan
samudra, rumuhana měntasa
oleh hewan-hewan sekecil kura-kura. Hal ini
ikang ring těmbing. Mangkana
menyimbolkan
wiji.
měne
sang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
66
kalau
kejahatan
sebesar
ISSN 2502-8723
apapun, bisa dikalahkan oleh sesutu yang
Matilah dia, dan panjang umurlah hidup si
kecil, asalkan sesuatu yang kecil itu harus
gagak.
bersatu padu dan bisa guyub rukun. Cerita
Tokoh
dalam
cerita
bisa
ini mengingatkan manusia, bahwa sesuatu
menyimbolkan banyak hal. Yang pertama
yang besar itu bisa dikalahkan dengan
adalah
kecerdikan dan juga kerukunan. Ini juga
merupakan hewan yang pintar, bisa terbang,
berarti bahwa masyarakat atau rakyat kecil
dan juga hebatnya dia bisa membuat tempat
bisa
pejabat-pejabat
tinggal (sarang), hal ini merupakan sebuah
pemerintahan yang berkuasa dengan cara
kemampuan yang luar biasa dari jenis non-
dilawan dengan kecerdikan dan juga dengan
manusia. Gagak merupakan hewan yang
kebersamaan.
pintar karena bisa membuat sarang di mana
5. Karakter dalam cerita Sarpa Sitara
saja termasuk di atas pohon randu. Selain
Pějah dening cidra Buddhinya (Naga
hewan
Sitara Mati Lantaran Culas Budinya)
menyimbolkan
saja
mengalahkan
burung
gagak.
yang
Burung
pintar,
gagak
keagungan
gagak
juga
dan
Ringkasan ceritanya yaitu ada seekor
kebijaksanaan. Hal ini terbukti saat ada
burung gagak yang bersarang di atas pohon
musuh yaitu naga yang selalu memakan
randu bersama keluarganya. Di akar pohon
anaknya,
itu ada naganya yang tinggal di dalam gua,
menyusun rencana untuk menghentikan
Sitara namanya. Sitara ini culas hatinya, dan
kejahatan si naga.
senantiasa
bijaksana
Geramlah si gagak kepada Sitara lalu
habis dimakan naga, ia membuat rencana
menyusun rencana untuk membunuh naga
untuk membunuh naga itu. rencananya ini
itu. Suatu ketika, saat ada seorang raja
lalu
beserta bala tentaranya sedang istirahat di
kecerdikannya dia membuat perangakap
bawah pohon randu, si gagak dengan sengaja
untuk si naga. Kecerdikan gagak untuk
menyambar
lalu
mengalahkan si naga, walaupun perbuatan
dijatuhkan tepat di atas naga. Marahlah hati
gagak ini tidak benar, tetapi hal itu demi
raja,
kebaikannya
menyuruh
sang
si
dengan
Gagak sangat pintar, setelah anaknya
perhiasan
anak
gagak
gagak.
lalu
memakan
si
Raja
prajuritnya
untuk
mencari perhiasan dan membunuh siapa saja
diwujudkan
dan
benar,
juga
dengan
keturunannya.
Begitulah kebijaksanaan sang gagak.
yang telah merebutnya. Saat tentara itu
Tokoh selanjutnya yaitu si ular naga.
bersorak-sorai, naga mengira kalau mereka
Menurut
sedang memburunya, larilah naga ke dalam
tubuh yang lebih besar dari pada hewan
lubangnya, tapi tetap saja ia berhasil di
reptil lainnya. Karena tubuhnya yang besar,
tangkap lalu dibunuh oleh tentara-tentara itu.
ia menjadi hewan yang buas, seenaknya saja
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
67
anatominya,
naga
mempunyai
ISSN 2502-8723
memangsa hewan kecil lainnya sehingga
pada
menjadi
ditakuti.
gumuruh swaranya kabeh.
inilah,
naga
pembawa
Menurut
anatominya
menyimbolkan
ketakutan
Ikang
sebagai
karena
mangrěbut
sering
sarpa
matěri
sangśaya
manahnya, apan walingnya
mendatangkan ancaman yang menakutkan.
binuru...
Hal ini juga tersurat dalam serat Tantri
Terjemahan:
Kamandaka, sebagai berikut petikannya.
...segenap tentara Rajaputra
.... ana ta nāga munggw ing
bersorak-sorai
wwad
ri
gembiranya, berebut dulu,
ikang
riuh bergemuruh bahananya.
ikang
guwanya
rangrě,
nggwan
sarpa, Sitara ngaranya. Ya
Si
têka cidra buddhinya Sitara,
menyangka ia diburu...
nityâmāngsa
anak
ikang
ular
dengan
hatinya
kecut,
Cerita di atas menggambarkan bahwa
gagak...
pendeknya pikiran si naga, sebelum ia
mengetahui apa yang terjadi, dia sudah
Terjemahan:
gegabah dan kebingungan sendiri. Hal inilah
Di akar pohon randu ada
yang akhirnya mengakhiri hidupnya, seperti
naganya, tinggal dalam gua,
petikan berikut.
Sitara namanya. Sitara ini
...mijil
culas hatinya, tidak dapat
wiwaranya,
dipercaya, suka memperdaya
wadwa dyah Wīraparāna,
orang
binurunya
ikang
sarpa
senantiasa makan anak si
kinabehan,
pějah
ikang
gagak...
sarpa dening wadwa. Ikang
dan
sebagainya,
pwa
ya
sakêng
katon
dening
gagak dīrghâyusâ-swasthā.
Petikan di atas jelas memperlihatkan
Terjemahan:
kebuasan, kejahatan dan kekejaman naga.
...Keluarlah
ia
dari
Tetapi di samping sifatnya yang kuat itu,
lubangnya,
tampak
oleh
naga ternyata juga mempunyai kelemahan,
tentara Raden Wiraprana.
yaitu dia tidak bisa berfikir jernih dan selalu
Ular
gegabah. Hal ini seperti yang diceritakan
beramai-ramai, matilah ia
pada petikan berikut.
oleh
...prasama
surak
agirang
tentara.
dikeroyok
Sedang
si
gagak panjang usianya dan
wadya sang rāja-putra. Yêka
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dikejar,
berbahagia.
68
ISSN 2502-8723
Petikan
jelas
Simbol-simbol ini banyak sekali nilai
menggambarkan keculasan naga berakhir
dan maknanya. Ada yang menyimbolkan
hanya karena gegabahnya yang telah
kebaikan,
direncanakan oleh si gagak, dan akhirnya si
kecerobohan,
ular mati, sedangkan si gagak bisa hidup
luhurnya budi pekerti. Semua nilai itu
lama
ini
disimbolkan secara baik dalam wujud tokoh
menyimbolkan bahwa orang yang daif,
para binatang dan seluruh tingkah lakunya
hina, rendah dan sebagainya (seperti halnya
dalam cerita yang dalam kenyatannya juga
si gagak) , apabila dia berhati baik, berbudi
dilakukan oleh manusia pada umumnya.
dan
di
atas
berbahagia.
Hal
keburukan,
kerendahan
kecerdikan,
budi,
serta
pekerti yang luhur dan suka berbuat amal
Nilai-nilai ini jika sudah diketahui
(tolong-menolong), maka akan selamat.
oleh para pembaca atau penyimak dongeng,
Dan sebaliknya sebesar apapun kekuasaan
hendaknya mereka membuka pikiran dan
seseorang, apabila hatinya culas dan tidak
sadar akan segala perbuatannya, dan lebih
berbudi pekerti luhur, maka akan mati
bagus lagi jika para manusia itu bisa
dengan
mengambil dan meniru setiap pelajaran
mengenaskan
karena
sifatnya
culasnya sendiri.
penting yang akan meningkatkan kualitas
moralnya. Dan tentunya mereka harus
meninggalkan
PENUTUP
kebiasaan-kebiasaan
yang
bisa merusak moral.
Setiap karya sastra, baik itu berupa
Penulisan
sastra tulis maupun lisan seperti dongeng
ini
jauh
dari
kata
binatang pasti mempunyai kegunaan dan
sempurna, ada baiknya jika ada yang mau
banyak mengandung ajaran dan informasi.
melengkapi dan meneruskan penelitian yang
Ajaran-ajaran itu ada yang bersifat tersurat
lbeih mendetail dan mendalam sehingga bisa
dan ada juga yang tersirat saja. Dalam
lebih bermanfaat bagi para pembacanya.
dongeng Tantri Kamandaka ini banyak
Penelitian tindak lanjut yang bisa dikerjakan
sekali mengandung ajaran yang tersirat,
misalnya tentang bagaimana cara membuat
yaitu pengarang secara tidak langsung
bahasa dongeng Tantri Kamandaka agar
menyampaikan
lebih mudah dimengerti oleh para pembaca
maksudnya.
apa
yang
Pengarang
menjadi
di
dan penyimak setianya.
sini
menyampaikan pesannya melalui simbolsimbol, yaitu melalui watak dan tingkah laku
para tokohnya, para hewan yang bertingkah
laku seperti halnya manusia.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
69
ISSN 2502-8723
DAFTAR PUSTAKA
Daeng,
Hans,
J.
2008.
Kebudayaan
dan
Manusia,
Lingkungan
(Tinjauan Antropologis). Yogyakarta:
Pustaka Belajar
Firth, Raymond. 1975. Symbols, Public and
Private.
New
York:
Cornell
University Press
Hanafi,
Abdillah.
Komunikasi
1984.
Memahami
Antar
Manusia.
Surabaya: Usaha Nasional
Kuntowijoyo,
DR.
1987.
Budaya
dan
Masyarakat. Yogjakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia &
Budaya
dalam
Perspektif
Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
Mardiwarsito, L. 1983. Tantri Kāmandaka,
Naskah dan Terjemahan dengan
Glosarium. Flores: Nusa Indah
Pigeud, Th.G. 1967. Literature of Java,
Katalogus-Reisone
Manuscrift
and
of
Javaansche
Suplement.
The
Hague: Martinus Nijhoff
Poerbatjaraka. 1952. Kapustakan Djawi.
Jakarta: Djambatan
_______.
Jakarta:
1957.
Kepustakaan
Djawa.
Djambatan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
70
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
SISWA SEKOLAH DASAR
Fina Dwi Rosita Dewi
Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
Abstrak
Model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan jenis model pembelajaran kooperatif. Model
TSTS ini digunakan bertujuan dalam upaya guru meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar pada
mata pelajaran IPS. Model TSTS merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berfikir kritis
dan mencari informasi dengan cara bertamu kekelompok lain, sehingga mampu memotivasi siswa untuk
belajar. Motivasi belajar sangat perlu di miliki bagi semua siswa khususnya siswa sekolah dasar. Usia sekolah
dasar merupakan tahapan awal anak dalam memperoleh ilmu pengetahuan melalui pembelajaran. Motivasi
sangat penting dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya
kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
perbaikan sistem pembelajaran salah satunya dengan penggunaan model-model pembelajaran yang inovatif,
kreatif dan menyenangkan melalui model pembelajaran TSTS.
Kata Kunci : Model Pembelajaran, , TSTS (Two Stay Two Stray), Motivasi Belajar, IPS.
Abstract
TSTS learning model ( Two Stay Two Stray ) is a type of cooperative learning model . This TSTS models used
in efforts aimed at improving teachers' motivation to learn the elementary school students in social studies .
Model TSTS a learning model that requires students to think critically and look for information by other
kekelompok visit , so as to motivate students to learn . Motivation to learn is necessary in for all our students,
especially primary school students . The primary school age children in the early stages of obtaining
knowledge through learning . Motivation is very important in learning activities, because their motivation to
encourage the spirit of learning and conversely lack of motivation will weaken the spirit of learning.
Therefore, it is necessary to the improvement of the system of learning one of them with the use of learning
models that are innovative, creative and fun through learning model TSTS .
Keywords : Learning Model, Learn Motivation, TSTS (Two Stay Two Stray), IPS
sampai kepada peserta didik. Salah satu
PENDAHULUAN
model pembelajaran yang menyenangkan
Proses Belajar Mengajar (PBM)
yang
baik
tentu
banyak
faktor
adalah model TSTS. Model TSTS ini bersifat
yang
kerjasama,
mempengaruhinya dan diantaranya adalah
mendapatkan
metode dan teknik yang digunakan guru
dalam
melakukan
interaksinya
kelompok lain.
dengan
suatu
berdiskusi
untuk
informasi
kepada
Lie (dalam Yusritawati,
2009:14) menyatakan, ―Struktur Two Stay
peserta didik agar bahan pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
saling
Two Stray yaitu memberi kelompok untuk
71
ISSN 2502-8723
membagikan hasil dan informasi dengan
belajar yang dimiliki siswa dalamsetiap
kelompok lain‘‘. Hasibuan (2006: 22-23)
kegiatan
mengatakan ada beberapa manfaat dari
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
diskusi , yaitu sebagai berikut : (1)
dalam mata pelajaran tertentu (Nashar,
memanfaatkan berbagai kemampuan yang
2004:11). Siswa yang bermotivasi tinggi
ada pada siswa; (2) memberi kesempatan
dalam
kepada
menyalurkan
memperoleh hasil belajar yang tinggi pula,
kemampuannya; (3) mendapat balikan dari
artinya semakin tinggi motivasinya, semakin
siswa, apakah tujuan telah dicapai; (4)
intensitas usaha dan upaya yang dilakukan,
membantu siswa belajar berpikir kritis; (5)
maka semakin tinggi prestasi belajar yang
membantu
siswa
diperolehnya.
kemampuan
dan
siswa
untuk
belajar
berperan
memungkinkan
akan
Motivasi merupakan syarat mutlak
maupun teman-temannya (orang lain); (6)
dalam belajar. Tanpa motivasi (atau kurang
membantu siswa menyadari dan mampu
motivasi)
merumuskan berbagai permasalahan yang
maksimal. Dalam proses belajar, motivasi
dilihat,
sendiri
memiliki peran yang sangat penting, sebab
maupun dari pelajaran sekolah dan; (7)
seseorang yang tidak mempunyai motivasi
mengembangkan motivasi untuk belajar
dalam
lebih lanjut.
melaksanakan aktivitas belajar. Motivasi
dari
Salah
diri
belajar
sangat
sendiri
baik
peranan
menilai
pembelajaran
pengalaman
satu
tidak
belajar,
akan
tidak
berhasil
akan
dengan
mungkin
faktor
yang
diperlukan dalam menentukan intensitas
siswa
adalah
usaha belajar bagi para siswa. Menurut
motivasi. Dengan adanya motivasi, siswa
Djamarah (2002 : 123) ada tiga fungsi
akan belajar lebih keras, ulet, tekundan
motivasi: (a) Motivasi sebagai pendorong
memiliki dan memiliki konsentrasi penuh
perbuatan.
dalam
pendorong untuk mempengaruhi sikap apa
mempengaruhi
proses
Dorongan
prestasi
belajar
motivasi
pembelajaran.
dalam
belajar
Motivasi
berfungsi
sebagai
yang seharusnya anak didik ambil dalam
merupakan salah satu hal yang perlu
rangka
dibangkitkan dalam upaya pembelajaran di
penggerak perbuatan. Dorongan psikologis
sekolah. Biggs dan Tefler (dalam Dimyati
melahirkan sikap terhadap anak didik itu
dan
merupakan
Mudjiono,
2006)
mengungkapkan
belajar;
suatu
(b)
Motivasi
kekuatan
sebagai
yang
tak
motivasi belajar siswa dapat menjadi lemah.
terbendung,yang kemudian terjelma dalam
Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi
bentuk gerakan psikofisik; (c) Motivasi
belajar akan melemahkan kegiatan, sehingga
sebagai pengarah perbuatan. Anak didik
mutu prestasi belajar akan rendah. Motivasi
yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
72
ISSN 2502-8723
mana perbuatan yang harus dilakukan dan
Model pembelajaran memiliki andil
mana perbuatan yang diabaikan.
Misalnya
dalam
yang cukup besar dalam kegiatan belajar
pelajaran
IPS
mengajar.
Kemampuan
menangkap
muatan yang terlalu banyak materi dan
pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari
bersifat menghafal, sehingga siswa enggan
pemilihan model pembelajaran yang tepat,
untuk belajar. Oleh karena itu motivasi
sehingga
belajar khususnya pada mata pelajaran IPS
diharapkan
ditingkatkan dengan menggunakan salah
macam model pembelajaran yang dapat
satu model pembelajaran TSTS. Program
dijadikan
pendidikan IPS yang komprehensif adalah
menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
program pendidika yang mencakup empat
berlangsung efektif dan optimal. Salah satu
dimensi. Menurut Siradjudin (2012:45),
model pembelajaran yang dapat melibatkan
empat dimensi itu meliputi: (1) Dimensi
atau mengaktifkan siswa dalam belajar
Pengetahuan
secara
adalah model pembelajaran kooperatif tipe
konseptual, pengetahuan mencakup fakta,
two stay two stray (dua tinggal dua tamu).
konsep, dan generalisasi yang dipahami oleh
Dimana model TSTS ini mempunyai salah
siswa; (2) Dimensi Keterampilan (skills)
satu manfaat bagi peserta didik yaitu
antara lain yaitu, Keterampilan meneliti/
meningkatkan motivasi belajar siswa.
(knowledge),
tujuan
pembelajaran
tercapai.
alternatif
Terdapat
bagi
yang
berbagai
guru
untuk
akademik dan keterampilan berpikir; (3)
Dimensi Nilai dan Sikap (vallues and
PEMBAHASAN
attitudes), antara lain nilai substantif adalah
A. MODEL
keyakinan
seseorang
yang
telah
umumnya
dipegang
TSTS
(TWO STAY TWO STRAY)
belajar.
Model pembelajaran TSTS (Two Stay
Sedangkan nilai prosedural secara eksplisit
Two Stray) merupakan jenis pembelajaran
atau implisit hendaknya telah ada dalam
kooperatif
langkah-langkah pembelajaran dan tidaklah
dimana dua siswa menjadi tamu dan dua
menjadi bagian dari konten tersendiri; (4)
siswa menjadi informan. TSTS yang sering
Dimensi
disebut
Tindakan
hasil
oleh
PEMBELAJARAN
(action),
meliputi:
yang
―dua
sangat
tinggal
menyenangkan,
dua
tamu‖
percontohan kegiatan dalam memecahkan
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada
masalah di kelas; berkomunikasi dengan
tahun
anggota
diciptakan;
2011:15) ―In cooperative learning methods,
pengambilan keputusan dan dapat menjadi
students work together in four member
bagian kegiatan kelas khususnya pada saat
teams to master material initially presented
siswa diajak melakukan inkuiri.
by
masyarakat
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
73
the
1992.
Menurut
teacher‖.
Ini
Slavin
berarti
(Isjoni,
bahwa
ISSN 2502-8723
cooperative learning atau pembelajaran
Model pembelajaran two stay two
kooperatif adalah suatu model pembelajaran
stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer
dimana
bekerja
Kagan pada tahun 1992. Model ini dapat
kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6
digunakan pada semua materi pelajaran dan
orang secara kolaboratif sehingga dapat
tingkatan usia siswa. Struktur dua tinggal
merangsang peserta didik lebih bergairah
dua tamu memberi kesempatan kepada
dalam belajar. Dari beberapa pengertian
kelompok untuk membagikan hasil dan
menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
informasi dengan kelompok lain. Hal ini
pembelajaran kooperatif adalah cara belajar
dilakukan dengan cara saling mengunjungi
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil
atau bertamu antar kelompok untuk berbagi
yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh
informasi.
sistem
belajar
dan
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
Pembelajaran kooperatif model TSTS
yang diharapkan‖.
terdiri
Menurut Lie (2002:60-61) model
siswa
tahapan
sebagai
1. Persiapan
Tinggal Dua tamu) merupakan suatu model
dimana
beberapa
berikut:
pembelajaran two stay two stray (Dua
pembelajaran
dari
Pada tahap persiapan ini, hal yang
belajar
dilakukan guru adalah membuat silabus dan
memecahkan masalah bersama anggota
sistem
kelompoknya, kemudian dua siswa dari
menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa
kelompok tersebut bertukar informasi ke dua
menjadi beberapa kelompok dengan masing-
anggota kelompok lain yang tinggal. Dalam
masing anggota 4 siswa.
model pembelajaran two stay two stray (Dua
2. Presentasi Guru
Tinggal Dua Tamu), siswa dituntut untuk
penilaian,
desain
pembelajaran,
Pada tahap ini guru menyampaikan
memiliki tanggungjawab dan aktif dalam
indikator
setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Agus
menjelaskan materi sesuai dengan rencana
Suprijono (2012:93) strategi Two Stay Two
pembelajaran yang telah dibuat.
Stray atau strategi dua tinggal dua tamu
3. Kegiatan Kelompok
adalah strategi yang dapat mendorong
anggota
kelompok
kegiatan
ini
mengenal
dan
pembelajaran
memperoleh
menggunakan lembar kegiatan yang berisi
konsep secara mendalam melalui pemberian
tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-
peran pada siswa.
tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah
B. LANGKAH-LANGKAH
menerima lembar kegiatan yang berisi
PEMBELAJARAN
untuk
Pada
pembelajaran,
permasalahan-permasalahan yang berkaitan
KOOPERATIF
dengan konsep materi dan klasifikasinya,
TWO STAY TWO STRAY
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
74
ISSN 2502-8723
siswa mempelajarinya dalam kelompok
pembelajaran dengan model TSTS, yang
kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah
selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian
tersebut
penghargaan
bersama-sama
kelompoknya.
anggota
Masing-masing
kelompok
kepada
kelompok
yang
mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
menyelesaikan atau memecahkan masalah
Kelebihan Dan Kekurangan Model
yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
TSTS
Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-
Adapun kelebihan dari model TSTS adalah
masing
meninggalkan
sebagai berikut: (a) Dapat diterapkan pada
kelompoknya dan bertamu ke kelompok
semua kelas/tingkatan; (b) Kecenderungan
yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal
belajar siswa menjadi lebih bermakna; (c)
dalam kelompok bertugas menyampaikan
Lebih berorientasi pada keaktifan; (d)
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu.
Diharapkan
Setelah
mengungkapkan
kelompok
memperoleh
informasi
dari
2
siswa
akan
berani
pendapatnya;
(e)
anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan
Menambah kekompakan dan rasa percaya
kembali ke kelompok masing-masing dan
diri siswa; (f) Kemampuan berbicara siswa
melaporkan temuannya serta mancocokkan
dapat
dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
meningkatkan minat/motivasi dan prestasi
4.Formalisasi
belajar.
ditingkatka;
Sedangkan
g)
Membantu
kelemahan
model
Setelah belajar dalam kelompok dan
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
menyelesaikan permasalahan yang diberikan
Stray antara lain, yaitu: (a) membutuhkan
salah satu kelompok mempresentasikan hasil
waktu yang lama; (b) siswacenderung tidak
diskusi
untuk
mau belajar dalam kelompok; (c) bagi guru,
dikomunikasikan atau didiskusikan dengan
membutuhkan banyak persiapan (materi,
kelompok
guru
dana dan tenaga); (d) guru cenderung
membahas dan mengarahkan siswa ke
kesulitan dalam pengelolaan kelas. Untuk
bentuk formal.
mengatasi
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
kooperatif model TSTS, maka sebelum
Pada
kelompoknya
lainnya.
tahap
Kemudian
evaluasi
ini
untuk
pembelajara
kekurangan
guru
pembelajaran
terlebih
dahulu
mengetahui seberapa besar kemampuan
mempersiapkan dan membentuk kelompok-
siswa dalam memahami materi yang telah
kelompok belajar yang heterogen ditinjau
diperoleh
model
dari segi jenis kelamin dan kemampuan
TSTS.
akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin,
Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi
dalam satu kelompk harus ada siswa laki-
pertanyaan-pertanyaan
laki dan perempuannya. Jika berdasarkan
dengan
pembelajaran
menggunakan
kooperatif
model
dari
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
hasil
75
ISSN 2502-8723
kemampuan akademis maka dalam satu
dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) Untuk
kelompok
orang
peningkatan motivasi belajar menurut Abin
berkemampuan akademis tinggi, dua orang
Syamsudin M (1996) yang dapat kita
dengan kemampuan sedang dan satu lainnya
lakukan adalah mengidentifikasi beberapa
dari
akademis
indikatoryna dalam tahap-tahap tertentu.
kurang. Pembentukan kelompok heterogen
Indikator motivasi antara lain: 1) Durasi
memberikan
kegiatan;
terdiri
kelompok
dari
satu
kemampuan
kesempatan
untuksaling
2)
Frekuensi
kegiatan;
3)
mengajar dan saling mendukung sehingga
Presistensinya pada tujuan kegiatan; 4)
memudahkan
dengan
pengelolaan
adanya
berkemampuan
diharapkan
satu
akademis
bisa
kelas
karena
Ketabahan, keuletan dan kemampuannya
orang
yang
dalam menghadapi kegiatan dan kesulitan
yang
untuk mencapai tujuan; 5) Pengabdian dan
anggota
pengorbanan untuk mencapai tujuan; 6)
tinggi
membantu
kelompok yang lain.
Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan; 7) Tingkat
kualifikasi
C. MOTIVASI BELAJAR
Pada dasarnya motivasi adalah suatu
prestasi;
8)
Arah
sikapnya
terhadap sasaran kegiatan.
usaha yang disadari untuk menggerakkan,
Motivasi adalah usaha yang didasari
menggarahkan dan menjaga tingkah laku
untuk mengerahkan dan menjaga tingkah
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
atau tujuan tertentu. Menurut Clayton
atau tujuan tertentu.
Alderfer (dalam Nashar,2004:42). Motivasi
(2008:510) bahwa motivasi adalah proses
belajar adalah kecenderungan siswa dalam
yang
melakukan kegiatan belajar yang didorong
kegigihan
oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau
menurut Sardiman (2007:73) adalah daya
hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi
penggerak dari dalam diri untuk melakukan
dipandang sebagai dorongan mental yang
aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai
menggerakkan dan mengarahkan perilaku
suatu tujuan. Selanjutnya menurut Mc.
manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam
Donald (dalam Sardiman:2007:73), motivasi
motivasi terkandung adanya keinginan yang
adalah
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan
seseorang yang ditandai dengan munculnya
dan mengarahkan sikap serta perilaku pada
―felling‖ dan didahului dengan tanggapan
individu belajar (Koeswara, 1989 ; Siagia,
terhadap
adanya
1989 ; Sehein, 1991 ; Biggs dan Tefler, 1987
beberapa
pendapat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
76
memberi
Menurut Santrok
semangat,
perilaku.
perubahan
arah,
Adapun
energi
tujuan.
para
dan
pendapat
dalam
diri
Berdasarkan
ahli
tentang
ISSN 2502-8723
pengertian
motivasi
dapat
disimpulkan
pengalamanya sendiri guna mencapai suatu
bahwa motivasi merupakan keseluruhan
tujuan
daya penggerak di dalam diri siswa yang
(kebutuhan)
menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan
perubahan tingkah laku yang baru. Motivasi
yang memberikan arah dalam kegiatan
juga bisa disebut sebagai penumbuh gairah,
belajar. Sehingga tujuan yang diharapkan
merasa senang, dan semangat untuk belajar.
dapat tercapai dengan baik dan maksimal.
Dengan motivasi yang kuat, siswa akan
Menurut (Azwar, 1995) Perubahan motivasi
mempunyai banyak energi untuk melakukan
yang diperoleh berdasarkan pendekatan
kegiatan belajar dan mencapai prestasi yang
komunikasi juga dapat dilihat melalui
tinggi.
perubahan sikap yang ditimbulkan.
berprestasinyatinggi akan mencapai prestasi
Belajar ada sejak manusia dilahirkan
sampai
usia
Siswa
memperoleh
yang
suatu
motivasi
akademis yang tinggi apabila: a) Rasa
dalam
kehidupan
takutnya akan kegagalan lebih rendah
banyak
melakukan
daripada keinginannya untuk berhasil; b)
kegiatan yang sebenarnya merupakan suatu
Tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi
gejala belajar. Menurut Slameto (2010: 2),
tantangan, tidak terlalu mudah tetapi juga
―belajar adalah suatu proses usaha yang
tidak terlalu sukar, sehingga memberi
dilakukan seseorang untuk memperoleh
kesempatan untuk berhasil.
suatu perubahan tingkah laku yang baru
D.
seharihari
secara
lanjut,
dan
manusia
keseluruhan,
pengalamanya
sendiri
sebagai
dalam
hasil
MENINGKATKAN
MOTIVASI
BELAJAR IPS MELALUI MODEL
interaksi
TSTS
dengan lingkunganya.‖Hal ini menunjukkan
Keberhasilan siswa dalam belajar
bahwa jika seseorang melakukan gejala
bukan hanya dari penguasaan materi semata,
belajar dengan baik maka terjadi proses
namun motivasi yang dimiliki siswa juga
perubahan sebagai hasil belajar dan terjadi
sangat mempengaruhinya. Pada umunnya
dalam jangka waktu tertentu.
setiap individu mempunyai keinginan dan
Dari pengertian motivasi dan belajar
kebutuhan belajar sendiri-sendiri. Setiap
dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
keinginan dan kebutuhan untuk belajar perlu
merupakan keseluruhan daya penggerak
diarahkan agar mencapai prestasi belajar
yang terdapat dalam diri siswa yang
yang optimal. Selain motivasi, kelompok
mendorong,
dan
teman sebaya juga sangat mempengaruhi
mengarahkan untuk melakukan aktivitas
aktivitas belajar siswa, untuk membantu
pada kegiatan belajar siswa sebagai hasil
keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam
memantapkan,
kenyataanya menunjukkan bahwa dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
77
ISSN 2502-8723
proses belajar yang berlangsung sesuai
alasan menggunakan model pembelajaran
dengan
yang
two stay two stray ini karena terdapat
motivasi
dan
diharapkan.
prestasi
Rendahnya
belajar
siswa
pembagian kerja kelompok, siswa dapat
merupakan permasalahan yang harus segera
bekerja sama
diatasi,
mengatasi kondisi siswa yang ramai dan
salah
satunya
yaitu
dengan
pembaharuan dalam pembelajaran.
Dalam
menerapkan
sulit
saat
proses
pembelajaran.
model
Adanya sifat kerjasama, serta pencarian
kelebihan-
informasi pada kelompok lain, sehingga
kelebihan dan kelemahan. Menurut Trianto
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
(2007), model pembelajaran kooperatif ini
dalam upaya mengungkapkan ide yang
mempunyai
yaitu:
mereka pikirkan serta memicu siswa untuk
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;
berfikir kritis. Sehingga motivasi belajar
siswa
siswa mampu meningkat.
pembelajaran,
pasti
suatu
diatur
dengan temannya, dapat
terdapat
kelebihan-kelebihan
dapat
berkomunikasi
dengan
temannya dapat meningkatkan keaktifan
dalam pembelajaran, dapat meningkatkan
PENUTUP
pemahaman dalam prestasi belajar. Seperti
KESIMPULAN
pada
model
kooperatif
Dengan
Model pembelajaran two stay two
TSTS pada mata
stray (Dua Tinggal Dua tamu) merupakan
pelajaran IPS masing-masing siswa dalam
suatu model pembelajaran dimana siswa
tiap –tiap kelompok akan termotivasi untuk
belajar
mengungkapkan
dan
anggota kelompoknya, kemudian dua siswa
memberikan informasi kepada teman yang
dari kelompok tersebut bertukar informasi
bertamu.
akan
ke dua anggota kelompok lain yang tinggal.
temotivasi untuk bertanya secara langsung
Dalam model pembelajaran two stay two
kepada kelompok lain seputar materi yang
stray (Dua Tinggal Dua Tamu), siswa
dibahas, misalnya pada materi meneladani
dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan
kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh
aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
dilingkungannya.
Pengembangan model pembelajaran ini
menggunakan model
pendapatnya
Sebaliknya
Tujuan
pembelajaran
TSTS.
tugas
tamu
penggunaan
kooperatif
model
TSTS
memecahkan
masalah
bersama
bermaksud agar dapat menghasilkan model
akan
pembelajaran
baru
yang
efektif
dan
mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam
menyenangkan bagi siswa dalam kegiatan
berdiskusi, tanya jawab,mencari
pembelajaran serta dapat meningkatkan
jawaban,
menjelaskan dan juga menyimak materi
motivasi siswa dalam belajar.
yang dijelaskan oleh teman. Selain itu,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
78
ISSN 2502-8723
Bersrtuktur. Jurnal Pendidikan dan
SARAN
Penggunaan
model
pembelajaran
Pembelajaran.
TSTS sangat cocok digunakan oleh pengajar
(Online)(http://jurnal.untan.ac.id/index.
untu meningkatkan motivasi belajar siswa
php/jpdpb/article/view/3559,
sekolah dasar. Hal ini dikarenakan model
April 2014).
TSTS ini bersifat kerja kelompok dan
Huda,
mencari informasi pada kelompok lain,
Miftahul.
(2011).
Diakses
Cooperative
Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
sehingga mau tidak mau siswa termotivasi
Nashar.Drs.2004.Peranan
Kemampuan
dalam
pembelajaran. Jakarta: Delia press.
belajar
berlangsung.
Diharapkan siswa termotivasi dalam belajar
kegiatan
Sardiman,A.M.2000.Interaksi dan Motivasi
untuk melatih dirinya berani tampil dalam
Belajar
rangka
Persada.
mengungkapkan
dalam
dan
untuk mengutarakan pendapatnya dan aktif
proses
awal
Motivasi
pendapatnya
dimuka umum. Oleh sebab itu, agar dapat
Mengajar.Jakarta:
Grafindo
Slavin, R, E. (2008). Cooperative Learning.
diperoleh pembelajaran yang efektif dan
Bandung: Nusa Media.
hasil pembelajaran yang sesuai dengan
Sudjana,Nana. (1996). Dasar-Dasar Proses
tujuan yang diharapkan maka seyogyanya
Belajar
guru memilih dan melaksanakan model
Baru.
pembelajaran dengan baik.
Isjoni.
Mengajar.
(2011).
Efektivitas
Bandung:
Cooperative
Pembelajaran
Sinar
Learning
Kelompok.
Bandung:ALFABETA
DAFTAR RUJUKAN
Azwar, S. (1995). Sikap Manusia : Teori
Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar Dan
dan
Pembelajaran.Jakarta:Depdikbud
Pengukurannya.
(Edisi
ke-2).
Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Eko. (2011). Model pembelajaran kooperatif
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan
tipe
Pembelajran. Jakarta: PT Rajagrafindo
TSTS.(online).http://raseko.blogspot.co
Persada.
m/2011/05/model-pembelajaran-
Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan
kooperatif-tipe-two.html diakses Januari
Kemampuan Awal dalam Kegiatan
2016
Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
Fadriani.
(2013).
Remediasi
Hukum
Lie, Anita. (2007). Cooperative Learning.
Archimedes dengan Model Two Stay
Jakarta: PT Grasindo
Two Stray Berbantuan Lembar Kerja
Isjoni, H. 2011. Pembelajaran Kooperatif
Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
79
ISSN 2502-8723
Antara
Peserta
Didik.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Djamarah, dan Aswan Zain. 2002. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hasibuan, Malayu S.P, (2006). Manajemen
Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi
Revisi. Bumi Aksara: Jakarta.
Agus,
Suprijono.
Model-Model
(2012).
Metode
Mengajar.
dan
Bandung:
Alfabet.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
80
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PRAKTIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED
HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA
PADA ANAK USIA DINI
ANISA FAJRIANA OKTASARI
Universitas Madura
ABSTRAK
Seorang guru dituntut mampu menggunakan metode atau model pembelajaran yang tepat agar tujuan akhir
pembelajaran bisa tercapai dengan baik. Dalam pembelajaran Bercerita butuh perhatian khusus, karena bercerita
merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Hal ini terbukti dengan
ditemukan banyak siswa belum mampu Bercerita dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran Bercerita diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi dan menarik. Metode penelitian
meliputi jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah
variabel dengan memberikan suatu perlakuan atau pengkondisian terhadap sampel penelitian. Penelitian
eksperimen ini termasuk kategori True Experimental (eksperimen sungguhan). Adapun rancangan (desain)
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Post-test Only Control Design. Berdasarkan hasil penelitian
di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Tingkat prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak di
Kabupaten Sampang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tergolong tinggi dengan nilai
rata-rata: 77.25. Ada pengaruh yang signifikan peggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang.
Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, nht (numbered head together), program belajar bercerita, anak usia dini
Kenyataan
PENDAHULUAN
Seorang guru
menggunakan
metode
dituntut
mampu
atau
model
perhatian
khusus,
bercerita
karena
dengan mata pelajaran lain. Kondisi seperti
ini terjadi pula pada Pendidikan Anak Usia
butuh
Dini dan Taman Kanak-Kanak Kecamatan
bercerita
Sampang. Berdasarkan hasil wawancara
merupakan salah satu mata pelajaran yang
peneliti dengan guru bahwa penguasaan
masih dianggap sulit dipahami oleh siswa.
materi bercerita oleh siswa masih tergolong
Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak
rendah. Banyak siswa yang kurang aktif
siswa belum mampu bercerita dengan baik
dalam mengaplikasikan atau memberikan
dan benar. Oleh karena itu, dalam proses
komentar ketika diberikan pertanyaan oleh
pembelajaran bercerita diperlukan suatu
metode mengajar
yang bervariasi
guru. Hasil observasi awal yang dilakukan
dan
oleh peneliti pada Pendidikan Anak Usia
menarik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
adalah
masih tergolong rendah jika dibanding
pembelajaran bisa tercapai dengan baik.
pembelajaran
terjadi
penguasaan siswa terhadap materi Bercerita
pembelajaran yang tepat agar tujuan akhir
Dalam
yang
Dini dan Taman Kanak-Kanak Kecamatan
81
ISSN 2502-8723
Sampang menunjukan bahwa pembelajaran
karena dalam mempelajari bercerita tidak
bercerita
cukup hanya mengetahui dan menghafal
di
sekolah
menggunakan
tersebut
model
konvesional
masih
pembelajaran
yakni
suatu
konsep-konsep
model
dibutuhkan
bercerita
suatu
tetapi
juga
pemahaman
serta
pembelajaran yang banyak didominasi oleh
kemampuan
guru, sementara siswa duduk secara pasif
dengan baik. Berdasarkan uraian di atas,
menerima
dan
maka penulis termotivasi untuk mengadakan
keterampilan. Hal ini diduga merupakan
penelitian pada Pendidikan Anak Usia Dini
salah
dan
informasi
satu
pengetahuan
penyebab
terhambatnya
kreativitas dan kemandirian siswa.
menyelesaikan
Taman
Sampang
Sejalan dengan hal tersebut, maka
Kanak-Kanak
dengan
Pembelajaran
persoalan
“Praktik
judul:
Kooperatif
Tipe
(Numbered
perubahan dari pembelajaran berorientasi
Program Belajar Bercerita pada Anak Usia
pada
Dini.‖
(teacher
oriented)
menjadi
pembelajaran yang berorientasi pada peserta
Together)
NHT
dalam pembelajaran bercerita perlu adanya
guru
Head
Kecamatan
terhadap
1. Rumusan Masalah
didik (student oriented). Kondisi seperti ini
Berdasarkan
pengertian
dan
latar
memposisikan guru hanya sebagai fasilitator
belakang masalah di atas, maka tersusun
dalam
rumusan
pembelajaran,
sehingga
semua
masalah
sebagai
berikut:
peserta didik diajak terlibat aktif dalam
Bagaimana Praktik Pembelajaran Kooperatif
pembelajaran
dapat
Tipe NHT (Numbered Head Together)
meningkatkan ketuntasan belajar. Salah satu
terhadap Program Belajar Bercerita pada
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
Anak Usia Dini?‖
menerapkan model pembelajaran kooperatif
2.
dalam
yang
proses
pembelajaran
akhirnya
belajar
yang
mengajar,
dapat
Tujuan Penelitian
yaitu
Sesuai dengan permasalahan di atas,
menanamkan
maka tujuan dari penelitian ini adalah: untuk
kesadaran dalam diri para peserta didik
mengetahui
bahwa mereka bersatu dalam suatu upaya
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head
bersama dan akan berhasil atau gagal
Together)
sebagai sebuah tim.
Bercerita pada Anak Usia Dini.‖
Salah satu model pembelajaran yang
3.
melibatkan peran siswa secara aktif adalah
model
pembelajaran
pembelajaran
diterapkan
kooperatif.
kooperatif
pada
sangat
pembelajaran
―Praktik
terhadap
Pembelajaran
Program
Belajar
Manfaat Penelitian
1. Bagi lembaga pendidikan (sekolah)
Model
Sebagai
cocok
informasi
bahan
pertimbangan
dalam
dan
memperhatikan
bercerita
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
82
ISSN 2502-8723
keberadaan suatu model pembelajaran
memberikan
demi mencapai tujuan pembelajaran.
pengkondisian terhadap sampel penelitian.
2. Bagi guru
suatu
perlakuan
atau
Penelitian eksperimen ini termasuk kategori
a. Sebagai
informasi
mengenai
True Experimental (eksperimen sungguhan).
pembelajaran bercerita serta bisa
Adapun rancangan (desain) penelitian yang
dijadikan
digunakan dalam penelitian ini adalah Post-
pertimbangan
dalam
guru
menentukan
model
test Only Control Design.
pembelajaran, dan termotivasi
agar
menerapkan
pembelajaran
yang
Dalam desain penelitian Post-test Only
model
Control Design ini, terdapat dua kelompok
sesuai
yang masing-masing dipilih secara random
dengan materi, sehingga dapat
(R). Kelompok
menambah daya tarik peserta
(treatment) disebut kelas eksperimen dan
didik dalam belajar bercerita.
kelompok yang tidak diberi perlakuan
b. Dapat dijadikan pedoman bagi
guru
dalam
kegiatan
efektif dan
Bentuk desain (rancangan) penelitian
yang
Post-test Only Control Design ini terlihat
efisien sehingga
menumbuhkan
aktivitas
perlakuan
disebut kelas kontrol (Sugiyono, 2009: 76).
mewujudkan
pembelajaran
yang diberi
dari tabel berikut:
dan
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
minat belajar peserta didik serta
E
tujuan prestasi belajar bercerita
X
O1
R
bisa tercapai dengan optimal.
K
O2
3. Bagi siswa
Dapat
meningkatkan
Adaptasi dari Arikunto (2006: 87 ;
Sugiyono (2009: 76)
Keterangan:
ketuntasan
belajar dan dapat membantu siswa menjadi
peserta didik yang lebih aktif.
4. Bagi peneliti
Sebagai wacana untuk meningkatkan
pengatahuan dan keterampilan mengajar
serta mengembangkan wawasan berfikir.
X
:
Perlakuan, yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
E
:
Kelompok eksperimen (kelas yang diberi perlakukan)
K
:
Kelompok kontrol (kelas yang tidak diberi perlakukan)
R
:
Randomisasi kelas sebagai sampel atas populasi
Populasi adalah suatu kelompok besar
eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Post-test pada kelompok kontrol
1. Populasi
Jenis penelitian ini adalah penelitian
variabel
Post-test pada kelompok eksperimen
:
Sampel
1. Rancangan Penelitian
sejumlah
:
O2
A. Deskripsi Populasi dan Penentuan
METODE PENELITIAN
terhadap
O1
subyek penelitian. Menurut Arikunto (2006:
dengan
83
ISSN 2502-8723
130), populasi adalah keseluruhan dari
Adapun besar sampel dalam penelitian
subjek penelitian.
ini adalah 5 orang siswa atau 20 % dari
Adapun populasi yang dijadikan objek
populasi yang dianggap dapat mewakili
penelitian adalah Siswa Taman Kanak-
keseluruhan siswa di salah satu Taman
Kanak Nurul Amin Kabupaten Sampang
Kanak-Kanak (Nurul Amin) Kabupaten
sejumlah 15 siswa.
Sampang yang berjumlah sebanyak 25
Alasan memilih populasi tersebut
siswa.
adalah sebagai berikut:
3. Metode Pengumpulan Data
a. Siswa
tersebut
perlu
mendapatkan
Adapun metode yang dipakai adalah
perhatian,
metode
tes,
yaitu
berupa
naskah
pembinaan, dan pendampingan.
soal/instrumen post test, metode interview
Penelitian
(wawancara), dan dokumentasi.
ini
perhatian,
sebagai
upaya
pembinaan,
dan
1. Tes
pendampingan untuk kemajuan.
Tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur
2. Penentuan Sampel
Dalam suatu penelitian ilmiah, sampel
keterampilan,
pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang
merupakan wakil sekelompok dari suatu
dimiliki oleh individu atau kelompok.
populasi, artinya dalam menentukan sampel
Metode tes ini berupa post test (tes
harus mencerminkan wujud dari suatu
akhir
populasi.
memperoleh informasi tentang kemampuan
Sugiyono
(2009:
81)
pelajaran)
digunakan
untuk
mengatakan
belajar siswa (perkembangan motorik halus)
bahwa: ‖sampel adalah sebagian dari jumlah
baik di kelas eksperimen maupun di kelas
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
kontrol.
tersebut.‖
2. Interview (wawancara)
Untuk
menentukan
sampel, maka
Wawancara dapat dilakukan secara
teknik yang digunakan dalam penelitian ini
terstruktur maupun tidak terstruktur dan
adalah
Random
dapat dilakukan melalui tatap muka (face to
Sampling, yaitu pengambilan subyek dari
face) maupun dengan menggunakan telepon.
setiap
Dalam penelitian ini teknik wawancara
teknik
strata
Proportional
atau
wilayah
ditentukan
seimbang atau sebanding dengan banyaknya
dilakukan melalui
subyek dalam masing-masing strata atau
kepala, guru pengajar, dan siswa Taman
wilayah (Arikunto, 2006: 139).
Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
84
tatap muka dengan
ISSN 2502-8723
Keterangan:
:
x1
Agar hasil wawancara dapat terekam
dengan baik, dan peneliti memiliki bukti
:
Nilai rata-rata hasil Post-test pada kelompok kontrol
2
:
Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) eksperimen
2
:
Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) kontrol
:
Jumlah sampel kelompok (kelas) eksperimen
:
Jumlah sampel kelompok (kelas) kontrol
t
:
Nilai koefisien t-test
dk
:
Derajat kebebasan (kriteria pengujian hipotesis terhadap ttabel)
kepada
x2
informan atau sumber data, maka diperlukan
s1
telah
melakukan
wawancara
s2
n1
n2
bantuan alat-alat wawancara, misalnya buku
catatan, tape recorder, dan kamera. Dalam
pelaksanaan
digunakan
buku
catatan
Nilai rata-rata hasil Post-test pada kelompok eksperimen
sebagai alat wawancara.
C. ANALISIS DATA
3. Dokumentasi
1. Penyajian Data
Dokumentasi adalah mencari data
1.1 Tahap Penyajian
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
Setelah data yang diperoleh mulai dari
catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah,
pembukaan sampai penutupan, langkah
prestasi, notulen rapat, leger, agenda, dan
berikutnya data tersebut disajikan dalam
sebagainya (Arikunto, 2006: 206).
bentuk tabel. Hal ini bertujuan untuk
Metode dokumentasi dalam penelitian
memudahkan analisis.
ini digunakan untuk mengumpulkan data
Tabel yang akan dipaparkan meliputi
sekolah, baik yang bersifat umum maupun
tabel 4.1 adalah
yang bersifat khusus.
sampel
4. Metode Analisis Data
Untuk
menjawab
4.2 adalah berupa hasil perolehan sampel
penelitian untuk kelompok kontrol (X2)
kemampuan motorik halus dari kelompok
sebanyak 20 siswa dari salah satu Taman
eksperimen dan kelompok kontrol sehingga
Kanak-Kanak Sampang yang diacak dengan
akan diketahui ada tidaknya pengaruh model
teknik proportional random sampling. Tabel
pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
4.3 adalah Daftar Nama dan Nilai Hasil Post
prestasi belajar (hasil belajar) Bercerita
Tes (Prestasi Belajar) kelompok eksperimen
maka akan mengunakan uji-t (t-test) dengan
dengan menggunakan model pembelajaran
rumus sebagai berikut:
s1
n1

s2
2
n2
kelompok
teknik proportional random sampling. Tabel
kemampuan hasil belajar (post-test) berupa
2
untuk
Kanak-Kanak Sampang yang diacak dengan
diajukan yaitu menguji perbedaan mean
t 
penelitian
eksperimen (X1) sebanyak 20 siswa Taman
pertanyaan
penelitian dan menguji hipotesis yang
( x1  x 2 )
berupa hasil perolehan
kooperatif tipe NHT. Tabel 4.4 adalah daftar
dk  n1  n2  2
nama dan nilai hasil post tes (prestasi
belajar)
(Sugiyono, 2009: 197)
kelompok
menggunakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
85
model
kontrol
tanpa
pembelajaran
ISSN 2502-8723
kooperatif tipe NHT. Tabel 4.5 adalah
16
MOHAMMAD TIRMIDI
EFENDI
B
17
ABDIL FITRA ARIFIN
MAULANA
B
daftar
18
NURIS AMDITA
PRATITASWARI
B
perhitungan standar deviasi dan varians
19
BERI ALFIAN
B
20
AMELIATUS SOLIHAH
B
kategori rata-rata nilai prestasi belajar siswa
Taman
Kanak-Kanak
Sampang.
Tabel
di
4.6
Kabupaten
adalah
untuk kelompok eksprimen dan kelompok
kontrol
siswa
Kabupaten
Taman
Sampang.
Kanak-Kanak
Tabel
Sumber:
Dokumentasi
Taman
Kanak-Kanak
AminKabupaten Sampang 2014, diacak
4.7
Nurul
Tabel 4.2 Daftar Nama Sampel Kelompok Kontrol
perbandingan nilai t hitung dengan nilai t
NO.
tabel.Tabel-tabel tersebut akan dipaparkan
ACH. RIVAL SARYADI
B
2
FAISAL AKBAR
B
KELAS
3
M. RIZAL SUHADA‘
B
Tabel 4.1 Daftar Nama Sampel Kelompok
Eksperimen
KELOMPOK EKSPERIMEN
(X1)
KELAS
1
sebagai berikut:
NO.
KELOMPOK KONTROL
(X2)
1
ACH. RIVAL SARYADI
B
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
B
2
FAISAL AKBAR
B
5
INTAN NUR SAFITRI
B
3
M. RIZAL SUHADA‘
B
6
MEGA NUR ADINDA
NUFITASARI
B
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
B
7
NADYA NUR JIHAN
B
5
INTAN NUR SAFITRI
B
8
NAWAL ABIL PUTRI
B
6
MEGA NUR ADINDA
NUFITASARI
B
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
B
7
NADYA NUR JIHAN
B
10
ZAKIYA NABILA
B
8
NAWAL ABIL PUTRI
B
11
AISYAH FAISOL
B
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
B
12
MOH. ILHAM
B
10
ZAKIYA NABILAUL ANAM
B
13
FATMATUS ZAHRAH
B
11
AISYAH FAISOL
B
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
B
12
MOH. ILHAM
B
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
B
13
FATMATUS ZAHRAH
B
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
B
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ
R.S.
B
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
B
15
MOH. INSAN NURIS
DEWANGGA
B
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
B
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
86
ISSN 2502-8723
19
BERI ALFIAN
B
20
AMELIATUS SOLIHAH
B
Sumber:
Dokumentasi
Taman
Kanak-Kanak
Nurul
Amin
Kabupaten Sampang 2014, diacak
13
FATMATUS ZAHRAH
74
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
77
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
74
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
79
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
65
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
78
19
BERI ALFIAN
70
20
AMELIATUS SOLIHAH
70
Selanjutnya setelah penyajian tabeltabel di atas, maka akan disajikan tabel nilai
post-test masing-masing kelompok, baik
nilai kelompok eksperimen maupun nilai
kelompok kontrol. Hal ini bertujuan agar
JUMLAH
1.545
NILAI RATA-RATA X1
77.25
bisa diketahui nilai prestasi masing-masing
siswa dari kedua kelompok tersebut. Adapun
Sumber: Dokumentasi hasil pot-test
kelompok eksperimen
tabel-tabel yang akan disajikan tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Daftar Nama dan Nilai Hasil
Post Tes (Prestasi Belajar)
Kelompok Kontrol Tanpa
Menggunakan
Model
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe NHT
Tabel 4.3 Daftar Nilai Hasil Post Tes
(Prestasi Belajar) Kelompok
Eksperimen
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif
tipe NHT
NO.
KELOMPOK EKSPERIMEN
(X1)
NO.
SKOR X1
KELOMPOK KONTROL
(X2)
SKOR
X2
1
ACH. RIVAL SARYADI
65
2
FAISAL AKBAR
54
1
ACH. RIVAL SARYADI
80
2
FAISAL AKBAR
82
3
M. RIZAL SUHADA‘
86
3
M. RIZAL SUHADA‘
70
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
86
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
60
5
INTAN NUR SAFITRI
60
5
INTAN NUR SAFITRI
59
6
MEGA NUR ADINDA
NUFITASARI
6
MEGA NUR ADINDA
NUFITASARI
64
7
NADYA NUR JIHAN
83
80
7
NADYA NUR JIHAN
74
8
NAWAL ABIL PUTRI
84
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
86
8
NAWAL ABIL PUTRI
60
10
ZAKIYA NABILAUL ANAM
84
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
60
11
AISYAH FAISOL
76
10
ZAKIYA NABILAUL ANAM
64
11
AISYAH FAISOL
59
12
MOH. ILHAM
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
80
87
ISSN 2502-8723
12
MOH. ILHAM
60
RENDAH
56 – 65
1
11
13
FATMATUS ZAHRAH
70
SANGAT RENDAH
45 – 55
0
2
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
54
JUMLAH
20
20
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
73
RATA-RATA NILAI
77.25
64.75
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
60
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
70
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
70
19
BERI ALFIAN
80
20
AMELIATUS SOLIHAH
Sumber:
Dokumentasi
Taman
Kanak-Kanak Kabupaten Sampang.
2. Analisis Data
Analisis
data
digunakan
untuk
mengetahui ada tidaknya dan seberapa besar
pengaruh penggunaan model pembelajaran
60
kooperatif tipe NHT terhadap prestasi
JUMLAH
1.295
belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak
NILAI RATA-RATA X2
64.75
Kabupaten Sampang. Dalam penelitian ini,
data yang dianalisis bersifat kuantitatif yaitu
Sumber: Dokumentasi hasil pot-test
kelompok kontrol
data berbentuk angka-angka sebagaimana
telah dipaparkan dalam beberapa tabel di
Berdasarkan kedua tabel di atas, maka
atas.
dapat diketahui bahwa nilai prestasi belajar
Untuk menganalisis data tersebut digunakan
Bercerita siswa dalam kelompok eksperimen
rumus t-test sampel related
tergolong dalam kategori tinggi dengan nilai
rata-rata 77,25, sedangkan
sebagaimana
berikut:
nilai prestasi
t

(X1  X 2 )
2
2
s1
s
 2
n1
n2
belajar Bercerita siswa dalam kelompok
kontrol tergolong dalam kategori rendah
dk  n1  n2  2
(Sugiyono, 2009:
197)
dengan nilai rata-rata 64,75. Hal ini dapat
Keterangan:
dilihat dalam tabel 4.4 berikut ini:
X1
s1
NILAI
X1
X2
TINGGI
76 – 95
14
2
SEDANG
66 – 75
5
5
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2
:
2
:
s2
n1
n2
FREKUENSI ( F )
PRESTASI BELAJAR
(KATEGORI)
:
x2
Tabel 4.5
Kategori Rata-Rata Nilai Prestasi
Belajar Siswa Kelas B Semester I Taman
Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang.
88
:
:
:
Nilai rata-rata hasilPost-test pada kelompok eksperimen
Nilai rata-rata hasilPost-test pada kelompok kontrol
Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) eksperimen
Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) kontrol
Jumlah sampel kelompok (kelas) eksperimen
Jumlah sampel kelompok (kelas) kontrol
t
:
Nilai koefisien t-test
dk
:
Derajat kebebasan (kriteria pengujian hipotesis terhadap ttabel)
ISSN 2502-8723
Tabel 4.6
Daftar Perhitungan Standar
Deviasi dan Varians Untuk
Kelompok Eksprimen dan
Kelompok Kontrol Siswa
Taman Kanak-Kanak Nurul
Amin Kabupaten Sampang
Skor
(
X1
X1
Skor
2
1
x
X2
-
X2
-
x2
7.5625
65
0.25
0.0625
2
82
4.75
22.5625
54
10.75
115.562
5
3
86
8.75
76.5625
70
5.25
27.5625
4
86
8.75
76.5625
60
-4.75
22.5625
5
60
17.2
5
297.562
5
59
-5.75
33.0625
2.75
7.5625
64
84
6.75
x2
-
X2
1.75
3.062
5
60
-4.75
22.5625
17
65
-12.25
150.0
625
70
5.25
27.5625
18
78
0.75
0.562
5
70
5.25
27.5625
19
70
-7.25
52.56
25
80
15.25
232.562
5
20
70
-7.25
52.56
25
60
-4.75
22.5625
Juml
ah
1.545
0
955,7
5
1.295
0
1.177,75
Keterangan
1. Jumlah kelompok eksprimen (X1) = 20
-0.75
2. Jumlah deviasi ( x1 )
3. Mean X1 (M X1)
0.5625
10.5625
45.5625
83
60
18.25
-4.75
333.062
5
9
86
8.75
76.5625
60
-4.75
22.5625
10
84
6.75
45.5625
64
-0.75
0.5625
3.
=
X
1
5. Jumlah kelompok kontrol (X2)
6. Jumlah deviasi ( x2 )
= 0
2
x1
7. Mean X2 (M X2)
22.5625
= 0
N
= 955.75
= 20
8. Jumlah
x2
X
=  2

1.545
 77,25
20

1.295
 64,75
20
N
2
= 1.177,75
Uji Hipotesis
Untuk mencari nilai distribusi t
dari kedua kelompok, maka langkah
11
76
-1.25
1.5625
59
-5.75
33.0625
12
80
2.75
7.5625
60
-4.75
22.5625
selanjutnya memasukkan nilai post-test
ke dalam rumus t (t-test), yaitu:
t 
13
74
-3.25
2
79
4. Jumlah
8
X2
16
2
2.75
-3.25
x
X2
)
80
74
(
Skor
2
1
X1 )
(
1
7
x2
)
)
80
X1
No.
X2
X1
6
Skor
x1
( X 1
x2
x1
No
.
Lanjutan Tabel 4.6
10.5625
70
5.25
27.5625
115.562
5
68.0625
14
77
-0.25
0.0625
54
10.75
15
74
-3.25
10.5625
73
8.25
( X1  X 2 )
2
2
s1
s
 2
n1
n2
dk  n1  n2  2
(Sugiyono,
2009: 273)
Sebelum memasukkan nilai posttest ke dalam rumus t, terlebih dahulu
2
akan ditentukan nilai varians 1 ( S1 )
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
89
ISSN 2502-8723
dan
varians
( S22 )
2
Nilai thitung yang diperoleh adalah
dengan
5,275, jika dibandingkan dengan nilai ttabel
menggunakan rumus sebagai berikut:
dengan derajat bebas (dk.= n1 + n2 -2= dk.=
S1 
2
 ( X1  X1 )2
S2 
2
N 1
 ( X 2  X 2 )2
N 1
(Syah, 2009: 81-82)
S1 
2
S1 
2
S1
2
 955,75
S2 
2
20  1
 955,75
S2 
2
19
 50,3026315789
S1  50,303
2
(hasil
S2
2
S2
2
 1.177,75
20  1
 1.177,75
20+20 – 2=38) pada taraf signifikansi 5%
atau = 0,05 adalah 1,684 dan pada taraf
signifikansi 1% atau = 0,01 adalah 2,423.
Hal ini bisa di lihat dari tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.7 Perbandingan Nilai t Hitung
dengan Nilai t Tabel
19
Nilai ttabel
= 61.9868421053
= 61.987
dk.
(n1+
n2 2)
(hasil
pembulatan)
pembulatan)
Dari
perhitungan
di
Nilai
t
Taraf Signifikansi
hitung
atas,
diperoleh nilai varians 1 ( S12 ) sebanyak
38
50,303, dan nilai varians 2 ( S 2 2 )
5,275
5%
1%
1,684
2,423
Sumber: Dari hasil penghitungan
Dengan demikian maka nilai thitung =
sebanyak 61.987. Jadi, perolehan angka
bila dihitung brdasarkan rumus t (t-test)
5,275
sebagai berikut:
thitung > ttabel pada taraf signifikansi 5%. Hal
t 
t
t
ini ternyata juga thitung = 5,275 lebih besar
(X1  X 2 )
2
S1
n1
dari ttabel = 2,423 atau thitung > ttabel pada taraf
2

lebih besar dari ttabel = 1,684 atau
S2
n2
signifikansi 1%.
77,25  64,75
50,303 61,987

20
20
12,5
Hal tersebut berarti hipotesis nihil (Ho)
yang berbunyi: ‖Tidak ada pengaruh model
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT
2,51515  3,09935
12,5
t 
5,6145
12,5
t
2,3694936167 8
t  5,27538876301
t = 5,275 (hasil pembulatan)
terhadap prestasi belajar Bercerita siswa
Taman Kanak-Kanak Kabupaten Sampang‖,
ditolak.
Sedangkan hipotesis kerja (Ha) yang
berbunyi:
‖Ada
pengaruh
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
dengan dk = n1 + n2 -2= 20+20-2=38
praktik
belajar
Bercerita
Kabupaten
Sampang‖, diterima.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
90
ISSN 2502-8723
4.
Hal ini berdasarkan hasil uji hipotesis
Interpretasi
Berdasarkan dari hasil analisis data
dengan t-test yang diperoleh nilai thitung =
yang telah diuraikan di atas diperoleh hasil
5,275
uji hipotesis dengan t-test bahwa nilai thitung
thitung > ttabel
= 5,275 lebih besar dari ttabel = 1,684 atau
signifikansi 5%, dan ternyata thitung = 5,275
thitung > ttabel
lebih besar dari taraf
juga lebih besar dari ttabel = 2,423 atau thitung
signifikansi 5%. Hal ini ternyata juga thitung =
> ttabel lebih besar dari taraf signifikansi 1%.
5,275
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
lebih besar dari ttabel = 2,423 atau
thitung > ttabel
lebih besar dari ttabel = 1,684 atau
lebih besar dari taraf
lebih besar dari taraf
hipotesis kerja (Ha) yang diajukan dalam
signifikansi 1%. Dengan demikian dapat
penelitian ini diterima dan hepotesis kerja
dikatakan bahwa hipotesis kerja (Ha) yang
(Ho) ditolak.
diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal
Dengan
ini
dapat
pengaruh
diinterpretasikan
positif
dan
bahwa
signifikan
digunakan
model
ada
pembelajaran dalam proses pembelajaran
atas
secara tepat, maka dapat diatasi sikap pasif
penerapan model pembelajaran kooperatif
peserta
didik.
Dalam
hal
ini,
model
tipe NHT terhadap peningkatan prestasi
pembelajaran kooperatif tipe NHT berguna
belajar mata pelajaran Bercerita.
untuk menimbulkan kegairahan belajar,
memungkinkan interaksi yang lebih antar
sesama
SIMPULAN DAN SARAN
siswa
sehingga
membantu
meningkatkan prestasi siswa.
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas,
DAFTAR PUSTAKA
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Anonim, (2012). Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together
(NHT)
(Online),
http://blog.tp.ac.id. (diakses tanggal 19
Pebruari 2012)
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
HS, Widjono. (2007). BERCERITA Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Jakarta: PT.
Grasindo.
Ibrahim,
dkk.
2000.
Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Mulyasa, Enco. (2004). Implementasi
Kurikulum
2004
–
Panduan
1. Tingkat prestasi belajar bercerita siswa
Taman
Kanak-Kanak
Nurul
Kabupaten
Sampang
menggunakan
model
Amin
dengan
pembelajaran
kooperatif tipe NHT tergolong tinggi
dengan nilai rata-rata: 77.25.
2. Ada
pengaruh
peggunaan
yang
model
signifikan
pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap prestasi
belajar Bercerita siswa Taman KanakKanak
Nurul
Amin
Kabupaten
Sampang.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
91
ISSN 2502-8723
Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan
Kemampuan Awal dalam Kegiatan
Pembelajaran. Jakarta:Delia Press
Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran
Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas
Dirjen Dikwen LPMP.
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. (2003).
Pembelajaran
Kontekstual
dan
Penerapannya dalam KBK. Malang:
Penerbit Universitas Negeri Malang.
Purwanto. M. Ngalim. (2000). Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sanjaya,
Wina.
(2009).
Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media Group.
Slavin, Robert E. (2005). Cooperative
Learning:
Cara
Efektif
dan
Menyenangkan Pacu Prestasi Seluruh
Peserta Didik. Terjemahan oleh
Narulita Yusron. Bandung: Nusa
Media.
Sugiyanto.
(2010).
Model-Model
Pembelajaran
Inovatif.
Kadipiro
Surakarta:Yuma Pustaka
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta
Syah, Darwyan Dkk. (2009). Pengantar
Statistik Pendidikan. Jakarta: Gaung
Persada
Press
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
92
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “PRE-SERVICE TRAINING” BERKONSEP
PENDIDIKAN ASRAMAUNTUK CALON GURU PROFESIONAL
Eliasanti Agustina
Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, UniversitasNegeri Malang
[email protected]
Ayunda Azalea Arham
Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Malang
[email protected]
Abstrak
Dalam pasal 8 UU no 14 tahun 2005 disebutkan bahwa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi yaitu
kompetensi pedagogi, kompetensi professional, kompetensi personal, dan kompetensi social untuk dapat dinyatakan
sebagai guru yang berkualifikasi. Sayangnya, pemerintah hanya fokus pada peningkatan kompetensi guru di bidang
pedagogik dan profesional. Dua kompetensi lainnya seperti kompetensi kepribadian dan sosial sering diabaikan.
Pada karya ilmiah ini,penulis menyajikan konseptual framework tentang pendidikan karakter untuk calon guru yang
diramu dalam konsep asrama dimana didalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti aktivitas rutin, seminar,
workshop, ektrakurikuler, dan sebagainya untuk menggembleng calon guru sehingga mempunyai kompetensi
kepribadian dan sosial yang baik.
Kata Kunci:Pre-service training, pendidikan karakter, pendidikan asrama, guru profesional
dianggap tidak efektif karena kurikulum,
Pendahuluan
bersama dengan mata pelajaran, strategi
Keprihatinan terhadap guru yang
berkualitas
rendah
telah
pengajaran
menimbulkan
dan
penilaian
oleh
beberapa prasangka terhadap upaya yang
pertimbangan
telah
Kementrian
universitas, yang kemudian menghasilkan
dalam
kualitas hasil belajar yang berbeda antara
mengatasi masalah ini. Pihak Kementrian
universitas yang berbeda. Hal ini selanjutnya
sebenarnya
berimbas kepada ketidakmerataan kualitas
dilakukan
Pendidikandan
oleh
Kebudayaan
telah
mengajukan
dan
dari
diatur
masing-masing
guru yang terbentuk dari keadaan tersebut.
menyenggelarakanprogram pelatihan pre-
Lembaga
service dan in-service bagi para guru untuk
Pendidikan
Tinggi,
di
mengembangkan
bawah pengawasan Kementrian Pendidikan
kompetensi mereka. Faktanya, kewenangan
dan Kebudayaan, mengelola peraturan untuk
mengelola program pelatihan pre-service
universitas
telah diserahkan ke perguruan tinggi yang
Kurikulum Pendidikan Tinggi (2014), yang
memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu
hanya
Pendidikan.
skema pelaksanaan kurikulum, misalnya
mempertahankan
dan
Praktek
ini
sebenarnya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
93
yang
ditulis
menyediakan
dalam
informasi
Buku
tentang
ISSN 2502-8723
bagaimana
melakukan
penilaian.
adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk
Sebenarnya ini adalah hal yang sepele.
melakukan sesuatu atau untuk mencapai
Dengan
panduan
fungsi tertentu (Menteri Pendidikan, 2001).
tentang bagaimana menerapkan kurikulum
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tidak
tentang guru dan dosen menyatakan bahwa
hanya
menyediakan
menjamin
kesetaraan
standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang
kualifikasi
harus dicapai oleh calon guru masa depan
penyelesaian
dari berbagai universitas. Dengan kata lain,
tinggi atau program diploma empat; dan
calon
universitas
kompetensi
mempelajari jenis course yang berbeda dan
pedagogik,
kompetensi
memiliki
berbeda
kompetensi
sosial,
walaupun mereka mengambil jurusan yang
profesional
yang
sama.
pendidikan profesi. Selanjutnya, Peraturan
guru
dari
berbagai
kompetensi
Sebelum
yang
berbicara
lebih
lanjut
akademik
diperoleh
program
guru
gelar
melalui
pendidikan
meliputi
kompetensi
kepribadian,
dan
kompetensi
diperoleh
melalui
Menteri Pendidikan No 16 Tahun 2007
tentang kompetensi yang wajib dimiliki oleh
menyatakan
guru, perlu adanya pemahaman tentang
memenuhi standar kualifikasi akademik dan
makna kompetensi guru terlebih dahulu.
kompetensi guru yang secara nasional
Kompetensi
sebagai
diterapkan. Jelaslah bahwa seorang guru
kemampuan guru dalam melakukan tugas-
harus memiliki kualifikasi tersebut karena ia
tugas atau perannya dalam hal mengajar dan
langsung
mendidik. Tidak hanya itu, kompetensi juga
Kompetensinya
terintegrasi
menjalankan tugasnya dengan baik untuk
keterampilan,
guru
didefinisikan
dengan
nilai
pengetahuan,
dan
sikap
pribadi.
bahwa
setiap
terhubung
membuat
guru
ke
wajib
siswa.
dia
mampu
mendidik siswa.
Kompetensi dibangun di atas pengetahuan
Namun, jika ditelaah lebih lanjut,
dan keterampilan dan diperoleh melalui
diantara empat kompetensi yang wajib
pengalaman
kerja
dengan
dimiliki seorang guru, kompetensi pedagogi
melakukan.
Hal
dalam
dan profesionallah yang lebih diutamakan
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
baik dalam pembentukannya maupun upaya
tentang sistem pendidikan yang mana
pengembangannya. Pelatihan-pelatihan di
pendidik harus memiliki kualifikasi dan
dalam program baik pre-service maupun in-
sertifikasi dari pelajaran
service
dan
ini
belajar
dinyatakan
yang mereka
keduanya
difokuskan
untuk
ajarkan, kemampuan untuk mewujudkan
mengembangkan kompetensi pedagogi dan
tujuan pendidikan nasional, dan harus sehat
profesional. Kekhawatiran semakin mencuat
jasmani dan rohani. Istilah 'kualifikasi'
dengan merebaknya berbagai fakta tentang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
94
ISSN 2502-8723
tindakan kriminal yang dilakukan oleh guru
Ketiadaan pelatihan yang bertujuan
membuat pertanyaan tentang bagaimana
mengembangkan dua kompetensi tersebut
kompetensi sosial dan personal yang harus
menggugah rasa keingin tahuan tentang apa
dimiliki guru dibentuk semakin menguat.
yang sebetulnya bisa dilakukan pemerintah
Sebagai catatan, karakter yang harus
untuk menutup celah ini.Anggapan tentang
tertanam oleh seorang guruseperti yang
bahwa
tertera dalam Undang-Undang Nomor 14
kesadaran
Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah
seharusnya bersikap ternyata tidak cukup
karakteristik yang berbudi luhur yang
tanpa adanya penguatan dari aktivitas-
meliputi:
aktivitas
atau
kebijaksanaan dan martabat. Kepribadian
diberikan
kepada
guru juga mencakup sikap, nilai, dan
pembentukan keprofesionalan guru. Dalam
kepribadian sebagai unsur perilaku yang
hal ini, kami berpendapat bahwa penguatan
dapat dijadikan panutan oleh siswanya. Hal
kompetensi kepribadian dan sosial lebih
ini juga termasuk pengembangan spiritual;
baik dikuatkan diawal sebelum calon guru
kepatuhan pada norma-norma, aturan, dan
terjun ke lapangan menjadi guru profesional.
kemantapan,
kematangan,
sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat;
pengembangan
sudah
tentang
mempunyai
bagaimana
program-program
Meskipun
guru
dalam
berbagai
ide
mereka
yang
rangka
telah
terpuji;
diajukan atau bahkan diimplementasikan
berdemokrasi dan pemikiran terbuka untuk
untuk mengembangkan kompetensi guru,
reformasi dan kritik. Sayangnya, tidak
ada beberapa yang mengusulkan pendidikan
semua
kompetensi
perumahan sebagai solusi prospektif. Ide ini
kepribadian yang penyimpangannya dapat
sebenarnya telah dikemukakan oleh Bedjo
ditemukan secara langsung di lapangan.
Susanto dalam artikelnya untuk sebuah buku
Selain itu, karakter yang berkaitan dengan
berjudul 10 Windu Prof. Dr. HAR Tilaar,
kompetensi sosial mencakup kemampuan
M.Sc.Ed
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
Kemana?".Ia
secara efektif dengan lingkungan sekolah
pendidikan asrama untuk guru pernah
dan di luar lingkungan sekolah seperti siswa,
dilaksanakan
pihak lain yang terkait, orang tua dan
Indonesia. Namun, karena beberapa faktor,
masyarakat siswa. Seorang guru tidak akan
sistem ini kemudian dihentikan. Meski
bisa melaksanakan perannya dengan baik
begitu, ide ini benar-benar sangat baik dan
jika ia tidak mampu berkomunikasi dengan
layak
baik dan benar.
percaya bahwa harus ada suatu perwujudan
guru
kualitas
guru-guru
memiliki
dari
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
95
Pendidikan
Indonesia:
Arah,
bahwa
sistem
menulis
di
awal
dipertimbangkan.
sistem
pendidikan
kemerdekaan
Kami
asrama
sangat
untuk
ISSN 2502-8723
membenamkancalon
Indonesiadengan
guru
di
program-program
mereka
yang
dalam
akademik
dan
serangkaian
non
kegiatan
akademik
yang
khususnya hanya bisa ditawarkan oleh
membangun karakter mereka. Sistem asrama
pendidikan
ini
kompetensi
asrama
dalam
kepribadian
membentuk
dan
dirancang
untuk
menciptakan
sosial.
pengalaman berasrama penuh di tingkat
Engkoswara, et al. (2000) juga percaya
perguruan tinggi untuk semua mahasiswa
bahwa lebih baik untuk merancang sebuah
selama waktu yang diperlukan. Tempat di
manajemen atau sistem yang mengharuskan
mana siswa tinggal kemudian didefinisikan
guru masa depan hidup di sebuah sekolah
sebagai pendidikan asrama .
yang berasrama setidaknya selama satu
tahun.
Sekolah
berasrma
ini
Secara historis, menurut Web-4,
harus
pendidikan asrama
pertama didirikan di
dilengkapi oleh program dan kegiatan yang
tahun 1840-an di Amerika Serikat. Ada
menciptakan lingkungan belajar yang baik
begitu banyak kritik terhadap pendidikan
melalui
yang
asrama
karena peran utama pendidikan
dirancang untuk membantu perkembangan
asrama
adalah untuk mengkonversi anak
perilaku guru.
Adat Kristen dan "membudayakan mereka".
kurikulum
tersembunyi,
Tergugah oleh ide-ide ini, kami akan
Pendidikan asrama
mencoba untuk menguraikan gagasan sistem
ditutup pada tahun 1996.
pendidikan asrama untuk calon guru yang
mana
elaborasi
Di
Indonesia,
negara
dengan
bertujuan
untuk
keragaman budaya, agama, dan etika,
kesalahan-kesalahan
dalam
keberadaan pendidikan asrama bukanlah hal
memahami apa itu pendidikan asrama yang
yang baru lagi. Pada kenyataannya, ada
kami
beberapa jenis pendidikan asrama m seperti
menghindari
maksud,
in
terakhir kemudian
menjelaskan
bagaimana
sistem yang diusulkan dapat berjalan dengan
yang
yang
didasarkan
baik kepadacalon guru, serta mengusulkan
keagamaan
sebuah model sistem pendidikan asrama
sebagai contoh. jenispendidikan asrama ini
yang ideal untuk calon guru.
lebih berbasis pada nilai, doktrin dan praktik
tertentu.
pada
Pondok
praktek
Pesantren
Islam. Dengan demikian siswa diwajibkan
GAGASAN
KONSEP
untuk tidak hanya membenamkan diri dalam
SISTEM
kegiatan akademis tetapi juga kegiatan non-
PENDIDIKAN ASRAMA
akademik
Sistem pendidikan asrama mengacu
yang
berhubungan
dengan prinsip-prinsip Islam.
pada sistem pendidikan yang mengharuskan
Siswa dari pendidikan asrama secara
peserta didik untuk tinggal di asrama yang
rutin kembali ke rumah selama liburan
disediakan oleh sekolah, dan melibatkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
akademis
96
ISSN 2502-8723
sekolah
danakhir
beberapa
pekan,
tetapi
kebudayaan
dalam
KEUNTUNGAN
DALAM
mungkin
MENERAPKAN
PENDIDIKAN
menghabiskan sebagian besar masa kecil
BERBASIS ASRAMA
dan kehidupan remaja mereka jauh dari
Sebelumnya
keluarga mereka. Siswa dari pendidikan
itu,
gagasan
pendidikan
konsep
beralih
adalah pendidkan asrama yang memiliki
oleh Octyavera, et.al (2009) menunjukkan
sosialnya. Berbagai program yang diberikan
bahwa sebenarnya ada kontribusi yang
pembentukan
efektif dari sistem pendidikan asrama untuk
karakter yang sesuai dengan perumusan
perkembangan adaptasi sosial siswa karena
karakter ideal yang harus dimiliki oleh
sudah
kualitas kehidupan sekolah dianggap tinggi.
ditentukan
Penelitian ini membuktikan bahwa sistem
sebelumnya oleh Kementrian Pendidikan
dan
Kebuadayaan.
Selain
itu,
pendidikan
dalam
siswa
diri serta pemahaman yang lebih besar
dan diatur sedemikian rupa agar dapat
tentang bagaimana bertoleransi dan hidup
disesuaikan dengan kebutuhan calon guru
dengan orang lain
dalam mencapai tujuan pendidikannya yaitu
kompetensi
membantu
mempromosikan pemahaman perkembangan
asrama untuk calon guru akan ditentukan
empat
asrama
memperoleh adaptasi sosial dengan cara
prakteknya, kegiatan dalam satu hari di
memiliki
tentang
Salah satu penelitian yang dilakukan
calon guru dari segi karakter dan jiwa
yang
pembahasan
asrama memberikan manfaat kepada siswa.
untuk para calon guru akan menempa calon-
guru
pada
menyelidiki bagaimana sistem pendidikan
adalah ilmu agamanya, pendidikan asrama
seorang
sistem
banyak peneliti yang meneliti topik ini untuk
jika di pondok pesantren yang dikuatkan
kepada
dan
keuntungan dari pendidikan asrama. Ada
sistem seperti pondok pesantren. Namun,
mengarah
asrama
pendidikannya, pada bagian ini kita akan
pendidikan asrama yang ingin kami ajukan
akan
dipaparkan
beberapa pemahaman tentang definisi utama
asrama dapat bervariasi dari setiap usia.
Sementara
telah
Penelitian lain yang dilakukan oleh
guru.
Frazier (2012) juga membuktikan bahwa
Pembahasan lebih lanjut tentang program-
siswa yang belajar di lingkungan asrama
program dalam pendidikan asrama akan
dengan keterlibatan langsung oleh bagian
disampaikan di bagian selanjutnya.
dari fakultas dan pengurus asrama memiliki
tingkat kepuasan mahasiswa yang lebih
tinggi secara keseluruhan daripada siswa di
asrama yang fakultas dan keterlibatan
stafnya kurang.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
97
ISSN 2502-8723
Briggs (2012) juga menghadirkan
banyak dengan rekan-rekan mereka yang
dua temuan utama yang diidentifikasi dari
menekuni subjek yang sama. Seperti yang
penelitian yang telah dilakukannya. Pertama,
kita
program
asrama
lingkungan berbahasa Inggris baik di kelas
perguruan tinggi untuk mahasiswa tahun
dan di luar kelas. Ini akan membuat
pertama dalam menyesuaikan diri dengan
keterampilan
perguruan tinggi melalui identifikasi sumber
terutama keahlian berbicara, berkembang
pendukung mahasiswa. Kedua, tinggal di
secara signifikan. Seperti yang dinyatakan
kampus selama tahun pertama, dengan
oleh Dulay, et al. (1982), lingkungan bahasa
bantuan
mempromosikan
adalah penentu keberhasilan peserta didik
dibandingkan
dalam menguasai bahasa kedua. Semakin
yang
disediakan
mentor,
keberhasilan
bisa
akademis,
di
dengan tinggal di rumah.
tahu
bahwa
mereka
bahasa
Inggris
Inggris, semakin baik penguasaan bahasa
bahwa sistem pendidikan asrama sangat
Inggris
bermanfaat
menawarkan kesempatan ini.
meningkatkan
siswa
adaptasi
mereka,
mereka mendapat banyak interaksi bahasa
Menurut temuan ini, sangat jelas
bagi
memerlukan
dengan
cara
sosial,
serta
mereka.
Pendidikan
asrama
menghubungkan akademisi ke kehidupan
PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER
siswa dengan memberikan wacana reflektif.
DALAM PENDIDIKAN ASRAMA
Kurikulum untuk pendidikan asrama
Mempertimbangkan signifikansi dari
dalam hal bagian pengetahuan dan substansi
sistem
pengetahuan tidak akan benar-benar berbeda
disebutkan,
dengan pendidikan reguler untuk calon guru.
asrama
faktor
yang
penentu
telah
yang
berkontribusi kepada model pendidikan
Apa yang membuatnya berbeda hanya
asrama layak untuk dibahas lebih lanjut.
dalam hal memberi tugas rumah diambil
Mari pertama kita melirik pada penelitian
karena siswa tidak akan pulang tapi mereka
oleh Takahashi & Majima, berfokus pada
pergi ke asrama mereka setelah sekolah.
aspek sosial yang dijelaskan sebagai berikut.
Bahkan, siswa akan melakukan proyek
Takahashi
mereka di waktu sekolah (7 a.m - 12 p.m)
melakukan
untuk topik tertentu atau mereka bisa
&
penelitian
Majima
yang
(1994)
meneliti
bagaimana kerangka awal pembentukan
melakukan proyek mereka di grup setelah
hubungan
waktu sekolah.
sosial
dari
individu
siswa
mempengaruhi penyesuaian transisi dari
Sisi positif yang lain adalah bahwa
rumah ke asrama kampus. Berdasarkan
calon guru bahasa Inggrisakan merasa
pengukuran awal, 23 siswa yang dominan
bahwa mereka dapat berinteraksi lebih
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pendidikan
bersama dengan orang yang berusia sama
98
ISSN 2502-8723
dan 14 siswa yang lebih cenderung bersama
tidak mampu berkomunikasi dengan peserta
keluarga dipilih dan dibandingkan dalam hal
didik. Oleh karena itu, guru harus memiliki
bagaimana hubungan sosial baru mereka
kemampuan
terbentuk
penyesuaian
berkomunikasi dengan siswa. Guru juga
mereka didukung oleh pembentukan awal
harus mampu berkomunikasi dengan sesama
dan atau hubungan baru. Seperti yang
pendidik, staf, orang tua atau wali murid,
diperkirakan, siswa yang dominan bersama
dan
orang
mudah
adalah apa yang sering disebut kompetensi
mengembangkan hubungan dengan orang
sosial guru. Sanusi (1991) mengungkapkan
baru yang juga seumuran dan dilaporkan
bahwa
bahwa mereka tidak terlalu mengalami
kemampuan
kesulitan dalam membuat transisi daripada
tuntutan pekerjaan dan lingkungan sebagai
rekan-rekan
guru". Menurut Permendiknas 16, 2007
dan
yang
bagaimana
seumuran
mereka
lebih
yang
cenderung
bersama keluarga.
lagi
masyarakat.
berasosiasi
Kemampuan
"kompetensi
untuk
sosial
atau
tersebut
mencakup
beradaptasi
dengan
seorang guru yang memiliki kompetensi
Dari hasil penelitian, tidak dapat
diragukan
untuk
bahwa
sosial harus mampu; berkomunikasi secara
manajemen
lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan
pendidikan asrama merupakan suatu hal
teknologi
informasi
dan
yang penting untuk membangun hubungan
fungsional,
sosial antara siswa yang tinggal di satu
dengan siswa, sesama guru, staf, dan orang
asrama. Dengan kata lain,model pendidikan
tua atau wali siswa, berinteraksi dengan
asrama menunjukkan hubungan sosial di
sopan dengan masyarakat sekitarnya dan,
antara peserta didik, yang bisa didapatkan
dan bersimpati. Contoh aktivitas yang
dengan merancang kegiatan atau program
membantu
untuk pelajar di mana mereka dapat terlibat
kompetensi sosial mereka adalah out-bound
. Selain itu, program ini harus menuntut
atau
peserta didik untuk memenuhi persyaratan
membangun kerja sama tim dan kompetensi
ini: siswa saling mengenal satu sama lain,
sosial lainnya. Program lain adalah Asosiasi
siswa belajar untuk saling menghormati,
asrama, Badan Eksekutif Mahasiswa, dan
warga belajar untuk berkomunikasi satu
lain lain. Organisasi ini akan memberikan
sama lain dan berinteraksi secara positif.
kesempatan
Dengan demikian, tujuan untuk membangun
mendapatkan jiwa kepemimpinan. Selain itu
komunitas yang positif akan terjadi.
juga membuka peluang mereka untuk
berinteraksi
calon
mengikuti
secara
guru
program
kepada
komunikasi
efektif
memperoleh
yang
mereka
dapat
untuk
Proses pendidikan atau pembelajaran
bersosialisasi secara luas dan membantu
tidak akan berfungsi dengan baik jika guru
dalam perencanaan acara kampus. Menjadi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
99
ISSN 2502-8723
bagian dari sebuah organisasi, mereka akan
bertemu
orang-orang
dengan
Kedua,
berbagai
mengarah
tentang
perkembangan kepribadian guru, sistem
karakter. Ini membantu mereka untuk
pendidikan
belajar bagaimana berkomunikasi secara
memberikankegiatan yang padat, namun
efektif dengan berbagai macam karakter
konstruktif,
orang. Seorang guru yang baik harus mampu
Sehinggacalon guru dapat membangun sikap
berkomunikasi secara efektif kepada siswa ,
kemandirian , tanggung jawab, berpikiran
rekan-rekan , dan masyarakat . Di kelas ,
terbuka , kepemimpinan , dll.Salah satu
guru memiliki beberapa peran yaitu sebagai
contoh
motivator , pengorganisasi , fasilitator ,
Universitas Harvard, salah satu universitas
informatory , dan konselor . Mengenai
terbaik
peran-peran
penting
mempanyuai
cara
berkomunikasi
Membangun
asrama
menantang,
yang
di
yang
telah
dunia
baik
harus
menarik.
diterapkan
untuk
oleh
keberhasilan
,
guru
harus
akademis dan keunggulan sistem asramanya
yang
tepat
untuk
.
dengan
orang
keterampilan
lain
.
"Dengan lebih dari 400 organisasi
komunikasi
mahasiswa resmi termasuk ekstrakurikuler,
bukanlah hal yang mudah bagi semua orang
ko-kurikuler
. Disini , pendidikan berbasis asrama
Harvard aktif di dalam dan di luar kampus.
menawarkan
diskusi
Apakah di bermain di lapangan stadion
mingguan , ekstrakurikuler debat bahasa
Harvard atau bersorak pada pertandingan
Inggris dan kompetisi skill berkomunikasi (
olahraga di Harvard, menjadi relawan
story telling , lomba pidato , debat ) antara
melalui
ruang
mendorong
program
dalam
pendidikan
seperti
asrama.
asrama
akan
Selanjutnya
,
dan
olahraga,
organisasi
kegiatan
seperti
mahasiswa
PBHA
kewirausahaan
,
di
memberikan
laboratorium inovasi Harvard , menulis atau
pelatihan dan workshop untuk menjadi
mengedit Harvard Crimson atau Harvard
pembicara publik yang baik . pendidikan
Lampoon , atau meneliti di salah satu dari
asrama juga akan mengadakan program
banyak laboratorium." (Web-5)
amal setahun sekali . Dalam program ini ,
Siswa Harvard terus belajar dan
calon guru diminta untuk pergi ke sekolah di
sibuk di sebagian besar waktu mereka.
daerah terpencil , kemudian mengajar siswa
Kegiatan mereka pasti akan memberikan
, memberi mereka makanan dan peralatan
kesempatan yang akan menantang dan
sekolah
untuk
mendukung pengembangan setiap siswa
membangun sensitivitas mereka kepada
karena mereka akan matang secara bertahap
orang lain .
di pikiran dan tindakanmereka. Terinspirasi
.
Tindakan
ini
baik
oleh ini, pendidikan asrama di Indonesia
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
100
ISSN 2502-8723
yang disiapkan untuk guru bahasa Inggris di
mengembangkan
masa depan dapat mengatur setiap kegiatan
guru seperti sopan santun dan; (5) menjadi
yang membantu mereka mengembangkan
demokratis dan terbuka untuk reformasi dan
karakter, seperti: mengatur bazaar tahunan
kritik. Sayangnya, tidak semua guru di
yang
mengajarkan
menjadi
kreatif,
kualitas terpuji sebagai
mereka
bagaimana
Indonesia memiliki kompetensi personal
berani
mengambil
yang
risiko,dan menjadi individu yang inovatif .
baik.
Salah
satu
kasus
adalah
kurangnya disiplin. Rendahnya kualitas guru
Ketiga, pendidikan berbasis asrama
juga disebabkan oleh disiplin kurangnya
harus memiliki ketua pengurus asrama dan
guru. Misalnya, guru datang terlambat ke
staf pengajar. Peran mereka sangat penting
kelas, meninggalkan kelas sebelum waktu
karena
berakhir,
siswa
asrama
membutuhkan
bahkan
tidak
datang
untuk
pengawasan serta pemantauan. Sebagaimana
mengajar para siswa. kebiasaan buruk ini
dinyatakan oleh Briggs (2012) dukungan
dapat mempengaruhi hasil belajar dan secara
pengelola
meningkatkan
tidak sadar ia memberi contoh kepada siswa
keberhasilan akademis siswa. Penulis juga
menjadi orang yang tidak disiplin. Agar
percaya bahwa dengan memberikan otoritas,
calon
calon guru akan dapat mengembangkan
mempunyai kepribadian yang baik, penulis
kedisiplinan,
mengusulkan cara yang bisa dilakukan
asrama
bisa
kejujuran,
integritas,
pengalaman spiritual, dan lain sebagainya.
Keempat
sebagai
Guru
seseorang
sering
dianggap
yang
memiliki
guru
menjadi
seseorang
yang
seperti yang tercantum di bawah ini:
•
Membentuk ketepatan waktu dan
disiplin pada calon guru dengan
kepribadian yang ideal. Oleh karena itu,
menetapkan
guru sering dianggap sebagai model yang
penghargaan.
harus dipatuhi dan ditiru. Sebagai contoh,
diterapkan di pendidikan militer,
guru harus memiliki kompetensi yang terkait
yang menetapkan jadwal yang ketat
dengan
dan aturan ketat bagi para siswa.
pengembangan
(kompetensi
personal),
kemampuan
yang
pengalaman
dalam
kepribadian
termasuk:
•
(1)
hukuman
Hal
ini
dan
sudah
Menyediakan kantin tanpa penjual
terkait
dengan
yang membebaskan calon guru untuk
keyakinan
agama
mengambil dan membayar untuk
mereka; (2) kemampuan untuk menghormati
kebutuhan mereka sendiri. Hal ini
dan menghargai antar umat beragama; (3)
disebut sebagai "kantin kejujuran".
kemampuan
sesuai
Beberapa kantin di dalam sekolah di
norma-norma, aturan, dan sistem
Indonesia telah mengadopsi cara ini
nilai yang berlaku dalam masyarakat; (4)
untuk melatih kejujuran siswa. Salah
dengan
untuk
berperilaku
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
101
ISSN 2502-8723
•
satu sekolah yang memiliki "kantin
melalui membaca. Membentuk kebiasaan
kejujuran"
29
membaca pada calon guru dengan cara
Kebayoran Lama, Jakarta. Hal ini
memberikan jadwal untuk membaca segala
diterapkan sejak Januari 2015,Lebih-
jenis buku yang mereka sukai setelah
lebih lagi kepala sekolah mengatakan
sarapan (30 menit) dan kemudian berbagi
bahwa kantin ini efektif untuk
tentang apa yang telah mereka baca kepada
membangun kejujuran siswa (Web-
teman mereka dalam kelompok kecil (15
6).
menit). Ini tidak hanya akan membuat
Seorang guru yang baik adalah
mereka
seseorang yang memiliki kecerdasan
membuat mereka tertarik pada bacaan.
yang baik secara emotional
dan
Adanya klub atau organisasi untuk pecinta
spiritual . Mengadakan ceramah
buku dan dibagi berdasarkan ketertarikan
agama dengan mengundang pemuka
mereka seperti sastra, ilmu pengetahuan,,
agama seminggu sekali adalah cara
fiksi, psikologi, dan sebagainya. Klub
yang
bacaan
baik
adalah
untuk
SMAN
meningkatkan
lebih
berwawasan
tersebutdapat
tetapi
juga
memperluas
kecerdasan spiritual calon guru .
pengetahuan mereka tentang hal yang
Selain itu , rutinitas sehari-hari
mereka sukai. Dua kali dalam setahun, klub
seperti
akan
dapat mengundang penulis buku untuk
dilakukan . Hal ini efektif untuk
memberikan informasi tentang apa yang ada
membuat mereka merasa bahwa
dalam buku itu, apa yang menarik dari buku
berdoa bukan merupakan kewajiban
ini, bagaimana proses dalam menciptakan
tetapi kebutuhan mereka . Kemudian,
itu
mereka akan memiliki spiritual yang
memfasilitasi calon guru untuk menjadi
baik dan berperilaku baik secara
orang
moral
menyediakan
beribadah
karena
bersama
semua
agama
dan
sebagainya.
yang
Asrama
berpengetahuan
perpustakaan
dengan
online
offline.
kebaikan.
beberapa sudut sehingga calon guru tetap
pendidikan
perpustakaan.
Guru
diusulkan
harus
dengan keamanan untuk konten negatif akan
disediakan.
adalah
Kuncinya
adalah
membuat
mereka untuk menikmati membaca dan
memiliki
berpikir bahwa membaca adalah kegitan
wawasan yang luas. Salah satu cara untuk
yang berharga (Hunter, 2005).
memperluas pengetahuan calon guru adalah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
di
Indonesia. Akses internet kecepatan tinggi
siswa mencapai tujuan mereka. Salah satu
yang
kabar
update dengan keadaan yang terjadi di
asrama
akanmenyediakan fasilitas yang membantu
fasilitas
surat
dan
mengatakan hal yang sama tentang
Kelima
Menyebarkan
akan
102
ISSN 2502-8723
Takahashi, Keiko and Majima, Naomi.
Transition from Home to College
Dormitory: The Role of Preestablished Affective Relationships
in Adjustment to a New Life. Journal
of Research on Adolescence.
Volume 4, Issue 3, page 367-384,
1994.
Tim
Kurikulum
dan
Pembelajaran,
Direktorat
Pembelajaran
dan
Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. (2014).
Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang Republik
Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen
Undang-Undang Republik
Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
DAFTAR PUSTAKA
Briggs, Ronald. (2012). Increasing FirstSemester Student Engagement: A
Residential Community Retention
Study.
Dissertation.
Phoenix:
Arizona State University.
Dulay, Heidi, et al. (1982). Language Two.
New York: Oxford University Press.
Engkoswara, et al. Keefektifan Program
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Jurnal Ilmu Pendidikan, jilid 7,
nomor 2, 2000.
Frazier, William and Eighmy, Myron.
(2012). Themed Residential Learning
Communities: The Importance of
Purposeful Faculty and Staff
Involvement
and
Student
Engagement. Journal of College and
University Student Housing, volume
38, no 2, page 10-31.
Hunter, Phyllis S. 2005. Raising Students
Who Want to Read. New York:
Scholastic Professional Paper
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor
36/D/O/2001
Tentang
Petunjuk
Teknis
Pelaksanaan
Penilaian Angka Kredit Jabatan
Dosen
Octyavera, Ruri, et al. Hubungan Kualitas
Kehidupan
Sekolah
dengan
Penyesuaian Sosial pada Ssiwa SMA
International
Islamic
Boarding
School Republic of Indonesia. Jurnal
Psychoidea. ISSN 1693-1076. 2009.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
Sanusi, Achmad. 2013. Kepemimpinan
Pendidikan: Strategi Pembaruan,
Semangat Pengabdian, Manjemen
Modern.
Bandung:
Nuansa
Cendekia.
Susanto, Bedjo. 2012. ―Mengemas Kembali
Pendidikan
Indonesia‖.
Dalam
Sutjipto (Ed), 10 Windu Prof. Dr.
H.A.R Tilaar, M.Sc.Ed Pendidikan
Nasional: Arah Ke Mana? (hlm. 2435). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
103
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PEMBELAJARAN KONSEP VEKTOR
DENGAN STRATEGI ELABORASI BAGI MAHASISWA
Fetty Nuritasari
Pendidikan Matematika-Universitas Madura
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain pembelajaran dengan strategi elaborasi dan cara menerapkan
pembelajaran dengan strategi elaborasi pada konsep vektor bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Madura. Pembelajaran dengan strategi elaborasi yang dapat membangun pemahaman konsep konsep
vektor pada mahasiswa terdiri dari tahap: (1) memberikan orientasi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan,
(2) menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran, (3) dengan tanya jawab memberi motivasi dan apersepsi
mahasiswa, (4) dosen melakukan orientasi kepada mahasiswa dengan memberikan permasalahan yang terkait
pengenalan konsep limit fungsi, (5) mahasiswa melakukan interpretasi dengan berdiskusi dengan temannya dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan, (6) mahasiswa mempresentasikan hasil kerja yang diperolehnya, (7)
mahasiswa saling memberikan orientasi dengan melakukan tanya jawab berdasarkan hasil yang diperolehnya, (8)
dosen memberikan orientasi kepada mahasiswa untuk mengklarifikasi masalah yang muncul, (9) mahasiswa
membuat kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari, (10) mahasiswa mengerjakan tugas akhir yang
diberikan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa bentuk pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian
ini berhasil sebagai bentuk pembelajaran yang dapat membangun kemampuan analisis matematika mahasiswa
tentang vektor.
Kata Kunci : Elaborasi, Konsep vektor
teknologi
Pendahuluan
modern,
mempunyai
peran
penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
Matematika sebagai ilmu dasar yang
memegang peranan sangat penting dalam
memajukan
pengembangan sains, teknologi, ilmu-ilmu
Perkembangan pesat di bidang teknologi
alamiah,
informasi
ilmu-ilmu
sosial,
maupun
daya
dan
pikir
komunikasi
manusia.
dewasa
ini
manajemen, karena matematika merupakan
dilandasi oleh perkembangan matematika di
sarana
bidang teori bilangan, aljabar, analisa, teori
berpikir
untuk
menumbuh
kembangkan daya nalar, cara berpikir logis,
peluang, dan
matematika diskrit. Untuk
sistematis, dan kritis. Penguasaan terhadap
menguasai dan mencipta teknologi di masa
matematika sangat diperlukan sehingga
depan diperlukan penguasaan
konsep-konsep matematika harus dipahami
yang kuat sejak dini. Pelajaran Matematika
dengan benar.
perlu diberikan kepada semua peserta didik
matematika
ilmu
mulai dari sekolah dasar sampai perguruan
universal yang mendasari perkembangan
tinggi, sehingga dapat membekali peserta
Matematika
merupakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
104
ISSN 2502-8723
didik agar mampu berpikir logis, analitis,
ada. Dengan kata lain mahasiswa harus
sistematis, kritis, dan kreatif.
mampu membuktikan teorema-teorema dan
Mahasiswa pendidikan matematika
menyelesaikan soal dengan menggunakan
merupakan calon tenaga pendidik dan
profesional
dalam
bidang
definisi-definisi tentang vektor.
matematika
Namun kenyataan yang ada banyak
dituntut memiliki pengetahuan yang luas
mahasiswa
dan mendalam pada bidang matematika.
perkuliahan analisa vektor terutama pada
Selain itu, mahasiswa tidak hanya dituntut
konsep vektor. Mahasiswa lebih cenderung
mengetahui
menggunakan
menghafal definisi maupun teorema tanpa
ada
bisa
dan
mampu
teorema-teorema
yang
menyelesaikan
soal
atau
dalam
permasalahan,
kesulitan
menjelaskan
bagaimana
atau
teorema
mengikuti
membuktikan
tersebut
Informasi
yang diketahuinya untuk dikembangkan dan
pembina matakuliah
disimpulkan menjadi sebuah teorema dan
Universitas Madura menyatakan bahwa
memanfaatkan
sekitar 34 dari 42 mahasiswa Universitas
tersebut
dalam
menyelesaikan atau memecahkan soal.
Salah
dosen
analisa vektor di
Madura mampu meyelesaikan soal tentang
deferensiasi vektor dengan cara biasa atau
matematika
dengan menerapkan teorema yang ada.
adalah Analisa Vektor. Materi perkuliahan
Namun jumlah ini jauh menurun menjadi
Analisa
sekitar 6 dari 42 mahasiswa mampu
S1
Vektor
matakuliah
dari
bagi
mahasiswa
satu
diperoleh
diperoleh.
tetapi harus mampu menerapkan definisi
teorema
yang
dalam
pendidikan
diantaranya
membahas
tentang deferensiasi vektor. Konsep tentang
menyelesaikan
deferensiasi vektor sebenarnya tidak asing
teorema-teorema
bagi mahasiswa, karena materi ini telah
menggunakan definisi.
dipelajari pada Kalkulus I. Namun tingkatan
Oleh
soal
karena
dan
yang
itu,
membuktikan
ada
dengan
dalam
upaya
dan kedalaman konsep vektor dalam analisa
mengatasi kesulitan dan permasalahan yang
vektor berbeda dengan kalkulus I. Konsep
dihadapi mahasiswa dalam proses belajar
vektor dalam kalkulus I lebih mengacu pada
mengajar, dosen sebagai seorang pendidik
siswa mengenal definisi dan teorema-
harus memiliki strategi agar mahasiswa
teorema tentang turunan dan menerapkan
dapat belajar secara efektif dan efisien,
teorema yang ada dalam menyelesaikan
mengenal pada tujuan pembelajaran yang
soal. Namun dalam analisis vektor, dalam
diharapkan.
tujuannya
mampu
memiliki strategi ini, guru dan dosen harus
memahami dan mengkaji lebih mendalam
menguasai teknik-teknik penyajian atau
tentang definisi dan teorema-teorema yang
biasa disebut dengan model pembelajaran.
mahasiswa
harus
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
105
Salah
satu
langkah
untuk
ISSN 2502-8723
Model
pembelajaran
akan
pengetahuan prosedural melalui pengalaman
digunakan harus selalu diawali dari situasi
belajar yang dialami dan berdasar pada teori
nyata di dalam kelas. Bila situasi didalam
perkembangan kognitif Piaget. Lorsbach
kelas berubah maka cara mengajar pun juga
(2002) mengemukakan ada lima tahap
harus berubah. Karena itulah seorang dosen
dalam pembelajaran model learning cycle
sebagai
yang terdiri dari tahap engagement ,
‖pengendali‖
yang
kegiatan
belajar
mengajar di dalam kelas harus menguasai
exploration,
dan
evaluasi.
tahu
beberapa
dengan
kelebihan
macam
baik,
dan
model
pembelajaran
pembelajaran
elaborasi,
mahasiswa menambahkan ide tambahan
model
berdasarkan apa yang seseorang sudah
pembelajaran yang paling efektif yang
ketahui sebelumnya. Srategi belajar ini
sesuai
efektif
dan
dengan
dosen
Pada
elaborasi,
mampu
memilih
sehingga
kekurangan
explanation,
menerapkan
permasalahan
yang
digunakan
apabila
ide
yang
dihadapinya dalam kelas untuk mencapai
ditambahkan sesuai dengan penyimpulan.
suatu tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Implikasi dari pembelajaran ini adalah
Dalam pandangan konstruktivisme,
pengetahuan
tumbuh
dan
mendorong mahasiswa untuk menyelami
berkembang
informasi
itu
sendiri,
menarik
dalam dan kuat apabila diuji dengan
tentang implikasi yang mungkin (Ormrod,
pengalaman baru (Nurhadi, 2004). Dalam
2006).
konstruktivistik
ini
siswa
Pembelajaran
dan
untuk
melalui pemahaman. Pemahaman semakin
pembelajaran
kesimpulan
misalnya
berspekulasi
dengan
strategi
diharapkan untuk mampu mengkonstruk
elaborasi memungkinkan mahasiswa lebih
atau membangun sendiri pengetahuan yang
mudah memahami konsep vektor secara
diperolehnya untuk dihubungkan dengan
mendalam karena pada dasarnya mahasiswa
pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk
telah
memiliki
menyelesaikan persoalan atau permasalahan
dasar
tentang
baru dan mengkomunikasikannya.
dipelajarinya saat menempuh mata kuliah
Salah
pendekatan
satu
implementasi
konstruktivistik
dikembangkannya
model
ini
dari
pengetahuan-pengetahuan
deferensiasi
yang
telah
kalkuklus I. Hanya saja sekarang bagaimana
adalah
seorang
pembelajaran
dosen
pembelajaran
dalam
dengan
mampu
merancang
pembelajaran
learning cycle. Menurut Lawson (Odom dan
elaborasi
memancing
dan
Kelly, 2000) Learning Cycle adalah suatu
melahirkan ide-ide atau pengetahuan baru
metode yang memungkinkan siswa untuk
dari pengetahuan sebelumnya yang telah
mengembangkan pengetahuan deklaratif dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
106
ISSN 2502-8723
dimiliki mahasiswa dalam mengkaji konsep
untuk menyelesaikan permasalahan yang
vektor lebih mendalam.
dihadapi.
Wena (2008:172) mengemukakan
Pada
tahap
interpretasi,
bahwa pada tahap elaborasi ini, siswa
siswa/mahasiswa mengkaji masalah yang
menerapkan konsep dan keterampilan yang
diberikan melalui kegiatan analisis, diskusi,
telah dipelajari dalam situasi baru atau
maupun tanya jawab. Tahap interpretasi ini
konteks yang berbeda. Dengan demikian,
sangat penting dilakukan dalam kegiatan
siswa akan dapat belajar secara bermakna,
pembelajaran
karena siswa telah dapat menerapkan konsep
interpretasi siswa didorong untuk berpikir
yang telah dipelajarinya dalam situasi baru.
tingkat tinggi, melakukan analisis terhadap
Kemudian Wena (2008:172) melanjutkan
masalah yang diberikan, sehingga terbiasa
bahwa jika pembelajaran pada tahap ini
dalam menyelesaikan masalah, meninjau
dapat dirancang dengan baik oleh guru,
dari berbagai aspek (Brooks & Brooks,
maka
akan
1993). Pada akhir pembelajaran, mahasiswa
meningkat. Meningkatnya motivasi belajar
diminta membuat kesimpulan dari apa yang
siswa tentu dapat mendorong peningkatan
telah mereka dapatkan selama pembelajaran.
hasil belajar siswa.
Membuat kesimpulan perlu dilakukan, sebab
motivasi
Melalui
strategi
belajar
siswa
pembelajaran
elaborasi,
mahasiswa
dengan
dengan
karena
membuat
melalui
tahap
kesimpulan
atau
diberi
rangkuman dari apa yang dipelajari perlu
kesempatan untuk melakukan orientasi,
dilakukan untuk mempertahankan retensi
interpretasi, dan melakukan penyimpulan
(Degeng, 1997:28).
dari pembelajaran yang telah dilakukan.
Melalui
pembelajaran
elaborasi,
peran
dengan
Borich (1988) menyatakan bahwa
strategi
tahap orientasi sangat penting dilakukan
sebagai
pada awal pembelajaran, karena dapat
mahasiswa
memberi arah dan petunjuk bagi siswa
Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan
tentang kegiatan pembelajaran yang akan
mahasiswa
dilakukan. Dalam hal ini guru atau dosen
dosen, mahasiswa serta bahan ajar termasuk
mengomunikasikan tujuan, materi, waktu,
media pembelajaran yang digunakan.
langkah-langkah pembelajaran serta hasil
Kegiatan
akhir yang diharapkan dari siswa. Pada
mengajukan
tahap ini antara dosen dengan mahasiswa
mahasiswa sesuai dengan pengalaman dan
aktif berkomunikasi dalam menentukan arah
tingkat pengetahuannya. Permasalahan yang
fasilitator
dalam
dosen
adalah
dan
pembimbing
belajar
matematika.
dengan
berinteraksi
pembelajaran
masalah
dimulai
yang
dengan
dengan
nyata
bagi
diajukan diarahkan sesuai dengan tujuan yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
107
ISSN 2502-8723
ingin dicapai dalam pembelajaran. Dengan
menerapkan
strategi
elaborasi,
Untuk melengkapi analisa kualitatif,
dosen
penelitian ini juga menggunakan pendekatan
arahan
kuantitatif yang sifatnya melengkapi. Hal ini
kepada mahasiswa bagaimana menggunakan
sesuai dengan saran Moleong (2002:22),
definisi
membuktikan
karena dalam penelitian ini membutuhkan
deferensiasi vektor dalam bentuk soal. Dari
data skor mahasiswa (data non verbal). Data
permasalahan yang diberikan, mahasiswa
ini diperlukan untuk mengetahui apakah
melakukan interpretasi dengan mengkaji
pembelajaran dengan strategi elaborasi dapat
masalah yang diberikan melalui kegiatan
memahamkan
analisis, diskusi, dan tanya jawab.
Program
memberikan permasalahan dan
vektor
dalam
mahasiswa
Studi
semester
Pendidikan
VI
Matematika
Universitas Madura yang menjadi subjek
penelitian tentang konsep vektor. Selain itu
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian yang dilakukan,
juga untuk melihat keberhasilan dosen
dalam memahamkan konsep vektor.
penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran
Penelitian ini termasuk penelitian
konsep vektor dengan strategi elaborasi
tindakan kelas (Action Research). Penelitian
untuk memahamkan mahasiswa semester VI
Program
Studi
Universitas
Pendidikan
Madura.
Tindakan
(PTK)
adalah
suatu
penelitian yang dilakukan oleh guru atau
Matematika
Data
kelas
dosen di dalam kelas dengan tujuan untuk
yang
memperbaiki kinerja sebagai guru atau
dikumpulkan
menjelaskan
bersifat
deskriptif
aktifitas
yaitu
dosen, sehingga hasil belajar siswa atau
mahasiswa menjadi meningkat (Wardani,
pembelajaran.
2003:36).
Penelitian ini lebih menekankan proses
pembelajaran
daripada
hasil
Data
akhir
yang
dikumpulkan
dalam
penelitian ini merupakan hasil kegiatan yang
pembelajaran. Data penelitian berupa kata-
berhubungan
kata
pembelajaran
yang
kejadian
dipaparkan
dalam
sesuai
penelitian,
dengan
dengan
konsep
pelaksanaan
vektor
dengan
menggunakan strategi elaborasi. Data yang
kemudian
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
dianalisis
secara
induktif.
Selain
itu
(1) hasil kegiatan mahasiswa dalam kegiatan
digunakan juga data kuantitatif yaitu skor
pembelajaran berupa penyelesaian soal-soal
baik soal tes awal, latihan-latihan maupun
untuk kepentingan analisa.
evaluasi akhir, (2) hasil wawancara dengan
subjek penelitian pada akhir setiap tindakan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
108
ISSN 2502-8723
(3) hasil observasi yang memuat catatan
Data
hasil
validasi
perangkat
tentang kegiatan pembelajaran, baik yang
pembelajaran diperoleh melalui kegiatan
berhubungan dengan mahasiswa maupun
validasi yang dilakukan oleh tiga orang
berhubungan dengan dosen.
validator. Setelah validator mengisi lembar
Sumber data dalam penelitian ini
validasi, skor hasil validasi dari masing-
adalah mahasiswa semester VI Program
masing validator dijumlahkan kemudian
Studi Pendidikan Matematika Universitas
diolah menjadi persentase skor rata-rata
Madura tahun ajaran
yang
hasil validasi. Kesimpulan analisis data
mengikuti pembelajaran dan tes tentang
disesuaikan dengan kriteria persentase skor
pembelajaran deferensiasi vektor dengan
rata-rata hasil validasi sebagai berikut.
2014/2015
strategi elaborasi. Setiap mahasiswa yang
75%
 SR 
dijadikan
untuk
50%
 SR < 75%
: belum valid dengan sedikit
memperoleh data dari kegiatan observasi,
revisi
tes, dan catatan lapangan. Sedangkan untuk
25%
 SR < 50%
:belum valid dengan banyak
kegiatan wawancara dilakukan terhadap 4
revisi
mahasiswa
SR < 25%
subjek
penelitian
yang ditentukan.
Penentuan
mahasiswa yang menjadi subjek wawancara
dilakukan
berdasarkan
awal
: valid tanpa revisi
: tidak valid
Perangkat
pembelajaran
dan
dan
instrumen penelitian dikatakan valid jika
pertimbangan dosen pembina mata kuliah.
berdasarkan hasil analisis data hasil validasi
Mahasiswa yang menjadi subjek wawancara
diperoleh minimal dua dari tiga validator
terdiri
menyatakan perangkat pembelajaran dan
dari
tes
100%
seorang
mahasiswa
berkemampuan tinggi, dua orang mahasiswa
berkemampuan
sedang,
dan
instrumen penelitian telah valid.
seorang
2.
mahasiswa berkemampuan rendah.
dan aktivitas mahasiswa diperoleh dari
HASIL & PEMBAHASAN
kegiatan observasi yang dilakukan observer
selama pembelajaran berlangsung. Kriteria
Analisa data yang dilakukan dalam
persentase nilai rata-rata sebagai berikut:
penelitian ini adalah analisa data kualitatif
dan kuantitatif. Data ini dianalisa dengan
langkah-langkah
sebagai
berikut:
(1)
mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3)
menyimpulkan data.
1. Data
Hasil
Data hasil observasi aktivitas dosen
90%  NR  100%
: sangat baik
80%  NR < 90%
: baik
70%  NR < 80%
: cukup
60%  NR < 70%
: kurang
0%  NR < 50%
Validasi
: sangat kurang
Perangkat
Pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
109
ISSN 2502-8723
Aktivitas
dikatakan
baik
jika
kategori sangat baik atau baik, serta hasil tes
persentase nilai rata-rata (NR) aspek yang di
akhir pembelajaran tuntas secara klasikal.
nilai berada pada kategori baik dan sangat
Pelaksanaan
pembelajaran
pada
baik. Dengan demikian, maka hasil analisis
pertemuan kedua ditemukan bahwa masalah
data yang tidak memenuhi dari salah satu
utama yang dihadapi mahasiswa adalah
kategori tersebut akan dijadikan bahan
bagaimana menentukan hubungan  (delta)
pertimbangan
dengan  (epsilon) dalam membuktikan soal
untuk
memperbaiki
pada
tindakan berikutnya. Ada tiga kemungkinan
yang
hasil observasi dari pengamat: (1) penilaian
permasalahan
kedua pengamat berada pada kategori baik
memberikan
atau sangat baik, maka hasil observasi
mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan
langsung diambil, (2) penilaian kedua
yang
pengamat tidak jauh berbeda, maka hasilnya
melakukan tanya jawab dengan mahasiswa
akan diambil salah satu kategori yang lebih
mengenai sifat nilai mutlak, ketaksamaan
tinggi,
pengamat
segitiga maupun tentang operasi-operasi
berbeda sama sekali, maka hasilnya akan
fungsi aljabar, sehingga dengan cara ini
didiskusikan
mahasiswa
(3)
penilaian
kedua
bersama-sama
dengan
diberikan.
Untuk
ini,
dosen
orientasi
dimiliki
mengatasi
dengan
mahasiswa,
dapat
berupaya
yakni
mengingat
cara
aktif
dan
pengamat.
membangun
3. Data Hasil Tes
Dengan memberikan orientasi, mahasiswa
Data tentang hasil belajar mahasiswa
lebih
sendiri
mudah
pemahamannya.
mengetahui
arah
dalam
diperoleh dari hasil tes tertulis mahasiswa
menyelesaikan
tiap
akhir
sebagaimana yang diungkapkan oleh Borich
kriteria
(1988) bahwa orientasi yang diberikan
akhir
kepada siswa dapat memberi arah dan
akhir
tindakan
pembelajaran.
ketuntasan
dan
tes
Berdasarkan
belajar,
pembelajaran
hasil
dikatakan
tes
tuntas
secara
petunjuk
klasikal apabila mahasiswa mendapat skor
bagi
masalah
siswa
yang
dihadapi,
tentang
kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan.
 65 (dari rentang skor 0 – 100) paling
Pada tahap interpretasi, dosen juga
sedikit 80% dari jumlah mahasiswa yang
aktif
mengikuti tes pada pembelajaran dengan
sederhana untuk memberikan gambaran
strategi elaborasi pada konsep limit fungsi.
kepada
Pelaksanaan pembelajaran dikatakan
memberikan
ilustrasi-ilustrasi
mahasiswa
sehingga
dapat
memberikan gambaran yang konkrit bagi
berhasil jika hasil observasi aktivitas dosen
mahasiswa
dan observasi aktivitas mahasiswa pada
dihadapi. Sebagaimana yang diungkapkan
masing-masing
Russefendi
tindakan
berada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pada
110
tentang
permasalahan
(1980:135)
bahwa
yang
konsep
ISSN 2502-8723
struktur matematika dapat dipelajari dengan
Sebagai tahap akhir pembelajaran,
baik oleh siswa bila representasinya dimulai
mahasiswa membuat kesimpulan dari apa
dengan hal-hal konkrit. Dengan cara ini
yang
membantu mahasiswa mampu melakukan
pembelajaran. Membuat kesimpulan perlu
analisis dan berfikir dalam meyelesaikan
dilakukan, sebab dengan cara ini mahasiswa
masalah yang diberikan. Hal ini seperti yang
dapat
diungkapkan Brooks & Brooks (1993) yang
permasalahan dalam pembelajaran serta
menyatakan bahwa pada tahap interpretasi
bagaimana pemecahannya, seperti yang
siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi,
dikemukakan Degeng (1997:28) bahwa
menganalisis dan meninjau berbagai aspek.
membuat rangkuman atau kesimpulan dari
Selain itu,
pada awal pertemuan
telah
mereka
dapatkan
menganalisis
selama
permasalahan-
apa yang dipelajari perlu dilakukan untuk
juga ditemukan bahwa mahasiswa masih
mempertahankan retensi.
kesulitan dalam melakukan tanya jawab
Pada
pembelajaran
deferensiasi
dengan dosen. Mahasiswa masih kesulitan
vektor dengan strategi elaborasi, aktivitas
menjawab
mahasiswa dapat
pertanyaan-pertanyaan
yang
dikategorikan cukup
diajukan secara lisan menyangkut hasil
efektif. Meskipun demikian pada awal
kerjanya.
pembelajaran banyak mahasiswa mengalami
diupayakan
Namun
demikian,
secara
mahasiswa
bergantian
saling
kesulitan
dan
ragu
dalam
menjawab
menyempaikan hasil kerja mereka dan
pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh
mahasiswa
membandingkan
dosen. Mahasiswa terlihat kesulitan dalam
dengan hasil pekerjaannya serta memberikan
menentukan alur atau arah dalam menjawab
komentar.Selama pembelajaran dilakukan,
soal-soal yang diberikan.
yang
lain
dosen aktif melakukan tanya jawab untuk
Untuk mengatasi permasalahan ini,
mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa.
dosen secara aktif melakukan tanya jawab
Dengan cara ini akan memaksa dan memberi
dengan mahasiswa.
ruang
kepada
dalam
upaya
tanya jawab ini, membantu mahasiswa
pengetahuan
dan
mengingat kembali materi-materi yang telah
38-39)
dipeljari dan mengaitkannya denga materi
mengemukakan bahwa dengan melakukan
yang sedang dipelajari. Hal ini senada
aktivitas bersama didalam pembelajaran
dengan pendapat Russefendi (1980:182)
matematika, kesempatan dan ruang untuk
yang
dapat mengembangkan pengetahuan dan
menyebabkan siswa aktif, tanya jawab dapat
pemahaman matematika akan lebih banyak
mengaitkan pengajaran dengan topik-topik
mengembangkan
pemahamannya.
mereka
Dengan melakukan
Hadi
(2005:
menyatakan
bahwa
selain
dapat
bagi peserta didik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
111
ISSN 2502-8723
yang lampau bagi siswa dalam menerima
ketika
materi baru.,
maupun
Pada pertemuan kedua dan ketiga,
mahasiswa
ketika
mengerjakan
mahasiswa
LKM,
berdiskusi
dengan temannya.
aktivitas mahasiswa dalam belajar tampak
Pada pertemuan pertama dan kedua,
mulai meningkat. Ini disebabkan karena
beberapa mahasiswa masih kesulitan dalam
mahsiswa sudah mulai terbiasa dengan
belajar. Hal ini tampak dari hasil belajar
pembelajaran yang dilakukan. Mahasiswa
mahasiswa ketika mengerjakan LKM dan
tampak mulai bisa menentukan alur dalam
ketika
menyelesaikan permasalahan-permasalahan
pertanyaan secara lisan terhadap beberapa
yang diberikan. Aktivitas mereka dalam
mahasiswa.
Ketika
menjawab dan mengajukan pertanyaan juga
pertanyaan,
mahasiswa
mulai meningkat.
Agar aktifitas dalam
menjawab secara langsung bahkan harus
belajar mahasiswa dapat terus ditingkatkan,
membutuhkan waktu yang cukup lama
dosen juga mengkondisikan lingkungan
dalam menjawab. Ketika ada mahasiswa
belajar yang dapat mendorong mahasiswa
yang kesulitan menjawab pertanyaan yang
aktif
diberikan,
belajar,
yaitu
mengorganisasikan
dosen
mahasiswa agar berdiskusi dengan teman
ilustrasi
sebangkunya,
mahasiswa
menumbuhkan
motivasi
mahasiswa dan memfasilitasi mahasiswa
mengajukan
dosen
dosen
beberapa
mengajukan
belum
memberikan
sederhana
ilustrasi-
untuk
menjawab
mampu
membantu
pertanyaan
yang
diberikan.
selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Secara
umum
hasil
belajar
Pengelolaan lingkungan belajar yang baik
mahasiswa selama proses pembelajaran
ternyata dapat menambah aktivitas dan
didukung
pengalaman
dilakukan
belajar
bagi
mahasiswa.
karena
pembelajaran
terstruktur
efisien.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hudojo
Pembelajaran
(1988:109) bahwa pengalaman belajar dan
dengan mengajukan soal-soal sederhana
aktivitas peserta didik juga dipengaruhi oleh
yang
situasi lingkungan belajar yang diberikan.
memberikan soal-soal yang mengarahkan
Hasil
mahasiswa
kemudian
dilakukan
dilanjutkan
dimulai
dengan
dalam
pada teorema-teorema limit dan akhirnya
memahami konsep vektor dilihat melalui
mahasiswa diminta membuktikan teorema
hasil tes akhir dan melalui evaluasi yang
tersebut. Pembelajaran yang diawali dengan
dilakukan
selama
proses
pembelajaran.
mengajukan soal-soal yang sederhana ini
Evaluasi
ketika
proses
pembelajaran
sangat
berlangsung
belajar
yang
dan
yang
dilakukan
ketika
dosen
membantu
mahasiswa
dalam
memahami materi yang dipelajari.
melakukan tanya jawab dengan mahasiswa,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
112
ISSN 2502-8723
dan (10) mahasiswa mengerjakan tugas
KESIMPULAN & SARAN
Berdasarkan paparan data dan
akhir yang diberikan.
pembahasan, dapat disimpulkan bebarapa
Tahap (1), (2), dan (3) dilakukan pada
hal sebagai berikut.
kegiatan pendahuluan, tahap (4), (5), (6),
1. Pembelajaran melalui strategi elaborasi
(7), dan (8) dilakukan pada tahap
yang dapat memahamkan mahasiswa
kegiatan inti, dan tahap (9) dan (10)
semester
dilakukan pada kegiatan penutup.
VI
offering
A
angkatan
2014/2015 pada konsep vektor terdiri
dari
tiga
komponen
pokok,
2. Berdasarkan pengamatan peneliti dan
yaitu
dua pengamat (observer) pembelajaran
orientasi, interpretasi dan penyimpulan.
konsep vektor dengan strategi elaborasi
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan
ditemukan bahwa pada pertemuan I,
adalah sebagai berikut: (1) memberikan
pertemuan II, dan pertemuan III aktivitas
orientasi tentang pembelajaran yang
dosen dan aktivitas mahasiswa dalam
akan dilaksanakan, (2) menyampaikan
kriteria
topik dan tujuan pembelajaran, (3)
pembelajaran
dengan tanya jawab memberi motivasi
persentase ketuntasan belajar secara
dan apersepsi mahasiswa, (4) dosen
klasikal adalah sebesar 87%.
baik.
Sedangkan
tes
diketahui
akhir
bahawa
melakukan orientasi kepada mahasiswa
3. Pembelajaran dengan strategi elaborasi
dengan memberikan permasalahan yang
memungkinkan dosen dan mahasiswa
terkait pengenalan konsep limit fungsi,
aktif melakukan aktivitas belajar dan
(5) mahasiswa melakukan interpretasi
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
dengan berdiskusi dengan temannya
optimal.
dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan,
(6)
mahasiswa
mempresentasikan
hasi
kerja
yang
diperolehnya,
mahasiswa
saling
(7)
Saran yang dapat disampaikan
berdasarkan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi pengajar, dalam mengajarkan
memberikan orientasi dengan melakukan
mahasiswa membuktikan konsep vektor
tanya jawab berdasarkan hasil yang
dengan definisi hendaknya jangan terlalu
diperolehnya, (8) dosen memberikan
fokus untuk langsung melakukan
orientasi
pembuktian, tetapi hendaknya
kepada
mahasiswa
untuk
mengklarifikasi masalah yang muncul,
mengarahkan mahasiswa melakukan
(9) mahasiswa membuat kesimpulan
pengaitan-pengaitan antara pengetahuan
terhadap materi yang telah dipelajari,
yang telah dimilikinya dengan
permasalahan yang diberikan, karena hal
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
113
ISSN 2502-8723
for
Contructivist
Alexandria: ASCD.
ini dapat mempermudah mahasiswa
untuk mendapatkan gambaran atau
Budiningsih, C.A.
2008. Belajar dan
Pembelajaran.
Jakarta:
Rineka
Cipta.
arahan dalam melakukan pembuktian
2. Dalam proses pembelajaran, hendaknya
Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar.
Jakarta: Dirjen DIKTI.
mahasiswa diberikan lebih banyak
kesempatan untuk bekerja, bila perlu
Degeng. I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran
Mengorganisasikan Isi dan Model
Elaborasi. Malang: IKIP Malang.
memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk saling berdiskusi
Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika
Realistik. Banjarmasin:Tulip
dengan temannya. Pengajar juga harus
pandai mengajukan pertanyaan-
Hamalik. O. 2009. Pendekatan Baru
Strategi
Belajar
Mengajar
Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
pertanyaan yang sifatnya mengarahkan
tanpa harus memberikan jawaban
langsung kepada mahasiswa.
Hopkins, D. 1985. A Teacher‘s Guide to
Classroom Research. London: Open
University Press
3. Bagi peneliti yang ingin meneliti kajian
yang sama, hendaknya dapat melakukan
Hudojo,
H.
1988.
Mengajar
BelajarMatematika.
Jakarta:
Depdikbud P2LPTK.
Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum
dan Pembelajaran Matematika.
Malang: UM Press.
penelitian lebih lanjut dengan
memperhatikan kelemahan-kelemahan
penelitian ini, sehingga peningkatan
kualitas belajar matematika dapat
terlaksana secara berkesinambungan.
Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum
dan Pembelajaran Matematika.
Jurusan Matematika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas negeri Malang
Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta
Pembelajaran Matematika. Malang:
UM Press.
Iskandar,
S.M.
2001.
Penerapan
Konstruktivisme
Dalam
Pembelajaran Kimia di SMU.
Media Komunikasi Kimia. No.2 (5)
hal 1-12
Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran
Konstruktivistik
dalam
Kimia.
Malang: FMIPA UM
Lawson, A.E. 1995. Science Teaching and
The Development of Thingking.
California: International Thomson
Publishing.
Leithold, L. 1986. Kalkulus dan Ilmu Ukur
Analitik, Jilid 1 edisi kelima. Alih
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Aqib. Z. 2006. Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: Yrama Widya.
Bogdan, R.C & Biken, S.K. 1998. Qualitatif
Research in Education : An
Intruduction to Theori and Methods.
Third Edition. Boston: Allyn and
Baccon.
Borich, G.D. 1988. Effective Teaching
Method.
Columbus:
Merril
Publishing Company.
Brooks, J.G & Brooks,M.G.1993. In
Searchof Understanding: The Chase
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Classroom.
114
ISSN 2502-8723
bahasa: Drs. E. Hutahaean.
Erlangga. Jakarta.
Lorsbach, A.W. 2002. The Learning Cycle
as a tool for Planing Science
Instruction. Online.
http://www.Coe.ilstu.edu/scienceed/
lorsbach/257lrcy.html
Machmud, T. 2001, Implementasi PAM
untuk Meningkatkan Kemampuan
Siswa dalam Menyelesaikan Soal
Program Liniear, Tesis (tidak
diterbitkan), Malang, PPS-UM.
Moleong. 2005. Metodologi Peneltian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Musser, GL. & Bruger, W.F. 1994.
Mathematics
for
Elementary
Teachers:
A
Contemporary
Approach, Third Edition. New
York:
MacMillan
Publishing
Company, Inc.
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan
dalam Proses Belajar Mengajar,
Jakarta, Bina Aksara
NCTM,2000. Principles And Standards For
School Mathematic, New York, the
NCTM Inc.
Nur, M. 2001. Realistic Mathematics
Education (Makalah pada Pelatihan
Calon Pelatih SLTP tanggal 21 Juni
s.d 6 Juli di Surabaya). Direktorat
SLTP, Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Depdiknas, Jakarta.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual
dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: UM Press.
Orton, A. 1992. Learning Mathematics:
Issues, Theory, and Practice. Great
Britain: Redwood Books.
Ormord. 2006. Strategi Pengajaran
Pembelajaran
Sains.
http://www.bpkpenabur.or.id/jurnal/
05/063-071.pdf, diakses 10 Mei
2014.
Purcell,V. 1999. Kalkulus dan Geometri
Analitis, Jilid 1 edisi keempat. Alih
bahasa: Drs. I Nyoman Susila,
M.Sc, dkk. Erlangga. Jakarta.
Ruseffendi.E.T.
1980.
Pengajaran
Matematika Modern untuk Orang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Tua Murid, Guru dan SPG,
Bandung, Tarsito.
Sagala,S. 2008. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung, Alfabeta
Soebagio. 2001. Penggunaan Daur Belajar
Untuk
Peningkatan
Kualitas
Pembelajaran
Konsep
Sel
Elektrolisis pada siswa Kelas II
SMU Negeri 2 Jombang. Media
Komunikasi Kimia. No.1 (5) hal
(49-57)
Sunardi. 2000. Hubungan Antara Usia,
Tingkat Berfikir dan Kemampuan
Siswa dalam Geometri. Dalam
prosiding
Seminar
Nasional
Matematika. Surabaya: Institut
Tehnologi
Sepuluh
November
Surabaya.
Suparno,P. 1997. Filsafat Konstruktivisme
dalam Pendidikan. Yogyakarta,
Karnisius.
Wardani, I.G.A.K., dkk. 2003. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat
penerbitan Universitas Terbuka
Wena, M. 2008. Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontemporer. Malang,
Bumi
Aksara.
115
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI MELALUI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Galuh Kartiko
[email protected]
ABSTRAK
Pembinaan moral dan karakter bangsa sangat terkait erat dengan peningkatan kualitas pembangunan
pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, maka
pemerintah telah bertekad untuk menjadikan pendidikan menjadi landasan utama dalam pembinaan dan
penumbuhkembangkan karakter positif bangsa. Model pendidikan kewarganegaraan pada saat ini harus
menyesuaikan antara teori yang ada dan perkembangan masyarakat Indonesia. Sesuai dengan fungsinya, Pendidikan
Kewarganegaraan menyelenggarakan pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, multikultural dan
kewarganegaraan bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban,
serta cerdas, terampil dan berkarakter sehingga dapat diandalkan untuk membangun bangsa dan negara berdasar
Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya.
Kata Kunci : Model Pendidikan Karakter, Kewarganegaraan, Perguruan Tinggi
menjadi
Pendahuluan
manusia
yang
beriman
dan
telah
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
pendidikan
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
karakter, seperti bunyi pasal 31 ayat 3 yaitu
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
―Pemerintah
dan
yang demokratis dan bertanggungjawab.
menyelenggarakan satu sistem pendidikan
Salah satu pilar yang harus menjalankan
nasional yang meningkatkan keimanan dan
pendidikan karakter adalah perguruan tinggi.
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
Secara umum istilah ―karakter‖ yang
Konstitusi
mengamanatkan
Indonesia
pentingnya
mengusahakan
sering
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan
undang-undang‖.
disamakan
―temperamen‖,
Untuk
dengan
‖tabiat‖,
istilah
―watak‖
atau
menjalankan amanah itu maka UU No. 20
―akhlak‖ yang memberinya sebuah definisi
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
sesuatu yang menekankan unsur psikososial
Nasional menetapkan fungsi dan tujuan
yang dikaitkan dengan pendidikan dan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan
konteks lingkungan. Secara harfiah menurut
kemampuan dan membentuk watak serta
beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
arti seperti : ―kharacter‖ (latin) berarti
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
instrument
berkembangnya potensi peserta didik agar
(Prancis) berarti to engrove (mengukir),
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
116
of
marking,
―charessein‖
ISSN 2502-8723
―watek‖ (Jawa) berarti ciri wanci; ―watak‖
pengalaman yang dimiliki oleh berbagai
(Indonesia) berarti sifat pembawaan yang
perguruan
mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti,
dijadikan acuan sebagai pengalaman baik
tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang
(best
behavioral
diimplementasikan
yang
menekankan
unsur
somatopsikis yang dimiliki sejak lahir,
dianggap
sebagai
ciri
di
practice)
Indonesia
yang
di
dapat
dapat
perguruan
tinggi
masing-masing.
Sehingga Doni Kusuma (2007:80) istilah
karakter
tinggi
Era globalisasi semakin menuntut
atau
perlunya pendidikan karakter agar lulusan di
karakteristik atau gaya atau sifat dari diri
berbagai jenjang dapat bersaing dengan
seseorang yang bersumber dari bentukan-
rekan-rekannya di berbagai belahan dunia
bentukan yang diterima dari lingkungan.
lain. Tatanan sumber daya manusia beberapa
Dalam pengertian harfiah, sebagian
tahun ke depan memerlukan good character.
ahli
karakter
Dalam hal ini, karakter merupakan kunci
mempunyai makna psikologis atau sifat
keberhasilan individu. Karakter yang baik
kejiwaan
ini dapat dikembangkan melalui model
para
berpendapat
karena
terkait
bahwa
dengan
aspek
kepribadian (personality). Akhlak atau budi
pendidikan yang tepat.
pekerti, tabiat, watak, atau sifat kualitas
Secara
definitif
dikatakan
merupakan
nilai-nilai
yang membedakan seseorang dari yang lain
bahwa
atau kekhasan (particular quality) yang
perilaku manusia yang berhubungan dengan
dapat menjadikan seseorang terpercaya dari
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
orang lain. Dari konteks inipun, karakter
manusia, lingkungan dan kebangsaan yang
mengandung unsur moral, sikap bahkan
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perilaku karena untuk menentukan apakah
perkataan,
seseorang memiliki akhlak atau budi pekerti
norma-norma agama, hukum, tata krama,
yang baik, hanya akan terungkap pada saat
budaya
seseorang itu melakukan perbuatan atau
menjadi salah satu wahana utama untuk
perilaku tertentu.
mengembangkan karakter tersebut.
Mengamati
karakter
dapat
dan
dan
perbuatan
adat
istiadat.
berdasarkan
Pendidikan
perkembangan
pendidikan karakter di perguruan tinggi,
B. Konsep
dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter
karakter
bangsa
dalam
pendidikan kewarganegaraan
di beberapa perguruan tinggi selama ini
Pendidikan
Kewarganegaraan
pada
telah berjalan namun belum terprogram
awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat
secara sistemik, sehingga tidak memiliki
pada tahun 1790 dengan tujuan untuk meng-
dampak signifikan secara nasional. Berbagai
Amerika-kan bangsa Amerika dengan nama
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
117
ISSN 2502-8723
―Civics‖. Henry Randall Waite yang pada
tersebut.
Menurut
saat itu merumuskan pengertian Civics
beberapa
nilai
dengan ―The science of citizenship, the
adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya
relation of man, the individual, to man in
(alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur,
organized collection, the individual in his
hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan
relation to the state‖. Pengertian tersebut
kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras,
menyatakan bahwa ilmu Kewarganegaraan
dan
membicarakan hubungan antara manusia
kepemimpinan;
dengan
perkumpulan
toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.
perkumpulan yang terorganisasi (organisasi
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter
social ekonomi, politik) dengan individu-
dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya,
individu dan dengan negara.
rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur,
manusia
dalam
Sedangkan di Indonesia, istilah
pantang
tanggung
para
karakter
menyerah,
baik
dan
jawab;
ahli
psikolog,
dasar
tersebut
keadilan
dan
rendah
hati,
kewarganegaraan,
civics dan civics education telah muncul
ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner,
pada
adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan
tahun
1957,
dengan
istilah
Kewarganegaraan, Civics pada tahun 1961
pendidikan
dan pendidikan Kewargaan negara pada
dikampus harus berpijak kepada nilai-nilai
tahun 1968. (Bunyamin dan Sapriya dalam
karakter
Civicus,
pelajaran
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih
pendidikan kewarganegaraan masuk dalam
banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak
kurikulum sekolah pada tahun 1968, namun
absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan
pada
kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah
2005:320).
tahun
1975
kewarganegaraan
Mata
nama
pendidikan
berubah
menjadi
karakter
dasar,
di
sekolah
yang
atau
selanjutnya
atau kampus itu sendiri.
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada
Menghubungkan
tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi
kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
karakter demokratis warga negara bukanlah
(PPKn).
sesuatu yang asing. Sejak kelahirannya,
Pendidikan karakter berpijak dari
pendidikan
dengan
pendidikan
pembentukan
kewarganegaraan
memang
karakter dasar manusia, yang bersumber dari
didesain sebagai upaya mempersiapkan
nilai moral universal (bersifat absolut) yang
warga negara agar mampu berpartisipasi
bersumber dari agama yang juga disebut
aktif
sebagai the golden rule. Pendidikan karakter
kebangsaan dan kenegaraan. Bahkan terkait
dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila
dengan
karakter
demokratis,
Zamroni
berpijak dari nilai-nilai karakter dasar
(ICCE,
2003)
berpendapat
bahwa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
118
secara
politik
dalam
kehidupan
ISSN 2502-8723
pendidikan
kewarganegaraan
adalah
space and time of formal education, it is
pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
also important for families and other
mempersiapkan warga masyarakat berpikir
members of the community to be directly
kritis dan bertindak demokratis, melalui
involved.‖ (Delors, et.al., 1996:62). Laporan
aktivitas menanamkan kesadaran kepada
itu dimaknai Samsuri (2010) sebagai upaya
generasi baru bahwa demokrasi adalah
mengukuhkan
bentuk kehidupan masyarakat yang paling
demokratis warga negara melalui pendidikan
menjamin hak-hak warga masyarakat. Selain
kewarganegaraan
itu, pendidikan kewarganegaraan adalah
kewarganegaraan
suatu proses yang dilakukan oleh lembaga
perlunya sebuah hubungan sinergis antara
pendidikan dimana seseorang mempelajari
pendidikan
orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga
partisipatori.
yang bersangkutan memiliki pengetahuan
politik
(poltical
knowledge),
sebenarnya
kewarganegaraan
mempersiapkan warga negara yang cerdas,
bertanggung
jawab,
dan
berkadaban.
Berdasarkan rumusan ―Civic International‖
Abad 21 (Report to UNESCO of The
(1995)
International Commission on Education for
disepakati
bahwa
pendidikan
demokrasi penting untuk pertumbuhan Civic
the Twenty-first Century), yang diketuai
Culture, untuk keberhasilan pengembangan
Jacques Delors, bertajuk Learning: The
dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi
yang
(Mansoer, 2006).
mengungkapkan bahwa ―…education for
Dikwar
citizenship and democracy is par excellence
merupakan
salah
satu
komponen dari kelompok mata kuliah
an education that is not restricted to the
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan
ini memiliki peran yang strategis dalam
Internasional UNESCO tentang Pendidikan
(1996),
dilakukan
dengan Democracy Education. Mata kuliah
upaya
negara sejalan dengan Laporan Komisi
Within
telah
Kewarganegaraan
Education, dan bahkan ada yang menyebut
menumbuhkan karakter demokratis warga
Treasure
demokrasi
dunia, seperti Civic Education, Citizenship
pendidikan
dalam
praktik
diberi istilah dengan bermacam-macam di
dan bangsa.
penting
dan
menekankan
dunia. Mata kuliah tersebut dinamakan atau
dan
menguntungkan bagi dirinya, masyarakat,
Arti
dengan
praktik
dikembangkan di setiap negara di seluruh
participation) serta kemampuan mengambil
rasional
dan
Pendidikan
efficacy) dan partisipasi politik (political
secara
partisipasi
Model Pendidikan Karakter Mahasiswa
(political attitude), efikasi politik (political
politik
penting
C. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
kesadaran
politik (political awareness), sikap politik
keputusan
arti
pengembangan kepribadian (MKPK) yang
119
ISSN 2502-8723
wajib diberikan pada seluruh pada seluruh
Pendidikan
perguruan tinggi di Indonesia. Komponen
(PPBN). Di Perguruan Tinggi Pendidikan
lain
adalah
Kewarganegaraan ini dikenal dengan nama
pendidikan pancasila dan pendidikan agama.
Pendidikan Kewiraan (Dikwir) yang lebih
Dikwar menitikberatkan pada kemampuan
menekankan pada aspek (PPBN). Pada
penalaran ilmiah yang kognitif dan afektif
tahun
serta menumbuhkan kesadaran berbangsa
kurikulum
dan bernegara secara rasional dan untuk
Pendidikan Kewiraan di samping membahas
meyakini
materi
dalam
kelompok
MKPK
kebenaran
konsepsi
bela
serta
negara
ketetapan
2000,
diadakan
nasional
PPBN
juga
Bela
Negara
penyempurnaan
dimana
ditambah
materi
dengan
aplikasi
pembahasan materi tentang hubungan antara
pandangan hidup bangsa (Noor MS Bachry,
warga negara dengan negara. Sebutan
2004: iii).
Dikwir kemudian diganti dengan Pendidikan
Secara
Education
dalam
Pendahuluan
bahasa
oleh
istilah
Civic
kewarganegaraan
sebahagian
pakar
Kewarganegaraan).
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi
Pendidikan
Kemudian menurut SK Dirjen Dikti
dan
No. 267/Dikti/2000, mata kuliah Pendidikan
Bagi
Kewarganegaraan serta PPBN merupakan
Azyuimardi Azra dan tim ICCE (Indonesian
salah satu komponen yang tidak dapat
Centre of Civic Education) menyebutnya
dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah
dengan
Kewargaan.
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam
Sedangkan menurut pakar yang lain seperti
suasana kurikulum inti perguruan tinggi di
Zamroni, M. Nu‘man Soemantri, Marphin
Indonesia.
Pendidikan
Kewarganegaraan.
istilah
Panjaitan,
Kewargaan
(Pendidikan
TIM
Pendidikan
CICEO
(Centre
for
Dari paparan di atas dapat ditarik
Indonesian Civic Education), Soedijarto, dll,
suatu
menyebutkan dengan istilah Pendidikan
kewarganegaraan pada hakikatnya adalah
Kewarganegaraan. Menurut UU no. 2 Tahun
merupakan mata kuliah (studi) tentang
1989 tentang Sisdiknas pada pasal 39(2)
hubungan antara warga negara dengan
dinyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan
negara dan sesama warga negara, sebagai
jenjang
bekal
pendidikan
wajib
memuat
pengertian
bahwa
mahasiswa/peserta
pendidikan
didik
menjadi
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
warga negara yang baik atau handal.
dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai bidang studi ilmiah pendidikan
Materi
Pendidikan
kewarganegaraan bersifat inter disipliner
Kewarganegaraan adalah hubungan antara
(antar bidang) bukan mono disipliner karena
warga
dalam
negara
pokok
dengan
negara
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
serta
120
Pendidikan
Kewarganegaraan
ISSN 2502-8723
dibangun dari kumpulan pengetahuan yang
Indonesia.
Kemudian
di ambil dari berbagai disiplin ilmu, oleh
Pendidikan
Kewarganegaraan
karena
untuk :
itu
upaya
pembahasan
dan
secara
khusus
bertujuan
pengembangannya memerlukan sumbangan
1. Agar mahasiswa paham dan mampu
dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi
melaksanakan hak dan kewajiban
ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu
secara jujur, santun dan aktratis serta
sosiologi, ilmu ekonomi pembangunan, ilmu
ikhlas.
administrasi negara, ilmu sejarah bangsa dan
Indonesia
ilmu budaya. (H. Kaelan: 2007:4).
bertanggung jawab pada bangsa dan
Tujuan
Pendidikan
Sebagai
warga
yang
negara
terdidik
dan
negara RI;
Kewarganegaraan pada dasarnya adalah
2. Agar mahasiswa dapat memahami dan
bagaimana menjadikan warga negara yang
menguasai beragam masalah dasar
baik yang mampu mendukung bangsa dan
dalam
negara.
bagaimana
berbangsa dan bernegara serta dapat
dalam
mengatasinya dengan pemikiran kritis
―mewarganegarakan‖ individu atau orang-
dan bertanggung jawab berdasarkan
orang yang hidup dalam suatu negara.
pancasila ketahanan nasional (Tannas)
Tujuan
dan wawasan nusantara (Wasantara);
Dengan
pendidikan
kata
kewarganegaraan
Pendidikan
menurut
lain
SK
Kewarganegaraan
DIRJEN
DIKTI
kehidupan
bermasyarakat
3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan
no.207/DIKTI/KEP/2000 mencakup: Tujuan
prilaku
sesuai
dengan
nilai-nilai
utama, Tujuan ilmu dan khusus. Tujuan
perjuangan, cinta tanah air, serta rela
Utamanya adalah : untuk menumbuhkan
berkorban bagi nusa, bangsa dan
wawasan dan kesadaran bernegara serta
negara.
membentuk sikap dan prilaku cita tanah air
yang
bersendikan
Sedangkan
bangsa.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
ilmu
Pendidikan
seperti tersebut di atas diperbaharui lagi
bertujuan
memberikan
secara
Kewarganegaraan
budaya
menurut
SK
DIRJEN
DIKTI
pengetahuan dan kemampuan dasar kepada
no.43/DIKTI/Kep/2006.
mahasiswa
yang
rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah
berkenaan dengan hubungan antara warga
pengembangan kepribadian di perguruan
negara dengan negara serta pendidikan
tinggi. Hal ini dirumuskan dalam visi dan
pendahuluan bela negara (PPBN) sebagai
misi Pendidikan Kewarganegaraan. Visi
bekal menjadi warga negara yang dapat
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
diandalkan oleh bangsa dan negara Republik
Tinggi adalah merupakan sumber nilai dan
mengenai
hubungan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
121
tentang
rambu-
ISSN 2502-8723
pedoman
penyelenggaraan
pengembangan
program
mengantarkan
mahasiswa
dan
studi
Sejalan dengan pengembangan dan
guna
penerapan
kurikulum
yang
berbasis
memantapkan
kompetensi di perguruan tinggi, maka
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia
mahasiswa juga harus memiliki tiga ranah,
seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor
realitas
dengan
yang
harus
dihadapi
bahwa
mempertimbangkan
ciri
khusus
mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa
dalam Pendidikan Kewarganegaraan lulusan
yang
yang telah menempuh mata kuliah ini
harus
memiliki
visi
intelektual,
religius, berkeadaban, berkemanusiaan, dan
diharapkan memiliki kompetensi:
cinta tanah air dan bangsanya, sedangkan
Misi
Pendidikan
di
yang berkaitan dengan pengetahuan
membantu
yang berhubungan dengan keilmuan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya
kewarganegaraan, seperti teori tentang
agar secara konsisten mampu mewujudkan
negara,
nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan
identitas nasional, demokrasi, HAM,
dan cinta tanah air dalam menguasai,
dan lain sebagainya.
Perguruan
Kewarganegaraan
1) Civic Knowledge, yaitu kompetensi
Tinggi
menerapkan
dan
adalah
mengembangkan
ilmu
terbentuknya
masyarakat,
2) Civic Skill, yaitu kompetensi yang
pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS)
menyangkut
kemampuan
dengan rasa tanggung jawab dan bermoral
keterampilan
untuk
(Kaelan:2007:2).
masyarakat selaku warga negara yang
Sebagai
mata
nomerklaturnya
kuliah
didahului
―pendidikan‖,
maka
dengan
sikap
dan
baik seperti keikutsertaannya dalam
kata
kegiatan kemasyarakatan baik secara
Pendidikan
intelektual atau prilaku (behaviour)
3) Civic Disposition, yaitu terbentuknya
prilaku.
watak mahasiswa yang bersumber
Sehingga fokus utama penerapan tujuan
pada kepribadian bangsa atau jati diri
pembelajarannya
bangsa (Majelis Dikti Litbang PP
adalah
atau
memasuki
yang
Kewarganegaraan senantiasa mementingkan
terbentuknya
atau
pada
dimensi
afektif dan atau psikomotor. Oleh karena itu
Muhamadiyah 2005:4)
Pendidikan Kewarganegaraan secara umum
hendak
mengembangkan/membina
Dengan kata lain dapat dikatakan
mahasiswa menjadi warga negara Indonesia
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan yang
yang baik dengan tidak meninggalkan aspek
berhasil adalah akan membuahkan sikap
akademik sebagai kajian yang bersifat
mental yang cerdas penuh tanggung jawab
ilmiah.
dari peserta didik dengan sikap dan prilaku
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
122
ISSN 2502-8723
yang bertaqwa kepda Tuhan Yang Maha
peranan pada negara dan masyarakat hidup
Esa, menghayati nilai falsafah bangsa,
dalam porsi yang berbeda-beda walaupun
berbudi luhur, berdisiplin, nasional, dinamis,
sama-sama
sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga
kedua, demokrasi sebagai azas kenegaraan
negara, profesional, sadar untuk bela negara,
secara esensial telah memberikan arah bagi
serta cinta tanah air dalam melaksanakan
peranan
profesi masing-masing. Dengan demikian
menyelenggarakan negara sebagai sebagai
dapat disimpulkan bahwa dalam mengisi
organisasi
tertingginya
kemerdekaan dan menghadapi pengaruh
demokrasi
berjalan
global, setiap warga
negara RI pada
berbeda-beda (Amin Rais, 1995:1). Dengan
umumnya dan mahsiswa sebagai calon
alasan tersebut dapat dikatakan bahwa asas
sarjana/ilmuwan pada khususnya harus tetap
demokrasi hampir sepenuhnya disepakati
pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan
sebagai
cinta tanah air. Dalam perjuangan non fisik
penyelenggaraan suatu negara walaupun
mahasiswa harus tetap memegang teguh
secara
nilai-nilai tersebut di atas pada senua aspek
diberbagai negara memberikan implikasi
kehidupan.
yang berbeda-beda.
berazas
demokrasi.
Alasan
masyarakat
model
riil
tetapi
dalam
terbaik
dalam
untuk
ternyata
jalur
yang
bagi
dasar
penyelenggaraannya
Penerapan Demokrasi dalam sistem
D. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
pemerintahan suatu negara yang berbeda –
Pembinaan Kehidupan Demokrasi
beda akan melahirkan sistem berbeda-beda
Menurut pengamatan dan telaah
pula seperti: (1). Sistem Presidensial yang
para pakar politik dan negara paling tidak
mensejajarkan antara parlemen dan Presiden
ada dua alasan mengapa kajian tentang
dengan memberi dua kedudukan kepada
demokrasi itu amat penting artinya bila
presiden yakni sebagai kepala negara dan
dihubungkan
kehidupan
sebagai kepala pemerintahan. (2). Sistem
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Parlementer yang meletakkan pemerintahan
Alasan pertama adalah bahwa hampir semua
dipimpin oleh Perdana Menteri yang hanya
negara di dunia ini telah menjadikan
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan,
demokrasi sebagai azas fondamental dalam
dan
kehidupan bernegara. Hal ini ditunjukkan
Sedangkan kepala negaranya bisa diduduki
dari hasil studi UNESCO pada awal tahun
oleh seorang raja/ratu atau presiden yang
1950an yang mengumpulkan lebih dari 100
hanya
sarjana Barat dan Timur. Sementara di
persatuan negara. (3) Sistem Referandum
negara-negara demokrasi itu pemberian
yang meletakkan pemerintah sebagai bagian
dengan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
123
bukan
sebagai
sebagai
simbol
kepala
negara.
kedaulatan
dan
ISSN 2502-8723
(badan pekerja) dari parlemen, di beberapa
pemerintahan
negara ada yang menggunakan sistem
Indonesia
campuran antara sistem presidensial dengan
memasyarakat pada warga negara Indonesia
sistem parlemen (Kaelan; 2007: 54). Pada
melalui pendidikan. Hal ini sesuai pula
masa-masa awal perkembangan demokrasi
dengan pendapat Prof. Zamroni, PhD yang
difahami
sebagai
sistem
sangat
penting
upaya
dibina
agar
bentuk
menyatakan
seiring
dengan
masyarakat yang demokratis harus diiringi
perkembangan zaman dan pemikiran umat
dengan membangun struktur sosial politik
manusia serta perkembangan ilmu dan
dan kultur yang demokratis. Untuk itu
teknologi demokrasi difahami lebih luas
pendidikan
lagi. Sekarang demokrasi bukan saja sebagai
instrumen
bentuk pemerintahan tetapi sebagai sistem
demokrasi
politik bahkan sebagai sistem ekonomi.
Kewarganegaraan
Namun
bahwa
pemerintahan
satu
pemerintahan.
salah
dan
kiranya
untuk
membangun
merupakan
suatu
membangun
dan
di
kultur
Pendidikan
perguruan
tinggi
Pada masa sekarang tidak semata
merupakan salah satu bentuk untuk itu.
difahami sebagai suatu bentuk pemerintahan
(Asykuri Ibnu Chanim, 2003. VII). Dengan
akan
politik
demikian dapat dikatakan bahwa demokrasi
bentuk
tidak hanya memerlukan institusi, hukum
pemerintahan. Bahkan luas lagi sampai pada
aturan ataupun lembaga-lembaga negara
sistem
Samuel
yang lain. Demokrasi sejati memerlukan
Huntington (2001 : 30). Sistem politik yang
sikap dan prilaku hidup dari masyarakat
demokratis
pembuat
pendukungnya. Oleh karenanya pendidikan
keputusan kolektif yang paling kuat adalah
merupakan bagian yang penting dalam
yang dipilih melalui Pemilu yang adil dan
membina warga negara yang demokratis.
tetapi
sebagai
pengertiannya
lebih
ekonomi.
adalah
sistem
luas
dari
Menurut
dimana
jujur dan berkala yang para calonnya bebas
Untuk
dapat
berkembang
dan
bersaing untuk memperoleh suara dari
berjalannya demokrasi pada suatu negara
rakyat yang berhak memberikan suara.
tidak hanya memerlukan institusi, hukum,
Sistem politik demokrasi tidak datang
aturan ataupun lembaga negara. Demokrasi
tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.
sejati
Namun membutuhkan usaha nyata dari
masyarakatnya di samping lembaganya.
setiap warga negara maupun penyelenggara
Tersedianya
negara
yang
membutuhkan waktu yang lama, berat dan
demokratis. Untuk itu diperlukan pendidikan
sulit. Oleh karena itu secara substantif
tentang demokrasi yang sungguh-sungguh.
berdimensi
Demokrasi yang telah menjadi prinsip dalam
mewujudkan masyarakat atau kehidupan
dalam
bentuk
prilaku
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
124
memerlukan
sikap
kondisi
jangka
dan
seperti
panjang
prilaku
ini
guna
ISSN 2502-8723
demokratis pendidikan demokrasi mutlak
civic
diperlukan. Karena pendidikan demokrasi
democracy education. PKn memiliki peran
pada hakekatnya merupakan pengenalan dan
strategis
mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi agar
negara
dapat diterima dan dijalankan serta dapat
jawab dan berkeadaban. Menurut rumusan
ditegakkan dalam kehidupan berbangsa
Civic
bermasyarakat dan bernegara oleh warga
―pendidikan
demokrasi
negara.
pertumbuhan
―civic
bahwa
education,
dalam
yang
keberhasilan
pendidikan
pemeliharaan
mempersiapkan
warga
bertujuan
education,
mempersiapkan
cerdas,
warga
bertanggungjawab
International
Dengan kata lain dapat dikatakan
demokrasi
citizenship
(1995)
bahwa
penting
bagi
culture‖
untuk
pengembangan
dan
pemerintahan,
inilah
satu
tujuan penting pendidikan ―civic‖ maupun
masyarakat
berprilaku dan bertindak demokratis melalui
citizenship‖
penanaman pengetahuan, kesadaran untuk
apatism demokrasi (Azyumadi Azra, 2002 :
dapat melaksanakan nilai-nilai demokrasi.
12 ). Semua negara yang formal menganut
Hal ini sejalan dengan pendapat Zamroni
demokrasi
(2001
Kewarganegaraan
:
165)
menyatakan
bahwa
untuk
mengatasi
menerapkan
Pendidikan
dengan
demokrasi,
demokrasi itu meliputi tiga hal yaitu : (1)
perdamaian, dan selalu mengaitkan dengan
kesadaran bahwa demokrasi adalah pola
kondisi situasional negara dan bangsa
kehidupan yang paling menjamin hak-hak
masing-masing
warga masyarakat itu sendiri dan merupakan
Kewarganegaraan di Indonesia semestinya
pilihan terbaik tentang pola hidup bernegara
menjadi tanggungjawab semua pihak atau
; (2) demokrasi adalah merupakan sebuah
komponen bangsa, pemerintah, lembaga
learning proses yang lama dan tidak sekedar
masyarakat,
meniru
masyarakat industri (Hamdan Mansoer,
masyarakat
lain
;
(3)
of
law,
muatan,
pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai
dari
rule
political
dan
Pendidikan
lembaga
keagamaan
2004: 4).
keberhasilan
pendidikan ke masa depan dan dinamika
nilai–
nilai demokrasi pada masyarakat.
internal
bangsa
dengan
dan
kelangsungan demokrasi tergantung pada
mentranspormasikan
Searah
HAM,
Indonesia,
perubahan
program
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
E. Tujuan
Pembelajaran
di Perguruan Tinggi harus mampu mencapai
Pendidikan
tujuan:
Kewarganegaraan
Pendidikan
Kewarganegaraan
a. Mengembangkan sikap dan perilaku
dilakukan oleh hampir seluruh bangsa di
kewarganegaraan yang mengapresiasi
dunia, dengan menggunakan nama seperti:
nilai-nilai moral-etika dan religius.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
125
ISSN 2502-8723
b. Menjadi warga negara yang cerdas
di semua jenjang pendidikan termasuk
berkarakter, menjunjung tinggi nilai
jenjang pendidikan tinggi. Kedua, PKn
kemanusiaan
secara teoretik dirancang sebagai subjek
c. Menumbuhkembangkan
dan
pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi
semangat nasionalisme, dan rasa cinta
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
pada tanah air.
bersifat konfluen atau saling berpenetrasi
d. Mengembangkan
jiwa
sikap
demokratik
dan terintegrasi dalam konteks substansi ide,
berkeadaban dan bertanggungjawab,
nilai,
serta
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela
mengembangkan
kemampuan
kompetitif bangsa di era globalisasi.
konsep,
dan
moral
Pancasila,
negara.
e. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
Ketiga,
PKn
secara
programatik
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
menekankan pada isi yang mengusung nilai-
F. Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Pengembangan
nilai
Masyarakat
(content
embedding
values)
dan
pengalaman belajar (learning experiences)
Multikultural
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu
Education) merupakan salah satu bidang
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
kajian yang mengemban misi nasional untuk
dan merupakan tuntunan hidup bagi warga
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
negara dalam kehidupan bermasyarakat, ber-
melalui koridor ―value-based education‖.
bangsa, dan bernegara sebagai penjabaran
Konfigurasi
atau
lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral
Pendidikan
Kewarganegaraan
kerangka
sistemik
(PKn)
Pancasila,
kewarganegaraan
yang
dibangun atas dasar paradigma sebagai
demokratis, dan bela negara (Winataputra
berikut. Pertama, PKn secara kurikuler
dan
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
memperhatikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi
tampak bahwa PKn merupakan program
individu
pendidikan yang sangat penting untuk upaya
agar
menjadi
warga
negara
Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas,
partisipatif,
dan
bertanggung
Pendidikan
Kewarganegaraan
Budimansyah,
uraian
2007).
Jika
tersebut,
maka
pembangunan karakter bangsa.
jawab.
Pengembangan
bertujuan
multikultural
yang
masyarakat
demokratis
menjadi
membentuk peserta didik menjadi manusia
kebutuhan bagi bangsa Indonesia yang
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) dan
tanah air. Pendidikan Kewarganegaraan
keanekaragaman
merupakan pendidikan yang wajib diberikan
multikultural pada dasarnya menekankan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
126
(heterogenitas),
karena
ISSN 2502-8723
pada kesederajatan kebudayaan yang ada
Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, serta
dalam sebuah masyarakat, dan mengusung
praksis kehidupan bernegara dan pada setiap
semangat untuk hidup berdampingan secara
jamannya
damai
Winataputra
(peaceful
coexistence)
dalam
itu.
Lebih
lanjut
(2008:31)
menurut
pendidikan
perbedaan kultur yang ada, baik secara
kewarganegaraan untuk Indonesia, secara
individual maupun secara kelompok dalam
filosofis
sebuah
Masyarakat
andragogis, merupakan pendidikan untuk
multikultural yang demokratis di Indonesia
memfasilitasi perkembangan pribadi peserta
yang sehat tidak bisa dibangun secara taken
didik agar menjadi warga negara Indonesia
for granted atau trial and error, sebaliknya
yang
harus
persatuan
masyarakat.
diupayakan
programatis,
secara
sistematis,
integrated
dan
dan
religius,
wadahnya
pendidikan
konteks
Pendidikan
Tunggal Ika.
Kewarganegaraan yang dimaksudkan di sini
Dalam
kewarganegaraan.
berjiwa
demokratis
dan
bertanggung jawab, dan berkeadilan, serta
mampu
melalui
berkeadaban,
Indonesia,
berkesinambungan. Salah satu strategi dan
adalah
substantif-pedagogis
hidup
secara
harmonis
dalam
multikul-turalisme-Bhinneka
konteks
yang
demikian,
adalah Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Pendidikan
arti
yang
peranan yang sangat penting dalam upaya
memiliki perspektif kewarganegaraan dunia
mengembangkan masyarakat multikultural.
abad ke-21 yang terkenal dengan sebutan
Namun demikian kenyataan praksis di
kewarganegaraan multidimensi yang salah
lapangan Pendidikan Kewarganegaraan di
satu
perguruan tinggi yang merupakan ujung
luas
(citizenship
cirinya
education)
memiliki
karakteristik
multikultural (Cogan, 1998:116).
Menurut
memiliki
tombak dan bagian dari proses membangun
30),
cara hidup multikultural untuk memperkuat
dibangun
wawasan kebangsaan dan penghargaan akan
sebagai multicultural nationstate dalam
keragaman justru belum menggembirakan,
konteks
Indonesia
mulai kehilangan dimensi multikulturalnya,
modern, bukan sebagai monocultural nation
bahkan kehilangan aktualisasinya karena
state. Hal itu dapat dicermati dari dinamika
terjebak
praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak
(knowledge) belaka dengan membiarkan
Proklamasi
aspek
Indonesia
Winataputra
Kewarganegaraan
dikonsepsikan
negara
(2008:
dan
kebangsaan
Kemerdekaan
Indonesia
17
pada
afeksi
penguasaan
(attitude)
pengetahuan
pendidikannya.
Agustus 1945 sampai saat ini dengan
Pembelajaran PKn umumnya dilakukan
mengacu pada konstitusi yang pernah dan
secara parsial dan tidak mengakomodir
sedang
nilai-nilai multikulturalisme dan kearifan
berlaku,
yakni
UUD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
1945,
127
ISSN 2502-8723
lokal
masyarakat
setempat.
Padahal
terbangunnya
kebersamaan,
apresiasi
seharusnya PKn sebagai wahana pendidikan
sekaligus sebuah mekanisme bersama untuk
multikultural
menepis
dapat
mengembangkannya
secara lebih sistematis dan komprehensif.
Sementara
itu,
kearifan
berbagai
meredusir,
bahkan
kemungkinan
merusak,
yang
solidaritas
lokal
komunal, yang dipercayai berasal dan
merupakan bagian dari konstruksi budaya.
tumbuh di atas kesadaran bersama, dari
Haba, (2007: 330) mengatakan bahwa
sebuah komunitas terintegrasi.
kearifan lokal mengacu pada berbagai
kekayaan
budaya
yang
dan
diuraikan di atas, menegaskan pentingnya
berkembang dalam sebuah masyarakat yang
pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai
dikenal, dipercayai dan diakui sebagai
atau kearifan lokal (local wisdom), dimana
elemen-elemen
mampu
sumber-sumber budaya menjadi penanda
mempertebal kohesi sosial di antara warga
identitas bagi kelangsungan hidup sebuah
masyarakat. Berdasarkan inventarisasi Haba
kelompok
(2007: 334-335) setidaknya ada enam
Konflik multikultural yang menyertainya
signifikansi serta fungsi kearifan lokal jika
pun juga akan mampu dikelola secara arif
hendak dimanfaatkan sebagai salah satu
dan
bentuk pendekatan dalam menyelesaikan
kekuasaan sebagaimana yang selama ini
sebuah konflik. Pertama, sebagai penanda
dipraktikkan melalui hubungan agama dan
identitas sebuah komunitas. Kedua, elemen
negara di Indonesia. Menurut Abdullah
perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas
(2003: 8) dalam konteks ini perlu adanya
agama dan kepercayaan. Ketiga, kearifan
transformasi ruang dari pendekatan ―dari
lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas
luar‖ (global) ke pendekatan ―dari dalam‖
(top down), tetapi sebuah unsur kultural
(lokal) dimana dinamika konflik antara
yang ada dan hidup dalam masyarakat.
agama dan kepercayaan serupa, dengan
Karena itu, daya ikatnya lebih mengena dan
menyandarkan pada nilai-nilai lokal (local
bertahan.
values).
penting
tumbuh
Keenam fungsi kearifan lokal yang
yang
Keempat,
kearifan
lokal
warna
kebersamaan
bagi
memberikan
maupun
tidak
selalu
Motto
aliran
kepercayaan.
melibatkan
Bhineka
Tunggal
sebenarnya
akan mengubah pola pikir, dan hubungan
gaman dalam masyarakat bangsa Indonesia
timbal balik individu dan kelompok, dengan
dalam suku, ras, bahasa, adat istiadat, dan
meletakkannya
agama.
atas
commond
Ironisnnya
atas
Ika
sebuah komunitas. Kelima, local wisdom
di
mengakomodasi
politik
keragaman
kera-
dalam
ground/kebudayaan yang dimiliki. Keenam,
kesatuan budaya bangsa dalam perjalanan
kearifan lokal dapat berfungsi mendorong
kemerdekaan negara dan bangsa lebih
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
128
ISSN 2502-8723
ditekankan pada aspek kesamaan untuk
lain. Kenyataan ini mesti disadari sebagai
membentuk
bangsa.
salah satu kekuatan alamiah yang tumbuh
Implikasinya, budaya lokal yang kaya
dari dan untuk masyarakat itu sendiri.
dengan perbedaan banyak mengalami erosi
Karenanya, kekuatan ini sangat baik dan
atau
penting untuk diperkuat kembali posisinya
solidaritas
pengikisan
maupun
bahasa
baik
kualitas
daerah
secara
kuantitas
terutama
penggunaan
dalam
rangka
mewujudkan
mengalami
kemunduran
dalam
hubungan
sosial,
kedamaian
di
samping
maupun kehilangan daya gunanya secara
penegakan hukum positif dan managemen
pragmatik (Wiriaatmadja, 2002: 221).
penyelenggaraan
Pengembangan nilai-nilai budaya lokal
dan
primordial
seperti
pemerintahan
nasional.
Mengingat begitu penting dan strategisnya
stereotipe,
nilai kearifan lokal dalam pembangunan
etnosentrisme dan sebagainya, memang
bangsa, maka sangat wajar apabila dalam
dapat
yang
penelitian ini pendidikan kewarganegaraan
berbahaya. Tetapi konsep primordialisme itu
sebagai wahana pendidikan multikultural
sendiri memerlukan kajian yang lebih
difokuskan
proporsional.
kearifan
menimbulkan
perpecahan
Adanya
ikatan
―lokal-
pada
lokal
penggalian
yang
hidup
nilai-nilai
di
dalam
tradisional‖, sering dirasakan sebagai suatu
masyarakat dan budaya Indonesia yang
realitas sosial-kultural itu diperlukan sebagai
berbhinneka tunggal ika.
pengisi identitas diri dan kelompoknya yang
Dilihat
terasa
hampa,
memerlukan
dari
segi
Pendidikan
keakraban
Kewarganegaraan di lingkungan perguruan
karena lebih bersifat naturalistik dan bukan
tinggi, tantangan tersebut belum dapat
rekayasa. Apalagi akibat proses globalisasi,
dijawab dengan kurikulum yang ada. Modus
kita sering terasa ―sepi‖ dan memerlukan
dan
ikatan
Kewarganegaraan yang ada di perguruan
komunitas
lama
yang
akrab
(Abdullah, 1999: 19).
isi
pembelajaran
Pendidikan
tinggi selama ini menunjukkan fenomena
Setiap komunitas (etnis, agama,
yang
kurang
menghargai
daerah) pasti memiliki nilai-nilai luhur
mengeksplorasi
tertentu yang dipandang baik serta dijadikan
berbasis kearifan lokal yang merupakan
aturan dan norma sosial. Nilai-nilai ini
essensi kultur demokrasi di ruang-ruang
selanjutnya mengikat masyarakat dalam
kuliah dan di masyarakat secara sinergis.
sebuah komunitas dan menjamin mereka
Model Pendidikan Kewarganegaraan selama
untuk hidup dengan damai, harmonis,
ini kecenderungannya hanya terjadi di kelas,
bersahabat,
sedangkan
saling
menghargai
dan
menghormati, saling membantu satu sama
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
di
nilai-nilai
dan
masyarakat
multikultural
cenderung
bertentangan atau bersifat paradoks. Isi
129
ISSN 2502-8723
Pendidikan Kewarganegaraan juga hanya
berbeda namun secara substantif relatif sama
bersifat hafalan saja, kurang mengeksplor
yaitu bagaimana menjadikan peserta didik
aspek afektif dan psiko-motorik mahasiswa.
menjadi warganegara yang baik yang faham
Padahal
Kewarganegaraan
dan menyadari hak dan kewajibannya.
sebagai bagian dari pendidikan nilai dan
Sehingga dapat menempatkan diri atau
pendidikan karakter bangsa isinya bukan
memposisikan diri dalam pergaulan hidup
untuk dihapalkan tetapi untuk dipahami dan
sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa
dilaksanakan. Berangkat dari kondisi di atas,
dan bernegara.
Pendidikan
dirasa
sangat
pengembangan
urgen
watak
dan
perlu
Pendidikan
kewarganegaraan
Kewarganegaraan
merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh
multikultural berbasis kearifan lokal melalui
mahasiswa.
Oleh
karena
itu
harus
pengkajian dan pengorganisasian kurikulum
mempunyai pedoman dasar yang sama
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan
(satu) agar mengarah pada target yang sama,
tinggi melalui pengembangan kompetensi
yaitu sesuai dengan tujuan pendidikan
kewarganegaraan (civic competency, civic
nasional seperti tertera dalam Pasal 3 UU
skill and civic participation).
no. 20 tahun 2003.
Untuk dapat membina kehidupan
demokrasi yang baik hubungan dosen dan
G. Penutup
Pembelajaran
Kewarganegaraan
Pendidikan
di
satuan acara perkuliahan (SAP) semata,
lapangan tidak terlepas dari pengaruh baik
namun memerlukan hubungan sosial yang
yang bersifat intern maupun ekstern dalam
kohesif.
mencapai tujuannya. Pengaruh intern yaitu
sesuatu yang lebih mendalam serta mampu
pengaruh
berkembang secara positif dan demokratis
yang
dalam
datang
praktek
mahasiswa tidak hanya tersusun dalam
dari
dalam
Sehingga
memberikan
pembelajarannya sendiri seperti pengaruh
dalam
kurikulum yang dipahami, pengaruh sarana
Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum
dan prasarana belajar dan pengajar atau
adanya
dosennya. Sedangkan
pengaruh ekstern
kewarganegaraan secara terpadu sehingga
adalah pengaruh yang datang dari luar
belum adanya Grand Disgn Pendidikan
pembelajaran sendiri seperti Globlalisasi,
Demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD
Ideologi negara, politik dan sosial budaya
1945.
yang
berkembang
Berdasarkan
dalam
masyarakat.
pengaruh-pengaruh
pembinaan
karakter
dosen
masyarakat
pendidikan
Oleh karena itu bagi pendidikan di
tersebut
Indonesia
hasil pembelajaran secara kuantitatif bisa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
membentuk
dapat
PKn
merupakan
program
pembelajaran nilai dan moral Pancasila dan
130
ISSN 2502-8723
Hidayatullah Jakarta dengan Prenada
Media.
Kaelan, dkk, 2007, Memaknai Kembali
Pancasila. Yogyakarta : Badan
Pemerintahan Filsafat UGM
Koesoema A, Doni (2007), Pendidikan
Karakter, Strategi Mendidik Anak di
Zaman Global, Jakarta, Grasindo.
Winataputra dan Budimansyah 2007. Civic
Education: Konteks, Landasan, Bahan
Ajar dan Kultur Kelas. Bandung:
Program
Studi
Pendidikan
Kewarganegaraan SPs UPI.
__________, U.S. 2001. Jatidiri Pendidikan
Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu
Kajian Konseptual Dalam Konteks
Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI:
tidak diterbitkan.
__________, U.S. 2008. Multikulturalisme –
Bhinneka
Tunggal
Ika
dalam
perspektif
Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai Wahana
Pembangunan
Karakter
Bangsa
Indonesia
Dalam
Dialog
Multikultural. Bandung: Sekolah
Pascasarjana UPI.
Wiriaatmadja, Rochiati 2002. Pendidikan
Sejarah di Indonesia: Perspektif
Lokal,
Nasional,
dan
Global,
Bandung: Historia Utama Press.
UUD 45 yang bermuara pada terbentuknya
watak,
budaya
dan
karakter
bangsa
Indonesia. Dengan demikian pula kita dapat
menegaskan kembali bahwa PKn merupakan
suatu
bentuk
mata
pelajaran
yang
mencerminkan konsep, strategi, dan nuansa
confluent
education.
Pendidikan
yang
memusatkan perhatian pada pengembangan
manusia Indonesia seutuhnya yang berwatak
dan bermartabat ke Indonesiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1999. Nasionalisme dan
Sejarah, Bandung: Satya Historika
Abdullah, H.M. Amin. 2003. Agama
dan
Pluralitas
Budaya
Lokal,
Surakarta: Muhammadiyah University
Press.
Bakry, Noor MS, 2004, Pendidikan
Kewarganegaran.
Yogyakarta
:
Liberty
Cogan, J.J. 1999. Developing the Civic
Society: The Role of Civic Education.
Bandung: CICED.
_______ dan Derricot, R. 1998. Citizenship
for the 21st Century: An International
Perspective on Education. London:
Kogan Page.
Delors, J, et.al. (1996). Learning: the
Treasure Within, Report to UNESCO
of The International Commission on
Education for the Twenty-first
Century, Paris: UNESCO
Habba, John. 2007. Analisis SWOT
Revitalisasi Kearifan Lokal dalam
Resolusi
Konflik
dalam
Ammirachman, Alpha. Revitatalisasi
Kearifan Lokal studiResolusi Konflik
di Kalimantan Barat, Maluku dan
Poso, Jakarta: ICIP.
ICCE UIN. (2005). Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Kerjasama ICCE UIN Syarif
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
131
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MEMBACA BERBENTUK BUKU CERITA
BERGAMBAR UNTUK SISWA KELAS V
Hendra Adipta, Maryaeni, Muakibatul Hasanah
Universitas Negeri Malang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pentingnya kegiatan membaca masih belum disadari oleh anak. Rahim (2011:1) mengungkapkan bahwa siswa yang
kurang memahamipentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Berdasarkan pendapat tersebut
menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi membaca siswa kurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
OECD yaitu Program for International Student Assessment (PISA) yang di dalamnya mengukur kemampuan
membaca siswa. Hasil PISA pada tahun 2012 negara Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara yang ikut
berpartisipasi dalam PISA. Bercermin dari hasil PISA diketahui bahwa secara umum tingkat membaca yang dimiliki
siswa di Indonesia masih kurang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut, berupa mengembangkan modul yang
didalannya berisi cerita-cerita bergambar. Modul membaca berbentuk buku cerita bergambar dibuat dengan tujuan
agar siswa lebih gemar membaca. Penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan menggunakan model
pengembangan Borg & Gall (1983:775). Penelitian ini dilakukan di SDN Kendalrejo, Kabupaten Tuban dengan
subjek penelitian siswa kelas III sebanyak 30 siswa yang terdiri dari 16 laki-laki, dan 14 perempuan. Hasil penelitian
adalah (1) dihasilkan modul siswa berbentuk buku cerita bergambar dan pedoman bagi (2) tingkat validitas dari para
ahli pada modul siswa menunjukan persentase 91,67% dengan criteria sangat valid, sedangkan untuk pedoman guru
menunjukkan persentase 91% dengan kriteria sangat valid, (3) tingkat kemenarikan modul siswa mencapai 84,36%
dengan kriteria cukup menarik. (4) tingkat keefektifan bahan ajar mencapai persentase 84,53%. dengan kategori
tinggi dan layak digunakan. Dengan demikian bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan untuk mengajar
siswa kelas V. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan modul membaca berbentuk buku cerita
bergambar ini siswa mampu mendorong siswa untuk lebih gemar membaca hal tersebut ditunjukkan melalui hasil
yang memuaskan pada latihan dan tes madiri yang ada di dalam modul. Serta Pengembangan modul ini dapat
dikatakan layak digunakan dari segi kevalidan,kemenarikan dan keefektifan. Saran untuk pemanfaatan modul lebih
lanjut (1) lebih mempertimbangkan alokasi waktu dan menggunakan kurikulum terbaru, (2) memperbanyak soalsoal latihan yang besifat problem solving, (3) mampu mengintegrasikan seluruh aspek bahasa, (4) untuk uji coba
evaluasi formatifnya menggunakan desain eksperimen semu.
Kata Kunci: modul, membaca, buku cerita bergambar, kelas V
menjadi lebih giat dalam belajar, seperti
Pendahuluan
Membaca merupakan faktor penting
dalam
kegiatan
pembelajaran
yang diungkapkan oleh (Burn dkk dalam
Bahasa
Rahim,
2011:1).
Belajar
membaca
Indonesia, serta termasuk kompetensi yang
merupakan usaha terus-menerus, dan siswa
harus diajarkan dalam pembelajaran Bahasa
yang melihat tingginya nilai membaca
Indonesia di Sekolah Dasar (SD). Siswa
dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat
yang
belajar jika dibandingkan dengan siswa yang
suka
membaca
akan
memiliki
pengetahuan yang lebih banyak dibanding
tidak
siswa yang tidak membaca serta anak akan
kegiatan membaca.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
132
menemukan
keuntungan
dalam
ISSN 2502-8723
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Metode Penelitian
OECD yaitu Program for International
Student
Assessment
(PISA)
yang
Pengembangan Bahan Ajar Tematik
di
dengan
dalamnya mengukur kemampuan membaca
yakni: (1) penelitian dan pengumpulan data,
65. Bercermin dari hasil PISA diketahui
(2) perencanaan, (3)pengembangan awal
bahwa secara umum tingkat membaca yang
draf produk, (4) uji ahli, (5) uji coba
dimiliki siswa di Indonesia masih kurang.
di
atas
terbatas, (6) revisi uji coba terbatas, (7) uji
dapat
coba lapangan, (8) revisi uji coba lapangan,
dilakukan mengembangkan bahan ajar yang
(9) produk akhir, (10) distribusi.
sesuai secara teoritis. Bahan ajar yang
dikembangkan
Uji coba kelayakan produk yang
memperhatikan
dilakukan meliputi: (1) uji validasi dari ahli
karakteristik siswa, kebutuhan pembelajaran
materi /bahasa, ahli desain, (2) Guru, (3) uji
dan
dapat
kelompok kecil dan (4) uji coba lapangan.
dikerjakan secara mandiri. Selain itu perlu
Subjek uji coba meliputi ahli isi/materi, ahli
menyajikan
desain dan ahli bahasa, guru
taraf
perlu
ini
Gall (1983:775 ) yang prosesnya 10 langkah
Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari
masalah
Kontekstual
menggunakan model pengembangan Borg &
siswa. Hasil PISA pada tahun 2012 negara
Solusi
Pendekatan
berfikir
siswa,
bahan-bahan
dan
bacaan
yang
dan siswa
berupa cerita-cerita yang disertai gambar-
kelas V SDN Kendalrejo Kecamatan Soko
gambar agar siswa lebih tertarik untuk
Kabupaten Tuban. Instrumen pengumpulan
melakukan kegiatan membaca,
data yang digunakan antara lain lembar
validasi para ahli, angket tanggapan guru,
Tujuan penelitian pengembangan ini
lembar
untuk, menghasilkan modul keterampilan
digunakan
membaca berbentuk buku cerita bergambar
untuk
siswa
kelas
V
dan
penilaian.
Analisis
dalam
data
penelitian
yang
dan
pengembangan ini yaitu analisis deskriptif
pedoman
kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
penggunaan modul untuk guru kelas V.
Mengetahui kevalidan, Kemenarikan dan
Hasil Penelitian
keefektivan modul keterampilan membaca
berbentuk buku cerita bergambar untuk
Modul
siswa kelas V SD.
yang dihasilkan dalam
penelitian ini telah melalui proses validasi
ahli dengan hasil layak dan tidak perlu
direvisi.
Hasil
validasi
ahli
media
disajikan pada Tabel 1.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
133
ISSN 2502-8723
Tabel 1. Validasi Ahli Media
Tabel 3. Validasi Praktisi Lapangan
No
Bahan Ajar
Persentase
Skor
No
Bahan Ajar
Persentase Skor
1
2
Modul Siswa
Panduan Guru
78%
71%
1
2
Modul Siswa
Panduan Guru
75%
81%
Berdasarkan
Tabel
1
Hasil perhitungan data angket yang
diatas
menunjukkan bahwa hasil dari validasi
diperoleh
modul siswa memperoleh skor 78% yang
menunjukkan
artinya tingkat kevalidan modul dari aspek
Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka
desain mendapat kriteria cukup valid, dan
dapat dinyatakan bahwa tingkat kevalidan
skor validasi pedoman guru adalah 71%
Modul
artinya kevalidan pedoman guru dari aspek
mendapat kriteria cukup menarik. Hasil
desain
untuk panduan guru memperoleh skor 81%
mendapat
kriteria
cukup
dari
validasi
perolehan
siswa
dari
guru
kelas
sebesar
75%.
aspek
kemenarikan
dengan kriteria sangat menarik
valid.Validasi ahli materi disajikan pada
Tabel 2. di bawah ini.
Tabel 4. Rekalpitulasi Hasil Validasi Ahli
Tabel 2. Validasi Ahli Materi
No
Bahan Ajar
Persentase Skor
1
2
Modul Siswa
Panduan Guru
90%
86%
No
Berdasarkan perhitungan data angket
yang diperoleh dari validasi ahli materi
menunjukkan
perolehan
modul
Subjek
Skor Perolehan
Modul
belajar
siswa (%)
Panduan Untuk Guru
(%)
1
Ahli Isi/Materi
90
86
2
Ahli Media
78
71
3
Guru
75
81
Rata-rata
81
79,33
siswa
sebesar 90 %. Sesuai dengan perhitungan
Data hasil uji kelompok kecil diperoleh dari rata-rata
penilaian oleh 9 orang siswa. Hasil uji kelompok kecil disajikan
pada Tabel 5.
tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa
tingkat
kevalidan
modul
dari
aspek
isi/materi mendapat kriteria sangat valid.
Sedangkan
untuk
Pedoman
Tabel 5. Data Hasil Angket Siswa
guru
memperoleh skor 86% dengan kriteria
sangat valid. Validasi
No
Aspek Penilaian
Rata-rata
%
1
Kemenarikan cover modul
3,67
91,67
2
Kemenarikan warna cover modul
3,33
83,33
3
Kemenarikan gambar dalam modul
3,67
91,67
3,67
91,67
praktisi lapangan
disajikan pada Tabel 2. di bawah ini
4
Kemenarikan huruf yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
134
ISSN 2502-8723
dapat disimpulkan bahwa nilai tes hasil
No
Aspek Penilaian
Rata-rata
%
belajar mahasiswa hasil uji coba produk
dapat memenuhi harapan peneliti.
digunakan
5
Kemenarikan cerita yang disajikan
3,33
83,33
6
Pemahaman petunjuk dalam modul
3,22
80,56
7
Pemahaman materi dalam modul
3,44
86,11
Aspek kevalidan produk mendapat
8
Kemenarikan cerita yang disajikan
3,56
88,89
respon positif dari validator. Hal ini dapat
9
Pemahaman rangkuman
3,22
80,56
10
Pemahaman contoh
2,33
83,33
11
Kemudahan pengerjaan tugas dan
tes
3,44
86,11
12
Semangat belajar menggunakan
modul
3,56
88,89
3,45
86,34
Rata-rata Total
Pembahasan
dilihat produk yang dikembangkan, untuk
modul siswa didapat hasil validasi total
dilihat dari isi dan penyajian, bahasa, dan
desain mendapat skor persentase rata-rata
sebesar 81% sangat valid. Sedangkan, untuk
pedoman guru validasi total mendapat skor
persentase rata-rata sebesar 79,33%. dengan
Hasil uji lapangan pada 30 siswa kelas V tersaji pada Tabel 6.
kriteria cukup valid.
Tabel 6. Ringkakasan Nilai Tes Hasil Belajar
Kemenarikan
modul
sangatlah
walaupun
sifatnya
subjektif.
penting
Rentang Nilai
Hasil Belajar
f
Persentase
Tuntas
Tidak
Tuntas
92-98
9
30%
9
-
87-91
5
16%
5
-
82-86
5
16%
5
-
siswa untuk membaca dan mempelajari
78-81
1
3%
1
-
modul.
73-77
6
20%
6
-
tersampaikannya isi modul kepada pembaca
68-72
4
13%
1
3
(siswa).
jumlah
30
27
3
mendapat respon positif dari siswa. Hal ini
90%
10%
dapat dilihat hasil kemenarikan modul dari
Persentase
100%
Dikatakan demikian karena modul yang
menarik dapat menjadi rangsangan bagi
Kemenarikan
Aspek
menentukan
kemenarikan
modul
siswa mendapat skor persentase rata-rata
Berdasarkan
hasil
belajar
sebesar 84,36% dengan kriteria cukup
siswa
menarik.
menunjukkan rata-rata persenase sebesar
90% siswa mencapai skor ≥ 70 dari 100
Efektifitas artinya suatu ukuran yang
dengan kriteria sangat efektif. Rata-rata nilai
menyatakan pemahaman pengguna dari
tertiggi siswa yaitu 98, sedangkan terendah
memperoleh 68.
siswa
target
Rata-rata hasil belajar
memperoleh
persentase
telah
tercapai.
Semakin
besar
persentase target yang dicapai, semakin
sebesar
tinggi pula efektivitasnya. Efektifitas modul
84,53%. Berdasarkan data tersebut, maka
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
135
ISSN 2502-8723
dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan
belajar yang telah ditentukan pada saat
hasil belajar siswa menunjukkan rata-rata
penerapan di kelas, serta mengoptimalkan
persenase sebesar 90% siswa mencapai skor
kondisi kelas.
≥ 70 dari 100 dengan kriteria sangat efektif.
Kesimpulan
Rata-rata nilai tertiggi siswa yaitu 98,
Sebagaimana
sedangkan terendah memperoleh 68. Ratarata
hasil
belajar
siswa
temuan,
analisis
dan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka
memperoleh
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
persentase sebesar 84,53%.
modul membaca berbentuk buku cerita
Produk ini memiliki kelebihan dan
bergambar untuk siswa kelas V layak dan
kekurangan. Kelebihan yang terdapat dalam
efektif dipergunakan dalam pembelajaran.
modul
Saran
membaca
berbentuk
bukucerita
bergambar ini, yang tidak terdapat di dalam
A. Saran Pemanfaatan
bahan ajar lainnya, yaitu: (1) didesain sesuai
Kendala yang dialami saat pelaksanaan
dengan karakteristik siswa pengguna serta
pada akhirnya menghasilkan rekomendasi
dapat digunakan secara mandiri. Sehingga
saran kepada berbagai pihak seperti di
dengan atau tanpa guru, siswa tetap bisa
bawah ini.
menggunaakaan modul ini untuk belajar; (2)
modul
ini
berorientasi
pada
1. Bagi
tujuan
dianjurkan untuk belajar secara mandiri
cerita bergambar, (5) modul dikembangkan
di luar jam KBM sehingga memiliki
dengan memperhatikan kemampuan pada
skemata
aspek pengetahuan siswa; (6) mengunakan
yang
pembelajaran
bentuk penilaian autentik.
yang
cukup
tentang
akan
dilakukan
keesokan harinya.
terdapat
dalam
2. Bagi guru, Guru disarankan untuk
modul membaca berbentuk buku cerita
menggunakan
bergambar,
pengembangan
(1)
yang
juga dengan bimbingan guru. Siswa
syang disajikan dalam modul berbentuk
yaitu:
ajar
siswa sebagai bahan latihan mandiri dan
yang akan dicapai oleh siswa; (3) teks cerita
yang
hahan
dikembangkan dapat dimanfaatkan oleh
pembelajaran sesuai dengan kompetensi
Kekurangan
siswa,
modul
ini
produk
sebagai
pembelajaran
Dasar saja; (2). keterbatasan waktu dalam
kemampuan berbahasa siswa dalam
pembelajaran.
Kekurangan-kekurangan
membaca dan menulis lebih optimal.
tersebut ddikarenakan kekurangoptimalan
Aktivitas dalam modul yang didominasi
dalam pembagian waktu sesuai dengan jam
oleh aktivitas membaca dan menulis,
136
kelas,
pedoman
dikembangkan hanya pada 2 Kompetensi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
di
hasil
sehingga
ISSN 2502-8723
sehingga peran guru dalam menyajikan
Daftar Rujukan
pembelajaran
Akbar, S., Sriwiyana, H. 2011.
Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial. Yogyakarta: Cipta Media.
Akbar, S. 2012. Panduan Praktik:
Implementasi dan Pengembangan
Model-Model Pembelajaran Aktif
Rumpun Sosial. Malang: Diktat tidak
diterbitkan
Amin, M. 2006, Panduan Pengembangan
Bahan Ajar IPA. Depdiknas
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar evaluasi
pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi
Aksara.
Bank, A. J. 1990. TeachingStrategies for
The Social Studies-Inquiry,
Valuing, and Decision Making.
Longman New York and London
Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O.2009.
The Systematic Design of Instruction
(seven edition). New Jersey: Pearson
Education Inc
Faizah, Umi. 2009. Keefektifan Cerita
Bergambar Untuk Pendidikan Nilai
Dan Keterampilan Berbahasa Dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Jurnal Cakrawala Pendidikan,
November 2009, Th. XXVIII, No. 3
Hasanah Dkk. Muakibatul. 2011. Membaca
Ekstensif. Pustaka Kaiswaran
Hobri. 2010. Metodologi Penenlitian
Pengembangan (aplikasi pada
penelitian pendidikan matematika).
Jember: Pena Salsabila
Khasanah, N. 2003. Studi Keterterapan
Metode Eksperimen dalam
Pembelajaran untuk Pemahaman
Konsep Koloid pada Siswa Kelas II
SMU Negeri 1 Lawang. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Liando, Mayske Rinny. 2008. Pemanfaatan
Buku Cerita Bergambar untuk
Meningkatkan Minat dan
Kemampuan Membaca Permulaan
Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar. Tesis
terhadap
sangat
konsentrasi
berpengaruh
siswa
dalam
belajar. Jika guru kurang kreatif, maka
perhatian siswa tidak akan terfokus.
B. Saran Pengembangan Produk Lebih
Lanjut
Dalam
pelaksanaannya,
pengembang
produk lebih lanjut diharapkan.
a. Mempertimbangkan
alokasi
waktu
dengan seksama agar kuantitas, kualitas,
dan waktu belajar dapat selaras dan
seimbang.
b. Penelitian
selanjutnya
dikembangkan
evaluasi
lagi
uji
formatifnya
dapat
coba
atau
menggunakan
desain eksperimen semu dengan kelas
kontrol dan analisis inferensialnya atau
menguji perbedaan mean, baik pada
skala terbatas maupun skala luas.
c. Modul
yang
kompetensi
dibuat,
yang
khususnya
digunakan
dapat
disesuaikan dengan kompetensi inti
pada kurikulum yang sedang berlaku
dan juga kebutuhan sekolah sesuai
dengan tema yang akan diajarkan
d. Memperbanyak latihan atau kegiatan,
seperti
kegiatan
mengalami,
problem
disesuaikan
dengan
berbahasa
untuk
yang
solving
bersifat
yang
keterampilan
meningkatkan
kemampuan siswa.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
137
ISSN 2502-8723
tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang
Mitchell, Diana. 2003. Children‘s Literature
an Imitation to the Word. Michigan
State University
Miyatiwi. 2011. Pengembangan Modul
Belajar Kimia Berorientasi Daur
Belajar (LC 5-E) untuk SMK Teknik.
Disertasi tidak diterbitkan. Malang:
Program Pascasarjana Prodi
Pendidikan Kimia.
Nurhadi. 2009. Dasar-Dasar Teori
Membaca. Surabaya. JP BOOKS.
OECD (2010) PISA 2009 Results: What
Students Know and Can Do Volume
I.Canada: OECD.
Permen Diknas No.22 Tahun 2006 tentang
strandar isi. 2006. Jakarta:
Depdiknas.
Rahim, F. 2007. Pengajran Membaca di
Sekolah Dasar (edisi 1). Jakarta:
Bumi Aksara
Setyosari dan Efendi. 1990. Pengajaran
Modul. Jakarta: Depdikbud Dikjrn
Dikti
Sudarwati, N. 2012. Pengembangan Modul
Pelatihan Kewirausahaan Pada
Lembaga Kursus Keterampilan Jasa.
Disertasi tidak diterbitkan. Malang:
Program Pascasarjana Prodi
Pendidikan Ekonomi.
Sudjana, Nana & Riva‘i, Ahmad. 2002.
Media Pengajaran. Jakarta: Sinar
Baru Algensindo.
Tomlinson, Carl M & Lynch-Brown, Carol.
2002. Essentials of Children‘s
Literature.Boston: Allyn & Bacon A
Pearson Education Company
Widiyati, Evita. 2013. Peningkatan Minat
dan Kemampuan Membaca
Permulaan Melalui Media Buku
Cerita Binatang dan Permainan
Bahasa Siswa Kelas II SD Plus ALANWAR Pacul Gowang Jombang.
Tesis UM tidak diterbitkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
138
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PEMIKIRAN FILSAFAT PERENIALISME TENTANG NILAI DAN DAMPAKNYA
BAGI PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN
Marianus Mantovanny Tapung & Sugiyanto
(Mahasiswa S3 Pendidikan IPS UPI)
ABSTRAK
Pemikiran filsafat tentang bagaimana manusia mampu berhadapan dengan perubahan dunia yang begitu pesat sudah
ada sejak lama, salah satunya adalah aliran perenialisme. Aliran filsafat ini menekankan tentang nilai baik yang ada
dalam diri manusia, karena manusia dilahirkan selalu dalam kondisi ‗baik‘. Potensi baik inilah yang mengharuskan
manusia untuk selalu berpikir, bersikap, dan berbuat secara baik pula. Oleh karena itu, dewasa ini berbagai upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas ‗baik‘ dalam diri manusia menjadi sangat penting. Salah satu di
antaranya adalah dengan kegiatan pengembangan kreativitas. Kegiatan pengembangan kreativitas manusia didik
dalam segala dimensinya menjadi hal yang mutlak untuk bisa eksis di abad 21. Pengembangan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk memampukannya menghadapi berbagai masalah dan
tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Untuk itu pengembangan kreativitas siswa sekarang ini lebih
dirasakan sebagai suatu kebutuhan di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, generasi-generasi yang akan
datang adalah generasi yang memiliki karakter kreatif, mandiri, tangguh dan unggul dalam dalam menghadapi dan
memecahkan berbagai masalah kehidupan.
Kata Kunci: Filsafat Perenialisme, Nilai, Kebaikan, Kreativitas
yang mengarahkan dan mendorong peserta
Pendahuluan
didik untuk mencari tahu dari berbagai
Pendidikan merupakan salah satu
sumber observasi, bukan diberi tahu; Kedua,
kegiatan yang selalu berupaya, baik secara
konseptual
maupun
praktis
era komputasi, dimana cara kerja lebih dari
faktual,
cara kerja mesin. Hal ini menuntut ada
mengakomodasi berbagai perubahan dalam
pengembangan model pembelajaran yang
beberapa bidang kehidupan pada setiap era,
mengarahkan dan memotivasi peserta didik
termasuk pada era abad 21 yang memiliki
ciri dan karateristik tersendiri.
untuk
Abad 21
dianggap
ketinggalan
bila
zaman,
yang
tidak
merambah
pekerjaan.
yakni:
menyelesaikan
Hal
pada
ini
semua
jelas
bentuk
menuntut
pengembangan dan praktek pembelajaran
Pertama, era informasi yang tersedia kapan
yang dapat melatih peserta didik untuk
dan di mana saja, yang jelas menuntut
berfikir
adanya pengembangan model pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
masalah
masalah (menjawab); Ketiga, era otomasi
kemudian juga menuntut kreativitas dunia
mengikutinya
merumuskan
(menanya) bukan hanya
memiliki karateristik sebagai berikut, yang
pendidikan
mampu
keputusan;
139
analitis,
mampu
dan
menghindari
mengambil
diri
cara
ISSN 2502-8723
berpikir mekanistis (rutin); Keempat, era
TUNTUTAN
komunikasi yang dapat dilakukan kapan dan
PENGEMBANGAN KREATIVITAS
di
mana
saja.
pengembangan
Era
juga
menuntut
pembelajaran
menekankan
pentingnya
PERUBAHAN
Perubahan
yang
manifestasinya
kerjasama,
berbagai
tidak
kemudahan
DAN
dalam
berbagai
saja
memberikan
dalam
kehidupan
kolaborasi dan membangun jaringan kerja
manusia, tetapi juga imemunculkan berbagai
(networking) dalam menyelesaikan masalah.
persoalan yang sulit dan rumit. Untuk itu,
Untuk menjawab semua tuntutan di
diperlukan sumber daya manusia yang
atas, maka upaya peningkatan kualitas
berkualitas,
sumber
masalah-masalah
daya
manusia
menjadi
sangat
yang
mampu
mengatasi
kehidupan
penting. Salah satu aspek penting untuk
Dampak
membentuk sumber daya manusia yang
teknologi diperkirakan akan timbul berbagai
bermutu
adalah
masalah yang rumit dan sulit sehingga
Kegiatan
memerlukan imajimasi dan kreativitas dalam
pada
pengembangan
abad
21
kreativitas.
kemajuan
ilmu
tersebut.
pengembangan kreativitas peserta didik
pemecahannya.
dalam segala dimensinya menjadi hal yang
mampu
mutlak untuk bisa eksis di abad 21.
dihadapinya dari berbagai sudut pandang
Pengembangan
dalam
yang berbeda dari pandangan orang lain.
proses pembelajaran dimaksudkan untuk
Dengan demikian, individu yang kreatif
membekali
cenderung
kreativitas
generasi
siswa
muda
dalam
Individu
pengetahuan
menanggapi
mampu
yang
masalah
melahirkan
kreatif
yang
banyak
menghadapi berbagai masalah dan tantangan
gagasan atau alternatif pemecahan masalah
kehidupan di masa yang akan datang. Untuk
yang dihadapinya (Utami, 1999:21). Selain
itu
siswa
itu, ia juga dapat menentukan dan menilai
sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu
tentang segala sesuatu yang melingkupi diri
kebutuhan di dalam proses pembelajaran.
dan lingkungannnya, sehingga dia tidak
Jika pengembangan kreativitas diabaikan
terjerembab dan lantas menjadi korban dari
oleh lembaga pendidikan kita sekarang ini,
perubahan yang terjadi.
pengembangan
kreativitas
dapat diperkirakan akan muncul generasigenerasi yang tumpul daya kreatifnya,
Keniscayaan
mengalami kesulitan dalam memecahkan
Kreativitas
masalah-masalah
kehidupan
yang
Perubahan
dihadapinya.
Perubahan
menjadi
Menuntut
sebuah
keniscayaan dewasa ini. Manusia dunia
sudah pasti tidak bisa melepaskan diri dari
tuntutan perubahan tersebut. Secara alamiah,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
140
ISSN 2502-8723
perubahan selalu menuntut agar manusia
manusia dunia pada tuntutan bergerak
dapat mengikuti perubahan tersebut dan
statusnya selain menjadi warga dunia tanpa
menjadi
terpisahkan
kehilangan akar-akar kehidupannya, tetapi
darinya. Pada galibnuya, waktu berubah dan
tetap menegaskan secara aktif identitas dan
kita pun berubah karenanya (Tempora
entitas konteks lokalnya.
Muntantur et nos muntamur in illis).
manusia dunia dituntut pada kemampuan
Tepatnya manusia adalah aktor atau pelaku
untuk dapat berpikir secara global, tetapi
perubahan (agent of Change). Sebagai
tindakan dan perbuatan secara lokal (think
pelaku
globally, act locally). Kedua, ketegangan
bagian
yang
perubahan
tak
perlu
ditanamkan
keyakinan bahwa terdapat potensi dalam diri
antara
untuk berubah dan berkembang ke arah yang
Manusia yang berada dalam perubahan
lebih baik. Selain itu, perubahan selalu pasti
tentunya harus menyadari diri sebagai
memposisikan secara kritis seseorang pada
bagian dari masyarakat dunia. Karena itu,
kutub positif dan negatif. Posisi ini sudah
standar budaya dan cara berpikir niscaya
pasti menempatkan seseorang pada tegangan
mengikuti standar budaya dan cara berpikir
atau tarik menariknya dua kutub tadi.
dunia. Namun pada saat yang sama, manusia
Dengan demikian, tuntutan kepada setiap
menjadi individu yang memiliki budaya dan
individu adalah untuk mampu memiliki
cara berpikir yang otonom dan mandiri.
pikiran dan sikap rasional, kritis dan selektif.
Manusia secara individual memiliki karakter
Pikiran dan sikap rasional, kritis dan selektif
yang
akan
disamakan dengan karakter orang lain.
mengarahkan
seseorang
pada
universalitas
Pada posisi ini
khas,
yang
ketegangan
dan
tidak
antara
individualitas.
dimiliki
tradisi
dan
penentuan nilai-nilai yang akhirnya positif
Ketiga,
dan
dan konstruktif bagi dirinya sendiri.
modernitas. Perubahan sering diidentikan
Memasuki abad 21 muncul berbagai
dengan welcome to mordenity dan goodbye
ketegangan sebagai konsekuensi logis dari
for tradition. Jelasnya bahwa manusia dunia
perubahan, yang tidak boleh tidak (condito
dituntut unttuk
sine qua non) menuntut pikiran dan sikap
dengan segala pernak-perniknya, tetapi pada
rasional, kritis dan selektif dari setiap
saat yang sama manusia dunia tidak berarti
manusia, bila tidak ingin terjerembab atau
harus meninggalkan tradisi yang menjadi
menjadi korban dari perubahan tersebut.
basis dasar kehidupannya. Dalam hal ini,
Menurut Delors (Tapung, 2013:150), adapun
manusia diarahkan pada kemampuan untuk
ketegangan-ketegangan tersebut, antara lain:
bisa mengadaptasikan tradisi pada arus
Pertama, ketegangan antara globalisasi dan
modernitas, serta sebaliknya menyesuaikan
lokalisasi.
modernitas dengan dasar tradisi, agar tidak
Ketegangan
ini
membawa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
141
menjadi manusia modern
ISSN 2502-8723
dikatakan ketinggalan zaman (out of date),
sejumlah
melainkan mengikuti arus perkembangan
secara baru untuk memberi dukungan dan
zaman (up to date). Namun pada pihak lain
berbagai
bentuk
modernitas
solidaritas
bagi
akan
menjadi
kegamangan
gerakan
kemanusiaan
muncul
keprihatianan
mereka
yang
serta
‗kalah‘
tersendiri bagi manusia bila tanpa adanya
bersaing dalam kancah kehidupan dewasa
basis tradisi. Tradisi memberi penjelasan
ini. Muncul berbagai kegiatan kemanusiaan
bahwa manusia masing-masing memiliki
yang memberi penjelasan bahwa masih ada
akar atau dasar yang sangat menentukan
ruang lain di dunia ini selain ruang
arah perubahan dan perkembangannya di
kompetisi, yaitu solidaritas. Berbagai bentuk
dunia.
antara
solidaritas muncul akhir-akhir, menunjukkan
pertimbangan-pertimbangan jangka panjang
kepedulian terhadap sesama masih ada dan
dan jangka pendek.
berkembang
Keempat,
ketegangan
Perubahan tanpa
di
dunia
ini.
Keenam,
persoalan adalah kemustahilan. Perubahan
ketegangan antara akselerasi dan ekspansi
sering berakibat pada muncul berbagai
pengetahuan, dan
persoalan. Manusia dunia sekali lagi dituntut
Salah satu faktor utama dari perkembangan
untuk mampu menghadapi dan menjawabi
adalah maju-pesatnya perkembangan ilmu
semua persoalan tersebut. Jawaban terhadap
pengetahuan dan teknologi. Hal ini jelas
persoalan
menuntut manusia untuk mampu memahami
tersebut
pasti
memiliki
konsekuensinya. Konsekuensi inilah yang
dan
menuntut manusia memberi berbagai jenis
tersebut. Dalam hal ini, manusia dituntut
dan
seperti
untuk memiliki daya serap yang tinggi, bila
dan
tidak ingin menjadi korban dari ilmu
Kelima,
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena
ketegangan antara kompetisi dan solidaritas.
peran pendidikan menjadi sentral untuk
Perkembangan
ini
membentuk dan membina manusia yang
persaingan
memiliki daya serap yang tinggi. Ketujuh,
model
pertimbangan,
pertimbangan
pertimbangan
jangka
jangka
pendek
panjang.
dunia
saat
mengisyaratkan manusia pada
mengerti
daya serap manusia.
tentang
yang bahkan dapat mengarah pada konflik
ketegangan
antara
atau perang.
material.
Dalam perjalanan hidupnya
Siapa yang dapat bersaing
yang
perkembangan
spiritual
dan
(struggle), dia bisa bertahan (survive);
manusia tidak dapat menghindari diri dari
sebaliknya yang tidak bisa bersaing akan
pengejaran akan hal-hal material seperti
tumbang dan punah. Kompetisi sudah pasti
makanan,
menuntut
sejumlah
material lainnya. Namun di samping upaya
kemampuan yang dapat menjadi kekuatan
pengejaran hal-hal material tersebut, sering
dalam bersaing.
tanpa disadari, manusia memiliki suatu
kompetensi
atau
Namun pada pihak lain,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
142
pakaian dan rumah serta hal
ISSN 2502-8723
kerinduan yang sering tidak terungkap, akan
merupakan kegiatan alih nilai (transfer of
suatu cita-cita atau nilai spiritual. Nilai
value);
spiritual
aktivitas pemberian informasi (on going
ini
tidak
manusiawi, tetapi
ada
pada
hanya ada pada suatu
Realitas yang lebih tinggi
Mutlak.
realitas
pendidikan
information),
selain
tetapi
merupakan
juga
merupakan
atau Realitas
aktivitas pembentuk diri manusia (on going
Untuk mencapai nilai-nilai yang
formation). Dalam konteks inilah maka
ada pada Realitas
Mutlak ini
sangat
upaya penegakan-penegakan kembali nilai
dibutuhkan motivasi dan keyakinan pada
pada kehidupan manusia mesti dijaga secara
diri manusia. Motivasi dan keyakinan ini
seimbang
dapat dipupuk dan dibina melalui proses
kemampuan pengetahuan. Nilai-nilai harus
pendidikan.
Dengan pendidikan, manusia
menjadi inheren dan terintegrasi dalam
kemudian dapat membedakan nilai-nilai
kehidupan manusia; dimana nilai-nilai ini
yang perlu untuk diperjuangkan; entahkah
akan membantu menjaga keseimbangan
itu nilai material ataukah nilai spiritual.
dalam
selain
mencapai
pencapaian-pencapaian
kesejahteraan
dan
kebahagiaan di dunia ini.
Tuntutan untuk memunculkan dan
Imperatif untuk Memiliki Karakter
Ketegangan-ketegangan ini menuntut
manusia
pada
suatu
imperatif
menegakkan kembali nilai dalam kehidupan
untuk
manusia dewasa
ini secara historis tidak
memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam
terlepas dari masukan pemikiran filosofis,
menghadapinya. Sebab jika tidak, manusia
salah satunya filsafat/aliran perenialisme
bisa saja terjerembab dalam kubangan
(aliran yang langsung berkutat dengan nilai-
kegamangan
gilirannya
nilai). Aliran ini mengetengahkan bahwa
membawa dia pada suatu keadaan ‗mati
nilai sebagai tuntunan hidup manusia harus
sebelum meninggal‘, atau dengan kata lain
dicari dan diperjuangkan. Sebab tanpa nilai
kematian
kehidupan manusia akan kehilangan arah
yang
karakter
pada
diri
atau
kesejatian
dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu,
dan
upaya-upaya afirmasi karakter diri, menjadi
kekaburan dalam
kegiatan yang senantiasa menggaungi derap
karena itu, pendidikan sebagai aktivitas
langkah kehidupan. Salah satu bentuk upaya
penanaman
afirmasi diri yang mesti secara nyata dan
sentral, terutama dalam upaya menjadikan
eksplisit
nilai sebagai bagian dari pembentukan
dilakukan
adalah
melalui
pendidikan. Kegiatan pendidikan selain
merupakan
(transfer
mengalami
nilai
berbagai
kemungkinan
pemaknaannya. Oleh
hendaknya
berperan
karakter kesejatian dirinya sebagai manusia.
kegiatan alih pengetahuan
of
knowledge
)
tetapi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
juga
143
ISSN 2502-8723
BASIS
PEMIKIRAN
PERENIALISME
DAN
TENTANG
NILAI
menemukan inti atau hakekat terdalam dari
BAGI
realitas kebenaran yang dicarinya (Diane,
DAMPAKNYA
PENGEMBANGAN
nilai-nilai tersebut akan membantu manusia
FILSAFAT
2008:122).
KREATIVITAS
upaya
DALAM PEMBELAJARAN
Menurut kaum Perenialisme,
pengembalian
makna
yang
Krisis multi dimensi di zaman
sebenarnya dari nilai-nilai dapat dilakukan
modern ini merupakan dampak langsung
salah satunya dengan aktivitas pendidikan.
dari degradasi nilai-nilai dan keutamaan-
Pendidikan merupakan jalan kembali untuk
keutamaan
perenialis
mereposisi nilai-nilai kehidupan yang sudah
berpandangan bahwa dunia yang tidak
tergerus oleh kecenderungan-kecenderungan
menentu
modernistik.
manusia.
dan
Kaum
penuh
kekacauan
serta
membahayakan akhir-akhir ini ditimbulkan
Krisis kebudayaan ini berimplikasi
akibat terjadinya krisis di berbagai dimensi
pada amburadulnya kehidupan manusia.
kehidupan manusia.
Untuk kembali pada
Manusia kehilangan arah dan salah kaprah
keseimbangan kehidupan manusia, jalan
dalam menentukan tujuan hidup. Hal ini
keluar menurut Perenialisme adalah kembali
dikarenakan banyak nilai yang seharusnya
kepada nilai (back to value) yang mendasari
menjadi pegangan hidup tergerus oleh
kehidupan manusia pada awalnya.
berbagai
Perenialisme dan Revitalisasi Nilai-Nilai
merelativisasi
Dalam hal ini Perenialisme memiliki
perspektif
pribadi
ensensinya.
yang
Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang
pandangan yang berbeda dengan kaum
menekankan
modernis yang sangat mengagungkan logika
individu
dan rasio modernistik dari pada sumber
perubahan dan serta merta tidak peduli pada
pengetahuan
nilai-nilai
lainnya
serta
terlalu
individualisme, di mana
menjadi
atau
penentu
satu-satunya
prinsip-prinsip
umum
memandang sesuatu berdasarkan materi
pandangan hidup. Menurut kaum perenialis,
(materialistik). Dalam hal ini
model
perubahan apapun bentuknya harus tetap
pendidikan dewasa ini perlu dievaluasi dan
kembali pada fitrah nilai-nilai atau prinsip-
diarahkan kembali
kepada masa lampau.
prinsip umum yang menjadi landasan kokoh
Dengan mengembalikan sesuatu pada ‗apa
dalam membangun kehidupan seseorang.
adanya‘,
bagi
Tanpa nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum
seseorang untuk memahami secara lebih dan
hidup seseorang akan menjadi kehilangan
dalam hakikat kehidupannya. Nilai-nilai
arah dan berada dalam ketidakpastian.
perlu
maka
dipahami
ada
kesempatan
kembali
sebagaimana
Menurut
aslinya. Pemurnian kembali atau klarifikasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kegagalan
144
Kaum
kehidupan
perenialisme
dalam
berbagai
ISSN 2502-8723
dimensinya
dalam
dan
ruang kreatif dalam lingkungan-lingkungan
postmodern yang membidani lahir berbagai
di mana manusia itu berada. Ruang yang
tragedi-tragedi yang mencelakakan manusia,
luas dan terbuka pada pemunculan hal-hal
justru
terlalu
yang baru, inovatif dan kreatif, akan
mengagungkan kemampun pribadi dan lupa
memungkinkan seseorang untuk menjadi
pada hakikat realitas. Hakikat realitas tidak
pribadi yang memiliki karakater. Kreativitas
dipedulikan sebagai dasar fundamental bagi
memungkinkan seseorang
kehidupan manusia. Hakikat realitas ini
bertahan dan mempertahankan hidupnya.
adalah sebuah kekekalan atau keabdiaan,
Dengan
dan dari sanalah sumber pencitraan manusia
seseorang bila merancang secara baik dan
di dunia ini dalam berbagai dimensinya.
benar kehidupan masa kini dan masa
Oleh karena itu, agar manusia dapat pulih
depannya,
kembali untuk membangun kehidupannya
hambatan dan tantangannya, serta berusaha
secara baik dan benar, maka perlu adanya
mencari solusi dari segala persoalan hidup
upaya mendalami dan memahami hakikat
(Koesoema, 2010:124-125).
realitas
Kreativitas
terjadi
abad
karena
tersebut.
modern
manusia
Pendalaman
dan
pemahaman terhadap hakikat realitas akan
semakin
kuat
bila
manusia
kreativitas
mampu
dapat mampu
yang
dimilikinya,
menghadapi
sebagai
segala
Gambaran
Kecerdasan Hidup
memiliki
Berdasarkan
basis
pemikiran
keberpihakan pada nilai-nilai luhur seperti
Perenialisme, dewasa ini kreativitas menjadi
kebenaran,
kebijaksanaan,
terminologi
kemanusiaan,
dan
kebajikan
terintegrasi
ini
lain-lain.
menjadi
dalam
keadilan,
Kebajikan-
inheren
kehidupan
yang
secara
lugas
menggambarkan tentang bagian kecerdasan
dan
yang dimiliki seseorang untuk mampu
manusia.
mencipta
dan
mengembangkan
Dengan demikian, apapun bentuk perubahan
kehidupannya. Oleh karena itu, dalam kajian
yang
kontemporer,
menerpa,
kebajikan-kebajikan
ini
secara
etimologis
kata
menjadi tameng yang kuat sehingga tidak
kreativitas berasal dari "create" (latin) yang
membuat pribadi manusia terdegradasi dan
berarti mencipta, melahirkan, dan mencapai
terjerembab dalam kekalahan dan kegagalan
(Bdk. Bagus, 2005:502). Menurut Cambell
kehidupan (Bdk. Tapung, 2013:159-164).
(Semiawan, 2010: 31-32)., kreativitas adalah
Untuk membentuk manusia yang
kegiatan yang mendatangkan hasil yang
memiliki karakter yang kuat dan memiliki
sifatnya 1) baru (novel): inovatif, belum ada
potensi-potensi untuk berkembang secara
sebelumnya,
baik
mengejutkan. 2) berguna (useful): lebih
dan
berkualitas,
kaum
Perenialis
berpandang bahwa sangat perlu membuka
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
enak,
145
lebih
segar
praktis,
menarik,
aneh,
mempermudah,
ISSN 2502-8723
memperlancar,
mendorong,
seseorang. Hal ini berarti setiap upaya untuk
mengembangkan, mendidik, memecahkan
mengoptimalkan kesempatan berpikir dalam
masalah, mengurangi hambatan, mengatasi
pengalaman
kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih baik
Campbell (Semiawan, 2010:32) menjelaskan
atau
bahwa
banyak.
3)
dapat
dimengerti
sangat
proses
penting
berpikir
dilakukan.
kreatif
dapat
(understandable) : hasil yang sama dapat
dijalankan dengan melalui beberapa tahap:
dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.
1) persipan (preparation): meletakkan dasar,
De Francesco (Semiawan, 2010:32)
mempelajari latar belakang masalah, seluk-
menandaskan tentang kreativitas yang dapat
beluk
ditinjau dari empat sisi, yaitu 1) kepribadian
(concentration): sepenuhnya memikirkan,
yang kreatif, 2) proses kreativitas, 3) produk
masuk luluh, terserap dalam permasalahan
kreativitas,
yang dihadapi, 3) inkubasi (incubation):
dan
mendorong
4)
faktor-faktor
kreativitas.
yang
Pengertian
dan
mengambil
problematiknya,
waktu
untuk
masalah,
kreativitas
(bakat),
mengendapkan
kreativitas sebagai cara berfikir, kreativitas
(illumination):
sebagai sikap dan perilaku, dan kreativitas
mendapatkan ide, pemecahan, penyelesaian,
sebagai ciri-ciri kepribadian. Selanjutnya,
cara kerja dan jawaban baru, dan 5)
Francesco mengemukakan bahwa semua
verifikasi/produksi
siswa potensial menjadi seorang yang
production): menghadapi dan memecahkan
kreatif. Dalam berbagai tingkatan dan cara,
masalah-masalah
mereka mampu dan ingin mengungkapkan
dengan
dirinya jika diberi tuntunan, motivasi, dan
penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru.
suasana yang bersahabat. Ini berarti bahwa
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
dorongan kreatif merupakan faktor yang
kreativitas menunjuk pada dimensi-dimensi
sangat kuat dalam seluruh perkembangan
seperti:
individu. Oleh karena itu, kepada individu
―kesegaran‖ pendekatan dalam berbagai
tersebut
masalah; kedua, ketajaman kecerdasan yang
perlu
potensi
diberikan
kebebasan
waktu
meninggalkan
kreativitas sebagai kepribadian meliputi:
sebagai
istirahat,
konsentrasi
masalah,
tahap
santai
4)
atau
Iluminasi
menemukan
atau
(verification'
praktis
mewujudkan
Pertama,
ide,
sehubungan
pemecahan,
Originalitas
berekspresi dan diberi bantuan bagaimana
konstruktif;
cara pemecahan masalah terutama untuk
menyingkirkan prosedur yang tidak perlu
menghadapi rasa takut, kurang percaya diri,
atau dianggap konvensional dan dianggap
dan kurangnya rasa kepribadian
tidak perlu.; Keempat, memiliki sikap dan
Proses berpikir kreatif harus terus
menerus
dikembangkan
dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ketiga,
dan
kemampuan
kesadaran sosial.
diri
146
ISSN 2502-8723
Pengembangan
pendidikan
pernah terjadi dalam
Artinya,
konteks
tidak
imajinasi dan keterlibatan emosi yang
keadaan vacuum.
sebelum tidak diperhatikan, menjadi lebih
multikultur
yang
mendapatkan perhatian. Keterlibatan emosi
dikedepankan menisyaratkan bahwa setiap
yang dimaksudkan antara lain, aktualisasi,
mikro
kehidupan
ekspresi, kepekaan, intuisi, dalam berbagai
kebudayaan yang berbeda yang mungkin
masalah, fakta, konsep, generaliasasi dan
tidak selaras dengan nilai dan norma dari
teori.
masyarakat
di mana pribadi berada.
praktek pendidikan beralih dari penekanan
Kenyataan ini menuntut bahwa setiap anak
tentang apa yang dipelajari,tetapi lebih
sejak dini sudah harus belajar menerima
menekankan
orang
mempelajarinya (learn
kultur
lain
memiliki
yang
berbeda,
mencoba
Dalam hal ini konten konsep dan
tentang
bagaimana
how
to learn).
memahaminya, menghargai, dan menerima
Dengan demikian, orientasi belajar pun pada
perbedaan.
memahami konten atau isi dari apa yang
Dengan
demikian,
untuk
mengakomodasi kepentingan pengembangan
dipelajari,
kreativitas
diperlukan
mempelajarinya, dan produk apa yang bisa
praktek pendidikan yang berdiferensiasi,
dihasilkan dari proses belajar tersebut. Oleh
dalam arti pendidikan yang dikembangkan
karena itu hasil belajar tidak hanya semata-
lebih pada upaya peningkatan mental yang
mata pada pencapaian tujuan instruksional
bersifat dinamis
(instructional
tersebut
sangat
dengan mengacu pada
proses
effect),
bagaimana
tetapi
tindakan kreatif (creative action). Konsep
memperhatikan
dan praktik pendidikan perlu menekankan
(nurturant effect), yang sebenarnya lebih
tentang bagaimana merancang kegiatan
memunculkan potensi-potensi kreatifnya.
belajar yang lebih dapat menstimulasi
Selanjutnya, pada anak-anak yang memiliki
(triggering) fungsi otak sebelah kanan
kreativitas yang tinggi memiliki ―rasa ingin
dengan
tahu yang besar‖ (curiosity).
mengembangkan
pengalaman
dampak
juga
penggiring
belajar baru. Pengalaman belajar baru ini
Menurut hasil penelitian Dyers, J.H.
bersifat terbuka dalam rangka member
et al (2011) Innovators DNA, Harvard
peluang pada pertumbuhan kreativitas anak
Business Review (Bagir, 2013:5-6), dua
selanjutnya. Hal ini bertujuan agar potensi
pertiga
unggul yang tersembunyi di dalam dirinya
seseorang diperoleh melalui pendidikan,
(hidden excellence in personhood), muncul
sementara sepertiga sisanya berasal dari
dan dapat dikembangkan.
genetik.
dari
kemampuan
Sementara
kreativitas
kecerdasaan,
Dengan adanya pengembangan ide
sepertiganya diperoleh dari pendidikan, dan
dan inspirasi dalam kreativitas, kemampuan
dua pertiganya dari genetika. Selanjutnya,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
147
ISSN 2502-8723
pembelajaran berbasis kecerdasan tidak akan
menilai hasil
memberikan hasil siginifikan terhadap hasil
Suratno,
belajar siswa, di mana peningkatan hanya
pembelajaran di atas diharapkan kreativitas
50%,
siswa akan muncul kalau mereka selalu
dibandingkan
yang
berbasis
belajarnya
2005:10).
Berdasarkan
ditantang
dapat mencapai 200%. Berdasarkan hasil
mungkin dapat mereka atasi. Menantang
penelitian ini, bisa disimpulkan bahwa
siswa
kegiatan pendidikan lebih berperan untuk
cenderung
membuat seseorang kreatif dibandingkan
sintesis dan analitisnya sebagai prasyarat
untuk
munculnya kreativitas.
seseorang
cerdas.
Selanjutnya, menurut Dyers kemampuan
kreativitas
diperoleh
melalui
dengan
permasalahan
prinsip
kreativitas peningkatan hasil belajar siswa
menjadikan
dengan
sendiri (Bdk.
permasalahan
meningkatkan
yang
tersebut
kemampuan
Harus disadari bahwa tidak semua
beberapa
siswa memiliki kemampuan yang sama
kegiatan dalam pendidikan, antara lain:
dalam mempersepsi masalah yang dialami
mengamati
menanya
dan menyelesaikannya. Namun, kepekaan
(experimenting),
terhadap keberadaan dan kesadaran akan
menalar, (associating), dan komunikasi
masalah adalah hal pertama yang perlu
(communication) (Bdk.Mulyasa, 2013:12).
dimiliki anak. Guru perlu merangsang
(observing),
(questioning),
mencoba
Hasil penelitian Dyers ini oleh
kepekaan dan kesadaran siswa melalui
sejumlah pakar dan praktisi pendidikan
latihan mengenali dan menghadapi masalah.
dijadikan sebagai salah satu kerangka acuan
Guru dapat melakukan hal tersebut secara
dalam
pengembangan kreativitas siswa.
sederhana denganh melontarkan pertanyaan
Untuk pengembangan kreativitas siswa,
progresif (dari mudah ke yang sulit). Hal ini
guru
mungkin
dapat
pembelajaran dengan prinsip pembelajaran
mendalami
dan
yang
hendaknya
berpusat
pembelajaran
menggunakan
pada
lebih
strategi
difasilitasi
menjawab
dengan
pertanyaan-
siswa.
Proses
pertanyaannya seperti apa, di mana, kapan,
difokuskan
kepada
siapa,
bagaimana
dan
mengapa.
aktivitas siswa yang dilatih berpikir untuk
Pertanyaan-pertanyaan ini mengumpan dan
menyelesaikan masalah, mengekplorasi, dan
memicu
menemukan sendiri (inkuiri). Siswa diminta
merangsang untuk bisa berpikir lebih kreatif
bertanggungjawab
dan mendalam tentang masalah yang ingin
terhadap
apa
yang
dipelajarinya. la mempelajari alat-alat dan
cara-cara
untuk
menemukan
rasa ingin tahu siswa dan
dipecahkan.
atau
Salah satu kegiatan pembelajaran
menggunakan sesuatu. Siswa menentukan
yang bisa membina dan mengembangkan
tujuan belajarnya bersama guru dan siswa
kreativitas siswa adalah dengan membawa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
148
ISSN 2502-8723
siswa
pada
masalah
dan
berusaha
wujud
lain
pengembangan
kreativitas.
memecahkannya. Jika pembelajaran ini
Dengan ruang kebebasan yang luas siswa
dibiasakan, maka mereka akan berupaya
akan lebih kreatif berpikir dan berani
menyelesaikan
mengemukakan
dihadapinya
permasalahan
dan
mereka
yang
pendapatnya
sekalipun
cenderung
berbeda dengan pendapat siswa lain. Dengan
menggunakan secara optimal semua potensi
demikian siswa akan terbiasa mencetuskan
yang
idenya dalam memecahkan masalah secara
dimilikinya.
Pengakuan
akan
banyaknya alternatif pemecahan masalah
sistematis dan kreatif.
merupakan ciri penting kreativitas. Dan,
Kreativitas
secara konseptual maupun praktis factual,
pembelajaran
masalah
berbasis
(problem
dan
kebebasan
tidak
mungkin terlepas dari konteks sosial (Bdk.
pemecahan
Freire, 1984:23). Dalam hal ini, kebebasan
learning)
yang diberikan bukan kebebasan yang
solving
cenderung memicu kreativitas. Siswa bisa
mutlak.
diarahkan untuk secara terstruktur dan
makhluk sosial harus dapat menyesuaikan
sistematis mencari jalan keluar terhadap
diri dengan lingkungannya dan dengan
masalah kehidupan dengan langkah-langkah
aturan
seperti: Mengidentidikasi masalah; membuat
kebebasan namun tidak merugikan orang
prioritas
lain. Untuk itu diusahakan kemungkinan
masalah;
membuat
analisis
Bagaimanapun
yang
berlaku.
lain
Siswa
sebagai
mendapat
terhadap dampak, penyebab, dan jalan
cara-cara
keluar; serta mampu membuat program
pemikiran
kerja sebagai tindak lanjut.
bertentangan dengan kehidupan masyarakat.
dan
untuk
siswa
mengungkapkan
perasaan
yang
tidak
Sesuai dengan kondisi dan situasi,
Pengungkapan tersebut dapat dinyatakan
kemampuan berpikir, karateristik siswa dan
secara simbolis melalui melalui gambar atau
karateristik
tulisan atau media yang lain. Dalam proses
materi,
tahapan-tahapan
pemecahan masalah di atas sangat fleksibel,
pembelajaran
dalam arti tidak mesti selalu sesuai dengan
kreativitas, guru berfungsi sebagai fasilitator
urutan sistematiknya. Oleh karena itu, guru
dan memberikan arahan kepada siswa.
hendaknya memberikan kebebasan yang
Penstrukturan kegiatan lebih longgar, namun
kreatif kepada siswa untuk memilih dan
tagihan yang harus dipenuhi telah ditetapkan
menerapkan strategi dan langkah apa yang
sebelumnya
akan dilakukan untuk mengatasi masalah
pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan
yang dihadapi. Pemberian kebebasan kepada
yang ditetapkan, mekanisme pemantauan
siswa untuk memilih dan menetapkan
serta balikan yang relatif serta sistematis
strategi pemecahan masalah merupakan
sangat diperlukan. Sifat kemandirian yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
149
untuk
secara
pengembangan
eksplisit.
Proses
ISSN 2502-8723
dialami siswa dalam pembelajaran lebih
cenderung dapat mendorong siswa menjadi
banyak dilakukan di luar kontrol guru.
gesit, mandiri, dan kreatif.
Pembiasaan (habituasi) siswa belajar
secara
mandiri
pembelajaran
yang
proses
bermakna dan bernuansa demokratik sangat
membentuk siswa menjadi dirinya sendiri
menunjang tercapainya kreativitas siswa
dan itu berlangsung sepanjang hidup. Untuk
(Bdk. Freire, 2004:84). Guru yang mengajar
mewujudkan kemandirian siswa, setahap
dengan suasana yang demokratis lebih
demi
banyak
setahap
merupakan
Selanjutnya,
guru
harus
memberi
mempertimbangkan
tanggungjawab kepada siswa dan sewaktu-
siswa
waktu guru menarik diri apabila tanda-tanda
cenderung memberikan kesempatan kepada
kemandirian
siswa
itu
sudah
mulai
tumbuh.
daripada
kepentingan
untuk
kepentingannya.
berperan
Guru
serta
Pembiasaan anak mandiri merupakan salah
mengambil
satu usaha untuk inerealisasikan proses
pendapatnya, dan tidak cepat menyalahkan
membentuk siswa menjadi dirinya sendiri.
atau
Kemandirian siswa akan terwujud apabila
mengarahkan tingkah laku siswa dan tidak
guru sejak awal tidak melindungi secara
selalu menuntut siswa untuk menerima
berlebihan. Perlindungan yang berlebihan
pendapatnya.
cenderung menimbulkan, ketergantungan
memungkinkan siswa belajar secara disiplin
siswa yang berlebihan pada semua orang. Di
diri sendiri, terbuka (inklusif), pluralis, dan
samping
toleran.
kurangnya
itu,
rasa
hal
itu
percaya
juga
diri.
berakibat
Dengan
keputusan,
dalam
mencelanya.
Guru
Kondisi
menghargai
tidak
terlalu
seperti
itu
Nilai dan Kreativitas dalam Konfigurasi
demikian, anak relatif sulit mencapai.
Pengembangan Karakter
kemandirian. Upaya yang dapat dilakukan
Kreativitas adalah gambaran tentang
guru untuk mencapai kemandirian siswanya
kemampuan seseorang dalam berpikir dan
antara lain memberikan tugas dan tanggung
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
jawab yang sesuai dengan kemampuanya.
atau hasil baru dari sesuatu yang telah
Jika tugas dan tanggungjawab tersebut dapat
dimiliki. Untuk mengukur keberhasilan
diselesaikan siswa secara baik dan mendapat
pendidikan
penghargaan yang wajar dari guru, rasa
digunakan sebagai indikator keberhasilan di
percaya diri siswa akan muncul. Upaya lain,
tingkat sekolah dan di tingkat kelas.
guru memberikan kebebasan berinisiasi dan
Indikator keberhasilan di tingkat sekolah
berbuat kepada siswa menurut kemauan si
adalah
siswa dengan sedikit pengendalian. Hal ini
menumbuhkan daya berpikir dan bertindak
nilai,
kreativitas
menciptakan
tersebut
situasi
yang
kreatif. Adapun indikator keberhasilan di
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
150
ISSN 2502-8723
tingkat kelas ada dua, yaitu: 1) menciptakan
gotong
situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya
mengutamakan kepentingan umum, bangga
pikir dan bertindak kreatif, 2) Pemberian
menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
tugas yang menantang munculnya karya-
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja
karya baru, baik yang autentik maupun
(Balitbang
modifikasi. Nilai kreatif merupakan salah
2010:27, 2011: 9-10).
satu dari delapan belas (18) nilai pendidikan
royong,
nasionalis,
Kurikulum
Selanjutnya
Kemendikbud
ruang
pendidikan
kosmopolit,
lingkup
karakter
dan
karakter yang harus dikembangkan dalam
konfigurasi
dapat
pendidikan karakter dan budaya di Indonesia
digambarkan dalam bagan di bawah ini.
(Balitbang Kurikulum Kemendikbud 2010:
27).
Proses
pendidikan
karakter
didasarkan pada totalitas psikologis yang
mencakup seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, psikomotorik, konatif) dan
fungsi totalitas sosiokultural pada konteks
interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan
Berdasarkan Bagan 3 tersebut di
dan masyarakat. Totalitas psikologis dan
atas, pengkategorian nilai didasarkan pada
sosiokultural dapat dikelompokkan empat
pertimbangan
dimensi yaitu: (1) olah hati ; (2) olah pikir;
perilaku
(3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa
merupakan
dan karsa. Olah pikir mencakup: cerdas,
psikologis yang mencakup seluruh potensi
kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir
individu
terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan
psikomotorik, konatif) dan fungsi totalitas
reflektif; Olah hati mencakup: beriman dan
sosial-kultural
bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung
(dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
jawab, berempati, berani mengambil resiko,
masyarakat) dan berlangsung sepanjang
pantang menyerah, rela berkorban, dan
hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
berjiwa patriotik; Olah raga mencakup:
totalitas proses psikologis dan sosialkultural
bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh,
dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ;
andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
(2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
(4) olah rasa dan karsa. Proses itu secara
Olah rasa / karsa mencakup: ramah, saling
holistik
menghargai, toleran, peduli, suka menolong,
keterkaitan dan saling melengkapi, serta
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
151
bahwa
seseorang
pada
hakekatnya
yang
berkarakter
perwujudan
manusia
dan
fungsi
(kognitif,
dalam
koheren
totalitas
afektif,
konteks
interaksi
memiliki
saling
ISSN 2502-8723
masing-masingnya
secara
konseptual
DAFTAR PUSTAKA
merupakan gugus nilai luhur yang di
dalamnya
terkandung
sejumlah
Badan
Latihan
dan
Pengembangan
Kemendikbud 2010 & 2011
Bagir, Haidar, Perspektif Kurikulum 2013,
Jakarta. (Bahan Sosialisasi)
Bagus, Lorens, 2005. Kamus Filsafat,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Diane E, et.al., 2008. Human Development
(Psikologi Perkembangan), Jakarta:
Prenada Media.
Freire, Paulo, 1984. Pendidikan Sebagai
Praktek Pembebasan (diindonesiakan
oleh Sindhunata), Gramedia: Jakarta.
____________, 2004. Politik Pendidikan:
Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan
(diindonesiakan oleh Agung Prihantono &
Fuad Fudiyarto), Yogyakarta: Pustaka Jaya.
Koesoema, A. Doni, 2010. Pendidikan
Karakter di Zaman Keblinger, Jakarta:
Grasindo.
Semiawan,Conny R.
2010. Kreativitas
Keberbakatan: Mengapa, Apa dan
Bagaimana, Indeks, Jakarta.
Mulyasa, T. 2013. Pengembangan dan
Implementasi
Kurikulum
2013,
Remaja Rosdakarya: Bandung.
Tapung, Marianus, 2013. Dialektika Filsafat
dan Pendidikan: Penguatan Filosofis
atas
Konsep
dan
Praksis
Pendidikan,Jakarta: Pharresia Institue.
Munandar, Utami, 1999. Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
PT Penerbit Rineka Cipta.
Suratno. 2005. Pengembangan Kreativitas
Anak Usia Dini. Jakarta:Departemen
Pendidikan
Nasional.
nilai
sebagaimana dapat di lihat pada gambar di
atas (Desain Induk Pendidikan Karakter,
2010: 8- 9; Sumber Panduan Pelaksanaan
Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, 2011).
PENUTUP
Kreativitas menjadi ranah yang mesti
dikembangkan dalam diri setiap individu.
Dengan kreativitas, nilai-nilai potensial yang
ada
dalam
dikembangkan
diri
seseorang
dapat
dan
dimanfaatkan
bagi
kepentingan dalam menjalani hidupnya.
Berbagai perkembangan, perubahan dan
tantangan dapat dihadapai dan diselesaikan
justru ketika seseorang memiliki daya
kreatif dalam dirinya. Dalam hal ini,
aktivitas pendidikan menjadi kegiatan yang
memiliki peluang besar untuk menciptakan
ruang untuk
mengeksplorasi
kreativitas
setiap individu pebelajar, misalnya dengan
menerapkan dan mengembangkan model
atau pendekatan pembelajaran yang dapat
menstimulasi daya kreatif siswa secara
efektif dan bermakna, seperti pembelajaran
pemecahan masalah, pembelajaran yang
memicu rasa ingin tahu yang tinggi,
pembelajaran yang memberikan kebebasan
kepada siswa, pembelajaran yang membuat
siswa mandiri, dan serta pembelajaran yang
menciptakan suasana demokratis.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
152
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
“CHEMISTRY” ENGLISH PROGRAM AT RAMAPATI RADIO STATION FOR THE
STUDENT’S SPEAKING SKILL IMPROVEMENT
Ninik Suryatiningsih
STKIP PGRI Pasuruan
ABSTRACT
Speaking is an important skill in learning a language. By speaking, students can express their ideas through
words and sentences. To increase the speaking skill, the students need to practice to speak English. There are many
activities that can be done to practice speaking. One of it, is by join and listen to ―CHEMISTRY‖ Radio English
Program in Ramapati Pasuruan 93 FM. In this research, the researcher used descriptive study as the research design
and used documentation and questionnaire as the research instrument. The researcher chose English department
students on the second semester of STKIP PGRI Pasuruan. The researcher was interested in finding out the students‘
interest in ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. The researcher described the student‘s frequency of
participation in this program, the reasons in listening and joins this program, the benefits they get when they join
this program and the problems that the students face when they participate in this program. Finally, the students of
English Department of STKIP PGRI Pasuruan, especially 2014 generation got so many advantages by listening and
joining ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. By joining this program, they got more score from their lecturer
and increased their ability in speaking English.
Key Words : ―CHEMISTRY‖, Speaking, Radio English Program, Ramapati
language. Through speaking, students are
INTRODUCTION
English language is
able to express their emotions, feelings and
learned by the students to increase higher
communicate with others. Though it is
level in learning English. In Indonesia,
important, students are still having problems
English is considered as a foreign language
in
(EFL). It has been introduced to educational
vocabularies. Most of the students cannot
institutions which is learnt from Junior High
express their ideas freely in speaking. There
School up to university level as a subject to
are several reasons why they have less
learn. To communicate well, student must
motivation to speak. First, they are shy to
speak English fluently. That‘s why English
speak, it happens because they are not used
Education
STKIP-PGRI
to speak English in their daily life. Second,
Pasuruan has speaking as a subject of
they are afraid of making mistakes and
materials. There are speaking I, speaking II,
worried if other laughs when they make a
speaking III, and speaking IV. Scoot (1992,
mistake. Some people stop speaking English
as quoted by Diah 2008:2) states that:
when they thought that it is showing off to
Speaking is the most important part in
speak in good English (Pierson, 1996). Next,
In education,
Department
of
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
153
speaking
English
due
to
limited
ISSN 2502-8723
they are lack of vocabularies and they do not
p.m. This program is presented by the
know how to construct words become
English Department students of STKIP-
meaningful phrases and sentences to show
PGRI Pasuruan and Ramapati 93 Fm
their ideas. www.talkenglish.com :2011: If
Pasuruan.
you know 1000 words, you might not be
students of English department can practice
able to say one correct sentence. If you
their
know 100 phrases, you will be surprised at
according to the topic that is discussed by
how many correct sentences you will be able
calling to the radio or just send their regard
to say. Finally, when you know only a 1000
to their friends by sending messages.
Through
speaking
phrases, you will be almost a fluent English
by
this
program,
sharing
their
the
idea
This program is held to encourage
speaker.
the students of English Department of
To increase the speaking ability,
STKIP-PGRI Pasuruan, especially for the
the students need to practice to speak
student of English Department of STKIP-
English. There are many activities that
PGRI Pasuruan to practice their speaking.
can be done to practice speaking. For
The student of English Department of
example
STKIP-PGRI Pasuruan need
students
can
have
to practice
conversation with their classmate.
their speaking outside the classroom. That‘s
―Practicing with a non native person
why ―CHEMISTRY‖ can be a place for
will give you practice. You can also
them to practice their speaking and probably
motivate each other and point out
can increase their speaking ability.
basic mistake‖ (www.talkenglish.com
The researcher was interested in
:2011). Try to speak English with
finding
someone whose English is better, and
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
try to speak as often as possible.
The researcher wants to know the existence
―Practice speaking out loud until your
and
mouth and brain can do it without any
Department second semester students of
effort, by doing so, you will be able to
STKIP-PGRI Pasuruan in ―CHEMISTRY‖
speak
Radio English Program. These includes the
English
fluently‖
(www.talkenglish.com :2011).
the
out
the
students‘
involvement
of
interest
the
in
English
students frequency of participation in this
―CHEMISTRY‖ is Radio English
program, the reasons in listening and join
Program in Ramapati 93 FM Pasuruan. It is
this program, the benefits they get when
one of English program that may help the
they join this program and the problems that
students to practice speaking. This program
the students face when they participate in
is held every Sunday from 4 p.m up to 6
this program.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
154
ISSN 2502-8723
The
researcher
choose
English
grammar, but we also learn the context and
department students of STKIP to develop
words that we used.
this study because as the students of English
Although speaking is important in
Department, they have to be able to speak
learning a language, Indonesian students still
English well and they need a specific place
get difficulty in communicating in English.
to practice their English. There are 580
However, if the students can speak English
students of English Department of STKIP-
fluently and use the correct form of
PGRI Pasuruan.
grammar, she/he will be very proud of
Based on the background above, the
herself/himself and will be popular as an
researcher would like to formulate the
intelligent students. Rini (2004:1) said that
problem of the study as follows: (1) How
for the students, speaking skill can boost
often
their reputation as intelligent and attractive
do
the
students
participate
at
―CHEMISTRY‖ Radio English Program?
students.
(2) What is the student‘s intention in
When we want to learn to speak
listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio
English we must have many opportunities to
English Program? (3) What are the benefits
speak. We need to practice, practice and
of joining ―CHEMISTRY‖ Radio English
practice (David:2004). It is true that practice
Program?
(4) What problems that the
makes perfect. By practice to speak English
students face in joining ―CHEMISTRY‖
as much as possible, we will not be afraid of
Radio English Program?
making mistakes when speaking. Besides, it
can reduce our nervous in speaking English
REVIEW OF RELATED LITERATURE
and increase our confidence to speak in
The Theory of Speaking
public.
Speaking
is a tool to assist the
Depdiknas 2004 states that speaking
identification and labeling of components of
is the ability to speak effectively in different
linguistic interaction that was driven by his
context to give information, to express ideas
view that, in order to speak a language
and feeling as well as to build social
correctly, one needs not only to learn its
relationship in the form of activities which
vocabulary and grammar, but also the
are various in nature, interactive and
context in which words are used (Wikipedia:
interesting.
2010). In learning a language, speaking is
Speaking is used to show our feeling,
the most important part after listening. In
to share information and to communicate
speaking, we not only learn to choose the
with people around the world. When we are
right vocabulary and use the correct
learning
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
155
speaking,
we
choose
some
ISSN 2502-8723
vocabularies then try to say it in correct
people misunderstand about what we want
grammatical words. Anna (2010) states that
to tell. Sometimes students neglect the
Speaking is many things-it is thinking of
correct pronunciation, they just spells the
what one wishes to say, choosing the right
words as they think it is. It is very crucial,
words from our vocabulary, putting the
especially when they try to speak with
words in the proper grammatical framework,
native speaker, the native speaker may
communicating the feelings we have, and so
misunderstand when we misspell the words.
on.
That‘s why, students must learn to mind
Based on the
reasons above the
their pronunciation in speaking.
researcher finds the conclusion that speaking
To pronounce well, some speech
is an important part of language learning. It
organs are needed. Pronunciation is a
is used to communicate with others, to show
complex synchronization of many muscles,
our ideas through vocabularies that put in
primarily of those in the process of
the
expiration
grammatical
sentences.
Through
and
inspiration
(lungs
and
speaking we build our relationship with
diaphragm), muscles of jaw, face, larynx,
people around the world.
and of course – tongue (Mlinar: 2008). The
The Component of Speaking
sound is produced when all speech organs
In
speaking
there
are
some
are in correct position and when air from
components that we should learn and
lungs makes vocal cords produce the sound
master. There are pronunciation, grammar,
which then resonates.
vocabulary, and fluency.
Grammar
In linguistic, grammar is the set of
Pronunciation
Pronunciation refers to the way a word
structural rules that govern the composition
or a language is spoken, or the manner in
of sentences, phrases, and words in any
which someone utters a word. If one is said
given natural language (Wikipedia: 2011).
to have "correct pronunciation", then it
This statement is supported by McGuigan
refers to both within a particular dialect
(2011) who states that ―grammar is a field of
(Wikipedia: 2010).
linguistics that involves syntax, phonetics,
Charles
(2011)
states
morphology and semantics‖.
that
―Pronunciation is one of the most important
Some students are afraid to speak
aspects one has to master when learning
English when they start to think about
English‖. In learning speaking pronunciation
grammar. They are afraid to speak because
is a component that must be mastered.
they
Misspells words can be fatal and make
(www.hellowords.com : 2010) mention that
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
156
confused
with
the
grammar.
ISSN 2502-8723
―English grammar is easy to learn. Do not
start
learning
grammar
thinking
Fluency
the
Fluency is the ability to produce
grammar is difficult‖. When students think
speech in the language and be understood by
that grammar is frightening and it is difficult
its
to learn, they will not seriously learn about
students may just keep silent and keep their
grammar and maybe just learn it half
ideas when they are being asked. Their
heartily. But in the contrary, when students
reason to remain silent is maybe because
start to think that grammar is easy to learn,
they are ashamed of not being fluent in
they will learn it happily and realize how
speaking English.
speakers
(Wikipedia:2011).
Some
According to Grace (2011) ―Fluency
important the grammar is.
In order to be able to speak English,
in English can be very important if you work
the students must start to learn grammar
in a predominately English-speaking area‖.
because it is the system of a language. The
For example, if you want to be a police
englishclub.com (2011) states that ―When
officer and you are moving to the United
you understand the grammar (or system) of
States from a foreign country and you don‘t
a language, you can understand many things
speak English, you will need to become
yourself, without having to ask a teacher or
fluent in English. Your fluency will allow
look in a book‖.
you to perform most effectively to help
Vocabulary
people in times of stress or trouble. You
According to Rob (2002) ―A larger
may need to give someone very detailed
vocabularies allows learners to get to the
instructions to save a life and you will only
point where they understand most of a text‖.
be able to do that if you commit to learning
Kurniasih (2006) as quoted in Pusparini
English and becoming fluent.
You don‘t have to go anywhere to
(2008:9) support this statement by stating
that ―it
is
and
become a fluent English speaker. You only
understand a language without mastering the
need to surround yourself with English
vocabulary well‖. By those statements the
(www.talkenglish.com
students must realize the importance of
fluent in English is not so difficult. We just
vocabularies. It is impossible for them to
need to be used to surround ourselves with
mastered
English. For example by watching and
a
vocabularies.
impossible to
language
To become
must
listening to the English News, listen to
increase
their
western songs, watch western movies, etc.
vocabularies to support their speaking
When we used to be surrounded by English,
ability.
it will not be difficult to be fluent in English.
and
try
the
minimum
:2011).
students
memorize
So,
with
speak
to
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
157
ISSN 2502-8723
―It's very common for any foreign
The Problems of Speaking
The problem that the students face
English speaker to get a bit nervous when
various.
speaking‖, Robby (2011). Students get
Mastering the components of speaking does
nervous when they are asked to speak in
not mean that the students have no more
English. They are not used to use English to
problems in speaking English. Student‘s
speak. It is common that they feel nervous,
lacks of confidence, nervous, lacks of
but it is not good if they do not try to
opportunity to speak are also become some
overcome it.
during
learning
speaking
is
problems for them. However there are some
Be calm and believe in your ability
ways to overcome those psychological
when you try to speak English. Be
problems. Here are some ways to overcome
confidence when you speak English. By
those problems:
doing so, it might reduce the nervous
Lack of Confidence
feeling.
Students usually stop speaking in
Afraid of Making Mistakes
English because they are lack of confidence.
One
thing
that
should
be
They are afraid of making mistake and being
remembered is everybody makes mistakes
laughed by their friend if they misspell
when they are learning a language. Pierson
words. Sometimes they think that it is a
(1996) states, ―People are listening to try to
show off to speak English in public places,
understand your meaning, not to check your
that‘s why they prefer to use their native
grammar‖. The students have to start
language than practice their English.
thinking that ―Making Mistake is Normal‖.
Mitchell (2009)mention that Self-
By doing a mistake, it does not mean that we
confidence refers to having a positive and
make a permanent mistake that can‘t be
realistic perception of ourselves and our
fixed. Robby (2011) mention that ―if you
abilities. We have some abilities and skills
constantly fear of making mistakes when
which are helpful. Thinking positively and
speaking English with people, you will
not allowing self-doubt to swamp ourselves
avoid real communication and therefore you
with negative thoughts and feelings. So, try
will find it very hard to improve your
to speak English as much as possible and
communication skills‖. So, stop seeing
don‘t be afraid of making mistake. By doing
mistake as something that can‘t be changed.
this, it might be make the students have
Practice to speak English more often can
more confidence and get used to speak
minimize the students‘ mistake in speaking
English in front of others.
English.
Nervous
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
158
ISSN 2502-8723
program is held every Sunday from 4 p.m up
Lack of Vocabularies
Lack of vocabularies can make the
to 5.30 p.m. This program is presented by
student afraid to show their ideas through
the English Department students of STKIP-
Speaking. They are lazy to look up in the
PGRI Pasuruan and Ramapati 93 fm
dictionaries when they do not know the
Pasuruan. In this program, the students can
meaning of words. Their lack of vocabulary
share
makes them afraid to speak, they are afraid
suggestion according to the topic that the
of making mistakes. The more vocabulary
broadcaster‘s choose. The students also can
words students know, the better they are
send their regards, say hello to their friends
able to comprehend. ―A large vocabulary
and request their favorite western song to be
opens students up to a wider range of
played. This program can be a good place
reading materials. A rich vocabulary also
for the students of English department to
improves students' ability to communicate
practice their speaking.
their
ideas,
opinion
―CHEMISTRY‖
through speaking‖, Vallery (2005).
Radio
and
their
English
“CHEMISTRY” Radio English Program
Program has joined with Kang Guru
Radio English Program is a program
Indonesia, a program of Australia Indonesia
which is broadcasted on radio and all the
Partnership
conversation are spoken in English. In
scholarship. The Kang Guru Indonesia
Pasuruan there are still few radio stations
program has 20 minutes duration and it is
which
program.
broadcasted before the main program of
STKIP-PGRI
―CHEMISTRY‖. The Kang Guru Indonesia
Pasuruan had ever made cooperation with
program is broadcasted based on the cassette
Suara Pasuruan 107FM in making a Radio
and it has the script too.
English Program called ―The New Rest and
―CHEMISTRY‖
broadcast
English
an
Department
English
of
deals
with
the
Radio
students‘
English
Relax‖. This program is presented by the
Program has a half and an hour duration
English Department students of STKIP-
which consist of 20 minutes Kang Guru
PGRI Pasuruan. This cooperation program
Indonesia and 70 minutes of the main
started in 2001 and end in April 2009.
program.
The
main
program
of
English
―CHEMISTRY‖ Radio English Program is
Department of STKIP-PGRI Pasuruan has a
to discuss a certain different topic for every
cooperation program with Ramapati 93 FM
week. The listeners may join the program by
Pasuruan in held an English Program called
calling or sending a text message to the
―CHEMISTRY‖. ―CHEMISTRY‖ is CHat
radio.
Since
April
2009,
the
English Mania exIST eveRy SundaY. This
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
159
ISSN 2502-8723
The
topic
discussion
of
English Department students of STKIP-
―CHEMISTRY‖ Radio English Program can
PGRI Pasuruan.
be various. It can be about daily activities or
hot events. The topic can be about hobby,
RESEARCH METHODS
movies, favorites music, tourism objects,
Research Design
sport, natural disaster, love, friendship even
Here
are
some
definitions
of
holidays. If there is a special days or events,
descriptive research that can support the
the topic discuss is about the events, for
researcher‘ decision in taking a descriptive
example in Kartini‘s Day, Independence
research in this study, which are:
Day, New Years or Lebaran Day.
1. Descriptive research, also known as
statistical research, describes data
and
Previous Study
There is one study that is related to
characteristics
about
the
population or phenomenon being
the study on Radio English Program.
studied.
Descriptive
research
Pusparini (2008) write a thesis with the title
answers the questions who, what,
―A Study on ‗The New Rest and Relax‘
where, when and how.(Wikipedia,
Radio English Program‖. In her research she
2011)
concluded that ―The New Rest and Relax‖
2. Descriptive research undertaken to
Radio English Program is a useful place for
describe a problem or issue and so
students to practice their speaking. At the
provide background or context for
time, ―The News Rest and Relax‖ is the only
persons unfamiliar with a situation
English radio program in Pasuruan. It is
(Pusparini,2008).
presented
by
the
English
Department
3. Descriptive studies are design to
students of STKIP-PGRI Pasuruan and
obtain information concerning the
Suara Pasuruan 103 fm. The program was
current status of phenomena and are
held every Sunday from 8am up to 9am.
directed toward determining the
This program is aimed to encourage the
nature of situation as it, exist at the
students to practice their speaking and also
time of the study (Shaffah, 2006).
to provide them with a specific space to
From the definitions above we can
practice English. ―The New Rest and Relax‖
conclude that descriptive research is aimed
Radio English Program has two hours
to answer the questions of who, what,
duration which consist of 20 minutes Kang
where, when and how. It also use to
Guru Indonesia and 100 minutes of the main
describes data or phenomenon that exist at
program. The hosts of this program are from
the time of study.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
160
ISSN 2502-8723
frequency
Subject of Study
semester
students
of
the
students
who
join
―CHEMISTRY‖ every week.
The subjects of this study were the
second
of
English
Department in STKIP-PGRI Pasuruan which
Tape Recorder
consisted of 178 students. In this research,
Besides
documentation,
the
the researcher took all students of English
researcher also used tape recorder to record
Department second semester students of
the
STKIP-PGRI Pasuruan as a subject of study.
―CHEMISTRY‖ Radio English Program at
There were five classes in this
Ramapati 93 FM Pasuruan. The researcher
semester. There were 36 students in class A,
also recorded the messages from the
33 students of class B, 38students of class C,
listeners‘ of ―CHEMISTRY‖. This is to
35students of class D and 36 students of
know the frequency of the students who join
class E. The reasons why the researcher
this program and also to know which one the
chose second semester as a sample was
students‘ prefer, to join online or join
because they are still fresh and they need to
through SMS line.
practice speaking more often.
Questionnaire
callers‘
A
voices
who
questionnaire
is
called
a
to
research
instrument consisting of a series of questions
Research Instrument
The researcher used three kinds of
and other prompts for the purpose of
instrument in doing the research. The
gathering information from respondents.
researcher
Questionnaire also have advantages over
used
documentation,
tape
recorder and questionnaire.
some other types of surveys in that they are
cheap, do not require as much effort from
the questioner as verbal or telephone
Documentation
Documentation is general term for a
surveys,
and
often
have
standardized
multiplicity of document in a chosen mix of
answers that make it simple to compile data
media and with certain collection. The
(Wikipedia, 2011). In this study, the
purpose of documentation is used to support
researcher gives fifteen questions in the
a tool of a process (Wikipedia, 2011). In this
form of closed questionnaire. The students
research, the researcher took the name list of
directly chose the suitable answer according
the callers and the messages‘ writer who
to their experience. The questions deals with
join
the students‘ frequency of participation
―CHEMISTRY‖
Radio
English
Program from the weekly agenda of
toward
―CHEMISTRY‖. This is done to know the
Program, the students‘ reason in joining and
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
161
―CHEMISTRY‖
Radio
English
ISSN 2502-8723
listening this program, the benefit that they
Radio English Program. The questionnaire
get in joining this program, and the problem
was filled by the second year students of
that they may face in joining this program.
English
Data Analysis
Pasuruan. There were 178 students but only
Department
of
STKIP
PGRI
The researcher documented the name
121 students who fill in the questionnaire.
of the caller and the name of the messengers
This was happened because the students
from the weekly broadcasting agenda. The
were absent in the lecture. Most of them
researcher also documented the messages
were absent because of the bad weather and
from the listeners. The researcher would put
the others were absent because they were
it on the table of name list of caller and
sick.
name list of messenger as the proof that the
The
students really join ―CHEMISTRY‖ Radio
Participation in “CHEMISTRY” Radio
English Program.
English Program
Frequency
of
The
Students’
After recorded the voices of the
To know the frequency of the
callers, the writer typed the conversation
students who participate in ―CHEMISTRY‖
became the tape scripts. The researcher also
Radio English Program, the researcher took
arranged the messages that written by the
the finding from the documentation and also
listeners.
from the questionnaire.
After getting the data from
questionnaire, the researcher analyzes the
The first question was asked whether
data into the following step:
the students know ―CHEMISTRY‖ Radio
The researcher measured and presented the
English Program in Ramapati 93 FM or not.
result by using the following formula :
This question aimed to knew how many
F
Z= ________
students of English Department of STKIP
X 100%
PGRI
N
Note:
Pasuruan
know
about
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
Z= Present of the respondent
F= Frequency of the students
There were 110 students (91%) who
N= Total number of the respondents
answered ―yes‖ which meant that they knew
FINDING AND DISCUSSION
this program and 11 students (9%) said ―no‖
Finding
which meant that they admitted to know
The finding was analyzed based on
nothing about this program.
the documentation and questionnaire. The
The second question was about how
documentation was taken from the name list
they got to know to ―CHEMISTRY‖ Radio
and the contents of the callers and the
English Program in Ramapati 93 FM. This
messages‘ writer who join ―CHEMISTRY‖
question affects the students in participating
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
162
ISSN 2502-8723
―CHEMISTRY‖ Radio English Program. 52
program by calling to the radio than sending
students (43%) said that they knew this
message. Here, on the fifth question there
program from their friends. There were 42
were three options. The first option was
students (35%) answered that they knew this
directly can chat with the broadcasters.
program from their lecturer, 16 students
There were 4 students (3%) who chose this
(13%) said that they knew from the radio
option. 9 students (8%) answered that they
station. While the rest, 11 students (9%) did
preferred join by calling to the radio because
not answer this question because they never
they could directly practice speaking. 3
knew this program.
students (2%) chose the third option that
The third question dealing with the
students‘
frequency
in
was to increase their self confidence. For the
listening
students who preferred to join by sending
―CHEMISTRY‖ Radio English Program in
message, they who did not have to answer
a month. There were three option of answer
this question but directly answered number
in this question. The first was 1-2 times in a
6. There were 105 students (87%) did not
month, 54 students (45%) chose this answer.
answer this question.
28 students (23%) chose the second answer
The sixth question was given to
that was 3-4 times in a month. 39 students
know why the students preferred to join this
(32%) chose the third option which admit
program by sending message than by calling
that they never listen this program.
to the radio. There were also three options
For the next question, that was the
answers to this question. 26 students (21%)
fourth questions, the question was about the
stated that they prefer join by sending
way in joining ―CHEMISTRY‖ Radio
message because they did not have self
English Program. There are two ways of
confidence in calling. 43 students (36%)
joining this program that was by calling to
stated that they were afraid of making
the radio and by sending message to this
mistake if call directly. 25 students (21%)
program. I6 students (13%) chose the first
stated that they preferred join by sending
choice that was by calling to the radio. 94
message because it was difficult to join
students (78%) chose the second option that
online. 27 students (22%) did not answer
was by sending message. The others 11
this question.
students (9%) did not answer this question
because they never knew and never joined
The Student’s Intention in Listening and
this program.
Joining “CHEMISTRY” Radio English
The fifth question was given to know
Program
why the students preferred to join this
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
163
ISSN 2502-8723
The question number seven was
discuss about related events such as Lebaran
given to know the students intention in
Day, Valentine Day, etc. 10 students (8%)
listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio
preferred to discuss about tourism object
English Program. There were 36 students
while 2 students (2%) preferred to discuss
(30%)
about college. The rest 11 students (9%) did
that
joined
―CHEMISTRY‖
to
practice speaking. 27 students (22%) stated
not answer this question
that they joined ―CHEMISTRY‖ to listen to
The ninth question was about the
the English song. Another 15 students (13%)
reason why the students did not join
stated that they wanted to practice listening
―CHEMISTRY‖ Radio English Program. 57
by listening to ―CHEMISTRY‖. There were
students (47%) admitted that they could not
also
joined
listen and joined ―CHEMISTRY‖ because
―CHEMISTRY‖ because they wanted to
they had another activity on Sunday while
send greeting. Another 14 students (12%)
26 students (21%) stated that they forgot the
stated that they wanted to get more score in
day and time of broadcaster. Other reasons
speaking and listening class. 2 students (1%)
were divided into: could not reach the radio
admitted that they joined ―CHEMISTRY‖
wave-15 students (12%), lazy-10 students
because they were the broadcaster. 2
(8%), did not know the telephone number-4
students
were
students (3%), did not have radio-3 students
interested in the topic that was discussed in
(3%), the topic was not interesting-3students
―CHEMISTRY‖. The rest 11 students (9%)
(3%) and 3 students (3%) said that they had
did
no reason in not joining ―CHEMISTRY‖.
14
students
(1%)
not
have
stated
any
(12%)
that
reason
they
in
join
―CHEMISTRY‖.
know
The Benefits that The Students Get in
The next question was aimed to
Joining “CHEMISTRY” Radio English
the
Program
students
favorite
topic
in
―CHEMISTRY‖. This question was given
The finding of the benefit that the
because the researcher wanted to know
students get in joining ―CHEMISTRY‖
whether the topic was affecting the students
Radio English Program was taken from the
in participating in ―CHEMISTRY‖ Radio
questionnaire number 10 up to number 13.
English Program or not. 51 students (42%)
Question number 10 was asking
stated that their favorite topic was about
about the benefit that the students get in join
love, while topic about friendship was being
this program. 68 students (56%) said that the
liked by 20 students (17%). 17 students
benefit was that they could practice speaking
(14%) liked to discuss about teenagers‘
and
problem and 10 students (8%) liked to
More confident in speaking English was the
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
164
listening
through
―CHEMISTRY‖.
ISSN 2502-8723
benefit that being gotten by 28 students
Radio English Program could be a good
(23%). Other reasons were divided into: add
place for them to practice speaking but did
knowledge-10
add
not state the reason. On the other hand, there
vocabulary 2 students (2%), and get more
were 11 students said that ―CHEMISTRY‖
score from listening and speaking class-2
Radio English Program could not be a good
students (2%). The rest 11 students admitted
place for them to practice speaking. They
that they got no benefit from this program.
also had different reasons, which were: there
students
(8%),
Talking about the benefit that the
was no native speaker-5 students (4%),
students got, the researcher also needed to
some
broadcaster
were
unnatural
in
know what the students‘ opinions about
speaking-3 students (2%), the caller already
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
wrote their opinion-1 student (1%) and 3
Here, in question number 11, the researcher
students who said that ‖CHEMISTRY‖
got various answers. 106 students (88%)
Radio English Program could not be a good
admitted that ―CHEMISTRY‖ was good
place for them to practice speaking but did
program with various reasons, that was: to
not state the reason.
practice and increase listening and speaking
The Problems that The Students Face in
skill-58 students (48%), to develop self
Joining “CHEMISTRY” Radio English
confidence-21 students (17%), to promote
Program
STKIP-PGRI Pasuruan-17 students (14%),
Question number 14 deals with the
other people could listen to me-6 students
problem that the students faced in joining
(5%), 4 students (3%) who said that
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
―CHEMISTRY‖ was a good program but
There were many problems that the students
did not give reason.
faced in joining this program. 58 students
On the next question, 110 students
(41%) stated that they had other activity on
(91%) stated that ―CHEMISTRY‖ Radio
Sunday, so they could not join this program,
English Program could be a good place for
33 students (23%) stated that they had
them to practice speaking. The 110 students
difficulty in joining online, 14 students
had different reasons, they were: the
(10%) stated that they could not reach the
communication was in English-58 students
radio wave, 12 students (9%) said that they
(48%), could
were lack of vocabulary, 11 students (8%)
students
practice
(17%),
could
pronunciation-20
develop
self
said that the topic was not interesting, 11
confidence-16 students (13%), could add
students (9%) said that they got difficulty in
vocabulary-6students (5%) and 10 students
hearing the broadcaster‘s voice and 2
(8%) who agreed that ‖CHEMISTRY‖
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
165
ISSN 2502-8723
students (1%) admitted that they had no
speaking. Here, the researcher suggests the
difficulty in joining this program.
students to be more active in participating
The last question would be about the
online to practice their speaking.
students‘ suggestion toward this program.
From the finding that was stated in
There were many suggestions that the
the subchapter before, it was known that
students gave to this program. 36 students
most of the students in second semester have
(23%) said that ―CHEMISTRY‖ Radio
already known about ―CHEMISTRY‖ Radio
English Program should add quiz and prizes,
English Program. However, there were also
31 students (20%) said that ―CHEMISTRY‖
small amount of students who still did not
Radio English Program should make an
know
English club, 25 students (16%) said that
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
Some of the students knew ―CHEMISTRY‖
should add newest song, 19 students (12%)
Radio English Program from their friends or
wanted
classmates, some knew from the lecturer and
―CHEMISTRY‖ Radio
English
Program to invite native speakers, 18
about
the
existence
of
the other knew from the radio.
students (11%) suggested to keep up the
There are two ways for the students
quality of the show, 15 students (9%)
to join this program, the first is by calling to
wanted longer duration and 15 students (9%)
the radio and directly chat with the
suggested ―CHEMISTRY‖ Radio English
broadcaster and the second is by sending
Program to add some grammar and idiom.
message to the radio. The message can be
Discussion
their opinion about the topic that is being
The
students
preferred
to
join
discussed or it can be their regards to friends
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
or just request song.
through SMS line better than online by
Based on the questionnaire, there
calling to the radio. This condition happened
were only few students who preferred to join
may be because the students had no
online by calling to the radio than join
confidence in speaking in public, also
through SMS line. Moreover, the weekly
because
broadcasting agenda also stated that most of
they were
afraid
of making
mistakes, nervous and lack of vocabularies.
the students participated through SMS line
As the researcher had stated in
than to directly call to the radio and practice
chapter II, lack of confidence, afraid of
their speaking.
making mistakes, nervous and lack of
Those who preferred to join online
vocabularies are the problem of speaking.
wanted to directly chat with the broadcasters
These problems made the students stop
and practice their speaking. Also they said
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
166
ISSN 2502-8723
that by calling, they wanted to increase their
wanted to practice speaking, some students
self confidence in speaking.
said they wanted to listen to the English
In the contrary, there were many
song, and a few students admitted that they
students who were still afraid to join online
wanted to practice listening, to send
and chose to join in SMS line. According to
greeting, to get more score in speaking and
the questionnaire, the students chose to join
listening class, and because the topic was
by sending message because they were
interesting.
afraid to make mistake if they joined online.
The students also stated their reasons
The students were ashamed and did not have
why they rarely joined this program. They
self confidence to speak in public.
said they had other activity on Sunday.
As stated in chapter II, afraid of
Here, the researcher suggests the students to
making mistake is one of the problems in
spare a few of their time to listen and join
speaking English. Students are afraid to be
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
laughed when they are making mistakes.
Although they have other activities, at least
Here the researcher suggests the students
they can listen to this program while doing
have to start thinking that making mistake is
other activities if it is possible. If it is
normal.
as
impossible to listen to this program while
something unchangeable, practice speaking
doing another activity, they still can join this
more and more so the students can minimize
program through SMS line. They may ask
the mistakes that they make.
their friends what is topic then they can send
So,
stop
seeing
mistake
This lack of confidence syndrome
their opinion through SMS line.
must be gotten rid of as soon as possible. As
Forget the broadcaster time and day
stated in chapter II, lack of self-confidence
also became a reason why the students
is characterized by: self- doubt, passivity,
seldom joined the ―CHEMISTRY‖ Radio
sensitivity to criticism, and distrust. Students
English
stop speaking English because they do not
researcher suggests the broadcasters to
trust himself, afraid to be laughed and afraid
remind their friends about the program, it
to be criticized if they misspell words.
can be through SMS or Facebook. Also for
Program.
To
solve
this,
the
According to the questionnaire, most
the students who already know this program
of the students listened this program only
they also can remind their friends to join and
once up to twice a week. However, there
share their ideas, practice speaking and
were some students who faithfully joined
listening through ―CHEMISTRY‖ Radio
this program. Many reasons made them join
English Program.
this program. Most students stated that they
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
167
ISSN 2502-8723
Other factors that made the students
There are many benefits that the
not joining this program was from the
students
could
technical problem which was the radio wave
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
could not reach a certain place farther which
Most students said that they could practice
could be the place where some students live.
their speaking and listening. They could
Here, the researcher suggest the radio station
practice
to enlarge the radio wave throughout
broadcasters‘ conversation and listen to the
Pasuruan municipality and regencies in
English songs. They could practice speaking
order the students who lives in regencies can
if they join online. If the students joined this
participate this program.
program regularly, slow but sure they will
listening
get
by
by
joining
listen
to
the
The vital equipment to join the
get used to speak English and it could
―CHEMISTRY‖ Radio English Program is
increase their ability in speaking. They also
radio. If the students do not have the radio,
said that they could be more confident in
they can be lazy and have no clue about
speaking English because this program
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
asked them to communicate in English.
The researcher suggests the students to have
Other benefits that they got from
radio. If they do not have the radio, they
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
cannot join this program, because they will
were
not know the time duration of this program,
vocabularies. As stated in chapter II, our
when is the time to receive caller, to play the
vocabularies could show our ability in
commercial and to play the songs.
speaking. So, when the students
adding
knowledge
and
adding
got
Another factor in not joining this
difficulty in expressing their ideas by words,
program was because the students who
it could be caused by their lack of
thought that the topic was not interesting.
vocabularies. By starting to participate
According to the questionnaire, most of the
―CHEMISTRY‖ Radio English Program,
students interested when the topic discussed
the students could add their vocabularies. A
about
teenager‘s
few students admitted that by joining this
problem. Other students also liked the topic
program they could get more score from the
when it talked about tourism object and
lecturer in the speaking and listening class.
love,
friendship
and
college. So, the suggestion is directly
The researcher also needed to know
dedicated to the broadcaster in order to
the
choose interesting topic for each week. By
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
doing so, the students may interested in join
Their opinions about this program influence
online or join through SMS line.
their participation in this program and the
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
168
opinion
of
the
students
about
ISSN 2502-8723
benefits that they got by joining this
Program.
The
researcher
suggests
the
program. Most of the students agreed that
students to help the promotion by inviting or
this program was good but there were also
asking their friends to participate to this
some students that disagreed and said that
program. Some students admitted that they
this program was less good.
started know and join ―CHEMISTRY‖
They, who were agree that this
Radio English Program because the lecturer
program was good, stated different reasons.
asked them to do so, it means that the
Most of them said that this program was
lecturer also took a significant part in
good to practice speaking and listening skill
promoting this program.
so they could increase their speaking ability.
The
students
admitted
that
They also said that this program was good to
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
develop
in
was a good place to practice speaking and
communicating in English. As stated in
they also admitted that this program could
chapter II, self confidence referred to having
increase their speaking ability. They said so
a positive perception of our ability. By
because the communication in this program
joining this program the students could
was in English which made them could
practice their English regularly and it could
practice their pronunciation, develop self
add their self confidence.
confidence and add their vocabulary. They
their
self
confidence
Other students said that this program
was
good
to
promote
STKIP
also said this program could increase their
PGRI
ability in speaking because they could
Pasuruan. Other people who listen to
practice speaking so they could be more
Ramapati 93 FM would know that the
fluent in speaking English.
students of STKIP PGRI Pasuruan were able
As stated in chapter II, to be able to
to communicate in English, and who knew
speak English, the students had to master
they interested to send their son, daughter,
some
niece, nephew or maybe themselves to study
components of speaking are pronunciation,
in STKIP PGRI Pasuruan.
fluency and vocabularies. So, when the
There was a few students said that
component
of
speaking.
The
students admitted that they could practice
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
their
was less good. They said so because they
fluency through ―CHEMISTRY‖ Radio
never knew and never heard this program.
English Program, they might continue
Lack of promotion could be one of the
participating this program to increase their
problems that made the students have no
speaking ability. For they who had not
clue about ―CHEMISTRY‖ Radio English
joined, they may started to join and make
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
169
pronunciation,
vocabularies
and
ISSN 2502-8723
―CHEMISTRY‖ Radio English Program as
by starting to listen to this program and try
a place to practice speaking outside the
to speak words as many as they can.
classroom.
However, there were few students
Many problem faced by the students
who did not have problem in joining
in joining ―CHEMISTRY‖ Radio English
―CHEMISTRY‖ Radio English Program. In
Program, this could make them hard to get
conclusion, the researcher felt that those
the benefit to this program. The biggest
entire problems could be solved if the
problem was they have other activity on
students were willingly to join this program
Sunday. As stated in sub chapter before, the
and hardly trying to solve the problems.
solution to this problem was by spare a few
of
their
time
to
listen
and
Add newest song and invite native
join
speakers are also the suggestion from the
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
students. The next suggestions are keeping
Although they had other activities, at least
up the quality of ―CHEMISTRY‖ Radio
they could listen to this program while doing
English Program and make longer duration.
other activities if it was possible. If it was
In conclusion, the students care about
impossible for them for them to listen every
―CHEMISTRY‖ Radio English Program and
week, they may join at least once up to twice
they proofed it by giving their useful
a month.
suggestion and it is hoped that the program
can fulfill the students‘ suggestion in order
The next problem was difficult to
join online. This condition might be happen
to have a better radio program.
because the students did not listen to the
radio, so they did not know the duration
Conclusion
time, when is the time to receive callers, to
There were various reasons related to
commercial break, to read a message or to
the
play the songs.
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
Lack
of
vocabulary
intention
in
joining
also
The students could practice speaking and
significant problem for the students in
listen to the English song. The students also
joining
English
could practice listening, send greeting and
Program. Sometimes students were afraid to
even got more score for speaking and
show their ideas through speaking. Their
listening class. The choosing of the topic
lack of vocabularies made them think twice
also influenced the student‘s intention in
before they share their ideas. The researcher
joining
suggests the students to add their vocabulary
Program. Love, friendship, teenage problem
―CHEMISTRY‖
was
students‘
Radio
―CHEMISTRY‖
Radio
English
were some of the students‘ favorite topics.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
170
ISSN 2502-8723
Some students not always joined this
some of the broadcasters were unnatural in
program due to several reasons, such as had
speaking English.
another activity on Sunday, forgot the day
and time, could not reach the radio wave,
Suggestions
lazy, did not have radio and because they
For
the ―CHEMISTRY‖ Radio
did not interesting on the topic that was
English Program: they have to increase the
being discussed.
broadcaster quality, the broadcaster should
Students of English Department of
practice more to speak more fluently and
STKIP PGRI Pasuruan, especially 2010
naturally, Choose an interesting topic every
generation got so many advantages by
week, Make an English club, Invite native
listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio
speakers. And for the Students of English
English
could
Department of STKIP PGRI Pasuruan that
practice their listening and speaking skill
they have to Start to join ―CHEMISTRY‖
because this program used English to
Radio English Program to increase speaking
communicate
ability, Don‘t be afraid to join online and
Program.
with
The
the
students
listeners.
The
students also got more confidence because
remember that making mistake is okay
they could practice their English here. By
joining this program, they got more score
REFERENCES
from their lecturer and increased their ability
in
speaking
English.
Besides
Gebhard, Jerry G.2000. Teaching English as
a Foreign or Second Language. The
University of Michigan Press
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced
Learner‘s Dictionary of Current
English. Oxford: Oxford University
Press
Kukurs, Robby.2011. Nervous when
Speaking English, (Online),
(http://helping-you-learnenglish.com/nervous-whenspeaking.html, accessed on April
11th, 2011)
Mc Guigan, Brendan.2011. What Is
Grammar?, (Online),
(http://www.wisegeek.com, accessed
on April, 11th, 2011)
Mitchell, Sharon.2009. Self Confidence,
(Online),
(http://studentsaffair.com/selfconfidence.html, accessed on April,
17th, 2011)
that,
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
also
good
to
promote
STKIP
PGRI
Pasuruan, other people who listened to this
program would know that the students of
STKIP PGRI Pasuruan could communicate
in English well. On the other hand, there
were a few students who could not get any
advantages because they still did not know
about
―CHEMISTRY‖
Radio
English
Program and never heard this program.
Some of the students felt that this program
could not be a place to practice speaking
because there was no native speaker and
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
171
ISSN 2502-8723
Mlinar.2008. Pronunciation Is a Physical
Exercise, (Online),
(http://www.languagebits.com/phone
tics-english/pronunciation-is-aphysical-exercise/, accessed on April
22nd, 2011)
Paul, David. 2004. Teaching English to
Children in Asia.Pearson Education
Asia Limited Hong Kong.
Pusparini, Diah Anita. 2008. A Study on
―The New Rest And Relax‖Radio
English Program. Unpublished S-1
Thesis. Pasuruan: Institute of
Teacher Training and Education
PGRI Pasuruan.
Rimando, Grace.2010. How to Speak
English
Fluently,
(Online),
(http://www.buzzle.com/articles/how
-to-speak-english-fluently-ideas-andtips-on-how-to-speak-english.html,
accessed on March 28th,2011)
Rini,Sulistiyo. 2008. A Study on The
Teaching Speaking of The Second
Year Students on SMA N 1 Pasuruan.
Unpublished S-1 Thesis. Pasuruan:
Institute of Teacher Taining and
Education PGRI Pasuruan.
Roring, Charles.2011. How to Improve your
English Pronunciation Skill,
(Online),
(http://www.englishland.or.id/learnin
g/04-reading/036-englishpronunciation.htm, accessed on April
11th, 2011)
Smith, Anna.2011. Speaking is No Small
Task, (Online),
(http://www.stutteringhelp.org/defaul
t.aspx?tabid=417, accessed on April
11th, 2011)
Waring, Rob. 2002. Vocabulary, (Online),
(http://www1.harenet.ne.jp/waring/vocab/principles/early.htm,
accessed on April 11th,2011 )
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
172
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
BACAAN ANAK SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM
MENYIAPKAN PESERTA DIDIK BERKARAKTER
Nur Samsiyah
IKIP PGRI MADIUN
[email protected]
Abstrak
Pendidikan berupaya untuk mengembangkan pola pikir dan potensi siswa. Peran guru tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan teladan dalam berperilaku. Guru yang mampu mendidik
karakter siswa adalah yang memiliki kemampuan mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik sebagai guru
profesional. Guru dituntut untuk profesional baik dalam pembelajaran maupun dalam bersikap dan akan
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran dengan disertai penerapannya.
Salah satu penerapan dalam pembelajaran dengan menyediakan bacaan anak. Fungsi bacaan anak adalah
untuk memenuhi kebutuhan anak akan informasi, memberikan kesenangan/hiburan dan pemahaman tentang
kehidupan. Dengan menyediakan bacaan anak yang memiliki pesan dan amanat yang baik akan menciptakan
karakter pada anak. Karakter anak akan muncul dengan melihat bacaan yang disenangi, sehingga menjadikan tokoh
sebagai bagian dari karakter yang perlu ditiru.
Kata-kata kunci: pendidikan karakter, bacaan anak
Abstrac
Education should be able to change the learner towards goodness in accordance with national education
goals. Education seeks to develop the mindset and potential students. The teacher's role is not only transfer of
knowledge
but
also
set
an
example
in
the
act.
Teacher capable of educating students is a character that has the ability is fundamental to the formation of a good
personality as a professional teacher. Professional teachers are required for both in learning and in attitude and will
integrate character education into subjects with accompanying application.
One application of learning by providing children reading. Child reading function is to meet the child's
needs for information, Leisure / entertainment and understanding of life. By providing children with reading the
message and the message that will either create a character in children. Characters will appear with the child see that
reading groove, making figures as part of the character that needs to be replicated.
Key words: professional teacher, character education.
pilihan bacaan anak yang semakin beragam
PENDAHULUAN
akan
dan dengan kemasan yang semakin menarik.
pentingnya peranan bacaan anak dalam
Selain disajikan melalui media cetak, seperti
mencerdaskan kehidupan bangsa akhir-akhir
buku, majalah, lembar anak surat kabar edisi
ini semakin meningkat. Hal ini tidak hanya
minggu, dalam perkembangan lebih lanjut
ditandai dengan didirikannya taman bacaan
juga
anak ataupun kelompok pecinta bacaan anak
multimedia (gabungan teks, gambar, animasi
di berbagai tempat, tetapi juga tersedianya
dan suara dalam satu paket) yang dengan
Perhatian
dan
kesadaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
173
dapat
dinikmati
dalam
bentuk
ISSN 2502-8723
mudah dapat diakses di internet.bahkan
memprihatinkan. Belum lagi masalah sikap
berbagai buku-buku paket disajikan dalam
dan perilaku serta tindak kekerasan yang
bentuk BSE. Melalui pembelajaran bahasa
dilakukan remaja. Sehingga banyak kritik
ditumbuhkan sikap bangga menggunakan
yang ditujukan oleh guru dalam menangani
bahasa
peserta didik terutama bidang karakter, nilai-
Indonesia
sehingga
tumbuh
penghargaan akan pentingnya nilai-nilai
nilai
yang terkandung dalam bahasa Indonesia.
sekarang ini mulai ditanamkan sejak anak
(Masnur Muslich, 2012 : 4)
usia dini, sehingga guru lebih mudah
Melalui
bacaan
anak
berbagai
informasi pengetahuan, teknologi, budaya,
sejarah,
maupun
mencerminkan
karya
sastra
keanekaragaman
anak
bermanfaat
menitik
beratkan
pada
pengembangan
intelektual saja, tanpa memperhatikan nilainilai kepribadian. Dengan kata lain aspek
dalam diri siswa terutama kebajikan moral
baik, yang menonjolkan aspek negatif juga
kurang mendapat perhatian. Sejauh ini
menyajikan gambar-gambar yang kurang
kekhawatiran
pantas dilihat anak. Hal ini tentu saja akan
terbesar
dalam
dunia
pendidikan adalah tindak kekerasan yang
mempengaruhi pembentukan identitas diri
dilakukan anak-anak muda.
anak,
Zubaedi
khususnya dalam perkembangan bahasa dan
bahwa
sastra Indonesia.
(2011:268)
pendidikan
terintegrasi
Masalah utama dalam pembelajaran
di
mengatakan
karakter
dalam
secara
pembelajaran,
dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai,
pada pendidikan formal dewasa ini adalah
memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan
masih rendahnya daya serap peserta didik.
Hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
bagi
materi pada peserta didik, sehingga hanya
dijumpai bacaan anak yang berisi kurang
senantiasa
muda
hanya memberikan kontribusi konsep dan
bangsa Indonesia. Selain masih sering
yang
generasi
Karena professional dalam pembelajaran
belum tentu sesuai dengan akar budaya
didik
sekaligus
hanya professional dalam pembelajaran saja.
terjemahan pengarang luar negeri yang
peserta
sehari-hari
dalam
tuntutan dalam pekerjaan, namun tidak
bagi
Indonesia masih didominasi karya-karya
kepribadian
kehidupan
baik
Professional bagi guru merupakan
tidak dapat dipungkiri bahwa bacaan anak di
perkembangan
kebiasaan
bangsa yang lebih baik di masa depan.
pengembangan identitas diri anak. Namun,
dan
menanamkan
karakter
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan
budaya
itu, nilai-nilai kehidupan yang terkandung di
bacaan
Pendidikan
mempersiapkan
yang
bangsa Indonesia dapat ditampilkan. Selain
dalam
moralnya.
sangat
174
pentingnya
nilai-nilai,
penginternalisasian
nilai-nilai
dan
ke
dalam
ISSN 2502-8723
tingkah
laku
peserta
didik
sehari-hari
serta peradaban bansa yang bermartabat
melalui proses pembelajaran, baik yang
dalam rangka mencerdaskan kehidupan
berlangsung di dalam maupun di luar kelas
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
pada semua mata pelajaran.
potensi peserta didik agar menjadi manusia
Pendidikan karakter bukan sekedar
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
mengajarkan peserta didik dengan ayat,
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
dalil, ataupun teori-teori kebaikan. Guru
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
sebagai
warga
ujung
terlaksananya
kegiatan
pembelajaran harus mampu menerapkan dan
Negara
yang
demokratis
serta
bertanggung jawab.
member contoh pada setiap perilakunya.
Tujuan pendidikan nasional tersebut
Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai
sangatlah lengkap jika dikaji satu persatu.
model bagi peserta didik yang senantiasa
Namun yang paling utama tujuan tersebut
dicontoh dan ditirukan, bukan hanya sekedar
mengacu pada istilah karakter yang harus
metode
yang
dicapai. Menurut kementerian pendidikan
cenderung monoton dan menganggap semua
nasional Balitbang, (2010:3) menyebutkan
peserta didik itu sama, sehingga kegiatannya
karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau
didominasi oleh guru. Ngainum Naim
kepribadian seseorang yang terbentuk dari
(2012:18) mengemukakan bahwa ada begitu
hasil
banyak
pembelajaran
persoalan
tradisional
internalisasi
berbagai
kebijakan
yang
mencerminkan
(virtues) yang diyakini dan digunakan
lemahnya karakter positif
dalam dunia
sebagai landasan untuk cara pandang,
pendidikan. Kita bisa menyimak pada kasus
berfikir, bersikap, dan bertindak.
tawuran pelajar yang semakin hari semakin
Menurut Zubaedi (2011: 273) ada
mengerikan, korupsi di kalangan birokasi
banyak
pendidikan, semakin banyaknya guru yang
karakter ke dalam mata pelajaran, antara
tidak bisa lagi menjadi teladan hingga
lain,
mewabahnya demoralisasi pelajar.
dikandung dalam setiap mata pelajaran,
Undang-undang Republik Indonesia
cara
mengintegrasi
mengungkapkan
nilai-nilai
nilai-nilai
yang
pengintegrasian nilai-nilai karakter secara
nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem
langsung
Pendidikan Nasional merumuskan fungsi
menggunakan perumpamaan dan membuat
dan tujuan pendidikan nasional yang harus
perbandingan
digunakan dalam mengembangkan upaya
serupa dalam hidup para siswa, mengubah
pendidikan
hal-hal
bahwa,
di Indonesia menyebutkan
pendidikan
nasional
ke
dalam
dengan
negatif
mata
pelajaran,
kejadian-kejadian
menjadi
positif,
berfungsi
mengungkapkan nila-nilai melalui diskusi
mengembangkan dan membentuk watak
dan brainstorming, menggunakan cerita
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
175
ISSN 2502-8723
untuk menemukan nilai-nilai, menceritakan
telah
kisah
karakteristik
hidup
orang-orang
besar,
disaring
dan
anak.
Isah
dengan
Cahyani
Hodijah
mengintegrasikan nilai-nilai, menggunakan
membaca
drama untuk melukiskan kejadian yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
berisikan nilai-nilai, menggunakan berbagai
untuk memperoleh pesan, yang hendak
kegiatan seperti kegiatan amal, kunjungan
disampaikan melalui media kata-kata/bahasa
social, field trip/outbound, dan klub-klub
tulis
kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai
kebiasaan membaca bacaan anak, maka
kemanusiaan.
secara
adalah
menyatakan
dan
menggunakan lagu-lagu dan musik untuk
Melalui pendidikan karakter anak-
(2007:98)
sesuai
suatu
Dengan
bahwa
proses
yang
menumbuhkembangkan
tidak
langsung
meningkatkan
selain
dapat
pengetahuan
dan
anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
keterampilan berbahasa dan mengapresiasi
baik dan mempunyai komitmen untuk
sastra Indonesia pada diri anak, juga
melakukan berbagai hal yang terbaik dan
meningkatkan pemahaman antar budaya
melakukan segala sesuatu dengan benar dan
(understanding
cenderung memiliki tujuan hidup. Sehingga
gilirannya
pendidikan karakter ditanamkan guru sejak
(sense of belonging) dalam ikatan (budaya)
usia dini atau dikatakan sebagai tahap
keindonesiaan.
pembentukan karakter sampai usia tua atau
Pembahasan
tahap pembijaksanaan.
1.
of
akan
culture)
membentuk
yang
pada
kesadaran
Pengertian Bacaan Anak
Pendidikan harus mampu mengubah
Bacaan anak pada hakikatnya adalah
dan mengembangkan kearah perbaikan.
bacaan yang ditujukan untuk dikonsumsi
Karena pendidikan yang mampu mendukung
anak dengan cara pengungkapan baik dari
pembangunan di masa mendatang adalah
segi isi maupun bentuk menggunakan sudut
pendidikan yang mampu mengembangkan
pandang atau kacamata anak dan ragam
potensi
peserta
didik,
bersangkutan
mampu
memecahkan
masalah
sehingga
yang
bahasa anak (lihat Huck, dkk dalam
menghadapi
dan
Sumardi: 2003: 136; dan Lukens dalam
atau
problema
Nurgiyantoro, 2005: 8).
kehidupan yang dihadapinya.
Fungsi bacaan anak adalah untuk
Bertolak dari realitas tersebut, perlu
dilakukan
pendayagunaan
sebagai
sarana
bacaan
pembinaan
memenuhi kebutuhan anak akan informasi,
anak
memberikan
kesenangan/hiburan
dan
dan
pemahaman tentang kehidupan. Mengingat
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
perkembangan emosional dan intelektual
Bacaan anak yang digunakan tentunya yang
anak
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
176
yang
masih
terbatas,
maka
isi
ISSN 2502-8723
kandungan bacaan anak pun mempunyai
dongeng (fabel, legenda), cerita bergambar
keterbatasan
(picture
dalam
bentuk
dan
isi,
book),
puisi,
maupun
komik.
disesuaikan dengan tingkat pemahaman
Demikian pula bacaan non fiksi, beragam
yang dapat dijangkau oleh pikiran dan daya
bentuk dapat kita jumpai, seperti jurnal,
fantasi anak dalam memandang dunia dan
repotase, biografi, atau berita. Semua jenis
kehidupan yang dijalaninya.
bacaan anak tersebut dapat kita temukan
Bacaan
anak
berisi
baik dalam bentuk cetak, seperti buku,
informasi cerita atau teks bacaan yang
majalah, lembar anak surat kabar edisi
mudah diimajinasikan. Bacaan anak tidak
minggu maupun dalam bentuk multimedia.
hany berisi dongeng anak, tetapi juga
Salah satu jenis fiksi yang sering dibaca
kehidupan
anak adalah sastra.
orang
biasanya
dewasa,
binatang,
tumbuhan atau makhluk hidup lain. Bahkan
Sastra merupakan gambaran hidup
bacaan anak yang berupa dongeng sering
dan kehidupan yang dituangkan dalam
menjadi
dan
bentuk cerita yang dipoles sehingga menarik
tersebut
perhatian. Sastra merupakan kata yang
masuk akal ataupun tidak. Sebagai bacaan
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu, Sas
anak, maka ragam bahasa yang digunakan
yang berarti mengarahkan, mengajarkan
biasanya juga ragam bahasa anak, dengan
atau memberi petunjuk dan -Tra yang berarti
diksi, penalaran dan struktur bahasa yang
menunjukkan alat atau sarana. Jadi sastra
masih
cerita
menakjubkan,
yang
meskipun
sederhana,
menarik
cerita
disesuaikan
tingkat
berarti alat atau sarana yang digunakan
Kalimat
yang
untuk mengajar. Sementara dalam bahasa
dipergunakan lugas, tidak bertele-tele, meski
Inggris sastra biasa dipadankan dengan kata
tidak harus selalu menggunakan kalimat
Literature, dalam bahasa Jerman Literatur.
tunggal.
sastra Indonesia ―sastra yang aslinya ditulis
2.
dalam bahasa Indonesia, mengingat sastra
pemahaman
anak.
Jenis Bacaan Anak
Bacaan
anak
amat
dan bahasa erat saling berjalin‖ (enre,
beragam,
terbentang mulai dari bacaan yang berisi
1963:10).
informasi faktual sampai cerita/kisah-kisah
Sastra yang banyak digemari anak
imajinatif yang semuanya dibutuhkan anak
dalam
masa
mengembangkan
pertumbuhannya
kepribadian
dan
misalnya komik. Bentuknya yang kecil dan
untuk
deretan potongan gambar dalam kotak-kotak
jati
dilengkapi teks, mudah ditemui dalam
dirinya. Bacaan anak terdiri dari fiksi dan
bentuk komik buku atau komik strip. Pada
non fiksi. Bacaan fiksi anak juga mengenal
komik anak biasanya para tokoh ditampilkan
genre sastra dalam wujud novel, cerpen,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dalam bentuk fisik yang lucu, aneh, karakter
177
ISSN 2502-8723
dan tingkah lakunya khas atau mempunyai
Juga
kekuatan luar biasa. Sebut saja tokoh
Cindrelela sang upik abu, Aladin dan lampu
Doraemon, Crayon Sinchan, Donald Bebek,
ajaib, dsb. Sastra tulis adalah jenis sastra
Micky Mouse, atau Uzumaki Naruto, tentu
yang ditulis. Barangkali pada masa sekarang
anak-anak
lagi
sastra yang tertulis hampir kita dapatkan di
mendengarnya. Unsur suspense pada tokoh-
semua toko buku. Tinggal bagaimana kita
tokoh yang saling bertentangan, konflik
mengolah sastra lisan dan tulisan dan
yang seru dan mencekam, serta gambar-
membuat anak-anak tertarik.
sudah
tidak
asing
gambar aksi yang luar biasa, dan hanya
sedikit
waktu
yang
Selain
lain
komik
seperti
buku-buku
kisah
cerita
untuk
rakyat Indonesia, misalnya Timun Mas,
menyelesaikan pembacaan cerita membuat
Malin Kundang, Cindelaras, Sangkuriang,
anak selalu ingin membaca kembali komik
Lutung Kasarung, atau Joko Kendil yang
bersangkutan
berikutnya
menjadi salah satu basis dari genre sastra
(Nurgiyantoro, 2005: 407-440). Menurut
anak, biasanya dikoleksi sekolah melalui
Santoso (2003, 8.3) sastra anak adalah karya
program pemerintah. Melalui buku cerita,
seni yang imajinatif dengan usur estetisnya
selain menjadi sarana menanamkan moral
dominan yang bermediumkan bahasa baik
budi pekerti kepada anak, juga mengangkat
lisa maupun tertulis yang secara khusus
dan mewariskan khazanah sastra nusantara
dapat dipahami oleh anak-anak dan eriidi
(yang
tentang dunia ayangg akrab dengan anak-
Indonesia) dari generasi sebelumnya kepada
anak. Sementara itu, menurut Sarumpaet
anak.
(Dalam Santoso, 2003, 8.3), sastra anak
3. Kontribusi Bacaan Anak
pada
dibutuhkan
tokoh-tokoh
seri-seri
merupakan
bagian
dari
sastra
adalah karya satra yang dikonsumsi anak
Apabila kita cermati bacaan anak
dan diurus serta dikerjakan oleh orang tua.
biasanya dikemas dengan sampul yang
Artinya, sastra anak ditulis oleh orang tua
menarik dilengkapi ilustrasi gambar atau
yang ditujukan kepada anak dan proses
foto
produksinya pun dikerjakan oleh orang tua.
merupakan modal awal untuk menarik minat
warna-warni
dan
atraktif
yang
Sastra dapat kita kategorikan sebagai
baca anak. Selain itu, bahasa merupakan
sastra lisan (foklor) atau sastra tulis. Sastra
salah satu komponen yang tak kalah penting
lisan adalah jenis sastra yang diungkapkan
dalam bacaan anak. Ragam bahasa dalam
dari mulut ke mulut, seperti
saat kita
bacaan anak akan sangat berpengaruh,
mendongeng untuk anak dengan berbagai
apakah bahasanya cukup mudah atau sulit
tokoh atau karakter. Seperti cerita binatang:
dipahami anak sehingga anak akan berhenti
si mencuri timun, semut dan merpati, dsb.
cukup
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
178
sekedar
membuka-buka
bacaan
ISSN 2502-8723
tersebut atau terangsang dan tertarik untuk
pembelajarannya. Misalnya cerpen, puisi,
membaca lebih lanjut.
prosa, dan dongeng. Cerita yang sarat pesan
Kode
etik/tanggung
jawab
bagi
moral
melalui
tokoh-tokoh
seorang penulis/pengarang bahwa karya
ditampilkan,
tulisnya bermanfaat bagi pembacanya, yaitu
mendorong atau mengajari anak pentingnya
mengandung
informasi,
berbagi perhatian dan kasih sayang kepada
edukasi/pendidikan, dan unsur hiburan. Oleh
sesama, semangat untuk terus belajar dan
karena itu, bacaan anak diyakini mempunyai
maju tanpa kenal lelah, persaingan yang
kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan
sehat,
perkembangan kepribadian anak. Melalui
berbagai emosi, dan lain-lain. Dengan
bacaan anak, sejak dini dapat dilakukan
membaca
penanaman nilai-nilai mulai dari contoh-
mengawang ke alam imajinasinya sendiri.
contoh
Di sinilah akan terjadi pembebasan jiwa
unsur
kebiasaan,
tingkah
laku,
adat-
secara
tidak
yang
persahabatan,
cerita,
jiwa
telah
mengendalikan
si
masyarakat, yang berarti pula telah terjadi
pembentukan
pewarisan nilai-nilai sehingga eksistensi
Meskipun menulis puisi jarang diminati
suatu
siswa, namun dalam mengekpresikan sering
dipertahankan.
jati
anak
akan
sebagai
dapat
belajar
anak
istiadat, dan konvesi yang berlaku di dalam
masyarakat
proses
sadar
dirinya
yang
Sehingga anak terhindar dari sikap buruk
dijumpai
yang meniru tokoh idola.
mendeklamasikan sebuah puisi.
Demikian pula, artikel-artikel pada
menuju
perlombaan
Kepedulian
utuh.
untuk
penerbit
majalah anak yang berisi pengetahuan
buku/majalah/surat kabar baik terhadap anak
sejarah dan budaya, seperti candi, museum,
maupun para guru dan orangtua sebagai
adat istiadat, atau tempat-tempat wisata yang
bagian
ada
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia,
di
merupakan
berbagai
salah
wilayah
pembinaan
dan
antara lain diwujudkan dengan membuka
menginformasikan sekaligus membuka mata
ruang bagi guru dan siapapun penulis yang
anak perihal budaya suatu daerah. Beberapa
peduli dan tertarik dengan bacaan anak
di
untuk
bahkan
sarana
dalam
untuk
antaranya,
satu
Indonesia,
penting
mengangkat
ikut
berpartisipasi
mengirimkan
kebudayaan yang hampir punah dengan
naskah novel, cerpen dan dongeng, atau
ajakan untuk memelihara budaya tersebut
puisi. Juga kegiatan sayembara penulisan
(Khotimah, 2008).
cerpen, dongeng, dan penulisan karya tulis
Dalam buku paket bahasa Indonesia
anak yang rutin diadakan setiap tahun,
teks yang digunakan dalam bacaan lebih
misalnya oleh majalah Bobo dan Kreatif,
banyak mengandung unsur sastra sebagai
atau sayembara penulisan naskah buku
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
179
ISSN 2502-8723
pengayaan, baik buku-buku fiksi maupun
Eksistensi
suatu
bangsa
sangat
non fiksi, oleh Pusat Perbukuan Departemen
ditentukan oleh karakter yang dimiliki
Pendidikan Nasional.
bangsa tersebut. Untuk membentuk bangsa
Dari contoh sederhana di atas, secara
yang maju dan memiliki daya saing di era
kongkret melalui bacaan anak, anak telah
globalisasi
diperkenalkan bentuk-bentuk ragam tulis
pembinaan karakter bangsa. Ida Zusnani
dan berbagai pola dan model penulisan,
(2012:147)
yang semuanya akan sangat berpengaruh
filosofis, pembangunan karakter bangsa
pada perkembangan bahasa seorang anak
merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam
sekaligus
merangsang
proses berbangsa karena hanya bangsa yang
kreativitas anak. Guru yang kreatif akan
memiliki karakter dan jari diri yang kuat
memilih dan menyeleksi bacaan anak untuk
yang akan eksis‖.
mengasah
dan
mengembangkan
sekarang
ini
berpendapat
diperlukan
bahwa
―secara
mengembangkan
Selain mempunyai sikap professional
kemampuan berbahasanya baik secara lisan
guru harus mampu mengembangkan dan
maupun tulisan. Hal ini terjadi karena
memberikan pengalaman bagi peserta didik.
sekarang banyak terbit buku-buku bacaan
Karena belajar tidak hanya interaksi antara
anak yang tidak sesuai dengan tingkat
guru dengan siswa, tetapi harus bisa
perkembangan anak didik. Begitu pula,
memberikan karakter yang baik yang dapat
pewarisan sastra melalui karya-karya sastra
dilakukan setiap hari. Roestiyah (1994:41)
yang ditampilkan, anak akan mendapatkan
menyatakan bahwa bentuk-bentuk interaksi
pengalaman-pengalaman
belajar mengajar sebagai berikut.
baru
dan
pengalaman universal yang berperan dalam
a. Pengajaran adalah transfer pengetahuan
membentuk kepribadian lewat budi pekerti
kepada siswa, dalam bentuk ini guru di
dan pesan moral yang disampaikan melalui
sekolah hanya menyuapi makanan kepada
bacaan tersebut. Dengan demikian, bacaan
anak. Siswa selalu menerima suapan itu
anak
menunjang
tanpa komentar, tanpa mau aktif berfikir.
kompetensi membaca, menulis, mendengar,
Mereka mendengar tanpa kritik. Sehingga
menyimak, berbicara, menutur, mengamati,
dapat dikatakan hubungan guru-siswa
mengkhayal, dan menghayati.
yang sepihak.
bermanfaat
dalam
b. Pengajaran
4.
adalah
mengajar
siswa
Mendayagunakan Bacaan Anak
bagaimana cara belajar. Dalam bentuk ini
Dalam Menyiapkan Peserta Didik
guru hanya sumber belajar yang tugasnya
Berkarakter
sebagai
fasilitator
sehingga
memungkinkan siswa dapat giat belajar.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
180
ISSN 2502-8723
c. Pengajaran adalah hubungan interaktif
dikelola secara baik. Selain itu penyeleksian
antara guru dan siswa. Dalam hal ini guru
bacaan anak penting dilakukan agar tidak
menciptakan situasi dan kondisi agar tiap
menimbulkan peniruan yang buruk dan
individu dapat aktif belajar.
masuk dalam imajinasi anak. Bacaan anak
d. Mengajar adalah interaksi siswa dengan
harus
sesuai
dengan
tingkat
usia,
siswa dan konsultasi guru. Dalam hal ini
perkembangan, minat, kecenderungan dn
siswa
kebutuhan anak. Beberapa ciri buku atau
memperoleh
pengalamannya
sendiri.
bacaan yang baik, misalnya, memiliki tema
Dari tugas guru di atas, sudah
yang sesuai kehidupan anak, tokohnya dapat
menjadi hal umum yang dilakukan oleh guru
dikenali dan dipercaya, struktur kalimatnya
dalam membentuk kepribadian anak melalui
sederhana, alur cerita tidak berbelit-belit dan
pembinaan dan pengembangan
bahasa
logis sehingga cerita mudah dimengerti dan
Indonesia sebagai generasi bangsa sejak
berkesan, juga unsur ilustrasi, kemasan dan
dini. Mengingat kontribusi bacaan anak
perwajahan harus menarik dan sesuai tema
dalam memberi perhatian akan kebutuhan
cerita (Thamrin, 2001).
anak,
maka
sangat
relevan
dilakukan
Menggali
mengembangkan
pendayagunaan bacaan anak sebagai salah
potensi
satu media pembinaan dan pengembangan
pemahaman anak akan nilai-nilai kehidupan,
bahasa dan sastra Indonesia.
dapat tercapai dengan baik bila di sekolah
Mendayagunakan bacaan anak sebagai
media
pembinaan
anak
dan
serta
meningkatkan
maupun di perpustakaan, diadakan kegiatan
bahasa
dan
sastra
rutin diskusi/kupas bacaan anak, misalnya,
utama
yang
harus
diskusi tentang buku-buku cerita rakyat
disediakan adalah bacaan. Anak harus
yang ada di seluruh Indonesia. Anak
diperkenalkan dan dibiasakan ‗bergaul‘
didorong dan dibiasakan membaca buku dan
dengan bacaan, baik di rumah maupun di
memberikan tanggapan mengenai buku yang
perpustakaan
dibacanya, membandingkan ilustrasi buku,
Indonesia,
sarana
pendidikan
penyebarluasan
sekolah
anak.
sebagai
basis
Pengadaan
dan
bacaan
anak
mendiskusikan
bahasa
yang
dipakai
di
pengarang, dan menggali pesan-pesan yang
perpustakaan-perpustakan sekolah, terlebih
ada dalam bacaan akan membuat anak
di wilayah terpencil yang sangat terbatas
kreatif, eksploratif, dan inovatif. Selain itu
untuk mendapatkan akses keluar, mutlak
siswa didorong untuk memahami hikmah
diperlukan. Hal ini mengingat di Indonesia
dan pesan moral yang ada dalam bacaan
tidak semua Sekolah Dasar mempunyai
anak.
perpustakaan, kalau pun ada, sering tidak
dilakukan sebagai teladan yang baik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
181
Pesan
moral
ditekankan
untuk
ISSN 2502-8723
Pihak sekolah dan orangtua dapat
dibuat, semakin terampil pula mereka dalam
pula mengajak anak untuk memanfaatkan
berbahasa dan bersastra. Namun, tetap
peluang yang diberikan oleh pihak penerbit
diusahakan
buku bacaan anak, majalah, dan surat kabar
dorongan, saran dan kritik dengan cara hati-
untuk aktif terlibat dengan mengirimkan
hati apabila bacaan mengarah pada hal-hal
naskah cerpen, dongeng, karikatur, cerita
buruk.
bergambar dan puisi. Anak dibimbing untuk
untuk
Dengan
memberi
semangat,
mendayagunakan
bacaan
mengmati lingkungan sekitar sebagai bahan
anak, maka budaya membaca dan menulis
untuk menulis atau menggambar. Dengan
pada
mengajak anak menulis, kreativitas anak
Semakin tinggi tingkat budaya membaca
dapat ditingkatkan. Ibarat membenamkan
dan menulis pada anak, akan semakin
diri dalam proses kreatif, ketika menulis
meningkat pula keterampilan berbahasa dan
anak menciptakan sesuatu, yang juga berarti
mengapresiasi sastra pada anak. Karakter
melontarkan
anak akan muncul dengan melihat bacaan
mengalami
pertanyaan-pertanyaan,
keraguan
dan
anak
akan
semakin
meningkat.
kebingungan,
yang disenangi, sehingga menjadikan tokoh
sampai akhirnya menemukan pemecahan.
sebagai bagian dari karakter yang perlu
Apabila proses kreatif tersebut semakin
ditiru.
dilatih, maka anak akan semakin mudah
Bacaan
yang
disediakan
harus
untuk mengalihkan keahliannya kepada
memiliki kontribusi dalam membangun
bidang lain yang juga membutuhkan solusi
karakter yang positif pada anak, artinya
kreatif.
bacaan tersebut mengandung pesan moral
Selain itu, menggunakan kata-kata
yang baik. Tokoh-tokoh dalam bacaan anak
pujian adalah cara yang efektif untuk
dipilih
sesuai
karakteristik
usia
anak.
memotivasi anak dalam kegiatan membaca
Dengan demikian secara tidak langsung
dan menulis. Seperti halnya membaca,
anak akan mudah mengidolakan tokoh
selera menulis anak bisa berbeda-beda. Oleh
karena itu, sebaiknya anak dibebaskan untuk
Penutup
membaca dan menulis sesuatu yang mereka
Pendidikan
diupayakan
senangi, tetapi tetap perlu didorong dan
mengembangkan
diarahkan untuk menggali dan mencintai
secara optimal. Pendidikan tersebut harus
khazanah budaya bangsa sendiri. Tidak
dilandasi oleh prinsip kepribadian sehingga
menjadi masalah apa jenis bacaan dan jenis
menghasilkan kualitas peserta didik yang
tulisan yang dibuat anak. Malahan, semakin
mampu dan berkompetensi. Tugas lembaga
banyak jenis bacaan dan jenis tulisan yang
penyelenggara
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
182
potensi
pendidikan
peserta
untuk
tidak
didik
hanya
ISSN 2502-8723
menyiapkan calon guru dalam bidang
pengembangan
dan
bahasa
dan
sastra
saja,
Indonesia diperlukan kemauan, disiplin, dan
tetapi penerapan sikap yang nantinya akan
ketekunan. Peran bacaan anak hendaknya
diajarkan
melalui
juga diimbangi pula dengan kepedulian
pendidikan karakter yang dintegrasikan
pemerintah, guru, dan orangtua, agar tercipta
dalam semua mata pelajaran dan tingkah
suasana kondusif dalam mendayagunakan
lakunya.
bacaan anak sebagai media pembinaan dan
Pendidikan karakter mengajarkan
peserta didik bagaimana cara bertindak yang
baik, tidak hanya dalil ataupun teori saja.
Dalam pembelajaran pendidikan karakter
terintegrasi dalam semua mata pelajaran.
Untuk itu peran guru menjadi penting
dengan segala sikapnya, karena guru harus
membawa perubahan kearah yang lebih baik
bagi peserta didik.
Sehingga dalam
penerapannya
peserta
didik
mampu
memecahkan masalah dan berfikir positif.
Salah satu penerapannya dalam pelajaran
bahasa Indonesia melalui bacaan anak.
Pemahaman, penghayatan, dan
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
pada
intelektualnya
Membina
peserta
didik
Jika langkah di atas dapat terwujud, maka
tujuan
dan
dilakukan
sastra
secara
Indonesia
belum
maksimal
dan
budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa
dan mempunyai prestise tersendiri di era
globalisasi, dan para penuturnya akan tetap
bangga dan setia menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang
efektif di tengah derap peradaban zaman.
Daftar Pustaka
Balitbang. 2010. Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Kementrian Pendidikan Nasional
Balitbang Puskur
Enre, Fakhuruddin Ambo. 1963.
Perkembangan puisi Indonesia dalam
masa dua puluhan. Jakarta: Gunung
Agung
Isah Cahyani dan Hodijah. 2007.
Kemampuaan Berbahasa Indonesia Di
SD. Bandung: UPI Press
Khotimah, Tarti Khusnul. 2008. ―Majalah
Anak: Media Pembelajaran dan
Pembinaan Bahasa dan Sastra
Indonesia‖. Makalah yang disajikan
dalam Seminar Nasional Bahasa dan
Sastra Indonesia, 16-18 Mei 2008 di
Yogyakarta.
masyarakat Indonesia, khususnya generasi
muda, terhadap bahasa dan sastra Indonesia
semakin dipertanyakan. Oleh karena itu,
pembinaan
dan
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia
pada anak sebagai generasi bangsa sejak
dini. Mengingat kontribusi bacaan anak
dalam memberi perhatian akan kebutuhan
anak,
maka
sangat
relevan
dilakukan
pendayagunaan bacaan anak sebagai salah
satu media pembinaan dan pengembangan
bahasa dan sastra Indonesia.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sastra
Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa
arus globalisasi, kecintaan dan kebanggaan
dilakukan
dan
mungkin pada gilirannya nanti bahasa
proporsional. Apalagi, di tengah derasnya
perlu
bahasa
Indonesia bukan mustahil diraih, bahkan,
penghargaan masyarakat Indonesia terhadap
bahasa
pembinaan
183
ISSN 2502-8723
Kundharu Saddono dan Slamet, St. Y. 2014.
Pembelajran Keterampilan Berbahasa
Indonesia; Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Mansur Muslich. 2012. Bahasa Indonesia
Pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi
Aksara
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak:
Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Naim,N. 2012. Character Building.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Roestiyah. 1994. Masalah
Pengajaran.Jakarta: Rineka Cipta
Santoso, Puji. 2008. Materi dan
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.
Jakarta : Universitas Terbuka
Thamrin. 2001. ―Buku Bacaan, Gizi Rohani,
dan Suplemen Penting untuk Anak‖.
Dalam Kompas Cyber Media. Senin
12 November 2001, 11:01 WIB.
Undang-undang Republik Indonesia nomor
20 tahun 2003
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter
(konsepsi dan aplikasinya dalam
lembaga pendidikan). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Zusnani, I. 2012. Manajemen Pendidikan
Berbasis Karakter Bangsa. Jakarta:
Tugu Publisher
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
184
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN ULAR
TANGGA
Rissa Prima Kurniawati, S.Pd., M.Pd.
IKIP PGRI Madiun
[email protected]
Abstrak
Matematika seringkali dianggap sebagai pelajaran yang kurang diminati oleh beberapa siswa. Akibatnya
siswa tersebut kurang memahami materi yang diajarkan oleh guru. Seperti pada siswa kelas satu sekolah dasar,
mereka seringkali mengalami kesulitan membilang, menjumlahkan, dan mengurangkan bilangan. Untuk itu, kita
sebagai guru harus memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan menumbuhkan karakter positif yaitu dengan
menggunakan media pembelajaran yang menarik, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, kemampuan, dan
ketrampilan siswa, seperti permainan ular tangga. Melalui permainan ular tangga ini, guru dapat mengajarkan
karakter positif dan menyampaikan pesan moral serta secara langsung atau tidak langsung akan melahirkan
kepekaan terhadap semua input yang masuk pada siswa. Hal ini memiliki pengaruh yang besar untuk menumbuhkan
karakter siswa agar mampu berfikir dan bersikap. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji tentang pendidikan
karakter dan pesan moral pada pelajaran matematika melalui permainan ular tangga.
Kata kunci : Pendidikan Karakter, Matematika
Abstract
Mathematics is often considered as subjects less attractive to some students. As a result, these students do
not understand the material being taught by the teacher. As in the first grade students of elementary school, they
often have difficulty counting, adding , and subtract numbers. For that, we as teachers need to provide a fun learning
and to grow positive character by using interesting learning media, stimulate the mind, feelings, concerns, abilities,
and skills of the students, like a game of snakes and ladders. Through these snakes and ladders game, the teacher can
teach positive character and moral message, directly or indirectly, will give birth to a sensitivity to all of the inputs
to the applicant. It has a great influence to foster students' character to be able to think and behave. Therefore, this
paper will examine about character education and moral message to math instruction through the game of snakes
and ladders.
Keywords: Character Education, Mathematic
teknologi
Pendahuluan
Dewasa
pengetahuan
haruslah
diimbangi
dengan
ini
perkembangan
ilmu
peningkatan kualitas di bidang pendidikan.
dan
teknologi
terus
Pendidikan merupakan suatu sarana untuk
Perkembangan ilmu
membangun masyarakat menjadi lebih baik
berkembang pesat.
pengetahuan dan teknologi akan berdampak
lagi. Pendidikan juga
pada
yang paling bertanggung jawab dalam
masyarakat.
Dalam
rangka
memujudkan masyarakat yang berkualitas
melahirkan
maka perkembangan ilmu pengetahuan dan
karakter
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
185
merupakan proses
siswa-siswi
kuat
sebagai
yang
memiliki
modal
dalam
ISSN 2502-8723
membangun
peradaban
yang
unggul.
itu,
matematika
adalah
ilmu
tentang
Sehingga peningkatan kualitas di bidang
penalaran dan masalah yang berhubungan
pendidikan harus terus dilakukan oleh
dengan bilangan serta ilmu tentang pola,
pemerintah, guru, dan masyarakat serta
keteraturan pola, atau ide. Sehingga dapat
elemen-elemen
pendidikan.Peningkatan
disimpulkan bahwa matematika merupakan
kualitas pendidikan tidak hanya pada aspek
cabang ilmu pengetahuan tentang penalaran
kognitif tetapi juga pada aspek pendidikan
dan berhubungan dengan bilangan.
karakter siswa. Upaya ini dilakukan untuk
mengurangi
perilaku-perilaku
Matematika
seringkali
dianggap
yang
sebagai pelajaran yang kurang diminati oleh
menyimpang yang dilakukan oleh siswa.
beberapa siswa. Akibatnya siswa tersebut
Banyak siswa sering melakukan perilaku
kurang memahami materi yang diajarkan
yang jelek seperti seks bebas, tawuran,
oleh guru. Seperti pada siswa kelas satu
membuat geng-geng seperti geng motor,
sekolah dasar, Pembelajaran matematika
narkoba, minuman keras, dan lain-lain.
yang dilakukan di sekolah, biasanya guru
Perilaku-perilaku yang jelek ini cenderung
hanya menerangkan materi dan memberikan
merugikan siswa lain dan masyarakat.
soal, serta jarang menggunakan media
Kenyataan ini sudah cukup menjadi bukti
pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan
untuk memperbaiki kualitas pendidikan di
pembelajaran matematika yang menarik dan
Indonesia. Penanaman karakter yang baik
menyenangkan, serta dapat memberikan
pada diri siswa harus dilakukan secara terus-
karakter yang baik bagi siswa. Selain
menerus oleh semua elemen sekolah seperti
memerlukan pembelajaran matematika yang
guru matematika.
menarik dan menyenangkan, guru dalam
Matematika memberikan kontribusi
mengajar
juga
pembelajaran
bangsa dan merupakan suatu sarana untuk
pendidikan karakter yang lebih baik bagi
membangun karakter bangsa. Matematika
siswa. Media pembelajaran ini berguna
penting bagi siapa saja. Setiap orang dari
untuk
berbagai profesi memerlukan matematika,
memahami materi matematika. Untuk itu,
karena bidang matematika berkaitan dengan
kita
sebagai
guru
harus
bidang studi lain, misalnya ekonomi dan
pembelajaran
yang
menyenangkan
fisika.
bahwa
menumbuhkan karakter positif yaitu dengan
ilmu
menggunakan media pembelajaran yang
pengetahuan yang eksak dan terorganisir
menarik, merangsang pikiran, perasaan,
secara sistematik (Fathani, 2009:19). Selain
perhatian, kemampuan, dan ketrampilan
matematika
mengemukakan
merupakan
cabang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
186
dapat
media
yang sangat besar terhadap kemajuan suatu
Sujono
yang
memerlukan
mempermudah
memberikan
siswa
dalam
memberikan
dan
ISSN 2502-8723
siswa,
seperti
tangga.
your actions. Karakter juga bisa diartikan
matematika
tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang
mampu
selalu dilakukan atau kebiasaan. Karakter
mengantarkan siswa untuk meningkatkan
juga diartikan watak, yaitu sifat batin
keberhasilan belajar matematika, tetapi juga
manusia
adanya perubahan sikap dan karakter siswa.
pikiran dan tingkah laku atau kepribadian.
Oleh karena itu, penulis ingin mencoba
Dengan demikian, karakter dapat disebut
mengkaji tentang pendidikan karakter dan
sebagai tabiat atau watak seseorang yang
pesan moral pada pelajaran matematika
telah terbentuk dalam proses kehidupan oleh
melalui permainan ular tangga.
sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa
Sehingga
permainan
ular
pembelajaran
diharapkan
tidak
hanya
pola
yang
pikir,
mempengaruhi
sikap,
dan
segenap
perilakunya.
Pengembangan karakter dilakukan dengan
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sekarang ini
menanamkan nilai-nilai etika dasar (core
telah menjadi isu dalam bidang pendidikan.
ethical values) sebagai basis bagi karakter
Dengan memberikan pendidikan karakter
yang baik. Tujuannya adalah terbentuknya
diharapkan siswa mampu bersaing, beretika,
karakter yang baik. Indikator karakter yang
bermoral, memiliki sopan santun, dan
baik terdiri dari pemahaman dan kepedulian
berinteraksi dengan masyarakat. Karakter
pada nilai-nilai etika dasar, serta tindakan
adalah
atas dasar inti nilai etika yang murni.
watak,
tabiat,
akhlak,
atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil
internalisasi
kebijakan
pendidikan karakter adalah sebuah usaha
(virtues) yang diyakini dan digunakan
untuk mendidik siswa agar dapat mengambil
sebagai landasan untuk cara pandang,
keputusan
berpikir, bersikap, dan bertindak (Hasan
mengaplikasikan
dkk, 2010:3). Dalam pandangan ini, karakter
kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka
dapat
dasar
dapat memberikan nilai yang positif kepada
pijakan dari segala hal sebagai pedoman dan
lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai karakter
sumber dalam cara berpikir, bersikap,
yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah
maupun bertindak dan melakukan keputusan
nilai-nilai universal yang mana seluruh
tertentu.
agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung
dikatakan
Zubaedi
berbagai
Menurut Megawangi (2007: 93),
sebagai
(2011:11)
sebuah
berpendapat
tinggi
dengan
hal
nilai-nilai
bijak
dan
tersebut
dalam
tersebut.
Pendidikan
bahwa Character is the sum of all the
karakter adalah suatu sistem penanaman
qualities that make you who you are. It‘s
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
your values, your thoughts, your words,
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
187
meliputi
komponen
pengetahuan,
ISSN 2502-8723
kesadaran,
dan
tindakan
untuk
Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Sehingga
berwatak jika terlah berhasil menyerap nilai
dapat
pendidikan
dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat
karakter adalah suatu usaha untuk mendidik
serta digunakan sebagai kekuatan dalam
dan menanamkan nilai-nilai karakter pada
hidupnya. Tujuan Pendidikan karakter yang
siswa
komponen
pertama adalah untuk meningkatkan mutu
pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
melaksanakan nilai-nilai tersebut.
sekolah yang mengarah pada pencapaian
disimpulkan
yang
bahwa
meliputi
Pendidikan
dimaknai
pembentukan karakter dan akhlak mulia
sebagai pendidikan yang mengembangkan
siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang,
nilai-nilai
didik
sesuai standar kompetensi lulusan. Tujuan
sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
pendidikan karakter yang kedua adalah
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-
mendorong lahirnya siswa yang baik. Begitu
nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
tumbuh dalam karakter yang baik, anak-
sebagai anggota masyarakat dan warga
anak akan tumbuh dengan kapasitas dan
negara yang relegius, nasionalis, produktif,
komitmennya untuk melakukan berbagai hal
dan kreatif. Pendidikan karakter merupakan
yang terbaik dan melakukan segalanya
sebuah
dengan benar, dan cenderung memiliki
karakter
upaya
karakter
pada
untuk
peserta
mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berkarakter kuat
tujuan hidup.
Pekerti luhur dan berwatak bangsa yaitu
Seluruh pendidikan di Indonesia
sesuai dengan falsafah Pancasila.
harus menyisipkan nilai-nilai pendidikan
Zuhriyah (2008: 19) mengatakan
berkarakter kepada para siswa dalam proses
bahwa pendidikan karakter sama dengan
pendidikannya.
Beberapa
nilai-nilai
pendidikan budi pekerti. Dimana tujuan budi
pendidikan karakter (Syaifudien, 2014),
pekerti adalah untuk mengembangkan watak
yaitu:
atau tabi‘at siswa dengan cara menghayati
a.
Religius
nilai-nilai keyakinan masyarakat sebagai
Sikap dan perilaku yang patuh dalam
kekuatan moral hidupnya melalui kejujuran,
melaksanakan
dapat
yang
dianutnya, saling menghormati terhadap
menekankan ranah efektif (perasaan, sikap)
pelaksanaan ibadah agama lain, dan
tanpa meninggalkan ranah kognitif (berfikir
hidup rukun dan damai dengan pemeluk
rasional)
agama lain.
dipercaya,
dan
(ketrampilan,
dan
ranah
terampil
kerjasama
psikomotorik
mengolah
data,
b.
mengemukakan pendapat dan kerjasama).
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ajaran
agama
yang
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya
188
ISSN 2502-8723
c.
menjadikan dirinya sebagai orang yang
Sikap dan tindakan yang mendorong
selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
tindakan, dan pekerjaan.
yang berguna bagi masyarakat, dan
Toleransi
mengakui,
Sikap dan tindakan yang menghargai
keberhasilan orang lain.
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
d.
k.
f.
g.
h.
Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong
Disiplin
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
Tindakan yang menunjukkan perilaku
yang berguna bagi masyarakat, dan
tertib
mengakui,
dan
patuh
pada
berbagai
serta
menghormati
keberhasilan orang lain.
Kerja Keras
l.
Gemar Membaca
Tindakan yang menunjukkan perilaku
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
tertib dan patuh pada berbagai
membaca
ketentuan dan peraturan.
memberikan kebajikan bagi dirinya.
Kreatif
berbagai
bacaan
yang
m. Peduli Lingkungan dan Sosial
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
Sikap
menghasilkan cara atau hasil baru dari
berupaya mencegah kerusakan pada
sesuatu yang telah dimiliki.
lingkungan alam di sekitarnya, dan
Mandiri
mengembangkan
Sikap dan perilaku yang tidak mudah
memperbaiki
tergantung pada orang lain dalam
sudah terjadi, serta selalu ingin memberi
menyelesaikan tugas-tugas.
bantuan pada orang lain dan masyarakat
Demokratis
yang membutuhkan.
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak
i.
menghormati
sikap, dan tindakan orang lain.
ketentuan dan peraturan.
e.
serta
n.
dan
tindakan
yang
upaya-upaya
kerusakan
alam
selalu
untuk
yang
Tanggung Jawab
yang menilai sama hak dan kewajiban
Sikap dan perilaku seseorang untuk
dirinya dan orang lain.
melaksanakan tugas dan kewajibannya,
Rasa Ingin Tahu
yang seharusnya dia lakukan, terhadap
Sikap
dan
berupaya
tindakan
untuk
yang
selalu
diri sendiri, masyarakat, lingkungan
lebih
(alam, sosial dan budaya), negara dan
mengetahui
mendalam dan meluas dari sesuatu yang
Tuhan Yang Maha Esa.
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j.
Menghargai Prestasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
189
ISSN 2502-8723
perubahan atau membawa akibat perubahan
Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan kebutuhan bagi
setiap
manusia.
belajar,
kita
pengalaman
informasi
dan
mengalami latihan‖. Sehingga belajar dapat
(1991:2),
dikatakan perubahan tingkah laku dalam
mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu
dirinya dan perubahan itu dapat diamati dan
proses usaha yang dilakukan individu untuk
berlangsung lama. Perubahan tingkah laku
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang berlaku dalam waktu yang relatif lama
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
itu disertai usaha siswa tersebut sehingga
pengalaman individu sendiri dalam interaksi
siswa tersebut dari yang tidak mampu
dengan lingkungannya. Belajar merupakan
mengerjakan
perubahan
mengerjakannya. Kegiatan dan usaha untuk
mendapatkan
Dengan
tingkah laku dalam pendidikan karena
berbagai
pengetahuan.
Slameto
dalam
panjang.
jangka
Belajar
waktu
melibatkan
yang
perubahan
mencapai
dan
latihan
sesuatu
perubahan
atau
menjadi
karena
mampu
tingkah
laku
itu
kognitif yang direfleksikan dalam perubahan
merupakan
proses
belajar,
tingkah laku. Belajar tidak hanya sekedar
perubahan
tingkah
laku
merupakan
tetapi
merupakan hasil belajar. Dengan demikian
yang
belajar akan menyangkut proses belajar dan
melibatkan
proses
pertumbuhan,
perubahan
kognitif
terefleksi pada perubahan perilaku.
mengemukakan
relatif
matematika,
pengalaman
(Hitipeuw,
hasil
dari
2008:1).
Yang
dimaksud perubahan perilaku
sendiri
Sujono (dalam Fathani, 2009:19)
sebagai proses perubahan perilaku yang
sebagai
itu
hasil belajar.
Belajar secara umum dapat diartikan
menetap
sedangkan
beberapa
pengertian
diantaranya,
matematika
diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan
dalam diri
yang
eksak
dan
sistematik.
baik. Perubahan tersebut dapat diamati
merupakan
hasilnya dalam bentuk aspek kognitif,
penalaran yang logik dan masalah yang
afektif, dan psikomotorik. Menurut Gagne
berhubungan dengan bilangan. Matematika
(dalam Sagala, 2006:13), ―belajar adalah
adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola
sebagai
atau ide dan matematika itu keharmonisan.
organisma
yang
proses
dimana
berubah
suatu
perilakunya
Sehingga
ilmu
dapat
itu,
secara
seseorang adalah suatu proses menjadi lebih
suatu
Selain
terorganisir
matematika
pengetahuan
disimpulkan
tentang
bahwa
sebagai akibat dari pengalaman‖. Sedangkan
matematika pada hakekatnya merupakan
menurut Jersild (dalam Sagala, 2006:12),
ilmu
―belajar adalah modification of behaviour
pengetahuan eksak yang terorganisir secara
yang
berkenaan
dengan
ilmu
through experience and training yaitu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
190
ISSN 2502-8723
sistematik, ide-ide, aturan-aturan, struktur-
tentang
struktur yang logik, serta penalaran logik.
pelajaran matematika.
Pembelajaran didefinisikan sebagai
konsep
dan
pengertian
pada
Permainan Ular Tangga
suatu proses interaksi antara siswa dan guru,
Permainan ular tangga merupakan
yang berada dalam situasi pendidikan yang
bagian
terdiri dari beberapa unsur, yaitu tujuan
Indonesia. Permainan ini ringan, sederhana,
pembelajaran, guru yang mengajar, peserta
mendidik,
didik yang diajar, materi pembelajaran, dan
berinteraktif jika dimainkan bersama –
metode pembelajaran (Hamalik, 1993:104).
sama.
Pembelajaran
upaya
permainan anak-anak yang terbuat dari
sistematis untuk membuat peserta didik
papan atau karton yang dimainkan oleh 2
melaksanakan kegiatan belajar agar mereka
orang atau lebih. Papan permainan dibagi
mengubah, mengembangkan sikap, dan
dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa
perilaku
baik.
kotak digambar sejumlah ―tangga‖ atau
Sehingga dapat dikatakan juga bahwa
―ular‖ yang menghubungkannya dengan
pembelajaran adalah proses interaksi antara
kotak lain. Untuk bermain ular tangga
siswa dan guru, guru melaksanakan kegiatan
diperlukan sebuah dadu. Setiap pemain
belajar-mengajar dengan mendorong dan
mulai dengan bidaknya di kotak pertama
memotivasi
menyediakan
(biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan
fasilitas dan lingkungan yang kondusif agar
secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak
siswa lebih giat serta semangat dalam
dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu
belajar.
yang muncul. Bila pemain mendarat di
juga
mereka
merupakan
menjadi
siswa,
serta
lebih
dari
permainan
tradisional
menghibur,
Permainan
ular
dan
di
sangat
tangga
adalah
Pembelajaran matematika bagi para
ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat
siswa merupakan pembentukan pola pikir
langsung pergi ke ujung tangga yang lain.
dalam pemahaman dan penalaran tentang
Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka
konsep dan pengertian pada pelajaran
harus turun ke kotak di ujung bawah ular.
matematika.
pembelajaran
Pemenang adalah pemain pertama yang
matematika, para siswa dibiasakan untuk
mencapai kotak terakhir. Biasanya bila
memperoleh
melalui
seorang pemain mendapatkan angka 6 dari
dari
dadu, mereka mendapat giliran sekali lagi.
sekumpulan objek. Siswa diberi pengalaman
Bila bukan angka 6 yang didapat, maka
menggunakan matematika sebagai alat untuk
giliran jatuh ke pemain selanjutnya.
pengalaman
Dalam
pemahaman
tentang
sifat-sifat
memahami atau menyampaikan informasi
Manfaat
permainan
ular
tangga
adalah mengenal kalah dan menang, belajar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
191
ISSN 2502-8723
bekerja
sama
dan
menunggu
giliran,
Matematika merupakan ilmu abstrak.
mengembangkan imajinasi dan mengingat
Terkadang masih ada siswa yang merasa
peraturan
anak
kesulitan
dalam
belajar
matematika
belajar matematika yaitu saat menghitung
misalnya
dalam
konsep
penjumlahan
langkah pada permainan ular tangga dan
bilangan
menghitung titik-titik yang terdapat pada
Berkaitan
hal
dadu, dan belajar memecahkan masalah.
mengenal
membilang
Keunggulan dari permainan ular tangga
penjumlahan
adalah media permainan ular tangga dapat
berada di kelas 1 di sekolah dasar. Siswa
dipergunakan
belajar untuk membilang, penjumlahan, dan
permainan,
di
belajar mengajar
menyenangkan
merangsang
dalam
karena
sehingga
kegiatan
kegiatan
mengurangkan
menjumlahkan
tersebut,
serta
bilangan.
siswa
mulai
dan
konsep
pengurangan
ketika
bilangan
1
hingga
50.
tertarik
Sebagian besar siswa tidak dapat menjawab
untuk belajar sambil bermain, anak dapat
pertanyaan ini secara langsung karena
berpartisipasi dalam proses pembelajaran
masalah ini masih dalam bentuk yang
secara langsung, permainan ular tangga
abstrak. Guru harus mengubahnya menjadi
dapat
membantu
konteks nyata yang mudah bagi siswa untuk
logika
mengerti. Untuk itu diperlukan suatu media
metematika anak, permainan ular tangga
pembelajaran yang nyata dan mengasyikkan,
dapat merangsang anak belajar memecahkan
misalnya permainan ular tangga.
dipergunakan
mengembangkan
anak
ini
dan
untuk
kecerdasan
masalah sederhana tanpa disadari oleh anak,
Permainan
ular
tangga
adalah
permainan ular tangga dapat dilakukan baik
permainan yang dapat dimainkan oleh dua
di dalam kelas maupun di luar kelas, dan
sampai empat orang siswa. Setiap siswa
membantu siswa dalam belajar berhitung.
memiliki bidak, dan dia mendapatkan
Adapun
kesempatan
kelemahannya
antara
lain
secara
bergiliran
untuk
pnggunaan media permainan ular tangga
mengocok dadu. Setiap angka yang keluar
memerlukan
kurangnya
dari mata dadu, maka siswa diperbolehkan
pemahaman aturan permainan oleh anak
melangkah maju sejumlah angka tersebut.
dapat menimbulkan kericuhan, dan untuk
Jika bidak mereka berada di dasar tangga
anak yang kurang menguasai materi dengan
maka bidak tersebut akan menaiki tangga
baik akan mengalami kesulitan dalam
dan berhenti di posisi berakhirnya tangga
bermain.
tersebut. Sebaliknya jika saat melangkah,
banyak
waktu,
bidak tersebut berhenti di ekor ular maka
Pendidikan Karakter Pada Matematika
harus turun kebawah sampai di tempat
Melalui Permainan Ular Tangga
kepala ular. Jadi mereka akan menggunakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
192
ISSN 2502-8723
proses matematika dalam permainan ini
mendapatkan angka 4. Namun bidak
yaitu
dan
siswa tersebut berhenti pada ekor
pengurangan. Berikut contoh permasalahan
ular sehingga bidak tersebut harus
dalam permainan ular tangga
kembali turun sampai angka 24. Jadi
membilang,
penjumlahan,
1. Bidak seorang siswa berada di angka
berapa banyak angka yang terbuang?
14, kemudian dia melempar dadu
Dari
dan mendapat angka 4, maka ia
pertama siswa akan menjumlahkan 34 dan 4,
menggerakkan
4
hasilnya 38. Kemudian bidaknya berhenti
langkah. Di angka berapa bidak
pada angka 38. Namun karena bidak
tersebut akan berhenti?
tersebut berhenti pada ekor ular maka bidak
bidak
maju
permasalahan
tersebut,
langkah
Maka siswa tadi akan menjumlahkan angka
tersebut harus turun kembali ke angka 24.
14 dan 4, sehingga bidak siswa tadi berada
Langkah kedua siswa akan mengurangkan
di angka 18.
angka 38 dengan 24, sehingga angka yang
terbuang 38 − 24 = 14.
2. Bidak seorang siswa berada di angka
20, kemudian dia melempar dadu
Permaian ular tangga diharapkan
dan mendapat anggka 3, jadi ia
dapat membantu siswa memahami konsep
menggerakkan
3
membilang, penjumlahan, dan pengurangan
langkah. Ternyata siswa tersebut
bilangan. Hal ini akan lebih menarik bagi
berhenti pada anak tangga sehingga
siswa karena mereka dapat melakukan
bidaknya
aktivitas matematika, selain itu semua siswa
bidak
menaiki
maju
anak
tangga
hingga di angka 44. Jadi berapa
akan
angka yang menjadi bonus bagi
Permainan ular tangga sangat tepat untuk
siswa tersebut?
media pembelajaran dalam mengkontruksi
aktif
dalam
aktivitas
belajar.
Maka siswa tadi akan menjumlahkan angka
pengalaman belajar siswa dan cocok dalam
20 dan 3, sehingga bidak siswa tadi berada
mengembangkan
di angka 23. Dari permasalahan tersebut
pertama nilai kejujuran, permainan ini
siswa mendapatkan bidaknya berhenti pada
melatih siswa untuk melakukan tindakan
angka 23. Namun bidak tersebut berada
yang
pada anak tangga maka harus naik ke angka
menipu. Kedua disiplin, dalam permainan
44.
ular tangga melatih siswa untuk disiplin,
Sehingga angka yang menjadi bonus bagi
taat, dan patuh pada tata tertib permainan.
siswa tersebut adalah 44 − 23 = 21.
Ketiga kerja keras, untuk mendapatkan
sportif
karakter
tanpa
siswa
memanipulasi
yaitu
dan
3. Bidak seorang siswa berada di angka
kemenangan pada permainan ular tangga ini,
34. Kemudian ia melepar dadu dan
siswa harus bekerja keras dalam mengatasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
193
ISSN 2502-8723
berbagai
hambatan.
Keempat
toleransi,
DAFTAR PUSTAKA
permainan ini melatih siswa untuk saling
Fathani, A. H. 2009. Matematika Hakikat
dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Hamalik, O. 1993. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: Mandar Maju
Hitipeuw, I. 2008. Belajar & Pembelajaran.
Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.
Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan
Karakter Solusi Yang Tepat Untuk
Membangun Bangsa. Cet. II. Jakarta
: Indonesia heritage Foundation.
Sagala, S. 2006. Konsep Dan Makna
Pembelajaran (Untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar
Dan Mengajar). Cetakan Keempat.
Bandung: CV Alfabeta.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Syaifudien, Ahmad. 2014. Pengertian,
Tujuan, dan 18 Nilai Pendidikan
Karakter,
(online),
http://www.tipspendidikan.site/2014/
07/pengertian-tujuan-dan-18nilai.html, diakses pada tanggal 25
Maret 2016.
Zubaedi. 2011. Disain Pendidikan Karakter:
Konsep dan Aplikasinya Dalam
Lembaga
Pendidikan.
Jakarta.
Kencana
Zuhriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan
Budi Pekerti. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
menghormati dan menghargai antar siswa.
Selain itu dapat melatih siswa dalam
menghadapi
sebuah
kegagalan
dan
kemenangan.
Kesimpulan
Pendidikan karakter sangat penting
dalam menciptakan generasi penerus yang
berbudi luhur. Dengan pendidikan karakter
diharapkan siswa mampu bersaing, beretika,
bermoral, memiliki sopan santun, dan
berinteraksi dengan masyarakat. Dalam hal
ini, peran seorang guru sangat penting dalam
mengembangkan
karakter
pada
siswa,
terutama pada pelajaran matematika. Untuk
mempermudah
dalam
mempelajari
matematika, maka diperlukan suatu media
pembelajaran yang menyenangkan. Sebagai
contohnya permainan ular tangga. Pada
permainan ular tangga ini, siswa belajar
membilang, menghitung, dan mengurangi
suatu bilangan.
pembelajaran
Selain sebagai media
dalam
mengkontruksi
pengalaman belajar siswa, permainan ular
tangga sangat tepat untuk dan cocok dalam
mengembangkan karakter siswa yaitu nilai
kejujuran, disiplin, kerja keras, toleransi
antar pemain atau antar siswa, dan dapat
melatih siswa dalam menghadapi sebuah
kegagalan dan kemenangan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
194
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN BANTUAN
MEDIA MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas V Tahun Pelajaran 2014/2015 di SDN Balonggemek 1 Kecamatan
Megaluh Kabupaten Jombang)
Yoggy Febriawan, Subanji, Syamsul Hadi
Universitas Negeri Malang
Email : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan media manipulatif
dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dua siklus, dengan latar belakang kelas V
SDN Balonggemek 1 Jombang. Tindakan pada siklus I yaitu pembelajaran inkuri terbimbing berbantuan media
manipulatif dengan kompetensi penjumlahan pecahan dan pada siklus II yaitu pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan bntuan media manipulatif dengan kompetensi pengurangan pecahan. Hasil penelitian menunjukkan
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dilakukan dengan langkah (1) melakukan tanya jawab, (2) merumuskan masalah, (3) membuat hipotesis, (4)
siswa berkelompok masing-masing kelompok beranggotakan 2-3 siswa, (5) mendiskusikan LKS yang telah
dibagikan, (6) menuliskan hasil kerja kelompok di papan tulis, (7) kelompok lain menanggapi kelompok yang
menuliskan hasil kerja kelompoknya. Kegiatan dapat dilakukan dengan sangat baik, terpusat pada siswa. Siswa
dapat terlibat langsung, menjadi lebih bersemangat, lebih aktif dan mudah memhami materi.
Kata kunci : inkuiri terbimbing dengan bntuan media manipulatif, hasil belajar
dalam
Pendahulauan
Pembelajaran
merupakan
suatu
yang
menyenangkan.
Sedangkan menurut Pitadjeng (2006: 3)
Matematika
upaya
suasana
orang yang belajar akan merasa senang jika
untuk
memfasilitasi,
memahami apa yang dipelajari. Pendapat
mendorong, dan mendukung siswa dalam
keduanya juga berlaku bagi siswa Sekolah
belajar Matematika. Banyak orang yang
Dasar yang sedang belajar Matematika.
tidak menyukai Matematika, termasuk siswa
Belajar anak diberi kesempatan untuk
yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
merencanakan
Mereka menganggap Matematika adalah
belajar yang mereka senangi. Guru dalam
pelajaran
mengajarkan
yang
sulit
dan
menakutkan.
dan
menggunakan
Matematika
cara
harus
Anggapan ini membuat mereka merasa
mengupayakan agar siswa dapat memahami
malas untuk belajar Matematika.
dengan baik materi yang sedang dipelajari.
Menurut Kline (dalam Pitadjeng,
Penelitian yang dilakukan di SDN
2006:1) belajar akan efektif jika dilakukan
Balonggemek 1 Jombang diawali dengan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
195
ISSN 2502-8723
melakukan
pengamatan
didapat
Indikatornya diketahui hanya 3 siswa (18%)
beberapa hal yang dialami oleh siswa kelas
mendapat nilai 75-100, 7 siswa (41%)
V SDN Balonggemek I selama mengikuti
mendapat nilai 50-74, 5 siswa (29%)
pelajaran matematika dikelas, diantaranya :
mendapat nilai 25-50, dan 2 siswa (12%)
1) Sekitar 20 % pembelajaran di kelas
mendapat nilai 0-24 dan. Ada 2 siswa yang
menggunakan
pembelajaran,
telah memenuhi standar ketuntasan belajar
buku
cetak.
dan ada 10 siswa yang belum tuntas.
penggunaan
Artinya ketuntasan belajar secara klasikal
media di kelas untuk pembelajaran masih
belum tercapai, karena hanya 18% siswa
kurang dan sangat terbatas. Keterbatasan ini
tuntas belajar dan yang belum tuntas
sangat
terhadap
mencapai 82%. Hal ini membuktikan
menyampaikan
bahwa hasil belajar siswa belum memenuhi
materi pelajaran matematika. Keterbatasan
syarat ketuntasan kelas sesuai KTSP yaitu
ini disebabkan karena faktor biaya untuk
hasil
membeli media pembelajaran yang terlalu
persentase keberhasilan mendapat nilai ≥ 75
mahal. Studi pendahuluan terdapat 60%
mencapai 75% dari banyaknya siswa.
selebihnya
media
menggunakan
Berdasarkan
hal
tersebut,
berpengaruh
kelancaran
dan
guru
sekali
dalam
belajar
siswa
harus
mencapai
kurang aktif dalam mengikuti pelajaran
Berdasarkan paparan masalah yang
matematika sebagian siswa merasa takut
diungkapkan kemudian peneliti mengkaji
dengan pelajaran matematika, 2) Selama
dan didapatkan solusi yang tepat untuk
pembelajaran
penggunaan
mengatasi masalah tersebut yaitu penerapan
model pembelajaran hanya sekitar 40% dan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
dinilai sangat kurang hal ini disebabkan
bantuan
karena peralatan yang ada disekolah tidak
meningkatkan hasil belajar siswa.
menunjang
matematika
untuk
menggunaan
model
media
manipulatif
Pembelajaran
inkuiri
untuk
dapat
pembelajaran tertentu, 3) sebanyak 65%
dilaksanakan dengan cara inkuiri terbimbing
siswa
dan inkuiri terbuka. Pembelajaran inkuiri
kurang
berkonsentrasi
dalam
mengikuti pelajaran matematika, sehingga
terbuka
banyak siswa tidak memahami materi yang
kegiatan
diajarkan oleh guru.
merencanakan
Berdasarkan
seluruh
pemilihan
masalah,
eksperimen,
menganalisis
data, dan menyimpulkan data dilakukan oleh
bahwa hasil belajar Matematika pada
siswa. Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu
kompetensi penjumlahan dan pengurangan
suatu pembelajaran penemuan yang dalam
pecahan sebagian besar siswa kelas V SDN
pelaksanaannya
Balonggemek
bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada
belum
tes
seperti
pelaksanaannya
diketahui
1
hasil
dalam
memuaskan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
196
guru
menyediakan
ISSN 2502-8723
siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh
inkuiri
guru, siswa tidak merumuskan problem atau
portofolio lebih baik dari pada hasil belajar
masalah.
kimia
Dalam
pembelajaran
inkuiri
terbimbing
siswa
pembelajaran
yang
berbasis
asesmen
mengikuti
konvensional
.
terbimbing guru tidak melepas begitu saja
memaksimalkan
proses
kegiatan-kegiatan
peneliti
menggunakan
yang
dilakukan
oleh
siswa. Guru harus memberikan pengarahan
dan
bimbingan
melakukan
kepada
siswa
kegiatan-kegiatan
juga
model
Untuk
pembelajaran,
media
manipulatif.
dalam
Interaksi siswa dengan lingkungan
sehingga
dapat
tercipta
suasana
belajar
yang
siswa yang berpikir lambat atau siswa yang
menyenangkan dan sesuai dengan tingkat
mempunyai intelegensi rendah tetap mampu
kognitif siswa. Piaget berpendapat: bahwa
mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang
ada 4 periode berpikir dari setiap individu,
dilaksanakan
dan
yaitu (1) periode sensori motor, (2) periode
kemampuan
berpikir
siswa
mempunyai
tinggi
tidak
pra operasi, (3) periode operasi konkret, dan
memonopoli kegiatan, oleh sebab itu guru
(4) periode operasi formal. Untuk siswa
harus memiliki kemampuan mengelola kelas
Sekolah Dasar usia mereka berada pada
yang bagus.
periode operasi konkret mereka didasarkan
Penjelasan di atas dalam penelitian
atas manipulasi fisik dari objek-objek
ini, lebih dipilih penggunaan pembelajaran
(Piaget dalam Hudojo, 1988:46). Dienes
inkuiri terbimbing karena siswa sekolah
(dalam
dasar masih dalam perkembangan berfikir
bahwa untuk menyajikan konsep atau
kongkrit maka dari itu kontribusi guru masih
prinsip matematika pada siswa usia Sekolah
sangat dibutuhkan. Hal ini juga diperkuat
Dasar,
oleh Djamarah (2011:125) yaitu, sampai
bentuk konkret, sehingga hal yang abstrak
kira-kira umur 11 tahun anak masih
didasarkan pada intuisi dan sesuai dengan
membutuhkan guru atau orang dewasa.
pengalaman-pengalaman
Hujoyo,
1988:59)
pertama-tama
menyatakan
disajikan
dalam
konkret.
Hal ini juga didukung penelitian
Pembelajaran matematika dapat dilakukan
yang dilakukan oleh Mosik, dkk (2010),
mulai dari hal-hal yang bersifat konkret
yang membuktikan bahwa pembelajaran
menuju kepada hal-hal yang abstrak.
inkuiri terbimbing dapat mengatasi kesulitan
belajar
siswa
yang
berdampak
Untuk membantu siswa memahami
pada
materi
abstrak,
diperlukan
alat
bantu
peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu
pembelajaran berupa media manipulatif.
penelitian yang dilakukan
Media
Wayan (2011)
juga membuktikan bahwa pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
manipulatif
adalah
media
pembelajaran atau alat bantu yang berperan
197
ISSN 2502-8723
sebagai alat peraga yang di manipulasi,
masalah-masalah
dirubah dan dibuat sendiri untuk membantu
memperbaiki mutu, hasil pembelajaran, dan
siswa memahami materi yang diajarkan.
mencoba
Penggunaan media manipulatif pada
pembelajaran,
hal-hal
yang
baru
dibidang
pembelajaran demi peningkatan mutu dan
pecahan sangat membantu siswa dalam
hasil pembelajaran.
memahami penjumlahan dan pengurangan
Penelitian
ini
menggunakan
pecahan. Hal ini didukung oleh penelitian
rancangan penelitian tindakan kelas yang
Resty, dkk (2013) yang membuktikan bahwa
dilakukan
media
dapat
Arikunto, 2006:17). Tiap siklus dilakukan
meningkatkan hasil belajar siswa pada
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan,
pembelajaran matematika. Penelitian serupa
pengamatan,
juga pernah dilakukan oleh Astiningsih, dkk
dilaksanakan melalui dua siklus. Subjek
(2014) yang membuktihkan bahwa model
penelitian dalam PTK ini yaitu siswa kelas
pembelajaran
media
V SDN balonggemek I Jombang tahun
hasil
pelajaran 2014/2015 berjumlah 17 siswa.
manipulatif
jaring-jaring
core
manipulatif
berbantuan
berpengaruh
terhadap
belajar matematika.
lebih
bersiklus
dan
(Suharsimi
refleksi.
Tindakan
Dari 17 siswa tersebut terdiri 7 siswa laki
Tujuan penelitian ini yaitu agar
siswa
dengan
tentang
Di dalam pelaksanaan penelitian,
kompetensi
peneliti (guru kelas) bekerja sama dengan
penjumlahan dan pengurangan pecahan,
guru mitra yaitu bapak Darmin Safariadi.
dengan bagitu diikuti dengan hasil belajar
Peran
siswa yng akan meningkat.
pengamatan
matematika
mudah
khusunya
belajar
dan 10 siswa perempuan.
pada
guru
kegiatan
dan
dalam
yaitu
melakukan
pencatatan
terhadap
pelaksanaan
tindakan.
Kegiatan yang diamati yaitu kegiatan yang
Metode Penelitian
Menurut
tersebut
pendekatan
penelitian,
dilakukan
oleh
guru,
siswa,
maupun
pendekatan penelitian ini adalah penelitian
keterlaksanaan perbaikan sebagai sumber
kualitatif.
data. Informasi yang diterima selama proses
jenis
Sedangkan menurut jenisnya,
penelitian
Tindakan
Kelas
ini
adalah
Penelitian
(classroom
pembelajaran
action
pedoman
direkam
dalam
lembar
pengamatan,
lembar
catatan
research). PTK adalah salah satu jenis
lapangan, kamera, dan daftar rekap nilai tes.
tindakan yang bertujuan untuk mengatasi
Selanjutnya dihimpun sebagai data yang
masalah pembelajaran yang terjadi pada
akan diolah, dianalis, dan disimpulkan untuk
latar tindakan (Akbar, 2008:66). PTK
memperoleh deskripsi yang jelas.
dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
198
ISSN 2502-8723
Hasil Penelitian
menjumlahkan pecahan dengan pembilang
Siklus I
satu, dan pertemuan ketiga membahas
Beberapa hal yang akan dilakukan
kompetensi
penjumlahan
pecahan
peneliti sebelum penelitian adalah (1)
berpenyebut sama dan berpenyebut berbeda.
merencanakan perangkat pembelajaran yang
Diakhir pertemuan dilanjutkan dengan tes
terdiri
akhir siklus I.
dari
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa,
Lembar
Tes
Individu,
pembelajaran
inkuiri
(2)
terbimbing
dengan
merencanakan instrumen penelitian yang
manipulatif
untuk
terdiri dari lembar dan format wawancara,
belajar siswa siklus I ditemukan hal-hal
sedangkan kompetensi pembelajaran yang
sebagai berikut:
akan dilaksankan pada siklus I adalah
a. Aktifitas guru dalam keterlaksanaan
membandingkan
Soal
Penerapan
media
meningkatkan
hasil
mengurutkan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
pecahan,
bantuan media manipulatif berjalan
penjumlahan pecahan dengan pembilang
cukup baik. Persentase keterlaksanaan
satu, penjumlahan pecahan berpenyebut
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
sama,
pecahan
bantuan media manipulatif memperoleh
berpenyebut berbeda. RPP dibuat sesuai
kategori aktif, yaitu mencapai skor rata-
dengan tahapan-tahapan proses penerapan
rata 87%. Kekurangan pada siklus I ini
pembalajaran inkuiri terbimbing dengan
guru kurang memperhatikan efisiensi
bantuan media manipulatif, LKS dan tes
waktu terlihat ketika melakukan proses
individu dibuat sesederhana mungkin dan
pembelajaran pertemuan pertama waktu
tidak
tersita pada kegiatan awal. Penerapan
pecahan,
pecahan,
bantuan
menyederhanaan
dan
penjumlahan
menyulitkan
rancangan
intrumen
siswa,
sedangkan
penelitian,
peneliti
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
menggunakan prinsip mudah dipahami dan
bantuan
media
diisi oleh observer pada saat mengamati
anggota kelompok tidak terlalu banyak
setiap tindakan dalam proses pembelajaran.
sehingga
siswa
manipulatif
aktif
yang
mengikuti
Pelaksanaan dalam siklus I ini dibagi
pelajaran. Pernyataan ini didukung dari
menjadi 3 kali pertemuan, dengan rincian
Silberman (2009: 151) mengemukakan
pertemuan
membahas
tentang
bahwa ‖salah satu cara terbaik untuk
membandingkan
dan
mengembangkan belajar yang aktif
mengurutkan pecahan, pertemuan kedua
adalah memberikan tugas belajar yang
membahas
diselesaikan dalam kelompok kecil
ke satu
kompetensi
menyederhanakan
tentang
kompetensi
pecahan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
siswa.‖
dan
199
ISSN 2502-8723
b. Hasil
wawancara
siswa
dengan
menunjukkan
beberapa
jawaban
pecahan agar lebih dimaksimalkan lagi cara
yang
penyampaiannya,
pengelolaan
kelas,
hampir 100% menjawab positif dan
memotivasi siswa agar lebih berani dan
senang dengan proses pembelajaran
percaya diri, pengelolaan penggunaan media
yang sudah dilaksanakan. Senangnya
manipulatif pada saat proses pembelajaran,
siswa dapat dilihat dari aktivitas dia
konsentrasi
selama kegiatan proses pembalajran
pembelajaran,
berlangsung
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
dan
pada
saat
diwawancara.
siswa
dalam
sedangkan
proses
kompetensi
siklus II yaitu pengurangan pecahan.
c. Hasil belajar siswa pada siklus I masih
Pembelajaran pada siklus II disusun
kurang, rata-rata hasil belajar siswa
berdasarkan hasil observasi dan refleksi
pada siklus I diperoleh 56,6 (8 siswa
yang dilakukan pada tindakan siklus I.
yang masih di bawah KKM dan 7 siswa
Masalah yang berhasil diidentifikasi sebagai
sudah
memenuhi
dengan
kriteria
standart
KKM)
bahan acuan untuk menyusun Rencana
ketuntasan
klasikal
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan
sebesar 75, dengan demikian hasil
siklus II. Hasil refleksi dari siklus I
belajar siklus I belum mencapai KKM
dijadikan rencana untuk perbaikan pada
matematika
SDN
pelaksanaan pembelajaran tindakan siklus II.
Balongegemek I kecamatan Megaluh
Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
kabupaten Jombang
yaitu
kelas
V
Siklus II
dapat
melakukan
operasi
pengurangan pecahan. Waktu pembelajaran
Beberapa hal yang dilakukan peneliti
untuk siklus II dilakukan selam tiga kali
pada siklus II sebelum melakukan penelitian
adalah
siswa
(1)
merancang
pertemuan, termasuk tes.
perangkat
Penerapan
pembelajaran
pembelajaran yang terdiri dari Rencana
terbimbing
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar
manipulatif pada siklus II dilakukan dengan
Kerja Siswa (LKS), lembar tes soal individu,
beberapa
(2) merancang intrumen penelitian yang
mengoptimalkan
terdiri dari lembar observasi dan format
sehingga semua kekurangan pada siklus I
wawancara, (3) merancang pembelajaran
dapat terpenuhi. Berikut ini temuan-temuan
yang dapat memperbaiki segala bentuk
pada siklus II.
kelemahan dan kekurangan pada siklus I,
a. Aktifitas guru dalam keterlaksanaan
diantaranya
menyangkut
masalah
dengan
perubahan,
bantuan
inkuiri
terutama
proses
media
untuk
pembelajaran
cara
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
menyampaikan materi operasi penjumlahan
bantuan media manipulatif berjalan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
200
ISSN 2502-8723
sangat baik. Persentase keterlaksanaan
terbimbing
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
manipulatif ini dilaksanakan mulai tanggal
bantuan media manipulatif memperoleh
13 April 2015 sampai dengan 25 April 2014
kategori sangat aktif, yaitu mencapai
yang dibagi menjadi dua siklus. Skenario
skor
pembelajaran
rata-rata
92%.
Guru
sudah
dengan
bantuan
dengan
media
menggunakan
menerapkan semua aspek yang terdapat
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
pada lembar observasi keterlaksanaan
bantuan media manipulatif yang diterapkan
model pembelajaran inkuiri terbimbing
guru di kelas V SDN Balonggemek 1
dengan bantuan media manipulatif. Hal
terlaksana sepenuhnya dengan baik. Hal ini
ini menunjukkan terjadinya peningkatan
dapat dilihat dari hasil observasi penerapan
dari kegiatan siklus I ke siklus II.
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
b. Hasil
siswa
wawancara
dengan
menunjukkan
beberapa
jawaban
bantuan
yang
media
manipulatif
dengan
menggunakan cheklist.
hampir 100% menjawab positif dan
Berdasarkan data yang diperoleh dari
senang dengan proses pembelajaran
instrumen
yang sudah dilaksanakan. Senangnya
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing
siswa dapat dilihat dari aktivitas dia
dengan bantuan media manipulatif pada
selama kegiatan proses pembalajran
kedua siklus sudah berlangsung maksimal.
berlangsung
Pada siklus I, ketercapaian pelaksanaan
dan
pada
saat
diwawancara.
tersebut,
ditemukan
bahwa
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
c. Hasil belajar kognitif siswa sudah
bantuan media manipulatif adalah 87%.
sangat baik, hanya terdapat 4 siswa
Setelah
yang belum tuntas belajar. Ketuntasan
pelaksanaan,
hasil belajar kognitif mencapai skor
pelaksanaan
rata-rata 88,4, sehingga pembelajaran
mengalami
dengan penerapan pembelajaran inkuiri
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
terbimbing
bantuan media manipulatif pada siklus II
dengan
bnatuan
media
manipulatif sudah dianggap berhasil.
beberapa
maka
perbaikan
pada
siklus
pembelajaran
peningkatan.
dalam
II
tersebut
Pelaksanaan
mencapai 92%.
Pembelajaran
bantuan
inkuiri
media
terbimbing
Pembahasan
dengan
A. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri
dilaksanakan sebanyak dua siklus dan
Terbimbing dengan bantuan Media
dilaksanakan
Manipulatif
pertemuan. Pertemuan pertama membahas
Penerapan
pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Inkuiri
sebanyak
manipulatif
enam
kali
membandingkan dan mengurutkan pecahan,
201
ISSN 2502-8723
pertemuan
kedua
membahas
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
menyederhanakan pecahan dan penjumlahan
Pemilihan
pecahan dengan pembilang satu, pertemuan
berperan dalam pencapaian kompetensi-
ketiga membahas penjumlahan pecahan
kompetensi yang lainnya, akibatnya guru
berpenyebut sama dan berpenyebut berbeda
dituntut
disertai dengan tes akhir siklus I, pertemuan
penerapannya.
keempat membahas mengurangkan pecahan
ditimbulkan diharapkan menjadikan siswa
berpenyebut
satu,
kelima
menjadi lebih tertarik dengan materi yang
membahas
mengurangkan
pecahan
diberikan guru dan pemahaman pun menjadi
berpenyebut sama sedangkan pertemuan
lebih tahan lama tertanam pada siswa.
keenam membahas mengurangkan pecahan
Sehingga kecil kemungkinan siswa lupa
berpenyebut berbeda dengan disertai tes
dengan pembelajaran di sekolah karena
akhir siklus II.
siswa tidak hanya hafal langkahnya saja
pertemuan
Setiap pertemuan dalam pembahasan
kegiatan
guru
untuk
lebih
sangat
jeli
dalam
Ketertarikan
yang
Berdasarkan hal tersebut di atas,
yang terdiri dari
mengucapkan
manipulatif
namun juga pemahaman konsep.
materi terbagi menjadi tiga tahap bagian,
yaitu: 1) kegitan awal,
bahan
seorang pendidik harus terampil dalam
salam,
membuat
dan
merakit
manipulatif
melakukan apersepsi dan menyampaikan
matematika agar siswa-siswa tertarik pada
tujuan pembelajaran; 2) kegiatan inti,
kompetensi
kegiatan yang dilakukan meliputi tanya
dipelajari. Bentuk, warna, dan ukuran media
jawab
manipulatif dibuat sedemikian rupa agar
pengurangan
penjumlahan
pecahan,
dan
merumuskan
siswa
pelajaran
tertarik
dan
masalah, membuat hipotesis, dan diskusi
mengaplikasikannya
dalam kelompok; 3) kegitan akhir, kegiatan
pembelajaran.
yang dilakukan diantaranya penyimpulan,
B. Penerapan
refleksi, dan menutup proses pembelajaran.
yang
senang
sedang
pada
saat
dalam
proses
Pembelajaran
Inkuiri
Manipulatif terhadap hasil belajar
media manipulatif sangat membantu dalam
Penerapan
mengarahkan siswa dalam memahami dan
terbimbing
belajar
manipulatif
penjumlahan
pembelajaran
Terbimbing dengan Bantuan Media
Pembelajaran dengan menggunakan
kompetensi
proses
media
memimpin doa, memeriksa kehadiran siswa,
tentang
untuk
sebuah
dan
pembelajaran
dengan
pada
inkuiri
bantuan
media
operasi
hitung
pengurangan pecahan dan pada akhirnya
penjumlahan dan pengurangan pecahan
siswa
dalam
dasar
dapat
menmukan
matematika
pada
konsep-konsep
kompetensi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
penelitian
ini
bertujuan
untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam
202
ISSN 2502-8723
penelitian ini hasil belajar siswa diukur
dalam siklus I, hasil belajar siswa masih
melalui tes. Tes ini dilakukan pada setiap
kurang
akhir
masih kesulitan dalam menghitung operasi
tindakan
dari
dua
siklus
yang
dilaksanakan oleh peneliti.
Hasil
tes
akhir
memuaskan,
diantaranya
siswa
penjumlahan pecahan, tingkat kepercayaan
pada
diri siswa rendah, masih ada siswa yang
penelitian ini digambarkan dalam bentuk
kurang teliti dalam menjawab soal yang
skor yang diperoleh siswa selama proses
diberikan oleh guru baik pada lembar LKS
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
atau latihan individu, pengelolaan kelas
bantuan media manipulatif pada kompetensi
yang belum maksimal, penjelasan materi
operasi
dan
yang tidak efektif dan efisien, pemberian
pengurangan pecahan. Peningkatan hasil
motivasi yang masih rendah kepada diri
belajar
siswa, dan pada saat kerja kelompok ada
hitung
siswa
tindakan
penjumlahan
dapat
dilihat
melalui
peningkatan persentase hasil belajar yang
sebagian
siswa
yang
tidak
diperoleh siswa kelas V pada tes akhir siklus
berpartisipasi.
I dan tes akhir siklus II, yaitu pada tes akhir
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa,
siklus I diperoleh hasil belajar siswa 56,6%,
dan diperoleh persentase hasil belajar siswa
sedangkan pada tes akhir siklus II diperoleh
pada siklus I yang belum memenuhi KKM
presentase hasil belajar siswa 80,4%.
yaitu 56,6%.
Masalah-masalah
ikut
tersebut
Berdasarkan analisis data tes akhir
Pada siklus II, hasil belajr siswa
tindakan pada siklus I dan siklus II,
terhadap kompetensi yang diberikan peneliti
diketahui
siswa
mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan
mengalami peningkatan. Peningkatan hasil
dengan persentase siswa yang memenuhi
belajar terjadi pada tingkat ketuntasan
KKM pada siklus II adalah 80,4%. Hal ini
individu yang dapat dilihat dari rata-rata
disebabkan karena siswa sudah memahami
kelas ataupun dari persentase siswa yang
materi yang dierikan oleh peneliti sehingga
tuntas pada kelas tersebut. Persentase
siswa dapat memecahkan masalah yang ada
ketuntasan
sebesar
dengan baik.
23,8%. Berdasarkan hasil analisis tersebut
Hasil
dapat
bahwa
hasil
klasikal
diketahui
belajar
meningkat
bahwa
penerapan
belajar
siswa
meningkat
disebabkan oleh pengalaman-pengalaman
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
yang
bantuan media manipulatif pada kompetensi
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
operasi
bantuan media manipulatif. Pembelajaran
penjumlahan
dan
pengurangan
pecahan dapat meningkat.
melalui
penerapan
yang disajikan dengan bantuan media
Dalam pembelajaran yang dilakukan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
diberikan
manipulatif dapat disajikan lebih mudah,
203
ISSN 2502-8723
menarik dan mudah dicerna oleh siswa.
75. Prosentase ketuntasan klasikal pada
Penyajian pembelajaran yang menarik dapat
siklus I adalah 56,6%, sedangkan prosentase
membuat semangat dan motivasi siswa
ketuntasan klasikal pada siklus II adalah
dalam belajar lebih meningkat.
80,4%.
Hasil wawancara terhadap tujuh
belas
siswa
subjek
penelitian
Hal
ini
menunjukkan
ada
peningkatan sebesar 23.8%.
dapat
Berdasarkan hasil wawancara, siswa
diketahui bahwa siswa sudah memahami
senang
kompetensi yang dijelaskan oleh guru.
terbimbing
Melalui hasil wawancara dari jutuh belas
manipulatif
subyek
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
penelitian,
mereka
sudah
bisa
dengan
pembelajaran
dengan
bantuan
inkuiri
media
pada kompetensi operasi
menjelaskan soal operasi penjumlahan dan
pengurangan pecahan dengan benar.
Kesimpulan
C. Hasil Belajar
1. Penerapan
Hasil belajar adalah kemapuan yang
terbimbing
Pembelajaran
dengan
Inkuiri
bantuan
media
diperoleh siswa setelah melalui kegiatan
manipulatif yang dilakukan terdiri dari
belajar
langkah-langkah:
sehingga
tercapainya
tujuan
siswa
merumuskan
pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat
masalah dengan didampingi oleh guru,
pencapaian
siswa
hasil
belajr
siswa,
guru
menggunakan tes hasil belajar.
membuat
hipotesis
dengan
didampingi oleh guru, mengumpulkan
Berdasarkan hasil observasi guru,
data dengan cara siswa mendiskusikan
hasil tes siswa, dan wawancara terhadap
LKS, menganalisis data dengan cara
tujuh
dapat
siswa menuliskan hasil pekerjaannya di
diketahui bahwa siswa dapat memahami
papan tulis setelah itu didiskusikan
operasi
secara
belas
subyek
hitung
penelitian,
penjumlahan
dan
pengurangan pecahan. Hasil tes akhir
bersama-sama,
dan
menyimpulkan kegiatan pada hari itu.
tindakan yang diperoleh siswa dari Siklus I
2. Penerapan
dan Siklus II mengalami peningkatan yang
terbimbing
cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa
manipulatif dapat peningkatkan hasil
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap
belajar siswa dilihat dari nilai tes akhir
kompetensi
operasi
dan
setiap siklus. Rata-rata nilai akhir siswa
pengurangan
pecahan
meningkat.
pada siklus I mencapai 56,6 dan pada
Standar Nilai Ketuntasan siswa yang di
siklus II mencapai 80,4. Pada siklus I
tetapkan oleh SDN Balonggemek 1 untuk
terdapat 7 siswa yang tuntas dalam
mata pelajaran matematika di kelas V adalah
belajar,
penjumlahan
telah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
204
pembelajaran
dengan
sedangkan
inkuiri
bantuan
pada
media
siklus
II
ISSN 2502-8723
terdapat 13 siswa yang tuntas
dangan
bantuan
media
manipulatif,
sebaiknya dapat dilaksanakan pada materi
yang berbeda sehingga dapat memperoleh
Saran
Beberapa
saran
yang
dapat
suatu gambaran yang lebih lanjut tentang
disampaikan berdasarkan hasil penelitian
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
ini adalah sebagai berikut.
bntuan media manipulatif.
1. Bagi Guru
a. Penerapan
pembelajaran
terbimbing
dengan
bantuan
DAFTAR RUJUKAN
inkuiri
Akbar, Sa‘dun. 2008. Penelitian Tindakan
Kelas (Filosofi, Metodologi, dan
Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Budi Aksara.
media
manipulatif dapat dijadikan salah satu
alternatif yang layak dipertimbangkan
dalam pembelajaran matematika pada
Azhar, A. 2007. Media Pembelajaran.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Budiada, I Wayan. 2010. Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Berbasis Asesmen
Portofolio Terhadap Hasil Belajar
Kimia Siswa Kelas X Ditinjau Dari
Adversity Quotient. (Online),
http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ep/article/vie
w/36, diakses pada 24 desember 2014.
Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran
Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada
Konsep Listrik Dinamis. Jurnal
Inspirasi Pendidikan. Volume 1.
(Online),
http://risecahyono.blogspot.com/2011/
02 /model-pembelajaran-berbasisinkuiri.html, diakses pada 24
desember 2014.
Clark. 1981. Psikologi Pendidikan. Jakarta
Gramedia.
Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Kurikulum 2006.
Jakarta: Depdiknas.
Djamarah. SB. 2011. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
kompetensi operasi penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
b. Sebelum
melakukan
pembelajaran
inkuiri terbimbing berbantuan media
manipulatif
,
hendaknya
guru
mengingatkan kembali materi yang
dilakukan sehingga siswa lebih mudah
dalam memahami materi, misalnya
dengan cara melakuakn tanya jawab
kepada siswa dengan begitu siswa akan
antusia
mengikuti
proses
belajar
mengajar.
c. Sebelum memulai kegiatan sebaiknya
tanamkan konsep matematika kepada
siswa, ini dilakukan supaya siswa tidak
kesulitan
dalam
membelajari
matematika pada tingkat yang lebih
tinggi lagi.
2. Bagi peneliti
Bagi peneliti lain yang mempunyai
Goos, Merrilyn. 2004. Learning
Mathematics in a Classroom
Community of Inquiry. Journal for
keinginan untuk mengadakan penelitian
tentang pembelajaran inkuiri terbimbing
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
205
ISSN 2502-8723
Research in Mathematics Education.
Vol.35.
Hauser, J. 2007. Science Inquiry: The Link
to Accessing the General Education
Curriculum The Acces Cente'- (Online),
(http://www.KVIH-Accesscenter.org/
document/sciencelnquiry-PDF.pdf),
diakses 17 desember 2013).
Heinich, R. et.al. 1996. Intructional Media
and Technologies for Learning. 5th
edition.
Hudojo,H. 1988. Mengajar Belajar
Matematika. Jakarta: Departemen
P&K Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi PPLPTK.
Ismawati, Henik. 2007. Meningkatkan
Aktifitas dan Hasil Belajar SainsFisika Melalui Pembelajaran Inkuiri
Pokok bahasan Pemantulan Cahaya
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13
Semarang. (Online),
https://ml.scribd.com/doc/35858928/H
ENIK-ISMAWATI, diakses pada24
desember 2014.
Mbulu.2001. Pengajaran Individual.
Malang: Elang Mas
Metzler, M.W. 2000. Instructional Models
For Physical Education.
Massachusetts: Allyn & Bacon A
Pearson Education Company.
p/JJPGSD/article/download/3063/253
7, diakses pada 5 januari 2015.
P. I. Wijayanti, Mosik, N. Hindarto. 2010.
Explorasi Kesulitan Belajar Siswa
pada Pokok Bahasan Cahaya dan
Upaya Peningkatan Hasil Balajar
melalui Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing, diakses pada 23 Agustus
2013.
Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika
yang Menyenangkan. Jakarta :
Depdiknas Dirjen Dikti
Resty Riana, Margiati, Nursyamsiar. 2013.
Penggunaan Media Manipulatif Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Pembelajaran Matematika
Sekolah Dasar. (Online),
jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/arti
cle/viewFile/3944/3928, diakses pada
24 desember 2014.
Rohani, A. 1997. Pengelolaan Pengajaran.
Jakarta : Rineka Cipta.
Sadiman, Arif S, dkk. 2005. Media
Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Sanjaya, Wira. 2008. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Slameto. 2003. Evaluasi Pendidikan.
Salatiga: Bumi Aksara.
Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika
Kreatif dan Inovatif. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sudjana, Nana .2002. Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru Algesindo
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan
Implementasinya, Penerbit Prestasi
Pustaka Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 tahun 2003. Sistem pendidikan
nasional. Jakarta: CV. Eko Jaya.
Muhibbin, dkk. 2012. Penggunaan Media
Manipulatif Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Pada Siswa
Kelas IV SDN 42 Cakranegara Tahun
Pelajaran 201I/2012. Jurnal PGSD
UNRAM 1 (1), Hal 1, [Online],
(http://fkipunram.ac.id/ejurnal/index.php/pgsd/art
icle/view/122, diakses tanggal 05
Desember 2014).
Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran
Matematika SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Ni Luh Astiningsih, I Nym. Murda, I Md.
Suarjana. 2014. Pengaruh Model Core
Berbantuan Media Manipulatif
terhadap Hasil Belajar Matematika.
(Online),
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
206
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN CNC PU3A MILLING SISTEM FANUC
TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA
TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Riana Nurmalasari, Luchyto Chandra Permadi,
Poppy Puspitasari, Andoko, Marji
Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang No 5 Malang
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang ditindaklanjuti dengan penelitian quasi
eksperimental. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan media pembelajaran CNC untuk
mempermudah proses pembelajaran secara teoritik maupun pratik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui perbedaan hasil belajar mahasiswa antara yang menggunakan media pembelajaran CNC
dan yang tidak menggunakan media pembelajaran CNC. Pengembangan media pembelajaran CNC
mengadopsi model pengembangan ADDIE yaitu: 1) analysis (analisis), 2) design (desain), 3) development
(pengembangan), 4) implementation (implementasi), 5) evaluation (evaluasi). Subjek penelitian terdiri
dari mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Mesin angakatan 2012 kelas A1 dan A3. Pengambilan data
menggunakan observasi awal serta penilaian hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis
data menggunakan Uji-T. Hasil pengembangan media pembelajaran menunjukkan hasil yang valid untuk
kelayakan dan kemudahan penggunaan media. Hasil validasi ahli media 93.1%, hasil validasi ahli
materi 89,8%, dan uji coba kelompok kecil 88.6%. Selanjutnya, hasil penelitian quasi eksperimental
menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai pvalue 0,000.
Kata kunci: media pembelajaran, CNC, hasil belajar
Abstract: This research is development research that continuing with quasi experimental research. The goal
of this research is to develop CNC learning media to facilitate the learning process. Besides, the goal of this
research is also to determine the differences student‘s learning outcomes using CNC learning media and do
not use CNC learning media. Development of CNC learning media was adopted from ADDIE model, these
are: 1) analysis (analysis), 2) design (design), 3) development (development), 4) implementation
(implementation), 5) evaluation (evaluation). Subject of this research were students of Mechanical
Engineering Education 2012 class A1 and A3. The data collection through observation and assessment of
learning outcomes in the experimental class and control class. The techniques of data analysis is used TTest. Development CNC learning media showed valid results for the feasibility and ease of use. The results
of validity are 93.1% from expert of media, 89.8% from expert of content, and 88.6% from testing in small
group. Furthermore, the results of quasi experimental research showed differences in learning outcomes
between the experimental class and control class with a p-value of 0.000.
Key words: learning media, CNC, learning outcomes.
dan Shoenfeldt dalam Sonhadji (2012)
Pendahuluan
Pendidikan kejuruan ditinjau dari
substansi
karakteristik
pembelajarannya
yang
menyatakan bahwa dalam memilih substansi
memiliki
berbeda
pembelajaran, pendidikan kejuruan harus
dengan
selalu mengikuti perkembangan IPTEK,
pendidikan umum (Sonhadji, 2012). Nolker
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
207
ISSN 2502-8723
kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu,
pendidik profesional untuk merangsang
dan lapangan kerja. Salah satu upaya untuk
peserta didik yaitu dengan menggunakan
mendukung
media pembelajaran yang menarik dan
pernyataan
tersebut
adalah
dengan memanfaatkan teknologi informasi
inovatif.
dan
menempati posisi
komunikasi
Communication
(Information
and
Technology/ICT)
dalam
sebagai
sistem pembelajaran.
ICT
telah
pembelajaran
yang
satu
cukup
komponen
Tanpa media,
penting
sistem
komunikasi
dalam
sistem
tidak akan terjadi dan proses pembelajaran
mengubah
sistem
sebagai proses komunikasi juga tidak akan
pembelajaran pola konvensional atau pola
bisa berlangsung secara optimal.
tradisional menjadi pola modern yang
bermedia
salah
pembelajaran.
Pemanfaatan
pembelajaran
Media
(Husamah,
2014).
Penggunaan
Johan
dalam proses
media
pembelajaran
pembelajaran
adalah untuk
mengungkapkan bahwa ICT dalam waktu
meningkatkan hasil belajar tergantung pada
yang sangat singkat telah menjadi satu
(1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan,
bahan
dan
bangunan
perkembangan
penting
kehidupan
dalam
masyarakat
(3)
karakteristik
penerima
pesan
(Permadi, 2014). Dengan demikian dalam
modern
memilih dan menggunakan media, perlu
(http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat).
diperhatikan ketiga faktor tersebut. Apabila
Sayangnya,
(2011),
ketiga faktor tersebut mampu disampaikan
perkembangan ICT yang memiliki banyak
dalam media pembelajaran tentunya akan
manfaat
memberikan hasil yang maksimal. Ada
menurut
belum
Kusairi
dimanfaatkan
secara
optimum dalam proses pembelajaran.
beberapa jenis media pembelajaran yang
Upaya untuk mengintegrasikan ICT
meliputi: a) Media Visual : grafik, diagram,
dalam proses pembelajaran masih kurang
chart, bagan, poster, kartun, komik b) Media
sehingga
nyata
Audial : radio, tape recorder, laboratorium
Sebagai
contoh,
bahasa, dan sejenisnya c) Projected still
multimedia
telah
media : slide; over head projektor (OHP), in
berkembang pesat di masyarakat, namun
fokus dan sejenisnya d) Projected motion
pembelajaran di kelas tetap konvensional
media : film, televisi, video (VCD, DVD,
meskipun telah menggunakan teknologi
VTR), komputer dan sejenisnya. Pada
komputer.
sudah
hakikatnya media pembelajaran itu sendiri
seharusnya memiliki kemampuan dalam
yang menentukan hasil belajar (Sadiman,
penyampaian materi yang sesuai dengan
2010).
dampak
(Husamah,
ICT
2014).
perkembangan
Tenaga
kurang
pendidik
yang di ajarkan. Inisiatif serta kemampuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
208
ISSN 2502-8723
Media sendiri jika diterapkan pada
Mesin Universitas Negeri Malang selama
proses pembelajaran akan menarik minat
ini,
siswa karena merupakan gabungan antara
mengoperasikan mesin CNC PU3A Milling
pandangan,suara,
Melihat
dengan sistem Fanuc , untuk kemudian
penjelasan tentang media, ada beberapa
dipraktikan oleh mahasiswa. Selanjutnya,
aplikasi media yang dapat digunakan dalam
mulai dikembangkan media pembelajaran
pembuatan media pembelajaran. Seperti
dengan adobe flash, hal ini dikarenakan
PPT (power point), mikromedia, prezi
pada aplikasi ini bisa memuat beberapa
dekstop
penunjang
dan
dan
gerak.
program
flash.
Aplikasi
sekedar
penyampaian
untuk
proses
cara
pembelajaran.
tersebut ada kekurangan serta kelebihan.
Pembelajaran yang terdiri dari pengenalan
Media flash adalah media pembelajaran
secara umum mesin CNC PU3A Milling
yang bisa mendukung dalam pembelajaran
dengan sistem Fanuc
mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem
bagian dalamnya.
Fanuc.
berserta bagian-
Program flash diharapkan menjadi
Program flash diharapkan menjadi
media
yang
dapat
digunakan
suatu media yang dapat dipakai sebagai
untuk
pembelajaran
bagi
mahasiswa
untuk
memberikan pengajaran kepada mahasiswa.
memahami, melihat secara langsung mesin
Selain
itu
memahami
mahasiswa
dan
dapat
akan
mudah
CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc,
melihat
secara
serta meningkatkan kualitas hasil belajar
langsung mesin CNC PU 3A Milling dengan
CNC.
sistem Fanuc yang digunakan dalam media
mengembangkan media pembelajaran CNC
ini.
sebagai
untuk mempermudah proses pembelajaran
program untuk pembelajaran CNC PU3A
secara teoritik maupun pratik. Selain itu,
Milling dengan sistem Fanuc ini berfungsi
penelitian
untuk proses pembelajaran tentang mesin
mengetahui
CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc .
mahasiswa antara yang menggunakan media
Media pembelajaran akan berfungsi baik
pembelajaran
jika memiliki tiga faktor, yaitu (1) guru atau
menggunakan media pembelajaran CNC.
Penggunaan
media
flash
Penelitian
ini
ini
bertujuan
untuk
juga
bertujuan
untuk
perbedaan
hasil
belajar
CNC
dan
yang
tidak
dosen sebagai pengajar, (2) buku atau modul
sebagai
panduan
dan
(3)
media
METODE
pembelajaran yang berupa media supaya
Model
hasil belajar bisa tercapai.
Fanuc
pengembangan
yang
digunakan sebagai dasar pengembangan
CNC PU3A Milling dengan sistem
media pembelajaran yang berbasis media
yang dipelajari di Jurusan Teknik
interaktif untuk pembelajaran CNC PU3A
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
209
ISSN 2502-8723
Milling dengan sistem Fanuc adalah model
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengembangan ADDIE. Berikut tahapan
1.
model pengembangan media pembelajaran
Hasil
Pengembangan
Media
Pembelajaran CNC PU-3A Milling
dengan mengadopsi tahapan ADDIE.
Dengan Sistem Fanuc
Media pembelajaran mesin CNC PU
3A Milling dengan sistem Fanuc merupakan
Analisis kebutuhan
Mengetahui kondisi
lapangan
sebuah
media
pembelajaran
yang
menggabungkan teks, gambar, animasi,
Desain
Strategi
pengembangan
1. Kompetensi khusus
suara, video dan simulasi yang dirancang
untuk pembelajaran mesin CNC PU 3A
2. Bahan ajar dan Strategi
Pengembangan
Milling
Prototipe
1. Persiapan
dengan
sistem
Fanuc.
Media
pembelajaran ini dapat digunakan untuk
2. Pelaksanaan
pengajaran
3. Editing Produk
Implementasi
Produk setengah
jadi
4. Uji coba
umum
atau
dosen
pengampu matakuliah, serta mahasiswa
dalam kegiatan belajar mengajar. Tampilan
Produk
jadi
Evaluasi
secara
dari produk media pembelajaran mesin CNC
Gambar 1. Diagram Alur Prosedur
PU 3A Milling dengan sistem Fanuc yang
Pengembangan ADDIE
sudah menjadi produk akhir pengembangan
(Sumber: Sunanuddin, 2013)
Selanjutnya,
media
halaman tujuan, berisi tujuan pengembangan
pembelajaran selesai dibuat. Dilanjutkan
media mesin CNC PU 3A Milling dengan
dengan
eksperimental.
sistem Fanuc, halaman pembuka (fungsi
Subjek penelitian terdiri dari mahasiswa S1
tombol, kontrol mesin, kontrol program,
Pendidikan Teknik Mesin angakatan 2012
fungsi kode G dan kode M, cara menyalakan
kelas A1 dan A3. Pengambilan data
mesin, cara mematikan mesin, peralatan
menggunakan observasi awal serta penilaian
yang
hasil belajar pada kelas eksperimen dan
manual).
peneitian
setelah
terdiri dari halaman menu utama atau home,
quasi
kelas kontrol. Analisis data menggunakan
di
butuhkan,
Halaman
Uji-T.
pemrogram
tutorial
berisi
secara
tentang
setting mesin CNC PU 3A Milling dengan
sistem Fanuc (melihat tool number pahat,
memanggil pahat agar terpasang pada
spindle, memasang dan melepas pahat pada
pocket
CNC,
memutar
pahat
dengan
kecepatan tertentu, setting pahat dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
210
ISSN 2502-8723
bentuk, memilih posisi origin dari benda
mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem
kerja), transfer program pada mesin CNC
Fanuc adalah sebagai berikut: membantu
PU 3A Milling dengan sistem Fanuc (
pemahaman mahasiswa secara individual
mengcopy program dari memory card ke
(individual
memori CNC dan mengcopy program dari
pemahaman setiap mahasiswa berbeda. Hal
memory CNC ke memory card), editing
ini dapat menciptakan iklim belajar yang
program pada CNC PU 3A Milling dengan
efektif bagi mahasiswa yang lambat belajar
sistem Fanuc (membuka program yang
(slow learner) dan juga dapat memacu
tersimpan di memory CNC, mengedit
efektifitas belajar bagi mahasiswa yang
program yang tersimpan di memory CNC,
lebih cepat (fast learner); meningkatkan
menghapus program yang tersimpan di
motivasi dan perhatian mahasiswa untuk
memory CNC), eksekusi benda kerja pada
belajar materi mesin CNC PU 3A Milling
mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem
dengan sistem Fanuc; media pembelajaran
Fanuc (memanggil program yang akan
menggunakan CD sangat fleksibel, dapat
dikerjakan,
sebelum
dipelajari dimana saja dan kapan saja
eksekusi, eksekusi benda kerja dari memory
dengan syarat memiliki komputer yang
CNC, memulai eksekusi benda kerja dari
terdapat DVD player
pertengahan program), halaman penulis
pembelajaran tidak hanya berlangsung di
berisi
lingkungan kampus.
langkah
persiapan
biodata tentang pembuat media
learning)
karena
tingkat
sehingga proses
pembelajaran mesin CNC PU-3A PU 3A
Milling dengan sistem Fanuc. Pemrograman
2.
Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa
secara manual (membuat kode program
antara yang Menggunakan Media
facing dalam bentuk video, membuat kode
Pembelajaran CNC dan yang Tidak
program
Menggunakan Media Pembelajaran
contur
dalam
bentuk
video,
membuat kode program bor). Penggunaan
media
pembelajaran
ini
tanpa
CNC
harus
Hasil uji hipotesis dengan uji T dapat
menginstall software apapun, melalui CD
dilihat
pada
Tabel
1.
interaktif secara otomatis dapat dijalankan
Summary sebagai berikut:
Output
Model
begitu CD terbaca di komputer dengan cara
langsung mengklik file projek.exe.
Hasil
dari
produk
media
pembelajaran mesin CNC PU 3A Milling
dengan
sistem
Fanuc
ini
mempunyai
kelebihan, kelebihan media pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
211
ISSN 2502-8723
kedua variance sama besar (equal variances
Tabel 1. Output Model Summary
assumed)
Independent Samples Test
terpenuhi;
maka
kita
hasil
dua
sampel
menggunakan
Levene's
uji-t
Test for
independen dengan asumsi kedua variance
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
Sig
NIL
Equal
AI
varianc
MA
es
.
t
df
2.11
.15
6.68
8
4
4
36
95%
sama (equal variances assumed) untuk
Confidence
Err
Interval of
g.
or
the
Dif
Difference
derajat kebebasan n1 + n2 – 2 = 19+19-2 =
36 dan p-value (2-tailed) = 0,000. Karena
yang memberikan nilai t = 6,684 dengan
tai
Mean
fer
led
Differen
enc
Low
Upp
)
ce
e
er
er
3.1
14.4
27.0
10
82
97
.00
20.789
0
HAS assume
ISW
d
A
Equal
hipotesis H0 : µ1 < µ2 terhadap H1 : µ1 > µ2
.
Si
(2-
F
Std
kita melakukan uji hipotesis satu sisi (one
tailed) H1 : µ1 > µ2 , maka nilai p-value (2tailed) harus dibagi dua menjadi 0,000/2 =
varianc
6.68
27.1
.00
4
92
0
20.789
3.1
14.4
27.1
10
10
69
es not
assume
0,000. Karena p-value = 0,000 lebih kecil
dari α = 0,05 maka H0 : µ1 < µ2 ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata
d
nilai mahasiswa kelas eksperimen lebih baik
atau lebih besar nilainya dibandingkan rata-
Group Statistics
Std. Error
GROUP
N
Mean
Std. Deviation
rata nilai mahasiswa kelas kontrol.
Mean
NILAI
EKSPERIMEN
19
74.53
6.293
1.444
MAHA
KONTROL
19
53.74
12.009
2.755
Adanya perbedaan nilai tersebut
menunjukkan bahwa media pembelajaran
SISWA
turut berperan dalam meningkatkan kualitas
hasil
Untuk uji-t dua sampel independen,
berpengaruh,
sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi
adalah
mengatakan bahwa ―…media is that they
𝜎22 = variance group 2. Dari hasil Levene‘s
are the means or equip-ment that transmit
Test didapat p-value = 0,154 lebih besar dari
information from the sender to the receiver.
α = 0,05 sehingga H0 : 𝜎12 = 𝜎22 tidak dapat
In the context of education, me-dia is usually
ditolak. Dengan kata lain asumsi kedua
defined as instructional facilities that carry
variances
messages to learners‖. Dapat diartikan
assumed) terpenuhi. Karena hasil Levene‘s
bahwa media merupakan sarana
Test di atas menyatakan bahwa asumsi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
satunya
2011). Sementara, Qiyun & Sum (2003)
𝜎12 ≠ 𝜎22 di mana 𝜎12 = variance group 1 dan
(equal
salah
dipengaruhi oleh media (Ruhimat dkk.,
dengan hipotesis: H0 : 𝜎12 = 𝜎22 terhadap H1 :
besar
Proses
tujuan dikarenakan banyak faktor yang
mengetahui apakah asumsi kedua varian
sama
mahasiswa.
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan
dilakukan uji hipotesis Levene‘s Test untuk
varians
belajar
212
yang
ISSN 2502-8723
memberikan pesan kepada peserta didik atau
siswa. Sementara itu, Mayer & Moreno
menghubungkan informasi dari guru kepada
(2002) mengemukakan bahwa animasi dapat
siswa. Lebih lanjut disampaikan bahwa
menaikkan
media dalam bentuk presentasi, meliputi:
digunakan secara konsisten sesuai teori
tulisan, gambar, suara, animasi dan video.
kognitif pada pembelajaran multimedia.
Dengan demikian, penggunaan media tentu
Pendapat
berkontribusi
positif
bahwa
pembelajaran
dan
terhadap
hasil
proses
pembelajaran
pemahaman
tersebut
proses
menggunakan
khususnya hasil belajar.
animasi,
siswa
memperkuat
pembelajaran
media
dimana
asumsi
dengan
khususnya
dapat
ketika
media
memberikan
Selanjutnya adapun manfaat dari
kemudahan pema-haman siswa, sehingga
media pembelajaran, Kemp & Dayton
mampu meningkatkan pencapaian hasil
(1985)
belajar siswa.
menyebutkan
manfaat
daripada
media pembelajaran yaitu: (1) penyampaian
Berkaitan
dengan
sebagai
lebih menarik; (3) proses belajar menjadi
pembelajaran, maka terjadinya perubahan
lebih interaktif; (4) waktu penyampaian
perilaku ataupun peningkatan pemahaman
materi lebih singkat; (5) kualitas pengajaran
pengetahuan dan pengalaman merupakan
menjadi meningkat; (6) pengajaran dapat
sebuah
dilakukan kapan dan dimana diinginkan
mengatakan bahwa ―learning can be defined
serta dibutuhkan; (7) sikap positif siswa
as an experiential process resulting in a
terhadap apa yang dipelajari dapat diting-
relatively permanent change in behavior
katkan; serta (8) dapat mengubah peran
that canot be explained by temporary states,
positif guru. Selain itu juga dikatakan untuk
maturation, on innate response tendencies‖.
memotivasi serta membangkitkan kemauan
Pendapat
bertindak.
disampaikan Sugihartono, dkk (2007) bahwa
Ragan
dkk
(dalam
ini
belajar.
sesuai
proses
Klein
dengan
(2002)
yang
belajar merupakan suatu proses memperoleh
&
penge-tahuan dan pengalaman dalam wujud
Przybylo,2005) yaitu pembelajaran dengan
perubahan tingkah laku dan kemampuan
multimedia lebih efektif dan lebih efisien
bereaksi yang relatif permanen atau menetap
dari
konvensional.
karena adanya interaksi individu dengan
Ditambahkan pula oleh Aksoy (2012)
lingkungannya. Dapat disimpulkan bahwa,
menyatakan bahwa metode animasi lebih
hasil belajar merupakan dampak dari segala
efektif daripada metode pengajaran secara
proses memperoleh pengetahuan, hasil dari
tradisional dalam menaikkan hasil belajar
latihan, hasil dari proses perubahan tingkah
pembelajaran
Balazinski
hasil
adanya
belajar
pengajaran bisa lebih standar; (2) pengajaran
Sesuai dengan temuan Smith and
dampak
hasil
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
213
ISSN 2502-8723
laku yang dapat diukur baik melalui tes
CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc
perilaku, tes kemampuan kognitif, maupun
ini mempunyai kelebihan diantaranya dapat
tes psikomotorik.
membantu pemahaman mahasiswa secara
Sementara
menurut
individual
(individual
(2008); Sugihartono,dkk. (2007); Arikunto
meningkatkan
motivasi
(2008); dan Baharuddin & Esa (2010), hasil
mahasiswa untuk belajar materi mesin CNC
belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa
PU 3A Milling dengan sistem Fanuc, serta
faktor yang dikelompokkan menjadi dua
media
yakni bersumber dari dalam diri siswa
sangat fleksibel dapat dipelajari dimana saja
(internal) dan dari luar siswa (eksternal).
dan kapan saja dengan syarat memiliki
Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah
komputer
dan faktor psikologis yang di dalamnya
sehingga proses pembelajaran tidak hanya
termasuk
faktor
berlangsung di lingkungan kampus; 2) hasil
eksternal terbagi atas: lingkungan sosial
analisis menggunakan uji T menunjukkan
keluarga,
sekolah,
adanya perbedaan hasil belajar antara kelas
lingkungan sosial masyarakat, lingkungan
eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai
alamiah, serta instrumentasi pembelajaran.
p-value 0,000.
motivasi,
Djamarah
sedangkan
lingkungan
sosial
pembelajaran
yang
learning),
dan
perhatian
menggunakan
terdapat
DVD
CD
player
Berkaitan dengan faktor instrumentasi yang
ikut mempengaruhi hasil belajar peserta
DAFTAR RUJUKAN
didik, maka dalam konteks pembelajaran,
Aksoy, G. (2012). The Effects of Animation
Technique on the 7th Grade Science
and Technology Course. Journal of
Scientific Research. 3(3): 304-308.
Arikunto,
S.
2008.
Prosedur
Penelitian.Jakarta: Bumi Aksara
Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. (2010).
Teori Belajar dan pembelajaran.
Yogyakarta: Ar –Ruzz Media.
Balazinski, M. & Przybylo, A. (2005).
Teaching manufacturing processes
using computer animation, Journal
of Manufacturing Sistem. 2005.
24(3): 237-246.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi
belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Husamah. (2014). Pembelajaran Bauran
(Blended Learning). Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Johan, R.C. (2010). Pembelajaran Berbasis
Komputer,
(Online),
media pembelajaran turut mempengaruhi
hasil
belajar
peserta
didik.
Media
pembelajaran yang merupakan bagian dari
proses pembelajaran yang menanamkan
pengetahuan, sikap maupun keterampilan,
berkontribusi terhadap hasil belajar yang
akan dicapai.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1)
Hasil dari produk media pembelajaran mesin
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
214
ISSN 2502-8723
(http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat)
, diakses 23 Juni 2015.
Kemp, J. E. & Dayton, D. K. (1985).
Planning & producing instructional
media (5th ed.). New York: Harper
& Row, Publishers.
Klein, S. B. (2002). Learning: principles
and applications (4th ed.). New
York:
McGraw-Hill
Higer
Education.
Kusairi, S. (2011). Implementasi Blended
Learning. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional Blended Learning
tanggal 13 November 2011 di
Universitas Negeri Malang.
Mayer, R. E. & Moreno, R. (2002).
Animation as an aid multimedia
learning. educational psychology
review. 14(1): 210-218.
Qiyun, Wang & Sum, Cheung Wing. (2003).
Designing Hypermedia Learning
Environments in Tan Seng Chee &
Wong, Angela.F.L. (Eds.). Teaching
and learning with technology: an
asia-pasific perspective (pages: 216231). Singapore: Prentice Hall.
Permadi,
Luchyto
Chandra.
2014.
Pengembangan Media Pembelajaran
pada CNC PU3A Milling Sistem
Fanuc
Menggunakan Program
Flash Di Jurusan Teknik Mesin
Universitas Negeri Malang. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: UM.
Ruhimat, Toto dkk. (2011). Kurikulum dan
pembelajaran. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sonhadji, Ahmad. (2012). Manusia,
Teknologi, dan Pendidikan Menuju
Peradaban
Baru.
Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sadiman, Arief. (2010). Media Pendidikan,
Pengembangan dan Pemanfatannya.
Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT
Raja Grafindo Persada.
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi
pendidikan. Yogyakarta : UNY
Press.
Sunanuddin,
Mukti
Nur.
(2013).
Pengembangan Media Pembelajaran
Matakuliah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
CNC Lanjut PU 2A Bubut (Turning)
Berbasis Multimedia Interaktif Pada
Program Studi Pendidikan Teknik
Mesin Universitas Negeri Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM
215
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
IMPROVING STUDENTS’ READING COMPREHENSION USING QUESTION
ANSWER RELATIONSHIP (QAR) STRATEGY AT STMIK-STIE ASIA MALANG
Tri Wahyuni
Nur Lailatul A
STMIK-STIE Asia Malang
[email protected]. [email protected]
Abstract: This research is conducted to help the students improving their reading comprehension skill using
Question Answer Relationship (QAR) strategy. QAR strategy is intended to be an alternative strategy for the
students in helping the students comprehending reading materials. The research is conducted at STMIK ASIA
Malang in 2015/2016 academic year. This study explains how the students can improve their reading comprehension
in the inferential level of comprehension using QAR strategy. The result of the study shows the improvement of the
students‘ reading comprehension shown at the criteria of success. The research method applied in this study is an
action research. The research instruments are the pre-post reading comprehension test, and a questionnaire to know
the students‘ opinion about the teaching learning process during the implementation of the strategy.
Keywords: reading comprehension, QAR strategy
In the university level, English is a
students who are not belong to English
compulsory subject given both for English
department, the content of learning is suited
department
non-English
with their majors. In this context, English is
department students. In the non-English
taught to fulfill students‘ need in learning
department, teachers may focus only on
EFL reading. This is often called English for
certain skills (reading, writing, speaking or
Academic Purposes (EAP) as a branch of
listening skill), however reading and writing
English
should be the priority in the English
(Hutchinson & Water, 1987: 16).
students
and
for
Specific
Purposes
(ESP)
language teaching. National Standard of
EAP differs from English as a
Education (Standar Nasional Pendidikan)
general knowledge due to time limitation.
regulates the teaching of English reading as
EAP courses are designed for one up to two
the focus of education besides writing
semesters. This time limitation leads to
(Government
focus decision. Among four skills to be
Regulation
Republic,
Number
regulation
is
of
32,
Indonesian
Such
taught, reading skill is considered the most
some
significant to be emphasized. A needs
universities‘ policy that requires students to
analysis reveals that the EAP students need
learn English. Some universities have
English to be able to read texts in their
various names for it. As it is given for
subject specialism (Hutchinson & Water,
further
2013).
used
by
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
216
ISSN 2502-8723
1987: 75). The teaching of English in
stated that reading includes discovering
tertiary level, especially for the non-English
meaning in print and script, within a social
department students is aimed at providing
context, through bottom-up and top-down
the students with the ability to comprehend
processing and the use of strategies and
textbooks and other references written in
skills.
English (Sulistyo, 2008: 3).
Comprehending
Burns, et al (1996) stated that there
textbooks
and
are two types of comprehension, literal
references means that students should apply
comprehension
reading skill. Reading is a complex activity
comprehension)
which does not only involve pronunciation
comprehension which includes interpretive
but also visual, psycholinguistics, and
reading,
intellectual
activities.
Reading
comprehension.
intellectual
activity
involves
recognition,
literal
as
an
(the
and
critical,
basic
type
higher
of
order
and
creative
Crawley and Mountain
words
(1995) explained that literal reading includes
understanding,
knowledge and comprehension, interpretive
interpretation, critical reading, and creative
(inferential)
comprehension. Words recognition can be
application, and critical/creative reading
done by looking up the words in the
includes analysis, synthesis, and evaluation.
dictionary (Crawly and Mountain in Par,
However, based on the preliminary study, it
2011). Sulistyo (2011:23) wrote that the
still become a problem when the students
lesson learned from reading text is that,
are still difficult to comprehend the reading
besides linguistic knowledge, which among
materials given to them during the teaching
other things comprises vocabulary and
learning process.
grammar,
both
semantic
fields
and
Teachers
reading
can
includes
select
a
the
certain
background knowledge of the topic also play
teaching strategy in helping the students
a vital role in making sense out of a reading
comprehending
text.
Alexander, et. al. (2008) mention that
Realizing the complexity of reading,
we
can
argue
that
actually
reading
materials.
reading on EAP courses needs to reflect text
reading
types which students will meet and also the
comprehension involves certain skills such
purposes for which they will read them. As
as linguistic knowledge, semantic fields, and
the writing of most science and technology
background knowledge of the topic. In some
studies textbook is expository (Daines,
condition reading comprehension can be
1982), the reading materials which are
done through the use of certain reading
presented should be expository. Here,
strategies. Gebhard (in Sulistyo, 2011)
teachers are free to adopt and adapt the
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
217
ISSN 2502-8723
materials from any related sources to match
researches show that QAR strategy can help
the students‘ needs.
students
In assisting the students, teacher
to
improve
comprehension
in
a
their
reading
certain
level
of
needs to provide students with training and
comprehension. This fact interests the
practice in the skills and strategies needed to
researcher to conduct a classroom action
develop as academic readers (Alexander, et.
research in helping the students to improve
al., 2008). Here, teachers should apply some
their reading comprehension in the level of
teaching strategies in the teaching learning
inferential/interpretive
process.
expository text in the university level and
Question
Based
on
Answer
some
researches,
Relationship
(QAR)
non-English
strategy is a teaching technique that can
comprehension
Department
students
of
of
STMIK-STIE ASIA Malang.
improve students reading comprehension.
Based on the background of the
Some researches show a positive result
study the researcher formulates a research
related to the application of QAR strategy in
problems, ―How can QAR strategy improve
the classroom. Raphael (1982, 1986) as the
students‘ reading comprehension at STMIK-
founder of the QAR strategy found that this
STIE Asia Malang?
strategy was effective in helping the students
METHOD
in comprehending a text. Other researches
This study was intended to solve the
related to the implementation of QAR
classroom‘s
strategy
(2008),
comprehension. Latief (2012:81) states that
Naniwarsih (2010), Sulistyo (2010) and Par
Classroom Action Research for English
(2011) also showed a positive result.
instruction is done by teachers and is
Though they implemented the strategy in
intended to develop innovative instructional
different circumstances, most of the results
strategy that can help enhance the students‘
showed that QAR strategy was effective for
learning. This research was conducted in the
teaching reading comprehension. However,
classroom in order to solve the students‘
it is still questioned whether this strategy
achievement and to use QAR strategy in the
can help the students who belong to non-
teaching reading comprehension of the
English department to improve their reading
students at STMIK-STIE Asia Malang.
in certain level of comprehension.
Here, the researcher conducts the action
conducted
by
Sidiq
A lot of studies about reading
research
comprehension and the strategy used have
a
in
the
practitioner
reading
and
the
collaborator as an observer.
been conducted recently. One of the strategy
The subjects were the students of
that is used is QAR strategy. Lots of
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
as
problem
STMIK-STIE
218
ASIA
Malang
in
the
ISSN 2502-8723
2013/2014 academic year. The students of
study, (2) the planning of the activity, (3) the
STMIK-STIE ASIA Malang were selected
implementation
because of the accessibility. Class D4 was
observation of the implementation, (5) the
selected as the subjects of the research as all
reflection.
the 39 students in this class come from the
of
the
plan,
(4)
the
The preliminary study was aimed to
same IT program.
better understand the problem of English
The time allotment is 2x50 minutes
instruction in the classroom. Most of the
in each meeting. There was one meeting in a
students reading comprehension were low.
week. The researcher needed six meetings to
This conclusion was based on the result of
apply these activities. Five meetings were
the test in the first semester. It was
used for applying these activities and one
supported by the result of the pre-test
meeting was used for test. The researcher
administered in the preliminary study. In
conducted this study only to implement
addition,
these activities in a cycle.
observation, they often got difficulties in
In line with this research design, the
based
on
the
temporary
answering the questions based on the text.
design of Classroom Action Research is a
They
looked
unmotivated
in
learning
cyclical process proposed by Kemmis and
reading of long texts. Increasing the
Mc.Taggart (1988) which covers four steps
students‘ motivation is also very important.
Planning, Implementing, Observing and
Planning is the stage in which a
Reflecting. The procedure of Kemmis and
careful preparation was made before doing
Taggart (See Figure 1)
the action. From the findings on preliminary
study, the researcher plans an action to solve
the problems. In this activity, the researcher
applies QAR strategy for improving their
fluency in reading. The researcher, in this
phase conducted subsequent activities that
consisted
of
preparing
the
teaching
technique to improve students‘ reading
comprehension. The preparation consists of
As showed in Kemmis and Taggart
(1) designing the teaching strategies, (2)
(2005), the researcher needed to implement
creating the lesson plan, and (3) setting the
using
criteria of success (4) Assessment.
collaborative
classroom
action
As
research design which included several
previously,
QAR
strategy was chosen as an appropriate
procedures starting with (1) the preliminary
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mentioned
219
ISSN 2502-8723
solution for the purpose of improving
comprehension. In addition, the use of this
students‘
strategy also expected to make students have
reading
comprehension.
In
conducting this study, the teaching of
better attitude toward reading.
reading was done by implementing QAR
strategy
to
improve
students‘
In this part, the researcher only used
reading
one criterion of success. It was students‘
comprehension.
For
students‘
the
reading comprehension improvement. The
purpose
reading
of
criterion of success was the students‘
improving
comprehension,
the
average score that was 70.00.
researcher developed the teaching procedure
focusing
on
reading
reader if they had comprehension level for
comprehension. The teaching procedure
about 70% or higher. Thus, if there were
used in the implementation of the plan is
thirty comprehension questions following
developed
the text, at least, they should correctly
based
developing
The students were said to be good
on
three
integrated
strategies proposed by Sulistyo (2011): Pre-
answer
Reading, Whilst-Reading and Post-Reading.
questions. To get the students‘ individual
The activities in the lesson plan were
score, the researcher calculates using the
developed
based
on
the
standard
twenty-one
comprehension
following formula (Susilo:2010)
competence of reading comprehension. The
lesson plan developed by the researcher
Total score=
which included the following items: (1)
100%
instructional objectives, (2) the instructional
X
The maximum score
materials and teaching media, (3) teaching
Assessment in this study contained
and learning activities, and (4) assessment.
both quiz and reading comprehension test. It
The technique used three phase techniques
was
in the teaching and learning: Pre-reading
intended
to
measure
how
the
implementation of QAR strategy could help
activity, Whilst-reading Activity, and Post -
students
reading activity.
improving
their
reading
comprehension.
The researcher considers both the
The questionnaire is developed to
process and the product of learning of
find out the students ‗opinion toward the
reading comprehension in the criteria of
implementation of QAR Strategy. All of the
success. In conducting the research, criteria
questions are open-ended question whose
decision was very important to know
purpose at knowing students‘ perception
whether or not the strategy succeeded to
toward the strategy.
help students‘ improving their reading
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
The score obtained
220
ISSN 2502-8723
The
pre
comprehension
and
post
test
reading
scores
Name
were
of Value
Interpretation
Test
descriptively analyzed. Then, the normality
Pretest
0.299
Normal
test was conducted to analyze the normality
Posttest
0.136
Normal
distribution of the scores. After that, the data
Based on the analysis, it can be
were statistically analyzed using the t-test
shown that both of pre test scores and post
using .05 level of significance.
test scores were normally distributed as
shown by the significant p 0.299 for pre test
FINDINGS
and the significant p 0.136 for post test
The main data in this study is the
reading
comprehension
scores
of
score. The results which were higher than
the
5% level of significance indicated that the
subjects of the experiment obtained from pre
data were normally distributed and therefore
and post test. See Table 1 for the result of
could be tested for further computation
the pre-and posttest scores.
using paired sample t-test.
Table 1 Summary of Pre and Posttest
The result of paired sample t-test
Score
Pretest
Posttest
showed that the obtain probability gained
Number of students
39
39
from the two test scores was 0.031 (one
Highest score
90
93
Frequency of the highest score
3
4
tailed) at the 5% level of significance. It can
Lowest score
33.3
46.7
be concluded that the strategy can improve
Frequency of the lowest score
1
1
Mean score
69.4
71.5
Standard Deviation
18.97
16.33
the students‘ reading comprehension.
DISCUSSION
The result of the test shows that the
The success of improvement scores
average score for the post test was higher
by the subjects of the study in the post test
than that of the average score of the pre-test.
compared to the pre-test might be resulted
The mean difference between post-test and
by several reasons. First, the finding gives
pre-test was 2.1.
important information that the QAR strategy
requires
The result of normality test with
students
to
use
their
prior
knowledge to infer meaning from the text
SPSS 20.0 using Saphiro-Wilk test was
(Johnson,
presented in Table 1.
2014).
Students,
who
learn
English as an ESP are assumed to have
Table 1 The Result of Normality of the
background knowledge about the content of
Data
the material. The students can comprehend
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
221
ISSN 2502-8723
the English material by activating their prior
information
knowledge. Wittrock (1989) stated that
(Raphael and Au, 2005).
human beings are active learners who
for
Finally,
answering
QARs
questions
help
students
perceive external information and select
recognize whether or not information is
relevant data and organize them into
present in the text and, if not, that it is
meaningful information and then integrate
necessary to read ―between or beyond the
this information with their prior knowledge.
lines‖ to answer the question (Raphael,
Second,
Relationships
Question-Answer(QAR)
strategy
In short, the better scores on the
purported as providing students with ways
post-test compared to the pre-test was not
of
coincidence.
The
comprehension generally encountered in the
effective
influencing
classroom. Raphael and Au (2005) asserted
achievement. Therefore, the QAR strategy
the potential of QAR for helping teachers
was claimed as the effective strategy to
guide students to higher levels of literacy.
facilitate
Teachers guide the students to comprehend
comprehension
the reading materials by asking them to
MALANG
relate the questions and the answers. Here,
academic year.
dealing
with
is
one
1986).
tests
of
reading
in
the
treatments
the
proved
students‘
reading
students‘
of
students
STMIK-STIE
in
the
ASIA
2015/2016
the students are aware that the answers are
The mean scores gain on the pre-test
not only in the text (literally) but also in the
and the post test was achieved by the
readers‘ head (inferentially).
students with all learning styles (visual,
Third, QAR is useful as a student
tool
in
providing
basis
kinesthetic)
though
the
strongest effectiveness is on the students
locating
who have visual learning styles. Therefore,
information, determining text structures,
the claim of the QAR strategy as the
conveying information, and determining
effective
when an inference would be required. It
comprehension was strengthened.
strategies:
for
and
three
comprehension
a
auditory,
strategy
to
teach
reading
initially helps students understand that
The finding of this research supports
information from both texts and their
the knowledge about similar studies by Sidiq
knowledge
are
(2008), Naniwasih (2010), Sulistyo (2010),
important to consider when answering
Par (2011) who conducted a classroom
questions. It helps students, especially for
action research which concluded that the
visual learning style students, search for key
QAR strategy is an effective strategy in
words and phrases to locate the appropriate
teaching reading comprehension in certain
base
and
experiences
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
222
ISSN 2502-8723
circumstances. This finding also supports
Raphael
(1982)‘s
research
that
CONCLUSION AND SUGGESTION
QAR
Various reading strategies can be
strategy is effective for teaching reading
used by teachers, such as Question Answer
comprehension to accomplish the task of
Relationship (QAR) strategy that has some
reading text, and encourages the students to
superiority in developing students‘ reading
be active, efficient, and strategic readers.
comprehension.
The teaching learning process of
that the QAR strategy can help students to
their teacher to comprehend the reading
improve their reading comprehension of
passages. The students could also activate
expository text.
their background knowledge to comprehend
The strategy encourages students to
it. The activity of relating the question and
be active, efficient, and strategic readers of
the answer also gives students a better
concentration
while
their
discussing
and
texts. QAR outlines where information can
be found "In the Text" or "In my Head." It
then breaks down the actual question-answer
determining the reading text.
relationships into four types: Right There,
With QAR strategy, a teacher serves
Think and Search, Author and Me, and On
as a facilitator who leads the students to
My Own.
become active readers; the students work
QAR strategy also requires the
with the other students in the classroom,
students to activate their prior knowledge in
work in group, and work individually to get
answering the questions in the test. There is
the point of the text. They try to understand
a type of the question that requires the
the text by locating where the answers of the
answer from both clues in the text and
questions are. They should determine the
students' prior knowledge. Students must
answers whether it is in the text or in their
head.
It
also
leads
students
to
at
researcher had empirical strong evidences
interact actively with their friends and with
helped
aimed
achievement using QAR strategy. The
on the teacher. Students are expected to
and
study
improving students‘ reading comprehension
QAR strategy is focused on students rather
understanding
The
synthesize the text to fully understand the
be
question. In this type of question, the use of
independent learners when they should
prior
complete the comprehension by their own
knowledge
affects
the
students‘
comprehension.
idea.
The researcher proposes several
suggestions. Firstly, ESP lecturers as well as
teachers may use QAR strategy in teaching
reading. As an education system, teachers
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
223
ISSN 2502-8723
and students should be more familiar with
REFERENCES
various strategies. Thus, teachers can adapt
Alexander, O., et al. 2008 EAP Essentials: A
Teachers‘ Guide to Principles
and Practice. South Street
Reading, UK: Garner Publishing
Au, Kathryn H. & Raphael, Taffy E. 2005.
QAR: Enhancing comprehension
and test taking across grades and
content areas. The Reading
Teacher, 59 (3) 206-221.
Burns et al. 1996. Teaching Reading in
Today‘s Elementary School. 6𝑡ℎ
edition.
Boston:
Houghton
Mifflin.
Crawley, S. J. and L. Mountain. 1995.
Strategies for Guiding Content
Reading. Boston: Allyn and
Bacon.
Daines, D. 1982. Reading in the Content
Areas: Strategies for Teachers.
Glenview,
Illinois:
Scott,
Foresman and Company.
Grabe, W. 2009. Reading in A Second
Language. Moving from Theory
to Prctice. Cambrige: Cambridge
University
Hutchinson, T. & Waters, A. 1987. English
for Specific Purposes. New
York: Cambridge University
Johnson, S. 2014. Effect of Question Answer
Relationship Strategy on the
Reading Comprehension of Fifth
Grade
Struggling
Readers.
Florida:Florida
Memorial
University
Latief, A. 2012. Research Methods on
Language
Learning.
An
Introduction.
Malang:
UM
PRESS.
Naniwarsih, A. 2010. Improving the
Reading Comprehension Skills of
the Students of Tarbiyah Faculty
through
QARs
Strategy.
Unpublished S2 Thesis. Malang.
State University of Malang.
Par, L. 2011. Improving Students‘ Reading
Comprehension of Expository
Texts Through The AnswerQuestion Relationship Strategy.
and adopt the QAR strategy. This strategy
should not be seen as a static strategy.
Teachers should model the questions‘ type
so that the students know how to find out the
answers that lead to better comprehension.
As mentioned in the previous chapter,
teachers should start with the explanation of
the type of the questions. It is suggested to
guide the students in finding the answers
both in the text and in ―my head‖. Moreover
the teachers should monitor the students to
ensure that they can use the strategy well.
Further, the teachers should assist and
provide a longer time for the students in
doing the exercises.
The last suggestion is addressed for
future researchers who are interested in
teaching English. They can apply this
strategy in the teaching learning process as it
has been proved that the strategy can
improve students‘ reading comprehension.
They can combine it with other strategies,
such as SQW3R or reciprocal reading
strategy. It is suggested to conduct study in
different settings, such as in lower level of
education to see the affect of QAR strategy
in
facilitating
students
with
different
learning styles in comprehending different
levels of comprehension. Researchers are
also suggested to conduct different research
designs.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
224
ISSN 2502-8723
Unpublished
Thesis:
State
University of Malang.
Raphael, T. E. & Pearson P.D. 1982. The
Effect
of
Metacognitive
Awareness Training on Children‘
Question-Answering Behaviour.
University of Illinois
Raphael, T. E. 1986. Teaching Question
Answer Relationships, Revisited.
The Reading Teacher (39) 6,
516-522.
Sidiq, S. 2008. Using Question Answer
Relationship Strategy to Improve
the
Students‘
Reagin
Comprehension
at
MTs
Muhammadiyah
Malang.
Unpublished S2 Thesis. Malang.
State University of Malang.
Sulistyo, G.H. 2008. Developing Reading
Readiness of Academic English
Text. Dissertation Synopsis.
Sulistyo, G.H. 2011. Reading for Meaning.
Theories, Teaching Strategies,
and Assessment. Malang: Pustaka
Kaiswaran.
Sulistyo, T. 2010. Improving the Reading
Comprehension Skills of the
Students
of
Kanjuruhan
University through Question
Answer Relationship (QAR)
Strategy. Unpublished Thesis.
Malang. State University of
Malang.
Wittrock, M. C. 1989. Education and recent
research on attention and
knowledge acquisition. In S. L.
Friedman, K. A. Klivington, &
R. W. Peterson (Eds.), Brain,
cognition, and education. New
York:
Academic.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
225
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENGUATAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TERBUKA
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Supriyanto dan Didik Iswahyudi
Dosen Program Studi Pendidikan IPS
Program Pascasarjana Universitas Kanjuruhan Malang
Jl. S. Supriyadi No 48 Sukun Malang Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
Pendidikan dasar menjadi peletak dasar pendidikan pada jenjang diatasnya. Jika pendidikan diibaratkan sebuah
bangunan, maka pendidikan sekolah dasar adalah pondasi bagi bagunan pendidikan yang sangat menentukan
kokohnya bangunan diatasnya. Namun demikian usaha ke arah penguatan pendidikan dasar masih perlu terus
ditingkatkan. Hal mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah kualitas pendidikan dasar dalam rangka
menyiapkan lulusan pendidikan pada tahap berikutnya. Dalam konteks inilah artikel ini ditulis untuk menggugah
kesadaran bersama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dasar yang diharapkan oleh Undang-Undang
Pendidikan Nasional dan cita-cita bersama Bangsa Indonesia.
Kata kunci: penguatan, sekolah dasar, ekonomi ASEAN
seiring dengan kemajuan pendidikan. Dalam
Pendahuluan
bidang pendidikan, Indonesia masih perlu
Indonesia telah diakui oleh dunia
yang
terus berbenah diri. Data tahun 2015 yang
Data
dikutip oleh BBC Indonesia menyebutkan
beberapa sumber menunjukan bahwa dalam
bahwa pendidikan dasar Indonesia berada
3 tahun terakhir ini Indonesia termasuk 9
pada peringkat yang ke 69 dari 76 negara
negara yang ekonominya sehat. Laporan di
yang disurvai (Coughlan, 2015). Data ini
tahun
bahwa
juga menyebutkan bahwa Singapura berada
Indonesia termasuk negara tiga besar yang
di peringkat pertama, diikuti oleh Hong
pertumbuhan ekonominya paling baik di
Kong. Sedangkan peringkat terendah adalah
kelompok G20. Indonesia hanya dibawah
Ghana yang menduduki posisi terbawah.
China dan India (Pujiastuti, 2015)
Sementara
Internasional
pertumbuhan
2015
sebagai
ekonominya
juga
negara
sehat.
menyebutkan
Indonesia
menduduki
posisi
di
nomor 69 dari 76 negara. Data tersebut juga
bidang pertumbuhan ekonomi ini tidak
menyebutkan Inggris menempati peringkat
Namun
demikian
kemajuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
226
ISSN 2502-8723
ke-20, sedangkan beberapa negara Eropa
pendidikan memiliki peran yang sangat
lainnya berprestasi lebih baik. Amerika
penting (Supriyanto, 2016).
Serikat
bertengger
di
posisi
ke-28
Berdasarkan
fungsi
dan
tujuan
(Coughlan, 2015). Organisasi kerjasama dan
pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan
pembangunan
juga
di setiap jenjang , harus diselenggarakan
diambil
secara sistematis guna mencapai tujuan
berdasarkan hasil tes di 76 negara serta
tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan
menunjukkan hubungan antara pendidikan
pembentukan
dan pertumbuhan ekonomi. Data ini tidak
sehingga
merubah posisi keseluruhan Indonesia dalam
bermoral, sopan santun dan berinteraksi
bidang pendidikan karena tahun 2011
dengan masyarakat. Fungsi dan tujuan
Indonesia juga berada pada posisi ke 69
pendidikan nasional ini sejalan dengan
dunia, hal ini menunjukan bahwa pendidikan
kebutuhan kita untuk bersaing di tingkat
dasar kita memang perlu dibenahi.
regional ASEAN.
mengatakan
Eropa
OECD
perbandingan
itu
Pestasi yang tidak menggembirakan dalam
karakter
mampu
peserta
bersaing,
Kesuksesan
didik
beretika,
seseorang
tidak
bidang pendidikan ini perlu mendapat
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan
perhatian yang serius. Utamanya dalam
dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
menghadapi
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
persaingan
ekonomi
di
ASEAN. Sebagai bagian dari masyarakat
dan
regional maupun global, bangsa Indonesia
Goleman
perlu
upaya
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20
membangun peradaban manusia yang lebih
persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen
baik. Isu yang paling dominan dalam
oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses
konteks masyarakat global maupun regional
di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih
adalah peningkatan kualitas sumberdaya
banyak
manusia. Khusus dalam konteks regional,
skill daripada hard
Indonesia berada pada posisi yang perlu
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
mempersiapkan diri secara lebih serius
peserta
untuk
ditingkatkan, terlebih lagi untuk bersaing di
untuk
ikut
bersaing
serta
dalam
menghadapi
berlakunya
orang
lain (soft
skill).
(1996)
mengungkapkan,
didukung
didik
regional
Penelitian
kemampuan soft
skill.
sangat
Hal
penting
masyarakat
ini
untuk
masyarakat ekonomi ASEAN. Indonesia
tingkat
ekonomi
memerlukan sumberdaya manusia dalam
ASEAN. Penelitian ini juga menunjukan
jumlah dan mutu yang memadai sebagai
kepada kita, bahwa untuk mempersiapkan
pendukung utama pembangunan. Untuk
peserta didik bersaing dibidang ekonomi
memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
227
ISSN 2502-8723
membutuhkan
pendidikan,
terutama
itu kondisi-kondisi yang ada menunjukkan
pendidikan dasar.
bahwa secara kuantitas penyediaan fasilitas
sekolah dasar sudah memadai. Pada tahun
PERMASALAHAN
1986, sudah lebih dari 94% anak umur
PENDIDIKAN
sekolah
DASAR
dasar
(umur
7
–
12)
telah
tertampung di usaha-usaha (Zamroni,2012).
Proses pendidikan di sekolah dasar
Malahan
sebagai
hasil
dari
program
menempati posisi yang sangat vital dan
pengendalian penduduk, pertambahan murid
strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan
sekolah dasar kelas satu sudah mulai
dalam melaksanakan pendidikan di tingkat
menurun. Untuk tahun-tahun mendatang ini,
dasar
untuk
gejala-gejala menurunnya murid kelas satu
pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya,
akan semakin nampak jelas terasa. Oleh
keberhasilan pendidikan pada tingkat ini
karena itu, problema sekolah dasar akan
akan membuahkan keberhasilan pendidikan
bergeser
tingkat
demikian
fasilitas bergerak kepada bagaimana meng-
kenyataanya tidaklah demikian, berbagai
organisir sekolah dasar yang semakin kecil
pihak
pendidikan
tetapi bisa semakin berkualitas. Bagi sekolah
dasar berada pada posisi lebih rendah
negeri barangkali problema ini tidak begitu
daripada tingkat pendidikan yang lain,
terasa, tetapi bagi swasta yang terjadi adalah
terbukti
sebaliknya.
ini
akan
berakibat
lanjutan.
justeru
fatal
Namun
menempatkan
antara
lain,
dengan
adanya
dari
bagaimana
menyediakan
perlakuan pada sekolah dasar yang berbeda
dengan sekolah lanjutan. Diantara perlakuan
1. Pentingnya Kualitas Sekolah Dasar
tidak seimbang itu antara lain, kurangnya
Sekolah dasar yang bermutu menjadi
sarana pendidikan seperti perpustakaan,
keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri
laboratorium, sarana pengembangan bakat
pentingnya. Beeby (1983 dalam Zamroni,
seperti sarana olahraga, kesenian dibanding
2012) menyatakan dalam hubungan dengan
dengan sekolah pada jenjang diatasnya.
usaha peningkatan kualitas sekolah dasar,
Usaha-usaha meningkatkan kualitas
ada dua bentuk usaha peningkatan kualitas
sekolah dasar sudah sangat mendesak.
sekolah. Bentuk pertama adalah peningkatan
Tanpa ada peningkatan kualitas sekolah
kualitas sistem dan manajemen sekolah. Hal
dasar
ini berhubungan dengan "the flow of
yang
peningkatan
mendasar,
kualitas
usaha-usaha
sekolah
lanjutan
students". Usaha kedua adalah peningkatan
menengah pertama dan menengah atas tidak
kualitas proses pembelajaran di ruang-ruang
akan berhasil dengan maksimal. Di samping
kelas.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
228
ISSN 2502-8723
Usaha
peningkatan
yang
keluarga perlu mendapat perhatian. Pada
berhubungan "the flow of students" pada
level nasional, pengembangan kurikulum
dasarnya bertujuan untuk menghilangkan
merupakan proses politik, administrasi dan
pemborosan
birokrasi,
sebagai
kualitas
akibat
internal
serta
sekaligus
proses
inefficiency in education. Kebijaksanaan apa
profesionalisme. Proses ini mengandung
yang dapat dikembangkan sehingga tingkat
negosiasi
anak didik mengulang kelas dan putus se-
sumber-sumber
kolah bisa ditekan, bahkan kalau mungkin
dalam proses pengembangan kurikulum ini
dihilangkan.
masalah-masalah yang rill ada di kelas
Wajib
Belajar
Pendidikan
antara
harapan-harapan
yang
tersedia.
Apabila
Dasar, untuk anak umur 7-15 tahun dan
diperhitungkan
pembebasan
merupakan
memberikan sumbangan yang besar pada
kebijaksanaan yang penting dan tepat untuk
peningkatan kualitas sekolah. Dua hal yang
mengurangi tingkat putus sekolah ini.
perlu
Meskipun usaha ini telah dilakukan di
kebutuhan
berbagai daerah, namun kenyataanya masih
guru.
uang
SPP
maka
dan
mendapatkan
kurikulum
perhatian
lingkungan
dan
akan
adalah
kemampuan
ada saja sekolah dasar yang memberikan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
beban keuangan yang tidak ringan kepada
pada waktu yang lalu melontarkan ide
wali murid.
perlunya
warna lokal
pada
kurikulum
Untuk menghilangkan "repeaters" nampaknya
pendidikan kita. Ide tersebut sangatlah tepat
lebih sulit. Apalagi informasi berkenaan dengan
dan perlu untuk mendapatkan support dan
sebab-sebab ulang kelas ini sangat sedikit. Salah satu
partisipasi dari para pendidik. Kebhinekaan
usaha untuk menghilangkan ulang kelas adalah
dengan menetapkan "automatic class promotion
masyarakat kita yang tercermin dalam
system". Dengan sistem ini anak didik setiap tahun
banyak aspek kehidupan: lingkungan fisik,
secara otomatis akan naik kelas. Sehingga nanti umur
sosial
anak didik akan menunjukkan kelasnya. Sudah barang
diperhitungkan
tentu
kebijaksanaan
ini
harus
diiringi
dengan
dan
kurikulum.
kebijaksanaan "remedial programs". Anak didik yang
budaya,
dalam
Realitas
perlu
untuk
pengembangan
kebhinekaan
ini,
tidak bisa mengikuti pelajaran atau tertinggal harus
merupakan dasar yang logis untuk me-
mengikuti pelajaran tambahan. Kebijaksanaan ini
ngembangkan kurikulum nasional
untuk negara kita tidaklah mustahil, mengingat jumlah
berwarna lokal. Kurikulum yang "murni
murid sekolah dasar semakin kecil sebaliknya jumlah
bersifat nasional" sulit untuk bisa diterima.
guru berlebihan. Dengan semakin kecilnya rasio mu-
Kurikulum
rid guru, maka guru akan bisa mengenai dengan tepat
yang
demikian
itu
yang
akan
menghasilkan keterasingan pada sementara
perkembangan anak didik.
anak didik, sebab apa yang dipelajari di
Dalam peningkatan mutu SD, masalah
kurikulum, kualitas guru dan lingkungan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
229
ISSN 2502-8723
sekolah tidak relevan dengan lingkungan
Usaha-usaha pengembangan kreatifitas
sekelilingnya.
Proses
anak didik dan kecintaannya pada tanah air
pengembangan
kurikulum
dapat
dilaksanakan
lewat
interaksi
hendaknya lebih banyak menarik partisipasi
Sebagaimana yang telah disinggung di
para pendidik. Kalau di tingkat nasional
depan, sekolah adalah merupakan "a mini
pengembangan kurikulum lebih banyak
society". Guru harus bisa memanipulasi
dilakukan
dan
aktifitas dan interaksi anak didik untuk
maka
mengembangkan kreatifitas anak dan ke-
pengembangan kurikulum lokal seyogyanya
cintaan pada tanah air. Misalnya, bagaimana
lebih banyak ditentukan oleh pendidik
guru bisa memberikan kesempatan pada
sendiri.
anak didik untuk menentukan kegiatan olah
administrator
Selain
para
"perencana
pendidikan",
isi
kurikulum
terjadi
di
proses
berwarna lokal dalam kurikulum nasional
oleh
yang
pula
sekolah.
(intended
raga yang akan dilaksanakan, apa yang
curriculum) maka sistem pengajaran (the
harus dilakukan pada anak yang tidak
instructional clelivery system) perlu unfuk
mengerjakan pekerjaan rumah, membuat
mendapat
peraturan-peraturan di kelas ataupun di luar
perhatian.
Pendidikan
pada
tingkat sekolah dasar diarahkan untuk
kelas.
mengembangkan kreatifitas, kecintaan dan
Hasil pendidikan di sekolah dasar
loyalitas pada tanah air, dan critical thinking
dipengaruhi
pada diri anak didik. Untuk mencapai tujuan
Penelitian-penelitian yang dilakukan baik di
ini maka model Student Active Learning
negara
adalah merupakan metoda yang paling tepat.
membuktikan statement di atas. Ada lima
Kemampuan para guru sekolah dasar perlu
aspek
untuk
berpengaruh
ditingkatkan.
Usaha-usaha
Barat
dari
oleh
lingkungan
maupun
lingkungan
terhadap
di
keluarga.
negara kita
keluarga
hasil
yang
pendidikan
peningkatan kualitas guru sekolah dasar ini
sekolah dasar. Pertama, pola perilaku anak
harus mendasarkan pada kemampuan guru
dan orang tua; kedua, bantuan dan petunjuk
yang ada sekarang ini untuk diarahkan pada
orang tua dalam belajar; ketiga, diskusi
kemampuan yang diinginkan. Untuk ini
antara orang tua dan anak; dan, keempat,
perlu ada kegiatan "need of assessment" se-
penggunaan bahasa di rumah, dan aspirasi
hingga berdasarkan kegiatan itu bisa disusun
pendidikan orang tua.
"peta kualitas guru". Hal ini menghindarkan
Anak dari kalangan keluarga di mana
adanya "in service training" yang tidak
ada struktur kegiatan memiliki prestasi yang
tepat. Langkah yang lebih mendasar, adalah
lebih baik daripada anak yang datang dari
meningkatkan kualitas guru secara formal.
kalangan keluarga yang tidak mempunyai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
230
ISSN 2502-8723
struktur kegiatan. Memiliki struktur kegiatan
ruang-ruang kelas. Di luar sekolah pun
berarti dalam keluarga tersebut ada jadwal
proses ini berlangsung. Orang tua bisa
kegiatan dan tanggung jawab anak secara
menggunakan kesempatan kumpul sebagai
jelas. Kapan waktu belajar, waktu bermain,
media bagi anak untuk belajar. Anak-anak
waktu membantu orang tua melakukan
yang datang dari keluarga di mana sering
pekerjaan
Waktu-waktu
melakukan diskusi antara anggota keluarga
tersebut harus ditepati. Pelanggaran yang
menunjukkan prestasi yang lebih balk
dilakukan akan dapat mengakibatkan tidak
daripada anak yang di rurnah tidak pernah
dapat melihat TV, misalnya.
berbincang-bincang dengan orang tua atau
rumah
tangga.
Bantuan dan petunjuk orang tua bagi
saudaranya.
anak dalam kegiatan-kegiatan belajar sangat
Prestasi
anak
yang
datang
dari
diperlukan. Anak yang datang dari keluarga
keluarga dimana komunikasi sehari-harinya
di mana orang tuanya membantu dan
menggunakan bahasa Indonesia (bahasa
memberikan petunjuk belajar mempunyai
yang digunakan di sekolah) lebih tinggi
prestasi yang lebih baik daripada anak yang
daripada prestasi anak yang di rumah tidak
datang dari keluarga yang tidak mau tahu
menggunakan
tentang kegiatan belajar anaknya. Sekolah
Penggunaan bahasa Indonesia di rumah akan
bagi anak bukanlah merupakan kegiatan
memperkaya
yang gampang. Orang tua perlu memberikan
Secara
support dan dorongan agar anak bisa tetap
kemampuan bahasa Indonesia di rumah.
bahasa
kemampuan
langsung anak
Indonesia.
bahasa
anak.
mengembangkan
pada interes dan kesenangan dalam belajar.
Keluarga merupakan tempat di mana
Anak akan sering menghadapi kesulitan
anak bisa mendapatkan motivasi untuk
dalam satu mata pelajaran tertentu atau
belajar
lebih.
akan
harapan pendidikan dan gaya hidup di masa
menyebabkan anak patah semangat untuk
depan. Orang tua mempunyai peranan yang
belajar dan tidak jarang menyebabkan anak
sangat
mempunyai "self concept" yang jelek.
motivasi dan aspirasi pendidikan anak.
Usaha-usaha membesarkan hati manakala
Orang tua seyogyanya mempunyai informasi
anak menghadapi kesuiitan dan memberikan
yang jelas tentang aktifitas anak di sekolah,
pujian manakala anak mendapatkan prestasi
mata pelajaran apa yang membuat anak
yang baik sangat diperlukan bagi anak-anak
senang dan tidak senang, di mana kelebihan
sekolah dasar.
dan kekurangan anak dalam belajar. Orang
Kesulitan-kesulitan
Kegiatan belajar anak pada hakekatnya
tua
tidak hanya berlangsung di sekolah atau di
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
di
dan
besar
mengembangkan
dalam
samping
harapan-
mengembangkan
memberikan
support
seyogyanya juga memberikan standar yang
231
ISSN 2502-8723
harus dicapai oleh anak. Anak-anak yang
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di
datang dari keluarga di mana orang tua
rumah, dalam kaitannya dengan proses
mengembangkan
belajar anak di sekolah.
motivasi
dan
aspirasi
belajar anak, memiliki prestasi yang lebih
Dengan kata, lain untuk peningkatan
tinggi daripada anak yang datang dari
kualitas pendidikan di sekolah dasar perlu
keluarga di mono orang tua tidak pernah
ada kerjasama yang erat antara orang tua
mengembangkan
dan guru, antara sekolah dan rumah. Orang
motivasi
dan
aspirasi
pendidikan anaknya.
tua tahu apa yang terjadi di sekolah,
Melihat hasil-hasil penelitian di atas,
sebaliknya
guru
bisa
memberikan
maka usaha peningkatan kualitas pendidikan
pengarahan apa yang seyogyanya dilakukan
di sekolah dasar, khususnya, bisa dipisahkan
oleh orang tua terhadap anak dalam rangka
dan lingkungan keluarga. Orang tua tidak
menunjang keberhaslian anak di sekolah.
bisa
2. Permasalahan Sekolah Dasar
menyerahkan
secara
100%
agar
anaknya dididik di sekolah. Perlu ada
a. Permasalahan Guru
kerjasama antara sekolah dan orang tua
Permasalahan
pendidikan
dapat
dalam usaha meningkatkan kualitas sekolah.
didekati dengan pendekatan macrocosmics
Orang tua perlu mendapatkan informasi apa
dan
yang harus dilakukan di rumah untuk
cosmics berarti permasalahan guru dikaji
menunjang keberhasilan anak di sekolah.
dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain di
Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
luar guru. Hasil pendekatan ini adalah
di Indonesia bisa dijadikan bahan untuk
bahwa rendahnya kualitas guru dewasa ini di
diinformasikan
samping muncul dari keadaan guru sendiri
kepada
orang
tua.
Problemanya, siapa yang harus melakukan?
Pembantu
Pendekatan
macro-
juga sangat terkait dengan faktor-faktor luar
Sekolah-sekolah mempunyai lembaga
Badan
microcosmics.
guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Penyelenggaraan
kualitas guru, antara lain: a) penguasaan
Pendidikan (BP3). Sampai saat ini lembaga
guru atas bidang studi, b) penguasaan guru
tersebut
secara
atas
untuk
pendidikan guru, d) rekrutmen guru, e)
belum
maksimal,
baru
menghubungkan
gedung.
dimanfaatkan
terbatas
dana
Sesungguhnya
pembangunan
guru,
f)
c)
status
kualitas
guru
di
masyarakat, g) manajemen sekolah, h)
ditingkatkan peranannya, dari pengumpul
dukungan masyarakat, dan, i) dukungan
uang
pemerintah.
gedung
ini
kompensasi
pengajaran,
bisa
pembangunan
BP3
metode
menjadi
pemegang peran mempertemukan apa yang
Penguasaan guru atas bidang studi
terjadi di sekolah dan apa yang seyogyanya
yang akan diajarkan kepada para siswa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
232
ISSN 2502-8723
merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya.
rekrutmen calon guru. Dapat dicatat bahwa
Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja
selama ini terdapat tiga bentuk kuri kulum
guru
ilmu
yang mencerminkan fase pemikiran di
pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih
lingkungan lembaga pendidikan guru. Fase
daripada itu, dengan materi bidang studi itu
pertama ditunjukkan dengan kurikulum
guru
disiplin,
pendidikan guru (IKIP, FKIP, dan STKIP)
thinking,
sebelum kurikulum IKIP 1984. Pada kurun
mendorong kemampuan untuk belajar lebih
waktu tersebut kurikulum pendidikan guru
lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya
tidak jauh berbeda dengan kurikulum ju-
adalah
rusan
akan
mentransformasikan
akan
menanamkan
mengembangkan
critical
menanamkan
yang
sama
di
universitas.
terkandung dalam ilmu pengetahuan itu
Perbedaannya
adalah
pada
mahasiswa
sendiri
Penguasaan
pendidikan guru di samping memiliki bekal
kemampuan guru di bidang metodologi
bidang studi yang memadai, juga ditambah
pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat
dengan beberapa mata kuliah yang berkaitan
bah-wa,
dengan
pada
diri
kemampuan
nilai-nilai
siswa.
metode
yang
dalam
didaktik
khusus.
Pada
waktu
pengajaran kalau diwujudkan dalam simbol
diberlakukannya kurikulum pendidikan guru
bagaikan angka "0". Artinya, betatapun
1984, terjadi perubahan yang mendasar.
banyak
kemampuan
Mahasiswa pendidikan guru harus lebih
metodologi pengajaran tidak memiliki nilai
menekankan pada metode mengajar di-
apa-apa, apabila tidak digabungkan dengan
bandingkan
angka lain 1, 2, 3 dan seterusnya sampai 9
bidang
yang merupakan wwujud dari kemampuan
mengherankan, kalau beban SKS di ling-
penguasaan bidang studi. Dalam masalah
kungan pendidikan guru didominasi oleh
penguasaan materi bidang studi inilah
mata kuliah pendidikan. Sebaliknya, mata
kelemahan guru sangat menonjol. Suatu
kuliah
studi menunjukkan bahwa penguasaan bi-
Ibaratnya, pada kurikulum 1984 ini cara
dang studi para guru kalau diwujudkan
memegang
dalam skor yang terentang antara 0 - 10,
IKIP/FKIP/STKIF
terletak pada titik sekitar 7, dan untuk mata
pendidikan guru dengan kurikulum 1984
pelajaran matematika dan IPA lebih rendah
tidak
lagi.
seharusnya. Pada akhir tahun 1980-an
dan
tingginya
Rendahnya penguasaan guru pada
dengan
studi.
penguasaan
Oleh
bidang
karena
studi
mampu
mengajar
tidak
berkurang.
diajarkan
Hasilnya,
di
lulusan
sebagaimana
kembali terdapat perubahan kurikulum di
bidang studi menurut Zamroni (2012) tidak
lingkungan
pendidikan
lepas dari kualitas pendidikan guru dan
kurikulum
baru
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
itu
jauh
kapurpun
materi
233
juga
guru.
Namun,
menunjukkan
ISSN 2502-8723
ambivalensi antara penekanan pada bidang
sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi
studi dan pada metode mengajar. Oleh
tertentu. Implikasi kategori soft profession
karena itu hasil pendidikan guru masih juga
tidak
diragukan, khususnya di bidang penguasaan
menghasilkan
bidang studi.
tertentu
melainkan
dibekali
dengan
Sesungguhnya perubahan kurikulum
menuntut
pendidikan
lulusan
dapat
dengan
standar
menuntut
lulusan
kemampuan
minimal.
pendidikan guru yang terjadi tidak bisa
Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus
dilepaskan begitu saja pada pemahaman
ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas
akan hakekat profesi guru. Apakah guru
pekerjaannya sesuai dengan perkembangan
diketagorikan sebagai hard profession atau
masyarakat. Oleh karena itu, lembaga
soft
masing-masing
inservice training bagi soft profession amat
kategori memiliki implikasi yang berbeda
penting. Barangkali, wartawan, advokat, dan
terhadap lembaga dan program pendidikan
guru merupakan contoh dari kategori profesi
guru. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan
ini.
profession.
Sebab,
sebagai hard profession apabila pekerjaan
Berdasarkan pemahaman bahwa tugas
tersebut dapat didetailkan dalam perilaku
guru merupakan soft profession, maka
dan langkah-langkah yang jelas dan relatif
diperlukan perubahan yang mendasar pada
pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi
proses pendidikan guru kita. Kualitas guru
profesi ini adalah menghasilkan output pen-
tidak bisa dilepaskan dari kompensasi yang
didikan
yang
mereka
Artinya,
kualifikasi
dapat
distandarisasikan.
status
guru
di
masyarakat. Namun, kompensasi atau gaji
seragam di manapun pendidikan itu ber-
guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi
langsung. Dengan kualifikasi ini seseorang
ekonomi
sudah mampu dan akan terus mampu
perbandingan gaji guru antar negara akan
melaksanakan
secara
tidak pas kalau tidak ditimbang dengan ke-
mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi.
makmuran bangsa tersebut. Gaji guru di
Pekerjaan dokter merupakan contoh yang
Malaysia lebih besar dibandingkan dengan
tepat
gaji guru di Indonesia, secara absolut.
untuk
profession.
jelas
dan
dan
tugas
lulusan
terima
profesinya
mewakili
kategori
hard
Sebaliknya,
kategori
soft
Namun,
suatu
negara.
perbandingan
manakala
dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri
diperbandingkan
dengan
pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan
perkapita
masing-masing.
secara detail dan pasti. Sebab, langkah-
karena itu, bukan hanya gaji yang penting
langkah dan tindakan yang harus diambil,
melainkan bagaimana dukungan masyarakat
234
negara
gaji
berbeda
profession adalah diperlukannya kadar seni
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kedua
akan
Artinya,
tersebut
pendapatan
Oleh
ISSN 2502-8723
dan pemerintah bagi kesejahteraan dan
tergantung pada kondisi dan situasi yang
status guru. Lagu Guru Pahlawan Tanpa
dipengaruhi oleh berbagai variabel. Oleh
Tanda Jasa sangat mulia dan terhormat.
karena itu keputusan tentang bagaimana
Dalam setiap kesempatan wisuda sering lagu
proses belajar mengajar harus dilaksanakan
tersebut diperdengarkan, dan hadirin terbuai
yang ditentukan dari atas sulit untuk dapat
dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi
diterima akal sehat. Sebab, justru guru yang
guru sendiri akan lebih senang kalau lagu
paling tahu apa yang harus dilakukan. Di
diubah menjadi ―Guru Pahlawan Penuh
pihak lain, dengan adanya ketentuan dari
Tanda Jasa. Dengan demikian, kelak tidak
pusat beban guru lebih ringan. Karena
hanya muballigh yang ber-BMW atau
kegagalan dalam mengajar bukan hanya
Mercy, tetapi juga para guru. Namun,
dikarenakan
barangkali merupakan suatu kemustahilan,
instruksi dari atas yang tidak jalan karena
paling tidak untuk jangka pendek, untuk
tidak cocok dengan keadaan di lapangan.
merealisir kompensasi guru yang memadai
Oleh karena itu, pemberian otonomi yang
kalau hanya bersandarkan kepada anggaran
lebih
pemerintah. Barangkali, sudah masanya
melaksanakan proses belajar mengajar akan
untuk dipikirkan mobilisasi dana pendidikan
memberikan rasa tanggung jawab lebih
atau dana kesejahteraan guru yang berasal
besar kepada guru. Rasa tanggung jawab ini
dari masyarakat. Kalau untuk keperluan lain
mutlak diperlukan dalam meningkatkan
dana mudah diperoleh misalnya untuk
kualitas guru.
prestasi olah raga, mengapa tidak bagi
Dengan
besar
olehnya
tetapi
kepada
pendekatan
juga
guru
oleh
dalam
microcosmics
prestasi guru? Di sinilah letaknya, partisipasi
dapat dideskripsikan bahwa keberhasilan
orang tua dan dukungan masyarakat mutlak
guru sangat tergantung pada kemampuan
diperlukan untuk meningkatkdn kualitas
dan dedikasi guru di satu pihak dan motivasi
guru.
dan usaha keras dari siswa di pihak lain.
Kualitas guru yang ditunjukkan oleh
Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan
kualitas kerja tidak dapat dilepaskan dari
proses belajar mengajar juga harus mampu
manajemen
membangkitkan semangat untuk berprestasi
pendidikan
pendidikan.
yang
Manajemen
sentralistis,
dengan
di kalangan siswa. Tugas tersebut tidak
menempatkan peng ambilan keputusan di
ringan mengingat karakteristik yang melekat
tangan-tangan yang jauh dari guru tidak
pada pekerjaan guru. Karakteristik pertama
menguntungkan bagi usaha meningkatkan
adalah pekerjaan guru bersifat individual
kualitas kerja guru. Sebab, pelaksanaan
dan cenderung noncollaborative. Kedua,
proses belajar mengajar di kelas sangat
pekerjaan guru dilakukan di ruang-ruang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
235
ISSN 2502-8723
kelas yang terisolir dalam jangka waktu
tetapi memiliki dedikasi tinggi, 4) ekonomi
yang lama. Ketiga, ini merupakan akibat
cukup, tidak mampu dan tidak memiliki
pertama dan kedua, waktu guru untuk
dedikasi, 5) ekonomi kurang, tetapi mampu
berdialog akademik dengan sesama guru
dan penuh dedikasi, 6) ekonomi tidak
sangat terbatas. Karakteristik kerja guru ini
mampu, tidak memiliki dedikasi tetapi
menyebabkan guru merupakan pekerjaan
mampu, 7) ekonomi kurang, tidak mampu
yang tidak pernah mendapatkan umpan
tetapi memiliki dedikasi tinggi, dan, 8)
balik. Tanpa adanya umpan balik sulit bagi
ekonomi kurang, tidak mampu dan tidak
guru untuk dapat meningkatkan kualitas
memiliki dedikasi.
profesinya. Umpan balik merupakan sesuatu
Sudah barang tentu, kebijakan dan
yang diperlukan oleh guru. Untuk itu, guru
program peningkatan kualitas guru dalam
perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk
melaksanakan proses belajar mengajar tidak
melakukan
mungkin secara spesifik mendasarkan pada
self
reflection,
untuk
mengevaluasi apa yang telah dilaksanakan
kategorisasi
dan bagaimana hasilnya.
gambaran kategori tersebut perlu untuk
Analisis dengan gabungan pendekatan
macrocosmics
Betapapun
juga,
direnungkan dalam membenahi dan menata
microcosmics,
guru dewasa ini. Paling tidak, upaya
menunjukkan bahwa persoalan guru dapat
peningkatan kualitas guru dengan penataran
dikategorikan ke dalam berbagai kelompok.
untuk
Mengikuti
yang
cukup. Sebab, masih ada faktor lain yang
dikembangkan Boediono mengelompokan
perlu sentuhan, yakni semangat dedikasi
sasaran wajib belajar menjadi 8 kelompok
guru dan kesejahteraannya.
berdasarkan
dan
tersebut.
model
kemampuan
analisis
ekonomi
dan
meningkatkan
kemampuan
tidak
a. Permasalahan Kebijakan
aspirasi pendidikan orang tua, persoalan
Kebijakan dan program peningkatan
guru dapat dikategorikan berdasarkan tiga
kualitas guru doalam melaksanakan proses
variabel: ekonomi dengan predikat cukup
belajar mengajar harus menyentuh tiga
dan kurang, kemampuan dengan predikat
aspek sebagaimana dikemukakan di atas:
mampu dan tidak mampu, dan variable de-
aspek kemampuan, aspek semangat dan
dikasi dengan predikat penuh dedikasi dan
dedikasi,
kurang dedikasi. Dengan demikian terdapat
Kebijakan yang tidak lengkap, yang tidak
delapan kelompok guru: 1) ekonomi cukup,
mencakup ketiga aspek tersebut cenderung
mampu dan dedikasi tinggi, 2) ekonomi
akan mengalami kegagalan.
cukup,
mampu,
tetapi
tidak
memiliki
Kebijakan
dedikasi, 3) ekonomi cukup, kurang mampu,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan
aspek
untuk
kesejahteraan.
meningkatkan
kualitas guru harus banyak bertumpu pada
236
ISSN 2502-8723
inisiatif dan kemauan yang datang dari pihak
Sekolah harus meletakkan orang tua dan
guru sendiri. Dengan kata lain guru sebagai
masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan
subjek
Untuk
konsumen harus ditempatkan pada prioritas
pengembangan kemampuan guru untuk
paling tinggi. Untuk itu, sekolah di bawah
belajar (bukan mengajar) sangat penting.
pimpinan kepala sekolah harus dapat bekerja
Kemampuan belajar mencakup kemampuan
secara mandiri. Sekolah harus dijiwai watak
untuk membaca dan mengkaji fenomena
ekonomi, kerja efektif dan efisien. Dalam
masyarakat
kemampuan
kaitan inilah, school site based management
untuk menentukan bahan yang relevan dan
merupakan suatu tuntutan dasar dalam
perlu.untuk dikaji, dan, kemampuan untuk
upaya peningkatan kualitas sekolah. Dengan
mencari sumber pengetahuan. Dalam kaitan
sistem manajemen ini otoritas sekolah
ini suatu mekanisme atau prosedur untuk
semakin besar, termasuk tanggung jawab
munculnya umpan balik bagi guru sangat
memajukan sekolah. Semakin besar otoritas
penting artinya. Salah satu yang mungkin
dan tanggung jawab ini pada giiirannya akan
dilaksanakan adalah membekali guru dengan
rneningkatkan kesadaran pada diri guru
kemampuan
untuk
bukannya
secara
objek.
efisien,
untuk
melakukan
self
reflection, lewat action research.
memberikan
yang
terbaik
bagi
siswanya.
Kemampuan untuk belajar ini akan
Upaya peningkatan kualitas guru untuk
dapat terus hidup dan tumbuh subur
meningkatkan kualitas lulusan harus disertai
manakala guru memiliki cukup ruang untuk
dengan peningkatan kesejahteraan guru.
berinisiatif dan berimprovisasi. Untuk itu
Prinsip school site based management me
instruksi, juklak dan juknis yang berkaitan
nuntut partisipasi dari pihak orang tua siswa
dengan pengajaran harus diminimalkan,
dan masyarakat lebih besar. Partisipasi yang
kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali.
pertama berkaitan dengan upaya mobilisasi
Perluasan otoritas guru ini harus pula
dana pendidikan, dan partisipasi kedua
diiringi
adalah
dengan
mengembangkan
kebijakan
aktivitas
mereka
dalam
ikut
accountabilitas
memikirkan kemajuan sekolah. Oleh karena
sekolah yang jelas dan transparan. Sekolah,
itu, sistem kerjasama orang tua dan sekolah
termasuk guru harus menyusun program dan
perlu dikembangsuburkan.
target
kegiatan
sistem
untuk
yang
jelas
dan
Dalam mobilisasi dana pendidikan
dikomunikasikan kepada orang tua siswa
akan terjadi ketimpangan antara satu sekolah
dan masyarakat. Hasil kerja sekolah atas
dengan sekolah lain, sebagai akibat adanya
pencapaian target harus dapat dievaluasi
perbedaan
dengan jelas oleh orang tua dan masyarakat.
kecenderungan bahwa semakin berkualitas
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
237
kualitas
sekolah.
Terdapat
ISSN 2502-8723
suatu sekolah maka akan semakin besar
melainkan
kemampuan sekolah untuk memobilisasi
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan,
dana pendidikan dari kalangan orang tua
baik sosial, poli tik, budaya, ekonomi, dan
siswa dan masyarakat. Sudah barang tentu
agama.
hal ini tidak perlu untuk dicegah. Yang
meningkatkan
penting adalah alokasi anggaran pendidikan
kualitas guru para pemegang kebijakan di
pemerintah
bidang
perlu
disesuaikan
dengan
proses
Oleh
pendidikan
karenanya,
kuaiitas
pendidikan
akan
dalam
usaha
pendidikan
harus
dan
senantiasa
kondisi sekolah masing-masing. Anggaran
mengkaji dan memahami perkembangan
pemerintah seyogyanya diarahkan ke seko-
masyarakat.
lah-sekolah yang tidak mampu memobilisasi
masyarakat lingkungan di mana pendidikan
dana disebabkan kemampuan orang tua
senantiasa bereaksi merupakan sesuatu yang
siswa yang rendah.
tidak ringan, untuk tidak mengatakan hal itu
Usaha yang tiada pernah mengenal
sebagai
mengkaji
sesuatu
dan
yang
memahami
berat.
Tetapi
akhir bagi suatu negara adalah usaha untuk
persoalannya akan semakin pelik, karena
meningkatkan kemakmuran bangsanya. Hal
apa yang dinamakan dengan lingkungan
itu dikarenakan pada hakekatnya apa yang
masyarakat
dinamakan kemakmuran tidak ada batasnya.
cepat. Sir Charles P Snow, Filosof dan
Negara yang sudah sedemikian maju pun,
sastrawan berkebangsaan Inggris, dalam
seperti Jepang, Jerman dan Amerika Serikat,
suatu karya klasiknya The Two Cultures
misalnya, masih juga berjuang keras untuk
memberikan gambaran kecepatan perubahan
mencapai tingkat kemakmuran yang lebih
yang
tinggi. Khususnya negara-negara sedang
menyatakan "bahwa selama sejarah umat
berkembang, nampaknya harus berusaha
manusia sampai abad ini tingkat perubahan
lebih keras dalam upaya meningkatkan
sosial sangat lambatnya sehingga perubahan
kemakmuran
Suatu
dapat berlangsung tanpa kita ketahui. Tetapi
keuntungan bagi negara negara sedang
lambatnya perubahan sosial tidak akan
berkembang termasuk Indonesia, adalah bisa
terjadi lagi. Perubahan sosial dimasa datang
mengambil pelajaran dari apa yang dialami
/ depan akan berlangsung sangat cepat.
oleh negara negara yang sudah terdahulu
Begitu
mengalami kemajuan.
imajinasi
masrarakatnya.
b. Permasalahan
senantiasa
terjadi
di
masa
cepatnya
kita
berubah
depan
perubahan
sekalipun
dengan
dengan
sehingga
tidak
kuasa
mengikutinya (Zamroni, 2012)".
Tuntutan
Setiap perubahan sosial yang terjadi
Perubahan
Proses pendidikan tidak berlangsung
membawa problema baru di masyarakat.
dalam suasana yang steril dan vakum,
Untuk menghadapi problema-problema baru
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
238
ISSN 2502-8723
tersebut masyarakat menuntut pembaharuan
Economic Community/AEC) 2015, akan
pendidikan dan kualifikasi baru untuk guru.
diarahkan
kepada
Dengan demikian, pembaharuan harus pula
integrasi
ekonomi
dilaksanakan
mengurangi biaya transaksi perdagangan,
pada
lembaga
pendidikan
guru.
memperbaiki
pembentukan
fasilitas
kawasan
sebuah
dengan
perdagangan
dan
bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor
PENDIDIKAN
DASAR
UMKM (Kemenkop UKM, 2015).
DAN
Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
ASEAN
merupakan
bangsa-bangsa
Asia
beranggotakan
10
gabungan
Tenggara
untuk menciptakan pasar tunggal dan basis
yang
produksi yang stabil, makmur, berdaya saing
(Indonesia,
tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi
Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina,
dengan regulasi efektif untuk perdagangan
Brunei
Laos,
dan investasi, yang di dalamnya terdapat
Myanmar, Kamboja dan Timor Leste)
arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi,
memiliki pandangan terbuka, hidup dalam
dan modal serta difasilitasinya kebebasan
perdamaian, stabilitas dan kemakmuran,
pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja.
negara
Darussalam,
Vietnam,
serta terikat bersama dalam kemitraan dalam
Implementasi
AEC
2015
akan
pembangunan yang dinamis. Untuk itu, pada
berfokus pada sektor prioritas, yang terdiri
tahun 2003, para pemimpin ASEAN telah
atas 7 (tujuh) sektor barang (industri
bersepakat
suatu
pertanian, peralatan elektonik, otomotif,
―masyarakat ASEAN‖ pada tahun 2020.
perikanan, industri berbasis karet, industri
Dalam perkembangannya para pemimpin
berbasis kayu, dan tekstil) dan 5 (lima)
Negara anggota mempertegas komitmennya
sektor jasa (transportasi udara, pelayanan
dan
kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri
untuk
memutuskan
membangun
untuk
mempercepat
pembentukan masyarakat ASEAN pada
teknologi informasi atau e-ASEAN).
tahun 2015.
Selanjutnya menurut Gayatri (2014),
Pembentukan Komunitas ASEAN
keduabelas
sektor
prioritas
dalam
2015 berlandaskan pada 3 pilar, yaitu
perdagangan barang dan jasa ini dapat
Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN
diunggulkan dalam pasar bebas ASEAN
Security Community), Komunitas Ekonomi
atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ASEAN (ASEAN Economic Community),
mulai 2015. Ke-12 sektor tersebut terdiri
dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN
atas delapan sektor perdagangan barang dan
(ASEAN
empat sektor dalam bidang jasa. Sektor
Socio-Cultural
Community).
Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
perdagangan
239
barang
mencakupi
bidang
ISSN 2502-8723
pertanian, perikanan, industri karet, industri
memberikan peringatan kepada kita, bahwa
kayu, industri tekstil dan pakaian, otomotif,
Indonesia masih perlu mempersiapkan diri
elektronik, serta teknologi informasi dan
secara lebih serius menghadapi MEA. Posisi
komunikasi. Sementara itu, empat sektor
kita akan aman jika berada pada posisi
perdagangan
ketiga setelah Singapura, Malaysia atau
jasa
mencakup
bidang
kesehatan, pariwisata, perhubungan udara,
paling tidak ke empat dibawah Thailand.
dan logistik. Untuk bidang kesehatan, ada
Dunia pendidikan Indonesia perlu
tiga subsektor yang diklasifikasikan, yakni
menyiapkan tenaga kerja yang dibutuhkan
kedokteran umum, kedokteran gigi, dan
dalam upaya menghadapi tantangan ini ke
keperawatan.
depan. Berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun
Adapun sektor tenaga kerja yang
2014
tentang
peningkatan
nasional
medical (dokter dan obat); (2) perawat
masyarakat
(nurses);
menegaskan bahwa pengembangan tenaga
architekture,
engenering
rangka
saing
akan bersaing di dalam MEA adalah (1)
(3)
dalam
daya
ekonomi
ASEAN,
negara
(tenaga ahli); (4) dental (dokter gigi); (5)
kerja
accounting (akuntan); (6) surveyor (tenaga
peningkatan daya saing tenaga kerja dan
survai); dan (7) tourisme (pariwisata).
peningkatan kompetensi dan produktivitas
Dalam konteks tenaga terampil sebagai
tenaga kerja (Kementerian Sesneg, 2015).
tenaga kerja dalam bursa tenaga kerja MEA,
Dalam upaya daya saing dan kompetensi
posisi Indonesia masih perlu ditingkatkan.
inilah, maka peran pendidikan dasar menjadi
Sebagai bahan kajian mendalam
Indonesia
menghadapi
difokuskan
pada
sangat penting.
dapat disajikan data Badan Pusat Statistik
KESIMPULAN
(BPS) menunjukkan tahun 2013 jumlah
Kemajuan ekonomi ini tidak seiring
tenaga kerja pendidikan dasar dan tanpa
dengan kemajuan pendidikan meskipun ada
pendidikan mencapai 35, 88 juta orang.
hubungan
Indeks pembangunan manusia atau Human
pertumbuhan ekonomi. Indonesia berada
Development Index (HDI) Indonesia juga
pada posisi yang perlu mempersiapkan diri
masih rendah. Dari 182 negara di dunia,
secara
Indonesia berada di urutan 111. Sementara
menghadapi
di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada
ekonomi ASEAN. Indonesia memerlukan
di urutan enam dari sepuluh negara ASEAN.
sumberdaya manusia dalam jumlah dan
Posisi
mutu yang memadai sebagai pendukung
HDI
Indonesia
masih
dibawah
Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan
Singapura
(Kahfi,
2015).
Data
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
antara
lebih
serius
pendidikan
untuk
berlakunya
dan
bersaing
masyarakat
utama pembangunan dibidang ekonomi.
ini
240
ISSN 2502-8723
Nomor 69. Diakses pada 29 Maret
2016
pada
laman:
http://www.bbc.com/indonesia/majala
h/2015/05/150513
Gayatri, Mentari Dwi. (2014). Indonesia
Miliki 12 Sektor Prioritas Hadapi
MEA.
Dapat
diakses
di
lamanhttp://www.antaranews.com/beri
ta/
Goleman,
D.
(1996).
Emotional
Intelligence: Why It Can Matter More
Than IQ.
Halstead, J. Mark dan Taylor, Monica J.
(2000). ―Learning and Teaching about
Values: A Review of Recent
Research.‖ Cambridge Journal of
Education. Vol. 30 No.2, pp. 169-202.
Kahfi, Sahibul, (2015). Indonesia Menyapa
MEA. Dapat diakses melalui laman:
http://www.
kompasiana.com/www.kompasiana.co
msahibulkahfi/indonesia-menyapamea_5535a27b6ea834b80fda430d.
Pujiastuti, Lani (2015) Ekonomi RI
Peringkat Tiga Besar di G20. Artikel:
Majalah Finance.detik.com: Diakses 1
April 2015 di laman: Puhttp:
//finance.detik.com/read/2015/08/27/1
13636/3002715/5
Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan
Nasional, (2010). Bahan Pelatihan
Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk
Membentuk Daya Saing dan Karakter
Bangsa. Dapat diakses di laman:
http://rumahinspirasi.com/18-nilaidalam-pendidikan-karakter-bangsa/
Kelompok Kerja MEA, Kemenkop UKM.
(2015). Diakses pada tanggal: 18
Nopember
2015
dari
laman:
http:www.depkop.go.id/index.php?
Kementerian Sekretariat Negara, (2015).
Inpres Nomor 6 Tahun 2014 tentang
peningkatan daya saing nasional
dalam rangka menghadapi masyarakat
ekonomi ASEAN.
Supriyanto dan Noor, HM Tauchid, (2016)
Penguatan pendidikan karakter dalam
rangka menghadapi pasar terbuka
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN.
Makalah
Seminar
Nasional
:
Proses pendidikan di sekolah dasar
menempati posisi yang sangat vital dan
strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan
dalam melaksanakan pendidikan di tingkat
dasar
ini
akan
berakibat
fatal
untuk
pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya,
keberhasilan pendidikan pada tingkat ini
akan membuahkan keberhasilan pendidikan
tingkat lanjutan.
Ada tiga hal mendesak yang perlu
dilakukan
dalam
rangka
menyiapkan
pendidikan dasar yang baik, pertama :
pentingnya peningkatan kualitas sekolah
dasar,
kedua:
pentingnya
mengatasi
permasalahan sekolah dasar yang meliputi
(1) permasalahan guru, (2) permasalahan
kebijakan dan (3) permasalahan tuntutan
perubahan.
Dunia
pendidikan
dasar
perlu
menyiapkan lulusan yang kokoh yang
dibutuhkan
dalam
tantangan
perubahan
Pengembangan
upaya
tenaga
menghadapi
ke
depan.
kerja
Indonesia
difokuskan pada peningkatan daya saing
tenaga kerja dan peningkatan kompetensi
dan produktivitas tenaga kerja yang perlu
disiapkan sejak di sekolah dasar. Dalam
upaya daya saing dan kompetensi inilah,
maka peran pendidikan dasar menjadi sangat
penting.
DAFTAR PUSTAKA
Coughlan, Sean (2015 ): Asia Peringkat
Tertinggi Sekolah Global, Indonesia
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
241
ISSN 2502-8723
Penguatan
Pendidikan
Karakter
Pancasila di Sekolah dan Perguruan
Tinggi, FIP Universitas Kanjuruhan
Malang, 16 Januari 2016.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Zamroni. (2102). Paradigma Pendidikan
Masa Depan. Direktorat Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
242
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI
PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Ninik Indawati
Prodi Pend. Ekonomi-Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Kanjuruhan Malang
Email: [email protected]
Abstrak
Investasi dalam bidang pendidikan tidak semata mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tetapi
lebih luas yaitu perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi tercapai apabila SDM
memiliki etika, moral, tanggung jawab, adil, jujur, dan terbentuknya perilaku atau karakter yang
anti terhadap korupsi. Ini merupakan pondasi penting, yang perlu ditanamkan sejak dini kepada
peserta didik. Temuan yang terjadi, pendidikan jauh dari nilai moralitas kemanusiaan. Dalam
keterpautan ekonomi, pendidikan hanya menjadi lembaga pengeruk keuntungan, tidak peduli
kepada kemiskinan bangsa. Permainan kekuasaan dan ekonomi telah membawa pendidikan
bangsa ke lembah keterpurukan. lembaga pendidikan harus membangun ideologi kehidupan anti
korupsi, diantaranya menempatkan pendidikan sebagai sarana membentuk karakter.
Kata kunci: peserta didik, PBM, anti korupsi
Pendidikan merupakan suatu proses
kompleks, dan untuk mencapainya perlu
membina dan mengantarkan peserta didik
didukung oleh semua unsur/pihak yang
untuk menemukan jati dirinya. Dalam
memiliki tanggung jawab.
undang-undang sistem pendidikan nasional
Pendidikan
sebagai
sistem
yang
no. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa
terintegrasi memerlukan tanggung jawab
pendidikan adalah usaha sadar, terencana
bersama untuk melaksanakannya. Hal ini
untuk mewujudkan suasana belajar dan
merupakan
proses pembelajaran agar peserta didik
kebangsaan suatu negara. Jika pemimpin
secara aktif mengembangkan potensi dirinya
dari
untuk
menyakinkan
memiliki
kekuatan
spiritual
pencerminan
suatu
negara
nilai-nilai
menampilkan
nilai-nilai
yang
dan
positif,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
dipastikan masyarakat akan memberikan
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
apresiasi
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
menjalankan semua yang terkait dalam
dan
sistem.
negara.
tersebut
Rumusan
memiliki
makna
undang-undang
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
cukup
dan
Dengan
akan
mentaati
sistem
yang
serta
baik
memastikan tujuan suatu bangsa yaitu
243
ISSN 2502-8723
masyarakat adil dan sejahtera dapat tercapai.
sistematis dengan rekayasa yang canggih
Namun
yang
dan memanfaatkan teknologi modern. Kasus
dibangun didasarkan oleh kepentingan dari
terjadinya korupsi dari hari ke hari kian
unsur-unsur atau pihak-pihak tertentu, maka
marak. Hampir setiap hari berita tentang
dipastikan akan terjadi kesenjangan yang
korupsi menghiasi berbagai media. Korupsi
bermuara
dianggap biasa dan dimaklumi banyak
sebaliknya,
pada
jika
sistem
ketidakpastian
dan
ketidakadilan. Kesenjangan yang terjadi
orang,
sering
membedakan mana perbuatan korup dan
terkait
dengan
masalah
sosial
ekonomi dan kedudukan dalam hukum.
sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi
dan beberapa instansi anti korupsi lainnya,
masalah umum dan krusial yang mendera
namun faktanya negeri ini masih menduduki
negara-negara,
negara
ranking
berkembang, termasuk Indonesia. Dan tak
didunia.
dipungkiri,
hukum
sulit
merupakan
dapat
maupun
masyarakat
mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun
Persoalan kesenjangan baik sosial
ekonomi
sehingga
khususnya
kesenjangan
tersebut
atas
Hasil
sebagai
negara
survei
terkorup
Transparancy
disebabkan oleh nilai dan moral yang
International pada Tahun 2013 menunjukkan
dimiliki oleh setiap unsur dalam negara.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada di
Salah satu akibat yang muncul secara negatif
peringkat 114 dari 177 negara. Sekarang
dari nilai dan moral adalah korupsi.
Indonesia sama dengan Djibouti (negara di
Masalah korupsi bukan hal baru
Afrika Timur), dan di ASEAN Indonesia
dalam persoalan hukum dan ekonomi suatu
kalah
negara karena masalah korupsi telah ada
Thailand, dan setara dengan Vietnam dan
sejak dahulu kala, baik di negara maju
Timor Leste (Transparansy International,
maupun
2013).
negara
berkembang
termasuk
dari
Malaysia,
Singapura,
dan
Indonesia. Bahkan perkembangan masalah
Upaya pemberantasan korupsi oleh
korupsi di Indonesia saat ini telah dianggap
pemerintah telah dituangkan dalam Inpres
sebagai persoalan luar biasa dikarenakan
RI
oleh peningkatan jumlah dan penyebarannya
pencegahan dan pemberantasan korupsi,
hingga ke lapisan masyarakat bawah.
namun hal tersebut belum juga dapat
Korupsi,
2011
tentang
aksi
memberikan efek jera. Pengaruh yang
permasalahan serius di negeri ini. Kasus
ditimbulkan oleh korupsi saat ini telah
korupsi
menyentuh
jumlahnya,
tidak
berkembang
sudah
Tahun
menjadi
sudah
kini
No.17
terhitung
dengan
lagi
pesat,
bidang kehidupan.
Korupsi merupakan masalah serius yang
meluas di mana-mana dan terjadi secara
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
berbagai
dapat
244
membahayakan
stabilitas
dan
ISSN 2502-8723
keamanan masyarakat, merusak nilai-nilai
demokrasi
dan
Pendidikan justru melahirkan para
moralitas
serta
pembangunan
sosial
kekuasaan. Pendidikan tidak lagi netral dan
ekonomi suatu negara, yang secara otomatis
sudah menjadi ajang pertarungan kekuasaan
membuat
negara,
penuh interest dan konflik. Pendidikan tidak
mengganggu sendi-sendi demokrasi dan
objektif dan sering kali penuh muatan
proses pembangunan. Kompleksitas masalah
kepentingan ideologis, sehingga pendidikan
korupsi terkait dengan masalah moral atau
berubah dari sarana mencari kebenaran dan
sikap mental, pola hidup, kebudayaan dan
autentisitas
lingkungan
tuntutan
pembenaran dan arena pencarian jati diri
ekonomi dan kesejahteraan sosial-ekonomi,
semu dan abstrak. Pendidikan jauh dari nilai
struktur/sistem ekonomi, budaya politik,
moralitas kemanusiaan. Dalam keterpautan
mekanisme
ekonomi,
membahayakan
kerugian
sosial,
bagi
masalah
pembangunan,
koruptor
birokrasi
karena
terjebak
diri
sebagai
manusia
pendidikan
alat
menjadi
hanya
menjadi
dibidang pelayanan publik dan keuangan
lembaga pengeruk keuntungan, tidak peduli
(Barda N.A, 2005).
pada
kemiskinan
bangsa.
Permainan
Kondisi seperti itu perlu disikapi
kekuasaan dan ekonomi telah membawa
dengan melakukan berbagai upaya untuk
pendidikan bangsa ke lembah keterpurukan.
menanggulangi masalah korupsi yang sudah
Dari
mengakar, meluas, dan menggejala di
dilakukan
Indonesia. Pada tahun 2012 Kemendikbud
membangun
dan
korupsi,
diantaranya
sebenarnya sudah menyepakati kerjasama
pendidikan
sebagai
menerapkan
karakter (Siti, M.H, 2014).
Komisi
Pemberantasan
pendidikan
anti
Korupsi
korupsi.
fenomena
Namun kesepakatan ini belum sepenuhnya
demikian,
lembaga
yang
harus
pendidikan
ideologi
adalah
kehidupan
menempatkan
sarana
Pendidikan
membentuk
anti
korupsi
menjadi komitmen bersama seluruh bangsa,
sesungguhnya
padahal
mencegah tindak pidana korupsi. Jika
program
tersebut
merupakan
sangat
anti
Komisi
tepat menjadi blue print konsep dan
beberapa instansi anti korupsi lainnya
implementasi pendidikan karakter, guna
menangkap para koruptor, maka pendidikan
membentuk pribadi berintegrasi (character
anti korupsi juga penting guna mencegah
education for integrity). Pendidikan anti
adanya
korupsi sangat tepat demi masa depan
pelajaran akhlak, moral dan yang lainnya.
bangsa
Pelajaran akhlak penting guna mencegah
berkeadilan
(justice
for
suistanable future).
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
terjadinya
245
koruptor.
Korupsi
guna
gebrakan besar dunia pendidikan. Ini sangat
yang
Pemberantasan
penting
Seperti
kriminalitas.
dan
pentingnya
Begitu
halnya
ISSN 2502-8723
pendidikan anti korupsi itu penting guna
nyata
mencegah aksi korupsi.
mengupayakan
Pendidikan
anti
korupsi
harus
dari
pendidikan.
semua
pihak
untuk
peningkatan
Upaya
mutu
peningkatan
mutu
diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam
pendidikan dapat dilakukan baik secara
proses pembelajaran dari tingkat pendidikan
formal, non-formal, dan informal. Secara
dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal
formal, jenjang pendidikan dasar, menengah
ini sebagai upaya membentuk perilaku
dan
peserta didik yang anti korupsi. Pendidikan
merupakan sarana yang dilakukan untuk
anti korupsi ini diberikan melalui suatu mata
menghasilkan
pelajaran
terbaik.
tersendiri,
atau
dengan
cara
atas
mengintegrasikan melalui beberapa mata
maupun
pendidikan
mutu
tinggi
pendidikan
yang
korupsi
harus
Pemberantasan
pelajaran. Inti dari materi pendidikan anti
dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur
korupsi ini adalah penanaman nilai-nilai
masyarakat, termasuk perguruan tinggi dan
luhur yang terdiri dari sembilan nilai yang
mahasiswa. Perguruan tinggi dan mahasiswa
disebut dengan sembilan nilai anti korupsi.
diharapkan dapat berperan aktif dalam
yaitu:
tanggung jawab, disiplin, jujur,
upaya pencegahan korupsi, didukung juga
sederhana, mandiri, kerja keras, adil, berani,
dengan pasal 33 UUD 1945 dimana
dan peduli (Kemendikbud, 2012).
demokrasi
ekonomi
masyarakatlah
yang
Dalam
Rencana
Pembangunan
kemakmuran
diutamakan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa
kemakmuran
Timur tahun 2009-2014 pada program
berperan sebagai agen perubahan (agent of
pendidikan,
menempatkan
peningkatan
change ) dan motor penggerak gerakan anti
aksesbilitas
dan
pendidikan.
korupsi di masyarakat.
kualitas
Berbagai upaya pembangunan pendidikan,
Implikasi
orang-seorang,
bukan
teori
Piaget
dengan
terhadap
termasuk wajib belajar pendidikan dasar
pendidikan, menurut teori Piaget mengenai
sembilan tahun yang dicanangkan
perkembangan
tahun
1994
dilaksanakan
pada
untuk
kognitif
mendefinisikan
intelegensi, pengetahuan, dan hubungan
meningkatkan taraf pendidikan penduduk
dengan lingkungannya.
Jawa Timur, namun sampai saat ini masalah
setiap organisme hidup cenderung untuk
rendahnya tingkat pendidikan penduduk dan
melakukan adaptasi dan organisasi. Dalam
juga
proses adaptasi dan organisasi terdapat 4
rendahnya
kualitas
pelayanan
pendidikan masih merupakan isu strategis
konsep
pembangunan
pendidikan,
akomodasi, dan ekuilibrasi. Perkembangan
sehingga sangat diperlukan operasionalisasi
kognitif individu meliputi empat tahap: (1)
di
bidang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
246
dasar
yaitu
Menurut Piaget
skema,
asimilasi,
ISSN 2502-8723
Periode sensory motor (usia 0-2 tahun), (2)
diimplementasikan sekaligus menjadi roh
Periode pre operasional (usia 2-7 tahun), (3)
pembelajaran karakter yang baik.
Periode operasional konkret (usia 7-11
Saat ini, urgensi pendidikan karakter
tahun), (4) Periode operasional formal (usia
menjadi bahan perhatian sebagai respon atas
11-15 tahun). Implementasi teori Piaget
berbagai persoalan bangsa terutama masalah
terhadap pendidikan: (1) Memfokuskan pada
dekadensi moral seperti korupsi, kekerasan,
proses berfikir atau proses mental anak tidak
perkelaian antar pelajar, bentrok antar etnis
sekedar pada produknya, (2) Pengenalan dan
dan perilaku seks bebas yang cenderung
pengakuan atas peranan anak-anak yang
meningkat. Fenomena tersebut menurut
penting sekali dalam inisiatif diri dan
(Tilaar, 2000) merupakan salah satu ekses
keterlibatan
kegiatan
dari kondisi masyarakat yang sedang berada
pembelajaran, (3) Tidak menekankan pada
dalam masa transformasi sosial menghadapi
praktek-praktek
era globalisasi, yang mana globalisasi
aktif
dalam
yang
diarahkan
untuk
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa
disebabkan
dalam pemikirannya, dan (4) Teori Piaget
kemajuan ekonomi dan kecanggihan sarana
mengasumsikan
anak
informasi yang telah membawa dampak
berkembang melalui urutan perkembangan
positif sekaligus dampak negatif bagi bangsa
yang sama, namun mereka memperolehnya
Indonesia.
bahwa
seluruh
dengan kecepatan yang berbeda, (Jauhar, M,
perkembangan
teknologi,
Kehidupan berbangsa dan bernegara
2011).
saat ini sangat memprihatinkan, baik dari
Pendidikan merupakan suatu kunci
keberhasilan
bagi
sebuah
aspek sosial politik, ekonomi maupun
bangsa.
budaya.
Dari
segi
ekonomi
sangat
Pendidikan dapat menjadikan sebuah bangsa
kapitalistik, yaitu semakin menciptakan
menjadi bangsa yang tangguh, mandiri,
pemisah antara kaya dan miskin, antara
berkarakter, dan berdaya saing. Karena baik
rakyat dan pejabat, antara penguasa dan
buruknya pendidikan sebuah bangsa dapat
yang dikuasai, dan politik misalnya sangat
menentukan
liberal.
kualitas
baik
buruknya
Dari
aspek
sosial
budaya,
semakin
tidak
berdaya
pembangunan manusia yang ada di suatu
masyarakat
bangsa, serta menuntut langkah-langkah
menghadapi gempuran politik liberal dan
strategis guna menghentikan laju degradasi
ekonomi
moralitas dan karakter bangsa seperti yang
kekuatan sosial budaya tercerabut dari akar-
dikatakan
akar historisnya, (Effendy, C, 2003).
semestinya
(Aziz,
H.A,
pendidikan
2011)
sudah
karakter
Manusia
kesenangan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kapitalistik,
247
dan
hidup
yang
berakibat
untuk
kepuasan,
mencari
karena
itu
ISSN 2502-8723
merupakan
dasar
dari
sifat
manusia.
Contohnya,
pada
saat
ini
kemajuan
teknologi
informasi
berbagai
macam
masyarakat
telah
gaya
terutama
maupun masyarakat. Pola kehidupan yang
mewah
menawarkan
hidup
seorang
pendidik,
dapat
menjadi masalah besar dalam keteguhan
kepada
kepada
bagi
memberikan
penyampaian
pembelajaran
generasi
kepada didikannya. Sejatinya, pola hidup
muda/remaja. Para remaja berlomba-lomba
mewah dapat membawa pendidik terjerumus
untuk mengikuti tren gaya hidup untuk
dalam penyuapan maupun korupsi, dan pola
mencapai kepuasaan pribadi yang kadang-
kehidupan yang mewah sebisa mungkin
kadang menjerumus kepada hal-hal yang
dihindari.
bersifat negatif.
Pemerintah
Budaya hedonisme telah mendorong
pertanggungjawaban
banyak orang memiliki suatu barang atau
rakyat,
mencari kepuasaan dimana suatu barang dan
mendistribusikan,
kepuasaan
pemenuhan
tersebut
bukanlah
memegang
keperluan
atas
beban
yang
atau
kepentingan
memproduksi,
menjual
kebutuhan
alat
masyarakat
utama dalam kehidupan. Selain itu budaya
berbentuk jasa publik dan layanan sipil.
hedonisme hanyalah membuat kesenagan
Sejalan dengan itu tugas pemerintahan
individu,
adalah untuk
dalam
mengahadapi
budaya
melayani dan mengatur
hedonisme yang sangat banyak membawa
masyarakat, bahwa tugas pelayanan lebih
efek atau pengaruh negatif dalam kehidupan
menekankan
bermasyarakat. Memilih gaya hidup/budaya
kepentingan umum, mempermudah urusan
hedonis sesungguhnya tidak akan pernah
publik dan memberikan kepuasan kepada
membawa kebahagiaan dan kepuasan dalam
publik, sedangkan tugas mengatur lebih
hidup, (Bertens, K, 2002).
menekankan kekuasaan yang melekat pada
Dalam UU nomor 20 tahun 2003,
upaya
mendahulukan
posisi jabatan birokrasi.
pendidik merupakan tenaga profesional yang
Fakta empiris yang dapat dicermati
bertugas merencanakan dan melaksanakan
terkait korupsi dan relevansinya dengan
proses
tindakan
pembelajaran,
menilai
hasil
ekonomi:
bahwa
korupsi
pembelajaran, melakukan pembimbingan
mempersulit pembangunan ekonomi dan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian
mengurangi
dan pengabdian kepada masyarakat. Maka
pemerintahan, antara lain dengan membuat
dari itu, menjadi pendidik merupakan tugas
distorsi (kekacauan) dan ketidakefisienan
yang
tentang
yang tinggi. Sebagai contoh dalam sektor
memberi ilmu pengetahuan dan pengabdian
privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
antar sesama manusia, baik itu anak didik
karena kerugian dari pembayaran ilegal,
mulia
karena
mencakup
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
248
kualitas
pelayanan
ISSN 2502-8723
ongkos manajemen dalam negoisasi dengan
menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi
pejabat korup. Walaupun terdapat pendapat
dan
yang
menyatakan
mengurangi
menjadi
lebih
mahal
bahwa
korupsi
sebagai dampak adanya ongkos manajemen
(niaga)
dengan
seperti
ongkos
mempermudah
harga-harga
birokrasi.
Sedangkan
di
dipaparkan
di
atas.
Akibatnya
muncul banyak pengemis, pengangguran,
sektor publik korupsi menimbulkan distorsi
pemerasan,
dengan mengalihkan investasi publik ke
sumber
proyek-proyek masyarakat, dimana suap dan
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan
upah tersedia lebih banyak. Baik di sektor
hidup.
privat
maupun
publik,
dimungkinkan
hingga
pembunuhan
utamanya
adalah
yang
uang
untuk
Dari contoh tersebut di atas penulis
pejabat membuat aturan-aturan baru dan
menyimpulkan,
hambatan
dilakukan para pemimpin negeri ini adalah
baru
kompleksitas
proyek
sebagai
tambahan
masyarakat
untuk
memberikan
langkah
contoh
dan
perlu
menunjukkan
menyembunyikan praktek korupsi. Hal ini
keseriusan
mengakibatkan lebih banyak kekacauan.
dimulai dari lingkaran terdekat. Gagasan
Korupsi
juga
untuk
yang
memberantas
korupsi
mengurangi
pemenuhan
tentang pendidikan anti korupsi kiranya
keamanan
bangunan,
muncul dari kesadaran akan pentingnya
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
pendidikan sebagai salah satu sarana yang
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
efektif untuk memutus mata rantai korupsi
pemerintahan
dan
yang membelenggu bangsa kita. Sebab,
menambahkan
tekanan-tekanan
syarat-syarat
infrastruktur,
serta
terhadap
mewariskan
anggaran pemerintah.
kompetitif
persaingan
antar
pekerti
luhur
dan
ketinggian karakter melalui pendidikan anti
Korupsi di bidang ekonomi juga
menyebabkan
budi
yang
pelaku
korupsi
tidak
jauh
memikirkan
ekonomi
kedudukan
lebih
penting
upaya
atau
ketimbang
mempertahankan
posisi
kekuasaan.
(pengusaha) karena semua proses harus
Implementasi pendidikan anti korupsi ini
melalui uang pelicin dan memerlukan waktu
masih banyak menemukan hambatan karena
yang
mengakibatkan
masih merupakan hal baru. Diperlukan
munculnya kekacauan lapangan perniagaan.
upaya yang lebih gencar dan intensif tentang
Perusahaan
pendidikan anti korupsi.
relalif.
Hal
yang
ini
memiliki
koneksi
dilindungi dari persaingan dan sebagai,
hasilnya
mempertahankan
Pendidikan ekonomi pada dasarnya
perusahaan-
merupakan
perusahaan yang tidak efisien. Sedangkan
pembelajaran
bagi
menyiapkan
masyarakat
bawah,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
korupsi
249
suatu
bidang
kajian
tentang
individu/manusia
atau
bagaimana
sebagai
ISSN 2502-8723
pelaku ekonomi yang memiliki wawasan
alat pemersatu bangsa, pendidikan adalah
dan sikap (melek) ekonomi, sesuai tuntutan
wahana yang amat penting dan strategis
perkembangan jamannya. Dengan demikian,
untuk perkembangan ekonomi dan integrasi
lulusan program ini diharapkan tidak hanya
bangsa, karena pendidikan adalah sebagai
dapat menjadi pendidik ekonomi di berbagai
investasi jangka panjang yang harus menjadi
jenjang pendidikan, tetapi juga diberbagai
pilihan utama.
lembaga yang bertugas mengelola, meneliti,
Upaya
yang
diharapkan
dari
serta mengembangkan pendidikan ekonomi.
pendidikan itu sendiri adalah terbentuknya
Investasi
perilaku atau karakter yang anti terhadap
dalam
semata-mata
bidang pendidikan tidak
untuk
mendongkrak
korupsi. Dan hal ini merupakan suatu
pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi
pondasi
yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde
diutamakan dan perlu ditanamkan sejak dini
baru,
kepada anak didik, disamping aspek-aspek
kita
selalu
bangga
dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
yang sangat penting, seharusnya
lain yang juga penting untuk ditanamkan.
pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu
Masalah lain yang muncul seputar
hancur lebur karena tidak didukung oleh
pendidikan adalah belum semua guru jujur.
adanya
yang
Saat ini kita masih melihat banyak guru
banyak
yang belum jujur kepada dirinya sendiri.
melahirkan orang kaya yang tidak memiliki
Masih banyak guru yang belum mampu
kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak
memberikan keteladanan.
lagi melahirkan orang miskin.
Akhirnya
mungkin korupsi akan diberantas bila
pertumbuhan
dinikmati
gurunya saja masih korupsi? Tak heran, bila
tingkat
guru seperti itu melahirkan peserta didik
sumber
berpendidikan.
sebagian
daya
Orde
ekonomi
orang
dan
manusia
baru
hanya
dengan
ketergantungan yang amat besar.
Perkembangan
ekonomi
Bagaimana
yang tidak jujur, senang menyontek, malas
akan
berpikir secara ilmiah, dan masih banyak
tercapai apabila sumberdaya manusianya
masalah yang lain.
memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab,
Pembahasan
rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan
(Lewis,
kewajiban yang kesemuanya itu merupakan
A,
2004)
mengatakan bahwa ada dua cara untuk
indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah
menyebarkan terang menjadi lilinnya atau
saatnya bagi negeri ini untuk bagaimana
menjadi cermin yang memantulkannya.
merencanakan sebuah sistem pendidikan
(Lewis, Barbara, A, 2004)
yang baik, untuk mendukung perkembangan
menyebut
pemberian contoh-contoh sikap luhur itu
ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Barbara,
250
ISSN 2502-8723
sebagai kepemimpinan lewat teladan. Dalam
Dari
uraian
tersebut
di
atas,
kepemimpinan, seorang guru akan menjadi
diperlukan gambaran keterkaitan antara
tolok ukur dimana peserta didik akan
pendidikan karakter dan pendidikan korupsi
mengukur diri mereka sendiri. Guru akan
sebagai berikut:
menjadi inspirasi bagi peserta didiknya.
Untuk
dapat
menjadi
pemimpin
yang
Desain Pendidikan Anti Korupsi Sebagai
mampu menerangi jalan peserta didiknya,
Bagian Dari Pendidikan Karakter
seorang guru hendaknya kembali memegang
teguh trilogi kepemimpinan yang dicetuskan
oleh Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarso
sung tulodo, ing madyomangun karso, dan
tut wuri handayani. Artinya, di depan guru
sebagai pemimpin mesti memberi teladan, di
tengah-tengah
peserta
didik
guru
membangun semangat serta menciptakan
peluang untuk berswakarsa, dari belakang
guru mendorong dan mengarahkan peserta
didiknya. Trilogi inilah yang mungkin
terlupakan
dalam
sistem
pendidikan
penanaman nilai di negeri ini.
Dari
bahasan
di
atas,
penulis
menyimpulkan bahwa perubahan kerangka
pembangunan manusia bukan hanya dari
Gambar 1 Desain Pendidikan Anti
Korupsi Sebagai Bagian Dari
Pendidikan Karakter
(Sumber: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan,
2012)
dimensi kognitif saja. Pendidikan harus
Sebagai bagian dari pendidikan karakter,
mampu menyeimbangkan fungsi otak kanan
pendidikan anti korupsi bukan merupakan
dan otak kiri. Hal inilah yang sebenarnya
bagian tersendiri dari pendidikan pada
perlu diperhatikan dalam pendidikan, karena
umumnya, tetapi merupakan bagian dari
selama ini, hanya otak kiri saja/hapalan yang
kurikulum pendidikan itu sendiri. Dengan
lebih banyak ditekankan. Inilah penyebab
demikian,
tujuan pendidikan menciptakan manusia
membuat kurikulum baru, tetapi cukup
seutuhnya jauh dari kenyataan.
mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan anti
pendidikan
menuju
pada
holistik
pendidikan,
dikatakan
holistik
apabila
pendidikan
itu
menyeluruh.
Artinya,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
251
pihak
sekolah
tidak
perlu
ISSN 2502-8723
korupsi dalam kurikulum yang sudah ada,
pendidikan anti korupsi tersebut di atas bila
menurut Kementrian Pendidikan dan
diintegrasikan kedalam kehidupan/proses
Kebudayaan (Kemendikbud, 2012) terdapat
belajar mengajar, diharapkan peserta didik
9
yang
mampu berkembang menjadi pribadi yang
diinternalisasikan dalam pendidikan anti
lebih baik, dan pada akhirnya akan bersikap
korupsi, yaitu:
anti korupsi, apalagi ditunjang dengan
(sembilan)
nilai-nilai
strategi yang efektif terhadap anti korupsi di
sekolah. Berikut gambar strategi anti korupsi
Tabel 1 Nilai-Nilai Acuan Dalam
di sekolah:
Pendidikan Anti Korupsi, Agus
Wibowo, 2007 (Kemendikbud,
2012).
No.
1.
Nilai
Kejujuran
2.
Kepedulian
3.
Kemandirian
4.
Kedisiplinan
5.
Tanggung Jawab
6.
7.
8.
9.
Kerja Keras
Kesederhanaan
Keberanian
Keadilan
Diskripsi
Perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang
lain
dan
masyarakat
yang
membutuhkan
Sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas
Tindakan
yang
menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa
Perilaku
yang
menunjukkan
perilaku sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan
belajar
dan
tugas,
serta
menyelesaikan
tugas
dengan
sebaik-baiknya
Bersahaja, sikap dan perilaku yang
tidak berlebihan, tidak banyak
seluk beluknya, tidak banyak
pernik, lugas, apa adanya, hemat,
sesuai kebutuhan, dan rendah hati
Mempunyai hati yang mantap dan
rasa percaya diri yang besar dalam
menghadapi bahaya, kesulitan, dan
sebagainya (tidak takut, gentar,
kecut) dan pantang mundur
Sama berat, tidak berat sebelah,
tidak memihak/tidak pilih kasih,
berpihak/berpegang
pada
kebenaran,
sepatutnya,
tidak
sewenang-wenang,
seimbang,
netral, obyektif dan proporsional
Gambar 2 Strategi Pendidikan Anti Korupsi
Di Sekolah
(Sumber: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2012)
Pelajar generasi anti korupsi dengan
karakter yang menjunjung tinggi nilai-nilai
tanggung jawab, jujur, disiplin, sederhana,
kerja keras, mandiri, adil, berani dan peduli,
bukan
pembelajaran
ditentukan
dari
nilai-nilai
acuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
disebabkan
yang
oleh
oleh
model
baik
tetapi
juga
seorang
guru
yang
memahami cara peserta didik belajar. Setiap
peserta didik memiliki gaya belajar yang
berbeda-beda dalam belajar, maka menjadi
kebutuhan
guru
memahaminya.
dalam
Guru
hal
ini
untuk
diharapkan
dapat
memperkaya dengan banyak menggali dan
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis,
bahwa
hanya
dalam
252
ISSN 2502-8723
menemukan strategi pembelajaran yang
kesalehan personal dan sosial, (2) desain dan
sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
praktik pembelajaran mesti humanis, adil
Ada beberapa kreteria yang dapat
dijadikan
para
guru
beradab,
tidak
diskriminatif
dan
dalam
eksploratif, tidak melakukan bullying dan
menanamkan dan mengembangkan anti
jenis intimidasi psikis dan fisik lainnya, (3)
korupsi bagi peserta didiknya, antara lain
keragaman yang ada, berbagai tujuan yang
dengan meningkatnya:
berbeda, dasar ideologis, kultural yang
(1)
acuan
dan
kejujuran peserta didik, (2)
rasa
bermacam-macam harus ditujukan untuk
tanggung jawab peserta didik, pendidik dan
kepentingan hidup bersama di ruang publik
tenaga kependidikan, (3) kreativitas peserta
Indonesia, (4) konsep manajemen yang
didik, pendidik, dan tenaga kependidikan,
dibuat adalah yang demokratis, setara,
(4) kepedulian peserta didik, pendidik dan
memberikan ruang bersuara bagi peserta
tenaga kependidikan, (5) kegotong royongan
didik dan guru dalam memutuskan arah
peserta
tenaga
pendidikan, guru tidak merasa paling tahu
kependidikan, (6) kebersihan, kesehatan,
dan otoriter, (5) desain sistem pendidikan
dan kebugaran peserta didik, pendidik dan
mesti ditujukan dan didasari oleh semangat
tenaga kependidikan, (7) perilaku santun
keadilan sosial.
yang mencerminkan etika hidup di dalam
Bertolak
didik,
kehidupan
pendidik,
masyarakat
dan
uraian
di
atas,
(8)
seyogyanya guru memfokuskan pengelolaan
ketertiban dan kedisiplinan peserta didik,
kelas dengan strategi pembentukan prilaku
pendidik dan tenaga kependidikan, (9)
anti korupsi, dan peningkatan kemampuan
menurunnya tingkat kenakalan remaja dan
guru, yang salah satunya dengan cara
pemuda (seperti tawuran pelajar/mahasiswa,
mengembangkan
model
pergaulan
interaksi
yang
bebas,
sehari-hari,
dari
pelecehan
seksual,
sosial
pembelajaran
terfokus
pada
pemalakan, dan penyalahgunaan narkoba)
keterbukaan dan kepekaan terhadap orang
secara kualitatif.
lain (Joyce dan Marsha Weil, 1996).
Bagian lain yang dirasa perlu dalam
menanamkan
dan
Keterbukaan dan kepekaan terhadap orang
mengembangkan
lain, diharapkan dapat membentuk dan
pendidikan karakter anti korupsi adalah
mengembangkan
pendidikan
korupsi peserta didik. Hal ini sesuai dengan
yang
berkarakter
Pancasila,
yaitu:
(1)
prinsip
religiusitas,
yakni
kesadaran
nilai-nilai
pelaksanaan
luhur
kurikulum
anti
tingkat
KTSP (KTSP, 2006), yang mensyaratkan
―kebertuhanan‖ yang mengajarkan tentang
bahwa
nilai-nilai kebaikan, amal baik
mendapatkan pelayanan pendidikan yang
(charity),
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
253
bahwa
peserta
didik
harus
ISSN 2502-8723
bermutu, serta memperoleh kesempatan
sistem, Joice dan Marsha Weil
untuk
(1996: 13-20). Model pembelajaran
mengekspresikan
dirinya
secara
bebas, dinamis, dan menyenangkan.
pada dasarnya merupakan bentuk
Contoh guru harus memperhatikan
pembelajaran dari awal sampai akhir,
bahwa pelaksanaan kurikulum harus sesuai
yang disajikan secara khas oleh guru.
dengan perencanaan program yang di susun
Dengan
(mengacu
pembelajaran
pada
Standar
pelaksanaannya
di
Isi)
dan
lain,
model
merupakan
bingkai
PBM,
dari penerapan suatu pendekatan,
mengembangkan silabus berdasarkan pada
strategi, metode, teknik, dan taktik
hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat
pembelajaran. Model pembelajaran
kesulitan materi. Perencanaan pembelajaran
merupakan
yang dilaksanakan guru, bukan sekedar
pembelajaran
dilakukan karena tuntutan tugas dalam
kompetensi/tujuan
kelengkapan administrasi mengajar, namun
yang diharapkan, dan dapat dijadikan
lebih dari itu adalah untuk mengoptimalkan
pola pilihan, sehingga guru bisa
pencapaian tujuan pembelajaran, sesuai
memilih model pembelajaran yang
pendapat (Firdaus, Gunawan Tabrani, dan
sesuai dan efisien untuk mencapai
Adiwirman,
tujuan pendidikan.
2007:3),
dalam
kata
yang
menyatakan
bahwa:
pola
umum
untuk
perilaku
mencapai
pembelajaran
(3) Strategi pembelajaran adalah suatu
(1) Keterampilan
guru
perencanaan
memberikan
dalam
kegiatan pembelajaran yang harus
pembelajaran
dikerjakan guru dan siswa agar
pengaruh
signifikan
yang
terhadap
tujuan pembelajaran dapat dicapai
proses
secara efektif dan efisien.
pembelajaran bermakna dan selalu
Strategi pembelajaran adalah suatu
relevan
kegiatan pembelajaran yang harus
dengan
kebutuhan
tujuan
siswa.
serta
Perencanaan
dikerjakan
guru,
agar
tujuan
pembelajaran juga bermanfaat bagi
pembelajaran dapat dicapai secara
guru sebagai kontrol terhadap diri
efektif dan efisien. Dalam strategi
sendiri
pembelajaran
agar
dapat
memperbaiki
pengajarannya.
(2) Model
pembelajaran
termuat
makna
perencanaan, yaitu (1) menetapkan
biasanya
spesifikasi dan kualifikasi tujuan
disusun berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran yakni perubahan profil
pendidikan,
perilaku dan pribadi siswa; (2)
teori-teori
psikologi,
sosiologis, psikiatri, atau analisis
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mempertimbangkan
254
dan
memilih
ISSN 2502-8723
sistem
pendekatan
pembelajaran
biasa disebut strategi pembelajaran
yang dipandang paling efektif; (3)
tidak
mempertimbangkan dan menetapkan
individual dilakukan oleh peserta
langkah-langkah
didik secara mandiri. Kecepatan dan
atau
prosedur,
langsung.
Strategi
belajar
metode dan teknik pembelajaran; dan
keberhasilan
(4) menetapkan norma-norma dan
ditentukan oleh kemampuan individu
batas minimum ukuran keberhasilan
peserta didik yang bersangkutan.
atau
Materi ajar dan cara mempelajarinya
kriteria
dan
keberhasilan.
ukuran
sangat
dari
didesain
untuk
belajar
mandiri
dapat
(contoh
belajar
melalui
modul).
dikelompokkan menjadi dua, yaitu
Berbeda
dengan
(1)
kelompok, pembelajaran dilakukan
strateginya,
Dilihat
baku
pembelajaran
pembelajaran
exposition-discovery
learning
strategi
dan (2) group-individual learning
secara
(Rowntree dalam Sanjaya, 2008:
kelompok dapat dilakukan dalam
128). Dalam strategi
exposition,
pembelajaran
bahan ajar disajikan kepada siswa
besar/klasikal
dalam bentuk jadi dan siswa dituntut
kelompok kecil. Strategi
untuk
tersebut.
kelompok
Strategi exposition biasa juga disebut
kecepatan
belajar.
pembelajaran
(direct
pembelajaran
jika
instruction), karena materi disajikan
penyajiannya,
begitu saja kepada peserta didik, dan
antara strategi deduktif dan induktif.
peserta
dituntut
Strategi pembelajaran deduktif, yaitu
peserta
pembelajaran
menguasi
bahan
langsung
didik
mengolahnya.
tidak
Kewajiban
beregu.
Bentuk
belajar
belajar
kelompok
atau
pembelajaran
tidak
belajar
memperhatikan
Strategi
ditinjau
dapat
dari
dibedakan
dilakukan
melalui
didik hanya menguasai materi secara
mempelajari konsep-konsep terlebih
penuh, sehingga peran guru hanya
dahulu
penyampai
Berbeda
simpulan dan ilustrasi-ilustrasinya,
dengan strategi discovery, materi ajar
atau materi ajar yang dipelajari mulai
dicari dan ditemukan sendiri oleh
dari yang abstrak, kemudian secara
peserta
perlahan menuju
informasi.
didik
melalui
berbagai
baru
kemudian
dicari
yang kongkrit.
aktivitas. Pada strategi discovery,
Strategi deduktif disebut juga strategi
peran guru lebih banyak sebagai
pembelajaran dari umum ke khusus.
fasilitator dan pembimbing bagi
Sebaliknya
peserta didiknya. Strategi discovery
induktif, mempelajari materi ajar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
255
strategi
pembelajaran
ISSN 2502-8723
dari hal-hal yang kongkrit/contoh-
memungkinkan siswa memperoleh
contoh kemudian secara perlahan
pengetahuan,
peserta didik dihadapkan pada materi
sikap.
yang kompleks dan sukar. Strategi
membangkitkan
induktif
merangsang peserta
disebut
juga
strategi
pembelajaran dari khusus ke umum.
keterampilan,
Penggunaan
dan
media
dapat
motivasi
dan
didik
untuk
belajar lebih baik. Prinsip pokok
(4) Metode pembelajaran dapat diartikan
yang
harus
diperhatikan
sebagai cara yang digunakan untuk
penggunaan
mengimplementasikan
yaitu media digunakan dan diarahkan
strategi/rencana yang sudah disusun
untuk mempermudah peserta didik
dalam bentuk kegiatan nyata dan
belajar
dalam
upaya
praktis
materi
ajar.
Dengan
untuk
pembelajaran.
mencapai
Terdapat
tujuan
beberapa
pembelajaran,
memahami
demikian
penggunaan media harus dipandang
metode pembelajaran yang dapat
dari
digunakan
peserta
untuk
mengimplementasikan
media
dalam
strategi
sudut
pandang
didik.
kebutuhan
Sumber
belajar
dimaksudkan segala sesuatu yang
pembelajaran,
diantaranya:
(a)
dapat dimanfaatkan oleh peserta
ceramah,
demonstrasi,
(c)
didik untuk mempelajari materi ajar
(b)
diskusi, dan (d) simulasi. (e) Teknik
dan
pembelajaran dapat diartikan sebagai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
cara yang dilakukan guru dalam
Berangkat dari uraian di atas, dalam
mengimplementasikan metode secara
menanamkan dan mengembangkan nilai-
spesifik.
nilai antikorupsi dapat dilaksanakan secara
Misalkan,
penggunaan
pengalaman
profesional,
teknik yang berbeda pada kelas yang
memahami dan memliki keterampilan yang
siswanya tergolong aktif dengan
memadai dalam mengembangkan berbagai
kelas yang siswanya tergolong pasif.
model, pendekatan, strategi, metode, teknik,
Dalam hal ini, guru dapat berganti-
dan taktik maupun desain pembelajaran
ganti teknik meskipun dalam koridor
yang efektif, kreatif dan menyenangkan,
metode yang sama.
sebagaimana diisyaratkan dalam kurikulum
segala
sesuatu:
peralatan,
menciptakan
atau
orang,
kegiatan
kondisi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
guru
sesuai
metode diskusi, perlu digunakan
(5) Media pembelajaran dimaksudkan
seorang
belajar
dituntut
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Selain
bahan,
itu, sebelum menentukan pilihan strategi
yang
yang dianggap sesuai dengan karakteristik
yang
peserta didik, guru perlu memperhatikan (1)
256
ISSN 2502-8723
tujuan yang akan dicapai, (2) materi dan
Referensi
bahan pembelajaran, dan (3) aktivitas,
Aziz, H.A. (2011). Pendidikan Karakter
Berpusat pada Hati: Akhlak Mulia
Pondasi
Membangun
Karakter
Bangsa. Jakarta: Ai-Mawardi Prima.
individualitas, dan integritas peserta didik.
Penanaman dan pengembangan karakter anti
korupsi dapat dilaksanakan dengan model
Abduhzen, M. (2010). Pendidikan Karakter,
Perlukah?
interaksi sosial dan personal-humanistik.
Manusia
diciptakan
sebagai
makhluk
Artadi, I.K. (2004). Nilai, Makna, dan
Martabat Kebudayaan: Kebudayaan
Bangsa-bangsa dan Posmodern.
Denpasar: Sinay.
Andi, H. (1991). Ikrar Anti Korupsi.
individu sekaligus sebagai makhluk sosial.
Hal ini berimplikasi, ada saatnya seseorang
bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Asniar, K., S.Psi., Lukman, S. Psi., M.
Appsy. (2009). Membentuk Karakter
Anti Korupsi Pada Siswa Sekolah
menengah Pertama di Sulsel.
Benny, A.P. (2009). Model Desain Sistem
Pembelajaran Dick dan Carey.
BPKP. (1999). Undang Undang RI. No. 28.
Tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih Dan bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Corr, P.J., &Matthews, G. (Eds.). (2009).
The Chambridge Handbook of
Personality
Psychology.
New
York:Cambridge University Press.
Penutup
Pelajar
generasi
anti
korupsi
dengan
karakter yang menjujung tinggi nilai-nilai
tanggung
jawab,
kejujuran,
disiplin,
sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani,
dan peduli, bukan hanya disebabkan oleh
model pembelajaran yang baik tetapi juga
ditentukan
oleh
seorang
guru
yang
memahami cara peserta didik belajar. Setiap
peserta didik memiliki gaya yang berbedabeda
dalam
kebutuhan
belajar,
guru
dapat
maka
Dick, W. & Carey, L. (2005). The
Systematic Design of Instruction.
NY: Longman, Inc.
menjadi
memahaminya.
Perkayalah dengan banyak menggali dan
Dirjen Dikti kemendikbud, Surat Nomor:
1016/E/T/2012,
Implementasi
Pendidikan
Anti
Korupsi
di
Perguruan Tinggi dan Perguruan
Tinggi Swasta.
menemukan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
Semoga tulisan ini dapat membuka wawasan
para
guru
dalam
menanamkan
dan
Effendy, C. (2003). Privatisasi Versus NeoSosialisme
Indonesia,
Jakarta:
LP3ES.
Ekosusilo,
M.
(1988).
Dasar-dasar
Pendidikan.
Semarang:
Effar
Publishing.
mengembangkan sembilan karakter generasi
anti korupsi.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
257
ISSN 2502-8723
Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation
and Measurement: Com-petencies
for Analysis and Application. Second
edition New York: Macmilan
Publishing Compan.
Badan
Penelitian
Pengembangan.
Kemendikbud. (2012). Pendidikan Anti
Korupsi Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Perguruan
Tinggi.
Hallak, J., & Poisson, M. (2005). Ethics and
corruption
in
education:
an
overview. Journal of Education for
International Development, 1(1).
Retrieved Month Date, Year, from
http://equip123.net/JEID/articles/1/1
-3.pdf
Hasan, L. (1992). Manusia dan Pendidikan
Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan. Jakarta: Pustaka AlHusna.
Ki Hadjar, D. (2009). Menuju Manusia
Merdeka. Yogyakarta: Leutika.
Kneller, George, F. (1984). Movements of
Throught in Modern Education. John
Wiley & Sons Inc., New York.
Lewis,
Barbara A. (2004). Character
Building Untuk Remaja. Batam:
Karisma
Montessori, M. (2008). Absorbent Mind.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Harmanto, M. Pd. (2008). Mencari Model
Pendidikan Anti Korupsi.
Ninik, I. (2015). Pengembangan Mata
Kuliah Pendidikan Anti Korupsi Bagi
Mahasiswa Universitas Kanjuruhan
Malang. Disertasi.
Inpres RI No. 17 Tahun (2011). Tentang
Aksi Pemberantasan Korupsi.
Noddings, N. (1997). Philosophy of
Education: The Philosophical and
Educational Thought of John Dewey.
Westview Press, a member of Percus
Books.
L.L.C.(Co-Mimbar
Demokrasi).
Isaac,
Alan G., (1996). Morality,
maximization,
and
economic
behavior, Journal of Economic
Behavior and Organization.
Jakob, S. (2005). Delapan Pertanyaan
Tentang Korupsi.
Journal Of Economic PerspektiveVolume 19, Number 3-Summer 2005Pages 19-42
Kebijakan Pendidikan Internasional,
Peabody College, Vanderbilt
University, Nashville, TN 37138,
Amerika.
Nurfita, K.D. 19 Maret (2011). Dalam
Keteladanan Masyarakat. Wawasan,
hlm. 4.
Puslitjaknov. (2008). Badan Penelitian dan
Pengembangan
Departemen
Nasional.
Quah, Jon S.T. (2010). Curbing Corruption
in Asian Countrie : The Difference
Between Success and Failure.
Jauhar, M. (2011). Implementasi Paikem:
Dari
Behavioristik
sampai
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.
Rosida, T.M. (2012). Pendidikan Anti
Korupsi
Sebagai
Satuan
Pembelajaran Berkarakter Dan
Humanistik.
Kemendiknas.
(2012).
Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa-Pedoman Sekolah. Jakarta:
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan
258
ISSN 2502-8723
RPJM Daerah Jawa Timur. 2009-2014.
Lakip. Jatim
Siti, M.H. (2014). Anomali Anti Korupsi.
Stephen, P. H. (2004). Pendidikan Anti
Korupsi. International Journal of
Educational Development 24. 637–
648
Thomas, L. (1991). Educating for Character
How Our Schools Can Teach
Respect and Responcibility. New
York: Bantam Books.
Tilaar. (2000). Manajemen Strategi Dalam
Mengelola Satuan Pendidikan
Tirtarahardja, Umar, dan La Sulo, (2005).
PengantarPendidikan.
Jakarta:
Rineka Cipta.
Tim MCW. (2005). Seri Pendidikan Anti
Korupsi Mengerti dan Melawan
Korupsi. Jakarta:
Kerjasama
YAPPIKA dan MCW.
Transparancy International. (2007). Korupsi
Dalam Sektor Pendidikan.
Undang-Undang RI No. 20. Tahun (2003).
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Jakarta: Visimedia.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
259
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
Penggunaan Animasi Komik dari Program Macromedia Flash untuk Mereduksi Burnout
Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Akuntansi
Nora Yuniar Setyaputri, M.Pd.
Dosen Program Studi S1 BK Universitas Nusantara PGRI Kediri
Email: [email protected]
Abstrak
Mengajar bukan hanya sekedar proses komunikasi dua arah atau multi arah saja namun proses yang sangat
kompleks mulai dari interpretasi, desain dan performa. Sedangkan untuk melengkapi proses tersebut, seorang
pendidik/guru perlu memiliki tiga hal yaitu: kemampuan yang memadai, pengetahuan yang luas dan keterampilan.
Hal-hal tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kreasi dan inovasi baru dari pendidik/guru tersebut dalam proses
pembelajaran. Misalnya dengan menggunakan animasi komik sebagai media dalam pembelajaran akuntansi di
sekolah untuk mengurangi burnout siswa ketika mengikuti pembelajaran tersebut. Kreatifitas seorang pendidik
dalam menggunakan media pembelajaran merupakan salah satu wujud bahwa pendidik tersebut mempunyai
keterampilan yang baik serta merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme pendidik/guru dan
mutu pendidikan di Indonesia.
Kata Kunci: Animasi Komik, Program Macromedia Flash, Burnout Siswa,
Pembelajaran Akuntansi.
pembelajaran yang sesuai untuk peserta
Pendahuluan
Proses
transfer
ilmu
didik/siswa
dari
(dapat
berupa
pendekatan,
pendidik/guru kepada peserta didik/siswa
metode dan media pembelajaran) serta
adalah suatu hal yang sangat penting bahkan
kemenarikan
dapat dikatakan kompleks mulai interpretasi,
pendidik tersebut untuk menarik minat
desain dan performa. Pendapat ini merujuk
belajar peserta didik/siswa.
performa/tampilan
dari
(2014),
Janssen dkk (2014) juga mengkritisi
―teaching is a highly complex practice
bagaimana praktik tenaga pendidik di
involving situated interpretation, design,
lapangan saat ini. Para pendidik cenderung
and performance‖. Mengajar bukan hanya
tidak mempraktikkan konsep apa yang telah
sekedar proses komunikasi dua arah atau
mereka pelajari ketika masih berada dalam
multi arah saja namun proses yang sangat
taraf belajar di perguruan tinggi (Janssen
kompleks
bagaimana
dkk, 2014). Sama halnya yang banyak
pendidik/guru menginterpretasikan bahasa
terjadi di Negara kita misalnya pendekatan,
buku menjadi sebuah bahasa yang mudah
metode bahkan media pembelajaran yang
dipahami oleh peserta didik/siswa, desain
telah dipelajari oleh calon pendidik jarang
pada
pendapat
Janssen
mulai
dari
dkk
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
260
ISSN 2502-8723
sekali
diterapkan
menjadi
ketika
pendidik
lapangan.
yang
Seperti
pembelajaran
mereka
telah
interaksi
penggunaan
media
dapat memberikan perangsang yang sama,
diharapkan
dapat
mempersamakan pengalaman dan dapat
yang sangat
menimbulkan persepsi yang sama (Sadiman
dibutuhkan oleh siswa. Pendidik atau guru
untuk
memungkinkan
langsung antara siswa dan kenyataan; dan d)
memberikan nuansa baru
diwajibkan
dan
di
yang
sebenarnya
belajar
dapat
dkk, 2012).
memanfaatkan
Arsyad (2011) menyatakan bahwa
bahkan jika perlu dapat mengembangkan
fungsi utama media pembelajaran adalah
sebuah media pembelajaran baru sebagai
sebagai alat bantu mengajar yang turut
salah satu cara untuk mengembangkan
mempengaruhi
profesionalismenya.
dikatakan
lingkungan yang ditata dan diciptakan oleh
demikian karena menurut Loughran (2014)
guru. Dapat disimpulkan bahwa media
untuk
pembelajaran
Dapat
mengembangkan
seorang
profesionalisme
pendidik/guru
dibutuhkan
kemampuan
tidak
melicinkan
kondisi
mempunyai
jalan
menuju
fungsi
dan
untuk
tercapainya
dan
pembelajaran yang efektif dan efisien.
pengetahuan (knowledge) saja namun juga
Proses belajar mengajar dengan bantuan
keterampilan (skill), Kreatifitas seorang
media dapat mempertinggi kegiatan belajar
pendidik
media
siswa dalam tenggang waktu yang cukup
pembelajaran merupakan salah satu wujud
lama. Itu berarti kegiatan belajar siswa
bahwa
dengan bantuan media pembelajaran akan
dalam
pendidik
(ability)
hanya
iklim,
menggunakan
tersebut
mempunyai
keterampilan yang baik.
menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.
Media pembelajaran sangat penting
Hasil belajar yang baik tentunya
dalam proses pengajaran karena dengan
berkaitan dengan seberapa tinggi tingkat
tersedianya
akan
burnout yang dialami oleh siswa. Tawalee
memberikan kemudahan bagi siswa untuk
dkk (2011) mengungkapkan bahwa burnout
mempelajari atau memahami materi yang
merupakan istilah baru yang digunakan
diberikan oleh guru, sehingga menghasilkan
untuk menunjukkan satu jenis stres. Dimana
pembelajaran yang lebih baik. Secara umum
istilah burnout pertama kali diperkenalkan
media pembelajaran mempunyai fungsi
oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh
antara lain: a) memperjelas penyampaian
yang dianggap sebagai penemu istilah ini
pesan agar tidak terlalu verbalistis; b)
adalah seorang psikiater dari New York
mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan
yang bernama Herbert Freudenberger pada
daya indera; c) mengatasi sikap pasif siswa,
tahun 1974. Menurut Maslach dan Jackson
seperti
(dalam Lailani, 2012) burnout merupakan
media
dapat
pembelajaran
menimbulkan
kegairahan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
261
ISSN 2502-8723
sindrom
kelelahan
emosional,
mengisolasi diri, dan bersikap sinis kepada
berkurangnya
murid; serta rendahnya penghargaan diri
penghargaan terhadap diri sendiri. Sujanto
(low of personal accomplishment), ditandai
(2009) membedakan burnout atau kelelahan
dengan adanya perasaan tidak puas dengan
ini menjadi 2, yaitu kelelahan physik dan
diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan,
kelelahan psykis. Kelelahan physik adalah
seperti adanya perasaan putus asa dan
kelelahan
mengabaikan,
depersonalisasi
dan
yang disebabkan oleh
kerja
kehilangan
jasmani yang terdiri dari kelelahan physik
kehilangan
semangat
keseluruhan dan kelealahan physik sebagian
mengembangkan
diri
(hanya tangan, kaki atau kepala saja).
kreatifitas.
Sedangkan
kelelahan
psykis
adalah
Berdasarkan
harga
untuk
serta
hasil
diri,
kehilangan
pengamatan,
kelelahan yang disebabkan oleh kinerja
burnout ini sering dialami siswa SMK
rohani,
maupun
misalnya
lelah
berpikir,
lelah
SMA
ketika
mengikuti
berfantasi, lelah mengingat-ingat, bosan,
pembelajaran akuntansi. Hal ini dapat
lelah memperhatikan dan sebagainya.
dimaklumi
Senada dengan Baron dan Greenberg
karena
keseluruhan
isi
hampir
pembelajaran
secara
akuntansi
(dalam Maharani, 2011) yang menyatakan
berkaitan dengan angka, mulai dari proses
bahwa burnout memiliki empat dimensi
mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan
yang terdiri dari kelelahan fisik (physical
informasi ekonomi untuk memungkinkan
exhaustion), ditandai dengan merasa lelah
adanya penilaian dan keputusan yang jelas
dan letih setiap hari, sakit kepala dan
dan tegas bagi mereka yang menggunakan
gangguan lambung, mengalami gangguan
informasi tersebut (American Accounting
tidur, dan mengalami gangguan makan;
Assosiation dalam Sukardi, 2009). Proses
kelelahan emosional (emotional exhaustion),
tersebut
ditandai dengan merasa gagal, merasa
pengelolaan
bersalah dan menyalahkan, merasa dikejar-
maupun dagang meliputi pengklasifikasian,
kejar waktu, serta mudah marah dan benci;
pencatatan/penjurnalan, posting ke buku
kelelahan
besar,
mental
(mental
exhaustion),
tentunya
berkaitan
keuangan
penyusunan
dengan
perusahaan
laporan
jasa
keuangan,
dengan enggan bekerja, menunda berangkat
penyusunan jurnal penutup dan pembalik
kerja dan kontak dengan murid, membuat
yang keseluruhan berkaitan dengan angka
penilaian
dimana
stereotip,
tidak
memusatkan
perhatian
menghindari
diskusi
konflik
keluarga
kepada
mampu
murid,
kelelahan
siswa
dalam
seringkali
mengalami
berfikir,
mengingat,
tentang pekerjaan,
memperhatikan
dan
meninggi. Oleh karena itu, perlu adanya
perkawinan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
262
dan
kebosanan
yang
ISSN 2502-8723
kreasi dan inovasi baru dalam proses
jurnal penyesuaian dan diberi efek gerak
penyampaian pembelajaran akuntansi.
mulut, tangan, berjalan atau gerak tubuh
Kreasi dan inovasi tersebut dapat
lainnya, sehingga berbeda dengan media
berupa animasi komik yang dibuat dari
gambar secara visual atau komik visual
program Macromedia Flash. Macromedia
biasa dan juga berbeda dengan film kartun.
Flash merupakan salah satu perangkat lunak
Animasi komik yang dibuat untuk sementara
komputer yang merupakan produk unggulan
ini masih terbatas pada pembuatan jurnal
Adobe
Flash
penyesuaian karena berdasarkan hasil studi
digunakan untuk membuat gambar vektor
pendahuluan menyatakan bahwa siswa lebih
maupun animasi gambar komik tersebut.
banyak mengalami kesulitan dalam proses
Sedangkan animasi komik adalah suatu
pembuatan jurnal penyesuaian dibanding
bentuk berita bergambar dan terdiri atas
jenis jurnal yang lain.
Systems.
Macromedia
berbagai situasi cerita yang dapat bergerak.
Komik
yang
semula
hanya
Pada ilustrasi animasi komik terdapat
dianggap
interaksi antara beberapa tokoh, tentunya
guyonan atau hiburan saja ternyata dapat
interaksi anatah tokoh dalam komik ini tetap
diaplikasikan untuk pembelajaran akuntansi.
mengilustrasikan tentang konsep pembuatan
Pendapat ini senada dengan hasil penelitian
jurnal
Setyaputri (2012) yang berjudul Pengaruh
perbincangan
Penggunaan Media Audiovisual dengan
pemilik
Komik Animasi Terhadap Hasil Belajar
gajinya pada suatu bulan yang belum
Siswa (Studi pada Mata Pelajaran Akuntansi
diberikan,
ilustrasi
Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Trenggalek).
tampilan
mengenai
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
penyesuaian untuk akun utang beban. Serta
dengan menggunakan media audiovisual
ilustrasi
dengan komik animasi dapat meningkatkan
perempuan dan teller sebuah bank yang
hasil belajar siswa pada mata pelajaran
menanyakan bunga perbulan pada tersebut.
akuntansi. Penjelasan secara rinci mengenai
Ilustrasi
animasi komik akan dipaparkan dalam
mengenai konsep jurnal penyesuaian untuk
bagian pembahasan.
akun piutang pendapatan. Ilustrasi interaksi
penyesuaian.
Misalnya
ilustrasi
karyawan
dengan
antara
perusahaan
yang
ini
perbincangan
ini
terdapat
menanyakan
terdapat
konsep
antara
pada
jurnal
seorang
pada
tampilan
antar tokoh ini tetap disajikan sesuai
karakteristik komik, namun gambar komik
Pembahasan
Animasi komik yang dimaksud adalah
ilustrasi
bergambar
dilengkapi
yang semula hanya diam, diberi efek gerak
dengan
yang sesuai dengan karakteristik tokoh dan
penjelasan mengenai konsep pembuatan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
disesuaikan dengan konsep materi.
263
ISSN 2502-8723
Adapaun cuplikan storyboard dari
Tampilan
animasi komik ini dapat dilihat pada tabel
1.1 berikut.
Deskripsi
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun
perlengkapan dengan bantuan
animasi komik.
Tabel 1.1 Cuplikan Storyboard Animasi Komik
untuk Pembuatan Jurnal Penyesuaian
Tampilan
Deskripsi
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun aktiva
tetap dengan bantuan animasi
komik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
264
ISSN 2502-8723
Tampilan
Deskripsi
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun beban
dibayar dimuka menggunkan
metode harta dengan bantuan
animasi komik.
Kesimpulan
Seiring perkembangan teknologi yang
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun beban
dibayar dimuka menggunkan
metode beban dengan bantuan
animasi komik.
semakin pesat, memberikan pengaruh yang
signifikan
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun
pendapatan diterima dimuka
menggunkan metode utang
dengan bantuan animasi komik.
terhadap
perkembangan
pendidikan di Indonesia. Guru dituntut
untuk mengembangkan pengajaran dengan
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun
pendapatan diterima dimuka
menggunkan metode pendapatan
dengan bantuan animasi komik.
nuansa baru yang lebih kreatif dan inovatif.
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun utang
beban dengan bantuan animasi
komik.
penting
Seperti
halnya
penggunaan
media
pembelajaran khususnya animasi ini sangat
diterapkan
terutama
untuk
mengatasi kebosanan siswa dengan metode
pengajaran
secara
konvensional
mengikuti
pembelajaran
ketika
akuntansi
di
sekolah. Kebosanan siswa ini merupakan
dampak dari adanya burnout pada siswa
dengan pola pembelajaran yang monoton.
Berdasarkan pemaparan dalam artikel ini
penulis
bermaksud
untuk
menawarkan
bahwa komik animasi dapat digunakan
sebagai
alternatif
media
pembelajaran
khususnya untuk pembelajaran akuntansi
Contoh pembuatan jurnal
penyesuaian untuk akun piutang
pendapatan dengan bantuan
animasi komik.
guna mereduksi burnout yang dialami siswa.
Telah dapat dipahami bahwa seberapa tinggi
hasil belajar yang dicapai siswa berkaitan
dengan seberapa tinggi pula tingkat burnout
yang mereka alami.
Daftar Pustaka
Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Janssen, F., Westbroek, H., & Doyle, W.
2014. The Practical Turn in Teacher
Education: Designing a Preparation
Sequence for Core Practice Frames.
Journal of Teacher Education, Vol. 65
(3): 195–206.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
265
ISSN 2502-8723
Lailani, F. 2012. Burnout pada Perawat
Ditinjau dari Efikasi Diri dan
Dukungan Sosial. Talenta Psikologi,
Vol. 1 (1): 67-88.
Loughran, J. 2014. Professionally
Developing as a Teacher Educator.
Journal of Teacher Education, Vol. 65
(4): 271–283.
Maharani, D.R. 2011. Hubungan Antara Self
Efficacy Dengan Burnout pada Guru
Sekolah Dasar Negeri X Di Kota
Bogor,
(Online),
(http://repository.gunadarma.ac.id),
diakses 28 Nopember 2012.
Munadi, Y. 2010. Media Pembelajaran
(Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta:
Gaung Persada (GP) Press.
Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A. &
Rahardjito. 2012. Media Pendidikan.
Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT
RajaGrafindo Persada.
Setyaputri,
N.Y.
2012.
Pengaruh
Penggunaan
Media
Audiovisual
dengan Komik Animasi Terhadap
Hasil Belajar Siswa (Studi pada Mata
Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS di
SMA Negeri 1 Trenggalek). Skripsi.
Malang: Program Sarjana Universitas
Negeri Malang, Jurusan Akuntansi.
Sujanto, A. 2009. Psikologi Umum. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sukardi. 2009. Ekonomi. Jakarta: Pusat
Pembukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Tawalee, E.N., Budi, W., & Nurcholis, G.
2011. Hubungan antara Motivasi Kerja
Perawat
dengan
Kecenderungan
mengalami Burnout pada Perawat di
RSUD Serui–Papua. INSAN, Vol. 13
(2):
74-84.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
266
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PERAN STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN SEBAGAI SISTEM
TERBUKA DALAM MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS
Wahyu Diana, Syamsul Hadi, Purnomo, Rina Rifqie Mariana
Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang
e-mail: [email protected]
Abstrak: Setiap jenis lembaga pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda dikarenakan tujuan tiap lembaga
pendidikan tersebut juga berbeda, demikian pula dengan pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan
lembaga pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian
tertentu. Lembaga pendidikan kejuruan merupakan organisasi dengan sistem terbuka karena mempunyai hubungan
dengan lingkungan sekitar terutama dengan dunia usaha/industri. Sekolah menengah kejuruan (SMK) tidak dapat
dipisahkan dari dunia usaha/industri sebagai institusi penyerap tenaga kerja. Oleh karena itu SMK hendaknya
dirancang, dilaksanakan, dimonitor, dan dievaluasi secara terkait (link) dengan dunia usaha/industri sehingga
hasilnya benar-benar sesuai, match dengan tuntutan dan kebutuhan dunia usaha/industri. Perbaikan sistem yang
harus dilakukan pada SMK diperlukan dalam menghasilkan pendidikan yang berkualitas, karena hal ini sangat
berpengaruh pada output yang dihasilkan oleh SMK.
Kata Kunci: Sekolah Menengah Kejuruan, Sistem Terbuka, Kualitas Pendidikan
Abstract: Each type of institution has different characteristics due to the objective of each of the institutions also
differ, as well as vocational education. Vocational education is secondary education institution that prepares
students primarily to work in a particular field of expertise. Vocational institution is an organization with an open
system because they have relationships with the surrounding environment, especially with the business / industry.
Vocational high school (VHS) can not be separated from the business/industry as labor-absorbing institutions.
Therefore VHS should be designed, implemented, monitored and evaluated in associated (link) with the business/
industry so that the results are really fit, match the demands and needs of the business / industry. System
improvements that must be made at VHS needed to generate quality education, because it will affect the output
generated by the VHS.
Keywords: Vocational High School, Open Systems, Quality of Education
secara
Pendahuluan
Pendidikan
pada
komprehensif
mengakomodasi
hakikatnya
sehingga
semua
warga
negara
seutuhnya,
sudah
merupakan usaha sadar manusia untuk
menjadi
membentuk manusia seutuhnya baik sebagai
seharusnya
makhluk individu maupun sosial agar dapat
mampu menjamin pemerataan kesempatan
mewujudkan bangsa yang beradab. Menurut
pendidikan,
Tirtarahardja & Sulo (2005) pendidikan
relevansi
sebagai
pribadi,
pendidikan untuk menghadapi tantangan
penyiapan warga negara, dan penyiapan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
tenaga kerja. Untuk memenuhi hal tersebut,
lokal, nasional, dan global. Pendidikan
semestinya
kejuruan
proses
pembentukan
pendidikan
diselenggarakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
267
manusia
mampu
sistem
pendidikan
peningkatan
dan
sebagai
efisiensi
bagian
nasional
mutu
serta
manajemen
dari
sistem
ISSN 2502-8723
pendidikan yang mempersiapkan seseorang
dengan mengambil alih sebagian fungsi
agar lebih mampu bekerja pada satu
keluarga atau masyarakat yang selama ini
kelompok
bidang
menjadi lembaga pendidikan informal bagi
dalam
anggota-anggotanya.
pekerjaan
atau
satu
pekerjaan. Setiap bidang studi
pendidikan
kejuruan
dipelajari
lebih
Sistem
diartikan
sebagai suatu keseluruhan yang memiliki
mendalam dibanding bidang studi lainnya
bagian-bagian
yang
tersusun
secara
dan kedalaman itu sebagai bekal untuk
sistematis,
memasuki dunia kerja.
berhubungan satu sama lain serta peduli
bagian-bagian
tersebut
Tuntutan dunia kerja terhadap tenaga
terhadap konteks lingkungannya (Pidarta,
kerja pada masa sekarang dan masa depan
2004). Apabila sekolah dipandang sebagai
akan semakin kompleks dan beragam. Hal
sebuah sistem, maka sistem-sistem yang ada
ini berkaitan dengan dinamisnya persyaratan
disekitarnya disebut suprasistem, jika sistem
yang dituntut sesuai dengan perkembangan
berhubungan dengan suprasistemnya, maka
teknologi yang serba cepat yang dikaitkan
dianggap sebagai sistem terbuka dan jika
dengan efisiensi produk/jasa.
tidak maka disebut sistem tertutup (Latif,
Sekolah merupakan organisasi sosial
2009).
yang menyediakan layanan pembelajaran
bagi
masyarakat.
Sebagai
Sistem
pendidikan
di
Indonesia
organisasi,
sebagaimana dalam Pasal 11 ayat 3 Undang-
sekolah merupakan sistem terbuka karena
Undang Nomor 20 Tahun 2003, dinyatakan
mempunyai
dengan
bahwa
tempat
pendidikan yang mempersiapkan peserta
pembelajaran, lingkungan juga merupakan
didik untuk dapat bekerja dalam bidang
tempat berasalnya masukan (input) sekolah,
tertentu. Mengacu pada Undang-Undang
yang merupakan segala masukan yang
tersebut, maka akar pendidikan menengah
dibutuhkan
kejuruan sesungguhnya adalah lapangan
hubungan-hubungan
lingkungan.
Selain
sekolah
sebagai
untuk
terjadinya
pendidikan
kejuruan
merupakan
pemrosesan guna mendapatkan output yang
kerja bagi tamatannya. Untuk mencapai
diharapkan (Komariah dan Triatna, 2006).
tujuan tersebut, maka pendidikan menengah
Selain sebagai organisasi sosial,
sekolah
juga
merupakan
sistem
usaha/industri sebagai institusi penyerap
administrasi modern yang berfungsi sebagai
tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan
sarana
didalamnya
menengah kejuruan hendaknya dirancang,
berlangsung proses pendidikan. Profil inilah
dilaksanakan, dimonitor, dan dievaluasi
membuat sekolah menjadi alternatif utama
secara
dalam
usaha/industri sehingga hasilnya benar-
pembelajaran
menjalankan
fungsi
satu
kejuruan tidak dapat dipisahkan dari dunia
pendidikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
268
terkait
(link)
dengan
dunia
ISSN 2502-8723
benar sesuai, match dengan tuntutan dan
pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses
kebutuhan
usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha,
dunia
usaha/industri
(Hadiwaratama, 2002).
Pendidikan
pendidikan
kejuruan
yang
pengembangan
hubungan
merupakan
berhubungan
sosial
ketiga
unsur
itu
dapat
digambarkan sebagai suatu sistem. Masukan
dengan
pendidikan ialah peserta didik dengan
ketenegakerjaan,
berbagai ciri-ciri yang ada pada diri peserta
berhubungan dengan mendidik, memajukan
didik
dan memperbanyak kualitas tenaga kerja
kemampuan,
tertentu dalam meningkatkan produktivitas
proses pendidikan terkait berbagai hal
masyarakat (Clarke and Winch, 2007).
seperti
Pendidikan kejuruan sebagai bagian dari
sekolah, buku, metode mengajar, dan lain-
sistem pendidikan yang mempersiapkan
lain, sedangkan hasil pendidikan dapat
seseorang agar lebih mampu bekerja pada
meliputi
satu kelompok pekerjaan atau satu bidang
pengetahuan,
pekerjaan.
setelah selesainya suatu proses pembelajaran
Setiap
pendidikan
bidang
kejuruan
studi
dalam
dipelajari
lebih
itu
(antara
lain
keadaan
pendidik,
hasil
bakat,
minat,
jasmani,).
Unsur
kurikulum,
belajar
sikap,
gedung
(yang
dan
berupa
keterampilan)
tertentu ataupun hasil proses pendidikan
dapat
mendalam dibanding bidang studi lainnya
berupa
lulusan
dari
lembaga
pendidikan (sekolah) tertentu.
dan kedalaman itu sebagai bekal untuk
Gagne
dan
Briggs
(1987)
memasuki dunia kerja. Tuntutan dunia kerja
menyatakan bahwa sistem sebagai suatu
terhadap tenaga kerja pada masa sekarang
cara yang terorganisir untuk mencapai
dan masa depan akan semakin kompleks dan
tujuan tertentu. Lebih lanjut dikatakan
beragam.
dengan
bahwa sistem sebagai rencana kerja yang
dinamisnya persyaratan yang dituntut sesuai
terpadu dan semua komponen sistem (sub
dengan perkembangan teknologi yang serba
sistem) yang dirancang untuk memecahkan
cepat
efisiensi
kebutuhan tertentu. Jadi jika disimpulkan
produk/jasa. Sehingga sistem pendidikan
bahwa sistem merupakan totalitas dari
yang ada dalam pendidikan kejuruan harus
seperangkat komponen yang tergantung
tepat agar dapat menghasilkan output yang
dalam satu jalinan yang teratur pada proses
berkualitas.
aktivitas yang menghasilkan tujuan tertentu.
Hal
ini
yang dikaitkan
berkaitan
dengan
Pendidikan dapat dipandang sebagai
Pendidikan sebagai Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha
sistem
karena
di
dalamnya
meliputi
untuk mencapai tujuan pendidikan. Suatu
komponen-komponen yang harus saling
usaha pendidikan menyangkut tiga unsur
berkaitan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
269
satu
sama
lainnya
dalam
ISSN 2502-8723
mewujudkan
tujuan
pendidikan
secara
peserta
didik,
guru,
atau
tenaga
efektif dan efisien. Komponen-komponen
kependidikan di SMK. Oleh karena itu,
yang dimaksud, meliputi: raw input (siswa),
sistem selalu terbentuk dari sekumpulan
instrumental
tenaga
entitas hidup atau mati yang terdiri dari
administratif, sarana dan prasarana, metode
simbol, obyek, dan subyek yang saling
atau kurikulum, keuangan), enviromental
memberi kontribusi terhadap ciri khas dari
input (masyarakat dan lingkungan alam),
pola tingkah laku yang ada dalam sistem itu.
proses transformasi (pendidikan), output
Sistem dapat dikatakan sebagai wholes
(lulusan). Dengan demikian untuk mencapai
whithin wholes sebagaimana organ tubuh
output yang berkualitas sangat dipengaruhi
manusia yang terdiri dari sel-sel yang
oleh komponen-komponen yang lainnya.
terbentuk dari molekul-molekul. Organisasi
input
(guru,
Pendidikan sebagai suatu sistem
sebagai sebuah sistem juga terdiri dari
secara garis besar mencakup: konteks,
berbagai kelompok yang tersusun dari
instumental input, environmental input,
sejumlah individu.
output, dan outcome. Menurut Soernarya
(2000), instrumental input mencakup: tujuan
pendidikan,
kependidikan,
kurikulum,
ideologi,
tenaga
pengelolaan,
penilaian, pengawasan, dan peran serta
masyarakat, sedangkan enviromentar input
meliputi: geografis, demografi/lingkungan
fisik, agama, fasilitas dan biaya, politik,
ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan
dan keamanan. Sementara itu, Hoy nad
Miskel (2001) menyampaikan konsep bahwa
sekolah dapat digambarkan sebagai model
sistem sosial, yang meliputi komponen
Gambar 1. Sekolah sebagai Sistem Sosial
input, proses transformasi, dan output.
(Hoy and Miskel, 2001)
Menurut Hadi (2010), unsur-unsur
sebuah sistem dapat berupa simbol, seperti
Berdasarkan
halnya bahasa; dapat berupa obyek, seperti
bangku,
buku,
alat-alat,
mesin
1,
dapat
diketahui bahwa sekolah harus menjadi
yang
lembaga pembelajaran yang efektif, sekolah
disediakan untuk kegiatan pembelajaran;
harus mencari cara untuk menciptakan
dan juga dapat berupa subyek seperti halnya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
gambar
struktur
270
yang
secara
terus-menerus
ISSN 2502-8723
mendukung pembelajaran dan pengajaran
merupakan
dan
kemampuan untuk mengatur diri secara
memperkaya
adaptasi
mengembangkan
organisasi;
memiliki
terbatas; dan (4) Open system atau sistem
organisasi yang terbuka, dan kolaboratif;
terbuka merupakan sistem yang mampu
menarik individu yang mandiri, efektif, dan
mengatur
keberadaannya
terbuka terhadap perubahan; dan mencegah
menerima
dari
politik yang kotor dan tidak legal dari
lingkungannya.
penyalahgunaan aktivitas pengajaran dan
Manajemen
pembelajaran yang legal. Kepemimpinan
dengan Sistem Terbuka
transformasional, komunikasi yang terbuka
Kurikulum
terus-menerus,
dan
yang
iklim
dan
budaya
sistem
memberi
Kurikulum
cara
kepada
Pendidikan
adalah
seperangkat
pembuatan
rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
keputusan bersama merupakan mekanisme
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
yang
digunakan
sebagai
pembelajaran keorganisasian di sekolah.
penyelenggaraan
kegiatan
Tantangannya
hanya
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
memiliki
(UURI, 2013). Kurikulum merupakan hal
kemampuan untuk menjawab secara efektif
yang sangat penting yang digunakan sebagai
masalah-masalah kontemporer saja tetapi
pedoman pengajaran bagi setiap pendidikan,
juga
terutama pendidikan kejuruan. Kurikulum
hendaknya
menciptakan
pada
dan
dan
dengan
mampu
adalah
sekolah
isu-isu
meningkatkan
tidak
yang
yang baru muncul
mengenai efektivitas sekolah.
mempunyai
Terdapat berbagai macam sistem
yang
dapat
dibedakan
kompleksitasnya.
atas
seluruh
dasar
Hanson
(1991)
aktivitas
pembelajaran
kedudukan
proses
kurikulum
pedoman
sentral
pendidikan,
mengarahkan
pendidikan
mengidentifikasi empat macam sistem yang
tujuan-tujuan pendidikan.
ia sebut dengan framework, clockworks,
Manajemen
karena
segala
demi
dalam
bentuk
tercapainya
pendidikan
berfungsi
cybernetic system, dan open system: (1)
untuk melakukan penataan semua kegiatan
Frameworks merupakan sistem yang paling
dalam pendidikan agar tujuan pendidikan
sederhana.
dapat tercapai pada batas-batas kebijakan
Dalam
sistem
ini
terdapat
hubungan antar bagian bersifat statis atau
yang
pasti (fixed); (2)
Clockworks merupakan
pendidikan bertugas sebagai pengambil
sistem yang sederhana namun bersifat
kebijakan secara operasional yang berkaitan
dinamis
dengan penyelengaraan manajemen, sebagai
yang
memungkinkan
adanya
telah
penentu
sangat
kelembagaan (Triyono, 2012).
(3)
Cybernetic
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
system
271
kebijakan
Manajemen
gerakan yang memiliki parameter yang
pasti;
dari
ditentukan.
yang
bersifat
ISSN 2502-8723
Manajemen kurikulum pendidikan
Selain berkaitan dengan pengelolaan
dengan sistem terbuka merupakan suatu
kurikulum dan pembelajaran, hal ini juga
sistem tentang pengelolaan dan penataan
berkaitan dengan sumber daya pendidikan,
kurikulum yang tepat untuk digunakan pada
seperti tenaga pendidik (guru) peserta didik
pendidikan
(siswa), masyarakat, dana, sarana dan
terutama
untuk
pendidikan
kejuruan.
prasarana, tata laksana pendidikan dan
Prinsip-prinsip pengajaran pendidik-
lingkungan pendidikan. Semua komponen-
an kejuruan menurut Miller (1985) sebagai
komponen ini harus dikelola dengan sebaik-
berikut:
baiknya agar terciptanya hubungan antara
a. Kesadaran akan karir adalah bagian
semua faktor pendukung sehingga dapat
penting
mencapai hasil yang maksimal.
dalam
pendidikan
kejuruan
khususnya pada proses awal pendidikan itu
Lembaga Pendidikan Kejuruan sebagai
sendiri.
Sistem Terbuka
b.Pendidikan kejuruan merupakan pendikan
Menurut
Suriasumantri
(2000),
yang menyeluruh dan merupakan bagian
sistem dapat dikelompokkan menjadi dua
dari masyarakat (public system).
jenis, yaitu: (a) sistem tertutup yang berarti
c. Kurikulum dalam pendidikan kejuruan
sebuah
berdasarkan atas kebutuhan dunia kerja/
kegiatannya
dunia industri.
sistem-sistem luarnya; (b) sistem terbuka
d. Jabatan atu pekerjaaan dalam kelompok/
yang
keluarga sebagai salah satu pengembangan
berhubungan dengan sistem-sistem lainnya
kurikulum pendidikan kejuruan khususnya
dalam
pada tingkat menengah.
contohnya kegiatan pada sistem pendidikan.
e. Inovasi merupakan bagian yang sangat
sistem
yang
tidak
berarti
dalam
proses
berhubungan
dengan
sebuah
melakukan
proses
sistem
yang
kegiatannya,
Menurut Latif (2009), syarat-syarat
ditekankan dalam pendidikan kejuruan.
sebuah sistem dikatakan sebagai sistem
f. Seseorang dipersiapkan untuk dapat
terbuka, yaitu: (1) mengimpor energi, materi
memasuki dunia kerja melalui pendidikan
dan informasi dari luar; (2) memiliki
kejuruan.
pemrosesan; (3) menghasilkan output atau
g. Keselamatan kerja merupakan unsur
menghasilkan materi, energi, dan informasi;
penting dalam pendidikan kejuruan.
(4) merupakan kejadian yang berantai; (5)
h.
memiliki negative entropy, yakni usaha
Pengawasan
pengalaman
dalam
okupasi/
peningkatan
pekerjaan
dapat
untuk menahan kepunahan dengan cara
dilakukan melalui pendidikan kejuruan.
membuat impor lebih besar dari pada
ekspor; (6) mempunyai alur informasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
272
ISSN 2502-8723
sebagai umpan balik untuk memperbaiki
mampu melakukan penguatan diri (self
diri; (7) ada kestabilan yang dinamis; (8)
reinforceing) secara terus-menerus agar
memiliki diferensiasi, yaitu spesialisasi-
terjadi apa yang disebut proses entropi
spesialisasi; dan (9) ada prinsip equifinalty
negatuf
yakni banyak jalan untuk mencapai tujuan
menyimpan energi yang lebih banyak dari
yang sama.
yang dibutuhkan sehingga dapat terus
dimana
sistem
menerima
dan
Dalam sistem terbuka raw input
bertahan bahkan dapat berkembang. Kedua,
diproses melalui bantuan dari input-input
siklus tersebut harus berlangsung terus-
instrumental yang berupa tenaga manusia,
menerus sehingga benar-benar terbentuk apa
sarana dan prasarana metode dan material
yang disebut sistem.
selanjutnya menjadi output. Jadi sistem
Hadi (2010) menjelaskan bahwa
terbuka dapat dikatakan memiliki ciri-ciri
dalam sistem pendidikan di SMK, rangkaian
sebagai berikut: (a) input dapat menerima
ini
pengaruh dari lingkungan eksternal, (b) ada
periode tahunan, tiga atau empat tahunan.
proses transformasi dari sumber daya yang
Masing-masing siklus itu dapat dijabarkan
tersedia terhadap sistem itu sendiri, (c)
menjadi sub-sub-siklus yang lebih kecil
output yang diberikan kepada lingkungan
yang dapat dibedakan menurut unit-unit
setelah melalui proses, (d) ada proses untuk
organisasi sekolah, kurun waktu terjadinya
menetralisir proses entropy supaya proses
siklus, macam-macam orang yang terlibat
tetap berjalan, (e) ada kegiatan mengubah
dalam siklus, dan sebagainya.
sumber daya terus menerus, (f) terdapat
berlangsung
berulang-ulang
dalam
Rangkaian peristiwa yang ada di
usaha umpan balik sebagai alat untuk
sekolah
sebagai
sebuah
sistem
dapat
mengontrol perilaku dari output.
dibedakan menjadi masukan (input), proses
Hadi (2010) mengemukakan bahwa
(throughput), dan luaran (output). Sebagai
di dalam sistem terutama sistem terbuka,
sistem terbuka, semua peristiwa itu berada
selalu terjadi siklus yang terdiri dari
menerima
serangkaian peristiwa. Siklus ini terjadi
lingkungan. Input dalam sistem tersebut
secara terus-menerus selama masing-masing
dapat dikelompokkan menjadi (1) manusia,
unsur dan peristiwa yang menjadi komponen
yang
siklus itu berfungsi dengan baik. Terdapat
sekolah, tenaga kependidikan di sekolah,
dua hal penting yang seharusnya menjadi
laboran, teknisi, staf administrasi, penjaga
perhatian
berkelanjutan
sekolah, dan sebagainya; (2) material antara
semacam itu agar sistem itu tetap tetap
lain lahan, gedung, sarana dan prasarana
bertahan. Pertama siklus itu harus dapat
kelas
dalam
siklus
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
273
dan
meliputi
dan
memberi
guru,
energi
siswa,
laboratorium,
dari
pimpinan
media
ISSN 2502-8723
pembelajaran; (3) teknologi; (4) informasi;
memprediksi konsekuensi yang ada, maka
dan (5) hambatan atau constrain yang dapat
dengan sistem terbuka ada potensi untuk
berupa
memberi peluang bagi lingkungan eksternal
harapan
pemerintah,
orang
tatanilai
tua,
dan
ketentuan
norma
yang
untuk ikut menentukan arah dan tujuan
berlaku di masyarakat.
sekolah.
Wals
(dalam
Pidarta,
2004)
Sebagai sebuah sistem sosial yang
memberi alasan karena masyarakat dan
terbuka (open system), SMK tidak dapat
dunia usaha/industri memandang sekolah
lepas dari keadaan atau apa yang terjadi
sebagai cara meyakinkan dalam membina
dalam masyarakat. Pendidikan adalah dari,
perkembangan
oleh
masyarakat
dan
untuk
masyarakat,
artinya
keberadaan institusi pendidikan memang
berlangsungnya
dunia
sehingg
usaha/industri
Penyelarasan
pendidikan
dengan
suatu
kebutuhan dunia usaha dan dunia industri,
komunitas. Di sisi lain SMK sebagai
argumen untuk yang mengomentari adalah
lembaga pendidikan akan tetap mampu
sekolah tidak dapat lagi kita pikirkan
bertahan untuk mengemban tugas yang
sebagai suatu lembaga sosial yang berdiri
diberikan
sendiri,
oleh
(survive)
dan
siswa
berpartisipasi dan setia kepadanya.
dibutuhkan oleh masyarakat dalam rangka
tetap
para
masyarakat
apabila
terlepas
dari
lembaga-lembaga
masyarakat ikut mendukung dalam arti luas
sosial lain. Sekolah harus kita pandang
terselenggaranya
sebagai suatu bagian yang tidak dapat
sebuah
lembaga
pendidikan (Zamroni, 2000).
dipisahkan dari masyarakat yang ada di
SMK sebagai bagian integral dari
masyarakat
sehingga
dan
dunia
dalam
sekitarnya, baik masyarakat lokal, maupun
usaha/industri
masya-rakat
pelaksanaannya
daerah
atau
masyarakat
nasional.
membutuhkan dukungan dan partisipasi
SMK
dan
dunia
usaha/industri
masyarakat dan dunia usaha/industri. SMK
merupakan sisi mata uang yang jelas
dalam peran sosialnya merupakan sistem
keduanya tidak dapat dipisahkan. SMK
terbuka
mengambil
menghasilkan lulusan yang akan digunakan
manfaat dari lingkungan, mengalihkan ke
oleh dunia usaha/industri. Artinya, kualitas
produksi luar (Rivai & Murni, 2009).
hasil
Meskipun organisasi menyediakan informasi
mempengaruhi kualitas dunia usaha/industri.
dan kenyataan untuk membuat keputusan
Dengan ini sudah barang tentu dunia
dengan memakai rasio, hal ini terbatas pada
usaha/industri
kemampuan
menengadahkan
dimana
organisasi
untuk
menunjukkan
dan
memproses informasi, mencari alternatif dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pendidikan
tidak
di
SMK
pantas
tangannya
ke
akan
hanya
atas,
menunggu turunnya kualitas lulusan yang
274
ISSN 2502-8723
bermutu untuk menjadi SDM-nya. Dengan
menghasilkan
adanya kesepakatan kerjasama antara pihak
sesuai
sekolah dengan dunia usaha/industri maka
Kreativitas
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) para
bahan ajar sangat menentukan kebutuhan
peserta didik di SMK akan memperoleh
pengetahuan sebagai kesiapan diri pada
pengalaman yang sangat berharga sebagai
peserta didiknya untuk memasuki lapangan
persiapan memasuki bursa kerja.
kerja
Kemitraan
SMK
dengan
dunia
lulusan
yang
berkualitas
misi
yang
diperlukan.
dengan
guru
dan
dalam
mempersiapkan
kehidupan
masyarakat
di
kemudian hari.
usaha/industri perlu dibangun secara sinergi
sehingga lulusan yang dihasilkan mampu
beradaptasi dengan kebutuhan pasar dunia
Kesimpulan
usaha dan industri. Kemitraan SMK dengan
Pendidikan dengan sistem terbuka
dunia usaha/industri bukan lagi merupakan
berarti pendidikan yang tidak menutup diri
hal penting, tetapi merupakan keharusan
dengan lingkungan yang ada disekitarnya,
sebab keterampilan tidak cukup peserta
sehingga
didik belajar di sekolah tetapi harus didapat
pembelajarannya harus sesuai dengan sistem
melalui on the job training yaitu belajar dari
yang digunakan. Berdasarkan kajian teoretik
pekerja yang sudah berpengalaman di
yang telah diuraiakan di atas, maka dapat
industri. Oleh karena itu sulit jika tidak ada
disimpulkan
hubungan
suatu sistem secara garis besar mencakup:
antar
SMK
dan
dunia
usaha/industri dalam sistem terbuka.
manajemen
bahwa
pendidikan
pendidikan
dan
sebagai
konteks, instumental input, environmental
Berdasarkan kajian di atas terkait
input, output, dan outcome.
SMK sebagai sistem terbuka, maka dapat
Pendidikan kejuruan sebagai suatu
disimpulkan bahwa penyiapan sumber daya
sistem terbuka sangat dipengaruhi oleh
manusia
modal
masyarakat dan dunia usaha/industri, oleh
adalah
karena itu terjadi hubungan interdependensi
yang tangguh sebagai
pembangunan
menjadi
yang
tanggung
produktif
jawab
bersama
antara
pendidikan
sekolah
masyarakat
ini dapat terlaksana dengan baik karena
Pendidikan kejuruan sangat berperan dalam
adanya sisnergitas antar sub sistem tersebut
meningkatkan kualitas pendidikan, karena
sebagai bagian dari SMK sebagai sistem
sebagai sistem yang menghasilkan output
terbuka. Maka dukungan semua pihak untuk
yang dibutuhkan masyarakat dan dunia
menyelenggarakan pendidikan di Sekolah
usaha/industri baik secara moral maupun
Menengah
untuk kepentingan ekonomi.
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dapat
275
dunia
dengan
pemerintah, masyarakat dan keluarga. Hal
Kejuruan
dan
di
usaha/industri.
ISSN 2502-8723
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan
Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf
Publissing.
Daftar Rujukan
Clarke, L and Winch. C. (2007). Vocational
Education International Approach,
Development and System. NewYork:
Routledge
Gagne & Brings. (1987). Educational
Research, Competencies for Analysis
and Aplication. Publicing Company.
Hadi, Syamsul. (2010). Bahan Kuliah
Manajemen Pendidikan Kejuruan.
Malang: Fakultas Teknik Universitas
Negeri Malang.
Hadiwaratama, et.al. (2002). Keterampilan
Menjelang 2020 Untuk Era Global.
Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Hanson, Mark E. (1991). Educational
Administration and Organizational
Behavior, 3rd Edition. Boston: Allyn
and Bacon.
Hoy, W.K. and Miskel, C.G. (2001).
Educational Administration: Theory,
Research, and Practice. Boston:
McGraw Hill International Edition.
Komariah, A & Triatna, C. (2006).
Visionary Leadership Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Latif, Abdul. (2009). Pendidikan Berbasis
Nilai Kemasyarakatan. Bandung. PT Refika
Aditama.
Miller, D. Melvin. (1985). Principles and a
Philosophy for Vocational Education.
Ohio: The National Center for
Research in Vocational Education.
Pidarta, M. (2004). Landasan Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rivai, V & Murni, S. (2009). Education
Management, Analisis Teori dan
Praktek. Jakarta: Grafindo Persada.
Suriasumantri, J.S. (2000). System Thinking.
Bandung: Bhina Cipta.
Tirtarahardja, U & Sulo, L. (2005).
Pengantar
Pendidikan.
Jakarta:
Rineka Cipta.
Triyono, Eddy. (2012). Potret Sekolah
Kejuruan. Jurnal Teknis 7 (2).
Undang-undang Republik Indonesia No. 20
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan Nasional.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
276
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
Pengembangan Kurikulum Berbasis Proyek
Zuhrita Ariefiani, DjokoKustono, SyaadPatmanthara
Universitas Negeri Malang
[email protected]
Abstrak: Pengembangan Kurikulum berbasis Proyek didasarakan pada duabelas komponen model pengembangan
kurikulum yang dikembangkan oleh Olivia, yang dapat digunakan dalam pengembangan program pembelajaran
secara lebih khusus yakni pembelajaran berbasis proyek. Di dalam pengembangan kurikulum tersebut
diintegrasikan beberapa prinsip penting dalam mengembangkan kurikulum berbasis proyek yaitu (1) Prinsip
berorientasi pada tujuan, (2) Prinsip relevansi, (3) Prinsip evektivitas dan efisiensi, (4) Prinsip kontinuitas dan
fleksibilitas, serta (5) Prinsip integrasi, yang mana akan mendukung pengembangan kurikulum ini dengan
perencanaan dan penerapannya sesuai pembelajaran berbasis proyek. Pengembangan kurikulum berbasis proyek
ini diharapkan mampu menciptakan peserta didik yang berintegritas dan berdaya saing serta mampu menciptakan
karya yang akan dikenang sepanjang masa.
Kata Kunci: Pengembangan, Kurikulum, Pembelajaran berbasis proyek
Abstract: The development of project-based curriculum is based on the twelve components of curriculum
development model that developed by Olivia, which can be used in the development of more
specific learning programs i.e., project-based learning. Onthe integrated curriculum development in some of the
important principles in developing a project-based curriculum that is (1) the principle of purpose-oriented, (2) the
principle of relevance, (3) the principle of effectiveness and efficiency, (4) the principle of continuity
and flexibility, and (5) the principle of integration, which will support the development of this curriculum planning
and implementation in accordance with project-based learning. Project-based curriculum development is expected
to create the learners who has integrity and competitive power and are able to createworks that will be
remembered for all time.
Keywords: Development,Curriculum, Project-based learning,.
pengembangan
Pendahuluan
Indonesia
perubahan
telah
kurikulum
kualitasmasyarakat,
mengalami
kompetisi internasional dan regional telah
merdeka.
mendorong perubahan polapenyelenggaraan
sejak
Perubahan tersebut cenderung menimbulkan
pendidikan
bebagai pertanyaan mengenai kurikulum,
(Cheng,
mengingat betapa penting dan strategis
keterbukaan, fleksibilitas, kompleksitas, dan
peranannya dalam penyelenggaraan sistem
ketidakpastian
pengajaran
berbasis pengetahuan (Tessaring, 2009;
nasional
(Soedijarto,
2004).
di
2005).
Perubahan global yang luar biasa terhadap
Heinz,
ekonomiberbasis
2008).Sehingga
kreatif,
tuntutan
pengetahuan,
yang
kuat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
industri
berbagai
2009;
belahan dunia
Terjadi
dalam
Billet,
peningkatan
masyarakatindustri
2009;
kurikulum
Wagner,
pendidikan
dituntut harus selalu beradaptasidengan
untuk
277
ISSN 2502-8723
kondisi, perubahan, dan kebutuhanmasa
inovatifnya,
depan.
komunikasi, mempunyai jiwa mandiri dalam
Pada
prinsipnya,
kurikulumharus
memecahkan
masalah
teknologi
dan
dan
sederetan
mengakomodasi
tuntutan keterampilan untuk generasi 21
semua kebutuhan baik kebutuhan fisik
(Islam, 2015). Salah satunya adalah dengan
peserta didik, non-fisik, danmoral serta masa
cara pembelajaran yang mengacu pada
depan mereka untuk bisa hidup aman,
kegiatan menghasilkan karya.
nyaman,
dapat
sebuah
menguasai
bahagia
sejahteran,danharmonis
Pembelajaran
ini
sering
disebut
bersama masyarakat dan alam sekitarnya
dengan pembelajaran berbasis proyek yang
(Rojewski,
(2013)
merupakan sebuah model atau pendekatan
mengatakan bahwa kurikulum merupakan
pembelajaran yang inovatif, menekankan
salah satu subtansi manajemen pendidikan
belajar
yang sangat penting di suatu lembaga
kegiatan
utamanya pendidikan. Kurikulum adalah
Pembelajaran ini menekankan pada siswa
unsur terpenting dalam proses pendidikan
dengan penugasan proyek, yang mana siswa
dan
diberi kesempatan untuk bekerja lebih
2009).Mayasari
cakupannya
sangatlah
luas
serta
kontekstual
kompleks
kegiatan-
(Sani,
2015).
dipegang oleh hampir semua orang yang
otonom,
terlibat
dan
pembelajaran sendiri, lebih realistik dan
mengajar. Kurikulum merupakan syarat
menghasilkan suatu produk (Sastrika, 2013).
mutlak yang berarti bagian yang tak
Pengembangan Kurikulum berbasis
terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran
proyek ini menekankan pada pembelajaran
(Sukmadinata, 2013).
yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai
dalam
Tujuan
kegiatan
mengembangkan
nasional
tujuannya (Kosasih,2014), yang mana fokus
merumuskan mengenai kualitas manusia
utamanya adalah menghasilkan sesuatu yang
Indonesia yang harus dikembangkan oleh
nantinya akan bermanfaat bagi kehidupan
setiap satuan pendidikan. Oleh karenanya
peserta didik itu sendiri maupun orang lain
tujuan pendidikan nasional menjadi dasar
namun tetap terkait dengan KD dalam
dalam pengembangan pendidikan budaya
kurikulum, sehingga diharapkan peserta
dan karakter bangsa (Anggraini, 2015).
didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran
Proses
dan
ini mampu menjawab tantangan dunia masa
pembelajaran membutuhkan kreatifitas dan
depan yang kaya akan imajinasi dan ide-ide
inovasi. Selain itu, peserta didik tak lagi
yang lebih kreatif, serta mampu memberikan
harus menguasai standar akademis, akan
pondasi yang kuat dalam menghadapi
tetapi harus tumbuh jiwa kreatif dan
kehidupan di masa yang akan datang.
di
pendidikan
belajar
untuk
melalui
dalam
pengajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
278
ISSN 2502-8723
yang direncanakanya
KURIKULUM
Sistem
Pendidikan
Nasional
menyatakan
bahwasanya
kurikulum
pendidikan dan
pembelajaran yang dilakukan secara sadar.
Engelshoven
mendefinisikan
didefinisikan sebagai seperangkat rencana
kurikulum
dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
direncanakan untuk realisasi dari proses
bahan
yang
pendidikan yang berisi deskripsi tugas
pedoman
pendidikan dan sarana untuk menyelesaikan
penyelenggaraan untuk mencapai tujuan
tugas-tugas, serta cara untuk mengevaluasi
pendidikan
hasil proses realisasi dari proses pendidikan
pembelajaran
digunakan
serta
cara
sebagai
tertentu
(Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003).
sebagai
dokumen
yang
yang berisi deskripsi tugas pendidikan dan
Kurikulum sendiri berasal dari kata
sarana untuk menyelesaikan tugas-tugas,
kerja latin currere, yang berarti untuk
serta cara untuk mengevaluasi hasil proses
menjalankan. Kurikulum berasal dari dua
yang telah terjadi.
kata yaitu kursus dan dan kendaraan. Dalam
Lebih
konteks pendidikan, yang paling jelas dalam
menyatakan
kata tersebut adalah belajar (SLO,2009).
merupakan rancangan pembelajaran yang
Kurikulum sendiri bisa diartikan sebagai
berfungsi
rangkaian
penyokong
atau
susunan
dari
kegiatan
jelas
Sukmadinata
bahwasanya
sebagai
kurikulum
rencana
dalam
(2013)
dan
fungsi
pembelajaran.
pembelajaran dan pengalaman dari siswa
tersebut
dibawah naungan atau arahan dari sekolah
Sukmadinata)
(Finch,
tradisional,
kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen
program
tertulisnya saja, melainkan harus dinilai
yang sesuai dengan konten pendidikan dan
dalam proses pelaksanaan fungsinya di
pembelajaran.
dalam kelas. Sehingga kurikulum dipandang
1984).Dalam
arti
kurikulum diistilahkan sebagai
Sudut
pandang
ini
diperjelas
oleh
Zais
Hal
bahwasanya
sebagai
berbeda tentang kurikulum, selain konten
menyangkut
kurikulum istilah meliputi "lingkungan" di
(sekolah dan di luar sekolah) memiliki
mana kegiatan belajar mengajar dilakukan,
pengaruh
yaitu belajar dan kondisimengajar, proses,
pembentukan individu siswa yang total dan
kegiatan dan tindakan yang mengarah ke
untuk mencapai efektivitas dari kurikulum.
pencapaian
Hubungan
pendidikan
dan
pembelajaran. Dalam aspek operasional,
pembelajaran
program,
interlocking
yaitu
kurikulum
merupakan
sebuah dokumen, yang merupakan dasar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
atau
kebaikan
dipengaruhi olehperkembangan teori yang
tujuan
rencana
(dalam
seluruh
yang
antara
lebih
program
yang
pengalaman
siswa
signifikan
kurikulum
dipandang
untuk
dan
sebagai
model, dimana keberadaan
hubungan yang saling bertautan satu sama
279
ISSN 2502-8723
lain
terjadi
ketika
kurikulum
dan
pembelajaran menunjukkan suatu jalinan
Tahap 3
Melakukan
Elaborasi
Tahap 4
Merencanakan
Laporan
Tahap 5
Presentasi
Laporan
yang tidak dapat dipisahkan.
Pembelajaran Berbasis Proyek
Project
2003)
based
merupakan
learning
salah
(Dopplet,
satu
metode
pembelajaran yang berasal dari pendekatan
Tahap 6
Evaluasi
konstruktivis yang mengarah pada upaya
terhadap
tahapan proses

Monitoring
kerja proyek
Membimbing peserta
didik melakukan
investigasi
Membimbing dan
mengaahkan penyusunan
Memfasilitasi kegiatan
presentasi laporan dan
berperan menjadi
narasumber
Melakukan evaluasi
terhadap laporan hasil
proyek
merupakan
bahwa
model
pembelajaran
Penerapan
Melakukan
investigasi
Menyusun laporan
hasil investigasi
Mendokumentasikan
masukan yang
berhubungan dengan
penilaian proyek
pembelajaran
berbasis
yang
proyek dalam proses belajar menganjar
memberikan kesempatan kepada pendidik
menjadi sangat penting untuk meningkatkan
untuk mengelola pembelajaran di kelas
kemampuan peserta didik dalam berfikir
dengan melibatkan kerja proyek.
secara kritis dan memberi kemandirian
Pembelajaran
dirancang
untuk
pembelajaran
ini
tahapan proses
Monitoring
kerja proyek
Mempresentasikan
laporan kegiatan
proyek
problem solving.Selain itu, Wena (2009)
menjelaskan

berbasis
digunakan
proyek
dalam belajar. Sebagai suatu pembelajaran
pada
yang
kontruktivis,
pembelajaran
ini
permasalahan yang kompleks yang mana
menyediakan pembelajaran dalam situasi
dibutuhkannya
dalam
permasalahan yang nyata bagi peserta didik
melakukan investigasi dan memahaminya.
sehingga dapat melahirkan pengetahuan
Adapun sintaks model pembelajaran proyek
yang bersifat pemanen.
peserta
didik
(diadaptasi dari Pawana, 2014) adalah
sebagai berikut:
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Tabel. 1 Sintaks Model Pembelajaran
Tujuan dari pengembangan kurikulum
Berbasis Proyek
Kegiatan
Tahap 1
(Eksplorasi)
Orientasi
Masalah
Tahap 2
1. Membentu
k
Kelompok
2. Merencana
kan
kegiatan
Kelompok
adalah goals dan objectives. Tujuan goals
Deskripsi Kegiatan
Aktivitas Peserta
Didik
Menyampaikan tema
Mengamati dan
Proyek sesuai dengan
menganalisa
kompetensi inti
permasalahan yang
diberikan mengikuti
petunjuk pendidik.
a. Menginstruksi
a. Membentuk
peserta didik dalam
kelompok
bentuk kelompok
sesuai instruksi
b. Membimbing
peserta didik
peserta didik
b. Merencenakan
mempersiapkan
kegiatan
investigasi
investigasi

Pemilihan
 Memilih topik
topik
 Membuat peta

Membuat peta
konsep atau
konsep atau
diagram
diagram
 Membuat
rincian

Membuat
rincian
terhadap
Aktivitas Pendidik
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
280
dinyatakan dalam rumusan yang bersifat
abstrak dan umum, serta pencapainnya
relatif dalam jangka panjang. Sedangkan
tujuan objectives lebih bersifat khusus,
operasional,
dan
pencapaiannya
dalam
jangka pendek (Hamalik, 2013).
Prinsip dasar Pengembangan Kurikulum
Prinsip
dasar
pengembangan
kurikulum ini terintegrasi filsafat, nilai,
pengetahuan, dan perbuatan pendidikan
ISSN 2502-8723
(Sukmadinata, 2013). Adapaun prinsip dasar
efektif
pengembangan kurikulum berbasis proyek
membelajarkann
diadaptasi dari Sukmadinata (2013) dan
direncanakan.
Hidayat (2013).
dilaksananakan dengan baik, seberapa besar
tujuan
dan
efisien
dalam
pembelajaran
Pembelajaran
pembelajaran
hal
yang
itu
dapat
tersebut
yang
diinginkan dapat tercapai serta efektivitas
a. Prinsip Berorientasi pada Tujuan
Sebagai sebuah sistem, kurikulum
dan efisiensinya dalam belajar siswa itu
memiliki tujuan, materi, metode strategi,
sendiri.
organisasi dan evaluasi. Komponen tujuan
d. Prinsip Kontinuitas dan Fleksibilitas
atau kompetensi merupakan titik tolak dan
fokus
bagi
dimaksudkan
dengan adanya hubungan antara materi yang
pengembangan sistem kurikulum yang akan
sebelumnya diajarkan dengan yang akan
dibangun. Prinsip dasar ini menegaskan
diajarkan,
bahwasanya tujuan awal sebuah kurikulum
pembelajaran
merupakan arah dan sebuah ruh yang sangat
berkesinambungan
kental dan kuat bagi pengembangannya,
pembelajaran lainnya, baik secara vertikal
yang
maupun horizontal. Sedangkan fleksibilitas
arahnya
lainnya
kontinuitas
dalam
mana
komponen
Prinsip
harus
jelas
dan
sehingga
setiap
merupakan
kegiatan
bagian
dengan
yang
kegiatan
komprehensif.
dimaksudkan dapat menyediakan berbagai
b. Prinsip Relevansi
pilihan kepada siswa seperti progam sesuai
Kurikulum harus sesuai dan serasi
minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan
dengan penyelenggaraan pendidikan dan
siswanya. Tidak hanya pada peserta didik,
tuntutan
dapat
namun kepada pengajarnya yang mana
diartikan bahwasanya yang diperoleh dari
pengajar dapat mengembangkan program
pendidikan tersebut berguna atau fungsional
dan kegiatan seperti silabus, merumuskan
dalam kehidupan yang nyata. Kesesuaian ini
tujuan/kompetensi, memilih materi pelajaran
dapat dipandang dari tiga aspek yakni (1)
yang sesuai, memilih media, metode dan
Relevansi pendidikan dengan lingkungan
strategi pembelajaran yang akan digunakan.
hidup
kehidupan,
siswa,
(2)
yang
mana
relevansi
dengan
perkembangangn kehidupan sekarang dan
e. Prinsip Integrasi
masa yang akan datan, (3) relevansi dengan
Integrsi atau keterpaduan merupakan
tuntutan dalam dunia pekerjaan.
pengembangan yang menunjukkan adanya
c. Prinsip Efektivitas dan Efisiensi
pengalaman belajar yang dapat diterapkan di
Prinsip
ini
membahas
bagaimana
bidang lainnya. Prinsip ini dirancang untuk
sebuah kurikulum mampu dilakukan secara
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
281
ISSN 2502-8723
mampu mengembangkan manusia yang utuh
pembelajaran
dan pribasi yang terintegrasi.
kurikulum.
Pengembangan
Kurikulum
dan
(12)
Mengevaluasi
Dari keduabelas komponen tersebut
Berbasis
dijadikan dasar dalam mengembangkan
Proyek
Pengembangan
kurikulum
berbasis
program pembelajaran secara lebih khusus
proyek ini didasarkan pada pengembangan
yakni pembelajaran berbasis proyek, yang
Kurikulum Olivia (1988). Dimana dalam
mana didalamnya secara garis besar adalah:
pengembangannya nanti berdasarkan pada
(1) Penentuan tujuan pembelajaran dalam
duabelas komponen yang satu sama lain
menghasilkan karya, (2) Penentuan proyek
berkaitan, (1) menetapkan dasar filsafat
yang akan dikerjakan oleh siswa dan juga
yang digunakan dan pandangan tentang
pengajar, (3) Perencanaan langkah-langkah
hakikat belajar dengan mempertimbangkan
penyelesaian proyek yang akan dikerjakan,
hasil analisis kebutuhan umum siswa dan
(4) Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek
kebutuhan masyarakat, (2) menganalisis
dan karya
kebutuhan
penyelesaian proyek dengan fasilitasidan
masyarakat
dimana
sekolah
yang akan dihasilkan, (5)
tersebut berada, kebutuhan khusus siswa dan
monitoring
urgensi dari disiplin ilmu yang harus
Penyampaian hasil kegiatan dan presentasi
diajarkan, (3) Merumuskan tujuan umum
serta publikasi hasil proyek, (7) Evaluasi
kurikulum
Proses
yang
didasarkan
kebutuhan
dan
pengajar/instruktur,
hasil
proyek
yang
(6)
telah
seperti yang tercantm pada langkah-langkah
dikerjakan. Secara visualisasi dapat dilihat
sebelumnya, (4) Merumuskan tujuan khusus
pada bagan dibawah ini.
kurikulum yang merupakan penjabaran dari
tujuan
umum
kurikulum,
(5)
mengorganisasikan rancangan implementasi
kurikulum, (6) Menjabarkan kurikulum
dalam bentuk perumusan tujuan umum
pembelajaran,
(7)
Merumuskan
tujuan
khusus pembelajaran, (8) Menetapkan dan
menyeleksi
strategi
pembelajaran
yang
tujuan
dimungkinkan
dapat
mencapai
pembelajaran,
(9)
Menyeleksi
dan
menyempurnakan teknik penilaian yang
akan digunakan, (10) Mengimplementasikan
strategi pembelajaran, (11) Mengevaluasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
282
ISSN 2502-8723
umum
kurikulum
yang
didasarkan
kebutuhan seperti yang tercantm pada
langkah-langkah
Kurikulum Berbasis
Proyek
• Menetapk
an Dasar
filsafat
untuk
analisis
kebutuhan
umum
siswa dan
kebutuhan
masyaraka
t
• Menganali
sis
kebutuhan
masyaraka
t,
kebutuhan
khusus
siswa dan
disiplin
ilmu
•Perencanaan
Merumusk
Kurikulum
an tujuan
umum
kurikulum
• Merumusk
an tujuan
khusus
kurikulum
sebelumnya,
Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang
Penetapan Isi
Kurikulum
• Mengorga
nisasi
rancangan
implement
asi
kurikulum
• Mengorga
nisasi
rancangan
implement
asi
kurikulum
• Menjabark
an
kurikulum
dalam
bentuk
perumusan
tujuan
umum
pembelajar
an
merupakan penjabaran dari tujuan umum
• Penentuan
Tujuan
Pembelajar
an dalam
menghasilk
an karya
• Penentuan
Proyek /
karya
• Perencana
an langkah
penyelesai
an proyek
• Penyusuna
n jadwal
pelaksanaa
n proyek
• Penyelesai
an proyek
dengan
fasilitasi
dan
monitoring
• Penyampai
an hasil
kegiatan
dan
presentasi
hasil
proyek
• Evaluasi
proses dan
hasil
proyek
• Implement
asi strategi
pembelajar
an
• Evaluasi
Pembelajar
an
• Evaluasi
Kurikulum
Menerapkan
Kurikulum
kurikulum,
(5)
Menjabarkan
kurikulum
(8) Menetapkan dan menyeleksi strategi
pembelajaran yang dimungkinkan dapat
mencapai
tujuan
penilaian
yang
akan
proyek.
berbasis
pengembangannya
(9)
strategi
(11)
dan
(10)
Mengevaluasi
(12)
Mengevaluasi
kurikulum. Selain itu dengan menggunakan
pengembangan
Di
digunakan,
Mengimplementasikan
prinsip dasar pengembangan kurikulum itu
kurikulum yang mengacu pada pembelajaran
berbasis
pembelajaran,
Menyeleksi dan menyempurnakan teknik
pembelajaran
merupakan
bentuk
Merumuskan tujuan khusus pembelajaran,
KESIMPULAN
kurikulum
dalam
perumusan tujuan umum pembelajaran, (7)
pembelajaran,
Pengembangan
mengorganisasikan
rancangan implementasi kurikulum, (6)
Gambar 1. Perencanaan Pengembangan
Kurikulum berdasarkan Pengembangan
Kurikulum Olivia
proyek
(4)
sendiri yaitu, (1) Prinsip berorientasi pada
dalam
tujuan, (2) Prinsip relevansi, (3) Prinsip
menggunakan
evektivitas dan efisiensi, (4) Prinsip kontinuitas
pengembangan yang dilakukan oleh Olivia
dan fleksibilitas, serta (5) Prinsip integrasi, yang
dengan
mana
duabelas
komponen
yang
ada
akan
mendukung
pengembangan
didalamnya yakni, (1) menetapkan dasar
kurikulum
filsafat yang digunakan dan pandangan
penerapannya sesuai pembelajaran berbasis
tentang
proyek.
hakikat
belajar
dengan
ini
dengan
Pengembangan
perencanaan
Kurikulum
dan
ini
mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan
diharapkan mampu menciptakan putra-putri
umum siswa dan kebutuhan masyarakat, (2)
bangsa yang fokus kepada menghasilkan
menganalisis kebutuhan masyarakat dimana
sesuatu yang nantinya akan bermanfaat bagi
sekolah tersebut berada, kebutuhan khusus
kehidupan peserta didik itu sendiri maupun
siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang
orang lain namun tetap terkait dengan KD
harus diajarkan, (3) Merumuskan tujuan
dalam kurikulum. Sehingga diharapkan
peserta didik yang mengikuti kegiatan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
283
ISSN 2502-8723
pembelajaran
ini
mampu
Kosasih. E. 2014. Strategi Belajar dan
Pembelajaran: Implementasi Kurikulum
2013.Bandung: Yrama Widya.
menjawab
tantangan dunia masa depan.
Mayasari, 2013. Managemen Kurikulum
Berbasis Tauhid. Jurnal Manajemen
Pendidikan. Vol 24, No. 1, Maret
2013.
Pawana, M.G. 2014. Pengembangan
Multimedia Interaktif Berbasis Proyek
dengan Model ADDIE pada Materi
Pemrograman Web Siswa Kelas X
Semester Genap di SMK N 3
Singaraja.
Journal
Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha, 1-10.
Rojewski. J.W (2009). A Conceptual
Framework for Technical and
Vocational Education andTraining; in
Rupert Maclean, David Wilson, Chris
Chinien; International Handbook of
Education for the Changing World of
Work, Bridging Academic and
Vocational
Learning:
Germany:
Springer Science and Business Media.
Sastrika, Ida Ayu Kade. Dkk. 2013.
Pengaruh
Model
Pembelajaran
Berbasis
Proyek
Terhadap
Pemahaman Konsep Kimia dan
Keterampilan Berfikir Kritis. EJournal
Program
Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha.
Program Studi IPA. Volume 3, Tahun
2013.
Soedijarto. 2004. Kurikulum, Sistem
Evaluasi, dan Tenaga Pendidikan
sebagai Unsur Strategis dalam
Penyelenggaraan Sistem pengajaran
Nasional. Jurnal Pendidikan Penabur.
No.03. Th.III. Desember 2004.
DAFTAR RUJUKAN
Anggraini, Anita. 2015. Pengembangan
Modul Prakarya dan Kewirausahaan
Materi Pengolahan Berbasis Product
Oriented Bagi Peserta Didik SMK.
Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5,
Nomor 3, November 2015.
Billet S.,(2009), Changing Work, Work
Practice: The Consequences for
Vocational Education; in Rupert
Maclean, David Wilson, Chris
Chinien; International Handbook of
Education forthe Changing World of
Work, Bridging Academic and
Vocational
Learning:
Germany:
Springer Science and Business Media.
Cheng, Y.C. (2005). New Paradigm for Reengineering Education, Globalization,
Localization and Individualization.
Netherland: Springer.
Dopplet, Y. 2003. Implementation and
assessment of project based learning in
flexibel environment. Instructional
Journal of Technology and Design
Education, 13: 255-272.
Engelshoven, Peter Van. Methodology Of
Curriculum
Development
In
Vocational Education And Training
And
Adult
Education.pdf
(http://www.vetserbia.edu.rs.) Diakses
pada tanggal 12 Februari 2016.
Finch Curtis.R and Crunkilton. (1984) .
Curriculum
Development
In
Vocational And Technical Education
:
Planning,
Content,
and
Implementation. Sidney. Allyn and
Bacon Inc.
Hamalik, Oemar. 2013. Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Islam, Alfi Ihyatul, dkk. Manajemen
Pendidikan Kewirausahaan Berbasis
Produksi.
Jurnal
Manajemen
Pendidikan. Vol 24, No 6, September
2015.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Sukmadinata,
Nana
Syaodih.
2013.
Pengembangan Kurikulum, Teori dan
Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tessaring M.,(2009). Anticipation of Skill
Requierements: European Activities
and Approaches; In Rupert Maclean,
David Wilson, Chris Chinien;
International Handbook of Education
forthe Changing World of Work,
Bridging Academic and Vocational
284
ISSN 2502-8723
Learning: Germany: Springer Science
and Business Media.
Wagner T. (2008). The Global Achievement
Gap. New York: Basic Books.
Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional). Jakarta:
Bumi
Aksara.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
285
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI
PELAYANAN PRIMA BAGI KONSELOR PROFESIONAL
Galang Surya Gumilang
Program StudiBimbingandanKonseling–Universitas Nusantara PGRI Kediri
[email protected]
ABSTRAK: Artikel ini mendeskripsikan dan membahas mengenai komponen program bimbingan dan
konseling komprehensif, ekspektasi pelaksanaan bimbingan dan konseling komprehensif, dan ciri-ciri
program bimbingan dan konseling komprehensif. Bimbingan konseling merupakan wadah yang sangat
vital di sekolah. Secara khusus, bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat
mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karier. Konselor
menerapkan bimbingan dan konseling komperhensif untuk membantu siswa mencapai perkembangan diri
yang optimal, agar siswa, stake holder, dan orang tua memahami peran bimbingan dan konseling untuk
membantu memandirikan siswa.
Key Words: Bimbingan dan Konseling Komprehensif, Konselor
Ironisnya, terdapat dua hal miris yang
Pendahuluan
menjadi
Dalam sistem pendidikan sekolah,
masalah
utama
pelaksanaan
terdapat tiga pilar utama yang menopang
bimbingan dan konseling seperti hasil
keberhasilan sistem pendidikan tersebut,
pengamatan
yaitu administrasi supervisi, pengajaran, dan
Bimbingan dan Konseling di banyak sekolah
bimbingan dan konseling. Ketiga pilar
tidak
tersebut memiliki penanggung jawabnya
layanan bimbingan klasikal. Bimbingan
masing-masing,
dalam
klasikal hanya dapat dilakukan bila ada guru
pelaksanaannya semua stake holder yang
mata pelajaran tertentu yang berhalangan
ada
membahu
hadir atau dengan ‗suka rela‘ memberikan
melaksanakannya. Bimbingan dan konseling
jam pelajaran kepada konselor sekolah
sebagai salah satu pilar tersebut juga
untuk
memiliki penanggung jawab yaitu konselor,
Bimbingan klasikal untuk siswa kelas IX
akan
diperlukan
atau XII di banyak sekolah ditiadakan
kerjasama dengan berbagai pihak agar
dengan alasan, persiapan Ujian Nasional di
pelaksanaan bimbingan dan konseling yang
tahun terakhir masa studi SMP dan SMA
memandirikan bagi siswa bisa berjalan
amat penting. Selama in sekolah lebih
dengan baik.
memusatkan
disekolah
tetapi
namun
harus
bahu
pelaksanaannya
yang
mendapatkan
bimbingan
286
jam
Pertama
khusus
kelompok
pengembangan
akademis-kognitif,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dilakukan.
untuk
klasikal.
kompetensi
peniadaan
jam
ISSN 2502-8723
bimbingan kelompok klasikal adalah bentuk
hanya menyalahkan konselor saat ada siswa
nyata pemusatan perhatian sekolah hanya
yang dinilai masih bandel di kelas. Pada
pada
Penentu
kasus lain, terdapat konselor yang kerjanya
kebijakan pendidikan di tingkat sekolah
hanya duduk-duduk di kantor atau di kantin
memahami BK hanya berupa konseling saja
sekolah karena konselor tersebut pusing
dan terutama berfungi dalam mengatasi
mengurusi siswa satu sekolah sendirian.
persoalan-persoalan siswa.
Atau konselor yang harus pontang panting
aspek
bagian
akademik
dari
saja.
sekolah
BK sebagai
belum
dapat
mengurusi semua kebutuhan siswa mulai
membuktikan unjuk kerja yang berkualitas.
bimbingan klasikal, konseling individu,
Tiadanya program BK berkualitas yang
home visit, dan membantu pendaftaran
sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa,
masuk perguruan tinggi bagi siswa kelas
pengelola sekolah, dan stake holder lain
XII. Sehingga terlihat jelas bahwa pelayanan
sulit memberi kepercayaan kepada BK.
bimbingan dan konseling yang dilakukan
Kebijakan
oleh konselor kurang berdampak positif bagi
meniadakan
klasikal
jam
bimbingan
mengakibatkan
fungsi
developmental, fungsi
pemeliharaan
siswa.
pencegahan, dan
BK
dalam
Kedua hal diatas sudah berjalan sangat
aspek
lama sekali, maka diperlukan keseriusan dari
perkembangan personal, edukasional, dan
konselor untuk menjalankan tugas dengan
karier tidak dapat dijalankan secara utuh.
sebaik-baiknya secara komperhensif, dengan
Ketidakmengertian
tujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
dan
prasangka
administrator sekolah bahwa BK dianggap
membantu
membuang-buang
memberikan
waktu
sumbangan
perkembangan
siswa
kemandirian
siswa.
Maka
dan
tidak
dibutuhkan gambaran utuh bimbingan dan
berarti
bagi
konseling yang dapat dijadikan pedoman
mengakibatkan
bagi
sulitnya memperoleh dukungan sekolah
konselor
untuk
membantu
perkembangan siswa.
terhadap program BK.
Kedua, banyak terjadi dilapangan
KOMPONEN PROGRAM BIMBINGAN
bahwa bimbingan dan konseling hanya
DAN KONSELING KOMPREHENSIF
dilakukan oleh konselor saja tanpa ada
1. Pelayanan Dasar atau Guidance
kerjasama
dengan
pihak
lain.
Dari
Curriculum
pengamatan dilapangan, acap kali sekolah
Menurut
Depdiknas
dasar
yaitu
―Proses
hanya memiliki satu orang konselor untuk
(2007),pelayanan
melayani 450 siswa, pun demikian tidak ada
pemberian bantuan kepada seluruh konseli
guru lain yang terlibat untuk membantu dan
melalui kegiatan penyiapan pengalaman
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
287
ISSN 2502-8723
terstruktur secara klasikal atau kelompok
pencapaian
yang disajikan secara sistematis dalam
(Depdiknas, 2007). Tujuan dari pelayanan
rangka mengembangkan perilaku jangka
responsif ini yaitu membantu konseli agar
panjang sesuai dengan tugas perkembangan
dapat
yang
memecahkan masalah yang dialaminya atau
diperlukan
kemampuan
dalam
memilih
pengembangan
dan
mengambil
tugas-tugas
memenuhi
membantu
perkembangan
kebutuhannya
konseli
yang
dan
mengalami
keputusan dalam menjalani kehidupannya‖.
hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-
Layanan
tugas
dasar
ini
bertujuan
membantu
konseli
perkembangan
yang
normal,
mental
sehat,
dan
yang
untuk
memperoleh
perkembangannya.
Depdiknas
memiliki
(2007)
Lebih
lanjut
menyatakan
tujuan
pelayanan ini dapat juga dikemukakan
memperoleh
sebagai
upaya
untuk
mengintervensi
keterampilan dasar hidupnya, mencapai
masalah-masalah atau kepedulian pribadi
tugas-tugas perkembangannya. Secara lebih
konseli yang muncul segera dan dirasakan
rinci, tujuan tersebut bisa dijabarkan sebagai
saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-
berikut:
pribadi,
Tujuan pelayanan ini dapat
dirumuskan sebagai upaya untuk
membantu konseli agar memiliki
kesadaran (pemahaman) tentang
diri
dan
lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, sosial
budaya dan agama), mampu
mengembangkan
keterampilan
untuk mengidentifikasi tanggung
jawab atau seperangkat tingkah
laku yang layak bagi penyesuaian
diri
dengan
lingkungannya,
mampu
menangani
atau
memenuhi
kebutuhan
dan
masalahnya,
dan
mampu
mengembangkan dirinya dalam
rangka mencapai tujuan hidupnya
(Depdiknas, 2007).
2. Layanan Responsif
pengembangan pendidikan.
Pelayanan
dan
atau
masalah
3. Perencanaan Individual
Perencanaan
individual
diartikan
sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang
berkaitan dengan perencanaan masa depan
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan
kekurangan dirinya, serta pemahaman akan
peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya
(Depdiknas,
2007).
Pemahaman konseli dan karakteristiknya
secara mendalam, penafsiran hasil asesmen,
dan penyediaan informasi yang akurat sesuai
diartikan
dengan peluang dan potensi yang dimiliki
sebagai pemberian bantuan kepada konseli
konseli amat diperlukan sehingga konseli
yang menghadapi kebutuhan dan masalah
mampu memilih dan mengambil keputusan
yang
yang
memerlukan
responsif
karir,
pertolongan
dengan
tepat
di
dalam
segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat
potensinya
menimbulkan
keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli.
gangguan
dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
proses
288
secara
mengembangkan
optimal,
termasuk
ISSN 2502-8723
Tujuan perencanaan individual ini dapat
Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini
dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi
meliputi
konseli untuk merencanakan, memonitor,
(networking), kegiatan manajemen, riset,
dan mengelola rencana pendidikan, karir,
dan pengembangan.
dan
pengembangan
dirinya
sosial-pribadi
sendiri.Melalui
pengembangan
jejaring
oleh
pelayanan
EKSPEKTASI PELAKSANAAN
perencanaan individual, konseli diharapkan
BIMBINGAN DAN KONSELING
dapat:
KOMPREHENSIF
(1)
mempersiapkan
mengikuti
diri
pendidikan
untuk
lanjutan,
Program BK Komprehensif bersifat
merencanakan karir, dan mengembangkan
sistemik yang mana program BK dirancang
kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan
untuk menjangkau berbagai pihak, mulai
atas pengetahuan akan dirinya, informasi
dari
tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan
kelompok, komunitas sekolah, keluarga,
masyarakatnya, (2) menganalisis kekuatan
komunitas, dan masyarakat. Pendekatan
dan
rangka
sistemik dalam program BK komprehensif
pencapaian tujuannya, (3) mengukur tingkat
menempatkan individu sebagai pusat sistem
pencapaian tujuan dirinya, (4) mengambil
dan menciptakan hubungan antar subsistem
keputusan yang merefleksikan perencanaan
yang
dirinya (Depdiknas, 2007).
perkembangan
4. Dukungan Sistem
keluarga,
kelemahan
dirinya
Dukungan
komponen
dalam
system
pelayanan
merupakan
dan
siswa
sebagai
mempengaruhi
positif
komunitas,
individu
individu
ke
seperti
dan
maupun
arah
sekolah,
masyarakat
(Erford, 2004).
kegiatan
Sifat
sistemik
Program
BK
manajemen, tata kerja, infrastruktur, dan
Komprehensif dilaksanakan dengan asesmen
pengembangan
profesional
yang dapat merumuskan kebutuhan siswa
konselor secara berkelanjutan, yang secara
dan stake holder penting lain seperi orang
tidak langsung memberikan bantuan kepada
tua, komunitas sebaya, para guru, dan
konseli
kelancaran
administrator sekolah; layanan BK yang
perkembangan konseli. Menurut Depdiknas
menjangkau siswa dan stake holder lain
(2007) program ini memberikan dukungan
yang relevan seperti orang tua, komunitas
kepada
asal siswa, komunitas sebaya, para guru, dan
kemampuan
atau
memfasilitasi
konselor
dalam
penyelenggaraan
memper-lancar
diatas.
masyarakat sekolah secara umum; program
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya
BK Sistemik dapat melibatkan stake holder
adalah
tidak saja sebagai penerima layanan, tetapi
untuk
pelayanan
memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
juga
289
sebagai
rekanan
dalam
memberi
ISSN 2502-8723
layanan yang relevan, misalnya, dalam
b. Pelayanan Orientasi
rangka menciptakan lingkungan keluarga
Pelayanan
ini
merupakan
suatu
asal yang sehat dan kondusif bagi tumbuh
kegiatan yang memungkinkan peserta didik
kembang siswa, komite sekolah dapat
dapat memahami dan menyesuaikan diri
terlibat
kegiatan
dengan
evaluasi
lingkungan
dalam
pendidikan
mengorganisir
keorangtuaan
dan
lingkungan
baru,
terutama
Sekolah/Madrasah,
atau
untuk
proses, hasil (result), dan dampak (outcome,
mempermudah
memperlancar
impact) yang menjangkau siswa dan stake
berperannya mereka di lingkungan baru
holder tersebut di atas.
tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya
dilaksanakan pada awal program pelajaran
baru.
1. Layanan Dasar atau Kurikulum
pelayanan
Sekolah/Madrasah
Bimbingan
Menurut
Materi
Gysbers
biasanya
di
mencakup
Handerson
organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-
(2007) kurikulum bimbingan ibarat sebuah
guru, kurikulum, program bimbingan dan
kendaraan
materi
konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas
bimbingan kepada semua siswa dengan cara
atau sarana prasarana, dan tata tertib
sistematis. Layanan dasar dapat diberikan
Sekolah/Madrasah.
secara
c. Pelayanan Informasi
untuk
klasikal
&
orientasi
mengadirkan
atau
kelompok.
Fokus
perilaku yang dikembangkan menyangkut
Yaitu pemberian informasi tentang
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan
berbagai hal yang dipandang bermanfaat
karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya
bagi peserta didik. melalui komunikasi
membantu konseli dalam mencapai tugas-
langsung, maupun tidak langsung melalui
tugas perkembangannya.
media cetak maupun elektronik, seperti:
a. Bimbingan Kelas
buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet.
Program yang dirancang menuntut
d. Bimbingan Kelompok
konselor untuk melakukan kontak langsung
Konselor
memberikan
pelayanan
dengan para peserta didik di kelas. Secara
bimbingan kepada peserta didik melalui
terjadwal, konselor memberikan pelayanan
kelompok-kelompok kecil (5-10 orang).
bimbingan
didik.
Bimbingan ini ditujukan untuk merespon
Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa
kebutuhan dan minat para peserta didik.
diskusi kelas atau brain storming (curah
Topik yang didiskusikan dalam bimbingan
pendapat).
kelompok ini, adalah masalah yang bersifat
kepada
para
peserta
umum (common problem) dan tidak rahasia,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
290
ISSN 2502-8723
seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-
Kegiatan yang bisa dilaksanakan
kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
dalam memberikan pelayanan responsif
e. Pelayanan Pengumpulan
antara lain:
Data/Apraisal/Aplikasi Instrumentasi
Merupakan
untuk
Pemberian pelayanan konseling ini
mengumpulkan data atau informasi tentang
ditujukan untuk membantu peserta didik
pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta
yang
didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan
hambatan
dengan berbagai instrumen tes atau non tes.
perkembangannya.
2. Layanan Responsif
b. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Menurut
(2007)
bagian
kegiatan
a. Konseling Individual dan Kelompok
Gysbers
&
dari
dalam
kesulitan,
mengalami
mencapai
tugas-tugas
Handerson
Apabila konselor merasa kurang
merupakan
memiliki kemampuan untuk menangani
layanan responsif
penting
mengalami
bimbingan
dan
masalah
konseli,
maka
sebaiknya
dia
konseling komprehensif karena kebutuhan
mereferal atau mengalihtangankan konseli
untuk
respon/pertolongan
kepada pihak lain yang lebih berwenang,
kepada siswa secara langsung dan seketika
seperti psikolog, psikiater, dokter, dan
itu berdasarkan kebutuhan siswa, kegiatan
kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal
yang
adalah mereka yang memiliki masalah,
memberikan
bisa
individual,
dilakukan
yaitu
konseling
krisis,
konseling
referal,
seperti
depresi,
konsultasi dengan orang tua, guru atau
(kriminalitas),
profesi lain.
penyakit kronis.
Menurut Depdiknas (2007)―Fokus
tindak
kecanduan
kejahatan
narkoba,
dan
c. Kolaborasi dengan Guru Mata
pelayanan responsif bergantung kepada
Pelajaran atau Wali Kelas
masalah atau kebutuhan konseli. Masalah
Konselor berkolaborasi dengan guru
dan kebutuhan konseli berkaitan dengan
dan wali kelas dalam rangka memperoleh
keinginan untuk memahami sesuatu hal
informasi tentang peserta didik (seperti
karena
bagi
prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya),
positif‖.
membantu memecahkan masalah peserta
Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk
didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek
memperoleh informasi antara lain tentang
bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru
pilihan karir dan program studi, sumber-
mata pelajaran.
sumber belajar, bahaya obat terlarang,
d. Kolaborasi dengan Orang tua
dipandang
perkembangan
dirinya
penting
secara
minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Konselor perlu melakukan kerjasama
dengan para orang tua peserta didik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
291
ISSN 2502-8723
Kerjasama
ini
penting
agar
proses
kemudahan
dan
komitmen
bagi
bimbingan terhadap peserta didik tidak
terentaskannya permasalahan peserta didik
hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah,
itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat
tetapi juga oleh orang tua di rumah.
terbatas dan tertutup.
e. Kolaborasi dengan pihak-pihak
i. Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh
terkait di luar Sekolah/Madrasah
Yaitu
berkaitan
Sekolah/Madrasah
dengan
untuk
upaya
data atau keterangan tentang peserta didik
menjalin
tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya
kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat
menggentaskan
masalahnya,
yang dipandang relevan dengan peningkatan
kunjungan ke rumahnya.
mutu pelayanan bimbingan.
3. Perencanaan Individual
Menurut
f. Konsultasi
Konselor
menerima
Gysbers
&
melalui
Handerson
pelayanan
(2007)
perencanaan
konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak
bagian
dari
pimpinan Sekolah/Madrasah yang terkait
komprehensif karena peningkatan kebutuhan
dengan
upaya
membangun
kesamaan
dari semua siswa untuk merencanakanan
persepsi
dalam
memberikan
bimbingan
secara sistematis, memonitor, dan mengelola
kepada para peserta didik, menciptakan
perkembangannya dan untuk mengambil
lingkungan
keputusan berikutnya tentang kehidupan,
Sekolah/Madrasah
yang
kondusif bagi perkembangan peserta didik,
melakukan
referal,
dan
individual
bimbingan
dan
menjadi
konseling
pendidikan, dan karier.
meningkatkan
Untuk melaksanakan perencanaan
kualitas program bimbingan dan konseling.
individual,
aktivitas
dan
prosedur
g. Bimbingan Teman Sebaya
sepenuhnya digunakan untuk memfasilitasi
Bimbingan teman sebaya ini adalah
siswa dalam memahami dan secara berkala
bimbingan yang dilakukan oleh peserta
memantau perkembangannya. Siswa diajak
didik terhadap peserta didik yang lainnya.
untuk berkomitmen dengan tujuan, nilai,
Peserta didik yang menjadi pembimbing
kemampuan, perilaku, dan kegemaran, dan
sebelumnya
kompetensi
diberikan
latihan
atau
mereka,
sehingga
mereka
pembinaan oleh konselor.
melanjutkan perkembangan pendidikannya.
h. Konferensi Kasus
Konselor menjadi ―ahli pengembangan dan
penempatan‖.
Yaitu kegiatan untuk membahas
permasalahan peserta didik dalam suatu
dilaksanakan
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak
membantu
yang
dapat
memberikan
Perencanaan
dengan
siswa
untuk
individual
kegiatan
yang
merencanakan,
keterangan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
292
ISSN 2502-8723
memonitor, dan mengelola perkembangan
sistem. Itulah mengapa dukungan sistem
belajar dan karir mereka.
menjadi
Fokus
pelayanan
individual
berkaitan
perencanaan
erat
komponen
utama.
Namun
seringkali hal ini terlupakan dan dipandang
dengan
sebelah mata, padahal sangat penting untuk
pengembangan aspek akademik, karir, dan
menunjang
sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
tersebut
a. Pengembangan Jejaring (networking)
antara
lain
mencakup
pengembangan aspek akademik meliputi
memanfaatkan
keterampilan
tiga
komponen
lainnya.
Pengembangan jejaring menyangkut
belajar,
kegiatan konselor yang meliputi konsultasi
melakukan pemilihan pendidikan lanjutan
dengan
atau pilihan jurusan, memilih kursus atau
program kerjasama dengan orang tua atau
pelajaran
masyarakat,
tambahan
yang
tepat,
dan
guru-guru,
menyelenggarakan
berpartisipasi
dalam
memahami nilai belajar sepanjang hayat;
merencanakan dan melaksanakan kegiatan-
karir
peluang-
kegiatan Sekolah/Madrasah, bekerjasama
latihan-
dengan personel Sekolah/Madrasah lainnya
meliputi
peluang
mengeksplorasi
karir,
mengeksplorasi
latihan pekerjaan, memahami kebutuhan
dalam
untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan
Sekolah/Madrasah
sosial-pribadi
perkembangan
meliputi
pengembangan
rangka
menciptakan
yang
lingkungan
kondusif
konseli,
bagi
melakukan
konsep diri yang positif, dan pengembangan
penelitian tentang masalah-masalah yang
keterampilan sosial yang efektif.
berkaitan
4. Dukungan Sistem
konseling, dan melakukan kerjasama atau
Untuk
memberikan
erat
dengan
bimbingan
dan
pelayanan
kolaborasi dengan ahli lain yang terkait
bimbingan yang prima dan efektif mengikuti
dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
perkembangan jaman, diperlukan aktivitas
b. Kegiatan Manajemen
pendukung seperti pengemngan kemampuan
konselor,
riset,
kurikulum.
dan
Dukungan
Kegiatan
pengembangan
berbagai
sistem
memelihara,
juga
manajemen
upaya
dan
untuk
merupakan
memantapkan,
meningkatkan
mutu
memfasilitasi kebutuhan bimbingan dari
program bimbingan dan konseling melalui
program
kegiatan-kegiatan
sekolah
yang
lain
untuk
menciptakan iklim saling membantu dalam
program,
mensukseskan sitem pendidikan sekolah.
pemanfaatan
Administrasi
program
bimbingan
komprehensif
dan
manajemen
(2)
pengembangan
(1)
pengembangan
pengembangan
sumber
daya,
penataan
staf,
(3)
dan
(4)
kebijakan.
dan
konseling
Dalamhalpengembangan
membutuhkan
dukungan
konselor secara terus menerus berusaha
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
293
profesionalitas,
ISSN 2502-8723
untuk memutakhirkan pengetahuan dan
konseling tidak mungkin akan terselenggara,
keterampilannya
in-service
dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem
training, (b) aktif dalam organisasi profesi,
pengelolaan (manajemen) yang bermutu,
(c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah;
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis,
seperti seminar dan workshop (lokakarya),
dan terarah. Gysbers & Handerson (2007)
atau (d) melanjutkan studi ke program yang
dukungan sitem juga termasuk kegiatan-
lebih
kegiatan yang dapat mendukung program
tinggi
Konsultasi
melalui
(a)
(Pascasarjana).
dan
Pemberian
Berkolaborasi,
konselor
sekolah
lainnya,
seperti
membantu
perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi
menjelaskan hasil tes IQ kepada guru dan
dengan
orang tua dan membantu waka kurikulum
guru,
Sekolah/Madrasah
orang
tua,
staf
lainnya,
dan
pihak
menjelaskan
kelebihan
dan
kekurangan
Madrasah
siswa sebagai bahan penyusunan KTSP.‖
(pemerintah, dan swasta) untuk memper-
Namun perlu diperhatikan porsinya, karena
oleh informasi, dan umpan balik tentang
tugas utama konselor adalah pada ketiga
pelayanan bantuan yang telah diberikannya
komponen
kepada
komprehensif
institusi
di
luar
para
lingkungan
kondusif
konseli,
menciptakan
Sekolah/Madrasah
bagi
melakukan
Sekolah/
perkembangan
referal,
serta
yang
bimbingan
lain.
dan
konseling
Empat
komponen
tersebut harus dilaksanakan dengan proposi
konseli,
tertentu,
meningkatkan
sesuai
masing-masing.
keadaan
pada
sekolah
Berikut
ini
proporsi
kualitas program bimbingan dan konseling.
perhatian
Dengan kata lain strategi ini berkaitan
dialokasikan
dengan upaya Sekolah/ Madrasah untuk
komponen-komponen program bimbingan
menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
dan
masyarakat yang dipandang relevan dengan
rekomendasikan oleh CSCA (2000).
peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
Tabel 1.1. Komponen Program
Jalinan kerjasama ini seperti dengan instansi
BimbingandanKonselingKomprehensif di
pemerintah,
instansi
swasta,
organisasi
tertentu
yang
terkait,
seperti
psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua
konseli, MGBK, dan Depnaker dalam
rangka
analisis
pekerjaan.
bursa
kerja/lapangan
DalamManajemen
Program,
suatu program pelayanan bimbingan dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
waktu
yang
untuk
Konseling
harus
implementasi
komprehensif
yang
SD, SMP, dan SMA
profesi, seperti ABKIN, para ahli dalam
bidang
dan
294
Komponen
Program
Layanan
Dasar
Perencanaan
Individu
SD
SMP
SMA
35-45
%
10-30
%
25-35
%
15-25
%
15-25
%
25-35
%
Layanan
Responsif
Dukungan
Sistem
30-40
%
10-15
%
30-40
%
10-15
%
25-35
%
10-15
%
ISSN 2502-8723
CIRI-CIRI PROGRAM BIMBINGAN
kelompok,
DAN KONSELING KOMPERHENSIF
muncul dalam konseling dan direkam
1. Pengelolaan Program BK dilakukan
secara memadai.
dengan serius dan berkualitas. Seluruh
langkah
manajemen
perencanaan,
persoalan-persoalan
3. Pelayanan
(asesmen,
BK
kebutuhan
yang
memenuhi
beragam
dengan
berbagai
siswa
pengorganisasian,
pendekatan, metode, dan jenis layanan
pelaksanaan layanan inti dan pendukung,
yang beragam. Ragam bentuk layanan
dan
dengan
BK dan isi layanan BK dilakukan sesuai
melibatkan siswa dan semua stake
dengan kebutuhan dan keadaan nyata
holder yang relevan. Siklus Asesmen,
peserta didik.
evaluasi)
perencanaan,
dilaksanakan
pengorganisasian,
dan
4. Program BK memberi perhatian yang
evaluasi adalah motor penggerak bagi
seimbang
pelaksanaan layanan inti dan layanan
developmental,
pendukung
perseveratif
BK.
Tanpa
pengelolaan
pada
fungsi
kuratif,
preventif,
(CSCA,
dan
2000).
program BK semacam ini, layanan BK
Keseimbangan
hanya akan menjadi aksi ‗spontan‘ untuk
fungsi
mengatasi persoalan yang terus menerus
perencanaan yang serius dan matang
bermunculan,
pelayanan
berdasarkan kebutuhan riil peserta didik
Bimbingan dan Konseling tidak dapat
yang diramu menjadi program yang
memberi
aplikaitif dan implementasi program BK
dukungan
perkembangan
optimal
sehingga
optimal
peserta
Schmidt
didik
(dalam
bagi
secara
Santohadi,
5. Layanan
ini
membutuhkan
dalam
BK
Komprehensif
dirancang secara berurutan dan fleksibel.
2. Isi layanan BK mencakup 4 ragam
belajar)
BK
keempat
yang serius dan berkualitas.
2007).
bimbingan
pelaksanaan
(personal,
tersedia
sosial,
secara
Urut-urutan proses bimbingan dengan
karier,
materi tertentu adalah implikasi dari
lengkap.
prinsip perkembangan manusia. Program
Layanan dalam empat ragam bimbingan
tersebut
dapat
tersebut diselenggarakan bagi siswa dan
dimodifikasi
stake holder lain sesuai kebutuhan.
aktual perkembangan siswa dari waktu
Keseimbangan perhatian pada empat
ke waktu.
sesuai
dengan
leluasa
dengan
kondisi
ragam bimbingan ini akan dengan
6. Program BK harus dapat memenuhi
mudah diperiksa dengan meninjau tujuan
semua kebutuhan semua konseli dan
program
semua orang
BK,
materi-materi
yang
dikelola melalui layanan bimbingan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang signifikan bagi
konseli yang berperan penting bagi
295
ISSN 2502-8723
perkembangan
mereka.
Kelompok
sekolah didahulukan sebab kegiatan ini
sasaran Program BK dalam hal ini tidak
sangat
strategis
dalam
menciptakan
hanya siswa, tetapi juga orang tua, guru,
iklim yang mendukung pelaksanaan
teman sebaya, dan masyarakat umum.
program BK sepanjang tahun ajaran.
Mereka menerima berbagai layanan
seperti konsultasi, layanan konseling
KESIMPULAN DAN SARAN
individual, dan bimbingan kelompok.
Tiadanya program BK berkualitas
Pemberian layanan BK bagi stake holder
selama ini yang sesuai yang sesuai dengan
tersebut diharapkan dapat menciptakan
kebutuhan,
lingkungan yang mendukung tumbuh
sekolah, dan stake holder lain sulit memberi
kembang peserta didik yang lebih luas
kepercayaan kepada BK. BK selama ini
(CSCA, 2000).
dianggap
membuat
sebagai
siswa,
guru
pengelola
yang
hanya
7. Pelayanan Bimbingan dan Konseling
memajang daftar aktivitas dapat mengacu
melibatkan banyak unsur yang mampu
pada pola 17 atau pola-pola yang lain, tetapi
membantu perkembangan siswa secara
tidak menonjolkan isi yang akan ‗digarap‘,
utuh dalam kerja kolaboratif. Pihak-
untuk mengembangkan aspek afektif, nilai,
pihak yang terlibat dalam bimbingan dan
sikap, dan perilaku positif siswa. Pola 17
Konseling misalnya konselor, guru-
yang
konselor, peer counselor, guru, tenaga
sebenarnya hanyalah ‗bungkus‘ yang belum
medis, prikolog, psikiater, pekerja sosial,
menampakkan ‗isi‘. Ketidakmampuan BK di
forum orang tua, orang tua secara
sekolah membuktikan unjuk kerja yang
pribadi, dan praktisi.
berkualitas
8. Alasan mendasar pentingnya Program
sering
dipajang
dan
di
ruang
ketidak
BK
percayaan
administrator dan seluruh staff kependidikan
BK Komprehensif adalah agar layanan
di sekolah.
BK di sekolah memberi dampak positif
Diperlukan bimbingan dan konseling
bagi peserta didik dan pihak-pihak lain
komperhensif untuk menunjukkan unjuk
yang juga dilayani. Layanan BK bisa
kerja konselor sekolah yang utuh dan
saja terjadi secara insidental tanpa
mampu
direncanakan, tetapi BK yang insidental
perkembangan
tidak
melaksanakan perencanaan program yang
dapat
menjamin
munculnya
menghantarkan
diri
kebutuhan
siswa
menuju
optimum
dengan
dampak positif dalam diri peserta didik
sesuai
siswa,
implementasi
secara optimal.
program dengan melibatkan seluruh siswa,
9. Sosialisasi program BK kepada seluruh
stake holder sekolah, dan orang tua, bukan
warga masyarakat sekolah dan luar
hanya sebagai sasaran tetapi juga sebagai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
296
ISSN 2502-8723
pelaksana
program
bimbingan
Theories, Programs & Practices.
Austin: CAPS Press.
Gysbers, N.C &Henderson, P. 2007.
Comprehensive Guidance
Programs That Work II.
Alexandria: ACA.
dan
konseling, dan evaluasi program sebagai
wujud
akuntabilitas
konseling
bimbingan
membantu
siswa
dan
mencapai
perkembangan optimal.
Santoadi, F. 2007. Profil Manajemen
Bimbingan dan Konseling Sekolah
Menengah Atas (SMA) Rekanan
Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata
Dharma (Prodi BK USD) di
Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2006.Widya Dharma, Vol.
17, No. 2, April 2007. 149-175.
ABKIN sebagai organisasi profesi
diharapkan merangkul pemerintah dalam hal
ini dinas pendidikan kabupaten/kota untuk
meningkatkan pemahaman konselor tentang
pelaksanaan
bimbingan
konseling
komprehensifABKIN merangkul pemerintah
dalam
hal
ini
dinas
pendidikan
kabupaten/kota untuk menambah wawasan
pengawas sekolah dan kepala sekolah
tentang hakikat dan prinsip manajemen BK
Komprehensif,
pentingnya
kebijakan
pendidikan di sekolah yang mendukung
implementasi program BK komprehensif
dan pendidikan yang utuh. Penambahan
wawasan ini diharapkan dapat memicu
terciptanya iklim sekolah yang kondusif
bagi
implementasi
program
BK
yang
komprehensif yang melayani semua siswa
secara maksimal.
DAFTAR RUJUKAN
Connecticut Comprehensive School
Counseling Program. 2000.
(Online), (http://csca.org), diakses
15 September 2015.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007.
Rambu-Rambu pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling dalam
jalur Pendidikan Formal. Jakarta:
Ditjen PMPTK.
Erford, B.T 2004. Professional School
Counseling A Handbook of
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
297
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
KESELARASAN KURIKULUM SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
DENGAN KEBUTUHAN DU/DI
Nurmalita Kurnia Dewi, Muladi, Isnandar, Riana Nurmalasari
Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang No 5 Malang
[email protected]
Abstrak: Fakta yang ada saat ini banyak lulusan SMK yang tidak terserap kerja karena kompetensi yang dimiliki
siswa tidak sesuai dengan kebutuhan pasar di perusahaan-perusahaan yang ada di daerah setempat. Banyaknya
siswa yang menganggur dimungkinkan disebabkan tidak relevan antara kompetensi siswa SMK dengan
kebutuhan industri. Hal lain disebabkan banyak dalam pembuatan kurikulum yang dibuat pada tahun
sebelumnya dipakai secara terus menerus tanpa komunikasi dengan dunia industri, dan tanpa mengalami
perubahan kurikulum yang disesuaikan dengan kemajuan industri. Hal itu menunjukkan bahwa diperlukan proses
pengelolaan pada jenjang SMK yang dapat memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Perlu
adanya sinkronisasi segera antara sistem pendidikan, dan ketenagakerjaan nasional.
Kata Kunci: Kurikulum, Kebutuhan DU/DI.
Abstract: Nowadays there is fact that a lot of SMK graduates not absorbed to work because the competence of the
student are not in accordance with the companies need that are in local area. The number of students who are
unemployed is made possible due to irrelevant between SMK students competence with the industry need. Other
things caused is curriculum that was created in the previous year are used continuously without communication
with industry, and without changing the curriculum tailored to industry progress. It shows that the required
management processes at the level of our SMK can provide solutions in solving the problem of unemployment.
Need for synchronization immediately between the education system, and national employment.
faktor, antara lain input peserta didik,
Pendahuluan
Sekolah
(SMK)
Menengah
bertujuan
kurikulum,
Kejuruan
menyiapkan
kependidikan,
lulusan
pendidik
dan
tenaga
sarana
prasarana,
dana,
untuk melanjutkan kejenjang pendidikan
manajemen, dan lingkungan, yang saling
yang
memiliki
terkait datu sama lain. Apabila mutu
keunggulan kompetensi untuk memasuki
lulusannya baik, dapat diprediksi bahwa
lapangan pekerjaan tingkat menengah di
mutu kegiatan belajar mengajarnya juga
Dunia
baik, input siswa,
lebih
tinggi
Usaha/Industri
SISDIKNAS
No.20
dan
(DU/DI)
(UU
tenaga
Th. 2003). Mutu
kompetensi pendidik,
kependidikan,
dana,
sarana
prasarana,
lulusan smk dipengaruhi oleh mutu kegiatan
pengelolaan
belajar mengajar, sedangkan mutu kegiatan
lingkungan memadai. Akan tetapi dari
belajar mengajar ditentukan oleh berbagai
berbagai
faktor
manajemen,
tersebut,
dan
kurikulum
mempunyai kedudukan yang sangat strategis
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
298
ISSN 2502-8723
dalam seluruh proses pendidikan. artinya
teknologi informasi sendiri. Selain itu
kurikulum merupakan ciri utama pendidikan
dampak sampingan lainnya perkembangan
di sekolah. Kurikulum mengarahkan segala
ini telah meningkatkan peluang investasi
bentuk
dan penyerapan tenaga kerja di bidang
aktivitas
pendidikan
demi
tercapainya tujuan pendidikan. Mengingat
teknologi
pentingnya peranan kurikulum di dalam
perkembangan
pendidikan penyusunan kurikulum tidak
komunikasi (TIK) serta penerapannya di
dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan
berbagai bidang, telah membuka peluang
kurikulum membutuhkan landasan-landasan
kerja cukup besar bagi profesional di bidang
yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil
tersebut.
pemikiran dan penelitian yang mendalam.
perusahaan, instansi pemerintah, maupun
Kurikulum mencerminkan hal-hal
yang
dunia pendidikan. Walaupun peluang kerja
menjadi kebutuhan masyarakat atau pemakai
di bidang teknologi informasi ini masih
keluaran sekolah, maka perlu ada kerja
cukup tinggi karena tingginya kebutuhan
sama
dari
antara
pihak
pendidikan dengan
masalah
pelaku
tenaga
dalam
pembenahan
bekerja
masih
seringkali
yang
itu
informasi
dapat
ternyata
bahwa
kerja
Selain
teknologi
Mereka
industri,
pihak luar pendidikan yang dalam hal ini
industri
informasi.
pula
dan
di
terdapat
kompetensi
tersedia
tidaklah
kurikulum. Bidang Teknologi Informasi
memenuhi persyaratan kemampuan teknis
adalah bidang yang akhir-akhir ini semakin
maupun non-teknis.
berkembang dan semakin dibutuhkan oleh
pihak
Industri
di
Indonesia.
Fakta yang ada saat ini banyak
Dengan
lulusan SMK yang tidak terserap kerja
meningkatnya kesadaran dari pihak Industri
karena
akan
informasi
pasar di perusahaan-perusahaan yang ada di
perusahaan, maka secara berkesinambungan
daerah setempat. Hal itu menunjukkan
semakin
yang
bahwa diperlukan proses pengelolaan pada
melaksanakan investasi di bidang Teknologi
jenjang SMK yang dapat memberikan solusi
Informasi
dalam
pentingnya
sistem
banyak
bagi
perusahaan
proses
bisnis
di
tidak
sesuai
dengan kebutuhan
menyelesaikan
masalah
perusahaannya. Contohnya perkembangan
pengangguran. Perlu adanya sinkronisasi
industri Software di Indonesia khususnya
segera
sangatlah strategis, karena terkait dengan
ketenagakerjaan nasional. Hal tersebut perlu
sektor
juga
dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi
memberikan dampak yang luas terhadap
permasalahan terkait lulusan SMK dan
perluasan kesempatan kerja sebagai dampak
dunia kerja.
dari
ekonomi,
peningkatan
dan
atau
selain
itu
antara
sistem
pendidikan,
dan
pengembangan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
299
ISSN 2502-8723
Menurut Jatmoko (2013) banyaknya
Engineer,
Programmer keahlian keras
siswa yang tidak dapat langsung bekerja
(Hard Skill) yang dibutuhkan:
atau menganggur disebabkan dari kurang
•
Pemrograman Java
sesuainya kompetensi siswa SMK dengan
•
Perancangan Database
kebutuhan industri. Hal lain disebabkan
•
Linux
banyak dalam pembuatan kurikulum yang
•
Pemrograman PHP
dibuat pada tahun sebelumnya dipakai
•
Database MY SQL
secara terus menerus tanpa
konsolidasi
•
Penguasaan Algoritma
dengan
mengalami
•
Design Interface
yang disesuaikan
•
Database SQL
•
Database Oracle
•
Perancangan Sistem Informasi
•
Dokumentasi Sistem Informasi
•
Aplikasi Microsoft
tenaga
•
Administrasi Database
memiliki
•
Pemrograman .NET
memenuhi
•
Manajemen Proyek
tuntutan dunia usaha dan dunia insdustri
•
Pemrograman J2EE
dengan perkembangan teknologi yang begitu
•
Adobe
pesat, sehingga SMK sulit untuk bisa
•
Troubleshooting Hardware
mengimbangi
perkembangan
tersebut.
•
Pemrograman C++
Oleh
itu,
mengalami
•
Flash
keterlambatan dalam memenuhi kebutuhan
•
Administrasi Jaringan Komputer
pasar
yang
•
Troubleshooting Jaringan Komputer
dibutuhkan. Permasalahan nyata yang saat
•
Unix
ini adalah tidak selarasnya kurikulum yang
•
Pemrograman VB
ada di SMK dengan kebutuhan Du/Di. Hasil
•
Perancangan Jaringan Komputer
Penelitian dari Tim Penyelarasan Pendidikan
•
Aplikasi Oracle
Dengan Dunia Kerja DU/DImerasa belum
•
Manajemen Dasar
puas terhadap kesesuaian kurikulum SMK
•
Pemrograman C
dengan
•
Pemrograman J2ME
•
Mac OS
•
Pemrograman Delphi
•
Corel
DU/DI,
perubahan
dan
tanpa
kurikulum
dengan kemajuan industri.
PERMASALAHAN
NYATA
DI
LAPANGAN
SMK
sebagai
terampil
tingkat
beberapa
kelemahan
karena
sesuai
pencetak
menengah,
dalam
SMK
dengan
keahlian
perkembangan
industri
(Simanungkalit, 2013).
Dilihat dari kebutuhan DU/DIUntuk
lulusan RPL Kelompok jabatan
Software
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
300
ISSN 2502-8723
•
Cobol
•
Pemrograman C++
•
Pascal
•
Adobe
•
Setup & Instalasi Jaringan Komputer
•
Aplikasi SAP
•
Aplikasi Oracle
•
Manajemen Dasar
Support: Staf Pusat Data dan Informasi,
•
Pascal
Teknisi kebutuhan ketrampilan keras (Hard
•
Pemrograman C
Skill):
•
Manajemen Proyek
•
Windows
•
Assembler
•
Database SQL
•
Pemrograman J2EE
•
Database Oracle
•
Pemrograman J2ME
•
Pemrograman Java
•
Administrasi Database
Dilihat dari kebutuhan DU/DIbanyak
•
Perancangan Database
kompetensi yang tidak diajarkan di sekolah,
•
Linux
seperti database oracle banyak digunakan di
•
Database MY SQL
perusahaan,
•
Administrasi Jaringan Komputer
diajarkan database mySQL.
•
Troubleshooting Hardware
•
Penguasaan Algoritma
sudah
•
Pemrograman VB
dalam butir-butir berikut: (1) lulusan masih
•
Pemrograman .NET
kurang mampu menangkap requirement,
•
Pemrograman PHP
kurang
•
Aplikasi Microsoft
informasi/design, kurang mampu dalam
•
Perbaikan Hardware
membaca karakter client dan memilih
•
Perancangan Jaringan Komputer
pendekatan
•
Perancangan Sistem Informasi
memahami dunia bisnis seperti finance,
•
Troubleshooting Jaringan Komputer
accounting; (2) kemampuan ketrampilan
•
Pemrograman Delphi
keras (hard skills) masih harus ditambah,
•
Flash
seperti pelatihan sertifikasi penggunaan
•
Dokumentasi Sistem Informasi
aplikasi dan hardware/network, maupun
•
Design Interface
kemampuan mendokumentasikan; (3) masih
•
Unix
kurang mampu berkomunikasi dengan team
•
Corel
(internal maupun inter-department); (4)
•
Mac OS
masih kurang dalam pengenalan software
Kelompok Jabatan Technical
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
namun
di
sekolah
yang
Kekurangan lulusan SMK TIK yang
301
dipekerjaan
mampu
yang
sekarang
dirangkum
dalam
tepat,
sistem
dan
kurang
ISSN 2502-8723
aplikasi; (5) masih kurang ketrampilan lunak
antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu
seperti daya juang di bawah tekanan,
komponen (1) tujuan; (2) isi/bahan ajar; (3)
kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi,
strategi atau metode; (4) organisasi; (5)
bekerjasama,
dan
evaluasi. Komponen tersebut, baik secara
semangat kerja, kreativitas serta kemampuan
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
verbal; (6) masih kurang dalam sikap yaitu
menjadi
antara lain dalam disiplin, tanggung jawab,
mengembangkan sistem pembelajaran.
ketahanan
mental
integritas, inisiatif, ketekunan, dan motivasi;
dasar
Hasan
utama
(2011)
dalam
upaya
mengelompokkan
(7) masih kurangnya pengetahuan tentang
pengertian kurikulum ke dalam empat
teknologi - teknologi terbaru dari dunia
dimensi, yang saling berhubungan satu sama
Teknologi
lain, yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu
Informasi;
ketrampilan
dalam
(8)
kurangnya
menulis
dan
ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu
mendokumentasikan.
rencana
tertulis,
yang
sebenarnya
merupakan suatu perwujudan dari kurikulum
sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai
KURIKULUM
Pengertian kurikulum sebagaimana
suatu kegiatan/aktivitas, yang sering disebut
tercantum dalam Undang-undang Republik
pula dengan istilah kurikulum sebagai suatu
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
realita atau implementasi kurikulum, yang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
sebenarnya merupakan pelaksanaan dari
bahwa,
dan
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis;
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil, yang
pelajaran serta
merupakan konsekuensi dari kurikulum
"Seperangkat
cara
rencana
yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran
untuk
mencapai
sebagai suatu kegiatan.
tujuan
Menurut
Widyastono
(2014)
pendidikan tertentu". Kurikulum adalah
kedudukan kurikulum dalam pendidikan
seperangkat
pengaturan
adalah (1) seabagai construct yang dibangun
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
untuk mentrasnfer apa yang sudah terjadi di
serta cara yang digunakan sebagai pedoman
masa lalu kepada generasi berikutnya untuk
penyelenggaraan
pembelajaran
dilestarikan, diteruskan, atau dikembangkan;
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(2) jawaban untuk menyelesaikan berbagai
(BSNP, 2006:5).
masalah sosial yang berkenaan dengan
rencana
Menurut
kurikulum
dan
kegiatan
Hidayat
merupakan
(2013:51)
suatu
pendidikan
;
(3)
untuk
membangun
sistem,
kehidupan masa depan dimana kehidupan
memiliki komponen yang saling berkaitan
masa lalu, masa sekarang, dan berbagau
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
302
ISSN 2502-8723
rencana pengembangan dan pembangunan
berisi
bangsa
menentukan ke mana peserta didik akan
dijadikan
dasar
untuk
mengembangkan kehidupan masa depan; (4)
rumusan
tentang
tujuan
yang
dibawa dan diarahkan.
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran
untuk
mencapai
tujuan
PENGEMBANGAN KURIKULUM
pendidikan tertentu.
Sejak Indonesia merdeka kurikulum
Substansi dari pendidikan kejuruan
harus
menampilkan
telah mengalamai beberapa kali perubahan
karakteristik
secara berturut-turut yaitu pada tahun 1947,
pendidikan kejuruan yang tercermin dalam
tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968, tahun
aspek-aspek yang erat dengan perencanaan
1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 2004,
kurikulum,
tahun 2006 dan yang terbaru kurikulum
yaitu kurikulum
pendidikan
kejuruan telah berorientasi pada proses dan
2013.
hasil atau lulusan. Namun
keberhasilan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
pendidikan kejuruan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
tidak hanya diukur dengan keberhasilan
IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan
pendidikan peserta
bernegara.
utama
kurikulum
didik di sekolah saja,
Dinamika
tersebut
Sebab
merupakan
kurikulum
tetapi juga dengan hasil prestasi kerja dalam
seperangkat
dunia kerja. Finch & Crunkilton (1999:14)
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
mengemukakan
kurikulum
tuntutan dan perubahan yang terjadi di
pendidikan kejuruan berorientasi terhadap
masyarakat. Kurikulum yang dipakai di
proses (pengalaman dan aktivitas dalam
negara kita pada saat ini adalah Kurikulum
lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh
2013(K-13) dan Kurikulum Tingkat Satuan
pengalaman dan aktivitas tersebut pada
Pendidikan (KTSP) namun yang akan
peserta didik).
dibahas kali ini mengenai K-13.
bahwa
Berdasarkan
diatas,
maka
kurikulum
beberapa
dapat
adalah
pendapat
diartikan
pendidikan
Sukmadinata
bahwa
mengelompokkan
perlu
(2009)
prinsip-prinsip
rencana
pengembangan kurikulum secara umum dan
pendidikan dan pedoman penyelenggaraan
khusus. Secara umum meliputi prinsip: (1)
pendidikan
relevansi; (2) fleksibilitas; (3) kontinuitas;
membelajarkan
seperangkat
rencana
sebagai
yang
disiapkan
peserta
didik,
untuk
yang
(4) praktis (efisiensi); dan (5) efektivitas.
didalamnya terdapat tujuan, isi, dan bahan
Khusus untuk SMK acuan untuk
pelajaran guna mencapai tujuan pendidikan
program produktif mengambil dari SKKNI
tertentu.
(Standar
Kedudukan
kurikulum
sangat
strategis dalam proses pendidikan karena
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Indonesia).
303
Kompetensi
Kerja
Nasional
Dengan
demikian
sekolah
ISSN 2502-8723
seharusnya
boleh
kurikulum
mengembangkan
sejauh
mengambil
pendidikan
SKKNI
yang
termasuk
didalamnya
pelatihan perlu didisain sedemikian rupa
tersebut. Tetapi dengan adanya ketentuan
sehingga
spektrum SMK dengan standar kompetensi
permintaan berdasarkan empat dimensi yang
yang
harus diambil maka sebenarnya
sama. Sehingga perlu dilakukan deployment
menjadikan ketidak bebasan sekolah untuk
untuk merancang sistem pendidikan yang
mengambil kompetensi apa yang akan
berkualitas baik dari sisi sarana prasarana,
diajarkan
kepada siswa. Pembenahan
pendidik
kurikulum,
merupakan salah
Ketiga aspek yang perlu di disain ulang
harus
menjadi
perbaikan
fokus
lulusan
satu
yang
dalam rangka
SMK.
dan
tersebut
Namun,
mampu
sistem
dilakukan
setiap
semua unsur
pendidikan lainnya.
sehingga
kebutuhan
pembelajarannya.
pada
setiap
level
pendidikan pada pendidikan formal dan
pembenahan ini harus juga melibatkan
terkait
menjawab
hasilnya
bisa signifikan. Salah satu upaya dalam
jenis
Proses
pelatihan
serta
penyelarasan
aktivitas
tidak
akan
hal pengembangan SMK adalah melalui
berjalan optimal tanpa adanya pihak yang
pengembangan program
yang
berada di tengah sebagai mediasi atau
industri.
penyelaras. Pihak yang diharapkan menjadi
Kompetensi keahlian inilah yang menjadi
penyelaras antara sisi pasokan dan sisi
ujung tombak menciptakan link and match
permintaan harus memiliki komitmen yang
SMK dengan dunia kerja.
kuat untuk mengawal dan memfasilitasi
relevan
dengan
keahlian
kebutuhan
proses penyelarasan melalui optimasi peran
dan fungsi masing‐masing. Penyelarasan
KERANGKA KERJA PENYELARASAN
Penyelarasan
dengan
dilakukan melalui penyediaan kebijakan
dunia kerja dilakukan dengan menyesuaikan
yang mendukung, mekanisme dan prosedur
pola pendidikan dengan permintaan dari
sertifikasi
dunia kerja. Kondisi
permintaan akan
sertifikasi sesuai kebutuhan kompetensi
bervariasi berdasarkan sektor bidang kerja
dunia kerja, program‐program sinergi lintas
(industri barang dan jasa) pada beberapa
kementerian dan institusi, serta konsistensi
sektor lapangan kerja. Disamping itu, juga
dalam menjaga proses penyelarasan ini.
perlu
didasarkan
pendidikan
menetapkan
Pada bulan Mei 2010 Direktur
berdasarkan empat dimensi yaitu kualitas,
Akademik, Ditjen Dikti dan Kemendiknas
kuantitas,
Kondisi
menyusun Kerangka Kualifikasi Nasional
permintaan akan mengendalikan sistem
Indonesia yang selanjutnya disingkat KKNI,
pendidikan
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi
di
dan
sisi
peta
mampu
kondisi
lokasi
pada
yang
waktu.
pasokan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Sistem
304
ISSN 2502-8723
kompetensi yang dapat menyandingkan,
SOLUSI
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara
solusi
bidang pendidikan dan bidang pelatihan
pengembangan
kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
DU/DIharus
pemberian pengakuan kompetensi kerja
membuat payung hukum hubungan SMK
sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai
dengan Du/Di; (3) Dalam pengembangan
sektor. Jenjang kualifikasi adalah tingkatan
kurikulum harus berorientasi masa depan
pencapaian kualifikasi kompetensi yang
dan
disepakati
Adanya pengembangan kurikulum berbasis
secara
nasional,
disusun
berdasarkan ukuran capaian pembelajaran
masalah
yaitu:
kurikulum
dilibatkan;
sesuai
(1)
Dalam
SMK
(2)
perkembangan
pihak
Pemerintah
jaman;
(4)
sekolah dan industri.
(learning outcomes) Capaian pembelajaran
adalah hasil dari proses belajar melalui
KESIMPULAN DAN SARAN
pendidikan formal, nonformal, informal,
Kesimpulan
pelatihan atau pengalaman kerja.
Kurikulum
merupakan
perangkat
KKNI merupakan perwujudan mutu
pendidikan yang dinamis, oleh karena itu
dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan
kurikulum juga harus peka dan sekaligus
sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan
mampu merespon beragam perubahan dan
kerja nasional serta sistem pengakuan
beragam
kompetensi nasional yang dimiliki negara
menginginkan adanya peningkatan kualitas
kesatuan Republik Indonesia.
pendidikan.
tuntutan
Pendidikan
sendiri
KURIKULUM YANG IDEAL
Kurikulum yang ideal seharusnya:
(1)
Berorientasi
potensi
siswa;
perubahan
pada
(2)
tuntutan
kebutuhan
Fleksibel
tidak
adanya
dapat
yang
berdiri
keterkaitan
dan
kesesuainnya dengan DU/DI. Kurikulum
pada
yang ada di sekolah saat ini tidak sesuai
terhadap
dengan kebutuhan DU/DI, dengan begitu
(3)
kurikulum yang ada di SMK perlu dikaji
Melibatkan berbagai nara sumber secara
ulang mengapa banyak siswa yang gagal
terbuka;
antar
saat tes saringan masuk kerja. SKKNI dan
jenjang pendidikan; (5) Realistik untuk
KKNI yang merupakan bagian dari pijakan
dilaksanakan; (6) Futuristik atau berorientasi
kurikulum harus ditinjau ulang.
ke masa depan; (7) Seimbang antara
Saran
(4)
kepentingan
dunia
tanpa
stakeholders
kerja;
Berkesinambungan
nasional
dan
kepentingan
Dalam perancangan kurikulum harus
daerah.
benar-benar matang, tidak boleh dipaksakan
pelaksanaannya apabila belum benar-benar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
305
ISSN 2502-8723
siap diterapkan, agar tidak terjadi masalah
Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan
Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2013.
Simanungkalit, L, N. (2013). Participation
in the World Bussiness and Industry
Expertise on Improving Student of
SMKN 6 Bandung. 2nd International
Seminar on Quality and Affordable
Education (ISQAE), 443-447.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Jakarta: Sinar Grafika.
Widyastono, Herry. 2014. Pengembangan
Kurikulum di Era Otonomi Daerah
dari Kurikulum 2004, 2006, ke
Kurikulum 2013. Jakarta:Bumi Aksara.
lain. Guru sebagai pelaksana akan lebih baik
menggunakan software atau program yang
terbaru (up to date).
SMK
dapat
diarahkan
mengangkat keunggulan
modal
daya
saing
lokal
untuk
sebagai
bangsa. Kurikulum
SMK sangat memungkinkan untuk
dikembangkan
sesuai
dengan
potensi
wilayah dan lapangan kerja. Pengembangan
Kurikulum
SMK
berbasis
kompetensi
menjadi salah satu media untuk menyiapkan
lulusan yang mampu berkompetensi dalam
pusaran persaingan ketat dunia kerja.
Dalam konteks hubungan dengan
industri,
pendidikan
komitmen
untuk
kejuruan
peningkatan
perlu
segera
diimplementasikan, dengan mengatur pajak
atau intensif lainnya bagi industri yang
berkontribusi untuk memajukan pendidikan
kejutruan.
DAFTAR RUJUKAN
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006).
Standar Isi. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.
Finch, C.R., & Crunkilton, J.R. (1999).
Curriculum Development in ]
Vocational
and
Technical
Education: Planning, Content, and
Implementation. Sidney: Allyn and
Bacon.
Jatmoko, D. (2013). Relevansi Kurikulum
SMK Kompetensi Keahlian Teknik
Kendaraan
Ringan
Terhadap
Kebutuhan Dunia Industri Di
Kabupaten Slema. Jurnal Pendidikan
Vokasi, Vol 3, Nomor 1, Februari
2013.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
306
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PROFIL KETERIKATAN AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) SISWA SMP
DAN MTs YANG BERPRESTASI TINGGI (HIGH-ACHIEVER)
Sri Panca Setyawati
Universitas Nusantara PGRI Kediri
sripancas @yahoo.co.id
ABSTRACT: This research was grounded by the inappropriateness between students‘ academic potential and their
academic achievement. In some cases, it had been found that there were many gifted and talented students but they
were underachiever. On the other hand, ordinary or average potential students but they were high-achiever students.
This condition shows that high academic-achievement was not dominated by cognitive factor as among people
believed. There were other factors that can give contribution on high academic-achievement but it is mostly
neglected by school counselor and teacher, namely non-cognitive factor, especially academic engagement. The
research purpose was: to describe the academic engagement profile of high achiever students, so the research was
the descriptive research. Sample of this research was 250 high-achiever (class ranking of 1-10) who got the
potential academic test score < 120. The result of this research shows that the academic engagement of the highachiever was good. There was indicator had to be keep up the good work, that is a cognitive aspect.
Key words: non-cognitive factor,academic enngagement, high-achiever
pendidikan yang menempati garda terdepan
Pendahuluan
upaya pembangunan sumber daya manusia
Hasil estimasi BPS sampai Agustus
2015 menggambarkan bahwa struktur tenaga
(SDM).
kerja di Indonesia masih didominasi oleh
momentum yang baik untuk melakukan
pekerja dengan tingkat pendidikan Sekolah
perbaikan pada sektor pendidikan agar
Dasar (47,07%) dan jumlah terendah adalah
mampu menghasilkan SDM yang memiliki
pekerja
dan
daya saing dan daya sanding yang tinggi
adalah
yakni yang memiliki karakteristik cerdas,
lulusan SMP dan SMA/SMK. Data yang
inovatif, kreatif, jujur, disiplin, santun,
menggambarkan banyaknya low skill labor
percaya diri, mandiri, bertaqwa, demokratis,
tersebut,
dan lain-lain (Suyanto, 2015).
lulusan
universitas
diploma
(7,12%),
sedikit
(2,58%)
selebihnya
banyak
menyiratkan
kerja
di
Asia
Tenggara
MEA
menjadi
Pelayanan bimbingan dan konseling
ketidaksiapan Indonesia dalam pasar bebas
tenaga
Pemberlakuan
dalam dunia pendidikan merupakan bagian
saat
terintegrasi dari program pendidikan dan
diberlakukannya MEA nanti.
Kondisi tersebut menuntut perhatian
implementasi kurikulum. Sebagai bagian
khusus dari semua sektor, terutama sektor
terintegrasi dari program pendidikan pada
satuan pendidikan (sekolah), pelayanan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
307
ISSN 2502-8723
bimbingan dan konseling merupakan usaha
kinerja akademik, termasuk variabel terkait
membantu
rangka
dengan disposisi kepribadian. Kemampuan
secara
kognitif berarti bukan satu-satunya penentu
optimal. Pelayanan ini merupakan pelayanan
pencapaian prestasi akademik dan perlu
unggul
mempertimbangkan
siswa
pengembangan
dalam
potensi
yang
mereka
membantu
mengatasi
peran
faktor
non-
kelemahan dan hambatan serta masalah
kognitif. Salah satunya adalah keterikatan
yang
siswa pada sekolah (Darmayana, 2009).
dihadapi
siswa
dalam
proses
perkembangan diri pribadi secara optimal
Hasil penelitian Badan Penelitian
baik dalam bidang pendidikan maupun
dan Pengembangan Depdiknas
kehidupan
Pelayanan
menyimpulkan bahwa banyak anak dengan
unggul yang dimaksudkan itu merupakan
kecerdasan dan bakat istimewa dalam
jaminan bagi diraihnya mutu yang tinggi
bidang
bagi upaya pendidikan (ABKIN, 2013). Hal
kurang. Kondisi yang sama ditemukan juga
ini menunjukkan pentingnya peran konselor
dalam penelitian Hoffman dkk. (1985) dan
sekolah dan guru bimbingan dan konseling
Heacox (1991), yang menyatakan bahwa
dalam upaya mencapai tujuan pendidikan,
sebanyak 50% anak-anak gifted berprestasi
sekaligus merupakan tantangan bagi profesi
rendah (underachiever). Penjelasan tersebut
bimbingan
menunjukkan bahwa keberhasilan siswa
pada
umumnya.
dan
konseling
untuk
mewujudkannya.
akademik
(2004)
mengalami
prestasi
dalam mencapai prestasi akademik tidak
Dalam upaya mengembangkan SDM
hanya ditentukan oleh potensi akademik
yang unggul sebagaimana digambarkan oleh
yang dimiliki, artinya potensi akademik
Suyanto (2015) melalui sektor pendidikan,
yang tinggi tidak menjamin siswa akan
tidak
menjadi siswa berprestasi tinggi (high-
cukup
hanya
mengetahui
dan
mengembangkan faktor kognitif peserta
achiever).
didik, tetapi sangat penting juga untuk
Perhatian
guru
yang
kurang
mengetahui dan mengembangkan faktor
terhadap faktor non-kognitif siswa tampak
nonkognitif mereka. Sebagaimana simpulan
pada saat dilakukannya tindak pembelajaran.
dari
Selama proses pembelajaran, tindakan guru
hasil
penelitian
Heggestad (1997)
Ackerman
&
dan O‘Connor &
lebih
dominan
dan
berfokus
pada
Paunonen (2007) yang menyatakan bahwa
menjelaskan materi,
kemampuan kognitif adalah salah satu
sampai tuntas, dan penguasaan materi oleh
determinan penting dari pencapaian prestasi
siswa sesuai dengan target pencapaian
akademik, dan seharusnya para peneliti
kurikulum. Guru hanya berorientasi pada
mengidentifikasi prediktor non-kognitif dari
tercapainya instructional effect dan kurang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
308
menyajikan materi
ISSN 2502-8723
memperhatikan
nurturant
―hard skills‖ yang diukur dengan skor tes,
effect.
Berkembangnya faktor non-kognitif lebih
dan
pengaruh
tidak
langsung
melalui
banyak melalui aktivitas yang berorientasi
keterampilan non- kognitif (non-cognitive
pada nurturant effect.
skills) atau ciri kepribadian (personality
Konselor disisi lain juga kurang
traits) yang mencakup kawasan ―soft skills‖,
memberikan perhatian pada faktor non-
seperti motivasi, keterampilan sosial, dan
kognitif siswa. Faktor non-kognitif siswa
kebiasaan kerja.
merupakan fokus utama garapan konselor.
Fokus
utama
garapan
bimbingan
Berdasarkan pada berbagai pendapat
dan
dan penjelasan ahli tersebut diatas, dapat
konseling adalah membantu peserta didik
disimpulkan bahwa salah satu faktor penting
agar memperoleh kompetensi-kompetensi
yang
untuk mengembangkan mutu kehidupannya
prestasi akademik oleh siswa adalah faktor
sesuai dengan tahap perkembangannya yang
non-kognitif. Faktor non-kognitif adalah
mencakup:
hal-hal yang tidak terkait secara langsung
kompetensi akademik, sosial
pribadi, dan karir.
dapat
mempengaruhi
pencapaian
dengan kemampuan intelektual, potensi
Konselor memiliki peran yang sangat
akademik, atau pun proses kognitif siswa.
strategis dalam membantu siswa mencapai
Yang termasuk faktor non-kognitif adalah
perkembangan
termasuk
karakteristik/ciri khas individu dan perilaku
perkembangan faktor nonkognitif. Dalam
siswa yang lebih khusus yaitu keterikatan
kenyataannya, peran konselor sering tidak
akademik.
yang
optimal,
sesuai dengan yang seharusnya. Banyak
konselor
yang
hanya
berperan
dalam
KETERIKATAN
pekerjaan administratif (clerical) (ASCA,
AKADEMIK
(ACADEMIC ENGAGEMENT)
2003). Konselor dalam praktiknya lebih
Academic engagement sering disebut
banyak mengurus siswa yang melanggar
dengan istilah school engagement (Fredricks
peraturan sekolah, atau menggantikan guru
dkk., 2004; Jimerson dkk., 2003), student
yang
kurang
engagement in academic work (Chapman,
melakukan layanan untuk mengembangkan
2003; Mintz dalam Appleton dkk., 2008),
faktor non-kognitif yang dimiliki siswa.
student engagement in academic work
tidak
hadir.
Konselor
Hsin & Xie (2012) menjelaskan
bahwa
ada
tiga
kategori
(Marks, 2000), student engagement in/with
mekanisme
school (Klenn & Connel, 2004; Christenson
penyebab dari hasil belajar, yaitu: pengaruh
& Anderson, 2002), dan participation
langsung, pengaruh tidak langsung melalui
identification (Finn, 1989; 1993). Khusus
keterampilan kognitif (cognitive skills) atau
istilah yang digunakan oleh Finn, meskipun
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
309
ISSN 2502-8723
tidak diberi label ―engagement‖, teori ini
oleh dan terhadap sekolah) dan penerimaan
sebenarnya merupakan inti dari berbagai
terhadap tujuan sekolah, serta nilai-nilai
konseptualisasi
tentang sekolah yang dimiliki. seperti: reaksi
tentang
engagement
(Appleton dkk., 2008).
Keterikatan
afektif dalam kelas, sikap terhadap sekolah
(academic
maupun guru, mengidentifikasi diri dengan
engagement) adalah investasi psikologis
sekolah, perasaan memiliki dan dimiliki, dan
siswa serta usaha siswa yang terarah pada
mengapresiasi keberhasilan di sekolah.
belajar,
akademik
memahami,
atau
mencapai
Keterikatan perilaku merujuk pada
pengetahuan, keterampilan, atau hasil karya
tindakan dan praktik siswa yang mengarah
tertentu yang merupakan tugas akademik
pada sekolah dan belajar. Keterikatan
dan diharapkan terus meningkat (Newman
perilaku ditunjukkan oleh tanda positif
dkk., 1992:12). Marks (2000) menjelaskan
seperti
bahwa academic engagement adalah proses
maupun kelas, mengambil inisiatif di kelas,
psikologis, khususnya, perhatian, interes,
terlibat dalam kegiatan sekolah, serta ambil
dan investasi serta usaha siswa untuk
bagian dalam tata kelola sekolah. Partisipasi
dicurahkannya dalam aktivitas belajar.
siswa di sekolah mulai dari kegiatan ekstra
pemenuhan
prosedur
sekolah
Berdasar hasil analisis meta-kognisi
kurikuler sampai dengan kehadiran di
Fredricks
tentang
sekolah, juga keterlibatan dalam tugas-tugas
keterikatan akademik disimpulkan bahwa
belajar dan akademik dan merupakan sebuah
konstruk keterikatan akademik merupakan
kontinum dari partisipasi yang berkembang
konstruk multidimensional yang terdiri atas
(Finn, 1993; Fullarton, 2002; Fredricks dkk.,
tiga
2004).
oleh
komponen
dkk.
yang
(2004)
bersifat
saling
Keterikatan
perilaku
merupakan
berhubungan secara dinamis dan bukan
konsistensi perilaku yang menggambarkan:
merupakan proses yang terpisah, meliputi:
usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian,
emosi
mengajukan
(emotional),perilaku
(behavioral),
pertanyaan,
berkontribusi
dan kognisi (cognitive). Hal ini sesuai
dalam diskusi kelas, mengikuti peraturan,
dengan apa yang dikemukakan oleh Finn
belajar, menyelesaikan pekerjaan rumah,
(1993) dan Jimerson dkk. (2003).
dan berpartisipasi dalam aktivitas sekolah,
Keterikatan emosi merepresentasikan
tidak mengganggu, tidak lari dari sekolah
reaksi afeksi siswa dan identifikasi diri
dan tidak berbuat keonaran.
siswa dengan sekolah (Skinner & Belmont,
1993).
Keterikatan
Keterikatan kognitif merujuk pada
emosi
self-regulated
pendekatan
dalam
kepemilikan (rasa memiliki dan dimiliki
Keyakinan bahwa sekolah adalah ‗untukku‘,
310
(Fredricks
strategis
mengimplikasikan suatu pandangan rasa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
belajar
dan
dkk.,
2004).
ISSN 2502-8723
dan keterlibatan serta investasinya dalam
SISWA BERPRESTASI TINGGI
belajar maupun dalam komunitas sekolah
(Munns,
2005).
Keterikatan
High Achiever (siswa berprestasi
kognitif
tinggi)
merujuk
pada
siswa
yang
merupakan faktor yang berkaitan dengan
memperoleh nilai yang tinggi atau peringkat
belajar, berpikir, usaha dan strategi yang
yang bagus. Kriteria siswa berprestasi tinggi
digunakan dalam
dalam
penyelesaian masalah
penelitian
ini
didasarkan
pada
terkait dengan belajar. Hal ini mencakup
pendapat The College Board (1999) yaitu
investasi
belajar,
siswa yang menduduki peringkat 25%
berkeinginan untuk mencapai yang melebihi
teratas dalam rombongan belajarnya. Dalam
dari
bersedia
penelitian ini yang dimaksud dengan siswa
menghadapi tantangan, seperti: keluwesan
yang menduduki 25% teratas adalah siswa
dalam menyelesaikan masalah, bersedia
yang menduduki rangking 1-10 di kelas.
psikologis
yang
dalam
disyaratkan,
dan
untuk bekerja keras, investasi dalam belajar
lebih dari sekedar perilaku nyata, memilih
TUJUAN PENELITIAN
strategi belajar yang tepat, dan berkeinginan
Penelitian
ini
bertujuan
mendeskripsikan
profil
keterikatan
untuk menyelesaikan tugas.
Berdasarkan
uraian
di
atas,
akademik (academic engagement) siswa
keterikatan akademik yang dimaksud dalam
SMP/MTs yang berprestasi tinggi (high
penelitian ini adalah investasi psikologis
achiever).
siswa yang diwujudkan dalam bentuk
tingkat partisipasi dan ketertarikan yang
METODE
ditunjukkan siswa di sekolah serta usaha
Penelitian yang dilakukan adalah
siswa yang terarah pada aktivitas belajar
penelitian
maupun menghasilkan karya tertentu yang
penelitian ini adalah siswa SMP dan MTs
merupakan
Tingkat
yang berada dalam posisi 25% kelompok
keterikatan akademik siswa dapat diketahui
atas di kelas. Populasi sasaran adalah siswa
dengan menggunakan alat ukur yang berupa
dari SMP dan MTs yang menyelenggarakan
skala yang dikembangkan berdasar konstruk
ujian masuk dalam penerimaan siswa baru.
keterikatan akademik dari Finn (1993),
Jumlah populasi adalah 1500 siswa.
yaitu:
tugas
keterikatan
akademik.
deskriptif.
sampel
dalam
emosi
(emotional
keterikatan
perilaku
penelitian adalah: a) memiliki potensi
(behavioral engagement) dan keterikatan
akademik rata-rata (bukan merupakan siswa
kognitif (cognitive engagagement).
cerdas) yang ditunjukkan dengan skor <
engagement),
Karakteristik
Populasi
dalam
120, b) berada dalam 25% kelompok atas di
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
311
ISSN 2502-8723
kelas dan menduduki rangking 1-10 di kelas.
Deskripsi untuk ketiga indikator
Potensi akademik siswa diukur dengan
terhadap variabel keterikatan akademik,
menggunakan 2 macam tes psikologis yaitu:
indikator emosi memiliki nilai rata-rata
DAT (Differential Aptitude Test) dan FACT
dibawah rata-rata keterikatan akademik
(Flanagan Aptitude Classification Test).
yaitu 4,21. Sedangkan indikator perilaku dan
Pengambilan sampel dilakukan secara acak
kognitif mempunyai rata-rata lebih tinggi
dengan
random
dari rata-rata keterikatan akademik yaitu
sampling. Sampel yang digunakan sebanyak
4,27 dan 4,36. Paparan ini menerangkan
250 siswa (59,8 %).
bahwa keterikatan akademik siswa yang
tehnik
quota
simple
Tehnik pengumpulan data dilakukan
masih lemah berada pada indikator emosi,
dengan inventori. Inventori dengan self-
sedangkan indikator perilaku dan kognitif
repport digunakan untuk menggali data
lebih baik. Secara keseluruhan, nilai rata-
karakter yang mencakup 4 dimensi dengan 8
rata baik pada variabel dan indikator
indikator dengan masing-masing indikator
memberikan gambaran bahwa secara umum
terukur terdiri atas 5-9 item. Pengukuran
para siswa telah mempunyai keterikatan
setiap indikator menggunakan skala Likert
akademik yang baik. Distribusi data rata-
yang bernilai 1-5.
rata keterikatan akademik akan dijelaskan
pada Gambar 1 berikut.
TEMUAN DAN DISKUSI
Deskripsi
variabel
keterikatan
akademik mencakup 3 indikator dengan
masing-masing indikator terukur terdiri atas
10-11 item. Pengukuran setiap indikator
menggunakan skala Likert yang bernilai 1–
5.
Statistik deskriptif dari nilai rata-rata
jawaban responden dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel
1.
Deskripsi Keterikatan
Akademik
Std.
Butir
Deviasi
Ratarata /
Butir
Dimensi dan
Indikator
Minl
Maks
Ratarata
Y1.Keterikata
n Akademik
92
158
137.03
12.37
32
4.28
Y11.Perilaku
31
55
47.00
4.84
11
4.27
Y12.Emosi
28
55
46.35
4.88
11
4.21
Y13.Kognitif
12
50
43.68
4.758
10
4.37
Gambar 1. Histogram Skor
Keterikatan Akademik
Paparan yang berhubungan dengan
hasil analisis deskriptif meliputi dua harga
statistik yaitu: nilai rata-rata dan loading
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
312
ISSN 2502-8723
factor dari outer model. Nilai rata-rata akan
adalah ―berlebihan‖ atau ―overskill‖, hal ini
memberikan gambaran umum terhadap hasil
bisa dimaknai bahwa pada persoalan ini
penilaian responden pada setiap indikator.
telah berjalan baik dan dijumpai secara
Rata-rata
merata
dengan
mendeskripsikan
nilai
lebih
adanya
dari
3
kecenderungan
di
peningkatan
siswa,
pada
sehingga
sisi
ini
upaya
tergolong
positif. Loading factor, berfungsi untuk
berlebihan. Sebaliknya apabila indikator
menjelaskan tingkat hubungan indikator
dengan loading factor rendah dan memiliki
dengan konstruk latennya.
nilai rata-rata yang relatif rendah, maka
Penajaman
deskriptif
hasil
diuraikan
analisis
berdasarkan
secara
indikator ini akan dinamakan ―prioritas
pola
rendah‖ atau ―low priority‖, karena bukan
hubungan indikator dengan loading factor
menjadi
dengan nilai rata-rata yang diperoleh dari
konstruk maka rendahnya hasil penilaian
jawaban
indikator
secara empiris tidak menjadi suatu masalah
dengan loading factor tinggi dan memiliki
bagi siswa. Interpretasi dari hubungan kedua
nilai rata-rata yang relatif tinggi, maka
statistik ini akan digambarkan melalui grafik
indikator
terus
kuadran pada masing-masing konstruk laten.
―dipertahankan‖ atau ―keep up the good
Keterikatan akademik siswa terukur
work‖. Sebaliknya apabila indikator dengan
dari dari 3 indikator. Besaran loading factor
loading factor tinggi ternyata memiliki nilai
menerangkan tingkat hubungan indikator
rata-rata yang relatif rendah, maka indikator
tersebut dengan konstruk laten. Semakin
ini akan menjadi ―prioritas utama‖ atau
tinggi nilai loading factor, berarti semakin
―concentrate
kuat daya ukur indikator tersebut bagi
responden.
ini
Apabila
patut
here‖
untuk
untuk
dilakukan
pembenahan dan perbaikan.
indikator
utama
pada
suatu
variabel latennya. Hasil analisis pada model
Loading factor rendah dimaknai
pengukuran, nilai loading factor yang relatif
bahwa tingkat hubungan antara indikator
tinggi
dengan konstruk latennya adalah lemah
lainnya, yaitu kognitif.
artinya indikator ini tidak cukup kuat untuk
Tabel 2. Loading Factor dan Nilai Rata-
bisa menjelaskan konstruk laten. Indikator
dengan
memiliki
loading
nilai
factor
rendah
tetapi
rata-rata
tinggi,
berarti
dibandingkan
dengan
indikator
rata pada Keterikatan Akademik
Label
Loading
Rata-rata
Keterangan
Y11.Perilaku
0.74
4.27
Prioritas rendah
indikator ini sebenarnya hal yang tidak
Y12.Emosi
0.74
4.21
Prioritas rendah
banyak menerangkan suatu konstruk laten,
Y13.Kognitif
0.84 *
4.37*
Pertahankan
Nilai tengah
0.77
4.28
tetapi mendapatkan penilaian yang baik
pada sebagian besar siswa.
Keterangan : * = nilai lebih besar dari nilai tengah
Indikator ini
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
313
ISSN 2502-8723
Pada bagian lain, yaitu nilai rata-rata
jawaban
responden,
akan
penting dalam keterikatan akademik bisa
memberikan
terbentuk dengan baik di kalangan siswa.
gambaran secara relatif posisi saat ini dari
Berdasarkan hasil analisis deskriptif,
ketiga indikator. Terdapat satu indikator
hasil
dengan
variabel
nilai
rata-rata
relatif
tinggi
penelitian
menunjukkan
keterikatan
akademik
bahwa
siswa
dibandingkan dengan dua indikator lainnya,
termasuk dalam kategori baik. Hal ini
yaitu kognitif. Secara grafis hubungan
ditunjukkan oleh nilai rata-rata yang relatif
loading faktor dan nilai rata-rata dijelaskan
baik pada variabel dan dimensi. Apabila
pada
dilihat
Gambar
2.
dari
ketiga
dimensi
yang
membangun konstruk keterikatan akademik,
maka ditemukan bahwa dimensi emosi dan
dimensi perilaku memperoleh skor yang
relatif rendah, sedangkan dimensi kognitif
memperoleh skor relatif tinggi. Paparan ini
menerangkan bahwa keterikatan akademik
siswa yang masih lemah berada pada
dimensi emosi dan perilaku, sedangkan
dimensi kognitif lebih baik.
Berdasar hasil analisis pada model
pengukuran,
Gambar 2 Loading Factor dan Nilai
Rata-rata Konstruk
Keterikatan Akademik
diantara
3
dimensi
yang
membangun konstruk keterikatan akademik
(perilaku, emosi, dan kognitif), ditemukan
bahwa dimensi kognitif memiliki nilai
Berdasar Gambar 2, terdapat satu
loading
indikator utama yang mempunyai sifat
konstruk
akademik yang baik dari aspek kognitif dan
keterikatan
akademik,
artinya
dimensi tersebut memiliki daya ukur yang
indikator ini juga mempunyai kontribusi
kuat bagi variabel keterikatan akademik.
mengukur
Temuan lain adalah temuan yang
keterikatan akademik. Dalam pembahasan
didasarkan pada hasil analisis terhadap pola
akan dipaparkan hal-hal apa saja yang sudah
hubungan antara loading factor dengan nilai
dilakukan oleh sekolah, sehingga indikator
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dimensi emosi dan
memiliki hubungan yang kuat terhadap
besar siswa sudah mempunyai pendekatan
dalam
tinggi
bahwa dimensi kognitif adalah dimensi yang
Indikator ini bisa dimaknai bahwa sebagian
besar
relatif
dimensi perilaku. Temuan ini menunjukkan
nilai rata-rata relatif tinggi, yaitu: kognitif.
paling
yang
dibandingkan dengan
mempunyai loading factor relatif tinggi dan
yang
factor
314
ISSN 2502-8723
rata-rata yang diperoleh siswa, apakah
kategori baik, sehingga hal ini patut untuk
sebuah dimensi memiliki loading factor
terus dipertahankan (keep up the good
tinggi dan nilai rata-rata tinggi, loading
work).
factor tinggi tetapi nilai rata-rata rendah,
memiliki loading factor rendah tetapi nilai
KESIMPULAN DAN SARAN
rata-rata tinggi atau suatu dimensi memiliki
Temuan penelitian ini dapat menjadi
loading factor rendah dan nilai rata-rata
inspirasi tentang bagaimana menyediakan
rendah juga.
lingkungan, situasi maupun kondisi yang
1) Dimensi
perilaku,
memiliki
loading
dapat meningkatkan keterikatan akademik
factor rendah dan nilai rata-rata rendah juga.
pada siswa agar menjadi sesuatu yang lebih
Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi
bermakna
perilaku adalah dimensi yang tidak memiliki
akademik yang tinggi, karena siswa yang
daya ukur yang cukup kuat terhadap
memiliki rasa keterikatan akademik akan
keterikatan akademik. Selain itu, pada
mencari-cari aktivitas baik di dalam maupun
rendahnya hasil penilaian secara empiris
di
tidak menjadi suatu masalah. Oleh karena
keberhasilan maupun belajar. Siswa juga
itu, upaya untuk meningkatkan dimensi ini
akan menunjukkan keseriusan, rasa ingin
termasuk kategori prioritas rendah.
tahu yang tinggi, dan respon yang positif
2) Dimensi emosi, memiliki loading factor
terhadap sekolah maupun belajar.
luar
dalam
kelas
mencapai
yang
prestasi
mengarah
pada
rendah dan nilai rata-rata rendah juga.
DAFTAR RUJUKAN
Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi
ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia). (2013). Panduan Umum
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
pada Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah (SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB
dan SMK/MAK).
Ackerman, P.L. & Heggestad, E.D. (1997).
Intelligence, Personality, and Interest
Evidence for Overlapping Traits.
Psychological Bulletin, 121: 219245.
Appleton, J.J., Christenson, S. L. & Furlong,
J. M. (2008). Student Engagement
with School: Critical Conceptual and
Methodological Issues of the
Construct. Psychology in the School,
45 (5), (Online), (http//:
www.interscience waley.com.),
diunduh 2 Mei 2013.
emosi adalah dimensi yang tidak memiliki
daya ukur yang cukup kuat terhadap
keterikatan akademik. Selain itu, rendahnya
nilai rata-rata siswa secara empiris tidak
menjadi suatu masalah. Oleh karena itu,
upaya untuk meningkatkan dimensi ini
termasuk kategori prioritas rendah.
3) Dimensi
kognitif,
memiliki
loading
factor dan nilai rata-rata tinggi. Temuan ini
menunjukkan
bahwa
dimensi
kognitif
bersifat substantif serta memiliki daya kuat
untuk mengukur konstruk karakter dan
siswa sudah memiliki dimensi ini dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
315
ISSN 2502-8723
Balitbang. (2004). Pengembangan Sekolah
Unggul. Jakarta: Depdiknas.
Chapman, E. (2003). Alternative Approach
to Assessing Student Engagement
Rates. Practical Assessment,
Research & Evaluation, 8 (13).
(online), (http//:
PAREonline.net/getvn.asp?v=8&n=1
3), diunduh 4 Mei 2012.
Christenson, S. L. & Anderson, A. R.
(2002). Commentary: the Centralty
of the Learning Context for
Students‘ Academic Enablers Skills.
School Psychology Review, 3: 378393.
Darmayana. 2009. Peran Kompetensi
Emosi dan Keterikatan pada Sekolah
terhadap Prestasi Akademik Siswa
Unggul SMA Negeri Yogyakarta.
Disertasi tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Finn, J.D. 1993. School Engagement and
Students at Risk. Washington DC:
National Center of Educational
Statistics, US Departement of
Education.
Fredricks, J.A., Blumenfeld, P.C., & Paris,
A.H. (2004). School Engagement:
Potential of the Concept, State of the
Evidence. Review of Educational
Research, 74: 59-109.
Fullarton, S. (2002). Student Engagement
with School: Individual and School
Level Influences, LSAY Research
Report. Melbourne: Australian
Council for Educational Research.
Heacox, D. (1991). Up from
Underachievement. Minneapolis:
Free Sprint Press.
Hoffman, J.L., Wasson, W.R. &
Christianson, B.P. (1985). Personal
Development for the Gifted
Underachiever. Gifted Child Today,
8 (3): 12-14.
Hsin, A. & Xie, Y. (2012). Hard Skills, Soft
Skills: The Relatives Role of
Cognitive and Non-cognitive in
Intergenerational Social Mobility.
Population Studies Center Research
Report 12-755 University of
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Michigan. (Online),
(http//:www.psc.isr.umich.edu),
diunduh 23 Mei 2013.
Jimerson, S.R., Campos, E., & Greif, J.L.
(2003). Toward an Understanding of
Definitions and Measures of School
Engagement and Related Terms.
California School Psychologist, 8: 727.
Klenn. A. M. & Connell. J.P. (2004).
Relationship Matter: Linking
Teacher Support to Student
Engagement and Achievement.
Journal of School Health, 74 (7):
262.
Marks, H.M. (2000). Student Engagement in
Instructional Activity Patterns in
Elementary, Middle, and High
School Years. American Educational
Research Journal, 37: 153-184.
Munns, G. (2005). A sense of wonder:
Student Engagement in Law SES
School Community.(Online), (http//:
www.care.edu.au), diunduh 26 April
2013.
Newman, F.M., Wehlage, G.G. & Lamborn,
S.D. (1992). Student Engagement
and Achievement in American
Secondary School. New York:
Teachers College Press.
O‘Connor, M.C. & Paunonen, S.V. (2007).
Big Five Personality Predictors of
Post-secondary Academic
Performance. Personality and
Individual Defferences, 43: 971-990.
Suyanto, (2015), Profesionalisme apendidik
di Era Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA),
Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional
FE UNY, 9 Mei 2015.
Skinner, E.A., & Belmont, M. J. (1993).
Motivation in the classroom:
Resiprocal Effect of Teacher
Behavior and Student Engagement
Across the School Year. Journal of
Educational Psychology, 85: 571581.
The College Board. (1999). Reaching the
Top. A Report of the Task Force on
Minority High Achievement.
316
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA MATERI ELASTISITAS
SISWA KELAS X MAN MALANG I
Zuhrita Ariefiani, Sabilal Rosyad, Markus Diantoro, Sentot Kusaeri
Universitas Negeri Malang
[email protected], [email protected],
Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fisika dengan materi
elastisitas menggunakan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran berbasis teknologi informasi
dan komunikasi. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1 & 2 di MAN Malang 1. Pengumpulan data
menggunakan observasi serta penilaian hasil belajar diawal dan diakhir pembelajaran. Analisis data mengunakan
analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar dengan model pembelajaran
konvensional dan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Kata kunci: model pembelajaran, teknologi informasi dan komunikasi, hasil belajar
Abstract: This research describes the average of student‘s learning outcomes in physics lesson withelastic subject
using conventional learning model sandl earning models based oninformation and communication technology.
Samples of this research werestudents of class XMIA 1&2 in MAN Malang 1.The data collection through
observation and assessment of learning outcomesat the beginningand in the end of learning process. The
techniques of data analysis is descriptive analysis. Based on the data analysis results howedthatthere
aredifferences inlearning outcomes with conventional learning model sand learning models based oninformation
and communication technology.
Key words: learning models, information technology and communication, learning outcomes .
karakter bangsa. Fungsi dan tujuan tersebut
Pendahuluan
Dunia pendidikan memiliki tugas
menunjukkan bahwa pendidikan di setiap
yang tidak ringan dalam menghadapi era
satuan pendidikan harus diselenggarakan
globalisasi sekarang ini, terlebih dalam
secara sistematis, guna mencapai tujuan
lajunya pembangunan, generasi kita dituntut
tersebut (Anggraini, 2015).
Pendidikan merupakan bagian yang
lebih maju dan siap dalam tantangan
perkembangan
jaman
(Sastrika,
tak
2013).
terpisahkan
dari
sendi
kehidupan
Tujuan Pendidikan Nasional merumuskan
manusia. Selain itu pendidikan adalah suatu
mengenai kualitas manusia Indonesia yang
upaya yang dilakukan untuk membekali
harus dikembangkan oleh setiap satuan
manusia
pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan
keterampilan agar dapat hidup dengan lebih
nasional
dalam
baik (Astuti, 2014). Dengan pendidikan,
dan
manusia memiliki kemampuan dasar dalam
menjadi
pengembangan
dasar
pendidikan
budaya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
317
dengan
ilmu,
rasa,
dan
ISSN 2502-8723
persaingan
di
sehingga
mampu memadukan komponen suara dan
mampu
komponen penglihatan, (3) komputer dapat
menciptakan sumber daya manusia yang
melakukan operasi logika dan aritmatika,
berkualitas
berprestasi.
mengolah data dan menyampaikannya bila
menjelaskan
perlu, (4) Dengan komputer dapat dilakukan
keberadaan
era
modern,
manusia
dituntut
dan
(Kusumawati,2015)
penggunaan teknologi
salah
satu
informasi adalah
penyokong
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
pembelajaran
efektif
agar
remediasi
batas
atau
remidiasi
berulang-ulang (Wilianto dalam Munadi,
dan
1990).
efisien
Hingga saat ini ilmu fisika masih
sehingga diharapkan mampu menciptakan
dinilai sebagai pelajaran yang sulit dikuasai
masyarakat yang berkualitas tak hanya di
dan
bidang akademis namun juga di bidang yang
timbul adalah peserta didik tidak mampu
lain.
menghubungkan apa yang mereka pelajari
Teknologi
diartiakan
dan
tanpa
informasi
menurut
Sutarman
merupakan
studi,
pengembangan,
implementasi,
membosankan.
Permasalahan
yang
sendiri
dengan bagaimana pengetahuan tersebut
(2009)
akan
perencanaan,
dipergunakan
atau
dimanfaatkan.
Peserta didik juga memiliki kesulitan untuk
dukungan
memahami konsep akademik karena mereka
atau managemen sistem informasi berbasis
diajar dengan sesuatu yang abstrak dengan
komputer. Pemanfaatan teknologi informasi
metode ceramah. Salah satu pendukung dari
dan komunikasi dalam sistem pembelajaran
pembelajaran
telah mengubah sistem pembelajaran pola
megganti metode pembelajaran yang selama
konvensional atau pola tradisional menjadi
ini
pola modern yang bermedia.
dengan pembelajaran menggunakan sarana
Media
pendidikan
memegang
tersebut
menggunakan
adalah
ceramah
dengan
digantikan
teknologi informasi dan komunikasi.
peranan penting dalam proses pembelajaran.
Fisika (Suparmin, 2013) merupakan
Dari beberapa media pembelajaran yang
ilmu alam yang telah menelurkan banyak
tersedia,
media
manfaat bagi kehidupan manusia. Lahir dari
pembelajaran yang ideal. Dengan komputer
pemikiran ilmuan besar seperti Galileo,
dapat dibangun sebuah media pembelajaran
Newton, Hooke dan sebagainya, yang
yang baik mengingat komputer memiliki
mempertanyakan alam dan segala fenomena
kelebihan
yakni (1) komputer bekerja
yang terjadi didalamnya. Melalui berbagai
berdasarkan program sehingga memiliki
eksperimen maupun pengukuran secara
keluwesan untuk menyesuaikan dengan
teliti, fisika bahkan mampu menciptakan alat
permasalahan yang ditangani, (2) Komputer
dengan menghasilkan sebuah teknologi baru
komputer
merupakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
318
ISSN 2502-8723
dan canggih. Salah satu materi yang ada
Subyek dan Obyek Penelitian
pada mata pelajaran fisika ini adalah
Subyek penelitian adalah siswa kelas
elastisitas yang merupakan deformasi benda
X Mia 1 dan 2 MAN Malang 1 tahun ajaran
padat menggunakan konsep tekanan dan
201/2016 sejumlah masing-masing 28 siswa
regangan (Jewett, 2009), dimana penguasaan
dan 32 siswa. Sedangkan objek penelitian
terhadap materi ini dirasakan sangat kurang
ini adalah Penerapan Model pembelajaran
sehingga
fisika berbasis teknologi informasi dan
memerlukan
terapi
untuk
menstimulus peserta didik agar mampu
komunikasi pada materi elastisitas.
menyerap materi dengan baik. Dengan
Prosedur Penelitian
memanfaatkan komputer sebagai salah satu
Penelitian ini akan dilakukan selama
teknologi dalam kehidupan ini diharapkan
dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
mampu
empat
memberikan
manfaat
terhadap
penyelengaaran pembelajaran.
tahap,
pelaksanaan,
yaitu
perencanaan,
pengamatan
dan
refleksi.
Adapun Prosedur pelaksanaanya adalah
METODE
sebagai berikut:
Desain Penelitian
1. Siklus I
Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan
Kelas
Research).
Menurut
a. Tahap perencanaan tindakan
(Classroom
Action
Arikunto
(2007)
Pembelajaran (RPP) tentang materi
penelitian tindakan kelas merupakan suatu
Elastisitas dengan penerapan model
pencermatan
belajar
pembelajaran fisika berbasis teknologi
sengaja
informasi.
berupa
terhadap
sebuah
kegiatan
tindakan
yang
1) Menyusun
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
Rencana
2) Menyiapkan Media pembelajaran dan
secara bersama. Prosedur yang digunakan
lembar observasi
adalah proses peneitian tindakan model
3) Menyusun soal pre-test dan post-test
Kemmis dan Taggart, selama 2 siklus.
siklus I dan siklus II tentang Elastisitas
b. Tahap Pelaksanaan tindakan
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di kelas X Mia
Pelaksanaan tindakan ini merupakan
1 dan 2 MAN Malang 1 yang beralamat di
implementasi
dari
isi
Jalan Baiduri
dilaksanakan
oleh
guru
Penelitian
Bulan
dilakukan
no. 40 Malang.
meliputi
Pelaksanaan
rancangan
selaku
yang
tenaga
tahap
pengajar dengan berpedoman pada Rencana
persiapan pada bulan November 2015.
Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat
Tahap Pelaksanaan sampai tahap pelaporan
sebelumnya. Pelaksanaan tindakan kelas ini
yaitu pada bulan Januari 2016.
bersifat fleksibel, yaitu disesuaikan dengan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
319
ISSN 2502-8723
kondisi dan keadaan di kelas, dapat berubah
menyusun soal pre test dan post test siklus II
sewaktu-waktu disesuaikan dengan keadaan
mengenai elastisitas.
di lapangan.
b. Tahap Pelaksanaan tindakan
c. Tahap pengamatan
Tahap
Tahap in hampir sama dengan siklus
dilakukan
I, yang mana pelaksanaannya dilaksanakan
pelaksanaan.
setelah tahap persiapan selesa. Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
ini dilaksanakan dengan berpedoman pada
adalah mengamati jalannya proses belajar
RPP
mengajar
sekaligus
Pelaksanaan tindakan kelas ini bersifat
mengamati aktivitas belajar siswa untuk
fleksibel, yaitu disesuaikan dengan kondisi
dapat diketahui bahaimana cara belajar dan
dan keadaan di kelas, dapat berubah
pemahaman terhadap materi.
sewaktu-waktu disesuaikan dengan keadaan
d. Tahap refleksi
di lapangan.
bersama
pengamatan
dengan
yang
Tahap
pelaksanaan
tahap
berlangsung
ini
dilakukan
tindakan
dan
setelah
yang
telah
dibuat
sebelumnya.
c. Tahap pengamatan
pengamatan.
Tahap
pengamatan
dilaksanakan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji
bersamaan dengan pelaksanaan. Kegiatan ini
proses pembelajaran yang berlangsung pada
dilakukan dengan mencatat semua hal yang
siklus I. Hasil refleksi siklus I akan
terjadi pada saat pelaksanaan tindakan
digunakan sebagai masukan dan perbaikan
berlangsung.
untuk
d. Tahap refleksi
perencanaan
sehingga
siklus
selanjutnya
pelaksaan
pembelajaran
Tahap
refleksi
dilakuakn
untuk
selanjutnya lebih baik dari pada siklus
mengkaji secara meyeluruh tindakan yang
sebelumnya dan dapat mencapai indikator
telah dilaukan berdasarkan data pada siklus
keberhasilan tindakan.
II. Jika terdapat masalah pada proses refleksi
2. Siklus II
selama siklus II, maka dilakukan perbaikan
a. Tahap perencanaan tindakan
melalui siklus berikutnya sehingga siklus
Tahap perencanaan pada siklus ini
berikutnya dapat lebih baik lagi.
hampir mirip dengan siklus I, hanya saja
Kriteria Keberhasilan
pada siklus II ini merupakan perbaikan dari
Siklus I
: Kriteria keberhasilan yang
siklus Iberdasarkan hasil refleksi yang
ditetapkan pada siklus ini jika
dilakukan. Pada tahap perencanaan siklus II
proses pembelajaran telah mencapai
ini,
65%.
peneliti
menyusun
RPP,
media
pembelajaran berbasis teknologi informasi
Siklus II
dan komunikasi dengan materi elastisitas,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
: Kriteria keberhasilan yang
ditetapkan untuk siklus ini jika
320
ISSN 2502-8723
proses pembelajaran telah mencapai
90
75%.
80
Kehadiran
peneliti
di
lokasi
70
penelitian sangat diutamakan, karena selain
sebagai
pemberi
merupakan
tindakan,
instrumen
peneliti
kunci.
Sebagai
yang
membuat
Kelas X Mia 1
50
Siklus I
pretest
40
pemberi tindakan, peneliti bertindak sebagai
pengajar
60
Siklus I
postest
30
rancangan
20
pembelajaran dan sekaligus menyampaikan
10
bahan ajar selama kegiatan penelitian.
0
Sebagai instrumen kunci berarti bahwa
1 3 5 7 9 111315171921232527
peneliti adalah pengumpul data. Peneliti
Grafik 1. Hasil Pretes dan Postest Siklus I
bertindak sebagai pewawancara terhadap
Kelas X Mia 1
subyek penelitian.
Data yang akan dikumpulkan dalam
Pada siklus I ini peneliti melakukan
penelitian ini meliputi: (1) hasil tes siswa
pretest dengan materi elatisitas diujikan
dalam mengerjakan soal tes awal dan akhir,
(2)
hasil
wawancara
terhadap
pada kelas X mia 1 dengan hasil awal
subyek
menunjukkan
penelitian, (3) hasil observasi guru dan
bahwa
kemampuan
pada
materi ini ditunjukkan dengan nilai yang
siswa selama kegiatan belajar mengajar, (4)
beragam dan mendapatkan rerata kelas
hasil catatan lapangan, dan (5) hasil angket
45,35. Dimana 10 siswa mendapatkan nilai
siswa.
kurang dari sama dengan 40 sebanyak 10
siswa. Sedangkan sisanya yakni 18 orang
HASIL PENELITIAN
mendapatkan nilai diatas 40. Kemudian
Siklus I
dilakukan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
pembahasan
materi
dengan
menggunakan bantuan LKS dan materi
ada perbedaan antara kelas X Mia 1 dan
tambahan berupa pekerjaan rumah, ternyata
kelas X Mia 2 dimana kelas X Mia 1 dan 2
pada postest dilihat peningkatan dengan
dilakukan pengujian awal (pre-test) dengan
hasil postest rerata kelas 55,75, dimana 13
hasil tidak sama dengan nilai keberhasilan
anak masih mendapatkan nilai dibawah 50,
awal adalah 65%.
sisanya 15 siswa mendapatkan nilai 50
keatas, akan tetapi belum bisa menjawab
nilai kriteria keberhasilan yakni 65%.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
321
ISSN 2502-8723
treatmen yang berbeda pada kedua kelas
70
dengan cara pada kelas X Mia 1 diberikan
60
50
Kelas X Mia 2
40
SIKLUS I
pretest
30
SIKLUS I
postest
tambahan
media
pembelajaran
teknologi
Informasi
dan
berbasis
Komunikasi
sedangkan pada kelas X Mia 2 tidak
diberikan
mengetahui
hal
tersebut.
seberapa
Peneliti
besar
ingin
efek
yang
diberikan dari pemberian metode berbasis
teknologi tersebut.
20
Siklus II
10
Setelah
dilakukan
refleksi
pada
siklus pertama kemudian peneliti melakukan
0
sebuah inovasi dimana pada kelas X Mia 1
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
diberikan tambahan berupa materi yang
Grafik 1. Hasil Pretes dan Postest Siklus I
dihadirkan dan disajikan dengan teknologi
Kelas X Mia 2
dan informasi. Sebelum melakukannya,
Hampir sama dengan kelas yang
peneliti memberikan stimulus berupa analisa
pertama, kelas X mia 2 pada siklus I
elastisitas
dilakukan perlakuan yang sama pada materi
seperti
presentasi. Hal ini membuat hasil pada
adalah 40,93. 15 siswa dalam kelas tersebut
pretest sedikit naik yakni sebesar 60,85 %.
mendapatkan nilai dibawah 40. Sedangkan
Kemudian treatmen berikutnya ditampilkan
sisanya yakni 13 siswa mendapatkan nilai
beberapa materi yang distimuluskan kepada
lebih besar sama dengan 40. Kemudian
materi
nyata,
dan memperlihatkan animasinya di dalam
hasil rerata kelas menunjukkan nilai postest
pembahasan
dunia
penggunaan skokbeker pada sepeda motor
yang sama yakni elastisitas, diketahui bahwa
dilakukan
pada
siswa dengan sentuhan teknologi dan slide
dengan
presentasi dengan menambahkan animasi
menggunakan bantuan LKS dan materi
didalamnya. Kemudian dilakukan postest
tambahan berupa pekerjaan rumah, ternyata
pada dua minggu berikutnya, hasilnya rerata
pada postest dilihat peningkatan dengan
kelas
hasil postest rerata kelas 48,56, dimana 19
adalah
75,75.
Hal
tersebut
menunjukkan perubahan yang signifikan
anak mendapatkan nilai dibawah 50 dan
dengan nilai ketuntasan telah sama dengan
sisanya 13 anak mendapatkan nilai diatas
kriteria keberhasilan yakni 75 %.
50. Akan tetapi belum bisa menjawab nilai
keberhasilan adalah 65%. Maka dilakukan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
322
ISSN 2502-8723
120
90
100
80
80
Kelas X Mia 1
70
60
Siklus II
pretest
60
40
Siklus II
postest
50
20
40
0
30
Kelas X Mia 2
SIKLUS II
pretest
SIKLUS II
postest
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28
20
Grafik 3. Hasil Pretes dan Postest Siklus II
10
Kelas X Mia 1
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Perlakuan yang berbeda dilakukan
untuk melihat seberapa besar pengaruh
Grafik 4. Hasil Nilai Pretes dan Postest Siklus
metode pembelajaran berbasis teknologi
II Kelas X Mia 2
informasi
yang
diadakan
di
kelas
Artinya, dalam penelitian ini media
sebelumnya. Pada kelas X Mia 2 tidak
menggunakan
animasi
dan
pembelajaran
berbasis
tekologi,
pembelajaran mengunakan komputer atau
penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi dapat
hanya
membuat
menggunakan latihan dan penggunaan LKS
80
70
60
50
40
30
20
10
0
kedua ini nilai siswa cenderung naik yakni
pada
lebih
yakni 75%.
terlihat bahwasanya pada pretest di siklus
pembelajaran
menjadi
dicapai sesuai dengan target keberhasilan
tugas tambahan dirumah. Akhirnya dapat
kemudian
didik
bersemangat dan hasil pembelajaran yang
dengan cara dilatih setiap pertemuan dan
53,31
peserta
2
minggu berikutnya tetap dilakukan hal yang
sama yakni pembelajaran menggunakan
metode drill materi dengan menggunakan
LKS dan buku panduan yang telah ada.
X Mia 1
Series1
Pretest Postest Pretest Postest
Hasil postest setelah dua minggu tersebut
Siklus I
Siklus II
dapat terlihat ada perubahan, namun tidak
Grafik 5. Nilai Rerata X Mia 1 pada siklus I
mencapai nilai keberhasilan 75% yakni
dan Siklus II
65,65.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
323
ISSN 2502-8723
sebelumnya, hanya mengggunakan LKS dan
70
60
50
40
30
20
10
0
buku panduan dan hasil pada siklus II dapat
terlihat bahwasanya nilai pretest adalah
X Mia 2
Series1
53,31 dan nilai postest adalah 65,65, yakni
tidak mencapai target kriteria keberhasilan
75%.
Pretest Postest Pretest Postest
Siklus I
Siklus II
DAFTAR RUJUKAN
Grafik 6. Nilai Rerata X Mia 2 pada siklus I
Anggraini, Anita. 2015. Pengembangan
Modul Prakarya dan Kewirausahaan
Materi Pengolahan Berbasis Product
Oriented Bagi Peserta Didik SMK.
Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5,
Nomor 3, November 2015.
Arikunto, Suharsismi. 2007. Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action
Research-CAR).Jakarta:: Bumi
Aksara.
Astuti, 2014. Penerapan ModelPembelajaran
Kooperatif Teknik Jigsaw Berbantuan
Media Kartu untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Akuntansi.
Jurnal Pendidikan Akuntansi, Vol. XII,
No. 1, hal 95-104. Tahun 2014.
Jewett, Serway. 2009. Fisika untuk Sains
dan Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.
Kusumawati, Desy Pranita, dkk.
Penggunaan Media Teknologi
Informasi dalam Hubungan Industri di
Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal
Managemen Pendidikan. Vol 24, No.
6. 2015. ISSN 0852-1921.
Munadi, Sudji. 2011. Pengembangan Modul
Pembelajaran Konstrutivistik
Kontekstual Berbantuan Komputer
dalam Matadiklat Pemesinan. Jurnal
Pendidikan Vokasi, Vol 1, No. 1,
Februari 2011.
Sastrika, Ida Ayu Kade, dkk. 2013.
Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Proyek Terhadap
Pemahaman Konsep Kimia dan
Keterampilan Berfikir Kritis. EJournal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha.
Program Studi IPA. Vol 3 Tahun
2013.
dan Siklus II
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan
dapat
penerapan
Model
disimpulkan
bahwa
Pembelajaran
Fisika
berbasis teknologi informasi dan komunikasi
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
ini dapatdibuktikan adanya peningkatan
pada kelas X mia 1 dengan nilai awal pada
Siklus I rerata pretest adalah 45,35 dan nilai
postes adalah 55,75. Kemudian dilakukan
treatment
yakni
pembelajaran
penerapan
Fisika
berbasis
model
teknologi
informasi dan komunikasi dengan hasil
pretest menunjukkan rerata kelas yakni
60,85. Kemudian dilakuan postest yang
mana
dalam
ditambahkan
2
minggu
metode
pembelajaran
tersebut
sehingga
menunjukkan nilai rerata kelas adalah 75,75.
Berbeda dengan kelas X mia 2 yang mana
pembelajaran pada Siklus I dengan hasil
pretest adalah 40,93 dan postest adalah
48,56.
Kemudian
dalam
pembelajaran
selanjutnya kelas tersebut tidak dilakukan
treatment
yang
sama
dengan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kelas
324
ISSN 2502-8723
Suparmin,. Rufaida, S.A, dkk. 2013. Fisika.
(Peminatan IPA) Pendekatan Saintifik
Kontekstual. Surakarta: Mediatama.
Sutarman. 2009. Pengantar Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Undang-undang Republik Indonesia No.20
Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
325
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY
UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA
Siti Halimatus Sakdiyah, Yuli Ifana Sari, Edi Suyitno
Universitas Kanjuruhan Malang
E-mail: [email protected]; [email protected];
[email protected].
Abstrak: Hasil observasi di kelas IX-BSMP Muhammadiyah 4 Singosari Malang menunjukkan bahwa keaktifan
dan hasil belajar siswa dalam matapelajaran IPS kurang maksimal,keaktifannya 10% serta rata-rata hasil belajarnya
67 dilihat dari hasil ulangannya. Keaktifan yang rendah disebabkan oleh:(1) rasa ingin tahu siswa yang rendah, (2)
kebiasaan sis- wa yang pasif, (3) siswa tidak bertanya kepada guru, (4) siswa kurang percaya diri ketika presentasi,
dan (5) siswa jarang berargumen ketika diskusi kelompok. Kondisi tersebut mempengaruhi hasil belajar siswa yang
rendah. Inquiry merupakan model pembelajaran dengan sintak yang mengarahkan siswa bebas berpendapat (aktif),
mandiri, mencari literatur sendiri dan memecahkan masalah dengan temuannya. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan penerapan model inquiry. Jenis penelitian yang digunakan
merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Kegiatan pembelajaran terdiri dari 2 siklus terdiri dari perencanaan,
perlakuan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data dengan observasi dan tes. Penelitian dilaksanakan di kelas IXB yang terdiri dari 17 laki-laki dan 16 perempuan, materi hubungan manusia dengan bumi.Hasil penelitian
menunjukkan keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke II yang nilainya mencapai persentase71% dan
92%. Peningkatan keaktifan siswa berpengaruh terhadap hasil belajarnya, dimana nilai rata-rata hasil belajar siswa
dari siklus I ke II yaitu 76% dan 87%.
Kata-kunci: model pembelajaran inquiry, keaktifan, hasil belajar
beberapa permasalahan yang berkaitan pada
Pendahuluan
proses pembelajarannya.
Keaktifan siswa merupakan salah
satu indikator keberhasilan belajar dalam
Masalah pembelajaran yang perlu
sebuah pembelajaran. Akan tetapi, tidak
diselesaikan dan dicarikan solusinya yaitu
semua siswa dalam proses pembelajaran itu
ku- rangnya keaktifan belajar siswa dalam
aktif dan hal itu merupakan masalah
proses pembela- jaran khususnya di kelas
tersendiri di kelas bahkan di lembaga-
IX-B. Bukti dari ku- rangnya keaktifan
lembaga pendidikan lainnya yang seharusnya
belajar siswa dapat dilihat dari observasi
perlu dicarikan solusibagi seorang guru.
tanggal 15 September 2015 yaitu pada saat
Misalnya masalah keaktifan yang terjadi di
aktivitas belajar siswa berlangsung dan juga
SMP Muhammadiyah 4 Singosari Malang
dari interview dengan guru matapelajaran
yang merupakan sekolah swasta yang bisa
IPS
dikatakan mempunyai masukan siswa rata-
keingintahuan
rata berprestasi. Akan tetapi, meskipun
kebiasaan belajar siswa yang pasif, (3) siswa
siswanya berprestasi ternyata masih terdapat
tidak bertanya ketika guru memberikan sesi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
326
yang
hasilnya
siswa
meliputi:
yang
(1)
rendah,
rasa
(2)
ISSN 2502-8723
pe-rtanyaan, (4) siswa kurang percaya diri
proses be- lajar juga dapat kita ketahui pada
ketika disuruh presentasi didepan teman-
saat aktivi- tasnya berlangsung. Siswa cepat
temannya
jarang
menanggapi apa yang dipaparkan oleh guru,
diskusi
melatih diri dalam memecahkan sebuah
kelompok belajar dalam kelas, sehingga guru
persoalan, dan mampu menerapkan apa yang
matapelajaran
presentasekan
diketahui untuk menyelesai- kan tugas serta
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
permasalahan yang dihadapinya. Keaktifan
yaitu hanya 10%.
siwa tergambar pada unsur-unsur kegitan
dan
berargumen
(5)
siswa
ketika
IPS
Kondisi
juga
diadakan
mem-
menunjukkan
belajarnya (stimulus dan respon), dimana
bahwa ada permasalahan dalam proses
diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun
pembelajaran-
mental sebagai suatu wujud reaksi.
keaktifan
tersebut
nya
belajar
dan
siswa
menunjukkan
masih
belum
Sudjana (2010:1) menyatakan bahwa
optimal. Keaktifan memiliki kata dasar aktif.
siswa dikatakan aktif dalam mengikuti
Aktif menurut Kamus Besar Ba- hasa
proses pembelajaran dapat dilihat pada
Indonesia (2007:56) berarti ‖giat (be- kerja,
indikator ke-aktifan belajar sebagai berikut:
berusaha)‖. Jadi siswa yang aktif biasa- nya
(1) turut serta dalam melaksanakan
tugas belajarnya, (2) terlibat dalam
pemecahan masalah, (3) bertanya
kepada siswa lain atau kepada guru
apabila tidak mema- hami persoalan
yang dihadapi, (4) beru-saha
mencari berbagai informasi yang
diperlukan untuk memecahkan
masalah, (5) melaksanakan diskusi
kelompok se-suai petunjuk guru, (6)
menilai kemam-puan dirinya dan
hasil-hasil yang di-perolehnya, (7)
melatih diri dalam me-mecahkan
soal atau masalah yang se-jenis, dan
(8) kesempatan menggunakan atau
menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan
tugas
atau
persoalan
yang
dihadapinya.
ditandai dengan tingkah laku yang responsif dalam suatu proses pembelajaran. Keaktifan belajar siswa juga bisa dilihat dari
interaksi stimulus dan responnya ketika guru
memberi- kan materi. Menurut Watson
(dalam Budi- ningsih, 2012:22) ‖belajar
adalah proses inter-aksi antara stimulus dan
respon, namun stimu- lus dan respon yang
dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati (observabel) serta dapat
diukur. Skiner (dalam Budiningsih, 2012:22)
juga berpendapat bahwa ‖hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi me- lalui
Permasalah
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian
akan
menimbulkan
IX-B
SMP
Muham-madiyah 4 Singosari Malang bukan
perubahan
hanya pada keaktifannya saja melainkan
tingkah laku‖.
Berdasarkan
dikelas
uraian
diatas
juga pada hasil belajar siswanya. Hal itu bisa
dapat
dibuktikan dari nilai matapelajaran IPS pada
dipa- hami bahwa keaktifan siswa pada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
327
ISSN 2502-8723
angkatan tahun pelajaran 2015/2016 yang
diajarkan kurang dari (60%) yang
dikuasai oleh siswa.
memiliki nilai hasil belajar rata-rata sebesar
67%. Nilai rata-rata tersebut merupakan
Hamalik (dalam Dirman dan Juarsih,
yang paling rendah bila dibandingkan
2014: 36) juga mengemukakan bahwa
dengan nilai rata-rata pada matapelajaran
evaluasi
lainnya.
Muhammadiyah 4 Singosari Malang tahun
pelajaran 2015/ 2016 belum optimal. Hal ini
ditandai dengan jumlah siswa yang nilainya
mencapai
Kriteria
Ketuntasan
Minimal
(KKM) dari 33 siswa yai- tu hanya 15 orang
45%,
sedangkan
siswa
yang
mendapatkan nilai dibawah KKM yaitu 18
orang atau 55%. Jadi dapat disimpulkan
siswa
yang
mendapatkan
nilai
dibawah KKM lebih besar dari pada siswa
nilai-
nya
mencapai
Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditentukan oleh sekolah yaitu 75. Siswa
dikata-
umumnya
(1) untuk menentukan angka
kemajuan atau hasil belajar siswa.
Angka-angka yang diperoleh
dicantumkan sebagai laporan
kepada orang tua, untuk kenai- kan
kelas, dan penentuan kelulusan
para
siswa,
(2)
untuk
menempatkan siswa ke- dalam
situasi pembelajaran yang tepat
dan
serasi
dengan
tingkat
kemampuan, minat, dan berbagai
krakteristik yang di-miliki oleh
setiap siswa, (3) untuk men- genal
latar belakang siswa (psiko-logis,
fisik, dan lingkungannya) yang
berguna baik dalam hu- bungan
kesulitan belajar siswa, (4) sebagai
umpan balik bagi guru yang pada
gilirannya dapat digunakan untuk
memperbaiki proses pembelajaran
dan program remedikal bagi siswa.
belajar IPS siswa di kelas IX-B SMP
yang
pada
berikut:
siswa di sekolah menunjukkan bahwa hasil
bahwa
belajar
mengandung fun-gsi dan tujuan sebagai
Hasil observasi dan melihat data
atau
hasil
kan
makasimal
dalam
hasil
Refleksi awal dari beberapa indikasi
belajarnya menurut Djamarah dan Zain
ter-
(2010:107) yaitu sebagai berikut:
dapat
diasumsikan
bahwa
keaktifan dan hasil belajar siswa mempunyai
(a) istimewa/maksimal. Apabila
seluruh bahan pelajaran yang
diajarkan itu dapat dikuasai oleh
siswa, (b) baik sekali/opti-mal.
Apabila sebagian besar (76% s.d.
99%) bahan pelajaran
yang
diajarkan da-pat dikuasai oleh
siswa, (c) baik/mini-mal. Apabila
bahan pelajaran yang diaja-rakan
hanya (60% s.d. 75%) saja yang
dikuasai oleh siswa, (d) kurang.
Apabila bahan pelajaran yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sebut
keterkaitan.
Namun,
salah
satu
faktor
penyebab rendahnya nilai rata-rata hasil
belajar siswa yaitu juga berasal dari diri
siswa sendiri dalam pemaha- man materi
yang disampaikan oleh guru. Se- hingga
berdampak pada kebiasaan siswa yang
memiliki keaktifan dan rasa keingintahuan
ya-ng rendah di dalam kelas, malas-malasan
328
ISSN 2502-8723
keti-ka ada diskusi serta minimnya minat
ini diharapkan dapat mem- bantu guru dalam
untuk mempelajari materi IPS.
menyampaikan
Guru
sangat
berperan
materi
pem-belajaran
dalam
dengan menciptakan kondisi yang bervariasi
membantu siswa mencapai keberhasilan
dalam menumbuhkan rasa keingin-tahuan
kegiatan belajar. Peran guru dalam interaksi
dan meningkatkan keaktifan siswa di kelas.
pendidikan me-nurut Budiningsih, (2012:59)
yaitu
meliputi:
Pembelajaran inquiry merupakan ke-
(1)
menumbuhkan
giatan pembelajaran yang melibatkan secara
dengan
men-yediakan
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
kesempatan untuk mengambil kepu-tusan
mencari dan menyelidiki sesuatu (benda,
dan bertindak, (2) meningkatkan penge-
ma-nusia,
tahuan
(3)
sistematis, kri-tis, logis, serta analitis.
yang
Sehingga siswa dapat merumuskan sen- diri
memberikan kemuda- han belajar agar siswa
penemuannya dengan penuh percaya diri.
mempunyai peluang optimal untuk melatih.
Menurut
Jadi, selain bertindak sebagai pengajar
kondisi umum yang meru-pakan syarat
seorang guru juga aktif dalam mencari
timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa yaitu:
pengetahuan guna mendukung pelaja- ran
(1) aspek sosial di dalam kelas dan
su- asana bebas terbuka serta
permisif yang mengundang siswa
berdiskusi, (2) berfo- kus pada
hipotesis yang perlu diuji kebenarannya, dan (3) penggunaan fakta
se-bagai evidensi dan didalam
proses pem-belajaran dibicarakan
validitas serta re-liabilitas tentang
fakta, sebagai lazim- nya dalam
pengujian hipotesis.
kemandirian
dan
memberikan
keterampilan,
sistem
dan
dukungan
yang akan disampaikan kepada siswa.
Misalnya, penggunaan suatu model yang
tepat
untuk
membantu
siswa
dalam
menerima infor-masi yang sumbernya tidak
dari guru saja melainkan juga sumber
informasi lain yang nantinya bisa menambah
wawasan tentang ma-tapelajaran IPS secara
lebih mandiri.
atau
pariwisata)
Sumarmi,
(2012:17)
dengan
kondisi-
Hal itu diperjelas oleh pendapat
Salah satu model pembelajaran yang
Eggen
& Kauchack
(dalam Sumarmi,
perlu digunakan adalah inquiry. Inquiry
2012:18) men-yatakan bahwa model inquiry
meru-pakan salah satu model pembelajaran
ditempuh den-gan menerapkan lima langkah
yang penelitiannya akan diterapkan di kelas
atau sintak dalam kegiatan pembelajaran
IX-B SMP Muhammadiyah 4 Singosari
sebagai
pada materi IPS yaitu hubungan manusia
pertanyaan
dengan bumi tahun pelajaran 2015/2016
merumuskan hipotesis, (3) mengum- pulkan
guna mengembang- kan kemampuan siswa
data, (4) menguji hipotesis, dan (5) me-
secara optimal. Penera- pan model inquiry
mbuat kesimpulan‖. Guru dalam mengem-
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
329
berikut:
atau
‖(1)
merumuskan
permasala-han,
(2)
ISSN 2502-8723
bangkan sikap inquiry di kelas mempunyai
(3) pengamatan/observasi, dan
peranan sebagai konselor, konsultan, teman
(4) refleksi.
yang kritis dan fasilitator. Guru harus dapat
membimbing
pengalaman
dan
Apabila siklus pertama belum men-
merefleksikan
kelompok,
serta
capai tujuan yang ditargetkan maka dilan-
memberi
jutkan pada siklus ke dua yaitu perbaikan.
kemudahan bagi kerja kelompok. ‖Siklus
Siklus berikutnya selalu dimulai dengan per-
inquiry terdiri atas kegiatan mengamati,
baikan pelaksanaan dari siklus sebelumnya.
bertanya, menyelidiki, menganalisis dan
Salah satu tujuan dari PTK ini adalah supaya
merumuskan teori, baik secara individu
terciptanya
maupun
peningkatan mutu dan proses pembelajaran,
bersama-sama
dengan
teman
lainnya‖ (Sumarmi, 2012:17).
sebuah
perbaikan
dan
baik berupa proses maupun hasil. Pada
Uno (2007:17) menyatakan bahwa
penelitian ini dilak-sanakan 2 siklus dimana
‖model pembelajaran inquiry ini juga bertu-
satu siklus terdiri dari tiga kali pertemuan
juan untuk melatih kemampuan siswa dalam
(6x40 menit) dan masing-masing siklus
meneliti, menjelaskan fenomena, dan meme-
terdiri
cahkan masalah secara ilmiah‖. Tujuan pem-
perencanaan, perlakuan, pengamatan dan
belajaran
ref-leksi.
bagaimana
inquiry
membantu
merumuskan
siswa
pertanyaan,
dari
empat
tahapan
yaitu
Ada dua jenis data yang di ambil dari
mencari jawaban atau pemecahan untuk
penelitian ini
memuaskan
serta
observasi (keaktifan dan keterlaksanaan
membantu teori dan gagasannya tentang
model inquiry) dan hasil belajar siswa
dunia.
melalui lembar evaluasi atau tes. Pada
keinginta-huannya
yaitu
data dari lembar
bagian ini jenis data observasi yang meliputi
keaktifan dan keterlaksaan model inquiry
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan rancangan
dari penelitian tindakan kelas
dianalisis secara deskriptif atau dinilai pada
atau yang
saat aktivitas belajar berlangsung. sehingga
disebut PTK model Kemmis dan Mc
dengan demikian peneliti bisa men-getahui
Taggart. Menurut Warsito, (2008:30) model
keaktifan dan respon siswa terhadap model
Kemmis dan Mc Taggart ini terdiri dari
pembelajaran. Sedangkan data hasil belajar
siklus-siklus
siswa melalui lembar evaluasi atau tes yang
yang
sal-ing
berhubungan
dimana masing-masing siklus mempunyai
dilaksanakan setiap akhir siklus.
beberapa tahapan:
Data keaktifan siswa dilihat dari per-
(1)perencanaan,
sentase dan analisis secara deskriptif pada
(2) perlakuan/pelaksanaan,
proses pembelajaran. Apabila ingin menge-
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
330
ISSN 2502-8723
tahui peningkatan keaktifan siswa, maka ter-
HASIL PENELITIAN
lebih dahulu dilakukan perhitungan selisih
Setelah wawancara dengan guru
ni-lai rata-rata yang diperoleh dari lembar
mata pelajaran IPSyang menyebutkan bahwa
obser-vasi keaktifan siswa dari siklus I ke
keaktifan belajar siswa dikelas IX-B pada
siklus II. Sedangkan persentase data hasil
pra tindakan yaitu 10% atau hanya 10 siswa
belajar
tersebut
yang aktif dari 33 siswa. Guru menjelaskan
dibandingkan dengan nilai KKM-nya yang
bahwa keaktifan di kelas ini sangatlah
telah ditetapkan oleh SMP Muhammadiyah
kurang sehi-ngga perlu dicarikan solusi
4 Singosari Malang yai-tu 75. Artinya jika
untuk meningkat-kan keaktifan siswanya.
yang
diperoleh
siswa
siswa mendapatkan nilai dibawah 75 maka
Data dari hasil lembar observasi ke-
siswa tersebut dinyatakan ti-dak tuntas
aktifan siswa selama pelaksanaan tindakan
dalam hasil belajarnya, sehingga perlu
dengan menggunakan model pembelajaran
mendapat perbaikan pada siklus selan-
inquiry
jutnya.
hubungan manusia dan bumi pada siklus I
dalam
pelajaran
IPS
materi
Upaya untuk mengetahui peningkatan
yaitu diketahui persentasenya 71% dengan
keaktifan dan hasil belajar siswa, maka data
kategori aktif. Unsur-unsur yang diamati
pada siklus I akan dibandingkan dengan
oleh peneliti per-sentase tersebut belum
siklus II baik menggunakan tabel atau
sesuai
grafik.
Data
yang
diharapkannya.
diperoleh
tersebut
Walaupun itu sudah lebih baik dari pra
des-kriptif
untuk
tindakan sebelumnya namun hal itu perlu
memastikan bahwa dengan mene-rapkan
adanya perbaikan pada siklus II untuk lebih
model pembelajaran inquiry dapat me-
meningkatkan keaktifan belajar siswa.
dianalisis
yang
dengan
secara
ningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Lembar observasi pada siklus II
Data hasil pengamatan dan hasil tes siswa
men-unjukkan
setelah dianalisis dapat digunakan untuk
peningkatan
men-yusun refleksi. Apabila pada siklus I
keaktifan siswa den-gan penerapan model
belum mencapai tujuan yang diinginkan
pembelajaran inquiry di kelas IX-B. Data
maka
dan
tersebut bisa dilihat pada le-mbar observasi
seterusnya sampai tu-juan yang diinginkan
keaktifan siklus II yang men-dapatkan nilai
tercapai.
92% dengan kategori sangat aktif. Dengan
dilan-jutkan
ke
siklus
II
bahwa
yang
terjadi
signifikan
sebuah
terhadap
demikian nilai keaktifan siklus II sudah
sesuai target yang diharapkan. Selisih nilai
keaktifan siswa dari siklus I ke silkus II
yaitu 21%.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
331
ISSN 2502-8723
Data hasil belajar matapelajaran IPS
per-tama sebagian siswa kurang turut serta
sebelum tindakan yang di peroleh dari data
dalam melaksanakan tugas belajarnya, siswa
guru ketika ulangan harian yaitu yang
kurang terlibat dalam pemecahan masalah,
mencapai nilai rata-rata KKM dari 33 siswa
siswa tidak bertanya kepada siswa lain atau
hanya 15 orang atau 45%. Sedangkan siswa
kepada guru apabila tidak memahami per-
yang
belajar
soalan yang diha-dapi, siswa tidak berusaha
dibawah KKM yaitu 18 orang atau 55%.
mencari berbagai informasi yang diperlukan
Sehingga da-pat disimpulkan bahwa siswa
untuk memecahkan masalah, dan siswa
yang di bawah KKM lebih besar dari pada
kurang aktif ketika melak-sanakan diskusi
siswa yang men-capai nilai KKM-nya.
kelompok sesuai petunjuk guru.
mendapatkan
nilai
hasil
Hasil
belajar
siswa
setelah
Kedua, kebiasaan belajar siswa pada
pelaksanaan
tindakan
dengan
model
pra tindakan atau sebelum diterapkan model
pembelajaran inquiry pada matapelajaran
inqui-ry yang cenderung hanya datang,
IPS yang menggunakan tes pada akhir siklus
duduk, dan diam, ditambah ketidak pahaman
I yaitu nilai rata-ratanya 76% kategori
siswa ter-hadap materi yang disampaikan
tinggi. Akan tetapi, hal itu masih be-lum
gurunya. Hal itu meyebabkan tidak ada
mencapai target yang diharapkan sehingga
perkembangan da-lam diri siswa baik itu
perlu perbaikan pada sikus II.
motivasinya, kreati-fitasnya, dan terlebih
Tes akhir setelah tindakan siklus II
khusus keaktifannya.
dilakukan untuk mengetahui hasil belajar
Hasil Belajar Siswa Kategori Tinggi
siswa setelah penerapan model pembelajaran
Hasil belajar siswa pada siklus I
inquiry dalam matapelajaran IPS. Hasil
kate- gorinya tinggi dilihat dari hasil tes
belajar siswa setelah tindakan siklus II yaitu
akhir siklus masih 57% dari segi persentase
87% kategori sangat tinggi dan sudah sesuai
yang didapat-kan oleh siswa. Hal itu
dengan
disebabkan
target
awal
perbaikan
mutu
oleh
bebe-rapa
faktor,
pembelajaran. Se-lisih hasil belajar pada
diantaranya: (1) semangat belajar siswa
siklus I ke siklus II yaitu 11% sehingga hal
yang sedang, (2) sarana belajar siswa masih
itu bisa dikatakan ter-jadi peningkatan pada
kurang dipersiapkan, (3) siswa masih kurang
hasil belajar siswanya.
terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran inquiry, dan (4) guru kurang bersemangat dalam mengajarnya.
PEMBAHASAN
Keaktifan Siswa Kategori Aktif
Pada siklus I keaktifan siswa mencapai
kategori aktif. Hal ini diprediksi pada fase
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
332
ISSN 2502-8723
pembelajaran, dan (4) semangat guruyang
Keaktifan Siswa Kategori Sangat Aktif
Keaktifan siswa pada siklus II men-
maksimal untuk mengajar, memotivasi, dan
capai kategori sangat aktif. Ada beberapa
memantau perkem-bangan siswa.
faktor yang mempengaruhi diantaranya. Per-
PENUTUP
tama, siswa sudah turut serta dalam melak-
Kesimpulan
sanakan tugas belajarnya, siswa sangat
Berdasarkan hasil penelitian dan
terlibat dalam pemecahan masalah, dan
pem- bahasan, persentase keaktifan siswa
siswa sering bertanya kepada siswa lain atau
pada siklus I adalah 71% kategori aktif,
kepada guru. Kedua, perubahan kebiasaan
sedangkan
siswa yang awal-nya pasif berubah menjadi
keaktifan adalah 92% kategori sangat aktif.
aktif.
Hasil belajar siswa siklus I adalah 76%
Ketiga,
siswa
merasa
pada
siklus
II
persentase
nyaman
kategori tinggi, sedangkan hasil belajar
dengan sintak inquiry yang membebaskan
siklus II adalah 87% kategori sangat tinggi.
mereka un-tuk berpendapat, bertanya dan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
menghipote-siskan
permasalahan
dengan menerapkan model pembela-jaran
yang dikaji dalam setiap kelompok. Siswa
inquiry dapat meningkatkan keaktifan siswa
sudah
dan
sebesar21% dan meningkatkan hasil be-lajar
membaca terlebih dahulu liter-atur sebelum
siswa sebesar 11% pada matapelajaran IPS
mengomentari atau bertanya dalam proses
di kelas IX-B SMP Muhammadiyah 4 Sin-
diskusi dengan kelompok lain-nya. Siswa
gosari Malang.
juga sudah mulai menghargai pendapat
Saran
sebuah
membiasakan
diri
melihat
masing-masing individu atau ke-lompok
Berdasarkan hasil penelitian dan ke-
yang bersebrangan dengan mereka.
simpulan, maka peneliti dapat memberikan
Hasil Belajar Siswa Kategori Sangat
saran sebagai berikut:
Tinggi
1. Bagi guru
Pada siklus II hasil belajar siswa
Guru
dapat
menerapkan
model
kate-gori sangat tinggi, hal itu dapat dilihat
pembelaja-ran inquiry pada saat mengajar
dari nilai hasil belajar siswa yang dilihat dari
dalam upaya meningkatkan keaktifan dan
hasil tes akhir siklus sangatlah meningkat.
hasil belajar siswa.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi
2. Bagi siswa
meningkat-nya hasil belajar siswa antara
Hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi
lain: (1) siswa semangat dalam belajarnya,
akan pentingnya melatih keaktifan di
(2) sarana belajar siswa sudah dipersiapkan,
dalam kelas dan siswa diharapkan dapat
(3) siswa sudah mulai terbiasa dengan model
menemu kenali model pembelajaran yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
333
ISSN 2502-8723
efektif dalam menyelesaikan masalah
yang real di lingkungannya supaya hasil
belajar siswa juga ada peningkatan.
3. Bagi Kepala Sekolah
Model pembelajaran inquiry ini dapat disosialisasikan dengan guru di sekolah
untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
mengin-gat
model
pembelajaran
ini
terbukti dapat meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa
4. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian dengan menerapkan model inquiry untuk tujuan meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa. Penerapan model
inquiry dapat dilakukan dalam jangka
wak-tu
yang
cukup
lama
agar
mendapatkan hasil yang maksimal dalam
pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri, C. 2012. Belajar dan
Pembelajara. Jakarta: Rineka Cipta.
Dirman, & Juarsih. 2014. Penilaian
dan Evaluasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, & Zain. 2010.Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumarmi. 2012. Model-Model
Pembelajaran Geografi.
Malang:AM Publishing.
Sudjana. 2010. Penelitian Hasil Proses
Belajar Mengajar. (Online),
(http://eprints.uny.ac.id/8613/3/BAB%2
02%20-%2008416241039. pdf, diakses
26 September 2015).
Uno, B. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Warsito, Bambang. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Malang: PT SPG.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
334
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
Deskripsi Metakognisi Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Pemecahan
Masalah Persamaan Kuadrat dengan Menggunakan Mapping Mathematics
Madya Kencana Juhandana & Toto Nusantara
Universitas Negeri Malang
[email protected]
Abstrak
Pemecah masalah akan menyadari beberapa hal ketika melalui proses pemecahan suatu masalah yang menyebabkan
ia harus melalui keempat langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah, memikirkan rencana,
melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali secara tidak berurutan. Hal tersebut sering tidak sepenuhnya
dipahami sampai pemecah masalah telah mencoba dan gagal untuk mencapai solusi dengan menggunakan strategi
yang berbeda. Rangkaian maju mundur di antara empat langkah pemecahan masalah tersebut meliputi proses
manajerial yang disebut metakognisi. Dalam konteks pemecahan masalah persamaan kuadrat, aktivitas metakognitif
diidentifikasikan sebagai metacognitive awareness, metacognitive regulating, dan metacognitive evaluation. Hasil
analisis aktivitas metakognitif dengan menggunakan mapping mathematics diketahui bahwa siswa kelompok tinggi
cenderung tidak melakukan aktivitas metacognitive awareness pada saat melaksanakan rencana, sedangkan siswa
kelompok sedang dan rendah lebih sering melakukan aktivitas metacognitive awareness saat melaksanakan rencana.
Jika dibandingkan dengan siswa yang berada di kelompok sedang dan rendah, ketika memperoleh solusi yang sudah
diyakini benar, siswa kelompok tinggi cenderung tidak memikirkan dan mencoba prosedur yang lebih efektif untuk
memecahkan masalah. Hal ini disebabkan oleh rasa percaya diri yang tinggi dalam memecahkan masalah yang tidak
dimiliki oleh siswa kelompok sedang dan rendah.
Kata kunci: pemecahan masalah, metakognisi, aktivitas metakognitif, masalah persamaan kuadrat, mapping
mathematics.
mata pelajaran lain (Setiawati, 2011). Selain
PENDAHULUAN
itu, munculnya strategi dan pemilihan
Persamaan
kuadrat
merupakan
strategi yang diperlukan dalam mencapai
konsep dasar yang harus dipahami oleh
solusi
siswa. Salah satu konsep matematika yang
pengembangan
heuristik
upaya untuk menemukan dan memecahkan
suatu masalah atau persoalan matematika
konsep
(Goldin
lainnya, baik dalam matematika maupun
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kemampuan
dapat
memuat serangkaian proses berpikir serta
yang dipelajari di
tingkat sebelumnya dan sebagai konsep
untuk
kuadrat
seseorang, dimana kemampuan heuristik
Atas (SMA) ini memiliki keterkaitan dengan
prasyarat
persamaan
mengembangkan
diberikan pada jenjang Sekolah Menengah
konsep-konsep lain
dari
dan
kemampuan
335
Kaput,
1996).
Selain
berpikir
yang
dapat
ISSN 2502-8723
dikembangkan secara terus menerus dan
plan), serta (4) memeriksa kembali (looking
berkelanjutan, melalui konsep persamaan
back)
kuadrat, dapat dikembangkan pembentukan
semestinya ditempuh dan dilaksanakan oleh
kebiasaan berpikir (habits of mind) pada diri
siswa, sehingga pemecahan masalah dapat
seseorang
Dengan
dilakukan secara efisien dan diperoleh solusi
demikian, melalui persamaan kuadrat dapat
yang tepat. Langkah-langkah pemecahan
dikembangkan
masalah
(Setiawati,
2011).
kemampuan
koneksi,
penalaran dan pemecahan masalah.
Pemecahan
masalah
memuat
yang
rincian
langkah
dianjurkan
yang
mengarahkan
siswa untuk selalu dapat menyadari potensi
(problem
kemampuannya
dan
dapat
mengatur
solving) secara eksplisit menjadi tujuan
kemampuan tersebut untuk digunakan pada
pembelajaran matematika dan termuat dalam
pemecahan masalah. Inti dari gagasan Polya
kurikulum matematika di berbagai negara,
tersebut
demikian pula dalam kurikulum yang saat
kemampuan menyadari dan mengatur proses
ini sedang diberlakukan di Indonesia yakni
berpikir.
Kurikulum 2013. Alasan yang mendasari hal
kemampuan
ini adalah karena pemecahan masalah
kaitannya dengan proses berpikir seseorang.
merupakan
sarana
Jadi
pada
dapat
pengerahan
dikatakan
pemecahan
bahwa
masalah
erat
untuk
Pemecah masalah (problem solver)
mengembangkan pengetahuan matematika
akan menyadari beberapa hal ketika melalui
(Tarim,
pemecahan
proses pemecahan suatu masalah yang
masalah dapat mengembangkan kognisi
menyebabkan ia harus melalui keempat
siswa
mendorong
langkah pemecahan masalah secara tidak
kreativitas (Bransford dan Stein, 1993),
berurutan. Dalam praktiknya semua langkah
mengembangkan kemampuan menulis dan
terlibat dan dilakukan secara paralel. Setiap
verbal yang merupakan bagian dari proses
penemuan baru, dalam hal ini berkaitan
aplikasi
1995;
dengan strategi yang lebih efektif untuk
Pugalee, 2004), serta dapat memotivasi
memperoleh solusi pemecahan masalah
siswa untuk belajar matematika (Song dan
cenderung
Grabowski, 2006).
keseluruhan yang telah tersusun (Polya,
2009).
penting
mengarah
Selain
(Jonassen,
2000),
matematika
Empat
itu
(Schraw,
tahapan
memodifikasi
proses
dalam
1981). Hal tersebut sering tidak sepenuhnya
pemecahan masalah matematika menurut
dipahami sampai pemecah masalah telah
Polya (1973) yaitu (1) memahami masalah
mencoba dan gagal untuk mencapai solusi
(understanding
(2)
dengan menggunakan strategi yang berbeda.
memikirkan rencana (devising a plan), (3)
Rangkaian maju mundur di antara empat
melaksanakan rencana (carrying out the
langkah
the
penting
akan
problem),
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
336
pemecahan
masalah
tersebut
ISSN 2502-8723
digambarkan oleh Fernandez, Hadaway dan
pembelajaran matematika yang berfokus
Wilson (1994) seperti pada gambar 1, yang
pada aktivitas metakognitif siswa (In‘am,
meliputi proses manajerial atau apa yang
Ghani, dan Sa‘ad, 2012).
disebut oleh para ahli pendidikan seperti
Dalam
konteks
Schoenfeld (1992) dan Flavell (1979)
masalah,
sebagai metakognisi.
diidentifikasikan
pemecahan
aktivitas
awareness,
(Mageira
metakognitif
sebagai
regulation,
dan
aktivitas
metacognitive
dan
evaluation
Zawojewski,2011).
metacognitive
Pada
awareness,
seseorang menyadari untuk memikirkan
posisi
pengetahuannya
selama
proses
menyelesaikan suatu masalah, apa yang
diketahuinya,
kemampuan
dalam
memecahkan masalah, strategi yang dapat
Gambar 1. Siklus Kegiatan Pemecahan Masalah
Sumber: Fernandez, Hadaway dan Wilson (1994)
digunakan untuk memecahkan masalah,
Schoenfeld (1992) menyebutkan
dimilikinya dengan strategi yang dapat
serta hubungan antara pengetahuan yang
bahwa metakognisi menjadi elemen penting
digunakan.
yang
metacognitive
menentukan
kegagalan
masalah.
kesuksesan
seseorang
dalam
Kemampuan
atau
pemecahan
Selanjutnya
pada
evaluation,
aktivitas
seseorang
menyadari untuk memikirkan keterbatasan
metakognitif
dan
keefektifan
pengetahuan
dan
membuat siswa menjadi lebih fleksibel.
kemampuannya dalam pemecahan masalah,
Ketika gagal dalam pemecahan masalah,
keefektifan strategi yang dipilih, tingkat
mereka akan mengubah strategi mereka
kesulitan
hingga mendapatkan solusi pemecahan.
pemecahan
masalah.
Kemampuan metakognitif yang baik akan
aktivitas
metacognitive
membuat mereka menjadi pemecah masalah
seseorang menggunakan sumber kognisinya
yang baik pula. Sebagian besar pemecah
dalam rangka merencanakan, menentukan
masalah
mengalami
langkah-langkah pemecahan masalah, tujuan
kegagalan karena mereka terus bekerja
dari setiap langkah pemecahan masalah
dengan strategi yang sama walaupun hal
yang dilakukan, pemilihan strategi yang
tersebut tidak menuntun mereka pada solusi
paling tepat, serta priorotas dan pemilihan
pemecahan. Oleh karena itu, perlu ada
langkah pemecahan masalah yang paling
perhatian
sesuai.
(problem
solver)
terhadap
implementasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
337
masalah,
dan
kualitas
hasil
Sedangkan
pada
regulation,
ISSN 2502-8723
Dari ketiga aktivitas metakognitif

―Saya mencoba
mengingat bahwa saya
pernah memecahkan
masalah setipe ini
sebelumnya.‖

―Ada beberapa cara
yang sering saya
gunakan dalam
memahami masalah
seperti ini, biasanya saya
membuat tabel,
menggambar bagan,
atau melingkari angkaangka penting.‖
―Saya menggaris bawahi
setiap informasi penting
yang ada pada soal
karena hal tersebut
mungkin akan
mempermudah saya
memahami maksut
soal.‖
yang telah disampaikan oleh Magiera &
Zawojewski (2011), dapat dikatakan bahwa
metakognisi sebagai bagian dari proses
pengaturan diri dan kemampuan mengontrol
proses berpikir diri sendiri ada dalam tiap
tahapan dalam pemecahan masalah. Pada
setiap
tahap
(memahami
Metacognitive
regulation
masalah,

merencanakan pemecahan, melaksanakan
rencana
pemecahan,
dan
memeriksa
kembali) dalam menyelesaikan masalah

siswa harus memonitor proses berpikirnya
sekaligus
dalam
membuat
keputusan-keputusan
melaksanakan
dipilihnya
itu
agar
tahapan
yang
masalah
dapat
Metacognitive
evaluation

terselesaikan dengan baik bahkan pada tahap
akhir, siswa harus mempertanyakan kembali
atas
jawaban
yang
dibuatnya

―Saya merasa perlu
untuk membaca soal
kembali dan memastikan
tidak ada informasi yang
terlewatkan yang dapat
saya gunakan untuk
memecahkan masalah
ini.‖

―Saya memikirkan
beberapa rencana
alternatif, sebagai
pertimbangan jika nanti
saya tidak menemukan
solusi dengan rencana
saya sebelumnya.‖
―Saya memilih rencana
ini karena saya rasa
rencana ini jauh lebih
efektif daripada rencana
lainnya.‖
apakah
Metacognitive
awareness
jawabannya benar-benar telah sesuai dan
apakah memungkinkan ada cara lain yang
lebih efektif dalam menyelesaikan masalah
yang diberikan itu.
Aktivitas metakognitif pada setiap
Metacognitive
regulation
tahapan pemecahan masalah Polya dapat

Memikirkan
rencana
(devising a
plan)
dianalisis dari contoh-contoh pernyataan
yang diberikan siswa yang dirangkum dalam
tabel 2.1.

Tabel 1. Aktivitas Metakognitif pada
Tahapan Pemecahan Masalah Polya
Langkah
Pemecahan
Memahami
masalah
(understanding
the problem)
Aktivitas
Metakognitif

Contoh Penyataan

Metacognitive
awareness
Metacognitive
evaluation
―Saya merasa perlu
untuk membaca soal
lebih dari sekali untuk
memahami maksud dari
masalah yang
diberikan.‖
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Melaksanakan
338
Metacognitive
―Saya berpikir apakah
pemahaman saya
terhadap masalah ini
sudah benar.‖
―Menurut saya soal ini
cukup sulit dan
menantang sehingga
saya berpikir apakah
saya dapat memecahkan
masalah ini dengan
mudah.‖

―Saya sangat yakin
bahwa rencana saya
akan membawa saya
pada solusi pemecahan
karena semua informasi
yang diberikan dalam
soal dapat saya gunakan
dalam rencana saya.‖
―Saya berusaha
meyakinkan diri bahwa
rencana pemecahan
yang akan saya lakukan
efektif untuk
menemukan solusi
pemecahan.‖
―Saya selalu
ISSN 2502-8723
rencana
(carrying out
the plan)
awareness


Metacognitive
regulation



Metacognitive
evaluation


Metacognitive
awareness

Memeriksa
kembali
(looking back)
Metacognitive
regulation


Metacognitive
evaluation
meyakinkan diri sendiri
bahwa langkah
pemecahan yang saya
lakukan sudah sesuai
dengan rencana yang
telah saya susun.‖
―Saya selalu memeriksa
kembali setiap langkah
yang telah saya lakukan
untuk memastikan
bahwa langkah
pemecahan saya tidak
menyimpang dari
rencana yang telah saya
susun.‖
Diadaptasi dari Magiera & Zawojewski (2011)
dan Polya (1973)
Untuk
memahami
metakognisi
siswa, dapat dilakukan metode think alouds.
Siswa diminta untuk menjelaskan apa yang
dipikirkannya saat memecahkan masalah
persamaan kuadrat secara lisan. Menurut
Charters (2003), think alouds merupakan
―Saya mencari debit air
untuk masing-masing
pompa dahulu kemudian
saya subtitusikan pada
persamaan kontinuitas.‖
―Saya menyederhanakan
persamaan hingga
koefisien dari 𝑥 2 sama
dengan satu agar nanti
mudah difaktorkan.‖
salah satu cara yang paling efektif dalam
menilai proses berpikir tingkat tinggi yang
melibatkan
kerja
memori
dan
dapat
digunakan untuk mengetahui perbedaan
masing-masing individu dalam mengerjakan
―Saya berpikir apakah
langkah pemecahan
yang saya lakukan sudah
sesuai dengan rencana
yang telah saya susun.‖
―Saya melakukan
kesalahan pada saat
memfaktorkan, hal
tersebut menyebabkan
solusi yang saya peroleh
tidak benar.‖
―Saya berpikir apakah
langkah yang saya
lakukan akan membawa
saya pada solusi dari
masalah ini.‖
tugas yang sama. Data yang diperoleh
melalui metode think alouds dapat dianalisis
dengan
menggunakan
teknik
analisis
tematik.
Analisis tematik merupakan metode
yang mengungkap potensi kebermaknaan
matematika yang ada dalam suatu wacana
―Saya berpikir apakah
jawaban yang saya
peroleh merupakan
solusi pemecahan yang
masuk akal.‖
(Herbel-Eisenmann dan Otten, 2011). Proses
―Saya meyakinkan diri
sendiri bahwa hasil
akhir yang saya peroleh
ini telah sesuai dengan
masalah yang diberikan‖
―Saya mensubtitusikan
hasil akhir yang saya
peroleh ke persamaan
awal. Jika nilainya
memenuhi persamaan
tersebut maka hasil yang
saya peroleh sudah
benar.‖
matematis yang dapat digunakan oleh siswa
―Saya rasa langkah
pemecahan yang saya
lakukan kurang efektif.
Seharusnya saya
menyederhanakan dulu
bilangan-bilangan yang
besar agar persamaan
yang saya peroleh jauh
lebih sederhana.‖
fase 1, (3) menganalisis metakognisi siswa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
analisis tematik melibatkan empat fase,
yaitu: (1) membuat tabel yang berisi ide
dalam memecahkan masalah persamaan
kuadrat, (2) membuat clean map yang
menggambarkan jaringan ide matematis
dalam memecahkan masalah persamaan
kuadrat berdasarkan tabel yang dibuat pada
dalam memecahkan masalah persamaan
kuadrat, (4) membuat mapping mathematics
berdasarkan hasil analisis pada fase 3.
339
ISSN 2502-8723
Mapping mathematics didefinisikan
METODOLOGI PENELITIAN
sebagai alat untuk membangun struktur hasil
Pendekatan yang digunakan dalam
analisis tematik (Herbel-Eisenmann dan
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Otten, 2011). Menurut Mustaqim (2013),
Data yang diperoleh dalam penelitian ini
mapping
dapat
adalah data verbal berupa ungkapan siswa
didefinisikan sebagai gambar/diagram yang
ketika melakukan think aloud dan ketika
tersusun atas istilah atau konsep yang saling
diwawancarai untuk memperoleh informasi
berkaitan sebagai hasil dari pemetaan.
mengenai aktivitas metakognitifnya. Jenis
Pemetaan sendiri berarti suatu proses yang
penelitian ini dapat dikategorikan sebagai
melibatkan identifikasi istilah dalam satu
penelitian
masalah
dengan
mendeskripsikan hasil eksplorasi aktivitas
mathematics
metakognitif siswa dalam memecahkan
mathematics
yang
gambar/diagram.
juga
disusun
Mapping
digunakan untuk menyatakan hubungan
berbentuk
eksploratif
yaitu
masalah persamaan kuadrat.
yang bermakna antar konsep atau istilah
yang
deskriptif
Penelitian ini dilaksanakan di SMA
proposisi-proposisi
Negeri 2 Lumajang pada semester genap
(Hartutik, 2013). Proposisi merupakan dua
tahun pelajaran 2014-2015, bulan Mei 2015.
atau lebih konsep, istilah, atau bentuk-
SMA Negeri 2 Lumajang telah setahun
bentuk matematis yang dihubungkan oleh
menerapkan Kurikulum 2013. Siswa kelas X
kata-kata dalam suatu unit semantik.
di SMA Negeri 2 Lumajang telah dibiasakan
Mapping
mathematics
yang
untuk
menyelesaikan
soal
pemecahan
dimaksud dalam tulisan ini adalah diagram
masalah. Subjek penelitian tidak dipilih
yang menggambarkan rangkaian aktivitas
secara acak, namun dipilih berdasarkan
metakognitif siswa dalam memecahkan
beberapa kriteria dimana partisipan yang
masalah
persamaan
memiliki potensi tinggi untuk terlibat dalam
mapping
mathematics
kuadrat.
dapat
Melalui
dianalisis
aktivitas
metakognitif
dan
dapat
aktivitas metakognitif yang terjadi pada
menjelaskan proses berpikirnya dengan baik
masing-masing siswa saat mengerjakan
dipilih sebagai subjek penelitian (Magiera
masalah persamaan kuadrat.
dan Zawojewski, 2011).
Adapun metode yang digunakan
Tujuan Penelitian
Penelitian
dalam
ini
bertujuan
untuk
menentukan
subjek
yaitu
(1)
menganalisis skor ulangan harian materi
mendeskripsikan metakognisi siswa Sekolah
persamaan kuadrat, (2) mengelompokkan
Menengah Atas dalam pemecahan masalah
siswa menjadi 3 kelompok (rendah, sedang,
persamaan kuadrat dengan menggunakan
dan tinggi), (3) meminta beberapa siswa dari
mapping mathematics
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
340
ISSN 2502-8723
masing-masing
kelompok
untuk
pada fase 2 dan mapping mathematics yang
mengerjakan soal sambil melakukan think
digambar pada fase 4.
aloud, (4) jika siswa memperoleh suatu
TEMUAN PENELITIAN DAN DISKUSI
persamaan kuadrat dan solusi pemecahan
Dalam langkah pemecahan masalah
maka selanjutnya dipilih menjadi subjek
yang dilakukan, siswa pada masing-masing
untuk diwawancarai.
kelompok cenderung melakukan aktivitas
Instrumen
penelitian
yang
metakognitif
yang
sama,
yaitu
siswa
digunakan untuk memperoleh data dalam
kelompok
penelitian ini meliputi (1) peneliti, (2)
ketiga aktivitas metakognitif (metacognitive
lembar soal, (3) pedoman wawancara, (4)
awareness, metacognitive regulation, dan
alat rekam, (5) lembar validasi soal dan (6)
metacognitive
lembar
validasi
memahami
Analisis
data
pedoman
dalam
wawancara.
penelitian
ini
rencana.
tinggi
cenderung
evaluation)
masalah
Pada
pada
dan
langkah
melakukan
saat
memikirkan
melaksanakan
menggunakanan alisis tematik 5 fase yang
rencana, siswa kelompok tinggi cenderung
merupakan pengembangan dari analisis
tidak melakukan aktivitas metacognitive
tematik
Herbel-Eissenmann
dan
Otten
awareness, dan pada langkah memeriksa
(2011) sebagai berikut yaitu (1) membuat
kembali solusi akhir yang diperoleh, siswa
tabel yang berisi ide matematis yang
kelompok tinggi cenderung tidak melakukan
diharapkan digunakan oleh siswa dalam
aktivitas
memecahkan masalah persamaan kuadrat,
Kelompok siswa berkemampuan sedang
(2)
cenderung
membuat
clean
map
yang
metacognitive
melakukan
ketiga
evaluation.
aktivitas
menggambarkan jaringan ide matematis
metakognitif
dalam memecahkan masalah persamaan
metacognitive regulation, dan metacognitive
kuadrat berdasarkan tabel yang dibuat pada
evaluation)
pada langkah memahami
fase 1, (3) menganalisis metakognitif siswa
masalah,
memikirkan
dalam memecahkan masalah persamaan
melaksanakan
rencana,
kudrat, (4) membuat mapping mathematics
kembali. Demikian pula untuk kelompok
berdasarkan hasil analisis pada fase 3 yaitu
siswa berkemampuan rendah. Oleh sebab
dengan menggambarkan struktur berpikir
itu, dalam paparan data pada penelitian ini,
siswa dalam pemecahan masalah persamaan
untuk deskripsi metakognisi siswa hanya
kuadrat, dan (5) melakukan analisis terhadap
aktivitas
metakognitif
siswa
(metacognitive
dan
awareness,
rencana,
memeriksa
dipaparkan metakognisi satu siswa yang
dengan
mewakili
membandingkan clean map yang digambar
masing-masing
kelompok.
Selanjutnya siswa yang mewakili kelompok
kemampuan tinggi akan disebut sebagai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
341
ISSN 2502-8723
Subjek 1 (S1), siswa yang mewakili
regulation, dan metacognitive evaluation.
kelompok siswa berkemampuan sedang
Aktivitas metacognitive awareness saat
disebut Subjek 2 (S2), serta siswa yang
memikirkan rencana oleh S1 meliputi
mewakili kemampuan rendah disebut Subjek
kesadaran
3 (S3).
pengetahuannya selama proses memikirkan
Saat
memecahkan
untuk
memikirkan
posisi
masalah
rencana, apa yang diketahuinya, strategi
persamaan kuadrat yang diberikan, dalam
yang dapat digunakan untuk memecahkan
memahami
S1
masalah, serta hubungan antara pengetahuan
metacognitive
yang dimilikinya dengan strategi yang dapat
awareness, metacognitive regulation, dan
digunakan yaitu dalam bentuk aktivitas
metacognitive
memikirkan kembali pengetahuan
masalah,
melibatkan
metakognisi
aktivitas
evaluation.
Aktivitas
yang
metacognitive awareness saat memahami
dimiliki sebelumnya tentang rumus debit
masalah yang dilakukan oleh S1 terjadi saat
dan
membaca soal lebih dari sekali, serta
mempertimbangkan koefisien dari 𝑥 2 dan
berusaha mengingat pernah bekerja dengan
nilai determinan dari persamaan kuadrat
soal
yang diperoleh.
setipe
yang
diberikan.
Aktivitas
perbandingan
metacognitive regulation saat memahami
senilai,
serta
Aktivitas metacognitive regulation
masalah oleh S1 diindikasikan oleh aktivitas
oleh
membuat tabel untuk mendata informasi
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan
penting
rencana baru yang dianggap lebih efektif
yang
diberikan
dalam
soal,
S1
saat
memikirkan
rencana
memperbaiki format tabel agar lebih mudah
daripada
dipahami dan membuat tabel baru yang
dilakukan.
dianggap paling efektif untuk membantu
metacognitive evaluation saat memikirkan
dalam pemahaman masalah.
rencana oleh S1 terjadi saat memikirkan
aktivitas
metacognitive
Sedangkan
evaluation
saat
rencana
rencana
sebelumnya
Sedangkan
diindikasikan
oleh
yang
aktivitas
aktivitas
memahami masalah oleh S1 diindikasikan
meyakinkan diri tentang keefektifan rencana
oleh aktivitas meyakinkan diri tentang
pemecahan.
pemahaman
terhadap
masalah,
Saat
melaksanakan
rencana,
melibatkan
aktivitas
mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan
metakognisi
meyakinkan
metacognitive regulation, dan metacognitive
diri
terhadap
kemampuan
dalam memecahkan masalah.
Saat
metakognisi
metacognitive
evaluation.
memikirkan
S1
Aktivitas
metacognitive
rencana,
regulation saat melaksanakan rencana oleh
aktivitas
S1 diindikasikan ketika S1 melakukan
metacognitive
aktivitas memikirkan persamaan yang lebih
melibatkan
awareness,
S1
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
342
ISSN 2502-8723
sederhana dari persamaan kuadrat yang
diperoleh,
dan
memikirkan
serta
memutuskan cara yang dianggap paling
mudah untuk menentukan akar persamaan
kuadrat yang diperoleh. Sedangkan aktivitas
metacognitive evaluation saat melaksanakan
rencana oleh S1 terjadi saat S1 merasa
melakukan
kesalahan
terhadap
langkah
pemecahan masalah karena memperoleh
jawaban yang tidak masuk akal, sehingga
memaksa S1 untuk memikirkan kembali
rencana yang telah dilaksanakan.
Saat
metakognisi
memeriksa
S1
kembali,
melibatkan
aktivitas
metacognitive awareness dan metacognitive
regulation.
Aktivitas
Gambar 2. Mapping Mathematics S1 saat
Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat
metacognitive
awareness saat memeriksa kembali oleh S1
Saat
terjadi ketika S1 meyakinkan diri bahwa
memahami masalah, metakognisi S2, yaitu
dan telah sesuai dengan masalah yang
Aktivitas
masalah
persamaan kuadrat yang diberikan, dalam
jawaban akhir yang diperoleh masuk akal
diberikan.
memecahkan
siswa berkemampuan sedang melibatkan
metacognitive
aktivitas
regulation saat memeriksa kembali oleh S1
metacognitive
awareness,
metacognitive regulation, dan metacognitive
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan cara
evaluation.
yang dianggap efektif untuk mengecek
Aktivitas
metacognitive
awareness saat memahami masalah yang
jawaban yang diperoleh. Berikut adalah
dilakukan oleh S2 terjadi saat S2 membaca
Mapping Mathematics untuk S1
soal lebih dari sekali, serta berusaha
mengingat pernah bekerja dengan soal setipe
yang diberikan.
Aktivitas metacognitive regulation
saat
memahami
diindikasikan
oleh
masalah
aktivitas
oleh
S2
mendata
informasi penting mengenai kedua pompa
dan membuat bagan yang dianggap paling
efektif untuk membantu dalam pemahaman
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
343
ISSN 2502-8723
masalah. Sedangkan aktivitas metacognitive
melakukan
evaluation saat memahami masalah oleh S2
meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
yang dilakukan sesuai dengan rencana.
tentang
Aktivitas
pemahaman
terhadap
masalah,
langkah
pemecahan
metacognitive
serta
regulation
saat
mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan
melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat
meyakinkan
S2 memikirkan persamaan yang lebih
diri
terhadap
kemampuan
dalam memecahkan masalah.
Saat
sederhana dari persamaan kuadrat yang
memikirkan
rencana,
diperoleh, memikirkan dan memutuskan
aktivitas
cara yang dianggap paling mudah untuk
metacognitive
menentukan akar persamaan kuadrat yang
regulation, dan metacognitive evaluation.
diperoleh, serta memikirkan kembali konsep
Aktivitas metacognitive awareness saat
tentang perbandingan senilai untuk dapat
memikirkan rencana oleh S2 terjadi saat S2
dikaitkan dengan langkah pemecahan yang
memastikan
kecukupan
sedang dilakukan.
diperlukan
dan
metakognisi
S2
metacognitive
melibatkan
awareness,
pengetahuan
informasi
memikirkan
yang
dimiliki
yang
Sedangkan Aktivitas
kembali
metacognitive evaluation saat melaksanakan
sebelumnya
rencana oleh S2 terjadi saat S2 merasa
tentang rumus debit. Aktivitas metacognitive
melakukan
regulation saat memikirkan rencana oleh S2
pemecahan masalah karena memperoleh
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan
jawaban yang tidak masuk akal, sehingga
rencana
memaksa S2 untuk memikirkan kembali
yang
dianggap
efektif
untuk
memecahkan masalah, yaitu menjumlahkan
kesalahan
langkah
rencana yang telah dilaksanakan.
volume air yang dialirkan oleh masing-
Saat
masing pompa dalam waktu 12 jam.
metakognisi
Sedangkan
metacognitive
aktivitas
terhadap
metacognitive
memeriksa
S2
kembali,
melibatkan
awareness,
aktivitas
metacognitive
evaluation saat memikirkan rencana oleh S2
regulation, dan metacognitive evaluation.
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
Aktivitas metacognitive awareness saat
tentang keefektifan rencana pemecahan.
memeriksa kembali oleh S2 terjadi saat S2
Saat
melaksanakan
rencana,
meyakinkan diri bahwa jawaban akhir yang
melibatkan
aktivitas
diperoleh masuk akal dan telah sesuai
metacognitive
dengan masalah yang diberikan. Aktivitas
regulation, dan metacognitive evaluation.
metacognitive regulation saat memeriksa
Aktivitas metacognitive awareness pada saat
kembali oleh S2 terjadi saat S2 memeriksa
melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat
kembali
S2
memikirkan cara yang dianggap efektif
metakognisi
metacognitive
mengecek
S2
awareness,
kembali
setiap
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
selesai
344
diindikasikan
oleh
aktivitas
ISSN 2502-8723
untuk mengecek jawaban yang diperoleh.
Sedangkan
aktivitas
Saat memecahkan masalah
metacognitive
persamaan kuadrat yang diberikan, dalam
evaluation saat memeriksa kembali oleh S2
memahami masalah, metakognisi S3, yaitu
terjadi
siswa berkemampuan sedang melibatkan
saat
S2
memeriksa
kembali
diindikasikan oleh aktivitas mengevaluasi
aktivitas metacognitive awareness,
dan
metacognitive regulation, dan metacognitive
memikirkan
kembali
keefektifan
langkah pemecahan yang telah dilakukan
evaluation. Aktivitas metacognitive
dari
awareness saat memahami masalah yang
awal
hingga
mendapatkan
solusi
pemecahan, serta memikirkan prosedur lain
oleh S3 terjadi saat S3 membaca soal lebih
yang
dari sekali, serta berusaha mengingat pernah
mungkin
lebih
efektif
daripada
prosedur yang telah dilakukan. Berikut
bekerja dengan soal setipe yang diberikan.
mapping mathematics untuk S2.
Aktivitas metacognitive regulation saat
memahami masalah oleh S3 diindikasikan
oleh aktivitas mendata informasi penting
mengenai kedua pompa yaitu tentang
volume, waktu, dan debit dari kedua pompa.
Sedangkan aktivitas metacognitive
evaluation saat memahami masalah oleh S3
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
tentang pemahaman terhadap masalah,
mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan
meyakinkan diri terhadap kemampuan
dalam memecahkan masalah.
Saat
metakognisi
metacognitive
memikirkan
S3
rencana,
melibatkan
awareness,
aktivitas
metacognitive
regulation, dan metacognitive evaluation.
Aktivitas metacognitive awareness saat
memikirkan rencana oleh S3 terjadi saat S3
memastikan
kecukupan
diperlukan
dan
pengetahuan
Gambar 3. Mapping Mathematics S2 saat Memecahkan
Masalah Persamaan Kuadrat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
345
yang
informasi
memikirkan
dimiliki
yang
kembali
sebelumnya
tentang rumus debit. Aktivitas metacognitive
regulation saat memikirkan rencana oleh S3
ISSN 2502-8723
terjadi
saat
S3
memikirkan
rencana
ketika S3 merasa melakukan kesalahan
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan
terhadap
rencana
untuk
karena memperoleh jawaban yang tidak
memecahkan masalah, yaitu menjumlahkan
masuk akal, sehingga S3 harus memikirkan
waktu yang diperlukan oleh kedua pompa
kembali rencana yang telah dilaksanakan.
untuk mengalirkan 1260 liter sebelum
Selain itu, ketika S3 merasa kesulitan untuk
akhirnya memutuskan untuk mengganti
menentukan dua bilangan yang memiliki
rencana menjumlahkan volume air yang
hasil kali sama dengan -84 dan hasil
dialirkan oleh kedua pompa dalam waktu 12
penjumlahan
jam. Sedangkan aktivitas metacognitive
memikirkan kembali keputusannya untuk
evaluation saat memikirkan rencana oleh S3
menggunkan cara pemfaktoran. Aktivitas
terjadi
rencana
tersebut juga mengindikasikan aktivitas
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
metacognitive evaluation saat melaksanakan
tentang keefektifan rencana pemecahan.
rencana oleh S3.
yang
saat
dianggap
S3
Saat
metakognisi
S3
metacognitive
efektif
memikirkan
melaksanakan
rencana,
melibatkan
aktivitas
awareness,
langkah
sama
Saat
metakognisi
metacognitive
metacognitive
pemecahan
masalah
dengan
-17,
memeriksa
S3
kembali,
melibatkan
awareness,
S5
aktivitas
metacognitive
regulation, dan metacognitive evaluation.
regulation, dan metacognitive evaluation.
Aktivitas metacognitive awareness pada saat
Aktivitas metacognitive awareness saat
melaksanakan rencana oleh S3 terjadi saat
memeriksa kembali oleh S3 terjadi saat S3
S3
selesai
meyakinkan diri bahwa jawaban akhir yang
serta
diperoleh masuk akal dan telah sesuai
meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan
dengan masalah yang diberikan. Aktivitas
yang dilakukan sesuai dengan rencana.
metacognitive regulation diindikasikan oleh
Aktivitas
saat
aktivitas memikirkan cara yang dianggap
melaksanakan rencana oleh S3 terjadi saat
efektif untuk mengecek jawaban yang
S3 memikirkan persamaan yang lebih
diperoleh.
sederhana dari persamaan kuadrat yang
metacognitive evaluation saat memeriksa
diperoleh, memikirkan dan memutuskan
kembali oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas
cara yang dianggap paling mudah untuk
mengevaluasi
menentukan akar persamaan kuadrat yang
keefektifan langkah pemecahan yang telah
diperoleh.
dilakukan dari awal hingga mendapatkan
mengecek
melakukan
kembali
langkah
setiap
pemecahan,
metacognitive
regulation
Sedangkan
aktivitas
Sedangkan
dan
memikirkan
solusi
rencana oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas
prosedur lain yang mungkin lebih efektif
346
serta
kembali
metacognitive evaluation saat melaksanakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pemecahan,
aktivitas
memikirkan
ISSN 2502-8723
daripada prosedur yang telah dilakukan.
benar, siswa kelompok tinggi cenderung
Berikut mapping mathematics untuk S3.
tidak memikirkan dan mencoba prosedur
yang lebih efektif untuk memecahkan
masalah. Hal ini disebabkan oleh rasa
percaya diri yang tinggi dalam memecahkan
masalah yang tidak dimiliki oleh siswa
kelompok sedang dan rendah.
Dalam
metakognisi
memahami
masalah,
kelompok
siswa
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah
melibatkan
aktivitas
metacognitive
awareness, metacognitive regulation, dan
metacognitive
evaluation.
Aktivitas
metacognitive awareness yang dilakukan
oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah meliputi kesadaran
untuk memikirkan apa yang perlu dilakukan
dalam memahami masalah yaitu membaca
soal lebih dari sekali, berusaha mengingat
pernah bekerja dengan soal setipe yang
Gambar 3. Mapping Mathematics S3 saat Memecahkan
Masalah Persamaan Kuadrat
diberikan.
Aktivitas metacognitive regulation
dalam memahami masalah oleh kelompok
KESIMPULAN
Berdasarkan mapping mathematics
siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
diketahui bahwa siswa kelompok tinggi
rendah
cenderung
mengontrol
tidak
metacognitive
melakukan
awareness
aktivitas
pada
saat
meliputi
kesadaran
perencanaan
dalam
strategi
yang
dianggap efektif untuk memahami masalah
melaksanakan rencana, sedangkan siswa
yaitu
kelompok sedang dan rendah lebih sering
menceritakan
melakukan
metacognitive
bahasa sendiri, membuat tabel atau bagan
awareness saat melaksanakan rencana. Jika
untuk mempermudah pemahaman terhadap
dibandingkan dengan siswa yang berada di
masalah
kelompok
Sedangkan
aktivitas
sedang
dan
rendah,
ketika
memperoleh solusi yang sudah diyakini
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mendata
informasi
kembali
yang
masalah
diberikan
aktivitas
penting,
pada
dengan
soal.
metacognitive
evaluation dalam memahami masalah oleh
347
ISSN 2502-8723
kelompok
siswa
berkemampuan
tinggi,
Aktivitas metacognitive evaluation dalam
sedang, dan rendah meliputi kesadaran
memikirkan rencana oleh kelompok siswa
dalam
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah
memikirkan
keefektifan
dan
keterbatasan proses berpikir serta asesmen
meliputi
terhadap tingkat kesulitan masalah.
keefektifan dan keterbatasan proses berpikir
Dalam
metakognisi
memikirkan
rencana,
kelompok
siswa
kesadaran
dalam
memikirkan
dan keefektifan strategi yang direncanakan.
Dalam
melaksanakan
rencana,
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah
metakognisi
melibatkan
metacognitive
berkemampuan tinggi melibatkan aktivitas
awareness, metacognitive regulation, dan
metacognitive regulation dan metacognitive
metacognitive
evaluation. Sedangkan kelompok siswa
aktivitas
evaluation.
Aktivitas
kelompok
metacognitive awareness yang dilakukan
berkemampuan
oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi,
melibatkan
sedang, dan rendah meliputi kesadaran
awareness, metacognitive regulation, dan
untuk memikirkan apa yang perlu dilakukan
metacognitive
dalam
memikirkan
memastikan
kecukupan
sedang
siswa
dan
aktivitas
rendah
metacognitive
evaluation.
Aktivitas
rencana
yaitu
metacognitive awareness yang dilakukan
informasi
yang
oleh kelompok siswa berkemampuan sedang
diperlukan untuk menyusun rencana.
dan
Aktivitas metacognitive regulation
rendah
meliputi
kesadaran
untuk
memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam
dalam memikirkan rencana oleh kelompok
melaksanakan
siswa berkemampuan sedang dan rendah
meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan
meliputi
mengontrol
yang dilakukan sesuai dengan rencana. Hal
perencanaan strategi, penyusunan langkah
ini tidak nampak dilakukan oleh kelompok
kerja dan tujuan, serta pemilihan strategi
siswa berkemampuan tinggi. Karena terlalu
pemecahan masalah yang tepat. Sedangkan
percaya
kelompok
tinggi
pemecahan, kelompok siswa berkemampuan
metacognitive
tinggi merasa tidak perlu untuk meyakinkan
melakukan
kesadaran
siswa
dalam
berkemampuan
aktivitas
diri
dengan
satu
selalu
rencana
diri
dalam penyusunan langkah kerja dan tujuan.
dilakukan sudah sesuai dengan rencana.
Kelompok
Kelompok
berkemampuan
tinggi
langkah
yaitu
regulation hanya terbatas pada kesadaran
siswa
apakah
rencana
siswa
pemecahan
berkemampuan
yang
tinggi
cenderung merasa tidak perlu memikirkan
beranggapan bahwa mereka hanya memiliki
rencana pemecahan yang lain jika rencana
satu rencana pemecahan yang pasti, jadi
pemecahan yang ia lakukan dirasa tidak
tidak mungkin langkah pemecahan yang
efektif untuk memperoleh solusi pemecahan.
dilakukan tidak sesuai dengan rencana.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
348
ISSN 2502-8723
Aktivitas metacognitive regulation
mengontrol perencanaan dan pemilihan
dalam melaksanakan rencana oleh kelompok
strategi yang efektif untuk memeriksa
siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
kembali solusi yang diperoleh. Aktivitas
rendah
metacognitive evaluation dalam memeriksa
meliputi
mengontrol
kesadaran
perencanaan
dalam
strategi,
kembali
oleh
kelompok
siswa
penyusunan langkah kerja dan tujuan, serta
berkemampuan sedang dan rendah meliputi
pemilihan langkah pemecahan yang tepat.
kesadaran dalam mengontrol keefektifan dan
Sedangkan aktivitas metaconitive evaluation
keterbatasan
dalam melaksanakan rencana oleh kelompok
keefektifan strategi yang telah dilakukan.
siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
rendah
meliputi
kesadaran
Disarankan bagi peneliti lain yang
berminat
masalah yang melibatkan persamaan kuadrat
untuk memecahkannya. Disarankan pula
metacognitive awareness dan metacognitive
melibatkan
sedang
untuk
kelompok siswa
dan
aktivitas
terbatas
Aktivitas
pada
3
siswa
SMA
(subjek
penelitian terpilih).
Bagi guru, disarankan untuk selalu
oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi,
mendampingi dan membantu siswa dalam
sedang dan rendah meliputi kesadaran untuk
mengembangkan kemampuan metakognitif
memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam
siswa. Guru dapat merfleksi pengetahuan
memeriksa kembali yaitu selalu meyakinkan
siswa yang bertujuan untuk mengarahkan
diri bahwa solusi pemecahan yang diperoleh
siswa pada solusi ataupun menyadarkan
masuk akal.
siswa bahwa siswa melakukan kesalahan.
Aktivitas metacognitive regulation
Refleksi
dalam memeriksa kembali oleh kelompok
kesadaran
yang
diberikan
dapat
menumbuhkan ide dalam diri siswa dalam
siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
meliputi
tentang
karena keterbatasan penelitian, yaitu hanya
metacognitive awareness yang dilakukan
rendah
penelitian
pendidikan termasuk di Perguruan Tinggi
metacognitive
evaluation.
melakukan
metakognisi siswa pada berbagai jenjang
rendah
awareness, metacognitive regulation, dan
metacognitive
mengembangkan
karena penelitian ini hanya terbatas pada 1
siswa
berkemampuan tinggi melibatkan aktivitas
berkemampuan
dapat
dalam materi yang sama maupun berbeda
Dalam memeriksa kembali,
kelompok
untuk
penelitian ini pada soal yang berbeda baik
asesmen terhadap hasil yang diperoleh
regulation. Sedangkan
serta
SARAN
proses berpikir, keefektifan strategi, serta
metakognisi
berpikir
dalam
mengontrol keefektifan dan keterbatasan
.
proses
menemukan
dalam
strategi
baru
yang
dapat
digunakan dalam memecahkan masalah.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
349
ISSN 2502-8723
Research and Development 48 (4):
63-85. New York:Springer.
Mageira, M.T., dan Zawojewski, J.S. 2011.
Characterization of Social-Based
and
Self-Based
Contexts
Associated
With
Students‘
Awareness,
Evaluation,
and
Regulation of Their Thinking
During Small-Group Mathematical
Modelling.Journal for Research in
Mathematics Education, 42(5):
486-516.
Mustaqim. 2013. Proses Scaffolding
Berdasarkan Diagnosis Kesulitan
Siswa
DalamMenyelesaikan
Masalah Program Linear Dengan
MenggunakanMappingMathematic
s. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
PPs UM.
Polya, G. 1973. How to Solve it: A New
Aspect of Mathematical Model(2nd
ed.) . Princeton. New Jersey:
Princeton University Press
_______. 1981. Mathematical Discovery:
On understanding, Learning, and
Teaching Problem Solving. New
York: John Wiley & Son.
Pugalee, D. K. 2004. Comparison of Verbal
and Written Descriptions of
Students'
Problem
Solving
Processes.Educational Studies in
Mathematics 55 (1): 27-47. New
York: Springer
Schraw, G. 1995. Cognitive Processes in
Well-Defined
and
Ill-defined
Problem Solving.Applied Cognitive
Psychology 9 : 523-555. New York:
John Wileys & Son, Ltd
Schoenfeld A. H. 1992. Learning to Think
Mathematically: Problem Solving,
Metacognition and Sense Making
in Mathematics. In D. Grouws
(Ed.), Handbook of Research on
Mathematics
Teaching
and
Learning, pp. 334 - 370. New
York: Macmillan.
Setiawati, E. 2011. Hambatan Epistemologi
(Epistemological Obstacles) Dalam
Persamaan Kuadrat Pada Siswa
Madrasah
Aliyah.
Makalah
dipresentasikan di International
Daftar Rujukan
Bransford, J.dan B.S. Stein. 1993. The
IDEAL Problem Solver: A Guide
for ImprovingThinking, Learning,
and Creativity (2nd ed). New
York:W.H. Freeman.
Charters, E. 2003. The Use of Think-aloud
Methods in Qualitative Research
An Introduction to Think-aloud
Methods. Brock Education, 12 (2):
68-82.
In‘am, A., dkk. 2012. A Metacognitive
Approach to Solving Algebra
Problems. International Journal of
Independent
Research
and
Studies, 1(4): 162-173.
Flavell, J. H. 1979. Metacognition and
Cognitive Monitoring: A new Area
of Cognitive-Development Inquiry.
American Psychologist. Vol. 34, pp.
906-911. American Psychological
Association.
Goldin, G. dan Kaput, J. 1996.A joint
perspective on the idea of
representation in learning and doing
mathematics‘, in L. Steffe, P.
Nesher, P. Cobb, G. Goldin, and B.
Greer
(eds.).Theories
of
Mathematical Learning. Erlbaum,
Hillsdale, NJ, pp. 397–430.
Hartutik, Y. 2013. Proses Scaffolding
Berdasarkan Diagnosis Kesulitan
Siswa
dalam
Menyelesaikan
Masalah Pertidaksamaan Kuadrat
dengan
MenggunakanMapping
Mathematics.Tesis
tidak
diterbitkan. Malang: PPs UM.
Herbel-Eisenmann, B.A. dan Otten, S.
2011.Mapping Mathematics in
Classrom Discourse.Journal for
Research
in
Mathematics
Education, 42 (5): 451-485.
In‘am, A., dkk. 2012. A Metacognitive
Approach to Solving Algebra
Problems. International Journal of
Independent
Research
and
Studies, 1(4): 162-173.
Jonassen, D. H. 2000. Toward a Design
Theory
of
Problem
Solving.EducationalTechnology
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
350
ISSN 2502-8723
Seminar and the Fourth National
Conference
on
Mathematics
Education 2011 ―Building the
Nation
Character
through
Humanistic
Mathematics
Education‖. Jurusan Pendidikan
Matematika,
Universitas
Yogyakarta. Yogyakarta, 21-23
Juli 2011
Song, H. D. dan Grabowski, B. L. 2006.
Stimulating intrinsic motivation for
problem solving using goaloriented contexts and peer group
composition.
Educational
Technology
Research
&
Development Journal, 54(5): 445466.
Tarim, K. 2009. The Effects Of Cooperative
Learning
On
PreschoolersMathematics ProblemSolving
Ability.Educational
Studies inMathematics,72(3): 325340.
Wilson, J. dan Clarke, D. 2004. Toward The
Modelling
of
Mathematical
Metacognition.
Mathematics
Education Research Journal, 16(2),
25-48
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
351
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE GROUP INVESTIGATION
TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA
PADA MATAKULIAH MATEMATIKA EKONOMI
EMA SURAHMI
Program Studi Pendidikan Matematika-Universitas Madura
Jl. Raya Panglegur km 3,5 Pamekasan-Madura.
Email: [email protected]
Abstrak :
Aktivitas pembelajaran seperti mengemukakan pendapat, bekerja sama, mempresentasikan, bertanya, dan menjawab
sangatlah penting karena siswa terlibat langsung dan tidak hanya diam mendengar tetapi juga melakukan, sehingga
mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar. Salah satu model atlernatif yang diduga dapat digunakan
untuk mengatasi masalah terkait adalah model kooperatif dengan tipe Group Investigation (GI). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group invetigation
terhadap hasil belajar mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Madura. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian eksperimen, dengan mengambil dua sampel yaitu mahasiwa Akuntansi A sebagai kelas eksperimen yang
berjumlah 40 mahasiswa, dengan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan Akuntasi C sebagai kelas
kontrol berjumlah 35 mahasiswa, dengan pembelajaran konvensional. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dengan (1) Metode test dan (2) Kuisioner dan analisi data yang digunakan uji-t. Dari hasil analisis data hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil
belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Madura, hal ini dilihat dari
hasil uji-t dengan nilai thitung =1,836 dengan taraf signifikan 5% nilai t tabel =1,666 dengan demikian t hitung > ttabel
sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation memberikan pengaruh positif.
Kata Kunci : Tipe Group Investigation, Hasil Belajar
sendiri melalui proses internalisasi sehingga
konsep atau prinsip itu terbangun kembali.
Pembelajaran lebih menekankan
bagaimana upaya guru untuk mendorong
atau memfasilitasi siswa untuk belajar,
bukan pada apa yang dipelajari siswa. Istilah
pembelajaran lebih menggambarkan bahwa
siswa lebih banyak beperan dalam
mengkonstruksikan
pengetahuan
bagi
dirinya, dan bahwa pengetahuan itu bukan
hasil proses transformasi dari guru (Nikson
1992)
Melihat pentingnya matematika
dalam kehidupan, hampir semua bidang
tidak lepas dengan penerapan ilmu
matematika, salah satunya adalah ilmu
ekonomi yang hampir sebagian besar
PENDAHULUAN
Pembelajaran dapat diartikan suatu
upaya untuk menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa untuk dapat belajar.
Menurut Degeng (1989) pembelajaran
merupakan upaya untuk membelajarkan
siswa.Secara eksplisit terlihat bahwa dalam
pembelajaran ada kegiatan memilih,
menetapkan dan mengembangkan metode
untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran
matematika adalah suatu upaya dalam
membantu siswa untuk mengkonstruksikan
(membangun) konsep-konsep atau prinsipprinsip matematika dengan kemampuannya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
352
ISSN 2502-8723
menggunakan
teori-teori
matematika,
hubungan implementasi matematika dan
ekonomi sangat erat, sehingga diharapkan
mahasiswa jurusan ekonomi dapat dengan
mudah mempelajari dan paham dengan
prinsip dan konsep matematika. Selain itu
mahasiswa mampu menggunakan teoremateorema yang ada dalam menyelesaikan soal
atau permasalahan yang mungkin berkaitan
dengan kejadian-kejadian di lingkungan
sekitar.
Matematika ekonomi sebagai salah
satu Matakuliah yang wajib dipelajari
mahasiswa S1 Ekonomi diantaranya
membahas tentang, Deret, Fungsi linear dan
Non-Linear, matriks serta aplikasi dalam
bidang
keilmuan/
bidang
ekonomi.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
pada pembelajaran matematika ekonomi,
mahasiswa ekonomi kurang terlibat dalam
kegiatan pembelajaran, pembelajaran yang
cenderung berpusat pada guru/dosen dan
sistem
klasikal,
diduga
menjadi
pembelajaran yang membosankan bagi
mahasiswa. Jika mahasiwa
dapat
diikutsertakan dalam pembelajaran, akan
menjadi lebih hidup dan ada timbal balik
antara guru/dosen dengan mahasiswa. dan
siswa. Sehingga rasa senang terhadap
matematika dapat mulai ditanamkan.
Aktivitas
pembelajaran
seperti
mengemukakan pendapat, bekerja sama,
mempresentasikan, bertanya, dan menjawab
sangatlah penting karena siswa terlibat
langsung dan tidak hanya diam mendengar
tetapi juga ―melakukan‖ sehingga siswa
dapat memperoleh pengetahuan dari
pengalaman belajarnya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu model pembelajaran yang
dapat meningkatkan aktivitas belajar. Salah
satu model atlernatif yang diduga dapat
digunakan untuk mengatasi masalah terkait
adalah model kooperatif dengan tipe Group
Investigation (GI).
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
pembelajaran
kooperatif
tipe
group
invetigation
terhadap
hasil
belajar
mahasiswa terhadap materi Fungsi Linear
aplikasi bidang ekonomi pada matakuliah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Matematika ekonomi, jurusan Akuntansi
Universitas Madura.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Pada penelitian ini
akan dicari dan diteliti, bagaimana pengaruh
penggunaan metode pembelajaran koperatif
tipe Group Invertigation terhadap hasil
belajar
mahasiswa
pada
matakuliah
matematika ekonomi. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian eksperimen.
Menurut Sugiyono (2011: 107), penelitian
eksperimen
adalah
penelitian
yang
digunakan
untuk
mencari
pengaruh
perlakuan tertentu, terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendali. Desain penelitian
yang digunakan adalah jenis Control Group
Pre Test-Post Test.
Pola :
E
O1 X O2
K
O3 X O4
Sumber: Arikunto (2006: 86)
Keterangan :
O 1 & O3
: Tes awal untuk melihat
kemampuan
awal
siswa
sebelum treatment dilakukan.
O2 & O4
: Tes akhir untuk melihat
kemampuan akhir siswa setelah
treatment dilakukan.
E
: Kelas Eksperimen (kelas yang
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation)
K
: Kelas Kontrol (kelas yang
menggunakan
model
pembelajaran Konvensional)
X
: Treatment (model Kooperatif
tipe Group Investigation pada
Eksperimen
dan
model
Konvensional pada Kontrol)
Dalam desain ini disebut control Group
pre-test post-test design karena dalam desain
ini kedua kelompok O1 dan O3 diberi tes
awal (pre-test) dengan tes yang sama.
Setelah treatment selesai dilakukan maka
kedua kelompok O2 dan O4 diberikan tes
yang sama sebagai tes akhir (Post-test)
setipe dengan soal sebelumnya.
353
ISSN 2502-8723
𝑋2 = Nilai rata-rata kelas kontrol
𝑠1 2 = Varians pada kelas eksperimen
𝑠2 2 = Varians pada kelas kontrol
𝑛1 = Jumlah sampel kelas eksperimen
𝑛2 = Jumlah sampel kelas kontrol
Sampel yang diambil terdiri dari dua
sampel, adalah mahasiwa Akuntansi A
sebagai kelas eksperimen berjumlah 40
mahasiswa dengan pembelajran kooperatif
tipe group investigation dan mahasiswa
Akuntasi C sebagai kelas kontrol berjumlah
35
mahasiswa
dengan
pembelajran
konvensional, dipilih dengan teknik
purposive sampling. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dengan (1) Metode test
dan (2) Kuisioner. Kuesioner atau angket
adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan
tertulis, yang digunakan untuk memperoleh
informasi
dari
responden
tentang
pembelajaran
dengan
model
Group
Investigation,
untuk validasi instrumen
maka dilakuan ujicoba tes, yang diberikan
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk
mengetahui layak atau tidak instrumen
tersebut digunakan. Instrumen yang
digunakan harus memenuhi syarat : validitas
tes, reliabilitas tes, daya beda dan tingkat
kesulitan.
Teknik analisis data yang digunakan
adalah menggunakan probabilitas normal
untuk uji normalitas dan menggunakan uji F
untuk untuk uji homogenitas. Setelah uji
normalitas dan homogenitas dilakukan
selanjutnya
menganalisis
data
yang
diperoleh setelah penerapan pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation. Untuk
mengetahui nilai rata-rata hasil belajar
mahasiswa, rumus yang digunakan sebagai
berikut:
𝑛
𝑋=
𝑖=1
Untuk mengetahui tingkat sidnifikannya
dengan cara membadingkan thitung dengan
ttabel menggunakan taraf signifikan 5 % atau
taraf kepercayaan 95% satu arah, dan db = (
n1 + n2) - 2. Dengan ketentuan jika thitung <
ttabel maka H0 diterima, jika thitung ≥ ttabel
maka H0 ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran kooperatif tipe investigasi
kelompok (Group Investigation)
Pembelajaran Group Investigation
merupakan upaya bahwa pembelajaran
dengan tipe ini akan mendapatkan suatu
pengalaman belajar yang lebih dari pada tipe
kooperatif lainnya. Karena pada tipe ini
sangat kompleks yang dapat mewakili tipetipe kooperatif
lainnya. Tipe Group
Investigation
merupakan
model
pembelajaran kooperatif yang melibatkan
kelompok kecil dimana siswa bekerja
menggunakan
inquiri
kooperatif,
perencanaan, proyek, diskusi kelompok, dan
kemudian mempresentasikan penemuan
mereka kepada kelas.
Model ini mengungkapkan dampak
positif kegiatan pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation dapat dijadikan sebagai
strategi pembelajaran untuk meningkatkan
aktivitas belajar mahasiwa dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajran matematika.
Tipe ini merupakan model pembelajaran
kooperatif
yang kompleks karena
memadukan antara prinsip belajar kooperatif
dengan
pembelajaran
yang berbasis
konstruktivisme
dan
prinsip
belajar
demokrasi yang dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
Langkah-langkah penerapan metode
Group Investigation, (Slavin, (2010)), dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik
dalam suatu wilayah masalah umum
𝑥𝑖 𝑓𝑖
𝑓𝑖
𝑋 = Nilai rata-rata
𝑥𝑖 = Nilai ke- i
𝑓𝑖 = Frekuensi data ke-i
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan teknik statistik t –tes dengan
rumus Sparated Varian, sebagai berikut;
𝑡=
𝑋1 − 𝑋2
𝑠1 2 𝑠2 2
𝑛1 + 𝑛1
(Sugiyono: 2011; 197)
Keterangan:
𝑋1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
354
ISSN 2502-8723
yang biasanya digambarkan lebih dulu
oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompokkelompok yang berorientasi pada tugas
(task
oriented
groups)
yang
beranggotakan 2 hingga 6 orang.
Komposisi kelompok heterogen baik
dalam jenis kelamin, etnik maupun
kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus, tugas
dan tujuan umum yang konsisten
dengan berbagai topik dan subtopik
yang telah dipilih dari langkah 1diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang
telah dirumuskan pada langkah 2.
pembelajaran harus melibatkan berbagai
aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para
siswa untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam
maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para
siswa
menganalisis
dan
mensintesis berbagai informasi yang
diperoleh pada langkah 3 dan
merencanakan agar dapat diringkaskan
dalam suatu penyajian yang menarik di
depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu
presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua
siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas
mengenai topik tersebut. Presentasi
kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi
mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup
tiap siswa secara individu atau
kelompok, atau keduanya.
Peran guru dalam pembelajaran ini
sebagai
pendamping
bagi
siswa,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
keteterlibatan siswa secara aktif dapat
terlihat mulai dari tahap pertama sampai
tahap akhir pembelajaran akan memberi
peluang kepada siswa untuk lebih
mempertajam gagasan dan guru akan
mengetahui kemungkinan gagasan siswa
yang
salah
sehingga
guru
dapat
memperbaiki kesalahannya.
Hasil belajar
Hasil belajar merupakan bagian
terpenting dalam pembelajaran. Nana
Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil
belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar
dalam pengertian yang lebih luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga
menyebutkan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses
belajar.
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan
Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam
jenis perilaku ranah kognitif, sebagai
berikut:
a.
Pengetahuan,
mencapai
kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta,
peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip,
atau metode. b. Pemahaman, mencakup
kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari. c. Penerapan,
mencakup kemampuan menerapkan metode
dan kaidah untuk menghadapi masalah yang
nyata dan baru. d. Analisis, mencakup
kemampuan merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian sehingga struktur
keseluruhan dapat dipahami dengan baik. e.
Sintesis, mencakup kemampuan membentuk
suatu pola baru. f. Evaluasi, mencakup
kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
misalnya, kemampuan menilai hasil
ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar
di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah
kemampuan-kemampuan
yang
355
ISSN 2502-8723
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya.
Kemampuan-kemampuan
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat
melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan
untuk mendapatkan data pembuktian yang
akan menunjukkan tingkat kemampuan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
akan mempresentasikan proyek mereka
di dalam kelas.
3. Peran Dosen
Dosen menyediakan sumber dan
fasilitator. Dosen memutar diantara
kelompok-kelompok
memperhatikan
siswa
mengatur
pekerjaan
dan
membantu
siswa
mengatur
pekerjaannya dan membantu jika siswa
menemukan kesulitan dalam interaksi
kelompok.
Para Dosen yang menggunakan
metode GI umumnya membagi kelas
menjadi
beberapa
kelompok
yang
beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan
karakteristik yang heterogen, (Trianto,
2007:59). Pembagian kelompok dapat juga
didasarkan atas kesenangan berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik
untuk diselidiki, melakukan penyelidikan
yang mendalam atas topik yang telah
dipilih,
kemudian
menyiapkan
dan
mempresentasikan laporannya di depan
kelas.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di
dalam pembelajaran yang menggunakan
metode Group Investigation untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table berikut
(Slavin, 2010) ;
Pengaruh pembelajaran Kooperatif tipe
Group Investigation terhadap hasil
belajar mahasiswa pada Matematika
Ekonomi
Dalam metode
Group
Investigation terdapat tiga konsep utama,
yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan
atau knowledge, dan dinamika kelompok
atau the dynamic of the learning group,
(Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di
sini adalah proses dinamika siswa
memberikan respon terhadap masalah dan
memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan
adalah pengalaman belajar yang diperoleh
siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan dinamika kelompok
menunjukkan suasana yang menggambarkan
sekelompok saling berinteraksi yang
melibatkan berbagai ide dan pendapat serta
saling bertukar pengalaman melaui proses
saling beragumentasi.
Slavin (2010) mengemukakan hal
penting untuk melakukan metode Group
Investigation adalah:
1.
Membutuhkan
Kemampuan
Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas,
setiap
anggota
kelompok
harus
mendapat kesempatan memberikan
kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa
dapat mencari informasi dari berbagai
informasi dari dalam maupun di luar
kelas.kemudian siswa mengumpulkan
informasi yang diberikan dari setiap
anggota untuk mengerjakan lembar
kerja.
2. Rencana Kooperatif
Siswa
bersama-sama
menyelidiki
masalah mereka, sumber mana yang
mereka
butuhkan,
siapa
yang
melakukan apa, dan bagaimana mereka
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Enam Tahapan Kemajuan
Siswa
di
dalam Pembelajaran Kooperatif dengan
Metode Group Investigation
Tahap I
Mengidentifikasi
topik dan membagi
siswa
ke
dalam
kelompok.
Tahap II
Merencanakan tugas.
356
Guru / Dosen memberikan
kesempatan bagi siswa
untuk memberi kontribusi
apa yang akan mereka
selidiki. Kelompok dibentuk
berdasarkan heterogenitas.
Kelompok akan membagi
sub topik kepada seluruh
anggota.
Kemudian
membuat perencanaan dari
masalah yang akan diteliti,
bagaimana
proses
dan
sumber apa yang akan
dipakai.
ISSN 2502-8723
Tahap III
Membuat
penyelidikan.
Tahap IV
5% nilai t tabel =1,666 dengan demikian t hitung
> ttabel . Jika thitung < ttabel maka H0 diterima,
jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif
tipe
group
investigation
mempunyai pengaruh positif pada hasil
belajar mahasiswa.
Mahasiwa mengumpulkan,
menganalisis
dan
mengevaluasi
informasi,
membuat kesimpulan dan
mengaplikasikan
bagian
mereka
ke
dalam
pengetahuan baru dalam
mencapai solusi masalah
kelompok.
Setiap
kelompok
mempersiapkan tugas akhir
yang akan dipresentasikan
di depan kelas.
KESIMPULAN
1. Terkait dengan efektivitaspenggunaan
metode
Metode Group
Investigation ini, dari hasil penelitian
yang dilakukan terhadap mahasiswa
Akuntansi Tahun 2015 menunjukkan
bahwa:
Pertama, dalam
pembelajaran
kooperatif
dengan
model
GroupInvestigation berpusat
pada
mahasiwa, dosen hanya bertindak
sebagai fasilitator atau konsultan
sehingga mahasiswa berperan aktif
dalam pembelajaran.
Kedua, pembelajaran yang dilakukan
membuat suasana saling bekerjasama
dan berinteraksi antar mahasiswa
dalam kelompok tanpa memandang
latar belakang, setiap mahasiwa dalam
kelompok memadukan berbagai ide
dan pendapat, saling berdiskusi dan
beragumentasi dalam memahami suatu
pokok bahasan serta memecahkan
suatu permasalahan yang dihadapi
kelompok.
Ketiga,
pembelajaran
kooperatif
dengan
model
Group
Investigation mahasiswa dilatih untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi, semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari, semua mahasiswa dalam
kelas saling terlihat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai
topik tersebut.
Keempat, adanya motivasi yang
mendorong mahasiswa agar aktif
dalam proses belajar mulai dari tahap
pertama
sampai
tahap
akhir
pembelajaran.
Melalui
pembelajaran
kooperatif
dengan
model
Group
Mempersiapkan tugas
akhir.
Tahap V
Mahasiswa
mempresentasikan
hasil
kerjanya. Kelompok lain
tetap mengikuti.
Mempresentasikan
tugas akhir.
Tahap VI
Soal ulangan mencakup
seluruh topik yang telah
diselidiki
dan
dipresentasikan.
Evaluasi.
Dalam metode
Group
Investigation terdapat tiga konsep utama,
yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan
atau knowledge, dan dinamika kelompok
atau the dynamic of the learning group,
(Udin S. Winaputra, 2001:75). Pembelajaran
ini adalah proses dinamika siswa
memberikan respon terhadap masalah dan
memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan
adalah pengalaman belajar yang diperoleh
siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan dinamika kelompok
menunjukkan suasana yang menggambarkan
sekelompok saling berinteraksi yang
melibatkan berbagai ide dan pendapat serta
saling bertukar pengalaman melaui proses
saling beragumentasi.
HASIL
Berdasarkan
hasil
analisis
data
penelitian dapat disimpulkan bahwa ― ada ―
pengaruh pembelajaran kooperatif tipe
group investigation terhadap hasil belajar
mahasiswa pada matakuliah matematika
ekonomi jurusan Akuntansi Universitas
Madura, hal ini dilihat dari hasil uji-t dengan
nilai thitung =1,836 dengan taraf signifikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
357
ISSN 2502-8723
Investigation suasana belajar terasa
lebih efektif, kerjasama kelompok
dalam
pembelajaran
ini
dapat
membangkitkan semangat mahasiswa
untuk memiliki keberanian dalam
mengemukakan pendapat dan berbagi
informasi dengan teman lainnya dalam
membahas materi pembelajaran.
2. Dari hasil penelitian ini pula dapat
disimpulkan bahwa keberhasilan dari
penerapan pembelajaran dengan tipe
Group Investigation dipengaruhi oleh
faktor-faktor
yang
kompleks,
diantaranya: (1) pembelajaran berpusat
pada siswa, (2) pembelajaran yang
dilakukan membuat suasana saling
bekerjasama dan berinteraksi antar
mahasiswa dalam kelompok tanpa
memandang latar belakang, (3)
mahasiswa dilatih untuk memiliki
kemampuan
yang
baik
dalam
berkomunikasi, (4) adanya motivasi
yang mendorong mahasiswa agar aktif
dalam proses belajar mulai dari tahap
pertama
sampai
tahap
akhir
pembelajaran.
model pembelajaran
dilaksanakan.
akan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Benjamin Bloom (1956) Principle of
Education
http://scholar.google.com/scholar?
startBenjaminBloom,New York,
Holt Rinehart Winston. Diakases
tanggal 15 Desember 2015
Degeng,I Nyoman Sudana. 1987. Ilmu
Pengajaran, Taksonomi Variabel.
Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud.
Kiranawati.
2007. Metode
Investigasi
Kelompok
(Group
Investigation).
http:
//gurupkn.wordpress.com/2007/1
1/13/
metode-investigasikelompok-group-investigation/.
(Diakses tgl 13 November 2015)
Mudjiono (1997).Dinamika Pendidikan,
2007
jurnal.unnes.ac.idvBandung : PT.
RemajaRosdakarya. Diakses 11
Nopember 2015.
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Nikson, (1992) Fakultas Pendidikan Dalam Jurnal Pendidikan dan
konsep pembelajaran 2005 undiksha.ac.id. diakses 13 Januari
2013
Siti
Maesaroh.
2005. Efektivitas
Penerapan
Pembelajaran
Kooperatif Dengan Metode
Group Investigation Terhadap
Hasil Belajar Matematika
Siswa. Jakarta: Universitas
Islam
Negeri
Syarif
Hidayatullah.
Slavin, Robert E. 2010.Cooperatif
Learning. Bandung : Nusa
Media.
SARAN
Berdasarkan hasil simpulan diatas maka
peneliti ingin memberikan masukan
berupa saran-saran yang bersifat
konstruktif demi peningkatan kualitas
pembelajaran
dan
peningkatan
kreativitas siswa. Saran-saran tersebut
antara lain;
1. Perubahan
dalam
kegiatan
pembelajaran sangat diperlukan bagi
mahasiswa karena mahasiswa akan
lebih bersemangat dalam belajar
sehingga hasil belajar yang didapat
optimal.
2. Perubahan
dalam pembelajaran
memerlukan suatu teknik yang
sangat sesuai dengan materi dan
harus dikuasai oleh seorang guru,
jadi sebelum mengadakan proses
pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran tertentu maka
harus menguasai dan paham tentang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang
358
ISSN 2502-8723
Sugiyono.
2011.
Metode
Penelitian
Pendidikan
(Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta
Trianto.
2007. Model-model
Pembelajaran
Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Udin S. Winaputra. 2001. Model
Pembelajaran Inovatif. Jakarta:
Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.
Widayat,
W.
2001.
Matematika
Ekonomi, Yogyakarta : BPFE.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
359
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
KONSEP POST-METHOD SEBAGAI ACUAN BAGI FLEKSIBIKITAS GURU DAN DOSEN
DALAM PROSES PENGAJARAN BAHASA INGGRIS
DALAM KONTEKS SEKOLAH
Adi Surya Irawan
S2 Pendidikan Bahasa Inggris – Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
Eliasanti Agustina
S2 Pendidikan Bahasa Inggris – Pascasarjana
UniversitasNegeri Malang
Email: [email protected]
Abstrak
Di dalam karya tulis ilmiah ini, penulis mencoba untuk mengeksplor konsep Post-Method sebagai bahan acuan bagi
para guru dan dosen untuk mengajar Bahasa Inggris di sekolah pada konteks pendidikan di Indonesia. Konsep PostMethod pertama kali muncul pada sekitar tahun 1980 dan menjadi topic pembahasan bagi para akademisi di bidang
pengajaran ilmu kebahasaan, terutama bahasa Inggris. Konsep fleksibilitas atau kebebasan dalam menerapkan
berbagai metode-metode pengajaran bahasa yang terlebih dahulu ditemukan seperti; audio-lingual method, grammar
translation method, communicative approach atau yang lainnya, merupakan inti dari konsep Post-Method dan juga
menjadi pokok bahasan penting pada karya tulis ilmiah ini. Penulis mencoba untuk menggali potensi dari konsep
Post-Method dengan mengadakan penelitian berbasis literature dan wawancara kepada beberapa narasumber untuk
mendapatkan data yang berguna bagi karya tulis ilmiah ini. Dengan menggunakan proses analisis deskriptif berbasis
kualitatif, penulis menyajikan keunggulan konsep Post-Method di dalam proses pengajaran bahasa Inggris bagi para
guru dan dosen, terutama dalam konsep fleksibilitas yang dimilikinya.
Kata kunci: Post-Method, fleksibilitas, pengajaran bahasa Inggris, metode pengajaran.
PENDAHULUAN
diskusi
para ahli menyebutkan bahwa
Sejarah Berbagai Metode Pengajaran
tujuan akhir dari berbagai metode adalah
Bahasa Inggris
untuk memfasilitasi proses pembelajaran.
Metode dalam mengajar bahasa
Tapi ada yang patut disesalkan adalah
telah mengalami banyak perubahan. Catatan
(Brown, 2002) mengapa ada metode yang
sejarah
untuk
tidak produktif dan mengapa kita bersusah
menggambarkan kesuksesan dari metode,
payah dalam mencari metode baru yang
yang satu persatu tidak digunakan dan
akan berfungsi sebagai penyelesai dari
digantikan oleh metode yang baru. Apakah
masalah
guru yang memutuskan eksistensi dari
Penelitian tersebut telah dimulai sekitar
sebuah metode atau faktor lainnya adalah
tahun 1880 dengan publikasi Francois Gouin
sesuatu yang sulit ditentukan. Jelasnya,
dalam The Art of Teaching and Learning
tentang
kecenderungan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
360
pengajaran
bahasa
Inggris.
ISSN 2502-8723
Foreign Language di mana sekelompok
belajar bahasa dalam lingkungan yang
metode dianjurkan. Direct Method populer
nyaman.
di awal abad ke-20 sebagai perbaikan dari
Di
atas
semua
metode
dan
metode Grammar Translation Method. Pada
pendekatan yang dianjurkan, metode yang
tahun 1950, Audio Lingual Method dianggap
paling inovatif yang berlangsung sejauh ini
memberikan gambaran yang baik. Pada
tampaknya pengajaran bahasa diikuti dengan
akhir 1960-an, audio-lingual kehilangan
pemberian tugas atau disebut dengan Task
popularitasnya karena kurang teoritis dan
Based Learning. Prabhu (1990) berpendapat
praktis terutama mengenai penggunaan cara
bahwa tidak ada metode terbaik, dia
menghafal dan drilling. Namun, siswa
memunculkan
mengeluh
tentang tidak ada metode dapat digunakan di
bahwa
menimbulkan
kelas
frustasi,
mereka
tentang
filsafat
dan
kelas . Sejak saat itu, mayoritas ahli banyak
menemukan diri mereka tidak mampu
yang berpendapat bahwa mengajar haruslah
mentransfer pengetahuan mereka. Dengan
demokratis. Pendidikan adalah lebih dari
berbagai
kesadaran
sekedar pelatihan. Ini adalah proses yang
tentang tata bahasa pada bahasa asing, para
berorientasi dan sinergis. Pengetahuan tidak
ahli berupaya untuk memodifikasi versi
hanya ersumber dari satu atau teacher
Grammar Translation Method menjadi lebih
centered, tetapi pengetahuan adalah milik
up-to-date. Perubahan versi tersebut diganti
siswa dan guru. Apa yang terlihat di bidang
menjadi
learning.
pengajaran bahasa adalah pergeseran peran
Pembelajaran ini mengajukan dua karakter
guru dari pemberi materi menjadi fasilitator
yaitu: (1) Penguasaan siswa terhadap tata
pembelajaran, dan siswa dari penerima pasif
bahasa harus diikuti dengan penggunaan
menjadi pemikir yang kritis.
pemikiran
kebosanan
filsafat
perlunya
Cognitive-code
bahasa tersebut. dan (2) peserta didik harus
diberi
kesempatan
methodologists
terhadap
pendekatan
bahasa secara kreatif. Sayangnya metode ini
menjadi
Pendekatan
pengajaran
gagal untuk dipraktekkan karena kurangnya
bahasa bukan hanya seperangkat prinsip
pedoman metodologis. Namun demikian,
statis yang diterapkan secara rigid tetapi
bersama-sama dengan psikologi humanistik
merupakan suatu yang dinamis . Dan fitur
mereka berhasil meletakkan dasar Metode
yang signifikan dari kedinamisan ini adalah
Designer (yaitu, Silent Way, Suggestopedia,
perubahan. Perubahan melibatkan inovasi ,
Community
dan inovasi melibatkan kebebasan untuk
Physical
untuk
Mulai sekarang , kecenderungan
Language
Response).
menekankan
perlunya
menggunakan
Learning,
Mereka
Total
semua
pemahaman
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
jelas.
memaksimalkan
dan
proses
belajar.
Brown
(2002 ) berpendapat bahwa , " Interaksi
361
ISSN 2502-8723
antara
pendekatan
dan
praktek
kelas
besar . Dengan demikian , variasi
seseorang adalah kunci untuk mengajar yang
dalam realisasinya akan normal.
dinamis ".
2. Kedua , ahli postmethod berpendapat
–
Alasan
Alasan
dari
bahwa
Lahirnya
metode
diwujudkan
Postmethod
Ahli
postmethod
sering
tidak
dapat
bentuk
yang
dalam
paling murni di kelas sesuai dengan
berargumen bahwa postmethod lebih baik
prinsip-prinsip
dari
karena metode – metode tersebut
konsep
metode.
mengungkapkan
,
mereka,
postmethod
bahwa
dalam
Mereka
pertimbangan
keaslian
mereka
tidak berasal dari praktek kelas.
merupakan
3. Sebuah argumen yang tidak penting
realisasi lebih lanjut dari pencarian metode
dikemukakan
karena
hanya
baru. Postmethod dapat dilihat sebagai
ketertarikan kecil dalam metode-
upaya untuk menyatukan inovasi yang
metode tersebut . Argumen ini
berbeda dari metode dalam pengajaran
cenderung
bahasa yang komunikatif (CLT) yang lebih
beberapa metode seperti Community
holistik dan didefinisikan ulang.
language Learning , Silent Way dan
mengabaikan
ada
bahwa
Namun, keberadaan postmethod
Suggestopedia , inti dari filosofi
tampaknya
menyerang
mereka telah ada di pengajaran
(2003
)
bahasa . Munculnya postmethod
menyampaikan beberapa argumen yang
pedagogi lebih berkaitan dengan
digunakan
kekuatan-kekuatan sosial yang lebih
yang
keberadaan
cukup
metode.Bell
untuk
mengalahkan
metode
pembelajaran konvensional.
1. Pertama
,
berpendapat
besar daripada dengan kematangan
ahli
postmethod
bahwa
metode
pedagogis
(
4. Argumen
terakhir
mengatakan
petunjuk untuk praktek ) benar-benar
bahwa beberapa metode yang rumit
terbatas
dalam
untuk diadopsi secara luas karena
prosesnya. Jika metode konvensional
mereka sulit untuk dipahami dan
seperti
digunakan, kekurangan aplikasi yang
Method
dalam
variasi
Grammar
memiliki
Translation
realisasi
yang
jelas dan praktis , dan memerlukan
terbatas, maka dapat digambarkan
pelatihan khusus.
bahwa hanya sedikit variasi dari
metode itu . Namun , CLT akan
Konsep Postmethod
memberikan aplikasi yang lebih
Postmethod
(
atau
biasanya
dinyatakan sebagai era pasca - metode )
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
362
ISSN 2502-8723
diperkenalkan oleh Kumaravadivelu (1994 )
praktisi , tidak satupun dari metode ini
yang
-
dapat diwujudkan dalam bentuk yang
metode yang lahir sebagai hasil dari
paling murni di kelas yang sebenarnya
ketidakpuasan
metode
terutama karena mereka tidak berasal
konvensional. Alih-alih menggunakan satu
dari pengalaman kelas dan eksperimen
set prosedur , pada postmethod guru
tetapi ditransplantasikan artifisial ke
menyesuaikan pendekatan mereka sesuai
dalam kelas dan, dengan demikian ,
dengan faktor lokal , kontekstual , sementara
jauh dari realitas kelas.
mengidentifikasi
bahwa
dari
pasca
konsep
pada saat yang sama sedang dipandu oleh
sejumlah
strategi
makro,
2.
Kedua,
kondisi
postmethod
seperti
menandakan otonomi guru . Singkatnya
memaksimalkan kesempatan belajar dan
, mempromosikan otonomi guru berarti
mendorong otonomi siswa.
memungkinkan dan memberdayakan
Dalam istilah praktisnya , kondisi
postmethod
menandakan
guru untuk berteori dari praktek mereka
beberapa
dan mempraktekkan apa yang telah
kemungkinan untuk mendefinisikan ulang
mereka teorikan .
hubungan antara inti dan pendukungnya.
1.
Karakteristik
ketiga
Yang pertama dan terpenting , itu
postmethod
adalah
menandakan pencarian alternatif untuk
berprinsip . pragmatisme berprinsip
metode daripada metode alternatif .
berbeda dari eklektisisme yang telah
Keluar dari kontradiksi yang melekat
lama menganjurkan untuk mengatasi
antara metode yang dikonsep oleh ahli
keterbatasan dari setiap metode yang
teori dan metode yang diaktualisasikan
diberikan . Eklektisisme telah bertujuan
oleh praktisi telah muncul kebutuhan
untuk mempromosikan ide yang hati-
untuk
hati dan berasal dari kombinasi berbagai
melihat
melampaui
3.
gagasan
metode itu sendiri . Dari titik pandang
prinsip
conceptualizer,
kombinasi
pengajaran
setiap
yang
pragmatisme
ke
seluruh
kuat
yang
menghasilkan hasil yang baik . Namun ,
terdiri dari satu set prinsip-prinsip
untuk memilih atau menentukan sumber
teoritis yang berasal dari disiplin ilmu
terbaik atau teori sulit . Sementara
inti
kelas
pragmatisme terutama difokuskan pada
diarahkan pada guru kelas. (berpusat
gagasan pragmatik dalam pedagogi .
pada bahasa , metode yang berpusat
Dengan demikian , berfokus pada
pada siswa, dan metode yang berpusat
bagaimana belajar di ruang kelas dapat
pada pembelajaran). Dari titik pandang
dibentuk dan dikelola oleh guru sebagai
satu
set
dalam
sumber
kondisi
idealnya
dan
bahasa
metode
dari
dari
prosedur
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
363
ISSN 2502-8723
hasil dari pengajaran informasi dan
sebagai fleksibilitas dari konsep postmethod.
penilaian kritis .
Metode lama yang mengharuskan guru
Tiga
dari
memakai hanya satu set prosedur dalam satu
atas
pertemuan sering dirasa tidak cocok dan
memberikan lebih dari pondasi dimana
membuat siswa bosan. Motivasi siswa yang
kerangka
menurun
postmethod
karakteristik
yang
diuraikan
pedagogic
Kerangka
kerja
utama
dapat
di
dibangun
tersebut
.
mengakibatkan
pembelajaran
dapat
menjadi tidak optimal. Post-Method dan ke
memungkinkan guru untuk mengembangkan
fleksibelannya dapat digunakan sebagai
pengetahuan , keterampilan , sikap , dan
alternatif.
Konsep
otonomi yang diperlukan untuk merancang
kebebasan
dalam
metode alternatif yang sistematis , koheren ,
metode-metode pengajaran bahasa yang
dan relevan untuk diri mereka sendiri diri.
terlebih dahulu ditemukan seperti; audio-
Fleksibilitas post method
lingual
Kumaravadivelu
method,
fleksibilitas
menerapkan
grammar
atau
berbagai
translation
(1994)
method, communicative approach atau yang
mengidentifikasi apa yang disebut kondisi
lainnya, merupakan inti dari konsep Post-
postmethod adalah hasil dari ketidakpuasan
Method dan juga menjadi pokok bahasan
yang meluas terhadap konsep metode yang
penting pada karya tulis ilmiah ini. Selain itu
konvensional. Daripada menggunakan satu
penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor
set prosedur , guru yang mengadopsi konsep
konsep Post-Method sebagai bahan acuan
postmethod
pendekatan
bagi para guru dan dosen untuk mengajar
mereka sesuai dengan , faktor kontekstual ,
Bahasa Inggris di sekolah pada konteks
sementara pada saat yang sama mereka
pendidikan di Indonesia.
menyesuaikan
menjalankan
macrostrategies.
macrostrategies yang dapat memaksimalkan
METODOLOGI
kesempatan belajar dan mendukung otonomi
Artikel ilmiah ini bertujuan untuk
pelajar. Banyak dikutip pada tahun 1990 ,
menjawab
Prabhu berpendapat bahwa tidak ada satu
postmethod memberikan manfaat bagi para
metode,
guru
guru di dalam kegiatan belajar mengajar di
menggunakan pendekatan yang cocok untuk
konteks sekolah, terutama dalam aspek
mereka dan dirasa masuk akal.
fleksibilitas?‖.
tetapi
Kebebasan
masing-masing
guru
pertanyaan
Dan
‗apakah
untuk
konsep
menjawab
dalam
pertanyaan tersebut para peneliti melakukan
mengkombinasi lebih dari satu metode
wawancara terhadap beberapa subyek studi,
dalam satu waktu yang disesuaikan dengan
diantaranya 2 orang guru sekolah menengah
keadaaan dan kebutuhan kelasnya disebut
pertama, 1 guru sekolah menengah atasdan 1
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
364
ISSN 2502-8723
orang dosen salah satu perguruan tinggi
bahwa kualitatif data analisis fokus kepada
negeri di Jawa Timur. Para peneliti memilih
bekerja dengan data dan mengorganisasinya,
para
atas
lalu memecah data menjadi unit-unit yang
pertimbangan bahwa mereka mempunyai
memungkinkan untuk di-handle, mengambil
cukup pengalaman dalam kegiatan belajar
intisari
mengajar Bahasa Inggris pada tingkatan
pencarian informasi yang penting untuk
pendidikan
dalam
dipelajari. Di dalam artikel ilmiah ini,
peneliti
peneliti menggunakan metode analisis yang
subyek
penelitian
tersebut
masing-masing.
pelaksanaan
wawancara,
menggunakan
metode
Di
para
dan
berakhir
pada
tatap
diperkenalkan oleh Miles and Huberman
muka secara langsung namun melalui
(1994), dimana peneliti akan melakukan
perantara
beberapa
yang
wawancara
informasi
berbeda.
Peneliti
tahapan
analisis
yaitu
menggunakan aplikasi Skype sebagai median
Conceptualization,
wawancara bagi 3 guru yang mengajar pada
Categorizing, 2) Examining relationship, 3)
tingkatan
Authenticating
pendidikan
melakukan
menengah,
wawancara
secara
dan
Coding,
1)
and
Conclusions
dan
4)
langsung
Reflexivity, untuk mendapatkan jawaban atas
dengan 1 dosen yang mengajar di tingkat
pertanyaan yang dikemukakan sebagai inti
universitas.
artikel ilmiah ini.
Pertanyaan
yang
diajukan
sebagai dasar wawancara meliputi beberapa
aspek, diantaranya adalah: 1) Pengetahuan
guru
atau
dosen
mengenai
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
konsep
Setelah dilakukan proses pengambilan
postmethod, 2) Pengalaman guru atau dosen
data yang berguna bagi artikel ilmiah ini
di dalam menerapkan strategi pembelajaran
melalui proses wawancara baik melalui
(apakah
media aplikasi Sykpe atau wawancara tatap
sudah
konseppostmethod
3)
muka secara langsung, penulis mendapatkan
Pendapat mengenai konsep fleksibilitas yang
beberapa informasi penting yang beguna
ditawarkan
dalam
untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
khususnya
sebagai dasar atau inti artikel ilmiah ini.
kegiatan
atau
menerapkan
tidak)
oleh
postmethod
belajar
mengajar,
dan
di
Bahasa Inggris.
Hasil
Di dalam proses pengambilan data,
temuan
berikut:
perekam suara untuk prosesi wawancara
Pengetahuan
langsung. Semua data yang diperoleh dari
Method
proses wawancara berbetuk data kualitatif.
and
Biklen
menjadi
terhadap
konsep
Post
Dari hasil wawancara, merujuk kepada
(2003)berpendapat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dibagi
beberapa pembahasan tersendiri sebagai
peneliti dibantu oleh notes atau catatan dan
Bogdan
tersebut
aspek pengetahuan para responden (guru
365
ISSN 2502-8723
dan dosen) mengenai konsep postmethod
yang sedikit mengetahui tetang konsep ini
sangatlah kurang. Hanya satu dari empat
sebelumnya. Konsep postmethod masih
responden mengerti atau bahkan mengetahui
terbilang asing bagi telinga ketiga responden
tentang eksistensi konsep postmethod.
lainnya
Kutipan 1 – Pengetahuan tentang
tentang konsep postmethod, namun karena
mendengar
tentang
informasi yang dia Terima hanya sebatas
postmethod
‗permukaan‘ atau dangkal, maka konsep
:
postmethod masih bias dikatakan bias bagi
―Tidak,
belum
respodnen tersebut.
pernah
dengar
Penerapan Konsep Post Method
sebelumnya,
tentang
apa
konsep
itu
Dikarenakan
:
―Belum,
belum
memberikan
responden
bahwa
tentang
dan
membuka
wawasan para responden tentang konsep
method sih saya ngerti
post method. Setelah para responden dorasa
tapi kalo postmethod
cukup mengerti dengan konsep dari post
saya
method, peneliti lalumemberikan pertanyaan
belum
pernah
denger‖
lain tentang apakah para responden sudah
: ―Saya pernah baca
melakukan atau menerapkan konsep post
tentang
method di dalam proses belajar mengajar di
konsep
ini,
kelas. Dan hasilnya sebagai berikut.
Kutipan 2 – Penerapan Konsep Post
mengerti kalau konsep
Method
ini
R1
merupakan
hal
: ―Kalau ditanya apakah
yang lumayan baru
saya
dalam
saya rasa selama ini saya
pengajaran
bahasa Inggris‖
disimpulkan
informasi
pernah denger, kalo
dalam sekali, tapi saya
kutipan
tentang
diantara empat responden, maka peneliti
walau tidak sampai
Dari
pengetahuan
konsep postmethod masih sangat kurang
postmethod‖
Responden 4 (R4)
pernah
: ―Saya tidak pernah
sebelumnya‖
Responden 3 (R3)
belum
responden 4 memiliki basis pengetahuan
konsep
Responden 2 (R2)
mengaku
mendengar hal itu sebelumnya. Walaupun
konsep PostMethod
Responden 1 (R1)
yang
1
diatas,
menerapkan,
masih menggunakan cara
dapat
mengajar yang seperti biasa,
para
ya saya memberikan materi
postmethod
lalu menyuruh murid untuk
pengetahuan
konsep
sudah
sangat kurang, kecuali untuk responden 4
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
diskusi
366
dan
presentasi
ISSN 2502-8723
R2
R3
secara kelompok di depan
speak speak dan speak.
kelas‖
Entah itu caranya dengan
: ―Selama ini kalau saya
diskusi,
ngajar ya caranya campur-
atau bahkan dialog dan juga
campur, artinya kadang saya
drama.‖
yang
mengajar,
siswa
yang
kadang
saya
Dari
suruh
bahwa
kadang
diwawancarai
juga
saya
kutipan
presentasi
2
diatas
menunjukan fakta yang sangat menarik
diskusi atau bekelompok,
ajak
semua
responden
sudah
yang
sedikit
telah
banyak
mereka belajar diluar kelas
menerapkan konsep postmethod di dalam
atau praktik langsung, ya
kegiatan belajar dan mengajar pada konteks
begitu sih‖
kelas. Konsep postmethod yang tidak rigid
: ―Kan kurikulum yang baru
atau
menuntut untuk bisa lebih
keluwesan pada guru atau dosen untuk
fleksibel istilahnya, artinya
menyesuaikan
kita
pengajaran dengan tujuan pembelajaran atau
enggak
lagi
selalu
kaku,
yang
artinya
metode
strategi
ceramah. Saya sih biasanya
responden telah memberikan respon yang
lebih
mengarah kepada kombinasi metode atau
siswa
keinginan
atau
keadaan
mengutamakan
dan
memberikan
ngomong di depan kelas dan
keaktifan
siswa.
Para
dengan
strategi pembelajaran yang mereka pakai
berkelompok,
atau terapkan di dalam kegiatan belajar
atau presentasi, jadi saya
mengajar. Hal ini sesuai dengan konsep
berusaha
postmethod sendiri yang mengatakan tidak
berdiskusi,
membuat
siswa
aktif di dalam kelas.‖
R4
hasil
debat,
:
―Saya
tidak
menerapkan
ada lagi penggunakan method atau strategi
lagi
pengajaran yang kaku atau rigid di dalam
teacher
proses belajar mengajar di konteks kelas
centered atau seperti teknik
(Brown,
drill, itu sudah kuno ya
Saengboon,
menurut
saya.
Dalam
responden menjawab dengan ketidaktahuan
mengajar
bahasa
inggris,
akan konsep postmethod ketika wawancara,
saya
namun dalam praktek di lapangan, tanpa
apalagi
saat
ini
2001;
Kumaravadivelu,
2013).
mereka
jadi
menerapkan konsep tersebut di dalam
lebih
bahwa
mereka
semua
memegang kelas speaking,
saya
sadari
Meskipun
2006;
telah
mengutamakan siswa untuk
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
367
ISSN 2502-8723
kegiatan belajar mengajar mereka sehari-
keadaan
dikelas
dengan
hari.
konsep
atau
strategi
Fleksibilitas dari Konsep Post Method
mengajar yang saya pakai.
Di dalam kegiatan wawancara, peneliti
Jadi
kita
gak
melulu
ceramah di depan kelas.‖
juga memberikan pertanyaan kepada para
responden jika seandainya mereka diberikan
:
R4
―Konsep
fleksibilitas
suatu konsep fleksibilitas di dalam mengajar
seperti itu saya rasa bisa
yaitu dengan lebih mencocokkan atau
membuat
bahkan menggabung beberapa metode atau
pembelajaran bisa tercapai
strategi pembelajaran yang sesuai dengan
dengan baik. Dosen tidak
tujuan pembelajaran atau keadaan dan
lagi terpaku pada method
keinginan siswa – salah satu esensi dari
yang kuno atau ya cuman
postmethod yang menekankan tidak adanya
itu-itu
satu method yang kaku untuk seluruh
belajar mengajar bisa lebih
kegiatan belajar mengajar di dalam konteks
bervariasi.‖
kelas. Hasilnya sebagai berikut,
Dari
kutipan
disimpulkan
Kuripan 3 – Konsep Fleksibilitas dari
diatas
semua
dapat
responden
fleksibilitas yang ditawarkan postmethod di
dalam proses belajar mengajar di dalam
jika
konteks
diberikan
model
yang
kelas.
Para
responden
bisa
mengungkapkan konsep fleksibilitas penting
menyesuaikan seperti itu ya.
untuk menghindari proses yang monoton di
Mengajar pasti akan lebih
dalam kegiatan kelas.
mudah.‖
R3
kegiatan
: ―Saya akan senang sekali
pembelajaran
R2
3
tapi
membuka lebar kesempatan untuk konsep
Post Method
R1
bahwa
aja
tujuan
Penggunaan konsep atau metode atau
: ―Menurut saya penting
strategi pembelajaran yang masih menganut
sekali
fleksibel
‗era lama‘ cenderung lebih strict atau kaku,
seperti itu agak kegiatan di
hal ini berarti bahwa guru atau pengajar
kelas tidak monoton, itu-itu
dituntut untuk mengikuti alur pembelajaran
aja.‖
yang
: ―Wah kalau bisa saya ingin
konsep/metode/strategi pembelajaran yang
menerapkan
konsep
digunakan. Dan lebih jauh lagi, alur atau
fleksibilitas itu, yang artinya
tahapan ini tidak dapat dirubah atau diganti
saya
karena dipercaya akan membuat suatu
konsep
bisa
mencocokkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
368
sudah
di
set
oleh
ISSN 2502-8723
distraction atau gangguan kepada hasil
memperhatikan dari beberapa aspek penting,
pembelajaran(Kumaravadivelu,
2006;
seperti tujuan pembelajaran, keadaan dan
Richards & Rodgers, 2001). Contohnya saja
kondisi siswa, dan juga apa yang diinginkan
metode
Audio
oleh siswa atau students‘ needs(Brown,
Lingual Method atau yang lebih sering
2001).Begitu juga di dalam pengajaran
disingkat dengan ALM. Pada prakteknya,
bahasa Inggris yang notabene merupakan
guru atau pengajar yang menerapkan metode
bahasa asing bagi mayoritas penduduk
ALM akan cenderung untuk fixed atau tetap
Indonesia. Pengajaran bahasa Inggris yang
pada aturan metode tersebut, misalnya
kaku atau rigid, akan justru membuat siswa
dalam pengajaran grammar atau struktur
merasa tidak di dalam kondisi optimal
bahasa Inggris, guru akan menerapkan drill
sehingga
atau pengulangan stimulus-respon dari awal
pengetahuan
kegiatan pengajaran sampai akhir, atau
menyangkut akan keadaan diri siswa yang
bahkan sampai akhir semester, metode drill
mendapakat papar anxiety atas penggunaan
tersebut masih akan digunakan. Hal ini tentu
konsep/metode/strategi
saja terasa sangat monoton dan cenderung
sangat kaku (Dulay, Burt, & Krashen, 1962).
membosankan bagi siswa atau bahkan
Adanya
melelahkan bagi guru. Berangkat dari
berdasarkan kepada ‗tidak adanya method‘
permasalahn
konsep
merupakan alternatif yang bisa dipakai atau
postmethod bukan sebagai kebetulan semata
diterapkan oleh guru dan pengajar di dalam
namun lebih kepada merubah paradigma
proses belajar mengajar pada konteks kelas,
tentang konsep/metode/strategi pengjaran
terutama pada pengajaran bahasa Inggris.
yang tidak lagi terpaku kepada satu hal yang
Istilah
konstan,
mengindikasikan matinya method/startegi
pembelajaran
terbut,
kaku
dan
berbasis
munculnya
tidak
fleksibel
(Kumaravadivelu, 2006; Saengboon, 2013).
proses
bisa
konsep
post
penyerapan
terganggu,
post
method
ilmu
hal
pengajaran
method
sendiri
ini
yang
yang
bukan
pembelajaran namun lebih kepada tidak
Sesuai dengan hasil wawancara diatas,
adanya method yang authoritative atau
terutama yang tergambar pada kutipan 3,
method yang absolut yang digunakan pada
dimana
memberikan
seluruh kegiatan pengajaran di kelas. Kata
terhadap
‗post‘ berarti pasca namun bukan ‗end‘ yang
kemungkinan adanya fleksibilitas dalam
berarti akhir, jadi post method bukan
mengajar. Hal ini memang tidak bisa
indikasi dari tidak adanya method yang
dipungkiri bahwa mengajar bukan lagi hal
dipakai oleh guru atau pengajar namun lebih
yang kaku dan ignorant - acuh, namun
kepada keterbukaan atas kebebasan untuk
proses
memilih method/strategi pembelajaran mana
semua
tanggapan
responden
sangat
pengajaran
positif
yang
baik
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
akan
369
ISSN 2502-8723
yang cocok dan tepat bagi siswa, terlebih
Meskipun konsep postmethod masih
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
belum banyak diketahui oleh guru dan
Kebebasan di dalam memilih mana
pelaku pendidikan lainnya, terutama di
method atau strategi pembelajaran yang
dalam bidang pengajaran bahasa Inggris,
cocok merupakan pengertian lain dari kata
tetapi konsep ini merupakan sebuah perubah
fleksibilitas
paradigm
yang
ditawarkan
oleh
di
dalam
kegiatan
belajar
postmethod. Di dalam proses pengjaran di
mengajar pada konteks kelas yang tidak lagi
dalam
monoton, kaku, dan membosankan. Konsep
konteks
kelas,
terutama
pada
pengjaran bahasa Inggris, daripada hanya
fleksibilitas
menggunakan satu method/strategi, guru
memberikan guru dan tenaga pengajar untuk
atau pengajar bisa menggabungkan lebih
menggabungkan lebih dari metode/strategi
dari
pembelajaran
satu
banyak
method/strategi
dari
penggabungan
atau
bahkan
mereka.
Kombinasi
tersebut
akan
dari
postmethod
juga
bisa
yang
meningkatkan
atau
kinerja para pendidik tersebut, terlebih jauh,
mendasari
wawasan akan perubahan era dan semakin
terciptanya variasi didalam kegiatan belajar
banyaknya
mengajar pada konteks kelas, terumata pada
baru yang muncul bisa membuat basis
kegiatan pembelajaran. Contohnya saja, di
kekuatan atau strength dari para pendidik
dalam pengajaran tentang grammar, guru
tersebut
bisa
induktif
terpelajar masa depan bisa semakin baik dan
dengan memberikan kesempatan kepada
sempurna, terutama di dalam pengjaran
siswa untuk berdiskusi dalam kelompok,
bahasa Inggris.
menerapkan
pendekatan
metode/strategi
untuk
pembalajaran
menyiapkan
generasi
berfikir kritis dan bisa melakukan sintesa
atau kesimpulan dari proses pengajaran, jadi
KESIMPULAN DAN SARAN
bukan lagi metode drill saja yang digunakan.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
Namun, bukan berarti metode drill tidak bisa
menggali potensi dari konsep Post-Method
digunakan lagi, malah metode drill masih
sebagai bahan acuan bagi para guru dan
sangat dibutuhkan untuk beberapa aspek di
dosen untuk mengajar Bahasa Inggris di
dalam bahasa Inggris seperti kemampuan
sekolah
pengucapan atau pronunciation skill. Tetapi,
Indonesia.
metode/strategi drill tidak lagi memonopoli
keunggulan konsep Post-Method di dalam
seluruh kegiatan dikelas karena guru bisa
proses pengajaran bahasa Inggris bagi para
menggabungkannya
guru dan dosen, terutama dalam konsep
dengan
misalnya
strategi active learning atau strategi blended
pada
konteks
Disini
pendidikan
penulis
di
menyajikan
fleksibilitas yang dimilikinya.
learning.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
370
ISSN 2502-8723
Pengajaran
bahasa
Inggris
dianggap lebih ringkas dan memudahkan
menggunakan metode lama yang bersifat
guru dalam proses mengajar. Penggunaan
kaku, akan berdampak pada hasil belajar
postmethod tidak berarti bahwa penggunaan
siswa. Disini siswa merasa tidak di dalam
metode
kondisi optimal sehingga proses penyerapan
postmethod adalah kefleksibelan dalam
ilmu pengetahuan bisa terganggu, hal ini
mengombinasikan berbagai metode dalam
karena penggunaan metode lama yang
pengajaran bahasa Inggris sehingga kelas
sangat kaku sehingga membuat siswa tidak
menjadi tidak monoton dan membosankan.
percaya diri (Dulay, Burt, & Krashen, 1962).
Secara tidak langsung ini akan berdampak
Oleh karena itu konsep postmethod bisa
terhadap hasil belajar siswa.
menjadi alternatif untuk diterapkan dalam
responden
harus
dihapuskan,
tapi
Saran kedua masih ditujukan untuk
pembelajaran bahasa Inggris di kelas.
Semua
lama
para pengajar yaitu agar memperhatikan
yang
telah
beberapa aspek dalam memilih metode yang
diwawancarai tidak mengetahui tentang
tepat untuk mengajar. Aspek – aspek
istilah postmethod namun mereka telah
tersebut antara lain materi pembelajaran,
menerapkan konsep postmethod di dalam
level bahasa Inggris siswa, umur siswa, dan
kegiatan belajar dan mengajar pada konteks
kebutuhan
kelas. Fleksibilitas konsep postmethod yang
memperhatikan materi pembelajaran dengan
artinya dapat memberikan kebebasan pada
metode yang dipilih misalnya; materi pada
para guru dan dosen untuk menyesuaikan
saat ini adalah tentang ―pronuncing words
metode atau strategi pengajaran dengan
about
tujuan pembelajaran atau keadaan dan
Translation Method tentunya bukan pilihan
keinginan siswa membuat mereka memilih
yang tepat karena tidak sesuai dengan materi
mengaplikasikan
pembelajarannya.
metode
ini
dalam
pengajaran.
Dari
siswa.
holiday‖.
Contoh
pentingnya
Memilih
Metode
Grammar
yang
tepat
misalnya Audio Lingual Method yang
kesimpulan
peneliti
menekankan pada pengulangan ucapan lalu
memberikan beberapa saran kepada para
setelah siswa dapat mengucapkan dengan
guru, dosen dan penyelenggara pendidikan.
tepat,
Saran
penggunaan
pertama
diatas,
ditujukan
kepada
para
bisa
dikombinasikan
metode
dengan
Communicative
pengajar yaitu dosen dan guru untuk
Approach yaitu mengintegrasikan kata –
mempertimbangkan
kata tersebut ke dalam dialog sehingga
postmethod
dalam
menggunakan
pengajaran
bahasa
menjadi lebih nyata dan penggunaannya
Inggris. Karena sesuai dengan hasil studi
diatas,
bahwa
penggunaan
meresap ke dalam ingatan siswa.
postmethod
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
371
ISSN 2502-8723
Sesuai
dengan
temuan
Saengboon, S. (2013). Thai English Teachers‘
Understanding
of
―Postmethod
Pedagogy‖: Case Studies of University
Lecturers. English Language Teaching,
Volume 6 No 12.
Brown, H. D. (2002). English language
teaching in the post-method era:
Towards better diagnosis, treatments,
andassessment. In J. C. Richards & W.
A. Renandya, Methodology in language
teaching: An anthology of current
practice (pp. 9-18). Cambridge:
Cambridge University Press.
Prabhu, N. S. (1990). There is no best method—
why? TESOL Quarterly, 24, 161–176.
http://dx.doi.org/10.2307/353586897
dari
penelitian diatas, diketahui bahwa semua
responden
postmethod
masih
asing
walaupun
menggunakannya.
dengan
istilah
mereka
telah
Disini
peneliti
mengharapkan adanya perhatian lebih dari
penyelenggara pendidikan atau pembuat
kebijakan untuk mengadakan sosialisasi,
seminar,
maupun
workshop
tentang
postmethod kepada semua guru bahasa
Inggris di setiap jajaran dari SMP, SMA,
hingga Perguruan Tinggi sehingga mereka
yang belum pernah menerapkan dapat
mengenal metode ini dan bagi yang sudah
mengaplikasikan dapat memahami betul
tentang
konsep
postmethod
dan
cara
pengaplikasiannya dengan benar.
DAFTAR RUJUKAN
Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (2003).
Qualitative Research for Education: An
introduction to Theories and Methods
(4th ed.). New York: Pearson Education
group.
Brown, H. D. (2001). Teaching by principles: an
interactive approach to language
pedagogy (Vol. 2): Longman.
Dulay, H., Burt, M., & Krashen, S. (1962).
Language Two. New York: Oxford
University Press.
Kumaravadivelu, B. (2006). Understanding
Language from Method to Postmethod.
New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994).
Qualitative Data Analysis: An Expanded
Sourcebook: SAGE Publications Inc.
Richards, J. C., & Rodgers, T. S. (2001).
Approaches and Methods in Language
Teaching.
Cambridge:
Cambridge
University Press.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
372
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
Pengaruh Penggunaan Multimedia Pembelajaran Interaktif
Penginderaan Jauh terhadap Hasil Belajar Geografi
Fitria Hanim1, Sumarmi2, Ach. Amirudin3
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang
Email: [email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multimedia pembelajaran interaktif penginderaan
jauh terhadap hasil belajar geografi siswa. Penelitian menggunakan eksperimen semu dengan menggunakan non
equivalent control group design, Pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara
random. Sampel penelitian adalah seluruh siswa kelas XII IPS MAN I Malang. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah tes. Teknik analisis yang digunakan adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh berpengaruh terhadap hasil belajar, dimana hasil
yang diperoleh pada kelas eksperimen, diperoleh mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267 lebih besar daripada
kelas kontrol yang memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi 9,955. Hasil gain score menunjukkan selisih antara
nilai pretes dan postes didapatkan pada kelas ekperimen dengan hasil rata-rata gain score yaitu = 0,69 yang masuk
dalam kategori tinggi, Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan
multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh terhadap hasil belajar geografi siswa di MAN I Malang.
Kata Kunci: Multimedia, Penginderaan Jauh, Hasil Belajar
Abstract: This research aims to determine the extent of multimedia interactive learning remote sensing effect on
student learning outcomes in MAN I Malang. Using a quasi experimental study using a non equivalent control
group design, this design only in the experimental group and the control group was not chosen at random. The
samples were all students of class XII IPS MAN I Malang. The research instrument used was a test. The analysis
technique used is the t-test and Cohen'sd Online Calculator for the effectiveness of the use of multimedia in
teaching. The results showed that the use of interactive learning multimedia remote sensing effect on learning
outcomes, where the results obtained in the experimental class, the mean standard deviation of 74.24 with 7.267
greater than the control class that has a mean 60.21 with a standard deviation of 9.955. Results gain score showed
the difference between pretest and posttest values obtained in experimental classes with an average yield gain score
of = 0.7 are included in the high category. While the calculations produced 1,610 Cohen'sd online calculator which
is regarded as a relatively large effect size, then Ho is rejected and Ha accepted. It means that there is a significant
influence on the use of remote sensing multimedia interactive learning on learning outcomes in MAN I Malang.
Keywords: Multimedia, Remote Sensing, Learning Result
Pendahuluan
Pada pembelajaran di kelas, media
perwujudan
visual
yang
menjelaskan
konsep
abstrak
membantu
menjadi
merupakan alat bantu yang mempermudah
kongkret. Media memiliki fungsi sebagai
dalam penyampaian bahan ajar kepada
penghubung informasi dari sumber kepada
siswa. Media dibutuhkan ketika materi
penerima (siswa). Kedudukan media dalam
dianggap bersifat abstrak dan ambigu,
pembelajaran adalah sebagai komponen atau
sehingga
bagian integral pembelajaran. Pentingnya
penggunaan
media
adalah
media
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
373
dalam
memfasilitasi
belajar,
ISSN 2502-8723
penyajiannya disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran interaktif yang dikembangkan
pembelajaran yang ditetapkan. Hadirnya
Wahyudi karena: (1) memiliki kemanfaatan
media dalam proses pembelajaran sangat
meningkatkan hasil belajar siswa; (2) sudah
membantu siswa dalam memahami hal yang
dalam bentuk CD interaktif yangdapat
dipelajari
Seiring
diperbanyak dan dibagikan kepada siswa,
informasi
sehingga mereka bisa belajar lebih mandiri;
pembelajaran Geografi saat ini, khususnya
(3) memiliki gambar yang menarik dan
pada
materi didalamnya sistematis; (4) desainnya
(Sihkabuden,
berkembangnya
materi
2005).
teknologi
penginderaan
jauh
perlu
memanfaatkan teknologi informasi yang
sederhana
ada, yaitu dengan memanfaatkan teknologi
Sehingga
komputer
dalam
untuk
mempresentasikan
Salah
satu
membuat
media
media
dan
pembelajaran.
pembelajaran
dan
mempunyai
dioperasikan.
pengaruh
mempelajari
teknologi
yang
mudah
bahwa
geografi
melalui
pembelajaran
khususnya
multimedia, sangat membantu siswa dalam
berkembang dan dapat digunakan siswa
usaha-usaha
dalam
rintangan-rintangan materi yang bersifat
proses
pembelajaran
adalah
multimedia (Wahyudi, 2012).
Konsep
interaktif
multimedia
penginderaan
pembelajaran
pengaruh
jauh
penginderaan jauh terhadap hasil belajar
yang
untuk
Penelitian
materi
desain
kemampuan berbagai media seperti teks,
stimulus
pembelajaran ini peserta didik berinteraksi
control
dan
dependennya
dengan informasi dan bisa merasakan
eksperimen
tidak
dipilih
dan
secara
diukur
kembali
(post-test).
Jadi
variabel
sebelum
diberikan pembelajaran kedua kelompok
simulasi lingkungan dan peristiwa yang
tidak mereka dapatkan di kelas biasa.
dalam
eksperimen
diberi
kemudian
diberi
pembelajaran
multimedia
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kelompok
dependennya (pre-test), kemudian diberikan
materi khusus yaitu penginderaan jauh. Pada
adalah
penelitian
random. Kedua kelompok diukur variabel
terhubung dan bersifat interaktif dengan
ini
ini
kelompok
audio, video, citra, dan animasi gerak yang
eksperimen
adalah
equivalent control group design. Pada
teknologi pembelajaran yang memadukan
yang dipakai
ini
eksperimen semu dengan menggunakan non
Penginderaan Jauh di SMA kelas XII dan
Multimedia
interaktif
METODE
yang digunakan sebagai alat bantu proses
kelas
pembelajaran
geografi di MAN 1 Malang.
berupa aplikasi multimedia pembelajaran
di
menghilangkan
abstrak. Untuk itu peneliti mengambil judul
dikembangkan Wahyudi adalah produk jadi
pembelajaran
untuk
tes
terlebih
dahulu
perlakuan,
yaitu
menggunakan
multimedia
pembelajaran interaktif dan pembelajaran
374
ISSN 2502-8723
non multimedia, setelah itu diberi tes akhir
HASIL
untuk mengetahui hasilnya. Penelitian ini
Hasil yang didapatkan selama pretes
dilaksanakan di MAN I Malang. Subjek
pada
penelitian adalah siswa kelas XII IPS Tahun
33 dengan 9
pada kelas eksperimen, nilai terendah adalah
siswa. Penentuan kelas eksperimen dan
27 oleh 2 siswa dan nilai tertinggi 57 oleh 2
rata-rata kelas
siswa dengan rata-rata keseluruhan nilai
semester 4 dari kedua kelas.
dikumpulkan
adalah 40,7. Hal ini dirasakan homogen
dengan
dengan pencapaian nilai siswa yang sama.
menggunakan tes. Tes sebelum perlakuan
(prates),
siswa
rata secara keseluruhan 40,03. Sedangkan
dengan keseluruhan jumlah siswa adalah 67
eksperimen
adalah
anak dan tertinggi 53, 1 anak dengan rata-
yaitu kelas XII IPS 1 dan XII IPS 2 yang
Data
kontrol
mendapatkan nilai terendah
ajaran 2015/2016 yang terdiri dari dua kelas
kelas kontrol berdasarkan
kelas
digunakan
untuk
Hasil
yang
didapatkan
setelah
mendapatkan data tentang hasil belajar
dilakukannya treatmen dengan multimedia
siswa
dengan
pembelajaran interaktif didapatkan pada
pembelajaran
kelas ekperimen kenaikan yang signifikan
interaktif. Tes setelah perlakuan eksperimen
dari 33 siswa yaitu 28 siswa mendapatkan
(pascates), digunakan untuk mendapatkan
nilai diatas 70 dan hanya 6 siswa masih
data tentang hasil belajar siswa setelah
mendapatkan nilai di bawah 70 dengan nilai
dilakukannya treatment pembelajaran pada
terendah 60 dan nilai tertinggi 90. Nilai rata-
materi
kemudian
rata yang diperoleh adalah 74,24. Sedangkan
Berdasarkan
pada kelas kontrol yang menggunakan buku
sebelum
menggunakan
pembelajaran
multimedia
Penginderaan
menghasilkan
gain
permasalahan
score.
dan
teks, nilai terendah yang didapatkan 43 dan
hipotesis yang diajukan analisis statistik
nilai tertinggi 87. Nilai ketuntasan hanya 6
yang digunakan adalah analisis statistik
siswa. Dengan rata-rata nilai keseluruhan
deskriptif dan analisis statistik inferensial
60,88. Diagram skor rata-rata sebelum
parametric untuk menguji hipotesis dengan
perlakuan (pretes) dan setelah perlakuan
Independent Sample T-Tes dengan taraf
(posttest) pada kedua kelas sebagai berikut.
signifikan
5%.
yang
Jauh
dirumuskan
Analisis
data
dengan
menggunakan bantuan komputer program
SPSS for Windows versi 17.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
375
ISSN 2502-8723
klasifikasi
(2002),
dengan
klasifikasi sebagai berikut.
Grafik Perolehan Nilai
74,24
60,88
40,76
40,03
100
50
0
Meltzer
Tabel. 4.1 Indeks Nilai Gain Ternormalisasi
pretes
postes
kelas
kelas
kontrol ekperimen
Gambar 4.1. Grafik Peroleh Nilai Pretes
Nilai g
klasifikasi
0,7 < g < 1
tinggi
0,3 < g < 0,7
Sedang
0 < g < 0,3
rendah
Dan Postes
Skor
perolehan
hasil
belajar
didapatkan setelah memberikan tes yang
Berdasarkan hasil gain score yaitu
dilakukan sebelum perlakuan (pretes) dan
selisih antara nilai pretes dan postes didapat-
setelah perlakuan (postes) baik untuk kelas
kan pada kelas kontrol didapatkan sebanyak
eksperimen yang menggunakan multimedia
kelas
3 siswa atau 9% siswa mengalami kenaikan
kontrol yang menggunakan buku teks.
gain ternormalisasi kategori tinggi, 23 siswa
pembelajaran
interaktif
maupun
Berdasarkan perolehan pembelajaran yang
atau 70% mengalami kenaikan berkategori
dilaksanakan pada kelas ekperimen dan
kelas kontrol diperoleh skor rata-rata pretes,
sedang dan 7 siswa atau 21% mengalami
untuk kelas ekperiment 40,76 dan kelas
kenaikan gain berkategori rendah. Selain itu
kontrol 40,03 relatif sama (selisih 0,73) dan
setelah
diberikan
perlakuan
didapat
dengan
rata-rata
pembelajaran
ternormalisasi
interaktif skor rata-rata hasil belajar kelas
dikategorikan
menggunakan
multimedia
sebesar
sedang.
kenaikan
gain
0,442
yang
Hasil
uji
gain
eksperimen adalah 74,24 sedangkan untuk
ternormalisasi kelas kontrol sebagai berikut:
kelas kontrol dengan rata-rata nilai 60,88,
kedua kelompok berbeda (selisih 13,36).
Kelas Kontrol
Analisis data gain score dilakukan
21%
setelah didapatkan data dari pretes dan
9%
tinggi
postes yaitu untuk melihat pengaruh dari
penggunaan
multimedia
sedang
pembelajaran
70%
rendah
interaktif pada materi penginderaan jauh
hasil perhitungan diintepretasikan dengan
Gambar. 4.2 Diagaram Frekwensi Gain Kelas
menggunakan gain ternormalisasi menurut
Kontrol
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
376
ISSN 2502-8723
Pada kelas eksperimen diperoleh
Uji Normalitas
hasil sebanyak 14 siswa atau 4% mengalami
Hasil analisis data penelitian yang
kenaikan gain ternormalisasi berkategori
dibuktikan melalui analisis uji statistik
dengan
baik dan sebanyak 19 siswa atau 58%
bantuan
software
SPSS
menunjukkan hasil sebagai berikut.
mengalami kenaikan gain skor berkategori
Tabel. 4.2 Hasil Analisis Normalitas Data
sedang. Selain itu didapatkan rata-rata
Tests of Normality
kenaikan gain ternormalisasi sebesar 0,690
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
yang berkategori tinggi. Hal ini menguatkan
kelompok
nilai
hipotesis sebelumnya yaitu penggunaan
aplikasi
multimedia
pembelajaran
17.0
kelas
Statistic df
Sig.
*
Statistic df
Sig.
.114
33
.200
.974
33
.594
kelas kontrol .128
33
.187
.973
33
.564
ekperimen
pada
a. Lilliefors Significance Correction
materi penginderaan jauh pada hasil belajar
Berdasarkan tabel di atas untuk
analisis normalitas data, tampak bahwa pada
siswa mengalami kenaikan yang signifikan
hasil kelas ekperimen yang diuji dengan
yaitu sebesar 0,690 atau kategori tinggi.
Hasil
uji
eksperimen
gain
adalah
ternormalisasi
sebagai
Kolmogorov-Smirnov (sig: 0,200 > 0,05)
kelas
dan Shapiro-Wilk (sig: 0,594 > 0,05)
masing-masing menunjukkan angka dengan
berikut.
taraf signifikansi lebih besar dari 0,05,
sedangkan untuk kelas kontrol yang diuji
kelas eksperiment
dengan Kolmogorov-Smirnov (sig: 0, 187 >
0%
0,05) dan Shapiro-Wilk (sig: 0,564 > 0,05)
42%
58%
tinggi
masing-masing juga menunjukkan angka-
sedang
angka dengan taraf signifikansi lebih besar
rendah
dari 0,05. Jadi secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa pada semua unit analisis
data terdistribusi dengan normal.
Uji Homogenitas
Gambar 4.3 Diagram Frekuensi Gain
Uji homogenitas yang dilakukan
Kelas Eksperimen
pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol menggunakan Levene‘s test of
Equality of Error Variances. Data memiliki
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
377
ISSN 2502-8723
varians yang sama jika angka signifikasi
Uji Hipotesis
yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Data
Tabel 4.4 Hasil analisis Mean dan Standar Deviasi
varian uji homogenitas dapat dilihat pada
kelompok
table berikut.
nilai
Tabel. 4.3 Hasil Analisis Homogenitas Data
kelas ekperimen 33
Equal
varian
Levene Statistic
df1
1.345
df2
1
Sig.
64
.250
N
6.539
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
74.24
1.265
7.267
58.56
.000
2
14.03
2.146
9.736
0
8
ces
.
not
3
assu
2
med
4
Uji Levene yang dilakukan diperoleh
Dari hasil uji t, diketahui t = 6,539;
angka signifikansi = 0,250, karena angka
F = 1,345 dan signifikansi 2-tail 0,000 lebih
signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka
kecil dari signifikansi 0,05. Pada kelas
sampel pada kelas ekperimen dan kelas
eksperimen diperoleh mean 74,24 dengan
kontrol dapat dikatakan bersifat homogen.
standar deviasi 7,267 lebih besar daripada
Uji Hipotesis
kelas kontrol yang memiliki mean 60,21
dengan standar deviasi 9,955. Data tersebut
Tabel 4.4 Hasil analisis Mean dan Standar Deviasi
kelompok
nilai
N
menunjukkan
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
kelas ekperimen 33
74.24
7.267
1.265
kelas kontrol
60.21
9.955
1.733
33
multimedia
bahwa
pembelajaran
penggunaan
interaktif
penginderaan jauh (Wahyudi) berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis, hipotesis
Tabel. 4.5 Hasil Analisis Uji T
nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.
Independent Samples Test
Dari hasil analisis dengan menggunakan
Levene's
independent sample t-test didapatkan bahwa
Test for
Equality of
Variances
mean kelas eksperimen lebih tinggi daripada
t-test for Equality of Means
kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki
95%
Confidence
mean 74,24 dan kelas kontrol mean 60,88.
Interval of the
Difference
U
Mean
F
nilai
Std.
p
Error
p
Sig. (2-
Differe Differenc
e
Sig. t
df
tailed)
nce
e
Lower
r
Equal 1.345
.25 6.539
64
.000
14.03
2.146
9.744
1
varian
0
0
Siswa yang belajar dengan menggunakan
multimedia penginderaan jauh ‖Wahyudi‖
memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang belajar
8
ces
.
assu
3
med
1
dengan buku teks. Hasil uji t hasil belajar
diperoleh taraf signifikansi adalah 0,00 lebih
7
kecil dari yaitu 0,05 (p<0,05). Berdasarkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
378
1
ISSN 2502-8723
perolehan nilai α, maka disimpulkan bahwa
animasi juga video yang relevan itu adalah
ada perbedaan hasil belajar siswa yang
langkah kunci dalam pembelajaran yang
menggunakan multimedia dengan tidak
penuh makna (Mayer: 2009). Proses ini bisa
menggunakan multimedia
difasilitasi dengan penggunaan multimedia
dalam pembelajaran daripada hanya dengan
PEMBAHASAN
teks saja yang berdampak pada perolehan
hasil belajar.
Berdasarkan hasil uji t menunjukkan
Dengan menggunakan multimedia
ada perbedaan yang signifikan antara siswa
multimedia
siswa dapat melihat, mendengar bahkan
pembelajaran interaktif Penginderaan Jauh
berinteraksi, sehingga keterlibatan indera
‖Wahyudi‖ terhadap hasil belajar dengan
siswa
skor rata-rata lebih tinggi daripada kelas
pembelajaran
Kontrol yang menggunakan buku teks saja,
dibandingkan dengan hanya menggunakan
dengan perolehan nilai mean = 74,24 lebih
buku teks dan gambar saja. Penggunaan
tinggi dari kelas kontrol dengan mean =
multimedia membuat siswa lebih tertarik
60,88. Hal ini sesuai dengan pendapat
mengikuti
Wahyuni (2009) bahwa ada perbedaan skor
antusias dengan proses yang dilakukan
rata-rata belajar antara siswa yang dilibatkan
secara mandiri melalui tampilan yang
dalam pembelajaran dengan pemanfaatan
menarik secara interaktif. Hal ini sesuai
multimedia dan tanpa multimedia.
dengan
yang
menggunakan
dalam
temuan
penelitian
pengaruh
dari
didapatkan
penggunaan
perdapat
pembelajaran
multimedia
menunjukkan
penggunaan
Hal
tampak
Wahyuni
pada
(2009)
multimedia
yang
lebih
hidup
dan
pembelajaran.
Pada
ini
multimedia
multimedia
pembelajaran
yang
menggunakan
dikembangkan
oleh
Wahyudi ini memiliki beberapa keunggulan
sangat efektif, karena pengaruh multimedia
yaitu dalam satu slide dapat menampilkan
dalam pembelajaran memudahkan siswa
teks, audio, gambar, animasi atau video
untuk lebih mengingat saat teks atau narasi
secara bersama. Beberapa materi yang
dan gambar animasi ditayangkan bersama.
memerlukan penjelasan secara detail seperti
Proses mengintegrasikan teks dan gambar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
siswa
banyak
membantu siswa dan guru dalam proses
kenaikan gain score ternormalisasi 0,69
tinggi.
lebih
presentatif, sehingga multimedia banyak
‖Wahyudi‖ pada hasil belajar siswa dengan
dikategorikan
siswa
multimedia
disebabkan multimedia merupakan sarana
adanya
pembelajaran interaktif penginderaan jauh
yang
interaktif
pembelajaran,
ketertarikan
Berdasarkan hasil paparan data dan
penggunaan
sistem penginderaan jauh, proses pembuatan
379
ISSN 2502-8723
foto
udara,
maupun
intepretasi citra. Juga terdapat beberapa hasil
dapat
foto udara dan foto satelit berdasarkan
ditampilkan melalui animasi maupun video.
wahana yang digunakan dengan berbagai
Penggunaan
pixel dan gambar yang up to date.
pemanfaatan
jenis
wahana,
penginderaan
media
jauh
animasi
dalam
pembelajaran akan mempermudah dalam
Penggunaan
menvisualisasikan materi yang dianggap
pembelajaran sebagai alat bantu terhadap
sulit misalnya cara kerja komponen dalam
kognisi siswa.
system penginderaan jauh dari sumber
harus melengkapi belajar siswa, membantu
energi melalui atmosfer yang dipantulkan
aktifitas-aktifitas
dan dipancarkan oleh objek kemudian
didapatkan dengan tepat dan membantu
ditangkap oleh sensor dan dihasilkan data
mengembangkan apa yang sudah ideal
dibentuk
menjadi bisa. Artinya bahwa konten dalam
secara
animasi
yang
sangat
menarik bagi siswa.
multimedia
dalam
Pembelajaran
belajar
interaktif
yang
tidak
multimedia materi penginderaan jauh ini
Animasi bisa menjelaskan konsep
sangat sesuai dengan kompetensi yang harus
yang abstrak menjadi kongkrit misalnya
dicapai oleh siswa sehingga perolehan hasil
terdapat gambaran secara detail tentang sifat
belajar bisa maksimal dengan keilmuan
inframerah termal pada objek gunung berapi
sekarang.
dalam hal ini jelas tidak didapatkan pada
Dengan
memperhatikan
buku teks atau LKS-LKS, bahkan media lain
karakteristiknya, multimedia pembelajaran
dipasaran.
dengan
interaktif penginderaah jauh ‖Wahyudi‖ ini
bahwa
memiliki sejumlah manfaat: 1) dirancang
proses
berdasarkan
Hal
Sudjana
dan
ini
sependapat
Rivai
Multimedia
(2001)
menjadikan
kompetensi/
tujuan
pembelajaran lebih menarik perhatian siswa
pembelajaran, 2) dirancang sesuai dengan
sehingga
karakteristik
dapat
menunbuhkan
motivasi
belajar.
siswa,
3)
membantu
menjadikan gambar atau contoh yang sulit
Kelebihan lainnya dalam multimedia
didapatkan di lingkungan sekolah menjadi
ini dibuat berdasarkan data perkembangan
lebih
teknologi mutakhir
pengulangan sampai berkali-kali pada slide
jauh
yang
dalam penginderaan
didesain
menarik
kebutuhan siswa, adanya
sesuai
kongkrit,
4)
memungkinkan
yang belum dimengerti 5) mendukung
gambar dari
pembelajaran
berbagai macam sensor, bisa diperbesar (di-
media
zoom), siswa dapat belajar dengan bantuan
menciptakan
mouse dan kursor untuk mengintepretasikan
mengasyikan.
individual,
pembelajaran
6)
yang
merupakan
efektif,
pembelajaran
7)
yang
foto pankromatik berdasarkan unsur-unsur
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
380
ISSN 2502-8723
Walaupun begitu ada satu kelemahan
belajar aktif yang didorong oleh niat dan
dalam produk multimedia ini yaitu adanya
motivasi untuk menguasai suatu kompetensi
background sound atau musik yang kurang
guna
relevan. Background sound atau musik
membangun pengetahuan atau kompetensi.
disini bukan sound effect tapi musik
Faktor kebebasan dan keterlibatan siswa
pengiring presentasi. Musik tersebut tidak
secara aktif dalam mengikuti pembelajaran
mengganggu narasi, namun memberikan
amat diperhitungkan, agar belajar lebih
musikal
bermakna bagi siswa yang pada akhirnya
background
presentasi.
Secara
membuat
presentasi
dinikmati
para
lembut
teori,
terhadap
musik
multimedia
siswa,
sehingga
mengatasi
suatu
masalah
dan
bisa
akan sangat mempengaruhi perolehan hasil
lebih
belajar. Dan diperkuat oleh Jusita (2008)
bisa
bahwa
penggunaan
multimedia
dalam
meningkatkan level rangsangan emosional
pembelajaran sangat efektif dan berdaya
siswa.
ini
guna, terutama bila disajiikan dengan tepat
mengakibatkan peningkatan perhatian siswa
akan memiliki dampak signifikan terhadap
terhadap materi yang ditayangkan, tetapi
hasil
menambahkan
menggunakan multimedia secara signifikan
Peningkatan
rangsangan
musik
disini
justru
belajar.
Pembelajaran
mengganggu daya konsentrasi siswa. Maka
membantu
pada saat pelaksanaan pembelajaran musik
pengetahuan
justru dimatikan.
pembelajaran, mempertinggi pengalaman
Pembelajaran multimedia interaktif
belajar
mengakses
dengan
dan
serta
secara
informasi
secara
efektif
dalam
akan
ini sangat mudah dioperasikan oleh siswa
mempertinggi
sehingga pembelajaran ditekankan pada
pembelajaran
keterlibatan siswa. Oleh karena itu, siswa
dari beragam siswa dalam mengekplorasi
adalah pihak aktif mencari pemahaman,
materi pelajaran.
yang mengamati hasil multimedia berisikan
aksesbilitas
luas
untuk
lingkungan
kelompok-kelompok
Berdasarkan uraian di atas jelaslah
materi penginderaan jauh, baik narasi, foto
bahwa
hipotesis
penelitian
udara, foto satelit, dan animasi. sedangkan
penggunaan
guru adalah membantu siswa dalam proses
interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖
pemahaman dalam materi ini atau pemandu
terhadap hasil belajar di MAN 1 Malang
kognitif yang memberikan bimbingan untuk
terbukti kebenarannya.
multimedia
tentang
pembelajaran
mendukung proses pembelajaran siswa.
Menurut
bahwa
pendapat
belajar
Budiningsih
harus
(2003)
mementingkan
keterlibatan siswa secara aktif. Dengan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
381
ISSN 2502-8723
diberikan kepada siswa, hal ini sangat
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan,
dapat
disimpulkan
penggunaan
multimedia
membantu siswa belajar mandiri, mengakses
bahwa
secara luas pengetahuan dan informasi
pembelajaran
dalam pembelajaran, dan mempertinggi
interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖
pengalaman belajar. Dalam penggunaannya,
berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal ini
multimedia penginderaan jauh ini sangat
dibuktikan melalui uji hipotesis dengan uji t
mudah dioperasikan, disarankan juga siswa
dan gain ternormalisasi, dimana hasil yang
harus tetap diperhatikan, karena dikawatikan
diperoleh pada kelas eksperimen‖ diperoleh
siswa membuka aplikasi atau link lain
mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267
selama proses pembelajaran.
lebih besar daripada kelas kontrol yang
memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi
DAFTAR RUJUKAN
9,955. Hasil gain score menunjukkan selisih
Budiningsih, Asri. 2003. Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: UNY
Press
Jusita. Lona. 2008. Pengaruh Penggunaan
Multimedia dan Gaya Belajar
Terhadap Hasil Belajar Geografi
Siswa Kelas VII SMPN 2 Ngantang
Kabupaten Malang Pada Materi
Keragaman Bentuk Bumi, Proses
Pembentukan, dan Dampaknya
dalam Kehidupan. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: PPS UM
Mayer, R.E. 2009. Multimedia Learning.
Cambridge University Press
Meltzer. 2002. The relationship Between
Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in
Physics: A Posible ‖Hidden
Variable in Diagnostic Pretest
Scores‖. American Journal Physics.
Sihkabuden. 2005. Multimedia
Pembelajaran. Malang : Elang
Press
antara nilai pretes dan postes didapatkan
pada kelas ekperimen dengan hasil rata-rata
gain score yaitu = 0,69 yang masuk dalam
kategori tinggi. Sedangkan hasil perhitungan
uji t didapatkan t = 6,539; F = 1,345 dan
signifikansi 2-tail 0,000 lebih kecil dari
signifikansi 0,05, maka Ho ditolak dan Ha
diterima.
Artinya
ada
pengaruh
yang
signifikan pada penggunaan multimedia
pembelajaran interaktif penginderaan jauh
‖Wahyudi‖ terhadap hasil belajar geografi
siswadi MAN 1 Malang.
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan
dari
hasil
penelitian ini maka penulis disampaikan
Sudjana & Rivai. 2001. Media Pembelajaran
(Pembuatannya dan Penggunaannya).
Bandung: Rusdakarya.
saran bagi guru yang akan menggunakan
multimedia sebagai bahan ajar, disarankan
menggunakan
multimedia
ini
dalam
Wahyudi, Adip; 2012. Pengembangan
Multimedia Pembelajaran
Interaktif Berbasis Komputer Mata
pembelajaran karena sangat tepat dan efektif
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
382
ISSN 2502-8723
Pelajaran Geografi, Materi
Penginderaan Jauh Untuk
SMA/MA Kelas XII.Tesis. Tidak
Diterbitkan. PPS UM
Wahyuni. Esti. 2009. Pengaruh
Pemanfaatan Multimedia Dalam
Pembelajaran Fisika Terhadap
Pemerolehan Belajar. Jurnal Visi
Ilmu Pendidikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
383
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN
Mety Toding Bua
Program Studi Pendidikan Dasar / Pascasarjana Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]/ 085345349228
ABSTRAK
Scaffolding merupakan suatu bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memecahkan suatu masalah. Scaffolding
(Perancahan) merupakan gagasan kunci yang dikembangkan oleh Vygotsky mengenai pembelajaran sosial. Hasil
pembahasan makalah ini menemukan bahwa scaffolding merupakan suatu bantuan berupa petunjuk, sarana yang
mengingatkan, dorongan, penguraian persoalan yang diberikan kepada siswa dalam bentuk kelompok maupun
secara individu dari guru, teman sebaya atau orang yang lebih berkompeten. Dengan bantuan guru, teman sebaya
atau orang yang lebih berkompeten siswa akan lebih mudah memahami banyak hal dibandingkan dengan siswa
belajar sendiri. Scaffolding atau perancahan berarti memberikan dukungan, motivasi dan perhatian kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukungan dan meminta anak mulai tanggung
jawab untuk belajar secara mandiri.
Kata kunci: Scaffolding, Pembelajaran.
merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-
Pendahuluan
Pembelajaran
merupakan
suatu
peristiwa yang terjadi dalam diri siswa
proses dimana terjadinya suatu perubahan
maupun
perilaku terhadap diri seseorang dari suatu
diungkapkan bahwa pembelajaran yang
yang dilakukan atau dari pengalaman.
menyebabkan
Pembelajaran juga dapat diperoleh dari
perilaku yang disadari oleh seseorang yang
suatu proses belajar mengajar yang terjadi
bersifat
disekolah. Pembelajaran menjadi begitu
merupakan hasil dari suatu proses belajar
penting dalam membangun siswa memiliki
yang terbiasa dilakukan.
karakter. Menurut Thobroni dan Mustofa
Menurut
(2013:19)
―Pembelajaran
lingkungannya‖.
tetap
adanya
atau
Lebih
lanjut
perubahan
suatu
permanen
Undang-Undang
yang
Sistem
membutuhkan
Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003,
sebuah proses yang disadari yang cenderung
suatu proses dimana terjadinya interaksi
bersifat permanen dan mengubah perilaku.
anntar peserta didik dengan pendidik dan
Pada proses tersebut terjadi pengingatan
sumber belajar merupakan definisi dari
informasi yang kemudian disimpan dalam
pembelajaran.
memori dan organisasi kognitif. Selanjutnya,
pembelajaran merupakan suatu bantuan
keterampilan tersebut diwujudkan secara
yang diberikan pendidik kepada peserta
praktis
didik
pada
keaktifan
siswa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dalam
384
untuk
Menurut
pengertian
memperoleh
ilmu
ini,
dan
ISSN 2502-8723
pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan
pentingnya penggunaanscaffolding dalam
tabiat,
pembelajaran.
serta
pembentukan
sikap
dan
Penggunaan
kenyakinan pada diri siswa. Pembelajaran
dalam
pembelajaran
yang terbaik adalah pembelajaran yang
kebutuhan anak-anak.
scaffolding
didasarkan
pada
mampu memberikan kontribusi terhadap
Scaffolding merupakan salah satu
permasalahan yang heterogen yang dihadapi
bentuk dari pembelajaran social. Menurut
di setiap kelas. Pada umumnya setiap kelas
Robbins and Judge (2008), pembelajaran
memiliki berbagai macam karakteristik anak
social
dengan berbagai tingkat kemampuan yang
melalui pengamatan dengan apa yang terjadi
berbeda-beda. tingkat kemampuan anak
pada individu lain dan aka diberi tahu
diantaranya
tingkat
mengenai sesuatu dari pengalaman langsung
kemampuan tinggi, tingkat kemampuan
yang mereka alami. Sebagai contoh, hal-hal
sedang, dan tingkat kemampuan rendah.
yang
Berbagai tingkat kemampuan yang ada di
mengamati terhadap model-orang tua, guru,
dalam kelas ini harusnya menjadi peluang
rekan sebaya, pemain film dan televise dan
bagi guru dalam membantu persoalan yang
sebagainya.
ada di kelas dengan membuat pembelajaran
model-model tersebut
yang saling memberikan dukungan pada
pusat yang terjadi atas sudut panjang dari
setiap
memiliki
pembelajaran sosial. Empat proses yang
memberikan
menentukan pengaruh sebuah model pada
bantuan dan dukungan untuk membantu
seorang individu: (1) proses perhatian,
siswa dengan kompetensi sedang sampai
ketika
pada kompetensi rendah. Hal ini sejalan
mencurahkan perhatian terhadap sesuatu
dengan
oleh
maka individu tersebut belajar akan sebuah
Vygotsky, tentang pembelajaran sosial ialah
pemodelan; (2) proses penyimpanan, sebuah
perancahan (Scaffolding) yaitu bantuan yang
pengaruh atas model yang diamati akan
diberikan oleh teman atau orang dewasa
bergantung pada bagaimana setiap individu
yang lebih kompeten (Wood, Bruner & Ross
dapat mengingat setiap tindakan yang
dalam Slavin 2008:60). Scaffolding dalam
diamati bahkan setelah model tersebut tidak
pembelajaran karena merupakan sebuah
tersedia lagi; (3) proses reproduksi motor,
bantuan
siswa
ketika seseorang melihat suatu perilaku baru
melalui guru atau teman sebaya yang
dalam sebiah pemodelan, dan hasil dari
kompeten atau orang yang memiliki tingkat
pengamatan pemodelan tersebut diubah
berkemampuan tinggi. Oleh sebab itu,
menjadi sebuah tindakan nyata; (4) proses
tergolongkan
siswa.
kompetensi
Siswa
tinggi
teori
yang
yang
yang
dapat
dikemukakan
diberikan
kepada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
385
terjadi
kita
ketika
lihat
dan
Terjadinya
seseorang
seseorang belajar
pelajari
pengaruh
ketika
atas
merupakan suatu
mengenali
dan
ISSN 2502-8723
penegasan, ketika ada suatu insentif yang
menalar;
positif atau adanya penghargaan maka
mengkontruksi
individu
untuk
sehingga selalu terjadi perubahan konsep
telah
ilmiah; (5) pembelajar sekedar memberi
dicontohkan melalui pemodelan yang telah
bantuan dan menyediakan saran serta situasi
ia amati.
agar proses kontruksi belajar lancer; (6)
akan
menampilkan
termotivasi
perilaku
yang
(4)
peserta
didik
secara
terus
aktif
menerus,
menghadapi masalah yang relevan dengan
peserta didik; (7) struktur pembelajaran
SCAFFOLDING
Istilah Scaffolding berasal dari istilah
seputar konsep utama pentingnya sebuah
ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan
pertanyaan;
(8)
mencari
dan
menilai
kerangka sementara atau penyangga yang
pendapat peserta didik; (9) menyesuaikan
biasanya terbuat dari bamboo, kayu, atau
kurikulum untuk menanggapi anggapan
batang besi) yang memudahkan para pekerja
peserta didik. Dengan scaffolding akan
dalam membangun sebuah gedung. Berawal
memungkinkan bagi siswa untuk mendapat
dari hal ini kemudian merujuk pada segala
bantuan melalui keterampilan baru atau di
sesuatu harus dengan jelas dipahami agar
luar kemampuan yang mereka miliki.
memperoleh
kebermaknaan
dalam
Jerome Brunner merupakan seorang
pembelajaran.
Poerwadarminta
dalam
psikologi kognitif yang memperkenalkan
Rovina mengungkapkan bahwa scaffolding
teori scaffolding pada akhir 1950-an. Anak-
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia
anak
adalah perancah, yaitu bamboo (balok, dan
merupakan
sebagainya) yang dipasang untuk sebuah
dikemukakan oleh Jerome Brunner dalam
tumpuan
akan
teori scaffolding. Ketika orang tua mulai
membuat
memberikan bantuan kepada anak-anak saat
yang
membangun
digunakan
sebuah
ketika
rumah,
tembok, dan sebagainya.
muda
dalam
akuisisi
penggambaran
bahasa
yang
pertama kali mulai belajar berbicara, maka
Secara garis besar dari penjelasan
akan terjadi secara naluriah anak-anak akan
tersebut Rovina menyebutkan beberapa
memiliki struktur dalam belajar berbahasa.
prinsip-prinsip konstruktivis social dengan
Menurut
pendekatan
mengemukakan bahwa untuk memecahkan
scaffolding
dalam
suatu
pembelajaran diantaranya: (1) pengetahuan
suatu
dibangun
bantuan
oleh
peserta
didik;
(2)
Dworetzky
masalah,
dalam
siswa
proses
(1990:276)
perlu
diberikan
pembelajaran.
pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari
Bantuan yang diberikan dapat diberikan oleh
pembelajar ke peserta didik; (3) dengan
seseorang yang lebih dewasa, anak akan
keaktifan
peserta
didik
sendiri
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
untuk
386
ISSN 2502-8723
lebih
mudah
memahami
banyak
hal
dewasa yang lebih berkompeten. Pada
dibandingkan dengan anak belajar sendiri.
umumnya,
Siswa yang diberikan tugas untuk
dapat
menyelesaikan
kemudian
dalam
waktu
berarti
suatu
dukungan yang lebih besar diberikan kepada
pemecahannya
rentang
perancahan
seorang anak
tugas
dalam
pembelajaran,
tahap-tahap
kemudian
awal
mulai
tersebut tidak dapat diselesaikan oleh anak
menghilangkan dukungan secara perlahan
secara
dapat
sehingga nantinya anak dapat bertanggung
diselesaikan melalui bantuan dan bimbingan
jawab secara mandiri (Rosenshine& Meister
orang lain menurut Vygotsky dalam Ormrod
dalam
(2008: 58), disebut zona perkembangan
dikemukakan perancahan merupakan suatu
proksimal (zone of proximal development).
bentuk dukungan dalam pembelajaran dan
Zona
yang
pemecahan masalah. Beberapa hal yang
dimiliki oleh seorang anak secara alamiah
dapat masuk ke dalam perancahan meliputi
berkembang dari waktu ke waktu. Ketika
petunjuk,
sarana
tugas yang diberikan dapat dikuasai oleh
dorongan,
penguraian
anak, maka tugas-tugas yang lebih sukar
menjadi langkah-langkah penyediaan contoh
akan menggantikan tugas-tugas yang telah
atau hal-hal lainnya yang dapat membuat
dikuasai oleh anak, sehingga sedikit sekali
siswa bertumbuh secara mandiri sebagai
yang
pebelajar.
mandiri
akan
perkembangan
dipelajari
melaksanakan
tetapi
proxzimal
anak-anak
tugas-tugas
dari
yang
telah
Slavin,
Menurut
2008:61).
yang
Zurek
Lebih
lanjut
mengingatkan,
persoalan
(2014)
yang
analog
mereka lakukan secara mandiri. Oleh karena
dengan menggunakan scaffolding dibangun
itu, sebagai guru harus memberikan bantuan
hanya untuk tingkat yang diperlukan ketika
kepada
dapat
membangun sebuah bangunan dan kemudian
menyelesaikan tugas-tugas mereka sehingga
akan dihapus ketika bangunan selesai, guru
mereka dapat menjadi lebih mandiri dalam
terlibat
memecahkan
dengan
anak-anak
didik
untuk
permasalahan
berkaitan
dengan tugas mereka.
dalam
menentukan
menyediakan
scaffolding
tingkat
yang
diperlukan dan jenis dukungan yang tepat
Wood, Bruner & Ross dalam Slavin
waktu
dengan
kebutuhan
anak-anak.
(2008:60) mengemukakan bahwa ide pokok
Scaffolding terletak dalam konteks natural.
dari pembelajaran sosial oleh Vygotsky
Spontanitas kesempatan belajar membuat
adalah perancahan (scaffolding). Perancahan
scaffolding menjadi alat yang ideal dalam
(scaffolding)
pendidikan.
merupakan
suatu
bantuan
untuk memecahkan suatu masalah yang
Hal ini juga sependapat dengan
diberikan oleh teman sebaya atau orang
Benson dalam Haghparast (2015) yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
387
ISSN 2502-8723
mengungkapkan
bahwa
scaffolding
mengembangkan ke tahap dimana siswa
dikembangkan untuk menggambarkan jenis
membangun pengetahuan secara mandiri.
bantuan yang ditawarkan oleh guru untuk
Hovland, GAPP, & Theis, 2011;
mendukung pembelajaran. Dalam proses
Howes & Ritchie, 2002; Pianta, 1999 di
scaffolding, guru membantu siswa yang
dalam Zurek (2014) mengungkapkan bahwa
tidak dapat menyelesaikan tugas secara
seorang guru mempunyai suatu peranan
mandiri. Guru hanya membantu siswa
yang
dengan
khususnya dalam perancah perkembangan
tugas-tugas
diluar
dari
pada
sangat
penting
kognitif
bertahap
tanggung
membantu dalam menyediakan lingkungan
jawab untuk tugas, maka guru secara
fisik yang dibutuhkan oleh siswa, dimana
bertahap
perancahan
siswa dapat terlibat dalam bermaian dan
(scaffolding) yang memungkinkan siswa
siswa dapat memiliki akses ke bahan dan
bekerja secara mandiri. Perancah sebenarnya
pengalaman yang dapat menigkatkan rasa
jembatan yang digunakan untuk membangun
ingin tahu, eksplorasi dan pembelajaran.
apa yang siswa sudah tahu untuk tiba di
Bantuan
sesuatu yang mereka tidak tahu.
pengetahuan konseptual anak-anak tentang
mengambil
menghapus
sosial
perancah,
kemampuan siswa. ketika siswa secara
mampu
dan
dalam
tersebut
anak-anak.
dapat
Guru
meningkatkan
fenomena dan suatu proses di lingkungan
SCAFFOLDING
alam. Sebagai contoh, siswa melakukan
DALAM
pengamatan ke sebuah kebun. Kebun dapat
PEMBELAJARAN
Menurut Mitchell dan Myles dalam
menjadi
tempat
bermain
bagi
siswa
Veeramuthu (2011) mengungkapkan bahwa
sekaligus dapat memberikan kesempatan
domain yang paling produktif berada pada
bagi siswa dalam mengeksplorasi dan
Zona perkembangan proksimal yaitu pada
menyelidiki hewan, dan tumbuhan. Apa
domain pengetahuan
yang mereka amati dalam kebun melalui
atau keterampilan
siswa yang belum mampu berfungsi secara
organism
independen, tetapi dapat mencapai hasil
meningkatkan kemungkinan bahwa anak-
yang diinginkan ketika diberikan bantuan
anak bukan hanya mengamati tetapi juga
yang relevan dari guru atau mentor. Dengan
meningkatkan pertanyaan-pertanyaan yang
demikian tahap saat pembelajaran siswa
muncul
dapat mengembangkan lebih lanjut dengan
mereka lakukan yang kemudian dapat
bimbingan yang tepat melalui scaffolding
membantu
yang
fenomena alam yang terjadi. Selain itu,
akan
membimbing
siswa
untuk
yang
dari
mereka
proses
siswa
temui
pengamatan
dalam
dapat
yang
memahami
strategi seperti memunculkan atau menarik
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
388
ISSN 2502-8723
perhatian siswa melalui fitur-fitur yang
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
relevan dari lingkungan dapat dibuat oleh
diantaranya advance organizer, cue cards,
guru untuk melakukan scaffolding dalam
concept
pembelajaran.
explanations,
Scaffolding
dalam
and
mind
maps,
handout,
examples,
hints,
prompts,
pembelajaran
question cards, question stems, stories,
lebih lanjut dijelaskan Inan & Katz, 2007;
visual scaffolds. Berikut ini merupakan
Trawick-Smith & Dziurgot, 2011 dalam
penjelasan
Zurek (2014) bahwa dalam memberikan
scaffolding yang dapat diterapkan dalam
kesempatan dan dukungan untuk kolaborasi
pembelajaran.
singkat
mengenai
jenis
sebaya juga penting dilakukan oleh guru.
Pertama, advance organizer yang
Hal ini karena, guru dapat menciptakan
dimaksud adalah suatu alat yang dapat
konteks
digunakan dalam mengenalkan materi atau
yang
sangat
kondusif
untuk
pembelajaran dengan memberikan suatu
tugas
bimbingan social dan emosional yang
mempelajari suatu topik. Sebagai contoh
mengajarkan suatu keterampilan kepada
suatu
siswa. Keterampilan yang diberikan snagat
menggambarkan suatu struktur organisasi
penting
atau
bagi
kehidupan
dan
baru
dalam
bagan
membantu
siswa
organisasi
menggambarkan
suatu
untuk
hierarki,
mempromosikan hubungan yang harmonis,
kemudian rubric yang menyediakan tugas-
sehingga perhatian yang diberikan maksimal
tugas yang diharapkan.
dapat difokuskan pada pembelajaran, bukan
Kedua, cue cards yang dimaksud
perilaku manajemen.
adalah kartu yang sudah disiapkan untuk
Lima kriteria untuk scaffolding yang
dibagikan kepada siswa atau kelompok
efektif yang dikemukakan oleh Applebee
ketika akan melakukan diskusi mengenai
dalam oxfordjournals (2015) yaitu pemilik
suatu topik tertentu. Kartu tersebut dapat
pembelajaran adalah siswa, ketepatan dalam
memuat kosakata (istilah-istilah penting)
tugas pembelajaran, lingkungan belajar yang
yang akan dipahami, kalimat-kalimat dasar
terstruktur, tanggung jawab bersama, dan
tentang materi yang harus dilengkapi oleh
kontrol transfer. Selain 5 kriteria untuk
siswa, atau dapat berupa rumus-rumus.
scaffolding,
ada
juga
beberapa
jenis
Ketiga, concept and mind maps yang
scaffolding dalam pembelajaran seperti yang
dimaksud adalah
dikemukakan oleh Alibali dalam Sudrajat
pikiran yang dibuat oleh siswa berdasarkan
(2013); Journal Northern Illinois University,
pengetahuan yang dimilikinya.
Faculty
Development
and
peta konsep atau peta
Instructional
Keempat, examples yang dimaksud
Design Center. Beberapa jenis scaffolding
adalah penyediaan suatu contoh, ilustrasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
389
ISSN 2502-8723
atau dapat berupa kumpulan pertanyaan-
Kesembilan, question cards yang
pertanyaan.
dimaksudkan
adalah
penyediaan
kartu
Kelima, explanations yang dimaksud
berupa pertanyaan seputar materi yang
adalah penyediaan suatu informasi lebih
diajarkan atau tugas-tugas khusus yang
rinci
diberikan kepada siswa/kelompok siswa
dalam
bentuk
instruksi
tertulis
mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan
untuk
oleh siswa, memberikan suatu penjelasan
mengenai materi yang telaj diajarkan.
secara lisan mengenai bagaimana suatu
saling
bertanya
dan
menjawab
Kesepuluh, question stems yang
proses kerja.
dimaksudkan adalah kalimat yang tidak
Keenam, handouts yang dimaksud
lengkap yang diberikan kepada siswa yang
adalah penyediaan dalam bentuk lembaran
akan membantu siswa dalam mendorong
yang telah dicetak yang berisi tugas serta
siswa untuk berfikir secara mendalam
informasi yang sesuai berdasarkan materi
dengan perintah kalimat Tanya ―apa yang
yang akan diajarkan, kemudian diberi ruang
terjadi jika….‖.
(kolom) komentar atau catatan untuk siswa.
Kesebelas, stories yang dimaksud
Ketujuh, hints yang dimaksud adalah
adalah menceritakan materi secara lengkap
pemberian suatu saran dan petunjuk untuk
dan abstrak ke dalam situasi yang lebih
mengalihkan
tahap-tahap
siswa
dalam
akrab dengan siswa untuk menginspirasi dan
pembelajaran.
Sebagai
contoh
―lihat
memotivasi siswa.
―tekan
tombol
enter‖,
halaman
12!‖,
Kedua belas, visual scaffolds yang
―lanjutkan ke halaman berikutnya‖, dan
dimaksudkan
sebagainya,
menekankan perhatian suatu objek melalui
Kedelapan, prompts yang dimaksud
adalah
bagaimana
gerakan tubuh (gesture) yang relevan,
adalah pemberian isyarat fisik (gesture) atau
menggunakan
verbal untuk membatu mengingat suatu
informasi visual (huruf miring, warna
pengetahuan yang telah didapat sebelumnya
berbeda, huruf tebal, kedip).
atau asumsi yang telah dimiliki oleh siswa.
Penggunaan
Sebagai contoh pada isyarat fisik melakukan
menunjukkan
gerakan
kemajuan
tubuh
seperti
menunjuk,
metode
siswa
melalui
highlighting
perancahan
tersebut
tugas,
dosen
dapat
perancah
untuk
menganggukkan kepala, mengedipkan mata.
menggunakan
Contoh pada isyarat verbal mengatakan
mengakomodasi
―ayo‖,
pengetahuan siswa. Konten yang lebih
―lanjutkan!‖,
―apa
yang
anda
lakukan!‖ dan lain sebagainya.
berbagai
tingkat
kompleks mungkin memerlukan sejumlah
perancah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
berbagai
memiliki
390
diberikan
pada
waktu
yang
ISSN 2502-8723
berbeda untuk membantu siswa menguasai
membantu mereka tetap fokus pada tujuan;
konten.
(7) memantau kemajuan siswa melalui
Pelaksanaan
dalam
umpan balik (selain umpan balik guru, juga
beberapa
siswa dilibatkan dalam merangkum apa
pedoman yang harus diperhatikan. Adapun
yang telah mereka capai sehingga mereka
beberapa
poin-poin
dapat
menyadari kemajuan mereka dan apa yang
dijadikan
sebagai
dalam
mereka belum menyelesaikan); (8) ciptakan
dalam
lingkungan
pembelajaran
scaffolding
memerlukan
melaksanakan
berikut
ini
pedoman
scaffolding
belajar
ramah,
aman,
dan
pembelajaran seperti yang di adaptasi dari
mendukung yang mendorong siswa untuk
Hogan dan Pressley dalam artikel Northern
mengambil risiko dan mencoba alternatif
Illinois University, Faculty Development
(setiap
and Instructional Design Center diantaranya:
mengekspresikan pikiran mereka tanpa takut
(1) pilih tugas yang cocok yang sesuai
tanggapan negatif); (9) membantu siswa
dengan tujuan kurikulum, tujuan program
menjadi
pembelajaran dan kebutuhan siswa; (2) ikut
instruksional mendukung karena mereka
sertakan
membantu
bekerja pada tugas-tugas dan mendorong
menciptakan tujuan pembelajaran (ini dapat
mereka untuk berlatih tugas dalam konteks
meningkatkan motivasi belajar siswa dan
yang berbeda.
komitmen
siswa
mereka
dalam
untuk
belajar);
(3)
orang
harus
kurang
Menurut
ada
5
merasa
nyaman
bergantung
Applebee
(lima)
and
pada
Langer
pertimbangkan latar belakang siswa dan
(1983)
langkah
dalam
pengetahuan sebelumnya untuk menilai
pembelajaran scaffolding sebagai berikut.
kemajuan mereka. (Catatan bahwa bahan
Satu, intentionally yang dimaksud
yang terlalu mudah dapat mengurangi
adalah pencapaian kompetensi secara utuh
motivasi siswa, di sisi lain bahan yang
dengan melakukan pengelompokkan bagian
terlalu sulit dapat mematikan tingkat minat
yang kompleks yang akan dikuasai oleh
siswa); (4) gunakan berbagai dukungan
siswa menjadi beberapa bagian yang lebih
sebagai siswa kemajuan melalui tugas
spesifik dan jelas serta merupakan satu
(misalnya, meminta, pertanyaan, petunjuk,
kesatuan yan utuh.
cerita, model, perancah visual, gerakan
Dua, appropriateness yang dimaksud
representasional, diagram, dan metode lain
adalah pemberian suatu bantuan pada aspek-
untuk menyoroti informasi visual; (5)
aspek yang belum dikuasai oleh siswa secara
memberikan dorongan dan pujian serta
maksimal agar lebih difokuskan.
mengajukan pertanyaan dan memiliki siswa
menjelaskan
kemajuan
mereka
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Tiga,
untuk
structure
yang
dimaksud
adalah model yang ditampilkan agar siswa
391
ISSN 2502-8723
dapat belajar. Pemberian model tersebut
menyediakan lingkungan belajar yang ramah
dapat melalui proses berpikir, diverbalkan
dan peduli.
dalam kata-kata, atau melalui perbuatan.
Tantangan
Sehingga nantinya siswa dapat menjelaskan
pembelajaran
apa yang telah mereka pelajari dari model
Northern
yang ditampilkan.
Development
Empat,
collaboration
Scaffolding
dijelaskan
Illinois
and
dalam
dalam
artikel
University,
Faculty
Instructional
Design
yang
Center sebagai berikut: (1) perencanaan dan
dimaksudkan adalah pemberian respon pada
pelaksanaan perancah memakan waktu dan
tugas yang di kerjakan siswa dilakukan
menuntut; (2) memilih perancah yang tepat
dengan kolaborasi.
yang sesuai dengan gaya belajar dan
Lima, internalization yang dimaksud
adalah
memantapkan
komunikasi yang beragam dari siswa; (3)
kepemilikan
mengetahui
kapan
untuk
menghapus
pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa
perancah sehingga siswa tidak bergantung
dengan lebih baik dan siswa dapat menjadi
pada dukungan; (4) tidak mengetahui siswa
diri sendiri dan dapat mengembangkan
cukup baik
potensi yang ia miliki.
afektif) untuk menyediakan perancah yang
Manfaat
pembelajaran
Northern
scaffolding
dijelaskan
Illinois
Development
and
dalam
dalam
sesuai.
artikel
University,
Faculty
Instructional
Design
DAFTAR RUJUKAN
-.-. Instructional Scaffolding to Improve
Learning.
(Online).
(http://www.niu.edu/facdev/resourc
es/guide/strategies/instructional_sca
ffolding_to_improve_learning.pdf),
diakses tanggal 26 Oktober 2015.
_.2015.
Scaffolding.
(Online).
(http://eltj.oxfordjournals.org/conte
nt/48/1/101.full.pdf ).
Applebee, A. N. and J. A. Langer.
1983. 'Instructional scaffolding:
Reading and writing as natural
language activities. Language Arts,
60/2.
Dworetzky, John P. 1990. Introduction to
Child Development. USA: West
Publishing Company.
Haghparast, Sharzard. 2015. The
Comparative Effect Of Two
Scaffolding
Strategies
On
Intermediate Efl Learners' Reading
Comprehension.
(Online).
Center sebagai berikut: (1) tantangan siswa
melalui pembelajaran yang mendalam dan
penemuan; (2) siswa terlibat dalam diskusi
bermakna dan dinamis di kelas kecil dan
besar; (3) memotivasi siswa untuk menjadi
siswa yang lebih baik (belajar bagaimana
belajar);
(4)
meningkatkan
tujuan
pembelajaran bagi siswa; (5) menyediakan
instruksi individual (terutama di ruang kelas
yang
lebih
kesempatan
kecil);
untuk
(6)
memberikan
rekan-mengajar
dan
belajar; (7) perancah dapat mendaur ulang
untuk
situasi
belajar
lainnya;
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
(kognitif dan kemampuan
(8)
392
ISSN 2502-8723
(http://www.ijllalw.org/finalversion
8219.pdf ), diakses tanggal 11
September 2015.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi
Pendidikan Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Rovina, Devi._. Model Pembelajaran
Scaffolding.
(Online).
(http://www.academia.edu/7547227
/MODEL_PEMBELAJARAN_SC
AFFOLDING_1 ), diakses tanggal
24 maret 2016.
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi
Pendidikan : Teori dan Praktik
Edisi Kedelapan. Jakarta: PT
Indeks.
Sudrajat, Akhmad. 2013. Pembelajaran
Scaffolding untuk Kesuksesan
Belajar
Siswa.
(Online).
(http://akhmadsudrajat.wordpress.c
om/2013/12/02/pembelajaranscaffolding-untuk-kesuksesanbelajar-siswa/ ), diakses tanggal 24
maret 2016.
Thobroni, Muhammad & Mustofa, Arif.
2013. Belajar dan Pembelajaran:
Pengembangan
Wacana
dan
Praktik
Pembelajaran
dalam
Pembangunan
Nasional.
Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Veeramuthu. 2011. The Effect of
Scaffolding Technique in Journal
Writing among the Second
Language
Learners.
(Online).
(http://www.academypublication.co
m/issues/past/jltr/vol02/04/28.pdf),
diakses tanggal 11 september 2015.
Zurek, Alex. 2014. Scaffolding as a Tool for
Environmental Education in Early
Childhood.
(Online).
(http://www.naaee.net/sites/default/
files/publications/IJECEE/2nd/7.%
20FINAL%20Scaffloding%20for%
20ECEE.pdf ), diakses tanggal 11
September 2015.
Robbins, Stephen P., and Judge, Timothy A.
2008. E-book :Perilaku Organisasi.
(Online).
(https://books.google.co.id/books?i
d=IwrWupB1rC4C&pg=PA69&lpg
=PA69&dq=definisi+pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
&source=bl&ots=i8kD3we96_&sig
=H0oNK4qtMVkgFdF_z1EkM6M
A1Y0&hl=id&sa=X&sqi=2&ved=
0ahUKEwi907neh0zLAHVEPo4K
HdP9B84Q6AEIQTAM#vonepage&q&f=false ), diakses
tanggal
25
maret
2016.
393
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
Analisis Kemampuan Siswa Dengan Gaya Kognitif Field Independent Dalam Memecahkan
Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkah Polya
Tohir Zainuri1), Abdur Rahman As’ari2), I Made Sulandra3)
1)
Guru SMPN 1 Kasembon, Malang; [email protected]
Dosen Pascasarjana UM, Malang; [email protected]
3)
Dosen Pascasarjana UM, Malang; [email protected]
2)
Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam pembelajaran
matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan siswa dengan gaya
kognitif field independent dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya. Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Penelitian dilaksanakan di kelas VIIA SMP Negeri 1 Kasembon
Malang. Subjek penelitian terdiri 1 siswa dengan tipe gaya kognitif field independent. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa,siswa dengan gaya kognitif field independent dalam penelitian ini mampu melalui setiap tahap
pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Polya dengan baik yaitu dengan menujukkan kemampuannya, (1)
dapat menentukan apa yang diketahui yang ditanyakan dalam memahami masalah, (2) dapat menentukan keterkaitan
antara yang diketahui dan yang ditanyakan untuk membuat rencana penyelesaian masalah, (3) dapat menyelesaikan
masalah dengan benar, dan (4) dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk memeriksa kembali jawaban
yang diperoleh.
Kata kunci: pemecahan masalah matematika, langkah-langkah Polya, gaya kognitif, field independent.
(Pehkonen, 1997). Siswa juga menjadi lebih
Pendahuluan
analitis
Kemampuan pemecahan merupakan
dalam
mengambil
2005),
dan
keputusan
inti dari pembelajaran matematika. Holmes
(Hudojo,
sesuai
dengan
(dalam NCTM, 1980) menyatakan bahwa
kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari
pemecahan masalah adalah ―jantung‖ dari
yang penuh dengan kegiatan memecahkan
matematika (heart of mathematics). Lebih
masalah (Krulik, Rudnik, Milou , 2003).
lanjut dalam NCTM (2000) dijelaskan
Belajar memecahkan masalah bukan
bahwa ‖problem solving plays an important
merupakan hal yang mudah. Sebagian besar
role in mathematics and should have a
siswa masih mengalami kesulitan dan
prominent
kurang
role
in
the
mathematics
terampil
dalam
education‖.Pemecahan masalah membantu
pemecahan
siswa
matematika(Phonapichat:2013,
kognitif,
mengembangkan
keterampilan
mendorong
kreativitas,
&Herman:2000).
penyebab
melakukan
masalah
Yeo:2009,
Faktor-faktor
terjadinya
yang
menerapkan matematika, dan mendorong
menjadi
kesulitan
siswa belajar matematika lebih mendalam
dalam pemecahan masalah itu antara lain:
(a) kurangnya pemahaman siswa terhadap
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
394
ISSN 2502-8723
masalah yang diberikan, (b) kurangnya
diperhatikan
pengetahuan strategi pemecahan yang akan
kemampuan pemecahan masalah seseorang.
digunakan,
(c)
berpengaruh
pada
siswa
Para ahli membagi berbagai tipe gaya
dalam menterjemahkan masalah ke bentuk
kognitif yang dimiliki seseorang, salah
matematis, dan (d) ketidakmampuan siswa
satunya
untuk menggunakan konsep dan prinsip
independent.Siswa bergaya kognitif field
matematika secara benar (Yeo, 2009).
independent memiliki karakteristik tertentu
Siswa
ketidakmampuan
karena
yang
gaya
kognitif
field
dalam
dalam pemecahan masalah. Witkin (1977)
menyelesaikan masalah perlu diberi bantuan
menyatakan bahwa orang yang mempunyai
pembelajaran
bentuk
strategi
gaya kognitif field independent menanggapi
Polya
(1973)
suatu tugas cenderung berpatokan pada
menemukan langkah-langkah yang praktis
isyarat dari dalam diri mereka sendiri. Lebih
dan tersusun secara sistematis yang dapat
lanjut Witkin (1977) menyatakan bahwa,
mempermudah siswa dalam memecahkan
orang yang memiliki gaya kognitif field
masalah
independent
bersifat
analitis
dalam
pemecahan masalah matematika menurut
memahami
masalah.
Mereka
dapat
Polya terdiri dari empat langkah, yaitu: (1)
menyeleksi stimulus berdasarkan situasi,
memahami masalah (understanding the
sehingga persepsinya hanya sebagian kecil
problem), (2) merencanakan pemecahan
terpengaruh ketika ada perubahan situasi.
masalah (devising a plan), (3) melaksanakan
Orang yang mempunyai gaya kognitif field
rencana pemecahan masalah (carrying out
independent mampu menganalisis informasi
the plan), dan (4) memeriksa solusi yang
yang kompleks, yang tak terstruktur dan
telah diperoleh (looking back).
mengorganisasikannya untuk memecahkan
pemecahan
dalam
kesulitan
adalah
masalah.
matematika.
Langkah-langkah
Ardana (2008) menyatakan bahwa
masalah
(Desmita,
2009:148).Individu
setiap orang memiliki cara-cara khusus
dengan gaya kognitif field independentdapat
dalam bertindak, yang dinyatakan melalui
mengabstraksi
aktivitas-aktivitas perseptual dan intelektual
menyelesaikannya sesuai komponen penting
secara konsisten yang diungkapkan oleh
dari konten tersebut (Hasan, 2002).
tipe-tipe kognitif yang dikenal dengan istilah
masalah
Beberapa
dan
penelitian
gaya kognitif. Karena itu, gaya kognitif juga
kemampuan
perlu mendapatkan perhatian dalam kegiatan
masalah
pemecahan masalah. Ini sesuai dengan
kognitif tetlah dilakukan, antara lain: Lestari
pendapat Sternberg (1999) yang menyatakan
(2012), Ramlah (2014), Ulya (2014). Lestari
bahwa
(2012) menyatakan bahwa individu dengan
gaya
kognitif
penting
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
untuk
395
yang
siswa
tentang
dalammemecahkan
dikaitkan
dengan
gaya
ISSN 2502-8723
gaya
kognitif
menyelesaikan
field
independent
dapat
Dalam penelitian tersebut belum
masalah
sesuai
dengan
serta
terampil
dalam
kemampuan siswa dengan gaya kognitif
menjawab soal, sebaliknya individu dengan
field independent dalam menjalankan empat
gaya kognitif field dependent dalam tahap
langkah Pemecahan masalah menurut Polya.
menyelesaikan masalah masih belum dapat
Belum ada penelitian yang secara eksplisit
dapat menggunakan langkah secara benar
memberikan deskripsi tentang kemampuan
dan tepat. Ulya (2014) yang menjelaskan
siswa field independent dalam setiap tahap
bahwa siswa dengan gaya kognitif field
pemecahan masalah Polya, yaitu ketika
dependent membutuhkan bimbingan dan
memahami masalah, menyusun rencana
waktu yang lebih banyak untuk memahami
penyelesaian,
informasi yang diberikan, sementara siswa
penyelesaian,
dengan kemampuan field independent dapat
proses dan hasil penyelesaiannya.
langkah-langkah
ada
penelitian
yang
mendeskripsikan
melaksanakan
dan
rencana
memeriksa
kembali
menggunakan strategi pemecahan masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis
yang belum pernah diajarkan di sekolah.
tertarik melakukan penelitian yang berjudul
Ramlah (2014) menjelaskan bahwa ada
―Analisis Kemampuan Siswa Dengan
perbedaan yang signifikan yang signifikan
Gaya Kognitif Field Independent Dalam
antara gaya kognitif anak laki-laki dan
Memecahkan
perempuan
Berdasarkan Langkah-langkah Polya‖.
dalam
hal
menyelesaikan
masalah.
Masalah
Matematika
Rumusan masalah dalam penelitian ini
Dari beberapa penelitian di atas
ketahui
terdahulu
dengan gaya kognitif field independent
menganalisis perbedaan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika
yang ditinjau dari gaya kognitif siswa yaitu
berdasarkan langkah-langkah Polya. Sesuai
field dependent dan field independent,
dengan
sementara
dapat
penelitian ini untuk mendeskripsikan dan
disimpulkan bahwa siswa dengan gaya
menganalisis kemampuan siswa dengan
kognitif yang satu lebih unggul atau lebih
gaya kognitif field independent dalam
rendah dari siswa dengan gaya kognitif yang
menyelesaikan
lain. Hal ini dikarenakan karakteristik gaya
berdasarkan langkah-langkah Polya.
kognitif
bahwa
peneliti
adalah mendeskripsikan kemampuan siswa
perbedaan
field
independent
itu
dependent
tidak
dan
rumusan
masalah
masalah
ini,
tujuan
matematika
field
masing-masingmempunyai
kelebihan dan kekurangan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
396
ISSN 2502-8723
data dilapangan dan berakhir pada waktu
METODE
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
penyusunan
laporan
penelitian.
Dalam
mendeskripsikan kemampuan siswa dengan
penelitian ini proses analisis data dilakukan
gaya kognitif field independent dalam
dengan
memecahkan
dikemukakan oleh Miles & Huberman
masalah
berdasarkan
matematika
langkah-langkah
Polya.
teknik
analisis
data
yang
(1994:16) yaitu; (1) mereduksi data, (2)
Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini
menyajikan
data,
dan
(3)
menarik
digolongkan sebagai penelitian kualitatif
kesimpulan. Pengecekan keabsahan data
deskriptif. Data hasil penelitian ini berupa
dalam penelitian ini dilakukan dengan
fakta-fakta yang dipaparkan sesuai dengan
triangulasi menggunakan triangulasi, yaitu
kenyataan yang terjadi dalam penelitian.
membandingkan data hasil pekerjaan lembar
Penelitian ini dilaksanakan di SMP
tugas pemecahan masalah dan data hasil
Negeri 1 Kasembon Kab. Malang yang
wawancara dengan data hasil dokumentasi
berlokasi di Jl. Raya Kasembon no 39
berupa foto dan video pada saat subjek
Kasembon Kab Malang. Subjek penelitian
penelitian
ini terdiri dari 1 siswa dengan gaya kognitif
pemecahan masalah dan wawancara.
mengerjakan
lembar
tugas
field independent. Penetapan kategori gaya
kognitif berdasarkan hasil Group Embedded
HASIL
Figures Test (GEFT). Pemilihan subjek
Penentuan subjek penelitian dimulai
penelitian juga didasarkan pada kemampuan
dengan tes penggolongan gaya kognitif
komunikasi
yang
dengan Group Embedded Figure Tests
mempunyai kemampuan komunikasi yang
(GEFT), pada hari Sabtu, 14 Maret 2015.
baik dan lancar.
Hasil
siswa
yaitu
siswa
test
GEFT
diperoleh
8
siswa
Instrumen penelitian yang digunakan
mempunyai gaya kognitif field independent,
dalam penelitian ini meliputi instrumen
dan 22 siswa mempunyai gaya kognitif field
utama dan instrumen pendukung. Instrumen
dependent. Dari siswa dengan gaya kognitif
utama dalam penelitian ini adalah peneliti
field independent dipilih satu siswa, dimana
sendiri, sedangkan instrumen pendukung
pemilihannya
yang digunakan yaitu (1) tes penggolongan
aspek
gaya
berkomunikasi baik secara lisan maupun
kognitif,
(2)
lembar
pemecahan
masalah, (3) pedoman wawancara, (4) alat
data
kualitatif
kelancaran
mempertimbangkan
siswa
dalam
tulisan.
rekam berupa video ataupun foto.
Analisis
juga
Lembar pemecahan masalah yang
dalam
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan
tiga masalah yang dalam penyelesaiannya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
397
ISSN 2502-8723
berdasarkan
pemecahan
masalah
sudah cukup untuk menjawab apa yang
matematika menurut Polya yaitu, memahami
masalah,
merencanakan
ditanyakan.
pemecahan
Tahap kedua pemecahan masalah
masalah, melaksanakan rencana pemecahan
menurut
masalah, dan memeriksa kembali solusi
yang
telah
diperoleh.Pemberian
pemecahan
tes
digunakan
dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 18
masalah
Maret 2015.Sedangkan pengumpulan data
wawancara
pada
setiap
tahap
hasil
SFI
benar
apa
ketiga
detail,
membuat
juga
sehingga
ketiga
sehingga
rencana
strategi
memberi
dapat
menyelesaikan
masalah, Subjek Field Independent (SFI)
dengan
menyelesaikan
dapat
penyelesaian
yang
akan
penjelasan
alasan
pemilihan strategi yang digunakan itu,
tersebut valid.
menuliskan
akan
digunakan untuk menyelesaikan masalah.
sehingga dapat disimpulkan bahwa data
memahami
secara
langkah-langkah
memiliki kecenderungan jawaban yang sama
tahap
untuk
yang
masalah, SFI mampu memberi penjelasan
langkah
penyelesaian untuk masing-masing soal
Dalam
strategi
menuliskan
yang diperoleh dari hasil wawancara pada
yang diperoleh dari hasil mengerjakan
dan
SFI
dengan yang ditanyakan. Sementara data
hari Kamis, tanggal 19 Maret 2015. Data
masalah
masalah.
merencanakan
mengetahui hubungan antara yang diketahui
dengan metode wawancara dilakukan pada
pemecahan
adalah
langkah-langkah
mengerjakan lembar pemecahan masalah
lembar
Polya
digunakan
ketiga
masalah
untuk
yang
diberikan.
yang
Dalam
diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal
melaksanakan
strategi
seperti jawaban yang dituliskan SFI dalam
pemecahan ketiga masalah, SFI menuliskan
menentukan hal apa saja yang diketahui dan
pemecahan masalah sesuai dengan rencana
yang ditanyakan dari ketiga masalah. Bahasa
pemecahan masalah yang telah dibuat
yang digunakan oleh SFI pada tahap
sebelumnya. Pada Masalah pertama SFI
memahami
sudah
dapat membuat empat segiempat yang
menggunakan bahasa sendiri. Sementara
berbeda dengan jajargenjang yang ada pada
dari hasil wawancara SFI dapat menyatakan
masalah pertama, tetapi mempunyai luas
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
yang sama dengan jajargenjang. Pada
dari lembar pemecahan masalah tersebut,
masalah kedua SFI dapat menghitung biaya
serta
yang
yang dibutuhkan untuk mengecat dinding
diketahui dari masalah pertama tersebut
bagian depan dari gudang. Sementara dari
bisa
ketiga
masalah
menentukan
ini
apakah
masalah ketiga SFI dapat membuat tiga yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
398
ISSN 2502-8723
rancangan panggung yang dapat digunakan
masalah matematika yang mengacu pada
dalam konser musik. SFI juga dapat
tahap penyelesaian masalah matematika
menghitung
pembatas
menurut Polya (1973) yaitu (1) memahami
untuk
masalah, (2) merencanakan penyelesaian
minimal
panjang
yang
mengelilingi
pagar
dibutuhkan
panggung
terbuka,
serta
masalah,
(3)
melaksanakan
rencana
mampu menghitung luas minimal daerah
penyelesaian masalah, dan (4) memeriksa
antara
kembali hasil yang telah diperoleh.
panggung
terbuka
dan
pagar
pembatas. Sementara dari hasil wawancara
Dalam
SFI mampu memberi penjelasan dari setiap
tahap
proses
pengerjaan
yang
memahami
masalah
(understanding the problem), Subjek FI
telah
cenderung
dikerjakan secara detail dan terperinci sesuai
analitis
dalam
mengolah
informasi yang diperoleh dari soal, sehingga
jawaban yang telah dikerjakan baik dari
dapat menemukan bagian penting yang ada
ketiga masalah.
dalam masalah yaitu menentukan yang
Pada tahap memeriksa kembali hasil
diketahui dan yang ditanyakan.Hal ini sesuai
penyelesaian pada ketiga masalah yang
dengan kajian Amstrong, Cool &Smith
diberikan, SFI memeriksa setiap tahap
(2011) bahwa individu FI mengadopsi suatu
penyelesaian
orientasi analitis untuk memahami dan
sebelumnya
yang
yaitu
telah
dengan
dikerjakan
mengerjakan
mengolah
informasi.Subjek
FI
dapat
dengan cara berbeda setiap hasil yang telah
memahami pernyataan verbal dari masalah
diperoleh dan membandingkannya dengan
dan
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
matematika.Pada saat menuliskan data yang
dari masalah pertama, kedua, dan ketiga.
diketahui dan yang ditanyakan, subjek FI
Sementara dari hasil wawancara yang
cenderung menggunakan notasi matematika
dilakukan, SFI menyatakan bahwa hasil
dan menggunakan bahasanya sendiri. Hal ini
yang telah dikerjakan sudah sesuai dengan
sesuai
apa yang ditanyakan dari ketiga masalah,
(Kheirzaden
dan bisa meneliti dan mengecek kembali
menjelaskan bahwa ketika masalahnya tidak
setiap
diorganisir secara jelas, individu FI relatif
tahap
penyelesaian
yang
telah
dikerjakan.
sendiri.
ini
independent
&
dalam
penjelasan
Kassaian,
kalimat
Morgan
2011)
yang
dalam
internal
informasi
memecahkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Hal
ini
juga
sesuai
dengan
karakteristik subjek FI, yaitu mereka secara
mendeskripsikan
kemampuan siswa dengan gaya kognitif
field
dengan
ke
cenderung menerapkan struktur mereka
PEMBAHASAN
Penelitian
mengubahnya
menunjukkan
dengan
dan
memproses
strukturnya
sendiri
(Witkin, 1977).
399
ISSN 2502-8723
Dalam
membuat
rencana
menyatakan bahwa orang dengan gaya
penyelesaian (devising a plan), subjek FI
kognitif field independent menggunakan
dapat menentukan hubungan antara yang
beberapa
diketahui dan yang ditanyakan dan membuat
mengungkapkan
kesimpulan yang valid dari informasi yang
orang
diberikan untuk merencanakan pemecahan
independent bekerja dengan lebih efektif,
masalah. Misalkan pada masalah pertama,
dan jika menggunakan proses kognitif yang
subjek FI menyebutkan bahwa untuk dapat
berbeda, efektivitas kinerja mereka akan
menggambar segiempat yang ditanyakan,
bervariasi dalam kondisi yang berbeda
yang harus dicari adalah luas jajargenjang
(Goodenough dalam Saracho, 1997).
terlebih dahulu. Kemudian menggambarkan
terlihat
bahwa
gaya
yang
berbeda,
kognitif
field
matematika untuk menetapkan hasil, dan
dalam
menggabungkan hasil yang lebih lanjut pada
merencanakan penyelesaian masalah subjek
penyelesaian masalah non rutin, dalam
FI cenderung lebih dipengaruhi isyarat dari
konteks kehidupan nyata. Subjek FI juga
dalam dirinya sendiri, karena memikirkan
dapat memprediksi beberapa kemungkinan
mencari terlebih dahulu luas jajargenjang
jawaban, dan menentukan jawaban yang
baru kemudian menggambarkan segiempat
sesuai serta dapat membuat kesimpulan dari
yang mempunyai luas dengan jajargenjang
jawaban tersebut.
tersebut. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Amstrong, Cool,
kinerja
tanpa
menggabungkan fakta, konsep dan prosedur
dengan luas jajargenjang. Dari jawaban
FI,
dengan
pembelajaran
Pada masalah ketiga, subjek FI dapat
segiempat yang mempunyai luas yang sama
subjek
proses
Dalam
&Smith
melaksanakan
rencana
(2011) yang menyatakan bahwa individu FI
penyelesaian (carrying out the plan), subjek
mengadopsi pendekatan impersonal untuk
FI mampu menggunakan langkah-langkah
pemecahan masalah.
pemecahan masalah yang telah direncanakan
dengan
Pada masalah kedua, subjek FI dapat
paling
efektif
individu FI menunjang penampilan yang
lebih tinggi dalam pemecahan masalah
sehingga dapat menjawab masalah dengan
matematika. Pada soal yang melibatkan luas
cara yang lebih singkat dan efektif. Hal ini
dengan
yang
segiempat, subjek FI memanfaatkan rumus
dikemukakan
luas
Goodenough (dalam Saracho, 1997), yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
memperoleh
yang menyatakan bahwa cara berpikir
untuk
merencanakan pemecahan masalah kedua,
sejalan
dapat
sesuai dengan penelitian Hassan (2002)
pemikiran matematis dengan menemukan
yang
dan
ketepatan jawaban yang benar. Hal ini
memperluas hasil pemecahan masalah dan
strategi
benar
400
segiempat
untuk
mencari
luas
ISSN 2502-8723
segiempat. Hal ini sesuai dengan pendapat
langkah membuat rencana penyelesaian,
(Desmita,2009) yang menyatakan bahwa
subjek dapat mengungkapkan pengetahuan
individu FI mampu menganalisis informasi
dan langkah-langkah yang sesuai untuk
yang kompleks, yang tak terstruktur dan
menjawab
mengorganisasikannya untuk memecahkan
secara analitik menentukan bagian-bagian
masalah. Pada masalah membuat rancangan
sederhana dari konteks aslinya, menentukan
panggung yang mungkin digunakan pada
hubungan antar variabel dan membuat
konser musik, Subjek FI dapat membuat
kesimpulan yang valid dari informasi yang
rancangan dengan benar dan memprediksi
diberikan, memperluas hasil pemecahan
rancangan
meminimalkan
masalah dan pemikiran matematis dengan
penggunaan pagar pembatas. Individu field
menegaskan kembali hasil yang lebih umum
independent dapat mengabstraksi masalah
dan
dan
komponen
pembenaran berdasarkan pada hasil atau
penting dari konten tersebut (Hassan, 2002).
sifat matematika yang diketahuinya, dan
yang
dapat
menyelesaikannyasesuai
Dalam memeriksa kembali hasil
penyelesaian (Looking Back), Subjek FI
penelitian
masalah
kehidupan
nyata.
konteks
Pada
menggunakan
memeriksa
subjek
langkah
langkah-langkah
kembali
meneliti
atau
hasil
penyelesaian,
mengecek
ulang
jawabannya dengan menggunakan informasi
ditemukan
yang sudah ada.
bahwa, siswa dengan gaya kognitif field
Hal-hal
independent dalam penelitian ini mampu
yang
dapat
disarankan
adalah: (1) pada subjek field independent
melalui setiap tahap pemecahan masalah
dapat dibantu dengan memberikan latihan
berdasarkan langkah-langkah Polya dengan
soal yang lebih menantang, sehingga mereka
baik. Pada langkah memahami masalah,
dapat
subjek dapat memahami pernyataan verbal
mengembangkan
kemampuan
pemecahan masalah pada berbagai bentuk
dari masalah dan mengubahnya ke dalam
soal,
kalimat matematika, dan analitis dalam
(2)
penelitian
ini
hanya
mengkhususkan pada siswa dengan gaya
menerima informasi dalam menentukan
kognitif
yang diketahui dan yang ditanyakan. Pada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dalam
suatu
jawaban yang benar. Dan pada langkah
KESIMPULAN DAN SARAN
hasil
memberikan
dengan benar dan memperoleh ketepatan
dan
memperoleh jawaban yang benar.
Dari
mampu
pemecahan masalah yang telah direncanakan
yang dilakukan dengan cara meneliti atau
jawabannya,
luas,
memecahkan
dapat
setiap langkah proses pemecahan masalah
ulang
lebih
cenderung
melaksanakan rencana penyelesaian, subjek
memeriksa jawaban yang diperoleh pada
mengecek
masalah,
401
field
independent,
sehingga
ISSN 2502-8723
tatang_herman/artikel/artikel14.pd
f, diakses 18 Mei 2014.
Hudojo, H. 2005. Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika.Malang:
Universitas Negeri Malang.
Kheirzaden, S. & Kassaian, Z. 2011.
Field-dependence/independence
as
a
Factor
Affecting
Performance
on
Listening
Comprehension Sub-skills: the
Case of Iranian EFL Learners.
Journal of Language Theaching
and Research. Vol. 2, No. 1, pp
188-195. Finland: Academia
Publisher.
Krulik, S., Rudnick, J. & Milou, E. 2003.
Teaching Mathematics in Middle
School: A Practical Guide. USA:
Pearson Education.
Lestari, P. 2012. Analisis Kemampuan
Pemecahan
Masalah
Matematika
Berdasarkan
Langkah-Langkah Polya Pada
Siswa Kelas X SMAN 6
Mataram Ditinjau Dari Gaya
Kognitif Siswa. Tesis tidak
diterbitkan.
Malang:
Universitas Negeri Malang.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1994.
Analisis
Data
Kualitatif.
Terjemahan Tjetjep Rohendi.
Jakarta: UI Pres.
NCTM. 1980. Problem Solving in School
Mathematics. Yearbook: NCTM
Inc.
NCTM. 2000. PrinciplesStandardsandfor
School
Mathematics.
USA:
NCTM Inc.
Pehkonen, E. 1997. The state-of-art in
mathematical
creativity.
International
Reviews
on
Mathematical Education, 29(1).
(Online),
(http://www.emis.de/journals/ZD
M/zdm973i.html), diakses 25
September 2014.
Phonapichat, P. 2013. An analysis of
elementary
school
students‘
difficulties
in
mathematical
problem solving. Procedia - Social
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
kemampuan pemecahan masalah dengan
tipe gaya kognitif yang lainnya dan materi
yang berbeda, sehingga akan memudahkan
guru
dalam
menerapkan
model
pembelajaran untuk siswa yang mempunyai
kemapuan berbeda-beda dan dengan tipe
gaya yang kognitif berbeda pula.
DAFTAR RUJUKAN
Amstrong, S. J., Cools, E. & Smith, E. S.
2011. Role of Cognitive Styles
in Business and Management:
Reviewing 40 Years of
Research
ijmr_315
1.25.
International
Journal
of
Management Reviews.
Ardana, I.M. 2008. Peningkatan Kualitas
Belajar
Siswa
Melalui
Pengembangan Pembelajaran
Matematika Berorientasi Gaya
Kognitif dan Berwawasan
Konstruktivis. Bali: Undiksha.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Bandung:PT
Remaja Rosdakarya.
Hassan, A. 2002.Students‘ Cognitive
Style and Mathematics Word
Problem Solving. Journal of
the
Korea
Society
of
Mathematical
Education
Series.
Research
in
Mathematical Education. Vol.
6, No. 2, September 2002, 171–
182.
Herman, T. 2000. Strategi Pemecahan
Masalah
(Problem-Solving)
Dalam
Pembelajaran
Matematika. Makalah Disajikan
dalam Kegiatan Asistensi Guru
Madrasah
Ibtidaiyah
dan
Tsanawiyah Jawa Barat, 28
September
2000.
(Online),
http://file.upi.edu/direktori/fpmipa
/jur._pend._matematika/19621011
1991011FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
402
ISSN 2502-8723
and Behavioral Sciences 116
(2014) 3169 - 3174, (Online),
dalam
(http://www.
sciencedirect.com/science/article/
pii/S 1877042814007459), diakses
3 April 2014.
Polya, G. 1973. How to solve It. New
Jersey: Princeton University
Press.
Ramlah. 2014. Relationship Between
Students‘ Cognitive Style (FieldDependent and Field–Independent
Cognitive Styles) with their
Mathematic Achievement in
Primary School. International
Journal of Humanities Social
Sciences and Education (IJHSSE),
1(10).
(Online)
(http://www.arcjournals.org/pdfs/i
jhsse/v1-i10/13.pdf), diakses 3
Januari 2015.
Saracho, O. N. 1997. Teachers‘ and
Students‘ Cognitive Styles in
Early
Childhood
Education.
London: Greenwood Publishing
Group.
Sternberg, R. J., Wagner, R. K. (1999).
Reading in Cognitive Psychology.
USA: Thompson Learning.
Ulya. 2014. Analysis Of Mathematics
Problem Solving Ability Of
Junior High School Students
Viewed From Students‘ Cognitive
Style. International Journal of
Education and Research, 2(10).
(Online),
(http://www.ijern.com/journal/201
4/October-2014/45.pdf), diakses 2
Februari 2015.
Witkin, H.A, Moore, C.A, Goodnough D.R,
& Cox, P.W. 1977. Field
Dependent and Field Independent
Cognitive Style and Their
Educational Implication. Review
of
Educational
Researh
Winter,47(1).
Yeo, K. 2009. Students Difficulties in
Solving Non-Routine Problems.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Centre
for
Innovation
in
Mathematics Teaching, 211 (10).
(Online),
(http://www.cimt.plvmouth.ac.uk/
ioumal/veo.pdf), diakses 12 Maret
2014.
403
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI
KEGIATAN PERCOBAAN SAINS SEDERHANA
Veny Iswantiningtyas
Prodi PG-PAUD FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri
[email protected]
ABSTRAK
Character building, build easier in early childhood than in older children, so teachers are competing to make the
approach and methods of teaching character building that can be applied in the school. Building charactervalues for
early childhood can be done through simple science experiments before and after doing simple science experiment
teacher asked the children to pray and clean the place for doing experiment and make up the tools orderly, this is
done by student to build character values. If it is done constantly so it will be built in their own selves.
Key words : Character building, Early Childhood, Simple Science Experiment
hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
Pendahuluan
Dini
pada pencapaian pembentukan karakter dan
merupakan suatu upaya pembinaan yang
akhlak mulia peserta didik secara utuh,
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
terpadu
dengan usia enam tahun yang dilakukan
kompetensi lulusan. Melalui pendidikan
melalui pemberian rangsangan pendidikan
karakter diharapkan peserta didik mampu
untuk
secara
Pendidikan
membantu
Anak
Usia
pertumbuhan
dan
dan
seimbang
mandiri
sesuai
standart
meningkatkan
dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak
menggunakan pengetahuannya, mengkaji
memiliki
dan
kesiapan
dalam
memasuki
menginternalisasi
serta
pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
usia dini tidak hanya untuk membentuk
akhlak mulia sehingga terwujud dalam
anak-anak yang hanya pinter dan cerdas
perilaku
saja,
Sedangkan
tetapi
juga
berkepribadian
dan
sehari-hari
(Noor,
2012).
menurut
Hairuddin
(2014)
berkarakter sehingga melalui pendidikan ini
Pembentukan
diharapkan akan muncul generasi yang
mendidik anak menjadi sosok yang tangguh,
cerdas dari sisi intelektual, emosional dan
mandiri dan mampu bersaing secara sehat
spritual.
demi kehidupan yang lebih baik anak,
diharapkan
bisa
sehingga bisa diandalkan keluarga maupun
Pendidikan karakter bertujuan untuk
lingkungan
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
karakter
404
sosial.
Maka
pendidikan
ISSN 2502-8723
karakter sebaiknya masuk dalam ranah kecil
dapat
dan dimulai sedini mungkin agar lahir
secara langsung. Percobaan tersebut melatih
generasi penerus yang memiliki kepribadian
anak menghubungkan sebab dan akibat dari
berkualitas
suatu perlakuan sehingga melatih anak
sehingga
mampu
menjadi
melakukan
penopang bagi bagsa yang hebat, tangguh
berpikir
logis
dan mampu berperan dalam tataran dunia.
masalah.
percobaan
dalam
sederhana
menyelesaikan
Pendidikan karakter lebih mudah
Menurut Chasanah (2014) objek
tertanam pada anak usia dini dari pada anak-
sains bagi anak usia dini adalah benda-benda
anak yang lebih besar, karena anak usia dini
disekitar anak yang sering menjadi perhatian
memiliki daya serap yang lebih tinggi dan
anak, misalnya : air ,udara,bunyi, api,
relatif belum terkontaminasi oleh pengaruh
tanaman, tumbuhan, hewan, dan dirinya
buruk berbagai budaya yang tidak sesuai
sendiri. Rasa ingin tahu yang besar dalam
dengan karakter asli bangsa Indonesia,
diri anak-anak membuat mereka tidak
sehingga para guru berlomba membuat
merasa jemu mengekplorasi benda-benda
pendekatan
yang
dan
pendidikan
metode
karakter
pembelajaran
yang
dapat
menarik
minatnya,
sehingga
percobaan sains memiliki peluang sangat
diaplikasikan disekolah. Salah satu metode
besar
pembelajaran pendidikan karakter
pembelajaran untuk menanankan nilai-nilai
yang
menarik adalah percobaan sains sederhana.
untuk
dijadikan
sebagai
media
karakter pada anak usia dini. Melalui
Jamaris (dalam Yulianti, 2010) Ilmu
percobaan sains guru memberi kesempatan
pengetahuan Alam / sains pada hakikatnya
pada anak didik baik secara individual
dapat
sedini
maupun kelompok untuk menyalurkan rasa
anak
ingin tahu dalam dirinya terhadap segala hal
mengenai sains akan lebih berfungsi jika
yang menarik perhatian mereka, lalu disela-
dikembangkan dengan seksama melalui
sela anak bergembira dan merasa nyaman
kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-
menyalurkan
kanak. Nugraha (dalam Dwirahmah 2013)
tersebut guru penyelipkan pesan moral atau
menyatakan bahwa untuk dapat sukses
menanamkan nilai-nilai karekter pada anak
dalam
usia dini.
ditanamkan
mungkin,
selain
program
pada
itu
anak
pemahaman
pembelajaran
sains,
rasa
ingin
tahu
tahunya
komponen-komponen yang harus masuk di
Oleh karena itu diperlukan sebuah
dalamnya adalah produk, proses dan metode
pendekatan dan metode pendidikan karakter
dan
anak
yang tepat dalam pembentukan karakter
prasekolah lebih ditekanankan pada proses
anak usia dini yang dapat digunakan oleh
dari pada produk. Melalui proses sains, anak
guru atau pendidik dalam membentuk anak
sikap.
Pembelajaran
sanis
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
405
ISSN 2502-8723
yang
berkarakter
unggul.
Salah
satu
c)
Penilaian. Tahap penilaian mencakup
alternatif metode pembelajaran yang dapat
tujuan
digunakan
lingkup
adalah
percobaan
sains
sederhana.
penilaian,
prinsip
penilaian,
cara
penilaian,
penilaian,
instrumen penilaian dan pengembangan
indikator.
Pembahasan
2. Nilai-Nilai
dalam
Pendidikan
Karakter Anak Usia Dini
1. Penerapan Pendidikan Karakter Bagi
Lickona (2013) pendidikan karakter
Anak Usia Dini.
merupakan
Penerapan pendidikan karakter pada
proses
pemberian
tuntutan
anak usia dini para pendidik dan lembaga
peserta /anak didik agar menjadi manusia
PAUD berusaha menanamkan nilai-nilai
seutuhnya yag berkarakter dalam dimensi
karakter pada anak didik. Dalam hal ini yang
hati, pikir, raga serta rasa dan karsa. Dalam
perlu disadari oleh para guru dan lembaga
pendidikan karakter menurut Likcona (2013)
PAUD adalah bahwa penanaman nilai-nilai
terdapat 3 komponen karakter yang baik
karakter pada anak didik tidak hanya
yaitu : pengetahuantentang moral, perasaan
semata-mata mengaharap kepatuhan anak
tentang moral dan perbuatan bermoral.
didik. Lebih dari itu para guru harus yakin
Adapun penjabaran dari nilai-nilai karakter
bahwa anak didik dapat menyadari bahwa
yang
nilai-nilai karakter yang ditanamkan tersebut
Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012) yaitu:
bermanaat bagi dirinya kelak bila mereka
a)
dewasa.
Chasanah
(2014)
dikembangkan
adopsi
Religius, seperti : berdoa sebelum dan
sesudah
penerapan
sesuai
kegiatan;
praktek
pendidikan karakter pada anak usia dini
beribadah
dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :
dianutnya; belajar praktek kegiatan
a)
keagamaan; belajar mengenal hari
Perencanaan.
Dalam
merencanakan
b)
bahwa penanaman nilai-nilai karakter
menyatu
dengan
Dalam
usia
kegiatan
dilanjutkan
dini
yang
baik dan benar
dengan
c)
dengan
terprogram
Toleransi, seperti : Berbicara pelan di
dalam
dan
kelas;
Menggunakan
alat
permainan secara bergantian; Saling
program
membantu;
pembiasaan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
uang
utuh; menyampaikan pesan dengan
pelaksanaan
dilakukan
memberikan
sekolah/tabungan kepada guru secara
penanaman nilai-nilai karakter pada
anak
yang
Jujur, seperti : melatih kejujuran/kotak
temuan;
proses
pembelajaran yang direncanakan.
b) Pelaksanaan.
agama
besar agama
pendidikan karakter, perlu diperhatikan
ditetapkan
sesuai
belajar
406
Mau
berbagi;
Mau
ISSN 2502-8723
mendengarkan orang lain berbicara;
Memutar lagu daerah; Memasang foto
Sabar
pahlawan
menunggu
giliran;
Mau
mengalah
d)
k)
Disiplin, seperti : Datang tepat waktu;
music
Jika terlambat melapor pada guru; Jika
tradisional;
berhalangan dating member tahu;
daerah;
Mengembalikan
daerah
mainan
selesai
digunakan; Memakai seragam sesuai
e)
l)
i)
Mengenal
Menghargai
bahasa
makanan
Prestasi,
khas
seperti
:
reward
dari rumah
menyelesakan tugas dengan baik dan
Kerja Keras, seperti : Memimpin doa;
cepat
m)
untuk
anak
yang
dapat
Bersahabat/Berkomunikasi, seperti :
kegiatan lomba
Berbicara dengan teman dan guru;
Kreatifitas, seperti : Melukis dengan
Memberi
berbagai media; Melipat, meronce,
Tidak mengganggu teman; Berbagi
menganyam.; Membuat aneka mainan
pengalaman melalui bercerita
Demokratis,
n)
seperti
:
Berani
salam;
Bersikap
ramah;
Cinta Damai, seperti : Mau membantu
dan
tolonng
menolong;
Saling
mengungkapkan pendapat; Mengambil
menyayangi;
keputusan
Menyanyikan lagu yang berisikan
bersama;
Bekerjasama;
Tanggungjawab;
kasih sayang
Mandiri, seperti : Masuk kelas sendiri;
o)
Gemar
Membaca,
seperti
:
Melepas dan memakai sepatu sendiri;
Mengunjungi
Melepas dan memakai baju sendiri;
Menyediakan bermacam buku cerita;
Mengambil
Mengenal huruf dengan kartu huruf;
alat
sendiri;
Makan
sendiri; BAK/BAB sendiri
Memasang
Rasa Ingin Tahu, seperti : Berani
tulisannya
bertanya;Bereksperimen
j)
Menggunakan
keperluan sekolah; Membawa bekal
Memilih kegiatan yang disukai
h)
Permainan
Memasang hasil karya anak; Memberi
dari bahan bekas
g)
tradisional;
jadwal; Tidak membawa uang selain
Membahas hasil karya; Mengikuti
f)
Cinta Tanah Air, seperti : Bermain alat
Semangat
Kebangsaan,
p)
seperti
:
Peduli
perpustakaan;
gambar
Lingkungan,
Menyediakan
tempat
yang
seperti
ada
:
sampah;
Mengibarkan bendera merah putih;
Membuang sampah pada tempatnya;
Memasang simbul-simbul kenegaraan;
Kerja bakti seminggu sekali; Merawat
Memutar
tanaman
lagu-lagu
kebangsaan;
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
407
ISSN 2502-8723
q)
r)
Peduli Sosial, seperti : Memberikan
dan pengelola lembaga PAUD dengan
sebagian
mempertimbangkan
bekal
pada
teman;
tema
pembelajaran,
Menyantuni anak yatim; Membantu
budaya dan potensi lokal.(Chasanah, 2014).
masyarakat kena musibah
4. Penanaman Nilai-nilai Karakter pada
Tanggung
Jawab,
seperti
:
Anak Usia Dini Melalaui Percobaan
Melaksanakan tugas sampai selesai;
Sains
Mengembalikan alat setelah digunakan
Sederhana.
Menurut Chasanah (2014) beberapa
3. Penilaian Pendidikan Karakter Pada
contoh
Anak Usia Dini.
sains
sederhana
yang
dapat
Masalah penilaian perlu mendapat
dipraktikkan guru di lembaga PAUD atau
perhatian tersendiri sebab dalam penilaian
bahkan dapat dilakukan di rumah sebagai
akan diketahui apakah penanaman nilai-nilai
berikut :
karakter mencapai hasil optimal atau belum.
a. Lukisan lilin
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui
Konsep sains : Menjelaskan sifat
sejauh mana perubahan sikap dan perilaku
minyak dan air
anak-anak setelah mengikuti kegiatan di
Nilai-nilai
lembaga PAUD yang serat dengan nilai-nilai
dikembangkan : Kecintaan kepada
karakter.
penilaian
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
keberhasilan pendidikan karakter terdapat
jawab, keratif, peduli lingkungan,
beberapa prinsip yang harus diperhatikan
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
pendidik
tolong menolong, kerjasama dan
Dalam
yakni
melakukan
:
Menyeluruh,
karakter
berkesinambungan, objektif mendidik dan
gotong royong.
kebermaknaan.
Alat
Teknik
dan
instrumen
penilaian
dan
Bahan:
yang
Kertas
HVS,
Pewarna makanan, Tempat cat air /
penananman nilai-nilai karakter pada anak
gelas kecil, lilin
didik dapat dilakukan melalui kegiatan :
Langkah kerja : 1) Tuangkan air pada
pengamatan,
kerja,
gelas kecil kemudian tetekan satu
pencatatan anekdot, percakapan / dialog,
sendok kecil pewarna makanan pada
laporan orang tua, dokumentasi hasil karya
gelas kecil hingga menjadi warna
anak/ portoolio, deskripsi proil anak. Untuk
yang diinginkan, 2) Siapkan kertas
mempermudah penilaian nilai-nilai karakter
HVS, kemudian gambar / lukiskan
yang ditanamkan
dapat dijabarkan dalam
sesuatu dengan menggunakan lilin,
bentuk indikator yang terukur. Indikator
3) Dengan kuas kertas atau kapas,
penugasan,
unjuk
dapat dikembangkan pendidik atau pengasuh
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
408
ISSN 2502-8723
sapukan larutan warna tersebut diatas
Langkah kerja : 1) Tiup sebuah balon
kertas.
karet,
b. Lilin dalam gelas
2)
pelintir
leher
bahon
sehingga udara didalamnya tidak
Konsep sains : Menjelaskan tentang
kelur, 3) Pasang mulut balon pada
sumber panas, bahan bakar dan
corong lalu isi dengan air, 3) Secara
oksigen
perlahan lepaskan pelintiran balon
Nilai-nilai
karakter
yang
dan amati apa yang terjadi.
dikembangkan : Kecintaan kepada
d. Air dan pasir
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
Konsep sains : Menjelaskan tentang
jawab, kreatif, peduli lingkungan,
sifat-sifat air yang suka menempati
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
ruang kosong dan sifat udara.
tolong menolong, kerjasama, gotong
Nilai-nilai
royong.
dikembangkan : Kecitaan kepada
Alat dan Bahan: 2 Lilin, Gelas kaca,
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
Korek api.
jawab, keratif, peduli lingkungan,
Langkah kerja : 1) tegakkan dua lilin
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
agak berjauhan kemudian nyalakan
tolong menolong, kerjasama, gotong
api, 2) satu lilin ditutup dengan gelas
royong, pantang menyerah dan kerja
kaca yang satu tidak, 2) Ajak anak
keras.
mengamati apa yang terjadi.
Alat dan Bahan: Gelas, air, pasir
c. Air dingin mendidih
karakter
yang
Langkah kerja : 1) Siapkan sebuah
Konsep sains : Menjelaskan tentang
gelas yang telah diisi pasir hingga
sifat udara
penuh, 2) Tuangkan segelas air ke
Nilai-nilai
karakter
yang
dalam
gelas berisi pasir, 3) Ajak
dikembangkan : Kecintaan kepada
anak-anak
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
terjadi.
mengamati
apa
yang
yang berkualitas
dapat
jawab, keratif, peduli lingkungan,
Kesimpulan
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
tolong menolong, kerjasama, gotong
Karakter
royong, kerja keras, toleransi rasa
dibina sejak usia dini karena usia dini
cinta damai.
merupakan masa kritis bagi pembentukan
Alat dan Bahan: Balon karet, corong
karakter
plastik, air.
melalui pendidikan karakter sedini mengkin
kepada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
409
seseorang,
anak
penanaman
adalah
kunci
moral
utama
ISSN 2502-8723
membangun
bangsa.
Implementasi
pendidikan karakter di Taman Kanak-kanak
memerlukan wawasan
membuat
pendekatan
dari guru untuk
dan
metode
pembelajaran pendidikan karakter
yang
dapat diaplikasikan disekolah, salah satu
metode pembelajaran pendidikan karakter
yang
menarik
adalah
percobaan
sains
sederhana. Dengan melakukan percobaan
sains sederhana bersama anak-anak,
guru
dapat menanamkan pendidikan karakter
pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Chasana, R. (2014). Pedidikan Karakter
Melalui Percobaan Sains Sederhana
Untuk Anak Usia Dini. Bantul :
Kreasi Wacana.
Dwirahmah, E. (2013). Peningkatan
Kreativitas Melalui Pendekatan
Inquiri Dalam Pembelajaran Sains.
Jurnal Pendidikan anak Usia Dini.
Volume 7 No.2 Jakarta : Universitas
Negeri Jakarta.
Hairuddin, E. (2014). Membentuk Karakter
Anak dari Rumah. Jakarta : PT.
Garamedia
Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter
Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik. Bandung :
Nusa Media
Noor, R.(2012). Mengembangkan Karakter
Anak Secara Efektif di Sekolah dan
di Rumah. Yogyakarta : Pedagogia
Wibowo, A. (2012). Pendidikan karakter
usia dini (strategi membangun
karakter di usia
emas).Yogyakarta:PustakaPelajar.
Yuliani, D. (2010). Bermain Sambil Belajar
Sains di Taman Kanak-kanak.
Semarang : Indeks
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
410
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016
―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
EMPOWERING EFL STUDENTS WITH
METACOGNITIVE LANGUAGE LEARNING STRATEGIES:
DOES IT WORK?
By
AGUS SHOLEH
TEGUH SULISTYO
KANJURUHAN UNIVERSITY OF MALANG
E-mail: [email protected]
In EFL settings, of four English language skills, writing is often considered a complex skill to master. Students not
only have to put their ideas into a sufficient content, but they have to put into account style of organization and
language use dealing with grammar, vocabulary, and mechanics. In addition, writing is not an easy activity to do and
it is often believed to be the most complex skill to master (Cahyono & Widiati in Kusumaningrum, 2012), and
developing writing ability is an important but a complex part of language learning (Dulger, 2011). Accordingly,
many EFL learners are frustrated by the fact that they are making little progress in writing (Xiao, 2008), so teachers
should facilitate students to understand their own writing process (Brown, 2007).
Regarding the evidence that academic writing not only focuses on products but also process and the fact that writing
is a demanding task (Ruan, 2005), the way students employ appropriate strategies in writing course will influence
their writing quality. Metacognitive Language Learning Strategies (MLLSSs) may assist students to recognize their
composing process since MLLSSs are thinking about thinking involving active control over cognitive processes
engaged in learning (Livingstone. 1997). Since good language learners use MLLSs and are aware of the process of
language learning (Khaki and Hessamy, 2013), this article primary reveals the impact of MLLSS on students‘
writing proficiency and how the strategies are integrated into EFL academic writing settings.
Keywords: EFL Students, Metacognitive Strategies
Table 1 shows that direct strategies
Introduction
The term ―Metacognition‖ is simply
which concern directly the involvement of
most often associated with John Flavell
the target language (Oxford, 1990:37) are
since he introduced this term in 1979.
divided
Metacognition is basically ―thinking about
compensation strategies. Indirect strategies,
thinking‖. In reality, defining Metacognition
on the contrary, are metacognitive, affective,
is not simple, so there is much debate over
and social strategies which support and
exactly the nature of this term (Livingstone,
manage language learning without directly
1997). Somehow, before discussing further
involving the target language (Oxford,
about MLLSS, it is somewhat important to
1990:135).
see the categorization of language learning
metacognitive
strategies: direct and indirect strategies
intertwined and support each other, any
(Oxford, 1990:37) as drawn in Table 1.
attempt
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
411
into
memory,
Because
to
strategies
examine
cognitive,
cognitive
are
one
and
and
closely
without
ISSN 2502-8723
acknowledging the other would not provide
on one‘s cognition (Baker & Brown, Flavell,
an adequate picture (Livingston, 1997).
Gourgey in Xiao, 2006) which take place
beyond, beside, or with the cognitive which
include (1) centering learning, (2) arranging
Table 1. A Categorization of Language
Learning Strategies
and planning learning, and (3) evaluating
LEARNING STRATEGIES
learning which covers self-monitoring and
self-evaluating
(Oxford,
1990).
Thus
NO
DIRECT
STRATEGIES
INDIRECT
STRATEGIES
1)
MEMORY
STRATEGIES
METACOGNITIVE
STRATEGIES
2)
COGNITIVE
STRATEGIES
AFFECTIVE
STRATEGIES
cognition by thinking about the learning
COMPENSATION
STRATEGIES
SOCIAL
STRATEGIES
the learning task, and evaluating how well
3)
basically MLLSs can be concluded as
learner‘s awareness and control on one‘s
process, planning for learning, monitoring
one has learned. So, Cognitive strategies are
necessary
to
perform
a
task,
and
As a direct strategy, Cognitive refers
Metacognition is necessary to understand
to variations of self-consistent modes among
how the task is performed (Schraw, 1988 in
individuals
Nuckles et al, 2009).
perceiving,
in
the
preferred
organizing,
or
way
of
recalling
MLLSs are considered important to
information and experience in language
develop student awareness of the importance
learning (Witkin, Stansfield & Hansen in
of autonomous learning and self-monitoring
Ghonsooly, 2006). In addition, Cognitive
or self-reflective thinking during their study
strategies cover practicing, receiving and
time in the classroom and learning time
sending messages, analyzing and reasoning,
outside the classroom. Teachers should
and creating structure for input and output
guide them realize the beneficial impacts of
(Oxford, 1990). The activities belonging to
MLLSs. Assisting them to choose and apply
cognitive strategies will work best if they
specific strategies, in a long run, will
are supported with indirect strategies such as
facilitate them to be effective and strategic
metacognitive strategies.
learners.
Metacognitive Language Learning
In the main time, the teaching of
Strategies (MLLSs), on the other hand,
writing
refer to higher order thinking involving
concentration on written product to an
active control over the cognitive processes
emphasis on the process of writing. In this
engaged in learning (Livingstone, 2007).
approach, students are trained to generate
Also, MLLSs mean awareness and control
ideas for writing, think of the purpose and
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
412
has
moved
away
from
a
ISSN 2502-8723
audience, and write multiple drafts in order
task, and it also builds sense of ownership
to
and pride of their own products.
present
written
communicate
their
products
own
that
ideas
The
well.
process of writing, according to Gebhard
According to Atay and Kurt (2006:103), the
(2000: 226), consists of prewriting, drafting,
focus in writing classes is not on the form of
revising, and writing final product.
the written product rather on how the learner
Since writing is a complex set of
should approach the process of writing. In
activities, students need to be aware of the
fact, when students write, they should not
importance
expect to write a perfect composition in a
strategies and approaches in academic
single draft, but they go through a process of
writing. It is also a demanding task (Ruan,
creating and recreating this piece of writing
2005), so helping them to apply MLLSs and
until they are able to produce a good
process of writing is extremely important.
composition (Gebhard, 2000:222). It shows
Since process of writing is a recursive mode,
that process of writing allows students to
MLLSs as a way to monitor how students
develop their ideas gradually in a recursive
accomplish their tasks can be beneficial for
process of creating meaning.
students to write better. MLLLSs are
of
applying
appropriate
Teachers who use this approach give
necessary to help students to have higher
students a chance to generate ideas and
order thinking on how they center, arrange
obtain feedback (teacher feedback, peer
and plan their task, as well as how they
feedback,
evaluate
and
self-e
Download