ISSN 2502-8723 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI DOSEN DAN GURU 2016 MALANG, 07 MEI 2016 “PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU DAN DOSEN INDONESIA” DISELENGGARAKAN OLEH: FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Jl.S Supriadi No.48, Malang, Jawa Timur 65148 (0341) 80148 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Copyright Notice ©Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang Seluruh isi dalam Prosiding ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab masing-masing penulis. Jika dikemudian hari ditemukan indikasi plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang dilakukan oleh para penulis maka pihak penyelenggara dan tim penyunting (editor) tidak bertanggungjawab atas segala bentuk plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang terdapat pada isi masing-masing naskah yang diterbitkan dalam Prosiding ini. Para penulis tetap mempunyai hak penuh atas isi tulisannya tetapi mengijinkan bagi setiap orang yang ingin mengutip isi tulisan dalam Prosiding ini sesuai dengan aturan akademik yang berlaku. Terbitan pertama : Mei 2016 ISSN: 2502-8723 Editor: Arief Rahman Hakim Devi Permata Sari Romia Hari Susanti Sarrah Emmanuel Yuli Ifana Sari Rina Wijayanti Laily Tiarani Diterbitkan oleh: Fakultas Ilmu Pendidika Universitas Kanjuruhan Malang Jl.S Supriadi No.48, Malang, Jawa Timur 65148 (0341) 801488 © HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG i ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 KATA PENGANTAR Seminar Nasional Pendidikan dan pembelajaran bagi guru & dosen tahun 2016 ini mengambil tema ―Pengembangan Profesionalisme Guru dan Dosen Indonesia‖ dan telah diselenggarakan pada tanggal 07 Mei 2016 di kota Malang, merupakan suatu kegiatan ilmiah tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Imu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang. Seminar ini merupakan tempat bertukar pikiran para pelaku, pemerhati, dan stakeholder pada bidang pendidikan, terapan, dan pembelajaran yang meliputi guru, mahasiswa, dosen, widyaiswara, dan peneliti. Seminar ini diikuti oleh sejumlah peserta yang terdiri atas tiga orang pembicara kunci yakni Prof. Dr. H. Punaji Setyosari, M.Ed. (Guru Besar TEP Pascasarjana Universitas Negeri Malang) dan Dr. Syaiful Rachman, MM., M.Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur) dan Prof. Laurens, M.A, P.Hd serta dari berbagai kalangan yang mengikuti presentasi paralel yang mencakup bidang kebijakan dan perencanaan penilaian pendidikan, inovasi dalam pembelajaran, penilaian berbasis sekolah, ujian nasional dan dampaknya terhadap pembelajaran, profesionalisme guru dan dosen, jaminan kualitas dalam pendidikan, pendidikan karakter, praktik terbaik dalam pembelajaran, dan pembelajaran anak usia dini dan sekolah dasar. Segenap upaya penyuntingan Prosiding ini telah diupayakan sebaik mungkin, tapi kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam proses penyuntingan, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang. Kami selaku panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu terselenggaranya Seminar ini serta terselesaikannya proses penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Tidak lupa juga kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan baik selama kegiatan Seminar berlangsung maupun masih adanya kesalahan dalam isi Prosiding ini. Semoga acara Seminar Pendidikan dan pembelajaran bagi guru dan dosen tahun 2016 dan penerbitan Prosiding ini bermanfaat bagi kita semua. Sampai jumpa pada Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran bagi Guru dan Dosen yang akan datang. Malang, Mei 2016 Panitia FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ii ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI DOSEN DAN GURU TAHUN 2016 Ketua Tim : Drs. F.I. Soekarman, M.Pd Wakil Ketua Tim : Agus Sholeh, S.Pd, M.Pd Tim Reviewer : 1. Dr. Suciati, SH, M.Hum 2. Prof. Dr. Soedjijono, M.Hum 3. Drs. Triwahyudianto, S.Pd, MSi 4. Drs. Edy Susilo, M.Pd 5. Dra. Sri Rahayu, M.Pd 6. Rina Wijayanti, M.Psi 7. Laily Tiarani, M.Psi Dewan Redaksi : 1. Drs. Iskandar Ladamay, M.Pd 2. Romia Hari Susanti, M.Psi 3. Devi Permatasari, M.Pd 4. Yuli Ifana Sari, M.Pd 5. Arif Rahman Hakim, M.Pd 6. Sarah Emmanuel, M.Psi 7. Ludovikus Boomans, M.Pd Kesekretariatan : 1. Ninik Setiowati, S.Pd 2. Dwi Ratna Asih, S.Pd FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG iii ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MAKALAH UTAMA PENGEMBANGAN PROFESIONALISASI GURU DAN DOSEN INDONESIA Punaji Setyosari Guru Besar Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] . Abstrak Pekerjaan guru, sebagai suatu profesi, menuntut kecakapan pemegang profesi untuk melaksanakan tugas yang kompleks, yang menuntut pikiran, keterampilan, dan sikap tertentu sesuai dengan pekerjaan yang ditanganya. Pengembangan profesional guru adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, keahlian dan karakteristik individual sebagai seorang guru. Kajian tentang konteks pendidikan dan pelatihan profesionalme ini mencakup tiga perspektif ganda, yaitu meliputi: 1) pengintegrasian sistem belajar secara formal, informal dan nonformal, 3) belajar sepanjang hayat, dan 3) pendidikan berbasis kompetensi penting dilakukan sejak memasuki pendidikan penyiapan guru, pendidikan lanjut, dan pengembangan profesionalnya. Pengembangan profesional guru, itu menurut Blandford (2005) memiliki empat fungsi, yaitu: 1) meningkatkan unjuk kerja individual; 2) memperbaiki praktik yang tidak efektif; 3) menetapkan landasan kerja untuk menjalankan kebijakan; dan 4) membantu memudahkan perubahan (facilitate change). Pengembangan profesional (guru dan dosen) ini dapat dilakukan di tempat kerjanya dan melalui pengalaman-pengalaman nyata merupakan hal yang sangat penting untuk mendorong para guru untuk melakukan praktik-praktik pembelajaran yang efektif. Tujuan dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesional guru mencakup tujuan 1) mengkonstruk pengetahuan, 2) mentransfer pengetahuan ke dalam praktik, 3) mempraktikkan sesuatu yang baru dalam pengajaran, 4) meningkatkan refleksi. Kata-kata kunci: profesionalisme, pengembangan profesional, dan guru efektif Selama lebih kurang satu dekade, guru dan dosen di Indonesia khususnya telah diakui sebagai suatu profesi. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi ini sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005. Secara jelas bahwa guru dan dosen adalah pendidik profesional. Selanjutnya, dalam pasal 1 dinyatakan, ―Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.‖ Sebagai pendidik profesional, guru dan dosen perlu terus mengembangkan diri dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan. Berkenaan dengan pekerjaan guru, yang salah satunya adalah tugas mengajar, maka mengajar juga merupakan sebuah profesi. Profesi itu berkembang terus atau dinamis yang mengikuti tuntutan perubahan. Hal ini senada diungkapkan oleh Spalding (2003), ―The profession is dynamic and is constantly evolving in order to fulfil the demands made of it by government policy FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG iv ISSN 2502-8723 and technological innovation and it has risen to these demands as they occur.‖ Sebagai suatu profesi, pekerjaan mengajar itu menuntut standard yang tinggi. Guru, sebagai suatu profesi, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian peserta didik dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Berkenaan dengan ungkapan di atas, MacBeath (2012) menyatakan, ―“Teaching is a profession that lies at the heart of both the learning of children and young people and their social, cultural and economic development. It is crucial to transmitting and implanting social values, such as democracy equality,tolerance cultural understanding, and respect for each person‘s fundamental freedoms.‖ Ini berarti baik guru dan dosen secara terus menerus perlu mengembangkan diri secara berkelanjutan. Selaras dengan ungkapan tersebut, Freidson‘s (dalam Linda, 2008) menjelaskan, ―profession to refer to an occupation that controls its own work, organized by a special set of institutions sustained in part by a particular ideology of expertise and service. I use the word ‗professionalism‘ to refer to that ideology and special set of institutions.‖ Pengembangan profesional guru, termasuk dosen, di Indonesia telah lama dilakukan. Upaya pengembangan itu memang tidak bisa dihindari walaupun telah menghabiskan sejumlah dana, tenaga, waktu dan energi lainnya. Sekitar tahun 1970-an pemerintah telah melakukan berbagai pembaharuan dalam bidang pendidikan mulai dari pembaharuan kurikulum (kurikulum tahun 1975/1976) yang diikuti dengan pembaharuan sistem pembelajarannya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (namanya saat itu) telah melakukan berbagai kegiatan seminar dan lokakarya bagi para guru dan dosen. Jadi secara kronologi, sudah lebih dari empat dasa warsa kegiatan pengembangan profesional baik guru maupun dosen. Bahkan anggaran untuk keperluan peningkatan profesional guru dan dosen selalu tersedia untuk setiap tahun. Hasilnya, apakah kualitas pendidikan semakin baik? Apakah kualitas pembelajaran semakin baik? Apakah kualitas hasil belajar peserta didik atau mahasiswa semakin baik? dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul dan kita hadapi hampir setiap waktu, terutama yang berkaitan dengan kualitas hasil belajar yang disinyalir rendah. Isu-isu terkait dengan kualitas selalu kita dengan setiap saat. Di negara manapun di dunia ini, persoalan semacam ini selalu muncul. Tentu, kita sadar bahwa persoalan ini muncul karena peserta yang dihadapi berbeda-beda dengan tuntutan yang berbedabeda pula. Pengembangan profesional yang dilakukan oleh pemerintah biasanya sudah terencana dan terprogram yang biasanya berupa studi lanjut, lokakarya peningkatan profesional, dan pertemuan rutin. Di samping itu, pengembangan profesional bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan tak terprogram atau incidental, yang dilakukan melalui misalnya seminar, lokakarya, dan sebagainya. Bahkan saat ini dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi (ICT), aktivitas FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG v ISSN 2502-8723 pengembangan profesional tidak lagi dilakukan melalui pertemuan tatap muka (face-to-face), tetapi dengan memanfaatkan ICT, para guru dan dosen dapat mengembangkan dirinya melalui bahan-bahan yang dapat diakses secara terbuka melalui media ceta dan elektronik (open source materials). Di Indonesia, pengakuan guru dan dosen secara resmi sebagi sebuah profesi memang belum lama, yaitu sebagaimana diungkapkan di bagian sebelumnya yaitu sejak dikeluarkan UU Guru dan Dosen tahun 2005. Di beberapa Negara, memang profesi guru telah lama mendapat pengakuan. Bahkan profesi mengajar ini ada ketika lahirnya sebuah lembaga yang namanya sekolah. Sehubungan dengan perihal ini, Fernandez (2013) menjelaskan bahwa profesionalisme mengajar itu sebenarnya bukanlah hal atau topik baru. Kajian tentang konteks pendidikan dan pelatihan profesionalme ini mencakup tiga perspektif ganda, yaitu meliputi: 1) pengintegrasian sistem belajar secara formal, informal dan nonformal, 3) belajar sepanjang hayat, dan 3) pendidikan berbasis kompetensi penting dilakukan sejak memasuki pendidikan penyiapan guru, pendidikan lanjut, dan pengembangan profesionalnya. Pengembangan profesional merupakan sebuah proses yang terus menerus dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan guru dan dosen untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada para peserta didik, termasuk mahasiswa. Program pengembangan profesional guru dan dosen dapat dilakukan dalam bentuk program in-service training program sampai pada bentuk-bentuk pengembangan yang sifatnya tak terprogram. Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa selama ini pengembangan profesional masih bersifat fragmentalis, masih belum menyentuh kebutuhan guru dan dosen. Pengembangan profesional lebih bersifat kegiatan rutin, dan tidak didasarkan pada analisis kebutuhan nyata di lapangan. Di Negara-negara yang maju seperti Finlandia, Singapora, dan Korea Selatan pengembangan profesional ini merupakan sesuatu yang bersifat ongoing professional learning. Artinya, bahwa pengembangan profesional itu merupakan dan menjadi kebutuhan belajar seorang guru. Pengembangan profesional guru atau dosen perlu didasarkan pada permasalahan praktis yang ada di lapangan. Pada kesempatan ini, pemaparan tentang pengembangan profesional guru dan dosen Indonesia, kita kaji dari segi teoretik dan praktik di lapangan. Mengapa Pengembangan Profesional, Penting Profesionalisme merupakan sebuah istilah atau konsep yang selalu dikaitkan dengan suatu pekerjaan tertentu. Kita seringkali menjumpai ungkapan-ungkapan, misalnya dia berkeja secara profesional, dia melakukan pekerjaannya dengan sangat profesional, dia sangat profesional dalam menangani pekerjaannya dan ungkapan lain yang sejenis. Kita juga tidak memungkiri FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG vi ISSN 2502-8723 penggunaan istilah profesional itu untuk menyebut pekerjaan tertentu karena profesional itu erat dengan istilah profesi. Untuk menyebut pekerjaan tertentu, seseorang menggunakan istilah profesinya apa? Dengan mengunakan istilah ini seseorang tidak membedakan lagi mana pekerjaan teknis, yang hanya menuntut kerja otot dan sebaliknya mana pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Salah satu bidang pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi adalah guru. Berkaitan dengan profesionalisme tersebut, Hoyle (2001) menjelaskan bahwa istilah itu digunakan untuk mendeskripsikan peningkatan kualitas layanan, yang oleh Sockett (1996) dinyatakan bahwa professionalism itu berkenaan dengan kualitas praktik. Salah satu alasan mengapa perlu pengembangan profesional, sebagaimana dikemukakan oleh Murray (2010), ―One of the main reasons to pursue professional development is to be empowered—to have the opportunity and the confidence to act upon your ideas as well as to influence the way you perform in your profession. Empowerment is the process through which teachers become capable of engaging in, sharing control of, and influencing events and institutions that affect their lives. Pengembangan profesional guru dimaksudkan agar guru selalu menyadari bahwa pekerjaannya bukan hanya berkaitan dengan tugas-tugas mengara di dalam kelas, tetapi guru juga memiliki peran-peran dan tanggung jawab terkait dengan pekerjaan profesionalyan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hargreaves (1992: ix), yang menyatakan, ―We are also increasingly coming to understand that developing teachers and improving their teaching involves more than giving them new tricks. We are beginning to recognise that, for teachers, what goes on inside the classroom is closely related to what goes on outside it. The quality, range and flexibility of teachers‘ work are closely tied up with their professional growth – and the way they develop as people and as professionals.‖ Guru dan dosen yang memiliki tugas dan tanggung jawab tertentu dalam menjalankan bidang tugasnya dilandasi oleh kemampuan atau kompetensinya. Guru dan dosen merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kemajuan dan pengembangan pendidikan. Bahkan guru dan dosen ikut terlibat dalam perubahan system pendidikan itu sendiri karena guru dan dosen merupakan agen pembaharuan atau perubahan. Apa yang diketahui dan mampu dilakukan oleh guru merupakan salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi belajar peserta didik (Darling-Hammond & Sykes, 1999; Fullan, Hill & Crevola, 2006; Wilson, Floden & Ferrini-Mundy, 2001). Tidak mengherankan perhatian yang semakin meningkat terkait dengan posisi guru sebagai profesi, terutama yang berkenaan dengan pentingnya peranan pengembangan profesional. Pengembangan profesional tersebut perlu dilakukan secara terencana, terus menerus untuk peningkatan kualitas profesional dalam mendukung para guru agar mampu mengemban tugas dan tanggung jawab profesionalnya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG vii ISSN 2502-8723 untuk menghadapi tuntutan perubahan yang serba kompleks dan menantang (Berliner, 2001; Darling-Hammond, 2000; Hawley & Valli, 1999; Joyce & Showers, 2002). Perubahan-perubahan yang terjadi dalam system pendidikan dan masyarakat menimbulkan tuntutan baru bagi profesi guru. Guru saat ini tidak hanya dituntut menyampaikan pengetahuan dasar saja tetapi juga untuk membantu peserta didik untuk belajar mandiri, misalnya untuk memperoleh keterampilan yang sangat dibutuhkan dan bukannya sekedar mengingat informasi, para guru didorong untuk menggunakan metode mengajar yang kooperatif dan konstruktif dan bertindak sebagai media fasilitator atau mediator dan tutor dalam kelas bukannya sebagai penguasa pembelajaran (RutkienÏ, ZuzevičiūtÏ, 2009). Perubahan-perubahan besar yang diimpikan akan menuntut system belajar atau pengembangan profesional para guru pada suatu tataran kualitas yang tinggi (Borco, 2004). Selanjutnya, Borco mengemukan bahwa system pengembangan profesional tersebut mencakup unsur-unsur, yaitu 1) program pengembangan profesional, 2) guru, 3) fasilitator, dan 4) konteks. Karakteristik Pekerjaan Profesional Pandangan bahwa guru adalah sebuah profesi, sebagaimana dikemukakan oleh Fernandez (2013) yang menyatakan, ―the fact that teaching is regarded as a profession and teachers as professionals is nothing new.‖ Pekerjaan guru, sebagai suatu profesi, menuntut kecakapan pemegang profesi untuk melaksanakan tugas yang kompleks, yang menuntut pikiran, keterampilan, dan sikap tertentu sesuai dengan pekerjaan yang ditanganya. Hal ini sejalan dengan pandangan Le Boterf (1999) yang menyatakan bahwa seorang profesional adalah seseorang yang cakap atau mampu mengelola suatu pekerjaan yang kompleks. Selanjutnya, Le Boterf mengajukan beberapa karakteristik yang berkenaan dengan profesional tersebut, bahwa seseorang profesional: 1) mampu atau sanggup melaksanakan tugas dengan baik dalam siatuasi tertentu, bahkan di melebihi kewajibannya, 2) mampu menggabungkan sumber-sumber yang bersifat personal dan lingkungannya, dalam konteks tertentu, 3) mampu melakukan atau mengerahkan segala tenaganya secara memadai, 4) mampu menyampaikan sumber-sumber secara personal yang dituntut oleh keadaan, 5) mampu belajar dari pengalaman, dan belajar untuk belajar, 6) dan memiliki komitmen atas pekerjaannya dan melakukan komunikasi secara profesional dengan orang-orang atau pihak-pihak lain. Padahal, jika dilacak lebih jauh profesi adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan melalui pendidikan tertentu dan menuntut atau disertai keahlian tertentu. Apalagi menggunakan istilah profesional itu sarat dengan pekerjaan yang menuntut keahlian. Pekerjaan mengajar guru sebagai suatu profesi ditandai oleh kriteria-kriteria sebagai berikut (Shulman, dalam Cruz, 2006): (1) A FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG viii ISSN 2502-8723 duty of service to others with a certain ‗vocation‘; (2) An understanding of a corpus of theories or established knowledge; (3) A qualified mastery of practical actions: skills and strategies that underpin professional practice; (4) Exercising judgment under circumstances of inevitable uncertainty: not directly applying knowledge or skills, but exercising practical judgment under uncertain circumstances; (5) A need to learn from experience, construed as the interaction between theory and practice; dan (6) A professional community that develops quality and increases knowledge: being a professional means being a member of a profession that has certain public responsibilities in relation to individual practices. Guru dan dosen perlu mengembangkan diri agar kita memiliki keyakinan tentang apa yang kita lakukan dan hal itu juga dapat mempengaruhi cara-cara kita alam melaksanakan tugas profesional yang kita emban. Para guru termasuk juga dosen perlu diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dalam rangka peningkatan layanan dan sekaligus untuk melakukan perubahan-perubahan dan inovasi dalam cara-cara atau metode-metode pembelajaran. Pengembangan profesional (guru dan dosen) ini dapat dilakukan di tempat kerjanya dan melalui pengalaman-pengalaman nyata merupakan hal yang sangat penting untuk mendorong para guru untuk melakukan praktik-praktik pembelajaran yang efektif dan juga menumbuhkan suatu keinginan untuk melakukan perubahan kurikulum agar lebih bermakna (Darling-Hammond & McLaughlin, 1995, 2011; Joyce & Showers, 2002; Nolan & Hoover, 2004; Peery, 2004). Pembelajaran yang efektif itu merujuk pada pembelajaran yang dapat mencapai tujuannya secara tepat waktu, atau efisien, berdaya guna tinggi atau hasil yang dicapai maksimal, dan memiliki sasaran yang sangat memadai. Pembelajaran yang efektif hanya dapat dilakukan oleh guru yang efektif. Keefektifan guru memang didefinisikan dan diukur secara berbeda-beda di beberapa negara. Ada beberapa negara yang mendefinisikan guru yang efektif atau keefektifan guru itu berdasarkan asesmen terhadap keahlian guru dalam menjalankan tugas melalui suatu kerja tim sejawat untuk menjalankan praktik-praktik profesi untuk memperoleh manfaat melalui peningkatan belajar peserta didik (Darling-Hammond, 2010). Di samping itu, keefektifan guru dilihat berkenaan dengan pengaruh atau dampak yang diberikan oleh guru kepada peserta didik, utamanya prestasi akademik peserta didik, dan di pihak lain merupakan kombinasi pengetahuan, praktik, dan dampaknya terhadap unjuk kerja peserta didik (Learning Point Associates, 2010). Guru yang efektif itu ditandai oleh beberapa karakteristik. Ciri-ciri atau karakteristik guru yang efektif, menurut McBer (dalam Anderson, 2004) meliputi empat kategori, yaitu: 1) profesionalisme, yang mencakup ciri-ciri (a) komitment, (b) keyakinan, (c) dapat dipercaya, dan (d) menghargai; 2) kemampuan berpikir/bernalar, yang mencakup ciri-ciri (a) berpikir analisis, (b) berpikir konseptual; 3) memiliki harapan, yang mencakup ciri-ciri (a) dorongan untuk maju, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ix ISSN 2502-8723 (b) berupaya mencari informasi, dan (c) inisiatif; 4) kepemimpinan, yang bercirikan (a) fleksibel, (b) memiliki akuntabilitas, dan (c) keinginan untuk belajar. Karakteristik-karakteristik atau ciri-ciri khusus guru yang efektif di atas, perlu kita miliki dan hayati untuk menjalankan tugas profesional dengan baik. Dengan demikian, pengembangan profesional yang diarahkan untuk menjadi guru yang efektif sangat urgen dimiliki oleh setiap insan guru, sebagai seorang profesional. Untuk menjadi guru yang efektif menuntut adanya kombinasi antara pengetahuan profesional dan keterampilan khusus serta pengalaman dan kualitas personal. Dan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan baru tersebut merupakan salah satu alasan utama guru-guru perlu terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan profesional (Bailey, Curtis, and Nunan 2001). Tujuan dan Pendekatan Pengembangan Profesional Profesionalisasi pekerjaan guru dan dosen itu merujuk pada sebuah proses yang diartikulasikan sebagai suatu konstruksi identitas suatu profesi, kompetensi profesional, tuntutan akses, pelatihan yang relevan, pengembangan karir profesional, dan proses evaluasi unjuk kerja profesional (Tejada, dalam Fernandez, 2013). Pengertian pengembangan profesional guru sebagaimana diungkapkan oleh OECD (2009) sebagai berikut, ―Professional development among teachers is defined as the activities that develop an individual‘s skills, knowledge, expertise and other characteristics as a teacher.‖ Berdasarkan batasan tersebut bahwa pengembangan profesional guru adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, keahlian dan karakteristik individual sebagai seorang guru. Pengembangan profesional guru, itu menurut Blandford (2005) memiliki empat fungsi, yaitu: 1) meningkatkan unjuk kerja individual (enhance individual performance); 2) memperbaiki praktik yang tidak efektif (rectify ineffective practice); 3) menetapkan landasan kerja untuk menjalankan kebijakan (establish the groundwork for the implementation of policy); dan 4) membantu memudahkan perubahan (facilitate change). Dengan mengikuti pengembangan profesional, berarti pula bahwa guru melaksanakan belajar secara terus menerus (lifelong learning) dan mengikuti tuntutan perubahan yang cepat. Pada gilirannya, guru mampu menjalankan dan mendedikasikan dirinya dalam pengabdian pada bidang tugasnya yaitu memberikan layanan yang lebih baik dan berkualitas kepada peserta didik. Berbicara tentang pengembangan profesional dapat dipahami sebagai suatu proses dimana melalui hal tersebut para guru dan dosen dididik atau dilatih guna meningkatkan diri untuk mencapai tingkat kompetensi profesional yang tinggi. Menurut Duke & Stiggins (Fernandez, 2013) pengembangan profesional ini dimaksudkan untuk, ―expand their understanding of self, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG x ISSN 2502-8723 role, context, and career.‖ Secara lebih khusus, dapat kita katakan, dengan merujuk bahwa pengembangan profesional itu sebagai suatu aktivitas belajar sepanjang hayat, pengembangan profesional itu sebagai suatu proses belajar yang dialami guru selama mengemban tugas profesional, mulai dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan sejak awal, pendidikan selama terlibat dalam tugas profesional, dalam pendidikan penyiapan guru (in-service training). Dengan singkat kita ungkapkan bahwa pengembangan profesional itu dilakukan secara berjenjang untuk diarahkan pada unjuk kerja yang lebih baik. Profesionalisasi sebagai suatu proses bukanlah merupakan tujuan akhir dari pekerjaan, tetapi profesionalisasi ini merupakan proses yang berkelanjutan yang terus diupayakan untuk mengerjakan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan dan berdaya guna (Darling-Hammond, 2005). Pengembangan profesional ini oleh Fernandez (2013) dinyatakan sebagai suatu evolusi yang dibangun dengan maksud untuk menumbuhkan setiap aspek pribadi guru yang pertama dikaitkan dengan integrasi pengetahuan praktik dasar yang diperoleh melalui pengalaman selama mengajar dan praktik profesional, dan yang kedua untuk membantu pertumbuhan dan peningkatan profesional guru (termasuk dosen) yang diterimanya dalam berbagai bentuk pendidikan atau pelatihan. Tujuan dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesional guru mencakup tujuan 1) mengkonstruk pengetahuan, 2) mentransfer pengetahuan ke dalam praktik, 3) mempraktikkan sesuatu yang baru dalam pengajaran, 4) meningkatkan refleksi. Kaitan antara tujuan dan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan profesional tersebut sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel : Tujuan dan Pendekatan dalam Rangka Pengembangan Profesional Guru Tujuan Mengkonstruk Pengetahuan Guru-guru, dosen perlu mendalami tentang isi dan dan praktik mengajar practices Pendekatan Uraian Dilakukan melalui Workshop, kelembagaan, kursus, dan seminar Program imersi dan di dunia kerja da isi pendidikan Program imersi dalam menemukan isi pendidikan Menyampaikan Pengetahuan melalui Praktik Guru-guru, Pengembangan dan penyesuaian kurikulum FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xi Virtual or blended learning (combination of face-to-face and virtual), difokuskan pada pengalihan pengetahuan dan keterampilan khusus Pengembangan pengalaman secara intensif, dalam hal ini guru menerapkan pengetahuan dan mengembangkan keahlian melalui program imersi dalam situasi nyata misalnya internship, kerja sementara, dan lokakarya singkat Pengembangan pengalaman secara intersif, dalam hal ini guru dilibatkan dalam program imersi untuk mengembangkan isi dan ktereampilan yang berhubungan dengan isi pendidikan Tim guru, dosen mengembangkan dan mengadaptasi kurikulum yang ada untuk dipakai pada masa mendatang. Sebelum ISSN 2502-8723 Tujuan dosen menjabarkan pengetahuan atas dasar rancangan pembelajaran dan mengembangkan dalam pembelajaran Pendekatan Uraian • Pendampingan atau Mentoring • Kerja sama dengan dunia bisnis industri, perguruan tinggi • Pengambilan keputusan yang didasarkan pada data • Lesson study Pelaksanaan Pengajaran Guru-gru, dosen belajar melalui penggunaan pendekatan, metode baru yang diterapkan di kelas. Pelaksanaan kurikulum • Satuan perbaikan kurikulum • Pelatihan • Belajaran individual Melakukan Refleksi Guru-guru, dosen menilai dampak perubahan pada peserta didik, dan memikirkan bagaimana cara-cara untuk memperbaiki, melalui refleksi terkait dengan pelaksanaan cara-cara lain dan mengadapsikan ide-ide untuk keperluan guru. Kelompok (groups) • Diskusi kasus • Penelitian Tindakan Kelas • mengkaji hasil kerja peserta didik • Jaringan Profesional FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xii dipakai perlu ada uji coba semacam pilot project dan dilakukan revisi Para uru, dosen perlu memperoleh dukungan khusus dari sejawat terutama yang memiliki keahlian dan untuk melakukan kerjasama . Guru-guru, dosen perlu melakukan kegiatankegiatan atau program-program melalui kolaborasi dengan profesional lain. Guru, dosen baik secara individu atau kolektif mengumpulkan, mereview, menganalisis, menginterpretasi, dan melaporkan data untuk menyampaikan keputusan yang dibuat, dan sebagainya. Kelompok guru, dosen secara sistematis melakukan kajian-kajian pembelajaran secara kolaboratif dalam hal rancangan pembelajaran, pengajaran, observasi, dan pemberian kritik terkait pelaksanaan pembelajaran, dan melakukan pengulangan untuk perbaikan. Guru-guru, dosen mempelajari kurikulum baru dan melaksanakan secara kolaborasi dengan melalui kajian-kajian pelajaran untuk meningkatkan dan menjamin kualitas tinggi. Guru-guru, dosen mempelajari tentang satuansatuan kurikulum hasil perbaikan dan menerapkan secara kolaborasi ketika melaksanakan kurikulum baru untuk menjamin kualitas yang tinggi. Dukungan institusi, sekolah bagi guru, dosen ketikan mengimplementasikan keterampilan dan srtategi baru yang telah dipelajari melalui kegiatan pelatihan. Dengan menggunakan data peserta didik/mahasiswa untuk tujuan peningkatan, guru/dosen mengejawantahkan pengembangan profesionalnya untuk mengakomodasi kebutuhan, penjadwalan, dan minat-minat. Kelompok guru, dosen mengoragisasi dalam bidang minat umum, untuk meningkatkan belajar peserta didik. Para guru, dosen melakukan diskusi kolegial untuk menganalisis, menafsirkan, dan merefleksikan studi kasus, menerapkan aspekaspek pratis ke dalam situasi yang dihadapi. Para guru, dosen melakukan kajian-kajian dengan kelasnya untuk mengumpulkan data baseline, melihat dampak inovasi pada peserta didik, dan melaporkan hasil-hasilnya. Kelompok guru, dosen mereview hasil hasil kerja peserta didik, untuk meningkatkan keterampilan analisis berkenaan dengan standar, mengembangkan dan memperbaiki rubric, mendapatkan pemahaman secara umum tentang hasil beajar peserta didik yang diharapkan, dan meningkatkan pelajaran. Melakukan interaksi dengan para profesional sejenis untuk memperoleh pemahaman yang sama dan untuk menemukan solusi baru ISSN 2502-8723 Tujuan Pendekatan Uraian terhadap masalah-masalah praktis misalnyan melalui kelompok kerja sebidang, organisasi profesi, menggunakan kerjasama kolaborasi secara virtual, dan sebagainya. Sumber: Diadaptasi dan didasarkan pada Dunne; Loucks-Horsley, Hewson, Love, and Stiles; and the Indiana Professional Development Committee for Learning and Technology & Metiri Group. Penutup Pengembangan profesional guru sebagai suatu proses peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ditujukan untuk meningkatkan layanan dan praktik. Pekerjaan guru sebagai profesional dimaknai juga sebagai suatu vokasi yang menuntut keahlian, yang selalu dituntut melakukan peningkatan (upgrade) dalam memberikan layanannya. Guru yang profesional adalah guru dapat menjalankan bidang tugasnya secara efektif, yag ditandai oleh pemberian layanan dan dedikasi secara tulus ikhlas bagi kemaslahatan peserta didik, yang menjadi tanggung jawabnya. Daftar Rujukan: Anderson, L.W. (2004). Increasing teacher effectiveness. (2nd edition) Paris: UNESCO, IIEP. Bailey, K., A. Curtis, and D. Nunan. 2001. Pursuing professional development: The self as source. Ontario, Canada: Heinle and Heinle. Beliner, D. (2001). Learning about learning from expert teachers. International Journal of Educational Research, 35(5), 463-483. Blandford, S (2005). Managing professional development in schools. New York: Taylor & Francis e-Library Borco, H. (2004) Professional development and teacher learning: Mapping the terrain. Educational Researcher, Vol. 33, No. 8, pp. 3-15. American Educational Research AssociationStable URL: http://www.jstor.org/stable/3699979 . Borko, H. (2004). Professional development and teacher learning: Mapping the terrain. Educational Researcher, 33, 3-15. Darling-Hammond, L. & Sykes, G. (Eds.) (1999). Teaching as the learning profession. San Francisco: Jossey-Bass. Darling-Hammond, L. (2000). Teacher Quality and Student Achievement: A review of state policy evidence. Seattle, WA: Center for the Study of Teaching and Policy, University of Washington. Darling-Hammond, L; Bransford, J (eds.) (2005). Preparing teachers for a changing world: whatteachers should learn and be able to do. Hoboken-New Jersey: Jossey-Bass/Wiley. Darling-Hammond, L. (2010). The flat world and education: How America's commitment to equity will determine our future. New York, NY: Teachers College Press. Darling-Hammond, L., & McLaughlin, M. W. (2011). Policies that support professional development in an era of reform. Phi Delta Kappan, 92(6), 81-92. Donaldson, G. (2013) The twenty-first century professional. Dalam, V. V., Vidović, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xiii ISSN 2502-8723 Z. Velkovski (Eds). Teaching Profession for The 21st Century. Belgrade: Centre for Education Policy. Dromantienn, L., Indrašienn, V., Merfeldaitn, O., & Prakapas, R. (2013) Teachers‘ Professional Development: The Case of Lithuania. Dunne, K.A. (2002). Teachers as learners: Elements of effective professional development. Accessed on September 24, 2010 http://scholar.google.com/scholar?q=Dunne,+K.A.+%282002%29.+Teachers+as+learners:+ Elements+of+effective+professional+development&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schola rt Evans, Linda (2008) Professionalism, professionality and the development of education professionals. British Journal of Educational Studies, 56 (1). pp. 20-38. Fernandez, J. T. (2013). Professionalisation of teaching in universities: Implications from a training prespective. RUSC, VOL. 10 No 1 | Universitat Oberta de Catalunya | Barcelona, January 2013 | ISSN 1698-580X. http://rusc.uoc.edu. Fullan, M., Hill, P., & Crevola, C. (2006). Breakthrough. Corwin Press. Hargreaves, A. (1992) ‗Foreword‘, in A. Hargreaves and M.G. Fullan (eds) Understanding Teacher Development. London: Cassell. Hawley, W. & Valli, L. (1999). The essentials of effective professional development: A new consensus. In Darling-Hammond, L. & Sykes, G. (Eds.)Teaching as the Learning Profession: Handbook of Policy and Practice.. San Francisco: Jossey-Bass. Hoyle, E. (2001) Teaching: prestige, status and esteem, Educational Management & Administration, 29 (2), 139–152. Indiana Department of Education. (2001). Eight steps to highly effective ―next generation‖ professional development for learning and technology – Public Law 221 and beyond. Indianapolis, IN: Indiana Department of Education. Retrieved on September 24, 2010, from http://www.metiri.com/8steps/. Joyce, B., & Showers, B. (2002). Student achievement through staff development (3rd ed.). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Learning Pointe Associates (2010). Evaluating teacher effectiveness: Emerging trends reflected in the state phase 1: Race to the Top applications. Naperville, IL: Author. Lemke, C. (2010). Professional Development: Ensuring a Return on Your Investment. Commissioned by Intel, Inc. Loucks-Horsley, S., Hewson, P. W., Love, N., & Stiles, K. E. (1998). Designing professional development for teachers of science and mathematics. Thousand Oaks, CA: Corwin Press, Inc. MacBeath, J. (2012). Future of teaching profession. Cambridge: Education International Research InstituteUniversity of Cambridge Murray, A. (2010). Empowering teachers through professional development. English Teachng Forum. No.1. Nolan, J., & Hoover, L. (2004). Teacher supervision and evaluation: Theory into practice. Hoboken, NJ: John Wiley. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2009). Creating effective teaching and learning environments: First results from TALIS. Accessed on September 23, 2010 from www.oecd.org/edu/talis/firstresults . Peery, A. B. (2004). Deep change: Professional development from the inside out. Lanham, MD: Scarecrow Education. st Sockett, H. T. (1996) Teachers for the 21 century: Redefining professionalism. NASSP Bulletin, May, 1996, 22-29. Spalding, M. (2003). Towards continuing education and professional development: Drivers for change in therapy radiography. Journal of Radiotherapy in Practice . Vol.3 No.3 ©GMM. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xiv ISSN 2502-8723 Tejada, José (2013). ―Professionalisation of teaching in universities: Implications from a Training Perspective‖. In: ―Informalisation of Education‖ [online dossier]. Universities and Knowledge Society Journal (RUSC). Vol. 10, No 1, pp. 345-358. UOC. [Accessed: dd/mm/yy]. http://rusc.uoc.edu/ojs/index.php/rusc/article/view/v10n1-tejada/v10n1-tejada-en <http://dx.doi.org/10.7238/rusc.v10i1.1471> ISSN 1698-580X. Wilson, S.M., Floden, R.E., Ferrini-Mundy, J. (2001). Teacher preparation research: current knowledge, gaps, and recommendations. A Research Report Prepared for the U.S. Department of Education. Seattle, WA: Center for the Study of Teaching and Policy. (February). FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xv ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MAKALAH UTAMA PROFESIONALISME GURU DAN TRADISI PENELITIAN PENDIDIKAN Laurens Kaluge Universitas Kanjuruhan Malang Abstract: People regard teaching as a profession. The professional prerequisites, substances and activities are clear in certain instances. Nevertheless the teacher profession is so flexible that may open for everybody to join even neglecting the criteria as set before. Outside the various excesses, the research traditions consider teaching as a central position in educational life. At least in formal education, daily instructional practices in the classrooms are determinants for success in education. This paper presents the research territories covering such teacher professionalism in the area of curriculum implementation, grouping children, and teacher behaviour as taken place in the classrooms. Keywords: teacher professionalism, research tradition, instruction Apakah menjadi profesional mencerminkan profesionalisme? Bergantung pada konteks, aneka konsep menghasilkan banyak gambaran dengan peluang bermakna jamak. Dalam dunia olahraga, para profesional menunjukkan tingkat kompetitif keterampilan yang berbeda dengan para amatiran. Dalam bidang musik, para profesional memiliki keterampilan yang memampukannya tampil melebih yang amatiran. Dalam bidang bisnis, profesional kerap diidentikan dengan ―keberhasilan‖ atau sekurang-kurangnya mengacu pada perilaku yang diharapkan dari orang tertentu dalam pekerjaan atau jabatan khusus. Dalam kancah pendidikan, menjadi seorang guru kelas tidak selalu berhubungan dengan dengan profesionalisasi. Acapkali guru dipandankan dengan para profesional lain tetapi ada pula pendapat yang menganggap ―siapa saja dapat mengajar‖ (Tichenor & Tichenor, 2005). Ciri-ciri keprofesionalan bidang pendidikan yang lazim di tanahair sampai saat ini terbuka pada sejumlah gagasan. Salah satu gagasan vokal yang sejak sekitar empat dekade terakhir dijadikan acuan yaitu yang pernah ditulis oleh Raka Joni (2008) berikut. Pertama, dilakukan dan diakui oleh masyarakat, layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. Ketentuan layanan bidang pendidikan sudah tidak perlu dipersoalkan lagi, akan tetapi tidak demikian halnya dengan keunikan kualifikasi pemangkupemangku jabatannya; mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat ditemukan tenaga kependidikan yang sebenarnya tidak menunjukkan kualifikasi yang unik sebagai tenaga kependidikan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xvi ISSN 2502-8723 Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Profesi kedokteran misalnya, dapat menyebutkan sejumlah bidang ilmu yang mendasari teknik serta prosedur kedokteran seperti anatomi, bakteriologi, biokimia, patologi, farmakologi. Namun bagi profesi pendidikan atau katakanlah keguruan, bidang-bidang ilmu penyangganya tidaklah sejelas itu. Bahkan masih cukup banyak pihak yang berpendapat bahwa untuk menjadi guru cukup asal menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan demikian masalah pokok dalam hal ini adalah: perlukah seorang guru secara sengaja belajar teknik serta prosedur mengajar? Bidang-bidang ilmu mana sajakah yang merupakan landasan bagi teknik serta prosedur mengajar yang dimaksud? Ketiga, diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang dapat melaksanakan pekerjaan profesional. Terhadapnya seperangkat teknik dan prosedur yang dilandasi oleh sejumlah bidang ilmu memang logis mempersyaratkan ―pre-service.‖ Kalau kita perhatikan sejarah perkembangan sistem persekolahan, di Indonesia atau di negara lain, memang pada mulanya para guru yang mengajar bukanlah hasil didikan melainkan hasil ambilan saja: serdadu Belanda atau veteran perang saudara di Amerika Serikat dan sebagainya. Kini keadaan memang telah berubah meski telah tersirat dalam sejumlah kebijakan, belum tercapai tingkatan profesionalisasi yang dikehendaki di pihak lembaga pendidikan guru yang ada, tetapi juga masih cukup banyak praktisi yang ada tanpa melalui pendidikan guru. Bahkan, saking kurangnya persediaan, pemerintah sendiri melakukan pengadaan guru secara darurat. Keempat, dimilikinya mekanisme untuk menjaring sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja. Sebagaimana diutarakan, bidang inilah yang menunjukkan kelemahan paling menonjol dalam profesi keguruan di negara kita. Kelima, dimilikinya organisasi profesional yang di samping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan luar kelompok, terutama berfungsi untuk bukan hanya menjaga akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat termasuk tindak tanduk etis profesional para anggotanya. Bidang inipun menunjukkan kelemahan yang menonjol di negara kita; organisasi tenaga kependidikan yang telah ada belum sepenuhnya berfungsi sebagai suatu organisasi profesi sebagaimana yang belakangan ini lazimnya dikonsepsikan. Apakah yang demikian dalam pendidikan merupakan profesi di negara kita? Apabila kita hanya mencoba menerapkan kriteria di atas terhadap keadaan setting pendidikan di sini, maka jawabannya adalah jelas: pendidikan belum merupakan suatu profesi. Sebaliknya apabila kita mencoba menyelami kebutuhan masyarakat, penanganan usaha pendidikan, mulai dari perencanaannya sampai dengan implementasinya dari hari ke hari, jelas mempersyaratkan tenagaFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xvii ISSN 2502-8723 tenaga profesional. Penyiapan para pemuda untuk mempersiapkan peranannya di masyarakat melalui sistem magang (anak petani ikut ayah ke sawah; anak nelayan ikut ayah ke laut) jelas sudah tidak memadai lagi di abad 21 ini. Penyiapan manusia di hari esok, sebagaimana hal ini telah dilukiskan, jelas membutuhkan tenaga-tenaga kependidikan yang benar-benar memiliki ―informed responsiveness‖ terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di waktu-waktu yang akan datang. Hanya pendidik macam inilah yang memiliki peluang untuk menyajikan pengalaman belajar yang bermakna bagi para siswa sehingga mereka sekaligus menghayati kebebasan dan tanggung jawab karena mereka diberi kesempatan menghayati peranannya dalam menyongsong hari esok. Profesi guru menempati posisi integral dalam proses homonisasi dan humanisasi insani. Driyarkara (2006) menjelaskan sebagai berikut. Hominisasi merupakan proses pemanusiaan secara umum, yakni memasukkan manusia dalam lingkup hidup manusiawi secara minimal. Berbeda dari binatang, manusia tidak dengan sendirinya bersifat manusiawi sesudah kelahirannya. Itulah arti pentingnya pendidikan. Namun, sesudah masuk dalam lingkup manusiawi dengan memenuhi kodratnya yang niscaya, pendidikan selanjutnya memanusiakan makhluk kecil itu secara khusus dalam proses humanisasi. Humanisasi, menurut Driyarkara, adalah proses yang lebih jauh, kelanjutan dari hominisasi. Dalam proses ini, manusia bisa meraih perkembangan yang lebih tinggi, seperti tampak dalam kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan. Pendidikan membutuhkan integrasi dari pendidik, begitu juga di zaman ini. Tanpa integrasi orang tidak mungkin menjadi pendidik. Terlepas dari berbagai artikulasi pemaknaan dan pembedahan profesi dan profesionalisme guru, yang pasti, pekerjaan guru diperlukan dan diakui sekurang-kurangnya di lingkungan pendidikan formal dari jenjang paling dasar sampai pada perguruan tinggi. Tradisi penelitian pendidikan telah mewariskan bukti kuat dan pengembangan praktek profesi guru yang pantas bagi dunia pendidikan. TRADISI DALAM PENELITIAN PEMBELAJARAN Dalam konteks yang paling sempit, penelitian tentang profesi guru menukik pada pembelajaran berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan pada jenjang kelas. Penelitian dengan pendekatan input-output umumnya kurang memperhatikan aspek proses yang terjadi di kelas. Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan makro juga diperlukan memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus secara luas pada institusi sekolah yang berkenan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xviii ISSN 2502-8723 individu-individu yang terlihat di sekolah baik guru, siswa dan kepala sekolah serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain (Creemers & Kyriakides, 2015; Stewart et al, 2015; Kennedy, 2016). Jenis studi yang banyak mengkaji keberadaan sekolah pada tingkat mikro adalah studi mengenai keefektifan sekolah, yang melihat faktor masukan, proses dan keluaran atau dampak sekolah secara keseluruhan serta bagaimana hubungan yang terjadi antara input dengan proses dan proses dengan output atau outcome sekolah. Salah satu objek penelitian keefektifan sekolah adalah ruang kelas. Kelas sebagai unit terkecil dari sekolah merupakan poros bagi roda pendidikan karena di situ merupakan tempat sentral kegiatan belajar mengajar. Sejumlah penelitian baik berskala nasional maupun internasional menemukan keefektifan pendidikan terutama berkaitan dengan proses pengajaran yang berlangsung di kelas. Penelitian tentang pembelajaran pun banyak mengambil objek di kelas. Menurut Creemers (1994), penelitian terhadap pembelajaran berhubungan dengan aspekaspek pendidikan pada level kelas. Aspek-aspek tersebut adalah Curricula (kurikulum), Classroom grouping (pengelompokan kelas) dan Teacher Behaviour (perilaku guru). Wake dan Bunn (2016) menegaskan bahwa ketiga aspek tersebut adalah variabel penting yang menentukan keefektifan pendidikan pada level kelas. Dalam penelitian pembelajaran, sejumlah tradisi dijadikan patokan. Tradisi ini bukan hanya memprihatinkan pada bagaimana penelitian itu dilakukan (proses atau produk) tetapi juga isu-isu dominan dalam pengajaran. Misalnya, pada satu periode penelitian berfokus pada kurikulum dan buku-teks, pada periode yang lain berfokus pada pengelompokan kelas, dan pada yang lain lagi mengenai implementasi kurikulum. Bahkan sering penelitian baru muncul sebagai reaksi terhadap hasil penelitian sebelumnya. Pembahasan berikut akan memaparkan tinjauan singkat mengenai sejarah tiga tradisi penelitian dan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari tiga tradisi tersebut. Tinjauan penelitian ini sebagian besar dari Amerika Serikat dan ditambah dengan pendekatan empiris dari Eropa, pendekatan hermeneutik dan fenomenologi dari Jerman, Belanda dengan kombinasi Eropa dan pendekatan konstruktivis dari Rusia dan Inggris dengan tradisi kualitatif-sosiologisnya yang kental. Tradisi Dalam Penelitian Kurikulum Pemakaian istilah kurikulum dari waktu ke waktu berbeda-beda dalam dunia pendidikan, terutama di negara-negara Eropa. Taba (1962) menyatakan bahwa kurikulum adalah dokumen perencanaan pengajaran yang terdiri atas proses pendiagnosisan kebutuhan, perumusan tujuan, penyeleksian isi, pengorganisasian isi, penyeleksian pengalaman belajar, dan penentuan evaluasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xix ISSN 2502-8723 dan alatnya. Ada tiga tahap penggunaan istilah kurikulum (Creemers, 1994): (1) pada mulanya kurikulum merupakan dokumen sekolah yang berisi informasi tentang jadwal pelajaran, tujuan, sasaran, dan metode, (2) selanjutnya istilah kurikulum dipakai untuk buku-teks, (3) dewasa ini kurikulum memuat dua dokumen utama di sekolah yaitu rencana pekerjaan sekolah (the school working plan) yang berisi informasi dalam kurikulum (tujuan, sasaran dan metode), dan rencana kegiatan sekolah (the school activity plan) yang berisi informasi tentang cara sekolah mencapai tujuannya. Tetapi Creemers sendiri menggunakan istilah kurikulum sebagai representasi dari bahan-bahan yang digunakan oleh guru dan siswa dan proses pembelajaran di kelas. Ada beberapa hasil penelitian yang perlu dikemukakan yang berkaitan dengan tradisi dalam penelitian kurikulum. Pertama, penelitian perbandingan terhadap kurikulum (misalnya Chall, 1967; dan Mueller, 1964) menunjukkan hasil yang berbeda dalam satu kurikulum yang sama. Kadang-kadang kurikulum menunjukkan hasil yang salah pada anak yang pintar tetapi kurikulum itu berhasil pada anak-anak yang kurang pandai. Hal ini menunjukkan bahwa guru dan kelas bagi setiap siswa itu berbeda sekali, walaupun digunakan kurikulum yang sama. Perbedaan-perbedaan tersebut akibat dari perbedaan karakteristik siswa seperti kemampuan, status-sosio-ekonomi dan jenis kelamin. Situasi seperti ini menimbulkan pertanyaan apakah guru ataukah kurikulum yang membuat perbedaan-perbedaan ini. Sebagai tambahan, penelitian pada perbedaan-perbedaan antara guru yang menggunakan kurikulum ketika dikembangkan materi ―Teacher Proof‖ (Coleman et al., 1966; dan Jencks et al., 1972) menyimpulkan bahwa guru-guru dan sekolah bermasalah. Porter dan Brophy (1988) menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum ―teacherproof‖ sebagai akibat dari rendahnya harapan sekolah dan guru. Kedua, studi yang dilakukan oleh Rand Corporation (Berman dan Mclaughlin, 1978; Hall dan Louck, 1977) dan analisis yang dilakukan oleh Fullan dan Pomfret, (1977) mengangkat faktor-faktor yang menghambat implementasi inovasi pendidikan (program kebijakan pemerintah federal, kurikulum atau buku-teks). Fullan dan Pomfret menyebut sejumlah faktor yang menentukan apakah sebuah inovasi akan diimplementasikan atau tidak. Faktor-faktor tersebut terdiri atas upaya yang diperlukan dalam implementasi (keeksplisitan, kompleksitas, strategi dan dukungan sumber daya) dan konteks inovasi (misalnya pengalaman inovasi, peranan kepala sekolah, hubungan antara anggota team). Ketiga, studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti di Belanda menunjukkan hasil implementasi yang mengejutkan (Creemers, 1994; Kaluge & Creemers, 2005). Mereka menyimpulkan bahwa pelatihan (training) tidak cocok dengan profesi guru. Studi yang dilakukan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xx ISSN 2502-8723 oleh Snippe (1991) menunjukkan bahwa sesi pelatihan dan konsultasi kelas semata menyita waktu pada presentasi. Perbandingan dengan pengaruhnya pada guru yang mengikuti sesi pelatihan tetapi tidak menerima konsultasi kelas, dan konsultasi itu sendiri tidak memiliki pengaruh pada tingkah laku guru. Intervensi terstruktur cenderung menjadikan implementasi positif. Keempat, penelitian terhadap variasi guru memberikan perhatian pada cara mengajar mata pelajaran. Van Batenburg (1988) dalam penelitian terhadap penggunaan bahasa kurikulum, menyimpulkan bahwa pembuat kurikulum memberikan petunjuk imperatif bagi praktek pendidikan. Harskamp (1988) yang meneliti variasi dalam kurikulum matematika menemukan guru yang menggunakan kurikulum tradisional dengan pembelajaran individual menunjukkan sedikit variasi pada presentasi materi, sementara guru yang menggunakan kurikulum yang lebih realistis atau yang lebih relevan dengan menekankan alasan matematis dalam tugas sehari-hari lebih meragamkan materi tetapi kurang pada pengajaran individual. Perbedaan-perbedaan dalam penggunaan ini tergantung pada variasi isi yang terkait (content-related variation) antara tradisional dan kurikulum yang lebih realistik. Bagaimanapun, perbedaan-perbedaan dalam kurikulum tidak menimbulkan perbedaan dalam prestasi. Kelima, penelitian kurikulum Bahasa Inggris pendidikan dasar di Belanda yang dilakukan oleh Edelenbos (1990). Penelitian ini secara spesifik melihat bagaimana Bahasa Inggris diajarkan di pendidikan dasar yang berbeda secara eksplisit. Ada yang menekankan pada pengajaran tata bahasa (grammar) sedangkan yang lain memberi perhatian pada komunikasi (communication) antara siswa. Dalam penelitian ini, sekelompok guru mengikuti kurikulum dengan kaku dan kelompok lain cenderung menuruti pendapat pribadi mereka pada cara bahasa Inggris diajarkan. Tetapi variasi prestasi aktual terbukti lebih rendah pada siswa yang diajar dengan kurikulum berorientasi pada tata bahasa (grammar-oriented curricula) daripada siswa yang berorientasi-ajar pada komunikasi. Data yang dipaparkan di atas tidak mengarah pada kesimpulan bahwa kurikulum sekolah (school curriculum) tidak penting dalam menentukan perolehan kemampuan kognitif siswa. Kyriakides et al (2002) dan Muijis et al (2014) mengungkapkan temuan bahwa variasi antara kurikulum tidak menimbulkan perbedaan yang signifikan dalam prestasi perilaku guru, intensitas penggunaan kurikulum dan semua yang dilakukan oleh guru lebih penting daripada sekedar implementasi kurikulum. Penelitian perbandingan internasional terhadap kurikulum kadang-kadang muncul dalam penelitian pendidikan, mengungkapkan pentingnya kurikulum, ketika kurikulum memberikan tujuan dan isi yang jelas bagi pendidikan pada level kelas. Tetapi bagaimana cara guru FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxi ISSN 2502-8723 menggunakan kurikulum adalah penting (Jones & Jones, 2013). Perspektif yang dipercaya pada implementasi kurikulum hanyalah sebuah ilusi yang tidak memberikan rasa keadilan pada guru yang profesional. Guru tidak hanya semata melaksanakan kurikulum, mereka juga harus membuat keputusan yang independen berdasarkan konteks kelas mereka, anak-anak mereka di dalam kelas, dan pendapat profesional mereka sendiri. Tradisi Dalam Penelitian Pengelompokan di Kelas Pengelompokkan siswa seringkali dilaksanakan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Sebagian besar sistem pendidikan Belanda, terutama pendidikan menengah, berdasarkan perbedaan-perbedaan siswa. Hal ini menyebabkan perbedaanperbedaan pula dalam sistem pendidikan menengah (secondary education) dengan jalur yang terpisah bagi pendidikan kejuruan dan pendidikan umum, dalam 3 jenjang yaitu rendah (lower), menengah (intermediate) dan tinggi (higher). Pada pendidikan dasar (primary education) variasi dalam prosedur pengelompokan dalam kelas (within-class grouping) dapat dijumpai sebagai pelengkap pengajaran secara keseluruhan. Pengelompokkan antara kelas (between-class grouping) sangat tidak umum dilakukan tetapi meningkat di pendidikan dasar, dengan penekanan baru pada kebutuhan siswa. ―Within-class grouping‖ terdiri atas pengelompokkan belajar tertentu (group-based mastery grouping) dan pengajaran individual (individual instruction). ―Between-class ability grouping‖ yang juga dikenal sebagai penjurusan (streaming) atau penjaluran (tracking) dalam pendidikan dasar dan menengah di Inggris sejak lama (Barker-Lunn, 1970). Setelah tahun 1970-an, situasi seperti ini berubah ketika sekolah komprehensif (comprehensive schools) dibangun. Selama itu, sebagian besar bentuk ―between-class ability grouping‖ dianggap sebagai pencemaran kesakralan (Gregory, 1984). Pada masa ini di Inggris baik ―between-class‖ maupun ―within-class grouping‖ tidak dilaksanakan dengan baik sehingga hanya digunakan di sebagian tempat (Kerckhoff, 1986). Di Amerika Serikat, ―tracking‖ hampir masih universal dalam pendidikan menengah dan pendidikan dasar walaupun ada pergerakan ke arah ―de-streaming‖, terutama pada kelas menengah (middle grades) (Slavin, 1987a, 1987b). ―Within-class ability grouping‖ biasa dilakukan dalam pendidikan dasar terutama pada pengajaran membaca. Group-based mastery learning juga dipraktekkan dalam pendidikan dasar dan menengah untuk mengurangi jumlahnya. Penelitian literatur tentang pengelompokkan kelas juga ada baik nasional maupun internasional. Seperti halnya penelitian perbandingan terhadap kurikulum, implementasi pengelompokkan berbeda-beda bentuknya, baik pada mata pelajaran maupun cara guru mengaplikasikan pengelompokkan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxii ISSN 2502-8723 Dalam hal mata pelajaran (school subjects), Reezigt dan Weide (1989) menemukan perbedaan yang besar antara bahasa dan matematika misalnya 43% guru menggunakan pengajaran seluruh kelas (whole-class instruction) untuk bahasa dan 13% untuk matematika, mastery learning digunakan oleh 19% guru untuk bahasa dan 31% untuk matematika. Baik Reezigt et al. (1986) maupun Wolbert et al. (1986) menyimpulkan bahwa prosedur pengelompokkan seringkali tergantung pada kurikulum yang digunakan guru, dan sejauh mana guru dapat mengadopsi pengajaran pada kebutuhan individual di kelas tergantung beberapa faktor: (1) tersedianya materi pengajaran dan kemungkinan perbedaan (2) kemungkinan bagi pengelompokkan siswa dalam ruangan terpisah dalam ruang kelas, dan (3) kapasitas guru untuk mengevaluasi siswa (Janssens, 1986). Perilaku guru dan kapasitas guru membawa dampak yang diharapkan dari pengelompokkan seperti yang ditunjukkan oleh munculnya ―prosedur pengelompokkan campuran‖ (mixed-grouping procedures) dan faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi implementasi pengelompokkan. Penelitian terhadap pengelompokkan seperti halnya penelitian terhadap kurikulum, berangkat dari penelitian dampak yang dihubungkan dengan debat emosional tentang manfaat dan kerugian dari prosedur pengelompokkan tertentu, ke penelitian terhadap komponen-komponen pengelompokkan yang berhubungan dengan prestasi pada kelompokkan siswa yang berbeda. Penelitian Perilaku Guru Penelitian terhadap guru merupakan isu yang penting dalam penelitian pendidikan. Hal ini disebabkan karena guru merupakan salah satu unsur utama dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu, peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan di antara murid-murid suatu kelas‖ Karakteristik tersebut didasarkan pada penelitian tentang pengajaran dan keefektifan sekolah. Yang perlu dipahami adalah bahwa yang dikemukakan itu bukanlah satu-satunya pilihan yang didasarkan kepada bukti empiris dan teoritis. Getzels dan Jackson (1963) memulai penelitian terhadap guru dengan memfokuskan pada kepribadian dan karakteristik guru. Mereka mereviu 800 penelitian yang dipublikasikan setelah tahun 1950 yang berkaitan dengan domain guru seperti sikap, nilai, kepentingan, kebutuhan, faktor kepribadian, hasil penggunaan teknik proyektif, kognitif dan sebagainya. Tetapi menurut pendapat mereka, penelitian terhadap kepribadian dan karakteristik guru tidak bisa dihubungkan dengan penelitian tentang keefektifan guru (teacher effectiveness). Selain Getzels dan Jackson, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxiii ISSN 2502-8723 Borich (1988) juga meneliti tentang kepribadian dan karakteristik guru dengan mempublikasikan sejumlah karakteristik guru yang telah diteliti secara umum. Adapun karakteristik tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik Guru Yang Umum Diteliti Personality Permissiveness Dogmatism Authoritarianism AchievementMotivation Introversionextraversion Abstractnessconcreteness Directnessindirectness Locus of control Anxiety 1. general 2. teaching Attitude Motivation to teach Attitude towards children Attitude towards teaching Attitude towards authority Attitude towards self (Self-concept) Attitude towards subject taught Vocational interest Experience Aptitude/achievement Years of teaching experience Experience in subject taught Workshop attended Graduate courses taken Degrees held Professional papers written National teacher exam Graduate record exam Scholastic aptitude test (Verbal & quantitative) Special ability test (e.g. reasoning ability, verbal fluency) Grade point average 1. Overall 2. In major subject Professional recommendations Students evaluation of teaching effectiveness Student teaching evaluations Sumber : Borich, 1988. Kritik terhadap penelitian kepribadian dan karakteristik guru kemudian bermunculan. Creemers (1994) mengatakan bahwa penelitian seperti ini sudah terlalu jauh menyimpang dari kegiatan aktual dalam kelas sehingga tidak bisa menjadi prediktor yang baik bagi perilaku guru dalam kelas. Oleh karena itu, menurutnya diperlukan penelitian keefektifan guru yang mengarah pada peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Kemudian muncul paradigma baru mendominasi penelitian selama beberapa dekade yaitu ―process-product paradigm‖ (paradigma proses-produk) yang juga dikenal sebagai paradigma kriteria keefektifan (criterion for effectiveness paradigm) sejak tujuh dasawarsa lalu (Gage, 1963). Pendekatan ini mencari proses (perilaku guru seperti guru mengajar, teknik dan strategi) yang menyebabkan produk pendidikan berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Tetapi paradigma proses-produk dikritik oleh beberapa ahli. Misalnya, Doyle (1986) menyatakan bahwa paradigma berdasarkan hanya pada dua kelompok variabel (produk) : variabel guru (proses) dan variabel output (produk), tanpa memperhatikan hal lain yang muncul pada perilaku siswa. Misalnya alat-alat yang digunakan dalam kelas seperti kurikulum. Dengan membuat paradigma alternatif yang disebut dengan ―Mediating Paradigm‖ yang mencoba menghubungkan atau mempertemukan paradigma proses-produk, menekankan pada proses intermediasi antara mengajar dan belajar, ekologi kelas dan menemukan alasan mengapa siswa belajar. Jadi Doyle lebih condong pada pendekatan empiris (empirical approach). Kritik juga datang dari pendekatan kualitatif terhadap pendekatan empiris kuantitatif. Guba (1978) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxiv ISSN 2502-8723 menyatakan bahwa pendekatan kuantitatif tidak memberikan cukup informasi tentang kekayaan pendidikan dalam kelas. Kritik yang tak kalah menariknya dari penelitian Clark dan Yinger (1979), Shavelson (1983), dan Shulman (1986) yang berfokus pada penelitian perilaku yang tidak langsung dapat diobservasi yang berhubungan dengan faktor-faktor tersembunyi seperti pikiran dan keputusan. Penelitian mereka menggunakan pendekatan kognitif (cognitive approach) pada pengajaran, pikiran, proses kognitif dan membuat keputusan. Menurut Winne (1987) proses kognitif guru dan siswa merupakan ―kotak hitam‖ (black box) dalam proses penelitian produk. Menurutnya dalam metodologi mediasi kognitif, variabel proses tidak penting tetapi yang lebih penting adalah proses kognitif dari siswa. Perseteruan antar paradigma meningkat selama beberapa dekade terakhir. Akan lebih berguna apabila membiarkan perseturuan tersebut menkristal dan mengecek teori dan metodologi ide dan pandangan dari perseteruan tersebut. Tradisi yang tidak valid akan tenggelam atau hilang seperti halnya penelitian pada kepribadian dan karakteristik guru. Perkembangan wawasan selama dekade terakhir sedang terjadi dan membuahkan gagasan yang lebih komprehensif (Kyriakides, 2005; Creemers & Kyriakides, 2015) untuk membuktikan betapa penting dan saling berkaitan antara perilaku guru, pengelompokan peserta didik dan kurikulum. Ketiga aspek tersebut tidak terlepas dari konteks sekolah yang berciri multilevel serta tersubordinasi terhadap profesionalisme guru. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxv ISSN 2502-8723 Prosedur pengelompokan Belajar tuntas Kemampuan pengelompokan Belajar kooperatif Tergantung pada : Materi yang berbeda Evaluasi Kurikulum Umpan-balik Keluasan Pengajaran korektif tujuan dan isi Kualitas Pengajaran Kurikulum Prosedur pengelompokan Perilaku guru Susunan dan kejelasan isi Pengelolaan yang memadai Evaluasi Umpan-balik Pengajaran korektif Perilaku Guru Manajemen kelas Pekerjaan Harapan yang tinggi Setting tujuan yang jelas Tujuan yang terbatas Penekanan pada kemamampuan dasar Penekanan pada belajar kognitif dan transfer Penyusunan bahan Kesesuaian tujuan dan isi Pengelolaan yang baik Prioritas pengetahuan Kejelasan penyajian Pertanyaan Pemberian pengalaman langsung Evaluasi Pembelajaran Umpan balik Gambar 1 : Kerangka Penelitian Pengajaran korektif FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxvi ISSN 2502-8723 PENUTUP Para peneliti, ahli dan praktisi pendidikan mengalihkan perhatiannya dari satu komponen ke komponen yang lain dalam menyikapi komponen guru dan kurikulum. Kurikulum diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan, jika hanya guru menggunakan materi seperti apa yang mereka inginkan. Pendekatan ini bertujuan untuk mencari kurikulum yang paling efektif walaupun tidak mungkin membuat pernyataan secara empiris tentang kurikulum, waktu, dan penelitian sekali lagi membuktikan bahwa guru bukanlah semata-mata eksekutor. Mereka tidak mengikuti kurikulum tetapi menggunakan kurikulum dengan cara mereka sendiri di dalam mendesain pendidikan di kelas. Oleh karena itu perbedaan di dalam perilaku guru dan prestasi siswa kadang-kadang lebih luas di dalam kurikulum dibandingkan dengan antar kurikulum. Perubahan yang sama terjadi pada penelitian tentang pengaruh pengelompokkan di dalam praktek pendidikan di sekolah. Guru tidak selalu melakukan pengelompokkan sesuai dengan yang diharapkan. Perhatian lebih banyak diberikan sekarang pada komponen-komponen di dalam prosedur pengelompokkan yang memberikan kontribusi pada aneka faktor-faktor kelas lainnya yang mempengaruhi pengelompokkan. Penelitian terhadap pengajaran dikembangkan dari masa di mana kepribadian guru itu menjadi pusat perhatian, penelitian terhadap karakteristik guru yang baik, dan ke karakteristik proses. Penelitian terhadap karakteristik berfokus pada pertanyaan perilaku guru yang mana yang efektif, yaitu yang menimbulkan peningkatan pada pengetahuan dan keterampilan siswa. Perilaku guru yang efektif ini berhubungan dengan komponen yang lain dalam pendidikan di tingkat kelas yaitu kurikulum dan pengelompokkan kelas. Hasil dari berbagai tradisi penelitian menjadi interrelasi dan integrasi bagi perkembangan praktek pendidikan dan teori pendidikan yang memperkuat penjelasan teori dan memperbaiki praktek pendidikan. Tanggung jawab profesional, kompetensi guru dan seluruh perilaku pengajarannya sepertinya menjadi poin yang baik untuk melakukan pembahasan hasil-hasil penelitian saat ini. DAFTAR PUSTAKA Barker-Lunn, J.C. 1970. Streaming in the Primary School. Slough: NFER. Batenburg, Th. A. Van (1988). Een evaluatie van taalmethoden (An Evaluation of language curricula). Groningen: RION. Berman, P., & Mclaughlin, M. 1978. Federal programs Supporting Educational Change; Vol. VIII, Implementing and Sustaining Innovations. Santa Monica, CA: Rand Corporation. Borich, G.D. 1988. Effective Teaching Methods. Columbus, Ohio: Merrill. Chall, J.S. 1967. Learning to Read: The Great Debate. New York: McGraw-Hill. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxvii ISSN 2502-8723 Clark, C.M., & Yinger, R.J. 1979. ‗Teacher thinking‘. In P.L. Peterson and H.J. Walberg (eds), research on Teaching. Berkeley, CA: McCutchan. Coleman, J. S., Campbell, E., Hobson, C., McPartland, J., Mood, A., Weinfeld, F., & York, R. 1966. Equality of Educational Opportunity. Washington, DC: US Government Printing Office. Creemers, B.P.M. 1994. The Effective Classroom. London: Cassell. Creemers, B. & Kyriakides, L. 2005. Establishing links between Educational Effectiveness Research and improvement practices through the development of a dynamic model of educational effectiveness. Paper presented at the 86th Annual Meeting of the American Educational Research Association. Montreal, Canada. Creemers, B. & Kyriakides, L. 2015. Developing, testing, and using theoretical models for promoting quality in education. School Effectiveness and School Improvement, 26(1), 102119. Doyle, W. 1986. ‗Classroom organizational and management‘. In M.C. Wittrock (ed), Handbook of Research on Teaching, 3rd edn, pp. 392-431. New York: Macmillan. Driyarkara, N. 2006. Hominisasi dan Humanisasi. Dalam A. Sudiarja et al. (Eds). Karya Lengkap Driyarkara – essai-esai filsafat pemikir yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsanya. (pp 257-465). Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama. Edelenbos, P. 1990. Leergangen voor Engels in het basisonderwijs vergelekan (A comparison of courses for English in Dutch primary education). Groningen: RION. Fullan, M. & Pomfret, A. 1977. ‗Research on curriculum and instruction implementation‘. Review of Educational Research, 47, 335-97. Gage, N.L. 1963. ‗Paradigms for research on teaching‘. In N.L. Gage (ed). Handbook of Research on Teaching, pp. 94-141. Chicago: Rand McNally. Getzels, J.W., & Jackson, P.W. 1963. ‗The teacher‘s personality and characteristics‘. In N.L. Gage (ed), Handbook of Research on Teaching, pp. 506-82. Chicago: Rand McNally. Gregory, R.P. 1984. ‗Streaming, setting and mixed ability grouping in primary and secondary schools: some research findings‘. Education Studies,10 (3), 209-26. Guba, E.G. 1978. Toward a Methodology of naturalistic Inquiry in Educational Evaluation. Los Angeles: Center for Study of Evaluation. Hall, G., & Louck, S. 1977.‘A developmental model for determining whether the treatment is actually implemented‘. American educational Research Journal, 14, 263-76. Harskamp, E.G. 1988. Rekenmethodern op de proef gesteld (Arithmetic curricula put to the test). Groningen: RION. Janssens, F. J. G. 1986. De evaluatiepraktijken van leerkrachtern (Evaluation practices of teachers). Arnhem: CITO. Jencks, C., Smith, M., Acland, H., Bane, M.J., Cohen, D., Gintis, H.,Heyns, B., & Michelson, S. 1972. Inequality: A Reassessment of the Effects of Family and Schooling in America. New York: Basic Books. Jones, J.L., & Jones, K.A. 2013. Teaching Reflective Practice: Implementation in the TeacherEducation Setting. Teacher Educator, 48(1), 73-85. Kaluge, L., & Creemers, B.P.M. 2005. Teori dan Praktek Keefektifan Pendidikan: kelas, sekolah, dan kebijakan. Surabaya: UNESA Press. Kennedy, M. 2016. Parsing the Practice of Teaching. Journal of Teacher Education, 67 (1), 6-17. Kerckhoff, A.C. 1986. ‗Effects of ability grouping in British secondary schools‘. American Sociological Review, 51, 842-58. Kyriakides, L. 2005. Extending the comprehensive model of educational effectiveness by an empirical investigation. School Effectiveness and School Improvement, 16(2), 103-152. Kyriakides, L., Campbell, R.J., & Christofidou, E. 2002. Generating criteria for measuring teacher effectiveness through a self-evaluation approach: A complementary way of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxviii ISSN 2502-8723 measuring teacher effectiveness. School Effectiveness and School Improvement, 13 (3), 291-325. Mueller, H. 1964. Methoden des Erstleseunterricicths und ihre Ergembnisse (Curricula for beginning reading instruction and their effects). Meisenheim am Glan: Verlag Anton Hain KG. Muijs, D., Kyriakides, L., Werf, G.v.d., Creemers, B., Timperley, H., & Earl, L. 2014. State of the art - teacher effectiveness and professional learning. School Effectiveness and School Improvement, 25(2), 231-256. Porter, A. C. and Brophy, J. (1988). ‗Synthesis of research on good teaching; insights from the work of the Institute fir Research on Teaching ‗. Educational Leadership, 46,74-85. Raka Joni, T. 2008. Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM dan Cakrawala Indonesia. Reezigt. G. J., & Weide, M.G. 1989. Effecten van defferentiatie: resultaten survey-onderzoek (Effects of grouping: a survey study). Groningen: RION. Reezigt. G. J., Dijk, M.H. van, & Bosveld, J. J.F. 1986. Differentiatie op de basisschool (Grouping in primary education). The Hague: SVO. Shavelson, R. J. 1983. ‗Review of research on teachers‘ pedagogical judgments, plans and decisions‘. Elementary School Journal, 83 (4), 392-413. Shulman, L.S. (1986). ‗Paradigms and research programs ini the study of teaching: a contemporary perspective‘. In M. C. Wittrock (ed.) , Handbook of Research on Teaching, 3rd edn, pp. 3-36. New York: Macmillan. Slavin, R. E. 1987a. ‗Mastery learning reconsidered‘. Review of Educational Research, 57 (2), 175-213. Slavin, R. E. 1987b. Cooperative Learning; Theory, Research and Practice. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Snippe, J. (1991). In-service training voor lerkrachten: een studie naar het effect van in-service training op de implementatie can een curriculum en op de leerprestaties (In-service for teachers: a study on the effectiveness of in-service training on the implementation of a curriculum and pupils‘ achievement). Groningen: RION. Stewart, A.R., Scalzo, J.N., Merino, N., & Nilsen, K. 2015. Beyond the Criteria: Evidence of Teacher Learning in a Performance Assessment. Teacher Education Quarterly, 42 (3), 3358. Taba, H. 1962. Curriculum Development, Theory and Practice. New York: Harcourt, Brace and World. Tichenor, M.S., & Tichenor, J.M. 2005. Understanding teachers‘ perspectives on professionalism. Professional Educator, 27(1), 89-95. Wake, D., & Bunn, G. 2016. Teacher Candidate Dispositions: Perspectives of Professional Expectations. Teacher Educator, 51 (1), 33-54. Winne, P. H. 1987. ‗Why process-product research cannot explain process-product findings and a proposed remedy; the cognitive mediational paradigm‘. Teaching and Teacher Education, 3(4), 333-56. Wolbert, R., Schaap, W., & Span, P. 1986. Individualisering en differentiatie in de basisscholl (Individualization and grouping in primary education). The Hague: SVO. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxix ISSN 2502-8723 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ....................................................................................................................... ii Susunan Panitia Penyelenggara ............................................................................................... iii Makalah Utama ...................................................................................................................... iv Daftar Isi .................................................................................................................................. xxvi PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA ANAK USIA DINI DAN SEKOLAH DASAR Ari Metalin Ika Puspita ............................................................................................................ 1 INOVASI DALAM PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ―COCOK‖ BAGI MAHASISWA PGSD SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF Debrine Stefany ........................................................................................................................ 44 PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SDMELALUI DONGENG TANTRIKAMANDAKA Endang Sri Maruti .................................................................................................................... 55 MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Fina Dwi Rosita Dewi .............................................................................................................. 71 PRAKTIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DINI Anisa Fajriana Oktasari ............................................................................................................ 81 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PRE-SERVICE TRAINING BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMA UNTUK CALON GURU PROFESIONAL Eliasanti Agustina .................................................................................................................... 93 PEMBELAJARAN KONSEP VEKTOR DENGAN STRATEGI ELABORASI BAGI MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxx ISSN 2502-8723 Fetty Nuritasari ......................................................................................................................... 104 MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Galuh Kartiko ........................................................................................................................... 116 PENGEMBANGAN MODUL MEMBACA BERBENTUK BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK SISWA KELAS V Adipta ....................................................................................................................................... 132 PEMIKIRAN FILSAFAT PERENIALISME TENTANG NILAI DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN Marianus Mantovanny Tapung & Sugiyanto ........................................................................... 139 ―CHEMISTRY‖ ENGLISH PROGRAM AT RAMAPATI RADIO STATION FOR THE STUDENT‘S SPEAKING SKILL IMPROVEMENT Ninik Suryatiningsih ................................................................................................................ 153 BACAAN ANAK SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MENYIAPKAN PESERTA DIDIK BERKARAKTER Nur Samsiyah ........................................................................................................................... 173 PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA Rissa Prima Kurniawati, S.Pd., M.Pd ...................................................................................... 185 PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA MANIPULATY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Yoggy Febriawan, Subanji, Syamsul Hadi .............................................................................. 195 PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN CNC PU3A MILLING SISTEM FANUC TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG Riana Nurmalasari .................................................................................................................... 207 IMPROVING STUDENTS‘ READING COMPREHENSION USING QUESTION FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxxi ISSN 2502-8723 ANSWER RELATIONSHIP (QAR) STRATEGY AT STMIK-STIE ASIA MALANG Tri Wahyuni ............................................................................................................................. 216 PENGUATAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TERBUKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Supriyanto dan Didik Iswahyudi .............................................................................................. 226 PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Ninik Indawati .......................................................................................................................... 243 PENGGUNAAN ANIMASI KOMIK DARI PROGRAM MACROMEDIA FLASH UNTUK MEREDUKSI BURNOUT SISWA DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN AKUNTANSI Nora Yuniar Setyaputri, M.Pd.................................................................................................. 260 PERAN STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN SEBAGAI SISTEM TERBUKA DALAM MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS Wahyu Diana, Syamsul Hadi, Purnomo, Rina Rifqie Mariana ................................................ 267 PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PROYEK Zuhrita Ariefiani, DjokoKustono, SyaadPatmanthara ............................................................. 277 BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI PELAYANAN PRIMA BAGI KONSELOR PROFESIONAL Galang Surya Gumilang ........................................................................................................... 286 KESELARASAN KURIKULUM SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN KEBUTUHAN DU/DI Nurmalita Kurnia Dewi, Muladi, Isnandar, Riana Nurmalasari .............................................. 298 PROFIL KETERIKATAN AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) SISWA SMP DAN MTS YANG BERPRESTASI TINGGI (HIGH-ACHIEVER) Sri Panca Setyawati .................................................................................................................. 307 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA MATERI ELASTISITAS SISWA KELAS X MAN MALANG I Zuhrita Ariefiani, Sabilal Rosyad, Markus Diantoro, Sentot Kusaeri ..................................... FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxxii 317 ISSN 2502-8723 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA Siti halimatus ............................................................................................................................ 326 DESKRIPSI METAKOGNISI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM PEMECAHAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT DENGAN MENGGUNAKAN MAPPING MATHEMATICS Madya Kencana Juhandana & Toto Nusantara ........................................................................ 335 PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MATEMATIKA EKONOMI Ema Surahmi ............................................................................................................................ 352 KONSEP POST-METHOD SEBAGAI ACUAN BAGI FLEKSIBIKITAS GURU DAN DOSEN DALAM PROSES PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM KONTEKS SEKOLAH Adi Surya Irawan ..................................................................................................................... 360 PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF PENGINDERAAN JAUH TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI Fitria Hanim, Sumarmi, Ach. Amirudin .................................................................................. 373 SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN Mety Toding Bua ..................................................................................................................... 384 ANALISIS KEMAMPUAN SISWA DENGAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAHLANGKAH POLYA Tohir Zainuri, Abdur Rahman As‘ari, I Made Sulandra .......................................................... 394 PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN PERCOBAAN SAINS SEDERHANA Veny Iswantiningtyas ............................................................................................................... FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxxiii 404 ISSN 2502-8723 EMPOWERING EFL STUDENTS WITH METACOGNITIVE LANGUAGE LEARNING STRATEGIES: DOES IT WORK? Agus Sholeh ............................................................................................................................. 411 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI Ifa Nurhayati ............................................................................................................................ 420 KERANGKA MAKRO PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI INDONESIA Sujito ........................................................................................................................................ 443 PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERCIRIKAN PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA PADA MATERI PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT UNTUK KELAS X SMK NUR AINI Nur Aini, Indah Hermianty, Toto Nusantara, Abdul Qohar..................................................... 455 PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI KALOR Muhammad Sayyadi, Arif Hidayat, Muhardjito ................................................................. 466 ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERTINGKAT PADA PEMBELAJARAN IPA SMP MATERI INDRA PENGLIHATAN DAN ALAT OPTIK Titik Widyastuti, Markus Diantoro, Munzil............................................................................. 475 PROSES PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA SMK BERBASIS DARING KOMBINASI SEBAGAI PENDAMPING PRAKTIK KERJA LAPANGAN Sri Munarsih, Wartono dan Lia Yuliati .................................................................................... 486 PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN SAINS KELAS IV SDN KEDUNGKANDANG II MALANG Arief Rahman Hakim ............................................................................................................... 492 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF KOLABORATIF SENI TARI SMP Gusyanti ................................................................................................................................... FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxxiv 498 ISSN 2502-8723 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL (SOCIAL SKILLS) SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING Laila nur safitri ......................................................................................................................... 506 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA Yusy Octaviana, Choirul Huda ................................................................................................ 515 PENGARUH SCAFFOLDING PROSEDURAL DIAGRAM V DALAM GROUP INVESTIGATION TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA BERPENGETAHUAN AWAL TINGGI DAN RENDAH Rizki Amelia ........................................................................................................................... 527 MANTRA SU‘I SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Ferdinandus Dy .......................................................................................................................... 537 REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI INVESTASI PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Dian Arief Pradana ..................................................................................................................... FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG xxxv 556 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL DI SEKOLAH DASAR Ari Metalin Ika Puspita Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Abstrak Pembelajaran berbasis kontekstual merupakan proses dari belajar yang menghubungkan konsep yang dipelajari siswa dengan lingkungan terdekat siswa, sehingga menimbulkan sinergi antara penerapan pengetahuan yang telah didapat siswa dengan kehidupan nyata siswa. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pendekatan alamiah pengetahuan yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual di sekolah dasar mampu memberikan penekanan pada siswa tentang penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, pemodelan, informasi, dan data dari berbagai sumber yang mengaitkan dengan lingkungan sekitar siswa. Kata kunci : Pembelajaran kontekstual, sekolah dasar Abstract Contextual-based learning is a learning process that connect the concepts students learning and immediate students environment, it can make synergy between the application of knowledge that has been gained students with real-life students. Contextual learning can be regarded as a learning approach that emphasizes the natural approach to knowledge that will be studied. Contextual learning in primary school can give emphasis to the students about the use of higher-order thinking, knowledge transfer, modeling, information, and data from various sources that relates to the environment students. Key words: Contextual-based learning, primary school pembelajaran. PANDAHULUAN Sedangkan peran siswa Pada usia sekolah dasar masih mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru, berada pada tahap operasional konkret. tanpa diberi kesempatan untuk menggali Pemaknaan dalam materi pembelajaran pada pengetahuan yang mereka temui sendiri. Permasalahan usia ini masih secara utuh. Akan tetapi tersebut akan kenyataan di lapangan peran siswa untuk berakibat siswa kurang kreatif, malas, aktif dalam proses pembelajaran kurang konsumtif, dan pasif . Situasi pembelajaran dimaksimalakan, keterlibatan siswa untuk yang demikian tidak memberi kesempatan memecahkan masalah terbatas. Guru masih kepada memiliki peran dominan sebagai pengatur, kompetensi yang dimiliki. Sehingga untuk pelaksana, mencapai dan penilai di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dalam 36 siswa untuk tujuan mengembangkan pembelajaran yang ISSN 2502-8723 diharapakan cenderung hanya sebagai afektif, kognitif, dan psikomotorik. tulisan semata tanpa hasil yang diperoleh Pembelajaran pada saat pembelajaran. pembelajaran yang berusaha mengaitkan Pemecahan yang adalah untuk konten mata pelajaran dengan situasi dunia permasalahan tersebut adalah melibatkan nyata dan memotivasi siswa mengubungkan siswa secara aktif untuk mengikuti proses pengetahuan pembelajaran. Sehingga guru harus mampu kehidupan mereka sehari-hari (Blancard, mengolah 2001 dan Johnson, 2002). proses merangsang pembelajaran siswa menemukan, sesuai kontekstual untuk dan yang menggali, Untuk memecahkan pendekatan sebuah dalam mewujudkan pembelajaran pembelajaran, pembelajaran dimiliki dengan pembelajaran yang memiliki karakteristik seperti di atas, proses permasalahan yang siswa temukan. Dalam yang making harus menekankan meaningful pada: connection, sangat constructivism, inquiry, critical and creative dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan thinking, learning community, dan using dari proses pembelajaran. Faktor-faktor authentic assessment. yang menjadi dasar agar pembelajaran dikatakan berhasil kualitas beberapa strategi pembelajaran berikut ini pengajar, strategi pembelajaran, penggunaan menempatkan siswa dalam konteks berbasis variasi mengajar, sarana dan prasarana yang Kontekstual. Pembelajaran autentik, yaitu mendukung, bahan pembelajaran, dan teknik pembelajaran yang memungkinkan siswa penilaian yang tepat. Hal yang terpenting belajar dalam konteks sebenarnya, yaitu selain faktor-faktor tersebut yang juga harus kehidupannya diperhatikan adalah penggunaan pendekatan Pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu strategi pembelajaran. Penggunaan pendekatan yang pembelajaran yang berpola pada metode sesuai ilmiah, akan meliputi, Menurut University of Washington, menjadikan pembelajaran bermakna. observasi (daily dilakukan, lives). masalah ditemukan, dirumuskan hipotesis, kemudian Salah satu pendekatan yang sesuai dengan sehari-hari prinsip pembelajaran hipotesis diuji dengan eksperimen, sehingga yang diperoleh kesimpulan. Pembelajaran mengaktifkan siswa adalah pembelajaran berbasis masalah, yakni pembelajaran yang berbasis kontekstual. Pembelajaran berbasis menggunakan masalah-masalah dunia nyata kontekstual membawa kehidupan nyata (real-world) sebagai konteks bagi siswa siswa untuk di dalam Pembelajaran proses pembelajaran. berbasis kontekstual berpikir kritis dan melatih keterampilan problem solving. membantu siswa mengembangkan aspek FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 37 ISSN 2502-8723 Berdasarkan permasalahan di atas memunculkan beberapa pertanyaan: 1. Bagaimana pembelajaran berbasis kontekstual di sekolah dasar? kehidupan Pembelajaran berbasis kontekstual menekankan siswa untuk belajar secara utuh sehingga informasi Langkah pembelajaran berbasis kontekstual pada sekolah dasar Pemaknaan pembelajaran berbasis kontekstual pada anak usia dini dan sekolah dasar. 2. Bagaiamana pembelajaran berbasis kontekstual dapat memberikan pembelajaran bermakna di sekolah dasar? sehari-hari. dan pengetahuan yang siswa temui dapat diserap dengan baik dan bertahan lama. Permasalahan pembelajaran tentang berbasis perlunya kontekstual didasarkan adanya kenyataan yang ditemui di lapangan bahwa sebagian besar siswa sekolah dasar tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman Pembelajaran kontekstual dasar konsep di sekolah belum antara materi dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika anggota dan masyarakat (Trianto:2008). siswa berhadapan dengan situasi baru dalam konsep kehidupan sehari-hari. belajar yang membantu guru mengaitkan Pembelajaran antara materi yang diajarkannya dengan pengetahuan yang hubungan antara dimilikinya dengan pekerjaan penting, (3) belajar mengatur sendiri, (4) kerjasama, (5) berpikir kritis dan kreatif, sehari-hari (Depdiknas:2002). Pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG memelihara individu, (7) penilaian sebenarnya (Johnson:2002). Pada untuk belajar dari pengetahuan yang siswa dihubungkan (6) mencapai standar tinggi, (8) penggunaan berbasis kontekstual mengarahkan siswa dan kontektual hubungan penuh makna, (2) melakukan penerapannya dalam kehidupan mereka dapatkan berbasis mempunyai karakteristik yaitu: (1) membuat situasi dunia nyata siswa dan mendorong membuat praktis atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti penerapan dalam kehidupan mereka sebagai siswa kebutuhan tingkat hafalan dari sekian rentetan topik antara pengetahuan yang dimilikinya dengan adalah menyentuh selama ini siswa terima hanyalah penonjolan dan mendorong siswa membuat hubungan kontekstual peroleh maupun di masyarakat. Pembelajaran yang yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa Pendekatan siswa kehidupan siswa, baik di lingkungan sekolah merupakan konsep belajar yang membantu mengaitkan yang hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, Pembelajaran berbasis kontekstual guru akademik pembelajaran berbasis kontekstual guru dengan 38 ISSN 2502-8723 harus mampu merancang sebuah memecahkan persoalan termasuk pembelajaran yang mampu membekali siswa penampilan atau performance seseorang. untuk antara Semakin pengetahuan seseorang luas dan pengetahuan, materi pembelajaran, serta mendalam, maka akan semakin efektif aplikasi dari pembelajaran yang sudah dalam berpikir, (3) belajar adalah proses diperoleh pemecahan membuat siswa. hubungan Pembelajaran berbasis masalah, sebab kontekstual menekankan pada siswa bahwa memecahkan selama proses pembelajaran, mulai dari awal berkembang secara utuh yang bukan hanya pembelajaran perkembangan intektual akan tetapi juga hingga penilaian, siswa anak mental secara aktif kontekstual adalah belajar bagaimana anak berdasarkan menghadapi persoalan,(4) belajar adalah pengalaman siswa, serta diakhir proses proses pengalaman sendiri yang berkembang pembelajaran siswa dapat secara bertahap dari sederhana menuju yang siswa memecahkan dituntut permasalahan keproduktifan dan menunjukkan kekreatifan emosi. Belajar akan diarahkan mampu membangun pengetahuan utuh, dan masalah dengan secara dengan kompleks. Oleh karena itu belajar tidak melihat hasil pembelajaran yang siswa dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan peroleh. Sehingga harapan dan tujuan akan irama kemampuan siswa. (5) belajar pada pembelajaran hakikatnya adalah menagkap pengetahuan bermakna dapat tercapai.Terdapat beberapa hal yang harus dari dipahami tentang belajar dalam konteks pengetahuan Kontekstual antara lain: (1) belajar bukanlah pengetahuan yang memiliki makna untuk menghafal, kehidupan anak (Sanjaya:2005). akan tetapi proses kenyataan. Oleh yang karena diperoleh itu, adalah mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan Sehubungan dengan hal itu, terdapat pengalaman yang mereka miliki. Oleh beberapa hal yang harus diperhatikan bagi karena itulah, semakin banyak pengalaman setiap maka pendekatan kontekstual akan pengetahuan semakin yang banyak mereka pula guru manakala menggunakan yakni: (1) Siswa peroleh,(2) dalam pembelajaran kontekstual dipandang belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta sebagai individu yang sedang berkembang. yang Kemampuan lepas-lepas.Pengetahuan itu pada belajar seseorang akan dasarnya merupakan organisasi dari semua dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan yang dialami, sehingga dengan pengetahuan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. yang dimiliki akan berpengaruh terhadap Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk pola-pola perilaku manusia, seperti pola kecil, melainkan organisme yang sedang berpikir, berada dalam tahap-tahap perkembangan. pola bertindak, kemampuan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 39 ISSN 2502-8723 Kemampuan belajar akan sangat ditentukan menggunakan media pembelajaran yang oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mampu mereka. Dengan demikian peran guru pembelajaran dengan menyenangkan, (5) bukanlah materi pembelajaran disusun dengan runtut, sebagai instruktur atau menarik siswa mengikuti ‗‘penguasa‘‘ yang memaksakan kehendak, sehingga melainkan guru adalah pembimbing siswa penilaian proses dan hasil pembelajaran agar mereka dapat belajar sesuai dengan untuk mengetahui ketercapaian siswa selama tahap perkembangannya. (2) setiap anak mengikuti pembelajaran. memiliki kecenderungan untuk belajar hal- mudah dipahami siswa, (6) Di dalam pembelajaran berbasis hal kontekstual, komponen menemukan menjadi Langkah pembelajaran inti dari kegiatan pembelajaran. Melalui berbasis proses menemukan sendiri, siswa tidak kontekstual pada sekolah dasar Langkah yang perlu ditempuh guru dalam melaksanakan hanya menghafal konsep-konsep tetapi pembelajaran mereka menemukan sendiri konsep tersebut, mengkonstruk sehingga pembelajaran kontekstual akan pengetahuan siswa dengan menerapkan memberikan kebermaknaan belajar pada prinsip belajar mandiri, (2) melakukan tanya siswa. Nurhadi (2004) menyatakan bahwa jawab untuk menggali pengetahuan siswa kegiatan menemukan sebenarnya adalah tentang suatu topik permasalahan, (3) siswa sebuah diarahkan dalam beberapa langkah, yaitu: (1) merumuskan memecahkan masalah, (4) membuat media masalah, (2) mengumpulkam data melalui pembelajaran untuk mendekatkan siswa observasi, (3) menganalisis dan menyajikan dengan apa yang siswa sedang pelajari, (5) data dalam tulisan, gambar, laporan bagan, refleksi di akhir pertemuan, (6) melakukan tabel penilaian yang sebenarnya dengan berbagai mengkomunikasikan atau menyajikan hasil cara. karya pada pembaca, teman sekelas, atau kontekstual: (1) untuk Menyusun berbasis guru bekerjasama rencana kontekstual: pembelajaran lebih pembelajaran (1) merupakan siklus. dan Siklus karya ini terdiri lainnya, dan dari (4) audiens yang lain. Program Penilaian rencana yang sebenarnya atau authentic assessment merupakan penilaian kegiatan kelas yang dirancang guru, yang (2) langkah-langkah pembelajaran yang kontekstual. Authentic assessment adalah dilakukan oleh guru dan siswa tentang tema proses pengumpulan berbagai data yang bisa yang yang akan dipelajari, (3) tujuan memberikan pembelajaran tentang perkembangan pengalaman belajar yang ingin dicapai, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG (4) 40 digunakan dalam gambaran pembelajaran atau informasi ISSN 2502-8723 siswa. Gambaran perkembangan assessment, dan (5) penilaian dapat pengalaman siswa perlu diketahui guru dimanfaatkan untuk mendiagnosis kesulitan setiap saat agar bisa memastikan benar belajar. tidaknya proses belajar siswa. Dengan Kesimpulan yang dapat diambil dari demikian, penilaian authentic diarahkan penilaian pada proses mengamati, menganalisa, dan kontekstual adalah sebagai patokan guru menafsirkan data yang telah terkumpul untuk ketika atau dalam proses pembelajaran siswa pembelajaran, berlangsung, hasil mengembangkan kompetensi siswa secara pembelajaran. Penilaian hasil pembelajaran utuh. Hal ini akan menentukan keberhasilan disini sebagai dasar untuk menentukan pembelajaran apakah proses pembelajaran yang dilakukan penilaian oleh guru dan siswa berhasil atau tidak. pembelajaran yang ditemui, kemudian guru Guna penilaian juga sebagai acuan untuk merancang pemecahan masalahan yang ada. remedial, jika hasil pembelajaran tidak Pemaknaan sesuai yang diharapkan. kontekstual di sekolah dasar. bukan hanya Istiqomah, menyebutukan autentik berikut: (2009) prinsip-prinsip penilaian kontekstual sebagai mendalam. pembelajaran penilaian berbasis suatu rencana yang mampu selanjutnya. Di dalam guru mampu melihat kesulitan pembelajaran berbasis Penggunaan pembelajaran berbasis mempunyai makna Pembelajaran yang berbasis bukan kontekstual siswa benar-benar didekatkan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui dengan dunia nyata. Siswa melihat materi perkembangan pengalaman belajar siswa, yang dipelajari secara utuh bukan abstrak. (2) penilaian dilakukan secara komprehensif Ketika siswa mengamati, menalar, mencoba, dan seimbang antara penilaian proses dan serta menyimpulkan sendiri sesuatu yang hasil, (3) guru menjadi penilai yang ditemui sendiri, hal tersebut akan membuat konstruktif merefleksikan pengetahuan yang tersimpak di otak akan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa bertahan lama. Hal tersebut akan berbeda menghubungkan apa yang mereka ketahui jika siswa mempelajari sesuatu yang abstrak, dengan berbagai konteks, dan bagimana siswa hanya mempu membayangkan tanpa perkembangan belajar siswa dalam berbagai melihat sendiri apa yang dipelajari, sehingga konteks, (4) penilaian autentik memberikan respon siswa terhadap materi tersebut kesempatan kurang menarik dan tentu dari kurang yang dapat siswa autentik pembelajaran merancang Lailatul dalam (1) pada pada untuk dapat mengembangkan penilaian sendiri atau self menarik tersebut akan membuat assessment dan penilaian sesama atau peer FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 41 ISSN 2502-8723 pengetahuan yang dipelajari siswa tidak filosofis pembelajaran berbasis kontekstual akan bertahan lama. adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar Pembelajaran berbasis kontekstual yang menekankan bahwa belajar tidak hanya akan mampu merangsang siswa untuk sekadar berfikir merekonstruksikan aktif, kreatif, Menurut Johnson kontekstual dan produktif. (2011), pembelajaran merupakan sebuah menghafal, tetapi atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat sistem fakta-fakta atau proposisi yang mereka belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa alami dalam kehidupannya. siswa mampu menyerap pelajaran apabila Pembelajaran dengan pendekatan mereka menangkap makna dalam materi kontekstual melibatkan tujuh komponen akademis yang mereka terima, dan mereka utama, menangkap sekolah makna jika yaitu: Contructivism dalam tugas-tugas (konstruktivisme), Questioning (bertanya), bisa mengaitkan Inquiry (menemukan), Learning community mereka informasi baru dengan pengetahuan dan (masyarakat pengalaman yang sudah mereka miliki (pemodelan), sebelumnya. Hal ini senadadengan pendapat Authentic Center for Occupational Research an sebenarnya). Developmen (CORD) (1999) bahwa belajar pembelajaran yang bermakna itu harus terjadinya saling mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus keterkaitan antara pengetahuan lama siswa diperhatikan ketika akan menerapkannya dengan pengetahuan barunya, siswa harus dalam mengalami sendiri dan membangun konsep pembelajaran baru baiknya. dengan cara pengalaman mengkonsentrasikan baru dengan belajar), Reflection Assessment Modeling (refleksi), (penilaian Setiap yang komponen berbasis pembelajaran tercapai dan utama Kontekstual agar tujuan dengan sebaik- cara mengkonstruksikan pengalaman yang terjadi DAFTAR PUSTAKA di dalam kelas melalui eksplorasi, pencarian Depdiknas. 2002.Pendekatan Kontekstual dan penemuan, menerapkan suatu konsep (Contextual ketika ia melakukan kegiatan pemecahan Learning/CTL). masalah. yang para pembelajarannya Jakarta: Dirjen Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Pendekatan kontekstual merupakan digunakan and Pendidikan Dasar dan Menengah. KESIMPULAN pendekatan Teaching dianjurkan guru di dalam dalam. Teaching and untuk MLC. praktik Komalasari, Kokom. 2014. Pembelajaran Landasan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Learning. Bandung: 42 ISSN 2502-8723 Kontekstual. Bandung: PT Refika Aditama Sanjaya, Wina.2013.Strategi Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group Trianto.2013.Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA dan Anak Usia Awal SD/MI.Jakarta:Prenada Media Group FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 43 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 INOVASI DALAM PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN “COCOK” BAGI MAHASISWA PGSD SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF Debrine Stefany Dosen PGSD STKIP PGRI Sumenep [email protected] Abstrak Dalam dunia pendidikan banyak upaya yang telah dilakukan dan bersifat pembaruan atau inovasi pendidikan terutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah pengembangan model pembelajaran yang mampu memberdayakan semua potensi mahasiswa untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Model pembelajaran merupakan acuan pembelajaran yang disusun secara sistematis berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu. Model pembelajaran yang diterapkan harus sesuai dengan karakteristik mahasiswa sehingga mampu menciptakan lingkungan belajar yang efisien untuk mencapai tujuan pembelajaranModel pembelajaran ―COCOK‖ adalah akronim dari kata cari, orientasi, cek, otentik, dan kesimpulan. Tahap cari, mahasiswa diminta untuk mengumpulkan data atau segala informasi yang dibutuhkan sebagai perolehan pengetahuan. Tahap orientasi, mahasiswa diminta untuk mengkomunikasikan hasil yang telah ditemukan sebagai bahan peninjauan untuk menentukan sikap atau pandangan yang mendasari pikiran terkait dengan materi yang dipelajari. Tahap cek, mahasiswa diminta untuk mencocokkan kembali benar tidaknya informasi yang diperoleh. Tahap otentik, mahasiswa diminta untuk memberikan penilaian yang bersifat faktual sehingga dapat dipercaya. Tahap kesimpulan, mahasiswa diminta untuk mengambil keputusan berdasarkan pada uraian sebelumnya yang telah mereka lakukan atau alami melalui proses berpikir induktif maupun deduktif. Berdasarkan lima tahap pada pengembangan model pembelajaran di atas, diharapkan dosen mampu mengembangkan potensi mahasiswa PGSD untuk melakukan interaksi edukatif antara mahasiswa dengan dosen maupun antarmahasiswa. Interaksi edukatif berpangkal pada konsep komunikasi yang memberitahukan tentang pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau sikap. Hal ini yang menyebabkan seorang dosen harus mampu memberikan inovasi dalam pembelajaran di dalam kelas. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengembangkan sebuah model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mahasiswa untuk menciptakan suatu rangkaian perubahan dalam pertumbuhan watak, pertumbuhan intelek, dan pertumbuhan sosial. Semua itu tercakup dalam suatu proses teknis selama pembelajaran berlangsung. Kata kunci: Model pembelajaran COCOK, Mahasiswa PGSD, Interaksi edukatif pelaksanaan proses pembelajaran. Persoalan Pendahuluan yang banyak terjadi di lapangan adalah Dalam dunia pendidikan banyak upaya yang telah dilakukan dan bersifat pembaruan bagaimana melaksanakan proses atau inovasi pendidikan terutama dalam pembelajaran yang pelaksanaan pembelajaran. Salah satu tugas mahasiswa yang berada di program studi dosen adalah memberikan pembelajaran PGSD sehingga tujuan pembelajaran dapat kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan tercapai secara maksimal. bermakna bagi tertentu atau kompetensi sebagai pedoman FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 44 ISSN 2502-8723 Salah satu inovasi tersebut adalah dilakukan di dalam kelas maupun di luar pengembangan model pembelajaran yang kelas melalui tahapan pembelajaran yang mampu memberdayakan semua potensi disesuaikan mahasiswa untuk menguasai kompetensi pembelajaran ―COCOK‖. yang diharapkan. merupakan Model acuan pembelajaran pembelajaran sintaks model pembelajaran yang TEKS TUBUH (CONTENT) disusun secara sistematis berdasarkan polapola dengan tertentu. A. Pengembangan Model Pembelajaran Model 1. Pendekatan pembelajaran pembelajaran yang diterapkan harus sesuai Pendekatan pembelajaran merupakan dengan karakteristik mahasiswa sehingga cara pandang untuk membelajarkan peserta mampu menciptakan lingkungan belajar didik yang (Akbar, efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berbagai melalui pusat 2013:45). perhatian tertentu Pembelajaran yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan oleh macam referensi yang dosen untuk memberikan fasilitas kepada memfasilitasi dosen untuk memilih dan mahasiswa menerapkan model pembelajaran yang tepat dengan bagi mahasiswa yang diajarkannya. Namun, pengembangan model pembelajaran yang dosen juga bisa mengembangkan model dikembangkan mengacu pada pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan untuk behavioristik, pendekatan kognitivistik, dan membantu persoalan-persoalan yang pendekatan konstruktivistik. menghambat proses agar Pendekatan behavioristik merupakan mahasiswa dapat mencapai tujuan dari cara pandang mengembangkan perilaku pembelajaran yang telah dilakukan. seseorang pembelajaran Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah agar mereka mudah dengan dan dapat belajar terarah. Dalam kekuatan eksternal (Akbar, 2013:45). Perubahan perilaku ini model akan terjadi saat mahasiswa berusaha untuk pembelajaran ―COCOK‖ yang memiliki belajar sehingga pendekatan behavioristik akronim dari kata cari, orientasi, cek, bersifat mekanistik. otentik, dan kesimpulan. Dengan demikian, Aplikasi pendekatan behavioristik model pembelajaran ―COCOK‖ diharapkan dalam pembelajaran ditekankan sebagai bisa membantu dalam inovasi pendidikan aktivitas yang menuntut peserta didik untuk sebagai proses interaksi edukatif antara mengungkapkan kembali pengetahuan yang dosen dengan mahasiswa PGSD sehingga sudah dipelajari (Budiningsih, 2005:30). mahasiswa dapat menguasai kompetensi Jadi, melalui aktivitas pembelajaran yang yang diharapkan melalui pembelajaran yang dilakukan mahasiswa akan mengantarkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 45 ISSN 2502-8723 mereka menuju hasil yang menunjukkan serta terselesaikannya diskusi seluruh tugas belajar yang utuh dan evaluasi yang dalam Kemudian, pendekatan kognitivistik pengembangan antarpeserta Aplikasi menghasilkan kebenaran. merupakan melakukan didik (Amri, 2013:44−45). mahasiswa yang ditandai oleh penyajian materi mampu pembelajaran keterlibatan perilaku pendekatan peserta kognitivistik ditekankan didik pada secara aktif (Budiningsih, 2005:51). Jadi, keterlibatan sehingga perilaku ditentukan oleh kekuatan mahasiswa pengetahuan atau kekuatan pikiran (Akbar, menarik minat mereka agar proses belajar 2013:46). mereka Setiap mahasiswa memiliki sangat penting meningkat, maka dan untuk dosen perlu perilaku yang berbeda-beda dan tentunya mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki mereka dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh pun memiliki seperangkat pengetahuan yang berbeda pula sehingga pendekatan dilakukan kognitivistik dengan pengetahuan dari cara mahasiswa. cenderung Dosen sebaiknya memberikan proses mentransfer belajar pada mahasiswa untuk mencocokkan mahasiswa kepada informasi yang baru mereka temui dengan mahasiswa lainnya. apa Hal ini sejalan dengan implikasi teori yang mahasiswa telah mereka diminta untuk ketahui dan membangun perkembangan kognitif Piaget bahwa di kembali semua informasi secara utuh dan dalam pembelajaran dinyatakan: menyeluruh agar membentuk pengetahuan bahasa dan cara berpikir seseorang berbeda sehingga pendidik mengajar secara individu. Sedangkan, pendekatan dengan konstruktivistik memandang bahwa perilaku yang seseorang bisa berkembang atas kekuatan sesuai dengan cara berpikir schemata yang ada pada dirinya dan peserta didik agar peserta didik kekuatan lingkungan (Akbar, 2013:46). dapat belajar dengan baik dan Mahasiswa akan mengalami melakukan pengalaman belajar kemudian menggunakan bahasa interaksi lingkungannya, dengan suatu mereka kemudian membangun persepsi sehingga persepsi yang mereka diberi peluang supaya mereka bangun akan menentukan perilaku belajar mereka dan schemata yang dimaksud adalah sesuai tahap perkembangannya memiliki dan kesempatan mengungkapkan seperangkat untuk nilai, pengetahuan dan pengalaman mereka yang sebelumnya. Akan pendapat, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 46 ISSN 2502-8723 tetapi, lingkungan yang sangat berpengaruh Dosen karena bersifat dinamis. lagi menyetir pengetahuan mahasiswa namun sebaiknya Hal ini sejalan dengan implikasi teori konstruktivis bukan dalam berikan kemudahan pada mereka untuk pembelajaran mengembangkan pemahaman yang lebih dinyatakan bahwa: tinggi sehingga mahasiswa belajar dengan peserta didik menemukan harus sendiri menggunakan lingkungan di sekitarnya yang dan menyebabkan proses mencipta, yang mereka peroleh secara gambaran internal yang dialami melalui kompleks lingkungan mengecek informasi baru dengan aturan- di dan untuk mentransformasikan informasi untuk memperoleh berpikir sekitar dan mengubah interaksi antarmahasiswa. aturan lama dan merevisinya 2. Model pembelajaran apabila aturan-aturan itu tidak Model pembelajaran memiliki empat lagi sesuai sehingga mereka ciri khusus meliputi rasional teoritik logis mampu memecahkan masalah yang disusun oleh para pencipta atau dan menemukan segala solusi pengembangnya, untuk tentang apa dan bagaimana peserta didik dirinya/menentukan ide-ide berdasarkan informasi belajar, yang diperlukan diperoleh (Trianto, 2009:28). landasan tingkah agar dilaksanakan pemikiran laku mengajar yang model tersebut dapat berhasil, dan dengan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai Aplikasi pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran pembelajaran yang ditekankan bermakna (Amri, 2013:34−35). pada Tidak ada model pembelajaran yang sehingga paling baik, atau model pembelajaran yang peserta didik memiliki pengalaman melalui asimilasi dan pembentukan akomodasi struktur satu lebih baik dari model pembelajaran menuju yang lain (Amri, 2013:3). Karena model kognitifnya pembelajaran yang digunakan merupakan (Budiningsih, 2005:64). Jadi, mahasiswa akan menerima kesempatan sebuah pilihan yang dipilih untuk membantu untuk dosen dalam mencapai tujuan pembelajaran mengembangkan ide-idenya secara luas kemudian mereka menghubungkan yang disesuaikan dengan materi sehingga dan mampu memformulasikan kembali ide-ide yang perkembangan mahasiswa untuk memberdayakan semua dihasilkan untuk membuat kesimpulan yang aspek potensi yang dimiliki mahasiswa. dibutuhkan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG meningkatkan 47 ISSN 2502-8723 Istilah model dapat diartikan sebagai pengembangan yang telah dirancang untuk tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur meneliti prosesnya pada waktu yang sama atau sistematis, serta mengandung pemikiran mulai dari awal hingga akhir pembelajaran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran yang (Prawiradilaga, 2007:33). mahasiswa. Kemudian, desain disajikan oleh dosen kepada model pembelajaran dapat dibangun melalui teori- 3. Prinsip dasar pengembangan model teori belajar, psikologi pada sasaran yang pembelajaran dipilih maupun sistem komunikasi. Model Pembelajaran harus bersifat inovatif dirancang untuk mewakili realitas yang dalam mengembangkan model pembelajaran sesungguhnya, bukan sekedar kerangka yang dikembangkan agar pengembangan konseptual model yang melukiskan mendeskripsikan prosedur pembelajaran tersebut dapat sistematik mengubah perilaku dosen melainkan model pembelajaran memiliki mahasiswa sehingga paradigma makna bersifat konvensional bisa berubah menjadi deskriptif yang dan dan kekinian, serta bermakna prospektif dan berorientasi ke itu, model yang pembelajaran yang inovatif. masa depan (Sagala, 2008:176). Selain maupun Namun, hal itu tidak mudah karena pembelajaran ada beberapa prinsip yang mendasari dalam merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam pembelajaran. belajar antara lain berpusat pada peserta didik; mengorganisasikan pengalaman mengembangkan sebuah model Prinsip-prinsip tersebut, untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berdasarkan masalah; terintegrasi; memiliki fungsi sebagai pedoman bagi berorientasi masyarakat; menawarkan perancang pembelajaran (Trianto, 2007:3). pilihan; Di sisi lain, model pembelajaran merupakan bungkus sistematis; dan berkelanjutan (Yulianto, 2009:6-10). atau bingkai dari Berpusat pada peserta didik berarti penerapan suatu pendekatan, metode, dan mahasiswa sebagai subjek yang diposisikan teknik pembelajaran (Julianto, 2010:1). dalam pusat kegiatan pembelajaran sehingga Oleh model karena pembelajaran itu, pengembangan mencakup mereka suatu pemegang pembelajaran. Namun, sentral kemudi dosen berposisi spektrum yang luas dalam melakukan menjadi motivator, fasilitator, pendukung, aktivitas sehingga dosen diharapkan mampu dan pendamping siswa dalam belajar. membuat desain pembelajaran bagi Selanjutnya, mahasiswa kemudian melakukan kegiatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kemampuan mereka dalam memecahkan masalah merupakan hal 48 ISSN 2502-8723 penting yang bermakna bagi mahasiswa dan motivasi secara konstruktif agar pelaksanaan bukan pembelajaran menjadi bervariasi. sekedar sehingga teori akumulasi yang pengetahuan dapat Desain umum pembelajaran harus dalam dapat direalisasikan secara sistematis berarti menyikapi masalah secara fleksibel. Hal ini kegiatan pembelajaran dimulai dari kegiatan yang dikatakan berdasarkan masalah. perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan mengembangkan diperoleh kemampuan Kemudian, penggunaan pendekatan yang terakhir penilaian. Akan tetapi, desain terintegrasi memiliki peran sentral dalam pembelajaran yang dirancang secara inovatif perkembangan dan dapat direalisasikan secara berkelanjutan dapat sesuai dengan tingkat kematangan kognitif, emosional intelektual, mahasiswa sosial, sehingga menunjang keberhasilan dalam mempelajari afektif, semua bidang studi. mahasiswa dapat mengembangkan seluruh Lalu, mahasiswa dikondisikan agar dapat mengimplementasikan apa dan psikomotorik sehingga potensinya untuk mencapai kompetensi yang yang ingin dicapai secara optimal. dipelajari di dalam kelas ke dalam konteks Di samping itu, pengembangan masyarakat atau sebaliknya untuk dijadikan model pembelajaran yang dibuat harus bahan diskusi saat pembelajaran sehingga memiliki prosedur bersifat sistematis, hasil mahasiswa terbiasa untuk memecahkan belajar diterapkan secara khusus, penetapan masalah-masalah di lingkungan secara khusus, memiliki ukuran kehidupan mereka sehari-hari dengan kata keberhasilan tertentu sehingga peserta didik lain berorientasi masyarakat. melakukan interaksi dan bereaksi dengan Namun, aktual yang ada pembelajaran tidak lingkungan (Iru dan Arihi, 2012:8). dirancang dan direalisasikan berdasarkan Dengan demikian, keinginan dosen saja melainkan dosen juga model harus bagi terhadap mahasiswa maupun dosen yang macam menghasilkan sintaks pembelajaran dengan karakteristik dari segi potensi akademik, cara menyesuaikan pada sistem sosial gaya belajar, kecepatan belajar, kemampuan maupun sistem pendukung lainnya. memberikan mahasiswa dengan kesempatan berbagai pembelajaran pengembangan dirancang fokus berkomunikasi, kondisi daerah, serta status sosial mereka sehingga B. Model Pembelajaran “COCOK” mahasiswa ditawarkan banyak pilihan sesuai dengan 1. Sintaks model pembelajaran karakteristik dan kebutuhan belajarnya dan Nama pembelajaran ―COCOK‖ diambil dari singkatan kata kunci dosen harus mampu memberikan arahan dan pada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG model 49 sintaks pembelajaran yang akan ISSN 2502-8723 digunakan, yaitu cari, orientasi, cek, otentik, Dalam proses ini tentunya ada dan kesimpulan. Model ini dirancang untuk kesinambungan antarpertemuan tatap muka mahasiswa agar mereka melakukan interaksi dalam pembelajaran sebelumnya dengan edukatif antara mahasiswa dengan dosen yang akan dilakukan karena proses sintaks maupun antarmahasiswa. ini harus mahasiswa lakukan sebelum masuk Model ―COCOK‖ ini didasarkan pada pertemuan selanjutnya sehingga pada pada interaksi edukatif yang berpangkal pertemuan selanjutnya dosen menerima pada yang segala data/informasi yang telah disiapkan pengetahuan, oleh mahasiswa untuk menjawab tugas- konsep memberitahukan komunikasi tentang keterampilan, dan nilai atau sikap. ―COCOK‖ b. Orientasi diharapkan mampu memberikan inovasi Sintaks Pengembangan model tugas mereka pada sintaks berikutnya. ini bertujuan dalam pembelajaran di dalam kelas dan mengkomunikasikan dapat diterapkan pada mahasiswa untuk ditemukan oleh mahasiswa sebagai bahan menciptakan suatu rangkaian perubahan peninjauan dalam menentukan sikap atau dalam pertumbuhan watak, pertumbuhan pandangan yang mendasari pikiran atau intelek, dan pertumbuhan sosial. Semua itu pengetahuan terkait dengan materi yang tercakup dalam suatu proses teknis selama dipelajari. pembelajaran berlangsung. hasil untuk yang telah Pada tahap ini, dosen memberikan Berikut ini adalah kerangka dari kesempatan pada mahasiswa untuk berani setiap sintaks pada model pembelajaran menyampaikan hasil temuannya berdasarkan yang dikembangkan dan terdiri atas lima data yang diperoleh untuk bahan diskusi sintaks yang diuraikan sebagai berikut. sehingga mahasiswa memiliki peluang untuk a. Cari menjadi para ilmuwan yang mampu berpikir Dalam sintaks ini yang dimaksud secara mendalam berdasarkan hasil temuan dengan cari adalah mahasiswa diminta untuk yang akan ditindaklanjuti pada sintaks mengumpulkan data atau segala informasi selanjutnya. yang c. Cek dibutuhkan pengetahuan. Pada sebagai tahap perolehan ini, dosen Sintaks ini bertujuan kembali benar untuk memberikan kesempatan pada mahasiswa mencocokkan untuk menggali informasi yang mereka informasi yang diperoleh oleh mahasiswa. butuhkan untuk mendukung tugas-tugas Pada proses ini terjadilah proses interaksi mereka. edukatif antara mahasiswa dengan dosen FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 50 tidaknya ISSN 2502-8723 sehingga proses pembelajaran dapat melatih mahasiswa tidak hanya mampu dilakukan secara optimal. berkomentar namun Pada sintaks ini, mahasiswa dapat mampu memberikan mengetahui suatu konsep yang sebelumnya otentik. tidak pernah/belum mereka ketahui melalui e. Kesimpulan mahasiswa harus penilaian secara diskusi yang dilakukan, kemudian mereka Sintaks ini merupakan kegiatan akhir dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya bagi mahasiswa untuk mengambil keputusan tidak dapat/belum pernah mereka lakukan berdasarkan pada uraian sebelumnya yang (tingkah laku maupun keterampilan yang telah mereka lakukan atau alami melalui perlu dikembangkan) supaya mahasiswa proses berpikir induktif maupun deduktif. mampu mengkombinasikan pengetahuan- Pada tahap ini, dosen mengajak mahasiswa pengetahuan yang mereka peroleh ke dalam untuk membuat kesimpulan dari pengalaman suatu (keterampilan, belajar mereka yang dimulai dari tahap cari, pengetahuan/konsep, maupun sikap/tingkah orientasi, cek, dan otentik yang telah laku) dilakukan pengertian agar baru dipahami/diterapkan sebagai proses belajar. secara klasikal maupun individual. d. Otentik Dalam sintaks ini, mahasiswa 2. Tujuan model pembelajaran diminta untuk memberikan penilaian yang Pengembangan model pembelajaran bersifat faktual sehingga dapat dipercaya. ―COCOK‖ diharapkan memberikan inovasi Pada memberikan dalam pembelajaran di dalam kelas sehingga kesempatan pada mahasiswa untuk saling dosen dapat menerapkan pada mahasiswa memberikan untuk tahap ini, dosen respon/tanggapan apabila menciptakan ditemukan konsep yang salah sehingga perubahan dalam mahasiswa mampu memecahkan masalah pertumbuhan berdasarkan referensi yang dapat dipercaya sosial mereka. suatu rangkaian pertumbuhan intelek, dan watak, pertumbuhan kebenarannya tentunya hal ini tidak bisa Di sisi lain, pengembangan model ini terlepas dari proses penemuan menuju bertujuan untuk efektivitas dan efisien dari penilaian otentik. proses pembelajaran sehingga memotivasi Dalam memberikan penilaian ini mahasiswa untuk lebih aktif sebagai subjek tentunya disiapkan rubrik penilaian sesuai belajar agar mampu melakukan proses dengan interaksi edukatif. materi yang terkait sehingga mahasiswa tetap memiliki acuan/pedoman dalam memberikan penilaian. Hal FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ini 51 ISSN 2502-8723 optimum dan perkembangan intelektualnya C. Karakteristik Mahasiswa PGSD Mahasiswa PGSD pada tahap telah berada pada taraf operasional formal perkembangan berdasarkan psikologis dapat yang ditinjau berpikirnya/nalarnya tinggi. dari segi umur dan segi menyebabkan kemampuan perkembangannya. Dari segi umur, kita dapat melihat bahwa mahasiswa terdiri dari kelompok pemuda dan pemudi D. Proses Interaksi Edukatif yang Interaksi edukatif adalah interaksi memiliki umur 18 sampai 30 tahun (Piaget yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk dalam Ahmadi dan Sholeh, 2005:45). tujuan Dapat kita ketahui bahwa masa umur pendidikan (Sardiman, 2011:1). dan Namun, pengajaran interaksi mahasiswa PGSD mayoritas adalah umur 18 edukatif ini perlu dibedakan sehingga sampai 25 tahun sehingga mereka dapat interaksi edukatif yang dimaksud dalam hal digolongkan pada masa remaja akhir menuju ini masa dewasa awal/madya. pembelajaran yang dilakukan oleh dosen Kemudian, dari segi perkembangan menitikberatkan pada interaksi kepada mahasiswa. dinyatakan bahwa tugas perkembangan pada Di dalam proses interaksi edukatif, usia mahasiswa merupakan pemantapan terjadi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pendirian hidup (Piaget dalam Ahmadi dan untuk memberikan dan mengembangkan Sholeh, 2005:45). motivasi agar proses belajar yang dilakukan Jika kita telaah kembali, mahasiswa dapat terlaksana secara optimal. PGSD harus memiliki pendirian hidup Tugas dosen dalam melakukan sehingga bisa membuat acuan/pedoman interaksi edukatif adalah mempermudah dan untuk mendidik calon siswa SD nantinya memotivasi mahasiswa selama kegiatan dan menyiapkan diri dengan berbagai pembelajaran, macam keterampilan, serta kemampuan membimbing mahasiswa untuk mencapai yang tujuan yang ditentukan. dibutuhkan untuk merealisasikan pendirian hidup yang mereka pilih untuk serta memfasilitasi dan Sedangkan tugas mahasiswa adalah masa depannya. subjek belajar, mengembangkan potensi dan Namun, tercapainya pendirian hidup kreativitas yang dimiliki sehingga menjadi para mahasiswa ini sangatlah dipengaruhi komponen yang utuh sebagai manusia aktif oleh faktor-faktor sosiokultural. Diharapkan dan kreatif yang bermoral baik tentunya. mahasiswa PGSD memiliki sikap hidup Adapun ciri-ciri interaksi edukatif yang lebih realistis. Selain itu, pada usia harus mahasiswa juga berada dalam vitalitas penggarapan materi yang khusus, pendidik FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 52 memiliki tujuan, prosedur, ISSN 2502-8723 sebagai pembimbing, dibutuhkan ditentukan dalam proses pembelajaran yang kedisiplinan, dan ada batasan waktu (Suardi harus ditempuh. dalam Sardiman, 2011:15-18). Di sisi lain, proses interaksi edukatif Di dalam interaksi edukatif harus yang paling mendasar dapat dilakukan oleh memiliki tujuan berarti dosen membantu pendidik terhadap peserta didik adalah mahasiswa untuk mencapai perkembangan adanya senyum dari pendidik di dalam kelas tertentu yang membuat mahasiswa harus dan keteladanan yang diberikan pada peserta sadar dan dosen menjadikan mahasiswa didik (Suyanto dan Jihad, 2013:99-100). sebagai pusat perhatian. Kemudian, dosen menyiapkan desain pembelajaran Senyum yang muncul dari dosen dan agar tulus diberikan pada mahasiswa akan tujuan yang ditentukan dapat tercapai namun menyentuh hati para mahasiswa karena desain melalui pembelajaran tersebut harus sistematis. Materi senyum dapat mengisyaratkan ekspresi cinta kasih dari dosen dan tentunya yang diberikan kepada memberikan sumber kekuatan bagi mahasiswa juga harus sesuai dengan desain mahasiswa untuk menyukai dosen mata pembelajaran yang telah dirancang dosen kuliah tertentu agar setiap materi yang sehingga aktivitas mahasiswa sebagai syarat diberikan mampu diserap dengan baik utama dalam proses interaksi edukatif dan sehingga mahasiswa dapat mengungkapkan peran mahasiswa harus lebih aktif. Pada saat pendapatnya tanpa rasa takut. pembelajaran dosen Selain itu, dosen jangan sekedar membimbing untuk memberikan motivasi menyuruh saja pada mahasiswa tetapi harus dan nuansa pembelajaran yang kondusif memberi teladan yang baik agar mahasiswa bagi mahasiswa di dalam kelas. lebih termotivasi untuk menjadi subjek Proses memerlukan antara berlangsung, interaksi edukatif kedisiplinan mahasiswa dan untuk dosen juga belajar dalam kegiatan pembelajaran. ditaati Dengan demikian, penulisan artikel sebagai konseptual ini diharapkan mampu kesepakatan agar kegiatan pembelajaran melengkapi kajian mengenai pengembangan yang telah dirancang dapat terlaksana model pembelajaran bersifat inovasi dalam dengan baik dan lancar. Jika salah satu pihak pembelajaran ada yang melanggar kesepakatan yang diterapkan/diujicobakan oleh dosen pada dibuat, maka kegiatan pembelajaran menjadi mahasiswa sebagai upaya memperbaiki terhambat. memengaruhi Faktor yang dapat inilah yang akan praktik-praktik pembelajaran menjadi lebih penggunaan waktu yang efektif FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 53 dan efisien sehingga kualitas ISSN 2502-8723 pembelajaran dan hasil belajar mahasiswa Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. meningkat. Selain itu, pengembangan model Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. pembelajaran ―COCOK‖ dapat dijadikan motivasi untuk mengaktifkan mahasiswa Suyanto dan Jihad, Asep. 2013. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Esensi Erlangga Group. agar mengalami proses interaksi edukatif sebagai inovasi pembelajaran yang lebih baik dan bermakna. REFERENSI Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Ahmadi, Abu dan Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Akbar, Sa‘dun. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Yulianto, Bambang dkk. 2009. Model Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Surabaya: Unesa University Press. Julianto. 2010. Kajian Teori dan Implementasi Model Pembelajaran Terpadu dalam Pembelajaran di Kelas. Surabaya: Unesa University Press. Iru, La dan Arihi, La Ode Safiun. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-model Pembelajaran. Bantul: Multi Presindo. Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007. Prinsip Disain Pembelajaran (Instructional Design Principles). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 54 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SD MELALUI DONGENG TANTRI KAMANDAKA DALAM PELAJARAN BAHASA JAWA Endang Sri Maruti IKIP PGRI Madiun Email: [email protected] Abstrak Dongeng-dongeng Tantri mengandung banyak simbol dan perlambang. Tingkah laku binatang dalam dongeng tersebut melambangkan perilaku manusia. Simbol dan perlambang itulah yang digunakan pendongeng untuk mengajarkan karakter pada pendengarnya. Dalam hal ini, guru sebagai pendongeng, baik secara langsung maupun tidak langsung ingin mengajarkan karakter pada siswanya melalui penggambaran perilaku binatang dalam dongeng tantri. Dongeng tantri terkenal sebagai dongeng yang ringan, baik alur ceritanya maupun pesan yang ingin disampaikan. Hal ini tentu sangat cocok bila diberikan pada siswa SD yang daya tangkapnya memang masih minim. Tulisan ini akan mengupas karakter dan pesan yang terkandung dalam dongeng tanri kamandaka yang nantinya akan diajarkan pada siswa SD. Kata Kunci: pendidikan karakter, siswa SD, dongeng tantri Dongeng adalah bagian dari salah satu PENDAHULUAN Dongeng berkembang merupakan yang di bagiana tumbuh masyarakat, dari unsur kebudayaan yang sangat penting dan artinya bagi pembentukan dan pembinaan selain watak serta pengaturan ketertiban sosial. kebudayaan masyarakat itu sendiri, juga berfungsi sebagai sarana menyampaikan nilai budaya. tumbuh dan menyebar di yang kalangan generasi selanjutnya. Hal ini karena berbagai rakyat itu sendiri yang pada akhirnya pesan dan amanat yang ingin disampaikan merupakan objek kultural jugam sehingga kepada masyarakat dilakukan dengan cara penduduknya. tidak Karena ia mengandung nilai-nilai, norma- langsung serta diselubingi oleh berbagai hal yang lebih mengasyikkan, norma, pesan, himbauan-himbauan, dan misi sehingga penerima pesan ataupun pendengar tertentu yang biasanya disampaikan secara dongeng dapat menerima pesan tanpa simbolik. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG penuturan pesan dan amanat dari suatu generasi kepada yang rumit dari faktor sosial kultiral cerita oleh bentuk yang cukup efektif dalam menyampaikan rakyat adalah hasil pengaruh timbal balik pedoman suatu masyarakat, dongeng merupakan sarana Dengan kata lain, lahirnya suatu serita dijadikan Sebagai merasakan adanya kebosanan. Pesan yang 55 ISSN 2502-8723 dongeng simbolik terhadap naskah Tantri Kāmandaka meninggalkan kesan yang cukup mendalam menjadi sangat penting dan perlu dilakukan. di benak penerimanya. Apalagi pada siswa Penelitian itu dianggap penting karena selain sekolah dasar, yang notabene segala hal alasan untuk mengungkap simbol-simbol yang diucapkan guru adalah perintah yang dari setiap tokohnya dan untuk memperoleh wajib dilaksanakan. pengetahuan tentang ajaran moral di dalam ditinggalkan melalui Mendongeng media merupakan kebiasaan simbol itu, juga karena ajaran moral inilah yang dilakukan baik secara sambilan (di saat yang mengisi waktu luang) meupun dalam suatu pembinaan moral manusia (pendengar atau kekhususan waktu tertentu, misalnya dalam pembaca) yang saat ini dinilai mengalami pembelajaran reduksi. bahasa Jawa pada materi dongeng. Tanpa disadari, sebenarnya bnayk dapat Telah digunakan banyak sebagai penelitian sarana terhadap sekali manfaat yang dapat diambil dari suatu cerita Tantri dilakukan, dan kebanyakan dongeng , legenda, mitos, dan fabel. dilakukan oleh orang berkebangsaan asing. Misalnya suka Namun penelitian mereka hanya berkutat menolong, keberanian, kejujuran, keteguhan seputar bahasa dan isi dari cerita-cerita hati, kehati-hatian, dan lain sebagainya. Tantri saja. Sampai sekarang belum ada Itulah sebabnya mengapa dongeng perlu penelitian ataupun penulisan tentang amanat diinformasikan kepada anak-anak. dan nilai moral yang disimbolkan melalui tentang kebaikan, rasa Salah satu dongeng hasil karya sastra tokoh binatang dan segala perilakunya. Jawa adalah dongeng tantri. Dongeng- Maka, bisa dikatakan bahwa penelitian ini dongeng Tantri mengandung banyak simbol merupakan lanjutan dan bersifat melengkapi dan perlambang. Tingkah laku binatang sekaligus memperkaya khasanah penelitian dalam dongeng tersebut melambangkan yang perilaku manusia. Pengalaman tokoh-tokoh berhubungan dengan simbol serta makna- dalam dongeng bisa menjadi jawaban atas maknanya. berbagai pertanyaan eksistensial mengenai ada, khusunya Penelitian ini penelitian bertujuan mendeskripsikan Itulah sebabnya, langsung atau tidak, karya dalam sastra juga nantinya akan diajarkan oleh guru SD mengandung sesuatu yang disebut amanat kepada siswanya. Penelitian ini berguna atau moral yang mampu membangkitkan untuk pengalaman estetik manusia (pendengar atau mengembangkan pembaca). Oleh karena itu, penelitian sekaligus memberi pengetahuan guru SD termasuk dongeng Tantri FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 56 Tantri melestarikan, yang untuk diri manusia (pendengar atau pembaca). serat simbol yang terdapat Kāmandaka membina, kebudayaan yang dan Jawa, ISSN 2502-8723 akan nilai-nilai yang bisa diajarkan pada simbol adalah penyatuan dua hal yang luluh naskah dongeng tantri yang bisa ditanamkan menjadi satu. Dalam hal ini ada dua kepada siswanya. pemikiran, yaitu: (1) simbol sebagai suatu KAJIAN PUSTAKA yang imanen, yaitu bersifat dimensi Dalam bab ini akan dibahas tentang horisontal saja, dan (2) simbol dengan kajian teori yang mendasari penelitian ini, di tresenden dan dalam dialog dengan yang antaranya yaitu teori simbolik, simbolik lain dalam karya sastra, nilai-nilai moral dalam bersifat horisontal dan juga vertikal (Daeng, karya sastra, dan terakhir tentang serat 2008:80). ditemukan jawaban kalau simbol Tantri Kāmandaka. Simbol adalah sesuatu yang dapat 1. Teori Simbolik mengekspresikan atau memberikan makna Simbolisme berasal dari kata simbolik, (Maran, 2000:43). Menurutnya banyak yang artinya majas perbandingan yang simbol yang berupa objek-objek fisik yang melukiskan sesuatu dengan benda-benda dan telah memperoleh makna kultural dan sebagainya (Ugafeman dalam Kamidjan, dipergunakan untuk tujuan yang bersifat 2001:23). Jadi, simbolisme ialah aliran yang simbolik ketimbang tujuan instrumennya. melukiskan maksud yang sebenarnya tetapi Hal ini sejalan dengan pemikiran Victor tidak secara berterus terang. Pakar terkenal Turner (1967) yang mengatakan kalau yang sering disitir karena bukunya An Essay simbol itu menampakkan nilai-nilai dan on mengandung banyak arti. Man adalah mengatakan Ernst Manusia syimbolicum. Dia Cassirer sebagai menyebutkan yang animal Dari uraian di atas, dapat diambil bahwa kesimpulan kalau simbol merupakan sesuatu bentuk-bentuk simbolik itu ialah agama, yang digunakan manusia untuk filsafat, seni, ilmu, sejarah, mite dan bahasa mengungkapkan makna yang sebenarnya (1956). Dan semua bentuk simbolik itu namun tidak secara langsung, melainkan dapat menjadi bahan kajian humaniora jika melalui sesuatu yang berbeda. kajiannya berfokus sekitar masalah makna, yaitu nilia-nilai instrinsik dari simbol. 2. Simbolik dalam Sastra Menurut etimologinya, simbol dan Sastra sejarah memiliki 3 komponen, simbolisasi diambil dari bahasa Yunani yaitu sejarah, estetis, dan fiktif. Unsur fiktif sumballo artinya berkaitan erat dengan pandangan hidup dan merenungkan, kepercayaan masyarakat yang meliputi 5 memperbandingkan, bertemu, melemparkan jenis, yaitu: legenda mitologi, simbolisme, menjadi satu, menyatukan. Jadi bentuk sugesti dan hagiografi (Kamidjan, 2001:27). (sumballein), berwawancara, yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 57 ISSN 2502-8723 Karya sastra sebagai simbol verbal sendiri suatu kebenaran, dalam hal ini adalah mempunyai beberapa peranan di antaranya kebenaran yang bersifat subyektif. sebagai cara pemahaman, cara perhubungan, Dalam cerita dongeng biasanya dan cara penciptaan. Objek karya sastra dipandang untuk kesenangan dan untuk adalah relitas (realitas pengarang). Karya pengajaran moral bagi anak kecil. Dongeng- sastra mencoba menerjemahkan peristiwa dongeng dalam bahasa imajiner dengan maksud hati, dan memberikan arah yang umum serta untuk memahami peristiwa menurut kadar memberikan harapan bagi masa yang akan kemampuan pengarang. Dan karya sastra datang. dapat menjadi sarana bagi pengarangnya pengembara yang digunakan oleh seorang untuk menyampaiakn pikiran, perasaan dan yang tidak mempunyai fakta lagi. Cerita tanggapan menyampaikan mengenai suatu peristiwa (Kuntiwijoyo, 1987:127). menyenangkan, Cerita sering menentramkan dilihat informasi, sebagai moral, nilai. Selain itu dongeng juga bersemangat dan Hal ini hampir sama dengan teori meyakinkan, sehingga dongeng itu simbolik yang berpandangan bahwa dalam memainkan suatu peranan yang penting dan menggambarkan sosial, hal itu tidak disadari oleh organisasi modern pengarang menggunakan dua cara, yaitu: 1) (Arni, 2001:62). Jadi seorang pengarang dengan yaitu sastra, dalam menciptakan sebuah karya penolakan terhadap sesuatu yang alami atau tidak bisa lepas dari simbolisasi, khusunya wajar simbolisme kolektif, yaitu perwakilan dari kenyataan menggunakan untuk mencapai simbol, maksud yang diinginkan pengarang; 2) dengan mencari tafsiran atau pemahaman atas pemikirannya yang kolektif. sesuatu 3. Serat Tantri Kāmandaka kekuatan yang mendalam, hal ini sebenarnya secara tidak sadar sudah menjadi tugas dari Salah satu dongeng hasil karya sastra semua manusia (pendengar atau pembaca). Jawa adalah dongeng tantri. Menurut Dr.C. Tujuan dari simbolik ini sendiri adalah Hooykaas dalam Bibliotheca Javanica 2 pengarang ingin mengubah dan mengganti (1931), di Indonesia terdapat 12 macam kenyataan atau naskah Tantri, yaitu: 3 dalam bahasa Jawa gambaran, yang mana gambaran ini akan Kuna; 2 dalam bahasa Jawa Baru; 2 dalam membangkitkan ingatan pembaca, bukan bahasa Madura; dan 5 dalam bahasa Bali. untuk menganalisis seperti layaknya seorang Sembilan naskah terakhir termasuk naskah cendekiawan (Firth: 1975:30). Dengan kata muda tetapi sudah dalam keadaan yang lain, simbol merupakan pengrahasiaan atas sangat buruk. Yang termasuk dalam tantri menjadi sebuah ide berbahasa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 58 Jawa Kuna, yaitu: Tantri ISSN 2502-8723 Kāmandaka; Tantri b Kadhiri; dan Tantri a maupun Děmung. Disebut Tantri b Kadhiri dan mendunia. Tantri a Děmung karena buku tersebut di Indonesia Naskah ini bahkan sampai menceritakan tentang dalam bentuk kidung b Kadhiri dan Děmung dongeng binatang, sama halnya dengan serat yang menunjukkan bentuk-bentuk puisi Kancil. Induk dari serat Tantri Kāmandaka Jawa lainnya yaitu serat Pancatantra, berbahasa Pahlawi berbentuk prosa, dan telah diterjemahkan asli dari negeri India, tetapi masuknya ke oleh Dr. C. Hooykaas. tanah Jawa sudah sejak lama yaitu sekitar Tengahan. Yang satu Dalam kitab Tantri Kāmandaka ada tersisip perkataan-perkataan abad ke-3 dan namanya menjadi Sansekerta. Tantrakawya. Pada sekitar abad 12-15, Beberapa buah di antaranya masih dapat naskah ini lalu disadur dalam bahasa Jawa dibetulkan, tapi beberapa buah yang lain dan tidak lagi. Berhubung dengan itu, maka Tantracarita, yang selanjutnya disebut Tantri kitab tersebut dapat dianggap dalam kitab- Kamandaka. kitab Jawa Kuno berbahasa prosa yang berbentuk prosa, Cerita-cerita dalam namanya naskah yaitu Tantri tergolong tua. Tetapi menurut bentuknya Kamandaka tersebar hampir di seluruh sekarang dapat dimasukkan dalam golongan dunia. Ceritanya bisa memberikan informasi kitab Jawa yang berbeda pada setiap generasi yang Pertengahan‖.(Prof.Dr.R.M.Ng. Purbacaraka berbeda. Kualitas ceritanya yang tinggi, dan Tarjan Hadijaya, 1957: 68) lebih tinggi dari pada cerita Hikayat 1001 bahasa Maka tidaklah salah jika Pigeaud Malam yang beredar di tanah Melayu, (1967) memasukkan Tantri Kāmandaka ini walaupun keduanya berasal dari induk yang ke dalam sastra Jawa Pertengahan dalam sama, yaitu Pancatantra. kelompok Religius and edifying poetry and Ada perbedaan sedikit antara Tantri fables. Bahasa dalam Tantri Kāmandaka Kāmandaka dengan serat Pancatantra, yaitu tidaklah terlalu sulit, berisi cerita-cerita pada bagian awalnya. Jika serat Pancatantra mengenai kehidupan dan perilaku binatang, itu yang menjadi permulaan cerita adalah dan penuh dengan perlambang dan fatwa. mengisahkan seorang ratu yang mempunyai Ceritanya ringan, menarik dan serasi untuk putra yang sangat bodoh semua, lalu disuruh pendidikan anak-anak, dan juga bagi yang berguru kepada seorang pendhita, dengan telah berumur tentunya. Maka dari itu, cerita cara diceritakan dongeng-dongeng tentang dalam naskah ini sangat berkembang pesat binatang. dalam cerita-cerita lisan, baik di pulau Jawa Kāmandaka mengisahkan tentang seorang Tetapi jika serat Tantri raja di sebuah negeri, setiap malam raja ini FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 59 ISSN 2502-8723 harus kawin dengan seorang gadis yang Karena kura-kura tidak bisa terbang, angsa cantik dan murni. Dalam beberapa waktu, mempunyai akal yaitu menyuruh kura-kura negeri tersebut kehabisan gadis jelita dan untuk memagut bagian tengah dari sebatang hanya menyisakan seorang putri anak sang kayu, dan ujung-ujungnya dipagut oleh patih yang bernama Dewi Tantri. Dewi angsa bersama istrinya. Si angsa memberi Tantri dengan rela dipersembahkan kepada saran agar kura-kura tidak boleh kendor sang raja. Setelah acara perkawinan digelar, dalam sebelum tidur Dewi Tantri mengajukan berbicara. Ketika sampai di atas sebuah permohonan untuk ladang, di sana ada sepasang anjing. Kedua menghilangkan kantuknya. Sang raja setuju. anjing bercakap-cakap kalau yang dibawa Setelah cerita habis, sang raja ingin lanjutan angsa itu adalah tinja kerbau. Mendengar cerita itu karena sangat indah. Demikianlah perkataan anjing, kura-kura marah dan berlangsung setiap malam, dan akhirnya terbukalah mulutnya dan akhirnya jatuh ke sang permukaan tanah, lalu dimakan oleh anjing- raja akan bercerita terpengaruh oleh dongeng- dongeng yang mengandung kebijaksanaan, memagut kayu apalagi sambil anjing itu. dan memutuskan untuk tidak kawin lagi. Ciri-ciri anatomi dari angsa adalah binatang berkaki dua, berbulu lembut, bisa 4. Pendidikan Karakter melalui Dongeng berenang di air, berjalan di daratan, dan Tantri Kāmandaka hebatnya lagi bisa terbang dengan sayapnya, Berikut ini dijelaskan nilai-nilai yang dan selalu bergerombol dengan binatang terkandung dalam dongeng tantri dan cara- sebangsanya. Menurut ciri-ciri itu, binatang cara pengajarannya di SD. angsa menggambarkan sosok yang lengkap, yaitu lembut hatinya selembut bulunya, a. Karakter dalam cerita Hangśa-Kurma- cerdik otaknya karena bisa bertahan hidup di Sangsarga (Persahabatan Angsa dan mana saja, dan setia kawan karena selalu Kura-kura) menggerombol. Dan dalam cerita Tantri Cerita ini mengisahkan persahabatan Kamandaka, angsa digambarkan sedemikian antara sepasang angsa yang baik hati dengan rupa sehingga bisa menyimbolkan seseorang sepasang kura-kura yang bodoh. Pada suatu yang pintar dan selalu berfikir ke depan, hal ketika, angsa berpamitan kepada kura-kura ini terbukti dalam petikan sebagai berikut. untuk pindah dari danau ke telaga untuk ―Mitra, mengantisipasi datangnya musim kemarau. awisata, ahyun ta ya mami Tetapi kura-kura tidak mau ditinggal angsa, sah-a dan sangśayâsat tika mangke wai merekapun akhirnya ikut FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG pindah. 60 nghulun saking mamwit ngke, apan ISSN 2502-8723 nikang talaga kumudawati, pindah bersamanya, angsa mempunyai akal tuwi mangharěpakěn lahrū- agar kura-kura bisa ikut terbang. Hal itu māsa. Tan kawaśa nghulun seperti pada petikan di bawah ini. yan madoha wai, nimittani Sumahur nghulun layata, ―Aum sang pās, hana kira- umungsî talaga Himawān- kira ning hulun. Hanêki kayu, parwata ri sahutěn denta, ri těngahnya; ngaranya. mami sumahuta ring tung- mahyun ngkana, Mānasasāra ikang hangśa: Mahāpawitra ika, wwainya tungnya mahěning adalěm, tan masat swāmīn ning hulun‖. yan lahrū-masā‖ sana-sini lawan Terjemahan: Angsa menjawab: ―Baiklah Terjemahan: ―Sahabat, kami minta diri kura-kura, kami ada akal. Ini akan pergi berjalan, kami ada kayu, pagutlah olehmu bermaksud akan pergi dari tengah-tengahnya, kami akan sini, memagut ujungnya dengan karena Kumudawati semakin air danau ini nanti kering, istriku.‖ apalagi menjelang musim kemarau. Sebaliknya anatomi kura-kura yang Kami tidak bisa jauh dari air, kecil, oleh kami belakangnya yang keras, dalam cerita ini ke disimbolkan sebagai sosok yang tidak mau telaga di gunung Himawan, berpikir ke depan karena terlalu lambannya Manasasara namanya. Airnya berjalan. Dan karena binatang ini kecil, sangat jernih, bening lagi bisanya cuma ikut-ikutan saja. Sikap kura- dalam‖ kura yang hanya mau enaknya saja, dan sebab bermaksud itu mengungsi lamban berjalan, dan tulang tidak pernah kreatif karena hanya bisa ikutKutipan di atas menggambarkan angsa ikutan saja. Sifat lain dari kura-kura yang yang selalu berfikir tentang masa depannya, jelek adalah dia tidak bisa mendengarkan tahu tentang banyak hal, dan setia kawan nasihat kawannya padahal nasihat itu demi karena mau pergi dia pamit dulu kepada kebaikannya sendiri, yaitu angsa menyuruh sahabatnya. kura-kura Selain itu, angsa juga untuk tidak kendor dalam menyimbolkan sosok yang sangat pintar dan memagut kayu saat terbang. Nasihat ini suka menolong. Saat kura-kura ingin ikut tidak diindahkan oleh kura-kura hanya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 61 ISSN 2502-8723 karena menuruti nafsu marahnya saat dikata- dan kurang bisa menahan emosinya. Nilai katai oleh anjing, hasilnya dia-pun terjatuh yang terkandung dalam cerita ini adalah dan mati dimakan anjing. Hal ini terbukti bahwa pada petikan berikut. menolong kita harus senantiasa tolong- orang yang terhadap Karěngő pwa wuwus ning membutuhkan, śwana mendengar dan mengikuti saran yang baik dening pās; krodhâmběknya tutuknya tahi kumědut denya ning dari sinangguh kěbw selain sahabat, dan mengabaikan itu kita jangan nasihat itu harus sekali-kali karena bisa aking, berakibat buruk bahkan bisa sangat fatal parumahaning kutis. Wahu seperti yang telah dialami oleh kura-kura mangang tutuknya pwa ya dalam cerita di atas, yaitu mati karena tidak ikang pās, huwa têka kayu bisa menuruti nasihat sahabatnya, sang sinahutnya, tiba ikang pās angsa yang baik hati. b. Karakter dalam cerita Tuma mwang pinangan dening śrěgala Katitinggi (Kutu dengan Kepinding) salakistrīnya. Cerita Terjemahan: ini mengisahkan persahabatan kutu tentang dan kepinding saat Perkataan anjing itu terdengar kepinding meminta bantuan kepada kutu oleh marahlah dalam hal mencari makanan. Suatu ketika hatinya, mulutnya berdenyut- kepinding mendatangi kutu, dan berujar denyut karena dianggap tinja kalau hidupnya kutu itu enak sekali, kerbau kering tempat tinggal makanya bisa gemuk, sedangkan dirinya karu-karu. Maka terbukalah mencari makan saja susah, makanya dia mulut kurus kura-kura; kura-kura terlepaslah kering. Kutu menjawab kalau yang hidupnya tidaklah enak seperti apa yang digigitnya, dan jatuhlah si dipikirkan kepinding, dia hanya bisa makan kura-kura saat ada kesempatan, yaitu saat sang Seri tanah, lalu kayu itu, ke permukaan dimakan oleh raja sedang tertidur lelap, selain itu si kutu anjing laki bini. tidak bisa makan sama sekali. Suatu ketika, saat sang Raja baru saja tertidur, kepinding Kutipan di atas menggambarkan nafsu langsung menggigit darah sang raja, padahal marahnya yang sangat besar dan keras dia sudah diingatkan oleh kutu namun tidak sekeras tulang belakangnya, maka kura-kura didengar. Hasilnya, sang raja terbangun disimbolkan sebagai sosok yang pemarah karena kaget dan langsung memerintahkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 62 ISSN 2502-8723 prajuritnya untuk membunuh kepinding. rwang rātrī, liwat sangkêrika. Tetapi yang ditemukan dulu hanya sepasang Mangkana kutu, maka kutu itu-pun langsung dibunuh mangāladeśa, mapan mami karena melindungi kepinding. Tidak berapa tan manuhuki indriya dening lama, kepinding juga berhasil ditemukan dan êwěh ing kāladeśa.... langsung di bunuh. ulah mami Terjemahan: Menurut ciri-ciri biologis hewan kutu ....Ketahuilah olehmu, aku ini adalah kecil, hitam, bisa bertahan dalam kutu, si Asada keadaan apapun, biasanya hidup di rambut Tempatku mencari makan di kepala manusia untuk menghisap darah tilam Seri Baginda... Aku bisa sebagai makanan utamanya. Sebenarnya makan hanya saat kesempatan kutu bisa hidup di bagian tubuh manusia yang baik, yakni jika waktu mana saja, tapi kebanyakan dia hanya Seri bersarang di rambut kepala saja, dan tidak waktu itulah aku makan pada mau menghisap darah seenak perutnya kakinya melainkan pada waktu-waktu tertentu. Hal habisnya. ini menyimbolkan bahwa kutu meruapakan mendapatkan sosok yang tenang, sabar dan tidak serakah. lebih baik aku tidak makan, Hal ini juga disiratkan dalam serat Tantri sampai Kamandaka seperti petikan di bawah ini. Demikianlah Raja tidur namaku. nyenyak, sesukaku sehabis- Jika tidak kesempatan, bermalam-malam. perihal aku ....ri wruhanta, mami tuma, si menunggu kesempatan itu, Asada ngaran mami. Kunang dan aku tidak menuruti hawa sasabhā ni nghulun ring tilam nafsu yang disebabkan karena sang tidak ada kesempatan yang nātha... pamangsa mami Kunang manganti baik.... kāladeśa; yan māsa sang nātha maguling, ika yan enak Dalam kutipan panjang di atas, jelaslah pagulingnira; ri samangkana bahwa walaupun kutu bisa makan darahnya mami māngsa ring jěng sang seri Raja, namun dia tidak bisa makan nātha, seenak sakahyun mami hatinya kecuali setelah ada mahuwus-huwus. Yàn tan kesempatan yang baik, selain itu dia rela pamanggih kāladeśa, untuk tidak makan sampai berhari-hari. manhlampu mami tan Kesabaran kutu inilah yang patut kita pamāngsa, těka ning sarātrī contoh, sabar dan juga tidak serakah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 63 ISSN 2502-8723 menuruti hawa nafsu. Berbeda dengan untuk hewan kepinding, walaupun sama kecilnya laparnya... dengan kutu, dan makanannya-pun hampir makan karena Begitulah kebaikan kutu yang sudah sama, namun kepinding tidak bisa sabar mengingatkan menahan hawa nafsunya. Hal ini jelas serakahnya, walaupun tidak didengar. Tetapi menyimbolkan bahwa kepinding itu sebagai kebaikan ini tidak berbuah manis, karena dia sosok yang serakah dan culas budinya. Hal telah berbuat baik pada sahabatnya yang ini tersirat pada kutipan di bawah ini. salah, akibatnya dia-pun ikut celaka bersama Yan tatkāla akan perilaku prabhu sahabatnya. Gambaran nasib kedua hewan dina-kāla, pemakan darah manusia yang akhirnya amanggih ri kala-deśa ri semua harus mati. Hal ini menyimbolkan iděpnya, bahwa sosok yang selalu melukai dan maguling sang kepinding ring ikang katitinggi. Tinonya pupu sang prabhu merugikan maputih, yeka harsâmběknya, hatinya pasti akhirnya juga akan dibasmi. mayat pwa ya suměsěpā. Selain itu, pelajaran lain yang bisa dipetik Tinanggehan denikang dari cerita di atas ialah bahwa barang siapa tuma... mangiděp yang memberi perlindungan dan tidak katitinggi, dening gya nikang mengetahui baik buruknya yang dilindungi sāhasānya. Kumědwa māngsa (yang minta perlindungan), maka pastilah juga pwa ning lapanya... dia akan selalu mendapat kesusahan, buah tan Terjemahan: orang lain, walaupun baik dari buruknya yang dilindungi itu. Pada waktu Sang Raja beradu 3. Karakter dalam cerita Sang Wre siang kepinding Si Murdasa Anti, Lobha Dahat merasa mendapat kesempatan (Kera Si Murdasa Anti yang Amat baik. Dilihatnya paha sang Serakah) hari, Raja si keputih-putihan, Di sini menceritakan seekor kera timbullah keinginan hatinya betina yang bertapa dengan tulus hati agar untuk mengisap, keinginannya menjadi cantik seperti bidadari akan tetapi dicegah oleh si bisa terkabul. Sang Bathara-pun akhirnya kutu... Si kepinding tidak terketuk hati, dan mengabulkan permintaan mengindahkannya oleh sebab kera. Lalu kera disuruh mandi tujuh kali di kerasnya terburu- sebuah pemandian suci. Setelah mandi tujuh burunya. Ia bersikeras pula kali, berubahlah si kera menjadi cantik memulai nafsu mengalahkan bidadari. Saat itu juga kera FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 64 ISSN 2502-8723 berfikir jika ia mandi tujuh kali lagi, maka Kutipan di atas jelas menggambarkan cantiknya akan seperti Bethari Uma. Lalu ia bahwa kera itu kuat pendiriannya layaknya mandi lagi, dan seketika ia berubah kembali manusia, yaitu akan berusaha sekuat tenaga menjadi seekor kera seperti sebelumnya. agar mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam cerita di atas, tokohnya adalah Tetapi setelah apa yang diinginkan telah seekor kera. Menurut ciri-cirinya, kera tercapai, si kera tidak puas dan dengan merupakan hewan yang anatomi tubuhnya serakahnya menginginkan hal yang lebih. hampir Kutipan sama dengan manusia, yang itu jelas menegaskan bahwa membedakan hanya volume otaknya saja keserakahan dan ketidakpuasan pada apa yang lebih kecil. Dalam hal ini, kera yang telah didapatkan akhirnya tidak akan menyimbolkan sosok yang kuat dan teguh baik, bahkan bisa berakhir lebih buruk. Sifat pendirian yang kera dalam cerita ini menyimbolkan sifat diinginkannya. Hal ini terbukti seperti manusia yang tak pernah puas dengan apa petikan berikut. yang untuk mendapat apa telah didapatkannya, dan selalu Ana ta wre manganakěn tapa... menginginkan hal yang lebih, dan pada Tasak denya manganakěn tapa akhirnya malah mendapat keburukan buah tan mahangkāra driyanya: yan dari keserakahnnya itu. raěng ikang woh ing jambu ri 4. Karakter dalam Cerita Garuda kalah sandingnya, denikang Pas (Garuda kalah dengan ya ta rinuyu denya, tan makêwěhnya, umulat juga swabhāwanya, śakti ika Kura-kura) Penggalan denyanganakěn cerita ini mengisahkan sebuah pemerintahan republik kura-kura tapa... yang dipimpin oleh seekor kura-kura tua. Terjemahan: Kerajaan ini didatangi seekor burung garuda Ada seekor kera bertapa... yang mau memangsa kura-kura setiap tapanya telah matang, tidak harinya. Suatu ketika sang kura-kura tua berangkara mengusulkan lagi hawa untuk membuat taruhan nafsunya: apabila buah jambu dengan burung garuda, yaitu kura-kura di berlomba dekatnya masak, dengan garuda untuk dirontokanlah olehnya dengan menyeberangi lautan, siapa yang sampai tak ada perasaan terganggu lebih dulu di pantai seberang, maka semua sama sekali, hanya melihatnya permintaannya harus dipenuhi. Jika kura- saja yang dilakukan. Sungguh kura yang menang, maka burung garuda kuat ia bertapa... tidak boleh memakan kura-kura lagi, dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 65 ISSN 2502-8723 jika garuda yang menang maka garuda boleh kira-kiraranta, memakan kura-kura sampai tujuh turunan. aměnang kita, rahayu dahat Saat taruhan berlangsung, kura-kura yang upāyanta.... selalu rukun dengan sesamanya mempunyai wyakti Terjemahan: akal agar bisa mengalahkan garuda, yaitu ....akhirnya lebih dulu pergilah dengan menyuruh seekor kura-kura lainnya anda untuk bersiap di tepi seberang. Dan, sebelum tinggallah di sini dua ekor. Di garuda sampai, kura-kura itu sudah terlihat sana di pantai, maka menanglah kura-kura dan bersepakat, jika nanti Garuda garuda-pun harus mau menepati janjinya datang, di depannyalah yang untuk tidak lagi makan kura-kura. menyahut. sekalian ke anda laut, hendaknya Jika ia hampir Dalam cerita ini ada dua tokoh hewan sampai ke tepi laut, kura-kura- yang berperan yaitu kura-kura dan burung kura yang berbeda dipinggir garuda, harus mendahului ke pantai. masing-masing hewan ini menyimbolkan dua hal yang berbeda. Yang Begitulah pertama yaitu kura-kura. Telah dibahas pada kauperbuat, pasti anda akan bagian 4.1 tentang bagian anatomi serta menang, karena upaya anada simbol-simbolnya. Namun dalam cerita ini, itu sangat bagus... kura-kura diceritakan sebagai hewan yang selalu rukun saudaranya, dan selalu kompak Petikan dengan gotong-royong bagaimana di yang atas kecerdikan harus menggambarkan kura-kura dalam demi menghadapi musuhnya yang sangat besar kebaikan bersama dengan cara mengakali yaitu, garuda. Walaupun agak licik, tetapi musuhnya. Ini artinya bahwa kura-kura hal inilah yang seharusnya dilakukan untuk walaupun kecil, tetapi cerdik otaknya. Hal mengakhiri suatu kedzoliman. Hal ini juga ini terbukti pada kutipan berikut. menyimbolkan kalau kura-kura yang selalu ....Tělas karuhuna kita kabeh hidup rukun dengan keluarganya mampu maraêng sāgara, karya ana ta mengalahkan suatu kejahatan yang besar, rwang Amaywakěna yaitu seekor burung garuda yang besar. Hal pasangketanta: yan maparěk ini jelas membuktikan kalau kerukunan pwa Garuda, dengan saudara bisa mengalahkan musuhnya sumahura ikang ing arěp. Yan walaupun itu sebesar burung Garuda. Besar meh praptaha ring pinggir ing dan buasnya burung Garuda bisa dikalahkan samudra, rumuhana měntasa oleh hewan-hewan sekecil kura-kura. Hal ini ikang ring těmbing. Mangkana menyimbolkan wiji. měne sang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 66 kalau kejahatan sebesar ISSN 2502-8723 apapun, bisa dikalahkan oleh sesutu yang Matilah dia, dan panjang umurlah hidup si kecil, asalkan sesuatu yang kecil itu harus gagak. bersatu padu dan bisa guyub rukun. Cerita Tokoh dalam cerita bisa ini mengingatkan manusia, bahwa sesuatu menyimbolkan banyak hal. Yang pertama yang besar itu bisa dikalahkan dengan adalah kecerdikan dan juga kerukunan. Ini juga merupakan hewan yang pintar, bisa terbang, berarti bahwa masyarakat atau rakyat kecil dan juga hebatnya dia bisa membuat tempat bisa pejabat-pejabat tinggal (sarang), hal ini merupakan sebuah pemerintahan yang berkuasa dengan cara kemampuan yang luar biasa dari jenis non- dilawan dengan kecerdikan dan juga dengan manusia. Gagak merupakan hewan yang kebersamaan. pintar karena bisa membuat sarang di mana 5. Karakter dalam cerita Sarpa Sitara saja termasuk di atas pohon randu. Selain Pějah dening cidra Buddhinya (Naga hewan Sitara Mati Lantaran Culas Budinya) menyimbolkan saja mengalahkan burung gagak. yang Burung pintar, gagak keagungan gagak juga dan Ringkasan ceritanya yaitu ada seekor kebijaksanaan. Hal ini terbukti saat ada burung gagak yang bersarang di atas pohon musuh yaitu naga yang selalu memakan randu bersama keluarganya. Di akar pohon anaknya, itu ada naganya yang tinggal di dalam gua, menyusun rencana untuk menghentikan Sitara namanya. Sitara ini culas hatinya, dan kejahatan si naga. senantiasa bijaksana Geramlah si gagak kepada Sitara lalu habis dimakan naga, ia membuat rencana menyusun rencana untuk membunuh naga untuk membunuh naga itu. rencananya ini itu. Suatu ketika, saat ada seorang raja lalu beserta bala tentaranya sedang istirahat di kecerdikannya dia membuat perangakap bawah pohon randu, si gagak dengan sengaja untuk si naga. Kecerdikan gagak untuk menyambar lalu mengalahkan si naga, walaupun perbuatan dijatuhkan tepat di atas naga. Marahlah hati gagak ini tidak benar, tetapi hal itu demi raja, kebaikannya menyuruh sang si dengan Gagak sangat pintar, setelah anaknya perhiasan anak gagak gagak. lalu memakan si Raja prajuritnya untuk mencari perhiasan dan membunuh siapa saja diwujudkan dan benar, juga dengan keturunannya. Begitulah kebijaksanaan sang gagak. yang telah merebutnya. Saat tentara itu Tokoh selanjutnya yaitu si ular naga. bersorak-sorai, naga mengira kalau mereka Menurut sedang memburunya, larilah naga ke dalam tubuh yang lebih besar dari pada hewan lubangnya, tapi tetap saja ia berhasil di reptil lainnya. Karena tubuhnya yang besar, tangkap lalu dibunuh oleh tentara-tentara itu. ia menjadi hewan yang buas, seenaknya saja FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 67 anatominya, naga mempunyai ISSN 2502-8723 memangsa hewan kecil lainnya sehingga pada menjadi ditakuti. gumuruh swaranya kabeh. inilah, naga pembawa Menurut anatominya menyimbolkan ketakutan Ikang sebagai karena mangrěbut sering sarpa matěri sangśaya manahnya, apan walingnya mendatangkan ancaman yang menakutkan. binuru... Hal ini juga tersurat dalam serat Tantri Terjemahan: Kamandaka, sebagai berikut petikannya. ...segenap tentara Rajaputra .... ana ta nāga munggw ing bersorak-sorai wwad ri gembiranya, berebut dulu, ikang riuh bergemuruh bahananya. ikang guwanya rangrě, nggwan sarpa, Sitara ngaranya. Ya Si têka cidra buddhinya Sitara, menyangka ia diburu... nityâmāngsa anak ikang ular dengan hatinya kecut, Cerita di atas menggambarkan bahwa gagak... pendeknya pikiran si naga, sebelum ia mengetahui apa yang terjadi, dia sudah Terjemahan: gegabah dan kebingungan sendiri. Hal inilah Di akar pohon randu ada yang akhirnya mengakhiri hidupnya, seperti naganya, tinggal dalam gua, petikan berikut. Sitara namanya. Sitara ini ...mijil culas hatinya, tidak dapat wiwaranya, dipercaya, suka memperdaya wadwa dyah Wīraparāna, orang binurunya ikang sarpa senantiasa makan anak si kinabehan, pějah ikang gagak... sarpa dening wadwa. Ikang dan sebagainya, pwa ya sakêng katon dening gagak dīrghâyusâ-swasthā. Petikan di atas jelas memperlihatkan Terjemahan: kebuasan, kejahatan dan kekejaman naga. ...Keluarlah ia dari Tetapi di samping sifatnya yang kuat itu, lubangnya, tampak oleh naga ternyata juga mempunyai kelemahan, tentara Raden Wiraprana. yaitu dia tidak bisa berfikir jernih dan selalu Ular gegabah. Hal ini seperti yang diceritakan beramai-ramai, matilah ia pada petikan berikut. oleh ...prasama surak agirang tentara. dikeroyok Sedang si gagak panjang usianya dan wadya sang rāja-putra. Yêka FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dikejar, berbahagia. 68 ISSN 2502-8723 Petikan jelas Simbol-simbol ini banyak sekali nilai menggambarkan keculasan naga berakhir dan maknanya. Ada yang menyimbolkan hanya karena gegabahnya yang telah kebaikan, direncanakan oleh si gagak, dan akhirnya si kecerobohan, ular mati, sedangkan si gagak bisa hidup luhurnya budi pekerti. Semua nilai itu lama ini disimbolkan secara baik dalam wujud tokoh menyimbolkan bahwa orang yang daif, para binatang dan seluruh tingkah lakunya hina, rendah dan sebagainya (seperti halnya dalam cerita yang dalam kenyatannya juga si gagak) , apabila dia berhati baik, berbudi dilakukan oleh manusia pada umumnya. dan di atas berbahagia. Hal keburukan, kerendahan kecerdikan, budi, serta pekerti yang luhur dan suka berbuat amal Nilai-nilai ini jika sudah diketahui (tolong-menolong), maka akan selamat. oleh para pembaca atau penyimak dongeng, Dan sebaliknya sebesar apapun kekuasaan hendaknya mereka membuka pikiran dan seseorang, apabila hatinya culas dan tidak sadar akan segala perbuatannya, dan lebih berbudi pekerti luhur, maka akan mati bagus lagi jika para manusia itu bisa dengan mengambil dan meniru setiap pelajaran mengenaskan karena sifatnya culasnya sendiri. penting yang akan meningkatkan kualitas moralnya. Dan tentunya mereka harus meninggalkan PENUTUP kebiasaan-kebiasaan yang bisa merusak moral. Setiap karya sastra, baik itu berupa Penulisan sastra tulis maupun lisan seperti dongeng ini jauh dari kata binatang pasti mempunyai kegunaan dan sempurna, ada baiknya jika ada yang mau banyak mengandung ajaran dan informasi. melengkapi dan meneruskan penelitian yang Ajaran-ajaran itu ada yang bersifat tersurat lbeih mendetail dan mendalam sehingga bisa dan ada juga yang tersirat saja. Dalam lebih bermanfaat bagi para pembacanya. dongeng Tantri Kamandaka ini banyak Penelitian tindak lanjut yang bisa dikerjakan sekali mengandung ajaran yang tersirat, misalnya tentang bagaimana cara membuat yaitu pengarang secara tidak langsung bahasa dongeng Tantri Kamandaka agar menyampaikan lebih mudah dimengerti oleh para pembaca maksudnya. apa yang Pengarang menjadi di dan penyimak setianya. sini menyampaikan pesannya melalui simbolsimbol, yaitu melalui watak dan tingkah laku para tokohnya, para hewan yang bertingkah laku seperti halnya manusia. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 69 ISSN 2502-8723 DAFTAR PUSTAKA Daeng, Hans, J. 2008. Kebudayaan dan Manusia, Lingkungan (Tinjauan Antropologis). Yogyakarta: Pustaka Belajar Firth, Raymond. 1975. Symbols, Public and Private. New York: Cornell University Press Hanafi, Abdillah. Komunikasi 1984. Memahami Antar Manusia. Surabaya: Usaha Nasional Kuntowijoyo, DR. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogjakarta: PT. Tiara Wacana Yogya Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia & Budaya dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta Mardiwarsito, L. 1983. Tantri Kāmandaka, Naskah dan Terjemahan dengan Glosarium. Flores: Nusa Indah Pigeud, Th.G. 1967. Literature of Java, Katalogus-Reisone Manuscrift and of Javaansche Suplement. The Hague: Martinus Nijhoff Poerbatjaraka. 1952. Kapustakan Djawi. Jakarta: Djambatan _______. Jakarta: 1957. Kepustakaan Djawa. Djambatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 70 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Fina Dwi Rosita Dewi Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Abstrak Model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan jenis model pembelajaran kooperatif. Model TSTS ini digunakan bertujuan dalam upaya guru meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS. Model TSTS merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berfikir kritis dan mencari informasi dengan cara bertamu kekelompok lain, sehingga mampu memotivasi siswa untuk belajar. Motivasi belajar sangat perlu di miliki bagi semua siswa khususnya siswa sekolah dasar. Usia sekolah dasar merupakan tahapan awal anak dalam memperoleh ilmu pengetahuan melalui pembelajaran. Motivasi sangat penting dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan sistem pembelajaran salah satunya dengan penggunaan model-model pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan melalui model pembelajaran TSTS. Kata Kunci : Model Pembelajaran, , TSTS (Two Stay Two Stray), Motivasi Belajar, IPS. Abstract TSTS learning model ( Two Stay Two Stray ) is a type of cooperative learning model . This TSTS models used in efforts aimed at improving teachers' motivation to learn the elementary school students in social studies . Model TSTS a learning model that requires students to think critically and look for information by other kekelompok visit , so as to motivate students to learn . Motivation to learn is necessary in for all our students, especially primary school students . The primary school age children in the early stages of obtaining knowledge through learning . Motivation is very important in learning activities, because their motivation to encourage the spirit of learning and conversely lack of motivation will weaken the spirit of learning. Therefore, it is necessary to the improvement of the system of learning one of them with the use of learning models that are innovative, creative and fun through learning model TSTS . Keywords : Learning Model, Learn Motivation, TSTS (Two Stay Two Stray), IPS sampai kepada peserta didik. Salah satu PENDAHULUAN model pembelajaran yang menyenangkan Proses Belajar Mengajar (PBM) yang baik tentu banyak faktor adalah model TSTS. Model TSTS ini bersifat yang kerjasama, mempengaruhinya dan diantaranya adalah mendapatkan metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksinya kelompok lain. dengan suatu berdiskusi untuk informasi kepada Lie (dalam Yusritawati, 2009:14) menyatakan, ―Struktur Two Stay peserta didik agar bahan pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG saling Two Stray yaitu memberi kelompok untuk 71 ISSN 2502-8723 membagikan hasil dan informasi dengan belajar yang dimiliki siswa dalamsetiap kelompok lain‘‘. Hasibuan (2006: 22-23) kegiatan mengatakan ada beberapa manfaat dari untuk meningkatkan prestasi belajar siswa diskusi , yaitu sebagai berikut : (1) dalam mata pelajaran tertentu (Nashar, memanfaatkan berbagai kemampuan yang 2004:11). Siswa yang bermotivasi tinggi ada pada siswa; (2) memberi kesempatan dalam kepada menyalurkan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula, kemampuannya; (3) mendapat balikan dari artinya semakin tinggi motivasinya, semakin siswa, apakah tujuan telah dicapai; (4) intensitas usaha dan upaya yang dilakukan, membantu siswa belajar berpikir kritis; (5) maka semakin tinggi prestasi belajar yang membantu siswa diperolehnya. kemampuan dan siswa untuk belajar berperan memungkinkan akan Motivasi merupakan syarat mutlak maupun teman-temannya (orang lain); (6) dalam belajar. Tanpa motivasi (atau kurang membantu siswa menyadari dan mampu motivasi) merumuskan berbagai permasalahan yang maksimal. Dalam proses belajar, motivasi dilihat, sendiri memiliki peran yang sangat penting, sebab maupun dari pelajaran sekolah dan; (7) seseorang yang tidak mempunyai motivasi mengembangkan motivasi untuk belajar dalam lebih lanjut. melaksanakan aktivitas belajar. Motivasi dari Salah diri belajar sangat sendiri baik peranan menilai pembelajaran pengalaman satu tidak belajar, akan tidak berhasil akan dengan mungkin faktor yang diperlukan dalam menentukan intensitas siswa adalah usaha belajar bagi para siswa. Menurut motivasi. Dengan adanya motivasi, siswa Djamarah (2002 : 123) ada tiga fungsi akan belajar lebih keras, ulet, tekundan motivasi: (a) Motivasi sebagai pendorong memiliki dan memiliki konsentrasi penuh perbuatan. dalam pendorong untuk mempengaruhi sikap apa mempengaruhi proses Dorongan prestasi belajar motivasi pembelajaran. dalam belajar Motivasi berfungsi sebagai yang seharusnya anak didik ambil dalam merupakan salah satu hal yang perlu rangka dibangkitkan dalam upaya pembelajaran di penggerak perbuatan. Dorongan psikologis sekolah. Biggs dan Tefler (dalam Dimyati melahirkan sikap terhadap anak didik itu dan merupakan Mudjiono, 2006) mengungkapkan belajar; suatu (b) Motivasi kekuatan sebagai yang tak motivasi belajar siswa dapat menjadi lemah. terbendung,yang kemudian terjelma dalam Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi bentuk gerakan psikofisik; (c) Motivasi belajar akan melemahkan kegiatan, sehingga sebagai pengarah perbuatan. Anak didik mutu prestasi belajar akan rendah. Motivasi yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 72 ISSN 2502-8723 mana perbuatan yang harus dilakukan dan Model pembelajaran memiliki andil mana perbuatan yang diabaikan. Misalnya dalam yang cukup besar dalam kegiatan belajar pelajaran IPS mengajar. Kemampuan menangkap muatan yang terlalu banyak materi dan pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari bersifat menghafal, sehingga siswa enggan pemilihan model pembelajaran yang tepat, untuk belajar. Oleh karena itu motivasi sehingga belajar khususnya pada mata pelajaran IPS diharapkan ditingkatkan dengan menggunakan salah macam model pembelajaran yang dapat satu model pembelajaran TSTS. Program dijadikan pendidikan IPS yang komprehensif adalah menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas program pendidika yang mencakup empat berlangsung efektif dan optimal. Salah satu dimensi. Menurut Siradjudin (2012:45), model pembelajaran yang dapat melibatkan empat dimensi itu meliputi: (1) Dimensi atau mengaktifkan siswa dalam belajar Pengetahuan secara adalah model pembelajaran kooperatif tipe konseptual, pengetahuan mencakup fakta, two stay two stray (dua tinggal dua tamu). konsep, dan generalisasi yang dipahami oleh Dimana model TSTS ini mempunyai salah siswa; (2) Dimensi Keterampilan (skills) satu manfaat bagi peserta didik yaitu antara lain yaitu, Keterampilan meneliti/ meningkatkan motivasi belajar siswa. (knowledge), tujuan pembelajaran tercapai. alternatif Terdapat bagi yang berbagai guru untuk akademik dan keterampilan berpikir; (3) Dimensi Nilai dan Sikap (vallues and PEMBAHASAN attitudes), antara lain nilai substantif adalah A. MODEL keyakinan seseorang yang telah umumnya dipegang TSTS (TWO STAY TWO STRAY) belajar. Model pembelajaran TSTS (Two Stay Sedangkan nilai prosedural secara eksplisit Two Stray) merupakan jenis pembelajaran atau implisit hendaknya telah ada dalam kooperatif langkah-langkah pembelajaran dan tidaklah dimana dua siswa menjadi tamu dan dua menjadi bagian dari konten tersendiri; (4) siswa menjadi informan. TSTS yang sering Dimensi disebut Tindakan hasil oleh PEMBELAJARAN (action), meliputi: yang ―dua sangat tinggal menyenangkan, dua tamu‖ percontohan kegiatan dalam memecahkan dikembangkan oleh Spencer Kagan pada masalah di kelas; berkomunikasi dengan tahun anggota diciptakan; 2011:15) ―In cooperative learning methods, pengambilan keputusan dan dapat menjadi students work together in four member bagian kegiatan kelas khususnya pada saat teams to master material initially presented siswa diajak melakukan inkuiri. by masyarakat yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 73 the 1992. Menurut teacher‖. Ini Slavin berarti (Isjoni, bahwa ISSN 2502-8723 cooperative learning atau pembelajaran Model pembelajaran two stay two kooperatif adalah suatu model pembelajaran stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer dimana bekerja Kagan pada tahun 1992. Model ini dapat kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 digunakan pada semua materi pelajaran dan orang secara kolaboratif sehingga dapat tingkatan usia siswa. Struktur dua tinggal merangsang peserta didik lebih bergairah dua tamu memberi kesempatan kepada dalam belajar. Dari beberapa pengertian kelompok untuk membagikan hasil dan menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa informasi dengan kelompok lain. Hal ini pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dilakukan dengan cara saling mengunjungi dalam bentuk kelompok-kelompok kecil atau bertamu antar kelompok untuk berbagi yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh informasi. sistem belajar dan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran Pembelajaran kooperatif model TSTS yang diharapkan‖. terdiri Menurut Lie (2002:60-61) model siswa tahapan sebagai 1. Persiapan Tinggal Dua tamu) merupakan suatu model dimana beberapa berikut: pembelajaran two stay two stray (Dua pembelajaran dari Pada tahap persiapan ini, hal yang belajar dilakukan guru adalah membuat silabus dan memecahkan masalah bersama anggota sistem kelompoknya, kemudian dua siswa dari menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa kelompok tersebut bertukar informasi ke dua menjadi beberapa kelompok dengan masing- anggota kelompok lain yang tinggal. Dalam masing anggota 4 siswa. model pembelajaran two stay two stray (Dua 2. Presentasi Guru Tinggal Dua Tamu), siswa dituntut untuk penilaian, desain pembelajaran, Pada tahap ini guru menyampaikan memiliki tanggungjawab dan aktif dalam indikator setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Agus menjelaskan materi sesuai dengan rencana Suprijono (2012:93) strategi Two Stay Two pembelajaran yang telah dibuat. Stray atau strategi dua tinggal dua tamu 3. Kegiatan Kelompok adalah strategi yang dapat mendorong anggota kelompok kegiatan ini mengenal dan pembelajaran memperoleh menggunakan lembar kegiatan yang berisi konsep secara mendalam melalui pemberian tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap- peran pada siswa. tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah B. LANGKAH-LANGKAH menerima lembar kegiatan yang berisi PEMBELAJARAN untuk Pada pembelajaran, permasalahan-permasalahan yang berkaitan KOOPERATIF dengan konsep materi dan klasifikasinya, TWO STAY TWO STRAY FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 74 ISSN 2502-8723 siswa mempelajarinya dalam kelompok pembelajaran dengan model TSTS, yang kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian tersebut penghargaan bersama-sama kelompoknya. anggota Masing-masing kelompok kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi. menyelesaikan atau memecahkan masalah Kelebihan Dan Kekurangan Model yang diberikan dengan cara mereka sendiri. TSTS Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing- Adapun kelebihan dari model TSTS adalah masing meninggalkan sebagai berikut: (a) Dapat diterapkan pada kelompoknya dan bertamu ke kelompok semua kelas/tingkatan; (b) Kecenderungan yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal belajar siswa menjadi lebih bermakna; (c) dalam kelompok bertugas menyampaikan Lebih berorientasi pada keaktifan; (d) hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Diharapkan Setelah mengungkapkan kelompok memperoleh informasi dari 2 siswa akan berani pendapatnya; (e) anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan Menambah kekompakan dan rasa percaya kembali ke kelompok masing-masing dan diri siswa; (f) Kemampuan berbicara siswa melaporkan temuannya serta mancocokkan dapat dan membahas hasil-hasil kerja mereka. meningkatkan minat/motivasi dan prestasi 4.Formalisasi belajar. ditingkatka; Sedangkan g) Membantu kelemahan model Setelah belajar dalam kelompok dan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two menyelesaikan permasalahan yang diberikan Stray antara lain, yaitu: (a) membutuhkan salah satu kelompok mempresentasikan hasil waktu yang lama; (b) siswacenderung tidak diskusi untuk mau belajar dalam kelompok; (c) bagi guru, dikomunikasikan atau didiskusikan dengan membutuhkan banyak persiapan (materi, kelompok guru dana dan tenaga); (d) guru cenderung membahas dan mengarahkan siswa ke kesulitan dalam pengelolaan kelas. Untuk bentuk formal. mengatasi 5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan kooperatif model TSTS, maka sebelum Pada kelompoknya lainnya. tahap Kemudian evaluasi ini untuk pembelajara kekurangan guru pembelajaran terlebih dahulu mengetahui seberapa besar kemampuan mempersiapkan dan membentuk kelompok- siswa dalam memahami materi yang telah kelompok belajar yang heterogen ditinjau diperoleh model dari segi jenis kelamin dan kemampuan TSTS. akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi dalam satu kelompk harus ada siswa laki- pertanyaan-pertanyaan laki dan perempuannya. Jika berdasarkan dengan pembelajaran menggunakan kooperatif model dari FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG hasil 75 ISSN 2502-8723 kemampuan akademis maka dalam satu dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) Untuk kelompok orang peningkatan motivasi belajar menurut Abin berkemampuan akademis tinggi, dua orang Syamsudin M (1996) yang dapat kita dengan kemampuan sedang dan satu lainnya lakukan adalah mengidentifikasi beberapa dari akademis indikatoryna dalam tahap-tahap tertentu. kurang. Pembentukan kelompok heterogen Indikator motivasi antara lain: 1) Durasi memberikan kegiatan; terdiri kelompok dari satu kemampuan kesempatan untuksaling 2) Frekuensi kegiatan; 3) mengajar dan saling mendukung sehingga Presistensinya pada tujuan kegiatan; 4) memudahkan dengan pengelolaan adanya berkemampuan diharapkan satu akademis bisa kelas karena Ketabahan, keuletan dan kemampuannya orang yang dalam menghadapi kegiatan dan kesulitan yang untuk mencapai tujuan; 5) Pengabdian dan anggota pengorbanan untuk mencapai tujuan; 6) tinggi membantu kelompok yang lain. Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; 7) Tingkat kualifikasi C. MOTIVASI BELAJAR Pada dasarnya motivasi adalah suatu prestasi; 8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan. usaha yang disadari untuk menggerakkan, Motivasi adalah usaha yang didasari menggarahkan dan menjaga tingkah laku untuk mengerahkan dan menjaga tingkah seseorang agar ia terdorong untuk bertindak seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Menurut Clayton atau tujuan tertentu. Alderfer (dalam Nashar,2004:42). Motivasi (2008:510) bahwa motivasi adalah proses belajar adalah kecenderungan siswa dalam yang melakukan kegiatan belajar yang didorong kegigihan oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau menurut Sardiman (2007:73) adalah daya hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi penggerak dari dalam diri untuk melakukan dipandang sebagai dorongan mental yang aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai menggerakkan dan mengarahkan perilaku suatu tujuan. Selanjutnya menurut Mc. manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam Donald (dalam Sardiman:2007:73), motivasi motivasi terkandung adanya keinginan yang adalah mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan seseorang yang ditandai dengan munculnya dan mengarahkan sikap serta perilaku pada ―felling‖ dan didahului dengan tanggapan individu belajar (Koeswara, 1989 ; Siagia, terhadap adanya 1989 ; Sehein, 1991 ; Biggs dan Tefler, 1987 beberapa pendapat FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 76 memberi Menurut Santrok semangat, perilaku. perubahan arah, Adapun energi tujuan. para dan pendapat dalam diri Berdasarkan ahli tentang ISSN 2502-8723 pengertian motivasi dapat disimpulkan pengalamanya sendiri guna mencapai suatu bahwa motivasi merupakan keseluruhan tujuan daya penggerak di dalam diri siswa yang (kebutuhan) menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan perubahan tingkah laku yang baru. Motivasi yang memberikan arah dalam kegiatan juga bisa disebut sebagai penumbuh gairah, belajar. Sehingga tujuan yang diharapkan merasa senang, dan semangat untuk belajar. dapat tercapai dengan baik dan maksimal. Dengan motivasi yang kuat, siswa akan Menurut (Azwar, 1995) Perubahan motivasi mempunyai banyak energi untuk melakukan yang diperoleh berdasarkan pendekatan kegiatan belajar dan mencapai prestasi yang komunikasi juga dapat dilihat melalui tinggi. perubahan sikap yang ditimbulkan. berprestasinyatinggi akan mencapai prestasi Belajar ada sejak manusia dilahirkan sampai usia Siswa memperoleh yang suatu motivasi akademis yang tinggi apabila: a) Rasa dalam kehidupan takutnya akan kegagalan lebih rendah banyak melakukan daripada keinginannya untuk berhasil; b) kegiatan yang sebenarnya merupakan suatu Tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi gejala belajar. Menurut Slameto (2010: 2), tantangan, tidak terlalu mudah tetapi juga ―belajar adalah suatu proses usaha yang tidak terlalu sukar, sehingga memberi dilakukan seseorang untuk memperoleh kesempatan untuk berhasil. suatu perubahan tingkah laku yang baru D. seharihari secara lanjut, dan manusia keseluruhan, pengalamanya sendiri sebagai dalam hasil MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL interaksi TSTS dengan lingkunganya.‖Hal ini menunjukkan Keberhasilan siswa dalam belajar bahwa jika seseorang melakukan gejala bukan hanya dari penguasaan materi semata, belajar dengan baik maka terjadi proses namun motivasi yang dimiliki siswa juga perubahan sebagai hasil belajar dan terjadi sangat mempengaruhinya. Pada umunnya dalam jangka waktu tertentu. setiap individu mempunyai keinginan dan Dari pengertian motivasi dan belajar kebutuhan belajar sendiri-sendiri. Setiap dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar keinginan dan kebutuhan untuk belajar perlu merupakan keseluruhan daya penggerak diarahkan agar mencapai prestasi belajar yang terdapat dalam diri siswa yang yang optimal. Selain motivasi, kelompok mendorong, dan teman sebaya juga sangat mempengaruhi mengarahkan untuk melakukan aktivitas aktivitas belajar siswa, untuk membantu pada kegiatan belajar siswa sebagai hasil keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam memantapkan, kenyataanya menunjukkan bahwa dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 77 ISSN 2502-8723 proses belajar yang berlangsung sesuai alasan menggunakan model pembelajaran dengan yang two stay two stray ini karena terdapat motivasi dan diharapkan. prestasi Rendahnya belajar siswa pembagian kerja kelompok, siswa dapat merupakan permasalahan yang harus segera bekerja sama diatasi, mengatasi kondisi siswa yang ramai dan salah satunya yaitu dengan pembaharuan dalam pembelajaran. Dalam menerapkan sulit saat proses pembelajaran. model Adanya sifat kerjasama, serta pencarian kelebihan- informasi pada kelompok lain, sehingga kelebihan dan kelemahan. Menurut Trianto dapat meningkatkan motivasi belajar siswa (2007), model pembelajaran kooperatif ini dalam upaya mengungkapkan ide yang mempunyai yaitu: mereka pikirkan serta memicu siswa untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; berfikir kritis. Sehingga motivasi belajar siswa siswa mampu meningkat. pembelajaran, pasti suatu diatur dengan temannya, dapat terdapat kelebihan-kelebihan dapat berkomunikasi dengan temannya dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran, dapat meningkatkan PENUTUP pemahaman dalam prestasi belajar. Seperti KESIMPULAN pada model kooperatif Dengan Model pembelajaran two stay two TSTS pada mata stray (Dua Tinggal Dua tamu) merupakan pelajaran IPS masing-masing siswa dalam suatu model pembelajaran dimana siswa tiap –tiap kelompok akan termotivasi untuk belajar mengungkapkan dan anggota kelompoknya, kemudian dua siswa memberikan informasi kepada teman yang dari kelompok tersebut bertukar informasi bertamu. akan ke dua anggota kelompok lain yang tinggal. temotivasi untuk bertanya secara langsung Dalam model pembelajaran two stay two kepada kelompok lain seputar materi yang stray (Dua Tinggal Dua Tamu), siswa dibahas, misalnya pada materi meneladani dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. dilingkungannya. Pengembangan model pembelajaran ini menggunakan model pendapatnya Sebaliknya Tujuan pembelajaran TSTS. tugas tamu penggunaan kooperatif model TSTS memecahkan masalah bersama bermaksud agar dapat menghasilkan model akan pembelajaran baru yang efektif dan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam menyenangkan bagi siswa dalam kegiatan berdiskusi, tanya jawab,mencari pembelajaran serta dapat meningkatkan jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi motivasi siswa dalam belajar. yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 78 ISSN 2502-8723 Bersrtuktur. Jurnal Pendidikan dan SARAN Penggunaan model pembelajaran Pembelajaran. TSTS sangat cocok digunakan oleh pengajar (Online)(http://jurnal.untan.ac.id/index. untu meningkatkan motivasi belajar siswa php/jpdpb/article/view/3559, sekolah dasar. Hal ini dikarenakan model April 2014). TSTS ini bersifat kerja kelompok dan Huda, mencari informasi pada kelompok lain, Miftahul. (2011). Diakses Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. sehingga mau tidak mau siswa termotivasi Nashar.Drs.2004.Peranan Kemampuan dalam pembelajaran. Jakarta: Delia press. belajar berlangsung. Diharapkan siswa termotivasi dalam belajar kegiatan Sardiman,A.M.2000.Interaksi dan Motivasi untuk melatih dirinya berani tampil dalam Belajar rangka Persada. mengungkapkan dalam dan untuk mengutarakan pendapatnya dan aktif proses awal Motivasi pendapatnya dimuka umum. Oleh sebab itu, agar dapat Mengajar.Jakarta: Grafindo Slavin, R, E. (2008). Cooperative Learning. diperoleh pembelajaran yang efektif dan Bandung: Nusa Media. hasil pembelajaran yang sesuai dengan Sudjana,Nana. (1996). Dasar-Dasar Proses tujuan yang diharapkan maka seyogyanya Belajar guru memilih dan melaksanakan model Baru. pembelajaran dengan baik. Isjoni. Mengajar. (2011). Efektivitas Bandung: Cooperative Pembelajaran Sinar Learning Kelompok. Bandung:ALFABETA DAFTAR RUJUKAN Azwar, S. (1995). Sikap Manusia : Teori Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar Dan dan Pembelajaran.Jakarta:Depdikbud Pengukurannya. (Edisi ke-2). Yogyakarta : Pustaka Belajar. Eko. (2011). Model pembelajaran kooperatif Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan tipe Pembelajran. Jakarta: PT Rajagrafindo TSTS.(online).http://raseko.blogspot.co Persada. m/2011/05/model-pembelajaran- Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan kooperatif-tipe-two.html diakses Januari Kemampuan Awal dalam Kegiatan 2016 Pembelajaran. Jakarta: Delia Press. Fadriani. (2013). Remediasi Hukum Lie, Anita. (2007). Cooperative Learning. Archimedes dengan Model Two Stay Jakarta: PT Grasindo Two Stray Berbantuan Lembar Kerja Isjoni, H. 2011. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 79 ISSN 2502-8723 Antara Peserta Didik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Djamarah, dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hasibuan, Malayu S.P, (2006). Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta. Agus, Suprijono. Model-Model (2012). Metode Mengajar. dan Bandung: Alfabet. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 80 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PRAKTIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DINI ANISA FAJRIANA OKTASARI Universitas Madura ABSTRAK Seorang guru dituntut mampu menggunakan metode atau model pembelajaran yang tepat agar tujuan akhir pembelajaran bisa tercapai dengan baik. Dalam pembelajaran Bercerita butuh perhatian khusus, karena bercerita merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak siswa belum mampu Bercerita dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Bercerita diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi dan menarik. Metode penelitian meliputi jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah variabel dengan memberikan suatu perlakuan atau pengkondisian terhadap sampel penelitian. Penelitian eksperimen ini termasuk kategori True Experimental (eksperimen sungguhan). Adapun rancangan (desain) penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Post-test Only Control Design. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Tingkat prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tergolong tinggi dengan nilai rata-rata: 77.25. Ada pengaruh yang signifikan peggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang. Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, nht (numbered head together), program belajar bercerita, anak usia dini Kenyataan PENDAHULUAN Seorang guru menggunakan metode dituntut mampu atau model perhatian khusus, bercerita karena dengan mata pelajaran lain. Kondisi seperti ini terjadi pula pada Pendidikan Anak Usia butuh Dini dan Taman Kanak-Kanak Kecamatan bercerita Sampang. Berdasarkan hasil wawancara merupakan salah satu mata pelajaran yang peneliti dengan guru bahwa penguasaan masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. materi bercerita oleh siswa masih tergolong Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak rendah. Banyak siswa yang kurang aktif siswa belum mampu bercerita dengan baik dalam mengaplikasikan atau memberikan dan benar. Oleh karena itu, dalam proses komentar ketika diberikan pertanyaan oleh pembelajaran bercerita diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi guru. Hasil observasi awal yang dilakukan dan oleh peneliti pada Pendidikan Anak Usia menarik. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG adalah masih tergolong rendah jika dibanding pembelajaran bisa tercapai dengan baik. pembelajaran terjadi penguasaan siswa terhadap materi Bercerita pembelajaran yang tepat agar tujuan akhir Dalam yang Dini dan Taman Kanak-Kanak Kecamatan 81 ISSN 2502-8723 Sampang menunjukan bahwa pembelajaran karena dalam mempelajari bercerita tidak bercerita cukup hanya mengetahui dan menghafal di sekolah menggunakan tersebut model konvesional masih pembelajaran yakni suatu konsep-konsep model dibutuhkan bercerita suatu tetapi juga pemahaman serta pembelajaran yang banyak didominasi oleh kemampuan guru, sementara siswa duduk secara pasif dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, menerima dan maka penulis termotivasi untuk mengadakan keterampilan. Hal ini diduga merupakan penelitian pada Pendidikan Anak Usia Dini salah dan informasi satu pengetahuan penyebab terhambatnya kreativitas dan kemandirian siswa. menyelesaikan Taman Sampang Sejalan dengan hal tersebut, maka Kanak-Kanak dengan Pembelajaran persoalan “Praktik judul: Kooperatif Tipe (Numbered perubahan dari pembelajaran berorientasi Program Belajar Bercerita pada Anak Usia pada Dini.‖ (teacher oriented) menjadi pembelajaran yang berorientasi pada peserta Together) NHT dalam pembelajaran bercerita perlu adanya guru Head Kecamatan terhadap 1. Rumusan Masalah didik (student oriented). Kondisi seperti ini Berdasarkan pengertian dan latar memposisikan guru hanya sebagai fasilitator belakang masalah di atas, maka tersusun dalam rumusan pembelajaran, sehingga semua masalah sebagai berikut: peserta didik diajak terlibat aktif dalam Bagaimana Praktik Pembelajaran Kooperatif pembelajaran dapat Tipe NHT (Numbered Head Together) meningkatkan ketuntasan belajar. Salah satu terhadap Program Belajar Bercerita pada upaya yang dapat dilakukan adalah dengan Anak Usia Dini?‖ menerapkan model pembelajaran kooperatif 2. dalam yang proses pembelajaran akhirnya belajar yang mengajar, dapat Tujuan Penelitian yaitu Sesuai dengan permasalahan di atas, menanamkan maka tujuan dari penelitian ini adalah: untuk kesadaran dalam diri para peserta didik mengetahui bahwa mereka bersatu dalam suatu upaya Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head bersama dan akan berhasil atau gagal Together) sebagai sebuah tim. Bercerita pada Anak Usia Dini.‖ Salah satu model pembelajaran yang 3. melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran pembelajaran diterapkan kooperatif. kooperatif pada sangat pembelajaran ―Praktik terhadap Pembelajaran Program Belajar Manfaat Penelitian 1. Bagi lembaga pendidikan (sekolah) Model Sebagai cocok informasi bahan pertimbangan dalam dan memperhatikan bercerita FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 82 ISSN 2502-8723 keberadaan suatu model pembelajaran memberikan demi mencapai tujuan pembelajaran. pengkondisian terhadap sampel penelitian. 2. Bagi guru suatu perlakuan atau Penelitian eksperimen ini termasuk kategori a. Sebagai informasi mengenai True Experimental (eksperimen sungguhan). pembelajaran bercerita serta bisa Adapun rancangan (desain) penelitian yang dijadikan digunakan dalam penelitian ini adalah Post- pertimbangan dalam guru menentukan model test Only Control Design. pembelajaran, dan termotivasi agar menerapkan pembelajaran yang Dalam desain penelitian Post-test Only model Control Design ini, terdapat dua kelompok sesuai yang masing-masing dipilih secara random dengan materi, sehingga dapat (R). Kelompok menambah daya tarik peserta (treatment) disebut kelas eksperimen dan didik dalam belajar bercerita. kelompok yang tidak diberi perlakuan b. Dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam kegiatan efektif dan Bentuk desain (rancangan) penelitian yang Post-test Only Control Design ini terlihat efisien sehingga menumbuhkan aktivitas perlakuan disebut kelas kontrol (Sugiyono, 2009: 76). mewujudkan pembelajaran yang diberi dari tabel berikut: dan Tabel 3.1 Rancangan Penelitian minat belajar peserta didik serta E tujuan prestasi belajar bercerita X O1 R bisa tercapai dengan optimal. K O2 3. Bagi siswa Dapat meningkatkan Adaptasi dari Arikunto (2006: 87 ; Sugiyono (2009: 76) Keterangan: ketuntasan belajar dan dapat membantu siswa menjadi peserta didik yang lebih aktif. 4. Bagi peneliti Sebagai wacana untuk meningkatkan pengatahuan dan keterampilan mengajar serta mengembangkan wawasan berfikir. X : Perlakuan, yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT E : Kelompok eksperimen (kelas yang diberi perlakukan) K : Kelompok kontrol (kelas yang tidak diberi perlakukan) R : Randomisasi kelas sebagai sampel atas populasi Populasi adalah suatu kelompok besar eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Post-test pada kelompok kontrol 1. Populasi Jenis penelitian ini adalah penelitian variabel Post-test pada kelompok eksperimen : Sampel 1. Rancangan Penelitian sejumlah : O2 A. Deskripsi Populasi dan Penentuan METODE PENELITIAN terhadap O1 subyek penelitian. Menurut Arikunto (2006: dengan 83 ISSN 2502-8723 130), populasi adalah keseluruhan dari Adapun besar sampel dalam penelitian subjek penelitian. ini adalah 5 orang siswa atau 20 % dari Adapun populasi yang dijadikan objek populasi yang dianggap dapat mewakili penelitian adalah Siswa Taman Kanak- keseluruhan siswa di salah satu Taman Kanak Nurul Amin Kabupaten Sampang Kanak-Kanak (Nurul Amin) Kabupaten sejumlah 15 siswa. Sampang yang berjumlah sebanyak 25 Alasan memilih populasi tersebut siswa. adalah sebagai berikut: 3. Metode Pengumpulan Data a. Siswa tersebut perlu mendapatkan Adapun metode yang dipakai adalah perhatian, metode tes, yaitu berupa naskah pembinaan, dan pendampingan. soal/instrumen post test, metode interview Penelitian (wawancara), dan dokumentasi. ini perhatian, sebagai upaya pembinaan, dan 1. Tes pendampingan untuk kemajuan. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur 2. Penentuan Sampel Dalam suatu penelitian ilmiah, sampel keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang merupakan wakil sekelompok dari suatu dimiliki oleh individu atau kelompok. populasi, artinya dalam menentukan sampel Metode tes ini berupa post test (tes harus mencerminkan wujud dari suatu akhir populasi. memperoleh informasi tentang kemampuan Sugiyono (2009: 81) pelajaran) digunakan untuk mengatakan belajar siswa (perkembangan motorik halus) bahwa: ‖sampel adalah sebagian dari jumlah baik di kelas eksperimen maupun di kelas dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi kontrol. tersebut.‖ 2. Interview (wawancara) Untuk menentukan sampel, maka Wawancara dapat dilakukan secara teknik yang digunakan dalam penelitian ini terstruktur maupun tidak terstruktur dan adalah Random dapat dilakukan melalui tatap muka (face to Sampling, yaitu pengambilan subyek dari face) maupun dengan menggunakan telepon. setiap Dalam penelitian ini teknik wawancara teknik strata Proportional atau wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya dilakukan melalui subyek dalam masing-masing strata atau kepala, guru pengajar, dan siswa Taman wilayah (Arikunto, 2006: 139). Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 84 tatap muka dengan ISSN 2502-8723 Keterangan: : x1 Agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti : Nilai rata-rata hasil Post-test pada kelompok kontrol 2 : Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) eksperimen 2 : Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) kontrol : Jumlah sampel kelompok (kelas) eksperimen : Jumlah sampel kelompok (kelas) kontrol t : Nilai koefisien t-test dk : Derajat kebebasan (kriteria pengujian hipotesis terhadap ttabel) kepada x2 informan atau sumber data, maka diperlukan s1 telah melakukan wawancara s2 n1 n2 bantuan alat-alat wawancara, misalnya buku catatan, tape recorder, dan kamera. Dalam pelaksanaan digunakan buku catatan Nilai rata-rata hasil Post-test pada kelompok eksperimen sebagai alat wawancara. C. ANALISIS DATA 3. Dokumentasi 1. Penyajian Data Dokumentasi adalah mencari data 1.1 Tahap Penyajian mengenai hal-hal atau variabel yang berupa Setelah data yang diperoleh mulai dari catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, pembukaan sampai penutupan, langkah prestasi, notulen rapat, leger, agenda, dan berikutnya data tersebut disajikan dalam sebagainya (Arikunto, 2006: 206). bentuk tabel. Hal ini bertujuan untuk Metode dokumentasi dalam penelitian memudahkan analisis. ini digunakan untuk mengumpulkan data Tabel yang akan dipaparkan meliputi sekolah, baik yang bersifat umum maupun tabel 4.1 adalah yang bersifat khusus. sampel 4. Metode Analisis Data Untuk menjawab 4.2 adalah berupa hasil perolehan sampel penelitian untuk kelompok kontrol (X2) kemampuan motorik halus dari kelompok sebanyak 20 siswa dari salah satu Taman eksperimen dan kelompok kontrol sehingga Kanak-Kanak Sampang yang diacak dengan akan diketahui ada tidaknya pengaruh model teknik proportional random sampling. Tabel pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap 4.3 adalah Daftar Nama dan Nilai Hasil Post prestasi belajar (hasil belajar) Bercerita Tes (Prestasi Belajar) kelompok eksperimen maka akan mengunakan uji-t (t-test) dengan dengan menggunakan model pembelajaran rumus sebagai berikut: s1 n1 s2 2 n2 kelompok teknik proportional random sampling. Tabel kemampuan hasil belajar (post-test) berupa 2 untuk Kanak-Kanak Sampang yang diacak dengan diajukan yaitu menguji perbedaan mean t penelitian eksperimen (X1) sebanyak 20 siswa Taman pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis yang ( x1 x 2 ) berupa hasil perolehan kooperatif tipe NHT. Tabel 4.4 adalah daftar dk n1 n2 2 nama dan nilai hasil post tes (prestasi belajar) (Sugiyono, 2009: 197) kelompok menggunakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 85 model kontrol tanpa pembelajaran ISSN 2502-8723 kooperatif tipe NHT. Tabel 4.5 adalah 16 MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI B 17 ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA B daftar 18 NURIS AMDITA PRATITASWARI B perhitungan standar deviasi dan varians 19 BERI ALFIAN B 20 AMELIATUS SOLIHAH B kategori rata-rata nilai prestasi belajar siswa Taman Kanak-Kanak Sampang. Tabel di 4.6 Kabupaten adalah untuk kelompok eksprimen dan kelompok kontrol siswa Kabupaten Taman Sampang. Kanak-Kanak Tabel Sumber: Dokumentasi Taman Kanak-Kanak AminKabupaten Sampang 2014, diacak 4.7 Nurul Tabel 4.2 Daftar Nama Sampel Kelompok Kontrol perbandingan nilai t hitung dengan nilai t NO. tabel.Tabel-tabel tersebut akan dipaparkan ACH. RIVAL SARYADI B 2 FAISAL AKBAR B KELAS 3 M. RIZAL SUHADA‘ B Tabel 4.1 Daftar Nama Sampel Kelompok Eksperimen KELOMPOK EKSPERIMEN (X1) KELAS 1 sebagai berikut: NO. KELOMPOK KONTROL (X2) 1 ACH. RIVAL SARYADI B 4 ZILFIATUS SHOLEHAH. B 2 FAISAL AKBAR B 5 INTAN NUR SAFITRI B 3 M. RIZAL SUHADA‘ B 6 MEGA NUR ADINDA NUFITASARI B 4 ZILFIATUS SHOLEHAH. B 7 NADYA NUR JIHAN B 5 INTAN NUR SAFITRI B 8 NAWAL ABIL PUTRI B 6 MEGA NUR ADINDA NUFITASARI B 9 BILAL EMIRALDI ISLAMI B 7 NADYA NUR JIHAN B 10 ZAKIYA NABILA B 8 NAWAL ABIL PUTRI B 11 AISYAH FAISOL B 9 BILAL EMIRALDI ISLAMI B 12 MOH. ILHAM B 10 ZAKIYA NABILAUL ANAM B 13 FATMATUS ZAHRAH B 11 AISYAH FAISOL B 14 ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S. B 12 MOH. ILHAM B 15 MOH. INSAN NURIS DEWANGGA B 13 FATMATUS ZAHRAH B 16 MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI B 14 ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S. B 17 ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA B 15 MOH. INSAN NURIS DEWANGGA B 18 NURIS AMDITA PRATITASWARI B FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 86 ISSN 2502-8723 19 BERI ALFIAN B 20 AMELIATUS SOLIHAH B Sumber: Dokumentasi Taman Kanak-Kanak Nurul Amin Kabupaten Sampang 2014, diacak 13 FATMATUS ZAHRAH 74 14 ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S. 77 15 MOH. INSAN NURIS DEWANGGA 74 16 MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI 79 17 ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA 65 18 NURIS AMDITA PRATITASWARI 78 19 BERI ALFIAN 70 20 AMELIATUS SOLIHAH 70 Selanjutnya setelah penyajian tabeltabel di atas, maka akan disajikan tabel nilai post-test masing-masing kelompok, baik nilai kelompok eksperimen maupun nilai kelompok kontrol. Hal ini bertujuan agar JUMLAH 1.545 NILAI RATA-RATA X1 77.25 bisa diketahui nilai prestasi masing-masing siswa dari kedua kelompok tersebut. Adapun Sumber: Dokumentasi hasil pot-test kelompok eksperimen tabel-tabel yang akan disajikan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Daftar Nama dan Nilai Hasil Post Tes (Prestasi Belajar) Kelompok Kontrol Tanpa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Tabel 4.3 Daftar Nilai Hasil Post Tes (Prestasi Belajar) Kelompok Eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT NO. KELOMPOK EKSPERIMEN (X1) NO. SKOR X1 KELOMPOK KONTROL (X2) SKOR X2 1 ACH. RIVAL SARYADI 65 2 FAISAL AKBAR 54 1 ACH. RIVAL SARYADI 80 2 FAISAL AKBAR 82 3 M. RIZAL SUHADA‘ 86 3 M. RIZAL SUHADA‘ 70 4 ZILFIATUS SHOLEHAH. 86 4 ZILFIATUS SHOLEHAH. 60 5 INTAN NUR SAFITRI 60 5 INTAN NUR SAFITRI 59 6 MEGA NUR ADINDA NUFITASARI 6 MEGA NUR ADINDA NUFITASARI 64 7 NADYA NUR JIHAN 83 80 7 NADYA NUR JIHAN 74 8 NAWAL ABIL PUTRI 84 9 BILAL EMIRALDI ISLAMI 86 8 NAWAL ABIL PUTRI 60 10 ZAKIYA NABILAUL ANAM 84 9 BILAL EMIRALDI ISLAMI 60 11 AISYAH FAISOL 76 10 ZAKIYA NABILAUL ANAM 64 11 AISYAH FAISOL 59 12 MOH. ILHAM FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 80 87 ISSN 2502-8723 12 MOH. ILHAM 60 RENDAH 56 – 65 1 11 13 FATMATUS ZAHRAH 70 SANGAT RENDAH 45 – 55 0 2 14 ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S. 54 JUMLAH 20 20 15 MOH. INSAN NURIS DEWANGGA 73 RATA-RATA NILAI 77.25 64.75 16 MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI 60 17 ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA 70 18 NURIS AMDITA PRATITASWARI 70 19 BERI ALFIAN 80 20 AMELIATUS SOLIHAH Sumber: Dokumentasi Taman Kanak-Kanak Kabupaten Sampang. 2. Analisis Data Analisis data digunakan untuk mengetahui ada tidaknya dan seberapa besar pengaruh penggunaan model pembelajaran 60 kooperatif tipe NHT terhadap prestasi JUMLAH 1.295 belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak NILAI RATA-RATA X2 64.75 Kabupaten Sampang. Dalam penelitian ini, data yang dianalisis bersifat kuantitatif yaitu Sumber: Dokumentasi hasil pot-test kelompok kontrol data berbentuk angka-angka sebagaimana telah dipaparkan dalam beberapa tabel di Berdasarkan kedua tabel di atas, maka atas. dapat diketahui bahwa nilai prestasi belajar Untuk menganalisis data tersebut digunakan Bercerita siswa dalam kelompok eksperimen rumus t-test sampel related tergolong dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata 77,25, sedangkan sebagaimana berikut: nilai prestasi t (X1 X 2 ) 2 2 s1 s 2 n1 n2 belajar Bercerita siswa dalam kelompok kontrol tergolong dalam kategori rendah dk n1 n2 2 (Sugiyono, 2009: 197) dengan nilai rata-rata 64,75. Hal ini dapat Keterangan: dilihat dalam tabel 4.4 berikut ini: X1 s1 NILAI X1 X2 TINGGI 76 – 95 14 2 SEDANG 66 – 75 5 5 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 2 : 2 : s2 n1 n2 FREKUENSI ( F ) PRESTASI BELAJAR (KATEGORI) : x2 Tabel 4.5 Kategori Rata-Rata Nilai Prestasi Belajar Siswa Kelas B Semester I Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang. 88 : : : Nilai rata-rata hasilPost-test pada kelompok eksperimen Nilai rata-rata hasilPost-test pada kelompok kontrol Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) eksperimen Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) kontrol Jumlah sampel kelompok (kelas) eksperimen Jumlah sampel kelompok (kelas) kontrol t : Nilai koefisien t-test dk : Derajat kebebasan (kriteria pengujian hipotesis terhadap ttabel) ISSN 2502-8723 Tabel 4.6 Daftar Perhitungan Standar Deviasi dan Varians Untuk Kelompok Eksprimen dan Kelompok Kontrol Siswa Taman Kanak-Kanak Nurul Amin Kabupaten Sampang Skor ( X1 X1 Skor 2 1 x X2 - X2 - x2 7.5625 65 0.25 0.0625 2 82 4.75 22.5625 54 10.75 115.562 5 3 86 8.75 76.5625 70 5.25 27.5625 4 86 8.75 76.5625 60 -4.75 22.5625 5 60 17.2 5 297.562 5 59 -5.75 33.0625 2.75 7.5625 64 84 6.75 x2 - X2 1.75 3.062 5 60 -4.75 22.5625 17 65 -12.25 150.0 625 70 5.25 27.5625 18 78 0.75 0.562 5 70 5.25 27.5625 19 70 -7.25 52.56 25 80 15.25 232.562 5 20 70 -7.25 52.56 25 60 -4.75 22.5625 Juml ah 1.545 0 955,7 5 1.295 0 1.177,75 Keterangan 1. Jumlah kelompok eksprimen (X1) = 20 -0.75 2. Jumlah deviasi ( x1 ) 3. Mean X1 (M X1) 0.5625 10.5625 45.5625 83 60 18.25 -4.75 333.062 5 9 86 8.75 76.5625 60 -4.75 22.5625 10 84 6.75 45.5625 64 -0.75 0.5625 3. = X 1 5. Jumlah kelompok kontrol (X2) 6. Jumlah deviasi ( x2 ) = 0 2 x1 7. Mean X2 (M X2) 22.5625 = 0 N = 955.75 = 20 8. Jumlah x2 X = 2 1.545 77,25 20 1.295 64,75 20 N 2 = 1.177,75 Uji Hipotesis Untuk mencari nilai distribusi t dari kedua kelompok, maka langkah 11 76 -1.25 1.5625 59 -5.75 33.0625 12 80 2.75 7.5625 60 -4.75 22.5625 selanjutnya memasukkan nilai post-test ke dalam rumus t (t-test), yaitu: t 13 74 -3.25 2 79 4. Jumlah 8 X2 16 2 2.75 -3.25 x X2 ) 80 74 ( Skor 2 1 X1 ) ( 1 7 x2 ) ) 80 X1 No. X2 X1 6 Skor x1 ( X 1 x2 x1 No . Lanjutan Tabel 4.6 10.5625 70 5.25 27.5625 115.562 5 68.0625 14 77 -0.25 0.0625 54 10.75 15 74 -3.25 10.5625 73 8.25 ( X1 X 2 ) 2 2 s1 s 2 n1 n2 dk n1 n2 2 (Sugiyono, 2009: 273) Sebelum memasukkan nilai posttest ke dalam rumus t, terlebih dahulu 2 akan ditentukan nilai varians 1 ( S1 ) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 89 ISSN 2502-8723 dan varians ( S22 ) 2 Nilai thitung yang diperoleh adalah dengan 5,275, jika dibandingkan dengan nilai ttabel menggunakan rumus sebagai berikut: dengan derajat bebas (dk.= n1 + n2 -2= dk.= S1 2 ( X1 X1 )2 S2 2 N 1 ( X 2 X 2 )2 N 1 (Syah, 2009: 81-82) S1 2 S1 2 S1 2 955,75 S2 2 20 1 955,75 S2 2 19 50,3026315789 S1 50,303 2 (hasil S2 2 S2 2 1.177,75 20 1 1.177,75 20+20 – 2=38) pada taraf signifikansi 5% atau = 0,05 adalah 1,684 dan pada taraf signifikansi 1% atau = 0,01 adalah 2,423. Hal ini bisa di lihat dari tabel 4.6 berikut ini: Tabel 4.7 Perbandingan Nilai t Hitung dengan Nilai t Tabel 19 Nilai ttabel = 61.9868421053 = 61.987 dk. (n1+ n2 2) (hasil pembulatan) pembulatan) Dari perhitungan di Nilai t Taraf Signifikansi hitung atas, diperoleh nilai varians 1 ( S12 ) sebanyak 38 50,303, dan nilai varians 2 ( S 2 2 ) 5,275 5% 1% 1,684 2,423 Sumber: Dari hasil penghitungan Dengan demikian maka nilai thitung = sebanyak 61.987. Jadi, perolehan angka bila dihitung brdasarkan rumus t (t-test) 5,275 sebagai berikut: thitung > ttabel pada taraf signifikansi 5%. Hal t t t ini ternyata juga thitung = 5,275 lebih besar (X1 X 2 ) 2 S1 n1 dari ttabel = 2,423 atau thitung > ttabel pada taraf 2 lebih besar dari ttabel = 1,684 atau S2 n2 signifikansi 1%. 77,25 64,75 50,303 61,987 20 20 12,5 Hal tersebut berarti hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi: ‖Tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT 2,51515 3,09935 12,5 t 5,6145 12,5 t 2,3694936167 8 t 5,27538876301 t = 5,275 (hasil pembulatan) terhadap prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak Kabupaten Sampang‖, ditolak. Sedangkan hipotesis kerja (Ha) yang berbunyi: ‖Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap dengan dk = n1 + n2 -2= 20+20-2=38 praktik belajar Bercerita Kabupaten Sampang‖, diterima. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 90 ISSN 2502-8723 4. Hal ini berdasarkan hasil uji hipotesis Interpretasi Berdasarkan dari hasil analisis data dengan t-test yang diperoleh nilai thitung = yang telah diuraikan di atas diperoleh hasil 5,275 uji hipotesis dengan t-test bahwa nilai thitung thitung > ttabel = 5,275 lebih besar dari ttabel = 1,684 atau signifikansi 5%, dan ternyata thitung = 5,275 thitung > ttabel lebih besar dari taraf juga lebih besar dari ttabel = 2,423 atau thitung signifikansi 5%. Hal ini ternyata juga thitung = > ttabel lebih besar dari taraf signifikansi 1%. 5,275 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih besar dari ttabel = 2,423 atau thitung > ttabel lebih besar dari ttabel = 1,684 atau lebih besar dari taraf lebih besar dari taraf hipotesis kerja (Ha) yang diajukan dalam signifikansi 1%. Dengan demikian dapat penelitian ini diterima dan hepotesis kerja dikatakan bahwa hipotesis kerja (Ha) yang (Ho) ditolak. diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal Dengan ini dapat pengaruh diinterpretasikan positif dan bahwa signifikan digunakan model ada pembelajaran dalam proses pembelajaran atas secara tepat, maka dapat diatasi sikap pasif penerapan model pembelajaran kooperatif peserta didik. Dalam hal ini, model tipe NHT terhadap peningkatan prestasi pembelajaran kooperatif tipe NHT berguna belajar mata pelajaran Bercerita. untuk menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih antar sesama SIMPULAN DAN SARAN siswa sehingga membantu meningkatkan prestasi siswa. 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas, DAFTAR PUSTAKA dapat disimpulkan sebagai berikut: Anonim, (2012). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) (Online), http://blog.tp.ac.id. (diakses tanggal 19 Pebruari 2012) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. HS, Widjono. (2007). BERCERITA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo. Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Mulyasa, Enco. (2004). Implementasi Kurikulum 2004 – Panduan 1. Tingkat prestasi belajar bercerita siswa Taman Kanak-Kanak Nurul Kabupaten Sampang menggunakan model Amin dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT tergolong tinggi dengan nilai rata-rata: 77.25. 2. Ada pengaruh peggunaan yang model signifikan pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap prestasi belajar Bercerita siswa Taman KanakKanak Nurul Amin Kabupaten Sampang. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 91 ISSN 2502-8723 Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta:Delia Press Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas Dirjen Dikwen LPMP. Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Purwanto. M. Ngalim. (2000). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: Cara Efektif dan Menyenangkan Pacu Prestasi Seluruh Peserta Didik. Terjemahan oleh Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media. Sugiyanto. (2010). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Kadipiro Surakarta:Yuma Pustaka Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Syah, Darwyan Dkk. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 92 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “PRE-SERVICE TRAINING” BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMAUNTUK CALON GURU PROFESIONAL Eliasanti Agustina Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, UniversitasNegeri Malang [email protected] Ayunda Azalea Arham Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak Dalam pasal 8 UU no 14 tahun 2005 disebutkan bahwa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi professional, kompetensi personal, dan kompetensi social untuk dapat dinyatakan sebagai guru yang berkualifikasi. Sayangnya, pemerintah hanya fokus pada peningkatan kompetensi guru di bidang pedagogik dan profesional. Dua kompetensi lainnya seperti kompetensi kepribadian dan sosial sering diabaikan. Pada karya ilmiah ini,penulis menyajikan konseptual framework tentang pendidikan karakter untuk calon guru yang diramu dalam konsep asrama dimana didalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti aktivitas rutin, seminar, workshop, ektrakurikuler, dan sebagainya untuk menggembleng calon guru sehingga mempunyai kompetensi kepribadian dan sosial yang baik. Kata Kunci:Pre-service training, pendidikan karakter, pendidikan asrama, guru profesional dianggap tidak efektif karena kurikulum, Pendahuluan bersama dengan mata pelajaran, strategi Keprihatinan terhadap guru yang berkualitas rendah telah pengajaran menimbulkan dan penilaian oleh beberapa prasangka terhadap upaya yang pertimbangan telah Kementrian universitas, yang kemudian menghasilkan dalam kualitas hasil belajar yang berbeda antara mengatasi masalah ini. Pihak Kementrian universitas yang berbeda. Hal ini selanjutnya sebenarnya berimbas kepada ketidakmerataan kualitas dilakukan Pendidikandan oleh Kebudayaan telah mengajukan dan dari diatur masing-masing guru yang terbentuk dari keadaan tersebut. menyenggelarakanprogram pelatihan pre- Lembaga service dan in-service bagi para guru untuk Pendidikan Tinggi, di mengembangkan bawah pengawasan Kementrian Pendidikan kompetensi mereka. Faktanya, kewenangan dan Kebudayaan, mengelola peraturan untuk mengelola program pelatihan pre-service universitas telah diserahkan ke perguruan tinggi yang Kurikulum Pendidikan Tinggi (2014), yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu hanya Pendidikan. skema pelaksanaan kurikulum, misalnya mempertahankan dan Praktek ini sebenarnya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 93 yang ditulis menyediakan dalam informasi Buku tentang ISSN 2502-8723 bagaimana melakukan penilaian. adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk Sebenarnya ini adalah hal yang sepele. melakukan sesuatu atau untuk mencapai Dengan panduan fungsi tertentu (Menteri Pendidikan, 2001). tentang bagaimana menerapkan kurikulum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tidak tentang guru dan dosen menyatakan bahwa hanya menyediakan menjamin kesetaraan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang kualifikasi harus dicapai oleh calon guru masa depan penyelesaian dari berbagai universitas. Dengan kata lain, tinggi atau program diploma empat; dan calon universitas kompetensi mempelajari jenis course yang berbeda dan pedagogik, kompetensi memiliki berbeda kompetensi sosial, walaupun mereka mengambil jurusan yang profesional yang sama. pendidikan profesi. Selanjutnya, Peraturan guru dari berbagai kompetensi Sebelum yang berbicara lebih lanjut akademik diperoleh program guru gelar melalui pendidikan meliputi kompetensi kepribadian, dan kompetensi diperoleh melalui Menteri Pendidikan No 16 Tahun 2007 tentang kompetensi yang wajib dimiliki oleh menyatakan guru, perlu adanya pemahaman tentang memenuhi standar kualifikasi akademik dan makna kompetensi guru terlebih dahulu. kompetensi guru yang secara nasional Kompetensi sebagai diterapkan. Jelaslah bahwa seorang guru kemampuan guru dalam melakukan tugas- harus memiliki kualifikasi tersebut karena ia tugas atau perannya dalam hal mengajar dan langsung mendidik. Tidak hanya itu, kompetensi juga Kompetensinya terintegrasi menjalankan tugasnya dengan baik untuk keterampilan, guru didefinisikan dengan nilai pengetahuan, dan sikap pribadi. bahwa setiap terhubung membuat guru ke wajib siswa. dia mampu mendidik siswa. Kompetensi dibangun di atas pengetahuan Namun, jika ditelaah lebih lanjut, dan keterampilan dan diperoleh melalui diantara empat kompetensi yang wajib pengalaman kerja dengan dimiliki seorang guru, kompetensi pedagogi melakukan. Hal dalam dan profesionallah yang lebih diutamakan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 baik dalam pembentukannya maupun upaya tentang sistem pendidikan yang mana pengembangannya. Pelatihan-pelatihan di pendidik harus memiliki kualifikasi dan dalam program baik pre-service maupun in- sertifikasi dari pelajaran service dan ini belajar dinyatakan yang mereka keduanya difokuskan untuk ajarkan, kemampuan untuk mewujudkan mengembangkan kompetensi pedagogi dan tujuan pendidikan nasional, dan harus sehat profesional. Kekhawatiran semakin mencuat jasmani dan rohani. Istilah 'kualifikasi' dengan merebaknya berbagai fakta tentang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 94 ISSN 2502-8723 tindakan kriminal yang dilakukan oleh guru Ketiadaan pelatihan yang bertujuan membuat pertanyaan tentang bagaimana mengembangkan dua kompetensi tersebut kompetensi sosial dan personal yang harus menggugah rasa keingin tahuan tentang apa dimiliki guru dibentuk semakin menguat. yang sebetulnya bisa dilakukan pemerintah Sebagai catatan, karakter yang harus untuk menutup celah ini.Anggapan tentang tertanam oleh seorang guruseperti yang bahwa tertera dalam Undang-Undang Nomor 14 kesadaran Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah seharusnya bersikap ternyata tidak cukup karakteristik yang berbudi luhur yang tanpa adanya penguatan dari aktivitas- meliputi: aktivitas atau kebijaksanaan dan martabat. Kepribadian diberikan kepada guru juga mencakup sikap, nilai, dan pembentukan keprofesionalan guru. Dalam kepribadian sebagai unsur perilaku yang hal ini, kami berpendapat bahwa penguatan dapat dijadikan panutan oleh siswanya. Hal kompetensi kepribadian dan sosial lebih ini juga termasuk pengembangan spiritual; baik dikuatkan diawal sebelum calon guru kepatuhan pada norma-norma, aturan, dan terjun ke lapangan menjadi guru profesional. kemantapan, kematangan, sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat; pengembangan sudah tentang mempunyai bagaimana program-program Meskipun guru dalam berbagai ide mereka yang rangka telah terpuji; diajukan atau bahkan diimplementasikan berdemokrasi dan pemikiran terbuka untuk untuk mengembangkan kompetensi guru, reformasi dan kritik. Sayangnya, tidak ada beberapa yang mengusulkan pendidikan semua kompetensi perumahan sebagai solusi prospektif. Ide ini kepribadian yang penyimpangannya dapat sebenarnya telah dikemukakan oleh Bedjo ditemukan secara langsung di lapangan. Susanto dalam artikelnya untuk sebuah buku Selain itu, karakter yang berkaitan dengan berjudul 10 Windu Prof. Dr. HAR Tilaar, kompetensi sosial mencakup kemampuan M.Sc.Ed guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi Kemana?".Ia secara efektif dengan lingkungan sekolah pendidikan asrama untuk guru pernah dan di luar lingkungan sekolah seperti siswa, dilaksanakan pihak lain yang terkait, orang tua dan Indonesia. Namun, karena beberapa faktor, masyarakat siswa. Seorang guru tidak akan sistem ini kemudian dihentikan. Meski bisa melaksanakan perannya dengan baik begitu, ide ini benar-benar sangat baik dan jika ia tidak mampu berkomunikasi dengan layak baik dan benar. percaya bahwa harus ada suatu perwujudan guru kualitas guru-guru memiliki dari FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 95 Pendidikan Indonesia: Arah, bahwa sistem menulis di awal dipertimbangkan. sistem pendidikan kemerdekaan Kami asrama sangat untuk ISSN 2502-8723 membenamkancalon Indonesiadengan guru di program-program mereka yang dalam akademik dan serangkaian non kegiatan akademik yang khususnya hanya bisa ditawarkan oleh membangun karakter mereka. Sistem asrama pendidikan ini kompetensi asrama dalam kepribadian membentuk dan dirancang untuk menciptakan sosial. pengalaman berasrama penuh di tingkat Engkoswara, et al. (2000) juga percaya perguruan tinggi untuk semua mahasiswa bahwa lebih baik untuk merancang sebuah selama waktu yang diperlukan. Tempat di manajemen atau sistem yang mengharuskan mana siswa tinggal kemudian didefinisikan guru masa depan hidup di sebuah sekolah sebagai pendidikan asrama . yang berasrama setidaknya selama satu tahun. Sekolah berasrma ini Secara historis, menurut Web-4, harus pendidikan asrama pertama didirikan di dilengkapi oleh program dan kegiatan yang tahun 1840-an di Amerika Serikat. Ada menciptakan lingkungan belajar yang baik begitu banyak kritik terhadap pendidikan melalui yang asrama karena peran utama pendidikan dirancang untuk membantu perkembangan asrama adalah untuk mengkonversi anak perilaku guru. Adat Kristen dan "membudayakan mereka". kurikulum tersembunyi, Tergugah oleh ide-ide ini, kami akan Pendidikan asrama mencoba untuk menguraikan gagasan sistem ditutup pada tahun 1996. pendidikan asrama untuk calon guru yang mana elaborasi Di Indonesia, negara dengan bertujuan untuk keragaman budaya, agama, dan etika, kesalahan-kesalahan dalam keberadaan pendidikan asrama bukanlah hal memahami apa itu pendidikan asrama yang yang baru lagi. Pada kenyataannya, ada kami beberapa jenis pendidikan asrama m seperti menghindari maksud, in terakhir kemudian menjelaskan bagaimana sistem yang diusulkan dapat berjalan dengan yang yang didasarkan baik kepadacalon guru, serta mengusulkan keagamaan sebuah model sistem pendidikan asrama sebagai contoh. jenispendidikan asrama ini yang ideal untuk calon guru. lebih berbasis pada nilai, doktrin dan praktik tertentu. pada Pondok praktek Pesantren Islam. Dengan demikian siswa diwajibkan GAGASAN KONSEP untuk tidak hanya membenamkan diri dalam SISTEM kegiatan akademis tetapi juga kegiatan non- PENDIDIKAN ASRAMA akademik Sistem pendidikan asrama mengacu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip Islam. pada sistem pendidikan yang mengharuskan Siswa dari pendidikan asrama secara peserta didik untuk tinggal di asrama yang rutin kembali ke rumah selama liburan disediakan oleh sekolah, dan melibatkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG akademis 96 ISSN 2502-8723 sekolah danakhir beberapa pekan, tetapi kebudayaan dalam KEUNTUNGAN DALAM mungkin MENERAPKAN PENDIDIKAN menghabiskan sebagian besar masa kecil BERBASIS ASRAMA dan kehidupan remaja mereka jauh dari Sebelumnya keluarga mereka. Siswa dari pendidikan itu, gagasan pendidikan konsep beralih adalah pendidkan asrama yang memiliki oleh Octyavera, et.al (2009) menunjukkan sosialnya. Berbagai program yang diberikan bahwa sebenarnya ada kontribusi yang pembentukan efektif dari sistem pendidikan asrama untuk karakter yang sesuai dengan perumusan perkembangan adaptasi sosial siswa karena karakter ideal yang harus dimiliki oleh sudah kualitas kehidupan sekolah dianggap tinggi. ditentukan Penelitian ini membuktikan bahwa sistem sebelumnya oleh Kementrian Pendidikan dan Kebuadayaan. Selain itu, pendidikan dalam siswa diri serta pemahaman yang lebih besar dan diatur sedemikian rupa agar dapat tentang bagaimana bertoleransi dan hidup disesuaikan dengan kebutuhan calon guru dengan orang lain dalam mencapai tujuan pendidikannya yaitu kompetensi membantu mempromosikan pemahaman perkembangan asrama untuk calon guru akan ditentukan empat asrama memperoleh adaptasi sosial dengan cara prakteknya, kegiatan dalam satu hari di memiliki tentang Salah satu penelitian yang dilakukan calon guru dari segi karakter dan jiwa yang pembahasan asrama memberikan manfaat kepada siswa. untuk para calon guru akan menempa calon- guru pada menyelidiki bagaimana sistem pendidikan adalah ilmu agamanya, pendidikan asrama seorang sistem banyak peneliti yang meneliti topik ini untuk jika di pondok pesantren yang dikuatkan kepada dan keuntungan dari pendidikan asrama. Ada sistem seperti pondok pesantren. Namun, mengarah asrama pendidikannya, pada bagian ini kita akan pendidikan asrama yang ingin kami ajukan akan dipaparkan beberapa pemahaman tentang definisi utama asrama dapat bervariasi dari setiap usia. Sementara telah Penelitian lain yang dilakukan oleh guru. Frazier (2012) juga membuktikan bahwa Pembahasan lebih lanjut tentang program- siswa yang belajar di lingkungan asrama program dalam pendidikan asrama akan dengan keterlibatan langsung oleh bagian disampaikan di bagian selanjutnya. dari fakultas dan pengurus asrama memiliki tingkat kepuasan mahasiswa yang lebih tinggi secara keseluruhan daripada siswa di asrama yang fakultas dan keterlibatan stafnya kurang. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 97 ISSN 2502-8723 Briggs (2012) juga menghadirkan banyak dengan rekan-rekan mereka yang dua temuan utama yang diidentifikasi dari menekuni subjek yang sama. Seperti yang penelitian yang telah dilakukannya. Pertama, kita program asrama lingkungan berbahasa Inggris baik di kelas perguruan tinggi untuk mahasiswa tahun dan di luar kelas. Ini akan membuat pertama dalam menyesuaikan diri dengan keterampilan perguruan tinggi melalui identifikasi sumber terutama keahlian berbicara, berkembang pendukung mahasiswa. Kedua, tinggal di secara signifikan. Seperti yang dinyatakan kampus selama tahun pertama, dengan oleh Dulay, et al. (1982), lingkungan bahasa bantuan mempromosikan adalah penentu keberhasilan peserta didik dibandingkan dalam menguasai bahasa kedua. Semakin yang disediakan mentor, keberhasilan bisa akademis, di dengan tinggal di rumah. tahu bahwa mereka bahasa Inggris Inggris, semakin baik penguasaan bahasa bahwa sistem pendidikan asrama sangat Inggris bermanfaat menawarkan kesempatan ini. meningkatkan siswa adaptasi mereka, mereka mendapat banyak interaksi bahasa Menurut temuan ini, sangat jelas bagi memerlukan dengan cara sosial, serta mereka. Pendidikan asrama menghubungkan akademisi ke kehidupan PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER siswa dengan memberikan wacana reflektif. DALAM PENDIDIKAN ASRAMA Kurikulum untuk pendidikan asrama Mempertimbangkan signifikansi dari dalam hal bagian pengetahuan dan substansi sistem pengetahuan tidak akan benar-benar berbeda disebutkan, dengan pendidikan reguler untuk calon guru. asrama faktor yang penentu telah yang berkontribusi kepada model pendidikan Apa yang membuatnya berbeda hanya asrama layak untuk dibahas lebih lanjut. dalam hal memberi tugas rumah diambil Mari pertama kita melirik pada penelitian karena siswa tidak akan pulang tapi mereka oleh Takahashi & Majima, berfokus pada pergi ke asrama mereka setelah sekolah. aspek sosial yang dijelaskan sebagai berikut. Bahkan, siswa akan melakukan proyek Takahashi mereka di waktu sekolah (7 a.m - 12 p.m) melakukan untuk topik tertentu atau mereka bisa & penelitian Majima yang (1994) meneliti bagaimana kerangka awal pembentukan melakukan proyek mereka di grup setelah hubungan waktu sekolah. sosial dari individu siswa mempengaruhi penyesuaian transisi dari Sisi positif yang lain adalah bahwa rumah ke asrama kampus. Berdasarkan calon guru bahasa Inggrisakan merasa pengukuran awal, 23 siswa yang dominan bahwa mereka dapat berinteraksi lebih FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG pendidikan bersama dengan orang yang berusia sama 98 ISSN 2502-8723 dan 14 siswa yang lebih cenderung bersama tidak mampu berkomunikasi dengan peserta keluarga dipilih dan dibandingkan dalam hal didik. Oleh karena itu, guru harus memiliki bagaimana hubungan sosial baru mereka kemampuan terbentuk penyesuaian berkomunikasi dengan siswa. Guru juga mereka didukung oleh pembentukan awal harus mampu berkomunikasi dengan sesama dan atau hubungan baru. Seperti yang pendidik, staf, orang tua atau wali murid, diperkirakan, siswa yang dominan bersama dan orang mudah adalah apa yang sering disebut kompetensi mengembangkan hubungan dengan orang sosial guru. Sanusi (1991) mengungkapkan baru yang juga seumuran dan dilaporkan bahwa bahwa mereka tidak terlalu mengalami kemampuan kesulitan dalam membuat transisi daripada tuntutan pekerjaan dan lingkungan sebagai rekan-rekan guru". Menurut Permendiknas 16, 2007 dan yang bagaimana seumuran mereka lebih yang cenderung bersama keluarga. lagi masyarakat. berasosiasi Kemampuan "kompetensi untuk sosial atau tersebut mencakup beradaptasi dengan seorang guru yang memiliki kompetensi Dari hasil penelitian, tidak dapat diragukan untuk bahwa sosial harus mampu; berkomunikasi secara manajemen lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan pendidikan asrama merupakan suatu hal teknologi informasi dan yang penting untuk membangun hubungan fungsional, sosial antara siswa yang tinggal di satu dengan siswa, sesama guru, staf, dan orang asrama. Dengan kata lain,model pendidikan tua atau wali siswa, berinteraksi dengan asrama menunjukkan hubungan sosial di sopan dengan masyarakat sekitarnya dan, antara peserta didik, yang bisa didapatkan dan bersimpati. Contoh aktivitas yang dengan merancang kegiatan atau program membantu untuk pelajar di mana mereka dapat terlibat kompetensi sosial mereka adalah out-bound . Selain itu, program ini harus menuntut atau peserta didik untuk memenuhi persyaratan membangun kerja sama tim dan kompetensi ini: siswa saling mengenal satu sama lain, sosial lainnya. Program lain adalah Asosiasi siswa belajar untuk saling menghormati, asrama, Badan Eksekutif Mahasiswa, dan warga belajar untuk berkomunikasi satu lain lain. Organisasi ini akan memberikan sama lain dan berinteraksi secara positif. kesempatan Dengan demikian, tujuan untuk membangun mendapatkan jiwa kepemimpinan. Selain itu komunitas yang positif akan terjadi. juga membuka peluang mereka untuk berinteraksi calon mengikuti secara guru program kepada komunikasi efektif memperoleh yang mereka dapat untuk Proses pendidikan atau pembelajaran bersosialisasi secara luas dan membantu tidak akan berfungsi dengan baik jika guru dalam perencanaan acara kampus. Menjadi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 99 ISSN 2502-8723 bagian dari sebuah organisasi, mereka akan bertemu orang-orang dengan Kedua, berbagai mengarah tentang perkembangan kepribadian guru, sistem karakter. Ini membantu mereka untuk pendidikan belajar bagaimana berkomunikasi secara memberikankegiatan yang padat, namun efektif dengan berbagai macam karakter konstruktif, orang. Seorang guru yang baik harus mampu Sehinggacalon guru dapat membangun sikap berkomunikasi secara efektif kepada siswa , kemandirian , tanggung jawab, berpikiran rekan-rekan , dan masyarakat . Di kelas , terbuka , kepemimpinan , dll.Salah satu guru memiliki beberapa peran yaitu sebagai contoh motivator , pengorganisasi , fasilitator , Universitas Harvard, salah satu universitas informatory , dan konselor . Mengenai terbaik peran-peran penting mempanyuai cara berkomunikasi Membangun asrama menantang, yang di yang telah dunia baik harus menarik. diterapkan untuk oleh keberhasilan , guru harus akademis dan keunggulan sistem asramanya yang tepat untuk . dengan orang keterampilan lain . "Dengan lebih dari 400 organisasi komunikasi mahasiswa resmi termasuk ekstrakurikuler, bukanlah hal yang mudah bagi semua orang ko-kurikuler . Disini , pendidikan berbasis asrama Harvard aktif di dalam dan di luar kampus. menawarkan diskusi Apakah di bermain di lapangan stadion mingguan , ekstrakurikuler debat bahasa Harvard atau bersorak pada pertandingan Inggris dan kompetisi skill berkomunikasi ( olahraga di Harvard, menjadi relawan story telling , lomba pidato , debat ) antara melalui ruang mendorong program dalam pendidikan seperti asrama. asrama akan Selanjutnya , dan olahraga, organisasi kegiatan seperti mahasiswa PBHA kewirausahaan , di memberikan laboratorium inovasi Harvard , menulis atau pelatihan dan workshop untuk menjadi mengedit Harvard Crimson atau Harvard pembicara publik yang baik . pendidikan Lampoon , atau meneliti di salah satu dari asrama juga akan mengadakan program banyak laboratorium." (Web-5) amal setahun sekali . Dalam program ini , Siswa Harvard terus belajar dan calon guru diminta untuk pergi ke sekolah di sibuk di sebagian besar waktu mereka. daerah terpencil , kemudian mengajar siswa Kegiatan mereka pasti akan memberikan , memberi mereka makanan dan peralatan kesempatan yang akan menantang dan sekolah untuk mendukung pengembangan setiap siswa membangun sensitivitas mereka kepada karena mereka akan matang secara bertahap orang lain . di pikiran dan tindakanmereka. Terinspirasi . Tindakan ini baik oleh ini, pendidikan asrama di Indonesia FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 100 ISSN 2502-8723 yang disiapkan untuk guru bahasa Inggris di mengembangkan masa depan dapat mengatur setiap kegiatan guru seperti sopan santun dan; (5) menjadi yang membantu mereka mengembangkan demokratis dan terbuka untuk reformasi dan karakter, seperti: mengatur bazaar tahunan kritik. Sayangnya, tidak semua guru di yang mengajarkan menjadi kreatif, kualitas terpuji sebagai mereka bagaimana Indonesia memiliki kompetensi personal berani mengambil yang risiko,dan menjadi individu yang inovatif . baik. Salah satu kasus adalah kurangnya disiplin. Rendahnya kualitas guru Ketiga, pendidikan berbasis asrama juga disebabkan oleh disiplin kurangnya harus memiliki ketua pengurus asrama dan guru. Misalnya, guru datang terlambat ke staf pengajar. Peran mereka sangat penting kelas, meninggalkan kelas sebelum waktu karena berakhir, siswa asrama membutuhkan bahkan tidak datang untuk pengawasan serta pemantauan. Sebagaimana mengajar para siswa. kebiasaan buruk ini dinyatakan oleh Briggs (2012) dukungan dapat mempengaruhi hasil belajar dan secara pengelola meningkatkan tidak sadar ia memberi contoh kepada siswa keberhasilan akademis siswa. Penulis juga menjadi orang yang tidak disiplin. Agar percaya bahwa dengan memberikan otoritas, calon calon guru akan dapat mengembangkan mempunyai kepribadian yang baik, penulis kedisiplinan, mengusulkan cara yang bisa dilakukan asrama bisa kejujuran, integritas, pengalaman spiritual, dan lain sebagainya. Keempat sebagai Guru seseorang sering dianggap yang memiliki guru menjadi seseorang yang seperti yang tercantum di bawah ini: • Membentuk ketepatan waktu dan disiplin pada calon guru dengan kepribadian yang ideal. Oleh karena itu, menetapkan guru sering dianggap sebagai model yang penghargaan. harus dipatuhi dan ditiru. Sebagai contoh, diterapkan di pendidikan militer, guru harus memiliki kompetensi yang terkait yang menetapkan jadwal yang ketat dengan dan aturan ketat bagi para siswa. pengembangan (kompetensi personal), kemampuan yang pengalaman dalam kepribadian termasuk: • (1) hukuman Hal ini dan sudah Menyediakan kantin tanpa penjual terkait dengan yang membebaskan calon guru untuk keyakinan agama mengambil dan membayar untuk mereka; (2) kemampuan untuk menghormati kebutuhan mereka sendiri. Hal ini dan menghargai antar umat beragama; (3) disebut sebagai "kantin kejujuran". kemampuan sesuai Beberapa kantin di dalam sekolah di norma-norma, aturan, dan sistem Indonesia telah mengadopsi cara ini nilai yang berlaku dalam masyarakat; (4) untuk melatih kejujuran siswa. Salah dengan untuk berperilaku FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 101 ISSN 2502-8723 • satu sekolah yang memiliki "kantin melalui membaca. Membentuk kebiasaan kejujuran" 29 membaca pada calon guru dengan cara Kebayoran Lama, Jakarta. Hal ini memberikan jadwal untuk membaca segala diterapkan sejak Januari 2015,Lebih- jenis buku yang mereka sukai setelah lebih lagi kepala sekolah mengatakan sarapan (30 menit) dan kemudian berbagi bahwa kantin ini efektif untuk tentang apa yang telah mereka baca kepada membangun kejujuran siswa (Web- teman mereka dalam kelompok kecil (15 6). menit). Ini tidak hanya akan membuat Seorang guru yang baik adalah mereka seseorang yang memiliki kecerdasan membuat mereka tertarik pada bacaan. yang baik secara emotional dan Adanya klub atau organisasi untuk pecinta spiritual . Mengadakan ceramah buku dan dibagi berdasarkan ketertarikan agama dengan mengundang pemuka mereka seperti sastra, ilmu pengetahuan,, agama seminggu sekali adalah cara fiksi, psikologi, dan sebagainya. Klub yang bacaan baik adalah untuk SMAN meningkatkan lebih berwawasan tersebutdapat tetapi juga memperluas kecerdasan spiritual calon guru . pengetahuan mereka tentang hal yang Selain itu , rutinitas sehari-hari mereka sukai. Dua kali dalam setahun, klub seperti akan dapat mengundang penulis buku untuk dilakukan . Hal ini efektif untuk memberikan informasi tentang apa yang ada membuat mereka merasa bahwa dalam buku itu, apa yang menarik dari buku berdoa bukan merupakan kewajiban ini, bagaimana proses dalam menciptakan tetapi kebutuhan mereka . Kemudian, itu mereka akan memiliki spiritual yang memfasilitasi calon guru untuk menjadi baik dan berperilaku baik secara orang moral menyediakan beribadah karena bersama semua agama dan sebagainya. yang Asrama berpengetahuan perpustakaan dengan online offline. kebaikan. beberapa sudut sehingga calon guru tetap pendidikan perpustakaan. Guru diusulkan harus dengan keamanan untuk konten negatif akan disediakan. adalah Kuncinya adalah membuat mereka untuk menikmati membaca dan memiliki berpikir bahwa membaca adalah kegitan wawasan yang luas. Salah satu cara untuk yang berharga (Hunter, 2005). memperluas pengetahuan calon guru adalah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG di Indonesia. Akses internet kecepatan tinggi siswa mencapai tujuan mereka. Salah satu yang kabar update dengan keadaan yang terjadi di asrama akanmenyediakan fasilitas yang membantu fasilitas surat dan mengatakan hal yang sama tentang Kelima Menyebarkan akan 102 ISSN 2502-8723 Takahashi, Keiko and Majima, Naomi. Transition from Home to College Dormitory: The Role of Preestablished Affective Relationships in Adjustment to a New Life. Journal of Research on Adolescence. Volume 4, Issue 3, page 367-384, 1994. Tim Kurikulum dan Pembelajaran, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional DAFTAR PUSTAKA Briggs, Ronald. (2012). Increasing FirstSemester Student Engagement: A Residential Community Retention Study. Dissertation. Phoenix: Arizona State University. Dulay, Heidi, et al. (1982). Language Two. New York: Oxford University Press. Engkoswara, et al. Keefektifan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, jilid 7, nomor 2, 2000. Frazier, William and Eighmy, Myron. (2012). Themed Residential Learning Communities: The Importance of Purposeful Faculty and Staff Involvement and Student Engagement. Journal of College and University Student Housing, volume 38, no 2, page 10-31. Hunter, Phyllis S. 2005. Raising Students Who Want to Read. New York: Scholastic Professional Paper Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36/D/O/2001 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Dosen Octyavera, Ruri, et al. Hubungan Kualitas Kehidupan Sekolah dengan Penyesuaian Sosial pada Ssiwa SMA International Islamic Boarding School Republic of Indonesia. Jurnal Psychoidea. ISSN 1693-1076. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Sanusi, Achmad. 2013. Kepemimpinan Pendidikan: Strategi Pembaruan, Semangat Pengabdian, Manjemen Modern. Bandung: Nuansa Cendekia. Susanto, Bedjo. 2012. ―Mengemas Kembali Pendidikan Indonesia‖. Dalam Sutjipto (Ed), 10 Windu Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M.Sc.Ed Pendidikan Nasional: Arah Ke Mana? (hlm. 2435). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 103 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMBELAJARAN KONSEP VEKTOR DENGAN STRATEGI ELABORASI BAGI MAHASISWA Fetty Nuritasari Pendidikan Matematika-Universitas Madura Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain pembelajaran dengan strategi elaborasi dan cara menerapkan pembelajaran dengan strategi elaborasi pada konsep vektor bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Madura. Pembelajaran dengan strategi elaborasi yang dapat membangun pemahaman konsep konsep vektor pada mahasiswa terdiri dari tahap: (1) memberikan orientasi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan, (2) menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran, (3) dengan tanya jawab memberi motivasi dan apersepsi mahasiswa, (4) dosen melakukan orientasi kepada mahasiswa dengan memberikan permasalahan yang terkait pengenalan konsep limit fungsi, (5) mahasiswa melakukan interpretasi dengan berdiskusi dengan temannya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, (6) mahasiswa mempresentasikan hasil kerja yang diperolehnya, (7) mahasiswa saling memberikan orientasi dengan melakukan tanya jawab berdasarkan hasil yang diperolehnya, (8) dosen memberikan orientasi kepada mahasiswa untuk mengklarifikasi masalah yang muncul, (9) mahasiswa membuat kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari, (10) mahasiswa mengerjakan tugas akhir yang diberikan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa bentuk pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini berhasil sebagai bentuk pembelajaran yang dapat membangun kemampuan analisis matematika mahasiswa tentang vektor. Kata Kunci : Elaborasi, Konsep vektor teknologi Pendahuluan modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan Matematika sebagai ilmu dasar yang memegang peranan sangat penting dalam memajukan pengembangan sains, teknologi, ilmu-ilmu Perkembangan pesat di bidang teknologi alamiah, informasi ilmu-ilmu sosial, maupun daya dan pikir komunikasi manusia. dewasa ini manajemen, karena matematika merupakan dilandasi oleh perkembangan matematika di sarana bidang teori bilangan, aljabar, analisa, teori berpikir untuk menumbuh kembangkan daya nalar, cara berpikir logis, peluang, dan matematika diskrit. Untuk sistematis, dan kritis. Penguasaan terhadap menguasai dan mencipta teknologi di masa matematika sangat diperlukan sehingga depan diperlukan penguasaan konsep-konsep matematika harus dipahami yang kuat sejak dini. Pelajaran Matematika dengan benar. perlu diberikan kepada semua peserta didik matematika ilmu mulai dari sekolah dasar sampai perguruan universal yang mendasari perkembangan tinggi, sehingga dapat membekali peserta Matematika merupakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 104 ISSN 2502-8723 didik agar mampu berpikir logis, analitis, ada. Dengan kata lain mahasiswa harus sistematis, kritis, dan kreatif. mampu membuktikan teorema-teorema dan Mahasiswa pendidikan matematika menyelesaikan soal dengan menggunakan merupakan calon tenaga pendidik dan profesional dalam bidang definisi-definisi tentang vektor. matematika Namun kenyataan yang ada banyak dituntut memiliki pengetahuan yang luas mahasiswa dan mendalam pada bidang matematika. perkuliahan analisa vektor terutama pada Selain itu, mahasiswa tidak hanya dituntut konsep vektor. Mahasiswa lebih cenderung mengetahui menggunakan menghafal definisi maupun teorema tanpa ada bisa dan mampu teorema-teorema yang menyelesaikan soal atau dalam permasalahan, kesulitan menjelaskan bagaimana atau teorema mengikuti membuktikan tersebut Informasi yang diketahuinya untuk dikembangkan dan pembina matakuliah disimpulkan menjadi sebuah teorema dan Universitas Madura menyatakan bahwa memanfaatkan sekitar 34 dari 42 mahasiswa Universitas tersebut dalam menyelesaikan atau memecahkan soal. Salah dosen analisa vektor di Madura mampu meyelesaikan soal tentang deferensiasi vektor dengan cara biasa atau matematika dengan menerapkan teorema yang ada. adalah Analisa Vektor. Materi perkuliahan Namun jumlah ini jauh menurun menjadi Analisa sekitar 6 dari 42 mahasiswa mampu S1 Vektor matakuliah dari bagi mahasiswa satu diperoleh diperoleh. tetapi harus mampu menerapkan definisi teorema yang dalam pendidikan diantaranya membahas tentang deferensiasi vektor. Konsep tentang menyelesaikan deferensiasi vektor sebenarnya tidak asing teorema-teorema bagi mahasiswa, karena materi ini telah menggunakan definisi. dipelajari pada Kalkulus I. Namun tingkatan Oleh soal karena dan yang itu, membuktikan ada dengan dalam upaya dan kedalaman konsep vektor dalam analisa mengatasi kesulitan dan permasalahan yang vektor berbeda dengan kalkulus I. Konsep dihadapi mahasiswa dalam proses belajar vektor dalam kalkulus I lebih mengacu pada mengajar, dosen sebagai seorang pendidik siswa mengenal definisi dan teorema- harus memiliki strategi agar mahasiswa teorema tentang turunan dan menerapkan dapat belajar secara efektif dan efisien, teorema yang ada dalam menyelesaikan mengenal pada tujuan pembelajaran yang soal. Namun dalam analisis vektor, dalam diharapkan. tujuannya mampu memiliki strategi ini, guru dan dosen harus memahami dan mengkaji lebih mendalam menguasai teknik-teknik penyajian atau tentang definisi dan teorema-teorema yang biasa disebut dengan model pembelajaran. mahasiswa harus FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 105 Salah satu langkah untuk ISSN 2502-8723 Model pembelajaran akan pengetahuan prosedural melalui pengalaman digunakan harus selalu diawali dari situasi belajar yang dialami dan berdasar pada teori nyata di dalam kelas. Bila situasi didalam perkembangan kognitif Piaget. Lorsbach kelas berubah maka cara mengajar pun juga (2002) mengemukakan ada lima tahap harus berubah. Karena itulah seorang dosen dalam pembelajaran model learning cycle sebagai yang terdiri dari tahap engagement , ‖pengendali‖ yang kegiatan belajar mengajar di dalam kelas harus menguasai exploration, dan evaluasi. tahu beberapa dengan kelebihan macam baik, dan model pembelajaran pembelajaran elaborasi, mahasiswa menambahkan ide tambahan model berdasarkan apa yang seseorang sudah pembelajaran yang paling efektif yang ketahui sebelumnya. Srategi belajar ini sesuai efektif dan dengan dosen Pada elaborasi, mampu memilih sehingga kekurangan explanation, menerapkan permasalahan yang digunakan apabila ide yang dihadapinya dalam kelas untuk mencapai ditambahkan sesuai dengan penyimpulan. suatu tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Implikasi dari pembelajaran ini adalah Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan mendorong mahasiswa untuk menyelami berkembang informasi itu sendiri, menarik dalam dan kuat apabila diuji dengan tentang implikasi yang mungkin (Ormrod, pengalaman baru (Nurhadi, 2004). Dalam 2006). konstruktivistik ini siswa Pembelajaran dan untuk melalui pemahaman. Pemahaman semakin pembelajaran kesimpulan misalnya berspekulasi dengan strategi diharapkan untuk mampu mengkonstruk elaborasi memungkinkan mahasiswa lebih atau membangun sendiri pengetahuan yang mudah memahami konsep vektor secara diperolehnya untuk dihubungkan dengan mendalam karena pada dasarnya mahasiswa pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk telah memiliki menyelesaikan persoalan atau permasalahan dasar tentang baru dan mengkomunikasikannya. dipelajarinya saat menempuh mata kuliah Salah pendekatan satu implementasi konstruktivistik dikembangkannya model ini dari pengetahuan-pengetahuan deferensiasi yang telah kalkuklus I. Hanya saja sekarang bagaimana adalah seorang pembelajaran dosen pembelajaran dalam dengan mampu merancang pembelajaran learning cycle. Menurut Lawson (Odom dan elaborasi memancing dan Kelly, 2000) Learning Cycle adalah suatu melahirkan ide-ide atau pengetahuan baru metode yang memungkinkan siswa untuk dari pengetahuan sebelumnya yang telah mengembangkan pengetahuan deklaratif dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 106 ISSN 2502-8723 dimiliki mahasiswa dalam mengkaji konsep untuk menyelesaikan permasalahan yang vektor lebih mendalam. dihadapi. Wena (2008:172) mengemukakan Pada tahap interpretasi, bahwa pada tahap elaborasi ini, siswa siswa/mahasiswa mengkaji masalah yang menerapkan konsep dan keterampilan yang diberikan melalui kegiatan analisis, diskusi, telah dipelajari dalam situasi baru atau maupun tanya jawab. Tahap interpretasi ini konteks yang berbeda. Dengan demikian, sangat penting dilakukan dalam kegiatan siswa akan dapat belajar secara bermakna, pembelajaran karena siswa telah dapat menerapkan konsep interpretasi siswa didorong untuk berpikir yang telah dipelajarinya dalam situasi baru. tingkat tinggi, melakukan analisis terhadap Kemudian Wena (2008:172) melanjutkan masalah yang diberikan, sehingga terbiasa bahwa jika pembelajaran pada tahap ini dalam menyelesaikan masalah, meninjau dapat dirancang dengan baik oleh guru, dari berbagai aspek (Brooks & Brooks, maka akan 1993). Pada akhir pembelajaran, mahasiswa meningkat. Meningkatnya motivasi belajar diminta membuat kesimpulan dari apa yang siswa tentu dapat mendorong peningkatan telah mereka dapatkan selama pembelajaran. hasil belajar siswa. Membuat kesimpulan perlu dilakukan, sebab motivasi Melalui strategi belajar siswa pembelajaran elaborasi, mahasiswa dengan dengan karena membuat melalui tahap kesimpulan atau diberi rangkuman dari apa yang dipelajari perlu kesempatan untuk melakukan orientasi, dilakukan untuk mempertahankan retensi interpretasi, dan melakukan penyimpulan (Degeng, 1997:28). dari pembelajaran yang telah dilakukan. Melalui pembelajaran elaborasi, peran dengan Borich (1988) menyatakan bahwa strategi tahap orientasi sangat penting dilakukan sebagai pada awal pembelajaran, karena dapat mahasiswa memberi arah dan petunjuk bagi siswa Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan tentang kegiatan pembelajaran yang akan mahasiswa dilakukan. Dalam hal ini guru atau dosen dosen, mahasiswa serta bahan ajar termasuk mengomunikasikan tujuan, materi, waktu, media pembelajaran yang digunakan. langkah-langkah pembelajaran serta hasil Kegiatan akhir yang diharapkan dari siswa. Pada mengajukan tahap ini antara dosen dengan mahasiswa mahasiswa sesuai dengan pengalaman dan aktif berkomunikasi dalam menentukan arah tingkat pengetahuannya. Permasalahan yang fasilitator dalam dosen adalah dan pembimbing belajar matematika. dengan berinteraksi pembelajaran masalah dimulai yang dengan dengan nyata bagi diajukan diarahkan sesuai dengan tujuan yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 107 ISSN 2502-8723 ingin dicapai dalam pembelajaran. Dengan menerapkan strategi elaborasi, Untuk melengkapi analisa kualitatif, dosen penelitian ini juga menggunakan pendekatan arahan kuantitatif yang sifatnya melengkapi. Hal ini kepada mahasiswa bagaimana menggunakan sesuai dengan saran Moleong (2002:22), definisi membuktikan karena dalam penelitian ini membutuhkan deferensiasi vektor dalam bentuk soal. Dari data skor mahasiswa (data non verbal). Data permasalahan yang diberikan, mahasiswa ini diperlukan untuk mengetahui apakah melakukan interpretasi dengan mengkaji pembelajaran dengan strategi elaborasi dapat masalah yang diberikan melalui kegiatan memahamkan analisis, diskusi, dan tanya jawab. Program memberikan permasalahan dan vektor dalam mahasiswa Studi semester Pendidikan VI Matematika Universitas Madura yang menjadi subjek penelitian tentang konsep vektor. Selain itu METODE PENELITIAN Dalam penelitian yang dilakukan, juga untuk melihat keberhasilan dosen dalam memahamkan konsep vektor. penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran Penelitian ini termasuk penelitian konsep vektor dengan strategi elaborasi tindakan kelas (Action Research). Penelitian untuk memahamkan mahasiswa semester VI Program Studi Universitas Pendidikan Madura. Tindakan (PTK) adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh guru atau Matematika Data kelas dosen di dalam kelas dengan tujuan untuk yang memperbaiki kinerja sebagai guru atau dikumpulkan menjelaskan bersifat deskriptif aktifitas yaitu dosen, sehingga hasil belajar siswa atau mahasiswa menjadi meningkat (Wardani, pembelajaran. 2003:36). Penelitian ini lebih menekankan proses pembelajaran daripada hasil Data akhir yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan hasil kegiatan yang pembelajaran. Data penelitian berupa kata- berhubungan kata pembelajaran yang kejadian dipaparkan dalam sesuai penelitian, dengan dengan konsep pelaksanaan vektor dengan menggunakan strategi elaborasi. Data yang kemudian dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: dianalisis secara induktif. Selain itu (1) hasil kegiatan mahasiswa dalam kegiatan digunakan juga data kuantitatif yaitu skor pembelajaran berupa penyelesaian soal-soal baik soal tes awal, latihan-latihan maupun untuk kepentingan analisa. evaluasi akhir, (2) hasil wawancara dengan subjek penelitian pada akhir setiap tindakan, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 108 ISSN 2502-8723 (3) hasil observasi yang memuat catatan Data hasil validasi perangkat tentang kegiatan pembelajaran, baik yang pembelajaran diperoleh melalui kegiatan berhubungan dengan mahasiswa maupun validasi yang dilakukan oleh tiga orang berhubungan dengan dosen. validator. Setelah validator mengisi lembar Sumber data dalam penelitian ini validasi, skor hasil validasi dari masing- adalah mahasiswa semester VI Program masing validator dijumlahkan kemudian Studi Pendidikan Matematika Universitas diolah menjadi persentase skor rata-rata Madura tahun ajaran yang hasil validasi. Kesimpulan analisis data mengikuti pembelajaran dan tes tentang disesuaikan dengan kriteria persentase skor pembelajaran deferensiasi vektor dengan rata-rata hasil validasi sebagai berikut. 2014/2015 strategi elaborasi. Setiap mahasiswa yang 75% SR dijadikan untuk 50% SR < 75% : belum valid dengan sedikit memperoleh data dari kegiatan observasi, revisi tes, dan catatan lapangan. Sedangkan untuk 25% SR < 50% :belum valid dengan banyak kegiatan wawancara dilakukan terhadap 4 revisi mahasiswa SR < 25% subjek penelitian yang ditentukan. Penentuan mahasiswa yang menjadi subjek wawancara dilakukan berdasarkan awal : valid tanpa revisi : tidak valid Perangkat pembelajaran dan dan instrumen penelitian dikatakan valid jika pertimbangan dosen pembina mata kuliah. berdasarkan hasil analisis data hasil validasi Mahasiswa yang menjadi subjek wawancara diperoleh minimal dua dari tiga validator terdiri menyatakan perangkat pembelajaran dan dari tes 100% seorang mahasiswa berkemampuan tinggi, dua orang mahasiswa berkemampuan sedang, dan instrumen penelitian telah valid. seorang 2. mahasiswa berkemampuan rendah. dan aktivitas mahasiswa diperoleh dari HASIL & PEMBAHASAN kegiatan observasi yang dilakukan observer selama pembelajaran berlangsung. Kriteria Analisa data yang dilakukan dalam persentase nilai rata-rata sebagai berikut: penelitian ini adalah analisa data kualitatif dan kuantitatif. Data ini dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menyimpulkan data. 1. Data Hasil Data hasil observasi aktivitas dosen 90% NR 100% : sangat baik 80% NR < 90% : baik 70% NR < 80% : cukup 60% NR < 70% : kurang 0% NR < 50% Validasi : sangat kurang Perangkat Pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 109 ISSN 2502-8723 Aktivitas dikatakan baik jika kategori sangat baik atau baik, serta hasil tes persentase nilai rata-rata (NR) aspek yang di akhir pembelajaran tuntas secara klasikal. nilai berada pada kategori baik dan sangat Pelaksanaan pembelajaran pada baik. Dengan demikian, maka hasil analisis pertemuan kedua ditemukan bahwa masalah data yang tidak memenuhi dari salah satu utama yang dihadapi mahasiswa adalah kategori tersebut akan dijadikan bahan bagaimana menentukan hubungan (delta) pertimbangan dengan (epsilon) dalam membuktikan soal untuk memperbaiki pada tindakan berikutnya. Ada tiga kemungkinan yang hasil observasi dari pengamat: (1) penilaian permasalahan kedua pengamat berada pada kategori baik memberikan atau sangat baik, maka hasil observasi mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan langsung diambil, (2) penilaian kedua yang pengamat tidak jauh berbeda, maka hasilnya melakukan tanya jawab dengan mahasiswa akan diambil salah satu kategori yang lebih mengenai sifat nilai mutlak, ketaksamaan tinggi, pengamat segitiga maupun tentang operasi-operasi berbeda sama sekali, maka hasilnya akan fungsi aljabar, sehingga dengan cara ini didiskusikan mahasiswa (3) penilaian kedua bersama-sama dengan diberikan. Untuk ini, dosen orientasi dimiliki mengatasi dengan mahasiswa, dapat berupaya yakni mengingat cara aktif dan pengamat. membangun 3. Data Hasil Tes Dengan memberikan orientasi, mahasiswa Data tentang hasil belajar mahasiswa lebih sendiri mudah pemahamannya. mengetahui arah dalam diperoleh dari hasil tes tertulis mahasiswa menyelesaikan tiap akhir sebagaimana yang diungkapkan oleh Borich kriteria (1988) bahwa orientasi yang diberikan akhir kepada siswa dapat memberi arah dan akhir tindakan pembelajaran. ketuntasan dan tes Berdasarkan belajar, pembelajaran hasil dikatakan tes tuntas secara petunjuk klasikal apabila mahasiswa mendapat skor bagi masalah siswa yang dihadapi, tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. 65 (dari rentang skor 0 – 100) paling Pada tahap interpretasi, dosen juga sedikit 80% dari jumlah mahasiswa yang aktif mengikuti tes pada pembelajaran dengan sederhana untuk memberikan gambaran strategi elaborasi pada konsep limit fungsi. kepada Pelaksanaan pembelajaran dikatakan memberikan ilustrasi-ilustrasi mahasiswa sehingga dapat memberikan gambaran yang konkrit bagi berhasil jika hasil observasi aktivitas dosen mahasiswa dan observasi aktivitas mahasiswa pada dihadapi. Sebagaimana yang diungkapkan masing-masing Russefendi tindakan berada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG pada 110 tentang permasalahan (1980:135) bahwa yang konsep ISSN 2502-8723 struktur matematika dapat dipelajari dengan Sebagai tahap akhir pembelajaran, baik oleh siswa bila representasinya dimulai mahasiswa membuat kesimpulan dari apa dengan hal-hal konkrit. Dengan cara ini yang membantu mahasiswa mampu melakukan pembelajaran. Membuat kesimpulan perlu analisis dan berfikir dalam meyelesaikan dilakukan, sebab dengan cara ini mahasiswa masalah yang diberikan. Hal ini seperti yang dapat diungkapkan Brooks & Brooks (1993) yang permasalahan dalam pembelajaran serta menyatakan bahwa pada tahap interpretasi bagaimana pemecahannya, seperti yang siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi, dikemukakan Degeng (1997:28) bahwa menganalisis dan meninjau berbagai aspek. membuat rangkuman atau kesimpulan dari Selain itu, pada awal pertemuan telah mereka dapatkan menganalisis selama permasalahan- apa yang dipelajari perlu dilakukan untuk juga ditemukan bahwa mahasiswa masih mempertahankan retensi. kesulitan dalam melakukan tanya jawab Pada pembelajaran deferensiasi dengan dosen. Mahasiswa masih kesulitan vektor dengan strategi elaborasi, aktivitas menjawab mahasiswa dapat pertanyaan-pertanyaan yang dikategorikan cukup diajukan secara lisan menyangkut hasil efektif. Meskipun demikian pada awal kerjanya. pembelajaran banyak mahasiswa mengalami diupayakan Namun demikian, secara mahasiswa bergantian saling kesulitan dan ragu dalam menjawab menyempaikan hasil kerja mereka dan pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh mahasiswa membandingkan dosen. Mahasiswa terlihat kesulitan dalam dengan hasil pekerjaannya serta memberikan menentukan alur atau arah dalam menjawab komentar.Selama pembelajaran dilakukan, soal-soal yang diberikan. yang lain dosen aktif melakukan tanya jawab untuk Untuk mengatasi permasalahan ini, mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa. dosen secara aktif melakukan tanya jawab Dengan cara ini akan memaksa dan memberi dengan mahasiswa. ruang kepada dalam upaya tanya jawab ini, membantu mahasiswa pengetahuan dan mengingat kembali materi-materi yang telah 38-39) dipeljari dan mengaitkannya denga materi mengemukakan bahwa dengan melakukan yang sedang dipelajari. Hal ini senada aktivitas bersama didalam pembelajaran dengan pendapat Russefendi (1980:182) matematika, kesempatan dan ruang untuk yang dapat mengembangkan pengetahuan dan menyebabkan siswa aktif, tanya jawab dapat pemahaman matematika akan lebih banyak mengaitkan pengajaran dengan topik-topik mengembangkan pemahamannya. mereka Dengan melakukan Hadi (2005: menyatakan bahwa selain dapat bagi peserta didik. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 111 ISSN 2502-8723 yang lampau bagi siswa dalam menerima ketika materi baru., maupun Pada pertemuan kedua dan ketiga, mahasiswa ketika mengerjakan mahasiswa LKM, berdiskusi dengan temannya. aktivitas mahasiswa dalam belajar tampak Pada pertemuan pertama dan kedua, mulai meningkat. Ini disebabkan karena beberapa mahasiswa masih kesulitan dalam mahsiswa sudah mulai terbiasa dengan belajar. Hal ini tampak dari hasil belajar pembelajaran yang dilakukan. Mahasiswa mahasiswa ketika mengerjakan LKM dan tampak mulai bisa menentukan alur dalam ketika menyelesaikan permasalahan-permasalahan pertanyaan secara lisan terhadap beberapa yang diberikan. Aktivitas mereka dalam mahasiswa. Ketika menjawab dan mengajukan pertanyaan juga pertanyaan, mahasiswa mulai meningkat. Agar aktifitas dalam menjawab secara langsung bahkan harus belajar mahasiswa dapat terus ditingkatkan, membutuhkan waktu yang cukup lama dosen juga mengkondisikan lingkungan dalam menjawab. Ketika ada mahasiswa belajar yang dapat mendorong mahasiswa yang kesulitan menjawab pertanyaan yang aktif diberikan, belajar, yaitu mengorganisasikan dosen mahasiswa agar berdiskusi dengan teman ilustrasi sebangkunya, mahasiswa menumbuhkan motivasi mahasiswa dan memfasilitasi mahasiswa mengajukan dosen dosen beberapa mengajukan belum memberikan sederhana ilustrasi- untuk menjawab mampu membantu pertanyaan yang diberikan. selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Secara umum hasil belajar Pengelolaan lingkungan belajar yang baik mahasiswa selama proses pembelajaran ternyata dapat menambah aktivitas dan didukung pengalaman dilakukan belajar bagi mahasiswa. karena pembelajaran terstruktur efisien. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hudojo Pembelajaran (1988:109) bahwa pengalaman belajar dan dengan mengajukan soal-soal sederhana aktivitas peserta didik juga dipengaruhi oleh yang situasi lingkungan belajar yang diberikan. memberikan soal-soal yang mengarahkan Hasil mahasiswa kemudian dilakukan dilanjutkan dimulai dengan dalam pada teorema-teorema limit dan akhirnya memahami konsep vektor dilihat melalui mahasiswa diminta membuktikan teorema hasil tes akhir dan melalui evaluasi yang tersebut. Pembelajaran yang diawali dengan dilakukan selama proses pembelajaran. mengajukan soal-soal yang sederhana ini Evaluasi ketika proses pembelajaran sangat berlangsung belajar yang dan yang dilakukan ketika dosen membantu mahasiswa dalam memahami materi yang dipelajari. melakukan tanya jawab dengan mahasiswa, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 112 ISSN 2502-8723 dan (10) mahasiswa mengerjakan tugas KESIMPULAN & SARAN Berdasarkan paparan data dan akhir yang diberikan. pembahasan, dapat disimpulkan bebarapa Tahap (1), (2), dan (3) dilakukan pada hal sebagai berikut. kegiatan pendahuluan, tahap (4), (5), (6), 1. Pembelajaran melalui strategi elaborasi (7), dan (8) dilakukan pada tahap yang dapat memahamkan mahasiswa kegiatan inti, dan tahap (9) dan (10) semester dilakukan pada kegiatan penutup. VI offering A angkatan 2014/2015 pada konsep vektor terdiri dari tiga komponen pokok, 2. Berdasarkan pengamatan peneliti dan yaitu dua pengamat (observer) pembelajaran orientasi, interpretasi dan penyimpulan. konsep vektor dengan strategi elaborasi Kegiatan pembelajaran yang dilakukan ditemukan bahwa pada pertemuan I, adalah sebagai berikut: (1) memberikan pertemuan II, dan pertemuan III aktivitas orientasi tentang pembelajaran yang dosen dan aktivitas mahasiswa dalam akan dilaksanakan, (2) menyampaikan kriteria topik dan tujuan pembelajaran, (3) pembelajaran dengan tanya jawab memberi motivasi persentase ketuntasan belajar secara dan apersepsi mahasiswa, (4) dosen klasikal adalah sebesar 87%. baik. Sedangkan tes diketahui akhir bahawa melakukan orientasi kepada mahasiswa 3. Pembelajaran dengan strategi elaborasi dengan memberikan permasalahan yang memungkinkan dosen dan mahasiswa terkait pengenalan konsep limit fungsi, aktif melakukan aktivitas belajar dan (5) mahasiswa melakukan interpretasi tujuan pembelajaran dapat dicapai secara dengan berdiskusi dengan temannya optimal. dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, (6) mahasiswa mempresentasikan hasi kerja yang diperolehnya, mahasiswa saling (7) Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi pengajar, dalam mengajarkan memberikan orientasi dengan melakukan mahasiswa membuktikan konsep vektor tanya jawab berdasarkan hasil yang dengan definisi hendaknya jangan terlalu diperolehnya, (8) dosen memberikan fokus untuk langsung melakukan orientasi pembuktian, tetapi hendaknya kepada mahasiswa untuk mengklarifikasi masalah yang muncul, mengarahkan mahasiswa melakukan (9) mahasiswa membuat kesimpulan pengaitan-pengaitan antara pengetahuan terhadap materi yang telah dipelajari, yang telah dimilikinya dengan permasalahan yang diberikan, karena hal FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 113 ISSN 2502-8723 for Contructivist Alexandria: ASCD. ini dapat mempermudah mahasiswa untuk mendapatkan gambaran atau Budiningsih, C.A. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. arahan dalam melakukan pembuktian 2. Dalam proses pembelajaran, hendaknya Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Dirjen DIKTI. mahasiswa diberikan lebih banyak kesempatan untuk bekerja, bila perlu Degeng. I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasikan Isi dan Model Elaborasi. Malang: IKIP Malang. memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk saling berdiskusi Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin:Tulip dengan temannya. Pengajar juga harus pandai mengajukan pertanyaan- Hamalik. O. 2009. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo. pertanyaan yang sifatnya mengarahkan tanpa harus memberikan jawaban langsung kepada mahasiswa. Hopkins, D. 1985. A Teacher‘s Guide to Classroom Research. London: Open University Press 3. Bagi peneliti yang ingin meneliti kajian yang sama, hendaknya dapat melakukan Hudojo, H. 1988. Mengajar BelajarMatematika. Jakarta: Depdikbud P2LPTK. Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press. penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan penelitian ini, sehingga peningkatan kualitas belajar matematika dapat terlaksana secara berkesinambungan. Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas negeri Malang Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press. Iskandar, S.M. 2001. Penerapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kimia di SMU. Media Komunikasi Kimia. No.2 (5) hal 1-12 Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang: FMIPA UM Lawson, A.E. 1995. Science Teaching and The Development of Thingking. California: International Thomson Publishing. Leithold, L. 1986. Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik, Jilid 1 edisi kelima. Alih DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Aqib. Z. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Bogdan, R.C & Biken, S.K. 1998. Qualitatif Research in Education : An Intruduction to Theori and Methods. Third Edition. Boston: Allyn and Baccon. Borich, G.D. 1988. Effective Teaching Method. Columbus: Merril Publishing Company. Brooks, J.G & Brooks,M.G.1993. In Searchof Understanding: The Chase FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Classroom. 114 ISSN 2502-8723 bahasa: Drs. E. Hutahaean. Erlangga. Jakarta. Lorsbach, A.W. 2002. The Learning Cycle as a tool for Planing Science Instruction. Online. http://www.Coe.ilstu.edu/scienceed/ lorsbach/257lrcy.html Machmud, T. 2001, Implementasi PAM untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Program Liniear, Tesis (tidak diterbitkan), Malang, PPS-UM. Moleong. 2005. Metodologi Peneltian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Musser, GL. & Bruger, W.F. 1994. Mathematics for Elementary Teachers: A Contemporary Approach, Third Edition. New York: MacMillan Publishing Company, Inc. Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bina Aksara NCTM,2000. Principles And Standards For School Mathematic, New York, the NCTM Inc. Nur, M. 2001. Realistic Mathematics Education (Makalah pada Pelatihan Calon Pelatih SLTP tanggal 21 Juni s.d 6 Juli di Surabaya). Direktorat SLTP, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, Jakarta. Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press. Orton, A. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory, and Practice. Great Britain: Redwood Books. Ormord. 2006. Strategi Pengajaran Pembelajaran Sains. http://www.bpkpenabur.or.id/jurnal/ 05/063-071.pdf, diakses 10 Mei 2014. Purcell,V. 1999. Kalkulus dan Geometri Analitis, Jilid 1 edisi keempat. Alih bahasa: Drs. I Nyoman Susila, M.Sc, dkk. Erlangga. Jakarta. Ruseffendi.E.T. 1980. Pengajaran Matematika Modern untuk Orang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Tua Murid, Guru dan SPG, Bandung, Tarsito. Sagala,S. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung, Alfabeta Soebagio. 2001. Penggunaan Daur Belajar Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran Konsep Sel Elektrolisis pada siswa Kelas II SMU Negeri 2 Jombang. Media Komunikasi Kimia. No.1 (5) hal (49-57) Sunardi. 2000. Hubungan Antara Usia, Tingkat Berfikir dan Kemampuan Siswa dalam Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika. Surabaya: Institut Tehnologi Sepuluh November Surabaya. Suparno,P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta, Karnisius. Wardani, I.G.A.K., dkk. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat penerbitan Universitas Terbuka Wena, M. 2008. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Malang, Bumi Aksara. 115 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Galuh Kartiko [email protected] ABSTRAK Pembinaan moral dan karakter bangsa sangat terkait erat dengan peningkatan kualitas pembangunan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, maka pemerintah telah bertekad untuk menjadikan pendidikan menjadi landasan utama dalam pembinaan dan penumbuhkembangkan karakter positif bangsa. Model pendidikan kewarganegaraan pada saat ini harus menyesuaikan antara teori yang ada dan perkembangan masyarakat Indonesia. Sesuai dengan fungsinya, Pendidikan Kewarganegaraan menyelenggarakan pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, multikultural dan kewarganegaraan bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban, serta cerdas, terampil dan berkarakter sehingga dapat diandalkan untuk membangun bangsa dan negara berdasar Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya. Kata Kunci : Model Pendidikan Karakter, Kewarganegaraan, Perguruan Tinggi menjadi Pendahuluan manusia yang beriman dan telah bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, karakter, seperti bunyi pasal 31 ayat 3 yaitu kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara ―Pemerintah dan yang demokratis dan bertanggungjawab. menyelenggarakan satu sistem pendidikan Salah satu pilar yang harus menjalankan nasional yang meningkatkan keimanan dan pendidikan karakter adalah perguruan tinggi. ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka Secara umum istilah ―karakter‖ yang Konstitusi mengamanatkan Indonesia pentingnya mengusahakan sering mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang‖. disamakan ―temperamen‖, Untuk dengan ‖tabiat‖, istilah ―watak‖ atau menjalankan amanah itu maka UU No. 20 ―akhlak‖ yang memberinya sebuah definisi tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan sesuatu yang menekankan unsur psikososial Nasional menetapkan fungsi dan tujuan yang dikaitkan dengan pendidikan dan pendidikan nasional yaitu mengembangkan konteks lingkungan. Secara harfiah menurut kemampuan dan membentuk watak serta beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai peradaban bangsa yang bermartabat dalam arti seperti : ―kharacter‖ (latin) berarti rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan instrument berkembangnya potensi peserta didik agar (Prancis) berarti to engrove (mengukir), FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 116 of marking, ―charessein‖ ISSN 2502-8723 ―watek‖ (Jawa) berarti ciri wanci; ―watak‖ pengalaman yang dimiliki oleh berbagai (Indonesia) berarti sifat pembawaan yang perguruan mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, dijadikan acuan sebagai pengalaman baik tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang (best behavioral diimplementasikan yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, dianggap sebagai ciri di practice) Indonesia yang di dapat dapat perguruan tinggi masing-masing. Sehingga Doni Kusuma (2007:80) istilah karakter tinggi Era globalisasi semakin menuntut atau perlunya pendidikan karakter agar lulusan di karakteristik atau gaya atau sifat dari diri berbagai jenjang dapat bersaing dengan seseorang yang bersumber dari bentukan- rekan-rekannya di berbagai belahan dunia bentukan yang diterima dari lingkungan. lain. Tatanan sumber daya manusia beberapa Dalam pengertian harfiah, sebagian tahun ke depan memerlukan good character. ahli karakter Dalam hal ini, karakter merupakan kunci mempunyai makna psikologis atau sifat keberhasilan individu. Karakter yang baik kejiwaan ini dapat dikembangkan melalui model para berpendapat karena terkait bahwa dengan aspek kepribadian (personality). Akhlak atau budi pendidikan yang tepat. pekerti, tabiat, watak, atau sifat kualitas Secara definitif dikatakan merupakan nilai-nilai yang membedakan seseorang dari yang lain bahwa atau kekhasan (particular quality) yang perilaku manusia yang berhubungan dengan dapat menjadikan seseorang terpercaya dari Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama orang lain. Dari konteks inipun, karakter manusia, lingkungan dan kebangsaan yang mengandung unsur moral, sikap bahkan terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perilaku karena untuk menentukan apakah perkataan, seseorang memiliki akhlak atau budi pekerti norma-norma agama, hukum, tata krama, yang baik, hanya akan terungkap pada saat budaya seseorang itu melakukan perbuatan atau menjadi salah satu wahana utama untuk perilaku tertentu. mengembangkan karakter tersebut. Mengamati karakter dapat dan dan perbuatan adat istiadat. berdasarkan Pendidikan perkembangan pendidikan karakter di perguruan tinggi, B. Konsep dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter karakter bangsa dalam pendidikan kewarganegaraan di beberapa perguruan tinggi selama ini Pendidikan Kewarganegaraan pada telah berjalan namun belum terprogram awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat secara sistemik, sehingga tidak memiliki pada tahun 1790 dengan tujuan untuk meng- dampak signifikan secara nasional. Berbagai Amerika-kan bangsa Amerika dengan nama FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 117 ISSN 2502-8723 ―Civics‖. Henry Randall Waite yang pada tersebut. Menurut saat itu merumuskan pengertian Civics beberapa nilai dengan ―The science of citizenship, the adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya relation of man, the individual, to man in (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, organized collection, the individual in his hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan relation to the state‖. Pengertian tersebut kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, menyatakan bahwa ilmu Kewarganegaraan dan membicarakan hubungan antara manusia kepemimpinan; dengan perkumpulan toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. perkumpulan yang terorganisasi (organisasi Pendapat lain mengatakan bahwa karakter social ekonomi, politik) dengan individu- dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, individu dan dengan negara. rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, manusia dalam Sedangkan di Indonesia, istilah pantang tanggung para karakter menyerah, baik dan jawab; ahli psikolog, dasar tersebut keadilan dan rendah hati, kewarganegaraan, civics dan civics education telah muncul ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, pada adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan tahun 1957, dengan istilah Kewarganegaraan, Civics pada tahun 1961 pendidikan dan pendidikan Kewargaan negara pada dikampus harus berpijak kepada nilai-nilai tahun 1968. (Bunyamin dan Sapriya dalam karakter Civicus, pelajaran dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih pendidikan kewarganegaraan masuk dalam banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak kurikulum sekolah pada tahun 1968, namun absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan pada kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah 2005:320). tahun 1975 kewarganegaraan Mata nama pendidikan berubah menjadi karakter dasar, di sekolah yang atau selanjutnya atau kampus itu sendiri. Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada Menghubungkan tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi kewarganegaraan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan karakter demokratis warga negara bukanlah (PPKn). sesuatu yang asing. Sejak kelahirannya, Pendidikan karakter berpijak dari pendidikan dengan pendidikan pembentukan kewarganegaraan memang karakter dasar manusia, yang bersumber dari didesain sebagai upaya mempersiapkan nilai moral universal (bersifat absolut) yang warga negara agar mampu berpartisipasi bersumber dari agama yang juga disebut aktif sebagai the golden rule. Pendidikan karakter kebangsaan dan kenegaraan. Bahkan terkait dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila dengan karakter demokratis, Zamroni berpijak dari nilai-nilai karakter dasar (ICCE, 2003) berpendapat bahwa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 118 secara politik dalam kehidupan ISSN 2502-8723 pendidikan kewarganegaraan adalah space and time of formal education, it is pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk also important for families and other mempersiapkan warga masyarakat berpikir members of the community to be directly kritis dan bertindak demokratis, melalui involved.‖ (Delors, et.al., 1996:62). Laporan aktivitas menanamkan kesadaran kepada itu dimaknai Samsuri (2010) sebagai upaya generasi baru bahwa demokrasi adalah mengukuhkan bentuk kehidupan masyarakat yang paling demokratis warga negara melalui pendidikan menjamin hak-hak warga masyarakat. Selain kewarganegaraan itu, pendidikan kewarganegaraan adalah kewarganegaraan suatu proses yang dilakukan oleh lembaga perlunya sebuah hubungan sinergis antara pendidikan dimana seseorang mempelajari pendidikan orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga partisipatori. yang bersangkutan memiliki pengetahuan politik (poltical knowledge), sebenarnya kewarganegaraan mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan berkadaban. Berdasarkan rumusan ―Civic International‖ Abad 21 (Report to UNESCO of The (1995) International Commission on Education for disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan Civic the Twenty-first Century), yang diketuai Culture, untuk keberhasilan pengembangan Jacques Delors, bertajuk Learning: The dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi yang (Mansoer, 2006). mengungkapkan bahwa ―…education for Dikwar citizenship and democracy is par excellence merupakan salah satu komponen dari kelompok mata kuliah an education that is not restricted to the FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dan ini memiliki peran yang strategis dalam Internasional UNESCO tentang Pendidikan (1996), dilakukan dengan Democracy Education. Mata kuliah upaya negara sejalan dengan Laporan Komisi Within telah Kewarganegaraan Education, dan bahkan ada yang menyebut menumbuhkan karakter demokratis warga Treasure demokrasi dunia, seperti Civic Education, Citizenship pendidikan dalam praktik diberi istilah dengan bermacam-macam di dan bangsa. penting dan menekankan dunia. Mata kuliah tersebut dinamakan atau dan menguntungkan bagi dirinya, masyarakat, Arti dengan praktik dikembangkan di setiap negara di seluruh participation) serta kemampuan mengambil rasional dan Pendidikan efficacy) dan partisipasi politik (political secara partisipasi Model Pendidikan Karakter Mahasiswa (political attitude), efikasi politik (political politik penting C. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai kesadaran politik (political awareness), sikap politik keputusan arti pengembangan kepribadian (MKPK) yang 119 ISSN 2502-8723 wajib diberikan pada seluruh pada seluruh Pendidikan perguruan tinggi di Indonesia. Komponen (PPBN). Di Perguruan Tinggi Pendidikan lain adalah Kewarganegaraan ini dikenal dengan nama pendidikan pancasila dan pendidikan agama. Pendidikan Kewiraan (Dikwir) yang lebih Dikwar menitikberatkan pada kemampuan menekankan pada aspek (PPBN). Pada penalaran ilmiah yang kognitif dan afektif tahun serta menumbuhkan kesadaran berbangsa kurikulum dan bernegara secara rasional dan untuk Pendidikan Kewiraan di samping membahas meyakini materi dalam kelompok MKPK kebenaran konsepsi bela serta negara ketetapan 2000, diadakan nasional PPBN juga Bela Negara penyempurnaan dimana ditambah materi dengan aplikasi pembahasan materi tentang hubungan antara pandangan hidup bangsa (Noor MS Bachry, warga negara dengan negara. Sebutan 2004: iii). Dikwir kemudian diganti dengan Pendidikan Secara Education dalam Pendahuluan bahasa oleh istilah Civic kewarganegaraan sebahagian pakar Kewarganegaraan). diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kemudian menurut SK Dirjen Dikti dan No. 267/Dikti/2000, mata kuliah Pendidikan Bagi Kewarganegaraan serta PPBN merupakan Azyuimardi Azra dan tim ICCE (Indonesian salah satu komponen yang tidak dapat Centre of Civic Education) menyebutnya dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah dengan Kewargaan. Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam Sedangkan menurut pakar yang lain seperti suasana kurikulum inti perguruan tinggi di Zamroni, M. Nu‘man Soemantri, Marphin Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan. istilah Panjaitan, Kewargaan (Pendidikan TIM Pendidikan CICEO (Centre for Dari paparan di atas dapat ditarik Indonesian Civic Education), Soedijarto, dll, suatu menyebutkan dengan istilah Pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya adalah Kewarganegaraan. Menurut UU no. 2 Tahun merupakan mata kuliah (studi) tentang 1989 tentang Sisdiknas pada pasal 39(2) hubungan antara warga negara dengan dinyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan negara dan sesama warga negara, sebagai jenjang bekal pendidikan wajib memuat pengertian bahwa mahasiswa/peserta pendidikan didik menjadi Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, warga negara yang baik atau handal. dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai bidang studi ilmiah pendidikan Materi Pendidikan kewarganegaraan bersifat inter disipliner Kewarganegaraan adalah hubungan antara (antar bidang) bukan mono disipliner karena warga dalam negara pokok dengan negara FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG serta 120 Pendidikan Kewarganegaraan ISSN 2502-8723 dibangun dari kumpulan pengetahuan yang Indonesia. Kemudian di ambil dari berbagai disiplin ilmu, oleh Pendidikan Kewarganegaraan karena untuk : itu upaya pembahasan dan secara khusus bertujuan pengembangannya memerlukan sumbangan 1. Agar mahasiswa paham dan mampu dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi melaksanakan hak dan kewajiban ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu secara jujur, santun dan aktratis serta sosiologi, ilmu ekonomi pembangunan, ilmu ikhlas. administrasi negara, ilmu sejarah bangsa dan Indonesia ilmu budaya. (H. Kaelan: 2007:4). bertanggung jawab pada bangsa dan Tujuan Pendidikan Sebagai warga yang negara terdidik dan negara RI; Kewarganegaraan pada dasarnya adalah 2. Agar mahasiswa dapat memahami dan bagaimana menjadikan warga negara yang menguasai beragam masalah dasar baik yang mampu mendukung bangsa dan dalam negara. bagaimana berbangsa dan bernegara serta dapat dalam mengatasinya dengan pemikiran kritis ―mewarganegarakan‖ individu atau orang- dan bertanggung jawab berdasarkan orang yang hidup dalam suatu negara. pancasila ketahanan nasional (Tannas) Tujuan dan wawasan nusantara (Wasantara); Dengan pendidikan kata kewarganegaraan Pendidikan menurut lain SK Kewarganegaraan DIRJEN DIKTI kehidupan bermasyarakat 3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan no.207/DIKTI/KEP/2000 mencakup: Tujuan prilaku sesuai dengan nilai-nilai utama, Tujuan ilmu dan khusus. Tujuan perjuangan, cinta tanah air, serta rela Utamanya adalah : untuk menumbuhkan berkorban bagi nusa, bangsa dan wawasan dan kesadaran bernegara serta negara. membentuk sikap dan prilaku cita tanah air yang bersendikan Sedangkan bangsa. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ilmu Pendidikan seperti tersebut di atas diperbaharui lagi bertujuan memberikan secara Kewarganegaraan budaya menurut SK DIRJEN DIKTI pengetahuan dan kemampuan dasar kepada no.43/DIKTI/Kep/2006. mahasiswa yang rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkenaan dengan hubungan antara warga pengembangan kepribadian di perguruan negara dengan negara serta pendidikan tinggi. Hal ini dirumuskan dalam visi dan pendahuluan bela negara (PPBN) sebagai misi Pendidikan Kewarganegaraan. Visi bekal menjadi warga negara yang dapat Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan diandalkan oleh bangsa dan negara Republik Tinggi adalah merupakan sumber nilai dan mengenai hubungan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 121 tentang rambu- ISSN 2502-8723 pedoman penyelenggaraan pengembangan program mengantarkan mahasiswa dan studi Sejalan dengan pengembangan dan guna penerapan kurikulum yang berbasis memantapkan kompetensi di perguruan tinggi, maka kepribadiannya sebagai manusia Indonesia mahasiswa juga harus memiliki tiga ranah, seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor realitas dengan yang harus dihadapi bahwa mempertimbangkan ciri khusus mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa dalam Pendidikan Kewarganegaraan lulusan yang yang telah menempuh mata kuliah ini harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan, dan diharapkan memiliki kompetensi: cinta tanah air dan bangsanya, sedangkan Misi Pendidikan di yang berkaitan dengan pengetahuan membantu yang berhubungan dengan keilmuan mahasiswa memantapkan kepribadiannya kewarganegaraan, seperti teori tentang agar secara konsisten mampu mewujudkan negara, nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan identitas nasional, demokrasi, HAM, dan cinta tanah air dalam menguasai, dan lain sebagainya. Perguruan Kewarganegaraan 1) Civic Knowledge, yaitu kompetensi Tinggi menerapkan dan adalah mengembangkan ilmu terbentuknya masyarakat, 2) Civic Skill, yaitu kompetensi yang pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) menyangkut kemampuan dengan rasa tanggung jawab dan bermoral keterampilan untuk (Kaelan:2007:2). masyarakat selaku warga negara yang Sebagai mata nomerklaturnya kuliah didahului ―pendidikan‖, maka dengan sikap dan baik seperti keikutsertaannya dalam kata kegiatan kemasyarakatan baik secara Pendidikan intelektual atau prilaku (behaviour) 3) Civic Disposition, yaitu terbentuknya prilaku. watak mahasiswa yang bersumber Sehingga fokus utama penerapan tujuan pada kepribadian bangsa atau jati diri pembelajarannya bangsa (Majelis Dikti Litbang PP adalah atau memasuki yang Kewarganegaraan senantiasa mementingkan terbentuknya atau pada dimensi afektif dan atau psikomotor. Oleh karena itu Muhamadiyah 2005:4) Pendidikan Kewarganegaraan secara umum hendak mengembangkan/membina Dengan kata lain dapat dikatakan mahasiswa menjadi warga negara Indonesia bahwa Pendidikan Kewarganegaraan yang yang baik dengan tidak meninggalkan aspek berhasil adalah akan membuahkan sikap akademik sebagai kajian yang bersifat mental yang cerdas penuh tanggung jawab ilmiah. dari peserta didik dengan sikap dan prilaku FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 122 ISSN 2502-8723 yang bertaqwa kepda Tuhan Yang Maha peranan pada negara dan masyarakat hidup Esa, menghayati nilai falsafah bangsa, dalam porsi yang berbeda-beda walaupun berbudi luhur, berdisiplin, nasional, dinamis, sama-sama sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga kedua, demokrasi sebagai azas kenegaraan negara, profesional, sadar untuk bela negara, secara esensial telah memberikan arah bagi serta cinta tanah air dalam melaksanakan peranan profesi masing-masing. Dengan demikian menyelenggarakan negara sebagai sebagai dapat disimpulkan bahwa dalam mengisi organisasi tertingginya kemerdekaan dan menghadapi pengaruh demokrasi berjalan global, setiap warga negara RI pada berbeda-beda (Amin Rais, 1995:1). Dengan umumnya dan mahsiswa sebagai calon alasan tersebut dapat dikatakan bahwa asas sarjana/ilmuwan pada khususnya harus tetap demokrasi hampir sepenuhnya disepakati pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan sebagai cinta tanah air. Dalam perjuangan non fisik penyelenggaraan suatu negara walaupun mahasiswa harus tetap memegang teguh secara nilai-nilai tersebut di atas pada senua aspek diberbagai negara memberikan implikasi kehidupan. yang berbeda-beda. berazas demokrasi. Alasan masyarakat model riil tetapi dalam terbaik dalam untuk ternyata jalur yang bagi dasar penyelenggaraannya Penerapan Demokrasi dalam sistem D. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai pemerintahan suatu negara yang berbeda – Pembinaan Kehidupan Demokrasi beda akan melahirkan sistem berbeda-beda Menurut pengamatan dan telaah pula seperti: (1). Sistem Presidensial yang para pakar politik dan negara paling tidak mensejajarkan antara parlemen dan Presiden ada dua alasan mengapa kajian tentang dengan memberi dua kedudukan kepada demokrasi itu amat penting artinya bila presiden yakni sebagai kepala negara dan dihubungkan kehidupan sebagai kepala pemerintahan. (2). Sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Parlementer yang meletakkan pemerintahan Alasan pertama adalah bahwa hampir semua dipimpin oleh Perdana Menteri yang hanya negara di dunia ini telah menjadikan berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, demokrasi sebagai azas fondamental dalam dan kehidupan bernegara. Hal ini ditunjukkan Sedangkan kepala negaranya bisa diduduki dari hasil studi UNESCO pada awal tahun oleh seorang raja/ratu atau presiden yang 1950an yang mengumpulkan lebih dari 100 hanya sarjana Barat dan Timur. Sementara di persatuan negara. (3) Sistem Referandum negara-negara demokrasi itu pemberian yang meletakkan pemerintah sebagai bagian dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 123 bukan sebagai sebagai simbol kepala negara. kedaulatan dan ISSN 2502-8723 (badan pekerja) dari parlemen, di beberapa pemerintahan negara ada yang menggunakan sistem Indonesia campuran antara sistem presidensial dengan memasyarakat pada warga negara Indonesia sistem parlemen (Kaelan; 2007: 54). Pada melalui pendidikan. Hal ini sesuai pula masa-masa awal perkembangan demokrasi dengan pendapat Prof. Zamroni, PhD yang difahami sebagai sistem sangat penting upaya dibina agar bentuk menyatakan seiring dengan masyarakat yang demokratis harus diiringi perkembangan zaman dan pemikiran umat dengan membangun struktur sosial politik manusia serta perkembangan ilmu dan dan kultur yang demokratis. Untuk itu teknologi demokrasi difahami lebih luas pendidikan lagi. Sekarang demokrasi bukan saja sebagai instrumen bentuk pemerintahan tetapi sebagai sistem demokrasi politik bahkan sebagai sistem ekonomi. Kewarganegaraan Namun bahwa pemerintahan satu pemerintahan. salah dan kiranya untuk membangun merupakan suatu membangun dan di kultur Pendidikan perguruan tinggi Pada masa sekarang tidak semata merupakan salah satu bentuk untuk itu. difahami sebagai suatu bentuk pemerintahan (Asykuri Ibnu Chanim, 2003. VII). Dengan akan politik demikian dapat dikatakan bahwa demokrasi bentuk tidak hanya memerlukan institusi, hukum pemerintahan. Bahkan luas lagi sampai pada aturan ataupun lembaga-lembaga negara sistem Samuel yang lain. Demokrasi sejati memerlukan Huntington (2001 : 30). Sistem politik yang sikap dan prilaku hidup dari masyarakat demokratis pembuat pendukungnya. Oleh karenanya pendidikan keputusan kolektif yang paling kuat adalah merupakan bagian yang penting dalam yang dipilih melalui Pemilu yang adil dan membina warga negara yang demokratis. tetapi sebagai pengertiannya lebih ekonomi. adalah sistem luas dari Menurut dimana jujur dan berkala yang para calonnya bebas Untuk dapat berkembang dan bersaing untuk memperoleh suara dari berjalannya demokrasi pada suatu negara rakyat yang berhak memberikan suara. tidak hanya memerlukan institusi, hukum, Sistem politik demokrasi tidak datang aturan ataupun lembaga negara. Demokrasi tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. sejati Namun membutuhkan usaha nyata dari masyarakatnya di samping lembaganya. setiap warga negara maupun penyelenggara Tersedianya negara yang membutuhkan waktu yang lama, berat dan demokratis. Untuk itu diperlukan pendidikan sulit. Oleh karena itu secara substantif tentang demokrasi yang sungguh-sungguh. berdimensi Demokrasi yang telah menjadi prinsip dalam mewujudkan masyarakat atau kehidupan dalam bentuk prilaku FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 124 memerlukan sikap kondisi jangka dan seperti panjang prilaku ini guna ISSN 2502-8723 demokratis pendidikan demokrasi mutlak civic diperlukan. Karena pendidikan demokrasi democracy education. PKn memiliki peran pada hakekatnya merupakan pengenalan dan strategis mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi agar negara dapat diterima dan dijalankan serta dapat jawab dan berkeadaban. Menurut rumusan ditegakkan dalam kehidupan berbangsa Civic bermasyarakat dan bernegara oleh warga ―pendidikan demokrasi negara. pertumbuhan ―civic bahwa education, dalam yang keberhasilan pendidikan pemeliharaan mempersiapkan warga bertujuan education, mempersiapkan cerdas, warga bertanggungjawab International Dengan kata lain dapat dikatakan demokrasi citizenship (1995) bahwa penting bagi culture‖ untuk pengembangan dan pemerintahan, inilah satu tujuan penting pendidikan ―civic‖ maupun masyarakat berprilaku dan bertindak demokratis melalui citizenship‖ penanaman pengetahuan, kesadaran untuk apatism demokrasi (Azyumadi Azra, 2002 : dapat melaksanakan nilai-nilai demokrasi. 12 ). Semua negara yang formal menganut Hal ini sejalan dengan pendapat Zamroni demokrasi (2001 Kewarganegaraan : 165) menyatakan bahwa untuk mengatasi menerapkan Pendidikan dengan demokrasi, demokrasi itu meliputi tiga hal yaitu : (1) perdamaian, dan selalu mengaitkan dengan kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kondisi situasional negara dan bangsa kehidupan yang paling menjamin hak-hak masing-masing warga masyarakat itu sendiri dan merupakan Kewarganegaraan di Indonesia semestinya pilihan terbaik tentang pola hidup bernegara menjadi tanggungjawab semua pihak atau ; (2) demokrasi adalah merupakan sebuah komponen bangsa, pemerintah, lembaga learning proses yang lama dan tidak sekedar masyarakat, meniru masyarakat industri (Hamdan Mansoer, masyarakat lain ; (3) of law, muatan, pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai dari rule political dan Pendidikan lembaga keagamaan 2004: 4). keberhasilan pendidikan ke masa depan dan dinamika nilai– nilai demokrasi pada masyarakat. internal bangsa dengan dan kelangsungan demokrasi tergantung pada mentranspormasikan Searah HAM, Indonesia, perubahan program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan E. Tujuan Pembelajaran di Perguruan Tinggi harus mampu mencapai Pendidikan tujuan: Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan a. Mengembangkan sikap dan perilaku dilakukan oleh hampir seluruh bangsa di kewarganegaraan yang mengapresiasi dunia, dengan menggunakan nama seperti: nilai-nilai moral-etika dan religius. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 125 ISSN 2502-8723 b. Menjadi warga negara yang cerdas di semua jenjang pendidikan termasuk berkarakter, menjunjung tinggi nilai jenjang pendidikan tinggi. Kedua, PKn kemanusiaan secara teoretik dirancang sebagai subjek c. Menumbuhkembangkan dan pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi semangat nasionalisme, dan rasa cinta kognitif, afektif, dan psikomotorik yang pada tanah air. bersifat konfluen atau saling berpenetrasi d. Mengembangkan jiwa sikap demokratik dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, berkeadaban dan bertanggungjawab, nilai, serta kewarganegaraan yang demokratis, dan bela mengembangkan kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi. konsep, dan moral Pancasila, negara. e. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai- F. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pengembangan nilai Masyarakat (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) Multikultural Pendidikan Kewarganegaraan (Civic dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu Education) merupakan salah satu bidang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari kajian yang mengemban misi nasional untuk dan merupakan tuntunan hidup bagi warga mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia negara dalam kehidupan bermasyarakat, ber- melalui koridor ―value-based education‖. bangsa, dan bernegara sebagai penjabaran Konfigurasi atau lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pendidikan Kewarganegaraan kerangka sistemik (PKn) Pancasila, kewarganegaraan yang dibangun atas dasar paradigma sebagai demokratis, dan bela negara (Winataputra berikut. Pertama, PKn secara kurikuler dan dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memperhatikan bertujuan untuk mengembangkan potensi tampak bahwa PKn merupakan program individu pendidikan yang sangat penting untuk upaya agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung Pendidikan Kewarganegaraan Budimansyah, uraian 2007). Jika tersebut, maka pembangunan karakter bangsa. jawab. Pengembangan bertujuan multikultural yang masyarakat demokratis menjadi membentuk peserta didik menjadi manusia kebutuhan bagi bangsa Indonesia yang yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) dan tanah air. Pendidikan Kewarganegaraan keanekaragaman merupakan pendidikan yang wajib diberikan multikultural pada dasarnya menekankan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 126 (heterogenitas), karena ISSN 2502-8723 pada kesederajatan kebudayaan yang ada Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, serta dalam sebuah masyarakat, dan mengusung praksis kehidupan bernegara dan pada setiap semangat untuk hidup berdampingan secara jamannya damai Winataputra (peaceful coexistence) dalam itu. Lebih lanjut (2008:31) menurut pendidikan perbedaan kultur yang ada, baik secara kewarganegaraan untuk Indonesia, secara individual maupun secara kelompok dalam filosofis sebuah Masyarakat andragogis, merupakan pendidikan untuk multikultural yang demokratis di Indonesia memfasilitasi perkembangan pribadi peserta yang sehat tidak bisa dibangun secara taken didik agar menjadi warga negara Indonesia for granted atau trial and error, sebaliknya yang harus persatuan masyarakat. diupayakan programatis, secara sistematis, integrated dan dan religius, wadahnya pendidikan konteks Pendidikan Tunggal Ika. Kewarganegaraan yang dimaksudkan di sini Dalam kewarganegaraan. berjiwa demokratis dan bertanggung jawab, dan berkeadilan, serta mampu melalui berkeadaban, Indonesia, berkesinambungan. Salah satu strategi dan adalah substantif-pedagogis hidup secara harmonis dalam multikul-turalisme-Bhinneka konteks yang demikian, adalah Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pendidikan arti yang peranan yang sangat penting dalam upaya memiliki perspektif kewarganegaraan dunia mengembangkan masyarakat multikultural. abad ke-21 yang terkenal dengan sebutan Namun demikian kenyataan praksis di kewarganegaraan multidimensi yang salah lapangan Pendidikan Kewarganegaraan di satu perguruan tinggi yang merupakan ujung luas (citizenship cirinya education) memiliki karakteristik multikultural (Cogan, 1998:116). Menurut memiliki tombak dan bagian dari proses membangun 30), cara hidup multikultural untuk memperkuat dibangun wawasan kebangsaan dan penghargaan akan sebagai multicultural nationstate dalam keragaman justru belum menggembirakan, konteks Indonesia mulai kehilangan dimensi multikulturalnya, modern, bukan sebagai monocultural nation bahkan kehilangan aktualisasinya karena state. Hal itu dapat dicermati dari dinamika terjebak praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak (knowledge) belaka dengan membiarkan Proklamasi aspek Indonesia Winataputra Kewarganegaraan dikonsepsikan negara (2008: dan kebangsaan Kemerdekaan Indonesia 17 pada afeksi penguasaan (attitude) pengetahuan pendidikannya. Agustus 1945 sampai saat ini dengan Pembelajaran PKn umumnya dilakukan mengacu pada konstitusi yang pernah dan secara parsial dan tidak mengakomodir sedang nilai-nilai multikulturalisme dan kearifan berlaku, yakni UUD FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 1945, 127 ISSN 2502-8723 lokal masyarakat setempat. Padahal terbangunnya kebersamaan, apresiasi seharusnya PKn sebagai wahana pendidikan sekaligus sebuah mekanisme bersama untuk multikultural menepis dapat mengembangkannya secara lebih sistematis dan komprehensif. Sementara itu, kearifan berbagai meredusir, bahkan kemungkinan merusak, yang solidaritas lokal komunal, yang dipercayai berasal dan merupakan bagian dari konstruksi budaya. tumbuh di atas kesadaran bersama, dari Haba, (2007: 330) mengatakan bahwa sebuah komunitas terintegrasi. kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang dan diuraikan di atas, menegaskan pentingnya berkembang dalam sebuah masyarakat yang pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai dikenal, dipercayai dan diakui sebagai atau kearifan lokal (local wisdom), dimana elemen-elemen mampu sumber-sumber budaya menjadi penanda mempertebal kohesi sosial di antara warga identitas bagi kelangsungan hidup sebuah masyarakat. Berdasarkan inventarisasi Haba kelompok (2007: 334-335) setidaknya ada enam Konflik multikultural yang menyertainya signifikansi serta fungsi kearifan lokal jika pun juga akan mampu dikelola secara arif hendak dimanfaatkan sebagai salah satu dan bentuk pendekatan dalam menyelesaikan kekuasaan sebagaimana yang selama ini sebuah konflik. Pertama, sebagai penanda dipraktikkan melalui hubungan agama dan identitas sebuah komunitas. Kedua, elemen negara di Indonesia. Menurut Abdullah perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas (2003: 8) dalam konteks ini perlu adanya agama dan kepercayaan. Ketiga, kearifan transformasi ruang dari pendekatan ―dari lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas luar‖ (global) ke pendekatan ―dari dalam‖ (top down), tetapi sebuah unsur kultural (lokal) dimana dinamika konflik antara yang ada dan hidup dalam masyarakat. agama dan kepercayaan serupa, dengan Karena itu, daya ikatnya lebih mengena dan menyandarkan pada nilai-nilai lokal (local bertahan. values). penting tumbuh Keenam fungsi kearifan lokal yang yang Keempat, kearifan lokal warna kebersamaan bagi memberikan maupun tidak selalu Motto aliran kepercayaan. melibatkan Bhineka Tunggal sebenarnya akan mengubah pola pikir, dan hubungan gaman dalam masyarakat bangsa Indonesia timbal balik individu dan kelompok, dengan dalam suku, ras, bahasa, adat istiadat, dan meletakkannya agama. atas commond Ironisnnya atas Ika sebuah komunitas. Kelima, local wisdom di mengakomodasi politik keragaman kera- dalam ground/kebudayaan yang dimiliki. Keenam, kesatuan budaya bangsa dalam perjalanan kearifan lokal dapat berfungsi mendorong kemerdekaan negara dan bangsa lebih FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 128 ISSN 2502-8723 ditekankan pada aspek kesamaan untuk lain. Kenyataan ini mesti disadari sebagai membentuk bangsa. salah satu kekuatan alamiah yang tumbuh Implikasinya, budaya lokal yang kaya dari dan untuk masyarakat itu sendiri. dengan perbedaan banyak mengalami erosi Karenanya, kekuatan ini sangat baik dan atau penting untuk diperkuat kembali posisinya solidaritas pengikisan maupun bahasa baik kualitas daerah secara kuantitas terutama penggunaan dalam rangka mewujudkan mengalami kemunduran dalam hubungan sosial, kedamaian di samping maupun kehilangan daya gunanya secara penegakan hukum positif dan managemen pragmatik (Wiriaatmadja, 2002: 221). penyelenggaraan Pengembangan nilai-nilai budaya lokal dan primordial seperti pemerintahan nasional. Mengingat begitu penting dan strategisnya stereotipe, nilai kearifan lokal dalam pembangunan etnosentrisme dan sebagainya, memang bangsa, maka sangat wajar apabila dalam dapat yang penelitian ini pendidikan kewarganegaraan berbahaya. Tetapi konsep primordialisme itu sebagai wahana pendidikan multikultural sendiri memerlukan kajian yang lebih difokuskan proporsional. kearifan menimbulkan perpecahan Adanya ikatan ―lokal- pada lokal penggalian yang hidup nilai-nilai di dalam tradisional‖, sering dirasakan sebagai suatu masyarakat dan budaya Indonesia yang realitas sosial-kultural itu diperlukan sebagai berbhinneka tunggal ika. pengisi identitas diri dan kelompoknya yang Dilihat terasa hampa, memerlukan dari segi Pendidikan keakraban Kewarganegaraan di lingkungan perguruan karena lebih bersifat naturalistik dan bukan tinggi, tantangan tersebut belum dapat rekayasa. Apalagi akibat proses globalisasi, dijawab dengan kurikulum yang ada. Modus kita sering terasa ―sepi‖ dan memerlukan dan ikatan Kewarganegaraan yang ada di perguruan komunitas lama yang akrab (Abdullah, 1999: 19). isi pembelajaran Pendidikan tinggi selama ini menunjukkan fenomena Setiap komunitas (etnis, agama, yang kurang menghargai daerah) pasti memiliki nilai-nilai luhur mengeksplorasi tertentu yang dipandang baik serta dijadikan berbasis kearifan lokal yang merupakan aturan dan norma sosial. Nilai-nilai ini essensi kultur demokrasi di ruang-ruang selanjutnya mengikat masyarakat dalam kuliah dan di masyarakat secara sinergis. sebuah komunitas dan menjamin mereka Model Pendidikan Kewarganegaraan selama untuk hidup dengan damai, harmonis, ini kecenderungannya hanya terjadi di kelas, bersahabat, sedangkan saling menghargai dan menghormati, saling membantu satu sama FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG di nilai-nilai dan masyarakat multikultural cenderung bertentangan atau bersifat paradoks. Isi 129 ISSN 2502-8723 Pendidikan Kewarganegaraan juga hanya berbeda namun secara substantif relatif sama bersifat hafalan saja, kurang mengeksplor yaitu bagaimana menjadikan peserta didik aspek afektif dan psiko-motorik mahasiswa. menjadi warganegara yang baik yang faham Padahal Kewarganegaraan dan menyadari hak dan kewajibannya. sebagai bagian dari pendidikan nilai dan Sehingga dapat menempatkan diri atau pendidikan karakter bangsa isinya bukan memposisikan diri dalam pergaulan hidup untuk dihapalkan tetapi untuk dipahami dan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dilaksanakan. Berangkat dari kondisi di atas, dan bernegara. Pendidikan dirasa sangat pengembangan urgen watak dan perlu Pendidikan kewarganegaraan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh multikultural berbasis kearifan lokal melalui mahasiswa. Oleh karena itu harus pengkajian dan pengorganisasian kurikulum mempunyai pedoman dasar yang sama Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan (satu) agar mengarah pada target yang sama, tinggi melalui pengembangan kompetensi yaitu sesuai dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan (civic competency, civic nasional seperti tertera dalam Pasal 3 UU skill and civic participation). no. 20 tahun 2003. Untuk dapat membina kehidupan demokrasi yang baik hubungan dosen dan G. Penutup Pembelajaran Kewarganegaraan Pendidikan di satuan acara perkuliahan (SAP) semata, lapangan tidak terlepas dari pengaruh baik namun memerlukan hubungan sosial yang yang bersifat intern maupun ekstern dalam kohesif. mencapai tujuannya. Pengaruh intern yaitu sesuatu yang lebih mendalam serta mampu pengaruh berkembang secara positif dan demokratis yang dalam datang praktek mahasiswa tidak hanya tersusun dalam dari dalam Sehingga memberikan pembelajarannya sendiri seperti pengaruh dalam kurikulum yang dipahami, pengaruh sarana Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum dan prasarana belajar dan pengajar atau adanya dosennya. Sedangkan pengaruh ekstern kewarganegaraan secara terpadu sehingga adalah pengaruh yang datang dari luar belum adanya Grand Disgn Pendidikan pembelajaran sendiri seperti Globlalisasi, Demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD Ideologi negara, politik dan sosial budaya 1945. yang berkembang Berdasarkan dalam masyarakat. pengaruh-pengaruh pembinaan karakter dosen masyarakat pendidikan Oleh karena itu bagi pendidikan di tersebut Indonesia hasil pembelajaran secara kuantitatif bisa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG membentuk dapat PKn merupakan program pembelajaran nilai dan moral Pancasila dan 130 ISSN 2502-8723 Hidayatullah Jakarta dengan Prenada Media. Kaelan, dkk, 2007, Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta : Badan Pemerintahan Filsafat UGM Koesoema A, Doni (2007), Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta, Grasindo. Winataputra dan Budimansyah 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI. __________, U.S. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan. __________, U.S. 2008. Multikulturalisme – Bhinneka Tunggal Ika dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia Dalam Dialog Multikultural. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI. Wiriaatmadja, Rochiati 2002. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan Global, Bandung: Historia Utama Press. UUD 45 yang bermuara pada terbentuknya watak, budaya dan karakter bangsa Indonesia. Dengan demikian pula kita dapat menegaskan kembali bahwa PKn merupakan suatu bentuk mata pelajaran yang mencerminkan konsep, strategi, dan nuansa confluent education. Pendidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya yang berwatak dan bermartabat ke Indonesiaan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik. 1999. Nasionalisme dan Sejarah, Bandung: Satya Historika Abdullah, H.M. Amin. 2003. Agama dan Pluralitas Budaya Lokal, Surakarta: Muhammadiyah University Press. Bakry, Noor MS, 2004, Pendidikan Kewarganegaran. Yogyakarta : Liberty Cogan, J.J. 1999. Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED. _______ dan Derricot, R. 1998. Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page. Delors, J, et.al. (1996). Learning: the Treasure Within, Report to UNESCO of The International Commission on Education for the Twenty-first Century, Paris: UNESCO Habba, John. 2007. Analisis SWOT Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Resolusi Konflik dalam Ammirachman, Alpha. Revitatalisasi Kearifan Lokal studiResolusi Konflik di Kalimantan Barat, Maluku dan Poso, Jakarta: ICIP. ICCE UIN. (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kerjasama ICCE UIN Syarif FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 131 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGEMBANGAN MODUL MEMBACA BERBENTUK BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK SISWA KELAS V Hendra Adipta, Maryaeni, Muakibatul Hasanah Universitas Negeri Malang Email : [email protected] ABSTRAK Pentingnya kegiatan membaca masih belum disadari oleh anak. Rahim (2011:1) mengungkapkan bahwa siswa yang kurang memahamipentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi membaca siswa kurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh OECD yaitu Program for International Student Assessment (PISA) yang di dalamnya mengukur kemampuan membaca siswa. Hasil PISA pada tahun 2012 negara Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara yang ikut berpartisipasi dalam PISA. Bercermin dari hasil PISA diketahui bahwa secara umum tingkat membaca yang dimiliki siswa di Indonesia masih kurang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut, berupa mengembangkan modul yang didalannya berisi cerita-cerita bergambar. Modul membaca berbentuk buku cerita bergambar dibuat dengan tujuan agar siswa lebih gemar membaca. Penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan menggunakan model pengembangan Borg & Gall (1983:775). Penelitian ini dilakukan di SDN Kendalrejo, Kabupaten Tuban dengan subjek penelitian siswa kelas III sebanyak 30 siswa yang terdiri dari 16 laki-laki, dan 14 perempuan. Hasil penelitian adalah (1) dihasilkan modul siswa berbentuk buku cerita bergambar dan pedoman bagi (2) tingkat validitas dari para ahli pada modul siswa menunjukan persentase 91,67% dengan criteria sangat valid, sedangkan untuk pedoman guru menunjukkan persentase 91% dengan kriteria sangat valid, (3) tingkat kemenarikan modul siswa mencapai 84,36% dengan kriteria cukup menarik. (4) tingkat keefektifan bahan ajar mencapai persentase 84,53%. dengan kategori tinggi dan layak digunakan. Dengan demikian bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan untuk mengajar siswa kelas V. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan modul membaca berbentuk buku cerita bergambar ini siswa mampu mendorong siswa untuk lebih gemar membaca hal tersebut ditunjukkan melalui hasil yang memuaskan pada latihan dan tes madiri yang ada di dalam modul. Serta Pengembangan modul ini dapat dikatakan layak digunakan dari segi kevalidan,kemenarikan dan keefektifan. Saran untuk pemanfaatan modul lebih lanjut (1) lebih mempertimbangkan alokasi waktu dan menggunakan kurikulum terbaru, (2) memperbanyak soalsoal latihan yang besifat problem solving, (3) mampu mengintegrasikan seluruh aspek bahasa, (4) untuk uji coba evaluasi formatifnya menggunakan desain eksperimen semu. Kata Kunci: modul, membaca, buku cerita bergambar, kelas V menjadi lebih giat dalam belajar, seperti Pendahuluan Membaca merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran yang diungkapkan oleh (Burn dkk dalam Bahasa Rahim, 2011:1). Belajar membaca Indonesia, serta termasuk kompetensi yang merupakan usaha terus-menerus, dan siswa harus diajarkan dalam pembelajaran Bahasa yang melihat tingginya nilai membaca Indonesia di Sekolah Dasar (SD). Siswa dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat yang belajar jika dibandingkan dengan siswa yang suka membaca akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibanding tidak siswa yang tidak membaca serta anak akan kegiatan membaca. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 132 menemukan keuntungan dalam ISSN 2502-8723 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Metode Penelitian OECD yaitu Program for International Student Assessment (PISA) yang Pengembangan Bahan Ajar Tematik di dengan dalamnya mengukur kemampuan membaca yakni: (1) penelitian dan pengumpulan data, 65. Bercermin dari hasil PISA diketahui (2) perencanaan, (3)pengembangan awal bahwa secara umum tingkat membaca yang draf produk, (4) uji ahli, (5) uji coba dimiliki siswa di Indonesia masih kurang. di atas terbatas, (6) revisi uji coba terbatas, (7) uji dapat coba lapangan, (8) revisi uji coba lapangan, dilakukan mengembangkan bahan ajar yang (9) produk akhir, (10) distribusi. sesuai secara teoritis. Bahan ajar yang dikembangkan Uji coba kelayakan produk yang memperhatikan dilakukan meliputi: (1) uji validasi dari ahli karakteristik siswa, kebutuhan pembelajaran materi /bahasa, ahli desain, (2) Guru, (3) uji dan dapat kelompok kecil dan (4) uji coba lapangan. dikerjakan secara mandiri. Selain itu perlu Subjek uji coba meliputi ahli isi/materi, ahli menyajikan desain dan ahli bahasa, guru taraf perlu ini Gall (1983:775 ) yang prosesnya 10 langkah Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari masalah Kontekstual menggunakan model pengembangan Borg & siswa. Hasil PISA pada tahun 2012 negara Solusi Pendekatan berfikir siswa, bahan-bahan dan bacaan yang dan siswa berupa cerita-cerita yang disertai gambar- kelas V SDN Kendalrejo Kecamatan Soko gambar agar siswa lebih tertarik untuk Kabupaten Tuban. Instrumen pengumpulan melakukan kegiatan membaca, data yang digunakan antara lain lembar validasi para ahli, angket tanggapan guru, Tujuan penelitian pengembangan ini lembar untuk, menghasilkan modul keterampilan digunakan membaca berbentuk buku cerita bergambar untuk siswa kelas V dan penilaian. Analisis dalam data penelitian yang dan pengembangan ini yaitu analisis deskriptif pedoman kualitatif dan deskriptif kuantitatif. penggunaan modul untuk guru kelas V. Mengetahui kevalidan, Kemenarikan dan Hasil Penelitian keefektivan modul keterampilan membaca berbentuk buku cerita bergambar untuk Modul siswa kelas V SD. yang dihasilkan dalam penelitian ini telah melalui proses validasi ahli dengan hasil layak dan tidak perlu direvisi. Hasil validasi ahli media disajikan pada Tabel 1. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 133 ISSN 2502-8723 Tabel 1. Validasi Ahli Media Tabel 3. Validasi Praktisi Lapangan No Bahan Ajar Persentase Skor No Bahan Ajar Persentase Skor 1 2 Modul Siswa Panduan Guru 78% 71% 1 2 Modul Siswa Panduan Guru 75% 81% Berdasarkan Tabel 1 Hasil perhitungan data angket yang diatas menunjukkan bahwa hasil dari validasi diperoleh modul siswa memperoleh skor 78% yang menunjukkan artinya tingkat kevalidan modul dari aspek Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka desain mendapat kriteria cukup valid, dan dapat dinyatakan bahwa tingkat kevalidan skor validasi pedoman guru adalah 71% Modul artinya kevalidan pedoman guru dari aspek mendapat kriteria cukup menarik. Hasil desain untuk panduan guru memperoleh skor 81% mendapat kriteria cukup dari validasi perolehan siswa dari guru kelas sebesar 75%. aspek kemenarikan dengan kriteria sangat menarik valid.Validasi ahli materi disajikan pada Tabel 2. di bawah ini. Tabel 4. Rekalpitulasi Hasil Validasi Ahli Tabel 2. Validasi Ahli Materi No Bahan Ajar Persentase Skor 1 2 Modul Siswa Panduan Guru 90% 86% No Berdasarkan perhitungan data angket yang diperoleh dari validasi ahli materi menunjukkan perolehan modul Subjek Skor Perolehan Modul belajar siswa (%) Panduan Untuk Guru (%) 1 Ahli Isi/Materi 90 86 2 Ahli Media 78 71 3 Guru 75 81 Rata-rata 81 79,33 siswa sebesar 90 %. Sesuai dengan perhitungan Data hasil uji kelompok kecil diperoleh dari rata-rata penilaian oleh 9 orang siswa. Hasil uji kelompok kecil disajikan pada Tabel 5. tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa tingkat kevalidan modul dari aspek isi/materi mendapat kriteria sangat valid. Sedangkan untuk Pedoman Tabel 5. Data Hasil Angket Siswa guru memperoleh skor 86% dengan kriteria sangat valid. Validasi No Aspek Penilaian Rata-rata % 1 Kemenarikan cover modul 3,67 91,67 2 Kemenarikan warna cover modul 3,33 83,33 3 Kemenarikan gambar dalam modul 3,67 91,67 3,67 91,67 praktisi lapangan disajikan pada Tabel 2. di bawah ini 4 Kemenarikan huruf yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 134 ISSN 2502-8723 dapat disimpulkan bahwa nilai tes hasil No Aspek Penilaian Rata-rata % belajar mahasiswa hasil uji coba produk dapat memenuhi harapan peneliti. digunakan 5 Kemenarikan cerita yang disajikan 3,33 83,33 6 Pemahaman petunjuk dalam modul 3,22 80,56 7 Pemahaman materi dalam modul 3,44 86,11 Aspek kevalidan produk mendapat 8 Kemenarikan cerita yang disajikan 3,56 88,89 respon positif dari validator. Hal ini dapat 9 Pemahaman rangkuman 3,22 80,56 10 Pemahaman contoh 2,33 83,33 11 Kemudahan pengerjaan tugas dan tes 3,44 86,11 12 Semangat belajar menggunakan modul 3,56 88,89 3,45 86,34 Rata-rata Total Pembahasan dilihat produk yang dikembangkan, untuk modul siswa didapat hasil validasi total dilihat dari isi dan penyajian, bahasa, dan desain mendapat skor persentase rata-rata sebesar 81% sangat valid. Sedangkan, untuk pedoman guru validasi total mendapat skor persentase rata-rata sebesar 79,33%. dengan Hasil uji lapangan pada 30 siswa kelas V tersaji pada Tabel 6. kriteria cukup valid. Tabel 6. Ringkakasan Nilai Tes Hasil Belajar Kemenarikan modul sangatlah walaupun sifatnya subjektif. penting Rentang Nilai Hasil Belajar f Persentase Tuntas Tidak Tuntas 92-98 9 30% 9 - 87-91 5 16% 5 - 82-86 5 16% 5 - siswa untuk membaca dan mempelajari 78-81 1 3% 1 - modul. 73-77 6 20% 6 - tersampaikannya isi modul kepada pembaca 68-72 4 13% 1 3 (siswa). jumlah 30 27 3 mendapat respon positif dari siswa. Hal ini 90% 10% dapat dilihat hasil kemenarikan modul dari Persentase 100% Dikatakan demikian karena modul yang menarik dapat menjadi rangsangan bagi Kemenarikan Aspek menentukan kemenarikan modul siswa mendapat skor persentase rata-rata Berdasarkan hasil belajar sebesar 84,36% dengan kriteria cukup siswa menarik. menunjukkan rata-rata persenase sebesar 90% siswa mencapai skor ≥ 70 dari 100 Efektifitas artinya suatu ukuran yang dengan kriteria sangat efektif. Rata-rata nilai menyatakan pemahaman pengguna dari tertiggi siswa yaitu 98, sedangkan terendah memperoleh 68. siswa target Rata-rata hasil belajar memperoleh persentase telah tercapai. Semakin besar persentase target yang dicapai, semakin sebesar tinggi pula efektivitasnya. Efektifitas modul 84,53%. Berdasarkan data tersebut, maka FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 135 ISSN 2502-8723 dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan belajar yang telah ditentukan pada saat hasil belajar siswa menunjukkan rata-rata penerapan di kelas, serta mengoptimalkan persenase sebesar 90% siswa mencapai skor kondisi kelas. ≥ 70 dari 100 dengan kriteria sangat efektif. Kesimpulan Rata-rata nilai tertiggi siswa yaitu 98, Sebagaimana sedangkan terendah memperoleh 68. Ratarata hasil belajar siswa temuan, analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka memperoleh hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persentase sebesar 84,53%. modul membaca berbentuk buku cerita Produk ini memiliki kelebihan dan bergambar untuk siswa kelas V layak dan kekurangan. Kelebihan yang terdapat dalam efektif dipergunakan dalam pembelajaran. modul Saran membaca berbentuk bukucerita bergambar ini, yang tidak terdapat di dalam A. Saran Pemanfaatan bahan ajar lainnya, yaitu: (1) didesain sesuai Kendala yang dialami saat pelaksanaan dengan karakteristik siswa pengguna serta pada akhirnya menghasilkan rekomendasi dapat digunakan secara mandiri. Sehingga saran kepada berbagai pihak seperti di dengan atau tanpa guru, siswa tetap bisa bawah ini. menggunaakaan modul ini untuk belajar; (2) modul ini berorientasi pada 1. Bagi tujuan dianjurkan untuk belajar secara mandiri cerita bergambar, (5) modul dikembangkan di luar jam KBM sehingga memiliki dengan memperhatikan kemampuan pada skemata aspek pengetahuan siswa; (6) mengunakan yang pembelajaran bentuk penilaian autentik. yang cukup tentang akan dilakukan keesokan harinya. terdapat dalam 2. Bagi guru, Guru disarankan untuk modul membaca berbentuk buku cerita menggunakan bergambar, pengembangan (1) yang juga dengan bimbingan guru. Siswa syang disajikan dalam modul berbentuk yaitu: ajar siswa sebagai bahan latihan mandiri dan yang akan dicapai oleh siswa; (3) teks cerita yang hahan dikembangkan dapat dimanfaatkan oleh pembelajaran sesuai dengan kompetensi Kekurangan siswa, modul ini produk sebagai pembelajaran Dasar saja; (2). keterbatasan waktu dalam kemampuan berbahasa siswa dalam pembelajaran. Kekurangan-kekurangan membaca dan menulis lebih optimal. tersebut ddikarenakan kekurangoptimalan Aktivitas dalam modul yang didominasi dalam pembagian waktu sesuai dengan jam oleh aktivitas membaca dan menulis, 136 kelas, pedoman dikembangkan hanya pada 2 Kompetensi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG di hasil sehingga ISSN 2502-8723 sehingga peran guru dalam menyajikan Daftar Rujukan pembelajaran Akbar, S., Sriwiyana, H. 2011. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: Cipta Media. Akbar, S. 2012. Panduan Praktik: Implementasi dan Pengembangan Model-Model Pembelajaran Aktif Rumpun Sosial. Malang: Diktat tidak diterbitkan Amin, M. 2006, Panduan Pengembangan Bahan Ajar IPA. Depdiknas Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar evaluasi pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara. Bank, A. J. 1990. TeachingStrategies for The Social Studies-Inquiry, Valuing, and Decision Making. Longman New York and London Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O.2009. The Systematic Design of Instruction (seven edition). New Jersey: Pearson Education Inc Faizah, Umi. 2009. Keefektifan Cerita Bergambar Untuk Pendidikan Nilai Dan Keterampilan Berbahasa Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Cakrawala Pendidikan, November 2009, Th. XXVIII, No. 3 Hasanah Dkk. Muakibatul. 2011. Membaca Ekstensif. Pustaka Kaiswaran Hobri. 2010. Metodologi Penenlitian Pengembangan (aplikasi pada penelitian pendidikan matematika). Jember: Pena Salsabila Khasanah, N. 2003. Studi Keterterapan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran untuk Pemahaman Konsep Koloid pada Siswa Kelas II SMU Negeri 1 Lawang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Liando, Mayske Rinny. 2008. Pemanfaatan Buku Cerita Bergambar untuk Meningkatkan Minat dan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar. Tesis terhadap sangat konsentrasi berpengaruh siswa dalam belajar. Jika guru kurang kreatif, maka perhatian siswa tidak akan terfokus. B. Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut Dalam pelaksanaannya, pengembang produk lebih lanjut diharapkan. a. Mempertimbangkan alokasi waktu dengan seksama agar kuantitas, kualitas, dan waktu belajar dapat selaras dan seimbang. b. Penelitian selanjutnya dikembangkan evaluasi lagi uji formatifnya dapat coba atau menggunakan desain eksperimen semu dengan kelas kontrol dan analisis inferensialnya atau menguji perbedaan mean, baik pada skala terbatas maupun skala luas. c. Modul yang kompetensi dibuat, yang khususnya digunakan dapat disesuaikan dengan kompetensi inti pada kurikulum yang sedang berlaku dan juga kebutuhan sekolah sesuai dengan tema yang akan diajarkan d. Memperbanyak latihan atau kegiatan, seperti kegiatan mengalami, problem disesuaikan dengan berbahasa untuk yang solving bersifat yang keterampilan meningkatkan kemampuan siswa. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 137 ISSN 2502-8723 tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang Mitchell, Diana. 2003. Children‘s Literature an Imitation to the Word. Michigan State University Miyatiwi. 2011. Pengembangan Modul Belajar Kimia Berorientasi Daur Belajar (LC 5-E) untuk SMK Teknik. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Prodi Pendidikan Kimia. Nurhadi. 2009. Dasar-Dasar Teori Membaca. Surabaya. JP BOOKS. OECD (2010) PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do Volume I.Canada: OECD. Permen Diknas No.22 Tahun 2006 tentang strandar isi. 2006. Jakarta: Depdiknas. Rahim, F. 2007. Pengajran Membaca di Sekolah Dasar (edisi 1). Jakarta: Bumi Aksara Setyosari dan Efendi. 1990. Pengajaran Modul. Jakarta: Depdikbud Dikjrn Dikti Sudarwati, N. 2012. Pengembangan Modul Pelatihan Kewirausahaan Pada Lembaga Kursus Keterampilan Jasa. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Prodi Pendidikan Ekonomi. Sudjana, Nana & Riva‘i, Ahmad. 2002. Media Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru Algensindo. Tomlinson, Carl M & Lynch-Brown, Carol. 2002. Essentials of Children‘s Literature.Boston: Allyn & Bacon A Pearson Education Company Widiyati, Evita. 2013. Peningkatan Minat dan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Buku Cerita Binatang dan Permainan Bahasa Siswa Kelas II SD Plus ALANWAR Pacul Gowang Jombang. Tesis UM tidak diterbitkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 138 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMIKIRAN FILSAFAT PERENIALISME TENTANG NILAI DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN Marianus Mantovanny Tapung & Sugiyanto (Mahasiswa S3 Pendidikan IPS UPI) ABSTRAK Pemikiran filsafat tentang bagaimana manusia mampu berhadapan dengan perubahan dunia yang begitu pesat sudah ada sejak lama, salah satunya adalah aliran perenialisme. Aliran filsafat ini menekankan tentang nilai baik yang ada dalam diri manusia, karena manusia dilahirkan selalu dalam kondisi ‗baik‘. Potensi baik inilah yang mengharuskan manusia untuk selalu berpikir, bersikap, dan berbuat secara baik pula. Oleh karena itu, dewasa ini berbagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas ‗baik‘ dalam diri manusia menjadi sangat penting. Salah satu di antaranya adalah dengan kegiatan pengembangan kreativitas. Kegiatan pengembangan kreativitas manusia didik dalam segala dimensinya menjadi hal yang mutlak untuk bisa eksis di abad 21. Pengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk memampukannya menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Untuk itu pengembangan kreativitas siswa sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu kebutuhan di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, generasi-generasi yang akan datang adalah generasi yang memiliki karakter kreatif, mandiri, tangguh dan unggul dalam dalam menghadapi dan memecahkan berbagai masalah kehidupan. Kata Kunci: Filsafat Perenialisme, Nilai, Kebaikan, Kreativitas yang mengarahkan dan mendorong peserta Pendahuluan didik untuk mencari tahu dari berbagai Pendidikan merupakan salah satu sumber observasi, bukan diberi tahu; Kedua, kegiatan yang selalu berupaya, baik secara konseptual maupun praktis era komputasi, dimana cara kerja lebih dari faktual, cara kerja mesin. Hal ini menuntut ada mengakomodasi berbagai perubahan dalam pengembangan model pembelajaran yang beberapa bidang kehidupan pada setiap era, mengarahkan dan memotivasi peserta didik termasuk pada era abad 21 yang memiliki ciri dan karateristik tersendiri. untuk Abad 21 dianggap ketinggalan bila zaman, yang tidak merambah pekerjaan. yakni: menyelesaikan Hal pada ini semua jelas bentuk menuntut pengembangan dan praktek pembelajaran Pertama, era informasi yang tersedia kapan yang dapat melatih peserta didik untuk dan di mana saja, yang jelas menuntut berfikir adanya pengembangan model pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG masalah masalah (menjawab); Ketiga, era otomasi kemudian juga menuntut kreativitas dunia mengikutinya merumuskan (menanya) bukan hanya memiliki karateristik sebagai berikut, yang pendidikan mampu keputusan; 139 analitis, mampu dan menghindari mengambil diri cara ISSN 2502-8723 berpikir mekanistis (rutin); Keempat, era TUNTUTAN komunikasi yang dapat dilakukan kapan dan PENGEMBANGAN KREATIVITAS di mana saja. pengembangan Era juga menuntut pembelajaran menekankan pentingnya PERUBAHAN Perubahan yang manifestasinya kerjasama, berbagai tidak kemudahan DAN dalam berbagai saja memberikan dalam kehidupan kolaborasi dan membangun jaringan kerja manusia, tetapi juga imemunculkan berbagai (networking) dalam menyelesaikan masalah. persoalan yang sulit dan rumit. Untuk itu, Untuk menjawab semua tuntutan di diperlukan sumber daya manusia yang atas, maka upaya peningkatan kualitas berkualitas, sumber masalah-masalah daya manusia menjadi sangat yang mampu mengatasi kehidupan penting. Salah satu aspek penting untuk Dampak membentuk sumber daya manusia yang teknologi diperkirakan akan timbul berbagai bermutu adalah masalah yang rumit dan sulit sehingga Kegiatan memerlukan imajimasi dan kreativitas dalam pada pengembangan abad 21 kreativitas. kemajuan ilmu tersebut. pengembangan kreativitas peserta didik pemecahannya. dalam segala dimensinya menjadi hal yang mampu mutlak untuk bisa eksis di abad 21. dihadapinya dari berbagai sudut pandang Pengembangan dalam yang berbeda dari pandangan orang lain. proses pembelajaran dimaksudkan untuk Dengan demikian, individu yang kreatif membekali cenderung kreativitas generasi siswa muda dalam Individu pengetahuan menanggapi mampu yang masalah melahirkan kreatif yang banyak menghadapi berbagai masalah dan tantangan gagasan atau alternatif pemecahan masalah kehidupan di masa yang akan datang. Untuk yang dihadapinya (Utami, 1999:21). Selain itu siswa itu, ia juga dapat menentukan dan menilai sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu tentang segala sesuatu yang melingkupi diri kebutuhan di dalam proses pembelajaran. dan lingkungannnya, sehingga dia tidak Jika pengembangan kreativitas diabaikan terjerembab dan lantas menjadi korban dari oleh lembaga pendidikan kita sekarang ini, perubahan yang terjadi. pengembangan kreativitas dapat diperkirakan akan muncul generasigenerasi yang tumpul daya kreatifnya, Keniscayaan mengalami kesulitan dalam memecahkan Kreativitas masalah-masalah kehidupan yang Perubahan dihadapinya. Perubahan menjadi Menuntut sebuah keniscayaan dewasa ini. Manusia dunia sudah pasti tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan perubahan tersebut. Secara alamiah, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 140 ISSN 2502-8723 perubahan selalu menuntut agar manusia manusia dunia pada tuntutan bergerak dapat mengikuti perubahan tersebut dan statusnya selain menjadi warga dunia tanpa menjadi terpisahkan kehilangan akar-akar kehidupannya, tetapi darinya. Pada galibnuya, waktu berubah dan tetap menegaskan secara aktif identitas dan kita pun berubah karenanya (Tempora entitas konteks lokalnya. Muntantur et nos muntamur in illis). manusia dunia dituntut pada kemampuan Tepatnya manusia adalah aktor atau pelaku untuk dapat berpikir secara global, tetapi perubahan (agent of Change). Sebagai tindakan dan perbuatan secara lokal (think pelaku globally, act locally). Kedua, ketegangan bagian yang perubahan tak perlu ditanamkan keyakinan bahwa terdapat potensi dalam diri antara untuk berubah dan berkembang ke arah yang Manusia yang berada dalam perubahan lebih baik. Selain itu, perubahan selalu pasti tentunya harus menyadari diri sebagai memposisikan secara kritis seseorang pada bagian dari masyarakat dunia. Karena itu, kutub positif dan negatif. Posisi ini sudah standar budaya dan cara berpikir niscaya pasti menempatkan seseorang pada tegangan mengikuti standar budaya dan cara berpikir atau tarik menariknya dua kutub tadi. dunia. Namun pada saat yang sama, manusia Dengan demikian, tuntutan kepada setiap menjadi individu yang memiliki budaya dan individu adalah untuk mampu memiliki cara berpikir yang otonom dan mandiri. pikiran dan sikap rasional, kritis dan selektif. Manusia secara individual memiliki karakter Pikiran dan sikap rasional, kritis dan selektif yang akan disamakan dengan karakter orang lain. mengarahkan seseorang pada universalitas Pada posisi ini khas, yang ketegangan dan tidak antara individualitas. dimiliki tradisi dan penentuan nilai-nilai yang akhirnya positif Ketiga, dan dan konstruktif bagi dirinya sendiri. modernitas. Perubahan sering diidentikan Memasuki abad 21 muncul berbagai dengan welcome to mordenity dan goodbye ketegangan sebagai konsekuensi logis dari for tradition. Jelasnya bahwa manusia dunia perubahan, yang tidak boleh tidak (condito dituntut unttuk sine qua non) menuntut pikiran dan sikap dengan segala pernak-perniknya, tetapi pada rasional, kritis dan selektif dari setiap saat yang sama manusia dunia tidak berarti manusia, bila tidak ingin terjerembab atau harus meninggalkan tradisi yang menjadi menjadi korban dari perubahan tersebut. basis dasar kehidupannya. Dalam hal ini, Menurut Delors (Tapung, 2013:150), adapun manusia diarahkan pada kemampuan untuk ketegangan-ketegangan tersebut, antara lain: bisa mengadaptasikan tradisi pada arus Pertama, ketegangan antara globalisasi dan modernitas, serta sebaliknya menyesuaikan lokalisasi. modernitas dengan dasar tradisi, agar tidak Ketegangan ini membawa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 141 menjadi manusia modern ISSN 2502-8723 dikatakan ketinggalan zaman (out of date), sejumlah melainkan mengikuti arus perkembangan secara baru untuk memberi dukungan dan zaman (up to date). Namun pada pihak lain berbagai bentuk modernitas solidaritas bagi akan menjadi kegamangan gerakan kemanusiaan muncul keprihatianan mereka yang serta ‗kalah‘ tersendiri bagi manusia bila tanpa adanya bersaing dalam kancah kehidupan dewasa basis tradisi. Tradisi memberi penjelasan ini. Muncul berbagai kegiatan kemanusiaan bahwa manusia masing-masing memiliki yang memberi penjelasan bahwa masih ada akar atau dasar yang sangat menentukan ruang lain di dunia ini selain ruang arah perubahan dan perkembangannya di kompetisi, yaitu solidaritas. Berbagai bentuk dunia. antara solidaritas muncul akhir-akhir, menunjukkan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang kepedulian terhadap sesama masih ada dan dan jangka pendek. berkembang Keempat, ketegangan Perubahan tanpa di dunia ini. Keenam, persoalan adalah kemustahilan. Perubahan ketegangan antara akselerasi dan ekspansi sering berakibat pada muncul berbagai pengetahuan, dan persoalan. Manusia dunia sekali lagi dituntut Salah satu faktor utama dari perkembangan untuk mampu menghadapi dan menjawabi adalah maju-pesatnya perkembangan ilmu semua persoalan tersebut. Jawaban terhadap pengetahuan dan teknologi. Hal ini jelas persoalan menuntut manusia untuk mampu memahami tersebut pasti memiliki konsekuensinya. Konsekuensi inilah yang dan menuntut manusia memberi berbagai jenis tersebut. Dalam hal ini, manusia dituntut dan seperti untuk memiliki daya serap yang tinggi, bila dan tidak ingin menjadi korban dari ilmu Kelima, pengetahuan dan teknologi. Oleh karena ketegangan antara kompetisi dan solidaritas. peran pendidikan menjadi sentral untuk Perkembangan ini membentuk dan membina manusia yang persaingan memiliki daya serap yang tinggi. Ketujuh, model pertimbangan, pertimbangan pertimbangan jangka jangka pendek panjang. dunia saat mengisyaratkan manusia pada mengerti daya serap manusia. tentang yang bahkan dapat mengarah pada konflik ketegangan antara atau perang. material. Dalam perjalanan hidupnya Siapa yang dapat bersaing yang perkembangan spiritual dan (struggle), dia bisa bertahan (survive); manusia tidak dapat menghindari diri dari sebaliknya yang tidak bisa bersaing akan pengejaran akan hal-hal material seperti tumbang dan punah. Kompetisi sudah pasti makanan, menuntut sejumlah material lainnya. Namun di samping upaya kemampuan yang dapat menjadi kekuatan pengejaran hal-hal material tersebut, sering dalam bersaing. tanpa disadari, manusia memiliki suatu kompetensi atau Namun pada pihak lain, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 142 pakaian dan rumah serta hal ISSN 2502-8723 kerinduan yang sering tidak terungkap, akan merupakan kegiatan alih nilai (transfer of suatu cita-cita atau nilai spiritual. Nilai value); spiritual aktivitas pemberian informasi (on going ini tidak manusiawi, tetapi ada pada hanya ada pada suatu Realitas yang lebih tinggi Mutlak. realitas pendidikan information), selain tetapi merupakan juga merupakan atau Realitas aktivitas pembentuk diri manusia (on going Untuk mencapai nilai-nilai yang formation). Dalam konteks inilah maka ada pada Realitas Mutlak ini sangat upaya penegakan-penegakan kembali nilai dibutuhkan motivasi dan keyakinan pada pada kehidupan manusia mesti dijaga secara diri manusia. Motivasi dan keyakinan ini seimbang dapat dipupuk dan dibina melalui proses kemampuan pengetahuan. Nilai-nilai harus pendidikan. Dengan pendidikan, manusia menjadi inheren dan terintegrasi dalam kemudian dapat membedakan nilai-nilai kehidupan manusia; dimana nilai-nilai ini yang perlu untuk diperjuangkan; entahkah akan membantu menjaga keseimbangan itu nilai material ataukah nilai spiritual. dalam selain mencapai pencapaian-pencapaian kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia ini. Tuntutan untuk memunculkan dan Imperatif untuk Memiliki Karakter Ketegangan-ketegangan ini menuntut manusia pada suatu imperatif menegakkan kembali nilai dalam kehidupan untuk manusia dewasa ini secara historis tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam terlepas dari masukan pemikiran filosofis, menghadapinya. Sebab jika tidak, manusia salah satunya filsafat/aliran perenialisme bisa saja terjerembab dalam kubangan (aliran yang langsung berkutat dengan nilai- kegamangan gilirannya nilai). Aliran ini mengetengahkan bahwa membawa dia pada suatu keadaan ‗mati nilai sebagai tuntunan hidup manusia harus sebelum meninggal‘, atau dengan kata lain dicari dan diperjuangkan. Sebab tanpa nilai kematian kehidupan manusia akan kehilangan arah yang karakter pada diri atau kesejatian dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu, dan upaya-upaya afirmasi karakter diri, menjadi kekaburan dalam kegiatan yang senantiasa menggaungi derap karena itu, pendidikan sebagai aktivitas langkah kehidupan. Salah satu bentuk upaya penanaman afirmasi diri yang mesti secara nyata dan sentral, terutama dalam upaya menjadikan eksplisit nilai sebagai bagian dari pembentukan dilakukan adalah melalui pendidikan. Kegiatan pendidikan selain merupakan (transfer mengalami nilai berbagai kemungkinan pemaknaannya. Oleh hendaknya berperan karakter kesejatian dirinya sebagai manusia. kegiatan alih pengetahuan of knowledge ) tetapi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG juga 143 ISSN 2502-8723 BASIS PEMIKIRAN PERENIALISME DAN TENTANG NILAI menemukan inti atau hakekat terdalam dari BAGI realitas kebenaran yang dicarinya (Diane, DAMPAKNYA PENGEMBANGAN nilai-nilai tersebut akan membantu manusia FILSAFAT 2008:122). KREATIVITAS upaya DALAM PEMBELAJARAN Menurut kaum Perenialisme, pengembalian makna yang Krisis multi dimensi di zaman sebenarnya dari nilai-nilai dapat dilakukan modern ini merupakan dampak langsung salah satunya dengan aktivitas pendidikan. dari degradasi nilai-nilai dan keutamaan- Pendidikan merupakan jalan kembali untuk keutamaan perenialis mereposisi nilai-nilai kehidupan yang sudah berpandangan bahwa dunia yang tidak tergerus oleh kecenderungan-kecenderungan menentu modernistik. manusia. dan Kaum penuh kekacauan serta membahayakan akhir-akhir ini ditimbulkan Krisis kebudayaan ini berimplikasi akibat terjadinya krisis di berbagai dimensi pada amburadulnya kehidupan manusia. kehidupan manusia. Untuk kembali pada Manusia kehilangan arah dan salah kaprah keseimbangan kehidupan manusia, jalan dalam menentukan tujuan hidup. Hal ini keluar menurut Perenialisme adalah kembali dikarenakan banyak nilai yang seharusnya kepada nilai (back to value) yang mendasari menjadi pegangan hidup tergerus oleh kehidupan manusia pada awalnya. berbagai Perenialisme dan Revitalisasi Nilai-Nilai merelativisasi Dalam hal ini Perenialisme memiliki perspektif pribadi ensensinya. yang Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang pandangan yang berbeda dengan kaum menekankan modernis yang sangat mengagungkan logika individu dan rasio modernistik dari pada sumber perubahan dan serta merta tidak peduli pada pengetahuan nilai-nilai lainnya serta terlalu individualisme, di mana menjadi atau penentu satu-satunya prinsip-prinsip umum memandang sesuatu berdasarkan materi pandangan hidup. Menurut kaum perenialis, (materialistik). Dalam hal ini model perubahan apapun bentuknya harus tetap pendidikan dewasa ini perlu dievaluasi dan kembali pada fitrah nilai-nilai atau prinsip- diarahkan kembali kepada masa lampau. prinsip umum yang menjadi landasan kokoh Dengan mengembalikan sesuatu pada ‗apa dalam membangun kehidupan seseorang. adanya‘, bagi Tanpa nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum seseorang untuk memahami secara lebih dan hidup seseorang akan menjadi kehilangan dalam hakikat kehidupannya. Nilai-nilai arah dan berada dalam ketidakpastian. perlu maka dipahami ada kesempatan kembali sebagaimana Menurut aslinya. Pemurnian kembali atau klarifikasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kegagalan 144 Kaum kehidupan perenialisme dalam berbagai ISSN 2502-8723 dimensinya dalam dan ruang kreatif dalam lingkungan-lingkungan postmodern yang membidani lahir berbagai di mana manusia itu berada. Ruang yang tragedi-tragedi yang mencelakakan manusia, luas dan terbuka pada pemunculan hal-hal justru terlalu yang baru, inovatif dan kreatif, akan mengagungkan kemampun pribadi dan lupa memungkinkan seseorang untuk menjadi pada hakikat realitas. Hakikat realitas tidak pribadi yang memiliki karakater. Kreativitas dipedulikan sebagai dasar fundamental bagi memungkinkan seseorang kehidupan manusia. Hakikat realitas ini bertahan dan mempertahankan hidupnya. adalah sebuah kekekalan atau keabdiaan, Dengan dan dari sanalah sumber pencitraan manusia seseorang bila merancang secara baik dan di dunia ini dalam berbagai dimensinya. benar kehidupan masa kini dan masa Oleh karena itu, agar manusia dapat pulih depannya, kembali untuk membangun kehidupannya hambatan dan tantangannya, serta berusaha secara baik dan benar, maka perlu adanya mencari solusi dari segala persoalan hidup upaya mendalami dan memahami hakikat (Koesoema, 2010:124-125). realitas Kreativitas terjadi abad karena tersebut. modern manusia Pendalaman dan pemahaman terhadap hakikat realitas akan semakin kuat bila manusia kreativitas mampu dapat mampu yang dimilikinya, menghadapi sebagai segala Gambaran Kecerdasan Hidup memiliki Berdasarkan basis pemikiran keberpihakan pada nilai-nilai luhur seperti Perenialisme, dewasa ini kreativitas menjadi kebenaran, kebijaksanaan, terminologi kemanusiaan, dan kebajikan terintegrasi ini lain-lain. menjadi dalam keadilan, Kebajikan- inheren kehidupan yang secara lugas menggambarkan tentang bagian kecerdasan dan yang dimiliki seseorang untuk mampu manusia. mencipta dan mengembangkan Dengan demikian, apapun bentuk perubahan kehidupannya. Oleh karena itu, dalam kajian yang kontemporer, menerpa, kebajikan-kebajikan ini secara etimologis kata menjadi tameng yang kuat sehingga tidak kreativitas berasal dari "create" (latin) yang membuat pribadi manusia terdegradasi dan berarti mencipta, melahirkan, dan mencapai terjerembab dalam kekalahan dan kegagalan (Bdk. Bagus, 2005:502). Menurut Cambell kehidupan (Bdk. Tapung, 2013:159-164). (Semiawan, 2010: 31-32)., kreativitas adalah Untuk membentuk manusia yang kegiatan yang mendatangkan hasil yang memiliki karakter yang kuat dan memiliki sifatnya 1) baru (novel): inovatif, belum ada potensi-potensi untuk berkembang secara sebelumnya, baik mengejutkan. 2) berguna (useful): lebih dan berkualitas, kaum Perenialis berpandang bahwa sangat perlu membuka FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG enak, 145 lebih segar praktis, menarik, aneh, mempermudah, ISSN 2502-8723 memperlancar, mendorong, seseorang. Hal ini berarti setiap upaya untuk mengembangkan, mendidik, memecahkan mengoptimalkan kesempatan berpikir dalam masalah, mengurangi hambatan, mengatasi pengalaman kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih baik Campbell (Semiawan, 2010:32) menjelaskan atau bahwa banyak. 3) dapat dimengerti sangat proses penting berpikir dilakukan. kreatif dapat (understandable) : hasil yang sama dapat dijalankan dengan melalui beberapa tahap: dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. 1) persipan (preparation): meletakkan dasar, De Francesco (Semiawan, 2010:32) mempelajari latar belakang masalah, seluk- menandaskan tentang kreativitas yang dapat beluk ditinjau dari empat sisi, yaitu 1) kepribadian (concentration): sepenuhnya memikirkan, yang kreatif, 2) proses kreativitas, 3) produk masuk luluh, terserap dalam permasalahan kreativitas, yang dihadapi, 3) inkubasi (incubation): dan mendorong 4) faktor-faktor kreativitas. yang Pengertian dan mengambil problematiknya, waktu untuk masalah, kreativitas (bakat), mengendapkan kreativitas sebagai cara berfikir, kreativitas (illumination): sebagai sikap dan perilaku, dan kreativitas mendapatkan ide, pemecahan, penyelesaian, sebagai ciri-ciri kepribadian. Selanjutnya, cara kerja dan jawaban baru, dan 5) Francesco mengemukakan bahwa semua verifikasi/produksi siswa potensial menjadi seorang yang production): menghadapi dan memecahkan kreatif. Dalam berbagai tingkatan dan cara, masalah-masalah mereka mampu dan ingin mengungkapkan dengan dirinya jika diberi tuntunan, motivasi, dan penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru. suasana yang bersahabat. Ini berarti bahwa Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dorongan kreatif merupakan faktor yang kreativitas menunjuk pada dimensi-dimensi sangat kuat dalam seluruh perkembangan seperti: individu. Oleh karena itu, kepada individu ―kesegaran‖ pendekatan dalam berbagai tersebut masalah; kedua, ketajaman kecerdasan yang perlu potensi diberikan kebebasan waktu meninggalkan kreativitas sebagai kepribadian meliputi: sebagai istirahat, konsentrasi masalah, tahap santai 4) atau Iluminasi menemukan atau (verification' praktis mewujudkan Pertama, ide, sehubungan pemecahan, Originalitas berekspresi dan diberi bantuan bagaimana konstruktif; cara pemecahan masalah terutama untuk menyingkirkan prosedur yang tidak perlu menghadapi rasa takut, kurang percaya diri, atau dianggap konvensional dan dianggap dan kurangnya rasa kepribadian tidak perlu.; Keempat, memiliki sikap dan Proses berpikir kreatif harus terus menerus dikembangkan dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ketiga, dan kemampuan kesadaran sosial. diri 146 ISSN 2502-8723 Pengembangan pendidikan pernah terjadi dalam Artinya, konteks tidak imajinasi dan keterlibatan emosi yang keadaan vacuum. sebelum tidak diperhatikan, menjadi lebih multikultur yang mendapatkan perhatian. Keterlibatan emosi dikedepankan menisyaratkan bahwa setiap yang dimaksudkan antara lain, aktualisasi, mikro kehidupan ekspresi, kepekaan, intuisi, dalam berbagai kebudayaan yang berbeda yang mungkin masalah, fakta, konsep, generaliasasi dan tidak selaras dengan nilai dan norma dari teori. masyarakat di mana pribadi berada. praktek pendidikan beralih dari penekanan Kenyataan ini menuntut bahwa setiap anak tentang apa yang dipelajari,tetapi lebih sejak dini sudah harus belajar menerima menekankan orang mempelajarinya (learn kultur lain memiliki yang berbeda, mencoba Dalam hal ini konten konsep dan tentang bagaimana how to learn). memahaminya, menghargai, dan menerima Dengan demikian, orientasi belajar pun pada perbedaan. memahami konten atau isi dari apa yang Dengan demikian, untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan dipelajari, kreativitas diperlukan mempelajarinya, dan produk apa yang bisa praktek pendidikan yang berdiferensiasi, dihasilkan dari proses belajar tersebut. Oleh dalam arti pendidikan yang dikembangkan karena itu hasil belajar tidak hanya semata- lebih pada upaya peningkatan mental yang mata pada pencapaian tujuan instruksional bersifat dinamis (instructional tersebut sangat dengan mengacu pada proses effect), bagaimana tetapi tindakan kreatif (creative action). Konsep memperhatikan dan praktik pendidikan perlu menekankan (nurturant effect), yang sebenarnya lebih tentang bagaimana merancang kegiatan memunculkan potensi-potensi kreatifnya. belajar yang lebih dapat menstimulasi Selanjutnya, pada anak-anak yang memiliki (triggering) fungsi otak sebelah kanan kreativitas yang tinggi memiliki ―rasa ingin dengan tahu yang besar‖ (curiosity). mengembangkan pengalaman dampak juga penggiring belajar baru. Pengalaman belajar baru ini Menurut hasil penelitian Dyers, J.H. bersifat terbuka dalam rangka member et al (2011) Innovators DNA, Harvard peluang pada pertumbuhan kreativitas anak Business Review (Bagir, 2013:5-6), dua selanjutnya. Hal ini bertujuan agar potensi pertiga unggul yang tersembunyi di dalam dirinya seseorang diperoleh melalui pendidikan, (hidden excellence in personhood), muncul sementara sepertiga sisanya berasal dari dan dapat dikembangkan. genetik. dari kemampuan Sementara kreativitas kecerdasaan, Dengan adanya pengembangan ide sepertiganya diperoleh dari pendidikan, dan dan inspirasi dalam kreativitas, kemampuan dua pertiganya dari genetika. Selanjutnya, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 147 ISSN 2502-8723 pembelajaran berbasis kecerdasan tidak akan menilai hasil memberikan hasil siginifikan terhadap hasil Suratno, belajar siswa, di mana peningkatan hanya pembelajaran di atas diharapkan kreativitas 50%, siswa akan muncul kalau mereka selalu dibandingkan yang berbasis belajarnya 2005:10). Berdasarkan ditantang dapat mencapai 200%. Berdasarkan hasil mungkin dapat mereka atasi. Menantang penelitian ini, bisa disimpulkan bahwa siswa kegiatan pendidikan lebih berperan untuk cenderung membuat seseorang kreatif dibandingkan sintesis dan analitisnya sebagai prasyarat untuk munculnya kreativitas. seseorang cerdas. Selanjutnya, menurut Dyers kemampuan kreativitas diperoleh melalui dengan permasalahan prinsip kreativitas peningkatan hasil belajar siswa menjadikan dengan sendiri (Bdk. permasalahan meningkatkan yang tersebut kemampuan Harus disadari bahwa tidak semua beberapa siswa memiliki kemampuan yang sama kegiatan dalam pendidikan, antara lain: dalam mempersepsi masalah yang dialami mengamati menanya dan menyelesaikannya. Namun, kepekaan (experimenting), terhadap keberadaan dan kesadaran akan menalar, (associating), dan komunikasi masalah adalah hal pertama yang perlu (communication) (Bdk.Mulyasa, 2013:12). dimiliki anak. Guru perlu merangsang (observing), (questioning), mencoba Hasil penelitian Dyers ini oleh kepekaan dan kesadaran siswa melalui sejumlah pakar dan praktisi pendidikan latihan mengenali dan menghadapi masalah. dijadikan sebagai salah satu kerangka acuan Guru dapat melakukan hal tersebut secara dalam pengembangan kreativitas siswa. sederhana denganh melontarkan pertanyaan Untuk pengembangan kreativitas siswa, progresif (dari mudah ke yang sulit). Hal ini guru mungkin dapat pembelajaran dengan prinsip pembelajaran mendalami dan yang hendaknya berpusat pembelajaran menggunakan pada lebih strategi difasilitasi menjawab dengan pertanyaan- siswa. Proses pertanyaannya seperti apa, di mana, kapan, difokuskan kepada siapa, bagaimana dan mengapa. aktivitas siswa yang dilatih berpikir untuk Pertanyaan-pertanyaan ini mengumpan dan menyelesaikan masalah, mengekplorasi, dan memicu menemukan sendiri (inkuiri). Siswa diminta merangsang untuk bisa berpikir lebih kreatif bertanggungjawab dan mendalam tentang masalah yang ingin terhadap apa yang dipelajarinya. la mempelajari alat-alat dan cara-cara untuk menemukan rasa ingin tahu siswa dan dipecahkan. atau Salah satu kegiatan pembelajaran menggunakan sesuatu. Siswa menentukan yang bisa membina dan mengembangkan tujuan belajarnya bersama guru dan siswa kreativitas siswa adalah dengan membawa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 148 ISSN 2502-8723 siswa pada masalah dan berusaha wujud lain pengembangan kreativitas. memecahkannya. Jika pembelajaran ini Dengan ruang kebebasan yang luas siswa dibiasakan, maka mereka akan berupaya akan lebih kreatif berpikir dan berani menyelesaikan mengemukakan dihadapinya permasalahan dan mereka yang pendapatnya sekalipun cenderung berbeda dengan pendapat siswa lain. Dengan menggunakan secara optimal semua potensi demikian siswa akan terbiasa mencetuskan yang idenya dalam memecahkan masalah secara dimilikinya. Pengakuan akan banyaknya alternatif pemecahan masalah sistematis dan kreatif. merupakan ciri penting kreativitas. Dan, Kreativitas secara konseptual maupun praktis factual, pembelajaran masalah berbasis (problem dan kebebasan tidak mungkin terlepas dari konteks sosial (Bdk. pemecahan Freire, 1984:23). Dalam hal ini, kebebasan learning) yang diberikan bukan kebebasan yang solving cenderung memicu kreativitas. Siswa bisa mutlak. diarahkan untuk secara terstruktur dan makhluk sosial harus dapat menyesuaikan sistematis mencari jalan keluar terhadap diri dengan lingkungannya dan dengan masalah kehidupan dengan langkah-langkah aturan seperti: Mengidentidikasi masalah; membuat kebebasan namun tidak merugikan orang prioritas lain. Untuk itu diusahakan kemungkinan masalah; membuat analisis Bagaimanapun yang berlaku. lain Siswa sebagai mendapat terhadap dampak, penyebab, dan jalan cara-cara keluar; serta mampu membuat program pemikiran kerja sebagai tindak lanjut. bertentangan dengan kehidupan masyarakat. dan untuk siswa mengungkapkan perasaan yang tidak Sesuai dengan kondisi dan situasi, Pengungkapan tersebut dapat dinyatakan kemampuan berpikir, karateristik siswa dan secara simbolis melalui melalui gambar atau karateristik tulisan atau media yang lain. Dalam proses materi, tahapan-tahapan pemecahan masalah di atas sangat fleksibel, pembelajaran dalam arti tidak mesti selalu sesuai dengan kreativitas, guru berfungsi sebagai fasilitator urutan sistematiknya. Oleh karena itu, guru dan memberikan arahan kepada siswa. hendaknya memberikan kebebasan yang Penstrukturan kegiatan lebih longgar, namun kreatif kepada siswa untuk memilih dan tagihan yang harus dipenuhi telah ditetapkan menerapkan strategi dan langkah apa yang sebelumnya akan dilakukan untuk mengatasi masalah pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan yang dihadapi. Pemberian kebebasan kepada yang ditetapkan, mekanisme pemantauan siswa untuk memilih dan menetapkan serta balikan yang relatif serta sistematis strategi pemecahan masalah merupakan sangat diperlukan. Sifat kemandirian yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 149 untuk secara pengembangan eksplisit. Proses ISSN 2502-8723 dialami siswa dalam pembelajaran lebih cenderung dapat mendorong siswa menjadi banyak dilakukan di luar kontrol guru. gesit, mandiri, dan kreatif. Pembiasaan (habituasi) siswa belajar secara mandiri pembelajaran yang proses bermakna dan bernuansa demokratik sangat membentuk siswa menjadi dirinya sendiri menunjang tercapainya kreativitas siswa dan itu berlangsung sepanjang hidup. Untuk (Bdk. Freire, 2004:84). Guru yang mengajar mewujudkan kemandirian siswa, setahap dengan suasana yang demokratis lebih demi banyak setahap merupakan Selanjutnya, guru harus memberi mempertimbangkan tanggungjawab kepada siswa dan sewaktu- siswa waktu guru menarik diri apabila tanda-tanda cenderung memberikan kesempatan kepada kemandirian siswa itu sudah mulai tumbuh. daripada kepentingan untuk kepentingannya. berperan Guru serta Pembiasaan anak mandiri merupakan salah mengambil satu usaha untuk inerealisasikan proses pendapatnya, dan tidak cepat menyalahkan membentuk siswa menjadi dirinya sendiri. atau Kemandirian siswa akan terwujud apabila mengarahkan tingkah laku siswa dan tidak guru sejak awal tidak melindungi secara selalu menuntut siswa untuk menerima berlebihan. Perlindungan yang berlebihan pendapatnya. cenderung menimbulkan, ketergantungan memungkinkan siswa belajar secara disiplin siswa yang berlebihan pada semua orang. Di diri sendiri, terbuka (inklusif), pluralis, dan samping toleran. kurangnya itu, rasa hal itu percaya juga diri. berakibat Dengan keputusan, dalam mencelanya. Guru Kondisi menghargai tidak terlalu seperti itu Nilai dan Kreativitas dalam Konfigurasi demikian, anak relatif sulit mencapai. Pengembangan Karakter kemandirian. Upaya yang dapat dilakukan Kreativitas adalah gambaran tentang guru untuk mencapai kemandirian siswanya kemampuan seseorang dalam berpikir dan antara lain memberikan tugas dan tanggung melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara jawab yang sesuai dengan kemampuanya. atau hasil baru dari sesuatu yang telah Jika tugas dan tanggungjawab tersebut dapat dimiliki. Untuk mengukur keberhasilan diselesaikan siswa secara baik dan mendapat pendidikan penghargaan yang wajar dari guru, rasa digunakan sebagai indikator keberhasilan di percaya diri siswa akan muncul. Upaya lain, tingkat sekolah dan di tingkat kelas. guru memberikan kebebasan berinisiasi dan Indikator keberhasilan di tingkat sekolah berbuat kepada siswa menurut kemauan si adalah siswa dengan sedikit pengendalian. Hal ini menumbuhkan daya berpikir dan bertindak nilai, kreativitas menciptakan tersebut situasi yang kreatif. Adapun indikator keberhasilan di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 150 ISSN 2502-8723 tingkat kelas ada dua, yaitu: 1) menciptakan gotong situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya mengutamakan kepentingan umum, bangga pikir dan bertindak kreatif, 2) Pemberian menggunakan bahasa dan produk Indonesia, tugas yang menantang munculnya karya- dinamis, kerja keras, dan beretos kerja karya baru, baik yang autentik maupun (Balitbang modifikasi. Nilai kreatif merupakan salah 2010:27, 2011: 9-10). satu dari delapan belas (18) nilai pendidikan royong, nasionalis, Kurikulum Selanjutnya Kemendikbud ruang pendidikan kosmopolit, lingkup karakter dan karakter yang harus dikembangkan dalam konfigurasi dapat pendidikan karakter dan budaya di Indonesia digambarkan dalam bagan di bawah ini. (Balitbang Kurikulum Kemendikbud 2010: 27). Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik, konatif) dan fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan Berdasarkan Bagan 3 tersebut di dan masyarakat. Totalitas psikologis dan atas, pengkategorian nilai didasarkan pada sosiokultural dapat dikelompokkan empat pertimbangan dimensi yaitu: (1) olah hati ; (2) olah pikir; perilaku (3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa merupakan dan karsa. Olah pikir mencakup: cerdas, psikologis yang mencakup seluruh potensi kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir individu terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan psikomotorik, konatif) dan fungsi totalitas reflektif; Olah hati mencakup: beriman dan sosial-kultural bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan jawab, berempati, berani mengambil resiko, masyarakat) dan berlangsung sepanjang pantang menyerah, rela berkorban, dan hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks berjiwa patriotik; Olah raga mencakup: totalitas proses psikologis dan sosialkultural bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, (2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; (4) olah rasa dan karsa. Proses itu secara Olah rasa / karsa mencakup: ramah, saling holistik menghargai, toleran, peduli, suka menolong, keterkaitan dan saling melengkapi, serta FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 151 bahwa seseorang pada hakekatnya yang berkarakter perwujudan manusia dan fungsi (kognitif, dalam koheren totalitas afektif, konteks interaksi memiliki saling ISSN 2502-8723 masing-masingnya secara konseptual DAFTAR PUSTAKA merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah Badan Latihan dan Pengembangan Kemendikbud 2010 & 2011 Bagir, Haidar, Perspektif Kurikulum 2013, Jakarta. (Bahan Sosialisasi) Bagus, Lorens, 2005. Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Diane E, et.al., 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan), Jakarta: Prenada Media. Freire, Paulo, 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (diindonesiakan oleh Sindhunata), Gramedia: Jakarta. ____________, 2004. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan (diindonesiakan oleh Agung Prihantono & Fuad Fudiyarto), Yogyakarta: Pustaka Jaya. Koesoema, A. Doni, 2010. Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger, Jakarta: Grasindo. Semiawan,Conny R. 2010. Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa dan Bagaimana, Indeks, Jakarta. Mulyasa, T. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya: Bandung. Tapung, Marianus, 2013. Dialektika Filsafat dan Pendidikan: Penguatan Filosofis atas Konsep dan Praksis Pendidikan,Jakarta: Pharresia Institue. Munandar, Utami, 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Penerbit Rineka Cipta. Suratno. 2005. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional. nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8- 9; Sumber Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011). PENUTUP Kreativitas menjadi ranah yang mesti dikembangkan dalam diri setiap individu. Dengan kreativitas, nilai-nilai potensial yang ada dalam dikembangkan diri seseorang dapat dan dimanfaatkan bagi kepentingan dalam menjalani hidupnya. Berbagai perkembangan, perubahan dan tantangan dapat dihadapai dan diselesaikan justru ketika seseorang memiliki daya kreatif dalam dirinya. Dalam hal ini, aktivitas pendidikan menjadi kegiatan yang memiliki peluang besar untuk menciptakan ruang untuk mengeksplorasi kreativitas setiap individu pebelajar, misalnya dengan menerapkan dan mengembangkan model atau pendekatan pembelajaran yang dapat menstimulasi daya kreatif siswa secara efektif dan bermakna, seperti pembelajaran pemecahan masalah, pembelajaran yang memicu rasa ingin tahu yang tinggi, pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa, pembelajaran yang membuat siswa mandiri, dan serta pembelajaran yang menciptakan suasana demokratis. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 152 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 “CHEMISTRY” ENGLISH PROGRAM AT RAMAPATI RADIO STATION FOR THE STUDENT’S SPEAKING SKILL IMPROVEMENT Ninik Suryatiningsih STKIP PGRI Pasuruan ABSTRACT Speaking is an important skill in learning a language. By speaking, students can express their ideas through words and sentences. To increase the speaking skill, the students need to practice to speak English. There are many activities that can be done to practice speaking. One of it, is by join and listen to ―CHEMISTRY‖ Radio English Program in Ramapati Pasuruan 93 FM. In this research, the researcher used descriptive study as the research design and used documentation and questionnaire as the research instrument. The researcher chose English department students on the second semester of STKIP PGRI Pasuruan. The researcher was interested in finding out the students‘ interest in ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. The researcher described the student‘s frequency of participation in this program, the reasons in listening and joins this program, the benefits they get when they join this program and the problems that the students face when they participate in this program. Finally, the students of English Department of STKIP PGRI Pasuruan, especially 2014 generation got so many advantages by listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. By joining this program, they got more score from their lecturer and increased their ability in speaking English. Key Words : ―CHEMISTRY‖, Speaking, Radio English Program, Ramapati language. Through speaking, students are INTRODUCTION English language is able to express their emotions, feelings and learned by the students to increase higher communicate with others. Though it is level in learning English. In Indonesia, important, students are still having problems English is considered as a foreign language in (EFL). It has been introduced to educational vocabularies. Most of the students cannot institutions which is learnt from Junior High express their ideas freely in speaking. There School up to university level as a subject to are several reasons why they have less learn. To communicate well, student must motivation to speak. First, they are shy to speak English fluently. That‘s why English speak, it happens because they are not used Education STKIP-PGRI to speak English in their daily life. Second, Pasuruan has speaking as a subject of they are afraid of making mistakes and materials. There are speaking I, speaking II, worried if other laughs when they make a speaking III, and speaking IV. Scoot (1992, mistake. Some people stop speaking English as quoted by Diah 2008:2) states that: when they thought that it is showing off to Speaking is the most important part in speak in good English (Pierson, 1996). Next, In education, Department of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 153 speaking English due to limited ISSN 2502-8723 they are lack of vocabularies and they do not p.m. This program is presented by the know how to construct words become English Department students of STKIP- meaningful phrases and sentences to show PGRI Pasuruan and Ramapati 93 Fm their ideas. www.talkenglish.com :2011: If Pasuruan. you know 1000 words, you might not be students of English department can practice able to say one correct sentence. If you their know 100 phrases, you will be surprised at according to the topic that is discussed by how many correct sentences you will be able calling to the radio or just send their regard to say. Finally, when you know only a 1000 to their friends by sending messages. Through speaking phrases, you will be almost a fluent English by this program, sharing their the idea This program is held to encourage speaker. the students of English Department of To increase the speaking ability, STKIP-PGRI Pasuruan, especially for the the students need to practice to speak student of English Department of STKIP- English. There are many activities that PGRI Pasuruan to practice their speaking. can be done to practice speaking. For The student of English Department of example STKIP-PGRI Pasuruan need students can have to practice conversation with their classmate. their speaking outside the classroom. That‘s ―Practicing with a non native person why ―CHEMISTRY‖ can be a place for will give you practice. You can also them to practice their speaking and probably motivate each other and point out can increase their speaking ability. basic mistake‖ (www.talkenglish.com The researcher was interested in :2011). Try to speak English with finding someone whose English is better, and ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. try to speak as often as possible. The researcher wants to know the existence ―Practice speaking out loud until your and mouth and brain can do it without any Department second semester students of effort, by doing so, you will be able to STKIP-PGRI Pasuruan in ―CHEMISTRY‖ speak Radio English Program. These includes the English fluently‖ (www.talkenglish.com :2011). the out the students‘ involvement of interest the in English students frequency of participation in this ―CHEMISTRY‖ is Radio English program, the reasons in listening and join Program in Ramapati 93 FM Pasuruan. It is this program, the benefits they get when one of English program that may help the they join this program and the problems that students to practice speaking. This program the students face when they participate in is held every Sunday from 4 p.m up to 6 this program. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 154 ISSN 2502-8723 The researcher choose English grammar, but we also learn the context and department students of STKIP to develop words that we used. this study because as the students of English Although speaking is important in Department, they have to be able to speak learning a language, Indonesian students still English well and they need a specific place get difficulty in communicating in English. to practice their English. There are 580 However, if the students can speak English students of English Department of STKIP- fluently and use the correct form of PGRI Pasuruan. grammar, she/he will be very proud of Based on the background above, the herself/himself and will be popular as an researcher would like to formulate the intelligent students. Rini (2004:1) said that problem of the study as follows: (1) How for the students, speaking skill can boost often their reputation as intelligent and attractive do the students participate at ―CHEMISTRY‖ Radio English Program? students. (2) What is the student‘s intention in When we want to learn to speak listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio English we must have many opportunities to English Program? (3) What are the benefits speak. We need to practice, practice and of joining ―CHEMISTRY‖ Radio English practice (David:2004). It is true that practice Program? (4) What problems that the makes perfect. By practice to speak English students face in joining ―CHEMISTRY‖ as much as possible, we will not be afraid of Radio English Program? making mistakes when speaking. Besides, it can reduce our nervous in speaking English REVIEW OF RELATED LITERATURE and increase our confidence to speak in The Theory of Speaking public. Speaking is a tool to assist the Depdiknas 2004 states that speaking identification and labeling of components of is the ability to speak effectively in different linguistic interaction that was driven by his context to give information, to express ideas view that, in order to speak a language and feeling as well as to build social correctly, one needs not only to learn its relationship in the form of activities which vocabulary and grammar, but also the are various in nature, interactive and context in which words are used (Wikipedia: interesting. 2010). In learning a language, speaking is Speaking is used to show our feeling, the most important part after listening. In to share information and to communicate speaking, we not only learn to choose the with people around the world. When we are right vocabulary and use the correct learning FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 155 speaking, we choose some ISSN 2502-8723 vocabularies then try to say it in correct people misunderstand about what we want grammatical words. Anna (2010) states that to tell. Sometimes students neglect the Speaking is many things-it is thinking of correct pronunciation, they just spells the what one wishes to say, choosing the right words as they think it is. It is very crucial, words from our vocabulary, putting the especially when they try to speak with words in the proper grammatical framework, native speaker, the native speaker may communicating the feelings we have, and so misunderstand when we misspell the words. on. That‘s why, students must learn to mind Based on the reasons above the their pronunciation in speaking. researcher finds the conclusion that speaking To pronounce well, some speech is an important part of language learning. It organs are needed. Pronunciation is a is used to communicate with others, to show complex synchronization of many muscles, our ideas through vocabularies that put in primarily of those in the process of the expiration grammatical sentences. Through and inspiration (lungs and speaking we build our relationship with diaphragm), muscles of jaw, face, larynx, people around the world. and of course – tongue (Mlinar: 2008). The The Component of Speaking sound is produced when all speech organs In speaking there are some are in correct position and when air from components that we should learn and lungs makes vocal cords produce the sound master. There are pronunciation, grammar, which then resonates. vocabulary, and fluency. Grammar In linguistic, grammar is the set of Pronunciation Pronunciation refers to the way a word structural rules that govern the composition or a language is spoken, or the manner in of sentences, phrases, and words in any which someone utters a word. If one is said given natural language (Wikipedia: 2011). to have "correct pronunciation", then it This statement is supported by McGuigan refers to both within a particular dialect (2011) who states that ―grammar is a field of (Wikipedia: 2010). linguistics that involves syntax, phonetics, Charles (2011) states morphology and semantics‖. that ―Pronunciation is one of the most important Some students are afraid to speak aspects one has to master when learning English when they start to think about English‖. In learning speaking pronunciation grammar. They are afraid to speak because is a component that must be mastered. they Misspells words can be fatal and make (www.hellowords.com : 2010) mention that FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 156 confused with the grammar. ISSN 2502-8723 ―English grammar is easy to learn. Do not start learning grammar thinking Fluency the Fluency is the ability to produce grammar is difficult‖. When students think speech in the language and be understood by that grammar is frightening and it is difficult its to learn, they will not seriously learn about students may just keep silent and keep their grammar and maybe just learn it half ideas when they are being asked. Their heartily. But in the contrary, when students reason to remain silent is maybe because start to think that grammar is easy to learn, they are ashamed of not being fluent in they will learn it happily and realize how speaking English. speakers (Wikipedia:2011). Some According to Grace (2011) ―Fluency important the grammar is. In order to be able to speak English, in English can be very important if you work the students must start to learn grammar in a predominately English-speaking area‖. because it is the system of a language. The For example, if you want to be a police englishclub.com (2011) states that ―When officer and you are moving to the United you understand the grammar (or system) of States from a foreign country and you don‘t a language, you can understand many things speak English, you will need to become yourself, without having to ask a teacher or fluent in English. Your fluency will allow look in a book‖. you to perform most effectively to help Vocabulary people in times of stress or trouble. You According to Rob (2002) ―A larger may need to give someone very detailed vocabularies allows learners to get to the instructions to save a life and you will only point where they understand most of a text‖. be able to do that if you commit to learning Kurniasih (2006) as quoted in Pusparini English and becoming fluent. You don‘t have to go anywhere to (2008:9) support this statement by stating that ―it is and become a fluent English speaker. You only understand a language without mastering the need to surround yourself with English vocabulary well‖. By those statements the (www.talkenglish.com students must realize the importance of fluent in English is not so difficult. We just vocabularies. It is impossible for them to need to be used to surround ourselves with mastered English. For example by watching and a vocabularies. impossible to language To become must listening to the English News, listen to increase their western songs, watch western movies, etc. vocabularies to support their speaking When we used to be surrounded by English, ability. it will not be difficult to be fluent in English. and try the minimum :2011). students memorize So, with speak to FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 157 ISSN 2502-8723 ―It's very common for any foreign The Problems of Speaking The problem that the students face English speaker to get a bit nervous when various. speaking‖, Robby (2011). Students get Mastering the components of speaking does nervous when they are asked to speak in not mean that the students have no more English. They are not used to use English to problems in speaking English. Student‘s speak. It is common that they feel nervous, lacks of confidence, nervous, lacks of but it is not good if they do not try to opportunity to speak are also become some overcome it. during learning speaking is problems for them. However there are some Be calm and believe in your ability ways to overcome those psychological when you try to speak English. Be problems. Here are some ways to overcome confidence when you speak English. By those problems: doing so, it might reduce the nervous Lack of Confidence feeling. Students usually stop speaking in Afraid of Making Mistakes English because they are lack of confidence. One thing that should be They are afraid of making mistake and being remembered is everybody makes mistakes laughed by their friend if they misspell when they are learning a language. Pierson words. Sometimes they think that it is a (1996) states, ―People are listening to try to show off to speak English in public places, understand your meaning, not to check your that‘s why they prefer to use their native grammar‖. The students have to start language than practice their English. thinking that ―Making Mistake is Normal‖. Mitchell (2009)mention that Self- By doing a mistake, it does not mean that we confidence refers to having a positive and make a permanent mistake that can‘t be realistic perception of ourselves and our fixed. Robby (2011) mention that ―if you abilities. We have some abilities and skills constantly fear of making mistakes when which are helpful. Thinking positively and speaking English with people, you will not allowing self-doubt to swamp ourselves avoid real communication and therefore you with negative thoughts and feelings. So, try will find it very hard to improve your to speak English as much as possible and communication skills‖. So, stop seeing don‘t be afraid of making mistake. By doing mistake as something that can‘t be changed. this, it might be make the students have Practice to speak English more often can more confidence and get used to speak minimize the students‘ mistake in speaking English in front of others. English. Nervous FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 158 ISSN 2502-8723 program is held every Sunday from 4 p.m up Lack of Vocabularies Lack of vocabularies can make the to 5.30 p.m. This program is presented by student afraid to show their ideas through the English Department students of STKIP- Speaking. They are lazy to look up in the PGRI Pasuruan and Ramapati 93 fm dictionaries when they do not know the Pasuruan. In this program, the students can meaning of words. Their lack of vocabulary share makes them afraid to speak, they are afraid suggestion according to the topic that the of making mistakes. The more vocabulary broadcaster‘s choose. The students also can words students know, the better they are send their regards, say hello to their friends able to comprehend. ―A large vocabulary and request their favorite western song to be opens students up to a wider range of played. This program can be a good place reading materials. A rich vocabulary also for the students of English department to improves students' ability to communicate practice their speaking. their ideas, opinion ―CHEMISTRY‖ through speaking‖, Vallery (2005). Radio and their English “CHEMISTRY” Radio English Program Program has joined with Kang Guru Radio English Program is a program Indonesia, a program of Australia Indonesia which is broadcasted on radio and all the Partnership conversation are spoken in English. In scholarship. The Kang Guru Indonesia Pasuruan there are still few radio stations program has 20 minutes duration and it is which program. broadcasted before the main program of STKIP-PGRI ―CHEMISTRY‖. The Kang Guru Indonesia Pasuruan had ever made cooperation with program is broadcasted based on the cassette Suara Pasuruan 107FM in making a Radio and it has the script too. English Program called ―The New Rest and ―CHEMISTRY‖ broadcast English an Department English of deals with the Radio students‘ English Relax‖. This program is presented by the Program has a half and an hour duration English Department students of STKIP- which consist of 20 minutes Kang Guru PGRI Pasuruan. This cooperation program Indonesia and 70 minutes of the main started in 2001 and end in April 2009. program. The main program of English ―CHEMISTRY‖ Radio English Program is Department of STKIP-PGRI Pasuruan has a to discuss a certain different topic for every cooperation program with Ramapati 93 FM week. The listeners may join the program by Pasuruan in held an English Program called calling or sending a text message to the ―CHEMISTRY‖. ―CHEMISTRY‖ is CHat radio. Since April 2009, the English Mania exIST eveRy SundaY. This FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 159 ISSN 2502-8723 The topic discussion of English Department students of STKIP- ―CHEMISTRY‖ Radio English Program can PGRI Pasuruan. be various. It can be about daily activities or hot events. The topic can be about hobby, RESEARCH METHODS movies, favorites music, tourism objects, Research Design sport, natural disaster, love, friendship even Here are some definitions of holidays. If there is a special days or events, descriptive research that can support the the topic discuss is about the events, for researcher‘ decision in taking a descriptive example in Kartini‘s Day, Independence research in this study, which are: Day, New Years or Lebaran Day. 1. Descriptive research, also known as statistical research, describes data and Previous Study There is one study that is related to characteristics about the population or phenomenon being the study on Radio English Program. studied. Descriptive research Pusparini (2008) write a thesis with the title answers the questions who, what, ―A Study on ‗The New Rest and Relax‘ where, when and how.(Wikipedia, Radio English Program‖. In her research she 2011) concluded that ―The New Rest and Relax‖ 2. Descriptive research undertaken to Radio English Program is a useful place for describe a problem or issue and so students to practice their speaking. At the provide background or context for time, ―The News Rest and Relax‖ is the only persons unfamiliar with a situation English radio program in Pasuruan. It is (Pusparini,2008). presented by the English Department 3. Descriptive studies are design to students of STKIP-PGRI Pasuruan and obtain information concerning the Suara Pasuruan 103 fm. The program was current status of phenomena and are held every Sunday from 8am up to 9am. directed toward determining the This program is aimed to encourage the nature of situation as it, exist at the students to practice their speaking and also time of the study (Shaffah, 2006). to provide them with a specific space to From the definitions above we can practice English. ―The New Rest and Relax‖ conclude that descriptive research is aimed Radio English Program has two hours to answer the questions of who, what, duration which consist of 20 minutes Kang where, when and how. It also use to Guru Indonesia and 100 minutes of the main describes data or phenomenon that exist at program. The hosts of this program are from the time of study. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 160 ISSN 2502-8723 frequency Subject of Study semester students of the students who join ―CHEMISTRY‖ every week. The subjects of this study were the second of English Department in STKIP-PGRI Pasuruan which Tape Recorder consisted of 178 students. In this research, Besides documentation, the the researcher took all students of English researcher also used tape recorder to record Department second semester students of the STKIP-PGRI Pasuruan as a subject of study. ―CHEMISTRY‖ Radio English Program at There were five classes in this Ramapati 93 FM Pasuruan. The researcher semester. There were 36 students in class A, also recorded the messages from the 33 students of class B, 38students of class C, listeners‘ of ―CHEMISTRY‖. This is to 35students of class D and 36 students of know the frequency of the students who join class E. The reasons why the researcher this program and also to know which one the chose second semester as a sample was students‘ prefer, to join online or join because they are still fresh and they need to through SMS line. practice speaking more often. Questionnaire callers‘ A voices who questionnaire is called a to research instrument consisting of a series of questions Research Instrument The researcher used three kinds of and other prompts for the purpose of instrument in doing the research. The gathering information from respondents. researcher Questionnaire also have advantages over used documentation, tape recorder and questionnaire. some other types of surveys in that they are cheap, do not require as much effort from the questioner as verbal or telephone Documentation Documentation is general term for a surveys, and often have standardized multiplicity of document in a chosen mix of answers that make it simple to compile data media and with certain collection. The (Wikipedia, 2011). In this study, the purpose of documentation is used to support researcher gives fifteen questions in the a tool of a process (Wikipedia, 2011). In this form of closed questionnaire. The students research, the researcher took the name list of directly chose the suitable answer according the callers and the messages‘ writer who to their experience. The questions deals with join the students‘ frequency of participation ―CHEMISTRY‖ Radio English Program from the weekly agenda of toward ―CHEMISTRY‖. This is done to know the Program, the students‘ reason in joining and FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 161 ―CHEMISTRY‖ Radio English ISSN 2502-8723 listening this program, the benefit that they Radio English Program. The questionnaire get in joining this program, and the problem was filled by the second year students of that they may face in joining this program. English Data Analysis Pasuruan. There were 178 students but only Department of STKIP PGRI The researcher documented the name 121 students who fill in the questionnaire. of the caller and the name of the messengers This was happened because the students from the weekly broadcasting agenda. The were absent in the lecture. Most of them researcher also documented the messages were absent because of the bad weather and from the listeners. The researcher would put the others were absent because they were it on the table of name list of caller and sick. name list of messenger as the proof that the The students really join ―CHEMISTRY‖ Radio Participation in “CHEMISTRY” Radio English Program. English Program Frequency of The Students’ After recorded the voices of the To know the frequency of the callers, the writer typed the conversation students who participate in ―CHEMISTRY‖ became the tape scripts. The researcher also Radio English Program, the researcher took arranged the messages that written by the the finding from the documentation and also listeners. from the questionnaire. After getting the data from questionnaire, the researcher analyzes the The first question was asked whether data into the following step: the students know ―CHEMISTRY‖ Radio The researcher measured and presented the English Program in Ramapati 93 FM or not. result by using the following formula : This question aimed to knew how many F Z= ________ students of English Department of STKIP X 100% PGRI N Note: Pasuruan know about ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. Z= Present of the respondent F= Frequency of the students There were 110 students (91%) who N= Total number of the respondents answered ―yes‖ which meant that they knew FINDING AND DISCUSSION this program and 11 students (9%) said ―no‖ Finding which meant that they admitted to know The finding was analyzed based on nothing about this program. the documentation and questionnaire. The The second question was about how documentation was taken from the name list they got to know to ―CHEMISTRY‖ Radio and the contents of the callers and the English Program in Ramapati 93 FM. This messages‘ writer who join ―CHEMISTRY‖ question affects the students in participating FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 162 ISSN 2502-8723 ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. 52 program by calling to the radio than sending students (43%) said that they knew this message. Here, on the fifth question there program from their friends. There were 42 were three options. The first option was students (35%) answered that they knew this directly can chat with the broadcasters. program from their lecturer, 16 students There were 4 students (3%) who chose this (13%) said that they knew from the radio option. 9 students (8%) answered that they station. While the rest, 11 students (9%) did preferred join by calling to the radio because not answer this question because they never they could directly practice speaking. 3 knew this program. students (2%) chose the third option that The third question dealing with the students‘ frequency in was to increase their self confidence. For the listening students who preferred to join by sending ―CHEMISTRY‖ Radio English Program in message, they who did not have to answer a month. There were three option of answer this question but directly answered number in this question. The first was 1-2 times in a 6. There were 105 students (87%) did not month, 54 students (45%) chose this answer. answer this question. 28 students (23%) chose the second answer The sixth question was given to that was 3-4 times in a month. 39 students know why the students preferred to join this (32%) chose the third option which admit program by sending message than by calling that they never listen this program. to the radio. There were also three options For the next question, that was the answers to this question. 26 students (21%) fourth questions, the question was about the stated that they prefer join by sending way in joining ―CHEMISTRY‖ Radio message because they did not have self English Program. There are two ways of confidence in calling. 43 students (36%) joining this program that was by calling to stated that they were afraid of making the radio and by sending message to this mistake if call directly. 25 students (21%) program. I6 students (13%) chose the first stated that they preferred join by sending choice that was by calling to the radio. 94 message because it was difficult to join students (78%) chose the second option that online. 27 students (22%) did not answer was by sending message. The others 11 this question. students (9%) did not answer this question because they never knew and never joined The Student’s Intention in Listening and this program. Joining “CHEMISTRY” Radio English The fifth question was given to know Program why the students preferred to join this FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 163 ISSN 2502-8723 The question number seven was discuss about related events such as Lebaran given to know the students intention in Day, Valentine Day, etc. 10 students (8%) listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio preferred to discuss about tourism object English Program. There were 36 students while 2 students (2%) preferred to discuss (30%) about college. The rest 11 students (9%) did that joined ―CHEMISTRY‖ to practice speaking. 27 students (22%) stated not answer this question that they joined ―CHEMISTRY‖ to listen to The ninth question was about the the English song. Another 15 students (13%) reason why the students did not join stated that they wanted to practice listening ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. 57 by listening to ―CHEMISTRY‖. There were students (47%) admitted that they could not also joined listen and joined ―CHEMISTRY‖ because ―CHEMISTRY‖ because they wanted to they had another activity on Sunday while send greeting. Another 14 students (12%) 26 students (21%) stated that they forgot the stated that they wanted to get more score in day and time of broadcaster. Other reasons speaking and listening class. 2 students (1%) were divided into: could not reach the radio admitted that they joined ―CHEMISTRY‖ wave-15 students (12%), lazy-10 students because they were the broadcaster. 2 (8%), did not know the telephone number-4 students were students (3%), did not have radio-3 students interested in the topic that was discussed in (3%), the topic was not interesting-3students ―CHEMISTRY‖. The rest 11 students (9%) (3%) and 3 students (3%) said that they had did no reason in not joining ―CHEMISTRY‖. 14 students (1%) not have stated any (12%) that reason they in join ―CHEMISTRY‖. know The Benefits that The Students Get in The next question was aimed to Joining “CHEMISTRY” Radio English the Program students favorite topic in ―CHEMISTRY‖. This question was given The finding of the benefit that the because the researcher wanted to know students get in joining ―CHEMISTRY‖ whether the topic was affecting the students Radio English Program was taken from the in participating in ―CHEMISTRY‖ Radio questionnaire number 10 up to number 13. English Program or not. 51 students (42%) Question number 10 was asking stated that their favorite topic was about about the benefit that the students get in join love, while topic about friendship was being this program. 68 students (56%) said that the liked by 20 students (17%). 17 students benefit was that they could practice speaking (14%) liked to discuss about teenagers‘ and problem and 10 students (8%) liked to More confident in speaking English was the FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 164 listening through ―CHEMISTRY‖. ISSN 2502-8723 benefit that being gotten by 28 students Radio English Program could be a good (23%). Other reasons were divided into: add place for them to practice speaking but did knowledge-10 add not state the reason. On the other hand, there vocabulary 2 students (2%), and get more were 11 students said that ―CHEMISTRY‖ score from listening and speaking class-2 Radio English Program could not be a good students (2%). The rest 11 students admitted place for them to practice speaking. They that they got no benefit from this program. also had different reasons, which were: there students (8%), Talking about the benefit that the was no native speaker-5 students (4%), students got, the researcher also needed to some broadcaster were unnatural in know what the students‘ opinions about speaking-3 students (2%), the caller already ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. wrote their opinion-1 student (1%) and 3 Here, in question number 11, the researcher students who said that ‖CHEMISTRY‖ got various answers. 106 students (88%) Radio English Program could not be a good admitted that ―CHEMISTRY‖ was good place for them to practice speaking but did program with various reasons, that was: to not state the reason. practice and increase listening and speaking The Problems that The Students Face in skill-58 students (48%), to develop self Joining “CHEMISTRY” Radio English confidence-21 students (17%), to promote Program STKIP-PGRI Pasuruan-17 students (14%), Question number 14 deals with the other people could listen to me-6 students problem that the students faced in joining (5%), 4 students (3%) who said that ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. ―CHEMISTRY‖ was a good program but There were many problems that the students did not give reason. faced in joining this program. 58 students On the next question, 110 students (41%) stated that they had other activity on (91%) stated that ―CHEMISTRY‖ Radio Sunday, so they could not join this program, English Program could be a good place for 33 students (23%) stated that they had them to practice speaking. The 110 students difficulty in joining online, 14 students had different reasons, they were: the (10%) stated that they could not reach the communication was in English-58 students radio wave, 12 students (9%) said that they (48%), could were lack of vocabulary, 11 students (8%) students practice (17%), could pronunciation-20 develop self said that the topic was not interesting, 11 confidence-16 students (13%), could add students (9%) said that they got difficulty in vocabulary-6students (5%) and 10 students hearing the broadcaster‘s voice and 2 (8%) who agreed that ‖CHEMISTRY‖ FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 165 ISSN 2502-8723 students (1%) admitted that they had no speaking. Here, the researcher suggests the difficulty in joining this program. students to be more active in participating The last question would be about the online to practice their speaking. students‘ suggestion toward this program. From the finding that was stated in There were many suggestions that the the subchapter before, it was known that students gave to this program. 36 students most of the students in second semester have (23%) said that ―CHEMISTRY‖ Radio already known about ―CHEMISTRY‖ Radio English Program should add quiz and prizes, English Program. However, there were also 31 students (20%) said that ―CHEMISTRY‖ small amount of students who still did not Radio English Program should make an know English club, 25 students (16%) said that ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. ―CHEMISTRY‖ Radio English Program Some of the students knew ―CHEMISTRY‖ should add newest song, 19 students (12%) Radio English Program from their friends or wanted classmates, some knew from the lecturer and ―CHEMISTRY‖ Radio English Program to invite native speakers, 18 about the existence of the other knew from the radio. students (11%) suggested to keep up the There are two ways for the students quality of the show, 15 students (9%) to join this program, the first is by calling to wanted longer duration and 15 students (9%) the radio and directly chat with the suggested ―CHEMISTRY‖ Radio English broadcaster and the second is by sending Program to add some grammar and idiom. message to the radio. The message can be Discussion their opinion about the topic that is being The students preferred to join discussed or it can be their regards to friends ―CHEMISTRY‖ Radio English Program or just request song. through SMS line better than online by Based on the questionnaire, there calling to the radio. This condition happened were only few students who preferred to join may be because the students had no online by calling to the radio than join confidence in speaking in public, also through SMS line. Moreover, the weekly because broadcasting agenda also stated that most of they were afraid of making mistakes, nervous and lack of vocabularies. the students participated through SMS line As the researcher had stated in than to directly call to the radio and practice chapter II, lack of confidence, afraid of their speaking. making mistakes, nervous and lack of Those who preferred to join online vocabularies are the problem of speaking. wanted to directly chat with the broadcasters These problems made the students stop and practice their speaking. Also they said FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 166 ISSN 2502-8723 that by calling, they wanted to increase their wanted to practice speaking, some students self confidence in speaking. said they wanted to listen to the English In the contrary, there were many song, and a few students admitted that they students who were still afraid to join online wanted to practice listening, to send and chose to join in SMS line. According to greeting, to get more score in speaking and the questionnaire, the students chose to join listening class, and because the topic was by sending message because they were interesting. afraid to make mistake if they joined online. The students also stated their reasons The students were ashamed and did not have why they rarely joined this program. They self confidence to speak in public. said they had other activity on Sunday. As stated in chapter II, afraid of Here, the researcher suggests the students to making mistake is one of the problems in spare a few of their time to listen and join speaking English. Students are afraid to be ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. laughed when they are making mistakes. Although they have other activities, at least Here the researcher suggests the students they can listen to this program while doing have to start thinking that making mistake is other activities if it is possible. If it is normal. as impossible to listen to this program while something unchangeable, practice speaking doing another activity, they still can join this more and more so the students can minimize program through SMS line. They may ask the mistakes that they make. their friends what is topic then they can send So, stop seeing mistake This lack of confidence syndrome their opinion through SMS line. must be gotten rid of as soon as possible. As Forget the broadcaster time and day stated in chapter II, lack of self-confidence also became a reason why the students is characterized by: self- doubt, passivity, seldom joined the ―CHEMISTRY‖ Radio sensitivity to criticism, and distrust. Students English stop speaking English because they do not researcher suggests the broadcasters to trust himself, afraid to be laughed and afraid remind their friends about the program, it to be criticized if they misspell words. can be through SMS or Facebook. Also for Program. To solve this, the According to the questionnaire, most the students who already know this program of the students listened this program only they also can remind their friends to join and once up to twice a week. However, there share their ideas, practice speaking and were some students who faithfully joined listening through ―CHEMISTRY‖ Radio this program. Many reasons made them join English Program. this program. Most students stated that they FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 167 ISSN 2502-8723 Other factors that made the students There are many benefits that the not joining this program was from the students could technical problem which was the radio wave ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. could not reach a certain place farther which Most students said that they could practice could be the place where some students live. their speaking and listening. They could Here, the researcher suggest the radio station practice to enlarge the radio wave throughout broadcasters‘ conversation and listen to the Pasuruan municipality and regencies in English songs. They could practice speaking order the students who lives in regencies can if they join online. If the students joined this participate this program. program regularly, slow but sure they will listening get by by joining listen to the The vital equipment to join the get used to speak English and it could ―CHEMISTRY‖ Radio English Program is increase their ability in speaking. They also radio. If the students do not have the radio, said that they could be more confident in they can be lazy and have no clue about speaking English because this program ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. asked them to communicate in English. The researcher suggests the students to have Other benefits that they got from radio. If they do not have the radio, they ―CHEMISTRY‖ Radio English Program cannot join this program, because they will were not know the time duration of this program, vocabularies. As stated in chapter II, our when is the time to receive caller, to play the vocabularies could show our ability in commercial and to play the songs. speaking. So, when the students adding knowledge and adding got Another factor in not joining this difficulty in expressing their ideas by words, program was because the students who it could be caused by their lack of thought that the topic was not interesting. vocabularies. By starting to participate According to the questionnaire, most of the ―CHEMISTRY‖ Radio English Program, students interested when the topic discussed the students could add their vocabularies. A about teenager‘s few students admitted that by joining this problem. Other students also liked the topic program they could get more score from the when it talked about tourism object and lecturer in the speaking and listening class. love, friendship and college. So, the suggestion is directly The researcher also needed to know dedicated to the broadcaster in order to the choose interesting topic for each week. By ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. doing so, the students may interested in join Their opinions about this program influence online or join through SMS line. their participation in this program and the FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 168 opinion of the students about ISSN 2502-8723 benefits that they got by joining this Program. The researcher suggests the program. Most of the students agreed that students to help the promotion by inviting or this program was good but there were also asking their friends to participate to this some students that disagreed and said that program. Some students admitted that they this program was less good. started know and join ―CHEMISTRY‖ They, who were agree that this Radio English Program because the lecturer program was good, stated different reasons. asked them to do so, it means that the Most of them said that this program was lecturer also took a significant part in good to practice speaking and listening skill promoting this program. so they could increase their speaking ability. The students admitted that They also said that this program was good to ―CHEMISTRY‖ Radio English Program develop in was a good place to practice speaking and communicating in English. As stated in they also admitted that this program could chapter II, self confidence referred to having increase their speaking ability. They said so a positive perception of our ability. By because the communication in this program joining this program the students could was in English which made them could practice their English regularly and it could practice their pronunciation, develop self add their self confidence. confidence and add their vocabulary. They their self confidence Other students said that this program was good to promote STKIP also said this program could increase their PGRI ability in speaking because they could Pasuruan. Other people who listen to practice speaking so they could be more Ramapati 93 FM would know that the fluent in speaking English. students of STKIP PGRI Pasuruan were able As stated in chapter II, to be able to to communicate in English, and who knew speak English, the students had to master they interested to send their son, daughter, some niece, nephew or maybe themselves to study components of speaking are pronunciation, in STKIP PGRI Pasuruan. fluency and vocabularies. So, when the There was a few students said that component of speaking. The students admitted that they could practice ―CHEMISTRY‖ Radio English Program their was less good. They said so because they fluency through ―CHEMISTRY‖ Radio never knew and never heard this program. English Program, they might continue Lack of promotion could be one of the participating this program to increase their problems that made the students have no speaking ability. For they who had not clue about ―CHEMISTRY‖ Radio English joined, they may started to join and make FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 169 pronunciation, vocabularies and ISSN 2502-8723 ―CHEMISTRY‖ Radio English Program as by starting to listen to this program and try a place to practice speaking outside the to speak words as many as they can. classroom. However, there were few students Many problem faced by the students who did not have problem in joining in joining ―CHEMISTRY‖ Radio English ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. In Program, this could make them hard to get conclusion, the researcher felt that those the benefit to this program. The biggest entire problems could be solved if the problem was they have other activity on students were willingly to join this program Sunday. As stated in sub chapter before, the and hardly trying to solve the problems. solution to this problem was by spare a few of their time to listen and Add newest song and invite native join speakers are also the suggestion from the ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. students. The next suggestions are keeping Although they had other activities, at least up the quality of ―CHEMISTRY‖ Radio they could listen to this program while doing English Program and make longer duration. other activities if it was possible. If it was In conclusion, the students care about impossible for them for them to listen every ―CHEMISTRY‖ Radio English Program and week, they may join at least once up to twice they proofed it by giving their useful a month. suggestion and it is hoped that the program can fulfill the students‘ suggestion in order The next problem was difficult to join online. This condition might be happen to have a better radio program. because the students did not listen to the radio, so they did not know the duration Conclusion time, when is the time to receive callers, to There were various reasons related to commercial break, to read a message or to the play the songs. ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. Lack of vocabulary intention in joining also The students could practice speaking and significant problem for the students in listen to the English song. The students also joining English could practice listening, send greeting and Program. Sometimes students were afraid to even got more score for speaking and show their ideas through speaking. Their listening class. The choosing of the topic lack of vocabularies made them think twice also influenced the student‘s intention in before they share their ideas. The researcher joining suggests the students to add their vocabulary Program. Love, friendship, teenage problem ―CHEMISTRY‖ was students‘ Radio ―CHEMISTRY‖ Radio English were some of the students‘ favorite topics. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 170 ISSN 2502-8723 Some students not always joined this some of the broadcasters were unnatural in program due to several reasons, such as had speaking English. another activity on Sunday, forgot the day and time, could not reach the radio wave, Suggestions lazy, did not have radio and because they For the ―CHEMISTRY‖ Radio did not interesting on the topic that was English Program: they have to increase the being discussed. broadcaster quality, the broadcaster should Students of English Department of practice more to speak more fluently and STKIP PGRI Pasuruan, especially 2010 naturally, Choose an interesting topic every generation got so many advantages by week, Make an English club, Invite native listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio speakers. And for the Students of English English could Department of STKIP PGRI Pasuruan that practice their listening and speaking skill they have to Start to join ―CHEMISTRY‖ because this program used English to Radio English Program to increase speaking communicate ability, Don‘t be afraid to join online and Program. with The the students listeners. The students also got more confidence because remember that making mistake is okay they could practice their English here. By joining this program, they got more score REFERENCES from their lecturer and increased their ability in speaking English. Besides Gebhard, Jerry G.2000. Teaching English as a Foreign or Second Language. The University of Michigan Press Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner‘s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press Kukurs, Robby.2011. Nervous when Speaking English, (Online), (http://helping-you-learnenglish.com/nervous-whenspeaking.html, accessed on April 11th, 2011) Mc Guigan, Brendan.2011. What Is Grammar?, (Online), (http://www.wisegeek.com, accessed on April, 11th, 2011) Mitchell, Sharon.2009. Self Confidence, (Online), (http://studentsaffair.com/selfconfidence.html, accessed on April, 17th, 2011) that, ―CHEMISTRY‖ Radio English Program also good to promote STKIP PGRI Pasuruan, other people who listened to this program would know that the students of STKIP PGRI Pasuruan could communicate in English well. On the other hand, there were a few students who could not get any advantages because they still did not know about ―CHEMISTRY‖ Radio English Program and never heard this program. Some of the students felt that this program could not be a place to practice speaking because there was no native speaker and FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 171 ISSN 2502-8723 Mlinar.2008. Pronunciation Is a Physical Exercise, (Online), (http://www.languagebits.com/phone tics-english/pronunciation-is-aphysical-exercise/, accessed on April 22nd, 2011) Paul, David. 2004. Teaching English to Children in Asia.Pearson Education Asia Limited Hong Kong. Pusparini, Diah Anita. 2008. A Study on ―The New Rest And Relax‖Radio English Program. Unpublished S-1 Thesis. Pasuruan: Institute of Teacher Training and Education PGRI Pasuruan. Rimando, Grace.2010. How to Speak English Fluently, (Online), (http://www.buzzle.com/articles/how -to-speak-english-fluently-ideas-andtips-on-how-to-speak-english.html, accessed on March 28th,2011) Rini,Sulistiyo. 2008. A Study on The Teaching Speaking of The Second Year Students on SMA N 1 Pasuruan. Unpublished S-1 Thesis. Pasuruan: Institute of Teacher Taining and Education PGRI Pasuruan. Roring, Charles.2011. How to Improve your English Pronunciation Skill, (Online), (http://www.englishland.or.id/learnin g/04-reading/036-englishpronunciation.htm, accessed on April 11th, 2011) Smith, Anna.2011. Speaking is No Small Task, (Online), (http://www.stutteringhelp.org/defaul t.aspx?tabid=417, accessed on April 11th, 2011) Waring, Rob. 2002. Vocabulary, (Online), (http://www1.harenet.ne.jp/waring/vocab/principles/early.htm, accessed on April 11th,2011 ) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 172 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 BACAAN ANAK SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MENYIAPKAN PESERTA DIDIK BERKARAKTER Nur Samsiyah IKIP PGRI MADIUN [email protected] Abstrak Pendidikan berupaya untuk mengembangkan pola pikir dan potensi siswa. Peran guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan teladan dalam berperilaku. Guru yang mampu mendidik karakter siswa adalah yang memiliki kemampuan mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik sebagai guru profesional. Guru dituntut untuk profesional baik dalam pembelajaran maupun dalam bersikap dan akan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran dengan disertai penerapannya. Salah satu penerapan dalam pembelajaran dengan menyediakan bacaan anak. Fungsi bacaan anak adalah untuk memenuhi kebutuhan anak akan informasi, memberikan kesenangan/hiburan dan pemahaman tentang kehidupan. Dengan menyediakan bacaan anak yang memiliki pesan dan amanat yang baik akan menciptakan karakter pada anak. Karakter anak akan muncul dengan melihat bacaan yang disenangi, sehingga menjadikan tokoh sebagai bagian dari karakter yang perlu ditiru. Kata-kata kunci: pendidikan karakter, bacaan anak Abstrac Education should be able to change the learner towards goodness in accordance with national education goals. Education seeks to develop the mindset and potential students. The teacher's role is not only transfer of knowledge but also set an example in the act. Teacher capable of educating students is a character that has the ability is fundamental to the formation of a good personality as a professional teacher. Professional teachers are required for both in learning and in attitude and will integrate character education into subjects with accompanying application. One application of learning by providing children reading. Child reading function is to meet the child's needs for information, Leisure / entertainment and understanding of life. By providing children with reading the message and the message that will either create a character in children. Characters will appear with the child see that reading groove, making figures as part of the character that needs to be replicated. Key words: professional teacher, character education. pilihan bacaan anak yang semakin beragam PENDAHULUAN akan dan dengan kemasan yang semakin menarik. pentingnya peranan bacaan anak dalam Selain disajikan melalui media cetak, seperti mencerdaskan kehidupan bangsa akhir-akhir buku, majalah, lembar anak surat kabar edisi ini semakin meningkat. Hal ini tidak hanya minggu, dalam perkembangan lebih lanjut ditandai dengan didirikannya taman bacaan juga anak ataupun kelompok pecinta bacaan anak multimedia (gabungan teks, gambar, animasi di berbagai tempat, tetapi juga tersedianya dan suara dalam satu paket) yang dengan Perhatian dan kesadaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 173 dapat dinikmati dalam bentuk ISSN 2502-8723 mudah dapat diakses di internet.bahkan memprihatinkan. Belum lagi masalah sikap berbagai buku-buku paket disajikan dalam dan perilaku serta tindak kekerasan yang bentuk BSE. Melalui pembelajaran bahasa dilakukan remaja. Sehingga banyak kritik ditumbuhkan sikap bangga menggunakan yang ditujukan oleh guru dalam menangani bahasa peserta didik terutama bidang karakter, nilai- Indonesia sehingga tumbuh penghargaan akan pentingnya nilai-nilai nilai yang terkandung dalam bahasa Indonesia. sekarang ini mulai ditanamkan sejak anak (Masnur Muslich, 2012 : 4) usia dini, sehingga guru lebih mudah Melalui bacaan anak berbagai informasi pengetahuan, teknologi, budaya, sejarah, maupun mencerminkan karya sastra keanekaragaman anak bermanfaat menitik beratkan pada pengembangan intelektual saja, tanpa memperhatikan nilainilai kepribadian. Dengan kata lain aspek dalam diri siswa terutama kebajikan moral baik, yang menonjolkan aspek negatif juga kurang mendapat perhatian. Sejauh ini menyajikan gambar-gambar yang kurang kekhawatiran pantas dilihat anak. Hal ini tentu saja akan terbesar dalam dunia pendidikan adalah tindak kekerasan yang mempengaruhi pembentukan identitas diri dilakukan anak-anak muda. anak, Zubaedi khususnya dalam perkembangan bahasa dan bahwa sastra Indonesia. (2011:268) pendidikan terintegrasi Masalah utama dalam pembelajaran di mengatakan karakter dalam secara pembelajaran, dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai, pada pendidikan formal dewasa ini adalah memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG bagi materi pada peserta didik, sehingga hanya dijumpai bacaan anak yang berisi kurang senantiasa muda hanya memberikan kontribusi konsep dan bangsa Indonesia. Selain masih sering yang generasi Karena professional dalam pembelajaran belum tentu sesuai dengan akar budaya didik sekaligus hanya professional dalam pembelajaran saja. terjemahan pengarang luar negeri yang peserta sehari-hari dalam tuntutan dalam pekerjaan, namun tidak bagi Indonesia masih didominasi karya-karya kepribadian kehidupan baik Professional bagi guru merupakan tidak dapat dipungkiri bahwa bacaan anak di perkembangan kebiasaan bangsa yang lebih baik di masa depan. pengembangan identitas diri anak. Namun, dan menanamkan karakter keberlangsungan kehidupan masyarakat dan budaya itu, nilai-nilai kehidupan yang terkandung di bacaan Pendidikan mempersiapkan yang bangsa Indonesia dapat ditampilkan. Selain dalam moralnya. sangat 174 pentingnya nilai-nilai, penginternalisasian nilai-nilai dan ke dalam ISSN 2502-8723 tingkah laku peserta didik sehari-hari serta peradaban bansa yang bermartabat melalui proses pembelajaran, baik yang dalam rangka mencerdaskan kehidupan berlangsung di dalam maupun di luar kelas bangsa, bertujuan untuk berkembangnya pada semua mata pelajaran. potensi peserta didik agar menjadi manusia Pendidikan karakter bukan sekedar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan mengajarkan peserta didik dengan ayat, Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, dalil, ataupun teori-teori kebaikan. Guru berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi sebagai warga ujung terlaksananya kegiatan pembelajaran harus mampu menerapkan dan Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. member contoh pada setiap perilakunya. Tujuan pendidikan nasional tersebut Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai sangatlah lengkap jika dikaji satu persatu. model bagi peserta didik yang senantiasa Namun yang paling utama tujuan tersebut dicontoh dan ditirukan, bukan hanya sekedar mengacu pada istilah karakter yang harus metode yang dicapai. Menurut kementerian pendidikan cenderung monoton dan menganggap semua nasional Balitbang, (2010:3) menyebutkan peserta didik itu sama, sehingga kegiatannya karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau didominasi oleh guru. Ngainum Naim kepribadian seseorang yang terbentuk dari (2012:18) mengemukakan bahwa ada begitu hasil banyak pembelajaran persoalan tradisional internalisasi berbagai kebijakan yang mencerminkan (virtues) yang diyakini dan digunakan lemahnya karakter positif dalam dunia sebagai landasan untuk cara pandang, pendidikan. Kita bisa menyimak pada kasus berfikir, bersikap, dan bertindak. tawuran pelajar yang semakin hari semakin Menurut Zubaedi (2011: 273) ada mengerikan, korupsi di kalangan birokasi banyak pendidikan, semakin banyaknya guru yang karakter ke dalam mata pelajaran, antara tidak bisa lagi menjadi teladan hingga lain, mewabahnya demoralisasi pelajar. dikandung dalam setiap mata pelajaran, Undang-undang Republik Indonesia cara mengintegrasi mengungkapkan nilai-nilai nilai-nilai yang pengintegrasian nilai-nilai karakter secara nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem langsung Pendidikan Nasional merumuskan fungsi menggunakan perumpamaan dan membuat dan tujuan pendidikan nasional yang harus perbandingan digunakan dalam mengembangkan upaya serupa dalam hidup para siswa, mengubah pendidikan hal-hal bahwa, di Indonesia menyebutkan pendidikan nasional ke dalam dengan negatif mata pelajaran, kejadian-kejadian menjadi positif, berfungsi mengungkapkan nila-nilai melalui diskusi mengembangkan dan membentuk watak dan brainstorming, menggunakan cerita FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 175 ISSN 2502-8723 untuk menemukan nilai-nilai, menceritakan telah kisah karakteristik hidup orang-orang besar, disaring dan anak. Isah dengan Cahyani Hodijah mengintegrasikan nilai-nilai, menggunakan membaca drama untuk melukiskan kejadian yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca berisikan nilai-nilai, menggunakan berbagai untuk memperoleh pesan, yang hendak kegiatan seperti kegiatan amal, kunjungan disampaikan melalui media kata-kata/bahasa social, field trip/outbound, dan klub-klub tulis kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai kebiasaan membaca bacaan anak, maka kemanusiaan. secara adalah menyatakan dan menggunakan lagu-lagu dan musik untuk Melalui pendidikan karakter anak- (2007:98) sesuai suatu Dengan bahwa proses yang menumbuhkembangkan tidak langsung meningkatkan selain dapat pengetahuan dan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang keterampilan berbahasa dan mengapresiasi baik dan mempunyai komitmen untuk sastra Indonesia pada diri anak, juga melakukan berbagai hal yang terbaik dan meningkatkan pemahaman antar budaya melakukan segala sesuatu dengan benar dan (understanding cenderung memiliki tujuan hidup. Sehingga gilirannya pendidikan karakter ditanamkan guru sejak (sense of belonging) dalam ikatan (budaya) usia dini atau dikatakan sebagai tahap keindonesiaan. pembentukan karakter sampai usia tua atau Pembahasan tahap pembijaksanaan. 1. of akan culture) membentuk yang pada kesadaran Pengertian Bacaan Anak Pendidikan harus mampu mengubah Bacaan anak pada hakikatnya adalah dan mengembangkan kearah perbaikan. bacaan yang ditujukan untuk dikonsumsi Karena pendidikan yang mampu mendukung anak dengan cara pengungkapan baik dari pembangunan di masa mendatang adalah segi isi maupun bentuk menggunakan sudut pendidikan yang mampu mengembangkan pandang atau kacamata anak dan ragam potensi peserta didik, bersangkutan mampu memecahkan masalah sehingga yang bahasa anak (lihat Huck, dkk dalam menghadapi dan Sumardi: 2003: 136; dan Lukens dalam atau problema Nurgiyantoro, 2005: 8). kehidupan yang dihadapinya. Fungsi bacaan anak adalah untuk Bertolak dari realitas tersebut, perlu dilakukan pendayagunaan sebagai sarana bacaan pembinaan memenuhi kebutuhan anak akan informasi, anak memberikan kesenangan/hiburan dan dan pemahaman tentang kehidupan. Mengingat pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. perkembangan emosional dan intelektual Bacaan anak yang digunakan tentunya yang anak FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 176 yang masih terbatas, maka isi ISSN 2502-8723 kandungan bacaan anak pun mempunyai dongeng (fabel, legenda), cerita bergambar keterbatasan (picture dalam bentuk dan isi, book), puisi, maupun komik. disesuaikan dengan tingkat pemahaman Demikian pula bacaan non fiksi, beragam yang dapat dijangkau oleh pikiran dan daya bentuk dapat kita jumpai, seperti jurnal, fantasi anak dalam memandang dunia dan repotase, biografi, atau berita. Semua jenis kehidupan yang dijalaninya. bacaan anak tersebut dapat kita temukan Bacaan anak berisi baik dalam bentuk cetak, seperti buku, informasi cerita atau teks bacaan yang majalah, lembar anak surat kabar edisi mudah diimajinasikan. Bacaan anak tidak minggu maupun dalam bentuk multimedia. hany berisi dongeng anak, tetapi juga Salah satu jenis fiksi yang sering dibaca kehidupan anak adalah sastra. orang biasanya dewasa, binatang, tumbuhan atau makhluk hidup lain. Bahkan Sastra merupakan gambaran hidup bacaan anak yang berupa dongeng sering dan kehidupan yang dituangkan dalam menjadi dan bentuk cerita yang dipoles sehingga menarik tersebut perhatian. Sastra merupakan kata yang masuk akal ataupun tidak. Sebagai bacaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu, Sas anak, maka ragam bahasa yang digunakan yang berarti mengarahkan, mengajarkan biasanya juga ragam bahasa anak, dengan atau memberi petunjuk dan -Tra yang berarti diksi, penalaran dan struktur bahasa yang menunjukkan alat atau sarana. Jadi sastra masih cerita menakjubkan, yang meskipun sederhana, menarik cerita disesuaikan tingkat berarti alat atau sarana yang digunakan Kalimat yang untuk mengajar. Sementara dalam bahasa dipergunakan lugas, tidak bertele-tele, meski Inggris sastra biasa dipadankan dengan kata tidak harus selalu menggunakan kalimat Literature, dalam bahasa Jerman Literatur. tunggal. sastra Indonesia ―sastra yang aslinya ditulis 2. dalam bahasa Indonesia, mengingat sastra pemahaman anak. Jenis Bacaan Anak Bacaan anak amat dan bahasa erat saling berjalin‖ (enre, beragam, terbentang mulai dari bacaan yang berisi 1963:10). informasi faktual sampai cerita/kisah-kisah Sastra yang banyak digemari anak imajinatif yang semuanya dibutuhkan anak dalam masa mengembangkan pertumbuhannya kepribadian dan misalnya komik. Bentuknya yang kecil dan untuk deretan potongan gambar dalam kotak-kotak jati dilengkapi teks, mudah ditemui dalam dirinya. Bacaan anak terdiri dari fiksi dan bentuk komik buku atau komik strip. Pada non fiksi. Bacaan fiksi anak juga mengenal komik anak biasanya para tokoh ditampilkan genre sastra dalam wujud novel, cerpen, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dalam bentuk fisik yang lucu, aneh, karakter 177 ISSN 2502-8723 dan tingkah lakunya khas atau mempunyai Juga kekuatan luar biasa. Sebut saja tokoh Cindrelela sang upik abu, Aladin dan lampu Doraemon, Crayon Sinchan, Donald Bebek, ajaib, dsb. Sastra tulis adalah jenis sastra Micky Mouse, atau Uzumaki Naruto, tentu yang ditulis. Barangkali pada masa sekarang anak-anak lagi sastra yang tertulis hampir kita dapatkan di mendengarnya. Unsur suspense pada tokoh- semua toko buku. Tinggal bagaimana kita tokoh yang saling bertentangan, konflik mengolah sastra lisan dan tulisan dan yang seru dan mencekam, serta gambar- membuat anak-anak tertarik. sudah tidak asing gambar aksi yang luar biasa, dan hanya sedikit waktu yang Selain lain komik seperti buku-buku kisah cerita untuk rakyat Indonesia, misalnya Timun Mas, menyelesaikan pembacaan cerita membuat Malin Kundang, Cindelaras, Sangkuriang, anak selalu ingin membaca kembali komik Lutung Kasarung, atau Joko Kendil yang bersangkutan berikutnya menjadi salah satu basis dari genre sastra (Nurgiyantoro, 2005: 407-440). Menurut anak, biasanya dikoleksi sekolah melalui Santoso (2003, 8.3) sastra anak adalah karya program pemerintah. Melalui buku cerita, seni yang imajinatif dengan usur estetisnya selain menjadi sarana menanamkan moral dominan yang bermediumkan bahasa baik budi pekerti kepada anak, juga mengangkat lisa maupun tertulis yang secara khusus dan mewariskan khazanah sastra nusantara dapat dipahami oleh anak-anak dan eriidi (yang tentang dunia ayangg akrab dengan anak- Indonesia) dari generasi sebelumnya kepada anak. Sementara itu, menurut Sarumpaet anak. (Dalam Santoso, 2003, 8.3), sastra anak 3. Kontribusi Bacaan Anak pada dibutuhkan tokoh-tokoh seri-seri merupakan bagian dari sastra adalah karya satra yang dikonsumsi anak Apabila kita cermati bacaan anak dan diurus serta dikerjakan oleh orang tua. biasanya dikemas dengan sampul yang Artinya, sastra anak ditulis oleh orang tua menarik dilengkapi ilustrasi gambar atau yang ditujukan kepada anak dan proses foto produksinya pun dikerjakan oleh orang tua. merupakan modal awal untuk menarik minat warna-warni dan atraktif yang Sastra dapat kita kategorikan sebagai baca anak. Selain itu, bahasa merupakan sastra lisan (foklor) atau sastra tulis. Sastra salah satu komponen yang tak kalah penting lisan adalah jenis sastra yang diungkapkan dalam bacaan anak. Ragam bahasa dalam dari mulut ke mulut, seperti saat kita bacaan anak akan sangat berpengaruh, mendongeng untuk anak dengan berbagai apakah bahasanya cukup mudah atau sulit tokoh atau karakter. Seperti cerita binatang: dipahami anak sehingga anak akan berhenti si mencuri timun, semut dan merpati, dsb. cukup FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 178 sekedar membuka-buka bacaan ISSN 2502-8723 tersebut atau terangsang dan tertarik untuk pembelajarannya. Misalnya cerpen, puisi, membaca lebih lanjut. prosa, dan dongeng. Cerita yang sarat pesan Kode etik/tanggung jawab bagi moral melalui tokoh-tokoh seorang penulis/pengarang bahwa karya ditampilkan, tulisnya bermanfaat bagi pembacanya, yaitu mendorong atau mengajari anak pentingnya mengandung informasi, berbagi perhatian dan kasih sayang kepada edukasi/pendidikan, dan unsur hiburan. Oleh sesama, semangat untuk terus belajar dan karena itu, bacaan anak diyakini mempunyai maju tanpa kenal lelah, persaingan yang kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan sehat, perkembangan kepribadian anak. Melalui berbagai emosi, dan lain-lain. Dengan bacaan anak, sejak dini dapat dilakukan membaca penanaman nilai-nilai mulai dari contoh- mengawang ke alam imajinasinya sendiri. contoh Di sinilah akan terjadi pembebasan jiwa unsur kebiasaan, tingkah laku, adat- secara tidak yang persahabatan, cerita, jiwa telah mengendalikan si masyarakat, yang berarti pula telah terjadi pembentukan pewarisan nilai-nilai sehingga eksistensi Meskipun menulis puisi jarang diminati suatu siswa, namun dalam mengekpresikan sering dipertahankan. jati anak akan sebagai dapat belajar anak istiadat, dan konvesi yang berlaku di dalam masyarakat proses sadar dirinya yang Sehingga anak terhindar dari sikap buruk dijumpai yang meniru tokoh idola. mendeklamasikan sebuah puisi. Demikian pula, artikel-artikel pada menuju perlombaan Kepedulian utuh. untuk penerbit majalah anak yang berisi pengetahuan buku/majalah/surat kabar baik terhadap anak sejarah dan budaya, seperti candi, museum, maupun para guru dan orangtua sebagai adat istiadat, atau tempat-tempat wisata yang bagian ada pengembangan bahasa dan sastra Indonesia, di merupakan berbagai salah wilayah pembinaan dan antara lain diwujudkan dengan membuka menginformasikan sekaligus membuka mata ruang bagi guru dan siapapun penulis yang anak perihal budaya suatu daerah. Beberapa peduli dan tertarik dengan bacaan anak di untuk bahkan sarana dalam untuk antaranya, satu Indonesia, penting mengangkat ikut berpartisipasi mengirimkan kebudayaan yang hampir punah dengan naskah novel, cerpen dan dongeng, atau ajakan untuk memelihara budaya tersebut puisi. Juga kegiatan sayembara penulisan (Khotimah, 2008). cerpen, dongeng, dan penulisan karya tulis Dalam buku paket bahasa Indonesia anak yang rutin diadakan setiap tahun, teks yang digunakan dalam bacaan lebih misalnya oleh majalah Bobo dan Kreatif, banyak mengandung unsur sastra sebagai atau sayembara penulisan naskah buku FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 179 ISSN 2502-8723 pengayaan, baik buku-buku fiksi maupun Eksistensi suatu bangsa sangat non fiksi, oleh Pusat Perbukuan Departemen ditentukan oleh karakter yang dimiliki Pendidikan Nasional. bangsa tersebut. Untuk membentuk bangsa Dari contoh sederhana di atas, secara yang maju dan memiliki daya saing di era kongkret melalui bacaan anak, anak telah globalisasi diperkenalkan bentuk-bentuk ragam tulis pembinaan karakter bangsa. Ida Zusnani dan berbagai pola dan model penulisan, (2012:147) yang semuanya akan sangat berpengaruh filosofis, pembangunan karakter bangsa pada perkembangan bahasa seorang anak merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam sekaligus merangsang proses berbangsa karena hanya bangsa yang kreativitas anak. Guru yang kreatif akan memiliki karakter dan jari diri yang kuat memilih dan menyeleksi bacaan anak untuk yang akan eksis‖. mengasah dan mengembangkan sekarang ini berpendapat diperlukan bahwa ―secara mengembangkan Selain mempunyai sikap professional kemampuan berbahasanya baik secara lisan guru harus mampu mengembangkan dan maupun tulisan. Hal ini terjadi karena memberikan pengalaman bagi peserta didik. sekarang banyak terbit buku-buku bacaan Karena belajar tidak hanya interaksi antara anak yang tidak sesuai dengan tingkat guru dengan siswa, tetapi harus bisa perkembangan anak didik. Begitu pula, memberikan karakter yang baik yang dapat pewarisan sastra melalui karya-karya sastra dilakukan setiap hari. Roestiyah (1994:41) yang ditampilkan, anak akan mendapatkan menyatakan bahwa bentuk-bentuk interaksi pengalaman-pengalaman belajar mengajar sebagai berikut. baru dan pengalaman universal yang berperan dalam a. Pengajaran adalah transfer pengetahuan membentuk kepribadian lewat budi pekerti kepada siswa, dalam bentuk ini guru di dan pesan moral yang disampaikan melalui sekolah hanya menyuapi makanan kepada bacaan tersebut. Dengan demikian, bacaan anak. Siswa selalu menerima suapan itu anak menunjang tanpa komentar, tanpa mau aktif berfikir. kompetensi membaca, menulis, mendengar, Mereka mendengar tanpa kritik. Sehingga menyimak, berbicara, menutur, mengamati, dapat dikatakan hubungan guru-siswa mengkhayal, dan menghayati. yang sepihak. bermanfaat dalam b. Pengajaran 4. adalah mengajar siswa Mendayagunakan Bacaan Anak bagaimana cara belajar. Dalam bentuk ini Dalam Menyiapkan Peserta Didik guru hanya sumber belajar yang tugasnya Berkarakter sebagai fasilitator sehingga memungkinkan siswa dapat giat belajar. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 180 ISSN 2502-8723 c. Pengajaran adalah hubungan interaktif dikelola secara baik. Selain itu penyeleksian antara guru dan siswa. Dalam hal ini guru bacaan anak penting dilakukan agar tidak menciptakan situasi dan kondisi agar tiap menimbulkan peniruan yang buruk dan individu dapat aktif belajar. masuk dalam imajinasi anak. Bacaan anak d. Mengajar adalah interaksi siswa dengan harus sesuai dengan tingkat usia, siswa dan konsultasi guru. Dalam hal ini perkembangan, minat, kecenderungan dn siswa kebutuhan anak. Beberapa ciri buku atau memperoleh pengalamannya sendiri. bacaan yang baik, misalnya, memiliki tema Dari tugas guru di atas, sudah yang sesuai kehidupan anak, tokohnya dapat menjadi hal umum yang dilakukan oleh guru dikenali dan dipercaya, struktur kalimatnya dalam membentuk kepribadian anak melalui sederhana, alur cerita tidak berbelit-belit dan pembinaan dan pengembangan bahasa logis sehingga cerita mudah dimengerti dan Indonesia sebagai generasi bangsa sejak berkesan, juga unsur ilustrasi, kemasan dan dini. Mengingat kontribusi bacaan anak perwajahan harus menarik dan sesuai tema dalam memberi perhatian akan kebutuhan cerita (Thamrin, 2001). anak, maka sangat relevan dilakukan Menggali mengembangkan pendayagunaan bacaan anak sebagai salah potensi satu media pembinaan dan pengembangan pemahaman anak akan nilai-nilai kehidupan, bahasa dan sastra Indonesia. dapat tercapai dengan baik bila di sekolah Mendayagunakan bacaan anak sebagai media pembinaan anak dan serta meningkatkan maupun di perpustakaan, diadakan kegiatan bahasa dan sastra rutin diskusi/kupas bacaan anak, misalnya, utama yang harus diskusi tentang buku-buku cerita rakyat disediakan adalah bacaan. Anak harus yang ada di seluruh Indonesia. Anak diperkenalkan dan dibiasakan ‗bergaul‘ didorong dan dibiasakan membaca buku dan dengan bacaan, baik di rumah maupun di memberikan tanggapan mengenai buku yang perpustakaan dibacanya, membandingkan ilustrasi buku, Indonesia, sarana pendidikan penyebarluasan sekolah anak. sebagai basis Pengadaan dan bacaan anak mendiskusikan bahasa yang dipakai di pengarang, dan menggali pesan-pesan yang perpustakaan-perpustakan sekolah, terlebih ada dalam bacaan akan membuat anak di wilayah terpencil yang sangat terbatas kreatif, eksploratif, dan inovatif. Selain itu untuk mendapatkan akses keluar, mutlak siswa didorong untuk memahami hikmah diperlukan. Hal ini mengingat di Indonesia dan pesan moral yang ada dalam bacaan tidak semua Sekolah Dasar mempunyai anak. perpustakaan, kalau pun ada, sering tidak dilakukan sebagai teladan yang baik. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 181 Pesan moral ditekankan untuk ISSN 2502-8723 Pihak sekolah dan orangtua dapat dibuat, semakin terampil pula mereka dalam pula mengajak anak untuk memanfaatkan berbahasa dan bersastra. Namun, tetap peluang yang diberikan oleh pihak penerbit diusahakan buku bacaan anak, majalah, dan surat kabar dorongan, saran dan kritik dengan cara hati- untuk aktif terlibat dengan mengirimkan hati apabila bacaan mengarah pada hal-hal naskah cerpen, dongeng, karikatur, cerita buruk. bergambar dan puisi. Anak dibimbing untuk untuk Dengan memberi semangat, mendayagunakan bacaan mengmati lingkungan sekitar sebagai bahan anak, maka budaya membaca dan menulis untuk menulis atau menggambar. Dengan pada mengajak anak menulis, kreativitas anak Semakin tinggi tingkat budaya membaca dapat ditingkatkan. Ibarat membenamkan dan menulis pada anak, akan semakin diri dalam proses kreatif, ketika menulis meningkat pula keterampilan berbahasa dan anak menciptakan sesuatu, yang juga berarti mengapresiasi sastra pada anak. Karakter melontarkan anak akan muncul dengan melihat bacaan mengalami pertanyaan-pertanyaan, keraguan dan anak akan semakin meningkat. kebingungan, yang disenangi, sehingga menjadikan tokoh sampai akhirnya menemukan pemecahan. sebagai bagian dari karakter yang perlu Apabila proses kreatif tersebut semakin ditiru. dilatih, maka anak akan semakin mudah Bacaan yang disediakan harus untuk mengalihkan keahliannya kepada memiliki kontribusi dalam membangun bidang lain yang juga membutuhkan solusi karakter yang positif pada anak, artinya kreatif. bacaan tersebut mengandung pesan moral Selain itu, menggunakan kata-kata yang baik. Tokoh-tokoh dalam bacaan anak pujian adalah cara yang efektif untuk dipilih sesuai karakteristik usia anak. memotivasi anak dalam kegiatan membaca Dengan demikian secara tidak langsung dan menulis. Seperti halnya membaca, anak akan mudah mengidolakan tokoh selera menulis anak bisa berbeda-beda. Oleh karena itu, sebaiknya anak dibebaskan untuk Penutup membaca dan menulis sesuatu yang mereka Pendidikan diupayakan senangi, tetapi tetap perlu didorong dan mengembangkan diarahkan untuk menggali dan mencintai secara optimal. Pendidikan tersebut harus khazanah budaya bangsa sendiri. Tidak dilandasi oleh prinsip kepribadian sehingga menjadi masalah apa jenis bacaan dan jenis menghasilkan kualitas peserta didik yang tulisan yang dibuat anak. Malahan, semakin mampu dan berkompetensi. Tugas lembaga banyak jenis bacaan dan jenis tulisan yang penyelenggara FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 182 potensi pendidikan peserta untuk tidak didik hanya ISSN 2502-8723 menyiapkan calon guru dalam bidang pengembangan dan bahasa dan sastra saja, Indonesia diperlukan kemauan, disiplin, dan tetapi penerapan sikap yang nantinya akan ketekunan. Peran bacaan anak hendaknya diajarkan melalui juga diimbangi pula dengan kepedulian pendidikan karakter yang dintegrasikan pemerintah, guru, dan orangtua, agar tercipta dalam semua mata pelajaran dan tingkah suasana kondusif dalam mendayagunakan lakunya. bacaan anak sebagai media pembinaan dan Pendidikan karakter mengajarkan peserta didik bagaimana cara bertindak yang baik, tidak hanya dalil ataupun teori saja. Dalam pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Untuk itu peran guru menjadi penting dengan segala sikapnya, karena guru harus membawa perubahan kearah yang lebih baik bagi peserta didik. Sehingga dalam penerapannya peserta didik mampu memecahkan masalah dan berfikir positif. Salah satu penerapannya dalam pelajaran bahasa Indonesia melalui bacaan anak. Pemahaman, penghayatan, dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. pada intelektualnya Membina peserta didik Jika langkah di atas dapat terwujud, maka tujuan dan dilakukan sastra secara Indonesia belum maksimal dan budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan mempunyai prestise tersendiri di era globalisasi, dan para penuturnya akan tetap bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah derap peradaban zaman. Daftar Pustaka Balitbang. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur Enre, Fakhuruddin Ambo. 1963. Perkembangan puisi Indonesia dalam masa dua puluhan. Jakarta: Gunung Agung Isah Cahyani dan Hodijah. 2007. Kemampuaan Berbahasa Indonesia Di SD. Bandung: UPI Press Khotimah, Tarti Khusnul. 2008. ―Majalah Anak: Media Pembelajaran dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia‖. Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia, 16-18 Mei 2008 di Yogyakarta. masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, terhadap bahasa dan sastra Indonesia semakin dipertanyakan. Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia pada anak sebagai generasi bangsa sejak dini. Mengingat kontribusi bacaan anak dalam memberi perhatian akan kebutuhan anak, maka sangat relevan dilakukan pendayagunaan bacaan anak sebagai salah satu media pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG sastra Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa arus globalisasi, kecintaan dan kebanggaan dilakukan dan mungkin pada gilirannya nanti bahasa proporsional. Apalagi, di tengah derasnya perlu bahasa Indonesia bukan mustahil diraih, bahkan, penghargaan masyarakat Indonesia terhadap bahasa pembinaan 183 ISSN 2502-8723 Kundharu Saddono dan Slamet, St. Y. 2014. Pembelajran Keterampilan Berbahasa Indonesia; Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu Mansur Muslich. 2012. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Naim,N. 2012. Character Building. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Roestiyah. 1994. Masalah Pengajaran.Jakarta: Rineka Cipta Santoso, Puji. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka Thamrin. 2001. ―Buku Bacaan, Gizi Rohani, dan Suplemen Penting untuk Anak‖. Dalam Kompas Cyber Media. Senin 12 November 2001, 11:01 WIB. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group Zusnani, I. 2012. Manajemen Pendidikan Berbasis Karakter Bangsa. Jakarta: Tugu Publisher FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 184 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA Rissa Prima Kurniawati, S.Pd., M.Pd. IKIP PGRI Madiun [email protected] Abstrak Matematika seringkali dianggap sebagai pelajaran yang kurang diminati oleh beberapa siswa. Akibatnya siswa tersebut kurang memahami materi yang diajarkan oleh guru. Seperti pada siswa kelas satu sekolah dasar, mereka seringkali mengalami kesulitan membilang, menjumlahkan, dan mengurangkan bilangan. Untuk itu, kita sebagai guru harus memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan menumbuhkan karakter positif yaitu dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, kemampuan, dan ketrampilan siswa, seperti permainan ular tangga. Melalui permainan ular tangga ini, guru dapat mengajarkan karakter positif dan menyampaikan pesan moral serta secara langsung atau tidak langsung akan melahirkan kepekaan terhadap semua input yang masuk pada siswa. Hal ini memiliki pengaruh yang besar untuk menumbuhkan karakter siswa agar mampu berfikir dan bersikap. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji tentang pendidikan karakter dan pesan moral pada pelajaran matematika melalui permainan ular tangga. Kata kunci : Pendidikan Karakter, Matematika Abstract Mathematics is often considered as subjects less attractive to some students. As a result, these students do not understand the material being taught by the teacher. As in the first grade students of elementary school, they often have difficulty counting, adding , and subtract numbers. For that, we as teachers need to provide a fun learning and to grow positive character by using interesting learning media, stimulate the mind, feelings, concerns, abilities, and skills of the students, like a game of snakes and ladders. Through these snakes and ladders game, the teacher can teach positive character and moral message, directly or indirectly, will give birth to a sensitivity to all of the inputs to the applicant. It has a great influence to foster students' character to be able to think and behave. Therefore, this paper will examine about character education and moral message to math instruction through the game of snakes and ladders. Keywords: Character Education, Mathematic teknologi Pendahuluan Dewasa pengetahuan haruslah diimbangi dengan ini perkembangan ilmu peningkatan kualitas di bidang pendidikan. dan teknologi terus Pendidikan merupakan suatu sarana untuk Perkembangan ilmu membangun masyarakat menjadi lebih baik berkembang pesat. pengetahuan dan teknologi akan berdampak lagi. Pendidikan juga pada yang paling bertanggung jawab dalam masyarakat. Dalam rangka memujudkan masyarakat yang berkualitas melahirkan maka perkembangan ilmu pengetahuan dan karakter FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 185 merupakan proses siswa-siswi kuat sebagai yang memiliki modal dalam ISSN 2502-8723 membangun peradaban yang unggul. itu, matematika adalah ilmu tentang Sehingga peningkatan kualitas di bidang penalaran dan masalah yang berhubungan pendidikan harus terus dilakukan oleh dengan bilangan serta ilmu tentang pola, pemerintah, guru, dan masyarakat serta keteraturan pola, atau ide. Sehingga dapat elemen-elemen pendidikan.Peningkatan disimpulkan bahwa matematika merupakan kualitas pendidikan tidak hanya pada aspek cabang ilmu pengetahuan tentang penalaran kognitif tetapi juga pada aspek pendidikan dan berhubungan dengan bilangan. karakter siswa. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi perilaku-perilaku Matematika seringkali dianggap yang sebagai pelajaran yang kurang diminati oleh menyimpang yang dilakukan oleh siswa. beberapa siswa. Akibatnya siswa tersebut Banyak siswa sering melakukan perilaku kurang memahami materi yang diajarkan yang jelek seperti seks bebas, tawuran, oleh guru. Seperti pada siswa kelas satu membuat geng-geng seperti geng motor, sekolah dasar, Pembelajaran matematika narkoba, minuman keras, dan lain-lain. yang dilakukan di sekolah, biasanya guru Perilaku-perilaku yang jelek ini cenderung hanya menerangkan materi dan memberikan merugikan siswa lain dan masyarakat. soal, serta jarang menggunakan media Kenyataan ini sudah cukup menjadi bukti pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di pembelajaran matematika yang menarik dan Indonesia. Penanaman karakter yang baik menyenangkan, serta dapat memberikan pada diri siswa harus dilakukan secara terus- karakter yang baik bagi siswa. Selain menerus oleh semua elemen sekolah seperti memerlukan pembelajaran matematika yang guru matematika. menarik dan menyenangkan, guru dalam Matematika memberikan kontribusi mengajar juga pembelajaran bangsa dan merupakan suatu sarana untuk pendidikan karakter yang lebih baik bagi membangun karakter bangsa. Matematika siswa. Media pembelajaran ini berguna penting bagi siapa saja. Setiap orang dari untuk berbagai profesi memerlukan matematika, memahami materi matematika. Untuk itu, karena bidang matematika berkaitan dengan kita sebagai guru harus bidang studi lain, misalnya ekonomi dan pembelajaran yang menyenangkan fisika. bahwa menumbuhkan karakter positif yaitu dengan ilmu menggunakan media pembelajaran yang pengetahuan yang eksak dan terorganisir menarik, merangsang pikiran, perasaan, secara sistematik (Fathani, 2009:19). Selain perhatian, kemampuan, dan ketrampilan matematika mengemukakan merupakan cabang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 186 dapat media yang sangat besar terhadap kemajuan suatu Sujono yang memerlukan mempermudah memberikan siswa dalam memberikan dan ISSN 2502-8723 siswa, seperti tangga. your actions. Karakter juga bisa diartikan matematika tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang mampu selalu dilakukan atau kebiasaan. Karakter mengantarkan siswa untuk meningkatkan juga diartikan watak, yaitu sifat batin keberhasilan belajar matematika, tetapi juga manusia adanya perubahan sikap dan karakter siswa. pikiran dan tingkah laku atau kepribadian. Oleh karena itu, penulis ingin mencoba Dengan demikian, karakter dapat disebut mengkaji tentang pendidikan karakter dan sebagai tabiat atau watak seseorang yang pesan moral pada pelajaran matematika telah terbentuk dalam proses kehidupan oleh melalui permainan ular tangga. sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa Sehingga permainan ular pembelajaran diharapkan tidak hanya pola yang pikir, mempengaruhi sikap, dan segenap perilakunya. Pengembangan karakter dilakukan dengan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter sekarang ini menanamkan nilai-nilai etika dasar (core telah menjadi isu dalam bidang pendidikan. ethical values) sebagai basis bagi karakter Dengan memberikan pendidikan karakter yang baik. Tujuannya adalah terbentuknya diharapkan siswa mampu bersaing, beretika, karakter yang baik. Indikator karakter yang bermoral, memiliki sopan santun, dan baik terdiri dari pemahaman dan kepedulian berinteraksi dengan masyarakat. Karakter pada nilai-nilai etika dasar, serta tindakan adalah atas dasar inti nilai etika yang murni. watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi kebijakan pendidikan karakter adalah sebuah usaha (virtues) yang diyakini dan digunakan untuk mendidik siswa agar dapat mengambil sebagai landasan untuk cara pandang, keputusan berpikir, bersikap, dan bertindak (Hasan mengaplikasikan dkk, 2010:3). Dalam pandangan ini, karakter kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka dapat dasar dapat memberikan nilai yang positif kepada pijakan dari segala hal sebagai pedoman dan lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai karakter sumber dalam cara berpikir, bersikap, yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah maupun bertindak dan melakukan keputusan nilai-nilai universal yang mana seluruh tertentu. agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung dikatakan Zubaedi berbagai Menurut Megawangi (2007: 93), sebagai (2011:11) sebuah berpendapat tinggi dengan hal nilai-nilai bijak dan tersebut dalam tersebut. Pendidikan bahwa Character is the sum of all the karakter adalah suatu sistem penanaman qualities that make you who you are. It‘s nilai-nilai karakter kepada warga sekolah your values, your thoughts, your words, yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 187 meliputi komponen pengetahuan, ISSN 2502-8723 kesadaran, dan tindakan untuk Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau melaksanakan nilai-nilai tersebut. Sehingga berwatak jika terlah berhasil menyerap nilai dapat pendidikan dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat karakter adalah suatu usaha untuk mendidik serta digunakan sebagai kekuatan dalam dan menanamkan nilai-nilai karakter pada hidupnya. Tujuan Pendidikan karakter yang siswa komponen pertama adalah untuk meningkatkan mutu pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk penyelenggaraan dan hasil pendidikan di melaksanakan nilai-nilai tersebut. sekolah yang mengarah pada pencapaian disimpulkan yang bahwa meliputi Pendidikan dimaknai pembentukan karakter dan akhlak mulia sebagai pendidikan yang mengembangkan siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang, nilai-nilai didik sesuai standar kompetensi lulusan. Tujuan sehingga mereka memiliki nilai dan karakter pendidikan karakter yang kedua adalah sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai- mendorong lahirnya siswa yang baik. Begitu nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, tumbuh dalam karakter yang baik, anak- sebagai anggota masyarakat dan warga anak akan tumbuh dengan kapasitas dan negara yang relegius, nasionalis, produktif, komitmennya untuk melakukan berbagai hal dan kreatif. Pendidikan karakter merupakan yang terbaik dan melakukan segalanya sebuah dengan benar, dan cenderung memiliki karakter upaya karakter pada untuk peserta mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkarakter kuat tujuan hidup. Pekerti luhur dan berwatak bangsa yaitu Seluruh pendidikan di Indonesia sesuai dengan falsafah Pancasila. harus menyisipkan nilai-nilai pendidikan Zuhriyah (2008: 19) mengatakan berkarakter kepada para siswa dalam proses bahwa pendidikan karakter sama dengan pendidikannya. Beberapa nilai-nilai pendidikan budi pekerti. Dimana tujuan budi pendidikan karakter (Syaifudien, 2014), pekerti adalah untuk mengembangkan watak yaitu: atau tabi‘at siswa dengan cara menghayati a. Religius nilai-nilai keyakinan masyarakat sebagai Sikap dan perilaku yang patuh dalam kekuatan moral hidupnya melalui kejujuran, melaksanakan dapat yang dianutnya, saling menghormati terhadap menekankan ranah efektif (perasaan, sikap) pelaksanaan ibadah agama lain, dan tanpa meninggalkan ranah kognitif (berfikir hidup rukun dan damai dengan pemeluk rasional) agama lain. dipercaya, dan (ketrampilan, dan ranah terampil kerjasama psikomotorik mengolah data, b. mengemukakan pendapat dan kerjasama). FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ajaran agama yang Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya 188 ISSN 2502-8723 c. menjadikan dirinya sebagai orang yang Sikap dan tindakan yang mendorong selalu dapat dipercaya dalam perkataan, dirinya untuk menghasilkan sesuatu tindakan, dan pekerjaan. yang berguna bagi masyarakat, dan Toleransi mengakui, Sikap dan tindakan yang menghargai keberhasilan orang lain. perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, d. k. f. g. h. Bersahabat/Komunikatif Sikap dan tindakan yang mendorong Disiplin dirinya untuk menghasilkan sesuatu Tindakan yang menunjukkan perilaku yang berguna bagi masyarakat, dan tertib mengakui, dan patuh pada berbagai serta menghormati keberhasilan orang lain. Kerja Keras l. Gemar Membaca Tindakan yang menunjukkan perilaku Kebiasaan menyediakan waktu untuk tertib dan patuh pada berbagai membaca ketentuan dan peraturan. memberikan kebajikan bagi dirinya. Kreatif berbagai bacaan yang m. Peduli Lingkungan dan Sosial Berpikir dan melakukan sesuatu untuk Sikap menghasilkan cara atau hasil baru dari berupaya mencegah kerusakan pada sesuatu yang telah dimiliki. lingkungan alam di sekitarnya, dan Mandiri mengembangkan Sikap dan perilaku yang tidak mudah memperbaiki tergantung pada orang lain dalam sudah terjadi, serta selalu ingin memberi menyelesaikan tugas-tugas. bantuan pada orang lain dan masyarakat Demokratis yang membutuhkan. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak i. menghormati sikap, dan tindakan orang lain. ketentuan dan peraturan. e. serta n. dan tindakan yang upaya-upaya kerusakan alam selalu untuk yang Tanggung Jawab yang menilai sama hak dan kewajiban Sikap dan perilaku seseorang untuk dirinya dan orang lain. melaksanakan tugas dan kewajibannya, Rasa Ingin Tahu yang seharusnya dia lakukan, terhadap Sikap dan berupaya tindakan untuk yang selalu diri sendiri, masyarakat, lingkungan lebih (alam, sosial dan budaya), negara dan mengetahui mendalam dan meluas dari sesuatu yang Tuhan Yang Maha Esa. dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Menghargai Prestasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 189 ISSN 2502-8723 perubahan atau membawa akibat perubahan Pembelajaran Matematika Belajar merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. belajar, kita pengalaman informasi dan mengalami latihan‖. Sehingga belajar dapat (1991:2), dikatakan perubahan tingkah laku dalam mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu dirinya dan perubahan itu dapat diamati dan proses usaha yang dilakukan individu untuk berlangsung lama. Perubahan tingkah laku memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang berlaku dalam waktu yang relatif lama yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil itu disertai usaha siswa tersebut sehingga pengalaman individu sendiri dalam interaksi siswa tersebut dari yang tidak mampu dengan lingkungannya. Belajar merupakan mengerjakan perubahan mengerjakannya. Kegiatan dan usaha untuk mendapatkan Dengan tingkah laku dalam pendidikan karena berbagai pengetahuan. Slameto dalam panjang. jangka Belajar waktu melibatkan yang perubahan mencapai dan latihan sesuatu perubahan atau menjadi karena mampu tingkah laku itu kognitif yang direfleksikan dalam perubahan merupakan proses belajar, tingkah laku. Belajar tidak hanya sekedar perubahan tingkah laku merupakan tetapi merupakan hasil belajar. Dengan demikian yang belajar akan menyangkut proses belajar dan melibatkan proses pertumbuhan, perubahan kognitif terefleksi pada perubahan perilaku. mengemukakan relatif matematika, pengalaman (Hitipeuw, hasil dari 2008:1). Yang dimaksud perubahan perilaku sendiri Sujono (dalam Fathani, 2009:19) sebagai proses perubahan perilaku yang sebagai itu hasil belajar. Belajar secara umum dapat diartikan menetap sedangkan beberapa pengertian diantaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan dalam diri yang eksak dan sistematik. baik. Perubahan tersebut dapat diamati merupakan hasilnya dalam bentuk aspek kognitif, penalaran yang logik dan masalah yang afektif, dan psikomotorik. Menurut Gagne berhubungan dengan bilangan. Matematika (dalam Sagala, 2006:13), ―belajar adalah adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola sebagai atau ide dan matematika itu keharmonisan. organisma yang proses dimana berubah suatu perilakunya Sehingga ilmu dapat itu, secara seseorang adalah suatu proses menjadi lebih suatu Selain terorganisir matematika pengetahuan disimpulkan tentang bahwa sebagai akibat dari pengalaman‖. Sedangkan matematika pada hakekatnya merupakan menurut Jersild (dalam Sagala, 2006:12), ilmu ―belajar adalah modification of behaviour pengetahuan eksak yang terorganisir secara yang berkenaan dengan ilmu through experience and training yaitu FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 190 ISSN 2502-8723 sistematik, ide-ide, aturan-aturan, struktur- tentang struktur yang logik, serta penalaran logik. pelajaran matematika. Pembelajaran didefinisikan sebagai konsep dan pengertian pada Permainan Ular Tangga suatu proses interaksi antara siswa dan guru, Permainan ular tangga merupakan yang berada dalam situasi pendidikan yang bagian terdiri dari beberapa unsur, yaitu tujuan Indonesia. Permainan ini ringan, sederhana, pembelajaran, guru yang mengajar, peserta mendidik, didik yang diajar, materi pembelajaran, dan berinteraktif jika dimainkan bersama – metode pembelajaran (Hamalik, 1993:104). sama. Pembelajaran upaya permainan anak-anak yang terbuat dari sistematis untuk membuat peserta didik papan atau karton yang dimainkan oleh 2 melaksanakan kegiatan belajar agar mereka orang atau lebih. Papan permainan dibagi mengubah, mengembangkan sikap, dan dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa perilaku baik. kotak digambar sejumlah ―tangga‖ atau Sehingga dapat dikatakan juga bahwa ―ular‖ yang menghubungkannya dengan pembelajaran adalah proses interaksi antara kotak lain. Untuk bermain ular tangga siswa dan guru, guru melaksanakan kegiatan diperlukan sebuah dadu. Setiap pemain belajar-mengajar dengan mendorong dan mulai dengan bidaknya di kotak pertama memotivasi menyediakan (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan fasilitas dan lingkungan yang kondusif agar secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak siswa lebih giat serta semangat dalam dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu belajar. yang muncul. Bila pemain mendarat di juga mereka merupakan menjadi siswa, serta lebih dari permainan tradisional menghibur, Permainan ular dan di sangat tangga adalah Pembelajaran matematika bagi para ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat siswa merupakan pembentukan pola pikir langsung pergi ke ujung tangga yang lain. dalam pemahaman dan penalaran tentang Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka konsep dan pengertian pada pelajaran harus turun ke kotak di ujung bawah ular. matematika. pembelajaran Pemenang adalah pemain pertama yang matematika, para siswa dibiasakan untuk mencapai kotak terakhir. Biasanya bila memperoleh melalui seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dari dadu, mereka mendapat giliran sekali lagi. sekumpulan objek. Siswa diberi pengalaman Bila bukan angka 6 yang didapat, maka menggunakan matematika sebagai alat untuk giliran jatuh ke pemain selanjutnya. pengalaman Dalam pemahaman tentang sifat-sifat memahami atau menyampaikan informasi Manfaat permainan ular tangga adalah mengenal kalah dan menang, belajar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 191 ISSN 2502-8723 bekerja sama dan menunggu giliran, Matematika merupakan ilmu abstrak. mengembangkan imajinasi dan mengingat Terkadang masih ada siswa yang merasa peraturan anak kesulitan dalam belajar matematika belajar matematika yaitu saat menghitung misalnya dalam konsep penjumlahan langkah pada permainan ular tangga dan bilangan menghitung titik-titik yang terdapat pada Berkaitan hal dadu, dan belajar memecahkan masalah. mengenal membilang Keunggulan dari permainan ular tangga penjumlahan adalah media permainan ular tangga dapat berada di kelas 1 di sekolah dasar. Siswa dipergunakan belajar untuk membilang, penjumlahan, dan permainan, di belajar mengajar menyenangkan merangsang dalam karena sehingga kegiatan kegiatan mengurangkan menjumlahkan tersebut, serta bilangan. siswa mulai dan konsep pengurangan ketika bilangan 1 hingga 50. tertarik Sebagian besar siswa tidak dapat menjawab untuk belajar sambil bermain, anak dapat pertanyaan ini secara langsung karena berpartisipasi dalam proses pembelajaran masalah ini masih dalam bentuk yang secara langsung, permainan ular tangga abstrak. Guru harus mengubahnya menjadi dapat membantu konteks nyata yang mudah bagi siswa untuk logika mengerti. Untuk itu diperlukan suatu media metematika anak, permainan ular tangga pembelajaran yang nyata dan mengasyikkan, dapat merangsang anak belajar memecahkan misalnya permainan ular tangga. dipergunakan mengembangkan anak ini dan untuk kecerdasan masalah sederhana tanpa disadari oleh anak, Permainan ular tangga adalah permainan ular tangga dapat dilakukan baik permainan yang dapat dimainkan oleh dua di dalam kelas maupun di luar kelas, dan sampai empat orang siswa. Setiap siswa membantu siswa dalam belajar berhitung. memiliki bidak, dan dia mendapatkan Adapun kesempatan kelemahannya antara lain secara bergiliran untuk pnggunaan media permainan ular tangga mengocok dadu. Setiap angka yang keluar memerlukan kurangnya dari mata dadu, maka siswa diperbolehkan pemahaman aturan permainan oleh anak melangkah maju sejumlah angka tersebut. dapat menimbulkan kericuhan, dan untuk Jika bidak mereka berada di dasar tangga anak yang kurang menguasai materi dengan maka bidak tersebut akan menaiki tangga baik akan mengalami kesulitan dalam dan berhenti di posisi berakhirnya tangga bermain. tersebut. Sebaliknya jika saat melangkah, banyak waktu, bidak tersebut berhenti di ekor ular maka Pendidikan Karakter Pada Matematika harus turun kebawah sampai di tempat Melalui Permainan Ular Tangga kepala ular. Jadi mereka akan menggunakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 192 ISSN 2502-8723 proses matematika dalam permainan ini mendapatkan angka 4. Namun bidak yaitu dan siswa tersebut berhenti pada ekor pengurangan. Berikut contoh permasalahan ular sehingga bidak tersebut harus dalam permainan ular tangga kembali turun sampai angka 24. Jadi membilang, penjumlahan, 1. Bidak seorang siswa berada di angka berapa banyak angka yang terbuang? 14, kemudian dia melempar dadu Dari dan mendapat angka 4, maka ia pertama siswa akan menjumlahkan 34 dan 4, menggerakkan 4 hasilnya 38. Kemudian bidaknya berhenti langkah. Di angka berapa bidak pada angka 38. Namun karena bidak tersebut akan berhenti? tersebut berhenti pada ekor ular maka bidak bidak maju permasalahan tersebut, langkah Maka siswa tadi akan menjumlahkan angka tersebut harus turun kembali ke angka 24. 14 dan 4, sehingga bidak siswa tadi berada Langkah kedua siswa akan mengurangkan di angka 18. angka 38 dengan 24, sehingga angka yang terbuang 38 − 24 = 14. 2. Bidak seorang siswa berada di angka 20, kemudian dia melempar dadu Permaian ular tangga diharapkan dan mendapat anggka 3, jadi ia dapat membantu siswa memahami konsep menggerakkan 3 membilang, penjumlahan, dan pengurangan langkah. Ternyata siswa tersebut bilangan. Hal ini akan lebih menarik bagi berhenti pada anak tangga sehingga siswa karena mereka dapat melakukan bidaknya aktivitas matematika, selain itu semua siswa bidak menaiki maju anak tangga hingga di angka 44. Jadi berapa akan angka yang menjadi bonus bagi Permainan ular tangga sangat tepat untuk siswa tersebut? media pembelajaran dalam mengkontruksi aktif dalam aktivitas belajar. Maka siswa tadi akan menjumlahkan angka pengalaman belajar siswa dan cocok dalam 20 dan 3, sehingga bidak siswa tadi berada mengembangkan di angka 23. Dari permasalahan tersebut pertama nilai kejujuran, permainan ini siswa mendapatkan bidaknya berhenti pada melatih siswa untuk melakukan tindakan angka 23. Namun bidak tersebut berada yang pada anak tangga maka harus naik ke angka menipu. Kedua disiplin, dalam permainan 44. ular tangga melatih siswa untuk disiplin, Sehingga angka yang menjadi bonus bagi taat, dan patuh pada tata tertib permainan. siswa tersebut adalah 44 − 23 = 21. Ketiga kerja keras, untuk mendapatkan sportif karakter tanpa siswa memanipulasi yaitu dan 3. Bidak seorang siswa berada di angka kemenangan pada permainan ular tangga ini, 34. Kemudian ia melepar dadu dan siswa harus bekerja keras dalam mengatasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 193 ISSN 2502-8723 berbagai hambatan. Keempat toleransi, DAFTAR PUSTAKA permainan ini melatih siswa untuk saling Fathani, A. H. 2009. Matematika Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hamalik, O. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju Hitipeuw, I. 2008. Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Cet. II. Jakarta : Indonesia heritage Foundation. Sagala, S. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran (Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar). Cetakan Keempat. Bandung: CV Alfabeta. Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Syaifudien, Ahmad. 2014. Pengertian, Tujuan, dan 18 Nilai Pendidikan Karakter, (online), http://www.tipspendidikan.site/2014/ 07/pengertian-tujuan-dan-18nilai.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2016. Zubaedi. 2011. Disain Pendidikan Karakter: Konsep dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta. Kencana Zuhriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: PT Bumi Aksara. menghormati dan menghargai antar siswa. Selain itu dapat melatih siswa dalam menghadapi sebuah kegagalan dan kemenangan. Kesimpulan Pendidikan karakter sangat penting dalam menciptakan generasi penerus yang berbudi luhur. Dengan pendidikan karakter diharapkan siswa mampu bersaing, beretika, bermoral, memiliki sopan santun, dan berinteraksi dengan masyarakat. Dalam hal ini, peran seorang guru sangat penting dalam mengembangkan karakter pada siswa, terutama pada pelajaran matematika. Untuk mempermudah dalam mempelajari matematika, maka diperlukan suatu media pembelajaran yang menyenangkan. Sebagai contohnya permainan ular tangga. Pada permainan ular tangga ini, siswa belajar membilang, menghitung, dan mengurangi suatu bilangan. pembelajaran Selain sebagai media dalam mengkontruksi pengalaman belajar siswa, permainan ular tangga sangat tepat untuk dan cocok dalam mengembangkan karakter siswa yaitu nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, toleransi antar pemain atau antar siswa, dan dapat melatih siswa dalam menghadapi sebuah kegagalan dan kemenangan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 194 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN BANTUAN MEDIA MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas V Tahun Pelajaran 2014/2015 di SDN Balonggemek 1 Kecamatan Megaluh Kabupaten Jombang) Yoggy Febriawan, Subanji, Syamsul Hadi Universitas Negeri Malang Email : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan media manipulatif dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dua siklus, dengan latar belakang kelas V SDN Balonggemek 1 Jombang. Tindakan pada siklus I yaitu pembelajaran inkuri terbimbing berbantuan media manipulatif dengan kompetensi penjumlahan pecahan dan pada siklus II yaitu pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bntuan media manipulatif dengan kompetensi pengurangan pecahan. Hasil penelitian menunjukkan penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan dengan langkah (1) melakukan tanya jawab, (2) merumuskan masalah, (3) membuat hipotesis, (4) siswa berkelompok masing-masing kelompok beranggotakan 2-3 siswa, (5) mendiskusikan LKS yang telah dibagikan, (6) menuliskan hasil kerja kelompok di papan tulis, (7) kelompok lain menanggapi kelompok yang menuliskan hasil kerja kelompoknya. Kegiatan dapat dilakukan dengan sangat baik, terpusat pada siswa. Siswa dapat terlibat langsung, menjadi lebih bersemangat, lebih aktif dan mudah memhami materi. Kata kunci : inkuiri terbimbing dengan bntuan media manipulatif, hasil belajar dalam Pendahulauan Pembelajaran merupakan suatu yang menyenangkan. Sedangkan menurut Pitadjeng (2006: 3) Matematika upaya suasana orang yang belajar akan merasa senang jika untuk memfasilitasi, memahami apa yang dipelajari. Pendapat mendorong, dan mendukung siswa dalam keduanya juga berlaku bagi siswa Sekolah belajar Matematika. Banyak orang yang Dasar yang sedang belajar Matematika. tidak menyukai Matematika, termasuk siswa Belajar anak diberi kesempatan untuk yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. merencanakan Mereka menganggap Matematika adalah belajar yang mereka senangi. Guru dalam pelajaran mengajarkan yang sulit dan menakutkan. dan menggunakan Matematika cara harus Anggapan ini membuat mereka merasa mengupayakan agar siswa dapat memahami malas untuk belajar Matematika. dengan baik materi yang sedang dipelajari. Menurut Kline (dalam Pitadjeng, Penelitian yang dilakukan di SDN 2006:1) belajar akan efektif jika dilakukan Balonggemek 1 Jombang diawali dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 195 ISSN 2502-8723 melakukan pengamatan didapat Indikatornya diketahui hanya 3 siswa (18%) beberapa hal yang dialami oleh siswa kelas mendapat nilai 75-100, 7 siswa (41%) V SDN Balonggemek I selama mengikuti mendapat nilai 50-74, 5 siswa (29%) pelajaran matematika dikelas, diantaranya : mendapat nilai 25-50, dan 2 siswa (12%) 1) Sekitar 20 % pembelajaran di kelas mendapat nilai 0-24 dan. Ada 2 siswa yang menggunakan pembelajaran, telah memenuhi standar ketuntasan belajar buku cetak. dan ada 10 siswa yang belum tuntas. penggunaan Artinya ketuntasan belajar secara klasikal media di kelas untuk pembelajaran masih belum tercapai, karena hanya 18% siswa kurang dan sangat terbatas. Keterbatasan ini tuntas belajar dan yang belum tuntas sangat terhadap mencapai 82%. Hal ini membuktikan menyampaikan bahwa hasil belajar siswa belum memenuhi materi pelajaran matematika. Keterbatasan syarat ketuntasan kelas sesuai KTSP yaitu ini disebabkan karena faktor biaya untuk hasil membeli media pembelajaran yang terlalu persentase keberhasilan mendapat nilai ≥ 75 mahal. Studi pendahuluan terdapat 60% mencapai 75% dari banyaknya siswa. selebihnya media menggunakan Berdasarkan hal tersebut, berpengaruh kelancaran dan guru sekali dalam belajar siswa harus mencapai kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Berdasarkan paparan masalah yang matematika sebagian siswa merasa takut diungkapkan kemudian peneliti mengkaji dengan pelajaran matematika, 2) Selama dan didapatkan solusi yang tepat untuk pembelajaran penggunaan mengatasi masalah tersebut yaitu penerapan model pembelajaran hanya sekitar 40% dan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan dinilai sangat kurang hal ini disebabkan bantuan karena peralatan yang ada disekolah tidak meningkatkan hasil belajar siswa. menunjang matematika untuk menggunaan model media manipulatif Pembelajaran inkuiri untuk dapat pembelajaran tertentu, 3) sebanyak 65% dilaksanakan dengan cara inkuiri terbimbing siswa dan inkuiri terbuka. Pembelajaran inkuiri kurang berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran matematika, sehingga terbuka banyak siswa tidak memahami materi yang kegiatan diajarkan oleh guru. merencanakan Berdasarkan seluruh pemilihan masalah, eksperimen, menganalisis data, dan menyimpulkan data dilakukan oleh bahwa hasil belajar Matematika pada siswa. Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu kompetensi penjumlahan dan pengurangan suatu pembelajaran penemuan yang dalam pecahan sebagian besar siswa kelas V SDN pelaksanaannya Balonggemek bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada belum tes seperti pelaksanaannya diketahui 1 hasil dalam memuaskan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 196 guru menyediakan ISSN 2502-8723 siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh inkuiri guru, siswa tidak merumuskan problem atau portofolio lebih baik dari pada hasil belajar masalah. kimia Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing siswa pembelajaran yang berbasis asesmen mengikuti konvensional . terbimbing guru tidak melepas begitu saja memaksimalkan proses kegiatan-kegiatan peneliti menggunakan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan melakukan kepada siswa kegiatan-kegiatan juga model Untuk pembelajaran, media manipulatif. dalam Interaksi siswa dengan lingkungan sehingga dapat tercipta suasana belajar yang siswa yang berpikir lambat atau siswa yang menyenangkan dan sesuai dengan tingkat mempunyai intelegensi rendah tetap mampu kognitif siswa. Piaget berpendapat: bahwa mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang ada 4 periode berpikir dari setiap individu, dilaksanakan dan yaitu (1) periode sensori motor, (2) periode kemampuan berpikir siswa mempunyai tinggi tidak pra operasi, (3) periode operasi konkret, dan memonopoli kegiatan, oleh sebab itu guru (4) periode operasi formal. Untuk siswa harus memiliki kemampuan mengelola kelas Sekolah Dasar usia mereka berada pada yang bagus. periode operasi konkret mereka didasarkan Penjelasan di atas dalam penelitian atas manipulasi fisik dari objek-objek ini, lebih dipilih penggunaan pembelajaran (Piaget dalam Hudojo, 1988:46). Dienes inkuiri terbimbing karena siswa sekolah (dalam dasar masih dalam perkembangan berfikir bahwa untuk menyajikan konsep atau kongkrit maka dari itu kontribusi guru masih prinsip matematika pada siswa usia Sekolah sangat dibutuhkan. Hal ini juga diperkuat Dasar, oleh Djamarah (2011:125) yaitu, sampai bentuk konkret, sehingga hal yang abstrak kira-kira umur 11 tahun anak masih didasarkan pada intuisi dan sesuai dengan membutuhkan guru atau orang dewasa. pengalaman-pengalaman Hujoyo, 1988:59) pertama-tama menyatakan disajikan dalam konkret. Hal ini juga didukung penelitian Pembelajaran matematika dapat dilakukan yang dilakukan oleh Mosik, dkk (2010), mulai dari hal-hal yang bersifat konkret yang membuktikan bahwa pembelajaran menuju kepada hal-hal yang abstrak. inkuiri terbimbing dapat mengatasi kesulitan belajar siswa yang berdampak Untuk membantu siswa memahami pada materi abstrak, diperlukan alat bantu peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu pembelajaran berupa media manipulatif. penelitian yang dilakukan Media Wayan (2011) juga membuktikan bahwa pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG manipulatif adalah media pembelajaran atau alat bantu yang berperan 197 ISSN 2502-8723 sebagai alat peraga yang di manipulasi, masalah-masalah dirubah dan dibuat sendiri untuk membantu memperbaiki mutu, hasil pembelajaran, dan siswa memahami materi yang diajarkan. mencoba Penggunaan media manipulatif pada pembelajaran, hal-hal yang baru dibidang pembelajaran demi peningkatan mutu dan pecahan sangat membantu siswa dalam hasil pembelajaran. memahami penjumlahan dan pengurangan Penelitian ini menggunakan pecahan. Hal ini didukung oleh penelitian rancangan penelitian tindakan kelas yang Resty, dkk (2013) yang membuktikan bahwa dilakukan media dapat Arikunto, 2006:17). Tiap siklus dilakukan meningkatkan hasil belajar siswa pada melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pembelajaran matematika. Penelitian serupa pengamatan, juga pernah dilakukan oleh Astiningsih, dkk dilaksanakan melalui dua siklus. Subjek (2014) yang membuktihkan bahwa model penelitian dalam PTK ini yaitu siswa kelas pembelajaran media V SDN balonggemek I Jombang tahun hasil pelajaran 2014/2015 berjumlah 17 siswa. manipulatif jaring-jaring core manipulatif berbantuan berpengaruh terhadap belajar matematika. lebih bersiklus dan (Suharsimi refleksi. Tindakan Dari 17 siswa tersebut terdiri 7 siswa laki Tujuan penelitian ini yaitu agar siswa dengan tentang Di dalam pelaksanaan penelitian, kompetensi peneliti (guru kelas) bekerja sama dengan penjumlahan dan pengurangan pecahan, guru mitra yaitu bapak Darmin Safariadi. dengan bagitu diikuti dengan hasil belajar Peran siswa yng akan meningkat. pengamatan matematika mudah khusunya belajar dan 10 siswa perempuan. pada guru kegiatan dan dalam yaitu melakukan pencatatan terhadap pelaksanaan tindakan. Kegiatan yang diamati yaitu kegiatan yang Metode Penelitian Menurut tersebut pendekatan penelitian, dilakukan oleh guru, siswa, maupun pendekatan penelitian ini adalah penelitian keterlaksanaan perbaikan sebagai sumber kualitatif. data. Informasi yang diterima selama proses jenis Sedangkan menurut jenisnya, penelitian Tindakan Kelas ini adalah Penelitian (classroom pembelajaran action pedoman direkam dalam lembar pengamatan, lembar catatan research). PTK adalah salah satu jenis lapangan, kamera, dan daftar rekap nilai tes. tindakan yang bertujuan untuk mengatasi Selanjutnya dihimpun sebagai data yang masalah pembelajaran yang terjadi pada akan diolah, dianalis, dan disimpulkan untuk latar tindakan (Akbar, 2008:66). PTK memperoleh deskripsi yang jelas. dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 198 ISSN 2502-8723 Hasil Penelitian menjumlahkan pecahan dengan pembilang Siklus I satu, dan pertemuan ketiga membahas Beberapa hal yang akan dilakukan kompetensi penjumlahan pecahan peneliti sebelum penelitian adalah (1) berpenyebut sama dan berpenyebut berbeda. merencanakan perangkat pembelajaran yang Diakhir pertemuan dilanjutkan dengan tes terdiri akhir siklus I. dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa, Lembar Tes Individu, pembelajaran inkuiri (2) terbimbing dengan merencanakan instrumen penelitian yang manipulatif untuk terdiri dari lembar dan format wawancara, belajar siswa siklus I ditemukan hal-hal sedangkan kompetensi pembelajaran yang sebagai berikut: akan dilaksankan pada siklus I adalah a. Aktifitas guru dalam keterlaksanaan membandingkan Soal Penerapan media meningkatkan hasil mengurutkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pecahan, bantuan media manipulatif berjalan penjumlahan pecahan dengan pembilang cukup baik. Persentase keterlaksanaan satu, penjumlahan pecahan berpenyebut pembelajaran inkuiri terbimbing dengan sama, pecahan bantuan media manipulatif memperoleh berpenyebut berbeda. RPP dibuat sesuai kategori aktif, yaitu mencapai skor rata- dengan tahapan-tahapan proses penerapan rata 87%. Kekurangan pada siklus I ini pembalajaran inkuiri terbimbing dengan guru kurang memperhatikan efisiensi bantuan media manipulatif, LKS dan tes waktu terlihat ketika melakukan proses individu dibuat sesederhana mungkin dan pembelajaran pertemuan pertama waktu tidak tersita pada kegiatan awal. Penerapan pecahan, pecahan, bantuan menyederhanaan dan penjumlahan menyulitkan rancangan intrumen siswa, sedangkan penelitian, peneliti pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menggunakan prinsip mudah dipahami dan bantuan media diisi oleh observer pada saat mengamati anggota kelompok tidak terlalu banyak setiap tindakan dalam proses pembelajaran. sehingga siswa manipulatif aktif yang mengikuti Pelaksanaan dalam siklus I ini dibagi pelajaran. Pernyataan ini didukung dari menjadi 3 kali pertemuan, dengan rincian Silberman (2009: 151) mengemukakan pertemuan membahas tentang bahwa ‖salah satu cara terbaik untuk membandingkan dan mengembangkan belajar yang aktif mengurutkan pecahan, pertemuan kedua adalah memberikan tugas belajar yang membahas diselesaikan dalam kelompok kecil ke satu kompetensi menyederhanakan tentang kompetensi pecahan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG siswa.‖ dan 199 ISSN 2502-8723 b. Hasil wawancara siswa dengan menunjukkan beberapa jawaban pecahan agar lebih dimaksimalkan lagi cara yang penyampaiannya, pengelolaan kelas, hampir 100% menjawab positif dan memotivasi siswa agar lebih berani dan senang dengan proses pembelajaran percaya diri, pengelolaan penggunaan media yang sudah dilaksanakan. Senangnya manipulatif pada saat proses pembelajaran, siswa dapat dilihat dari aktivitas dia konsentrasi selama kegiatan proses pembalajran pembelajaran, berlangsung pembelajaran yang akan dilaksanakan pada dan pada saat diwawancara. siswa dalam sedangkan proses kompetensi siklus II yaitu pengurangan pecahan. c. Hasil belajar siswa pada siklus I masih Pembelajaran pada siklus II disusun kurang, rata-rata hasil belajar siswa berdasarkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I diperoleh 56,6 (8 siswa yang dilakukan pada tindakan siklus I. yang masih di bawah KKM dan 7 siswa Masalah yang berhasil diidentifikasi sebagai sudah memenuhi dengan kriteria standart KKM) bahan acuan untuk menyusun Rencana ketuntasan klasikal Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan sebesar 75, dengan demikian hasil siklus II. Hasil refleksi dari siklus I belajar siklus I belum mencapai KKM dijadikan rencana untuk perbaikan pada matematika SDN pelaksanaan pembelajaran tindakan siklus II. Balongegemek I kecamatan Megaluh Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai kabupaten Jombang yaitu kelas V Siklus II dapat melakukan operasi pengurangan pecahan. Waktu pembelajaran Beberapa hal yang dilakukan peneliti untuk siklus II dilakukan selam tiga kali pada siklus II sebelum melakukan penelitian adalah siswa (1) merancang pertemuan, termasuk tes. perangkat Penerapan pembelajaran pembelajaran yang terdiri dari Rencana terbimbing Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar manipulatif pada siklus II dilakukan dengan Kerja Siswa (LKS), lembar tes soal individu, beberapa (2) merancang intrumen penelitian yang mengoptimalkan terdiri dari lembar observasi dan format sehingga semua kekurangan pada siklus I wawancara, (3) merancang pembelajaran dapat terpenuhi. Berikut ini temuan-temuan yang dapat memperbaiki segala bentuk pada siklus II. kelemahan dan kekurangan pada siklus I, a. Aktifitas guru dalam keterlaksanaan diantaranya menyangkut masalah dengan perubahan, bantuan inkuiri terutama proses media untuk pembelajaran cara pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menyampaikan materi operasi penjumlahan bantuan media manipulatif berjalan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 200 ISSN 2502-8723 sangat baik. Persentase keterlaksanaan terbimbing pembelajaran inkuiri terbimbing dengan manipulatif ini dilaksanakan mulai tanggal bantuan media manipulatif memperoleh 13 April 2015 sampai dengan 25 April 2014 kategori sangat aktif, yaitu mencapai yang dibagi menjadi dua siklus. Skenario skor pembelajaran rata-rata 92%. Guru sudah dengan bantuan dengan media menggunakan menerapkan semua aspek yang terdapat pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pada lembar observasi keterlaksanaan bantuan media manipulatif yang diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing guru di kelas V SDN Balonggemek 1 dengan bantuan media manipulatif. Hal terlaksana sepenuhnya dengan baik. Hal ini ini menunjukkan terjadinya peningkatan dapat dilihat dari hasil observasi penerapan dari kegiatan siklus I ke siklus II. pembelajaran inkuiri terbimbing dengan b. Hasil siswa wawancara dengan menunjukkan beberapa jawaban bantuan yang media manipulatif dengan menggunakan cheklist. hampir 100% menjawab positif dan Berdasarkan data yang diperoleh dari senang dengan proses pembelajaran instrumen yang sudah dilaksanakan. Senangnya penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dapat dilihat dari aktivitas dia dengan bantuan media manipulatif pada selama kegiatan proses pembalajran kedua siklus sudah berlangsung maksimal. berlangsung Pada siklus I, ketercapaian pelaksanaan dan pada saat diwawancara. tersebut, ditemukan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing dengan c. Hasil belajar kognitif siswa sudah bantuan media manipulatif adalah 87%. sangat baik, hanya terdapat 4 siswa Setelah yang belum tuntas belajar. Ketuntasan pelaksanaan, hasil belajar kognitif mencapai skor pelaksanaan rata-rata 88,4, sehingga pembelajaran mengalami dengan penerapan pembelajaran inkuiri pembelajaran inkuiri terbimbing dengan terbimbing bantuan media manipulatif pada siklus II dengan bnatuan media manipulatif sudah dianggap berhasil. beberapa maka perbaikan pada siklus pembelajaran peningkatan. dalam II tersebut Pelaksanaan mencapai 92%. Pembelajaran bantuan inkuiri media terbimbing Pembahasan dengan A. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri dilaksanakan sebanyak dua siklus dan Terbimbing dengan bantuan Media dilaksanakan Manipulatif pertemuan. Pertemuan pertama membahas Penerapan pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Inkuiri sebanyak manipulatif enam kali membandingkan dan mengurutkan pecahan, 201 ISSN 2502-8723 pertemuan kedua membahas penjumlahan dan pengurangan pecahan. menyederhanakan pecahan dan penjumlahan Pemilihan pecahan dengan pembilang satu, pertemuan berperan dalam pencapaian kompetensi- ketiga membahas penjumlahan pecahan kompetensi yang lainnya, akibatnya guru berpenyebut sama dan berpenyebut berbeda dituntut disertai dengan tes akhir siklus I, pertemuan penerapannya. keempat membahas mengurangkan pecahan ditimbulkan diharapkan menjadikan siswa berpenyebut satu, kelima menjadi lebih tertarik dengan materi yang membahas mengurangkan pecahan diberikan guru dan pemahaman pun menjadi berpenyebut sama sedangkan pertemuan lebih tahan lama tertanam pada siswa. keenam membahas mengurangkan pecahan Sehingga kecil kemungkinan siswa lupa berpenyebut berbeda dengan disertai tes dengan pembelajaran di sekolah karena akhir siklus II. siswa tidak hanya hafal langkahnya saja pertemuan Setiap pertemuan dalam pembahasan kegiatan guru untuk lebih sangat jeli dalam Ketertarikan yang Berdasarkan hal tersebut di atas, yang terdiri dari mengucapkan manipulatif namun juga pemahaman konsep. materi terbagi menjadi tiga tahap bagian, yaitu: 1) kegitan awal, bahan seorang pendidik harus terampil dalam salam, membuat dan merakit manipulatif melakukan apersepsi dan menyampaikan matematika agar siswa-siswa tertarik pada tujuan pembelajaran; 2) kegiatan inti, kompetensi kegiatan yang dilakukan meliputi tanya dipelajari. Bentuk, warna, dan ukuran media jawab manipulatif dibuat sedemikian rupa agar pengurangan penjumlahan pecahan, dan merumuskan siswa pelajaran tertarik dan masalah, membuat hipotesis, dan diskusi mengaplikasikannya dalam kelompok; 3) kegitan akhir, kegiatan pembelajaran. yang dilakukan diantaranya penyimpulan, B. Penerapan refleksi, dan menutup proses pembelajaran. yang senang sedang pada saat dalam proses Pembelajaran Inkuiri Manipulatif terhadap hasil belajar media manipulatif sangat membantu dalam Penerapan mengarahkan siswa dalam memahami dan terbimbing belajar manipulatif penjumlahan pembelajaran Terbimbing dengan Bantuan Media Pembelajaran dengan menggunakan kompetensi proses media memimpin doa, memeriksa kehadiran siswa, tentang untuk sebuah dan pembelajaran dengan pada inkuiri bantuan media operasi hitung pengurangan pecahan dan pada akhirnya penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa dalam dasar dapat menmukan matematika pada konsep-konsep kompetensi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam 202 ISSN 2502-8723 penelitian ini hasil belajar siswa diukur dalam siklus I, hasil belajar siswa masih melalui tes. Tes ini dilakukan pada setiap kurang akhir masih kesulitan dalam menghitung operasi tindakan dari dua siklus yang dilaksanakan oleh peneliti. Hasil tes akhir memuaskan, diantaranya siswa penjumlahan pecahan, tingkat kepercayaan pada diri siswa rendah, masih ada siswa yang penelitian ini digambarkan dalam bentuk kurang teliti dalam menjawab soal yang skor yang diperoleh siswa selama proses diberikan oleh guru baik pada lembar LKS pembelajaran inkuiri terbimbing dengan atau latihan individu, pengelolaan kelas bantuan media manipulatif pada kompetensi yang belum maksimal, penjelasan materi operasi dan yang tidak efektif dan efisien, pemberian pengurangan pecahan. Peningkatan hasil motivasi yang masih rendah kepada diri belajar siswa, dan pada saat kerja kelompok ada hitung siswa tindakan penjumlahan dapat dilihat melalui peningkatan persentase hasil belajar yang sebagian siswa yang tidak diperoleh siswa kelas V pada tes akhir siklus berpartisipasi. I dan tes akhir siklus II, yaitu pada tes akhir berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, siklus I diperoleh hasil belajar siswa 56,6%, dan diperoleh persentase hasil belajar siswa sedangkan pada tes akhir siklus II diperoleh pada siklus I yang belum memenuhi KKM presentase hasil belajar siswa 80,4%. yaitu 56,6%. Masalah-masalah ikut tersebut Berdasarkan analisis data tes akhir Pada siklus II, hasil belajr siswa tindakan pada siklus I dan siklus II, terhadap kompetensi yang diberikan peneliti diketahui siswa mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan mengalami peningkatan. Peningkatan hasil dengan persentase siswa yang memenuhi belajar terjadi pada tingkat ketuntasan KKM pada siklus II adalah 80,4%. Hal ini individu yang dapat dilihat dari rata-rata disebabkan karena siswa sudah memahami kelas ataupun dari persentase siswa yang materi yang dierikan oleh peneliti sehingga tuntas pada kelas tersebut. Persentase siswa dapat memecahkan masalah yang ada ketuntasan sebesar dengan baik. 23,8%. Berdasarkan hasil analisis tersebut Hasil dapat bahwa hasil klasikal diketahui belajar meningkat bahwa penerapan belajar siswa meningkat disebabkan oleh pengalaman-pengalaman pembelajaran inkuiri terbimbing dengan yang bantuan media manipulatif pada kompetensi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan operasi bantuan media manipulatif. Pembelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan dapat meningkat. melalui penerapan yang disajikan dengan bantuan media Dalam pembelajaran yang dilakukan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG diberikan manipulatif dapat disajikan lebih mudah, 203 ISSN 2502-8723 menarik dan mudah dicerna oleh siswa. 75. Prosentase ketuntasan klasikal pada Penyajian pembelajaran yang menarik dapat siklus I adalah 56,6%, sedangkan prosentase membuat semangat dan motivasi siswa ketuntasan klasikal pada siklus II adalah dalam belajar lebih meningkat. 80,4%. Hasil wawancara terhadap tujuh belas siswa subjek penelitian Hal ini menunjukkan ada peningkatan sebesar 23.8%. dapat Berdasarkan hasil wawancara, siswa diketahui bahwa siswa sudah memahami senang kompetensi yang dijelaskan oleh guru. terbimbing Melalui hasil wawancara dari jutuh belas manipulatif subyek penjumlahan dan pengurangan pecahan. penelitian, mereka sudah bisa dengan pembelajaran dengan bantuan inkuiri media pada kompetensi operasi menjelaskan soal operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan benar. Kesimpulan C. Hasil Belajar 1. Penerapan Hasil belajar adalah kemapuan yang terbimbing Pembelajaran dengan Inkuiri bantuan media diperoleh siswa setelah melalui kegiatan manipulatif yang dilakukan terdiri dari belajar langkah-langkah: sehingga tercapainya tujuan siswa merumuskan pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat masalah dengan didampingi oleh guru, pencapaian siswa hasil belajr siswa, guru menggunakan tes hasil belajar. membuat hipotesis dengan didampingi oleh guru, mengumpulkan Berdasarkan hasil observasi guru, data dengan cara siswa mendiskusikan hasil tes siswa, dan wawancara terhadap LKS, menganalisis data dengan cara tujuh dapat siswa menuliskan hasil pekerjaannya di diketahui bahwa siswa dapat memahami papan tulis setelah itu didiskusikan operasi secara belas subyek hitung penelitian, penjumlahan dan pengurangan pecahan. Hasil tes akhir bersama-sama, dan menyimpulkan kegiatan pada hari itu. tindakan yang diperoleh siswa dari Siklus I 2. Penerapan dan Siklus II mengalami peningkatan yang terbimbing cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa manipulatif dapat peningkatkan hasil pemahaman dan penguasaan siswa terhadap belajar siswa dilihat dari nilai tes akhir kompetensi operasi dan setiap siklus. Rata-rata nilai akhir siswa pengurangan pecahan meningkat. pada siklus I mencapai 56,6 dan pada Standar Nilai Ketuntasan siswa yang di siklus II mencapai 80,4. Pada siklus I tetapkan oleh SDN Balonggemek 1 untuk terdapat 7 siswa yang tuntas dalam mata pelajaran matematika di kelas V adalah belajar, penjumlahan telah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 204 pembelajaran dengan sedangkan inkuiri bantuan pada media siklus II ISSN 2502-8723 terdapat 13 siswa yang tuntas dangan bantuan media manipulatif, sebaiknya dapat dilaksanakan pada materi yang berbeda sehingga dapat memperoleh Saran Beberapa saran yang dapat suatu gambaran yang lebih lanjut tentang disampaikan berdasarkan hasil penelitian pembelajaran inkuiri terbimbing dengan ini adalah sebagai berikut. bntuan media manipulatif. 1. Bagi Guru a. Penerapan pembelajaran terbimbing dengan bantuan DAFTAR RUJUKAN inkuiri Akbar, Sa‘dun. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Filosofi, Metodologi, dan Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Budi Aksara. media manipulatif dapat dijadikan salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan dalam pembelajaran matematika pada Azhar, A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Budiada, I Wayan. 2010. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Asesmen Portofolio Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X Ditinjau Dari Adversity Quotient. (Online), http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ep/article/vie w/36, diakses pada 24 desember 2014. Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Inspirasi Pendidikan. Volume 1. (Online), http://risecahyono.blogspot.com/2011/ 02 /model-pembelajaran-berbasisinkuiri.html, diakses pada 24 desember 2014. Clark. 1981. Psikologi Pendidikan. Jakarta Gramedia. Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2006. Jakarta: Depdiknas. Djamarah. SB. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. kompetensi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. b. Sebelum melakukan pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media manipulatif , hendaknya guru mengingatkan kembali materi yang dilakukan sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi, misalnya dengan cara melakuakn tanya jawab kepada siswa dengan begitu siswa akan antusia mengikuti proses belajar mengajar. c. Sebelum memulai kegiatan sebaiknya tanamkan konsep matematika kepada siswa, ini dilakukan supaya siswa tidak kesulitan dalam membelajari matematika pada tingkat yang lebih tinggi lagi. 2. Bagi peneliti Bagi peneliti lain yang mempunyai Goos, Merrilyn. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Journal for keinginan untuk mengadakan penelitian tentang pembelajaran inkuiri terbimbing FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 205 ISSN 2502-8723 Research in Mathematics Education. Vol.35. Hauser, J. 2007. Science Inquiry: The Link to Accessing the General Education Curriculum The Acces Cente'- (Online), (http://www.KVIH-Accesscenter.org/ document/sciencelnquiry-PDF.pdf), diakses 17 desember 2013). Heinich, R. et.al. 1996. Intructional Media and Technologies for Learning. 5th edition. Hudojo,H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen P&K Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PPLPTK. Ismawati, Henik. 2007. Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar SainsFisika Melalui Pembelajaran Inkuiri Pokok bahasan Pemantulan Cahaya Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Semarang. (Online), https://ml.scribd.com/doc/35858928/H ENIK-ISMAWATI, diakses pada24 desember 2014. Mbulu.2001. Pengajaran Individual. Malang: Elang Mas Metzler, M.W. 2000. Instructional Models For Physical Education. Massachusetts: Allyn & Bacon A Pearson Education Company. p/JJPGSD/article/download/3063/253 7, diakses pada 5 januari 2015. P. I. Wijayanti, Mosik, N. Hindarto. 2010. Explorasi Kesulitan Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Cahaya dan Upaya Peningkatan Hasil Balajar melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, diakses pada 23 Agustus 2013. Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Resty Riana, Margiati, Nursyamsiar. 2013. Penggunaan Media Manipulatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. (Online), jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/arti cle/viewFile/3944/3928, diakses pada 24 desember 2014. Rohani, A. 1997. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Sadiman, Arif S, dkk. 2005. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Sanjaya, Wira. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Slameto. 2003. Evaluasi Pendidikan. Salatiga: Bumi Aksara. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang. Sudjana, Nana .2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, Penerbit Prestasi Pustaka Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Sistem pendidikan nasional. Jakarta: CV. Eko Jaya. Muhibbin, dkk. 2012. Penggunaan Media Manipulatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SDN 42 Cakranegara Tahun Pelajaran 201I/2012. Jurnal PGSD UNRAM 1 (1), Hal 1, [Online], (http://fkipunram.ac.id/ejurnal/index.php/pgsd/art icle/view/122, diakses tanggal 05 Desember 2014). Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Ni Luh Astiningsih, I Nym. Murda, I Md. Suarjana. 2014. Pengaruh Model Core Berbantuan Media Manipulatif terhadap Hasil Belajar Matematika. (Online), http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 206 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN CNC PU3A MILLING SISTEM FANUC TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG Riana Nurmalasari, Luchyto Chandra Permadi, Poppy Puspitasari, Andoko, Marji Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No 5 Malang [email protected] Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang ditindaklanjuti dengan penelitian quasi eksperimental. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan media pembelajaran CNC untuk mempermudah proses pembelajaran secara teoritik maupun pratik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar mahasiswa antara yang menggunakan media pembelajaran CNC dan yang tidak menggunakan media pembelajaran CNC. Pengembangan media pembelajaran CNC mengadopsi model pengembangan ADDIE yaitu: 1) analysis (analisis), 2) design (desain), 3) development (pengembangan), 4) implementation (implementasi), 5) evaluation (evaluasi). Subjek penelitian terdiri dari mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Mesin angakatan 2012 kelas A1 dan A3. Pengambilan data menggunakan observasi awal serta penilaian hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis data menggunakan Uji-T. Hasil pengembangan media pembelajaran menunjukkan hasil yang valid untuk kelayakan dan kemudahan penggunaan media. Hasil validasi ahli media 93.1%, hasil validasi ahli materi 89,8%, dan uji coba kelompok kecil 88.6%. Selanjutnya, hasil penelitian quasi eksperimental menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai pvalue 0,000. Kata kunci: media pembelajaran, CNC, hasil belajar Abstract: This research is development research that continuing with quasi experimental research. The goal of this research is to develop CNC learning media to facilitate the learning process. Besides, the goal of this research is also to determine the differences student‘s learning outcomes using CNC learning media and do not use CNC learning media. Development of CNC learning media was adopted from ADDIE model, these are: 1) analysis (analysis), 2) design (design), 3) development (development), 4) implementation (implementation), 5) evaluation (evaluation). Subject of this research were students of Mechanical Engineering Education 2012 class A1 and A3. The data collection through observation and assessment of learning outcomes in the experimental class and control class. The techniques of data analysis is used TTest. Development CNC learning media showed valid results for the feasibility and ease of use. The results of validity are 93.1% from expert of media, 89.8% from expert of content, and 88.6% from testing in small group. Furthermore, the results of quasi experimental research showed differences in learning outcomes between the experimental class and control class with a p-value of 0.000. Key words: learning media, CNC, learning outcomes. dan Shoenfeldt dalam Sonhadji (2012) Pendahuluan Pendidikan kejuruan ditinjau dari substansi karakteristik pembelajarannya yang menyatakan bahwa dalam memilih substansi memiliki berbeda pembelajaran, pendidikan kejuruan harus dengan selalu mengikuti perkembangan IPTEK, pendidikan umum (Sonhadji, 2012). Nolker FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 207 ISSN 2502-8723 kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, pendidik profesional untuk merangsang dan lapangan kerja. Salah satu upaya untuk peserta didik yaitu dengan menggunakan mendukung media pembelajaran yang menarik dan pernyataan tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi inovatif. dan menempati posisi komunikasi Communication (Information and Technology/ICT) dalam sebagai sistem pembelajaran. ICT telah pembelajaran yang satu cukup komponen Tanpa media, penting sistem komunikasi dalam sistem tidak akan terjadi dan proses pembelajaran mengubah sistem sebagai proses komunikasi juga tidak akan pembelajaran pola konvensional atau pola bisa berlangsung secara optimal. tradisional menjadi pola modern yang bermedia salah pembelajaran. Pemanfaatan pembelajaran Media (Husamah, 2014). Penggunaan Johan dalam proses media pembelajaran pembelajaran adalah untuk mengungkapkan bahwa ICT dalam waktu meningkatkan hasil belajar tergantung pada yang sangat singkat telah menjadi satu (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan, bahan dan bangunan perkembangan penting kehidupan dalam masyarakat (3) karakteristik penerima pesan (Permadi, 2014). Dengan demikian dalam modern memilih dan menggunakan media, perlu (http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat). diperhatikan ketiga faktor tersebut. Apabila Sayangnya, (2011), ketiga faktor tersebut mampu disampaikan perkembangan ICT yang memiliki banyak dalam media pembelajaran tentunya akan manfaat memberikan hasil yang maksimal. Ada menurut belum Kusairi dimanfaatkan secara optimum dalam proses pembelajaran. beberapa jenis media pembelajaran yang Upaya untuk mengintegrasikan ICT meliputi: a) Media Visual : grafik, diagram, dalam proses pembelajaran masih kurang chart, bagan, poster, kartun, komik b) Media sehingga nyata Audial : radio, tape recorder, laboratorium Sebagai contoh, bahasa, dan sejenisnya c) Projected still multimedia telah media : slide; over head projektor (OHP), in berkembang pesat di masyarakat, namun fokus dan sejenisnya d) Projected motion pembelajaran di kelas tetap konvensional media : film, televisi, video (VCD, DVD, meskipun telah menggunakan teknologi VTR), komputer dan sejenisnya. Pada komputer. sudah hakikatnya media pembelajaran itu sendiri seharusnya memiliki kemampuan dalam yang menentukan hasil belajar (Sadiman, penyampaian materi yang sesuai dengan 2010). dampak (Husamah, ICT 2014). perkembangan Tenaga kurang pendidik yang di ajarkan. Inisiatif serta kemampuan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 208 ISSN 2502-8723 Media sendiri jika diterapkan pada Mesin Universitas Negeri Malang selama proses pembelajaran akan menarik minat ini, siswa karena merupakan gabungan antara mengoperasikan mesin CNC PU3A Milling pandangan,suara, Melihat dengan sistem Fanuc , untuk kemudian penjelasan tentang media, ada beberapa dipraktikan oleh mahasiswa. Selanjutnya, aplikasi media yang dapat digunakan dalam mulai dikembangkan media pembelajaran pembuatan media pembelajaran. Seperti dengan adobe flash, hal ini dikarenakan PPT (power point), mikromedia, prezi pada aplikasi ini bisa memuat beberapa dekstop penunjang dan dan gerak. program flash. Aplikasi sekedar penyampaian untuk proses cara pembelajaran. tersebut ada kekurangan serta kelebihan. Pembelajaran yang terdiri dari pengenalan Media flash adalah media pembelajaran secara umum mesin CNC PU3A Milling yang bisa mendukung dalam pembelajaran dengan sistem Fanuc mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem bagian dalamnya. Fanuc. berserta bagian- Program flash diharapkan menjadi Program flash diharapkan menjadi media yang dapat digunakan suatu media yang dapat dipakai sebagai untuk pembelajaran bagi mahasiswa untuk memberikan pengajaran kepada mahasiswa. memahami, melihat secara langsung mesin Selain itu memahami mahasiswa dan dapat akan mudah CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc, melihat secara serta meningkatkan kualitas hasil belajar langsung mesin CNC PU 3A Milling dengan CNC. sistem Fanuc yang digunakan dalam media mengembangkan media pembelajaran CNC ini. sebagai untuk mempermudah proses pembelajaran program untuk pembelajaran CNC PU3A secara teoritik maupun pratik. Selain itu, Milling dengan sistem Fanuc ini berfungsi penelitian untuk proses pembelajaran tentang mesin mengetahui CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc . mahasiswa antara yang menggunakan media Media pembelajaran akan berfungsi baik pembelajaran jika memiliki tiga faktor, yaitu (1) guru atau menggunakan media pembelajaran CNC. Penggunaan media flash Penelitian ini ini bertujuan untuk juga bertujuan untuk perbedaan hasil belajar CNC dan yang tidak dosen sebagai pengajar, (2) buku atau modul sebagai panduan dan (3) media METODE pembelajaran yang berupa media supaya Model hasil belajar bisa tercapai. Fanuc pengembangan yang digunakan sebagai dasar pengembangan CNC PU3A Milling dengan sistem media pembelajaran yang berbasis media yang dipelajari di Jurusan Teknik interaktif untuk pembelajaran CNC PU3A FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 209 ISSN 2502-8723 Milling dengan sistem Fanuc adalah model HASIL DAN PEMBAHASAN pengembangan ADDIE. Berikut tahapan 1. model pengembangan media pembelajaran Hasil Pengembangan Media Pembelajaran CNC PU-3A Milling dengan mengadopsi tahapan ADDIE. Dengan Sistem Fanuc Media pembelajaran mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc merupakan Analisis kebutuhan Mengetahui kondisi lapangan sebuah media pembelajaran yang menggabungkan teks, gambar, animasi, Desain Strategi pengembangan 1. Kompetensi khusus suara, video dan simulasi yang dirancang untuk pembelajaran mesin CNC PU 3A 2. Bahan ajar dan Strategi Pengembangan Milling Prototipe 1. Persiapan dengan sistem Fanuc. Media pembelajaran ini dapat digunakan untuk 2. Pelaksanaan pengajaran 3. Editing Produk Implementasi Produk setengah jadi 4. Uji coba umum atau dosen pengampu matakuliah, serta mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar. Tampilan Produk jadi Evaluasi secara dari produk media pembelajaran mesin CNC Gambar 1. Diagram Alur Prosedur PU 3A Milling dengan sistem Fanuc yang Pengembangan ADDIE sudah menjadi produk akhir pengembangan (Sumber: Sunanuddin, 2013) Selanjutnya, media halaman tujuan, berisi tujuan pengembangan pembelajaran selesai dibuat. Dilanjutkan media mesin CNC PU 3A Milling dengan dengan eksperimental. sistem Fanuc, halaman pembuka (fungsi Subjek penelitian terdiri dari mahasiswa S1 tombol, kontrol mesin, kontrol program, Pendidikan Teknik Mesin angakatan 2012 fungsi kode G dan kode M, cara menyalakan kelas A1 dan A3. Pengambilan data mesin, cara mematikan mesin, peralatan menggunakan observasi awal serta penilaian yang hasil belajar pada kelas eksperimen dan manual). peneitian setelah terdiri dari halaman menu utama atau home, quasi kelas kontrol. Analisis data menggunakan di butuhkan, Halaman Uji-T. pemrogram tutorial berisi secara tentang setting mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc (melihat tool number pahat, memanggil pahat agar terpasang pada spindle, memasang dan melepas pahat pada pocket CNC, memutar pahat dengan kecepatan tertentu, setting pahat dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 210 ISSN 2502-8723 bentuk, memilih posisi origin dari benda mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem kerja), transfer program pada mesin CNC Fanuc adalah sebagai berikut: membantu PU 3A Milling dengan sistem Fanuc ( pemahaman mahasiswa secara individual mengcopy program dari memory card ke (individual memori CNC dan mengcopy program dari pemahaman setiap mahasiswa berbeda. Hal memory CNC ke memory card), editing ini dapat menciptakan iklim belajar yang program pada CNC PU 3A Milling dengan efektif bagi mahasiswa yang lambat belajar sistem Fanuc (membuka program yang (slow learner) dan juga dapat memacu tersimpan di memory CNC, mengedit efektifitas belajar bagi mahasiswa yang program yang tersimpan di memory CNC, lebih cepat (fast learner); meningkatkan menghapus program yang tersimpan di motivasi dan perhatian mahasiswa untuk memory CNC), eksekusi benda kerja pada belajar materi mesin CNC PU 3A Milling mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem dengan sistem Fanuc; media pembelajaran Fanuc (memanggil program yang akan menggunakan CD sangat fleksibel, dapat dikerjakan, sebelum dipelajari dimana saja dan kapan saja eksekusi, eksekusi benda kerja dari memory dengan syarat memiliki komputer yang CNC, memulai eksekusi benda kerja dari terdapat DVD player pertengahan program), halaman penulis pembelajaran tidak hanya berlangsung di berisi lingkungan kampus. langkah persiapan biodata tentang pembuat media learning) karena tingkat sehingga proses pembelajaran mesin CNC PU-3A PU 3A Milling dengan sistem Fanuc. Pemrograman 2. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa secara manual (membuat kode program antara yang Menggunakan Media facing dalam bentuk video, membuat kode Pembelajaran CNC dan yang Tidak program Menggunakan Media Pembelajaran contur dalam bentuk video, membuat kode program bor). Penggunaan media pembelajaran ini tanpa CNC harus Hasil uji hipotesis dengan uji T dapat menginstall software apapun, melalui CD dilihat pada Tabel 1. interaktif secara otomatis dapat dijalankan Summary sebagai berikut: Output Model begitu CD terbaca di komputer dengan cara langsung mengklik file projek.exe. Hasil dari produk media pembelajaran mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc ini mempunyai kelebihan, kelebihan media pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 211 ISSN 2502-8723 kedua variance sama besar (equal variances Tabel 1. Output Model Summary assumed) Independent Samples Test terpenuhi; maka kita hasil dua sampel menggunakan Levene's uji-t Test for independen dengan asumsi kedua variance Equality of Variances t-test for Equality of Means Sig NIL Equal AI varianc MA es . t df 2.11 .15 6.68 8 4 4 36 95% sama (equal variances assumed) untuk Confidence Err Interval of g. or the Dif Difference derajat kebebasan n1 + n2 – 2 = 19+19-2 = 36 dan p-value (2-tailed) = 0,000. Karena yang memberikan nilai t = 6,684 dengan tai Mean fer led Differen enc Low Upp ) ce e er er 3.1 14.4 27.0 10 82 97 .00 20.789 0 HAS assume ISW d A Equal hipotesis H0 : µ1 < µ2 terhadap H1 : µ1 > µ2 . Si (2- F Std kita melakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed) H1 : µ1 > µ2 , maka nilai p-value (2tailed) harus dibagi dua menjadi 0,000/2 = varianc 6.68 27.1 .00 4 92 0 20.789 3.1 14.4 27.1 10 10 69 es not assume 0,000. Karena p-value = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 maka H0 : µ1 < µ2 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata d nilai mahasiswa kelas eksperimen lebih baik atau lebih besar nilainya dibandingkan rata- Group Statistics Std. Error GROUP N Mean Std. Deviation rata nilai mahasiswa kelas kontrol. Mean NILAI EKSPERIMEN 19 74.53 6.293 1.444 MAHA KONTROL 19 53.74 12.009 2.755 Adanya perbedaan nilai tersebut menunjukkan bahwa media pembelajaran SISWA turut berperan dalam meningkatkan kualitas hasil Untuk uji-t dua sampel independen, berpengaruh, sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi adalah mengatakan bahwa ―…media is that they 𝜎22 = variance group 2. Dari hasil Levene‘s are the means or equip-ment that transmit Test didapat p-value = 0,154 lebih besar dari information from the sender to the receiver. α = 0,05 sehingga H0 : 𝜎12 = 𝜎22 tidak dapat In the context of education, me-dia is usually ditolak. Dengan kata lain asumsi kedua defined as instructional facilities that carry variances messages to learners‖. Dapat diartikan assumed) terpenuhi. Karena hasil Levene‘s bahwa media merupakan sarana Test di atas menyatakan bahwa asumsi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG satunya 2011). Sementara, Qiyun & Sum (2003) 𝜎12 ≠ 𝜎22 di mana 𝜎12 = variance group 1 dan (equal salah dipengaruhi oleh media (Ruhimat dkk., dengan hipotesis: H0 : 𝜎12 = 𝜎22 terhadap H1 : besar Proses tujuan dikarenakan banyak faktor yang mengetahui apakah asumsi kedua varian sama mahasiswa. pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan dilakukan uji hipotesis Levene‘s Test untuk varians belajar 212 yang ISSN 2502-8723 memberikan pesan kepada peserta didik atau siswa. Sementara itu, Mayer & Moreno menghubungkan informasi dari guru kepada (2002) mengemukakan bahwa animasi dapat siswa. Lebih lanjut disampaikan bahwa menaikkan media dalam bentuk presentasi, meliputi: digunakan secara konsisten sesuai teori tulisan, gambar, suara, animasi dan video. kognitif pada pembelajaran multimedia. Dengan demikian, penggunaan media tentu Pendapat berkontribusi positif bahwa pembelajaran dan terhadap hasil proses pembelajaran pemahaman tersebut proses menggunakan khususnya hasil belajar. animasi, siswa memperkuat pembelajaran media dimana asumsi dengan khususnya dapat ketika media memberikan Selanjutnya adapun manfaat dari kemudahan pema-haman siswa, sehingga media pembelajaran, Kemp & Dayton mampu meningkatkan pencapaian hasil (1985) belajar siswa. menyebutkan manfaat daripada media pembelajaran yaitu: (1) penyampaian Berkaitan dengan sebagai lebih menarik; (3) proses belajar menjadi pembelajaran, maka terjadinya perubahan lebih interaktif; (4) waktu penyampaian perilaku ataupun peningkatan pemahaman materi lebih singkat; (5) kualitas pengajaran pengetahuan dan pengalaman merupakan menjadi meningkat; (6) pengajaran dapat sebuah dilakukan kapan dan dimana diinginkan mengatakan bahwa ―learning can be defined serta dibutuhkan; (7) sikap positif siswa as an experiential process resulting in a terhadap apa yang dipelajari dapat diting- relatively permanent change in behavior katkan; serta (8) dapat mengubah peran that canot be explained by temporary states, positif guru. Selain itu juga dikatakan untuk maturation, on innate response tendencies‖. memotivasi serta membangkitkan kemauan Pendapat bertindak. disampaikan Sugihartono, dkk (2007) bahwa Ragan dkk (dalam ini belajar. sesuai proses Klein dengan (2002) yang belajar merupakan suatu proses memperoleh & penge-tahuan dan pengalaman dalam wujud Przybylo,2005) yaitu pembelajaran dengan perubahan tingkah laku dan kemampuan multimedia lebih efektif dan lebih efisien bereaksi yang relatif permanen atau menetap dari konvensional. karena adanya interaksi individu dengan Ditambahkan pula oleh Aksoy (2012) lingkungannya. Dapat disimpulkan bahwa, menyatakan bahwa metode animasi lebih hasil belajar merupakan dampak dari segala efektif daripada metode pengajaran secara proses memperoleh pengetahuan, hasil dari tradisional dalam menaikkan hasil belajar latihan, hasil dari proses perubahan tingkah pembelajaran Balazinski hasil adanya belajar pengajaran bisa lebih standar; (2) pengajaran Sesuai dengan temuan Smith and dampak hasil FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 213 ISSN 2502-8723 laku yang dapat diukur baik melalui tes CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc perilaku, tes kemampuan kognitif, maupun ini mempunyai kelebihan diantaranya dapat tes psikomotorik. membantu pemahaman mahasiswa secara Sementara menurut individual (individual (2008); Sugihartono,dkk. (2007); Arikunto meningkatkan motivasi (2008); dan Baharuddin & Esa (2010), hasil mahasiswa untuk belajar materi mesin CNC belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa PU 3A Milling dengan sistem Fanuc, serta faktor yang dikelompokkan menjadi dua media yakni bersumber dari dalam diri siswa sangat fleksibel dapat dipelajari dimana saja (internal) dan dari luar siswa (eksternal). dan kapan saja dengan syarat memiliki Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah komputer dan faktor psikologis yang di dalamnya sehingga proses pembelajaran tidak hanya termasuk faktor berlangsung di lingkungan kampus; 2) hasil eksternal terbagi atas: lingkungan sosial analisis menggunakan uji T menunjukkan keluarga, sekolah, adanya perbedaan hasil belajar antara kelas lingkungan sosial masyarakat, lingkungan eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai alamiah, serta instrumentasi pembelajaran. p-value 0,000. motivasi, Djamarah sedangkan lingkungan sosial pembelajaran yang learning), dan perhatian menggunakan terdapat DVD CD player Berkaitan dengan faktor instrumentasi yang ikut mempengaruhi hasil belajar peserta DAFTAR RUJUKAN didik, maka dalam konteks pembelajaran, Aksoy, G. (2012). The Effects of Animation Technique on the 7th Grade Science and Technology Course. Journal of Scientific Research. 3(3): 304-308. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian.Jakarta: Bumi Aksara Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. (2010). Teori Belajar dan pembelajaran. Yogyakarta: Ar –Ruzz Media. Balazinski, M. & Przybylo, A. (2005). Teaching manufacturing processes using computer animation, Journal of Manufacturing Sistem. 2005. 24(3): 237-246. Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Husamah. (2014). Pembelajaran Bauran (Blended Learning). Jakarta: Prestasi Pustaka. Johan, R.C. (2010). Pembelajaran Berbasis Komputer, (Online), media pembelajaran turut mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Media pembelajaran yang merupakan bagian dari proses pembelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap maupun keterampilan, berkontribusi terhadap hasil belajar yang akan dicapai. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil dari produk media pembelajaran mesin FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 214 ISSN 2502-8723 (http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat) , diakses 23 Juni 2015. Kemp, J. E. & Dayton, D. K. (1985). Planning & producing instructional media (5th ed.). New York: Harper & Row, Publishers. Klein, S. B. (2002). Learning: principles and applications (4th ed.). New York: McGraw-Hill Higer Education. Kusairi, S. (2011). Implementasi Blended Learning. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Blended Learning tanggal 13 November 2011 di Universitas Negeri Malang. Mayer, R. E. & Moreno, R. (2002). Animation as an aid multimedia learning. educational psychology review. 14(1): 210-218. Qiyun, Wang & Sum, Cheung Wing. (2003). Designing Hypermedia Learning Environments in Tan Seng Chee & Wong, Angela.F.L. (Eds.). Teaching and learning with technology: an asia-pasific perspective (pages: 216231). Singapore: Prentice Hall. Permadi, Luchyto Chandra. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran pada CNC PU3A Milling Sistem Fanuc Menggunakan Program Flash Di Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM. Ruhimat, Toto dkk. (2011). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Sonhadji, Ahmad. (2012). Manusia, Teknologi, dan Pendidikan Menuju Peradaban Baru. Malang: Universitas Negeri Malang. Sadiman, Arief. (2010). Media Pendidikan, Pengembangan dan Pemanfatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT Raja Grafindo Persada. Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi pendidikan. Yogyakarta : UNY Press. Sunanuddin, Mukti Nur. (2013). Pengembangan Media Pembelajaran Matakuliah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG CNC Lanjut PU 2A Bubut (Turning) Berbasis Multimedia Interaktif Pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM 215 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 IMPROVING STUDENTS’ READING COMPREHENSION USING QUESTION ANSWER RELATIONSHIP (QAR) STRATEGY AT STMIK-STIE ASIA MALANG Tri Wahyuni Nur Lailatul A STMIK-STIE Asia Malang [email protected]. [email protected] Abstract: This research is conducted to help the students improving their reading comprehension skill using Question Answer Relationship (QAR) strategy. QAR strategy is intended to be an alternative strategy for the students in helping the students comprehending reading materials. The research is conducted at STMIK ASIA Malang in 2015/2016 academic year. This study explains how the students can improve their reading comprehension in the inferential level of comprehension using QAR strategy. The result of the study shows the improvement of the students‘ reading comprehension shown at the criteria of success. The research method applied in this study is an action research. The research instruments are the pre-post reading comprehension test, and a questionnaire to know the students‘ opinion about the teaching learning process during the implementation of the strategy. Keywords: reading comprehension, QAR strategy In the university level, English is a students who are not belong to English compulsory subject given both for English department, the content of learning is suited department non-English with their majors. In this context, English is department students. In the non-English taught to fulfill students‘ need in learning department, teachers may focus only on EFL reading. This is often called English for certain skills (reading, writing, speaking or Academic Purposes (EAP) as a branch of listening skill), however reading and writing English should be the priority in the English (Hutchinson & Water, 1987: 16). students and for Specific Purposes (ESP) language teaching. National Standard of EAP differs from English as a Education (Standar Nasional Pendidikan) general knowledge due to time limitation. regulates the teaching of English reading as EAP courses are designed for one up to two the focus of education besides writing semesters. This time limitation leads to (Government focus decision. Among four skills to be Regulation Republic, Number regulation is of 32, Indonesian Such taught, reading skill is considered the most some significant to be emphasized. A needs universities‘ policy that requires students to analysis reveals that the EAP students need learn English. Some universities have English to be able to read texts in their various names for it. As it is given for subject specialism (Hutchinson & Water, further 2013). used by FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 216 ISSN 2502-8723 1987: 75). The teaching of English in stated that reading includes discovering tertiary level, especially for the non-English meaning in print and script, within a social department students is aimed at providing context, through bottom-up and top-down the students with the ability to comprehend processing and the use of strategies and textbooks and other references written in skills. English (Sulistyo, 2008: 3). Comprehending Burns, et al (1996) stated that there textbooks and are two types of comprehension, literal references means that students should apply comprehension reading skill. Reading is a complex activity comprehension) which does not only involve pronunciation comprehension which includes interpretive but also visual, psycholinguistics, and reading, intellectual activities. Reading comprehension. intellectual activity involves recognition, literal as an (the and critical, basic type higher of order and creative Crawley and Mountain words (1995) explained that literal reading includes understanding, knowledge and comprehension, interpretive interpretation, critical reading, and creative (inferential) comprehension. Words recognition can be application, and critical/creative reading done by looking up the words in the includes analysis, synthesis, and evaluation. dictionary (Crawly and Mountain in Par, However, based on the preliminary study, it 2011). Sulistyo (2011:23) wrote that the still become a problem when the students lesson learned from reading text is that, are still difficult to comprehend the reading besides linguistic knowledge, which among materials given to them during the teaching other things comprises vocabulary and learning process. grammar, both semantic fields and Teachers reading can includes select a the certain background knowledge of the topic also play teaching strategy in helping the students a vital role in making sense out of a reading comprehending text. Alexander, et. al. (2008) mention that Realizing the complexity of reading, we can argue that actually reading materials. reading on EAP courses needs to reflect text reading types which students will meet and also the comprehension involves certain skills such purposes for which they will read them. As as linguistic knowledge, semantic fields, and the writing of most science and technology background knowledge of the topic. In some studies textbook is expository (Daines, condition reading comprehension can be 1982), the reading materials which are done through the use of certain reading presented should be expository. Here, strategies. Gebhard (in Sulistyo, 2011) teachers are free to adopt and adapt the FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 217 ISSN 2502-8723 materials from any related sources to match researches show that QAR strategy can help the students‘ needs. students In assisting the students, teacher to improve comprehension in a their reading certain level of needs to provide students with training and comprehension. This fact interests the practice in the skills and strategies needed to researcher to conduct a classroom action develop as academic readers (Alexander, et. research in helping the students to improve al., 2008). Here, teachers should apply some their reading comprehension in the level of teaching strategies in the teaching learning inferential/interpretive process. expository text in the university level and Question Based on Answer some researches, Relationship (QAR) non-English strategy is a teaching technique that can comprehension Department students of of STMIK-STIE ASIA Malang. improve students reading comprehension. Based on the background of the Some researches show a positive result study the researcher formulates a research related to the application of QAR strategy in problems, ―How can QAR strategy improve the classroom. Raphael (1982, 1986) as the students‘ reading comprehension at STMIK- founder of the QAR strategy found that this STIE Asia Malang? strategy was effective in helping the students METHOD in comprehending a text. Other researches This study was intended to solve the related to the implementation of QAR classroom‘s strategy (2008), comprehension. Latief (2012:81) states that Naniwarsih (2010), Sulistyo (2010) and Par Classroom Action Research for English (2011) also showed a positive result. instruction is done by teachers and is Though they implemented the strategy in intended to develop innovative instructional different circumstances, most of the results strategy that can help enhance the students‘ showed that QAR strategy was effective for learning. This research was conducted in the teaching reading comprehension. However, classroom in order to solve the students‘ it is still questioned whether this strategy achievement and to use QAR strategy in the can help the students who belong to non- teaching reading comprehension of the English department to improve their reading students at STMIK-STIE Asia Malang. in certain level of comprehension. Here, the researcher conducts the action conducted by Sidiq A lot of studies about reading research comprehension and the strategy used have a in the practitioner reading and the collaborator as an observer. been conducted recently. One of the strategy The subjects were the students of that is used is QAR strategy. Lots of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG as problem STMIK-STIE 218 ASIA Malang in the ISSN 2502-8723 2013/2014 academic year. The students of study, (2) the planning of the activity, (3) the STMIK-STIE ASIA Malang were selected implementation because of the accessibility. Class D4 was observation of the implementation, (5) the selected as the subjects of the research as all reflection. the 39 students in this class come from the of the plan, (4) the The preliminary study was aimed to same IT program. better understand the problem of English The time allotment is 2x50 minutes instruction in the classroom. Most of the in each meeting. There was one meeting in a students reading comprehension were low. week. The researcher needed six meetings to This conclusion was based on the result of apply these activities. Five meetings were the test in the first semester. It was used for applying these activities and one supported by the result of the pre-test meeting was used for test. The researcher administered in the preliminary study. In conducted this study only to implement addition, these activities in a cycle. observation, they often got difficulties in In line with this research design, the based on the temporary answering the questions based on the text. design of Classroom Action Research is a They looked unmotivated in learning cyclical process proposed by Kemmis and reading of long texts. Increasing the Mc.Taggart (1988) which covers four steps students‘ motivation is also very important. Planning, Implementing, Observing and Planning is the stage in which a Reflecting. The procedure of Kemmis and careful preparation was made before doing Taggart (See Figure 1) the action. From the findings on preliminary study, the researcher plans an action to solve the problems. In this activity, the researcher applies QAR strategy for improving their fluency in reading. The researcher, in this phase conducted subsequent activities that consisted of preparing the teaching technique to improve students‘ reading comprehension. The preparation consists of As showed in Kemmis and Taggart (1) designing the teaching strategies, (2) (2005), the researcher needed to implement creating the lesson plan, and (3) setting the using criteria of success (4) Assessment. collaborative classroom action As research design which included several previously, QAR strategy was chosen as an appropriate procedures starting with (1) the preliminary FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG mentioned 219 ISSN 2502-8723 solution for the purpose of improving comprehension. In addition, the use of this students‘ strategy also expected to make students have reading comprehension. In conducting this study, the teaching of better attitude toward reading. reading was done by implementing QAR strategy to improve students‘ In this part, the researcher only used reading one criterion of success. It was students‘ comprehension. For students‘ the reading comprehension improvement. The purpose reading of criterion of success was the students‘ improving comprehension, the average score that was 70.00. researcher developed the teaching procedure focusing on reading reader if they had comprehension level for comprehension. The teaching procedure about 70% or higher. Thus, if there were used in the implementation of the plan is thirty comprehension questions following developed the text, at least, they should correctly based developing The students were said to be good on three integrated strategies proposed by Sulistyo (2011): Pre- answer Reading, Whilst-Reading and Post-Reading. questions. To get the students‘ individual The activities in the lesson plan were score, the researcher calculates using the developed based on the standard twenty-one comprehension following formula (Susilo:2010) competence of reading comprehension. The lesson plan developed by the researcher Total score= which included the following items: (1) 100% instructional objectives, (2) the instructional X The maximum score materials and teaching media, (3) teaching Assessment in this study contained and learning activities, and (4) assessment. both quiz and reading comprehension test. It The technique used three phase techniques was in the teaching and learning: Pre-reading intended to measure how the implementation of QAR strategy could help activity, Whilst-reading Activity, and Post - students reading activity. improving their reading comprehension. The researcher considers both the The questionnaire is developed to process and the product of learning of find out the students ‗opinion toward the reading comprehension in the criteria of implementation of QAR Strategy. All of the success. In conducting the research, criteria questions are open-ended question whose decision was very important to know purpose at knowing students‘ perception whether or not the strategy succeeded to toward the strategy. help students‘ improving their reading FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG The score obtained 220 ISSN 2502-8723 The pre comprehension and post test reading scores Name were of Value Interpretation Test descriptively analyzed. Then, the normality Pretest 0.299 Normal test was conducted to analyze the normality Posttest 0.136 Normal distribution of the scores. After that, the data Based on the analysis, it can be were statistically analyzed using the t-test shown that both of pre test scores and post using .05 level of significance. test scores were normally distributed as shown by the significant p 0.299 for pre test FINDINGS and the significant p 0.136 for post test The main data in this study is the reading comprehension scores of score. The results which were higher than the 5% level of significance indicated that the subjects of the experiment obtained from pre data were normally distributed and therefore and post test. See Table 1 for the result of could be tested for further computation the pre-and posttest scores. using paired sample t-test. Table 1 Summary of Pre and Posttest The result of paired sample t-test Score Pretest Posttest showed that the obtain probability gained Number of students 39 39 from the two test scores was 0.031 (one Highest score 90 93 Frequency of the highest score 3 4 tailed) at the 5% level of significance. It can Lowest score 33.3 46.7 be concluded that the strategy can improve Frequency of the lowest score 1 1 Mean score 69.4 71.5 Standard Deviation 18.97 16.33 the students‘ reading comprehension. DISCUSSION The result of the test shows that the The success of improvement scores average score for the post test was higher by the subjects of the study in the post test than that of the average score of the pre-test. compared to the pre-test might be resulted The mean difference between post-test and by several reasons. First, the finding gives pre-test was 2.1. important information that the QAR strategy requires The result of normality test with students to use their prior knowledge to infer meaning from the text SPSS 20.0 using Saphiro-Wilk test was (Johnson, presented in Table 1. 2014). Students, who learn English as an ESP are assumed to have Table 1 The Result of Normality of the background knowledge about the content of Data the material. The students can comprehend FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 221 ISSN 2502-8723 the English material by activating their prior information knowledge. Wittrock (1989) stated that (Raphael and Au, 2005). human beings are active learners who for Finally, answering QARs questions help students perceive external information and select recognize whether or not information is relevant data and organize them into present in the text and, if not, that it is meaningful information and then integrate necessary to read ―between or beyond the this information with their prior knowledge. lines‖ to answer the question (Raphael, Second, Relationships Question-Answer(QAR) strategy In short, the better scores on the purported as providing students with ways post-test compared to the pre-test was not of coincidence. The comprehension generally encountered in the effective influencing classroom. Raphael and Au (2005) asserted achievement. Therefore, the QAR strategy the potential of QAR for helping teachers was claimed as the effective strategy to guide students to higher levels of literacy. facilitate Teachers guide the students to comprehend comprehension the reading materials by asking them to MALANG relate the questions and the answers. Here, academic year. dealing with is one 1986). tests of reading in the treatments the proved students‘ reading students‘ of students STMIK-STIE in the ASIA 2015/2016 the students are aware that the answers are The mean scores gain on the pre-test not only in the text (literally) but also in the and the post test was achieved by the readers‘ head (inferentially). students with all learning styles (visual, Third, QAR is useful as a student tool in providing basis kinesthetic) though the strongest effectiveness is on the students locating who have visual learning styles. Therefore, information, determining text structures, the claim of the QAR strategy as the conveying information, and determining effective when an inference would be required. It comprehension was strengthened. strategies: for and three comprehension a auditory, strategy to teach reading initially helps students understand that The finding of this research supports information from both texts and their the knowledge about similar studies by Sidiq knowledge are (2008), Naniwasih (2010), Sulistyo (2010), important to consider when answering Par (2011) who conducted a classroom questions. It helps students, especially for action research which concluded that the visual learning style students, search for key QAR strategy is an effective strategy in words and phrases to locate the appropriate teaching reading comprehension in certain base and experiences FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 222 ISSN 2502-8723 circumstances. This finding also supports Raphael (1982)‘s research that CONCLUSION AND SUGGESTION QAR Various reading strategies can be strategy is effective for teaching reading used by teachers, such as Question Answer comprehension to accomplish the task of Relationship (QAR) strategy that has some reading text, and encourages the students to superiority in developing students‘ reading be active, efficient, and strategic readers. comprehension. The teaching learning process of that the QAR strategy can help students to their teacher to comprehend the reading improve their reading comprehension of passages. The students could also activate expository text. their background knowledge to comprehend The strategy encourages students to it. The activity of relating the question and be active, efficient, and strategic readers of the answer also gives students a better concentration while their discussing and texts. QAR outlines where information can be found "In the Text" or "In my Head." It then breaks down the actual question-answer determining the reading text. relationships into four types: Right There, With QAR strategy, a teacher serves Think and Search, Author and Me, and On as a facilitator who leads the students to My Own. become active readers; the students work QAR strategy also requires the with the other students in the classroom, students to activate their prior knowledge in work in group, and work individually to get answering the questions in the test. There is the point of the text. They try to understand a type of the question that requires the the text by locating where the answers of the answer from both clues in the text and questions are. They should determine the students' prior knowledge. Students must answers whether it is in the text or in their head. It also leads students to at researcher had empirical strong evidences interact actively with their friends and with helped aimed achievement using QAR strategy. The on the teacher. Students are expected to and study improving students‘ reading comprehension QAR strategy is focused on students rather understanding The synthesize the text to fully understand the be question. In this type of question, the use of independent learners when they should prior complete the comprehension by their own knowledge affects the students‘ comprehension. idea. The researcher proposes several suggestions. Firstly, ESP lecturers as well as teachers may use QAR strategy in teaching reading. As an education system, teachers FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 223 ISSN 2502-8723 and students should be more familiar with REFERENCES various strategies. Thus, teachers can adapt Alexander, O., et al. 2008 EAP Essentials: A Teachers‘ Guide to Principles and Practice. South Street Reading, UK: Garner Publishing Au, Kathryn H. & Raphael, Taffy E. 2005. QAR: Enhancing comprehension and test taking across grades and content areas. The Reading Teacher, 59 (3) 206-221. Burns et al. 1996. Teaching Reading in Today‘s Elementary School. 6𝑡ℎ edition. Boston: Houghton Mifflin. Crawley, S. J. and L. Mountain. 1995. Strategies for Guiding Content Reading. Boston: Allyn and Bacon. Daines, D. 1982. Reading in the Content Areas: Strategies for Teachers. Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company. Grabe, W. 2009. Reading in A Second Language. Moving from Theory to Prctice. Cambrige: Cambridge University Hutchinson, T. & Waters, A. 1987. English for Specific Purposes. New York: Cambridge University Johnson, S. 2014. Effect of Question Answer Relationship Strategy on the Reading Comprehension of Fifth Grade Struggling Readers. Florida:Florida Memorial University Latief, A. 2012. Research Methods on Language Learning. An Introduction. Malang: UM PRESS. Naniwarsih, A. 2010. Improving the Reading Comprehension Skills of the Students of Tarbiyah Faculty through QARs Strategy. Unpublished S2 Thesis. Malang. State University of Malang. Par, L. 2011. Improving Students‘ Reading Comprehension of Expository Texts Through The AnswerQuestion Relationship Strategy. and adopt the QAR strategy. This strategy should not be seen as a static strategy. Teachers should model the questions‘ type so that the students know how to find out the answers that lead to better comprehension. As mentioned in the previous chapter, teachers should start with the explanation of the type of the questions. It is suggested to guide the students in finding the answers both in the text and in ―my head‖. Moreover the teachers should monitor the students to ensure that they can use the strategy well. Further, the teachers should assist and provide a longer time for the students in doing the exercises. The last suggestion is addressed for future researchers who are interested in teaching English. They can apply this strategy in the teaching learning process as it has been proved that the strategy can improve students‘ reading comprehension. They can combine it with other strategies, such as SQW3R or reciprocal reading strategy. It is suggested to conduct study in different settings, such as in lower level of education to see the affect of QAR strategy in facilitating students with different learning styles in comprehending different levels of comprehension. Researchers are also suggested to conduct different research designs. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 224 ISSN 2502-8723 Unpublished Thesis: State University of Malang. Raphael, T. E. & Pearson P.D. 1982. The Effect of Metacognitive Awareness Training on Children‘ Question-Answering Behaviour. University of Illinois Raphael, T. E. 1986. Teaching Question Answer Relationships, Revisited. The Reading Teacher (39) 6, 516-522. Sidiq, S. 2008. Using Question Answer Relationship Strategy to Improve the Students‘ Reagin Comprehension at MTs Muhammadiyah Malang. Unpublished S2 Thesis. Malang. State University of Malang. Sulistyo, G.H. 2008. Developing Reading Readiness of Academic English Text. Dissertation Synopsis. Sulistyo, G.H. 2011. Reading for Meaning. Theories, Teaching Strategies, and Assessment. Malang: Pustaka Kaiswaran. Sulistyo, T. 2010. Improving the Reading Comprehension Skills of the Students of Kanjuruhan University through Question Answer Relationship (QAR) Strategy. Unpublished Thesis. Malang. State University of Malang. Wittrock, M. C. 1989. Education and recent research on attention and knowledge acquisition. In S. L. Friedman, K. A. Klivington, & R. W. Peterson (Eds.), Brain, cognition, and education. New York: Academic. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 225 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGUATAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TERBUKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Supriyanto dan Didik Iswahyudi Dosen Program Studi Pendidikan IPS Program Pascasarjana Universitas Kanjuruhan Malang Jl. S. Supriyadi No 48 Sukun Malang Indonesia e-mail: [email protected] Abstrak Pendidikan dasar menjadi peletak dasar pendidikan pada jenjang diatasnya. Jika pendidikan diibaratkan sebuah bangunan, maka pendidikan sekolah dasar adalah pondasi bagi bagunan pendidikan yang sangat menentukan kokohnya bangunan diatasnya. Namun demikian usaha ke arah penguatan pendidikan dasar masih perlu terus ditingkatkan. Hal mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah kualitas pendidikan dasar dalam rangka menyiapkan lulusan pendidikan pada tahap berikutnya. Dalam konteks inilah artikel ini ditulis untuk menggugah kesadaran bersama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dasar yang diharapkan oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional dan cita-cita bersama Bangsa Indonesia. Kata kunci: penguatan, sekolah dasar, ekonomi ASEAN seiring dengan kemajuan pendidikan. Dalam Pendahuluan bidang pendidikan, Indonesia masih perlu Indonesia telah diakui oleh dunia yang terus berbenah diri. Data tahun 2015 yang Data dikutip oleh BBC Indonesia menyebutkan beberapa sumber menunjukan bahwa dalam bahwa pendidikan dasar Indonesia berada 3 tahun terakhir ini Indonesia termasuk 9 pada peringkat yang ke 69 dari 76 negara negara yang ekonominya sehat. Laporan di yang disurvai (Coughlan, 2015). Data ini tahun bahwa juga menyebutkan bahwa Singapura berada Indonesia termasuk negara tiga besar yang di peringkat pertama, diikuti oleh Hong pertumbuhan ekonominya paling baik di Kong. Sedangkan peringkat terendah adalah kelompok G20. Indonesia hanya dibawah Ghana yang menduduki posisi terbawah. China dan India (Pujiastuti, 2015) Sementara Internasional pertumbuhan 2015 sebagai ekonominya juga negara sehat. menyebutkan Indonesia menduduki posisi di nomor 69 dari 76 negara. Data tersebut juga bidang pertumbuhan ekonomi ini tidak menyebutkan Inggris menempati peringkat Namun demikian kemajuan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 226 ISSN 2502-8723 ke-20, sedangkan beberapa negara Eropa pendidikan memiliki peran yang sangat lainnya berprestasi lebih baik. Amerika penting (Supriyanto, 2016). Serikat bertengger di posisi ke-28 Berdasarkan fungsi dan tujuan (Coughlan, 2015). Organisasi kerjasama dan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan pembangunan juga di setiap jenjang , harus diselenggarakan diambil secara sistematis guna mencapai tujuan berdasarkan hasil tes di 76 negara serta tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan menunjukkan hubungan antara pendidikan pembentukan dan pertumbuhan ekonomi. Data ini tidak sehingga merubah posisi keseluruhan Indonesia dalam bermoral, sopan santun dan berinteraksi bidang pendidikan karena tahun 2011 dengan masyarakat. Fungsi dan tujuan Indonesia juga berada pada posisi ke 69 pendidikan nasional ini sejalan dengan dunia, hal ini menunjukan bahwa pendidikan kebutuhan kita untuk bersaing di tingkat dasar kita memang perlu dibenahi. regional ASEAN. mengatakan Eropa OECD perbandingan itu Pestasi yang tidak menggembirakan dalam karakter mampu peserta bersaing, Kesuksesan didik beretika, seseorang tidak bidang pendidikan ini perlu mendapat ditentukan semata-mata oleh pengetahuan perhatian yang serius. Utamanya dalam dan kemampuan teknis (hard skill) saja, menghadapi tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri persaingan ekonomi di ASEAN. Sebagai bagian dari masyarakat dan regional maupun global, bangsa Indonesia Goleman perlu upaya kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 membangun peradaban manusia yang lebih persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen baik. Isu yang paling dominan dalam oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses konteks masyarakat global maupun regional di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih adalah peningkatan kualitas sumberdaya banyak manusia. Khusus dalam konteks regional, skill daripada hard Indonesia berada pada posisi yang perlu mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan mempersiapkan diri secara lebih serius peserta untuk ditingkatkan, terlebih lagi untuk bersaing di untuk ikut bersaing serta dalam menghadapi berlakunya orang lain (soft skill). (1996) mengungkapkan, didukung didik regional Penelitian kemampuan soft skill. sangat Hal penting masyarakat ini untuk masyarakat ekonomi ASEAN. Indonesia tingkat ekonomi memerlukan sumberdaya manusia dalam ASEAN. Penelitian ini juga menunjukan jumlah dan mutu yang memadai sebagai kepada kita, bahwa untuk mempersiapkan pendukung utama pembangunan. Untuk peserta didik bersaing dibidang ekonomi memenuhi sumberdaya manusia tersebut, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 227 ISSN 2502-8723 membutuhkan pendidikan, terutama itu kondisi-kondisi yang ada menunjukkan pendidikan dasar. bahwa secara kuantitas penyediaan fasilitas sekolah dasar sudah memadai. Pada tahun PERMASALAHAN 1986, sudah lebih dari 94% anak umur PENDIDIKAN sekolah DASAR dasar (umur 7 – 12) telah tertampung di usaha-usaha (Zamroni,2012). Proses pendidikan di sekolah dasar Malahan sebagai hasil dari program menempati posisi yang sangat vital dan pengendalian penduduk, pertambahan murid strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan sekolah dasar kelas satu sudah mulai dalam melaksanakan pendidikan di tingkat menurun. Untuk tahun-tahun mendatang ini, dasar untuk gejala-gejala menurunnya murid kelas satu pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya, akan semakin nampak jelas terasa. Oleh keberhasilan pendidikan pada tingkat ini karena itu, problema sekolah dasar akan akan membuahkan keberhasilan pendidikan bergeser tingkat demikian fasilitas bergerak kepada bagaimana meng- kenyataanya tidaklah demikian, berbagai organisir sekolah dasar yang semakin kecil pihak pendidikan tetapi bisa semakin berkualitas. Bagi sekolah dasar berada pada posisi lebih rendah negeri barangkali problema ini tidak begitu daripada tingkat pendidikan yang lain, terasa, tetapi bagi swasta yang terjadi adalah terbukti sebaliknya. ini akan berakibat lanjutan. justeru fatal Namun menempatkan antara lain, dengan adanya dari bagaimana menyediakan perlakuan pada sekolah dasar yang berbeda dengan sekolah lanjutan. Diantara perlakuan 1. Pentingnya Kualitas Sekolah Dasar tidak seimbang itu antara lain, kurangnya Sekolah dasar yang bermutu menjadi sarana pendidikan seperti perpustakaan, keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri laboratorium, sarana pengembangan bakat pentingnya. Beeby (1983 dalam Zamroni, seperti sarana olahraga, kesenian dibanding 2012) menyatakan dalam hubungan dengan dengan sekolah pada jenjang diatasnya. usaha peningkatan kualitas sekolah dasar, Usaha-usaha meningkatkan kualitas ada dua bentuk usaha peningkatan kualitas sekolah dasar sudah sangat mendesak. sekolah. Bentuk pertama adalah peningkatan Tanpa ada peningkatan kualitas sekolah kualitas sistem dan manajemen sekolah. Hal dasar ini berhubungan dengan "the flow of yang peningkatan mendasar, kualitas usaha-usaha sekolah lanjutan students". Usaha kedua adalah peningkatan menengah pertama dan menengah atas tidak kualitas proses pembelajaran di ruang-ruang akan berhasil dengan maksimal. Di samping kelas. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 228 ISSN 2502-8723 Usaha peningkatan yang keluarga perlu mendapat perhatian. Pada berhubungan "the flow of students" pada level nasional, pengembangan kurikulum dasarnya bertujuan untuk menghilangkan merupakan proses politik, administrasi dan pemborosan birokrasi, sebagai kualitas akibat internal serta sekaligus proses inefficiency in education. Kebijaksanaan apa profesionalisme. Proses ini mengandung yang dapat dikembangkan sehingga tingkat negosiasi anak didik mengulang kelas dan putus se- sumber-sumber kolah bisa ditekan, bahkan kalau mungkin dalam proses pengembangan kurikulum ini dihilangkan. masalah-masalah yang rill ada di kelas Wajib Belajar Pendidikan antara harapan-harapan yang tersedia. Apabila Dasar, untuk anak umur 7-15 tahun dan diperhitungkan pembebasan merupakan memberikan sumbangan yang besar pada kebijaksanaan yang penting dan tepat untuk peningkatan kualitas sekolah. Dua hal yang mengurangi tingkat putus sekolah ini. perlu Meskipun usaha ini telah dilakukan di kebutuhan berbagai daerah, namun kenyataanya masih guru. uang SPP maka dan mendapatkan kurikulum perhatian lingkungan dan akan adalah kemampuan ada saja sekolah dasar yang memberikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beban keuangan yang tidak ringan kepada pada waktu yang lalu melontarkan ide wali murid. perlunya warna lokal pada kurikulum Untuk menghilangkan "repeaters" nampaknya pendidikan kita. Ide tersebut sangatlah tepat lebih sulit. Apalagi informasi berkenaan dengan dan perlu untuk mendapatkan support dan sebab-sebab ulang kelas ini sangat sedikit. Salah satu partisipasi dari para pendidik. Kebhinekaan usaha untuk menghilangkan ulang kelas adalah dengan menetapkan "automatic class promotion masyarakat kita yang tercermin dalam system". Dengan sistem ini anak didik setiap tahun banyak aspek kehidupan: lingkungan fisik, secara otomatis akan naik kelas. Sehingga nanti umur sosial anak didik akan menunjukkan kelasnya. Sudah barang diperhitungkan tentu kebijaksanaan ini harus diiringi dengan dan kurikulum. kebijaksanaan "remedial programs". Anak didik yang budaya, dalam Realitas perlu untuk pengembangan kebhinekaan ini, tidak bisa mengikuti pelajaran atau tertinggal harus merupakan dasar yang logis untuk me- mengikuti pelajaran tambahan. Kebijaksanaan ini ngembangkan kurikulum nasional untuk negara kita tidaklah mustahil, mengingat jumlah berwarna lokal. Kurikulum yang "murni murid sekolah dasar semakin kecil sebaliknya jumlah bersifat nasional" sulit untuk bisa diterima. guru berlebihan. Dengan semakin kecilnya rasio mu- Kurikulum rid guru, maka guru akan bisa mengenai dengan tepat yang demikian itu yang akan menghasilkan keterasingan pada sementara perkembangan anak didik. anak didik, sebab apa yang dipelajari di Dalam peningkatan mutu SD, masalah kurikulum, kualitas guru dan lingkungan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 229 ISSN 2502-8723 sekolah tidak relevan dengan lingkungan Usaha-usaha pengembangan kreatifitas sekelilingnya. Proses anak didik dan kecintaannya pada tanah air pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan lewat interaksi hendaknya lebih banyak menarik partisipasi Sebagaimana yang telah disinggung di para pendidik. Kalau di tingkat nasional depan, sekolah adalah merupakan "a mini pengembangan kurikulum lebih banyak society". Guru harus bisa memanipulasi dilakukan dan aktifitas dan interaksi anak didik untuk maka mengembangkan kreatifitas anak dan ke- pengembangan kurikulum lokal seyogyanya cintaan pada tanah air. Misalnya, bagaimana lebih banyak ditentukan oleh pendidik guru bisa memberikan kesempatan pada sendiri. anak didik untuk menentukan kegiatan olah administrator Selain para "perencana pendidikan", isi kurikulum terjadi di proses berwarna lokal dalam kurikulum nasional oleh yang pula sekolah. (intended raga yang akan dilaksanakan, apa yang curriculum) maka sistem pengajaran (the harus dilakukan pada anak yang tidak instructional clelivery system) perlu unfuk mengerjakan pekerjaan rumah, membuat mendapat peraturan-peraturan di kelas ataupun di luar perhatian. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar diarahkan untuk kelas. mengembangkan kreatifitas, kecintaan dan Hasil pendidikan di sekolah dasar loyalitas pada tanah air, dan critical thinking dipengaruhi pada diri anak didik. Untuk mencapai tujuan Penelitian-penelitian yang dilakukan baik di ini maka model Student Active Learning negara adalah merupakan metoda yang paling tepat. membuktikan statement di atas. Ada lima Kemampuan para guru sekolah dasar perlu aspek untuk berpengaruh ditingkatkan. Usaha-usaha Barat dari oleh lingkungan maupun lingkungan terhadap di keluarga. negara kita keluarga hasil yang pendidikan peningkatan kualitas guru sekolah dasar ini sekolah dasar. Pertama, pola perilaku anak harus mendasarkan pada kemampuan guru dan orang tua; kedua, bantuan dan petunjuk yang ada sekarang ini untuk diarahkan pada orang tua dalam belajar; ketiga, diskusi kemampuan yang diinginkan. Untuk ini antara orang tua dan anak; dan, keempat, perlu ada kegiatan "need of assessment" se- penggunaan bahasa di rumah, dan aspirasi hingga berdasarkan kegiatan itu bisa disusun pendidikan orang tua. "peta kualitas guru". Hal ini menghindarkan Anak dari kalangan keluarga di mana adanya "in service training" yang tidak ada struktur kegiatan memiliki prestasi yang tepat. Langkah yang lebih mendasar, adalah lebih baik daripada anak yang datang dari meningkatkan kualitas guru secara formal. kalangan keluarga yang tidak mempunyai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 230 ISSN 2502-8723 struktur kegiatan. Memiliki struktur kegiatan ruang-ruang kelas. Di luar sekolah pun berarti dalam keluarga tersebut ada jadwal proses ini berlangsung. Orang tua bisa kegiatan dan tanggung jawab anak secara menggunakan kesempatan kumpul sebagai jelas. Kapan waktu belajar, waktu bermain, media bagi anak untuk belajar. Anak-anak waktu membantu orang tua melakukan yang datang dari keluarga di mana sering pekerjaan Waktu-waktu melakukan diskusi antara anggota keluarga tersebut harus ditepati. Pelanggaran yang menunjukkan prestasi yang lebih balk dilakukan akan dapat mengakibatkan tidak daripada anak yang di rurnah tidak pernah dapat melihat TV, misalnya. berbincang-bincang dengan orang tua atau rumah tangga. Bantuan dan petunjuk orang tua bagi saudaranya. anak dalam kegiatan-kegiatan belajar sangat Prestasi anak yang datang dari diperlukan. Anak yang datang dari keluarga keluarga dimana komunikasi sehari-harinya di mana orang tuanya membantu dan menggunakan bahasa Indonesia (bahasa memberikan petunjuk belajar mempunyai yang digunakan di sekolah) lebih tinggi prestasi yang lebih baik daripada anak yang daripada prestasi anak yang di rumah tidak datang dari keluarga yang tidak mau tahu menggunakan tentang kegiatan belajar anaknya. Sekolah Penggunaan bahasa Indonesia di rumah akan bagi anak bukanlah merupakan kegiatan memperkaya yang gampang. Orang tua perlu memberikan Secara support dan dorongan agar anak bisa tetap kemampuan bahasa Indonesia di rumah. bahasa kemampuan langsung anak Indonesia. bahasa anak. mengembangkan pada interes dan kesenangan dalam belajar. Keluarga merupakan tempat di mana Anak akan sering menghadapi kesulitan anak bisa mendapatkan motivasi untuk dalam satu mata pelajaran tertentu atau belajar lebih. akan harapan pendidikan dan gaya hidup di masa menyebabkan anak patah semangat untuk depan. Orang tua mempunyai peranan yang belajar dan tidak jarang menyebabkan anak sangat mempunyai "self concept" yang jelek. motivasi dan aspirasi pendidikan anak. Usaha-usaha membesarkan hati manakala Orang tua seyogyanya mempunyai informasi anak menghadapi kesuiitan dan memberikan yang jelas tentang aktifitas anak di sekolah, pujian manakala anak mendapatkan prestasi mata pelajaran apa yang membuat anak yang baik sangat diperlukan bagi anak-anak senang dan tidak senang, di mana kelebihan sekolah dasar. dan kekurangan anak dalam belajar. Orang Kesulitan-kesulitan Kegiatan belajar anak pada hakekatnya tua tidak hanya berlangsung di sekolah atau di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG di dan besar mengembangkan dalam samping harapan- mengembangkan memberikan support seyogyanya juga memberikan standar yang 231 ISSN 2502-8723 harus dicapai oleh anak. Anak-anak yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di datang dari keluarga di mana orang tua rumah, dalam kaitannya dengan proses mengembangkan belajar anak di sekolah. motivasi dan aspirasi belajar anak, memiliki prestasi yang lebih Dengan kata, lain untuk peningkatan tinggi daripada anak yang datang dari kualitas pendidikan di sekolah dasar perlu keluarga di mono orang tua tidak pernah ada kerjasama yang erat antara orang tua mengembangkan dan guru, antara sekolah dan rumah. Orang motivasi dan aspirasi pendidikan anaknya. tua tahu apa yang terjadi di sekolah, Melihat hasil-hasil penelitian di atas, sebaliknya guru bisa memberikan maka usaha peningkatan kualitas pendidikan pengarahan apa yang seyogyanya dilakukan di sekolah dasar, khususnya, bisa dipisahkan oleh orang tua terhadap anak dalam rangka dan lingkungan keluarga. Orang tua tidak menunjang keberhaslian anak di sekolah. bisa 2. Permasalahan Sekolah Dasar menyerahkan secara 100% agar anaknya dididik di sekolah. Perlu ada a. Permasalahan Guru kerjasama antara sekolah dan orang tua Permasalahan pendidikan dapat dalam usaha meningkatkan kualitas sekolah. didekati dengan pendekatan macrocosmics Orang tua perlu mendapatkan informasi apa dan yang harus dilakukan di rumah untuk cosmics berarti permasalahan guru dikaji menunjang keberhasilan anak di sekolah. dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain di Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan luar guru. Hasil pendekatan ini adalah di Indonesia bisa dijadikan bahan untuk bahwa rendahnya kualitas guru dewasa ini di diinformasikan samping muncul dari keadaan guru sendiri kepada orang tua. Problemanya, siapa yang harus melakukan? Pembantu Pendekatan macro- juga sangat terkait dengan faktor-faktor luar Sekolah-sekolah mempunyai lembaga Badan microcosmics. guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyelenggaraan kualitas guru, antara lain: a) penguasaan Pendidikan (BP3). Sampai saat ini lembaga guru atas bidang studi, b) penguasaan guru tersebut secara atas untuk pendidikan guru, d) rekrutmen guru, e) belum maksimal, baru menghubungkan gedung. dimanfaatkan terbatas dana Sesungguhnya pembangunan guru, f) c) status kualitas guru di masyarakat, g) manajemen sekolah, h) ditingkatkan peranannya, dari pengumpul dukungan masyarakat, dan, i) dukungan uang pemerintah. gedung ini kompensasi pengajaran, bisa pembangunan BP3 metode menjadi pemegang peran mempertemukan apa yang Penguasaan guru atas bidang studi terjadi di sekolah dan apa yang seyogyanya yang akan diajarkan kepada para siswa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 232 ISSN 2502-8723 merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya. rekrutmen calon guru. Dapat dicatat bahwa Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja selama ini terdapat tiga bentuk kuri kulum guru ilmu yang mencerminkan fase pemikiran di pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih lingkungan lembaga pendidikan guru. Fase daripada itu, dengan materi bidang studi itu pertama ditunjukkan dengan kurikulum guru disiplin, pendidikan guru (IKIP, FKIP, dan STKIP) thinking, sebelum kurikulum IKIP 1984. Pada kurun mendorong kemampuan untuk belajar lebih waktu tersebut kurikulum pendidikan guru lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum ju- adalah rusan akan mentransformasikan akan menanamkan mengembangkan critical menanamkan yang sama di universitas. terkandung dalam ilmu pengetahuan itu Perbedaannya adalah pada mahasiswa sendiri Penguasaan pendidikan guru di samping memiliki bekal kemampuan guru di bidang metodologi bidang studi yang memadai, juga ditambah pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat dengan beberapa mata kuliah yang berkaitan bah-wa, dengan pada diri kemampuan nilai-nilai siswa. metode yang dalam didaktik khusus. Pada waktu pengajaran kalau diwujudkan dalam simbol diberlakukannya kurikulum pendidikan guru bagaikan angka "0". Artinya, betatapun 1984, terjadi perubahan yang mendasar. banyak kemampuan Mahasiswa pendidikan guru harus lebih metodologi pengajaran tidak memiliki nilai menekankan pada metode mengajar di- apa-apa, apabila tidak digabungkan dengan bandingkan angka lain 1, 2, 3 dan seterusnya sampai 9 bidang yang merupakan wwujud dari kemampuan mengherankan, kalau beban SKS di ling- penguasaan bidang studi. Dalam masalah kungan pendidikan guru didominasi oleh penguasaan materi bidang studi inilah mata kuliah pendidikan. Sebaliknya, mata kelemahan guru sangat menonjol. Suatu kuliah studi menunjukkan bahwa penguasaan bi- Ibaratnya, pada kurikulum 1984 ini cara dang studi para guru kalau diwujudkan memegang dalam skor yang terentang antara 0 - 10, IKIP/FKIP/STKIF terletak pada titik sekitar 7, dan untuk mata pendidikan guru dengan kurikulum 1984 pelajaran matematika dan IPA lebih rendah tidak lagi. seharusnya. Pada akhir tahun 1980-an dan tingginya Rendahnya penguasaan guru pada dengan studi. penguasaan Oleh bidang karena studi mampu mengajar tidak berkurang. diajarkan Hasilnya, di lulusan sebagaimana kembali terdapat perubahan kurikulum di bidang studi menurut Zamroni (2012) tidak lingkungan pendidikan lepas dari kualitas pendidikan guru dan kurikulum baru FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG itu jauh kapurpun materi 233 juga guru. Namun, menunjukkan ISSN 2502-8723 ambivalensi antara penekanan pada bidang sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi studi dan pada metode mengajar. Oleh tertentu. Implikasi kategori soft profession karena itu hasil pendidikan guru masih juga tidak diragukan, khususnya di bidang penguasaan menghasilkan bidang studi. tertentu melainkan dibekali dengan Sesungguhnya perubahan kurikulum menuntut pendidikan lulusan dapat dengan standar menuntut lulusan kemampuan minimal. pendidikan guru yang terjadi tidak bisa Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus dilepaskan begitu saja pada pemahaman ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas akan hakekat profesi guru. Apakah guru pekerjaannya sesuai dengan perkembangan diketagorikan sebagai hard profession atau masyarakat. Oleh karena itu, lembaga soft masing-masing inservice training bagi soft profession amat kategori memiliki implikasi yang berbeda penting. Barangkali, wartawan, advokat, dan terhadap lembaga dan program pendidikan guru merupakan contoh dari kategori profesi guru. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan ini. profession. Sebab, sebagai hard profession apabila pekerjaan Berdasarkan pemahaman bahwa tugas tersebut dapat didetailkan dalam perilaku guru merupakan soft profession, maka dan langkah-langkah yang jelas dan relatif diperlukan perubahan yang mendasar pada pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi proses pendidikan guru kita. Kualitas guru profesi ini adalah menghasilkan output pen- tidak bisa dilepaskan dari kompensasi yang didikan yang mereka Artinya, kualifikasi dapat distandarisasikan. status guru di masyarakat. Namun, kompensasi atau gaji seragam di manapun pendidikan itu ber- guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi langsung. Dengan kualifikasi ini seseorang ekonomi sudah mampu dan akan terus mampu perbandingan gaji guru antar negara akan melaksanakan secara tidak pas kalau tidak ditimbang dengan ke- mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. makmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Pekerjaan dokter merupakan contoh yang Malaysia lebih besar dibandingkan dengan tepat gaji guru di Indonesia, secara absolut. untuk profession. jelas dan dan tugas lulusan terima profesinya mewakili kategori hard Sebaliknya, kategori soft Namun, suatu negara. perbandingan manakala dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri diperbandingkan dengan pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan perkapita masing-masing. secara detail dan pasti. Sebab, langkah- karena itu, bukan hanya gaji yang penting langkah dan tindakan yang harus diambil, melainkan bagaimana dukungan masyarakat 234 negara gaji berbeda profession adalah diperlukannya kadar seni FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kedua akan Artinya, tersebut pendapatan Oleh ISSN 2502-8723 dan pemerintah bagi kesejahteraan dan tergantung pada kondisi dan situasi yang status guru. Lagu Guru Pahlawan Tanpa dipengaruhi oleh berbagai variabel. Oleh Tanda Jasa sangat mulia dan terhormat. karena itu keputusan tentang bagaimana Dalam setiap kesempatan wisuda sering lagu proses belajar mengajar harus dilaksanakan tersebut diperdengarkan, dan hadirin terbuai yang ditentukan dari atas sulit untuk dapat dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi diterima akal sehat. Sebab, justru guru yang guru sendiri akan lebih senang kalau lagu paling tahu apa yang harus dilakukan. Di diubah menjadi ―Guru Pahlawan Penuh pihak lain, dengan adanya ketentuan dari Tanda Jasa. Dengan demikian, kelak tidak pusat beban guru lebih ringan. Karena hanya muballigh yang ber-BMW atau kegagalan dalam mengajar bukan hanya Mercy, tetapi juga para guru. Namun, dikarenakan barangkali merupakan suatu kemustahilan, instruksi dari atas yang tidak jalan karena paling tidak untuk jangka pendek, untuk tidak cocok dengan keadaan di lapangan. merealisir kompensasi guru yang memadai Oleh karena itu, pemberian otonomi yang kalau hanya bersandarkan kepada anggaran lebih pemerintah. Barangkali, sudah masanya melaksanakan proses belajar mengajar akan untuk dipikirkan mobilisasi dana pendidikan memberikan rasa tanggung jawab lebih atau dana kesejahteraan guru yang berasal besar kepada guru. Rasa tanggung jawab ini dari masyarakat. Kalau untuk keperluan lain mutlak diperlukan dalam meningkatkan dana mudah diperoleh misalnya untuk kualitas guru. prestasi olah raga, mengapa tidak bagi Dengan besar olehnya tetapi kepada pendekatan juga guru oleh dalam microcosmics prestasi guru? Di sinilah letaknya, partisipasi dapat dideskripsikan bahwa keberhasilan orang tua dan dukungan masyarakat mutlak guru sangat tergantung pada kemampuan diperlukan untuk meningkatkdn kualitas dan dedikasi guru di satu pihak dan motivasi guru. dan usaha keras dari siswa di pihak lain. Kualitas guru yang ditunjukkan oleh Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan kualitas kerja tidak dapat dilepaskan dari proses belajar mengajar juga harus mampu manajemen membangkitkan semangat untuk berprestasi pendidikan pendidikan. yang Manajemen sentralistis, dengan di kalangan siswa. Tugas tersebut tidak menempatkan peng ambilan keputusan di ringan mengingat karakteristik yang melekat tangan-tangan yang jauh dari guru tidak pada pekerjaan guru. Karakteristik pertama menguntungkan bagi usaha meningkatkan adalah pekerjaan guru bersifat individual kualitas kerja guru. Sebab, pelaksanaan dan cenderung noncollaborative. Kedua, proses belajar mengajar di kelas sangat pekerjaan guru dilakukan di ruang-ruang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 235 ISSN 2502-8723 kelas yang terisolir dalam jangka waktu tetapi memiliki dedikasi tinggi, 4) ekonomi yang lama. Ketiga, ini merupakan akibat cukup, tidak mampu dan tidak memiliki pertama dan kedua, waktu guru untuk dedikasi, 5) ekonomi kurang, tetapi mampu berdialog akademik dengan sesama guru dan penuh dedikasi, 6) ekonomi tidak sangat terbatas. Karakteristik kerja guru ini mampu, tidak memiliki dedikasi tetapi menyebabkan guru merupakan pekerjaan mampu, 7) ekonomi kurang, tidak mampu yang tidak pernah mendapatkan umpan tetapi memiliki dedikasi tinggi, dan, 8) balik. Tanpa adanya umpan balik sulit bagi ekonomi kurang, tidak mampu dan tidak guru untuk dapat meningkatkan kualitas memiliki dedikasi. profesinya. Umpan balik merupakan sesuatu Sudah barang tentu, kebijakan dan yang diperlukan oleh guru. Untuk itu, guru program peningkatan kualitas guru dalam perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar tidak melakukan mungkin secara spesifik mendasarkan pada self reflection, untuk mengevaluasi apa yang telah dilaksanakan kategorisasi dan bagaimana hasilnya. gambaran kategori tersebut perlu untuk Analisis dengan gabungan pendekatan macrocosmics Betapapun juga, direnungkan dalam membenahi dan menata microcosmics, guru dewasa ini. Paling tidak, upaya menunjukkan bahwa persoalan guru dapat peningkatan kualitas guru dengan penataran dikategorikan ke dalam berbagai kelompok. untuk Mengikuti yang cukup. Sebab, masih ada faktor lain yang dikembangkan Boediono mengelompokan perlu sentuhan, yakni semangat dedikasi sasaran wajib belajar menjadi 8 kelompok guru dan kesejahteraannya. berdasarkan dan tersebut. model kemampuan analisis ekonomi dan meningkatkan kemampuan tidak a. Permasalahan Kebijakan aspirasi pendidikan orang tua, persoalan Kebijakan dan program peningkatan guru dapat dikategorikan berdasarkan tiga kualitas guru doalam melaksanakan proses variabel: ekonomi dengan predikat cukup belajar mengajar harus menyentuh tiga dan kurang, kemampuan dengan predikat aspek sebagaimana dikemukakan di atas: mampu dan tidak mampu, dan variable de- aspek kemampuan, aspek semangat dan dikasi dengan predikat penuh dedikasi dan dedikasi, kurang dedikasi. Dengan demikian terdapat Kebijakan yang tidak lengkap, yang tidak delapan kelompok guru: 1) ekonomi cukup, mencakup ketiga aspek tersebut cenderung mampu dan dedikasi tinggi, 2) ekonomi akan mengalami kegagalan. cukup, mampu, tetapi tidak memiliki Kebijakan dedikasi, 3) ekonomi cukup, kurang mampu, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dan aspek untuk kesejahteraan. meningkatkan kualitas guru harus banyak bertumpu pada 236 ISSN 2502-8723 inisiatif dan kemauan yang datang dari pihak Sekolah harus meletakkan orang tua dan guru sendiri. Dengan kata lain guru sebagai masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan subjek Untuk konsumen harus ditempatkan pada prioritas pengembangan kemampuan guru untuk paling tinggi. Untuk itu, sekolah di bawah belajar (bukan mengajar) sangat penting. pimpinan kepala sekolah harus dapat bekerja Kemampuan belajar mencakup kemampuan secara mandiri. Sekolah harus dijiwai watak untuk membaca dan mengkaji fenomena ekonomi, kerja efektif dan efisien. Dalam masyarakat kemampuan kaitan inilah, school site based management untuk menentukan bahan yang relevan dan merupakan suatu tuntutan dasar dalam perlu.untuk dikaji, dan, kemampuan untuk upaya peningkatan kualitas sekolah. Dengan mencari sumber pengetahuan. Dalam kaitan sistem manajemen ini otoritas sekolah ini suatu mekanisme atau prosedur untuk semakin besar, termasuk tanggung jawab munculnya umpan balik bagi guru sangat memajukan sekolah. Semakin besar otoritas penting artinya. Salah satu yang mungkin dan tanggung jawab ini pada giiirannya akan dilaksanakan adalah membekali guru dengan rneningkatkan kesadaran pada diri guru kemampuan untuk bukannya secara objek. efisien, untuk melakukan self reflection, lewat action research. memberikan yang terbaik bagi siswanya. Kemampuan untuk belajar ini akan Upaya peningkatan kualitas guru untuk dapat terus hidup dan tumbuh subur meningkatkan kualitas lulusan harus disertai manakala guru memiliki cukup ruang untuk dengan peningkatan kesejahteraan guru. berinisiatif dan berimprovisasi. Untuk itu Prinsip school site based management me instruksi, juklak dan juknis yang berkaitan nuntut partisipasi dari pihak orang tua siswa dengan pengajaran harus diminimalkan, dan masyarakat lebih besar. Partisipasi yang kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali. pertama berkaitan dengan upaya mobilisasi Perluasan otoritas guru ini harus pula dana pendidikan, dan partisipasi kedua diiringi adalah dengan mengembangkan kebijakan aktivitas mereka dalam ikut accountabilitas memikirkan kemajuan sekolah. Oleh karena sekolah yang jelas dan transparan. Sekolah, itu, sistem kerjasama orang tua dan sekolah termasuk guru harus menyusun program dan perlu dikembangsuburkan. target kegiatan sistem untuk yang jelas dan Dalam mobilisasi dana pendidikan dikomunikasikan kepada orang tua siswa akan terjadi ketimpangan antara satu sekolah dan masyarakat. Hasil kerja sekolah atas dengan sekolah lain, sebagai akibat adanya pencapaian target harus dapat dievaluasi perbedaan dengan jelas oleh orang tua dan masyarakat. kecenderungan bahwa semakin berkualitas FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 237 kualitas sekolah. Terdapat ISSN 2502-8723 suatu sekolah maka akan semakin besar melainkan kemampuan sekolah untuk memobilisasi senantiasa berinteraksi dengan lingkungan, dana pendidikan dari kalangan orang tua baik sosial, poli tik, budaya, ekonomi, dan siswa dan masyarakat. Sudah barang tentu agama. hal ini tidak perlu untuk dicegah. Yang meningkatkan penting adalah alokasi anggaran pendidikan kualitas guru para pemegang kebijakan di pemerintah bidang perlu disesuaikan dengan proses Oleh pendidikan karenanya, kuaiitas pendidikan akan dalam usaha pendidikan harus dan senantiasa kondisi sekolah masing-masing. Anggaran mengkaji dan memahami perkembangan pemerintah seyogyanya diarahkan ke seko- masyarakat. lah-sekolah yang tidak mampu memobilisasi masyarakat lingkungan di mana pendidikan dana disebabkan kemampuan orang tua senantiasa bereaksi merupakan sesuatu yang siswa yang rendah. tidak ringan, untuk tidak mengatakan hal itu Usaha yang tiada pernah mengenal sebagai mengkaji sesuatu dan yang memahami berat. Tetapi akhir bagi suatu negara adalah usaha untuk persoalannya akan semakin pelik, karena meningkatkan kemakmuran bangsanya. Hal apa yang dinamakan dengan lingkungan itu dikarenakan pada hakekatnya apa yang masyarakat dinamakan kemakmuran tidak ada batasnya. cepat. Sir Charles P Snow, Filosof dan Negara yang sudah sedemikian maju pun, sastrawan berkebangsaan Inggris, dalam seperti Jepang, Jerman dan Amerika Serikat, suatu karya klasiknya The Two Cultures misalnya, masih juga berjuang keras untuk memberikan gambaran kecepatan perubahan mencapai tingkat kemakmuran yang lebih yang tinggi. Khususnya negara-negara sedang menyatakan "bahwa selama sejarah umat berkembang, nampaknya harus berusaha manusia sampai abad ini tingkat perubahan lebih keras dalam upaya meningkatkan sosial sangat lambatnya sehingga perubahan kemakmuran Suatu dapat berlangsung tanpa kita ketahui. Tetapi keuntungan bagi negara negara sedang lambatnya perubahan sosial tidak akan berkembang termasuk Indonesia, adalah bisa terjadi lagi. Perubahan sosial dimasa datang mengambil pelajaran dari apa yang dialami / depan akan berlangsung sangat cepat. oleh negara negara yang sudah terdahulu Begitu mengalami kemajuan. imajinasi masrarakatnya. b. Permasalahan senantiasa terjadi di masa cepatnya kita berubah depan perubahan sekalipun dengan dengan sehingga tidak kuasa mengikutinya (Zamroni, 2012)". Tuntutan Setiap perubahan sosial yang terjadi Perubahan Proses pendidikan tidak berlangsung membawa problema baru di masyarakat. dalam suasana yang steril dan vakum, Untuk menghadapi problema-problema baru FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 238 ISSN 2502-8723 tersebut masyarakat menuntut pembaharuan Economic Community/AEC) 2015, akan pendidikan dan kualifikasi baru untuk guru. diarahkan kepada Dengan demikian, pembaharuan harus pula integrasi ekonomi dilaksanakan mengurangi biaya transaksi perdagangan, pada lembaga pendidikan guru. memperbaiki pembentukan fasilitas kawasan sebuah dengan perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor PENDIDIKAN DASAR UMKM (Kemenkop UKM, 2015). DAN Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ASEAN merupakan bangsa-bangsa Asia beranggotakan 10 gabungan Tenggara untuk menciptakan pasar tunggal dan basis yang produksi yang stabil, makmur, berdaya saing (Indonesia, tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dengan regulasi efektif untuk perdagangan Brunei Laos, dan investasi, yang di dalamnya terdapat Myanmar, Kamboja dan Timor Leste) arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, memiliki pandangan terbuka, hidup dalam dan modal serta difasilitasinya kebebasan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja. negara Darussalam, Vietnam, serta terikat bersama dalam kemitraan dalam Implementasi AEC 2015 akan pembangunan yang dinamis. Untuk itu, pada berfokus pada sektor prioritas, yang terdiri tahun 2003, para pemimpin ASEAN telah atas 7 (tujuh) sektor barang (industri bersepakat suatu pertanian, peralatan elektonik, otomotif, ―masyarakat ASEAN‖ pada tahun 2020. perikanan, industri berbasis karet, industri Dalam perkembangannya para pemimpin berbasis kayu, dan tekstil) dan 5 (lima) Negara anggota mempertegas komitmennya sektor jasa (transportasi udara, pelayanan dan kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri untuk memutuskan membangun untuk mempercepat pembentukan masyarakat ASEAN pada teknologi informasi atau e-ASEAN). tahun 2015. Selanjutnya menurut Gayatri (2014), Pembentukan Komunitas ASEAN keduabelas sektor prioritas dalam 2015 berlandaskan pada 3 pilar, yaitu perdagangan barang dan jasa ini dapat Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN diunggulkan dalam pasar bebas ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ASEAN (ASEAN Economic Community), mulai 2015. Ke-12 sektor tersebut terdiri dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN atas delapan sektor perdagangan barang dan (ASEAN empat sektor dalam bidang jasa. Sektor Socio-Cultural Community). Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG perdagangan 239 barang mencakupi bidang ISSN 2502-8723 pertanian, perikanan, industri karet, industri memberikan peringatan kepada kita, bahwa kayu, industri tekstil dan pakaian, otomotif, Indonesia masih perlu mempersiapkan diri elektronik, serta teknologi informasi dan secara lebih serius menghadapi MEA. Posisi komunikasi. Sementara itu, empat sektor kita akan aman jika berada pada posisi perdagangan ketiga setelah Singapura, Malaysia atau jasa mencakup bidang kesehatan, pariwisata, perhubungan udara, paling tidak ke empat dibawah Thailand. dan logistik. Untuk bidang kesehatan, ada Dunia pendidikan Indonesia perlu tiga subsektor yang diklasifikasikan, yakni menyiapkan tenaga kerja yang dibutuhkan kedokteran umum, kedokteran gigi, dan dalam upaya menghadapi tantangan ini ke keperawatan. depan. Berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun Adapun sektor tenaga kerja yang 2014 tentang peningkatan nasional medical (dokter dan obat); (2) perawat masyarakat (nurses); menegaskan bahwa pengembangan tenaga architekture, engenering rangka saing akan bersaing di dalam MEA adalah (1) (3) dalam daya ekonomi ASEAN, negara (tenaga ahli); (4) dental (dokter gigi); (5) kerja accounting (akuntan); (6) surveyor (tenaga peningkatan daya saing tenaga kerja dan survai); dan (7) tourisme (pariwisata). peningkatan kompetensi dan produktivitas Dalam konteks tenaga terampil sebagai tenaga kerja (Kementerian Sesneg, 2015). tenaga kerja dalam bursa tenaga kerja MEA, Dalam upaya daya saing dan kompetensi posisi Indonesia masih perlu ditingkatkan. inilah, maka peran pendidikan dasar menjadi Sebagai bahan kajian mendalam Indonesia menghadapi difokuskan pada sangat penting. dapat disajikan data Badan Pusat Statistik KESIMPULAN (BPS) menunjukkan tahun 2013 jumlah Kemajuan ekonomi ini tidak seiring tenaga kerja pendidikan dasar dan tanpa dengan kemajuan pendidikan meskipun ada pendidikan mencapai 35, 88 juta orang. hubungan Indeks pembangunan manusia atau Human pertumbuhan ekonomi. Indonesia berada Development Index (HDI) Indonesia juga pada posisi yang perlu mempersiapkan diri masih rendah. Dari 182 negara di dunia, secara Indonesia berada di urutan 111. Sementara menghadapi di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada ekonomi ASEAN. Indonesia memerlukan di urutan enam dari sepuluh negara ASEAN. sumberdaya manusia dalam jumlah dan Posisi mutu yang memadai sebagai pendukung HDI Indonesia masih dibawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura (Kahfi, 2015). Data FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG antara lebih serius pendidikan untuk berlakunya dan bersaing masyarakat utama pembangunan dibidang ekonomi. ini 240 ISSN 2502-8723 Nomor 69. Diakses pada 29 Maret 2016 pada laman: http://www.bbc.com/indonesia/majala h/2015/05/150513 Gayatri, Mentari Dwi. (2014). Indonesia Miliki 12 Sektor Prioritas Hadapi MEA. Dapat diakses di lamanhttp://www.antaranews.com/beri ta/ Goleman, D. (1996). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Halstead, J. Mark dan Taylor, Monica J. (2000). ―Learning and Teaching about Values: A Review of Recent Research.‖ Cambridge Journal of Education. Vol. 30 No.2, pp. 169-202. Kahfi, Sahibul, (2015). Indonesia Menyapa MEA. Dapat diakses melalui laman: http://www. kompasiana.com/www.kompasiana.co msahibulkahfi/indonesia-menyapamea_5535a27b6ea834b80fda430d. Pujiastuti, Lani (2015) Ekonomi RI Peringkat Tiga Besar di G20. Artikel: Majalah Finance.detik.com: Diakses 1 April 2015 di laman: Puhttp: //finance.detik.com/read/2015/08/27/1 13636/3002715/5 Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Dapat diakses di laman: http://rumahinspirasi.com/18-nilaidalam-pendidikan-karakter-bangsa/ Kelompok Kerja MEA, Kemenkop UKM. (2015). Diakses pada tanggal: 18 Nopember 2015 dari laman: http:www.depkop.go.id/index.php? Kementerian Sekretariat Negara, (2015). Inpres Nomor 6 Tahun 2014 tentang peningkatan daya saing nasional dalam rangka menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN. Supriyanto dan Noor, HM Tauchid, (2016) Penguatan pendidikan karakter dalam rangka menghadapi pasar terbuka Masyarakat Ekonomi ASEAN. Makalah Seminar Nasional : Proses pendidikan di sekolah dasar menempati posisi yang sangat vital dan strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan dalam melaksanakan pendidikan di tingkat dasar ini akan berakibat fatal untuk pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya, keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan membuahkan keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Ada tiga hal mendesak yang perlu dilakukan dalam rangka menyiapkan pendidikan dasar yang baik, pertama : pentingnya peningkatan kualitas sekolah dasar, kedua: pentingnya mengatasi permasalahan sekolah dasar yang meliputi (1) permasalahan guru, (2) permasalahan kebijakan dan (3) permasalahan tuntutan perubahan. Dunia pendidikan dasar perlu menyiapkan lulusan yang kokoh yang dibutuhkan dalam tantangan perubahan Pengembangan upaya tenaga menghadapi ke depan. kerja Indonesia difokuskan pada peningkatan daya saing tenaga kerja dan peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja yang perlu disiapkan sejak di sekolah dasar. Dalam upaya daya saing dan kompetensi inilah, maka peran pendidikan dasar menjadi sangat penting. DAFTAR PUSTAKA Coughlan, Sean (2015 ): Asia Peringkat Tertinggi Sekolah Global, Indonesia FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 241 ISSN 2502-8723 Penguatan Pendidikan Karakter Pancasila di Sekolah dan Perguruan Tinggi, FIP Universitas Kanjuruhan Malang, 16 Januari 2016. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Zamroni. (2102). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 242 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Ninik Indawati Prodi Pend. Ekonomi-Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Kanjuruhan Malang Email: [email protected] Abstrak Investasi dalam bidang pendidikan tidak semata mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih luas yaitu perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi tercapai apabila SDM memiliki etika, moral, tanggung jawab, adil, jujur, dan terbentuknya perilaku atau karakter yang anti terhadap korupsi. Ini merupakan pondasi penting, yang perlu ditanamkan sejak dini kepada peserta didik. Temuan yang terjadi, pendidikan jauh dari nilai moralitas kemanusiaan. Dalam keterpautan ekonomi, pendidikan hanya menjadi lembaga pengeruk keuntungan, tidak peduli kepada kemiskinan bangsa. Permainan kekuasaan dan ekonomi telah membawa pendidikan bangsa ke lembah keterpurukan. lembaga pendidikan harus membangun ideologi kehidupan anti korupsi, diantaranya menempatkan pendidikan sebagai sarana membentuk karakter. Kata kunci: peserta didik, PBM, anti korupsi Pendidikan merupakan suatu proses kompleks, dan untuk mencapainya perlu membina dan mengantarkan peserta didik didukung oleh semua unsur/pihak yang untuk menemukan jati dirinya. Dalam memiliki tanggung jawab. undang-undang sistem pendidikan nasional Pendidikan sebagai sistem yang no. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa terintegrasi memerlukan tanggung jawab pendidikan adalah usaha sadar, terencana bersama untuk melaksanakannya. Hal ini untuk mewujudkan suasana belajar dan merupakan proses pembelajaran agar peserta didik kebangsaan suatu negara. Jika pemimpin secara aktif mengembangkan potensi dirinya dari untuk menyakinkan memiliki kekuatan spiritual pencerminan suatu negara nilai-nilai menampilkan nilai-nilai yang dan positif, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dipastikan masyarakat akan memberikan kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan apresiasi yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa menjalankan semua yang terkait dalam dan sistem. negara. tersebut Rumusan memiliki makna undang-undang yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG cukup dan Dengan akan mentaati sistem yang serta baik memastikan tujuan suatu bangsa yaitu 243 ISSN 2502-8723 masyarakat adil dan sejahtera dapat tercapai. sistematis dengan rekayasa yang canggih Namun yang dan memanfaatkan teknologi modern. Kasus dibangun didasarkan oleh kepentingan dari terjadinya korupsi dari hari ke hari kian unsur-unsur atau pihak-pihak tertentu, maka marak. Hampir setiap hari berita tentang dipastikan akan terjadi kesenjangan yang korupsi menghiasi berbagai media. Korupsi bermuara dianggap biasa dan dimaklumi banyak sebaliknya, pada jika sistem ketidakpastian dan ketidakadilan. Kesenjangan yang terjadi orang, sering membedakan mana perbuatan korup dan terkait dengan masalah sosial ekonomi dan kedudukan dalam hukum. sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi dan beberapa instansi anti korupsi lainnya, masalah umum dan krusial yang mendera namun faktanya negeri ini masih menduduki negara-negara, negara ranking berkembang, termasuk Indonesia. Dan tak didunia. dipungkiri, hukum sulit merupakan dapat maupun masyarakat mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun Persoalan kesenjangan baik sosial ekonomi sehingga khususnya kesenjangan tersebut atas Hasil sebagai negara survei terkorup Transparancy disebabkan oleh nilai dan moral yang International pada Tahun 2013 menunjukkan dimiliki oleh setiap unsur dalam negara. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada di Salah satu akibat yang muncul secara negatif peringkat 114 dari 177 negara. Sekarang dari nilai dan moral adalah korupsi. Indonesia sama dengan Djibouti (negara di Masalah korupsi bukan hal baru Afrika Timur), dan di ASEAN Indonesia dalam persoalan hukum dan ekonomi suatu kalah negara karena masalah korupsi telah ada Thailand, dan setara dengan Vietnam dan sejak dahulu kala, baik di negara maju Timor Leste (Transparansy International, maupun 2013). negara berkembang termasuk dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Bahkan perkembangan masalah Upaya pemberantasan korupsi oleh korupsi di Indonesia saat ini telah dianggap pemerintah telah dituangkan dalam Inpres sebagai persoalan luar biasa dikarenakan RI oleh peningkatan jumlah dan penyebarannya pencegahan dan pemberantasan korupsi, hingga ke lapisan masyarakat bawah. namun hal tersebut belum juga dapat Korupsi, 2011 tentang aksi memberikan efek jera. Pengaruh yang permasalahan serius di negeri ini. Kasus ditimbulkan oleh korupsi saat ini telah korupsi menyentuh jumlahnya, tidak berkembang sudah Tahun menjadi sudah kini No.17 terhitung dengan lagi pesat, bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius yang meluas di mana-mana dan terjadi secara FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG berbagai dapat 244 membahayakan stabilitas dan ISSN 2502-8723 keamanan masyarakat, merusak nilai-nilai demokrasi dan Pendidikan justru melahirkan para moralitas serta pembangunan sosial kekuasaan. Pendidikan tidak lagi netral dan ekonomi suatu negara, yang secara otomatis sudah menjadi ajang pertarungan kekuasaan membuat negara, penuh interest dan konflik. Pendidikan tidak mengganggu sendi-sendi demokrasi dan objektif dan sering kali penuh muatan proses pembangunan. Kompleksitas masalah kepentingan ideologis, sehingga pendidikan korupsi terkait dengan masalah moral atau berubah dari sarana mencari kebenaran dan sikap mental, pola hidup, kebudayaan dan autentisitas lingkungan tuntutan pembenaran dan arena pencarian jati diri ekonomi dan kesejahteraan sosial-ekonomi, semu dan abstrak. Pendidikan jauh dari nilai struktur/sistem ekonomi, budaya politik, moralitas kemanusiaan. Dalam keterpautan mekanisme ekonomi, membahayakan kerugian sosial, bagi masalah pembangunan, koruptor birokrasi karena terjebak diri sebagai manusia pendidikan alat menjadi hanya menjadi dibidang pelayanan publik dan keuangan lembaga pengeruk keuntungan, tidak peduli (Barda N.A, 2005). pada kemiskinan bangsa. Permainan Kondisi seperti itu perlu disikapi kekuasaan dan ekonomi telah membawa dengan melakukan berbagai upaya untuk pendidikan bangsa ke lembah keterpurukan. menanggulangi masalah korupsi yang sudah Dari mengakar, meluas, dan menggejala di dilakukan Indonesia. Pada tahun 2012 Kemendikbud membangun dan korupsi, diantaranya sebenarnya sudah menyepakati kerjasama pendidikan sebagai menerapkan karakter (Siti, M.H, 2014). Komisi Pemberantasan pendidikan anti Korupsi korupsi. fenomena Namun kesepakatan ini belum sepenuhnya demikian, lembaga yang harus pendidikan ideologi adalah kehidupan menempatkan sarana Pendidikan membentuk anti korupsi menjadi komitmen bersama seluruh bangsa, sesungguhnya padahal mencegah tindak pidana korupsi. Jika program tersebut merupakan sangat anti Komisi tepat menjadi blue print konsep dan beberapa instansi anti korupsi lainnya implementasi pendidikan karakter, guna menangkap para koruptor, maka pendidikan membentuk pribadi berintegrasi (character anti korupsi juga penting guna mencegah education for integrity). Pendidikan anti adanya korupsi sangat tepat demi masa depan pelajaran akhlak, moral dan yang lainnya. bangsa Pelajaran akhlak penting guna mencegah berkeadilan (justice for suistanable future). FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG terjadinya 245 koruptor. Korupsi guna gebrakan besar dunia pendidikan. Ini sangat yang Pemberantasan penting Seperti kriminalitas. dan pentingnya Begitu halnya ISSN 2502-8723 pendidikan anti korupsi itu penting guna nyata mencegah aksi korupsi. mengupayakan Pendidikan anti korupsi harus dari pendidikan. semua pihak untuk peningkatan Upaya mutu peningkatan mutu diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam pendidikan dapat dilakukan baik secara proses pembelajaran dari tingkat pendidikan formal, non-formal, dan informal. Secara dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal formal, jenjang pendidikan dasar, menengah ini sebagai upaya membentuk perilaku dan peserta didik yang anti korupsi. Pendidikan merupakan sarana yang dilakukan untuk anti korupsi ini diberikan melalui suatu mata menghasilkan pelajaran terbaik. tersendiri, atau dengan cara atas mengintegrasikan melalui beberapa mata maupun pendidikan mutu tinggi pendidikan yang korupsi harus Pemberantasan pelajaran. Inti dari materi pendidikan anti dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur korupsi ini adalah penanaman nilai-nilai masyarakat, termasuk perguruan tinggi dan luhur yang terdiri dari sembilan nilai yang mahasiswa. Perguruan tinggi dan mahasiswa disebut dengan sembilan nilai anti korupsi. diharapkan dapat berperan aktif dalam yaitu: tanggung jawab, disiplin, jujur, upaya pencegahan korupsi, didukung juga sederhana, mandiri, kerja keras, adil, berani, dengan pasal 33 UUD 1945 dimana dan peduli (Kemendikbud, 2012). demokrasi ekonomi masyarakatlah yang Dalam Rencana Pembangunan kemakmuran diutamakan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa kemakmuran Timur tahun 2009-2014 pada program berperan sebagai agen perubahan (agent of pendidikan, menempatkan peningkatan change ) dan motor penggerak gerakan anti aksesbilitas dan pendidikan. korupsi di masyarakat. kualitas Berbagai upaya pembangunan pendidikan, Implikasi orang-seorang, bukan teori Piaget dengan terhadap termasuk wajib belajar pendidikan dasar pendidikan, menurut teori Piaget mengenai sembilan tahun yang dicanangkan perkembangan tahun 1994 dilaksanakan pada untuk kognitif mendefinisikan intelegensi, pengetahuan, dan hubungan meningkatkan taraf pendidikan penduduk dengan lingkungannya. Jawa Timur, namun sampai saat ini masalah setiap organisme hidup cenderung untuk rendahnya tingkat pendidikan penduduk dan melakukan adaptasi dan organisasi. Dalam juga proses adaptasi dan organisasi terdapat 4 rendahnya kualitas pelayanan pendidikan masih merupakan isu strategis konsep pembangunan pendidikan, akomodasi, dan ekuilibrasi. Perkembangan sehingga sangat diperlukan operasionalisasi kognitif individu meliputi empat tahap: (1) di bidang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 246 dasar yaitu Menurut Piaget skema, asimilasi, ISSN 2502-8723 Periode sensory motor (usia 0-2 tahun), (2) diimplementasikan sekaligus menjadi roh Periode pre operasional (usia 2-7 tahun), (3) pembelajaran karakter yang baik. Periode operasional konkret (usia 7-11 Saat ini, urgensi pendidikan karakter tahun), (4) Periode operasional formal (usia menjadi bahan perhatian sebagai respon atas 11-15 tahun). Implementasi teori Piaget berbagai persoalan bangsa terutama masalah terhadap pendidikan: (1) Memfokuskan pada dekadensi moral seperti korupsi, kekerasan, proses berfikir atau proses mental anak tidak perkelaian antar pelajar, bentrok antar etnis sekedar pada produknya, (2) Pengenalan dan dan perilaku seks bebas yang cenderung pengakuan atas peranan anak-anak yang meningkat. Fenomena tersebut menurut penting sekali dalam inisiatif diri dan (Tilaar, 2000) merupakan salah satu ekses keterlibatan kegiatan dari kondisi masyarakat yang sedang berada pembelajaran, (3) Tidak menekankan pada dalam masa transformasi sosial menghadapi praktek-praktek era globalisasi, yang mana globalisasi aktif dalam yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa disebabkan dalam pemikirannya, dan (4) Teori Piaget kemajuan ekonomi dan kecanggihan sarana mengasumsikan anak informasi yang telah membawa dampak berkembang melalui urutan perkembangan positif sekaligus dampak negatif bagi bangsa yang sama, namun mereka memperolehnya Indonesia. bahwa seluruh dengan kecepatan yang berbeda, (Jauhar, M, perkembangan teknologi, Kehidupan berbangsa dan bernegara 2011). saat ini sangat memprihatinkan, baik dari Pendidikan merupakan suatu kunci keberhasilan bagi sebuah aspek sosial politik, ekonomi maupun bangsa. budaya. Dari segi ekonomi sangat Pendidikan dapat menjadikan sebuah bangsa kapitalistik, yaitu semakin menciptakan menjadi bangsa yang tangguh, mandiri, pemisah antara kaya dan miskin, antara berkarakter, dan berdaya saing. Karena baik rakyat dan pejabat, antara penguasa dan buruknya pendidikan sebuah bangsa dapat yang dikuasai, dan politik misalnya sangat menentukan liberal. kualitas baik buruknya Dari aspek sosial budaya, semakin tidak berdaya pembangunan manusia yang ada di suatu masyarakat bangsa, serta menuntut langkah-langkah menghadapi gempuran politik liberal dan strategis guna menghentikan laju degradasi ekonomi moralitas dan karakter bangsa seperti yang kekuatan sosial budaya tercerabut dari akar- dikatakan akar historisnya, (Effendy, C, 2003). semestinya (Aziz, H.A, pendidikan 2011) sudah karakter Manusia kesenangan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kapitalistik, 247 dan hidup yang berakibat untuk kepuasan, mencari karena itu ISSN 2502-8723 merupakan dasar dari sifat manusia. Contohnya, pada saat ini kemajuan teknologi informasi berbagai macam masyarakat telah gaya terutama maupun masyarakat. Pola kehidupan yang mewah menawarkan hidup seorang pendidik, dapat menjadi masalah besar dalam keteguhan kepada kepada bagi memberikan penyampaian pembelajaran generasi kepada didikannya. Sejatinya, pola hidup muda/remaja. Para remaja berlomba-lomba mewah dapat membawa pendidik terjerumus untuk mengikuti tren gaya hidup untuk dalam penyuapan maupun korupsi, dan pola mencapai kepuasaan pribadi yang kadang- kehidupan yang mewah sebisa mungkin kadang menjerumus kepada hal-hal yang dihindari. bersifat negatif. Pemerintah Budaya hedonisme telah mendorong pertanggungjawaban banyak orang memiliki suatu barang atau rakyat, mencari kepuasaan dimana suatu barang dan mendistribusikan, kepuasaan pemenuhan tersebut bukanlah memegang keperluan atas beban yang atau kepentingan memproduksi, menjual kebutuhan alat masyarakat utama dalam kehidupan. Selain itu budaya berbentuk jasa publik dan layanan sipil. hedonisme hanyalah membuat kesenagan Sejalan dengan itu tugas pemerintahan individu, adalah untuk dalam mengahadapi budaya melayani dan mengatur hedonisme yang sangat banyak membawa masyarakat, bahwa tugas pelayanan lebih efek atau pengaruh negatif dalam kehidupan menekankan bermasyarakat. Memilih gaya hidup/budaya kepentingan umum, mempermudah urusan hedonis sesungguhnya tidak akan pernah publik dan memberikan kepuasan kepada membawa kebahagiaan dan kepuasan dalam publik, sedangkan tugas mengatur lebih hidup, (Bertens, K, 2002). menekankan kekuasaan yang melekat pada Dalam UU nomor 20 tahun 2003, upaya mendahulukan posisi jabatan birokrasi. pendidik merupakan tenaga profesional yang Fakta empiris yang dapat dicermati bertugas merencanakan dan melaksanakan terkait korupsi dan relevansinya dengan proses tindakan pembelajaran, menilai hasil ekonomi: bahwa korupsi pembelajaran, melakukan pembimbingan mempersulit pembangunan ekonomi dan dan pelatihan, serta melakukan penelitian mengurangi dan pengabdian kepada masyarakat. Maka pemerintahan, antara lain dengan membuat dari itu, menjadi pendidik merupakan tugas distorsi (kekacauan) dan ketidakefisienan yang tentang yang tinggi. Sebagai contoh dalam sektor memberi ilmu pengetahuan dan pengabdian privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga antar sesama manusia, baik itu anak didik karena kerugian dari pembayaran ilegal, mulia karena mencakup FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 248 kualitas pelayanan ISSN 2502-8723 ongkos manajemen dalam negoisasi dengan menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi pejabat korup. Walaupun terdapat pendapat dan yang menyatakan mengurangi menjadi lebih mahal bahwa korupsi sebagai dampak adanya ongkos manajemen (niaga) dengan seperti ongkos mempermudah harga-harga birokrasi. Sedangkan di dipaparkan di atas. Akibatnya muncul banyak pengemis, pengangguran, sektor publik korupsi menimbulkan distorsi pemerasan, dengan mengalihkan investasi publik ke sumber proyek-proyek masyarakat, dimana suap dan memenuhi kebutuhan dan mempertahankan upah tersedia lebih banyak. Baik di sektor hidup. privat maupun publik, dimungkinkan hingga pembunuhan utamanya adalah yang uang untuk Dari contoh tersebut di atas penulis pejabat membuat aturan-aturan baru dan menyimpulkan, hambatan dilakukan para pemimpin negeri ini adalah baru kompleksitas proyek sebagai tambahan masyarakat untuk memberikan langkah contoh dan perlu menunjukkan menyembunyikan praktek korupsi. Hal ini keseriusan mengakibatkan lebih banyak kekacauan. dimulai dari lingkaran terdekat. Gagasan Korupsi juga untuk yang memberantas korupsi mengurangi pemenuhan tentang pendidikan anti korupsi kiranya keamanan bangunan, muncul dari kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. pendidikan sebagai salah satu sarana yang Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan efektif untuk memutus mata rantai korupsi pemerintahan dan yang membelenggu bangsa kita. Sebab, menambahkan tekanan-tekanan syarat-syarat infrastruktur, serta terhadap mewariskan anggaran pemerintah. kompetitif persaingan antar pekerti luhur dan ketinggian karakter melalui pendidikan anti Korupsi di bidang ekonomi juga menyebabkan budi yang pelaku korupsi tidak jauh memikirkan ekonomi kedudukan lebih penting upaya atau ketimbang mempertahankan posisi kekuasaan. (pengusaha) karena semua proses harus Implementasi pendidikan anti korupsi ini melalui uang pelicin dan memerlukan waktu masih banyak menemukan hambatan karena yang mengakibatkan masih merupakan hal baru. Diperlukan munculnya kekacauan lapangan perniagaan. upaya yang lebih gencar dan intensif tentang Perusahaan pendidikan anti korupsi. relalif. Hal yang ini memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai, hasilnya mempertahankan Pendidikan ekonomi pada dasarnya perusahaan- merupakan perusahaan yang tidak efisien. Sedangkan pembelajaran bagi menyiapkan masyarakat bawah, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG korupsi 249 suatu bidang kajian tentang individu/manusia atau bagaimana sebagai ISSN 2502-8723 pelaku ekonomi yang memiliki wawasan alat pemersatu bangsa, pendidikan adalah dan sikap (melek) ekonomi, sesuai tuntutan wahana yang amat penting dan strategis perkembangan jamannya. Dengan demikian, untuk perkembangan ekonomi dan integrasi lulusan program ini diharapkan tidak hanya bangsa, karena pendidikan adalah sebagai dapat menjadi pendidik ekonomi di berbagai investasi jangka panjang yang harus menjadi jenjang pendidikan, tetapi juga diberbagai pilihan utama. lembaga yang bertugas mengelola, meneliti, Upaya yang diharapkan dari serta mengembangkan pendidikan ekonomi. pendidikan itu sendiri adalah terbentuknya Investasi perilaku atau karakter yang anti terhadap dalam semata-mata bidang pendidikan tidak untuk mendongkrak korupsi. Dan hal ini merupakan suatu pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi pondasi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde diutamakan dan perlu ditanamkan sejak dini baru, kepada anak didik, disamping aspek-aspek kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun yang sangat penting, seharusnya lain yang juga penting untuk ditanamkan. pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu Masalah lain yang muncul seputar hancur lebur karena tidak didukung oleh pendidikan adalah belum semua guru jujur. adanya yang Saat ini kita masih melihat banyak guru banyak yang belum jujur kepada dirinya sendiri. melahirkan orang kaya yang tidak memiliki Masih banyak guru yang belum mampu kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak memberikan keteladanan. lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya mungkin korupsi akan diberantas bila pertumbuhan dinikmati gurunya saja masih korupsi? Tak heran, bila tingkat guru seperti itu melahirkan peserta didik sumber berpendidikan. sebagian daya Orde ekonomi orang dan manusia baru hanya dengan ketergantungan yang amat besar. Perkembangan ekonomi Bagaimana yang tidak jujur, senang menyontek, malas akan berpikir secara ilmiah, dan masih banyak tercapai apabila sumberdaya manusianya masalah yang lain. memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, Pembahasan rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan (Lewis, kewajiban yang kesemuanya itu merupakan A, 2004) mengatakan bahwa ada dua cara untuk indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah menyebarkan terang menjadi lilinnya atau saatnya bagi negeri ini untuk bagaimana menjadi cermin yang memantulkannya. merencanakan sebuah sistem pendidikan (Lewis, Barbara, A, 2004) yang baik, untuk mendukung perkembangan menyebut pemberian contoh-contoh sikap luhur itu ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Barbara, 250 ISSN 2502-8723 sebagai kepemimpinan lewat teladan. Dalam Dari uraian tersebut di atas, kepemimpinan, seorang guru akan menjadi diperlukan gambaran keterkaitan antara tolok ukur dimana peserta didik akan pendidikan karakter dan pendidikan korupsi mengukur diri mereka sendiri. Guru akan sebagai berikut: menjadi inspirasi bagi peserta didiknya. Untuk dapat menjadi pemimpin yang Desain Pendidikan Anti Korupsi Sebagai mampu menerangi jalan peserta didiknya, Bagian Dari Pendidikan Karakter seorang guru hendaknya kembali memegang teguh trilogi kepemimpinan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarso sung tulodo, ing madyomangun karso, dan tut wuri handayani. Artinya, di depan guru sebagai pemimpin mesti memberi teladan, di tengah-tengah peserta didik guru membangun semangat serta menciptakan peluang untuk berswakarsa, dari belakang guru mendorong dan mengarahkan peserta didiknya. Trilogi inilah yang mungkin terlupakan dalam sistem pendidikan penanaman nilai di negeri ini. Dari bahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa perubahan kerangka pembangunan manusia bukan hanya dari Gambar 1 Desain Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Bagian Dari Pendidikan Karakter (Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012) dimensi kognitif saja. Pendidikan harus Sebagai bagian dari pendidikan karakter, mampu menyeimbangkan fungsi otak kanan pendidikan anti korupsi bukan merupakan dan otak kiri. Hal inilah yang sebenarnya bagian tersendiri dari pendidikan pada perlu diperhatikan dalam pendidikan, karena umumnya, tetapi merupakan bagian dari selama ini, hanya otak kiri saja/hapalan yang kurikulum pendidikan itu sendiri. Dengan lebih banyak ditekankan. Inilah penyebab demikian, tujuan pendidikan menciptakan manusia membuat kurikulum baru, tetapi cukup seutuhnya jauh dari kenyataan. mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan anti pendidikan menuju pada holistik pendidikan, dikatakan holistik apabila pendidikan itu menyeluruh. Artinya, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 251 pihak sekolah tidak perlu ISSN 2502-8723 korupsi dalam kurikulum yang sudah ada, pendidikan anti korupsi tersebut di atas bila menurut Kementrian Pendidikan dan diintegrasikan kedalam kehidupan/proses Kebudayaan (Kemendikbud, 2012) terdapat belajar mengajar, diharapkan peserta didik 9 yang mampu berkembang menjadi pribadi yang diinternalisasikan dalam pendidikan anti lebih baik, dan pada akhirnya akan bersikap korupsi, yaitu: anti korupsi, apalagi ditunjang dengan (sembilan) nilai-nilai strategi yang efektif terhadap anti korupsi di sekolah. Berikut gambar strategi anti korupsi Tabel 1 Nilai-Nilai Acuan Dalam di sekolah: Pendidikan Anti Korupsi, Agus Wibowo, 2007 (Kemendikbud, 2012). No. 1. Nilai Kejujuran 2. Kepedulian 3. Kemandirian 4. Kedisiplinan 5. Tanggung Jawab 6. 7. 8. 9. Kerja Keras Kesederhanaan Keberanian Keadilan Diskripsi Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa Perilaku yang menunjukkan perilaku sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya Bersahaja, sikap dan perilaku yang tidak berlebihan, tidak banyak seluk beluknya, tidak banyak pernik, lugas, apa adanya, hemat, sesuai kebutuhan, dan rendah hati Mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya (tidak takut, gentar, kecut) dan pantang mundur Sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak/tidak pilih kasih, berpihak/berpegang pada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang, seimbang, netral, obyektif dan proporsional Gambar 2 Strategi Pendidikan Anti Korupsi Di Sekolah (Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012) Pelajar generasi anti korupsi dengan karakter yang menjunjung tinggi nilai-nilai tanggung jawab, jujur, disiplin, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani dan peduli, bukan pembelajaran ditentukan dari nilai-nilai acuan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG disebabkan yang oleh oleh model baik tetapi juga seorang guru yang memahami cara peserta didik belajar. Setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda dalam belajar, maka menjadi kebutuhan guru memahaminya. dalam Guru hal ini untuk diharapkan dapat memperkaya dengan banyak menggali dan Jadi dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa hanya dalam 252 ISSN 2502-8723 menemukan strategi pembelajaran yang kesalehan personal dan sosial, (2) desain dan sesuai dengan gaya belajar peserta didik. praktik pembelajaran mesti humanis, adil Ada beberapa kreteria yang dapat dijadikan para guru beradab, tidak diskriminatif dan dalam eksploratif, tidak melakukan bullying dan menanamkan dan mengembangkan anti jenis intimidasi psikis dan fisik lainnya, (3) korupsi bagi peserta didiknya, antara lain keragaman yang ada, berbagai tujuan yang dengan meningkatnya: berbeda, dasar ideologis, kultural yang (1) acuan dan kejujuran peserta didik, (2) rasa bermacam-macam harus ditujukan untuk tanggung jawab peserta didik, pendidik dan kepentingan hidup bersama di ruang publik tenaga kependidikan, (3) kreativitas peserta Indonesia, (4) konsep manajemen yang didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, dibuat adalah yang demokratis, setara, (4) kepedulian peserta didik, pendidik dan memberikan ruang bersuara bagi peserta tenaga kependidikan, (5) kegotong royongan didik dan guru dalam memutuskan arah peserta tenaga pendidikan, guru tidak merasa paling tahu kependidikan, (6) kebersihan, kesehatan, dan otoriter, (5) desain sistem pendidikan dan kebugaran peserta didik, pendidik dan mesti ditujukan dan didasari oleh semangat tenaga kependidikan, (7) perilaku santun keadilan sosial. yang mencerminkan etika hidup di dalam Bertolak didik, kehidupan pendidik, masyarakat dan uraian di atas, (8) seyogyanya guru memfokuskan pengelolaan ketertiban dan kedisiplinan peserta didik, kelas dengan strategi pembentukan prilaku pendidik dan tenaga kependidikan, (9) anti korupsi, dan peningkatan kemampuan menurunnya tingkat kenakalan remaja dan guru, yang salah satunya dengan cara pemuda (seperti tawuran pelajar/mahasiswa, mengembangkan model pergaulan interaksi yang bebas, sehari-hari, dari pelecehan seksual, sosial pembelajaran terfokus pada pemalakan, dan penyalahgunaan narkoba) keterbukaan dan kepekaan terhadap orang secara kualitatif. lain (Joyce dan Marsha Weil, 1996). Bagian lain yang dirasa perlu dalam menanamkan dan Keterbukaan dan kepekaan terhadap orang mengembangkan lain, diharapkan dapat membentuk dan pendidikan karakter anti korupsi adalah mengembangkan pendidikan korupsi peserta didik. Hal ini sesuai dengan yang berkarakter Pancasila, yaitu: (1) prinsip religiusitas, yakni kesadaran nilai-nilai pelaksanaan luhur kurikulum anti tingkat KTSP (KTSP, 2006), yang mensyaratkan ―kebertuhanan‖ yang mengajarkan tentang bahwa nilai-nilai kebaikan, amal baik mendapatkan pelayanan pendidikan yang (charity), FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 253 bahwa peserta didik harus ISSN 2502-8723 bermutu, serta memperoleh kesempatan sistem, Joice dan Marsha Weil untuk (1996: 13-20). Model pembelajaran mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan. pada dasarnya merupakan bentuk Contoh guru harus memperhatikan pembelajaran dari awal sampai akhir, bahwa pelaksanaan kurikulum harus sesuai yang disajikan secara khas oleh guru. dengan perencanaan program yang di susun Dengan (mengacu pembelajaran pada Standar pelaksanaannya di Isi) dan lain, model merupakan bingkai PBM, dari penerapan suatu pendekatan, mengembangkan silabus berdasarkan pada strategi, metode, teknik, dan taktik hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat pembelajaran. Model pembelajaran kesulitan materi. Perencanaan pembelajaran merupakan yang dilaksanakan guru, bukan sekedar pembelajaran dilakukan karena tuntutan tugas dalam kompetensi/tujuan kelengkapan administrasi mengajar, namun yang diharapkan, dan dapat dijadikan lebih dari itu adalah untuk mengoptimalkan pola pilihan, sehingga guru bisa pencapaian tujuan pembelajaran, sesuai memilih model pembelajaran yang pendapat (Firdaus, Gunawan Tabrani, dan sesuai dan efisien untuk mencapai Adiwirman, tujuan pendidikan. 2007:3), dalam kata yang menyatakan bahwa: pola umum untuk perilaku mencapai pembelajaran (3) Strategi pembelajaran adalah suatu (1) Keterampilan guru perencanaan memberikan dalam kegiatan pembelajaran yang harus pembelajaran dikerjakan guru dan siswa agar pengaruh signifikan yang terhadap tujuan pembelajaran dapat dicapai proses secara efektif dan efisien. pembelajaran bermakna dan selalu Strategi pembelajaran adalah suatu relevan kegiatan pembelajaran yang harus dengan kebutuhan tujuan siswa. serta Perencanaan dikerjakan guru, agar tujuan pembelajaran juga bermanfaat bagi pembelajaran dapat dicapai secara guru sebagai kontrol terhadap diri efektif dan efisien. Dalam strategi sendiri pembelajaran agar dapat memperbaiki pengajarannya. (2) Model pembelajaran termuat makna perencanaan, yaitu (1) menetapkan biasanya spesifikasi dan kualifikasi tujuan disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yakni perubahan profil pendidikan, perilaku dan pribadi siswa; (2) teori-teori psikologi, sosiologis, psikiatri, atau analisis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG mempertimbangkan 254 dan memilih ISSN 2502-8723 sistem pendekatan pembelajaran biasa disebut strategi pembelajaran yang dipandang paling efektif; (3) tidak mempertimbangkan dan menetapkan individual dilakukan oleh peserta langkah-langkah didik secara mandiri. Kecepatan dan atau prosedur, langsung. Strategi belajar metode dan teknik pembelajaran; dan keberhasilan (4) menetapkan norma-norma dan ditentukan oleh kemampuan individu batas minimum ukuran keberhasilan peserta didik yang bersangkutan. atau Materi ajar dan cara mempelajarinya kriteria dan keberhasilan. ukuran sangat dari didesain untuk belajar mandiri dapat (contoh belajar melalui modul). dikelompokkan menjadi dua, yaitu Berbeda dengan (1) kelompok, pembelajaran dilakukan strateginya, Dilihat baku pembelajaran pembelajaran exposition-discovery learning strategi dan (2) group-individual learning secara (Rowntree dalam Sanjaya, 2008: kelompok dapat dilakukan dalam 128). Dalam strategi exposition, pembelajaran bahan ajar disajikan kepada siswa besar/klasikal dalam bentuk jadi dan siswa dituntut kelompok kecil. Strategi untuk tersebut. kelompok Strategi exposition biasa juga disebut kecepatan belajar. pembelajaran (direct pembelajaran jika instruction), karena materi disajikan penyajiannya, begitu saja kepada peserta didik, dan antara strategi deduktif dan induktif. peserta dituntut Strategi pembelajaran deduktif, yaitu peserta pembelajaran menguasi bahan langsung didik mengolahnya. tidak Kewajiban beregu. Bentuk belajar belajar kelompok atau pembelajaran tidak belajar memperhatikan Strategi ditinjau dapat dari dibedakan dilakukan melalui didik hanya menguasai materi secara mempelajari konsep-konsep terlebih penuh, sehingga peran guru hanya dahulu penyampai Berbeda simpulan dan ilustrasi-ilustrasinya, dengan strategi discovery, materi ajar atau materi ajar yang dipelajari mulai dicari dan ditemukan sendiri oleh dari yang abstrak, kemudian secara peserta perlahan menuju informasi. didik melalui berbagai baru kemudian dicari yang kongkrit. aktivitas. Pada strategi discovery, Strategi deduktif disebut juga strategi peran guru lebih banyak sebagai pembelajaran dari umum ke khusus. fasilitator dan pembimbing bagi Sebaliknya peserta didiknya. Strategi discovery induktif, mempelajari materi ajar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 255 strategi pembelajaran ISSN 2502-8723 dari hal-hal yang kongkrit/contoh- memungkinkan siswa memperoleh contoh kemudian secara perlahan pengetahuan, peserta didik dihadapkan pada materi sikap. yang kompleks dan sukar. Strategi membangkitkan induktif merangsang peserta disebut juga strategi pembelajaran dari khusus ke umum. keterampilan, Penggunaan dan media dapat motivasi dan didik untuk belajar lebih baik. Prinsip pokok (4) Metode pembelajaran dapat diartikan yang harus diperhatikan sebagai cara yang digunakan untuk penggunaan mengimplementasikan yaitu media digunakan dan diarahkan strategi/rencana yang sudah disusun untuk mempermudah peserta didik dalam bentuk kegiatan nyata dan belajar dalam upaya praktis materi ajar. Dengan untuk pembelajaran. mencapai Terdapat tujuan beberapa pembelajaran, memahami demikian penggunaan media harus dipandang metode pembelajaran yang dapat dari digunakan peserta untuk mengimplementasikan media dalam strategi sudut pandang didik. kebutuhan Sumber belajar dimaksudkan segala sesuatu yang pembelajaran, diantaranya: (a) dapat dimanfaatkan oleh peserta ceramah, demonstrasi, (c) didik untuk mempelajari materi ajar (b) diskusi, dan (d) simulasi. (e) Teknik dan pembelajaran dapat diartikan sebagai dengan tujuan yang hendak dicapai. cara yang dilakukan guru dalam Berangkat dari uraian di atas, dalam mengimplementasikan metode secara menanamkan dan mengembangkan nilai- spesifik. nilai antikorupsi dapat dilaksanakan secara Misalkan, penggunaan pengalaman profesional, teknik yang berbeda pada kelas yang memahami dan memliki keterampilan yang siswanya tergolong aktif dengan memadai dalam mengembangkan berbagai kelas yang siswanya tergolong pasif. model, pendekatan, strategi, metode, teknik, Dalam hal ini, guru dapat berganti- dan taktik maupun desain pembelajaran ganti teknik meskipun dalam koridor yang efektif, kreatif dan menyenangkan, metode yang sama. sebagaimana diisyaratkan dalam kurikulum segala sesuatu: peralatan, menciptakan atau orang, kegiatan kondisi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG guru sesuai metode diskusi, perlu digunakan (5) Media pembelajaran dimaksudkan seorang belajar dituntut tingkat satuan pendidikan (KTSP). Selain bahan, itu, sebelum menentukan pilihan strategi yang yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang peserta didik, guru perlu memperhatikan (1) 256 ISSN 2502-8723 tujuan yang akan dicapai, (2) materi dan Referensi bahan pembelajaran, dan (3) aktivitas, Aziz, H.A. (2011). Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati: Akhlak Mulia Pondasi Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Ai-Mawardi Prima. individualitas, dan integritas peserta didik. Penanaman dan pengembangan karakter anti korupsi dapat dilaksanakan dengan model Abduhzen, M. (2010). Pendidikan Karakter, Perlukah? interaksi sosial dan personal-humanistik. Manusia diciptakan sebagai makhluk Artadi, I.K. (2004). Nilai, Makna, dan Martabat Kebudayaan: Kebudayaan Bangsa-bangsa dan Posmodern. Denpasar: Sinay. Andi, H. (1991). Ikrar Anti Korupsi. individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Hal ini berimplikasi, ada saatnya seseorang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Asniar, K., S.Psi., Lukman, S. Psi., M. Appsy. (2009). Membentuk Karakter Anti Korupsi Pada Siswa Sekolah menengah Pertama di Sulsel. Benny, A.P. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran Dick dan Carey. BPKP. (1999). Undang Undang RI. No. 28. Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Corr, P.J., &Matthews, G. (Eds.). (2009). The Chambridge Handbook of Personality Psychology. New York:Cambridge University Press. Penutup Pelajar generasi anti korupsi dengan karakter yang menjujung tinggi nilai-nilai tanggung jawab, kejujuran, disiplin, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani, dan peduli, bukan hanya disebabkan oleh model pembelajaran yang baik tetapi juga ditentukan oleh seorang guru yang memahami cara peserta didik belajar. Setiap peserta didik memiliki gaya yang berbedabeda dalam kebutuhan belajar, guru dapat maka Dick, W. & Carey, L. (2005). The Systematic Design of Instruction. NY: Longman, Inc. menjadi memahaminya. Perkayalah dengan banyak menggali dan Dirjen Dikti kemendikbud, Surat Nomor: 1016/E/T/2012, Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi dan Perguruan Tinggi Swasta. menemukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar peserta didik. Semoga tulisan ini dapat membuka wawasan para guru dalam menanamkan dan Effendy, C. (2003). Privatisasi Versus NeoSosialisme Indonesia, Jakarta: LP3ES. Ekosusilo, M. (1988). Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effar Publishing. mengembangkan sembilan karakter generasi anti korupsi. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 257 ISSN 2502-8723 Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis and Application. Second edition New York: Macmilan Publishing Compan. Badan Penelitian Pengembangan. Kemendikbud. (2012). Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Perguruan Tinggi. Hallak, J., & Poisson, M. (2005). Ethics and corruption in education: an overview. Journal of Education for International Development, 1(1). Retrieved Month Date, Year, from http://equip123.net/JEID/articles/1/1 -3.pdf Hasan, L. (1992). Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka AlHusna. Ki Hadjar, D. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika. Kneller, George, F. (1984). Movements of Throught in Modern Education. John Wiley & Sons Inc., New York. Lewis, Barbara A. (2004). Character Building Untuk Remaja. Batam: Karisma Montessori, M. (2008). Absorbent Mind. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Harmanto, M. Pd. (2008). Mencari Model Pendidikan Anti Korupsi. Ninik, I. (2015). Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi Bagi Mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang. Disertasi. Inpres RI No. 17 Tahun (2011). Tentang Aksi Pemberantasan Korupsi. Noddings, N. (1997). Philosophy of Education: The Philosophical and Educational Thought of John Dewey. Westview Press, a member of Percus Books. L.L.C.(Co-Mimbar Demokrasi). Isaac, Alan G., (1996). Morality, maximization, and economic behavior, Journal of Economic Behavior and Organization. Jakob, S. (2005). Delapan Pertanyaan Tentang Korupsi. Journal Of Economic PerspektiveVolume 19, Number 3-Summer 2005Pages 19-42 Kebijakan Pendidikan Internasional, Peabody College, Vanderbilt University, Nashville, TN 37138, Amerika. Nurfita, K.D. 19 Maret (2011). Dalam Keteladanan Masyarakat. Wawasan, hlm. 4. Puslitjaknov. (2008). Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Nasional. Quah, Jon S.T. (2010). Curbing Corruption in Asian Countrie : The Difference Between Success and Failure. Jauhar, M. (2011). Implementasi Paikem: Dari Behavioristik sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Rosida, T.M. (2012). Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter Dan Humanistik. Kemendiknas. (2012). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa-Pedoman Sekolah. Jakarta: FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dan 258 ISSN 2502-8723 RPJM Daerah Jawa Timur. 2009-2014. Lakip. Jatim Siti, M.H. (2014). Anomali Anti Korupsi. Stephen, P. H. (2004). Pendidikan Anti Korupsi. International Journal of Educational Development 24. 637– 648 Thomas, L. (1991). Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and Responcibility. New York: Bantam Books. Tilaar. (2000). Manajemen Strategi Dalam Mengelola Satuan Pendidikan Tirtarahardja, Umar, dan La Sulo, (2005). PengantarPendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tim MCW. (2005). Seri Pendidikan Anti Korupsi Mengerti dan Melawan Korupsi. Jakarta: Kerjasama YAPPIKA dan MCW. Transparancy International. (2007). Korupsi Dalam Sektor Pendidikan. Undang-Undang RI No. 20. Tahun (2003). Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Visimedia. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 259 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Penggunaan Animasi Komik dari Program Macromedia Flash untuk Mereduksi Burnout Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Akuntansi Nora Yuniar Setyaputri, M.Pd. Dosen Program Studi S1 BK Universitas Nusantara PGRI Kediri Email: [email protected] Abstrak Mengajar bukan hanya sekedar proses komunikasi dua arah atau multi arah saja namun proses yang sangat kompleks mulai dari interpretasi, desain dan performa. Sedangkan untuk melengkapi proses tersebut, seorang pendidik/guru perlu memiliki tiga hal yaitu: kemampuan yang memadai, pengetahuan yang luas dan keterampilan. Hal-hal tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kreasi dan inovasi baru dari pendidik/guru tersebut dalam proses pembelajaran. Misalnya dengan menggunakan animasi komik sebagai media dalam pembelajaran akuntansi di sekolah untuk mengurangi burnout siswa ketika mengikuti pembelajaran tersebut. Kreatifitas seorang pendidik dalam menggunakan media pembelajaran merupakan salah satu wujud bahwa pendidik tersebut mempunyai keterampilan yang baik serta merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme pendidik/guru dan mutu pendidikan di Indonesia. Kata Kunci: Animasi Komik, Program Macromedia Flash, Burnout Siswa, Pembelajaran Akuntansi. pembelajaran yang sesuai untuk peserta Pendahuluan Proses transfer ilmu didik/siswa dari (dapat berupa pendekatan, pendidik/guru kepada peserta didik/siswa metode dan media pembelajaran) serta adalah suatu hal yang sangat penting bahkan kemenarikan dapat dikatakan kompleks mulai interpretasi, pendidik tersebut untuk menarik minat desain dan performa. Pendapat ini merujuk belajar peserta didik/siswa. performa/tampilan dari (2014), Janssen dkk (2014) juga mengkritisi ―teaching is a highly complex practice bagaimana praktik tenaga pendidik di involving situated interpretation, design, lapangan saat ini. Para pendidik cenderung and performance‖. Mengajar bukan hanya tidak mempraktikkan konsep apa yang telah sekedar proses komunikasi dua arah atau mereka pelajari ketika masih berada dalam multi arah saja namun proses yang sangat taraf belajar di perguruan tinggi (Janssen kompleks bagaimana dkk, 2014). Sama halnya yang banyak pendidik/guru menginterpretasikan bahasa terjadi di Negara kita misalnya pendekatan, buku menjadi sebuah bahasa yang mudah metode bahkan media pembelajaran yang dipahami oleh peserta didik/siswa, desain telah dipelajari oleh calon pendidik jarang pada pendapat Janssen mulai dari dkk FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 260 ISSN 2502-8723 sekali diterapkan menjadi ketika pendidik lapangan. yang Seperti pembelajaran mereka telah interaksi penggunaan media dapat memberikan perangsang yang sama, diharapkan dapat mempersamakan pengalaman dan dapat yang sangat menimbulkan persepsi yang sama (Sadiman dibutuhkan oleh siswa. Pendidik atau guru untuk memungkinkan langsung antara siswa dan kenyataan; dan d) memberikan nuansa baru diwajibkan dan di yang sebenarnya belajar dapat dkk, 2012). memanfaatkan Arsyad (2011) menyatakan bahwa bahkan jika perlu dapat mengembangkan fungsi utama media pembelajaran adalah sebuah media pembelajaran baru sebagai sebagai alat bantu mengajar yang turut salah satu cara untuk mengembangkan mempengaruhi profesionalismenya. dikatakan lingkungan yang ditata dan diciptakan oleh demikian karena menurut Loughran (2014) guru. Dapat disimpulkan bahwa media untuk pembelajaran Dapat mengembangkan seorang profesionalisme pendidik/guru dibutuhkan kemampuan tidak melicinkan kondisi mempunyai jalan menuju fungsi dan untuk tercapainya dan pembelajaran yang efektif dan efisien. pengetahuan (knowledge) saja namun juga Proses belajar mengajar dengan bantuan keterampilan (skill), Kreatifitas seorang media dapat mempertinggi kegiatan belajar pendidik media siswa dalam tenggang waktu yang cukup pembelajaran merupakan salah satu wujud lama. Itu berarti kegiatan belajar siswa bahwa dengan bantuan media pembelajaran akan dalam pendidik (ability) hanya iklim, menggunakan tersebut mempunyai keterampilan yang baik. menghasilkan hasil belajar yang lebih baik. Media pembelajaran sangat penting Hasil belajar yang baik tentunya dalam proses pengajaran karena dengan berkaitan dengan seberapa tinggi tingkat tersedianya akan burnout yang dialami oleh siswa. Tawalee memberikan kemudahan bagi siswa untuk dkk (2011) mengungkapkan bahwa burnout mempelajari atau memahami materi yang merupakan istilah baru yang digunakan diberikan oleh guru, sehingga menghasilkan untuk menunjukkan satu jenis stres. Dimana pembelajaran yang lebih baik. Secara umum istilah burnout pertama kali diperkenalkan media pembelajaran mempunyai fungsi oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh antara lain: a) memperjelas penyampaian yang dianggap sebagai penemu istilah ini pesan agar tidak terlalu verbalistis; b) adalah seorang psikiater dari New York mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan yang bernama Herbert Freudenberger pada daya indera; c) mengatasi sikap pasif siswa, tahun 1974. Menurut Maslach dan Jackson seperti (dalam Lailani, 2012) burnout merupakan media dapat pembelajaran menimbulkan kegairahan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 261 ISSN 2502-8723 sindrom kelelahan emosional, mengisolasi diri, dan bersikap sinis kepada berkurangnya murid; serta rendahnya penghargaan diri penghargaan terhadap diri sendiri. Sujanto (low of personal accomplishment), ditandai (2009) membedakan burnout atau kelelahan dengan adanya perasaan tidak puas dengan ini menjadi 2, yaitu kelelahan physik dan diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan, kelelahan psykis. Kelelahan physik adalah seperti adanya perasaan putus asa dan kelelahan mengabaikan, depersonalisasi dan yang disebabkan oleh kerja kehilangan jasmani yang terdiri dari kelelahan physik kehilangan semangat keseluruhan dan kelealahan physik sebagian mengembangkan diri (hanya tangan, kaki atau kepala saja). kreatifitas. Sedangkan kelelahan psykis adalah Berdasarkan harga untuk serta hasil diri, kehilangan pengamatan, kelelahan yang disebabkan oleh kinerja burnout ini sering dialami siswa SMK rohani, maupun misalnya lelah berpikir, lelah SMA ketika mengikuti berfantasi, lelah mengingat-ingat, bosan, pembelajaran akuntansi. Hal ini dapat lelah memperhatikan dan sebagainya. dimaklumi Senada dengan Baron dan Greenberg karena keseluruhan isi hampir pembelajaran secara akuntansi (dalam Maharani, 2011) yang menyatakan berkaitan dengan angka, mulai dari proses bahwa burnout memiliki empat dimensi mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan yang terdiri dari kelelahan fisik (physical informasi ekonomi untuk memungkinkan exhaustion), ditandai dengan merasa lelah adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan letih setiap hari, sakit kepala dan dan tegas bagi mereka yang menggunakan gangguan lambung, mengalami gangguan informasi tersebut (American Accounting tidur, dan mengalami gangguan makan; Assosiation dalam Sukardi, 2009). Proses kelelahan emosional (emotional exhaustion), tersebut ditandai dengan merasa gagal, merasa pengelolaan bersalah dan menyalahkan, merasa dikejar- maupun dagang meliputi pengklasifikasian, kejar waktu, serta mudah marah dan benci; pencatatan/penjurnalan, posting ke buku kelelahan besar, mental (mental exhaustion), tentunya berkaitan keuangan penyusunan dengan perusahaan laporan jasa keuangan, dengan enggan bekerja, menunda berangkat penyusunan jurnal penutup dan pembalik kerja dan kontak dengan murid, membuat yang keseluruhan berkaitan dengan angka penilaian dimana stereotip, tidak memusatkan perhatian menghindari diskusi konflik keluarga kepada mampu murid, kelelahan siswa dalam seringkali mengalami berfikir, mengingat, tentang pekerjaan, memperhatikan dan meninggi. Oleh karena itu, perlu adanya perkawinan, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 262 dan kebosanan yang ISSN 2502-8723 kreasi dan inovasi baru dalam proses jurnal penyesuaian dan diberi efek gerak penyampaian pembelajaran akuntansi. mulut, tangan, berjalan atau gerak tubuh Kreasi dan inovasi tersebut dapat lainnya, sehingga berbeda dengan media berupa animasi komik yang dibuat dari gambar secara visual atau komik visual program Macromedia Flash. Macromedia biasa dan juga berbeda dengan film kartun. Flash merupakan salah satu perangkat lunak Animasi komik yang dibuat untuk sementara komputer yang merupakan produk unggulan ini masih terbatas pada pembuatan jurnal Adobe Flash penyesuaian karena berdasarkan hasil studi digunakan untuk membuat gambar vektor pendahuluan menyatakan bahwa siswa lebih maupun animasi gambar komik tersebut. banyak mengalami kesulitan dalam proses Sedangkan animasi komik adalah suatu pembuatan jurnal penyesuaian dibanding bentuk berita bergambar dan terdiri atas jenis jurnal yang lain. Systems. Macromedia berbagai situasi cerita yang dapat bergerak. Komik yang semula hanya Pada ilustrasi animasi komik terdapat dianggap interaksi antara beberapa tokoh, tentunya guyonan atau hiburan saja ternyata dapat interaksi anatah tokoh dalam komik ini tetap diaplikasikan untuk pembelajaran akuntansi. mengilustrasikan tentang konsep pembuatan Pendapat ini senada dengan hasil penelitian jurnal Setyaputri (2012) yang berjudul Pengaruh perbincangan Penggunaan Media Audiovisual dengan pemilik Komik Animasi Terhadap Hasil Belajar gajinya pada suatu bulan yang belum Siswa (Studi pada Mata Pelajaran Akuntansi diberikan, ilustrasi Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Trenggalek). tampilan mengenai Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penyesuaian untuk akun utang beban. Serta dengan menggunakan media audiovisual ilustrasi dengan komik animasi dapat meningkatkan perempuan dan teller sebuah bank yang hasil belajar siswa pada mata pelajaran menanyakan bunga perbulan pada tersebut. akuntansi. Penjelasan secara rinci mengenai Ilustrasi animasi komik akan dipaparkan dalam mengenai konsep jurnal penyesuaian untuk bagian pembahasan. akun piutang pendapatan. Ilustrasi interaksi penyesuaian. Misalnya ilustrasi karyawan dengan antara perusahaan yang ini perbincangan ini terdapat menanyakan terdapat konsep antara pada jurnal seorang pada tampilan antar tokoh ini tetap disajikan sesuai karakteristik komik, namun gambar komik Pembahasan Animasi komik yang dimaksud adalah ilustrasi bergambar dilengkapi yang semula hanya diam, diberi efek gerak dengan yang sesuai dengan karakteristik tokoh dan penjelasan mengenai konsep pembuatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG disesuaikan dengan konsep materi. 263 ISSN 2502-8723 Adapaun cuplikan storyboard dari Tampilan animasi komik ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut. Deskripsi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun perlengkapan dengan bantuan animasi komik. Tabel 1.1 Cuplikan Storyboard Animasi Komik untuk Pembuatan Jurnal Penyesuaian Tampilan Deskripsi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun aktiva tetap dengan bantuan animasi komik. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 264 ISSN 2502-8723 Tampilan Deskripsi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun beban dibayar dimuka menggunkan metode harta dengan bantuan animasi komik. Kesimpulan Seiring perkembangan teknologi yang Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun beban dibayar dimuka menggunkan metode beban dengan bantuan animasi komik. semakin pesat, memberikan pengaruh yang signifikan Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun pendapatan diterima dimuka menggunkan metode utang dengan bantuan animasi komik. terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Guru dituntut untuk mengembangkan pengajaran dengan Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun pendapatan diterima dimuka menggunkan metode pendapatan dengan bantuan animasi komik. nuansa baru yang lebih kreatif dan inovatif. Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun utang beban dengan bantuan animasi komik. penting Seperti halnya penggunaan media pembelajaran khususnya animasi ini sangat diterapkan terutama untuk mengatasi kebosanan siswa dengan metode pengajaran secara konvensional mengikuti pembelajaran ketika akuntansi di sekolah. Kebosanan siswa ini merupakan dampak dari adanya burnout pada siswa dengan pola pembelajaran yang monoton. Berdasarkan pemaparan dalam artikel ini penulis bermaksud untuk menawarkan bahwa komik animasi dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran khususnya untuk pembelajaran akuntansi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun piutang pendapatan dengan bantuan animasi komik. guna mereduksi burnout yang dialami siswa. Telah dapat dipahami bahwa seberapa tinggi hasil belajar yang dicapai siswa berkaitan dengan seberapa tinggi pula tingkat burnout yang mereka alami. Daftar Pustaka Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Janssen, F., Westbroek, H., & Doyle, W. 2014. The Practical Turn in Teacher Education: Designing a Preparation Sequence for Core Practice Frames. Journal of Teacher Education, Vol. 65 (3): 195–206. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 265 ISSN 2502-8723 Lailani, F. 2012. Burnout pada Perawat Ditinjau dari Efikasi Diri dan Dukungan Sosial. Talenta Psikologi, Vol. 1 (1): 67-88. Loughran, J. 2014. Professionally Developing as a Teacher Educator. Journal of Teacher Education, Vol. 65 (4): 271–283. Maharani, D.R. 2011. Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Burnout pada Guru Sekolah Dasar Negeri X Di Kota Bogor, (Online), (http://repository.gunadarma.ac.id), diakses 28 Nopember 2012. Munadi, Y. 2010. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung Persada (GP) Press. Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A. & Rahardjito. 2012. Media Pendidikan. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT RajaGrafindo Persada. Setyaputri, N.Y. 2012. Pengaruh Penggunaan Media Audiovisual dengan Komik Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa (Studi pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Trenggalek). Skripsi. Malang: Program Sarjana Universitas Negeri Malang, Jurusan Akuntansi. Sujanto, A. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Sukardi. 2009. Ekonomi. Jakarta: Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional. Tawalee, E.N., Budi, W., & Nurcholis, G. 2011. Hubungan antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui–Papua. INSAN, Vol. 13 (2): 74-84. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 266 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PERAN STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN SEBAGAI SISTEM TERBUKA DALAM MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS Wahyu Diana, Syamsul Hadi, Purnomo, Rina Rifqie Mariana Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang e-mail: [email protected] Abstrak: Setiap jenis lembaga pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda dikarenakan tujuan tiap lembaga pendidikan tersebut juga berbeda, demikian pula dengan pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan lembaga pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian tertentu. Lembaga pendidikan kejuruan merupakan organisasi dengan sistem terbuka karena mempunyai hubungan dengan lingkungan sekitar terutama dengan dunia usaha/industri. Sekolah menengah kejuruan (SMK) tidak dapat dipisahkan dari dunia usaha/industri sebagai institusi penyerap tenaga kerja. Oleh karena itu SMK hendaknya dirancang, dilaksanakan, dimonitor, dan dievaluasi secara terkait (link) dengan dunia usaha/industri sehingga hasilnya benar-benar sesuai, match dengan tuntutan dan kebutuhan dunia usaha/industri. Perbaikan sistem yang harus dilakukan pada SMK diperlukan dalam menghasilkan pendidikan yang berkualitas, karena hal ini sangat berpengaruh pada output yang dihasilkan oleh SMK. Kata Kunci: Sekolah Menengah Kejuruan, Sistem Terbuka, Kualitas Pendidikan Abstract: Each type of institution has different characteristics due to the objective of each of the institutions also differ, as well as vocational education. Vocational education is secondary education institution that prepares students primarily to work in a particular field of expertise. Vocational institution is an organization with an open system because they have relationships with the surrounding environment, especially with the business / industry. Vocational high school (VHS) can not be separated from the business/industry as labor-absorbing institutions. Therefore VHS should be designed, implemented, monitored and evaluated in associated (link) with the business/ industry so that the results are really fit, match the demands and needs of the business / industry. System improvements that must be made at VHS needed to generate quality education, because it will affect the output generated by the VHS. Keywords: Vocational High School, Open Systems, Quality of Education secara Pendahuluan Pendidikan pada komprehensif mengakomodasi hakikatnya sehingga semua warga negara seutuhnya, sudah merupakan usaha sadar manusia untuk menjadi membentuk manusia seutuhnya baik sebagai seharusnya makhluk individu maupun sosial agar dapat mampu menjamin pemerataan kesempatan mewujudkan bangsa yang beradab. Menurut pendidikan, Tirtarahardja & Sulo (2005) pendidikan relevansi sebagai pribadi, pendidikan untuk menghadapi tantangan penyiapan warga negara, dan penyiapan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan tenaga kerja. Untuk memenuhi hal tersebut, lokal, nasional, dan global. Pendidikan semestinya kejuruan proses pembentukan pendidikan diselenggarakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 267 manusia mampu sistem pendidikan peningkatan dan sebagai efisiensi bagian nasional mutu serta manajemen dari sistem ISSN 2502-8723 pendidikan yang mempersiapkan seseorang dengan mengambil alih sebagian fungsi agar lebih mampu bekerja pada satu keluarga atau masyarakat yang selama ini kelompok bidang menjadi lembaga pendidikan informal bagi dalam anggota-anggotanya. pekerjaan atau satu pekerjaan. Setiap bidang studi pendidikan kejuruan dipelajari lebih Sistem diartikan sebagai suatu keseluruhan yang memiliki mendalam dibanding bidang studi lainnya bagian-bagian yang tersusun secara dan kedalaman itu sebagai bekal untuk sistematis, memasuki dunia kerja. berhubungan satu sama lain serta peduli bagian-bagian tersebut Tuntutan dunia kerja terhadap tenaga terhadap konteks lingkungannya (Pidarta, kerja pada masa sekarang dan masa depan 2004). Apabila sekolah dipandang sebagai akan semakin kompleks dan beragam. Hal sebuah sistem, maka sistem-sistem yang ada ini berkaitan dengan dinamisnya persyaratan disekitarnya disebut suprasistem, jika sistem yang dituntut sesuai dengan perkembangan berhubungan dengan suprasistemnya, maka teknologi yang serba cepat yang dikaitkan dianggap sebagai sistem terbuka dan jika dengan efisiensi produk/jasa. tidak maka disebut sistem tertutup (Latif, Sekolah merupakan organisasi sosial 2009). yang menyediakan layanan pembelajaran bagi masyarakat. Sebagai Sistem pendidikan di Indonesia organisasi, sebagaimana dalam Pasal 11 ayat 3 Undang- sekolah merupakan sistem terbuka karena Undang Nomor 20 Tahun 2003, dinyatakan mempunyai dengan bahwa tempat pendidikan yang mempersiapkan peserta pembelajaran, lingkungan juga merupakan didik untuk dapat bekerja dalam bidang tempat berasalnya masukan (input) sekolah, tertentu. Mengacu pada Undang-Undang yang merupakan segala masukan yang tersebut, maka akar pendidikan menengah dibutuhkan kejuruan sesungguhnya adalah lapangan hubungan-hubungan lingkungan. Selain sekolah sebagai untuk terjadinya pendidikan kejuruan merupakan pemrosesan guna mendapatkan output yang kerja bagi tamatannya. Untuk mencapai diharapkan (Komariah dan Triatna, 2006). tujuan tersebut, maka pendidikan menengah Selain sebagai organisasi sosial, sekolah juga merupakan sistem usaha/industri sebagai institusi penyerap administrasi modern yang berfungsi sebagai tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan sarana didalamnya menengah kejuruan hendaknya dirancang, berlangsung proses pendidikan. Profil inilah dilaksanakan, dimonitor, dan dievaluasi membuat sekolah menjadi alternatif utama secara dalam usaha/industri sehingga hasilnya benar- pembelajaran menjalankan fungsi satu kejuruan tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 268 terkait (link) dengan dunia ISSN 2502-8723 benar sesuai, match dengan tuntutan dan pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses kebutuhan usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha, dunia usaha/industri (Hadiwaratama, 2002). Pendidikan pendidikan kejuruan yang pengembangan hubungan merupakan berhubungan sosial ketiga unsur itu dapat digambarkan sebagai suatu sistem. Masukan dengan pendidikan ialah peserta didik dengan ketenegakerjaan, berbagai ciri-ciri yang ada pada diri peserta berhubungan dengan mendidik, memajukan didik dan memperbanyak kualitas tenaga kerja kemampuan, tertentu dalam meningkatkan produktivitas proses pendidikan terkait berbagai hal masyarakat (Clarke and Winch, 2007). seperti Pendidikan kejuruan sebagai bagian dari sekolah, buku, metode mengajar, dan lain- sistem pendidikan yang mempersiapkan lain, sedangkan hasil pendidikan dapat seseorang agar lebih mampu bekerja pada meliputi satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pengetahuan, pekerjaan. setelah selesainya suatu proses pembelajaran Setiap pendidikan bidang kejuruan studi dalam dipelajari lebih itu (antara lain keadaan pendidik, hasil bakat, minat, jasmani,). Unsur kurikulum, belajar sikap, gedung (yang dan berupa keterampilan) tertentu ataupun hasil proses pendidikan dapat mendalam dibanding bidang studi lainnya berupa lulusan dari lembaga pendidikan (sekolah) tertentu. dan kedalaman itu sebagai bekal untuk Gagne dan Briggs (1987) memasuki dunia kerja. Tuntutan dunia kerja menyatakan bahwa sistem sebagai suatu terhadap tenaga kerja pada masa sekarang cara yang terorganisir untuk mencapai dan masa depan akan semakin kompleks dan tujuan tertentu. Lebih lanjut dikatakan beragam. dengan bahwa sistem sebagai rencana kerja yang dinamisnya persyaratan yang dituntut sesuai terpadu dan semua komponen sistem (sub dengan perkembangan teknologi yang serba sistem) yang dirancang untuk memecahkan cepat efisiensi kebutuhan tertentu. Jadi jika disimpulkan produk/jasa. Sehingga sistem pendidikan bahwa sistem merupakan totalitas dari yang ada dalam pendidikan kejuruan harus seperangkat komponen yang tergantung tepat agar dapat menghasilkan output yang dalam satu jalinan yang teratur pada proses berkualitas. aktivitas yang menghasilkan tujuan tertentu. Hal ini yang dikaitkan berkaitan dengan Pendidikan dapat dipandang sebagai Pendidikan sebagai Sistem Pendidikan merupakan suatu usaha sistem karena di dalamnya meliputi untuk mencapai tujuan pendidikan. Suatu komponen-komponen yang harus saling usaha pendidikan menyangkut tiga unsur berkaitan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 269 satu sama lainnya dalam ISSN 2502-8723 mewujudkan tujuan pendidikan secara peserta didik, guru, atau tenaga efektif dan efisien. Komponen-komponen kependidikan di SMK. Oleh karena itu, yang dimaksud, meliputi: raw input (siswa), sistem selalu terbentuk dari sekumpulan instrumental tenaga entitas hidup atau mati yang terdiri dari administratif, sarana dan prasarana, metode simbol, obyek, dan subyek yang saling atau kurikulum, keuangan), enviromental memberi kontribusi terhadap ciri khas dari input (masyarakat dan lingkungan alam), pola tingkah laku yang ada dalam sistem itu. proses transformasi (pendidikan), output Sistem dapat dikatakan sebagai wholes (lulusan). Dengan demikian untuk mencapai whithin wholes sebagaimana organ tubuh output yang berkualitas sangat dipengaruhi manusia yang terdiri dari sel-sel yang oleh komponen-komponen yang lainnya. terbentuk dari molekul-molekul. Organisasi input (guru, Pendidikan sebagai suatu sistem sebagai sebuah sistem juga terdiri dari secara garis besar mencakup: konteks, berbagai kelompok yang tersusun dari instumental input, environmental input, sejumlah individu. output, dan outcome. Menurut Soernarya (2000), instrumental input mencakup: tujuan pendidikan, kependidikan, kurikulum, ideologi, tenaga pengelolaan, penilaian, pengawasan, dan peran serta masyarakat, sedangkan enviromentar input meliputi: geografis, demografi/lingkungan fisik, agama, fasilitas dan biaya, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan. Sementara itu, Hoy nad Miskel (2001) menyampaikan konsep bahwa sekolah dapat digambarkan sebagai model sistem sosial, yang meliputi komponen Gambar 1. Sekolah sebagai Sistem Sosial input, proses transformasi, dan output. (Hoy and Miskel, 2001) Menurut Hadi (2010), unsur-unsur sebuah sistem dapat berupa simbol, seperti Berdasarkan halnya bahasa; dapat berupa obyek, seperti bangku, buku, alat-alat, mesin 1, dapat diketahui bahwa sekolah harus menjadi yang lembaga pembelajaran yang efektif, sekolah disediakan untuk kegiatan pembelajaran; harus mencari cara untuk menciptakan dan juga dapat berupa subyek seperti halnya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG gambar struktur 270 yang secara terus-menerus ISSN 2502-8723 mendukung pembelajaran dan pengajaran merupakan dan kemampuan untuk mengatur diri secara memperkaya adaptasi mengembangkan organisasi; memiliki terbatas; dan (4) Open system atau sistem organisasi yang terbuka, dan kolaboratif; terbuka merupakan sistem yang mampu menarik individu yang mandiri, efektif, dan mengatur keberadaannya terbuka terhadap perubahan; dan mencegah menerima dari politik yang kotor dan tidak legal dari lingkungannya. penyalahgunaan aktivitas pengajaran dan Manajemen pembelajaran yang legal. Kepemimpinan dengan Sistem Terbuka transformasional, komunikasi yang terbuka Kurikulum terus-menerus, dan yang iklim dan budaya sistem memberi Kurikulum cara kepada Pendidikan adalah seperangkat pembuatan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, keputusan bersama merupakan mekanisme isi, dan bahan pelajaran serta cara yang yang digunakan sebagai pembelajaran keorganisasian di sekolah. penyelenggaraan kegiatan Tantangannya hanya untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu memiliki (UURI, 2013). Kurikulum merupakan hal kemampuan untuk menjawab secara efektif yang sangat penting yang digunakan sebagai masalah-masalah kontemporer saja tetapi pedoman pengajaran bagi setiap pendidikan, juga terutama pendidikan kejuruan. Kurikulum hendaknya menciptakan pada dan dan dengan mampu adalah sekolah isu-isu meningkatkan tidak yang yang baru muncul mengenai efektivitas sekolah. mempunyai Terdapat berbagai macam sistem yang dapat dibedakan kompleksitasnya. atas seluruh dasar Hanson (1991) aktivitas pembelajaran kedudukan proses kurikulum pedoman sentral pendidikan, mengarahkan pendidikan mengidentifikasi empat macam sistem yang tujuan-tujuan pendidikan. ia sebut dengan framework, clockworks, Manajemen karena segala demi dalam bentuk tercapainya pendidikan berfungsi cybernetic system, dan open system: (1) untuk melakukan penataan semua kegiatan Frameworks merupakan sistem yang paling dalam pendidikan agar tujuan pendidikan sederhana. dapat tercapai pada batas-batas kebijakan Dalam sistem ini terdapat hubungan antar bagian bersifat statis atau yang pasti (fixed); (2) Clockworks merupakan pendidikan bertugas sebagai pengambil sistem yang sederhana namun bersifat kebijakan secara operasional yang berkaitan dinamis dengan penyelengaraan manajemen, sebagai yang memungkinkan adanya telah penentu sangat kelembagaan (Triyono, 2012). (3) Cybernetic FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG system 271 kebijakan Manajemen gerakan yang memiliki parameter yang pasti; dari ditentukan. yang bersifat ISSN 2502-8723 Manajemen kurikulum pendidikan Selain berkaitan dengan pengelolaan dengan sistem terbuka merupakan suatu kurikulum dan pembelajaran, hal ini juga sistem tentang pengelolaan dan penataan berkaitan dengan sumber daya pendidikan, kurikulum yang tepat untuk digunakan pada seperti tenaga pendidik (guru) peserta didik pendidikan (siswa), masyarakat, dana, sarana dan terutama untuk pendidikan kejuruan. prasarana, tata laksana pendidikan dan Prinsip-prinsip pengajaran pendidik- lingkungan pendidikan. Semua komponen- an kejuruan menurut Miller (1985) sebagai komponen ini harus dikelola dengan sebaik- berikut: baiknya agar terciptanya hubungan antara a. Kesadaran akan karir adalah bagian semua faktor pendukung sehingga dapat penting mencapai hasil yang maksimal. dalam pendidikan kejuruan khususnya pada proses awal pendidikan itu Lembaga Pendidikan Kejuruan sebagai sendiri. Sistem Terbuka b.Pendidikan kejuruan merupakan pendikan Menurut Suriasumantri (2000), yang menyeluruh dan merupakan bagian sistem dapat dikelompokkan menjadi dua dari masyarakat (public system). jenis, yaitu: (a) sistem tertutup yang berarti c. Kurikulum dalam pendidikan kejuruan sebuah berdasarkan atas kebutuhan dunia kerja/ kegiatannya dunia industri. sistem-sistem luarnya; (b) sistem terbuka d. Jabatan atu pekerjaaan dalam kelompok/ yang keluarga sebagai salah satu pengembangan berhubungan dengan sistem-sistem lainnya kurikulum pendidikan kejuruan khususnya dalam pada tingkat menengah. contohnya kegiatan pada sistem pendidikan. e. Inovasi merupakan bagian yang sangat sistem yang tidak berarti dalam proses berhubungan dengan sebuah melakukan proses sistem yang kegiatannya, Menurut Latif (2009), syarat-syarat ditekankan dalam pendidikan kejuruan. sebuah sistem dikatakan sebagai sistem f. Seseorang dipersiapkan untuk dapat terbuka, yaitu: (1) mengimpor energi, materi memasuki dunia kerja melalui pendidikan dan informasi dari luar; (2) memiliki kejuruan. pemrosesan; (3) menghasilkan output atau g. Keselamatan kerja merupakan unsur menghasilkan materi, energi, dan informasi; penting dalam pendidikan kejuruan. (4) merupakan kejadian yang berantai; (5) h. memiliki negative entropy, yakni usaha Pengawasan pengalaman dalam okupasi/ peningkatan pekerjaan dapat untuk menahan kepunahan dengan cara dilakukan melalui pendidikan kejuruan. membuat impor lebih besar dari pada ekspor; (6) mempunyai alur informasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 272 ISSN 2502-8723 sebagai umpan balik untuk memperbaiki mampu melakukan penguatan diri (self diri; (7) ada kestabilan yang dinamis; (8) reinforceing) secara terus-menerus agar memiliki diferensiasi, yaitu spesialisasi- terjadi apa yang disebut proses entropi spesialisasi; dan (9) ada prinsip equifinalty negatuf yakni banyak jalan untuk mencapai tujuan menyimpan energi yang lebih banyak dari yang sama. yang dibutuhkan sehingga dapat terus dimana sistem menerima dan Dalam sistem terbuka raw input bertahan bahkan dapat berkembang. Kedua, diproses melalui bantuan dari input-input siklus tersebut harus berlangsung terus- instrumental yang berupa tenaga manusia, menerus sehingga benar-benar terbentuk apa sarana dan prasarana metode dan material yang disebut sistem. selanjutnya menjadi output. Jadi sistem Hadi (2010) menjelaskan bahwa terbuka dapat dikatakan memiliki ciri-ciri dalam sistem pendidikan di SMK, rangkaian sebagai berikut: (a) input dapat menerima ini pengaruh dari lingkungan eksternal, (b) ada periode tahunan, tiga atau empat tahunan. proses transformasi dari sumber daya yang Masing-masing siklus itu dapat dijabarkan tersedia terhadap sistem itu sendiri, (c) menjadi sub-sub-siklus yang lebih kecil output yang diberikan kepada lingkungan yang dapat dibedakan menurut unit-unit setelah melalui proses, (d) ada proses untuk organisasi sekolah, kurun waktu terjadinya menetralisir proses entropy supaya proses siklus, macam-macam orang yang terlibat tetap berjalan, (e) ada kegiatan mengubah dalam siklus, dan sebagainya. sumber daya terus menerus, (f) terdapat berlangsung berulang-ulang dalam Rangkaian peristiwa yang ada di usaha umpan balik sebagai alat untuk sekolah sebagai sebuah sistem dapat mengontrol perilaku dari output. dibedakan menjadi masukan (input), proses Hadi (2010) mengemukakan bahwa (throughput), dan luaran (output). Sebagai di dalam sistem terutama sistem terbuka, sistem terbuka, semua peristiwa itu berada selalu terjadi siklus yang terdiri dari menerima serangkaian peristiwa. Siklus ini terjadi lingkungan. Input dalam sistem tersebut secara terus-menerus selama masing-masing dapat dikelompokkan menjadi (1) manusia, unsur dan peristiwa yang menjadi komponen yang siklus itu berfungsi dengan baik. Terdapat sekolah, tenaga kependidikan di sekolah, dua hal penting yang seharusnya menjadi laboran, teknisi, staf administrasi, penjaga perhatian berkelanjutan sekolah, dan sebagainya; (2) material antara semacam itu agar sistem itu tetap tetap lain lahan, gedung, sarana dan prasarana bertahan. Pertama siklus itu harus dapat kelas dalam siklus FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 273 dan meliputi dan memberi guru, energi siswa, laboratorium, dari pimpinan media ISSN 2502-8723 pembelajaran; (3) teknologi; (4) informasi; memprediksi konsekuensi yang ada, maka dan (5) hambatan atau constrain yang dapat dengan sistem terbuka ada potensi untuk berupa memberi peluang bagi lingkungan eksternal harapan pemerintah, orang tatanilai tua, dan ketentuan norma yang untuk ikut menentukan arah dan tujuan berlaku di masyarakat. sekolah. Wals (dalam Pidarta, 2004) Sebagai sebuah sistem sosial yang memberi alasan karena masyarakat dan terbuka (open system), SMK tidak dapat dunia usaha/industri memandang sekolah lepas dari keadaan atau apa yang terjadi sebagai cara meyakinkan dalam membina dalam masyarakat. Pendidikan adalah dari, perkembangan oleh masyarakat dan untuk masyarakat, artinya keberadaan institusi pendidikan memang berlangsungnya dunia sehingg usaha/industri Penyelarasan pendidikan dengan suatu kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, komunitas. Di sisi lain SMK sebagai argumen untuk yang mengomentari adalah lembaga pendidikan akan tetap mampu sekolah tidak dapat lagi kita pikirkan bertahan untuk mengemban tugas yang sebagai suatu lembaga sosial yang berdiri diberikan sendiri, oleh (survive) dan siswa berpartisipasi dan setia kepadanya. dibutuhkan oleh masyarakat dalam rangka tetap para masyarakat apabila terlepas dari lembaga-lembaga masyarakat ikut mendukung dalam arti luas sosial lain. Sekolah harus kita pandang terselenggaranya sebagai suatu bagian yang tidak dapat sebuah lembaga pendidikan (Zamroni, 2000). dipisahkan dari masyarakat yang ada di SMK sebagai bagian integral dari masyarakat sehingga dan dunia dalam sekitarnya, baik masyarakat lokal, maupun usaha/industri masya-rakat pelaksanaannya daerah atau masyarakat nasional. membutuhkan dukungan dan partisipasi SMK dan dunia usaha/industri masyarakat dan dunia usaha/industri. SMK merupakan sisi mata uang yang jelas dalam peran sosialnya merupakan sistem keduanya tidak dapat dipisahkan. SMK terbuka mengambil menghasilkan lulusan yang akan digunakan manfaat dari lingkungan, mengalihkan ke oleh dunia usaha/industri. Artinya, kualitas produksi luar (Rivai & Murni, 2009). hasil Meskipun organisasi menyediakan informasi mempengaruhi kualitas dunia usaha/industri. dan kenyataan untuk membuat keputusan Dengan ini sudah barang tentu dunia dengan memakai rasio, hal ini terbatas pada usaha/industri kemampuan menengadahkan dimana organisasi untuk menunjukkan dan memproses informasi, mencari alternatif dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG pendidikan tidak di SMK pantas tangannya ke akan hanya atas, menunggu turunnya kualitas lulusan yang 274 ISSN 2502-8723 bermutu untuk menjadi SDM-nya. Dengan menghasilkan adanya kesepakatan kerjasama antara pihak sesuai sekolah dengan dunia usaha/industri maka Kreativitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) para bahan ajar sangat menentukan kebutuhan peserta didik di SMK akan memperoleh pengetahuan sebagai kesiapan diri pada pengalaman yang sangat berharga sebagai peserta didiknya untuk memasuki lapangan persiapan memasuki bursa kerja. kerja Kemitraan SMK dengan dunia lulusan yang berkualitas misi yang diperlukan. dengan guru dan dalam mempersiapkan kehidupan masyarakat di kemudian hari. usaha/industri perlu dibangun secara sinergi sehingga lulusan yang dihasilkan mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar dunia Kesimpulan usaha dan industri. Kemitraan SMK dengan Pendidikan dengan sistem terbuka dunia usaha/industri bukan lagi merupakan berarti pendidikan yang tidak menutup diri hal penting, tetapi merupakan keharusan dengan lingkungan yang ada disekitarnya, sebab keterampilan tidak cukup peserta sehingga didik belajar di sekolah tetapi harus didapat pembelajarannya harus sesuai dengan sistem melalui on the job training yaitu belajar dari yang digunakan. Berdasarkan kajian teoretik pekerja yang sudah berpengalaman di yang telah diuraiakan di atas, maka dapat industri. Oleh karena itu sulit jika tidak ada disimpulkan hubungan suatu sistem secara garis besar mencakup: antar SMK dan dunia usaha/industri dalam sistem terbuka. manajemen bahwa pendidikan pendidikan dan sebagai konteks, instumental input, environmental Berdasarkan kajian di atas terkait input, output, dan outcome. SMK sebagai sistem terbuka, maka dapat Pendidikan kejuruan sebagai suatu disimpulkan bahwa penyiapan sumber daya sistem terbuka sangat dipengaruhi oleh manusia modal masyarakat dan dunia usaha/industri, oleh adalah karena itu terjadi hubungan interdependensi yang tangguh sebagai pembangunan menjadi yang tanggung produktif jawab bersama antara pendidikan sekolah masyarakat ini dapat terlaksana dengan baik karena Pendidikan kejuruan sangat berperan dalam adanya sisnergitas antar sub sistem tersebut meningkatkan kualitas pendidikan, karena sebagai bagian dari SMK sebagai sistem sebagai sistem yang menghasilkan output terbuka. Maka dukungan semua pihak untuk yang dibutuhkan masyarakat dan dunia menyelenggarakan pendidikan di Sekolah usaha/industri baik secara moral maupun Menengah untuk kepentingan ekonomi. yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dapat 275 dunia dengan pemerintah, masyarakat dan keluarga. Hal Kejuruan dan di usaha/industri. ISSN 2502-8723 Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publissing. Daftar Rujukan Clarke, L and Winch. C. (2007). Vocational Education International Approach, Development and System. NewYork: Routledge Gagne & Brings. (1987). Educational Research, Competencies for Analysis and Aplication. Publicing Company. Hadi, Syamsul. (2010). Bahan Kuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan. Malang: Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. Hadiwaratama, et.al. (2002). Keterampilan Menjelang 2020 Untuk Era Global. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Hanson, Mark E. (1991). Educational Administration and Organizational Behavior, 3rd Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hoy, W.K. and Miskel, C.G. (2001). Educational Administration: Theory, Research, and Practice. Boston: McGraw Hill International Edition. Komariah, A & Triatna, C. (2006). Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Latif, Abdul. (2009). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung. PT Refika Aditama. Miller, D. Melvin. (1985). Principles and a Philosophy for Vocational Education. Ohio: The National Center for Research in Vocational Education. Pidarta, M. (2004). Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Rivai, V & Murni, S. (2009). Education Management, Analisis Teori dan Praktek. Jakarta: Grafindo Persada. Suriasumantri, J.S. (2000). System Thinking. Bandung: Bhina Cipta. Tirtarahardja, U & Sulo, L. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Triyono, Eddy. (2012). Potret Sekolah Kejuruan. Jurnal Teknis 7 (2). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 276 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Pengembangan Kurikulum Berbasis Proyek Zuhrita Ariefiani, DjokoKustono, SyaadPatmanthara Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak: Pengembangan Kurikulum berbasis Proyek didasarakan pada duabelas komponen model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Olivia, yang dapat digunakan dalam pengembangan program pembelajaran secara lebih khusus yakni pembelajaran berbasis proyek. Di dalam pengembangan kurikulum tersebut diintegrasikan beberapa prinsip penting dalam mengembangkan kurikulum berbasis proyek yaitu (1) Prinsip berorientasi pada tujuan, (2) Prinsip relevansi, (3) Prinsip evektivitas dan efisiensi, (4) Prinsip kontinuitas dan fleksibilitas, serta (5) Prinsip integrasi, yang mana akan mendukung pengembangan kurikulum ini dengan perencanaan dan penerapannya sesuai pembelajaran berbasis proyek. Pengembangan kurikulum berbasis proyek ini diharapkan mampu menciptakan peserta didik yang berintegritas dan berdaya saing serta mampu menciptakan karya yang akan dikenang sepanjang masa. Kata Kunci: Pengembangan, Kurikulum, Pembelajaran berbasis proyek Abstract: The development of project-based curriculum is based on the twelve components of curriculum development model that developed by Olivia, which can be used in the development of more specific learning programs i.e., project-based learning. Onthe integrated curriculum development in some of the important principles in developing a project-based curriculum that is (1) the principle of purpose-oriented, (2) the principle of relevance, (3) the principle of effectiveness and efficiency, (4) the principle of continuity and flexibility, and (5) the principle of integration, which will support the development of this curriculum planning and implementation in accordance with project-based learning. Project-based curriculum development is expected to create the learners who has integrity and competitive power and are able to createworks that will be remembered for all time. Keywords: Development,Curriculum, Project-based learning,. pengembangan Pendahuluan Indonesia perubahan telah kurikulum kualitasmasyarakat, mengalami kompetisi internasional dan regional telah merdeka. mendorong perubahan polapenyelenggaraan sejak Perubahan tersebut cenderung menimbulkan pendidikan bebagai pertanyaan mengenai kurikulum, (Cheng, mengingat betapa penting dan strategis keterbukaan, fleksibilitas, kompleksitas, dan peranannya dalam penyelenggaraan sistem ketidakpastian pengajaran berbasis pengetahuan (Tessaring, 2009; nasional (Soedijarto, 2004). di 2005). Perubahan global yang luar biasa terhadap Heinz, ekonomiberbasis 2008).Sehingga kreatif, tuntutan pengetahuan, yang kuat FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG industri berbagai 2009; belahan dunia Terjadi dalam Billet, peningkatan masyarakatindustri 2009; kurikulum Wagner, pendidikan dituntut harus selalu beradaptasidengan untuk 277 ISSN 2502-8723 kondisi, perubahan, dan kebutuhanmasa inovatifnya, depan. komunikasi, mempunyai jiwa mandiri dalam Pada prinsipnya, kurikulumharus memecahkan masalah teknologi dan dan sederetan mengakomodasi tuntutan keterampilan untuk generasi 21 semua kebutuhan baik kebutuhan fisik (Islam, 2015). Salah satunya adalah dengan peserta didik, non-fisik, danmoral serta masa cara pembelajaran yang mengacu pada depan mereka untuk bisa hidup aman, kegiatan menghasilkan karya. nyaman, dapat sebuah menguasai bahagia sejahteran,danharmonis Pembelajaran ini sering disebut bersama masyarakat dan alam sekitarnya dengan pembelajaran berbasis proyek yang (Rojewski, (2013) merupakan sebuah model atau pendekatan mengatakan bahwa kurikulum merupakan pembelajaran yang inovatif, menekankan salah satu subtansi manajemen pendidikan belajar yang sangat penting di suatu lembaga kegiatan utamanya pendidikan. Kurikulum adalah Pembelajaran ini menekankan pada siswa unsur terpenting dalam proses pendidikan dengan penugasan proyek, yang mana siswa dan diberi kesempatan untuk bekerja lebih 2009).Mayasari cakupannya sangatlah luas serta kontekstual kompleks kegiatan- (Sani, 2015). dipegang oleh hampir semua orang yang otonom, terlibat dan pembelajaran sendiri, lebih realistik dan mengajar. Kurikulum merupakan syarat menghasilkan suatu produk (Sastrika, 2013). mutlak yang berarti bagian yang tak Pengembangan Kurikulum berbasis terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran proyek ini menekankan pada pembelajaran (Sukmadinata, 2013). yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai dalam Tujuan kegiatan mengembangkan nasional tujuannya (Kosasih,2014), yang mana fokus merumuskan mengenai kualitas manusia utamanya adalah menghasilkan sesuatu yang Indonesia yang harus dikembangkan oleh nantinya akan bermanfaat bagi kehidupan setiap satuan pendidikan. Oleh karenanya peserta didik itu sendiri maupun orang lain tujuan pendidikan nasional menjadi dasar namun tetap terkait dengan KD dalam dalam pengembangan pendidikan budaya kurikulum, sehingga diharapkan peserta dan karakter bangsa (Anggraini, 2015). didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran Proses dan ini mampu menjawab tantangan dunia masa pembelajaran membutuhkan kreatifitas dan depan yang kaya akan imajinasi dan ide-ide inovasi. Selain itu, peserta didik tak lagi yang lebih kreatif, serta mampu memberikan harus menguasai standar akademis, akan pondasi yang kuat dalam menghadapi tetapi harus tumbuh jiwa kreatif dan kehidupan di masa yang akan datang. di pendidikan belajar untuk melalui dalam pengajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 278 ISSN 2502-8723 yang direncanakanya KURIKULUM Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwasanya kurikulum pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan secara sadar. Engelshoven mendefinisikan didefinisikan sebagai seperangkat rencana kurikulum dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan direncanakan untuk realisasi dari proses bahan yang pendidikan yang berisi deskripsi tugas pedoman pendidikan dan sarana untuk menyelesaikan penyelenggaraan untuk mencapai tujuan tugas-tugas, serta cara untuk mengevaluasi pendidikan hasil proses realisasi dari proses pendidikan pembelajaran digunakan serta cara sebagai tertentu (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003). sebagai dokumen yang yang berisi deskripsi tugas pendidikan dan Kurikulum sendiri berasal dari kata sarana untuk menyelesaikan tugas-tugas, kerja latin currere, yang berarti untuk serta cara untuk mengevaluasi hasil proses menjalankan. Kurikulum berasal dari dua yang telah terjadi. kata yaitu kursus dan dan kendaraan. Dalam Lebih konteks pendidikan, yang paling jelas dalam menyatakan kata tersebut adalah belajar (SLO,2009). merupakan rancangan pembelajaran yang Kurikulum sendiri bisa diartikan sebagai berfungsi rangkaian penyokong atau susunan dari kegiatan jelas Sukmadinata bahwasanya sebagai kurikulum rencana dalam (2013) dan fungsi pembelajaran. pembelajaran dan pengalaman dari siswa tersebut dibawah naungan atau arahan dari sekolah Sukmadinata) (Finch, tradisional, kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen program tertulisnya saja, melainkan harus dinilai yang sesuai dengan konten pendidikan dan dalam proses pelaksanaan fungsinya di pembelajaran. dalam kelas. Sehingga kurikulum dipandang 1984).Dalam arti kurikulum diistilahkan sebagai Sudut pandang ini diperjelas oleh Zais Hal bahwasanya sebagai berbeda tentang kurikulum, selain konten menyangkut kurikulum istilah meliputi "lingkungan" di (sekolah dan di luar sekolah) memiliki mana kegiatan belajar mengajar dilakukan, pengaruh yaitu belajar dan kondisimengajar, proses, pembentukan individu siswa yang total dan kegiatan dan tindakan yang mengarah ke untuk mencapai efektivitas dari kurikulum. pencapaian Hubungan pendidikan dan pembelajaran. Dalam aspek operasional, pembelajaran program, interlocking yaitu kurikulum merupakan sebuah dokumen, yang merupakan dasar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG atau kebaikan dipengaruhi olehperkembangan teori yang tujuan rencana (dalam seluruh yang antara lebih program yang pengalaman siswa signifikan kurikulum dipandang untuk dan sebagai model, dimana keberadaan hubungan yang saling bertautan satu sama 279 ISSN 2502-8723 lain terjadi ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukkan suatu jalinan Tahap 3 Melakukan Elaborasi Tahap 4 Merencanakan Laporan Tahap 5 Presentasi Laporan yang tidak dapat dipisahkan. Pembelajaran Berbasis Proyek Project 2003) based merupakan learning salah (Dopplet, satu metode pembelajaran yang berasal dari pendekatan Tahap 6 Evaluasi konstruktivis yang mengarah pada upaya terhadap tahapan proses Monitoring kerja proyek Membimbing peserta didik melakukan investigasi Membimbing dan mengaahkan penyusunan Memfasilitasi kegiatan presentasi laporan dan berperan menjadi narasumber Melakukan evaluasi terhadap laporan hasil proyek merupakan bahwa model pembelajaran Penerapan Melakukan investigasi Menyusun laporan hasil investigasi Mendokumentasikan masukan yang berhubungan dengan penilaian proyek pembelajaran berbasis yang proyek dalam proses belajar menganjar memberikan kesempatan kepada pendidik menjadi sangat penting untuk meningkatkan untuk mengelola pembelajaran di kelas kemampuan peserta didik dalam berfikir dengan melibatkan kerja proyek. secara kritis dan memberi kemandirian Pembelajaran dirancang untuk pembelajaran ini tahapan proses Monitoring kerja proyek Mempresentasikan laporan kegiatan proyek problem solving.Selain itu, Wena (2009) menjelaskan berbasis digunakan proyek dalam belajar. Sebagai suatu pembelajaran pada yang kontruktivis, pembelajaran ini permasalahan yang kompleks yang mana menyediakan pembelajaran dalam situasi dibutuhkannya dalam permasalahan yang nyata bagi peserta didik melakukan investigasi dan memahaminya. sehingga dapat melahirkan pengetahuan Adapun sintaks model pembelajaran proyek yang bersifat pemanen. peserta didik (diadaptasi dari Pawana, 2014) adalah sebagai berikut: PENGEMBANGAN KURIKULUM Tabel. 1 Sintaks Model Pembelajaran Tujuan dari pengembangan kurikulum Berbasis Proyek Kegiatan Tahap 1 (Eksplorasi) Orientasi Masalah Tahap 2 1. Membentu k Kelompok 2. Merencana kan kegiatan Kelompok adalah goals dan objectives. Tujuan goals Deskripsi Kegiatan Aktivitas Peserta Didik Menyampaikan tema Mengamati dan Proyek sesuai dengan menganalisa kompetensi inti permasalahan yang diberikan mengikuti petunjuk pendidik. a. Menginstruksi a. Membentuk peserta didik dalam kelompok bentuk kelompok sesuai instruksi b. Membimbing peserta didik peserta didik b. Merencenakan mempersiapkan kegiatan investigasi investigasi Pemilihan Memilih topik topik Membuat peta Membuat peta konsep atau konsep atau diagram diagram Membuat rincian Membuat rincian terhadap Aktivitas Pendidik FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 280 dinyatakan dalam rumusan yang bersifat abstrak dan umum, serta pencapainnya relatif dalam jangka panjang. Sedangkan tujuan objectives lebih bersifat khusus, operasional, dan pencapaiannya dalam jangka pendek (Hamalik, 2013). Prinsip dasar Pengembangan Kurikulum Prinsip dasar pengembangan kurikulum ini terintegrasi filsafat, nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan ISSN 2502-8723 (Sukmadinata, 2013). Adapaun prinsip dasar efektif pengembangan kurikulum berbasis proyek membelajarkann diadaptasi dari Sukmadinata (2013) dan direncanakan. Hidayat (2013). dilaksananakan dengan baik, seberapa besar tujuan dan efisien dalam pembelajaran Pembelajaran pembelajaran hal yang itu dapat tersebut yang diinginkan dapat tercapai serta efektivitas a. Prinsip Berorientasi pada Tujuan Sebagai sebuah sistem, kurikulum dan efisiensinya dalam belajar siswa itu memiliki tujuan, materi, metode strategi, sendiri. organisasi dan evaluasi. Komponen tujuan d. Prinsip Kontinuitas dan Fleksibilitas atau kompetensi merupakan titik tolak dan fokus bagi dimaksudkan dengan adanya hubungan antara materi yang pengembangan sistem kurikulum yang akan sebelumnya diajarkan dengan yang akan dibangun. Prinsip dasar ini menegaskan diajarkan, bahwasanya tujuan awal sebuah kurikulum pembelajaran merupakan arah dan sebuah ruh yang sangat berkesinambungan kental dan kuat bagi pengembangannya, pembelajaran lainnya, baik secara vertikal yang maupun horizontal. Sedangkan fleksibilitas arahnya lainnya kontinuitas dalam mana komponen Prinsip harus jelas dan sehingga setiap merupakan kegiatan bagian dengan yang kegiatan komprehensif. dimaksudkan dapat menyediakan berbagai b. Prinsip Relevansi pilihan kepada siswa seperti progam sesuai Kurikulum harus sesuai dan serasi minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan dengan penyelenggaraan pendidikan dan siswanya. Tidak hanya pada peserta didik, tuntutan dapat namun kepada pengajarnya yang mana diartikan bahwasanya yang diperoleh dari pengajar dapat mengembangkan program pendidikan tersebut berguna atau fungsional dan kegiatan seperti silabus, merumuskan dalam kehidupan yang nyata. Kesesuaian ini tujuan/kompetensi, memilih materi pelajaran dapat dipandang dari tiga aspek yakni (1) yang sesuai, memilih media, metode dan Relevansi pendidikan dengan lingkungan strategi pembelajaran yang akan digunakan. hidup kehidupan, siswa, (2) yang mana relevansi dengan perkembangangn kehidupan sekarang dan e. Prinsip Integrasi masa yang akan datan, (3) relevansi dengan Integrsi atau keterpaduan merupakan tuntutan dalam dunia pekerjaan. pengembangan yang menunjukkan adanya c. Prinsip Efektivitas dan Efisiensi pengalaman belajar yang dapat diterapkan di Prinsip ini membahas bagaimana bidang lainnya. Prinsip ini dirancang untuk sebuah kurikulum mampu dilakukan secara FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 281 ISSN 2502-8723 mampu mengembangkan manusia yang utuh pembelajaran dan pribasi yang terintegrasi. kurikulum. Pengembangan Kurikulum dan (12) Mengevaluasi Dari keduabelas komponen tersebut Berbasis dijadikan dasar dalam mengembangkan Proyek Pengembangan kurikulum berbasis program pembelajaran secara lebih khusus proyek ini didasarkan pada pengembangan yakni pembelajaran berbasis proyek, yang Kurikulum Olivia (1988). Dimana dalam mana didalamnya secara garis besar adalah: pengembangannya nanti berdasarkan pada (1) Penentuan tujuan pembelajaran dalam duabelas komponen yang satu sama lain menghasilkan karya, (2) Penentuan proyek berkaitan, (1) menetapkan dasar filsafat yang akan dikerjakan oleh siswa dan juga yang digunakan dan pandangan tentang pengajar, (3) Perencanaan langkah-langkah hakikat belajar dengan mempertimbangkan penyelesaian proyek yang akan dikerjakan, hasil analisis kebutuhan umum siswa dan (4) Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek kebutuhan masyarakat, (2) menganalisis dan karya kebutuhan penyelesaian proyek dengan fasilitasidan masyarakat dimana sekolah yang akan dihasilkan, (5) tersebut berada, kebutuhan khusus siswa dan monitoring urgensi dari disiplin ilmu yang harus Penyampaian hasil kegiatan dan presentasi diajarkan, (3) Merumuskan tujuan umum serta publikasi hasil proyek, (7) Evaluasi kurikulum Proses yang didasarkan kebutuhan dan pengajar/instruktur, hasil proyek yang (6) telah seperti yang tercantm pada langkah-langkah dikerjakan. Secara visualisasi dapat dilihat sebelumnya, (4) Merumuskan tujuan khusus pada bagan dibawah ini. kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum, (5) mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum, (6) Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran, (7) Merumuskan tujuan khusus pembelajaran, (8) Menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang tujuan dimungkinkan dapat mencapai pembelajaran, (9) Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian yang akan digunakan, (10) Mengimplementasikan strategi pembelajaran, (11) Mengevaluasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 282 ISSN 2502-8723 umum kurikulum yang didasarkan kebutuhan seperti yang tercantm pada langkah-langkah Kurikulum Berbasis Proyek • Menetapk an Dasar filsafat untuk analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyaraka t • Menganali sis kebutuhan masyaraka t, kebutuhan khusus siswa dan disiplin ilmu •Perencanaan Merumusk Kurikulum an tujuan umum kurikulum • Merumusk an tujuan khusus kurikulum sebelumnya, Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang Penetapan Isi Kurikulum • Mengorga nisasi rancangan implement asi kurikulum • Mengorga nisasi rancangan implement asi kurikulum • Menjabark an kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajar an merupakan penjabaran dari tujuan umum • Penentuan Tujuan Pembelajar an dalam menghasilk an karya • Penentuan Proyek / karya • Perencana an langkah penyelesai an proyek • Penyusuna n jadwal pelaksanaa n proyek • Penyelesai an proyek dengan fasilitasi dan monitoring • Penyampai an hasil kegiatan dan presentasi hasil proyek • Evaluasi proses dan hasil proyek • Implement asi strategi pembelajar an • Evaluasi Pembelajar an • Evaluasi Kurikulum Menerapkan Kurikulum kurikulum, (5) Menjabarkan kurikulum (8) Menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan penilaian yang akan proyek. berbasis pengembangannya (9) strategi (11) dan (10) Mengevaluasi (12) Mengevaluasi kurikulum. Selain itu dengan menggunakan pengembangan Di digunakan, Mengimplementasikan prinsip dasar pengembangan kurikulum itu kurikulum yang mengacu pada pembelajaran berbasis pembelajaran, Menyeleksi dan menyempurnakan teknik pembelajaran merupakan bentuk Merumuskan tujuan khusus pembelajaran, KESIMPULAN kurikulum dalam perumusan tujuan umum pembelajaran, (7) pembelajaran, Pengembangan mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum, (6) Gambar 1. Perencanaan Pengembangan Kurikulum berdasarkan Pengembangan Kurikulum Olivia proyek (4) sendiri yaitu, (1) Prinsip berorientasi pada dalam tujuan, (2) Prinsip relevansi, (3) Prinsip menggunakan evektivitas dan efisiensi, (4) Prinsip kontinuitas pengembangan yang dilakukan oleh Olivia dan fleksibilitas, serta (5) Prinsip integrasi, yang dengan mana duabelas komponen yang ada akan mendukung pengembangan didalamnya yakni, (1) menetapkan dasar kurikulum filsafat yang digunakan dan pandangan penerapannya sesuai pembelajaran berbasis tentang proyek. hakikat belajar dengan ini dengan Pengembangan perencanaan Kurikulum dan ini mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan diharapkan mampu menciptakan putra-putri umum siswa dan kebutuhan masyarakat, (2) bangsa yang fokus kepada menghasilkan menganalisis kebutuhan masyarakat dimana sesuatu yang nantinya akan bermanfaat bagi sekolah tersebut berada, kebutuhan khusus kehidupan peserta didik itu sendiri maupun siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang orang lain namun tetap terkait dengan KD harus diajarkan, (3) Merumuskan tujuan dalam kurikulum. Sehingga diharapkan peserta didik yang mengikuti kegiatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 283 ISSN 2502-8723 pembelajaran ini mampu Kosasih. E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran: Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: Yrama Widya. menjawab tantangan dunia masa depan. Mayasari, 2013. Managemen Kurikulum Berbasis Tauhid. Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol 24, No. 1, Maret 2013. Pawana, M.G. 2014. Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Proyek dengan Model ADDIE pada Materi Pemrograman Web Siswa Kelas X Semester Genap di SMK N 3 Singaraja. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 1-10. Rojewski. J.W (2009). A Conceptual Framework for Technical and Vocational Education andTraining; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science and Business Media. Sastrika, Ida Ayu Kade. Dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia dan Keterampilan Berfikir Kritis. EJournal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi IPA. Volume 3, Tahun 2013. Soedijarto. 2004. Kurikulum, Sistem Evaluasi, dan Tenaga Pendidikan sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Sistem pengajaran Nasional. Jurnal Pendidikan Penabur. No.03. Th.III. Desember 2004. DAFTAR RUJUKAN Anggraini, Anita. 2015. Pengembangan Modul Prakarya dan Kewirausahaan Materi Pengolahan Berbasis Product Oriented Bagi Peserta Didik SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015. Billet S.,(2009), Changing Work, Work Practice: The Consequences for Vocational Education; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education forthe Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science and Business Media. Cheng, Y.C. (2005). New Paradigm for Reengineering Education, Globalization, Localization and Individualization. Netherland: Springer. Dopplet, Y. 2003. Implementation and assessment of project based learning in flexibel environment. Instructional Journal of Technology and Design Education, 13: 255-272. Engelshoven, Peter Van. Methodology Of Curriculum Development In Vocational Education And Training And Adult Education.pdf (http://www.vetserbia.edu.rs.) Diakses pada tanggal 12 Februari 2016. Finch Curtis.R and Crunkilton. (1984) . Curriculum Development In Vocational And Technical Education : Planning, Content, and Implementation. Sidney. Allyn and Bacon Inc. Hamalik, Oemar. 2013. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Islam, Alfi Ihyatul, dkk. Manajemen Pendidikan Kewirausahaan Berbasis Produksi. Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol 24, No 6, September 2015. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tessaring M.,(2009). Anticipation of Skill Requierements: European Activities and Approaches; In Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education forthe Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational 284 ISSN 2502-8723 Learning: Germany: Springer Science and Business Media. Wagner T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books. Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta: Bumi Aksara. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 285 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI PELAYANAN PRIMA BAGI KONSELOR PROFESIONAL Galang Surya Gumilang Program StudiBimbingandanKonseling–Universitas Nusantara PGRI Kediri [email protected] ABSTRAK: Artikel ini mendeskripsikan dan membahas mengenai komponen program bimbingan dan konseling komprehensif, ekspektasi pelaksanaan bimbingan dan konseling komprehensif, dan ciri-ciri program bimbingan dan konseling komprehensif. Bimbingan konseling merupakan wadah yang sangat vital di sekolah. Secara khusus, bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karier. Konselor menerapkan bimbingan dan konseling komperhensif untuk membantu siswa mencapai perkembangan diri yang optimal, agar siswa, stake holder, dan orang tua memahami peran bimbingan dan konseling untuk membantu memandirikan siswa. Key Words: Bimbingan dan Konseling Komprehensif, Konselor Ironisnya, terdapat dua hal miris yang Pendahuluan menjadi Dalam sistem pendidikan sekolah, masalah utama pelaksanaan terdapat tiga pilar utama yang menopang bimbingan dan konseling seperti hasil keberhasilan sistem pendidikan tersebut, pengamatan yaitu administrasi supervisi, pengajaran, dan Bimbingan dan Konseling di banyak sekolah bimbingan dan konseling. Ketiga pilar tidak tersebut memiliki penanggung jawabnya layanan bimbingan klasikal. Bimbingan masing-masing, dalam klasikal hanya dapat dilakukan bila ada guru pelaksanaannya semua stake holder yang mata pelajaran tertentu yang berhalangan ada membahu hadir atau dengan ‗suka rela‘ memberikan melaksanakannya. Bimbingan dan konseling jam pelajaran kepada konselor sekolah sebagai salah satu pilar tersebut juga untuk memiliki penanggung jawab yaitu konselor, Bimbingan klasikal untuk siswa kelas IX akan diperlukan atau XII di banyak sekolah ditiadakan kerjasama dengan berbagai pihak agar dengan alasan, persiapan Ujian Nasional di pelaksanaan bimbingan dan konseling yang tahun terakhir masa studi SMP dan SMA memandirikan bagi siswa bisa berjalan amat penting. Selama in sekolah lebih dengan baik. memusatkan disekolah tetapi namun harus bahu pelaksanaannya yang mendapatkan bimbingan 286 jam Pertama khusus kelompok pengembangan akademis-kognitif, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dilakukan. untuk klasikal. kompetensi peniadaan jam ISSN 2502-8723 bimbingan kelompok klasikal adalah bentuk hanya menyalahkan konselor saat ada siswa nyata pemusatan perhatian sekolah hanya yang dinilai masih bandel di kelas. Pada pada Penentu kasus lain, terdapat konselor yang kerjanya kebijakan pendidikan di tingkat sekolah hanya duduk-duduk di kantor atau di kantin memahami BK hanya berupa konseling saja sekolah karena konselor tersebut pusing dan terutama berfungi dalam mengatasi mengurusi siswa satu sekolah sendirian. persoalan-persoalan siswa. Atau konselor yang harus pontang panting aspek bagian akademik dari saja. sekolah BK sebagai belum dapat mengurusi semua kebutuhan siswa mulai membuktikan unjuk kerja yang berkualitas. bimbingan klasikal, konseling individu, Tiadanya program BK berkualitas yang home visit, dan membantu pendaftaran sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa, masuk perguruan tinggi bagi siswa kelas pengelola sekolah, dan stake holder lain XII. Sehingga terlihat jelas bahwa pelayanan sulit memberi kepercayaan kepada BK. bimbingan dan konseling yang dilakukan Kebijakan oleh konselor kurang berdampak positif bagi meniadakan klasikal jam bimbingan mengakibatkan fungsi developmental, fungsi pemeliharaan siswa. pencegahan, dan BK dalam Kedua hal diatas sudah berjalan sangat aspek lama sekali, maka diperlukan keseriusan dari perkembangan personal, edukasional, dan konselor untuk menjalankan tugas dengan karier tidak dapat dijalankan secara utuh. sebaik-baiknya secara komperhensif, dengan Ketidakmengertian tujuan memberikan pelayanan terbaik untuk dan prasangka administrator sekolah bahwa BK dianggap membantu membuang-buang memberikan waktu sumbangan perkembangan siswa kemandirian siswa. Maka dan tidak dibutuhkan gambaran utuh bimbingan dan berarti bagi konseling yang dapat dijadikan pedoman mengakibatkan bagi sulitnya memperoleh dukungan sekolah konselor untuk membantu perkembangan siswa. terhadap program BK. Kedua, banyak terjadi dilapangan KOMPONEN PROGRAM BIMBINGAN bahwa bimbingan dan konseling hanya DAN KONSELING KOMPREHENSIF dilakukan oleh konselor saja tanpa ada 1. Pelayanan Dasar atau Guidance kerjasama dengan pihak lain. Dari Curriculum pengamatan dilapangan, acap kali sekolah Menurut Depdiknas dasar yaitu ―Proses hanya memiliki satu orang konselor untuk (2007),pelayanan melayani 450 siswa, pun demikian tidak ada pemberian bantuan kepada seluruh konseli guru lain yang terlibat untuk membantu dan melalui kegiatan penyiapan pengalaman FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 287 ISSN 2502-8723 terstruktur secara klasikal atau kelompok pencapaian yang disajikan secara sistematis dalam (Depdiknas, 2007). Tujuan dari pelayanan rangka mengembangkan perilaku jangka responsif ini yaitu membantu konseli agar panjang sesuai dengan tugas perkembangan dapat yang memecahkan masalah yang dialaminya atau diperlukan kemampuan dalam memilih pengembangan dan mengambil tugas-tugas memenuhi membantu perkembangan kebutuhannya konseli yang dan mengalami keputusan dalam menjalani kehidupannya‖. hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas- Layanan tugas dasar ini bertujuan membantu konseli perkembangan yang normal, mental sehat, dan yang untuk memperoleh perkembangannya. Depdiknas memiliki (2007) Lebih lanjut menyatakan tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan memperoleh sebagai upaya untuk mengintervensi keterampilan dasar hidupnya, mencapai masalah-masalah atau kepedulian pribadi tugas-tugas perkembangannya. Secara lebih konseli yang muncul segera dan dirasakan rinci, tujuan tersebut bisa dijabarkan sebagai saat itu, berkenaan dengan masalah sosial- berikut: pribadi, Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya (Depdiknas, 2007). 2. Layanan Responsif pengembangan pendidikan. Pelayanan dan atau masalah 3. Perencanaan Individual Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya (Depdiknas, 2007). Pemahaman konseli dan karakteristiknya secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai diartikan dengan peluang dan potensi yang dimiliki sebagai pemberian bantuan kepada konseli konseli amat diperlukan sehingga konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah mampu memilih dan mengambil keputusan yang yang memerlukan responsif karir, pertolongan dengan tepat di dalam segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat potensinya menimbulkan keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. gangguan dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG proses 288 secara mengembangkan optimal, termasuk ISSN 2502-8723 Tujuan perencanaan individual ini dapat Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi meliputi konseli untuk merencanakan, memonitor, (networking), kegiatan manajemen, riset, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan. dan pengembangan dirinya sosial-pribadi sendiri.Melalui pengembangan jejaring oleh pelayanan EKSPEKTASI PELAKSANAAN perencanaan individual, konseli diharapkan BIMBINGAN DAN KONSELING dapat: KOMPREHENSIF (1) mempersiapkan mengikuti diri pendidikan untuk lanjutan, Program BK Komprehensif bersifat merencanakan karir, dan mengembangkan sistemik yang mana program BK dirancang kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan untuk menjangkau berbagai pihak, mulai atas pengetahuan akan dirinya, informasi dari tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan kelompok, komunitas sekolah, keluarga, masyarakatnya, (2) menganalisis kekuatan komunitas, dan masyarakat. Pendekatan dan rangka sistemik dalam program BK komprehensif pencapaian tujuannya, (3) mengukur tingkat menempatkan individu sebagai pusat sistem pencapaian tujuan dirinya, (4) mengambil dan menciptakan hubungan antar subsistem keputusan yang merefleksikan perencanaan yang dirinya (Depdiknas, 2007). perkembangan 4. Dukungan Sistem keluarga, kelemahan dirinya Dukungan komponen dalam system pelayanan merupakan dan siswa sebagai mempengaruhi positif komunitas, individu individu ke seperti dan maupun arah sekolah, masyarakat (Erford, 2004). kegiatan Sifat sistemik Program BK manajemen, tata kerja, infrastruktur, dan Komprehensif dilaksanakan dengan asesmen pengembangan profesional yang dapat merumuskan kebutuhan siswa konselor secara berkelanjutan, yang secara dan stake holder penting lain seperi orang tidak langsung memberikan bantuan kepada tua, komunitas sebaya, para guru, dan konseli kelancaran administrator sekolah; layanan BK yang perkembangan konseli. Menurut Depdiknas menjangkau siswa dan stake holder lain (2007) program ini memberikan dukungan yang relevan seperti orang tua, komunitas kepada asal siswa, komunitas sebaya, para guru, dan kemampuan atau memfasilitasi konselor dalam penyelenggaraan memper-lancar diatas. masyarakat sekolah secara umum; program Sedangkan bagi personel pendidik lainnya BK Sistemik dapat melibatkan stake holder adalah tidak saja sebagai penerima layanan, tetapi untuk pelayanan memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG juga 289 sebagai rekanan dalam memberi ISSN 2502-8723 layanan yang relevan, misalnya, dalam b. Pelayanan Orientasi rangka menciptakan lingkungan keluarga Pelayanan ini merupakan suatu asal yang sehat dan kondusif bagi tumbuh kegiatan yang memungkinkan peserta didik kembang siswa, komite sekolah dapat dapat memahami dan menyesuaikan diri terlibat kegiatan dengan evaluasi lingkungan dalam pendidikan mengorganisir keorangtuaan dan lingkungan baru, terutama Sekolah/Madrasah, atau untuk proses, hasil (result), dan dampak (outcome, mempermudah memperlancar impact) yang menjangkau siswa dan stake berperannya mereka di lingkungan baru holder tersebut di atas. tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. 1. Layanan Dasar atau Kurikulum pelayanan Sekolah/Madrasah Bimbingan Menurut Materi Gysbers biasanya di mencakup Handerson organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru- (2007) kurikulum bimbingan ibarat sebuah guru, kurikulum, program bimbingan dan kendaraan materi konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas bimbingan kepada semua siswa dengan cara atau sarana prasarana, dan tata tertib sistematis. Layanan dasar dapat diberikan Sekolah/Madrasah. secara c. Pelayanan Informasi untuk klasikal & orientasi mengadirkan atau kelompok. Fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut Yaitu pemberian informasi tentang aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan berbagai hal yang dipandang bermanfaat karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya bagi peserta didik. melalui komunikasi membantu konseli dalam mencapai tugas- langsung, maupun tidak langsung melalui tugas perkembangannya. media cetak maupun elektronik, seperti: a. Bimbingan Kelas buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet. Program yang dirancang menuntut d. Bimbingan Kelompok konselor untuk melakukan kontak langsung Konselor memberikan pelayanan dengan para peserta didik di kelas. Secara bimbingan kepada peserta didik melalui terjadwal, konselor memberikan pelayanan kelompok-kelompok kecil (5-10 orang). bimbingan didik. Bimbingan ini ditujukan untuk merespon Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa kebutuhan dan minat para peserta didik. diskusi kelas atau brain storming (curah Topik yang didiskusikan dalam bimbingan pendapat). kelompok ini, adalah masalah yang bersifat kepada para peserta umum (common problem) dan tidak rahasia, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 290 ISSN 2502-8723 seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat- Kegiatan yang bisa dilaksanakan kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress. dalam memberikan pelayanan responsif e. Pelayanan Pengumpulan antara lain: Data/Apraisal/Aplikasi Instrumentasi Merupakan untuk Pemberian pelayanan konseling ini mengumpulkan data atau informasi tentang ditujukan untuk membantu peserta didik pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta yang didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan hambatan dengan berbagai instrumen tes atau non tes. perkembangannya. 2. Layanan Responsif b. Referal (Rujukan atau Alih Tangan) Menurut (2007) bagian kegiatan a. Konseling Individual dan Kelompok Gysbers & dari dalam kesulitan, mengalami mencapai tugas-tugas Handerson Apabila konselor merasa kurang merupakan memiliki kemampuan untuk menangani layanan responsif penting mengalami bimbingan dan masalah konseli, maka sebaiknya dia konseling komprehensif karena kebutuhan mereferal atau mengalihtangankan konseli untuk respon/pertolongan kepada pihak lain yang lebih berwenang, kepada siswa secara langsung dan seketika seperti psikolog, psikiater, dokter, dan itu berdasarkan kebutuhan siswa, kegiatan kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal yang adalah mereka yang memiliki masalah, memberikan bisa individual, dilakukan yaitu konseling krisis, konseling referal, seperti depresi, konsultasi dengan orang tua, guru atau (kriminalitas), profesi lain. penyakit kronis. Menurut Depdiknas (2007)―Fokus tindak kecanduan kejahatan narkoba, dan c. Kolaborasi dengan Guru Mata pelayanan responsif bergantung kepada Pelajaran atau Wali Kelas masalah atau kebutuhan konseli. Masalah Konselor berkolaborasi dengan guru dan kebutuhan konseli berkaitan dengan dan wali kelas dalam rangka memperoleh keinginan untuk memahami sesuatu hal informasi tentang peserta didik (seperti karena bagi prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), positif‖. membantu memecahkan masalah peserta Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek memperoleh informasi antara lain tentang bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru pilihan karir dan program studi, sumber- mata pelajaran. sumber belajar, bahaya obat terlarang, d. Kolaborasi dengan Orang tua dipandang perkembangan dirinya penting secara minuman keras, narkotika, pergaulan bebas. Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 291 ISSN 2502-8723 Kerjasama ini penting agar proses kemudahan dan komitmen bagi bimbingan terhadap peserta didik tidak terentaskannya permasalahan peserta didik hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat tetapi juga oleh orang tua di rumah. terbatas dan tertutup. e. Kolaborasi dengan pihak-pihak i. Kunjungan Rumah Yaitu kegiatan untuk memperoleh terkait di luar Sekolah/Madrasah Yaitu berkaitan Sekolah/Madrasah dengan untuk upaya data atau keterangan tentang peserta didik menjalin tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat menggentaskan masalahnya, yang dipandang relevan dengan peningkatan kunjungan ke rumahnya. mutu pelayanan bimbingan. 3. Perencanaan Individual Menurut f. Konsultasi Konselor menerima Gysbers & melalui Handerson pelayanan (2007) perencanaan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak bagian dari pimpinan Sekolah/Madrasah yang terkait komprehensif karena peningkatan kebutuhan dengan upaya membangun kesamaan dari semua siswa untuk merencanakanan persepsi dalam memberikan bimbingan secara sistematis, memonitor, dan mengelola kepada para peserta didik, menciptakan perkembangannya dan untuk mengambil lingkungan keputusan berikutnya tentang kehidupan, Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan individual bimbingan dan menjadi konseling pendidikan, dan karier. meningkatkan Untuk melaksanakan perencanaan kualitas program bimbingan dan konseling. individual, aktivitas dan prosedur g. Bimbingan Teman Sebaya sepenuhnya digunakan untuk memfasilitasi Bimbingan teman sebaya ini adalah siswa dalam memahami dan secara berkala bimbingan yang dilakukan oleh peserta memantau perkembangannya. Siswa diajak didik terhadap peserta didik yang lainnya. untuk berkomitmen dengan tujuan, nilai, Peserta didik yang menjadi pembimbing kemampuan, perilaku, dan kegemaran, dan sebelumnya kompetensi diberikan latihan atau mereka, sehingga mereka pembinaan oleh konselor. melanjutkan perkembangan pendidikannya. h. Konferensi Kasus Konselor menjadi ―ahli pengembangan dan penempatan‖. Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu dilaksanakan pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak membantu yang dapat memberikan Perencanaan dengan siswa untuk individual kegiatan yang merencanakan, keterangan, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 292 ISSN 2502-8723 memonitor, dan mengelola perkembangan sistem. Itulah mengapa dukungan sistem belajar dan karir mereka. menjadi Fokus pelayanan individual berkaitan perencanaan erat komponen utama. Namun seringkali hal ini terlupakan dan dipandang dengan sebelah mata, padahal sangat penting untuk pengembangan aspek akademik, karir, dan menunjang sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: tersebut a. Pengembangan Jejaring (networking) antara lain mencakup pengembangan aspek akademik meliputi memanfaatkan keterampilan tiga komponen lainnya. Pengembangan jejaring menyangkut belajar, kegiatan konselor yang meliputi konsultasi melakukan pemilihan pendidikan lanjutan dengan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau program kerjasama dengan orang tua atau pelajaran masyarakat, tambahan yang tepat, dan guru-guru, menyelenggarakan berpartisipasi dalam memahami nilai belajar sepanjang hayat; merencanakan dan melaksanakan kegiatan- karir peluang- kegiatan Sekolah/Madrasah, bekerjasama latihan- dengan personel Sekolah/Madrasah lainnya meliputi peluang mengeksplorasi karir, mengeksplorasi latihan pekerjaan, memahami kebutuhan dalam untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan Sekolah/Madrasah sosial-pribadi perkembangan meliputi pengembangan rangka menciptakan yang lingkungan kondusif konseli, bagi melakukan konsep diri yang positif, dan pengembangan penelitian tentang masalah-masalah yang keterampilan sosial yang efektif. berkaitan 4. Dukungan Sistem konseling, dan melakukan kerjasama atau Untuk memberikan erat dengan bimbingan dan pelayanan kolaborasi dengan ahli lain yang terkait bimbingan yang prima dan efektif mengikuti dengan pelayanan bimbingan dan konseling. perkembangan jaman, diperlukan aktivitas b. Kegiatan Manajemen pendukung seperti pengemngan kemampuan konselor, riset, kurikulum. dan Dukungan Kegiatan pengembangan berbagai sistem memelihara, juga manajemen upaya dan untuk merupakan memantapkan, meningkatkan mutu memfasilitasi kebutuhan bimbingan dari program bimbingan dan konseling melalui program kegiatan-kegiatan sekolah yang lain untuk menciptakan iklim saling membantu dalam program, mensukseskan sitem pendidikan sekolah. pemanfaatan Administrasi program bimbingan komprehensif dan manajemen (2) pengembangan (1) pengembangan pengembangan sumber daya, penataan staf, (3) dan (4) kebijakan. dan konseling Dalamhalpengembangan membutuhkan dukungan konselor secara terus menerus berusaha FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 293 profesionalitas, ISSN 2502-8723 untuk memutakhirkan pengetahuan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara, keterampilannya in-service dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem training, (b) aktif dalam organisasi profesi, pengelolaan (manajemen) yang bermutu, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, seperti seminar dan workshop (lokakarya), dan terarah. Gysbers & Handerson (2007) atau (d) melanjutkan studi ke program yang dukungan sitem juga termasuk kegiatan- lebih kegiatan yang dapat mendukung program tinggi Konsultasi melalui (a) (Pascasarjana). dan Pemberian Berkolaborasi, konselor sekolah lainnya, seperti membantu perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi menjelaskan hasil tes IQ kepada guru dan dengan orang tua dan membantu waka kurikulum guru, Sekolah/Madrasah orang tua, staf lainnya, dan pihak menjelaskan kelebihan dan kekurangan Madrasah siswa sebagai bahan penyusunan KTSP.‖ (pemerintah, dan swasta) untuk memper- Namun perlu diperhatikan porsinya, karena oleh informasi, dan umpan balik tentang tugas utama konselor adalah pada ketiga pelayanan bantuan yang telah diberikannya komponen kepada komprehensif institusi di luar para lingkungan kondusif konseli, menciptakan Sekolah/Madrasah bagi melakukan Sekolah/ perkembangan referal, serta yang bimbingan lain. dan konseling Empat komponen tersebut harus dilaksanakan dengan proposi konseli, tertentu, meningkatkan sesuai masing-masing. keadaan pada sekolah Berikut ini proporsi kualitas program bimbingan dan konseling. perhatian Dengan kata lain strategi ini berkaitan dialokasikan dengan upaya Sekolah/ Madrasah untuk komponen-komponen program bimbingan menjalin kerjasama dengan unsur-unsur dan masyarakat yang dipandang relevan dengan rekomendasikan oleh CSCA (2000). peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Tabel 1.1. Komponen Program Jalinan kerjasama ini seperti dengan instansi BimbingandanKonselingKomprehensif di pemerintah, instansi swasta, organisasi tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, MGBK, dan Depnaker dalam rangka analisis pekerjaan. bursa kerja/lapangan DalamManajemen Program, suatu program pelayanan bimbingan dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG waktu yang untuk Konseling harus implementasi komprehensif yang SD, SMP, dan SMA profesi, seperti ABKIN, para ahli dalam bidang dan 294 Komponen Program Layanan Dasar Perencanaan Individu SD SMP SMA 35-45 % 10-30 % 25-35 % 15-25 % 15-25 % 25-35 % Layanan Responsif Dukungan Sistem 30-40 % 10-15 % 30-40 % 10-15 % 25-35 % 10-15 % ISSN 2502-8723 CIRI-CIRI PROGRAM BIMBINGAN kelompok, DAN KONSELING KOMPERHENSIF muncul dalam konseling dan direkam 1. Pengelolaan Program BK dilakukan secara memadai. dengan serius dan berkualitas. Seluruh langkah manajemen perencanaan, persoalan-persoalan 3. Pelayanan (asesmen, BK kebutuhan yang memenuhi beragam dengan berbagai siswa pengorganisasian, pendekatan, metode, dan jenis layanan pelaksanaan layanan inti dan pendukung, yang beragam. Ragam bentuk layanan dan dengan BK dan isi layanan BK dilakukan sesuai melibatkan siswa dan semua stake dengan kebutuhan dan keadaan nyata holder yang relevan. Siklus Asesmen, peserta didik. evaluasi) perencanaan, dilaksanakan pengorganisasian, dan 4. Program BK memberi perhatian yang evaluasi adalah motor penggerak bagi seimbang pelaksanaan layanan inti dan layanan developmental, pendukung perseveratif BK. Tanpa pengelolaan pada fungsi kuratif, preventif, (CSCA, dan 2000). program BK semacam ini, layanan BK Keseimbangan hanya akan menjadi aksi ‗spontan‘ untuk fungsi mengatasi persoalan yang terus menerus perencanaan yang serius dan matang bermunculan, pelayanan berdasarkan kebutuhan riil peserta didik Bimbingan dan Konseling tidak dapat yang diramu menjadi program yang memberi aplikaitif dan implementasi program BK dukungan perkembangan optimal sehingga optimal peserta Schmidt didik (dalam bagi secara Santohadi, 5. Layanan ini membutuhkan dalam BK Komprehensif dirancang secara berurutan dan fleksibel. 2. Isi layanan BK mencakup 4 ragam belajar) BK keempat yang serius dan berkualitas. 2007). bimbingan pelaksanaan (personal, tersedia sosial, secara Urut-urutan proses bimbingan dengan karier, materi tertentu adalah implikasi dari lengkap. prinsip perkembangan manusia. Program Layanan dalam empat ragam bimbingan tersebut dapat tersebut diselenggarakan bagi siswa dan dimodifikasi stake holder lain sesuai kebutuhan. aktual perkembangan siswa dari waktu Keseimbangan perhatian pada empat ke waktu. sesuai dengan leluasa dengan kondisi ragam bimbingan ini akan dengan 6. Program BK harus dapat memenuhi mudah diperiksa dengan meninjau tujuan semua kebutuhan semua konseli dan program semua orang BK, materi-materi yang dikelola melalui layanan bimbingan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG yang signifikan bagi konseli yang berperan penting bagi 295 ISSN 2502-8723 perkembangan mereka. Kelompok sekolah didahulukan sebab kegiatan ini sasaran Program BK dalam hal ini tidak sangat strategis dalam menciptakan hanya siswa, tetapi juga orang tua, guru, iklim yang mendukung pelaksanaan teman sebaya, dan masyarakat umum. program BK sepanjang tahun ajaran. Mereka menerima berbagai layanan seperti konsultasi, layanan konseling KESIMPULAN DAN SARAN individual, dan bimbingan kelompok. Tiadanya program BK berkualitas Pemberian layanan BK bagi stake holder selama ini yang sesuai yang sesuai dengan tersebut diharapkan dapat menciptakan kebutuhan, lingkungan yang mendukung tumbuh sekolah, dan stake holder lain sulit memberi kembang peserta didik yang lebih luas kepercayaan kepada BK. BK selama ini (CSCA, 2000). dianggap membuat sebagai siswa, guru pengelola yang hanya 7. Pelayanan Bimbingan dan Konseling memajang daftar aktivitas dapat mengacu melibatkan banyak unsur yang mampu pada pola 17 atau pola-pola yang lain, tetapi membantu perkembangan siswa secara tidak menonjolkan isi yang akan ‗digarap‘, utuh dalam kerja kolaboratif. Pihak- untuk mengembangkan aspek afektif, nilai, pihak yang terlibat dalam bimbingan dan sikap, dan perilaku positif siswa. Pola 17 Konseling misalnya konselor, guru- yang konselor, peer counselor, guru, tenaga sebenarnya hanyalah ‗bungkus‘ yang belum medis, prikolog, psikiater, pekerja sosial, menampakkan ‗isi‘. Ketidakmampuan BK di forum orang tua, orang tua secara sekolah membuktikan unjuk kerja yang pribadi, dan praktisi. berkualitas 8. Alasan mendasar pentingnya Program sering dipajang dan di ruang ketidak BK percayaan administrator dan seluruh staff kependidikan BK Komprehensif adalah agar layanan di sekolah. BK di sekolah memberi dampak positif Diperlukan bimbingan dan konseling bagi peserta didik dan pihak-pihak lain komperhensif untuk menunjukkan unjuk yang juga dilayani. Layanan BK bisa kerja konselor sekolah yang utuh dan saja terjadi secara insidental tanpa mampu direncanakan, tetapi BK yang insidental perkembangan tidak melaksanakan perencanaan program yang dapat menjamin munculnya menghantarkan diri kebutuhan siswa menuju optimum dengan dampak positif dalam diri peserta didik sesuai siswa, implementasi secara optimal. program dengan melibatkan seluruh siswa, 9. Sosialisasi program BK kepada seluruh stake holder sekolah, dan orang tua, bukan warga masyarakat sekolah dan luar hanya sebagai sasaran tetapi juga sebagai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 296 ISSN 2502-8723 pelaksana program bimbingan Theories, Programs & Practices. Austin: CAPS Press. Gysbers, N.C &Henderson, P. 2007. Comprehensive Guidance Programs That Work II. Alexandria: ACA. dan konseling, dan evaluasi program sebagai wujud akuntabilitas konseling bimbingan membantu siswa dan mencapai perkembangan optimal. Santoadi, F. 2007. Profil Manajemen Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas (SMA) Rekanan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma (Prodi BK USD) di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006.Widya Dharma, Vol. 17, No. 2, April 2007. 149-175. ABKIN sebagai organisasi profesi diharapkan merangkul pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kabupaten/kota untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang pelaksanaan bimbingan konseling komprehensifABKIN merangkul pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menambah wawasan pengawas sekolah dan kepala sekolah tentang hakikat dan prinsip manajemen BK Komprehensif, pentingnya kebijakan pendidikan di sekolah yang mendukung implementasi program BK komprehensif dan pendidikan yang utuh. Penambahan wawasan ini diharapkan dapat memicu terciptanya iklim sekolah yang kondusif bagi implementasi program BK yang komprehensif yang melayani semua siswa secara maksimal. DAFTAR RUJUKAN Connecticut Comprehensive School Counseling Program. 2000. (Online), (http://csca.org), diakses 15 September 2015. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rambu-Rambu pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK. Erford, B.T 2004. Professional School Counseling A Handbook of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 297 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 KESELARASAN KURIKULUM SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN KEBUTUHAN DU/DI Nurmalita Kurnia Dewi, Muladi, Isnandar, Riana Nurmalasari Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No 5 Malang [email protected] Abstrak: Fakta yang ada saat ini banyak lulusan SMK yang tidak terserap kerja karena kompetensi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan kebutuhan pasar di perusahaan-perusahaan yang ada di daerah setempat. Banyaknya siswa yang menganggur dimungkinkan disebabkan tidak relevan antara kompetensi siswa SMK dengan kebutuhan industri. Hal lain disebabkan banyak dalam pembuatan kurikulum yang dibuat pada tahun sebelumnya dipakai secara terus menerus tanpa komunikasi dengan dunia industri, dan tanpa mengalami perubahan kurikulum yang disesuaikan dengan kemajuan industri. Hal itu menunjukkan bahwa diperlukan proses pengelolaan pada jenjang SMK yang dapat memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Perlu adanya sinkronisasi segera antara sistem pendidikan, dan ketenagakerjaan nasional. Kata Kunci: Kurikulum, Kebutuhan DU/DI. Abstract: Nowadays there is fact that a lot of SMK graduates not absorbed to work because the competence of the student are not in accordance with the companies need that are in local area. The number of students who are unemployed is made possible due to irrelevant between SMK students competence with the industry need. Other things caused is curriculum that was created in the previous year are used continuously without communication with industry, and without changing the curriculum tailored to industry progress. It shows that the required management processes at the level of our SMK can provide solutions in solving the problem of unemployment. Need for synchronization immediately between the education system, and national employment. faktor, antara lain input peserta didik, Pendahuluan Sekolah (SMK) Menengah bertujuan kurikulum, Kejuruan menyiapkan kependidikan, lulusan pendidik dan tenaga sarana prasarana, dana, untuk melanjutkan kejenjang pendidikan manajemen, dan lingkungan, yang saling yang memiliki terkait datu sama lain. Apabila mutu keunggulan kompetensi untuk memasuki lulusannya baik, dapat diprediksi bahwa lapangan pekerjaan tingkat menengah di mutu kegiatan belajar mengajarnya juga Dunia baik, input siswa, lebih tinggi Usaha/Industri SISDIKNAS No.20 dan (DU/DI) (UU tenaga Th. 2003). Mutu kompetensi pendidik, kependidikan, dana, sarana prasarana, lulusan smk dipengaruhi oleh mutu kegiatan pengelolaan belajar mengajar, sedangkan mutu kegiatan lingkungan memadai. Akan tetapi dari belajar mengajar ditentukan oleh berbagai berbagai faktor manajemen, tersebut, dan kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat strategis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 298 ISSN 2502-8723 dalam seluruh proses pendidikan. artinya teknologi informasi sendiri. Selain itu kurikulum merupakan ciri utama pendidikan dampak sampingan lainnya perkembangan di sekolah. Kurikulum mengarahkan segala ini telah meningkatkan peluang investasi bentuk dan penyerapan tenaga kerja di bidang aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Mengingat teknologi pentingnya peranan kurikulum di dalam perkembangan pendidikan penyusunan kurikulum tidak komunikasi (TIK) serta penerapannya di dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan berbagai bidang, telah membuka peluang kurikulum membutuhkan landasan-landasan kerja cukup besar bagi profesional di bidang yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil tersebut. pemikiran dan penelitian yang mendalam. perusahaan, instansi pemerintah, maupun Kurikulum mencerminkan hal-hal yang dunia pendidikan. Walaupun peluang kerja menjadi kebutuhan masyarakat atau pemakai di bidang teknologi informasi ini masih keluaran sekolah, maka perlu ada kerja cukup tinggi karena tingginya kebutuhan sama dari antara pihak pendidikan dengan masalah pelaku tenaga dalam pembenahan bekerja masih seringkali yang itu informasi dapat ternyata bahwa kerja Selain teknologi Mereka industri, pihak luar pendidikan yang dalam hal ini industri informasi. pula dan di terdapat kompetensi tersedia tidaklah kurikulum. Bidang Teknologi Informasi memenuhi persyaratan kemampuan teknis adalah bidang yang akhir-akhir ini semakin maupun non-teknis. berkembang dan semakin dibutuhkan oleh pihak Industri di Indonesia. Fakta yang ada saat ini banyak Dengan lulusan SMK yang tidak terserap kerja meningkatnya kesadaran dari pihak Industri karena akan informasi pasar di perusahaan-perusahaan yang ada di perusahaan, maka secara berkesinambungan daerah setempat. Hal itu menunjukkan semakin yang bahwa diperlukan proses pengelolaan pada melaksanakan investasi di bidang Teknologi jenjang SMK yang dapat memberikan solusi Informasi dalam pentingnya sistem banyak bagi perusahaan proses bisnis di tidak sesuai dengan kebutuhan menyelesaikan masalah perusahaannya. Contohnya perkembangan pengangguran. Perlu adanya sinkronisasi industri Software di Indonesia khususnya segera sangatlah strategis, karena terkait dengan ketenagakerjaan nasional. Hal tersebut perlu sektor juga dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi memberikan dampak yang luas terhadap permasalahan terkait lulusan SMK dan perluasan kesempatan kerja sebagai dampak dunia kerja. dari ekonomi, peningkatan dan atau selain itu antara sistem pendidikan, dan pengembangan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 299 ISSN 2502-8723 Menurut Jatmoko (2013) banyaknya Engineer, Programmer keahlian keras siswa yang tidak dapat langsung bekerja (Hard Skill) yang dibutuhkan: atau menganggur disebabkan dari kurang • Pemrograman Java sesuainya kompetensi siswa SMK dengan • Perancangan Database kebutuhan industri. Hal lain disebabkan • Linux banyak dalam pembuatan kurikulum yang • Pemrograman PHP dibuat pada tahun sebelumnya dipakai • Database MY SQL secara terus menerus tanpa konsolidasi • Penguasaan Algoritma dengan mengalami • Design Interface yang disesuaikan • Database SQL • Database Oracle • Perancangan Sistem Informasi • Dokumentasi Sistem Informasi • Aplikasi Microsoft tenaga • Administrasi Database memiliki • Pemrograman .NET memenuhi • Manajemen Proyek tuntutan dunia usaha dan dunia insdustri • Pemrograman J2EE dengan perkembangan teknologi yang begitu • Adobe pesat, sehingga SMK sulit untuk bisa • Troubleshooting Hardware mengimbangi perkembangan tersebut. • Pemrograman C++ Oleh itu, mengalami • Flash keterlambatan dalam memenuhi kebutuhan • Administrasi Jaringan Komputer pasar yang • Troubleshooting Jaringan Komputer dibutuhkan. Permasalahan nyata yang saat • Unix ini adalah tidak selarasnya kurikulum yang • Pemrograman VB ada di SMK dengan kebutuhan Du/Di. Hasil • Perancangan Jaringan Komputer Penelitian dari Tim Penyelarasan Pendidikan • Aplikasi Oracle Dengan Dunia Kerja DU/DImerasa belum • Manajemen Dasar puas terhadap kesesuaian kurikulum SMK • Pemrograman C dengan • Pemrograman J2ME • Mac OS • Pemrograman Delphi • Corel DU/DI, perubahan dan tanpa kurikulum dengan kemajuan industri. PERMASALAHAN NYATA DI LAPANGAN SMK sebagai terampil tingkat beberapa kelemahan karena sesuai pencetak menengah, dalam SMK dengan keahlian perkembangan industri (Simanungkalit, 2013). Dilihat dari kebutuhan DU/DIUntuk lulusan RPL Kelompok jabatan Software FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 300 ISSN 2502-8723 • Cobol • Pemrograman C++ • Pascal • Adobe • Setup & Instalasi Jaringan Komputer • Aplikasi SAP • Aplikasi Oracle • Manajemen Dasar Support: Staf Pusat Data dan Informasi, • Pascal Teknisi kebutuhan ketrampilan keras (Hard • Pemrograman C Skill): • Manajemen Proyek • Windows • Assembler • Database SQL • Pemrograman J2EE • Database Oracle • Pemrograman J2ME • Pemrograman Java • Administrasi Database Dilihat dari kebutuhan DU/DIbanyak • Perancangan Database kompetensi yang tidak diajarkan di sekolah, • Linux seperti database oracle banyak digunakan di • Database MY SQL perusahaan, • Administrasi Jaringan Komputer diajarkan database mySQL. • Troubleshooting Hardware • Penguasaan Algoritma sudah • Pemrograman VB dalam butir-butir berikut: (1) lulusan masih • Pemrograman .NET kurang mampu menangkap requirement, • Pemrograman PHP kurang • Aplikasi Microsoft informasi/design, kurang mampu dalam • Perbaikan Hardware membaca karakter client dan memilih • Perancangan Jaringan Komputer pendekatan • Perancangan Sistem Informasi memahami dunia bisnis seperti finance, • Troubleshooting Jaringan Komputer accounting; (2) kemampuan ketrampilan • Pemrograman Delphi keras (hard skills) masih harus ditambah, • Flash seperti pelatihan sertifikasi penggunaan • Dokumentasi Sistem Informasi aplikasi dan hardware/network, maupun • Design Interface kemampuan mendokumentasikan; (3) masih • Unix kurang mampu berkomunikasi dengan team • Corel (internal maupun inter-department); (4) • Mac OS masih kurang dalam pengenalan software Kelompok Jabatan Technical FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG namun di sekolah yang Kekurangan lulusan SMK TIK yang 301 dipekerjaan mampu yang sekarang dirangkum dalam tepat, sistem dan kurang ISSN 2502-8723 aplikasi; (5) masih kurang ketrampilan lunak antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu seperti daya juang di bawah tekanan, komponen (1) tujuan; (2) isi/bahan ajar; (3) kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, strategi atau metode; (4) organisasi; (5) bekerjasama, dan evaluasi. Komponen tersebut, baik secara semangat kerja, kreativitas serta kemampuan sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama verbal; (6) masih kurang dalam sikap yaitu menjadi antara lain dalam disiplin, tanggung jawab, mengembangkan sistem pembelajaran. ketahanan mental integritas, inisiatif, ketekunan, dan motivasi; dasar Hasan utama (2011) dalam upaya mengelompokkan (7) masih kurangnya pengetahuan tentang pengertian kurikulum ke dalam empat teknologi - teknologi terbaru dari dunia dimensi, yang saling berhubungan satu sama Teknologi lain, yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu Informasi; ketrampilan dalam (8) kurangnya menulis dan ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu mendokumentasikan. rencana tertulis, yang sebenarnya merupakan suatu perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai KURIKULUM Pengertian kurikulum sebagaimana suatu kegiatan/aktivitas, yang sering disebut tercantum dalam Undang-undang Republik pula dengan istilah kurikulum sebagai suatu Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang realita atau implementasi kurikulum, yang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan sebenarnya merupakan pelaksanaan dari bahwa, dan kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil, yang pelajaran serta merupakan konsekuensi dari kurikulum "Seperangkat cara rencana yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebagai suatu kegiatan. tujuan Menurut Widyastono (2014) pendidikan tertentu". Kurikulum adalah kedudukan kurikulum dalam pendidikan seperangkat pengaturan adalah (1) seabagai construct yang dibangun mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran untuk mentrasnfer apa yang sudah terjadi di serta cara yang digunakan sebagai pedoman masa lalu kepada generasi berikutnya untuk penyelenggaraan pembelajaran dilestarikan, diteruskan, atau dikembangkan; untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (2) jawaban untuk menyelesaikan berbagai (BSNP, 2006:5). masalah sosial yang berkenaan dengan rencana Menurut kurikulum dan kegiatan Hidayat merupakan (2013:51) suatu pendidikan ; (3) untuk membangun sistem, kehidupan masa depan dimana kehidupan memiliki komponen yang saling berkaitan masa lalu, masa sekarang, dan berbagau FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 302 ISSN 2502-8723 rencana pengembangan dan pembangunan berisi bangsa menentukan ke mana peserta didik akan dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan; (4) rumusan tentang tujuan yang dibawa dan diarahkan. sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan PENGEMBANGAN KURIKULUM pendidikan tertentu. Sejak Indonesia merdeka kurikulum Substansi dari pendidikan kejuruan harus menampilkan telah mengalamai beberapa kali perubahan karakteristik secara berturut-turut yaitu pada tahun 1947, pendidikan kejuruan yang tercermin dalam tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968, tahun aspek-aspek yang erat dengan perencanaan 1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 2004, kurikulum, tahun 2006 dan yang terbaru kurikulum yaitu kurikulum pendidikan kejuruan telah berorientasi pada proses dan 2013. hasil atau lulusan. Namun keberhasilan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan pendidikan kejuruan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan tidak hanya diukur dengan keberhasilan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan pendidikan peserta bernegara. utama kurikulum didik di sekolah saja, Dinamika tersebut Sebab merupakan kurikulum tetapi juga dengan hasil prestasi kerja dalam seperangkat dunia kerja. Finch & Crunkilton (1999:14) dikembangkan secara dinamis sesuai dengan mengemukakan kurikulum tuntutan dan perubahan yang terjadi di pendidikan kejuruan berorientasi terhadap masyarakat. Kurikulum yang dipakai di proses (pengalaman dan aktivitas dalam negara kita pada saat ini adalah Kurikulum lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh 2013(K-13) dan Kurikulum Tingkat Satuan pengalaman dan aktivitas tersebut pada Pendidikan (KTSP) namun yang akan peserta didik). dibahas kali ini mengenai K-13. bahwa Berdasarkan diatas, maka kurikulum beberapa dapat adalah pendapat diartikan pendidikan Sukmadinata bahwa mengelompokkan perlu (2009) prinsip-prinsip rencana pengembangan kurikulum secara umum dan pendidikan dan pedoman penyelenggaraan khusus. Secara umum meliputi prinsip: (1) pendidikan relevansi; (2) fleksibilitas; (3) kontinuitas; membelajarkan seperangkat rencana sebagai yang disiapkan peserta didik, untuk yang (4) praktis (efisiensi); dan (5) efektivitas. didalamnya terdapat tujuan, isi, dan bahan Khusus untuk SMK acuan untuk pelajaran guna mencapai tujuan pendidikan program produktif mengambil dari SKKNI tertentu. (Standar Kedudukan kurikulum sangat strategis dalam proses pendidikan karena FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Indonesia). 303 Kompetensi Kerja Nasional Dengan demikian sekolah ISSN 2502-8723 seharusnya boleh kurikulum mengembangkan sejauh mengambil pendidikan SKKNI yang termasuk didalamnya pelatihan perlu didisain sedemikian rupa tersebut. Tetapi dengan adanya ketentuan sehingga spektrum SMK dengan standar kompetensi permintaan berdasarkan empat dimensi yang yang harus diambil maka sebenarnya sama. Sehingga perlu dilakukan deployment menjadikan ketidak bebasan sekolah untuk untuk merancang sistem pendidikan yang mengambil kompetensi apa yang akan berkualitas baik dari sisi sarana prasarana, diajarkan kepada siswa. Pembenahan pendidik kurikulum, merupakan salah Ketiga aspek yang perlu di disain ulang harus menjadi perbaikan fokus lulusan satu yang dalam rangka SMK. dan tersebut Namun, mampu sistem dilakukan setiap semua unsur pendidikan lainnya. sehingga kebutuhan pembelajarannya. pada setiap level pendidikan pada pendidikan formal dan pembenahan ini harus juga melibatkan terkait menjawab hasilnya bisa signifikan. Salah satu upaya dalam jenis Proses pelatihan serta penyelarasan aktivitas tidak akan hal pengembangan SMK adalah melalui berjalan optimal tanpa adanya pihak yang pengembangan program yang berada di tengah sebagai mediasi atau industri. penyelaras. Pihak yang diharapkan menjadi Kompetensi keahlian inilah yang menjadi penyelaras antara sisi pasokan dan sisi ujung tombak menciptakan link and match permintaan harus memiliki komitmen yang SMK dengan dunia kerja. kuat untuk mengawal dan memfasilitasi relevan dengan keahlian kebutuhan proses penyelarasan melalui optimasi peran dan fungsi masing‐masing. Penyelarasan KERANGKA KERJA PENYELARASAN Penyelarasan dengan dilakukan melalui penyediaan kebijakan dunia kerja dilakukan dengan menyesuaikan yang mendukung, mekanisme dan prosedur pola pendidikan dengan permintaan dari sertifikasi dunia kerja. Kondisi permintaan akan sertifikasi sesuai kebutuhan kompetensi bervariasi berdasarkan sektor bidang kerja dunia kerja, program‐program sinergi lintas (industri barang dan jasa) pada beberapa kementerian dan institusi, serta konsistensi sektor lapangan kerja. Disamping itu, juga dalam menjaga proses penyelarasan ini. perlu didasarkan pendidikan menetapkan Pada bulan Mei 2010 Direktur berdasarkan empat dimensi yaitu kualitas, Akademik, Ditjen Dikti dan Kemendiknas kuantitas, Kondisi menyusun Kerangka Kualifikasi Nasional permintaan akan mengendalikan sistem Indonesia yang selanjutnya disingkat KKNI, pendidikan adalah kerangka penjenjangan kualifikasi di dan sisi peta mampu kondisi lokasi pada yang waktu. pasokan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Sistem 304 ISSN 2502-8723 kompetensi yang dapat menyandingkan, SOLUSI menyetarakan, dan mengintegrasikan antara solusi bidang pendidikan dan bidang pelatihan pengembangan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka DU/DIharus pemberian pengakuan kompetensi kerja membuat payung hukum hubungan SMK sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai dengan Du/Di; (3) Dalam pengembangan sektor. Jenjang kualifikasi adalah tingkatan kurikulum harus berorientasi masa depan pencapaian kualifikasi kompetensi yang dan disepakati Adanya pengembangan kurikulum berbasis secara nasional, disusun berdasarkan ukuran capaian pembelajaran masalah yaitu: kurikulum dilibatkan; sesuai (1) Dalam SMK (2) perkembangan pihak Pemerintah jaman; (4) sekolah dan industri. (learning outcomes) Capaian pembelajaran adalah hasil dari proses belajar melalui KESIMPULAN DAN SARAN pendidikan formal, nonformal, informal, Kesimpulan pelatihan atau pengalaman kerja. Kurikulum merupakan perangkat KKNI merupakan perwujudan mutu pendidikan yang dinamis, oleh karena itu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan kurikulum juga harus peka dan sekaligus sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan mampu merespon beragam perubahan dan kerja nasional serta sistem pengakuan beragam kompetensi nasional yang dimiliki negara menginginkan adanya peningkatan kualitas kesatuan Republik Indonesia. pendidikan. tuntutan Pendidikan sendiri KURIKULUM YANG IDEAL Kurikulum yang ideal seharusnya: (1) Berorientasi potensi siswa; perubahan pada (2) tuntutan kebutuhan Fleksibel tidak adanya dapat yang berdiri keterkaitan dan kesesuainnya dengan DU/DI. Kurikulum pada yang ada di sekolah saat ini tidak sesuai terhadap dengan kebutuhan DU/DI, dengan begitu (3) kurikulum yang ada di SMK perlu dikaji Melibatkan berbagai nara sumber secara ulang mengapa banyak siswa yang gagal terbuka; antar saat tes saringan masuk kerja. SKKNI dan jenjang pendidikan; (5) Realistik untuk KKNI yang merupakan bagian dari pijakan dilaksanakan; (6) Futuristik atau berorientasi kurikulum harus ditinjau ulang. ke masa depan; (7) Seimbang antara Saran (4) kepentingan dunia tanpa stakeholders kerja; Berkesinambungan nasional dan kepentingan Dalam perancangan kurikulum harus daerah. benar-benar matang, tidak boleh dipaksakan pelaksanaannya apabila belum benar-benar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 305 ISSN 2502-8723 siap diterapkan, agar tidak terjadi masalah Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013. Simanungkalit, L, N. (2013). Participation in the World Bussiness and Industry Expertise on Improving Student of SMKN 6 Bandung. 2nd International Seminar on Quality and Affordable Education (ISQAE), 443-447. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika. Widyastono, Herry. 2014. Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013. Jakarta:Bumi Aksara. lain. Guru sebagai pelaksana akan lebih baik menggunakan software atau program yang terbaru (up to date). SMK dapat diarahkan mengangkat keunggulan modal daya saing lokal untuk sebagai bangsa. Kurikulum SMK sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan potensi wilayah dan lapangan kerja. Pengembangan Kurikulum SMK berbasis kompetensi menjadi salah satu media untuk menyiapkan lulusan yang mampu berkompetensi dalam pusaran persaingan ketat dunia kerja. Dalam konteks hubungan dengan industri, pendidikan komitmen untuk kejuruan peningkatan perlu segera diimplementasikan, dengan mengatur pajak atau intensif lainnya bagi industri yang berkontribusi untuk memajukan pendidikan kejutruan. DAFTAR RUJUKAN Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Finch, C.R., & Crunkilton, J.R. (1999). Curriculum Development in ] Vocational and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Sidney: Allyn and Bacon. Jatmoko, D. (2013). Relevansi Kurikulum SMK Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Terhadap Kebutuhan Dunia Industri Di Kabupaten Slema. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 3, Nomor 1, Februari 2013. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 306 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PROFIL KETERIKATAN AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) SISWA SMP DAN MTs YANG BERPRESTASI TINGGI (HIGH-ACHIEVER) Sri Panca Setyawati Universitas Nusantara PGRI Kediri sripancas @yahoo.co.id ABSTRACT: This research was grounded by the inappropriateness between students‘ academic potential and their academic achievement. In some cases, it had been found that there were many gifted and talented students but they were underachiever. On the other hand, ordinary or average potential students but they were high-achiever students. This condition shows that high academic-achievement was not dominated by cognitive factor as among people believed. There were other factors that can give contribution on high academic-achievement but it is mostly neglected by school counselor and teacher, namely non-cognitive factor, especially academic engagement. The research purpose was: to describe the academic engagement profile of high achiever students, so the research was the descriptive research. Sample of this research was 250 high-achiever (class ranking of 1-10) who got the potential academic test score < 120. The result of this research shows that the academic engagement of the highachiever was good. There was indicator had to be keep up the good work, that is a cognitive aspect. Key words: non-cognitive factor,academic enngagement, high-achiever pendidikan yang menempati garda terdepan Pendahuluan upaya pembangunan sumber daya manusia Hasil estimasi BPS sampai Agustus 2015 menggambarkan bahwa struktur tenaga (SDM). kerja di Indonesia masih didominasi oleh momentum yang baik untuk melakukan pekerja dengan tingkat pendidikan Sekolah perbaikan pada sektor pendidikan agar Dasar (47,07%) dan jumlah terendah adalah mampu menghasilkan SDM yang memiliki pekerja dan daya saing dan daya sanding yang tinggi adalah yakni yang memiliki karakteristik cerdas, lulusan SMP dan SMA/SMK. Data yang inovatif, kreatif, jujur, disiplin, santun, menggambarkan banyaknya low skill labor percaya diri, mandiri, bertaqwa, demokratis, tersebut, dan lain-lain (Suyanto, 2015). lulusan universitas diploma (7,12%), sedikit (2,58%) selebihnya banyak menyiratkan kerja di Asia Tenggara MEA menjadi Pelayanan bimbingan dan konseling ketidaksiapan Indonesia dalam pasar bebas tenaga Pemberlakuan dalam dunia pendidikan merupakan bagian saat terintegrasi dari program pendidikan dan diberlakukannya MEA nanti. Kondisi tersebut menuntut perhatian implementasi kurikulum. Sebagai bagian khusus dari semua sektor, terutama sektor terintegrasi dari program pendidikan pada satuan pendidikan (sekolah), pelayanan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 307 ISSN 2502-8723 bimbingan dan konseling merupakan usaha kinerja akademik, termasuk variabel terkait membantu rangka dengan disposisi kepribadian. Kemampuan secara kognitif berarti bukan satu-satunya penentu optimal. Pelayanan ini merupakan pelayanan pencapaian prestasi akademik dan perlu unggul mempertimbangkan siswa pengembangan dalam potensi yang mereka membantu mengatasi peran faktor non- kelemahan dan hambatan serta masalah kognitif. Salah satunya adalah keterikatan yang siswa pada sekolah (Darmayana, 2009). dihadapi siswa dalam proses perkembangan diri pribadi secara optimal Hasil penelitian Badan Penelitian baik dalam bidang pendidikan maupun dan Pengembangan Depdiknas kehidupan Pelayanan menyimpulkan bahwa banyak anak dengan unggul yang dimaksudkan itu merupakan kecerdasan dan bakat istimewa dalam jaminan bagi diraihnya mutu yang tinggi bidang bagi upaya pendidikan (ABKIN, 2013). Hal kurang. Kondisi yang sama ditemukan juga ini menunjukkan pentingnya peran konselor dalam penelitian Hoffman dkk. (1985) dan sekolah dan guru bimbingan dan konseling Heacox (1991), yang menyatakan bahwa dalam upaya mencapai tujuan pendidikan, sebanyak 50% anak-anak gifted berprestasi sekaligus merupakan tantangan bagi profesi rendah (underachiever). Penjelasan tersebut bimbingan menunjukkan bahwa keberhasilan siswa pada umumnya. dan konseling untuk mewujudkannya. akademik (2004) mengalami prestasi dalam mencapai prestasi akademik tidak Dalam upaya mengembangkan SDM hanya ditentukan oleh potensi akademik yang unggul sebagaimana digambarkan oleh yang dimiliki, artinya potensi akademik Suyanto (2015) melalui sektor pendidikan, yang tinggi tidak menjamin siswa akan tidak menjadi siswa berprestasi tinggi (high- cukup hanya mengetahui dan mengembangkan faktor kognitif peserta achiever). didik, tetapi sangat penting juga untuk Perhatian guru yang kurang mengetahui dan mengembangkan faktor terhadap faktor non-kognitif siswa tampak nonkognitif mereka. Sebagaimana simpulan pada saat dilakukannya tindak pembelajaran. dari Selama proses pembelajaran, tindakan guru hasil penelitian Heggestad (1997) Ackerman & dan O‘Connor & lebih dominan dan berfokus pada Paunonen (2007) yang menyatakan bahwa menjelaskan materi, kemampuan kognitif adalah salah satu sampai tuntas, dan penguasaan materi oleh determinan penting dari pencapaian prestasi siswa sesuai dengan target pencapaian akademik, dan seharusnya para peneliti kurikulum. Guru hanya berorientasi pada mengidentifikasi prediktor non-kognitif dari tercapainya instructional effect dan kurang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 308 menyajikan materi ISSN 2502-8723 memperhatikan nurturant ―hard skills‖ yang diukur dengan skor tes, effect. Berkembangnya faktor non-kognitif lebih dan pengaruh tidak langsung melalui banyak melalui aktivitas yang berorientasi keterampilan non- kognitif (non-cognitive pada nurturant effect. skills) atau ciri kepribadian (personality Konselor disisi lain juga kurang traits) yang mencakup kawasan ―soft skills‖, memberikan perhatian pada faktor non- seperti motivasi, keterampilan sosial, dan kognitif siswa. Faktor non-kognitif siswa kebiasaan kerja. merupakan fokus utama garapan konselor. Fokus utama garapan bimbingan Berdasarkan pada berbagai pendapat dan dan penjelasan ahli tersebut diatas, dapat konseling adalah membantu peserta didik disimpulkan bahwa salah satu faktor penting agar memperoleh kompetensi-kompetensi yang untuk mengembangkan mutu kehidupannya prestasi akademik oleh siswa adalah faktor sesuai dengan tahap perkembangannya yang non-kognitif. Faktor non-kognitif adalah mencakup: hal-hal yang tidak terkait secara langsung kompetensi akademik, sosial pribadi, dan karir. dapat mempengaruhi pencapaian dengan kemampuan intelektual, potensi Konselor memiliki peran yang sangat akademik, atau pun proses kognitif siswa. strategis dalam membantu siswa mencapai Yang termasuk faktor non-kognitif adalah perkembangan termasuk karakteristik/ciri khas individu dan perilaku perkembangan faktor nonkognitif. Dalam siswa yang lebih khusus yaitu keterikatan kenyataannya, peran konselor sering tidak akademik. yang optimal, sesuai dengan yang seharusnya. Banyak konselor yang hanya berperan dalam KETERIKATAN pekerjaan administratif (clerical) (ASCA, AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) 2003). Konselor dalam praktiknya lebih Academic engagement sering disebut banyak mengurus siswa yang melanggar dengan istilah school engagement (Fredricks peraturan sekolah, atau menggantikan guru dkk., 2004; Jimerson dkk., 2003), student yang kurang engagement in academic work (Chapman, melakukan layanan untuk mengembangkan 2003; Mintz dalam Appleton dkk., 2008), faktor non-kognitif yang dimiliki siswa. student engagement in academic work tidak hadir. Konselor Hsin & Xie (2012) menjelaskan bahwa ada tiga kategori (Marks, 2000), student engagement in/with mekanisme school (Klenn & Connel, 2004; Christenson penyebab dari hasil belajar, yaitu: pengaruh & Anderson, 2002), dan participation langsung, pengaruh tidak langsung melalui identification (Finn, 1989; 1993). Khusus keterampilan kognitif (cognitive skills) atau istilah yang digunakan oleh Finn, meskipun FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 309 ISSN 2502-8723 tidak diberi label ―engagement‖, teori ini oleh dan terhadap sekolah) dan penerimaan sebenarnya merupakan inti dari berbagai terhadap tujuan sekolah, serta nilai-nilai konseptualisasi tentang sekolah yang dimiliki. seperti: reaksi tentang engagement (Appleton dkk., 2008). Keterikatan afektif dalam kelas, sikap terhadap sekolah (academic maupun guru, mengidentifikasi diri dengan engagement) adalah investasi psikologis sekolah, perasaan memiliki dan dimiliki, dan siswa serta usaha siswa yang terarah pada mengapresiasi keberhasilan di sekolah. belajar, akademik memahami, atau mencapai Keterikatan perilaku merujuk pada pengetahuan, keterampilan, atau hasil karya tindakan dan praktik siswa yang mengarah tertentu yang merupakan tugas akademik pada sekolah dan belajar. Keterikatan dan diharapkan terus meningkat (Newman perilaku ditunjukkan oleh tanda positif dkk., 1992:12). Marks (2000) menjelaskan seperti bahwa academic engagement adalah proses maupun kelas, mengambil inisiatif di kelas, psikologis, khususnya, perhatian, interes, terlibat dalam kegiatan sekolah, serta ambil dan investasi serta usaha siswa untuk bagian dalam tata kelola sekolah. Partisipasi dicurahkannya dalam aktivitas belajar. siswa di sekolah mulai dari kegiatan ekstra pemenuhan prosedur sekolah Berdasar hasil analisis meta-kognisi kurikuler sampai dengan kehadiran di Fredricks tentang sekolah, juga keterlibatan dalam tugas-tugas keterikatan akademik disimpulkan bahwa belajar dan akademik dan merupakan sebuah konstruk keterikatan akademik merupakan kontinum dari partisipasi yang berkembang konstruk multidimensional yang terdiri atas (Finn, 1993; Fullarton, 2002; Fredricks dkk., tiga 2004). oleh komponen dkk. yang (2004) bersifat saling Keterikatan perilaku merupakan berhubungan secara dinamis dan bukan konsistensi perilaku yang menggambarkan: merupakan proses yang terpisah, meliputi: usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian, emosi mengajukan (emotional),perilaku (behavioral), pertanyaan, berkontribusi dan kognisi (cognitive). Hal ini sesuai dalam diskusi kelas, mengikuti peraturan, dengan apa yang dikemukakan oleh Finn belajar, menyelesaikan pekerjaan rumah, (1993) dan Jimerson dkk. (2003). dan berpartisipasi dalam aktivitas sekolah, Keterikatan emosi merepresentasikan tidak mengganggu, tidak lari dari sekolah reaksi afeksi siswa dan identifikasi diri dan tidak berbuat keonaran. siswa dengan sekolah (Skinner & Belmont, 1993). Keterikatan Keterikatan kognitif merujuk pada emosi self-regulated pendekatan dalam kepemilikan (rasa memiliki dan dimiliki Keyakinan bahwa sekolah adalah ‗untukku‘, 310 (Fredricks strategis mengimplikasikan suatu pandangan rasa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG belajar dan dkk., 2004). ISSN 2502-8723 dan keterlibatan serta investasinya dalam SISWA BERPRESTASI TINGGI belajar maupun dalam komunitas sekolah (Munns, 2005). Keterikatan High Achiever (siswa berprestasi kognitif tinggi) merujuk pada siswa yang merupakan faktor yang berkaitan dengan memperoleh nilai yang tinggi atau peringkat belajar, berpikir, usaha dan strategi yang yang bagus. Kriteria siswa berprestasi tinggi digunakan dalam dalam penyelesaian masalah penelitian ini didasarkan pada terkait dengan belajar. Hal ini mencakup pendapat The College Board (1999) yaitu investasi belajar, siswa yang menduduki peringkat 25% berkeinginan untuk mencapai yang melebihi teratas dalam rombongan belajarnya. Dalam dari bersedia penelitian ini yang dimaksud dengan siswa menghadapi tantangan, seperti: keluwesan yang menduduki 25% teratas adalah siswa dalam menyelesaikan masalah, bersedia yang menduduki rangking 1-10 di kelas. psikologis yang dalam disyaratkan, dan untuk bekerja keras, investasi dalam belajar lebih dari sekedar perilaku nyata, memilih TUJUAN PENELITIAN strategi belajar yang tepat, dan berkeinginan Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan profil keterikatan untuk menyelesaikan tugas. Berdasarkan uraian di atas, akademik (academic engagement) siswa keterikatan akademik yang dimaksud dalam SMP/MTs yang berprestasi tinggi (high penelitian ini adalah investasi psikologis achiever). siswa yang diwujudkan dalam bentuk tingkat partisipasi dan ketertarikan yang METODE ditunjukkan siswa di sekolah serta usaha Penelitian yang dilakukan adalah siswa yang terarah pada aktivitas belajar penelitian maupun menghasilkan karya tertentu yang penelitian ini adalah siswa SMP dan MTs merupakan Tingkat yang berada dalam posisi 25% kelompok keterikatan akademik siswa dapat diketahui atas di kelas. Populasi sasaran adalah siswa dengan menggunakan alat ukur yang berupa dari SMP dan MTs yang menyelenggarakan skala yang dikembangkan berdasar konstruk ujian masuk dalam penerimaan siswa baru. keterikatan akademik dari Finn (1993), Jumlah populasi adalah 1500 siswa. yaitu: tugas keterikatan akademik. deskriptif. sampel dalam emosi (emotional keterikatan perilaku penelitian adalah: a) memiliki potensi (behavioral engagement) dan keterikatan akademik rata-rata (bukan merupakan siswa kognitif (cognitive engagagement). cerdas) yang ditunjukkan dengan skor < engagement), Karakteristik Populasi dalam 120, b) berada dalam 25% kelompok atas di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 311 ISSN 2502-8723 kelas dan menduduki rangking 1-10 di kelas. Deskripsi untuk ketiga indikator Potensi akademik siswa diukur dengan terhadap variabel keterikatan akademik, menggunakan 2 macam tes psikologis yaitu: indikator emosi memiliki nilai rata-rata DAT (Differential Aptitude Test) dan FACT dibawah rata-rata keterikatan akademik (Flanagan Aptitude Classification Test). yaitu 4,21. Sedangkan indikator perilaku dan Pengambilan sampel dilakukan secara acak kognitif mempunyai rata-rata lebih tinggi dengan random dari rata-rata keterikatan akademik yaitu sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 4,27 dan 4,36. Paparan ini menerangkan 250 siswa (59,8 %). bahwa keterikatan akademik siswa yang tehnik quota simple Tehnik pengumpulan data dilakukan masih lemah berada pada indikator emosi, dengan inventori. Inventori dengan self- sedangkan indikator perilaku dan kognitif repport digunakan untuk menggali data lebih baik. Secara keseluruhan, nilai rata- karakter yang mencakup 4 dimensi dengan 8 rata baik pada variabel dan indikator indikator dengan masing-masing indikator memberikan gambaran bahwa secara umum terukur terdiri atas 5-9 item. Pengukuran para siswa telah mempunyai keterikatan setiap indikator menggunakan skala Likert akademik yang baik. Distribusi data rata- yang bernilai 1-5. rata keterikatan akademik akan dijelaskan pada Gambar 1 berikut. TEMUAN DAN DISKUSI Deskripsi variabel keterikatan akademik mencakup 3 indikator dengan masing-masing indikator terukur terdiri atas 10-11 item. Pengukuran setiap indikator menggunakan skala Likert yang bernilai 1– 5. Statistik deskriptif dari nilai rata-rata jawaban responden dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Keterikatan Akademik Std. Butir Deviasi Ratarata / Butir Dimensi dan Indikator Minl Maks Ratarata Y1.Keterikata n Akademik 92 158 137.03 12.37 32 4.28 Y11.Perilaku 31 55 47.00 4.84 11 4.27 Y12.Emosi 28 55 46.35 4.88 11 4.21 Y13.Kognitif 12 50 43.68 4.758 10 4.37 Gambar 1. Histogram Skor Keterikatan Akademik Paparan yang berhubungan dengan hasil analisis deskriptif meliputi dua harga statistik yaitu: nilai rata-rata dan loading FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 312 ISSN 2502-8723 factor dari outer model. Nilai rata-rata akan adalah ―berlebihan‖ atau ―overskill‖, hal ini memberikan gambaran umum terhadap hasil bisa dimaknai bahwa pada persoalan ini penilaian responden pada setiap indikator. telah berjalan baik dan dijumpai secara Rata-rata merata dengan mendeskripsikan nilai lebih adanya dari 3 kecenderungan di peningkatan siswa, pada sehingga sisi ini upaya tergolong positif. Loading factor, berfungsi untuk berlebihan. Sebaliknya apabila indikator menjelaskan tingkat hubungan indikator dengan loading factor rendah dan memiliki dengan konstruk latennya. nilai rata-rata yang relatif rendah, maka Penajaman deskriptif hasil diuraikan analisis berdasarkan secara indikator ini akan dinamakan ―prioritas pola rendah‖ atau ―low priority‖, karena bukan hubungan indikator dengan loading factor menjadi dengan nilai rata-rata yang diperoleh dari konstruk maka rendahnya hasil penilaian jawaban indikator secara empiris tidak menjadi suatu masalah dengan loading factor tinggi dan memiliki bagi siswa. Interpretasi dari hubungan kedua nilai rata-rata yang relatif tinggi, maka statistik ini akan digambarkan melalui grafik indikator terus kuadran pada masing-masing konstruk laten. ―dipertahankan‖ atau ―keep up the good Keterikatan akademik siswa terukur work‖. Sebaliknya apabila indikator dengan dari dari 3 indikator. Besaran loading factor loading factor tinggi ternyata memiliki nilai menerangkan tingkat hubungan indikator rata-rata yang relatif rendah, maka indikator tersebut dengan konstruk laten. Semakin ini akan menjadi ―prioritas utama‖ atau tinggi nilai loading factor, berarti semakin ―concentrate kuat daya ukur indikator tersebut bagi responden. ini Apabila patut here‖ untuk untuk dilakukan pembenahan dan perbaikan. indikator utama pada suatu variabel latennya. Hasil analisis pada model Loading factor rendah dimaknai pengukuran, nilai loading factor yang relatif bahwa tingkat hubungan antara indikator tinggi dengan konstruk latennya adalah lemah lainnya, yaitu kognitif. artinya indikator ini tidak cukup kuat untuk Tabel 2. Loading Factor dan Nilai Rata- bisa menjelaskan konstruk laten. Indikator dengan memiliki loading nilai factor rendah tetapi rata-rata tinggi, berarti dibandingkan dengan indikator rata pada Keterikatan Akademik Label Loading Rata-rata Keterangan Y11.Perilaku 0.74 4.27 Prioritas rendah indikator ini sebenarnya hal yang tidak Y12.Emosi 0.74 4.21 Prioritas rendah banyak menerangkan suatu konstruk laten, Y13.Kognitif 0.84 * 4.37* Pertahankan Nilai tengah 0.77 4.28 tetapi mendapatkan penilaian yang baik pada sebagian besar siswa. Keterangan : * = nilai lebih besar dari nilai tengah Indikator ini FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 313 ISSN 2502-8723 Pada bagian lain, yaitu nilai rata-rata jawaban responden, akan penting dalam keterikatan akademik bisa memberikan terbentuk dengan baik di kalangan siswa. gambaran secara relatif posisi saat ini dari Berdasarkan hasil analisis deskriptif, ketiga indikator. Terdapat satu indikator hasil dengan variabel nilai rata-rata relatif tinggi penelitian menunjukkan keterikatan akademik bahwa siswa dibandingkan dengan dua indikator lainnya, termasuk dalam kategori baik. Hal ini yaitu kognitif. Secara grafis hubungan ditunjukkan oleh nilai rata-rata yang relatif loading faktor dan nilai rata-rata dijelaskan baik pada variabel dan dimensi. Apabila pada dilihat Gambar 2. dari ketiga dimensi yang membangun konstruk keterikatan akademik, maka ditemukan bahwa dimensi emosi dan dimensi perilaku memperoleh skor yang relatif rendah, sedangkan dimensi kognitif memperoleh skor relatif tinggi. Paparan ini menerangkan bahwa keterikatan akademik siswa yang masih lemah berada pada dimensi emosi dan perilaku, sedangkan dimensi kognitif lebih baik. Berdasar hasil analisis pada model pengukuran, Gambar 2 Loading Factor dan Nilai Rata-rata Konstruk Keterikatan Akademik diantara 3 dimensi yang membangun konstruk keterikatan akademik (perilaku, emosi, dan kognitif), ditemukan bahwa dimensi kognitif memiliki nilai Berdasar Gambar 2, terdapat satu loading indikator utama yang mempunyai sifat konstruk akademik yang baik dari aspek kognitif dan keterikatan akademik, artinya dimensi tersebut memiliki daya ukur yang indikator ini juga mempunyai kontribusi kuat bagi variabel keterikatan akademik. mengukur Temuan lain adalah temuan yang keterikatan akademik. Dalam pembahasan didasarkan pada hasil analisis terhadap pola akan dipaparkan hal-hal apa saja yang sudah hubungan antara loading factor dengan nilai dilakukan oleh sekolah, sehingga indikator FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dimensi emosi dan memiliki hubungan yang kuat terhadap besar siswa sudah mempunyai pendekatan dalam tinggi bahwa dimensi kognitif adalah dimensi yang Indikator ini bisa dimaknai bahwa sebagian besar relatif dimensi perilaku. Temuan ini menunjukkan nilai rata-rata relatif tinggi, yaitu: kognitif. paling yang dibandingkan dengan mempunyai loading factor relatif tinggi dan yang factor 314 ISSN 2502-8723 rata-rata yang diperoleh siswa, apakah kategori baik, sehingga hal ini patut untuk sebuah dimensi memiliki loading factor terus dipertahankan (keep up the good tinggi dan nilai rata-rata tinggi, loading work). factor tinggi tetapi nilai rata-rata rendah, memiliki loading factor rendah tetapi nilai KESIMPULAN DAN SARAN rata-rata tinggi atau suatu dimensi memiliki Temuan penelitian ini dapat menjadi loading factor rendah dan nilai rata-rata inspirasi tentang bagaimana menyediakan rendah juga. lingkungan, situasi maupun kondisi yang 1) Dimensi perilaku, memiliki loading dapat meningkatkan keterikatan akademik factor rendah dan nilai rata-rata rendah juga. pada siswa agar menjadi sesuatu yang lebih Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi bermakna perilaku adalah dimensi yang tidak memiliki akademik yang tinggi, karena siswa yang daya ukur yang cukup kuat terhadap memiliki rasa keterikatan akademik akan keterikatan akademik. Selain itu, pada mencari-cari aktivitas baik di dalam maupun rendahnya hasil penilaian secara empiris di tidak menjadi suatu masalah. Oleh karena keberhasilan maupun belajar. Siswa juga itu, upaya untuk meningkatkan dimensi ini akan menunjukkan keseriusan, rasa ingin termasuk kategori prioritas rendah. tahu yang tinggi, dan respon yang positif 2) Dimensi emosi, memiliki loading factor terhadap sekolah maupun belajar. luar dalam kelas mencapai yang prestasi mengarah pada rendah dan nilai rata-rata rendah juga. DAFTAR RUJUKAN Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia). (2013). Panduan Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK). Ackerman, P.L. & Heggestad, E.D. (1997). Intelligence, Personality, and Interest Evidence for Overlapping Traits. Psychological Bulletin, 121: 219245. Appleton, J.J., Christenson, S. L. & Furlong, J. M. (2008). Student Engagement with School: Critical Conceptual and Methodological Issues of the Construct. Psychology in the School, 45 (5), (Online), (http//: www.interscience waley.com.), diunduh 2 Mei 2013. emosi adalah dimensi yang tidak memiliki daya ukur yang cukup kuat terhadap keterikatan akademik. Selain itu, rendahnya nilai rata-rata siswa secara empiris tidak menjadi suatu masalah. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan dimensi ini termasuk kategori prioritas rendah. 3) Dimensi kognitif, memiliki loading factor dan nilai rata-rata tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi kognitif bersifat substantif serta memiliki daya kuat untuk mengukur konstruk karakter dan siswa sudah memiliki dimensi ini dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 315 ISSN 2502-8723 Balitbang. (2004). Pengembangan Sekolah Unggul. Jakarta: Depdiknas. Chapman, E. (2003). Alternative Approach to Assessing Student Engagement Rates. Practical Assessment, Research & Evaluation, 8 (13). (online), (http//: PAREonline.net/getvn.asp?v=8&n=1 3), diunduh 4 Mei 2012. Christenson, S. L. & Anderson, A. R. (2002). Commentary: the Centralty of the Learning Context for Students‘ Academic Enablers Skills. School Psychology Review, 3: 378393. Darmayana. 2009. Peran Kompetensi Emosi dan Keterikatan pada Sekolah terhadap Prestasi Akademik Siswa Unggul SMA Negeri Yogyakarta. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Finn, J.D. 1993. School Engagement and Students at Risk. Washington DC: National Center of Educational Statistics, US Departement of Education. Fredricks, J.A., Blumenfeld, P.C., & Paris, A.H. (2004). School Engagement: Potential of the Concept, State of the Evidence. Review of Educational Research, 74: 59-109. Fullarton, S. (2002). Student Engagement with School: Individual and School Level Influences, LSAY Research Report. Melbourne: Australian Council for Educational Research. Heacox, D. (1991). Up from Underachievement. Minneapolis: Free Sprint Press. Hoffman, J.L., Wasson, W.R. & Christianson, B.P. (1985). Personal Development for the Gifted Underachiever. Gifted Child Today, 8 (3): 12-14. Hsin, A. & Xie, Y. (2012). Hard Skills, Soft Skills: The Relatives Role of Cognitive and Non-cognitive in Intergenerational Social Mobility. Population Studies Center Research Report 12-755 University of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Michigan. (Online), (http//:www.psc.isr.umich.edu), diunduh 23 Mei 2013. Jimerson, S.R., Campos, E., & Greif, J.L. (2003). Toward an Understanding of Definitions and Measures of School Engagement and Related Terms. California School Psychologist, 8: 727. Klenn. A. M. & Connell. J.P. (2004). Relationship Matter: Linking Teacher Support to Student Engagement and Achievement. Journal of School Health, 74 (7): 262. Marks, H.M. (2000). Student Engagement in Instructional Activity Patterns in Elementary, Middle, and High School Years. American Educational Research Journal, 37: 153-184. Munns, G. (2005). A sense of wonder: Student Engagement in Law SES School Community.(Online), (http//: www.care.edu.au), diunduh 26 April 2013. Newman, F.M., Wehlage, G.G. & Lamborn, S.D. (1992). Student Engagement and Achievement in American Secondary School. New York: Teachers College Press. O‘Connor, M.C. & Paunonen, S.V. (2007). Big Five Personality Predictors of Post-secondary Academic Performance. Personality and Individual Defferences, 43: 971-990. Suyanto, (2015), Profesionalisme apendidik di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional FE UNY, 9 Mei 2015. Skinner, E.A., & Belmont, M. J. (1993). Motivation in the classroom: Resiprocal Effect of Teacher Behavior and Student Engagement Across the School Year. Journal of Educational Psychology, 85: 571581. The College Board. (1999). Reaching the Top. A Report of the Task Force on Minority High Achievement. 316 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA MATERI ELASTISITAS SISWA KELAS X MAN MALANG I Zuhrita Ariefiani, Sabilal Rosyad, Markus Diantoro, Sentot Kusaeri Universitas Negeri Malang [email protected], [email protected], Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fisika dengan materi elastisitas menggunakan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1 & 2 di MAN Malang 1. Pengumpulan data menggunakan observasi serta penilaian hasil belajar diawal dan diakhir pembelajaran. Analisis data mengunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar dengan model pembelajaran konvensional dan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Kata kunci: model pembelajaran, teknologi informasi dan komunikasi, hasil belajar Abstract: This research describes the average of student‘s learning outcomes in physics lesson withelastic subject using conventional learning model sandl earning models based oninformation and communication technology. Samples of this research werestudents of class XMIA 1&2 in MAN Malang 1.The data collection through observation and assessment of learning outcomesat the beginningand in the end of learning process. The techniques of data analysis is descriptive analysis. Based on the data analysis results howedthatthere aredifferences inlearning outcomes with conventional learning model sand learning models based oninformation and communication technology. Key words: learning models, information technology and communication, learning outcomes . karakter bangsa. Fungsi dan tujuan tersebut Pendahuluan Dunia pendidikan memiliki tugas menunjukkan bahwa pendidikan di setiap yang tidak ringan dalam menghadapi era satuan pendidikan harus diselenggarakan globalisasi sekarang ini, terlebih dalam secara sistematis, guna mencapai tujuan lajunya pembangunan, generasi kita dituntut tersebut (Anggraini, 2015). Pendidikan merupakan bagian yang lebih maju dan siap dalam tantangan perkembangan jaman (Sastrika, tak 2013). terpisahkan dari sendi kehidupan Tujuan Pendidikan Nasional merumuskan manusia. Selain itu pendidikan adalah suatu mengenai kualitas manusia Indonesia yang upaya yang dilakukan untuk membekali harus dikembangkan oleh setiap satuan manusia pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan keterampilan agar dapat hidup dengan lebih nasional dalam baik (Astuti, 2014). Dengan pendidikan, dan manusia memiliki kemampuan dasar dalam menjadi pengembangan dasar pendidikan budaya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 317 dengan ilmu, rasa, dan ISSN 2502-8723 persaingan di sehingga mampu memadukan komponen suara dan mampu komponen penglihatan, (3) komputer dapat menciptakan sumber daya manusia yang melakukan operasi logika dan aritmatika, berkualitas berprestasi. mengolah data dan menyampaikannya bila menjelaskan perlu, (4) Dengan komputer dapat dilakukan keberadaan era modern, manusia dituntut dan (Kusumawati,2015) penggunaan teknologi salah satu informasi adalah penyokong dalam penyelenggaraan pendidikan pembelajaran efektif agar remediasi batas atau remidiasi berulang-ulang (Wilianto dalam Munadi, dan 1990). efisien Hingga saat ini ilmu fisika masih sehingga diharapkan mampu menciptakan dinilai sebagai pelajaran yang sulit dikuasai masyarakat yang berkualitas tak hanya di dan bidang akademis namun juga di bidang yang timbul adalah peserta didik tidak mampu lain. menghubungkan apa yang mereka pelajari Teknologi diartiakan dan tanpa informasi menurut Sutarman merupakan studi, pengembangan, implementasi, membosankan. Permasalahan yang sendiri dengan bagaimana pengetahuan tersebut (2009) akan perencanaan, dipergunakan atau dimanfaatkan. Peserta didik juga memiliki kesulitan untuk dukungan memahami konsep akademik karena mereka atau managemen sistem informasi berbasis diajar dengan sesuatu yang abstrak dengan komputer. Pemanfaatan teknologi informasi metode ceramah. Salah satu pendukung dari dan komunikasi dalam sistem pembelajaran pembelajaran telah mengubah sistem pembelajaran pola megganti metode pembelajaran yang selama konvensional atau pola tradisional menjadi ini pola modern yang bermedia. dengan pembelajaran menggunakan sarana Media pendidikan memegang tersebut menggunakan adalah ceramah dengan digantikan teknologi informasi dan komunikasi. peranan penting dalam proses pembelajaran. Fisika (Suparmin, 2013) merupakan Dari beberapa media pembelajaran yang ilmu alam yang telah menelurkan banyak tersedia, media manfaat bagi kehidupan manusia. Lahir dari pembelajaran yang ideal. Dengan komputer pemikiran ilmuan besar seperti Galileo, dapat dibangun sebuah media pembelajaran Newton, Hooke dan sebagainya, yang yang baik mengingat komputer memiliki mempertanyakan alam dan segala fenomena kelebihan yakni (1) komputer bekerja yang terjadi didalamnya. Melalui berbagai berdasarkan program sehingga memiliki eksperimen maupun pengukuran secara keluwesan untuk menyesuaikan dengan teliti, fisika bahkan mampu menciptakan alat permasalahan yang ditangani, (2) Komputer dengan menghasilkan sebuah teknologi baru komputer merupakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 318 ISSN 2502-8723 dan canggih. Salah satu materi yang ada Subyek dan Obyek Penelitian pada mata pelajaran fisika ini adalah Subyek penelitian adalah siswa kelas elastisitas yang merupakan deformasi benda X Mia 1 dan 2 MAN Malang 1 tahun ajaran padat menggunakan konsep tekanan dan 201/2016 sejumlah masing-masing 28 siswa regangan (Jewett, 2009), dimana penguasaan dan 32 siswa. Sedangkan objek penelitian terhadap materi ini dirasakan sangat kurang ini adalah Penerapan Model pembelajaran sehingga fisika berbasis teknologi informasi dan memerlukan terapi untuk menstimulus peserta didik agar mampu komunikasi pada materi elastisitas. menyerap materi dengan baik. Dengan Prosedur Penelitian memanfaatkan komputer sebagai salah satu Penelitian ini akan dilakukan selama teknologi dalam kehidupan ini diharapkan dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari mampu empat memberikan manfaat terhadap penyelengaaran pembelajaran. tahap, pelaksanaan, yaitu perencanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun Prosedur pelaksanaanya adalah METODE sebagai berikut: Desain Penelitian 1. Siklus I Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas Research). Menurut a. Tahap perencanaan tindakan (Classroom Action Arikunto (2007) Pembelajaran (RPP) tentang materi penelitian tindakan kelas merupakan suatu Elastisitas dengan penerapan model pencermatan belajar pembelajaran fisika berbasis teknologi sengaja informasi. berupa terhadap sebuah kegiatan tindakan yang 1) Menyusun dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas Rencana 2) Menyiapkan Media pembelajaran dan secara bersama. Prosedur yang digunakan lembar observasi adalah proses peneitian tindakan model 3) Menyusun soal pre-test dan post-test Kemmis dan Taggart, selama 2 siklus. siklus I dan siklus II tentang Elastisitas b. Tahap Pelaksanaan tindakan Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di kelas X Mia Pelaksanaan tindakan ini merupakan 1 dan 2 MAN Malang 1 yang beralamat di implementasi dari isi Jalan Baiduri dilaksanakan oleh guru Penelitian Bulan dilakukan no. 40 Malang. meliputi Pelaksanaan rancangan selaku yang tenaga tahap pengajar dengan berpedoman pada Rencana persiapan pada bulan November 2015. Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat Tahap Pelaksanaan sampai tahap pelaporan sebelumnya. Pelaksanaan tindakan kelas ini yaitu pada bulan Januari 2016. bersifat fleksibel, yaitu disesuaikan dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 319 ISSN 2502-8723 kondisi dan keadaan di kelas, dapat berubah menyusun soal pre test dan post test siklus II sewaktu-waktu disesuaikan dengan keadaan mengenai elastisitas. di lapangan. b. Tahap Pelaksanaan tindakan c. Tahap pengamatan Tahap Tahap in hampir sama dengan siklus dilakukan I, yang mana pelaksanaannya dilaksanakan pelaksanaan. setelah tahap persiapan selesa. Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini ini dilaksanakan dengan berpedoman pada adalah mengamati jalannya proses belajar RPP mengajar sekaligus Pelaksanaan tindakan kelas ini bersifat mengamati aktivitas belajar siswa untuk fleksibel, yaitu disesuaikan dengan kondisi dapat diketahui bahaimana cara belajar dan dan keadaan di kelas, dapat berubah pemahaman terhadap materi. sewaktu-waktu disesuaikan dengan keadaan d. Tahap refleksi di lapangan. bersama pengamatan dengan yang Tahap pelaksanaan tahap berlangsung ini dilakukan tindakan dan setelah yang telah dibuat sebelumnya. c. Tahap pengamatan pengamatan. Tahap pengamatan dilaksanakan Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji bersamaan dengan pelaksanaan. Kegiatan ini proses pembelajaran yang berlangsung pada dilakukan dengan mencatat semua hal yang siklus I. Hasil refleksi siklus I akan terjadi pada saat pelaksanaan tindakan digunakan sebagai masukan dan perbaikan berlangsung. untuk d. Tahap refleksi perencanaan sehingga siklus selanjutnya pelaksaan pembelajaran Tahap refleksi dilakuakn untuk selanjutnya lebih baik dari pada siklus mengkaji secara meyeluruh tindakan yang sebelumnya dan dapat mencapai indikator telah dilaukan berdasarkan data pada siklus keberhasilan tindakan. II. Jika terdapat masalah pada proses refleksi 2. Siklus II selama siklus II, maka dilakukan perbaikan a. Tahap perencanaan tindakan melalui siklus berikutnya sehingga siklus Tahap perencanaan pada siklus ini berikutnya dapat lebih baik lagi. hampir mirip dengan siklus I, hanya saja Kriteria Keberhasilan pada siklus II ini merupakan perbaikan dari Siklus I : Kriteria keberhasilan yang siklus Iberdasarkan hasil refleksi yang ditetapkan pada siklus ini jika dilakukan. Pada tahap perencanaan siklus II proses pembelajaran telah mencapai ini, 65%. peneliti menyusun RPP, media pembelajaran berbasis teknologi informasi Siklus II dan komunikasi dengan materi elastisitas, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG : Kriteria keberhasilan yang ditetapkan untuk siklus ini jika 320 ISSN 2502-8723 proses pembelajaran telah mencapai 90 75%. 80 Kehadiran peneliti di lokasi 70 penelitian sangat diutamakan, karena selain sebagai pemberi merupakan tindakan, instrumen peneliti kunci. Sebagai yang membuat Kelas X Mia 1 50 Siklus I pretest 40 pemberi tindakan, peneliti bertindak sebagai pengajar 60 Siklus I postest 30 rancangan 20 pembelajaran dan sekaligus menyampaikan 10 bahan ajar selama kegiatan penelitian. 0 Sebagai instrumen kunci berarti bahwa 1 3 5 7 9 111315171921232527 peneliti adalah pengumpul data. Peneliti Grafik 1. Hasil Pretes dan Postest Siklus I bertindak sebagai pewawancara terhadap Kelas X Mia 1 subyek penelitian. Data yang akan dikumpulkan dalam Pada siklus I ini peneliti melakukan penelitian ini meliputi: (1) hasil tes siswa pretest dengan materi elatisitas diujikan dalam mengerjakan soal tes awal dan akhir, (2) hasil wawancara terhadap pada kelas X mia 1 dengan hasil awal subyek menunjukkan penelitian, (3) hasil observasi guru dan bahwa kemampuan pada materi ini ditunjukkan dengan nilai yang siswa selama kegiatan belajar mengajar, (4) beragam dan mendapatkan rerata kelas hasil catatan lapangan, dan (5) hasil angket 45,35. Dimana 10 siswa mendapatkan nilai siswa. kurang dari sama dengan 40 sebanyak 10 siswa. Sedangkan sisanya yakni 18 orang HASIL PENELITIAN mendapatkan nilai diatas 40. Kemudian Siklus I dilakukan Dari hasil penelitian diketahui bahwa pembahasan materi dengan menggunakan bantuan LKS dan materi ada perbedaan antara kelas X Mia 1 dan tambahan berupa pekerjaan rumah, ternyata kelas X Mia 2 dimana kelas X Mia 1 dan 2 pada postest dilihat peningkatan dengan dilakukan pengujian awal (pre-test) dengan hasil postest rerata kelas 55,75, dimana 13 hasil tidak sama dengan nilai keberhasilan anak masih mendapatkan nilai dibawah 50, awal adalah 65%. sisanya 15 siswa mendapatkan nilai 50 keatas, akan tetapi belum bisa menjawab nilai kriteria keberhasilan yakni 65%. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 321 ISSN 2502-8723 treatmen yang berbeda pada kedua kelas 70 dengan cara pada kelas X Mia 1 diberikan 60 50 Kelas X Mia 2 40 SIKLUS I pretest 30 SIKLUS I postest tambahan media pembelajaran teknologi Informasi dan berbasis Komunikasi sedangkan pada kelas X Mia 2 tidak diberikan mengetahui hal tersebut. seberapa Peneliti besar ingin efek yang diberikan dari pemberian metode berbasis teknologi tersebut. 20 Siklus II 10 Setelah dilakukan refleksi pada siklus pertama kemudian peneliti melakukan 0 sebuah inovasi dimana pada kelas X Mia 1 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 diberikan tambahan berupa materi yang Grafik 1. Hasil Pretes dan Postest Siklus I dihadirkan dan disajikan dengan teknologi Kelas X Mia 2 dan informasi. Sebelum melakukannya, Hampir sama dengan kelas yang peneliti memberikan stimulus berupa analisa pertama, kelas X mia 2 pada siklus I elastisitas dilakukan perlakuan yang sama pada materi seperti presentasi. Hal ini membuat hasil pada adalah 40,93. 15 siswa dalam kelas tersebut pretest sedikit naik yakni sebesar 60,85 %. mendapatkan nilai dibawah 40. Sedangkan Kemudian treatmen berikutnya ditampilkan sisanya yakni 13 siswa mendapatkan nilai beberapa materi yang distimuluskan kepada lebih besar sama dengan 40. Kemudian materi nyata, dan memperlihatkan animasinya di dalam hasil rerata kelas menunjukkan nilai postest pembahasan dunia penggunaan skokbeker pada sepeda motor yang sama yakni elastisitas, diketahui bahwa dilakukan pada siswa dengan sentuhan teknologi dan slide dengan presentasi dengan menambahkan animasi menggunakan bantuan LKS dan materi didalamnya. Kemudian dilakukan postest tambahan berupa pekerjaan rumah, ternyata pada dua minggu berikutnya, hasilnya rerata pada postest dilihat peningkatan dengan kelas hasil postest rerata kelas 48,56, dimana 19 adalah 75,75. Hal tersebut menunjukkan perubahan yang signifikan anak mendapatkan nilai dibawah 50 dan dengan nilai ketuntasan telah sama dengan sisanya 13 anak mendapatkan nilai diatas kriteria keberhasilan yakni 75 %. 50. Akan tetapi belum bisa menjawab nilai keberhasilan adalah 65%. Maka dilakukan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 322 ISSN 2502-8723 120 90 100 80 80 Kelas X Mia 1 70 60 Siklus II pretest 60 40 Siklus II postest 50 20 40 0 30 Kelas X Mia 2 SIKLUS II pretest SIKLUS II postest 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 20 Grafik 3. Hasil Pretes dan Postest Siklus II 10 Kelas X Mia 1 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 Perlakuan yang berbeda dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh Grafik 4. Hasil Nilai Pretes dan Postest Siklus metode pembelajaran berbasis teknologi II Kelas X Mia 2 informasi yang diadakan di kelas Artinya, dalam penelitian ini media sebelumnya. Pada kelas X Mia 2 tidak menggunakan animasi dan pembelajaran berbasis tekologi, pembelajaran mengunakan komputer atau penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat hanya membuat menggunakan latihan dan penggunaan LKS 80 70 60 50 40 30 20 10 0 kedua ini nilai siswa cenderung naik yakni pada lebih yakni 75%. terlihat bahwasanya pada pretest di siklus pembelajaran menjadi dicapai sesuai dengan target keberhasilan tugas tambahan dirumah. Akhirnya dapat kemudian didik bersemangat dan hasil pembelajaran yang dengan cara dilatih setiap pertemuan dan 53,31 peserta 2 minggu berikutnya tetap dilakukan hal yang sama yakni pembelajaran menggunakan metode drill materi dengan menggunakan LKS dan buku panduan yang telah ada. X Mia 1 Series1 Pretest Postest Pretest Postest Hasil postest setelah dua minggu tersebut Siklus I Siklus II dapat terlihat ada perubahan, namun tidak Grafik 5. Nilai Rerata X Mia 1 pada siklus I mencapai nilai keberhasilan 75% yakni dan Siklus II 65,65. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 323 ISSN 2502-8723 sebelumnya, hanya mengggunakan LKS dan 70 60 50 40 30 20 10 0 buku panduan dan hasil pada siklus II dapat terlihat bahwasanya nilai pretest adalah X Mia 2 Series1 53,31 dan nilai postest adalah 65,65, yakni tidak mencapai target kriteria keberhasilan 75%. Pretest Postest Pretest Postest Siklus I Siklus II DAFTAR RUJUKAN Grafik 6. Nilai Rerata X Mia 2 pada siklus I Anggraini, Anita. 2015. Pengembangan Modul Prakarya dan Kewirausahaan Materi Pengolahan Berbasis Product Oriented Bagi Peserta Didik SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015. Arikunto, Suharsismi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research-CAR).Jakarta:: Bumi Aksara. Astuti, 2014. Penerapan ModelPembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Berbantuan Media Kartu untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi, Vol. XII, No. 1, hal 95-104. Tahun 2014. Jewett, Serway. 2009. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Salemba Teknika. Kusumawati, Desy Pranita, dkk. Penggunaan Media Teknologi Informasi dalam Hubungan Industri di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Managemen Pendidikan. Vol 24, No. 6. 2015. ISSN 0852-1921. Munadi, Sudji. 2011. Pengembangan Modul Pembelajaran Konstrutivistik Kontekstual Berbantuan Komputer dalam Matadiklat Pemesinan. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 1, No. 1, Februari 2011. Sastrika, Ida Ayu Kade, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia dan Keterampilan Berfikir Kritis. EJournal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi IPA. Vol 3 Tahun 2013. dan Siklus II KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat penerapan Model disimpulkan bahwa Pembelajaran Fisika berbasis teknologi informasi dan komunikasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapatdibuktikan adanya peningkatan pada kelas X mia 1 dengan nilai awal pada Siklus I rerata pretest adalah 45,35 dan nilai postes adalah 55,75. Kemudian dilakukan treatment yakni pembelajaran penerapan Fisika berbasis model teknologi informasi dan komunikasi dengan hasil pretest menunjukkan rerata kelas yakni 60,85. Kemudian dilakuan postest yang mana dalam ditambahkan 2 minggu metode pembelajaran tersebut sehingga menunjukkan nilai rerata kelas adalah 75,75. Berbeda dengan kelas X mia 2 yang mana pembelajaran pada Siklus I dengan hasil pretest adalah 40,93 dan postest adalah 48,56. Kemudian dalam pembelajaran selanjutnya kelas tersebut tidak dilakukan treatment yang sama dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kelas 324 ISSN 2502-8723 Suparmin,. Rufaida, S.A, dkk. 2013. Fisika. (Peminatan IPA) Pendekatan Saintifik Kontekstual. Surakarta: Mediatama. Sutarman. 2009. Pengantar Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Bumi Aksara. Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 325 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA Siti Halimatus Sakdiyah, Yuli Ifana Sari, Edi Suyitno Universitas Kanjuruhan Malang E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]. Abstrak: Hasil observasi di kelas IX-BSMP Muhammadiyah 4 Singosari Malang menunjukkan bahwa keaktifan dan hasil belajar siswa dalam matapelajaran IPS kurang maksimal,keaktifannya 10% serta rata-rata hasil belajarnya 67 dilihat dari hasil ulangannya. Keaktifan yang rendah disebabkan oleh:(1) rasa ingin tahu siswa yang rendah, (2) kebiasaan sis- wa yang pasif, (3) siswa tidak bertanya kepada guru, (4) siswa kurang percaya diri ketika presentasi, dan (5) siswa jarang berargumen ketika diskusi kelompok. Kondisi tersebut mempengaruhi hasil belajar siswa yang rendah. Inquiry merupakan model pembelajaran dengan sintak yang mengarahkan siswa bebas berpendapat (aktif), mandiri, mencari literatur sendiri dan memecahkan masalah dengan temuannya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan penerapan model inquiry. Jenis penelitian yang digunakan merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Kegiatan pembelajaran terdiri dari 2 siklus terdiri dari perencanaan, perlakuan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data dengan observasi dan tes. Penelitian dilaksanakan di kelas IXB yang terdiri dari 17 laki-laki dan 16 perempuan, materi hubungan manusia dengan bumi.Hasil penelitian menunjukkan keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke II yang nilainya mencapai persentase71% dan 92%. Peningkatan keaktifan siswa berpengaruh terhadap hasil belajarnya, dimana nilai rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke II yaitu 76% dan 87%. Kata-kunci: model pembelajaran inquiry, keaktifan, hasil belajar beberapa permasalahan yang berkaitan pada Pendahuluan proses pembelajarannya. Keaktifan siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan belajar dalam Masalah pembelajaran yang perlu sebuah pembelajaran. Akan tetapi, tidak diselesaikan dan dicarikan solusinya yaitu semua siswa dalam proses pembelajaran itu ku- rangnya keaktifan belajar siswa dalam aktif dan hal itu merupakan masalah proses pembela- jaran khususnya di kelas tersendiri di kelas bahkan di lembaga- IX-B. Bukti dari ku- rangnya keaktifan lembaga pendidikan lainnya yang seharusnya belajar siswa dapat dilihat dari observasi perlu dicarikan solusibagi seorang guru. tanggal 15 September 2015 yaitu pada saat Misalnya masalah keaktifan yang terjadi di aktivitas belajar siswa berlangsung dan juga SMP Muhammadiyah 4 Singosari Malang dari interview dengan guru matapelajaran yang merupakan sekolah swasta yang bisa IPS dikatakan mempunyai masukan siswa rata- keingintahuan rata berprestasi. Akan tetapi, meskipun kebiasaan belajar siswa yang pasif, (3) siswa siswanya berprestasi ternyata masih terdapat tidak bertanya ketika guru memberikan sesi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 326 yang hasilnya siswa meliputi: yang (1) rendah, rasa (2) ISSN 2502-8723 pe-rtanyaan, (4) siswa kurang percaya diri proses be- lajar juga dapat kita ketahui pada ketika disuruh presentasi didepan teman- saat aktivi- tasnya berlangsung. Siswa cepat temannya jarang menanggapi apa yang dipaparkan oleh guru, diskusi melatih diri dalam memecahkan sebuah kelompok belajar dalam kelas, sehingga guru persoalan, dan mampu menerapkan apa yang matapelajaran presentasekan diketahui untuk menyelesai- kan tugas serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran permasalahan yang dihadapinya. Keaktifan yaitu hanya 10%. siwa tergambar pada unsur-unsur kegitan dan berargumen (5) siswa ketika IPS Kondisi juga diadakan mem- menunjukkan belajarnya (stimulus dan respon), dimana bahwa ada permasalahan dalam proses diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun pembelajaran- mental sebagai suatu wujud reaksi. keaktifan tersebut nya belajar dan siswa menunjukkan masih belum Sudjana (2010:1) menyatakan bahwa optimal. Keaktifan memiliki kata dasar aktif. siswa dikatakan aktif dalam mengikuti Aktif menurut Kamus Besar Ba- hasa proses pembelajaran dapat dilihat pada Indonesia (2007:56) berarti ‖giat (be- kerja, indikator ke-aktifan belajar sebagai berikut: berusaha)‖. Jadi siswa yang aktif biasa- nya (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3) bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak mema- hami persoalan yang dihadapi, (4) beru-saha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, (5) melaksanakan diskusi kelompok se-suai petunjuk guru, (6) menilai kemam-puan dirinya dan hasil-hasil yang di-perolehnya, (7) melatih diri dalam me-mecahkan soal atau masalah yang se-jenis, dan (8) kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. ditandai dengan tingkah laku yang responsif dalam suatu proses pembelajaran. Keaktifan belajar siswa juga bisa dilihat dari interaksi stimulus dan responnya ketika guru memberi- kan materi. Menurut Watson (dalam Budi- ningsih, 2012:22) ‖belajar adalah proses inter-aksi antara stimulus dan respon, namun stimu- lus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) serta dapat diukur. Skiner (dalam Budiningsih, 2012:22) juga berpendapat bahwa ‖hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi me- lalui Permasalah interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan IX-B SMP Muham-madiyah 4 Singosari Malang bukan perubahan hanya pada keaktifannya saja melainkan tingkah laku‖. Berdasarkan dikelas uraian diatas juga pada hasil belajar siswanya. Hal itu bisa dapat dibuktikan dari nilai matapelajaran IPS pada dipa- hami bahwa keaktifan siswa pada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 327 ISSN 2502-8723 angkatan tahun pelajaran 2015/2016 yang diajarkan kurang dari (60%) yang dikuasai oleh siswa. memiliki nilai hasil belajar rata-rata sebesar 67%. Nilai rata-rata tersebut merupakan Hamalik (dalam Dirman dan Juarsih, yang paling rendah bila dibandingkan 2014: 36) juga mengemukakan bahwa dengan nilai rata-rata pada matapelajaran evaluasi lainnya. Muhammadiyah 4 Singosari Malang tahun pelajaran 2015/ 2016 belum optimal. Hal ini ditandai dengan jumlah siswa yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari 33 siswa yai- tu hanya 15 orang 45%, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM yaitu 18 orang atau 55%. Jadi dapat disimpulkan siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM lebih besar dari pada siswa nilai- nya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 75. Siswa dikata- umumnya (1) untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Angka-angka yang diperoleh dicantumkan sebagai laporan kepada orang tua, untuk kenai- kan kelas, dan penentuan kelulusan para siswa, (2) untuk menempatkan siswa ke- dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai krakteristik yang di-miliki oleh setiap siswa, (3) untuk men- genal latar belakang siswa (psiko-logis, fisik, dan lingkungannya) yang berguna baik dalam hu- bungan kesulitan belajar siswa, (4) sebagai umpan balik bagi guru yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan program remedikal bagi siswa. belajar IPS siswa di kelas IX-B SMP yang pada berikut: siswa di sekolah menunjukkan bahwa hasil bahwa belajar mengandung fun-gsi dan tujuan sebagai Hasil observasi dan melihat data atau hasil kan makasimal dalam hasil Refleksi awal dari beberapa indikasi belajarnya menurut Djamarah dan Zain ter- (2010:107) yaitu sebagai berikut: dapat diasumsikan bahwa keaktifan dan hasil belajar siswa mempunyai (a) istimewa/maksimal. Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa, (b) baik sekali/opti-mal. Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan da-pat dikuasai oleh siswa, (c) baik/mini-mal. Apabila bahan pelajaran yang diaja-rakan hanya (60% s.d. 75%) saja yang dikuasai oleh siswa, (d) kurang. Apabila bahan pelajaran yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG sebut keterkaitan. Namun, salah satu faktor penyebab rendahnya nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu juga berasal dari diri siswa sendiri dalam pemaha- man materi yang disampaikan oleh guru. Se- hingga berdampak pada kebiasaan siswa yang memiliki keaktifan dan rasa keingintahuan ya-ng rendah di dalam kelas, malas-malasan 328 ISSN 2502-8723 keti-ka ada diskusi serta minimnya minat ini diharapkan dapat mem- bantu guru dalam untuk mempelajari materi IPS. menyampaikan Guru sangat berperan materi pem-belajaran dalam dengan menciptakan kondisi yang bervariasi membantu siswa mencapai keberhasilan dalam menumbuhkan rasa keingin-tahuan kegiatan belajar. Peran guru dalam interaksi dan meningkatkan keaktifan siswa di kelas. pendidikan me-nurut Budiningsih, (2012:59) yaitu meliputi: Pembelajaran inquiry merupakan ke- (1) menumbuhkan giatan pembelajaran yang melibatkan secara dengan men-yediakan maksimal seluruh kemampuan siswa untuk kesempatan untuk mengambil kepu-tusan mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, dan bertindak, (2) meningkatkan penge- ma-nusia, tahuan (3) sistematis, kri-tis, logis, serta analitis. yang Sehingga siswa dapat merumuskan sen- diri memberikan kemuda- han belajar agar siswa penemuannya dengan penuh percaya diri. mempunyai peluang optimal untuk melatih. Menurut Jadi, selain bertindak sebagai pengajar kondisi umum yang meru-pakan syarat seorang guru juga aktif dalam mencari timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa yaitu: pengetahuan guna mendukung pelaja- ran (1) aspek sosial di dalam kelas dan su- asana bebas terbuka serta permisif yang mengundang siswa berdiskusi, (2) berfo- kus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya, dan (3) penggunaan fakta se-bagai evidensi dan didalam proses pem-belajaran dibicarakan validitas serta re-liabilitas tentang fakta, sebagai lazim- nya dalam pengujian hipotesis. kemandirian dan memberikan keterampilan, sistem dan dukungan yang akan disampaikan kepada siswa. Misalnya, penggunaan suatu model yang tepat untuk membantu siswa dalam menerima infor-masi yang sumbernya tidak dari guru saja melainkan juga sumber informasi lain yang nantinya bisa menambah wawasan tentang ma-tapelajaran IPS secara lebih mandiri. atau pariwisata) Sumarmi, (2012:17) dengan kondisi- Hal itu diperjelas oleh pendapat Salah satu model pembelajaran yang Eggen & Kauchack (dalam Sumarmi, perlu digunakan adalah inquiry. Inquiry 2012:18) men-yatakan bahwa model inquiry meru-pakan salah satu model pembelajaran ditempuh den-gan menerapkan lima langkah yang penelitiannya akan diterapkan di kelas atau sintak dalam kegiatan pembelajaran IX-B SMP Muhammadiyah 4 Singosari sebagai pada materi IPS yaitu hubungan manusia pertanyaan dengan bumi tahun pelajaran 2015/2016 merumuskan hipotesis, (3) mengum- pulkan guna mengembang- kan kemampuan siswa data, (4) menguji hipotesis, dan (5) me- secara optimal. Penera- pan model inquiry mbuat kesimpulan‖. Guru dalam mengem- FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 329 berikut: atau ‖(1) merumuskan permasala-han, (2) ISSN 2502-8723 bangkan sikap inquiry di kelas mempunyai (3) pengamatan/observasi, dan peranan sebagai konselor, konsultan, teman (4) refleksi. yang kritis dan fasilitator. Guru harus dapat membimbing pengalaman dan Apabila siklus pertama belum men- merefleksikan kelompok, serta capai tujuan yang ditargetkan maka dilan- memberi jutkan pada siklus ke dua yaitu perbaikan. kemudahan bagi kerja kelompok. ‖Siklus Siklus berikutnya selalu dimulai dengan per- inquiry terdiri atas kegiatan mengamati, baikan pelaksanaan dari siklus sebelumnya. bertanya, menyelidiki, menganalisis dan Salah satu tujuan dari PTK ini adalah supaya merumuskan teori, baik secara individu terciptanya maupun peningkatan mutu dan proses pembelajaran, bersama-sama dengan teman lainnya‖ (Sumarmi, 2012:17). sebuah perbaikan dan baik berupa proses maupun hasil. Pada Uno (2007:17) menyatakan bahwa penelitian ini dilak-sanakan 2 siklus dimana ‖model pembelajaran inquiry ini juga bertu- satu siklus terdiri dari tiga kali pertemuan juan untuk melatih kemampuan siswa dalam (6x40 menit) dan masing-masing siklus meneliti, menjelaskan fenomena, dan meme- terdiri cahkan masalah secara ilmiah‖. Tujuan pem- perencanaan, perlakuan, pengamatan dan belajaran ref-leksi. bagaimana inquiry membantu merumuskan siswa pertanyaan, dari empat tahapan yaitu Ada dua jenis data yang di ambil dari mencari jawaban atau pemecahan untuk penelitian ini memuaskan serta observasi (keaktifan dan keterlaksanaan membantu teori dan gagasannya tentang model inquiry) dan hasil belajar siswa dunia. melalui lembar evaluasi atau tes. Pada keinginta-huannya yaitu data dari lembar bagian ini jenis data observasi yang meliputi keaktifan dan keterlaksaan model inquiry METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan rancangan dari penelitian tindakan kelas dianalisis secara deskriptif atau dinilai pada atau yang saat aktivitas belajar berlangsung. sehingga disebut PTK model Kemmis dan Mc dengan demikian peneliti bisa men-getahui Taggart. Menurut Warsito, (2008:30) model keaktifan dan respon siswa terhadap model Kemmis dan Mc Taggart ini terdiri dari pembelajaran. Sedangkan data hasil belajar siklus-siklus siswa melalui lembar evaluasi atau tes yang yang sal-ing berhubungan dimana masing-masing siklus mempunyai dilaksanakan setiap akhir siklus. beberapa tahapan: Data keaktifan siswa dilihat dari per- (1)perencanaan, sentase dan analisis secara deskriptif pada (2) perlakuan/pelaksanaan, proses pembelajaran. Apabila ingin menge- FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 330 ISSN 2502-8723 tahui peningkatan keaktifan siswa, maka ter- HASIL PENELITIAN lebih dahulu dilakukan perhitungan selisih Setelah wawancara dengan guru ni-lai rata-rata yang diperoleh dari lembar mata pelajaran IPSyang menyebutkan bahwa obser-vasi keaktifan siswa dari siklus I ke keaktifan belajar siswa dikelas IX-B pada siklus II. Sedangkan persentase data hasil pra tindakan yaitu 10% atau hanya 10 siswa belajar tersebut yang aktif dari 33 siswa. Guru menjelaskan dibandingkan dengan nilai KKM-nya yang bahwa keaktifan di kelas ini sangatlah telah ditetapkan oleh SMP Muhammadiyah kurang sehi-ngga perlu dicarikan solusi 4 Singosari Malang yai-tu 75. Artinya jika untuk meningkat-kan keaktifan siswanya. yang diperoleh siswa siswa mendapatkan nilai dibawah 75 maka Data dari hasil lembar observasi ke- siswa tersebut dinyatakan ti-dak tuntas aktifan siswa selama pelaksanaan tindakan dalam hasil belajarnya, sehingga perlu dengan menggunakan model pembelajaran mendapat perbaikan pada siklus selan- inquiry jutnya. hubungan manusia dan bumi pada siklus I dalam pelajaran IPS materi Upaya untuk mengetahui peningkatan yaitu diketahui persentasenya 71% dengan keaktifan dan hasil belajar siswa, maka data kategori aktif. Unsur-unsur yang diamati pada siklus I akan dibandingkan dengan oleh peneliti per-sentase tersebut belum siklus II baik menggunakan tabel atau sesuai grafik. Data yang diharapkannya. diperoleh tersebut Walaupun itu sudah lebih baik dari pra des-kriptif untuk tindakan sebelumnya namun hal itu perlu memastikan bahwa dengan mene-rapkan adanya perbaikan pada siklus II untuk lebih model pembelajaran inquiry dapat me- meningkatkan keaktifan belajar siswa. dianalisis yang dengan secara ningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Lembar observasi pada siklus II Data hasil pengamatan dan hasil tes siswa men-unjukkan setelah dianalisis dapat digunakan untuk peningkatan men-yusun refleksi. Apabila pada siklus I keaktifan siswa den-gan penerapan model belum mencapai tujuan yang diinginkan pembelajaran inquiry di kelas IX-B. Data maka dan tersebut bisa dilihat pada le-mbar observasi seterusnya sampai tu-juan yang diinginkan keaktifan siklus II yang men-dapatkan nilai tercapai. 92% dengan kategori sangat aktif. Dengan dilan-jutkan ke siklus II bahwa yang terjadi signifikan sebuah terhadap demikian nilai keaktifan siklus II sudah sesuai target yang diharapkan. Selisih nilai keaktifan siswa dari siklus I ke silkus II yaitu 21%. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 331 ISSN 2502-8723 Data hasil belajar matapelajaran IPS per-tama sebagian siswa kurang turut serta sebelum tindakan yang di peroleh dari data dalam melaksanakan tugas belajarnya, siswa guru ketika ulangan harian yaitu yang kurang terlibat dalam pemecahan masalah, mencapai nilai rata-rata KKM dari 33 siswa siswa tidak bertanya kepada siswa lain atau hanya 15 orang atau 45%. Sedangkan siswa kepada guru apabila tidak memahami per- yang belajar soalan yang diha-dapi, siswa tidak berusaha dibawah KKM yaitu 18 orang atau 55%. mencari berbagai informasi yang diperlukan Sehingga da-pat disimpulkan bahwa siswa untuk memecahkan masalah, dan siswa yang di bawah KKM lebih besar dari pada kurang aktif ketika melak-sanakan diskusi siswa yang men-capai nilai KKM-nya. kelompok sesuai petunjuk guru. mendapatkan nilai hasil Hasil belajar siswa setelah Kedua, kebiasaan belajar siswa pada pelaksanaan tindakan dengan model pra tindakan atau sebelum diterapkan model pembelajaran inquiry pada matapelajaran inqui-ry yang cenderung hanya datang, IPS yang menggunakan tes pada akhir siklus duduk, dan diam, ditambah ketidak pahaman I yaitu nilai rata-ratanya 76% kategori siswa ter-hadap materi yang disampaikan tinggi. Akan tetapi, hal itu masih be-lum gurunya. Hal itu meyebabkan tidak ada mencapai target yang diharapkan sehingga perkembangan da-lam diri siswa baik itu perlu perbaikan pada sikus II. motivasinya, kreati-fitasnya, dan terlebih Tes akhir setelah tindakan siklus II khusus keaktifannya. dilakukan untuk mengetahui hasil belajar Hasil Belajar Siswa Kategori Tinggi siswa setelah penerapan model pembelajaran Hasil belajar siswa pada siklus I inquiry dalam matapelajaran IPS. Hasil kate- gorinya tinggi dilihat dari hasil tes belajar siswa setelah tindakan siklus II yaitu akhir siklus masih 57% dari segi persentase 87% kategori sangat tinggi dan sudah sesuai yang didapat-kan oleh siswa. Hal itu dengan disebabkan target awal perbaikan mutu oleh bebe-rapa faktor, pembelajaran. Se-lisih hasil belajar pada diantaranya: (1) semangat belajar siswa siklus I ke siklus II yaitu 11% sehingga hal yang sedang, (2) sarana belajar siswa masih itu bisa dikatakan ter-jadi peningkatan pada kurang dipersiapkan, (3) siswa masih kurang hasil belajar siswanya. terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran inquiry, dan (4) guru kurang bersemangat dalam mengajarnya. PEMBAHASAN Keaktifan Siswa Kategori Aktif Pada siklus I keaktifan siswa mencapai kategori aktif. Hal ini diprediksi pada fase FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 332 ISSN 2502-8723 pembelajaran, dan (4) semangat guruyang Keaktifan Siswa Kategori Sangat Aktif Keaktifan siswa pada siklus II men- maksimal untuk mengajar, memotivasi, dan capai kategori sangat aktif. Ada beberapa memantau perkem-bangan siswa. faktor yang mempengaruhi diantaranya. Per- PENUTUP tama, siswa sudah turut serta dalam melak- Kesimpulan sanakan tugas belajarnya, siswa sangat Berdasarkan hasil penelitian dan terlibat dalam pemecahan masalah, dan pem- bahasan, persentase keaktifan siswa siswa sering bertanya kepada siswa lain atau pada siklus I adalah 71% kategori aktif, kepada guru. Kedua, perubahan kebiasaan sedangkan siswa yang awal-nya pasif berubah menjadi keaktifan adalah 92% kategori sangat aktif. aktif. Hasil belajar siswa siklus I adalah 76% Ketiga, siswa merasa pada siklus II persentase nyaman kategori tinggi, sedangkan hasil belajar dengan sintak inquiry yang membebaskan siklus II adalah 87% kategori sangat tinggi. mereka un-tuk berpendapat, bertanya dan Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menghipote-siskan permasalahan dengan menerapkan model pembela-jaran yang dikaji dalam setiap kelompok. Siswa inquiry dapat meningkatkan keaktifan siswa sudah dan sebesar21% dan meningkatkan hasil be-lajar membaca terlebih dahulu liter-atur sebelum siswa sebesar 11% pada matapelajaran IPS mengomentari atau bertanya dalam proses di kelas IX-B SMP Muhammadiyah 4 Sin- diskusi dengan kelompok lain-nya. Siswa gosari Malang. juga sudah mulai menghargai pendapat Saran sebuah membiasakan diri melihat masing-masing individu atau ke-lompok Berdasarkan hasil penelitian dan ke- yang bersebrangan dengan mereka. simpulan, maka peneliti dapat memberikan Hasil Belajar Siswa Kategori Sangat saran sebagai berikut: Tinggi 1. Bagi guru Pada siklus II hasil belajar siswa Guru dapat menerapkan model kate-gori sangat tinggi, hal itu dapat dilihat pembelaja-ran inquiry pada saat mengajar dari nilai hasil belajar siswa yang dilihat dari dalam upaya meningkatkan keaktifan dan hasil tes akhir siklus sangatlah meningkat. hasil belajar siswa. Ada beberapa hal yang mempengaruhi 2. Bagi siswa meningkat-nya hasil belajar siswa antara Hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi lain: (1) siswa semangat dalam belajarnya, akan pentingnya melatih keaktifan di (2) sarana belajar siswa sudah dipersiapkan, dalam kelas dan siswa diharapkan dapat (3) siswa sudah mulai terbiasa dengan model menemu kenali model pembelajaran yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 333 ISSN 2502-8723 efektif dalam menyelesaikan masalah yang real di lingkungannya supaya hasil belajar siswa juga ada peningkatan. 3. Bagi Kepala Sekolah Model pembelajaran inquiry ini dapat disosialisasikan dengan guru di sekolah untuk diaplikasikan dalam pembelajaran mengin-gat model pembelajaran ini terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa 4. Bagi peneliti lain Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menerapkan model inquiry untuk tujuan meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Penerapan model inquiry dapat dilakukan dalam jangka wak-tu yang cukup lama agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Budiningsih, Asri, C. 2012. Belajar dan Pembelajara. Jakarta: Rineka Cipta. Dirman, & Juarsih. 2014. Penilaian dan Evaluasi. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, & Zain. 2010.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang:AM Publishing. Sudjana. 2010. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Online), (http://eprints.uny.ac.id/8613/3/BAB%2 02%20-%2008416241039. pdf, diakses 26 September 2015). Uno, B. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Warsito, Bambang. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: PT SPG. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 334 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Deskripsi Metakognisi Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Pemecahan Masalah Persamaan Kuadrat dengan Menggunakan Mapping Mathematics Madya Kencana Juhandana & Toto Nusantara Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak Pemecah masalah akan menyadari beberapa hal ketika melalui proses pemecahan suatu masalah yang menyebabkan ia harus melalui keempat langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah, memikirkan rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali secara tidak berurutan. Hal tersebut sering tidak sepenuhnya dipahami sampai pemecah masalah telah mencoba dan gagal untuk mencapai solusi dengan menggunakan strategi yang berbeda. Rangkaian maju mundur di antara empat langkah pemecahan masalah tersebut meliputi proses manajerial yang disebut metakognisi. Dalam konteks pemecahan masalah persamaan kuadrat, aktivitas metakognitif diidentifikasikan sebagai metacognitive awareness, metacognitive regulating, dan metacognitive evaluation. Hasil analisis aktivitas metakognitif dengan menggunakan mapping mathematics diketahui bahwa siswa kelompok tinggi cenderung tidak melakukan aktivitas metacognitive awareness pada saat melaksanakan rencana, sedangkan siswa kelompok sedang dan rendah lebih sering melakukan aktivitas metacognitive awareness saat melaksanakan rencana. Jika dibandingkan dengan siswa yang berada di kelompok sedang dan rendah, ketika memperoleh solusi yang sudah diyakini benar, siswa kelompok tinggi cenderung tidak memikirkan dan mencoba prosedur yang lebih efektif untuk memecahkan masalah. Hal ini disebabkan oleh rasa percaya diri yang tinggi dalam memecahkan masalah yang tidak dimiliki oleh siswa kelompok sedang dan rendah. Kata kunci: pemecahan masalah, metakognisi, aktivitas metakognitif, masalah persamaan kuadrat, mapping mathematics. mata pelajaran lain (Setiawati, 2011). Selain PENDAHULUAN itu, munculnya strategi dan pemilihan Persamaan kuadrat merupakan strategi yang diperlukan dalam mencapai konsep dasar yang harus dipahami oleh solusi siswa. Salah satu konsep matematika yang pengembangan heuristik upaya untuk menemukan dan memecahkan suatu masalah atau persoalan matematika konsep (Goldin lainnya, baik dalam matematika maupun FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kemampuan dapat memuat serangkaian proses berpikir serta yang dipelajari di tingkat sebelumnya dan sebagai konsep untuk kuadrat seseorang, dimana kemampuan heuristik Atas (SMA) ini memiliki keterkaitan dengan prasyarat persamaan mengembangkan diberikan pada jenjang Sekolah Menengah konsep-konsep lain dari dan kemampuan 335 Kaput, 1996). Selain berpikir yang dapat ISSN 2502-8723 dikembangkan secara terus menerus dan plan), serta (4) memeriksa kembali (looking berkelanjutan, melalui konsep persamaan back) kuadrat, dapat dikembangkan pembentukan semestinya ditempuh dan dilaksanakan oleh kebiasaan berpikir (habits of mind) pada diri siswa, sehingga pemecahan masalah dapat seseorang Dengan dilakukan secara efisien dan diperoleh solusi demikian, melalui persamaan kuadrat dapat yang tepat. Langkah-langkah pemecahan dikembangkan masalah (Setiawati, 2011). kemampuan koneksi, penalaran dan pemecahan masalah. Pemecahan masalah memuat yang rincian langkah dianjurkan yang mengarahkan siswa untuk selalu dapat menyadari potensi (problem kemampuannya dan dapat mengatur solving) secara eksplisit menjadi tujuan kemampuan tersebut untuk digunakan pada pembelajaran matematika dan termuat dalam pemecahan masalah. Inti dari gagasan Polya kurikulum matematika di berbagai negara, tersebut demikian pula dalam kurikulum yang saat kemampuan menyadari dan mengatur proses ini sedang diberlakukan di Indonesia yakni berpikir. Kurikulum 2013. Alasan yang mendasari hal kemampuan ini adalah karena pemecahan masalah kaitannya dengan proses berpikir seseorang. merupakan sarana Jadi pada dapat pengerahan dikatakan pemecahan bahwa masalah erat untuk Pemecah masalah (problem solver) mengembangkan pengetahuan matematika akan menyadari beberapa hal ketika melalui (Tarim, pemecahan proses pemecahan suatu masalah yang masalah dapat mengembangkan kognisi menyebabkan ia harus melalui keempat siswa mendorong langkah pemecahan masalah secara tidak kreativitas (Bransford dan Stein, 1993), berurutan. Dalam praktiknya semua langkah mengembangkan kemampuan menulis dan terlibat dan dilakukan secara paralel. Setiap verbal yang merupakan bagian dari proses penemuan baru, dalam hal ini berkaitan aplikasi 1995; dengan strategi yang lebih efektif untuk Pugalee, 2004), serta dapat memotivasi memperoleh solusi pemecahan masalah siswa untuk belajar matematika (Song dan cenderung Grabowski, 2006). keseluruhan yang telah tersusun (Polya, 2009). penting mengarah Selain (Jonassen, 2000), matematika Empat itu (Schraw, tahapan memodifikasi proses dalam 1981). Hal tersebut sering tidak sepenuhnya pemecahan masalah matematika menurut dipahami sampai pemecah masalah telah Polya (1973) yaitu (1) memahami masalah mencoba dan gagal untuk mencapai solusi (understanding (2) dengan menggunakan strategi yang berbeda. memikirkan rencana (devising a plan), (3) Rangkaian maju mundur di antara empat melaksanakan rencana (carrying out the langkah the penting akan problem), FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 336 pemecahan masalah tersebut ISSN 2502-8723 digambarkan oleh Fernandez, Hadaway dan pembelajaran matematika yang berfokus Wilson (1994) seperti pada gambar 1, yang pada aktivitas metakognitif siswa (In‘am, meliputi proses manajerial atau apa yang Ghani, dan Sa‘ad, 2012). disebut oleh para ahli pendidikan seperti Dalam konteks Schoenfeld (1992) dan Flavell (1979) masalah, sebagai metakognisi. diidentifikasikan pemecahan aktivitas awareness, (Mageira metakognitif sebagai regulation, dan aktivitas metacognitive dan evaluation Zawojewski,2011). metacognitive Pada awareness, seseorang menyadari untuk memikirkan posisi pengetahuannya selama proses menyelesaikan suatu masalah, apa yang diketahuinya, kemampuan dalam memecahkan masalah, strategi yang dapat Gambar 1. Siklus Kegiatan Pemecahan Masalah Sumber: Fernandez, Hadaway dan Wilson (1994) digunakan untuk memecahkan masalah, Schoenfeld (1992) menyebutkan dimilikinya dengan strategi yang dapat serta hubungan antara pengetahuan yang bahwa metakognisi menjadi elemen penting digunakan. yang metacognitive menentukan kegagalan masalah. kesuksesan seseorang dalam Kemampuan atau pemecahan Selanjutnya pada evaluation, aktivitas seseorang menyadari untuk memikirkan keterbatasan metakognitif dan keefektifan pengetahuan dan membuat siswa menjadi lebih fleksibel. kemampuannya dalam pemecahan masalah, Ketika gagal dalam pemecahan masalah, keefektifan strategi yang dipilih, tingkat mereka akan mengubah strategi mereka kesulitan hingga mendapatkan solusi pemecahan. pemecahan masalah. Kemampuan metakognitif yang baik akan aktivitas metacognitive membuat mereka menjadi pemecah masalah seseorang menggunakan sumber kognisinya yang baik pula. Sebagian besar pemecah dalam rangka merencanakan, menentukan masalah mengalami langkah-langkah pemecahan masalah, tujuan kegagalan karena mereka terus bekerja dari setiap langkah pemecahan masalah dengan strategi yang sama walaupun hal yang dilakukan, pemilihan strategi yang tersebut tidak menuntun mereka pada solusi paling tepat, serta priorotas dan pemilihan pemecahan. Oleh karena itu, perlu ada langkah pemecahan masalah yang paling perhatian sesuai. (problem solver) terhadap implementasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 337 masalah, dan kualitas hasil Sedangkan pada regulation, ISSN 2502-8723 Dari ketiga aktivitas metakognitif ―Saya mencoba mengingat bahwa saya pernah memecahkan masalah setipe ini sebelumnya.‖ ―Ada beberapa cara yang sering saya gunakan dalam memahami masalah seperti ini, biasanya saya membuat tabel, menggambar bagan, atau melingkari angkaangka penting.‖ ―Saya menggaris bawahi setiap informasi penting yang ada pada soal karena hal tersebut mungkin akan mempermudah saya memahami maksut soal.‖ yang telah disampaikan oleh Magiera & Zawojewski (2011), dapat dikatakan bahwa metakognisi sebagai bagian dari proses pengaturan diri dan kemampuan mengontrol proses berpikir diri sendiri ada dalam tiap tahapan dalam pemecahan masalah. Pada setiap tahap (memahami Metacognitive regulation masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana pemecahan, dan memeriksa kembali) dalam menyelesaikan masalah siswa harus memonitor proses berpikirnya sekaligus dalam membuat keputusan-keputusan melaksanakan dipilihnya itu agar tahapan yang masalah dapat Metacognitive evaluation terselesaikan dengan baik bahkan pada tahap akhir, siswa harus mempertanyakan kembali atas jawaban yang dibuatnya ―Saya merasa perlu untuk membaca soal kembali dan memastikan tidak ada informasi yang terlewatkan yang dapat saya gunakan untuk memecahkan masalah ini.‖ ―Saya memikirkan beberapa rencana alternatif, sebagai pertimbangan jika nanti saya tidak menemukan solusi dengan rencana saya sebelumnya.‖ ―Saya memilih rencana ini karena saya rasa rencana ini jauh lebih efektif daripada rencana lainnya.‖ apakah Metacognitive awareness jawabannya benar-benar telah sesuai dan apakah memungkinkan ada cara lain yang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah yang diberikan itu. Aktivitas metakognitif pada setiap Metacognitive regulation tahapan pemecahan masalah Polya dapat Memikirkan rencana (devising a plan) dianalisis dari contoh-contoh pernyataan yang diberikan siswa yang dirangkum dalam tabel 2.1. Tabel 1. Aktivitas Metakognitif pada Tahapan Pemecahan Masalah Polya Langkah Pemecahan Memahami masalah (understanding the problem) Aktivitas Metakognitif Contoh Penyataan Metacognitive awareness Metacognitive evaluation ―Saya merasa perlu untuk membaca soal lebih dari sekali untuk memahami maksud dari masalah yang diberikan.‖ FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Melaksanakan 338 Metacognitive ―Saya berpikir apakah pemahaman saya terhadap masalah ini sudah benar.‖ ―Menurut saya soal ini cukup sulit dan menantang sehingga saya berpikir apakah saya dapat memecahkan masalah ini dengan mudah.‖ ―Saya sangat yakin bahwa rencana saya akan membawa saya pada solusi pemecahan karena semua informasi yang diberikan dalam soal dapat saya gunakan dalam rencana saya.‖ ―Saya berusaha meyakinkan diri bahwa rencana pemecahan yang akan saya lakukan efektif untuk menemukan solusi pemecahan.‖ ―Saya selalu ISSN 2502-8723 rencana (carrying out the plan) awareness Metacognitive regulation Metacognitive evaluation Metacognitive awareness Memeriksa kembali (looking back) Metacognitive regulation Metacognitive evaluation meyakinkan diri sendiri bahwa langkah pemecahan yang saya lakukan sudah sesuai dengan rencana yang telah saya susun.‖ ―Saya selalu memeriksa kembali setiap langkah yang telah saya lakukan untuk memastikan bahwa langkah pemecahan saya tidak menyimpang dari rencana yang telah saya susun.‖ Diadaptasi dari Magiera & Zawojewski (2011) dan Polya (1973) Untuk memahami metakognisi siswa, dapat dilakukan metode think alouds. Siswa diminta untuk menjelaskan apa yang dipikirkannya saat memecahkan masalah persamaan kuadrat secara lisan. Menurut Charters (2003), think alouds merupakan ―Saya mencari debit air untuk masing-masing pompa dahulu kemudian saya subtitusikan pada persamaan kontinuitas.‖ ―Saya menyederhanakan persamaan hingga koefisien dari 𝑥 2 sama dengan satu agar nanti mudah difaktorkan.‖ salah satu cara yang paling efektif dalam menilai proses berpikir tingkat tinggi yang melibatkan kerja memori dan dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan masing-masing individu dalam mengerjakan ―Saya berpikir apakah langkah pemecahan yang saya lakukan sudah sesuai dengan rencana yang telah saya susun.‖ ―Saya melakukan kesalahan pada saat memfaktorkan, hal tersebut menyebabkan solusi yang saya peroleh tidak benar.‖ ―Saya berpikir apakah langkah yang saya lakukan akan membawa saya pada solusi dari masalah ini.‖ tugas yang sama. Data yang diperoleh melalui metode think alouds dapat dianalisis dengan menggunakan teknik analisis tematik. Analisis tematik merupakan metode yang mengungkap potensi kebermaknaan matematika yang ada dalam suatu wacana ―Saya berpikir apakah jawaban yang saya peroleh merupakan solusi pemecahan yang masuk akal.‖ (Herbel-Eisenmann dan Otten, 2011). Proses ―Saya meyakinkan diri sendiri bahwa hasil akhir yang saya peroleh ini telah sesuai dengan masalah yang diberikan‖ ―Saya mensubtitusikan hasil akhir yang saya peroleh ke persamaan awal. Jika nilainya memenuhi persamaan tersebut maka hasil yang saya peroleh sudah benar.‖ matematis yang dapat digunakan oleh siswa ―Saya rasa langkah pemecahan yang saya lakukan kurang efektif. Seharusnya saya menyederhanakan dulu bilangan-bilangan yang besar agar persamaan yang saya peroleh jauh lebih sederhana.‖ fase 1, (3) menganalisis metakognisi siswa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG analisis tematik melibatkan empat fase, yaitu: (1) membuat tabel yang berisi ide dalam memecahkan masalah persamaan kuadrat, (2) membuat clean map yang menggambarkan jaringan ide matematis dalam memecahkan masalah persamaan kuadrat berdasarkan tabel yang dibuat pada dalam memecahkan masalah persamaan kuadrat, (4) membuat mapping mathematics berdasarkan hasil analisis pada fase 3. 339 ISSN 2502-8723 Mapping mathematics didefinisikan METODOLOGI PENELITIAN sebagai alat untuk membangun struktur hasil Pendekatan yang digunakan dalam analisis tematik (Herbel-Eisenmann dan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Otten, 2011). Menurut Mustaqim (2013), Data yang diperoleh dalam penelitian ini mapping dapat adalah data verbal berupa ungkapan siswa didefinisikan sebagai gambar/diagram yang ketika melakukan think aloud dan ketika tersusun atas istilah atau konsep yang saling diwawancarai untuk memperoleh informasi berkaitan sebagai hasil dari pemetaan. mengenai aktivitas metakognitifnya. Jenis Pemetaan sendiri berarti suatu proses yang penelitian ini dapat dikategorikan sebagai melibatkan identifikasi istilah dalam satu penelitian masalah dengan mendeskripsikan hasil eksplorasi aktivitas mathematics metakognitif siswa dalam memecahkan mathematics yang gambar/diagram. juga disusun Mapping digunakan untuk menyatakan hubungan berbentuk eksploratif yaitu masalah persamaan kuadrat. yang bermakna antar konsep atau istilah yang deskriptif Penelitian ini dilaksanakan di SMA proposisi-proposisi Negeri 2 Lumajang pada semester genap (Hartutik, 2013). Proposisi merupakan dua tahun pelajaran 2014-2015, bulan Mei 2015. atau lebih konsep, istilah, atau bentuk- SMA Negeri 2 Lumajang telah setahun bentuk matematis yang dihubungkan oleh menerapkan Kurikulum 2013. Siswa kelas X kata-kata dalam suatu unit semantik. di SMA Negeri 2 Lumajang telah dibiasakan Mapping mathematics yang untuk menyelesaikan soal pemecahan dimaksud dalam tulisan ini adalah diagram masalah. Subjek penelitian tidak dipilih yang menggambarkan rangkaian aktivitas secara acak, namun dipilih berdasarkan metakognitif siswa dalam memecahkan beberapa kriteria dimana partisipan yang masalah persamaan memiliki potensi tinggi untuk terlibat dalam mapping mathematics kuadrat. dapat Melalui dianalisis aktivitas metakognitif dan dapat aktivitas metakognitif yang terjadi pada menjelaskan proses berpikirnya dengan baik masing-masing siswa saat mengerjakan dipilih sebagai subjek penelitian (Magiera masalah persamaan kuadrat. dan Zawojewski, 2011). Adapun metode yang digunakan Tujuan Penelitian Penelitian dalam ini bertujuan untuk menentukan subjek yaitu (1) menganalisis skor ulangan harian materi mendeskripsikan metakognisi siswa Sekolah persamaan kuadrat, (2) mengelompokkan Menengah Atas dalam pemecahan masalah siswa menjadi 3 kelompok (rendah, sedang, persamaan kuadrat dengan menggunakan dan tinggi), (3) meminta beberapa siswa dari mapping mathematics FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 340 ISSN 2502-8723 masing-masing kelompok untuk pada fase 2 dan mapping mathematics yang mengerjakan soal sambil melakukan think digambar pada fase 4. aloud, (4) jika siswa memperoleh suatu TEMUAN PENELITIAN DAN DISKUSI persamaan kuadrat dan solusi pemecahan Dalam langkah pemecahan masalah maka selanjutnya dipilih menjadi subjek yang dilakukan, siswa pada masing-masing untuk diwawancarai. kelompok cenderung melakukan aktivitas Instrumen penelitian yang metakognitif yang sama, yaitu siswa digunakan untuk memperoleh data dalam kelompok penelitian ini meliputi (1) peneliti, (2) ketiga aktivitas metakognitif (metacognitive lembar soal, (3) pedoman wawancara, (4) awareness, metacognitive regulation, dan alat rekam, (5) lembar validasi soal dan (6) metacognitive lembar validasi memahami Analisis data pedoman dalam wawancara. penelitian ini rencana. tinggi cenderung evaluation) masalah Pada pada dan langkah melakukan saat memikirkan melaksanakan menggunakanan alisis tematik 5 fase yang rencana, siswa kelompok tinggi cenderung merupakan pengembangan dari analisis tidak melakukan aktivitas metacognitive tematik Herbel-Eissenmann dan Otten awareness, dan pada langkah memeriksa (2011) sebagai berikut yaitu (1) membuat kembali solusi akhir yang diperoleh, siswa tabel yang berisi ide matematis yang kelompok tinggi cenderung tidak melakukan diharapkan digunakan oleh siswa dalam aktivitas memecahkan masalah persamaan kuadrat, Kelompok siswa berkemampuan sedang (2) cenderung membuat clean map yang metacognitive melakukan ketiga evaluation. aktivitas menggambarkan jaringan ide matematis metakognitif dalam memecahkan masalah persamaan metacognitive regulation, dan metacognitive kuadrat berdasarkan tabel yang dibuat pada evaluation) pada langkah memahami fase 1, (3) menganalisis metakognitif siswa masalah, memikirkan dalam memecahkan masalah persamaan melaksanakan rencana, kudrat, (4) membuat mapping mathematics kembali. Demikian pula untuk kelompok berdasarkan hasil analisis pada fase 3 yaitu siswa berkemampuan rendah. Oleh sebab dengan menggambarkan struktur berpikir itu, dalam paparan data pada penelitian ini, siswa dalam pemecahan masalah persamaan untuk deskripsi metakognisi siswa hanya kuadrat, dan (5) melakukan analisis terhadap aktivitas metakognitif siswa (metacognitive dan awareness, rencana, memeriksa dipaparkan metakognisi satu siswa yang dengan mewakili membandingkan clean map yang digambar masing-masing kelompok. Selanjutnya siswa yang mewakili kelompok kemampuan tinggi akan disebut sebagai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 341 ISSN 2502-8723 Subjek 1 (S1), siswa yang mewakili regulation, dan metacognitive evaluation. kelompok siswa berkemampuan sedang Aktivitas metacognitive awareness saat disebut Subjek 2 (S2), serta siswa yang memikirkan rencana oleh S1 meliputi mewakili kemampuan rendah disebut Subjek kesadaran 3 (S3). pengetahuannya selama proses memikirkan Saat memecahkan untuk memikirkan posisi masalah rencana, apa yang diketahuinya, strategi persamaan kuadrat yang diberikan, dalam yang dapat digunakan untuk memecahkan memahami S1 masalah, serta hubungan antara pengetahuan metacognitive yang dimilikinya dengan strategi yang dapat awareness, metacognitive regulation, dan digunakan yaitu dalam bentuk aktivitas metacognitive memikirkan kembali pengetahuan masalah, melibatkan metakognisi aktivitas evaluation. Aktivitas yang metacognitive awareness saat memahami dimiliki sebelumnya tentang rumus debit masalah yang dilakukan oleh S1 terjadi saat dan membaca soal lebih dari sekali, serta mempertimbangkan koefisien dari 𝑥 2 dan berusaha mengingat pernah bekerja dengan nilai determinan dari persamaan kuadrat soal yang diperoleh. setipe yang diberikan. Aktivitas perbandingan metacognitive regulation saat memahami senilai, serta Aktivitas metacognitive regulation masalah oleh S1 diindikasikan oleh aktivitas oleh membuat tabel untuk mendata informasi diindikasikan oleh aktivitas memikirkan penting rencana baru yang dianggap lebih efektif yang diberikan dalam soal, S1 saat memikirkan rencana memperbaiki format tabel agar lebih mudah daripada dipahami dan membuat tabel baru yang dilakukan. dianggap paling efektif untuk membantu metacognitive evaluation saat memikirkan dalam pemahaman masalah. rencana oleh S1 terjadi saat memikirkan aktivitas metacognitive Sedangkan evaluation saat rencana rencana sebelumnya Sedangkan diindikasikan oleh yang aktivitas aktivitas memahami masalah oleh S1 diindikasikan meyakinkan diri tentang keefektifan rencana oleh aktivitas meyakinkan diri tentang pemecahan. pemahaman terhadap masalah, Saat melaksanakan rencana, melibatkan aktivitas mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan metakognisi meyakinkan metacognitive regulation, dan metacognitive diri terhadap kemampuan dalam memecahkan masalah. Saat metakognisi metacognitive evaluation. memikirkan S1 Aktivitas metacognitive rencana, regulation saat melaksanakan rencana oleh aktivitas S1 diindikasikan ketika S1 melakukan metacognitive aktivitas memikirkan persamaan yang lebih melibatkan awareness, S1 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 342 ISSN 2502-8723 sederhana dari persamaan kuadrat yang diperoleh, dan memikirkan serta memutuskan cara yang dianggap paling mudah untuk menentukan akar persamaan kuadrat yang diperoleh. Sedangkan aktivitas metacognitive evaluation saat melaksanakan rencana oleh S1 terjadi saat S1 merasa melakukan kesalahan terhadap langkah pemecahan masalah karena memperoleh jawaban yang tidak masuk akal, sehingga memaksa S1 untuk memikirkan kembali rencana yang telah dilaksanakan. Saat metakognisi memeriksa S1 kembali, melibatkan aktivitas metacognitive awareness dan metacognitive regulation. Aktivitas Gambar 2. Mapping Mathematics S1 saat Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat metacognitive awareness saat memeriksa kembali oleh S1 Saat terjadi ketika S1 meyakinkan diri bahwa memahami masalah, metakognisi S2, yaitu dan telah sesuai dengan masalah yang Aktivitas masalah persamaan kuadrat yang diberikan, dalam jawaban akhir yang diperoleh masuk akal diberikan. memecahkan siswa berkemampuan sedang melibatkan metacognitive aktivitas regulation saat memeriksa kembali oleh S1 metacognitive awareness, metacognitive regulation, dan metacognitive diindikasikan oleh aktivitas memikirkan cara evaluation. yang dianggap efektif untuk mengecek Aktivitas metacognitive awareness saat memahami masalah yang jawaban yang diperoleh. Berikut adalah dilakukan oleh S2 terjadi saat S2 membaca Mapping Mathematics untuk S1 soal lebih dari sekali, serta berusaha mengingat pernah bekerja dengan soal setipe yang diberikan. Aktivitas metacognitive regulation saat memahami diindikasikan oleh masalah aktivitas oleh S2 mendata informasi penting mengenai kedua pompa dan membuat bagan yang dianggap paling efektif untuk membantu dalam pemahaman FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 343 ISSN 2502-8723 masalah. Sedangkan aktivitas metacognitive melakukan evaluation saat memahami masalah oleh S2 meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri yang dilakukan sesuai dengan rencana. tentang Aktivitas pemahaman terhadap masalah, langkah pemecahan metacognitive serta regulation saat mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat meyakinkan S2 memikirkan persamaan yang lebih diri terhadap kemampuan dalam memecahkan masalah. Saat sederhana dari persamaan kuadrat yang memikirkan rencana, diperoleh, memikirkan dan memutuskan aktivitas cara yang dianggap paling mudah untuk metacognitive menentukan akar persamaan kuadrat yang regulation, dan metacognitive evaluation. diperoleh, serta memikirkan kembali konsep Aktivitas metacognitive awareness saat tentang perbandingan senilai untuk dapat memikirkan rencana oleh S2 terjadi saat S2 dikaitkan dengan langkah pemecahan yang memastikan kecukupan sedang dilakukan. diperlukan dan metakognisi S2 metacognitive melibatkan awareness, pengetahuan informasi memikirkan yang dimiliki yang Sedangkan Aktivitas kembali metacognitive evaluation saat melaksanakan sebelumnya rencana oleh S2 terjadi saat S2 merasa tentang rumus debit. Aktivitas metacognitive melakukan regulation saat memikirkan rencana oleh S2 pemecahan masalah karena memperoleh diindikasikan oleh aktivitas memikirkan jawaban yang tidak masuk akal, sehingga rencana memaksa S2 untuk memikirkan kembali yang dianggap efektif untuk memecahkan masalah, yaitu menjumlahkan kesalahan langkah rencana yang telah dilaksanakan. volume air yang dialirkan oleh masing- Saat masing pompa dalam waktu 12 jam. metakognisi Sedangkan metacognitive aktivitas terhadap metacognitive memeriksa S2 kembali, melibatkan awareness, aktivitas metacognitive evaluation saat memikirkan rencana oleh S2 regulation, dan metacognitive evaluation. diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri Aktivitas metacognitive awareness saat tentang keefektifan rencana pemecahan. memeriksa kembali oleh S2 terjadi saat S2 Saat melaksanakan rencana, meyakinkan diri bahwa jawaban akhir yang melibatkan aktivitas diperoleh masuk akal dan telah sesuai metacognitive dengan masalah yang diberikan. Aktivitas regulation, dan metacognitive evaluation. metacognitive regulation saat memeriksa Aktivitas metacognitive awareness pada saat kembali oleh S2 terjadi saat S2 memeriksa melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat kembali S2 memikirkan cara yang dianggap efektif metakognisi metacognitive mengecek S2 awareness, kembali setiap FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG selesai 344 diindikasikan oleh aktivitas ISSN 2502-8723 untuk mengecek jawaban yang diperoleh. Sedangkan aktivitas Saat memecahkan masalah metacognitive persamaan kuadrat yang diberikan, dalam evaluation saat memeriksa kembali oleh S2 memahami masalah, metakognisi S3, yaitu terjadi siswa berkemampuan sedang melibatkan saat S2 memeriksa kembali diindikasikan oleh aktivitas mengevaluasi aktivitas metacognitive awareness, dan metacognitive regulation, dan metacognitive memikirkan kembali keefektifan langkah pemecahan yang telah dilakukan evaluation. Aktivitas metacognitive dari awareness saat memahami masalah yang awal hingga mendapatkan solusi pemecahan, serta memikirkan prosedur lain oleh S3 terjadi saat S3 membaca soal lebih yang dari sekali, serta berusaha mengingat pernah mungkin lebih efektif daripada prosedur yang telah dilakukan. Berikut bekerja dengan soal setipe yang diberikan. mapping mathematics untuk S2. Aktivitas metacognitive regulation saat memahami masalah oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas mendata informasi penting mengenai kedua pompa yaitu tentang volume, waktu, dan debit dari kedua pompa. Sedangkan aktivitas metacognitive evaluation saat memahami masalah oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri tentang pemahaman terhadap masalah, mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan meyakinkan diri terhadap kemampuan dalam memecahkan masalah. Saat metakognisi metacognitive memikirkan S3 rencana, melibatkan awareness, aktivitas metacognitive regulation, dan metacognitive evaluation. Aktivitas metacognitive awareness saat memikirkan rencana oleh S3 terjadi saat S3 memastikan kecukupan diperlukan dan pengetahuan Gambar 3. Mapping Mathematics S2 saat Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 345 yang informasi memikirkan dimiliki yang kembali sebelumnya tentang rumus debit. Aktivitas metacognitive regulation saat memikirkan rencana oleh S3 ISSN 2502-8723 terjadi saat S3 memikirkan rencana ketika S3 merasa melakukan kesalahan diindikasikan oleh aktivitas memikirkan terhadap rencana untuk karena memperoleh jawaban yang tidak memecahkan masalah, yaitu menjumlahkan masuk akal, sehingga S3 harus memikirkan waktu yang diperlukan oleh kedua pompa kembali rencana yang telah dilaksanakan. untuk mengalirkan 1260 liter sebelum Selain itu, ketika S3 merasa kesulitan untuk akhirnya memutuskan untuk mengganti menentukan dua bilangan yang memiliki rencana menjumlahkan volume air yang hasil kali sama dengan -84 dan hasil dialirkan oleh kedua pompa dalam waktu 12 penjumlahan jam. Sedangkan aktivitas metacognitive memikirkan kembali keputusannya untuk evaluation saat memikirkan rencana oleh S3 menggunkan cara pemfaktoran. Aktivitas terjadi rencana tersebut juga mengindikasikan aktivitas diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri metacognitive evaluation saat melaksanakan tentang keefektifan rencana pemecahan. rencana oleh S3. yang saat dianggap S3 Saat metakognisi S3 metacognitive efektif memikirkan melaksanakan rencana, melibatkan aktivitas awareness, langkah sama Saat metakognisi metacognitive metacognitive pemecahan masalah dengan -17, memeriksa S3 kembali, melibatkan awareness, S5 aktivitas metacognitive regulation, dan metacognitive evaluation. regulation, dan metacognitive evaluation. Aktivitas metacognitive awareness pada saat Aktivitas metacognitive awareness saat melaksanakan rencana oleh S3 terjadi saat memeriksa kembali oleh S3 terjadi saat S3 S3 selesai meyakinkan diri bahwa jawaban akhir yang serta diperoleh masuk akal dan telah sesuai meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan dengan masalah yang diberikan. Aktivitas yang dilakukan sesuai dengan rencana. metacognitive regulation diindikasikan oleh Aktivitas saat aktivitas memikirkan cara yang dianggap melaksanakan rencana oleh S3 terjadi saat efektif untuk mengecek jawaban yang S3 memikirkan persamaan yang lebih diperoleh. sederhana dari persamaan kuadrat yang metacognitive evaluation saat memeriksa diperoleh, memikirkan dan memutuskan kembali oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas cara yang dianggap paling mudah untuk mengevaluasi menentukan akar persamaan kuadrat yang keefektifan langkah pemecahan yang telah diperoleh. dilakukan dari awal hingga mendapatkan mengecek melakukan kembali langkah setiap pemecahan, metacognitive regulation Sedangkan aktivitas Sedangkan dan memikirkan solusi rencana oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas prosedur lain yang mungkin lebih efektif 346 serta kembali metacognitive evaluation saat melaksanakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG pemecahan, aktivitas memikirkan ISSN 2502-8723 daripada prosedur yang telah dilakukan. benar, siswa kelompok tinggi cenderung Berikut mapping mathematics untuk S3. tidak memikirkan dan mencoba prosedur yang lebih efektif untuk memecahkan masalah. Hal ini disebabkan oleh rasa percaya diri yang tinggi dalam memecahkan masalah yang tidak dimiliki oleh siswa kelompok sedang dan rendah. Dalam metakognisi memahami masalah, kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah melibatkan aktivitas metacognitive awareness, metacognitive regulation, dan metacognitive evaluation. Aktivitas metacognitive awareness yang dilakukan oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah meliputi kesadaran untuk memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam memahami masalah yaitu membaca soal lebih dari sekali, berusaha mengingat pernah bekerja dengan soal setipe yang Gambar 3. Mapping Mathematics S3 saat Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat diberikan. Aktivitas metacognitive regulation dalam memahami masalah oleh kelompok KESIMPULAN Berdasarkan mapping mathematics siswa berkemampuan tinggi, sedang dan diketahui bahwa siswa kelompok tinggi rendah cenderung mengontrol tidak metacognitive melakukan awareness aktivitas pada saat meliputi kesadaran perencanaan dalam strategi yang dianggap efektif untuk memahami masalah melaksanakan rencana, sedangkan siswa yaitu kelompok sedang dan rendah lebih sering menceritakan melakukan metacognitive bahasa sendiri, membuat tabel atau bagan awareness saat melaksanakan rencana. Jika untuk mempermudah pemahaman terhadap dibandingkan dengan siswa yang berada di masalah kelompok Sedangkan aktivitas sedang dan rendah, ketika memperoleh solusi yang sudah diyakini FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG mendata informasi kembali yang masalah diberikan aktivitas penting, pada dengan soal. metacognitive evaluation dalam memahami masalah oleh 347 ISSN 2502-8723 kelompok siswa berkemampuan tinggi, Aktivitas metacognitive evaluation dalam sedang, dan rendah meliputi kesadaran memikirkan rencana oleh kelompok siswa dalam berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah memikirkan keefektifan dan keterbatasan proses berpikir serta asesmen meliputi terhadap tingkat kesulitan masalah. keefektifan dan keterbatasan proses berpikir Dalam metakognisi memikirkan rencana, kelompok siswa kesadaran dalam memikirkan dan keefektifan strategi yang direncanakan. Dalam melaksanakan rencana, berkemampuan tinggi, sedang dan rendah metakognisi melibatkan metacognitive berkemampuan tinggi melibatkan aktivitas awareness, metacognitive regulation, dan metacognitive regulation dan metacognitive metacognitive evaluation. Sedangkan kelompok siswa aktivitas evaluation. Aktivitas kelompok metacognitive awareness yang dilakukan berkemampuan oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi, melibatkan sedang, dan rendah meliputi kesadaran awareness, metacognitive regulation, dan untuk memikirkan apa yang perlu dilakukan metacognitive dalam memikirkan memastikan kecukupan sedang siswa dan aktivitas rendah metacognitive evaluation. Aktivitas rencana yaitu metacognitive awareness yang dilakukan informasi yang oleh kelompok siswa berkemampuan sedang diperlukan untuk menyusun rencana. dan Aktivitas metacognitive regulation rendah meliputi kesadaran untuk memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam dalam memikirkan rencana oleh kelompok melaksanakan siswa berkemampuan sedang dan rendah meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan meliputi mengontrol yang dilakukan sesuai dengan rencana. Hal perencanaan strategi, penyusunan langkah ini tidak nampak dilakukan oleh kelompok kerja dan tujuan, serta pemilihan strategi siswa berkemampuan tinggi. Karena terlalu pemecahan masalah yang tepat. Sedangkan percaya kelompok tinggi pemecahan, kelompok siswa berkemampuan metacognitive tinggi merasa tidak perlu untuk meyakinkan melakukan kesadaran siswa dalam berkemampuan aktivitas diri dengan satu selalu rencana diri dalam penyusunan langkah kerja dan tujuan. dilakukan sudah sesuai dengan rencana. Kelompok Kelompok berkemampuan tinggi langkah yaitu regulation hanya terbatas pada kesadaran siswa apakah rencana siswa pemecahan berkemampuan yang tinggi cenderung merasa tidak perlu memikirkan beranggapan bahwa mereka hanya memiliki rencana pemecahan yang lain jika rencana satu rencana pemecahan yang pasti, jadi pemecahan yang ia lakukan dirasa tidak tidak mungkin langkah pemecahan yang efektif untuk memperoleh solusi pemecahan. dilakukan tidak sesuai dengan rencana. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 348 ISSN 2502-8723 Aktivitas metacognitive regulation mengontrol perencanaan dan pemilihan dalam melaksanakan rencana oleh kelompok strategi yang efektif untuk memeriksa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kembali solusi yang diperoleh. Aktivitas rendah metacognitive evaluation dalam memeriksa meliputi mengontrol kesadaran perencanaan dalam strategi, kembali oleh kelompok siswa penyusunan langkah kerja dan tujuan, serta berkemampuan sedang dan rendah meliputi pemilihan langkah pemecahan yang tepat. kesadaran dalam mengontrol keefektifan dan Sedangkan aktivitas metaconitive evaluation keterbatasan dalam melaksanakan rencana oleh kelompok keefektifan strategi yang telah dilakukan. siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah meliputi kesadaran Disarankan bagi peneliti lain yang berminat masalah yang melibatkan persamaan kuadrat untuk memecahkannya. Disarankan pula metacognitive awareness dan metacognitive melibatkan sedang untuk kelompok siswa dan aktivitas terbatas Aktivitas pada 3 siswa SMA (subjek penelitian terpilih). Bagi guru, disarankan untuk selalu oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi, mendampingi dan membantu siswa dalam sedang dan rendah meliputi kesadaran untuk mengembangkan kemampuan metakognitif memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam siswa. Guru dapat merfleksi pengetahuan memeriksa kembali yaitu selalu meyakinkan siswa yang bertujuan untuk mengarahkan diri bahwa solusi pemecahan yang diperoleh siswa pada solusi ataupun menyadarkan masuk akal. siswa bahwa siswa melakukan kesalahan. Aktivitas metacognitive regulation Refleksi dalam memeriksa kembali oleh kelompok kesadaran yang diberikan dapat menumbuhkan ide dalam diri siswa dalam siswa berkemampuan tinggi, sedang dan meliputi tentang karena keterbatasan penelitian, yaitu hanya metacognitive awareness yang dilakukan rendah penelitian pendidikan termasuk di Perguruan Tinggi metacognitive evaluation. melakukan metakognisi siswa pada berbagai jenjang rendah awareness, metacognitive regulation, dan metacognitive mengembangkan karena penelitian ini hanya terbatas pada 1 siswa berkemampuan tinggi melibatkan aktivitas berkemampuan dapat dalam materi yang sama maupun berbeda Dalam memeriksa kembali, kelompok untuk penelitian ini pada soal yang berbeda baik asesmen terhadap hasil yang diperoleh regulation. Sedangkan serta SARAN proses berpikir, keefektifan strategi, serta metakognisi berpikir dalam mengontrol keefektifan dan keterbatasan . proses menemukan dalam strategi baru yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 349 ISSN 2502-8723 Research and Development 48 (4): 63-85. New York:Springer. Mageira, M.T., dan Zawojewski, J.S. 2011. Characterization of Social-Based and Self-Based Contexts Associated With Students‘ Awareness, Evaluation, and Regulation of Their Thinking During Small-Group Mathematical Modelling.Journal for Research in Mathematics Education, 42(5): 486-516. Mustaqim. 2013. Proses Scaffolding Berdasarkan Diagnosis Kesulitan Siswa DalamMenyelesaikan Masalah Program Linear Dengan MenggunakanMappingMathematic s. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Polya, G. 1973. How to Solve it: A New Aspect of Mathematical Model(2nd ed.) . Princeton. New Jersey: Princeton University Press _______. 1981. Mathematical Discovery: On understanding, Learning, and Teaching Problem Solving. New York: John Wiley & Son. Pugalee, D. K. 2004. Comparison of Verbal and Written Descriptions of Students' Problem Solving Processes.Educational Studies in Mathematics 55 (1): 27-47. New York: Springer Schraw, G. 1995. Cognitive Processes in Well-Defined and Ill-defined Problem Solving.Applied Cognitive Psychology 9 : 523-555. New York: John Wileys & Son, Ltd Schoenfeld A. H. 1992. Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition and Sense Making in Mathematics. In D. Grouws (Ed.), Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, pp. 334 - 370. New York: Macmillan. Setiawati, E. 2011. Hambatan Epistemologi (Epistemological Obstacles) Dalam Persamaan Kuadrat Pada Siswa Madrasah Aliyah. Makalah dipresentasikan di International Daftar Rujukan Bransford, J.dan B.S. Stein. 1993. The IDEAL Problem Solver: A Guide for ImprovingThinking, Learning, and Creativity (2nd ed). New York:W.H. Freeman. Charters, E. 2003. The Use of Think-aloud Methods in Qualitative Research An Introduction to Think-aloud Methods. Brock Education, 12 (2): 68-82. In‘am, A., dkk. 2012. A Metacognitive Approach to Solving Algebra Problems. International Journal of Independent Research and Studies, 1(4): 162-173. Flavell, J. H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring: A new Area of Cognitive-Development Inquiry. American Psychologist. Vol. 34, pp. 906-911. American Psychological Association. Goldin, G. dan Kaput, J. 1996.A joint perspective on the idea of representation in learning and doing mathematics‘, in L. Steffe, P. Nesher, P. Cobb, G. Goldin, and B. Greer (eds.).Theories of Mathematical Learning. Erlbaum, Hillsdale, NJ, pp. 397–430. Hartutik, Y. 2013. Proses Scaffolding Berdasarkan Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat dengan MenggunakanMapping Mathematics.Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Herbel-Eisenmann, B.A. dan Otten, S. 2011.Mapping Mathematics in Classrom Discourse.Journal for Research in Mathematics Education, 42 (5): 451-485. In‘am, A., dkk. 2012. A Metacognitive Approach to Solving Algebra Problems. International Journal of Independent Research and Studies, 1(4): 162-173. Jonassen, D. H. 2000. Toward a Design Theory of Problem Solving.EducationalTechnology FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 350 ISSN 2502-8723 Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education 2011 ―Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education‖. Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Yogyakarta. Yogyakarta, 21-23 Juli 2011 Song, H. D. dan Grabowski, B. L. 2006. Stimulating intrinsic motivation for problem solving using goaloriented contexts and peer group composition. Educational Technology Research & Development Journal, 54(5): 445466. Tarim, K. 2009. The Effects Of Cooperative Learning On PreschoolersMathematics ProblemSolving Ability.Educational Studies inMathematics,72(3): 325340. Wilson, J. dan Clarke, D. 2004. Toward The Modelling of Mathematical Metacognition. Mathematics Education Research Journal, 16(2), 25-48 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 351 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MATEMATIKA EKONOMI EMA SURAHMI Program Studi Pendidikan Matematika-Universitas Madura Jl. Raya Panglegur km 3,5 Pamekasan-Madura. Email: [email protected] Abstrak : Aktivitas pembelajaran seperti mengemukakan pendapat, bekerja sama, mempresentasikan, bertanya, dan menjawab sangatlah penting karena siswa terlibat langsung dan tidak hanya diam mendengar tetapi juga melakukan, sehingga mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar. Salah satu model atlernatif yang diduga dapat digunakan untuk mengatasi masalah terkait adalah model kooperatif dengan tipe Group Investigation (GI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group invetigation terhadap hasil belajar mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Madura. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, dengan mengambil dua sampel yaitu mahasiwa Akuntansi A sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 40 mahasiswa, dengan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan Akuntasi C sebagai kelas kontrol berjumlah 35 mahasiswa, dengan pembelajaran konvensional. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan (1) Metode test dan (2) Kuisioner dan analisi data yang digunakan uji-t. Dari hasil analisis data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Madura, hal ini dilihat dari hasil uji-t dengan nilai thitung =1,836 dengan taraf signifikan 5% nilai t tabel =1,666 dengan demikian t hitung > ttabel sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation memberikan pengaruh positif. Kata Kunci : Tipe Group Investigation, Hasil Belajar sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali. Pembelajaran lebih menekankan bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa untuk belajar, bukan pada apa yang dipelajari siswa. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan bahwa siswa lebih banyak beperan dalam mengkonstruksikan pengetahuan bagi dirinya, dan bahwa pengetahuan itu bukan hasil proses transformasi dari guru (Nikson 1992) Melihat pentingnya matematika dalam kehidupan, hampir semua bidang tidak lepas dengan penerapan ilmu matematika, salah satunya adalah ilmu ekonomi yang hampir sebagian besar PENDAHULUAN Pembelajaran dapat diartikan suatu upaya untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar. Menurut Degeng (1989) pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan siswa.Secara eksplisit terlihat bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika adalah suatu upaya dalam membantu siswa untuk mengkonstruksikan (membangun) konsep-konsep atau prinsipprinsip matematika dengan kemampuannya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 352 ISSN 2502-8723 menggunakan teori-teori matematika, hubungan implementasi matematika dan ekonomi sangat erat, sehingga diharapkan mahasiswa jurusan ekonomi dapat dengan mudah mempelajari dan paham dengan prinsip dan konsep matematika. Selain itu mahasiswa mampu menggunakan teoremateorema yang ada dalam menyelesaikan soal atau permasalahan yang mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian di lingkungan sekitar. Matematika ekonomi sebagai salah satu Matakuliah yang wajib dipelajari mahasiswa S1 Ekonomi diantaranya membahas tentang, Deret, Fungsi linear dan Non-Linear, matriks serta aplikasi dalam bidang keilmuan/ bidang ekonomi. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pembelajaran matematika ekonomi, mahasiswa ekonomi kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru/dosen dan sistem klasikal, diduga menjadi pembelajaran yang membosankan bagi mahasiswa. Jika mahasiwa dapat diikutsertakan dalam pembelajaran, akan menjadi lebih hidup dan ada timbal balik antara guru/dosen dengan mahasiswa. dan siswa. Sehingga rasa senang terhadap matematika dapat mulai ditanamkan. Aktivitas pembelajaran seperti mengemukakan pendapat, bekerja sama, mempresentasikan, bertanya, dan menjawab sangatlah penting karena siswa terlibat langsung dan tidak hanya diam mendengar tetapi juga ―melakukan‖ sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar. Salah satu model atlernatif yang diduga dapat digunakan untuk mengatasi masalah terkait adalah model kooperatif dengan tipe Group Investigation (GI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group invetigation terhadap hasil belajar mahasiswa terhadap materi Fungsi Linear aplikasi bidang ekonomi pada matakuliah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Matematika ekonomi, jurusan Akuntansi Universitas Madura. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Pada penelitian ini akan dicari dan diteliti, bagaimana pengaruh penggunaan metode pembelajaran koperatif tipe Group Invertigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono (2011: 107), penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu, terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Desain penelitian yang digunakan adalah jenis Control Group Pre Test-Post Test. Pola : E O1 X O2 K O3 X O4 Sumber: Arikunto (2006: 86) Keterangan : O 1 & O3 : Tes awal untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum treatment dilakukan. O2 & O4 : Tes akhir untuk melihat kemampuan akhir siswa setelah treatment dilakukan. E : Kelas Eksperimen (kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation) K : Kelas Kontrol (kelas yang menggunakan model pembelajaran Konvensional) X : Treatment (model Kooperatif tipe Group Investigation pada Eksperimen dan model Konvensional pada Kontrol) Dalam desain ini disebut control Group pre-test post-test design karena dalam desain ini kedua kelompok O1 dan O3 diberi tes awal (pre-test) dengan tes yang sama. Setelah treatment selesai dilakukan maka kedua kelompok O2 dan O4 diberikan tes yang sama sebagai tes akhir (Post-test) setipe dengan soal sebelumnya. 353 ISSN 2502-8723 𝑋2 = Nilai rata-rata kelas kontrol 𝑠1 2 = Varians pada kelas eksperimen 𝑠2 2 = Varians pada kelas kontrol 𝑛1 = Jumlah sampel kelas eksperimen 𝑛2 = Jumlah sampel kelas kontrol Sampel yang diambil terdiri dari dua sampel, adalah mahasiwa Akuntansi A sebagai kelas eksperimen berjumlah 40 mahasiswa dengan pembelajran kooperatif tipe group investigation dan mahasiswa Akuntasi C sebagai kelas kontrol berjumlah 35 mahasiswa dengan pembelajran konvensional, dipilih dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan (1) Metode test dan (2) Kuisioner. Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis, yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pembelajaran dengan model Group Investigation, untuk validasi instrumen maka dilakuan ujicoba tes, yang diberikan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk mengetahui layak atau tidak instrumen tersebut digunakan. Instrumen yang digunakan harus memenuhi syarat : validitas tes, reliabilitas tes, daya beda dan tingkat kesulitan. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan probabilitas normal untuk uji normalitas dan menggunakan uji F untuk untuk uji homogenitas. Setelah uji normalitas dan homogenitas dilakukan selanjutnya menganalisis data yang diperoleh setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Untuk mengetahui nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa, rumus yang digunakan sebagai berikut: 𝑛 𝑋= 𝑖=1 Untuk mengetahui tingkat sidnifikannya dengan cara membadingkan thitung dengan ttabel menggunakan taraf signifikan 5 % atau taraf kepercayaan 95% satu arah, dan db = ( n1 + n2) - 2. Dengan ketentuan jika thitung < ttabel maka H0 diterima, jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (Group Investigation) Pembelajaran Group Investigation merupakan upaya bahwa pembelajaran dengan tipe ini akan mendapatkan suatu pengalaman belajar yang lebih dari pada tipe kooperatif lainnya. Karena pada tipe ini sangat kompleks yang dapat mewakili tipetipe kooperatif lainnya. Tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas. Model ini mengungkapkan dampak positif kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas belajar mahasiwa dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajran matematika. Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip belajar demokrasi yang dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Slavin, (2010)), dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Seleksi topik Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum 𝑥𝑖 𝑓𝑖 𝑓𝑖 𝑋 = Nilai rata-rata 𝑥𝑖 = Nilai ke- i 𝑓𝑖 = Frekuensi data ke-i Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik statistik t –tes dengan rumus Sparated Varian, sebagai berikut; 𝑡= 𝑋1 − 𝑋2 𝑠1 2 𝑠2 2 𝑛1 + 𝑛1 (Sugiyono: 2011; 197) Keterangan: 𝑋1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 354 ISSN 2502-8723 yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompokkelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik. 2. Merencanakan kerjasama Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1diatas. 3. Implementasi Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2. pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 4. Analisis dan sintesis Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas. 5. Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru. 6. Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya. Peran guru dalam pembelajaran ini sebagai pendamping bagi siswa, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG keteterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya. Hasil belajar Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode. b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang 355 ISSN 2502-8723 dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas. 3. Peran Dosen Dosen menyediakan sumber dan fasilitator. Dosen memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para Dosen yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas. Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut (Slavin, 2010) ; Pengaruh pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada Matematika Ekonomi Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi. Slavin (2010) mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah: 1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok. Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 2. Rencana Kooperatif Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation Tahap I Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Tahap II Merencanakan tugas. 356 Guru / Dosen memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. ISSN 2502-8723 Tahap III Membuat penyelidikan. Tahap IV 5% nilai t tabel =1,666 dengan demikian t hitung > ttabel . Jika thitung < ttabel maka H0 diterima, jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation mempunyai pengaruh positif pada hasil belajar mahasiswa. Mahasiwa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas. KESIMPULAN 1. Terkait dengan efektivitaspenggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Akuntansi Tahun 2015 menunjukkan bahwa: Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan model GroupInvestigation berpusat pada mahasiwa, dosen hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga mahasiswa berperan aktif dalam pembelajaran. Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar mahasiswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap mahasiwa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok. Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan model Group Investigation mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua mahasiswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Keempat, adanya motivasi yang mendorong mahasiswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Melalui pembelajaran kooperatif dengan model Group Mempersiapkan tugas akhir. Tahap V Mahasiswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti. Mempresentasikan tugas akhir. Tahap VI Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan. Evaluasi. Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Pembelajaran ini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi. HASIL Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa ― ada ― pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Madura, hal ini dilihat dari hasil uji-t dengan nilai thitung =1,836 dengan taraf signifikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 357 ISSN 2502-8723 Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat mahasiswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran. 2. Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran dengan tipe Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar mahasiswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong mahasiswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. model pembelajaran dilaksanakan. akan DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Benjamin Bloom (1956) Principle of Education http://scholar.google.com/scholar? startBenjaminBloom,New York, Holt Rinehart Winston. Diakases tanggal 15 Desember 2015 Degeng,I Nyoman Sudana. 1987. Ilmu Pengajaran, Taksonomi Variabel. Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud. Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http: //gurupkn.wordpress.com/2007/1 1/13/ metode-investigasikelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 13 November 2015) Mudjiono (1997).Dinamika Pendidikan, 2007 jurnal.unnes.ac.idvBandung : PT. RemajaRosdakarya. Diakses 11 Nopember 2015. Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nikson, (1992) Fakultas Pendidikan Dalam Jurnal Pendidikan dan konsep pembelajaran 2005 undiksha.ac.id. diakses 13 Januari 2013 Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Slavin, Robert E. 2010.Cooperatif Learning. Bandung : Nusa Media. SARAN Berdasarkan hasil simpulan diatas maka peneliti ingin memberikan masukan berupa saran-saran yang bersifat konstruktif demi peningkatan kualitas pembelajaran dan peningkatan kreativitas siswa. Saran-saran tersebut antara lain; 1. Perubahan dalam kegiatan pembelajaran sangat diperlukan bagi mahasiswa karena mahasiswa akan lebih bersemangat dalam belajar sehingga hasil belajar yang didapat optimal. 2. Perubahan dalam pembelajaran memerlukan suatu teknik yang sangat sesuai dengan materi dan harus dikuasai oleh seorang guru, jadi sebelum mengadakan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka harus menguasai dan paham tentang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG yang 358 ISSN 2502-8723 Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Udin S. Winaputra. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1. Widayat, W. 2001. Matematika Ekonomi, Yogyakarta : BPFE. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 359 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 KONSEP POST-METHOD SEBAGAI ACUAN BAGI FLEKSIBIKITAS GURU DAN DOSEN DALAM PROSES PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM KONTEKS SEKOLAH Adi Surya Irawan S2 Pendidikan Bahasa Inggris – Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Eliasanti Agustina S2 Pendidikan Bahasa Inggris – Pascasarjana UniversitasNegeri Malang Email: [email protected] Abstrak Di dalam karya tulis ilmiah ini, penulis mencoba untuk mengeksplor konsep Post-Method sebagai bahan acuan bagi para guru dan dosen untuk mengajar Bahasa Inggris di sekolah pada konteks pendidikan di Indonesia. Konsep PostMethod pertama kali muncul pada sekitar tahun 1980 dan menjadi topic pembahasan bagi para akademisi di bidang pengajaran ilmu kebahasaan, terutama bahasa Inggris. Konsep fleksibilitas atau kebebasan dalam menerapkan berbagai metode-metode pengajaran bahasa yang terlebih dahulu ditemukan seperti; audio-lingual method, grammar translation method, communicative approach atau yang lainnya, merupakan inti dari konsep Post-Method dan juga menjadi pokok bahasan penting pada karya tulis ilmiah ini. Penulis mencoba untuk menggali potensi dari konsep Post-Method dengan mengadakan penelitian berbasis literature dan wawancara kepada beberapa narasumber untuk mendapatkan data yang berguna bagi karya tulis ilmiah ini. Dengan menggunakan proses analisis deskriptif berbasis kualitatif, penulis menyajikan keunggulan konsep Post-Method di dalam proses pengajaran bahasa Inggris bagi para guru dan dosen, terutama dalam konsep fleksibilitas yang dimilikinya. Kata kunci: Post-Method, fleksibilitas, pengajaran bahasa Inggris, metode pengajaran. PENDAHULUAN diskusi para ahli menyebutkan bahwa Sejarah Berbagai Metode Pengajaran tujuan akhir dari berbagai metode adalah Bahasa Inggris untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Metode dalam mengajar bahasa Tapi ada yang patut disesalkan adalah telah mengalami banyak perubahan. Catatan (Brown, 2002) mengapa ada metode yang sejarah untuk tidak produktif dan mengapa kita bersusah menggambarkan kesuksesan dari metode, payah dalam mencari metode baru yang yang satu persatu tidak digunakan dan akan berfungsi sebagai penyelesai dari digantikan oleh metode yang baru. Apakah masalah guru yang memutuskan eksistensi dari Penelitian tersebut telah dimulai sekitar sebuah metode atau faktor lainnya adalah tahun 1880 dengan publikasi Francois Gouin sesuatu yang sulit ditentukan. Jelasnya, dalam The Art of Teaching and Learning tentang kecenderungan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 360 pengajaran bahasa Inggris. ISSN 2502-8723 Foreign Language di mana sekelompok belajar bahasa dalam lingkungan yang metode dianjurkan. Direct Method populer nyaman. di awal abad ke-20 sebagai perbaikan dari Di atas semua metode dan metode Grammar Translation Method. Pada pendekatan yang dianjurkan, metode yang tahun 1950, Audio Lingual Method dianggap paling inovatif yang berlangsung sejauh ini memberikan gambaran yang baik. Pada tampaknya pengajaran bahasa diikuti dengan akhir 1960-an, audio-lingual kehilangan pemberian tugas atau disebut dengan Task popularitasnya karena kurang teoritis dan Based Learning. Prabhu (1990) berpendapat praktis terutama mengenai penggunaan cara bahwa tidak ada metode terbaik, dia menghafal dan drilling. Namun, siswa memunculkan mengeluh tentang tidak ada metode dapat digunakan di bahwa menimbulkan kelas frustasi, mereka tentang filsafat dan kelas . Sejak saat itu, mayoritas ahli banyak menemukan diri mereka tidak mampu yang berpendapat bahwa mengajar haruslah mentransfer pengetahuan mereka. Dengan demokratis. Pendidikan adalah lebih dari berbagai kesadaran sekedar pelatihan. Ini adalah proses yang tentang tata bahasa pada bahasa asing, para berorientasi dan sinergis. Pengetahuan tidak ahli berupaya untuk memodifikasi versi hanya ersumber dari satu atau teacher Grammar Translation Method menjadi lebih centered, tetapi pengetahuan adalah milik up-to-date. Perubahan versi tersebut diganti siswa dan guru. Apa yang terlihat di bidang menjadi learning. pengajaran bahasa adalah pergeseran peran Pembelajaran ini mengajukan dua karakter guru dari pemberi materi menjadi fasilitator yaitu: (1) Penguasaan siswa terhadap tata pembelajaran, dan siswa dari penerima pasif bahasa harus diikuti dengan penggunaan menjadi pemikir yang kritis. pemikiran kebosanan filsafat perlunya Cognitive-code bahasa tersebut. dan (2) peserta didik harus diberi kesempatan methodologists terhadap pendekatan bahasa secara kreatif. Sayangnya metode ini menjadi Pendekatan pengajaran gagal untuk dipraktekkan karena kurangnya bahasa bukan hanya seperangkat prinsip pedoman metodologis. Namun demikian, statis yang diterapkan secara rigid tetapi bersama-sama dengan psikologi humanistik merupakan suatu yang dinamis . Dan fitur mereka berhasil meletakkan dasar Metode yang signifikan dari kedinamisan ini adalah Designer (yaitu, Silent Way, Suggestopedia, perubahan. Perubahan melibatkan inovasi , Community dan inovasi melibatkan kebebasan untuk Physical untuk Mulai sekarang , kecenderungan Language Response). menekankan perlunya menggunakan Learning, Mereka Total semua pemahaman FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG jelas. memaksimalkan dan proses belajar. Brown (2002 ) berpendapat bahwa , " Interaksi 361 ISSN 2502-8723 antara pendekatan dan praktek kelas besar . Dengan demikian , variasi seseorang adalah kunci untuk mengajar yang dalam realisasinya akan normal. dinamis ". 2. Kedua , ahli postmethod berpendapat – Alasan Alasan dari bahwa Lahirnya metode diwujudkan Postmethod Ahli postmethod sering tidak dapat bentuk yang dalam paling murni di kelas sesuai dengan berargumen bahwa postmethod lebih baik prinsip-prinsip dari karena metode – metode tersebut konsep metode. mengungkapkan , mereka, postmethod bahwa dalam Mereka pertimbangan keaslian mereka tidak berasal dari praktek kelas. merupakan 3. Sebuah argumen yang tidak penting realisasi lebih lanjut dari pencarian metode dikemukakan karena hanya baru. Postmethod dapat dilihat sebagai ketertarikan kecil dalam metode- upaya untuk menyatukan inovasi yang metode tersebut . Argumen ini berbeda dari metode dalam pengajaran cenderung bahasa yang komunikatif (CLT) yang lebih beberapa metode seperti Community holistik dan didefinisikan ulang. language Learning , Silent Way dan mengabaikan ada bahwa Namun, keberadaan postmethod Suggestopedia , inti dari filosofi tampaknya menyerang mereka telah ada di pengajaran (2003 ) bahasa . Munculnya postmethod menyampaikan beberapa argumen yang pedagogi lebih berkaitan dengan digunakan kekuatan-kekuatan sosial yang lebih yang keberadaan cukup metode.Bell untuk mengalahkan metode pembelajaran konvensional. 1. Pertama , berpendapat besar daripada dengan kematangan ahli postmethod bahwa metode pedagogis ( 4. Argumen terakhir mengatakan petunjuk untuk praktek ) benar-benar bahwa beberapa metode yang rumit terbatas dalam untuk diadopsi secara luas karena prosesnya. Jika metode konvensional mereka sulit untuk dipahami dan seperti digunakan, kekurangan aplikasi yang Method dalam variasi Grammar memiliki Translation realisasi yang jelas dan praktis , dan memerlukan terbatas, maka dapat digambarkan pelatihan khusus. bahwa hanya sedikit variasi dari metode itu . Namun , CLT akan Konsep Postmethod memberikan aplikasi yang lebih Postmethod ( atau biasanya dinyatakan sebagai era pasca - metode ) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 362 ISSN 2502-8723 diperkenalkan oleh Kumaravadivelu (1994 ) praktisi , tidak satupun dari metode ini yang - dapat diwujudkan dalam bentuk yang metode yang lahir sebagai hasil dari paling murni di kelas yang sebenarnya ketidakpuasan metode terutama karena mereka tidak berasal konvensional. Alih-alih menggunakan satu dari pengalaman kelas dan eksperimen set prosedur , pada postmethod guru tetapi ditransplantasikan artifisial ke menyesuaikan pendekatan mereka sesuai dalam kelas dan, dengan demikian , dengan faktor lokal , kontekstual , sementara jauh dari realitas kelas. mengidentifikasi bahwa dari pasca konsep pada saat yang sama sedang dipandu oleh sejumlah strategi makro, 2. Kedua, kondisi postmethod seperti menandakan otonomi guru . Singkatnya memaksimalkan kesempatan belajar dan , mempromosikan otonomi guru berarti mendorong otonomi siswa. memungkinkan dan memberdayakan Dalam istilah praktisnya , kondisi postmethod menandakan guru untuk berteori dari praktek mereka beberapa dan mempraktekkan apa yang telah kemungkinan untuk mendefinisikan ulang mereka teorikan . hubungan antara inti dan pendukungnya. 1. Karakteristik ketiga Yang pertama dan terpenting , itu postmethod adalah menandakan pencarian alternatif untuk berprinsip . pragmatisme berprinsip metode daripada metode alternatif . berbeda dari eklektisisme yang telah Keluar dari kontradiksi yang melekat lama menganjurkan untuk mengatasi antara metode yang dikonsep oleh ahli keterbatasan dari setiap metode yang teori dan metode yang diaktualisasikan diberikan . Eklektisisme telah bertujuan oleh praktisi telah muncul kebutuhan untuk mempromosikan ide yang hati- untuk hati dan berasal dari kombinasi berbagai melihat melampaui 3. gagasan metode itu sendiri . Dari titik pandang prinsip conceptualizer, kombinasi pengajaran setiap yang pragmatisme ke seluruh kuat yang menghasilkan hasil yang baik . Namun , terdiri dari satu set prinsip-prinsip untuk memilih atau menentukan sumber teoritis yang berasal dari disiplin ilmu terbaik atau teori sulit . Sementara inti kelas pragmatisme terutama difokuskan pada diarahkan pada guru kelas. (berpusat gagasan pragmatik dalam pedagogi . pada bahasa , metode yang berpusat Dengan demikian , berfokus pada pada siswa, dan metode yang berpusat bagaimana belajar di ruang kelas dapat pada pembelajaran). Dari titik pandang dibentuk dan dikelola oleh guru sebagai satu set dalam sumber kondisi idealnya dan bahasa metode dari dari prosedur FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 363 ISSN 2502-8723 hasil dari pengajaran informasi dan sebagai fleksibilitas dari konsep postmethod. penilaian kritis . Metode lama yang mengharuskan guru Tiga dari memakai hanya satu set prosedur dalam satu atas pertemuan sering dirasa tidak cocok dan memberikan lebih dari pondasi dimana membuat siswa bosan. Motivasi siswa yang kerangka menurun postmethod karakteristik yang diuraikan pedagogic Kerangka kerja utama dapat di dibangun tersebut . mengakibatkan pembelajaran dapat menjadi tidak optimal. Post-Method dan ke memungkinkan guru untuk mengembangkan fleksibelannya dapat digunakan sebagai pengetahuan , keterampilan , sikap , dan alternatif. Konsep otonomi yang diperlukan untuk merancang kebebasan dalam metode alternatif yang sistematis , koheren , metode-metode pengajaran bahasa yang dan relevan untuk diri mereka sendiri diri. terlebih dahulu ditemukan seperti; audio- Fleksibilitas post method lingual Kumaravadivelu method, fleksibilitas menerapkan grammar atau berbagai translation (1994) method, communicative approach atau yang mengidentifikasi apa yang disebut kondisi lainnya, merupakan inti dari konsep Post- postmethod adalah hasil dari ketidakpuasan Method dan juga menjadi pokok bahasan yang meluas terhadap konsep metode yang penting pada karya tulis ilmiah ini. Selain itu konvensional. Daripada menggunakan satu penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor set prosedur , guru yang mengadopsi konsep konsep Post-Method sebagai bahan acuan postmethod pendekatan bagi para guru dan dosen untuk mengajar mereka sesuai dengan , faktor kontekstual , Bahasa Inggris di sekolah pada konteks sementara pada saat yang sama mereka pendidikan di Indonesia. menyesuaikan menjalankan macrostrategies. macrostrategies yang dapat memaksimalkan METODOLOGI kesempatan belajar dan mendukung otonomi Artikel ilmiah ini bertujuan untuk pelajar. Banyak dikutip pada tahun 1990 , menjawab Prabhu berpendapat bahwa tidak ada satu postmethod memberikan manfaat bagi para metode, guru guru di dalam kegiatan belajar mengajar di menggunakan pendekatan yang cocok untuk konteks sekolah, terutama dalam aspek mereka dan dirasa masuk akal. fleksibilitas?‖. tetapi Kebebasan masing-masing guru pertanyaan Dan ‗apakah untuk konsep menjawab dalam pertanyaan tersebut para peneliti melakukan mengkombinasi lebih dari satu metode wawancara terhadap beberapa subyek studi, dalam satu waktu yang disesuaikan dengan diantaranya 2 orang guru sekolah menengah keadaaan dan kebutuhan kelasnya disebut pertama, 1 guru sekolah menengah atasdan 1 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 364 ISSN 2502-8723 orang dosen salah satu perguruan tinggi bahwa kualitatif data analisis fokus kepada negeri di Jawa Timur. Para peneliti memilih bekerja dengan data dan mengorganisasinya, para atas lalu memecah data menjadi unit-unit yang pertimbangan bahwa mereka mempunyai memungkinkan untuk di-handle, mengambil cukup pengalaman dalam kegiatan belajar intisari mengajar Bahasa Inggris pada tingkatan pencarian informasi yang penting untuk pendidikan dalam dipelajari. Di dalam artikel ilmiah ini, peneliti peneliti menggunakan metode analisis yang subyek penelitian tersebut masing-masing. pelaksanaan wawancara, menggunakan metode Di para dan berakhir pada tatap diperkenalkan oleh Miles and Huberman muka secara langsung namun melalui (1994), dimana peneliti akan melakukan perantara beberapa yang wawancara informasi berbeda. Peneliti tahapan analisis yaitu menggunakan aplikasi Skype sebagai median Conceptualization, wawancara bagi 3 guru yang mengajar pada Categorizing, 2) Examining relationship, 3) tingkatan Authenticating pendidikan melakukan menengah, wawancara secara dan Coding, 1) and Conclusions dan 4) langsung Reflexivity, untuk mendapatkan jawaban atas dengan 1 dosen yang mengajar di tingkat pertanyaan yang dikemukakan sebagai inti universitas. artikel ilmiah ini. Pertanyaan yang diajukan sebagai dasar wawancara meliputi beberapa aspek, diantaranya adalah: 1) Pengetahuan guru atau dosen mengenai TEMUAN DAN PEMBAHASAN konsep Setelah dilakukan proses pengambilan postmethod, 2) Pengalaman guru atau dosen data yang berguna bagi artikel ilmiah ini di dalam menerapkan strategi pembelajaran melalui proses wawancara baik melalui (apakah media aplikasi Sykpe atau wawancara tatap sudah konseppostmethod 3) muka secara langsung, penulis mendapatkan Pendapat mengenai konsep fleksibilitas yang beberapa informasi penting yang beguna ditawarkan dalam untuk menjawab pertanyaan yang diajukan khususnya sebagai dasar atau inti artikel ilmiah ini. kegiatan atau menerapkan tidak) oleh postmethod belajar mengajar, dan di Bahasa Inggris. Hasil Di dalam proses pengambilan data, temuan berikut: perekam suara untuk prosesi wawancara Pengetahuan langsung. Semua data yang diperoleh dari Method proses wawancara berbetuk data kualitatif. and Biklen menjadi terhadap konsep Post Dari hasil wawancara, merujuk kepada (2003)berpendapat FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dibagi beberapa pembahasan tersendiri sebagai peneliti dibantu oleh notes atau catatan dan Bogdan tersebut aspek pengetahuan para responden (guru 365 ISSN 2502-8723 dan dosen) mengenai konsep postmethod yang sedikit mengetahui tetang konsep ini sangatlah kurang. Hanya satu dari empat sebelumnya. Konsep postmethod masih responden mengerti atau bahkan mengetahui terbilang asing bagi telinga ketiga responden tentang eksistensi konsep postmethod. lainnya Kutipan 1 – Pengetahuan tentang tentang konsep postmethod, namun karena mendengar tentang informasi yang dia Terima hanya sebatas postmethod ‗permukaan‘ atau dangkal, maka konsep : postmethod masih bias dikatakan bias bagi ―Tidak, belum respodnen tersebut. pernah dengar Penerapan Konsep Post Method sebelumnya, tentang apa konsep itu Dikarenakan : ―Belum, belum memberikan responden bahwa tentang dan membuka wawasan para responden tentang konsep method sih saya ngerti post method. Setelah para responden dorasa tapi kalo postmethod cukup mengerti dengan konsep dari post saya method, peneliti lalumemberikan pertanyaan belum pernah denger‖ lain tentang apakah para responden sudah : ―Saya pernah baca melakukan atau menerapkan konsep post tentang method di dalam proses belajar mengajar di konsep ini, kelas. Dan hasilnya sebagai berikut. Kutipan 2 – Penerapan Konsep Post mengerti kalau konsep Method ini R1 merupakan hal : ―Kalau ditanya apakah yang lumayan baru saya dalam saya rasa selama ini saya pengajaran bahasa Inggris‖ disimpulkan informasi pernah denger, kalo dalam sekali, tapi saya kutipan tentang diantara empat responden, maka peneliti walau tidak sampai Dari pengetahuan konsep postmethod masih sangat kurang postmethod‖ Responden 4 (R4) pernah : ―Saya tidak pernah sebelumnya‖ Responden 3 (R3) belum responden 4 memiliki basis pengetahuan konsep Responden 2 (R2) mengaku mendengar hal itu sebelumnya. Walaupun konsep PostMethod Responden 1 (R1) yang 1 diatas, menerapkan, masih menggunakan cara dapat mengajar yang seperti biasa, para ya saya memberikan materi postmethod lalu menyuruh murid untuk pengetahuan konsep sudah sangat kurang, kecuali untuk responden 4 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG diskusi 366 dan presentasi ISSN 2502-8723 R2 R3 secara kelompok di depan speak speak dan speak. kelas‖ Entah itu caranya dengan : ―Selama ini kalau saya diskusi, ngajar ya caranya campur- atau bahkan dialog dan juga campur, artinya kadang saya drama.‖ yang mengajar, siswa yang kadang saya Dari suruh bahwa kadang diwawancarai juga saya kutipan presentasi 2 diatas menunjukan fakta yang sangat menarik diskusi atau bekelompok, ajak semua responden sudah yang sedikit telah banyak mereka belajar diluar kelas menerapkan konsep postmethod di dalam atau praktik langsung, ya kegiatan belajar dan mengajar pada konteks begitu sih‖ kelas. Konsep postmethod yang tidak rigid : ―Kan kurikulum yang baru atau menuntut untuk bisa lebih keluwesan pada guru atau dosen untuk fleksibel istilahnya, artinya menyesuaikan kita pengajaran dengan tujuan pembelajaran atau enggak lagi selalu kaku, yang artinya metode strategi ceramah. Saya sih biasanya responden telah memberikan respon yang lebih mengarah kepada kombinasi metode atau siswa keinginan atau keadaan mengutamakan dan memberikan ngomong di depan kelas dan keaktifan siswa. Para dengan strategi pembelajaran yang mereka pakai berkelompok, atau terapkan di dalam kegiatan belajar atau presentasi, jadi saya mengajar. Hal ini sesuai dengan konsep berusaha postmethod sendiri yang mengatakan tidak berdiskusi, membuat siswa aktif di dalam kelas.‖ R4 hasil debat, : ―Saya tidak menerapkan ada lagi penggunakan method atau strategi lagi pengajaran yang kaku atau rigid di dalam teacher proses belajar mengajar di konteks kelas centered atau seperti teknik (Brown, drill, itu sudah kuno ya Saengboon, menurut saya. Dalam responden menjawab dengan ketidaktahuan mengajar bahasa inggris, akan konsep postmethod ketika wawancara, saya namun dalam praktek di lapangan, tanpa apalagi saat ini 2001; Kumaravadivelu, 2013). mereka jadi menerapkan konsep tersebut di dalam lebih bahwa mereka semua memegang kelas speaking, saya sadari Meskipun 2006; telah mengutamakan siswa untuk FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 367 ISSN 2502-8723 kegiatan belajar mengajar mereka sehari- keadaan dikelas dengan hari. konsep atau strategi Fleksibilitas dari Konsep Post Method mengajar yang saya pakai. Di dalam kegiatan wawancara, peneliti Jadi kita gak melulu ceramah di depan kelas.‖ juga memberikan pertanyaan kepada para responden jika seandainya mereka diberikan : R4 ―Konsep fleksibilitas suatu konsep fleksibilitas di dalam mengajar seperti itu saya rasa bisa yaitu dengan lebih mencocokkan atau membuat bahkan menggabung beberapa metode atau pembelajaran bisa tercapai strategi pembelajaran yang sesuai dengan dengan baik. Dosen tidak tujuan pembelajaran atau keadaan dan lagi terpaku pada method keinginan siswa – salah satu esensi dari yang kuno atau ya cuman postmethod yang menekankan tidak adanya itu-itu satu method yang kaku untuk seluruh belajar mengajar bisa lebih kegiatan belajar mengajar di dalam konteks bervariasi.‖ kelas. Hasilnya sebagai berikut, Dari kutipan disimpulkan Kuripan 3 – Konsep Fleksibilitas dari diatas semua dapat responden fleksibilitas yang ditawarkan postmethod di dalam proses belajar mengajar di dalam jika konteks diberikan model yang kelas. Para responden bisa mengungkapkan konsep fleksibilitas penting menyesuaikan seperti itu ya. untuk menghindari proses yang monoton di Mengajar pasti akan lebih dalam kegiatan kelas. mudah.‖ R3 kegiatan : ―Saya akan senang sekali pembelajaran R2 3 tapi membuka lebar kesempatan untuk konsep Post Method R1 bahwa aja tujuan Penggunaan konsep atau metode atau : ―Menurut saya penting strategi pembelajaran yang masih menganut sekali fleksibel ‗era lama‘ cenderung lebih strict atau kaku, seperti itu agak kegiatan di hal ini berarti bahwa guru atau pengajar kelas tidak monoton, itu-itu dituntut untuk mengikuti alur pembelajaran aja.‖ yang : ―Wah kalau bisa saya ingin konsep/metode/strategi pembelajaran yang menerapkan konsep digunakan. Dan lebih jauh lagi, alur atau fleksibilitas itu, yang artinya tahapan ini tidak dapat dirubah atau diganti saya karena dipercaya akan membuat suatu konsep bisa mencocokkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 368 sudah di set oleh ISSN 2502-8723 distraction atau gangguan kepada hasil memperhatikan dari beberapa aspek penting, pembelajaran(Kumaravadivelu, 2006; seperti tujuan pembelajaran, keadaan dan Richards & Rodgers, 2001). Contohnya saja kondisi siswa, dan juga apa yang diinginkan metode Audio oleh siswa atau students‘ needs(Brown, Lingual Method atau yang lebih sering 2001).Begitu juga di dalam pengajaran disingkat dengan ALM. Pada prakteknya, bahasa Inggris yang notabene merupakan guru atau pengajar yang menerapkan metode bahasa asing bagi mayoritas penduduk ALM akan cenderung untuk fixed atau tetap Indonesia. Pengajaran bahasa Inggris yang pada aturan metode tersebut, misalnya kaku atau rigid, akan justru membuat siswa dalam pengajaran grammar atau struktur merasa tidak di dalam kondisi optimal bahasa Inggris, guru akan menerapkan drill sehingga atau pengulangan stimulus-respon dari awal pengetahuan kegiatan pengajaran sampai akhir, atau menyangkut akan keadaan diri siswa yang bahkan sampai akhir semester, metode drill mendapakat papar anxiety atas penggunaan tersebut masih akan digunakan. Hal ini tentu konsep/metode/strategi saja terasa sangat monoton dan cenderung sangat kaku (Dulay, Burt, & Krashen, 1962). membosankan bagi siswa atau bahkan Adanya melelahkan bagi guru. Berangkat dari berdasarkan kepada ‗tidak adanya method‘ permasalahn konsep merupakan alternatif yang bisa dipakai atau postmethod bukan sebagai kebetulan semata diterapkan oleh guru dan pengajar di dalam namun lebih kepada merubah paradigma proses belajar mengajar pada konteks kelas, tentang konsep/metode/strategi pengjaran terutama pada pengajaran bahasa Inggris. yang tidak lagi terpaku kepada satu hal yang Istilah konstan, mengindikasikan matinya method/startegi pembelajaran terbut, kaku dan berbasis munculnya tidak fleksibel (Kumaravadivelu, 2006; Saengboon, 2013). proses bisa konsep post penyerapan terganggu, post method ilmu hal pengajaran method sendiri ini yang yang bukan pembelajaran namun lebih kepada tidak Sesuai dengan hasil wawancara diatas, adanya method yang authoritative atau terutama yang tergambar pada kutipan 3, method yang absolut yang digunakan pada dimana memberikan seluruh kegiatan pengajaran di kelas. Kata terhadap ‗post‘ berarti pasca namun bukan ‗end‘ yang kemungkinan adanya fleksibilitas dalam berarti akhir, jadi post method bukan mengajar. Hal ini memang tidak bisa indikasi dari tidak adanya method yang dipungkiri bahwa mengajar bukan lagi hal dipakai oleh guru atau pengajar namun lebih yang kaku dan ignorant - acuh, namun kepada keterbukaan atas kebebasan untuk proses memilih method/strategi pembelajaran mana semua tanggapan responden sangat pengajaran positif yang baik FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG akan 369 ISSN 2502-8723 yang cocok dan tepat bagi siswa, terlebih Meskipun konsep postmethod masih untuk mencapai tujuan pembelajaran. belum banyak diketahui oleh guru dan Kebebasan di dalam memilih mana pelaku pendidikan lainnya, terutama di method atau strategi pembelajaran yang dalam bidang pengajaran bahasa Inggris, cocok merupakan pengertian lain dari kata tetapi konsep ini merupakan sebuah perubah fleksibilitas paradigm yang ditawarkan oleh di dalam kegiatan belajar postmethod. Di dalam proses pengjaran di mengajar pada konteks kelas yang tidak lagi dalam monoton, kaku, dan membosankan. Konsep konteks kelas, terutama pada pengjaran bahasa Inggris, daripada hanya fleksibilitas menggunakan satu method/strategi, guru memberikan guru dan tenaga pengajar untuk atau pengajar bisa menggabungkan lebih menggabungkan lebih dari metode/strategi dari pembelajaran satu banyak method/strategi dari penggabungan atau bahkan mereka. Kombinasi tersebut akan dari postmethod juga bisa yang meningkatkan atau kinerja para pendidik tersebut, terlebih jauh, mendasari wawasan akan perubahan era dan semakin terciptanya variasi didalam kegiatan belajar banyaknya mengajar pada konteks kelas, terumata pada baru yang muncul bisa membuat basis kegiatan pembelajaran. Contohnya saja, di kekuatan atau strength dari para pendidik dalam pengajaran tentang grammar, guru tersebut bisa induktif terpelajar masa depan bisa semakin baik dan dengan memberikan kesempatan kepada sempurna, terutama di dalam pengjaran siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, bahasa Inggris. menerapkan pendekatan metode/strategi untuk pembalajaran menyiapkan generasi berfikir kritis dan bisa melakukan sintesa atau kesimpulan dari proses pengajaran, jadi KESIMPULAN DAN SARAN bukan lagi metode drill saja yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk Namun, bukan berarti metode drill tidak bisa menggali potensi dari konsep Post-Method digunakan lagi, malah metode drill masih sebagai bahan acuan bagi para guru dan sangat dibutuhkan untuk beberapa aspek di dosen untuk mengajar Bahasa Inggris di dalam bahasa Inggris seperti kemampuan sekolah pengucapan atau pronunciation skill. Tetapi, Indonesia. metode/strategi drill tidak lagi memonopoli keunggulan konsep Post-Method di dalam seluruh kegiatan dikelas karena guru bisa proses pengajaran bahasa Inggris bagi para menggabungkannya guru dan dosen, terutama dalam konsep dengan misalnya strategi active learning atau strategi blended pada konteks Disini pendidikan penulis di menyajikan fleksibilitas yang dimilikinya. learning. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 370 ISSN 2502-8723 Pengajaran bahasa Inggris dianggap lebih ringkas dan memudahkan menggunakan metode lama yang bersifat guru dalam proses mengajar. Penggunaan kaku, akan berdampak pada hasil belajar postmethod tidak berarti bahwa penggunaan siswa. Disini siswa merasa tidak di dalam metode kondisi optimal sehingga proses penyerapan postmethod adalah kefleksibelan dalam ilmu pengetahuan bisa terganggu, hal ini mengombinasikan berbagai metode dalam karena penggunaan metode lama yang pengajaran bahasa Inggris sehingga kelas sangat kaku sehingga membuat siswa tidak menjadi tidak monoton dan membosankan. percaya diri (Dulay, Burt, & Krashen, 1962). Secara tidak langsung ini akan berdampak Oleh karena itu konsep postmethod bisa terhadap hasil belajar siswa. menjadi alternatif untuk diterapkan dalam responden harus dihapuskan, tapi Saran kedua masih ditujukan untuk pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Semua lama para pengajar yaitu agar memperhatikan yang telah beberapa aspek dalam memilih metode yang diwawancarai tidak mengetahui tentang tepat untuk mengajar. Aspek – aspek istilah postmethod namun mereka telah tersebut antara lain materi pembelajaran, menerapkan konsep postmethod di dalam level bahasa Inggris siswa, umur siswa, dan kegiatan belajar dan mengajar pada konteks kebutuhan kelas. Fleksibilitas konsep postmethod yang memperhatikan materi pembelajaran dengan artinya dapat memberikan kebebasan pada metode yang dipilih misalnya; materi pada para guru dan dosen untuk menyesuaikan saat ini adalah tentang ―pronuncing words metode atau strategi pengajaran dengan about tujuan pembelajaran atau keadaan dan Translation Method tentunya bukan pilihan keinginan siswa membuat mereka memilih yang tepat karena tidak sesuai dengan materi mengaplikasikan pembelajarannya. metode ini dalam pengajaran. Dari siswa. holiday‖. Contoh pentingnya Memilih Metode Grammar yang tepat misalnya Audio Lingual Method yang kesimpulan peneliti menekankan pada pengulangan ucapan lalu memberikan beberapa saran kepada para setelah siswa dapat mengucapkan dengan guru, dosen dan penyelenggara pendidikan. tepat, Saran penggunaan pertama diatas, ditujukan kepada para bisa dikombinasikan metode dengan Communicative pengajar yaitu dosen dan guru untuk Approach yaitu mengintegrasikan kata – mempertimbangkan kata tersebut ke dalam dialog sehingga postmethod dalam menggunakan pengajaran bahasa menjadi lebih nyata dan penggunaannya Inggris. Karena sesuai dengan hasil studi diatas, bahwa penggunaan meresap ke dalam ingatan siswa. postmethod FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 371 ISSN 2502-8723 Sesuai dengan temuan Saengboon, S. (2013). Thai English Teachers‘ Understanding of ―Postmethod Pedagogy‖: Case Studies of University Lecturers. English Language Teaching, Volume 6 No 12. Brown, H. D. (2002). English language teaching in the post-method era: Towards better diagnosis, treatments, andassessment. In J. C. Richards & W. A. Renandya, Methodology in language teaching: An anthology of current practice (pp. 9-18). Cambridge: Cambridge University Press. Prabhu, N. S. (1990). There is no best method— why? TESOL Quarterly, 24, 161–176. http://dx.doi.org/10.2307/353586897 dari penelitian diatas, diketahui bahwa semua responden postmethod masih asing walaupun menggunakannya. dengan istilah mereka telah Disini peneliti mengharapkan adanya perhatian lebih dari penyelenggara pendidikan atau pembuat kebijakan untuk mengadakan sosialisasi, seminar, maupun workshop tentang postmethod kepada semua guru bahasa Inggris di setiap jajaran dari SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi sehingga mereka yang belum pernah menerapkan dapat mengenal metode ini dan bagi yang sudah mengaplikasikan dapat memahami betul tentang konsep postmethod dan cara pengaplikasiannya dengan benar. DAFTAR RUJUKAN Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (2003). Qualitative Research for Education: An introduction to Theories and Methods (4th ed.). New York: Pearson Education group. Brown, H. D. (2001). Teaching by principles: an interactive approach to language pedagogy (Vol. 2): Longman. Dulay, H., Burt, M., & Krashen, S. (1962). Language Two. New York: Oxford University Press. Kumaravadivelu, B. (2006). Understanding Language from Method to Postmethod. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook: SAGE Publications Inc. Richards, J. C., & Rodgers, T. S. (2001). Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 372 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Pengaruh Penggunaan Multimedia Pembelajaran Interaktif Penginderaan Jauh terhadap Hasil Belajar Geografi Fitria Hanim1, Sumarmi2, Ach. Amirudin3 Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh terhadap hasil belajar geografi siswa. Penelitian menggunakan eksperimen semu dengan menggunakan non equivalent control group design, Pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Sampel penelitian adalah seluruh siswa kelas XII IPS MAN I Malang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes. Teknik analisis yang digunakan adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh berpengaruh terhadap hasil belajar, dimana hasil yang diperoleh pada kelas eksperimen, diperoleh mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267 lebih besar daripada kelas kontrol yang memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi 9,955. Hasil gain score menunjukkan selisih antara nilai pretes dan postes didapatkan pada kelas ekperimen dengan hasil rata-rata gain score yaitu = 0,69 yang masuk dalam kategori tinggi, Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh terhadap hasil belajar geografi siswa di MAN I Malang. Kata Kunci: Multimedia, Penginderaan Jauh, Hasil Belajar Abstract: This research aims to determine the extent of multimedia interactive learning remote sensing effect on student learning outcomes in MAN I Malang. Using a quasi experimental study using a non equivalent control group design, this design only in the experimental group and the control group was not chosen at random. The samples were all students of class XII IPS MAN I Malang. The research instrument used was a test. The analysis technique used is the t-test and Cohen'sd Online Calculator for the effectiveness of the use of multimedia in teaching. The results showed that the use of interactive learning multimedia remote sensing effect on learning outcomes, where the results obtained in the experimental class, the mean standard deviation of 74.24 with 7.267 greater than the control class that has a mean 60.21 with a standard deviation of 9.955. Results gain score showed the difference between pretest and posttest values obtained in experimental classes with an average yield gain score of = 0.7 are included in the high category. While the calculations produced 1,610 Cohen'sd online calculator which is regarded as a relatively large effect size, then Ho is rejected and Ha accepted. It means that there is a significant influence on the use of remote sensing multimedia interactive learning on learning outcomes in MAN I Malang. Keywords: Multimedia, Remote Sensing, Learning Result Pendahuluan Pada pembelajaran di kelas, media perwujudan visual yang menjelaskan konsep abstrak membantu menjadi merupakan alat bantu yang mempermudah kongkret. Media memiliki fungsi sebagai dalam penyampaian bahan ajar kepada penghubung informasi dari sumber kepada siswa. Media dibutuhkan ketika materi penerima (siswa). Kedudukan media dalam dianggap bersifat abstrak dan ambigu, pembelajaran adalah sebagai komponen atau sehingga bagian integral pembelajaran. Pentingnya penggunaan media adalah media FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 373 dalam memfasilitasi belajar, ISSN 2502-8723 penyajiannya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran interaktif yang dikembangkan pembelajaran yang ditetapkan. Hadirnya Wahyudi karena: (1) memiliki kemanfaatan media dalam proses pembelajaran sangat meningkatkan hasil belajar siswa; (2) sudah membantu siswa dalam memahami hal yang dalam bentuk CD interaktif yangdapat dipelajari Seiring diperbanyak dan dibagikan kepada siswa, informasi sehingga mereka bisa belajar lebih mandiri; pembelajaran Geografi saat ini, khususnya (3) memiliki gambar yang menarik dan pada materi didalamnya sistematis; (4) desainnya (Sihkabuden, berkembangnya materi 2005). teknologi penginderaan jauh perlu memanfaatkan teknologi informasi yang sederhana ada, yaitu dengan memanfaatkan teknologi Sehingga komputer dalam untuk mempresentasikan Salah satu membuat media media dan pembelajaran. pembelajaran dan mempunyai dioperasikan. pengaruh mempelajari teknologi yang mudah bahwa geografi melalui pembelajaran khususnya multimedia, sangat membantu siswa dalam berkembang dan dapat digunakan siswa usaha-usaha dalam rintangan-rintangan materi yang bersifat proses pembelajaran adalah multimedia (Wahyudi, 2012). Konsep interaktif multimedia penginderaan pembelajaran pengaruh jauh penginderaan jauh terhadap hasil belajar yang untuk Penelitian materi desain kemampuan berbagai media seperti teks, stimulus pembelajaran ini peserta didik berinteraksi control dan dependennya dengan informasi dan bisa merasakan eksperimen tidak dipilih dan secara diukur kembali (post-test). Jadi variabel sebelum diberikan pembelajaran kedua kelompok simulasi lingkungan dan peristiwa yang tidak mereka dapatkan di kelas biasa. dalam eksperimen diberi kemudian diberi pembelajaran multimedia FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG kelompok dependennya (pre-test), kemudian diberikan materi khusus yaitu penginderaan jauh. Pada adalah penelitian random. Kedua kelompok diukur variabel terhubung dan bersifat interaktif dengan ini ini kelompok audio, video, citra, dan animasi gerak yang eksperimen adalah equivalent control group design. Pada teknologi pembelajaran yang memadukan yang dipakai ini eksperimen semu dengan menggunakan non Penginderaan Jauh di SMA kelas XII dan Multimedia interaktif METODE yang digunakan sebagai alat bantu proses kelas pembelajaran geografi di MAN 1 Malang. berupa aplikasi multimedia pembelajaran di menghilangkan abstrak. Untuk itu peneliti mengambil judul dikembangkan Wahyudi adalah produk jadi pembelajaran untuk tes terlebih dahulu perlakuan, yaitu menggunakan multimedia pembelajaran interaktif dan pembelajaran 374 ISSN 2502-8723 non multimedia, setelah itu diberi tes akhir HASIL untuk mengetahui hasilnya. Penelitian ini Hasil yang didapatkan selama pretes dilaksanakan di MAN I Malang. Subjek pada penelitian adalah siswa kelas XII IPS Tahun 33 dengan 9 pada kelas eksperimen, nilai terendah adalah siswa. Penentuan kelas eksperimen dan 27 oleh 2 siswa dan nilai tertinggi 57 oleh 2 rata-rata kelas siswa dengan rata-rata keseluruhan nilai semester 4 dari kedua kelas. dikumpulkan adalah 40,7. Hal ini dirasakan homogen dengan dengan pencapaian nilai siswa yang sama. menggunakan tes. Tes sebelum perlakuan (prates), siswa rata secara keseluruhan 40,03. Sedangkan dengan keseluruhan jumlah siswa adalah 67 eksperimen adalah anak dan tertinggi 53, 1 anak dengan rata- yaitu kelas XII IPS 1 dan XII IPS 2 yang Data kontrol mendapatkan nilai terendah ajaran 2015/2016 yang terdiri dari dua kelas kelas kontrol berdasarkan kelas digunakan untuk Hasil yang didapatkan setelah mendapatkan data tentang hasil belajar dilakukannya treatmen dengan multimedia siswa dengan pembelajaran interaktif didapatkan pada pembelajaran kelas ekperimen kenaikan yang signifikan interaktif. Tes setelah perlakuan eksperimen dari 33 siswa yaitu 28 siswa mendapatkan (pascates), digunakan untuk mendapatkan nilai diatas 70 dan hanya 6 siswa masih data tentang hasil belajar siswa setelah mendapatkan nilai di bawah 70 dengan nilai dilakukannya treatment pembelajaran pada terendah 60 dan nilai tertinggi 90. Nilai rata- materi kemudian rata yang diperoleh adalah 74,24. Sedangkan Berdasarkan pada kelas kontrol yang menggunakan buku sebelum menggunakan pembelajaran multimedia Penginderaan menghasilkan gain permasalahan score. dan teks, nilai terendah yang didapatkan 43 dan hipotesis yang diajukan analisis statistik nilai tertinggi 87. Nilai ketuntasan hanya 6 yang digunakan adalah analisis statistik siswa. Dengan rata-rata nilai keseluruhan deskriptif dan analisis statistik inferensial 60,88. Diagram skor rata-rata sebelum parametric untuk menguji hipotesis dengan perlakuan (pretes) dan setelah perlakuan Independent Sample T-Tes dengan taraf (posttest) pada kedua kelas sebagai berikut. signifikan 5%. yang Jauh dirumuskan Analisis data dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 17. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 375 ISSN 2502-8723 klasifikasi (2002), dengan klasifikasi sebagai berikut. Grafik Perolehan Nilai 74,24 60,88 40,76 40,03 100 50 0 Meltzer Tabel. 4.1 Indeks Nilai Gain Ternormalisasi pretes postes kelas kelas kontrol ekperimen Gambar 4.1. Grafik Peroleh Nilai Pretes Nilai g klasifikasi 0,7 < g < 1 tinggi 0,3 < g < 0,7 Sedang 0 < g < 0,3 rendah Dan Postes Skor perolehan hasil belajar didapatkan setelah memberikan tes yang Berdasarkan hasil gain score yaitu dilakukan sebelum perlakuan (pretes) dan selisih antara nilai pretes dan postes didapat- setelah perlakuan (postes) baik untuk kelas kan pada kelas kontrol didapatkan sebanyak eksperimen yang menggunakan multimedia kelas 3 siswa atau 9% siswa mengalami kenaikan kontrol yang menggunakan buku teks. gain ternormalisasi kategori tinggi, 23 siswa pembelajaran interaktif maupun Berdasarkan perolehan pembelajaran yang atau 70% mengalami kenaikan berkategori dilaksanakan pada kelas ekperimen dan kelas kontrol diperoleh skor rata-rata pretes, sedang dan 7 siswa atau 21% mengalami untuk kelas ekperiment 40,76 dan kelas kenaikan gain berkategori rendah. Selain itu kontrol 40,03 relatif sama (selisih 0,73) dan setelah diberikan perlakuan didapat dengan rata-rata pembelajaran ternormalisasi interaktif skor rata-rata hasil belajar kelas dikategorikan menggunakan multimedia sebesar sedang. kenaikan gain 0,442 yang Hasil uji gain eksperimen adalah 74,24 sedangkan untuk ternormalisasi kelas kontrol sebagai berikut: kelas kontrol dengan rata-rata nilai 60,88, kedua kelompok berbeda (selisih 13,36). Kelas Kontrol Analisis data gain score dilakukan 21% setelah didapatkan data dari pretes dan 9% tinggi postes yaitu untuk melihat pengaruh dari penggunaan multimedia sedang pembelajaran 70% rendah interaktif pada materi penginderaan jauh hasil perhitungan diintepretasikan dengan Gambar. 4.2 Diagaram Frekwensi Gain Kelas menggunakan gain ternormalisasi menurut Kontrol FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 376 ISSN 2502-8723 Pada kelas eksperimen diperoleh Uji Normalitas hasil sebanyak 14 siswa atau 4% mengalami Hasil analisis data penelitian yang kenaikan gain ternormalisasi berkategori dibuktikan melalui analisis uji statistik dengan baik dan sebanyak 19 siswa atau 58% bantuan software SPSS menunjukkan hasil sebagai berikut. mengalami kenaikan gain skor berkategori Tabel. 4.2 Hasil Analisis Normalitas Data sedang. Selain itu didapatkan rata-rata Tests of Normality kenaikan gain ternormalisasi sebesar 0,690 a Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk yang berkategori tinggi. Hal ini menguatkan kelompok nilai hipotesis sebelumnya yaitu penggunaan aplikasi multimedia pembelajaran 17.0 kelas Statistic df Sig. * Statistic df Sig. .114 33 .200 .974 33 .594 kelas kontrol .128 33 .187 .973 33 .564 ekperimen pada a. Lilliefors Significance Correction materi penginderaan jauh pada hasil belajar Berdasarkan tabel di atas untuk analisis normalitas data, tampak bahwa pada siswa mengalami kenaikan yang signifikan hasil kelas ekperimen yang diuji dengan yaitu sebesar 0,690 atau kategori tinggi. Hasil uji eksperimen gain adalah ternormalisasi sebagai Kolmogorov-Smirnov (sig: 0,200 > 0,05) kelas dan Shapiro-Wilk (sig: 0,594 > 0,05) masing-masing menunjukkan angka dengan berikut. taraf signifikansi lebih besar dari 0,05, sedangkan untuk kelas kontrol yang diuji kelas eksperiment dengan Kolmogorov-Smirnov (sig: 0, 187 > 0% 0,05) dan Shapiro-Wilk (sig: 0,564 > 0,05) 42% 58% tinggi masing-masing juga menunjukkan angka- sedang angka dengan taraf signifikansi lebih besar rendah dari 0,05. Jadi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pada semua unit analisis data terdistribusi dengan normal. Uji Homogenitas Gambar 4.3 Diagram Frekuensi Gain Uji homogenitas yang dilakukan Kelas Eksperimen pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan Levene‘s test of Equality of Error Variances. Data memiliki FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 377 ISSN 2502-8723 varians yang sama jika angka signifikasi Uji Hipotesis yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Data Tabel 4.4 Hasil analisis Mean dan Standar Deviasi varian uji homogenitas dapat dilihat pada kelompok table berikut. nilai Tabel. 4.3 Hasil Analisis Homogenitas Data kelas ekperimen 33 Equal varian Levene Statistic df1 1.345 df2 1 Sig. 64 .250 N 6.539 Mean Std. Deviation Std. Error Mean 74.24 1.265 7.267 58.56 .000 2 14.03 2.146 9.736 0 8 ces . not 3 assu 2 med 4 Uji Levene yang dilakukan diperoleh Dari hasil uji t, diketahui t = 6,539; angka signifikansi = 0,250, karena angka F = 1,345 dan signifikansi 2-tail 0,000 lebih signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka kecil dari signifikansi 0,05. Pada kelas sampel pada kelas ekperimen dan kelas eksperimen diperoleh mean 74,24 dengan kontrol dapat dikatakan bersifat homogen. standar deviasi 7,267 lebih besar daripada Uji Hipotesis kelas kontrol yang memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi 9,955. Data tersebut Tabel 4.4 Hasil analisis Mean dan Standar Deviasi kelompok nilai N menunjukkan Mean Std. Deviation Std. Error Mean kelas ekperimen 33 74.24 7.267 1.265 kelas kontrol 60.21 9.955 1.733 33 multimedia bahwa pembelajaran penggunaan interaktif penginderaan jauh (Wahyudi) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis, hipotesis Tabel. 4.5 Hasil Analisis Uji T nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Independent Samples Test Dari hasil analisis dengan menggunakan Levene's independent sample t-test didapatkan bahwa Test for Equality of Variances mean kelas eksperimen lebih tinggi daripada t-test for Equality of Means kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki 95% Confidence mean 74,24 dan kelas kontrol mean 60,88. Interval of the Difference U Mean F nilai Std. p Error p Sig. (2- Differe Differenc e Sig. t df tailed) nce e Lower r Equal 1.345 .25 6.539 64 .000 14.03 2.146 9.744 1 varian 0 0 Siswa yang belajar dengan menggunakan multimedia penginderaan jauh ‖Wahyudi‖ memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar 8 ces . assu 3 med 1 dengan buku teks. Hasil uji t hasil belajar diperoleh taraf signifikansi adalah 0,00 lebih 7 kecil dari yaitu 0,05 (p<0,05). Berdasarkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 378 1 ISSN 2502-8723 perolehan nilai α, maka disimpulkan bahwa animasi juga video yang relevan itu adalah ada perbedaan hasil belajar siswa yang langkah kunci dalam pembelajaran yang menggunakan multimedia dengan tidak penuh makna (Mayer: 2009). Proses ini bisa menggunakan multimedia difasilitasi dengan penggunaan multimedia dalam pembelajaran daripada hanya dengan PEMBAHASAN teks saja yang berdampak pada perolehan hasil belajar. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan Dengan menggunakan multimedia ada perbedaan yang signifikan antara siswa multimedia siswa dapat melihat, mendengar bahkan pembelajaran interaktif Penginderaan Jauh berinteraksi, sehingga keterlibatan indera ‖Wahyudi‖ terhadap hasil belajar dengan siswa skor rata-rata lebih tinggi daripada kelas pembelajaran Kontrol yang menggunakan buku teks saja, dibandingkan dengan hanya menggunakan dengan perolehan nilai mean = 74,24 lebih buku teks dan gambar saja. Penggunaan tinggi dari kelas kontrol dengan mean = multimedia membuat siswa lebih tertarik 60,88. Hal ini sesuai dengan pendapat mengikuti Wahyuni (2009) bahwa ada perbedaan skor antusias dengan proses yang dilakukan rata-rata belajar antara siswa yang dilibatkan secara mandiri melalui tampilan yang dalam pembelajaran dengan pemanfaatan menarik secara interaktif. Hal ini sesuai multimedia dan tanpa multimedia. dengan yang menggunakan dalam temuan penelitian pengaruh dari didapatkan penggunaan perdapat pembelajaran multimedia menunjukkan penggunaan Hal tampak Wahyuni pada (2009) multimedia yang lebih hidup dan pembelajaran. Pada ini multimedia multimedia pembelajaran yang menggunakan dikembangkan oleh Wahyudi ini memiliki beberapa keunggulan sangat efektif, karena pengaruh multimedia yaitu dalam satu slide dapat menampilkan dalam pembelajaran memudahkan siswa teks, audio, gambar, animasi atau video untuk lebih mengingat saat teks atau narasi secara bersama. Beberapa materi yang dan gambar animasi ditayangkan bersama. memerlukan penjelasan secara detail seperti Proses mengintegrasikan teks dan gambar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG siswa banyak membantu siswa dan guru dalam proses kenaikan gain score ternormalisasi 0,69 tinggi. lebih presentatif, sehingga multimedia banyak ‖Wahyudi‖ pada hasil belajar siswa dengan dikategorikan siswa multimedia disebabkan multimedia merupakan sarana adanya pembelajaran interaktif penginderaan jauh yang interaktif pembelajaran, ketertarikan Berdasarkan hasil paparan data dan penggunaan sistem penginderaan jauh, proses pembuatan 379 ISSN 2502-8723 foto udara, maupun intepretasi citra. Juga terdapat beberapa hasil dapat foto udara dan foto satelit berdasarkan ditampilkan melalui animasi maupun video. wahana yang digunakan dengan berbagai Penggunaan pixel dan gambar yang up to date. pemanfaatan jenis wahana, penginderaan media jauh animasi dalam pembelajaran akan mempermudah dalam Penggunaan menvisualisasikan materi yang dianggap pembelajaran sebagai alat bantu terhadap sulit misalnya cara kerja komponen dalam kognisi siswa. system penginderaan jauh dari sumber harus melengkapi belajar siswa, membantu energi melalui atmosfer yang dipantulkan aktifitas-aktifitas dan dipancarkan oleh objek kemudian didapatkan dengan tepat dan membantu ditangkap oleh sensor dan dihasilkan data mengembangkan apa yang sudah ideal dibentuk menjadi bisa. Artinya bahwa konten dalam secara animasi yang sangat menarik bagi siswa. multimedia dalam Pembelajaran belajar interaktif yang tidak multimedia materi penginderaan jauh ini Animasi bisa menjelaskan konsep sangat sesuai dengan kompetensi yang harus yang abstrak menjadi kongkrit misalnya dicapai oleh siswa sehingga perolehan hasil terdapat gambaran secara detail tentang sifat belajar bisa maksimal dengan keilmuan inframerah termal pada objek gunung berapi sekarang. dalam hal ini jelas tidak didapatkan pada Dengan memperhatikan buku teks atau LKS-LKS, bahkan media lain karakteristiknya, multimedia pembelajaran dipasaran. dengan interaktif penginderaah jauh ‖Wahyudi‖ ini bahwa memiliki sejumlah manfaat: 1) dirancang proses berdasarkan Hal Sudjana dan ini sependapat Rivai Multimedia (2001) menjadikan kompetensi/ tujuan pembelajaran lebih menarik perhatian siswa pembelajaran, 2) dirancang sesuai dengan sehingga karakteristik dapat menunbuhkan motivasi belajar. siswa, 3) membantu menjadikan gambar atau contoh yang sulit Kelebihan lainnya dalam multimedia didapatkan di lingkungan sekolah menjadi ini dibuat berdasarkan data perkembangan lebih teknologi mutakhir pengulangan sampai berkali-kali pada slide jauh yang dalam penginderaan didesain menarik kebutuhan siswa, adanya sesuai kongkrit, 4) memungkinkan yang belum dimengerti 5) mendukung gambar dari pembelajaran berbagai macam sensor, bisa diperbesar (di- media zoom), siswa dapat belajar dengan bantuan menciptakan mouse dan kursor untuk mengintepretasikan mengasyikan. individual, pembelajaran 6) yang merupakan efektif, pembelajaran 7) yang foto pankromatik berdasarkan unsur-unsur FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 380 ISSN 2502-8723 Walaupun begitu ada satu kelemahan belajar aktif yang didorong oleh niat dan dalam produk multimedia ini yaitu adanya motivasi untuk menguasai suatu kompetensi background sound atau musik yang kurang guna relevan. Background sound atau musik membangun pengetahuan atau kompetensi. disini bukan sound effect tapi musik Faktor kebebasan dan keterlibatan siswa pengiring presentasi. Musik tersebut tidak secara aktif dalam mengikuti pembelajaran mengganggu narasi, namun memberikan amat diperhitungkan, agar belajar lebih musikal bermakna bagi siswa yang pada akhirnya background presentasi. Secara membuat presentasi dinikmati para lembut teori, terhadap musik multimedia siswa, sehingga mengatasi suatu masalah dan bisa akan sangat mempengaruhi perolehan hasil lebih belajar. Dan diperkuat oleh Jusita (2008) bisa bahwa penggunaan multimedia dalam meningkatkan level rangsangan emosional pembelajaran sangat efektif dan berdaya siswa. ini guna, terutama bila disajiikan dengan tepat mengakibatkan peningkatan perhatian siswa akan memiliki dampak signifikan terhadap terhadap materi yang ditayangkan, tetapi hasil menambahkan menggunakan multimedia secara signifikan Peningkatan rangsangan musik disini justru belajar. Pembelajaran mengganggu daya konsentrasi siswa. Maka membantu pada saat pelaksanaan pembelajaran musik pengetahuan justru dimatikan. pembelajaran, mempertinggi pengalaman Pembelajaran multimedia interaktif belajar mengakses dengan dan serta secara informasi secara efektif dalam akan ini sangat mudah dioperasikan oleh siswa mempertinggi sehingga pembelajaran ditekankan pada pembelajaran keterlibatan siswa. Oleh karena itu, siswa dari beragam siswa dalam mengekplorasi adalah pihak aktif mencari pemahaman, materi pelajaran. yang mengamati hasil multimedia berisikan aksesbilitas luas untuk lingkungan kelompok-kelompok Berdasarkan uraian di atas jelaslah materi penginderaan jauh, baik narasi, foto bahwa hipotesis penelitian udara, foto satelit, dan animasi. sedangkan penggunaan guru adalah membantu siswa dalam proses interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖ pemahaman dalam materi ini atau pemandu terhadap hasil belajar di MAN 1 Malang kognitif yang memberikan bimbingan untuk terbukti kebenarannya. multimedia tentang pembelajaran mendukung proses pembelajaran siswa. Menurut bahwa pendapat belajar Budiningsih harus (2003) mementingkan keterlibatan siswa secara aktif. Dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 381 ISSN 2502-8723 diberikan kepada siswa, hal ini sangat KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan penggunaan multimedia membantu siswa belajar mandiri, mengakses bahwa secara luas pengetahuan dan informasi pembelajaran dalam pembelajaran, dan mempertinggi interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖ pengalaman belajar. Dalam penggunaannya, berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal ini multimedia penginderaan jauh ini sangat dibuktikan melalui uji hipotesis dengan uji t mudah dioperasikan, disarankan juga siswa dan gain ternormalisasi, dimana hasil yang harus tetap diperhatikan, karena dikawatikan diperoleh pada kelas eksperimen‖ diperoleh siswa membuka aplikasi atau link lain mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267 selama proses pembelajaran. lebih besar daripada kelas kontrol yang memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi DAFTAR RUJUKAN 9,955. Hasil gain score menunjukkan selisih Budiningsih, Asri. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: UNY Press Jusita. Lona. 2008. Pengaruh Penggunaan Multimedia dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas VII SMPN 2 Ngantang Kabupaten Malang Pada Materi Keragaman Bentuk Bumi, Proses Pembentukan, dan Dampaknya dalam Kehidupan. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM Mayer, R.E. 2009. Multimedia Learning. Cambridge University Press Meltzer. 2002. The relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posible ‖Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores‖. American Journal Physics. Sihkabuden. 2005. Multimedia Pembelajaran. Malang : Elang Press antara nilai pretes dan postes didapatkan pada kelas ekperimen dengan hasil rata-rata gain score yaitu = 0,69 yang masuk dalam kategori tinggi. Sedangkan hasil perhitungan uji t didapatkan t = 6,539; F = 1,345 dan signifikansi 2-tail 0,000 lebih kecil dari signifikansi 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖ terhadap hasil belajar geografi siswadi MAN 1 Malang. SARAN Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini maka penulis disampaikan Sudjana & Rivai. 2001. Media Pembelajaran (Pembuatannya dan Penggunaannya). Bandung: Rusdakarya. saran bagi guru yang akan menggunakan multimedia sebagai bahan ajar, disarankan menggunakan multimedia ini dalam Wahyudi, Adip; 2012. Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer Mata pembelajaran karena sangat tepat dan efektif FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 382 ISSN 2502-8723 Pelajaran Geografi, Materi Penginderaan Jauh Untuk SMA/MA Kelas XII.Tesis. Tidak Diterbitkan. PPS UM Wahyuni. Esti. 2009. Pengaruh Pemanfaatan Multimedia Dalam Pembelajaran Fisika Terhadap Pemerolehan Belajar. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 383 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN Mety Toding Bua Program Studi Pendidikan Dasar / Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]/ 085345349228 ABSTRAK Scaffolding merupakan suatu bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memecahkan suatu masalah. Scaffolding (Perancahan) merupakan gagasan kunci yang dikembangkan oleh Vygotsky mengenai pembelajaran sosial. Hasil pembahasan makalah ini menemukan bahwa scaffolding merupakan suatu bantuan berupa petunjuk, sarana yang mengingatkan, dorongan, penguraian persoalan yang diberikan kepada siswa dalam bentuk kelompok maupun secara individu dari guru, teman sebaya atau orang yang lebih berkompeten. Dengan bantuan guru, teman sebaya atau orang yang lebih berkompeten siswa akan lebih mudah memahami banyak hal dibandingkan dengan siswa belajar sendiri. Scaffolding atau perancahan berarti memberikan dukungan, motivasi dan perhatian kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukungan dan meminta anak mulai tanggung jawab untuk belajar secara mandiri. Kata kunci: Scaffolding, Pembelajaran. merespon dan bereaksi terhadap peristiwa- Pendahuluan Pembelajaran merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam diri siswa proses dimana terjadinya suatu perubahan maupun perilaku terhadap diri seseorang dari suatu diungkapkan bahwa pembelajaran yang yang dilakukan atau dari pengalaman. menyebabkan Pembelajaran juga dapat diperoleh dari perilaku yang disadari oleh seseorang yang suatu proses belajar mengajar yang terjadi bersifat disekolah. Pembelajaran menjadi begitu merupakan hasil dari suatu proses belajar penting dalam membangun siswa memiliki yang terbiasa dilakukan. karakter. Menurut Thobroni dan Mustofa Menurut (2013:19) ―Pembelajaran lingkungannya‖. tetap adanya atau Lebih lanjut perubahan suatu permanen Undang-Undang yang Sistem membutuhkan Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, sebuah proses yang disadari yang cenderung suatu proses dimana terjadinya interaksi bersifat permanen dan mengubah perilaku. anntar peserta didik dengan pendidik dan Pada proses tersebut terjadi pengingatan sumber belajar merupakan definisi dari informasi yang kemudian disimpan dalam pembelajaran. memori dan organisasi kognitif. Selanjutnya, pembelajaran merupakan suatu bantuan keterampilan tersebut diwujudkan secara yang diberikan pendidik kepada peserta praktis didik pada keaktifan siswa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dalam 384 untuk Menurut pengertian memperoleh ilmu ini, dan ISSN 2502-8723 pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan pentingnya penggunaanscaffolding dalam tabiat, pembelajaran. serta pembentukan sikap dan Penggunaan kenyakinan pada diri siswa. Pembelajaran dalam pembelajaran yang terbaik adalah pembelajaran yang kebutuhan anak-anak. scaffolding didasarkan pada mampu memberikan kontribusi terhadap Scaffolding merupakan salah satu permasalahan yang heterogen yang dihadapi bentuk dari pembelajaran social. Menurut di setiap kelas. Pada umumnya setiap kelas Robbins and Judge (2008), pembelajaran memiliki berbagai macam karakteristik anak social dengan berbagai tingkat kemampuan yang melalui pengamatan dengan apa yang terjadi berbeda-beda. tingkat kemampuan anak pada individu lain dan aka diberi tahu diantaranya tingkat mengenai sesuatu dari pengalaman langsung kemampuan tinggi, tingkat kemampuan yang mereka alami. Sebagai contoh, hal-hal sedang, dan tingkat kemampuan rendah. yang Berbagai tingkat kemampuan yang ada di mengamati terhadap model-orang tua, guru, dalam kelas ini harusnya menjadi peluang rekan sebaya, pemain film dan televise dan bagi guru dalam membantu persoalan yang sebagainya. ada di kelas dengan membuat pembelajaran model-model tersebut yang saling memberikan dukungan pada pusat yang terjadi atas sudut panjang dari setiap memiliki pembelajaran sosial. Empat proses yang memberikan menentukan pengaruh sebuah model pada bantuan dan dukungan untuk membantu seorang individu: (1) proses perhatian, siswa dengan kompetensi sedang sampai ketika pada kompetensi rendah. Hal ini sejalan mencurahkan perhatian terhadap sesuatu dengan oleh maka individu tersebut belajar akan sebuah Vygotsky, tentang pembelajaran sosial ialah pemodelan; (2) proses penyimpanan, sebuah perancahan (Scaffolding) yaitu bantuan yang pengaruh atas model yang diamati akan diberikan oleh teman atau orang dewasa bergantung pada bagaimana setiap individu yang lebih kompeten (Wood, Bruner & Ross dapat mengingat setiap tindakan yang dalam Slavin 2008:60). Scaffolding dalam diamati bahkan setelah model tersebut tidak pembelajaran karena merupakan sebuah tersedia lagi; (3) proses reproduksi motor, bantuan siswa ketika seseorang melihat suatu perilaku baru melalui guru atau teman sebaya yang dalam sebiah pemodelan, dan hasil dari kompeten atau orang yang memiliki tingkat pengamatan pemodelan tersebut diubah berkemampuan tinggi. Oleh sebab itu, menjadi sebuah tindakan nyata; (4) proses tergolongkan siswa. kompetensi Siswa tinggi teori yang yang yang dapat dikemukakan diberikan kepada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 385 terjadi kita ketika lihat dan Terjadinya seseorang seseorang belajar pelajari pengaruh ketika atas merupakan suatu mengenali dan ISSN 2502-8723 penegasan, ketika ada suatu insentif yang menalar; positif atau adanya penghargaan maka mengkontruksi individu untuk sehingga selalu terjadi perubahan konsep telah ilmiah; (5) pembelajar sekedar memberi dicontohkan melalui pemodelan yang telah bantuan dan menyediakan saran serta situasi ia amati. agar proses kontruksi belajar lancer; (6) akan menampilkan termotivasi perilaku yang (4) peserta didik secara terus aktif menerus, menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik; (7) struktur pembelajaran SCAFFOLDING Istilah Scaffolding berasal dari istilah seputar konsep utama pentingnya sebuah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan pertanyaan; (8) mencari dan menilai kerangka sementara atau penyangga yang pendapat peserta didik; (9) menyesuaikan biasanya terbuat dari bamboo, kayu, atau kurikulum untuk menanggapi anggapan batang besi) yang memudahkan para pekerja peserta didik. Dengan scaffolding akan dalam membangun sebuah gedung. Berawal memungkinkan bagi siswa untuk mendapat dari hal ini kemudian merujuk pada segala bantuan melalui keterampilan baru atau di sesuatu harus dengan jelas dipahami agar luar kemampuan yang mereka miliki. memperoleh kebermaknaan dalam Jerome Brunner merupakan seorang pembelajaran. Poerwadarminta dalam psikologi kognitif yang memperkenalkan Rovina mengungkapkan bahwa scaffolding teori scaffolding pada akhir 1950-an. Anak- jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia anak adalah perancah, yaitu bamboo (balok, dan merupakan sebagainya) yang dipasang untuk sebuah dikemukakan oleh Jerome Brunner dalam tumpuan akan teori scaffolding. Ketika orang tua mulai membuat memberikan bantuan kepada anak-anak saat yang membangun digunakan sebuah ketika rumah, tembok, dan sebagainya. muda dalam akuisisi penggambaran bahasa yang pertama kali mulai belajar berbicara, maka Secara garis besar dari penjelasan akan terjadi secara naluriah anak-anak akan tersebut Rovina menyebutkan beberapa memiliki struktur dalam belajar berbahasa. prinsip-prinsip konstruktivis social dengan Menurut pendekatan mengemukakan bahwa untuk memecahkan scaffolding dalam suatu pembelajaran diantaranya: (1) pengetahuan suatu dibangun bantuan oleh peserta didik; (2) Dworetzky masalah, dalam siswa proses (1990:276) perlu diberikan pembelajaran. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari Bantuan yang diberikan dapat diberikan oleh pembelajar ke peserta didik; (3) dengan seseorang yang lebih dewasa, anak akan keaktifan peserta didik sendiri FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG untuk 386 ISSN 2502-8723 lebih mudah memahami banyak hal dewasa yang lebih berkompeten. Pada dibandingkan dengan anak belajar sendiri. umumnya, Siswa yang diberikan tugas untuk dapat menyelesaikan kemudian dalam waktu berarti suatu dukungan yang lebih besar diberikan kepada pemecahannya rentang perancahan seorang anak tugas dalam pembelajaran, tahap-tahap kemudian awal mulai tersebut tidak dapat diselesaikan oleh anak menghilangkan dukungan secara perlahan secara dapat sehingga nantinya anak dapat bertanggung diselesaikan melalui bantuan dan bimbingan jawab secara mandiri (Rosenshine& Meister orang lain menurut Vygotsky dalam Ormrod dalam (2008: 58), disebut zona perkembangan dikemukakan perancahan merupakan suatu proksimal (zone of proximal development). bentuk dukungan dalam pembelajaran dan Zona yang pemecahan masalah. Beberapa hal yang dimiliki oleh seorang anak secara alamiah dapat masuk ke dalam perancahan meliputi berkembang dari waktu ke waktu. Ketika petunjuk, sarana tugas yang diberikan dapat dikuasai oleh dorongan, penguraian anak, maka tugas-tugas yang lebih sukar menjadi langkah-langkah penyediaan contoh akan menggantikan tugas-tugas yang telah atau hal-hal lainnya yang dapat membuat dikuasai oleh anak, sehingga sedikit sekali siswa bertumbuh secara mandiri sebagai yang pebelajar. mandiri akan perkembangan dipelajari melaksanakan tetapi proxzimal anak-anak tugas-tugas dari yang telah Slavin, Menurut 2008:61). yang Zurek Lebih lanjut mengingatkan, persoalan (2014) yang analog mereka lakukan secara mandiri. Oleh karena dengan menggunakan scaffolding dibangun itu, sebagai guru harus memberikan bantuan hanya untuk tingkat yang diperlukan ketika kepada dapat membangun sebuah bangunan dan kemudian menyelesaikan tugas-tugas mereka sehingga akan dihapus ketika bangunan selesai, guru mereka dapat menjadi lebih mandiri dalam terlibat memecahkan dengan anak-anak didik untuk permasalahan berkaitan dengan tugas mereka. dalam menentukan menyediakan scaffolding tingkat yang diperlukan dan jenis dukungan yang tepat Wood, Bruner & Ross dalam Slavin waktu dengan kebutuhan anak-anak. (2008:60) mengemukakan bahwa ide pokok Scaffolding terletak dalam konteks natural. dari pembelajaran sosial oleh Vygotsky Spontanitas kesempatan belajar membuat adalah perancahan (scaffolding). Perancahan scaffolding menjadi alat yang ideal dalam (scaffolding) pendidikan. merupakan suatu bantuan untuk memecahkan suatu masalah yang Hal ini juga sependapat dengan diberikan oleh teman sebaya atau orang Benson dalam Haghparast (2015) yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 387 ISSN 2502-8723 mengungkapkan bahwa scaffolding mengembangkan ke tahap dimana siswa dikembangkan untuk menggambarkan jenis membangun pengetahuan secara mandiri. bantuan yang ditawarkan oleh guru untuk Hovland, GAPP, & Theis, 2011; mendukung pembelajaran. Dalam proses Howes & Ritchie, 2002; Pianta, 1999 di scaffolding, guru membantu siswa yang dalam Zurek (2014) mengungkapkan bahwa tidak dapat menyelesaikan tugas secara seorang guru mempunyai suatu peranan mandiri. Guru hanya membantu siswa yang dengan khususnya dalam perancah perkembangan tugas-tugas diluar dari pada sangat penting kognitif bertahap tanggung membantu dalam menyediakan lingkungan jawab untuk tugas, maka guru secara fisik yang dibutuhkan oleh siswa, dimana bertahap perancahan siswa dapat terlibat dalam bermaian dan (scaffolding) yang memungkinkan siswa siswa dapat memiliki akses ke bahan dan bekerja secara mandiri. Perancah sebenarnya pengalaman yang dapat menigkatkan rasa jembatan yang digunakan untuk membangun ingin tahu, eksplorasi dan pembelajaran. apa yang siswa sudah tahu untuk tiba di Bantuan sesuatu yang mereka tidak tahu. pengetahuan konseptual anak-anak tentang mengambil menghapus sosial perancah, kemampuan siswa. ketika siswa secara mampu dan dalam tersebut anak-anak. dapat Guru meningkatkan fenomena dan suatu proses di lingkungan SCAFFOLDING alam. Sebagai contoh, siswa melakukan DALAM pengamatan ke sebuah kebun. Kebun dapat PEMBELAJARAN Menurut Mitchell dan Myles dalam menjadi tempat bermain bagi siswa Veeramuthu (2011) mengungkapkan bahwa sekaligus dapat memberikan kesempatan domain yang paling produktif berada pada bagi siswa dalam mengeksplorasi dan Zona perkembangan proksimal yaitu pada menyelidiki hewan, dan tumbuhan. Apa domain pengetahuan yang mereka amati dalam kebun melalui atau keterampilan siswa yang belum mampu berfungsi secara organism independen, tetapi dapat mencapai hasil meningkatkan kemungkinan bahwa anak- yang diinginkan ketika diberikan bantuan anak bukan hanya mengamati tetapi juga yang relevan dari guru atau mentor. Dengan meningkatkan pertanyaan-pertanyaan yang demikian tahap saat pembelajaran siswa muncul dapat mengembangkan lebih lanjut dengan mereka lakukan yang kemudian dapat bimbingan yang tepat melalui scaffolding membantu yang fenomena alam yang terjadi. Selain itu, akan membimbing siswa untuk yang dari mereka proses siswa temui pengamatan dalam dapat yang memahami strategi seperti memunculkan atau menarik FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 388 ISSN 2502-8723 perhatian siswa melalui fitur-fitur yang yang dapat diterapkan dalam pembelajaran relevan dari lingkungan dapat dibuat oleh diantaranya advance organizer, cue cards, guru untuk melakukan scaffolding dalam concept pembelajaran. explanations, Scaffolding dalam and mind maps, handout, examples, hints, prompts, pembelajaran question cards, question stems, stories, lebih lanjut dijelaskan Inan & Katz, 2007; visual scaffolds. Berikut ini merupakan Trawick-Smith & Dziurgot, 2011 dalam penjelasan Zurek (2014) bahwa dalam memberikan scaffolding yang dapat diterapkan dalam kesempatan dan dukungan untuk kolaborasi pembelajaran. singkat mengenai jenis sebaya juga penting dilakukan oleh guru. Pertama, advance organizer yang Hal ini karena, guru dapat menciptakan dimaksud adalah suatu alat yang dapat konteks digunakan dalam mengenalkan materi atau yang sangat kondusif untuk pembelajaran dengan memberikan suatu tugas bimbingan social dan emosional yang mempelajari suatu topik. Sebagai contoh mengajarkan suatu keterampilan kepada suatu siswa. Keterampilan yang diberikan snagat menggambarkan suatu struktur organisasi penting atau bagi kehidupan dan baru dalam bagan membantu siswa organisasi menggambarkan suatu untuk hierarki, mempromosikan hubungan yang harmonis, kemudian rubric yang menyediakan tugas- sehingga perhatian yang diberikan maksimal tugas yang diharapkan. dapat difokuskan pada pembelajaran, bukan Kedua, cue cards yang dimaksud perilaku manajemen. adalah kartu yang sudah disiapkan untuk Lima kriteria untuk scaffolding yang dibagikan kepada siswa atau kelompok efektif yang dikemukakan oleh Applebee ketika akan melakukan diskusi mengenai dalam oxfordjournals (2015) yaitu pemilik suatu topik tertentu. Kartu tersebut dapat pembelajaran adalah siswa, ketepatan dalam memuat kosakata (istilah-istilah penting) tugas pembelajaran, lingkungan belajar yang yang akan dipahami, kalimat-kalimat dasar terstruktur, tanggung jawab bersama, dan tentang materi yang harus dilengkapi oleh kontrol transfer. Selain 5 kriteria untuk siswa, atau dapat berupa rumus-rumus. scaffolding, ada juga beberapa jenis Ketiga, concept and mind maps yang scaffolding dalam pembelajaran seperti yang dimaksud adalah dikemukakan oleh Alibali dalam Sudrajat pikiran yang dibuat oleh siswa berdasarkan (2013); Journal Northern Illinois University, pengetahuan yang dimilikinya. Faculty Development and peta konsep atau peta Instructional Keempat, examples yang dimaksud Design Center. Beberapa jenis scaffolding adalah penyediaan suatu contoh, ilustrasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 389 ISSN 2502-8723 atau dapat berupa kumpulan pertanyaan- Kesembilan, question cards yang pertanyaan. dimaksudkan adalah penyediaan kartu Kelima, explanations yang dimaksud berupa pertanyaan seputar materi yang adalah penyediaan suatu informasi lebih diajarkan atau tugas-tugas khusus yang rinci diberikan kepada siswa/kelompok siswa dalam bentuk instruksi tertulis mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan untuk oleh siswa, memberikan suatu penjelasan mengenai materi yang telaj diajarkan. secara lisan mengenai bagaimana suatu saling bertanya dan menjawab Kesepuluh, question stems yang proses kerja. dimaksudkan adalah kalimat yang tidak Keenam, handouts yang dimaksud lengkap yang diberikan kepada siswa yang adalah penyediaan dalam bentuk lembaran akan membantu siswa dalam mendorong yang telah dicetak yang berisi tugas serta siswa untuk berfikir secara mendalam informasi yang sesuai berdasarkan materi dengan perintah kalimat Tanya ―apa yang yang akan diajarkan, kemudian diberi ruang terjadi jika….‖. (kolom) komentar atau catatan untuk siswa. Kesebelas, stories yang dimaksud Ketujuh, hints yang dimaksud adalah adalah menceritakan materi secara lengkap pemberian suatu saran dan petunjuk untuk dan abstrak ke dalam situasi yang lebih mengalihkan tahap-tahap siswa dalam akrab dengan siswa untuk menginspirasi dan pembelajaran. Sebagai contoh ―lihat memotivasi siswa. ―tekan tombol enter‖, halaman 12!‖, Kedua belas, visual scaffolds yang ―lanjutkan ke halaman berikutnya‖, dan dimaksudkan sebagainya, menekankan perhatian suatu objek melalui Kedelapan, prompts yang dimaksud adalah bagaimana gerakan tubuh (gesture) yang relevan, adalah pemberian isyarat fisik (gesture) atau menggunakan verbal untuk membatu mengingat suatu informasi visual (huruf miring, warna pengetahuan yang telah didapat sebelumnya berbeda, huruf tebal, kedip). atau asumsi yang telah dimiliki oleh siswa. Penggunaan Sebagai contoh pada isyarat fisik melakukan menunjukkan gerakan kemajuan tubuh seperti menunjuk, metode siswa melalui highlighting perancahan tersebut tugas, dosen dapat perancah untuk menganggukkan kepala, mengedipkan mata. menggunakan Contoh pada isyarat verbal mengatakan mengakomodasi ―ayo‖, pengetahuan siswa. Konten yang lebih ―lanjutkan!‖, ―apa yang anda lakukan!‖ dan lain sebagainya. berbagai tingkat kompleks mungkin memerlukan sejumlah perancah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG berbagai memiliki 390 diberikan pada waktu yang ISSN 2502-8723 berbeda untuk membantu siswa menguasai membantu mereka tetap fokus pada tujuan; konten. (7) memantau kemajuan siswa melalui Pelaksanaan dalam umpan balik (selain umpan balik guru, juga beberapa siswa dilibatkan dalam merangkum apa pedoman yang harus diperhatikan. Adapun yang telah mereka capai sehingga mereka beberapa poin-poin dapat menyadari kemajuan mereka dan apa yang dijadikan sebagai dalam mereka belum menyelesaikan); (8) ciptakan dalam lingkungan pembelajaran scaffolding memerlukan melaksanakan berikut ini pedoman scaffolding belajar ramah, aman, dan pembelajaran seperti yang di adaptasi dari mendukung yang mendorong siswa untuk Hogan dan Pressley dalam artikel Northern mengambil risiko dan mencoba alternatif Illinois University, Faculty Development (setiap and Instructional Design Center diantaranya: mengekspresikan pikiran mereka tanpa takut (1) pilih tugas yang cocok yang sesuai tanggapan negatif); (9) membantu siswa dengan tujuan kurikulum, tujuan program menjadi pembelajaran dan kebutuhan siswa; (2) ikut instruksional mendukung karena mereka sertakan membantu bekerja pada tugas-tugas dan mendorong menciptakan tujuan pembelajaran (ini dapat mereka untuk berlatih tugas dalam konteks meningkatkan motivasi belajar siswa dan yang berbeda. komitmen siswa mereka dalam untuk belajar); (3) orang harus kurang Menurut ada 5 merasa nyaman bergantung Applebee (lima) and pada Langer pertimbangkan latar belakang siswa dan (1983) langkah dalam pengetahuan sebelumnya untuk menilai pembelajaran scaffolding sebagai berikut. kemajuan mereka. (Catatan bahwa bahan Satu, intentionally yang dimaksud yang terlalu mudah dapat mengurangi adalah pencapaian kompetensi secara utuh motivasi siswa, di sisi lain bahan yang dengan melakukan pengelompokkan bagian terlalu sulit dapat mematikan tingkat minat yang kompleks yang akan dikuasai oleh siswa); (4) gunakan berbagai dukungan siswa menjadi beberapa bagian yang lebih sebagai siswa kemajuan melalui tugas spesifik dan jelas serta merupakan satu (misalnya, meminta, pertanyaan, petunjuk, kesatuan yan utuh. cerita, model, perancah visual, gerakan Dua, appropriateness yang dimaksud representasional, diagram, dan metode lain adalah pemberian suatu bantuan pada aspek- untuk menyoroti informasi visual; (5) aspek yang belum dikuasai oleh siswa secara memberikan dorongan dan pujian serta maksimal agar lebih difokuskan. mengajukan pertanyaan dan memiliki siswa menjelaskan kemajuan mereka FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Tiga, untuk structure yang dimaksud adalah model yang ditampilkan agar siswa 391 ISSN 2502-8723 dapat belajar. Pemberian model tersebut menyediakan lingkungan belajar yang ramah dapat melalui proses berpikir, diverbalkan dan peduli. dalam kata-kata, atau melalui perbuatan. Tantangan Sehingga nantinya siswa dapat menjelaskan pembelajaran apa yang telah mereka pelajari dari model Northern yang ditampilkan. Development Empat, collaboration Scaffolding dijelaskan Illinois and dalam dalam artikel University, Faculty Instructional Design yang Center sebagai berikut: (1) perencanaan dan dimaksudkan adalah pemberian respon pada pelaksanaan perancah memakan waktu dan tugas yang di kerjakan siswa dilakukan menuntut; (2) memilih perancah yang tepat dengan kolaborasi. yang sesuai dengan gaya belajar dan Lima, internalization yang dimaksud adalah memantapkan komunikasi yang beragam dari siswa; (3) kepemilikan mengetahui kapan untuk menghapus pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa perancah sehingga siswa tidak bergantung dengan lebih baik dan siswa dapat menjadi pada dukungan; (4) tidak mengetahui siswa diri sendiri dan dapat mengembangkan cukup baik potensi yang ia miliki. afektif) untuk menyediakan perancah yang Manfaat pembelajaran Northern scaffolding dijelaskan Illinois Development and dalam dalam sesuai. artikel University, Faculty Instructional Design DAFTAR RUJUKAN -.-. Instructional Scaffolding to Improve Learning. (Online). (http://www.niu.edu/facdev/resourc es/guide/strategies/instructional_sca ffolding_to_improve_learning.pdf), diakses tanggal 26 Oktober 2015. _.2015. Scaffolding. (Online). (http://eltj.oxfordjournals.org/conte nt/48/1/101.full.pdf ). Applebee, A. N. and J. A. Langer. 1983. 'Instructional scaffolding: Reading and writing as natural language activities. Language Arts, 60/2. Dworetzky, John P. 1990. Introduction to Child Development. USA: West Publishing Company. Haghparast, Sharzard. 2015. The Comparative Effect Of Two Scaffolding Strategies On Intermediate Efl Learners' Reading Comprehension. (Online). Center sebagai berikut: (1) tantangan siswa melalui pembelajaran yang mendalam dan penemuan; (2) siswa terlibat dalam diskusi bermakna dan dinamis di kelas kecil dan besar; (3) memotivasi siswa untuk menjadi siswa yang lebih baik (belajar bagaimana belajar); (4) meningkatkan tujuan pembelajaran bagi siswa; (5) menyediakan instruksi individual (terutama di ruang kelas yang lebih kesempatan kecil); untuk (6) memberikan rekan-mengajar dan belajar; (7) perancah dapat mendaur ulang untuk situasi belajar lainnya; FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG (kognitif dan kemampuan (8) 392 ISSN 2502-8723 (http://www.ijllalw.org/finalversion 8219.pdf ), diakses tanggal 11 September 2015. Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Rovina, Devi._. Model Pembelajaran Scaffolding. (Online). (http://www.academia.edu/7547227 /MODEL_PEMBELAJARAN_SC AFFOLDING_1 ), diakses tanggal 24 maret 2016. Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik Edisi Kedelapan. Jakarta: PT Indeks. Sudrajat, Akhmad. 2013. Pembelajaran Scaffolding untuk Kesuksesan Belajar Siswa. (Online). (http://akhmadsudrajat.wordpress.c om/2013/12/02/pembelajaranscaffolding-untuk-kesuksesanbelajar-siswa/ ), diakses tanggal 24 maret 2016. Thobroni, Muhammad & Mustofa, Arif. 2013. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media. Veeramuthu. 2011. The Effect of Scaffolding Technique in Journal Writing among the Second Language Learners. (Online). (http://www.academypublication.co m/issues/past/jltr/vol02/04/28.pdf), diakses tanggal 11 september 2015. Zurek, Alex. 2014. Scaffolding as a Tool for Environmental Education in Early Childhood. (Online). (http://www.naaee.net/sites/default/ files/publications/IJECEE/2nd/7.% 20FINAL%20Scaffloding%20for% 20ECEE.pdf ), diakses tanggal 11 September 2015. Robbins, Stephen P., and Judge, Timothy A. 2008. E-book :Perilaku Organisasi. (Online). (https://books.google.co.id/books?i d=IwrWupB1rC4C&pg=PA69&lpg =PA69&dq=definisi+pembelajaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG &source=bl&ots=i8kD3we96_&sig =H0oNK4qtMVkgFdF_z1EkM6M A1Y0&hl=id&sa=X&sqi=2&ved= 0ahUKEwi907neh0zLAHVEPo4K HdP9B84Q6AEIQTAM#vonepage&q&f=false ), diakses tanggal 25 maret 2016. 393 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Analisis Kemampuan Siswa Dengan Gaya Kognitif Field Independent Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkah Polya Tohir Zainuri1), Abdur Rahman As’ari2), I Made Sulandra3) 1) Guru SMPN 1 Kasembon, Malang; [email protected] Dosen Pascasarjana UM, Malang; [email protected] 3) Dosen Pascasarjana UM, Malang; [email protected] 2) Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan siswa dengan gaya kognitif field independent dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Penelitian dilaksanakan di kelas VIIA SMP Negeri 1 Kasembon Malang. Subjek penelitian terdiri 1 siswa dengan tipe gaya kognitif field independent. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa,siswa dengan gaya kognitif field independent dalam penelitian ini mampu melalui setiap tahap pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Polya dengan baik yaitu dengan menujukkan kemampuannya, (1) dapat menentukan apa yang diketahui yang ditanyakan dalam memahami masalah, (2) dapat menentukan keterkaitan antara yang diketahui dan yang ditanyakan untuk membuat rencana penyelesaian masalah, (3) dapat menyelesaikan masalah dengan benar, dan (4) dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Kata kunci: pemecahan masalah matematika, langkah-langkah Polya, gaya kognitif, field independent. (Pehkonen, 1997). Siswa juga menjadi lebih Pendahuluan analitis Kemampuan pemecahan merupakan dalam mengambil 2005), dan keputusan inti dari pembelajaran matematika. Holmes (Hudojo, sesuai dengan (dalam NCTM, 1980) menyatakan bahwa kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari pemecahan masalah adalah ―jantung‖ dari yang penuh dengan kegiatan memecahkan matematika (heart of mathematics). Lebih masalah (Krulik, Rudnik, Milou , 2003). lanjut dalam NCTM (2000) dijelaskan Belajar memecahkan masalah bukan bahwa ‖problem solving plays an important merupakan hal yang mudah. Sebagian besar role in mathematics and should have a siswa masih mengalami kesulitan dan prominent kurang role in the mathematics terampil dalam education‖.Pemecahan masalah membantu pemecahan siswa matematika(Phonapichat:2013, kognitif, mengembangkan keterampilan mendorong kreativitas, &Herman:2000). penyebab melakukan masalah Yeo:2009, Faktor-faktor terjadinya yang menerapkan matematika, dan mendorong menjadi kesulitan siswa belajar matematika lebih mendalam dalam pemecahan masalah itu antara lain: (a) kurangnya pemahaman siswa terhadap FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 394 ISSN 2502-8723 masalah yang diberikan, (b) kurangnya diperhatikan pengetahuan strategi pemecahan yang akan kemampuan pemecahan masalah seseorang. digunakan, (c) berpengaruh pada siswa Para ahli membagi berbagai tipe gaya dalam menterjemahkan masalah ke bentuk kognitif yang dimiliki seseorang, salah matematis, dan (d) ketidakmampuan siswa satunya untuk menggunakan konsep dan prinsip independent.Siswa bergaya kognitif field matematika secara benar (Yeo, 2009). independent memiliki karakteristik tertentu Siswa ketidakmampuan karena yang gaya kognitif field dalam dalam pemecahan masalah. Witkin (1977) menyelesaikan masalah perlu diberi bantuan menyatakan bahwa orang yang mempunyai pembelajaran bentuk strategi gaya kognitif field independent menanggapi Polya (1973) suatu tugas cenderung berpatokan pada menemukan langkah-langkah yang praktis isyarat dari dalam diri mereka sendiri. Lebih dan tersusun secara sistematis yang dapat lanjut Witkin (1977) menyatakan bahwa, mempermudah siswa dalam memecahkan orang yang memiliki gaya kognitif field masalah independent bersifat analitis dalam pemecahan masalah matematika menurut memahami masalah. Mereka dapat Polya terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) menyeleksi stimulus berdasarkan situasi, memahami masalah (understanding the sehingga persepsinya hanya sebagian kecil problem), (2) merencanakan pemecahan terpengaruh ketika ada perubahan situasi. masalah (devising a plan), (3) melaksanakan Orang yang mempunyai gaya kognitif field rencana pemecahan masalah (carrying out independent mampu menganalisis informasi the plan), dan (4) memeriksa solusi yang yang kompleks, yang tak terstruktur dan telah diperoleh (looking back). mengorganisasikannya untuk memecahkan pemecahan dalam kesulitan adalah masalah. matematika. Langkah-langkah Ardana (2008) menyatakan bahwa masalah (Desmita, 2009:148).Individu setiap orang memiliki cara-cara khusus dengan gaya kognitif field independentdapat dalam bertindak, yang dinyatakan melalui mengabstraksi aktivitas-aktivitas perseptual dan intelektual menyelesaikannya sesuai komponen penting secara konsisten yang diungkapkan oleh dari konten tersebut (Hasan, 2002). tipe-tipe kognitif yang dikenal dengan istilah masalah Beberapa dan penelitian gaya kognitif. Karena itu, gaya kognitif juga kemampuan perlu mendapatkan perhatian dalam kegiatan masalah pemecahan masalah. Ini sesuai dengan kognitif tetlah dilakukan, antara lain: Lestari pendapat Sternberg (1999) yang menyatakan (2012), Ramlah (2014), Ulya (2014). Lestari bahwa (2012) menyatakan bahwa individu dengan gaya kognitif penting FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG untuk 395 yang siswa tentang dalammemecahkan dikaitkan dengan gaya ISSN 2502-8723 gaya kognitif menyelesaikan field independent dapat Dalam penelitian tersebut belum masalah sesuai dengan serta terampil dalam kemampuan siswa dengan gaya kognitif menjawab soal, sebaliknya individu dengan field independent dalam menjalankan empat gaya kognitif field dependent dalam tahap langkah Pemecahan masalah menurut Polya. menyelesaikan masalah masih belum dapat Belum ada penelitian yang secara eksplisit dapat menggunakan langkah secara benar memberikan deskripsi tentang kemampuan dan tepat. Ulya (2014) yang menjelaskan siswa field independent dalam setiap tahap bahwa siswa dengan gaya kognitif field pemecahan masalah Polya, yaitu ketika dependent membutuhkan bimbingan dan memahami masalah, menyusun rencana waktu yang lebih banyak untuk memahami penyelesaian, informasi yang diberikan, sementara siswa penyelesaian, dengan kemampuan field independent dapat proses dan hasil penyelesaiannya. langkah-langkah ada penelitian yang mendeskripsikan melaksanakan dan rencana memeriksa kembali menggunakan strategi pemecahan masalah Berdasarkan uraian di atas, penulis yang belum pernah diajarkan di sekolah. tertarik melakukan penelitian yang berjudul Ramlah (2014) menjelaskan bahwa ada ―Analisis Kemampuan Siswa Dengan perbedaan yang signifikan yang signifikan Gaya Kognitif Field Independent Dalam antara gaya kognitif anak laki-laki dan Memecahkan perempuan Berdasarkan Langkah-langkah Polya‖. dalam hal menyelesaikan masalah. Masalah Matematika Rumusan masalah dalam penelitian ini Dari beberapa penelitian di atas ketahui terdahulu dengan gaya kognitif field independent menganalisis perbedaan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang ditinjau dari gaya kognitif siswa yaitu berdasarkan langkah-langkah Polya. Sesuai field dependent dan field independent, dengan sementara dapat penelitian ini untuk mendeskripsikan dan disimpulkan bahwa siswa dengan gaya menganalisis kemampuan siswa dengan kognitif yang satu lebih unggul atau lebih gaya kognitif field independent dalam rendah dari siswa dengan gaya kognitif yang menyelesaikan lain. Hal ini dikarenakan karakteristik gaya berdasarkan langkah-langkah Polya. kognitif bahwa peneliti adalah mendeskripsikan kemampuan siswa perbedaan field independent itu dependent tidak dan rumusan masalah masalah ini, tujuan matematika field masing-masingmempunyai kelebihan dan kekurangan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 396 ISSN 2502-8723 data dilapangan dan berakhir pada waktu METODE Penelitian ini bertujuan untuk penyusunan laporan penelitian. Dalam mendeskripsikan kemampuan siswa dengan penelitian ini proses analisis data dilakukan gaya kognitif field independent dalam dengan memecahkan dikemukakan oleh Miles & Huberman masalah berdasarkan matematika langkah-langkah Polya. teknik analisis data yang (1994:16) yaitu; (1) mereduksi data, (2) Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini menyajikan data, dan (3) menarik digolongkan sebagai penelitian kualitatif kesimpulan. Pengecekan keabsahan data deskriptif. Data hasil penelitian ini berupa dalam penelitian ini dilakukan dengan fakta-fakta yang dipaparkan sesuai dengan triangulasi menggunakan triangulasi, yaitu kenyataan yang terjadi dalam penelitian. membandingkan data hasil pekerjaan lembar Penelitian ini dilaksanakan di SMP tugas pemecahan masalah dan data hasil Negeri 1 Kasembon Kab. Malang yang wawancara dengan data hasil dokumentasi berlokasi di Jl. Raya Kasembon no 39 berupa foto dan video pada saat subjek Kasembon Kab Malang. Subjek penelitian penelitian ini terdiri dari 1 siswa dengan gaya kognitif pemecahan masalah dan wawancara. mengerjakan lembar tugas field independent. Penetapan kategori gaya kognitif berdasarkan hasil Group Embedded HASIL Figures Test (GEFT). Pemilihan subjek Penentuan subjek penelitian dimulai penelitian juga didasarkan pada kemampuan dengan tes penggolongan gaya kognitif komunikasi yang dengan Group Embedded Figure Tests mempunyai kemampuan komunikasi yang (GEFT), pada hari Sabtu, 14 Maret 2015. baik dan lancar. Hasil siswa yaitu siswa test GEFT diperoleh 8 siswa Instrumen penelitian yang digunakan mempunyai gaya kognitif field independent, dalam penelitian ini meliputi instrumen dan 22 siswa mempunyai gaya kognitif field utama dan instrumen pendukung. Instrumen dependent. Dari siswa dengan gaya kognitif utama dalam penelitian ini adalah peneliti field independent dipilih satu siswa, dimana sendiri, sedangkan instrumen pendukung pemilihannya yang digunakan yaitu (1) tes penggolongan aspek gaya berkomunikasi baik secara lisan maupun kognitif, (2) lembar pemecahan masalah, (3) pedoman wawancara, (4) alat data kualitatif kelancaran mempertimbangkan siswa dalam tulisan. rekam berupa video ataupun foto. Analisis juga Lembar pemecahan masalah yang dalam digunakan dalam penelitian ini terdiri dari penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan tiga masalah yang dalam penyelesaiannya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 397 ISSN 2502-8723 berdasarkan pemecahan masalah sudah cukup untuk menjawab apa yang matematika menurut Polya yaitu, memahami masalah, merencanakan ditanyakan. pemecahan Tahap kedua pemecahan masalah masalah, melaksanakan rencana pemecahan menurut masalah, dan memeriksa kembali solusi yang telah diperoleh.Pemberian pemecahan tes digunakan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 18 masalah Maret 2015.Sedangkan pengumpulan data wawancara pada setiap tahap hasil SFI benar apa ketiga detail, membuat juga sehingga ketiga sehingga rencana strategi memberi dapat menyelesaikan masalah, Subjek Field Independent (SFI) dengan menyelesaikan dapat penyelesaian yang akan penjelasan alasan pemilihan strategi yang digunakan itu, tersebut valid. menuliskan akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. sehingga dapat disimpulkan bahwa data memahami secara langkah-langkah memiliki kecenderungan jawaban yang sama tahap untuk yang masalah, SFI mampu memberi penjelasan langkah penyelesaian untuk masing-masing soal Dalam strategi menuliskan yang diperoleh dari hasil wawancara pada yang diperoleh dari hasil mengerjakan dan SFI dengan yang ditanyakan. Sementara data hari Kamis, tanggal 19 Maret 2015. Data masalah masalah. merencanakan mengetahui hubungan antara yang diketahui dengan metode wawancara dilakukan pada pemecahan adalah langkah-langkah mengerjakan lembar pemecahan masalah lembar Polya digunakan ketiga masalah untuk yang diberikan. yang Dalam diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal melaksanakan strategi seperti jawaban yang dituliskan SFI dalam pemecahan ketiga masalah, SFI menuliskan menentukan hal apa saja yang diketahui dan pemecahan masalah sesuai dengan rencana yang ditanyakan dari ketiga masalah. Bahasa pemecahan masalah yang telah dibuat yang digunakan oleh SFI pada tahap sebelumnya. Pada Masalah pertama SFI memahami sudah dapat membuat empat segiempat yang menggunakan bahasa sendiri. Sementara berbeda dengan jajargenjang yang ada pada dari hasil wawancara SFI dapat menyatakan masalah pertama, tetapi mempunyai luas apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan yang sama dengan jajargenjang. Pada dari lembar pemecahan masalah tersebut, masalah kedua SFI dapat menghitung biaya serta yang yang dibutuhkan untuk mengecat dinding diketahui dari masalah pertama tersebut bagian depan dari gudang. Sementara dari bisa ketiga masalah menentukan ini apakah masalah ketiga SFI dapat membuat tiga yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 398 ISSN 2502-8723 rancangan panggung yang dapat digunakan masalah matematika yang mengacu pada dalam konser musik. SFI juga dapat tahap penyelesaian masalah matematika menghitung pembatas menurut Polya (1973) yaitu (1) memahami untuk masalah, (2) merencanakan penyelesaian minimal panjang yang mengelilingi pagar dibutuhkan panggung terbuka, serta masalah, (3) melaksanakan rencana mampu menghitung luas minimal daerah penyelesaian masalah, dan (4) memeriksa antara kembali hasil yang telah diperoleh. panggung terbuka dan pagar pembatas. Sementara dari hasil wawancara Dalam SFI mampu memberi penjelasan dari setiap tahap proses pengerjaan yang memahami masalah (understanding the problem), Subjek FI telah cenderung dikerjakan secara detail dan terperinci sesuai analitis dalam mengolah informasi yang diperoleh dari soal, sehingga jawaban yang telah dikerjakan baik dari dapat menemukan bagian penting yang ada ketiga masalah. dalam masalah yaitu menentukan yang Pada tahap memeriksa kembali hasil diketahui dan yang ditanyakan.Hal ini sesuai penyelesaian pada ketiga masalah yang dengan kajian Amstrong, Cool &Smith diberikan, SFI memeriksa setiap tahap (2011) bahwa individu FI mengadopsi suatu penyelesaian orientasi analitis untuk memahami dan sebelumnya yang yaitu telah dengan dikerjakan mengerjakan mengolah informasi.Subjek FI dapat dengan cara berbeda setiap hasil yang telah memahami pernyataan verbal dari masalah diperoleh dan membandingkannya dengan dan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan matematika.Pada saat menuliskan data yang dari masalah pertama, kedua, dan ketiga. diketahui dan yang ditanyakan, subjek FI Sementara dari hasil wawancara yang cenderung menggunakan notasi matematika dilakukan, SFI menyatakan bahwa hasil dan menggunakan bahasanya sendiri. Hal ini yang telah dikerjakan sudah sesuai dengan sesuai apa yang ditanyakan dari ketiga masalah, (Kheirzaden dan bisa meneliti dan mengecek kembali menjelaskan bahwa ketika masalahnya tidak setiap diorganisir secara jelas, individu FI relatif tahap penyelesaian yang telah dikerjakan. sendiri. ini independent & dalam penjelasan Kassaian, kalimat Morgan 2011) yang dalam internal informasi memecahkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Hal ini juga sesuai dengan karakteristik subjek FI, yaitu mereka secara mendeskripsikan kemampuan siswa dengan gaya kognitif field dengan ke cenderung menerapkan struktur mereka PEMBAHASAN Penelitian mengubahnya menunjukkan dengan dan memproses strukturnya sendiri (Witkin, 1977). 399 ISSN 2502-8723 Dalam membuat rencana menyatakan bahwa orang dengan gaya penyelesaian (devising a plan), subjek FI kognitif field independent menggunakan dapat menentukan hubungan antara yang beberapa diketahui dan yang ditanyakan dan membuat mengungkapkan kesimpulan yang valid dari informasi yang orang diberikan untuk merencanakan pemecahan independent bekerja dengan lebih efektif, masalah. Misalkan pada masalah pertama, dan jika menggunakan proses kognitif yang subjek FI menyebutkan bahwa untuk dapat berbeda, efektivitas kinerja mereka akan menggambar segiempat yang ditanyakan, bervariasi dalam kondisi yang berbeda yang harus dicari adalah luas jajargenjang (Goodenough dalam Saracho, 1997). terlebih dahulu. Kemudian menggambarkan terlihat bahwa gaya yang berbeda, kognitif field matematika untuk menetapkan hasil, dan dalam menggabungkan hasil yang lebih lanjut pada merencanakan penyelesaian masalah subjek penyelesaian masalah non rutin, dalam FI cenderung lebih dipengaruhi isyarat dari konteks kehidupan nyata. Subjek FI juga dalam dirinya sendiri, karena memikirkan dapat memprediksi beberapa kemungkinan mencari terlebih dahulu luas jajargenjang jawaban, dan menentukan jawaban yang baru kemudian menggambarkan segiempat sesuai serta dapat membuat kesimpulan dari yang mempunyai luas dengan jajargenjang jawaban tersebut. tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Amstrong, Cool, kinerja tanpa menggabungkan fakta, konsep dan prosedur dengan luas jajargenjang. Dari jawaban FI, dengan pembelajaran Pada masalah ketiga, subjek FI dapat segiempat yang mempunyai luas yang sama subjek proses Dalam &Smith melaksanakan rencana (2011) yang menyatakan bahwa individu FI penyelesaian (carrying out the plan), subjek mengadopsi pendekatan impersonal untuk FI mampu menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah. pemecahan masalah yang telah direncanakan dengan Pada masalah kedua, subjek FI dapat paling efektif individu FI menunjang penampilan yang lebih tinggi dalam pemecahan masalah sehingga dapat menjawab masalah dengan matematika. Pada soal yang melibatkan luas cara yang lebih singkat dan efektif. Hal ini dengan yang segiempat, subjek FI memanfaatkan rumus dikemukakan luas Goodenough (dalam Saracho, 1997), yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG memperoleh yang menyatakan bahwa cara berpikir untuk merencanakan pemecahan masalah kedua, sejalan dapat sesuai dengan penelitian Hassan (2002) pemikiran matematis dengan menemukan yang dan ketepatan jawaban yang benar. Hal ini memperluas hasil pemecahan masalah dan strategi benar 400 segiempat untuk mencari luas ISSN 2502-8723 segiempat. Hal ini sesuai dengan pendapat langkah membuat rencana penyelesaian, (Desmita,2009) yang menyatakan bahwa subjek dapat mengungkapkan pengetahuan individu FI mampu menganalisis informasi dan langkah-langkah yang sesuai untuk yang kompleks, yang tak terstruktur dan menjawab mengorganisasikannya untuk memecahkan secara analitik menentukan bagian-bagian masalah. Pada masalah membuat rancangan sederhana dari konteks aslinya, menentukan panggung yang mungkin digunakan pada hubungan antar variabel dan membuat konser musik, Subjek FI dapat membuat kesimpulan yang valid dari informasi yang rancangan dengan benar dan memprediksi diberikan, memperluas hasil pemecahan rancangan meminimalkan masalah dan pemikiran matematis dengan penggunaan pagar pembatas. Individu field menegaskan kembali hasil yang lebih umum independent dapat mengabstraksi masalah dan dan komponen pembenaran berdasarkan pada hasil atau penting dari konten tersebut (Hassan, 2002). sifat matematika yang diketahuinya, dan yang dapat menyelesaikannyasesuai Dalam memeriksa kembali hasil penyelesaian (Looking Back), Subjek FI penelitian masalah kehidupan nyata. konteks Pada menggunakan memeriksa subjek langkah langkah-langkah kembali meneliti atau hasil penyelesaian, mengecek ulang jawabannya dengan menggunakan informasi ditemukan yang sudah ada. bahwa, siswa dengan gaya kognitif field Hal-hal independent dalam penelitian ini mampu yang dapat disarankan adalah: (1) pada subjek field independent melalui setiap tahap pemecahan masalah dapat dibantu dengan memberikan latihan berdasarkan langkah-langkah Polya dengan soal yang lebih menantang, sehingga mereka baik. Pada langkah memahami masalah, dapat subjek dapat memahami pernyataan verbal mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pada berbagai bentuk dari masalah dan mengubahnya ke dalam soal, kalimat matematika, dan analitis dalam (2) penelitian ini hanya mengkhususkan pada siswa dengan gaya menerima informasi dalam menentukan kognitif yang diketahui dan yang ditanyakan. Pada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG dalam suatu jawaban yang benar. Dan pada langkah KESIMPULAN DAN SARAN hasil memberikan dengan benar dan memperoleh ketepatan dan memperoleh jawaban yang benar. Dari mampu pemecahan masalah yang telah direncanakan yang dilakukan dengan cara meneliti atau jawabannya, luas, memecahkan dapat setiap langkah proses pemecahan masalah ulang lebih cenderung melaksanakan rencana penyelesaian, subjek memeriksa jawaban yang diperoleh pada mengecek masalah, 401 field independent, sehingga ISSN 2502-8723 tatang_herman/artikel/artikel14.pd f, diakses 18 Mei 2014. Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang: Universitas Negeri Malang. Kheirzaden, S. & Kassaian, Z. 2011. Field-dependence/independence as a Factor Affecting Performance on Listening Comprehension Sub-skills: the Case of Iranian EFL Learners. Journal of Language Theaching and Research. Vol. 2, No. 1, pp 188-195. Finland: Academia Publisher. Krulik, S., Rudnick, J. & Milou, E. 2003. Teaching Mathematics in Middle School: A Practical Guide. USA: Pearson Education. Lestari, P. 2012. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Pada Siswa Kelas X SMAN 6 Mataram Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1994. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Pres. NCTM. 1980. Problem Solving in School Mathematics. Yearbook: NCTM Inc. NCTM. 2000. PrinciplesStandardsandfor School Mathematics. USA: NCTM Inc. Pehkonen, E. 1997. The state-of-art in mathematical creativity. International Reviews on Mathematical Education, 29(1). (Online), (http://www.emis.de/journals/ZD M/zdm973i.html), diakses 25 September 2014. Phonapichat, P. 2013. An analysis of elementary school students‘ difficulties in mathematical problem solving. Procedia - Social diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan pemecahan masalah dengan tipe gaya kognitif yang lainnya dan materi yang berbeda, sehingga akan memudahkan guru dalam menerapkan model pembelajaran untuk siswa yang mempunyai kemapuan berbeda-beda dan dengan tipe gaya yang kognitif berbeda pula. DAFTAR RUJUKAN Amstrong, S. J., Cools, E. & Smith, E. S. 2011. Role of Cognitive Styles in Business and Management: Reviewing 40 Years of Research ijmr_315 1.25. International Journal of Management Reviews. Ardana, I.M. 2008. Peningkatan Kualitas Belajar Siswa Melalui Pengembangan Pembelajaran Matematika Berorientasi Gaya Kognitif dan Berwawasan Konstruktivis. Bali: Undiksha. Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Hassan, A. 2002.Students‘ Cognitive Style and Mathematics Word Problem Solving. Journal of the Korea Society of Mathematical Education Series. Research in Mathematical Education. Vol. 6, No. 2, September 2002, 171– 182. Herman, T. 2000. Strategi Pemecahan Masalah (Problem-Solving) Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan dalam Kegiatan Asistensi Guru Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Jawa Barat, 28 September 2000. (Online), http://file.upi.edu/direktori/fpmipa /jur._pend._matematika/19621011 1991011FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 402 ISSN 2502-8723 and Behavioral Sciences 116 (2014) 3169 - 3174, (Online), dalam (http://www. sciencedirect.com/science/article/ pii/S 1877042814007459), diakses 3 April 2014. Polya, G. 1973. How to solve It. New Jersey: Princeton University Press. Ramlah. 2014. Relationship Between Students‘ Cognitive Style (FieldDependent and Field–Independent Cognitive Styles) with their Mathematic Achievement in Primary School. International Journal of Humanities Social Sciences and Education (IJHSSE), 1(10). (Online) (http://www.arcjournals.org/pdfs/i jhsse/v1-i10/13.pdf), diakses 3 Januari 2015. Saracho, O. N. 1997. Teachers‘ and Students‘ Cognitive Styles in Early Childhood Education. London: Greenwood Publishing Group. Sternberg, R. J., Wagner, R. K. (1999). Reading in Cognitive Psychology. USA: Thompson Learning. Ulya. 2014. Analysis Of Mathematics Problem Solving Ability Of Junior High School Students Viewed From Students‘ Cognitive Style. International Journal of Education and Research, 2(10). (Online), (http://www.ijern.com/journal/201 4/October-2014/45.pdf), diakses 2 Februari 2015. Witkin, H.A, Moore, C.A, Goodnough D.R, & Cox, P.W. 1977. Field Dependent and Field Independent Cognitive Style and Their Educational Implication. Review of Educational Researh Winter,47(1). Yeo, K. 2009. Students Difficulties in Solving Non-Routine Problems. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG Centre for Innovation in Mathematics Teaching, 211 (10). (Online), (http://www.cimt.plvmouth.ac.uk/ ioumal/veo.pdf), diakses 12 Maret 2014. 403 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN PERCOBAAN SAINS SEDERHANA Veny Iswantiningtyas Prodi PG-PAUD FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri [email protected] ABSTRAK Character building, build easier in early childhood than in older children, so teachers are competing to make the approach and methods of teaching character building that can be applied in the school. Building charactervalues for early childhood can be done through simple science experiments before and after doing simple science experiment teacher asked the children to pray and clean the place for doing experiment and make up the tools orderly, this is done by student to build character values. If it is done constantly so it will be built in their own selves. Key words : Character building, Early Childhood, Simple Science Experiment hasil pendidikan di sekolah yang mengarah Pendahuluan Dini pada pencapaian pembentukan karakter dan merupakan suatu upaya pembinaan yang akhlak mulia peserta didik secara utuh, ditujukan kepada anak sejak lahir sampai terpadu dengan usia enam tahun yang dilakukan kompetensi lulusan. Melalui pendidikan melalui pemberian rangsangan pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu untuk secara Pendidikan membantu Anak Usia pertumbuhan dan dan seimbang mandiri sesuai standart meningkatkan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak menggunakan pengetahuannya, mengkaji memiliki dan kesiapan dalam memasuki menginternalisasi serta pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan usia dini tidak hanya untuk membentuk akhlak mulia sehingga terwujud dalam anak-anak yang hanya pinter dan cerdas perilaku saja, Sedangkan tetapi juga berkepribadian dan sehari-hari (Noor, 2012). menurut Hairuddin (2014) berkarakter sehingga melalui pendidikan ini Pembentukan diharapkan akan muncul generasi yang mendidik anak menjadi sosok yang tangguh, cerdas dari sisi intelektual, emosional dan mandiri dan mampu bersaing secara sehat spritual. demi kehidupan yang lebih baik anak, diharapkan bisa sehingga bisa diandalkan keluarga maupun Pendidikan karakter bertujuan untuk lingkungan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG karakter 404 sosial. Maka pendidikan ISSN 2502-8723 karakter sebaiknya masuk dalam ranah kecil dapat dan dimulai sedini mungkin agar lahir secara langsung. Percobaan tersebut melatih generasi penerus yang memiliki kepribadian anak menghubungkan sebab dan akibat dari berkualitas suatu perlakuan sehingga melatih anak sehingga mampu menjadi melakukan penopang bagi bagsa yang hebat, tangguh berpikir logis dan mampu berperan dalam tataran dunia. masalah. percobaan dalam sederhana menyelesaikan Pendidikan karakter lebih mudah Menurut Chasanah (2014) objek tertanam pada anak usia dini dari pada anak- sains bagi anak usia dini adalah benda-benda anak yang lebih besar, karena anak usia dini disekitar anak yang sering menjadi perhatian memiliki daya serap yang lebih tinggi dan anak, misalnya : air ,udara,bunyi, api, relatif belum terkontaminasi oleh pengaruh tanaman, tumbuhan, hewan, dan dirinya buruk berbagai budaya yang tidak sesuai sendiri. Rasa ingin tahu yang besar dalam dengan karakter asli bangsa Indonesia, diri anak-anak membuat mereka tidak sehingga para guru berlomba membuat merasa jemu mengekplorasi benda-benda pendekatan yang dan pendidikan metode karakter pembelajaran yang dapat menarik minatnya, sehingga percobaan sains memiliki peluang sangat diaplikasikan disekolah. Salah satu metode besar pembelajaran pendidikan karakter pembelajaran untuk menanankan nilai-nilai yang menarik adalah percobaan sains sederhana. untuk dijadikan sebagai media karakter pada anak usia dini. Melalui Jamaris (dalam Yulianti, 2010) Ilmu percobaan sains guru memberi kesempatan pengetahuan Alam / sains pada hakikatnya pada anak didik baik secara individual dapat sedini maupun kelompok untuk menyalurkan rasa anak ingin tahu dalam dirinya terhadap segala hal mengenai sains akan lebih berfungsi jika yang menarik perhatian mereka, lalu disela- dikembangkan dengan seksama melalui sela anak bergembira dan merasa nyaman kegiatan pembelajaran di Taman Kanak- menyalurkan kanak. Nugraha (dalam Dwirahmah 2013) tersebut guru penyelipkan pesan moral atau menyatakan bahwa untuk dapat sukses menanamkan nilai-nilai karekter pada anak dalam usia dini. ditanamkan mungkin, selain program pada itu anak pemahaman pembelajaran sains, rasa ingin tahu tahunya komponen-komponen yang harus masuk di Oleh karena itu diperlukan sebuah dalamnya adalah produk, proses dan metode pendekatan dan metode pendidikan karakter dan anak yang tepat dalam pembentukan karakter prasekolah lebih ditekanankan pada proses anak usia dini yang dapat digunakan oleh dari pada produk. Melalui proses sains, anak guru atau pendidik dalam membentuk anak sikap. Pembelajaran sanis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 405 ISSN 2502-8723 yang berkarakter unggul. Salah satu c) Penilaian. Tahap penilaian mencakup alternatif metode pembelajaran yang dapat tujuan digunakan lingkup adalah percobaan sains sederhana. penilaian, prinsip penilaian, cara penilaian, penilaian, instrumen penilaian dan pengembangan indikator. Pembahasan 2. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini 1. Penerapan Pendidikan Karakter Bagi Lickona (2013) pendidikan karakter Anak Usia Dini. merupakan Penerapan pendidikan karakter pada proses pemberian tuntutan anak usia dini para pendidik dan lembaga peserta /anak didik agar menjadi manusia PAUD berusaha menanamkan nilai-nilai seutuhnya yag berkarakter dalam dimensi karakter pada anak didik. Dalam hal ini yang hati, pikir, raga serta rasa dan karsa. Dalam perlu disadari oleh para guru dan lembaga pendidikan karakter menurut Likcona (2013) PAUD adalah bahwa penanaman nilai-nilai terdapat 3 komponen karakter yang baik karakter pada anak didik tidak hanya yaitu : pengetahuantentang moral, perasaan semata-mata mengaharap kepatuhan anak tentang moral dan perbuatan bermoral. didik. Lebih dari itu para guru harus yakin Adapun penjabaran dari nilai-nilai karakter bahwa anak didik dapat menyadari bahwa yang nilai-nilai karakter yang ditanamkan tersebut Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012) yaitu: bermanaat bagi dirinya kelak bila mereka a) dewasa. Chasanah (2014) dikembangkan adopsi Religius, seperti : berdoa sebelum dan sesudah penerapan sesuai kegiatan; praktek pendidikan karakter pada anak usia dini beribadah dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : dianutnya; belajar praktek kegiatan a) keagamaan; belajar mengenal hari Perencanaan. Dalam merencanakan b) bahwa penanaman nilai-nilai karakter menyatu dengan Dalam usia kegiatan dilanjutkan dini yang baik dan benar dengan c) dengan terprogram Toleransi, seperti : Berbicara pelan di dalam dan kelas; Menggunakan alat permainan secara bergantian; Saling program membantu; pembiasaan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG uang utuh; menyampaikan pesan dengan pelaksanaan dilakukan memberikan sekolah/tabungan kepada guru secara penanaman nilai-nilai karakter pada anak yang Jujur, seperti : melatih kejujuran/kotak temuan; proses pembelajaran yang direncanakan. b) Pelaksanaan. agama besar agama pendidikan karakter, perlu diperhatikan ditetapkan sesuai belajar 406 Mau berbagi; Mau ISSN 2502-8723 mendengarkan orang lain berbicara; Memutar lagu daerah; Memasang foto Sabar pahlawan menunggu giliran; Mau mengalah d) k) Disiplin, seperti : Datang tepat waktu; music Jika terlambat melapor pada guru; Jika tradisional; berhalangan dating member tahu; daerah; Mengembalikan daerah mainan selesai digunakan; Memakai seragam sesuai e) l) i) Mengenal Menghargai bahasa makanan Prestasi, khas seperti : reward dari rumah menyelesakan tugas dengan baik dan Kerja Keras, seperti : Memimpin doa; cepat m) untuk anak yang dapat Bersahabat/Berkomunikasi, seperti : kegiatan lomba Berbicara dengan teman dan guru; Kreatifitas, seperti : Melukis dengan Memberi berbagai media; Melipat, meronce, Tidak mengganggu teman; Berbagi menganyam.; Membuat aneka mainan pengalaman melalui bercerita Demokratis, n) seperti : Berani salam; Bersikap ramah; Cinta Damai, seperti : Mau membantu dan tolonng menolong; Saling mengungkapkan pendapat; Mengambil menyayangi; keputusan Menyanyikan lagu yang berisikan bersama; Bekerjasama; Tanggungjawab; kasih sayang Mandiri, seperti : Masuk kelas sendiri; o) Gemar Membaca, seperti : Melepas dan memakai sepatu sendiri; Mengunjungi Melepas dan memakai baju sendiri; Menyediakan bermacam buku cerita; Mengambil Mengenal huruf dengan kartu huruf; alat sendiri; Makan sendiri; BAK/BAB sendiri Memasang Rasa Ingin Tahu, seperti : Berani tulisannya bertanya;Bereksperimen j) Menggunakan keperluan sekolah; Membawa bekal Memilih kegiatan yang disukai h) Permainan Memasang hasil karya anak; Memberi dari bahan bekas g) tradisional; jadwal; Tidak membawa uang selain Membahas hasil karya; Mengikuti f) Cinta Tanah Air, seperti : Bermain alat Semangat Kebangsaan, p) seperti : Peduli perpustakaan; gambar Lingkungan, Menyediakan tempat yang seperti ada : sampah; Mengibarkan bendera merah putih; Membuang sampah pada tempatnya; Memasang simbul-simbul kenegaraan; Kerja bakti seminggu sekali; Merawat Memutar tanaman lagu-lagu kebangsaan; FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 407 ISSN 2502-8723 q) r) Peduli Sosial, seperti : Memberikan dan pengelola lembaga PAUD dengan sebagian mempertimbangkan bekal pada teman; tema pembelajaran, Menyantuni anak yatim; Membantu budaya dan potensi lokal.(Chasanah, 2014). masyarakat kena musibah 4. Penanaman Nilai-nilai Karakter pada Tanggung Jawab, seperti : Anak Usia Dini Melalaui Percobaan Melaksanakan tugas sampai selesai; Sains Mengembalikan alat setelah digunakan Sederhana. Menurut Chasanah (2014) beberapa 3. Penilaian Pendidikan Karakter Pada contoh Anak Usia Dini. sains sederhana yang dapat Masalah penilaian perlu mendapat dipraktikkan guru di lembaga PAUD atau perhatian tersendiri sebab dalam penilaian bahkan dapat dilakukan di rumah sebagai akan diketahui apakah penanaman nilai-nilai berikut : karakter mencapai hasil optimal atau belum. a. Lukisan lilin Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui Konsep sains : Menjelaskan sifat sejauh mana perubahan sikap dan perilaku minyak dan air anak-anak setelah mengikuti kegiatan di Nilai-nilai lembaga PAUD yang serat dengan nilai-nilai dikembangkan : Kecintaan kepada karakter. penilaian Tuhan Yang Mahaesa, tanggung keberhasilan pendidikan karakter terdapat jawab, keratif, peduli lingkungan, beberapa prinsip yang harus diperhatikan kedisiplinan, percaya diri, mandiri, pendidik tolong menolong, kerjasama dan Dalam yakni melakukan : Menyeluruh, karakter berkesinambungan, objektif mendidik dan gotong royong. kebermaknaan. Alat Teknik dan instrumen penilaian dan Bahan: yang Kertas HVS, Pewarna makanan, Tempat cat air / penananman nilai-nilai karakter pada anak gelas kecil, lilin didik dapat dilakukan melalui kegiatan : Langkah kerja : 1) Tuangkan air pada pengamatan, kerja, gelas kecil kemudian tetekan satu pencatatan anekdot, percakapan / dialog, sendok kecil pewarna makanan pada laporan orang tua, dokumentasi hasil karya gelas kecil hingga menjadi warna anak/ portoolio, deskripsi proil anak. Untuk yang diinginkan, 2) Siapkan kertas mempermudah penilaian nilai-nilai karakter HVS, kemudian gambar / lukiskan yang ditanamkan dapat dijabarkan dalam sesuatu dengan menggunakan lilin, bentuk indikator yang terukur. Indikator 3) Dengan kuas kertas atau kapas, penugasan, unjuk dapat dikembangkan pendidik atau pengasuh FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 408 ISSN 2502-8723 sapukan larutan warna tersebut diatas Langkah kerja : 1) Tiup sebuah balon kertas. karet, b. Lilin dalam gelas 2) pelintir leher bahon sehingga udara didalamnya tidak Konsep sains : Menjelaskan tentang kelur, 3) Pasang mulut balon pada sumber panas, bahan bakar dan corong lalu isi dengan air, 3) Secara oksigen perlahan lepaskan pelintiran balon Nilai-nilai karakter yang dan amati apa yang terjadi. dikembangkan : Kecintaan kepada d. Air dan pasir Tuhan Yang Mahaesa, tanggung Konsep sains : Menjelaskan tentang jawab, kreatif, peduli lingkungan, sifat-sifat air yang suka menempati kedisiplinan, percaya diri, mandiri, ruang kosong dan sifat udara. tolong menolong, kerjasama, gotong Nilai-nilai royong. dikembangkan : Kecitaan kepada Alat dan Bahan: 2 Lilin, Gelas kaca, Tuhan Yang Mahaesa, tanggung Korek api. jawab, keratif, peduli lingkungan, Langkah kerja : 1) tegakkan dua lilin kedisiplinan, percaya diri, mandiri, agak berjauhan kemudian nyalakan tolong menolong, kerjasama, gotong api, 2) satu lilin ditutup dengan gelas royong, pantang menyerah dan kerja kaca yang satu tidak, 2) Ajak anak keras. mengamati apa yang terjadi. Alat dan Bahan: Gelas, air, pasir c. Air dingin mendidih karakter yang Langkah kerja : 1) Siapkan sebuah Konsep sains : Menjelaskan tentang gelas yang telah diisi pasir hingga sifat udara penuh, 2) Tuangkan segelas air ke Nilai-nilai karakter yang dalam gelas berisi pasir, 3) Ajak dikembangkan : Kecintaan kepada anak-anak Tuhan Yang Mahaesa, tanggung terjadi. mengamati apa yang yang berkualitas dapat jawab, keratif, peduli lingkungan, Kesimpulan kedisiplinan, percaya diri, mandiri, tolong menolong, kerjasama, gotong Karakter royong, kerja keras, toleransi rasa dibina sejak usia dini karena usia dini cinta damai. merupakan masa kritis bagi pembentukan Alat dan Bahan: Balon karet, corong karakter plastik, air. melalui pendidikan karakter sedini mengkin kepada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 409 seseorang, anak penanaman adalah kunci moral utama ISSN 2502-8723 membangun bangsa. Implementasi pendidikan karakter di Taman Kanak-kanak memerlukan wawasan membuat pendekatan dari guru untuk dan metode pembelajaran pendidikan karakter yang dapat diaplikasikan disekolah, salah satu metode pembelajaran pendidikan karakter yang menarik adalah percobaan sains sederhana. Dengan melakukan percobaan sains sederhana bersama anak-anak, guru dapat menanamkan pendidikan karakter pada anak. DAFTAR PUSTAKA Chasana, R. (2014). Pedidikan Karakter Melalui Percobaan Sains Sederhana Untuk Anak Usia Dini. Bantul : Kreasi Wacana. Dwirahmah, E. (2013). Peningkatan Kreativitas Melalui Pendekatan Inquiri Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan anak Usia Dini. Volume 7 No.2 Jakarta : Universitas Negeri Jakarta. Hairuddin, E. (2014). Membentuk Karakter Anak dari Rumah. Jakarta : PT. Garamedia Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung : Nusa Media Noor, R.(2012). Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah. Yogyakarta : Pedagogia Wibowo, A. (2012). Pendidikan karakter usia dini (strategi membangun karakter di usia emas).Yogyakarta:PustakaPelajar. Yuliani, D. (2010). Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-kanak. Semarang : Indeks FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 410 ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 EMPOWERING EFL STUDENTS WITH METACOGNITIVE LANGUAGE LEARNING STRATEGIES: DOES IT WORK? By AGUS SHOLEH TEGUH SULISTYO KANJURUHAN UNIVERSITY OF MALANG E-mail: [email protected] In EFL settings, of four English language skills, writing is often considered a complex skill to master. Students not only have to put their ideas into a sufficient content, but they have to put into account style of organization and language use dealing with grammar, vocabulary, and mechanics. In addition, writing is not an easy activity to do and it is often believed to be the most complex skill to master (Cahyono & Widiati in Kusumaningrum, 2012), and developing writing ability is an important but a complex part of language learning (Dulger, 2011). Accordingly, many EFL learners are frustrated by the fact that they are making little progress in writing (Xiao, 2008), so teachers should facilitate students to understand their own writing process (Brown, 2007). Regarding the evidence that academic writing not only focuses on products but also process and the fact that writing is a demanding task (Ruan, 2005), the way students employ appropriate strategies in writing course will influence their writing quality. Metacognitive Language Learning Strategies (MLLSSs) may assist students to recognize their composing process since MLLSSs are thinking about thinking involving active control over cognitive processes engaged in learning (Livingstone. 1997). Since good language learners use MLLSs and are aware of the process of language learning (Khaki and Hessamy, 2013), this article primary reveals the impact of MLLSS on students‘ writing proficiency and how the strategies are integrated into EFL academic writing settings. Keywords: EFL Students, Metacognitive Strategies Table 1 shows that direct strategies Introduction The term ―Metacognition‖ is simply which concern directly the involvement of most often associated with John Flavell the target language (Oxford, 1990:37) are since he introduced this term in 1979. divided Metacognition is basically ―thinking about compensation strategies. Indirect strategies, thinking‖. In reality, defining Metacognition on the contrary, are metacognitive, affective, is not simple, so there is much debate over and social strategies which support and exactly the nature of this term (Livingstone, manage language learning without directly 1997). Somehow, before discussing further involving the target language (Oxford, about MLLSS, it is somewhat important to 1990:135). see the categorization of language learning metacognitive strategies: direct and indirect strategies intertwined and support each other, any (Oxford, 1990:37) as drawn in Table 1. attempt FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 411 into memory, Because to strategies examine cognitive, cognitive are one and and closely without ISSN 2502-8723 acknowledging the other would not provide on one‘s cognition (Baker & Brown, Flavell, an adequate picture (Livingston, 1997). Gourgey in Xiao, 2006) which take place beyond, beside, or with the cognitive which include (1) centering learning, (2) arranging Table 1. A Categorization of Language Learning Strategies and planning learning, and (3) evaluating LEARNING STRATEGIES learning which covers self-monitoring and self-evaluating (Oxford, 1990). Thus NO DIRECT STRATEGIES INDIRECT STRATEGIES 1) MEMORY STRATEGIES METACOGNITIVE STRATEGIES 2) COGNITIVE STRATEGIES AFFECTIVE STRATEGIES cognition by thinking about the learning COMPENSATION STRATEGIES SOCIAL STRATEGIES the learning task, and evaluating how well 3) basically MLLSs can be concluded as learner‘s awareness and control on one‘s process, planning for learning, monitoring one has learned. So, Cognitive strategies are necessary to perform a task, and As a direct strategy, Cognitive refers Metacognition is necessary to understand to variations of self-consistent modes among how the task is performed (Schraw, 1988 in individuals Nuckles et al, 2009). perceiving, in the preferred organizing, or way of recalling MLLSs are considered important to information and experience in language develop student awareness of the importance learning (Witkin, Stansfield & Hansen in of autonomous learning and self-monitoring Ghonsooly, 2006). In addition, Cognitive or self-reflective thinking during their study strategies cover practicing, receiving and time in the classroom and learning time sending messages, analyzing and reasoning, outside the classroom. Teachers should and creating structure for input and output guide them realize the beneficial impacts of (Oxford, 1990). The activities belonging to MLLSs. Assisting them to choose and apply cognitive strategies will work best if they specific strategies, in a long run, will are supported with indirect strategies such as facilitate them to be effective and strategic metacognitive strategies. learners. Metacognitive Language Learning In the main time, the teaching of Strategies (MLLSs), on the other hand, writing refer to higher order thinking involving concentration on written product to an active control over the cognitive processes emphasis on the process of writing. In this engaged in learning (Livingstone, 2007). approach, students are trained to generate Also, MLLSs mean awareness and control ideas for writing, think of the purpose and FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 412 has moved away from a ISSN 2502-8723 audience, and write multiple drafts in order task, and it also builds sense of ownership to and pride of their own products. present written communicate their products own that ideas The well. process of writing, according to Gebhard According to Atay and Kurt (2006:103), the (2000: 226), consists of prewriting, drafting, focus in writing classes is not on the form of revising, and writing final product. the written product rather on how the learner Since writing is a complex set of should approach the process of writing. In activities, students need to be aware of the fact, when students write, they should not importance expect to write a perfect composition in a strategies and approaches in academic single draft, but they go through a process of writing. It is also a demanding task (Ruan, creating and recreating this piece of writing 2005), so helping them to apply MLLSs and until they are able to produce a good process of writing is extremely important. composition (Gebhard, 2000:222). It shows Since process of writing is a recursive mode, that process of writing allows students to MLLSs as a way to monitor how students develop their ideas gradually in a recursive accomplish their tasks can be beneficial for process of creating meaning. students to write better. MLLLSs are of applying appropriate Teachers who use this approach give necessary to help students to have higher students a chance to generate ideas and order thinking on how they center, arrange obtain feedback (teacher feedback, peer and plan their task, as well as how they feedback, evaluate and self-e